Ceritasilat Novel Online

La Barka 2

La Barka Karya Nh Dini Bagian 2


Untuk memutuskan satu pertimbangan, baginya adalah pekerjaan
yang berlarut-larut. Pada waktu-waktu kita keluar, berjalan-jalan
atau berkendaraan, Ren" tidak pernah bisa memastikan di mana
kami akan makan atau minum segelas minuman. Kita masuk ke
La Barka 1.indd 67 rumah makan ini" Ah, tidak, kita lanjutkan lagi lebih jauh. Ini
mungkin" Ah, tidak. Ini dia, mari kita masuk! Dan setelah kami
duduk untuk memesan sesuatu, dia selalu memerlukan waktu
lebih lama dari orang-orang lain."
Sebentar-sebentar Francine melemparkan pandang kepada
suaminya. Hati-hati aku juga mengintip air muka laki-laki yang
begitu ramah siang tadi. Ren" dengan ketenangannya yang
abadi tetap asyik mengamati majalah yang sama. Dering telepon
tiba-tiba memenuhi rumah. Francine mengulurkan lengan dari
tempat duduknya dan menerima telepon. Rupanya dari seorang
laki-laki yang dia kenal.
"Ya, dia ada. Sebentar."
Kepada Ren" dia melambaikan telepon sambil berkata, "Urus"
an mobil barangkali."
Barulah Ren" bergerak dari tempatnya, berjalan ke meja tem"
pat telepon. Dia berdiri di belakang Francine, mulai berbicara.
Francine dan aku diam. Mengikuti pembicaraan. Aku dapat men"
duga, seorang pembeli sedang menawar sebuah mobil. Akhirnya
Ren" meletakkan kembali telepon dan berkata,
"Aku harus ke hanggar. Mungkin satu mobil terjual."
"Jam begini?" Francine setengah berteriak.
"Pembeli itu akan berangkat tengah malam ke Paris. Dia me"
mang sudah memesan, apalagi mobilnya telah siap sejak sore
tadi. Temanku sudah memberitahu."
Tanpa menunggu lagi, dia masuk kamar, keluar lagi beberapa
menit kemudian, bersepatu dan mengenakan baju kulit penahan
dingin. "Selamat malam," katanya sambil memandang cepat ke arah"
ku. Aku menyahut, lalu dia menghilang ke luar.
La Barka 1.indd 68 Tinggal berdua, kami tidak berbicara untuk beberapa waktu.
"Kau lihat bagaimana suamiku," akhirnya Francine berkata
sambil menarik napas. Aku tidak menjawab. Haruskah kukatakan seadanya hanya
untuk mnyenangkan hatinya" Aku merupakan orang luar yang
baru mengenal mereka beberapa hari lalu. Beberapa hari tidak
cukup untuk dikatakan mengenal watak seseorang. Apalagi bila
pertemuan dengan mereka hanya ada sekitar meja makan, de"
ngan percakapan yang biasa, kosong dan serba ringan. Aku me"
mu"tuskan untuk menempatkan diriku tetap di luar garis.
"Apakah dia selalu begitu?"
"Dulu tidak demikian. Yang kumaksud, memang sifatnya serba
ragu-ragu. Tetapi dulu selalu menaruh perhatian kepada segala
yang kusukai atau yang tidak kusenangi."
Aku percaya kepadanya. Rupanya semua laki-laki sama. Pada
permulaan berkenalan, pada tahun-tahun bersama perkawinan,
mereka begitu penuh perhatian dan mesra. Sesudah itu masa
bodoh, berbuat sekehendak hatinya.
"Ren" bukan laki-laki yang jahat." Dengan bahasanya yang
mengharukan dia melanjutkan, bersandar di kursinya sambil
memandang kepadaku. "Sebab itu kau kawin dengan dia," kataku membujuknya.
"Ya, dan kawin dengan dia berarti pula mempunyai keberanian
untuk bertabah hati. Dia menginsafi ketampanannya. Semua
perempuan suka kepadanya. Kau tentunya telah mendengar dari
Monique." "Sedikit-sedikit."
"Lima tahun yang terakhir ini benar-benar aku kehilangan
dia. Ya, kami masih berpergian bersama, mengunjungi kawan ber"
sama-sama. Tapi kami tidak lagi mempunyai hubungan intim."
La Barka 1.indd 69 Aku tidak menyambung dengan suatu komentar pun.
Teringat olehku kata-kata ibu Monique pada hari Minggu, ketika
mereka datang untuk makan siang di La Barka. Lima tahun yang
lalu Francine membuka toko pakaian. Ia tidak lagi mempunyai
waktu cukup untuk mengatur rumah tangganya. Segalanya di
ru"mah terbengkalai. Kemudian tiba waktunya Francine harus ke
luar kota bertemu dengan rekan-rekan hubungan dagang, mem"
bicarakan pesanan ini dan itu dengan toko-toko besar yang ter"
letak di kota-kota pantai Prancis Selatan. Sementara itu, Ren"
tidak dapat selalu mengikutinya. Ren" juga mempunyai kesibukan
lain dengan mobil-mobilnya. Kalau dia pulang di petang hari,
yang diinginkannya adalah membuka sepatunya dan berganti
dengan sandal, menikmati masakan istrinya, lalu duduk-duduk
melihat televisi atau mendengarkan musik bersama istrinya.
Mendengar dan melihat itu semua, aku berpikir, manakah
yang benar" Seorang istri yang mengikuti jejak suami dalam
dunia kerja, dalam hal ini dagang, ataukah yang tinggal di rumah"
Istri yang menginginkan sekadar keuntungan sebagai uang saku
sendiri, dengan bayaran risiko yang mahal, yaitu menjauhnya
sang suami" La Barka 1.indd 70 Sophie embali di La Barka, di mana segalanya lepas dan la"
pang, aku bersenang hati dapat menarik napas lega.
Tujuh hari menjadi orang ketiga bagi sepasang manusia yang
hidup saling menyelidik dan mencari kebenaran atau kepalsuan
masing-masing, amatlah melelahkan. Tetapi aku tidak menyesal.
Setidak-tidaknya kini aku dapat mengetahui dasar sifat kedua
orang yang baru kukenal itu. Siapakah yang salah" Aku tidak
ber"hak menyalahkan satu pihak saja. Dalam perkawinan sering
ada salah timbang. Tergantung bagaimana suami-istri yang ber"
sangkutan memperlakukan serta menanggapi kekurangan ter"
sebut. Hari itu juga datang dari Marseille seorang wanita muda.
Kuperkirakan usianya paling tidak 25 tahun kalau saja Monique
tidak memberitahu bahwa pendatang baru itu akan merayakan
ulang tahunnya yang ke-21 di La Barka.
Namanya Sophie. Badannya tinggi buat seorang perempuan;
sempurna, dengan betis dan kaki yang ramping panjang. Ping"
gul dan dadanya menggairahkan. Wajahnya tidak istimewa,
kecantikannya tidak luar biasa. Garis-garis di mukanya teratur
La Barka 1.indd 71 dan serba tajam, dua alis yang pipih kecokelatan melindungi
mata yang sewarna, bening dan terlalu berat oleh ramuan
perona. Kulit muka tidak memancarkan kesegaran, tidak bersih.
Di sana-sini terlihat jerawat atau bekas-bekas penyakit kulit lain,
meninggalkan bintik-bintik hitam di pipi dan di dagu. Dahinya
terlalu menonjol. Itu akan mudah ditiadakan, bila Sophie meng"
atur rambutnya dengan cara yang lain. Tetapi ini juga tidak
gampang dapat dilakukan, karena sejak waktu pertama kali aku
melihatnya, tampak olehku rambut yang coklat kemerahan itu
tidak tumbuh dengan baik, jatuh meluruh di antara kuping dan
bahu, ujungnya kebanyakan berwarna kemerahan seperti ter"
bakar. Yang menarik bagiku dari seluruh wajahnya adalah bibirnya.
Tipis tetapi berisi, keduanya menggaris menakjubkan, seolah
di"bentuk oleh seorang pemahat yang ahli guna menutupi kesa"
lahan-kesalahan yang terdapat di sana.
Bagaimanapun, Sophie mempunyai tubuh yang menggiurkan.
Turun berbelanja ke desa bersamanya, di sepanjang jalan, keba"
nyakan lelaki tentu menoleh untuk mengamatinya. Jalannya
lurus dan tegak; lehernya jenjang, air mukanya acuh tak acuh
dan masa bodoh, Sophie mengingatkan orang kepada wanitawanita model yang potretnya terdapat di dalam majalah mode.
Dari semula berkenalan, aku tidak suka kepada Sophie. Pe"
ra"saan suka atau tidak seorang kepada orang lain tidak mem"
beratkan bagiku. Itu adalah semacam naluri yang tidak dapat
di"ubah lagi. Dan padaku ini kukenal benar. Namun aku wajib
sopan, demi kebaikan hubunganku dengan Monique. Mengapa
aku tidak bersimpati kepada Sophie, mungkin disebabkan oleh
caranya berdandan yang berlebihan, caranya berhias yang keter"
laluan. Aku tidak pernah dapat bersahabat dengan orang yang
La Barka 1.indd 72 bersifat keterlaluan dalam segala hal. Bagiku dandanan dan
pakaian adalah alat untuk menambah atau mempertahankan
kese"garan tubuh dan wajah. Aku bersolek untuk menekankan
pengucapan, tergantung bagian mana yang menjadi sasaran alat
hias itu. Seorang perempuan tidak perlu malu untuk berdandan,
membenarkan letak rambut yang jatuh oleh sentuhan angin dan
menambah bedak di atas hidung yang berkeringat. Bagiku alam
telah membikin perempuan lebih memperhatikan pemeliharaan
rupa daripada laki-laki. Dan ini bukan suatu dosa. Hanya semua
ada batas, waktu dan tempat.
Sophie mempergunakan kamar mandi berjam-jam untuk me"
moleskan berbagai ramuan di atas matanya. Itu hanya un"tuk
berbelanja ke desa. Dan setiap hari selalu begitu. Sejak ke"da"
tangannya di La Barka, dapat dikatakan dia memonopoli kamar
mandi. Memang dia masih muda. Mungkin justru karena kemu"
da"annya itulah aku tidak suka kepadanya. Mungkin aku iri hati.
Yang terang, percakapan di La Barka pada waktu-waktu makan
atau berkumpul kini berputar antara tiga hal: pemuda-pemuda
pengagumnya, dandanan pakaian, dan rencana hidup Sophie.
Ketiga hal itu berulang kali berputar seakan tidak ada akhirnya.
Semua terpusat ke arahnya. Heran aku menyaksikan, betapa
kawan"ku Monique memperlihatkan perhatian yang istimewa ter?"
hadap Sophie. Apa yang baik bagi Sophie, disetujui oleh Monique.
Padahal sebenarnya ia bukan orang yang membabi buta pada
pendapat orang lain. Ia sering berbantah dengan orang-orang lain
di sekitarnya karena suatu hal yang penting, mau"pun yang remeh.
Dan yang lebih-lebih lagi mengherankan adalah kemesraan
Monique yang terang-terangan terhadap Sophie. Padahal biasanya
ia bersifat lebih tenang. Pasti semua itu ada sebabnya.
Sementara itu, aku tetap tidak menemukan rasa persahabatan
La Barka 1.indd 73 sedikit pun terhadap Sophie. Atas permintaan Monique, aku beraku dan ber-engkau dengan Sophie. Katanya itu adalah tanda
bahwa kami bertiga benar-benar berkawan.
Yang sebenarnya, aku tidak banyak berbicara dengan Sophie.
Di antara kami berdua sering-sering hadir anakku atau Jacques,
yang sejak kedatangan wanita muda itu tak sekali pun mele"
watkan waktu untuk berjauhan. Dapat dimengerti. Jacques baru
datang dari Kongo. Ukuran keindahan wanita di sana tentulah
berlainan dengan yang terdapat di Prancis. Aku yakin tidak
akan banyak laki-laki yang sanggup berkata tidak tertarik kepada
Sophie. Terus terang aku terpikat oleh suguhan tingkah lakunya.
Kulihat bagaimana Sophie memperlakukan Jacques yang tidak
berputus asa menggodanya. Aku tak mampu menduga, mengapa
Sophie bisa tertarik oleh laki-laki yang berlemak itu. Aku sering
mendengar tentang perempuan yang bisa melayani seribu macam
laki-laki, dengan tujuan untuk mendapatkan kekayaan. Tetapi
aku tidak dapat membayangkan hal ini. Terutama tidak, bila
me"lihat bagaimana sempurnanya dan lenanya tubuh Sophie. Na"
mun, aku tidak membantah bahwa hal semacam itu bisa terjadi.
Apakah sebenarnya yang kuketahui dalam hidup ini" Setelah
keluar dari dinding biara aku menjumpai kehidupan saleh, ber"
kawan dan bergaul dengan adat bangsa Timur yang sopan. Per"
kawinanku pun tidak mengajariku banyak hal yang lepas dari
kebia"saan-kebiasaan bangsaku dalam pergaulan bebas. Hanya
dari buku-buku aku membacanya.
Sampai kemudian datang saatnya, ketika kuketahui suamiku
tidak setia terhadapku. Tak dapat kuingat perasaan yang kutang"
gung pada waktu itu. Cemburu" Aku tidak tahu, apakah itu da"
pat dikatakan cemburu. Itu adalah semacam cubitan yang meng"
La Barka 1.indd 74 gugah, yang membangunkan dari rasa mengantuk. Sakit, tapi
hanya sedetik dan seketika itu. Yang menyusul kemudian adalah
penyesalan yang hampir mendekati kemarahan karena dicubit
dan dibangunkan. Ya, kurasa itulah yang paling tepat. Karena
memang aku kemudian amat marah. Sedemikian bodohku! Aku
marah kepada diriku sendiri karena laki-laki yang selama ini
kusetiai tidak membalas perlakuan sama kepadaku. Perkawinan
yang semula kukira menjadi puncak percintaan, kini mempunyai
warna yang lain bagiku. Bagaimanapun, Sophie memperlihatkan kelakuan seekor
kucing yang bermain dengan tikus yang dia tangkap. Suatu kali
mem"perhatikan, kali lain masa bodoh. Yang jelas bagiku adalah
keuntungan materiil yang dapat dia manfaatkan dari pergaulan"
nya bersama Jacques. Berkali-kali kami pergi ke pantai untuk berenang dan ber"
jemur di panas matahari. Jika Jacques turut, selalu dialah yang
mem"bayar keperluan makan dan minum. Dengan bijaksana aku
ber"usaha untuk selalu membawa bekal segala keperluan dari
rumah. Dengan demikian, aku tidak ikut menarik keuntungan
karena kehadiran satu-satunya lelaki di antara kami. Monique
jarang ikut berjemur di pantai berhubung dengan pekerjaannya
di toko Francine. Bahkan pada akhirnya dia tidak ikut sama
sekali. Jacques dan Sophie membikin rencana sendiri ke pantai
mana yang hendak dituju, lalu bertanya kalau-kalau aku hendak
ikut bersama mereka. Sebenarnya mandi-mandi matahari tidak
kusukai. Tetapi air laut amat segar, dan anakku amat gembira
dapat bermain-main dengan pasir. Jadi, aku kadang-kadang turut
mereka ke pantai. Kehadiranku kuusahakan sedemikian rupa agar
tidak terlalu mengganggu mereka bila sedang bercumbuan. Aku
La Barka 1.indd 75 selalu memilih tempat yang berjauhan, dan bertemu kembali
pada waktu matahari hampir turun, angin mulai sejuk dan air
laut mulai deras ombaknya. Diam-diam aku duduk di bangku
belakang mobil bersama anakku, sampai Jacques dan Sophie ma"
suk pula ke dalam mobil. Demikian hari-hari lewat tanpa satu hal baru yang penting
bagiku. Bila aku tidak turut ke pantai, kujelajahi kebun kawanku.
Tidak ada pojok yang membosankan. Bersama anakku aku me"
neliti setiap pohon, menandai batang yang rendah, lubang-lu"
bang kelinci liar, membikin rumah-rumahan dari ranting-ran"
ting cemara kering yang jatuh berjuluran mengganggu pan"dang.
Di malam hari jika anakku telah tidur dan ada acara yang me"
nyenangkan di televisi, aku bergabung dengan mereka di ruang
tamu. Jika tidak ada siaran yang menarik aku tetap tinggal di kamarku,
membaca atau menulis surat kepadamu. Sebenarnyalah aku tidak
pernah melupakanmu barang sebentar pun. Mungkinkah orang
dapat terikat sedemikian eratnya kepada orang lain" Kadangkadang untuk membebaskan diri, aku berpikir sekuat-kuatnya


La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan berkata di dalam hati yang sadar bahwa belum tentu kau
juga mencintaiku seperti aku mencintaimu. Karena memang
demi"kianlah, aku meragukan perasaanmu terhadapku. Semula
kukatakan aku tidak akan menceritakan maupun menyebut hal
kita berdua di sini. Tetapi ini lebih kuat daripada kehendakku.
Aku tidak dapat menahan diri untuk kadang-kadang berbicara
tentang diriku sendiri, tentang kau pula, orang yang kuanggap
paling dekat denganku. Sering kita berkata bahwa kita mengenal seseorang. Tetapi apa"
kah sesungguhnya arti pengenalan itu. Seperti misalnya Monique.
Menurut perasaanku aku telah menjadi kawannya selama ber"
La Barka 1.indd 76 tahun-tahun. Kami bergaul dan bersuratan. Tetapi sejak Sophie
datang aku mendapat penemuan baru, seolah-olah kawanku itu
berbicara dengan menggunakan bahasa yang tidak kumengerti.
Mereka berdua berbicara mengenai sesuatu atau seseorang yang
tidak kukenal, peristiwa yang tidak kuhadiri. Pada saat-saat lain,
kuterka dua atau tiga kalimat yang sama sekali tidak kumengerti.
Tentang perjalanan mereka bersama ke Rouen, waktu mereka
menginap di Dunkirque, bertamasya ke Paris. Mereka menyebut
nama-nama yang asing bagiku, dengan sikap yang intim sekali.
Seolah-olah disengaja agar aku tidak mengerti ujung-pangkal per"
cakapan mereka. Oleh karenanya aku berbuat sebodoh mungkin, bersikap tidak
mempedulikan, serta menolak ajakan mereka untuk minum kopi
atau teh bersama-sama di dapur seperti sediakala. Sungguh tidak
menyenangkan menjadi orang yang dikira menghalangi kebebas"
an bergerak. Tapi aku tidak mau menjadi orang yang demikian.
Kedatanganku di La Barka adalah atas undangan Monique, sam?"
bil menunggu beresnya urusan perceraianku. Tentulah ini di"se"
babkan oleh kemurahan hatinya yang mengkhawatirkan kese"jah"
teraanku di negeri yang tidak begitu kukenal ini. Oleh karena"nya
aku menghormati rasa kekawanan yang ada di antara kami berdua.
Kalaupun aku harus meninggalkan rumah itu dan menyewa apar"
temen di suatu kota kecil, tentulah harus ada pertim"bangan-pertim"
bangan masak yang kuperhitungkan mengenai keuang"anku.
Kontrak perkawinanku adalah perceraian yang terbagi sama
rata, berarti selama suami-istri berkumpul, barang-barang adalah
milik bersama. Jika terjadi perceraian, segalanya harus dibagi
seadil-adilnya menjadi dua. Tetapi itu teori. Yang terjadi biasanya
amat berliku-liku dan memakan waktu lama yang menghilangkan
kesabaran. La Barka 1.indd 77 Dari pihakku sendiri, amat sukar untuk bertengkar atau ber"
gigih mempertaruhkan yang dihakkan undang-undang kepadaku.
Ketika suamiku melepas aku dan anakku, dia hanya mengatakan
bahwa aku akan menerima kiriman uang setiap bulan dari bank
di Paris guna keperluan makan. Tidak disebutkan mengenai pon"
dokan. Untuk perjalanan aku mendapat tiga ratus franc, yang
sudah hampir habis kuurunkan kepada Monique sejak kami tiba
di La Barka. Dalam beberapa hari lagi tentulah akan datang kirim"
an dari bank seperti yang dijanjikan suamiku. Biasanya dalam
urusan-urusan keuangan dia jujur dan tepat. Kalaupun keadaan
terjepit, Monique tentulah sanggup menolong perbelanjaanku
lebih dulu. Ini dapat kuharapkan dari dia.
Suatu petang, ketika Monique pulang dari Draguignan dia
kelihatan lebih segar dari biasanya. Serta-merta dia bertanya
kalau-kalau Sophie dan Jacques yang berangkat ke pantai pagi
itu meninggalkan pesan kapan kembalinya.
"Kami mempunyai rencana untuk keluar malam. Kau mau
ikut?" sambungnya. "Siapa saja yang pergi?"
"Francine dan aku. Ada film bagus diputar di Draguignan,
pernah mendapat hadiah di Festival Cannes."
"Kalau untuk nonton film aku mau," jawabku cepat.
Aku selalu senang menonton. Apalagi film-film yang bagus.
"Baik, kita suruh Joseph menunggui anakmu. Rencana kami,
sebelum ke bioskop, makan paela di restoran."
Makanan Spanyol tidak begitu kusukai. Tapi itu dapat dike"
cualikan karena telah lama aku tidak makan di luar.
"Apa filmnya?" "Seorang laki-laki dan seorang perempuan, Un bomme et une
femme," jawab kawanku.
La Barka 1.indd 78 Telah kubaca, surat kabar dan majalah banyak membicarakan
film itu. Sutradaranya seorang muda yang bersemangat. Pujian
yang datang dari berbagai negara semakin menguntungkan pen"
jualan film-filmnya yang lain.
"Hanya kau dan Francine yang pergi?"
"Ya, dengan kau. Mungkin Jacques dan Sophie. Kita tanyakan
nanti. Untuk makanannya kita iuran, untuk bioskop kau ku"
bayari." "Berapa makanannya?"
"Belum dapat dikatakan, tergantung berapa orang. Kita hitung
kira-kira lima belas franc seorang."
"Ren" tidak turut?" Aku tak dapat menahan keinginan ber"
tanya. "Dia belum dapat mengatakan kepastiannya. Ini sudah musim"
nya orang mencari mobil buat berlibur. Jadi tergantung kepada
kawannya sekerja. Kalau ada yang tinggal di hanggar, dia mau
ikut." Lalu kami berbicara sambil lalu. Aku meneruskan mencuci
daun selada. Kawanku tiba-tiba bertanya,
"Bagaimana pendapatmu mengenai Sophie?"
Aku ingin cepat-cepat menjawab dengan terus terang. Tetapi
ada perasaan yang mengendalikan. Sambil pura-pura berpikir aku
ganti bertanya, "Sophie?" "Ya, cantik, kan" Gadis yang cerdik dan baik hati," kata
kawanku seperti ditujukan kepada dirinya sendiri.
Kalau dia telah mengerti, mengapa bertanya kepadaku. Dan
sebutan gadis di sini dalam bahasa orang-orang Eropa berarti
wanita muda. Bukan arti gadis bagi kami bangsa Timur. Karena
di sini, seorang wanita seumur Sophie, umumnya sudah bukan
gadis lagi. Apalagi dengan bentuk jasmani yang dimilikinya.
La Barka 1.indd 79 Atas pertanyaan Monique, aku menemukan pintu terbuka
untuk percakapan yang telah lama ingin kudapatkan. Tetapi aku
tahu itu tidak akan semudah yang kubayangkan.
"Dia bertubuh menggiurkan," akhirnya aku menjawab pendek.
"Matanya bagus sekali," sambung kawanku.
Aku tidak menyahut. Mungkin matanya bagus, tetapi aku
tidak pernah memperhatikannya tanpa polesan. Hanya di pagi
hari Sophie tidak mengenakan segala ramuan hiasan, yaitu sete"
lah bangun dan makan pagi di dapur. Sedangkan waktu itu aku
sudah keluar di kebun bersama anakku. Mereka selalu bangun
jauh lebih siang daripada kami berdua.
Dengan berani, akhirnya aku memutuskan untuk mengetahui
lebih banyak. Ini adalah kesempatan kami berdua, dengan pokok
pembicaraan yang menarik hati.
"Apakah kerjanya di Marseille?"
"Oh, kau belum tahu" Seminggu dia di sini dan kau belum
mengetahui apa pekerjaannya?" tanya kawanku keheranan.
"Aku tak sempat bertanya kepadamu."
"Tapi kau sering ke pantai bersama dia."
"Dengan Jacques selalu sukar."
Monique tertawa mengejek.
"Ya, dengan si gemuk yang gila itu tentulah tidak mudah kau
berbicara dengan Sophie. Dia sekretaris, bekerja di sebuah kantor
yang memperjualbelikan tanah dan rumah atau apartemen." Dia
berhenti, lalu menyambung dalam nada lebih serius, "Kuharap
Sophie tidak berbuat kesalahan dengan Jacques."
Aku tidak mengerti maksudnya. Tetapi aku berdiam diri.
Sophie cukup dewasa untuk berbuat sekehendak hatinya.
"Mengapa kau tidak turut ke pantai hari ini?" tiba-tiba Monique
bertanya. La Barka 1.indd 80 "Aku lelah. Terlalu panas. Di sini lebih nyaman dengan udara
daun-daunan zaitun dan cemara di belakang rumah. Mengapa kau
tiba-tiba khawatir" Berkali-kali Sophie pergi sendirian dengan
Jacques. Kau tidak memperlihatkan kekhawatiran demikian."
Monique tidak segera menjawab. Lalu seperti memutuskan,
"Kau belum tahu, Sophie boleh dikatakan telah bertunangan.
Di Marseille dia disewakan apartemen kecil, sebuah studio, oleh
tunangannya. Dan kalau pacarnya itu datang, mereka hidup
bersama." "Kau kenal dia?"
"Kenal dengan baik. Dia bekerja sebagai insinyur mesin di
kapal. Seorang peranakan Vietnam dan Korsika. Kau tahu, kalau
Sophie berbuat sekehendaknya di rumahku, berarti aku turut
bertanggung jawab." Aku tidak menyahut karena maklum. Mataku menatap jam
yang terletak di atas perapian. Hampir pukul delapan malam.
Anakku telah lama selesai makan dan kubiarkan bermainmain di atas kursi besar di ruang duduk. Sebentar lagi akan kuti"
durkan. Sinar di luar rumah masih tajam dan terang. Petang di bulan
Juni lebih memanjang lagi. Mungkin Jacques dan Sophie duduk
minum-minum di kafe di tepi jalan antara pantai dan La Barka.
Atau mungkin mobilnya rusak. Tetapi mungkin pula mereka ber"
henti di salah satu motel yang ada di kota-kota pantai itu. Kalau
seorang laki-laki dan seorang perempuan sepakat untuk bercinta,
di mana pun mereka dapat menemukan waktu dan tempat. La
Barka tidak jauh dari kota-kota pantai. Lebih-lebih karena jalan
besar berjajar 8 jalur, langsung menghubungkan desa Trans ke
sana. Jacques tentulah dapat membayar harga sewa kamar di
motel-motel di kawasan itu. Bersama seorang perempuan seperti
La Barka 1.indd 81 Sophie, dia dapat menghabiskan ratusan franc hanya untuk me"
nyewa kamar. Akhirnya, malam itu aku makan berdua bersama Monique.
Telah lama hal ini tidak terjadi. Meskipun masih tampak kha"
watir, Monique kulihat jauh lebih ramah dari hari-hari yang
lewat. Mungkin ini hanyalah menurut perasaanku saja, yang
di"se"babkan tidak hadirnya Sophie di antara kami. Monique
banyak bercerita mengenai kawannya yang muda itu. Nyata dia
memang menyukainya. Ini disebabkan oleh hubungannya yang
erat dengan David, tunangan Sophie. David-lah yang mem"per"
kenalkan Sophie. Sebagai orang berdarah Korsika, ia meng"anggap
orang-orang yang berasal dari pulau itu sebagai darah dagingnya
sendiri. Demikianlah eratnya hubungan orang-orang pulau itu.
Dan Monique tidak terkecuali. Dia menganggap David sebagai
saudaranya. Pasangan itu sering ke La Barka, untuk berakhir pe"
kan, untuk berlibur. Pada waktu-waku David berlayar, jika kapal
menyentuh daratan pelabuhan, Sophie berusaha mendapat libur
dua atau tiga hari atau jika kebetulan jatuh pada akhir pekan, dia
pergi ke pelabuhan tersebut untuk menemui David. Untuk itu,
mereka perlu tinggal di penginapan atau hotel secara sah.
Di negeri ini, kedewasaan dihitung mulai umur 21 tahun.
Jadi, Sophie memerlukan kawan seperjalanan, maka Monique
ada"lah kawan itu. Sophie tidak berurusan lagi dengan orangtua"
nya, yang tidak menyetujui hubungannya dengan David. Se"jak
menyelesaikan sekolah menengah dan kursus kejuruan sekre"
ta"riat, Sophie hidup sendiri, menyewa kamar bersama kawankawan?"nya. Sekali-sekali pada hari raya atau ulang tahun, kadangkadang Sophie mengunjungi orangtuanya. Tetapi itu amat ter"
batas. Soal-soal pribadi tidak banyak dibicarakan maupun di"
hiraukan. La Barka 1.indd 82 Bila kapal berlabuh, David turun ke darat. Kedua sahabat itu
berusaha menjemputnya, lalu bertamasya beberapa hari di ibu
kota. Menurut Monique, David adalah laki-laki dermawan, dapat
menghabiskan uang seribu franc selama di Paris. Dia tak pernah
memperhitungkan pengeluaran kalau Sophie yang meminta.
Didesak oleh rasa ingin tahu, akhirnya aku bertanya kepada
Monique bagaimana rupa David. Ini adalah pertanyaan yang
biasa, namun olehku terasa ada sesuatu yang kurang enak di da"
lam hati sewaktu mengutarakannya.
Apakah aku iri" Seorang wanita muda seperti Sophie wajarlah
bila bertunangan dengan laki-laki tampan, setidak-tidaknya ber?"
wajah menarik. Tetapi jawaban yang kudapat dari Monique sama
sekali berlainan dengan perkiraanku. David tidak begitu tinggi
perawakannya, kira-kira satu enam puluh delapan. Jadi, Sophie
lebih tinggi dari tunangannya. Seperti kebanyakan orang Vietnam,
David badannya agak kurus, dengan muka seperti kebanyakan
turunan dari benua Asia Tenggara, mata sipit dan hidung pesek.
"Tetapi giginya putih kecil-kecil; kalau tersenyum mukanya
menarik dan berseri," kata Monique, seolah meminta maaf
karena gambaran David yang tidak seusai dengan bayanganku.
"David juga penggitar yang mahir. Kau harus melihat malammalam di sini pada waktu perapian dinyalakan, David memetik
gitar dan menyanyi. Simpatik sekali," lanjut kawanku pula.
Manakah yang simpatik" David" Ataukah suasana perapian
yang diiringi suara musik" Bagaimanapun juga, aku mendapat
gambaran lebih terang mengenai hidup Sophie. Itu sebetulnya
bu"kan urusanku. Tetapi karena Sophie sejak waktu yang ter"
akhir itu telah bergaul tetap bersama David, menyebabkan aku
me"rasa kurang cemburu. Mungkin karena mengetahui bahwa
Sophie ternyata juga seperti perempuan-perempuan lain, yang
La Barka 1.indd 83 mengharapkan rumah dan hidup berkeluarga tenang bersama
suami dan anak-anak. Meskipun ini baru kemungkinan, karena
dengan hadirnya Jacques, Sophie dapat berubah pikiran. Ka"
lau bukan disebabkan cinta, seandainya ini terjadi, tentulah di"
sebabkan oleh hausnya akan pengalaman. Sampai saat perkawin"
an, Sophie akan terjamin kebutuhan materinya oleh Jacques. Di
samping itu, hidup di luar Prancis merupakan tantangan yang
menggairahkan. Negeri-negeri Afrika kebanyakan memiliki cara
hidup dan kebudayaan yang keras di bawah pengaruh Prancis.
Tinggal di sana untuk beberapa tahun selalu menjadi impian
orang-orang muda bangsa Prancis.
Malam itu, Jacques dan Sophie tiba kembali di La Barka jam
setengah sepuluh, diantar dengan truk bengkel dari Draguignan.
Mobil Jacques mogok di Saint Maxim. Dari sana mereka mene"
lepon bengkel di Draguignan, yang mengirim truk penarik.
Aku naik ke kamar tidur tanpa menunggu penjelasan-penje"
lasan lain. Bagiku benar tidaknya cerita tentang mereka bukanlah
hal yang penting. Besok pagi akan dapat kuketahui dari Monique
lanjutan cerita itu. Beberapa hari kemudian, hanya ada satu kendaraan di La
Barka. Berarti Monique akan sibuk lagi mengangkut air dari
desa Trans. Jacques tidak dapat dipastikan tenaganya. Dia selalu
bangun paling siang, dan pada waktu kawanku pulang untuk
makan tengah hari, Jacques sering tidak di rumah. Biasanya dia


La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke Draguignan minum 2"3 gelas pastis di kafe, kemudian makan
sekalian di sana. Jadi hanyalah Sophie dan aku yang dapat mem"
bantu Monique menurunkan botol-botol besar dari mobil serta
mengisinya di mulut saluran air di depan balai desa.
pastis = minuman beralkohol
La Barka 1.indd 84 Bergantian kami pergi berbelanja bahan makanan, kadangkadang Sophie bersamaku, kadang-kadang Monique sambil
bekerja di toko Francine pada hari-hari pasaran di Draguignan.
Se"su"dah makan siang, Sophie biasa naik ke belakang rumah un"
tuk berjemur di panas matahari.
Aku kadang-kadang pergi bersamanya, kadang-kadang tinggal
di kamar atau di beranda depan. Pergaulanku dengan Sophie boleh
dikatakan seperti biasanya. Pernah aku pergi dengan dia untuk
ber"jemur di antara pohon-pohon cemara. Tempatku terlindung
nyaman. Kami berdua dapat saling mendengar pembicaraan
masing-masing. Dari tempatku, aku dapat mengamatinya dengan
jelas. Aku mulai mengerti kebiasaan orang-orang Eropa yang
suka memiliki kulit warna tembaga. Pada musim panas, di pantai
yang berpasir agak rata, selalu ada pendatang yang berjemur atau
berkecimpung di laut. Pertama kali aku melihat pantai di Prancis, tak dapat kubayang"
kan keherananku. Waktu itu bulan Agustus. Kebanyakan pegawai
libur besar musim panas. Di pantai, orang tak dapat lagi berjalan
di atas pasir tanpa menyentuh kaki, rambut atau alas pembaring
orang lain yang sedang berjemur. Biasanya mereka mengenakan
sesedikit mungkin pakaian.
Demikian juga halnya dengan Sophie. Tidak seperti Monique
yang berangkat dari rumah berselubung diri dengan kain handuk
selebar kain batik, Sophie mengenakan pakaian renang bikini
yang terdiri dari dua carik kecil potongan kain penutup dada dan
pinggul. Sampai di tempat yang dipilihnya, dia mulai menggelar
tikar atau kain. Lalu merebahkan diri dan perlahan mengoles"
kan minyak krim ke lengan, tengkuk dan lehernya, kemudian
mem"buka pula kutang dan celananya. Selalu dengan perlahanlahan dia memoles tubuhnya dengan minyak, sebentar-sebentar
La Barka 1.indd 85 berhenti untuk mengamati bagian tubuh yang menarik hati"nya.
Dengan demikian, aku berkali-kali melihat dia meraba dada"
nya dengan sikap yang sadar akan kemontokannya, seakan-akan
menimbangnya dari satu ke yang lain. Pada waktu dia mulai
memoleskan minyak ke pahanya, kulihat jelas Sophie men"jauh"
kan kepala untuk dapat mengamati paha itu baik-baik, lalu
mengelusnya perlahan. Semua itu aku anggap sebagai kesadar"an
akan kesempurnaan tubuh yang dia miliki. Bukan suatu dosa
bagiku; hanya menguatkan pendapatku, bahwa Sophie yakin
dirinya dapat memikat siapa pun, lebih-lebih laki-laki yang meng"
hargai tubuh berkualitas patung. Bagiku juga tidak ada jeleknya
bila seseorang menyadari kecantikan dirinya, kepandai"annya
ataupun mutu kemampuannya yang lain. Tetapi terhadap Sophie
aku tidak menaruh perasaan akrab seperti biasanya kepada
teman-teman lain. Sejak aku mendengar banyak penjelasan dari Monique menge"
nai dia, terus terang aku merasa terpaksa untuk menghargainya,
setidak-tidaknya agar dapat merasa dekat, seperti yang diharapkan
orang-orang yang tinggal serumah dan menghabiskan masa-masa
libur bersama. Aku tidak akan dapat menganggapnya sebagai
kawan erat. Terhadap Sophie aku hanya dapat bersikap seadanya,
tanpa banyak berbicara dan berurusan.
Untuk keluar petang yang telah direncanakan, Jacques ber"
hasil membujuk montir di bengkel supaya menyelesaikan mobil"
nya. Draguinan adalah sebuah kota yang sedang dalam perkem"
bangan. Banyak pelancong yang menggunakannya sebagai per"
singgahan untuk turun ke pantai. Turis yang bermobil pada
per?""mulaan musim liburan selalu datang bergelombang. Hanya
La Barka 1.indd 86 ada dua bengkel yang baik di sana. Sebab itulah Jacques harus
menunggu beberapa hari untuk mendapatkan kembali ken"dara"
annya. Apalagi mobilnya bermesin tua.
Kupesankan kepada Joseph, anakku masih boleh berada di
depan televisi setelah pukul delapan malam. Jika telah mengan"
tuk benar, barulah Joseph dapat mengangkatnya ke tempat tidur
di tingkat dua. Dengan demikian, aku tidak terlalu menyusahkan
dia. Aku tidak tahu acara apa di televisi malam itu. Biasanya
anakku tidak kuizinkan menonton sesudah pukul delapan ma"
lam. Tetapi sekali-sekali tidak mengapa. Sebab pukul setengah
sembilan tentulah dia akan tersungkur di kursi panjang sambil
mengisap ibu jarinya. Monique tidak pulang petang itu, langsung dari toko ke tempat
kami berkumpul, salah sebuah kafe di jalan besar di Draguignan.
Seperti biasa, Sophie selesai berdandan paling akhir.
Sampai di kafe, Monique dan Francine telah ada di sana.
Kami saling menyalami dengan ciuman di pipi. Sebelum waktu
makan, di bar selalu penuh laki-laki tua dan muda, masingmasing berdiri memegang atau menghadapi segelas anggur atau
minum"an keras lain.
"Mari kita duduk di luar sebelum waktu makan. Kita tunggu
Ren"," kata Francine.
Ah, jadi Ren" akan datang. Kami menuju keluar di mana
terdapat beberapa meja dan kursi. Dari sana kami dapat melihat
jalan raya, simpang siur pejalan kaki serta kendaraan.
Udara beberapa hari itu tenang dan jernih. Petang itu pun
sinar matahari masih cukup terang, meskipun jam telah menun"
jukkan waktu malam. Sebentar-sebentar angin dingin meniup
dari jalan menyelinap ke teras kafe, menghembus asap rokok
merata memenuhi ruang dalam, atau mengusik daun tumbuh87
La Barka 1.indd 87 tum"buhan yang menghias pot-pot di pinggir trotoar. Seorang
pelayan datang mencatat pesanan.
"Rina, pastis sebelum makan?" kudengar Francine menawari"
ku. "Tidak, terima kasih. Air jeruk saja kalau ada, atau air buah
lainnya." "Aku belum berhasil membujuknya minum pastis sampai
sekarang," kata Francine kembali ditujukan kepada Monique.
"Seminggu dia tinggal di rumahku, tak pernah dia dapat kuhasut
untuk minum pastis."
"Mengapa kau berkeras kepala agar aku mencoba minuman
itu" Selain rasanya seperti obat, juga warnanya kuning. Dua hal
yang tidak kusuka." "Itu adalah minuman yang sehat, lebih-lebih bila udara panas
seperti ini," sambung Jacques.
"Kalau saja agak manis rasanya, mungkin aku akan menyu"
kainya," lanjutku untuk menyenangkan hati Francine.
"Kau Sophie" Pastis?"
"Porto dengan es yang banyak."
Monique memilih porto juga. Jacques seperti biasa pastis.
Francine sendiri minum bir. Pelayan berlalu, kami meneruskan
membicarakan pastis. Itu adalah minuman keras yang utama
di daerah Prancis Selatan. Tetapi aku baru mendengar hari itu
bahwa orang juga dapat menggunakannya sebagai obat penyakit
perut. Entah benar tidaknya, Francine yang mengatakannya.
Sejak aku meninggalkan rumahnya, kami telah bertemu
dua atau tiga kali. Hanya berciuman selamat pagi atau selamat
malam. Seringkali Francine mampir ke La Barka untuk minum
kopi bila dia mempunyai urusan dengan langganan di desadesa sekitar Trans. Tentulah ini didasarkan atas keramahannya.
La Barka 1.indd 88 Tetapi aku tak juga mengerti. Bila dia mampir di pagi hari, ini
berarti dia hanya akan menemui aku dan anakku, atau kadangkadang Sophie dan Jacques. Tetapi di malam hari, lebih sering
dia mampir larut malam, hanya Monique-lah yang menemuinya.
Kecuali bila ada acara film yang menarik di televisi, seluruh
rumah berkumpul di ruang duduk. Datang di larut malam hanya
sebentar dan hanya untuk bertemu dengan orang yang seharian
bersama-sama di toko, kuanggap suatu keramahan yang luar
biasa. Hal-hal seperti itu ternyata terlalu memenuhi kepalaku.
Sebenarnya aku hanya ingin semakin mengenal orang-orang
di kelilingku. Tidak hanya mengamati, tetapi juga mema"hami,
meskipun mungkin tidak akan menyetujui tingkah laku me"
reka. Yang kusukai pada Francine ialah kerapiannya berpakaian.
Sepadan dengan bidang kehidupannya sebagai penjual perleng"
kapan modern bagi wanita dan laki-laki muda. Malam itu pun
Francine adalah yang paling pantas serta mahal bajunya. Me"
nuruti model terakhir. Dia mengenakan pantalon yang lebar
bagian bawahnya; bajunya tunik panjang dengan ikat pinggang
kulit yang dikancingkan dengan gesper besar secara mencolok.
Sophie juga mengenakan celana panjang. Tetapi di samping
Francine, orang dapat melihat jelas beda keduanya. Meskipun
Sophie lebih tinggi, tetapi Francine lebih sopan dan rapi. Mung"
kin ini disebabkan karena aku lebih sering melihat Sophie dengan
pakaian yang kurang sopan. Barangkali pula karena Sophie lebih
menonjol kegenitannya. Beberapa waktu kemudian, Ren" datang menggabung. Ber"
gantian Sophie, Monique dan aku mendapat ciuman di pipi, lalu
dia duduk di antara Jacques dan Sophie.
"Kudengar kau selalu memonopoli Sophie, Jacques. Untuk
malam ini aku yang menghalangimu."
La Barka 1.indd 89 Sambil berkata demikian, Ren" menarik Sophie dan merang"
kulnya. Sophie menjawab tantangan itu dengan cukup berani.
Wajahnya menengadah. Maka kedua muka itu berdekatan, dan
mata saling memandang dengan mesranya. Itu hanya bergurau,
terang-terangan mereka bersikap seperti dua kekasih di hadapan
orang lain, lebih-lebih Francine.
Mau tidak mau aku merasa muak. Kulayangkan pandangku
kepada Monique, dia hanya tersenyum. Seperti diilhami oleh"
nya, aku turut tersenyum. Francine sendiri kulihat tidak peduli,
memandang keduanya dengan mulut terbuka setengah tertawa.
Melihat pasangan Ren" dan Sophie yang sama-sama tampan,
tubuhnya hampir sama tinggi, aku tak dapat menahan diri ber"
pikir apakah ada pasangan suami-istri semacam itu yang tidak
berbahagia" Apakah dengan merangkul badan Sophie sede"miki"
an intim, Ren" tidak merasakan rangsangan nafsu" Mereka keli"
hatannya bercanda, tetapi akulah yang merasa malu melihat
lebih dari beberapa detik saja.
Demikian berbeda kebiasaan kami bangsa Timur. Pada waktu
aku masih duduk di Sekolah Menengah, tidak pernah aku melihat
anak laki-laki dan perempuan bergaul bebas dan bersentuhan.
Di sekolah aku tidak mempunyai kawan laki-laki, karena itu
adalah Sekolah Menengah Putri Katolik. Aku melihat pergaulan
bersama pada waktu pertandingan-pertandingan olahraga, siar"an
kesenian atau perlombaan kesenian. Tidak banyak yang kuke"
tahui; hanyalah pergaulan wajar, selalu terbatas dengan sentuhan
ta"ngan atau bergurau berdesakan pada waktu-waktu keluar ber"
tamasya. Aku terperanjat dari renunganku oleh ajakan Monique untuk
pindah ke ruang dalam. Di meja telah tersedia keperluan makan
dengan gelas-gelas anggur yang berkilauan oleh terangnya lampu.
La Barka 1.indd 90 Kami memilih tempat masing-masing. Aku duduk berhadapan
dengan Ren", di antara Francine dan Sophie. Jacques duduk di
ujung, sedangkan Monique di samping Ren".
Seorang juru masak datang, diiringkan dua pelayan. Sese"
orang mendorong meja beroda, di atasnya terdapat kompor yang
menyala dengan sebuah wajan lebar. Di situ nasi dimasak ber"
sama udang dan hasil laut lain. Sungguh menarik selera.
Seorang pelayan menyorong meja di mana terdapat alat-alat
masak, garam dan berbagai rempah. Ren" dan Francine tampak"
nya mengenal baik tukang masak itu. Barangkali dialah pemilik
kafe. Dia mengambil sendok besar dari kayu, menciduk isi wajan,
mengaduknya, lalu mencicipi beberapa butir nasi. Kemudian dia
berikan sendok itu kepada Francine yang mencicipinya pula.
"Kurang garam sedikit, rasaku," kata Francine.
Tukang masak menambahkan garam halus yang terdapat di
sebuah kotak porselen, mengaduk lagi, lalu berkata,
"Lebih baik tidak terlalu asin, sebab air daging di dalamnya
belum meresap benar. Merica?"
"Biar saja. Yang ingin pedas biar menambah di piringnya."
"Ya, saya tidak suka terlalu pedas," sahut Ren".
Sekali lagi tukang masak menambahkan sesuatu ke dalam
wajan. Mungkin rempah-rempah dari Spanyol, tak dapat kulihat
jelas dari tempat dudukku.
"Ini benar-benar la paela, Rina. Kau sudah pernah makan?"
tanya Monique. "Sudah, tetapi tidak di Eropa, jadi mungkin hanya tiruan."
"Di mana Anda memakannya?" tanya tukang masak itu.
"Di Saigon." "Nona ini bangsa Vietnam?" tanya tukang masak kepada Fran"
cine. La Barka 1.indd 91 "Dia bukan bangsa Vietnam. Dan dia bukan nona, melainkan
nyonya," sahut Ren" dengan tekanan suara yang khusus dari
daerah Prancis Selatan, seluruh r-nya terdengar jelas, nadanya
naik-turun berlagu. "Oh, maafkan, tapi Anda kelihatan begini muda."
"Suatu pujian yang menyenangkan, terima kasih," kataku.
"Anda dari Jepang?"
"Saya dari Indonesia."
"Apakah semua wanita di sana seperti Anda?"
Aku tidak begitu mengerti dengan pasti apa maksudnya; ku"
lirik Monique untuk minta dia menolongku.
"E, ini tamu kita, jangan terlalu bertanya yang sukar-sukar."
Tiba-tiba Ren" mencampuri percakapan lagi. "Apa yang kaumak"
sudkan seperti dia" Jangan-jangan kau sedang berusaha memikat
hatinya. Kupanggil istrimu biar mendengarnya."
Tukang masak itu hanya tertawa, lalu berkata,
"Maksudku, apakah wanita-wanita di sana biasa kawin muda
seperti dia?" Aku tersenyum. "Saya tidak begitu muda seperti yang Anda pikirkan," jawab"
ku. "Memang, di Indonesia biasa wanita kawin sebelum berumur
tiga puluh tahun." "Saya kira di Prancis bahkan lebih muda dari itu. Anak-anak
berumur belasan tahun banyak yang sudah kawin sekarang,"
sambung Francine. Dan percakapan bersambung lagi. Kami mulai mengajukan
piring masing-masing. Masakan yang mengepul demikian me"nam"
bah selera makanku. Kucicip perlahan dari ujung garpu untuk
merasakan kesedapannya. "Bagaimana?" tanpa kuketahui tukang masak memperhatikan
aku. La Barka 1.indd 92 "Enak. Rasanya kurang berlemak daripada yang pernah saya


La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makan. Saya tidak begitu suka makanan yang berlemak."
"Kalau memasaknya dengan minyak zaitun tentu saja kurang
berat. Itu lebih sehat untuk pencernaan."
Kami makan dengan lahap. Pelayan dan tukang masak telah
meninggalkan meja. Tetapi yang terakhir ini kembali beberapa
saat kemudian, sambil membawa anggur putih.
"Persediaan pribadi!" katanya mengacungkan botol itu. "Saya
suguhkan dengan gratis untuk merayakan makan malam kalian.
Ini adalah pertama kalinya ada tamu bangsa Indonesia yang
datang ke kafe saya."
Ren" meneliti kertas nama yang tertempel di botol tersebut.
Terdengar dia bersiul puas bercampur kagum.
"Dari tahun yang paling enak," katanya, sambil menganggukanggukkan kepala.
Seorang pelayan datang membuka botol itu, lalu mengisi gelas
kami masing-masing. "Kau juga minum bersama kami, majikan. Ayo, mana gelas"
mu" Istrimu diajak." Ren" mengepalai penuangan untuk minum
bersama. "Istriku tidak di kafe, sedang berbelanja. Mari, selamat ber"
libur di daerah kami." Tukang masak itu mengangkat gelasnya
sambil memandang kepadaku.
"Terima kasih, untuk kesehatan Anda juga," sahutku.
Aku tidak suka minuman anggur putih. Biasanya bila makanan
yang disuguhkan berupa ikan laut, menurut tata cara meja, orang
menyuguhkan anggur putih untuk mengimbangi rasa. Apalagi
anggur itu adalah hadiah. Jadi, untuk menyenangkan hati pemilik
kafe aku mencicip pinggir gelasku perlahan.
Setelah tukang masak itu berlalu, kami kembali kepada per"
La Barka 1.indd 93 cakapan-percakapan lain yang serba kosong. Anggur lain yang
telah dipesan mengalir dengan teratur mengisi gelas-gelas. Dan
wajan besar itu sedikit demi sedikit mulai kelihatan dasarnya.
Beberapa kali anjing pemilik kafe datang ke dekat kami, me"
nunggu sebentar kalau-kalau ada di antara kami yang memper"
hati"kannya, yang memberinya sepotong udang atau dua kerang.
Jacques makan dengan lahap. Gelas anggurnya tidak pernah
ku"li"hat kosong. Ren" tampak gembira dan ringan hati malam
itu, se"perti pada waktu kami hanya bertiga dengan anakku di
rumahnya. Berangsur waktu makan hampir berakhir. Kuperhatikan Ren"
menjadi pendiam. Wajahnya yang tampan tertimpa cahaya lam"
pu neon, terang tetapi seperti terlindung oleh selaput cokelat
tembaga. Matanya redup, sekali-sekali menatap pandangku. Ku"
kira dia terlalu banyak minum anggur. Beberapa orang tahan
minum anggur atau minuman keras lain hingga berbotol-botol,
tetapi Ren" rupa-rupanya tidak biasa dengan minuman keras itu.
Mengapa malam ini dia membiarkan diri tersiksa semacam itu"
Jacques dengan mukanya yang berkeringat kemerahan ma"sih terus
berbicara keras-keras, bahkan semakin jelas dan bebas. Tamu-tamu
di ruang dalam telah lama pergi. Mereka kebanyakan langganan
tetap, penghuni rumah-rumah di dekat kafe. Mereka biasanya
hanya datang untuk minum anggur, lalu pulang ke rumah masingmasing jika waktu makan tiba. Monique tidak hentinya melihat
ke jam dinding di atas pintu. Sambil menyendok dari piringnya,
Sophie kadang-kadang terpaksa mendorong muka Jacques yang
menggoda mengelus lengannya yang terbuka de"ngan bibir dingin
oleh anggur. Francine ria namun kaku, selalu rapi dengan letak
baju dan rambutnya. Sebentar-sebentar dia me"man"dang suaminya
yang kelihatan sama sekali tidak mempe"dulikannya.
La Barka 1.indd 94 "Kita harus memesan pencuci mulut sedari sekarang. Jadi,
dapat cepat berangkat ke bioskop," Monique mengusulkan.
"Aku tak dapat makan apa-apa lagi," kataku.
"Keju?" "Tidak. Cukup."
"Mungkin buah-buahan, aku tanyakan," sambung Francine,
sambil berkata keras memanggil pelayan.
"Sophie, kau mau apa?"
"Es krim, coklat-marmer kalau ada."
"Buah apa yang ada?"
"Ada pisang, apel, jeruk, ...."
"Baik, Anda bawa keranjangnya lengkap."
Jacques yang tampak tak dapat menambahkan sesuatu pun ke
dalam perutnya masih memesan es krim juga. Aku mengagumi
orang-orang yang sanggup makan sebanyak itu. Dengan cepat
kami menghabiskan buah masing-masing. Masih ada waktu un"
tuk minum kopi, hanya aku yang tidak memesannya. Sewaktu
pelayan datang, Francine membuka tasnya.
"Aku membayar untuk Monique, Rina, Ren", dan bagianku
sendiri. Jacques, mana bagianmu?" tanya Francine.
"Dengan Sophie," kata Jacques sambil meletakkan uang
limapuluhan di dekat Francine.
Kuanggap itu memerlukan keberanian. Seorang laki-laki yang
sopan seperti Jacques, yang berpenghasilan lebih dari cukup, yang
tinggal di rumah Monique sebagai tamu, setidak-tidaknya dia
dapat berpura-pura akan membayar bagian Monique pula. Hal
yang mungkin akan ditolak oleh Monique. Tidak hentinya aku
belajar mengamati cara hidup dan pergaulan orang-orang Barat
kawan-kawan Monique. Seolah-olah bertambah pula penge"
tahu"anku bila kulihat Sophie mengulurkan lengannya, meraih
La Barka 1.indd 95 kepala Jacques serta mencium pipi yang merah itu sambil berkata
dengan suara yang merayu.
"Terima kasih, Jacques."
Kami berdiri dan bersiap akan meninggalkan meja. Francine
masih bercakap-cakap dengan pemilik kafe di bar. Aku menyusul
Monique yang telah keluar menuju teras.
Gedung bioskop tidak jauh dari tempat itu. Kami akan me"
ninggalkan mobil di depan kafe. Kalau kami berjalan kaki, lima
atau tujuh menit cukuplah untuk mencapai tempat pertunjukan
itu. Monique pergi ke mobil hendak mengambil baju hangat
yang ditinggalkan di sana. Udara malam lebih dingin, tetapi
langit amat cerah dengan titik bintang-bintang kelihatan jelas.
Aku turun ke trotoar, berjalan hilir-mudik dengan langkah
perlahan. Lampu-lampu toko dan tiang di pinggir jalan kelihatan
semakin meramahkan pemandangan di jalan besar. Di beberapa
kafe lain tampak langganan-langganan duduk menikmati pesan"
an masing-masing. Sewaktu aku berbalik hendak kembali ke
teras kafe, tiba-tiba saja kutemui Ren" berdiri dekat sekali di
hadap"anku. Tubuhnya yang tegap begitu menguasaiku.
"Selamat malam," katanya
Dan dia memegang kedua bahuku, serta-merta mencium ke"
dua pipiku. "Anda tidak menonton film?" tanyaku di antara kedua cium"
annya. "Tidak. Saya lebih baik pulang tidur."
"Anda terlalu banyak minum?"
Dia tidak menjawab pertanyaanku. Tiba-tiba matanya redup
menatapku. Aku menahannya.
"Rambutmu berwarna cerlang tembaga," tiba-tiba dia berkata.
Suaranya biasa, ber-aku dan ber-engkau untuk pertama kalinya,
La Barka 1.indd 96 lalu, "Kukira dulu rambutmu berwarna hitam. Baru malam ini
aku melihatnya dengan jelas."
"Itu adalah berkat sinar lampu neon," jawabku untuk me"
ngatakan seadanya. "Selamat malam," katanya lagi, dan dia menunduk mencium
sudut bibirku. "Selamat malam," jawabku, sambil mengecupkan suara cium"
an di pipinya. Kudengar langkah sepatu wanita mendekat. Oleh perasaan
salah yang tidak kupahami, aku menolakkan tubuh Ren". Kedua
tangannya masih tetap di atas bahuku, berat dan merengkuh.
"Sayang kau tidak menonton film bersama kami. Kabarnya
amat bagus," aku berkata untuk meringankan hati.
Ren" tidak menjawab, hanya menentang mataku dengan pan"
dang yang tak kumengerti.
Monique dan Francine hampir bersamaan mendekati kami.
Bergantian mereka mengucapkan selamat malam. Jacques ber"
iringan dengan Sophie mendahului menuju gedung bioskop.
Dari jauh terlihat lampu nama gedung dan judul film yang se"
dang diputar. Pertunjukan sebelumnya masih berlangsung. Kami
bertiga berjalan lena menuruti trotoar. Di pelukan malam yang
sejuk dan ramah semacam itu, aku tiba-tiba merasakan ke"baha"
giaan yang telah lama tidak menyinggahi hati. Kudengar Francine
memanggil namaku dan berkata,
"Apa yang kalian bicarakan tadi?"
"Aku" Dengan siapa?" Aku tak segera menangkap maksudnya
oleh lamunan yang tidak kusadari.
"Dengan Ren" tentu saja."
"Oh, tak sesuatu pun." Memang demikian sebenarnya.
"Kulihat kalian berdua di pinggiran jalan sewaktu aku keluar
dari rumah makan." La Barka 1.indd 97 "Dia mengucapkan selamat malam, lalu menciumku. Kemu"
dian aku bertanya mengapa. Dia menjawab tidak akan ke
bioskop. Kukatakan sayang sekali, karena menurut kabar film
yang diputar amat bagus."
Francine mendengarkan penjelasanku tanpa komentar. Aku
menoleh untuk melihat air mukanya. Seperti topeng, dingin tak
berubah, matanya menatap ke depan seperti orang-orang lain
yang berjalan di trotoar itu. Tanpa kusadari pandangku melayang
ke arah Monique. Matanya yang sebelah mengerdip untuk meng"
isyaratkan sesuatu, entah apa, tetapi dapat kutafsirkan menurut
pengertian yang wajar. "Kau tidak cemburu bukan, Francine?" tanyaku bergurau.
Suara Francine sama sekali tak acuh.
"Dalam keadaan seperti sekarang, sebenarnya aku tidak peduli.
Sejak tiga hari yang lalu Ren" tidak serumah lagi denganku. Dia
tidur di tempat ibunya. Tapi kau tahu, Ren" mempunyai daya
tarik. Aku menyayangkan, kalau kau juga jatuh ke dalam peluk"
annya." Jadi, mereka terang-terangan telah berpisah secara jasmaniah.
Monique mungkin telah mengetahui selama tiga hari ini, tetapi
tidak mengatakannya kepadaku maupun siapa saja atas per"min"
taan Francine. Dari nada kalimat Francine, aku menduga bahwa
Francine tidak suka kalau aku terpikat pula oleh suaminya, atau
dapat dikatakan setengah bekas suaminya. Setidak-tidaknya ada
perasaan cemburu. Dia mungkin merasa segan untuk mengakuinya. Hal yang ku"
anggap kebodohan. Aku mengetahui dengan pasti dari omongan
orang-orang bahwa Francine masih mencintai Ren". Tetapi dia
malu mengakuinya. Kecemburuan hanya dialami oleh orangorang yang mencinta, yang takut akan kehilangan cinta itu. Bagi"
La Barka 1.indd 98 ku tak ada salahnya bila orang yang mencintai memiliki kecem"
buruan, segalanya tergantung kepada kewajaran, cara meng"
utara"kan perasaan tersebut. Sebaliknya aku sama sekali tidak
menyetujui orang-orang menderita dan merana menjadi budak
kecemburuannya. Itu dapat disebut penyakit dan hanya dapat
sembuh oleh kekuatan pribadi serta campur tangan dokter jiwa.
Mengapa Francine menyembunyikan perasaan yang sebenar"
nya terhadap laki-laki yang selama lebih dari sepuluh tahun men"
jadi teman hidupnya" Anggapanku yang semula lebih mendekat,
kali itu merenggang kembali. Francine tidak berwatak wajar. Aku
tidak menyukainya. Filmnya bagus. Tak berkeputusan kami di rumah memper"
bincangkannya selama hari-hari berikutnya. Ceritanya amat
sederhana. Seorang laki-laki dan seorang perempuan, keduanya
duda dan janda muda, serta masing-masing mempunyai seorang
anak, juga laki-laki dan perempuan. Oleh nasib atau peristiwa
yang kebetulan, keduanya berjumpa. Tak ketinggalan pula di"
lukiskan pergolakan batin untuk menangkis kesepian masingmasing. Kesemuanya berakhir dengan baik.
Pengambilan filmnya amat berani namun sederhana dan wajar.
Berita yang tersebar mengatakan bahwa sutradara muda yang
menyiapkan film itu hanya bermodalkan sejumlah kecil alat dan
uang. Kemudian dia menjadi tenar oleh film tersebut, yang laku
hingga berjuta franc. Hal itu membuktikan bahwa dengan sesuatu
yang kecil dan sederhana orang dapat menciptakan sesuatu
yang indah dan berarti. Rohaniah maupun materiil. Semua itu
cukup dengan bakat yang disatukan dengan tekad dan kegigihan.
Amat menyenangkan melihat film yang begitu sederhana, tetapi
merasuk ke hati. Bahkan sampai berbulan-bulan, bertahuntahun, aku tidak akan melupakannya. Percakapan dalam film
La Barka 1.indd 99 itu adalah percakapan sehari-hari yang dapat keluar dari mulut
orang-orang dari tingkatan masyarakat yang sama.
Di La Barka soal yang kami jadikan pokok pembicaraan pada
waktu berkumpul menjadi bertambah oleh pertunjukan film itu.
Ini agak hangat sedikit dari keadaan semula. Setidak-tidaknya
Sophie tersisihkan meskipun mungkin hanya untuk sementara.
Dengan aneh aku menyatakan, hatiku juga tidak lepas dari
kepuasan semacam itu. Menurut pendapatku, waktunya telah
tiba bagi La Barka untuk memperhatikan segala soal yang berada
di luar pendatang baru itu. Tetapi kenyataan tak bisa dipaksakan,
karena dalam beberapa hari lagi, Monique akan mengadakan
pesta untuk merayakan ulang tahun Sophie.
Monique amat senang menyiapkan pesta-pesta semacam itu.
Dia dapat menikmati dan menyukai pertemuan-pertemuan yang
berlarut-larut lengkap dengan minum aperitif hingga alkohol
sebagai pengiring kopi hitam. Bersama kawannya yang muda itu,
dia membicarakan makanan yang akan dihidangkan, kue ulang
tahun macam apa yang dipesan, siapa yang hendak diundang.
Dari segala persiapan itu, aku tidak menyetujui satu hal, yaitu
terikatnya diriku untuk membayar bagian kami berdua, aku dan
anakku. Betul, kami akan turut menikmati beberapa hidangan yang
disuguhkan. Tetapi bukan kami yang menghendaki pesta itu.
Apalagi, jika mereka mengundang sejumlah orang. Yang berarti
bagian-bagian yang mereka makan merupakan urusan kami pula.
Kuanggap ini sebagai hal yang tidak sepatutnya. Aku tidak akan
minum banyak anggur, sedangkan orang-orang lain dapat meng"
habiskan bergelas-gelas. Namun, aku tidak dapat mengatakan hal itu kepada Monique.
Sejak kedatanganku, telah menjadi persetujuan bahwa kami
100 La Barka 1.indd 100 akan membagi segala pengeluaran uang untuk makan, air, gas,
dan listrik sebagaimana mestinya. Satu hal yang mungkin dapat
kukerjakan ialah pergi dari rumah itu sementara pesta berlang"
sung. Tetapi pergi ke mana" Aku akan dapat tinggal di rumah
Francine. Tetapi itu terlalu dekat jaraknya, dan terlalu mencolok
bagi Monique untuk tidak menduga apa maksudku yang sebe"


La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

narnya. Pada hari pesta itu tentulah Ren" dan Francine juga
diundang, yang berarti seandainya aku tinggal bersama mereka,
pastilah aku berkewajiban datang demi persahabatan.
Aku merasa pusing memikirkan hal itu terutama disebab"
kan oleh keadaan keuangan yang amat kukhawatirkan. Bagai"
manapun, aku harus menemukan waktu yang sesuai untuk menya"
takan pendapatku kepada Monique. Itu adalah hal yang sulit;
aku memerlukan keberanian serta kerapian dalam kata-kataku.
Sudah beberapa hari aku tidak keluar dari La Barka. Udara
amat panas dan kering. Aku memutuskan untuk tidak lagi
mengikuti Jacques dan Sophie ke pantai. Selain hari terik yang
tidak kusukai, juga disebabkan aku menjadi bosan dengan per"
gaulan keduanya. Orang menjadi muak oleh suguhan peman"
dangan yang itu-itu juga. Biasanya aku senang melihat orang
berkasih-kasihan. Tetapi jika mencolok karena tidak pantas, aku
jenuh olehnya. Lagi pula seharian tinggal di pantai yang penuh
sesak amat meletihkan anakku.
Kami berdua tinggal di rumah. Kubiarkan anakku bermainmain di kebun dengan bak plastik yang dikembungkan berisi
udara, yang merupakan tempat air persegi cukup besar. Dia dapat
berbuat sekehendak hatinya, kadang-kadang terjun ke dalam bak,
kadang menciduk air dari sana serta mencampurkannya dengan
tanah atau pasir yang dapat dikeduknya dari kebun. Dicetaknya
beberapa bentuk kue daripadanya. Beberapa dikeringkannya di
101 La Barka 1.indd 101 panas matahari, lalu disimpannya di dalam kotak-kotak bekas
bungkusan berbagai rempah dari dapur.
Pada suatu hari, Monique mengusulkan supaya aku pergi
ke kolam renang. Aku juga mempunyai pikiran demikian. Ha"
nya saja aku tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk pergi
ke sana. Waktu berangkat, kami dapat ikut Monique ketika
dia kembali ke kota setelah waktu makan siang. Tetapi untuk
pulang ke rumahlah yang menjadi soal. Dari kolam renang ke
tem"pat perhentian bus jaraknya terlalu jauh bagi seorang dewasa.
Apalagi buat anakku. "Pada waktu kau merasa sudah puas tinggal di kolam, kau
meneleponku ke toko Francine. Lalu kalian kuambil dan kuantar
pulang." Dengan cara demikian, dua hari berturut-turut aku pergi ke
kolam renang bersama Monique yang turun kembali ke kota
setelah pulang makan siang. Sore hari, sekitar setengah enam aku
meneleponnya. Beberapa menit kemudian dia datang, lalu kami
diantarkan ke La Barka. Pada hari ketiga, sehabis menelepon
seperti biasa aku berdiri di depan gedung kolam renang bersama
anakku. Beberapa waktu kemudian kulihat mobil cokelat muda
mendekati tempat kami berdiri. Kulihat Ren" turun dan sertamerta mengambil tas perbekalan dari tanganku sambil berkata,
"Selamat siang," lalu mencium kedua pipiku.
Diangkatnya anakku ke dalam mobil di bagian belakang.
Aku masih berdiri tanpa beringsut, setengah terkejut, setengah
keheranan. Hingga kudengar suara Ren",
"Mari masuk, kuantar pulang."
Aku masuk ke mobil, duduk di depan. Ren" menuju pintu
lain, di mana terdapat kemudi. Mobil mulai berjalan.
"Mengapa Monique tidak datang?" akhirnya aku bertanya.
102 La Barka 1.indd 102 "Aku lewat di dekat toko, ketika kulihat dia hendak naik ke
mobilnya. Kutanya mau ke mana. Katanya hendak menjem"put"
mu. Aku tak ada kesibukan lain. Jadi kukatakan, aku saja yang
mengantarkanmu pulang."
"Hanggar kautinggal begitu saja?"
"Ada rekanku. Kalau hanya beberapa menit, aku dapat me"
ninggalkannya. Bergantian kami berjaga."
Aku terdiam. Tidak tahu percakapan apa yang patut dibicara"
kan dengan dia. Tiba-tiba muncul rasa kaku yang menguasaiku
setiap aku berhadapan dengan Ren". Tidak dapat dikatakan aku
mengenal dia dengan baik meskipun telah bertemu berkali-kali.
Mungkin karena kesempatan bertukar pikiran dengan dia amat
sedikit. Mungkin pula disebabkan oleh sikap kepercayaan kepada
diri sendiri yang dimilikinya, oleh kegagahan dan ketampanan
wajah yang demikian meluluhkan hati wanita. Barangkali perasa"
an yang mengusaiku waktu itu pun hanyalah kegugupan karena
terkejut. Yang kuharapkan datang bukanlah Ren", melainkan
Monique. Padahal aku juga merasakan semacam kegembiraan
bertemu kembali dengan lelaki ini.
Sepanjang jalan dari Draguignan ke desa Trans, keba"nyakan
kali Ren"-lah yang berbicara. Menanyakan berbagai hal menge"
nai pengisi waktuku dan sampai kapan aku akan tinggal di La
Barka. Aku tidak bermaksud menyembunyikan hal yang sebenarnya
terhadapnya. Sekarang atau kelak tentulah dia akan mengetahui
dari Monique, kalau memang dia belum mengetahui.
Kukatakan bahwa aku menunggu proses perceraian serta
pembagian milik dengan suamiku. Sedikit demi sedikit aku bisa
membebaskan diri dari perasaan kaku yang memenjarakan diriku
sejak semula. Kami mulai tertawa bersama oleh beberapa kelakar.
103 La Barka 1.indd 103 Dan ketika tiba di La Barka, aku sudah menemukan kembali
kebiasaan yang wajar serta kelancaranku berbicara. Tanpa kusila"
kan Ren" turut masuk ke rumah membawakan tas kami. Aku
langsung pergi ke kebun di belakang untuk menggantung pakaian
renang dan handuk yang basah. Anakku seperti biasa kubiarkan
menuju ke sudut yang dia sukai. Ketika masuk rumah, kudengar
suara Ren" berbicara di telepon.
Aku menuju dapur. Yang perlu kukerjakan waktu itu adalah
menyiapkan makanan anakku. Sepulang dari berenang demikian
aku biasa memandikan anakku untuk menghilangkan bau klo"
roks. Dengan demikian aku tidak kehilangan waktu lagi, karena
kami biasa sampai di rumah menjelang waktu makan bagi anak"
ku. Waktu itu pun jam di dinding dapur menunjukkan hampir
setengah tujuh. Ren" mendekat dan berkata,
"Aku menelepon ke hanggar, kukatakan, tidak akan ke sana
lagi. Sudah hampir setengah tujuh, sedangkan biasanya kami
tutup pukul tujuh." Dilihatnya aku menuang susu ke dalam panci, lalu bertanya,
"Untuk anakmu?"
"Ya. Duduklah. Atau kalau kau mau, ambillah minuman apa
yang kau suka dari lemari di ruang duduk. Gelas ada di sini."
Dia berlalu. Kembali dengan sebotol Dubonnet.
"Kau juga mau?" tanyanya sambil mengeluarkan gelas dari
lemari kaca di sudut dapur.
"Tidak, terima kasih. Aku hanya minum itu kalau udara se"
juk." "Pukul berapa yang lain datang?"
"Siapa" Monique atau Jacques atau Sophie?" aku ganti ber"
tanya. "Monique aku tahu. Begitu Francine menutup tokonya."
104 La Barka 1.indd 104 Aku tersenyum mendengarnya. Tanpa kusadari kami berpan"
dangan. Ren" tertawa kecil.
"Itu betul," katanya kemudian. "Francine tidak menetapkan
waktu yang pasti untuk menutup tokonya. Maksudku, Jacques
dan Sophie." "Oh, mereka juga tidak dapat dipastikan. Biasanya sekitar
pukul 8. Tergantung keadaan."
"Tergantung kepada apa?"
"Berbagai hal tentu saja."
"Umpamanya?" "Umpamanya, kalu mereka mampir ke suatu tempat."
Aku hanya kadang-kadang melayangkan pandang ke arah
Ren" yang duduk di meja makan. Tanganku terus mengaduk
bubur di atas tungku. "Ehm," kudengar Ren" mendehem.
Aku tidak tahu, apakah dia mengerti maksudku.
"Dengan perempuan muda seperti Sophie orang ingin seringsering berhenti di jalan," kataku lagi.
"Aku tidak menemukan sesuatu yang istimewa pada diri
Sophie." Aku menoleh ke arahnya. Mungkin terbayang keheranan di
wajahku karena Ren" melanjutkan sambil memandangku.
"Benar. Sepotong daging yang besar. Hanya itu."
Tanpa kusadari aku tersenyum. Kudengar lagi dia berkata,
"Bagiku, perempuan seperti Sophie tidak menarik. Kepalanya
kosong." Aku tidak menjawab. Pendapat laki-laki mengenai perem"
puan dipengaruhi oleh selera masing-masing. Seperti dalam keba"
nyakan hal, selera mengambil peranan penting untuk menentu"
kan mutu tidaknya sesuatu. Dan apakah yang menarik pada diri
Francine" 105 La Barka 1.indd 105 Tiba-tiba aku menyadari bahwa sejak perkenalanku dengan
wanita itu tak sekali pun aku menghebohkan, apakah dia
menarik atau tidak. Telah demikian sering namanya kudengar
sejak persahabatanku dengan Monique, sehingga dia merupakan
seorang yang dapat ditemukan dengan mudah di antara sekum"
pulan pelewat-pelewat di jalan. Oleh kebiasaannya, bukan oleh
daya tarik maupun keistimewaan yang ada padanya. Francine
selalu berpakaian rapi. Ini adalah satu dari keharusan yang
mutlak demi kelarisan tokonya. Selain dari itu tidak ada mutu
lain yang dapat diberikan kepadanya secara jasmaniah. Telah
kusaksikan betapa besar beda antara dia dengan Sophie di rumah
makan beberapa waktu lalu. Yang lebih mencolok mata adalah
ketinggian tubuh Sophie, dan lagi menggairahkan; sedangkan
Francine yang sekepala lebih rendah, bahunya kuat dan kokoh,
dengan pinggul yang menguncup seperti laki-laki. Ya, kini aku
baru melihat tubuh Francine kurang feminin. Tapi kepalanya
tidak sekosong Sophie seperti kata Ren". Untuk mengatur kelan"
caran toko diperlukan kepandaian tersendiri.
Jadi, Ren" tidak suka kepada perempuan-perempuan bodoh,
kataku di dalam hati. Diam-diam aku menyimpangkan diri dari
percakapan mengenai hal tersebut. Orang dapat mengatakan
apa saja, apalagi lelaki, untuk mengisi waktu ataupun untuk me"
rasakan kesenangan dengan mendengar kata-katanya sendiri.
Kupanggil anakku yang menunggui Joseph bekerja di samping
garasi. Setelah kucuci tangannya, aku mulai menyuapinya dengan
bubur kentang dan telur yang kugoreng dengan keju. Beberapa
daun selada telah siap untuk dimakan.
Ren" tetap duduk di tempatnya semula. Dia bercerita me"
ngenai beberapa kejadian yang dia alami bersama anjingnya un"
tuk menarik perhatian anakku. Sekali lagi aku melihat betapa
106 La Barka 1.indd 106 mudahnya dia mengadakan percakapan dengan anak-anak.
Kadangkala aku menyahut atau bertanya. Tetapi pada umumnya,
anakku dan Ren"-lah yang berbicara. Dari soal anjing melompat
ke perayaan karnaval yang diadakan setahun sekali di Nice, lalu
ke film untuk anak-anak di televisi. Itu semua adalah pokokpokok pembicaraan yang baru bagiku dan anakku. Jadi, kami
berdua merasa asyik mendengarkan Ren".
Setelah makan buah, Ren" bangkit hendak pulang. Kubiarkan
anakku makan potongan-potongan buah, aku keluar bersama
Ren". Udara masih terang. Hanya angin terasa sejuk dan lembap.
"Kau ke kolam lagi besok pagi?" tanya Ren" pada waktu kami
meninggalkan pintu menuju kebun.
"Mungkin tidak. Kupikir-pikir jadinya mahal."
"Lima franc, bukan?"
"Ya. Lima franc, anakku tiga franc. Delapan franc untuk sekali
masuk, belum ditambah lagi kalau kami ingin minum di sana."
"Kau tiap hari ke sana akhir-akhir ini?"
"Sejak tiga hari ini saja."
Kami menuruni beberapa anak tangga, menuju mobil. Kubiar"
kan Ren" mendahuluiku. Senja pada hari-hari yang cerah seperti
pada waktu itu selalu memoleskan warna jingga ke punggung
bukit-bukit. Segalanya redup seakan-akan bersiap untuk berlepas
lelah. Lalu lintas di jalan-jalan yang kelihatan dari La Barka
dapat diterka oleh jumlahnya bintik-bintik seperti kotak-kotak
kecil bersimpang siur. Kadang-kadang angin menyampaikan deru
dan suara truk atau mobil hingga ke tempat kami berdiri.
Ren" berhenti di tangga di tingkat lebih rendah daripadaku.
Ketika dilihatnya aku merenung ke arah bukit, dia berpaling
menatapku, 107 La Barka 1.indd 107 "Indah, bukan?"
"Ya." Lalu diam-diam kami memandang ke depan, jauh ke seberang,
beberapa waktu tidak berbicara. Akhirnya Ren" merapat dan
mencium kedua pipiku. "Sampai bertemu. Kapan-kapan kubawa kau keluar malam.
Mau?" "Berdua?" tanyaku.
"Berdua. Atau barangkali kau lebih suka bersama Francine?"
"Kalian tidak serumah lagi, bukan?" aku ganti bertanya.
"Ya, tapi itu bukan alasan untuk tidak keluar bersama. Ke
mana saja semaumu," tiba-tiba suaranya berubah. "Dari mana
kau tahu, kami tidak serumah lagi?"
"Istrimu yang mengatakannya, waktu kami ke bioskop."
"Oh, itu adalah akibat dari kejadian biasa yang dibesarbesarkan."
Kami beranjak menuju mobil. Aku ingin mengetahui lebih
banyak. Kejadian manakah yang dianggapnya seperti biasa,
tetapi yang telah mengakibatkan perpisahan jasmaniah itu" Lalu
mengapa mereka tidak bercerai saja" Apakah ada yang meng"
halangi" Padahal mereka tidak mempunyai anak! Tetapi itu se"
mua hanya kupendam di hati. Mungkin pada suatu kesempatan
lain, kelak jika benar-benar aku merasakan keakraban, mungkin
dapat kutanyakan. "Kau tidak khawatir keluar berdua dengan aku, bukan?" tanya
Ren". Aku tidak segera menjawab. Kami sampai di samping mobil.
Ren" membuka pintu dan berpaling menghadapiku, bertanya
lagi, "Kau tidak takut kepadaku, Rina?"
Aku tersenyum sambil menjawab,
108 La Barka 1.indd 108 "Kadang-kadang."
"Mengapa" Oh, bodoh sekali kau," lalu dengan sikap keke"
luargaan direngkuhnya kepalaku.


La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tangannya tinggal di tengkukku, kami saling memandang
sambil tersenyum. "Kita dapat bersahabat dengan baik," katanya bersungguhsungguh.
"Pengertian sahabat bagimu mungkin berlainan daripadaku."
"Tidak mengapa," sahutnya dengan sederhana. "Pokoknya
aku tidak suka kalau kau takut kepadaku."
Tiba-tiba aku ingat dua nama yang sering disebut-sebut dalam
percakapan mengenai suami-istri Ren"-Francine, yaitu Claudine
dan Sybile. Dengan cara demikiankah Ren" memulai pemikat"
annya" Aku merasa geli dan tertawa seorang diri.
"Mengapa kau tertawa?"
"Oh, maaf. Mungkin disebabkan oleh kebodohanku," jawabku
cepat. "Kalau kau setuju keluar malam, kutelepon sebelum akhir
pekan ini." "Baiklah." "Kalau kau ke Draguignan, berbelanja atau lain-lain, sewaktu
pulang, teleponlah ke hanggar. Kalau aku sedang di sana kuantar
kembali. Kau tahu nomor teleponku?"
"Tidak." Dia menunduk. Diambilnya kertas catatan dan pena dari
kotak di samping kemudi mobil. Lalu menulis.
"Kuberi dua nomor. Yang ini nomor orangtuaku, yang ini
hang"gar. Telepon sewaktu-waktu kau memerlukan aku."
Dia hendak masuk ke mobil, seolah-olah teringat sesuatu,
kem"bali tegak dan sekali lagi menciumku.
109 La Barka 1.indd 109 "Sampai ketemu."
"Untuk keluar malam," kataku, "lebih baik minggu depan
setelah pesta ulang tahun Sophie."
"Aaah," dia baru mengingatnya. "Kau benar. Kapan itu, ya?"
"Minggu malam," sahutku. Lalu kusambung dengan suara
kesal, "Kau tahu, aku ingin pergi dari sini menghindarinya."
"Mengapa?" "Aku tidak suka ramai-ramai demikian."
"Aku juga tidak suka," katanya. Lalu, "Biarkan mereka. Kita
dapat mengobrol berdua di suatu tempat."
Hal itu kukira tak mungkin. Tetapi aku tidak mengatakan
pikiranku itu. Berapa orang yang akan menghadiri pesta, tak
dapat kuketahui dengan pasti. Yang terang, rumah akan penuh
sesak. Untuk tinggal berdua di suatu sudut tidak akan mudah.
Dengan sederhana aku menolak ajakan Monique, agar
kusiapkan dua macam masakan Indonesia untuk melengkapi
pesta itu. Kukatakan ajakan, karena sebetulnyalah itu merupakan
ajakan. Dia tidak minta supaya aku memasak makanan tersebut.
Dia hanya mengusulkan, atau bertanya kepadaku, kalau-kalau aku
mempunyai pikiran yang sama. Bagiku tidak ada alasan, mengapa
aku harus bersusah payah memeriahkan pesta itu. Perkenalanku
dengan Sophie hingga waktu itu pun tetap tidak dapat akrab.
Monique mungkin dapat menerkanya. Sebab itulah dia hendak
membawaku serta sebagai penyumbang guna merayakan ulang
tahun kawannya yang muda itu.
Tetapi aku menolaknya. Dengan secara bergurau kukatakan
kepada Monique, aku datang ke La Barka bukan untuk men"
jadi tukang masak. Kurasa dengan demikian kawanku akan me"
maklumi. Mengenai apa yang dipikirkan Sophie, sama sekali
aku tidak peduli. Jika memang dia mengerti tata cara pergaul"
110 La Barka 1.indd 110 an, tentulah dia menolak jerih payah maupun iuran uang orang
lain untuk pesta hari ulang tahunnya. Namun, tak sekali pun
ku"dengar dia menolak. Seandainya dia memahami sopan santun
pergaulan, setidak-tidaknya akan dapat kusiapkan satu macam
makanan demi kebaikan persahabatan. Tetapi aku benar-be"nar
tidak menyayangkan hal itu. Aku tidak pernah dapat menyem"
bunyikan perasaan, baik itu berupa kemesraan maupun keeng"
ganan. Apalagi sejak keuanganku menipis, aku menjadi lebih
sukar bergaul dengan orang-orang serumah. Anakku yang mungil
itu pun tidak terlepas dari kemarahan-kemarahanku yang muncul
disebabkan hal-hal kecil.
Hingga pada suatu petang, suamiku menelepon dari Frankfurt.
Aku tidak dapat menahan rasa ingin tahuku, mengapa dia tibatiba mempunyai pikiran yang baik. Katanya ia ingin mendengar
kabar anak kami. Hal yang juga mengherankan aku. Sejak kami
berangkat, aku telah menyuratinya dua kali dan dia membalas
dua kali. Selalu hanya mengenai kesehatan anak kami serta urus"
an-urusan perceraian yang sedang dalam penyelesaian.
Tiba-tiba dia kini ingin mendengar lebih banyak mengenai
anak kami. Di pihakku sendiri, aku menghargainya. Belum per"
nah terpikirkan olehku bahwa dia juga menaruh perhatian besar
terhadap anak kami. Tetapi di samping itu aku juga khawatir.
Jangan-jangan dia berganti pikiran, tidak hendak menyetujui per"
ceraian seperti yang telah kami bicarakan. Karena telah menjadi
sepakat di antara kami berdua bahwa akulah yang akan menerima
penyerahan pendidikan anak kami, dengan cara menerima pen"
siun sejumlah uang secukupnya yang akan ditentukan oleh peng"
adilan, ditambah bagianku yang sah dari hak milik kami berdua.
Kalau benar disebabkan oleh satu atau dua hal sehingga
suamiku berganti pikiran, aku pun tidak dapat menentukan hari
111 La Barka 1.indd 111 depanku tanpa engkau. Sebelum kita bepisah di Montreaux,
telah kaupaparkan kepadaku rencana masa datang sesudah urusan
perceraian selesai. Dalam surat-suratmu yang kuterima dengan
teratur, tidak pernah kau lupa mengingatkan hal itu kepadaku.
Pada kesempatan berbicara di telepon, aku tidak dapat
mengetahui, apakah suamiku akan berubah pikiran. Untunglah
aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mengatakan perihal
kesulitan keuanganku. Nyata dan jelas suamiku menyesali bank"
nya di Paris. Seharusnya aku telah menerima uang dua minggu
yang lalu. Memang aku ingat, sewaktu berangkat dari Swiss, ia
telah menyebut hal itu. Setelah berbicara mengenai beberapa
soal lainnya, dia mengakhiri hubungan telepon dengan kalimatkalimat menenteramkan hati, agar aku tidak khawatir mengenai
uang yang akan segera dia kirimkan. Aku mempercayainya.
Meskipun tidak ada lagi keintiman di antara kami berdua, dia
tetap bersifat jujur, me"neguhi kewajibannya. Selama hak milik
kami belum terbagi sesuai hukum yang berlaku, aku dapat me"
mastikan perhatiannya kepada kami.
Untunglah dia meneleponku. Kalau tidak, tentulah kesukar"
anku akan kusebut lebih tegas di dalam surat yang akan datang.
Aku biasanya segan untuk meminta. Meskipun meminta sesuatu
yang menjadi hakku. Sejak perkawinan, segala pengeluaran
kutulis dengan rapi dan teliti. Suamiku tidak dapat menyalahkan
jika ada kekurangan mengenai pembukuan. Lebih-lebih sejak
keputusan kami untuk berpisah, semua yang berhubungan de"
ngan keuangan kutilik dari ujung ke ujung sampai dapat dilihat
jelas oleh siapa pun. Aku tidak ingin disebut istri yang meng"
habiskan gaji dan kekayaan suami. Pendidikan yang pernah ku"
terima mengajarkan hidup secara tidak berlebihan. Makan secu"
kupnya untuk menutupi kelaparan. Bukan untuk memuaskan
112 La Barka 1.indd 112 nafsu. Demikian pula dengan pakaian. Akan selalu kuingat Ibu
Biara berulang kali menasihati gadis-gadis asuhannya yang telah
sanggup mencari nafkah sendiri agar hemat dalam membeli dan
membuat baju baru. Itu bukan berarti dia melarang kekenesan
kami. Sama sekali tidak. Ia bahkan sering bersama kami meng"
amati majalah model pakaian, memberi nasihat potongan-potong"
an mana yang pantas bagi kami masing-masing. Sisiran rambut
yang rapi selalu mendapat pujiannya. Ini menunjukkan bahwa
dia tidak memasabodohkan dandanan anak-anak yang menjadi
tanggungannya. 113 La Barka 1.indd 113 La Barka 1.indd 114 Yvonne ari Minggu itu pun datanglah. Sabtu sore Maman,
ibu kawanku, datang dari Cannes bersama Josette.
Paginya disusul oleh anggota keluarga lain. Joseph dan Ren"
memasang empat lampu proyektor di kebun, di tempat-tempat
tidak jauh dari rumah. Beberapa lampu berwarna lebih kecil ter"
gantung di sana-sini di dahan pohon zaitun, cemara atau almon.
Sejak Sabtu malam, suasana mengingatkan orang pada hari-hari
meriah di akhir tahun. Dan sejak Sabtu malam aku berpura-pura tidak begitu sehat.
Selesma yang kudapatkan dari kolam renang menolongku agar
tampak lesu. Meskipun badanku tidak terasa demam atau lemah,
aku mendapat alasan untuk membenarkan perkiraan kawanku
bahwa aku menderita sakit kepala. Serta-merta bebe"rapa orang
menasihati agar segera minum obat ini atau itu, atau tinggal
berbaring di tempat tidur, atau mengenakan pakaian yang lebih
tebal. Seperti biasa aku hanya minum vitamin C, serta me"makai
baju berlengan panjang agak hangat.
Memang udara sejak hari Sabtu berubah. Pagi itu pun angin
mistral bertiup keras dan dingin. Matahari tetap bersinar dan
115 La Barka 2.indd 115 langit dapat dikatakan cerah. Di beberapa tempat di pung"gung
bukit, kelihatan awan-awan putih. Kata Joseph, hujan lebat tidak
akan turun sebelum besok.
Seharian orang sibuk menyiapkan makanan, minuman, hias"
an di ruang duduk, dan barang pecah-belah. Serge mengatur alat
pemutar piringan hitam dan penyuaraannya hingga ke kebun.
Aku berhasil menempatkan diri di luar semua kegiatan itu.
Satu-satunya sebab mengapa aku tidak tinggal di kamar adalah
anakku. Dia lebih bahagia dapat bermain-main di kebun, keluarmasuk rumah, selalu hilir-mudik mengawasi orang-orang dewasa
dari ruang satu ke tempat lainnya. Jadi, aku terpaksa turun dari
ka"mar untuk sekedar mengawasi. Aku tidak mau secara betulbetul membantu mereka, tetapi aku juga tidak mau mereka meno"
long"ku kalau-kalau anakku jatuh atau mendapat kecelakaan lain.
Karenanya aku ikut pula sekedar menyumbangkan tenaga, lalu
kembali duduk membaca di sudut ruang makan atau ruang tamu.
Ke"mudian bersama ibu Monique aku pergi ke kebun melihat per?""se"
diaan kayu bakar yang telah dikumpulkan Joseph di dekat garasi.
Sengaja aku tidak banyak berbicara. Semua orang benar-benar
mengira aku tidak sehat. Ketika dilihat oleh Josette aku di luar
bersama ibunya yang sedang menyiapkan tempat pemanggangan
daging, segera pula dia menyesaliku serta mendesak agar aku kem"
bali ke dalam rumah yang lebih terlindung dan hangat.
Siang sesudah makan aku mendapat kesempatan tinggal di
kamar"ku, karena anakku biasa tidur hingga pukul empat sore.
Be"gitulah, suasana hari itu tidak terasa terlalu menggangguku.
Menjelang senja, anakku kubiarkan turut naik mobil Serge,
ulang- alik ke desa Trans mengangkut air minum. Pada hari Sabtu
telah didatangkan oleh kawanku truk penjual air guna mengisi
su"mur dengan persediaan bekal keperluan kamar mandi dan
116 La Barka 2.indd 116 rumah tangga. Itu juga merupakan pembayaran yang dibagi rata
di antara kami. Dengan mengisi botol-botol besar, penghematan
air sumur sudah terjamin. Sebab itulah Serge mengusulkannya.
Pikir"an tersebut tidak akan datang dari pihak Jacques, yang sama
sekali tidak peduli mengenai hal-hal kerumahtanggaan. Namun
demi"kian, dia campur tangan juga sewaktu Serge meminta agar
dia membantu. Mungkin hanya lelaki itu dan aku dari rumah itu yang tidak
bekerja keras. Orang yang membanting tulang serta memutar
otak adalah Monique. Seolah-olah pesta itu adalah pesta yang
dia selenggarakan. Dialah nyonya rumah dan dialah yang ber"
tang"gung jawab akan meriah atau tidaknya malam perayaan hari
ulang tahun Sophie. Sejak Jumat, tiada hentinya wanita itu me"
nerima panggilan telepon serta paket dari kantor pos. Semua"nya
merupakan hadiah ulang tahun.
Dari sebuah toko perhiasan yang terkenal di Paris dia mene"
rima sebuah cincin bermata berlian, berkilau indah sekali. Di
bagian dalamnya tertulis kependekan huruf-huruf David dan
Sophie. Jadi, malam itu ia akan meresmikan pertunangannya,
mes"kipun David, berhubung dengan kerjanya, tidak dapat hadir.
Dia diwakili oleh telegram yang datang hari Minggu sore.
Pukul 7, tamu mulai berdatangan. Dari Marseille entah be"
rapa orang, ditambah kawan-kawan yang baru kukenal dari Dra"
guig"nan. Masing-masing diperkenalkan kepadaku, tetapi karena
banyaknya tamu yang diundang, nama-namanya tidak dapat ku"
ingat. Apalagi yang mempunyai nama sama.
Di Eropa umumnya tidak ada fantasi buat memilih nama.
Ma"lam itu aku mendengar nama Guy paling tidak dua kali di"
ulangi Monique sewaktu memperkenalkan. Sedangkan nama
Annie entah berapa kali. Ada Annie dari Nice, ada Annie dari
117 La Barka 2.indd 117 Marseille, dan ada satu Annie lagi yang datang kemudian. Sam"
ping garasi menjadi tempat cadangan makanan dan minuman.
Di sana Joseph menyediakan sebuah tong plastik berisi pecahan
es di mana botol-botol anggur merah jambu dari Prancis Selatan
yang terkenal itu didinginkan. Pukul delapan lebih Serge mulai
menyalakan api pembakaran daging. Masing-masing tamu mem"
bakar pilihan daging dengan ramuan yang mereka sukai.
Di atas meja panjang yang dikeluarkan dari dapur disediakan
potongan-potongan daging lembu untuk bistik bakar, iga babi
atau biri-biri muda, serta isi perut kambing yang telah diris-iris
lalu dibersihkan. Sebuah piring berisi garam, piring lain berisi
merica, lalu basi lebar yang dihiasi daun-daun ramuan thym, roma"
rin, laurier, seledri dan prei. Semuanya itu simpatik dan menye"
nang"kan dilihat dalam cuaca cerah.
Untunglah udara baik meskipun angin tetap keras. Bau pang"
gangan yang sedap memenuhi kebun dan masuk ke rumah.
Anakku kuberi kesempatan tinggal di bawah lebih larut
dari biasanya, Kehadirannya di tengah-tengah orang dewasa itu
merupakan tontonan yang menarik. Ia berpindah dari satu peluk"
an ke pelukan lain, dari gendongan seorang ke pangkuan orang
lain. Dengan wajahnya yang seperti boneka, kalimat-kalimatnya
yang masih sederhana tetapi terang dan pandai, ia telah merebut
hati para tamu malam itu. Dan sewaktu mereka mulai berdansa
diiringi musik piringan-piringan hitam terbaru, tanpa malu-malu
anakku pun turut berdansa dengan tubuhnya yang mungil.
Pesta itu bebas dan leluasa. Siapa yang hendak makan diper"
silakan mengambil sendiri, dan siapa yang mau meneruskan ber"
dansa tidak akan menemukan halangan pula. Beberapa pasang"an
yang baru berkenalan dapat membentuk kelompok menyen"diri
di dapur atau di kebun, tanpa mempedulikan orang lain. Aku
118

La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

La Barka 2.indd 118 menikmati makanan dengan lahap bersama Joseph di de"kat
garasi. Di bawah sinar cahaya temaram, Joseph menjadi lemah
lem"but dan terbuka. Tidak lama kemudian, ibu Monique meng"
gabung. Di ruang tamu terlalu bising dan gaduh. Bagaimanapun, aku
merasa senang perempuan setengah umur itu keluar dari rumah.
Aku selalu berpendapat, bersama dia, orang tidak dapat kehi"lang"
an pokok pembicaraan. Hingga saat aku naik ke kamar membawa anakku tidur, tidak
dapat dikatakan aku berkesempatan berbicara dengan Ren".
Malam itu dia yang paling tampan. Dia mengenakan celana pan"
jang cokelat muda dengan baju potongan tunik India yang waktu
itu sedang menjadi mode. Semuanya sepadan dan cocok padanya.
Tubuhnya yang tinggi kulihat selalu rikuh dan meleng"kung bila
seseorang datang berbicara kepadanya. Memang dia tidak pernah
kekurangan kawan. Bergantian dengan Sophie keduanya pandai
berbincang dan menyenangkan hati tamu-tamu.
Monique mengawasi semua jamuan bersama Josette. Jacques
yang besar dan gemuk itu mendapat tempat di kursi empuk dan
tebal, seolah memang dibuat untuk menerima tubuhnya, serta
tinggal di sana sampai orang-orang di kelilingnya mulai masuk
mem"bawa daging-daging bakaran mereka.
Aku menidurkan anakku. Sewaktu hendak menutup jendela,
kujulurkan kepala untuk melihat ke arah garasi.
Di teras, beberapa pasangan berdansa, bercumbu maupun ber"
gurau. Api pembakaran daging menyala, beberapa tamu masih
menikmati makanan. Joseph duduk di dekatnya, segelas anggur
di tangannya. Tepat di bawah jendela kulihat Ren" bersama
Serge duduk di atas bangku panjang yang biasa terletak di dapur.
Ia menegakkan muka dan melihatku.
119 La Barka 2.indd 119 "Sudah tidur anakmu?"
"Hampir," jawabku lirih.
"Kau turun berdansa?"
"Aku tidak bisa berdansa."
"Tapi kau turun lagi, bukan?"
"Rina agak sakit hari-hari ini," Serge turut menyambung.
"Mungkin lebih baik kalau dia tidur saja."
Hari belum larut benar. Aku juga belum mengantuk. Kupikir
memang hendak turun lagi. Tetapi udara semakin dingin, angin
seperti dipesan, tiba-tiba menjadi lemah. Dan langit kelihatan
suram. Dengan baju hangat aku kembali ke ruang duduk, berkumpul
bersama kelompok yang kukenal. Tampak olehku bahwa minum"
an anggur mulai memanaskan percakapan. Terdengar dari teras
seseorang menjatuhkan gelas, disusul suara kursi rubuh. Beberapa
suara terbahak keras. Kulihat Monique bergegas masuk dapur, keluar dengan kain
lantai dan sapu. Sikap tamu-tamu kelihatan semakin bebas. Sepa"
sang lelaki-perempuan meninggalkan ruang tamu, naik tangga
entah mau ke mana. Mungkin ke tingkat paling atas di mana ter"
dapat ruang besar tepat di bawah atap. Pengaturan di sana seder"
hana namun bagus untuk mendengarkan musik stereo, tetapi
juga digunakan sebagai kamar tidur bila banyak tamu bermalam.
Aku keluar hendak ke samping garasi, tetapi di pintu berpapas"
an dengan Ren". "Ke mana?" tangannya menarik lenganku.
"Aku mau melihat makanan, apa yang masih ada."
Dia mengikuti keluar. Tidak seorang pun kelihatan di sana.
Joseph mungkin telah masuk ke pondoknya. Bekas panggangan
telah disiram air. Tetapi di atas meja masih terdapat sisa irisan
120 La Barka 2.indd 120 daging yang masak serta kue ulang tahun, di mangkuk-mang"kuk
kecil ada beberapa jenis makanan manis lainnya. Aku meng"am"
bil beberapa buah ceri dan duduk di sebuah kursi. Ren" men"dam"
pingiku. "Pesta yang berhasil," katanya seperti kepada dirinya sendiri.
Aku hanya menggumamkan sesuatu untuk menyetujuinya.
Memang itu adalah pesta yang meriah dan simpatik. Terutama
cara penyuguhannya yang praktis. Segala macam daging dan
sayur diletakkan dengan sederhana di atas meja. Sisa kue ulang
tahun tidak banyak. Aku bahkan tidak mencicipinya karena ter"
lalu manis, berisi selai dan hiasan gula lain. Ren" menuangkan
secangkir kopi dan menawariku. Aku menolaknya.
"Umur 21 tahun penuh arti," katanya lagi.
"Seharusnya tidak kepadaku itu kaukatakan."
"Justru kepadamu itu kukatakan. Bagaimana perasaanmu, ke"
tika merayakan 21 tahunmu" Kau masih lebih ingat daripada aku
karena kau lebih muda."
Dua puluh satu tahunku" Itu juga telah lama lewat. Tidak
ada perayaan ulang tahun. Juga tidak ada kue-kue dan makanan
istimewa. Tetapi, apakah ini perlu kukatakan kepada Ren?" Sebe"
lum menginsafinya, aku berkata,
"Tidak pernah ada perayaan ulang tahun buatku sebelum
perkawinan." Memang demikianlah yang sebenarnya. Ketika aku mulai
bekerja, beberapa kawan yang mengetahui memberi ucapan sela"
mat pada hari kelahiranku. Kadang-kadang pula disertai satu
atau dua hadiah sederhana. Tetapi pesta ulang tahun, aku tidak
pernah menyelenggarakan hingga masa perkawinanku. Usiaku
yang ke-21 kucapai sewaktu aku mulai bekerja di luar kotaku. Itu
adalah dua tahun setelah aku mendapat ijazah kejuruan sebagai
121 La Barka 2.indd 121 sekretaris. Lengkap sebagai gadis lulusan rumah pendidikan
yatim piatu, berarti siap untuk menjadi istri yang dapat diserahi
peng"urusan rumah tangga.
Dan ini kuceritakan kepada Ren". Kemudian aku menanyakan
beberapa hal mengenai dirinya.
"Oh, dari diriku tidak ada yang menarik. Kau tahu, aku ada"lah
anak tunggal. Pelajaran sekolah tidak pernah kusukai. Tetapi aku
berhasil juga menamatkannya. Lalu aku terjun ke dunia dagang."
"Pada waktu perang di manakah kau?"
"Di Draguignan. Ada tantangan untuk tampil ke depan seperti
orang-orang muda lain, menuruti panggilan De Gaulle ke negeri
Inggris, tetapi orangtuaku tidak mengizinkan."
"Kau kenal Francine sejak lama?"
"Sejak sebelum perang. Kami kawin seperti halnya orangorang yang terlalu biasa bergaul. Ada pula dorongan dari orangtua
masing-masing." Dia menerangkannya seolah-olah untuk membenarkan sikap"
nya sekarang, yang sering bergaul dengan wanita-wanita lain,
serta keadaan rumah tangganya yang retak. Seakan-akan hen"
dak memberi bukti bahwa perkawinan demikian bukanlah per"
kawinan baik yang dapat bertahan lama dan seumur hidup.
"Dan kau" Apakah rencanamu sesudah bercerai nanti?" tanya
Ren". "Ada rencana. Tetapi belum pasti benar, lebih baik jangan
kita bicarakan," kataku, karena aku memang tidak bermaksud
memperbincangkan hal yang belum matang.
"Kau akan kawin lagi mungkin," desaknya.
"Tidak. Yang pertama-tama akan kucari ialah pekerjaan dan
tempat tinggal." "Mengapa tidak di daerah sini saja. Banyak kawan, akan mudah
122 La Barka 2.indd 122 di Nice atau Cannes." Dia berhenti sebentar, lalu menyambung,
"Jadi, aku akan dapat menemuimu dengan teratur."
Aku tersenyum membalas pandangnya. Tangannya mengelus
lenganku. "Kau terlalu banyak minum anggur, Ren"," kataku kemudian.
"Bagaimana kau tahu?"
"Setiap kali kau setengah mabuk, selalu berkelakuan mesra
terhadapku." "Selalu" Kapan pernah terjadi sebelum malam ini?"
"Waktu keluar dari restoran sehabis makan paela," sahutku
sambil melirik bersenda. "Kau bahkan mencoba mencium bibirku
di samping mobil." "O, ya?" dia tertawa. "Kau ingat segalanya. Aku senang kamu
tidak melupakannya."
"Tapi justru kau yang lupa karena kau setengah mabuk waktu
itu." "Oh, tidak. Sentuhan ciuman yang demikian tidak pernah
dapat dilupakan." Aku tidak menyahut, dalam hati bertanya-tanya seberapa
jauh ingatan laki-laki ini, yang malam itu memandangi kepalaku
seperti seseorang bermimpi untuk mengusap rambutku yang ber"
warna tembaga. Benarkah seperti katanya bahwa ia tidak melupa"
kan ciuman di sudut bibirku" Kupandangi mukanya yang tampan.
Bentuk wajah yang bertipe Latin itu tiba-tiba semakin menarik
di dalam sinar yang remang-remang. Tergesa aku bangkit, berdiri
untuk mengusir daya kekuasaan aneh yang ditaburkan malam
untuk mendebarkan hati sepasang manusia.
"Ke mana kau?" tanya Ren".
"Aku mau tidur. Benar kata Serge, seharusnya aku tidak me"
maksa diri untuk berjaga hingga larut."
123 La Barka 2.indd 123 Dengan lena ia tetap duduk di kursinya sambil memandangiku.
Aku menunduk dan mencium pipinya selintas sambil mengucap"
kan selamat malam. "Kupikir, aku juga akan tidur," katanya sambil menegakkan
tubuhnya. "Mengapa kau tidak berkumpul dengan yang lain" Di ruang
tamu masih banyak yang berdansa."
"Ah, aku tidak suka banyak orang."
"Padahal kulihat tadi kau begitu mudah bergaul. Kau kenal
mereka semua sejak lama?"
"Baru malam ini."
Bersama kami masuk ke teras. Di sudut kuterka bayangan
dua kepala yang beradu. Tidak jauh dari sana sekumpulan tamu
meneruskan pesta. Aku tidak ke ruang duduk, langsung menuju
dapur mengambil air minum. Kulihat Monique tidak di sana,
hanya beberapa wanita muda sedang mengagumi cincin Sophie.
Aku mengucapkan selamat malam, lalu naik ke kamarku. Dari
sinar lampu kecil di atas meja, aku dapat melihat Francine ber"
baring di tempat tidur di samping anakku. Napasnya gaduh,
mendengkur dengan mulut setengah terbuka. Satu pemandangan
yang sama sekali tidak menggairahkan. Menurut pendapatku,
tentulah dia tidak bermaksud bermalam di La Barka. Francine
terbaring di sana masih berpakaian lengkap. Sebaiknya aku turun
memberitahu Monique, atau bertanya di mana aku dapat tidur
seandainya Francine akan tetap di kamarku.
Aku keluar dari kamar hendak turun, kulihat Ren" naik di
tengah tangga. "Kau lihat Francine?" dia bertanya sambil naik hingga di
tingkat pertama. "Dia di kamar tidur dengan anakku."
124 La Barka 2.indd 124 "Kata Monique, ia di kamarnya."
"Barangkali Francine salah lihat. Monique tidur di kamar se"
belah. Sejak aku datang, dia memberikan kamarnya kepada"ku."
"Akan kubangunkan dia," dan langsung Ren" masuk ke ka"
mar besar. Aku mengawasinya dari ambang pintu. Dia memandang
Francine sebentar, lalu beralih kepada anakku. Badan anakku
miring, wajahnya bulat lembut, sebelah melekat ke bantal. Selu"
ruh wajah itu masih memperlihatkan profil kudus bayi yang
mungil. Rambutnya coklat tua dan lebat membikin lingkaran di
sekitar kepala. Kuperhatikan Ren" mendekatinya, lalu mengusap kepala anak"
ku. Dia berjongkok serta mencium pipinya. Sejenak diamatinya
wajah yang mencerminkan kemurnian itu dekat-dekat. Sekali
lagi diciumnya. Lalu Ren" berdiri, beralih ke samping lain dan
membangunkan Francine sambil berkata, dia akan menunggu di
teras. Ren" berlalu, lewat di depanku, menuruni tangga, tanpa
me"mandang atau mengatakan sepatah kata pun kepadaku.
Setelah Francine meninggalkan kamar, entah berapa lama
kemudian aku pun tertidur. Sebentar-sebentar terbangun oleh
suara percakapan, deru mobil yang berangkat, pintu terbuka atau
tertutup kembali. Suara-suara itu sayup seperti di dalam mimpi.
Di telinga kusumbatkan butir-butir lilin penahan kebisingan
yang sengaja kubeli di Paris.
Aku selalu sukar tidur. Apalagi dengan kebisingan musik dan
suara pesta malam itu. Beberapa orang menggunakan obat tidur
untuk dapat beristirahat dengan nyenyak. Tetapi aku tidak cocok
dengannya. Pernah kuterima pemberian seorang tamu yang ber"
malam di rumah kami. Tetapi keesokannya aku menderita sakit
kepala sepanjang hari. Sejak itu, aku menolak segala macam hasil
125 La Barka 2.indd 125 apotek untuk menemukan kantukku. Dengan bulatan-bulatan
kecil yang terbuat dari lilin itu tubuhku lebih cocok.
Kali terakhir aku terbangun, anakku mau minum. Kutegakkan
kepalaku untuk melihat jam di meja kecil di samping ranjang.
Jarum menunjuk pukul 9 lebih. Dari celah-celah papan jendela
tidak banyak sinar pagi menerobos.
Aku terpaksa bangkit serta mengenakan baju kamar. Semua
tenteram, tidak ada suara anjing yang biasa meminta keluar.
Kurasakan udara dingin mengusap kulit kaki. Jendela kayu ku"
buka perlahan, lalu kupasang pengait di setiap sisi. Kemudian
kaca kututup kembali. Langit abu-abu dan berat. Bayangan bukit-bukit di kanankiri kelihatan sayu. Hujan akan turun sewaktu-waktu. Kubawa
anakku ke pojok kamar, di mana terdapat saluran air dan tempat
membasuh muka. Setelah mengusap wajahnya sebentar dengan
anduk, kukenakan padanya pakaian yang cukup tebal. Kami
turun tangga bergandengan tangan menuju dapur.
Jendela kayu telah terbuka. Anjing-anjing telah dikeluarkan.
Di atas lantai di samping pencucian terkumpul pecah-belah yang
digunakan semalam. Aku mulai memanaskan susu anakku. Sam"
bil menunggu, kucuci beberapa alat rumah tangga yang kecilkecil. Seluruh kerja itu tentulah Monique yang akan melaku"
kannya. Dengan mencuci beberapa benda, berarti aku membantu
kawanku sekedarnya. Lalu aku menuang teh untukku sendiri.
Ketika selesai menyuapi anakku, kudengar di tingkat atas
lang"kah orang hilir-mudik dan gericik saluran air. Disusul suara
Monique berbicara dengan Jacques. Tidak lama kemudian se"
orang demi seorang, keduanya turun ke dapur.


La Barka Karya Nh Dini di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Selamat pagi," aku berciuman dengan Monique.
Jacques menyalamiku. 126 La Barka 2.indd 126 "Telah kujerang air untuk kopi," kataku.
Sambil menyiapkan minumannya, Monique mengeluh,
"Ah, rasa-rasanya aku mau mati kelelahan." Tangannya me"
nyibakkan rambut yang terurai.
"Mungkin kau tidak tidur sama sekali malam ini," kataku.
"Hanya dua jam. Bukan tidur, hanya berbaring saja."
"Yang paling akhir pulang pukul berapa?"
"Pukul dua lebih."
"Aku mendengar suara mobil pukul setengah enam," Jacques
menyambung. "Itu Annie yang berangkat ke Nice, sekalian masuk kerja."
Lalu kawanku memandang kepadaku, "Kau dapat tidur dengan
kegaduhan hingga pagi tadi?"
"Kupakai sumbat lilin di telinga."
"Ah, itu akal yang baik. Sudah lama kau menggunakannya?"
"Sejak di Saigon. Kau ingat ketika datang ke rumah kami"
Waktu itulah aku menggunakannya."
"Ya, betul. Aku bahkan mencobanya. Waktu itu kau pakai
untuk melawan dengkuran suamimu, dan melawan keriuhan
tetangga." Sebentar kami tertawa oleh ingatan-ingatan itu. Telah lama
kami berdua tidak menemukan lelucon semacam itu.
"Apakah berhasil?" tanya Jacques. "Tidak terasa geli karena
melekat di kulit?" "Permulaannya memang. Serasa mendengar degup jantung
terus-menerus. Tapi lama-kelamaan jadi biasa, lalu tertidur."
"Sampai sekarang aku belum bisa membiasakan diri dengan
benda itu." "Kau coba hanya sekali," bantahku. "Harus dicoba lagi."
Mereka minum kopi dan makan beberapa iris roti bakar.
127 La Barka 2.indd 127 Anakku keluar ke teras. Kudengar suaranya memanggil tukang
kebun. Monique berbicara dengan Jacques mengenai beberapa
hal, antara lain tentang nama dan alamat dekorator serta arsi"
tek. "Jacques baru membeli sebuah rumah tua di sekitar sini," kata
Monique sambil memandangku.
"Banyak yang harus dikerjakan?" tanyaku untuk sekedar mem"
perlihatkan perhatian. "Banyak sekali. Rumahnya tua, sebagian atapnya hampir run"
tuh." "Kalau diperbaiki, ditambah dan diubah tentulah menjadi
sebuah rumah yang bagus sekali," sela Jacques.
"Besar?" "Ya," Monique yang menjawab. "Lebih besar dari La Barka."
"Dengan kebunnya?"
"Seluruhnya sebelas hektar."
Luas sekali! Aku selalu menyukai kebun dan pohon-pohon
yang mengelilingi rumah. Hingga waktu itu La Barka adalah
mimpi yang sering kubayangkan. Sekarang ada kenalan lain yang
baru membeli tanah yang lebih luas dari La Barka.
"Aku ingin mellihatnya," kataku terus terang.
"Kita ke sana satu hari kelak. Siang ini Jacques berangkat ke
Marseille," jawab Monique.
"Menengok keluarga?" tanyaku pada Jacques.
"Ya. Malahan mungkin kalau kembali kemari saya bawa kedua
anak saya." "Lama Anda pergi?"
"Sepuluh atau lima belas hari. Saya harus ke Paris untuk ke"
perluan pekerjaan juga."
Selesai makan pagi, yang sebenarnya juga dapat dikatakan
128 La Barka 2.indd 128 setengah makan siang karena jam telah menunjukkan pukul 11
lebih, Jacques mulai menurunkan barang-barang dari kamarnya.
Aku membantu Monique mencuci gelas-gelas kristal dan menge"
ringkan sendok garpu. "Jacques amat dermawan," kata Monique, sambil meneruskan
pekerjaannya. "Dia membayar setengah perbelanjaan pesta kema"
rin." "Untunglah," sahutku. "Kupikir tidak semestinya, kalau kau
atau aku yang membayarnya."
Monique tampak seperti kurang paham. Aku meneruskan,
"Itu bukan pesta ulang tahunmu, atau ulang tahunku. Pem"
bayaran bersama yang telah menjadi janji semula hanyalah untuk
belanja sehari-hari biasa. Aku mulai cemas berapa iuran uang
yang harus kuberikan kepadamu minggu ini. Mudah-mudahan
bank di Paris akan segera mengirimkan uang yang kutunggutunggu. Kalau tidak, aku terpaksa meminjam darimu."
Beberapa saat Monique tidak berkata. Aku juga meneruskan
kerjaku tanpa memperhatikannya. Aku puas telah mengatakan
isi hatiku. Dengan Monique tidak ada soal, kami berdua selalu
rukun dalam keadaan yang bagaimanapun. Tetapi kali itu ku"
rasa"kan agak kurang lancar pergaulan kami. Bermacam sebab
tentu"lah menghalangi. Ada perasaan yang mengatakan seolah
masing-masing saling menjaga rahasia. Tiba-tiba terpikir olehku,
barangkali rahasia yang dipendamnya sama dengan rahasia yang
kusembunyikan. Prasangka ini menjadi lebih kuat ketika Senin sore itu aku
mendengar percakapan setengah berbisik antara Monique de"
ngan Sophie. Percakapan itu segera terhenti ketika aku mema"
suki ruangan. Tampak mereka segera berbicara tentang hal lain,
dengan nada suara yang berbeda pula. Kemudian, sewaktu makan
129 La Barka 2.indd 129 malam, Monique mengabarkan kepadaku bahwa lusa ia akan
terpaksa berpergian. "Aku tidak akan lama pergi dan tidak jauh. Seorang kawan
yang memiliki sebuah perternakan di luar kota Marseille meng"
undangku. Sudah sejak lama aku ingin ke sana, tetapi tidak ada
kesempatan. Waktu ini Francine tidak begitu sibuk di toko, jadi
aku dapat minta libur dua hari."
Aku sama sekali tidak berkeberatan. Yang menjadi soal hanya"
lah mengenai pengangkutan air. Tapi aku dapat minta tolong
Ren" untuk itu. "Sophie pergi dengan kau?"
"Tidak," kata Sophie. "Kita berdua di La Barka."
Hal itu juga tidak mengganggu. Masing-masing kami punya
kesibukan sendiri. Aku mengerti bagaimana bergaul dengannya.
Dia juga tidak peduli. Pada waktu makan masing-masing menyiap"
kan apa yang dia inginkan.
"Seorang kawan Sophie akan datang pagi-pagi besok. Dia
boleh tidur di kamar dekat tangga, yang dulu ditempati Jacques,"
kata Monique. "Wanita atau laki-laki?" aku bertanya sambil lalu.
"Laki-laki. Dengan demikian, di La Barka selalu ada lakilaki."
"Joseph juga laki-laki," kataku lagi.
"Oh, itu lain," Monique sepintas menyahut.
Aku tidak memperhatikan, apakah yang dimaksud dengan
kalimatnya itu. Kalau yang datang kawan Sophie, dengan sen"
dirinya aku memastikan bahwa pemuda itu tentulah lebih dari
seorang kawan biasa. Secara tidak sadar aku melirik ke jari manis
di tangan kiri wanita muda itu. Cincin yang elok!
Malam itu kami melihat acara film di televisi. Angin dan
130 La Barka 2.indd 130 hujan keras memutuskan listrik dua atau tiga kali. Siang tadi
tidak ada pengantar surat yang datang.
Darimu sudah beberapa hari kuharapkan kabar. Berita ter"
akhir di televisi memperlihatkan beberapa tempat di kota Saigon
diserang gerilya, termasuk Kedutaan Besar Amerika. Aku tidak
dapat membebaskan diri dari kekhawatiran mengenai keselamat"
anmu. Kubayangkan kegiatanmu seperti biasa untuk selalu men"
dapatkan kesempatan menulis berita yang terpancang di halaman
pertama surat kabar yang kauwakili. Aku tahu pada saat-saat
seperti itu kau tidak memikirkan aku.
Kadang-kadang aku cemburu, curiga terhadap kesibukankesi"buk"an yang menahanmu di sana, jauh dari tempatku seka"
rang. Tetapi kadang-kadang pula aku mengerti. Apalagi bila me"
ngenangkan hari-hari yang kita habiskan bersama di Montreaux.
Meskipun aku tidak bersamamu sepanjang hari dan seperti pada
malam-malam yang kurindukan, tetapi kesempatan tinggal
ber"ama di sebuah kota, tanpa kenalan dan kawan yang dapat
meng"awasi kita, bagiku merupakan satu kebahagiaan. Dan kau
juga telah menunjukkan kepadaku betapa masa bahagia itu kau?"
gunakan dengan penuh fantasi. Kau selalu lembut penuh per"
hatian terhadapku. Beberapa hari di kota kecil itu pun kau tidak
meninggalkan kebiasaanmu yang lembut itu.
Hari berikutnya uang yang kutunggu-tunggu dari bank suami"
ku di Paris datang melalui pos kilat. Tidak ada surat lain untukku
kecuali sebuah kartu bergambar, dikirim oleh seorang nyo"nya.
Aku pernah bekerja padanya. Kurasa aku telah mengata"kannya
kepadamu. Dulu aku menjadi pengasuh anak-anak pada sebuah
keluarga. Kemudian aku sempat berkenalan dengan Monique.
Keluarga itu kini menetap di ibu kota. Untuk liburan, mereka
menyewa sebuah apartemen di Cassis, tidak jauh dari Marseille.
131 La Barka 2.indd 131 Nyonya itu menyilakan kami, anakku, aku dan suami"ku, datang
mengunjunginya. Aku tidak mempunyai perhatian yang istimewa kepada
mereka. Jarang kukirimi surat, hanya pada Tahun Baru dan hari
Natal. Tentulah Monique yang memberitahu mereka bahwa aku
ada di La Barka. Bagaimanapun juga kartu bergambar yang tiba
hari itu amatlah kuhargai. Tanpa surat lain yang kuterima, kartu
ter"sebut merupakan obat kecewa yang berarti.
Sebaliknya, buat Monique datang surat-surat yang memang
dia harapkan. Dari kawan-kawan yang hendak menghabiskan
musim panas di La Barka, dari kenalan-kenalan yang berpergian
untuk liburan, juga dari suaminya di Abijan. Seperti biasanya
kawanku membaca kartu-kartu bergambar dengan suara keras
seakan ditujukan kepada orang lain. Siang itu datang seorang
lagi, yaitu Xavier, pemuda kawan Sophie yang baru tiba dari Mar"
seille. Kemudian Monique memberitahu pula, malam itu Yvonne
dengan kedua anaknya juga akan datang.
"Aku tidak dapat membatalkan kepergianku," katanya. "Kalau
mereka berangkat dari Paris sesudah pukul enam, berarti tiba di
sini setelah tengah malam."
"Biar saja mereka datang," sahut Sophie. "Katakan kamar mana
yang akan mereka tempati, kau dapat pergi dengan tenang."
"Tidak sopan membiarkan seseorang datang di rumahmu,
sedangkan kau tidak ada," Monique menyatakan pikirannya.
"Itu kawanmu, bukan?" aku turut menyambung.
"Ya, kami berkawan sejak 15 tahun."
"Lalu mengapa kauhiraukan benar" Dia sudah mengenal La
Barka?" "Sudah. Ini adalah kali kedua mereka datang."
"Kukira kau dapat meneruskan rencanamu," kataku lagi.
132 La Barka 2.indd 132 Sesudah makan siang, kubawa anakku ke kamar untuk tidur.
Aku bermaksud berbaring di sampingnya sambil membaca,
karena udara di luar suram serta dingin. Beberapa saat aku mem"
baca buku, kudengar langkah Monique di luar.
"Rina, kau tidur?" serunya perlahan.
"Tidak," sahutku, lalu keluar.
Ia berdiri di depan pintu kamarnya, memberi isyarat untuk
mengikutinya. Kami berdua masuk.
"Aku amat kecewa terhadap Sophie," katanya dengan suara
rendah. Aku tidak tahu di mana orang yang menjadi sasaran pem"
bicaraan itu. Tidak kudengar orang naik lagi setelah kawanku
memanggil namaku. Mungkin ia di ruang duduk atau di dapur.
Untuk keluar ke kebun tak mungkin kiranya, karena matahari
kelihatan malas menampakkan diri.
"Di mana dia" Dengan Xavier?"
"Di ruang paling atas, loteng!" kawanku menjawab.
Telah beberapa hari kami berdua tidak mendapat kesempat"
an berbincang dari hati ke hati. Semuanya tergantung kepada
Monique, karena dari pihakku selalu tersedia keinginan itu.
"Ada apa dengan Sophie, kawanmu yang tercinta?" tanyaku.
Monique menggelengkan kepala, menolak nada sindiranku.
"Kau tahu, aku dan Sophie telah lama bergaul. Kawan-kawan
yang kukenal adalah kawannya juga. Dia manis, sikapnya wajar
terhadapku. Sekarang ia bertindak secara berlebih-lebihan.
Jacques baru saja berpaling, Xavier datang. Dan aku mendapat
pera"saan, pemuda inilah yang dia cintai. Kau lihat bagaimana
Sophie memandanginya" Oh, aku tak tahu lagi sikap mana yang
mesti kutunjukkan." "Lalu cincin dari David itu hanya olok-olok buat dia?"
133 La Barka 2.indd 133 "Aku khawatir, demikianlah halnya."
Sejenak aku tidak berkata apa-apa. Kucoba menempatkan
diriku sebagai Monique, tetapi tidak kutemukan sebab-sebab
yang dapat mengikatkan diriku kepada wanita muda yang keli"
hatannya bersifat murahan itu.
"Kalau ada yang tidak kusetujui dari sifat-sifatmu, ialah
kebaikan hatimu yang sering keterlaluan," kataku terus terang.
"Ini bukan soal kebaikan hati. Ini soal saling memberi dan
menerima pertolongan atau bantuan."
Kawanku berhenti sebentar menatapku. Mungkin ditemukan
di wajahku pengucapan kurang mengerti. Karena itu ia berkata
lagi, "Ah, baiklah kukatakan sekarang kepadamu. Kelak, bahkan
tak lama lagi hal itu tidak akan merupakan rahasia. Kau lihat
tadi aku menerima surat dari Daniel. Kami telah sepakat akan
bercerai. Oh, sejak lama kami sepakat. Tetapi kau juga mengerti
hal itu tidak mudah diselesaikan. Jadi, kami menyiapkannya per"
lahan-lahan. Kalau dia datang bulan depan, kami akan mem"
bereskannya. Sementara ini, aku sudah kenal dengan seorang
perwira kapal dari perusahaan yang sama dengan David. Namanya
Jean. Beberapa kali mereka berlayar bersama. Pada waktu-waktu
kapal singgah di pelabuhan terdekat, Sophie dan aku menemui
Rantai Naga Siluman 2 Pendekar Gila 16 Istana Berdarah Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 17

Cari Blog Ini