Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 36
Seperti yang dilakukan sebelumnya, maka jika tidak ada seorang
pun yang melihat, ia telah memetik buah jagung muda. Tanpa
dipanggang diatas api, jagung muda itu langsung dimakannya.
"Burung-burung di langit makan jagung juga mentah," katanya
mereka juga tetap hidup dan terbang di langit yang biru"
Ketika kemudian malam turun, mulailah Empu Baladatu dengan
rencananya. Ia ingin mendapatkan kuda yang tegar di kandang
yang dilihatnya di s iang hari itu.
Dengan hati-hati Empu Baladatu mendekati regol halaman.
Rumah itu tidak terlalu besar. Tetapi agaknya pemiliknya rumah itu
termasuk orang yang agak berkecukupan di padukuhan.
Ketika Empu Baladatu yakin bahwa rumah itu tidak dijaga, maka
iapun dengan diam-diam telah menyelinap memasuki dinding
halaman dan hilang didalam kegelapan.
Sejenak Empu Baladatu meyakinkan, apakah pemilik rumah itu
sudah tidur nyenyak, dan tidak ada lagi seseorang yang masih
terbangun di bagian belakang.
2172 Setelah yakin barulah Empu Baladatu mendekati kandang kuda
dengan hati yang berdebar-debar.
Dengan hati-hati dan lembut Empu Baladatu mulai menyentuh
kuda itu. Dibelainya lehernya perlahan-lahan. Barulah kemudian
Empu Baladatu membuka selarak kandang itu dan menarik kuda itu
dengan hati-hati keluar. Sejenak Empu Baladatu memasang kendali dan pelananya yang
tersangkut pada tiang kandang itu, seolah dengan sengaja telah
disediakan. Barulah ketika semuanya sudah siap Empu Baladatu
menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi Empu Baladatu tidak mau mengejutkan pemilik rumah
yang sedang tidur nyenyak itu. Ia menuntun kuda itu sampai ke
regol halaman. Perlahan-lahan didorongnya pintu regol itu dan
barulah kemudian ia meloncat ke pun ggung kuda yang telah
berhasil dicurinya itu. Tetapi belum lagi kuda itu berderap, dua orang yang kebetulan
lewat di jalan di depan regol itu terhenti dengan ragu-ragu. Dibawah
cahaya obor ia mengamati wajah Empu Baladatu yang belum
pernah dikenalnya. "He, siapakah kau" Aku belum pernah melihatmu" bertanya salah
seorang dari mereka, "aku mengenal penghuni rumah ini seperti
mengenal keluargaku sendiri. Tetapi aku belum pernah
mengenalmu." Empu Baladatu tergagap. Ia tidak menyangka bahwa tiba-tiba
saja ia akan dihadapkan pada pertanyaan seperti itu. Sehingga
akhirnya ia menjawab asal saja terucapkan, "Aku tamu yang akan
kembali pulang." "Tetapi dimanakah yang pun ya rumah" Dan aku kenal kuda ini"
sahut yang lain. Empu Baladatu menjadi Semakin bingung. Sedangkan orang itu
mendesaknya lagi, "Kau mencurigakan. Turunlah Jika kau benarbenar
tamu penghuni rumah ini. aku akan mohon maaf. Tetapi
2173 sebaiknya, aku bertanya dahulu kepada pemilik kuda yang sedang
kau pakai. -" Empu Baladatu bukannya seorang yang sabar. Karena itu, maka
tiba-tiba saja ia menggeram, "Minggirlah, atau kepalamu akan
terinjak oleh kaki kuda ini."
Kecurigaan kedua orang itu kian bertambah. Karena itu. salah
seorang kemudian berkata, "Ki Sanak. Aku baru saja pergi kesawah
menelusur air yang memang agak sulit sekarang ini bagi
persawahan. Kebetulan saja aku jumpai kau yang menumbuhkan
kecurigaan padaku. Agaknya kau benar-benar orang bermaksud
buruk. Turunlah, atau aku akan menghantam kepalamu dengan
cangkul?" Empu Baladatu tidak menjawab. Tiba-tiba saja kedua tumitnya
telah menyentuh perut kudanya, sehingga kuda itupun terkejut dan
meloncat. Kedua orang itu memang kerusaha untuk menghalang-halangi.
Tetapi mereka tidak menyadari, bahwa mereka berhadapan dengan
Empu Baladatu. Karena itulah, maka keduanya pun kemudian
terpelanting dan berguling beberapa kali menyeberang jalan.
Sementara itu, kuda yang dipergunakan oleb Empu Baladatu itu
telah berderap dan hilang di gelapan.
Ternyata bahwa keributan itu terdengar oleh penghuni rumah itu
sehingga ia pun kemudian terbangun dan dengan hati-hati keluar
rumah lewat pintu butulan.
Derap kaki kuda yang keluar dari halaman rumahnya telah
menarik perhatiannya. Dengan ter-gesa-gesa ia menengok
kandangnya. Namun kudanya sudah tidak ada di dalamnya lagi.
Orang itu kemudian berlari-lari kehalaman depan. Ketika ia
melihat regol halamannya terbuka, iapun langsung keluar halaman
dan turun kejalan. Ia terkejut melihat kedua orang tetangganya yang dengan susah
payah berusaha bangkit sambil menyeringai kesakitan.
2174 "Kenapa?" pemilik kuda itu bertanya. Kedua tetangganyapun
kemudian menceriterakan. bahwa mereka menjadi curiga ketika
mereka melihat seseorang yang keluar dari regol halaman itu diatas
pun ggung kuda di malam hari tanpa seorang pun yang
mengantarkannya meskipun hanya sampai turun kejalan.
"Kami tidak berdaya" desis salah seorang dari keduanya.
Pemilik kuda itu mengangguk-angguk. Katanya, "Di Padukuhan
ini biasanya tidak pernah terjadi kerusuhan seperti ini. Tentu bukan
kebanyakan orang yang sekedar ingin mencuri"
Kedua orang tetangganya itu mengangguk-angguk. Mereka
masih saja menyeringai memegang pinggang masing-masing.
"Punggungku rasa-rasanya patah" desis yang seorang.
"Aku tidak melihat orang itu berbuat sesuatu. Tetapi tiba-tiba
saja aku sudah terpelanting jatuh." sambung yang lain.
"Sudahlah. Aku tidak dapat menyalahkan kalian. Marilah
masuklah. Kita dapat berbicara lebih panjang."
Kedua orang itu berpandangan sejenak. Namun karena pinggang
mereka rasa-rasanya masih sakit juga, maka keduanya pun
kemudian mengikuti pemilik rumah itu dan naik kependapa.
Isteri pemilik rumah itu yang kemudian terbangun juga telah
menyuruh pelayannya untuk merebus air, sehingga ketiga orang
yang bercakap-cakap dipendapa itupun kemudian masing-masing
mendapat semangkuk minuman panas.
"Tentu seseorang yang sekedar memerlukan seekor kuda" desis
pemilik kuda itu kemudian.
"Ya" sahut yang lain, "itu adalah kesimpulan yang paling
mendekati kenyataan. Tidak ada kemungkinan yang dapat
dipertimbangkan lagi."
"Bagaimanapun juga. kita akan melaporkannya besok kepada Ki
Buyut. Mungkin padukuhan ini perlu mengambil tindakan untuk
mencegah kemungkinan-kemungkinan yang lebih parah. Jika ia
2175 hanya memerlukan seekor kuda untuk mempercepat perjalanan
jauhnya, dan tidak menimbulkan akibat apa-apa di kemudian hari,
biarlah aku ikhlaskan kudaku. Tetapi jika yang terjadi ini baru
permulaan dari kejadian-kejadian yang akan berkepanjangan, maka
agaknya Ki Buyut perlu mengetahuinya."
Ternyata ketiga orang itu tidak berusaha membangunkan
tetangga-tetangganya yang lain. Tetapi mereka berjanji dipagi
harinya akan bersama-sama menghadap Ki Buyut untuk
memberikan kesaksian atas hilangnya seekor kuda pemilik rumah
itu. Ternyata peristiwa itu telah cukup menggemparkan padukuhan
kecil yang biasanya selalu tenang dan damai itu. Dari mulut
kemulut. berita tentang hilangnya seekor kuda, dan usaha kedua
orang untuk mencegahnya, telah menjalar keseluruh padukuhan.
Setiap orang mempercakapkannya dengan hati yang cemas dan
berdebar-debar. Seperti yang direncanakan, maka pemilik kuda itu pun pergi
menghadap Ki Buyut bersama dengan kedua orang tetangganya
yang menyaksikan langsung orang yang telah mengambil keduanya
petani sama sekali tidak berhasil mencegahnya itu.
Laporan itu diterima Ki Buyut dengan wajah yang tegang dan
bersungguh-sungguh. Baginya persoalan itu merupakan persoalan
yang cukup gawat dan tentu akan menggetarkan padukuhan yang
tenang. Para bebahu yang lain pun menjadi cemas. Bahwa seseorang
telah mencuri kuda, adalah sesuatu yang benar-benar telah
menyinggung perasaan setiap orang di padukuhan itu.
"Kenapa hanya seekor kuda" bertanya Ki Buyut seolah-olah
ditujukan kepada diri sendiri, "kenapa ia tidak mengambil yang lain"
"Seperti yang aku katakan Ki Buyut. Agaknya orang itu memang
hanya memerlukan seekor kuda saja." jawab orang yang
kehilangan, "ia bukan seperti kebanyakan penjahat yang ingin
merampas harta benda."
2176 Ki Buyut mengangguk-angguk. Katanya, "Itulah yang lebih
berbahaya. Jika jelas yang datang itu adalah seorang yang hanya
menginginkan harta benda, persoalannya akan terbatas. Tetapi jika
tidak, mungkin masih akan berkepanjangan."
Tidak ada kesimpulan lain yang dapat dilakukan kecuali
mengadakan kesiagaan sepenuhnya di seluruh padukuhan. Bahkan
padukuhan-padukuhan tetangga pun mulai menjadi ribut ketika
mereka mendengar tentang pencuri kuda yang penuh dengan
rahasia itu. Dalam pada ini, selagi orang-orang di padukuhan itu menjadi
ribut, Empu Baladatu telah berpacu semakin jauh. Ia tidak lagi
memilih jalan. Ia tidak peduli lagi apakah ada orang yang
menghiraukannya atau tidak.
Tetapi agaknya memang tidak banyak orang yang
memperhatikan orang lain dengan saksama. Demikian juga, orangorang
yang berpapasan dengan Empu Baladatu tidak begitu
menghiraukannya, bahwa pakaiannya kusut dan robek. Luka-luka
nya yang masih berdarah karena terlalu banyak untuk bergerak Dan
kesan wajahnya yang penuh dendam dan kebencian.
Dengan seekor kuda maka Empu Baladatu telah berhasil
mempercepat lari kudanya. Ia memang ingin langsung ke
padepokannya dan menenangkan diri untuk beberapa lama.
Terutama untuk menyembuhkan luka-lukanya. Ia tidak begitu
menghiraukan padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang,
Kedua padepokan itu tentu bagaikan lumpuh karena keduanya telah
kehilangan orang-orangnya yang terbaik. Apalagi jika prajurit
Singasari telah dengan sengaja datang untuk menghancurkannya.
"Keduanya tidak banyak berarti lagi" katanya. Meskipun demikian
bukan berarti bahwa Empu Baladatu melepaskan keduanya. Ia
sadar, bahwa pada suatu saat ia akan datang untuk membina
reruntuhan di padepokan itu agar ia tetap mendapat pancadan
didaerah disekitar Kota Raja Singasari.
2177 Tetapi untuk sementara Empu Baladatu akan berada di
padepokannya. sebelum rencananya yang pertama-tama adalah
membuat hubungan dengan Linggapati, karena Linggapati pun
tentu akan dibakar oleh dendam dan kebencian karena kematian
adiknya. Sebenarnyalah, bahwa satu dua orang yang melarikan diri dari
medan pertempuran, berusaha dapat kembali ke Mahibit. Meskipun
dengan kesulitan dan susah payah, akhirnya mereka dapat
menghadap Linggapati dan melaporkan apa yang telah terjadi atas
seluruh pasukan Empu Baladatu.
Betapa kemarahan yang tiada taranya menghentak dada
Linggapati sehingga rasa-rasanya dada itu akan pecah, berita
tentang kekalahan mutlak bagi orang-orang Empu Baladatu dan
orang-orang Mahibit yang langsung dipimpin oleh Linggadadi itu,
benar-benar merupakan berita terburuk yang pernah didengarnya
"Jadi Empu Baladatu juga terbunuh?" ia bertanya dengan wajah
tegang. "Aku tidak tahu pasti. Mungkin terbunuh, mungkin luka parah.
Pada saat-saat aku melarikan diri dari arena, semuanya rasarasanya
sudah menjadi gelap dan tidak dapat diketahui dengan
pasti." Linggapati menghentakkan kakinya. Kemarahan yang meluapluap
rasa-rasanya telah membakar jantungnya.
Tetapi Linggapati bukan seorang yang mudah kehilangan akal. Ia
mendengar laporan anak buahnya sampai tuntas Kemudian
mengurainya dan melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada dan
yang dapat terjadi. "Betapa bodohnya Baladatu. Seolah-olah ia sudah
menjerumuskan Mahibit ke dalam kesulitan. Dengan kekalahan itu
maka aku sudah kehilangan sebagian besar dari kemungkinan yang
selama ini telah aku pupuk dengan hati-hati. Orang-orangku pun
akan menjadi berkecil hati dan mungkin bahkan kehilangan gairah
perajuangannya" berkata Linggapati kepada diri sendiri, "selebihnya,
2178 aku telah kehilangan adikku. Betapa bengalnya Linggadadi. tetapi ia
adalah orang yang memiliki kemampuan cukup untuk membantuku.
Satu-satunya pembantuku yang paling aku percaya."
Namun dalam pada itu. Linggapati pun memikirkan
kemungkinan lain yang dapat terjadi atasnya. Mungkin para prajurit
Singasari yang mendapat beberapa penjelasan dari orang-orangnya
yang tertangkap, termasuk orang-orangnya dari lingkungan tertutup
yang mengawal Linggadadi, akan datang ke Mahibit dan
menghancurkan sama sekali.
Itulah sebabnya. Linggapati pun bertindak cepat. Ia menarik
semua orang-orangnya dari lingkungan tertutupnya dan
menempatkannya di sebuah padukuhan kecil yang terasing dan
yang dihuni hanya oleh beberapa keluarga yang memang sudah
berada dibawah pengaruhnya dengan taat.
Biarlah mereka berada di tempat terpecil untuk beberapa saat"
berkata Linggapati, "sekedar untuk menghindari kemungkinan
buruk, jika orang-orang Singasari itu datang dalam waktu yang
singkat. Sebelum persiapan-persiapan yang lebih mapan dapat aku
lakukan." Tetapi dalam pada itu, Singasari tidak mengirimkan pasukan ke
Mahibit dengan tergesa-gesa. Kemungkinan seperti yang dalakukan
oleh Linggapati itu memang sudah diperhitungkan, sehingga yang
datang adalah para petugas sandinya saja.
Dengan bekal keterangan dari para tawanan, terutama orang
berkumis yang ternyata memang merupakan salah seorang dalam
dari padepokan tertutup orang-orang Mahibit, maka Singasari telah
mengirimkan beberapa orang terpercaya untuk mengenal daerah itu
sebaik-baiknya, sehingga apabila keadaan memaksa, prajurit
Singasari dapat bertindak cepat dan tepat.
Tetapi orang-orang Mahibit. terutama Linggapati pun bukan
orang yang kurang perhitungan. Mereka pun sudah
memperhitungkan bahwa Singasari tentu akan mengirimkan petugas
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sandinya berdasarkan keterangan para tawanan.
2179 Sehingga karena itulah, maka Linggapati telah membuat
perubahan-perubahan yang dapat merubah seluruh wajah
lingkungannya. Seperti yang dilakukan oleh Linggapati, maka Empu Baladatupun
tidak tinggal diam. Iapun membuat beberapa perubahan didalam
padepokannya. Tetapi, Empu Baladatu masih menganggap padepokan tidak akan
mendapat pengawasan yang mendalam, karena sebagian terbesar
dari orang-orangnya yang tertangkap dan terbunuh adalah orangorang
Macan Kumbang dan orang-orang dari padepokan Serigala
Putih. Meskipun demikian tidak mustahil bahwa orangnya yang sedikit
dari padepokannya yang jauh itu ada yang tertangkap hidup. Karena
itulah, maka ia pun membuat beberapa penyamaran yang akan
dapat mengelabuhi petugas-petugas sandi dari Singasari atas
padepokannya yang jauh terpencil.
Empu Baladatu sediri kemudian tidak berada di padepokannya
yang lama. Ia tinggal di sebuah padukuhan kecil yang kemudian
seolah-olah telah menjadi padepokannya yang baru dengan para
pengawalnya yang terpilih. Di tempatnya yang baru itu Empu
Baladatu mencoba untuk menghirup kekuatan dari daerah di
sekitarnya. Dengan melakukan hal-hal yang kadang-kadang
nampaknya tidak masuk akal, maka Empu Baladatu bagi orangorang
di sekitarnya merupakan orang yang sangat dihormati dan
ditakuti. Tetapi pengaruh Empu Baladatu bukannya pengaruh yang
mencengkam sampai ke sungsum. Orang-orang di sekitarnya
mengangapnya sebagai seorang pemuka yang tidak dapat dibantah
perintahnya. Bukan sebagai seorang pemimpin yang menuntun
pengikutnya untuk memperjuangkan sebuah cita-cita yang luhur.
Itulah sebabnya, maka pengaruh Empu Baladatu sukar untuk
berkembang lebih jauh lagi.
2180 Namun demikian bukan berarti bahwa Empu Baladatu tidak
berbuat apa-apa. Dendam dan kebenciannya benar-benar telah
membakar jantungnya. Dengan segala ia mempengaruhi semua
pihak yang mungkin dapat memperkuat pasukannya jika pada suatu
saat diperlukannya. Sementara itu, ia masih tetap ingin membuat hubungan dengan
Linggapati. Ia yakin bahwa Linggapati pun tentu dibakar oleh
dendam seperti dirinya sendiri, inilah sebabnya, ketika Empu
Baladatu sudah merasa sembuh sama sekali, dan merasa telah
mampu membina dirinya lebih baik lagi ia mencoba menjajagi jalan
yang akan dirambahnya. Dengau tiga orang pengawalnya yang paling kuat, maka Empu
Baladatu meninggalkan padepokannya menuju ke sekitar Kota Raja.
Ia ingin melihat, apakah ada peningkatan kesiap-siagaan pada
prajurit Singasari. Dalam pada itu, setelah terjadi peristiwa dipadepokan Empu
Sanggadaru. maka Singasari memang telah bersiaga menghadapi
perkembangannya. Untuk sementara prajurit Singasari yang ada di padepokan Empu
Sanggadaru memang tidak ditarik. Bahkan diperkuat dengan
beberapa orang prajurit muda sambil menempa mereka. Di samping
mereka, Mahisa Bungalan, Mahisa Pukat dan Mahisa Murti masih
berada di padeokan itu juga.
"Padepokan itu memang masih memerlukan perlindungan"
berkata Mahisa Agni kepada para Senapati.
"Ya" sahut Lembu Ampal, "setiap saat dendam Empu Baladatu
dan Linggapati dapat meledak."
Namun di samping itu, Singasari pun melakukan kegiatan
pengawasan atas Mahibit dan daerah yang berada di bawah
ptngaruh Empu Baladatu menurut arah yang ditunjukkan oleh
orang-orangnya yang tertangkap.
2181 "Kegiatan sandi itu tidak boleh nampak dan mengelisahkan
orang-orang di sekitar Mahibit dan sekitar padepokan Empu
Baladatu" perintah pada Senapati di Singasari.
"Tetapi, jangan menganggap mereka terlalu kecil" pesan Mahisa
Agni, "mungkin saat ini mereka memang tidak nampak. Tetapi pada
Suatu saat mereka merupakan kekuatan yang dapat meledak dan
mengguncangkan seluruh Singasari"
Karena itulah, maka para pemimpin di Singasari pun tidak
kehilangan kewaspadaan. Mereka selalu mengamati suasana yang
berkembang di Mahibit dan daerah di sekitar padepokan Empu
Baladatu. Namun sampai begitu jauh, prajurit Singasari tidak
melakukan tindakan apapun juga, agar yang mereka lakukan tidak
seperti mengguncang sarang lebah.
Sebelum mereka yakin akan dapat berbuat sampai tuntas, maka
yang mereka lakukan adalah sekedar pengawasan
Dalam pada itu, Empu Baladatu yang dalam perjalanan
pengamatan pun telah melakukan penyamaran dengan sempurna,
sehingga dapat terlepas dari penglihatan petugas sandi dari
Singasari. Bahkan dengan cerdik, Empu Baladatu telah berhasil
mendekati padepokan Serigala Putih.
"Kita harus dapat berbicara dengan salah seorang dan mereka"
berkata Empu Baladatu, "kita akan menunggu orang yang aku kenal
baik, yang lewat di luar padepokan."
"Kita menunggu di antara mereka yang pergi ke pategalan"
jawab pengawalnya. Empu Baladatu mengangguk-angguk. Ia sadar, bahwa
pekerjaannya kali ini mengandung beberapa kemungkinan. Jika
orang-orang Serigala Putih tidak lagi memerlukannya, karena
pengaruh prajurit Singasari, maka kehadirannya akan dapat
membahayakannya. Tetapi Empu Baladatu siap menghadapi segala kemungkinan.
Juga kemungkinan yang paling pahit sekalipun.
2182 Ternyata Empu Baladatu harus menunggu dengan telaten,
karena beberapa lama kemudian barulah seseorang lewat dengan
membawa cangkul dari pategalan yang tidak begitu jauh dari
padepokan mereka. "Hanya seorang" desis Empu Baladatu. "Ya. Apakah aku harus
memanggilnya." Aku mengenal orang itu dengan baik. Bawalah ke sini Aku ingin
berbicara." Pengawal Empu Baladatu itu pun kemudian mendekati orang
yang sedang berjalan itu. Sejenak orang itu termangu-mangu Ketika
langkahnya dihentikan. "Apakah maksud Ki Sanak?" bertanya orang Serigala Putih itu.
"Aku perlu berbicara dengan Ki Sanak sebentar" jawab pengawal
Empu Baladatu. "Tidak disini. Tetapi dibalik gerumbul itu." Orang itu menjadi
ragu-ragu Kemudian sambil menggeleng ia jawab, "Kenapa di sana"
Katakan saja di sini. Aku tidak mau pergi ke sana."
"Jangan keras kepala Ki Sanak. Seseorang sedang menunggu kau
di sana. Ia adalah orang yang penting bagimu, yang mungkin akan
memberikan angin baru dan padepokanmu yang lesu itu."
Orang itu masih ragu-ragu Katanya kemudian" Suruhlah ia
datang kemari." "Jangan keras kepala. Orang itu tentu kau kenal dengan baik"
"Siapa?" "Empu Baladatu."
"Empu Baladatu?" orang itu menjadi tegang. Namun kemudian,
"jadi Empu Baladatu ada di sini sekarang?"
"Ya. Dibalik gerumbul itu."
2183 Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya,
"Apakah maksudnya sebenarnya?"
"Ia ingin bertemu dengan salah seorang dari padepokan Srigala
Putih dan kemudian orang-orang Macan Kumbang."
Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Sementara pengawal
Empu Baladatu mencoba membawa kesan pada wajah orang itu.
Agaknya itu di padepokan Serigala Putih.
Baru sejenak kemudian orang itu berkata, "Baiklah. Aku akan
menemui Empu Baladatu."
Orang itu pun kemudian mengikuti pengawal Empu Baladatu ke
balik sebuah gerumbuL Di balik gerumbul itu Empu Baladatu duduk
seorang diri. Sementara dari kejauhan dan tersembunyi,
pengawalnya yang lain mengawasinya sambil menunggui kuda-kuda
mereka. Orang yang memang sudah mengenal Empu Baladatu itupun
kemudian duduk berhadapan. Agaknya setelah lama tidak bertemu
maka orang itu pun kemudian menanyakan keselamatan dan kabar
berita selama mereka berpisah..
"Aku baik-baik saja" berkata Empu Baladatu, "kau tentu sudah
mendengar bahwa aku melarikan diri dari padepokan terkutuk itu.
Aku membunuh orang yang menjagaku, kemudian meloncati
dinding. Mereka terlalu menganggap aku tidak berdaya lagi dengan
luka-lukaku saat itu."
"Ya Empu. semuanya sudah mendengar serba sedikit tentang
Empu. Orang-orang yang melarikan diri hanya mengatakan bahwa
Empu mungkin tertangkap, mungkin terbunuh. Aku sendiri yang
sempat lari saat itu. tidak dapat mengatakan dengan pasti, apakah
yang sudah terjadi. Tetapi kemudian kami mendengar berita bahwa
Empu sempat lolos." "Tetapi aku tidak langsung kembali kapadepokan ini,. Aku tahu.
bahwa prajurit Singasari akan mencari aku kemari."
2184 "Ya" jawab orang itu, "beberapa orang prajurit Singasari dan
para cantrik dari padepokan Empu Sanggadaru telah datang
kemari." Apakah mereka mencari aku atau untuk keperluan yang lain?"
"Kedua-duanya. Mereka memerintahkan agar kami tidak
melakukan tindakan yang dapat mencelakan kami."
"Maksudnya?" "Tentu agar kami tidak melakukan kegiatan lagi yang dapat
menimbulkan kesan perlawanan atau bahkan persiapan untuk
menyerang padepokan Empu Sanggadaru."
"Dan apakah yang kalian lakukan selama ini?"
"Tidak apa-apa. Kami melakukan pekerjaan kami sehari-hari
untuk dapat tetap hidup. Kami mengolah tanah yang ada dan
memetik hasilnya bagi beberapa bagian yang sudah berbuah dan
pantas dipetik." "Mencukupi?" Orang itu menarik nafas dalam. Pada masa lampau semua
kekurangan akan dengan mudah dapat dicukupi. Beberapa orang
berkuda yang mendatangi beberapa padukuhan telah cukup untuk
menambah semua kekurangan. Tetapi mereka tidak dapat
melakukanuya lagi. Mereka tidak berani melanggar ancaman prajurit
Singasari yang tentu akan mengambil tindakan yang keras.
"Kalian akan makan akar-akaran dan dedaunan" berkata Empu
Baladatu kemudian. Orang itu tidak segera menyahut. Tetapi ia tidak dapat ingkar
bahwa mereka pada suatu saat akan merasa kekurangan makan.
Tanah yang tidak begitu luas dan kurang subur hanyalah sekedar
memberikan bahan makan yang sebenarnya memang kurang
mencukupi. 2185 "He. kenapa kau diam saja" Apakah kalian memang sudah
mempersiapkan diri untuk makan akar-akaran dan dedaunan?"
desak Empu Baladatu. Orang itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Tidak ada jalan
lain Empu. Kami selalu dalam pengawasan. Jika kami melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan batasan-batasan yang diberikan
oleh prajurit Singasari, maka kami akan mengalami tindakan yang
dapat merugikan kami sendiri.
Empu Baladatu mengangguk-angguk. Katanya, "Aku mengerti
Kalian tidak mempunyai kekuatan lagi untuk menyatakan diri
sebagai suatu kelompok yang bebas dan dapat menentukan sikap
dan tindakan sendiri."
Orang itu tidak menjawab. Tetapi tatapan matanya kepada Empu
Baladatu justru merupakan tuntutan, bahwa seakan-akan Empu
Baladatu lah yang harus bertanggung jawab atas kehancuran
padepokan itu. meskipun tidak dalam pengertian wadag. Karena
justru kahancuran itu dialami di padepokan lain,
Empu Baladatu yang seakan-akan mengerti apa yang tersirat
dalam tatapan mata itu kemudian berkata, "Aku mengerti, bahwa
kalian selalu dikejar oleh harapan untuk dapat bangkit kembali.
Mungkin kalian menganggap bahwa aku telah ingkar akan tugas dan
tanggung jawabku. Tetapi kelambatan itu terjadi karena aku sedang
menyembuhkan luka-luka ku. Aku tidak dapat berbuat banyak dalam
keadaan terluka parah. Aku meninggalkan padepokan kakang Empu
Sanggadaru dengan keadaan yang gawat, sehingga aku
memerlukan waktu penyembuhan yang cukup panjang. Dan kini aku
sudah sembuh. Aku ingin melihat-lihat dan kemudian
memperhitungkan setiap kemungkinan yang dapat kita tempuh
bersama" Orang itu tidak menjawab. Tetapi ia merasa berdiri di simpang
jalan. Rasa-rasanya ia sudah jemu untuk melibatkan diri ke dalam
dunia yang kelam meskipun dengan harapan-harapan. Selama ini
yang dijumpainya hanyalah kegagalan-kegagalan dan bahkan
hampir kemusnahan. 2186 Namun demikian, tanpa berbuat apa-apa, maka padepokannya
pun tentu akan menjadi semakin kering. Kekurangan makan yang
barangkali akan semakin parah sehingga dapat menimbulkan
bahaya kelaparan bagi penghuni padepokan itu.
"Jangan gelisah" berkata Empu Baladatu kemudian, "jika kalian
masih mempunyai kepercayaan kepadaku, maka aku berjanji bahwa
pada suatu saat akan datang saatnya, kalian menemukan hari-hari
yang gemilang. Aku tidak berhenti sampai di s ini meskipun aku juga
tidak dapat berbuat dengan tergesa-gesa."
Orang itu tidak menyahut. Ia memang memerlukan perubahan.
Tetapi ia tidak ingin terlibat dalam kehancuran sekali lagi.
Pertempuran itu adalah pertempuran yang sangat mengerikan.
Orang-orang Mahibit telah kehilangan pemimpin mereka. Sedang
orang-orang dari padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang,
rasa-rasanya telah menjadi berputus asa dan ridak berpengharapan
lagi. "Untunglah bahwa kawan-kawan kami yang tertangkap tidak
diperlakukan dengan buruk" berkata orang itu didalam hatinya.,
"Bahkan beberapa di antara mereka telah dilepaskan. Orang-orang
yang melarikan diri dari pertempuran itu pun tidak diambil tindakan
yang keras dan menyeluruh"
Namun orang itu tidak mengucapkannya di hadapan Empu
Baladatu agar tidak menimbulkan kesan yang lain. Bagaimanapun
juga orang itu masih merasa segan terhadap Empu Baladatu yang
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang memiliki ilmu yang tinggi.
"Ia tidak boleh dikecewakan" berkata orang itu, "agar ia tidak
mengambil tindakan sendiri dan langsung terhadap orang-orang
dipadepokan." Karena itulah, maka orang itu pun selalu memberikan gambaran
yang dapat menumbuhkan harapan bagi Empu Baladatu. Namun
yang dikatakan oleh Empu Baladatu itu pun kadang-kadang dapat
menyentuh hati orang Serigala Putih itu dan menumbuhkan harapan
pula baginya. 2187 "Empu" berkata orang itu kemudian, "apakah Empu akan singgah
ke padepokan?" "Tidak. Aku tidak akan singgah di padepokan. Tetapi jangan
menganggap bahwa aku telah meninggalkan kewajibanku. Aku akan
selalu mengawasi kalian dan perkembangan kalian. Pada suatu saat
akan datang kesempatan yang baik yang kita tunggu dengan sabar.
Lakukanlah semua perintah prajurit Singasari untuk sementara agar
mereka tidak melakukan tindakan-tindakan pembatasan yang lebih
keras." "Baik Empu" berkata orang itu, "kami akan menunggu
perkembangan keadaan. Kami berharap bahwa Empu tidak akan
terlalu lama menentukan sikap."
"Aku akan menghubungi orang-orang Macan Kumbang dan
kemudian orang-orang Mahihit- Semuanya harus dimulai dari
permulaan lagi Tetapi betapapun berat, aku tidak akan berhenti.
Apalagi kita semuanya sudah dibebani dendam yang tidak akan
dapat kita hapuskan dari dinding hati kita. Kematian sanak kadang
dan kawan-kawan terdekat."
Orang padepokan itu mengangguk-angguk. Tetapi dendam itu
tidak lagi mampu membakar hatinya yang bagikan sudah padam.
Meskipun demikian ia tidak boleh melakukan kebodohan di hadapan
Empu Baladatu yang benar-benar masih dibakar oleh dendam dan
kebencian itu. "Kembalilah" berkata Empu Baladatu, "dan berhati-hatilah
menghadapi perkembangan keadaan. Mudah-mudahan aku akan
segera kembali. Orang dari padepokan Serigala Putih itu mengangguk-angguk.
Sejenak ia memandang Empu Baladatu, kemudian pengawalnya
yang berwajah mengerikan.
"Aku tidak akan terlalu lama" berkata Empu Baladatu kemudian.
"Apakah aku dapat mengabarkan kedatangan Empu kepada
kawan-kawanku?" bertanya orang itu.
2188 "Tetapi hati-hatilah. Jangan menjerat lidahmu sendiri di hadapan
prajurit-prajurit Singasari."
Orang itu pun kemudian minta diri kepada Empu Baladatu dan
kembali kepadepokan. Di sepanjang langkahnya, ia selalu dibebani keragu-raguan
tentang kemungkinan yang dapat mereka lakukan dalam bayangan
kekuasaan Empu Baladatu. Setelah pertempuran yang mengerikan itu, orang-orang dari
padepokan Serigala Putih ternyata telah mendapat pengalaman
baru. Bukan saja pengalaman jasmani, tetapi juga jiwani. Ternyata
mereka tidak dihadapkan pada dendam yang membakar para
prajurit Singasari dan para cantrik di padepokan Empu Sanggadaru.
Mereka tidak mengalami pembalasan dendam tanpa ampun.
Meskipun ada juga prajurit Singasari yang menjadi korban, juga
para cantrik dari padepokan Empu Sanggadaru, namun mereka
membiarkan orang-orang dari padepokan Serigala Putih yang tersisa
masih tetap hidup. Bahkan mereka telah melepaskan beberapa
orang tawanan dan tidak menangkapi mereka yang berhasil
melarikan diri dari medan pertempuran, kecuali satu dua orang yang
mempunyai peranan terpenting dalam padepokannya.
"Pilihan yang sangat sulit" berkata orang itu.
Rasa-rasanya sudah terlampau berat untuk mulai lagi memilih
jalan kehidupan seperti yang pernah mereka tempuh bersama Empu
Baladatu. Dalam keadaan yang paling sulit, ternyata Empu Baladatu
tidak mampu melindungi mereka, dan bahkan ia sendiri hampir
binasa. Untunglah bahwa ia jatuh ketangan saudara laki-lakinya.
meskipun saudaranya itulah yang telah dikhianatinya. sehingga ia
masih berkesempatan untuk hidup, dan bahkan membunuh orang
yang mendapat tugas untuk mengawasinya, sehingga Empu
Baladatu sempat melarikan diri.
Tetapi untuk menolak tawaran Empu Baladatu pun akibatnya
akan dapat menyulitkan isi padepokannya. Jangankan padepokan
Serigala Putih. Sedangkan padepokan kakaknya sendiri, jika tidak
2189 sejalan dengan langkahnya, Empu Baladatu tidak segan-segan
untuk memusnakannya. "Aku harus membicarakan masak-masak dengan orang-orang
terpenting di padepokanku. Kehadirannya, benar-benar merupakan
mimpi yang buruk bagi padepokan Serigala Putih yang mencoba
untuk menenangkan dirinya."
Orang itu pun kemudian mempercepat langkahnya. Seoah-olah
ia tidak sabar lagi untuk menyampaikan berita kehadiran Empu
Baladatu itu kepada kawan-kawannya.
Sementara itu Empu Baladatu masih berada dibalik gerumbul
bersama seorang pengawalanya. Sejenak mereka mengawasi orang
padepokan Serigala Putih itu. Namun sulitlah bagi Empu Baladatu
untuk mendapatkan kesan daripadanya.
"Apakah orang itu akan bersedia menyampaikannya kepada
kawan-kawannya?" bertanya Empu Baladatu kepada pengawalnya.
"Ia tidak akan dapat mengelak. Tetapi entahlah, apakah
keputusan yang akan diambil oleh orang-orang padepokan Serigala
Putih. Mereka bukan lagi Serigala yang buas. Tetapi agaknya
mereka tidak lebih dari anjing peliharaan yang sudah tidak bergigi
lagi." sahut pengawalnya.
Empu Baladatu mengangguk-angguk. Katanya, "Tetapi aku masih
mengharap bahwa mereka akan dapat dibangunkan lagi."
"Tetapi dapat juga membahayakan perjalanan Empu Baladati.
Mereka dapat berkhianat dan melaporkan kepada prajurit Singasari
bahwa Empu ada disini."
"Sebentar lagi kita akan. pergi."
"Bukan itu soalnya. Tetapi daerah ini dan daerah yang mungkin
akan Empu datangi, akan mendapat pengawasan yang ketat. Jika
selama ini perjalanan Empu terlepas dari pengawasan para petugas
dari Singasari, maka jika orang itu berkhianat, maka mungkin sekali
orang-orang Singasari akan membuat jaring-jaring yang dapat
membahayakan perjalanan Empu."
2190 Tetapi Empu Baladatu tersenyum. Katanya, "Mereka tidak akan
berani berbuat demikian. Maksudku, orang-orang Serigala Putih.
Untuk sementara mereka akan tetap diam dan menunggu
perkembangan keadaan. Jika akhirnya mereka memutuskan untuk
tidak lagi berhubungan dengan aku, maka keputusan itu akan
diambil dalam waktu yang lama."
Pengawalnya termenung sejenak. Namun ia pun kemudian
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Marilah. Aku akan singgah juga di padepokan Macan Kumbang."
berkata Empu Baladatu. "Tetapi apakah itu tidak berarti memperluas berita kedatangan
Empu di daerah ini" Tentu orang-orang Macan Kumbang juga
berada di bawah pengawasan prajurit-prajurit Singasari."
"Tetapi aku ingin memperingatkan kepada mereka, bahwa
mereka akan selalu berada di bawah bayang-bayang kekuasaanku.
Bagaimanapun juga, mereka tidak akan dapat melepaskan diri sama
sekali." "Seperti yang aku katakan. Ada dua akibat yang berlawanan
dapat timbul" Sekali lagi Empu Baladatu tertawa. Katanya, "Aku masih akan
dapat menakut-nakuti mereka dengan kekuatan yang tersisa.
Pengawasan prajurit Singasari ternyata tidak begitu ketat atas
mereka." "Sebelum mereka menyatakan kehadiran Empu Baladatu."
Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu iapun
kemudian bertanya, "Apakah maksudmu?"
Sebelum mereka menyatakan, bahwa Empu Baladatu telah
datang kepadepokan mereka, maka prajurit-prajurit Singasari tidak
akan mengawasi mereka dengan ketat. Tetapi jika laporan tentang
kedatangan Empu sudah mereka dengar, tentu mereka akan
mengambil s ikap lain."
2191 Empu Baladatu masih saja tertawa. Katanya, "Untuk satu dua
hari. Mungkin satu dua bulan mereka akan mengambil sikap dan
pengawasan yang lebih ketat. Tetapi sesudah itu, mereka akan
melupakannya, dan semuanya akan berjalan seperti biasa. Nah aku
akan menunggu kesempatan serupa itu"
Pengawalnya termenung sejenak. Namun iapun kemudian
mengangguk pula sambil berkata, "Setiap kali Empu datang dan
dilaporkan, maka mereka akan mempersiapkan diri untuk satu atau
dua pekan. Seterusnya mereka lengah lagi. dan Empu akan datang
lagi menjenguk padepokana ini."
Empu Baladatu tertawa semakin keras, dan pengawalnya pun
ikut tertawa pula "Marilah. Kita tinggalkan padepokan ini. Kita akan meneruskan
perjalanan. Mungkin di padepokan ini akan segera terjadi kesibukan
pengawasan prajurit-prajurit Singasari setelah mereka mendengar
aku datang. Tetapi aku akan kembali setelah mereka menjadi jemu
dan membiarkan padepokan ini di luar pengawasan mereka"
Keduanyapun kemudian meninggalkan tempat itu. Mereka masih
berpaling memandang ke arah orang padepokan Serigala Putih
menghilang. Namun sejenak kemudian, Empu Baladatu dan beberapa orang
pengawalnya telah berderap meneruskan perjalanan. Mereka ingin
sampai ke padepokan Macan Kumbang, sebelum berita
kedatangannya di padepokan Serigala Putih telah menarik perhatian
para prajurit Singasari. Dalam pada itu, orang padepokan Serigala Putih yang telah
bertemu dengan Empu Baladatu itu pun menjadi bingung. Ia tidak
tahu. apakah yang sebaiknya dilakukan. Karena itulah maka ia telah
mengambil keputusan untuk menyampaikan berita kehadiran Empu
Baladatu itu kepada orang-orang yang dianggap paling berpengaruh
di padepokannya sepeninggal para pemimpin mereka, termasuk
orang-orang yang ditempatkan oleh Empu Baladatu di padepokan
itu. 2192 Beberapa orangpun kemudian telah berkumpul sesaat setelah
orang yang bertemu dengan Empu Baladatu itu berada kembali di
padepokannya. Dengan cermat ia menceriterakan apa yang telah
dialaminya. Pertemuan dengan orang yang sama sekali tidak
diharapkan lagi datang kepadepokannya.
"Jadi Empu baladatu masih berniat untuk meneruskan
perjuangannya" bertanya salah seorang dari orang-orang di
padepokan Serigala Putih itu.
"Ya" jawab kawannya yang bertemu langsung dengan Empu
Baladatu, "nampaknya ia sudah siap untuk berjuang dalam waktu
yang tidak terbatas."
Kawan-kawannya yang lain menjadi termangu-mangu.
"Nah, apakah yang sebaiknya kita lakukan. Kita memang sudah
terperosok ke dalam kesulitan. Jika menolak kerja sama dengan
Empu Baladatu, maka kita akan mengalami kesulitan pula. Empu
Baladatu dapat berbuat apa saja yang dikehendaki tanpa belas
kasihan. Jangankan kita, yang baginya adalah orang lain atau
bahkan orang-orang yang tidak berarti kecuali dijadikan umpan
dalam peperangan seperti yang pernah terjadi, sedangkan saudara
kandungnya pun akan mengalami nasib yang sangat buruk jika
Empu Baladatu tidak salah hitung atas kekuatan padepokan itu."
"Kita memang tidak dapat tergesa-gesa mengambil keputusan.
Kita mempunyai waktu untuk berpikir" berkata salah seorang dari
mereka. Kemudian katanya selanjutnya, "bukankah Empu Baladatu
masih akan pergi kepadepokan Macan Kumbang dan barangkali juga
ke Mahibit?" "Ya." Orang yang tertua di antara mereka menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Benar-benar suatu jalan simpang yang sulit. Kita yang
sudah terlanjur terperosok kedalam kejahatan ini, agaknya sudah
sulit untuk hangkit kembali"
2193 "Tetapi kita harus mencoba meskipun dengan kemungkinan yang
buruk sekalipun. Kita sudah jemu hidup dalam ketidak pastian
seperti yang pernah kita alami di saat-saat yang lampau. Justru
setelah kita mulai mencari jalan ketenangan, Empu Baladatu telah
datang lagi dengan rencananya yang gila. Kita harus mulai lagi
dengan korban darah."
"Sebenarnya kita sudah jemu dengan tingkah laku kita sendiri di
masa lampau setelah kita mengalami kehancuran mutlak itu."
"Aku tidak mau lagi" sahut yang lain
Tetapi salah seorang dari mereka berkata, "Tetapi kita masih
harus mempertimbangkan untung dan ruginya. Kita dihadapkan
kepada pilihan yang paling sulit."
Sejenak orang-orang itupun terdiam. Namun kemudian salah
seorang dari mereka berkata, "Apakah tidak sebaiknya kita
menyampaikannya kepada prajurit Singasari atau kepada Empu
Sanggadaru bahwa Empu Baladatu telah datang lagi kepadepokan
ini?" Orang-orang itupun terdiam pula. Agaknya mereka memang
sedang mempertimbangkan, jalan manakah yang paling baik yang
dapat mereka pilih. "Tetapi agaknya kita masih harus berpikir amat panjang" desis
seseorang Dan berpikir sangat panjang itulah yang memang diharapkan
oleh Empu Baladatu, Bahkan Empu Baladatu yakin bahwa orangorang
dari padepokan Serigala Putih itu memang akan berpikir
sangat panjang, sehingga memberi kesempatan kepadanya untuk
mengunjungi padepokan Macan Kumbang.
"Jika orang-orang Serigala Putih mempunyai keberanian untuk
mengambil keputusan menyampaikan kehadiran Empu Baladatu
kepada prajurit-prajurit Singasari, maka kami tentu akan terjebak di
padepokan Macan Kumbang" berkata salah seorang pengawalnya
kepada diri sendiri. Tetapi ia tidak berani mengatakannya kepada
2194 Empu Baladatu yang nampaknya yakin bahwa orang-orang Serigala
Putih memang tidak mempunyai keberanian berbuat demikian.
Dan ternyata seperti yang diperhitungkan oleh Empu Baladatu,
maka keputusan terakhir dari orang-orang padepokan Serigala Putih
adalah berpikir sepuluh kali lagi, sehingga memberikan banyak
waktu kepada Empu Baladatu.
Ternyata kehadiran Empu Baladatu di padepokan Macan
Kumbang juga menumbuhkan persoalan yang sama dengan
kehadirannya di padepokan Serigala Putih. Orang-orang Macan
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kumbang yang seolah-olah tidak mempunyai kekuatan lagi itu pun
sebenarnya merasa lebih senang untuk tidak berbuat apa-apa lagi
yang dapat menghadapkan mereka kepada tindakan prajurit-prajurit
Singasari. Tetapi seperti juga orang-orang Serigala Putih, maka mereka pun
dibayangi oleh kecemasan, bahwa Empu Baladatu akan melakukan
kekerasan pula terhadap mereka pada saat-saat mereka tidak
terlindung oleb kekuatan prajurit Singasari.
"Prajurit-prajurit itu tentu akan mendengarkan pengaduan kita"
berkata salah seorang dari padepokan Macan Kumbang sepeninggal
Empu Baladatu "tetapi kita tidak dapat mengharap perlindungan
mereka untuk waktu yang lama. Mereka memang akan bersedia
menempatkan sepasukan prajurit di padepokan ini. Tetapi betapa
hari. Sementara mereka meninggalkan kita, maka Empu Baladatu
mulai bertindak dengan kekerasan yang kasar dan buas"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Merekapun menjadi
bingung seperti orang-orang dipadepokan Serigala Putih, sehingga
dengan demikian maka mereka pun memerlukan waktu yang
panjang untuk memikirkannya.
"Kita akan sampai ke Mahihit dengan aman" berkata Empu
Baladatu di perjalanan, "orang-orang padepokan Serigala Putih dan
Macan Kumbang tidak akan dapat mengambil sikap dengan segera."
Pengawalnya hanya mengangguk-angguk saja. Tetapi mereka
selalu berharap agar demikian yang sebenarnya terjadi.
2195 Dalam pada itu, Empu Baladatu telah berada dalam perjalanan
menuju ke Mahibit. Ia sudah mempertimbangkan cara yang paling
baik untuk menemukan tempat Linggapati meskipun masih belum
meyakinkan. Seperti yang diduganya, maka Empu Baladatu tidak dapat
menemukan Linggapati di dalam padepokannya yang telah kosong.
Agaknya Linggapati lebih senang berada di tempat yang tidak
mudah diketahui oleh orang-orang yang tidak dikehendaki.
"Empu" berkata pengawal Empu Baladatu, "tentu di Mahibit
masih berkeliaran satu dua orang petugas sandi dari Singasari. Kita
harus menemukan Linggapati dengan cara yang tersendiri.
Empu Baladatu menyadari bahwa menemukan Linggapati
bukanlah pekerjaan yang mudah. Meskipun ia sudah mengenalnya
dan pernah mendapat beberapa petunjuk tentang padepokannya,
namun dalam keadaan yang khusus itu, maka tempat Linggapati
tentu menjadi sangat sulit untuk diketemukan.
Karena itu. maka Empu Baladatu lebih dahulu harus menemukan
tempat tinggal. Dengan membujuk dan memberikan uang imbalan
dan bahkan mengancam, akhirnya ada juga orang yang bersedia
menerima kehadirannya. Dari tempatnya itulah, Empu Baladatu merencanakan cara untuk
menemukan Linggapati. Yang pertama-tama dilakukannya adalah cara yang pernah
dilakukan oleh seorang kepercayaannya. Di tempat yang sama
Empu Baladatu duduk seperti seorang pengemis. Ia mengharap
bahwa di simpang jalan itu, ia akan mendapat perhatian jika
Linggapati kebetulan lewat dalam penyamaran yang manapun juga.
Tetapi lewat satu dua hari, tidak seorang pun yang
menghiraukannya selain orang-orang yang menaruh belas kasihan.
Satu dua orang memang melemparkan keping-keping uang atau
bahkan makanan kepadanya. Tetapi tidak seorang pun yang
dikenalnya sebagai Linggapati
2196 "Gila. Apakah Linggapati tidak pernah melalui jalan ini dan
memperhatikan seorang pengemis seperti yang pernah dilihatnya
beberapa waktu yang lalu?" desis Empu Baladatu. Ia percaya, jika
Linggapati melihatnya, ia tentu akan teringat bahwa di tempat itu
pernah duduk seorang pengemis yang menarik perhatiannya dan
pernah berhubungan langsung denganya.
"Agaknya Linggadadi lah yang selalu berkeliaran di sepanjang
jalan" desis Empu Baladatu di dalam hatinya, "sepeninggal
Linggadadi tidak ada lagi orang yang akan memberitahukan kepada
Linggapati akan kehadiranku di sini. Bahkan mungkin petugas sandi
Singasari telah mencurigai aku lebih dahulu, sebelum aku dapat
berhubungan dengan Linggapati."
Namun demikian, untuk beberapa hari lagi. Empu Baladatu
berniat untuk tetap berada di tempat itu. Ia masih mengharap
bahwa Linggapati akan melihat dan menaruh perhatian kepadanya
meskipun ia pun berada dalam penyamaran.
Setelah dua tiga hari Empu Baladatu berada di tempatnya. Ia
mulai menjadi jemu. Meskipun kadang-kadang ada juga satu dua
orang yang melemparkan sekeping uang. namun yang
diharapkannya adalah kehadiran Linggapati.
Dihari berikutnya, Empu Baladatu sudah mulai ragu-ragu dengan
usahanya. Para pengawalnya, yang mengamatinya dari kejauhan
pun sudah menjadi jemu. Meskipun mereka sempal bergantian dan
berjalan-jalan menyusuri jalan yang agak panjang, tetapi mereka
ternyata hampir tidak tahan lagi melakukan tugasnya.
Namun di hari yang menjemukan itu, ternyata yang ditunggu
Empu Baladatu itupun datang. Seorang laki-laki dalam pakaian
sederhana seperti kebanyakan petani di padukuhan. berjalan
mendekatinya. Beberapa langkah dari Empu Baladatu yang duduk di simpang
jalan sebagai seorang pengemis, orang itu berhenti. Sejenak ia
memperhatikan orang-orang yang lalu lalang. Namun agaknya tidak
seorang pun yang menghiraukannya.
2197 Perlahan-lahan iapun mendekati pengemis di simpang jalan itu.
Sambil berhenti beberapa tapak ia berdesis, "Selamat datang di
Mahihit Empu Baladatu."
Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Sekilas ia memandang
orang itu. Namun sambil tersenyum ia pun menjawab, "Selamat
bertemu Ki Linggapati. Aku sudah jemu menunggu. Aku kira kau
tidak mau keluar lagi dari sarangmu. Sepeninggal Linggadadi, maka
tidak ada lagi orang yang menghiraukan orang lain di daerah
Mahibit ini." "Sudah dua hari aku melihat Empu di sini. Tetapi aku sedang
meyakinkan, apakah yang aku lihat benar-benar Empu Baladatu
yang perkasa itu." Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
katanya, "Terima kasih atas pujian itu. Tetapi sebenarnyalah aku
ingin bertemu dengan Ki Linggapati"
Linggapati berdiri bersandar sebatang pohon. Tanpa memandang
kepada pengemis yang duduk didekatnya ia berkata, "Empu, apakah
kau masih akan menuntut agar aku menyediakan orang-orangku
lagi untuk diumpankan ke mulut harimau itu" Ternyata adikku,
kepercayaanku yang terbaik telah terbunuh. Dan sekarang kau
datang lagi kepadaku."
"Ada yang ingin aku bicarakan."
"Empu. Jika aku berkata dengan jujur, maka rasa-rasanya aku
ingin melepaskan sakit hatiku kepadamu pula. Kaulah sumber dari
kehancuran itu. Jika kau mempunyai perhitungan yang cukup, tidak
usah terlalu baik, maka tidak akan terjadi bencana yang menimpa
orang-orangku seperti yang telah terjadi."
"Kedatanganku adalah untuk menjelaskan persoalannya" berkata
Empu Baladatu. "Kau ingin ke padepokanku?"
"Kau telah berpindah tempat lagi. Jika kau tidak berkeberatan,
aku bersedia singgah kepadepokanmu yang terbaru."
2198 Linggapati menyilangkan tangannya di dadanya. Ia masih berdiri
bersandar sebatang pohon sambil menatap orang-orang yang lalu
lalang di sekitarnya. "Sabenarnya aku juga tidak berkeberatan membawamu
kepadepokanku. Aku sama sekali tidak mencemaskan bahwa kau
pada suatu saat akan berkhianat, karena penghianatanmu tidak
akan berarti apa-apa bagiku." Linggapati berhenti sejenak lalu,
"Tetapi yang aku cemaskan adalah justru kebodohanmu. Dengan
demikian maka letak padepokanku yang baru tentu tercium oleh
prajurit Singasari."
"Linggapati" potong Empu Baladatu, "kau sudah cukup
menghinaku. Aku masih akan menahan diri dan bersedia
menjelaskan persoalannya jika kau mau melihat ke masa depan
yang lebih baik dari pada menyesali masa lampau yang tidak akan
dapat diulangi. Akupun menyesal bahwa semua itu telah terjadi.
Mungkin memang karena kebodohanku. Bahkan aku pun telah
terluka dan hampir saja aku mati oleh kakakku sendiri. Untunglah
bahwa aku dapat melarikan diri dengan membunuh penjagaku."
"Itupun merupakan teka-teki bagiku. Bagaimana mungkin kau
dapat melarikan diri dari padepokan Empu Sanggadaru."
"Aku mengerti pikiranmu. Kau menyangka bahwa aku memang
dilepaskan dengan janji untuk memberitahukan rahasiamu"
Linggapati tersenyum meskipun ia masih tetap tidak berpaling
"Itu memang hakmu" berkata Empu Baladatu, "tetapi aku masih
tetap ingin memberikan penjelasan dan barangkali kerja sama bagi
masa depan, selagi kau tidak berputus asa karena kematian adikmu
itu." Linggapati menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Apa lagi yang
akan kau katakan kepadaku Empu. Maaf, bahwa aku tidak dapat
membawamu ke padepokanku. Jika bukan kau yang bodoh, maka
pengawalmu itulah yang akan membuka rahasiaku"
"Kau tahu bahwa aku bersama pengawalku disini?"
2199 "Mereka memang terlalu bodoh. Lihatlah, bagaimana mereka
mondar mandir mengawasi aku yang berdiri di sini" Suruhlah
mereka agak mengekang diri sedikit. Kaupun harus tahu bahwa di
Mahibit sekarang berkeliaran petugas-petugas sandi dari Singasari."
Empu Baladatu menarik nafas. Katanya, "Aku mengerti. Bukan
saja di Mahibit tetapi juga di sekitar padepokanku. Di sekitar
padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang."
"Buat apa prajurit-prajurit sandi Singasari mengawasi padepokanpadepokan
yang sudah musnah itu?"
"Sekedar dibayangi oleh ketakutan. Nah, kau tahu betapa
kecutnya hati prajurit Singasari terhadap perjuangan kita?"
Linggapati tertawa. Katanya, "Kau berusaha menghibur dirimu
sendiri dengan kebanggaan-kebanggaan yang kosong itu. Tetapi
baiklah. Tetapi aku bukan pemimpi. Kaupun harus belajar dari
pengalaman, bahwa mimpimu telah menimbulkan kenangan yang
buruk. Sangat buruk"
Empu Baladatu mengerutkan keningnya. Sekilas dipandanginya
Linggapati yang masih saja berdiri tanpa memandangnya
Terasa dada Empu Baladatu mulai bergejolak. Tetapi ia masih
tetap menahan diri dan mencoba mencari jalan keluar dari keadaan
itu "Linggapati" katanya kemudian, "mungkin ada kekecewaan dihati
kita masing-masing. Kau kehilangan adikmu dan barangkali
beberapa orang-orangmu. Tetapi akupun telah kehilangan banyak
sekali. Bahkan hampir saja diriku sendiri. Karena itu, apakah kita
tidak dapat melihat ke masa depan yang lebih baik dari pengalaman
kita yang pahit itu"
Linggapati termenung sejenak. Dipandanginya seorang yang
duduk di kejauhan. Seorang lagi berjalan hilir mudik.
"Tentu lebih dari dua orang" desisnya.
"Apa?" bertanya Empu Baladatu
2200 "Pengawalmu ." Empu Baladatu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
menjawab. "Kita akan berbicara" berkata Linggapati kemudian, "tetapi tidak
di padepokanku. Kita akan pergi ke ujung kota ini. Kita akan duduk
di bawah sebatang pohon yang rindang. Terserah kepadamu apakah
pengawalmu akan mengawasimu arau tidak. Tetapi sudah tentu,
kau tidak dalam pakaian, pengemis seperti itu."
"Aku tidak dikenal dalam pakaian ini."
"Tetapi jika kita berbicara terlalu lama. maka kita akan dicurigai.
Justru karena kau seorang pengemis."
"Jadi" "Aku tunggu kau di jalur jalan ini. Di luar gerbang kota"
Empu Baladatu masih akan bertanya. Tetapi Linggapati telah
melangkah pergi perlahan-lahan.
Sejenak Empu Baladatu memandangi langkahnya seolah-olah
tidak mempunyai kepentingan apapun juga menyilang jalan dan
semakin lama menjadi semakin jauh.
Empu Baladatu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia ingin
bertemu dengan Linggapati. Karena itulah maka iapun kemudian
meninggalkan tempatnya dengan tidak menimbulkan kecurigaan
sama sekali Empu Baladatu kemudian kembali ke pondoknya. Ia berganti
pakaian seperti pakaian orang kebanyakan. Kemudian seperti yang
dijanjikannya, iapun dengan hati-hati telah pergi ke gerbang kota.
Ternyata di luar gerbang ia melihat sebatang pohon tumbuh di
tepi jalan agak menjorok masuk kedalam daerah persawahan di
antara sebatang parit yang mengalirkan air yang bening.
2201 Ketika ia mendekati pohon itu, ia melihat seseorang duduk di
atas sebuah pematang seakan-akan sedang berteduh dari terik
matahari yang membakar kulit.
Empu Baladatu termangu-mangu sejenak. Ia tahu benar bahwa
orang itu adalah Linggapati.
Perlahan-lahan ia mendekatinya. Dengan sengaja ia tidak
memerintahkan pengawalnya untuk mengawasinya agar tidak
menimbulkan salah paham. "Kemarilah, duduklah" Linggapati itu mempersilahkan.
Keduanya pun kemudian duduk dibawah bayangan rimbunnya
dedaunan, sehingga tidak seorang pun yang akan mencurigai
mereka, karena orang-orang yang melihatnya tentu mengira bahwa
keduanya memang sedang berteduh.
"Bukankah kau akan menceriterakan peristiwa yang pahit itu dan
memberikan alasan-alasan yang dapat diterima tentang
kegagalanmu?" bertanya Linggapati.
"Tidak. Aku justru berpikir lain. Agaknya hal itu tidak akan
banyak menarik perhatianmu. Aku dapat membaca tanggapanmu.
Kau tidak akan mempercayainya dengan sungguh-sungguh, karena
kau menganggap bahwa aku hanyalah akan sekedar memperbaiki
kesalahanku, minta maaf dan minta perlindunganmu"
Linggapati mengerutkan keningnya. Tetapi ia pun kemudian
tersenyum. Katanya, "Kau cukup sombong. Tetapi aku senang
melihat sikapmu. Ternyata kau adalah seorang laki-laki yang pun ya
harga diri dan kesanggupan untuk berbuat"
"Pujianmu meragukan. Tetapi baiklah. Aku mengucapkan terima
kasih" ia berhenti sejenak, lalu, "Aku hanya akan sekedar
memberitahukan kepadamu, bahwa satu hal yang tidak kita
perhitungkan saat itu adalah bahwa di padepokan kakang
Sanggadaru terdapat sekelompok prajurit yang menyamar sebagai
cantrik di padepokan itu. Agaknya kakang Sanggadaru mencurigai
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku dan minta perlindungan. Apalagi di padepokan itu tinggal tiga
2202 orang kakak beradik anak Mahendra. Mahisa Murti. Mahisa Pukat
dan yang paling berbahaya dan ternyata telah membunuh adikmu
adalah Mahisa Bungalan yang bergelar pembunuh orang berilmu
hitam." Linggapati mengangguk-angguk. Katanya, "Aku sudah
mendengar semuanya. Dan kau hampir dibunuh oleh kakakmu.
Tetapi bahwa kau sempat lari itu agaknya telah menumbuhkan
berbagai pertanyaan padaku"
"Sudahlah aku katakan. Aku membunuh penjagaku."
Linggapati termenung sejenak, seolah-olah ia sedang
mencernakan kata-kata Empu Baladatu.
"Tetapi terserah kepadamu, apakah penilaianmu terhadap
pemberitahuanku itu. Apakah kau percaya atau tidak, atau bahkan
sama sekali tidak berarti, aku tidak peduli. Yang penting bagiku,
bagaimanakah sikapmu selanjutnya. Apakah kau masih akan
melanjutkan perjuanganmu, atau kau akan berhenti sampai pada
kegagalan pertama." Linggapati tidak segera menjawab. Tetapi ia mencoba
merenungkan pertanyaan itu.
Sejenak kemudian terdiam. Masing-masing tenggelam dalam
angan-angannya. Mereka mulai membayangkan, apakah yang
pernah terjadi, yang kini sedang berlangsung dan masa yang
mendatang. Linggapati tiba-tiba saja berdesah. Katanya, "Aku sudah
kehilangan adikku. Kau dapat menduga, apakah yang sekarang
berkecamuk di dalam hariku"
"Aku mengerti. Tetapi aku tidak mengerti apakah kau masih
mempunyai gairah perjuangan selanjutnya. Kematian adikmu akan
mencambukmu untuk berbuat lebih banyak, atau akan mematahkan
hatimu sama sekali."
"Kau sudah cukup menjengkelkan" potong Linggapati, "tetapi aku
tidak dapat berbuat apa-apa terhadapmu. Tetapi justru karena aku
2203 tidak dapat berbuat apa-apa itulah maka aku merasa seakan-akan
dadaku akan retak. Karena itu, aku harap kau tidak lagi
menyinggung tentang kematian adikku dan rencanaku seterusnya.
Apakah aku sudah patah, atau aku masih akan berjuang terus, itu
adalah persoalanku sendiri. Tetapi jika yang kau maksud menemui
aku sekarang untuk memberikan alasan-alasan kegagalanmu untuk
mengurangi kesalahanmu, aku sudah mendengarnya dan aku akan
mencoba mengerti" "Kata-katamu pun menyakiti hatiku. Kaulah yang mula-mula
menusuk telingaku dengan kata-kata kasar." Empu Baladatu
berhenti sejenak, lalu "tetapi baiklah. Marilah kita lupakan. Mungkin
kita masih mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan baik."
Linggapati menarik nafas dalam-dalam. Matanya memandang
kejauhan. Tetapi ia tidak segera menjawab.
Empu Baladatu tidak mendesaknya. Ia pun memandang kilatan
cahaya matahari yang jatuh di atas riak air yang mengalir di parit
kecil di sebelah tempat mereka duduk.
"Apakah kita masih dapat berbicara?" bertanya Linggapati.
"Kenapa tidak?"
"Baiklah. Apakah yang akan kita bicarakan?"
"Masa depan" Linggapati termenung sejenak. Lalu, "Apakah kau bermaksud
menyatukan kekuatan di antara kita seperti yang pernah kita
lakukan dan gagal mutlak itu?"
"Ya. Tetapi sudah tentu dengan pertimbangan yang lebih baik,
sehingga kegagalan itu tidak akan tertulang lagi. Keadaan di luar
perhitungan kita harus kita pertimbangkan semasak-masaknya dan
tidak tergesa-gesa."
Linggapati memandang Empu Baladatu sejenak. Katanya,
"Nampaknya meyakinkan sekali."
2204 "Linggapati. Aku merasa bahwa aku telah membuat kesalahan.
Karena itu. pada masa mendalang, kita akan membicarakan setiap
langkah dengan masak. Aku sadar, bahwa yang kita hadapi adalah
kekuatan raksasa yang sulit digoyahkan. Apalagi jika kita berbuat
sendiri-sendiri." Linggapati mengangguk-angguk. Jawabnya, "Aku mengerti.
Singasari benar-benar telah mapan. Tetapi Kediri pernah
dihancurkan oleh Akuwu Tumapel."
"Kau harus mempelajari peristiwa itu sebaik-baiknya."
"Aku sudah melakukannya. Karena saat itu Kediri bergolak. Para
Brahmana merasa tidak puas dan melakukan tindakan yang
merugikan pemerintahan Kediri saat itu."
"Dan kau juga akan menumbuhkan perasaan tidak puas itu
dikalangan rakyat Singasari?"
Linggapati tidak menjawab. Tetapi dalam kediamannya justru
tersirat tekadnya yang bulat untuk melakukan seperti yang
dikatakan oleh Empu Baladatu.
"Linggapati" berkata Empu Baladatu, "hatimu masih tertutup. Kau
masih tetap menganggap aku seorang yang bodoh. Seorang yang
tidak mampu menilai medan dan bahkan telah mengorbankan
orang-orang terbaik dari beberapa lingkungan. Tetapi aku kira, aku
bukan orang yang sebodoh itu,"
"Emuu" berkata Linggapati, "aku tahu bahwa pikiranmu terang.
Hampir semua yang kau katakan; telah terpikirkan pula olehku,
sehingga dengan jujur aku katakan, bahwa dalam menghadapi
perkembangan keadaan, kita sejalan. Tetapi aku masih belum dapat
melupakan kekecewaanku terhadap kematian Linggadadi, karena
kematiannya benar-benar telah menyusutkan kekuatan Mahibit yang
dengan susah payah aku susun: untuk waktu yang lama. Orangorang
yang semula mengaguminya dan berada di bawah
pengaruhnya mulai ragu-ragu, bahwa Linggadadi dapat terbunuh di
peperangan. Apalagi kemudian tersebar berita, bahwa
2205 pembunuhnya adalah Mahisa Bungalan. Orang yang seperti juga
Linggadadi, mendapat gelar pembunuh orang berilmu hitam."
"Tetapi apakah kekecewaanmu itu akan tetap membayangi
hatimu, sehingga kau tidak lagi dapat bangkit dan melakukan
sesuatu tanpa adikmu" Kematiannya adalah suatu kenyataan. Dan
kau tidak dapat ingkar dari kenyataan" Empu Baladatu berhenti
sejenak, lalu, "pertimbangkan. Aku menunggu keputusanmu. Tetapi
dengan atau tidak dengan kau, aku akan berjalan terus meskipun
lambat dan lama." "Kau masih tetap sombong. Tetapi aku mengerti maksudmu. Kau
ingin mendesak aku agar aku segera memberikan keputusan agar
kau tidak mengambil keputusan sendiri." Linggapati berhenti
sejenak, lalu, "aku akan memikirkannya Empu. Tetapi kau tentu
sudah menduga, bahwa aku akan memelihara dendam didalam
hatiku atas kematian adikku. Tetapi bukankah kita tidak akan
tergesa-gesa agar kita tidak terperosok kedalam neraka lagi karena
kesalahan yang tidak perlu terjadi?"
"Kau benar, Dan aku pun tidak ingin memaksa agar kau cepat.
mengambil keputusan. meskipun keputusan itu sudah nampak pada
sikapmu." Linggapati menarik nafas panjang. Dipandanginya Empu Baladatu
sejenak. Namun kemudian kembali ia memandang kekejauhan
sambil bergumam "Kita akan bertemu lagi. Aku menunggumu di
tempat ini selapan hari lagi."
"Aku harus datang lagi ke Mahibit dan mencarimu di tempat ini"
Aku mengerti, bahwa kau masih belum percaya sepenuhnya
kepadaku. Tetapi apakah kau tidak akan menerimaku di
padepokanmu?" "Aku tidak mempunyai tempat tertentu sekarang. Padepokanku
pun masib tetap dihuni oleh orang-orangku. Bahkan padepokanku
yang semula dan sudah lama aku tinggalkan, kini telah aku
pergunakan pula. Tetapi aku tidak berada di kedua tempat itu. Tidak
ada seorang pun yang mengetahui, dimana kah aku tinggal.
2206 Bahkan pengawal-pengawalku yang terdekatpun tidak, selain dua
orang kepercayaanku."
"Bagaimana hubunganmu dengan orang-orangmu?"
"Kedua orang kepercayaanku merupakan penghubung yang
dapat aku percaya sepenuhnya. Selain dari keduanya, aku juga
sering datang kepada mereka untuk keperluan yang penting. Bagi
beberapa orang, aku masih merupakan guru yang baik, yang setiap
saat membina mereka dalam olah kanuragan. Aku ingin pasukanku
menjadi kuat dan dapat dipercaya."
Empu Baladatu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah. Aku
akan datang selapan hari lagi. Aku akan mendengar keputusanmu.
Tetapi bahwa suasana yang tidak tenang harus ditumbuhkan di
Singasari dan daerah kekuasaannya, aku tidak perlu menunggumu.
Mungkin aku akan mulai dari daerah yang agak jauh dari Kota Raja.
Tetapi mungkin aku akan mulai dari Kota Raja itu sendiri, karena
sebenarnyalah sumber perubahan adalah di Kota Raja itu sendiri.
Seperti saat-saat Ken Arok menguasai Kediri, maka seluruh
wilayahnya dengan sendirinya akan tunduk kepada keadaan yang
berlaku di Kota Raja."
"Kau cerdik juga. Tetapi sudah tentu tidak semudah itu. Namun
demikian, jika kau mulai, mulailah. Aku akan membuat
pertimbangan-pertimbangan tersendiri."
"Terserah kepadamu. Aku kembali ke padepokanku. Selapan hari
lagi aku sudah akan berada disini. Aku ingin mendengar, apakah
yang akan kau lakukan kemudian."
Linggapati tidak menyahut. Ketika Empu Baladatu kemudian
berdiri Linggapati masih tetap duduk dietmpatnya. "Aku minta diri"
berkata Empu Baladatu. Linggapati mengangguk. Katanya, "Mudah-mudahan kita dapat
menemukan persesuaian betapa kekecewaan mencengkam hatiku
karena kematian Linggadadi."
2207 Empu Baladatu pun kemudian meninggalkan tempat itu. Ketika
ia berpaling maka dilihatnya Linggapati masih duduk di tempatnya.
"Ia masih dicengkam oleh kekecewaan" desis Empu Baladatu.
Tetapi Empu Baladatu dapat mengerti perasaan Linggapati yang
seakan-akan menjadi retak karena kehilangan adiknya.
Ternyata Empu Baladatu tidak tinggal di Mahibit lebih lama lagi.
Ketika ia sampai di pondokhya, maka ia pun segera mempersiapkan
diri untuk kembali kepadepokannya sendiri.
"Apakah kita akan berangkat sekarang?" bertanya seorang
pengawalnya. Bagi kita, sekarang atau besok tidak ada bedanya.
Pengawalnya tidak bertanya lagi. Sebenarnyalah bagi mereka
waktu tidak banyak mempengaruhi. Seandainya mereka harus
bermalam beberapa malam sekalipun di perjalanan. Mereka sama
sekali tidak akan cemas. Demikianlah setelah memberikan imbalan kepada pemilik rumah
yang ditempati oleh Empu Baladatu dan para pengawalnya, agar
tidak kecewa dan banyak berceritera tentang mereka, maka Empu
Baladatu pun segera meninggalkan Mahibit.
"Apakah kita akan kembali singgah di padepokan Serigala Putih
dan Macan Kumbang?" bertanya pengawalnya.
"Tidak sekarang. Jika aku kelak kembali ke Mahibit, barulah aku
akan singgah di kedua padepokan itu. Sekarang waktunya masih
kurang tepat. Mungkin orang-orang dari kedua padepokan itu
berbuat bodoh dan menyampaikan kehadiran ku kepada prajuritprajurit
Singasari, sehingga kedua padepokan itu diawasi."
Pengawalnya mengangguk-angguk"Seperti yang sudah aku katakan. Prajurit-prajurit Singasari itu
akhirnya akan jemu dan menghentikan pengawasannya. Barulah
kita akan singgah lagi, dan memberikan beberapa pesan kepada
2208 mereka. Jika perlu, aku dapat menakut-nakuti mereka dengan
beberapa macam cara"
Demikianlah maka Empu Baladatu dan pengawalnya berpacu
langsung kembali ke padepokan mereka, meskipun mereka harus
bermalam di perjalanan. Di tepi hutan yang tidak begitu lebat, mereka mencari tempat
yang baik untuk beristirahat. Mereka mengikat kuda mereka di
tempat yang berumput, sementara mereka menyiapkan tempat
untuk berbaring. Seperti biasanya, bergantian mereka berjaga-jaga. Mungkin ada
binatang buas yang mendekati, tetapi mungkin juga ada
sekelompok orang yang tidak sengaja menghampiri mereka.
Tetapi semalam suntuk mereka tidak menemui kesulitan sama
sekali. Menjelang fajar merekapun telah bersiap-siap. Karena
mereka tidak membuat perapian, maka mereka minum air langsung
dari sebuah belik di bawah sebatang pohon preh yang besar.
Terasa air itu sangat dingin. Tetapi karena mereka merasa haus,
maka seteguk air itu rasa-rasanya membuat tubuh mereka menjadi
segar. "Kita akan mencari makan di sepanjang perjalanan" berkata
Empu Baladatu. Demikianlah, maka mereka pun segera melanjutkan perjalanan
kembali ke padepokan sendiri.
Dalam pada itu. orang-orang dari padepokan Serigala Putih dan
Macan Kumbang masih saja dicengkam oleh kehingungan. Apakah
yang sebaiknya mereka lakukan. Mereka merasa bahwa mereka
telah tidak mempunyai kekuatan lagi untuk berbuat sesuatu.
Kegagalan serangan mereka pada padepokan Empu Sanggadaru
membuat mereka seakan-akan lumpuh sama sekali Bukan saja
kekuatan pasukan mereka, tetapi juga hati mereka bagaikan telah
patah. 2209 Apalagi karena sikap para prajurit Singasari yang justru diluar
dugaan mereka. Para prajurit itu tidak mendera mereka dengan
rotan, dan menghukum picis di perapatan. Tetapi justru mereka
mendapat kesempatan untuk kembali kepadepokan dan mulai
dengan kehidupan wajar. Meskipun mereka merasa kekurangan
walaupun mereka sudah bekerja berat, tetapi rasa-rasanya hati
mereka menjadi semakin tentram.
Dalam keadaan yang demikian itulah Empu Baladatu datang dan
mulai mengguncang padepokan itu dengan cita-citanya yang
melambung setinggi awan dilangit. Tetapi yang dilandasi dengan
sikap yang salah, karena baginya segala cara akan dipergunakan
untuk mencapai maksudnya. Benar atau salah.
"Kita tidak akan dapat memilih" salah seorang dari kelompok
Serigala Putih mengeluh di antara mereka.
"Ya, Kita tidak dapat memilih. Jika kita menentang ke hendak
Empu Baladatu maka akibatnya akan sangat parah bagi kita."
Kawan-kawannya merenung sejenak. Lalu tiba-tiba saja salah
seorang bertanya, "Bagaimana dengan orang-orang Macan
Kumbang?" Yang lain terdiam. Meskipun mereka telah bekerja bersama
dalam beberapa hal dibawah pimpinan Empu Baladatu, namun rasarasanya
masih saja ada jurang pemisah di antara mereka.
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masih ada satu pilihan" berkata seorang yang sudah separuh
baya, "kita melaporkannya kepada prajurit Singasari. Kita
menyerahkan semuanya kepada mereka, dan kita mohon untuk
mendapatkan perlindungan."
Yang lain mengangguk-angguk. Tetapi salah seorang dari mereka
bertanya, "Kita memang dapat mempercayakan keselamatan kita
kepada para prajurit Singasari. Tetapi sampai kapan mereka akan
melindungi kita. Pada saatnya mereka akan melepaskan kita.
Mungkin sebulan, mungkin setahun. Apakah kita percaya bahwa
dendam Empu Baladatu terhadap para prajurit Singasari atas
kegagalannya itu akan padam dalam satu dua tahun?"
2210 Beberapa orang diantara mereka saling berpandangan. Salah
seorang tiba-tiba saja berdesis, "Satu atau dua tahun mendatang,
Empu Baladatu akan datang dan menumpas kita semua dengan
anak-anak kita. Kita akan kehilangan kesempatan untuk
menyambung nama kita, dan riwayat kita pun akan terputus
karenanya." Sejenak mereka pun terdiam. Mereka dihadapkan kepada pilihan
yang sulit. Seakan-akan apa yang mereka lakukan semua nya serba
salah. Namun tiba-tiba salah seorang yang mereka anggap orang yang
mereka segani berkata, "Bagiku, apapun yang akan terjadi, aku
lebih senang pasrah kepada prajurit Singasari. Seandainya kelak kita
akan musna sekalipun, rasa-rasanya aku tidak berkeberatan."
Beberapa orang menjadi tegang. Namun salah seorang dari
mereka menyambung, "Aku sependapat. Kita masih belum yakin
apakah Empu Baladatu masih akan kembali."
"Ia tentu akan kembali" desis yang lain.
"Biarlah ia kembali, Betapapun besar dendamnya, maka ia tentu
akan lebih mementingkan perjuangannya daripada membunuh kita
yang sudah tidak akan dapat diharapkan lagi. Jika ia mengancam
itu, tentu ia hanya sekedar menakut-nakuti kita, agar kita tetap
bersedia menyumbangkan beberapa puluh nyawa bagi keinginannya
kelak Kita masih harus mengorbankan seseorang di setiap bulan,
saat purnama naik. Meskipun kita disebut golongan hitam pula,
tetapi kita tidak pernah melakukannya sebelumnya,"
"Aku sependapat." teriak seorang yang masih terhitung muda
yang berdiri di belakang kawan-kawannya.
Yang lain. berpaling. Namun agaknya suaranya cukup menyentuh
hati beberapa orang yang lain, sehingga hampir bersamaan
beberapa orang berkata, "Aku sependapat, Sebaiknya, kita
melaporkannya saja kepada prajurit Singasari."
"Nah. jika demikian, siapakah yang akan pergi ke Singasari?"
2211 "Tidak usah ke Singasari" sahut yang lain, "beberapa orang di
antara kita akan pergi kepadepokan Empu Sanggadaru. Di sana
tentu masih ada sekelompok prajurit Singasari yang bertugas.
Biarlah mereka yang melaporkannya kepada pimpinan prajurit di
Singasari." Yang lain mengangguk-angguk. Agakya memang tidak ada jalan
yang lebih baik yang dapat mereka tempuh selain minta
perlindungan kepada prajurit Singasari.
Demikianlah, maka mereka pun telah memilih, siapkah yang
akan pergi kepadepokan Empu Sanggadaru, untuk menyampaikan
persoalan mereka kepada para prajurit.
"Mungkin kami akan bertemu dengan Empu Baladatu di
sepanjang jalan, sehingga kami tidak akan pernah sampai ke
padepokan Empu Sanggadaru dan tidak akan pernah kembali Jika
dalam sepekan kami tidak kembali, kirimkan kelompok kedua
menyusul kami, meskipun mungkin akan mengalami nasib yang
sama. Tetapi kalian dapat berusaha mengirim jumlah yang lebih
besar." berkata pemimpin kelompok yang akan pergi kepadepokan
Empu Sanggadaru. Sekelompok kecil yang dipilih diantara orang-orang Serigala Putih
dan berjumlah empat orang pun segera mempersiapkan diri
Meskipun mereka tidak mempersiapkan kelompok kecil itu untuk
bertempur, namun mereka merasa perlu untuk membawa senjata.
"Jika terpaksa kami pun harus membela diri terhadap siapapun
juga" berkata pemimpin kelompok itu.
Setelah semua persiapan selesai, maka berangkatlah ke empat
orang itu diiringi oleh debar jantung setiap orang di dalam
padepokan yang sudah lumpuh itu. Mereka memandang keempat
ekor kuda yang berpacu meninggalkan regol padepokan sampai
hilang ditikungan. "Mudah-mudahan mereka sampai ke tujuan dan kembali dengan
selamat" desis salah seorang dari mereka yang terdiri di regol.
2212 "Kita semua mengharapkannya." sahut yang lain. Demikianlah ke
empat orang itu berpacu dengan kecepatan yang tinggi. Mereka
ingin segera mencapai sasaran. Apa pun yang terjadi, tetapi jika
mereka telah berada di padepokan Empu Sanggadaru, maka rasarasanya
tugasnya sudah dapat mereka tunaikan sebaik-baiknya.
Ternyata bahwa di sepanjang jalan yang cukup panjang itu,
kelompok kecil itu tidak mengalami gangguan apapun juga. Ketika
dari kejauhan mereka memasuki jalur jalan yang menuju ke
padepokan Empu, Sanggadaru, rasa-rasanya hati mereka menjadi
tenang. Tetapi terasa sesuatu bergetar juga ketika mereka melalui jalan
di sebelah tebing yang terjal. Mereka melihat seolah-olah sungai
yang muncul dari dalam tanah.
"Sungai itu memang melalui bawah tanah" berkata pemimipin
kelompok kecil itu "Ya. Dan kebetulan melalui padepokan Empu Sanggadaru" jawab
yang lain. "Bahkan ada beberapa lubang seperti sumur yang langsung
sampai ke arus sungai di bawah tanah itu" pemimpin kelompok itu
melanjutkan. Yang lain tidak menyahut lagi. Tetapi mereka membayangkan
betapa ngerinya seseorang yang terperosok masuk kedalam sumur
yang sampai ke jalur sungai di bawah tanah.
Sejenak kemudian, maka mereka pun telah sampat ke depan
regol padepokan Empu Sanggadaru. Ternyata bahwa regol itu tetap
terbuka. Dua orang penjaga agaknya telah melihat kedatangan
keempat orang itu, sehingga dengan sebuah isyarat, beberapa
orang pengawal yang lain telah berada di sebelah menyebelah regol
itu pula. Tetapi karena keempat orang berkuda itu tidak menunjukkan
gejala-gejala yang mencurigakan, maka para penjaga itupun
2213 menerima mereka dengan wajar meskipun dengan penuh
kewaspadaan. "Siapkah kalian?" bertanya penjaga regol.
"Kami adalah orang-orang dari padepokan Serigala Putih" jawab
pemimpin kelompok itu. Penjaga itu mengerutkan keningnya. Tetapi ia pun tahu, bahwa
orang-orang Serigala Putih sudah tidak berbahaya lagi setelah
kekuatan mereka yang terbesar dihancurkan hampir mutlak,
Keempat orang yang sudah turun dari kudanya itu pun kemudian
berjalan mendekat. Pemimpinnya berkata pula "Kami ingin
menghadap pimpinan prajurit Singasari yang berada di padepokan
ini." Para penjaga regol dan para pengawal yang telah berada di
depan regol itu termangu-mangu sejenak. Salah seorang pengawal
itupun bertanya "Apakah keperluanmu?"
"Kami mohon perlindungan."
"Perlindungan" Kenapa?"
"Sebenarnyalah bahwa kami sudah tidak mempunyai kekuatan
yang berarti. Semuanya akan aku sampaikan kepada pemimpin
prajurit Singasari."
Beberapa orang pengawal saling berpandangan. Namun salah
seorang berkata, "Baiklah, marilah naik ke pendapa. Aku akan
menyampaikannya kepada pemimpin prajurit Singasari"
Keempat orang itupun kemudian dibawa masuk ke halaman
padepokan yang luas. Tetapi halaman itu tidak lagi sepi dan seolaholah
diselubungi oleh rahasia yang tidak banyak diketahui orang.
Kini halaman itu nampak lebih ramai. Apalagi karena beberapa
orang prajurit ada di padepokan itu. Bahkan bukan saja para prajurit
dan para cantrik, tetapi bergiliran para pengawal dari padepokan di
sekitarnya yang berada di bawah pengaruh padepokan itu pun
berada dihalaman itu pula.
2214 Ternyata pemimpin prajurit Simgasari tidak berkeberatan untuk
menerima mereka. Dengan terus terang, keempat orang itu pun menceriterakan
tugas mereka untuk menghadap pemimpin prajurit Singasari itu.
Mereka menceriterakan, bahwa orang-orang di padepokannya
sedang dicengkam oleh kecemasan, justru karena munculnya Empu
Baladatu." "Empu Baladatu" pemimpin prajurit Singasari itu bergumam,
"menarik sekali. Tetapi agaknya Empu Sanggadaru baik juga untuk
mendengarnya," Orang-orang Serigala Putih itu sama sekali, tidak berkeberatan.
Pemimpin kelompok kecil itu pun berkata, "Kebetulan sekali jika
Empu Sanggadaru sempat mengetahui, bahwa adiknya yang
melarikan diri itu ternyata telah mulai lagi dengan kegiatannya yang
mendebarkan." "Ya. Tetapi agaknya berita ini akan menyusahkan Empu
Sanggadaru, Namun ia wajib mengetahuinya."
Sebenarnyalah, bahwa ketika Empu Sanggadaru telah berada di
pendapa dan mendengar berita tentang adiknya, ia menjadi
termangu-mangu. Bagaimanapun juga Empu Baladatu adalah
adiknya. Tetapi tingkah laku dan perbuatannya benar-benar tidak
dapat dimaafkannya lagi. "Terserahlah kepada keputusan pimpinan prajurit di Singasari"
berkata Empu Sanggadaru kemudian, "ia adalah cuplak andengandeng
bagiku, yang tidak terletak di tempat yang sewajarnya.
Karena itulah, maka jika perlu dicungkil, maka aku tidak akan dapat
berkeberatan." Pemimpin prajurit Singasari di padepokan itu pun termangumangu.
Ia dapat mengerti, betapa kebingungan telah mencekam
hati Empu Sanggadaru, bagaimana ia harus memperlakukan
adiknya. 2215 "Kita harus mengatasi kesulitan yang mungkin dapat timbul atas
padepokan Serigala Putih" berkata pemimpin prajurit itu.
"Kami selalu dibayangi oleh ketakutan. Kami sudah tidak
mempunyai kekuatan lagi seandainya kemudian Empu Baladatu
datang dengan pasukannya, meskipun hanya sepasukan kecil.
Apalagi Empu Baladatu tahu benar, betapa lemahnya kami. Tetapi
bahwa yang lemah itu akan dapat dipaksa berhimpun, maka
memang akan dapat menumbuhkan landasan kekuatan bagi Empu
Baladatu." "Baiklah" berkata prajurit itu, "persoalanmu akan kami sampaikan
secepatnya ke Singasari. Secepatnya pula Singasari akan mengambil
keputusan bagi padepokanmu."
"Terima kasih" jawab pemimpin kelompok kecil dari padepokan
Serigala Putih itu, "kami menunggu. Meskipun kami akan selalu
gelisah. Setiap saat Empu Baladatu dapat muncul dan memusnakan
kami semuanya" "Yang akan kami lakukan mula-mula adalah mengirimkan
pasukan yang akan melindungi padepokan kecilmu" berkata
pemimipin prajurit Singasari itu, "tetapi sudah barang tentu tidak
akan selamanya. Kalian harus menemukan cara untuk mengatasi
kesulitan itu, karena prajurit Singasari itu pada suatu saat tentu
akan ditarik kembali. Apalagi apabila ada peristiwa yang gawat bagi
keselamatan negara,"
"Terima kasih. Aku kira, jalan itulah yang memang kami
harapkan. Untuk mengatasi persoalan itu, sebelum diketemukan
cara yang lain adalah perlindungan langsung seperti yang akan
dilakukan itu" "Kembalilah ke padepokanmu. Aku akan segera pergi ke
Singasari." Namun dalam pada itu, sebelum orang-orang dari padepokan
Serigala Putih beranjak dari tempatnya, sekelompok kecil orangorang
berkuda telah datang pula ke padepokan Empu Sanggadaru.
2216 Beberapa orang pengawal dan prajurit telah bersiap-siap pula
menghadapi segala kemungkinan.
Ternyata mereka adalah orang-orang dari padepokan Macan
Kumbang. Dengan ragu-ragu orang-orang dari padepokan Macan Kumbang
itu pun dipersilahkan pula naik kependapa. Bagaimanapun juga
kehadiran orang-orang Serigala Putih telah membuat mereka
menjadi berdebar-debar. Demikian pula orang-orang Serigala Putih menjadi gelisah pula.
Mereka belum tahu. apakah maksud kedatangan orang-orang dari
padepokan Macan Kumbang itu.
"Apakah sebabnya kalian datang kepadepokan ini?" bertanya
Empu Sanggadaru. Orang-orang yang baru datang itu ragu-ragu. Tetapi Empu
Sanggadaru telah mendesaknya, "Katakan. Siapapun yang ada di
pendapa ini. Aku tahu, bahwa gerombolan Serigala Putih dan Macan
Kumbang sejak waktu yang lama Ttdak dapat dipersatukan.
Meskipun kalian telah bekerja bersama dibawah pengaruh Empu
Baladatu, namun dalam keadaan yang lain, kalian masih tetap saling
mencurigai" Orang-orang dan Macan Kumbang itu menjadi semakin bimbang
Namun akhirnya pemimpin kelompok kecil itu memutuskan untuk
mengatakan saja persoalan mereka.
Ketika mereka mengemukakan persoalan yang telah terjadi,
sehubungan dengan kehadiran anPu Baladatu, maka orang-orang
dari padepokan Serigala Putih menarik nafas panjang. Ternyata
orang-orang dari gerombolan Macan Kumbang itu menghadapi
persoalan yang sama. Empu Sanggadaru mengangguk-angguk- Katanya, "Ketahuilah Ki
Sanak dari padepokan Macan Kumbang. Saudara-saudara kita dari
padepokan Serigala Putih yang datang beberapa saat lebih dahulu
itu pun mempunyai persoalan yang serupa. Mereka juga telah
2217 digelisahkan oleh munculnya Baladatu di padepokan mereka,
sehingga mereka memerlukan perlindungan dari prajurit Singasari."
Kedua kelompok yang saling menyegani itu hanya dapat saling
berpandangan sejenak. Namun merekapun kemudian menundukkan
kepala mereka dalam-dalam.
Jawaban yang kemudian diberikan oleh pemimpin prajurit
Singasari di padepokan Empu Sanggadaru itu tidak menyimpang
dari jawaban yang juga diberikan kepada gerombolan Serigala Putih.
Secepatnya prajurit Singasari akan mengirimkan sepasukan prajurit
yang akan melindungi padepokan itu dari kemungkinan yang buruk,
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
apabila Empu Baladatu akan mempergunakan kekerasan,
"Tetapi seperti yang sudah kami katakan, bahwa pasukan
Singasari itu terbatas sekali waktunya. Karena itu, maka kalian pun
harus mencari pemecahan, cara yang sebaik-baiknya untuk
melindungi diri sendiri."
Orang-orang dari padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang
itu hanya dapat mengangguk-angguk saja meskipun mereka sama
sekali belum mempunyai gambaran, cara yang manakah yang akan
mereka tempuh. Demikianlah setelah pemimpin prajurit Singasari dan Empu
Sanggadaru memberikan beberapa pesan, maka kedua kelompok
itupun minta diri. Namun meskipun mereka meninggalkan regol
padepokan itu bersama-sama, tetapi ternyata bahwa mereka tidak
bersama-sama untuk seterusnya. Kelompok Macan Kumbang telah
memperlambat kuda mereka, sehingga kelompok Serigala Putih
telah mendahuluinya. Ternyata bahwa kedua kelompok itu masih
belum dapat bekerja bersama sebaik-baiknya.
Sepeninggal kedua kelompok itu, maka pemimpin prajurit
Singasari di padepokan Empu Sanggadaru itupun segera menunjuk
beberapa orang yang akan menyampaikan laporan tentang
munculnya Empu Baladatu di sekitar padepokan Serigala Putih dan
Macan Kumbang. Ia sendirilah yang akan memimpin kelompok kecil
itu. 2218 Pagi-pagi benar dihari berikutnya, maka sekelompok kecil prajurit
Singasari itu pun telah berpacu ke Kota Raja. Mereka menganggap
munculnya Empu Baladatu bukannya soal yang dapat diabaikan.
Jika Empu Baladatu belum merasa pulih dan memiliki kekuatan yang
cukup, ia tidak akan memancing perhatian siapapun juga.
Ternyata bahwa laporan prajurit itupun mendapat perhatian yang
cukup bersungguh-sungguh. Para pemimpin prajurit Singasari
menganggap bahwa hal itu tidak dapat diterima sepintas lalu.
Karena itulah, maka merekapun sependapat untuk mengambil
langkah sementara yang cepat.
Dalam waktu singkat Singasari telah menyiapkan dua pasukan
kecil yang akan dikirim ke Padepokan Serigala Putih dan ke
Padepokan Macan kumbang. Mereka untuk sementara akan
ditempatkan dikedua padepokan itu dibawah pimpinan seorang
Senapati yang mumpuni, karena Singasari sadar, bahwa yang harus
mereka perhatikan adalah Empu Baladatu dan Linggapati dan
Mahibit. "Biarlah anak-anak Mahendra yang berada di padepokan Empu
Sanggadaru ikut bersama mereka" berkata Mahisa Agni, "dengan
demikian maka mereka akan mendapat pengalaman yang lebih luas.
Jika Mahisa Bungalan berada di padepokan Serigala Putih, biarlah
Mahisa Murt" dan Mahisa Pukat berada di padepokan Macan
Kumbang atau sebaliknya. Aku kelak yang akan memberitahukan
kepada ayahnya." Agaknya para pemimpin prajurit dari kedua pasukan itu tidak
menentangnya, bahkan mereka menerima dengan senangnati,
karena mereka sudah mengetahui kemampuan ketiga anak muda itu
Prajurit Singasari tidak menunda lebih lama lagi. Mereka segera
bersiap-siap. Mereka membawa selain senjata, juga perlengkapanperlengkapan
yang lain, karena mereka mengetahui bahwa kedua
padepokan itu adalah padepokan yang sebenarnya miskin. Tanpa
melakukan pekerjaan yang menentang ketertiban, maka mereka
sulit untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
2219 Tetapi di saat-saat terakhir mereka harus bekerja keras, karena
mereka sadar, bahwa jika mereka melakukan kejahatan, maka
mereka akan mengalami kesulitan yang semakin parah.
Ternyata pasukan itu tidak menunggu fajar. Justru mereka
meninggalkan Kota Raja saat matahari mulai terbenam. Dengan
demikian maka tidak banyak orang yang melihat iring-iringan itu,
sehingga tidak banyak pula orang yang digelisahkan karenanya.
Iring-iringan pasukan akan dapat menumbuhkan berbagai
pertanyaan, karena orang-orang di Kota Raja menganggap bahwa
keadaan Singasari adalah tenang dan tenteram.
Pasukan itu tidak langsung menuju ke padepokan Serigala Putih
dan padepokan Macan Kumbang. Tetapi mereka singgah dahulu di
padepokan Empu Sanggadaru. Karena menurut perintah para
pem"m"pin di Singasari, padepokan Empu Sanggadaru akan
merupakan pasukan induk yang memegang pimpinan dari pasukan
yang ada di ketiga padepokan itu.
Setelah beristirahat sehari di padepokan Empu Sanggadaru, serta
menyampaikan pesan Mahisa Agni kepada Mahisa Bungalan dan
kedua adiknya yang akan mengikuti kedua pasukan yang akan
ditempatkan di padepokan Serigala Putih dan Macan Kumbang,
maka kedua pasukan itupun telah melanjutkan perjalanan ketujuan
masing-masing. Mahisa Bungalan berada diantara pasukan yang akan tinggal di
padepokan Serigala Putih, sedangkan Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat akan berada di antara pasukan yang menuju kepdepokan
Macan Kumbang Kedua pasukan itu menyadari tugas yang akan mereka pikul.
Bukan saja tugas yang mempunyai kemungkinan yang sangat pahit,
jika orang-orang Empu Baladatu atau orang-orang dari Mahibit
datang ke padepokan itu, tetapi selama berada di padepokan itu,
merekapun akan berprihatin karena mereka akan ringgal di daerah
yang kekurangan. 2220 Tetapi seperti pesan para pemimpin dan Empu Sanggadaru,
Bahwa para prajurit itu tidak harus menyerah kepada keadaan.
Mungkin orang-orang di padepokan itu kurang dapat menaggapi
alam di sekitarnya, sehingga masih mungkin dapat digali hasil alam
bagi kebutuhan mereka. Kedatangan pasukan kecil dari Singasari itu telah disambut
dengan gembira oleh orang-orang dari kedua padepokan itu.
Meskipun kemudian mereka mulai berpikir, bagaimana mereka
dapat menyediakan makan bagi para prajurit itu.
Sehenarnyalah seperti yang dikatakan oleh Mahisa Agni, bahwa
kedua padepokan itu belumlah lumpuh sama sekali. Tetapi perasaan
mereka sendirilah yang membuat mereka seolah-olah mutlak tak
berdaya. Prajurit Singasari yang datang kedua padepokan itu, pertamatama
mengatur dan menempatkan diri didalam padepokan itu.
Ternyata bahwa mereka bukanlah prajurit-prajurit yang manja.
Tetapi mereka benar-benar prajurit medan yang dapat menyesuai
kan diri dengan segala keadaan.
Demikian pula prajurit-prajurit Singasari yang berada di kedua
padepokan yang terpisah, tetapi yang keadaannya hampir sama.
Prajurit-prajurit Singasari tidak menuntut tempat yang paling baik
bagi mereka. Sehingga karena itulah maka orang-orang di kedua
padepokan itu justru menjadi semakin segan.
Sementara itu kedua kelompok prajurit yang berada di kedua
padepokan itupun segera mengatur kesiagaan di luar pengetahuan
orang-orang dari kedua padepokan itu, karena tidak mustahil bahwa
yang mereka hadapi adalah justru sebuah jebakan. Di dalam
beberapa buah pondok yang terpisah, prajurit-prajutir itu
mengadakan penjagaan yang terselubung, yang tidak nampak dari
luar pondok mereka. Tetapi yang setiap saat dapat bergerak dan
menyiapkan seluruh pasukan yang ada.
Di setiap pondok yang ditempati oleh prajurit-prajurit Singasari
itu selalu ada seorang yang akan tetap bangun meskipun di malam
2221 hari. Bergantian mereka akan berjaga-jaga menghadapi segala
kemungkinan, Pemimpin-pemimpin mereka selalu memperingatkan, "Tidak
mustahil bahwa pada suatu saat Empu Baladatu benar-benar datang
dengan pasukan segelar sepapan"
Karena itulah, maka setiap prajurit tidak terpisah dari senjata
masing-masing setiap saat.
Setelah mapan, maka barulah para prajurit itu sempat bertemu
dan berbicara dengan para pemimpin padepokan. Menilik sikap dan
pembicaraan mereka, maka agaknya mereka telah berkata dengan
jujur, bahwa Empu Baladatu telah datang dan membuat padepokanpadepokan
itu menjadi gelisah. Di padepokan Serigala Putih Mahisa Bungalan bersama pemimpin
prajurit Singasari mulai melihat-lihat isi padepokan itu. Mereka
melihat beberapa orang laki-laki yang tegap dan kuat, tetapi
berwajah pucat dan selalu menyingkir jika mereka berpapasan.
Tatapan mata mereka yang tunduk dan selalu menghindar
memberikan kesan tersendiri kepada Mahisa Bungalan dan
pemimpin prajurit Sinagasari itu.
Kepada pemimpin padepokan Serigala Putih, pemimpin prajurit
Singasari itu minta untuk diperkenalkan kepada setiap orang laki-laki
yang ada di padepokan itu dikeesokan harinya.
Demikianlah, ketika matahari mulai terbit, maka setiap laki-laki di
padepokan Serigala Pulih lelah berkumpul.
"Jumlah mereka masih cukup banyak" desis pemimpin prajurit
itu, "tetapi hati mereka telah susut sebesar gelugut kolang-kaling.
Mereka sama sekali sudah tidak mempunyai keberanian untuk
berbuat sesuatu. Karena itulah maka mereka menjadi bingung dan
kehilangan pegangan ketika Empu Baladatu memperlihatkan
dirinya." Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Desisnya, "Mereka harus
menyadari tentang diri mereka sendiri, bahwa mereka masih
2222 mempunyai kekuatan. Tetapi dengan hati-hati, agar tidak
membangunkan mereka kembali dari mimpi buruknya, dan kembali
kejalan yang sesat itu."
Pemimpin prajurit Singasari mengangguk. Ia sependapat bahwa
kebangkitan jiwa orang-orang padepokan Serigala Putih tidak boleh
membawa mereka kembali kejalan yang salah.
Ketika setiap laki-laki sudah berkumpul maka mulailah pemumpin
prajurit Singasari itu memperkenalkan diri. Ia juga memperkenalkan
beberapa orang perwira yang ada di dalam pasukannya. Dan tidak
ketinggalan Mahisa Bungalan pembunuh orang-orang berilmu hitam.
"Mungkin di antara kalian sudah mengenal" berkata pemimpin
prajurit Singasari itu, "apalagi yang melihat sendiri, bagaimana ia
membunuh Linggadadi yang juga bergelar pembunuh orang berilmu
hitam." Beberapa orang mengangkat wajahnya memperhatikan wajah
Mahisa Bungalan. Namun sejenak kemudian mereka pun segera
menunduk. Apalagi mereka yang benar-benar melihat, bagaimana
Mahisa Bungalan berhasil membinasakan Linggadadi yang seakanakan
tidak terkalahkan. Dengan singkat pemimpin prajurit itu menguraikan maksud
kehadirannya. Atas permintaan pimpinan padepokan itu, maka
prajurit Singasari itu berada di padepokan Serigala Putih.
"Sama sekali bukan maksud untuk menguasai padepokan ini.
Kami tidak akan datang, jika kalian tidak menginginkan. Kami
mencoba memenuhi keinginan sekalian untuk sekedar bersamasama
menghadapi kemungkinan yang dapat terjadi dipadepokan ini.
Laki-laki yang ada di halaman padepokan itu menganggukangguk
kecil. Kehadiran prajurit Singasari itu memang, membuat
hati mereka menjadi tenang.
"Tetapi" berkata pemimpin prajurit itu, "sudah barang tentu
bahwa tidak selamanya kami dapat berada di s ini. Kami hanya akan
melindungi kalian selama kalian masih belum mampu melindungi diri
2223 sendiri." wajah-wajah itu menegang sejenak, lalu, "Tetapi kami tidak
tergesa-gesa" Pemimpin prajurit itu berbicara beberapa lama di hadapan setiap
laki-laki. Tetapi ia masih belum menyinggung kemungkinan yang
masih harus diperhitungkan.
"Bekerjalah dengan tenang. Kami berada di tengah-tengah kalian
Lakukanlah apa yang harus kalian lakukan sehari-hari. Bahkan kami
akan membantu sejauh dapat kami lakukan."
Kehadiran para prajurit itu, membuat orang-orang di kedua
padepokan yang telah dihantui oleh Empu Baladatu itu menjadi
tenang. Mereka dapat bekerja seperti tidak ada persoalan apapun
yang menggelisahkan mereka.
Namun demikian mereka sadar, sehingga setiap teringat oleh
mereka, maka mereka pun menjadi berdebar-debar. Prajurit-prajurit
Singasari itu pada suatu saat tentu akan meninggalkan mereka
kembali ke Singasari. Dalam pada itu, dihari-hari pertama prajurit Singasari itu masih
tetap memisahkan diri. Mereka sekedar melihat cara hidup orangorang
di kedua padepokan itu. Mahisa Bungalan sekali-kali menemui
orang-orang padepokan itu dan bertanya beberapa hal mengenai
kehidupan mereka. Sementara di padepokan Macan Kumbang
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti mulai ke luar dari padepokan untuk
mengenal lingkungan. "Jangan pergi terlalu jauh" berkata pemimpin prajurit Singgasari
yang menyadari bahwa keduanya masih terlalu muda. Meskipun
keduanya telah menyimpan ilmu yang dapat dibanggakan di dalam
diri mereka, namun daerah asing itu tetap merupakan daerah yang
berbahaya. Tanpa meninggalkan kewaspadaan dan kesiagaan menghadapi
segala kemungkinan, pada hari-hari berikutnya prajurit-prajurit
Singasari berusaha mengenal kehidupan orang-orang di kedua
padepokan itu semakin dekat. Mereka mulai melihat tanah garapan
2224 dan usaha mereka untuk mendapatkan hasil yang dapat mereka
makan sehari-hari. "Tanah masih sangat luas" berkata seorang prajurit, "tetapi
mereka membatasi diri pada tanah yang sudah mereka garap sejak
lama." "Nampaknya tidak ada usaha baru sama sekali. Padahal penilaian
kami. mereka bukannya orang yang malas."
"Ya. Mereka bekerja keras."
Hal itu telah menjadi bahan pembicaraan para prajurit yang
berada di padepokan Serigala Putih, sehingga pemimpin prajurit
Singasari itu berkata "Apakah kita dapat mengatakan kepada
mereka, bahwa mereka harus berani membuka tanah baru?"
"Aku kira hal Itu lebih baik. Tetapi kita harus memper hitungkan
masa depan mereka. Tentu para prajurit tidak akan berada di
daerah ini selanjutnya, sehingga pembukaan tanah baru itu
sekaligus akan dapat memberikan kemungkinan bagi mereka untuk
menjaga diri sendiri." Sahut Mahisa Bungalan.
"Bagaimana kita akan dapat menghubungkan pembukaan tanah
baru dengan kemampuan menjaga diri sendiri?"
"Pertama, kita harus menumbuhkan kepercayaan kepada diri
sendiri, tetapi dalam pengertian yang tidak merugikan pihak lain.
Maksudku, bukan untuk melakukan kerja seperti yang pernah
mereka lakukan." Pemimpin prajurit itu menggangguk-angguk Katanya,
"Maksudmu, jika mereka berhasil membuka tanah baru, maka
mereka akan merasa bahwa diri mereka masih berharga?"
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemimpin prajurit itu mengangguk-angguk pula. Tetapi katanya,
"Tetapi dengan demikian bukan berarti bahwa mereka akan menjadi
mampu menjaga diri sendiri."
"Dua padepokan ini sampai saat ini merupakan dua lingkungan
yang seakan-akan mutlak terpisah. Bahkan saat-saat mereka
2225 menyerbu kepadepokan Empu Sanggadarupun mereka tidak dapat
luluh menjadi satu. Masing-masing berada didalam kelompok dan
lingkungannya. Demikian juga orang-orang Mahibit," Mahisa
Bungalan berhenti sejenak, lalu, "kita harus mencari jalan agar
keduanya pada suatu saat dapat menjadi satu dan merasa
berkewajiban untuk bekerja bersama."
"Bagus sekali Tetapi kita harus menemukan cara yang sebaikbaiknya.
Itulah yang sulit." "Mumpung kita baru beherapa waktu disini. Kita masih
mempunyai waktu panjang. Kita dapat menganjurkan kepada kedua
padepokan itu untuk membuka tanah baru dan hidup dalam satu
padukuhan y.ang luas dengan tanah garapan yang cukup."
Pemimipin prajurit itu termenung sejenak. Namun kemudian
iapun menyahut, "Memang mungkin. Kedua kelompok yang lemah
ini akan menjadi kuat. Apalagi jika ada orang orang lain yang
bersedia berada di antara mereka."
"Kita dapat mencoba" berkata Mahisa Bungalan.
"Akan kita bicarakan dengan pimpinan prajurit yang ada di
padepokan Macan Kumbang. Jika ia setuju, kita akan menghadap
pemimpin yang lebih tinggi lagi di padepokan Empu Sanggadaru"
Demikianlah pendapat Mahisa Bungalan itu pun menjadi sebuah
pembicaraan. Bahkan pembicaraan itu pun telah berkembang lebih
jauh. Empu Sanggadaru yang sependapat dengan usul itu berkata,
"Jika memang akan membuka tanah baru dan tidak terlalu jauh dari
padepokanku, maka aku kira pada suatu saat tanah yang baru itu
akan berhubungan langsung dengan padukuhan-padukuhan kecil
yang berada di sekitar padepokan ini. Orang-orang dipadukuhanpadukuhan
kecil itu seolah-olah telah menjadi keluargaku. Dan
mereka tentu akan dapat diajak bekerja bersama."
"Itupun tidak mustahil. Orang-orang Macan Kumbang akan
membuka hutan tidak jauh dari padepokan Empu Sanggadaru.
Sedang orang-orang padepokan Serigala Putih akan melakukan hal
yang sama. Mungkin untuk waktu sepuluh sampai dua puluh tahun
2226 masih terasa pemisahan antara kedua keluarga besar itu. Tetapi
mereka akan merasa perlu untuk saling menolong jika mereka
masing-masing berada dalam kesulitan. Demikian pula dengan
orang-orang di padepokan dan padukuhan di sekitar padepokan ini"
sahut Mahisa Bungalan, lalu katanya salanjutnya, "pada suatu saat
mereka semua akan menganggap sebagai kiblat hidup mereka."
Empu Sanggadaru mengangguk-angguk. Tetapi ia pun kemudian
tersenyum sambil berkata, "Mudahkan demikian. Jika yang terjadi
sebaliknya, Mereka kemudian bersatu dan mencekik aku?"
"Ah, tentu tidak. Orang-orang dari kedua padepokan itu kini
benar-benar telah merasa dirinya lumpuh dan tidak berdaya. Kita
harus berusaha membangkitkan mereka sekaligus mengarahkan
jalan pikiran mereka, tetutama pada tataran hidup yang berikut.
Pada anak-anak yang masih remaja diantara mereka, dan pada
tataran yang lebih kecil."
Pembicaraan yang berlangsung di padepokan Empu Sanggadaru
itu pun kemudian mencapai satu kesimpulan bahwa orang-orang
dari padepokan Serigala Putih dan dari padepokan Macan Kumbang
akan diusahakan untuk bersedia bekerja keras, membuka hutan
baru dan hidup dalam lingkungan padukuhan biasa. Bukan lagi
hidup dalam lingkungan tertutup seperti di padepokan mereka.
Dengan demikian diharapkan suatu suasana yang baru sehingga
dapat mempermudah pengarahan bagi pandangan hidup mereka di
masa depan, terutama pada anak-anak mereka.
"Mudah-mudahan rencana ini dapat berjalan lancar" berkata para
perwira prajurit Singasari di ketiga padepokan itu.
Ketika para pemimpin prajurit yang berada di padepokan Serigala
Putih dan Macan Kumbang kembali ke padepokan, mereka mulai
membicarakan cara-cara yang paling tepat untuk menyampaikan
rencana mereka kepada orang-orang padepokan itu.
Bagi orang-orang padepokan Serigala Putih, Mahisa Bungalan
mulai dengan ikut serta bekerja di ladang mereka yang tidak
memberikan banyak harapan. Perlahan-lahan ia mencoba menjajagi
2227 pendapat orang-orang di padepokan itu. Apakah mereka tidak
menginginkan masa depan yang lebih baik. Tanah garapan yang
lebih luas dan subur, sehingga penghasilan mereka cukup memberi
jaminan hidup bagi keluarga mereka dalam keseluruhan.
"Tentu" jawab orang-orang Serigala Putih, "setiap orang tentu
merindukan kehidupan yang lebih baik. Kami tidak menyembunyikan
cacat dan cela kami. Kami memang tidak banyak memperhatikan
sawah dan ladang di masa lampau, karena kami sering mengembara
dan memungut saja kebutuhan kami di daerah pengembaraan
kami." "Tetapi bukanlah kalian tidak ingin kembali dalam tata kehidupan
seperti itu?" "Tidak, tentu tidak. Itulah sebabnya kami mohon perlindungan
prajurit Singasari ketika Empu Baladatu mulai muncul kembali dan
dengan demikian akan datang kemungkinan, bahwa ia akan
memaksakan nafas kehidupan bagi padepokan kami seperti masa
lampau kami yang suram."
Pendapat itu merupakan landasan bagi Mahisa Bungalan.
Perlahan-lahan ia memancing pendapat orang-orang padepokan itu
seandainya mereka harus bekerja keras membuka sebuah hutan
bagi padukuhan mereka yang baru, yang dapat memberikan
harapan bagi masa depan. Ketika hal itu kemudian tersebar pada setiap orang di padepokan
Serigala Putih, maka merekapun mulai berpikir dengan sungguhsungguh.
Agaknya berbeda dengan cara yang ditempuh oleh Mahisa
Bungalan dan para pemimpin prajurit di padepokan Serigala Puih,
maka para pemimpin prajurit di padepokan Macan Kumbang dengan
sengaja telah mengumpulkan setiap orang laki-laki. Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat masih belum dapat membantu para pemimpin
prajurit dalam pembicaraan itu, karena mereka berdua masih belum
mendapat gambaran yang jelas dan kemudaan mereka masih belum
2228 memberikan kemungkinan bagi mereka untuk melakukannya seperti
Mahisa Bungalan. Dengan terus-terang para pemimpin prajurit di padepokan Macan
Kumbang menawarkan kemungkinan itu, sehingga pembicaraan
tentang pembukaan tanah baru itu telah di bicarakan dalam
pertamuan terbuka mereka.
Namun ternyata bahwa orang-orang Macan Kumbang
sependapat untuk membuka tanah baru. Tanah yang dapat
memberikan harapan bagi mereka.
"Jika kelak tanah itu terasa menjadi sempit karena jumlah kita
yang bertambah, maka masih ada kemungkinan untuk mebuka
tanah baru karena hutan di sekitar padepokan Empu Sanggadaru itu
cukup luas. Bukan saja hutan yang sudah dapat dijinakkan. Tetapi
hutan yang lebat dan pekat masih terbentang seolah-olah tanpa
batas" berkata pemimpin prajurit Singasari.
"Kami bersedia" sahut orang-orang Macan Kumbang, "tetapi kami
tidak mempunyai alat-alat yang cukup untuk melakukannya."
"Jika kalian bersedia, maka kita akan melakukannya. Aku akan
mengusahakan alat-alat itu. Tentu kalian telah mempunyai parang
dan kapak serba sedikit. Selebihnya akan kami usahakan dari
padepokan Empu Sanggadaru atau dari Singasari sema sekali"
(Bersambung ke jilid 31) Koleksi: Ismoyo Scanning: Arema Convert/proofing: Ayasdewe
Editing/Rechecking: Arema
-0oo0dw0oo0- 2229 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 31 DEMIKIANLAH maka pada saat-saat tertentu para pemimpin prajurit dari ketiga
padepokan itu bertemu. Ketika
pemimpin prajurit yang ada di
padepokan Macan Kumbang mengemukakan kesulitan orang-orang Macan Kumbang
tentang peralatan, maka Empu
Sanggadaru berkata, "Ada
seorang pande besi yang cakap
di padepokan kami. Dibantu
oleh dua orang pembantunya
mereka dapat membuat alatalat
yang diperlukan." "Jadi untuk membuka hutan
itu kita akan mulai dari permulaan sekali" berkata Mahisa Bungalan,, "dari membuat alatalat
untuk membuka hutan itu."
Di hari berikutnya, tiga orang pande besi di padepokan Empu
Sanggadaru telah sibuk membuat alat-alat untuk membuka hutan.
Kapak-kapak yang besar dan kecil. Sebelum pande besi itu
menghasilkan, maka orang-orang Macan Kumbang dapat meminjam
lebih dahulu apa adanya dari padepokan Empu Sanggadaru.
2230 Demikianlah, ternyata orang-orang dari kedua padepokan. itu
bukannya orang-orang yang malas. Bersama para prajurit mereka
telah membuka hutan sesuai dengan tempat yang sudah
direncanakan. Mereka membuka hutan di tempat yang terpisah,
meskipun menurut perhitungan para pemimpin prajurit dan Empu
Sanggadaru bahwa perkembangannya kelak keduanya tentu akan
berpaut juga. Apalagi apabila ada pihak lain yang bersedia ikut pula
membuka hutan dan bergabung dengan orang-orang Serigala Putih
dan Macan Kumbang, meskipun kemungkinan itu hanya akan
datang dari orang-orang yang berada di padukuhan Empu
Sanggadaru. "Mereka akan mendapatkan kesempatan yang lebih baik" berkata
Empu Sanggadaru, "karena itu aku tidak ber keberatan jika mereka
ikut serta membuka hutan itu."
Beberapa saat kemudian, maka hutan yang semula sepi itu telah
menjadi riuh. Pepohonan satu-satu telah roboh, dan tanah pun
dijinakkan. Binatang-binatang hutan merasa terdepak masuk ke
dalam hutan yang lebih lebat menghindari sentuhan dengan
makhluk yang disebut manusia. Makhluk yang bagi mereka sangat
berbahaya. Lebih berbahaya dari binatang yang manapun juga.
Sementara itu, maka pande besi di padepokan Empu Sanggadaru
pun telah menghasilkan alat-alat yang mencukupi, bukan saja bagi
orangr-orang dari padepokan Macan Kumbang, tetapi juga
padepokan Serigala Putih dan orang-orang dari padepokan Empu
Sanggadaru sendiri, yang angin membuka tanah lebih luas lagi.
Persediaan yang paling berharga bagi anak cucu mereka,
Dengan tekun orang-orang dari kedua padepokan yang telah,
dengan sadar merubah cara hidupnya, bekerja bagi hari depan
mereka dan keturunan mereka. Sepatok demi sepatok mereka
menghasilkan tanah baru yang masih harus digarap dengan kerja
keras. Tatapi dengan demikian maka mereka telah meletakkan
harapan bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak lagi bekerja dengan
ketegangan hati dan jantung yang berdebaran. Dengan menggarap
sawah, maka mereka ,tidak lagi harus mempertaruhkan nyawa.
2231 Prajurit-prajurit Singasari ternyata tidak hanya dapat mengatur
dan merencanakan. Mereka pun ikut serta menebang pepohonan,
menyingkirkan kayu-kayu yang telah roboh dan menyiapkan tanah
garapan, meskipun tidak bagi mereka sendiri.
Namun demikian para prajurit itu tidak lengah. Meskipun kadangkadang
satu dua diantara mereka tidak membawa senjata di
lambung, namun mereka yakin bahwa kapak ditangan mereka telah
merupakan senjata yang berbahaya bagi lawan, jika setiap saat
mereka harus bertempur dengan siapapun. juga.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang masih sangat muda itu
seolah-olah mendapat arena baru untuk bermain-main. Jika orangorang
lain sibuk menebang batang-batang kayu besar atau kecil,
maka keduanya membawa busur dan anak panah masuk kedalam
hutan yang tidak dijamah oleh orang-orang dari kedua padepokan
itu. Tetapi kepergian kedua anak-anak muda itu kadang-kadang
menyenangkan juga bagi orang-orang yang sedang sibuk menebang
pohon dan menebas perdu, karena kadang-kadang keduanya
membawa dua atau tiga ekor rusa yang dapat mereka buru dalam
waktu sehari semalam. Namun sekali-sekali Mahisa Bungalan memperingatkan kedua
adiknya yang nakal itu, karena hutan yang lebat mengandung
banyak sekali bahaya bagi mereka.
"Yang ada hanyalah binatang-binatang hutan." jawab Mahisa
Pukat ketika kakaknya Mahisa Bungalan mengunjunginya.
"Mungkin seekor binatang buas?"
"Kebetulan sekali. Kami mendapatkan dagingnya sekaligus
kulitnya." "Tetapi berbahaya sekali bagi kalian berdua"
"Apakah kami berdua harus takut terhadap seekor harimau?"
2232 Mahisa Bungalan menjadi bingung. Tetapi kemudian katanya,"
Mungkin bukan sekedar seekor harimau atau sekelompok serigala.
Tetapi mungkin kalian akan bertemu dengan Empu Baladatu."
Bidadari Penyebar Cinta 3 Goosebumps - 37 Misteri Hantu Tanpa Kepala Bende Mataram 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama