Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Bagian 41
Ranggawuni atau Mahisa Cempaka. Meskipun agaknya keduanya
mempercayai Senopati yang sudah di perintahkan untuk memimpin
pasukan kecil itu, namun agaknya setiap orang menjadi ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Agaknya Ranggawuni melihat keragu-raguan itu. Karena itu maka
katanya, "Semuanya ada di tangan Senopati yang sudah ditunjuk. Ia
tentu mempunyai perhitungan yang lebih cermat karena ia lebih
menguasai medannya. Justru kami menunggu apakah yang harus
kami lakukan selaku prajurit."
Senopati itu justru merasa dadanya bergetar. Tanggung jawab
itu terasa terlalu berat baginya. Tetapi ia merasa bahwa itu adalah
kewajaran tugasnya. Dengan keyakinan penuh, maka ia pun kemudian berkata
"Kita akan menjebak pasukan yang memanjat tebing itu. Mungkin
mereka akan memberikan isyarat bagi pasukan yang lain. Tetapi
2489 agaknya kita sudah akan dapat mengurangi jumlah mereka dengan
sergapan itu." Yang lain mengangguk-angguk. perintah itu pun diteruskannya
"Tuanku berdua dan para pengawal akan berada di luar lingkaran
pertempuran. Sekelompok kecil akan berada di antara mereka.
Sementara pengawas yang lain akan melihat kehadiran pasukanpasukan
yang terpisah itu." Senopati itu pun kemudian telah menunjuk sekelompok kecil
prajurit untuk melindungi Ranggawuni dan Mahisa Cempaka jika
terjadi sergapan yang tiba-tiba. Sedangkan sekelompok kecil yang
lain akan menghambat pasukan yang tentu akan datang membantu
pasukan yang dijebaknya. "Jumlah kita lebih sedikit. Itulah sebabnya kita harus mengurangi
jumlah lawan dengan sergapan yang tiba-tiba, meski pun itu bukan
berarti membunuh." Perintah itu sudah jelas. Kelompok-kelompok itu pun kemudian
menempatkan dirinya. Induk pasukan prajurit Singasari itu telah
bersiap di tempat yang paling menentukan, selagi pasukan Putut
Sanggawerdi memanjat tebing.
Selagi pasukan Putut Sanggawerdi itu memanjat naik untuk
menempatkan diri di atas barak yang akan dihancurkan itu, maka
tiba-tiba saja mereka telah dikejutkan oleh sergapan yang tiba-tiba.
Meskipun Putut Sanggawerdi mendengar desir langkaih mereka,
namun semuanya telah terlambat.
Yang dapat dilakukannya adalah meneriakkan perintah, agar
pasukannya bersiap menghadapi segala kemungkinan.
"Ada lawan di sekitar kita" teriak Putut Sanggawerdi, "bersiaplah
untuk bertempur sekarang."
Orang-orangnya yang semula tidak menyadari keadaan, tiba-tiba
saja telah terkejut mendengar perintah itu. Dengan serta merta
mereka menarik senjata dalam genggaman. Dan sekejap kemudian,
yang, dikatakan oleh Putut Sanggawerdi itu pun lelah terjadi.
2490 Belum lagi orang-orang di dalam pasukan Putut Sanggawerdi itu
menyadari apa yang telah mereka hadapi, tiba-tiba saja prajurit
Singasari telah menyergap mereka dari segala penjuru.
Sejenak kemudian pertempuran pun telah terjadi. Ternyata
bahwa prajurit Singasari tidak hanya berjumlah dua puluh atau
duapuluh lima seperti yang mereka duga.
Sebenarnyalah prajurit Singasari yang berada di barak itu telah
bergabung dengan prajurit-prajurit cadangannya, sehingga jumlah
mereka telah menjadi berlipat dari jumlah yang diperkirakan oleh
Empu Purung. Namun demikian jumlah itu masih jauh lebih sedikit
dari jumlah orang-orang Empu Purung dalam keseluruhan.
Karena itulah, maka adalah kebetulan sekali bagi Prajurit
Singasari bahwa Empu Purung telah memecah pasukannya.
Putut Sanggawerdi telah bertempur dengan gigihnya. Dengan
dahsyatnya ia mengayunkan senjatanya menyerang orang-orang
yang terdekat. Namun, yang dihadapi oleh Putut Sanggawerdi dan anak
buahnya itu adalah prajurit-prajurit Singasari. Itulah sebabnya maka
pada benturan pertama telah terasa bahwa tekanan lawan nya
terasa sangat berat. Jika semula Putut Sanggawerdi dan orang-orangnya, terutama
para cantrik, merasa memiliki kemampuan olah kanuragan yang
tiada tandingnya, maka di hadapan para prajurit, barulah mereka
merasa, bahwa ilmu mereka bukannya ilmu yang tidak terlawan.
Dalam pertempuran yang kemudian terjadi dengan sengitnya,
ternyata bahwa Putut Sanggawerdi lelah berhadapan dengan
Senopati prajurit Singasari yang ada di barak yang akan mereka
hancurkan itu. Seorang Senopati yang memiliki bekal yang cukup
bagi jabatannya yang berat itu.
Pertempuran yang terjadi antara kedua pimpinan pasukan itu pun
telah menggetarkan hati mereka yang menyaksikannya. Senopati
prajurit Singasari itu memiliki kecepatan bergerak yang
2491 mengagumkan, sementara Putut Sanggawerdi pun merupakan
seorang Putut yang dapat bergerak dengan cekatan. Ayunan
senjatanya berdesing dengan dahsyatnya, sementara tata geraknya
kadang-kadang membuat lawannya termangu-mangu.
Tetapi Senopati dari Singasari itu pun memiliki pengalaman yang
luas. Ia segera dapat menempatkan dirinya, sehingga pertempuran
di antara keduanya pun segera menjadi semakin sengit.
Namun dalam pada itu, para cantrik dan anak-anak muda yang
berada di dalam pasukan Putut Sanggawerdi itu pun segera merasa,
bahwa tekanan prajurit Singasari itu tidak akan dapat mereka
lawan. Karena itulah maka mereka pun segera melepaskan isyarat
bagi pasukan yang dipimpin langsung oleh Empu Purung dan Putut
Kuda Widarba, yang jumlahnya lebih banyak dari pasukan yang
dipimpin oleh Putut Sanggawerdi itu.
Namun isyarat yang dilepaskan keudara itu, telah memberikan
perintah pula kepada prajurit Singasari agar segera menyelesaikan
tugasnya. Mereka sadar, bahwa isyarat itu merupakan undangan
bagi hadirnya kekuatan yang lain, yang mungkin lebih besar
jumlahya. Dalam pada itu, pasukan cadangan yang sudah dipersiap kan
untuk menunggu kedatangan bantuan itu pun telah bersiaga
sepenuhnya. Mereka justru berusaha menyongsong pasukan lawan
yang tentu akan memanjat tebing mendekati arena pertempuran
itu. Tetapi jumlah kelompok cadangan itu terlalu kecil untuk melawan
pasukan yang besar yang akan segera datang
Sementara itu Empu Purung dengan tergesa-gesa telah
mendekati arena. Dari arah yang lain Putut Widarba pun lelah
merayap pula naik bersama pasukannya pula.
Namun dalam pada itu, ternyata bahwa prajurit-prajurit Singasari
telah berhasil melumpuhkan sebagian besar dari lawannya. Para
cantrik dan anak-anak muda yang bertempur dengan kasar itu telah
terdesak. Sebagian besar mereka telah terluka, sedangkan yang
2492 lain, meskipun prajurit Singasari menghindari sejauh mungkin
Kematian, namun dalam pertempuran yang sengit itu, korban tidak
dapat dihindarkan lagi. Pada dasarnya pasukan Putut Sanggawerdi itu sudah tidak
berdaya lagi. Mereka sudah berputus asa, sementara Putut
Sanggawerdi sendiri sudah terdesak. Ia pun tidak mempunyai
harapan lagi untuk memenangkan pertempurannya melawan
Senopati prajurit Singasari itu.
Dengan putus asa, hampir saja Putut Sanggawerdi meneriakkan
aba-aba agar pasukannya yang masih tersisa melarikan dliri dari
arena, la merasa bahwa agaknya isyarat yang diberikan oleh anak
buahnya, tidak terlihat oleh Empu Purung yang sama sekali tidak
menyangka, bahwa justru merekalah yang harus memanjat naik.
Namun sisa-sisa pasukan yang lumpuh itu bersorak ketika
mereka mendengar kedatangan pasukan Empu Purung dari satu sisi
yang dipimpin sendiri oleh Empu Purung. Dengan bersorak pula,
mereka menyerang pasukan yang masih terlibat, dalam perkelahian
itu. Sementara langit pun menjadi semakin jernih. Bintang-bintang
telah tenggelam dalam kecerahan pagi yang kemerah-merahan.
Namun di arena perkelahian itu, warna-warna merah darah telah
mendebarkan setiap jantung.
Pasukan cadangan yang tidak begitu banyak jumlahnya itu pun
segera menyongsong pasukan yang datang itu. Karena Senapatinya
sedang bertempur, maka Mahisa Bungalan lah yang ada di antara
mereka. Empu Purung yang marah, melihat pasukan cadangan yang kecil
itu memotong jalan. Dengan geram ia pun meneriakkan aba-aba,
agar pasukannya membinasakan kelompok kecil yang
menyongsongnya. Mahisa Bungalan yang berada di antara pasukan itu menjadi
berdebar-debar. Pasukannya memang terlalu kecil, jika ia tidak
2493 mendapat bantuan dari induk pasukannya maka pasukan kecil itu
pun akan segera mengalami kesulitan.
Namun dalam pada itu, pasukan Putut Sanggawerdi benar-benar
telah hampir lumpuh sama sekali. Itulah sebabnya, maka sebagian
dari mereka segera meninggalkan lawan yang sudah hampir tidak
berdaya itu, bergabung dengan Mahisa Bungalan.
Dengan demikian maka pasukan Empu Purung itu pun segera
tertahan. Lawan semakin lama jumlahnya menjadi semakin banyak.
Ternyata bahwa prajurit-prajurit Singasari yang dengan cepat
telah berhasil melumpuhkan pasukan Putut Sanggawerdi itu justru
bertempur semakin sengit. Peluh dan darah telah membakar
jantung mereka. Kemarahan yang meluap-luap telah memanaskan
darah mereka. Empu Purung bertempur dengan garangnya di paling depan.
Seakan-akan tidak ada orang yang akan dapat menahan
kemarahannya. Senjatanya terayun-ayun bagaikan getaran maut
yang tidak tertahankan. Mahisa Bungala melihat kemarahan Empu Purung, Dan seorang
petugas sandi prajurit Singasari ia mendapat bisikan, bahwa orang
itulah Empu Purung yang memimpin padepokan yang sedang dalam
pengamatan prajurit-prajurit Singasari.
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Dengan dada yang
bergetar ia maju selangkah demi selangkah di antara prajurit
Singasari yang bertempur dengan sengitnya.
Empu Purung pun kemudian melihat kehadiran seorang anak
muda di antara para prajurit itu. la segera mengetahui, bahwa
agaknya anak muda itulah yang menjadi pusat kekuatan lawannya.
Dengan darah yang mendidih di dalam jantungnya, ia pun segera
meloncat kehadapan Mahisa Bungalan sambil berteriak, "He, anak
muda. Apakah kau Senapati dari Singasari?"
Mahisa Bungalan menarik nafas. Sekilas ia melihat prajurit
Singasari yang bertempur dengan gigihnya.
2494 "Aku bukan Senapati" jawab Mahisa Bungalan, "aku adalah anak
pedagang yang akan dirampok oleh cantrik-cantik mu."
"He" wajah Empu Purung menjadi merah padam.
"Senapati prajurit Singasari sedang bertempur dengan pemimpin
cantrik-cantrikmu yang terjebak karena kebodohannya. Lihat,"
berkata Mahisa Bungalan lebih lanjut, "pasukanmu yang terdahulu
telah binasa. Satu dua orang di antara mereka yang masih mampu
bertempur, tidak akan dapat berbuat apa-apa. Sementara yang lain
telah lumpuh dan menyerah."
"Persetan." geram Empu Purung, "kau belum mengenal aku. Aku
akan membinasakanmu dalam sekejap. Sebut namamu sebelum kau
menjadi debu." "Mahisa Bungalan. Akulah yang disebut orang pembunuh orangorang
berilmu hitam." Wajah Empu Purung tiba-tiba menegang. Dipandanginya wajah
Mahisa Bungalan sejenak. Namun kemudian ia menggeram,
"Persetan dengan Mahisa Bungalan. Aku akan membunuhmu."
Mahisa Bungalan termangu-mangu sejenak, la melihat sorot mata
Empu Purung yang membara. Namun ketika ia melihat pertempuran
yang semakin sengit katanya, "Aku memang pernah mendengar
bahwa Empu Purung mampu menggugurkan gunung dan
mengeringkan lautan dengan ujung jarinya. Sekarang, cobalah
melakukannya sebelum cantrik-cantrikmu kehilangan
kepercayaannya kepadamu."
Empu Purung tidak dapat mengendalikan kemarahannya lagi.
Tiba-tiba saja ia meloncat menyerang Mahisa Bungalan dengan
dahsyatnya. Tetapi Mahisa Bungalan yang digelari pembunuh orang-orang
berilmu hitam itu telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Karena itu, ketika Empu Purung menyerangnya, maka ia pun
dengan cepat telah bergeser menghindarkan diri.
2495 Pertempuran antara prajurit Singasari melawan pasukan Empu
Purung itu pun segera berkobar dengan serunya. Bagian pertama
prajurit Empu Purung yang telah disergap dengan tiba-tiba itu telah
tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melawan. Mereka seakanakan
telah lumpuh dan kehilangan kekuatan sama sekali. Putut
Sanggawerdi yang tidak memiliki pasukan lagi, masih bertempur
dengan gigihnya melawan Senapati dari Singasari. Namun ketika ia
sadar, bahwa ia tidak akan dapat berbuat banyak, maka ia pun
mencoba bergeser mendekati Empu Purung.
Namun, jarak mereka masih beberapa puluh langkah. Prajuritprajurit
Singasari tidak membiarkannya untuk melarikan diri dan
bergabung dengan pasukan Empu Purung yang lain. Karena itu,
maka tiba-tiba saja beberapa orang prajurit telah mengurungnya.
Putut Sanggawerdi menghentakkan segenap kekuatannya.
Namun semuanya itu tidak berarti lagi. Segores demi segores
senjata lawannya telah melukainya, sehingga akhirnya ia pun tidak
mampu untuk mengingkari kenyataan, bahwa lukanya bagaikan
arang keranjang. Tetapi prajurit Singasari tidak membunuhnya. Mereka berusaha
untuk dapat menangkapnya hidup-hidup.
Dalam pada itu, yang tidak diduga oleh prajurit Singasari adalah
kedatangan bagian pasukan Empu Purung yang lain, yang dipimpin
oleh seorang Putut yang masih muda.
Putut Kuda Widarba sadar, bahwa ia datang, agak lambat
dibandingkan dengan Empu Purung. Jalan yang dilaluinya memang
agak lebih panjang, sementara ia tidak berusaha untuk berjalan
lebih cepat. Namun dengan demikian ia berharap bahwa kedatangannya akan
dapat mengejutkan lawannya yang sudah terlanjur menumpahkan
semua kekuatannya untuk melawan Empu Purung.
Dalam pada itu, pasukan Singasari memang telah memusatkan
perhatiannya kepada pasukan yang dipimpin oleh Empu Purung.
Mahisa Bungalan yang berhadapan dengan Empu Purung telah
2496 terlibat dalam pertempuran yang dahsyat. Masing-masing memiliki
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kelebihan dari orang kebanyakan, sehingga karena itulah maka
benturan kekuatan antara keduanya bagaikan benturan antara dua
buah gunung. Empu Purung ternyata benar-benar seorang yang memiliki ilmu
kanuragan yang tinggi. Ia bukan saja memiliki kekuatan wadag.
yang dapat melumatkan batu-batu padas dengan hentakkan
tangannya, tetapi ia pun memiliki ilmu yang mampu menggetarkan
jantung lawannya dengan getaran suara tertawanya.
Mahisa Bungalan terkejut ketika ia mendengar Empu Purung itu
tiba-tiba saja tertawa. Suaranya bagaikan melingkar di dalam relung
dadanya, menghantam pusat jantungnya.
Mahisa Bungalan pun kemudian harus berjuang dengan ilmunya
pula untuk menutup pendengaran batinnya, sehingga suara Empu
Purung yang dilontarkan dengan ilmu Gelap Ngampar itu tidak
menembus hati. Karena Mahisa Bungalan agaknya tidak terpengaruh oleh suara
tertawanya, maka Empu Purung pun terpaksa menghentikannya.
Apalagi karena Mahisa Bungalan justru memperdahsyat
serangannya pada saat Empu Purung memusatkan segenap
kekuatannya lahir dan batin pada lontaran ilmunya Gelap Ngampar.
Mahisa Bungalan pun ternyata telah mempelajari, bagaimana ia
menghadapi ilmu seperti yang dilontarkan oleh Empu Purung lewat
getaran di dalam dirinya yang mampu menyangkut di pendengaran
batin seseorang. Dengan menyesuaikan tingkat getarannya, maka
Empu Purung mampu menyerang lawannya dengan suaranya.
Bahkan bukan saja tertuju kepada seseorang. Ia dapat mencari
dengan pertimbangan rabaannya berdasarkan atas ilmunya, lapisan
yang paling tepat untuk menyerang pada tataran yang berbedabeda.
Tetapi ternyata bahwa ia tidak dapat mempergunakannya untuk
melemahkan perlawanan prajurit-prajurit Singasari, justru karena
Mahisa Bungalan. Ketika Mahisa Bungalan menyadari bahwa suara
2497 tertawa lawannya itu dapat berbahaya bagi prajurit Singasari di
sekitarnya, maka ia pun langsung berusaha untuk menghentikan
sumber getaran yang menusuk-nusuk hati itu.
Serangannya yang bagaikan angin prahara telah merusakkan
pemusatan ilmu Empu Purung untuk mendapatkan cukup kekuatan
bagi usahanya untuk mcnggoncangkan isi dada lawannya.
Sambil mengumpat Empu Purung terpaksa menahan seranganserangan
Mahisa Bungalan, yang meskipun masih dalam tataran
serangan wadag, namun sangat berbahaya baginya. Ia harus
meloncat surut ketika bagaikan gulungan asap senjata Mahisa
Bungalan melandanya. Sementara itu, Putut Kuda Widarba telah membuat kejutan baru
bagi prajurit Singasari. Dalam pertempuran yang sengit, maka
Senapati yang, memimpin pasukan Singasari itu menjadi agak
bingung. Ketika lawannya, Putut Sanggawerdi tidak berdaya lagi,
dan dalam keadaan luka parah ia telah menjadi tawaran, maka
Senapati itu telah menceburkan diri dalam pertempuran yang sengit,
melawan anak buah Empu Purung yang langsung dipimpinnya itu.
Selagi para pemimpin itu termangu-mangu. maka pasukan itu
telah menjadi semakin dekat. Bahkan beberapa orang di antara
mereka telah berlari dengan senjata teracu langsung menyerang
sekelompok prajurit Singasari yang melindungi Ranggawuni dan
Mahisa Cempaka. Senapati itu pun kemudian tidak dapat membut pertimbangan
lebih panjang. Ia pun kemudian meloncat berlari sambil memberikan
aba-aba kepada kelompok kecil prajurit itu untuk mengikutinya
menyongsong- Putut Kuda Widarba.
Tetapi jumlah lawan terlalu banyak. Kelompok kecil itu tentu
tidak akan banyak berarti bagi lawannya. Meskipun setiap prajurit
memiliki kemampuan lebih baik dari para cantrik apalagi anak-anak
muda di dalam pasukan lawan, tetapi jumlah mereka terlalu banyak
bagi kelompok kecil prajurit itu.
2498 Sementara itu prajurit-prajurit yang lain masih terlibat dalam
pertempuran yang sengit, yang jumlahnya pun cukup banyak untuk
mengikat para prajurit Singasari dalam pertempuran itu.
Sementara itu, ternyata Ranggawuni dan Mahisa Cempaka telah
menjadi gelisah. Jika semula mereka memandang pertempuran
dengan hati yang berkembang melihat kemenangan-kemenangan
yang dicapai oleh prajuritnya, maka kini mereka menjadi gelisah,
apakah prajurit Singasari akan dapat bertahan.
"Paman" desisnya di telinga Mahisa Agni, "apakah kita akan tetap
bersilang tangan, sementara darah prajurit kita sudah mulai
mengalir?" "Tetapi sebaiknya tuanku berdua tidak ikut terlibat dalam
pertempuran ini. Biarlah prajurit-prajurit itu berusaha untuk
menyelesaikan tugas mereka. Aku kira mereka akan dapat
mengatasi keadaan." Ranggawuni mengerutkan keningnya. Ia memandang prajuritprajuritnya
yang bertempur mati-matian, sementara yang lain telah
mulai terlibat dalam pertempuran melawan para cantrik dan anakanak
muda yang dipimpin oleh Putut Kuda Widarba.
"Paman Mahisa Agni" berkata Ranggawuni, "apakah menurut
perhitungan paman, prajurit-prajurit yang sedikit sekali jumlahnya
itu akan dapat bertahan?"
"Memang terlalu berat tuanku. Tetapi sebaiknya tuanku berdua
tetap berada di dalam pengawalan beberapa orang prajurit. Biarlah
aku, Witantra, Mahendra dan pengawal yang lain melibatkan diri
dalam pertempuran itu."
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka saling berpandangan sejenak.
Namun mereka tidak mau terlibat dalam pembicaraan yang
berkepanjangan justru saat pertempuran sudah membakar seluruh
arena. "Baiklah paman" berkata Ranggawuni, "aku dan Mahisa Cempaka
akan tetap berada di sini."
2499 Mahisa Agni menarik nafas panjang. Kemudian diperintahkannya
tiga orang prajurit untuk tetap tinggal bersama dengan Ranggawuni
dan Mahisa Cempaka. Selain tiga orang prajurit itu, Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat. pun diperintahkannya menemani kedua orang
pemimpin tertinggi pemerintahan Singasari itu.
Sesaat Mahsa Agni memandang pertempuran yang sudah
menjalar kesegala sudut arena. Sekelompok kecil prajurit yang
menahan pasukan yang dipimpin oleh Putut Kuda Widarba itu pun
segera terdesak, karena jumlah mereka sama sekali tidak seimbang.
"Marilah" berkata Mahisa Agni, "mumpung korban belum jatuh."
Witantra dan Mahendra tidak menyahut. Ketiga orang-orang tua
itu pun kemudian dengan tergesa-gesa menerjunkan diri ke dalam
arena pertempuran. Kehadiran mereka mula-mula telah mengejutkan Senapati
prajurit Singasari yang memimpin sekelompok kecil pasukannya.
Namun ia sadar, bahwa ketiga orang itu adalah orang-orang yang
luar biasa, sehingga meskipun mereka hanya bertiga tetapi
kemampuan mereka melampaui sekelompok prajurit-prajurit pilihan.
Demikianlah, maka kehadiran Witantra, Mahendra dan Mahisa
Agni telah mempengaruhi arena pertempuran itu. Namun demikian,
karena jumlah lawan yang jauh lebih banyak. maka di bagian lain
dari arena itu, prajurit Singasari masih mengalami kesulitan. Dan
itulah sebabnya, maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra telah
mempergunakan cara yang lain untuk mengurangi kegelisahan para
prajurit. Mereka tidak bertempur di satu tempat melawan lawan
yang menyerang mereka. Tetapi mereka bagaikan burung elang
yang berterbangan di langit yang biru. Sekali-kali menyambar,
kemudian terbang tinggi di sela-sela awan.
Kehadiran Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra. meskipun hanya
bertiga, ternyata telah membuat lawan mereka menjadi bingung.
Beberapa orang cantrik yang memiliki kemampuan melampaui anakanak
muda yang lain, berusaha berada di dalam kelompokkelompok
kecil untuk menahan serangan-serangan yang dahsyat
2500 itu. Tetapi tiba-tiba saja ketiga orang-orang tua itu telah bersamasama
menyerang, sehingga kelompok kecil itu pun telah terpecah
bercerai berai. "Gila" geram Putut Kuda Widarba. Namun ia tidak dapat berbuat
banyak, karena Senapati yang telah berhasil melumpuhkan Putut
Sanggawerdi itu telah berada di dalam libatan perkelahian
melawannya. Dalam pada itu, di arena yang lain, yang langsung berada di
bawah pimpinan Empu Purung dan Mahisa Bungalan, pertempuran
pun berlangsung dengan sengitnya. Meskipun pasukan Empu
Purung jumlahnya lebih banyak dari prajurit Singasari. namun
imbangannya tidak seperti di arena yang lain, sehingga prajurt
Singasari yang pada dasarnya memiliki kemampuan dan
pengalaman yang lebih besar, segera mampu menguasai keadaan.
Sementara itu Empu Purung sendiri ternyata terlibat dalam
pertempuran yang sengit melawan Mahisa Bungalan. la tidak
mendapat kesempatan untuk membantu pasukannya dengan
caranya, dengan ilmu-ilmunya yang dapat dilontarkan lewat
berbagai macam cara, bukan saja dengan wadagnya Setiap ia
berusaha membangunkan ilmu yang dapat dilontarkan lewat
suaranya, Mahisa Bungalan telah menyerang dengan dahsyatnya,
sehingga ia harus memusatkan perlawanannya terhadap seranganserangan
wadag Mahisa Bungalan yang dapat membahayakan
jiwanya. Sebenarnyalah Mahisa Bungalan pun telah hampir sampai ke
puncak ilmunya. Ia masih belum berusaha mengakhiri pertempuran
karena ia memang sedang menjajagi kemampuan lawannya, yang
agaknya masih membagi perhatiannya antara Mahisa Bungalan dan
usahanya membantu orang-orangnya.
Namun Mahisa Bungalan pun sadar, jika sampai saatnya,
lawannya mengerahkan puncak ilmunya, maka ia pun harus
berjuang dengan segenap ilmu yang ada padanya.
2501 Dalam pada itu, Ranggawuni dan Mahisa Cempaka yang muda itu
menjadi kian gelisah. Ketika ia melihat Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat menggeretakkan giginya, maka Ranggawuni pun berkata,
"Apakah kita akan tetap berdiam diri?"
Prajurit yang mendengar gumam itu pun segera menyahut,
"Ampun tuanku. Sebaiknya tuanku tetap berada di luar pertempuran
yang sedang menyala itu."
Ranggawuni mendekati prajurit itu sambil tersenyum. Katanya,
"Terima kasih. Tetapi aku berpendirian lain."
Prajurit itu termangu-mangu. Ia tidak segera mengetahui maksud
Ranggawuni yang tidak dalam pakaian kebesaran sebagai seorang
Maharaja di Singasari. Tetapi Ranggawuni yang berpakaian seperti orang kebanyakan
itu berkata, "Aku akan ikut serta dalam pertempuran itu."
"Jangan tuanku. Tuanku adalah Maharaja di Singasari.
Seharusnya tuanku tidak ikut dalam pertempuran itu?"
"Seorang Raja adalah seorang Panglima, dan seorang Maharaja
adalah seorang Panglima Agung. Meskipun aku bukan Senopati
yang memimpin pasukan Singasari di daerah ini, tetapi karena aku
juga seorang prajurit, maka aku wajib ikut serta dalam pertempuran
sekarang ini." "Tuanku memang seorang prajurit. Tetapi tuanku juga seorang
Maharaja. di sini tidak ada lawan yang pantas bagi tuanku, sehingga
jika terjadi kecelakaan kecil atas tuanku, maka hal itu akan dapat
menyuramkan wibawa tuanku."
Ranggawuni tersenyum. Katanya, "Aku tidak dalam kedudukanku
sebagai seorang Maharaja. Atau katakanlah aku siapa saja. Tetapi
aku ingin ikut membantu prajurit Singasari yang berada dalam
kesulitan. Aku, adinda Mahisa Cempaka beserta kedua putera
paman Mabendra akan dapat menambah kekuatan Singasari yang
terdesak di satu sudut pertempuran itu. Masih ditambah lagi kalian
bertiga. Nah, dengan demikian, keseimbangan pertempuran itu
2502 segera akan berubah." Ranggawuni berhenti sejenak sambil
memandang ke arena pertempuran. Pasukan yang berada di bawah
pimpinan Mahisa Bungalan yang langsung bertempur melawan
Empu Purung itu nampaknya tidak begitu sulit. Tetapi pasukan yang
melawan pasukan Empu Purung yang di bawah pimpinan Putut
muda itu, agaknya telah mengalami tekanan yang, sangat besarmeskipun
setiap saat Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra hadir di
sekitar mereka dan agak memperingan tekanan itu.
Tetapi ternyata bahwa lawan memang terlalu banyak.
Dalam pada itu, ternyata bahwa prajurit-prajurit yang mengawal
Ranggawuni tidak lagi dapat mencegah keinginannya untuk terjun
ke dalam arena. Bahkan ketika prajurit itu masih saja menahannya,
Ranggawuni berkata, "Dengarlah perintahku, Maharaja Singasari.
Ikutlah aku terjun kedalam pertempuran itu."
Prajurit-prajurit yang mengawalnya tidak dapat berbuat apa-apa.
Mereka harus tunduk kepada perintah itu, sehingga bagaima na pun
juga mereka harus membiarkan Ranggawuni dan Mahisa Cempaka
mendekati garis perang bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Dengan hati-hati Ranggawuni berusaha agar kehadirannya tidak
menarik perhatian Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra. Namun
bagaimanapun juga, ternyata Mahisa Agni melihatnya pula. Tetapi
ketika ia meloncat mendekati Ranggawuni, maka Ranggawuni,
Mahisa Cempaka, Mahisa Murti dan Mahisa Pu kat telah berada di
arena. Beberapa orang lawan justru telah menyerangnya.
Mahisa Agni yang telah berhasil mendekati Ranggawuni segera
bertanya sambil berbisik, "Kenapa tuanku hadir di peperangan?"
Ranggawuni tidak menyahut. Tetapi ia tersenyum sambil
memberikan isyarat, bahwa ia akan melayani lawan-lawannya yang
telah menyerangnya. Mahisa Agni termangu-mangu. Namun dengan demikian, maka ia
pun telah terikat, ia tidak sampai hati untuk melepaskan
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka untuk bertempur seperti
kebanyakan prajurit yang lain.
2503 Mahendra yang melihat kedua pemimpin Singasari dan kedua
anaknya turun ke arena, telah mendekat pula. Seperti Mahisa Agni,
maka keduanya seakan-akan bertempur dalam tugasnya yang
khusus, melindungi anak-anak muda yang darahnya masih terlalu
mudah mendidih itu Tetapi ternyata bahwa Ranggawuni dan Mahisa Cempaka tidak
ragu-ragu melibatkan dirinya di peperangan itu, seperti juga Mahisa
Pukat dan Mahisa Murti. Dengan tengadah mereka langsung
menusuk ke dalam induk pasukan lawan, disertai oleh ketiga prajurit
pengawalnya dengan dibayangi oleh Mahisa Agni dan Mahendra.
Sementara itu, Witantra masih tetap memelihara keseimbangan
di sudut yang lain. Ia tidak ikut serta mendekati Ranggawuini dan
Mahisa Cempaka, karena dengan demikian, maka di sudut lain,
tekanan lawan akan menjadi sangat terasa.
Kehadiran Ranggawuni dan beberapa orang lain di arena itu
benar-benar telah merubah keadaan. Meskipun Ranggawuni hanya
bertujuh, tetapi ternyata bahwa anak-anak muda itu telah
bertempur bagaikan banteng terluka. Mahisa Murti dan Mahisa
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pukat ternyata memiliki kelincahan yang kadang-kadang dapat
membingungkan lawan, sementara Ranggawuni dan Mahisa
Campaka dengan kemampuannya telah membuat lawan-lawannya
bagaikan kehilangan pegangan.
Semula kehadiran mereka tidak begitu menarik perhatian, karena
mereka adalah anak-anak muda dalam pakaian orang kebanyakan,
yang dikira tidak memiliki kemampuan seorang prajurit. Tetapi
selelah anak-anak muda itu bertempur beberapa saat. maka
ternyata kemampuan mereka telah benar-benar mengejutkan.
Dengan demikian, maka kekuatan lawan kemudian sebagian lelah
terhisap dengan kehadiran anak-anak muda itu, apalagi Mahisa Agni
dan Mahendra membayangi mereka pula, sehingga tekanan di sudut
yang lain pun menjadi agak berkurang.
Witantra yang masih bertempur seperti burung elang, banyak
pula menumbuhkan persoalan di pihak lawan.
2504 Para cantrik yang semula yakin akan dapat mengalahkan para
prajurit, dan bahkan sudah membayangkan bagiamana mereka akan
menghinakan mereka, tiba-tiba saja telah terbentur pada kenyataan
lain. Prajurit-prajurit Singasari seakan-akan lelah menemukan
kekuatannya yang baru dengan hadirnya beberapa orang anak
muda itu. Semakin lama semakin ternyata bahwa para prajurit Singasari
akan berhasil menguasai keadaan. Mahisa Agni yang berada di
dalam satu kelompok bersama Mahendra dan anak-anak muda itu,
seakan-akan merupakan kelompok hantu yang lapar, yang
menyebarkan maut di segenap penjuru. Setiap sudut yang mereka
dekati, maka nafas kematian bagaikan dihembuskan di udara di atas
arena pertempuran itu. Empu Purung yang bertempur di bagian lain melawan Mahisa
Bungalan pun menjadi gelisah. Perhitungannya atas kekuatan
Singasari ternyata lelah keliru. Usahanya memecah pasukannya
yang akan menyerang barak dari bagian depan dan bagian
belakang, ternyata telah menjebak pasukannya sendiri. Pasukan
yang dipimpin Putut Sanggawerdi telah dihancurkan oleh prajurit
Singasari yang jumlahnya ternyata lebih banyak dari dua puluh
orang saja, karena Empu Purung tidak mengetahui adanya pasukan
cadangan yang tersembunyi. Selebihnya Empu Purung tidak
memperhitungkan orang-orang yang memiliki kemampuan lebih dari
sekelompok kecil prajurit Singasari seperti lawan yang sedang
dihadapinya, Mahisa Agni dan kelompok mautnya, Witantra dan
kemampuan prajurit Singasari yang seorang demi seorang jauh
berada di atas kemampuan anak-anak muda yang sedang belajar
olah kanuragan di padepokanan Empu Purung.
Namun Empu Purung masih mempunyai harapan. Ia ingin
membinasakan Mahisa Bungalan, sehingga dengan demikian, maka
ia akan dapat mengitari seluruh arena, karena Empu Purung pun
masih belum mendapatkan ukuran kemampuan lawannya yang
sebenarnya. 2505 Tetapi Mahisa Bungalan ternyata tidak segera dapat di kalahkan.
Bahkan ketika pertempuran itu menjadi semakin sengit, tandang
Mahisa Bungalan pun menjadi semakin mantap.
Tangannya yang basah oleh keringat, bagaikan mendapatkan
kekuatan baru yang dahsyat untuk mengayunkan senjatanya.
Namun Empu Purung pun memiliki kemampuan yang tinggi.
Sudah beberapa kali ia mengatakan kepada para cantrik, bahwa ia
mampu menggugurkan gunung dan mengeringkan lautan dengan
jari-jarinya. Meskipun tidak sebenarnya demikian yang dimaksudkan nya,
namun Empu Purung memang mempunyai ilmu yang maha dahsyatIa mampu memecahkan jantung lawan dengan suara tertawanya.
Tetapi di hadapan Mahisa Bungalan ia tidak mendapat kesempatan
untuk memusatkan kemampuan ilmunya itu.
Namun Empu Purung tidak berkecil hati. Ia harus
menghancurkan Mahisa Bungalan, kemudian ia akan dapat
mengacaukan pertahanan lawan dengan ilmunya itu, dan dengan
kemampuan wadag yang sukar dimengerti oleh orang-orang yang
tidak berilmu tinggi. Menghadapi Mahisa Bungalan Empu Purung menjadi sangat
berhati-hati. Ia sadar, bahwa Mahisa Bungalan adalah seorang anak
muda yang tuntas kawruh lahir dan batin. Namun Empu Purung
masih ingin mencoba, apakah Mahisa Bungalan mampu bertahan
terhadap sentuhan ilmu puncaknya, Aji Bajraketi. Aji yang memiliki
kekuatan yang dahsyat sekali, seolah-olah merupakan semburan
lidah api yang dapat membakar lawannya sampai hangus.
Ketika Empu Purung sudah tidak melihat jalan lain, maka ia pun
segera meloncat surut. Dengan kekuatan yang tersimpan di dalam
dirinya atas lambaran ilmunya, maka Empu Purung pun telah
membangunkan kemampuannya yang terdahsyat itu pada telapak
tanganya. Wajah Empu Purung menjadi merah, sementara tangannya telah
berubah bagaikan bara. Empu Purung justru memindahkan
2506 senjatanya di tangan kirinya, sementara tangan kanannya telah siap
diayunkannya dengan kekuatan ilmu puncaknya.
Mahisa Bungalan terkejut melihai sikap itu. Ia sadar, bahwa ia
akan berhadapan dengan kemampuan aji yang dahsyat. Apalagi
ketika terlihat olehnya wajah Empu Purung yang merah dan
tangannya yang bagaikan bara api.
Tidak ada kemungkinan lain bagi Mahisa Bungalan dari pada
mempersiapkan diri dengan sepenuh kemampuannya. Ia sudah
mempelajari berbagai macam ilmu dan menguasai kemampuan
beberapa macam aji. Dari ayahnya, dari pamannya dan bahkan dari
Mahisa Agni ia telah mempelajari berbagai macam unsur kekuatan.
Menghadapi kekuatan lawan yang nampaknya tidak dapat
diabaikan, Mahisa Bungalan telah mengerahkan daya tahannya. ia
masih belum mempergunakan ilmunya untuk menyerang. Tetapi ia
sekedar membangunkan kekuatan getaran ilmu di seputar dirinya
sehingga seolah-olah Mahisa Bungalan telah dikelilingi oleh selapis
baja yang tebalnya sejengkal.
Meskipun masih ada juga keragu-raguan apakah daya tahannya
akan dapat bertahan atas kekuatan Empu Purung, namun kemudian
ia menemukan keyakinan bahwa seandainya lawannya dapat
menembus ilmunya, maka kekuatan yang berhasil menerobos daya
tahannya itu, tentu tinggal kekuatan yang tidak akan dapat
berpengaruh lagi atas dirinya, dalam keadaan wajar sekalipun.
Karena itu, ketika ia melihat Empu Purung bersikap, Mahisa
Bungalan justru berdiri diam dengan tangan bersilang di dada.
Saat-saat yang tegang itu pun telah mencengkam arena
peperangan. Beberapa orang yang melihat kedua pemimpin dari
kedua belah pihak itu bersikap seolah-olah berusaha untuk men
hindarkan diri dari pertempuran barang sejenak. Karena kedua
belah pihak bersikap serupa, maka perkelahian di arena itu pun
seakan-akan telah mereda. Masing-masing ingin menyaksikan
apakah yang bakal terjadi, jika Empu Purung telah melepaskan
kemampuan ilmu pamungkasnya.
2507 "Gunung akan runtuh dan lautan akan kering," desis beberapa
orang cantrik, "apalagi tubuh manusia yang terdiri dari tulang dan
daging yang lunak. Tentu tubuh itu akan hancur menjadi debu."
Sejenak kemudian, maka arena itu benar-benar telah dicengkam
oleh ketegangan. Saat-saat Empu Purung bersiap untuk meloncat.
Para cantrik yang menyaksikan bagaikan membeku. Seandainya
pada saat-saat itu lawan mereka menyerang, mereka tidak akan
sempat melawan karena mereka ingin menyaksikan ayunan tangan
Empu Purung yang bagaikan membara itu.
Mahisa Bungala pun telah siap pula membentengi diri nya. Ia
sama sekali tidak berusaha untuk menghindar atau membenturkan
serangan kemampuan ilmu puncaknya. Namun dengan demikian,
Empu Purung benar-benar telah dibakar oleh kemarahan, karena ia
menganggap sikap Mahisa Bungalan adalah sikap yang sangat
sombong. Sekejap kemudian, maka setiap orang telah menahan nafasnya.
Para cantrik dan bahkan para prajurit Singasari. Mereka dengan
tegang menunggu, apakah yang akan terjadi.
Yang terdengar kemudian adalah teriakan nyaring. Empu Purung,
telah meloncat sambil mengayunkan tangannya menghantam dahi
Mahisa Bungalan. Setiap orang merasa seolah-olah arus darah di tubuhnya telah
berhenti. Dengan tatapan mata yang tidak berkedip mereka
menyaksikan, hantaman tangan Empu Purung yang langsung
mengenai dahi Mahisa Bungalan.
Ternyata kemudian telah terjadi benturan yang dahsyat. Mahisa
Bungalan yang telah menjajagi ilmu lawannya, dan yang
meyakinkan dirinya akan mampu bertahan atas serangan ilmu
tertinggi lawannya, telah terkejut. Ternyata ilmu Empu Purung telah
melontarkannya sehingga Mahisa Bungalan jatuh terguling di tanah,
meskipun ia sadar, bahwa yang terjadi adalah sekedar kekuatan
dorongan yang besar. Tetapi sama sekali tidak melukainyaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
2508 Dengan serta merta Mahisa Bungalan meloncat berdiri dan
bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Namun demikian,
karena serangan lawan langsung menghantam dahinya, terasa juga
kepalanya menjadi pening. Matanya bagaikan melihat beribu
bintang yang berputaran. Dengan mengerahkan daya lahir dan batinya, Mahisa Bungalan
telah berdiri tegak untuk menghadapi setiap serangan yang bakal
datang. Tetapi ternyata bahwa Empu Purung tidak dapat menyerangnya
dengan serta merta. Benturan serangan kekuatan puncaknya atas
perlindungan kekuatan yang melindungi tubuh Mahisa Bungalan
telah menghentakkannya. Tangannya yang memukul dahi Mahisa
Bungalan rasa-rasanya bagaikan menghantam besi baja, sehingga
justru karena itu, ia pun telah terpental beberapa langkah surut.
Namun perasaan sakit yang tidak terhingga telah menyengat
tangannya yang membara. Ternyata bahwa kekuatan puncaknya
tidak berhasil menembus daya tahan Mahisa Bungalan, meskipun ia
berhasil melemparkan Mahisa Bungalan sehingga jatuh terguling.
Meskipun demikian, Empu Purung itu pun sadar, bahwa ia telah
berhasil mendorong kekuatan Mahisa Bungalan. Itulah sebabnya,
maka ia pun segera berusaha memusatkan kemampuannya pada
ilmunya kembali. Ia ingin melepaskan aji puncaknya itu sekali lagi,
pada saat ketahanan ilmu Mahisa Bungalan belum sepenuhnya
dapat dibangunkan kembali.
Namun agaknya Mahisa Bungalan pun menyadari. Ia tidak mau
dilemparkan sekali lagi oleh lawannya. Jika pemusatan daya
tahannya belum sampai kepuncaknya, maka serangan yang sama
akan dapat meretakkan tulang kepalanya.
Itulah sebabnya, maka Mahisa Bungalan tidak mau lagi sekedar
bertahan saja menghadapi Empu Purung. Pada saat Empu Purung
mempersiapkan serangannya yang kedua, maka Mahisa Bungalan
pun telah bersiap pula. 2509 Sementara itu, orang-orang yang menyaksikan benturan
kekuatan itu pun rasa-rasanya lelah membeku. Kepala mereka
menjadi pening, seolah-olah kepala merekalah yang telah
membentur kekuatan tangan Empu Purung.
Namun dalam pada itu, para cantrik pun telah dihinggapi oleh
keheranan yang tajam, melihat Mahisa Bungalan yang masih
mampu bangkit dan bersiap untuk bertempur. Mereka mengira
bahwa kepalanya tentu akan pecah, seperti pecahnya pintu gerbang
barak para prajurit Singasari. Apalagi serangan itu telah dilambari
oleh kekuatan yang tentu lebih dipersiapkan.
"Agaknya Empu Purung menganggap lawannya terlampau lemah"
berkata para cantrik, "sehingga ia tidak mengerahkan seluruh
kemampuannya." "Ya. Dan agaknya Empu Purung akan mengulanginya. Yang
kedua itulah yang akan menentukan. Anak itu tentu tidak hanya
sekedar terlempar dan terbanting jatuh. Tetapi ia akan pecah
menjadi potongan tulang, dan seonggok daging yang akan menjadi
makanan binatang buas di malam hari."
Sekali lagi ketegangan telah memuncak. Para prajurit Singasari
pun menjadi ragu-ragu terhadap kemampuan daya tahan Mahisa
Bungalan. Sejenak kemudian arena pertempuran itu telah dicengkam oleh
suasana yang tegang. Kedua orang yang berhadapan itu telah
memusatkan segenap ilmunya. Ternyata bahwa Empu Purung tidak
berbasil menyerang saat-saat Mahisa Bungalan masih belum siap
melawannya. Justru nampaknya Mahisa Bungalan telah mendahului
lawannya, bersiap untuk bukan saja bertahan, tetapi bahkan
menyerang. Sesaat kemudian, maka setiap jantung rasa-rasanya telah
berhenti berdetak. Mahisa Bungalan sengaja menunggu saat Empu
Purung yang disebut memiliki kemampuan yang dapat
menggugurkan gunung dan mengeringkan lautan itu meloncat
menyerangnya dengan segenap kemampuan yang dimilikinya.
2510 Pada saat itu pulalah Mahisa Bungalan telah meloncat pula.
Sekejap kemudian, maka terjadilah benturan yang dahsyat
antara dua kekuatan puncak dari dua orang yang memiliki
kemampuan jauh di atas orang kebanyakan. Benturan yang
bagaikan guruh bersabung di udara.
Mahisa Bungalan yang membentur kekuatan Empu Purung
dengan kekuatan yang dipersiapkan untuk menyerang, nampaknya
masih terdorong pula beberapa langkah surut. Tetapi ia tidak lagi
jatuh dan berguling di tanah. Bahkan ia masih dapat
mempertahankan keseimbangannya, sehingga ia masih tetap berdiri
tegak meskipun terasa tubuhnya tiba-tiba saja menjadi gemetar.
Kekuatan yang kurang dikenalnya, tetapi sebagai bara yang
menjalar dari titik sentuhan kekuatannya dengan kekuatan Empu
Purung menelusur di sepanjang urat-urat darahnya.
Mahisa Bungalan sadar, bahwa kekuatan itu tentu kekuatan yang
berbahaya, yang akan dapat menghanguskan jantung, Cepat atau
lambat. Karena itu, maka ia pun kemudian justru meloncat surut.
Dikerahkannyalah daya tahan tubuhnya untuk melawan arus yang
akan dapat mencelakakannya, bahkan mungkin nyawanya.
Terasa bahwa dengan mengerahkan daya lahannya, getaran
panas itu menjadi semakin lambat, dan bahkan kemudian berhenti.
Perlahan-lahan Mahisa Bungalan berusaha untuk mendorong
kekuatan yang memanasi jalur darahnya itu kembali ke tempatnya
untuk kemudian dilontarkannya keluar.
Dalam pada itu, ketika Mahisa Bungalan dengan cemas berusaha
menguasai getaran panas di daiam dirinya, maka Empu Purung
sedang berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Benturan itu
ternyata telah melemparkannya beberapa langkah surut. Bukan saja
tangannya yang menjadi sakit karena daya tahan Mahisa Bungalan,
tetapi hentakan kekuatan Mahisa Bungalan yang menyerangnya
telah menghantam tubuhnya, menggetarkan isi dadanya. Rasarasanya
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jantungnya telah rontok dan tulang-tulang iganya
berpatahan. 2511 Beberapa saat ia masih dapat bertahan berdiri di atas kedua
kakinya. Tetapi rasa-rasanya kakinya sudah tidak bertulang lagi.
Perlahan-lahan ia terjatuh pada lututnya, sementara itu, dan
mulutnya telah meleleh darah yang merah menitik di atas tanah.
Empu Purung terbatuk beberapa kali. Ternyata bahwa ia tidak
lagi dapat melawan hadirnya maut yang merenggut nyawanya. Ia
tidak berhasil menghancurkan lawannya, tetapi justru sebaliknya.
Mahisa Bungalan yang masih muda itu ternyata memiliki
kemampuan yang tidak dapat dilawannya. Kekuatan ilmunya, yang
diharapkan akan dapat menggugurkan gunung dan mengeringkan
lautan, ternyata hancur luluh terbentur kekuatan ilmu anak muda
itu. Empu Purung itu pun kemudian bersandar pada kedua
tangannya. Namun hanya beberapa saat. Ia masih sempat
memandang Mahisa Bungalan dengan sorot mata kemarahan dan
dendam. Namun mata itu pun kemudian redup dan padam.
Empu Purung jatuh terbaring di atas tanah. Ia tidak lagi dapat
berbuat sesuatu. Mati. Sejenak para cantriknya bagaikan dicekik oleh kejutan yang tidak
disangka-sangkanya sama sekali.
Empu Purung, orang yang mereka anggap tidak akan dapat
dikalahkan oleh siapapun juga itu, kini terkapar di tanah tanpa
dapat bergerak lagi. Mahisa Bungalan masih berdiri sesaat memperbaiki keadaan
tubuhnya. Perlahan-lahan ia pun kemudian berhasil melontarkan
getaran panas dari dalam dirinya, sehingga tubuhnya terasa menjadi
segar kembali meskipun di beberapa bagian masih terasa sakit-sakit
yang menyengat. Sejenak kemudian, maka para prajurit yang melihat kenyataan
itu pun segera menyadari keadaan. Dengan sigapnya mereka
kembali mengacukan senjatanya.
2512 Namun dalam pada itu, para cantrik serta anak-anak muda yang
berada di bawah pengaruh Empu Purung, rasa-rasanya tidak lagi
mempunyai kekuatan. Sandaran mereka seolah-olah telah patah,
sehingga karena itu, maka mereka masih saja berdiri termangumangu.
Dibagian lain mereka melihat Putut Snggawerdi yang
tersandar pada sebatang pohon tanpa dapat berbuat sesuatu lagi,
sementara Putut yang masih muda, Kuda Widarba telah kehilangan
kesempatan untuk menang. Kekalahan Empu Purung ternyata telah menentukan akhir dari
pertempuran itu. Dibagian lain dari arena itu, Putut Kuda Widarba
pun melihat dan mendengar sorak prajurit Singasari yang
meneriakkan kematian Empu Purung, sengaja untuk mempengaruhi
perlawanan para cantrik. "Apakah kau akan melawan terus?" bertanya Senapati prajurit
Singasari yang bertempur melawan Putut yang muda itu.
Putut Kuda Widarba termangu-mangu. Ia benar-benar sudah
kehilangan harapan. Di arena pertempuran yang lain, tidak ada
kekuatan lagi sementara ia serdiri harus menghadapi tekanan
Senapati prajurit Singasari yang tidak dapat dilawannya. Apa lagi
jika ia melihat anak-anak muda yang aneh yang bertempur melawan
para cantrik di dalam lingkaran perkelahiannya.
"Mereka tentu memiliki kemampuan yang tidak terhingga,
sehingga mereka dengan mudah bertahan dan bahkan menghalau
lawan yang jumlahnya jauh lebih banyak" berkata Putut Muda
Widarba itu di dalam hatinya.
"He, kenapa kau menjadi bingung?" bertanya Senapati prajurit
Singasari, "pemimpinmu, Empu Purung telah terbunuh dalam
pertempurannya melawan Mahisa Bungalan, pembunuh orang
berilmu hitam. Nah, apakah kau akan tetap berkeras untuk
bertempur terus, sehingga kau akan mengalami nasib seperti
kawanmu yang tersandar sebatang pohon tidak berdaya lagi itu"
Atau barangkali kau ingin menyusul Empu Purung?"
2513 Putut Kuda Widarba menarik nafas dalam-dalam Kemudian
sambil memberikan isyarat kepada orang-orangnya ia melepaskan
senjatanya. Katanya "Aku menyerah. Aku sudah kehilangan semua
kesempatan." Senapati prajurit Singasari itu mengangguk-angguk. Katanya
"Perintahkan setiap orang di dalam pasukanmu meletakkan
senjatanya. Perintahkan mereka berkumpul dan tidak berbuat
sesuatu yang dapat menimbulkan salah paham."
Putut Kuda Widarba pun kemudian memanggil semua orangorangnya
yang tersisa, memerintahkan mereka meletakkan senjata
dan berkumpul di tempat terbuka.
Sejenak para prajurit mengumpulkan senjata mereka dan
kemudian dengan senjata telanjang berdiri melingkari orang-orang
yang sudah menyerah dan dikumpulkan di tempat terbuka. Para
tawanan itu harus duduk beradu punggung dalam dua baris
melingkar bersusun semakin kecil kedalam.
Ranggawuni dan Mahisa Cempaka mengamati mereka dengan
kerut merut di kening. Sementara Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
termangu-mangu di sebelahnya.
"Aku belum berbuat apa-apa" bisik Mahisa Pukat di telinga
Mahisa Murti, "tiba-tiba saja mereka sudah menyerah."
Ternyata Ranggawuni yang juga masih muda itu mendengarnya.
Sambil tersenyum ia berkata perlahan-lahan, "Lain kali kau akan
mendapat kesempatan. Tetapi di tempat yang lain."
Mahisa Pukat mengerutkan keningnya. Namun wajahnya yang
kemerah-merahan itu pun tertunduk dalam-dalam.
Mahisa Agni yang kemudian berdiri di sebelah para tawanan itu
pun memberikan sedikit keterangan tentang peristiwa yang baru
saja terjadi, ia berusaha untuk menyentuh perasaan tawanantawanannya,
bahwa yang mereka lakukan selama itu adalah
langkah yang keliru. 2514 Ternyata sebagian besar dari mereka tidak tahu pasti apakah
yang sebenarnya mereka lakukan. Namun dengan demikian mereka
menyadari, bahwa langkah mereka adalah langkah yang sebenarnya
sangat berbahaya. "Tugas kami sudah selesai di tempat ini. Tetapi belum di tempat
lain" berkata Mahisa Agni, "karena Empu Baladatu telah
mempersiapkan tindakan-tindakan serupa dengan banyak tempat"
Para tawanan itu mengangguk-angguk.
"Nah, kita akan bersama-sama pergi ke Kota Raja. Perjalanan
yang agak jauh, tetapi mungkin akan sangat menarik. Tidak semua
dari kalian akan pergi. Anak-anak muda yang sesat langkah akan
kami serahkan kembali kepada Ki Buyut untuk mendapat
kesempatan memperbaiki kesesatannya. Kami akan meninggalkan
lima enam orang prajurit untuk ikut mengatur kalian." berkata
Mahisa Agni, "tetapi kalian harus sadar, bahwa kalian harus
membantu para prajurit itu di dalam usahanya. Karena prajuritprajurit
itu adalah kekuatan Singasari sendiri. Setiap sentuhan
terhadap mereka dengan kekerasan, akan menghadapkan kekuatan
itu kepada kekuatan prajurit Singasari."
Para tawanan itu mengangguk-angguk.
"Kami akan berada di sini untuk satu dua hari. Kami akan
bersama-sama dengan Ki Buyut, memilih di antara kalian, siapakah
yang harus mempertanggung jawabkan peristiwa yang baru saja
terjadi. Sementara yang lain akan mendapat perlakuan yang
khusus" Mahisa Agni meneruskan.
Sementara itu, selagi para cantrik dan anak-anak muda yang
berada di bawah pengaruh mereka mendapat penyelesaian sesuai
dengan tingkat perbuatan masing-masing, maka di beberapa tempat
lain, orang-orang yang menghubungi Empu Baladatu telah
menyampaikan persoalannya, bahwa di Alas Pandan benturan
kekuatan tidak mungkin dapat ditunda lagi.
Empu Baladatu memandang penghubung itu dengan wajah yang
tegang. Dengan suara yang bernada dalam ia berkata, "Kesalahan
2515 itu akan berpengaruh besar sekali. Aku harus bertindak tergesagesa.
Jika tidak, maka semuanya akan hancur sama sekali."
Penghubung itu sama sekali tidak menyahut. Mereka menyadari
keadaan sepenuhnya. Apalagi ketika kemudian Empu Baladatu
memberikan alasan-alasan yang masuk akal atas rencana yang
besar. "Tetapi itu sudah terjadi" geram Empu Baladatu, "kekasaran sifat
Empu Purung dan cantrik-cantriknya telah menyeret aku kedalam
kesulitan. Aku sekarang harus menyesuaikan diri. Semua persiapan
harus dipercepat, dan gerakan dalam keseluruhan harus mulai
mengguncang Singasari meskipun rencana di dalam keseluruhan
belum masak. Aku dengan tergesa-gesa harus mengatur
hubunganku dengan Linggapati, orang Mahibit itu."
Penghubung itu masih tetap berdiam diri. Ia tidak tahu apa yang
sebaiknya dikatakan, karena ia hanya sekedar membawa pesan dari
Empu Purung untuk Empu Baladatu.
Penghubung itu mengerutkan keningnya ketika Empu Baladatu
kemudian berkata, "Kembalilah secepatnya. Jika kau sudah tidak
lelah lagi dan kudamu sudah cukup beristirahat. Katakan kepada
Empu Purung, bahwa kami tidak dapat berbuat lain daripada
mengikuti ketergesa-gesaan itu. Tetapi jaga sebaik-baiknya agar
Empu Purung dapat menyelesaikah tugas sampai tuntas di
daerahnya. Tidak seorang, prajurit Singasari pun yang boleh tetap
hidup. Dengan demikian maka waktu akan bertambah panjang satu
dua hari." Demikianlah penghubung yang membawa pesan Empu Purung
itu pun kemudian minta diri setelah beristirahat secukup nya. Ia
tidak menghitung kelelahan yang akan mencengkamnya, karena ia
sadar, bahwa tugas yang dibawanya adalah tugas yang penting.
"Kita dapat beristirahat di jalan apabila kuda-kuda kita menjadi
sangat lelah" berkata salah seorang dari para penghubung itu.
Yang lain tidak membantah, sehingga mereka pun tidak
menunggu terlampau lama. Setelah semua pesan diberikan oleh
2516 Empu Baladatu, maka para penghubung itu pun segera kembali
kepadepokan Empu Purung. Namun sementara itu, padepokan Empu Purung telah kosong.
Ketika mereka mendekati padepokan itu dari perjalanan jauh yang
ditempuh dalam waktu yang cukup panjang, dengan melalui malammalam
di perjalanan, ternyata mereka tidak menemukan lagi
kekuatan yang mereka banggakan saat mereka berangkat. Prajurit
Singasari telah membawa sebagian dari kawan-kawan mereka ke
Singasari, justru orang-orang terpenting. Sedang yang lain, setelah
melalui beberapa pilihan, mereka ditinggalkan dengan pengawasan
yang saksama. "Jadi, apakah yang sebaiknya kita lakukan?" bertanya
penghubung itu kepada seorang cantrik yang tetap ting gal di
padukuhan. "Kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi." jawab cantrik itu, "ada
beberapa orang prajurit tinggal di banjar"
"Beberapa orang?"
"Lima orang." jawab cantrik itu.
"Hanya lima orang. Kita akan dapat membinasakannya."
Tetapi cantrik itu menggeleng. Jawabnya, "Bukan semudah itu.
Lima orang itu adalah lima orang yang tinggal di sini. Jika terjadi
sesuatu, maka kita semua akan binasa, karena Singasari akan
mengirimkan kekuatan yang berlipat seratus kali"
"Bodoh kau. Kita bunuh mereka, sementara itu kita
meninggalkan padepokan ini dan bergabung dengan kekuatan Empu
Baladatu." Cantrik itu berpikir sejenak. Namun kemudian katanya, "Kita
sama sekali tidak mempunyai kekuatan apapun lagi di sini."
"Ada beberapa orang masih tinggal di padepokan. Dan apakah
semua pengikut kita yang lain dibunuh?"
2517 "Tidak. Ada di antara kita yang terbunuh dalam peperangan.
Diantara yang tidak tertolong lagi adalah Empu Purung sendiri. Ada
pula di antara kita yang terlawan dan di bawa ke Kota Raja. Putut
Sanggawerdi yang terluka parah dan Putut Kuda Widarba termasuk
di antara mereka." "Jadi tentu ada yang tinggal bersamamu di sini selain yang ada
di padepokan. Anak-anak muda padukuhan dapat kita gerakkan."
Cantrik itu menggeleng. Katanya, "Jangan ganggu mereka lagi.
Mereka masih terlalu muda. Biarlah mereka menemukan jalan hidup
yang wajar. Peristiwa ini agaknya telah memberikan kesadaran baru
bagi mereka." "O" desis salah seorang dari penghubung itu, "kau sangka kau
sekarang sudah menjadi seorang pendeta yang menekuni tingkah
laku seseorang dan membedakan baik dan buruk?"
"Aku tidak. Aku masih tetap seorang yang berlumuran dengan
noda. karena aku sudah terlampau sulit uniuk membersihkan diri.
Tetapi anak-anak muda itu masih mempunyai kesempatan."
"Apa peduliku dengan kesempatan-kesempatan itu. Itu adalah
omong kosong. Kau mengira bahwa dengan demikian kau akan
menjadi pahlawan yang tegak membela kebaikan melawan
keburukan." "Tidak. Sudah aku katakan, tidak berlaku bagiku sendiri."
"Persetan. Aku akan menemui mereka seorang demi seorang.
Aku akan mengajak mereka membunuh kelima orang prajurit itu.
Kemudian kami semuanya akan melarikan diri dan berpihak di satu
medan dengan Empu Baladatu yang mulai menggerakkan semua
pengikutnya di seluruh Singasari."
"Tidak ada gunanya. Beberapa kali prajurit-prajurit itu sudah
memberikan pengertian yang mendasar kepada mereka. Kau akan
datang ke sasaran yang salah, karena mereka segera akan
melaporkan kau kepada para prajurit."
2518 Wajah penghubung itu menjadi merah padam. Dengan marah
salah seorang dari mereka menggeram, "Kau mencoba menakutnakuti
aku pengkhianat. Kenapa kau sendiri tidak membantuku,
justru berusaha mencegahku?"
"Kau jangan salah paham. Jika kau melakukannya, maka kau
akan kehilangan waktu dan tenaga sia-sia, bahkan akan dapat
membahayakan jiwamu dan yang masih tersisa di padepokan ini."
Ketegangan di wajah para penghubung itu menjadi semakin
memuncak. Dengan kasar salah seorang berkata, "Aku tidak peduli.
Aku akan membunuh kelima orang prajurit yang teiah
menghancurkan padepokan ini."
Kawan-kawannya menjadi termangu-mangu. Para penghubung
yang baru datang dari padepokan Empu Baladatu itu tidak melihat
sendiri apa yang telah terjadi. Karena itu agaknya sulit bagi mereka
untuk membayangkan, bagaimana mungkin prajurit Singasari yang
jumlahnya hanya sedikit di barak itu dapat menghancurkan seluruh
kekuatannya. Dan dalam waktu yang sangat dekat sudah berubah
sikap para cantrik dan anak-anak muda di Alas Pandan.
"Aku akan bertindak segera" berkata salah seorang penghubung
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu, "jika kita bertindak cepat, mungkin kita masih dapat
menyelematkan kawan-kawan kita yang, mereka bawa ke
Singasari." "Jangan bermimpi" jawab cantrik itu.
"Kau memang pengecut. Lihat, jejak orang-orang Singasari itu
tentu masih jelas. Mereka belum terlalu jauh. Jika kita mampu
mengatur diri, kita tentu akan dapat berbuat banyak."
"Kau mengigau."
"Kaulah yang pengecut" bentak penghubung itu.
"Apakah kau tidak mempercayai kami, bahwa kami telah
bertempur sebaik-baiknya melawan prajurit Singasari" Apa kah kau
tidak mempercayai lagi Empu Purung yang terbunuh di peperangan
itu" Ia sendirilah yang memimpin kami dan mengatur gelar yang
2519 kami pergunakan untuk menyergap prajurit-prajurit Singasari.
Tetapi justru kamilah yang telah masuk kedalam suatu keadaan
yang tidak menguntungkan."
Para penghubung itu termangu-mangu.
"Nah, aku peringatkan, kau harus menyadari, bahwa Empu
Purung sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Pasukan Singasari itu
aku kira memang belum terlalu jauh. Jika kau memaksa diri untuk
menyusul mereka, sebentar saja kau tentu sudah berhasil. Tetapi
jika kau mencoba berbuat sesuatu, maka nyawamu akan segera
tercabut dari tubuhmu."
Penghubung itu berpikir sejenak. Namun kemudian ia
menggeram, "Aku memang tidak dapat menyusul mereka. Tentu
jumlahnya terlalu banyak. Aku akan membunuh yang lima orang,
yang mereka tinggalkan di banjar."
"Itu pun tidak ada gunanya. Kau tidak akan berhasil."
"Aku akan berhasil. Lihatlah. Jika kau benar-benar berhati kerdil,
jangan ikut campur. Tetapi jangan pula berkhianat dengan
menyampaikan rencanaku kepada mereka"
Cantrik itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya, "Daerah ini baru
saja ditinggalkan oleh prajurit-prajurit Singasari. Setiap orang mulai
berpengharapan, bahwa mereka akan dapat menempuh kehidupan
baru, termasuk anak-anak muda itu."
"Termasuk kau" potong salah seorang penghubung itu.
"Ya. Termasuk kami di sini., "jawab cantrik itu, "karena itu
jangan kau guncang lagi daerah ini dengan tingkah lakumu yang
tidak menentu itu." Para penghubung itu menegang sejenak. Namun kemudian
katanya, "Jika kau tidak berani berbuat sesuatu, tidur sajalah. Tetapi
jangan memperkecil arti kedatanganku sekarang ini. Aku akan
membangunkan yang rasaanya telah pingsan."
2520 Baiklah. Aku akan berdiam diri di padepokan bersama beberapa
orang yang telah melihat sendiri peristiwa yang telah terjadi tanpa
memperkecil arti Empu Purung yang telah terbunuh di
pertempuran." Kedua orang yang baru datang dari padepokan Empu Baladatu
setelah menempuh perjalanan yang panjang itu menggeram.
Ternyata cantrik itu sama sekali tidak dapat diharapkan nya lagi.
"Kita menunggu saat yang sebaik-baiknya" berkata salah seorang
dari penghubung itu. "Jika malam mulai gelap, kita akan menghubungi anak-anak
muda yang masih tersisa. Jumlah mereka tentu masih cukup banyak
untuk melawan lima orang prajurit itu"
Dendam yang membara agaknya telah membakar jantung para
penghubung itu, sehingga mereka tidak dapat memikirkan
kemungkinan-kemungkinan lain daripada membunuh kelima orang
prajurit yang tinggal di banjar.
Demkianlah, ketika malam tiba, maka kedua orang penghubung
itu meninggalkan padepokannya Mereka pergi ke padukuhan untuk
menghubungi anak-anak muda yang masih tinggal. Yang terlepas
dari maut di medan pertempuran, namun yang tidak ikut dibawa
oleh prajurit-prajurit Singasari.
Hanya nama-nama mereka sajalah yang dapat diberikan oleh
cantrik yang tinggal di padepokan. Selebihnya, para cantrik itu tidak
mau ikut campur lagi. Tetapi nama-nama yang didapatkan oleh kedua penghubung itu
adalah nama-nama mereka yang tidak memiliki kemampuan cukup
untuk ikut serta dalam gerakannya membunuh kelima orang prajurit
itu. Meskipun demikian, mungkin anak-anak muda itu dapat
membantunya menemukan orang-orang yang dibutuhkan nya.
"Mungkin cantrik itu telah menyembunyikan sesuatu agar usaha
kita gagal" berkata salah seorang penghubung itu.
2521 Kawannya mengangguk-angguk. Namun mereka berpengharapan
bahwa jika mereka sempat menemui salah seorang, dari anak-anak
muda di padukuhan, mungkin mereka akan mendapat jalan yang
lebih baik. Dengan ragu-ragu mereka mendatangi salah seorang anak muda
yang namanya disebut oleh cantrik yang tinggal di padepokan. Anak
muda yang lolos dari maut, dan tidak ikut serta dibawa oleh prajurit
Singasari. Tetapi ternyata cantrik itu menjadi heran ketika ia bertemu
dengan anak muda itu. Jauh dari harapannya yang semula masih
tersimpan di dalam dadanya.
Ketika para penghubung itu mengetuk pintu, mereka masih
berpengharapan bahwa rencananya akan berjalan lancar. Tetapi
ternyata, ketika pintu itu terbuka, ia melihat seorang anak nuda
yang berwajah pucat dan lesu. Matanya redup penuh tekanan batin.
"Kau Laleyan " bertanya salah seorang penghubung itu Anak
muda itu mengangguk. Jawabnya dengan suara yang dalam, "Ya.
Aku Laleyan." "Apakah kau masih mengenal aku?" bertanya penghubung itu.
"Ya. Aku masih mengenalmu. Kau adalah cantrik peng hubung
yang mendapat tugas pergi kepadepokan Empu Baladatu"
Penghubung itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu, "Bagus-Kau
masih ingat. Karena itu agaknya kesadaranmu masih utuh."
"Ya. Aku tidak gila" sahut anak muda yang bernama Laleyan itu.
"Maksudku, kau tentu masih seorang anak muda yang perkasa."
"Maksudmu?" "Aku sudah mendengar semuanya tentang peristiwa pedih yang
terjadi atas padepokan Empu Purung. Bahkan Empu Purung sendiri
telah terbunuh." "Ya. Empu Purung telah terbunuh."
2522 "Benar. Dan sekarang, apakah yang akan kita perbuat justru saat
Empu Purung sudah terbunuh?" bertanya salah seorang
penghubung itu. Anak muda itu menjadi heran. Dengan ragu-ragu ia bertanya
"Apa yang harus kita lakukan" Justru Empu Purung sudah tidak
ada lagi, maka kita tidak akan dapat berbuat apa-apa.?"
"Tidak" sahut salah seorang penghubung itu, "kita masih
mempunyai kesempatan untuk melepaskan dendam kita. Bukankah
kelima prajurit itu ditinggalkan."
"Ya. Prajurit-prajurit Singasari baru saja meninggalkan
padukuhan dan padepokan kita. Lima orang di antara mereka tetap
tinggal untuk membantu kita semuanya memulihkan keadaan di
daerah ini." "Memulihkan keadaan?" bertanya penghubung itu.
"Ya. Memulihkan keadaan. Selama ini keadaan kita di sini tidak
menentu. Kami tidak pernah melakukan tugas kami selaku anakanak
muda di padukuhan. Kami seolah-olah telah melupakan diri
kami sendiri dan terbenam kedalam sikap dan tingkah laku yang
tidak kami mengerti"
"Laleyan," potong salah seorang dari penghubung itu, "ternyata
dugaanku salah. Aku kira kau benar-benar masih menyadari dirimu
sebagai seorang murid Empu Purung. T etapi ternyata kau tidak lebih
dari seorang pengecut, yang licik. Kau sama sekali tidak merasa
kehilangan atas gugurnya Empu Purung yang selama ini menjadi
tumpuan kita semuanya."
Anak muda yang bernama Laleyan itu termangu-mangu. Tetapi
ketika di dalam samarnya sinar lampu minyak ia melihat sorot mata
kedua penghubung itu bagaikan menyala, maka hatinya menjadi
kecut. "Laleyan" berkata salah seorang penghubung ilu, "aku tidak mau
melihat salah seorang murid Empu Purung bersikap seperti
perempuan cengeng. Kau harus berani membalas dendam atas
2523 kematian maha gurumu. Kelima prajurit itu harus kita binasakan.
Kita adalah murid-murid dari seorang maha guru yang perkasa
Karena itu, kita tidak boleh takut dan cemas menghadapi siapapun
juga." "Laleyan" berkata salah seorang penghubung itu, "akan tetapi
ternyata bahwa maha guru kita telah terbunuh. Ternyata bahwa
kemampuan maha guru kita tidak dapat menyamai kemampuan
prajurit Singasari. Apalagi kita, mungkin kalian masih memiliki
kelebihan. Tetapi aku?"
Wajah kedua penghubung itu menegang. Mereka, memang tidak
dapat ingkar, bahwa Empu Purung telah terbunuh. Empu Purung
yang semula mereka anggap dapat meruntuhkan gunung dan
mengeringkan lautan dengan kekuatan jari-jarinya, ternyata telah
mati di bunuh oleh prajurit Singasari. Jika benar Empu Purung
memiliki kemampuan yang sedahsyat itu, maka betapa besar
kemampuan prajurit Singasari yang berhasil membunuhnya.
Kedua penghubung itu menjadi ragu-ragu sejenak. Namun
kemudian yang seorang menggeram, "Itu hanya suatu kebetulan.
Mungkin Empu Purung lengah, atau menganggap lawannya
terlampau lemah, sehingga ia tidak mempergunakan semua
kekuatan dan aji serta ilmunya."
"Pertarungan itu dahsyat sekali" jawab Laleyan, "adalah
kebetulan bahwa aku dapat menyaksikannya. Kedua telah
mempergunakan segenap kemampuan yang ada. Benturan ilmu
yang berulang, kali, membuat Empu Purung menjadi semakin lemah
sehingga akhirnya ia terjatuh tidak berdaya."
"Gila. Kau mengigau." bentak salah seorang dari ke dua
penghubung itu. "Aku berkata sebenarnya. Aku tidak dapat mengatakan, apakah
ilmu prajurit-prajurit yang tinggal di banjar itu sedikitnya menyamai
ilmu prajurit yang telah membunuh Empu Purung itu."
"Tetapi tidak. Orang itu tentu Senapati tertinggi dari Singasari."
2524 "Bukan. Senapati pasukan kecil prajurit Singasari itu telah
bertempur dan melumpuhkan Putut Sanggawerdi, kemudian
langsung melawan Putut Kuda Widarba."
"Gila, gila. Kau bermimpi buruk anak muda" penghubung itu
membentak. Baiklah. Aku tidak akan dapat bekerja bersama dengan
seorang pengecut. Nah, sebut sajalah beberapa nama orang-orang
yang berani berbuat sesuatu."
Laleyan memandang kedua penghubung itu dengan hati yang
berdebaran. Rasa-rasanya, sepeninggal pasukan Singasari setelah
padepokan Empu Purung dilumpuhkan, padukuhan itu mulai
merasakan sejuknya ketenangan dan kedamaian hati. Namun
kedatangan kedua orang penghubung itu agaknya mulai
memanaskan suasana lagi. Tetapi, Laleyan tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tidak berani
mencegah rencana kedua penghubung itu untuk membunuh prajurit
Singasari yang ada di banjar.
Selanjutnya Laleyan hanya dapat memandang kedua
penghubung itu pergi meninggalkan rumahnya. Dengan nada geram
salah seorang dari keduanya berkata, "Aku akan pergi kerumah
Sempati." Laleyan tidak menjawab. Dibiarkannya saja keduanya menuju
kerumah Sempati meskipun hatinya menjadi berdebar-debar.
Menurut pengenalannya Sempati anak muda yang berani. Tetapi
agak kurang perhitungan. Ia termasuk salah seorang dari anak-anak
muda yang masih hidup. Laleyan yang kemudian menutup dan menyelarak pintu itu pun
kembali kepembaringannya Namun ia tidak dapat segera tidur.
Rasa-rasanya ada sesuatu yang memberati perasaannya. Seakanakan
ada yang mendorongnya untuk pergi kerumah Sempati.
"Jika aku pergi, mungkin akan terjadi salah paham" berkata
Laleyan, "kedua penghubung itu dapat menyangka bahwa aku akan
membujuk Sempati untuk menolak ajakan ke duanya. Biar sajalah
2525 apa yang akan dilakukan oleh Sempati. Ia cukup dewasa untuk
menentukan sikapnya sendiri"
Betapapun kegelisahan membelit hatinya, namun akhirnya
Laleyan tertidur juga dengan nyenyaknya.
Tetapi di pagi hari ia terkejut ketika terjadi keributan di muka
rumahnya. Ia mendengar beberapa anak-anak muda berdatangan
dan berbicara dengan riuhnya.
Dengan tergesa-gesa, bahkan tanpa mencuci muka Laleyan turun
kehalaman menjumpai kawan-kawannya yang nampak kebigungan.
"Ada apa?" bertanya Laleyan terbata-bata.
Kawan-kawannya yang melihatnya turun dari rumahnya bekata,
"Sempati terbunuh"
"Sempati?" bertanya Laleyan.
"Ya. Ia diketemukan mati di luar dinding halaman ramahnya.
Agaknya lelah terjadi perkelahian yang sengit. Tetapi beberapa
tusukan terdapat di tubuhnya, sehingga ia tidak dapat
diselamatkan." "Siapakah yang membunuhnya?" bertanya Laleyan
"Tidak seorang pun yang mengetahuinya." Laleyan menarik nafas
dalam-dalam. Ia teringat akan kedua orang penghubung yang
datang kepadanya. Mereka tentu langsung menemui Sempati.
Karena Laleyan termenung untuk beberapa saat, maka kawankawannya
pun bertanya, "Apakah kau mengetahui sesuatu tentang
Sempati " "Tidak, aku tidak mengetahui apa-apa."
Kawannya termangu-mangu- Namun salah seorang dari mereka
berkata, "Marilah. Kita memberitahukan kepada yang lain."
"Aku akan mandi dulu. Pergilah. Aku akan langsung pergi
kerumah Sempati." 2526 Sepeninggal kawan-kawannya Laleyan segera mempersiapkan
diri. Setelah mandi dan berpakaian, maka ia pun segera berangkat
kerumah Sempati. Dimuka pintu biliknya ia termangu-mangu. Namun kemudian ia
meraih pisau belati yang tergantung di dinding, dan menyisipkan di
bawah kain panjangnya. Dengan tergesa-gesa Laleyan pergi kerumah Sempati. Beberapa
orang telah sibuk menyelenggarakan tubuhnya yang membeku.
Beberapa buah luka terdapat menganga di tubuh yang diam itu.
Laleyan menggeretakkan giginya, la sadar, tidak ada orang lain
yang telah melakukannya, kecuali kedua penghubung yang tidak
senang melihat ketenangan di padukuhan yang terletak di sekitar
padepokan Empu Purung yang telah tidak lagi memancarkan
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengaruh apapun sepeninggal Empu Purung sendiri.
Tetapi Laleyan tidak dapat segera berbuat sesuatu, la harus
berhati-hati karena ia telah melihat akibatnya. Agaknya Sempati
yang kurang perhitungan itu langsung melawan kedua penghubung
yang pada masa hidupnya Empu Purung, merupakan cantrik yang
termasuk dekat dan memiliki ilmu yang cukup.
"Tetapi apakah anak-anak muda padukuhan ini akan berdiam diri
dan membiarkan seorang demi seorang terbunuh?" berkata Laleyan
kepada diri sendiri. Semakin lama rumah Semepati menjadi semakin ramai. Anakanak
muda mulai berdatangan. Baik mereka pernah berada dalam
pengaruh Empu Purung, maupun yang tidak. Tetapi anak-anak
muda itu sudah mengetahui, bahwa Sempati sudah berjanji untuk
merubah tata hidupnya. Tetapi ia tidak sempat menjalani hidupnya yang sudah dilandasi
dengan kesadaran, karena ia telah mendahului kawan-kawannya.
Ibunya menangis meraung-raung. Sempati masih terlalu muda
untuk mati. Jika Yang Maha Agung masih niembiarkannya hidup,
2527 maka Sempati masih mempunyai banyak kesempatan di hari
mendatang. Tetapi ia sudah mati. Dan ia tidak akan dapat bangkit kembali.
Pada saat-saat penyelenggaraan mayat Sempati, maka Laleyan
mencari kesempatan untuk dapat berbicara dengan beberapa orang
kawan-kawannya. Bahkan kemudian Laleyan tidak dapat
menyembunyikan keadaan yang diketahuinya, bahwa dua orang
penghubung telah datang kepadanya untuk mencari dukungan atas
sikapnya. oooOdOwOooo Bersambung ke jilid 35 Koleksi: Ki Ismoyo Scanning: Ki Arema Convert : Ki Ayasdewe Proofing/Editing: Arema 2528 Karya SH MINTARDJA Sepasang Ular Naga di Satu Sarang
Sumber djvu : Koleksi Ismoyo & Arema
http://kangzusi.com/ atau http://dewi-kz.info/
Jilid 35 KAWAN-KAWANNYA sependapat, bahwa Sempati
tentu bertindak tergera-gesa
tanpa perhitungan. Akhirnya,
ia telah terbunuh. "Apa yang dapat kita
lakukan?" bertanya Laleyan
kepada kawan-kawannya. Kawan-kawannya saling berpandangan. Mereka sadar,
bahwa ilmu mereka tentu terpaut banyak. Tetapi salah
seorang dari mereka berkata,
"Kita dapat bekerja bersama."
"Sudah tentu." jawab
Laleyan, "Tetapi apakah kita
akan mencari mereka, atau
membiarkan mereka datang kepada kita?"
"Kita mencari mereka. Aku kira sikap kedua orang itu bukannya
sikap para cantrik di padepokan itu."
"Ya. Masih ada satu dua orang cantrik yang ditinggalkan di
padepokan itu." 2529 Tetapi Laleyan berkata, "Aku meragukan. Apakah para cantrik itu
tidak sependapat dengan kedua penghubung itu. Jika kita datang ke
padepokan itu, ternyata para cantrik yang ada di sana sependapat
dengan kedua penghubung itu maka kita akan masuk perangkap.
Dan kita akan mereka bantai di padepokan."
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Tetapi tiba-tiba saja
salah seorang dari mereka berkata, "Kita akan minta bantuan anakanak
muda yang selama ini terpisah dari kita. Tetapi mereka sudah
menerima kita kembali."
Laleyan menggelengkan kepalanya. Jawabnya, "Kita akan
memperluas korban. Mereka sama sekali tidak dapat berbuat
sesuatu untuk mempertahankan diri. Meskipun seandainya mereka
berada dalam satu kelompok, namun mereka tidak akan mampu
melepaskan diri dari maut seandainya kedua orang penghubung itu
datang kepada mereka."
Kawan-kawannya yang menyadari keadaan itu pun menganggukangguk.
Apalagi anak-anak muda yang, selama itu tidak pernah
mendapat kesempatan untuk mempelajari ilmu kanuragan,
sedangkan mereka yang serba sedikit pernah belajar ilmu
kanuragan, mereka tidak berani menentang kedua penghubung itu
secara langsung. Namun. Laleyan kemudian berkata, "Bagaimana kalau kita
mencoba menghubungi prajurit-prajurit yang ada itu?"
Seorang kawannya melonjak sambil berkata, "Itu pikiran yang
baik. Aku sebenarnya sudah mereka-mereka untuk berkata seperti
itu. Tetapi aku ragu-ragu."
Ternyata kawan-kawannya sependapat. Mereka harus
secepatnya pergi ke banjar menjumpai prajurit-prajurit itu.
"Tetapi, kedua orang itu tentu akan mendendam kita jika
mereka tahu, kita telah melaporkan kepada mereka." desis
seseorang. 2530 "Mereka akan mendendam kita, lapor atau tidak lapor." sahut
Laleyan. Tetapi ternyata bahwa mereka masih juga ragu-ragu. Mereka
tidak akan dapat berbuat banyak, jika kedua orang itu telah
memperhitungkan bahwa mereka akan pergi ke banjar. Sementara
itu kedua orang itu sengaja menunggu mereka sebelum mereka
mencapai banjar. "Kita mencari jalan yang menurut perhitungan mereka tidak
akan kita lalui." berkata salah seorang dari mereka.
"Tetapi mereka pun telah memperhitungkan pula." desis yang
lain. Sejenak mereka termangu-mangu. Namun memang sulit bagi
anak-anak muda itu untuk menemukan pemecahan.
Akhirnya seseorang di antara mereka berkata, "Kita akan
memecah diri. Kita akan bersama-sama pergi ke banjar menurut
jalan yang berbeda-beda. Jika ada di antara kita yang bertemu
dengan kedua orang itu, adalah nasib kita yang ternyata sangat
buruk. Teapi dalam pada itu, yang lain akan segera dapat mencapai
banjar, dan memberitahukan apa yang telah terjadi. Sementara itu,
kita yang bernasib buruk akan dapat memberikan isyarat, agar
prajurit-prajurit itu datang membantu kita."
Sejenak anak-anak muda itu berpikir. Kemudian mereka
mengangguk-angguk sambil berkata di antara mereka, "Pendapat
yang baik. Kita akan melakukannya."
Telapi ternyata mereka tidak perlu melaksanakan rencana itu.
Tiba-tiba saja rumah Sempati itu menjadi s ibuk karena kedatangan
lima orang prajurit Singasari yang untuk sementara tinggal di
banjar. Orang tua Sempati menerima mereka dengan ratap dan tangis.
Diluar sadar, mereka seakan-akan telah menuntut kepada para
prajurit itu untuk membalaskan dendam dan sakit hati mereka
terhadap pembunuh anaknya.
2531 "Kita harus menemukan pembunuh itu." berkata salah seorang
prajurit itu, "Sementara kita belum mengetahui siapakah
pembunuhnya, kita tentu masih belum dapat menentukan sikap
apapun." "Tuan harus mencarinya." teriak ibu Sempati.
Prajurit-prajurit itu menarik nafas. Sambil mengangguk-angguk
salah seorang, dari mereka menjawab, "Baiklah. Kami akan
berusaha sejauh dapat kami lakukan. Tetapi sudah tentu bahwa
kami tidak akan dapat menyanggupinya dengan pasti."
Orang tua Sempati menjadi kecewa. Dengan tatapan mata yang
basah ibu Sempati berkata, "Jika tuan tidak menemukan, maka tidak
ada gunanya tuan berada di sini. Tuan hanya merusakkan suasana
yang telah mulai mapan di padukuhan ini beberapa saat yang lalu.
Apapun yang dilakukan oleh anakku dalam lingkungan Empu
Purung, namun saat itu tidak ada yang akan dapat dan berani
membunuhnya. Tetapi ternyata kemudian prajurit Singasari telah
mengguncang sendi-sendi kehidupan itu. Mungkin menjadi baik bagi
orang lain, bagi padukuhan ini, tetapi alangkah buruknya bagiku
karena anakku harus mati karenanya."
"Tidak hanya Sempati yang harus mati." jawab salah seorang
prajurit itu, "Tetapi saat pertempuran itu terjadi, banyak anak-anak
muda yang mati lebih dahulu dari Sempati. Saat terjadi goncangan
atas tata kehidupan yang semula dikuasai oleh padepokan Empu
Purung, korban telah jatuh. Tetapi dengan demikian maka yang
tinggal hidup akan mengalami perubahan. Tata kehidupan akan
menjadi jauh lebih baik. Terutama bagi masa depan anak cucu kita."
"Tetapi kenapa korban itu harus anakku?" bertanya ayah
Sempati. "Tidak hanya anakmu. Tetapi juga anak beberapa orang yang
jauh mendahuluinya."
Kedua orang tua Sempati tidak menjawab. Mereka juga
mendengar bahwa beberapa orang telah terbunuh dalam geseran
kehidupan yang terjadi di padukuhan itu.
2532 Bagi Singasari, yang terjadi sebenarnya bukannya sekedar
sebuah geseran tata kehidupan di daerah kecil itu. Tetapi yang
terjadi adalah suatu rangkaian peristiwa yang tidak berdiri sendiri.
Tetapi merupakan persoalan yang memerlukan penanganan yang
menyeluruh di seluruh wilayah kekuasaannya.
Laleyan yang melihat, para prajurit itu berbicara panjang dengan
orang tua Sempati, masih belum memotong dan memberikan
penjelasan tentang peristiwa yang diketahuinya ada sangkut
pautnya dengan kehadiran kedua orang penghubung itu. Baru
kemudian, ketika kedua orang tua Sempati telah menjadi agak
mengendap, Laleyan datang kepada para prajurit itu untuk
menyampaikan pendapatnya.
"Aku yakin, bahwa kedua penghubung itulah yang
melakukannya." katanya kemudian setelah ia menceriterakan apa
yang diketahuinya. Prajurit-prajurit itu mengangguk-angguk. Salah seorang dari
mereka bertanya, "Jadi, apakah mereka berada di padepokan itu
menurut dugaanmu?" "Sulit bagi kami untuk mengatakannya." jawab Laleyan. "Tetapi
mungkin juga cantrik yang tersisa di padepokan itu mengetahuinya."
Prajurit-prajurit yang ada di rumah keluarga Sempati itu
mengangguk-angguk. Tetapi mereka sadar, bahwa yang terjadi itu
merupakan sebuah tantangan bagi mereka.
Demikianlah ketika mereka meninggalkan rumah keluarga
Sempati, kelima orang prajurit itu telah bersepakat untuk langsung
pergi ke padepokan, bekas tempat tinggal Empu Purung.
"Mungkin kita akan menghadapi mereka dengan kekerasan."
berkata prajurit teretua di antara mereka.
Yang lain mengangguk-angguk. Salah seorang menyahut,
"Mungkin. Tetapi itu merupakan tanggung jawab kita semuanya."
Kelima prajurit itupun menjadi berhati-hati ketika mereka
mendekati regol padepokan yang sepi itu. Padepokan yang tidak lagi
2533 nampak ramai oleh para cantrik, oleh anak-anak muda yang sedang
berlatih olah kanuragan hampir tidak ada hentinya siang dan
malam. Tetapi kini padepokan itu menjadi sepi.
Sejenak para prajurit itu termangu-mangu di depan regol. Namun
kemudian mereka memutuskan untuk memasuki regol yang lengang
itu. Dengan tangan di hulu senjata masing-masing, kelima prajurit itu
memasuki regol padepokan. Tidak ada seorangpun yang nampak di
halaman depan. Halaman yang biasanya penuh dengan para murid.
Sejenak kelima orang prajurit itu termangu-mangu. Namun
kemudian salah seorang dari mereka berkata. "Aku akan masuk."
"Tunggu." berkata yang, tertua, yang menjadi pemimpin dari
kelima orang prajurit itu, "Kita memanggil cantrik yang tersisa di
padepokan ini." Sejenak kemudian, maka terdengarlah suara prajurit itu, "He,
siapakah yang ada di dalam?"
Suara bergema di seluruh padepokan. Sejenak tidak terdengar
jawaban. Namun kemudian seorang cantrik telah muncul dari balik
regol longkangan. Cantrik itupun nampak ragu-ragu, bahkan agak
ketakutan. Pemimpin prajurit itu melambaikan tangannya memanggil cantrik
yang ragu-ragu itu untuk mendekat. Kemudan dengan pendek
bertanya tentang kemungkinan datangnya orang-orang yang masih
belum dapat menerima perubahan yang terjadi di sekitar padepokan
itu. Cantrik itu menjadi semakin ragu-ragu. Nampak sesuatu terbersit
di sorot matanya, sehingga pemimpin prajurit itupun langsung
bertanya, "Apakah ada dua orang penghubung yang baru datang
dari padepokan Empu Baladatu yang tidak mau mengerti
perkembangan keadaan di padepokanmu ini?"
2534 Cantrik itu termangu-mangu. Namun kemudian ia tidak dapat
mengelak lagi. Kedua orang yang dimaksud tentu kedua orang yang berusaha
mencari dukungan atas usahanya untuk membalas dendam
kematian kawan-kawannya, termasuk pemimpin tertinggi
padepokan itu. Betapapun ia ragu-ragu, namun iapun kemudian menjawab, "Ya
tuan. Dua orang kawanku yang bertugas sebagai penghubung telah
datang. Mereka tidak melihat peristiwa yang telah terjadi di sini.
Ketika aku menceriterakannya, maka mereka sama sekali tidak mau
menerima keadaan itu. Hatinya telah memberontak sehingga ia
telah dicengkam oleh dendam dan kebencian."
Prajurit-prajurit Singasari itu mengangguk. Salah seorang dari
mereka berkata, "Tentu orang itu yang kami maksud. Apakah kau
sudah mendengar peristiwa yang terjadi di padukuhan hari ini?"
Cantrik itu mengangguk. Jawabnya, "Ya tuan. Aku sudah
mendengar. Sempati telah terbunuh."
"Apakah kau melihat hubungan antara Sempati dengan kedua
orang kawanmu yang datang itu?"
Cantrik itu mengangguk. Jawabnya, "Aku melihat tuan. Justru
karena itu, aku tidak datang menengok keluarganya. Aku takut jika
terjadi salah paham. Keluarganya tentu akau menganggap bahwa
aku terlibat dalam pembunuhan itu."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi prajurit itu menggeleng. Katanya, "Keluarganya tidak tahu
menahu tentang kedua orang penghubung yang datang itu."
"Tetapi darimana tuan tahu?" bertanya cantrik itu.
"Seseorang telah memberitahukan kepadaku, bahwa ada dua
orang penghubung dari padepokan ini yang berusaha untuk
mengeruhkan suasana di padepokan ini."
2535 Cantrik itu menangguk-angguk. Katanya, "Sebenarnyalah
memang telah terjadi demikian. Terserah kepada tuan, apa yang
sebaiknya dilakukan dalam keadaan seperti ini."
Prajurit-prajurit Singasari itu termenung. Namun salah seorang
dari mereka tiba-tiba bertanya, "Apakah kau sendiri di padepokan
ini?" Cantrik itu menggeleng sambil menjawab, "Tidak. Aku tidak
sendiri. Aku bertiga di padepokan ini."
"Apakah kedua kawanmu itu tidak akan berbuat sesuatu atas
kalian bertiga?" Cantrik itu menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya, "Memang
mungkin. Tetapi di samping kami bertiga, masih ada beberapa
orang penghuni padepokan ini. Meskipun mereka bukan cantrik dan
murid Empu Purung, tetapi mereka akan dapat kami jadikan kawan
jika terjadi sesuatu. Bukankah maksud tuan ingin bertanya, apakah
mungkin pada suatu saat, kedua orang itu akan membunuh kami?"
Prajurit-prajurit itu mengangguk.
"Kami telah bersiap menghadapi kemungkinan itu tuan. Agaknya
mereka berdua tidak banyak mempunyai kelebihan daripada kami.
Jika perlu kami harus mempergunakan kekerasan, maka kami tidak
akan ingkar." Prajurit-prajurit itu mengerti, bahwa kemampuan para cantrik
pada umumnya tidak banyak berbeda. Namun demikian yang
dicemaskan oleh prajurit-prajurit itu, mungkin kedua orang
penghubung itu akan berbuat licik.
Namun demikian, prajurit-prajurit itu masih lebih banyak
dicemaskan oleh kemungkinan-kemungkinan lain di padukuhan. Kali
ini Sempati. Mungkin saat lain anak-anak muda yang lain lagi.
Karena itu, maka prajurit-prajurit itupun kemudian berpesan agar
para cantrik menjadi lebih berhati-hati.
2536 "Kami akan berusaha menjaga diri tuan. Memang mungkin dalam
keputusan atasan dan ketidak tentuan, mereka dapat berbuat apa
saja dengan cara yang paling licik sekali pun. Aku yang telah lama
berada di dalam lingkungan ini memang dapat melihat, bahwa kami
mempergunakan segala cara untuk mencapai tujuan kami,
meskipun cara itu adalah cara yang sangat licik."
"Baiklah. Kami akan meninggalkan padepokan ini. Kami berharap
bahwa para cantrik yang tersisa akan dapat membantu kami
memelihara ketenangan yang sudah mulai kita rintis ini."
"Baiklah tuan. Kami akan berusaha sejauh dapat kam lakukan."
jawab cantrik itu. Prajurit-prajurit itupun kemudian minta diri meninggalkan
padepokan yang telah menjadi sepi itu.
Di sepanjang jalan mereka berbincang apakah yang sebaiknya
mereka lakukan untuk menghadapi kemungkinan yang memburuk di
hari-hari mendatang. "Kita harus berada di antara anak-anak muda itu." berkata salah
seorang dari prajurit-prajurit itu, "Kita akan membantu mereka
menambah kemampuan mereka untuk membela diri."
"Aku sependapat. Tetapi kami harus berusaha, menangkap
keduanya. Sebelum keduanya tertangkap, kita masih akan banyak
mengalami kesulitan."
Para prajurit itu mengangguk-angguk. Mereka bersepakat untuk
segera menangkap keduanya. Tetapi yang sulit adalah, bagaimana
caranya. Keduanya tentu tidak akan menetap di tempat yang mudah
diketemukan. Tetapi yang pertama-tama dapat mereka lakukan adalah
memperingatkan anak-anak muda agar berhati-hati, terlebih-lebih
mereka yang pernah mempunyai hubungan dengan padepokan
yang dipimpin oleh Empu Purung, karena peristiwa yang terjadi
pada Sempati akan dapat terjadi pada anak-anak muda yang lain,
yang menolak niat kedua penghubung itu.
2537 Prajurit-prajurit Singasari itu pun kemudian selalu mengadakan
perondaan di sekitar padepokan dan padukuhan-padukuhan di
sekelilingnya. Tetapi mereka tidak pernah bertemu dengan orang
yang sesuai ciri-cirinya dengan penghubung yang sedang mereka
cari, seperti yang diberitahukan kepada mereka oleh. para cantrik.
Tetapi sekali lagi padukuhan Alas Pandan digemparkan, ketika di
tengah bulak diketemukan lagi sesosok mayat anak muda yang
dikenal sebagai salah seorang yang pernah menjadi pengikut Empu
Purung. Mayat itu diketemukan dengan beberapa luka tusukan
senjata di tubuhnya. "Gila." Laleyan menggeram, "Korban akan berjatuhan sebelum
kedua orang itu dapat kami tangkap."
"Apakah kau berani menangkap mereka?" bertanya seorang
kawannya. "Tidak, tidak jika aku seorang diri. Tetapi jika kita bersama-sama,
maka pekerjaan itu tentu akan dapat kita selesaikan."
"Tetapi kemana kita harus mencari keduanya?" bertanya yang
lain. Semuanya terhenti pada pertanyaan itu. Kedua orang itu
ternyata tidak pernah menampakkan diri pada saat-saat yang tidak
menguntungkan bagi mereka, karena mereka pun mempunyai
perhitungan yang cermat pula.
Kematian anak muda yang kedua itu telah membuat anak-anak
muda yang lain menjadi marah, tetapi juga ketakutan. Tidak ada di
antara mereka yang berani keluar dari rumah mereka di malam hari.
Apalagi keluar, sedangkan di dalam rumah masing-masing anakanak
muda itu selalu menyediakan senjata di sampingnya dengan
hati yang cemas. Yang pertama-tama mereka lakukan adalah menyimpan alat alat
yang, dapat mereka jadikan penghubung yang satu dengan yang
lain apabila keadaan memaksa. Hampir setiap anak muda telah
menyimpan kentongan di dalam rumahnya. Jika satu dari kentongan
2538 itu berbunyi, maka di seluruh padukuhan akan menjadi riuh karena
berpuluh-puluh kentongan lainnya akan berbunyi pula.
Sementara itu para prajurit Singasari menjadi gelisah pula oleh
peristiwa semacam itu. Mereka mulai membayangkan peristiwaperistiwa
yang terjadi di daerah lain, yang tentu mulai menjadi
panas pula. Empu Baladatu yang sudah mendapat pemberitahuan
tentang peristiwa yang terjadi di padepokan Empu Purung oleh
kedua penghubung itu sebelum mereka mengetahui bahwa Empu
Purung telah mereka hancurkan.
"Mungkin kedua penghubung itu telah pergi." berkata salah
seorang anak muda pada suatu saat kepada kawannya.
"Kenapa mereka pergi?"
"Mungkin mereka melaporkan apa yang terjadi di daerah ini
kepada Empu Baladatu."
"Mungkin. Tetapi masih ada kemungkinan lain. Mereka
bersembunyi sebaik-baiknya. Jika kita lengah, pada suatu saat
mereka akan menerkam kita. Justru lebih parah lagi."
Sementara itu, para prajurit yang membawa beberapa orang
tawanan telah berada di Singasari. Beberapa orang petugas telah
menampung mereka pada suatu tempat yang telah ditentukan.
Orang-orang yang terluka telah mendapat perawatan. Sedangkan
yang tidak berbahaya lagi, mendapat perlakukan khusus sehingga
mereka lebih banyak mendapat kesempatan berada di luar dinding
bilik yang sempit. Namun dalam pada itu, para penghubung prajurit Singasari telah
berpencar. Mereka telah menghubungi barak-barak yang tersebar,
karena mereka pun telah mendapat keterangan, bahwa Empu
Baladatu tentu akan segera bertindak pula, karena peristiwa yang,
telah meledak di padepokan Empu Purung.
Seperti yang telah diperhitungkan, maka di beberapa tempat
segera pecah pula pertempuran-pertempuran seperti yang telah
terjadi di Alas Pandan. Beberapa orang, yang telah siap, dan bahkan
2539 mereka menunggu terlalu lama, telah menggerakkan pengikutpengikutnya
menyerang barak-barak yang mereka anggap terpencil.
Namun barak-barak itu sebenarnya telah diperkuat dengan
beberapa orang prajurit pilihan pada saat-saat terakhir, karena
menurut perhitungan mereka, petempuran- petempuran tentu akan
segera pecah. Namun bagaimanapun juga, Singasari merasa gelisah juga atas
pecahnya pertempuran-pertempuran di beberapa tempat yang
tersebar. Dengan demikian, maka Singasari harus mengirimkan
pasukannya ke beberapa tempat. Singasari tidak dapat dengan acuh
tidak acuh membiarkan pasukan mereka yang tersebar itu berusaha
menolong diri sendiri jika mereka berada didalam kesulitan.
Seorang Senapati yang memimpin sepasukan prajurit di hadapan
sebuah padepokan di pantai Selatan, telah mengirimkan dua orang
penghubung untuk memberitahukan, bahwa pasukannya tidak
mungkin dapat menghadapi kekuatan di padepokan itu, karena
jumlah mereka terlalu banyak.
Dengan hitungan angka-angka yang terperinci, maka Singasari
merasa wajib untuk mengirimkan sepasukan lagi prajuritnya ke
tempat itu, tepat sebelum pertempuran meletus.
Namun dalam pada itu, pada umumnya Singasari dapat
menguasai keadaan. Perlawanan yang berarti di beberapa tempat
telah dapat dilumpuhkan. Meskipun demikian, tugas para prajurit belum berarti selesai
seluruhnya. Lima orang prajurit di Alas Pandan masih dipusingkan.
Selain mereka, maka Singasari tidak boleh melepaskan
pengawasan mereka terhadap Mahibit.
Sementara itu, Linggapati mengikuti perkembangan keadaan
dengan seksama. Ia merasa berhasil membenturkan pasukan
Singasari dengan orang-orang yang, berada di bawah pengaruh
Empu Baladatu. Linggapati yang menganggap bahwa Singasari telah
mempercayai laporan-laporan yang dengan sandi diberikan oleh
pengikut Linggapati, sehingga Singasari telah mengirimkan
2540 pasukannya kebeberapa tempat yang berada di bawah pengaruh
Empu Baladatu. "Perhatian Singasari kini telah tertumpah kepada pasukan Empu
Baladatu." berkata Linggapati kepada orang-orang kepercayaannya.
"Saatnya kini telah tepat." berkata salah seorang dari
kepercayaannya itu. Linggapati tidak segera mengambil keputusan. Namun katanya
kemudian, "Kita harus memperhitungkan keadaan dengan sebaikbaiknya.
Empu Baladatu agaknya telah terpancing untuk dengan
tergesa-gesa membenturkan kekuatannya, sehingga sebelum
persiapannya masak, ia sudah terlibat dalam pertempuran yang
menyeluruh." Para pengawal kepercayaan mengangguk-angguk. Merekapun
mengerti bahwa pada mulanya, Linggapatilah yang memancing
prajurit Singasari untuk pergi ke tempat-tempat yang sedang di
persiapkan. Kemudian ternyata bahwa pasukan Singasari telah
berhasil memancing pertempuran sebelum Empu Baladatu siap
seluruhnya. Linggapati yang tidak mau gagal lagi, setelah adiknya terbunuh
dalam serangan yang tergesa-gesa atas sebuah padepokan yang
dikuasai oleh kakak Empu Baladatu.
"Kita harus mengirimkan petugas-petugas terpercaya ke Kota
Raja untuk melihat keadaan. Aku sendiri lah yang akan memimpin
mereka. Jika keadaan memungkinkan, karena Kota Raja telah
menjadi kosong, kita akan langsung bertindak, sementara pengikutpengikut
kita di daerah-daerah yang jauh harus bergerak lebih
dahulu, agar pasukan Singasari menjadi semakin kalang kabut."
Para pengawalnya mengangguk-angguk. Mereka memang
melihat keadaan yang paling tepat untuk melakukannya. Jika
pasukan Empu Baladatu sudah dihancurkan, maka prajurit-prajurit
Singasari tentu akan segera kembali ke Kota Raja, sehingga
usahanya tentu akan gagal.
2541 Linggapati pun kemudian telah menyiapkan sekelompok kecil
pengawal-pengawal pilihan. Mereka akan pergi ke Kota Raja untuk
melihat keadaan. Agar tidak menarik perhatian, maka merekapun
telah mengenakan pakaian orang kebanyakan. Seakan-akan mereka
adalah orang-orang padesan yang akan pergi ke kota untuk menjual
hasil sawahnya dan membeli kebutuhan mereka sehari-hari.
Dalam pada itu, Kota Raja memang sedang sepi. Sebagian besar
pasukan Singasari berada di medan yang terpencar. Dengan
demikian, maka Kota Raja seakan-akan telah dikosongkan, tanpa
pengawasan atas kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat
terjadi. Yang nampak di Kota Raja hanyalah satu dua orang prajurit
yang, meronda, menjaga agar tidak ada pencuri ternak atau
perampokan di malam hari oleh tiga atau empat orang penyamun.
"Tetapi mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa, jika. kita
datang dengan pasukan segelar sepapan." berkata Linggapati.
Pengawal mengangguk-angguk. Katanya, "Kita harus bertindak
cepat. Jangan terlambat. Sekarang kita akan kembali ke padepokan,
dan besok lusa kita akan memasuki Kota Raja."
Linggapati mengerutkan keningnya.
"Jika kita terlambat sehari saja, maka mungkin sekali sepasukan
prajurit telah kembali, seperti mereka yang telah kembali dari Alas
Pandan. Tetapi agaknya mereka telah dikirim kembali ke tempattempat
lain yang memerlukan." desak pengawalnya.
Linggapati akhirnya menjawab, "Pada dasarnya aku sependapat.
Tetapi kita belum melihat Kota Raja ini seluruhnya."
"Apalagi yang akan kita lihat?"
Tetapi Linggapati masih tetap pada pendiriannya untuk melihat
kota itu dalam keseluruhan.
Pengawalnya tidak dapat membantah lagi. Ia pun dengan tidak
sabar mengikuti Linggapati yang berjalan mengelilingi Kota Raja.
2542 "Kau sangka bahwa pengamatan semacam ini akan selesai dalam
sehari?" bertanya Linggapati kepada pengawalnya.
"Dalam keadaan yang wajar memang tidak. Tetapi kita sudah
dapat mengetahui, apakah yang sedang bergejolak di Singasari
sekarang." "Jangan tergesa-gesa. Aku sudah pernah tersungkur terantuk
oleh ketergesa-gesaan itu. Kau tahu. adikku terbunuh karena
kebodohan kami." jawab Linggapati, lalu, "Selebihnya jangan takut
terlambat. Jika pasukan Singasari itu selesai dengan parapengikul
Empu Baladatu, maka orang-orang kita sendiri baru mulai dengan
gerakan mereka yang mengundang prajurit Singasari lebih banyak
lagi." "Jika kita memanfaatkan keadaan ini, maka sebagian dari mereka
dapat kita tarik untuk membantu kita menduduki Kota Raja."
Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka dapat mengacaukan rencana kita. Biarlah mereka saling
membunuh dengan prajurit-prajurit Singasari di tempat yang jauh.
Semakin banyak di antara mereka terbunuh bersama prajurit
Singasari, akibatnya tentu akan lebih baik."
Pengawalnya menjadi heran. Mereka tidak segera dapat
menangkap maksud Linggapati.
Agaknya Linggapati mengetahui keragu-raguan para
pengikutnya, sehingga ia menjelaskan, "Mereka hanyalah aku
perlukan dalam pertempuran-pertempuran yang akan terjadi
dengan prajurit-prajurit Singasari. Selebihnya mereka hanya akan
mengganggu karena setiap orang menghendaki untuk mendapat
tempat yang paling baik, sehingga lebih baik jika merekapun
dimusnahkan oleh prajurit-prajurit Singasari. Tetapi dengan
demikian akan berarti bahwa prajurit-prajurit Singasari akan menjadi
lemah dan tidak akan berdaya lagi menghadapi pasukan Mahibit
yang sebenarnya." Pengawalnya mengangguk-angguk. Tetapi cara itu baginya
terlalu lambat, meskipun mungkin hasilnya akan lebih sempurna.
2543 Demikianlah akhirnya Linggapati pun yakin, bahwa Kota Raja
Singasari memang dalam keadaan sepi. Prajurit-prajuritnya telah
dikirim keluar untuk menghadapi perlawanan pasukan-pasukan yang
berada di bawah pengaruh Empu Baladatu.
Tetapi ternyata Linggapati benar-benar ingin mengetahui terlalu
banyak. Itulah sebabnya, ia tidak segera kembali ke Mahibit. Tetapi
ia bermalam di tempat yang sepi di luar Kota Raja. Di hari
berikutnya, ia telah kembali memasuki Kota Raja untuk mengetahui
lebih banyak lagi tentang keadaan yang berkembang.
Di Kota Raja, Linggapati mendengar beberapa orang prajurit
yang telah menjadi korban di beberapa tempat. Pada umumnya
korban-korban itu dibawa kembali ke Kota Raja sebagai pahlawan,
kecuali mereka yang tidak lagi dapat diselamatkan jasmaninya.
Tetapi prajurit-prajurit yang sebelumnya bertugas dan berasal dari
daerah-daerah lain pun dikembalikan pula ke daerahnya.
"Korban telah jatuh semakin lama semakin banyak." berkala
Linggapati, "Pertempuran tidak hanya terjadi sehari semalam. Ada
daerah yang mengalami pergolakan sampai sepekan. Tetapi ada
yang. selesai sebelum matahari terbenam di hari pertama."
Pengawal-pengawalnyapun mengangguk-angguk. Tetapi mereka
tetap berpendapat bahwa saat itu adalah saat yang paling baik
untuk menduduki Kota Raja. Tetapi ternyata Linggapati mempunyai
perhitungan lain. Ia membiarkan Singasari menyelesaikan tugasnya.
Kemudian di saat prajurit-prajurit Singasari yang parah itu mulai
beristirahat, maka pasukan-pasukan yang sudah disiapkan
Linggapati akan mulai bergerak. Sisa prajurit Singasari akan
dihancurkan, sementara para pengikutnya pun akan berkurang
cukup banyak seperti yang dikehendakinya.
Sementara itu, di tempat yang terpencar prajurit Singasari pada
umumnya berhasil menguasai keadaan, meskipun seperti yang
dikehendaki oleh Linggapati, mereka menjadi lemah karena korban
yang berjatuhan. Bahkan ada daerah yang tidak terduga-duga telah
berhasil mendesak pasukan Singasari untuk beberapa lamanya,
2544 sehingga prajurit Singasari terpaksa mundur sambil menunggu
bantuan yang datang, beberapa hari kemudian.
Dalam pada itu, di Kota Raja kesulitan-kesulitan itupun telah
mulai terasa. Barang-barang tidak lagi mengalir seperti masa-masa
tenang. Prajurit-prajurit tidak lagi banyak nampak di sepanjang jalan
di Kota Raja, karena mereka tidak berada di tempat.
Tetapi yang tidak diduga oleh Linggapati, dalam keadaan yang
demikian, Singasari tetap memperhatikan kegiatan yang terjadi di
Mahibit. Meningkatnya kegiatan yang nampak memang sangat
menarik perhatian Singasari. Mereka pun mulai memperhitungkan,
bahwa pada suatu saat, Linggapati akan mengambil keuntungan
dari keadaan itu. Karena itu, maka para pemimpin di Singasari telah membuat
perhitungan yang sangat cermat terhadap keadaan yang pada suatu
saat akan dapat menghimpit kekuatan Singasari dari dua arah.
Tetapi para pemimpin prajurit Singasari cukup berhati hati
menghadapi keadaan. Mereka tidak sekedar berbuat, tanpa
pertimbangan-pertimbangan yang panjang.
Dalam pada itu, di Alas Pandan, lima orang prajurit Singasari
masih merasa terganggu oleh dua orang penghubung yang
tersembunyi. Hampir saja mereka berhasil membunuh korban
berikutnya. Untunglah anak muda yang hampir saja terbunuh itu
sempat berteriak keras-keras, sehingga beberapa orang yang
mendengarnya berlari-larian mendekat. Meskipun anak muda itu
terdapat dalam keadaan luka-luka, tetapi ia masih dapat
diselamatkan. Ia sempat memberikan perlawanan meskipun hanya
sekedar memperpanjang saat-saat yang mengerikan. Tetapi
agaknya teriakannya dapat membantunya, menyelematkannya dari
maut. Agaknya peristiwa itu telah membuat seluruh padukuhan menjadi
prihatin. Anak-anak muda baik yang pernah bersinggungan maupun
yang belum dengan padepokan Empu Purung, telah menyerahkan
2545 persoalannya kepada prajurit-prajurit Singasari yang ada di
padukuhan mereka. "Kita tidak boleh sekedar menunggu." berkata prajurit-prajurit
itu, "Karena itu, kita harus mulai berbuat sesuatu. Kita akan
membuat diri kita masing-masing cukup kuat untuk menghadapi
kedua orang itu." Agaknya anak-anak muda Alas Pandan mendukung pendapat itu
sepenuhnya. Mereka yang sudah pernah mempelajari olah
kanuragan telah berusaha memperdalam lagi ilmunya, dengan alas
dan tujuan yang berbeda. Sedang yang lain mulai dengan unsurunsur
gerak yang permulaan sekali, dibawah petunjuk para prajurit
Singasari. Ternyata usaha prajurit-prajurit Singasari itu telah menumbuhkan
kegelisahan di hati kedua orang penghubung itu. Mereka dengan
cemas mengikuti perkembangan keadaan meskipun secara
tersembunyi. Ternyata bahwa padepokan Empu Purung telah menjadi ramai
kembali. Beberapa orang anak muda telah berkumpul di padepokan
itu. T etapi bukan Empu Purung dan para cantriklah yang
memberikan bimbingan kepada mereka dalam ilmu yang keras dan
kasar, tetapi para prajurit Singasari lah yang memberikan ilmu olah
kanuragan. Beberapa orang cantrik yang masih ada di padepokan itu pun
berusaha membantu para prajurit. Tetapi karena pada dasarnya
ilmu merekapun adalah ilmu yang keras dan kasar, maka mereka
justru berusaha untuk ikut serta mempelajari beberapa unsur gerak
yang lebih baik dengan sifat-sifat kejantanan seorang kesatria.
Perasaan kedua penghubung itu bagaikan terbakar menyaksikan
perkembangan keadaan itu. Bagi mereka sumber segala kerusakan
dan kehancuran perguruan Empu Purung itu adalah para prajurit
Singasari. 2546 Tetapi keduanya tidak mempunyai cara yang paling baik untuk
melenyapkan mereka. Jika hanya berdua saja, tentu mereka tidak
akan berhasil. "Kita akan mencari kesempatan, saat mereka terpisah yang satu
dengan yang lain." berkata salah seorang, dari keduanya.
"Itu tidak pernah terjadi. Sedikitnya, tentu ada dua orang di
antara mereka. Apakah mereka berada di sepanjang jalan atau di
banjar padukuhan." sahut yang seorang.
Yang lain mengangguk-angguk. Namun mereka bertekad untuk
membuat kegemparan-kegemparan baru dengan melakukan
pembunuhan-pembunuhan lagi. Mereka telah kehilangan dasar
usaha mereka untuk berbuat sesuatu berdasarkan atas suatu
tujuan. Yang mereka lakukan kemudian adalah sekedar membuat
kerusuhan dan melakukan perbuatan-perbuatan beralasan dendam
dan nafsu semata-mata. Mereka tidak lagi memikirkan apakah yang
dilakukan itu berarti bagi diri mereka sendiri atau bagi lingkungan
mereka. Sementara itu, para prajuritpun tengah mencari jalan
bagaimanakah sebaiknya memancing kedua orang itu keluar dari
persembunyiannya. "Aku akan berada di sawah di malam hari." berkata salah
seorang dari prajurit itu, "Dengan sengaja aku akan menyusuri parit.
Mungkin aku akan bertemu dengan mereka, karena mereka akan
menganggap bahwa aku adalah seorang dari anak muda padukuhan
Alas Pandan." Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Sejenak mereka
mencoba untuk menilai rencana itu. Namun kemudian salah seorang
dari mereka menjawab, "Mereka berdua. Kita belum mengetahui
tingkat kemampuan mereka sebenarnya."
"Aku akan memberikan isyarat, jika mereka berdua datang.
Kalian akan berada di sudut padukuhan kecil di sebelah padepokan
itu. Aku akan menyusuri parit yang mengalir melalui padukuhan
kecil itu sampai beberapa puluh langkah."
2547 "Apakah keduanya berada di sana?"
"Kita tidak tahu pasti. Mungkin keduanya berkeliaran. Mudahmudahan
pada suatu saat mereka melihat aku, karena aku akan
melakukannya beberapa malam sampai suatu saat mereka datang."
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Salah seorang
menjawab, "Kita akan mencobanya."
Di malam berikutnya, seorang prajurit telah menyamar seperti
anak-anak muda yang lain. Dengan cangkul di pundak ia berjalan
menyelusuri parit dan berhenti beberapa puluh langkah dari sudut
padukuhan. Beberapa saat ia berdiri di tempatnya, kemudian
melangkah hilir mudik. Namun orang yang di harapkannya tidak
datang pada malam pertama itu.
Di malam berikutnya, prajurit itu mengulanginya kembali. Kawankawannya
bersembunyi di sudut padukuhan dan siap bertindak
apabila diperlukan. Tetapi yang terjadi sangat mengejutkan padukuhan itu. Dipintu
padepokan, seorang anak muda terdapat luka-luka parah terbaring
dengan senjata di tangan. Agaknya ia masih sempat melawan.
Tetapi ia tidak mampu bertempur melawan kedua orang lawan.
Seperti yang pernah terjadi, ia sempat berteriak, sehingga kedua
orang yang menyerangnya itu lari meninggalkannya.
Prajurit-prajurit itu hanya dapat menggeretakkan gigi. Adalah
sulit sekali untuk dapat menangkap mereka berdua. Keduanya
bagaikan iblis yang dapat lenyap seperti asap. Kemudian muncul
dengan tiba-tiba di tempat yang mereka kehendaki.
Tetapi prajurit-prajurit itu tidak menjadi jemu dan putus asa.
Anak-anak muda padukuhan itupun berlatih semakin tekun, karena
mereka merasa perlu untuk melindungi diri mereka sendiri.
Tetapi yang terjadi di padukuhan itu, tanpa disengaja telah
berjalan seperti yang direncanakan oleh para pimpinan prajurit di
Singasari. 2548 Untuk menanggapi perkembangan keadaan, dengan
digunakannya prajurit Singasari di medan yang luas, maka para
pemimpin telah memerintahkan agar diberikan pengampunan
kepada anak-anak muda yang diluar sadarnya telah terlibat dalam
perlawan terhadap Singasari. Mereka justru mendapat kesempatan
untuk mengabdikan dirinya bagi keselamatan Singasari menanggapi
kesiagaan orang-orang di Mahibit.
Diberbagai tempat yang telah berhasil dikuasai keadaannya oleh
pasukan Singasari, maka prajurit-prajurit Singasari telah
mengumpulkan anak-anak muda yang masih mungkin, dipercaya
untuk ikut serta menegakkan kewibawan Singasari.
Mereka mendapat bimbingan terutama jiwanya untuk mengenali
diri sendiri dan tingkah laku mereka.
Yang telah terjadi itu ternyata dapat menolong keadaan.
Singasari tidak dipenuhi oleh tawanan-tawanan yang, berjejalan.
Pendekar Latah 3 Pendekar Pedang Matahari 2 Misteri Batu Mustika Mayat Hidup 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama