Dunia Yang Sempurna Karya Carienne Bagian 6
Gil... panggilnya. ya" Rasanya baru kemaren ya kita kenalan. Gw juga inget kok waktu nyapa lo di selasar kampus itu. dia menggerakkan tubuhnya, dan tersenyum ke gw. Lo tahu ga apa yang gw pikirin waktu pertama kali kenalan sama lo"
gw menggeleng. engga, apa emang"
gw pikir lo itu orangnya pendiem, ketus gitu. Dari muka lo dulu gw lihat kaya gitu... Ara menyibakkan rambutnya, dan mendekap kedua lututnya. Tapi gw penasaran sama lo, makanya gw sapa lo duluan deh waktu di selasar...
gw tertawa pelan. emang tampang gw sedemikian jeleknya ya"
terus, waktu gw tahu kalo ternyata sekosan, dan sebelahan pula, gw sempet mau pindah kosan khusus cewek aja... Ara tertawa geli mengingat-ingat pemikirannya dulu. Gw hanya mendengarkan sambil sesekali mengelus rambutnya.
lo tahu kenapa gw ga jadi pindah" lanjutnya. Gw hanya menggeleng menjawab pertanyaannya itu.
karena lo berusaha selalu ada buat gw. Inget ga dulu gw paksapaksa lo bangun tengah malem cuma buat curhat gara-gara gw ada masalah sama mantan" jelasnya lagi dengan lembut.
gw tertawa lirih. Iya gw inget, sampe gw terpaksa tidur di tiker gara-gara lo ketiduran dikamar gw... gw mengangguk-angguk.
hehehe, sorry yak waktu itu... Tapi dari situ gw mulai merasa nyaman sama lo, gw seperti menemukan seseorang yang benerbener bisa cocok sama kepribadian gw yang seenaknya sendiri kaya begini...
jujur, awalnya gw gedeg banget loh ngadepin elo, Cha... gw meringis. cuma gw juga ga tega mau marah-marah ke lo...
gw udah sering digituin kok, Gil. Jaman dulu banyak cowok atau temen-temen gw yang ga tahan sama kelakuan gw. Ga jarang gw dibentak... komentarnya sambil merapikan rambut gw.
gw merasa ga ada jalan lain selain nurutin apa kata lo, Cha... gw menatapnya jenaka. lama-kelamaan gw jadi terbiasa.
dulu lo pasti mikir kalo gw tuh orangnya kolokan, manja, bawel dan sebagainya. Ya kan" tembaknya. Dia terkikih membayangkan segala sifat yang ada di dalam dirinya sendiri.
ya iya sih, tapi ngangenin. Waktu lo pulang selama liburan semester, rasanya hidup gw mendadak sepi... kata gw jujur.
haha, gw juga ngerasain hal yang sama waktu dirumah, rasanya aneh aja kalo ngelihat kamar gw dan kamar sebelah gw yang kosong...
SMS-an pun ga membantu yah" gw tersenyum.
ngebantu si, tapi cuma dikiiiiit banget... dia menjulurkan lidahnya. Begitu menggemaskan tampangnya.
kalo gw ada disini, gw merasa dunia gw kembali utuh lagi, kembali sempurna. Waktu ga ada lo, gw seperti orang yang tersesat. Bingung harus kemana... lanjutnya dengan wajah serius.
Tapi akhirnyaaaa, gw ga akan kehilangan lo lagi. ucapnya dengan manja sambil menyandarkan kepala di bahu gw. Sementara itu gw hanya bisa mencium lembut rambutnya, merasakan harum dan
hangat tubuhnya disamping gw.
Cha... panggil gw setelah beberapa saat membisu.
Ya" lo tahu kenapa gw dulu mantap mau menikahi lo"
dia menggeleng, sorot matanya penasaran. kenapa"
gw tertawa pelan memilah-milah memori gw malam itu, dan merangkaikannya menjadi kata-kata yang akan gw ucapkan.
jadi, ada suatu malam, gw sedemikian bimbangnya antara menyusul lo yang lagi sakit di Surabaya, atau gw mengejar ego dan kesombongan gw disini... jelas gw dengan suara jernih.
Ara mendengarkan gw dengan seksama.
sampai pada akhirnya, entah kenapa, gw tergerak untuk masuk ke kamar lo ini... gw menyentuh pintu di samping gw.
terus" tanyanya. terus gw iseng ngebuka-buka buku kuliah lo yang berdebu, yang udah entah berapa lama ga lo pegang. Waktu itu gw rindu ke kampus bareng lo, duduk di sebelah lo, makan di kantin sama lo. Sampe akhirnya gw menemukan satu lembar kertas... gw
tersenyum. kertas yang bertuliskan nama gw, digambar tiga dimensi.... gw menghela napas, ....dan sebuah notes di balik itu...
Ara hanya tersenyum, dan mengangguk-angguk pelan. Senyum pemahaman, dan senyum tulus.
Dari situlah gw yakin bahwa penantian gw selama ini disamping lo ga sia-sia, bukan sebuah harapan kosong belaka. Bahwa ternyata gw juga memiliki tempat yang sama di hati lo, seperti tempat lo di hati gw... urai gw. Ara menitikkan air mata sedikit, kemudian mendekap lengan gw dengan manja. Gw mengelus-elus rambutnya lembut.
Maafin gw ya, sudah jadi cowok yang amat sangat ga peka selama ini... ucap gw sambil menatap wajahnya yang tersenyum namun berurai air mata.
Dia menggelengkan kepalanya.
Engga, Gil. Gw tahu bahkan tanpa lo mengucapkan apapun, kalo lo memang selama ini mencintai gw... dia menghapus air matanya dengan jari.
yang bikin gw nangis ini adalah, gw teringat kembali bahwa lo ternyata mencintai gw, jauh lebih dalam daripada yang gw bayangkan. Bahkan mungkin jauh lebih dalam daripada yang lo
kira... Kami berdua sama-sama tersenyum, dan menyadari bahwa segala hal yang telah kami lalui berdua sejak awal pertemuan hingga hari ini, telah menorehkan sebuah kehidupan tersendiri di dalam jiwa kami. Sebuah kehidupan dimana hanya kami berdua yang ada, dan menari bersama dalam sebuah harmoni surgawi di dalam keabadian.
now and forever, I will be your man... gw bersenandung perlahan.
PART 86 Ada satu kisah yang berkesan selama gw hidup empat tahun bersama Ara di kosan ini.
Seperti layaknya hubungan pertemanan dimanapun, pasti ada masa pasang-surutnya. Nggak mungkin gw dan dia selalu berhubungan baik. Banyak sebab mengapa kami bisa bertengkar, atau saling mendiamkan satu sama lain. Mulai dari soal kuliah, soal hati, atau bahkan untuk soal remeh-temeh seperti sandal atau jemuran. Tak terkecuali untuk yang satu ini. Hati gw tergelitik untuk menuliskannya disini.
Suatu malam yang dingin di akhir bulan Desember 2007&
Hujan turun dengan derasnya, dan gemuruh petir beberapa kali menyambar. Suara angin juga menambah horror nya suasana malam itu. Hujan turun sedari sore, dan itu membuat gw khawatir jalan depan kosan ini akan mulai tergenang banjir. Gw berdiri bersandar di kusen pintu kamar, dan memandangi hujan deras yang bagaikan ditumpahkan dari langit. Dalam sekejap pemandangan di depan gw memutih karena derasnya hujan. Gw melirik ke kamar di sebelah gw, yang tertutup rapat. Penghuninya entah kemana.
Sudah empat hari ini gw ga bercakap-cakap dengannya. Bahkan pergi kuliah pun sendiri-sendiri. Awal mula permasalahannya adalah tentang tugas kuliah yang terbengkalai karena kita samasama ga update soal materi. Kemudian merembet ke hal-hal pribadi yang sebenarnya ga perlu. Sesabar-sabarnya gw, pastilah ada batasnya. Kali itu tampaknya gw menyentuh sedikit dari garis batas. Gw terpancing untuk berbicara keras kepadanya,
dan cukup menyakitkan. Dia kemudian mengusir gw dari kamarnya, dan mengunci pintunya. Dari luar gw bisa mendengar isak tangisnya menembus daun pintu.
Sejak saat itu gw merasa canggung ketika melihat dirinya. Kami saling mengacuhkan dan mengalihkan pandangan ke arah lain ketika secara nggak sengaja kami saling berdekatan. Di kampus pun gw dan dia duduk berjauh-jauhan, padahal biasanya dia selalu mengambil tempat di samping gw. Beberapa teman yang memperhatikan hal ini pun bertanya, dan selalu gw jawab nggak papa kok&
Begitu pula dengan di kosan. Antara gw dan dia ga pernah lagi ngobrol, bahkan hanya sekedar untuk bertegur sapa. Dari yang awalnya dia bisa seenaknya keluar masuk kamar gw menjadi sosok yang sama sekali asing. Aneh rasanya. Begitu hampa, dan sia-sia.
Entah berapa lama gw memandangi hujan, yang akhirnya berangsur-angsur mereda. Ketika hujan sudah berubah menjadi gerimis yang cukup membasahkan, gw memutuskan untuk keluar mencari makan. Perut gw lapar. Disaat-saat seperti ini, biasanya Ara lah yang berinisiatif mengajak keluar cari makan lebih dulu. Gw menghela napas berat. Sosoknya sekarang begitu jauh dari gw. Entah dimana dia berada, entah hatinya maupun fisiknya.
Gw menuruni tangga, dan mengambil sebuah payung yang tersedia di dekat pintu masuk. Dengan menggunakan payung itu gw berjalan menembus rintik hujan dan gemuruh petir yang terkadang masih bersahut-sahutan.
Cukup jauh gw berjalan, hingga akhirnya gw melewati sebuah
minimarket yang menjadi langganan gw selama ini. Di bagian depan minimarket itu gw melihat sosok yang amat gw kenal, sedang berteduh sambil membawa sekantong belanjaan. Entah apa yang mendorong gw, tiba-tiba gw langkahkan kaki ke arah minimarket. Gw berjalan mendekatinya, dan menutup payung gw. Kemudian dengan kedua tatap mata kami saling bertemu, tanpa mengucap sepatah katapun gw masuk ke dalam minimarket.
Gw membeli sebungkus rokok, kemudian keluar lagi. Kali ini gw berdiri disampingnya, sama-sama memandangi rintik hujan dan jalanan yang basah. Dengan berat gw menyelipkan sebatang rokok di bibir. Belum gw nyalakan.
hujannya masih lama& kata gw pelan memecah kebisuan. Dia tertegun dan menoleh ke gw. Sepertinya dia ga menyangka gw akan berbicara kepadanya.
Gw tersenyum tipis, dan menyalakan rokok di bibir gw. Asap putih yang gw hembuskan segera bersatu dengan rintik hujan malam itu.
lo ngapain kesini" tanyanya pendek.
beli rokok gw mengacungkan rokok di jepitan jari dan melirik barang belanjaannya. lo abis belanja apa"
telor sama kornet gw habis&
Gw menghisap rokok lagi. punya gw masih ada tuh di kamar, ambil aja kalo lo mau& sahut gw pelan.
iya, thanks. Tapi gw udah beli sendiri.
Gw menghela napas berat, memandangi jalanan yang basah dan angin yang sesekali masih berhembus kencang. Gw memainkan rokok di jepitan jemari gw, sedangkan otak gw berpikir hal yang lain.
gw minta maaf, Cha& kata gw akhirnya. Gw memandangi langit malam.
minta maaf untuk apa"
Gw mengangkat bahu sedikit. Untuk semua yang udah gw lakukan ke lo, marahin elo, ngomong ga enak ke elo& gw menghisap rokok dan membuang asapnya jauh-jauh ke udara, untuk banyak hal, gw rasa&
Ara hanya terdiam. Wajahnya sendu, menatap kosong jauh ke depan.
gw harap, lo mau maafin gw atas itu semua. gw menoleh dan menatapnya dengan senyum.
Ara masih terdiam dengan menatap kosong jauh ke depan. Matanya berkaca-kaca. Dia kemudian membuang pandangannya ke arah lain.
lo tahu" Hati gw sakit waktu lo katain kemaren. Gw ga nyangka lo bakal ngomong kaya gitu ke gw. katanya tajam.
Gw hanya bisa menunduk dengan perasaan bersalah. Gw tahu gw salah berkata buruk seperti itu. Tapi sepertinya apapun yang sudah terjadi ga bisa diubah lagi. Gw hanya bisa berharap
memiliki kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik lagi di masa mendatang.
iya, gw tahu gw salah. Maafin gw ya. sahut gw lirih. Ingin rasanya gw memutar kembali waktu. Memperbaiki segala yang pernah terucap.
lo mau maafin gw" tanya gw lagi.
Ara hanya membisu. Kali ini tampak setetes air mata mengalir di pipinya. Cepat-cepat dia menghapus jejak air mata itu. gw merindukan lo, Cha& kata gw pelan.
Ucapan gw itu membuat bibir Ara bergetar. Tampaknya tangisnya susah untuk dibendung. Gw hanya bisa menatapnya dengan hati yang hancur. Penyesalan gw sepertinya nggak ada artinya. Semua sudah terlambat. Gw sudah terlanjur menyakitinya, mungkin terlalu dalam.
rasanya hidup gw terlalu berharga untuk gw lewatkan tanpa lo& entah apa yang mendorong gw berkata begitu. Barangkali hati gw yang kali itu memandu gw kemana harus melangkah.
rasanya lo ga perlu menyia-nyiakan hidup lo& katanya setelah membisu cukup lama.
maksudnya" gw pun kangen baikan sama lo lagi, Gil& katanya dengan secercah senyum menghiasi wajahnya. maafin gw juga ya kalo gw marah-marah ke lo waktu itu&
Gw hanya bisa tersenyum, dan melangkah masuk kembali ke dalam minimarket. Sekilas, gw melihat tatapan bingung dari Ara. Dia hanya bisa memandangi gw dari luar sementara gw membeli sesuatu.
Setelah menyelesaikan pembayaran, gw keluar dan kembali berdiri di samping Ara. Gw membuka barang yang tadi gw beli, dan menyerahkan kepadanya sambil tertawa pelan. es krim" tanyanya heran setelah melihat barang di tangan gw. Gw mengangguk.
iya, sebagai permintaan maaf gw ke lo&
Ara mengambil es krim yang gw tawarkan dan memakannya dengan nikmat. Dia tertawa. Lega rasanya melihat kembali tawanya. Rasanya seperti awan mendung di hidup gw telah tersingkirkan dan berganti dengan sinar mentari yang cerah.
harusnya jangan cuma es krim katanya sambil sibuk memakan es krim itu.
terus apa dong" pizza.
lagi bokek gw& kata gw sambil menghela napas panjang. Dia hanya terkekeh-kekeh.
Gw memandanginya memakan es krim pemberian gw itu dengan
lega. Lega karena gw bisa meminta maaf, lega karena dia memaafkan gw, dan lega karena gw bisa melihat kembali keceriaannya.
yuk pulang" tawar gw sambil membuka payung.
Dia mengangguk dan menggandeng lengan gw. Kami berdua berjalan menembus rintik hujan dan angin yang dingin, namun di dalam hati kami telah tercipta kembali kehangatan yang sebelumnya sempat meredup. Kamar lima belas dan enam belas pun kembali menemukan keceriaannya. Kami kembali ke kosan dengan hati yang tenang.
GIIILL, AIR GALON GW ABIS NIH, GANTIIN DOOOONG& . iya iya&
PART 87 Nggak banyak yang berubah dari Ara setelah pernikahan kami. Bagi gw, dia masih seperti anak kos-kosan yang tinggal disamping gw, daripada seorang ibu rumah tangga. Tingkah lakunya juga masih sama seperti dulu. Bawel dan suka seenaknya sendiri. Cuma gw menangkap ada getaran lain di dirinya yang membuat gw mencintainya hidup dan mati. Dia itu unik. Seunik tingkah sehariharinya yang nggak jarang membuat gw geleng-geleng kepala.
Hari itu gw baru balik kerja, dan bergegas menaiki tangga koskosan. Oiya, gw akhirnya diterima bekerja di sebuah perusahaan advertising. Kecil sih, cuma cukuplah buat menghidupi gw dan Ara. Mengenai perusahaan yang ditawarkan Jihan tempo hari, gw memang sudah mengirimkan lamaran, tetapi belum ada jawaban. Mungkin bukan rejeki gw disana. Gw menengok ke kamar gw, dan kosong. Kemudian gw melongok ke kamar Ara, dan mendapati dia disitu sedang tiduran sambil memainkan HP nya.
Melihat gw sudah pulang, dia segera duduk dan tersenyum lebar. udah pulang" tanyanya.
enggak, gw baru berangkat nih&
Dia cemberut. ish elo mah ditanyain jawabnya ngaco. Ogah ah nanyain lagi. Dia kemudian kembali berbaring, dan membelakangi gw.
Gw tertawa melihat kelakuannya ini. iya iya, gw udah balik nih. Lo lagi ngapain"
tauk. Gw menghampirinya, dan duduk di kasur. Gw mendekatkan wajah gw ke kepalanya yang membelakangi gw.
halooo& ujar gw iseng, Bu Gilang nya ada" gw kemudian tertawa sendiri.
Bu Gilangnya lagi bete sama Pak Gilang. jawabnya tanpa merubah posisi sedikitpun.
emang Pak Gilangnya kenapa" Pak Gilangnya ngeselin.
tapi gitu-gitu ibu juga cinta kan sama Pak Gilang" ujar gw dengan susah payah menahan tawa yang rasanya segera meledak.
Dengan kesal dia membalikkan tubuh dan duduk di hadapan gw sambil memukuli lengan gw pelan. Wajahnya lucu, antara kesal dan menahan tawa gara-gara gw cengin barusan. Rambutnya yang sudah agak panjang itu tergerai, dan sebagian menutupi wajah dan bagian matanya.
makan yuk" gw menawarkan. lo udah makan belum"
siang sih udah, tapi ini baru jam setengah enam kan. Masih terlalu cepet buat makan malem& jawabnya. lo udah laper" dia menatap gw.
gw tadi cuma ngemil doang siang-siang, ga sempet makan
banyak. Ada kerjaan yang harus gw selesaiin tadi siang soalnya. loh" Kasiaaan& besok gw bawain bekal ya"
Gw menggeleng. enggak usah, Cha& Dia memukul lengan gw. lo tuh gimana sih! Diperhatiin istri malah nolak. Mintanya diperhatiin siapa hayo"" dia melotot ke gw. Lagi-lagi dia manyun. Gemes banget gw sama cewek satu ini&
lah iyak, kalo nyiapin pagi-pagi kan repot di lo nya Cha. Lagian gw jam setengah tujuh juga udah harus berangkat. Lo mau nyiapin jam berapa emang" gw beralibi.
ya sempet lah! Abis subuh gw masak. Emang mau masak apa sih gw sampe lama-lama gitu"" katanya dengan nada tinggi. Gw sampai harus menutup mulutnya dengan tangan gw biar nggak mengganggu tetangga-tetangga lain.
suaranya dikecilin dikit napa, buset dah&
lo siiih& dia langsung merendahkan volumenya sampai ke taraf berbisik.
Gw tertawa geli. emangnya, gw melepas kaos kaki dan melemparnya ke sudut ruangan, lo mau masakin gw apa"
& .. Ara terdiam dan berpikir. Dia memandangi langit-langit
agak lama. Rambutnya masih menutupi sebagian wajah dan matanya.
lo maunya dimasakin apa" tanyanya.
lo bisa masak apa" gw tersenyum jahil. Gw geli dengan istri gw ini, ngotot mau masakin gw padahal gw tahu kemampuan memasaknya terbatas.
paling bikin telor sama goreng-goreng makanan beku doang sih sempetnya& dia menunduk sambil memainkan ujung-ujung kaosnya. Gw baru memperhatikan kostum yang dipakainya sore itu. Dia memakai kaos putih bergambarkan personel The Beatles kesayangannya, dengan lengan yang cukup pendek, nyaris tanpa lengan, serta celana pendek hitam.
ya udah besok bikin itu aja gapapa& ujar gw. Terharu gw dengan niatannya memasak bekal buat gw.
beneraaaan" seketika dia terlihat senang dan mencubit kedua pipi gw.
iya bener, udah besok bikin itu aja. gw berdiri dan melepas kemeja gw. makan yuk. Lo udah mandi belom" lo ngajakin makan kok nanyanya mandi"
errr, emang lo mau keluar gitu kalo belum mandi" sergah gw.
mandi nggak mandi sama aja, gw tetep cantik. dia berdiri kemudian tersenyum sambil melenggak-lenggokkan badannya di depan gw. gw cantik kan" Ya kan" Hayo awas kalo bilangnya
kepaksa! iya, lo cantik banget, Nyonya Gilang& gw terkekeh. terima kasih, Tuan Gilang&
dodol ah, mandi dulu gw& ujar gw sambil ngeloyor keluar.
Handuknya lupaaaa& .. Ara mengingatkan gw dari dalam kamar. Buru-buru gw kembali ke kamar dan mengambil handuk sambil meringis bego tanpa rasa bersalah. Sementara itu Ara hanya menatap gw dengan tatapan dongkol.
Setengah jam kemudian setelah selesai mandi dan sholat maghrib, gw dan Ara bersiap-siap untuk keluar cari makan. Gw mengunci kamar gw, sementara dia mengunci kamarnya. Kunci kedua kamar itu gw pasrahkan ke Ara karena memang dia yang bawa tas. Perut gw berbunyi pelan.
keras bener tuh cacing& komentar Ara waktu kami menuruni tangga.
ya namanya juga laper, bawel ah& sahut gw. mau makan apa kita"
mau naik motor apa jalan kaki nih" dia balik bertanya.
ya tergantung lo maunya makan apa. Kalo jauh ya naik motor, kalo deket ya jalan kaki. Jadi, lo mau makan apa" kalo jalan kaki ntar laper lagi& dia merajuk.
Gw hanya menghela napas panjang.
iya-iya, kita naik motor deh. Mau makan apa" Udah tiga kali gw nanya. Sekali lagi dapet hadiah payung cantik& gerutu gw.
makan ayam yuk, lagi pengen kremesan gw& jawabnya sambil menggandeng lengan gw. emang lo mau makan apa" apa aja asal nasi. Laper gw, Cha&
nasi aking mau" & .. Keesokan harinya, setelah sholat subuh dia sudah menghilang dari kamar. Gw melihat dari tembok balkon, sepagi ini sudah terdengar suara orang menggoreng sesuatu. Gw tertawa kecil. Ini anak, kalau sudah punya mau kayaknya nggak ada yang bisa menghalanginya lagi, pikir gw geli. Namun di dalam hati gw amat bersyukur memiliki seorang istri seperti Ara, dengan segala sifat dan keunikannya. Gw pun kembali masuk kamar dan bersiapsiap untuk berangkat kerja.
Menjelang jam enam pagi, dia sudah naik ke atas sambil membawa sekotak wadah berisi bekal untuk gw yang dia masak. Sambil tersenyum dia menyerahkan wadah itu dan sendok garpu yang dibungkus dengan tissue.
Nih, nanti dimakan ya. Lumayan kan nggak perlu jajan diluar& ujarnya.
Gw membuka tutup wadah bekal itu, dan melihat isi di dalamnya.
Kok lama masaknya" gw menutup kembali wadah bekal. gw tadi lupa masak nasinya& Ara meringis tanpa dosa. trus"
gw ganti nasi aking. jawab Ara kalem.
Chaa& ."" gw agak ga mempercayai pendengaran gw. Entah pendengaran gw yang bermasalah, atau memang istri gw yang bermasalah.
Ara cekikikan. engga-engga, mana mungkin ah! Tadi lama soalnya gw nunggu nasinya mateng dulu. Gorengnya mah cepet& Hehehe& Huff& gw menghembuskan napas lega.
Gw memasukkan bekal yang dibuat Ara tadi ke dalam tas, dan memakai sepatu. Nggak lupa gw memakai ID card di saku depan gw. Kemudian gw dan Ara turun hingga ke parkiran motor. Memang sudah menjadi kebiasaan Ara mengantar gw kerja hingga ke gerbang depan.
berangkat dulu ya& ujar gw sementara Ara mencium tangan gw.
lo jangan capek-capek. kata gw lagi. dan nanti sore waktu gw pulang, lo harus udah mandi.
kenapa emang" mau nonton nggak" gw tersenyum simpul.
beneran yaaa"" Asiiik& ucapnya girang bagaikan anak kecil. siap boss, nanti lo pulang gw udah siap!
good good& gw mengangguk-angguk sambil mencibir. udah ya, gw berangkat dulu&
iya, hati-hati ya, Suamiku&
Sesaat mata kami saling berpandangan, kemudian sama-sama tertawa ngakak. Ah, dia memang paling bisa membuat hari-hari gw ceria. Hahaha& .
PART 88 Adegan-adegan film yang sedang diputar di hadapan gw menggema dengan berisiknya di ruangan gelap itu. Cukup lama gw berkonsentrasi menonton hingga melupakan sosok disamping gw untuk beberapa saat. Ketika alur film mulai melambat, gw menoleh ke sosok disamping gw, dan ternyata dia tertidur. Gw tertawa tanpa suara, dan menyenggol lengannya pelan. Seketika dia langsung bangun dan mengerjap-kerjapkan matanya, sambil menegakkan kembali posisi duduknya.
diajak nonton malah tidur... komentar gw sambil memakan sebiji popcorn. Dia menggosok-gosok matanya dan menghela napas dalam-dalam.
filmnya bosenin... ujarnya. Gw hanya bisa menggelengkan kepala.
lah tadi kan elo yang pilih nonton ini... sahut gw sambil mengulurkan sewadah popcorn yang dari tadi gw pegang. Nih...
tanpa berkata apapun dia mengambil segenggam popcorn dan memakannya sambil menatap kosong ke arah layar besar di hadapan kami. Gw juga melanjutkan menonton tanpa bersuara. Baru beberapa saat gw berkonsentrasi, gw merasakan ada sebuah tangan yang memaksa masuk di kotak popcorn di tangan gw, menyingkirkan tangan gw yang tadinya mau mengambil. Mau nggak mau gw harus mengalah.
habis ini kemana kita" tanya Ara. pulang. jawab gw tanpa menoleh.
lo nggak ada perlu apa-apa lagi"
gw menggeleng. nggak ada. Besok juga gw kerja.
Gw melanjutkan menonton. Entah kenapa gw merasakan Ara memandangi gw cukup lama setelah itu. Ketika gw menoleh ke Ara, dia segera mengalihkan pandangannya lagi ke arah layar. Gw mengernyitkan dahi, dan kemudian kembali memandangi layar di hadapan. Beberapa waktu kemudian gw merasakan ada hangat jemari yang menjalar dari ujung tangan gw hingga ke seluruh telapak tangan gw. Gw tersenyum sendiri, dan membalas genggaman tangannya itu erat.
Suatu hari di bulan April tahun 2011...
Gw bergegas membereskan pekerjaan yang berserakan di meja gw, menumpuknya dan merapikan alat-alat tulis yang ada. Sore itu adalah hari Jumat, menjelang weekend yang dinanti-nanti oleh setiap orang. Tak terkecuali gw. Setelah semua beres, dan waktu pulang kantor telah tiba, gw langsung menuju ke stasiun. Gw nggak perlu menunggu terlalu lama sebelum kereta gw tiba. Di sepanjang perjalanan itu gw nggak lupa selalu berkomunikasi intens dengan istri gw. Ya, Ara memang sedang berada di rumahnya di Surabaya untuk menjalani perawatan.
Akhirnya gw tiba keesokan harinya, dan langsung mencari taksi menuju ke rumah mertua gw. Sesampainya disana, istri gw menyambut dengan senyuman bahagia. Nggak terlukiskan rasanya perasaan gw ketika melihat kembali sosok istri gw ini, setelah
beberapa waktu terpisah. Dia mengenakan baju tidur terusan berwarna salem, dan rambutnya yang agak panjang itu terlihat sedikit acak-acakan. Wajahnya pucat, barangkali karena memang tanpa make-up. Tapi diatas semua itu, dia tetap masih terlihat sangat cantik. Setidaknya untuk gw.
Gw mencium keningnya lembut, dan mendekapnya erat. Rasanya gw seperti terlahir kembali ketika merasakan kembali hangat tubuhnya. Dia tersenyum pucat, dan mengelus pipi gw pelan. apa kabar" tanya Ara lembut.
capek, tapi seneng banget ketemu lo lagi... gw tersenyum lebar dan mengelus rambutnya yang telah memanjang. lo udah makan" tanya gw.
harusnya gw yang nanya itu... dia tertawa.
kalo gw pasti belum makannya lah, orang baru sampe juga... Hahaha...
yuk masuk... Ara mengambil jaket gw, dan tas gw. Buru-buru gw larang untuk mengambil tas gw karena berat, tapi gw biarkan dia membawa jaket gw.
Sesampainya di dalam ternyata bapak ibu mertua gw sedang nggak berada dirumah. Sepertinya beliau berdua ada acara pagi itu. Gw langsung masuk ke kamar gw dan Ara, dan melepas atribut kantor yang sedari kemarin masih menempel di tubuh gw. Ara duduk di tepian kasur, dan memandangi gw dengan iba. capek banget yah" mandi dulu sana... katanya pelan. habis
mandi gw siapin sarapan buat lo...
nggak perlu lo sendiri lah, nanti gw yang minta tolong ke mba Ros aja nggak papa... sahut gw sambil melepas kemeja yang telah lusuh.
gw aja... dia kekeuh menyiapkan sarapan untuk gw dan bergegas keluar mencari mba Ros sebelum gw mendahuluinya. Gw hanya bisa menggelengkan kepala, kemudian segera mandi.
Selama sarapan itu dia menemani gw, duduk disamping gw walaupun gw mendeteksi wajahnya memucat.
lo istirahat aja, gw juga habis ini nemenin lo kok... gw mengunyah makanan gw. Yaa"
gw nunggu lo aja, kan makan lo cepet tuh. Paling juga bentar lagi kelar kan...
Masih ngotot juga ini anak... udah diminum obatnya" tanya gw.
dia mengangguk. Udah lah, setiap pagi kan gw minumnya. Kaya lo nggak apal aja kebiasaan gw.
ya kan gw cuma memastikan siapa tau lo lupa...
gw kan enggak pelupa kaya lo... gerutunya. Gw tertawa pelan.
pagi-pagi ngedumel ajeee... sahut gw sambil mencolek hidungnya, yang buru-buru langsung dia tepis. Ara mendengus
kesal. Setelah gw menyelesaikan makan pagi gw, kemudian gw antar Ara kembali ke kamarnya, dan menemaninya beristirahat. Dia berselimut di samping gw, sementara gw hanya berbaring menghadap ke arahnya. Mendengarkan segala ceritanya selama gw nggak ada disampingnya. Waktu itu rasanya gw seperti mendengarkan kembali kepingan hidup yang gw lewatkan, yang gw berharap bisa berada disampingnya ketika melalui masa-masa sulit. Namun sepertinya antara ekspektasi dan realita terlalu besar bedanya. Ara meyakinkan gw agar gw memilih memenuhi kewajiban gw di Jakarta, sementara dia berjuang sendirian disini. Lo cari duit biar gw sembuh, katanya setengah bercanda.
Suara lembut yang berasal dari bibir wanita di samping gw ini lama-lama mengecil, dan akhirnya hilang berganti dengan wajahnya yang teduh dan desah nafasnya yang lembut. Gw mengelus rambutnya pelan, dan mengecup keningnya. Melihatnya kembali disamping gw dengan keadaan tak kurang satu apapun adalah anugerah yang bahkan gw sendiri pun nggak berani untuk mohonkan.
Ketika akhirnya malam telah datang, gw duduk di kursi di teras kamar Ara yang menghadap langsung ke halaman belakang. Gw termenung, dan menatap gemerlap bintang di langit. Bintang yang sama yang selalu gw tatap ketika pikiran gw sedang kalut. Gw tahu, yang gw lakukan ini adalah kiasan. Makna dibalik itu adalah ketika gw sedang dilanda masalah ataupun beban hidup, secara instingtif gw akan kembali kepada sang Pencipta Langit, Yang Maha Kuasa.
Kemudian gw merasakan dua tangan yang memeluk leher gw dari
belakang. Aroma parfum yang khas yang telah gw hapal selama empat tahun lebih. Ujung-ujung rambutnya jatuh di kepala gw, dan menggelitik pipi serta pelipis gw.
langitnya cerah yaah... katanya. Gw mengangguk-angguk pelan mengiyakan.
kira-kira bakal ada bintang jatuh nggak yah" Kalo ada gw mau minta biar gw cepet sembuh dan bisa nemenin lo lagi... katanya lagi dengan nada riang. Sebagian hati gw gembira mendengar semangatnya, tapi sebagian lain dari hati gw mencelos. Gw menarik napas panjang.
Ada atau nggak ada bintang jatuh, lo selalu boleh untuk memohon sesuatu ke Dia kok, Cha... gw memegang salah satu tangannya yang melingkar di leher gw. Dan gw yakin doa-doa kita pasti akan dikabulkan oleh-Nya...
lo juga selalu doain gw kan" tanyanya jahil. Kemudian dia tertawa renyah.
barangkali doa-doa gw hampir sama banyaknya seperti bintang yang kita lihat sekarang, Cha... jawab gw.
diiih, bisa aja ngegombalnyaaaa.... Kami kemudian tertawa bersama.
Gw menatap langit sekali lagi, dan mengagumi segala kemegahan ciptaan-Nya. Diantara kerlip bintang di angkasa itu gw melihat dua sosok manusia, pria dan wanita yang tersenyum, dan tertawa
bahagia. Wajah sang wanita telah sangat gw kenal di hati dan jiwa gw, sementara wajah sang pria adalah wajah yang gw lihat selama dua puluh tiga tahun gw hidup. Mereka begitu bahagia, tertawa bersama dan berbagi cerita. Pada akhirnya mereka berdua bersama-sama menatap gw, seakan mereka menyadari kehadiran gw di dimensi mereka, dan tersenyum.
Sebuah senyuman yang mengisyaratkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Atau sebuah isyarat yang lain"
Biar waktu yang menjawab semuanya.....
PART 89 Satu hal yang sangat dan akan selalu gw syukuri dari sosok seorang Ara adalah dia sangat memperhatikan seseorang hingga ke sisi-sisi yang bahkan orang tak akan menyangka. Dibalik sifatnya yang manja dan kolokan, dia selalu menaruh simpati kepada seseorang bahkan melebihi simpatinya kepada dirinya sendiri. Itulah sisi dari dirinya yang nggak banyak diketahui orang.
Gw memandangi wajahnya yang terlelap dengan damai disamping gw. Wajah itu sedikit memucat, tapi bercahaya. Desah nafasnya yang lembut beraturan itu bagaikan nyanyian merdu di telinga gw. Gw membelai lembut rambutnya, berhati-hati agar dia nggak terbangun. Gw ternyata mencintainya jauh melebihi batas-batas yang ditetapkan oleh dunia ini. Rasa-rasanya gw telah mengenalnya jauh sebelum gw dilahirkan. Seolah gw dan dia telah membuat suatu perjanjian ketika jiwa-jiwa kami terbentuk di alam sana, bahwa kami akan bertemu dan saling melengkapi di dunia fana.
Pada awal gw jatuh cinta kepadanya, hati gw terasa berbungabunga seperti layaknya manusia manapun yang jatuh cinta. Gw memang belum pernah pacaran sebelum ini, tapi gw pernah jatuh cinta sebelumnya. Gw jatuh cinta namun nggak berani untuk mengungkapkan. Berkali-kali gw seperti itu. Namun kala gw jatuh cinta pada Ara, gw memberanikan diri untuk mengungkapkannya. Jauh setelah itu gw menyadari, mungkin memang hati gw
diperuntukkan hanya kepadanya. Hanya miliknya seorang.
Ara membuka matanya. kamu nggak tidur" suaranya parau. Dia menarik selimut dan membalikkan tubuh menghadap gw.
Gw tersenyum kecil. belum ngantuk... jawab gw singkat.
jam berapa sekarang" Ara bertanya lagi.
jam dua pagi... gw membetulkan selimutnya yang terlipat. kamu tidur lagi yah...
Ara memandangi gw dengan sayu, kemudian meraih tangan gw dan menggenggamnya erat di pipinya. Pipi itu hangat.
kamu juga tidur dong, ngapain juga kamu bangun sampe jam segini...
gw membelai rambutnya sekali lagi dengan lembut.
bentar lah, lagi menikmati keindahan di depan mata ini... gw tertawa tanpa suara, kapan lagi bisa ngeliatin kamu tidur...
uuu dasar... ..... eh, Gil... panggilnya setengah berbisik.
ya" maafin aku ya... buat apa" Ara memejamkan matanya beberapa saat, kemudian membukanya lagi. Kali ini dengan seuntai senyum menghiasi wajahnya.
maafin aku kalau aku belum mencintai kamu seperti seharusnya....
Hati gw terasa membeku mendengar ucapannya itu. Bagaimana mungkin dia meminta maaf untuk hal seperti itu" Bahkan bisa mencintainya saja sudah merupakan mukjizat di hidup gw. Dia terlalu indah bagi gw, sampai-sampai gw merasa nggak pantas untuk meminta lebih. Gw mencintainya di setiap relung hati gw. Gw memujanya di setiap angan gw. Dan gw memimpikannya melampaui cakrawala imaji gw.
Cha... gw menggenggam erat tangannya, dan menciumnya lembut.
nggak ada yang perlu dimaafin, Cha... Gw cinta lo jauh melebihi kemampuan hati gw untuk mencintai... Lo adalah keajaiban yang menghiasi hidup gw...
Ara menyunggingkan senyum lebar. Senyum itu pucat, namun terukir dengan sepenuh hati. Dengan sepenuh jiwanya. Dia mengelus pipi gw pelan.
Dulu, gw pernah bermimpi sesuatu tentang lo. Sebuah cerita panjang tentang diri lo, seperti perkenalan semu. Dari situ gw merasa seperti udah mengenal lo jauh sebelum kita ketemu...
Gw terkesiap. Lo tahu, Cha" Gw juga merasakan hal yang sama. Gw seperti sudah mengenal lo jauh sebelum ini. Seperti... gw tercekat, ...seperti hati ini memang sudah terukir untuk lo...
Ara memejamkan matanya lagi.
barangkali memang begitu adanya... katanya lirih.
Gw hanya bisa menatapnya, dan mengecup keningnya lembut. Ya, barangkali memang gw dan dia telah mengenal jauh sebelum kami dilahirkan. Nggak masuk di akal, memang. Tapi begitulah adanya. Setidaknya begitulah yang kami rasakan.
Segala yang pernah Ara lakukan bagi gw, dan sebaliknya, seperti alarm pengingat lagi tentang apa-apa yang pernah gw cintai dengan sepenuh jiwa. Kenangan yang tertidur jauh di dasar memori fana gw. Belum pernah gw menemukan seseorang yang benar-benar bisa melengkapi gw di setiap sisinya. Gw dan dia bagaikan satu kepingan mata uang yang terbelah, dan hanya bisa bersatu satu sama lain. Nggak akan tertukar dengan yang lain. Karena hanya Ara lah yang bisa melengkapi gw sedemikian rupa.
semakin hari gw semakin menyadari, Gil, bahwa lo datang di hidup gw karena sesuatu... ucapnya lembut. Dia menatap gw.
sesuatu itu apa" sesuatu itu adalah alasan kenapa gw bisa mencintai lo. Lo datang di hidup gw, karena lo memang untuk gw. Gw nggak bisa meminta lebih dari itu...
Huff... Lagilagi hati gw terasa seperti disiram air es.
Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Barangkali itu juga yang gw rasakan waktu mencintai lo... ujar gw getir.
Ara menempelkan tubuhnya mendekat ke gw. Dia seperti mencari kehangatan. Gw menyambutnya, dan mendekapnya.
terima kasih ya sudah hadir di hidup gw... katanya dalam dekapan gw.
terima kasih kembali... Gw mengelus-elus rambutnya, entah berapa lama. Segala ketenangan yang gw butuhkan ada di dekat gw, dan gw menikmatinya. Bahkan gw bisa sayup-sayup mendengar suara hembusan angin malam. Segalanya begitu tenang, dan damai. Gw merasakan hangat tubuhnya, dan aroma tubuhnya yang khas. Gw tahu gw nggak memerlukan apa-apa lagi selain dirinya, dan ketenangan ini. Gw tahu, gw telah menemukan kepingan jiwa gw yang lain.
Pagi pun datang menjelang....
PART 90 kok udah bangun" tanyanya sambil mengucek-ucek mata. Baju tidurnya yang gombrong itu menjuntai lucu. Dia menguap dan duduk disamping gw.
udah siang ini, masa masih tidur... gw tersenyum menatapnya. gw masih ngantuk...
ya elo mah kebiasaan bangun siang sekarang, disuruh bangun pagi dikit ngedumelnya seharian. Coba deh bangun pagi, seger kok... gw menepuk pahanya pelan.
bawel... Ara cemberut. Gw tertawa. Ah istri gw ini memang menggemaskan... nah kan" ngedumel lagi...
udah sarapan" tanya Ara. Gw menggeleng. belum... mau sarapan apa"
apa aja ntar gampang... jawab gw sambil menyibakkan rambut Ara yang menutupi sebagian mukanya. nah, kalo gini kan cantik. Kalo tadi jauh-jauh disangka penampakan tuh. Pake baju putih panjang, muka ketutup rambut.... gw terkekeh.
Ara menonjok lengan gw pelan. Pagi-pagi hobi banget sih
ngeledekin gw... dia kemudian menguap lagi. nanti kereta malem kan yak" siang kita jalan dulu ya. putusnya.
mau kemana" ya jalan-jalan aja, udah lama kan kita nggak jalan-jalan berdua... dia gelendotan di bahu gw. ntar gw ajak lo liat sekolah gw dulu yak. Ara tertawa.
gw meliriknya dengan geli. pasti sekalian mau jajan... kok lo tau"
ketebak itu mah. Lagi gw suami lo, pasti apal lah kebiasaan istri sendiri. Dari dulu lo kan hobinya jajan...
Ara terkikih karena merasa modusnya terbongkar. Kemudian dia gelendotan di bahu gw lagi.
boleh kan" yaaah, boleh yaaah" gw menowel hidungnya lembut.
kayanya sia-sia aja kalo gw nggak ngebolehin elo...
yeeey! Ara mencubit pipi gw dengan gemas. Sakit banget cubitannya. Tapi nggak papa lah, dia lagi senang. Itu yang harus selalu gw pertahankan.
Menjelang siang, gw dan Ara sudah berada di jalan, menuju kemanapun yang dikehendaki Ara. Kali itu gw yang menyetir, karena akhirnya gw sudah bisa menyetir sendiri, berkat
bimbingan dari teman sekantor. Gw membawa mobil dengan hatihati, karena disamping gw masih belum berpengalaman, gw juga membawa mobil milik mertua gw, orang tua Ara. Kalau mobil gw sendiri mah gw bisa lebih santai. Jalanan siang itu cukup padat.
Akhirnya gw dan Ara tiba di sebuah bangunan sekolah di daerah utara Surabaya. Sekolah itu tampak asri, dengan banyak pohonpohon yang menghiasi bagian depannya. Hari itu hari Senin, karena gw mengambil cuti sehari dari kantor, jadi gw bisa agak lama menghabiskan waktu bersama istri gw disini. Gw menatap setiap detail bangunan sekolah tersebut.
disini dulu sekolah gw... kata Ara sambil tersenyum dan menggandeng lengan gw.
kelas lo yang sebelah mana"
tuh, yang lantai dua, kedua dari pojok... dia menunjuk salah satu ruangan kelas yang tampak dari pinggir jalan tempat kami berdiri.
panas ya" komentar gw setelah melihat bahwa kelas itu terpapar sinar matahari.
bangeeet... gw mengangguk-angguk. dulu gw biasa parkir mobil disitu tuh... dia menunjuk satu spot parkir dibawah pohon, dan di depan sebuah warung persis. gw sering nongkrong di warungnya juga... dia tertawa.
coba aja kesana, siapa tahu yang punya warung masih inget sama elo... tukas gw.
engga ah, males, ntar kelamaan ngobrolnya nggak kelar-kelar kita dari sini...
gw tersenyum. bawel ya emang"
bangeeettt... Bu Sri namanya yang punya warung... udah berapa tahun ya lo nggak kesini"
itung aja dari dua ribu enam sampe sekarang jadi berapa... bisa ngitung nggak sih Pak" Istrinya siapa sih" Nggak pernah ngajarin ngitung ya" sahutnya dengan tengil. Mau nggak mau gw terbahak melihat reaksinya itu. Songong abis, tapi cuma bercanda... lima tahun yak... gw meringis.
Ara mendengus. emangnya, apa yang paling lo kangenin dari SMA" tanya gw sambil menatap sekolah itu dan mencoba menyalakan sebatang rokok. Dengan gemas Ara mengambil rokok di mulut gw yang belum sempat gw nyalakan, dan membuangnya.
kok dibuang" tanya gw sewot.
kurangin lah ngerokoknya. wajahnya bete.
iya deh iyaaa.... mau nggak mau gw menuruti perintahnya itu daripada berabe.
lo tadi nanya apaan" yang paling gw kangenin dari SMA yak" Ara berpikir beberapa saat, sambil melipat tangannya di dada. Sesekali dia tersenyum sendiri. Sepertinya dia sedang menyelami kembali memori-memori tentang masa mudanya.
yang paling gw kangenin dari jaman SMA itu mungkin beban hidupnya kali ya... cuma berkisar antara sekolah sama soal cintacintaan... soal hidup mah gw dulu nggak mikir sama sekali, makan udah disediain, rumah udah enak banget, fasilitas lengkap. Apa lagi yang gw minta" urainya sambil menerawang jauh.
gw baru merindukan itu semua waktu gw udah di Jakarta. Rasanya hidup gw timpang banget waktu itu, jauh dari rumah, jauh dari orang tua... kata Ara lagi.
cuma gw menemukan pengganti dari itu semua. Dan gw pikir itu sepadan kok sama apa yang gw tinggalin disini... Ara mengedipkan sebelah matanya ke gw dengan genit. Dia menggandeng lengan gw dan bersandar di bahu gw dengan manja. oh ya" apa itu" gw tertawa.
dia memicingkan matanya, menatap gw dengan sebal. nggak usah pura-pura bego deh... gerutunya.
tawa gw semakin keras hingga Ara terpaksa memukul lengan gw untuk menyadarkan gw lagi bahwa gw sedang berada di tempat umum.
Gil... panggilnya setelah beberapa saat.
ya" jawab gw. dia menoleh ke gw. Tersenyum dengan amat cantik. gw sayang lo...
meskipun gw telah cukup sering mendengar itu dari bibirnya, namun setiap kali dia mengucapkan kata-kata itu membuat jantung gw berdegup kencang, dan kaki gw terasa lemas. Untuk beberapa detik gw merasa salah tingkah.
lo tahu kalo gw juga sayang sama lo, Cha... jawab gw akhirnya. dia mengangguk-angguk.
dan gw harap lo juga tahu kalo gw nggak akan menukar lo dengan masa-masa bahagia gw disini. Sebahagia-bahagianya masa muda gw dulu, gw jauh lebih bahagia bisa hidup bersama lo... kata Ara sambil melingkarkan tangannya di lengan gw.
Gw hanya bisa mengiyakan dalam hati. Karena gw tahu, nggak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan betapa gw juga bahagia bersamanya. Dan gw juga berharap, kebahagiaan itu akan terus kekal abadi untuk selamanya.
PART 91 lo beneran harus balik ke Jakarta ya"
gw memandanginya dengan sedih. Gw membenci saat-saat seperti ini, ketika gw dan dia lagi-lagi harus dipisahkan oleh kenyataan. Dia menggenggam kedua tangan gw erat-erat. Suara gemuruh pengumuman keberangkatan menggema dan menelan suara-suara kami.
Gw menarik tangannya mendekat, dan memeluknya erat.
gw bakal kembali ke lo secepatnya... gw bersungguh-sungguh.
atau gw yang kembali ke lo" tanyanya di pelukan gw.
gw tersenyum. lo udah berkorban banyak untuk gw, kali ini giliran gw yang melakukan sesuatu untuk lo... sahut gw.
maksudnya" gw melepaskan pelukan gw, dan memegang kedua pipinya dengan lembut. Gw menatap kedua matanya lekat-lekat.
tunggulah sebentar lagi... kata gw pelan.
dia tersenyum cantik. all I wanna do is find a way back into love... Diluar dugaan gw, dia justru menyenandungkan sebuah lagu secara perlahan. Dia menggoyang-goyangkan tangan gw, seolah mengajak gw berdansa.
Gw memeluknya sekali lagi, dan mengecup keningnya pelan sebelum gw akhirnya memasuki bagian dalam stasiun untuk kembali ke tanah rantau. Langkah gw terasa sangat berat, dan mata gw nggak bisa lepas memandang sosok wanita mungil berambut sebahu dengan mengenakan jaket merah menyala, yang tak henti-hentinya melambaikan tangannya ke gw. Di sudut terakhir sebelum dia menghilang dari pandangan gw, dia meniupkan sebuah ciuman untuk gw. Ingin rasanya gw berlari kembali dan memeluknya erat, nggak akan gw lepaskan lagi.
Ya Tuhan, ternyata seberat ini ya....
Tapi sebesar apapun keinginan gw untuk mendekapnya, gw harus kembali ke realita kehidupan. Logika masih mengalahkan perasaan gw. Gw tahu gw harus berjuang lebih jauh lagi, demi Ara, dan demi kami berdua.
Selama perjalanan kembali itu, gw hanya termenung memandangi kegelapan di balik kaca jendela. Hati gw mulai mempertanyakan apakah ini semua sepadan. Gw teringat ucapan Ara, yang mengatakan bahwa dia meninggalkan kehidupannya di Surabaya, dan menemukan pengganti yang sepadan, yaitu gw. Terjadi
perang batin di hati gw, dimana Ara dan pekerjaan gw menjadi pihak yang berperang. Siapapun yang menang diantara mereka, gw lah yang harus menanggung resikonya.
Namun pada akhirnya gw tetap harus memilih sang pemenang. Gw telah mengambil keputusan.
Sekembalinya di Jakarta, gw segera memulai rutinitas gw seperti biasa. Kembali ke kantor, dan mengerjakan tugas-tugas gw. Kali ini gw seperti memiliki motivasi yang berbeda. Siang itu, segera setelah menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan ke gw, perhatian gw beralih ke hal lain. Gw membuka-buka situs pencari kerja, dan mulai mencari-cari mana yang cocok untuk gw.....di Surabaya.
Nggak perlu waktu lama, gw menemukan beberapa lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan serta pengalaman yang gw miliki. Gw memasukkan lowongan dengan acak, bahkan gw nggak melihat berapa gaji yang ditawarkan. Yang penting gw masukkan saja semuanya, dan berharap salah satu atau salah banyak dari mereka tertarik untuk mempekerjakan gw. Ketika semuanya telah selesai, satu-satunya hal yang bisa gw lakukan hanya menunggu.
Dua minggu kemudian. Pagi itu gw melakukan kegiatan yang biasa gw lakukan ketika tiba di kantor. Membuat segelas kopi panas, kemudian merapikan
kertas-kertas yang akan gw periksa nantinya. Gw menyalakan komputer, dan sambil menunggu komputer itu siap digunakan, gw menghirup kopi panas gw perlahan. Setelah komputer siap untuk dipakai, gw membuka browser, dan membaca-baca berita yang memang setiap hari gw lakukan. Kemudian dengan iseng gw membuka email gw, tanpa ekspektasi apapun.
Ada beberapa notifikasi email baru di kotak pesan gw. Sebagian email kerjaan, ada email spam, tapi ada satu email yang menarik perhatian gw. Dengan segera gw membuka email tersebut, dan membaca isinya dengan seksama. Intinya adalah panggilan wawancara kerja. Dengan semangat gw membalas email tersebut. Untungnya bagi gw, wawancara itu dilakukan melalui telepon, karena posisi gw yang jauh.
Keesokan harinya gw ditelepon lah itu oleh pihak perusahaan yang tertarik untuk mewawancarai gw. Dengan lancar gw menjawab segala pertanyaan yang diajukan, meskipun gw nggak bisa menceritakan detailnya karena lupa. Dengan harap-harap cemas gw menunggu hasil wawancara itu. Dan berita yang gw tunggu-tunggu hasilnya datang sekitar seminggu kemudian. Gw dijadwalkan mengikuti tes kesehatan yang bisa dilakukan di Jakarta, dengan syarat nanti hasil tes kesehatan itu dikirimkan langsung oleh laboratorium ke perusahaan di Surabaya tersebut. Nggak lupa gw meminta permakluman ke perusahaan itu untuk meminta waktu lebih lama seandainya gw diterima nanti, karena di kantor gw berlaku one month notice bagi karyawan yang akan mengundurkan diri.
Seminggu setelah gw melakukan tes kesehatan itu, akhirnya gw dinyatakan diterima. Nggak terlukiskan perasaan gw waktu itu. Spontan gw sujud syukur di musholla kantor setelah gw menerima telepon bahwa gw diterima. Nggak perlu waktu lama, gw segera membuat surat resign, dan melaporkan niatan gw itu ke atasan, dengan jangka waktu sebulan, tentu saja. Ketika gw melaporkan itu, lagi-lagi gw masih diliputi keberuntungan. Atasan gw memberikan toleransi, sehingga dalam waktu 15 hari sejak pemberitahuan itu gw bisa meninggalkan kantor. Dengan syarat gw harus menyelesaikan segala tanggung jawab yang masih tersisa.
Gw buru-buru mengiyakan, dan sangat berterimakasih atas toleransi yang diberikan. Dalam hati gw nggak berhenti bersyukur, meskipun sebenarnya atasan gw telah gw ceritakan tentang kondisi istri gw yang terpisah. Gw yakin, Ara menjadi pertimbangan atasan gw sehingga gw bisa dipermudah untuk keluar dari sini. Tanpa Ara sadari, dia lagi-lagi menolong gw ketika gw menghadapi kesulitan. Dia memang selalu menjadi malaikat penolong bagi gw. Barangkali ini memang rejekinya Ara, batin gw.
Selama proses gw mencari pekerjaan baru itu, nggak sekalipun Ara gw beritahu tentang ini. Memang sengaja gw rahasiakan darinya, karena gw nggak ingin dia terlalu banyak berharap. Biarlah dia berharap melalui doa-doanya, sedangkan gw disini berjuang. Pada akhirnya, perjuangan gw itu nggak sia-sia. Apa
yang gw dan Ara impikan untuk bisa bersatu kembali, perlahan mulai menunjukkan jalannya.
Akhirnya tibalah waktunya bagi gw untuk pindah dari kosan ini. Dari kamar nomor lima belas yang telah gw huni selama lima tahun terakhir ini. Disinilah gw belajar mengarungi hidup, mengenal cinta, dan bertemu dengan Ara. Disini pula gw belajar menerima, dan melepas banyak hal yang gw sayangi. Gw menatap selasar yang berisi kamar-kamar yang berderet. Banyak dari mereka adalah penghuni baru. Penghuni lama yang gw kenal dulu sudah banyak yang meninggalkan tempat ini.
Berawal dari Jihan, kemudian Bang Bolot, dan terakhir Ara, satu per satu keluar dari kosan ini, dengan alasan dan jalan hidup masing-masing. Gw menatap nanar ke barisan pintu berwarna cokelat tua, yang telah menjadi pemandangan rutin gw selama ini. Gw sangat bahagia bisa berkumpul kembali dengan Ara, namun nggak gw pungkiri bahwa gw merasa berat meninggalkan tempat yang selama ini gw anggap sebagai rumah kedua gw.
Gw memindahkan barang-barang Ara yang masih tersisa, dari kamarnya ke kamar gw. Betapa kamar itu penuh dengan memori di setiap sudutnya. Rasa-rasanya gw bisa melihat senyumnya di setiap sisi kamar itu, dan suaranya yang masih menghiasi kamar itu. Namun kali ini gw harus realistis, dan menutup kenangan itu untuk membuat sebuah cerita baru. Ketika barang terakhir Ara telah gw pindahkan ke kamar gw, gw bermaksud untuk menutup kamar Ara itu. Namun rasanya berat sekali bagi gw untuk
menutupnya, karena bagi gw itu seperti menutup satu masa hidup dimana gw jatuh cinta dan menikmati hari-hari bersama Ara di kota ini. Pada akhirnya, dengan senyum pengharapan gw menutup pintu itu, dan mengucapkan selamat tinggal pada segala kenangan yang pernah ada di tempat itu.
Akhirnya di suatu malam, gw tiba di depan sebuah rumah megah yang telah gw kenal baik. Gw tahu penghuninya telah tertidur. Dengan perlahan gw mengetuk pagar, dan pekerja dirumah itu yang telah mengenal gw membukakan pintu untuk gw.
loh, mas Gilang, kok malem-malem sampe sini nggak ngabarin dulu" tanya mba Ros, pembantu dirumah itu.
dadakan, Mba... jawab gw sambil melangkah masuk. Acha udah tidur"
udah mas, Non Acha udah tidur dari tadi. Ini kan udah lewat tengah malem, Mas...
oh iya juga ya... gw menepuk jidat karena lupa bahwa sekarang sudah lewat tengah malam.
Gw segera masuk kedalam, dan menuju ke kamar Ara. Dengan sangat perlahan gw membuka pintu, dan mendapati istri gw memang sedang tertidur nyenyak. Wajahnya sangat damai, walaupun pucat. Wajah yang selalu gw rindukan, dan wajah yang menjadi alasan gw untuk mengejar takdir disini. Gw meletakkan
tas perlahan-lahan, dan duduk di tepian kasur. Gw membelai rambutnya dengan lembut. Nggak lama kemudian, Ara membuka matanya. Dia berkedip-kedip, seakan nggak percaya gw ada disitu.
sayang" tanyanya dengan suara parau.
gw tersenyum. iya, ini gw...
gw melihat mata Ara berkaca-kaca. Dia membelai pipi gw, seolah ingin memastikan bahwa gw ini nyata, bukan hanya mimpi. Bibirnya bergetar.
kok ada disini" setitik air mata mengalir di pipinya, dan jatuh di bantal. Gw menggenggam tangannya yang membelai pipi gw.
sesuai janji gw, gw kembali ke lo, Cha... Kita bakal bersama lagi seperti dulu... gw mengecup dahinya lembut.
maksudnya" gw nggak akan ninggalin lo lagi, Cha... Gw akan nemenin lo lagi seperti dulu... Lo nggak akan kesepian lagi malem-malem... ucap gw tercekat nggak sanggup menahan haru yang membuncah di hati gw.
Ara mulai terisak. Sepertinya dia memahami apa maksud gw.
apa ini maksudnya.... gw mengangguk. iya, Cha.... gw pindah kerja disini... gw akan nemenin lo lagi, Cha...
Sontak dia bangkit dari tidurnya, dan memeluk gw erat. Sangat erat. Dia menangis sejadi-jadinya di pelukan gw. Dia melepaskan segala beban yang selama ini dipikulnya, dan menumpahkan rasa syukur atas segala doa-doanya.
setiap malem gw selalu berdoa untuk malem ini.... isaknya di pelukan gw. gw tahu lo bakal kembali untuk gw, gw yakin itu...
gw membelai rambutnya lembut. iya, Cha... gw kembali untuk lo, gw ada disini...
Selama beberapa waktu Ara masih terisak-isak di pelukan gw. Gw membiarkannya menumpahkan segala perasaannya, dan kerinduannya. Karena memang gw juga merindukannya melebihi apapun. Setelah beberapa lama menangis di pelukan gw, dia menarik diri, dan tersenyum lebar dengan wajah sembab.
sekarang gw bisa tenang, ada lo lagi disamping gw...
gw mengangguk terharu. sekarang gw bisa tenang... ulangnya lagi.
Dia mencium gw, dan sekali lagi memeluk gw dengan erat. Sangat erat.
PART 92 Di suatu malam yang dingin, gw termenung, duduk sendirian di teras kamar milik Ara, yang sekarang menjadi kamar gw juga. Gw menatap kelamnya angkasa, yang sesekali menampakkan kerlip bintang. Gw tersenyum takjub, ketika menyadari bahwa gw sedang menatap mesin waktu yang paling nyata. Kerlip bintang yang gw lihat detik ini adalah cahaya yang dipancarkan entah berapa ratus, bahkan ribu tahun cahaya jauhnya dari sini. Gw sedang menatap masa lalu. Dan seketika gw teringat masa lalu gw.
Gw bahkan nggak menyadari dengan sepenuhnya bahwa gw telah sampai di titik ini. Di usia gw yang baru menginjak dua puluh tiga tahun ini gw sudah memiliki istri. Di saat teman-teman gw yang lain masih sibuk mengejar mimpi dan cita-citanya, gw sudah menemukan mimpi gw, dan bermimpi kedepan lagi bersamanya. Satu hal yang selalu gw semogakan dalam doa.
* * * Pagi tadi, gw terbangun karena mendengar isakan Ara disamping gw. Diantara kesadaran gw yang belum pulih sepenuhnya itu gw bangkit dari tidur, dan membelai rambutnya lembut. Dia kemudian mendekap gw dengan erat, dan melanjutkan isakannya didalam pelukan gw. Gw memahami apa yang menjadi penyebab dia menangis itu, setidaknya di dalam benak gw. Dia sedang membutuhkan waktunya sendiri, gw tahu.
gw takut... isaknya. gw mencoba menenangkannya dengan membelai lembut
rambutnya. Gw sendiri pun nggak bisa berkata-kata. Tapi gw harap hangat dekapan gw bisa menenangkannya. Gw tahu gw dan dia saling memahami dalam kebisuan.
gw disini, sayang... ucap gw pelan. Napas gw terasa sesak. gw ada disini untuk lo... lanjut gw.
jangan tinggalin gw lagi ya... please jangan tinggalin gw... dia memegang lengan gw dan menangis di dada gw. Dekapan gw semakin erat.
enggak, Cha... gw nggak akan ninggalin lo. Gw ada disini untuk lo, sekarang dan selamanya. Gw akan selalu ada untuk lo, kapanpun. Lo istri gw, lo itu segalanya bagi gw...
jangan tinggalin gw.... ucapnya berulang-ulang dengan lirih di sela-sela isakannya yang dalam. Sepertinya hatinya sedang sangat rapuh malam itu. Belum pernah gw lihat dia serapuh ini, sepanjang ingatan gw mengenalnya.
Gw terus mendekapnya erat, dan membelai rambutnya lembut. Hati gw terasa hancur melihat dirinya yang rapuh malam itu. Gw mendekapnya dan menggoyang-goyangkan badan gw perlahan, seolah gw mendekap anak kecil.
All I wanna do is find a way back into love... gw
menyenandungkan lagu secara perlahan di telinganya. Gw tahu itu salah satu lagu favoritnya akhir-akhir ini.
I can't make it through without a way back into love....
lo adalah hal terbaik yang pernah ada di hidup gw, Cha. Gw akan selalu bersyukur atas diri lo, sampe kapanpun, sampe nanti habis waktunya. Gw selalu percaya, lo memang ditakdirkan untuk gw... ......
kalo gw harus memilih masa-masa yang terbaik di hidup gw, hidup bersama lo selama lima tahun di kosan itu, dan sekarang menikahi lo, itulah masa-masa terbaik gw, Cha... Ara masih terisak pelan di pelukan gw.
mungkin gw belum mengenal lo seutuhnya, mungkin gw belum mencintai lo sebagaimana seharusnya, tapi lo harus tahu, Cha.... Lo harus tahu bahwa gw mencintai lo dengan sepenuh jiwa gw...
Ara semakin erat mendekap gw. Dia membenamkan kepalanya di dada gw, melingkarkan tangannya di badan gw dengan erat. Seolah dia nggak mau lepas dari gw selamanya. lo tahu apa yang paling gw cintai dari lo, Cha" tanya gw. Ara menggeleng pelan di dada gw.
tawa lo, Cha... tawa lo selalu mengingatkan gw tentang hal-hal indah di dunia. Ketika gw sedang jenuh dengan segala sesuatu di sekitar gw, terus gw denger tawa lo, rasanya itu sebagai pengingat buat gw...
pengingat apa" tanya Ara dengan suara parau. gw tersenyum, dan membelai rambutnya lagi.
pengingat bahwa gw masih memiliki hal-hal indah untuk dinanti. Bahwa gw masih dikelilingi oleh hal-hal yang gw cintai. Bahwa gw masih memiliki lo disamping gw...
Ara menatap gw. Dia membelai pipi gw lembut.
gw akan selalu jadi milik lo, Gil. Sejak pertama gw mengenal lo lebih jauh, entah berapa tahun lalu itu, gw sudah jadi milik lo... ucapnya pelan.
Gw tersenyum, dan mendekapnya lagi.
terima kasih atas hadir lo di hidup gw ya... ujar gw. terima kasih untuk segalanya... balasnya. * * *
Gw masih menatap langit kelam, mencoba menenangkan hati dan pikiran gw. Sesekali gw mempertanyakan kembali apa yang sudah terjadi di hidup gw. Tapi pada akhirnya gw tahu bahwa gw sudah menemukan apa yang gw cari. Gw menemukannya melalui perjalanan yang tidak mudah. Dan menurut gw itu sepadan.
Gw tersenyum simpul memandangi langit, dan ajaibnya, seluruh bintang di angkasa itu seperti membentuk siluet wajah Ara.
Paginya gw terbangun, dan hal pertama yang gw lakukan adalah meraba-raba samping gw. Mata gw terbuka lebar begitu gw menyadari Ara nggak ada di samping gw. Gw segera duduk, dan pandangan gw menyapu seluruh ruangan. Akhirnya gw
menghembuskan napas lega ketika mendapati sosok yang gw cari sedang duduk di teras tempat gw duduk semalam. Dia sedang menerawang jauh.
Gw turun dari tempat tidur, dan berjalan pelan ke arahnya. Suara yang gw timbulkan membuat dia menoleh ke arah gw. Dia masih mengenakan baju tidur panjang berwarna krem, dan rambutnya tergerai dengan indah. Wajahnya pucat, namun dia tersenyum ke gw.
selamat pagi... waktunya kuliah" tanyanya jenaka.
mau nggak mau gw tersenyum mendengar sapaannya itu. Kenangan masa lalu tentang kuliah gw dan Ara.
selamat pagi, Amanda... waktunya cari sarapan di warteg" gw balas bertanya.
wartegnya tutup... sahutnya asal.
Gw melangkah, mendekatinya dan merangkulnya. pagi yang indah yaaa.... kata Ara pelan.
Elo lah keindahan itu, Cha....
PART 93 Sayap-Sayap Patah 28 Juni 2011...
pagi yang indah yaaa... gw mengangguk, dan duduk diatas meja di samping Ara. jarang-jarang ada cericip burung pagi-pagi gini... katanya lagi. lo kok sepagi ini udah diluar sih, kan dingin... gw mengingatkan. dia menggeleng.
nggak dingin kok. Lagian gw cuma mau menikmati ini semua. Rasanya pengen gw rekam di ingatan gw...
pake jaket yah" gw menawarkan. boleh...
gw bergegas masuk, dan mencari jaket tipis miliknya. Kemudian gw pakaikan kepada Ara. Dia masih duduk dengan posisi yang sama.
terima kasih... kata Ara.
tadi pagi gw mimpiin elo, Gil... katanya lagi. oh ya" mimpi apa"
dia tertawa kecil. mimpi gw ada di kosan kita, duduk berdua di kamar, berbagi cerita. Seperti yang selalu kita lakuin selama ini. gw tersenyum.
lagi kangen kosan yah" tanya gw. Ara mengangguk-angguk pelan.
iya, gw kangen semuanya. Semua yang pernah ada di hidup gw... mau kesana lagi"
I wish I could... dia menghela napas. tapi nanti lo harus kesana lagi yak...
kenapa" kan sama lo juga, Cha" tanya gw khawatir. Ara hanya tersenyum.
gw titip salam aja ke kosan itu... katanya pelan.
titip salam ke siapa" ke tembok" gw mencoba tertawa. Hati gw diliputi perasaan yang aneh.
iya ke tembok kamar kita, ke pintu, ke semua yang pernah gw tinggali. Oh iya, salam juga buat ibu kos yak... ucapnya dengan senyum serius.
Gw hanya tertawa. Tawa yang hambar. Gw tahu ini bukan saatnya
untuk gw tertawa. Perasaan aneh itu terlalu besar untuk dipungkiri. Ada apa ini"
kok pake salam ke ibu kos segala...
ya nggak papa, salamin ya. Jangan lupa. nadanya menegas.
iya nanti gw salamin... gw mengangguk meskipun dengan sejuta pertanyaan di benak gw.
mama papa belum bangun ya" tanyanya.
nggak tahu gw... tadi bangun-bangun kan gw langsung kesini...
Ara hanya mengangguk-angguk, kemudian dia menoleh dan menatap gw. Tatapan itu tulus, begitu dalam, dan menggetarkan hingga ke relung jiwa gw. Tatapan yang nggak akan gw lupa sampai kapanpun.
lo harus selalu bangun pagi yaa... kata Ara. gw mengangguk. iya, Cha... kenapa emang"
supaya lo bisa selalu bersyukur menjalani hari-hari lo, seberat dan sesulit apapun itu. Karena nggak semua orang bisa menikmati matahari terbit...
lo ngomong apa sih, Chaaa... gw semakin khawatir. Belum pernah dia berbicara seperti ini. Demikian pula hati gw, belum pernah gw merasakan getaran seperti ini. Ada sesuatu yang mengingatkan gw.
jangan banyak ngerokok, berhentilah kalo bisa... dia seperti mengacuhkan gw.
Cha, lo kenapa sih" tanya gw gusar. Badan gw terasa dingin di sekujurnya. Ara hanya menatap gw dengan sayu, dan tersenyum.
selalu berusaha yang terbaik ya, seperti selama ini... dia menyandarkan kepalanya ke badan gw. Gw merangkul bahunya erat. Merasakan hangat tubuhnya.
gw ngantuk... katanya lembut di dekapan gw. tidurlah, sayang... kata gw.
dia menatap gw sekilas. gw tidur dulu ya... selama beberapa detik dia menatap gw. Momen ini nggak akan gw lupakan sepanjang gw masih bernapas. selamat tidur, sayang. Sampai ketemu lagi... ucapnya lirih.
dia kemudian meletakkan kepalanya di badan gw. Dia seperti tertidur. Seperti tertidur.
Selama beberapa waktu gw mendekapnya. Waktu itu rasanya jiwa gw seperti melayang. Mungkin alam bawah sadar gw telah menyadarinya, namun logika dan kenyataan pikiran gw membantahnya. Angin pagi bertiup semilir. Cericip burung menghiasi pagi.
Cha" gw menggoyangkan bahunya pelan.
Nggak ada respon dari Ara. Cha" gw memanggilnya lagi.
Dengan dorongan entah darimana, air mata gw mengalir begitu saja. Mengalir deras di pipi, seperti jiwa gw memberitahukan pada jasmani gw bahwa waktunya telah tiba. Seperti sebuah seruan yang hening.
Cha..." panggil gw dengan suara bergetar. Gw mohon, Tuhan... Gw mohon....
Jangan sekarang.... jangan di waktu ini.... Chaaaa....
Gw mulai terisak. Menatap wajahnya yang bagaikan tertidur, dan pucat. Gw menangis mendekapnya. Merasakan hangat tubuhnya yang masih tersisa. Logika manusia gw masih mencoba membantah, gw mengecek denyut nadi dan nafasnya. Gw mohon Tuhan, gw mohon....
Apapun akan gw lakukan untuk melihatnya terbangun kembali....
Gw memeluk tubuhnya erat. Gw menangis. Tangisan gw begitu dalam, hingga rasanya merontokkan segala tulang belulang di tubuh gw. Rasanya seperti jiwa gw terampas dari tempatnya, beserta segala nafas yang membuat gw hidup. Rasanya seperti dunia gw runtuh seketika, dan segalanya menggelap.
Gw telah kehilangannya. Acha-ku. Acha yang gw cintai sedemikian dalam. Yang membuat gw percaya akan keajaiban hidup dan keajaiban cinta. Acha. Ara.
Gw berteriak, menumpahkan segala perasaan gw. Di dalam dekapan gw adalah segala cinta, harapan dan semangat hidup gw. Dan itu telah hilang. Dia telah pergi.
Ara telah pergi. Dia telah pergi, dihiasi oleh kemilau cahaya matahari pagi berwarna jingga keperakan dan cericip burung pagi. Seolah menjadi saksi kepergian seorang bidadari, seorang yang sangat baik dan dicintai, seorang Amanda Soraya.
Dia telah pergi, dan nggak akan kembali....
Dia pergi membawa sejuta cinta dan harapan gw....
Dia pergi, dengan kenangan yang akan selalu menghiasi memori hidup gw hingga nanti tiba waktunya gw menyusulnya....
Dia pergi, dengan seribu malaikat menyambutnya di taman surga...
dan gw yakin, Tuhan menyambutmu dengan tangan terbuka, sayang...
Selamat tinggal, Ara-ku, Acha-ku... Akan selalu ku kenang engkau sepanjang sisa hidupku, istriku sayang....
Selamat tidur, Ara... Semoga mimpi indah ya....
I love you... EPILOG BAGIAN SATU Gw menatap foto Ara yang dihiasi bingkai dengan indah, dan gw mengelusnya dengan penuh kasih sayang. Jemari gw menyusuri setiap lekuk wajahnya yang tampak. Seolah gw masih bisa menyentuh dan merasakan hadirnya. Betapa gw merindukannya, betapa gw kehilangan dirinya. Tanpa terasa air mata gw kembali meleleh, dan mengalir deras di pipi. Entah sudah berapa liter air mata gw tumpahkan untuknya. Baik di setiap sadar gw, maupun di setiap doa gw yang selalu gw lantunkan baginya.
Ara.... Masih terngiang di telinga gw segala renyah ucapannya, lengkingan tawanya, gerutuannya, dan segalanya yang membuat gw jatuh cinta padanya. Gw jatuh cinta padanya sedemikian dalam, dan gw nggak berencana untuk mendaki keluar dari jurang itu. Gw ingin selalu berada di hati dan kenangannya, sebagaimana dia selalu berada di setiap sisi jiwa gw. Alangkah beruntungnya gw bisa mempunyai kesempatan mengenal dan mencintainya. Dan alangkah beruntungnya gw bisa menyimpan dirinya di dalam memori kalbu gw, mengabadikannya di setiap hari-hari gw.
Gw memandangi setiap barang peninggalannya dengan kelu. Gw masih bisa merasakan harum tubuhnya, hangat cintanya dan aura kehadirannya di sekitar gw. Gw tahu gw salah seperti ini, yang mungkin akan menghambat perjalanan Ara disana. Perjalanan keduanya menembus keabadian. Dan gw harap doa-doa yang gw
panjatkan bisa menjadi persembahan cinta gw yang terakhir untuknya. Semoga Ara disana mendapatkan cinta yang lebih baik dari segala cinta yang pernah diterimanya selama ini.
Ah, nggak bisa gw lukiskan betapa gw kehilangan Ara....
Mungkin secara raga dia telah pergi. Tapi dia akan selalu hidup di hati gw sampai kapanpun. Gw tahu, hanya soal waktu sebelum gw menyusulnya kesana. Sedikit terlalu jauh, gw rasa, ketika gw memohon kepada-Nya agar kelak nanti gw dan Ara diperkenankan untuk bertemu kembali di alam sana.
Gw menggenggam erat jaket berwarna merah menyala yang terakhir gw pakaikan kepada Ara di pagi itu. Air mata gw kembali mengalir dengan deras. Rasa ini terlalu nyata, terlalu menyesakkan. Gw mencium lembut jaket itu, dan gw merasakan seolah dirinya kembali untuk gw...
Gw lipat dengan rapi jaket itu, dan gw masukkan ke dalam travel bag. Gw menyapukan seluruh pandangan gw, dan mengucapkan selamat tinggal pada segala hal yang gw cintai. Air mata gw meleleh lagi ketika gw menatap kelu tempat tidur yang selama ini digunakan oleh Ara. Di dalam benak gw muncul bayangan dirinya sedang tertidur disana, dengan wajahnya yang terpatri abadi di memori gw.
Selamat tinggal, Ara sayang....
Gw berdiri di hadapan kedua orang tua Ara, dan memeluk beliau berdua secara bergantian. Lagi-lagi kami saling mencurahkan tangis di bahu masing-masing. Kami semua telah kehilangan sebuah intan permata di hidup kami, yang nggak akan bisa digantikan oleh apapun. Hanya akan ada satu dirinya, selamanya.
saya pamit dulu ya, Pa, Ma... ucap gw tertahan di pelukan mama Ara.
Mama Ara menangis tersedu, dan mengelus punggung gw berkalikali. Papa Ara juga kemudian ikut memeluk kami berdua. Kami bertiga berangkulan dalam tangis.
jaga diri kamu baik-baik ya, Gilang... Kamu sudah jadi dan akan tetap jadi anak Papa-Mama, meskipun Acha sudah nggak ada... Kamu masih punya kami berdua, disini akan selalu jadi rumah kamu juga.... mama Ara berkata lirih ke gw.
jaga diri kamu ya, Nak... ulang papa Ara. Beliau mengelus-elus kepala gw.
Gw mengangguk-angguk, dan mencium kedua tangan mereka dengan tulus.
maafkan Gilang ya, Pa, Ma, kalau selama ini saya ada salah-salah ke Papa Mama... Saya mohon doa restunya supaya saya bisa menjalani hari-hari saya tanpa Acha...
Mama Ara memeluk gw lagi dengan erat.
Selalu, Nak... Kamu anak kami juga... Doakan Acha ya, jangan pernah berhenti doakan Acha...
Pasti, Ma.... gw mengangguk pelan.
Semoga Allah selalu melindungi kemanapun kamu melangkah ya, Nak... pesan papa Ara dengan haru.
gw mengangguk. Semoga Papa Mama juga selalu dilindungi Allah...
Jangan lupakan kami lho, kamu harus sering-sering tengok Papa Mama disini. Ini rumah kamu juga, nak... Mama Ara berpesan sambil menggenggam tangan gw, seolah berat melepaskan gw pergi.
Pasti Ma, Pa, saya bakal sering-sering tengok kesini... Demi Acha juga... gw tersenyum kelu.
Papa bangga punya anak seperti kamu...
gw tersenyum. saya juga sangat bersyukur punya orang tua seperti Papa Mama...
Gw melangkah keluar gerbang dengan langkah yang sangat berat. Rumah besar di belakang gw seakan memanggil-manggil gw untuk kembali. Mengingatkan bahwa disitulah kenangan gw tersimpan. Anehnya, suara rumah itu adalah suara yang sangat gw kenal. Suara Ara...
Gw menaiki taksi, menuju ke sebuah tempat yang nggak jauh dari situ. Sebelum sampai kesana, gw membeli sesuatu yang gw pikir akan sangat berguna nantinya. Gw turun dari taksi, melangkah dengan goyah, memasuki pintu gerbang, kemudian melangkah jauh masuk ke dalam area.
Hingga akhirnya tampaklah sebuah gundukan kecil tanah merah yang masih baru. Dengan taburan bunga-bunga layu diatasnya. Gw berjongkok di tepiannya, menyentuh tanah basah itu dengan hati hancur. Gw meraih segenggam tanah, dan membiarkannya berjatuhan dari tangan gw.
halo, Sayang... ucap gw pelan. Air mata gw keluar lagi tanpa bisa gw bendung.
apa kabar" Tadi malem kehujanan yah"
ini gw bawain bunga, meskipun bukan bunga kesukaan lo sih. Eh tapi gw emang nggak tahu bunga kesukaan lo ya" Hehehe...
gw bahkan nggak tahu lo suka bunga apa enggak...
yang gw tahu lo itu suka jajan...
nggak mungkin kan gw bawain jajanan" yang ada malah gw makan sendiri ntar... Hehehe...
lo kedinginan" gw bawain jaket lo nih... cuma gw nggak tahu cara makein ke lo nya gimana...
Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gw mendongak, dan melihat dua sosok orang melangkah masuk, menuju kemari. Gw menepuk gundukan tanah itu lagi dengan tersenyum.
eh Sayang, gw ada kejutan nih...
sahabat-sahabat lo dateng kesini... Ada Maya sama Rima dateng kesini... Lo nggak kangen ngobrol sama mereka"
gw bangkit berdiri ketika mereka berdua tiba di makam Ara. Selama beberapa saat gw membeku menatap mereka. Namun entah apa yang mendorong, gw berpelukan dengan mereka berdua. Meratapi kepergian seseorang yang begitu kami cintai.
halo, Bawelku Sayang, apa kabar lo disana" sapa Maya ke patok kayu bertuliskan nama Ara. Air matanya masih mengalir dengan deras. Dia berjongkok sambil memegangi patok kayu itu.
gw disini sama Rima nih, lo pasti lihat dari atas sana kan"
ucapnya lagi. Sementara itu Rima masih menangis tersedu-sedu. Sepertinya dia nggak sanggup berkata-kata.
Selama beberapa lama mereka menumpahkan segala kerinduan dan membacakan doa-doa untuk Ara. Gw hanya bisa menatap mereka dengan menggemakan doa yang sama di benak gw. Betapa mereka bertiga bertahun-tahun lalu selalu bersama kemanapun pergi. Kali ini mereka harus melepas seorang dari mereka. Namun yang gw lihat, jiwa-jiwa mereka selalu bersama. Beterbangan mengembara di angkasa luas, melantunkan harmoni melodi dalam keabadian.
Gw mendongak, menatap langit cerah. Mengirimkan sinyal rindu kepadanya di surga sana.
Gw bisa melihat senyumnya diantara kumpulan awan di angkasa....
Gw tahu kemanapun nantinya gw melangkah, dia akan senantiasa bersama gw...
BAGIAN DUA Hujan turun rintik-rintik pagi hari itu. Suasana di sekitar gw menjadi teduh segar, dengan satu-dua kendaraan melintas di belakang gw. Sambil memegang payung untuk melindungi gw dari basah, gw menatap pintu gerbang yang terbuat dari besi tempa berwarna merah kecoklatan itu. Satu hal yang sangat familiar bagi gw, bahkan mempunyai satu tempat spesial di hati gw. Barangkali ini adalah monumen hidup gw.
Gw melangkah masuk ke dalam, dan melipat payung gw, kemudian menyimpannya di tempat gw dahulu biasa menyimpan payung. Gw memandang berkeliling. Nggak banyak yang berubah dari tempat ini. Hanya satu dua bagian yang tampak baru. Selebihnya sama seperti setahun lalu. Tempat ini tetap memiliki pesonanya sendiri. Daya tarik bagi penghuninya. Dan tentu saja memiliki peran yang tak tergantikan di hidup gw.
Gw melakukan amanat terakhirnya, menyampaikan salam kepada ibu-ibu setengah baya pemilik tempat ini. Beliau ingat Ara, dan menanyakan kabarnya, dan kemudian beliau menangis ketika mendengar bahwa Ara telah tiada.
Gw menyusuri setiap selasarnya, setiap sudutnya, dan membangkitkan kembali memori ketika dulu gw berada disini. Bersamanya.
Gw mengalihkan pandangan ke lantai dua, yang sedari tadi entah kenapa gw berusaha hindari. Tempat itu masih sama. Masih seperti dulu, penuh dengan memori. Dengan sedikit gemetar gw menaiki tangga. Tangga yang dulu setiap hari gw lalui. Bersamanya. Tangan gw menyapu setiap sisi tembok ketika gw
menaikinya. Seolah mencoba merasakan kenangan dan kebahagiaan yang masih tersisa ketika tempat itu dilalui.
Akhirnya tibalah gw di ujung koridor, tempat dimana kamar nomor lima belas dan enam belas berada. Air mata gw nggak terbendung lagi, dan mengalir dengan derasnya di pipi. Gw membelai pintu kamar nomor enam belas dengan penuh kasih sayang. Pintu itu tertutup, dan dingin. Hati gw membayangkan pintu kamar tersebut terbuka, dengan sesosok wanita yang tersenyum menyambut gw. Bahkan gw masih menghapal setiap letak barang-barang di kamar ini. Segalanya terlalu nyata, terlalu sulit untuk dilupakan. Gw bisa mengingat segalanya tentang dia. Cha, apa kabar lo disana" Seandainya lo ada dibalik pintu ini...
Gw memegang daun pintu itu dan menangis pilu. Hantaman kenangan dan kesedihan itu terlalu besar untuk gw tahan. Kakikaki gw mendadak lemas, dan gw berjongkok di depan pintu kamar nomor enam belas itu, menangisinya. Jika gw bisa memilih, mungkin gw nggak akan kesini lagi. Gw akan melupakan segalanya tentang tempat ini, dan pergi sejauh-jauhnya. Tapi gw mengemban amanat darinya, yang diucapkannya persis sebelum dia pergi. Gw akan tetap memenuhi apapun permintaannya.
Gw duduk bersandar di balkon, menghadap pintu yang tertutup itu. Entah berapa lama, dan nggak ada seorangpun yang keluar dari kamar ini, bahkan kamar-kamar di sampingnya. Mungkin memang kosong, pikir gw. Dalam hati gw ada perasaan gembira yang aneh, bahwa kamar gw dan kamar Ara ini tetap kosong, sehingga kenangan gw tentang dirinya dan tempat ini nggak terusik.
Gw menengadah, memandangi setiap sisi pintu kamar dan jendela di hadapan gw. Teringat dulu gw setiap hari muncul dari pintu ini, untuk mengajaknya makan, atau dia yang muncul di pintu gw, untuk menyeret gw berangkat kuliah. Gw menoleh, menatap koridor yang panjang di samping gw. Di ujung koridor, gw mencoba menciptakan bayangan dirinya. Berambut ikal sebahu, dibentuk dengan indah. Mengenakan jeans ketat berwarna abuabu tua favoritnya, sneakers putih, dan polo shirt berwarna hitam, serta membawa tas kecil berisi bahan-bahan kuliah. Dia tersenyum ke gw, dan mengulurkan tangannya, seolah mengajak gw untuk bangkit dan berangkat ke kampus.
Bayangan gw hilang ketika seorang wanita menaiki tangga, kemudian terkejut melihat ada sesosok pria duduk di balkon di hadapannya. Wajahnya takut, dan curiga. Gw sangat memahami reaksinya, dan untuk menetralisir itu gw bangkit berdiri, dan tersenyum ramah kepadanya.
maaf... kata gw sambil membungkukkan badan. anda siapa ya" mau cari siapa" tanyanya curiga. gw berpikir sejenak.
anda penghuni kamar ini" gw menunjuk ke kamar Ara.
anda siapa" dia balas bertanya. Sepertinya kecurigaannya bertambah. Akhirnya mau nggak mau gw harus memperkenalkan diri.
Maaf mengganggu sebelumnya. Saya Gilang, dulu saya tinggal disini, di kamar nomor lima belas. gw menjelaskan dengan
senyum ramah. Sampai saya pindah setahun lalu....
Ekspresinya melunak, dan sikapnya nggak setegang tadi. Gw memahaminya, bahkan malu dengan keadaan ini.
Terus mau cari siapa ya disini, Mas" tanyanya. Lebih bersahabat daripada tadi.
Gw menggeleng pelan. enggak, saya nggak cari siapa-siapa kok... gw melirik ke pintu kamar Ara. cuma mau bernostalgia... Maaf kalau saya lancang...
gw bergerak menepi, menempel ke tembok balkon. Menunjukkan gesture bahwa gw orang baik-baik, dan menunjukkan rasa segan kepadanya. Wanita tadi masih memandangi gw lekat-lekat. silakan... kata gw. Mba di kamar lima belas ya"
dia hanya diam, dan memandangi gw. Menunda membuka pintu kamar manapun, yang berarti dia nggak mau memberitahukan kamar tempat dia tinggal.
ehm, saya pulang dulu... kata gw salah tingkah. ....
gw berjalan menuju ke ujung tangga. Namun baru beberapa langkah, gw berhenti. Kemudian menoleh ke wanita tadi.
kamar nomor lima belas itu kamar saya. Dan kamar nomor enam belas itu kamar istri saya. Karena itu saya sekarang ada disini,
untuk mengenang kembali waktu saya dan istri saya masih tinggal disini.
gw tersenyum. mari... gw menganggukkan kepala, dan melangkah menuju ke tangga.
tunggu. suara wanita tadi menahan langkah gw. Kemudian gw menoleh ke arahnya.
Mas bilang dulu istri mas tinggal di kamar nomor enam belas ya" tanyanya.
gw menatapnya penasaran. ya, bener. Ada apa ya"
saya dulu menemukan ada satu barang yang tertinggal di kamar saya. Sepertinya punya penghuni kamar sebelum saya. Mungkin itu punya istri Mas"
Ucapannya menarik perhatian gw.
Barang apa ya, Mba, kalo saya boleh tahu" dia berpikir sejenak.
sebentar saya ambilkan... katanya pada akhirnya. Dia berbalik dan membuka pintu kamar nomor enam belas itu.
Hati gw terasa sesak ketika melihat kamar itu terbuka lagi, seolah kenangan dan aura yang ada di kamar itu menyeruak dan menyerbu gw. Sungguh gw berharap ada sosok Ara di kamar itu,
namun gw harus menerima kenyataan. Ara telah pergi untuk selamanya, dan kamar tempat dimana gw jatuh cinta padanya sekarang telah tergantikan oleh penghuni baru.
Wanita itu keluar lagi, dan membawa sebuah barang yang dulu sangat familiar di mata gw. Sebelumnya gw pikir gw sudah mengepak semua barang itu, dan mengirimkannya ke Surabaya. Tapi kenyataannya ada satu yang tertinggal. Satu yang esensial.
ini, Mas, yang ketinggalan. dia menunjukkan sebuah binder berlapis kulit tempat dia mencatat bahan-bahan kuliahnya. Dia seperti tertahan untuk menyerahkan binder itu ke gw.
Anu, Mas, bukannya saya nggak percaya, tapi kalau bisa coba mas sebutkan nama pemilik binder ini. Namanya ada kok di dalem sini... dengan segan dia berkata ke gw.
itu milik Amanda Soraya, istri saya... kata gw pelan. yang tertulis disitu adalah punya Ara, Komunikasi 2006 ya kan" Dia agak terkejut, dan menatap gw.
iya bener, Mas. Ini punya istri, Mas. Maaf ya... dia menyerahkan binder itu ke gw. Dengan tersenyum gw menerimanya, dan mengelus sampul binder itu perlahan. Mata gw mulai berkaca-kaca menatap binder itu lagi. Dulu gw sangat familiar dengan barang ini. Entah kenapa bisa tertinggal disini. Gw mengusap mata gw.
kenapa, Mas" tanya wanita itu saat melihat gw mengusap air mata.
gw menggeleng. enggak papa, Mba, cuma teringat aja dulu saya disini bersama istri saya... gw menarik napas. Terima kasih...
dia tersenyum. pasti menyenangkan ya punya pacar tetanggaan kamarnya...
gw ikut tersenyum, dan menerawang jauh. Mengingat kembali momen-momen gw disini bersama Ara.
yah begitulah, Mba... Lebih dari menyenangkan... jawab gw akhirnya.
salam saya untuk istri ya, Mas. dia mengangguk kecil. gw terdiam sejenak.
Iya, nanti saya salamin, Mba.. Dia pasti senang kamarnya dulu sekarang ditempatin sama Mba... ucap gw.
Mari... gw mengangguk, dan menuruni tangga.
Sesampainya dibawah, gw mendongak lagi. Melihat kedua kamar itu lagi, kamar nomor lima belas dan enam belas, mungkin untuk yang terakhir kali. Gw memejamkan mata, dan menarik napas dalam-dalam. Menikmati segala momen ini, kemudian mengucapkan perpisahan pada segalanya di tempat ini.
Sudah selesai, Sayang, semuanya....
Beristirahatlah dengan tenang disana. Jangan khawatir ya, gw
pasti bisa bertahan kok disini meskipun tanpa lo....
Selamat jalan, Sayang, terima kasih sudah memilih gw sekali untuk selamanya...
Selamat jalan Sayang, sampai bertemu lagi...
Selamat tidur, Soraya... Sesosok pria berpayung biru, berjalan menembus rintik hujan, menyusuri sepanjang jalan. Di dalam dekapannya terdapat sebuah benda yang penuh dengan kenangan. Dia tahu, dia nggak akan terikat dengan benda tersebut, karena hidup akan terus berjalan, dengan atau tanpanya.
Tapi dia juga tahu, makna mencintai sekali untuk selamanya. Bersama mereka telah mengukir sebuah dunia. Dunia yang sempurna.
TAMAT - 23 Maret 2017 Gilang a.k.a. Carienne PENUTUP Akhirnya tiba juga saatnya gw harus mengakhiri apa yang sudah gw mulai disini. Sebuah cerita yang selama ini gw simpan rapatrapat di dalam kenangan gw. Itulah kisah gw yang bisa gw bagikan kepada kalian semua. Dengan cerita ini, gw harap kalian bisa sedikit mengenal sosok Amanda Soraya, dan gw harap kalian semua berkenan untuk menyimpan sedikit memori tentangnya di dalam benak masing-masing. Gw mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, dari hati gw yang terdalam kepada siapapun yang telah sudi meluangkan waktunya membaca kisah ini, dan mendoakannya.
Teruntuk Amanda Soraya, Acha, Ara, istriku sayang....
Barangkali ini salah satu hal terbaik yang masih bisa gw persembahkan ke elo, Cha. Sekarang ribuan, bahkan jutaan orang telah mengenal elo, mengenal jiwa lo yang indah. Dan gw harap, setiap bait-bait lantunan doa yang kami panjatkan kepada-Nya, bisa menghiasi dan menjadi bekal perjalanan lo disana. Setiap saat, setiap waktu, ketika gw menuliskan kisah ini, gw berharap melihat lagi senyum lo, Cha, walaupun hanya sekali.
Sekarang gw akan tetap melanjutkan hidup gw dengan usaha terbaik, Cha, seperti yang sudah gw janjikan ke lo. Gw tahu gw nggak akan bisa melihat lo lagi disamping gw, tapi gw percaya lo lah yang selalu menarik gw ketika gw terjatuh, mendorong gw ketika gw kehilangan semangat, dan mengingatkan gw lagi ketika gw kehilangan arah. Dan bahkan setelah semua ini, lo masih begitu berarti bagi gw, Cha.
Gw tahu memang gw nggak sempurna dalam menceritakan sosok lo kembali disini, Cha. Begitu banyak bagian dari kenangan gw tentang lo yang nggak bisa gw ungkapkan dalam kata-kata. Tapi lo tahu, Cha, gw nggak menyesal tentang itu. Gw akan menyimpan bagian-bagian terbaik dari kisah kita, hanya untuk kita. Karena dengan itu, gw harap gw bisa mengingatkan lo kembali ketika kita bertemu disana nanti.
Lo benar tentang itu, Cha. Kita semua memang akan sendirian ketika kembali kepada-Nya. Tapi untuk sekarang biarlah gw tetap menghidupkan lo, setidaknya dalam setiap kenangan dan perbuatan gw. Begitu banyak yang terjadi di hidup gw selama lima tahun sejak lo pergi, Cha. Tapi kemanapun hati dan raga gw pergi, lo selalu tersimpan dengan aman bersamanya. Selamanya.
Jangan khawatir tentang gw ya, Cha. Gw baik-baik saja kok disini....
Teruntuk Forum Stories From The Heart Kaskus,
Terima kasih gw sudah diperkenankan berbagi disini. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mendoakannya. Terima kasih sudah mau mendengar gw bercerita, mengungkapkan isi hati gw. Terima kasih sudah membantu meringankan beban yang gw pikul, dan memberi semangat gw di setiap langkah kedepan yang akan gw tapaki nantinya.
Untuk moderator yang berwenang di Forum ini, gw meminta tolong agar keesokan hari, tanggal 28, thread ini ditutup. Terima
kasih, dan maaf sudah merepotkan.
Salam, Gilang Nyawa Titipan 3 Pendekar Wanita Baju Putih Pek I Lihiap Karya Kho Ping Hoo Alap Alap Liang Kubur 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama