Ceritasilat Novel Online

Kemelut Tahta Naga 10

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp Bagian 10


enak saja Ni Keng Giau memenggal kepala
1097 perwiranya sendiri untuk sekedar meredakan
kemarahan Kaisar. Sahut Yong Ceng, "Cukuplah, Ni Go an-swe,
kau sudah menunjukkan kesetiaan besar
terhadapku. Sekarang, singkirkan kepala itu."
Sidang segera dimulai. Batok kepala Lu Kong Hwe dibawa keluar
oleh seorang pengawal dan dibuang entah
kemana. Pada suatu hari yang cerah, di tanah berbukit
di luar ibukota Kekaisaran, nampak serombongan pemburu berkuda tengah
menguber binatang-binatang buruan mereka.
Itulah Yong Ceng dan pengawal-pengawal
pribadinya yang ingin menyegarkan otak,
setelah cukup lama pusing menghadapi urusan
negara yang ber tumpuk-tumpuk.
Dengan tangkasnya Yong Ceng mende
rapkan kudanya, mementang busur dan
menembakkan panah-panahnya yang mengenai
sebagian besar dari binatang-binatang buruannya . 1098 Namun Yong Ceng cukup berhati-hati untuk
tidak berpisah jauh dari pengawaI-pengawal
terpercayanya, sebab sadar bahwa di luar
istananya ada banyak orang yang tidak puas
kepadanya dan selalu mengintai nyawanya. la
membawa empat puluh orang pengawal jubah
ungu. Ji Han Lim juga ikut. Namun sebagai
pengawal baru yang belum mendapat
kepercayaan penuh, ia hanya kebagian
mengawal di lapisan yang paling luar. Sedang
yang diperkenankan dekat dalam jarak kurang
dari sepuluh langkah, hanyalah empat orang
yang benar-benar sudah dipercayai Yong Ceng.
Mereka adalah Kim Seng Pa, Toh Jiat Hong, Suma Hek-long dan Sat Siau Kun. Hanya mereka
itulah. Kegembiraan suasana perburuan sedikit
terganggu, ketika kuda Ji Han Lim tiba-tiba
meringkik-ringkik dan melonjak-lonjak, entah
kenapa, lalu ber-lari kesetanan membawa
penunggangnya ke arah Yong Ceng.
1099 Melihat itu, serempak Toh Jiat Hong, Su-ma
Hek-long dan Sat Siau Kun menghadangkan
kuda mereka di sekitar tubuh Yong Ceng, siap
melindungi nya Sedang Kim Sena Pa memacu
kudanya untuk menyongsong kuda Ji Han Lim,
dengan tangkasnya ia berhasil menyambar tali
mulut kuda Ji Han Lim untuk ditekan ke bawah,
sehingga kuda itu langsung bertekuk lutut kaki
depannya. Sementara Ji Han Lim buru-buru
melompat turun dengan dahi berkeringat.
Cepat-cepat Ji Han Lim berkata ke pada Kim
Seng Pa, "Aku minta maaf, Cong-koan. Tak
kuketahui sebabnya kuda tungganganku
menjadi binal sehingga merepotkan Congkoan."
Kim Seng Pa mentap tajam-tajam wajah Ji
Han Lim, namun tidak dilihatnya sesuatu yang
patut dicurigai, maka kata-katanyapun lunak,
"Tidak apa-apa, saudara Ji. Lain kali hati-hatilah,
sekarang kembalilah ke tempat tugasmu."
"Baik, Cong-koan," kemudian Ji Han Lim
menunggangi kudanya yang sudah tenang
kembali, dan kembali ke tempatnya bertugas, di
1100 ujung padang perburuan Sana, ratusan langkah
dari Yong Ceng. Ketika Kim Seng Pa tiba kembali di samping
Yong Ceng, bertanyalah Yong Ceng, "Apa yang
terjadi?" "Seorang pengawal agaknya kurang mahir
mengendalikan kudanya, Tuanku Tetapi tidak
apa-apa, dia sudah berhasil menenangkannya
kembali. Yong Ceng mengangguk puas mendengar
keterangan itu. Membinalnya kuda tunggangan Ji Han Lim
itu hanyalah selingan kecil yang sama sekali
tidak mempengaruhi kegembiraan acara
berburu Kaisar. Menjelang sore, rombonqan
Kaisar kembali kedalam kota Pak-khia.
Meskipun Yong Ceng mengenakan pakaian
seorang pemburu biasa, namun perajurit perajurit penjaga pintu kota mengenalnya,
sehingga mereka semua berlutut. Dengan
sendirinya, rakyat yang melihat itu lalu berlutut
pula di sepanjang jalan yang dilewati
rombongan itu. 1101 Yong Ceng berkuda diapit Kim Seng Pa dan
Toh Jiat Hong. Tepat dibelakangnya adalah Suma hek-long dan Sat Siau-kun, sedangkan
pongawal-pengawal lainnya berbaris dua
deretan dibelakang mereka. Seragam para
pengawal Itu memhuat iring-iringan itu nampak
megah juga biarpun tidak seberapa jumlahnya
Tetapi add juga orang yang tidak kagum
melihat rombongan Itu, malah orang Itu hampir
melompat ke tengahh jalan untuk mengamuk.
untung dicegah oleh empat orang kawannya.
Di sebuah loteng rumah makan di pinggir
jalan, orang itu meronta-ronta mencoba
melepaskan pegangan temean-temannya, sambil berate keras, "lepaskan aku! Bangsat itu
benar-benar telah menjadi anjingnya Yong Ceng
harus kubacok tubuhnya menjadi delapan
potong" Adegan meronta dan memegang dari orangorang Itu menarik perhatian tamu-tamu rumah
makan lainnya, lebih-lebih ketika mendengar
tentang "anjingnya Yong Ceng" segala. Orangorang yang takut kena urusan lalu buru-buru
1102 Disebuah loteng rumah makan di pinggir jalan,
orang itu moronta-ronta, mencoba melepaskan
pegangan teman-temannya .
1103 membayar dan kabur, bahkan ada yang sebenar
nya belum kenyang sedlkit pun.
Tetapi di antara tamu-tamu rumah makan,
juga ada seorang mata mata kerajaan yang
segera melaporkan ke tangsi tentara terdekat,
mengatakan di loteng rumah makan itu ada
"sekawanan pemberontak".
Sementara itu, orang yang meronta ronta
dan teman-temannya itu sadar bahwa mereka
tak bisa tinggal lebih lama di rumah makan itu,
sebab mereka sudah terlanjur menarik
perhatian orang. Bergegas mereka meninggalkan tempat itu. Mereka adalah orang-orang Hwe-liong-pang
yang datang ke Pak-khia untuk "menyadarkan"
atau "menghukum" Ji Han Lim, salah satu dari
dua pilihan itu. Yang meronta-ronta tadi adalah
Ji Han Bok, Ang-ki Hutong-cu (wakil pemimpin
kelompok bendera merah), adik dan sekaligus
wakil Ji Han Lim. Lainnya adalah Pek-ki Tong-cu
(pemimpin kelompok bendera putih) Kiong
Wan Peng yang berjulukan Thian-lui-tui
(tendangan petir), wakil Kiong Wan Peng yang
1104 bernama Oh Bu Siang dan mahir memainkan
tameng di tangan kiri dan golok di tangan
kanan, Ui Ki Tong cu (pemimpin regu bendera
kuning) yang bertampang kutu buku, yaitu
Siang-koan Long yang berjulukan Sai kim-ciamsu-sing (Pelajar Penyebar Jarum Emas), serta
wakilnya yang bernama Kwe Thian dan
bertampang seperti kuli bangunan, apalagi
karena bersenjata martil besi.
Dengan susah payah, Oh Bu Siang dan Kwe
Thian setengah menyeret setengah membujuk Ji
Han Bok agar sabar dan tidak merusak rencana
bersama. Mereka masuk sebuah gang kecil di
pinggir jalan yang kiri kanannya adalah temboktembok bangunan yang tinggi.
Baru saja mereka masuk belasan langkah, di
mulut lorong tahu-tahu telah muncul sepasukan
perajurit. Mata-mata yang tadi melaporkan itu
menuding kelima orang Hwe-liong-pang itu
sambil berteriak-teriak, "Mereka itulah! Tadi di
loteng rumah makan telah menghina Hongsiang dan juga merencanakan pembunuhan!"
1105 Perajurit-perajuri t itu dari pasukan Kiu-bun
Te-tok (Garnisum Ibukota) yang paling
bertanggung-jawab untuk keamanan kota Pakkhia. Mereka dipimpin seorang berpangkat
cam-ciang yang bersenjata golok tebal, yang
tanpa banyak cakap lagi langsung menyerbu ke
arah orang-orang Hwe-liong-pang .
"Bagaimana tindakan kita, saudara Kiong?"
Siang-koan Long bertanya, sambil melibatkan
jubah sasterawannya kepinggangnya, agar tidak
mengganggu dalam bertempur nanti.
Sahut Kiong Wan Peng. "Hindari bentrokan
dulu. Belum semua teman kita masuk kota ini,
belum seluruh kekuatan kita terkumpul
Memang orang-orang Hwe-liong-pang masuk
kota tidak dengan cara sekaligus, melainkan
sedikit demi sedikit, agar tidak "memukul
rumput mengagetkan ular". Namun toh garagara ulah Ji Han Bok, "ular" nya kaget juga.
Karena merasa bersalah, Ji Han Bok berkata,
"Maafkan aku. Saudara-saudara berempat
pergilah dulu menghubungi teman-teman, aku
akan menahan musuh sendiri di sini."
1106 "Tidak bisa," bantah Kwe Thian sambil
menyiapkan martil besinya. "Mana bisa aku
kabur sendirian dan membiarkan saudara Ji
menghadapi bahaya sendirian disini?"
"Betul, lari bersama atau bertempur
bersama," sambung Oh Bu Siang. Perisai yang
tergendong di punggungnye sudah dipegangnya
dengan tangan kiri, dan golok di pinggangnya
sudah dicabut dengan tangan kanan.
Karena musuh sudah dekat, Siang-koan Long
cepat memutuskan, "Jangan berbantahan. Kita
lari bersama ke kuil Thai-hud-si...."
Di kiri kanan hanya ada tembok-tembok
tinggi, sementara musuh sudah menyerbu dari
depan. Kalau lari ke ujung lorong lainnya, entah
aman entah tidak, maka Siang Koan Long
mengambit keputusan cepat lagi, "Lompat ke
atas tembok!" Namun timbul masalah baru. Tembok itu
cukup tinggi, agaknya hanya Siang Koan Long
dan Kiong Wan Peng yang bisa melompatinya,
sedang tiga Hutong-cu belum cukup kepandaian
untuk itu. "Gunakan ikat pinggang! Saudara
1107 Kiong, kau naik dulu!" teriak Siang Koan Long
bergegas. Baru saja mulut Siang Koan Long bungkam,
tubuh Kiong Wan Peng telah melejit ke atas dan
hinggap seperti seekor kucing. la langsung
melepas ikat pinggangnya dan mengulurkannya
ke bawah, membantu tiga Hutong-cu memanjat
naik. Sementara itu, ketika para perajurit sudah
dekat, Siang Koan Long mengayunkan
tangannya dan jarum-jarumnya mencicit serta
gemerlapan ke arah para perajurit.
Biarpun julukannya adalah Sastrawan
Penyebar Jarum Emas, tapi Siang Ko an Long
bukanlah orang kaya yang seenaknya saja
menghamburkan emas. Jarum-jarum hanya
terbuat dari perunggu yang digosok sampai
mengkilat seperti emas. Kalau jarumnya benarbenar dari emas, tentu yang disambit tidak akan
marah, malah berterima kasih.
Beberapa perajurit yang paling depan roboh
oleh jarumnya. Namun si komandan ternyata
berilmu tidak rendah, ia sanggup memutar
goloknya sampai rapat seperti perisai, memukul
1108 runtuh semua jarum yang diarahkan
kepadanya. Bahkan dengan tangan kirinya iabalas menyambitkan senjata rahasia toh-kut
ting (Paku Penembak Tulang) yang berdesing
mengejutkan Siang Koan Long.
Siang Koan Long enggan maladeni lebih
lanjut. Ketika melihat tiga Hong tong-cu sudah


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai di atas tembok, maka Siang Koan Long
juga melompat pergi. Perwira musuh itu memiliki tenaga yang
besar dan iImu golok yang bagus, tetapi tidak
memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup.
Maka iapun segera kehilangan buruanburuannya yang melompat-lompat di atas
genteng dan tembok-tembok tinggi. Apalagi
anak-bualnya. hanya suara merekalah yang bisa
"mengejar" orang-orang Hwe-liong-pang itu.
Sementara Kiong Wan Peng dan kawan
kawannya menuju ke kuil Thai-hud-si yang
dijadikan "pangkalan" gerakan. sebuah kuil
yang di pimpin seorang bekas perwira Pangeran
In Te yang diam-diam tetap berjuang di bawah
tanah. 1109 Kiu-bun Te-tok segera mengerahkan
puluhan ribu perajuritnya untuk menggeledah
seluruh Pak-khia, namun kota itu terdiri dari
berpuIuh-puluh ribu lorong yang simpang-siur
dan saling menembus, berpuluh ribu tikungantikungan gelap, ratusan ribu rumah-rumah. Un
tuk mencari lima orang Hwe-liong-pang itu,
sulitnya sama dengan mencari sebatang jarum
di dasar laut. Apalagi hari segera menjadi gelap.
Kiong Wan Peng serta teman-temannya
memasuki Thai-hud-si dengan meIompati
dinding belakang. Karena mereka terengahengah dan berwajah tegang, maka mereka
mengejutkan teman-teman mereka lainnya.
"He, ada apa?" tanya Jing-ki Tong cu
(pemimpin kelompok bendera hijau) Liong Su
Koan yang berjuluk Bu-sia Hi-jin (Nelayan Selat
Bu-sia), didampingi Yang Goan, wakilnya yang
bertubuh pendek gempal dan bersenjata rantai
besi Beberapa orang jago Hwe-liong-pang lainnya
pun menyambut keluar, mengira ada musuh
1110 yang datang karena sudah tahu tempat
persembunyian mereka. Siang Koan long yang menjawab, "Kelengahan kami berlima, saudara liong.
Kehadiran kami dicurigai seorang mata-mata
kerajaan, sehingga musuh mengerahkan
pasukan untuk mengaduk seluruh kota."
Tiba-tiba Khai-sim Hwe-shio, nama samaran
bekas perwira In Te itu, berse ru, "Celaka..."
Keruan semuanya kaget dan menoleh ke
arahnya. "Apanya yang celaka, Tio Cong-peng?"
Namanya Khai-sim Hwe-shio, namun orangorang
yang kenal dengannya tetap memanggilnya Tio Cong-peng.
Sahut Khai-sim Hwe-shio bernaca cemas, "Ji
Han Lim sudah tahu letak tempat ini, ketika
dulu ia ikut dalam gerakan hendak
menyeIamatkan Pangeran In Te dan tiga anakanak yang diculik. itu. la tahu rahasia tempat ini,
dan sekarang ia sudah menjadi begundalnya
Yong Ceng. Berarti tempat ini tidak aman lagi
untuk dijadikan persembunyian
1111 Keruan semuanya jadi tegang, tapi tak
seorangpun berhasil menemukan akal bagus.
Mereka tidak mungkin pindah tempat malam
itu, sebab seluruh kota sedang dalam penjagaan
ketat. Mereka juga tidak mau keluar lewat
terowongan di bawah kakus yang dulu,
khawatir kalau Ji Han Lim sudah mengajak
orang orangnya Yong Ceng lainnya untuk
menyumbat mulut terowongan dengan ujung
pedang. Kalau begitu, tentu mereka akan mati
seperti tikus-tikus dalam terowongan busuk itu.
Tiba-tiba di atas dinding kuil itu muncul
sesosok bayangan berpakaian hitam ringkas
dan berkedok pula, melemparkan sesuatu
benda ke arah kerumunan orang-orang HweIiong-pang, lalu dengan cepatnya menghilang
kembaIi tak terkejar. "Menghindar semua!" teriak Siang Koan
Long, la khawatir benda itu adalah sejenis
senjata yang disebut Tok-bu-kim-ciam-cu-botan (Peluru Api Penyebar Kabut Racun dan
Jarum Emas) yang dapat melukai beberapa
orang sekaligus dalam ledakannya.
1112 Namun benda itu tidak meledak ketika
membentur tanah, sebab itu hanyalah sebutir
batu yang dibungkus selembar kertas.
Orang orang Hwe-liong-pang itu keruan
saling berpandangan dengan heran. "Suatu cara
mengirim berita yang terhitung bersahabat,"
komentar Siang Koan Long yang banyak
pengalaman. "Kalau dikirim pihak yang
bermusuhan, biasanya dengan menggunakan
pisau belati, atau suratnya digulungkan ke
batang anak panah Sementara, Liong Su Koan telah membaca
suratnya keras-keras, supaya semua orang ikut
mendengar, "Besok tengah malam di Taman
Cun-hoa. Jangan teriaiu banyak orang."
"Siapa pengirimnya?" tanya Kiong Wan Peng.
"iidak tertulis, namun ada gambar kampak
bergagang pendek. Barangkali...barangkali Ji
Han Lim" Ji Han Bok langsung bergejolak kembali
hatinya, "Katanya, besok tengah malam di
Taman Cun-hoa?" "Benar, saudara Ji."
1113 "Tentu aku yang dituju oleh surat itu," kata Ji
Han Bok sambil mengepalkan tinjunya. "Besok
pasti aku pergi, tak peduli ada perangkap atau
tidak. Kalau dia sudah rela menjadi anjingnya
Yong Ceng, biar dia puas memotong-motong
tubuhku." Ada nada pedih dalam suara si adik yang
mengira kakaknya telah menjadi pengkhianat
itu. Semuanya ikut terharu dan hanya bisa
menghiburnya . Siang Koan Long, yang berusia paling tua dan
paling disegani itu kemudian berkata, "Kalau si
pelempar batu adalah Ji Han Lim, aneh juga
bahwa ia datang sendiri dan tidak mengerahkan
perajurit. Namun kita harus tetap waspada."
"Jadi, bagaimana baiknya, saudara Siang
Koan?" "Biar besok saudara Ji Han Bok ke Taman
Cun-hoa, tetapi aku harus menemaninya. Dan
setiap limapuluh langkah, harus ada setidaktidaknya satu orang kita yang akan mengawasi
keadaan. Kalau ada perangkap, jangan sampai
semuanya masuk perangkap."
1114 "Baik, itu gagasan yang bagus."
?"Dan malam ini, kita boleh tidur senyenyaknyenyaknya tanpa perlu mengungsi dari sini.
Firasatku mengatakan, yang akan mengunjungi
kita malam ini hanyalah nyamuk-nyamuk dari
parit sebelah. Bukan Ji Han Lim atau
pasukannya Yong Ceng yang lain."
Sementara itu, Ji Han Lim sendiri sudah ada
di bangsal Bwe-hoa-kiong, tidak jauh dari
bangsal Kaisar sendiri. karena mereka tidak
pernah boleh berjauhan dari Kaisar, untuk
menjaga keselamatan si Putera Langit itu.
la baru saja keluar dari istana, dan masuk
kembaIi tanpa banyak kesulitan dari para
penjaga, sebab Ji Han Lim punya Kim-pai
(lencana emas) sebagai anggota pengawal
berseragam ungu . Namun begitu ia mendorong pintu unluk
masuk ke kamar tidurnya, ia kaget. Di kamarnya
telah duduk menunggu seorang yang termasuk
anggota pengawal berseragam ungu, dan di atas
meja sudah tertata rapi sebuah papan catur
dengan biji-biji caturnya.
1115 Melihat kedatangan Ji Han Lim, orang itu
tertawa ramah, "Ah, lama benar saudara Ji
berjalan-jalan di luar istana. Aku sampai
mengantuk menunggumu untuk bermain catur."
Ji Han Lim berusaha menekan kegugupannya. Orang yang menunggunya bermain
catur itu bernama Wan Yen Coan. Ahli
memainkan cambuk Liong-jui-pian (Cambuk
Moncong Naga) dan tingkat ilmu nya sama
sekali tidak di bawah Ji Han Lim atau para Tongcu Hwe-liong-pang lainnya. Wan Yen Coan
bersahabat dengan Ji Han Lim, tapi hanya purapura saja, sebab sebenarnva ia mengemban
tugas dari Kim Seng Pa agar diam-diam
mengawasi tingkah-laku Ji Han Lim, si orang
baru. Sahut Ji Han Lim sambiI tersenyum, "Udara
di luar istana sangat sejuk, sehingga aku cukup
lama berjalan-jalan. Maaf, telah menunggu
terlalu lama." Wan Yen Coan kemudian melirik sepatu Ji
Han Lim secara diam-diam, dan melihat sepatu
itu dikotori oleh lumpur. Maka ia menduga,
1116 tentu Ji Han Lim lewat juga di lorong-lorong
yang becek juga . "Saudara Ji, silahkan saudara berganti
pakaian lebih dulu, biar lebih santai."
Tetapi Ji Han Lim langsung menarik kursi
untuk duduk berseberangan meja dengan Wan
Yen Coan. "Tidak perlu, saudara Wan Yen, aku
sudah gatal tangan ingin menggerakkan biji-biji
caturku. Ayolah...."
Waktu itu, memang Ji Han Lim masih
memakai jubah ungu seragamnya. Tapi ia tidak
mau berganti pakaian di tempat itu, di hadapan
mata Wan Yen Coan, sebab di balik seragam
ungunya itu ia memakai pakaian hitam ringkas,
dan ia tidak ingin meladeni seribu pertanyaan
Wan Yen Coan tentang pakaian hitamnya itu.
Keduanya kemudian bermain catur beberapa
babak, berganti-ganti kalah dan menang,
diselingi percakapan-perckapan ringan. Dan
setiap kali Wan Yen Coan menyinggung tentang
Hwe-liong-pang, Ji Han Lim menanggapinya
dengan mengeluarkan kata-kata sengitnya
tentang ketua Hwe-Iiong-pang, yang telah tidak
1117 menghiraukan nasibnya seIagi tertawan Kim
Seng Pa. Juga bersumpah akan mengajak rekanrekan lamanya di Hwe-liong-pang agar berbalik
menentang Ketua Hwe-liong-pang, atau
meninggalkan Hwe-liong-pang saja.
Permainan berakhir, ketika Wan Yen Coan
mengeluh sudah mengantuk dan ingin
berpamitan pulang ke tempatnya sendiri.
Namun setelah meninggalkan kamar Ji Han
Lim, Wan Yen Coan ternyata tidak langsung
kembali ke tempatnya, melainkan langsung ke
bagian depan bangsal Bwe-hoa-kiong, tempat
tinggal Kim Seng Pa. Tengah malam sudah lewat, namun Kim Seng
Pa belum tidur. la masih asyik berlatih ilmu
pukulan Liok-hap-ciang-hoat dengan bersemangat. Biarpun rambutnya putih semua,
namun tubuhnya justru mirip tubuh anak-anak
muda yang tengah bersemangat-semangatnya
berlatih. Tegap, tak ada lemak berlebihan,
penuh dengan otot-otot yang berjalur-jalur
menghiasai kulitnya. la memang latihan keras,
sebab setelah berhasil mengalahkan Pak Kiong
1118 Liong, suatu ketika ia juga ingin mengalahkan
Tony Lam Hou dan Pun-bu Hwe-shio, tak peduli Pun-bu Hwe-shio adalah guru dari Kaisar
Yong Ceng dan Ni Keng Giau.
Ketika Wan Yen Coan mengetuk pintu , Kim
Seng Pa tengah menyelesaikan jurus terakhirnya. Kun-tun-jut-kai (Terciptanya Alam
Semesta), jurus kebanggaan yang pernah
membuat Pak Kiong Liong terjungkal, biarpun
Pak Kiong Liong telah menggunakan jurus
terhebatnya pula waktu itu.
"Siapa?" tanyanya ketika mendengar ketukan
di pintu. "Cong-koan, aku Wan Yen Coan."
Kim Seng Pa menyeka keringatnya dan
memakai bajunya, lalu berkata, masuklah."
Wan Yen Coan lebih dulu member hormat,
"Maaf, aku mengganggu latihan Cong-koan. Ada
yang hendak kulaporkan tentang Ji Han Lim,
bekas orang Hwe-liong-pang itu ,
"Kenapa dia?"

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak berani menyimpulkan sendiri,
Cong-koan. Tetapi malam ini ia pergi ke luar
1119 istana, mengakunya hanya berjalan-jalan, Tetapi
kuperhatikan sepatunya penuh lumpur, apakah
dia berjalan-jalan di lorong-lorong becek?"
"Tidak kau tanyakan kemana perginya?"
"Tidak. Aku khawatir dia akan merasa
dirinya sedang diawasi, nanti tentu lebih sulit
diawasi lagi." Kim Seng Pa tersenyum. "Otakmu rupanya
jalan juga ya" Nah, awasi dia terus, jangan
sedetikpun lepas dari pengawasan. Akan
kuperintahkan Sat Siau Kun untuk membantumu." "Baik. Cong-koan,"
"Kalau ada apa-apa laporkan kepadaku
Jangan bertindak sendiri-sendiri. Paham.?"
"Paham, Cong-koan."
Kemudian Wan Yen Coan mengundurkan diri
dari hadapan komandannya itu. la mengharap
akan mendapat pahala besar kelak, kalau
tugasnya berhasil baik. Namun ia menggerutu
juga, karena kelak pahalanya harus dibagi dua
dengan Sat Siau Kun si kecil bungkuk yang tak
henti-hentinya mengisap pipa tembakunya Itu.
1120 * ** Taman Cun-hoa. Kalau siang, tempat ini ramai dikunjungi
orang-orang yang menghibur diri, pengemispengemis yang mencari sedekah, hidung belang
yang mencari mangsa, seniman-seniman yang
mencari ilham atau sekedar orang-orang yang
berlagak seniman. Tapi di maiam hari, tak seorang pun
mengunjunginya. Khusus untuk maiam Itu ada perkecualiannya. Nampak beberapa sosok bayangan
datang berbisik-bisik, lalu berpencaran. Ada
yang memanjat atap gardu, bersembunyi di
balik pohon, bertiarap di rumput, bahkan ada
yang tidak segan-segan mencebur ke dalam kolam dengan hanya menyisakan kepalanya di
atas air. Tempat persembunyian mereka
berpencaran, tetapi memilih tempat yang dapat
mengawasi keadaan seluas-luasnya, dan dapat
saling melihat persembunyian teman masing
masing. Mereka orang-orang terlatih rupanya.
1121 Salah satu dari mereka tidak bersembunyi,
namun duduk dl bangku batu di tengah taman,
sikapnya nampak agak gelisah.
Dialah Ji Han Bok, adik dan sekaligus wakil Ji
Han Lim. Suara lonceng di menara kota di kejauhan
telah menunjukkan waktu tengah maiam,
berbarengan dengan munculnya sesosok tubuh
di pintu taman, yang berjalan seperti maling
mendekati ayam yang hendak disambarnya.
Pakaiannya ringkas hitam, mukanya berkedok
hitam pula. Dialah kakak kandung Ji Han Bok, ji
Han Lim, yang berjanji akan menemui adiknya
dan orang-orang Hwe-liong-pang iainnya di
Taman Cun-hoa. Sebelum melangkah masuk taman, Ji Han
Lim menoleh dulu kesekelilingnya bahwa tidak
ada orahg yang mengikutinya. Setelah merasa
aman barulah ia melangkah masuk ke taman
Hatinya bergejolak ketika mengenali Seseorang
yang duduk dibangku taman.
"Bok-te (adik Bok)..." desisnya tertahan.
1122 Namun Ji Han Bok menjawab dengan dingin,
"Apakah kita masih bisa menjadi kakak beradik,
tergantung hasil pembicaraan kita nanti."
Ji Han Lim menarik napas mendengar
jawaban bernada amat bermusuhan itu. Baru
saja muiutnya hendak menjelaskan sikapnya,
tiba-tiba matanya yang tajam melihat sesosok
bayangan melompat di ujung taman, hanya
sekejap kelihatan, lalu bersembunyi di belakang
sebuah tugu hiasan taman. Tetapi Ji Han Lim
dapat melihat bahwa orang itu adalah Kim Seng
Pa dan ia yakin Kim Seng Pa tak mungkin
datang sendirian. Maka tahulah JI Han Lim
bahwa gerak geriknya sebenarnya diawasi terus
sejak ia meninggalkan bangsal Bwe-hoa-kiong.
Ji Han Lim mengeluh dalam hati jelaslah
bahwa pembicaraannya dengan adiknya tidak
akan berlangsung dengan bebas. Dalam
keadaan terjepit itu, akhirnya Ji Han Lim
memutuskan untuk mengambil sebuah pilihan
yang melukai hati nya sendiri.
Sedang Ji Han Bok yang sama sekali tidak
paham perasaan kakaknya itu telah membentak
1123 sengit, "Cepat bicara! Kenapa kau bertekuk lutut
kepada Kaisar lalim dan mengkhianati
perjuangan luhur Hwe-liong-pang"!"
Hati Ji Han Lim serasa tersayat, namun ia
sengaja bersuara keras agar terdengar sampai
ke ujung taman, "Adik ku, kau adalah satusatunya saudaraku. Aku sayangkan masa
depanmu yang akan terbuang percuma kalau
terus bersama orang-orang kurang pekerjaan di
Hwe-liong-pang, mengabdi kepada Tong Lam
Hou yang sama sekali tidak punya belas kasihan
kepada anak-buahnya ."
Sambil bicara panjang lebar, berkali-kali Ji
Han Lim memberi isyarat dengan ekor mata ke
pintu taman, sambil memonyong-monyongkan
mulutnya, maksudnya agar adiknya memahami
isyaratnya agar kabur saja.
Tetapi Ji Han Bok tengah meluap darahnya
dan keruh pikirannya, isyarat kakaknya itu
tidak digubrisnya. Malah sepasang kampak
bergagang pendek yang tergantung di
pinggangnya dihunus, dan ia berteriak penuh
kemarahan, "Keparat, jadi kau benar-benar
1124 sudah rela menjadi anjingnya si penindas rakyat
itu" Sungguh kecewa ayah kita dialam baka
mempunyai anak sehina kau!"
Lalu sepasang kampaknya menyambar
dengan jurus Tui bun-kian-san (Mendorong
Pintu Melihat Gunung), Sepasang kampaknya
menggunting ke arah leher dan perut sekaligus.
Ketika kakaknya menghindar, Ji Han Bok
memutar tubuh dan kedua kampaknya
menyambar sejajar dari atas ke bawah .
Ji Han Lim mengeluh dalam hati, sekaligus
memaki keberangasan adiknya yang kalau
marah tak ingat apa-apa lagi. Dengan gesit ia
menghindar lagi, dan berbisik, "Pergi
secepatnya tempat ini diawasi?"
Bukannya menurut, malah adiknya berteriak,
"Perginya nanti saja, setelah memotong-motong
tubuhmu!" Tubuhnya melompat berputar, jurus liongwi-gong-coan (Naga Bergulingan di Angkasa)
dilancarkan. Nafsu membunuh Ji Han Bok
begitu meluap-luap, sampai lupa bahwa yang
dihadapinya itu adalah kakak kandungnya yang
1125 Lalu sepasang kampaknya menyambar dengan
jurus Tui-bun-kian-san (Mendorong Pintu Melihat
Gunung). Sepasang kampak nya menggunting ke a
rah leher dan perut sekaiigus.
1126 sejak kecil bermain bersama, berlatih bersama
dan kemudian berjuang bersama di daiam Hwe
liong-pang. Sementara itu, di bagian lain Taman Cun-hoa
tiba-tiba terjadi pertempuran pula, Rupanya
salah seorang anak buah Kim Seng Pa yang
tengah merunduk-runduk, tanpa sengaja
menginjak pantat seorang anggota Hwe-liong
pang yang sedang bertiarap. Sudah sama-sama
kepergok, baku hantam tak terhindar lagi.
Jagoan istana Yong Ceng itu ialah Su-ma Heklong yang berjulukan Toat-beng-san (Payung
Perenggut Nyawa). Payung hitamnya dengan
lincah ditusukkan, diputar, disabetkan atau
dibuka tutup dengan berbagai gerakan
berbahaya. Mukanya pucat seperti orang
kelaparan, namun tandangnya beringas seperti
serigala kelaparan juga. Lawan Su-ma Hek-long dua orang, masingmasing Oh Bu Siang yang bersenjata tameng
dan golok, dan Kwe Thian yang bersenjata
martil dan jidat Su-ma Hek-long senentiasa
dianggap segumpal batu yang harus 1127 dipecahkan. Tapi kalau jidat terlalu sulit diincar,
jempol kaki juga bolehlah,
Gabungan kekuatan dua Hutong-cu Hweliong-pang itu cukup hebat, namun mereka
kaget karena Su-ma Hek-long juga tangguh
sekali biarpun dikeroyok dua. Kalau payungnya
terbuka, rapatnya tak kalah dengan perisai di
tangan kiri Oh Bu Siang, atau digerakkan berputar seperti roda berpisau yang bisa mencincang
dua lawannya. Kalau paying ditutup, ujung
payung menjadi tombak dan badan payung
menjadi gada yang bisa meremukkan tulang.
Namun dua lawan Su-ma Hek-long bukan
makanan-makanan empuk. Orang-orang yang
bisa menduduki jabatan Hutong-cu dalam
serikat setenar Hwe-liong-pang adalah orang
orang pilihan dari ribuan anggota Hwe-liongpang. Oh Bu Siang tangkas sekuat kerbau tapi
otaknya bukan otak kerbau, bayangan martilnya
memenuhi udara dan kalau lawannya lengah
sedikit saja, entah bagian mana tubuh-nya yang
bakal diremukkan olehnya.
1128 Timbulnya bentrokan menyebabkan kedua
pihak merasa tidak ada gunanya lagi
bersembunyi. Jago-jago istana segera berlompatan keluar, dan biarpun jumlah
mereka tidak banyak, namun merekalah jagojago tangguh semua. Mereka juga muncul dari
segala jurusan untuk mengepung. Di sebelah
timur muncul Kim Seng Pa dan seorang jagoan
bersenjata khek (tombak bermata ganda), di
sebelah utara muncul Toh Jiat Hong dan Sat siau
Kun, dari barat muncul Wan Yen Coan dan dua
orang lainnya, dan dari selatan menghadanglah
Heng-san-sam-kiam bertiga.
Kali ini Kim Seng Pa berharap semua pahala
hanya dimiliki oleh kelompoknya sendiri,
kelompok jubah ungu, tidak dibagi dengan
kelompok lain. Karena itulah tidak seorangpun
dari kaum Ang-ih-kau, Hiat-ti-cu atau kelompok
istana lainnya. Mendengar dan melihat Ji Han Lim rela
bertengkar dan bertempur dengan adiknya
sendiri, Kim Seng Pa merasa puas. la lalu
berseru keras. "Orang-orang Hwe-liong-pang,
1129 kalian takkan mungkin lolos malam ini! Yang
bersedia mengikuti jejak Ji Han Lim untuk mengabdi kepada Hong-siang, akan mendapat
hidup terhormat. Yang membangkang, akan
ditumpas tanpa ampun!"
Baru saja kalimatnya selesai, seseorang telah
melompat dari balik gerumbul bunga dan
langsung menubruknya. Orang itu berbaju
pendek dan celananya cuma setinggi lutut, dari
kain kasar murahan, kepalanya memakai
caping. Tampangnya sepele, namun gerakan
tongkat besinya dahsyat hendak menimpa
kepala Kim Seng Pa. Dialah Liong Su Koan, si Tong-cu Bendera
Hijau, yang berjuluk Bu-sia Hi jin. Permainan
tongkatnya memang hebat namun ia agak keliru
memilih lawan. Kiong Wan Peng yang tidak jauh dari Liong
Su Koan, terperanjat melihat rekannya itu
memilih lawan Kim Seng Pa yang telah berhasil
mengalahkan Pak Kiong Liong. Cepat Kiong
Wan Peng melompat keluar dari 1130 persembunyiannya sambil berseru, "Saudara
Liong, hati-hati..."


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peringatan yang agak lambat datangnya.
Dilihatnya lengan Liong Su Koan telah
tercengkeram oleh Kim Seng Pa lalu diputar di
udara dan dibanting jungkir balik. Lalu Kim
Seng Pa dengan telapak tangannya yang
berkekuatan seperti gunung runtuh itu
menghantam ke kepala Liong Su Koan yang
masih terkapar. Liong Su Koan memalangkan
tongkat besinya untuk menangkis.
Cepat bagaikan kilat Kiong Wan Peng
berusaha menolong kawannya itu. la melompat
sambil menendang miring dengan gerakan Huihou-tui (tendangan Macan Terbang), ke arah
kepala Kim Seng Pa. Sebagai ahIi Tong-jiau-tao
(llmu Tendangan Gaya Korea), kekuatan kaki
Kiong Wan Peng juga luar biasa, seperti seekor
belalang raksasa. Tapi Lawannya adalah Kim Seng Pa yang
berilmu jauh lebih tinggi. Sambil menunduk
mengelak, tiba-tiba kuncir rambutnya yang
ubanan itu berubah menjadi sehelai cambuk
1131 perak yang langsung melibat kaki Kiong Wan
Peng dan langsung membantingnya ke tanah
pula. Begitulah, dua Tong-cu yang tangguh dari
Hwe-liong-pang itu berturut-turut menelan pil
pahit dari Kim Seng Pa. Namun keduanya segera melompat bangkit
untuk mengeroyok Kim Seng Pa. Liong Su Koan
dengan tongkat besinya yang menderu bagaikan
gelombang samudera, Kiong Wan Peng dengan
sepasang tinju dan sepasang kakinya yang
bagaikan empat buah palu godam berbahaya.
Namun mereka berdua toh tetap kewalahan
menghadapi Kim Seng Pa. Wakil Hong Su Koan yang bernama Yang
Goan, segera muncul dari dalam air kolam.
Rantai bajanya sepanjang tiga depa segera
diputar kencang-kencang sehingga pohon
tersapu bunga-bungaan disekitarnya beterbangan. Serunya, "Liong Tong-cu dan
Kiong Tong-cu, biar aku ikut dalam permainan
ini!" Rantainya tiba tiba meluncur dengan gerak
tipu Liong-leng-hong hu (Naga Berputar dan
1132 Burung Hong Menari) untuk menyabet ke
pinggang Kim Seng Pa. "Hem, kepandaian serendah ini pun berani
jual tampang di depanku!" dengus Kim Seng Pa
mengejek. Lebih dulu ia pukul mundur Kiong
Wan Peng dan Liong Su Koan dengan angin
pukulannya yang menderu hebat, sampai kedua
Tong-cu itu sempoyongan. Lalu telapak tangannya mengibas ke belakang, hanya angin
pukulannya saja sudah cukup membuat ujung
rantai besi Yang Goan "berkibar" membalik,
nyaris mengenai jidat Yang Goan sendiri.
Demikianlah ketangguhan Kim Seng Pa yang
mengejutkan lawan-lawannya, apalagi setelah
orang-orangnya terjun pula ke gelanggang.
Seorang jagoan jubah ungu yang bersenjata
tombak segera menerjang ke hadapan Yang
Goan. Ujung tombaknya mematuk dengan
kecepatan seekor ular kobra ke dada Yang Goan,
sambil membentak, "Akulah lawanmu!"
Yang Goan ingin bertempur jarak jauh agar
menguntungkan rantainya yang panjang. la
mengguIingkan badan menjauhi lawan, 1133 bersamaan dengan rantainya disabetkan ke
sepasang kaki musuh dengan gerakan Liongbun-kek-long (Naga Mendampar Ombak
Samudera). Lawannya melompat tinggi untuk me
nyelamatkan kakinya, sekaligus menikamkan
tombak dari atas, untuk "memaku" tubuh Yang
Goan di tanah. Begitulah, mereka bertempur sengit. Yang
bersenjata tombak kuat dan garang seperti
harimau terluka, sementara lawannya memutar
rantainya seperti naga mengamuk. Untuk
sementara, sulit diketahui mana yang iebih
unggul. Perkelahian telah berkobar disegenap sudut
taman, membuat taman y.nuj indah itu
berantakan hancur. Keindahan tak dipedulikan
lagi, masing-masing pihak hanya memburu
kemenangan. Toh Jiat Hong bertempur melaw,m Siang
Koan Long. Tokoh nornor dua setelah Kim Seng
Pa di kelompok jubah ungu itu, memainkan Pekpian-kui-jiau-hoat (Cakar Iblis Dengan Beratus
1134 Perubahan) Bayangan beratus cakarnya
mengintai Siang Koan Long dari Segala arah,
sehingga sepasang pedang Siang Koan Long tak
bisa untuk menyerang, hanya untuk membela
diri, dan ia terus-terusan didesak mundur.
Dua orang jagoan Hwe-liong-pang segera
membantu Siang Koan Long. Biar-pun mereka
juga jago-jago pilihan yang sudah tersaring
untuk ikut berangkat ke Pak-khia, namun
mereka tidak bisa membebaskan Siang Koan
Long dari kesulitan. Paling banter hanya
membuat beban Siang Koan Long berkurang,
alias hanya berbagi nasib.
Wan Yen Coan dengan cambuk Liong Jui-pian
tel ah bertanding melawan Khai sim Hwe-shio
alias Tio Cong-peng dari kelenteng Thai-hud-si.
Rupanya Wan Yen Coan sudah mengenal
lawannya, sehingga mengejek, "Wah, sejak
kapan Tio Cong peng mencukur rambut menjadi
pendeta" Kebetulan, Hong-siang tentu akan
senang sekali berjumpa denganmu."
Khai-siim Hwe-shio tidak menjawab,
melainkan memutar toyanya lebih kencang
1135 untuk melabrak lawannya. Begitulah, yang satu
main keras dengan toya, yang lain
mengandalkan kelemasan cambuknya.
Biarpun orang-orang Hwe-liong-pang berkelahi dengan nekad dan gigih, apa daya,
jumlah mereka hanya sepuluh oraag. Bukan saja
kalah jumlah namun juga kalah kwalitas.
Mereka datang ke Pak-khia dengan dipecahpecah menjadi regu-regu keciI, dan yang ada di
Taman Cun-hoa malam itu baru kelompok
pertama dan kelompok kedua ditambah Khaisim Hwe-shio yang membantu dengan suka rela.
Sedang jagoan-jagoan tingkat atas macam Tong
Lam Hou dan Pak Kiong Liong belum tiba.
Tidak heran kalau tekanan para jagoan jubah
ungu semakin menyesakkan napas. Kehancuran
mutlak sudah terbayang di mata orang-orang
Hwe-liong-pang . Tidak lama kemudian, terdengar Kwe Thian
menjerit ngeri karena telah menjadi korban
payung maut Su-ma Hek-long. Ketika ia
menubruk maju untuk menghantam jidat Su-ma
Hek-long, lawan nya melejit ke samping dan
1136 berhasil menghantam lengan Kwe Thian dengan
tangkai payungnya. Di saat Kwe Thian masih
sempoyongan, ujung payung Su-ma Hek-long
yang lancip itu menembus perut Kwe Thian.
Ditambah satu tendangan lagi, gugurlah salah
satu Hutong-cu Hwe-liong-pang itu.
Oh Bu Siang menjadi kalap melihat kematian
rekannya itu. la meraung dan molompat seperti
harimau luka, tameng di tangan kirinya tidak
lagi menjadi aiat pembela diri, melainkan
dikeprukkan kepala Su ma Hek-long, dibarengi
goloknya yang menebas dengan kalap.
Su ma Hek-long tertawa dingin, payungnya
dibuka dan diputar menjadi cahaya hitam
bundar lebar yang melindungi badannya. Begitu
kuat putarannya, sehingga Oh Bu Siang dan
sepasang senjatanya hampir terpelanting ke
samping. Hampir saja Su-ma Hek long me
nyusulkan sebuah pukulan mematikan ke
kepala Oh Bu Siang, tapi didengarnya seruan
Kim Seng Pa, "Hek-long, coba tangkap hiduphidup!"
1137 Su-ma Hek-long memang lihai. Begitu
mendengar perintah, gerakannya langsung
berubah sesuai dengan perintah. Pukulan ke
kepala ditarik dan secepat kilat digantikan
tendangan ke pinggang Oh Bu Siang, tepat
mengenai jalan darah Ki-keng-hiat. Oh Bu Siang
roboh hidup-hidup dan menjadi tawanan.
Maka keseluruhan pertempuran di taman itu
menjadi berat sebelah, memberatkan pihak
Hwe-liong-pang. Menyusul beberapa orang
Hwe-liong-pang yang terbunuh atau tertawan
hidup-hidup, sehingga tidak lama kemudian
pertempuranpun selesailah.
Selain Oh Bu Siang, yang tertangkap hiduphidup antara lain Ji Han Bok, Kiong Wan Peng,
Siang Koan Long dan beberapa orang lagi
Sementata Liong Su Koan, Yang Goan dan Khaisim Hwe-shio telah terbunuh beserta orangorang Hwe liong-pang lainnya.
Kiong Wan Peng tangannya sudah
terbelenggu, begitu juga kakinya yang dianggap
senjata berbahaya. Namun ketika ia digiring dan
kebetulan lewat di depan Ji Han Lim, mendadak
1138 ia meludahi muka Ji Han Lim. Selama bertahuntahun Kiong Wan Peng dan Ji Han Lim adalah
sahabat akrab, sampai hampir seperti saudara
kandung. Tapi kali ini ia sampai meludahi muka
Ji Han Lim, menandakan betapa kecewanya ia
terhadap Ji Han Lim yang telah menyeberang ke
pihak Yong Ceng. Juga marah karena menganggap Ji Han Lim tega menjebak temantemannya sendiri di Taman Cun-hoa.
Wajah Ji Han Lim pucat pasi dan tak berani
menentang sorot mata Kiong Wan Peng. Dengan
tangan gemetar ia mem bersihkan air ludah itu
dari mukanya sementara hatinya remuk-redam.
Malam itu juga, para tawanan dijebloskan ke
dalam penjara yang dijaga oleh perajaritperajurit, dan jagoan-jagoan seragam ungu
sendiri. Itulah ke menangan besar Kim Seng Pa
yang kedua, setelah ia berhasil mengaiahkan
Pak Ki ong Liong. Malam itu pula, Ji Han Lim tak sanggup
memejamkan matanya di atas tempat tidurnya.
Pikirannya melayang terus ke penjara gelap,
tempat adik kandungnya dan orang-orang Hwe1139
liong-pang lainnya dikurung. Namun ia
mengertak gigi, rencananya sudah setengah
jalan dan ia tidak mau mundur lagi. la siap
mengorbankan nama baiknya, teman-teman
nya, adik kandungnya, bahkan nyawanya
sendiri, demi tercapai tujuannya sela-ma ini.
Tujuan yang hendak dicapai itu memang mahal
harganya. Tanpa tidur sekejappun, tahu-tahu pagi
sudah tiba. Di bangsal Bwe-hoa-kiong, semua
pengawal jubah ungu sudah berkumpul untuk
mendengarkan perintah-perintah harian Kim
Seng Pa. Entah disengaja entah tidak, Kim Seng Pa
kemudian mengajak Ji Han Lim serta beberapa
pengawal jubah ungu lainnya, untuk menengok
ke penjara tempat disekapnya tawanantawanan semalam.
Dilingkungan Ci-kim-shia (Kota Terlarang)
yang luas itu ada beberapa buah penjara, sebab
tiap kelompok "mengelola" penjaranya sendirisendiri. Kaum Ang-ih kau punya sendiri , kaum
Hiat-ti-cu punya sendiri, begitu juga kelompok1140
kelompok lain. Seperti anak-anak yang masingmasing diberi sebuah celengan oleh ayah
mereka, dan kelak kalau sang ayah memeriksa
"celengan" mereka, yang isinya paling penuh
akan mendapat paling banyak pujian .
Kini Kim Seng Pa melangkah dengan tegap
untuk memeriksa "isi celengan" nya.
Ji Han Llm melangkah di belakang Kim Seng
Pa dengan jantung berdegupan. la sadar, ia akan
menghadapi "ujian" yang maha berat untuk
menguji sampai dimana kesetiaannya kepada
Kaisar Yong Ceng, dengan dihadapkan ke bekas
teman temannya sendiri. Keringat dingin sudah membasahi sekujur
tubuh Ji Han Lim, sekilas timbul pikirannya,
bagaimana kalau ia ajak teman-teman Hweliong-pang itu nekad menerjang keluar" Tetapi
akal sehatnya masih menyadarkan, bahwa di
ha-dapan orang selihai Kim Seng Pa, ia dan
orang-orang Hwe-liong-pang lainnya takkan
bisa terlalu banyak bertingkah.
Akhirnya Ji Han Lim menetapkan langkah
untuk tetap menjalankan rencananya, apapun
1141 taruhannya. Rintangan rencana itu bukan saja
datang dari luar, tapi juga dari dalam hati


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nurani-nya sendiri yang siap untuk dilukai.
Langkahnya kini mulai menuruni tangga
batu menuju ke penjara gelap dan lembab.
Beberapa obor yang ditancapkan di dinding
batu setiap duapuluh langkah hanya mampu
memberikan cahaya yang redup kemerahmerahan.
Para penjaga di situ memberi hormat kepada
Kim Seng Pa. "Bagaimana dengan bandit-bandit yang
tertangkap semalam?" tanya Kim Seng Pa
kepada komandan kawal. Sahut si komandan. "Nampaknya mereka
bandel-bandel. Cong-koan akan melihat
mereka?" "Ya, bagaimana keadaan tubuh mereka?"
"Sudah kami cambuki hampir setengah
malam untuk memaksa mereka mengaku di
mana teman-teman mereka lainnya bersembunyi di Pak-khia ini. Namun mereka
1142 tetap tutup mulut, biarpun gigi mereka sudah
dirontokkan. " Ketika komandan kawal mengucapkan katakata itu, diam-diam Kim Seng Pa melirik wajah
Ji Han Lim untuk mempelajari bagaimana
perubahan wajahnya. Namun wajah itu tetap
dingin, meskipun beberapa butir keringat
mengembun di tepi jidatnya.
Kim Seng Pa puas, Ji Han Lim benar-benar
"setia" kepadanya.
"Aku sendiri yang akan manangani mereka,"
dengus Kim Seng Pa. "Bawa mereka semua ke
ruang penyiksaan!" "Baik, Cong-koan!"
Lalu Ji Han Lim ikut Kim Seng Pa ke tempat
yang disebut Ruang Penyiksaan itu. Sebuah
tempat yang menggidikkan tubuh, alat-alat
penyiksaan di ruangan itu cukup memberi
gambaran keadaan neraka dalam dongengdongeng apalagi kalau melihat alat-alat itu
dikerja kan. Ada bercak-bercak hitam di lantai,
dinding ataupun pada alat-alat itu. Tentunya itu
1143 adalah bekas-bekas darah yang sudah
membeku. Bau busuk menyergap hidung.
Biarpun Ji Han Lim adalah seorang petualang
di dunia persilatan, ia merinding juga. Itulah
alat-alat yang di rancang untuk membuat
korbannya setengah mati setengah hidup, lalu
mati perlahan-lahan. Susah-payah Ji Han Lim
harus menjaga agar wajahnya tidak me
nimbulkan kesan apapun. la harus tampil
dengan wajah seorang algojo berdarah ding in.
Terdengar suara gemerincing rantai di
lorong, lalu satu persatu tawanan-tawanan itu
diseret masuk, dengan kaki tangan mereka
tetap dirantai. Semalam mereka masih manusia,
dan pagi ini mereka hanya "rongsokan
manusia". Berjaian pun hampir tidak kuat kalau
tidak diseret para pengawal penjara. Pakaian
mereka sudah hancur , sehingga nampak kulit
mereka yang tidak utuh lagi penuh jalur-jalur
bekas cambukan yang merah kebiru-biruan .
Hampir saja Ji Han Lim memalingkan
wajahnya. la kenal betapa kuat daya tahan
tubuh Kiong Wan Peng misalnya, namun dalam
1144 waktu setengah malam saja, Kiong Wan Peng
telah berubah menjadi begitu mengenaskan
keadaannya. Tak terbayangkan betapa hebat
semalam mereka disiksa. Melihat seramnya alat-alat penyiksaan di
ruangan remang-remang itu. Oh Bu Siang tiba
tiba menggigit putus lidahnya sendiri, sehingga
tubuhnya terkulai di pelukan perajurit-perajurit
yang menyeretnya. Rupanya ia khawatir takkan
bisa menahan siksaan yang lebih kejam lagi, dia
memilih mati daripada berkhianat kepada Hweliong-pang dengan menjawab pertanyaan para
penyiksanya. "Pameran kesetiaan membabi-buta yang
tolol sekali," ejek Kim Seng Pa melihat itu.
"Buang mayatnya di hutan agar menjadi
makanan anjing liar dan burung gagak!"
Mayat itu segera digotong keluar.
Lalu Kim Seng Pa dengan santai duduk di
sebuah kursi, dan memerintah Ji Han Lim,
"Saudara Ji, coba kau saia yang berbicara
dengan teman-temanmu itu. Barangkali kau
1145 akan lebih mengerti caranya membujuk
mereka." Hatii Ji Han Lim tergetar juga, meskipun
sudah siap mental sejak semula. Tanyanya, "Apa
yang harus kutanya-kan, Cong-koan?"
"Di mana bandit-bandit Hwe-liong-pang
lainnya bersembunyi di kota ini?"
"Baik, Cong-koan!"
Lalu diambilnya sehelai cambuk yang
tergantung di dinding batu. dan dengan
berlagak segarang mungkin, ia mendekati Ji Han
Bok yang disangga dua pengawal agar tidak
melorot jatuh. Sambil memutar-mutar cambuknya. Ji Han Lim berkata, "Adikku, aku
beri kau kesempatan pertama untuk berjasa
kepada Sribaginda. Katakanlah, siapa saja orang
Hwe-liong-pang yang datang ke Pak-khia ini,
dan bersembunyi dimana mereka sekarang.
Kalau kau mau bersikap bijaksana, Kim Congkoan pasti juga akan bersikap bijak."
Tiba-tiba kepala Ji Han Bok yang terkulai itu
terangkat, lalu segumpal ludah bercampur
darah meluncur dari mulutnya dan kena wajah
1146 Ji Han Lim. la menyeringai puas, lalu kepalanya
terkulai kembali. Sepatah kata pun tak di
keluarkan menjawab kata-kata kakak kandungnya itu. Ji Han Lim pedih hatinya. Namun di depan
Kim Seng Pa, ia berlagak menjadi beringas,
"Kurang ajar! Lupakah kau, bahwa aku adalah
kakakmu yang menggantikan kedudukan ayah
sejak beliau wafat" Aku hendak mengajakmu
menikmati masa depan yang cerah di bawah
lindungan Hong-siang, malah kau begitu kurang
ajar kepada saudara tuamu sendiri.?"
Lalu cemetinya bergerak dua kali,
"menggambar" dua garis tambahan di tubuh Ji
Han Bok yang sudah lemah karena siksaan
semalam, tak tahan lagi lalu pingsan biarpun
"hanya" mendapat dua cambukan.
Diam-diam Ji Han Lim lebih lega melihat
adiknya pingsan, karena dengan pingsan tidak
akan mengalami penderitaan lubuhnya. Tak
terduga Kim Seng Pa memerintah para
pengawal, "Siramkan air garam dan siksa terus
sampai mengaku." 1147 Tiba-tiba kepala Ji Han Bok yang terkulai itu
terangkat, lalu segumpal ludah bercampur darah
mcluncur dari mulutnya dan kena wajah Ji Han Lim.
1148 Ji Han Lim kaget, "Cong-koan, tawanan ini sudah
lemah sekali , dia bisa mati..
Tukas Kim Seng Pa dingin, "Biarpun mati
dengan tubuh hancur lebur juga pantas untuk
orang-orang yang tidak mau mengakui kebaikan
Hong-siang ini!" Tubuh Ji Han Lim gemetar, namun ia berhasiI
memaksakan diri untuk berkata, "Aku akan
tetap menjalankan peri ntah Cong-koan."
Ketika Ji Han Bok sudah disiram air garam,
dan sadar kembali dengan menggeIiat-geIiat
pedih, Ji Han Lim menghantamkan cambuknya
berulang kali, seperti seorang kalap. Tidak
peduli Kiong Wan Peng dan Siang Koan Long
memakinya dengan kalap pula!
Tiap kali Ji Han Bok pingsan, air garam
disiramkan. Bukan saja disadarkan dari
pingsannya, tapi juga menam-bah penderitaannya karena air garam itu pedih di
luka. Tubuh Ji Han Bok menggeliat-geIiat seperti
seekor ulat yang dikeroyok semut.
Nomun yang jauh lebih pedih dari tubuh Ji
Han Bok, adalah hati Ji Han Lim sendiri, yang
1149 harus berperanan sebagai algojo atas
saudaranya sendiri. Cambuknya terus meledakledak, dan tiap kali bertambah bilur di tubuh
adik-nya, bertambah pula bilur di hatinya
sendiri. Tetapi ia seperti seorang mabuk yang
kehilangan akal sehatnya, mencambuk...
mencambuk.... mencambuk...
Tak tahan melihat adiknya menderita, tibatiba Ji Han Lim membanting cambuknya.
Tombak salah seorang penga-wal yang berdiri
di sampingnya direbutnya . . .
"Ji Han Lim!" teriak bersamaan dari Kim
Seng Pa, Kiong Wan Peng dan Siang Koang Long.
Teriakan itu tak bisa menahan ujung tombak
itu terbenam ke dada kiri Ji Han Bok, tepat di
jantungnya, mengakhiri penderitaannya.
Sang algojo sejenak mamatung melihat
tubuh Ji Han Bok melorot ke lantai yang
bersimbah darah. Tanpa ada yang mengetahui
bahwa hati sang algojo lebih berdarah dari
korbannya. (Bersambung Jilid XIX) 1150 1151 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIX Kim Seng Pa mengangguk-angguk dan
menyeringai puas. Tindakan Ji Han Lim anakbuah barunya itu, benar-benar "dapat
dipertanggung jawabkan" dan perlu dilaporkan
Kaisar agar naik pangkat.
Sementara itu, Ji Han Lim telah berlutut di
hadapannya sambil berkata, "Cong-koan,
biarpun adikku tersesat mengikuti gerombolan
pembangkang, namun mengingat pertalian
darahnya denganku, aku mohon ijin Cong-koan
untuk merawat tubuhnya dengan layak."
Kim Seng Pa puas sekali karena Ji Han Lim
dianggapnya lulus "ujian kesetiaan kepada
Kaisar. Tidak perlu ditambah lagi "mata ujian"
hari itu, nanti malah otaknya bisa miring dan
1152 tidak dapat digunakan lagi. Karena itulah-Kim
Seng Pa mengijinkan. "Cong-koan, kalau boleh aku juga mohon diri
lebih dulu untuk membawa tubuh saudaraku...."
"Baik, Jangan lupa, kesetiaanmu itu akan
segera diketahui oleh Kaisar. selamat, saudara Ji
"Terima kasih, Cong-koan," sahut Ji Han Lim
gemetar. Lalu ia keluar dari situ dengan membawa
tubuh adiknya yang hancur, sebagian besar oleh
tungannya sendiri. Setelah Ji Han Lim pergi, Kim Seng Pa sendiri
memimpin penyiksaan atas diri Kiong Wan
Peng dan Siang Koan Long. Tetapi karena kedua
Tong-cu itu tetap tidak mau menjawab,
sehingga Kim Seng Pa amat jengkel .
Akhirnya ia menemukan akal. Disuruhnya
orang-orangnya untuk memasang pengumuman
di jalan-jalan ramai, bahwa beberapa hari lagi
dua Tong-cu Hwe-liong-pang akan dihukum
penggal kepala. la berharap pengumuman itu
akan memancing orang-orang Hwe-liong-pang
1153 untuk menolong kedua Tong-cu, dan mereka
akan masuk jaring. Malam berikutnya, di atas bukit kecil di luar
kota Pak-khia nampak ada api berkobar-kobar.
Ji Han Lim tengah memperabukan jenazah
adiknya. Kalau di depan Kim Seng Pa dan
pengawal-pengawal jubah ungu lainnya ia
bersikap garang dan bengis, maka setelah sendirian saja, tumpahlah luapan perasaannya yang
sejati. la menangis, memukul-mukul dadanya
sendiri dan berbicara sendirian entah apa saja
yang diucapkan. Rupanya ia berusaha berbicara
kepada arwah adiknya. Semalam suntuk ia menatap kobaran api


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang memusnahkan jazad adiknya. Menjelang
fajar, potongan-potongan kayu yang besarbesar itupun sudah jadi abu, apinya padam, dan
Ji Han Bok berujud abu yang keputih-putihan
dan bergumpal-gumpal di tengah-tengah abu
kayu. Pikiran Ji Han Lim jadi agak tenang, setelah
semalam ia puas meratap. Dengan khidmat
dikumpuIkannya abu jenazah adiknya untuk
1154 dimasukkan sebuah guci kecil yang lalu ditutup
dengan kain kuning, lalu digendongnya di
punggung. Sesaat kemudian, di bawah siraman cahaya
fajar yang lembut bersahabat, diiringi nyanyian
satwa yang riang gembira, Ji Han Lim menuruni
bukit itu. Tapi keindahan suasana sekitarnya
belum mampu menghapus kemurungan wajahnya. la ingat, dulu ketika adiknya masih kecil,
adiknya sering digendongnya, namun kini yang
digendongnya ha-nya segumpal abu dalam guci.
Tiba-tiba suasana sunyi di jalan setapak di
pinggir hutan itu dipecahkan suara derap kaki
kuda yang dipacu tergesa-gesa. Cepat Ji Han Lim
melompat ke pinggir jalan, untuk melihat siapa
gerangan penunggang kuda di pagi itu"
Itulah tiga lelaki berkuda, semua nya
membawa senjata. Itu sebenarnya pemandangan biasa, tetapi Ji Han Lim merasa
pernah melihat si lelaki yang bertubuh pendek
gempal dan membawa toya Long-ge-pang (Toya
Gigi Serigala). Namun Ji Han Lim tidak ingat lagi,
kapan dan di mana ia pernah melihat orang itu.
1155 Sebaliknya, lelaki itu begitu tergesa-gesa
sehingga tidak sempat melirik Ji Han Lim yang
dikiranya orang lewat biasa. Maklum, Ji Han Lim
saat itu berpakaian "normal", artinya tidak memakai seragam pengawalnya, juga tidak
memakai pakaiannya semasa masih menjadi
Tong-cu Hwe-liong-pang dulu, baju pendek kulit
binatang yang menonjolkan otot dada dan
lengannya yang kekar. Kini Ji Han Lim memakai
jubah biasa, seperti beribu-ribu orang di Pakkhia juga berpakaian demikian.
Mereka bertiga menyusuri pinggir hutan,
namun ketika mendengar suara suitan dari
tengah hutan, merekapun membelokkan kuda
masuk ke lorong hutan. Sesaat Ji Han Lim melupakan duka-nya,
diganti rasa tertarik melihat tingkah orangorang itu dari kejauhan. Sebagai seorang yang
biasa berkelana di dunia persilatan, ia gampang
tertarik kalau melihat urusan-urusan yang dirasanya aneh .
Setelah ketiga orang tadi berbelok
menghilang ke dalam hutan, Ji Han Lim
1156 mendekati mulut lorong itu dan melihat secarik
bendera kecil diikatkan di mulut lorong.
Bendera kuning berbentuk segitiga, ditengahnya terlukis bulatan merah yang
melambangkan matahari dan bulan sabit putih
di sampingnya. Ji Han Lim terkesiap. Itulah Jit goat-ki
(Bendera Rembulan Matahari) dari jaman
Kerajaan Beng dulu. Huruf "Beng" (Cahaya)
adalah gabungan dari huruf-huruf "jit"
(Matahari) dan "goat" (Rembulan). Setelah
Kerajaan Beng runtuh dan dinasti Manchu
berkuasa, bendera itu menjadi lambang sebuah
gerakan bawah tanah yang menyebut dirinya
Jit-goat-pang (Serikat Rembulan Matahari),
yang bercita-cita menumbangkan Manchu dan
mendirikan kembali Kerajaan Beng. Ciri-ciri
khas anggot. ang-gota Jit-goat-pang ialah
pakaian mereka yang tetap model kuno, model
kerajaan Beng, dan mereka tidak mau menguncir rambutnya menurut peraturan pemerintah
Manchu. Namun mereka bertindak cerdik juga.
Di tempat-tempat umum, mereka memasang
1157 kuncir palsu atau memakai topi berkuncir palsu.
Kalau mereka bertemu sesama kawan di tempat
rahasia, barulah mereka tampil dengan ciri-ciri
mereka dalam hal pakaian dan rambut.
Kini melihat orang-orang Jit-goat pang
berani muncul di tempat yang terhitung tidak
jauh dari Pak-khia, perhatian Ji Han Lim
langsung tertarik. la ingin tahu, apa saja yang
mereka lakukan dengan berkumpul di tempat
itu" Dan lagi-lagi terdengar suara derap kaki
kuda dari kejauhan. Cepat-cepat Ji Han Lim
melompat ke atas sebuah pohon dan
bersembunyi di antara daun-daunnya. Tapi ia
masih bisa mengintai dari sela-sela daun.
Dari arah selatan muncul empat penunggang
kuda, dari barat juga muncul empat penunggang
kuda. Kedua rombongan itu berpapasan di
mulut lorong hutan. Di hadapan satu sama lain,
mereka merobek-robek pakaian mereka
sebelah luar yang berpotongan Manchu,
sehingga nampak pakaian sebelah dalam
mereka yang bermodel Kerajaan Beng. Lalu
1158 kuncir-kuncir palsu mereka dilepas pula,
sehingga nampak potongan model kuno rambut
mereka. Rupanya, agar selama perjalanan
mereka tidak dicurigai pemerintah Manchu,
mereka menutupi ciri-ciri mereka yang asli.
Yang agak mendebarkan Ji Han Lim ialah
ketika melihat salah seorang dari mereka cukup
dikenalnya. Dulu, keti ka Ji Han Lim dan temanteman seperjalanan nyaris hancur berkepingkeping di sebuah gubuk yang ternyata dipasangi bahan peledak. Orang itu bahkan pernah
bertempur dengan Ji Han Lim. Dialah Lo Siang
yang berjulukan Ang-jiau-hong-mo (Hantu Gila
Bertangan Merah), ahli tingkat tinggi dalam
Ang-se ciang (Pukulan Pasir Merah).
Rombongan dari selatan dipimpin seorang
lelaki yang jangkung kurus sehingga mirip tiang
jemuran. Ketika ia duduk di atas kuda, tubuhnya
bergoyang goyang seakan hendak roboh, dan
sepa-sang kakinya begitu panjang sehingga
hampir menyentuh tanah. Pakaiannya ber
sulam dan mewah sekali. 1159 Tampang orang ini lucu sekali, cocok untuk
ikut rombongan badut penghibur, namun wajah
Ji Han Lim justru tegang karena ia juga kenal
tokoh ini. Namanya Ku Tian Lok, julukannya
Tiau-si-kui (Setan Gantungan), di lingkungan Jitgoat-pang dia berkedudukan sebagai Lam-ong
(Raja Selatan) Kiranya Jit-goat-pang masih
mempertahankan sebutan-sebutan pemerintahan jaman Beng duIu, itulah
sebabnya Ku Tian Lok bergelar Lam-ong,
sementara pemimpin Jit-goat-pang sendiri tidak
dipanggil Pang cu, tetapi Kaisar. Biarpun Ku
Tian Lok lebih mirip raja badut, namun Ji Han
Lim sadar, orang itu beberapa kali lipat lebih
berbahaya daripada Lo Siang.
Kedua rombongan itu bergabung, kemudian
sama-sama menghilang ke dalam hutan.
Ketika keadaan sudah sepi kemba-li, Ji Han
Lim melompat turun dari pohon dan dengan
hati-hati sekali menyusup pula ke dalam hutan.
la tidak mengikuti lorong hutan, sebab yakin
bahwa lorong itu tentu dijaga. Benar juga,
tampak beberapa penjaga. Maka Ji Han Lim
1160 lebih suka merunduk-runduk bersembunyi di
antara pepohonan yang lebat.
Akhirnya ia melihat, di tengah hutan ada
sebuah tempat lapang yang digu nakan sebagai
tempat pertemuan. Di situlah orang-orang Jitgoat-pang berkumpul, bersila dengan khidmat
mengitari sebuah "singgasana" yang masih
kosong dan sehelai bendera Jit-goat-pang berukuran raksasa. Rupanya pertemuan belum
dimulai, mereka masih menunggu datangnya
"Kaisar" mereka.
Di tempat persembunyiannya, Ji Han Lim
harus amat berhati-hati, berna as pun tidak
berani keras-keras. la tidak tahu entah berapa
banyak orang berilmu tinggi di antara mereka,
dan kalau kehadirannya sampai diketahui, dia
pasti akan menyusul adiknya. Jit-goat-pang
adalah sebuah organisasi amat tertutup yang
tak segan-segan bertindak kejam kepada orangorang yang mengintai kelakukan rahasia
mereka. 1161 Tidak lama kemudian, muncul lagi
serombongan orang berkuda. Dan kali i-ni salah
seorang pendatang berteriak nyaring. "Hongsiang akan tiba!"
Orang-orang itu serempak mengatur diri
dalam dua jajaran dan berlutut. Diam-diam Ji
Han Lim geli juga melihat tingkah orang-orang
itu. Yah, hitung-hitung nonton pertunjukan
lawak gratis, namun kalau sampai ketahuan
maka nyawanya akan dicabut sebagai "harga
tanda masuk". Dari mulut lorong muncul lagi sepasukan
orang berpakaian seragam istana jaman dinasti
Beng, yang lalu berbaris dua jaiur dengan sikap
tegap sam bi1 menggenggam senjata masingmasing. Ji Han Lim mengira "Kaisar" nya akan
segera muncul, eh, ternyata belum juga. Kali ini
muncul orang-orang berpakaian pelayan istana
yang menggelarkan permadani dari mulut
lorong sampai ke "singgasana". Muncul lagi
sekelompok gadis berdandan dayang-dayang
istana yang menyebarkan bunga-bunga dan
memasang dupa wangi segala.
1162 "Benar-benar tata-cara bau tengik..." Ji Han
Lim menggerutu dalam hati.
Namun akhirnya muncul juga sebuah tandu,
dan muncullah sang "Kaisar" Jit goat-pang dari
dalam tandu, disambut seruan orang-orang
yang berlutut itu, "Ban-swe! Ban-swe!"
"Kaisar" itu seorang lelaki berusia sekitar
limapuluh tahun, rambutnya sudah kelabu,
berpakaian lengkap jubah kuning bersulam
naga dan lagaknya memang seperti Kaisar tulen.
yang mengejutkan Ji Han Lim ialah betapa
tajamnya mata orang ini, menandakan entah
berapa tinggi ilmu yang tersimpan dalam diri
nya . Dulu di jaman menjelang berakhir-nya masa
pemerintahan Kaisar Sun Ti, Jit-goat-pang
pernah memberontak di bawah pimpinan Cu
Leng Ong, seorang putera selir Kaisar Cong
Ceng dari dinasti Beng. Pangeran Cu Leng Ong
itulah ayah dari "Kaisar" Jit-goat-pang yang
bernama Cu Teng Hong ini. Jadi ia adalah cucu
Kaisar Cong Ceng, biarpun neneknya cuma
seorang selir. 1163 Setelah duduk di "singgasana". Cu Teng Hong
berkata kepada pengikut-pe-ngikutnya, "Bangki
tlah..." Seruan serempak lagi, "Terima kasih,
Tuanku!" lalu orang-orang itu berdiri dengan
tertib dan sikap hormat. Benar-benar mirip
dalam istana. Kemudian mereka berunding, dan tergetarlah jantung Ji Han Lim setelah
mendengar apa yang mereka rencanakan.
Ternyata mereka hendak mengadakan gerakan
besar-besaran di Pak-khia, tepat pada hari
ulang-tahun Kaisar Yong Ceng beberapa hari
lagi. Gebrakan yang tidak tanggung-tanggung,
bermaksud merebut Pak-khia,dan membunuh
Kaisar Yong Ceng, untuk itu Jit-goat-pang
bekerja sama dengan kaum Pek-lian-pai
(Golongan Teratai Putih), meskipun mereka gagal mengajak kaum Thian-te-hwe (Serikat
Langit Bumi) untuk bergabung dalam gerakan
itu. Mendengar rencana itu, Ji Han Lim bimbang
sendiri. Perlu dilaporkan Kim Seng Pa atau
1164 tidak" Kalau dilaporkan, alangkah besarnya jasa
Ji Han Lim, sebab laporannya pasti akan sangat
lengkap. la sudah mendengar cara bagaimana
yang akan digunakan gabungan antara Jit-goatpang dan Pek-lian-pai, kapan waktunya, tempattempat yang akan dijadikan sasaran, pusatpusat kekuatan mereka di dalam dan luar kota
Pak-khia bagaimana cara mereka saling
berhubungan untuk menyampaikan atau
menerima perintah. Lengkap sekali. Kalau Ji
Han Lim mau bicara kepada Kim Seng Pa, maka
dalam sekali gebrak saja rencana J i t-goat-pang
yang tersusun rapi itu akan lumpuh sebelum


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertindak. Tetapi Ji Han Lim tidak dapat segera
memutuskan dalam hatinya. Bahkan lebih kuat
kecenderungannya untuk tidak usah lapor saja,
alias tutup mulut. Setelah orang-orang Jit-goat-pang itu selesai
menetapkan rencana, mereka sempat membuat
upacara sumpah setia, semuanya bersumpah
akan bertaruh nyawa demi suksesnya rencana
itu. Serempak mereka meneriakkan semboyan
1165 mereka yang terkenal, "Seng-wi-beng-jin, Si-wi beng-kui !"
Hidup sebagai rakyat Kerajaan Beng, mati
menjadi hantu Kerajaan Beng !
Kemudian Cu Teng Hong meninggalkan
tempat itu dengan diiringi penghormatan
berlutut dari seluruh pengikut-nya. Lalu
pengikut-pengikutnya pun meninggalkan tempat itu. Yang paling akhir pergi adalah Ji Han Lim,
meskipun tetap harus sambil celingukan
waspada. Hari itu bukan hari giliran tugas Ji Han Lim,
maka setelah masuk dalam kota Pak-khia, ia
sempat mampir ke kuil Thian-te-bio untuk
menitipkan guci jenazah adiknya.
Kemudian sambil lalu ia memutar lewat
kelenteng Thai-hud-si, tempat dulu menjadi
persembunyian orang-orang Hwe-liong-pang
kalau sedang beroperasi di Pak-khia. Dulunya,
pangkalan operasi nya adalah rumah Kui Hok,
seorang anggota Hwe-liong-pang pula. Namun
1166 setelah rumah itu diketahui pihak jagoan istana,
lalu dipindahkan ke Thai-hud-si.
Ketika Ji Han Lim masuk kuil itu, ternyata
sudah kosong. Tak seorangpun kelihatan batang
hidungnya. Rupanya, sejak matinya Khai-sim
Hwe-shio di taman Cun-hoa, pendeta-pendeta
kuil itu sudah bubar takut ditangkap tentara
pemerintah. Saat itu, pihak Hwe-liong-pang
entah punya pangkalan operasi dimana lagi.
Sesaat Ji Han Lim berdiri termenung, sampai
seseorang masuk dari pintu kuil. Ji Han lim
membalikkan badan, dan melihat bahwa si
pendatang itu adalah Kui Hok yang membawa
Ce-bi-kun (Toya Setinggi Alis). Ketika Ji Han Lim
masih dianggap anggota Hwe-liong-pang,
kedudukan Kui Hok adalah dibawah Ang-kitong (Kelompok Bendera Merah) yang dulu
dipimpin Ji Han Lim. Namun kin Kui Hok berdiri di depan Ji Han
Lim tanpa rasa hormat sedikitpun. Matanya
bahkan menatap bekas pemimpin kelompoknya
itu dengan penuh kemarahan dan kebencian.
1167 "Pengkhianat!" geram Kui Hok. "Sejak dari
jalan besar tadi kuikuti kau diam-diam sampai
kemari, sekarang tibalah saat kematianmu!"
"Tunggu, saudara Kui, harus kujelaskan".." Ji
Han Lim tak sempat menyelesaikan katakatanya, sebab ia harus buru-buru menghindar
gebukan toya Kui Hok. "Dengarkan dulu, saudara Kui."
"Tidak. Aku tidak mau mendengarkan
seorang pengkhianat yang tega menjebak adik
kandungnya dan teman-teman seperjuangannya
sendiri, hanya untuk mencari muka kepada si
keparat Yong Ceng!" terika Kui Hok sambil terus
menyerang dengan gencar. Karena hanya menghindar terus, tidak
membalas, lama-kelamaan Ji Han Lim repot
juga. Bagaimanapun Kui Hok adalah kepala
cabang Hwe-liong-pang di Pak-khia yang
ilmunya cukup hebat. Tapi Ji Han Lim juga tidak membiarkan
kepalanya dijadikan bubur oleh toya besi Kui
Hok. Suatu ketika Kui Hok menyerang dengan
Thai-san-ap-ting (Gunung Thai-san menimpa ke
1168 Ji Han Lim tak sempat menyelesaikan kata-katanya,
sebab ia harus buru-buru menghindar gebukan toya
Kui Hok. 1169 pala) Yang menghantam dari atas ke bawah. Ji
Han Lim cepat menghindar, lalu jari-jari Ji Han
Lim meluncur menotok rusuknya, sehingga Kui
Hok langsung roboh. Tetapi Kui Hok tidak mau menunjukkan
sikap takluk, ia masih berteriak, "Pengkhianat,
kau bunuhlah aku sekalian! Seperti kau sudah
membunuh adikmu sendiri yang berwatak
satria itu! Ayo bunuh aku!"
Tanpa peduli caci-maki Kui Hok, Ji Han Lim
mengangkat tubuh Kui Hok ke belakang kuil
Thai-hud-si, sehingga teriakannya takkan
terdengar dari jalan besar dan bisa
menimbulkan kesulitan. Didudukkannya tubuh
Kui Hok yang tertotok disebuah kursi.
"Kui Hok, sebelum kau lanjutkan cacimakimu, kau mau mendengarkan omonganku
lebih dulu?" tanyanya.
Memang mulut Kui Hok kelelahan juga, maka
diapun bungkam, namun sepasang matanya
masih menyemburkan kemarahannya.
1170 Ji Han Lim menarik sebuah kursi untuk
didudukinya sendiri di hadapan Kui Hok. Lalu
iapun menceritakan rencananya untuk menakluk kepada Kim Seng Pa. Sebuah rencana
yang penuh pengorbanan, bukan saja korban
nyawa, teman-teman dan bahkan saudara
kandungnya sendiri, tapi juga nama baiknya
sendiri, sebab Ji Han Lim mau tidak mau men
dapat cap sebagai pengkhianat. Ketika ingat
adiknya yang sudah menjadi abu, tak tertahan
lagi Ji Han Lim bicara sambil terguguk-guguk.
Melihat kesungguhan Ji Han Lim, Kui Hok
mulai terpengaruh. Mula-mula ia tercengang,
laiu bimbang antara percaya dan tidak percaya,
namun akhirnya mulai percaya juga. Sinar
kebencian dan kemarahan memudar dari
sepasang matanya, digantikan sinar mata penuh
hormat dan haru. Itu sebuah kisah pengorbanan yang tidak tanggung-tanggung.
Akhirnya Kui Hok ikut mencucurkan air
mata pula. 'Tong-cu...." suaranya menjadi serak.
"Terimalah hormat ku yang tinggi......"
1171 Ji Han Lim akhirnya bisa juga tersenyum
lega, setelah ia menjelaskan segalanya kepada
Kui Hok. Dan ia sudah siap menyongsong maut
sebagai puncak rencananya. Rencana yang
bukan hanya berdasar kepentingan pribadi atau
kepentingan kelompoknya, melainkan demi
jutaan rakyat kekaisaran yang tertindas di
bawah pemerintahan yang lalim. Rasanya
pengorbanannya selama ini jadi tidak terlalu
mahal lagi. Toh taruhannya adalah kebahagiaan
seluruh rakyat . Ji Han Lim membebaskan totokan Kui Hok,
lalu berkata, "Terima kasih, saudara Kui, kau
sudi mendengarkan dan mempercayai aku."
"Tong-cu, pengorbananmu sesungguhnya
terlalu hebat, tidak bisa dilakukan sembarangan
orang. Tetapi...." "Kenapa?" "Buat apa Tong-cu berkorban seperitu itu"
Asal kita gigih berjuang, toh lama-lama Yong
Ceng akan tumbang juga dari tahtanya yang
berlumuran darah itu"
1172 Ji Han Lim menjawab sambil menarik napas,
"Saudara Kui, sampai kapan batasnya 'lamalama' itu" Selama itu, berapa korban nyawa
yang akan jatuh di pihak penentang atau
pendukung Yong Ceng" Semuanya hanya
bersumber dari Yong Ceng yang bernafsu untuk
terus bertahta dengan cara-cara liciknya,
mengubah Surat Wasiat ayahandanya, menyandera Pangeran In Te dan Ibusuri Tek
Huai, membunuhi menteri-menteri tua yang
setia, dan seribu kejahatan lainnya. Kelakuan
Yong Ceng menyuburkan perlawanan dalam
negeri, dan berarti melemahkan kekaisaran,
padahal kekaisaran kita senantiasa terancam
oleh Rusia dari barat dan Jepang dari timur,
yang akan mendapat peluang untuk menyerang
kita kalau negeri ini lemah. Karena itu, Yong
Ceng harus mati! Setelah itu aku tidak peduli
apakah yang akan naik tahta itu Pangeran In Te
atau Pangeran Hong Lik, pokoknya negeri ini
harus mendapat raja yang lebih baik, yang lebih
dapat memperkuat negara dan memperhatikan
1173 rakyat. Kalau tidak, kita akan dijajah orangorang bule seperti beberapa negeri di selatan!"
Kui Hok terbakar oleh semangat yang
ditunjukkan Ji Han Lim itu, kata-nya, "Tong-cu,
kini aku sadar bahwa kau bukan pengkhianat,
tapi seorang patriot yang sedang melakukan
pengorbanan tertinggi. Tidak sedikit orang
berani mengorbankan nyawanya, tapi bukan
nama baiknya. Berkorban nyawa, tapi
mengharap imbalan bahwa namanya akan
mengharum dan dikenang terus. Tapi Tong-cu
siap mengorbankan apapun tanpa sisa, nyawa
dan nama baik...." "Jangan memujiku setinggi itu. Aku bercerita
terus-terang kepadamu, berarti aku masih
sayang akan nama baikku juga."
"Tong-cu, kalau kau butuh bantuan ku,
akupun siap mengorbankan apa saja."
Terima kasih, tapi aku sendiri pun merasa
cukup lancar dalam rencana ku. Si anjing tua
Kim Seng Pa itu semakin percaya kepadaku. Aku
hanya mohon, demi jutaan rakyat yang harus
dibebaskan dari penindasan, agar siapapun ja
1174 ngan diberitahu rencanaku ini, supaya tidak
bocor dan membahayakan jiwaku .
Mata Kui Hok kembali basah berkaca-kaca,
"Aku sanggupi , Tong-cu. Ada pesan lain?"
"Satu lagi. Kalau aku mati, bakar lah mayatku
menjadi abu dan satukan dengan abu jenazah
adikku yang kutitip-kan di kelenteng Thian-tebio, lalu bawalah ke Tiau-im-hong."
"Aku berharap Tong-cu tetap hidup, setelah
berhasil dengan tugas berat itu."
"Tentu saja akupun berharap demikian," Ji
Han Lim tertawa sambil menepuk-nepuk
pundak Kui Hok. "Kita berpisah, ingat-ingat
pesanku tadi..." "Baik, Tong-cu."
Ji Han Lim sudah melangkah beberapa
cindak, namun tiba-tiba ia menghentikan
1angkah dan berbalik lagi, "Eh, masih ada satu
hal lagi, saudara Kui."
"Apa, Tong-cu?"
"Laporkan kepada Tong Pang-cu bahwa
empat hari lagi adalah hari ulang tahun Yong
Ceng, dan para pemberontak Jit-goat-pang serta
1175 Pek-lian-pai akan bergerak merebut seluruh
Pak-khia dengan kekuatan besar-besaran.
Mereka juga bertujuan membunuh Yong Ceng,
tapi hanya untuk digantikan raja lalim lain nya,
jaitu Cu Teng Hong si "Kaisar" Jit-goat-pang.
Saat terjadinya huru-hara itulah kesempatan
baik untuk menolong Siang Koan Tong-cu dan
Kiong Tong cu di penjara istana. Tanpa
memanfaatkan saat itu, sulit membebaskan
mereka . " "Baik. Matinya Yong Ceng akan merupakan
anugerah besar buat rakyat yang tertindas."
"Apakah kekuatan Hwe-liong-pang juga
sudah terkumpul di kota ini?"
Sekilas timbul kecurigaan Kui Hok. Janganjangan Ji Han Lim hanya hendak memancing
keterangan tentang orang-orang Hwe-1iongpang, lalu diserbu dan ditumpas" Namun
melihat sorot mata Ji Han Lim yang tulus dan
pedih, Kui Hok merasa terlalu kejam kalau
masih mencurgainya. Sahutnya, "Benar,
kemarin malam semua kekuatan sudah
berkumpul." 1176 Bagaimanapun juga, masih ada sisa
kecurigaannya, sehingga Kui Hok tadi
menyebutkan tempat berkumpulnya.


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa saja?" "Pang-cu bersama muridnya, Pange-ran In
Tong, Goan-swe Pak Kiong Liong dan lima Tongcu dan lima Hutong-cu serta belasan temanteman kita."
"Cukup untuk menggempur penjara. Tapi
ingat, manfaatkan kesempatan dengan tepat."
Tiba-tiba Ji Han Lim merasa keterangan Kui
Hok agak aneh. Hwe-liong-pang hanya punya
delapan Tong-cu, salah satu adalah ia sendiri .
Liong Su Koan sudah gugur di Taman Cun-hoa,
Siang Koan Long dan Kiong Wan Peng terku
rung di penjara. Mestinya tinggal empat, kenapa
Kui Hok bilang lima" Tiba-tiba Ji Han Lim jadi
sedih sendiri. la mengira dirinya sudah dicap
pengkhianat dan tentunya Tong Lam Hou sudah
mengangkat seorang Ang-ki Tong-cu (Kepala
Kelompok Bendera Merah) yang baru.
1177 Tanpa sadar ia bergumam sendiri, "Ya,
memang pantas kalau kedudukanku sebagai
Ang-ki Tong-cu digantikan orang lain. Siapapun
pasti berpikiran begitu."
Sahut Kui Hok, "Sampai saat ini belum
diangkat pengganti Tong-cu atau Liong Tong-cu
yang gugur itu..." "Kalau begitu, tentunya yang datang itu
empat orang Tong-cu, bukan lima seperti
katamu tadi, saudara Kui."
Kui Hok tersenyum, "Sekarang ada kelompok
kesembilan dalam Hwe-liong-pang, yang
disebut Hui-liong-tong (Kelompok Naga
Terbang), bekas perajurit-perajurit Hui-Iiongkun yang diburu-buru Yong Ceng dan
bergabung dengan kita. Tong-cunya adalah Tok
Koh Lui dan Hutong-cunya Au Yang Kok Cu."
"Wah, kiranya ada peristiwa gembira itu___"
"Tong-cu, bagaimana kalau rencana mu yang
berbahaya itu dijelaskan kepada Pang-cu"
Selain untuk mencuci nama baikmu, juga
andaikata gagal bisa diusahakan 1178 menyelamatkan Tong-cu keluar dari tengahtengah serigala-serigala itu."
"Boleh, tapi ingat, hanya kepada Pang-cu
seorang. Makin banyak orang yang tahu,
semakin mudah bocor..."
"Ya, Tong-cu. Selamat berjuang."
"Terima kasih."
Keduanya pun berpisah dengan mem-bawa
perasaan masing-masing. Kui Hok terharu dan
bangga, Ji Han Lim bertambah semangat.
* * * Ibukota Kerajaan bersiap-siap nyambut
perayaan ulang tahun Kaisar pinggir jalan besar
dihias, gerbang-gerbang dan pagoda-pagoda
bertaburan lampion, ratusan panggung hiburan
sudah disiapkan di seluruh pelosok kota.
Kedutaan-kedutaan Rusia, Jepang, Portugis,
Inggris, Belanda, Siam, Birma dan lain-lainnya
sudah siap dengan hadiah ulang tahun yang
bersaing satu sama lain. 1179 Acara sudah disiapkan rapi . Di kuil Kerajaan
akan diadakan sembahyang yang dipimpin para
pendeta Ang-ih-kau, memohonkan agar Sang
Putera Langit mendapat usia panjang karena
sudah termasyhur akan "kebijaksanaan" nya.
Semua kuil besar kecil di seluruh Pak-khia
harus mengadakan upacara serupa, yang
menolak, pendeta-pendetanya akan dihukum
mati. Lalu lintas kota Pak-khia menjadi berkali
lipat lebih padat karena banyak orang luar Pakkhia membanjiri ibukota itu. Penjagaan
diperketat, baik oleh perajurit berseragam
maupun para mata-mata yang membaur di
antara orang banyak. Yong Ceng ingin perayaan
ulang tahunnya berjalan aman dan lancar, tidak
ada gangguan keamanan apapun.
Perayaan itu juga menjadi rejeki nomplok
buat banyak orang. Penjual hiburan di pinggirpinggir jalan, penjual makanan atau mainan
kanak-kanak, para pengemis, pelacur, tukang
copet. 1180 Di antara arus manusia yang membanjiri
Pak-khia beberapa hari sebelum perayaan itu,
sebenarnya banyak orang-orang yang berkuncir
palsu. Ribuan jumlahnya, sulit dibedakan
dengan orang lain. Tapi nanti akan tiba saatnya
kuncir-kuncir palsu mereka dilepas, dan
senjata-senjata dihunus. Dengan demikian, disamping menjadi arena
kegembiraan, kota Pak-khia juga menjadi arena
"kucing-kucingan" antara pendukung dan
penentang Yong Ceng yang sama-sama
menyamar di antara rakyat. Di balik segala
pesta dan kemeriahan, tersembunyi ketegangan
dan nafsu membunuh yang ditahan-tahan untuk
menunggu kesempatan. Hari ulang tahun Sang Putera Langit tiba.
Di mana-mana orang berpesta kembang api,
makan-makan, menonton hiburan. Di manamana juga kelompok-kelompok perajurit
berjaga-jaga dengan senjata terhunus, mengawasi orang-orang yang berlalulalang.
Kegembiraan dan ketegangan bisa juga
berdampingan . 1181 Di depan kelenteng Thian-te-bio yang tidak
jauh dari istana, serombongan sandiwara
topeng memainkan lakon "Sun Pin dan Bang
Koan" dengan lihainya. Pemain-pemainnya
mantap, penabuh musik pengiringnya juga
mantap, sehingga penonton larut dalam alur
cerita. Para penonton ikut terharu melihat nasib "Sun Pin" yang dihukum potong kaki karena
fitnah saudara senerguruan dan sahabat
karibnya sendiri. Dan penonton ikut bersorak
gembira ketika sampai adegan akhir, dimana
Bang Koan yang tengah memimpin tentara
Kerajaan Gui untuk menyerbu Kerajaan Che,
telah terperangkap oleh pasukan Sun Pin, lalu
Bang Koan mati dengan tubuh penuh anak
panah. Tepuk tangan bahkan masih bergemuruh,
ketika layar ditutup perlahan-lahan.
Saat itu dari istana terdengar genta besar
dibunyikan, disusul genta-genta di sembilan
menara kota. Itulah puncak acara. Tandanya
Kaisar Yung Ceng sudah selesai bersembahyang,
dan akan menerima ucapan ulang tahun dari
1182 semua pejabat-pejabat bawahannya maupun
para duta asing. Saat itulah layar panggung yang baru saja
melakonkan "Sun Pin dan Bang Koan" itu
terbuka kembali. Seorang lelaki pendek
berpakaian Panglima jaman Kerajaan Beng
muncul di panggung dengan membawa toya
Long-ge-pang (Toya Gigi Serigala).
Penonton yang hampir bubar, tiba-tiba
bersorak gembira dan kembali merubung ke
depan panggung. Mereka menyangka rombongan sandiwara yang mengaku "datang
dari masa silam" itu akan melakonkan cerita
baru. Ketika penonton sudah berkumpul, orang di
atas panggung itu ternyata bukan main
sandiwara, malah berpidato dengan berapi-api,
"Rakyat Kerajaan beng yang menderita, sudah
hampir Satu abad tanah air kita dijajah anjinganjing berkuncir dari Liao-tong. Kini tiba
saatnya kita bangkit untuk mengangkat senjata
di bawah pimpinan. . . ."
1183 Sampai di sini, paniklah penonton dan bubar
ke segala arah. Rakyat yang tidak tahu-menahu
soal politik itu tidak mau tersangkut urusan
yang berbahaya. Mereka tahu, "lakon" kali ini
adalah "lakon" berbahaya. Pelaku-pelakunya
bukan lagi menggunakan senjata mainan,
melainkan senjata-senjata asli yang bisa
memotong leher. Tetapi dari antara penonton yang tengah
bubar itu, ada juga beberapa orang bertubuh
tegap-tegap yang justru mendesak ke arah
panggung, sambil ber-seru-seru, "Kepung
tempat ini! Mereka pemberontak!"
Merekalah orang-orang pemerintah keraj
aan. Salah seorang dari mereka segera
melepaskan jubahnya sehingga nampak pa
kaiannya yang ringkas, dan pedang tergantung
di pinggangnya. Dengan pedang dihunus, ia
melompat lincah keatas panggung sambil
membentak si "Panglima Kerajaan Beng",
"Pemberontak, menyerahlah. Sejak tiga hari
1184 yang lalu kami sudah mencium kehadiran kalian
di Pak-khia untuk mengacau!"
"Panglima Kerajaan Beng" itu bukan lain
adalah Siang Hwe Jing, tokoh Jit-goat-pang yang
sering mengaku keturunan Siang Gi Jun, salah
satu pendiri Kerajaan Beng,
la segera memutar toya Long-ge-pangnya
untuk menyambut lawannya. Begitu hebat
tenaganya, sehingga gerak senjatanya mampu
membuat tirai panggung berkibar-kibar. Tapi
lawannya juga gesit sekali memainkan
pedangnya. Sementara itu, sepasukan tentara kerajaan
telah datang mengepung tempat itu. Namun
dari belakang panggung dan kolong panggung
muncul kira-kira tujuh puluh orang bersenjata
yang dengan beraninya menyongsong para
perajurit. Banyak di antara mereka yang masih
mengenakan pakaian sandiwara, atau mukanya
masih coreng-moreng, tetapi mereka menjadi
lawan tangguh bagi para perajurit juga wanita
wanita dalam rombongan sandiwara itu
ternyata mahir bersilat pula.
1185 Diantara penonton sendiri juga banyak
orang Jit-goat-pang maupun orang-orang Yong
Ceng yang menyamar. Kini semuanya langsung
mencabut senjata dan baku-hantam dengan
sengitnya. Teriakan-teriakan "Biat-ceng Hongbeng" (Runtuhkan Manchu, bangunkan Beng)
Bercampur aduk dengan teriakan "tangkap
pemberontak". Gemerincing senjata menjadi
"musik" jenis lain yang berkumandang di
tempat i tu. Seandainya para penonton tidak buru-buru
kabur, tentu mereka akan menyaksikan "lakon"
yang lebih seru dari "Sun Pin dan Bang Koan"
tadi. Dalam sandiwaranya, berkelahinya cuma
pura-pura, sekarang bersungguh-sungguh. Da
rah yang muncrat juga benar-benar darah,
bukan tinta merah, dan yang mati pun takkan
bangun kembali. Melihat orang-orang Jit-goat-pang semakin
banyak bermunculan, si perwira tentara
kerajaan berteriak, "Panggil bantuan dari tangsi
ke tujuh yang paling dekat!"
1186 Perajurit yang disuruh segera lari
menjalankan perintah, menenggelamkan diri di
antara hiruk-pikuk lautan manusia yang
ketakutan. Tetapi, perajurit itu takkan pernah
sampai ke tangsi tujuh, sebab tubuhnya roboh
terkapar ketika seseorang menusuk perutnya
dengan sebilah pisau, yang sesaat yang lalu
masih digunakan untuk mengiris-iris semangka.
Si penjual semangka itu juga orang Jit-goatpang.
Keributan macam itu terjadi di seluruh kota.
Bunyi genta dari istana yang dimaksudkan
untuk memberi "selamat ulang tahun" kepada
Kaisar Yong Ceng, ternyata oleh pihak Jit-goatpang sekaligus dijadikan tanda untuk serangan
serempak! Di sebuah panggung wayang potehi (wayang
golek Cina), si dalang mendadak melemparkan
beberapa butir Tok-bu kim-ci am-cu-bo-hwetan (Peluru Api yang menyemburkan kabut dan
jarum beracun) kearah sekelompok perajurit di
dekatnya. Beberapa perajurit dan rakyat jelata
yang tidak tahu apa-apa tewas, kemudian para
1187 perajurit yang masih hidup langsung bertempur
sengit dengan si dalang potehi serta segenap


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rombongannya. Di sekitar mereka, rakyat
menjerit-jerit dan saling tabrak dengan bi
ngungnya.. Di bagian kota yang lain, sekelompok
rombongan liong dan barongsai yang tengah
dikagumi penonton penontonnya, begitu
mendengar genta istana berbunyi, mendadak
menghunus senjata-senjata tersembunyi mereka dan mengamuk ke arah para perajuri t.
Begitulah, arena kegembiraan berubah
menjadi kekacauan. Pesta rakyat berubah
menjadi pesta darah dari golongan golongan
yang saling membenci dan bernafsu untuk
saling memusnahkan. Wanita-wanita dan anakanak adalah mahluk-mahluk lemah yang malang
dalam kekacauan itu, tapi siapa mau peduli
kepada mereka" Bahkan kedua pihak semakin menunjukkan
kebengisan mereka. Orang Jit-goat-pang sadar, tentara kerajaan
masih bingung karena mereka berbaur dengan
1188 rakyat biasa, maka orang-orang Jit-goat-pang
pun menjadi-kan orang banyak sebagai perisai
mereka. Sering mereka sengaja mendorong se
seorang ke ujung senjata para perajurit, supaya
mereka sendiri dapat menyerang dari lain arah.
Mereka sudah diajari oleh pemimpin-pemimpin
mereka, bahwa demi tegaknya kembali
Kerajaan Beng, cara apapun boleh digunakan.
Rakyat juga boleh dikorbankan, toh perjuangan
Jit-goat-pang juga "demi rakyat" dan rasanya
cukup pantas kalau rakyat juga berkorban
"sedikit" dengan nyawa mereka.
Pihak tentara kerajaan memang bingung
menghadapi musuh yang bermunculan di manamana. Seorang penjual mainan anak-anak yang
tiba-tiba memegang tombak untuk mengamuk,
seorang penjual obat yang tiba-tiba melemparkan sebungkus kelabang berbisa ke
leher perajurit, dan sebagainya.
Seorang perajurit muda berwajah kekanakkanakan merasa kasihan melihat seorang kakek
bungkuk melangkah sempoyongan di tengah
hiruk-pikuknya manusia yang panik. la
1189 menuntun si kakek untuk dicarikan tempat
aman, tetapi si kakek tiba-tiba mengeluarkan
pisau untuk menikam mati perajurit muda itu.
Seharusnya perajurit itu sendiri yang patut
dikasihani, kurang dapat membedakan kapan
waktunya menjadi manusia dan kapan
waktunya menjadi binatang.
Seorang perwira tentara paham betul
bagaimana caranya menjadi serigala, ia
berteriak mengeluarkan perintah, "Jangan raguragu! Siapa yang mencurigakan, langsung babat,
tidak usah memilih-milih lagi! Lebih baik keliru
membunuh daripada kita yang dibantai!"
Sebagian perajurit jadi ikut ngawur dalam
mengarahkan senjata. Bukan saja orang Jit-goatpang yang mereka serang, tetapi juga orang
yang "kelihatannya" Jit-goat-pang, entah benar
entah tidak. Sebagian perajurit masih ragu-ragu,
apalagi kalau menghadapi orang bertampang
lemah tak berdaya. Namun kalau ingat bahwa
beberapa kawan mereka telah menjadi korban
dari "tampang-tampang tak berdaya" itu,
mereka pun mengusir kebimbangan hati.
1190 Ribuan kali terulang dalam sejarah, rakyat
tergencet jadi korban antara kekuatan-kekuatan
yang bermusuhan. Tetapi orang-orang yang
haus kemenangan belum juga jera atau bosan
mengulangi lakon yang sama setiap saat. Toh
rakyat tidak akan habis, pikir mereka.
Jit-goat-pang mengerahkan kekuatan yang
besar kali itu, ditambah orany orang Pek-lianpai. Puluhan ribu pengikut fanatik yang sudah
dicekoki falsafah "mati demi Kerajaan Beng"
telah di kerahkan dan disusupkan ke Pak-khia.
Kebanyakan tentara kerajaan yang bertempur di jalanan adalah pasukan Kiu-bun
Te-tok yang tidak banyak jumlahnya, mereka
juga bukan pasukan gempur melainkan sekedar
pasukan keamanan kota. Maka repotlah mereka
menghadapi keberingasan orang-orang Jit-goatpang, meskipun tangsi-tangsi sudah dikosongkan karena isinya di kerahkan keluar
semua. Mereka tetap tak mampu membendung
orang-orang Jit-goat-pang yang perlahan tapi
pasti bergerak mendekati istana, dari segala
1191 arah, seperti semut semut yang mencium
adanya kembang gula. Akhirnya Kiu-bun Te-tok Hap Lun dengan
menunggang kuda dan diiringi sejumlah
pengawalnya, telah menuju ke istana untuk
melaporkan timbulnya kerusuhan itu.
Suasana pesta gembira masih terasa di
istana. Kaisar Yong Ceng duduk di singgasana,
berdekatan dengan Ibu suri Tek Huai dan
Pangercn In Te yang memaksakan diri untuk
tetap "berseri-seri". Di sebelah lain, Pangeran
Hong Lik duduk dengan jemu mengikuti acaraacara yang serba tersusun rapi, padahal
sebenarnya ia ingin melihat suasana meriah di
luar istana. Keluarga istana dan tamu-tamu mereka
sedang menikmati tarian-tarian indah yang
dibawakan sekelompok gadis cantik, sambil
menikmati hidangan lezat yang terus-menerus
mengalir dari dapur istana.
Di dekat Kaisar, sedikit di belakangnya,
duduklah Kim Seng Pa dan Biau Beng Lama
yang senantiasa siap menjalankan perintah1192
perintah panting dari Kaisar. Juga siap
berebutan mencari muka, jangan sampai kalah
saingan satu sama lain. Tepat ketika "pek-jiat-yang-ko" (daging
kambing masak) beriring-iringan keluar dari
dapur istana dengan bau nya yang merangsang
selera, masuklah Panglima Kiu-bun Te-tok
dengan muka kecut yang melenyapkan selera.
"Ampuni hamba, Tuanku, hamba telah
lancang menghadap Tuanku tanpa di-panggil..."
Hap Lun bersembah sujud. Yong Ceng sedikit mengerutkan alisnya, ia
memang merasa agak terganggu. Namun ia
tahu. Hap Lun tentu punya suatu laporan yang
demikian penting sehingga menghadapnya.
Dengan lan Si jan tangannya, ia menyuruh Hap
Lun medekat ke arahnya. "Ada apa, Hap Te-tok?"
"Kaum Jit-goat-pang telah mengerahkan
ribuan pengikut, begitu juga kaum pek-lian-pai
mereka mengacau di seluruh kota...."
1193 Tepat ketika "pek-jiat-yang-ko" (daging kambing masak)
beriring-iringan keluar dari dapur istana dengan bau nya
yang merangsang selera, masuklah Panglima Kiu-bun Tetok dengan muka kecut yang melenyapkan selera
1194 Yong Ceng menjawab acuh tak acuh, apa
gunanya kau menjadi Kiu-bun Te-k, kalau
segerombolan bandit kecil saja tidak bisa kau
atasi?" Wajah Hap Lun bagaikan panas terbakar,
namun ia melanjutkan laporan-nya, "Tuanku,
kekuatan yang dikerahkan Jit-goat-pang dan
Pek-lian-pai meliputi laksaan orang jago silat.
Terus terang saja, hamba sudah mengerahkan
seluruh pasukan hamba untuk menahan me
reka, namun hamba tidak yakin akan berhasil.
Tidak lama lagi, mungkin pengacau-pengacau
itu akan menyerbu masuk ke istana ini
Cawan porselin di tangan Yong
Ceng gemeretak hancur karena diremas-nya. Benarbenar "hadiah ulang tahun" yang menjengkel
kan. Di satu pihak, laporan Hap Lun tidak bisa
diabaikan. Di lain pihak, pesta yang dihadiri
duta-duta asing itu tidak boleh kacau, sebab
akan memalukan namanya. Para pengacau
haruslah ditahan sejauh mungkin dari istana.
Tiba-tiba Yong Ceng melirik curiga kepada
Pangeran In Te yang duduk di sebelahnya.
1195 Mungkinkah gerakan Jit-go-at-pang dan Peklian-pai itu hanyalah pengikut-pengikut In Te
yang menyamar" Seingat Yong Ceng, Jit-goatpang pernah dihancurkan puluhan tahun yang
lalu, seandainya masih ada juga sulit di percaya
punya anggota sebanyak itu. Sedang orangorang yang masih setia kepada In Te entah
berapa banyaknya, Yong Ceng sendiri tidak tahu
pasti. Itulah sebabnya Yong Ceng tidak berani
memper lakukan In Te seperti memperlakukan
In Gi dan In Tong, khawatir kalau pengikutpengikut In Te memberingas.
Merasa dirinya dicurigai, ln Te buru-buru
berlutut dan berkata, "Kakanda, pengacaupengacau itu adalah musuh bersama kita. Kalau
Kakanda berkenan, hamba bersedia membantu
menumpas mereka di bawah pimpinan Hap Tetok!"
Sengaja ia menekankan kata-kata '"Membantu" dan " dibawah pimpinan Hap Tetok". Kalau dia bilang "memimpin sendiri" tentu
kakandanya akan bertambah curiga, mengira ia
hendak menyalah gunakan pasukannya.
1196 Sudah merendah seperti itu pun ternyata
Yong Ceng belum mempercayainya, "Adinda,
jangan merendahkan diri-mu untuk menghadapi pencoleng-pencoleng kecil itu. Kau
tetap bersamaku di sini, biar Hap Lun
menyelesaikannya." Pangeran In Te menarik
napas, bangkit dari berlututnya untuk duduk
kembali di kursinya. la masgul sekali. Hanyauntuk menghilangkan
kecurigaan, ia harus berlutut dan mengucapkan
kata-kata merendah di hadapan kakak yang
amat dibencinya diam-diam itu. Padahal dulu,
dialah yang kedudukannya terkuat di antara
para pangeran yang berebutan tahta. Di
samping berkedudukan sebagai Panglima
Tertinggi, ia juga menjadi putera kesayangan
Kaisar Khong Hi, bahkan di hadapan Sidang
Istana, ayahandanya sering mengucapkan
"lampu hijau" buatnya tentang pengganti
ayahandanya. Kini dia menyesal bahwa dulu
telah menyingkirkan Pak Kiong Liong dari
sampingnya, karena termakan adu domba Liong
Ke Toh dan malah dipercayakan pasukannya
1197 kepada si otak keledai Liok Hai Hong, yang
dengan gampang akhirnya dilucuti dan dan
dibubarkan oleh Ni Keng Giau. Kini In Te sadar
bahwa dirinya ibarat seekor burung dalam
sangkar emas berlian belaka, kapan ia akan
"disembelih" tinggal tunggu waktunya kalau
Yong Ceng sudah merasa mampu menghadapi
gejolak. Sementara itu, Hap Lun hampir tidak sabar
menunggu jawaban Kaisar. Namun akhirnya
Yong Ceng memerintahkan Panglima Han-lim kun yang juga she Hap. Hap Bok Thian, "Hap
Ciang-kun, bawa pasukanmu untuk membantu
Hap Te-tok. Jangan ijinkan para pengacau
mendekati tempat ini."
Hap Bok Thian sebenarnya lebih suka dalam
ruangan itu, menikmati makanan lezat sambi l
menonton gemulainya gadis-gadis penari.
Namun ia tidak dapat menolak perintah. la
berlutut memberi hormat, lalu keluar bersama
Hap Lun. Ternyata memang demikianlah siasat Jitgoat-pang, memancing agar sebagian pasukan
1198 dalam istana keluar sarang, sehingga kekuatan
yang mempertahankan istana sendiri semakin
susut. Lalu "kaisar" Cu Teng Hong sendiri bersama
para "jenderal" dan "gubernur"nya yang ratarata berilmu tinggi, menerjang ke istana. Di
samping Cu Teng Hong, nampaklah Tiau-si-kui
(Setan Gan tungan) Ku Thian Lok, Ang-jiauhong-mo (Hantu Gila Bertangan Merah) Lo
Siang, dan banyak jago-jago setaraf dengan Lo
Siang atau sedikit di bawahnya, dan lebih
banyak lagi pengikut yang nekad. Kekuatan
yang dikerahkan memang hebat, seluruh
anggota Jit-goat-pang dikerahkan tanpa sisa.
Kalau menang ya syukur, kalau kalah ya hancur
selama-lama nya. Seperti seorang penjudi yang
mem-pertaruhkan seluruh modalnya hanya untuk satu kali lemparan dadu.


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka di luar ruangan pesta Yong Ceng, tibatiba terdengar suara ribut saling membentak,
senjata tajam gemerincing, dan bedil-bedil yang
meletus. Keruan suasana pesta itu jadi tergang1199
gu, para tamu terhormat saling bertu-kar
pandangan dengan wajah tegang.
Yang paling tegang adalah wajah Yong Ceng
sendiri. Kini ia mulai percaya bahwa Hap Lun
tadi tidak melebih-lebihkan laporan sekedar
menutupi ketidak-mampuannya sendiri.
"Be Cong-koan (komandan Be), coba lihat
keluar!" perintah Yong Ceng kepada Be Kun
Liong, komandan Gi-cian Si-wi (Pengawal
Kaisar). "Baik, Tuanku," sahut Be Kun Liong sambil
bangkit, dan setengah berlari menenteng
tombak Hong-thian-keknya menuju keluar.
Yong Ceng berkata kepada tamu-tamunya
agar tetap meneruskan pesta dengan gembira,
karena katanya "tidak ada apa-apa". Para tamu
memaksakan diri untuk tetap kelihatan
gembira, namun malah janggal nampaknya.
Mana ada orang gembira yang memegangi
cawan minumannya dengan tangan gemetar
sehingga bajunya ketetesan arak" Mana bisa
gembira, kalau suara keributan bukan-nya
1200 semakin reda dan jauh, namun malah semakin
hebat dan dekat" Sesaat kemudian, Be Kun Liong sudah masuk
kembali , dengan wajah agak gugup dan pakaian
agak kusut. Semua telinga segera dipasang baikbaik untuk mendengarkan apa yang bakal
dilapor-kan. "Hamba mohon ampun, Tuanku. Kekuatan
para perusuh benar-benar di luar dugaan.
Ratusan dari mereka berhasil menembus
pertahanan Hap Te-tok dan Hap Ciang-kun, dan
mereka menyerbu kemari. Kini mereka sedang
ditahan oleh rekan-rekan dari Lwe-teng Wi-su
(Pengawal Is tana), namun tampaknya....."
Be Kun Liong ragu-ragu melanjut-kan,
namun semua hadirin di ruangan itu sudah
merasakan firasat jelek. Ketegangan meledak
menjadi kepanikan, biar pun para hadirin masih
berusaha mena-han diri untuk tidak berlari-lari
atau berteriak-teriak di hadapan Kaisar. Namun
wajah-wajah pucat yang basah keringat dingin
tampak di seluruh ruangan pesta.
1201 Yong Ceng mengertakkan gigi dengan
marahnya. Pesta megah yang dirancangnya
sejak berbulan-bulan yang lalu, ternyata
berubah menjadi pesta kalang-kabut yang
menampar mukanya. Tidak ada gunanya pesta
diteruskan. Para tamu hanya akan pura-pura
gembira, tetapi tidak gembira benar-benar, hal
itu malah lebih memalukan.
"Be Cong-koan!"
"Hamba Tuanku!"
"Kawal semua keluarga istana dan para
tamu, terutama duta besar " duta besar asing ke
bangsal Yang-wan-kiong dan lindungi dengan
pasukanmu, Seujung rambut saja mereka ada
yang terluka, kepalamu akan aku ambill"
"Hamba Tuanku!"
Perintah Kaisar itu merupakan "lampu hijau"
bahwa para tamu boleh meninggalkan ruangan
yang terancam itu. Berbondong-bondonglah
mereka meninggalkan ruangan, setelah memberi hormat secara tergesa-gesa kepada
Yong Ceng, mengikuti jalan yang ditunjukkan Be
Kun Li ong. 1202 "Biau Beng Lama!" Yong Ceng memanggil
pula. "Hamba Tuanku!"
"Kau dan semua anak-buahmu serta
kelompok Hiat-ti-cu, lindungi istana bagian
dalam. Bunuh tanpa ampun semua musuh yang
berani coba-coba menerobos ke sana"
"Hamba laksanakan, Tuanku."
"Ni Keng Giau !"
"Hamba di sini, Tuanku!"
"Makan waktu berapa lama pasukan Tiat-kikun yang berpangkalan di luar-kota itu bisa
dikerahkan ke dalam kota?"
"Hamba jamin tidak akan melebihi seratus
hitungan, Tuanku. Hamba bisa menberi isyarat
dari sini. dan mereka akan bergerak masuk
lewat sembilan pintu kota!"
"Tapi sembilan pintu kota barangkalii sudah
dikuasai kaum pemberontak dan dipalang dari
sebelah dalam..." "Seandainya demikian hamba mohon ijin
agar pasukan hamba diperkenankan 1203 mendobrak pintu-pintu gerbang dengan
Kekerasan.. "Aku ijinkan. Lakukan cepat."
"Baik, Tuanku."
Bergegas Ni Keng Giau menuju taman
terbuka di samping ruangan pesta itu. Dengan
tangannya sendiri ia menyulut dan melepaskan
tiga buah asap ke udara. Merah, biru, lalu Merah
lagi. Itulah isyarat bagi pasukannya di luar kota.
Jumlah pasukannya terlalu besar untuk
ditanpung tangsi-tangsi dalam kota, sehingga
mereka tersebar di tangsi-tangsi luar kota.
Kini dalam ruangan itu tinggal Yong Ceng,
Pangeran In Te, Kim Seng Pa dan sejumlah
pengawal berseragam ungu yang sudah
nengpjnus senjata semuanya menunggu per
intah dengan tegang "Adinda, kenapa kau tidak ikut ke Yang-wankiong?" Tanya Yong Ceng kepada In Te.
"Kakanda, hamba seorang perajurit, dan
selayaknya hamba ikut bertempur disini."
"Ini bukan perang-perangan. Adinda."
1204 Keruan Pangeran In Te tersinggung
mendengarnya, sahutnya. "Perang di Jing-hai
dulu juga bukan perang-perangan, kakanda.
Tapi hamba berhasil menaklukan pemberontanan disana. Hama seorang perajurit, kakanda, bukan seorang bangsawan
cengeng yang harus senantiasa dilindungi
Kim Seng Pa cepat-cepat berlutut, "Menurut
pendapat hamba, sebaiknya Tuanku berdua
tinggalkan tempat ini saja. Para pengacau di
luar itu, serahkan saja kepada hamba dan anak
buah hamba ." "Tidak," sahut Yong Ceng dengan hati panas.
"Adinda In Te seorang perajurit, akupun bekas
seorang pesilat pengembara yang punya nama
di dunia persilatan. Akan kutunjukkan kepada
bandit-bandit Jit-goat-pang itu siapa diriku
Keruan Kim Seng Pa jadi cemas. Memang
benar kaisar adalah ahli Lo-nan kun (tinju
arhat) dan Hok-mo-thung-hoat (Ilmu Toya
Penakluk Iblis) yang masih dilatihnya tiap sore,
namun musuh terlalu kuat. Buktinya mereka
sanggup menerobos pertahanan yang berlapis
1205 lapis sampai ke ruangan itu, dan agaknya
musuh juga dipersenjatai bedil-bedil. Tapi
kehendak Yong Ceng agaknya tak bisa diubah
lagi. Seorang thai-kam telah datang membawakan toya Yong Ceng.
Waktu itu, dari arah pintu serombongan
perajurit Lwe-teng Wi-su yang berseragam biru
laut kelihatan terdesak oleh sekelompok orang
Jit-goat-pang yang berseragam perajuritperajurit jaman kuno, jaman Kerajaan Beng.
Para perajuritnya Yong Ceng sudah bertahan
gigih, namun musuh terlalu kuat untuk
dibendung. Pihak musuh dipimpin seorang lelak berusia
setengah abad, berilmu tinggi, dan memakai
jubah kekaisaran model dinasti Beng.
Pedangnya yang bergagang emas sudah merah
berlumuran darah, setiap gerakan pedangnya
tentu merobohkan satu atau dua pengawal
istana sekaligus. Tangan kanannya dengan
pedang, tangan kiri dengan jari-jari setengah
tertekuk, sejenis ilmu Hou-jiau-kang (Ilmu
Cakar Harimau) juga minta banyak korban.
1206 Dialah Cu Teng Hong, "Kaisar" nya kaum Jitgoat-pang .
Di kiri kanan Cu Teng Hong ada dua kakek
yang lebih hebat lagi, ilmunya mirip Cu Teng
Hong namun dalam tingkatan yang lebih hebat
lagi. Merekalah guru dan paman guru Cu Teng
Hong Yang bertubuh kurus dan gerak-geriknya
ringan adalah Hok Leng Kui yang berjulukan
Tu-hun-siu (kakek memanjat mega), yang
bertubuh bulat adalah Hai Kong To yang
berjulukan Sat-sin-siu (Kakek Malaikat Bengis).
Rupanya Cu Teng Hong sudah mendengar kalau
di istana Yong Ceng ada jagoan-jagoan tua
macam Kim Seng Pa dan Biau Beng Lama, maka
iapun mengajak dua kakek itu untuk
memperkuat barisannya. Selain mereka, jago-jago Jit-goat-pang
lainnya juga mengamuk dengan ganas, diikuti
pengikut-pengikut mereka yang terus berteriakteriak "hancurkan Mancu, bangunkan Beng" tak
lelah-lelah nya. Bukan cuma cenjata tajam, tapi bedil-bedil
dipihak pengawal istana mulai ikut "bernyanyi"
1207 juga. Bertumbanganlah orang-orang Jit-goatpang di bagian depan karena tertembus peluru,
namun yang belakang terus mendesak maju,
melompati teman-teman mereka yang bergelimpangan, sambil berteriak-teriak fanatik.
Pengawal istana yang bersenjata bedil tidak
sempat lagi mengisi bedil mereka, sehingga
bedil-bedil itu dijadikan alat beladiri sebagai
tongkat biasa. Halaman istana yang indah jadi hancur
terinjak-injak kaki, kolam-kolam teratai
diapungi beberapa mayat, mayat pengawal
istana maupun kaum penyerbu yang sama-sama
gigih dan nekad. Tapi pergulatan masih jauh dari selesai.
Pihak Jit-goat-pang amat bersemangat, sebab
mereka yakin akan menang. Bukankah temanteman mereka di segenap pelosok kota sudah
berhasil merepotkan tentara pemerintah"
Bukankah mereka sudah berhasil menerobos
masuk istana Yong Ceng yang terkawal ketat"
Karena itulah semangat mereka berkobarkobar.
1208 Ketika orang-orang Jit-goat-pang mulai
membanjiri masuk ke ruangan pesta itu, para
pengawal jubah ungu dengan perintah Kim Seng
Pa segera bergerak serempak untuk melindungi
Kaisar. Su-ma Hek-long dengan payung hitamnya
yang dahsyat itu segera menghadang ke
hadapan Sat-sin-siu Hai Kong To yang
bersenjata pedang. Keduanya langsung terlibat
dalam pertarungan mati-matian.
Sementara itu, sebelum bertemu dengan
lawan yang setimpal, Tu-hun-siu Hong Leng Kui
merupakan penyebar maut yang berbahaya
sekali. Dua orang pengawal jubah ungu
menerjangnya, dan dalam waktu singkat
keduanya sudah terkapar dengan perut robek.
Kim Seng Pa sendiri segera turun tangan.
Bagaikan seekor elang menyambar dari
angkasa, ia menubruk Hek Leng Kui dari atas,
telapak tangannya menghantam turun ke ubunubun Hok Leng Kui dengan jurus Hong-coanpek-lek (Angin Berputar, Petir menyambar).
1209 Hok Leng Kui yang tengah berpesta nyawa,
terkejut merasa ada tekanan angin dahsyat dari
atas kepalanya. Itulah sebuah serangan yang
kalau tidak dilawan dengan sungguh-sungguh
akan membuatnya tergencet remuk. Sekuat tenaga ia kerahkan tenaganya ke tangan kiri, lalu
menyongsong pukulan Kim Seng Pa secara
keras lawan keras. Dua kekuatan berbenturan. Kim Seng Pa
merasakan lengannya tergetar, namun sanggup


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melayang turun dan mendarat di lantai dengan
mulusnya. Sebalik nya Hok Leng Kui terhuyung
mundur beberapa langkah dengan wajah pucat
dan darah bergolak dalam tubuhnya.
Ketika Cu Teng Hong sempat melihat
keadaan gurunya yang dibanggakan itu, ia
terkejut dan berseru, "Suhu, kau tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa, teruskan perlawanan!"
sahut Hok Leng Kui dengan keras kepala.
Kepada Kim Seng Pa ia membentak, "Hebat juga
kau. Siapa namamu, supaya pedangku tidak
mencabut nyawa orang tek terkenal?"
"Namaku Kim Seng Pa".
1210 Terpukullah jantung Hong Leng Kui
mendengar nama itu. Nama Pak Kiong Li-ong
sudah cukup menakutkan, namun sekarang ia
malah menghadapi orang yang konon sudah
mengalahkan Pak Kiong Liong.
Melihat lawannya termangu-mangu, Kim
Seng Pa berkata dengan sombongnya
"Ketakutan mendengar namaku" Menyesal telah
menemui orang yang mengalahkan Naga
Utara?" Malu oleh ejekan itu, Hok Leng Kui
mengeraskan kepala dan mengusir semua
ketakutannya. Tubuhnya tiba-tiba meluncur
maju sambil melancarkan tusukan Tan-hongtiau-yang
(Burung Hong Sendirian Menyongsong Matahari) ke leher Kim Seng Pa.
Sambil menyerang, ia rupa nya masih juga ingin
menjaga pamor sebagai seorang ternama.
Bentaknya, "Cabut senjatamu, supaya kita
seimbang!" Mulutnya berkata demikian, tapi pedangnya
menikam bertubi-tubi, tidak member kesempa1211
Tubuhnya tiba-tiba meluncur maju sambil
melancarkan tusukan Tan-hong-tiau-yang
1212 an kepada Kim Seng Pa untuk mencabut
senjatanya. Kim Seng Pa cuma tertawa menghina lagak
lawannya itu. "Tidak usah berlagak tokoh
terkenal, sebab kau masih tak ada harga di
mataku. Aku akan melayanimu dengan tangan
kosong, dan pedangmu takkan berguna
terhadapku!" Lalu kedua telapak tangannya bergerak
seperti orang hendak bertepuk tangan, batang
pedang Hok Leng Kui hendak dijepitnya.
Berbarengan dengan itu, kakinya menendang ke
lambung lawannya. Hok Leng Kui memiringkan batang
pedangnya, sehingga tangan-tangan Kim Seng
Pa seolah-olah disodorkan sendiri ke tajamnya
pedang. Namun Kim Seng Pa dengan tangkas
ikut memiringkan sepasang telapak tangannya
untuk tetap menjepit pedang, sementara
luncuran tendangannya tak berhenti.
(Bersambung Jilid XX) 1213 1214 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XX Untung ilmu meringankan tubuh Hok Leng
Kui cukup hebat, sesuai dengan gelarnya,
sehingga dalam keadaan sulit ia masih sempat
melompat mundur untuk menyelamatkan
posisinya. la lolos, tapi keringat dingin sudah
membasahi punggungnya. Pikirnya. "Pantas
kalau orang ini kabarnya telah mengalahkan
Pak Kiong Liong...."
Dan tiba giliran Kim Seng Pa yang
menyerang bertubi-tubi dengan sepasang
telapak tangannya yang membawa kekuatan
yang menyesakkan napas itu.
Tanpa bisa mengharapkan bantuan siapapun, Hok Leng Kui harus menghadapi Kim
Seng Pa satu lawan satu. 1215 Sementara itu, Cu Teng Hong yang
berpakaian seperti Kaisar itu, setelah berhasil
merobohkan beberapa pengawal Yong Ceng,
langsung menerjang ke depan Yong Ceng
sendiri, sambil berteriak, "Bangsat Manchu,
kembalikan istana leluhurku ini!"
Yong Ceng tertawa mengejek, "Istana ini
bukan milik leluhurmu, karena sudah dibangun
berabad-abad sebelum dinasti Beng didirikan.
Siapa yang kuat, dialah yang memiliki istana ini.
Dulu kakekku Sun Ti merebut dari kakekmu
Cong Ceng dengan senjata, dan sekarang kau
juga harus merebut dengan senjata!"
"Baik. Kubunuh kau!"
Pedang Cu Teng Hong langsung menyergap
ke ulu hati dengan gerakan Kim ke tok-siok
(Ayam Emas Mematuk Beras) .
Ilmu pedang yang dimainkannya ialah Jianhong kiam-hoat (ilmu Seribu Burung Hong)
yang penuh kelincahan dan tipu tipu yang
rumit. Yong Ceng langsung menyambutnya dengan
Hok-mo-thung-hoat aliran Siau-lim-pai yang
1216 bergaya kuat dan mantap. Toyanya menderu
bagaikan baling-baling terhenbus badai.
Demikianlah pertempuran antara dua orang
keturunan dari kerajaan-kerajaan yang bermusuhan itu. Pedang dan toya saling
menyambar dengan cepat dan kuatnya. Cu Teng
Hong Iincah dan indah gerakannya seperti
burung hong yang menari-nari di udara,
sedangkan Yong Ceng tangkas dan kuat seperti
seekor macan tutul yang menerkam mangsanya.
Dalam kacaunya pertempuran itu, Ji Han Lim
merasa bahwa rencananya untuk membunuh
Yong Ceng mendapat peluang baik. Setelah itu ia
tidak peduli apakah tubuhnya akan dicincang
para pengawal istana. Maka ia hanya bertempur setengah hati
melawan orang-orang Jit-goat pang yang
menyerangnya. Sepasang kampaknya hanya
digunakan untuk bertahan. Tapi supaya
pengawal-pengawa jubah ungu lainnya tidak
curiga, sekali-sekali ia juga berteriak keras
memaki orang-orang Jit-goat-pang, supaya
kelihatan sungguh-sungguh membela kaisar.
1217 Namun dengan gerakan tidak kentara,
sambil bertempur dia berceser perlahan
mendekati Yong Ceng yang juga tengah sibuk
melawan Cu Teng Hong. Waktu itu, Yong Ceng sudah berhasil
mendesak Cu Teng Hong. Hok-mo-thung hoat
(Ilmu Toya Penakluk Iblis) yang dimainkannya
memang merupakan salah satu ilmu andalan
Siau-lim-pai, ditambah lagi, Yong Ceng
melatihnya dengan giat setiap hari, maka ilmu
pedang Cu Teng Hong tak mampu membendung
nya lagi, biarpun "Kaisar" Jit-goat-pang itu
sudah memperkuat perlawanannya dengan
Hou-jiau-kang tangan kiri-nya.
Melihat sang "raja" dalam kesulitan, seorang
anggota Jit-goat-pang yang bernama Pek-sim
Hwe-shio dan bersenjata kiu-goan-to, segera
membantunya sambil berseru, "Biar hamba
membantu Tuanku membereskan bangsat
Manchu ini!" Lalu goloknya membacok miring ke kepala
Yong Ceng. 1218 Yong Ceng kaget, melawan Cu Teng Hong
sendiri dia masih bisa menang, tapi kalau
dikeroyok dua dia terancam bahaya. Sambil
rnundur mengelakkan golok Pek-sim Hwe-shio,
Dendam Puncak Singgalang 3 Pendekar Rajawali Sakti 129 Pulau Kematian Istana Berdarah 3

Cari Blog Ini