Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra Bagian 2
Chapter 37 [Raya pov] Di dalam kamar, gue senyum-senyum sendiri memandangi nilai rapor gue. Beberapa nilai terlihat sempurna, yakni 100. Eiiits! Tunggu dulu! Kenapa nilai 100
gue cuma 5 ya" Perasaan pas pembagian lembar jawaban hasil UAS, gue dapet 6 nilai 100. Ngacir kemana nih nilai"
Mata gue melebar ketika mengetahui nilai 100 pada mata pelajaran kimia, yang diajarkan oleh Pak Dono berubah menjadi nilai press KKM menjadi 75. Kok bisa"
Tangan gue mengepal marah. Gue langsung melayangkan tinju ke atas kasur. Sialan si Dono! Jadi guru kok nggak adil amat! Andaikan saja Dono memberi gue
nilai secara adil, pasti gue udah ranking satu. Bagaimana bisa ada guru seperti itu" Gue sumpahin tumbuh kumis di semua bagian wajah noh!! Gue mendengus
sebal. Ah, masa bodo dengan si kumis!!
Untuk menghilangkan kekesalan gue, gue mengambil HP lalu nge-game seperti biasa. Setelah jenuh nge-game, iseng-iseng gue membuka galeri foto. Gue cekikikan
sendiri melihat foto 3 sahabat gue yang tampak loyo.
"Hayooo! Ngapain lo senyum-senyum sendiri" Nonton vidio porno lu ya?" Terka Kak Icha yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar gue.
Gue menggeleng. "Enggak!" Elak gue.
"Coba gue lihat!" Kak Icha langsung merebut HP gue lalu matanya mendelik kaget.
"Balikin!!" "MAMA!! RAYA PUNYA TIGA PACAR, MA!!" teriak Kak Icha yang berlari menuju ruang keluarga.
"Sialan!" Gue mengejar Kak Icha dari belakang.
Sesampainya di ruang keluarga, Kak Icha langsung memberikan HP gue ke mama. Mama terlihat mencermati wajah Arsyaf, Renan, dan El baik-baik. Lalu mama melotot
ke arah gue yang masih berdiri agak jauh dari tempat mama duduk.
"Bukan, Ma! Mereka cuma sahabat Raya!" Papar gue berjalan menghampiri mama.
"Ma! Mama pilih yang mana buat dijadikan mantu?" Kak Icha menyentuh layar HP gue. "Ini" Ini" Atau yang ini?" Kak Icha menunjuk foto Renan, El, lalu Arsyaf.
"Mama nggak milih siapa pun!" Kata mama tegas.
Gue duduk di samping mama. "Raya juga nggak milih siapa pun! Mereka itu sahabat Raya, ma!"
"Terus, mama mau Raya menikah sama siapa?" Kak Icha keheranan dengan sikap mama.
Biasanya, kalau Kak Icha atau gue punya temen ganteng, mama pasti ngotot minta dikenalkan. Salah satu cita-cita mama adalah mempunyai menantu yang ganteng.
Katanya, biar bisa dipemerkan di sosial media. Tapi sekarang, ada apa dengan mama"
"Ini ganteng semua lho, ma!" Tambah Kak Icha ngotot. "Mama bisa pamerkan mantu kek begini di sosial media!!"
"Mama ingin Raya menikah dengan......" Mama terhenti sejenak. "Sobirin!"
Tawa Kak Icha langsung membuncah. Mama ikutan terpingkal bersama Kak Icha sambil menggeprak-geprak sofa.
"MAMA!! NA'UZUBILLAH DEH! bentak gue marah lalu mengerucutkan bibir. "Raya ogah sama Sobirin. Bisa-bisa Raya nggak dibeli'in odol sepuluh tahun dah! Lama-lama
Raya juga jadi penambang emas!"
"Penambang emas?"
"Iya! Giginya Sobirin tuh! Terbuat dari emas 24 karat!"
Kak Icha lagi-lagi terpingkal. "Kasian si Sobirin! Bisa-bisa matanya kedutan kalau kita bahas terus!"
(Sementara itu, di tempat lain, mata Sobirin terus berkedut)
"Raya....." Tawa mama terhenti. Mama tampak mulai bicara serius. "Jangan berteman dengan orang-orang yang super ganteng kayak begini."
"Kenapa?" Tanya gue penasaran.
"Mama takut kamu jadi napsu!"
"Kok mama tau kalau Raya kadang sering napsu sama mereka?"
"Ya iyalah! Mama aja napsu!"
"MAMAAAA...." teriak gue dan Kak Icha berbarengan. Kami pun tertawa bersama-sama.
Keluarga ini memang keluarga heboh. Semua elemen ada di sini. Papa yang bijak, mama yang narsis, kakak yang super kepo, dan gue yang super kocak.
Chapter 38 [Renan pov] Walaupun gue pacaran sama Tantri, tapi nggak ada cewek lain yang membuat gue nyaman kecuali Raya, sahabat gue sejak TK. Bukannya nggak gentle atau gimana!
Gue nggak bilang perasaan gue sebenarnya ke dia karena gue merasa tidak pantas bila bersanding dengan cewek sebaik Raya.
Dua tahun lalu, saat gue masih sekolah di SMAN 73 Bina Nusa, papa gue selingkuh di belakang mama. Sejak saat itu, gue jadi hobi clubing. Melakukan ini
dan itu ke beberapa cewek yang menggoda gue saat di club. Jujur, gue udah nggak perjaka lagi. Diambil siapa keperjakaan gue, gue bahkan sudah lupa. Mungkin
karena gue terlalu sering melakukan hal kotor itu.
Saat gue pindah ke sekolah SMA 5 Cendrawasih, gue kembali dipertemukan dengan Raya. Dia masih sama seperti sebelumnya. Dari luar dia kelihatan bandel.
Tapi dari dalam, dia adalah cewek yang lugu dan baik hati.
Sejak dulu, gue ingin menjadi lebih dari sekedar teman buat Raya. Tapi gue takut dia akan menghindari gue kalau dia tau bahwa sebenarnya gue sudah lama
memiliki perasaan padanya. Dan akhirnya perasaan gue akan menghancurkan friend zone nyaman di antara kami.
Gue semakin rendah diri untuk mendekatinya mengingat gue sudah melakukan ini dan itu ke sembarang cewek. Gue merasa nggak pantas buat Raya yang sudah pasti
masih suci. Tapi, di dasar hati gue, ada ruang yang sangat luas, khusus buat dia.
*** "Apa"!" Gue terlonjak kaget setelah mendengar apa yang barusan dikatakan mama. "Renan ogah ah!"
"Kenapa" Dulu waktu kecil, kamu suka nginep di sana. Malah nggak mau pulang!" Ujar mama ngotot.
"Itu 'kan waktu Renan masih kecil, ma! Sekarang Renan udah gede. Renan mau nginep di rumah teman aja ah!" Bantah gue manyun.
"Kenapa" Kamu takut napsu sama Raya ya?" Goda mama cengar-cengir.
"E..e...ENGGAK!!"
"Jangan-jangan kamu takut napsu sama Icha!" Terka mama asal.
"MAMA!!" "Mama nggak mau kamu keluyuran malam-malam tanpa pengawasan orang tua. Jadi, mama titipkan kamu di rumah Om Bram."
"Terserah!" Gue mengacak rambut. "Bodo!"
*** Dengan membawa sebuah koper, gue menghela napas kesal. Raya tampak masih bingung dengan kedatangan gue. Di ruang tamu, sudah ada Om Bram, tante Elly, mama
dan papa gue, Kak Icha, dan tentu saja gue.
"Ada apa ini, pa?" Tanya Raya.
"Begini, mulai sekarang, Renan akan tinggal bersama kita selama 2 minggu ke depan karena mama dan papanya Renan ada urusan kerja di Bali," papar om Bram,
papanya Raya. Raya dan Kak Icha terlonjak kaget. "Ha?"
"Iya, Ray." Papa melihat Raya lalu ke arah Kak Icha. "Iya, Cha. Tolong jaga Renan selama dua minggu ya!"
"Jadi Renan akan tinggal di sini?" Raya masih tak percaya.
"Iya, Ray," jawab mama.
Raya menggeplak kepalanya sendiri. "Waduuuh! Bisa-bisa jatah makan Raya berkurang nih!"
Hahahaha..... semua orang tertawa tak terkecuali gue. Om Bram mengacak-acak rambut Raya dengan gemas.
Hidup baru gue selama dua minggu pun akan seperti apa. Gue dan Raya akan tinggal dalam satu atap" Gue nggak bisa menjamin kalau naluri gue sebagai lelaki
akan terus terkendali. Chapter 39 [Raya pov] Huuuhhhh.... hari ini sampai 2 minggu ke depan gue bakalan tinggal satu atap dengan Renan, sahabat gue paling gila. Kamar gue akhirnya tersabotase karena
ada dia di sini. Dan yang lebih parahnya lagi, baru satu hari dia nginep di rumah gue, dia udah cari ribut sama gue. Minta di gibeng tuh anak!
"Renan! Gerandong! Cepetan mandinya! Entar gue telat nih!" Gue menggedor-gedor pintu kamar mandi. "Walaupun mandi lo sejam, tetep aja ketek lo bau bangke!
Jadi, mending nggak usah mandi deh!"
"Iya. Bentar!" Renan keluar kamar mandi dengan rambut basah.
"Sempet-sempetnya lu keramas di jam segini?" Omel gue. "Lama-lama jadi suster keramas lo!"
Renan berdecak lalu mendorong gue memasuki kamar mandi. "Udah mandi sana! Bawel lu jadi orang!"
"Pokoknya kalau kita telat, kita harus telat bareng! Mati lo kalau lo berani tinggalin gue!" Ujar gue dari dalam kamar mandi.
"Ya elah banyak bacot lu! Cepet mandi sana!" Sahut Renan dari luar.
*** Untuk sekarang sampai 2 minggu ke depan, sepertinya gue bakalan berangkat ke sekolah bareng Renan. Ya udahlah! Lumayan! Ojek gratis hehehe
Sesampainya di sekolah, kebetulan kami bertemu dengan Arsyaf di tempat parkir. Arsyaf kelihatan kaget pas mendapati gue turun dari motor Renan.
"Kenapa kalian bisa berangkat bareng?" Mata Arsyaf masih membulat.
"Iya nih! Gue sama Renan sekarang tinggal bersama."
"APA" what's the meaning of living together?" Arsyaf tiba-tiba tampak marah.
"Nyokap bokap gue ada urusan kerja di Bali selama 2 minggu. Jadi, gue dititipin di rumahnya Raya," jelas Renan.
"Waaah! Bisa berabe nih!" Arsyaf menggerutu pelan.
"Lo bilang apa tadi?" Tanya gue penasaran.
Arsyaf menggeleng. "E...enggak. Gue nggak bilang apa-apa!" Dia berbohong.
Setelah percakapan itu, kami pun segera bergegas menuju papan pengumuman pembagian kelas. Semoga saja gue bisa sekelas sama Arsyaf dan Renan. Amin.
Mata gue menyisir abjad-abjad yang tertera di papan pengumuman. Ah, akhirnya gue menemukan nama gue di kelas XII-IPA 1. Yang lebih mengejutkan lagi, di
atas nama Soraya Aldrick ada nama Renatha Azalea. Yes! Akhirnya gue bisa mempunyai teman cewek di kelas yang sama!
Tapi, yang gue sayangkan, kali ini gue nggak bisa satu kelas dengan 2 sahabat koplak gue, Arsyaf dan Renan. Bantu aku dewa!
*** Semua orang tampak berebut bangku tengah. Sedangkan Tantri dan Bianca langsung nimbrung di bangku paling depan dekat papan tulis.
Jangan tanya bangku yang mana yang akan gue cari! Tentu saja bangku yang gue cari saat memasuki kelas adalah bangku paling belakang. Di sana adalah surganya
anak-anak malas kayak gue. Di bangku paling belakang pojok ada beberapa keuntungan, misalnya saja bisa main game, dengerin musik, tidur, sampai SMS.an.
Pokoknya maknyoss dah! Surga dunia tersebut nggak bakal pernah bisa dirasakan sama anak-anak yang berada di bangku depan hehehe.
"Raya?" Lea memanggil nama gue dari ambang pintu sambil berjalan menghampiri gue.
"Lea?" Gue menimpali.
"Ya ampun! Gue nggak nyangka bisa satu kelas sama lo!"
"Iya. Gue juga nggak nyangka bisa satu kelas sama lo!"
"Ngomong-ngomong, lo duduk bareng siapa?"
Gue menggeleng cepat. "Nggak bareng siapa-siapa!"
"Boleh gue duduk di sini?"
"Boleh!" Jawab gue ngotot. "Boleh boleh boleh."
Lea tersenyum lalu meletakkan tasnya di bangku gue. Ah, akhirnya gue punya teman cewek juga. Thank's God!
Chapter 40 [Raya pov] Tak lama setelah percakapan itu, Bu Rani datang lalu mengucap salam dan menanyakan kabar kami. Kami semua menjawab "Baik." Setelah berbasa-basi sebentar,
akhirnya Bu Rani pun mengabsen kami satu per satu.
"Adi Gunawan?" Ucap Bu Rani sambil menengok ke arah kami.
"Hadir, Bu!" Seorang cowok bocil mengangkat tangan.
"Agus Muslih?" Lanjut Bu Rani.
"Hadir, Bu!" Seorang cowok berkacamata tebal mengangkat tangan dari bangku paling depan pojok.
"Agus Muslih Bayangkara?"
"Saya, Bu!" Kali ini cowok berlubang hidung lebar yang mengangkat tangan. Gue tau lubang hidungnya lebar karena tahun kemarin dia satu kelas sama gue.
"Lho" Kok bisa ada dua Muslih dalam satu kelas?" Tanya Bu Rani sambil garuk-garuk kepala. "Saya harus panggil apa nih untuk membedakan kalian?"
"Ya udah, Bu! Yang satu di panggil Muslih aja. Dan yang satunya lagi MUSLIHAT! Beres 'kan?" Celetuk gue asal.
Semua orang di dalam kelas pun tetawa riuh. Sementara Bu Rani hanya geleng-geleng kepala setelah mendengarkan opini gue.
"Elbara?" Lanjut Bu Rani lagi.
"Hadir!" Seorang cowok yang duduk sendirian di bangku nomor 3 paling pojok mengangkat tangan.
Mata gue terbelalak lebar ketika melihat El memakai seragam SMA 5 Cendrawasih dan duduk dalam satu kelas bareng gue.
"Oh iya! Elbara ini anak baru pindahan dari SMAN 73 Bina Nusa," papar Bu Rani.
Semua mata tertuju pada El. Jujur, gue sama sekali nggak menyadari keberadaan El tadi. Dia seperti Jailangkung. Datang tak diundang, pulang tak diantar.
"Elbara, silahkan maju ke depan dan perkenalkan dirimu!" Ujar Bu Rani.
El pun berdiri dari tempat duduknya. Semua cewek di kelas tampak menggeliat senang ketika El berjalan ke depan kelas dengan kedua tangan yang tersimpan
di dalam saku celana. "Silahkan!" Kata Bu Rani.
El pun menghadap ke arah kami. "Elbara. Dipanggil El," ucapnya singkat.
Bu Rani sampai melongo. "Udah" Itu saja?"
El hanya mengangguk seadanya lalu kembali duduk di bangkunya.
"Gila! Apa benar dia Elbara yang tersohor itu?" Lea memantau El dari tempat kami.
"Tersohor?" Gue keheranan.
"Lo nggak tau siapa Elbara?"
Gue hanya menggeleng. "Dia itu ketuanya ketua geng dari 6 sekolah yang ada di daerah ini, Ray!" Gumam Lea ngotot.
Gue pun terperanjat kaget bukan main. "Apa"!"
"Pokoknya, lo jangan sampai berhubungan sama dia! Dia itu nggak baik!!"
Gue menelan ludah, takut. Zen aja gue takut! Apalagi ketuanya Zen! Pantas saja anak-anak brandalan yang mengganggu gue dulu terlihat sangat takut sama
El. "Bagaimana El bisa mengetuai ketua dari banyak sekolah?" Gue makin penasaran dengan sosok El sebenarnya.
"Ceritanya panjang, Ray!" Lea juga tampak menelan ludah. "Intinya, El itu ahli berkelahi. Setiap tawuran yang dia pimpin, pasti menang! Dan sekolah yang
dikalahkan secara otomatis harus tunduk sama El."
"Tapi El terlihat tidak jahat kok!"
"Wajahnya emang imut kayak artis korea, Ray! Tapi dia adalah biang onar di sekolahnya dulu. Oh iya! Dia sering menang tawuran karena dia jago karate."
"Ooohhh...." lagi-lagi gue menelan ludah. "Terus, lo kok bisa tau sedetail itu sih tentang Elbara?"
"Ya iyalah! Adik gue 'kan sering ikutan tawuran bareng dia!"
Mata gue mendelik kaget. Dan sekali lagi gue menelan ludah sampai mulut gue kering. Tak gue sangka kalau El adalah ketuanya ketua geng dari 6 sekolah.
09. Chapter 41-45 Chapter 41 [Raya pov] Kali ini gue nongkrong di kantin nggak bersama Arsyaf dan Renan seperti biasanya. Gue bersama Lea makan bakso dan minum es jeruk. Ternyata banyak persamaan
di antara kami setelah kami mengobrol panjang lebar. Kami sama-sama suka pedas, sama-sama suka drama korea, dan kami sama-sama tidak suka olahraga. Nyambung
banget kalau ngomong dengan Lea deh!
"Eh, lo punya CD drama korea princess hour nggak?" Lea memegang pundak gue.
Gue manggut-manggut mengiyakan. "Iya. Kenapa?"
"Kapan-kapan ayo kita tonton bareng ya! Gue pengen nonton lagi nih!"
"Oke! Gimana kalau sepulang sekolah?"
Lea tersenyum manis. "Oke." Dia mengacungkan jempolnya.
*** Setelah ganti pakaian, gue menyalakan TV lalu DVD. Lea duduk manis saja di sofa. Gue lalu mencari CD drama korea princess hour di antara tumpukan CD drama
korea yang lainnya. Ah, ketemu! Gue pun memasukkan CD tersebut ke dalam DVD player lalu duduk bersama Lea di sofa.
Tak terasa dua episode kami tonton dengan nikmat. Ternyata drama korea lama kalau ditonton lagi seru juga ya, pikir gue.
"Assalamu'alaikum!" Terdengar suara Renan dari luar pintu.
"Wa'alaikum salam!" Jawab gue sambil makan snack.
Mulut Lea terlihat menganga ketika dia melihat Renan memasuki rumah gue seperti rumahnya sendiri. Astaga! Siapa itu yang mengikuti Renan dari belakang"
Arsyaf dan El" Ngapain mereka ke sini"
"Ngapain kalian ke sini?" Tanya gue judes.
"Untuk membinasakan hama Rayap!" Jawab Arsyaf asal.
Gue mendengus kesal. "Pergi sana! Lanjutkan perjalanan lo bersama biksu Tong! Dasar Patkay jelek!"
"Apaan sih, Mak! Cerewet banget jadi cewek! Lama-lama gue setaples juga tuh mulut!" Renan terlihat agak kesal.
Gue langsung kicep. "Maaf, Ndong!" Kemudian gue balik nonton drama korea.
Sementara gue dan Lea asyik menonton drama, Renan dan 2 cowok bego yang lainnya sedang asyik bermain uno di atas karpet dekat sofa yang kami duduki.
"Tapi kalau dipikir-pikir, kasian juga Min Hyo Rin yak?" Gue beropini sambil masih fokus lihat drama.
"Iya. Kasian dia! Ditinggal kawin sama Shin!" Lea menimpali.
Arsyaf berdecak. "Nggak penting banget ya obrolan cewek itu!" Dia menyindir.
Gue langsung melempar bantal ke muka Arsyaf, tapi salah sasaran dan malah terkena kepalanya El. El menoleh dengan mata melotot. Mampus lo, Ray! Bisa-bisa
kena gibeng lu sama ketuanya ketua geng!
"Sori, El!" Gue meringis kecut.
El tidak berkata apa-apa dan langsung kembali bermain uno.
"Mampus lo! El ngambek noh!" Ujar Arsyaf menyebalkan.
"Auk ah!" Gue balik nonton drama.
Tak berapa lama kemudian, gue dan Lea terus saja mengomentari drama yang kami tonton. Para cowok terlihat agak terganggu dengan percakapan kami.
"Ya ampuuun! Kalau gue jadi Hyo Rin, gue nggak mau dah balik sama Shin!" Lagi-lagi gue beropini. Lea hanya mengangguk mengiyakan.
"Apaan sih, Yap! Ganggu banget lo!" Gumam Arsyaf jengkel.
"Ya elah, Kay! Gue ini lagi menghayati drama korea yang gue tonton!" Tukas gue ketus. "Gimana perasaan elo kalau lo ditinggal kawin sama orang yang lo
cinta?" "Ya nggak gimana-gimana," jawabnya santai.
"Terus lo nggak ngelakuin apa-apa gitu?"
"Enggak. Paling-paling gue bongkar tenda birunya!" Arsyaf masih fokus main uno.
"Kalau gue ditinggal kawin, gue bakal ikut nimbrung di malam pertama," celetuk El tiba-tiba.
Kami semua terhenti mendengar jawaban El barusan. Dia bisa bicara juga" Dan ucapannya lucu juga!! Hahaha..... tawa kami pun pecah seperti telor ceplok.
Tidak gue sangka kalau El bisa melawak juga.
"El, lo waras 'kan?" Renan memegang jidat El.
El menampik tangan Renan dan melanjutkan permainan uno.
"Sejak kapan lo jadi gila, El?" Arsyaf memandangi wajah El yang masih kelihatan dingin karena karakter El yang memang pendiam.
"Mungkin sejak negara api menyerang!" Renan cengar-cengir nggak jelas.
"Yang bener, sejak biksu Tong nyasar di alun-alun Jakarta!" El menunjuk ke arah gue.
Tawa dari semua orang kembali pecah. El masih nggak berekspresi sambil menatap gue.
"Maksud lo" Gue biksu Tong?" Gue menunjuk diri gue sendiri.
El mengangguk. "Iya. Mulai sekarang, gue akan manggil lo Tong Sam Cong!"
Wuahahahahaha.....tawa lagi-lagi kembali pecah. Riuh sekali!! Gue langsung melempar El dengan bantal tapi El dengan sigap menampiknya. "BIRI-BIRI!!" teriak
gue gemas. El hanya tersenyum. Dari sini gue tau kalau El tidak jahat. Dia tidak menakutkan seperti Zen. Itulah sebabnya gue bisa menerimanya sebagai sahabat.
Chapter 42 [Raya pov] Sudah seminggu ini Arsyaf dan El nggak pernah absen main ke rumah gue sampai sore, lebih tepatnya sampai Kak Icha datang dari kampus atau sampai mama atau
papa gue pulang kerja. Nih dua orang kesambet apa ya" Mereka juga sering chat pribadi gue dan tanya aneh-aneh. Drrrrtttt... HP gue bergetar lagi. Pasti
dari mereka berdua. Ternyata benar! Pertama gue buka chat dari Arsyaf.
Arsyaf" " : Yap, lo gpp kn"
Raya" " ?" : gpp
Arsyaf" " : kmna2 lo hrus bwa sapu, kmoceng, atau apa gitu!
Raya" " ?" : buat apa"
Arsyaf" " : brang kli ada mling atau org mesum! Kan lo bisa lngsung tabok!
Raya" " ?" : tnang aja! Rnan slalu ada d rmh kok! Jdi dia yg bkalan hadapi mling atau pnguntitnya.
Arsyaf" " : BEGO jgn dipelihara! Org msum yg gw mksud itu RENAN!!
Raya" " ?" : ha" ?"
Arsyaf" " : smua lelaki itu bjingan!
Raya" " ?" : ha" Bajingan" Lo tuh bajing loncat!
Arsyaf" " : pham gk sih lo" ?"
Raya" " ?" : iye.
Arsyaf" " : bgus klw bgitu!!
Setelah itu, gue membuka chat pribadi dari El. Isinya intinya sama.
Elbara" " : Tong, hti2 y...
Raya" " " " : hti2 buat apa"
Elbara" " : y hti2 aja!
Raya" " ?" : knp"
Elbara" " : akhir2 ini bnyk ksus pelecehn lho!
Raya" " " : iye. Gw slalu d rmh kok! Jd jgn khawatir!
Elbara?" : justru itu yg gw tkutkan. Gw curiga Rnan bkal jd plaku slanjut.x
Raya" " ?" : Huuus!
Elbara" " : JANGAN PERCAYA LELAKI, TONG! LELAKI ITU BINATANG!!
Raya" " " " : brarti lo jg dong, bego!!
Elbara" " : y gk smua lki2 jg kali!!
Raya" " ?" : jgn suudzon! Dosa lu!
Elbara?" : gw gk prcya Rnan. Btw, lo punya raket listrik buat nyamuk gk"
Raya" " " : pu.x....
Elbara?" : bgus! Klw Rnan dket2 lo krang dr 1 meter, setrum aja pkek itu.
Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raya" " " : BUSHET LO! klo mati gmn"
Elbara?" : gmpang! buang aja myat.x di kndng sapi blakng kompleks.
Raya" " " : ?"?"?"
Mereka sering curiga ke Renan. Padahal, nggak mungkin juga Renan napsu sama gue. Secara dia 'kan sudah punya Tantri yang super cantik. Tapi gue maklumi
kelakuan mereka karena mereka emang sama-sama BEGO.
Saat gue lagi chattingan sama Arsyaf dan El, tiba-tiba Renan mengambil HP gue dan membaca semua chat yang ada. Gue mencoba mengambil HP gue dari Renan
tapi tangannya terlalu panjang untuk gue gapai.
"Renan! Balikin!" Gue meloncat-loncat mencoba menggapai HP yang diangkat Renan tinggi-tinggi.
"ENGGAK!!" bentak Renan lalu mengetik sesuatu di HP gue.
Gue mencoba mengambil HP itu dari tangan Renan. Tapi sia-sia saja. Tenaga Renan sangat kuat. Dia bahkan bisa menahan tubuh gue hanya dengan satu tangan.
Sementara tangan yang lain mengetik sesuatu di HP gue.
"Ndong! Balikin, Ndong! Lo ketik apa, Ndong?" Tanya gue sambil terus berusaha merebut HP gue dari tangan Renan.
Setelah puas mengetik, dia pun akhirnya mengembalikan HP gue lalu tertawa terbahak-bahak dan pergi.
"LO NGETIK APA, NDONG?" teriak gue pada Renan yang sudah pergi menjauh.
"BACA AJA SENDIRI!!" Dia melanjutkan tawanya.
"GILA LO!! AWAS" KALAU NULIS YANG ANEH-ANEH!!"
Gue pun segera membaca chat dari Renan untuk Arsyaf atas nama gue.
Raya?" : RENAN ITU BAIK NGGAK KEONG RACUN KEK LO!!
Gue terlonjak kaget kemudian gue membaca apa yang diketik Renan buat El. Isinya sama! Renan, mampus lo! Gue mendengus sebal sambil menghentak-hentakkan
kaki dan mengacak-acak rambut. Aaarrrgh!
Chapter 43 [Raya pov] Malam itu, papa tiba-tiba kembali ke kantor. Katanya ada dokumen penting yang ketinggalan. Dan secara kebetulan, mama juga pergi keluar rumah. Teman arisannya
ada yang kecelakaan dan nggak ada yang jagain.
Mama dan papa akhirnya mempercayakan gue sama Kak Icha. Anak yang juga masih ingusan kayak Kak Icha pun menjadi pengawas kami ketika di rumah hanya tinggal
gue, Renan, dan pengawas itu sendiri.
Hajiiiiuuuww! Kak Icha bersin-bersin dari tadi. Sepertinya dia terserang flu deh! Renan pun pergi mencari obat buat Kak Icha. Dia cepat sekali membeli
obatnya! Tak sampai 10 menit, dia sudah balik di rumah. Nggak usah lebay, Ren! Cuma flu kok! Beli obat nggak pakai ngebut juga nggak apa-apa kok!
Gue segera bergegas mengambil air minum di dapur. Kak Icha pun akhirnya meminum obat flu tersebut.
"Astaga!" Kak Icha memukul kepalanya sendiri dengan keras. "Gue lupa!"
Gue menoleh ke Kak Icha, mengabaikan drama korea yang gue tonton. "Ada apa, Kak"!"
"Gue lupa kalau obat flu tadi mempunyai efek samping membuat ketiduran!"
"Ya udah! Tidur aja, Kak!"
"Nggak bisa! Mama dan papa kan nyuruh gue buat mantau kalian!"
Gue dan Renan terkekeh spontan." "Udah! Tidur aja! Nggak mungkin terjadi apa-apa kok! Iya 'kan, Ren?" Gue menyikut siku Renan yang saat itu duduk di samping
gue. Renan masih asyik nge-game di HP. "Iya, Kak. Gue nggak napsu sama dedemit model kek begini!" Ucapnya yang masih fokus dengan HP itu.
"Apalagi gue! Gue juga ogah sama dedemit kayak lo, Ndong!" Gue nyolot.
"Lha maka dari itu! Gue nggak boleh membiarkan kalian lengah dari pengawasan! Soalnya kalian itu sama-sama dedemit! Kalian berasal dari satu spesies gaib
yang sama!" Papar Kak Icha ngotot. Matanya tampak sedikit mengantuk.
"Terserah Kak Icha! Mau melek atau merem! Bodo!" Gue lanjut menoton korea.
Kak Icha mulai menguap ngantuk beberapa menit kemudian. "Ray! Ayo bobok yuk!" Ajaknya.
Gue melihat jam dinding yang menggantung. "Masih jam delapan, Kak! Kakak aja yang tidur duluan! Raya masih mau nonton korea!"
"Terus, siapa yang bakal mengawasi kalian kalau gue tidur?"
"Jin iprit!!" Celetuk gue kesal.
"Ya udah! Gue percaya sama kalian! Tapi awas kalau terjadi sesuatu!"
"Iye," sahut Renan malas yang masih nge-game.
Gue nggak menyahuti ucapan Kak Icha. Gue bahkan nggak tau apa yang dikatakan Kak Icha karena terlalu fokus nonton drama. Kak Icha pun akhirnya pergi ke
kamar. Di ruang tamu, hanya tinggal kami berdua. Gue dan Renan. Sejam atau sekitar dua jam kemudian Renan menaruh HP-nya lalu mencomot remote dari tangan gue.
Gue mendelik kesal. "Renan! Apa-apaan sih lo?"
"Gantian! Sekarang liverpool mau maen!" Dia mengangkat remote tinggi ke udara.
"Ih! Apa-apaan sih lo! Balikin nggak?" Gue meloncat mencoba meraih harta gue, yakni remote TV kesayangan gue.
"NGGAK BISA!!" "Ayolah, Ren! Balikin!" Ujar gue manja.
Setelah beberapa saat saling berebut remote control, akhirnya gue mendapatkan harta gue kembali. Tapi tiba-tiba gue terjatuh ketika kaki gue nggak sengaja
kesandung kaki meja. Renan dengan sigap mencoba menahan tangan gue agar tidak jatuh tapi gue malah jatuh ke belakang dan dia jatuh ke depan.
Di atas sofa, dia jatuh di atas tubuh gue. Kami pun saling berpandangan. Perlahan-lahan dia memajukan mukanya ke muka gue sambil menutup mata dan........
Chapter 44 [Renan pov] Braaaak.... kami berdua pun terjatuh di atas sofa dengan posisi yang aneh. Posisi yang sama persis seperti adegan drama korea yang kerap Raya tonton.
Entah mengapa naluri gue sebagai lelaki tiba-tiba keluar saat memandang lekat mata Raya. Bibirnya terlihat sangat mungil seperti biasa. Tak pernah sebelumnya
gue terlibat kontak fisik sedekat ini dengan Raya. Inilah yang gue khawatirkan selama ini. Gue khawatir kalau nafsu binatang gue tiba-tiba muncul tidak
pada tempatnya. Dan itulah sebabnya gue nggak mau tinggal satu atap dengan Raya.
Jantung gue berdegup begitu kencang. Napas gue mulai tak beraturan. Gue perlahan memajukan muka gue ke muka Raya, bibir gue tiba-tiba ingin mendarat di
bibir mungilnya. Tapi......
Pleeekk.... Tangan Raya menghentikan bibir gue sekitar 10 cm sebelum bibir gue benar-benar mendarat ke bibir mungilnya.
"Apa-apaan lo, Ren?" Raya melotot penuh tanya.
Gue pun tersadar dan langsung bangun terdiam dengan mulut terlipat kaku.
Raya juga bangun dari posisinya. "Apa-apaan itu tadi" Lo nyoba....."
Sebelum dia melanjutkan kalimatnya, gue langsung mendorong kepalanya. "Jangan berpikir aneh deh! Lo jangan salah paham! Tengkuk gue tadi tiba-tiba sakit
saat terjatuh jadi agak nggak bisa nahan kepala gue, bego!" Papar gue bohong.
Dia mengangguk. "Ooohh.. jadi begitu! Gue pikir lo nyoba....."
Sebelum dia merampungkan kalimatnya, gue menyela. "Nyoba apa" Jangan-jangan lo berpikir kalau gue nyoba nyium lo gitu?"
Raya meringis. "Habisnya....."
"Bego! Siapa yang mau nyium nenek lampir kayak elo sih"! Gue aja ogah!"
"Hiiiih! Wajar kalau gue salah paham. Kan tadi....."
"Jadi orang jangan salah pahaman gitu dong! Gue jadi nggak enak nih!" Gue memotong lagi.
"Iye, Pak! Maap, Pak!" Raya tampak percaya dengan apa yang gue katakan. Mukanya terlihat sangat lugu.
Gue langsung berdiri dan berpura-pura mendengus kesal. Lalu menghentak-hentakkan kaki sebentar kemudian pergi menuju kamar.
Sesampainya di kamar, gue langsung mengunci pintu. Menarik napas lalu menghembuskannya mencoba menghilangkan sisa-sisa nafsu bejat yang masih tertinggal.
"Gila! Gila! Gila! Ini gila!" Gue ngebacot sendiri sambil mengacak rambut. "Sadar, Ren! Sadar!"
*** Ketika kami sampai di parkiran sekolah, gue langsung berjalan cepat menjauhinya. Dia terus mengikuti gue dari belakang.
"Lo kenapa sih, Ren"! Dari tadi pagi lo cuma diem aja!" Dia terus ngintilin gue. "Lo marah karena gue tadi malam nuduh lo yang enggak enggak?"
Langkah gue terhenti. "IYA!! Gue nggak nyangka pikiran lo bisa sekotor itu tentang gue, Ray!" Gue bicara seolah gue adalah korbannya.
"Gue minta maaf deh!" Ujarnya manja sambil memegang lengan gue.
STOP! jangan pegang-pegang gue, Ray! Sejak kejadian tadi malam sampai sekarang, gue masih nafsu sama lo, Ray. Batin gue terus berseteru.
Gue menghempaskan tangan Raya. "Maaf, sepertinya untuk 2 hari ke depan, kita nggak usah ketemu dulu!"
"Ren, gue 'kan sudah minta maaf!"
"Gue maafin lo, Ray! Tapi gue butuh waktu!"
"Baiklah kalau begitu." Raya tampak cemberut dengan bibir manyun.
"Gue ke kelas dulu ya!"
Raya hanya mengangguk dengan wajah yang masih cemberut. Walau bagaimana pun juga, Raya nggak boleh tau apa yang gue pikirkan tadi malam. Karena kalau dia
tau, dapat dipastikan friend zone kita pasti akan hancur. Dan gue nggak mau sampai itu terjadi.
Chapter 45 [Raya pov] Tak terasa mama dan papa Renan sudah kembali dari Bali. Renan pun sudah tidak lagi tinggal di rumah gue. Setelah menginap di rumah temannya 2 hari karena
kesalah pahaman itu, dia bersikap seperti biasanya lagi.
"Assalamu'alaikum." Terdengar suara papa dari luar pintu semakin mendekat.
"Eh, papa" Kok tumben sudah pulang jam segini?" Tanya gue saat papa melewati ruang keluarga.
Papa mengeluarkan sebuah kotak bungkus HP lalu memberikannya pada gue. "Ini!"
Mata gue membulat senang. "Apa ini, pa?"
"HP baru! Hadiah buat kamu karena kamu bisa masuk peringkat 3 besar."
"Waaaah!" Mata gue berubah kinclong.
"Kalau kamu bisa mempertahankan peringkat itu, atau malah bisa menjadi ranking satu, papa bakalan membelikanmu motor bebek!"
Mulut gue langsung menganga keget. "Yang bener, pa"!" Tanya gue bersemangat.
"Iya!" Papa menepuk-nepuk kepala gue ringan.
"Siap, Pak!" Gue langsung hormat sama papa. Papa cuma tertawa.
Gue pun menyetting HP baru tersebut lalu mendaftar akun baru BBM dan WA. Kemudian gue langsung bergegas woro-woro ke grup WA "anak-anak koplak" melalui
HP yang lama. Raya" ?" :tlong d invite pin BB prilly 5B67C***
Arsyaf?" : apaan sih" ngaku2 prilly! Dasar sugigi!
Raya" " " : eh, panglima tieng feng nongol jg!! ?"
Renan" " : invite pin BB Aliando. 5C78F***" msih anget!!
Elbara" " : Wakwaw, gk ush ngaku2 Aliando deh!
Renan" " : gw bkan wakwaw. Gw Al ghazali
Raya" " ?" : Al ghazali" Lo itu ALMARI!!
Renan" ?" : YA DEWAAA.....
Arsyaf" " : btw pmbicaraan ini mau kmna sih"
Raya" " " " : JONGGOL!!
Arsyaf" ?" : koplak lo
Elbara" ?" : koplak lo (1)
Renan" " " : koplak lo (2)
Raya" " " ?" : jhat bnget klian main keroyokn!! Gw doain gk mati-mati 7 turunan kek nenek.x tapasha!
Elbara" ?" : ueeeenaaak.... gk mati. Brarti lo mti duluan!
Raya" " " " : y gpp. Gw bkal gntayangan mengganggu kalian haha
Arsyaf" " : Yap, biasa.x hntu yg gntayngan itu pas d dunia suka jhatin org!
Raya" " ?" : emng gw jhat! bru nyadar lo"
Renan" " : YA DEWAAA...
Raya" " ?" : ada apa ALMARHUM"
Arsyaf?" : Huuus! sugigi gk bleh nakal sma Almarhum!
Raya" " " : Apeulah Athok nih" Kita org cma main jje!
Arsyaf?" : Kopalk Raya" " ?" : bego jgn dipelihara, Kay! Blik TK sna! Nulis aja gk bner!
Arsyaf" " : gw mau blik TK klau guru.x lo hehe #kode keras
Raya" " ?" : gw gerojokin aer klw pu.x murid kek lo!
Arsyaf?" : Rayap! Raya" " " : Patkay!
Percakapan konyol seperti ini yang membuat gue bahagia. Gue selalu senyum-senyum sendiri kalau baca chat-chat dari mereka. Bahkan chat-chat yang lama nggak
pernah sekali pun gue hapus. Gue suka membacanya lagi. Mempunyai teman koplak yang sama dengan sifat kita itu menyenangkan. Thank's guys karena telah membuat
hidup gue jadi lebih berwarna.
Tiga sahabat gue yang super ganteng dan super koplak selalu mewarnai hari-hari gue. Mereka adalah warna di kehidupan gue. Gue harap, nggak ada yang berubah
dari persahabatan ini. Dan gue harap, gue nggak jatuh cinta sama salah satu di antara mereka. Karena gue tau benar kalau cinta akan merusak friend zone
nyaman ini. 10. Chapter 46-50 Chapter 46 [Raya pov] "Ray! Gue ada rapat osis nih! Nggak apa-apa 'kan kalau lo gue tinggal?" Pamit Lea.
Gue mengangguk. "Iya. Nggak apa-apa kok!"
Sejak kelas X, Lea memang aktif berorganisasi. Menghabiskan jam istirahatnya untuk hal-hal yang menguras tenaga. Berbeda sama gue yang lebih memilih tidur
di dalam kelas sambil menikmati lagu korea melalui headset.
Arsyaf dan Renan tiba-tiba masuk ke kelas gue ketika gue lagi tidur pas jam istirahat. Lalu dia bangunin gue. Gue pun terperanjat kaget sambil mengusap
air liur yang sedikit membasahi sudut bibir gue.
"Apaan sih kalian! Ganggu jam tidur gue aja! Annoying!" Omel gue kesal.
Arsyaf lalu duduk di samping gue sambil tertawa jail. "Ya ampun, Yap! Kerjaan lo itu kok molor mulu sih?" Dia mendorong bagian belakang kepala gue sampai
muka gue hampir saja nuncek ke atas meja.
Renan kemudian duduk di bangku depan gue. "Syaf! Dia kan emang Mak Lampir! Jadi wajar kalau pagi kayak begini dia merem. Baru tuh kalau malam dia melek!"
Dia malah tertawa lepas. Bola mata gue naik ke atas sedangkan tangan gue menengadah seperti orang berdoa. "Tolong Baim Ya Allah! Baim di bully!" Kata gue.
Mereka lagi-lagi tertawa. Tak lama setelah itu, El berjalan menuju kami dengan gayanya seperti biasa, kedua tangan tersimpan di saku celana dengan dagu
agak condong ke atas seperti orang songong. Lalu ia ikutan nimbrung bareng kita.
"Eh, BTW, dua hari lagi 17 Agustus nih!" Kata Arsyaf.
"Pakek baju apa ya?" Tanya Renan garuk-garuk kepala.
"Iya nih! Pakek baju bebas atau pakek seragam?" Tambah gue.
"Pakek baju koko sama sarung, bego!" Arsyaf menjambak pelan poni gue. "Pakek sepatu. Terus kepala pakek helm juga biar nggak silau!"
Gue membalas Arsyaf dengan cubitan gemas. "Itu 'kan buat cowok aja! Yang cewek?"
"Emangnya lo cewek?" Celetuk El.
Gue bengong sebentar menatap El. "Meneketehek!" Sahut gue sembari mengangkat bahu.
"Nggak pakek baju aja sekalian!" Renan cengar-cengir nggak jelas.
"Kita sih fine-fine aja nggak pakek baju. Tapi kalau guru Tong?" El melirik gue jail.
Tawa Arsyaf dan Renan langsung berhamburan. Mulut gue langsung manyun cemberut.
"Parah lo, El! Nggak bisa bayangin gue!" Arsyaf masih terpingkal.
Gue langsung berdiri sambil berkacak pinggang. "Males ah ngomong sama kalian! Mesum semua otaknya!" kaki gue bersiap pergi. Kesal!
Tangan Arsyaf dengan cepat meraih tangan gue. "Mau kemana lo?" Dia berusaha menghentikan langkah gue. Sementara gue masih ngambek manja.
"Ya udah deh! Cewek pakek daster terus bawa gendongan jamu!"
"OGAH!" "Nggak mau juga" Gue punya jubah Harry Potter di rumah. Lo bisa pakek!" Tawa Arsyaf lagi-lagi tumpah.
Gue masih ngembek dengan mulut manyun. "Udah ah! Raisa pusing!"
"Raisa" Lo itu bukan Raisa! Tapi RA ISO POPO! hahaha...." Renan menghina usil.
Dan untuk kesekian kalinya mereka menertawakan gue. Gue mendengus kesal sembari menghentak-hentakkan kaki mencoba pergi. Tapi Arsyaf menarik tangan gue
dan membuat gue terduduk di sampingnya lagi.
Mereka memang tidak terlalu pintar, urakan, bandel, jarang ngerjain PR, dan sering kena skors. Tapi merekalah sahabat sejati gue. Gue jadi nggak sabar
menantikan 17 Agustus bersama 3 sahabat gue ini. Ah, tidak! Gue lupa Lea. Maksud gue, 4 sahabat gue.
Chapter 47 [Raya pov] Semua siswa SMA 5 Cendrawasih berkumpul di lapangan dengan mengenakan seragam olahraga termasuk gue, Arsyaf, Renan, dan El. Kali ini kami berempat berpisah
tempat karena beberapa alasan.
Gue bersama Lea asyik mengobrol. Arsyaf dikelilingi cewek-cewek centil, Renan digandeng Tantri, sementara El bersama Zen dan anak buahnya yang lain. Kami
semua pun sudah bersiap melakukan jalan sehat bersama di hari sakral kelahiran bangsa Indonesia ini.
Para cowok seperti biasa jalan duluan. El berjalan duluan bersama gengnya, Renan menyusul di belakangnya bersama Tantri, Arsyaf berada di tengah barisan
bersama puluhan fansnya, sedangkan gue dan Lea berjalan malas pada barisan paling belakang. Seperti yang gue jelaskan sebelumnya, gue dan Lea nggak suka
olahraga. "Gimana" Lo sudah nonton the legend of the blue sih nggak?" Lea mengawali pembicaraan.
Gue mengangguk semangat. "Sudah! Sudah!"
"Ya ampun! Lee Min Hoo ganteng banget ya?"
Gue cuma manggut-manggut mengiyakan opini Lea.
"Tapi menurut gue kurang pantes jika main bersama Jung Ji Hoon!" Lea beropini lagi.
"Enggak kok! Menurut gue pantes-pantes aja!"
"Enggak, Ray! Lee Min Hoo terlalu Wow buat Jung Ji Hoon!"
"Pantes kok!" Sanggah gue.
Karena kami keasyikan mengobrol drama korea, akhirnya kami tertinggal jauh dari teman-teman yang lain. Arsyaf dari kejauhan tampak berhenti, melambankan
langkahnya dan menunggu gue.
Sesampainya gue dan Lea ke tempat Arsyaf berhenti. Lalu kami berempat pun berlari bersama-sama.
"Giliran maen ke dufan aja semangat banget! Giliran olahraga malah sontoloyo!" Arsyaf menggerutu.
Gue melirik Arsyaf ganas. "Apaan sih lo"! Pergi sana sama dayang-dayang lo!"
Kami bertiga semakin lama semakin ketinggalan barisan hingga akhirnya kami pun mempercepat langkah kami. Tapi....
Braaaakkk Gue tiba-tiba tersandung. Arsyaf dan Lea terperanjat kaget ketika mendapati gue terjatuh di atas aspal dengan dengkul berdarah.
"Raya" Lo nggak apa-apa?" Tanya Arsyaf cemas.
"Ray, dengkul lo berdarah! Bagaimana ini?" Lea tampak kebingungan.
"Gue nggak apa-apa kok!" Ujar gue sembari mencoba berdiri tapi goyah dan hendak terjatuh. Untung Arsyaf menahan gue.
Gue duduk kembali di atas aspal. Arsyaf memegang pergelangan kaki gue. Lalu gue teriak kesakitan secara spontan.
"Kaki lo keseleo!" Ucap Arsyaf lalu berbalik membelakangi gue dan menyiapkan punggungnya. "Ayo gue gendong!"
Gue malah menabok punggungnya dengan keras. Ouch! Dia mengerang kesakitan lalu menoleh sambil mendelik marah ke gue.
"Sudah, Ray! Naik aja ke punggung Arsyaf! Kalau enggak, bisa-bisa luka lo malah jadi tambah parah," kata Lea khawatir.
"Iya, Yap! Cepetan naik!" Tambah Arsyaf.
"Tapi 'kan gue berat!" Ujar gue malu-malu.
"Lo itu makhluk gaib! Nggak ada massa jenisnya tau nggak" Jadi, nggak bakalan berat." Arsyaf masih kekeh menyiapkan punggungnya buat gue.
Perlahan, gue naik ke punggung Arsyaf dengan dibantu Lea. Kemudian gue melingkarkan kedua tangan gue ke sekeliling lehernya. Di atas punggungnya, samar-samar
gue bisa mencium bau sampo dari rambutnya. Wangi! Kali ini dia nggak banyak bacot seperti biasanya. Dia hanya berjalan lurus menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah, dia membawa gue ke UKS dan membiarkan perawat UKS mengobati luka gue. Walau dia sering ngeselin, sering cari ribut sama gue, tapi
dia sebenarnya baik dan perhatian. Arsyaf, semoga hubungan kita selalu seperti ini. Nyaman.
Chapter 48 [Raya pov] Setelah jalan sehat, acara selanjutnya adalah lomba basket antar sekolah. Sekolah gue kali ini akan melawan SMA 7 Pandu Raja. Jangan ditanya siapa pemain
basket dari tim sekolah kami! Tentu saja ketiga sahabat gue masuk tim inti.
Gue hanya bisa menonton dari tepi lapangan. Semua cewek-cewek bersorak ria mendukung Arsyaf, Renan, dan El. Mereka dengan bodohnya menghabiskan tenaga
mereka cuma buat teriak-teriak nggak jelas. Kalau gue sih mendingan tidur!
Permainan pun dimulai. Gedung olahraga semakin lama semakin gaduh oleh suara cewek-cewek alay yang berteriak histeris. Ada yang memanggil-manggil nama
Arsyaf, ada yang memanggil nama Renan, dan ada juga yang memanggil-manggil nama El.
Dan lucunya, para siswi dari SMA 7 Pandu Raja bukannya mendukung tim basket dari SMA mereka sendiri malah mendukung tim basket dari tim sekolah kami. Para
siswi dari tim lawan juga ikutan jingkrak-jingkrak sambil berteriak menyebut nama-nama sahabat gue. Kenapa nggak sekalian goyang oplosan aja, buk" Pokok'e
joget!! Beberapa kali Arsyaf, Renan, dan El berhasil memasukkan bola ke dalam ring. Setiap kali mereka mencetak angka, mereka melakukan tos satu sama lain. Ah,
gue jadi senyum-senyum sendiri melihat keakraban mereka.
"Neng Raya?" Kata seseorang pada saat gue lagi asyik menonton pertandingan basket.
Gue menoleh ke arah sumber suara. Mata gue terbelalak lebar ketika melihat Sobirin cengar-cengir seolah nggak berdosa. Gue pun menggeplak kepala gue sendiri.
Gue lupa kalau Sobirin adalah siswa dari SMA 7 Pandu Raja.
"Neng Raya! Dari tadi Sobirin cari'in Eneng!" Sobirin mulai berjalan mendekat ke arah gue.
"STOP! JANGAN MENDEKAT!!" bentak gue judes.
Mati lo, Ray! Gue nggak bisa kabur menghindari Sobirin karena kaki gue masih sakit. Sementara Lea terlihat masih asyik menonton pertandingan. Gue nggak
mungkin mengganggunya. Sobirin terhenti di tempatnya. "Kenapa, Neng?" Tanyanya keheranan.
"Soalnya mulut lo tuh bau jigong!" Gue semakin ketus.
Sobirin meniup telapak tangannya lalu membau telapak tangannya sendiri. "Enggak bau kok!" Dia menggeleng.
"Dia siapa, Ray?" Lea baru menyadari keberadaan Sobirin.
"Penambang emas!" Celetuk gue.
"Penambang emas?" Mata Lea melebar seolah tak mengerti.
Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lea, lo punya cangkul nggak?"
"Buat apa?" "Ya buat mencangkul emas noh!" Gue menunjuk gigi Sobirin kesal.
Lea pun mengulum tawa. "Jahat banget lo, Ray! Jangan terlalu benci sama dia! Biasanya kalau benci itu bisa jadi cinta lho!"
Gue mengetok-ngetok kepala gue sendiri. "Amit-amit jabang bayi. Amit amit jabang bayi!"
"Neng, kaki Neng Raya kenapa?" Sobirin mendelik cemas ketika melihat dengkul gue lecet.
"Terluka saat mencangkul emas!" Bentak gue. "UDAH PERGI SANA!!"
Sobirin pun akhirnya pergi dengan tampang murung setelah gue omeli habis-habisan. Kalau dipikir-pikir, dia kasian juga. Bukannya gue jahat! Tapi gue cuma
nggak mau bau jigong Sobirin menghardik indra penciuman gue. Itu aja kok!
Tak terasa pertandingan basket antar sekolah pun selesai. Jangan ditanya siapa pemenangnya! Pasti sekolah kami lah! Dari kejauhan, gue bisa lihat tampang-tampang
lelah sahabat-sahabat gue setelah bertanding.
Cewek-cewek centil mulai merambat mendekati sahabat-sahabat gue itu. Ada yang membawakan handuk, ada yang membawakan air mineral, ada juga yang dengan
iklas ngipasin mereka. Muke gile! Enak bener hidup mereka ye" Muka pemain basket yang lain bahkan terlihat iri.
Saat Arsyaf berjalan ke arah gue, tiba-tiba salah satu fansnya berpura-pura keseleo di depannya. Aduh, apaan sih"! Trik lama!! BASI!! Kalau dibilang cantik,
iya sih! Fans ganjen itu cantik. Wajahnya nggak seperti orang Indonesia. Mungkin blasteran Belanda, pikir gue. Ditambah lagi body-nya yang super sexy,
dengan dada yang wow. Dia seolah mencoba merayu Arsyaf.
"Kak, kakiku sakit!" Ujar cewek ganjen itu.
"Lo nggak apa-apa 'kan?" Tanya Arsyaf.
Iiihhhh!! Gue sebel melihatnya. Semua laki-laki itu sama aja! Bodo! Kucing garong! Kalau lihat cewek cantik sedikit aja, matanya udah kelayapan! Arsyaf
jelek! Huh gue sebel, sebel, sebel!! Gue menggerutu sendiri di tempat gue duduk.
Chapter 49 [Raya pov] Ketika Arsyaf memapah fans itu, fans cantik itu lagi-lagi berpura-pura sok lemah dan jatuh ke pelukan Arsyaf. Nggak tau kenapa hati gue jadi dongkol! Rasanya
pengen jambak rambut tuh cewek sampai botak.
"Dot! Sini, Dot!" Bukannya mengantar fans cantik itu pergi ke UKS, Arsyaf malah melambai-lambai memanggil Dodot, salah satu anggota pemain basket dari
tim kami. Perlu di garis bawahi, Dodot adalah seorang Jones, jomblo ngenes. Tiap malam minggu dia kesepian ingin dibelai pacar. Cita-citanya sejak lahir cuma satu,
yakni bisa mempunyai pacar. Tapi apalah daya! Tuhan berkehendak lain. Sampai sekarang, cita-citanya itu belum kesampaian. Dia pun akhirnya menjadi jomblo
sejak lahir. Eh, kalau dipikir-pikir, gue juga sama! Jomblo sejak lahir hehehe
Dodot pun menghampiri Arsyaf. "Ada apa, bro?"
"Tolong antar cewek ini ke UKS ya!" Kata Arsyaf sambil memapah fans cantik itu menuju lengan Dodot.
Dodot langsung mendelik sumringah. "Oke bro!" Jawabnya penuh semangat.
Wajah fans cantik itu langsung cemberut manyun ketika ternyata bukan Arsyaf yang mengantarnya. Eh, malah si Dodot jomblo ngenes. Ketika Dodot berjalan
menuju UKS bersama fansnya Arsyaf, dia sempat menoleh sebentar lalu menaik turunkan alisnya sebagai kode terima kasih pada Arsyaf. Arsyaf hanya mengacungkan
jempol membalas kode dari Dodot.
Melihat hal itu, gue jadi senyum-senyum sendiri tapi gue tahan. Ternyata Arsyaf bukan kucing garong! Arsyaf pun menghampiri gue lalu melihat-lihat luka
di dengkul gue dengan muka cemas.
"Masih sakit?" Wajahnya agak mendongak menatap gue.
"E...enggak. Enggak sakit kok!" Gue mengelak.
"Gue akan anter lo pulang!"
Gue terperangah senang. Tapi seketika berubah kecut saat gue melihat ke arah kumpulan fans fanatik Arsyaf yang bermuka ahli neraka. Mereka seolah-olah
pengen nelen gue hidup-hidup! Tolong Baim Ya Allah! Gue pun langsung menelan ludah takut.
"Nggak usah, Syaf! Gue pulang bareng tetangga gue aja!" Tolak gue nggak iklas.
"Oke. Sekarang dimana tetangga lo?"
Gue celingukan melihat ke kanan, nggak ada Sobirin. Lalu ke depan, juga nggak ada. Tapi saat gue menoleh ke kiri, gue melihat Sobirin dari arah kejauhan
yang masih diam-diam memperhatikan gue.
"Itu orangnya!" Gue menunjuk ke arah Sobirin.
Arsyaf menoleh ke arah Sobirin. Matanya memicing melihat Sobirin dari kejauhan. "Lo akan dianter cowok itu?" Tanyanya keheranan.
Gue hanya mengangguk mengiyakan. Daripada gue mati ditelen fansnya Arsyaf, mendingan gue mati sesak napas kena bau jigongnya Sobirin dah!
"Nggak bisa! Gue yang akan anter lo pulang!" Ujar Arsyaf ngotot.
"Tapi rumah lo sama rumah gue itu berlawanan arah, Syaf!"
"Nggak apa-apa, Yap, Rayap!" Arsyaf menjambak poni gue pelan.
Gue pun akhirnya pulang bareng Arsyaf. Dia bahkan memapah gue sampai di parkiran sampai-sampai semua cewek di sekolah menatap gue dengan pandangan iri.
Yang perhatian saat itu di antara ketiga sahabat cowok gue cuma Arsyaf. Renan ke laut sama Tantri. Sedangkan El ke hongkong dengan anak buahnya. Mereka
berdua bahkan nggak tau kalau gue sedang sakit.
Chapter 50 [Raya pov] Akhir-akhir ini gue jarang menonton drama korea atau nge-game seperti biasa. Gue lebih sering menghabiskan waktu gue buat belajar di dalam kamar. Gue pengen
jadi juara lagi dan mendapatkan motor bebek yang sudah papa janjikan.
Soalnya sudah bosan naik ojek atau naik bus. Kalau naik ojek, kadang tukang ojeknya bau keringat. Kalau naik bus, gue harus berdiri berdesak-desakan dengan
penumpang lain. Selain itu, gue juga harus berpura-pura tertidur jika ada pengamen yang meminta uang jajan gue. Enak aja!!
Hoaaaammm.... mata gue sudah jenuh belajar. Otak gue juga sudah mulai konselt karena bosan. Akhirnya untuk menghilangkan kejenuhan gue, gue pun mengambil
HP lalu mengawali obrolan di grup WA "anak-anak koplak" dengan meng-upload foto gue dengan kulit yang berubah kuning langsat, wajah mulus tanpa noda, dan
bibir merah muda. Foto itu sudah gue edit habis-habisan pokoknya.
Raya" " " : gmn" Cntik kn"
Arsyaf" : Subhanallah!
Raya" " " : ada apa, Kay"
Arsyaf" : gw trpesona! ?"
Raya" " " : trpesona sama org.x atw efek kmera.x"
Renan?" : Efek kmera.x lah! Bego jangan dipelihara!
Raya" " " : apaan sih si item" #colek gerandong gosong
Renan?" : sesama org item, dilarng keras mengolok sesama spesies.
Raya" " " : gw putih noh! Liat fto.x!
Elbara?" : lo kok bsa putih bgtu" Pkek merkuri ya lu"
Arsyaf?" : dia pkek cat tmbok, El. Kmarin dia ambil sisa cat tmbok rmh gw. Eh, trnyta di pkek mndi.
Elbara" : putih bnget lo, Tong! Lama2 jd poci lo!
Raya" ?" : poci"
Elbara" : pocong cilik ?"
Arsyaf" : dia bkn poci. Tp Mumun. Tali pocong.x lupa d lepas! Hahaha
Renan?" : lama2 lu kyak emak lu ya, Ray! Narsis gila!
Raya" ?" : buah jatuh tdk jauh dr tngan pdagang nakal
Arsyaf" : woi! Buah jtuh tdk jauh dr pohon.x!
Raya" " " : klian cuma iri kan krn gk pu.x kmera yg pgertian sma mjikan" Iya kan"
Arsyaf" : koplak Elbara?" : koplak (1)
Renan" " : koplak (2)
Raya" " ?" : ?"?"?"?"
11. Chapter 51-55 Chapter 51 [Raya pov] Mata gue terbelalak ketika melihat tangan Bianca melingkar erat di lengan Arsyaf. Dia seolah memamerkan kemesraannya dengan Arsyaf.
"Hai, Ray! Kenalkan! Dia pacar gue, Arsyaf!" Bianca tersenyum sombong.
"Gue dah tau dia Arsyaf, bego!" Kata gue nyolot. "Tapi, sejak kapan kalian pacaran?"
"Sejak...." "Jangan bilang sejak kemunculan dajjal!" Gue menyela.
"Sejak kemarin!" Bianca menatap Arsyaf dari samping dengan manja. "Iya 'kan, Sayang?"
Arsyaf mengalihkan pandangannya. Dia tidak menjawab pertanyaan dari Bianca. Nggak tau kenapa hati gue merasa jijik melihat kemesraan mereka.
"Benar itu, Syaf?" Tanya gue penuh selidik.
Arsyaf lagi-lagi tak menjawab. Dia hanya diam saja, bungkam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Hati gue tiba-tiba terasa perih. Gue pun menghela
napas untuk mencoba tenang. Lalu gue tersenyum pada mereka.
"Selamat ya!" Gue tersenyum kecut.
"Makasih, Ray!" Sahut Bianca seolah mengolok.
"Oh iya! Gue mau pergi ke toilet dulu ya!" Gue garuk-garuk kepala lalu menunjuk arah toilet. Kemudian berlari pergi.
Di dalam toilet, gue menghela napas berulang kali. Nggak tau kenapa dada ini terasa sesak. Sempat beberapa kali gue memukul dada gue sendiri. Tapi rasa
sesak yang gue alami nggak hilang juga. Air mata pun dengan lancang mengalir begitu saja dari kedua bola mata gue.
"Gue kenapa?" Gue keheranan sembari mengusap air mata.
*** Di meja makan, mama, papa, dan Kak Icha menyantap pizza dengan lahap. Gue hanya mengayun-ayunkan sepotong pizza yang gue pegang dengan mulut manyun.
"Kamu kenapa, Ray?" Papa tampak keheranan.
"Biasalah, Pa! Namanya juga remaja! Pasti lagi masa puber!" Celetuk mama.
Kak Icha langsung tertawa lepas. Sampai-sampai gilingan pizza yang ada di mulutnya ada yang muncrat ke muka gue.
"Najis lo, Kak!" Ujar gue marah sambil mengusap wajah.
"Icha, kamu nggak boleh tertawa! 'Kan dulu kamu juga sama! Kasmaran terus nggak mau makan!" Omel mama ke Kak Icha.
Kak Icha langsung kicep sambil melanjutkan mengunyah pizza. Gue masih terdiam bete.
"Ngomong-ngomong, siapa di antara mereka bertiga yang kamu suka?" Tanya mama kepo.
Gue langsung berdiri dari meja makan sambil menggebrak meja lalu mendengus kesal. Kemudian berlalu pergi menuju kamar.
"Tuh 'kan dia ngambek, ma!" Samar-samar gue bisa mendengar suara papa saat gue menjauh pergi.
Sejak Arsyaf pacaran sama Bianca, gue jadi lebih banyak diam. Tidak hanya itu! Gue juga sering nggak fokus belajar. Dan sebagai konsekuensinya, nilai gue
pas UTS banyak yang anjlok. Gue jadi peringkat 6 deh!
Arsyaf pun demikian. Sejak dia pacaran sama Bianca, dia lebih sering diam dan terkesan menghindari gue. Tidak hanya itu, dia juga sering bolos sekolah
bareng Bianca. Gue merasa ada sesuatu yang hilang dari kehidupan gue. Satu sahabat gue tiba-tiba sikapnya berubah drastis. Sebenarnya apa yang terjadi" Kenapa gue jadi
iri dengan kedekatan mereka" Apa gue cemburu" Ah, tidak! Gue nggak berhak cemburu karena gue hanya sekedar sahabat bagi Arsyaf. Tidak lebih!!
Jika dipikir-pikir lagi, Bianca cocok juga pacaran sama Arsyaf. Dia salah satu siswi tercantik di sekolah. Selain cantik, dia juga kaya dan pintar. Dia
biasa peringkat 2 di kelas. Tapi dia jadi peringkat 3 ketika nilai gue tiba-tiba melonjak naik saat kelas XI kemarin. Tuhan, ada apa denganku" Kenapa aku
selalu memikirkan Arsyaf"
Chapter 52 [Raya pov] Gue sekarang lebih sering melamun di dalam kamar. Memikirkan Arsyaf siang dan malam. Entah mengapa dia terus saja menghantui kepala gue. Aaarrggh! Auk
ah! Gue mengacak rambut. Drrrrt... HP gue tiba-tiba bergetar. Gue pun segera membukannya. Ternyata Renan iseng meng-upload fotonya di grup WA "anak-anak koplak".
Saat melihat foto itu, gue akhirnya bisa tertawa juga. Bagaimana tidak" Dia yang notabennya anak brandalan tiba-tiba berfoto dengan mengenakan baju koko,
lengkap dengan peci putih dan tasbih. Renan seakan ingin menghibur gue yang akhir-akhir ini jadi pendiam dan suka murung.
Renan" " : prknalkan! K.H Renan Atala. Gnteng kn kyai.x"
Raya" " ?" : apaan sih marsupilami! Annoying! Ngaku2 kyai sgala!!
Elbara?" : kyai kok muka kriminal"
Renan?" : dlm pnyamran, bro! #atut PAPOLISI
Elbara?" : mati aja lo!!
Renan" " : lo mati aja dulu! Entr gw nyusul!!
Elbara" " : gw udh mati! Gw undng kapokk lo!
Raya" " " : udh gk usah ribut!! Entr jg kita bkalan reuni.an di pdang masyar!
Elbara" : Huuus! Omongan lo dlem bnget, guru Tong!
Renan" : YAA DEEWAA Raya" " : gk kreatip lo, Ndong! Udh hmpir setahun lawakan lo cma ya dewa, ya dewa doang!
Renan" : maap, mak! Gue pun tertawa lepas. Rasanya sudah lama gue nggak tertawa lepas seperti ini. Tapi walaupun demikian, tetep aja masih ada yang kurang. Arsyaf kali ini
nggak ikut nimbrung di grup. Lo dimana, Syaf" Gue kangen lo yang dulu. Gue kangen!!
Hidup gue rasanya seperti papan puzzle yang kehilangan satu bagiannya. Tidak sempurna selama kepingan puzzle yang hilang itu kembali. Ada apa dengan lo,
Syaf" Kenapa lo berubah" Aaaarrrghh! Gue berteriak sambil mengacak rambut.
Chapter 53 [Arsyaf pov] Flashback sebelum Arsyaf dan Bianca pacaran
Gue mencoba melangkah pergi. Tapi Bianca menghentikan gue. Dia memeluk gue dari belakang sambil menangis.
"Jangan pergi, Syaf! Gue sayang sama lo," papar gadis cantik berambut panjang itu.
Gue bisa merasakan air matanya membasahi punggung gue. Tapi gue nggak peduli! Gue pun melepaskan tangannya yang melingkar di sekeliling pinggang gue dengan
kasar. Dia masih menangis.
"Gue suka sama lo, Syaf! Gue cinta sama lo!!" Bianca lagi-lagi menegaskan kalimat-kalimat yang sedari tadi sudah dia ucapkan berulang kali.
"Tapi gue nggak suka sama lo!" Gue lagi-lagi menolak pernyataan cintanya untuk yang kesekian kalinya.
"Gue kurang apa, Syaf?" Ucapnya sesenggukan. "Gue kurang cantik" Gue kurang sexy" Atau gue kurang pinter?"
Gue menggeleng. "Bukan. Bukan karena itu, Bi! Gue nggak suka sama lo karena gue sudah suka sama cewek lain!!" Papar gue ngotot.
"Siapa" Raya?"
Gue terdiam dan memanglingkan muka.
"Raya itu nggak lebih cantik dan nggak lebih pintar daripada gue, Syaf! Tapi kenapa lo suka sama dia?" Tangan Bianca perlahan merambat ke lengan gue.
"Apa perlu alasan untuk mencintai seseorang?"
"Lupakan Raya! Dan mulailah mencintai gue, Syaf! Gue mohon!"
Gue menghempaskan tangan Bianca lalu mencoba beranjak pergi. Tapi langkah gue lagi-lagi terhenti ketika dia memeluk gue dari belakang untuk yang kedua
kalinya. "Tiga bulan saja! Tiga bulan saja! Jadilah pacar gue!" Ucapnya sesenggukan.
"Enggak!" Tukas gue tegas.
"Tiga bulan saja, Syaf! Sebelum gue meninggal, gue ingin lo jadi pacar gue."
Mata gue melebar setelah mendengarkan apa yang dikatakan Bianca barusan. Gue pun berbalik lalu menatap matanya yang basah.
"Dokter bilang, gue menderita kanker otak. Hidup gue cuma tinggal tiga bulan lagi, Syaf!" Papar Bianca sembari mengusap air mata.
"Apa?" Gue terlonjak kaget.
"Dokter juga bilang, perkembangan kanker di otak gue sangat cepat. Percuma operasi dilakukan! Kanker itu akan tumbuh lagi katanya."
"Lo jangan bohong! Lo terlihat baik-baik saja kok!"
Bianca mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam tasnya. "Lo masih nggak percaya?"
Mata gue melebar ketika dia mengeluarkan isi dari botol kecil tersebut. Kapsul-kapsul terpapar di atas telapak tangannya.
"Ini obat penghilang rasa sakit. Gue selalu bawa ini di sekolah. Itulah sebabnya gue terlihat baik-baik saja," Gadis berhidung mancung itu menatap gue
memelas lalu memeluk gue erat. "Tiga bulan saja, Syaf! Tolong kabulkan permintaan terakhir gue!"
Gue menelan ludah, bingung harus berbuat apa. Bagaimana ini" Bagaimana gue harus menyikapi ini" Apa gue harus menghianati cinta gue ke Raya dan menerima
Bianca" Atau.... gue harus menolak cinta Bianca untuk tetap dekat dengan Raya"
Lama sekali Bianca memeluk gue siang itu. Hingga akhirnya gue membalas pelukannya dan kami pun akhirnya jadian. Gue pun mencoba mengabaikan cinta gue ke
Raya untuk 3 bulan ke depan.
*** Seperti yang Bianca katakan, dia benar-benar menderita kanker ganas. Tidak ada gunanya melakukan operasi atau pun kemoterapi. Dia hanya bisa pasrah berjalan
menuju maut. Sebelum dia menemui ajalnya, dia ingin melakukan duabelas hal romantis bersama gue. Dan gue pun menyetujuinya.
Pada minggu pertama kami pacaran, kami pergi nonton bioskop. Lalu pada minggu ke dua, kami melakukan makan malam romantis. Dan pada minggu ketiga, kami
olahraga pagi bersama. Sedangkan minggu keempat, kami jalan-jalan ke beberapa mall.
Tapi pada minggu kelima, Bianca tiba-tiba terjatuh tak sadarkan diri saat kami kencan. Dia pun masuk rumah sakit karena penyakitnya bertambah parah. Dia
juga sering mimisan dan pingsan. Sejak saat itu gue selalu berada di sisinya. Menemaninya sampai dia nanti akan bertemu di titik napas terakhirnya.
Chapter 54 [Raya pov] Sudah enam minggu Arsyaf mengabaikan gue. Dia lebih sering jalan bareng sama pacar barunya daripada ikut nongkrong bareng gue, Renan, dan El. Dia juga
sering bolos sekolah bareng Bianca. Gue sudah tidak tahan dengan semua ini, Syaf! Gue butuh penjelasan! Gue pun berangkat menuju rumah Arsyaf untuk menemuinya.
"Assalamu'alaikum." Kata gue.
"Waalaikum salam," jawab mama Arsyaf saat membuka pintu. "Eh, Raya?"
"Maaf, tante! Arsyafnya ada?"
"Arsyaf lagi di rumah sakit."
Gue terperanjat kaget bukan main. "Apa Arsyaf sakit, tante?"
"Enggak. Tapi pacarnya yang sakit."
"Sekarang, Arsyaf di rumah sakit mana?"
Setelah bercakap-cakap sebentar dengan mamanya Arsyaf, gue langsung menuju rumah sakit. Di sana gue langsung bertanya tentang dimana kamar pasien yang
bernama Bianca Laurensia pada petugas rumah sakit.
Setelah tau di mana Bianca dan Arsyaf berada, gue berlari-lari di sepanjang koridor rumah sakit mencari kamar VVIP Anggrek nomor 5. Hingga akhirnya gue
menemukan ruangan itu. Dari balik pintu yang sedikit terbuka, gue bisa melihat Arsyaf duduk di samping Bianca sambil memegang tangan gadis yang saat itu terbaring lemah di atas
ranjang rumah sakit. Gue terpukul melihat semua itu. Ternyata selama ini Arsyaf bolos sekolah untuk menemani Bianca di rumah sakit. Tangan gue pun berubah lemas. Gue memutuskan
untuk pulang saja. Gue nggak mau jadi cewek egois yang marah-marah minta penjelasan di saat-saat genting seperti ini.
"Raya?" Sapa Arsyaf dari belakang ketika gue hendak melangkah pulang.
Gue pun berbalik sambil menatapnya lemas. Lantas kami pun bercakap-cakap di kursi yang ada di koridor rumah sakit.
"Kenapa lo nggak bilang, Syaf?" Gue menunduk sedih.
"Tidak ada yang perlu untuk dikatakan, Ray."
"Kenapa lo nggak bilang kalau Bianca sakit dan dia butuh lo di saat-saat terakhirnya?"
"Maaf karena telah merahasiakan hal ini dari lo."
Gue menangis sedih. Air mata pum bercucuran dari kedua bola mata gue. Memang Bianca sering jahatin gue. Tapi saat melihatnya terbaring lemah di rumah sakit
membuat gue merasa iba. "Dokter bilang, dia nggak bisa hidup lebih lama lagi. Jangankan dua bulan lagi! Dia bisa saja hanya hidup selama dua atau tiga minggu lagi!" Wajah Arsyaf
terlihat sangat murung. "Tolong jaga dia, Syaf!"
Arsyaf menatap gue tajam. "Lo bisa nunggu gue kan?" Dia memegang tangan gue lembut. "Gue akan menjadi Arsyaf yang dulu. Jadi, tolong tunggu gue."
Gue mengangguk pelan. Kemudian dari dalam kamar, Bianca berteriak serak memanggil nama Arsyaf. Arsyaf pun bergegas kembali memasuki kamar.
Dari ambang pintu gue hanya bisa melihat Bianca memegang tangan Arsyaf dengan lembut. Napasnya tersengal seolah untuk bernapas saja sulit sekali baginya.
"Arsyaf, siapa dia, Syaf?" Tanya Bianca sambil melirik gue yang sedari tadi berdiri di ambang pintu.
Mata gue membulat mendengar apa yang dikatakan Bianca. Mungkin karena kanker otak yang dideritanya, ingatan yang dia punya banyak yang hilang. Setidaknya
itu yang pernah gue baca di buku.
"Dia teman sekelas kita, Bi. Namanya Raya. Dia ke sini untuk jenguk lo," jelas Arsyaf lembut.
"Ooohh..." "Lo baik-baik saja 'kan, Bi?"
"Arsyaf, sepertinya hidup gue nggak akan lama lagi. Sepertinya, gue nggak bakal bisa melakukan semua hal romantis yang sudah gue list. Bolehkah gue langsung
meminta permintaan yang ke "uabelas sekarang?" Ujar Bianca dengan napas tersengal.
"Apa itu, Bi?" "Ayo kita ciuman, Syaf!" Pinta Bianca. "Jangan biarkan gue menyesal karena ditakdirkan hidup sesingkat ini!"
Mata gue langsung terbelalak lebar mendengar permintaan terakhir Bianca. Permintaan macam apa itu" Aaaarrrghhh! Gue bahkan tidak bisa membayangkannya.
Chapter 55 [Raya pov] Arsyaf perlahan memegang pipi Bianca dengan lembut. Tubuhnya kemudian menunduk. Bianca sudah bersiap. Ia memejamkan mata lentiknya. Arsyaf pun demikian.
Ia juga memejamkan matanya. Dia juga bersiap menuruti keinginan Bianca.
Hati gue terasa sakit banget. Tangan gue mengepal seolah ingin menghentikan semua itu. Tapi..... sebelum bibir mereka benar-benar bersentuhan, Arsyaf terhenti
lalu menjauh dari Bianca.
"Maaf. Kali ini gue nggak bisa menuruti permainan lo, Bi!" Arsyaf menggelengkan kepala.
Bianca membuka matanya. "Sekali saja, Syaf! Sebelum gue meninggal!" Pintanya sambil menangis.
"Cari saja orang lain untuk mengikuti permainan lo!" Arsyaf berjalan cepat keluar pintu meninggalkan Bianca yang tengah bersedih.
Gue langsung mengejar Arsyaf lalu memegang pergelangan tangannya mencoba menghentikannya.
"Lepasin!" Bentak Arsyaf.
"Lo tega, Syaf!" Bentak gue balik. "Sebentar lagi Bianca meninggal, dan lo nggak mau memenuhi permintaan terakhirnya?"
"ENGGAK!" "Gue mohon, Syaf! Tolong penuhi permintaan Bianca sekali ini saja! Tolong!"
"Lo gila! Lo nyuruh gue nyium cewek yang nggak gue sukai?"
Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terus, lo mau membiarkan begitu saja?"
"Gue nggak peduli!! Gue nggak mau nyium dia! Titik!!" Arsyaf pun berlalu pergi entah kemana.
Gue mematung, terdiam dan tak bisa menghentikannya pergi. Setelah itu, gue kembali ke kamar Bianca. Dia masih menangis dan tiba-tiba dengusan napasnya
terdengar semakin sesak. Ia pun memukul-mukul dadanya sendiri. Mata gue mendelik kaget.
"Bi, lo kenapa?" Tanya gue cemas.
Bianca tak menjawab apa-apa. Tiba-tiba hidungnya mengeluarkan darah lalu ia mengerang kesakitan. Tanpa berpikir panjang, gue langsung berlari mencari dokter.
*** Di kursi koridor, mama papa Bianca, gue dan Arsyaf masih menunggu kabar dari dokter. Setelah sekitar setengah jam menunggu, akhirnya dokter keluar juga.
Dia keluar dengan tampang murung.
"Bagaimana keadaan anak saya, dok?" Tanya papa Bianca tampak sangat cemas.
Pak dokter menggeleng lesu dengan menunduk. Lalu mama Bianca tiba-tiba menangis histeris setelah menafsirkan ekspresi pak dokter.
"Maaf, pak. Kami sudah berusaha semampu kami. Tapi Tuhan berkehendak lain," papar dokter itu.
Suasana rumah sakit terasa begitu haru. Gue pun menitikkan air mata. Kasian sekali, Bianca! Kenapa dia pergi begitu cepat"
*** "Sudahlah, Ray! Lo jangan nangis lagi!" Ucap Arsyaf sambil memegang pundak gue dari samping.
"Lo jahat, Syaf! Lo jahat!" Bentak gue sambil memukul-mukul dada Arsyaf.
Arsyaf menerima pukulan-pukulan gue. Lalu dia memeluk gue erat. Gue pun langsung mendorongnya lalu berdiri untuk menghindar. Tapi tangan Arsyaf dengan
sigap menarik tangan gue hingga gue terduduk kembali di sampingnya. Kemudian dia memeluk erat gue lagi. Gue memberontak, mencoba melepaskan pelukannya.
Tapi kali ini tak bisa. Dan pada akhirnya gue hanya bisa menangis dalam pelukannya.
"Gue sudah pernah bilang sama lo kalau lo itu cewek! Kalau pengen menangis ya menangis saja! Jangan sok kuat!" Gumamnya.
"Lepasin, Syaf!" Gue masih berusaha mendorongnya.
"Apa lo tau kenapa gue nggak bisa nyium Bianca?"
Gue terdiam tapi masih sesenggukan sehabis menangis. Saat itu gue hanya bisa menyimak apa yang dia katakan.
"Karena hanya lo yang ingin gue cium, Ray!" Lanjut Arsyaf.
Mata gue terbelalak lebar mendengar pengakuan Arsyaf barusan. Gue masih terdiam membisu seperti patung dan belum menjawabnya.
"Lo mau 'kan jadi pacar gue?" Arsyaf melepaskan pelukannya sembari menatap gue hangat.
Gue memanglingkan muka, berpikir bingung. Bagaimana bisa mantan musuh gue lalu berubah menjadi best friend gue, kemudian sekarang dia ingin menjadi pacar
gue" 12. Chapter 56-60 Chapter 56 [Raya pov] Jujur, di dasar hati gue, gue nggak ingin Arsyaf dimiliki oleh orang lain. Melihatnya bersama Bianca saja membuat gue sakit. Tapi, jika gue menerima cinta
Arsyaf, apakah friend zone di antara kami berempat akan tetap sama"
"Gue butuh waktu, Syaf!" Jawab gue lirih.
Arsyaf mengangguk lalu mengusap air mata gue lembut.
*** Tak terasa sudah 2 minggu sejak kematian Bianca. Gue masih belum memberikan jawaban pada Arsyaf.
"Kak Arsyaf?" Seorang gadis cantik berambut pendek menyapa Arsyaf yang saat itu sedang menikmati bakso bersama gue, Renan, El, dan Lea.
Arsyaf menoleh ke arah gadis itu. "Hm?"
"Ini!" Gadis berkulit putih itu menyodorkan sebuah kado kecil untuk Arsyaf. "Ini buat Kakak!"
"Ciyeeee...." goda Renan dan El.
Arsyaf masih terdiam. Dia belum juga menerima kado itu. Tangan gue mengepal marah seakan tak terima Arsyaf didekati cewek lain. Tapi gue nggak bisa berbuat
apa-apa karena memang Arsyaf bukan siapa-siapa gue. Gue nggak berhak melarangnya ini dan itu.
"Sikat aja, Syaf! Lagipula dia cantik juga!" Ujar El.
Arsyaf melirik gue sebentar lalu kembali menghadap gadis bertubuh sexy itu. "Maaf, gue sudah punya pacar!" Tolak Arsyaf sopan.
Sontak kami semua pun terlonjak kaget mendengar pernyataan Arsyaf barusan. Gadis dengan behel gigi itu pun berlari pergi entah kemana setelah Arsyaf menolaknya.
"Gila lo! Lo pacaran sama siapa?" Tanya Renan ngotot.
"Ada deh!" Dia hanya meringis.
Hati gue langsung panas! Dongkol bukan main! Betapa tidak"! Baru saja 2 minggu kemarin dia nembak gue! Dan sekarang, dia sudah punya pacar" Dasar Arsyaf
sialan!! *** Siang itu, hanya ada gue dan Arsyaf di halaman belakang sekolah. Gue harus meminta kejelasan padanya!
"Lo pacaran sama siapa?" Tanya gue ketus.
Arsyaf menggeplak kepalanya sendiri. "Ya elah! Pacar gue malah nggak ngakuin gue jadi pacarnya nih! Nasib....nasib...."
"Kalau ngomong yang jelas! Jangan ambigu gitu dong jadi orang!" Gue semakin judes.
"Jadi lo nggak mau pacaran sama gue nih?" Ia menunggu beberapa saat. "Ya udah! Kalau gitu gue bakal cari cewek tadi dan...."
"Eh eh!" Mata gue mendelik sambil memegang lengannya. "Ya udah! Gue mau jadi pacar lo! Tapi dengan satu syarat."
"Syarat apa?" "Gue mau kita back street!"
Arsyaf mendelik tajam. "OGAH AH! Gue mau semua orang tau kalau lo itu pacar gue!!"
"Lo bego apa"! Bisa-bisa gue dikeroyok cewek satu sekolah jika mereka tau kalau kita pacaran!"
"Nggak mau ah!" Kata Arsyaf manja.
"Kalau nggak mau ya udah! Kita temenan aja!"
"Eh eh!" Kali ini dia yang memegang lengan gue. "O..o..oke! Gue mau back street!"
"Nah! Gitu dong!"
Arsyaf lalu tersenyum sambil mengelus-elus poni gue. "Mimpi apa lo tadi malem" Beruntung banget bisa pacaran sama cowok ganteng kek gue!"
"Cowok ganteng dari Hongkong!" Bentak gue judes sambil menepis tangannya dari kepala gue. Kami pun tertawa bersama.
Setelah puas tertawa bersama, tiba-tiba suasana menghening. Arsyaf tiba-tiba memegang pundak gue lalu mendekatkan mukanya ke muka gue secara perlahan.
Apaan nih" Jangan bilang kalau dia mau cium gue! Ya Tuhan!
Pleeekk Tangan gue dengan cepat menghentikan laju mukanya. Kemudian dia melotot marah sambil berkacak pinggang.
"Gimana sih! Katanya kita pacaran! Masa' minta cium dikit aja nggak boleh"!" Kata Arsyaf manja.
"GAK BOLEH!! YANG BOLEH CIUM GUE ITU CUMA SUAMI GUE!!" bentak gue judes.
"Gue 'kan calon suami elo!"
"Kan masih calon! Bisa aja di tengah jalan kelar dah!"
"Ayolah, Yap! Cium dikiiiiittt aja!" Rengek Arsyaf.
"ENGGAK!! Cium aja kumisnya Pak Dono noh! Alus!"
Gue berjalan pergi menuju kelas. Arsyaf mengikuti gue dari belakang masih merengek minta dicium. Arsyaf, mulai sekarang, mari kita pacaran secara sehat!
Oke" Chapter 57 [Raya pov] Sahabat rasa pacar. Pacar rasa sahabat. Ya! Begitulah hubungan gue dengan Arsyaf. Masih tidak ada yang tau tentang hubungan kami berdua selain kita sendiri.
Oh iya! Tuhan juga tau sih! Hehehe maap lupa.
Setelah jam terakhir selesai, gue pun keluar kelas untuk pulang. Betapa terkejutnya gue ketika melihat sekitar 10 sampai 11 cowok lagi lari-lari lapangan
di tengah terik sinar matahari. Dan tiga di antaranya orang terdekat gue. Ya! Siapa lagi kalau bukan Arsyaf, Renan, dan El.
"Gue yakin mereka nggak bakal kapok kalau cuma dihukum kayak begitu!" Celetuk Lea.
"Memangnya mereka salah apa?" Gue penasaran.
"Mereka ketahuan ngerokok di belakang halaman sekolah!"
"Ha?" Mata gue mendelik kaget. "Kok bisa" Kok bisa mereka merokok berjama'ah sih?"
Lea mengangkat bahu. "Nggak tau! Emang dari sononya mungkin!"
Gue masih terhenti di tempat gue berdiri. Lea melanjutkan langkah. Tapi kemudian dia juga berhenti ketika sadar gue nggak berjalan di sampingnya. Dia menoleh.
"Lo nggak pulang?" Tanya Lea.
"Enggak! Gue mau nungguin sahabat-sahabat gue."
"Ya udah! Gue duluan ya!"
Gue mengangguk. "Iya. Lo duluan aja!"
Lea pun pergi duluan. Sementara gue masih menunggu hukuman sahabat-sahabat gue selesai. Tak terasa sudah satu jam gue menunggu sembari membaca buku. Akhirnya
hukuman mereka selesai juga. Gue pun menghampiri mereka yang terkapar loyo di atas lantai koridor sekolah.
Gue berdecak. "Kalian ini kok bisa-bisanya merokok di sekolah sih?" Omel gue sambil geleng-geleng.
"Apaan sih, Mak! Gangguin orang tidur aja lo!" Renan menimpali.
"Emangnya kalian nggak takut kena impoten apa"! Entar itunya jadi lemes lho!" Celetuk gue asal.
Mereka bertiga langsung terbangun kaget sambil melotot tajam ke arah gue seolah masih nggak percaya apa yang baru saja gue katakan.
"Huuus! Masih balita kok ngomongnya gitu?" Ucap Renan marah. Gue jadi kicep.
"Dia bayi Tong Tong, Ren!" Tambah El.
"Dia adiknya bayi!" Lanjut Arsyaf.
"Adiknya bayi" Apaan tuh"!" Renan tampak keheranan.
"Iya! Dia tuh masih zigot!" Sahut Arsyaf ngawur.
Wuaahahahaha.... Renan dan El pun tertawa lepas tak terkendali. Mereka bahkan menggeprak-nggeprak lantai. Gue hanya bisa mendengus kesal.
"Lo itu masih kecil! Nggak usah bahas yang aneh-aneh!" Ujar El sambil mengelus-elus rambut gue.
Arsyaf langsung bertindak. Ia dengan sigap menyingkirkan tangan El dari rambut gue. El menatap Arsyaf penuh tanya.
"Rambutnya dia bau, El! Entar lo malah kena iritasi!" Kata Arsyaf.
Nggak tau gimana, gue bisa tau kalau Arsyaf lagi cemburu saat rambut gue dielus sama El. Dia lucu juga ya! Dia nggak mengekspresikan kecemburuannya melalui
kekerasan malah mengekspresikannya dengan kekonyolan.
"Iya! Mak Lampir nggak pernah keramas! Sampai-sampai rambutnya jadi gimbal!" Tambah Renan.
Mereka lagi-lagi membuat gue sebagai bahan olokan. Tapi gue nggak bisa melakukan apa-apa kecuali mendengus kesal.
Chapter 58 [Raya pov] Sejak gue pacaran sama Arsyaf. Kita jadi sering chattingan. Kadang chattingan tentang pelajaran, kadang sayang-sayangan, kadang juga chattingan untuk melampiaskan
kekocakan kita berdua. Contohnya aja saat ini!
Arsyaf" " : Yank! nyontek PR mtmatika dong!
Raya" " " " : ok. Tp entar gw sesat kan!
Arsyaf" " : ayo dong! Plis ?"
Raya" " ?" : najis!
Arsyaf" " : Ayo dong, Yank!
Raya" " ?" : (upload foto PR matematika)
Arsyaf" " : mkasih yank, syank ?"?"?"
Raya" " ?" : emmot.x nyebelin!
Arsyaf" " : tp km suka kan"
Raya" " ?" : najis! ?"
Arsyaf" ?" : seandainya hatimu seperti hatiku #colek Rayap
Raya" " " " : pasti kita 'kan bersatu!
Arsyaf" " : Bersatu kita teguh, berdua kita mario!
Raya" " ?" : bertiga kita mario teguh ?"
Arsyaf?" : berempat kita boyband.
Raya" " " : wkwkwk koplak lo!
Seneng banget rasanya punya sahabat.... eh! Maksud gue punya pacar kocak seperti Arsyaf. Hidup gue semakin lama semakin berwarna. Dia humoris, sama koplaknya
kayak gue. Ngobrol sama dia bener-bener nyambung banget dah! Makasih ya, Syaf! Sepertinya, hubungan kita bakalan langgeng.
Chapter 59 [Raya pov] Tak terasa satu semester sudah gue lewati bersama sahabat-sahabat gue di kelas XII ini. Hasil UAS semester 1 ini sangat memuaskan. Gue berhasil juara 1
dan menggeser Tantri. Dan akhirnya papa membelikan gue motor bebek. Tapi yang jadi masalahnya, gue nggak punya SIM!! Gue butuh latihan dari yang profesional
agar lulus dan mendapatkan SIM.
"Hallo" Panglima Tieng Feng?" Ucap gue di telepon.
"Ada apa sih, Yap" Pagi-pagi gini gangguin orang tidur aja lo!" Suara Arsyaf tampak seperti orang yang baru saja terbangun dari tidur.
"Ya udah kalau nggak mau diganggu! Gue akan minta orang lain ngajarin naik motor!"
"Ya udah sono! Minta ajari Kak Icha!"
"Kak Icha nggak bisa. Dia kuliah sampek sore. Gue akan minta Renan atau El saja deh!"
"HEI!!" Bentak Arsyaf sampai-sampai telinga gue sakit dan menjauhkan HP yang gue pegang menjauh dari telinga.
"Bushet lo! Lama-lama gue bisa mati stroke kalau pacaran sama lo!"
"Pokoknya lo nggak boleh diajari sama Renan apalagi El! Kalau Sobirin yang ngajarin bolehlah bolehlah!"
"Sontoloyo! Jadi, lo mau ngajarin atau enggak?" Tanya gue judes.
"Ya udah deh! Gue akan ke sana 30 menit lagi!"
Tit...... *** [Elbara pov] Papa lagi-lagi membawa wanita baru ke dalam rumah. Wanita yang dibawa papa kira-kira seumuran dengan gue. Cantik, muda, dan sexy. Kami, anak muda biasa
menyebut wanita seperti itu dengan sebutan cabe-cabean, lebih tepatnya kimcil.
Gue sudah muak dengan semua ini. Sejak mama meninggal, papa selalu bergonta-ganti pasangan. Dia selalu pulang dalam keadaan mabuk dengan membawa satu atau
dua wanita malam. Selain gila kerja, papa sekarang gila bermain wanita.
Tanpa bicara banyak, gue pun pergi keluar rumah untuk menghirup udara pagi. Ah, gue ingin bertemu Raya. Saat dia berada di dekat gue, rasanya gue dapat
menghilangkan setengah dari beban pikiran gue.
Tapi...... Harapan gue seketika hancur saat melihat Raya dan Arsyaf bercanda tawa bersama di taman kala itu. Arsyaf tampak mengajari Raya naik motor. Gue tercekat.
Membatu di ujung jalan dengan tatapan kosong.
Cukup! Cukup sudah gue melihat keakraban mereka! Gue nggak suka! Permainan persahabatan ini harus segera gue akhiri sampai di sini saja. Raya harus menjadi
milik gue seorang. Titik!
Gue pun menghampiri mereka. Kemudian mereka terhenti dengan muka kaget. Gue menatap mereka dengan sinis.
"Kenapa lo bisa bersama Arsyaf?" Tanya gue penuh selidik.
"Ya karena gue memintanya untuk mengajari gue tes SIM," jawab Raya dengan lugunya.
Gue melotot dengan alis mengkerut. "Kenapa lo nggak minta gue yang ngajari lo?" Gue semakin sewot.
"Ya karena gue ingin Arsyaf yang ngajari gue!"
"Arsyaf, Arsyaf, Arsyaf, dan Arsyaf lagi!"
"Lo kenapa sih, El?" Tanya Arsyaf nyolot.
"Diem lo!" Ujar gue dengan nada tinggi.
"El, kenapa lo jadi marah-marah gini sih?" Raya menatap gue penuh tanya.
Gue langsung memegang tangan Raya, menariknya menuju sisi gue. Mata Arsyaf membulat lalu dia menarik tangan Raya menuju sisinya.
"Eh! Eh! Udah! Udah! Nih tangan lama-lama copot tau nggak?" Omel Raya cemberut.
"Ayo kita pergi, Ray!" Ajak gue.
"Pergi kemana?" Dia menimpali.
"Jangan Ray! Dia mau ngajak lo ke neraka!" Potong Arsyaf sebelum gue ngomong.
Gue langsung naik darah dan mengangkat kerah bajunya dengan marah. Mata Arsyaf mendelik seakan menantang.
Raya pun melerai kami. "Udah! Udah!" Cegahnya sambil berusaha menjauhkan kami.
Sebelumnya, gue nggak pernah jatuh cinta sama cewek mana pun. Ini adalah kali pertama gue jatuh cinta. Melihatnya bercanda tawa bersama cowok lain membuat
gue linglung dan kehilangan akal. Meskipun Arsyaf adalah sepupu gue, gue nggak bakal rela melepas Raya buat dia.
Chapter 60 [Raya pov] Hari itu adalah hari yang sangat menyesakkan buat gue. Saat itu, gue berjalan menuju ruang guru untuk mengumpulkan tugas matematika. Di ambang pintu, gue
bisa melihat Pak Kepsek sedang berbincang-bincang dengan Pak Dono dan Pak Yani, guru matematika kelas XII.
"Jadi, siapa yang akan kita pilih untuk mengikuti olimpiade matematika bulan depan?" Tanya Pak Kepsek.
"Tantri saja," saran Pak Dono.
"Eh, bukannya UAS kemarin Raya yang jadi juara satu?"
"Iya. Kemarin memang Raya yang juara satu, Pak. Tapi dulu dia anak yang bandel. Sering telat dan tidur di dalam kelas. Apa kita akan mempercayakan olimpiade
skala nasional ini padanya?"
"Iya, Pak. Apa yang dikatakan Pak Dono memang benar. Raya sekarang memang juara satu. Tapi melihat masa lalunya, sepertinya terlalu beresiko jika mengirimnya
untuk olimpiade." Tambah Pak Yani.
Gue mematung di ambang pintu. Ternyata apa yang dipikirkan guru-guru terhadap gue masih sama. Tidak ada yang berbeda. Mereka masih menganggap gue sebagai
siswa yang bandel dan tidak bisa diandalkan.
Gue berlari menuju toilet, menutup pintu, lalu duduk di atas toilet sambil menangis. Aneh memang! Gue nggak menyangka guru-guru akan mendiskriminasi gue
seperti ini. Padahal, nilai gue jauh lebih tinggi daripada Tantri. Tapi mereka masih tak mempercayai gue.
*** Di dalam kelas, gue terdiam sendiri. Merenungi apa yang dibicarakan guru-guru dengan kepala sekolah barusan.
"Hei, Dol!" Sapa Renan yang memasuki kelas gue.
"Dol?" Gue keheranan. "Al, El, Dol?"
"Enak aja Al El Dol!! Lo itu Dol Kolip!"
"Apaan sih Dol Somad?" Bentak gue marah.
Renan kemudian duduk di depan gue. "Napa sih Odol"! Dari tadi kok murung aja"!"
"Nggak kenapa-napa Dodol!" Gue menggeleng.
"Tukija!" "Tum hi ho!" "Tum pa se ahe!"
Hanya saling mengolok antar teman. Tapi itu sudah cukup bagi gue untuk menghilangkan rasa sedih gue. Makasih, Ren. Lo adalah sahabat gue yang terbaik deh
pokoknya. 13. Chapter 61-65 Chapter 61 [Raya pov] Sedih banget rasanya kalau kita sudah berusaha keras tapi nggak ada yang menghargai. Guru-guru lebih memilih Tantri untuk mewakili olimpiade matematika.
Apa salah jika gue adalah mantan anak bandel" Toh nilai gue jauh lebih bagus daripada dia.
Di dalam kamar, gue hanya melihat buku matematika yang ada di hadapan gue. Rasanya sudah malas dan muak melihatnya. Percuma! Guru-guru nggak ada yang menghargai
gue. Buat apa gue belajar" Suntuk!
Gue harap, malam ini sahabat-sahabat gue pada nongol di grup WA anak-anak koplak. Dan.... harapan gue terkabul. Renan tiba-tiba meng-upload foto Arsyaf
di pinggir jalan. Raya" " " : monyet siapa tuh ilang"!
Arsyaf?" : tega lu, yap! Ngatain gw monyet!
Renan?" : itu bkn monyet! Itu genderuwo! Wkwkwk
Arsyaf" : bkan.x grandong ank.x genderuwo"
Raya" ?" : bang, wras bang"
Arsyaf" : apaan sih neng"! Minum betadin sana!
Renan" : dia gk mnum btadin. Dia suka mnum listerin.
Arsyaf" : iya. Skrng dia menggemari btadin jg.
Renan" : mkn apa dia, Pak"
Arsyaf" : dia mkan hati.
Renan" : hati" Arsyaf" : iya. Hti q trus disakiti.
Raya" " " : gw mkan org!
Arsyaf?" : lu mkan org soal.x lu org utan!
Raya" ?" : monyet!
Arsyaf : Orang utan! Thank's ya guys! Sejak kita membentuk grup WA anak-anak koplak ini, gue selalu terhibur bila kalian chat atau upload hal-hal kocak di grup. Maaf karena
gue nggak bisa nyeritain masalah gue ke kalian. Gue nggak ingin kalian khawatir.
Eiiitsss.... kenapa El nggak ikut nimbrung" Apa dia masih marah soal kemarin" El, ada apa sih sama lo"
Sampai sekarang, gue masih nggak tau kenapa El tiba-tiba marah pagi itu. Apakah karena gue lebih mengandalkan Arsyaf" Atau jangan-jangan..... El cemburu"
Ah, tidak mungkin rasanya. Bagaimana mungkin El cemburu melihat kedekatan gue sama Arsyaf. Kalau boleh jujur, sejak Arsyaf nembak gue, gue jadi ngerasa
cantik hehehe. Dan sejak saat itu juga, gue juga sering berpikir yang aneh-aneh seperti mungkin saja El dan Renan juga suka sama gue. Eh, eh, eh, gue berpikir
apa sih" Lebay!! Auk ah!
Chapter 62 [Raya pov] Di ujung koridor, El sama sekali tidak menyapa gue. Dia langsung berjalan menuju tempat parkir. Gue langsung mengikutinya dari belakang menuju tempat parkir.
"Tunggu, El! El!" Panggil gue.
El masih tetap berjalan cepat menuju tempat parkir tanpa bicara sepatah kata pun. Dia berubah seperti El yang pertama kali gue kenal. Entah mengapa dia
menjadi pendiam lagi.
Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"El, lo kenapa sih El?" Gue memegang lengannya. "Lo marah sama gue?"
El tidak menjawab pertanyaan gue." Dia memakai helmnya dan bergegas gue. Gue memegang lengannya lagi untuk menghentikannya.
"El, lo harus jawab pertanyaan gue, El!" Gue masih memohon.
Dia tidak berkata apa-apa dan memberikan sebuah helm untuk gue pakai. Matanya memberi syarat agar gue ikut dia ke suatu tempat. Gue pun menyambar helm
yang disodorkannya dan duduk di jok belakang. Motornya melaju sangat cepat. Dari laju motornya itu, gue dapat merasakan kalau saat ini dia sedang marah
sama gue. *** "Ini di mana, El?" Gue melepas helm lalu memberika helm tersebut ke El.
Mata gue menyisir ke sekeliling. Gue sekarang berada di tempat pemakaman elite. Di sini sangat sepi. Hanya ada satu atau dua orang saja yang tampak berkunjung.
El pun memegang tangan gue erat menuju suatu makam di tengah puluhan atau bahkan ratusan makam yang berbaris rapi.
"Ini makam mama gue." El akhirnya bicara juga. Itu sudah cukup membuat gue merasa lega.
"Dia meninggal tiga tahun lalu," lanjut El tampak sedih. "Sejak mama meninggal, gue nggak punya siapa-siapa lagi yang gue sayang."
Gue hanya terdiam bisu mendengarkan apa yang dikatakan El. Gue baru tau kalau dia nggak punya seorang ibu. Pasti hidupnya terasa sangat berat karena memang
remaja seperti kami membutuhkan seorang ibu yang bisa menuntun kami.
"Dan sejak mama meninggal, gue jadi ugal-ugalan. Merokok, minum-minuman keras, balapan liar, sampai tawuran. Semua itu gue lakukan untuk menghilangkan
stess." Tambah El sambil mengelus-elus rerumputan yang tumbuh subur di atas gundukan tanah itu.
Gue masih berdiri di samping El sambil melihat tangan El yang dengan lembut mengelus makam mamanya.
"Papa gue sering pulang malam dan membawa pelacur ke rumah. Hidup gue jadi tambah berantakan. Gue muak! Gue marah!" Papar El lagi.
Gue pun duduk di sampingnya lalu menepuk-nepuk pindakanya pelan untuk menenangkan kesedihannya.
El menoleh ke arah gue. "Tapi sejak ada lo, beban-beban itu terasa bertambah ringan setiap harinya, Ray!" Dia menatap gue lekat.
"El........" gue tercekat.
"Gue sayang sama lo, Ray! Plis jangan abaikan gue demi Arsyaf!"
Mata gue melebar kaget. "Apa?"
"Gue nggak mau menjadi sahabat lo! Gue mau kita menjadi lebih dari sekedar sahabat!"
Gue terlonjak dan langsung berdiri. "Nggak bisa El!" Tukas gue.
"Kenapa?" El ikutan berdiri.
"Maaf! Kita nggak bisa menjadi lebih dari sekedar sahabat!" Gue menolak tegas.
El memang baik. Dia juga tampan, kaya, dan keren. Tapi tidak ada yang gue cinta selain Arsyaf. Gue sayang sama El tapi hanya sebatas sayang sebagai sahabat
dan nggak lebih! "Kenapa" Kenapa lo nggak bisa jadi pacar gue, Ray"!" Nada bicara El mulai meninggi.
"Sebenarnya....." gue masih bimbang. "Sebenarnya, gue sudah punya pacar, El!"
Mata El melebar. "Siapa?"
Chapter 63 [Raya pov] Gue terdiam dan tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh El.
"Jangan-jangan..... lo pacaran sama Arsyaf"!" Terka El. "Iya" Benar" Lo pacaran sama Arsyaf?"
Gue masih saja bungkam. Tapi El tau kalau gue diam berarti semua yang ia tanyakan adalah sebuah kebenaran. Ya! Gue memang pacaran sama Arsyaf.
El memegang pundak gue erat lalu mengoyak-ngoyak tubuh gue seolah meminta penjelasan. "Nggak bisa! Lo nggak bisa pacaran sama dia! Lo itu milik gue!" Ujarnya
ngotot. "Hentikan, El!" Gue melepaskan tangan El dari pundak gue. "Gue memang sayang sama lo. Tapi hanya sekedar sabagai sahabat! Nggak lebih!"
"Nggak bisa, Ray! Nggak bisa! Lo itu cuma milik gue! Dan gue yakin lo nggak bakal bahagia sama orang lain!"
"Enggak El! Gue yakin Arsyaf bisa membahagiakan gue!"
"ENGGAK! ENGGAK! POKOKNYA LO ITU MILIK GUE!" wajah El berubah marah. Tangannya kembali memegang pundak gue lalu dia mencoba mencium gue secara paksa. "LO
ITU MILIK GUE!! TITIK!!"
Gue berusaha menghindari ciuman darinya dengan menoleh ke arah kanan. Tapi wajahnya terus berusaha menghampiri bibir gue.
"Jangan, El! Jangan!" Teriak gue sambil menangis. "Hentikan!"
Cengkraman tangan El tiba-tiba melonggar lalu melepaskan tangannya dari pundak gue. Dia menatap gue iba. Sementara gue masih menangis tak henti.
"Maaf, Ray!" El perlahan memegang tangan gue lembut. "Maaf karena gue telah lepas kendali."
Gue menghempaskan tangannya dan terus menangis. Tidak pernah sebelumnya gue mendapatkan perlakuan seperti ini.
"Gue nggak bermaksud buat lo menangis, Ray. Sekali lagi gue minta maaf," ucap El sembari mengucap air mata gue.
Gue tiba-tiba memeluknya erat. "Jangan seperti ini, El! Gue nggak bisa putusin Arsyaf karena gue cinta sama dia. Tapi gue nggak mau hubungan kita sebagai
sahabat hancur gara-gara gue sama Arsyaf pacaran. Itulah sebabnya gue lebih memilih backstreet."
"Raya?" "Gue nggak mau kehilangan lo sebagai sahabat, El. Gue mohon jangan pernah berubah, El! Gue pengen lo selamanya tetep menjadi sahabat gue."
"Baiklah kalau itu yang lo mau, Ray." El membalas pelukan gue.
*** Sebelum memasuki pintu, gue melambaikan tangan pada El yang duduk di atas motor. Kemudian El juga melambaikan tangan pada gue.
"El, jangan lupa ikutan nimbrung di grup WA anak-anak koplak ya!" Seru gue sambil cengar-cengir.
Dari kejauhan, El hanya mengacungkan jempol sebagai pertanda ia mengiyakan. Maklumlah! El notabennya anak yang suka hemat suara. Gue senang akhirnya El
bisa menjadi sahabat gue lagi. Semoga gue bisa menjaga persahabatan sampai kapan pun juga.
"Gue masuk dulu ya, El!" Teriak gue lagi.
Lagi-lagi El menghemat suara. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum. El, maaf karena gue nggak bisa tinggalkan Arsyaf demi lo. Semoga grup WA anak-anak
koplak selalu ramai dengan celoteh kita berempat.
Chapter 64 [Arsyaf pov] Gue berjalan menuju danau dekat rumah gue. Di sana, sudah ada El yang menunggu. Gue nggak tau kenapa dia tiba-tiba menyuruh gue untuk datang ke sini.
"El, kenapa......"
Belum sempat gue merampungkan kalimat, El tiba-tiba memukul muka gue hingga ujung bibir gue berdarah.
"Jika lo sampek nyakitin Raya, gue nggak akan segan-segan bunuh lo! Ngerti?" ujar El dengan nada tinggi.
Mata gue melebar ketika mendengar apa yang dikatakan El barusan. Ternyata El sudah tau kalau gue sama Raya sudah jadian.
"Dari mana lo tau, El?" Gue bertanya penuh selidik.
"Raya barusan bilang."
"Baguslah kalau lo tau! Jadi mulai sekarang, lo nggak usah dekat-dekat dia lagi!"
El tersenyum miring. "Jangan pikir gue akan nyerah sama lo. Sebelum janur kuning melingkar. Atau bahkan setelah janur kuning melingkar sekali pun! Gue
akan tetap mencintai Raya."
"Oke. Coba saja kalau lo bisa!"
*** Setelah ancaman El barusan, sekarang gue harus lebih hati-hati menjaga Raya. Gue nggak mau Raya sampai direbut orang lain. Pokoknya, gue harus lebih memperhatikan
dia! Arsyaf" " : hai kelinciku....
Raya" " ?" : hai babiku.... ?"
Arsyaf?" : kelinciku udah mkn blom"
Raya" " ?" : Syudah! Tp kbnyakan tdi.
Arsyaf?" : jgn mkan kbnyakan! Entar klincinya brubah jd besar. Kyak balon. Trus bulukan!
Raya" " " : bang, waras bang"
Arsyaf?" : iya, neng! Waras kok! Jd eneng bisa mncintai abang spnuhnya.
Raya" " " : abang skit jiwa kok gk ngaku" Entar eneng bwa ke klinik KLONTANG biar cpet mati, bang.
Arsyaf" : matinya dipelukan eneng ya"
Raya" " " : mti aja d plukan Dono!
Arsyaf?" : Dono udh mti duluan, neng!
Raya" " " : Dono msih ngajar kimia, bang!
Arsyaf?" : oooohh.... Dono yg kumisnya alus"
Raya" " ?" : iya, bang! Ini eneng lgi ngidam.
Arsyaf" " : ngidam apa, neng"
Raya" " ?" : ngidam pengen jmbk kumisnya Dono.
Arsyaf?" : huuus! Dosa lu, Yap!
Raya" " " : ampuni baim ya Allah...
Arsyaf" : dosa lu, Yap! Dosa!
Raya" ?" : emangnya lo asisten Allah"
Arsyaf" : ya enggak sih!
Raya" ?" : ya udh! Punya mulut tlong dikondisikn ya!
Arsyaf" : iya, neng. Abng khilaf!
Raya selalu saja punya cara buat gue tersenyum. Meskipun terkadang ia sering ngeselin dan suka cari ribut sama gue, tapi gue sayang banget sama dia. Gue
nggak bakalan lepasin dia sampai kapan pun juga. El, maaf, meskipun lo adalah sepupu gue, sampai kapan pun gue nggak akan nyerahin Raya buat lo.
Chapter 65 [Raya pov] Untuk kesekian kalinya, gue terduduk di ruang BK dan dihadapan Bu Rani. Kali ini bukan karena gue sering ketiduran atau bolos sekolah, gue diintrogasi.
Tapi karena masalah nilai gue yang tiba-tiba anjlok secara drastis.
"Saya nggak mengerti sama kamu, Raya!" Omel Bu Rani. "Kenapa nilai-nilai kamu anjlok seperti ini?"
Gue mengangkat bahu nyantai. "Nggak tau," jawab gue santai.
"Seandainya nilai kamu tetap bagus, Ibu bisa mengirim kamu ke Universitas negeri ternama seperti UI, UGM, atau ITB!!"
"Memangnya sejak kapan guru-guru peduli sama saya?" Gue masih bicara santai.
"Apa maksudmu?" Bu Rani mulai ngotot. "Tentu saja guru-guru di sini peduli sama kamu!"
"Hallah! Nggak usah sok peduli! Mau ranking satu atau ranking terakhir pun, presepsi guru-guru di sini sama saya tetep aja nggak berubah!" Gue mulai ikutan
ngotot. "Kamu ngomong apa sih, Ray" Ibu masih nggak ngerti!"
"Meskipun saya juara satu, guru-guru di sini masih menganggap saya anak yang bandel dan tidak bisa dipercaya. Lalu buat apa saya belajar kalau nggak ada
yang menghargai usaha saya, Buk?"
"Siapa yang nggak menghargai kamu" Siapa?"
Gue tersenyum miring. "Sudahlah, Buk! Pasti ibu juga berpikiran seperti itu tentang saya kan"!"
Bu Rani menggeleng. "Enggak! Ibu nggak pernah berpikir seperti itu, Raya!"
Gue menggeleng tak percaya. Rasanya perih sekali mendapati Bu Rani bicara seperti itu seolah-olah dia peduli sama gue. Gue yakin, dia juga seperti mereka
tentang gue. "Raya, bagaimana pun juga......"
Sebelum Bu Rani menyelesaikan kalimatnya, gue sudah melangkah pergi dari ruang BK. Gue muak! Gue jijik! Kenapa" Kenapa harus ada yang dinamakan diskriminasi"
Apa mereka nggak tau bagaimana gue belajar berjam-jam untuk mendapatkan juara" Gue bahkan mengabaikan game yang gue suka. Jangankan game! Gue bahkan juga
mengabaikan drama korea yang gue suka! Gue nggak percaya! Gue benci mereka! Gue benci!
Gue berlari menuju bukit di belakang sekolah. Untuk apa" Tentu saja untuk menangis. Kesal! Jengkel! Marah! Gue nggak bisa menahan semua ini. Benar kata
Arsyaf! Gue nggak perlu sok kuat karena bagaimana pun juga gue ini cewek. Sedikit banyak, hati gue masih rapuh kayak cewek-cewek pada umumnya.
"Raya, lo nangis?" Tanya seseorang dari belakang.
Gue buru-buru mengusap mata. Lalu menoleh. Betapa terkejutnya gue ketika melihat El meloncat dari pohon jambu lalu menghampiri gue.
Gue menggeleng. "Enggak. Gue nggak nangis kok!" Jawab gue bohong.
El kemudian duduk di samping gue sambil menatap gue dengan lekat seperti yang Arsyaf lakukan setahun yang lalu ketika gue dihianati oleh Tantri. Seperti
Arsyaf juga dia seolah mencoba menghibur gue di saat gue sedang sedih.
"Lo nggak bisa bohong, Ray!" El mengusap sedikit air mata gue yang masih tertinggal di sudut mata.
Dulu memang hanya dihianati seorang teman. Tapi sekarang gue dihianati nggak hanya satu guru saja! Tapi semuanya nggak percaya sama kemampuan gue!
"Gue punya pundak buat lo, Ray. Jadi kalau lo pengen nangis, nangis aja!" Papar El lembut.
Gue langsung memeluk El. Muka gue mendarat di pundak kanan El lalu gue pun menangis puas. Dia menepuk-nepuk pundak gue ringan.
"Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita sama gue," tambahnya lagi.
Setelah puas menangis, gue pun menceritakan semua yang gue alami ke El. Dia adalah pendengar yang baik. Walaupun dia tidak bisa membuat gue tertawa seperti
Arsyaf, tapi entah mengapa dia bisa membuat gue tenang dengan kata-katanya yang bijak.
"Jika lo nyerah kayak gini, itu sama saja lo menunjukkan sisi lemah lo ke mereka!" Ucap El.
"Terus gue harus bagaimana, El?"
"Lo harus membuktikan kalau lo itu lebih baik daripada Tantri! Lo juga harus buktikan kalau lo bisa masuk universitas ternama tanpa harus memiliki sertifikat
olimpiade!" Gue tertegun sembari berpikir sejenak. "Lo benar, El! Makasih ya karena lo mau menjadi teman curhat gue!"
El pun mengelus rambut gue sambil tersenyum. Tentu saja gue membalas senyumannya itu.
14. Chapter 66-71 Chapter 66 [Arsyaf pov] Bu Rani terlihat celingukan mencari seseorang. Kemudian setelah melihat gue yang kebetulan lewat di depan ruang BK, Bu Rani pun menghampiri gue.
"Arsyaf, apa kamu melihat Raya?" Tanya Bu Rani yang kelihatan cemas.
Gue mengernyitkan dahi. "Enggak, Bu. Emangnya ada apa sama Raya?"
"Kamu tidak tahu?"
Gue menggeleng. "Kenapa?"
"Lo kamu kok bisa nggak tau" Kamu kan sahabatnya!"
"Sebenarnya ada apa sih, Buk?"
"Di UTS semester ini, Raya mendapatkan peringkat terakhir setelah UAS lalu dia peringkat pertama."
Gue terperanjat kaget. Mata gue terbelalak lebar masih nggak percaya. "Apa"!"
"Arsyaf, kamu bisa tolong Ibu cari Raya 'kan?"
Gue langsung mengangguk mengiyakan permintaan Bu Rani dan berlari mencari Raya. Bahkan tanpa diminta sekali pun! Gue akan tetap mencari Raya!
Pertama, gue berlari menuju kelas Raya. Di sana dia nggak ada. Kemudian gue berlari menuju toilet cewek. Tapi Raya nggak kunjung keluar. Setelah itu gue
berlari menuju bukit belakang sekolah tempat Raya biasa menangis.
Tapi..... Di sana sudah ada Raya bersama dengan El. Terlebih lagi, mereka pelukan kemudian mereka bercengkrama bersama. Mereka terlihat sangat akrab. Hati gue sakit
banget melihatnya. Seolah ada batu yang mengganjal di dalam dada gue.
Tangan gue mengepal marah. Tapi gue nggak bisa menghampiri mereka dan membuat Raya sedih lagi karena ulah gue. Lebih baik kali ini gue mengalah dari El
daripada Raya kembali sedih. Yang dia butuhkan sekarang adalah El dan bukan gue. El, kali ini lo lebih cepat satu langkah. Tapi jangan salah! Gue nggak
akan biarkan hal ini terjadi lagi.
*** "Patkay!" Sapa seseorang yang sangat gue kenal dari belakang.
Gue menoleh dengan senyum. "Rayap?" Sapa gue balik seolah-olah gue nggak tau kalau dia sama El tadi sempat pelukan.
"Anterin gue pulang ya! Motor gue disita papa nih gara-gara ranking gue anjlok!" Paparnya manja dengan muka murung.
Gue mengangguk dengan senyum. "Oke. Ayo!"
Rasanya gue ingin marah ke dia. Sembarangan memeluk cowok lain di belakang gue meskipun cowok itu adalah El, sahabatnya sendiri. Tapi gue nggak bisa marah.
Gue takut kehilangan dia soalnya. Jadi, gue putuskan buat memendam kemarahan gue dan berpura-pura nggak tau.
Di tempat parkir, kami bertemu dengan El. Mereka sempat bercakap sebentar saat gue mencari masker di jok. Menjengkelkan! Plis, Ray! Jangan bersikap akrab
pada cowok lain selain gue!
"Yap! Ayo Yap! Lo mau ngomong sama El sampai kapan" Lo mau ngomong sampai lidah lo tumbuh tulang"!" Seru gue menahan diri.
Raya menoleh. "Iya! Iya!" Dia berjalan menuju motor gue dan langsung duduk di jok belakang.
"El, gue duluan ya!" Ujar gue pada El yang masih berdiri di samping motornya. El hanya mengangguk.
"Dadah, El!" Raya melambaikan tangan ke El seakan dia mengikuti acara uji nyali saja! Yang gue benci, El membalas Raya dengan lambaian tangan plus senyuman.
Semua itu buat gue jadi bete! Jujur, gue cemburu!
Chapter 67 [Raya pov] Mendekati UN dan UAS, kali ini gue belajar lebih giat lagi. Gue akan membuktikan ke guru-guru kalau gue bisa masuk Universitas negeri ternama walaupun
tidak melalui jalur undangan yang notabennya butuh sertifikat prestasi. Tapi gue juga bisa masuk melalui jalur SBMPTN atau jalur yang lainnya.
Dari jam tujuh sampai jam sebelas malam, gue belajar tanpa henti demi membuktikan kalau gue mampu. Hingga tiba saatnya otak gue sudah terlalu mules meraung-raung
minta telolet goyang dombret. Drrrrttt.... tiba-tiba Renan iseng meng-upload foto nggak jelas di dalam grup WA anak-anak koplak. Kali ini dia meng-upload
fotonya sendiri yang sedang berpose sexy di atas batu di pinggir pantai.
Arsyaf?" : bgus! Renan" " : biasa, Syaf! Mdel poto.
Raya" " " : dr dlu gyanya gtu doang! GERANDONG JADUL!
Renan" : jgn slah, buk! Gra2 fto itu sy di twari jdi model iklan.
Raya" ?" : fto d pinggir pntai gtu" Di patok ular, mampus lo!
Elbara" : fto lo kek artis india
Renan?" : knalkan! SARUKH KHAN
Arsyaf?" : sarukh khan" Lo itu Sarungan!
Raya" " ?" : wkwkwkw ?"
Arsyaf?" : mhon pra fotografer yg mlihat fto ini sgera di unduh. Krn sbenr.x org tsb ingin skali mjd seorng model. Jg bgi tmn2 yg mngerti ini semu, bntu
utk mwujudkan.x Raya" " : kyk model mjlah porno lo, Ndong! #gerandong najis
Renan : gw modelnya. Lo fotongrafernya. Lupa lo"
Elbara" : coba pkek bikini!
Renan?" : lo seneng ya.... ngeliat gw pkek bikini"
Elbara?" : OGAH. #gerandong najis
Setelah baca chat-chat itu, gue jadi ngakak dan senyum-senyum sendiri. Akhirnya anggota grup WA kembali solid seperti dulu lagi. Setelah obrolan dalam
grup selesai, gue kembali belajar lagi sampai jam satu malam lalu dengan sendirinya tidur di meja belajar sampai pagi.
Chapter 68 [Raya pov] 14 Februari. Ketiga sahabat gue kebanjiran coklat, kue, dan banyak hadiah lainnya. Jangan tanya gue ngasih atau enggak! Tentu saja enggak lah! Emang dasarnya
gue orang pelit! Ada pengamen di bus aja, gue pura-pura tidur! Apalagi memberi tiga cowok bego yang sudah punya banyak hadiah! In your dream!!
Oh iya, gue lupa! Di antara 3 sahabat gue, salah satunya adalah pacar gue. Bushet! Pasti dia merengek meminta hadiah. Sekali lagi, in your dream!!
"Yap! Lo nggak ngasih gue apa atau apa.... gitu"!" Tanya Arsyaf manja.
Gue melepas headset. "Lo ngomong sama gue?" Gue pura-pura nggak tau. Trik lama yang selalu gue gunakan jika ada pengamen di bus.
Arsyaf menghela napas menahan marah. "Enggak! Gue ngomong sama hewan Rayap di dinding!"
Gue nggak menghiraukannya dan kembali memasang headset di telinga gue. Arsyaf mendengus kesal lalu melepas headset gue. Kemudian gue meliriknya tajam.
"Lo ini pacar yang nggak peka ya"!" Omel Arsyaf bertambah marah.
"Iya. Emang! Baru nyadar lo?"
Arsyaf merengut marah. Dia masih menginginkan kado dari gue padahal dia sudah dapat ratusan kado dari cewek-cewek di kelas, kelas sebelah juga banyak yang
ngasih, adik-adik kelas, bahkan cewek-cewek dari sekolah lain juga ada.
Tak berapa lama kemudian, Renan dan El datang dan ikut nimbrung bersama kami. Mata gue melebar ketika melihat perut Renan yang agak membuncit.
"Hamil berapa bulan, om?" Tanya gue usil sambil menatap horor perut Renan.
"Sembilan tahun, Jeng. Nggak tau kenapa nggak mbrojol-mbrojol!" Jawab Renan asal.
Gue, Arsyaf dan El pun tertawa lepas mendengarkan lelucon Renan.
"Kura-kura kok tempurungnya di depan?" Tambah Arsyaf sembari mengulum tawa.
"Iya, Sist! Baru disantet Mak Lampir ini!" Renan kembali melawak.
"Perut lo, Ren! Kok jadi weleh-weleh?" El bertanya gemas.
"Syeksyi kah?" Renan menimpali.
"Enak! Nih monyet kalau ilang bisa langsung ketemu!" Tawa Arsyaf langsung pecah seketika.
Gue menabok kepala Renan dengan keras. "Tambah bunder aja lo, Ndong!"
"Ouch!" Renan tampak kesakitan. "Bunder-bunder gini udah laku ya! Kalau lo?"
"Gue sudah laku kok! Jangan salah ya!"
"Emangnya siapa pacar lo" Jangan bilang kalau lo pacaran sama Sobirin!"
Gue menoleh ke Arsyaf. "Kay......" rengek gue manja sembari memegangi lengannya.
"Siapa pacar lo?" Goda Arsyaf sambil mengalihkan pandangan ke sana ke mari.
"Enak aja lo mau pacaran sama Arsyaf! Levelnya ketinggian!" Celetuk Renan semakin menjengkelkan.
"Oke, Syaf! Kalau lo nggak ngakuin Raya, biar gue akuin!" El menatap Arsyaf tajam.
"Enak aja lo main akuin pacar orang!" Arsyaf merangkul pundak gue.
Renan tampak terperanjat kaget. Melongo seolah tak percaya. "Jadi, kalian beneran pacaran?" Matanya masih membulat.
"Iya. Dia pacar gue! Kalau lo...." Arsyaf menunjuk Renan. "Dan elo deketin Raya," kali ini Arsyaf menunjuk El. "Gue bakal bejek-bejek kalian sampai jadi
ubi bakar!" "Lo dipelet, Syaf?" Renan masih terlihat tak percaya.
"Iya. Gue sendiri sudah merasakan adanya hal-hal yang tidak wajar dalam diri gue. Misalnya saja, gue sering mimpikan dia, memikirkan dia, dan terbayang-bayang
wajahnya. Dia lama-lama kayak hantu coy!" Papar Arsyaf sembari memaju mundurkan kepala gue dengan gemas.
Gue menghempaskan tangannya. "Woi!!"
Mereka bertiga langsung tertawa terbahak-bahak. Huh! Punya sahabat koplak seperti mereka.
"Apa" Lo pacaran sama Arsyaf?" Lea mematung di dekat pintu.
"Lea?" Gue menyapanya. "Iya. Sebenarnya....."
Sebelum gue menyelesaikan kalimat gue, Lea menggeleng tak percaya lalu berlari keluar kelas entah ke mana. Gue hendak mengejarnya tapi Arsyaf merengek
Cewek Cetar Karya Zaeemaazzahra di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agar gue tetap duduk di sampingnya.
Chapter 69 [Raya pov] Sejak Lea tau kalau gue pacaran sama Arsyaf, entah mengapa dia jadi menjauhi gue. Kalau gue menyapanya, dia nggak menjawab. Kalau gue ajak bicara, gue
malah diabaikan. Kenapa" Ada apa sama dia" Dia tiba-tiba saja bersikap acuh tak acuh.
"Lea! Lea!" Panggil gue dari belakang.
Lea tidak menoleh. Ia berjalan cepat menghindari gue. Tapi gue masih memanggilnya sembari mengejarnya dari belakang.
"Lea, lo kenapa?" Gue memegang pundak Lea.
"Lo tanya kenapa" Gila lo, Ray!" Bentak Lea.
"Lea, gue....."
"Lo pacaran sama Arsyaf tapi nggak bilang-bilang sama gue. Lo bilang kenapa?"
"Maaf kalau gue nggak bilang sama lo."
"Gue pikir kita sahabatan! Tapi nyatanya......" Lea menggeleng marah.
"Lea...." gue memegang tangan Lea lembut. "Gue minta maaf. Gue nggak bilang sama lo karena gue nggak mau persahabatan kita ada yang berubah!"
"Apa lo nganggap gue sebagai sahabat" Enggak 'kan?"
"Lo itu sahabat gue sampai kapan pun, Lea!"
"Beneran?" Lea mulai menurunkan nada suaranya.
Gue mengangguk mengiyakan lalu Lea memeluk gue dengan erat. Gue pun membalas pelukannya dengan pelukan yang tak kalah erat.
"Lain kali, kalau ada apa-apa, lo harus cerita sama gue ya..." kata Lea manja.
"Iya. Baiklah!"
*** Drrrrrtttt...... HP gue berbunyi. Rupanya telepon dari Arsyaf. Gue pun langsung mengangkatnya.
"Halo?" Sapa gue malas.
"Halo, my love my everything!"
"Yeeekss.... najis lo!"
"Siapa Ray?" Tanya Lea yang saat itu sedang main ke rumah gue buat nonton drama korea bareng.
"Arsyaf," jawab gue setengah berbisik pada Lea.
"Sayang, ini kan hari minggu, ayo kita kencan dong! Sejak kita pacaran, kita nggak pernah jalan berdua."
"Kencan?" Mata gue mendelik kaget. Begitu pula dengan Lea. Dia tampak senang.
"Ayolah, yang, sayang! Nonton kek, makan kek, ke taman kek, atau apa.....gitu!"
Gue melirik Lea sejenak. "Nggak bisa! Soalnya gue sudah janjian sama Lea buat nonton drama korea bareng hari ini!"
Plaaaak.... Lea memukul punggung gue keras lalu melotot. "Enggak jadi, Syaf! Lo bisa kencan sama Raya!" Teriak Lea penuh semangat.
"Katakan sama Lea, gue mengucapkan terima kasih banyak!"
"Banyak bacot lu ya!" Gue menanggapi sewot.
"Sudah sudah! Pokoknya gue akan jemput lo satu jam lagi! Titik!"
"Hei! Hei! Hei!" Teriak gue. Arsyaf tidak mempedulikannya. Ia malah menutup teleponnya. Gue hanya bisa mendengus kesal dan menerima ajakannya.
*** [Lea pov] Sebenarnya, tujuan awal gue berteman dengan Raya adalah untuk mendekati Arsyaf. Gue sudah suka sama Arsyaf sejak SMP. Dia tampan, baik, dan humoris meskipun
dia tidak terlalu pintar. Tapi Arsyaf tidak pernah jatuh cinta pada cewek mana pun. Dia hanya berteman sama cowok-cowok saja. Dia bahkan tidak pernah mempunyai
teman cewek sebelumnya. Itulah sebabnya gue sulit untuk mendapatkan cintanya.
Menginjak kelas 2 SMA, untuk pertama kalinya Arsyaf mempunyai teman cewek yang tak lain adalah Raya. Mereka bahkan bersahabat! Melihat kedekatan mereka,
gue pun berpikir untuk mendekati Arsyaf melalui Raya. Tapi sebelum gue sempat melangkah, Raya dan Arsyaf terlanjur pacaran. Misi gue pun gagal total. Dan
gue jadi marah sama Raya.
Saat gue marah sama Raya karena dia pacaran sama Arsyaf, gue sering teringat kebaikannya pada gue. Dulu, dia pernah menyelamatkan gue dari Zen yang hendak
mencium gue secara paksa. Raya adalah teman yang sangat baik. Walaupun dia terkadang cuek, tapi dia suka mengalah dan humoris. Dia juga sangat cerdas!
Pernah suatu ketika gue mendapati Pak Dono mengganti nilai hasil tes IQ Raya. Pak Dono nggak percaya dengan IQ Raya yang sangat tinggi yakni 148. Jadi,
dia mengganti hasil tes IQ Raya dengan nilai standar yakni 105.
Setelah berpikir panjang, akhirnya gue menyadari kalau Raya memang pantas buat Arsyaf. Gue akhirnya ikhlas menerima kenyataan bahwa Arsyaf, orang yang
gue cinta menjadi milik orang lain. Sekarang gue tau alasan mengapa Arsyaf lebih memilih Raya dibanding cewek-cewek yang lain.
Chapter 70 [Raya pov] Setelah Arsyaf menutup telepon, Lea langsung menyeret gue memasuki kamar mandi. Padahal dia tau sendiri kalau gue di hari minggu punya alergi khusus yang
dinamakan MANDI PAGI!! Bagi gue, libur sekolah berbanding lurus dengan libur mandi.
Gue hanya mendengus kesal ketika Lea mengunci gue di dalam kamar mandi. Mau tidak mau, gue harus mandi. Ya..... seadanya lah! Gosok gigi, melumurkan sabun
ke seluruh tubuh, lalu siram, siram, siram. Nggak sampek 5 menit, gue udah wangi.
"Lo mandi cuma empat menit, Ray?" Mata Lea melebar seolah tak percaya ketika gue keluar dari kamar mandi. "Cewek itu harus menjaga kebersihan! Lo nggak
takut Arsyaf diambil orang" Huh"!" Omel Lea sampek muncrat-muncrat liurnya ke muka gue. Bushet dah!
"Ya....ya...ya..." sahut gue malas.
Lea dengan lancang membuka lemari gue lalu memilih-milih pakaian buat gue. Setelah lelah memilih pakaian, dia mendengus kesal. Tidak ada pakaian yang dia
inginkan. "RAYA!!" Bentak Lea sembari berkacak pinggang. "Kenapa baju lo cuma kaos dan celana jeans doang?"
Gue mengangkat bahu lalu duduk di atas kasur. "Soalnya enak aja pakek kaos sama celana jeans!" Jawab gue asal.
Mata Lea tampak bergoyang ke kiri lalu ke atas. Dia tampak berpikir sejenak. "Kak Icha mana?"
"Ngapain lo cari Kak Icha?"
"GUE TANYA, KAK ICHA ADA ATAU ENGGAK?" bentak Lea tampak geram.
"Kak Icha ada di kamar lah! Paling dia lagi nge-game atau....."
Sebelum gue selesai bicara, Lea sudah ngacir ke kamar Kak Icha. Gue mengikutinya dari belakang.
"Kak Icha?" Kata Lea ketika membuka pintu kamar Kak Icha tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
Kak Icha menoleh. "Lea" Ada apa Lea?"
"Kak, Kakak punya dress pendek nggak?" Tanya Lea to the point.
"Punya. Punya banyak malah! Emangnya kenapa?"
"Ini lho si Raya mau pinjem."
Gue langsung memukul punggung Lea keras. "Enak aja! Buat apa gue pinjem?" Gue mendelik.
"Buat apa?" Kak Icha terlihat keheranan.
"Ini....si Raya mau kencan sama Arsyaf!" Jawab Lea sambil merangkul lengan gue.
Kak Icha langsung terperanjat kaget. Matanya hampir saja keluar. "Apa" Raya pacaran sama Arsyaf"!" Dia langsung berdiri dari tempatnya dan menjatuhkan
guling yang dipeluknya tadi. "Makasih ya Allah! Engkau telah mencabut kutukan jomblo adik saya!"
"Enak aja kutukan! Kak Icha kalau ngomong jangan suka bener dong!" Tukas gue merengut agak menahan tawa.
"Ya udah Lea! Ayo kita carikan baju yang cocok buat Raya!" Ujar Kak Icha ngotot sembari membuka lemari bajunya.
Sekitar setengah jam kami memilah dan memilih baju. Akhirnya gue dipaksa mereka memakai baju warna pink berenda. Ya... Tuhan! Paha gue kelihatan! Malu
coy! Malu! Entar kalau Arsyaf napsu gimana" Tangan gue pun rasanya gatal untuk menurunkan rok pendek yang gue pakai.
"Gue nggak mau pakai ah! Malu!" Tolak gue manyun.
"Udah ah! Lo jangan banyak bacot!" Lea mendorong gue ke meja rias Kak Icha secara paksa hingga gue pun terduduk di depan kaca.
Lea dan Kak Icha menggabungkan kekuatan untuk merias muka gue. Kolaborasi mereka cukup bagus! Seberapa pun gue meronta, gue nggak bisa kabur. Yang lebih
parahnya, ada bandana kupu-kupu udah mangkring gitu aja di rambut gue.
"Ray, ternyata lo cantik juga!" Kak Icha geleng-geleng. "Sekarang, lo harus buka mata lo agar gue bisa memasang lensa!"
Bushet dah! Wajah gue kok jadi gini" Mirip Raisa KW2. Sumpah! Ini emang gue, atau cuma ilusi"
*** Di depan rumah, Arsyaf sudah menunggu di samping mobilnya. Kali dia bawa mobil. Mentang-mentang baru saja lulus tes SIM. Kak Icha dan Lea mendorong gue
keluar pintu. Dengan berat hati, gue pun berjalan menuju Arsyaf. Dia terlihat terperangah saat gue menghampirinya.
"Lo Raya 'kan?" Kata Arsyaf memastikan.
"Enggak, Mas!" Jawab gue lembut. "Saya Raisa!"
Arsyaf mengulum tawa. "Lo dandan" Lo kesambet apa sih, Ray?"
"Kesambet pesona panglima Tieng Feng," goda gue.
"Lo kayak monyet tau nggak?" Tawa Arsyaf seketika itu pecah.
Gue mendengus sebal. "Ya udah! Tunggu! Gue akan hapus make-up ini." Gue berbalik lalu mencoba melangkah menuju rumah.
"Eh eh!" Arsyaf memegang tangan gue cepat. "Bercanda, Yap! Gitu aja ngambek! Iya iya! Gue akui kamu cantik banget hari ini!"
"Jadi, lo suka kalau gue dandan kayak gini?"
"Suka banget lah! Tapi lo hanya boleh dandan kalau jalan berdua aja sama gue."
"Kenapa?" Gue keheranan.
"Kalau lo dandan saat ada Renan apalagi El, mereka bisa langsung nyosor!"
Gue tersenyum GR sambil memegang pipi gue malu. "Beneran?" Tanya gue semangat.
Arsyaf menjambak pelan poni gue. "Nggak usah lebay! Ayo kita pergi!"
Chapter 71 [Raya pov] Sesampainya di bioskop, kami bertengkar mau nonton apa. Dia ngeyel nggak mau ngalah! Apalagi gue! Coba kalau El! Pasti dia sudah ngalah sama gue dan ikutan
nonton film yang gue suka. Eh, kok gue malah memikirkan El sih"!
Kalau boleh jujur, hati gue kadang suka nikung sih! Tapi Ssssttt.... jangan bilang siapa-siapa! Gue jangan dibully!! Kalau lo jadi gue gimana" Meskipun
lo sudah punya pacar super ganteng, tapi kalau ada cowok yang perhatian sama lo dan terlebih lagi dia nggak kalah cakep dari pacar lo, pasti entah itu
sedetik atau dua detik, hati lo sempat nikung 'kan" Ah, ya sudahlah! yang penting 99% hati gue buat Arsyaf, pacar terkeren gue. Soalnya emang gue nggak
punya mantan. Lo tanya Sobirin" Mending gue menyandang predikat jomblo sejak lahir daripada harus pacaran sama dia.
"Pokoknya gue mau nonton film action. Titik!!" Arsyaf melotot sambil berkacak pinggang.
"Ya udah! Kita nonton sendiri-sendiri aja! Lo nonton film action, gue nonton film romantis." Beres 'kan?" Kata gue nggak kalah ngotot.
"Lo bego apa"! Kita ini sedang kencan, masak nonton sendiri-sendiri sih?" Arsyaf makin ngotot. "Pokoknya gue mau nonton film action bareng lo! Titik!"
"Nggak usah lebay pakek kata titik segala! Pakek koma napa?"
Para pengunjung tampak melirik kami. Mereka sepertinya mempunyai daya kekepoan yang super dahsyat saat melihat orang pacaran lagi bertengkar. Bukannya
gue orang yang cuek, tapi ya.... nggak pantes aja! Masa' cewek cantik kayak Raisa KW2 gini dibuat tontonan negatif"
"Ya udah! Ayo kita beli tiket!" Arsyaf memegang tangan gue menuju loket.
"Nggak mau! Pokoknya gue mau nonton film romantis!"
"Nggak bisa!" "Ya udah! Kita suit aja! Yang kalah harus ikut yang menang, gimana"
"Oke!" Arsyaf mengiyakan.
Kita pun melakukan suit. Dan akhirnya..... gue yang menang! Yeeey!!
*** Di dalam bioskop, Arsyaf tampak sangat bosan melihat film yang gue suka. Dia beberapa kali menguap dan matanya setengah mengatup. Sedangkan tangannya ia
gunakan sebagai sandaran kepala.
"Mau pop corn?" Gue menyodorkan segenggam pop corn padanya.
"Enggak," jawab Arsyaf malas.
Gue langsung memasukkan pop corn yang gue pegang ke mulutnya lalu tertawa keras. Arsyaf mendengus sebal sementara beberapa penonton yang duduk di sekitar
kami melirik kami tajam. Bahkan penonton yang duduk di belakang kami berani menegur. Ya.... gue jadi kicep dah!
Setelah nonton, kami makan siang di salah satu restoran perancis. Bukannya malah terharu karena keromantisan Arsyaf, gue malah ngomel nggak jelas.
"Gila lo, Kay! Elo menghabiskan uang yang segitu banyak buat beli steak doang?" Omel gue ketika keluar dari restoran perancis yang megah itu.
"Sekali-kali 'kan nggak apa-apa!" Elak Arsyaf manyun.
"Harga satu steak itu sama dengan 1 minggu uang jajan gue!"
"Yang bayar steak siapa?"
"Elo!" "Ya udah! Nggak usah ngomel! Uang-uang gue! Suka-suka gue dong mau beli apa!"
Gue semakin sebal. "Iiiihhh.... gue ini istri hemat! Lo sebagai suami peka dikit napa"!"
Arsyaf melirik manja. "Apa lo bilang" Istri" Suami?" Dia meringis senang.
Gue jadi kicep sejenak lalu menelan ludah. "Ya udah! Selanjutnya kita ke mana nih?" Kata gue mencoba mengalihkan pembicaraan.
Setelah dari restoran Perancis, kami pergi ke taman. Di sana banyak orang. Ada anak-anak, remaja jomblo, remaja pacaran, sampai lansia. Dan kami berada
di tengah mereka. "Eh ada ayunan!" Gue menunjuk ke arah ayunan yang baru saja ditinggalkan seorang anak kecil lalu gue pun berlari-lari kecil menuju ayunan itu.
Arsyaf mengikuti gue dari belakang. Gue langsung duduk di ayunan itu lalu mendorong ayunan itu dengan kaki gue sendiri. Alhamdulillah si Arsyaf peka! Dia
berdiri di belakang gue lalu mendorong ayunan gue dengan kencang. Romantis banget cuy! Kayak di pilem-pilem korea yang gue tonton! Ciyeeee ileh!
Tapi..... tak lama kemudian.....
Braaaakkk...... Seketika keromatisan itu binasa saat gue nuncek dari ayunan. Muka gue nyosor ke rerumputan taman karena Arsyaf terlalu kuat mendorong ayunannya.
"Sayang!" Arsyaf gelagapan menghampiri gue. "Lo nggak apa-apa 'kan?" Tanyanya panik.
Gue terbangun dari rerumputan dengan muka iblis lalu mendorong kepalanya. "Gila lo! Lo mau ngebunuh gue"!"
"Sori. Sengaja!" Dia meringis. "Eh, maksud gue, sori nggak sengaja!"
Gue berdiri lalu mendengus kesal sambil membersihkan pakaian. Arsyaf ikut berdiri lalu membersihkan rambut gue dari serpihan rumput yang terselip.
"Maap ya Sayang"! Maafin aku ya...." bujuknya manja.
"Najis!" Gue melangkah pergi.
Arsyaf masih mengikuti gue dari belakang, merengek meminta maaf seperti bayi. Ya seperti inilah cara kami berpacaran. Marahan, baikan, marahan lagi, baikan
lagi. Tapi meskipun demikian, tidak ada satu pun di antara kami yang pernah mengucapkan kata putus walaupun seberapa besar masalah yang kami perdebatkan.
Gue sangat mencintainya meskipun dia terkadang sering menjengkelkan. Terutama kalau dia lagi merengek minta cium.
Gue nggak bisa ngebayangin kalau gue pacaran sama orang lain. Pasti nggak seseru sekarang. Jika bersama Arsyaf, entah mengapa hidup gue terasa lebih seru!
Gue harap, gue dan Arsyaf bisa langgeng sampai ke pelaminan. Amin.....
TAMAT Pengemis Tua Aneh 3 Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Penguasa Danau Keramat 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama