Ceritasilat Novel Online

Sepatu Roda 2

Olga 01 Sepatu Roda Bagian 2


Olga juga tau, Wina sering ikutan acara Texas di Radio Prambors. Acara unik, yang cara bermainnya, barang siapa yang dihubungi Prambors lewat telepon, harus berteriak:
"Yihaaa...," tanpa boleh mengucapkan sepatah kata pun sebelumnya.
Nah, pas jam-jam Texas, seperti biasa Wina menggotong radionya ke dekat telepon. Setelah itu dengan hati berdebar-debar, Wina menunggu telepon dari Prambors. Begitu setianya ia
menunggu, sampai tertidur sambil memeluk mesra radionya.
Olga yang belakangan emang sengaja pengen ngerjain si Wina, lantaran keki banget sama ulah tu anak, diam-diam memutar nomor telepon rumah Wina dari studio Radio Ga Ga.
Kriiiing, telepon di rumah Wina berdering.
Wina terkejut. Radionya melompat ke karpet dari dekapannya. Sejenak dia bengong. Biasa, orang abis bangun tidur kadang suka gak sadar dulu beberapa menit apa yang harus ia lakukan.
Kriiing, telepon berdering lagi.
Begitu ngeliat radio di karpet yang bunyinya udah tinggal kresek-kresek, Wina baru sadar kalo ia lagi nungguin hadiah Texas. Ia pun deg-deg-an. Wah, jangan-jangan telepon dari Prambors. Ah, akhirnya gue dapet juga! Dan dengan hati-hati, Wina mengangkat gagang teleponnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Ia menunggu. Suara di ujung sana pun hening. Seperti menunggu. Tak ada sapaan apa-apa. Ah, ini pasti pancingan. Supaya gue terpancing ngomong duluan, batin Wina. Wina udah pasti banget. Maka dengan stil yakin, ia pun menjerit sekeras-kerasnya, "Yihaaaaaa!"
Dan meledaklah tawa Olga di ujung telepon sana. Hahahaha...
Wina bengong. Begitu tau kalo ternyata itu telepon dari Olga, ia langsung membanting gagang telepon dengan kesal, "NGGAK LUCU!!!" jeritnya keras sambil misuh-misuh.
Sementara Olga masih terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya. Akhirnya, kena juga si Wina gue kerjain!
"*** "Olga lagi duduk di kantin studio yang full musik, memeriksa tumpukan naskah Diary, ketika seorang cowok datang menghampiri. Alunan lagu Here I Am dari UB40 membuat ujung jempolnya asyik menari-nari.
"Olga, ya" Saya suka banget denger suara kamu kalo lagi siaran," sapa cowok itu sambil mengambil tempat duduk di depan Olga.
"Saya juga," sahut Olga pendek, sambil tetap memeriksa naskah-naskahnya.
Cowok itu membaca daftar menu yang ada di meja, lalu memesan es krim vanila sama donat kepada pelayan yang sigap mencatat di nota mungil.
"Eh, babi kan haram, ya"" tanya Olga tiba-tiba.
Cowok tadi, merasa ada perhatian dari Olga, jadi semangat nanggepin, "Emang kenapa, Ol""
"Iya, babi kan haram, ya""
"Iya. Kenapa""
""Kok Pak Haji memelihara anaknya, sih""
"Ah, masa. Memelihara anak babi""
"Bukan. Anaknya sendiri," sahut Olga sambil kembali asyik memeriksa kertas-kertasnya lagi.
Cowok itu bengong sejenak. Lalu setelah sadar, ia memaki-maki dalam hati. Ngeliatin wajah Olga yang sama sekali gak merasa berdosa. Tapi, manis betul anak ini. Alisnya itu lho, jadi satu di dahinya.
"Gila! Semua surat yang masuk pasti tentang putus cinta. Apa gak ada topik yang lebih menarik selain cinta, jatuh cinta, dan putus cinta!" gerutu Olga tiba-tiba, sambil meletakkan kertas yang terakhir dia baca. Ia pun menyeruput milkshake-nya. "Eh, Mas, jam berapa sekarang""
Cowok itu ngelirik ke pop-swatch-nya,
"Jam setengah lima lewat."
"Setengah lima lewat" Wah-gila. Sori, ya, gue tinggal dulu." Olga buru-buru membereskan kertas-kertasnya. "Kamu bayarin dulu, ya""
"Eh -Olga..." Tapi Olga udah ngilang di balik pintu keluar. Hampir bertubrukan dengan Mbak Vera yang sibuk membawa piring kotor bekas makan siomai. "Eh, Ol, mau ke mana""
""Anu, Mbak, ada perlu sebentar!" ujarnya sambil me1etakkan kertas-kertas di atas mejanya, lalu masuk ke kolong nyari sepatu roda.
"Lho, bentar lagi kan kamu harus siaran""
"Bentar kok, Mbak. Mbak Vera pegang aja dulu acaranya, ntar Olga juga balik," katanya buru-buru. Lalu, di pintu keluar, ia bengong melihat tangannya yang kembali membawa kertas-kertas sialan yang tadi ia baca. Aduh, kok kertas ginian pake dibawa-bawa segala"
"Eh, Mbak, tolong titip kertas-kertas ini, ya"" ujar Olga seraya meletakkan tumpukan kertas itu di atas piring yang dibawa Mbak Vera. Lho" Mbak Vera cuma bisa geleng-geleng kepala, ketika Olga melaju di atas sepatu rodanya "ke jalan aspal.
Tapi harusnya Mbak Vera maklum kalo tau kenapa Olga begitu ngebela-belain ninggalin siaran. Ya, jangan kaget ya kalo ternyata si Olga itu janjian jam empat sore sama Somad bin Indun. Hihihi.... Janjiannya aja di dekat air mancur taman kota. Itu tempat sengaja Somad yang pilih, biar
kesannya romantis. Olga sih oke aja, asal jangan di studio. Malu kan kalo temen-temen pada tau.
Nah, dari jauh udah keliatan tampang Somad yang ndesit banget. Rambutnya nampak mengkilap saingan sama ujung idungnya yang mengkilap berkeringat. Di sisir ke belakang gaya rock'n roll. Dengan jaket jins yang tebel banget (serasa di Eropa!), dan (celana stretch yang super-ketat, gayanya dibikin abis-abisan. Sisirnya aja nongol dengan malu-malu dari celana panjangnya. Di kedua kupingnya yang caplang, nyantel headphone yang kabelnya dililing di leher (karena kepanjangan!), dan ujungnya nemplok di walkman yang nempel di ikat pinggang. Entah lagu apa yang sedang ia putar, yang pasti kini pinggulnya lagi bergoyang dengan hot-nya, sehingga tetangga kanan-kiri yang lagi ikutan nongkrong di situ, memandang kesal ke arah perjaka itu.
Begitu ngeliat Olga bersepatu roda-ria ke arahnya, Somad langsung histeris. Eee, ternyata si Somad juga diem-diem ngebela-belain pake sepatu roda, biar dibilang sehati dengan Olga. Karena ia belum terbiasa, walhasil langsung nyusruk di semak-semak, ketika berusaha menghampiri Olga. Olga kaget. Ya, amplop!
Tapi seperti tak terjadi apa-apa, tanpa melepas headphone, ia berteriak kenceng,
"Oh, Olga..., aye percaya pasti situ bakal datang menjemput Abang. Ini Abang bawain buah gohok sekantong plastik buat situ!"
Olga merasa risi begitu ngeliat pandangan orang-orang tertuju pada mereka berdua,.....
""Ssst, jangan histeris gitu, dong! Gue gak punya waktu banyak, nih!"
"APA"" Olga sebel banget ngeliat Somad yang bego banget ngomong tanpa ngelepasin headphone-nya. Ya, mana bisa kedengeran" Sambil menyeret tangan Somad ke tempat yang rada sepi, Olga menyuruh Somad ngelepasin headhone-nya.
"Kenapa dilepas, Olga" Pan lagunya canggih punya. - Nih, denger,". Somad dengan atraktifnya langsung memasang headphone ke te1inga Olga. Olga langsung gelagapan ngedenger lagu reggae We Are The Champions-nya Asher & Daddy Freddy yang terdengar nyaring banget di telinga.
"Hei, lepasin!" Olga membentak.
Somad jadi kecut hatinya.
"Denger, Mad, saya gak punya waktu banyak, sebab mau siaran lagi. Gini aja, nanti. malem kamu ke rumah saya jam sembilan-an. Ini alamatnya. Saya dapet free card ke diskotek buat empat orang. Saya ama temen-temen mau ngajak kamu. Kan seru, tuh. Kamu mau, kan""
"Ke disko" Oh, Bang Somad mau banget. Kapan entar malem Minggu, ya" Enyak Somad kudu nebok celengan dulu buat ongkos. Asyik, udah lama Abang gak denger lagu-lagunya Hamdan ATT."
"Kok Hamdan ATT. "
"Abis siapa""
"Ya, udah. Ntar malem aja, ya, ketemu lagi." Dan Olga bener-bener buru-buru berlalu dari situ. Kembali ke studio.
Tiba-tiba, "Eh, Olga! Buah gohoknya!!!'
Somad berusaha menyusul Olga dengan sepatu rodanya. Tapi malah nyemplung ke kolam air mancur. Plung!
"*** Tiba di Radio Ga Ga, teryata isu "pertemuan rahasia" Olga vs Somad udah nyamduluan. "Ciee, jumpa fans nih, yaaa!"
Olga jadi sebel. Padahal pertemuan itu sudah sedapat mungkin ia rahasiakan. Tapi kok ya bocor juga.
"Tadi si Andi kebetulan lewat situ, bukan salah dia dong kalo kemudian ngeliat lo lagi asyik mojok ama perjaka penuh misteri itu. Janjian buat ntar malem Minggu, ya"" ungkap Mbak Eva sambil kepedesan makan rujak.
"Apaan sih, Mbak Eva, saya gak mojok kok!" elak Olga.
"Alaaaah sudah ada saksi mata kok masih mungkir" Masih untung enggak dipotret ama Andi. Wah, bisa dimasukin ke buletin kita nih!" Ucup yang sebetulnya sempet naksir Olga juga ikut-ikutan ngocol.
Olga buru-buru masuk ke kotak siaran. Dan langsung gabung sama Mbak Vera yang duluan membuka acara. Sementara Andi, sang operator, cengar-cengir sambil memutar lagu pembuka dari Debbie Gibson, In the Still of the Night.
Mbak Vera yang selesai mengantarkan lagu, berbisik pelan ke arah Olga, "Ol, Mbak juga denger desas-desus itu. Kamu serius sama si Somad ""
Olga tersenyum penuh arti. Meninggalkan teka-teki di benak Mbak Vera. Ah, MbakVera gak tau kalo sebetulrnya Olga punya rencana tersendiri. Ia lagi kaki sama maminya yang hobinya ngelarang melulu. Dulu, siaran dilarang. Sekarang, pacaran pasti juga dil
arang. Belum lagi kalo diitung-itung larangan lainnya seperti: ke diskotek, nyetir mobil sendiri, pulang telat dikit dari sekolah, memelihara kelinci di kamar, berenang di bak mandi, mengecat rambut jadi pink, nyetel agu rock keras-keras di kamar, main layangan di genteng, membaca Mode sambil menaikkan kaki ke atas meja, membawa telepon ke kamar mandi, ketawa keras-keras di tengah malam buta, makan es krim sambil tidur mengganjal meja belajar dengan ensiklopedia Papi, nyuci baju di dapur, bersiul-siul waktu sembahyang, sarapan di rumah tetangga, sikat gigi tanpa odol, dan sederetan larangan lainnya yang bikin Olga gak bebas. Sebagian emang bener, tapi sebagian lagi terasa dibuat-buat.
Maka kali ini dia nekat mau pacaran sama Somad. Kan jelas tuh, si Mami bakal belingsatan. Hihihi....
*** "Pas teng jam setengah sepuluh malam Somad datang, ternyata Olga udah pergi. Tadi dijemput sama Wina. Somad sempat kelimpungan nyari alamat Olga, hingga ia telat setengah jam.
Tapi ia nekat. "Assalamualaikum!" sapanya keras.
Papi dan mami Olga yang udah siap narik selimut di ranjang, jadi saling berpandangan
"Masa malam-malam begini ada yang minta sumbangan, Pi"" ujar Mami. Sementara segen banget turun dari ranjang, karena rambutnya sudah penuh rol buat bikin rambut ikal.
"Assalamualaikum!"
"Tuh, Pi. Sana turun. Intip dulu. Siapa tau Papi belum bayar iuran tipi."
"Ah, Mami. Mungkin itu suara tetangga yang lagi mengigau," ujar Papi males, sambil menarik selimut tebel. Brrr, malam ini terasa dingin. Tadi sempat ujan gede banget sih.
"Hei, sana dulu dong, Pap! Papi ini ada-ada saja, masak orang mengigau sekeras itu"" Mami mendorong Papi hingga ngedubrak ke lantai.
Dengan malas Papi berjalan ke luar, "Waalaikum salam!" Lalu mengintip dari balik gorden. Astaga! Dugaan Mami benar. Itu pasti tukang minta sumbangan. Kentara dari jenggotnya!
"Assalamualaikum!"
"Ya, ya, ya, mualaikum salam!" Papi buru-buru mencopot grendel pintu depannya sambil menggerutu, "Tamu, ya""
"Yeaah, mau dibilang tamu, memang begitu adanya. Mau dibilang anak sendiri, nantinya juga begitu," sahut Somad ngakrab banget.
Papi bengong. Lho, kok malah main tebak-tebakan.
"Lho, jadi kesimpulannya kamu ini siapa"" ujar Papi setelah membuka pintu.
"Aye Somad bin Indun, Be. Perkenalkan, punya radio dua band. Aye calon mantu Babe. Sukaannye Neng Olga. Ya" calon anak Babe sendiri," ujar Somad sambil menjabat erat tangan Papi.
Papi melongo. "Olganya ada, Be""
"Eh, O-olga udah pergi. Tadi pesen, kalo ada yang dateng, dia bilang dia udah pergi. Gitu.."
"Oh." Dengan tak habis pikir, Papi buru-buru menutup pintu, dan hendak berbalik ke kamar.
Tok-tok-tok. Pintu diketok lagi.
Ah, ada apa lagi nih" Papi kembali membuka grende1 pintu....
"Maap, Be, tapi Olga perginya ke mana""
"Pokoknya tadi dia bilang, kalo ada yang daten.g, bilang Olga udah pergi!" tegas Papi sambil, bruk! Menutup pintu dengan sebal.
Tok-tok-tok! Astaga! Ada apa lagi, sih"
"Maap, Be. Olga udah pergi, kan"" tembak Somad.
"Ya, ke diskotek Ori!" ujar Papi ketus.
Eh,tiba-tiba Papi sadar. Kok jadi ngebocorin ke mana Olga pergi" Sebelum Papi meralat Somad udah keburu ngucapin terima kasih dan ngebut dengan motor bututnya!
*** "Minggu pagi Olga bangun rada siangan. Ya, abis. semaleman ke diskotek sampe jam dua. Papi dan Mami lagi asyik ngobrol di beranda belakang sambil minum teh. Acara tipi jalan begitu saja, tanpa ada yang memperhatikan.
Olga segera mondar-mandir di sekitar situ. Mencoba menarik perhatian. Ya, ia pengen banget si Mami marah-marah, gara-gara Somad nekat dateng semalem, ngaku-ngaku pacar Olga. Hihihi... 'si Mami pasti shock.
"Sini kamu, Ol," perintah Mami begitu Olga lewat untuk yang kesepuluh kalinya. Yuhuuu, akhlrnya perangkapnya kena juga.
"Ada. al"a, Mi"" ujar Olga cuek, sambil berhenti di depan Mami. Papi berlagak baca koran Minggu pagi.
"Duduk." Olga nurut. "Jadi yang tadi malem itu benar pacar kamu, Ol""
""Ya, begitulah...," Olga tersenyum dalam hati.
"Benar-benar pilihan kamu""
Olga mengangguk lagi. Olga sudah setengah mengharapkan bentakan Maml, tapi ternyata s
uara Mami malah semakin lembut, "Ya, kalo emang udah pilihan "kamu sih, Mami gak bisa bilang apa-apa. Papi gimana"" tanya Mami ke arah Papi.
""Ya, Papi sih setuju aja. Anaknya keliatan baik."
"Tuh, Papi juga sudah setuju. Jadi, kapan mau tuker cincin" Abis lulus SMA" Atau bulan depan""
Olga jadi bengong. Lho, kok jadi begini Kok Papi-Mami malah setuju" Jimat apa yang Somad pakai, sampai bisa menaklukkan Papi Mami" Olga jadi ngeri ngebayangin. Tuker cincin" Kawin" Idih, ngebayang ke situ pun Olga masih ogah. Tadinya kan Olga cuma mau bikin Mami keki. Kok malah setuju" Dengan rasa heran campur sebel, Olga langsung ngeloyor ke kamarnya, tanpa berkata apa-apa lagi.
Papi dan Mami ketawa ngikik, ketika Olga masuk ke kamarnya, "Tuh, kan, apa kata Papi. Sebetulnya justru dengan tidak dilarang, dia akan mundur dengan sendirinya. Namanya juga anak muda..., hihihi," ujar Papi setengah berbisik.
Mami masih terkikik-kikik, memuji akal bulus Papi yang jitu.
" 7. Petak Ngumpet "OLGA buru-buru ngebuka headphone-nya yang menutup kuping. Sebentar kemudian dari kaca studio, dilihatnya Wina melambai-lambaikan tangan di ruang operator. Pukul setengah sepuluh. Malam Minggu ini Olga memang punya janji sama Wina buat jojing di Ori. Dan Wina, ternyata, menepati janjinya.
Dan Olga, ternyata, gak begitu kagum sama kedisiplinan Wina. Soalnya anak itu emang paling hobi ke disko. Jadi pasti datang. Coba kalo janjian kerja bakti, pasti Wina gak bakalan datang. Walau janjinya udah pake sumpah pocong segala.
Gondoknya, begitu kita nelepon ke rumahnya, maka pembantu yang nerima telepon bakal bilang Wina lagi bobo. Dan kalo udah gitu, jangan deh sekali-kali nyuruh si pembantu ngebangunin Wina. Soalnya si pembantu akan bilang takut, dan serta-merta meletakkan gagang telepon.
Tapi malam ini Wina tepat datang pada waktunya. Olga lalu nyamperin Wina di ruang operator. Berbasa-basi sebentar dengan Andi, yang bertindak sebagal ope"ator khusus Olga. Lalu Olga mengajak Wm" pamitan sama Mbak Vera. Sebemar kemudlan, Wonder kuning Wina pun meluncur ke arah Hilton. Menembus gerimis yang turun rintik-rintik.
Di dalam Wonder biasanya Olga memeluk dengkulnya sambil menyenandung"an lagu kesukaannya, "Katakan padaku, hai tukang kayu."
Begitu tiap malem Mmggu. .
Malem Minggu berikutnya Wina udah ngejogrok lagi di studio. Nyatronin O"ga siaran. Lama juga tu anak duduk di samping Andi yang ganteng, yang si"buk memencet-mencet tombol, sebelum akhirnya Olga ngerapiin celotehnya di radio. .
"Ke mana kita"" serbu Olga pada Wina, setelah ngeberesin kertas-kertas radio-skrip yang berserakan di meja. Dan langsung duduk di dekat Wina.
"Diskotek," jawab Wina semangat..
"Ah, bosen diskotek melulu," reaksl Olga ternyata di luar dugaan. Wina sempat terkesiap sejenak.
"Kalo gitu kita ngeceng aja yuk, di Circle K""
""Apaan yang mao dikecengin" Paling yang itu-itu juga cowoknya. Lama-lama nek juga gue ngeliatin penarnpilannya yang kaya gay begitu."
"Abis ke mana dong" Nonton di cineplex""
"Nomon melulu juga gak enak. Lagian apa ada filmnya yang bagus" Kelas dua semua. Rugi dong melototin film jelek!"
"Ke Sogo aja deh. Siapa tau ada barang yang cocok dibeli""
"Gila apa lo" Duit dari mana" Barang-barang di situ kan bujubune mahalnya. Lagian gue lagi bosen, salah-salah bukannya kita nawar barang, malah kita yang ditawar orang. Lagian sebenernya gue lagi bosen. Kayaknya ckreasi kita cuma itu ke itu doang. Kurang variatif. Gue pengen sesuatu yang lain, yang bisa ngerubah suasana."
"Apaan tuh""
"Ya, apaan. Kok malah nanya" Gue gak tau."
Olga dan Wina lalu mikir-mikir sejenak. Keningnya berkerut-kerut. Tapi gak juga ketemu ide yang enak buat ngisi malem Minggu ini. Sampai akhirnya Mbak Vera masuk ke ruang operator memanggil Andi.
"Di, selesai rekamannya""
"Beres, Ver, bentar lagi. Tinggal mentransfer doang."
""Cepetan dikit, ya" Anak-anak udah pada nunggu, tu."
"Oke, Mbak." jawab Andi semangat. Lalu dengan sigap Andi menata alat-alat rekaman. Meletakkan headphone di rak, mematlkan CD dan alat rekam lainnya. Sementara Mbak Vera menunggu dengan gak sabar.
"Ada apa sih , Mbak" Kok kayaknya penting banget"" Olga jadi penasaran.
"Eh, Olga. Eh, Wina. Mbak Ver sampe "gak ngeh kalo kalian ada di, sini. Pada ngapain" Ngecengin Andi, ya" Dia udah punya cewek tuh, lagi sekolah di Australia. Hahaha... Iya kan, An" Biasanya kalian langsung cabut, kok tumben masih ada di sini"" sambut Mbak Vera bertubi-tubi.
Olga dan Wina cuma nyengir.
"Lagi gak ada acara yang enak nih, Mba"k. Mau ke mana-mana kok rasanya bosen amat," ungkap Olga.
"Nah, kebetulan kalo gitu. Ikut acara kita aja. Pokoknya ditanggung sip."
"Bener, nih"" Olga nampak tertarik.
"Masak Mbak Vera bo'ong sih sama kalian".
"Acara apa tuh, Mbak"" sekarang Wina yang bertanya.
"Maen petak umpet!" jawab Mbak Vera semangat.
""Apa"" hampir bersamaan Wina dan Olga bertanya.
"Petak umpet. Masak gak denger, sih""
"Nggak salah tuh, Mbak""
"Betul. Petak umpet! Kita beberapa minggu ini selalu bikin permainan itu di sini. Mau ikutan""
Olga sama Wina kompakan melongo. Kok ya kepikiran main petak umpet di zaman sekarang ini"
"*** "Kringgg!! ! "Olga ada, Oom"" terdengar suara Wina di telepon.
"Ini Somad, ya""
"Ah, Om. Ini Wina," Wina merajuk. "Emang suaranya kayak Somad""
"Abis perjaka itu udah tiap malam Minggu telepon kemari, tapi Olga-nya gak pernah ada. "
"Terus, sekarang emang Olga-nya mana""
"Dia katanya ke Radio Pa Pa."
"Radio Ga Ga""
"Iya, Radio Bla Bla."
"Iya, deh, Oom. Trims, ya"" Ketika meletakkan gagang telepon, Wina sempet keki juga. Sialan, tu anak udah berangkat duluan!
"Dan Wina pun langsung memacu Wonder kuningnya ke Radio Ga Ga. Sampai di studio, Wina memang udah ketinggalan acara. Permainan petak umpet udah berlangsung beberapa babak. Waktu datang, pas Olga yang kena giliran jaga.
"Olga gokil, lo tinggalin gue. Bilang-bilang kek kalo mau berangkat!" damprat Wina begitu melihat Olga lagi mindik-mindik di antara bufet.
"Ssst, sori dah, Win. Tapi sebaiknya sekarang lo tenang dulu. Bentar lagi juga mereka pada kena. Lo kan langsung bisa ikutan game berikutnya," saran Olga.
Meski gondok, Wina terpaksa menurut.
Sementara dari arah kamar mandi terdengar suara gedombrangan. Aha, rupanya Bang Ucup yang ngumpet di kamar mandi kepeleset, dan jatuh ke kloset!
"Bang Ucup kenal Bang Ucup kena!" Olga menjerit-jerit kegirangan. Ucup gelagapan.
Gak lama kemudian, karena pada gak tahan menahan geli ngedengar rintihan Ucup, Olga pun berhasil juga memergoki persembunyian peserta lainnya.
"Hebat juga kamu, Ol," puji Mbak Vera yang sebelumnya merasa aman bersembunyi di rak kaset. Olga tersenyum bangga mendengar pujian "Mbak Vera. Beda banget sama Ucup yang keliatan keki. Sibuk mojok sambil memijit-mijit tulang keringnya yang membiru terbentur porselen. "Siapa sih yang tugas nyuci kamar mandi" Kok sampai dibiarkan licin begitu ""
Tapi gak seperti biasanya, sejak sering main petak umpet, Ucup jadi rada akraban dengan Olga. Maka kalo tadi keki, Ucup bukan keki sama Olga, tapi keki kenapa kakinya mesti kepeleset sampai tempat ngumpetnya akhirnya diketahui Olga. Dan itu berarti Ucup harus jaga, karena dia yang paling duluan kepergok.
Di babak ini Wina mulai ikutan. Tapi karena peserta baru, Wina diminta suit sama Ucup. Yang kalah jaga. Cuma emang dasar apes, tiga kali suit, tiga-tiganya Wina yang keluar. sebagai pemenang. Jadi tetap aja Ucup ang jaga.
Olga dan Wina lalu bareng-bareng ngumpet di gardu satpam, waktu Ucup menutup matanya sambil menghitung satu sampai seratus. Biar sekalian belajar matematika, ngitungnya harus bilangan prima aja. (Nah, kan makin lama tuh, karena pake acara mikir dulu!) Sementara di gardu satpam yang terhalang beberapa mobil anak-anak yang terparkir, Wina dan Olga malah ketiduran. Tinggal Ucup yang kebingungan nyari.
Diem-diem Mbak Vera juga ngumpet rada jauh. Dia dijemput pacarnya, dan ngumpet sambil makan es krim di Blok M. Sementara Andi malah langsung ikut reli mobil di radio lain. Ucup bener-bener dikerjain.
Ini yang bikin hampir semua kru Radio Ga Ga suka sama permainan petak umpet. Bisa ngerjain orang. Termasuk Olga dan Wina. Sejak mereka coba-coba ikut waktu ditawarin Mbak Vera, langsung ke
canduan. "Setelah suntuk ke diskotek, ini baru namanya permainan. Bener-bener lain daripada yang lain," ucap Olga suatu ketika. .
Wina juga manggut-manggut waktu itu.
Dan sejak itulah, mereka gak bisa melepaskan diri dari permainan petak umpet. Sampai waktu ada undangan ultah temen sekelasnya di Park Royale, Olga dan Wina malah sibuk main petak umpet di Radio Ga Ga.
Kedengerannya gila betul. Tapi emang sebenernya sejak kecil Olga dan Wina boleh dibilang jarang main petak umpet. Maklum produk anak zaman sekarang. Waktu kecil tinggal di komplek perumahan yang anak-anaknya jarang bergaul. Begitu gede, langsung kenal diskotek dan sejenisnya: JJS, ngeceng, nonton film. T emu aja mereka jadi gak akrab dengan alamnya. Dengan lingkungannya. Makanya Olga kaget betul waktu Mbak Vera bilang petak umpet itu sejenis permainan rakyat.
"Waktu kecil Mbak Vera suka main petak umpet di kampung. Waktu rumah di kampung masih satu-dua. Jadi anak-anak bisa leluasa bermain. Gak kayak sekarang, rumah di kampung rapat-rapat. Boro-boro main petak umpet, jalan aja rasanya susah. Akibatnya jarang anak sekarang yang bisa main petak umpet lagi. Mbak Vera pengen menghidupkan kembali permainan rakyat itu. Makanya Mbak Vera ajak temen-temen di Radio Ga Ga untuk ikutan."
Olga dan Wina mendengarkan dengan seksama penuturan Mbak Vera. Mbak Vera juga cerita, selain petak umpet, masih banyak lagi permainan rakyat yang sekarang jarang dimainin anak-anak kota besar. Misalnya permainan taplak, puter tambang, uler-uler kelabang, tok kadal, dampu, atau galah asin. Dan masih banyak lagi.
"Wah, pokoknya zaman Mbak Vera kecil, lain banget deh sama sekarang. Dulu permainan rakyat kayak gitu masih terasa sekali kesaktiannya. Berlari-larian di halaman, di bawah bulan purnama yang bersinar terang. "Kalo anak sekarang kan udah dididik sama teknologi. Makanya mereka lebih mencintai teknologi daripada lingkungan. Daripada alam."
"Tapi apa Mbak Vera gak malu udah gede masih main petak umpet" Ini kan permainan anak-anak," Olga bertanya akhirnya.
"Kenapa mesti malu" Mbak Vera ingin menghidupkan lagi permainan rakyat seperti ini. Bulan depan nanti, setelah kita bosen main petak umpet, Mbak Vera malah punya rencana main uler-uler kelabang. Mau ikut, kan""
""Wah, bakalan asyik dong!" jerit Olga.
"Sip, deh. Daripada kalian buang-buang duit ke diskotek, kan mendingan main uler-uler kelabang. Tul, nggak""
"Setuju, Mbak Vera," Olga dan Wina mendukung serentak.
Dan kini dua anak gokil itu tertidur pulas di gardu dengan mimpi yang indah sekali. Mimpi main uler-uler kelabang. Sementara itu Ucup dari sejam yang lalu masih kelabakan mencari mangsanya, membuat Erwin yang lagi ngumpet di atas tiang listrik ketawa cekikikan.
"*** "Malam Minggu akhir April, Mbak Vera keliatan suntuk. Wajahnya ditekuk. Olga yang baru selesai siaran, buru-buru nyamperin Mbak Vera.
"Mbak V er, sekarang programnya main uler-uler kelabang. Ayo dong, Mbak, kita mulai," ajak Olga menarik-narik tangan Mbak Vera.
"Ayo, dong. Mbak," Wina gak kalah segutnya.
Ucup sama Andi pun udah siap-siap. Tapi wajah Mbak Vera nampak lagi suntuk. Anak-anak jadi ngeper.
"Kenapa sih, Mbak Vera"" tanya Olga memberanikan diri.
Mba" Vera mendesah, "Uh, bosen juga, ya, di studio terus. Jalan-jalan aja, yuk"" ajak Mbak Vera akhirnya.
Anak-anak diam sejenak. "Jalan-jalan ke mana"" Ucup bertanya.
"Jojing di Musro,"
"Ke mana"" Olga jadi penasaran dengan jawaban Mbak Vera.
"Musro! Masak nggak denger, sih" Yuk"" Mbak Vera menarik tangan Olga.
Yang lain melongo. Kok balik ke diskotek lagi" Ya, siapa yang bisa bertahan hidup menentang arah angin"
" 8. Dunia Ayesha "JAM satu siang suasana lengang. Ayesha meniti koridor sekolah gak bernapsu. Temen-temennya udah banyak yang pada pulang. Ini emang udah lewat setengah jam dari bel terakhir. Beberapa anak kelas tiga yang lagi nongkrong di kantin, bersiulan menggoda gadis keturunan Jepang yang putih mulus itu.
Ayesha emang teman satu sekolah dengan Olga. Tapi kenal Olga cuma gitu-gitu aja. Just say "hello". Yang Olga tau, Ayesha termasuk kembang di SMA itu. Cantiknya gak pa
saran. Spesifik. Selain cantik, dia juga suka ketawa. Denger hal yang lucu dikit, langsung ketawa. Jadinya terkesan akrab. Makanya banyak cowok situ yang punya pikiran yang enggak-enggak kalo udah ngobrol ama Ayesha. Dikira Ayesha suka.
"Beneran, waktu ngobrol ama gue, wah, Ayesha ketawa terus. Malah sambil nyubit-nyubit lagi. Gue yakin tinggal nunggu waktu yang tepat aja buat nyampein hasrat hati," "ujar seorang cowok di kantin sambil matanya tak lepas memandang Ayesha.
"Ah, waktu ngomong sama gue, Ayesha sampe pengen pipis segala saking cekikikan-nya. Dia mima gue yang nganter, karena cerita itu emang belon tamat. Ayesha pesan supaya gue bersedia melanjutkan cerita lucu itu. Tapi, pas Ayesha selesai pipis, gue gak nerusin ceritanya. Gue bilang kapan-kapan aja. Ayesha mohon banget. Trus gue bilang, gimana kalo malam Minggu gue dateng ke rumahnya untuk nerusin cerita itu" Wah, Ayesha bersedia banget."
"Masih kalah!" tukas seorang cowok yang nampak gak lucu sedikit pun.
"Masih kalah apanya"" protes dua cowok yang ngerasa diberi angin Ayesha, "Lo kan gak pernah lucu kalo cerita!"
"Gue tau. Tapi Ayesha tetap cekikikan waktu gue deketin di kantin. Karena hari itu gue nyewa Bagito grup!"
Ya, ya, Ayesha adalah buah bibir. Ayesha adalah siulan. Ayesha adalah decakan. Ayesha adalah angan-angan. Ayesha adalah cerita-cerita lucu.
Ayesha kebetulan juga fotomodel. Ia sering jadi model iklan dan cover majalah. O ya, nama lengkapnya Ayena Ayesha Kamusmurah. Bapaknya orang Jepang, ibunya Sunda. "Dan mengapa dikasih nama begitu, karena bapaknya hobi banget baca kamus yang harganya murah.
Pulang sekolah ini dia ada panggilan d"ari biro iklan yang biasa memakai jasa dia. Produknya belum jelas. Yang penting "Ayesha disuruh datang dulu. Kebetulan tadi Lida temennya mau ikutan juga, karena dia masuk finalis putri remaja yang diadakan oleh sebuah perusahaan shampoo. Ceritanya mau berangkat bareng. Tapi sampe jam segini, tu anak belum nongol juga. Tadi dia emang sempet mesen jangan ditinggalin, mau ke butik sebentar.
Ayesha pun duduk di dalam Twin Cam-nya yang terparkir di bawah pohon akasia. Menyalakan ac untuk mendinginkan udara yang panas. Sambil men"engarkan. Debbie Gibson, ia membaca majalah terbitan tadi pagi. Tapi lama-lama gelisah juga ia, karena janjian sama Mbak Grace yang di advertising jam satu harus udah nyampe. Aduh, gini deh kalo janjian sama anak yang suka ngaret.
"Halo, Ayesha...," sapaan lembut bikin ia kaget.
"Aduh, dikira setan. Gak taunya ada orang gila," ujar Ayesha sambil mengelus "ada.
Iwan cuma cengar-cengir. "Ngapain bengong sendirian""
""Nunggu temen,"
"Perlu ditemenin""
Ayesha membuka pimu sebelah. Membiarkan Iwan masuk.
"O ya, saya kan pernah ke dokter," Iwan mulai berusaha mengarang cerita lucu. "Gara-gara lengan saya sakit. Di sana saya bilang sama dokter, duh, dokter saya gak tau lagi apa yang mesti saya lakukan. Setiap saya mengangkat lengan, sakitnya bukan main. Kamu tau dokternya ngomong apa""
Ayesha menggeleng. "Dokternya ngomong gini," lanjut Iwan, "kalo gitu jangan mengangkat lengan."
Ayesha tak tertawa. Iwan heran.
"Eh, ceritanya gak lucu, ya""
"Bukan. Bukan gak lucu. Kemaren kan udah. "
Iwan menepak jidatnya. "Eh, itu Lida!" teriak Ayesha tiba-tiba.
"Saya jalan dulu, ya""
Waktu Twin Cam-nya Ayesha melaju di jalanan aspal, Iwan cuma bisa memandang dari tepi jalan. Ya, sayang sekali ia tak mampu membuat tertawa Ayesha.
"*** "Di dalam mobil Ayesha diam aja. Kesel sama Lida.
""Sori Ay saya nyari baju gak ada cocok. Abis takut mau langsung ada pemotretan."
Ayesha sesekali meliri" ke jam tangannya. Uh terlambat setengah jam, deh. Ya, perjalan"n dari sekolah ke kantor biro iklan kan lumayan jauh. Apalagi harus melewati jalur-jalur macet.
"Eh" Ay, waktu SMP dulu saya pernah juga lho ikutan beginian. Difoto-foto. Waktu itu apa, ya, majalahnya" Lupa...Pok"oknya sekarang gak nongol lagi. Saya dijadiin cover, lho, Ay."
Ayesha masih diam. Dan terus akan diam. Sebab kalo tidak mulut Lida akan terus nyerocos. Ini salah satu sifat Lida yang gak disukai Ayesha. Lida suka ngebo'ong. ,
Lida pernah cerita ke Ayesha" bahwa ia pernah ditawari untuk jadi model iklan kayak Ayesha tapi nolak. Alasannya karena dibayar terlalu rendah. Tapi, pas ditanya iklan apaan" Lida lupa.
"Abis udah lama sih. Waktu di es de."
Sebetulnya yang bikin tambah gedek, kenapa Lida ngebo'ongnya sama Ayesha, seorang model top. Yang tentu lebih tau seluk-beluk dunianya ketimbang Lida yang baru mulai terjun.


Olga 01 Sepatu Roda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya aja yang udah dipake buat iklan segala macem, dan dijadiin cover berkali-kali, gak pernah cerita apa-apa ke siapa-siapa!" dumel batin Ayesha.
Pas sampe ke kantor iklan, Ayesha segera mencari Mbak Graee yang jadi koordinator model. Gak taunya, Mbak Graee lagi rapat. Sementara di ruang tunggu ada beberapa calon model. Wah, kece-kece. Tapi masing-masing saling ingin keliatan cantik. Termasuk Lida. Lida malah dengan tanpa malu-malu mengeluarkan kotak bedaknya yang ternyata, baru dibeli! Ia memoles-moles pipinya biar tambah putih. Ayesha jadi males duduk di dekat Lida. Untunglah di pojokan masih ada satu kursi kosong. Selain jadi gak bisa ngeliatin gaya Lida yang centil, Ayesha bisa lebih leluasa nunggu Mbak Graee sambil lihat-lihat Vogue.
Mas Jon, fotographer yang rambutnya gondrong diikat ke belakang, setelah menegur Ayesha dengan akrab, kemudian mengajak semua finalis masuk ke ruang serbaguna untuk sekadar diberi pengarahan. Tinggal Ayesha duduk sendirian di ruang tunggu.
Ayesha meneruskan penantiannya sambil memandangi lukisan-lukisan camik yang terpajang indah menghias dinding kamor. Ayesha suka desain kamor-kamor biro iklan. Sering terlihat artistik. Ia betah. Apalagi tadi Mbak Graee udah minta maaf karena ada rapat mendadak, dan memesan Ayesha untuk menunggu.
Lagi asyik-asyik membaea majalah, tiba-tiga pundak Ayesha dijawil.
"Permisi, Dik. Adik model juga, kan" Tau gak, siapa ketua juri pemilihan lomba cover di sini" Di mana dia sekarang""
Ayesha kaget. Lebih-lebih diberondong pertanyaan aneh seperti itu.
"Dik, tolong panggilkan dia, dong. Saya ini mau protes, masa anak saya cantik-cantik begini gak masuk final barang sedikit pun""
"Siapa, Tante""
"Itu, orang yang milih-milih pemenang lomba itu. Mana" Saya mau ngomong."
"Mas Jon barangkali, maksud Tante" Dia emang tadi yang mengkoordinir para model di sini."
"Siapa kek namanya, yang penting saya rnau ngomong. Saya protes, masa anak saya gak menang sih" Pasti ini pilih kasih. Mentang-mentang anak saya asli bikinan sini. Bukan anak indo kayak situ."
Ayesha jadi kesel. Ia pun buru-buru memanggil Mas Jon. Karena Ayesha sudah jadi model langganan di situ, ia jadi gak kagok menginterupsi acara pengarahan model-model baru itu.
""Siapa, Ay""
"Gak tau. Tapi mendingan buru-buru temui, deh, sebelum terjadi hiruk-pikuk," ujar Ayesha sambil menahan senyum.
"Tapi, suruh tunggu bentar deh. Tanggung, nih."
Ayesha kembali ke ruang tunggu. Eh, bener juga sih tante ini bahwa anaknya emang cantik. Tapi soal pemilihan pemenang tentunya disesuaikan dengan selera juri sini, dong. Kan para juri punya kriteria tertentu untuk menetapkan siapa-siapa yang masuk final.
"Katanya tunggu sebentar, Tante."
"Iya, saya tunggu. Eh, Adik ini model juga, kan" Ikut masuk final" Adik memang cantik. Tapi anak saya kan gak kalah camik. Coba liat aja nih, foto-foto yang masuk final. Dibanding anak saya kan gak jauh-jauh amat. Malah ada yang lebih jelek dari anak saya. Tapi anak saya kok gak menang...."
Ayesha cuma mengangguk-angguk.
"Nah, itu dia Mas Jon, Tante."
"Halo, selamat siang. Ada yang bisa kami bantu"" sapa Mas Jon ramah.
"Banyak. Pertama, kenapa anak saya ini kok gak masuk final. Kedua, kenapa yang lain masuk. Ketiga, ada yang lebih jelek tiga biji bisa masuk. Keempat, saya ini mau protes. Kelima, naik haji bila mampu, eh -"
"Hihihi, Ayesha tertawa geli.
"Wah, untuk memilih pemenang bukan pekerjaan gampang, Tante. Kami perlu waktu yang cukup lama. Dan yang menentukan bukan cuma seorang..."
"Iya, saya tau. Tapi kan anak saya ini cantik, "
"Iya, tapi kriteria cantik juga macam-macam.. Ada kecantikan yang memang terpancar dari dalam. Ada yang cuma..."
"Alaaah, orang cantik, ya canti
k. Masa untuk lomba beginian ada syarat lain lagi, sih" Iya nggak, Dik"
Ayesha yang gak nyangka bakal dimintain pendapat, mengangguk dengan gugup.
Anehnya sang anak yang dipromosiin abis-abisan cuma diem aja mengkeret di pojokan. Kasihan.
"Terus terang aja," tukas tante cerewet itu, "Saya udah lama mempersiapkan anak saya untuk menjadi model. Saya yakin, karena dia cukup cantik. Saya juga dulu, waktu muda, pernah jadi model iklan kecap cap Bango..."
Ayesha ngikik lagi. Iya, Tante yang jadi bango-nya, ya" batin Ayesha dalam hati.
"....Dan pasti ada turunan bakat pada dia, kan" Eh, kok malah gak menang."
Terus-terang gaya kontroversial tame centil ini bikin semua karyawan di situ pada ngumpul di lobi, ngeliatin dari atas ke arena pertempuran. Sementara Mbak Grace mulai keluar dari ruang rapat.
Ayesha demi melihat Mbak Graee hatinya sedikit lega. Ia berharap bakal diajak masuk ke dalam. Ia sebel banget ngeliat tingkah tante cerewet itu. Yang marah hanya karena anaknya gak menang. Dalam hati Ayesha bersumpah untuk tidak bakal mau ketemu lagi sama ibu itu. Nah, Mbak Graee pasti nanyain saya batin Ayesha.
Ayesha siap berdiri menghampiri Mbak Graee.
"Ada apa, Jon"" tanya Mbak Grace pada Jon, dan pada Ayesha ia cuma tersenyum aja.
"Ini Mbak, tante ini..."
"Saya protes," tukas tante itu. "Masa anak saya yang cantik begini gak lolos sensor, eh, lolos seleksi, sih""
Mbak Grace menatap tante itu seperti ngeliat sesuatu yang menakjubkan sekali.
"Tante ini..." "Iya, ini anak saya. Dia ikut lomba, tapi gak menang. Padahal cantik, kan""
"O, jadi anak tante ini ikut lomba di sini, begitu""
"Iya, tapi gak menang. Aneh, kan""
"Aduh, jangan putus asa. Ikut aja lagi taun depan. Siapa tau gagal lagi. Tapi Tante gak usah khawatir. Kebetulan saya baru saja rapat untuk materi s"buah film iklan di bioskop dan RCTI. Kita lagl butuh model gadis remaja dan ibu-ibu muda. Tentunya keduanya harus cantik. Sudah seminggu saya cari model buat ibu muda, tapi gak ada yang cocok. Tapi kok, saya malah menemukannya di sini. T ante mau kan jadi model film iklan" Syutingnya gak lama kok."
"Saya"" "Iya, Tante." "Ah, yang betul""
"Betu!. Malah kalo bisa hari ini ikut meeting persiapan syuting nanti. Memang agak mendesak."
"Oh, eh, bisa! Bisa. Eh, Jayanti, kamu pulang duluan sana. Bilang sama Papa kalo Mama belum pulang. Ada rapat untuk film iklan, gitu. Oh, ya, Mbak, kalo boleh tau model remajanya siapa yang dipakai nanti"'"
"Ini." Mbak Grace menunjuk Ayesha.
Ayesha bengong. Tak menduga.
"Ay, kamu udah kenal tame ini""
"B-belon, Mbak."
"Kenalan, dong."
Tante itu menjabat erat tangan Ayesha sambil tersenyum centil menyebutkan namanya, "Deborah..."
Ayesha berusaha tersenyum.
""O ya, Mbak. Kalo boleh tau, untuk iklan apa" Shampoo" Kosmetik""
"Bukan. " "Jadi iklan apa""
"Iklan lem tikus."
"Hah"" Tante itu kaget. Ayesha juga, dong.
" 9. Gosip Sip "AYAM jago tetangga Ucup 'ntu pagi memekik keras banget. Bikin Ucup terjaga dari ngorok-nya. Mimpinya amburadul.
Ucup mengueek-ueek matanya. Nyari-nyari celana kolor barang sebentar. Lalu melesat ke pekarangan rumah.
Setelah pipis secukupnya di atas kerikil yang masih basah oleh siraman embun, Ucup lalu berkukuruyuk sekeras-kerasnya membalas si ayam tetangga. Tentu aja si ayam jadi kaget. Tapi Ucup malah cuek. Dan kini doi melakukan gerakan senam ala kadarnya.
Menggeal-geolkan pantatnya. Jongkok. Nungging. Jongkok lagi. Nungging lagi. Akhirnya menarik becak, eh, menarik napas panjang sampe idungnya kempes. Kemudian membuangnya jauh-jauh sampe nggak keliatan lagi.
Kini Ucup membusungkan dada. Memainmainkan otot tangannya. Tapi bayangan "Ucup tetap aja jauh dari Patriek Swayze. Malah lebih mirip Doyok. . .
Body Ucup emang ceking mekingking. Jadi bisa dikira-kira deh kalo sekali tempo Ucup ikutan co-boy Mode. Pasti keburu tewas di babak pengiriman. Maksudnya sebelon sampe ke tim juri, tukang pos dengan relanya udah duluan ngebuang foto Ucup ke tong sampah.
Tapi pagi itu senam Ucup jelas nggak ada hubungannya sama lomba co-b"y Mode, kecuali tuntutan profesi. Sebagal pennyiar" Ucup memang
harus olah tubuh jaga" kondisi agar selalu fit. Itu makanya Ucup rajin banget senam tiap pagi, minum susu, nyuci (Ih, kegiatan yang terakhir kayaknya nggak" cocok banget deh), selain terus memperbaiki warna vokalnya.
Seperti pagi ini, Ucup terus melakukan gerakan senam sampe keringat bercucuran di sekujur tubuhnya.
Pukul setengah delapan, ketika sinar matahari mulai menyengat, Ucup baru menyudahi kegiatannya. Dan buru-buru ngabur ke kamar mandi. Cibang-cibung pake sabun cuci.
Sambil bersiul-siul pake irama rap, Ucup membayangkan hari indah yang bakal dilaluinya.
*** "Minggu pagi itu Olga lagi duduk ngisi TTS di ruang depan. Sementara Wina asyik baca majalah yang baru terbit. Pagi yang cukup indah, tapi bikin kedua cewek itu suntuk. Biasa, masalahnya tu anak lagi pada jatuh miskin, gara-gara dua hari berturut-turut nonton konsernya Richard Marx.
"Win, kurang dikit lagi, nih. Enam mendatar pertanyaannya: bodoh, blo'on, bego. Dua hurup terdepan udah ketemu, P dan A. Tapi kotak yang tersedia ada enam. Padahal jawabannya yang betul kan PAPI, ya""
Wina mendekatkan kepalanya, ikut melototin kotak-kotak TIS.
"Iya, ya" Harusnya empat kotak."
Papi yang merasa disebut-sebut namanya, yang lagi asyik baca koran Minggu pagi, sempet bengong.
Namun sejurus kemudian, ia asyik lagi dengan bacaannya. Mami cekikikan sambil mondar-mandir menyiapkan black forest hasil eksperimennya dari resep yang ia baca pada sebuah majalah wanita. Bau gosong tercium sampai ke tetangga sebelah.
"Mungkin jawabannya bukan 'Papi', Ol."
"Abis apa""
"Pandir. Y a, pandir kan enam kotak."
"O, iya " Kringgg!! T elepon berdering pas ketika "Mami melintasi bufet. Ia langsung mengangkat dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih penuh dengan tepung terigu.
"Siapa"" ucap Mami tanpa basa-basi.
Sebentar kemudian Mami pun menjerit, "Olgaaa, telepon dari Kuncup!"
"Ucup, Tante," terdegar suara protes dari ujung telepon.
"Siapa"" "Ucup." "Wah, sori, ya""
"Ah, gak pa-pa, kok."
"Olgaa, buruan, nih. Telepon dari Kucluk."
"Lho, kok Kucluk""
"Suka-suka kita, dong!" eetus Mami sambil menyerahkan telepon ke Olga yang baru sampai ke arahnya.
"Siapa ini"" Olga langsung bertanya.
"Ini Bang Ucup. Olga, ya""
Olga berpikir sejenak. "Ada apa, Bang Ucup" Tumben nelepon. Biasanya sering."
"Ah, Olga bisa aja. Gini lho, Ol, apa Minggu ini kamu ada acara""
"Tergantung." "Gimana kalo Bang Ucup ajak JJS" Makan apa nonton, gitu""
Olga berpikir sejenak. ""Setuju," jawab Olga akhirnya. "Tapi boleh kan saya ngajak temen""
Ucup yang ternyata numpang telepon di kantor kelurahan ragu-ragu sebentar.
"Ng..."" "Gimana, boleh nggak""
"Ya, bolehlah."
"Sip!" Olga kegirangan sambil meletakkan telepon keras-keras.
"Win, ada kabar gembira. Kita bakal lolos dari bencana dipaksa makan kue gosong si Mami! Kita gak bakal kelapar"n."
"Ada apa, sih""
"Ada yang ngajak makan!"
"Asyiiik!" Mereka pun melonjak-lonjak kegirangan.
*** Tapi lantas ada gosip yang nyebar. Ucup dikabari ada mam sama Olga. Nggak jelas dari mana asalnya. Tau-tau orang sekantor udah pada tau. Tentu banyak yang heran. Mana mau sih Olga jadi pacarnya Ucup" Dan setengah nggak percaya.
"Tapi kenyataannya kan begitu," tandas mas Darmo dari bagian klining serpis meyakinkan Mbak Vera di kantin.
"Buktinya""
""Olga sering diajak makan ama Ucup."
"Hihi...," Mbak Vera ngikik, "biasa aja, kan. Olga kan paling hobi ditraktir." Mbak Vera masih berkeras nggak yakin. Soalnya dia tau betul gimana sikap Olga sama Ucup. Dia benci banget. Kalo diukur-ukur, sebenarnya kans Somad lebih gede untuk bisa menggaet Olga dibanding Ucup. Memang sih sejak peristiwa petak umpet dulu, Ucup sempat akrab sama Olga. Tapi akhirnya jadi benci lagi, gara-gara Ucup sering kege-eran.
Jadi mana mungkin Olga mau sama si Kuneup, eh Ucup.
Mbak Vera ngelamun sendirian.
Lha kok jadi serius banget sih" Orang yang pacaran, kenapa saya yang pusing.
Tapi mungkin aja ya Olga pacaran sama si Ucup.
Besi aja bisa patah. Apalagi Olga.
Siapa tau Olga kena pelet.
Soalnya belakangan ini Ucup sering banget pake minyak sinyong-nyong.
Baru tiga har i kemudian Mbak Vera yakin Olga udah jadi pacarnya Ucup, setelah seisi Radio Ga Ga ngasih tau. Termasuk tukang siomai yang sering mangkal di depan kantor.
Apalagi dalam satu kesempatan, Mbak Vera sempat memergokin Olga lagi makan bareng maminya di Hanamasa.
"Yee, lantas apa kaitannya ama Ucup"
Ya nggak ada. Itu kan cuma bisa-bisanya Mbak Ver aja.
Dan memang sampai sejauh ini Olga sendiri belum menyadari kalo gosip mengenai dirinya tengah merebak di Radio Ga Ga.
Olga tetap seperti biasa, kalo lagi siaran suka tidur. Dan jarang cuci kaki kalo mau tidur.
*** ""Wah, saik dong lo punya pacar Ucup. Doi kan senior lo di Radio Ga Ga. Karir lo bisa tambah nanjak, dong""
Olga melenggak. Pukul setengah satu udara di pelataran sekolah panas banget. Baru dari Wina ini Olga tau kalo ia dianggap pacarnya Ucup.
Olga jelas kebingungan. "Pacar apa" Jangan bikin cerita fiktif lo."
"Ah, kura-kura dalam perahu! Kucing belang nggak doyan tahu, siapa di sini, siapa di situ, langit mendung di atas perahu, kodok lompat nggak sampe kali, ikan betok anaknya banyak, nembak burung yang kena ayam, ember dibalik tumpah minyaknya, pantat biru pantatnya orok, bakar jagung di atas genteng," ujar Wina. Ya, belakangan ini dia lagi maniak banget sama pantun. Soalnya mau ikut lomba berbalas-pantun antar SMA. Jadi tiap hari latihan terus. Lumayan hadiahnya tiket bis Cililitan-Kalideres.
"Apa-apaan sih lo, kok jadi ngaco gitu sih"" Olga bersungut-sungut.
"Eh iya,. kok jadi ngaco gitu sih. Mau mantun, nggak ketemu-ketemu pasangannya. Maksudnya gini, Ol, lo jangan kura-kura dalam perahu deh. Jangan pura-pura nggak tau. Eh, malah ketemu pasangan pantunnya."
"Pura-pura apaan, monyong."
"Lo kan pacaran ama Ucup""
"Amit-amit jabang bayi."
"Bayi menangis dicubit ibunya. Ibunya kesandung yang jatuh bokapnya. Dulu benci sekarang cinta. Payung item payungnya orang mati. Sayap capung bening warnanya. Tai gergaji ngelilipin mata. Kambing kurus kejeduk pintu. Tukang ojek kupingnya caplang. Sepatu butut..."
"Mulai deh ngaco lagi!"
Wina cuek. "Ini pasti gara-gara si Kuncup. Sebel. Siapa sih yang nyebar gosip murahan kayak gitu""
Wina nggak bisa segera menjawab.
"*** "Ucup udah pasang tampang akrab begitu Olga keluar dari ruang rekam. Tapi berhubung Ucup nyetel radionya di kamar rumah kontrakan dia, jadi Olga sama sekali nggak tau.
Olga merapikan surat-surat kiriman yang baru aja dibacanya untuk siaran T2M.
Ucup memasang tampangnya di cermin. Malam itu di kamar Ucup sepi sekali.
Di studio juga sepi. Cuma ada Olga, Andi, dan Wina yang terkantuk-kantuk di pojokan.
Ucup menyetel Right Here Waiting di tipnya. Lalu memeluk guling seerat mungkin. Udara dingin menggigit.
Ah, seandainya malam ini ada yang menemani. Ucup membatin. Lalu memasang obat nyamuk.
Ayam jago tetangganya nyaris berkukuruyuk.
Sementara Olga dan Wina udah sejak tadi pulang dari Radio Ga Ga.
Ucup bener-bener nggak bisa tidur. Hatinya gelisah. Banyak yang dipikirin. Adalah jodohnya yang seret yang membuat Ucup bingung tujuh keliling.
Umur udah makin bangkotan. Tapi sampe kini belum satu pun ada cewek yang rela jadi pacarnya.
"Gimana nggak bingung.
Tapi Ucup nggak perlu sebingung itu kalo sadar yang bikin jodohnya berat sebenarnya adalah dia sendiri. Ini karena selera Ucup terlalu tinggi. Ucup kelewat milih-milih dalam mencari pasangan. Sering banget pilihan nya nggak sesuai ama kondisi dirinya. Yang ditaksir sebangsanya bintang film, fotomodel. Atau sesial-sialnya figuran atau penari latar Aneka Ria Safari. Coba, mana ada yang mau kalo ngeliat kondisi Ucup yang pas-pasan itu. Lagi kalo mau jujur, yang biasa-biasa aja juga belum tentu mau sama Ucup.
Ini gara-gara doi juga yang kebanyakan nampang di diskotek atau di tempat-tempat jet-set lainnya. Ya, ia selalu sok nge-jet-set. Pergaulannya aja sok milih-milih sama kalangan atas. Emang sih jadi gak kuper, tapi tampang keteter. Duit gajian saban bulan, hanya abis buat jojing di Musro, minum vodka, kencan di restoran mahal. Padahal kali dia tau, gadis-gadis cakep yang matre itu cuma mau morotin dia aja.
Gawatnya, Ucup selalu punya
cerita lain sama kenyataan. Manis banget. Pendeknya, Ucup nggak pernah gagal kalo naksir bintang film. Malahan biasanya, bintang filmnya duluan yang naksir dia.
Banyak yang nggak yakin. Tapi gilanya, sekali tempo Ucup pernah juga jalan sama bintang film top yang dia bilang pacarnya. Sebagai penyiar dia emang juga deket sama artis-artis buat diajak wawancara radio. Tapi kan bukan lantas untuk dipacari.
Dan sampe sekarang Ucup masih sendiri.
Itu kalo dia mau jujur. Dan Ucup tersentak ketika ayam jago tetangganya berkokok dalam irama disko.
Pagi sudah menjelang. "*** "Hari itu telepon di rumah Ucup berdering. Ucup yang baru bangun, abis semalem nongkrong di diskotek, menyambar gagang telepon dengan malas, "Siapa""
"Halo, Bang Ucup, ya" Ini Olga."
Olga" Ucup langsung melonjak duduk. Aduh, tumben banget ni anak nelepon kemari. Ada apa, ya"
"Gini, Bang Ucup hari ini pergi, nggak""
"Enggak, ada apa, Ol"" Ucup berkata penuh harap.
"Waktu itu, waktu kita pergi dulu ternyata anting emas Olga ilang satu. Ketinggalan nggak di mobil Bang Ucup""
"Gak tau, ya" Nanti deh, Bang Ucup cariin dulu."
""Iya, deh. Tolong cariin ya, Bang. Kalo gak ketemu, tolong digantiin, ya" Ntar pulang sekolah saya ambil ke situ."
Dan Olga langsung menutup telepon.
Sementara Ucup masih gak pereaya duduk di tempat tidur. Saking terkesimanya, ia tak mempedulikan sarung yang mlorot sampai ke batas - dengkul. Ah, akhirnya kena juga tu anak, batin Ucup. Ya, sebetulnya dia emang naksir setengah mati sama Olga.
Dan kini, tiba-tiba Olga nelepon mau datang. Wah, pertanda baik. Mau beli anting emas seratus gram pun bakal ia bela-belain.
Dan Olga benar-benar datang waktu Ucup sibuk membongkar-bongkar mobilnya.
"Hai!" seru Olga riang, sambil menukik tajam masuk ke pekarangan rumah Ucup dengan sepatu rodanya. Masih mengenakan seragam dan tas sekolah.
"Hai!" Ucup membalas riang. Dia terpesona banget ngeliat penampilan Olga hari itu. Polos dan manis. Rambutnya diikat buntut kuda.
"Ketemu, Bang""
"Sayang sekali enggak. Kita beli yang baru aja, yuk""
"Olga gak punya duit."
"Abang kok yang beliin."
Olga tersenyum. "Boleh minta minum""
""Eh, oh, tentu. Mau minum apa" Tequila Sunnse" Vodka"" ujar Ucup sok tau.
"Ah, Coca-Cola aja."
"Aduh, Coca-Cola lagi abis."
"Ya udah, air putih aja."
Lalu Ucup mengajak Olga duduk di serambi depan.
Sesaat kemudian, Ucup muncul dengan air es-nya dan sepiring kacang goreng. Lalu uduk menemani Olga.
"Bang, udah denger gosip yang masih gres""
"Gosip apa"" Ucup jadi berdebar-debar.
"Katanya kita berdua pacaran."
""O ya"" Ucup berlagak kaget. Tapi kentara dari ujung jempolnya, kalo kagetnya Ucup itu terlalu dibuat-buat.
"Terus tanggepan Abang gimana""
Ucup salah tingkah. "Kalo Olga gimana""
Olga memejamkan mata sambil tersenyum. Kemudian ujarnya kalem, "Yang nyebar gosip itu slapa, sih" Kita kan baru sekali pernah pergi bareng."
"Lho", saya gak tau. Kamu gak suka ya digosipin" begitu," ujar Ucup cemas.
"Ah, justru sebaliknya. Kenapa cuma gosip, ya" Coba kamu sendiri yang beneran bilang ke saya kalo kamu suka...."
Ucup kaget. Ia sama sekali gak nyangka Olga bakal ngomong begitu. Sebagai cowok ia jadi merasa kecil banget. Kalah jantan sama Olga. Ya, kenapa Olga yang harus datang ke sini" Kenapa gak Ucup aja yang datang ke rumah Olga, dan mengutarakan isi hatinya" Kenapa harus dengan nyebar gosip segala"
"Olga...," Ueap Ucup tersendat. "Seb-sebetulnya A-abang sendiri kok yang nyebar gosip itu. Maaf, ya, Ol, soalnya Abang takut Olga gak suka sama Abang...."
Nah! Olga langsung berdiri, "Oh, begitu. Jadi bener ya kata anak-anak radio kalo ini emang ulah kamu sendiri. Dasar kampungan!" Olga pun menyiramkan air es-nya ke wajah Ucup.
Ketika Olga menghilang di tikungan jalan Ucup baru tau kalo ia terjebak.
"*** "Di suatu sore yang basah, di ruang administrasi yang bersebelahan dengan ruang on air, akhirnya Ucup minta maaf atas semua ulah nya. Olga masih bersungut-sungut mangkel. Tapi akhirnya baek juga setelah ngeliat tampang Ucup yang sedih.
"Bang Ucup sih gitu. Makanya jangan suka pilih-pilih, dong," Olga mencob
a akrab. "Iya, Cup, pilih-pilih sih boleh. Tapi ya "jangan terlalu melambung. Biasa-biasa ajalah. Kita kan juga harus mengenali siapa diri kita. Nggak usah terlalu ngimpi. Nggak usah kelewat menginginkan sesuatu yang nggak sesuai dengan mentalitas kita. Malah repot jadinya. Asbak kan cocoknya cuma buat tempat rokok," Mbak Vera ikut-ikutan ngasih nasihat.
Ucup jadi makin kecut hatinya.
"Maksud Mbak Ver saya ini asbak""
"Mbak Vera nggak bilang gitu lho. Ucup sendiri lho yang bilang gitu. Mbak Vera sih percaya aja. Yah, namanya juga sama temen."
Ucup bengong. Olga buru-buru mengejutkannya.
"Nah, gimana saran Mbak Ver tadi""
"Ada baiknya juga diturutin. Tapi masalahnya sekarang, saya pengen banget punya pacar, Mbak Vera."
"Oh, itu sih gampang," Mbak Vera nyeletuk. "Kebetulan Mbak Vera punya kenalan. Kamu minat""
Mata Ucup kontan bersinar-sinar.
Olga serta-merta menoleh ke Mbak Vera. Curiga.
"Siapa, Mbak"" Ucup bertanya nggak sabar. Kaya"nya minat banget dia.
"Saodah, anak tukang ketupat tetangga Mbak Vera. T ampangnya sih nggak kece-kece "amat, tapi anaknya baek dan pinter ngaji, lagi. Gimana, mau""
Ucup ragu-ragu sebelum akhirnya mengangguk pasrah.
" 10. Kilik-Kilik "SORE itu suasana Radio Ga Ga gak sesejuk sore di luar. Ini gara-gara Mas Ray, seorang penyiar senior yang juga menjabat wakil direksi, memasang tampang kusut. Lebih kusut dan kaset kusut. Lebih kusut dari keset.
Mas Ray termasuk salah seorang dari pemilik Radio Ga-Ga. Selain siaran, Mas Ray juga jadi redaktur musik. Nah, Mas Ray inilah yang mensuplai lagu-Iagu anyar dari luar. Kali ini Mas Ray misuh-misuh karena keluarnya Andi dari Radio Ga Ga. Yang bikin Mas Ray tersinggung, karena sebelon keluar Andi sempat bilang gini, "Biar tau rasa. Lagu boleh anyar, tapi kalo gak ditata, gak diatur, tetap aja berantakan. Siapa yang mo denger""
Kontan semangat sengit Mas Ray bangkit. Kayak kambing kebakaran jenggot, Mas Ray jadi selalu keliatan uring-uringan. Mondar-mandir dari ruang siar ke wc, dari wc ke gardu satpam. Atau kadang-kadang malah nyasar ke kamar babu. Lebih-lebih lagi setelah Mas Ray "tau Andi pindah ke radio lain yang secara nggak langsung adalah saingannya Radio Ga Ga, karena punya sasaran yang sama. Radio baru itu emang terkenal sering nyomotin penyiar atau penata rekam radio lain yang udah jadi dengan iming-iming gaji yang lebih gede. Sementara kebijaksanaan Radio Ga Ga sejak dulu kala adalah mencari penyiar-penyiar yang belum punya pengalaman, tapi bakat ada. Dia diberi kesempatan nimba ilmu di Radio Ga Ga agar punya skil. Tapi tentu aja gajinya gak gede-gede amat. Dan emang kebanyakan mereka yang mendapat keterampilan di Radio Ga Ga jadi punya loyalitas yang gede, karena merasa berutang budi. Makanya kaget banget Mas Ray waktu tau Andi pindah. Dia sama sekali nggak nyangka kalo bakal ada karyawannya yang bakal berkhianat. Emang, dulu Andi waktu masuk ke Radio Ga Ga, keterampilannya masih biasa-biasa aja. Kini setelah punya kepinteran, Andi malah keluar. Pantes aja Mas Ray keki.
Tapi sebenarnya kepindahan Andi juga nggak bisa disalahin banget. Sebagai anak muda yang pengen hidup di dunia radio, Andi butuh perluasan wawasan. Butuh penambahan inkam. Buat keperluan sehari-hari yang meningkat, misalnya. Padahal gaji di Radio Ga Ga biasa-biasa aja dari dulu. Paling naik dikit-dikit. Makanya waktu ada radio lain yang nawarin gaji dan posisi yang lebih gede, ya Andi langsung cabut aja. Malah denger-denger di radio itu Andi mo dikasih kendaraan segala. Kendaraan umum, maksudnya, hihihi. Sekarang, yang pasti sih tiap bulannya Andi dapet jatah beras sebanyak tiga setengah liter. Lumayan kan buat nambah-nambah pendari"gan. " Walau kesannya jadi kayak pegawai negeri.
Sebaliknya Mas Ray jadi ngerasa diledek sama ulah Andi. Seakan-akan Radio Ga Ga gak bisa ngegaji karyawannya dengan bayaran mahal. Padahal kan emang! Hihihi....
Pokoknya sore itu suasana Radio Ga Ga jadi keruh banget. Mas Ray yang ngomel melulu. Juga suasana sedih karena lenyapnya Andi. Yah, terutama Olga yang udah merasa klop banget dengan Andi.
Tapi lepas daripada itu, sebenarn
ya suasana Radio Ga Ga terkadang cerah juga. Mbak Vera masih bisa tersenyum. Mas Darmo masih bisa nyapu. Dan Olga masih bisa ngisi bak mandi di rumahnya. Apalagi kadang-kadang, namanya juga redaktur musik, Mas Ray marah-marahnya pake irama rap segala. Mau nyaingin Milli Vanilli kali.
Gini kira-kira marahnya, "Huh, ap-ap-ap- apa dikira gar-gar-gar-garuk-garuk eh, garagara kek-kek-keluarnya An-an-andi Radio Ga-Ga bakal an-an-an-aneur" Huh, huh, huh, sori dori mori, ye! Bes-bes-bes, wah kok macet" Besok juga kita udah bisa nyari gantinya yang leb-leb-leb-lebih canggih."
Bayangin, apa nggak enak marah-marah kayak gitu" Huh, mentang-mentang redaktur musik. Tapi, biar udah disindir-sindir, dasar ndablek, tetap aja Mas Ray kalo marah pake irama rap.
Sementara itu Nanda yang orang dekatnya Mas Ray yang sehari-harinya dipercayai mengawasi bagian administrasi, seperti misalnya memilih surat-surat yang datang dari luar sampe tagihan-tagihan utang dari tukang siomai, ikut-ikutan marah juga. Kacaunya Nanda ini orangnya luar-negeri-minded. Jadi dia kalo marah suka pake bahasa sono. Yang dipilih nggak tanggung-tanggung. Soviet. Kan jadi susah, soalnya tu bahasa banyak huruf matinya.
Coba aja denger, "Huh, kaglo khetemux ghue, gue phityes igdhungnyeg tuhk anakx. Biar nyahoxk!"
Akibatnya Mbak Vera cuma bisa manyun di pojokan. Mo ikutan marah takut nggak lucu. Hihihi....


Olga 01 Sepatu Roda di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Olga juga cuma bisa bengong. Sebenarnya tu anak paling nggak suka ama suasana tegang kayak begini. Walo Olga juga turut menyayangkan sikap Andi yang keluar dari Radio Ga Ga. Maksud Olga, kenapa keluarnya baru sekarang. Gak dulu-dulu aja. Hihihi...
Olga lalu mencolek pundak Mbak Vera.
"Daripada bengong, mendingan kita maen tulis-tulisan di punggung pake jari. Lumayan, kalo ketebak dapat cepek," ajak Olga.
Kontan aja Mbak Vera mau.
"Iya ya, daripada bengong. Tapi gimana caranya""
"Gampang, gini lho, caranya." Olga lalu menjelaskan caranya dengan singkat. Setiap anak harus menulis di punggung anak yang duduk di depannya dengan jari telunjuk. Kalo ketebak baru gantian dan dapat hadiah seratus perak.
Setelah Mbak Vera mengerti, Olga lalu diminta menulis duluan di punggung Mbak Vera.
Olga memulai. Ia menuliskan kata 'ini' di punggung Mbak Ver.
"Ayo, apa, Mbak Ver"" bisik Olga
Mbak Vera mikir sebentar.
"Ini," terka Mbak Ver.
"Yak betul, cepek!"
Sekarang giliran Mbak Ver yang nulisin punggung Olga. Mbak Ver lalu menulis kata "itu" pake jarinya yang lentik kayak dingklik ke punggung Olga.
"Ayo apaan"" pinta Mbak Ver.
"Apaan, tuh"" Olga pura-pura bingung.
"Ulang dong, Mbak Ver. Kurang jelas. Nulisnya kalo bisa agak ke atasan dikit."
Mbak Ver menuruti permintaan Olga.
"Wah, jangan kelewat cepat, dong, Mbak Ver. Kan susah mengingatnya."
Mbak Ver kembali mengikuti permintaan Olga. Ia menulis pelan-pelan.
"Ayo, sekarang apa"" tanya Mbak Vera.
"Wah, apa, ya""
"Masak nggak tau sih," Mbak Vera mulai kesel.
"Bener nggak tau," Olga ngeyel. "Makanya nulisnya lebih pelan lagi. Kalo bisa diteken dong, pasti Olga bisa nebak deh," akhirnya Olga meminta lagi.
Mbak Yera hampir mengulang lagi, kalo nggak keburu sadar bahwa sebenarnya dia lagi dikerjain Olga. "Sialan kamu, Ol. Bilang aja dari tadi minta digarukin! Pura-pura main tulis-tulisan lagi," Mbak Vera misuh-misuh sambil menjitak pelan kepala Olga.
Olga ngikik. Kik-kik-kik. Tinggal Mbak Vera yang jadi keki banget.
Sementara Mas Ray makin menjadi-jadi aja ngaconya. Dia memasang headphone ke kupingnya. Maksudnya, biar marahnya lebih khusyuk.
"Yeah, saya tekankan sekali lagi, bagi penyiar yang mo pindah, silakan deh! Asal tau aja, Radio Ga Ga gak bakalan ancur dengan kepergian kalian. Apalagi cuma dengan kepergian Andi. Kalo mo, sehari sepuluh kita juga bisa nyari ganti yang lebih jago dari Andi.
"Oke, sebelon marah ini dilanjutin, sama-sama kita dengerin dulu lagu Champion Lover dari Deborah. Oke""
Olga yang tadi bengong jadi terkikik-kikik denger ngaconya Mas Ray. Dikira lagi siaran apa"
"*** "Suasana gak makin lebih baik. Isu berikutnya langsung nyasar ke Olga. Gara-garanya emang rada masuk akal. Olga itu
diminta jadi bintang tamu siaran di radio baru yang ditangani Andi saat ini. Padahal Olga bener-bener bintang tamu. Hanya sekali itu dia siaran. Karena di radio baru itu ada rubrik acara yang berjudul "Reuni". Singkatan dari "remaja unik". Menampilkan idola remaja yang menonjol di suatu bidang. Dan si bintang yang diundang, emang disuruh siaran langsung sendirian. Nyeritain tentang dirinya, pribadinya, prestasinya dan segala sesuatunya. Acara ini digarap unik.
Dan karena Olga dan Andi kebetulan udah akrab, acara itu berlangsung intim sekali. Dan kebetulan ada kru Radio Ga Ga yang mendengar.
Terus-terangnya, Olga seeara gak langsung emang ditawari Andi untuk ikut ngegabung ke radio itu. Olga dijanjiin sepatu roda yang bisa jalan sendiri, ada radar-nya. Tapi Olga gak mau. Karena ia tipe anak yang belum mikir panjang ke depan. Dia masih merasa betah di Radio Ga Ga. Kalo dia suka, dia akan ambil. Kalo enggak, dia cuek aja.
Tapi sebelnya, gosip kalo Olga bakal cabut dari Radio Ga Ga makin santer aja. Sampai-sampai satpam yang biasanya gak tau apa-apa, sempet ngomong gini waktu ngeliat Olga, "O, ini tho anak yang mau keluar juga" Sayang ya, padahal anaknya cukup rajin lho kalo kita suruh-suruh."
Belum lagi tatapan senior lain yang penuh curiga.
Ucup apalagi. Betul-betul menjijikkan saat itu. Ledekan-ledekannya terasa nyakitin banget.
"Kalo mo keluar, ya keluar aja, Ol. Dapet mobil, kan" Ngapain sih di sini" Capek-capek gak dapet apa-apa. Tapi kalo udah punya mobil inget-inget saya, ya"" .
"UCUUUP!" jerit Olga. "Kamu jangan usil begitu, ya" Kata siapa saya mau keluar dari sini" Lagi kalo emang saya keluar, apa urusan kamu" Emangnya kamu bapak saya" Ih, amit-amit punya bapak kayak kamu!"
"Yeee, lagian siapa yang mau punya anak kamu"" balas Ucup.
Olga hampir aja membanting headphonenya yang baru mau dia pake, kalo gak tiba- tiba Mbak Vera nongol.
"Ada apa, Ol""
Olga memberengut. Kesal. Mbak Vera menatap Ucup. "Kenapa kamu, Eup""
"Anu, Mbak, Olga mmta dilamar...," ucap Ucup.
"Yeee, amit-amit!" Olga meledak lagi. "Daripada pacaran sama elo, mendingan naik haji!"
"Lho, apa hubungannya"" kelit Ucup
"Ya, kalo naik haji kan dapet pahala. Kalo pacaran sama elo" Boro-boro pahala..."
"Sudah-sudah. Pergi sana, Eup. Ganggu orang kerja aja," lerai Mbak Vera. Lalu ia menghampiri Olga sambil berkata lembut, "Mau rekaman, Ol""
Olga mengangguk lemah. "Mbak bantuin, ya" Lagu-lagunya udah dipilihin""
Olga mengangguk lagi. Lalu keduanya rnembisu sambil mempersiapkan alat rekam.
"*** Tapi jelas sekali keadaan jadi runyam sejak perginya Andi. Tenaga Andi yang potensial itu boleh dibilang motornya Radio Ga Ga untuk urusan teknis rekam. Sebab Andi bukan cuma pekerja yang kayak robot. Bukan bisa memutar lagu. Tapi dia juga jago nge-remix. Bikin lagu dang-dut jadi rap. Dan keahlian macam ini perlu daya kreativitas yang tinggi. Gak sembarangan orang bisa. Radio Ga Ga disukai, karena lagu yang ditampilkan selalu terdengar 'lain' dengan lagu biasanya. Makanya cabutnya Andi bikin Radio Ga Ga kalang-kabut. Penata rekam lain gak ada yang sanggup menyaingi kreativitasnya.
Mas Ray sebenernya cemas melihat keadaan itu. Tapi sikap sombongnya gak ilang-ilang. Kesombongan itu sebetulnya cuma buat nenutupi kekhawatirannya. Kelihatan, dengan menantang semua karyawan Radio Ga Ga untuk keluar, sebetulnya Mas Ray sangat takut ditinggalkan. Seseorang yang benar-benar kuat, gak akan bersikap seperti itu. Hanya orang yang terpukul yang banyak mengumbar omong besar.
Mestinya Mas Ray berpikir, kenapa Andi sampe pergi dari Radio Ga Ga. Mungkin Andi merasa gak puas sama sikap Mas Ray yang kadang suka petantang-petenteng. Me"n tang-mentang wakil pimpinan. Atau mungkin juga Andi gak diberi kebebasan untuk mengembangkan bakatnya. Atau bayaran di Radio Ga Ga emang gak sesuai lagi dengan keterampilan Andi. Radio Ga Ga konon emang perusahaan keluarga yang sistemnya terlalu kaku. Yang masih menganut aturan senioritas. Siapa pegawai paling lama, dia yang lebih dapat kedudukan at"u gaji yang lebih tinggi. Padahal keahlian gak selalu bisa dinilai dari lama tidakn
ya orang bekerja di suatu bidang. Ada aja yang datang, dan langsung melejit. Seperti Olga, misalnya.
Dan sore itu Mas Ray mengadakan pertemuan mendadak. Di sebuah rumah makan yang cukup mewah. Inti pertemuan sebetulnya cuma menegaskan kembah bahwa keadaan perusahaan sehat-sehat saja. Padahal...
"Kalian jangan macam-macam kayak si Andi itu. Apa kalian gak inget, siapa sih yang bikin kalian kenal seluk-beluk radio" Siapa sih yang bikin Andi jadi penata rekam jempolan" Saya. Sayalah orangnya. Karena sayalah yang mencanangkan kebijaksanaan menerima tenaga yang belum siap pakai untuk kita didik di Radio Ga Ga. Agar dia jadi orang pinter. Coba, apa di radio lain ada yang kayak gitu""
Mas Ray nampak emosional sekali. "Nah, kalau kalian memang orang yang beradab, harusnya kalian punya loyalitas, dong. Punya tenggang-rasa, dong. Iya, kan, Olga""
Olga yang lagi duduk di dekat kolam jadi gelagapan. Tatapan Mas Ray tepatnya seperti menuduh ke arahnya. Nada bicaranya sinis. Olga jadi kecut.
"Andi seperti kaeang yang lupa pada kulitny". Gak tau balas budi. Udah capek-capek kita mendidik dia, tapi gak ada timbal-baliknya. Olga kalo mau keluar, ya keluar aja. Gak usah kasak-kusuk segala. Gak usah mentang-mentang kayak Andi. Saya tau, Olga banyak fans-nya, tapi tanpa Olga misalnya, Radio Ga Ga gak bakal ancur!"
Olga tercekat. Es kelapa yang lagi ia seruput, serasa mampet. Ia langsung bisa menebak, ke arah mana pembicaraan Mas Ray. Dengan mata merah, Olga pergi meninggalkan pertemuan itu.
"Eh, Olga!" Mbak Vera berusaha menahan.
"Makanan yang belum habis, Olga tinggalkan begitu saja.
"*** "Olga lagi duduk di taman belakang rumahnya, ketika Mbak Vera mengunjungi.
"Saya sakit hati, Mbak. Saya tadinya bener-bener gak punya niat keluar. Tapi omongan Mas Ray yang bikin saya sakit hati malah membuat saya pengen keluar," ujar Olga sambil bersungut-sungut.
"Mbak Vera tau kok. Mbak Vera minta maaf kalo omongan Mas Ray menyinggung kamu. Dia sebetulnya lagi panik, Ol. Dan sebetulnya gak usah ngomong begitu ke kamu. Mbak Vera udah negur dia.
"Terus-terang, sebetulnya kita gak berhak menahan orang yang mau mengembangkan sayap seperti Andi. Orang-orang seperti Andi atau kamu, yang kemampuannya bisa diandalkan, sebetulnya aset buat perusahaan. Orang-orang seperti kamu gak seharusnya dibendung. Ia harus diberi wadah. Diberi kepercayaan untuk lebih mengembangkan diri. Adalah kejam bagi seorang pimpinan yang melarang anak buahnya mencari tambahan pemasukan buat dirinya. Karena suatu saat orang itu harus berkembang.
""Seperti Andi misalnya. Dengan diakunya kemampuan dia oleh radio lain, sebetulnya jadi aset yang baik buat perusahaan kita. Buat Radio Ga Ga. Karena orang lantas berpikir, Radio Ga Ga adalah pencetak bibit unggul
"Mbak Vera atau Mas Ray sebetulnya gak berhak menahan kamu supaya terus di Radio Ga Ga. "alo Olga mau pergi dari Radio Ga Ga, pergilah dengan baik-baik. Tapi kalo Olga mau terus di Radio Ga Ga, itu karena keinginan Olga sendiri. Bukan karena merasa ikatan moral atau berutang budi. Mbak Vera sadar betul kalo orang itu butuh berkembang. Kalo kita merasa gak bisa berkembang lagi di Radio Ga Ga, kenapa harus dipertahankan"
"Mbak Vera pribadi gak suka ama sikap Mas Ray yang selalu merasa telah berjasa buat kemajuan seseorang. Mungkin betul bahwa kita pernah memberi jalan buat seseorang, tapi pada akhirnya yang menentukan adalah potensi orang itu sendiri." Kalo kita memberi kesempatan pada orang yang gak bisa apa-apa, hasilnya juga nol. Tapi sekarang ini memang banyak orang yang merasa telah berjasa " buat kemajuan o"ang lain. Kalo gak ada saya, dia pasti gak bisa seperti sekarang ini. Ah .. " .
"Juga soal gaji. Jangan mentang-mentang Ucup misalnya lebih lama kerja di Radio Ga Ga daripada kamu lantas dia dibayar lebih mahal. Seseorang harus dibayar sesuai dengan kemampuannya. Tenaga profesional harus dihargai sesuai kemahiran yang dimilikinya..."
Olga terdiam. Mbak Vera menatap daun kering yang rontok tertiup angin lembut. Jatuh perlahan di atas rerumputan.
"Terima kasih, Mbak," ujar Olga sambil menatap Mbak Vera. Matanya
berkaca-kaca. "Mbak Vera telah memberikan pengalaman yang berarti buat Olga. Kalaupun Olga kembali siaran di Radio Ga Ga besok, sungguh, itu karena masih ada Mbak Vera di sana..."
Kini kembali Mbak Vera yang menatap Olga dalam-dalam.
Sementara suramnya langit sore di luar, telah berubah menjadi hitam pekat.
Sebentar lagi akan turun hujan....
SELESAI tamat Misteri Hutan Larangan 3 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Adipati Bukit Sekarat 2

Cari Blog Ini