Ceritasilat Novel Online

Sepasang Ular Naga 40

Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 40


Namun yang menjadi pikiran Mahisa Bungalan kemudian adalah
rencana kehadiran Ranggawuni dan Mahisa Cempaka untuk melihat
2427 dari dekat keadaan beberapa daerah Singasari yang sedang dibakar
oleh api ketamakan Empu Baladatu.
"Aku harus mengatakannya kepada pimpinan prajurit Singasari di
tempat ini" berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya. Meskipun ia
harus berpesan bahwa hal itu masih harus dirahasiakan. Prajuritprajurit
Singasari yang ada ditempat itu pun sebaiknya tidak
mengetahuinya pula. Ternyata pemimpin prajurit Singasari itu terkejut ketika ia
mendengar keterangan Mahisa Bungalan itu. Dengan ragu-ragu ia
berkata, "Dari siapakah kau mendengar berita itu"
"Ayah Mahendra."
"Tetapi jika benar, tentu ada perintah lewat pimpinan
keprajuritan yang akan sampai kepadaku untuk mempersiapkan
pengawalan, khususnya di tempat ini."
Tetapi Mahisa Bungalan menggeleng. Jawabnya, "Tidak ada
perintah itu. Bahkan yang diutus mendahului perjalanan tuanku
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka adalah ayah. Bukan seorang
prajurit. Pengawal mereka pun bukan prajurit pula. Paman Witantra.
Hanya paman Mahisa Agni lah yang resmi mengawalnya dari pihak
keprajuritan." "Suatu perjalanan yang berbahaya pada masa seperti ini.
Agaknya pihak istana belum mendapat laporan yang lengkap
tentang keadaan yang sebenarnya."
"Sudah. Justru karena laporan itulah, maka kedua pemimpin itu
akan melihatnya langsung dengan cara mereka."
Pemimpin prajurit itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Aku
adalah Senopati disini, betapapun rendah tingkat tataranku. Aku
bertanggung jawab akan keselamatan tuanku Ranggawuni dan
tuanku Mahisa Cempaka."
"Aku sependapat. Tetapi jangan semata-mata. Bahkan seperti
yang aku katakan, seorang pun dari prajurit Singasari jangan ada
yang mengetahunya." 2428 Pemimpin prajurit itu mengangguk-angguk. Katanya, "Baiklah.
Aku mengerti. Meskipun prajurit-prajurit yang ada disini tidak
mengerti, tetapi mereka harus dapat disiapkan dalam waktu
pendek." "Begitulah. Mudah-mudahan hal itu tidak diperlukan."
Pemimpin prajurit itu mengerutkan keningnya. Sebagai seorang
Senopati, meskipun tidak mendapat perintah langsung ia merasa
bertanggung jawab terhadap wilayah yang menjadi daerah
pengawasannya. Itulah sebabnya, maka ia justru menjadi cemas.
Agaknya kedua pemimpin tertinggi dari Singasari itu tidak mau
mendapat pengawalan dalam kebesarannya, sehingga yang harus
dilakukannya justru akan sangat sulit apabila benar-benar terjadi
sesuatu. Tetapi ia tidak kurang akal. Perintahnya untuk bersiap-siap
dihubungkannya dengan meningkatkan kegiatan para cantrik di
padepokan Empu Purung. Para prajurit Singasari pun merasa perlu untuk menghadapi
semua keadaan dengan sebaik-baiknya Itulah sebabnya, maka
mereka pun memperhatikan semua petunjuk dari pemimpin nya.
Mereka menjadi semakin berhati-hati dan bersiap
menghadapi.segala kemungkinan. Jika para cantrik itu mulai
meningkatkan kegiatannya bersama anak-anak muda padukuhan di
sekitarnya yang telah berada di bawah pengaruh mereka, maka
para prajuritpun telah meningkatkan kewaspadaan mereka.
Meskipun kerja mereka sehari-hari nampaknya masih saja sekedar
makan, tidur dan bersendau gurau, namun kini tidak lagi
berpencaran di jalan-jalan. Mereka selalu berada dalam kelompokkelompok
kecil yang siap menghadapi segala kemungkinan. Karena
itu lah maka mereka tidak pernah terpisah dari senjata mereka.
Namun demikian, pesan pemimpinnya kepada para pra jurit itu,
agar mereka tidak menumbuhkan kegelisahan kepada orang di
sekitarnya. 2429 Sementara itu, seperti yang diperhitungkan oleh Mahendra atas
isyarat Ki Buyut, maka kedatangannya telah benar-benar menarik
perhatian anak-anak muda yang merasa diri mereka dapat berbuat
apa saja. Menurut pendapat mereka, maka Mahendra tentu
membawa beberapa jenis barang berharga. Pusaka-pusaka itu
sangat mereka butuhkan menghadapi keadaan yang semakin
gawat. Juga batu-batu bertuah dan batu-batu berharga lainnya.
Namun mereka masih membuat beberapa pertimbangan. Apakah
sikap mereka tidak mengundang tindakan para prajurit Singasari.
"Mereka nampaknya tidak menghiraukan sama sekali" seorang
anak muda memberikan laporan tentang pengamatanya atas sikap
para prajurit itu. "Kita tunggu sehari dua hari."
"Kita akan terlambat. Pedagang itu pergi, atau prajurit-prajurit itu
akan merampasnya lebih dahulu" sahut yang lain.
"Kita akan mengawasinya. Jika ia pergi, maka kita akan
merampasnya di tengah-tengah bulak." berkata yang lain.
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Rasa-rasanya mereka
tidak sabar lagi menunggu. Mereka benar-benar berharap, bahwa
pusaka-pusaka dan batu-batu bertuah itu akan membuat mereka
menjadi semakin sakti, setidak-tidaknya barang-barang itu tentu
berharga. Namun mereka lebih tertarik lagi, ketika ternyata sehari
kemudian, beberapa orang kawan pedagang itu telah datang pula di
padukuhan mereka, sehingga perhatian mereka semakin tertarik.
Yang datang itu tentu juga pedagang-pedagang seperti yang telah
datang lebih dahulu. Sebenarnyalah bahwa seperti yang direncanakan, maka
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka pun telah menyusul Mahendra
bersama Mahisa Agni dan Witantra. Mereka berharap untuk dapat
melihat perkembangan tempat yang dalam saat-saat tretentu tidak
begitu menarik perhatian. Namun yang kemudian ternyata telah
2430 digoncangkan oleh kegiatan Empu Purung yang melampaui batas
kewajaran. Pada saat mereka datang, maka Mahendra langsung memberi
mereka peringatan, bahwa perhatian anak-anak muda di tempat itu
telah tertuju kepadanya, justru karena ia seorang pedagang pusaka.
"Apakah pusaka dan batu-batu bertuah itu telah menarik
perhatian mereka?" bertanya Ranggawuni.
"Hamba-tuanku" sahut Mahendra, "ternyata dalam keadaan
seperti sekarang di daerah ini, mereka menganggap bahwa pusaka
itu sangat perlu " Ranggawuni mengangguk-angguk. Katanya, "Kita akan berhatihati."
Meskipun demikian, Mahendra masih saja selalu berdebar.
Dengan sungguh-sungguh ia mengawasi kedua anak-anaknya yang
kadang-kadang agak kurang dapat mengendalikan diri.
Namun agaknya mereka dapat mengerti, bahwa keadaan kurang
menguntungkan bagi mereka, apabila mereka berkeliaran di
padukuhan itu. Mahisa Bungalan yang mendengar berita kehadiran beberapa
orang kawan pedagang itu pun dengan diam-diam telah datang
menghadap. Tidak seorang pun yang mengetahuinya. Lawanlawannya
pun tidak. Hanya pemimpin prajurit itulah yang telah
dipesan, agar ia menjadi semakin berhati-hati menghadapi keadaan,
justru karena kedua orang pimpinan tertinggi Singasari ada di
padukuhan kecil itu tanpa pengawalan prajurit segelar sepapan.
Ki Buyut pun dengan tergesa-gesa telah datang pula kebanjar
untuk memberikan peringatan sekali lagi, agar mereka menjadi
semakin berhati-hati. "Aku sama sekali tidak berkeberatan Ki Sanak berada di Banjar.
Bahkan aku sama sekali tidak berkeberatan untuk menyediakan
makan dan minum kalian selama kalian berada disini. Tetapi kami
tidak dapat memberikan perlindungan yang barangkali kalian
2431 perlukan jika terjadi sesuatu. Meskipun demikian, barangkali aku
dapat menghubungkan kalian dengan para prajurit."
"Terima kasih Ki Buyut" jawab Mahendra, "mudah-mudahan tidak
terjadi sesuatu. Kami sebenarnya justru ingin berhubungan dengan
anak-anak muda ,yang barangkali memerlukan pusaka atau barangbarang
berharga." "Tetapi keadaan di daerah ini agak lain Ki Sanak. Beberapa waktu
lampau, mereka masih dapat mengerti, bahwa dalam keadaan
seperti ini, dalam hubungan antara yang memerlukan dan yang
memiliki ada semacam alat penukar yang memiliki nilai cukup.
Maksudku, mereka masih menghargai jual beli sewajarnya. Tetapi
saat ini barangkali mereka telah kehilangan pengertian itu. Bahkan
dengan sengaja telah memperbodoh diri, karena mereka merasa
tidak ada seorang pun yang dapat merintangi niat mereka dalam hal
apapun " Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Agaknya Ki Buyut benarbenar
telah mencemaskan orang-orangnya yang disebutnya, telah
menurunkan martabatnya sebagai manusia.
"Tetapi pada suatu saat Ki Buyut tidak dapat ingkar dari
kenyataan itu, bahwa orang-orang yang tidak dikehendakinya itu
telah mengganggu dan melanggar hak orang lain." berkata
Mahendra di dalam hatinya.
Namun dalam kecemasannya, ternyata Ki Buyut telah berbuat
sangat baik. Ia menjamu makan dan minum orang-orang yang
tinggal di banjar itu, meskipun jumlahnya menjadi cukup banyak.
Dengan kehadiran Ranggawuni, Mahisa Cempaka beserta Witantra
dan Mahisa Agni, maka jumlah mereka menjadi tujuh orang.
Dalam pada itu, kedatangan ke empat orang baru itu telah
menarik perbatian. anak-anak muda dipadukuhan Alas Pandan dan
sekitarnya. Bahkan satu dua orang cantrik Empu Purung pun telah
mulai memperbincangkannya pula.
2432 "Kita akan melihat" berkata salah seorang dari mereka, "apakah
benar-benar mereka membawa pusaka seperti yang disebut-sebut
orang." "Jika mereka benar-benar membawa?"
"Beruntunglah kita" sahut yang lain sambil tertawa
berkepanjangan. "Kau akan membelinya" Apakah kau mempunyai cukup uang
atau barang-barang lain?"
Kawannya tertawa semakin keras. Katanya, "Tidak ada seorang
pun dan dapat mencegah apapun yang akan aku lakukan. Juga
terhadap pedagang pusaka-pusaka itu."
Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Namun, merekapun
mengerti apakah yang dimaksud oleh kawannya itu sehingga
merekapun kemudian tertawa pula berkepanjangan.
Dengan tanpa menyadari, siapakah sebenarnya yang sedang
mereka hadapi, maka anak-anak muda itu pun kemudian telah pergi
ke banjar. Ki Buyut yang mendapat laporan tentang anak-anak
muda itu menjadi berdebar-debar. Tetapi ia merasa berkewajiban
untuk berbuat sesuatu jika anak-anak muda itu memang bermaksud
buruk, karena hal itu terjadi di daerah kekuasaannya.
Dengan tanpa ragu-ragu, maka anak-anak muda itupun telah
memasuki halaman banjar padukuhan. Kemudian dengan tanpa
ragu-ragu pula mereka mencari orang yang menyebut dirinya
pedagang batu permata itu.
Tetapi langkah mereka tiba-tiba saja tertegun ketika mereka
mendengar seseorang memanggil dari regol halaman banjar itu.
Ketika mereka berpaling, maka merekapun telah melihat Ki Buyut
yang berjalan tergesa-gesa memasuki halaman. Dengan wajah yang
tegang Ki Buyut itupun memberi isyarat, agar anak-anak muda itu
berhenti di tempatnya. 2433 "Ki Buyut" desis salah seorang dari anak-anak muda itu, "ia
adalah orang yang paling memuakkan bagiku"
"Ya" sahut yang lain, "lebih baik kita lemparkan saja ia ke luar
halaman." "Tunggu" yang lain lagi memotong, "apakah yang akan
dikatakannya." Anak-anak muda itu pun kemudian berdiri tegang di depan
pendapa banjar padukuhan itu.
Seorang anak muda yang bertubuh kekar sambil bertolak
pinggang bertanya dengan kasar, "Ada apa Ki Buyut tua?"
"Apa yang akan kalian lakukan disini?" bertanya Ki Buyut.
"Aku akan menemui pedagang barang-barang bertuah itu. Aku
memerlukan pusaka-pusaka atau batu-batu akik yang dapat
membuat aku kebal." "Apa kalian akan membelinya?"
"Tentu" jawab yang lain, "Ki Buyut jangan takut, bahwa aku akan
merampasnya begitu saja."
Ki Buyut termangu-mangu. Namun tiba-tiba ia bertanya" Apakah
kalian mempunyai uang?"
Anak-anak muda itu tertawa Jawabnya, "Kami mempunyai uang
cukup untuk membeli seluruh Singasari "
Ki Buyut termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya,
"Aku juga memerlukan barang serupa itu, Marilah. Kita bersamasama
mendapatkan pedagang itu."
Anak-anak muda itu termangu-mangu sejenak. Dengan wajah
tegang merekapun saling berpandangan. Namun anak muda yang
bertubuh kekar itu menjawab, "Marilah jika Ki Buyut juga
memerlukan. Barangkali kami dapat membeli satu dua buah akik
buat Ki Buyut." 2434 Ki Buyut mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian
mendahului naik kependapa.
Kedatangan anak-anak muda itu memang sudah mendebarkan
hati Mahendra. Ialah yang pertama-tama keluar untuk mendapatkan
anak-anak muda itu di pendapa. Tetapi kehadiran Ki Buyut telah
agak menenteramkan hatinya, karena Ki Buyut akan dapat menjadi
saksi, bahwa jika sesuatu terjadi, maka alasanya akan dapat dilihat
oleh Ki Buyut itu. "Ha, inikah pedagang itu" desis salah seorang dari anak anak
muda itu. Mahendra mengangguk hormat sambil menjawab, "Ya anak
muda. Akulah pedagang yang ingin menjajakan dagangannya
dipadukuhan ini " "Perlihatkan kepada kami, semua barang-barang yang kau bawa
dan akan kau jual" desis anak muda yang bertubuh kekar, "mungkin
kami akan membelinya."
Mahendra mengangguk-angguk. Lalu jawabnya, "Sayang, bahwa
aku tidak membawa banyak barang-barang dagangan. Memang ada
beberapa contoh yang aku bawa. Tetapi hanya sedikit."
Anak-anak muda itu mengerutkan keningnya. Mereka kecewa
mendengar jawaban Mahendra, bahwa ia hanya membawa barangsedikit
saja sebagai contoh.

Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun demikian, anak muda yang bertubuh kekar itu pun
berkata, "Cepat. Bawa semuanya kemari "
Mahendra termangu-mangu sejenak. Sikap anak muda bertubuh
kekar itu tidak menyenangkan sekali.
Tetapi Mahendra masuk juga kedalam bilik dibagian belakang
banjar itu untuk mengambil beberapa macam barang yang
dibawanya. Tetapi karena agaknya ia berhadapan dengan anakanak
muda yang sulit dikendalikan, maka yang dibawanya hanyalah
sebagian kecil dan yang kurang berharga.
2435 Namun sementara itu ia sudah memberikan isyarat kepada
Mahisa Agni dan Witantra, bahwa agaknya mereka berhadapan
dengan anak-anak muda yang dicemaskan oleh Ki Buyut
Ketika Mahendra kembali ke pendapa sambil membawa beberapa
jenis barang dagangan, maka anak-anak muda itupun segera
berdesakan maju. "Cepat tunjukkan kepada kami" berkata anak muda bertubuh
kekar itu. Mahendra pun kemudian meletakkan barang-barangnya di atas
tikar di hadapan anak-anak muda itu.
Ki Buyut yang memperhatikan dengan berdebar-debar itu pun
bergeser maju pula, seolah-olah ia ingin melihat dengan saksama,
apakah yang akan dilakukan oleh anak-anak muda itu.
Sebenarnyalah, bahwa seperti berebutan anak-anak muda itu
meraih barang-barang yang diletakkan oleh Mahendra. Mereka
memperebutkan barang-barang yang mereka anggap paling baik.
Tetapi karena yang dibawa Mahendra memang hanya beberapa
contoh saja, maka tidak semua anak muda mendapatkan sesuatu
ketika mereka berebutan. Bahkan yang sudah mendapatpun
menjadi kecewa ketika yang ada didalam genggaman mereka
hanyalah batu akik yang, buram atau sebilah keris kecil yang sama
sekali tidak menunjukkan tanda-tanda tuah apapun.
Sejenak anak-anak muda itu termangu-mangu. Namun
kemudian anak muda yang bertubuh kekar itupun menggeram,
"Hanya inikah barang-barang yang kau punya?"
"Ya Ki Sanak. Hanya ini. Jika Ki Sanak menghendaki, kami akan
menyediakan sesuai dengan contoh ini."
Wajah anak muda itu menegang. Namun kemudian geramnya,
"Aku tidak percaya. Kau tentu membawa lebih banyak dan lebih
baik." "Tidak Ki Sanak. Inilah jenis dagangan kami." Sejak anak-anak
muda itu saling berpandangan. Namun kemudian anak muda yang
2436 bertubuh kekar itu berkata dengan wajah merah, "Kau akan menipu
kami. Kau kira kami tidak akan dapat membayar barang-barangmu
yang terbaik jika kau tunjukkan kepada kami?"
Mahendra benar-benar menjadi berdebar-debar. Dengan nada
yang dalam ia menjawab, "Memang hanya itu Ki Sanak "
"Bohong." anak muda itu hampir berteriak.
Ki Buyut yang sudah mencemaskan hal yang tidak dikehendaki
itu terjadi, segera menyahut, "Sudahlah anak-anak muda. Jika
memang hanya itu yang dipunyainya, apakah yang akan dapat
ditunjukkan lagi kepadamu. Nah, sekarang, lihatlah. Manakah yang
kalian sukai. Beli dan bayarlah menurut harganya "
"Aku tidak sudi dengan barang-barang ini. Aku ingin yang lebih
baik." "Tetapi yang lebih baik itu tidak ada." jawab Ki Buyut
"Bohong. Ia hanya tidak percaya kepada kami "
"Nah" berkata Ki Buyut kemudian, "jika kau memang ingin
mendapat kepercayaannya, tunjukkan bahwa kau membawa uang
cukup biarlah pedagang itu kemudian kembali pada saat yang lain
dengan barang-barang yang lebih baik."
"Itu tidak perlu. Aku tahu bahwa ia membawanya sekarang. Ia
hanya tidak percaya saja kepada kami "
Mahendra menjadi semakin cemas. Karena itu maka kata nya, "Ki
Sanak. Sebenarnyalah kami adalah pedagang yang hanya sekedar
menjajakan barang-barang yang barangkali memang kurang
berharga. Tetapi itulah keadaan kami yang sebenarnya."
"Persetan. Ambil semua barang-barangmu di dalam bilikmu. Jika
tidak, kami akan mengambil sendiri. Banjar ini adalah banjar kami.
Dan kami sudah berbaik hati memberikan tempat bermalam bagi
kalian." "Kami berterimakasih atas kebaikan hati Ki Buyut Dan kalian.
Tetapi barang-barang itu memang tidak ada."
2437 Anak muda bertubuh kekar itu menjadi marah. Wajahnya
menjadi merah. Namun sebelum ia berkata sesuatu, Ki Buyut sudah
mendahului, "Sudahlah. Jangan berbuat sesuatu yang dapat
menumbuhkan kecemasan orang lain. Biarlah ia merasa tenang
tinggal dibanjar. Jika ia sudah mengatakan tidak mempunyai yang
lain, jangan kau paksa ia mengadakan yang tidak ada."
"Aku akan membuktikan bahwa ia berbohong Ki Buyut" sahut
anak muda itu. "Itu tidak perlu. Seandainya ia masih mempunyai, tetapi dengan
sengaja memang, tidak ditunjukkan kepada kalian, itupun sudah
menjadi haknya. Mungkin ia sudah menjanjikan kepada orang lain
atau barang-barang itu memang sudah dipesan oleh orang-orang
yang terdahulu dari kalian"
"Persetan. Aku akan mengambil semua yang ada di dalam
biliknya. Aku tidak peduli. Dan tidak seorang pun dapat mencegah
aku." "Aku Buyut dipadukuhan ini anak muda "
Anak-anak muda itu terkejut mendengar kata-kata Ki Buyut yang
keras itu. Mereka tidak pernah melihat atau mendengar sikap Ki
Buyut seperti itu, apapun yang mereka lakukan terhadap kawankawan
serta orang-orang padukuhan itu sendiri. Tetapi kini agaknya
Ki Buyut benar-benar ingin melindungi orang-orang asing di
pedukuhannya. "Ki Buyut" berkata anak muda bertubuh kekar, "apakah ruginya
Ki Buyut jika kita mengambil barang-barang orang ini.?"
"Kita, seisi padukuhan ini merasa malu, bahwa tingkah laku anakanak
muda dipadukuhan ini benar-benar telah menurunkan
martabat kita sebagai manusia."
Anak muda bertubuh kekar mengerutkan keningnya. Namun
kemudian terdengar ia tertawa berkepanjangan. Katanya, "Oh, Ki
Buyut yang luhur budi. Orang as ing ini tentu akan sangat berterima
kasih terhadap Ki Buyut, bahwa Ki Buyut telah mencoba
2438 melindunginya. Tetapi sayang. Aku sama sekali tidak menghargai
orang-orang asing ini. Aku lebih senang mengambil barangbarangnya
meskipun dengan demkian ia menganggap bahwa
martabat kami sebagai manusia telah merosot sampai serendah
martabat apapun." "Anak yang malang" desis Ki Buyut, "jangan kau lakukan itu. Aku
berhak melarangmu dan kau berkewajiban untuk mentaatinya "
"Sayang Ki Buyut. Kau tidak mempunyai cukup wibawa untuk
mencegah kami melakukan menurut keinginan kami."
Wajah Ki Buyut menjadi merah padam. Ia benar-benar tidak
dapat memaksakan maksudnya kepada anak-anak muda itu. Namun
seperti yang dikatakan oleh anak-anak muda itu, bahwa memang
tidak mempunyai cukup wibawa atas mereka.
"Apakah yang dimaksud dengan wibawa itu adalah krmampuan
memperlakukan orang lain dengan kekerasan agar mereka tunduk
kepada niat seseorang?" pertanyaan yang pahit itu telah bergelora
di dalam dada Ki Buyut. Sementara itu Mahendra memperhatikan sikap anak-anak muda
itu dengan saksama. Ia sadar, bahwa anak-anak muda itu tidak
akan dapat dicegah lagi, sehingga benturan kekerasanpun tidak
akan dapat dicegah pula. "Agaknya peristiwa ini akan dapat menjadi sebab dan persoalan
yang lebih besar yang melibatkan padepokan Empu Purung dan
prajurit-prajurit Singasari" berkata Mahedra di dalam hati., "Namun,
dengan demikian, maka tanggapan Empu Baladatu atas hal ini akan
berbeda jika pertempuran ini langsung terjadi karena benturan
kekuasaan prajurit Singasari atas daerahnya yang akan
dibersihkannya." Karena itulah, maka menurut pendapat Mahendra, nama dari
orang-orang yang ada di banjar dan mengaku sebagai pedagang
barang-barang bertuah itu benar-benar harus dirahasiakan,
sehingga Empu Baladatu tidak langsung mengetahui, siapakah yang
sebenarnya dihadapi. 2439 Ternyata bahwa dugaan Mahendra itu benar. Anak-anak muda
itu sama sekali tidak menghiraukan Ki Buyut lagi. Bahkan ketika Ki
Buyut mencoba mencegahnya, maka Ki Buyut itu sudah didorong
oleh anak muda bertubuh kekar itu, sehingga jatuh terguling.
"Kau gila" geram Mahendra sambil menolong, Ki Buyut, "orang ini
adalah pemimpinmu di padukuhan ini. Kau telah berlaku kasar dan
benar-benar menurunkan martabatmu sebagai manusia."
Anak muda itu tertawa. Jawabnya, "Kau tentu berlaku baik
terhadapnya, karena ia sudah memberikan tempat dan makan
bagimu selama kau berada disini "
Mahendra yang marah itu kemudian berdiri sambil berkata,
"Anak-anak muda. Aku adalah seorang pedagang keliling. Aku
memang sudah mempersiapkan diri menghadapi sikap seperti sikap
kalian di sepanjang jalan. Bukan saja sikap anak-anak muda yang
tidak tahu adat seperti kalian. Tetapi aku sudah terbiasa
menghadapi perampok dan penyamun di sepanjang jalan. Nah, apa
katamu sekarang" Apakah masih tetap akan merampok aku?"
Anak-anak muda itu tertegun sejenak. Kata-kata Mahendra
benar-benar telah meyentuh perasaan mereka. Bahkan satu dua
orang, di antara mereka mulai menimbang-nimbang. Apakah
niatnya akan di teruskan.
Tetapi anak muda bertubuh kekar itu kemudian tertawa sambil
berkata, "Kau akan menakut-nakutii kami he" Mungkin sebagian
ceritamu benar. Tetapi yang pernah kau hadapi adalah pencuripencuri
kecil yang berkeliaran disepanjang bulak yang sepi, atau
orang-orang panjang tangan di pasar-pasar "
"Mungkin. Tetapi juga anak-anak muda yang tidak tahun adat
seperti kalian." "Tutup mulutmu" bentak anak muda bertubuh kekar itu.
Sementara itu, pertengkaran itu telah didengar oleh orang-orang
yang ada di dalam bilik mereka. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
2440 hampir tidak dapat menahan diri lagi untuk berlari menghambur
keluar. Untunglah Mahisa Agni masih dapat menyabarkannya.
Tetapi tiba-tiba saja mereka mendengar Mahendra berkata "Anak
muda. Akupun datang bersama dua orang anak muda. Mereka
adalah pedagang-pedagang muda yang ingin memperluas
pengalaman mereka dan minta dapat pergi bersama aku. Jika kalian
mencoba memaksa, maka anak-anak muda itu tentu tidak akan
berdiam diri." "Persetan. Siapakah mereka" Prajurit-prajurit Singasari?"
"Sama-sekali bukan. Keduanya adalah kawan-kawanku dalam
hubungan jual beli. Tetapi mereka pun masih muda. Dan mereka
pun kadang-kadang seperti kalian. Mudah membiarkan darahnya
menjadi panas." Anak muda bertubuh kekar itu tiba-tiba tertawa berkepanjangan.
Dengan nada tinggi ia kemudian berkata, "Berapa jumlah mereka"
Dua orang" Apa artinya dua orang muda itu bagiku" Jika ia berkeras
seperti yang kau katakan, bahkan berdarah panas dan ingin
melawan aku, maka mereka akan menyesal. Sebaliknya beritahukan
kepada mereka, bahwa akulah yang datang bersama kawankawanku.
Kau menghitung sendiri, berapa orang yang sekarang ada
di s ini" Tujuh orang."
"Tetapi kami adalah pedagang keliling Ki Sanak. Yang karena
pengalaman maka kami telah mempersiapkan diri menghadapi
segela kemungkinan. Demikian pula kedua anak-anak muda itu."
"Persetan. Aku akan melemparkan mereka keluar banjar ini."
Kata-kata itu benar-benar telah memanaskan telinga Mahisa
Pukat dan Mahisa Murti yang merasa seakan-akan kata-kata
Mahendra itu sebagai isyarat agar mereka mulai bertindak.
Mahisa Agni dan Witantra menjadi ragu-ragu pula. Mereka
menyangka bahwa Mahendra memang memberikan isyarat ke pada
kedua anak-anaknya untuk bertindak. Namun ketika mereka melihat
2441 kedua anak-anak muda itu meloncat, mereka ingin mencegahnya.
Tetapi ternyata keduanya telah terlambat.
"Ampun tuanku" desis Mahisa Agni, "agaknya yang tidak kita
harapkan telah terjadi."
Ranggawuni menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Apa boleh
buat. Dan agaknya aku telah melihat yang sebenarnya di daerah
ini." "Mudah-mudahan persoalannya dapat diatasi, sehingga tidak
menjalar menjadi semakin luas"
Ranggawuni yang termangu-mangu mengangguk. Ketika ia
memandang Mahisa Cempaka, maka anak muda itu pun
mengangguk pula. Dalam pada itu, Mahisa Pukat dan Mahisa Murti telah berada di
pendapa. Hampir saja mereka berdua melanggar anak-anak muda
yang mengikuti kawannya yang bertubuh kekar measuki bilik di
belakang banjar itu. "He" anak muda bertubuh kekar itu mundur selangkah, "siapa
kalian?" Namun sebelum dijawab anak muda bertubuh kekar itu sudah
melanjutkan kata-katanya sendiri, "O, agaknya inilah anak-anak
muda yang dikatakan oleh pedagang batu yang dungu itu."
Mahisa Pukat dan Mahisa Murti menggeretakkan giginya. Dengan
geram Mahisa Pukat berkata, "Aku mendengar semua kata-katamu
yang memanaskan hati."
"O, syukurlah, sehingga aku tidak perlu mengulanginya."
"Memang tidak. Dan kau pun tidak perlu pergi kebilik itu. Aku
sudah menyembunyikan, semui daganganku yang paling bagus dan
paling berharga, sehingga kau tidak akan dapat menemukannya
meskipun banjar ini akan kau bongkar "
2442 "Persetan" geram anak muda bertubuh kekar itu, "apakah kau
memang akan mempertahankan milikmu seperti yang dikatakan
oleh pedagang tua itu?"
"Tentu saja, meskipun hanya dengan cara, yang paling
sederhana. Menyembunyikan barang-barang itu."
"Bohong. Kau merasa dirimu mampu mempertahankannya. Kau
merasa bahwa kau sudah mempunyai bekal cukup sebagi seorang
pedagang keliling menghadapi perampokan di bulak-bulak panjang."
Mahisa Murti lah yang menjawab, "Tepat. Kami memang sudah
siap menghadapi perampok-perampok yang tangguh di bulak-bulak
panjang. Apalagi perampok-perampok kecil dari padukuhan kecil
seperti kalian." Jawaban itu membuat wajah anak muda bertubuh kekar itu
menjadi merah padam. Kemarahannya telah membakar jantungnya.


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan seorang anak muda yang bertubuh kecil di belakangnya
telah menjadi marah pula dan berteriak, "Kita sumbat mulutnya
dengan bara." Anak betubuh kekar itu menggeram, "Jangan menghina kami
pedagang-pedagang gila. Kau sangka bahwa kau dapat
mempermainkan kami" Jangan kau sangka bahwa kami belum
pernah membunuh perampok-perampok besar yang berkeliaran di
sekitar padukuhan kami, sehingga karena itu, maka ceriteramu
tentang bekal kemampuan diri itu sama sekali tidak berharga bagi
kami." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak dapat menahan diri lagi.
Karena itu, maka mereka pun justru maju selangkah. Mahisa Murti
menyahut dengan suara gemetar menahan marah, "Sekarang kau
mau apa" Kami akan mempertahankan milik kami dengan segenap
tenaga dan kemampuan yang ada pada kami. Karena milik kami
adalah hak yang memang harus kami pertahankan "
Anak muda bertubuh kekar itu masih sempat berkata, "Kita akan
melihat, apakah kau memang mampu melawan aku. Marilah kita
2443 lihat. Aku akan berkelahi seorang diri. Kalian boleh bertempur
berpasangan." Mahisa Murti dan Mahisa Pukat saling berpandangan sejenak.
Namun tiba-tiba saja Mahisa Pukat menjawab, "Baik. Jika itu yang
kau kehendaki." "Marilah, kita turun kehalaman."
Anak muda bertubuh kekar itu tidak menunggu jawaban Mahisa
Murti atau Mahisa Pukat. Ia langsung melangkah turun ke halaman
banjar sambil bergumam, "Aku akan membenturkan kepala kalian
berdua sehingga pecah. Aku tahu, kalian menyembunyikan batubatu
bertuah itu di dalam kepala kalian."
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak menyahut. Mereka berdua
mengikuti anak bertubuh kekar itu, sementara Mahendra menarik
nafas dalam-dalam. Anak muda bertubuh kekar yang sudah berada di halaman itu
pun kemudian berdiri tegak menghadap kepada Mehisa Pukat dan
Mahisa Murti yang sudah turun pula. Beberapa orang anak muda
yang lain berdiri beberapa langkah agak jauh.
"Jangan ganggu aku" berkata anak muda bertubuh kekar itu,
"Aku akan membuat kedua anak muda yang sombong ini menyesal
bahwa ia telah menghina anak-anak dari padepokan Empu Purung."
"O" berkata Mahisa Murti, "jadi kalian, berasal dari padepokan
Empu Purung?" "Kau sudah mengenal nama itu?"
"Tentu. Setiap anak kecil mengenalnya. Padepokan Empu Purung
adalah padepokan yang terkenal. Bukan karena olah kanuragan
atau olah kajiwan, apalagi kesusasteraan. Tetapi padepokan itu
terkenal karena pada cantriknya pandai membuat permainan anakanak
yang dijual dengan harga sangat murah sekedar untuk
mendapatkan sesuap nasi."
2444 Jawaban itu benar-benar bagaikan bara yang menyengat telinga
anak muda bertubuh kekar itu. Bahkan Mahendra terkejut
mendengar jawaban Mahisa Murti. Ternyata Mahisa Murti sudah
cukup lama menyimpan kemarahan di dadanya saat anak-anak
muda itu mengancam akan merampas barang-barangnya meskipun
barang-barang itu benar-benar tidak ada pada mereka.
Karena jawaban yang membakar jantung itulah, maka anak
muda bertubuh kekar itu tidak berkata lagi. Dengan serta merta ia
menyerang Mahisa Murti dengan garangnya.
Tetapi Mahisa Murti memang sudah bersedia. Karena itu maka
dengan mudah sekali ia menghindari serangan yang tidak sempat
mendapat pertimbangan yang panjang itu.
Demikian anak muda bertubuh kekar itu merasa serangnya
gagal, maka iapun segera mempersiapkan dirinya untuk menyerang
kembali. Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah berpencar. Mereka
berdiri di tempat yang berseberangan, sehingga anak muda yang
kekar itu harus memperhatikan keduanya ditempatnya masingmasing.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah berdiri tegak dan siap
menghadapi segala kemungkinan. Namun ternyata pada serangan
pertama keduanya telah dapat menilai kemampuan anak muda
bertubuh kekar itu. Namun kemudian Mahisa Murti dan Mahisa Pukat ternyata
mempunyai sikap yang lain dari sikap Mahisa Bungalan menghadapi
anak-anak muda dari padepokan Empu Purung. Mahisa Bungalan
masih dapat menahan diri sehingga mencegah kemungkinan yang
berkepanjangan sebelum suasananya menjadi wajar untuk
melakukannya sesuai dengan perkembangan keadaan.
Tetapi Mahisa Murti dan Mahisa Pukat bersikap lain. Ia masih
terlalu muda untuk membuat pertimbangan-pertimbangan yang
masak. Yang mereka inginkan adalah justru sebaliknya. Mereka
ingin membuat lawannya jera menurut cara mereka
2445 Karena itulah, maka ketika anak muda bertubuh kekar itu
menyerang, maka Mahisa Pukat telah siap untuk melakukan
rencananya. Meskipun ia belum membicarakannya dengan Mahisa
Murti, namun karena mereka sudah terbiasa dengan perangai
masing-masing, maka agaknya keduanya telah bersepakat untuk
mempermainkan lawannya. Dengan mudah Mahisa Pukat dapat menghindari serangan
lawannya. Bahkan dengan cepatnya, ia telah berdiri selangkah di
sebelah anak muda bertubuh kekar itu bertentang arah dengan
Mahisa Murti. Untuk membalas serangan lawannya, Mahisa Pukat
sama sekali tidak menyerangnya dengan kekuatannya. Tetapi
seperti anak-anak yang sedang bermain-main, maka anak muda
bertubuh kekar itu didorongnya ke arah Mahisa Murti yang seakanakan
sudah menunggunya. Ternyata kekuatan Mahisa Pukat adalah jauh di luar dugaan anak
muda bertubuh kekar itu. Dorongan Mahisa Pukat sama sekali tidak
dapat dilawannya. Seperti seonggok kayu ia telah terlempar ke arah
Mahisa Murti yang sudah menunggu dan bersiap mendorongnya
kembali ke arah Mahisa Pukat.
Permainan itu benar-benar telah menyakitkan hati.
Bagaimanapun juga, anak muda bertubuh kekar itu bukan sekedar
sebatang kayu. Ketika ia sadar, maka dengan sekuat tenaga ia
menggeliat dan justru menjatuhkan diri kearah yang lain. Dengan
sigapnya ia segera melenting berdiri di atas kedua kakinya.
Tetapi ia terkejut kerika Mahisa Pukat dan Mahisa Murti justru
telah berdiri di sebelah menyebelahnya. Dengan sigapnya, kedua
anak muda itu menangkap lengan anak muda bertubuh kekar dan
mengguncangnya tanpa dapat dicegah lagi. Semakin lama semakin
kuat dan cepat, sehingga akhirnya anak muda bertubuh kekar itu
meronta sambil menjerit keras-keras.
Untuk beberapa saat kawan-kawannya menjadi bingung. Tetapi
akhirnya mereka pun menyadari, bahwa kawannya yang bertubuh
kekar itu sama sekali tidak dapat mengimbangi kedua lawannya
yang masih sangat muda itu. Karena itulah maka mereka sama
2446 sekali tidak menunggu perintah. Ketika salah seorang dari mereka
memberikan isyarat, maka mereka pun segera bersama-sama
menyerbu Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Ternyata Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memang sudah
menunggu. Demikian mereka berdatangan, maka anak muda
bertubuh kekar itu pun segera dilemparkannya ke arah kawankawannya,
sehingga beberapa orang di antara mereka pun telah
berjatuhan saling menimpa.
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat masih sempat tertawa ketika
mereka melihat anak-anak muda itu tertatih-tatih berdiri. Keduanya
seolah-olah menunggu agar mereka bersiap dan menyerang
kembali. Mahendra yang melihat perkelahian itu menahan nafasnya.
Sementara Ki Buyut mendekatinya sambil berbisik, "Ke dua anak
muda itu akan dikeroyok beramai-ramai."
Teiapi Mahendra menjawab, "Jika hanya tujuh orang itu Ki Buyut,
aku kira kedua anak muda itu masih akan dapat bertahan. Tetapi
yang mencemaskan jika anak-anak muda itu kembali ke padepokan
dan memanggil kawan-kawannya. Apalagi apabila Empu Purung ikut
terlibat pula." Ki Buyut mengerutkan keningnya. Perkelahian di antara anakanak
muda itu sudah mulai. Mahisa Pukat dan Mahisa Murti harus
bertempur melawan ke tujuh orang anak-anak muda dari
padepokan Empu Purung. yang akan merampas barang-barang
dagangan yang mereka sangka dibawa oleh keduanya.
Ternyata bahwa Mahisa Murti dan Mahisa Pukat telah memilih
cara yang paling menguntungkan. Keduanya berdiri dekat-dekat dan
bertempur berpasangan. Tujuh orang lawannya mencoba mengepung keduanya dan
menyerang dari segala arah. Namun kedua anak-anak muda itu
benar-benar mampu menjaga diri mereka dengan pertahanan yang
sangat rapat. 2447 Anak-anak muda dari padepokan Empu Purung itu benar-benar
tidak menyangka bahwa mereka akan bertemu dengan anak-anak
muda memiliki kemampuan yang tinggi.
Meskipun demikian mereka merasa bahwa mereka berjumlah
jauh lebih banyak dari kedua anak muda itu. Bagaimanapun juga,
maka mereka akan mempunyai lebih banyak kesempatan pula untuk
memenangkan perkelahian itu.
Karena itulah, maka perkelahian itu pun semakin lama menjadi
semakin seru. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat benar-benar tidak
mau mengekang diri. Mereka ingin menunjukkan kepada lawanlawannya,
bahwa tingkah laku mereka yang sombong dan tidak
tahu adat itu akan dapat mencelakakan mereka sendiri tanpa
pertimbangan yang lebih jauh tentang akibat yang dapat timbul.
Dengan tegang, Ki Buyut menyaksikan, perkelahian itu. Ia tidak
dapat menyembunyikan perasaan cemasnya tentang Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat yang seakan-akan telah tenggelam dalam
kepungan. Namun sekali-kali Ki Buyut melihat, satu dua orang dari anakanak
muda murid Empu Purung itu terlempar dari lingkaran
kepungan dan terjatuh di tanah. Namun merekapun berusaha untuk
segera bangkit kembali dan terjun kedalam lingkaran perkelahian itu
pula. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang harus mempertahankan diri
dari ketujuh lawannya, harus mengerahkan tenaganya pula. Mereka
harus bergerak cepat dan tangkas. Mereka harus menghindari
serangan dan kemungkinan menyerang kembali.
Ternyata bahwa keduanya memiliki ilmu yang lebih tinggi dari
lawan-lawan mereka. Dengan kemampuan yang ada, mereka
kadang-kadang membuat lawan-lawan mereka menjadi bingung.
Tata gerak kedua anak muda itu sulit untuk ditebak dan apalagi di
ketahui dengan pasti. Karena itulah, maka ketujuh orang itu justru mengalami kesulitan
untuk mendekatinya. 2448 Anak muda yang berubuh kekar dengan penuh dendam dan
kebencian berusaha untuk mendapat peluang menyerang
Mahisa Pukat yang sedang sibuk menghindarkan diri dari
serangan kawan-kawannya. Dengan sepenuh tenaga ia
mengayunkan kakinya mengarah ke lambung.
Hatinya berdebar ketika terasa kakinya menghantam sasaran.
Sekilas ia memperhatikan Mahisa Pukat. Namun tiba-tiba saja
matanya terbelalak. Mahisa Pukat sama sekali tidak menyeringai
menahan sakit. Tetapi seorang kawannyalah yang terpekik, karena
pada saat yang tepat, Mahisa Pukat berhasil menangkap lengannya
dan menariknya tepat pada garis serangan anak muda bertubuh
kekar itu. "Gila" geram anak muda bertubuh kekar itu. Ia tidak dapat
berbuat apa-apa ketika seorang kawannya terduduk sambil
memegang perutnya yang justru terkena serangan kakinya.
"Aku tidak sengaja" desis anak muda bertubuh kekar, itu, "aku
akan berusaha membalas hinaan ini."
Anak muda bertubuh kekar itupun kembali mencari kesempatan,
sementara kawannya yang terduduk itu sudah berusaha untuk
berdiri lagi meskipun perutnya masih tetap terasa mual.
Namun betapapun juga ketujuh orang itu berusaha, tetapi
mereka harus melihat kenyataan bahwa mereka tidak akan dapat
memenangkan perkelahian melawan kedua orang anak anak muda
itu. Apalagi setelah hampir setiap orang dari ketujuh orang itu
merasakan, betapa sakitnya bekas tangan Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat. Sementara Mahisa Murti dan Mahisa Pukat benar-benar telah
mempergunakan segala kesempatan. Beberapa orang dari lawanlawannya
telah menjadi merah biru wajahnya, sementara yang lain
matanya menjadi bengkak. Anak yang bertubuh kekar itu, mulutnya
sudah berdarah. Sedangkan yang lain lagi, hidungnyalah yang
berdarah. 2449 "Anak-anak ini benar-benar harus ditangani oleh para cantrik"
desis anak-anak muda itu di dalam hati, "dengan demikian mereka
baru akan menjadi jera"
Bagi anak-anak muda yang mendapat tuntunan ilmu dari
padepokan Empu Purung, maka para cantrik adalah orang-orang
yang luar biasa di dalam olah kanuragan. Para cantriklah yang
memberikan bimbingan kepada mereka disaat-saat mereka mulai
mempelajari olah kanuragan. Hanya orang-orang tertentu sajalah
yang beruntung, mendapat tuntunan langsung dari Empu Purung
sekali dua kali dalam sepekan.
Karena itu dalam kesulitan yang tidak teratasi, maki anak-anak
muda itu berharap, agar mereka dapat menyampaikan persoalan
mereka kepada para cantrik
Untuk beberapa saat ketujuh anak muda itu masih mencoba
bertahan. Tetapi ternyata bahwa wajah mereka menjadi merah biru,
sedangkan mata mereka menjadi bengkak. Apalagi Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat yang muda itu tidak lagi menahan diri. Keduanya
dengan sengaja telah membuat lawan mereka benar-benar bahwa
mereka tidak mampu melawan kedua nya lagi.
Ketika Mahisa Murti melihat salah seorang, dari ketujuh anakanak
muda itu menarik pisau belati, maka iapun menggeram,
"Jangan mempergunakan senjata. Senjata dapat mengundang
bahaya yang lebih parah bagi kalian, karena untuk melawan senjata,
akupun akan mempergunakan senjata. Nah. kalian akan tahu
akibatnya jika kedua tanganku menggenggam pisau. Wajah kalian
tidak akan hanya sekedar merah biru, tetapi wajah kalian akan tatu
arang kranjang." Ancaman itu benar-benar telah menggetarkan setiap jantung.
Karena itulah, maka anak muda yang telah menggenggatu tangkai
pisau belatinya itu pun mengurungkan niatnya untuk
mempergunakannya. 2450

Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun dalam pada itu, ketujuh anak muda itu sudah benarbenar
tidak mampu bertahan lagi. Tenaga mereka bagaikan dihisap
oleh kelelahan dan kesakitan.
Karena itulah maka sejenak kemudian ketujuh orang itu pun
menjadi semakin terdesak dan akhirnya, ketika anak muda yang
bertubuh kekar itu memberikan isyarat, maka ketujuh orang itu pun
serentak berlari menghambur meninggalkan kedua lawannya.
Tetapi agaknya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat tidak mau
melepaskan mereka. Mereka pun segera meloncat ingin mengejar
lawan-lawannya. Tetapi Mahendra telah memanggil kedua anaknya dan menahan
mereka agar melepaskan ketujuh lawannya pergi dari banjar.
"Luar biasa" desis Ki Buyut yang menyaksikan perkelahian itu
dengan berdebar-debar. Lalu katanya, "Kedua anak muda itu benarbenar
memiliki kemampuan diluar kewajaran."
"Keduanya hanyalah karena keras kepala saja Ki Buyut" jawab
Mahendra. Ki Buyut mengangguk-angguk. Namun diwajahnya membayang
kepahitan yang mencengkam perasaannya. Bahkan kemudian
katanya dalam nada berat, "Permulaan dari kekisruhan itu sudah
terjadi." "Maksud Ki Buyut?" Bertanya Mahendra.
"Mereka tentu tidak akan menerima kekalahan mereka begitu
saja. Di padepokan itu ada berpuluh-puluh cantrik yang memiliki
kemampuan yang tinggi. Mereka akan dapat menjadi sakit hati
karena kawan-kawannya mengalami perlakuan yang dapat mereka
artikan, menyinggung perasaan mereka."
"Apakah para cantrik di padepokan Empu Purung itu akan
membenarkan tingkah laku ketujuh anak-anak muda itu?" Bertanya
Mahendra. 2451 Ki Buyut termangu-mangu sejenak. Namun kemudian jawab nya,
"Mungkin mereka tidak mau mendengar alasan-alasan lain dan
sebab dari perkelahian itu. Mungkin mereka membenarkan tindakan
kawan-kawannya, atau mungkin mereka tidak membenarkan, tetapi
mereka tetap ingin mempertahankan harga diri."
Mahendra menarik nafas dalam-dalam.
"Ki Sanak" berkata Ki Buyut, "jika Ki Sanak sependapat dengan
aku, tinggalkan tempat ini."
"Kenapa Ki Buyut?"
"Kalian dapat menghindarkan diri dari akibat yang lebih parah.
Jika mereka datang kembali, maka mereka tentu tidak hanya
bertujuh atau bersepuluh atau duapuluh."
"Lalu?" "Mereka tentu tahu, bahwa dua di antara kalian telah mampu
mengalahkan tujuh orang. Tentu mereka sudah mendengar bahwa,
kalian sekarang mempunyai beberapa orang kawan di banjar ini."
"Jadi menurut pertimbangan Ki Buyut, kami sebaiknya
meninggalkan banjar ini?"
"Untuk keselamatan kalian. Tinggalkan banjar ini dan pergilah ke
barak di seberang bulak. Di sana ada sepasukan prajurit-prajurit
yang ada di barak itu, sehingga mereka tidak akan meng
ganggumu. Kecuali jika apabila kalian dapat mereka ketemukan di
sepanjang jalan saat kalian meninggalkan barak itu. Aku tidak akan
dapat membayangkan, apa yang akan terjadi atas kalian. Apalagi
jika Empu Purung sendiri ikut serta menemukan kalian. Ia dapat
menggugurkan gunung dan mengeringkan lautan dengan
tangannya." Mahendra menarik nafas dalam-dalam. la melihat kecemasan
benar-benar telah mencengkam Ki Buyut.
"Lalu apa yang akan Ki Buyut lakukan?" bertanya Mahendra.
2452 Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya, "Aku tidak tahu.
Mungkin aku harus berkemas-kemas untuk meninggalkan
padukuhan ini jika Empu Purung menghendaki "
Mahendra termangu-mangu sejenak, ia mulai membayangkan
bahwa akibat kehadirannya di padukuhan itu, maka Ki Buyut harus
mengalami kesulitan bukan saja untuk mencegah keributan yang
timbul, tetapi juga kesulitan bagi dirinya sendiri.
Namun tiba-tiba saja dituar sadarnya Mahendra berkata, "Tetapi
Ki Buyut, kenapa Ki Buyut sendiri tidak minta perlindungan kepada
prajurit-prajurit Singasari itu" Bukankah prajurit-prajurit itu akan
dapat mencegah tingkah laku orang-orang di padepokan Empu
Purung, apalagi jika mereka akan mengusir Ki Buyut?"
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya, "Tidak Ki
Sanak. Dengan demikian aku sudah membenturkan anak-anakku
sendiri dari padukuhan ini pada kekuatan yang akan dapat
menggilas dan bahkan menumpas mereka."
"Tetapi bukankah mereka berdiri dipihak yang salah menurut
penilaian Ki Buyut sendiri?"
"Dan aku harus menjerumuskan mereka ke dalam kemusnahan
tanpa ampun" Ki Sanak. Betapapun nakalnya, mereka adalah anakanakku.
Mungkin aku harus pergi meninggalkan mereka. Tetapi
tentu aku tidak akan sampai hati mendorong mereka kedalam
kebinasaan." Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
katanya, "Ki Buyut, baiklah aku membicarakannya dengan kawankawanku.
Tetapi jika sekiranya kami harus mempertahankan diri
kami dari siapapun juga yang akan mengganggu kami, maka kami
minta maaf sebelumnya, karena di antara mereka mungkin terdapat
anak-anak muda yang Ki Buyut sebut sebagai anak-anak Ki Buyut
itu." Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya, "Karena itu,
pergilah. Dengan demikian maka benturan yang lebih keras itu akan
terhindar " 2453 Mahendra pun kemudian dengan tergesa-gesa menghadap
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka yang gelisah. Mereka mendengar
pendapat Ki Buyut dan mendengar pula, bagaimana ia bersikap
terhadap anak-anak muda di padukuhannya.
"Apakah kita sebaiknya meninggalkan padukuhan ini tuanku"
bertanya Mahendra. "Memang sulit untuk menentukan" jawab Ranggawuni, "tetapi
barangkali hal-hal semacam inilah yang memang ingin aku lihat."
"Kami mohon tuanku menentukan keputusan?" ber kata Mahisa
Agni kemudian. "Bagaimana menurut pendapat paman atas padepokan Empu
Purung itu?" "Bagi hamba tuanku" jawab Mahisa Agni, "padepokan ini adalah
salah satu dari beberapa buah padepokan yang, menurut laporan
yang diterima oleh pimpinan prajurit Singasari sebagai padepokan
yang secara bersama-sama telah mempersiapan diri melawan
kekuasaan tuanku" Ranggawuni dan Mahisa Cempaka merenung sejenak. Kemudian
terdengar Ranggawuni bertanya, "Bagaimana menurut
pertimbanganmu adinda Mahisa Cempaka?"
"Bagi hamba, tidak ada pilihan lain. Kita sudah melihat,
bagaimana bentuk dan sikap padepokan ini."
Ranggawuni mengangguk-angguk. Lalu kalanya, "Paman. Setelah
aku melihat sendiri keadaan di daerah ini, maka tidak ada pilihan
lain daripada memadamkan api yang akan dapat berkobar lebih
besar lagi. Tetapi karena padepokan ini tidak berdiri sendiri, maka
semuanya harus diselesaikan secara menyeluruh di seluruh daerah
yang sudah dipersiapkan itu."
"Hamba tuanku" jawab Mahisa Agni, "hamba akan
memerintahkan prajurit penghubung untuk menyampaikan laporan
peristiwa di daerah ini kepada pucuk pimpinan prajurit di Singasari
serta perintah untuk mengambil sikap menghadapi setiap
2454 padepokan yang telah berada di bawah pengaruh Empu Baladatu
itu." "Baiklah. Dan apakah yang akan kita lakukan sekarang menurut
pertimbanganmu?" "Kita akan meninggalkan padukuhan ini dan pergi ke Barak para
prajurit. Kita akan menghadapi pasukan Empu Purung dengan
kekuatan Singasari. Sementara itu prajurit penghubung segera
menghubungi pimpinan prajurit yang akan menyebarkan perintah
tuanku ke segenap penjuru yang mengalami keadaan serupa"
"Tetapi perintah itu harus meliputi daerah Mahibit dan para
Akuwu yang sudah diketahui mempersiapkan pasukan pula" sahut
Witantra. "Ya" jawab Ranggawuni, "mungkin mereka akan
mempergunakan kesempatan. Tetapi menurut pertimbanganku,
mereka akan menunggu meskipun hanya sesaat yang pendek."
"Tetapi harus dipersiapkan pasukan khusus untuk menghadapi
mereka" berkata Mahisa Cempaka.
"Baiklah. Sampaikan perintah yang jiwanya seperti yang kita
maksudkan atas padepokan-padepokan dan daerah-daerah yang
berbahaya bagi Singasari."
"Jika demikian, maka kita akan berkemas meninggalkan
padukuhan ini tuanku. Sebentar lagi anak-anak itu tentu akan
datang dengan jumlah yang lebih banyak, sebelum seluruh
padepokan akan bergerak."
Demikianlah Ranggawuni dan Mahisa Cempaka pun memutuskan
meninggalkan padepokan itu seperti yang dikehendaki oleh Ki
Buyut. Mereka mengucapkan terima kasih atas kesediaan Ki Buyut
menerima mereka, sehingga menimbulkan kesulitan bagi Ki Buyut
sendiri. "Kami akan pergi ke barak itu Ki Buyut" berkata Mahendra
kemudian. 2455 Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Agaknya ia merasa lega
bahwa orang-orang yang ada di banjar itulah yang akan menghindar
sehingga anak-anak muda padukuhan itu tidak akan terlibat dalam
benturan kekuatan dengan para prajurit.
Namun dalam pada itu Mahendra bertanya, "Ki Buyut. Kami
memang akan meninggalkan tempat ini. Tetapi meskipun demikian,
apakah tidak akan terjadi akibat yang sama jika anak-anak Ki Buyut
lah yang mengejar kami dan menyerang barak itu?"
"Ah" Ki Buyut mengerutkan keningnya, "itu tentu tidak akan
terjadi. Mereka tidak akan menyerang prajurit Singasari yang kuat
dan terlatih." "Belum tentu Ki Buyut. Mungkin dibantu para cantrik dan Empu
Purung sendiri, mereka merasa kuat." sahut Mahendra.
"Jika demikian, nasib prajurit-prajurit memang sangat malang.
Mereka tentu akan musnah karena kesaktian Empu Purung" jawab
Ki Buyut. Namun katanya selanjutnya, "Tetapi aku kira Empu
Purung tidak akan melakukannya."
"Jika Empu Purung tidak melakukannya, tetapi anak-anak muda
itu sendiri yang, datang dan dihancurkan oleh para prajurit yang
melindungi kami?" bertanya Mahendra mendesak.
Ki Buyut termangu-mangu. Namun kemudian jawabnya, "Jika
demikian, itu adakah salah mereka sendiri."
Bersambung ke Jilid 34 Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert : Ki Ayasdewe Proofing/Editing: Arema -oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
2456 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 34 MAHENDRA menarik nafas dalam-dalam. Ternyata pada
akhirnya Ki Buyut dapat juga
melihat kesalahan anak-anak
muda di padukuhannya. Meskipun ia sangat mengharapkan agar anak-anak
muda itu tidak mengalami sesuatu meskipun ia sadar,
bahwa tingkah laku mereka
yang sesat, namun Ki Buyut
pun tidak akan dapat ingkar,
bahwa anak-anaknya itu benar-benar sudah melampaui
batas hubungan baik antara
sesama. Sejenak kemudian, maka Mahendra pun minta diri bersama kawan-kawannya meninggalkan banjar itu, setelah sekali
lagi mengucapkan terima kasih.
Ternyata Ki Buyut masih sempat minta maaf atas perlakuan
anak-anaknya yang tidak terkendali itu. sehingga mereka terpaksa
pergi dari Banjar sebelum waktu yang mereka rencanakan.
2457 Dalam perjalanan melintas bulak, Ranggawuni dan Mahisa
Cempaka mendapat beberapa keterangan yang lebih banyak
tentang sikap dan tingkah laku orang-orang yang sudah
terpengaruh oleh Empu Purung. Menurut penilaian Mahendra, maka
kegiatan padepokan Empu Purung itu sudah benar-benar
merupakan persiapan kekuatan untuk menghadapi Singasari pada
saat yang akan mereka tetapkan, mengingat kekuatan lain yang
bergerak bersama-sama. "Kita akan mempercepat sebelum mereka benar-benar bersiap"
berkata Ranggawuni kemudian, "aku tidak melihat jalan lain kecuali
menyiram api yang sudah mulai menyala dengan air."
Mahisa Agni, Witantra, Mahendra serta kedua anaknya dapat
memahami keterangan itu. Dan mereka pun memang tidak melihat
cara lain kecuali menghancurkan kekuatan mereka.
Sementara itu, Ranggawuni dan Mahisa Cempaka telah menjadi
semakin dekat dengan barak para prajurit Singasari. Mahisa
Bungalan yang melihat mereka dari kejauhan, menjadi berdebardebar
karenanya. Dengan tergesa-gesa ia menjumpai Senopati
Singasari yang memimpin prajurit di barak itu. Dengan singkat ia
memberitahukan, bahwa yang datang itu tentu tuanku Ranggawuni
dan Mahisa Cempaka. "Apakah benar-benar mereka?" Senopati itu menjadi berdebar.
"Ya. Tetapi jangan kau beritahukan prajurit-prajuritmu lebih
dahulu. Mungkin itu tidak dikehendaki oleh tuanku Ranggawuni dan
Mahisa Cempaka." berkata Mahisa Bungalan
"Jadi?" "Siapkan mereka, terserahlah, apa saja alasanmu. Kita akan
menerima mereka di barak ini."
Senopati itu mengerutkan keningnya.
"Kumpulkan para prajurit. Letakkan mereka di tempat. yang


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah ditentukan. Kau tidak usah memberikan isyarat bagi prajuritTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
2458 prajuritmu yang tersembunyi, karena kau masih mempunyai waktu
memerintahkan dua orang penghubung datang kepada mereka."
"Dan kau?" "Aku akan menjemput mereka."
Senopati itu termenung sejenak. Namun ia pun kemudian
mengangguk. Katanya, "Baiklah. Aku akan mempersiapkan para
prajurit tanpa alasan sekalipun"
Mahisa Bungalan pun kemudian meninggalkan Senopati itu dan
bergegas menyongsong iring-iringan kecil yang menuju ke Barak itu.
Dalam pada itu, anak-anak muda yang mengalami perlakuan
kurang baik dari Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, telah sampai
kepadepokan Empu Purung. Kepada pemimpin kelompok mereka
melaporkan apa yang telah mereka alami.
Pemimpin kelompoknya menjadi marah karena penghinaan itu.
Apalagi ketika para cantrik mendengarnya pula bahwa dua orang
anak muda sudah melukai tujuh orang yang pernah mendapat
latihan-latihan olah kanuragan di padepokan mereka.
"Siapakah mereka itu?" bertanya seorang cantrik.
"Pedagang, keliling. Mereka menjual dan membeli benda-benda
berharga, pusaka-pusaka dan batu-batu bertuah semacam akik dan
sehagainya." Cantrik yang mendengar jawaban itu pun termangu-mangu
sejenak. Namun terasa darahnya mulai memanas. Sebagai seorang
cantrik pada sebuah padepokan yang disegani, maka yang terjadi
itu benar-benar merupakan sebuah penghinaan yang tidak dapat
dimaafkan. Dengan wajah yang tegang ia bertanya, "Apakah kalian bertujuh
benar-benar tidak berdaya menghadapi kedua orang, anak muda
itu. sehingga keduanya dapat berbuat sesuka hatinya atasmu?"
"Mereka benar-benar luar biasa."
2459 "Bodoh. Bukan mereka yang luar biasa. Kalianlah yang dungu,
atau kalian memang sudah menjadi pengecut."
Ketujuh orang anak muda itu terdiam. Mereka melihat wajah
cantrik itu semakin tegang.
"Kita akan menyelesaikan mereka" berkata cantrik itu.
"Mereka tidak hanya berdua. Masih ada beberapa orang kawan
mereka yang pada saat itu tidak berbuat apa-apa meskipun kedua
kawannya berkelahi melawan tujuh orang." berkata anak muda
yang bertubuh kekar. "Mereka terlalu yakin akan kemampuan anak-anak muda itu.
Karena itu, kita harus berbuat sesuatu, agar tidak menimbulkan
salah mengerti, seolah-olah padepokan kita adalah padepokan
sarang orang-orang yang lemah dan membiarkan dirinya dihina oleh
pedagang-pedagang akik itu."
Anak muda bertubuh kekar itu termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian ia dengan ragu-ragu memperingatkan, "Maksudku, jika
dua orang saja di antara mereka tidak dapat kami kalahkan
meskipun kami bertujuh, maka jika mereka semuanya melibatkan
diri, maka kekuatan mereka perlu dipertimbangkan."
"Kau benar-benar telah menjadi seorang pengecut" bentak
cantrik itu, sehingga anak muda bertubuh kekar itu pun
menundukkan wajahnya, sementara cantrik itu melanjutkan, "kalian
harus melihat, bahwa aku akan membuat mereka jera.
Tetapi sudah tentu aku tidak akan pergi sendiri."
Cantrik itu pun kemudian menghubungi beberapa orang
kawannya yang dianggapnya mempunyai kemampuan yang
seimbang. Dengan dada tengadah ia berkata, "Aku tidak mau
membuat keributan di padepokan ini. Biarlah kalian tidak
menceriterakan kepada cantrik-cantrik yang lain, sehingga hati
mereka pun akan terbakar pula. Kami akan menyelesaikan hal ini
dengan diam-diam." 2460 "Apakah kami akan ikut serta?" bertanda anak muda bertubuh
kekar itu. "Itu tidak perlu" jawab cantrik itu.
Namun tiba-tiba terasa sesuatu menggelitik hati anak-anak muda
yang telah menjadi merah biru dan bengkak bengkak di wajahnya
itu. Bahkan di antara mereka terdengar seseorang berbisik, "Para
cantrik itu agaknya juga mengingini barang-barang yang dibawa
oleh pedagang itu, sehingga mereka tidak akan pergi bersama
kawan-kawannya yang lain, agar barang-barang itu tidak jatuh ke
tangan orang-orang yang terlalu banyak jumlahnya"
Tetapi yang lain menyahut, "Masih harus diperhitungkan, apakah
mereka akan berhasil mengalahkan pedagang-pedagang itu."
Mereka tidak mempercakapkannya lebih lanjut karena cantrikcantrik
itu berkata, "Jangan membuat ribut. Jangan kau ceriterakan
kepada orang lain lagi apa yang telah kalian alami. Kamilah yang
akan menyelesaikan mereka"
Anak-anak muda itu tidak menyahut, kecuali menganggukkan
kepala. Bagaimanapun juga, mereka tidak akan dapat berbuat apaapa,
karena para cantrik itu mempunyai wewenang jauh lebih
banyak dari mereka. Dalam pada itu, diam-diam beberapa orang cantrik telah pergi ke
Banjar. Sebenarnyalah seperti yang diduga oleh anak-anak muda
itu, mereka memang ingin membatasi jumlah kawan mereka, agar
dengan demikian mereka akan mendapatkan sesuatu yang berharga
dari antara barang-barang pedagang yang sudah menghina
padepokan mereka itu. Tetapi mereka menjadi kecewa, ketika di banjar mereka tidak
menjumpai seorang pun. Para pedagang itu ternyata sudah pergi.
Dengan wajah yang merah, mereka langsung pergi ke rumah Ki
Buyut, karena para cantrik itu telah mendengar, bahwa Ki Buyut ada
di banjar, saat ketujuh anak-anak muda yang berada di padepokan
itu mengalami perlakukan yang tidak menyenangkan.
2461 Ki Buyut sudah mengira, bahwa tentu akan datang sekelompok
orang padepokan mencarinya. Karena itulah, ia sama sekali tidak
terkejut ketika beberapa orang cantrik itu datang kepadanya.
"Dimana orang-orang itu kau sembunyikan Ki Buyut?" bertanya
seorang cantrik dengan kasarnya.
Ki Buyut menjawab dengan tenang, "Aku tidak menyembunyikan
mereka. Mereka sendirilah yang bersembunyi."
"Ya. Dimana mereka bersembunyi?"
"Mereka pergi ke barak prajurit-prajurit Singasari. Mereka
mencoba mencari perlindungan di antara para prajurit itu."
Wajah para cantrik itu menjadi tegang. Sejenak mereka
termangu-mangu. Namun kemudian dengan lantang salah seorang
dari mereka berkata, "Apakah kau tidak berbohong" Ki Buyut, kami
akan pergi ke barak itu. Jika Ki Buyut berbohong, maka Ki Buyut
akan menyesal. Tetapi jika benar-benar mereka ada di barak, kami
akan menuntut agar mereka diserahkan kepada kami."
Ki Buyut mengerutkan keningnya. Sejenak ia berpikir, apakah
para cantrik itu benar-benar berani datang ke barak prajurit-prajurit
Singasari dan menuntut agar orang-orang yang berlindung di barak
itu diserahkan kepada mereka.
Jika demikian, apakah kira-kira yang akan dilakukan oleh para
prajurit Singasari itu"
Selagi Ki Buyut itu termangu-mangu, maka para cantrik itu pun
menjadi tidak sabar. Salah seorang dari mereka membentak "He,
kenapa kau termenung" Apakah kau telah membohongi kami?"
"Tidak" sahut Ki Buyut, "aku tidak bohong. Aku berkata
sebenarnya bahwa mereka ada di barak."
Seorang cantrik yang berwajah kasar berkata, "Marilah, kita
buktikan, apakah orang-orang itu benar berada di barak. Jika benar,
apa salahnya kita minta mereka karena kita mempunyai persoalan
dengan mereka." 2462 "Tetapi jika tidak" desis yang lain, "maka aku tidak akan dapat
memaafkan Ki Buyut. Meskipun ia dianggap orang tua di padukuhan
ini, namun ia sama sekali tidak pantas untuk dihargai."
Ki Buyut menjadi tegang. Tetapi ia tidak menjawab sama sekali
Sejenak kemudian beberapa orang cantrik yang memiliki ilmu
cukup dari padepokan Empu Purung itu telah meninggalkan Ki
Buyut. Menurut pengamatan Ki Buyut kemudian, mereka benarbenar
telah pergi ke barak, untuk menuntut agar para pedagang itu
diserahkan kepada mereka.
Seperti yang mereka katakan, maka para cantrik itu memang
benar-benar pergi ke barak. Ketika mereka melihat dua orang
penjaga bersenjata telanjang dimuka barak itu, salah seorang
berkata, "Mereka hanya berdiri untuk menakut-nakuti orang lewat.
Tidak ada yang mereka lakukan di sana. Prajurit-prajurit itu kerjanya
hanyalah makan, tidur dan bergurau tanpa henti-hentinya. Mereka
tidak mempunyai pekerjaan lain. Aku tidak percaya bahwa mereka
memiliki keberanian untuk menolak permintaan kita jika benarbenar
orang-orang itu ada dibarak."
Yang lain mengangguk-angguk sambil tertawa. Katanya, "Mereka
adalah orang-orang malas yang bodoh. Singasari pun terlalu bodoh
untuk mengangkat mereka menjadi prajurit. Mereka hanya
menghabiskan makan dan belanja mereka tanpa berbuat apa-apa."
Yang lain masih tertawa. Seorang cantrik yang kurus
menyambung, "Kita akan mengambil semua barang yang mereka
bawa. Jika mereka sudah menyembunyikan di barak itu, mereka
harus mengambilnya."
"Tentu. Dan anak-anak padukuhan yang malang itu tentu akan
menjadi iri, karena mereka tidak berhasil merampas barang-barang
bertuah dari para pedagang itu."
Para cantrik itu tertawa semakin keras. Mereka sudah
membayangkan, betapa wajah anak pedukuhan yang biru bengkak
itu akan menjadi merah oleh perasaan iri.
2463 Namun sejenak kemudian langkah mereka mulai tertegun.
Mereka melihat sikap prajurit yang bertugas itu agak berbeda dari
kebiasaan mereka. Nampaknya keduanya berjaga-jaga dengan
sungguh-sungguh. Tidak dengan malas dan seakan-akan tanpa
gairah sama sekali. "Mungkin karena ada beberapa orang yang minta perlindungan
kepada mereka" berkata salah seorang dari para cantrik itu.
"Persetan" geram cantrik yang tertua, "aku akan memaksa
mereka untuk menyerahkan orang-orang itu."
Sejenak kemudian mereka telah menjadi semakin dekat Agaknya
prajurit yang sedang bertugas dengan senjata telanjang itu telah
melihat para cantrik itu mendekat.
Dengan wajah yang, tegang, maka kedua penjaga pintu gerbang
halaman barak itu pun kemudian menghentikan mereka sambil
bertanya, "Siapakah kalian, dan apakah yang kalian kehendaki?"
Sekelompok kecil para cantrik itu termangu-mangu. Namun
orang tertua di antara mereka pun segera melangkah maju sambil
bertanya, "Ki Sanak. Apakah ada beberapa orang pedagang yang
tadi datang kemari?"
Prajurit-prajurit yang sedang bertugas itu termenung sejenak.
Mereka sudah mengetahui serba sedikit persoalan yang sedang
dihadapinya. Karena itu, maka salah seorang dari mereka pun
menjawab, "Ya. Kami sudah tahu persoalannya. Pedagangpedagang
yang akan dirampok itu memang ada di sini."
"Dirampok" Siapakah yang akan merampok mereka?"
"Anak-anak muda dari padepokan Empu Purung. Apakah mereka
kawan-kawan kalian?"
Para cantrik itu tidak mengira, bahwa prajurit-prajurit itu akan
langsung sampai ke pokok persoalannya, sehingga sejenak mereka
termangu-mangu. "Nah, apakah maksud kalian" Minta maaf atau apa?"
2464 Cantrik yang tertua di antara mereka itu pun tergetar hatinya
mendengar kata-kata para prajurit yang tidak disangkanya. Mereka
mengira prajurit-prajurit itu akan mengangguk-angguk sambil
tersenyum-senyum. Mempersilahkan mereka dan bertanya dengan
leher berkerut, apakah yang mereka kehendaki.
Meskipun demikian, ia masih mencoba untuk menunjukkan
pengaruhnya, "Kami memang mencari pedagang-pedagang itu
karena kami memerlukan mereka."
"Untuk apa" Itulah yang kami tanyakan. Sebab menurut.
perhitungan kami akan dapat terjadi dua kemungkinan. Kalian akan
minta maaf atas perlakuan kawan-kawan kalian atau justru akan
berusaha merampok mereka"
Para cantrik itu menjadi semakin berdebar-debar. Namun mereka
masih tetap merasa bahwa prajurit-prajurit itu tidak akan berani
melawan pengaruh padepokan Empu Purung. sehingga karena itu,
justru cantrik yang tertua itu pun masih juga menjawab dengan
lantang, "Apapun yang akan kami lakukan. Atas nama padepokan
Empu Purung, serahkanlah orang-orang yang telah menghina
kawan-kawan kami." "Menghina?" prajurit yang bertugas itu memandang cantrik itu
dengar tajamnya, "kenapa pedagang-pedagang itu menghina
kawan-kawanmu" Bohong, Kawan-kawanmulah yang akan
merampok mereka. Tetapi, tujuh orang di antara kalian tidak dapat
berbuat apa-apa, hanya menghadapi dua dari tujuh orang pedagang
itu. Untunglah mereka masih tetap berperikemanusiaan. Jika tidak,
maka leher ketujuh orang kawanmu itu sudah dipenggalnya
sebagaimana ia menghadapi perampok-perampok di sepanjang
perjalanan mereka." Hati para cantrik itu tergetar. Bukan saja karena sikap prajuritprajurit
Singasari yang tidak diduganya, tetapi juga karena ceritera
prajurit-prajurit itu tentang para pedagang yang melarikan diri dari
banjar dan mencari perlindungan di barak itu.
2465 Sekilas teringat oleh para cantrik itu, bahwa seorang dari
kawannya pernah mencari perkara melawan seorang prajurit muda
di pasar. Tetapi kawannya itu sama sekali tidak berdaya.
"Tetapi prajurit-prajurit itu harus menyadari bahwa mereka
berhadapan dengan Empu Purung yang dengan jari-jarinya dapat
menggugurkan gunung dan mengeringkan lautan" geram cantrik itu
di dalam hatinya. Namun agaknya prajurit-prajurit itu bersikap keras. Karena itulah
maka cantrik yang tertua itu mulai mengancam, "Ki Sanak. Lebih
baik Ki Sanak menyerahkan orang-orang itu dari pada kalian harus
berhadapan dengan Empu Purung dan pasukannya. Ki Sanak harus
mengetahuinya, bahwa kekuatan Empu Purung tentu berlipat ganda
dari sejumlah kecil prajurit yang ada di barak ini."
"Mungkin kau benar. Tetapi adalah menjadi kewajibanku untuk
melindungi orang-orang yang merasa dirinya terancam oleh
kejahatan seperti para pedagang itu."
"Tetapi itu berarti bahwa kalian telah mengorbankan diri kalian,
karena kalian mendengarkan fitnah orang-orang yang sebelumnya
tidak pernah kalian kenal itu."
Prajurit itu mengerutkan keningnya. Namun yang seorang lagi
tiba-tiba- berkata, "Kami tidak berkeberatan jika kalian hanya


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekedar ingin bertemu. Tetapi di dalam barak ini dan di bawah saksi
prajurit-prajurit Singasari."
Wajah para cantrik itu menjadi merah. Dengan suara parau
cantrik tertua itu bertanya, "Kalian tidak mempercayai kami?"
Dan jawaban prajurit itu pun tegas, "Tidak, kami tidak
mempercayai kalian."
Wajah para cantrik yang merah itu menjadi semakin merah.
Apalagi ketika prajurit itu pun kemudian berkata, "Nah sekarang
kami persilahkan kalian masuk menjumpai para pedagang itu."
2466 Namun cantrik yang tertua itu pun mencoba untuk berkata
setegas para prajurit, "Tidak. Aku tidak akan memasuki barak
prajurit Singasari. Aku memerlukan pedagang-pedagang itu."
"Masuklah." prajurit itu mendesak.
"Tidak." Namun para cantrik itu terkejut. Beberapa orang prajurit
bersenjata tiba-tiba saja telah keluar dari regol sambil berkata,
memandang mereka dengan tajamnya. Salah seorang dari mereka
berkata lantang, "Masuklah. Kau dengar perintah kami."
Cantrik yang tertua itu menjadi gemetar menahan marah.
Dipandanginya prajurit-prajurit itu dengan nyala di sorot matanya.
Dengan suara yang tidak kalah lantangnya ia berkata, "Kalian tidak
dapat memaksa kami. Empu Purung akan menjadi marah dan
membakar barak kalian dengan sorot matanya."
"Tidak akan berarti apa-apa" sahut pemimpin sekelompok prajurit
itu, "Senopati kami mampu menyiram api yang betapapun besarnya
dengan air terlontar dari mulutnya."
"Gila. Itu tidak mungkin."
"Kau menggigau juga tentang kemampuan Empu Purung.
Sekarang masuklah. Kalian akan bertemu dengan pedagangpedagang
yang kalian cari." "Persetan." "Cepat" tiba-tiba pemimpin kelompok itu mengacungkan
senjatanya, "kami dapat memaksa kalian meskipun kalian murid
Empu Purung." Cantrik-cantrik itu tidak dapat membantah lagi. Mereka pun
dengan segan terpaksa memasuki halaman barak itu dan dengan
diiringi oleh sekelompok prajurit mereka langsung dibawa ke
halaman belakang. Beberapa orang agaknya lelah menunggu kedatangan mereka. Di
antaranya adalah Mahendra dan kedua anak-anaknya.
2467 "Ha. itulah mereka" tiba-tiba saja Mahisa Murti berteriak.
Para cantrik itu memandang orang-orang itu dengan mata yang
menyala. Di luar sadarnya salah seorang bergumam, "Kaliankah
pedagang-pedagang gila itu?"
"Ya. Kami telah mencari perlindungan disini. Sekarang, katakan,
apa maksud kalian" Menuntut balas atau juga akan merampok kami
seperti kawan-kawanmu yang menjadi merah biru itu" jawab Mahisa
Pukat. Wajah para cantrik itu menjadi merah membara. Ingin mereka
meloncat dan mencekik kedua anak muda itu. Tetapi mereka tidak
dapat berbuat apa-apa. Di sebelah menyebelah mereka prajuritprajurit
Singasari siap bertindak.
Namun agaknya prajurit Singasari benar-benar telah mendapat
keputusan untuk bertindak selelah Ranggawuni dan Mahisa
Cempaka melihat sendiri perkembangan padepokan Empu Purung
yang dapat dijadikannya gambaran bagi beberapa padepokan yang
lain, yang juga sedang mempersiapkan diri untuk melakukan
gerakan serentak dalam kesatuan perintah Empu Baladatu.
Karena itulah, maka tiba-tiba pemimpin kelompok kecil prajurit
yang memaksa para cantrik itu masuk maju selangkah. Diluar
dugaan para cantrik, tiba-tiba saja ia menangkap lengan salah
seorang dari mereka dan menariknya dengan serta merta.
"He" cantrik itu berteriak, "apa maksudmu?"
"Kau menjadi tawanan kami. Bawalah kawan-kawanmu yang
akan merampok para pedagang ini. Jika mereka telah datang,
barulah yang seorang ini aku lepaskan."
"Tetapi mereka bertanggung jawab atas perbuatan mereka
sendiri" berkata cantrik yang bertubuh kekar.
"Aku tidak peduli. Sekarang kalian boleh pergi. Tetapi untuk
melepaskan yang seorang, ini, tujuh orang yang berusaha
merampok pedagang-pedagang ini harus kalian serahkan."
2468 Anak muda bertubuh kekar di antara para cantrik itu mendesak
maju. Matanya bagaikan menyala. Kata-katanya gemetar karena
marah, "Itu bukan persoalan kami. Kami tidak tahu menahu tentang
mereka." "Bohong. Kedatangan kalian adalah karena ketujuh orang yang
menjadi merah biru itu tentu melaporkan kepada kalian. Semula
kami tidak ingin mempersoalkannya lagi, karena mereka sudah
cukup mendapat hukuman oleh kekalahan mereka. Tetapi
kedatangan kalian membuat kami marah."
Wajah para cantrik itu menjadi merah padam. Tetapi mereka
tidak dapat berbuat apa-apa. Ternyata sikap para prajurit itu
berbeda dengan dugaan mereka. Jika mereka menyebut diri mereka
para cantrik dari padepokan Empu Purung, maka semua kata-kata
mereka akan dipenuhi dengan wajah yang terang dan senyum di
bibir. Tetapi ternyata bahwa para prajurit Singasari itu telah berbuat
lain. Mereka justru menangkap seorang dari antara mereka.
Sejenak para cantrik itu termangu-mangu. Namun kemudian
cantrik yang tertua di antara mereka berkata, "Ki Sanak. Kalian
jangan bermain-main dengan Empu Purung. Tindakan kalian dapat
memancing kemarahannya."
"Ia tidak akan marah" jawab pemimpin kelompok kecil itu,
"apalagi jika kau berkata dengan jujur, bahwa beberapa orang anak
muda dari padepokan itu telah berusaha merampok para pedagang
batu bertuah." Jawaban itu benar-benar telah menggetarkan dada para cantrik
itu. Rasa-rasanya dada mereka akan retak. Meskipun demikian
mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka berada di-tengahtengah
barak prajurit Singasari. Meskipun nampaknya para prajurit
yang lain, yang lalu lalang di halaman itu tidak menghiraukan
mereka kecuali yang sedang bertugas, namun mereka tidak akan
dapat berbuat sesuatu. 2469 Karena itu, yang dapat dilakukan oleh cantrik yang tertua adalah
sekedar mengumpat dan mengancam, "Kalian benar-benar orang
yang tidak tahu diri. Kalian berada di daerah kekuasaan Empu
Purung. Jika kalian mencoba mengganggu kuasanya, maka kalian
tentu akan menyesal. Berapa jumlah prajurit Singasari yang ada
disini. Di padepokan Empu Purung tersimpan kekuatan empat lima
kali lebih besar dari kekuatan prajurit disini."
"Aku tidak peduli" jawab pemimpin prajurit itu.
"Dan kalian akan hancurkan lumat karena kekuatan yang tidak
terlawan. Janganlah kalian, sedangkan gunung akan runtuh dan
lautan akan kering."
"Sudah berapa kali kau katakan. Dan sudah berapa kali aku
katakan, bahwa aku tidak percaya."
Wajah para cantrik bagaikan terbakar oleh kemarahan. Namun
yang dapat mereka lakukan adalah dengan tergesa-gesa
meninggalkan halaman barak itu sambil berkata kepada kawannya
yang harus tinggal, "Sebentar lagi aku akan datang. Kau akan kami
bebaskan, dan para prajurit akan menyesali tingkah lakunya.
Sebaiknya mereka tidak mencampuri persoalan kami dengan para
pedagang itu." Para prajurit itu tidak menjawab. Namun cantrik yang seorang itu
pun segera dibawa ke dalam sebuah bilik kecil, di tutup pintunya
dan diselarak dari luar. Dalam pada itu, barak kecil itu pun segera mempersiapkan diri.
Mereka menyadari apa yang telah mereka lakukan. Tetapi itu
merupakan suatu isyarat dari kerja yang besar yang akan dilakukan
di seluruh Singasari. Dua orang, prajurit telah berpacu menuju ke Kota Raja. Mereka
akan mengalirkan perintah Ranggawuni dan Mahisa Cempaka
sesudah dibicarakan dengan Mahisa Agni dan Witantra serta
Senopati prajurit Singasari yang ada di dalam barak itu, bahwa
sudah waktunya Singasari mengambil sikap. Sebab semakin lama
kekuatan-kekuatan itu tentu akan menjadi semakin besar.
2470 Tetapi, di samping perintah itu, Singasari pun telah
mengeluarkan perintah untuk mengamati tingkah laku orang-orang
Mahibit dan jalur yang telah mereka pasang pula.
Prajurit yang berpacu ke kota Raja itu telah mendapat perintah
pula, bahwa untuk sementara pemerintahan akan di kendalikan
langsung lewat perintah-perintah yang akan dikeluarkan oleh
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka dari tlatah Alas Pandan,
berdasarkan atas keterangan yang setiap saat harus disampaikan
kepada mereka mengenai perkembangan Singasari. Terutama
padepokan-padepokan yang harus segera dihancurkan dan orangorang
Mahibit serta jalur yang sampai kepada beberapa orang
Akuwu dan pemimpin pemerintahan yang lain.
Dalam pada itu, seperti yang sudah diperhitungkan, maka para
cantrik itu menjadi sangat marah. Mereka menyampaikan persoalan
mereka kepada kawan-kawan mereka, sehingga persoalan itu
segera didengar oleh setiap orang di dalam padepokan Empu
Purung. "Kita laporkan kepada kakang Putut Sanggawerdi" berkata
seorang cantrik. "Ya. Laporan itu tentu akan sampai kepada Empu Purung" sahut
yang lain. Beberapa orang Cantrik pun segera menemui Putut Sanggawerdi.
Dengan membumbui persoalannya di beberapa bagian, mereka
berhasil membuat wajah Putut itu menjadi merah padam.
"Tadi seorang kawanmu masih ada di barak itu?" Putut itu
bertanya. "Ya kakang. Kami tidak dapat berbuat apa-apa, karena prajurit
Singasari di seluruh barak itu telah mengepung kami" jawab cantrik
yang tertua di antara mereka yang pergi ke barak.
"Suatu penghinaan yang tidak pantas. Kita akan membalas
penghinaan itu dengan penghinaan yang lebih besar. Bukan saja
kepada para pedagang, tetapi kepada seluruh isi barak. Kita akan
2471 datang dan membakar barak itu. Menangkap semua prajurit dan
mengaraknya di sepanjang jalan ke Singasari. Kita akan
menukarkan prajurit-prajurit itu dengan tebusan yang paling
berharga bagi kami." geram Putut Sanggawerdi.
"Ya" sahut beberapa orang cantrik sekaligus, "kita akan berbuat
sesuatu yang dapat membersihkan nama kita dari penghinaan itu."
"Aku akan menghadap Empu Purung" berkata Putut
Sanggawerdi. Para cantrik itu pun berharap, agar Empu Purung dapat
mendengarkan keinginan mereka. Prajurit-prajurit di barak itu
memang sangat memuakkan. Apalagi cantrik yang pernah
dikalahkan oleh Mahisa Bungalan dan cantrik yang telah pergi
kebarak itu. Pulut Sanggawerdi diterima oleh Empu Purung dengan hati yang
berdebar-debar. Menilik wajahnya yang tegang dan sorot matanya
yang menyala, tentu ada persoalan penting yang akan
disampaikannya. "Duduklah" berkata Empu Purung kepada Putut Sanggawerdi.
"Empu" berkata Putut itu, "ada sesuatu yang penting Terjadi.
Mungkin berada di luar persoalan yang sebenarnya di kehendaki
oleh Empu Baladatu. Tetapi sudah tentu bahwa persoalan tidak
akan kita abaikan." "Apakah yang sudah terjadi?" bertanya Empu Purung. Putut itu
pun mulai berceritera. Ternyata ceritera yang sudah dibumbui oleh
para cantrik itu, masih dibumbui lagi oleh Putut Sanggawerdi agar
Empu Purung menjadi marah dan segera mengeluarkan perintah
untuk menghancurkan barak itu.
Ternyata usaha Putut itu berhasil. Wajah Empu Purung pun
menjadi merah dan sorot matanya bagaikan api yang menyala.
Tetapi Empu Purung ternyata masih mempergunakan nalarnya.
Ia tidak seperti anak-anak muda yang mudah terbakar dan
melakukan tindakan di luar perhitungan yang matang.
2472 "Tingkah laku para prajurit itu memang sudah memuakkan"
berkata Empu Purung. Putut Sanggawerdi menjadi berdebar-debar. Ia menunggu
perintah yang jatuh dari Empu Purung untuk menyerang dan
menghancurkan barak kecil itu.
Tetapi ternyata Empu Purung berkata, "kita harus berbuat
sesuatu untuk membebaskan anak kita. Tetapi kita tidak boleh
mengorbankan usaha besar dari seluruh Singasari."
"Apakah yang Empu maksud?"
"Rencana Empu Baladatu dalam keseluruhan."
"Tetapi penghinaan itu tidak akan dapat kita biarkan. Semakin
lama penghinaan itu akan menjadi semakin tajam, sehingga
akhirnya datang waktunya, mereka akan memasuki padepokan ini
dan membakar semua isinya, sementara kita masih tetap menunggu
perintah dari Empu Baladatu."
"Tetapi kita yang berada di daerah kecil ini harus
memperhitungkan semua usaha yang tersebar di daerah yang jauh
lebih luas." "Empu" berkata Putut Sanggawerdi, "kita akan bertindak
secepatnya. Sementara itu kita mengirimkan petugas yang harus
menghubungi Empu Baladatu. Kita akan mengatakan selengkapnya
tentang penghinaan yang tidak dapat kita biarkan. Sementara itu,
Empu Baladatu sebaiknya mengambil keputusan dengan cepat.
Yang ada biarlah digerakkan. Singasari yang lengah tidak akan
dapat berbuat banyak. Mungkin di setiap daerah terpencil terdapat
barak-barak kecil seperti barak prajurit itu. Tetapi seperti barak itu
juga maka para Empu di padepokan akan dengan mudah dapat
menghancurkan mereka."
Empu Purung termangu-mangu sejenak. Dipandanginya wajah
Putut Sanggawerdi dengan tajamnya. Namun dari wajah itu ia
hanya dapat melihat dendam dan kebencian yang menyala
2473 Sejenak Empu Purung termenung. Namun kemudian sambil
mengangguk ia berkata, "Baiklah. Aku akan mengirimkan dua orang
penghubung untuk melaporkan kepada Empu Baladatu bahwa kita
disini sudah tidak dapat menunda lagi. Benturan kekuatan sudah
terjadi karena penghinaan yang tidak dapat kita maafkan lagi."
"Demikian penghubung itu berangkat, demikian kita mulai
bergerak." "Putut Sanggawerdi. Aku pun terbakar mendengar pengaduan
itu. Tetapi kita tidak boleh bertindak tergesa-gesa agar langkah kita
tidak sesat." "Apalagi yang harus dipertimbangkan Empu?" bertanya Putut


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sanggawerdi. "Kita harus mengumpulkan semua kekuatan yang ada. Kita harus
membagi diri dan menyusun rencana penyergapan yang serbaikbaiknya.
Sebagian akan datang dari bagian depan, yang lain akan
menyerang dari arah belakang. Berarti sekelompok dari kita akan
naik ke lereng pegunungan kecil dan turun bagaikan batu-batu yang
runtuh melanda barak itu."
"Semuanya akan berjalan lancar jika perintah telah jatuh."
Empu Purung termangu-mangu. Namun kemudian ia pun
memerintahkan Putut Sanggawerdi untuk memanggil dua orang
penghubung yang akan pergi kepadepokan Empu Baladatu.
"Katakan, bahwa kita di sini tidak dapat menunggu lagi. Meskipun
alasannya agak berbeda dengan yang sebenarnya, tetapi kita harus
segera mulai." "Apakah kami harus mengatakan bahwa Empu sudah mulai?"
bertanya penghubung itu. "Ya. Karena demikian kau berangkat, maka kami akan menyusun
rencana yang akan segera kami lakukan. Hari ini juga."
Kedua orang penghubung itu mengangguk-angguk. Perjalanan ke
padepokan Empu Baladatu bukannya perjalanan yang pendek.
2474 Mereka akan sampai lewat dua hari semalam perjalanan berkuda
dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Tetapi kedua orang penghubung itu tidak membantah, mereka
segera minta diri. Sejenak mereka masih harus mengumpulkan
bekal perjalanan. Kemudian mereka pun segera berpacu di atas
punggung kuda mereka yang kuat dan tegar menuju kepadepokan
Empu Baladatu. Sementara itu, sepeninggal kedua penghubung itu, Empu Purung
pun segera mempersiapkan diri. Dipanggilnya beberapa orang
cantrik tertua di samping Putut Sanggawerdi dan Putut yang masih
lebih muda, Putut Kuda Widarba.
"Kila sudah disudutkan untuk mulai dengan sebuah perjuangan
yang besar" berkata Empu Purung di hadapan orang-orang
terpenting dari padepokannya.
Kedua orang Putut dan para cantrik yang paling berpengaruh di
padepokannya itu pun mengangguk-angguk. Mereka semuanya
sudah mendengar apa yang sudah terjadi. Seorang cantrik telah
ditawan oleh para prajurit, yang menurut pengertian mereka tanpa
sebab. "Kita tidak boleh membiarkan penghinaan itu terjadi. Kita harus
mulai bergerak di sini. Prajurit-prajurit itu harus kita hancurkan
mutlak sehingga tidak seorang pun yang tinggal dan sempat
melaporkan kepada pimpinan mereka di Singasari. Dengan
demikian, maka jalur gerakan prajurit Singasari akan terhambat.
Tanpa laporan dari barak yang akan kita hancurkan, mereka tidak
akan mengambil tindakan secepatnya. Sementara itu Empu Baladatu
tentu akan menyadari bahwa ia harus bergerak cepat di seluruh
daerah yang sudah sepakat untuk bergerak menentang Singasari."
Kedua orang Putut dan para cantrik yang dianggap tertua di
padepokan itu pun mengangguk-angguk.
"Nah, sekarang siapkan seluruh kekuatan kita menjadi dua
kelompok besar. Yang sekelompok akan menyerang barak itu dari
depan, sedang yang lain akan menyerang dari arah lereng bukitTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
2475 bukit kecil di belakang barak itu. Di dalam kelompok besar itu akan
bergerak kelompok-kelompok kecil dari para cantrik dan anak-anak
muda dari padukuhan-padukuhan yang sudah bersedia bergabung
dengan kita." "Kita akan membunyikan isyarat memanggil setiap laki laki yang
berada di bawah pengaruh padepokan ini." seorang cantrik berkata
lantang. "Bodoh kau" bentak Empu Purung, "isyarat itu akan
mengisyaratkan pula kepada para prajurit Singasari untuk bergerak.
Jika mereka merasa lemah, mereka akan meninggalkan tempatnya.
Jika mereka merasa kuat, mereka akan menyusun pertahanan."
"Jadi?" bertanya cantrik itu.
"Kalian harus bergerak cepat. Kalian akan memanggil setiap
orang. Hubungan itu harus berlangsung cepat dan berantai.
Menjelang senja, semuanya harus sudah berkumpul. Kita akan
bergerak di malam hari. Besok, ketika fajar menyingsing, kita akan
mulai bergerak menyerang barak itu. Yang menyerang dari depan,
akan datang lebih dahulu. Yang lain menyusul di saat kekuatan
prajurit itu sudah tertumpah pada pertempuran di bagian depan.
Kelompok yang turun lereng bukit, akan menghancurkan dinding
barak yang lemah di bagian belakang dan menduduki barak itu.
Menangkap semua orang yang ada dan membunuhnya sekaligus
tanpa ampun. Juga para pedagang yang berlindung di dalam barak
itu." Para cantrik mengangguk-angguk. Mereka telah memahami apa
yang harus mereka lakukan. Karena itulah, maka mereka pun
segera berpencar memanggil setiap orang yang akan ikut serta
dalam pertempuran yang akan terjadi melawan prajurit Singasari
yang telah melindungi para pedagang dan telah menawan seorang
cantrik. Dengan segera panggilan bagi setiap laki-laki yang berada di
bawah pengaruh Empu Purung itu pun menjalar ke segenap
2476 penjuru. Dari mulut kemulut, maka setiap orang yang
berkepentingan pun segera mendengar perintah Empu Purung.
Sepercik kegembiraan telah melanda hati mereka. Telah cukup
lama mereka menempa diri dalam olah kanuragan. Tetapi mereka
belum pernah mendapat kesempatan untuk mengukur kemampuan
mereka. Tiba-tiba kini datang kesempatan itu. Mereka akan bertempur
melawan prajurit-prajurit Singasari yang jumlahnya tidak terlampau
banyak. "Untuk pengalaman pertama, maka tugas ini cukup berat" desis
salah seorang dari mereka.
Yang lain mencibirkan sambil berkata, "Hampir tidak ada
gunanya. Para cantrik sudah akan berebut dahulu mencincang
prajurit-prajurit yang jumlahnya tidak lebih dari jumlah jari sebelah
tangan itu." "Jangan menganggap mereka semacam patung. Mereka telah
mendapat latihan-latihan yang masak untuk bertempur. Mungkin
mereka memiliki pengalaman yang jauh lebih banyak dari kita
semuanya." desis salah seorang dari mereka.
Beberapa orang tertawa serentak. Salah seorang berkata, "Kau
memang pengecut. Tetapi baiklah. Lebih baik berhati-hati daripada
terperosok ke dalam kesulitan. Tetapi kau harus percaya kepada diri
sendiri, bahwa prajurit-prajurit Singasari yang ada di barak itu tidak
lebih dari pemalas dan pemabuk."
"Kau telah melupakan apa yang pernah terjadi" orang itu masih
berusaha untuk membantah, "seorang dari antara kita telah
mengalami nasib buruk di tengah-tengah pasar. Untunglah bahwa ia
masih selamat. Kemudian tujuh orang yang datang menjumpai
pedagang yang sekarang berada di antara para prajurit itu pula.
Mereka menjadi merah biru dan bahkan telah kehilangan hentuk."
Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Yang dikatakan itu
sebenarnyalah telah terjadi.
2477 Namun salah seorang dari mereka menjawab, "Dihadapan para
cantrik, terutama dihadapan Putut Sanggawerdi dan Putut Kuda
Widarba, mereka tidak akan berarti apa-apa. Terlebih lagi, Empu
Purung sendiri akan turun ke medan menghancurkan mereka
sehingga lumat menjadi debu."
Kawan-kawanuya mengangguk-angguk. Jika Empu Purung
sendiri turun kemedan, maka prajurit-prajurit Singasari itu memang
tidak akan ada artinya. Karena itulah, maka dengan penuh kepercayaan kepada diri
sendiri, pasukan Empu Purung itu pun telah siap pada waktunya.
Menjelang senja mereka telah berada di sekitar padepokan.
Putut Sanggawerdi dan Putut Kuda Widarba sibuk membagi
mereka dalam kelompok-kelompok yang tidak terlalu besar. Di
setiap kelompok terdapat anak-anak muda dari padukuhan di sekitar
padepokan dan beberapa orang cantrik. Seorang cantrik yang tertua
di antara mereka, akan menjadi pemimpin kelompok dan
bertanggung jawab terhadap salah seorang dari kedua Putut yang
ada di padepokan itu. "Kita mempunyai dua belas kelompok" berkata Putut
Sanggawerdi. "Ya" sahut Putut yang lebih muda, "tujuh kelompok akan
menyerang dari depan, dan lima kelompok yang lain akan
menghancurkan barak itu dari belakang."
Empu Purung yang mendapat laporan bahwa pasukannya telah
siap, segera mengadakan penelitian terakhir, la melihat dengan teliti
kedua belas kelompok yang akan berangkat kebarak yang tidak
terlalu jauh. Selebihnya dari kedua belas kelompok itu harus
berjaga-jaga di padepokan dan mengawasi setiap perkembangan
keadaan. "Rata-rata tiga orang Empu, tetapi ada juga yang hanya dua
orang." jawab Putut Sanggawerdi.
2478 Empu Purung mengerutkan keningnya. Sementara Putut
Sanggawerdi melanjutkan, "Tetapi dua kelompok di antara kedua
belas kelompok itu terdiri seluruhnya anak-anak muda pilihan dan
tiga orang cantrik pilihan pula. Mereka akan berada di paling depan
dari kedua arah yang sudah ditentukan."
Empu Purung mengangguk-angguk. Lalu katanya, "Salah seorang
di belakang. Aku akan ikut serta dalam sergapan dari depan."
Kedua Putut itu mengangguk-angguk.
"Putut Sanggawerdi yang sudah lebih tua dan mempunyai lebih
banyak pengalaman akan berada di dalam pasukan yang akan
menyergap dari belakang."
Pulut Sanggawerdi mengangguk-angguk. Katanya, "Baik Empu
Aku akan menyesuaikan diri."
Empu Purung mengangguk-angguk pula. Nampaknya ia puas
dengan pasukannya, sehingga ia pun berkata, "Kita akan segera
berangkat. Aku akan menyertai pasukan yang terdiri dari tujuh
kelompok. Tetapi kita tidak akan menyergap sebelum langit di Timur
berwarna merah." Para Putut, Cantrik dan anak-anak muda itu seakan-akan tidak
sabar lagi menunggu. Mereka ingin segera menyergap prajuritprajurit
yang menurut pertimbangan mereka tentu sudah tidur
nyenyak. Bahkan para prajurit yang malas itu tidak akan terbangun
seandainya mereka mendengar bukit kecil di sebelah barak mereka
itu runtuh. Jantung mereka mulai bergejolak ketika mereka mulai bergerak
dari padepokan mereka. Kelompok-kelompok yang terbagi menjadi
dua bagian itu pun segera memisahkan diri. Yang di pimpin oleh
Empu Purung sendiri bersama Putut Kuda Widarba langsung menuju
ke barak itu, sementara yang lain melingkar dan akan turun dari
bukit kecil menyerang dari arah belakang.
2479 "Hati-hati. Meskipun mereka pemalas, tetapi jika kebetulan ada di
antara mereka yang berkeliaran di malam hari dan melihat pasukan
kita, maka mereka tentu akan mempersiapkan diri. Bersiap untuk
lari, atau mencoba untuk melawan kekuatan kita yang tentu akan
berada di luar kemampuan mereka." pesan Empu Purung kepada
pasukannya, terutama yang akan menyerang dari belakang.
"Kita akan melontarkan isyarat dengan panah-panah api berkata
Empu Purung selanjutnya" baru kalian meluncur turun."
Dengan hati-hati pasukan Empu Purung itu merayap semakin
dekat. Tetapi mereka tidak langsung menyerang. Mereka terhenti
beberapa puluh langkah dari barak itu dan bersembunyi di balik
gerumbul-gerumbul kecil dan tanaman hijau di sawah.
"Kita menunggu fajar" desis Empu Purung kepada Putut Kuda
Widarba, "jika langit menjadi merah, maka kita akan menyerang.
Prajurit-prajurit itu tentu masih belum terbangun dari tidur yang
paling nyenyak." "Tetapi fajar masih lama" desis Putut Kuda Widarba.
"Beristirahatlah. Jika sempat, tidurlah beberapa saat. Aku akan
mengawasi barak itu."
Putut Kuda Widarba pun kemudian memberikan kesempatan
kepada setiap kelompok untuk membagi orang-orangnya. Mereka
yang masih sempat untuk tidur, biarlah mereka tidur. Tetapi di
antara mereka di dalam kelompok itu harus ada yang tet jaga dan
siap menerima perintah. Terutama pemimpin kelompok.
Waktu yang tidak terlalu lama itu telah dipergunakan sebaikbaiknya
oleh anak-anak muda itu untuk tidur barang sekejap. Tetapi
yang dapat mereka lakukan adalah sekedar memejamkan mata.
Tetapi kegelisahan dan ketidak sabaran telah mengganggu
ketenangan mereka, sehingga jarang di antara mereka yang benarbenar
dapat tertidur. 2480 Bahkan beberapa orang di antara mereka, benar-benar telah
merasa tertekan oleh perasaan menunggu. Seolah-olah dada
mereka menjadi pepat dan sesak.
Namun demikian mereka tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam pada itu, Empu Purung dengan saksama, memperhatikan
barak prajurit Singasari itu dari kejauhan. Tidak nampak tandatanda
apapun yang dapat mencemaskannya. Obor yang terpasang
adalah obor yang menyala seperti biasanya. Obor minyak di depan
regol halaman, dan di sudut-sudut dinding kayu yang mengitari
halaman barak itu. Bahkan rasa-rasanya barak itu rampak lebih
suram dari biasanya. Cahaya lampu minyak yang menyala di dalam
barak, nampak redup dan barak kecil itu benar-benar merupakan
sasaran yang menyenangkan bagi nafsu membunuh dari orangorang
di padepokan Empu Purung itu.
Agaknya Empu Purung pun benar-benar memahami perjalanan
bintang di langit, sehingga ia dapat menghitung waktu dengan
tepat. Ketika bintang gubug penceng telah jauh condong ke Barat,
serta bintang Panjer Rina nampak bagaikan menyala di Timur, maka
mulailah Empu Purung memberikan isyarat agar orang-orangnya
mempersiapkan diri. "Sebentar lagi fajar akan menyingsing" berkata tnPu Purung,,
"waktu yang paling nyenyak bagi orang-orang malas itu. Jika kita
menyerang mereka akan terkejut dan bangkit dengan mata
setengah terpejam. Mungkin mereka sempat meraih senjata
mereka, tetapi mereka tidak sempat membedakan yang manakah
lawan-lawan mereka karena kantuk yang masih mencengkam."
Orang-orangnya menjadi berdebar-debar. Para cantrik yang
merasa memiliki kelebihan dari anak-anak muda yang ikut di dalam
pasukan itu pun akan mencoba menunjukkan kelebihan mereka.
Meskipun lawan mereka adalah prajurit-prajurit Singasari, tetapi
kemampuan para cantrik itu akan dapat mengimbanginya.
2481 Sejenak kemudian, maka pasukan Empu Purung, itu telah bersiap


Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menyergap. Lewat para pemimpin kelompok Empu Purung
memberikan pesan-pesan terakhir.
"Separo dari kita sudah siap untuk menyergap dari belakang"
berkata Empu Purung, "semuanya akan berjalan lancar. Dan kita
akan membinasakan setiap yang hidup di dalam barak itu."
Dengan isyarat, maka pasukan itu pun segera bergerak maju.
Dalam cahaya kemerah-merahan mereka melihat barak yang sepi,
seolah-olah sama sekali tidak berpenghuni. Cahaya lampu masih
menyala di regol dan di sudut-sudut dinding halaman. Namun tidak
seorang pun yang nampak selain dua orang penjaga yang berjalan
hilir mudik. "Kita akan menyergap. Penjaga itu akan berteriak. Tetapi
kesempatan mereka sangat sedikit" desis Empu Purung.
Perlahan-lahan pasukannya pun bergerak maju. Semakin dekat
mereka dengan barak itu, maka mereka pun menjadi semakin
berdebar-debar. Apalagi ketika menurut pengamatan mereka dalam
keremangan dini hari, barak itu tetap sepi.
Empu Purung dan orang-orangnya tertegun sejenak, ketika
mereka mendengar suara burung tuhu di kejauhan. Suaranya
bagaikan menyobek hati. "Lambang kematian" desis salah seorang cantrik, "suara burung
tuhu adalah suara maut."
"Tetapi tidak terdengar suara burung kulik. Biasanya suara
burung tuhu di dahului suara burung kulik yang memekik-mekik
tinggi." desis yang lain.
"Keduanya memang panggilan maut. Tetapi suara burung
tuhulah yang menentukan. Kulik sekedar memberikan pertanda."
Namun dalam pada itu, Empu Purung yang berada di antara
pasukannya menjadi tegang. Ia adalah seorang yang memiliki
pendengaran yang tajam. Sehingga karena itu maka dengan tegang
2482 ia bertanya kepada Putut Kuda Widarba, "Kau dengar suara burung
tuhu?" "Ya Empu." "Bagaimana menurut pendengaranmu?"
Putut itu pun termasuk anak muda yang memiliki ilmu kanuragan
yang tinggi. Inderanya menjadi bertambah tajam. Karena itulah
maka di telinganya, suara burung tuhu itu pun terdengar agak aneh.
"Empu" Jesis Putut Kuda Widarba, "apakah itu benar-benar suara
burung hantu?" "Tidak. Kita sudah diketahui oleh orang-orang di dalam barak itu.
Suara itu adalah suara isyarat. Karena itu kita yang terlambat. Kita
harus segera menyergap Sekarang."
Putut Kuda Widarba mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba ia
menyadari apa yang akan terjadi. Karena itulah, maka ia pun segera
mengacukan pedangnya tinggi-tinggi sambil berteriak nyaring.
Suaranya memukul tebing dan melontarkan gema yang seakan-akan
berputaran di udara. Aba-aba itulah yang ditunggu oleh para cantrik dan anak-anak
muda yang ikut serta di dalam pasukan itu. Demikian mereka
mendengar aba-aba itu, maka mereka pun serentak meloncat berlari
menyerang barak yang nampaknya sangat sepi. Tetapi oleh latihanlatihan
yang matang, maka mereka sama sekali tidak terpecah dari
kelompok masing-masing dan kedudukan yang sudah ditentukan.
Meskipun jumlah mereka tidak terlalu banyak, namun mereka telah
membentuk sebuah gelar kecil, Garuda Nglayang. Empu Purung
sendirilah yang menjadi paruh gelar, di belakangnya selangkah
Putut Kuda Widarba dan dua orang cantrik terpercaya. Kemudian
bertebaran sayap sebelah menyebalah dipimpin oleh pemimpin
kelompok masing-masing. Sementara sekelompok yang lain berada
tepat di belakang paruh gelar itu, sebagai ekornya yang siap
membantu apabila pimpinan gelar mengalami kesulitan. Tetapi juga
merupakan perisai yang akan dapat melindungi pimpinan gelar jika
ada serangan tiba-tiba dari arah belakang.
2483 Empu Purung yang memimpin sergapan itu langsung mendekati
barak yang sepi. Mereka tidak berniat untuk langsung memasuki
barak, karena menurut pendapat mereka, prajurit yang ada di barak
itu sudah mengetahui, bahwa lawan akan segera datang.
Empu Purung yang memimpin sergapan itu langsung menuju ke
pintu gerbang, sementara saja gelarnya menebar di sepanjang
dinding halaman barak. Beberapa Langkah dari dinding barak, Empu Purung memberikan
isyarat agar pasukannya berhenti sejenak untuk mengamati
keadaan. Tetapi barak itu benar-benar sepi. Bahkan kedua penjaga yang
semula hilir mudik di pintu gerbang itu pun sudah tidak nampak lagi.
Empu Purung menjadi termangu-mangu sejenak. Ia tidak melihat
prajurit-prajurit Singasari itu menjengukkan kepala mereka dan
melontar anak panah untuk mempertahankan barak mereka.
"Sepi sekali" desis Empu Purung, "mereka sama sekali tidak
menampakkan diri." "Mereka menunggu di halaman" desis Kuda Widarba.
"Pintu barak itu ditutup, sementara penjaganya telah hilang di
dalam." sahut Empu Purung.
"Kita pecahkan pintu gerbang. Jika di depan pintu gerbang itu
berkumpul prajurit-prajurit Singasari, maka kita akan memancing
mereka keluar, atau kita akan memanjat dinding."
"Tetapi berhati-hatilah. Siapkan senjala kalian. Mungkin prajuritprajurit
itu siap menyambut kalian dengan anak panah pada jarak
yang cukup di dalam dinding."
Putut Kuda Widarba ragu-ragu. Ia tidak dapat mengintip keadaan
di dalam halaman karena halaman barak itu masih cukup gelap,
sementara lampu-lampu obor tiba-tiba saja telah padam.
"Apakah kita menunggu terang" desis Putut Kuda Widarba.
2484 "Tidak. Kita akan memecahkan pintu seperti yang kau katakan."
geram Empu Purung. Empu Purung pun kemudian bersama beberapa orang cantrik
telah bersiap mendorong pintu yang tertutup itu. Namun tiba-tiba
Empu Purung berkata "Minggirlah. Aku sendirilah yang akan
memecahkannya." Para cantrik itu pun menjadi terheran-heran. Dengan ragu-ragu
mereka bergeser menjauh, sementara Empu Purung melangkah
mendekat sambil mempersiapkan diri.
Sejenak Empu Purung memusatkan segenap kekuatannya.
Dipandanginya pintu gerbang yang tertutup itu dengan tajamnya.
Kemudian, sambil berteriak nyaring Empu Purung meloncat sambil
menghantam pintu gerbang itu dengan kedua belah tangannya lurus
kedepan. Orang-orang yang menyaksikan hentakan kekuatan itu pun
menahan nafas. Di ujung suara teriakan Empu Purung terdengar
pintu gerbang itu berderak. Selarak pintu yang besar telah patah,
dan pintu itu pun telah pecah berkeping-keping.
Para cantrik dan anak-anak muda yang menyaksikannya menjadi
tegang. Mereka telah sering menyaksikan kemampuan Empu Purung
yang mengherankan bagi mereka. Dan kini sekali lagi mereka
mclihat,betapa Empu Purung mampu melakukan sesuatu di luar
kemampuan orang kebanyakan.
Dalam pada itu, Empu Purung yang berdiri tegang, memandang
halaman barak yang sepi itu. Setelah pintu gerbang itu pecah, maka
mereka pun dapat melihat halaman dan barak yang Seakan-akan
memang tidak berpenghuni itu.
"Aneh" desis Empu Purung, "ternyata halaman ini memang sepi."
"jadi, kemanakah mereka itu Empu?" bertanya Putut Kuda
Widarba. Empu Purung menggelengkan kepalanya. Sejenak ia teringat
kepada suara yang baru saja didengarnya. Suara burung tuhu.
2485 "Agaknya isyarat itu memberitahukan kehadiran kita, sehingga
para prajurit Singasari itu telah melarikan diri dari barak ini" berkata
Empu Purung kemudian. "Tetapi jika demikian, tentu mereka masih belum terlalu jauh."
sahut Putut Kuda Widarba "Ya. Tetapi mungkin hanya sebagian kecil atau bahkan hanya
kedua penjaga itu sajalah yang masih ada di barak ini di saat
terakhir, sehingga jika kita mengejarnya maka hanya dua orang itu
sajalah yang akan dapat kita tangkap" jawab Empu Purung.
"Apakah kita akan memeriksa barak itu?"
Empu Purung termangu-mangu sejenak. Namun katanya
kemudian, "Kita akan memasuki setiap barak dengan senjata
terhunus. Meskipun kita yakin bahwa prajurit-prajurit itu adalah
pengecut, namun kita harus tetap berhati-hati."
Demikianlah maka Empu Purung pun telah membawa orangorangnya
memasuki barak itu. Dengan senjata di tangan mereka
memasuki setiap ruangan dalam barak itu. Namun mereka tidak
menemukan seorang pun dari prajurit Singasari yang tersisa.
"Gila" geram Empu Purung, "ternyata mereka dapat mencium
gerakan kita. Mereka sempat melarikan diri di luar pengamatan kita.
Dengan dua orang penjaga yang masih dipasang di depan regol,
kita semuanya telah tertipu."
Putut Kuda Widarba pun menggeretakkan giginya pula. la pun
merasa sangat kecewa, bahwa pasukannya yang telah di persiapkan
baik-baik itu tidak dapat menghancurkan prajurit Singasari yang
telah menghina mereka. "Jadi seorang kawan kita telah mereka bawa" geram Putut Kuda
Widarba. "Ya." desis seorang cantrik, "kita harus menemukan nya."
Empu Purung memotong, "Kau memang dungu. Mereka sudah
lari jauh sekali. Sejak para cantrik itu meninggalkan barak saat
2486 seorang kawan mereka ditahan oleh para prajurit, kemudian disusul
oleh persiapan yang barangkali dapat dilihat oleh petugas sandi
prajurit Singasari itu, maka mereka telah mengambil keputusan
untuk melarikan diri sambil membawa seorang kawan kita. Tetapi
bahwa sekarang mereka telah jauh sekali, adalah sulit untuk
mengetahui dan apalagi menemukannya."
"Kita menyusul mereka ke Kota Raja" teriak seorang cantrik yang
lain. Betapapun kemarahan membakar jantung, Empu Purung namun
ia masih sempat melihat kenyataan, bahwa pergi ke Kota Raja
bukannya pekerjaan yang mampu mereka lakukan.
Karena itu maka jawabnya, "Kau tidak tahu, apa yang ada di
Kota Raja. Jika kita memasuki Kota Raja untuk mencari seorang
kawan kita tanpa mempersiapkan diri, terutama kekuatan yang
telah dihimpun Empu Baladatu dalam keseluruhan, maka kita
bagaikan sulung memasuki api. Kita akan binasa tanpa arti apaapa."
"Tetapi apakah itu berarti bahwa kita akan membiarkan kawan
kita dibawa oleh para prajurit itu?" bertanya sc orang cantrik yang
lain. "Di sinilah letak kepentingan kita dengan rencana besar Empu
Baladatu. Jika Empu Baladatu telah bersiap dan mulai dengan
gerakannya di segala tempat, maka persoalannya tentu akan
menjadi lain. Mungkin kita akan dapat memasuki Kota Raja dengan
persetujuan Empu Baladatu, jika pasukan Singasari telah tersebar.
Dengan demikian pertahanan di Kota Raja akan menjadi lemah."
Para cantrik itu rasa-rasanya tidak lahan lagi menunggu. Namun
demikian penjelasan Empu Purung itu dapat mereka mengerti,
sehingga karena itu, rasa-rasanya dada mereka sajalah yang
menjadi pepat oleh kemarahan.
Namun dalam pada itu, selagi mereka sibuk dengan persoalan
yang mereka hadapi, tiba-tiba saja mereka melihat isyarat dari arah
belakang barak itu pada jarak yang agak jauh. Isyarat yang
2487 terlontar ke udara dari arah pasukan yang dipimpin Pulut
Sanggawerdi. "Panah api" desis Empu Purung.
Putut Kuda Widarba dan para cantrik terkejut karenanya. Panah
api itu berasal dari pasukan yang dipimpin oleh Putut Sanggawerdi
yang seharusnya menunggu isyarat untuk menyerang dari arah
belakang. "Ada yang kurang wajar telah terjadi" desis Empu P rung,
"mungkin kita semuanya sudah tertipu. Prajurit Singasari ternyata
sangat licik." "Apa yang sudah terjadi?" bertanya Putut Kuda Widarba.
"Aku tidak tahu. Tetapi agaknya prajurit-prajurit Singasari sudah
menjebak mereka." jawab Empu Purung, "kita harus segera
menyusul dan menyelamatkan mereka dari jebakan yang licik itu."
Empu Purung pun kemudian dengan tergesa-gesa memberikan
pesan kepada pemimpin-pemimpin kelompok, bagaimana mereka
harus menghadapi keadaan yang tidak terduga-duga itu.
"Kita akan memecah seluruh pasukan kita" berkata Empu Purung,
"kita akan naik keatas bukit itu dari dua arah. Aku akan berada di
sebelah kiri, dan Kuda Widarba di sebelah kanan."
Pasukan yang ada itu pun kemudian telah dibagi. Sebagian
mengikuti Empu Purung lewat sebelah kiri arah isyarat, yang lain di
bawah pimpinan Putut Kuda Widarba melingkar di sebelah kanan.
Dengan demikian mereka telah mencoba untuk tidak terjebak
dalam perangkap yang mungkin dipasang orang-orang Singasari.
Seandainya sebagian dari mereka tiba-tiba saja disergap, maka yang
lain masih mungkin memberikan bantuan untuk melepaskan diri.
Apalagi jumlah mereka memang lebih banyak dari jumlah para
prajurit itu. Dalam pada itu, di luar dugaan, ternyata pasukan yang dipimpin
oleh Putut Sanggawerdi telah terjebak dalam kepungan prajurit
2488 Singasari yang telah berada di luar barak. Bagi prajurit Singasari
kehadiran pasukan Putut Sanggawerdi itu pun merupakan suatu hal
di luar perhitungan. Mereka hanya memperhitungkan bahwa
serangan Empu Purung akan datang dari depan, tetapi ternyata
bahwa pengawas prajurit Singasari itu melihat, sekelompok dari
pasukan lawan telah mendahului dan melingkari barak itu.
Dengan cepat, prajurit Singasari mengambil sikap. Mereka justru
memperhitungkan kemungkinan lain dari rencana mereka.
"Pasukan itu akan kita hancurkan dahulu" berkata pemimpin
prajurit Singasari. Mahisa Bungalan memandang Mahisa Agni sejenak. Meskipun
pimpinan prajurit Singasari tetap berada, di tangan Senopatinya,
namun kehadiran Mahisa Agni dan Witantra yang mengawal kedua
orang pemimpin tertinggi dari Singasari itu tentu saja akan dapat
menentukan. Tetapi agaknya Mahisa Agni pun memerlukan pertimbangan
Dewi Olympia Terakhir 4 De Buron Karya Maria Jaclyn Tusuk Kondai Pusaka 8

Cari Blog Ini