Ceritasilat Novel Online

Karma Will Always Find 1

Karma Will Always Find Its Way Karya Karkuser Bagian 1


Karma Will Always Find Its Way
Prolog Hai.. Udah lama" sapa seorang wanita berparas cantik, putih dan oriental sambil menggeser kursi dan menduduki nya diseberang gue. Namanya Ana, seorang Gadis keturunan, teman gue dikantor lama yang cuma beberapa bulan saja gue lalui.
Eh.. enggak. Baru sekitar 15 menit mungkin. Apa kabar lo"
Baik.. lo kan yang lagi gak baik" sahutnya sambil sedikit cengengesan.
Setelah memesan beberapa menu, kamu melanjutkan ngobrol ngalor ngidul ditengah suasana ramai sebuah cafe yang lumayan dikenal di bilangan jakarta selatan ini.
terus, gimana cerita nya, Gus" celetuk Ana saat kami sepertinya mulai kehabisan bahan obrolan.
Yah, gitu lah Na Gitu gimana" Engg.. Gue bingung mau mulai ceritanya dari mana. Hehehe ucap gue sambil menggaruk kepala yang sebenarnya jauh dari rasa gatal.
Awalnya gimana lo bs ketemu dia"
Hah" Kok dari awal banget" Kan gue Cuma mau cerita gimana hubungan gue sama dia
Gapapa, dari awal aja. Gue sekalian mau tau seberapa sayang sih lo sama dia sampe bisa nolak gue ucap Ana sambil memasang wajah cemberut dan merebahkan punggung nya ke sandaran kursi yang empuk.
Hmmm.. gue mengetuk meja dengan ujung jari sambil mencoba mengingat sisa-sisa kenangan yang pernah gue jalanin dulu.
Kenapa" Ayo dong cerita, gue punya waktu sehari semalem disini buat denger cerita lo
Iya iya.. gue membenarkan posisi duduk jadi lebih tegap dan mendekat ke Ana. Dia pun sedikit bergeser mendekat sambil menebarkan senyum antusias.
Dari awal banget aja ya, Na" Dari awal gue saat putus sama mantan gue yang sempet 7 tahun pacaran terus sampe bisa ketemu dia. Ucap gue sedikit serius, yang kemudian disambut anggukan oleh Ana.
Jadi gini Na ceritanya.. Mei 2013 Cerita ini berawal di minggu pertama bulan Mei, 2013. Gue baru saja pulang kerja lembur di 2 hari weekend yang menjadi rutinitas dari kantor untuk setiap minggu pertama di awal bulan.
Oh ya. Nama gue Bagus. Gue anak ke 2 dari 2 bersaudara. Gue dan abang gue terpaut umur 2 tahun. Gue lahir dan dibesarkan di Jakarta. cerita ini ga Cuma berputar di Jakarta tanah kelahiran gue, tapi juga di Bali, tanah dimana Karma adalah sesuatu yang dipercaya mayoritas orang disana.
Terus cowok itu siapa" ucap gue setengah berteriak kepada seorang perempuan diujung telepon. Selain karna emosi yang sedang tersulut, juga untuk melawan suara deras hujan yang dari sore belum menunjukkan itikad untuk menyelesaikan guyurannya.
Diujung sana, Liana, Wanita yang gue pacari 7 tahun ini tidak menjawab, hanya menangis sesugukan sambil berulang kali mengucapkan Maafin aku .
Aku ga butuh permintaan maaf, aku Cuma minta penjelasan kamu, Liana. Dia siapa" Kenapa kamu gak bilang sama aku kalo kamu jalan sama dia" kali ini gue menaikkan sedikit nada gue karna gemuruh petir mulai bersahutan menggetarkan kaca jendela rumah gue.
------------ Gue baru saja sampai dirumah saat temen kecil gue, Anwar, menelpon. Gue langsung mengeluarkan handphone dari balik jaket yang tertutup raincoat selepas bertarung dengan badai saat pulang lembur tadi.
Gus. Songong banget lo tadi gue panggil gak nengok ucap Anwar dari ujung telepon.
Hah" Masa" Sorry mungkin ga denger karna ujan War. Dimana tadi lo liat gue"
Depan Kalibata, lo sama Liana mau nonton ya tadi"
Kalibata" Gue gak lewat sana. Gue abis lembur dari arah Pluit lewat slipi, perempatan kuningan, mampang, pasar minggu. Ini baru banget sampe rumah
Eh" Ka.. kayanya gue.. salah orang dah. Oh yaudah lo istirahat dulu aja kali ini Anwar sedikit terbata-bata menjawab.
Lo liat Liana sama siapa" gue mempertegas.
Sorry Gus. Gue gak bermaksud ngadu sebenernya. Gue pikir tadi itu lo. Soalnya pas gue panggil si Liana nengok Cuma cowok tadi ga nengok. Mereka sih kaya belok masuk ke Plasa Kalibata
Lo yakin itu Liana" gue mempertegas lagi.
Yakin lah. Eh tapi Gus, jangan jadi berantem ya, gue gak mau dibilang tukang ngadu terus jadi rusak hubungan sohib gue
Oke, thanks, War. Gue mematikan telepon dan langsung menghubungi Liana.
------------------------Di awal pembicaraan Liana terdengar biasa saja, dia bilang baru saja selesai mandi. Tapi sejurus kemudian ketenangannya berubah jadi isak tangis saat gue menceritakan apa yang Anwar bilang tadi.
Kamu.. kamu jangan bentak-bentak aku dong, aku.. aku lagi capek.. Jawab Liana terbata-bata melawan isak tangis nya.
Aku ga bentak-bentak, ini hujannya deres banget, suara kamu aja samar banget kedengerannya. Aku masih didepan rumah jawab gue sambil berusaha menenangkan diri.
Aku.. Aku.. Aku minta maaf ya Gus.. ucap Liana sambil diiringi isak tangis yang mulai melemah.
Aku kerumah kamu sekarang
Jangan Gus, udah malem, hujannya deres banget. Nanti..
Tutt.. ttuuut. Gue mematikan telepon dan bergegas memutar motor.
Nanti apa" Nanti gue sakit" Ini juga gue udah sakit denger kelakuan lo kaya gini. Batin gue dalam hati sambil melaju menerobos hujan.
Don t stop the rain Assalamualaikum.. ucap gue dari depan pintu rumah Liana sambil menggigil karna menahan dingin yang masuk menembus raincoat dan dengan ganasnya menusuk tulang.
Walaikum salam ucap seseorang dari dalam sambil membuka pintu.
Liana berdiri didepan gue. Seorang wanita mungil, manis, yang gak akan bikin orang bosan menatap lama ke wajahnya, yang gue puja selama 7 tahun ini.
Masuk dulu ya, aku bikin teh ucap Liana sambil membalik badan bermaksud masuk kedalam rumah.
Li.. gue menangkap tangan nya
Aku Cuma minta penjelasan. Setelah itu aku pulang lanjut gue sambil menatap dalam wajahnya.
Cahaya yang berasal dari mata nya yang bulat membuat siapapun yang memandangnya akan bertekuk lutut. Dibalik semua keluguan, manja, penyayang, dan sifat sabar nya, gue merasa tertusuk tepat di ulu hati menerima kenyataan dia jalan sama cowok lain tanpa sepengetahuan gue.
Ah. Mungkin gue Cuma lebay" Bisa aja itu temen nya, Sodara, atau Abang ipar nya" Enggak. Walaupun Cuma mau kerumah Pak RT yang selemparan sendal aja dia pasti bilang ke gue. Ini pasti ada hal lain, gue bs liat jelas keraguan di mata nya. Keraguan untuk bicara jujur atau bohong" Atau keraguan untuk meninggalkan gue"
Maaf Gus.. ucap Liana lirih memecah lamunan gue. Dia melempar pandangan kesamping dan mulai meneteskan air mata.
Don t look away.. ucap gue sambil memegang dagu nya dan menggeser wajahnya menatap gue lagi.
Liana menghela napas. Seakan menyingkirkan beban berat dari pundaknya. Dia menggenggam tangan gue yang pasti terasa sangat dingin ditangan nya, menundukkan pandangan, kemudian mengangkat wajahnya lagi dan menatap gue dengan senyuman dan pipi yang basah.
Aku ga bisa pertahanin hubungan kita Gus ucap dia lirih, tapi sanggup membuat pendengaran gue terganggu seperti mendengar gemuruh petir yang menyambar.
Kamu dulu pernah selingkuh dari aku, berkali-kali. Dan gatau kenapa sampai detik ini aku masih susah buat ngelupain sakitnya. Seperti ada lubang besar didalam dada aku, tepat dimana hati aku seharusnya berada.
.... gue Cuma terdiam mendengarnya
Ada masa dimana aku pengen bgt Gus ngelupain semuanya. Ngelupain kesalahankesalahan kamu dengan ikhlas. Ngejalanin hubungan ini dengan tenang, tanpa rasa curiga atau khawatir. Tanpa rasa takut atau kecewa. Tapi aku selalu gagal. Apalagi akhir-akhir ini kamu terasa jauh banget Gus dari aku. Kamu sibuk dengan dunia kamu, dengan kerjaan-kerjaan kamu
.... Cowok itu namanya Adrian. Dia temen SMA aku. Aku Cuma jalan, makan, sambil cerita-ceita. Itu pun cerita tentang hubungan kita. Dan dia kasih saran aku buat bertahan, nahan semua rasa muak aku dan lupain semua salah kamu. Tapi aku ga... Liana.. Gue memotong omongannya dengan suara parau. Dia menatap gue sejenak, kemudian membuang pandangannya lagi, menatap kosong ke tembok disampingnya.
Kamu inget gak beberapa hari kemarin waktu kita mau jalan, kamu uring-uringan repot sendiri nyari iketan rambut kamu yang mungkin 5 menit sebelumnya kamu taruh entah dimana"
.... Liana hanya mengangguk keheranan dengan pertanyaan gue.
Kamu, cewek, dimana-mana sama ya lucu nya. Kalian bisa lupa dimana kalian taro iketan rambut kalian 5 menit yang lalu, tp kalian ga bisa melupakan dan memaafkan kesalahan-kesalahan cowok even itu udah lebih dari 5 tahun yang lalu, yang udah aku coba buat perbaiki, bkn perbaikin kesalahannya, tp memperbaiki diri buat ga mengulang kesalahan serupa. ucap gue sambil mencoba senyum dan menghapus jejak air mata di pipi nya.
dan kamu bilang aku terlalu sibuk sama kerjaanku, sama duniaku. Kamu lebih suka aku chat, sms, atau telpon kamu setiap menit kaya cowok pengangguran ketimbang aku sibuk kerja keras buat kita berdua nanti kedepannya"
.... Liana menunduk bersandar tembok dibelakangnya. Matanya semakin deras meluluhlantakkan kucuran air ke lantai. Membuat gue semakin mengutuk diri gue sendiri.
Kamu yakin Li, dengan keputusan kamu" ucap gue sambil menopang dagunya, mengangkat wajahnya yang semakin sembab.
Sejenak dia mengangguk, kemudian menggelengkan kepala nya. Gue hanya menatapnya dengan heran.
Kamu istirahat aja dulu, tenangin diri kamu. Aku pulang dulu. Kita bicarain lagi nanti kalo udah sama-sama tenang ucap gue sejurus kemudian sambil mengecup kening nya dan melangkah ke teras rumah dimana motor gue berada.
Gus.. Gue menoleh. Kamu jaga diri baik-baik ya nanti, walaupun tanpa aku ucap Liana lirih
Kamu yakin gak mau dipikir dulu"
Liana mengangguk pelan Ada hal yang bisa aku lakuin atau aku perjuangkan buat rubah keputusan kamu"
Kali ini dia menggeleng, kemudian masuk kedalam dan mengunci pintu. Cklek..
Itu bukan terdengar seperti pintu rumahnya yang dikunci. Tapi lebih seperti pintu hati nya yang dia kunci rapat, dan tidak mengizinkan gue buat kembali, walau sekedar mampir.
Gue menyalakan motor dengan rasa malas, kemudian bergegas keluar teras rumahnya, bersiap menerjang hujan dan genangan air dijalan. Sejenak gue menengok kerumah Liana yang mulai gelap didalam ruangannya, kemudian menarik gas dan perlahan berlalu.
God, Don t stop the rain.. gumam gue lirih dan sayup ditelan limpahan air hujan malam itu.
Tentang Cinta Lantunan lagu Hands of Blood nya Bullet For My Valentine membangunkan tidur lelap gue. Gue memicingkan mata melihat kearah jam dinding; Setengah Delapan! Gue kesiangan!
Gue langsung duduk dipinggir kasur dan mengambil handphone yang udah berhenti berdering. Terlihat ada 12 Missed calls dan beberapa pesan Whatsapp.
Tanpa perlu gue cek satu per satu, semua missed calls dari Liana dan beberapa kali dia Whatsapp menanyakan kenapa gue ga kasih kabar.
Gue masuk ke menu kontak dan memilih sebuah nomor untuk gue telepon. Rini, supervisor gue di kantor.
Rin, sorry lo lagi dimana"
Ini baru sampe depan kantor mau naik, kenapa Gus"
Gue ga enak badan nih Rin, ujan-ujananan semalem, gue izin ya hari ini
Hahaha makanya kan gue bilang neduh dulu aja, gue sama yang lain neduh sampe jam 1
iya nih, salah gue juga sih. Gapapa ya gue izin"
Yaudah istirahat deh, get well soon yah Gus
Siap Rin, makasih ya Gue mematikan telepon dan memilih nomer lain, sahabat gue dari SMA, Ryan.
Intermezo tentang Ryan. Namanya tertulis di akte kelahiran Ryan xxx, tapi beberapa orang memanggil dia dengan ejaan bule, Rayen . Dia selalu marah karna dia bilang dia orang Indonesia dan ga bakal nengok kalo ga dipanggil dengan ejaan Rian
Yan, lo dimana" Dijalan, baru mau berangkat
kemana" Kerja bego, lo tidur berapa hari sih"
Kerumah gue Yan, gue mau cerita
Yailah, whatsapp aja ceritanya ntar gue baca
Yaudah gue tunggu dirumah yak, udah bolos aja, PNS takut bolos kayanya lo doang dah
Sial, yaudah tunggu Kemudian gue mematikan telpon tanpa dikomando.
Satu jam kemudian gue mendengar suara motor dan terdengar suara pagar rumah gue ditabrak. Salah satu kebiasaan anak sialan ini adalah ga mau turun dari motor nya dan membuka pagar, dia lebih suka mendorong pagar gue dengan ban motor nya, tapi gue lebih menganggap itu dengan sebutan menabrak
Yan, kita temenan udah berapa lama sih" ucap gue dari depan pintu mendatangi Ryan yang sedang menjejer rapih motornya disebelah motor gue
Ada lah 10 tahun, kenape"
mungkin umur pager gue ga sampe setaun lagi tuh kalo tiap lo kesini lo tabrak itu pager
Yailah, kita temenan udah berapa lana sih Gus"
Hah" Kok nanya balik" 10 tahun ada kali jawab gue sambil meninggalkan dia dan berlalu ke kamar.
Temen lo yg udah 10 taun lo kenal ini masih lebih kalah penting ketimbang pager sialan itu" Ryan menimpali sambil mengambil air mineral dan menyusul ke kamar gue.
Sambil main Playstation kita ketawa-tawa berdua, sesekali, eh lebih tepatnya seringkali dia membanting stick PS gue karna kebobolan saat sedang seru main PES 2013.
Lo kenape ga kerja Gus" tanya Ryan sambil mendorong stick PS menjauh dan rebahan diatas kasur.
Gue putus sama Liana Yan ucap gue datar
terus kalo putus, lo gamau kerja" kali ini Ryan lebih datar, tanpa ekspresi.
Gue hanya menoleh kearahnya dan kemudian duduk dipinggir jendela kamar gue yang berhadapan langsung dengan taman kecil didepan rumah.
Sambil menyulut sebatang rokok, gue menceritakan ke Ryan apa yg terjadi kemarin malam. Dia kebanyakan hanya mengangguk kemudian berceletuk;
Apa harus gue bawain cukuran kumis kedepan lo Cuma buat nunjukkin kalo kita ini laki-laki, Gus" sambil cengengesan.
Gue hanya menanggapi dengan senyum kecut. Gak tau lo rasanya jalanin hubungan bertahun-tahun terus kandas gitu aja, karna kesalahan yang lo buat 5 tahun yang lalu dan selama 5 tahun lo berusaha memperbaikinya tapi ga ada artinya sama sekali. Batin gue.
Gus, gue pernah baca di internet, bahwa kadang cewek ga melihat Cinta itu didasarkan dari usaha pasangannya
terus, didasarkan apa"
Misalnya, Liana pengen air dingin. Lo punya nya air biasa. Lo tiupin tuh air dan lo kipasin jutaan kali dengan harapan air itu bakalan dingin. tiba-ba dateng cowok lain bawa es batu. Liana bakal tetep nunggu usaha lo sampe tuh air dingin apa bakal nyamper cowok itu buat minta es batu nya" Atau malah pergi sama tuh cowok, nikmatin es batu berdua
....... gue mendengarkan tanpa tau harus menanggapi apa.
Man, People never remember million times you try to help them, but once you hurt them, they'll never forget
yakali Yan, 5 taun buat apa gue jalanin klo emang dia ga bisa memaafkan dan melupakan kesalahan gue" Gila kali ya" 5 taun itu bukan waktu yang sebentar. Gue bs nyicil motor dari duit gue pacaran selama 5 taun itu mungkin protes gue ke Ryan dengan nada sedikit naik.
Ayolah Gus, Lo kenal saipul" Ada kali 10 taun dia gak pacaran, kagak kebeli juga motor sama dia Ryan menimpali sambil tertawa yang akhirnya bikin gue ikut tertawa.
Terakhir Gus. Kalo menurut lo masih bisa diperjuangkan, perjuangin deh hubungan lo sama Liana. Tapi kalo menurut lo udah susah, yaudah, masih banyak ikan dilaut, siapin joran dan umpan nya, cari ikan lain yang baru Ryan menambahkan sambil keluar dari kamar dan menuju ke teras depan.
Gue balik Gus, kalo ada apa-apa whatsapp aja
Sejurus kemudian dia keluar dengan motornya dan berlalu. Meninggalkan gue dalam lamunan.
Emang masih banyak ya ikan di laut"
Umpan apa yg perlu gue siapin" Gumam gue dalam hati sambil menarik asap rokok dalam-dalam.
Breakeven . . . . . . . . What am I supposed to do when the best part of me was always you" And what am I supposed to say when I'm all choked up and you're OK" I'm falling to pieces, yeah,
I'm falling to pieces They say bad things happen for a reason But no wise words gonna stop the bleeding 'Cause she's moved on while I'm still grieving And when a heart breaks no it don't break even, even... no
. . . . . . . . . . Lantunan lagu nya The Script yang berjudul Breakeven yang menggema dari kamar abang gue seakan ngajak gue menangisi kepedihan gue sendiri. Liana masih beberapa kali kirim whatsapp ke gue tapi gue ga berani membalasnya. Sekedar membuka dan membaca isi pesannya pun rasa nya berat.
Oh ya. Gue tinggal dirumah ini ditemani 2 orang Assistant Rumah Tangga. Pak Ujang dan Bu Darmi. Mereka berdua suami istri yang sudah lama ikut keluarga gue. Bokap dan Nyokap gue Di Jogja mengurus usaha mereka disana. Sementara abang gue udah nikah dan tinggal dirumah nya sendiri.
Malam ini dia datang sama istrinya sekedar mampir buat makan malem sepulang kerja sambil mengecek kabar gue katanya.
Gimana kabarnya Liana Gus" tanya Mba Raisa, istri abang gue, gue memanggilnya mba Rai.
Baik mba gue coba menjawab singkat
Gus. Gue balik ya. Lo mau nginep ditempat gue ga" tanya abang gue saat keluar dari kamarnya dan berjalan menghampiri istrinya di ruang tamu.
Enggak deh. Gue besok harus berangkat pagi-pagi karna hari ini ga kerja, ada beberapa kerjaan yang ga kepegang
Yaudah. Gue balik ya Gue mendampingi mereka keluar menuju teras dan mengantar sampai depan mobil abang gue.
Gus. Salam ya buat Liana. buru-buru dilamar ntar diambil orang ejek mbak Rai dari dalam mobil. Gue hanya menjawab dengan senyum. Kemudian Abang gue memutar mobil dan memberikan kode dengan klakson kemudian berlalu. Gue menjawab dengan mengangkat tangan dan duduk kembali di teras, menikmati sisa kopi sambil menyulut sebatang rokok.
Gue melempar pikiran gue jauh kebelakang. Mencoba memutar ulang setiap kenangan yang gue lewati bareng Liana. Saat kami masing-masing harus rela ga ketemu seminggu untuk menempuh ujian SMA. Saat kami bergantian menemani pendaftaran kuliah di kampus kami masing-masing. Saat dia ngambek berat karena gue ga bisa datang di wisuda dia karna gue harus ujian akhir semester. Saat gue dan keluarga gue ditambah Liana berjejer mengantri foto wisuda gue. Saat gue mengantar dia di hari pertama training untuk pekerjaan baru nya. Saat dia menyemangati gue pas baru mau mulai masuk kerja ditempat baru karna tiba-ba ngerasa grogi. Semua terasa baru saja kemarin kita tumbuh dewasa bersama, sampai pekerjaan kita masing-masing membuat kita tenggelam dalam kesibukan.
Nada lagu di handphone gue berdering, nama Ryan muncul di layar yang kemudian lansung gue jawab telepon itu.
Kenapa Yan" Men, lo dirumah kan"
Iya, kenapa" gue menjawab malas
Gue otw nih Yaudah oke, ati-ati lu. Oiya tadi sore lo ditanyain Haji Romli
Ha" Siape Haji Romli"
Itu, tukang martabak depan komplek. Katanya udah lama mas Ryan gak mampir
Setan!! Bilang aja minta bawain martabak. Dia nyebutnya Rayen' apa Rian'"
Rian. Yaudah yang rasa keju ya
Kemudian dia mematikan telepon dan gue melanjutkan bengong sendiri.
Ngomongin soal martabak dan Liana, gue jadi inget kira-kira setaun yang lalu, saat Liana tiba-ba dateng kerumah dan masuk ke kamar gue. Gue dan temen gue, Boni, lagi menikmati sisa martabak keju yang dibeli abang gue tadi siang.
Liana hanya melongok sebentar, kemudian berjalan ke dapur mengambil air mineral dan balik lagi ke kamar gue sambil celingak celinguk terus pasang tampang manyun.
Boni menyenggol tangan gue dan menunjukk kearah Liana dengan ujung bibir nya.
Kenapa" Kok manyun" tanya gue ke Liana saat tau dia lagi ngambek.
Aku kok ga disisain martabaknya"
Lah, mana aku tau, si boni nih yang ngabisin ucap gue sambil menoyor kepala temen gue yang cengengesan.
Aku kan mau martabaknya ucap dia sambil makin manyun dan kelihatan seperti orang mau menangis.
Yaudah, tunggu. Aku beliin
Gue langsung berlari kedepan komplek dan membeli sebungkus martabak keju.
Nih, masih anget. Diabisin ya ucap gue sambil memberikan bungkusan martabak keju yang masih hangat.
Kamu beli kedepan" tanya Liana santai sambil menikmati Teh Panas yang sepertinya dia baru buat.
Iya, ini dimakan. Jangan minta nya doang gue meletakkan nya dimeja ruang tamu sambil merubuhkan badan ke sofa disamping Liana
yang minta beliin siapa"
Lah tadi siapa yang sampe manyun"
Aku mau nya martabak yang tadi
ya yang tadi abis, itu makanya aku beli lagi
gak mau. Aku gak minta dibeliin
ya terus itu siapa mau makan"
kasih Boni sana Gue mengacak-acak rambut sambil menenteng bungkusan martabak tadi dan memberikannya pada Boni di kamar gue. Kemudian mendapati Liana kembali manyun sambil menyandarkan badan di sofa dan menonton tv.
kenapa manyun lagi" gue bertanya sambil nyubit lembut pipinya yang empuk dan halus
AKU MAU MARTABAK KEJU Liana meninggikan nada suaranya
Lah, gimana sih, tadi dikasih gamau sekarang jadi mau lagi
gue bergegas balik ke kamar tapi lagi-lagi Liana makin meninggikan suaranya
AKU TUH MAUNYA YANG TADI, BUKAN YANG BARU DIBELI dia kali ini sedikit berteriak sambil berdiri menghadap kearah gue.
yang tadi udah abis sayang, terus gimana cara balikinnya"
ya ga tau, pikir aja sendiri
Liana melipat tangan di dada dan merubuhkan badannya kembali ke sandaran sofa sambil memasang wajah ngambek yang jadi malah makin terlihat menggemaskan. Sementara gue hanya mengusap-usap wajah sambil geleng kepala.
Ya, mungkin Einsten dan Plato bisa jenius, bijak, dan hebat karna juga sering diucapkan oleh pacarnya PIKIR AJA SENDIRI
The end is a new beginning
Terkadang, kita sulit memahami jalan hidup yang kita lalui. Saat Bokap dan Nyokap gue bahkan ga ada waktu buat sekedar hadir dirumah. Abang gue yang udah mulai membangun keluarga sendiri. Cuma Liana satu-satu nya teman terdekat gue. Teman gue berbagi, teman gue bercanda ketawa sampe liurnya kadang berhamburan, tempat bertukar pikiran, dan sekarang itu pun harus hilang dari hidup gue. Memang benar, ada banyak ikan di lautan, tapi apa ikan-ikan itu benar bebas dan ga ada yang memiliki"
Malam itu gue Cuma ngobrol sebentar dengan Ryan dan segera bergegas tidur. Kondisi badan yang rasanya kurang sehat ditambah perasaan juga yang lagi ga menentu bikin gue kadang hilang mood walau Cuma sekedar buat bercanda.
Gue terbangun sekitar jam 6 pagi dan mendapati Ryan sudah tidak ada di kamar gue, mungkin dia pulang abis subuh tadi. Gue sempatkan membaca beberapa whatsapp dari Liana yang sejak kemarin gue abaikan.
Gue heran, kenapa dia masih whatsapp seakan dia masih perduli, tp dia memutuskan buat mengakhiri hubungan kita.
Selamat pagi, jgn lupa sarapan. Karna pura-pura bahagia juga butuh tenaga gue mengirimkan whatsapp ke Liana dan bergegas mandi supaya bisa secepatnya sampai kantor.
Seharian gue disibukkan dengan kerjaan-kerjaan pendingan kemarin dan beberapa kerjaan lain yang harus diselesaikan hari ini. Selepas makan siang gue pun buru-buru naik ke ruangan gue buat selesain kerjaan lain.
Sejenak gue ngecek handphone ada beberapa whatsapp dari Liana. Ah, gue ga bisa nenahan diri buat membalas chat yang menanyakan gue selesai kerja jam berapa.
mungkin harus lembur, kemaren ga masuk soalnya jadi kerjaan numpuk
Liana langsung membalas chat tersebut
kenapa kemarin ga masuk Gus"
Iya agak kurang fit aja badannya, tambah lagi bangun kesiangan
Nanti aku samper ke kantor kamu ya Gus, baliknya ke dokter
Ga usah Li, nanti gue kerumah lo aja boleh"
Kali ini gue menggunakan kata Lo-Gue.
Yaudah aku tunggu dirumah. Semangat kerja nya
Gue ga membalas chat terakhir tsb dan segera melanjutkan kerjaan gue. Sampai jam 5 sore baru terasa pinggang rasanya mau patah karna kelamaan duduk. Gue pun meninggalkan meja kerja dan turun ke lantai bawah, ke bagian gudang, sekedar meluruskan pinggang.
Heh mister galau. Lu orang kalo lagi galau jangan bawa-bawa ke kerjaan dong Sambutan yang gue terima ketika memasuki gudang dengan nada cukup tinggi, membuat beberapa staff lain menengok ke arah gue.
Ci Lisa, salah seorang manager cabang kantor gue yang bawelnya minta ampun. Wanita keturunan berwajah cantik dan memiliki tubuh yang membuat banyak lelaki menempelkan mata nya ke setiap gerakan yang dia lakukan.
Iya, Ci Lisa. Ini lagi gue beresin satu-satu. Nanti sambil di bantu Heri jawab gue dengan nada malas.
Heri adalah salah satu senior dikantor gue. Orangnya baik dan senang berbagi pengetahuan dari pengalamannya bekerja disini. Salah satu nya pengalaman dalam menaklukkan wanita.
Bags, cewek itu kalo lagi marah berarti minta diperhatiin. Coba dah lo ngomong sambil rayu-rayu dikit saut Heri dalam menanggapi ocehan Ci Lisa. Sementara Ci Lisa hanya menunjukkan kepalan tangan tanda ingin segera mendaratkan pukulan.
Hari ini harus selesai ya, siapa nama lu" Bagus ya" Gue ga mau ada gantungan transaksi di cabang gue pokoknya Gus.
Iya ci. Bantuin dong tapi kali ini gue coba mengikuti saran Heri yang kemudian disusul dengan acungan jempol dari Heri.
Lu pikir kerjaan gue ngurus transaksi itu doang" Lagipula kan itu salah lo, tanggung jawab lah selesain sampe kelar Ci Lisa hanya menjawab judes dan berlalu keluar Gudang membawa beberapa buku.
Belom kena Bags, kalem aja ucap Heri cengengesan.
Jam sudah menunjukkan pukul 18.20 saat gue lihat Heri mendatangi meja kerja gue.
Belom kelar Bags" Tanya Heri sambil mendekat, yang ternyata beberapa langkah dibelakangnya ada Ci Lisa mengikuti.
Ini gue bingung Her, kok ga masuk-masuk ya ke sistem
Heri menarik kursi dan mencoba membantu gue sementara Ci Lisa hanya berdiri melipat tangan di dada sambil memperhatikan layar komputer.
Lama gue terhanyut dalam pekerjaan sampai tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 19.45. Selesai juga kerjaan ini. Gue meluruskan pinggang sambil mengangkat kedua tangan keatas.
Ayo Gus, Her, gue teraktir makan karna udah selesain masalah kerjaan cabang gue Ci Lisa menawarkan sambil berjalan lebih dulu menuruni anak tangga.
Eh" Gue ga bisa Ci. Gue ada janji gue menjawab cepat.
Bags. Lisa itu kalo udah bilang ayo ya ayo, jangan deh lo sekali-sekali nolak, bs panjang urusannya ucap Heri sambil menarik tas gue buat mempercepat langkah.
Dideretan warung makan depan kantor yang mulai sepi. Kita bertiga makan sambil ngobrol-ngobrol masalah kerjaan. Ya, lagi-lagi diluar kantor pun masih ngebahas kerjaan. Sampai tiba-ba Heri pamit pulang dan memaksa gue mengantar Ci Lisa pulang ke kos nya di daerah Tanjung Duren.
Gapapa Ci, gue anter"
Jangan panggil Ci. Lagian umur lu sama gue paling Cuma beda 2 taun. Sama Heri aja yg lebih tua dari gue lo panggil nama aja protes Ci Lisa, eh Lisa.
yaudah kalo gitu lo jangan panggil gue bagus.
Lah, terus apa" Panggil Sayang, juga gapapa jawab gue sambil berjalan ke parkiran motor yang kemudian disusul Lisa sambil menoyor kepala gue.
Hari ini, pekerjaan memang membuat gue sedikit teralihkan dari memikirkan Liana. Tapi Lisa, datang sekilas langsung mengalihkan harapan2 gue dan membuat gue mencoba menyusun harapan baru, umpan baru, untuk menangkap ikan baru. Ah, dimana-mana lelaki seringkali begitu.
Hah" Gue lupa kerumah Liana hari ini.
Gadis Psikologi Aku gatau kamu kenapa beberapa hari ini makin males bales whatsapp aku. Beberapa kali aku telpon pun ga pernah kamu angkat.
Aku juga sebenernya gamau kaya gini, aku berharap kita bisa tetap berteman baik walaupun udah ga ada hubungan apa-apa.
Aku tunggu dirumah kapanpun kamu mau dateng, walaupun ga bisa malam ini, kamu bisa dateng besok, lusa, atau kapan aja.
Sepenggal pesan whatsapp terakhir dari Liana sempat gue baca saat Lisa turun dari motor dan berpamitan masuk ke dalam kos nya. Gue hanya duduk mematung diatas motor gue setelah melihat punggung Lisa perlahan menghilang tertutup pintu pagar kos nya.
Gue hendak menyalakan motor dan berniat segera menarik gas motor saat tiba-ba dari dalam pagar suara Lisa terdengar memanggil
Gus, tunggu.. Sekejap Lisa muncul dihadapan gue.
Kenapa" Gue minta nomer hp lo dong Jawab Lisa sambil memberikan handphone nya.
Gue memasukkan nomor dan nama gue di kontaknya kemudian mengembalikan handphone tsb.
Yaudah, makasih ya Gus udah nganter. Ati-ati lu, jangan ngebut
Lisa kembali masuk dan mengunci pintu pagar dan kemudian gue bergegas pulang.
----------- Besoknya dikantor, Heri sempet cengengesan saat berpasasan sama gue. Gue paham bgt ini anak maksudnya ngeledek gue yang semalem nganter Lisa.
Lo nginep di kos Lisa Bags" Kok kemeja lo ga ganti-ganti kayanya oceh Heri sedikit berteriak dibelakang meja kerja gue sampai membuat karyawan lain menoleh dan memandang heran ke arah gue.
Serius Gus" Eh tapi kayanya kemeja lo kemaren warna hitam juga sih timpal Rini, supervisor gue.
Ya emang kemeja gue yang hitam Cuma ini doang" Tau sendiri gue bekas anak metal gue menjawab asal yang kemudian disusul tawa Heri sambil memasang wajah mengejek.
Telepon kantor di meja gue berbunyi dan segera gue angkat


Karma Will Always Find Its Way Karya Karkuser di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan Bagus Gus, Felicia nih.. Oh iya Fel, kenapa" Lo belom jawab email konfirmasi absen yang kemaren ya"
Wah, lupa gue Fel, nanti abis makan siang ya
Yah gue perlu sekarang Gus, gue ketempat lo deh ya sekarang, tinggal lo ttd aja konfirmasi nya udah gue print
Oke dah Bu HRD Gue menutup telepon dan mengambil beberapa dokumen yang sudah gue selesaikan untuk dilaporkan ke Rini.
Gus, Felicia email konfirmasi absen udah lo jawab belom kemaren" tanya Rini saat gue menghampiri ke meja kerja nya.
Belom, gue lupa. Ntar orangnya kesini bawa konfirmasinya tinggal gue ttd aja katanya. Lo mau cek dulu ga absen gue"
Ga usah, ribet lo kaya kerjaan gue ngurusin absen lo doang aja
Gue Cuma memasang wajah meledek dan kembali ke meja gue yang saat ini sudah ada Felicia. Gue menyapa dengan senyum dan segera menghampiri.
Mana sini print absen nya"
Gus, gue ga suka ya kalo gue udah bilang mau samper ke meja orang tapi orangnya malah sengaja ninggalin tempatnya jawab Felicia sambil menyerahkan beberapa lembar kertas absensi.
Gue Cuma menggeleng-geleng sambil senyum lucu dengan reaksi Felicia yang menurut gue berlebihan. Gue menerima lembaran kertas tersebut dan duduk di kursi sambil memeriksa print out absensi gue sebulan kemarin.
Felicia bersuara batuk yang dibuat-buat seakan menunggu gue yang masih memeriksa absensi tsb. Gue menengok dan menarik kursi ke samping meja gue memberikan kode agar Felicia duduk dulu.
Ga usah, gue buru-buru. Bisa langsung tanda tangan aja ga Gus" ucap Felicia sambil memasang tampang cemberut.
Felicia ini adalah salah satu staff HRD yang sebenarnya baru beberapa bulan gue kenal. Komunikasi gue sama dia sempet intens karna biasanya sering makan siang bareng. Orang yang seru dan asik buat diajak ngobrol. Gadis Sarjana Psikologi ini dapat dengan mudah mencairkan suasana dengan pembawaan dirinya yang sangat bersahabat. Tapi hari ini sepertinya dia sedang dalam mood kurang baik, wajahnya selalu terlihat cemberut meski tetap terpancar keindahan dari pandangan mata nya yang indah.
Nih. Thanks ya ucap gue sambil memberikan lembaran absensi yang sudah gue tanda tangan.
Felicia menerima lembaran tersebut dan langsung berjalan meninggalkan meja kerja gue. Gue hanya menggeleng melihat tingkahnya sambil mengecek beberapa notifikasi di handphone gue. Ada 1 pesan whatsapp dari Lisa terselip diantara beberapa pesan lain dari Liana
Gus, ntar malem nongkrong yuk"
Boleh. Lo masuk apa emang"
Pagi. Nanti jam 4 sore gue ke kantor pusat ya, ajak Heri sekalian Gus
Oke, Lis. Nanti bekabaran aja
--------------- Sekitar jam 17.35 gue udah meninggalkan meja kerja dan segera turun kebawah menemui Lisa yang sejak tadi mengabarkan sudah menunggu. Dibawah, gue mendapati Lisa sedang ngobrol bersama Heri dan beberapa orang lain, ada driver kantor, kurir, dan staff lainnya.
Lisa ini memang orangnya mudah bergaul. Selain cantik dan seru diajak ngobrol, dia pun tidak pilih-pilih dalam berteman, itu yang membuat gue lumayan respect sama dia.
Eh Gus, anak-anak pada mau karaoke. Ikut yak" tanya Lisa saat melihat gue datang mendekat.
Gue hanya mengangkat alis menandakan persetujuan dan berjalan melewatinya menuju sebuah warung kecil tepat didepan kantor gue untuk membeli rokok dan segelas kopi.
Siapa aja emang Her" Katanya mau nongkrong-nongkrong aja, kenapa malah jadi karaoke" gue bertanya ke Heri yang duduk diantara gue dan Lisa.
Ya banyak Bags, gapapa lah seru-seruan aja
Tanggal berapa ini" Karaoke tanggal tua begini bisa bikin gagal move on Her ucap gue santai sambil menerima segelas kopi pesanan gue.
Move on" Eh lo baru putus ya Gus. kemarin Heri bilang katanya lo lagi galau gitu Lisa menyambar obrolan dan langsung menggeser duduk disamping gue.
Iyee, makanya nih gue lagi nyari pengganti, eh bentar.. gue menghentikan omongan saat melihat Felicia keluar kantor dan berjalan cepat kearah luar komplek perkantoran.
Fel, lu mau balik" gue bertanya sambil berlari kecil mengimbangi langkahnya. Namun yang ditanya hanya menoleh dan kembali fokus berjalan.
Gue anter yuk, sebagai permintaan maaf karna tadi bikin lo bete. gue coba merayu.
ngapain" Rumah gue jauh, ga searah sama rumah lo Felicia menjawab sekena nya.
Gapapa, di arah-arahin biar searah ucap gue sambil merapihkan posisi tas dan kini berjalan lebih cepat disamping Felicia mengajaknya menuju parkiran motor. Felicia menarik tas gue untuk mengimbangi langkah.
Felicia manis juga sebenernya. Kenapa gue baru ngeh yaa. batin gue dalam hati.
My Mistake Gue baru saja menepikan motor dan Felicia membukakan pintu pagar untuk mempersilahkan gue masuk ke rumahnya. Handphone gue tiba-ba berdering
Bags, dimana lu" Balik ya"
Suara Heri diujung telepon dengan suara latar yang terdengar ramai.
Bentar. Gue nganter Felicia. Lo pada dimana"
Ah bego lu. Mau sama Felicia apa Lisa sih sebenernya"
Hah" Yaa sama-sama cakep sih, emang boleh milih yak" Felicia aja dah, eh Lisa juga gapapa sih. tapi mau nya sih dua-duanya klo boleh hahaha
Macem player aja gaya lo. Udah cepetan sini gue tunggu. Karaoke deket kantor nih, anak-anak rame nih
Heri menutup telepon. Gue turun dari motor yang hanya gue pinggirkan didepan pagar rumah Felicia kemudian masuk untuk berniat pamit dan terkejut dengan sosok Felicia yang ternyata sedari tadi masih berdiri di balik pagar.
Lah" Kirain udah didalem. Nguping orang nelpon lo yak" ucap gue sambil membuka helm.
Idih, gak lah. Lo mau langsung jalan" Ga minum dulu" tanya Felicia menawarkan sambil memasang senyum.
Eeenng.. boleh deh. Tapi sebentar aja, gapapakan
Gapapa, mau minum apa" Teh" Apa kopi" Apa mau dua-duanya juga"
Deg.. Felicia jalan kedalam rumahnya meninggalkan gue yang bengong dan kemudian duduk di ayunan bangku 2 baris berhadapan yang berada di depan taman besar didepan terasnya.
-------- Sini aja Gus duduk nya Ucap Felicia saat keluar membawa cangkir putih kecil dengan sebuah logo terukir berwarna hijau, menawarkan untuk duduk di kursi teras rumah nya.
Disini aja ah Fel, adem Felicia mendekat dan memberikan secangkir kopi kemudian duduk di bangku ayunan berhadapan dengan gue.
Ada nya kopi itu doang, kayanya stok kopi adek gue. Gapapa kan"
Lho, ya gapapa. Malah gue jadi ga enak nih minum stok kopi orang jawab gue sambil tetep menyeruput kopi panas yang gue gak kenali rasanya, sepertinya kopi susu entah merk apa.
Cewek lo apa kabar Gus"
Gue udah putus, masa lo gatau" Ga nonton infotainment"
Serius" Kok bisa" Bukannya kalian udah 10 tahunan ya"
Yakali. 7 tahun. Lo kira gue pacaran dari SD
terus, kok bisa" What happened"
ya bisa lah. What always happens in life, there must be an end. Hehehe gue menjawab sambil cengengesan.
Pantes lagi modusin si Lisa ejek Felicia dengan mimik wajah mencibir. Tapi ga gue tanggapi, gue meneruskan meminum kopi.
Gue dan Felicia sebenarnya lumayan dekat. Seperti yang gue sebut di awal, kami sering beberapa kali makan siang bareng, ga berduaan sih, rame-rame sama tementemen yang lain. Bahkan kadang ada aja yang cie ciiee saat kita berbagi kursi di salah satu tempat makan atau saat lagi terlibat obrolan seru berdua. Tapi sikapnya biasa aja ke gue, hampir sama kaya ke temen-temen cowok lain. Dia punya banyak temen cowok dan gue juga lagi punya pacar saat itu, jadi hubungan gue dan Felicia hanya sebatas teman.
Fel, gue jalan deh ya, balik ke kantor. Ga enak anak-anak nunggu.
Gue memecah keheningan yang tiba-tiba saja hinggap diantara kami.
Ooh, yaudah Felicia bangun dari bangku ayunan dan gue menyusul kemudian mengembalikan gelas ke tangan Felicia dan berjalan keluar pagar, menggunakan helm, memasang headset dan duduk diatas motor.
Jangan dengerin lagu sambil bawa motor Gus, kalo ada yang klakson ga kedengeran ucap Felicia.
kecil kok suara musiknya. Lagian gue udah biasa, kalo ga denger musik malah nanti bengong dijalan
Pokoknya jangan. Dipasang aja gpp headaset nya, buat sugesti doang
Gue hanya senyum dan menuruti yang Felicia bilang, kemudian pamit dengan menganggukkan kepala.
ati-ati yaa ucap Felicia sambil tersenyum dan gue melintasi jalan raya Matraman menuju kembali ke kantor gue di daerah Blok M
--------- Sampai di kantor, gue langsung mengarahkan kendaraan ketempat karaoke dimana teman-teman gue sudah ramai disana. Gue berpapasan dengan Lisa yang mau keluar room karaoke saat gue baru mau masuk, dia senyum sambil menjulurkan lidah meledek.
Acara karaoke itu selesai sekitar jam 2 pagi, gue keluar room dan mencari Lisa yang daritadi ga kembali masuk ke dalam. Dia duduk didepan sambil sepertinya sedang menerima telepon.
Mau dianter ga" ucap gue dari belakang Lisa. Dia menoleh dan mengangkat telunjuknya sebangai tanda meminta waktu sebentar.
Gue berjalan ke parkiran, mengambil motor. Setelah berpamitan sama teman-teman lain yang juga tengah bersiap pulang, gue kembali kedepan tempat karaoke mendatangi Lisa. Tapi dia malah masih sibuk dengan telepon nya sambil sesekali tertawa dengan seseorang diujung telepon sana.
10 menit, 20 menit, sampai jam di handphone gue menunjukkan pukul 2.25 pagi. Rasa kantuk dan lelah sudah mulai mendekat.
Lis, ayo balik. Udah jam berapa ini. Ajak gue ke Lisa yang kemudian dibalas tatapan sinis. kemudian menutup telepon dan mendekat.
Ga usah pake ngebentak, bisa" ucap Lisa menggunakan nada yang cukup tinggi.
Lah" Siapa yang ngebentak" Gue ngajak balik, ayok buruan naik
Gak usah, gue bisa balik sendiri jawab Lisa sambil berjalan menjauh. Gue geleng kepala kali ini.
Gue menyalakan motor mengejar Lisa yang semakin menjuah. Ga mungkin ini anak gue biarin pulang sendiri jam segini, walaupun buat nganter dia gue harus jalan berlawanan arah gue pulang dan mungkin memakan waktu 40-60 menit buat sampai dirumah.
Dari kejauhan gue melihat Lisa seperti sedang mengobrol dengan orang diatas motor yang tengah bersiap jalan, gue sempat menebak tukang ojek, ternyata Rizki, temen kantor yang tadi juga ikut karaoke.
Lis, lo dianter Rizki" tanya gue ke Lisa saat mendekat dan memelankan motor. Lisa tidak menjawab, bahkan sekedar menoleh pun enggan.
Udah gapapa Gus, gue aja yang anter kan searah juga Jawab Rizki sambil memasang helm nya.
Ooh, yaudah. Tolong dianter sampe depan pagernya ya Ki. Awas jangan sampe lecet
Rizki cengengesan dan kemudian pamit jalan mengantar Lisa. Rumah Rizki memang tidak terlalu jauh dari kos Lisa, jadi gue rasa ga masalah juga dia diantar Rizki.
Setelah saling berpamitan kami berpisah dijalan, Lisa masih tetap enggan menoleh kearah gue. Gue pun malas menanggapi karna merasa ga ada masalah. Gue mengebut motor melintasi jalanan Mampang yang sangat lengang.
Sampai dirumah, gue mengecek handphone gue yang bergetar dalam profile silent sambil membuka pintu kamar. Nama Heri muncul di layar, gue segera menjawab telepon tersebut.
Kenapa Her" Lo dimana Bags" Ini baru bgt sampe, lo udah sampe"
Goblok!!! Besok-besok kalo ga bisa anter Lisa jangan nyuruh orang mabok yang nganter dia pulang Heri setengah berteriak memaki gue dari ujung sana.
Hah" Maksudnya"
Rizki tuh tadi mabok. Mereka jatoh dari motor. Gue ditelpon Lisa, jadi gue langsung samper karna kebetulan belom jauh dari kantor. Ini Lisa udah gue bawa balik ke kos nya, dia ga kenapa-kenapa sih, Rizki juga tadi dianter anak-anak yang lain. Gue ga suka nih Bags klo lo kaya begini sikapnya jawab Heri panjang lebar.
Gue Cuma berdiri mematung sambil menahan handphone menempel ditelinga kanan dengan tangan yang melemas.
Astaga, ini salah gue. dan gue masih inget ini sampe sekarang.
I don t exist Gue menutup telepon dari Heri dan segera menelpon nomer Lisa, tapi ga diangkat. Gue malah jadi semakin ngerasa bersalah. Berulang kali gue coba telepon tapi tetep ga ada jawaban sampai akhirnya gue ketiduran.
Besoknya di kantor, Heri Cuma bilang Lisa ga kenapa-kenapa. cuma beberapa luka kecil di sikut tangan nya. Rizki juga sempat menyapa gue tanpa ada luka berarti, cuma di kaki kanan nya ada luka gores dan lebam. hari berikutnya gue lewati tanpa ada komunikasi lagi sama Lisa, dia masih ga mau mengangkat telpon atau membalas whatsapp gue
Hari berganti minggu, perlahan membawa gue kembali ke rutinitas pekerjaan yang membuat gue tenggelam dengan tugas-tugas kantor yang ga ada habisnya. Sesekali gue masih sering makan siang bareng Felicia dan teman-teman yang lain kalo gue lagi ga banyak tumpukkan kerjaan. Pulang kerja biasanya gue nongkrong di dekat-dekat kantor sama Heri dan teman-teman yang lain, biasanya ngobrolin cewek-cewek cakep yang bisa dijadikan target pendekatan.
Bags, Lisa masih nyuekin lo" tanya Heri sambil menguyup kopi hitam yang masih ngebul di warung kecil depan kantor.
Lisa" Ah lo deket sama Lisa Bags" Ko Hendri menyambar obrolan.
Ko Hendri adalah Manager gue, dia satu-satunya atasan' yang ga pernah merasa berhak milih-milih dalam berteman, bahkan mau nongkrong sama anak buahnya sendiri.
Enggak Ko, temen biasa aja ga deket banget gue menjawab santai sambil mencomot rokok Rendi, anak Accounting yang juga teman nongkrong bareng di kantor.
Gue, Heri, Ko Hendri dan Rendi biasanya ga langsung pulang selepas jam kantor. Walaupun Cuma duduk-duduk di warung depan kantor, atau nyemil-nyemil ganteng di minimart 7-11 yang ga jauh dari parkiran motor. Tanpa di komando, biasanya kita saling menunggu di depan kantor sambil mengabsen siapa dari kami berempat yang belom hadir.
Lo deketin Lisa apa Felicia sih Bags" Satu-satu lah jangan sok ganteng ledek Rendi
Anjir. Kagak lah. Emang susah dah jadi jomblo bermartabat, deket sama cewek dikit dibilang sok ganteng jawab gue sambil cengengesan.
Ngobrol sambil nge-gultik aja yuk" Gue laper nih kayanya Ko Hendri nenawarkan.
(Gultik ini maksudnya adalah Warung Gulai yang letaknya ada di belakang Plasa Blok M, disebut Gultik mungkin karna posisinya ada tepat di Tikungan)
Gue ga ikut ya, gue mau kerumah temen gue menyanggah dan kemudian merapihkan tas bersiap jalan.
Kami berempat berjalan tengil ke parkiran. Iya, berjalan tengil. Kaya anak SMA yang jalan bergerombol sambil bercanda ditengah jalan seakan nenek moyang kami jawara daerah ini. Sambil sesekali pasang senyum terbaik kalo papasan sama cewek.
Sampai di parkiran, gue menyalami mereka satu per satu dan bergegas mengebut motor gue ke rumah Liana. Setelah seminggu lebih gue baru bisa menepati janji buat dateng kerumahnya.
Sampai dirumah Liana, setelah memarkirkan motor didepan terasnya, gue masuk dan menuju ruang tengah. Seperti biasa rumah Liana ini kalo sore memang ga pernah ditutup pintunya. Ibu dan Bapak nya biasanya sedang asik ngobrol sambil menonton TV di ruang tengah.
Assalamualaikum ucap gue sambil masuk ke ruang tengah menghampiri dan mencium tangan Ibu dan Bapak Liana.
Waalaikum salam, oh masuk Gus jawab Bapaknya.
Bapak Ibu Sehat" tanya gue
Alhamdulillah, kamu sibuk sekarang kok jarang kesini" Tanya Bapaknya.
Enggak Pak, kerja aja sih kaya biasa. Oiya Liana mana Bu" Belom pulang"
Di kamarnya paling. Ini kamu pulang kerja Gus" Makan dulu dah sini tanya Ibu nya sambil bangun dari duduknya menuju ke dapur.
Iya Bu. Ntar aja dah, masih gerah gue menjawab sambil menuju ke kamar Liana, yang sejurus kemudian disambut Liana yang sepertinya sudah tau kedatangan gue.
Udah lama" tanya Liana sambil tersenyum manis
Baru sampe. Kopi dong Li Makan dulu, ga denger Ibu nyuruh makan"
Aah aku belom laper, ngopi dulu dong, udah dari SD belom ngopi
Liana Cuma cengengesan sambil menuju ke dapur sedangkan gue kembali ke depan, melewati ruang tengah dan ke runag tamu.
Ayah sama Ibu mu sehat Gus" tanya Bapaknya Liana saat gue melintas ruang tengah.
Alhamdulillah sehat Pak. Bagus duduk didepan ya jawab gue yang ditanggapi anggukan kepala Bapaknya Liana.
Gue menjatuhkan badan di sofa ruang tamu Liana, sambil mengecek beberapa notifikasi di handphone. Tidak lama Liana muncul memberikan secangkir kopi Mocca, kopi kesukaan gue yang selalu ada dirumah ini.
Kok tumben jam segini udah pulang Gus" tanya Liana sambil mengacak-acak rambut gue.
Iya, lagi ga banyak kerjaan. Selesai jam kerja duduk-duduk depan kantor tadi terus langsung balik
Tiap hari emang ga bisa begitu" Toh kamu kesini kan searah pulang juga. Bisa tiap hari kita ketemu jadinya, bisa tiap hari kamu istirahat sebentar disini
Yailah Li, mulai deh. Apa-apa dibahas, ujung-ujungnya semua selalu jadi masalah tentang kita jawab gue sambil membenarkan posisi duduk dan menyeruput kopi
Enggak, ga ada tentang kita. Semua tentang kamu, selalu tentang kamu. Kamu maunya ini, kamu maunya itu, kamu ga bolehin aku kaya gini, kamu bilangin aku harus kaya gitu, mana ada tentang kita" Semua selalu tentang kamu jawab Liana sambil jalan kembali ke dalam. Gue hanya geleng-geleng kepala.
Liana kembali ke ruang tamu menggunakan cardigan biru hitam dan jeans selutut.
Keluar yuk ucap Liana sambil berdiri didepan gue
kemana" kemana aja, aku ga pengen ngobrol dirumah
tapi ini kopi aku sayang. Belom abis
ntar aku bikinin lagi segalon jawab Liana sambil berjalan ke pintu depan.
Gue berpamitan sama Ibu dan Bapak nya kemudian menyusul Liana yang sudah menunggu disamping motor gue. Setelah bersiap, gue membonceng Liana menarik gas dan jalan menuju sebuah taman di daerah jakarta pusat, Taman Suropati.
Sampai di taman, gue memarkirkan motor dan mencari tempat yang enak buat duduk. Liana hanya mengikuti dan duduk disamping gue.
Gue sebelumnya ga pernah kesini sama Liana, toh gue pikir apa yang mau dilihat di taman ini" Cuma beberapa tukang makanan dan beberapa pengamen yang sibuk hilir mudik. Tapi gue milih kesini karna bisa buat sekedar ngobrol.
Li, ga bisa ya kamu bersikap kaya kamu yang di whatsapp" Tenang, santai, kalem, ga ngomong dengan nada kesel kaya tadi" gue memecahkan keheningan sambil menyulut sebatang rokok.
Liana menatap ke gue dan mengambil rokok dimulut gue yang kemudian dia matikan dengan cara di injak dan dilempar ke tong sampah yang ga jauh dari tempat dia duduk. Kemudian kembali menggunakan jurus seribu diam. Jurus yang selalu dia gunakan saat malas menanggapi gue. Hanya menatap kosong ke tembok kecil didepannya.
Liana" gue memanggilnya, dia diam ga meresespon.
Gue menatapnya dari samping, wajahnya tenang, bibirnya perlahan membentuk senyum tipis yang anggun dan menjanjikan kedamaian, tatapannya kosong, seperti melempar jauh pandangan ketempat yang tidak tau berada dimana.
I wonder why you smiled and stared blankly at the wall when i was talking to you. i feel like i didn't exist that moment.
End of Liana Gus.. Suara parau Liana kali ini memecah keheningan. Gue hanya menoleh. Disambut dengan wajah teduh dan senyum tipis di bibir Liana.
Aku tau kamu kecewa dengan keputusan aku. Tapi aku juga ga tau Gus dengan apa yang aku rasain saat ini. Di satu sisi, aku ga tau apa yang nanti bakal aku lakuin tanpa kamu, tanpa orang yang selama ini tumbuh bareng aku, melewati semua susah dan seneng sama aku, membagi semua cerita hidupnya yang berwarna sama aku
....... gue hanya diam mendengarkan
Sebelum ketemu kamu, sebelun jalanin semua ini sama kamu, aku Cuma Liana kecil yang ngejalanin hari-hari aku yang biasa-biasa aja. Ga ada warna apapun didalamnya. Cuma hitam sebagai tanda untuk hal-hal yang salah, dan putih sebagai tanda hal-hal yang benar
..... Tapi kamu masuk kedalam hidup aku, ngajarin aku bahwa ada warna lain dalam hidup yang kalau dikombinasikan bisa membentuk sesuatu yang indah seperti pelangi. Mendidik aku buat ga perlu takut salah karna manusia ga selamanya benar. Menjulurkan tangan sambil tersenyum ke aku saat aku jatuh karna salah memperhitungkan langkah. Memberikan dua telinga untuk mendengarkan semua keluhan aku saat aku merasa hidup sering kali berlaku tidak adil. Meyakinkan aku bahwa Ga ada satupun orang yang akan bilang bahwa hidup itu adil, tapi Tuhan adil, dan kamu harus percaya itu. Kamu bukan Romeo yang rela berjuang buat Juliet nya, tapi kamu selalu berusaha menjadi Spiderman saat Peter Parker terlalu pengecut buat melindungi Marry Jane.
Liana, kalo aku kaya yang kamu bilang, kenapa kamu memutuskan buat selesain hubungan kita" Aku terlalu bodoh dalam mencerna kata-kata kiasan kamu atau memang aku udah terlalu jadi orang asing yang gak lagi tau apa yang kamu pikirkan" gue menyanggah omongan Liana
...... Liana diam, terlihat seperti sedang mengatur tempo napas nya
Liana" Tapi di sisi lain, Gus. Kamu udah berubah dari seorang Bagus yang nyaris sempurna buat aku, menjadi sosok monster yang mengganggu nyenyak nya tidur malamku. Every body s changing, I know. Tapi bukan perubahan ini yang aku harapkan. Bukan perubahan yang mengubah hal indah menjadi bencana..
Li, aku ga ngerti. Aku tau aku pernah salah. Aku pernah melakukan hal-hal bodoh, aku pernah menyakiti kamu. Tapi aku udah ga kaya dulu Li.
Itu kan menurut kamu. Ucap Liana sambil menoleh ke arah gue dan memasang wajah kesal.
..... gue kali ini diam dan sadar, bahwa apapun yang akan gue ucapkan mungkin hanya terdengar sebagai sebuah pembelaan aja di mata Liana.
Anisa, Resti, Ayu, itu semua Cuma nama-nama yang aku tau kamu pernah selingkuh dengan mereka saat kamu udah jalanin semuanya sama aku. Tapi nama-nama lain" nama-nama yang kamu sebut Cuma temen' saat kamu menghilang dan menghindar dari aku tiap kita ada masalah" Apa itu bukan masuk ke kategori selingkuh" Kamu, lagi-lagi aku tegasin ya, KAMU, orang yang selalu menghindar dan menjauh dari aku tiap kali kita ada masalah dan selalu aja kamu menghadirkan orang lain untuk menenangkan kekesalan kamu sama aku.
Kali ini gumpalan air mata mulai menggenang di sudut mata Liana yang semakin sembab. Gue hanya terdiam, mencoba mengutuk diri sendiri yang selalu bodoh dalam menjelaskan sesuatu, sebuah penjelasan yang malah selalu terdengar seperti sebuah pembelaan, yang ujung-ujungnya hanya terdengar seperti sosok orang egois yang ga mau dianggap salah.
Gus, coba kamu ambil pot kecil itu ucap Liana sambil menunjuk ke sudut taman.
..... gue hanya menatap Liana
Coba kamu ambil, kamu rawat baik-baik. Dan kemudian suatu hari, saat kamu bosen, saat kamu muak, saat kamu capek, kamu banting pot itu, berkali-kali, kamu banting sekenceng-kencengnya Lanjut Liana.
Bodoh kalo kamu berpikir bisa memperbaiki nya nanti. Bodoh kalo kamu bilang semua akan kembali baik-baik aja seiring dengan berjalannya waktu, Gus. Mungkin kamu masih bisa menyimpan serpihan pot itu, tapi kamu ga akan bisa mengembalikannya seperti bentuk semula. Kamu ngerti maksud aku" Liana mendekatkan wajahnya ke gue yang hanya bisa menunduk tanpa berani menatapnya.
Gus.. Aku tanaman didalam pot itu. Sekuat apapun keyakinan kamu untuk memperbaiki pot yang udah kamu hancurkan, kamu ga akan bisa mengembalikannya ke bentuk nya semula. Apa itu menjawab keheranan kamu dengan keputusan aku"
Gue hanya mengangguk, masih dalam posisi menunduk tanpa menatapnya.
Kali ini, lama kami tenggelam dalam hening. Ga ada yang ingin gue bicarakan. Gue cuma membiarkan semua kata tersimpan dalam diam. Sampai jam menunjukkan pukul 22.00, gue memutuskan mengajak Liana pulang.
Kami melewati jalanan Ibu kota masih dalam keadaan saling membisu. Sesekali gue melirik ke arah spion yang memantulkan bayangan wajah Liana yang duduk dibelakang gue. Entah kenapa, gue merasa ini terakhir kalinya dia akan duduk dibelakang sana.
Sampai dirumah Liana, kondisi rumahnya sudah gelap dan sepi. Gue hanya mengantarkan sampai depan pintu tanpa masuk kedalam. Liana berdiri didepan pintu dan menggenggam erat kedua tangan gue. Genggaman yang memberikan rasa hangat dibalik hatinya yang dingin.
Li.. Liana hanya menjawab dengan senyum.
Aku tau, aku salah. nama-nama cewek yang kamu sebutin tadi. Itu semua salah aku. Tapi ga ada nama-nama lain selain itu. Ga ada nama-nama lain yang aku hadirkan dalam hubungan kita setelah kesalahan-kesalahan aku yang dulu. Aku tau aku salah, membiarkan kamu tenggelam dalam rasa takut, curiga, dan khawatir akan kehadiran cewek-cewek lain yang seakan-akan aku hadirkan saat kita lagi ada masalah atau lagi rebut-ribut. Aku salah karna selalu menghindar dan menjauh dari kamu tiap kali kita lagi berantem. Dan ini bukan pembelaan Li, ini jujur, aku menghindar dan menjauh bahkan terkesan mengabaikan setiap sms, chat, dan telpon dari kamu karna aku ga mau terjebak dalam emosi yang ujung-ujungnya malah makin bersikap atau menanggapi kamu dengan kasar.
..... Liana masih diam, tapi senyumnya kini mulai pudar perlahan
Kamu bener, aku terlalu bodoh Li. Aku terlalu bodoh dengan berpikir bisa memperbaiki pot yang sudah aku hancurkan. Aku minta maaf buat semuanya, buat semua kesalahan-kesalahan aku. Dan makasih Li, kamu udah bikin aku sadar dari kebodohan aku yang ga pernah menyadari kesalahankesalahan aku. Tapi seandainya aja, seandainya kamu buat aku sadar tanpa perlu memutuskan buat mengakhiri semuanya, mungkin aku akan jadi orang yang berusaha lebih baik lagi buat kamu
Sekarang tetesan air mata ga lagi memiliki tempat di mata Liana. Mereka berebut untuk keluar dan membasahi lantai dengan bebasnya.
Liana, kamu adalah tanaman di pot itu, kamu tanaman yang hebat, tanaman yang tetap tumbuh walaupun didalam pot yang rusak. Suatu hari nanti, akan ada orang lain yang menggantikan aku, yang dengan segala kesempurnaannya menjaga dan merawat kamu dengan memberikan pot yang baru. Tapi, semoga kamu selalu menyisakan beberapa detik saat ber-fatamaorgana di pagi hari buat mengingat aku
Gue mengecup keningnya, dia memeluk gue sangat erat, dan menumpahkan air mata nya di kemeja gue. Pada akhirnya, kami menyadari, cinta sejati seharusnya memiliki hati yang tidak akan pernah lelah untuk memaafkan, namun juga tidak akan berkali-kali membuat kesalahan.
Blurry Everything's so blurry And everyone's so fake And everybody's empty
And everything is so messed up Preoccupied without you
I cannot live at all My whole world surrounds you I stumble then I crawl
You could be my someone You could be my sin
You know that I'll protect you From all of the obscene I wonder what you're doing Imagine where you are
There's oceans in between us But that's not very far
Can you take it all away" Can you take it all away" Well you shoved it in my face This pain you gave to me Can you take it all away"
Can you take it all away" Well you shoved it in my face
Everyone is changing There's no one left that's real So make up your own ending And let me know just how you feel Cause I am lost without you I cannot live at all
My whole world surrounds you I stumble then I crawl
And you could be my someone You could be my scene
You know that I will save you From all of the unclean I wonder what you're doing I wonder where you are There's oceans in between us But that's not very far
Can you take it all away" Can you take it all away" Well you shoved it in my face This pain you gave to me Can you take it all away" Can you take it all away" Well you shoved it in my face This pain you gave to me
Nobody told me what you thought Nobody told me what to say Everyone showed you where to turn Told you when to run away
Nobody told you where to hide Nobody told you what to say Everyone showed you where to turn Showed you when to run away Jam menunjukkan pukul 23.30 saat gue sampai dirumah dan membanting tubuh diatas kasur. Lantunan Lagu Blurry nya Puddle of the Mudd mengiringi gue kedalam sebuah suasana hati yang berkecamuk. Ingin rasanya gue menggenggam erat tangan Liana tadi dan memohon buat ga mengakhiri semua ini. Tapi berat buat gue melakukannya setelah gue tau cinta tidak bisa dipaksakan. Di dalam diri Liana ada semacam bom waktu yang dengan bodohnya gue pasang, yang kemudian dengan angkuhnya gue berpikir bahwa bom itu ga akan pernah meledak sampai meluluh lantah kan diri gue.
Liana, satu-satunya wanita yang masuk jauh banget kedalam hidup gue. Membuka semua tabir kemunafikkan gue tentang cinta, mendorong gue ke kaki gunung yang rela gue panjat sampai ke puncaknya untuk menikmatinya dengan Liana berdua. Membuat gue bermimpi untuk menyusun sebuah rencana tentang masa depan. Gue pikir jalan gue dan Liana sudah jelas akan kemana nanti nya, tapi sekarang semuanya terlihat benar-benar blurry.
Seperti sepakat dengan apa yang tadi Liana bilang, gue pun ga tau apa yang aku gue lakuin nanti tanpa dia. Gue terlanjur terbiasa dengan segala rutinitas yang selalu ada dia didalamnya. Gue terlanjur nyaman dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan impian-impian kami.
Handphone gue berbunyi singkat menandakan ada pesan whatsapp masuk, gue buka, dari Liana.
Gus, aku berharap kita bisa tetap berteman dengan baik yaa..
Gue menghela napas dalam, kemudian membalas pesan tersebut
Li, we are too close to be just friends. Ibu dan Bapak kamu udah kaya orang tua aku sendiri, rumah kamu udah terlanjur berasa kaya rumah aku sendiri, tempat aku makan, tidur, atau sekedar mampir ngobrol sama orang tua kamu, dan sekarang semuanya harus berubah menjadi sekedar teman"
Gue melempar handphone ke sudut kasur dan bergegas ke kamar mandi untuk sekedar cuci muka.
Selesai cuci muka, gue mendengar dari luar kamar handphone gue berdering tanda panggilan, gue mengabaikan dan berjalan ke dapur mengambil sebotol air mineral kemudian baru kembali ke kamar.
Gue mengambil handphone yang tertulis di layar notifikasi ada 1 missed call, bukan dari Liana seperti yang gue kira. Felicia, itu nama yang tertulis.
Gue menekan icon panggil bertujuan mencoba menelpon balik Felicia, sambil menebak-nebak ada apa dia tadi coba menelpon" Biasanya Cuma sebatas dari whatsapp.
Halo Gus saut Felicia dari ujung sana
Eh, Fel. Sorry tadi ga keangkat. kenapa"
Ga ada apa-apa. Mau nelpon aja tadi, lo dimana" Sibuk gak"
Ooh, enggak. Lagi santai ini dirumah, lo dimana"
Ini gue baru sampe rumah, tadi ga sengaja ketemu anak-anak di Blok M terus pada makan di gultik, kok lo tadi ga ada"
Iya, tadi gue ada janji kerumah temen, jadi langsung balik dah
Yah lo mah kagak asik sekarang. Dikit-dikit langsung balik. Kan jadi ga ada yang anter gue pulang lagi
Hahaha sialan. Lo kira gue tukang ojek. Terus tadi balik sendiri jadi nya"
Enggak, dianter Rendi tadi
Rendi" Setelah itu kami berlanjut ngobrol lewat telepon cukup lama, sesekali bergantian Felicia yang menelpon balik biar sama-sama keluar pulsa katanya. Obrolan pertama dari telpon diantara gue dan Felicia selesai kira-kira sekitar jam 2 pagi. Membicarakan banyak hal seperti musik, bahkan bola, kebetulan kami sama-sama suka klub ibu kota Inggris, London. Tapi dia suka si merah sedangkan gue tetep dengan si biru. Sambil sesekali bercanda atau ngobrol serius, gue akhirnya mengamini salah satu ungkapan dari Ryan temen gue, You'll never know a girl until you talk to her at 2 am.
Obrolan ringan Catatan: Dalam bagian ini dan kedepannya nanti. Akan ada beberapa obrolan, katakata, atau pemikiran-pemikiran bahkan kejadian-kejadian yang mungkin akan bersinggungan dengan SARA. Gue harap para readers udah cukup dewasa untuk mengambil sisi positifnya.
---------------------- Minggu terakhir bulan Mei, gue masih menjalani rutinitas seperti biasa. Berusaha tetap menjalani hidup sebagaimana mestinya. Life must go on. Walaupun ga bisa gue pungkiri bahwa gue merasa ada bagian yang hilang dari hidup gue.
Gue dan Liana udah sama sekali ga ada komunikasi dalam bentuk apapun. Di sela waktu santai biasanya gue chat dengan Lisa atau Felicia. Lisa jadi sering ikut nimbrung saat Gue, Heri, Ko Hendri, dan Rendi nongkrong selepas jam kerja. Dan akhir-akhir ini, kami malah jadi sering pulang lewat tengah malam. Pulang tepat waktu sampai dirumah seakan menjadi mitos yang ga akan bisa gue wujudkan.
Hari itu hari Jumat. Gue dan temen-temen kantor berencana main futsal selepas jam kerja. Lisa sempat memberi kabar bahwa dia tidak bisa ikut nongkrong abis main futsal nanti karna mau bertemu teman lama nya yang datang dari Surabaya. Jam makan siang setelah sholat Jumat, gue dan temen-temen lain sedang asik menikmati semangkuk soto ayam sambil bercanda dan menggoda beberapa wanita kantor lain yang lewat melintas.
Bags, nanti balik futsal lo mau ikut gue ga" tanya Heri di sela obrolan.
Kemana" Gabung sama Lisa dan temen nya di Central Park
Ah, ngapain. Ga ah Yee lo gimana sih Bags, katanya mau deketin Lisa, kan sekalian kenal sama tementemennya sambar Ko Hendri.
Sialan, Lo tuh Ko yang deketin Lisa. Kemaren siapa yang pas kunjungan ke cabang nyulik anak orang" ujar gue sambil tertawa meledek karena tahu Ko Hendri sempat mendekati Lisa saat dia melakukan kunjungan ke cabang tempat Lisa bekerja.
Yaa namanya juga Spartan Saut Rendi yang kemudian memecah tawa kami.
Sampai di meja kerja, gue kembali duduk berniat melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda tadi. Sebelumnya gue sempat mengecek handphone yang sejak tadi gue tinggal di meja dalam posisi charging. Ada pesan whatsapp, dari Felicia.
Gus. Ntar anter gue balik dong. Hehehe
Gue segera membalas yang kemudian malah saling berbalas pesan dengan Felicia
Siap tuan putri, jam berapa mau pulang"
Tenggo ya Gus, jam 6 sore langsung cuss..
Boleh, nanti kabarin aja kalo lo udah mau balik.
Gue mengembalikan handphone dalam posisi charging dan meneruskan pekerjaan. Sekitar jam 5 sore setelah gue rasa ga ada lagi kerjaan yang harus diselesaikan, gue memutuskan buat jalan keliling ruangan kantor sekedar meluruskan pinggang, kemudian mampir ke ruangan Ko Hendri.
Sore Pak. Boleh masuk" ucap gue sambil memunculkan kepala dari pintu ruangan ke arah meja Ko Hendri.
Ah anak setan, gue kira siapa. Sini Bags, terus tutup pintunya ucap Ko Hendri sambil menenangkan diri yang kaget.


Karma Will Always Find Its Way Karya Karkuser di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gue masuk ke ruangannya dan kemudian menuju dispenser di salah satu sudut ruangan, membuat 2 gelas kopi hitam, kemudian duduk di sofa warna merah marun tepat menghadap jendela. Ko Hendri mendatangi dan duduk di samping gue sambil mengeluarkan bungkusan rokok yang sejurus kemudian gue ikuti.
Kerjaan lu udah kelar belom" Jangan ngopi dimari klo belom kelar ucap Ko Hendri sambil menyulut rokoknya kemudian memberikan koreknya ke gue.
Yailah Ko, mana pernah gue kemari kalo lagi banyak kerjaan jawab gue santai sambil menyulut rokok dan mengembalikan korek ke pemiliknya dengan segera, untuk menghindari label curanrek' atau pencurian korek.
Bags, lo tau si Tya kan" tanya Ko Hendri sambil menyeruput kopi hitam yang masih mengebul.
Emak nya Felicia" Gue bertanya balik untuk memastikan bahwa Tya yang dimaksud adalah Manager HRD yang biasa gue sebut Emak nya atau Ibu nya Felicia.
Nah, iya dia. Menurut lo gimana Bags"
Manis sih Ko, lo demen" Dia kayanya udah punya cowok Ko
Nah, ini yang gue demen dari lo nih. Punya info lebih lengkap daripada wikipedia kalo soal cewek-cewek sini Ledek Ko Hendri sambil membenarkan posisi duduk menjadi lebih tegap dan bersemangat.
Sialan, gue kan belajar dari masternya langsung, lo sama Heri. Hahaha
Cowok nya kek gimana mukanya Bags, atau penampilannya
Gue ga negesin, waktu itu Cuma sempet liat dia dijemput sama cowok didalem mobil terus sempet cium pipinya keliatan dari kaca depan
Lu kagak sambit kaca nya" Ucap Ko Hendri ngotot.
Hahaha, kagak lah. Gila lo. Lagian kan bukannya lo udah punya cewek Ko"
Iya, tapi kayanya udah ga cocok Bags.
Tapi sorry ya Ko, gue sebenernya pengen nanya udah lama, tapi takut lo tersinggung. Cewek lo muslim kan" tanya gue dengan nada hati-hati
Iya, kenapa emang" Ko Hendri menanggapi santai.
Gapapa Ko, mau nanya aja Bags. Lo salah kalo nganggap gue memilih-milih dalam berteman. Lo pasti mikirnya karna gue chinese, katolik, terus kok pacaran bertaun-taun sama orang pribumi, muslim pula. Gitu kan"
Ya bukan gitu, kalo soal bertemen mah gue respect banget sama lo Ko, ga mandang orang dari status sosial, agama, ras, warna kulit, dan yang lainnya lah. Ini aja lo ngerokok bareng gue, anak buah lo, diruangan lo sendiri. Tapi kalo soal pacaran, bukannya lebih berat nanti kedepannya" gue coba mengorek lebih dalam.
Hidup Cuma sekali Bags, kalo lo ga pernah memperjuangkan sesuatu karna halangan-halangan yang lo bawa dari lahir, mending lo ga usah hidup. Emang gue bisa milih bakal sayang sama siapa" Emang gue bisa milih bakal lahir sebagai pribumi atau bukan"
Ko Hendri meneguk sisa kopi nya. Gue hanya mengangguk-angguk kemudian berdiri, berniat kembali ke meja kerja gue.
Bags, ntar futsal kan lo" tanya Ko Hendri saat gue didepan pintu.
Astaga, iya futsal ya. Gue lupa ucap gue kaget sambil terburu-buru kembali ke meja kerja gue.
That night #1 Gue mengambil handphone yang sudah tertampang tulisan Fully Charge di meja kerja, kemudian langsung menelpon Felicia.
Kenapa Gus" Pake nelpon segala ucap Felicia dari ujung sana yang gue yakin sambil tersenyum manis.
Fel, gue nanti balik kerja ada futsal sama anak-anak. Gue lupa. Gimana ya" gue langsung to the point.
Lupa" Lo bawa sepatu dan perlengkapan lain buat futsal" kali ini sepertinya senyuman Felicia menghilang, terdengar dari nada bicaranya yang serius.
Bawa.. Lo, dari rumah pas berangkat kerja, udah nyiapin segala perlengkapan futsal buat sore ini sepulang kerja, tapi siang nya lo bikin janji mau nganter gue pulang, terus 20 menit sebelum pulang baru inget mau maen futsal"
Tuut tuut.. Felicia mematikan telpon secara sepihak. Gue meletakkan handphone kemudian mengangkat gagang telepon di meja gue, menekan nomer extension Heri.
Her, futsal jam 7 kan ya" sambar gue langsung
Yoi Bags, udah ga sabar mau gue nutmeg ya lo" jawab hari cengengesan.
sempet ga Her kalo gue nganter Felicia dulu"
Hah" Anjiiir... Bags, gue bagi pelet lu dong. Kena aja kayanya tiap cewek yang lo deketin
Serius bego. Sempet ga" tanya gue mempertegas tanpa menanggapin ledekan Heri.
Pake motor matic lo mah bakal lebih sejam bolak balik Bags, tau sendiri jalanan daerah pusat kaya gimana klo jam balik kerja
Yaudah, gue ga jadi nganter dah jawab gue sambil kemudian meletakkann kembali gagang telepon.
Tidak sampai 1 menit, telepon di meja gue berbunyi dan langsung gue angkat.
Bags, lu ga bisa gitu dong. Udah janji mau anter cewek tapi lu batalin karna alesan mau maen futsal ucap Heri saat gue baru saja menempelkan gagang telepon di telinga.
Gue kan udah janji buat futsal duluan Her, gue bukan orang yang lebih mentingin cewek ketimbang janji gue sama temen gue menjawab malas.
Nih ya Bags gue kasih tau. Sesekali menangin cewek diatas kepentingan kita itu gapapa. Inget, sesekali. Dan cewek pasti seneng kalo dia diutamakan. Lagian lo juga kan udah janji mau nganter, ya tepatin janji lo. Cowok itu yang dipegang omongannya jawab Heri panjang lebar.
yaudah, gue coba omongin lagi sama Felicia. Thanks Her gue menutup telepon dan mengirim whatsapp ke Felicia
Fel, nanti gue anter aja gapapa.
Felicia membalas dalam hitungan detik
Ga usah. Buat apa nganter gue klo abis itu buru-buru balik (lagi)
Gue hanya menghela napas sambil mengacak-acak rambut.
Jam 6 sore. Gue merapihkan meja berniat segera mendatangin meja Felicia. Ko Hendri tiba-tiba muncul sudah dengan kaos olah raga tanpa lengan, celana bola, memakai sepatu futsal dan tas tenteng.
Ayo Bags, pemanasan dulu lari keliling komplek kantor ucap Ko Hendri santai.
Gue hanya menggeleng-geleng melihat kelakukannya. Ini orang satu-satunya atasan disini yang sangat pintar menempatkan diri. Saat jam kerja, tampilannya rapih, berwibawa, lengkap dengan kemeja tangan panjang yang bahannya sangat halus serta minyak wangi yang harumnya bisa membuat semua wanita terpikat, serta cara bicara yang sangat teduh dan tegas, membuat semua orang merasa enggan untuk datang ke ruangannya kalau dia panggil. Tapi kalau lewat jam kerja, ya seperti yang gue liat ini, berpakaian santai layaknya pemuda seumuran gue, banyak tingkah, cengengesan, dan hobi meledek setiap orang yang dia anggap lucu.
Bentar Ko, gue kayaknya nganter Felicia dulu, gapapa kan ya" jawab gue sambil mengambil tas dan berdiri hendak meninggalkan meja kerja.
Hah" Felicia" Wah lo parah Bags, asli dah. Ucap Ko Hendri sambil mengikuti jalan disamping gue.
Iya gue janji anter dia balik Ko, gue lupa kita juga ada jadwal futsal
Gue berjalan pelan keluar ruangan divisi gue, menuju tangga ke lantai atas tempat HRD.
Udah, lu tunggu di bawah aja Bags, ini biar gue yang selesain. Sono buru lo turun ucap Ko Hendri saat gue mau masuk pintu ruangan HRD.
Ko Hendri masuk ke dalam ruangan tsb dan gue yang kebingungan hanya bisa menuruti yang dia katakan. Sampai di bawah, gue mendapati Rendi, Heri, dan temanteman lain juga sudah bersiap dengan pakaian masing-masing. Jarak lapangan futsal yang dekat dengan kantor membuat kami bisa bersiap sambil duduk-duduk dulu didepan kantor sambil menunggu teman-teman yang lain. Tidak jarang kami mencegat saat ada teman lain yang mau pulang dan memaksa mereka ikut main futsal, walaupun hanya menggunakan kaos dalam dan celana jeans.
Gue menoleh kearah pintu receptionist saat Felicia dan Tya keluar dan berjalan pelan menghampiri gue. Gue Cuma senyum sambil mengangguk-angguk mengetahui modus operandi yang di lancarkan Ko Hendri. Dia pasti merayu Felicia untuk ikut menonton futsal, sambil tentu saja menyuruh Felicia mengajak Tya.
Ko Hendri mana Fel" Gue bertanya pada Felicia ketika Felicia mendekat. Tapi yang ditanya hanya melintas melewati gue, justru Tya yang duduk disamping gue.
Lo suka ya Bags sama Felicia" ledek Tya sambil meneguk botol minuman ringan yang dia ambil dari warung kecil depan kantor tempat gue duduk.
Ah, biasa aja Ya, cuma ga enak aja tadi janji mau nganter dia soalnya tapi ga jadi karna gue inget udah janji mau futsal jawab gue sambil melihat ke arah Tya.
Kata siapa ga jadi" Enak aja. Gue tunggu selesai futsal abis itu anter gue pulang sambar Felicia yang tiba-ba datang dan duduk disamping gue kemudian pasang tampang kesal. Gue hanya merespon dengan senyum lebar sambil berpikir harus berterima kasih sama Ko Hendri yang tadi pasti membantu menengahi dengan merayu Felicia.
Bukan maen dah Raja minyak, kanan kiri ditemenin cewek-cewek cantik Ledek Ko Hendri yang tiba-ba muncul kemudian mengajak kami semua bergegas ke lapangan futsal.
That Night #2 Setelah sampai di lapangan Futsal dengan berjalan kaki. Felicia dan Tya berjalan ke salah satu sudut tempat penonton. Gue mengikuti teman yang lain ke sudut terdekat dengan lapangan, berniat meletakkan tas di tempat yang hanya terpisah dengan jaring antara latar dan lapangan. Heri menepuk pundak gue dan tertawa sambil menunjuk ke arah tempat penonton yang ga jauh dari tempat gue berdiri. Disana Ko Hendri, Felicia dan Tya serta beberapa teman lain duduk. Gue menghampiri mereka sambil masih menenteng tas.
Fel, titip yak Ucap gue ke Felicia sambil menyodorkan tas yang kemudian Felicia terima. Gue duduk disebelahnya sambil membenarkan ikatan sepatu.
Handphone nya di tas" tanya Felicia
Iya kayanya, coba liatin di tempat yang kecil itu jawab gue sambil menunjuk sisi tas dengan ujung bibir.
Oh, ini ada. Ketutupan handuk ucap Felicia sambil berniat memasukkan kembali handuk kecil dan handphone gue kedalam tas.
Ga usah di masukkin, pegang aja handphone nya, nanti malah kedudukan jawab gue sambil mengambil handuk kecil dan berjalan kembali ke lapangan.
Password nya apa" Tanya Felicia setengah berteriak saat gue sudah menjauh. Gue kembali menghampiri dan memasukkan kode password di handphone gue sambil memberitahu Felicia, kemudian kembali ke lapangan yang disusul oleh Ko Hendri dibelakang sambil cengengesan menggoda gue.
---------------- Setelah selesai futsal gue menghampiri Felicia untuk mengambil tas kemudian ke toilet untuk mencuci muka dan ganti kaos. Gue kembali ke tempat penonton dan disana sudah ada Ko Hendri, Rendi, dan Heri menemani Felicia dan Tya.
Bags, lo langsung balik apa nongkrong dulu" tanya Heri saat gue mendekat.
Gue anter Felicia dulu, abis itu kalo pada mau nongkrong ya gue nyusul. Yuk Fel cabut
Gue menerima handphone gue dari Felicia kemudian berpamitan dengan teman-teman yang lain dan kembali ke parkiran kantor mengambil motor.
Diperjalanan, gue dan Felicia ngobrol-ngobrol sambil bercanda. Sesekali gue kedapatan sedang melirik kearahnya melalui kaca spion yang kemudian disambut dengan cubitan di perut gue.
Bags, lo ga laper ya" tanya Felicia saat dipertengahan jalan.
Hah" Ngapain lo ikut-ikutan manggil Bags" protes gue ke Felicia yang ikut-ikutan Heri, Rendi dan Ko Hendri manggil gue Bags.
Hahaha lagian aneh, Bags Bags Bags Hahaha Felicia tertawa sambil menggoyangkan badannya meledek, tapi malah jadi membuat gue gemas. Gue hanya mampu menikmati tingkah dan mimik wajah ekpresi lucu nya dari pantula spion.
Eh, lo laper ga" Ga mau makan dulu apa" Tanya Felicia lagi.
Ya laper. Tapi gue pikir lo mau buru-buru balik, tadi kan katanya ngajak tenggo, makanya ga enak kalo gue ngajak mampir makan dulu jawab gue sekena nya.
lo mah orang nya ga enakan, kaya pembantu baru aja lo, Bags Bags Bags Bags.. hahahaha Felicia kembali meledek2 dan menggoyangkan badannya sambil mencubit2 gue. Gue Cuma senyum-senyum sambil menikmati malam ini, suasana ini, dan kebersamaan dengan Felicia saat ini.
That Night #3 Kami memutuskan makan pecel ayam di sebuah warung tenda yang katanya tempat kesukaan Felicia. Gue kurang ingat di daerah mana, karena gue akuin, lebih dari 25 taun umur gue hidup di Jakarta tapi ga pernah benar-benar hafal seluk beluk kota ini. Ya, dan ini adalah bahan ejekan baru dari Felicia buat gue, tukang ojek yang ga tau jalan.
Gue menepikan motor didepan warung pecel ayam sementara Felicia sudah masuk dan memesankan makanan.
Lo es teh manis 2 kan ya Gus" tanya Felicia saat gue datang menghampiri dan duduk disampingnya. Felicia cukup hafal kebiasaan gue yang pasti memesan 2 gelas minuman saat makan, karna kami sering makan siang bareng.
Es teh tawar aja bang, 2 gelas. ucap gue meralat pesanan Felicia ke penjual pecel ayam yang kemudian dia jawab dengan anggukan dan senyuman.
Tumben tawar Gus" tanya Felicia
Dari tadi gue udah ngeliat yang manis-manis, boncengan sama cewek manis, masa harus minum es teh manis lagi, nanti diabetes jawab gue sambil menunjukkan wajah menggoda yang kemudian disambut sebuah tamparan halus dari Felicia.
Biasa kesini sama cowok lo Fel" gue bertanya sekaligus berniat mencari informasi tentang Felicia.
Cowok siapa" Enggak lah, biasanya sama nyokap dan adek gue yang paling kecil.
Gue hanya mengangguk sambil menerima 2 gelas es teh yang disodorkan ke meja gue. tiba-ba Felicia menoleh dan berdiri kemudian berjalan ke arah depan warung tenda. Beberapa saat kemudian dia masuk kembali bersama seorang Ibu-ibu berkerudung dan seorang anak perempuan yang gue tebak berumur 12 tahunan.
Gus, ini Nyokap gue, sama ade gue, Nilam namanya ucap Felicia sambil mendekat.
Gue yang setengah kaget akhirnya berdiri dan mencium tangan Nyokapnya kemudian menyalami adiknya.
Kebetulan banget ya, emang Mama ga masak" tanya Felicia sambil memberikan kursi plastik ke Ibu dan Adiknya.
Masak, ini si Nilam mau makan pecel ayam katanya. Ini kalian baru dateng juga" Tanya Ibu nya Felicia ke arah gue.
Iya, Bu. Baru banget. Gue menjawab kaku karna merasa aneh dengan suasana yang tidak sengaja bertemu Nyokapnya disini.
Setelah itu kami ngobrol-ngobrol ringan berempat. Dari sini gue tahu Felicia adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Adiknya yang pertama bernama Nando, duduk di bangku kuliah semester 3 dan adiknya yang kedua yaitu Nilam, yang saat ini berada diantara kami, duduk di bangku SMP kelas 2. Bokapnya sesekali' pulang kerumah disela sela urusan bisnis yang beliau jalani.
Habis ini Mama sama Nilam mau muter dulu ya Kak, kamu mau ikut apa gimana" Tanya Ibunya Felicia setelah selesai makan.
Aku langsung balik aja deh Ma, dianter Bagus
Setelah selesai membayar makanan, gue dan Felicia berpamitan dan berpisah di depan warung makan, Ibu dan Adiknya masuk sebuah mobil sedan hitam dan kemudian berlalu.
Cium tangan lo aneh banget Gus tadi ucap Felicia mengomentari cara gue mencium tangan Ibu nya saat bertemu dan berpamitan.
Aneh kenapa" Ya, kaya nyium tangan pasangan aja
Lah, namanya cium tangan emang gitu. Justru yang aneh itu cium tangan tapi malah tangan orang ditempel ke jidat, atau malah ke pipi
Jawab gue sambil memberikan kode agar Felicia segera naik ke motor dan segera melanjutkan perjalanan kerumah Felicia.
Sampai dirumah Felicia, seperti sebelumnya, gue memilih duduk di ayunan besi 2 bangku yang terletak di sudut berseberangan dengan taman. Rumah Felicia ini bisa dikategorikan mewah. Taman yang cukup luas di pisahkan oleh jalanan bercabang 2, 1 cabang ke arah garasi dan 1 nya lagi ke arah teras depan rumahnya.
Gak mau masuk Gus" Tanya Felicia saat keluar dari dalam rumahnya berjalan menghampiri gue.
Disini aja Fel, seru. Gue suka ayunan nya jawab gue sambil menghentikan ayunan membiarkan Felicia duduk di bangku ayunan yang berhadapan dengan gue.
Lo ga buru-buru kan Gus"
Enggak, kenapa" Felicia merubah posisi duduknya menjadi sedikit membungkuk kearah gue, sambil memasang wajah meledek, dia memperhatikan gue terus menerus.
Kenapa lo" Jarang liat cowok keren" ucap gue sambil memegang kedua pundak Felicia dan menegakkan duduknya ke sandaran bangku.
Gus, lo percaya sama yang namanya karma ga" tanya Felicia sambil menyilangkan kedua kaki dan melipat tangannya di dada.
Ga tau deh. Mungkin percaya, mungkin juga enggak
Lah, kok gitu" Gue udah cerita kan kemarin di telepon" Gue pernah selingkuh dari mantan gue yang kemaren, bisa dibilang gue udah nyakitin dia lah, dia selalu maafin, tapi ujung-ujungnya, yang kaya yang lo tau, gue yang sakit sekarang karna diputusin
Berarti" Lo percaya sama karma"
ya itu dia, gue ga tau apa itu karma gue karna dulu nyakitin dia makanya berbalas sakit hati ke gue sekarang. Yang gue tau, apa yang lo tanem akan lo petik suatu hari nanti
Felicia hanya mengangguk-angguk sambil menopang dagunya dengan telunjuk, mengisyaratkan dia sedang berpikir.
Apa mantan lo itu ga mikir ya, mendingan orang yang pernah salah terus berusaha jadi lebih baik kan" tanya Felicia sambil menatap gue.
Itu kan menurut lo Fel. Menurut dia belom tentu gue ini udah berusaha jadi yang lebih baik.
Emang lo ga berusaha jadi orang yang lebih baik"
ya mungkin dari sudut pandang gue, gue udah ga kaya dulu, minimal gue ga lagi ngelakuin kesalahan yang sama. Tapi mungkin dia terlalu capek buat melihat usaha gue yang ga ada progressnya jawab gue sambil tertawa yang disusul tawa juga dari Felicia.
Fel, gue mau nanya deh. Lo sering jalan sama Rendi ya" tanya gue balik ke Felicia
Rendi" Ga pernah. Tapi beberapa kali sih dia sering anter gue pulang, apalagi pas lo lagi sibuk modusin Lisa Felicia menjawab dengan wajah kesal yang dibuat-buat.
Kayanya dia suka deh sama lo, Fel
terus kenapa" Ya, lo suka juga ga sama dia"
Lo disuruh Rendi nanya ini" Felicia kembali ke posisi menunduk mendekat ke wajah gue dengan memasang tampang curiga.
Enggak. Cuma pengen tau aja. Soalnya, kayanya lumanyan banyak juga ya di kantor yang deketin lo jawab gue sedikit gugup
Felicia cuma diam dan kembali menyandarkan tubuhkan. Membuang pandangannya ke sudut taman disampingnya, kemudian kembali menatap gue yg sedang melamun menikmati wajahnya.
Gus, gue mau nanya. Lo biasa ya ngasih handphone lo ke orang lain, ke cewek, kaya yang lo lakuin ke gue tadi ditempat futsal Felicia memasang mimik wajah serius.
Ga pernah. Buat gue, handphone sama dompet itu masuk ke barang pribadi, jangankan temen, pacar gue sendiri kadang gue larang.
Terus kenapa lo tadi kasih ke gue" Bahkan lo kasih tau passwordnya
Ya kan gue nitip, dan gue pikir lo juga mau maen game atau dengerin musik di handphone gue
Iya, gue dengerin musik, main game, baca isi bbm, whatsapp, sama sms lo jawab Felicia sambil kembali membuang pandangannya.
Hah" Wah lo ga bisa gitu dong Fel. Itu namanya...
Lo yang ga bisa gitu Gus. Felica memotong omongan gue.
Lo ga bisa memperlakukan gue kaya seakan gue orang dekat buat lo, memperlakukan gue kaya pacar lo, atau memperlakukan gue seakan lo lagi berusaha mendekati gue, merebut perhatian gue, tapi kadang seenaknya aja bersikap cuek kaya ga pernah kenal gue lanjut Felicia.
Felicia kemudian memegang tangan gue, menggenggamnya erat, kemudia menundukkan wajahnya. Membiarkan gue yang hanya bisa terdiam dalam ribuan kata yang berputar dikepala gue, mencerna dan mencari makna yang tepat satu demi satu ucapan Felicia tadi.
Apa ini saatnya" Batin gue dalam hati.
That Night #4 Gue menggengam balik tangan Felicia dan membuang pandangan gue jauh kedepan, melemparkan ingatan gue saat sedang nongkrong dengan Heri di minimart 7-11 dekat kantor yang kemudian tiba-ba Rendi datang. Dengan napas terburu-buru dia langsung bilang;
Bags, kayanya kita ada saingan lain deh. Si Rizki ternyata juga suka sama Felicia ucap Rendi dengan manajemen napas yang buruk.
Ucapan Rendi sontak membuat gue duduk tegap dan kemudian saling pandang dengan Heri.
Lo kenal Rizki kan Bags" tanya Rendi merespon ekspresi kaget gue. Gue hanya mengangguk dan kemudian kembali bertatapan dengan Heri.
Bukan. Ini bukan soal siapa Rizki. Bukan juga soal Rizki yang sempat gue kesal karna membawa pulang Lisa dengan kondisi mabuk. Tapi ini soal penggunaan kata Kita' yang diucapkan Rendi dengan lantangnya.
Gue kembali menatap Rendi dan hanya memberikan ekspresi tertawa sambil gelenggeleng dan kembali ke posisi bersandar di bangku besi teras minimart tersebut, yang kemudian disusul tawa Heri. Gue yakin dia mengerti apa yang gue kagetkan.
Jadi lo suka sama Felicia juga Ren" tanya Heri sambil meredam tawa nya.
Iya, emang salah ya" Rendi menjawab dengan nada kebingungan dan memasang tampang lugu yang justru terlihat bodoh di mata gue.
Nih Bags, Rendi udah gentle berani mengakui perasaannya didepan lo. Lo juga ngomong dong. Kita satu tongkrongan, kalo mau bersaing jangan sikut-ikutan dibelakang, bersaing secara terbuka ucap Heri masih dengan tawa nya yang terdengar lebih pelan.
Enggak, gue ga suka bersaing sama temen sendiri. Kalo lo suka sama Felicia ya kejar aja Ren jawab gue santai sambil memendam rasa kesal.
Ga bisa gitu Bags, gue serius nih. lo jangan pura-pura dorong temen lo seakan mendukung dia tapi padahal diam-diam lo nunggu temen lo jatoh baru lo tikung kali ini Heri serius sementara Rendi masih memasang wajah bodohnya.
Ya gue juga serius. Gue ga suka bersaing sama temen sendiri. Jawab gue masih menahan kesal.
Oke Ren, lo maju deh deketin Felicia, pake semangatnya Spartan, jangan kaya si Bags nih cemen banget dia. Awas juga lo Bags kalo ketauan diam-diam jegal Rendi, itu bukan temen namanya, lo sendiri yang milih mundur daripada bersaing secara terbuka ucap Heri sambil menepuk-nepuk pundak gue.
Gue hanya mengangkat alis tanda setuju, walaupun jauh didalem hati ngerasa dongkol sejadi-jadinya. Kemana aja si Rendi kemarin-kemarin diem aja saat tau gue deketin si Felicia, sedangkan sekarang tiba-ba malah ngajak bersaing. Batin gue dalam hati.
------------- Fel, gue suka sama lo ucap gue sambil melepas genggaman tangan Felicia dan menopang dagu nya untuk mengangkat wajahnya.
Felicia menatap gue dengan tenang. Tatapan mata nya teduh. Sekilas gue merasa rela buat membakar semua kenangan tentang Liana kalau memang bisa menjalani hubungan dengan Felicia.
Tapi lo tau kan Fel, Rendi juga suka sama Lo lanjut gue.
Terus masalahnya apa" Felicia menatap gue dengan merubah mimik wajahnya menjadi ekspresi kebingungan.
Gue bukan orang yang bisa suka sama cewek yang temen gue juga suka. Gue ga suka bersaing sama temen gue sendiri. Lagipula, lo bukan barang yang bisa diperebutkan. Jawab gue sambil menggenggam tangan Felicia
.... Felicia hanya diam mendengarkan sambil menatap ke mata gue.
Dan lo tau Fel, gue baru aja putus. Belom genap sebulan. Gue khawatir ini Cuma rasa sesaat. Rasa sok kepedean gue buat mencoba memiliki lo. Walaupun saat pertama ngeliat lo, lo inget kan gue pernah nanya apa sebelumnya kita pernah saling kenal" Karna gue merasa yakin banget kaya pernah kenal deket sama lo. Dari situ entah kenapa rasa itu berubah jadi rasa suka dan pengen memiliki lo
...... Gue tau memang agak konyol saat ngomong ke Rendi bahwa gue ga suka bersaing sama temen sendiri dan mempersilakan dia mengejar lo dengan jaminan ga akan gue jegal. Tapi hati gue ga bisa bohong, gue kecewa sama diri gue sendiri saat bilang kaya gitu. Dan gue juga ga bisa menarik kata-kata itu. Cowok itu yang dipegang omongannya.
Kali ini gue menunduk. Gue bingung harus ngomong apa lagi. Felicia juga Cuma diem aja, gue takut malah salah ngomong atau sok kepedean seakan dia juga ada rasa ke gue.
Inti nya apa Gus" tanya Felicia memecah lamunan gue.
Intinya.. gue cuma pengen lo tau perasaan gue jawab gue sambil terbata bata.
yakin cuma itu" Felicia memasang senyum. Sebuah senyuman indah yang membuat gue terpesona dari awal melihatnya.
Gue hanya mengangguk. Menatap wajah gadis manis berkulit sawo matang dengan rambut lurus tergurai beberapa centi dibawah pundaknya. Memunculkan sebuah perasaan yang udah sangat lama ga pernah gue rasakan, jatuh cinta dengan seseorang yang baru, seseorang selain Liana, yang mampu membuat pagi gue terasa bersemangat.
Yaudah kalo emang Cuma itu Gus. Makasih ya lo udah suka sama gue Felicia masih memasang senyum indahnya sambil menggenggam tangan gue.
Lama kami terjebak dalam diam. Gue menggunakan jeda waktu tersebut untuk berpikir dan memilih kata yang tepat buat gue gunakan.
Gue ga boleh ya Fel kalo nanya perasaan lo gimana ke gue" gue memberanikan diri bertanya.
Ga boleh. Kan tadi katanya lo Cuma mau gue tau perasaan lo aja jawab Felicia masih sambil tersenyum. Sepertinya kali ini dia memasang senyum kemenangan. Merasa menang dalam memainkan perkataannya.
Fel gue serius, gini deh...
Cowok itu yang dipegang omongannya lho Gus potong Felicia yang sepertinya sudah menebak usaha gue buat meralat kata-kata gue tadi.
Pertama lo bilang Cuma mau gue tau perasaan lo, terus lo ralat jadi pengen tau perasaan gue. Setelah itu apa lagi" lanjut Felicia.
Gue melepas genggaman tangannya dan berusaha tersenyum. Gue menganggap ini sebagai isyarat bahwa Felicia sebenarnya merasakan hal yang biasa saja ke gue, ga ada rasa suka atau ingin saling memiliki.
Berarti sebenernya lo ga ada rasa ya Fel ke gue" tanya gue sambil menyandarkan badan ke sandaran bangku ayunan.
Gue ga mau jawab Gus. Lo terlalu pengecut buat jadi seorang cowok. Jawab Felica meledek.
Pengecut" Gue ngungkapin perasaan gue kok. Justru lo yang ga mau ungkapin perasaan lo saat gue tanya jawab gue dengan nada kesal. Felicia hanya menggelenggelengkan kepalanya sambil tetap tersenyum.
Nanti kalo pulang ati-ati ya, jangan dengerin musik dari headset. Terus pintu pager biarin aja ga usah ditutup ucap Felicia sambil turun dari ayunan dan berjalan menuju kedalam rumahnya kemudian menutup pintu. Membiarkan gue yang hanya kebingungan dengan sikapnya.
Sial gumam gue pelan sambil menuruni ayunan dan bergegas pulang.
Rumah Felicia #1 Gue terbangun di Sabtu pagi saat mendengar nada panggilan berbunyi dari handphone gue. Sambil memicingkan mata, gue berusaha membaca tulisan nama di layar handphone gue, terpampang nama Lisa disana. Gue segera mengangkat panggilan itu dengan nada serak.
Ya, kenapa Lis Lo sakit Gus" Kok suaranya gitu"
Baru bangun, kenapa nelpon pagi-pagi sih" Gue menjawab sambil tetap dalam posisi tiduran.
Semalem balik Futsal kemana" Kok ga ikut Heri nyamper gue di Central Park" Mana gue telpon ga aktif nomernya
Gue nganter Felicia, ngobrol-ngobrol bentar dirumahnya terus gue balik langsung tidur. Semalem hp gue keabisan batre, sampe rumah baru gue charge dan nyalain
Felicia yang anak HRD itu"
Iya, kenapa" Gapapa, gue ga suka sama tuh anak. Tengil gayanya. Suka ngejar-ngejarin absensi anak-anak gue di cabang
Ya itu kan emang kerjaan dia. Lagian gue juga sering ngejarin lo kan kalo ada report transaksi yang bermasalah"
Ya beda lah. Eh Gus ntar malem jemput gue ya di Mall Puri, jam 11
Hah" Puri" Lo gila kali ya dari rumah gue kesana aja makan waktu 2 jam kali Lis
Ya terus gue pulang gimana" Gue ga mau pulang malam-malam sendiri. Heri ga bisa jemput. Hendri ada acara keluarga di Puncak.
Ucap Lisa dengan nada manja.
Oke, oke nyonya. Gue jemput jam 11 tepat ya
Hehehe gitu dong, yaudah tidur lagi sana. Daaahhh..
Lisa menutup teleponnya. Gue menyempatkan memeriksa beberapa notifikasi di handphone yang salah satunya ada pesan whatsapp dari Heri.
Bags, nanti Lisa minta jemput. Sama Lo aja ya, gue lagi ngakalin cewek laen nih soalnya
Gue membalas pesan tsb sekedar mengiyakan dan kemudian mengirim pesan ke Felcia
Morning cantik. Jalan yuk ntar siang
Gue menggeser handphone ke sudut kasur dan merilik ke arah jam dinding yang ternyata sudah menujukkan pukul 10 Pagi menuju siang. Gue bergegas mandi untuk menyegarkan diri.
Selesai mandi gue sempat mengecek handphone untuk memastikan apakah ada balasan dari Felicia, tapi ternyata dia belum membalas. Gue keluar kamar dan menuju dapur, mengambil beberapa makanan dan kembali ke kamar menyalakan playstasion untuk membunuh waktu.
Tidak terasa cukup lama juga gue asik main sendiri tiba-ba handphone gue kembali berdering menandakan panggilan masuk. Gue segera mengambil handphone dan tersenyum menjawab panggilan tersebut, dari Felicia.
Gus, maaf baru baca whatsappnya. Mau jalan kemana emang" sambut Felicia dengan suara khas nya yang selalu gue rindukan.
Eh" Yaa gatau juga sih mau kemana. Ini lo sekarang dimana"
Baru sampe rumah, abis nganter nyokap, bokap, sama adek gue beli kue-kue gitu. Terus mau kemana dong Gus"
Gatau sih Fel, gue iseng aja sebenernya ngajak jalan tapi gatau tujuan nya mau kemana.. hehehe
Yaudah, lo jemput gue sekarang ya, gue tunggu dirumah
Eh tapi Fel, kalo jalan ga sampe malem gapapa kan" Gue ada janji soalnya pas malem nya
Lo kebiasaan ya Gus. Tuutt tut.. Felicia menutup telpon dengan sepihak. Gue Cuma bisa geleng-geleng kepala kemudian bergegas mengganti pakaian berniat sesegera mungkin menjemput Felicia.
Sekitar jam 1 siang gue sudah berada ditengah kemacetan jalan raya ibu kota. Sambil mengutuk kemacetan yang tidak kenal waktu ini kemudian Gue menepikan sejenak motor gue dan mengeluarkan handphone dari balik saku jaket yang gue kenakan.
Macet banget Fel, tunggu ya, 30 menitan lagi sampe gue mengirim whatsapp ke Felicia dan kemudian bergegas melanjutkan perjalanan.
Sampai depan pagar rumah Felicia gue menepikan motor dan kembali mengeluarkan handphone. Felicia tidak membalas pesan gue, jadi gue putuskan untuk menelpon.
Fel, gue didepan nih. Bukain pager dong ucap gue saat Felicia menjawab telpon gue.
Buka aja Gus, ga dikunci kok. Gue masih dijalan. Lo tunggu didalem aja. Jawab Felicia dengan samar-samar karna tenggelam dengan suara latar yang berisik diujung telpon sana.
Lah" Katanya lo dirumah. Yaudah gue balik aja deh jawab gue sedikit kesal.
Tunggu sebentar. Itung-itung belajar sabar.
Ucap Felicia yang kemudian menutup telepon dengan sepihak (lagi).
Gue memutuskan menunggu di depan saja. Menurunkan sanggahan motor kemudian berjalan ke sebuah warung kecil yang berada sekitar 100 meter dari depan rumah Felicia. Gue memesan segelas kopi mocca dan duduk di bangku kayu sambil menyulut rokok.
Lama gue menunggu Felcia sampai jarum jam di tangan kiri gue menunjukkan pukul 2.40 sore. Berbagai cara gue lakukan untuk mengusir rasa bosan sampai akhirnya gue berniat ingin pulang saja.
Setelah membayar kopi yang hanya tersisa ampas nya, gue kembali ke depan pagar dan menyalakan motor bersiap pulang. Sampai tiba-ba sebuah Bajaj berhenti tepat didepan gue dan sosok Felicia muncul membawa 2 tentengan plastik hitam besar sambil memasang wajah cengengesan.
Kok nunggu diluar" Masuk yuk ucap Felicia sambil membuka pintu pagarnya.
Gue balik aja deh. Kelamaan nunggu sampe bete jadinya. Jawab gue masih sambil duduk diatas motor.
ya kan gue bilang, itung-itung belajar sabar. Ayok ah masuk, panas ini diluar.
Enggak, gue balik aja. Gue ga suka Fel kalo udah janjian mau kerumah orang tapi orangnya malah ga ada dan bikin gue nunggu lama Gue menjawab kesal.
Felicia hanya diam sejenak menatap gue. Kemudian masuk ke dalam rumahnya dengan membiarkan pagarnya terbuka. Gue menghela napas dan mengacak-acak rambut kemudian menyusul masuk kedalam. Oke deh, kali ini gue yang mesti sabar.
Rumah Felicia #2 Gue memarkirkan motor didekat garasi, dibelakang sebuah mobil sedan berwarna silver dengan logo H dibelakangnya. Tidak jauh dari ayunan yang semalam menjadi saksi bisu ejekan Felicia yang memberi label pengecut ke gue, kemudian berjalan menuju teras rumah Felicia.
Assalamualaikum ucap gue dari depan teras yang memiliki 2 buah daun pintu ber cat putih dan gagang pintu warna emas yang dibiarkan terbuka.
Walaikum salam, eh Bagus. Ayok masuk Gus jawab Felicia sambil cengengesan dan berjalan ke dalam.
Gue hanya tersenyum melihat tingkahnya dan kemudian berjalan melewati sebuah ruangan penghubung antara teras dan ruang tamu yang dihiasi oleh beberapa vas besar di sudutnya yang salah satu nya ada sebuah tas stick golf didalamnya.
Gue mendapatati Felicia di sebuah ruangan yang sepertinya dikhususkan sebagai ruang tamu, sambil menepuk sebuah sofa berwarna krem menandakan meminta gue duduk disana, kemudian dia berjalan kearah ruangan lain di belakang ruang tamu.
Gue duduk di sofa sesuai instruksi Felica sambil melihat-lihat beberapa foto disalah satu sudut dinding yang penuh dengan beberapa ornamen dan pajangan yang tersusun rapih namun tetap memberikan kesan mewah. Tidak lama kemudian Felicia muncul dari balik ruangan dengan membawa 2 gelas minuman soda berwarna merah yang gue kemudian gue terima dan meneguknya sambil menggeser duduk memberikan tempat ke Felicia.
Ini bukan rumah gue ya Gus, ini rumah orang tua gue ucap Felicia yang sepertinya memahami ekspresi gue yang mengagumi kemewahan rumah ini. Gue hanya menjawab dengan mengangguk berkali-kali.
Keluarga lo pada kemana Fel" tanya gue sambil berusaha mencairkan suasana.
Bokap, nyokap, sama si Nilam tadi baru jalan ke Bandung sebelum lo kesini, si Nando dari pagi udah jalan, sabtu gini dia biasanya main skate sama teman-temannya
Hah" Berarti lo sendiri dong"


Karma Will Always Find Its Way Karya Karkuser di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yee, tampang lo biasa aja dong. Ada Mba Lili sama Bu Dian yang juga tinggal dan bantu-bantu dirumah ini ucap Felicia sambil menoyor kepala gue.
Kami mengobrol santai sambil bersandar di sofa. Sesekali Felicia mencubit gue dengan geram tanpa alasan. Gue melirik jam tangan kemudian berbicara ke Felicia.
Mau jalan kemana nih Fel" Tapi jangan yang jauh-jauh ya
Emang lo ntar malem mau ngedate sama siapa" tanya Felicia sambil hanya melirik kearah gue.
Yakali deh ngedate. Pacar aja kagak ada, baru semalem di tolak cewek noh disono dibangku ayunan jawab gue meledek.
Terus lo emang mau kemana" Felicia tidak menanggapi ledekan gue dan mengubah posisi duduknya menyamping ke arah gue.
Ada janji sama temen jam 10 malem, makanya gue ga bisa kalo jalan lama-lama gue menjawab santai.
Temen" Siapa namanya" Felicia bertanya sambil mendekatkan wajahnya.
Semakin lama gue mulai tidak nyaman dengan sikapnya ini, yang selalu mendekatkan wajahnya saat bertanya, seperti orang yang sedang curiga.
Anwar, temen kecil gue. Rumahnya di pancoran. Lo resek banget dah Fel, suka banget deketin muka lo kalo lagi nanya sesuatu jawab gue berbohong sambil memegang pundaknya dan mengembalikan Felicia ke posisi duduk tegak.
Itu cara gue buat perhatiin perubahan nafas orang saat jawab pertanyaan gue. Gue jadi bisa tau dia jujur atau bohong jawab Felicia sambil bangun dari duduknya dan berjalan ke arah belakang yang sepertinya arah ke dapur.
Oh iya, ngomong2, gue tau barusan lo bohong ucap Felicia sambil kemudian tetap berjalan dan menghilang dari pandangan gue karna tertutup tembok yang memisahkan ruangan tersebut.
Felicia kembali ke ruang tamu dengan menenteng sebuah kantong plastik hitam besar di tangan kanannya yang sepertinya salah satu bawaan dia tadi saat turun dari bajaj, sedangkan di tangan kirinya membawa baskom, dan peralatan-peralatan dapur lainnya seperti pisau, pengupas buah, dan lain-lain.
Mau ngapain Fel" Tanya gue keheranan
Karna ga memungkinkan kita ngedate keluar sampe malem, jadi sore ini kita main masak-masakka aja Jawab Felicia santai sambil duduk dilantai dihadapan gue.
Ngedate" Hahaha, iya seneng banget gue dengernya. Dan gue lebih seneng lagi ternyata Felicia mau masak, gue paling suka banget sama cewek yang bisa masak.
Mau masak apa emang" Gue bisa bantu apa nih" tanya gue sambil turun dari kursi dan duduk di lantai mengikuti Felicia.
Masak sayur sop, lo bisa kupasin kentang" tanya Felicia sambil memberikan plastik kecil berisi kentang dan alat pengupasnya.
Gue mengangguk dan menerima tugas dari Felicia tersebut. Kami sibuk menyiapkan bahan-bahan masakan tsb sambil ngobrol santai dan bercanda. Sesekali Felicia mencubit tangan gue yang lama-lama sudah terbiasa dengan cubitan gemas nya.
Kami merapihkan bekas sisa sayuran yang berjatuhan karna kebanyakan bercanda, kemudian Felicia mengajak gue menuju dapur sambil membawa bahan makanan yang siap di masak. Gue bisa membaca dari bahan-bahannya sepertinya dia akan masak sayur sop dengan irisan baso dan banyak kentang dan wortel didalamnya, menggoreng tempe, serta membuat sambal.
Setelah hampir 1 jam kami menyiapkan, lebih tepatnya Felicia yang menyiapkan, karena tugas gue tadi hanya mengupas dan memotong kentang, itupun di protes karna ukuran potongannya terlalu besar, kini masakan Felicia sudah kami sajikan disebuah ruangan yang dikhususkan untuk makan keluarga. Ruangan yang tidak terlalu besar, namun memiliki sebuah meja makan bundar dengan beberapa kursi dan bersebelahan dengan sebuah kolam ikan besar di halaman belakang yang hanya dipisahkan dengan sebuah pintu kaca.
Gue boleh mandi dulu sebentar ga Gus" Bau asep nih badan gue tanya Felicia sambil merapihkan beberapa sajian makanan di meja.
Iya sana, bukan bau asep aja, bau asem juga" jawab gue sambil membantu menyiapkan piring dan sendok di sela makanan tadi.
Tapi suka kan" sahut Felicia dengan wajah meledek dan tetap sambil mencubit kemudian berjalan keluar ruangan tsb.
Suka Fel, suka banget malah Gumam gue pelan.
----------------------- Kok duduk disitu Gus" Felicia membuyarkan lamunan gue yang sedang asik menikmati sebatang rokok sambil memandangi puluhan ikan koi dari bangku kecil di taman belakang rumahnya.
Iya, sambil ngerokok soalnya. Ikannya banyak juga ya Fel jawab gue sambil mematikan rokok di asbak yang tergeletak diatas meja kecil disamping gue duduk kemudian segera masuk menghampiri dan duduk di samping Felicia yang sudah bersiap di meja makan.
Doa dulu Gus ucap Felicia yang kemudian menundukkan kepala dan memejamkan matanya.
Cara doa lo aneh Fel. Ucap gue saat melihat Felicia selesai berdoa.
Aneh kenapa" Ya, lo Berdoa mau makan nya kaya Ko Hendri dan Lisa, cuman nunduk begitu
Salah ya emang" Yaudah lo contohin, baca doanya yang keras jadi gue bisa ikut barengan pinta Felicia.
Gue memulai doa dengan membaca doa mau makan seperti biasa, dan mengakhirinya dengan mengusap wajah sambil mengucap Amin yang kemudian diikuti Felicia.
Gue ga pernah makan bareng orang lain selain keluarga gue disini Gus, dan ga pernah diprotes cara doa gue sama mereka makanya jadi kebiasaan ucap Felicia yang kali ini hanya gue jawab dengan senyum.
Kami menikmati makan malam kesorean itu dengan suasanya yang tenang. Sesekali terdengar suara riak air dari kolam yang mengiringi makan malam kami. Gue mengakui masakan Felicia cukup enak, bahkan diatas ekspektasi gue yang menyangka akan ada sedikit kurang bumbu. Sambal buatannya pun cukup enak dipadukan dengan sayur sop yang juga sedikit pedas terasa Lada nya.
Selesai makan, kami membereskan meja makan dan kembali duduk diruang tamu. Felicia menyajikan teh tawar hangat untuk gue.
Kok tawar sih Fel" protes gue saat meminum teh yang dia sugukan.
Seharian ini kan lo udah sama cewek manis, nanti diabetes lho kalo minum teh manis Jawab Felicia mengikuti apa yang pernah gue ucapkan. Dan kali ini, gue yang mencubit lembut pipi nya.
Fel, makasih ya ucap gue sambil mendekat.
Buat" tanya Felicia sambil menatap gue
Buat semuanya. Buat masakan lo yang enak. Buat usaha lo buru-buru ke pasar tadi, buat sikap lo yang baik ke gue, juga buat teh tawarnya jawab gue sambil memasang senyum.
Ga usah lebay senyumnya Felicia menoyor kepala gue.
Tapi, lo seneng kan Gus" lanjutnya.
Seneng banget. Gue ga pernah makan masakan orang lain selain Bu Darmi dirumah atau makanan yang gue beli di luar. Gue bahkan lupa kapan terakhir kali makan masakan nyokap gue. Masakan lo tadi bukan Cuma bikin gue seneng dan kenyang tentunya, tapi jadi makin kangen di masakin nyokap
Felicia mengusap pundak gue sambil tersenyum. Memanjakan pandangan gue dengan manis wajahnya serta tatapannya yang teduh. Gue dapat melihat jelas bayangan diri gue di matanya yang bulat, yang menyimpan sebuah makna tanpa satupun kata dapat terucap.
Gus, jangan pernah nyoba buat memiliki gue cuma buat menyerah dan ninggalin gue suatu hari nanti dengan alasan lelah atau bosan ya.. ucap Felica dengan suara pelan, namun terdengar jelas dan meyakinkan.
Mengenal Lisa #1 Pernahkah kalian merasa sangat amat ingin memiliki sesuatu, tapi terlalu lemah untuk mengusahakannya" Itu lah yang gue rasakan saat bersama Felicia. Gue selalu ngerasa ingin mengisi hari-hari gue Cuma dengan Felicia, tapi juga kadang gue berusaha buat meredam perasaan ingin memilikinya, dan berusaha untuk jaga jarak darinya demi menghargai komitmen gue sama teman-teman gue buat ga saling menjegal dalam mendapatkan perhatian Felicia. Tapi semakin lama justru gue semakin terbiasa dengan hari-hari yang dipenuhi dengan senyuman Felicia. Sebuah senyum yang seakan membuat lo rela menukar semua yang lo punya demi mendapatkan waktu lebih lama untuk menikmati senyuman itu.
Gus, jangan pernah nyoba buat memiliki gue cuma buat menyerah dan ninggalin gue suatu hari nanti dengan alasan lelah atau bosan ya.. ucap Felica dengan suara pelan, namun terdengar jelas dan meyakinkan.
Gue menganggukkan kepala sambil tersenyum. Setidaknya gue yakin, Felicia tau apa yang sebenarnya gue rasakan pada dirinya. Bukan sekedar rasa suka atau ketertarikan terhadap lawan jenis, tapi lebih kepada sebuah rasa dalam diri untuk berusaha menjadikan Felicia sebagai satu-satunya pilihan dalam menuliskan lembar cerita di hidup gue.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.30 saat gue tengah asik menikmati waktu bersama Felicia. Kami sama sekali tidak menyentuh handphone seharian. Kami tidak perduli dengan notifikasi dari sosial media atau beberapa pesan masuk yang menginterupsi obrolan kami. Hanya mencoba menikmati waktu berdua secara langsung dengan bertatap muka, dan menikmati kebersamaan yang mungkin akan sulit kami dapatkan dikemudian hari.
Gue balik deh ya Fel, lagian udah malem juga ucap gue menengahi obrolan.
Felicia mengangkat kedua alis matanya sambil tersenyum menyatakan persetujuan kemudian berdiri merapihkan gelas minuman dan sisa cemilan di meja teras tempat yang gue pilih untuk mengobrol dan bercanda dengannya.
Ga ntar aja Gus jalannya, baru jam setengah sepuluh ucap Felicia dari balik pintu saat kembali dari ruangan dalam menaruh gelas dan sisa cemilan.
Pengennya nginep malah biar puas semaleman bisa ngobrol sama lo jawab gue sambil cengengesan.
Hah" Bener ya" Yaudah nginep aja jawab Felicia dengan ekspresi antusias.
Yee.. Becanda kali. Lagian ntar bukannya ngobrol malah terjadi hal-hal yang ga diinginkan.
Ya enggak lah. Gue kan inget yang lo bilang, cowok itu yang dipegang omongannya. Kalo lo bilang ngobrol semaleman ya berarti ngobrol doang saut Felicia sambil menjulurkan lidahnya meledek.
Gue berjalan kearah sepeda motor yang masih terparkir rapih dibelakang mobil sedan silver berlogo H dibelakangnya.
Kemaren kayanya warna item Fel" tanya gue basa basi sambil memasang headset dan memakai helm.
Yang item punya nyokap, itu silver biasanya mah adek gue si Nando yang pake buat kuliah atau sesekali anter jemput gue dan Nilam jawab Felicia sambil berjalan mendekat.
Ga nyalah kan musiknya" lanjut dia saat melihat gue memasang headset sambil lagilagi mendekatkan wajahnya.
Enggak, kan kalo dipasang doang gapapa kata lo, buat sugesti
Nah, ini baru lo jawab jujur. ati-ati ya Gus, ga usah pake ngebut ucap Felicia sambil mencubit gemas.
Gue berpamitan dengan Felicia kemudian menarik gas motor pelan keluar dari halaman depan rumahnya dan bergegas menelusuri jalan menuju ke arah Mall Puri Indah.
Gue sampai di pelataran depan Mall sekitar jam setengah 11 lewat. Kemudian mengeluarkan handphone dan mengirim pesan whatsapp ke Lisa.
"Nyonya, gue udah di depan nih
Sekitar 5 menit kemudian Lisa menelpon
Dimana Gus" Lo ga baca whatsapp gue" Kan gue bilang didepan
Heh, didepan mana" Pintu depannya banyak disini
Oh, emang ya" Ini sih di deket pintu parkiran motor yang diluar gitu Lis. Parkiran motor banyak juga ga disini"
Enggak, Cuma satu kayanya. Yaudah tunggu ya gue kesitu nih
Lisa menutup telepon dan gue kembali menunggu sambil mengecek beberapa sosial media yang gue gunakan, ada sebuah kalimat yang sempat membuat gue tertegun membaca nya.
you're gone, my fault, i'm sorry :(
Sebuah update dari Liana terpampang di timeline gue. Gue mengklik foto profil yang membawa gue menuju ke halaman timeline nya, membaca sejenak beberapa isi update nya, kemudian mengklik pilihan Unfriend'. Gue ga mau malah nanti jadi rutin stalking medsos mantan, kaya jomblo-jomblo gagal move on yang sering berseliweran dibalik kata-kata puitis dalam update statusnya.
Dari kejauhan, muncul sosok Lisa berjalan dari seberang tempat gue menunggu. Dia mempercepat langkahnya saat melihat gue sambil tersenyum lebar.
Baguuusss.. ga kelamaan kan" ucap Lisa sambil berlari kecil mendekat.
Enggak. Ayok naek. Jawab gue sambil memberikan helm ke Lisa.
Gue menjalankan motor dengan kecepatan sedang, menelusuri jalanan Jakarta Barat yang sudah mulai lengang, sambil mendengarkan senandung Lisa dari belakang jok motor gue. Salah satu kebiasaan Lisa adalah sering bersenandung menyanyikan beberapa lagu saat kondisi mood nya sedang baik. Tapi kalau mood nya sedang buruk, jangan coba-coba menegurnya. Gue pernah terlibat adu urat ga jelas sama anak ini di telpon saat gue memberikan info kesalahan transaksi di cabang kantor gue yang dia pimpin, yang ujung-ujungnya malah ga menyelesaikan masalah. Ya, Lisa adalah salah seorang pekerja dengan tipe Bossy, yang kalo ada kesalahan langsung mencakmencak memaki orang, walaupun setelah itu bercanda-canda lagi sama orang yang abis dia maki-maki, gue salah satu korbannya.
Gus, makan dulu yuk. Gue lagi pengen ketupat sayur gitu di daerah Binus, mau gak" tanya Lisa sambil mendekatkan badannya.
Binus mana" Rawa belong situ"
Iya, iya itu. Ada soto betawi sama ketupat sayur disitu, di belokan yang lampu merah pertigaan jalan. Tau gak"
Pernah lewatin sih kayanya. Lo sering makan disitu" tanya gue sambil menoleh ke kanan agar Lisa dapat mendengar suara gue dengan jelas.
Ga pernah, tapi sering liat. Kayanya enak.
Yaudah, kita coba jawab gue sambil menaikkan kecepatan motor perlahan.
Sampai di tempat yang dimaksud, kami mendapati tempat makan dengan warung tenda kecil itu tutup. Sepertinya sudah kemaleman.
Yaah, biasanya sampe malem lho. Tumben udah tutup ucap Lisa memelas.
Yaudah makan yang lain aja, cari deket-deket kos lo, gimana" gue menawarkan opsi.
Ga usah deh, gue lagi pengen ketupat sayur doang soalnya. Yaudah jalan, balik aja
Ucap Lisa dengan nada kecewa. Gue sempat berpikir sebentar mengingat-ingat tukang ketupat sayur dimana yang jam segini masih buka.
Heh, dia malah mengheningkan cipta. Ayok jalan ucap Lisa lagi sambil menepuk pundak gue.
Lo mau nyoba ke daerah Mampang ga Lis" Kayanya disana ada ketupat sayur gitu
Gue menawarkan opsi lain karna kasihan dengan si Lisa yang pengen makan ketupat sayur.
Jauh ga" Lisa bertanya dengan ragu.
Udah, ikut aja jawab gue sambil menarik gas motor dan melaju menembus jalan Palmerah, keluar ke arah jalanan besar yang memisahkan jalan Kuningan dengan Jalan Mampang Prapatan. Iya, sampe sekarang gue ga tau nama jalannya apa, padahal itu jalan besar dengan Fly over melintang diatasnya dan hampir setiap hari gue lewatin.
Mengenal Lisa #2 Kami sampai disebuah warung makan yang menjual ketupat sayur dengan atap tenda dari terpal. Gue menepikan motor mengikuti instruksi juru parkir dan masuk ke dalam warung makan tersebut yang diikuti Lisa dibelakang gue. Setelah memilih tempat duduk yang tersisa, gue memesan 2 porsi ketupat sayur yang menurut gue rasanya biasa aja, tapi tempat ini hampir selalu ramai setiap malam.
Bapak penjual ketupat sayur mengantarkan 2 porsi makanan yang kemudian gue dan Lisa terima. Lisa mengambil sendok dan tisu yang diletakkan di salah satu sudut meja, membersihkan sebuah sendok dengan di lap menggunakan tisu berkali-kali dan meletakkannya di piring gue, kemudian mengulang kegiatannya itu untuk digunakan sendiri. Gue hanya tersenyum melihatnya.
Lisa memejamkan mata dan setengah menunduk tanda sedang berdoa, kemudian dengan lahap memakan ketupat sayur dihadapannya. Mirip seperti seorang anak yang udah lama ga makan makanan kesukaannya.
Selesai makan, gue mengeluarkan handphone yang selalu gue taro di balik jaket. Ada 2 panggilan tak terjawab dari Felicia. Gue ga mungkin menelpon balik sekarang, jadi gue masukkan kembali handphone ke tempat asalnya. Ke balik jaket gue, bukan ke abang-abang di roxy.
Abis ini mau kemana Gus" tanya Lisa setelah membersihkan mulut nya dengan tisu selesai menghabiskan makanannya.
Balik lah, udah mau tengah malem ini
Yah, cari cemilan apa gitu Gus
Hah" Ini lo abis makan mau nyari makanan lagi"
Yaarp, habis makan itu nyemil jawab Lisa dengan nada manja.
Setelah menimbang-nimbang, kami memutuskan nyemil kentang goreng di sebuah tempat makan berlogo kakek tua di pinggiran jalan Lenteng Agung. Sebenernya gue sempat menolak, karena makin jauh nanti gue nganter Lisa pulang. Tapi apa daya, rengekan Lisa membuat gue luluh. Lagipula, kapan lagi gue menghabiskan waktu berdua doang sama Lisa" Biasanya selalu ada Heri, Rendi, dan Ko Hendri yang nenyelip diantara kami.
Sekitar jam 12 lewat, Gue dan Lisa sudah asik nenikmati kentang goreng, mi pasta porsi kecil kaya yang biasa dijual sama abang-abang didepan sekolah SD, dan beberapa gelas minuman di warung cepat saji yang kita rencanakan. Tapi yang membuat gue kesal adalah, Lisa seringkali sibuk sendiri dengan handphone nya, entah mengurus kerjaan atau asik chatting dengan orang lain.
Woi, main hp mulu. Ini orang didepan lo bisa karatan lo diemin aja ucap gue memprotes kelakuan Lisa.
Lisa menatap dengan nada sinis yang dibuat-buat, seperti ekspresi Ibu tiri di sinetron2 indonesia, kemudian tersenyum dan memasukkan handphone nya kedalam tas jinjing berwarna merah.
Api Di Bukit Menoreh 4 Siluman Ular Putih 11 Persekutuan Maut Jala Pedang Jaring Sutra 4

Cari Blog Ini