Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp Bagian 7
jurus Siau-lim-pai, lalu semua itu diperas dan
diringkas-nya menjadi Hong-gu-kun-hoat. Kalau
orang lair, susah payah mencarikan nama yang
737 bagus untuk ilmu ciptaannya, maka Pun-seng
Hwe-shio justru tidak peduli soal nama,
disebutnya saja Hong-gu-kun hoat. Gerakannya
yang nampak acak-acakan sebenarnya berbahaya, dilandasi kekuatan dan kecepatan,
serta perhitungan bahwa musuh harus
menye;amatkan diri lebih dulu kalau tidak ingin
luka parah. Hong-gu-kun-hoat benar-benar
contoh paling murni dari prinsip yang
mengatakan "pertahanan yang terbaik adalah
menyerang". Musuh bertahan, dia menyerang.
Musuh menyerang, dia ya tetap menyerang.
Maka menggerutulah Hong Thai Pa dalam
hatinya, karena belum menemukan cara yang
baik untuk menundukkan gaya bertempur Punseng Hwe-shio itu. Kalau sama-sama kena, pasti
dirinya lebih rugi, sebab pukulan dari seorang
"Manusia Kerbau" macam Pun-seng Hwe-shio
pasti akan berakibat parah.
Akhirnya Hong Thai Pa mencoba untuk
memancing terus serangan lawannya. dengan
harapan tenaga lawan akan cepat terkuras
habis. Dalam perhitungan Hong Thai Pa, cara
738 bertempur gila-gilaan macam Pun-seng Hweshio akan banyak menghabiskan tenaga dan
cepat ambruk kele-lahan. Setelah itu, barulah
Hong Thai Pa berencana akan merebut
kemenangan. Namun lagi-lagi Hong Thai Pa menggerutu.
Pun-seng Hwe-shio memang bertenaga kerbau,
tapi tidak berotak kerbau. Kalau Hong Thai Pa
mengajaknya berputar-putar dengan mengandalkan keunggulan ilmu meringankan
tubuhnya,Pun-sengHwe-shio
tidak mau mengejar dengan bernafsu, melainkan berdiri
menunggu dengan santai sambil mengelus-elus
gundulnya. Kalau Hong Thai Pa berhenti
menunggu dalam jarak belasan langkah, Punseng Hwe-shio tidak berlari-lari menyeruduk
dengan kalap, melainkan berjalan mendekati
dengan gaya lenggang-kangkung, setelah dekat
barulah mengamuk kembali dengan jurus aneh
nya . Dengan demikian, rencana Hong Thai Pa
untuk menguras tenaga lawannya agaknya juga
tidak gampang dilaksana-kan.
739 Demikianlah, kalau pertempuran babak
pertama tadi dahsyat menegangkan, maka
babak kedua ini bagi para penonton boleh
dianggapa "selingan" yang jenaka. Namun sama
sekali tidak lucu bagi Hong Thai Pa, sebab ia
tahu pukulan atau tendangan Pun-sen Hwe-shio
pasti dapat meluluhlantakkan tulang-tulang
korbannya. Beberapa saat Hong Thai Pa masih berputarputar dan mencoba memancing kemarahan
musuhnya. Sekali-sekali menubruk menyerang,
lalu melompat menjauh agar tak terkejar
lawannya yang kurang lincah itu.
Tiba-tiba Hong Thai Pa melompat dan
menubruk dari atas dengan jurus Ma tong-tuikun (Memukul Dari Atas Kuda), telapak
tangannya membacok urat Yanq-pek-hiat di
tengah-tengah batok kepala musuh, tempat
lemah yang berbahaya, yang oleh lawan
haruslah ditangkis atau dihindari
Pun-seng Hwe-shio menggeram, kedua
kakinya merendah sejajar dan tubuh nya
mendoyong ke belakang seperti hendak
740 melakukan gerak Tiat-pan-kio (Jembatan Papan
Besi) Namun ternyata ia Cuma melakukan
"setengah Tiat-pan-kio, berbareng dengan
kedua tinjunya yang menghantam ke atas
dengan gerak Siang-Liong-jut-hai (sepasang
naga keluar laut) Hong thai Pa bertuhuh gemuk bundar, tapi
mahir ilmu meringankan tubuh. Agaknya ia
sudah memperhitungkan bahwa bagaimanapun
juga lawan akan menyelamatkan urat Yang-pekhiatnya lebih dulu. Maka begitu serangan Punseng Hwe-shio "Keluar" dan tak mungkin tarik
kembali, ia tiba-iiba menjatuhkan diri dengan
gerakan Koan-long-kun (Serigala Bergulingan).
Itulah perubahan gerak yang tak terduga oleh
Pun-seng Hwe-shio. Dari gerak Ma-tong-tui-kun
yang melayang diatas menjadi Koan long-ta-kun
yang bergulingan di tanah, sehingga tubuh
gendut itu tiba-tiba anjlok ke tanah dan
menyerang dari bawah. Sebuah jejakan keras
kaki Hong Thai Pa mengenai betis Pun seng
Hwe-shio, sehingga si pendeta raksasa bermuka hitam itupun tumbang ke bumi, karena
741 tubuhnya yang tengah doyong kebelakang itu
dalam keseimbangan yang kurang sempurna.
Sementara, Hong Thai Pa sudah melompat
bangun, menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor
oleh debu, lalu sambil memberi hormat sambil
berkata, Terimkasih Toa-suhu bersedia
mengalah." Karena Pun-seng Hwe-shio roboh. jelaslah
babak itu dimenangkan oleh Hong Thai Pa.
Sesuatu yang di luar dugaan. sebab Tong Lan
Hou dan Pak Kiong Liong sendiri hanya
memperhitungkan rekan mereka paling-paling
hanya akan mencapai kedudukan seri.
Senentara, tiga pendeta tua Siau-lim-pai
sama-sama berwajah muram, bayangkan
kekalahan sudah di ambang pintu. Bukan sedih
karena kalah, melainkan karena merasa gagal
"menyelamatkan Hwe-liong-pang" dari "pengaruh ja-hat para penberontak Padahal
Hwe-liong-pang adalah kelompok persilatan
yang berpengaruh di kawasan barat .
742 Masih ada babak ketiga antara Pun-hoat
Hwe-shio melawan Tong lam-Hou, namun
hamper pasti Pun-Hoat Hwe-shio akan kalah.
Namun Pun-Hoat Hwe-Shio si pendeta kurus
kering itu sendiri ternyata tidak menunjukkan
sikap gentar. Ia berbisik kepada Pun-khong
Hwe-shio, "Suheng, nyawaku tak berharga
dibanding nasib jutaan rakyat kekaisaran ini.
Karenanya, izinkan aku berkorban kali ini."
Pun-Khong Hwe-Shio terperanjat, ia kenal
benar watak adik seperguruannya yang
pendiam tapi sangat keras hati ini. Namun
belum sempat ia menjawab. Pun-Hoat Hwe-Shio
telah melangkah ke tengah arena tanpa raguragu sedikitpun, dan berkata, "Marilah, Tong
Pang-cu!" Sambil meninggalkan tempat duduknya,
Tong Lam Hou berkata, "Toa-suhu, apakan perlu
perbedaan pendapat antara kita diwujudkan
dalam sikap seperti anak-anak kecil macam
ini?" Kusayangkan hubungan baik selama ini
antara Hwe-Liong-Pang dan Siau-Lim-Pai."
743 "Ini bukan pertentangan antara Siau-lim-pai
dan Hwe-liong-pang, melainkan antara wakil
rakyat yang mendambakan ketenangan
melawan orang yang ingin mengacaukan
ketenangan itu" Sahut Pun-hoat Hwe-shio tegas.
"Pertikaian kita boleh dibereskan, asal Pang-cu
berjanji takkan ikut campur urusan di Pakkhia!"
Pun-Hoat Hwe-Shio sebenarnya punya
rencana sendiri. Dia sadar dirinya takkan
menang melawan ketua Hwe-liong-pang itu.
Tetapi ia hendak melakukan sesuatu
pengorbanan yang diharapkan dapat mengubah
sikap ketua Hwe-liong-pang. Katanya, "Pang-cu,
nampaknya kau bersikeras dengan sikapmu.
Tetapi aku punya sebuah permohonan"."
"Kalau permintaanmu cukup pantas, Toasuhu. Aku dengan senang hati akan
mengabulkannya." "Pang-cu, hanya kumohon agar Hwe-lionpang menarik diri dari persoalan ini. Yang
sudah beres jangan diaduk-aduk kembali,
biarkan Yong Ceng memerintah dengan tenang"
744 "Wah, Toa-suhu, urusan ini harus kupertimbangkan masak-masak lebih dulu.
Harus kulitah dan kupertimbangkan dulu
semua kenyataan yang kulitah di Pak-Khia
nanti." "Pang-cu, apakah permintaan terakhir dari
seorang sahabatpun engkau tak sudi
mengabulkannya?" Pun-hoat Hwe Shio tiba-tiba
berlutut menyembah Tong lam Hou.
Tong Lam Hou masuk arena untuk
bertanding, namun menghadapi sikap Pun hoat
Hwe-shio itu dia malah kebingungan, tak tahu
harus bersikap bagaimana. Ia juga kaget
mendengar kata-kata "Permintaan terakhir" itu.
Sahutnya, "Toa-suhu, menerima atau menolak
permintaanmu terakhir itu adalah urusan besar
yang tidak bias diputuskan sembarangan saja.
Ijinkanlah aku mendapatkan bahan-bahan
pertimbangan lebih dulu"."
"Aku mohon, Pang-cu." Pun-hoat Hwe-Shio
ngotot mendesak. "Berjanjilah".berjanjilah".."
Habis berkata demikian, pendeta itu tiba-tiba
mengayun telapak tangannya untuk 745 menghantam jalan darah kematian di ubunubunnya sendiri. Tong lam Hou, Pak Kiong
Liong, Hong Thai Pa dan dua pendeta Siau-limpai lainnya berseru kaget dan melompat untuk
mencegah, tapi terlambat. Tubuh Pun-hoat
Hwe-shio sudah terkulai tak bernyawa lagi.
Babak ketiga itu Tong Lam Hou tidak
memainkan sejurus silatpun, sedang Pun-hoat
Hwe-shio hanya memainkan sejurus silat yang
digunakan atas dirinya sendiri. Babak ketiga
menimbulkan korban yang paling mahal
harganya, satu jiwa telah melayang."
Tong Lam Hou berdiri termangu-mangu, tak
menduga Pun-hoat Hwe-shio menempuh cara
senekad itu untuk menekankan permohonannya. Sedang Pun-khong Hwe-shio
telah memeluk mayat saudara seperguruan
mereka sambil menggumamka doa lirih.
Sesaat kemudian Pun-khong Hwe-shio
mengangkat wajahnya yang muram miemandang Tong Lam Hou, "Pang-cu,
bagaimana dengan permohonan terakhir
saudaraku ini?" 746 Pendeta itu tiba-tiba mengayun telapak
tangannya untuk menghantam jalan darah
kematian di ubun-ubunnya sendiri .
747 Dengan wajah yang sama murungnya. Tong
Lam Hou menyahut, "Aku menyesal Pun-hoat
Hwe-shio mengambiI jalan ini. Permohonannya
benar-benar akan aku pertimbangkan, tapi aku
tidak bisa menjawabnya sekarang....."
Biarpun ia menyesalkan kematian Pun-hoau
Hwe-shio, namun Tong Lam Hou tidak mau
mengorbankan kemerdekaan Hwe-liong-pang
dalam mengambil sikap, tetap tidak mau
membiarkan pihak luar mengatur sikap dan
tindakan Hwe-liong-pang. Pun-khong Hwe-shio menarik napas. ia sadar
Ketua Hwe-liong-pang itu tidak mungkin
dipaksa menjawab menurut seleranya sendiri.
Sedangkan Pun-seng Hwe-shio yang lebih
berangasan, telah berdiri mengepalkan tinju
sambil berteriak beringas, "Jadi nyawa
saudaraku masih belum cukup untuk mengubah
pendirian mu yang sesat itu" Baiklah, kau boleh
cabut nyawaku sekalian saja!"
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu ia siap menerjang Tong Lai Hou, namun
dicegah oleh Pun-khong Hwe-shio, "Tenang,
Sute, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk
748 menerima pendirian kita. Anggap saja nasib
Pun-hoat Sute kurang beruntung, sehingga
pengorbannya tak mendapat nilai sedikitpun
dari Hwe-liong Pang-cu."
Tong Lam Hou bertiga lalu merasa tidak ada
gunanya berada terus di tempat itu. Mereka
mohon pamit dan dijawab dengan dingin oleh
Pun-khong Hwe-shio. Sepanjang perjalanan menuju ke penginapan, mereka bertiga bungkam, bagaimanapun juga kematian Pun-hoat Hwe-shio
tidak gampang mereka lupakan. Dan entah
bagaimana kelak hubungan Hwe-liong-pang dan
Siau-iim-pai yang berselisih pendapat "
Dua pihak sama-sama merasa sedang
membela rakyat, sama-sama merasa benar
sendiri dan menyalahkan pihak lain, sama-sama
yakin sehingga kalau perlu berusaha
memaksakan pendiriannya agar diterima pihak
lain. Karena itulah perang adalah hiasan yang
tak pernah ketinggalan dalam sejarah umat
manusia, disegala tempat dan disegala jaman.
749 Keesokan harinya, biarpun suasana dengan
pihak Siau-lim-pai masih agak kurang enak,
namun Tong Lam Hou bertiga datang juga ke
wihara Gong Sim-si untuk menghadiri perabuan
jenazah Pun Hoat Hwe Shio. Setelah itu barulah
mereka meningglkan kota Seng Toh terus ke
Pak-khia. * * * Sementara itu, rombongan lain yang menuju
ke Pak-Khia sudah menempuh jarak lebih jauh
dari ketiga kakek yang berjalan santai itu.
Merekalah Tong Gin Yan, Pak Kiong Eng, Hu Se
Hiong, Ji Han Lim dan Kiong Wan Peng. Sebuah
perjalanan yang tergesa-gesa sebab dalam
rombongan itu terdapat keselamatan anaknya.
Mereka sudah keluar dari propinsi Se-cuan
dan menyebrangi Sungai Tiang Kang. Sehingga
tiba dibelahan utara dari wilayah kekaisaran.
750 Pada suatu hari, ketika lima orang itu tengah
berkuda menyusuri sebuah jalan pegunungan
yang sunyi, dari arah depan muncul
serombongan penunggang kuda lainnya yang
berpapasan arah. Pemimpin rombongan itu
adalah dua lelaki bertubuh tegap dan bermata
tajam. Mestinya hal biasa, tetapi yangistimewa
adalah cara berpakaian para penunggang kuda
itu. Saat itu ialah jaman Kaisar Yong Ceng,
penguasa ketiga dari dinasti Manchu setelah
Sun Ti dan Khong Hi, jaman dimana kaum lelaki
menguncir panjang rambutnya. Model pakaiannya pun khas jaman itu. Tetapi
rombongan berkuda yang berpapasan itu
berpakaian seperti orang jaman dinasti Beng
yang sudah tenggelam seratus tahun lebih.
Rambu mereka tidak dikuncir, melainkan
digelung, sehingga mirip rombongan pemain
sandiwara keliling. Sika mereka ketika berpapasan dengan
juga rombongoan Hwe-liong-pang, menunjukkan sikap penuh kebencian. salah
751 seorang dari mereka bahkan meludah jijik,
seolah mereka berpapasan dengan serombongan orang berpenyakit menular .
Namun kedua belah pihak berpapasan begitu
saja tanpa timbul peristiwa lebih lanjut.
"Orang-orang aneh," komentar Ui-bin Penghoi Hu Se Hing ketika sudah berpapasan agak
jauh. "Kita harus waspada, Hiang-cu," Tong Gin
Yan memperingatkan. "Sikap mereka kelihatan
amat membenci kita, barangkali mereka
mengenal siapa kita, dan punya alasan untuk
bersikap demiki an terhadap kita,"
Hui-po-sin Ji Han Lim ikut menimbrung
bicara, "Pakaian mereka mengingatkan aku
kepada suatu golongan."
He Se Hiong, Pak Kiong Eng dan Kiong Wan
Peng berbarengan menebak, "Jit-goat-pang
(Serikat Rembulan Mata-hari)?"
"Kalian menebak tepat," sahut Ji Han Lim.
"Kalau begitu selanjutnya memang kita
pantas berhati-hati kata Tong Gin Yan. "Jit-goat
pang yang mencita-citakan bangunnya kembali
752 dinasti Beng itu punya sejarah yang tidak
bersahabat dengan Hwe-liong-pang kita. Aku
pernah mendengar cerita ayah."
Jit-goat-pang adalah gerakan bawah tanah
dari orang-orang yang setia kepada dinasti Beng
yang sudah roboh, dan mereka bercita-cita
membangunnya kembali. Anggota inti mereka
kebanyakan adalah keturunan pembesarpembesar atau panglima-panglima Kerajaan
Beng "almarhum" dan sejumlah pengikut fanatik lainnya. Nama "jit" (matahari) dan "goat"
(rembulan) kalau digabung memang membentuk huruf "beng" (cahaya), yang
menjadi nama dinasti ketika dulu ditegakkan
oleh Kaisar Hong Bu yang nama asalnya Cu
Goan Ciang. Menilik sejarah Jit-goat-pang dan
Hwe-liong-pang dapat dimaklumi kalau kedua
kelompok itu bermusuhan. Hwe-liong pang
pernah membantu Joan-ong Li Cu Sing
memberontak dan menumbangkan dinasi Beng,
di Jaman Kaisar Sun Ti dari dinasti Manchu,
mengobarkan kembali Jit-goat-pang perlawanan, dan yang menumpas antara lain
753 Pak Kiong liong dan Tong lam Hou, ayah dari
Pak Kiong Eng dan Tong Gin yan jadi dendam
kedua kelompok itu adalah "warisan" orangtua
masing-masing. Kewaspadaan seluruh rombongan semakin
meninggkat, ketika mereka berpapasan
beberapa kali lagi dengan rombongan orangorang berpakaian kuno itu.
"Aku khawatir, mereka sedang merencanakan sesuatu atas diri kita," kata Tong
Gin Yan, "Mereka pasti tahu siapa kita, dan
barangkali siap menyembelih kita."
"Kalau mereka turun tangan, akulah yang
akan menyembelih meraka." Kata Ji han lim
sambil menimang-nimang kapaknya,
Ketika matahari terbenam, rombongan HweLiong-pang mendapat tumpangan menginap di
sebuah desa kecil terpencil yanghanya terdiri
dari beberapa rumah saja, Seorang petani yang
rumahnya berukuran paling besar di desa itu,
bahkan menawarkan agar rombongan itu
menginap di rumahnya. Namun karena rumah
petani, maka disekitar rumah bertumpuk754
tumpuklah ikatan ikatan kayu besar, jeramijerami yang menurut tuan rumahnya untuk
member makan lembu, dan perabotan rumah
rusak yang semuanya terdiri darikayu. Semua
nya ditumpuk begitu saja disekitar rumah.
Melihat keadaan rumah itu, Hu Se HIong
mengerutkan aliasnya memikirkan sesuatu.
Tetapi ia tidak mengatakan apapun juga. Tuan
rumah kelewat ramah untuk dicurigai.
Tuan rumahnya sendiri yang menyuruh
menyuguhkan makan malam dan mengajak
mengobrol cukup lama. Ketika Hu Se hiong
menanyakan dimana keluarganya, si tuan
rumah menjawab bahwa isteri dan anakanaknya sedang berkunjung ke rumah
mertuanya di desa lain. Menjelang tengah malam, si tuan rumah
berpamitan keluar dengan alasan hendak
menengok ladangnya yang sering diganggu babi
hutan. Sebelumnya, diucapkannya selamat
malam dan selamat "tidur nyenyak" kepada
tamu-tamunya . 755 Ketika di halaman rumahnya yang sepi dan
gelap, si tuan rumah menyeringai sendiri sambil
berkata perlahan, "Maksudku tadi bukan
selamat tidur nyenyak, tapi selamat tidur
abadi...." Dalam rombongan Hwe-liong-pang, umur Hu
Se Hiong paling tua dan paling teliti dalam
segala hal. Sejak semula ia selalu memikirkan
keadaan rumah itu. Bagian luarnya diuruk
dengan benda benda yang mudah terbakar
seperti kayu dan jerami, dinding rumah adalah
kayu tebal yang tak gampang dijebol, kerangka
atap juga kayu bulat yang sulit dipatahkan. lalu,
kenapa si tuan rumah keluar malam malam
meninggalkan tamu-tamunya"
Namun Hu Se Hiong tidak mau
menyatakannya kepada teman-teman seperjalanannya, khawatir membuat mereka
tidak bisa tidur. la hanya bertekad untuk
berjaga sendirian, demi keselamatan teman
teman seperjalannya . Maka, meskipun ia membaringkan tubuh di
pembaringan dari tanah liat, yang kolongnya
756 biasa diberi perapian kalau musim dingin, ia
tetap membuka mata dan memasang kuping
sebaik-baiknya, sedikitpun tidak berani
membiarkan rasa kantuk menyerangnya.
Ketika tangannya terkulai ketepi pembaringan dan merontokkan sekeping tanah
liat, tiba-tiba hidungnya mencium bau yang
aneh. la bangkit dan mengendus-enduskan
hidungnya seperti anjing, dan terkesiap ketika
mengenali bau itu adalah bau bubuk peledak.
Untuk lebih menguatkan dugaannya, ia
merontokkan lagi pembaringan tanah liat itu
beberapa bagian, dan ternyata di bagian
dalamnya ada bubuk bahan peledak yang cukup
untuk mengubah seekor kerbau hidup menjadi
abon dalam satu detik. la memeriksa
ruangannya, dan ternyata dalam lantai, dinding
dan perabotan-perabotan bambu di situ sudah
berisi bubuk maut semua! Lalu ia memeriksa pintu keluar yang
ternyata dipalang kuat-kuat dari luar,
sementara di sudut rumah terdengar suara
mendesis yang makin lama makin dekat. Hu Se
757 Hiong paham artinya, itulah sumbu yang
disulut...... Maka iapun berteriak sekuatnya, "Semuanya
keluar dari rumah! Secepat-nya!!"
Tentu saja teriakannya mengejutkan
keempat orang teman seperjalanan-nya yang
tengah tidur nyenyak setelah kelelahan sehari
dalam perjalanan. Tapi mereka tahu, kalau Hu
Se Hiong sampai berteriak seperti itu , tentu ada
alasan kuatnya. Semuanya segera berlo patan
bangun. Menghadapi pintu yang terkunci dan
terpalang rapat dari luar, Ji Han Lim bertubitubi mengayunkan sepasang kampaknya,
disusul tendangan Kiong Wan Peng yang
berjulukan Thian-lui-tui (Tendangan Geledek)
itu menjejak, sehingga terbukalah pintu itu.
Tidak mampu menahan tendangan kedua Tongsu Hwe liong-pang itu.
"Keluar sejauh jauhnya!" teriak Hu Se Hiong
pula. Orang-orang Hwe-liong-pang itu berlarian
sekuatnya menjauhi rumah, tak tentu arahnya,
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
758 berpencaran, pokoknya sejauh-jauhnya. Ada
yang menyusup ke kebun sayur-sayuran, atau
kearahlainnya. Terdengar ledakan hebat yang meng
guncangkan bumi. Rumah gubuk yang baru saja
menjadi tempat istirahat yang nyaman itu,
berubah menjadi kepingan-kepingan kayu
menyala yang berhamburan sampai puluhan
tombak tinggi dan jauhnya. Malam gelap seakan
berubah menjadi siang mendadak, apalagi
karena ada gumpalan-gumpalan api yang jatuh
ke atap lumbung padi atau ke tumpukan jerami,
sehingga langsung menyala dan menambah
penerangan. Karena orang-orang Hwe-liong-pang menyusup ke kebun sayur-sayuran yang
pohonnya lebih tinggi dari manusia, maka untuk
sesaat mereka tidak dapat melihat teman satu
sama lain. Sementara itu, Pak Kiong Eng yang terpisah
sendirian di tengah kebun sayur, mendengar
suaminya memanggil-manggil dari suatu arah
yang agak jauh, "A-eng! A-eng!"
759 "Aku disini, Yang-ko" sahut Pak Kiong Eng.
Namun suaminya tak kunjung mendekat
setelah mendengar suaranya bahkan kemudian
suara panggilannya tak terdengar lagi.
Digantikan surah membentak-bentak seperti
sedang bertempur dengan seseorang. Dari arah
lain kedengaran suara Ji Ham Lim yang marah
pula. "Bangsat! Cara kalian sungguh keji!
Sekarang hadapilah kami dengan cara laki-laki!"
Disusul suara gemerincing senjata berbenturan dan bentak-bentakkan. Bercampur
gemeretaknya pohon-pohonan yang roboh kena
terjangan orang berkelahi.
Pak Kiong Eng buru-buru menyusup kea rah
suara pertempuran, untuk membantu temantemannya yang agaknya telah bertemu musuh.
Begitu tergesa-gesanya melangkah. Sampai ia
menubruk tubuh seseorang yang berdiri
dikegelapan. Sosok tubuh yang tinggi mirip
suaminya itu langsung dipeluknya sambil berseru lega "yan-Ko!"
Orang yang dipeluk itu menyeringai,
merasakan kelembuatan dan kehangatan tubuh
760 seorang nyonya muda berusia sepertiga abad
yang tetap langsing dan cantik. Darahnya
mengalir cepat. Dan tanpa sungkan-sungkan
lagi ia balas memeluk sambil tertawa terkekeh.
Kekeh tawa itu mengejukan Pak Kiong Eng,
sebab itu bukan suara suaminya. Ia hendak
melepaskan diri dari pelukan. Namun jalan
darah dipundak danpinggangnya mendadak
terasa kesemuatan dan lemaslah tubuhnya.
Jelas ia tertotok, bahkan ingin berteriakpun
tidak keluar suaranya. Orang itu lalu meletakkan Pak Kiong Eng
terlentang di tempat yang terlindung oleh
bayangan pepohonan, sambil terkekeh-kekeh ia
berkata, "Tadi kau memanggil putera Hweliong-pang, tentunya kau adalah isterinya yang
bernama Pak Kiong Eng dan berjuluk Pak Liong
Siam-li ( Bidadari Naga Putih )Betul bukan" Hehe-he, tidak percuma orang memasyhurkan
kecantikanmu nyatanya kau masih begini cantik
dan membuat jantungku hampir copot. Jangan
lagi mengharap pertolongan suami dan temantemanmu, mereka sedang bertempur melawan
761 teman-temanku. Dari kita juga akan bertempur
di sini, tetapi dengan cara yang lebih romantis.
He-he-he. .. . " Ketakutan dan kemarahan membuat dada
Pak Kiong Eng serasa hampir meledak, namun
apa dayanya" Sebenarnya dia seorang
perempuan berilmu tinggi, tetapi kelengahannyalah yang membuatnya jatuh ke
tangan hidung belang ini.
Terasa tangan lelaki kurang ajar itu mulai
menggerayangi tubuhnya, dengan napas yang
mendengus-dengus berat, lalu satu demi satu
kancing baju Pak Kiong Eng direnggutnya.
"Malam yang beruntung buatku," kekeh
lelaki itu disela engahan napas-nya karena
memuncaknya nafsu. "Malam ini aku akan
bermain pengantin-pengantinan dengan Pek
Liong Sian-li....." Tapi acara yang direncanakannya itu
terganggu, karena dari sela-sela pepohonan
sesosok tubuh melompat keluar sambil
membentak, "Giok-bin-hoa-ti-ap (Kupu 762 Kembang Berwajah Kumala), kau belum juga
jera dengan perbuatan-perbuatan bejatmu?"
Orang yang baru muncul itu langsung
melancarkan sebuah jotosan ke kepala si hidung
belang yang tengah berjongkok di samping
tubuh Pek Kiong Eng itu. Si hidung belang
terpaksa harus melompat menghindar kalau
tidak ingin pelipisnya retak oleh jotosan
dahsyat itu . Si Kupu Kembang Berwajah Kumala itu
bernama asli Cu Sek Kui, pemimpin nomor dua
dalam Ji-goat-pang. Oleh pengikut-pengikutnya
ia dipanggil Pangeran, karena bermarga Cu dan
dipercayai sebagai keturunan Kaisar Cong Ceng,
penguasa terakhir dinasti Beng. Kegemarannya
terhadap perempuan menjadi ciri khasnya yang
mudah dikenali. "Bangsat, kau rupanya bosan hidup!" ia
membentak marah kepada penyerangnya
Penyerangnya adalah Tong-cu Hwe-liong-pang
dari Pek-ki-tong (kelompok bendera putih),
Kiong Wan Peng, la punya dua orang guru, yang
pertama adalah Oh Yun Kim-si orang Korea
763 yang berjulukan Bu-eng-tui (Tendangan Tanpa
Bayangan), yang kedua Lu Siong yang berjuluk
Jian-kin-sin-kun (Tinju Malaikat Seribu Kati),
sehingga Kiong Wan Peng merupakan seorang
yang berbahaya baik tangannya maupun
kakinya. Agaknya Cu Sek Kui tak berani meremehkan
lawannya. Dari pinggangnya ia meloloskan
senjatanya yang berupa cambuk.
Ketika sebuah kayu menyala melayang di
udara, tempat itu menjadi terang sekejap, dan
Pak Kiong Eng dapat melihat bagaimana lelaki
yang hampir memperkosanya itu. Berusia
sekitar empatpuluh tahun, tegap, tampan,
berpakaian rapi model jaman dinasti Beng,
begitu pula model rambutnya mengikuti model
dinasti Beng,. Dan agaknya ia memang pesolek,
sebab nampak pipi dan bibirnya diolesi pupur
dan gincu tipis. Sementara itu Kiong Wan Peng marah sekali
karena Giok-ben-hoa-tiap Cu Sek Kui nyaris
berhasil menodai menantu Ketua Hwe-liongpang, yang dianggapnya berarti juga menodai
764 seluruh Hwe-liong-pang. la lalu menerjang
dengan garangnya, kaki kanan membuat gerak
tipu, lalu tangan kirilah yang menjotos bagai
halilintar ke perut lawan. Cu Sek Kui tak dapat
mengembangkan permainan cambuknya karena
jaraknya begitu dekat. Terpaksa ia mengangkat
lututnya untuk membendung tendangan musuh
dan tangan kirinya dengan jari-jari lurus balas
menohok ke ulu hati Kiong Wan Peng.
Saat itulah Kiong Wan Peng menunjukkan
kehebatan Tae-kyunnya. Orang lain kalau
menendang dan tubuhnya sudab doyong ke
depan, tentu geraknya tak bisa diubah lagi , tapi
Kiong Wan Peng bisa. Kakinya yang menendang
tiba-tiba berhenti di tengah jalan, lalu berubah
arah menendang tinggi ke pelipis lawan dengan
sebuah tendangan melingkar samping .
Cu Sek Kui dengan kaget melompat mundur,
sambi1 mencari ruang gerak bagi cambuk
panjangnya. Namun Kiong Wan Peng terus
merangsak, sambiI berputair tubuh ia lakukan
tendangan balik belakang keperut lawan,
765 disusul jotosan lagi yang agaknya bisa membuat
tengkorak kepala lawan retak sekaligus.
Dengan bergulingan, Cu Sek Kui bisa
menghindar, namun keringat dingin-nya keluar
ketika mendengar suara gemerasak pepohonan
sayur-sayuran yang terlanda angin pukulan
Kiong Wan Peng. Alangkah dahsyatnya tenaga
pukulan Tong cu Hwe-liong-pang itu. Cepat Cu
Sel Kui mengayun cambuknya untuk menyapu
sepasang kaki lawannya. Keduanyapun bertempur di tengah kebun
sayuran yang ditanam berjalur-jalur itu,
membuat tempat itu berantakan dan makin
lama makin rata seperti sebuah lapangan saja.
Pak Kiong Eng yang tadinya menggeletak
karena tertotok, kini tiba-tiba melompat bangun
karena pengaruh totokan Cu Sek Kui tadi sudah
sirna. Sebagai puteri tunggal seorang panglima
sakti macam Pak Kiong Liong, ia memiliki dasar
tenaga dalam yang cukup kuat.
Begitu ia pulih kembali, ia ingat kekurang
ajaran Cu Sek Kui tadi dan kemarahannya pun
meluap. Namun lebih dulu dibenahinya kancing
766 bajunya yang tadi sempat digerayangi tangan
nakal Cu Sek Kui, lalu berseru Kepada Kiong
Wan Peng, "Saudara Kiong, minggirlah! orang
yang sudah menghina aku tadi harus dibalas
dengan tanganku sendiri!"
Melihat bangkitnya Pak Kiong Eng yang
kepandaiannya lebih tinggi dari Kiong Wan
Peng, Cu Sek Kui menjadi keder. Dalam
pandangannya sekarang, Pak Kiong Eng bukan
layi seorang bidadari yang menggairahkan,
tetapi seperti sesosok hantu wanita yang
menakutkan dan siap menerkam nyawanya.
"Minggir, saudara Kiong! Tanganku sendiri
yang akan mewakiIi kaum wanita yang sudah
menjadi korban manusia bejat ini!" Pak Kiong
Eng mengulangi teriakannya. Bagaimanapun
marahnya, ia tidak mau melakukan pengeroyokan, karena tidak mau menodai nama
besar ayah-nya, mertuanya, suaminya dan
seluruh Hwe-liong-pang. Kiong Wan Peng cepat melompat keluar dari
arena, tetapi masih sempat mengejek Cu Sek Kui
"Nah, ratapilah nasibmu, kupu-kupu yang
767 malang. Sebentar lagi kau hanyalah seekor
kupu-kupu hangus oleh Hwe-liong Sin-kang!"
Cu Sek Kui memang sudah amat cemas akan
nasibnya sendiri. Dalam takutnya,
ia melecutkan cambuknya tiga kali di udara,
sebagai isyarat untuk mohon bantuan dari
teman-temannya . Isyarat itu langsung memperolah jawaban.
Rumpun sayuran yang belum roboh tersibak
oleh sesosok tubuh gempal pendek yang
tangannya menjinjing sebatang toya tong-gepang (toya gigi serigala). Orang ini berpakaian
seperti seorang panglima jaman Kerajaan Beng ,
lengkap dengan topi besi. sisik logam pelindung
pundak dan lengan atas, dan logam bundar
pelindung ulu hati. Tetapi pakaiannya agak
acak-acakan sehingga kelihatan janggal.
Melihat munculnya si "setengah Panglima"
ini, Kiong Wan Peng langsung hendak
menempurnya agar Pak Kiong Eng tidak sampai
dikeroyok dua. Tetapi Pak Kiong Eng sendiri
telah berkata, "Saudara Kiong, kau bantu saja
teman-teman kita. Kedua cecunguk ini rasanya
768 "Minggir, saudara Kiong! Tanganku sendiri yang
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan mewakili kaum wanita yang sudah menjadi
korban manusia bejat ini" Pak Kiong Eng
mengulangi teriakannya 769 masih bisa aku atasi sendiri, mereka cukup
jinak Alangkah marahnya Cu Sek Kui dan si
"panglima" mendengar ucapan yang me
mandang rendah itu, padahal mereka berdua
adalah pentolan-pentolan Jit-goat pang yang
disegani. Cu Sek Kui segera berkata kepada si
"panglima", Siang Goan-swe (Jenderal Siang),
perempuan ini adalah manusia Tong Lam Hou si
begundal Manchu. Kita tangkap dia agar
mertuanya menangis meraung-raung."
Panglima gadungan itu bernama Siang Hwe
Jing, tidak segan-segan mengaku sebagai
keturugan Siang Gi Jun, tokoh sejarah yang
pernah membantu Cu Goan-ciang ketika
mendirikan Kerajaan Beng ratusan tahun
berselang. Supaya orang lebih percaya, Siang
Hwe Jing mengarang sebuah silsilah keluargadengan nama-nama palsu, nama Siang Gi Jun
tentu saja dicantumkan di puncak silsilah itu.
Orang yang berani menunjukkan ketidak
percayaannya kepada silsilah itu, biasanya
770 langsung dikepruk kepalanya dengan toya
Long-ge-pang i-tu . Saking setianya kepada Cu Sek Kui ia
menyambut ajakannya bukan dengan k ta-kata,
namun langsung dengan tindakan. Toyanya
segera menderu membelah udara, menyapu
datar ke pinggang Pak Ki ong Eng dengan
gerakan Heng-sau-jiang-kun (Menyapu Seribu
Perajurit). Toya berat yang terbuat dari besi
seluruh-nya itupun digerakkan dengan ringan
se perti menggerakkan sepotong bambu saja.
Hampir saja Cu Sek Kui memaki
"panglima"nya sendiri karena kekasaran nya
yang dapat merontokkan si kembang cantik dari
Hwe-liong-pang itu. Tapi kekhawatirannya
tidak perlu, sebab Pak Kiong Eng berhasil
menghindar ke atas, dan bahkan balas
menghantam ke ubun-ubun lawan dengan
pukulan Thai-san-ap-teng (Gunung Thai-san
menimpa Kepala) . Cu Sek Kui yang masih berharap untuk bisa
menangkap hidup-hidup Pak Kiong Eng,
kemudian terjun pula ke arena .
771 Maka bertempurlah Pak Kiong Eng melawan
kedua pentolan tangguh dari Jit-goat-pang itu.
yang satu bertenaga besar dengan toya Long-gepang yang amat berbahaya, yang lainnya lincah
dengan permainan cambuknya, bahkan tak
segan-segan bertindak licik. Tetapi lawan
mereka lincah "beterbangan" kian kemari,
dengan pakaian serba putihnya yang meIambailambai sehingga memang mirip seorang
bidadari. Pak Kiong Eng bukan cuma menghindar dan
menangkis, namun juga membalas menyerang
dengan memainkan ilmu pukulan Thian-liongkun-hoat. Bahkan ketika ia mulai mengerahkan
Hwe-liong sin-kang pula, maka dari tiap poripori kulitnya menyembur udara panas,
sepasang telapak tangannyapun nampak bercahaya kernerah-merahan di kegelapan malam,
seperti logam terbakar. Sesaat lamanya Kiong Wan Peng masih
melihat jalannya pertempuran, untuk mengetahui apakah keadaan Pak Ki-ong Eng
berbahaya atau tidak. la merasa lega bercampur
772 kagum melihat Pak Kiong Eng bertempur
dengan sangat perkasa, dan mulai mendesak
kedua lawannya. Cu Sek Kui dan Siang Hwe Jing
semakin kelabakan menghadapi aliran udara
panas yang terus membelit tubuh mereka,
membuat napas mereka sesak dan keringat
mengucur dengan deras. Karena tidak lagi mengkhawatirkan keadaan
Pak Kiong Eng, maka Kiong Wan Peng segera
pergi ke bagian pertempuran lainnya, ingin
melihat kalau-kalau ada temannya yang
membutuhkan bantuan-nya .
Ternyata orang-orang Jit-goat-pang yang
bermaksud memusnahkan orang-orang Hweliong-pang, bukan saja memasang peledak
dalam rumah, namun juga mengerahkan cukup
banyak orang. Jumlahnya ada limabelas orang,
semuanya adalah anggota-anggota andalan di
bidang ilmu silat. Tong Gin Yan bertempur sengit melawan dua
orang lawan, dengan sebuah pedang rampasan
di tangannya, sebab pedangnya sendiri
ketinggalan daiam rumah kayu yang meledak
773 itu. Di dekat-nya, nampak dua mayat anggota
Jit-goat pang yang menjadi korban kemarahannya. Sementara kedua lawannyapun
agaknya mulai terdesak. (Bersambung Jilid XIII ) 774 775 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIII Salah seorang lawannya adalah si tuan
rumah yang tadinya bersikap ramah. Kini tidak
ramah lagi, sebab sepasang tangannya
memegang sepasang golok tipis yang
digerakkan dengan buas seperti serigala
kelaparan. Temannya seorang bertubuh pendek
yang bersenjata sebatang tombak berkait,
berlompatan lincah Seperti seekor kelinci,
sedang ujung tombaknya seperti berpuluhpuluh ekor lebah yang terbang berputaran, me
ngincar sasaran-sasaran berbahaya di tubuh
Tong Gin Yan. Mereka bertiga bertempur dengan menginjak-injak hancur kebun semangka dan
sawi yang sebenarnya tenqah berbuah dengan
lebatnya. 776 Sementara itu Ui-bin-peng-hou (Macan Sakit
Bermuka Kuning) Hu Se Hiong juga tengah
mengamuk garang, sama sekali berlawanan
dengan kesan tubuh-nya yang kurus seperti
orang mengindap penyakit berat itu. Dua orang
Jit-goat pang yang tadinya mengira si "sakit*' Ini
lawan empuk, mereka dengan gegabah
menyerangnya, tetapi tubuh mereka tahu tahu
tercengkeram oleh sepasang tangan Hu Se
Hiong, lalu kedua tubuh itu dilemparkan dengan
ringan. Yang satu mencebur ke kolam tinja di
tengah kebun. yang airnya biasa digunakan
untuk pupuk tanaman, yang lainnya tersangkui
di atas sebuah dahan. Melihat keperkasaan si "sakit". empat orang
Jit-goat-pang menggabungkan tenaga untuk
menghadangnya. Terpaksa Hu Se Hiong
menggeluarkan senjatanya. yang tidak lazim,
yaitu pipa tembakau panjangnya yang berwarna
hitam mengkilap Itu. Ketika berbenturan keras
dengan senjata musuh. ternyata pipa Itu tidak
patah, bahkan lecet seujung rambut pun tidak.
777 Tubuh Hu Se Hiong yang kurus dan bungkuk
itu berkelebatan Iincah disela-sela tubuh
keempat lawannya yang tegap-tegap. Pipa
tembakaunya bergerak amat cepat seperti air
hujan, membagikan serangan berupa totokantotokan keurat-urat penting di tubuh lawan. Di
samping kelincahan dan kecepatannya, tubuh
kurus bungkuk itu ternyata juga menyimpan
kekuatan yang sangat mengejutkan. tldak jarang
membuat lawannya terpental mundur, bahkan
kadang-kadang dua lawan sekaligus.
Orang Hwe-liong-pang yang kepayahan
adalah Ji Han lim, karena dari tiga lawan
tangguh sekaligus. Salah seorang lawannya
hanya mengandalkan tangan kosong, tetapi
telapak tangannya yang berbintik-bintik merah
itu menyambarkan deru angin dalam setiap
geraknya, menjanjikan kematian bagi siapapun
yang dikenainya. Itulah tanda dari orang yang
berlatih ilmu pukulan Ang-se-tok-ciang (pukulan beracun pasir Merah), yang bukan saja
mampu mematahkan tulang, tapi juga meracuni
darah lawan. 778 Dua lawannya yang lain, masing-masing
bersenjata golok besar dan tombak panjang,
biarpun tidak selihai teman mereka yang
bertangan kosong, namun cukup berbahaya
juga karena mereka menyeruduk terus seperti
kerbau kesurupan, tak kenal takut.
Mati-matian Ji Han Lim memutar kencang
sepasang kapak pendeknya untuk bertahan dari
gelombang serangan ketiga lawannya. Seandainya ada kesempatan sekejap saja, tentu
ia sudah melontarkan kapak-kapak kecilnya
yang terselip berderet melingkari painggangnya, namun kesempatan itu tak
pernah ada. Maka terdesaklah ia. Bahkan suatu
saat kakinya kena sapuan rendah dari si
"pukulan pasir merah" sehingga ia roboh
terguling. Lawannya yang bersenjata golok dengan
bernafsu mengejarnya, untuk memotong
tubuhnya yang belum sempat mengelak
bangkit. Ji Han Lim sempat mengelak dengan
menggulingkan tubuh ke samping. Namun
lawan lain yang bersenjata tombak menerkam
779 dari atas dengan ujung tombaknya. Ini masih
bias ditanggkis oleh Ji Han Lim. Biar keadaanya
makin payah. Kemudian bertindaklah si pukulan pasir
merah sebagai si penentu nasib. Sepasang
kakiknya bergerak amat tangkas dan berhasil
menendang lepas kedua kampak Ji Han Lim, lalu
telapak tangannya turun deras ke kepala dan
dada Ji Han Lim, membawa kekuatan ibarat
gunung batu yang longsor.
Sebenarnya, kalau bertempur satu lawan
satu, belum tentu Ji Han Lim kalah dari lawanlawannya, termasuk si "Pukulan pasir merah"
yang paling ganas itu, namun karena
diekoroyok tiga, payahlah keadaannya. Kini
sebuah pukulan lawan akan siap mengantarkan
nyawa si Hui-po-sin (Malaikat Kampak
Terbang) itu menjumpai mendian ayahnya di
akherat. Ternyata Ji Han Lim belum takdirnya mati.
Sesosok bayangan tegap melayang dan
menendang kea rah si pukulan pasir merah
dengan tendangan Hui-hou-tui (Tendangan
780 Macan Terbang), kalau si pukulan pasir merah
nekat melanjutkan pukulan ke arah Ji Han Lim.
ia akan berhasil membunuh Tong-cu Hwe-liongpang itu, tapi kepalanya sendiri akan pecah
kena tendangan dahsyat itu.
Terpaksa si pukulan pasir merah merendahkan diri untuk memperkuat kuda
kuda, dan menyilangkan sepasang lengannya
untuk menangkis tendangan dari lawan
barunya itu. Gempuran dahsyat membentur pertahanan
yang tak kalah dahsyatnya pula. Si pukulan
pasir merah terhuyung mundur dua langkah
dan kemudian jatuh terduduk, sementara si
penendang sendiri terpental mundur dan harus
bersalto supaya dapat mendarat dengan kedua
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kakinya. Rasanya kakinya tadi menendang
selapis tembok baja. Sedang si pukulan pasir merah te-ah bangkit
kembali, dan tertawa dingin, "Hemm, Si
Tendangan Halil intar yang terkenal itu
hanyalah manusia curang yang suka menyerang
secara licik !" 781 Si penyerang, Kiong Wan Peng, balas
mengejek, "Dan Lo Sing Yang bergelar Ang-jiuhong-mo (Hantu Gila Tangan Merah) ternyata
juga seorang yang cuma mengandalkan
keroyokan!" Sementara itu Ji Han Lim sudah melompat
bangun, ketika ia melihat Kiong Wan Peng siap
bergebrak dengan Lo Si.ng, cepat-cepat Ji Han
Lim berkata, "Minggirlah, saudara Kiong. Kau
urus saja dua pengecut lainnya, aku harus
menghajar Lo Sing untuk kecurangannya dalam
mengeroyokku tadi." Ji Han Lim tidak mengambil kembai
sepasang kampaknya, bahkan kampak-kampak
kecil yang bergantungan melingkari pinggangnyapun dilepaskan. Lain sambil
menggosok-gosokkan tinjunya dia maju ke
hadapan Lo Sing sambil berkata, "Bangsat, tadi
kau hampir berhasil membunuhku karena
kecuranganmu. Sekarang kutantang kau
bertanding satu lawan satu, sama-sama tidak
bersenjata berani tidak?"
782 Lo Sing diam-dinm giranq mendengar
tantangan itu. Ilmu tangan kosong memang
menjadi keahliannyaa, kebetulan lawannya
menantang tanpa senjata pula.
Sebaliknya Kiong Wan Peng menjad. cemas.
dan membisiki rekannya. Saudara Ji, hatihatilah. Sepasang telapak tangannya sangat kuat
dan beracun." Mamun Ji Han Lim yang tengah marah itu
menjawab dengan suara yang sengaja
diperdengarkan lawan, "Yang berbahaya bukan
ilmunya, tetapi watak curangnya. Sekarang ia
akan tahu bahwa ilmunya itu hanya permainan
anak kecil belaka!" Keruan Lo Sing meluap darahnya mendengar
bahwa ilmu kebanggaannyp dilecehkan. Tanpa
peringatan lagi, ia melompat memukul Ji Han
Lim dengan gerakan Tiat-jiau, telapak tangan
dengan jari-jari terbuka. Ketika Ji Han Lim
berhasil menghindar ke samping, telapak
tangan yang satunya lagi menyusul menebas ke
leher lawannya. 783 Ji Han Lim yang terkenal dengan permainan
sepasang kampaknya, ternyata juga mahir silat
tangan kosong. Ia mundur selangkah sambil
menunduk, dan ketika pinggangnya tegak
kembali, menjotos ke dagu Lo Sing dengan
gernkan Wan-kiong-sia-tiau (Memanah Burung
RajawaIi). Keduanya segera tukar menukar serangan
dengan sengitnya. Sepasang telapak tangan Lo
Sing yang berkelebatan kencang itu diimbangi
oleh sepasang tangan dan sepasang kaki Ji Han
Lim yang berayun-ayun seperti martiI-martiI
besi hebatnya. Pada jurus-jurus awal, Ji Han Lim
memperhatikan kekuatan telapak tangan
musuh dan diam-diam meningkatkan kewas
padaannya. la sadar bahwa sepasang telapak
tangan itu mampu menghancurkan setumpuk
batu bata sekalipun. Sebaliknya Lo Sing juga tergetar mendapat
perlawanan keras Ji Han Lim. Kalau satu 1awan
satu, agaknya memang suIit ditetapkan siapa
yang lebih unggul di antara kedua orang itu.
784 Melihat rekannya mampu menghadapi Lo
Sing dengan baik, Kiong Wan Peng merasa lega.
Tapi ia tidak mau menjadi penonton yang
menganggur saja, segera diserangnya dua anak
buah Jit-goat-pang yang tadi ikut mengeroyok Ji
Han Lim. Tanpa bantuan Lo Sing, kedua orang
itu ternyata bukan lawan berat. Menghadapi
Kiong Wan Peng yang tak berseenjata, kedua
lawannya itu dalam waktu tidak lama telah
kewalahan. Kalau dilihat keseluruhannya, rencana
orang-orang Jit-goat-pang untuk membantai
orang-orang Hwe-liong-pang, musuh bebuyutan
mereka sejak jaman akhir dinasti Beng, telah
gagal. Baik dengan obat peledak maupun
dengan tenaga manusia, gagal semua.
Di bagian pertempuran lain, Pak Kiong Eng
mengamuk semakin hebat dan semakin tak
tertangguIangi oleh lawan-lawannya. Terdorong oleh kemarahannya kepada si cabul
Giok-bin-hoa-tiap Cu Sek Kui, Pak Kiong Eng
telah mengerahan tenaga panas Hwe-liong-sinkang sampai tahap keenam.
785 Maka udara panas pun bergolak di arena,
seperti dalam tanur peleburan logam. Daundaun tanaman dalam jarak lima langkah dari
Pak Kiong Eng menjadi kuning layu, bahkan
rontok. Baik Cu Sek Kui dengan pacutnya maupun
Siang Hwe Jing dengan toya Long ge-pangnya
sudah basah kuyup dan megap megap
kepanasan. Mata mereka sudah memancarkan
ketaktan, tapi tak berdaya melepaskan diri dari
lingkaran udara panas itu, sebab Pak Kiong Eng
bergerak lincah dan mampu menguber kemanapun mereka menghindar. Yang ditekan terus
oleh Pak Kiong Eng terutama adalah Cu Sek Kui
si perusak wanita. "Li-hiap, ampuni aku." tanpa malu-malu lagi
Cu Sek Kui meratap, sambil lintang pukang
menyelamatkan diri . Tetapi Pak Kiong Eng tidak melihat
ketulusan dalam sorot mata Cu Sek-Kui. la tidak
mengendorkan serangannya sedikitpun, sambil
mengejek dingin, "Apakah kau juga mengampuni orang-orang yang menjadi
786 korbanmu" Wanita-wanita yang kau rusak
kehormatannya, kau hancurkan masa depannya?" Kemarahan Pak Kiong Eng lebih tepat
disebut kemarahan seorang wanita yang
membela nasib kaumnya, daripada kemarahan
seorang Hwe-Iiong-pang kepada seorang Jit
goat-pang. Cu Sek Kui bungkam. Memang, kalau
nafsunya kepada perempuan sudah memuncak,
ia akan memperkosa wanita-wanita muda yang
ditemuinya tanpa ampun. Tidak sedikit
korbanriya yang membunuh diri, atau hancur
kehidupan keluarganya, atau menjadi pelacur,
setelah diperkosanya. Maka sambi1 terus mendesak hebat, Pak
Kiong Eng terus mencaci maki meluapkan
perasaan kewanitaannya, "Kau hanya minta
ampun untuk lepas dari tanganku. Setelah lepas,
kau akan mengulangi perbuatan terkutukmu.
Karena itu, demi keamanan calon-calon korbanmu, lebih baik kalau kau dimampuskan saja!"
787 Maka jatuh bangunlah Cu Sek Kui
menyelamatkan selembar jiwanya. Biarpun ia
berilmu tinggi, tapi karena terlalu mengumbar
hawa nafsunya, ia tidak tangguh dalam daya
tahan jasmaniahnya. Matanya segera saja
berkunang-kunang, dan napasnya terengahengah kepayahan-Sedang Pak Kiong Eng terus
memberondongkan serangannya tanpa ampun.
Siang Hwe Jing agaknya adalah seorang
"panglima" setia. Dengan nekad ia memutar
toyanya untuk menembus gelombang udara
panas dari Pak Kiong Eng sambil berseru,
"Pangeran, selamatkan dirimu lebih dulu! Biar
hamba yang bertahan disini !"
Agak geli juga Pak Kiong Eng mendengar
orang Jit-goat-pang itu masih juga menyebutnyebut "pangeran" dan "hamba" segala.
Tetapi serangan nekad si "keturunan Siang
Gi Jun" itu agak merepotkan juga. Karenanya,
Pak Kiong Eng memutuskan untuk bertindak
keras kepada orang ini pula. Ketika toya musuh
menyambar datang, Pak Kiong Eng berkelit
mundur, dan sebelum lawannya sempat
788 membalikkan toya untuk serangan berikutnya,
Pak Kiong Eng maju secepat kilat sambil
menendang. Kena rusuk Siang Hwe Jing yang
langsung membuat si "panglima" terjungkal tak
berkutik lagi. Kemudian Pak Kiong Eng memburu Cu Sek
Kui yang coba-coba melarikan diri dengan
menyusup-nyusup ke pepohonan di kebun Itu.
Julukan "Kupu Kembang" bagi Cl Sek Kui
bukan hanya menunjukkan kebangorannya. tapi
juga kelihaian ilmu meringankan tubuhnya.
Dengan gerakan pesat, ia kabur meninggalkan
Pak Kion: Eng. Tapi karena tempat itu penuh
pohon sayuran, banyak pula bambu atau kayu
penopang tanaman yang malang-melitang,
geraknya jadi agak terbambat. Setiap gerak
tubuhnya iuga menimbulkan suara gemelasak
kalau menerobos pepohonan. Dan suara itulah
yang menuntun Pak Kiong Eng untuk mengejar
terus dengan marah, makin lama mkin dekat.
Setiap kali menengok ke belakang rasa takut
Cu Sek Kui bertambah-tambah Biasanya ia
bersikap sewenanq-wenenang terhadap 789 korban-korbannya yang merengek-rengek
ketakutan. sekaranq ia sendiri merasakan
bctapa menyiksanya rasa takut itu kalau ujung
tangan sang maut sudah menyentuhnya.
Karena gugupnyn kakinya tiba-tiba terantuk
sebatang bambu yang melintang di kegelapan.
Saat ia roboh bersamaan waktunya dengan saat
telapak tangan Pak Kiong Eng yang membara
oleh Hwe-Iiong-sin-kang itu menghajar punggungnya. Sihidung belang perusak wanita
menjerit dan menggeliat, punggungnya hangus,
sayup-sayup tercium bau daging bakar seperti
di tempat penjualan daging bakar, Jalu si Kupu
Kembang berwajah Kumala itupun manpus.
Setidaknya satu sunber malapetaka buat
kaum wanita sudah hilang.
Pak Kiong Erg terenaan-engah di samping
tubuh lawannya. hatinya lega karena dapat
menyelamatkan banyak kaumnya yang seharusnya menjadi korban kalau Cu Sek Kui
masih hidup dan berkeliaran.
Tapi semuanya belum usai, di kejauhan
masih t e r d e n g a r ramainya s u a r a o r a n g
790 Saat ia roboh bersamaan waktunya dengan saat
telapak tangan Pak Kiong Eng yang membara oleh
Hwe-Iiong-sin-kang itu menghajar pung-gungnya.
791 mengadu jiwa. Suaminya dan teman-temannya
masih berkelahi, Maka buru-buru Pak Kiong
Eng melompat ke suara pertempuran itu.
Persabungan nyawa memanq belum selesai,
namun sudah hampir selesai. Pihak Jit-goatpang yang salah perhitungan itu sudah merosot
semangatnya, sebaliknya orang-orang Hweliong-pang semaking bersemangat karena
merasa kemenangan sudah diambang pintu.
Akhlrnya Pak Kiong eng yang tiba diarena
ituupun hanya Jadi penonton saja. Dilihatnya
suaminya telah bcrhasil mebuat kedua
Iawannya kaIang-kabut. Ui-bin-peng-hou yang
tadinya melawan empat orang, kini tinggal tiga
orang. Yang seorang sudah tertelungkup
dengon kepala menyuruk ke dalam rumpun
pohon semangka, entah mati entah luka parah,
mungkin cuma pura-pura mati untuk
menyelamatkan diri. Sedang sisa tiga lawan Hu
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Se hiong kebingungan menghadapi si bungkuk
kurus dari Hwe-liong-pang yang seolah
beterbangan saja mengitari mereka. Lalu
792 seorang lagi tejungkal karena pipa Hu Se Hiong
berhasil menotok tengkuknya.
Ji Han Lim dan Lo Sing yang sama-sama
bertangan kosong kelihatannya seimbang,
namun sebenarnya Lo Sing mengakui
keunggulan lawannya dalam hati. Andalannya
adalah siasat tangan kosong Ang-se-tok-jiu,
sedang Ji Han Lim terkenal dengan sepasang
kampaknya, maka kalau pertempuran tangan
kosong berjalan seimbang, itu artinya Lo Sing
yang kalah. Kiong Wan Peng juga berhasil merampungkan kedua lawannya. Lawan yang
bersenjata golok sudah remuk dadanya karena
kena tendangannya, sedang lawan yang
bersenjata tombak terhantam pipinya. Lalu
orang itu oleh Kiong Wan Peng dibiarkan saja
duduk di tanah sambil mengurut-urut lehernya,
berusahn memulihkan agar kepalanya bisa
menoleh kembali ke depan, bukan menghadap
terus ke kanan seperti saat itu.
Lalu Kiong Wan Peng membantu mengurangi
lawan Hu Se Hiong. 793 Orang orang Jit-goat-pang menjadi gelisah
merasakan gelagat buruk di pihak mereka.
Mereka menunggu perintah mundur dari Cu Sek
Kui, tapi sang "pangeran" itu kok tidak muncu1muncul juga, entah bagaimana keadaannya"
Saat itulah Pak Kiong Eng berseru
mengabarkan nasib sang "pangeran" untuk
merontokkan semangat musuh, "Kalau kalian
menantikan Cu Sek Kui atau orang bersenjata
Long-ge-pang itu, kalian menanti dengan sia-sia.
Si pangeran perusak wanita itu sudah aku kirim
ke neraka, dan orang berpakaian panglima
lenong itu entah hidup entah mati kena
tendanganku tadi." Orang-orang Jit-goat-pang terkejut mendengar seruan itu, dan mau tidak mau
harus percaya sebab melihat Pak Kiong Eng
sudah sendirian, tak ada lawannya lagi. Mereka
kenal betapa mata keranjangnya Cu Sek Kui
kalau ketemu perempuan cantik. Bukan
mustahil sang "pangeran" telah mengganggu
perempuan berpakaian serba putih itu dan ke
794 na batunya, karena yang hendak diganggu
adalah Pak Kiong Eng yang terkenal.
Sepeninggal Cu Sek Kui dan Siang Hwe Jing,
yang berkedudukan paling tinggi adalah orang
bersenjata sepasang golok tipis yang menjadi
lawan Tong Gin Yan itu. la segera memutuskan
untuk mundur saja bersama sisa orangorangnya yang masih bisa di selamatkan.
Terdengarlah isyarat dari mulutnya, disusul
dengan berhamburannya orang-orang Jit-goatpang untuk mundur, meninggalkan temanteman mereka yang gugur atau luka-luka.
Orang Jit-goat-pang yang otot lehernya
terkilir kena pukulan Kiong Wan Peng itupun
tak mau ditinggalkan, dan ikut kabur. Tapi
karena lehernya belum pulih, ia terpaksa lari
miring ke kanan agar matanya bisa tetap
melihat jalan, sehingga geraknya mirip dengan
seekor kepiting. Musuhpun bersih dari gelanggang, kecuali
yang tertinggal sebagai mayat atau yang terluka.
Orang-orang Hwe-liong-pang bukan manusia-manusia berdarah dingin. Terhadap
795 orang-orang Jit-goat-pang yang luka-luka dan
ditinggalkan begitu saja oleh teman-teman
mereka, Tong Gin Yan memerintahkan orangorangnya untuk mengobati sebisa-bisanya .
Ada seorang terluka yang memberontak
dengan keras ketetik hendak diobati oleh Hu Se
Hiong, teriaknya, "Aku pahlawan Kerajaan Beng
yang agung! Tidak sudi menerima obat dari
kaum berkuncir yang menjadi begundalbegundaI Manchu macam kaIian!"
Tong Gin Yan lalu berkata kepada Hu Se
Hiong, "Saudara Hu, kalau Tuan Pahlawan ini
tidak mau menerima obat-mu, jangan kau
paksa...." Muka si "pahlawan" menjadi pucat
mendengar itu. Lukanya parah, terus me
ngalirkan darah, kalau dibiarkan saja dia akan
mati konyol. Akhirnya diapun "menurunkan
harga" dengan berkata, "Ya sudahlah, kau boleh
mengobati aku. Aku pandai membedakan
urusan budi dan dendam, kepentingan pribadi
dan kepentingan tanah air. Biarpun kau
796 begundal Manchu, secara pribadi aku berterima
kasih." Hu Se Hiong justru bersikap menggoda, "Tadi
memang aku mau mengobati-mu, tapi sekarang
tidak. Nah, Tuan Pahlawan, kau boleh gugur
sebagai pahlawan Kerajaan Beng...."
Runtuhlah sikap gagah gagahan dari sikap si
"pahlawan" yang sebenarnya takut mati itu.
"Baiklah, aku mengaku salah dengan katakataku tadi. Tuan, lukaku amat parah, tolong
kau obati." Geli semua orang Hwe-liong-pang mendengarnya. Tetapi mereka maklum, ke
banyakan anggota Jit-goat-pang memang
hanyalah kaum ikut-ikutan yang terbujuk oleh
semboyan-semboyan muluk para pimpinan
mereka. Seperti semboyan "ba-=ngunkan
kembali Kerajaan Beng" dan "runtuhkan Ceng".
Perasaan kebencian antar suku diungkit-ungkit
dan dikobar kobarkan, padahal di =antara orang
orang Manchu terdapat ipar mereka, sepupu
mereka, paman atau bibi mereka dan
sebagainya. Dan tidak ada yang bisa
797 membuktikan bahwa diri mereka "murni
berdarah Han" atau "murni berdarah Manchu",
sebab kedua bangsa sudah berbaur hampir
seratus tahun. Tapi para "pejuang Kerajaan
Beng" belum juga jera meneriakkan semboyan
mereka, kalau perlu perang harus dikobarkan.
Tidak apa-apa banyak yang mampus, toh yang
mati bukan mereka sendiri, melainkan
pengikut-pengikut mereka. Banyak rumah
hancur, sawah ladang remuk menjadi medan
pedang, isteri-isteri dan anak-anak meratap
kehilangan suami dan ayah mereka, juga tidak
apa-apa. Toh yang hancur bukan rumah dan
ladang mereka, yang meratap juga bukan anak
isteri mereka. Seolah mereka ditakdirkan,
sehabis perang, merekalah yang punya
kemenangan. Pahit getirnya perang, bebankan
saja kepada kaum kecil. Kemudian orang-orang Hwe-liong-pang
berunding, dan diputuskan untuk berjalan terus
malam itu. Tanpa bekal, tanpa senjata, sebab
sudah musnah dalam rumah yang meledak. Juga
tanpa kuda, sebab kuda mereka yang
798 ditambatkan di samping rumah sudah berubah
menjadi kuda panggang semua.
"Tidak jadi soal, kita sudah mendekati
perbatasan propinsi Ho-lam dan kota Lok-yang
tidak jauh lagi," kata Hu Se Hiong. "Meskipun
kita akan sampai ke rumah Se-bun Tai-hiap
(Pendekar Se-bun) dalam keadaan mirip
gelandangan," Baberapa hari kemudian, ketika mereka
berlima tiba dl rumah Se-bun Beng di Lok-yang,
mereka memang sudah mirip pengemis
pengemis dekil. sehingga hampir saja diusir
oleh pelayan yang membukakan pintu.
Untunglah, akhirnya mereka berhasil bertemu
dengan Se Bun Beng dan Isterinya, Au yang
Siau-hong, yang menyambut dengan perasaan
gembira campur heran melihat keadaan
sahabat-sahabat mereka yang berantakan.
*** Se Bun Beng dan Au Yang Siau-hong terkejut,
marah dan sedih mendengar bahwa puteri
mereka. Se Bun Hong-eng. diculik kawanan
Hiat-ti-cu bersama cucu kembar ketua Hwe799
Iiong-pang. Karena itulah orang-orang HweIliong-pang hanya tinggal satu hari di Lok-yang.
lalu buru-buru berangkat ke Pak-khia. dan
rombongan membengkak menjadi tujuh orang,
karena Se Bun Beng dan Au Yang Siau-hong
bergabung pula. Tentu saja orang-orang Hwe-liong-pang
lidak lagi berpenampilan seperti gelandangangelandangan, melainkan sudah mendapat
pakaian yang pantas. bahkan kuda-kuda yanq
cukup baik. Karena mereka merasa bahwa berjalan da
lam rombongan sebesar itu gampang menarik
perhatian mata-matanya kaisar Yong Ceng,
maka mereka sepakat memecah rombongan
menjadi dua, Rombongan pertama terdiri dari
Hu Se Hiong dan dan kedua Tong-cu, akan
berjalan lebih dulu. Rombongan kedua adalah
dua pasang suami isteri yang kehilangan anak
anak mereka itu. Sebenarnya Se Bun Beng dan Au Yang Siauhong enggan terlibat dalam pertikaian politik di
pusat pemerintahan, tetapi karena anak tunggal
800 Mereka diculik, terpaksa mereka nenghunus
kembaIi senjata-senjata yang $udah ter lalu
lama tersimpan, dan kembali mencebur keda
lam kawah bergejolak dunia persilatan.
menmggalkan kehidupan mereka yang tenteram selama bertahun-tahun.
Beberapa hari kemudian, tibalah kedua
pasang suami isteri itu ke sebuah desa yang
tidak jauh dari kota Pak-Khia. Di desa itu
mereka menemukan tanda-tanda dari Hu Se
Hiong bertiga agar berhenti sehari di desa itu,
sebab Hu Se Hiong bertiga tengah mendahului
masuk Pak-Khia untuk melihat situasi. Itu
menjaga kemungkinan kalau ada perangkap
agar tidak terperangkap semuanya melainkan
masih ada sebagian yang selamat.
"Ah, Hu Hiang-cu dan kedua Tong-cu itu
terlalu berhati-hati," gerutu Pak Kiong Eng yang
sudah tidak sabar lagi meningat anak-anak
kembarnya. Begitu pula Au Yang Siau-hong yang
mencemaskan Se Bun Hong-eng
"Memang seharusnya berhati-hati," kata
Tong Gin yan menentramkan hati kedua ibu
801 yang gelisah itu. "Kota Pak-khia ibarat kandang
macan atau kubangan naga. Jago-jago tangguh
tak terhitung banyaknya, dan kita tidak tahu
bagaimana sikap mereka masing-masing
terhadap Hwe-liong-pang atau terhadap
Kaisar." "Biarpun kubangan naga dan serang macan
juga harus kuterjang. Demi A-sam dan A-hai,"
ucap Pak Kiong Eng sambil mengepalkan
tinjunya. "Im Ceng benar-benar keterlaluan,
kenapa anak kecil yang tidak tahu apa-apa juga
dilibatkan persoalan ini?"
"Kaisar berhati sejahat itu harus digusur
turun dari tahtanya." Au Yang Siau-hong
menyambung. "Heran juga, dulu semasa Im
Ceng masi mengembara di dunia persilatan
dengan nama Si Liong Cu, ia begitu simpatik.
Bahkan orang semacam Kam Hong Ti dan Pek
Thai Koan juga menjadi sahabatnya. Kenapa
sekarang berubah menjadi sejahat itu ?"
"Ya, entah bagaimana sekarang sikap
pendekar-pendekar Kang-lam melihat ulang In
Ceng?" 802 Namun Tong Gin yan serta Se Bun Beng
berhasil menenangkan "induk-induk macan
yang kehilangan anaknya" itu, dan membujuk
mereka agar tidak bertindak gegabah.
Mereka kemudian berhenti di sebuah
warung makanan di desa itu sesuai dengan
pesan Hu Se Hiong bertiga. Dengan sepotong
arang dapur, Tong Gi Yan membuat beberapa
coretan kecil di tembok depan, sebagai tanda
petunjul kalau Hu Se Hiong bertiga hendak
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menemui mereka. Setelah menambatkan kuda-kuda mereka,
kedua pasang suami isteri itu mengambiI
tempat duduk dalam warung, dekat jendela,
agar bisa memandang keluar. Namun juga
waspada terhadap orang-orang di dalam
warung, kalau ada orang Jit-goat-pang atau anak
buah Yong Ceng yang bermaksud buruk kepada
mereka. Di halaman samping warung, beberapa anakanak desa kelihatan tengah bermain-main
gundu. Di antaranya ada seorang anak yang
803 bertubuh gemuk dan berpakaian bagus,
menandakan anak orang kaya.
Anak gemuk ini membekal gundu yang
cukup banyak, tetapi karena cara bermainnya
yang ketolol-tololan, maka cepat sekali
gundunya habis, berpindah
ke kantong teman-temannya. Teman-teman
nya agaknya adalah kader-kader penjudi yang
lumayan berbakat, kalau kelak mereka dewasa.
Melihat anak-anak itu lewat jendela, Pak
Kiong Eng ingat anak kembarnya yang-sebaya
dengan mereka. Tong San Hong, sesuai dengan
namanya yang berarti "puncak gunung" benarbenar bertabiat tenang, pendiam, tak banyak
bergerak, tetapi kalau sudah punya pendirian
juga sekokoh gunung batu. Sedang Tong Hai
Long, sesuai makna namanya, "gelombang laut",
benar-benar mirip lautan yang selalu bergelora,
usil, selalu bergerak penuh semangat. Pak Kiong
Eng jadi tersenyum sendiri mengenangkan
mereka. Namun senyumnya berubah menjadi
kecut kalau mengenang mereka tengah ada di
tangan kaum Hiat-ti-cu yang kejam.
804 Kalau ingat itu, ingin rasanya Pak Kiong Eng
tumbuh sayapnya dan terbang langsung ke Pakkhia, tapi Pak Ki ong Eng harus menahan diri.
Memang betul kata suaminya tadi, situasi di Pak
Khia saat itu tak menentu, masih diliputi gejolak
yang mengaburkan batas antara kawan dan
lawan. Pak Kiong Eng memang lahir dan
dibesarkan di Pak-khia, punya banyak kenalan
juga di Pak-khia, namun dirinya adalah puteri
Pak Kiong Liong, buronan pemerintah. Pak
Kiong Eng tidak yakin, apakah teman-teman
masa kecilnya yang dulu akrab bermain-main
dengannya, akan menyambutnya sebagai
sahabat lama" Ataukah mereka sudah menjadi
orang-orangnya Kaisar Yong Ceng yang siap
meringkusnya" Pertarungan politik di Pak-khia
berlangsung demikian kotor dan kejam, rakyat
silah-kan menonton saja. Tapi kalau rakyat
sedang sial, mereka bukan lagi sekedar
penonton, namun korban yang tergusur kesana
kemari, malah bisa hancur terinjak-injak,
biarpun orang-orang kecil itu tidak tahu jelas
duduk persoalan-nya. 805 Untuk menghibur hatinya, Pak Kiong Eng me
Iihat anak-anak yang tengah bermain gundu itu.
Perhatianya tiba-tiba tertarik kepada seorang
anak yang tidak ikut bermain, hanya berdiri di
luar gelanggang sambil menonton dengan
asyiknya. Pakaiannya kumal, bahkan di bagian
pundak dan lututnya sudah ada tambalannya,
sepatu kain yang dipakai-nya sudah hancur di
bagian depan sehingga ibu jari kakinya nongol
keluar. Dilihat penampilan luarnya, anak ini
nampak sangat tidak berarti, tetapi Pak Kiong
Eng merasa dari dalam diri anak itu terpancar
semacam pengaruh atau kewibawaan yang
besar, pandangan matanya berkilat-kilat
menandakan kecerdasan dan keberaniannya.
Tetapi semua keistimewaannya itu kadangkadang
terselubung kodrat kekanakkanakannya, kalau dia sedang melompatlompat sambil bertepuk tangan melihat
jalannya permainan gundu.
"Anak siapa dia?" Pak Kiong Eng bertanya
dalam hatinya. "Tetapi menilik pakaian yang
buruk, tentu ia berasal dari keluarga miskin..."
806 Sementara itu, di arena main gundu tiba-tiba
terjadi keributan. Si anak gemuk yang kalah
terus sehingga gundunya habis, tiba-tiba
mengambil segumpal batu, lalu dengan gemas
dlpukullnya gundu milik teman-temannya sehingga hancur semua.
"He, gembrot, apa yang kau lakukan"!"
teman-temannya berterlak-teriak marah.
"Kembalikan semua gundu-gunduku!" si
anak gendut menghampirl temannya yang
menang paling banyak, sambll mengangkat batu
di tangannya untuk mengancam. "Kembalikan!"
Anak yang diancam itu merasa penasaran
tapi takut. Bukan takut berkelahi, tapi takut
karena orang tua si anak gemuk adalah "raja
kecil di desa itu. Kekayaannya berlimpah,
hubungan-nya dengan beberapa pejabat tinggi
di Pak-khia juga erat, dan dengan gampanq bisa
menjebloskan siapa saja ke penjara, tidak peduli
si korban Itu bersalah atau tidak. Karena Itu,
anak yang terancam itu terpaksa mengeluarkan
semua kemenangannya dari kantongnya untuk
diserahkan si pengancam. 807 "Tidak adil!" si anak compang-camping yang
dikagumi Pak Kiong Eng Itu tiba-tiba berseru
sambil melangkah masuk arena. Anak-anak
lainnya tercengang heran. Anak dekil Itu
memang bu-=kan anak desa setempat, dan
agaknya juga belum tahu betapa berkuasanya
ayah si gemuk. Seorang anak desa setempat menarik tangan
si anak dekil ke samping, dan membisikinya,
"Kau anak mana" Kau belum tahu siapa ayah s
gembrot curang Itu" Dia memang sudah biasa
berbuat demikian." "Apakah dia anak jenderal atau apa?" tanya
'si dekil penasaran. "Dan kalau ia selalu berbuat
securang Ini, kenapa kalian masih juga mau
diajak main gundu olehnya?"
Jikalau dia bilang ingin main, siapa berani
menentangnya" Hanya urusan main gundu saja
kadang-kadang bisa berekor panjang, orangorang tua kami yang tak bersalah juga bisa
terlibat." "Jadi kalian mengalah terus dicurangi selama
ini?" 808 "Mau apa lagi" Orangtuanya kaya dan
berpengaruh?" Tetapi si anak dekil mengibaskan tangannya
ayng dipegangi, sambil berkata, "Apakah kalau
orang kaya dan berpengaruh, lalu bias
menginjak-injak keadilan seenaknya saja ?"
Kemudian sianak dekitl dengan berani melangkah ke hadapan si anak gendut sambil
berkata, "Kau sudah kalah. Kembalikan kelereng
yang menjadi hak kemenangannya?" sambil
menunjuk si anak yang tadi gundunya dirampas
semua. Namun si gendut malahan berteriak marah,
"He, anak bau, kau belum tahu siapa aku dan
siapa ayahku" Aku bukan saja tidak akan
mengembalikan gundunya, bahkan semua
gundu di kantong kalian juga harus
diserahkan!" Rupanya si gendut ini mencontoh teladan
ayahnya yang sering dilihatnya kalau berurusan
dengan orang lain. Entah urusan dagang, entah
urusan apapun. 809 "Tidak bisa" si anak compang-camping
ngotot menentang, biarpun bobot tubuhnya
hanyalah sepertiga dari si anak gemuk.
Si anak gemuk yang hanya biasa dimanja dan
dipatuhi, tak pernah ditentang, kini menjadi
marah. Ia ayunkan tinjunya sekuat tenaga untuk
menjotos hidung si anak compang-camping.
Namun lawannya mengelak ke samping dengan
lincah, sehingga si gemuk jatuh sendiri,
tertelungkup dan hidungnya mengucurkan
darah. Seperti umumnya anak manja juga
adalah anak cengeng, begitu pula dia. Yang
langsung saja duduk menangis ditanah sambil
berteriak-teriak, "Kalian jahat semua! Kalian
kaum melarat yang jahat! Akan kulaporkan
ayahku agar orang tua kalian semuanya
dimasukkan penjara!"
Ancaman anak gendut itu membuat takut
teman-temannya itu bukan main-main. Bisa
dibuktikan, sebagian anak mulai menghibur si
gendut agak tidak menangis lagi dan tidak
mengadu kepada ayahnya. Sebagian lainnya
810 mengumpulkan gundu-gundu untuk diserahkan
kepada sigendut. Si anak compang-camplng Itu menggelenggelengkan kepala penuh rasa penasaran melihat
hal Itu. Inilah antara lain penyebab
kesewenang-wenangan si gemuk, karena
teman-temannya terlalu takut kepadanya,
begitu pula orang tua mereka. Tetapi seperti
lingkaran setan, mereka takut tentu ada sebabsebabnya, mungkln sekall pernah mendapat "pil
pahit" dari pihak orangtua si anak gemuk,
Si anak gemuk merasa senang karena temantemannya masih takut kepadanya. Tiba-tiba la
mengambil sebuah batu didekatnya dan sekuat
tenaga dlhantamkan ke pipi salah seorang anak
yang sedang mengumpulkan gundu untuknya.
Padahal anak yang dipukul itu tidak ikut
bermain, tadinya hanya sekedar penonton.
Namun si anak gemuk memang hanya memukul
sekedar karena ingin memukul, tak perlu pakai
alasan apapun. Korbannya segera jatuh pingsen
dengan pipi berlumuran darah.
811 Anak-anak lainnya kaget dan marah, namun
tak berani berbuat apa-apa, kecuali berlarian
menjauhi si gemuk, takut dihantam batu yang
masih dipegang olehnya. Melihat teman-temannya menjauh, si gemuk
menangis keras lagi. Yang tidak lari cuma si
anak compang-camping yang tadi mencegahnya, maka dengan sengit diIemparkannya batu di tangannya ke kepala
anak itu, tetapi berhasil di hindari dengan
menunuuk. Tong Gin Yan berempat yang duduk di
warung minum, kaget juga melihat keributan
itu. Biarpun cuma urusan anak-anak main
kelereng, namun ajaran keadilan toh tidak
hanya diterapkan dikalangan orang dewasa
saja" Setidaknya si anak gemuk harus
dilaporkan kepada orang tuanya agar mendapat
didikan sebaik-baiknya, agar watak buruknya
tidak terbawa sampai dewasa.
Sambll menangis keras, si anak gemuk
kemudian berjalan pulang ke rumah-nya untuk
melapor ayahnya. 812 Sementara itu, anak-anak lainnya tiba-tiba
mengerumuni si anak compang-camping.
Bukannya berterima kasih, malahan salah
seorang dari mereka menuding si anak
compang-camping dengan sengit. "Gara-gara
kau si pengemis cilik ini, kami semua sekarang
terancam bahaya! Bahkan juga orangtua-orang
tua kami !" "Ya! Kaiau jembel cilik ini tidak usil ikut
campur, si gemuk tidak akan marah, palingpaling hanya gundu kita yang dimintanya!"
Maka bersahut-sahutanlah teriakan anakanak itu, semuanya menyalahkan si anak
berpakaian compang-camping. Itu-lah jalan
pikiran anak-anak, namun tidak jarang orangoranq dewasa juga berpikir dengan pola yang
sama, meskipui dalam urusan yang berbeda.
Orang yang hendak menegakkan keadilan
malah dipersalahkan karena menimbulkan
kemarahai si penindas. Betapa banyaknya orang
yang rela hidup "tenteram" di bawah
kesewenang-wenangan orang lain, dan kalau
ada yang hendak membela, si pembela malahan
813 dipersalahkan karena telah merusak
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"ketenangan" atau "keselarasan", tidak peduli
keselarasan yang pincang.
"Kita seret jembel cilik ini ke rumah Chow
Fai-pan (juragan Chow), kita jelaskan bahwa dia
yang membuat si gendut menangis, bukan kita!"
seru seorang anak yang paling besar. yang lain
lainnya segera bersorak menyetujui .
Maka si anak compang-camping itu-pun
digiring beramai-ramai menuju ke rumah Chow
Tai-pang untuk dijadikan "tumbal keselamatan"
bagi anak-anak lain, guna menangkis
kemarahan orang-tua si gendut yang kaya dan
berkuasa. Melihat itu, Pak Kiong Eng bangkit dari
duduknya, sehingga suaminya bertanya, "He,
kau hendak ke mana?"
"Ikut menyelesaikan urusan main ke Iereng
itu...." "Jadi kau hendak melabrak anak-anak itu?"
tanya Tonq Gin Yan heran.
"Tidak. Aku cuma hendak ikut pergi ke
orangtua anak gemuk itu untuk menjelaskan
814 duduk persoalannya, jangan sampai anak yang
tak bersalah menjadi korban. Kasihan," sahut
Pak Kiong Enq. ?"Kalian tetap di sini saja, ini urusan keciI
yang bisa kuselesaikan sendiri."
Tong Gin Yan tidak mencegah lagi. Pak Kiong
Eng lalu mengikuti rombongan anak-anak yang
tengah mengarak "tumbal" ke rumah Chow Taipan. Mereka tiba di depan sebuah rumah yang
paling besar dan paling bagus di desa itu, dan si
anak compang-camping didorong dorong oleh
anak-anak lainnya untuk masuk rumah i tu.
Sekali lagi Pak Kiong Eng merasa kagum
melihat anak compang-camping itu tidak
menunjukkan rasa takut sedikitpun, bahkan
kemudian melangkah masuk rumah Chow Taipan dengan gagahnya. Langkah seorang
jenderal perkasa yang maju ke medan perang
memperjuangkan keadilan. Pak Kiong Eng
merasa bangga pula, sebab ia tahu bahwa anakanaknya sendiripun akan bersikap demikian kalau menghadapi persoalan yang sama. Tiba-tiba
timbul rasa sayang Pak Kiong Eng terhadap
815 anak compang-camping itu. Kalau anak itu tidak
ada orang tuanya lagi, ingin ia membawanya ke
Tiau-im-hong untuk diangkat menjadi anaknya,
dipersaudarakan dengan Tong San Hong dan
Tong Hai Long. Di rumah Chow Tai-pan sendiri sedang
terjadi kegemparan hebat. Tangisan si anak
manja itu rasanya lebih menggemparkan
daripada gempa bumi atau gunung meletus.
Ibunya yang sama gemuknya, tak hentihentinya membelai-belai anaknya, sambil
memeriksa seluruh tubuh anaknya kalau-kalau
ada yang lecet seujung rambutpun. Dalam
waktu yang tidak terhitung lama, si "ibu penuh
cinta" ini sudah mengucapkan tiga-puluh empat
kali "sayangku" dan empat-puluh enam kali
"mutiaraku" dan enam-puluh tujuh kali "anakanak kampung bangsat".
Ayah si gemuk, ternyata juga amat gemuk,
sehingga keluarga itu merupakan sekelompok
"bola daging" berbagai ukuran. Lelaki setengah
abad itu mengepal-ngepal tinjunya dengan
gerani, mendengarkan laporan anaknya,
816 bagaimana sang anak telah dianiaya dan
dicurangi anak-anak kampung, bahkan katanya
kepalanya hampir saja dikepruk dengan batu. . .
Sang ayah langsung percaya, keruan
darahnya jadi mendidih, siapa berani berbuat
seburuk itu atas anak paling berkuasa di desa
itu " Dilihatnya sepuluh orang tukang pukulnya
yahg kekar-kekar sudah menunggu perintah,
dan mereka segera mendapatkan perintah itu,
"Cari anak yang mengganggu anakku, seret
kemari berikut orang tuanya!"
Namun baru saja tukang kepruk itu hendak
bergerak menjalankan perintah, dari pintu
depan telah muncul rombongan anak-anak desa
yang hendak menyerahkan tumbal mereka yang
berupa si anak berpakaian compang-camping
yang tidak diketahui dari mana asalnya...
Maka berduyun-duyunlah Chow Tai-pan,
isterinya dan anaknya serta tukang-tukang
pukulnya keluar ke halaman depan. Menghadapi anak-anak desa itu, para tukang
pukul bersikap seolah-olah menghadapi
perajurit musuh. Mereka membawa senjata817
senjata seperti pedang, golok, tombak, toya dan
sebagainya, supaya nampak gagah dan
bersungguh-sungguh membela tuan mereka.
Melihat anak berpakaian compang-camping
itu, anak Chow Taipan segera mengadu sambil
menunjuk, "Ayah,-ibu! Jembel cillk itulah yang
paling berani menentang kemauanku!"
Tanpa perlu diperintah, dua tukang pukul
sudah tahu tugasnya. Mereka maju menyeret si
"jembel cilik" kehadapan putera Chow Taipan
salah seorang berkata, "Siauya (tuan kecii),
inikah anak yang mengganggumu" Sekarang
siauya dapat membalasnya sepuas hati!"
Tangis si anak gemuk seketika berubah
menjadi seringai kejam. Sambil membawa
sepotong kayu, ia mendekati si jembel cilik yang
tetap dipegangi kedua tukang pukul ayahnya
itu. Anak-anak desa lainnya diam-diam kasihan
juga membayangkan jembel cilik itu sebentar
lagi akan hancur mukanya. Mereka pernah
melihat sendiri bagaimana si anak gemuk
melampiaskan kemarahan kepada korbannya,
tentu saja korbannya dipegangi oleh tukang818
tukang pukul, persis saat itu. Namun anak-anak
desa itu tak berani bercuit, apalagi melihat
kawanan tukang pukul yang bersenjata.
Namun sebelum adegan penyiksaan dimulai,
anak-anak desa tersibak dari belakang, dan Pak
Kiong Eng muncul sambil berseru nyaring.
"Tahan!" Tiba di depan Chow Taipan, Pak Kiong Eng
memberi hormat sambil berkata, "Taipan, aku
mendengar dari orang-orang desa ini bahwa
Taipan seorang hartawan yang adil, bijaksana
dan murah hati"."
Muka Chow Taipan serasa terbakar karena
sindiran itu. Tapi kegalakannya luntur melihat
nyonya muda secantik yang berdiri di
hadapannya itu. Diam-diam ia menelan ludah
melihat bentuk tubuh Pak Kiong Liong Eng yang
tersembunyi dibalik pakaian perjalanannya
yang ringkas, ramping dan segar. Berbeda benar
dengan isterinya sendiri.
"Siapakah kau, dan apa keperluanmua?"
tanyanya. 819 Kemudian dengan ringkas diceritakan Pak
Kiong Eng menceritakan peristiwa sebenarnya
di halaman samping warung minum tadi,
dikatakannya bahwa putera Chow Tai-pan lah
yang justru bersalah karena bersikap
sewenang-wenang terhadap teman-temannya,
bahkan seorang anak telah dipukulnya dengan
batu". Namun kesaksiannya terputus oleh teriakan
anak Chow Taipan, "Dia bohong, ayah!
Perempuan sundal itu bohong!"
Wajah Pak Kion Eng kontan merah padamm
tak menduga anak sekecil itu bisa
mengeluarkan kata-kata begitu kotor. Tetapi itu
bukan sepenuhnya kesalahan si anak, si anak
barangkali mendengar kata-kata orang tuanya
tanpa tahu arti yang sebenarnya, karena orang
tuanya tak dapat mengendalikan mulutnya
dihadapan si anak. Ternyata isteri Chow Taipan juga panas
hatinya ketika melihat suaminya agaknya
tertarik kepada Pak Kiong eng. Bukannya ie
lebih dulu menegur anaknya, malahan ia
820 memerintah dua tukang pukulnya, "A-hok, Asiong! Usir keluar sundal itu!"
A-hok tidak mau didahului A-siong ia segera
melompat ke hadapan Pak Kiong Eng sambil
menyeringai dan membentak, "Perempuan liar,
cepat keluar!" Bukan cuma membentak, ia juga men
dorongkan tangannya ke dada Pak Kiong Eng.
Pintar juga ia memilih sasaran.
Pak Kiong Eng meluap darahnya karena
teringat kepada Giok-bin-hoa-tiap Cu Sek-kui
yang pernah hampir menodainya, dan
kemarahannya pertanda kemalangannnasib si
A-hok itu. Pak Kiong Eng dengan gesit
memiringkan tubuhnya sambil menggeser
langkah, tangan kanan berhasiI mencengkeram
lengan A-hok dengan jurus Ok-liong-tam-jiau
(Naga Jahat Mengukur Kuku), sementara tangan
kirinya mencengkeram ke pinggang A-hok. Lalu
tubuh si tukang pukul yang tidak sopan itu tibatiba diterbangkan dan dihempaskan keras
membentur lantai halaman yang keras. Sekilas
821 Lalu tubuh si tukang pukul yang tidak sopan itu
tiba-tiba diterbangkan dan dihempaskan keras
membentur lantai halaman yang keras
822 A-hok menyeringai, bukan seringai bergajulan tetapi seringai kesakitan menjelang
pingsan. Chow Taipan dan orang-orangnya terkejut.
kini mereka sadar dan mulai mencium bahaya
dengan ikut campurnya Pak Kiong Eng.
Bagaimana kalau Pak Ki-ong Eng memaksa
minta akan ganti rugi bagi anak yang dilukai
anak Chow Taipan" Padahal hartawan itu amat
pelit, uang satu senpun dipertahankan matimatian.
Sementara Pak Kiong Eng berkata dengan
ding in, "Taipan, agaknya kau sudah biasa
bermain kaisar-kaisaran di-desa ini, ya?" Lalu
tangannya menebas ke sebuah arca singa
penghias halaman Itu, dan arca singa itu
langsung terpenggal kepalanya.
Chow Taipan dan orang-orangnya seketika
kuncup nyalinya melihat pameran kekuatan
tangan Itu. dua tukang pukul yang masih
memegangi jembel cillk itu-pun buru-buru
melepaskan pegangan ketika Pak Kiong Eng
melotot ke arah mereka. 823 Sementara si jembel cilik tidak menampakkan ketakutan sedikitpun biar-pun
baru saja lepas dari bahaya. Dengan tenangnya
ia menepuk-nepuk pakaiannya yang kusut
karena cengkeraman dua tukang pukul tadi,
pakaian dekil-nya itu diperlakukannya seperti
pakal-an indah saja. Chow Taipan cepat-cepat mengubah sikap,
katanya hormat kepada Pak Kiong Eng "Kiranya
Toanio seorang pendekar perkasa. Maafkan
sambutan kami yang kurang berkenan, kalau
Toanio tidak keberatan, kami mengundang
untuk..." "Aku tidak butuh sambutan baik-mu," tukas
Pak Kiong Eng. "Aku hanya ingin tanya, di desa
ini ada keadilan atau tidak" Apakah karena kau
orang kaya lalu anakmu kau bebaskan meiukai
orang, menyiksa sesama semaunya sendiri?"
"Pertanyaan yang bagus", sambung si jembel
cllik sambll bertepuk tangan. "Apakah di desa
ini tidak ada Ti koan(Hakim)?"
Sebenarnya Chow Taipan sudah gemetar
dengkulnya, tetapi perkataan si Jembel cilik
824 tentang Tikoan itu membuat dia mendapat akal.
Memang ada hakim di desa itu, bahkan sahabat
baik Chow Taipan. Hakim yang memberikan
"keadilan dengan system lelang, artinya, yang
membayar lebih banyaklah yang. akan
memperoleh "keadilan" itu.
Maka dengan muka yang pasrah, seolah-olah
benar-benar rela tunduk kepada hukum, Chow
Taipan berkata, "Memang ada seorang Tikoan di
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sini, Toanio. Kalau memang aku ditetapkan
bersalah, aku rela menanggung hukuman
apapun, asalkan ditetapkan di dalam sidang
pengadilan..." Sebenarnya Pak Kiong Eng tidak percaya
akan kejujuran orang kaya itu, namun sebelum
memutuskan, si jembel cilik telah berkata,
"Bagus, kita semua menghadap Tikoan. Kuharap
keadilan dan hukum masih ditegakkan di desa
ini ." Sikap dan kata-kata si jembel cilik itu
kembali mencengangkan Pak Kiong Eng. Itu
sikap dan kata-kata yang melebihi penampilan
dan usia si jembel cilik. Namun diapun
825 kemudian menyetujui, bagaimanapun juga lebih
baik tiap persoalan diselesaikan secara hukum
lebih dulu, daripada mengandalkan otot .
Maka berbondong-bondongIah rombongan
besar yang bersengketa itu menuju ke gedung
Tikoan. Chow Taipan diam-diam tertawa dalam
hati, "Nah, sekarang penyamun cantik ini akan
tahu siapakah aku, yang dengan uangku
sanggup menyetir Tikoan dan bahkan
sepasukan tentara kerajaan.
Tanpa diketahui Pak Kiong Eng, diam-diam
Chow Taipan menyuruh seorang anak buahnya
mendahului ke rumah Tikoan lewat jalan lain,
sambil menitipkan sekantong uang. Pesannya,
"Serahkan uang ini kepada si Tikoan buntut
tikus. Surruh pula dia cepat-cepat menghubungi
Thio Thongleng (komandan Thio) dan pasukannya agar cepat datang, ada seorang
penjahat wanita berilmu tinggi yang harus
ditangkap.. Si anak buah segera berangkat menjalankan
perintah. Tetapi ditengah jalan, di tempat sepi,
ia membuka kantong uang itu dan melihat ada
826 sepuluh tahil perak di dalamnya. Lalu yang dua
tahil dipindahkan ke kantongnya sendiri, sambil
berkata dalam hati, "Si kumis buntut tikus itu
sudah cukup kaya makan sogokan dari kanan
kiri, tidak ada saIahnya kalau jatahnya aku
kurangi sedikit." Sementara Itu, rombongan yang menuju ke
rumah Tikoan itu bertambah banyak. Banyak
orang-orang desa yang kemudian berbondongbondong ikut untuk melihat jalannya sidang.
Tambur besar dihalaman gedung Tikoan
segera ditabuh keras, sang Tikoan muncul
dengan memakai pakaian jabatan-nya. Di kiri
kanan mejanya, berderetlah petugaspetugasnya yang rata-rata bermuka bengis dan
memegang papan tek-pal untuk merangket
orang. Seolah olah sldang di istana Giam-lo-ong
(raja neraka) untuk mengadili sesosok arwah
yang amat berdosa... Chow Talpan dan lain-lainnya lebih dulu
berlutut kepada sosok tubuh di belakang meja
yang konon merupakan perwujudan keadilan
itu, kemudian sidang dimulal. Sebaglan besar
827 dari pembicaraan ternyata dipakai oleh Isteri
Chow Taipan yang bicara seperti petasan
renteng. Tikoan sendiri nampak berat sebelah,
maklum, dalam kantongnya sudah gemerincing
uang pemberan Chow Taipan lewat pesuruhnya
tadi. Pak. Kiong Eng sendirl segera merasa bahwa
sidang pengadilan Itu hanyalah sandiwara
memuakkan, hatinya meronta penasaran bahwa
hukum dan keadiIan diJungkir-baIikkan demi
keamanan komplotan komplotan busuk yang
menguasai desa itu. Benar juga, setelah mengaku "mendengarkan semua pihak dengan adil dan
seksama", Tikoan memutuskan pihak Chow
Taipan "tidak bersalah" dan tidak perlu minta
maaf atau mengganti rugi. Malah si pengemis
cilik dituduh "penyamun yang hendak memeras
dengan mengandalkan kekerasan". Untuk Itu, si
jembel cilik akan kebagian tigapuluh gebukan
dengan papan tek-pal dan diusir darl desa,
sedang Pak Kiong Eng akan dijebloskan ke
828 penjara karena terlalu cant Ik untuk diusir
sebeium "dimanfaat kan" duIu .. .
Keruan Pak Kiong Eng meluap darahnya.
Ketika melihat Tikoa dan Chow Taipan saling
melirik dan bertukar senyuman beberapa kali.
Sadarlah Pak Kiong Eng bahwa si "pelelang
keadilan" dan si "gudang uang" adalah
sekomplotan dalam menindas orang-orang kecil
dan tak berdaya. Ketika dua tukang rangket anak buah Tikoan
mendekati si Jembel cilik untuk mulai
menggebuk, Pak Kiong eng habis sabarnya.
"Bangsat! Kau tidak patut duduk dikursi itu!"
teriaknya sambil menuding Tikoan. Dua anak
buah Tikoan yang merintanginya telah
disengkelitnya dengan mudah.
Tikoan sendiri tidak kaget melihat amukan
Pak Kiong Eng, sebab dari pesuruh Chow Taipan
ia sudah mendengar kegarangan "Penyamun
perempuan" itu. Untuk mengatasinya, Tikoan di
belakang gedung sudah menyiapkan sebuah
pasukan di bawah pimpinan Thio Thong leng.
Begitu Pak Kiong Eng mengamuk, Tikoan
829 perintahkan semua anak buahnya
untuk meringkus Pak Kiong Eng dan si jembel cilik.
Sedangkan salah satu disuruh memberitahu
Thio Thong Leng dan anak buahnya untuk
menyerbu kedalam. Cho Taipan dan keluarganya Nampak berseri
bangga melihat apa yang terjadi. Ia tahu, diluar
gedung banyak penduduk desa yang menonton.
Itu kebetulan, supaya orang-orang desa
semakin takut kepadanya setelah sekali lagi ia
memamerkan kekuasaannya, apalagi nanti
kalau Thio Thongleng sudah dating dengan
pasukannya. Pak Kiong Eng bergerak kurang leluasa,
sebab selain membela dirinya sendiri juga harus
melindungi si jembel cilik. Ia gandeng tangan si
jembel cilik untuk mendesak kearah pintu
keluar, setelah merobohkan beberapa lawan.
Bahkan kemudian ia berhasil merampas sebuah
toya rotan yang digunakan untuk menerjang
sekawanan serigala. 830 "Ikuti terus di dekatku!" pesannya kepada si
jembel cilik. "Aku lindungi kau sampai ketempat
aman!" "Wah, bibi benar-benar seorang pesilat
hebat!" tanpa keliatan ketakutan. Sikap yang
membuat Pak Kiong Eng tambah menyukainya.
Dan semakin besar keinginannya untuk
merawat jembel cilik itu di Tiau-im-hong
sebagai anak angkatanya, kalau benar-benar ia
tidak mempunyai orang tua dan tempat tinggal.
Namun ketika Pak Kiong Eng hamper sampai
ke pintu keluar, menghambur masuklah
sepasukan perajurit kerajaan dipimpin seorang
perwira gemuk bernama Thio Ban yang sering
dipanggil Thio Thongleng. Perwira ini adalah
keponakan Chow Taipan. Sehingga makin
kokohlah komplotan penindas rakyat di desa
itu. Biarpun Tiho Ban gemuk seperti pamannya,
tapi ototnya keras, ilmu silatnya pun lumayan.
Begitu masuk, ia segera berseru garang,
"Mana penyamun wanita dan jembel cilik yang
mengacau disini "!"
831 Chow Taipan makin tenang melihat
kedatangan keponakannya itu. Sahutnya dari
belakang meja Tikoan, "Yang berpakaian putih
itu, A-ban! Tangkap di hidup-hidup, jangan
dibunuh!" "Baiklah, paman!"sahut Thio Ban. Sungguh
tak menyangka kalau si "penyamun" begitu
cantik, pantas pamannya menginginkan hiduphidup. Tetapi
ketangkasan si "penyamun"
dalam mengkocarkacirkan anak buahnya
dengan sebatang toya rotan membuatnya heran
juga. "Aku harus hati-hati." Pikirnya.
Thio ban lalu mengambil sebatang toya rotan
pula dari seorang anak buah Tikoan, lalu
melompat ke tengah gelanggang sambil
memerintahkan anak buahnya. "Mundur
semua!, biar aku tangkap sendiri penyamun ini "
Para perajurit mundur, sebagian dari mereka
harus diseret atau digotong teman-temannya
karena kaki mereka sudah terlanjur patah kena
toya rotan Pak Kiong Eng.
Sementara itu, si jembel cilik tidak tega
melihat dewi penolongnya malah m e n g hadapi
832 Thio Ban lalu mengambil sebatang toya rotan pula
dari tangan seorang anakbuah Tikoan, lalu melompat
ketengah gelanggang 833 bahaya yang semakin besar dari pihak para
perajurit, ia melompat keluar dari balik tubuh
Pak Kiong Eng sambil berserur penuh wibawa.
"Semua berhenti berkelahi dan dengarkan aku!"
Aneh bin ajaib. Thio Ban yang galak itu tibatiba pucat wajahnya ketika melihat si jembel
cilik, seolah melihat hantu disiang bolong.
Lututnya tiba-tiba gemetar, toya rotannya jatuh
dari tangannya, lalu berlututlah ia sambil
berkata gemetar, "Hamba bersembah sujud
kepada Thai-hong-cu (Putera Mahkota)
Semua prajurit bawahan Thio Ban
sebenarnya juga belum kenal bagaimana wajah
pangeran Hong Lik, si Putera Mahkota, tapi
begitu Thio Ban berlutut dengan hormat,
merekapun serempak berlutut dan menghormat. Gemuruhlah ruangan tersebut
oleh seruan serempak, "Sembah sujud untuk
Thai-hong-cu!" "Bangunlah", perintah Pangeran Hong Lik,
yang ternyata mewarisi kegemaran kakeknya,
Kaisar Khong-hi, dan ayahnya, Kaisar Yong
834 Ceng, yaitu gemar berkeluyuran di luar istana
dengan menyamar. Dan kali ini menyamar
sebagai si jembel cilik yang nyaris di rangket
oleh komplotan Chow Taipan.
Kembali ruangan itu bergetar oleh suara
Thio Ban dan pasukannya, "Terimakasih, Thaihong-cu!"
Mereka semua lalu berdiri dengan sikap
tertib militer. Tubuh tegak, kepala agak
menunduk, dan kedua tangan lurus merapat
disamping tubuh. Suasana hiruk-pikuk di gedung itu ditukar
suasana hening mencekam, kalau ada yang
bernapas keras sedikit saja pasti akan
kedengaran seperti suara prahara. Semua
perhatian terpusat kepa da Pangeran Hong Lik
yang berdiri anggun ditengah ruangan.
Sedangkan Pak Kiong Eng sungguh tak
menduga kalau si "jembel cilik" yang
dikaguminya itu adalah putera Kaisar Yong
Ceng, musuh besar yang menculik kedua
anaknya. Sekilas timbul godaannya, bagaimana
kalau kutangkap Hong Lik, untuk memaksa
835 Yong Ceng agar membebaskan puteraputeranya" Namun Pak Kiong Eng ragu-ragu
menuruti godaan itu, biarpun Hong Lik hanya
berdiri selangkah daripadanya dan tidak sulit
untuk meringkusnya. Saat itu Hong Lik tidak
sedang sebagai anak musuhnyaa melainkan
sebagai sosok yang mewakili sesuatu yang
agung. Keadilan. Hong Lik saat itu tak ubahnya
Sang Keadilan sendiri, karenanya Pak Kiong Eng
hanya berdiri membeku di tempatnya, tak tau
harus berbuat apa. Pangeran Hong Lik berpaling kepada Pak
Kiong Eng sambil tersenyum dan berkata,
"Terima kasih atas perlindurganmu bibi
kepadaku tadi. Bibi seorang yang berhati luhur,
terhadap seorang jembel cilikpun mau
bersusah-payah untuk membelanya."
Hati Pak Kiong Eng tergetar. Kesan
pertamanya terhadap bocah itu memang baik,
sulit dihapus biarpun kemudian tahu bahwa
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bocah itu putera si diktator Yong Ceng.
Panggilan "bibi" itu juga tepat kalau menurut
cara kekeluargaan, sebab ayah Pak Kiong Eng
836 dan kakek Hong Lik bersaudara misan. Lebih
dari hubungan kekeluargaan, Pak Kiong Eng
mendambakan kekaisaran diperintah seorang
raja yang adil dan bijaksana, dan nampaknya
Hong Lik kelak akan menjadi raja dambaan
macam itu. Demi menjaga martabat Putera Mahkota di
hadapan banyak orang, Pak Ki-ong Eng berlutut
sambil berkata, "Hamba mohon maaf karena
tadi tidak tahu berhadapan dengan Pangeran,
sehingga sikap hamba kurang sopan."
"Bangkitlah, bibi. Bibi tidak bersalah."
(Bersambung Jilid XIV) 837 838 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIV Pak Kiong Eng bangkit, lalu mundur
beberapa langkah dengan slkap hormat,
mengambil jarak dari calon pemimpin masa
depan yang terbungkus pakaian compangcamping itu.
Ketika pandangan Hong Lik disapukan
kearah Ti Koan serta Chow Tai-pan sekeluarga,
maka yang dipandangpun menjadi pucat.
Rasanya batok kepala mereka sudah siap-siap
akan meninggalkan tubuh mereka. Bagaimana
tidak" Mereka sudah mencoba memfitnah dan
bahkan menghukum seorang putera Kaisar,
lebih lebih mereka pernah mendengar bagaimana Hong Lik amat membenci ketidakadilan,
terutama kalau dilakukan oleh orang-orang
yang seharusnya mengayomi rakyat. Barangkali
839 kalau saat itu pipi Ti Koan diiris dengan pisau,
takkan ke luar darah setetespun, karena pucatnya.
Dengan kaki gemetar, ia mengitari meja
untuk berjalan ke hadapan Hong Lik dan
berlutut. Karena gugupnya, ketika berlutut ia
hampir jatuh tertelungkup, sementara ia harus
dengan susah payah harus menahan agar tidak
kencing dan berak di dalam celana. Usaha nya
kurang berhasil. Tetap ada sedikit air kencing
yang keluar, dan dari duburnya juga keluar
sedikit ampas encer yang belum waktunya
keluar. Untung hanya sedikit, dan untung pula
jubahnya berlapis-lapis sehingga orang lain tak
kan melihat pantatnya yang basah-basah
lengket. "Ham... hamba... me...menyem......bah... Thaihong-cu...." katanya tergagap-gagap.
Hong Lik sedikit mengeryitkan hidungnya
karena mencium bau kurang sedap dari tubuh
Tl Koan. Sementara itu, Chow Tai Pan dan
keluarganya serta seluruh anak buahnya juga
840 sudah berlutut. Tetapi Chow Hujin (Nyonya
Chow) masih punya sedikit keberanian untuk
mengadukan bagaimana liar nya anak-anak
desa, sehingga anaknya sendiri sering
dirugikan, dan memohonkan hukuman berat
buat anak-anak "liar" itu.
"Diam!" tukas Hong Lik dengan gusar. "Chow
Hujin, kau kira aku tidak melihat sendiri
bagaimana anak kesayanganmu itu berulah
kepada teman-temannya" Kau anggap aku tuli
dan buta, sehingga kau berani bicara seenakmu
untuk menimpakan kesalahan kepada orang
lain?" Jantung Chow Hujin nyaris rontok oleh
bentakan Hong Lik itu, namun ia masih juga
nekad membela diri, "Tetapi .... anak hamba
selalu hamba didik untuk berlaku sopan dan
beradab. Berbeda dengan anak-anak kampung
yang tidak berpendidikan dan ......"
"Aku bilang diam! Atau kepalamu ingin
dipenggai sekarang juga?" suara Hong Lik
semakin keras. "Aku lihat sendiri anakmu yang
841 sewenang-wenang merampas milik temantemannya, bahkan memukul dengan batul"
Kali ini ChowHujin benar-benar pingsan. Tak
terbayangkan rasanya bagaimana ia dan
keluarganya digiring ke alun-alun, lalu golok
sang algojo akan mempereteli kepala mereka
satu persatu. Padahal di rumahnya masih ada
satu peti perhiasan yang disayanginya lebih dari
nyawanya, yang harus dltinggalkan.
Suara Pangeran Hong Lik berkumandang di
ruangan sunyi itu t "Tempat ini hanya belasan li
dari Pak-khla, dan aku mendengar cerita bahwa
di sini ada seorang hakim yang bertindak
sewenang-wenang, menyalah gunakan kekuasaannya. Aku menyamar dan datang
kemari untuk membuktikan, ternyata benar,
Hem, memuakkan sekali. Entah berapa banyak
orang yang sudah kau rugikan dengan kejahatanmu itu?"
"Ampun, Pangeran, ampun,.." Si Ti Koan
menyembah-nyembah sampai Jidatnya menyentuh tanah. Para tabib haruslah
menambah di buku catatan mereka, bahwa
842 penyebab mencret bukan hanya masuk angin
atau salah makan. "Pangeran, hamba tadi benarbenar
tidak tahu kalau menghadapi Pangeran....." "Seandainya aku bukan Hong Lik, tapi benarbenar seorang jembel cilik yang seharusnya
dikasihani, lalu bagai mana tindakanmu" Akan
tetap kausiksa untuk memuaskan orang yang
sering menyuapmu" Begitukah sikap seorang
hakim?" "Ampun, Pangeran, hamba memang telah
tersesat. Tetapi di masa datang hamba akan
bertindak seadiI-adilya, hamba bersumpah...."
"Enak saja, kau sudah menimpakan
malapetaka kepada banyak orang dan mau
menghapus dengan sepatah kata sumpah saja.
Tidak ada lagi masa depan buatmu. Hari ini juga
kau harus ikut aku ke Pak-khia untuk
menghadap Hek Po Si-ang-si (Menteri
Kehakiman) untuk menentukan hukumanmu....." Wajah si Ti Koan sekarang lebih putih dari
kertas kwalitas nomor satu. la merayap seperti
843 kadal untuk mencium sepatu butut yang dipakai
Hong Lik, sambil meratap, "Pangeran, bukankah
hamba sudah bersedia bersumpah Berilah
kesempatan kepada hamba untuk memperbaiki
kesalahan hamba...."
"Tidak," kata Hong Lik tegas. "Sungguh
malang nasib rakyat kalau semua pejabat
bersikap seperti kau. Menindas seenaknya, lalu
diampuni hanya karena bersumpah. Tidak, kau
harus mempertanggung-jawabkan tindakanmu
selama ini "Pangeran.....pangeran . . . ."
"Pengawal! Bawa dial"
Dua perajurit segera menyeret tubuh Ti
Koan yang sudah lemas seolah tak ada
tulangnya lagi, tak sanggup lagi melangkah
sendiri. Dan kedua perajurit itu melakukan
tugasnya sambil menggerutu dalam hati, sebab
bau-bauan busuk dari celana Ti Koan semakin
keras menusuk h idung. Kepada Chow Tai Pan, Hong Lik ber kata,
"Sekali lagi aku mendengar tentang kelakuanmu
yang buruk, aku akan minta untuk
844 mengerahkan perajurit menangkap dan
menghukummu. Tldak perlu ada perlngatan
lagi, langsung tlndakan. Paham?"
"Hamba paham... hamba paham......." sahut
Chow Taipan. Agak lega hatinya, karena
mengira hukuman baginya hanya berupa
teguran. Tak terduga kata-kata Hong Lik masih ada
susulannya, "Dan sebagai hukuman keserakahanmu selama ini, kau harus
menyerahkan setengah dari hartamu untuk
membangun desa ini. Awas kalau tidak
dilaksanakan." Perintah itu membuat tenggorokan Chow Tai
Pan tercekik dan matanya berkunang-kunang.
Setengah hartanya" Wah, rasanya ia lebih rela
harus mengorban-kan isteri dan anaknya untuk
memberi makan macan di hutan, daripada
mengorbankan setengah hartanya. Tetapi begitulah perintah Pangeran Hong Lik.
Sementara kata kata Hong Lik terdengar lagi,
"Kalau kau tidak puas dengan perintahku, kau
boleh coba-coba kabur. Tetapi aku akan segera
845 minta agar Hu-hong (ayahanda Kaisar)
menyebar tentara untuk mengejarmu, dan kau
akan dihukum sebagai buronan."
"Hamba tldak berani.... hamba tidak
berani,..sahut Chow Tai-pan dengan suara
nyaris seperti berbisik. Hari itu tercatat sebagai
hari paling n as dalam umurnya.
Pangeran Hong Lik sendiri kelihatan gembira
sehabis membagikan hukuman kepada para
penindas itu. Setelah tersenyum dan
mengangguk kepada Pak Klong Eng, diapun
melangkah keluar dengan langkah-langkah yang
agung. Thlo Ban buru-buru berlutut di depan Hong
Lik sambil mengusulkan, '"Pangeran , sebaiknya
pangeran menunggu sampai datangnya sebuah
kereta atau tandu yang memadai, serta
pengawal yang cukup kuat untuk melindungi
Pangeran sampai ke Istana. Hamba sudah menyuruh orang untuk mendatangkan pasukan."
"Sambil menunggu, bukankah kita blsa
sambil berjalan?" sahut Hong lik tenang. "Kau
dan pasukanmu, Ikut aku."
846 Keruan Thlo Ban berkerlngat dingin. Tadinya
la sudah mcrasa lega karena tidak kebagian
hukuman seperti Ti Koan dan pamannya,
biarpun ia kecipratan rejeki juga, namun ia
menggigiI kalau harus mengawal Pangeran
Hong Lik. Tanggung-jawab sebesar itu,
mengawal putera Kaisar, benar-benar membuatnya ngeri. Kalau Hong Lik luka seujung
rambutpun, ia harus mempertanggungjawabkannya kepada Kalsar sendiri.
"Pangeran, sebaiknya menunggu saja kereta
dan pengawal itu. Hamba kira mereka takkan
lama...." "Tidak. Klta berangkat sekarang."
Apa boleh buat, Thio Ban mengatur
pasukannya yang jumlahnya tak seberapa itu
untuk mengawal Hong Lik. la sendiri berdoa
kepada segala macam dewa yang dikenalnya,
agar tidak terjadi apa-apa ditengah Jalan.
Ketlka Hong Llk tiba dl luar pintu, dimana
masih banyak penduduk desa yang berkerumun
dan belum bubar, entah siapa yang mulai, tiba
847 tiba terdengar teriakan-terlakan, "Hidup Thaihong-cui Hidup Thai-hong-cui"
Lalu teriakan-terlakan menjalar dengan
cepat sehingga gemuruhlah suara nya.
Sementara Pak Kiong Eng masih termangumangu sekian lamanya. Kalau menuruti
kepentingan dirinya sendiri, ingin la menawan
Hong Lik untuk memaksa Yong Ceng
membebaskan kedua puteranya serta Se Bun
Hong-eng, tapi toh ia cuma membeku di
tempatnya dan tak dapat berbuat apa-apa. Hong
Lik saat itu bukan putera Yong Ceng, melainkan
sebutir mutiara berharga milik seluruh rakyat
kekaisaran, dan Pak Kiong Eng tak berani
merenggutnya. Akhirnya Pak Kiong Eog ialah mengambil
tindakan yang berlawanan dengar kepentingan
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pribadinya. Secara diam-dian. ia ikut mengawal
Hong Lik dari kejauhan, mengkhawatirkan
keselamatan Pangeran itu. Barulah ia berhentl
mengikuti, setelah melihat Hong Lik masuk ke
sebuah tandu indah yang menyongsong nya,
dan pengwalan diambil-alih oleh sekelompok
848 pasukan istana yang kelihatan jauh leblh
tangguh dari Thio Ban dan pasukannya.
Pak Kiong Eng berkata dalam hati-nya
sendiri, "Sebuah peluang emas untuk menebus
kebebasan A-san dan A-hai telah kulewatkan
begitu saja. Tapi aku tidak menyesal. Mudahmudahan Yong Ceng segera turun tahta,
digantikan orang yang leblh adil dan bijaksana.
Entah Hong Lik, entah In Te, biarlah yang
terbaik bagi rakyat saja...."
Ketika Pak Kiong Eng kembaIi ke warung teh
tempat suaminya serta Suami isteri Se Bun Beng
menunggu, ia segera menceritakan pengaiamannya, dan yang mendengarnya
tercengang. Keesokan harinya, Hu Se Hiong bertiga
muncul di kedai teh untuk melaporkan hasil
pengamatan mereka atas kota Pak-khia.
Semuanya kelihatan aman, tidak ada tanda
tanda perangkap, bahkan Hu Se Hiong sudah
berhasil menguasahakan sebuah tempat
penginapan, tidak Jauh dari Istana, sehingga
akan memudahkan gerakan-gerakan sel
849 anjutnya. Bukan penginapan umum, melainkan
rumah seorang anggota Hwe-liong-pang yang
"ditanam" di Pak-khia.
"Kau bekerja dengan sempurna, Hi-ang-cu,"
kata Tong Gin Yan. "Tetapi apakah ayahku,
mertuaku dan Hong Loeng-Liong belum tiba di
Pak-khia?" "Belum nampak, Siau-pangcu. Namun kalau
mereka tiba, tentu akan segera membuat kontak
dengan orang-orang kita di sana."
Tong Gin Yan mengangguk-ingguk. Di kota
Pak-khia hanya terdapat tigapuluh orang Hweliong-pang, namun semuanya adalah orangorang pilihan yang pintar bekerja, bekerja
sendiri maupun bekerja sama, sehingga dapat
membuat jaringan tukar-menukar berita yang
rapi. Mereka ada yang menyamar sebagai
pengemis, perwira, saudagar, bahkan menjadi
tukang pukul di tempat pelesiran, sebab di
tempat macam Itu tempat lalu-lintas berita yang
ramai dan bisa disadap. 850 "Mungklnkah terjadi tesuatu yang berbahaya
atas diri ayah bertiga?" yang mengutarakan
kecemasan Justru adalah Pak Kiong Eng.
Hu Se Hlong tertawa dan menyahut,
"Kecemasan Hu-jin berlebihan. Salah satu saja
dari ketiga orang tua Itu sudah sulit dicari
tandingannya dikalangan persilatan, apalagi
mereka bertiga berjalan bersama."
Demikianlah, setelah melunasl sewa penginapan dan makan minum mereka,
merekapun berangkat masuk kota Pak-khia
yang sudah ada dl depan mata.
Terselip juga sedikit kegembiraan Pak Kiong
Eng mengunjungi kota kelahirannya, yang
sudah belasan tahun tak dilihatnya, sejak ia
menjadi Isteri Tong Gin Yan dan boyongan ke
Tiau-im-hong. Namun ia sadar, kemelut
perebutan kekuasaan yang belum padam sama
sekali di pusat pemerintahan Itu akan
menjadikan bekas teman-teman sejak masa
remaja dulu jadi asing satu sama lain. Masingmasing harus waspada satu sama lain. sebelum
bisa menjajagi sikap dan pendirian pihak lain.
851 Persoalan sebenarnya sudah mengintai
rombongan itu begitu mereka meninggalkan
warung dan penginapan itu. Dua pasang mata
memperhatikan mereka. Dua pasang mata milik
dua orang yang berpakaian seperti pengemis
dan berjongkok dipinggir jalan di seberang
warung. Ketika melihat rombongan orang-orang
Hwe-liong-pang keluar dan berangkat, pengemis yang berewokan menyikut temannya
dan berbisik, "Itulah mereka."
"Apa yang akan mreka lakukan di Pak-khia?"
"Kita dengarkan laporan si kodok sebentar
lagi yang dipanggil si kodok adalah pegawai
rumah penginapan yang semalam di tempati
Tong Gin Yan dan rombongannya, tampangnya
memang seperti kodok. Ujung ujung mulutnya
hampir mencapai kuping, sedang hidung dan
matanya justru kecil-kecil, sehingga seluruh
wajah hanya dipenuhi mulut saja. Begitu Tong
Gin Yan dan rombongannya pergi, la segera menyeberangi jalan untuk menjumpai kedua
852 "pengemis" Itu dan berbicara, "Mereka sudah ke
Pak-khla." "Tujuannya?" "Aku sudah menguping, tapi tldak berani
terlalu dekat sebab tahu .bahwa mereka terlalu
lihai. Jadi yang berhasil aku dengar juga tldak
terlalu banyak....."
"Apa saja?" "Mereka menyebutnyebut tntang Pangeran
In Te, Ibusuri Tek Huai dan juga tentang anakanak yang diculik, namun aku benar-benar tak
bisa mendengar jelas seluruh pembicaraan
mereka. Hanya itu yang berhasil kusadap. Eh,
nanti dulu, Itu majlkanku memanggil."
Lalu si kodok kembali ke warungnya.
"Nah, apa tindakan kita sekarang?" si
pengemis bermuka pucat bertanya kepada
temannya yang berewokan, "Kita tldak akan membuang tenaga untuk
menghancurkan mereka. Ada Seribu satu cara
untuk membalaskan sakit hati Pangeran Cu Sek
Kil. Kita harus pakai otak..,"
"Caranya?" tanya temannya.
853 "Kita pinjam tangan bangsat-bangsat Manchu
untuk menghancurkan mereka. Bukankah Pak
Kiong Liong sekarang ini adalah buronan
Manchu, biarpun la sendiri adalah orang
Manchu yang berjasa" Sedang Hwe-liong-pang
juga terlibat, sebab mereka memihak Pak Kiong
Liong. Nah, cukup kita bocorkan kedatangan
mereka kekuping bangsat-bangsat manchu, lalu
orang-orang Hwe-liong-pang itu akan seperti
ikan-ikan yang masuk ke dalam jaring...."
"Akal bagus. Tapi bagaimana kalau bangsatbangsat Manchu tidak berhasil mengalahkan
mereka?" "Tidak jadi soal. Bangsat-bangsat Manchu
maupun bangsat-bangsat Hwe-liong-pang sama-sama musuh Jit-goat-pang kita. Kalau
mereka cakar-cakaran sampai sama-sama
hancur lebur, bagus buat kita. Barangkali akan
muncul peluangh buat kaum kita untuk
merebut kekuasaan dan menegakkan kembali
Kerajaan Beng yang Jaya..."
"AkaI yang hebat, Toako. Baiklah segera
kuhubungi orang-orang kita di Pak-khia."
854 "Cepat lakukan."
"Sebelum berpisah, Toako, bagaimana hasil
pembicaraan kita dengan kaum Pek-lian-pai
(kaum Seroja Putih) dan Thian-te-hwe (Serikat
Langit Bumi)?" "Pek-lian-pai setuju bergabung dengan kita,
tetapi Thian-te-hwe menolak, sebab mereka
tidak mengakui kesyahan keturunan Pangeran
kita yang kata mereka hanya dari seilir Sri
baginda Cong Ceng. Mereka hanya mengakui
keturunan Pangeran Tong Ong yang bergelar
Liong-bu. Mereka juga menganggap gebrakan
kita kelak hanyalah mengejutkan pihak Manchu
tapi takkan meruntuhkannya, sehingga mereka
enggan bergabung dengan kita. Hem, alangkah
sombongnya mereka . . . . "
Si pengemis muka pucat menjadi merah
padam wajahnya. "Sudah kuduga mereka besar
kepala dan menganggap Jit-goat-pang kita
terlalu kecil. Mentang-mentang mereka punya
basis bawah tanah yang kokoh di wilayah
selatan, bahkan punya pangkalan perang di Taiwan?"
855 "Hemm, biar mereka menepuk dada akan
menggusur orang Manchu pulang ke Liao-tong,
namun tanpa mereka sadari, mereka
sebenarnya sudah menjadi anjing-anjing bangsa
asing juga. Anjing-anjing bangsa Portugis, sebab
kapal-kapal perang Thian-te-hwe sering terlibat perang laut dengan kapal-kapal Ang mo
(Inggris) yang menjadi musuk Portugis. Nah,
bukankah kesombongan mereka itu omong
kosong belaka?" "Ya, tidak lama lagi kita akan menguasal Pakkhia, aku yakin. Dan saat Itu barulah mereka
terbuka matanya, mungkin akan segera
mengirim utusan untuk mengemis-ngemis ingin
bergabung dengan kita, ikut mencicipi
kekuasaan." "Sudah, jangan omong saja. Cepat ke Pakkhia."
"Baik, Toako." Sementara Itu, rombongan Tong Gin Yan
sudah tiba di Pak-khia dan oleh Hu Se Hiong
langsung dibawa ke rumah anggota Hwe-liongpang. Demi keamanan Pak Kiong Eng yang
856 sudah dikenal Pak-khia terpaksa harus
memakai tudung bambu yang dipakai rendahrendah. juga puteri dari buronan nomor satu
pemerintahan Yong Ceng saat itu.
Setelah berada diruangan tertutup, Tong Gin
Yan berkata, "Kita Harus menunggu kedatangan
ayah, Sak-hu (ayah mertua) serta paman Hong
Thai pa. Biar pun kita cemas nasib anak-anak,
tapi jangan bertindak gegabah, yang bias
membahayakan keselamatan Pangeran In te
dan Ibusuri Tek Huai. Anak-anak kita adalah
mutiara-muiara hati kita, namun jangan lupa
bahwa Pangeran In Te adalah harapan Jutaan
rakyat yang mendambakan pemerintahan yang
bijaksana. Klta tidak boleh hanya mengutamakan satu kepentingan dan membahayakan kepentingan lainnya, kalian
mengerti?" Pertanyaan itu terutama dltujukan kepada
Pak Kiong Eng dan Au Yang Siau-hong, dua Ibu
yang gelisah itu, Sedangkan Se Bun Beng lebih
tenang dari kedua perempuan itu, dia bias
memahami ucapan Tong Gin Yan, meskipun
857 rasanya masih tidak percaya juga bahwa
puterinya tlba-tiba saja terlibat dalam urusan
politik yang demikian ruwet. Padahal selama ini
ia hidup tenteram di Lok-Yang dan senantiasa
menjauhi dunia politik. Tapi semuanya sudah
terlanjur terjadi. Semuanya bermula dari ayah
angkatnya, Hong Thai Pa, yang mengajak Se-bun
Hong "eng bertamasya ke Tiau-im-hong, dan
inilah kelanjutannya "..
"Mau tidak mau aku jadi ikut-ikutan,"
pikirnya. Sementara Tong Gin Yan terus berkata,
"Karena itu, mau tidak mau, kita harus merebut
dua kepentingan itu sekaligus, dalam waktu
bersamaan, tidak ada yang lebih dulu atau lebih
belakangan. Membebaskan anak-anak kita, dan
juga membebaskan Pangeran In Te dan Ibusuri
Tek Hua, padahal tempat menyekap mereka
tentu berpisah. Nah coba piker, cukupkah
kekuatan kita sekarang untuk dibagi dua, untuk
menyerang dua sasaran terpisah yang dikawal
jagoan-jagoan tangguh?"
858 Pak Kiong Eng, Se Bun Beng, Au Yang Siau
Hong, Hu Se Hiong, Ji Han Lim dan Kiong Wan
Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Muslihat Para Iblis 2 Pendekar Rajawali Sakti 46 Misteri Peramal Tua Darah Pendekar 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama