Ceritasilat Novel Online

Aku Di Bali 1

Aku Di Bali Karya Haryadi Bagian 1


AKU DI BALI HARYADI le_la_ki63@yahoo.com Novel tuk berbagi saling mengingatkan jadi lebih baik. Insya Allah.
Tuk teman-teman di hijrah_euy dan teman-teman yang telah mau berteman.
Semoga berkah . Amin. DAFTAR ISI BAYANGAN KERINDUAN KEBERSAMAAN MISTERIUS KESENDIRIAN YANG SEPI MENAHAN DIRI DARI GODAAN UJIAN DALAM GODAAN PESTA ITU TELAH BERAKHIR BALI DALAM KENANGAN LEE WONG COWOK SIMPANAN BAYANGAN KERINDUAN Gerimis kecil menyambut kami di Ngurah Rai. Bali belum begitu ramai sejak dua kali kena
bom. Tapi beginilah, untuk pertama kali aku ke Bali, kesan pertama ada rasa senang. Aku
banyak tau Bali hanya lewat internet dan cerita teman-teman saja.
Perasaanku kadang masih terasa sepi dan sedih. Baru sekarang ini aku merasakan ini.
Apalagi kalau melihat sesuatu yang memperlihatkan keakraban dua manusia. Aku merasa
tak mungkin bisa seperti mereka. Galau saja hati ini. Sampai kapan ini" Ada saja orang
yang mirip Andri menurut pandanganku. Tadi ketika naik pesawat di Jakarta, aku lihat ada
cowok yang wajahnya seperti Andri, tapi sedikit lebih pendek. Trus tadi, ketika aku turun
pesawat, ada lagi, tapi sangat cakep. Lebih ganteng dari Andri, lebih tinggi dan putih, dan
sangat bule! Memang orang asing sih ...mungkin dari Eropa sana. Yang bikin kecewa, dia
bersama dua anak perempuannya dan istrinya yang cantik banget. Kok bisa ya ...
Fitri, Arman dan Dodi masih menunggu aku yang sedang mengambil beberapa lembar
brosur yang ada di rak. Ada beberapa orang yang memperhatikanku, tapi .aku cuek aja.
Lebih banyak brosur berbahasa Jepang. Aku nggak tau artinya, tapi dari brosur lokal
dapatlah aku bandingkan, informasi apa yang sesungguhnya yang diberikan, lebih banyak
penawaran sewa dan paket wisata. Aku selipkan apa yang kudapat di dalam tas
sandangku. Hm, banyak juga.
Sambil berjalan menuju pengambilan bagasi, kembali untuk menghubungi Bagus. Anak
yang kukenal lewat chatting dan beberapa kali dia kirim email. Katanya dia tinggal di
Denpasar, tapi dia tak mau beri alamat lengkap. Harapanku sih dia dapat jadi temanku
nanti selama di Bali. Aku coba hubungi dia lagi. Ada nada panggil sampai tiga kali, kemudian putus. Ini sudah
kualami sejak aku memberi tahu dia kalo aku jadi berangkat ke Denpasar kemarin sore.
Aku heran saja. Kenapa" Aku cuekin bisa saja sih, cuma rasa penasaranku memang tak
dapat diajak kompromi. Smsku pun terkirim tapi tak berbalas. Bagus, ada apa denganmu"
batinku. "Yadi, tas lo!" Dodi sedikit berteriak. Tas pakaianku sedang meluncur di antara tas lain di
eskalator bagasi itu. Segera aku kantongi hpku dan mengampil tas yang tak begitu besar.
Aku memang tak banyak bawa pakaian.
Rupanya mereka sudah mendapatkan bagasinya masing-masing. Dodi yang paling
banyak bawaaannya, sebagian memang perlengkapan untuk kegiatan kami selama di
Bali. "Maaf," kataku sambil berjalan menyusul mereka ke pintu keluar. Sebagai komandan, aku
memang sedikit tidak konsentarasi. Semoga mereka tidak terganggu.
"Aku jadi nggak sabar deh," Dodi menggerutu. Dia memang sudah beberapa kali ke Bali,
dan harapanku dia memang sangat membantu. Dia bagian perlengkapan dan penata
lapangan juga. Tubuh gempalnya memang pas dengan tugasnya.
Kami berempat memang punya bagian kerja masing-masing. Dan banyak hal yang
dirangkap. Sedikit serabutan. Yang aku suka lagi, semua dapat bekerja sama. Memang
nikmat kalau bersama. Arman, dapat tugas sebagai membantu kami bertiga. Anaknya
memang banyak diam, tapi kalau disuruh tak pernah gagal. Inisiatifnya bagus sekali. Fitri
bertugas yang mengurus administrasi dan keuangan. Dia yang memegang cek atau kartu
kredit, dan semua kwitansi dia yang ngumpulin. Dia sepertinya sudah punya rambu-rambu
kapan mengeluarkan duit, kapan perlu berhemat. Kalo nggak tau, Fitri dapat berkesan
pelit. "Itu dia!" seru Dodi ketika melihat seorang bapak yang sedkit gemuk dan tinggi berdiri di
balik railing pintu keluar. Dia membawa kertas bertuliskan : Ibu Fitri, Jakarta.
Fitri yang datang mendekat dan mengulurkan tangan. Baju batik lelaki paruh baya itu
sudah kelihatan lusuh. Wajahnya khas orang Bali, hidung bulat,bibir tebal, pipi tembem
dan kulit gelap. "Selamat datang," sapanya ramah. Kami bersalaman bergantian. Dia melihat bawaan
kami ada sekitar 7 koli. Lumayan. Dia bantu bawakan tas Dodi dan dan yang dibawa Fitri.
Kamipun menuju areal parkir mengikuti dia. Suasana sore ini belum begitu ramai. Gerimis
sudah berhenti, meninggalkan udara segar.
*** Aku sms Bagus lagi. Aku katakan aku sudah mendarat di Bali dan sekarang sedang
menuju Kuta. Aku berikan alamat tempat kami menginap. Setengah jam aku tunggu
balasannya. Tak ada. Ah... Kulihat Fitri juga sibuk denga hpnya, Dodi juga. Hanya Arman
yang duduk di depan yang diam sambil melihat lingkungan perjalanan kami. Di dashboard
mobil ada janur dengan sesajen warna-warni. Barang yang indah, pikirku. Nanti aku akan
tanyakan apa maksud sesajen itu. Mobil Kijang kami terus meluncur tenang. Kotanya
bersih dan kelihatan sangat hijau. Motor bebek terasa mendominasi jalanan. Keramahan
sudah terasa kental di sini.
"Kita mau ke hotel dulu, atau ketemu Andika di Jimbaran?" tanya Fitri. Dia lihat jam
ditangannya."Udah jam3 sekarang," tambahnya.
Aku kaget. Lho" "Bukannya jam 2?" tanyaku. Perasaan perjalanan Jakarta - Bali tak lamalama
amat deh. "Wah, payah deh. Bali kan lebih cepat sejam. Waktu Indonesia tengah tahu!" Dodi
menyemprot. Kok nadanya dari tadi kencang terus sih"
Aku tersadar. "Ya, baiknya jamnya sudah disesuaikan dengan waktu Bali," si Bapak yang merangkap
jadi sopir menerangkan. Ketika kami sudah masuk wilayah Jimbaran, si Bapak menerima telpon. Sepertinya dari
Andika yang mengkonfirmasi keberadaan kami. Tak lama mobil kami sudah membelok
masuk wilayah parkir sebuah restoran.
*** "Saya pikir model dari Jakarta sudah ikut," Andika bercanda ketika bersalaman denganku.
"Kalau perlu, bolehlah menggantikan,"balasku."Tapi biasanya honornya beda."
"Apa?" Andika jadi serius ...
"Nggak, canda ..." kataku tergelak." Kita tentu dapat model yang lebih baik."
Andika selama ini hanya kenal suara. Bayanganku nggak jauh dari perkiraan. Usia sekitar
40-an, dah berkeluarga. Agak sedikit santai penampilannya tapi kalau bicara sangat tegas.
Dia memperkenalkan lima orang timnya Katanya nanti malam akan datang tim yang lebih
banyak. Jadi keseluruhan dari Bali ada 10 orang. Hanya dua ceweknya, Alika dan Putri
yang datang sore itu. Cewek yang tomboi kupikir. Dari penampilannya dan sikapnya
sebenarnya aku suka, tapi ya kurang feminin aja. Dan tiga cowok lainnya usianya tak jauh
beda dengan Andika, mungkin lebih muda: Robby, Putu dan Nyoman. Kuharap tim kerja
ini dapat bekerjasama dengan baik
Ada sinyal aneh yang kudapat ketika makan ikan bakar. Sorot mata Robby melihatku.
Sesekali aku dapat lihat dia mencuri pandang sambil menyuap nasinya. Tapi aku hanya
sesekali memandangnya. Baru-baru udah pasang sinyal, sangatlah tak layak. Atau karena
Robby bukan type aku" Halah! Robby orang jawa tengah, hitam sedikit gemuk dan
pendek. Wajah sih tak begitu-begitu amatlah. Perutnya juga gendut. Wuih! kalo menilai
orang aku memang keterlaluan juga ya.
Menjelang sore, aku memotret keindahan matahari terbenam. Pantai Jimbaran sangat
indah, walau pantainya tak begitu lebar dan pasirnya tak begitu putih. Anginnya sangat
kencang. Di sepanjang garis pantai, deretan meja restoran menghiasi suasana pantai itu.
Agak kurang bersih, apalagi bekas sesajen yang bertebaran di pasir pantai. Alas meja
melambai-lambai memebri warna suasana pantai. Indah. Aku suka.
Suasana menjelang malam di Jimbaran ini memang sangat romantis. Beberapa pasangan
sedang makan dengan mesra, Ah, kalau saja ... desir hatiku kembali menyesakkan
dadaku. Kerinduan itu, sentimentil itu, tiba-tiba hadir. Untunglah teman-teman di sisini
mampu membuat aku senang.
*** Aku sedang menyabuni tubuhku ketika bel kamar bunyi. Siapa sih " Kubilas sekedarnya di
pancuran. Aku keluar dari ruang shower dan meraih handuk yang masih terlipat rapi.
Handuk yang lebar itu kulilitkan ke pinggang. Aku keluar kamar mandi dan segera
membuka pintu kamar. Aku hanya buka daun pintu tak begitu lebar. Kulihat Robby di sana. Tersenyum.
"Maaf, sedang mandi ya?"
Aku harus jawab apa" Dah tau aku sedang basah begini. Dia menunggu aku mengatakan
sesuatu. Kulihat jakunnya menelan liurnya. Nafsu kali dia melihat aku setengah telanjang
begini. Aku mengangguk saja. Berusaha ramah ...
"Iya deh. Ditunggu di lobby aja," katanya setelah melihat kekakuanku. Tak mungkin aku
mengajaknya masuk. Aneh! Aku bisa bersikap sombong begini. Entahlah, apa karena aku sudah tidak suka aja
dari awalnya. Segera kututup pintu ketika dia sudah bergerak meninggalkan pintu
kamarku. Aku masuk kamar mandi, dan meneruskan mandiku. Lama aku menikmati
guyuran air hangat. Enak juga ya kalau punya kamar mandi begini. Lebih enak lagi ....
membayangkannya, membuat ototku menegang.
KEBERSAMAAN MISTERIUS Tak biasanya aku mandi tanpa mempermainkan batangku. Apa karena doaku ketika
masuk kamar mandi, atau karena aku udah kecapaian atau karena memang aku sudah
sadar kalau masturbasi tak baik untuk diriku" Segera aku keluar kamar mandi dan
berpakaian. Cermin kamar mandi berembun karena udara panas air hangat dan aku tak
bisa menikmati keindahan tubuhku sambil melap diri dengan handuk.
Sms dari Fitri membuat aku segera keluar kamar. Kupakai sendal aja. Acara malam ini,
setelah makan malam ada rapat koordinasi awal untuk kerja kami selama dua minggu
mendatang. Sore menjelang malam, udara hangat. Udara laut menghembus diriku yang
berjalan menuju restoran. Beberapa orang pelayan menyapaku. Aku suka keramahan ini.
"Ditunggu pak, di sana," pelayan menunjuk meja yang di pojok.
"Terima kasih," kataku. Aku melangkah ke meja yang ada Andika. Meja telah penuh
delapan orang. Ada orang baru yang kulihat. Fitri, Arman dan Dodi sudah duduk dan
sedang menikmati makan malamnya.
Ini nggak enaknya kalau datang terlambat. Andika berdiri menyambutku. Penampilannya
sudah lebih segar dari ketika di Jombaran tadi siang.
Aku salami semua yang di meja itu sambil memperkenalkan diri. Kemudian Andika
mengajakku kemeja yang lain, udah ada empat orang disana, termasuk Putri dan Alika.
Aku berkenalan lagi dengan dua orang yang baru. Anak-anak muda, dan kupikir mereka
mahasiswa. Setelah perkenalan itu, aku mengambil makan malamku yang disajikan
dengan prasmanan. Aku tak makan nasi yang banyak, tapi banyak sayurnya saja.
"Saya pikir tadi Brandon Routh," komentar Yudi, anak yang baru kekenal itu berani. Aku
duduk di sampingnya. Anaknya keren juga dengan rambut yang berjambul. Usia hampir
sama denganku. Disamain dengan bintang Superman Returns itu, hampir membuat aku
tersedak. Segera aku minum.
Di samping dia, Arifin, yang tampilan biasa saja. Aku tak tahu dia bertugas sebagai apa.
Tapi aku jadi curiga dengan hp dia. Rasanya mengarah ke aku sejak tadi, walau kesannya
dia seperti sedang menulis sms. Aku memang tidak suka kalo ada orang yang mengambil
fotoku, apalagi secara diam-diam begini.
Celana jeans dan kaos panjang hitam yang sedikit ketat ini memang membuat aku tampil
beda dari tadi siang. Tapi kenapa mereka memujuki" Rambutku yang sedikit panjang,
memang rada mirip si bintang Supermen Returns itu. Wuih GR. Segera aku selesaikan
makan malamku. Sesekali aku menimpali gurauan mereka. Setelah ini, kami akan menuju
ruangan rapat yang telah kami sewa.
"Nggak usah buru-buru. Pelan-pelan saja," Andika pamit di sampingku. "kami tunggu di
ruang rapat ya. Mesti persiapkan peralatan dulu," tambahnya.
Dia dikuti beberapa orang dari timnya. Kulihat Fitri dan Arman masih menyelesaikan
makannya di meja sana. "Ok," kataku mengangguk pelan, sambil melap mulutku. Kulihat teman satu mejaku juga
sudah menyelesaikan makannya.
Cowok yang tadi memujiku dan tiga temannya, juga pamit mengikuti rombongan Andika.
Kulihat sekilas, sepertinya dia SSA juga. Ah, kenapa ada saja pikiran semacam itu. Aku
jadi ingat dengan Robby yang tadi kekamarku. Apakah dia juga"
Kuakhiri makanku dengan minum. Fitri dan Arman mendekati mejaku. Fitri duduk di
sampingku yang kosong. Ada yang mau dibicarakannya. Arman meninggalkan kami
berdua menuju ruang rapat.
"Hotel minta uang muka. Cash," bisik Fitri di sampingku.
Aku ingat, dalam pembicaraan awal tak ada bicara tentang uang muka. Yang diperlukan
adalah meningalkan tanda pengenal saja. Dan lagi, ini kan sudah urusan pimpinan kami,
ada kontrak khusus. "Coba konfirmasi lagi dengan bu Poppy," kataku.'Kalau ada, minta copy kontrak kerja
sama kita dengan hotel. Sekalian kontrak kita dengan Andika," tambahku.
Kemudian Fitri menjelaskan, kalau dengan pihak Andika tidak ada masalah. Aku juga
mengingatkan rencana untuk rapat hari ini. Jangan terlalu pelitlah dengan bayaran,
kataku. Fitri senyum aja. Sebagai penanggung jawab urusan keuangan, walau aku dapat
saja mengaturnya, tapi Fitri lebih aku percaya saja. Dia orangnya tegas, tapi tidak kaku
banget. Teman-teman lain pasti telah menunggu, kuajak Fitri untuk menuju ruang rapat
juga. "Ntar malam, Andika dan teman-teman ngajak ke cafe di Legian. Ikut?"
"Boleh juga, tapi lihat nantilah." jawabku. Kami berjalan ke ruang rapat, sebenarnya ruang
serbaguna yang sudah disekat, yang tidak jauh dari resoran.
Aku merasakan ada yang memperhatikanku. Sebelum meninggalkan ruangan restoran,
aku sapu pandanganku ke dalam restoran. Hanya ada dua pasang keluarga di pojok sana
dan seorang cowok dan cewek, dan kukira mereka sepasang kekasih. Entahlah,
perasaanku membisikkanku kalau ada yang memperhatikan.
Di ruang rapat sudah terkumpul semua. Ada meja panjang dan layar LCD yang sudah siap
untuk presentasi. Ada tiga laptop di meja, termasuk satu yang dibawa Dodi. Ada makanan
kecil juga. Kalau mau ada teh hangat di pojok ruangan, di meja kecil.
"Mulai saja," kataku ke Andika, ketika sudah mengambil duduk. Aku duduk di samping
Andika, dan di sampingku Fitri. Aku dan Fitri jadi seperti pasangan kekasih saja. Ada
beberapa mata kurasakan menatapku, ada yang cemburu"
Ini rapat hanya sekedar memberikan informasi rencana kerja, penanggung jawab dan
mengingatkan kalo ada hal yang belum beres, semacam sewa peralatan, izin dan
persiapan di tujuan lokasi. Yang seru adalah pemilihan model. Rencananya akan banyak
menggunakan model cowok dan hanya dua model cewek. Model cewek yang dipilih yang
penampilannya sangat lokal atau berkesan lugu. Tak begitu cantik, tapi berkesan menarik.
Tak susah kami memilihnya. Hari itu juga, Alika yang bertugas untuk memberitahu model
terpilih. Sedang untuk model cowok, sebenarnya bukan model benaran, cuma cowok yang
menarik saja. Tim kerjanya Andika memang hebat untuk memilih dan mendapatkan calon.
Ada tiga puluh oang yang ditampilkan. Rencana awal kami akan memilih lima belas
sampai duapuluh orang saja. Katanya yang ditampilkan juga telah terpilih dari lima puluh
orang yang mendaftar. Seru juga, pikirku, kalau banyak cowok di pantai. Proyek
pemulihan pariwisata Bali ini memang diserahkan konsepnya kepada masing-masing
lembaga pariwisata untuk menyusun konsep sendiri. Dan kupikir dengan menampilkan
banyak cowok begini, tampil seperti acara ManHunt, menarik juga.
Kulirik Robby yang sedang melirik kearahku juga. Di layar, menampilkan model-model
cowok yang mau dipilih secara bergantian. Hampir semua model dengan bertelanjang
dada. Sebagin besar memang punya tubuh yang indah, bahu, dada, perut, pinggul, paha
dan kaki yang ideal dan proporsional. Entahlah, aku jadi curiga dengan Arifin, sejak tadi di
restoran, hpnya mengarah ke aku terus. Sekarang pun begitu. Ah, apa dia mau pamer hp
n-seriesnya itu" "Keren abis!" bisik Fitri di sampingku.
"Pilih aja salah satu, Fit," candaku."Kamu juga pegang data mereka kan?"
Fitri tersipu. Dalam hatiku juga ada yang kupilih. Tak jauh dari yang mirip Andri. Hm, Andri
lagi ... Aku sudah tandain namanya: Brahmanto. Kelahiran Bandung, kuliah di Udayana
jurusan Arsitek. Tubuhnya atletis dan wajahnya tak jauh dengan Andri, cuma kalau dilihat
lebih Anjasmara saja. Lho kok"
Diputuskan kami menggunakan tigapuluh cowok. Aku konfirmasi soal anggaran honor,
apakah masih cukup. Rupanya harga model di Bali tak semahal di Jakarta. Jadi tidak
masalah dengan anggaran, masih cukup.
"Dan lagi mereka bukan profesi model," jelas Andika." Kalau model yang profesional,
kontraknya sedikit sulit, karena banyak juga yang agennya di Singapura atau Australia."
Yang kami pilih memang punya tampang yang umum saja, nggak bule banget dan postur
yang tak terlalu tinggi. Mereka kan hanya mau difoto sama-sama. Sebagian besar
memeiliki warna kulit yang gelap. Ada empat orang yang keren banget dengan rambut
gimbalnya dan kulit warna tembaga, coklat kemerahan. Kalau melihat ekspresinya,
sepertinya mereka sudah biasa difoto.Tak sabar rasanya untuk mengikuti pemotretan.
Rencana lusa pemotretan di Nusa Dua. Besok kami akan mengurus izinnya sekalian
penyewaan peralatan water sport lokal. Kawasan perhotelan bintang lima ini memang
banyak persyaratan.

Aku Di Bali Karya Haryadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perutku terasa panas. Tak nyaman sekali. Ada yang tidak cocok dengan sayuran tadi
mungkin. Atau aku memang masuk angin.
"Kenapa?" tanya Fitri melihat kegelisahanku.
"Tau nih. Mules. Masuk angin atau apa. Nggak nyaman banget," kataku.
Entahlah. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku minta izin kembali kekamar
hotel lebih dulu. Perutku mules. Kukatakan ke Fitri kalau aku tak usah ikut ke Legian.
Teman-teman lain menyesali ketidak ikutanku di acara malam ini. Tapi, kupikir aku perlu
istirahat saja. Keringat dingin mulai mengucur. Sedikit pusing. Kukatakan tak perlu menemaniku. Mereka
bisa pergi tanpa aku. Aku berjalan menuju kamarku. Kartu kunci segera aku keluarkan dan
buru-buru masuk kamar mandi. Keluar semua isi perutku. Berbusa. Aku masuk angin.
Kuhela nafas pelan dan konsentrasi di perut bawah. Aku berzikir untuk mengurangi rasa
sakitku, seperti saran Elga kalau mengalami hal yang sama. Konsepnya sih, semua kan
dari Allah, dan mesti dikembalikan juga kepada Allah. Ah, aku jadi ingat belum
memberitahu Elga kalau aku sudah sampai di Bali. Besok ulang tahun dia. Aku belum
dengar cerita dia setelah membaca novel Ayat-ayat Cinta, mungkin belum dibacanya. Kok
dalam kondisi begini aku ingat dia"
Bagus, dimana dia" Bayangan itu kembali mengingatkanku. Aneh memang, ada rasa
rindu untuk bertemu dengan Bagus. Tapi seringkali ada wajah Elga yang menutupinya.
Kenapa ini. Kuusap perutku dengan minyak kayu putih. Ah, jadi seperti anak-anak saja,
batinku. Teman-temanku pasti sudah bersenang-senang.
KESENDIRIAN YANG SEPI Sejenak aku tidak menyadari, sedang berada di mana. Tapi beberapa saat kemudian aku
dapat melihat sekeling: kamar hotel yang luas, rapi dan dingin. Ada suara gemuruh di luar.
Suara deburan ombak pantai Kuta. Hanya lampu dekat pintu yang menyala, sedang di
tengah ruangan mati. Temaram.
Tubuhku terasa sudah nyaman. Sebelum tidur tadi aku sudah beberapa kali buang air.
Dan sebelum tidur tadi aku juga sudah minum air yang banyak. Usaha saja. Aku bangun
ke kamar mandi, mau kencing.
Aku teringat suatu setelah dari kamar mandi. Kuambil hpku yang tergeletak di meja
samping tempat tidur, dan kulihat udah jam satu dini hari. Aku berharap ada sms dari
Bagus masuk. Tapi tak ada. Hanya ada sms dari Fitri menanyakan kabarku dan panggilan
tak terjawab dari dia. Ah, aku tertidur nyenyak sekali rupanya. Ingin aku miscall Bagus,
tapi aku takut dia terganggu. Aku bisikkan nama Bagus dalam hati. Berharap dia juga
merindukanku. Duh, kenapa jadi begini perasaanku" Seperti apa ya tampang dia" Dari
suaranya sih, agak sissy dikit gitu. Tapi aku tak pernah memasalahkan penampilan. Yang
penting anaknya baik, gitu aja. Sungguh aku jadi sangat rindu karena tak ada penjelasan
begini. Padahal aku hanya berharap sebagai teman, tak lebih.
Elga! Aku jadi ingat untuk memberi ucapan ulang tahun padanya. Waktu yang tepat,
pikirku. "Apabila engkau masuk waktu petang maka janganlah engkau tunggu waktu pagi, apabila
engkau masuk di waktu pagi maka janganlah engkau tunggu waktu petang, tapi ambillah
dari sehatmu untuk sakitmu dan waktu hidupmu dari matimu. Mat Ulang tahun ya.
Semoga cinta Allah masih kita dapatkan dan sisa hidup kita penuh berkah. Amin."
Segera terkirim. "Amin.Terima kasih. Belum tidur" Baiknya sholat malam sama-sama..."
"Iya, sama-sama juga telah diingatkan," balasku.
Padahal otot di selangkangku sedang nikmatnya untuk disentuh. Dalam kesendirian
begini, godaan syetan terasa makin gencar. Dalam otakku, segala macam ide
kemaksiatan mengalir kencang. Dari ide jalan ke luar, menyelusuri pantai atau paling
dekat nyetel TV, dengan harapan ada saluran pornonya. Mengingat itu ototku makin
kencang saja. Ingin rasanya aku tidur telanjang malam ini. Mumpung sedang sendiri. Ah,
kenapa selalu begini" Kesendirianku membuat aku ingin mengumbar syahwat. Kulirik
remote tv di meja, ambil nggak " batinku seperti menolak.
Bisa saja aku membuka celana batikku. Bisa saja aku membuka kaosku. Dan telanjang
menikmati keindahan tubuhku di depan cermin. Posisi di pinggir tempat tidur ini, tepat
sekali di depan cermin yang besar. Kuperhatikan tubuhku di cermin. Godaan syetan itu
meminta aku untuk membuka kaosku. Sudah beberapa hari ini aku tidak melakukan olah
tubuh. Kubuka kaosku. Masih seperti beberap hari lalu, dan mungkin sedikit kurang
kencang saja. Kuusap bahuku, lenganku, dadaku, perutku. Akhirnya tanganku
menyelusuri ke bawah pusatku. Ototku berdenyut di sana. Jantungku mulai berdetak
kencang dan nafasku mulai mendengus...hah... Rangsangan itu masih saja kulakukan ...
Nada sms masuk. "Takutlah karena Allah..." pesan dari Elga. Sepertinya dia belum selesai menulisnya. Tapi,
entahlah. Tiga kata itu terasa cukup bagiku. Dia seperti menyadari apa yang sedang aku
lakukan. Jakarta dan Bali cukup jauh, tapi masih saja dapat nyambung ...
Haruskah aku melakukannya" Aku berbuat baik dan beribadah hanya karena ada orang
lain. Pada saat tak ada orang, pada saat sendiri, aku jadi lupa. Kemaksiatan itu makin
menggebu. Betapa malunya aku. Semua yang aku lakukan karena orang lain. Kalau saja
aku menyadari kenikmatan Allah yang dititipkan padaku, masih mampukah aku
melupakanNya" Jantungku berdetak keras. Pergolakan batin itu membuat aku gerah. Segera aku
berpakaian lagi. Menuju kamar mandi. Berwudhu. Ada perasaan lega setelah itu. Kuganti
celana batikku dengan celana yang bersih. Kaos kuganti dengan kemeja katunku. Kubuka
pintu ke arah balkon kamarku. Deburan ombak terasa lagu yang syahdu. Daun pohon
kelapa hanya melambai pelan. Angin tak begitu kencang, tapi hangat. Aku suka
kenikmatan ini. Kubentangkan sajadah setelah menggeser posisi kursi dan meja. Dalam hati aku berniat,
apa yang aku lakukan sekarang hanya karena-Nya. Baru rakaat pertama, entah kenapa
dadaku terasa sesak, kerongkonganku terasa ada yang menyodok, mataku sudah mulai
basah. Aku menangis. Sungguh aku terharu. Begitu besar nikmat Allah padaku. Sungguh
terasa sekali cinta Allah padaku. Debur ombak membuat suasana makin syahdu saja.
Semua kerinduan itu seperti tumpah.
Aku ingat, saat perasaan pada Andri begitu menggebu, dan aku diberitahu jeleknya Andri
setelah itu. Dengan kemarahannya, dengan kecemburuannya dan aku lihat sendiri
penampilan dia dengan lelaki setengah baya. Semua aib itu Allah beritahu tanpa kuminta.
Tanpa aku sadari, Allah telah membuka pikiranku seperti apa sesungguhnya hubungan
aku dengan Andri. Pada saat aku galau dengan perasaanku, Allah memberi aku
kesempatan menjauh dari Andri, dengan mendapat tugas ke Bali ini. Nikmat itu terasa
besar sekali padaku. Ya Allah, bantu aku untuk dapat memahami apa yang Kau berikan
padaku. Segala cobaan itu kadang aku tak dapat mengontrolnya. Kadang aku lalai,
kadang aku lupa. Tiba-tiba aku ingat kematian. Kalau saja kematian itu sudah saatnya, aku ingin Kau
mengambilnya dalam suasana cinta-Nya. Kalau saja hari ini ada stunami, kalau saja hari
ini gempa bumi yang meluluhlantakkan isi bumi ini, aku ingin masih dalam dekapan cintaNya. Tak ingin aku mati dalam kemaksiatanku. Sungguh... Bahuku terguncang lagi,
dadaku makin sesak, air mataku sudah membasahi dadaku, sajadahku. Lemah sekali aku,
ringkih sekali aku.... Aku tak ingin beribadah kepadamu karena orang lain, karena ingin dipandang baik.
Sungguh, aku memang tidak bisa menjaga imanku, kadang aku mengabaikannya.
Maafkan aku ya Allah ... Deru ombak terasa kencang. Menderu dibalik bangunan utama hotel. Aku yang sedang di
balkon terus menyelesaikan sholatku. Dialog dengan Allah terasa nikmat. Kembali nikmat
itu aku rasakan. Mampukah aku menjaga nikmat itu dengan terus berbuat baik, hanya
karena-Nya" Satu persatu kartu nikmat itu terhampar. Dari nikmat yang ada pada diriku
yang kata orang aku ganteng, belum lagi aku bisa menyelesaikan sekolahku, punya
keluarga yang baik, punya teman-teman, punya pekerjaan, punya lingkungan ... ya Allah,
aku tak bisa menghitungnya. Maafkan aku ...
Aku tidak peduli kalau ada yang melihatku malam dini hari begini. Aku tak peduli. Sungguh
... "Yadi! Itu dia disana...!" suara itu mengagetkanku dari tidurku.
Penampilanku terasa kacau. Aku tertidur di balkon beralaskan sajadah. Masih terasa
lembab bagian dadaku karena air mata.
Kamarku memang tidak dekat dengan kamarnya Fitri serta kamarnya Arman dan Dodi
yang satu kamar. Aku di lantai dua, sedang mereka di lantai satu. Aku belum sholat
subuh. Aku tertidur. Jam berapa sekarang" batinku.
"Ada apa?" tanyaku. Mereka ada di balkon kamar sebelahku, dengan petugas hotel. Entah
apa yang akan mereka lakukan berada di sebelah balkonku. Aku masih belum menyadari
dengan keherananku. "Kamu tak apa-apa?"tanya Fitri. Ada nada khawatir di sana.
Aku berdiri. Merapikan pakaianku, menyisisr rambutku dengan jariku. Mataku mungkin
kelihatan sembab karena tangis tadi. Ah, betapa cengengnya. Mereka terus
memperhatikanku seperti melihat makhluk aneh saja.
"Nggak. Aku cuma tertidur di sini," kataku, suaraku parau. Ada apa sebenarnya"
*** Setelah mandi dan sholat, aku turun ke kamar Fitri. Kembali aku pakai celana batik dan
kaos. Hp dan dompet aku kantongi.
"Kamu tidak menjawab telpon kami. Kami kuatir aja. Kamarmu yang kami bel juga tak ada
jawaban. Terus kami ijin pada hotel untuk melihat atau masuk lewat balkon. Sebenarnya
bisa saja masuk lewat pintu, tapi kan terpasang rantai. Rupanya kamu tidur di luar.
Kenapa?" "Cuma mau tidur dialam bebas saja," bohongku.
"Ada-ada saja."
Masih ada waktu sekitar dua jam lagi sebelum pergi ke Nusa Dua. Aku masih bisa
berjalan di pantai. Kutinggalkan sendalku ditempat Fitri. Aku berpapasan dengan cewek
yang semalam aku lihat dengan cowok di restoran. Tak kuhiraukan sorot matanya yang
kurasakan aneh. Entah marah atau kaget. Aku tak tau. Aku hanya mau berjalan di pantai.
Enaknya posisi hotel kami yang di pinggir pantai Kuta ini. Akses kemana-mana tak begitu
jauh. Sudah banyak orang menikmati karunia Allah ini. Pantai yang panjang, landai walau tidak
begitu bersih karena banyak bertebaran janur bekas sesajen. Aku sungguh suka suasana
ini. Segala usia ada. Berjalan, berlari atau sekedar main pasir.
Ada tiga cowok sedang bergurau, saling melumuri tubuh mereka dengan pasir di pantai.
Satu sudah agak tua juga, sedang dua lainnya masih seusia aku. Mereka hanya memakai
celana pendek dan telanjang dada. Ah, keramaian ini ....Aku mendadak merindukan
kebersamaan seperti yang mereka lakukan.
Ada lagi pemandangan lain. Lelaki Bali dengan tubuh lumayan bagus, dan tato di sekujur
tubuhnya. Sibuk dengan tiang bendera yang mau di pasangnya. Dia rupanya pengawas
pantai. "Bonjour, mister," Dia menyapaku ramah dengan bahasa perancis. Apa dia pikir aku orang
perancis" Dia tertawa. Ketika aku menjawab dengan bahasa Indonesia. Dapat kulihat kulit tubuhnya
dari dekat. Coklat kemerahan. Rambutnya di potong pendek.
Aku ikut duduk di sampingnya yang sedang mengawasi laut. Aku dapat lihat pinggiran laut
yang luas, gelombangnya sudah mulai tinggi. Ada juga yang sudah berenang atau
berselancar di tengah sana. Nikmat sekali kelihatannya. Kemudian kami ngobrol. Dia
tanya asalku, kerjaku. Aku juga balik tanya tentang kehidupannya, pendapatnya tentang
Bali akhir-akhir ini. Anaknya ramah. Aku suka. Kutahan diri untuk meminta nomor hp dia.
Entahlah, semua bisa saja terjadi kalau aku punya nomor dia. Aku masih mengharapkan
Bagus untuk menemaniku di sini.
Ada sms masuk. Aku sedang ditunggu sarapan.
MENAHAN DIRI DARI GODAAN Perjalanan ke Nusa Dua aku lewati sambil tidur. Aku tertidur di mobil, di tempat duduk
belakang. "Dah sampe! Yadi bangun!"
Gelagapan aku bangun. Sejenak aku tak menyadari sedang di mana. Fitri, Arman dan
Dodi menunggu di luar mobil. Sebagian barang-barang yang kami bawa sudah diturunkan
dari mobil. Rupanya sudah di pelataran parkir di depan sebuah hotel. Lingkungannya
sangat indah. Wajarlah, ini memang kawasan elit wisatawan kelas atas.
Aku sapu wajahku dengan telapak tanganku. Ada sedikit segar terasa, Mataku mugkin
masih merah dan sembab. Kurapikan rambutku dengan jariku.
"Cepetan dong!"
Segera aku ambil ranselku dan kukenakan topi. Aku turun dari mobil. Hembusan udara
hangat menerpa tubuhku yang berbalut kaos oblong. Angin lumayan kencang di sini.
Sendalku hampir saja copot ketika aku tersandung ketika turun. Perasaanku memang
belum sadar banget. Rasanya masih sedikit melayang. Barang-barang yang tadi, sudah
ada yang membawakan dari tim kerjanya Andika
"Udah bangun belum sih?"
Aku lihat Putri dan Alika menyambut kami di teras hotel. Dan ada beberapa lagi yang
semalam aku lihat juga ada. Hari ini akan ada persiapan pengambilan gambar foto dan
shooting untuk film iklan pendek. Pelaksanaan rencana besok yang memakai model. Hari
ini rencana akan ada pengambilan gambar, tapi tanpa model.
"Yadi, kamu nggak apa-apa kan?"
Aku menggeleng dan tersenyum. Memang aku sedang 'payah' banget siang ini.
"Kalo mau istirahat, kita punya kamar kok ..."
Aku menggeleng lagi. Nggak enak aja ...
Kulihat sekeliling. Suasana teras hotel ini belum begitu ramai. Di lobby hotel hanya ada
beberapa orang yang duduk. Kalau sudah di sini, memang enaknya menikmati alam yang
terbentang indah. Aku melangkah masuk ke lobby, dan mengambil duduk dekat ukiran bali
di pinggir ruangan. Setelah duduk barulah aku menyadari lingkungan di lobby yang sangat
nyaman ini. Di sana ada seorang cowok dengan anaknya. Keakraban mereka sangat membuat aku iri.
Mereka mau berenang. Tak berapa lama aku juga melihat sebuah keluarga muda lainnya,
dengan dua anak mereka yang sangat cantik. Entah! Kenapa aku diberi pemandangan
begini. Ingin sekali aku untuk seperti mereka. Punya istri, punya anak ... tapi kapan"
Mampukah ..." Kurasakan ada yang memperhatikanku. Mataku langsung menoleh ke kiri, dekat meja
resepsionis. Benar! Cowok dengan keren di sana bercelana jeans dan kaos tanpa lengan.
Otot lengannya itu lho ...Jarak yang tak begitu jauh, dapat aku lihat senyumnya dan sorot
matanya yang tak biasa. Aku mengalihkan pandanganku ke pintu masuk. Sisi hatiku
berdialog yang membuat aku terasa mules. Ketika aku melihat cowok yang di resepsionis
itu lagi, dia masih melihat ke arahku. Sorot matanya mengundang aku ...
Perutku benar-benar tak bisa diajak kompromi, mulesnya seperti mau lahiran aja....
Akhirnya aku tanya Fitri, kamar panitia yang dapat aku gunakan tuk buang air besar. Huh!
Setelah tahu, aku melangkah cepat, kok tiba-tiba mules begini sih... Masih sempat aku
melihat ke cowok yang di resepsionis, entahlah ...
"Nggak apa-apa. Masuk aja, " Bobby yang membukakan pintu. Dimatikannya sambungan
pembicaraan dengan hpnya. Rupanya dia sudah diberitahu kalo aku mau ke kamar ini.
Dia langsung menyuruhku ke kamar mandi. "Sedang ada yang mandi, tapi tak apa. Samasama
cowok ini ..." Aku segera masuk. Setelah mengunci pintu, segera aku membuka tutup kloset dan
melorotkan celanaku dan segera duduk. Celanaku di kaki di atas lantai. Huh! Telat sedikit
aja, aku bisa-bisa...Yang jelas jorok banget.
Sekilas aku lirik ke ruang mandi shower di sampingku. Ada yang sedang mandi, dan
menyabuni tubuhnya. Darahku tersa mengalir kencang ke kepala, dan jantungku berdetak
tak karuan. Dengan pelan memompa ke otot di selangkangku. Sebelum semakin
mengeras, kudorong dengan jariku masuk diantara dua pahaku. Sengaja aku rapatkan
pahaku, jadi batangku yang sedang menegang tidak mendongak.
Dapat kurasakan ujung batangku menyentuh pinggiran kloset, aku makin merapatkan
pahaku. Kulirik kembali ruang shower yang berdinidngkan kaca. Dinding kaca sudah
berembun karena uap air panas. Bayang figur lelaki yang cukup tinggi di dalam memang
tak terlihat jelas. Tapi bagiku cukup buat bernafsu aja ...
Perutku sudah sedikit lega. Tapi aku masih menunggu tuntasnya bab aku. Aku
menundukkan tubuhku dan aku bertumpu dengan sikuku di ujung pahaku. Dengan cara
begini, batangku juga terasa tidak terlalu tertekan. Kupejamkan mataku ... aku berusaha
untuk tidak melihat ke ruang shower.
Gebrak! Pintu kamar mandi seperti ada yang berusaha untuk dibuka. Aku diam saja.
"Masa sih nggak tau kalo lagi ada orang?" batinku.
Cowok yang di shower kulihat sedang mematikan keran air. Tubuh telanjang itu membuat
aku tak tahu harus ngapain ...Aku memandang ke lantai di depanku...Cowok itu sudah
keluar dari ruang shower dan mengambil handuk yang tersampir di pintu ...Gila! Kenapa
jadi begini amat sih"
"Hai," sapanya.
Aku tersenyum saja dan tak lama memandang tubuhnya. Aku kembali memandang lantai.
Kurasakan dia juga memperhatikanku yang sedang duduk ini. Tadi sekilas aku lihat
batangnya yang setengah tegang itu. Lumayan besar dan panjang dengan warna
kemerahan. Aku suka bulunya yang dicukur pendek, memperlihatkan keindahan yang ...
ah! "Tubuhmu keren amat!" pijiku.
Dia masih menghanduki tubuhnya. Sesekali tangannya menyentuh batangnya. Memutar
tubuhnya membelakangiku dan ... menunduk, menghanduki kakinya. Ya Allah, aku dapat
lihat jelas anusnya yang merekah itu ...memerah dan basah mengkilat.
"Kenapa" Suka ya?" katanya ketika melihat aku memperhatikannya. Batangnya sudah
menegang, dan berjalan ke arahku. Aroma wangi sabun mandi masih terasa.
menyegarkan. Dia mempermainkan batangnya di depan wajahku. Mungkin dia merasakan
dengus nafasku di batangnya itu. Jaraknya hanya beberapa mili di bibirku. Aku bisa saja
... Aku memandang ke atas. melihat ekspresi wajahnya yang seperti memaksa aku untuk
menikmati batangnya itu. Dadanya yang bidang, perut atasnya, perut bawahnya dan
bagian batangnya. Kembali aku susuri tubuhnya dengan pandangan mataku. Batangku


Aku Di Bali Karya Haryadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makin menegang di bawah pahaku, seperti mau melompat keluar ...Posisi menunduk
begini tak membantu batangku yang tertekan dan ingin mendongak keluar.
Dia benar-benar sudah pasrah di depanku ...
Ach! Teriakku pelan. Kugelengkan kepalaku dengan kencang. Cowok itu masih di
depanku dengan handuk melilit di pinggangnya. Lamunanku langsung buyar.
Dia melihat ke arahku. "Udah lega ya sekarang?" tanyanya ramah.
Dari tadi, sejak dia keluar dari ruang shower aku memang tidak berani memandang ke
arah dia. Dia juga tidak berusaha untuk memamerkan tubuh indahnya. Pandangkanku
hanya ke lantai dan aku memang hanya melihat kakinya yang kekar itu ...Aku tak lihat
punggungnya yang bidang dan kekar itu, atau bokongnya yang indah itu.
"Iya nih." hanya itu yang kuucapkan. Memang perutku sudah lega sekarang.
Dia meneruskan dengan menyemprotkan pewangi tubuh. Mengoleskan sesuatu di
ketiaknya. Wajahnya, lehernya, rambutnya dan mengoleskan lipsgloss di bibirnya. Banyak
sekali yang dilakukannya dan aku hanya lihat dari bayangan di kakinya ...
Ingin aku tahu namanya, tinggal dimana, kerja atau kuliah. Sudah menikah atau belum
..wah, yang gini aku dah yakin kalau dia gay. Tidak! Aku tak menanyakan apa-apa. Kami
hanya berdiam diri. Tak lama dia keluar setelah selesai dengan ritual menghias diri. Pintu segera aku kunci
kembali. Sekarang aku sendiri. Aku regangkan pahaku, kuputar keran semprotan untuk
cebok. Kuputar dengan kencang dan menggerak-gerakkan pantatku agar dapat
membersihkan anusku. Ada rasa nikmat, tapi aku tak mau berlama-lama. Kumatikan
keran cebok dan segera mengambil tissu dan berdiri. Kulap anusku dan membuang bekas
tissu. Kutekan tombol toilet untuk menghanyutkan babku.
Aku kenakan celanaku. Kucuci tanganku dengan sabun kemudian aku melapnya dengan
handuk yang tergantung dekat situ. Ketika keluar kamar mandi, kulihat cowok itu sedang
bicara dengan Bobby di depan tv.
"Kenalkan nih," kata Bobby ketika melihatku.
"Yadi," kataku sambil menyambut tangan cowok itu. Salamannya begitu kencang.
"Alvin," katanya menyebut namanya.
Kemudian Bobby bilang kalau Alvin, baru datang dari Surabaya tadi pagi. Bekerja di
bagian keuangan. Baru sekarang berani aku menatap wajahnya. Ganteng, dengan tubuh atletis. Rambutnya
pendek rapi. Aku suka mata bulat dan bibirnya yang sedikit tebal itu. Giginya berbaris rapi,
putih. Ada lesung pipitnya di pipi kanan ketika senyum.
"Dia ikut pemotretan besok kok," kata Bobby menyadarkan. Alvin tertawa. Entahlah. Dia
mungkin memperhatikan kebengonganku.
"Kupikir kamu juga ikut jadi model," Kata Alvin." Taunya ... yang punya proyek ..."
"Ah, nggak lah. Aku cuma bantuin mas Andika kok," kataku merendah.
Akhirnya kami berbicara akrab bertiga. Aku sudah melupakan sakit perutku. Aku memang
tak dapat menghindar dari sorot mata Bobby ke arahku. Aku banyak bicara dengan Alvin.
Ada keriangan yang palsu di sana. Aku rasakan itu. Alvin adalah cowok dengan dunia gay
yang ingin di tinggalkannya.
Hpku berbunyi. Putri yang telpon.
"Lagi ngobrol di sini, bertiga," kataku ketika Putri tanya aku lagi ngapain. Dia minta kami
untuk turun dan bersama-sama ke pantai. Ke lokasi pemotretan.
Bobby sepertinya tak mau membiarkan aku berdua dengan Alvin. Ada sorot cemburu di
sana. Apalagi ketika Alvin membagi no telponnya ke aku, tanpa aku minta.
Kami segera kleluar kamar. Aku berjalan duluan dengan Alvin. Bobby yang menutup pintu.
"Menginap dimana?" tanya Alvin.
"Di Kuta sama teman-teman." Entahlah, kenapa aku harus menambahkan 'dengan temanteman'.
Padahal aku di kamar sendiri ...
Ada sesal di sana."Oh.." Dia mungkin tahu kata-kata penolakanku. Ah, siapa yang nolak"
Cuma aku ... Tak mungkin aku mengambil kesempatan begini, setelah kejadian semalam,
dengan doa penyesalanku. Kurasakan, makin menjauh dari kemaksiatan, kesempatan itu
terasa terbentang gampang di depan mata. Tadi saja, saat Alvin mandi. Bisa saja aku
menikmati sepuasnya. Tapi aku hanya menunduk, mengurangi mataku untuk menikmati
tubuh indahnya. Hpku bunyi lagi. Hanya sekali bunyinya. Kulihat panggilan tak terjawab: Bagus! Orang
yang sudah beberapa hari ini tak mau terima panggilanku, walau smsku terkirim.
Segera aku telpon balik. Tak diangkat. Sampai nada tut-tut tak diangkat juga. Kuulangi
sampai tiga kali. "Ada apa, kok cuma miscall?" akhirnya aku sms.
Tak ada jawaban. Kami sudah sampai di lobby hotel. Beberapa pasang mata
memperhatikan kedatangan kami. Aku masih kesal dengan miscall Bagus. Kenapa sih
dia" Ada apa sebenarnya"
UJIAN DALAM GODAAN Kegiatan pemotretan di kawasan Nusa Dua berjalan lancar. Kami sangat didukung oleh
pengelola kawasan ini. Walau kepariwisataan di Bali ini sudah mulai pulih setelah didera
teror bom, rupanya promosi tetap diperlukan. Karena itu mereka sangat membantu.
Ada yang memperhatikanku. Aku rasakan itu. Kusapu pandanganku ke sekeliling. Mataku
terhenti di pojok sana. Kami sedang makan di restoran hotel. Fitri, Arman dan Dodi makan
bersama Bobby di sana. Aku sebenarnya maunya Alvin ikut bersama. Entahlah,
kebersamaan kami tadi siang, ingin aku lanjutkan ...
"Nggak enak. Aku kan bukan tim kerja. Aku cuma ikut mas Bobby," alasannya.
Benar juga sih. Paket makan di hotel memang sudah dibatasi jumlah orangnya. Nggak
masalah bila ada kelebihan orang, tinggal bayar aja sih.
Aku satu meja dengan Yudi dan Arifin. Entahlah. Aku sebenarnya kurang senang saja.
Perasaanku hari ini masih tak nyaman. Apa kerana Bagus yang telah beberapa kali aku
call, tak ada jawaban. Bisa saja aku pake nomor orang lain, untuk mencoba apakah akan
dijawab juga. Tapi itu tak aku lakukan. Mungkin besok akan aku coba ...
Kembali aku melirik ke pojok sana. Lama otakku untuk mengolah data, akhirnya aku
sadar, dia cowok yang aku lihat di meja resepsionis tadi siang. Saat aku keburu mau ke
kamar Bobby untuk bab. Apakah dia Bagus"batinku menebak. Jantungku jadi berdetak
cepat. Kalau begitu, kenapa tidak dipastikan saja"
Segera aku selesaikan makan malamku. Sebentar lagi kami akan balik ke Kuta. Dan
besok pagi kembali ke sini lagi. Kuhiraukan pandangan cowok di pojok sana ...Aku tak
cukup berani untuk mendekat dan berkenalan. Emang aku cowok apaan" Sampai aku
mselesai makan, dia masih saja memperhatikanku sambil menikmati minumannya.
Matanya seperti mengajak. Satu sisi aku ingin untuk mengikuti saja keinginannya, disisi
lain ada penolakan karena berkesan 'bahaya'. Akhirnya, setelah makan malam, kami yang
mau balik ke Kuta segera bersiap-siap.
Ketika aku naik sedang menuju mobil akan membawa kami ke Kuta, aku ketemu Alvin.
Ada sorot mata aneh di sana. Dan aku melihat kecemburuan Bobby dengan sikap Alvin
itu. Bisa saja aku mengajak Alvin kut aku ke Kuta. Tapi tidak. Aku hanya melambai
padanya. Dia memberi isyarat dengan tangannya agar aku call dia. Aku mengangguk.
Di mobil, kembali aku coba menghubungi Bagus. Tetap tidak diangkat.
"Tak apa kalo tak mau menerima call aku. Sekarang sedang ke Kuta. Besok balik lagi ke
Nusa Dua tuk pemotretan. Banyak model keren bakal datang. Datang ya, pasti ada yang
dapat kukenalkan."Tulisku tuk Bagus. Segera terkirim. Seperti biasa aku tak begitu
beraharp dia segera membelas. Aku tertidur dalam perjalanan.
Sesampai di kawasan Kuta, Fitri dan Arman minta aku tuk ikut gabung tuk makan restoran
Pizza Hut sebelum ke hotel. Jadinya aku menikmati malam dengan minum cappucino.
Memang nikmat kalo kerja begini, makan terus. Kerja tidak tak terasa begitu dominan.
Beberapa gadis Jepang dgn cowok lokal melewati meja kami. Beginikah pariwisata Bali"
Malam sudah menjelang tengah malam, Tubuh terasa bergetah, lengjket. Ingin segera
mandi saja. Kusapu ke sekeliling. Masih saja ada orang berlalu lalang. Disana dua cowok
remaja bertelanjang dada dan bersarung yang dililit di bawah pinggang kelihatan keren
banget: tubuh ramping mereka yang berwarna gelap, perut yang tipis berkotak-kotak dan
rambut yang awut-awutan. Sebentar kemudian mereka sudah berada di sampingku, asyik
mereka ngobrol dan ketika mereka melirik ke arahku, mata kamipun beradu. Deg! Ingin
aku mengikuti langkah mereka yang berjalan pelan, ngobrol dan ...
Kembali kuminum cappucinoku. Sudah tak hangat lagi. Tapi masih enak aja. Segera
kuhabiskan. Fitri dan Arman sudah bediri tuk pergi ke hotel. Segera aku ikuti. Bali di
malam hari terasa hangat. Suara debur ombak memberi irama kehidupan malam. Sekilas
aku melihat bayangan hitam di pantai: pasangan manusia yang asik memadu kasih.
Setelah mandi dan sholat aku segera hubungi Elga. Sudah tengah malam memang.
Semoga aku tidak mengganggu dia. Sambil tiduran, kami ngobrol banyak hal. Tentang
pekerjaannya yang makin sibuk. Dan keluarganya yang sudah minta dia untuk menkah.
Sedang aku balik cerita soal sakit perutku. Sambil bicara, aku mainkan remote tv dengan
mengganti-ganti channel. Entahlah, otakku menginginkan ada siaran yang sedikit erotis
atau porno sekalian. Tapi aku tidak menemukan apa yang aku inginkan. Tuhan masih
memelihara diriku untuk hal-hal yang tidak dinginkan-Nya. Alhamdulillah.
Padahal seharian tadi aku menemukan banyak kesempatan. Alvin, cowok keren aku lihat
dia sedang mandi. Cowok yang di lobby hotel yang tidak sempat aku dekati. Entahlah,
langkahku untuk bermaksiat, terasa berat dan terhalangi banyak pertimbangan.
Elga mengingatkan aku untuk hati-hati.
"Kapan balik ke Jakarta?" tanyanya.
"Kenapa" kangen ya?" godaku. Kudengar dia dia tertawa kecil di sana. Tidak menjawab.
Kulihat jam sudah hampir jam setengah dua keteika kami menghentikan pembicaraan.
Mataku terasa berat. Aku ngantuk berat. Berarti kami bicara hampir dua jam. Aku bangkit
dari tempat tidur, minum air putih. Hpku menyala lagi. Alvin!
"Lagi telpon ya tadi?" tanyanya. Nadanya sedkit marah.
"Ya." "Kok lama" Pacarnya ya?"
Kok gitu amat nanyanya" Aku mesti jawab apa" Aku tak menjawabnya.
Aku menguap dan tak sempat menjauhkan hpku dari mulutku. Mataku sampai berair. Dia
pasti mendengarnya. Dari suara beratku mestinya dia tahu aku ngantuk sekali. Dia masih
mau ngobrol. Mau nggak mau aku layani juga. Aku alihkan pembicaraan dengan bertanya
tentang dirinya. Tentang keluarganya, pekerjaannya dan teman-temannya. Dia
menceritakan pengalaman ml-nya yang membuat aku terangsang. Mungkin dia tahu aku
sangat ngantuk dengan hanya merespon ceritanya dengan sekedarnya. Akhirnya
menghentikan pembicaraan,
Kutaruh hpku di meja kecil di samping tempat tidurku. Sekalian mematikan lampu ruangan
dan tv. Segera aku tidur. Aku ngantuk sekali ...
Tak lama hpku bunyi lagi. Belum sempat aku angkat, seperti ada tangan yang
merangkulku. Alvin! sekali lagi aku kaget. Ada dia disampingku, dan ketika kakinya
merangkul, kurasakan aku juga telanjang. Pahanya menekan batangku yang menengang
sedang kontolnya menyodok pinggulku. Hangat. Posisi miring dengan tangan merangkul
dadaku dan leherku. Dia asik menikmati tubuhku, ketiakku, leherku, Tanganku
mengangkat ke sisi kepala. Dengus nafasnya di bahuku membuat aku nafsu. Pahanya di
atas kontolku membuat gerakan menggesek-gesek.
Entahlah, siapa yang memulai. Yang jelas aku tak sepenuhnya menikmati. Ada satu sisi,
aku menolak dan satu sisi lagi menikmati. Dia berusaha tuk mencium bibirku. Tapi aku
menghindar, aku menoleh trus ke samping. lama-lama aku juga tak tahan. Akhirnya aku
layani serangannya. Aku balas ciumannya, aku ikut mengelus barangnya yang mengeras
itu dan menikmati pergumulan kami.
Kami lakukan dalam kamar yang gelap dan di balik selimut. Apun itu, fantasiku lebih
bebas. Aku bebas menikmati apa yang dilakukan dan aku juga bebas melakukan apapun.
Aku tak peduli dengan siapa aku melakukannya sekarang, cuma bayanganku bergantiganti
antara orang-orang yang pernah aku sukai. Ketika aku membayangkan main dengan
Bagus, entah kenapa bayangan itu terasa aneh. Kelihatan dia lebih wanita, atau agak
sissy gitu. Barang kami saling menekan dan akhirnya denyut kencang itu memuncratkan spermaku.
Banyak sekali. Hangat. Hpku kembali berdering. Tak kuhiraukan, karena aku ingin terus
menikmati denyut nafsuku. Ah .... kontolku berdenyut lagi dan memuncratkan lebih
kencang. Aku sudah tidak peduli dengan basah dari lendir ini. Kembali Hpku berdering,
dan kali ini terasa nyaring.
Aku tersadar. Aku mimpi. Jantungku masih berdetak, dan ketika tanganku menyentuh
bagian depan barangku, dapat aku raskan cairan yang banyak sekali di sana. Yah... aku
mimpi basah. Kuhembuskan nafas kencang. Alhamdulillah, nikmat sekali. Semua nikmat
ini pasti dari Allah walau aneh saja, kejadiannya sangat tidak normal. Huhhhh, kembali
aku hembuskan nafasku. Kupejamkan mataku tuk mengingat apa yang aku lakukan dalam
mimpiku. Kulihat di monitor hpku, panggilan tak terjawab dari Elga. Ada apa dia telpon" Dia
menelpon jam 3 pagi. Belum sempat aku menekan tombol untuk menelpon Elga, ada sms
masuk dari dia. "Yadi, bisa kembali ke Jakarta akhir minggu ini" Aku dilamar orang. Tapi aku ingin kamu
yang melamarku. Tolonglah aku ..." tulisnya. Jantungku berdetak. Syaraf di otakku terasa
kencang. Ada apa ini" Dalam situasi begini masalah yang terasa aneh ini menerpa aku. Bagaimana
mingkin aku melamar Elga. Tak taukan dia kalau aku ...Astagfirullah! segera aku sadar.
Apapun itu, diri kita memang sesuai prasangka. Bukan! Aku bukan gay! Batinku teriak.
Walau ada rasa itu, tapi itu hanyalah proses yang diberikan Tuhan untuk aku makin
dewasa, untuk jadi manusia sesuai fitrah-Nya. Ya Allah ...aku tak tau , sungguh tak tahu
bagaimana membangkitkan rasku ke Elga. Aku terasa sudah mati rasa dengan lawan
jenis. " Yadi, hanya kamu yang dapat membantuku. Keluargaku menunggu kamu ..." kembali
Elga sms. Apa yang harus aku lakukan" Batin dan otakku saling berdialog. Kupejamkan mataku.
Kutraik nafas dalam. Aku ingin, apapun keputusan yang aku ambil, aku mengambilnya
bukan karena terpaksa. Tapi aku ingin memaksa diri agar bisa membantu Elga.
Sanggupkah aku" Gimana sih ...
Aku terjaga. Wuah! Kamarku masih gelap, tapi sinar dari luar terasa sudah menandakan
kalau sudah siang. Aku mimpi! Aku mimpi bertumpuk-tumpuk. Mimpi tidur bersama Alvin,
mimpi menerima sms dari Elga. Kuambil hpku. Kuperiksa, tak ada file baru selain yang
semalam sebelum aku tertidur. Mimpi yang aneh. Celanaku basah. Aroma sperma
membuat aku segera merapikan tempat tidur dan segera mandi. nanti pasti Fitri dan
Arman menyusul ke kamarku. Bagaimana kalau mereka masuk, dan mendapati kamarku
beraroma aneh begini. Sebelum masuk kamar mandi, kusemprot tempat tidurku dengan
pewangi ruangan. Spremaku yang tumah cukup banyak. Mungki ini efek dari makan
malam seafood selama di Bali ini.
PESTA ITU TELAH BERAKHIR Pemotretan di Dreamland memang seru banget. Walau pantainya tak begitu panjang, tapi
sangat indah pemandangannya. Apalagi para model cowok merasa bebas melakukan apa
saja. Beberapa pengunjung umum malah menikmati keramaian ini. Langit cerah berwarna
biru. Hujan rintik sedikit gerimis tidak mengganggu kegiatan.
Di atas tebing itu telah dibangun restoran. Sejak keluarnya mas Tommy, sang putra
mahkota mantan petinggi republik ini, yang katanya pemilik kawasan ini, pembangunan
properti ini mulai lagi. Beberapa peselancar dengan motor yang telah dimodifikasi
sampingnya untuk bisa bawa papan luncur telah memenuhi kawasan rumput yang
digunakan tempat parkir motor.
Memang suasananya rame banget, seperti acara men hunt gitu deh. Entah kenapa, aku
telah mati rasa dengan cowok-cowok seksi ini. Ada yang menarik perhatianku, tapi aku tak
mau terlalu dekat ato terlalu kelihatan kalo suka. Lama-lama aku jadi terbiasa. Jantungku,
otakku sudah tak tergetar lagi dengan pemandangan yang biasanya bisa membuat aku
horny berat. Berbagai pose para model dilakukan di pantai, kadang deburan ombak membuat mereka
berteriak seru, membuyarkan pose mereka. Justru itu yang bikin seru. Apalagi ada yang
nekat nyaris telanjang dengan melorotkan celananya sampai di bawah pinggul dan nyaris
memeperlihatkan pangkal batang kontolnya. Untung aja bulu-bulunya sudah tercukur rapi.
Ah .... Dikejauhan kulihat Fitri sedang ngobrol dengan cewek. Mau nggak mau, cewek yang
sedang ngobrol dengan Fitri itu menarik perhatianku. Badannya lumayan tinggi dan
ramping. Sekilas malah kayak bule karena tubuhnya yang lumayan bagus itu. Pos tempat
Fitri duduk memang dipasangi bendera sebagai identitas panitia kegiatan kami hari ini.
Aku ngobrol dengan Fitri, mencek, apakah semua peralatan dan peserta sudah lengkap.
Alhamdulillah, semua lancar. Kulirik cewek yang disamping Fitri.
"Kenalkan dulu nih," kata Fitri menyadari kalo aku ingin kenal sama cewek yang di
sampingnya. Nggak banget sih, cuma entah kenapa, ada 'rasa' juga dikit. Halah ...!
Kami berjabat tangan. "Yadi." "Ambar," katanya. Suaranya tidak menunjukkan kewanitaan, sedikit seperti suara laki-laki.
Aku jadi ingat ... tapi segera aku tepiskan dugaanku. Aku nggak yakin.
Mestinya aku bicara banyak, cuma gak nyaman aja karena Ambar jarang bicara, dia
hanya menjawab pertanyaanku dengan singkat. Mungkinkah dia malu dengan suara
besarnya itu" Akhirnya aku tinggalkan mereka, dan aku melangkah ke restoran. Aku mau
minum sesuatu yang hangat. Rasanya perutku belum nyaman sekali ..
Dari atas ini, aku melihat aksi pemotretan yang makin rame. Ingin aku untuk bergabung di
lokasi, cuma, rasa malas menghalangiku. Pengarah gaya dari tim kerja Andika dan Bobby
lumayan kreatif. Ada saja hal yang dapat kulihat, pasti hasilnya bagus.
Hpku berbunyi. Dari kantor di Jakarta, Bu Poppy segera bicara.
Dia menanyakan kegiatan kami hari ini dan rencana beberapa hari ke depan. Kubilang
kegiatan lancar saja. Walau bagaimanpun, dia pasti juga sudah dapat laporan dari Fitri,
seperti tiap hari kuingatkan dia tuk selalu buat laporan ke email bu Poppy.
"Bisa kembali duluan ke Jakarta kan?" tanya bu Poppy. Sebelum aku bertanya lagi, dia
seperti mendesak aku." Proporsal kerjasama kita dengan pihak Bangkok disetujui,"
tambahnya. Ya Allah. Begitu besar rahmat-Mu. Apapun, semua memang rezki yang tak perlu dihindari.
Ada proyek tentu ada uang. Ada uang pasti tuk memudahkan untuk beribadah ke


Aku Di Bali Karya Haryadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pencipta. Belum sempat aku bicara lagi, aku kaget karena gembira. Berarti kerjaku
selama ini dimudahkan. Benar kata temanku, semua sesuai dengan amal ibadah kita.
Kalo ibadah kita baik, tentu Allah memudahkan usaha kita. Alhamdulillah.
"Besok saja balik ke Jakarta. Nanti biar Fitri dan Arman yang urus tuk menyelesaikan
kegiatan di Denpasar." Bu Poppy tak memberi aku kesempatan untuk berdalih.
Segera aku turun ke pantai, ke tempat Fitri. Masih ada Ambar di sana. Kupikir tak apa halhal
kantor diketahui oleh dia. Kubilang kalo aku besok balik ke Jakarta. Eh, taunya dia
udah tau dan sudah pesan tiket pesawat untuk aku. Dia juga sudah siapkan semuanya.
Rupanya sepeninggalku, dia sudah dihubungi bu Poppy.
Fitri menawarkan aku untuk pulang ke Kuta sekarang.
Aku ragu. Ambar yang segera bicara.
"Biar aku yang ngantar, kalo mau." Deg! Kok aku jadi deg-degan begini"
Kulihat Fitri. Dia hanya tersenyum saja. Sepertinya menyetujui penawaran Ambar. Aku
masih diam ragu. Memang aku mesti merapikan barang-barangku saja, dan itu tak perlu
waktu lama. Ntar sore ato malam aku bisa saja menyelesaikannya.
Dalam hati aku ragu, mana mungkin aku bisa jalan dengan cewek" Disisi lain ada
keinginanku diantar oleh salah satu model yang ada sekarang ... ah! Akhirnya aku
sampaikan kalo aku mau pulang sendiri aja, agak sorean. Gak enak juga menolak tawaran
Ambar tadi. Tapi kulihat Ambar tidak menunjukkan ketidaksenangannya.
*** Pagi ini aku dikejutkan dengan sms. Sungguh mengejutkan. Identitas di phone book
tertulis dari Bagus, tapi isinya tentang Ambar. Cewek yang aku kenal kemarin di
Dreamland. Ada apa ini"
"Maaf, selama ini aku mengenalkan diri sebagai Bagus. Aku sesungguhnya cewek. Aku
Ambar. Nanti kita ketemu di airport aja. Maaf ya, selama ini sms kamu tidak aku balas.
Aku tidak yakin kamu mau berteman dengan aku. Tapi selama di Bali, aku mengikuti
kegiatan kamu kok. Aku banyak dapat informasi dari Fitri. Dia teman yang baik."
Ya Allah. Apa yang selama ini aku lamunkan ... Bagus ... Ambar ... ah. Mungkinkah dia
tahu kalo aku ... Aku jadi was-was juga. Kembali aku mengingat percakapan kami sewaktu
chatting, sms-an ketika aku di Jakarta dan beberapa kali aku menghubungi dia. Aku
sungguh tidak yakin, apa aku pernah bilang sesuatu yang cenderung ke arah gay gitu. Ah
... kalo saja dia cerita ke Fitri" Kalau saja Allah membuka sedikit aibku sekarang, pasti
Allah mau aku menyadarinya dan kembali insyaf dengan pikiran-pikiranku, dengan
perilakuku yang tidak sesuai dengan fitrah-Nya. Maafkan ya Allah.
Dunia tidak selebar dan luas seperti yang kita perkirakan. Allah punya kuasa untuk
memperlihatkan aib kita sebagai rasa sayang-Nya pada kita. Masa sih kita mau terus
bergelimang dalam dunia yang tidak di redhoi-Nya" Aku pasrah saja. Dan lagi kalo ada
yang tahu dan membuka aibku, menceritakan apa yang aku pernah lakukan, aku pikir itu
bukanlah suatu kehancuran. Justru itu sebagai pondasi untuk membangun kehidupan
yang lebih baik dan lebih kuat. Ya Allah, berikanlah yang terbaik untukku sesuai dengan
redho-Mu. Aku berdoa. Fitri mengantarkan aku ke mobil yang disewa dari hotel. Dia tidak mengatakan apa-apa
tentang Ambar dan lagi aku juga tak mau tahu. Aku titip pada dia untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik. Aku tak banyak bawa barang. Satu ransel dan satu tas pakaian. Perjalan ke airport yang
berangkat lebih cepat, 3 jam sebelum checkin, dengan pertimbangan kalo saja ada iringiringan
upara apa gitu yang membuat perjalanan dapat jadi macet. Aku hanya berdua
dengan sopir. Udara pagi yang cerah, pemandangan alam yang membuat aku yakin inilah
titipan-Nya yang patut disyukuri.
Seperti yang aku duga, perjalanan lancar, hanya ada satu iringan dengan upacara adat
yang kami lewati. Aku sampai air port lebih cepat. Ketika aku sampai di teras airport yang
sudah rame, Ambar sudah berada di sampingku. Dia kelihatan lebih cantik dan segar pagi
ini. Entahlah. Aku merasa salah tingkah juga. Aku jadi kikuk.
"Kita ngobrol di dunkindonat aja ya," ajaknya.
Aku harus apa lagi" Aku ikuti dia menuju kursi restoran dekat pintu masuk itu. Aku pesan
coklat panas dengan dua donat. Ambar pesan yang sama.
Kami ngobrol seputar dunia cyber, tentang chatting dan banyak hal lagi. Entah kenapa,
aku jadi membandingkan dia dengan Elga. Kok tega ya. Dia memang lebih cantik dari
Elga. Bicaranya juga cepat nyambung. Dan aku yakin dia lebih cerdas dari Elga. Cuma
bedanya, Elga dari keluarga yang jelas, sedang Ambar mengaku tidak tahu siapa
bapaknya. Ibunya hanyalah wanita korban nafsu kotor lelaki. Dia adalah hasil dari kasus
perkosaan. Itulah awal tidak percayadirinya. Itulah awal dia tidak percaya lelaki. Dia tidak
yakin ada lelaki yang baik. Susah juga kalo dia sudah punya pikiran yang demikian.
Cuma dia mengaku, setelah mengenal aku, dari chatting dan sms, dia mulai yakin ada
cowok yang baik. Memang selama ini aku berteman dengan konsep mengajak kebaikan
aja. Kalo ada yang ikut-ikutan untuk bermaksiat ... ah, memang aku merasa selama ini
sebagai penggoda aja. *** Aku segera masuk ke ruang tunggu. Kutinggal Ambar di luar. Walau selama ini aku
mengharapkan Bagus, aku juga senang bertemu Bagus dengan wujud Ambar. Selama ini
lamunankau telah diarahkan untuk kearah lebih baik. Semua atas ijin Allah.
Di ruang tunggu sudah rame. Sudah banyak bulenya yang sudah mau meninggalkan Bali.
Inilah bagian Bali yang terakhir.Penerbanganku belum bisa checkin. Aku masih menunggu
setengah jam lagi. Ada penerbangan yang dibatalkan. Semoga penerbanganku tidak
mengalami hal yang sama. Cuaca akhir-akhir ini memang mengkhawatirkan. Tapi aku
juga khawatir dengan kondisi pesawat yang banyak menimbulkan kecelakaan. Ya Allah,
lindungilah aku. Kalau saja Allah mengambilku dengan cara kecelakaan peasawat ... ah,
kok aku jadi berpikiran tentang mati"
Mendadak tubuhku terasa dingin. Ada rasa aneh. Entahlah. Ada rasa sedih, pasrah, dan
tak tau apa. Ada rasa kematian semakin dekat saja.
Ketika aku ke toilet, dan menuju urinoir untuk kencing, di sebelahku ada cowok juga
kencing. pakainnya putih-putih. Celana jeans putih, sepatu reebok putih dan kaos joger.
Rambut sedikit cepaknya, membuat wajahnya kelihatan ganteng banget.
Dia menoleh ke arahku, melihat ke arah barangku. Aku juga menoleh ke barangnya yang
setengah tegang. Dan aku melihat proses menegang barangnya sampai menyentuh
bagian atas urinoir. Dia mesti memegangnya agar masuk lurus. Indah sekali. Bentuknya
tidak seperti yang pernah aku lihat. Panjang, besar dan bagian kepala yang padat, besar,
indah mengkilat. Dia membuiarkan aku menikmati memandang barangnya yang
menegang kencang itu. Aku gak tahan juga. Barangku pelan menegang. Sengaja aku mundurkan pinggulku, agar
dia juga bisa melihat punyaku. Sampai akhirnya aku masukkan barangku ke celana. Dah,
cukup! batinku. Kutinggalkan dia yang sedang mengocok barangnya. Perasaan aku tidak
karuan. Rasa bersalah itu timbul lagi. Kenapa ada perasaan begini" Saat aku galau dengan
kematian, aku menemukan cowok ganteng dengan pakaian putih-putih, walau kejadiannya
terasa aneh banget. Mungkinkah dia malaikat mau yang menjelma jadi cowok ganteng
yang mau menggodaku" Kalau aku melayani dia, mungkinkah aku menemukan kematian
di sisinya" Jantungku berdetak aneh. Inilah saatnya kematian itu .... Aku tak mendengar
informasi untuk penumpang penerbangan. Semua titipan-Nya segera diambil. Kematian
itu sudah datang ...Padahal aku belum menyelesaikan tugas-Nya yang diberikan padaku.
Ya Allah, apa mesti sekarang ..."
BALI DALAM KENANGAN Perasaan galau itu makin menegang, membuat nafasku terasa sesak.Keringat dingin
mulai mengucur. Inilah saat kematian itu. Pelan kutarik nafas. Uuuuffhh! Kuehembus
pelan, sampai dadaku terasa sakit. Mungkinkah jasadku mulai melepasakan dirinya
dariku" Kok disini" Kok sekarang" Masih mampukah aku menahan kehendak-Nya"
Semua apa yang pernah aku lakukan terasa berkelebat kencang. Kupejamkan mataku.
Nafasku terasa berhenti. Suara disekitar ruang tunggu hanya berdengung, tanpa jelas
suara apa. Kepalaku mulai berdenyut kencang. Seperti mau meledak.
Astaghfirullah! Aku beristighfar berkali-kali. Kalau ajalku akan berakhir disini ... Tapi aku
belum punya apa-apa, lalu apa yang akan aku bawa menghadap-Nya" Tak ada bekal
yang berarti...Kudekap ransel di pangkuan. Dudukku sedikit melorot. Ingin rasanya tuk
rebah, selonjor. Sudahlah, bila sekarang saatnya aku akan meninggalkan dunia ini, aku
siap ...hm... Benarkah" Kupajamkan mataku. Oh ya. Aku jadi ingat cowok ganteng yang
tadi di toilet. kalau dia malaikat pencabut nyawaku, kok dia tidak di sini" Biarlah aku mati
sambil menikmati kegantengannya ... Batin gilaku berbisik.
Pelan kubuka mataku. Berharap 'sang malaikat' ada di depanku. Tapi tak ada. Keramaian
di ruang tunggu ini makin nyata. Suara yang tadi terdengar berdengung, sekarang sudah
jelas di telingaku. Ada pengumuman, pesawatku tertunda keberangkatannya.
Pengumuman dengan bahasa Inggris dan Jepang itu diulang lagi. Srrrr. Terasa jelas
kehangatan kembali menjalar keseluruh tubuhku. Kutegakkan tubuhku. Seorang bapak
yang disampingku, memperhatikanku.
"Sedang sakit ya?" tanyanya ramah setelah melihatku 'terjaga'. Dia sedang sibuk dengan
hpnya masih sempat menyapaku.
Aku hanya bisa tersenyum. Aku tak tahu bagaimana tampang aku sekarang. Yang jelas
tetes keringat dingin masih membuat keningku dan wajahku basah.
"Minum teh hangat saja. Semoga bisa membantu lebih baik," usulnya.
"Terima kasih," kataku. Usulnya baik juga aku lakukan. Tapi dimana"
"Di sana ada restoran. Kamu ke arah sana," katanya sambil menunjuk ke arah lorong
yang banyak jual souvenir dan makanan kecil.
Aku mengangguk mengerti. Kuaraih tasku dan kusandang ranselku melangkah ke tempat
yang ditunjuk bapak itu. Disudut ruang di restoran itu ada seseorang melambaikan
tangannya. Dug! Cowok yang tadi di toiletmemanggilku. Aku seperti besi yang ketarik
magnet melangkah ke mejanya.
"Tadi aku mau ajak kamu, tapi aku liat sedang tidur, ya gak jadi." Katanya.
Dia seperti orang yang telah lama kukenal. Hah! Aku sama sekali belum kenal, walau
sudah melihat bagian dari tubuhnya yang paling rahasia.Aku dah liat batang
selangkangnya yang keren banget tadi. Hm ...
Tangannya yang menjulur ke arahku kusambut. Gengagaman tangannya hangat dan
padat kurasakan ketika kami saling bersalaman.
"Lee," katanya.
"Yadi," kataku. Gerak kepalanya seperti menyuruhlu untuk mengulang namaku.
Kuulang namaku. "Haryadi," ulang aku dengan nyebut nama lengkapku.
"Kupanggil mas Har aja ya," katanya. Matanya kulihat indah sekali dengan bulu matanya
yang tebal. Meninjolkan matanya yang bulat. Wajahnya yang bersih, membuat jantungku
berdetak lebih kencang. Segera aku duduk di depannya. Tas ku taruh di sisi dinding.
Entahlah. Dengan cepat perasaanku merasa cocok banget dengan dia. Inikah rasa jatuh
cinta itu" Padahal tadi dia kuanggap malaikat pencabut nyawaku... Restoran kecil ini
belum terlihat ramai. Masih ada meja yang kososng.
"Padahal tadi aku berharap mas Har nyusul aku, eh, nyatanya doaku dikabulkan,"
katanya. Senyumnya itu ... Cuma aku tak berani menatap dia lama. Kok aku jadi horny
sih" Pelan ototku yang diselangkang menegang .. Kuperbaiki dudukku, celanaku terasa
sesak aja. Teh hangat sudah tersedia di meja. Kuhirup pelan. Hangatnya teh terasa menjalar ke
seluruh rongga tubuhku. Alhamdulillah.
"Alhamdulillah, sekarang mas Har udah cerah lagi. tadi kelihatan pucat banget. Aku sedikit
takut juga. Kupikir, reaksi dari aku menggoda tadi ..." katanya. Dia minum coklat
hangatnya. Dari aromanya seperti ovaltin. Senyumnya memperlihatkan giginya yang
tersusun rapi. Bibirnya berwarna cerah, bibir orang tak merokok.
Aku tak dapat berbuat apa-apa. Sedikit grogi juga. Aku mesti melihat kemana nih. Ingin
banget aku menikmati wajah keren di depanku. Dada bidangnya dan bahu lebarnya
terbungkus kaos joger. Bagian pinggangnya tertutup meja. Gila kali ya. Masih berharap ajk
mau liat yang dibawah pinggangnya.
"Sebenarnya hari ini sedang kacau banget," aku memulai pembicaraan.
"Kenapa," tanyanya penuh perhatian.
Aku ceritakan saja semua. Dari beberapa hari lalu yang disibukkan dengan kerja
pemotretan dan tadi galau dengan kematian. Dia memperhatikanku dengan seksama. Aku
suka banget. Mata bulatnya kelihatan tidak biasa, sipit tapi bulat. Ah, entahlah. Kelihatan
indah saja "Karena cape aja kali mas," katanya menghiburku setelah ceritaku berakhir.
Kami bertemu di restoran kecil ini bandara ini untuk pertama kali, tapi terasa sudah akrab
saja. Banyak hal yang ingin kuketahui tentang dirinya.
Akhirnya, tanpa aku minta, dia juga balik cerita tentang dirinya. Jantungku entah kenapa
berdetak sudak tak normal. Dentamnya terasa menghentak. Aku bebas
memperhatikannya. Gerak bibirnya,mimik wajahnya, lirikan matanya yang indah banget.
Dimataku dia kulihat sedang telanjang. Sungguh. Kepolosan itu yang membuat aku nafsu
banget. Aku gak tahu, apa dia lihat pupil mataku yang mengecil penuh nafsu. Aku
memang tak fokus dengan ceritanya. Otakku membayangkan kami sedang bercumbu aja
... Namanya Lee Wong, nama yang yang tidak biasa. Tinggal di Cikarang dengan ibunya.
Bapaknya orang Korea yang dulu pernah kerja di perusahaan di Cikarang. Dia hanya tau
nama dan foto bapaknya. Tak banyak cerita dari ibunya tentang bapaknya yang
meninggalkan dia dan ibunya setelah kontrak kerja di Indonesia selesai.
Yang dia tahu dan selalu diingat adalah ketika istri pertama bapaknya yang menyusul ke
Jakarta. Terjadi keributan di sana. Perebutan suami itu berakhir bapaknya kembali ke
Korea, karena dia membela tak mau dipecat dari perusahaannya. Itu terjadi ketika dia
berusia dua tahun. Sedih banget. Sudah begitu, ibunya tak diterima di keluarganya,
karena memang sejak awal pernikahan keluarganya tidak setuju. Ibunya meninggalkan
Indramayu, keluarganya dan mulai bekerja kembali di Cikarang.
Ibunya masih tetap menjanda. Bagi dia itu lebih baik, jadi orang tua tunggal. Walau
bagaimanapun, kekecewaan dengan bapaknya yang meninggalkan keluarganya itu,
membuat dia ada rasa dendam dengan para lelaki. Entahlah, kenyataan maksud hati mau
menyakiti lelaki yang dikencani, malah dia mendapatkan sebaliknya. Dia dapat hidup dari
kebaikan lelaki yang dikencaninya.
Gaya hidupnya sekarang adalah berpetualang mencari kesenangan dan harta. Itu
dilakukannya setelah lulus SMU. Sampai akhirnya dia menambatkan hatinya dengan bule
Australia yang telah beristri orang Vietnam. Hubungan yang aneh memang. Dia jadi anak
angkat keluraga itu, sekalian mengurus bisnis garmen mereka yang di Jakarta dan Bali.
Dilain pihak dia juga mesti melayani Bapak dan ibu angkatnya untuk urusan seks.
Ceritanya membuat aku sedih dengan nasibnya.
"Aku baru pulang dari Melborne setelah tiga bulan di sana. Baru dua hari di Denpasar. BT
banget. Makanya aku minta tuk kembali ke Jakarta," katanya. Aku tarik nafas dalam
setelah mendengar ceritanya. Dalam hati aku berpikir dia sebagai pelayan seks kelarga
angkatnya itu ... Dengan tampang keren begitu, dia bisa berbuat banyak, bisa memilih. Dia mengaku
meninggalkan Bali, untuk menghindar aja. Dia katakan ke keluarga angkatnya itu kalo dia
perlu pulang ke Cikarang karena ibunya sakit. Padahal... Dari nada ceritanya, ada sesal di
sana. "Gak mungkin aku begini terus," katanya. "Aku gak tau, kenapa cerita begini pada mas
Har. rasanya nyaman aja." Aku sedikit tersanjung.
Pesawat ke Jakarta tertunda lagi. Aku bisa sampai Jakarta malam. Lee juga ke Jakarta,
tapi dengan peswat berbeda. Kami ngobrol cukup akrab. kamu sudah saling tukar nomor
hp. Senang banget aku dapat kenalan dia. Aku jadi ingat Andri yang mejual dirinya untuk
banyak orang. beda dengan Lee ini, dia setia hanya dengan satu orang. Kesannya dia
hanya jadi cowok simpanan. Sesekali dia memang bergaul dengan beberapa orang,
itupun gak sembarang orang, dia orangnya memilih juga.
"Aku memang ada bergaul dengan beberapa orang, tapi, ya gak lama. Sekedar
menghilangkan BT saja.Yang penting tak mengikat aku. Dan aku sebenarnya tidak
terbuka begini. Tidak mau cerita banyak tentang diri aku," katanya.
Dia menatapku. Sorot matanya membuat aku salah tingkah juga. "Aku ingin mas Har jadi
temanku. Mau ya?" Katanya akhirnya. Sorot matanya sangat berharap ...
Permintaannya membuat kepalaku terasa mau meledak. "Lha iyalah! mau bangetttt!!"
Cuma aku tak mengucapkan itu. Hanya gerak kepalaku menjawabnya. Rasanya ini
permintaan berat. Aku bukannya siapa-siapa, kenapa dia begitu serius dengan pertemuan
pertama ini. Terus terang aku tersanjung.
*** Dia sudah tiba lebih dulu di Cengkareng, di depan Dunkin Donat dia menunggu. Sesuai
dengan smsnya, aku susul dia kesana.
"Mas, nanti ada bodyguard papa yang menjemput. Kamu biasa aja ya. Nanti aku antar
pulang deh. Kita tunggu di sini aja." katanya sambil menggeser kursinya.
Papa" Bodyguard" Semua pertanyaan itu berkelebat di otakku mencari jawab. Aku gak
mau tanya, apalagi dia minta aku 'biasa saja'. Benar-benar dia sebagai cowok simpanan,
sampai pake bodyguard segala. Aku jadi penasaran dengan kehidupannya.
"Kalo boleh, sekarang aku ke tempat kamu aja. Besok aku pulang ke kontrakan."Kataku.
Deg! Entahlah, aku jadi malu juga dengan ucapanku tadi. Gak ditawarin, kok malah
menawarkan diri. Matanya berbinar senang."Ya ...ya... aku senang mas Har mau ikut ke rumahku," Rumah"
"Tadinya aku mau nawarin, takut gak mau. Rasanya kita belum puas ngobrolnya," katanya
lagi. Senang sekali dia kelihatannya. Dia menggenggam tanganku. Aku balik meremas
tangannya. Sentuhan itu membuat getar yang gak tahu gimana mengungkapkannya.
Beberapa mata melihat apa yang kami lakukan. Tapi Lee cuek aja meneruskan aksinya.
Aku senang-senang aja. Lee Wong Cowok Simpanan Kami berhenti di salah satu rumah di kawasan Lippo Cikarang. Awalnya aku pikir ini
rumah ibunya. "Ini rumah yang dibelikan Papa. Kalau dia pulang ke jakarta, pulangnya ke
sini. Setelah itu baru ke keluarganya di Pondok Indah."
Hah..." Sungguh aku tak mengerti. Tadi aja di mobil, dia cerita, biasanya kalo di mobil dia
dengan papanya bebas melakukan aksi mesra-mesraan. Papanya yang aktif meraba otot
di selangkangnya. Membuka resteleting jeansnya dan memasukkan tangannya ke celana
dalamnya. Dia biarkan aksi tangannya di sana. Ketika sang bodygauard yang merangkap


Aku Di Bali Karya Haryadi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sopir itu lengah, mereka sempatkan berciuman.Dengus nafas hangatnya seperti
menhipnotis mereka. Mereka seperti tak menyadari sedang dimana, mereka saling
membalasnya.Seringkali begitu, mereka seperti sepasang kekasih yang baru saja ketemu
dan saling melepas rindu.Mereka lupa dengan 'cctv' Allah yang melihat aksi mereka,
apakah mereka bagian dari kaum nabi Luth"
Jakarta di malam hari terasa jadi saksi apa yang Lee ceritakan. Entah kenapa aku
merasakan perasaaan aneh mendengar ceritanya. Kejadian itu seperti pemutaran film aja
di mataku. Kakiku terasa menggigil kencang. Jantungku berdetak. Sungguh, inilah reaksi
atas apa yang diceritakan Lee.Kampungan banget kali ya. Mestinya aku dapat bersikap
biasa saja. Aku gelisah. Getar kakiku terasa aneh aja. Kenapa bisa begini"
Kuhela nafas panjang. Tangan kami saling menggenggam. Kubiarkan saja. Sampai
akhirnya .. "jangan ya," kataku menolak pelan ketika wajahnya mendekat. Dia menoleh sedih
kearahku. Aku tak mau getar-getar yang kurasakan jadi sesuatu yang berakhir jadi simpati
... jadi sayang ... jadi cinta. Ah ..
Ada sorot mata kecewa di sana. Hanya tangan kami saling genggam, remas dan elus. Kok
bisa sih" Matanya berkaca-kaca. "Terima kasih mas..." bisinya pelan. Genggaman
tangannya mengencang. Ada rasa kecewa dengan menolak ciumannnya tadi ... tapi, aku
merasa harus melakukannya.
Kami saling diam, sampai di depan rumahnya ini. Tas kami masih tergeletak di ruang
tamu. Si bodyguard disuruh Lee pulang. Tinggal kami berdua. Apapun bisa terjadi. Dalam
hati aku beristighfar, sungguh aku mohon perlindungan-Nya. Bisa saja nafsu syetan
merasuki kami berdua. Bisa saja dengan mudah aku melayani dia. Tapi tidak. Aku ke dapurnya yang rapi mencari
sesuatu yang dapat diminum dan di makan, sedang dia di ruang tamu, menyetel tvnya.
Kudengar dia memutar film. Jantungku berdetak tak karuan. Aku tahu dia berusaha untuk
kembali menggoda aku. Di layar LCD di ruang keluarga itu aku melihat adegan film porno
homo. Aku gelisah menyaksikan itu. Kakiku terasa bergetar lagi. Aku terduduk di
sampingnya. Kepalaku terasa panas dan mau meledak ...
Hampir jam sebelas malam. Aku belum sholat maghrib dan isya. Astgahfirullah! Kembali
kuminum pocarisweat kaleng yang kuambil tadi dari kulkas. Tadi aku sudah
mengahangatkan pizza di microwave, dan belum kuangkat lagi. Lee serius banget melihat
adegan di depannya. tanpa komentar apa-apa. Dia pasti melihat bagaimana gelisahnya
aku. Tak lama, aku akhirnya bangkit mau mandi, kemudian aku sholat. Aku melaporkan diri.
Betapa hina diri ini yang telah menzolimi cinta-Nya. Aku merasa telah berkhianat kepada
sayangnya Allah. Entah apa yang Allah akan lakukan dengan lalainya aku ini. Aku
menangis lagi. Aku merasakan perlindungan-Nya.
Malam menjelang tidur, kami saling nasehat sambil menikmati pizza. Kami memang akan
jadi teman, saudara. Dan berjanji tidak melakukan yang dilarang Tuhan. Sanggupkah ...
Mudahkan ya Allah, kami berjalan dijalan lurus-Mu, ya Allah ... Amin.
*** Pagi yang cerah. Untung ac di kamarku sudah mati ketika aku bangun, jadi aku tidak
kedinginan seperti semalam. Sempat aku terbangun karena kedinginan semalam, dan
berusaha menarik selimut yang menumpuk di kakiku. Sewaktu aku terjaga itulah aku tahu
Lee sedang menerima telpon papanya. Pembicaraan yang sedikit kemarahan, bahasa
indonesia dan inggris bercampur kudengar tanpa jelas. Karena rasa kantuk yang sangat
berat, aku biarkan dia .. Mana mungkin aku ikut campur, walau sesekali namaku disebut ...
Ada apa" Lee masih meringkuk di tempat tidurnya. Ada kelelahan terpancar di wajah gantengnya.
Aku bebas menyaksikan keindahan bahu dan dadanya, wajahnya yang kulihat memang
ganteng banget.Ada rasa ingin untuk menciumnya, tapi kutahan. Aku tak mungkin
menodai pertemanan ini hanya karena soal kecil itu.
Tapi mana mungkin aku bisa menahan diri" Dengan pelan kudekatkan wajahku ke
wajahnya. Ada rasa bimbang, dengus nafasnya terasa kencang, dan dadaku juga sudah
tidak karuan. Entah berapa detik wajahku tertahan. Sampai akhirnya aku beranikan
menempelkan bibirku ke bibirnya. Pelan saja. Takut dia terbangun. Pelan kurasakan
hangat bibirnya dan dengus nafasnya. Maksudnya sebentar, kenyataannya ciuman
lembutku berbalas! Beberapa detik bibirku sempat dia kulum yang mebuat aku kaget luar
biasa. "Maaf," kataku merasa bersalah. Aku berdiri.
"Gak apa. Aku senang."
Aku menggeleng pelan. Semalam kami sudah janji untuk tidak menodai persahabat ini
dengan seks. Kenyataannya, aku memualainya lebih dulu.
Aku keluar kamar. Aku minum air putih menenangkan diri. Setelah itu aku segera sholat
subuh. Lee masih tidur ketika aku melangkah menuju dapur. Sarapan apa yang akan aku buat
hari ini" Di lemari es kulihat ada buah kaleng, jus jeruk dan tomat. Hm, mau sarapan apa
ya" Di lemari bahan makanan aku menemukan quakeroats, biskuit dan sereal sachet.
Lengkap sekali isinya. Ato bikin nasi goreng, batinku ... Kebayang repotnya.
Aku akhirnya memutuskan mengolah qoakeroats. Kurebus campur susu. Dari aromanya
enak juga. Kusiapkan dua mangkok. Kutambahkan buah kaleng. Ketika aku menungkan
susu ke gelas, Lee masuk hanya mengenakan celana pendeknya. Dia tidak pake celana
dalam! Dapat kulihat jelas juntaian batang yang setengah tegang itu di balik celananya.
"Aku mau sarapan dulu boleh ya" Tadi wanginya membuat aku terbangun ... pasti enak."
Katanya sambil mengambil mangkok berisi bubur qoakeroats yang sudah aku siapkan.
Kami sarapan bersama. Dia memuji masakanku.
*** Ketika aku mau pamit pulang, Lee kulihat sedang mandi. Pintu kamar mandinya dibiarkan
terbuka. Aku bisa lihat jelas tubuhnya di atas bathtub berdiri. Shower Corten dibiarkan
terbuka ...Dia memutar tubuhnya ke arahku. Batang yang mengkilat itu membuat mataku
seperti tak percaya dengan pemandangan indah itu. Aku yakin dia melihat aku yang
memperhatikannya. Mestinya aku bergerak untuk tidak melihat, tapi kenyaannya, aku
menikmati pemandangan Lee yang sedang mandi itu.
Tangan kirinya memegang selang shower ke atas sedang tangan kanannya membilas
tubuhnya Aksi yang membuat syarafku menegang. Sesekali tangannya yang memegang
shower turun dan naik. memperlihatkan ototnya yang mengkilat. Nafasku terasa sesak
walau sudah bernafas lewat hidung dan mulut. Aaaacchh....!
Dia seperti menari di mataku. Semua terlihat indah, dari bahunya yang kekar, dadanya
yang padat, perutnya yang ramping, pinggangnya, pinggulnya, bokongnya yang sangat
padat, pahanya yang kekar ... Matanya kulihat terpejam. Dia seperti menikmati siraman air
ke tubuhnya. Haruskah aku terus berdiri di sini" Atau ikut gabung" Atau ...
"Kenapa mas?" tiba-tiba dia bertanya sambil melangkah keluar bathtub. Tak ada perasaan
risi. Aku yang jadi gelagapan. Ketahuan melihat dia mandi.
"Aku mau pamit pulang dulu," kataku akhirnya.
Kulihat dia sudah melingkarkan handuk ketubuhnya. Entahlah. Banyak keinginanku yang
tertahan. Ada rasa malu, takut, deg-degan ... Kalu saja aku boleh memeluknya dengan
kondisi seperti ini ... Aku melangkah ke ruang tamu. Sedang Lee berpakaian mengenakan celana pendek dan
kaos oblong. Disisirnya rambutnya dengan sepuluh jarinya. Hm, praktis sekali. Kelihatan
macho banget. "Agak siangan aja, ntar aku antar pulang," bujuk Lee. Ada nada sedih di sana.
Aku menggeleng pelan. Yang jelas aku juga sedih meninggalkan dia. Kerongkonganku
seperti ada yang mengganjal. Kok jadi begini sih ..." Pertemuan kami baru dua hari sejak
di Ngurahrai dan Cikarang ini semua sangat berkesan. Kebaikan dia, kejujuran dia sama
aku membuat aku terkesan sekali. Seringkali begini ...
Sebenarnya aku tidak begitu suka dengan perasaan begini. Sedih, gembira dengan orang
yang baru kenal, yang aku suka. Sungguh aku suka banget sama dia. Entah sudah
berapa orang yang membuat aku punya perasaan begini. Gampang banget rasanya aku
jatuh cinta kepada orang-orang yang ganteng dan keren seprti dia. Ingin rasanya aku
menahan perasaan yang begini, cinta terlarang, tapi bagaimana caranya "
Lee menawarkan mengantar aku sampai ke pool bus. Aku baru menyadari Toyota Camry
yang di garasi mobilnya. Sedan abu-abu metalik itu tak lama kemudian meluncur melewati
jalanan perumahan yang masih basah kena hujan semalam. Taman di kiri kanan jalan
terlihat segar. Jalanan mulus dilewati dengan nyaman.
"Tunggu dulu. Bisnya masih nunggu penumpang kok," katanya menahan aku yang sudah
mau turun ketika sudah di pool bus. Sudah ada bus yang menunggu di sana yang jurusan
Semanggi. Tangannya yang dibahuku kuraih. kami bergenggaman tangan lagi. Semua aksi itu sudah
bicara. Betapa kami ... Ach, aku tak mau meneruskan itu. Mungkin dia melihat mataku
yang berkaca-kaca. Kerongkonganku tercekat. Entah kenapa aku sedih dengan
perpisahan ini. Perasaan kematian itu mulai menyerangku. Jantungku berdetak lagi
dengan kencang. "Maaf lahir batin ya Lee. Terima kasih atas semuanya. kalau Allah berkenan, pasti kita
diizinkan untuk bertemu," kataku pelan sambil menunduk. Aku tak mau dia tahu kalau aku
sedih. Dia menarik bahuku. Kamu berpelukan. Ada tetes hangat di bahuku. Dia menangis juga.
Tangis apa sih ini" Kalau tidak malu dengan pandangan orang yang dari bis, aku sudah
membiarkan kami terus berpelukan. Pelukan makin erat. Ada rasa hangat dan nyaman
kami rasakan. Kalau saja waktu dapat diperpanjang ...
"Sama-sama mas. Makasih juga. Mas telah memberi banyak untuk aku," bisiknya. Gerimis
mulai turun lagi ... Cikarang mendung lagi.
Tak ada kata-kata yang sanggup mengungkapkan suasana begini. Aku buka pintu dan
turun pelan. Kembali kami bersalaman. Erat sekali.
"Hati-hati mas," katanya.
Aku paksa tuk tersenyum. Mengangguk. Hanya ada gerak bibirku yang mengatakan
terima kasih. Tanpa suara ...
*** ctt: BAGIAN AKHIR CERITA INI SEDANG DALAM PROSES PRODUKSI.
TUNGGU SAJA YA . SENANG BILA MAU BERBAGI KOMENTAR ATAU APA SAJA KE
le_la_ki63@yahoo.com November 2008 Kait Perpisahan 2 Renjana Pendekar Karya Khulung Tiga Naga Sakti 22

Cari Blog Ini