Ceritasilat Novel Online

Kemelut Tahta Naga 8

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp Bagian 8


Peng serempak mengangguk-angguk. Mereka
memang jagoan-jagoan tangguh, namun di
dalam dinding istana ada berpuluh-puluh
jagoan yang setingkat dengan mereka, bahkan
ada beberapa orang yang lebih tinggi ilmunya
dari mereka. Mereka juga tahu maksud Tong
Gin Yan tentang serangan serempak ke kedua
sasaran itu. Kalau mereka serang peyimpanan
anak-anak lebih dulu, andaikata berhasil, tentu
selanjutnya istana akan dijaga makin ketat dan
sulit membebaskan Pangeran In Te serta
ibusuri Tek Huai. Sebaliknya, kalau mereka
serang kediaman Pangeran dan Ibusuri lebih
dulu, tentu tempat tahanan anak-anak mereka
akan diperkuat penjagaannya, bahkan mungkin
dipindahkan ke suatu tempat yang sulit di
temukan. Karena itu, memang benar kata Tong
Gin Yan, bahkan kedua kepentingan itu harus
direbut serempak. Berarti kekuatan yang kecil
itupun harus dibagi dua, padahal dijadikan
satupun belum tentu berhasil?"
859 "Jadi, bagaimana sikap kita ?" suaar Au Yang
Siau-hong memecah kesunyian,
"Bersembunyi sementara sambil menunggu
kedatangan ketiga orang tua itu." Sahut Tong
Gin yan, "Kalau bersama mereka, rasanya cukup
memadai kalau kekuatan kita dibagi dua."
Betapapun gelisahnya "induk-induk macan"
yang kehilangan anak-anak mereka itu. Namun
mereka paham penjelasan Tong Gin Yan dan
terpaksa harus bersabar. Kesabaran termasuk
modal penting kaum pendekar, bukan hanya
ketangkasan dan keberanian.
Merekapun beristiraha di rumah anggota
Hwe-liong-pang yang bernama Kui Hok itu. Di
bagian belakang rumah, ada halaman yang
penuh alat-alat latihan seperti soa-pau (karung
pasir) yang digantung, ciok-so (gembok batu)
untuk menguatkan tangan, dan macam-macam
lagi. Rupanya Kui Hok ini rajin juga latihan silat,
karena tugasnya yang memang dekat dengan
bahaya. 860 Sore itu, Tong Gin Yan sempat bercakapcakap dengan Kui Hok dan menanyakan
bagaimana perkembangan di kota Pak-khia.
Menurut Kui Hok, Kaisar Yong Ceng semakin
kokoh mencengkeram kendali pemerintahan
dan menomorsatukan keamanan dirinya. Untuk
itu, jago-jago Lama dari Tibet didatangkan
sehingga memenuhi Istana. Saudara seperguruan Kaisar, Ni Keng Giau, sudah
dilantik menjadi Panglima Tertinggi, menggantikan tempat kosong yang dulu
diduduki Pangeran In Te. Paman Kaisar, Kok
Kiu Liong Ke Toh menjadi Penasehat Agung.
Beberapa menteri yang kesetiaannya diragukan
sudah disingkirkan. Ada yang mati mendadak di
rumahnya, ada yang dijebloskan penjara dengan
tuduhan yang dibuat buat. yang paling ringan
ialah dicopot dari jabatannya dan disuruh
pulang kampung sebagai rakyat biasa.
Namun terhadap adiknya. Pangeran In Te,
Kaisar Yong Ceng belum berani bertindak kasar.
Biarpun In Te sudah terkurung di dalam
"kurungan emas nya di istana, namun Yong
861 Ceng sadar bahwa In Te masih punya banyak
pengikut setia yang tak dlketahui seberapa
kekuatannya, terutama di wilayah-wilayah
barat dan selatan. Karena Itulah Yong Ceng tak
berani bertindak kasar, khawatir timbulnya
gejolak. Pangeran In Te malah diberi anugerah
beberapa gelar kebangsawanan sebagai tanda
"kasih-sayang" nya, tapl tidak berperanan apaapa dalam jalannya pemerintahan.
"Hem, pintar juga teman kita Si Liong Cu Itu,"
Tong Gin Yan tertawa sambil menoleh ke arah
Se Bun Beng, sambil menyebut nama samaran
Yong Ceng ketika masih mengembara di dunia
persi latan dulu. "Tetapi nasib Pangeran In Te
seperti telur dl ujung tanduk. Kalau ada
kesempatan, pasti Yong Ceng takkan
membiarkan duri dalam daging itu tak tercabut
selamanya." "Benar, nasib Pangeran In Te pasti takkan
kaiah buruknya dari Pangeran In Gi dan In Tong
yang dipenjara dan diperlakukan sepertl
binatang itu...." sambung Pak Kiong Eng. "Eh
862 saudara Kui, apakah kediaman Pangeran In Te
di jadikan satu dengan Ibusurl Tek Huai?"
"Benar demikianlah keterangan yang
kudapatkan dari salah seorang orang kita yang
menyusup ke istana sebagai perwira Han-limkun," sahut Kui Hok. "Sayang, teman kita itu
sekarang sudah dipindahkan ke pasukan Kiubun Te-tok (Pengawal Sembilan Gerbang), se
hingga takkan dapat membantu banyak kepada
kita." "Tidak jadi soal, keterangannya cukup
membantu. Kalau Pangeran In Te dan
ibundanya dijadikan satu, lebih gampang untuk
menyelamatkan mereka sekaligus
"Benar. Kalau hanya membebaskan Pangeran In Te tanpa membebaskan Ibu-suri,
seperti orang hendak memasak, ada minyak
gorengnya tapi tidak ada api nya.'*
Tiba-tiba Pak Kiong Eng ingat kepada Hong
Lik, si pangeran cilik yang kepribadiannya
mengagumkan Itu. Ketika ia tanyakan kepada
Kui Hong ten tang Hong Lik, Kui Hok mendadak
bicara dengan bersemangat sekall, "Sulit diper863
caya bahwa orang selicik Yong Ceng punya anak
berwatak seluhur Hong Lik, tapi Itu kenyataan.
Pangeran cllik itu sering menyamar dan keluar
istana seorang diri, langsung mendengarkan
keluhan rakyat dan menolongnya. Karena ltulah aku minta maaf bahwa aku telah melancangi perintah Pang-cu, sebab semua
saudara-saudara Hwe-liong-pang di Pak-khia
sudah kuperintahkan untuk melindungi Hong
Lik secara diam-diam. Aku tidak memandang
Pangeran Hong Lik sebagal anak Yong Ceng,
melainkan sebagai pelindung rakyat kecil."
"Tindakanmu sudah tepat dan tak perlu
minta maaf, saudara Kui, aku yakin ayah akan
setuju tindakanmu," kata Tong Gin Yan sambil
menepuk pundak Kui Hok. "Isteriku sendirl
sudah melihat bagaimana watak Hong Lik."
Tetapl ada desas-desus kurang. pantas
tentang diri Pangeran cilik itu..." kata Kui Hong
tiba tiba. "Entah benar entah tidak
"Desas-desus apa?"
"Katanya, Pangeran Hong Llk tidak
dilahirkan oleh Hong-hui (permaisuri), tapi oleh
864 seorang perempuan Bangsa Han yang menjalin
hubungan gelap dengan Kaisar. Lalu anak hasil
hubungan gelap itu diangkut ke istana, dan
diaku sebagai anak Permaisuri yang sekarang."
Diam-diam Se Bun Beng dan Au Yang Siauhong mengharap agar desas-desus itu benar
adanya, supaya darah yang mengalir di tubuh
Hong Lik "lebih banyak darah Han" daripada
Manchu. Sebab raja raja Manchu sejak Khong Hi
sebenarnya sudah tercampur darah Bangsa
Han. Ibu Kaisar Khong Hi adalah Hau-kong
Hong-hou, seorang wanita Han juga. Namun Se
Bun Beng dan Au Yang Siau-hong tak berani
mengucapkan di depan Pak Kiong Eng, khawatir
menyinggung perasaannya, lupa bahwa ibu Pak
Kiong Eng juga orang Han. Manusia kadangkadang memang aneh, menilai syah atau
tidaknya si pemegang kekuasaan berdasar
darah keturunannya atau sukunya, bukan
berdasarkan berhasil atau gagalnya mensejahterakan rakyat. Alasan Itu pula yang
membuat pemerintahan Manchu masih terus
didongkel-dongkel oleh segolongan orang yang
865 bersemboyan bahwa tahta harus diduduki
Bangsa Han. Hereka bercakap-cakap dengan asyik sampai
jauh malam, karena mengira rumah Kui Hok
benar-benar aman dari incaran musuh. Sama
sekali tak menyangka bahwa sejak masuk Pakkhia mereka sudah diawasi dan dikuntit oleh
mata-mata Istana, Itu gara-gara ulah orangorang
Jit-goat-pang (Serikat Rembulan Matahari) yang memusuhui Hwe-liong-pang,
Orang-orang Jit-goat-pang diam-diam telah
membisiki plhak Istana, sehingga pihak Istana
mulai menyiapkan jagoan-jagoannya untuk
menggerebek rumah Kui Hok.
Lewat tengah malam, di puncak-puncak
rumah di sekliar rumah Kui Hok nampak
beberapa sosok tubuh berlompatan ringan
bagalkan kuclng, mendekati rumah Kui Hok.
Biarpun rembulan dl langit hanya sepotong, tapi
cukup untuk melithat bahwa orang-orang Itu
terdiri dari tiga orang pendeta Lama dan tiga
orang berbaju panjang satin ungu jagoan-jagoan
pribadi Kaisar Yong Ceng.
866 Tiba di atas genteng rumah Kui Hok, salah
seorang berteriak membelah udara malam,
"Bandit-bandit Hwe-liong-pang! Keluar dan
menyerahlah! Hong-siang (Kaisar) sudah
menyediakan penginapan yang lebih nyaman, di
penjara!" Terkejutlah Tong Gin Yan dan kawankawannya. Tak kurang kagetnya adalah Kui
Hok, sebab kalau rumahnya sudah diketahui
oleh musuh, berarti harus ditinggalkan selamalamanya untuk mencari rumah baru. Yang lebih
dikhawatirkan lagi, mungkinkah usaha untuk
membebaskan Pangeran In Te, Ibusuri Tek Huai
dan tIga anak yang dlculik itu akan gagal.
Cepat Kui Hok melompat dari pembaringannya, menyambar toya Ce-bi-kun (Toya
Setinggi Alis) yang menjadi kebanggaannya
selama ini, dan berlari ke halaman untuk
menengok ke atas genteng. Dilihatnva enam
orang musuh berdiri berpencaran diatas
genteng, sedang pihaknya ada delapan orang
termasuk dirinya. Anggap saja seimbang untuk
sementara. 867 Tong Gin Van serta lain-lainnya sudah
berlompatan keluar dengan membawa senjata
masing-masing, bahkan kemudian mereka
langsung "beterbangan" keatas genteng untuk
menghadapi lawan. Hanya Kui Hok yang tak
bias melompat langsung, namun lebih dulu
melompat keatas dinding halaman, barulah ke
atag genteng, karena ilmu meringankan
tubuhnya belum selihai lain-lainnya. Namun
Kui Hok juga seorang lawan yang tidak bias
diremehkan. Pihak musuh dipimpin saorang berpakaian
satin ungu yang diluarnya dirangkap baju
merah tua dengan hiasan sulam didadanya,
seragam pengawal-pengawal pribadi Yong
Ceng, kepalanya memakai caping barhias
benang-benang merah dan bulu burung. la
berjenggot putih, biarpun tak barsanjata,
namun nampaknya paling berbahaya. Bahkan
dihadapan orang-orang Hwa-liong-pang, ia
bersikap paling santai, dengan kedua
tangan tergendong di belakang punggungnya. Dialah
868 Kim Seng Pa, yang paling diandalkan Yong Ceng,
jago tua darl Tiang-pek-san.
"Kalian tidak usah coba-coba melawan,
percuma saj kata Kim Seng Pa dengan sikap
amat meremehkan. "Menyerah saja. Ulurkan
tangan kalian untuk diikat"
Yang paling dulu tak blsa menahan
kemarahan adalah Pak Klong Eng, apalagi
teringat anak-anak tercintanya yang masih
dalam cengkeraman musuh. Ia melompat
langsung ke arah Kim Seng Pa dan pedangnya
gemerlapan dengan gerak ThIan-Iiong-wi-gongcoan (Naga Sakti Bergulingan di Angkasa)
menyerang Kim Seng Pa.

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim Seng Pa benar-benar lihai, Sambil
tertawa panjang, la miringkan tubuh untuk
menghindar, berbarengan dengan sepasang
lengan bajunya mengibas berturut-turut
muncullah gulungan tenaga tak berwujud maha
kuat yang membuat tubuh Pak Klong Eng
terguncang kesamping, hamper saja tergelincir
jatuh dari atas genteng. 869 Pak Kiong Eng kaget, cepat-cepat ia
mantapkan kedudukan kakinya, lalu membalik
tubuh dan menyerang lagi dengan gerakan
Thian-Hong-Iiao-ka (Naga Langit Menggetar
Sisik) kearah lengan Kim Seng Pa .
"Hem, Thian-liong-kiam-hoat ( Ilmu Pedang
Naga Langit) yang lumayan!" kata Kim Seng Pa.
"Kau pasti anak Pak Kiong Llong si pengacau
negara itu!" Hati Pak Kiong Eng semakin panas
mendengar ayahnya dicaci sebagai pengacau
negara, padahal sudah banyak jasa dan
pengorbanannya. Sedang Kim Seng Pa yang tak
ketahuan asal-usuInya, hanya karena kebetulan
bisa menyenangkan hati Yong Ceng pribadi, kini
berlagak sebagai pembela negara.
Maka menyeranglah Pak Kiong Eng bertubitubi. Tetapi Kim Seng Pa, berilmu setingkat
dengan Pak Kiong Liong, berulang kali ia
mengebaskan lengan bajunya yang berkibaran
seperti dua gumpalan awan ungu, semua
serangan pedang Pak Kiong Eng terpukul
minggir semuanya. Lalu sepasang tinju Kim
870 Seng Pa balas menggempur dengan jurus Siangta ki-bun (Sepasang Tinju Memukul Pintu) ke
arah dua pelipis Pak Kiong Eng dengan suara
menderu. Kepala nyonya muda yang cantik Itu
nampaknya sebentar lagi akan gepeng seperti
tomat diinjak. Tong Gin Yan tidak membiarkan isterinya
terancam bahaya. Tubuhnya melejit ke atas
seperti seekor elang menubruk mangsanya,
pedangnya menikam leher Kim Seng Pa dari
samping. Kim Seng Pa terpaksa menghentikan
desakan ke arah Pak Kiong Eng untuk lebih dulu
menghindari serangan lawan baru itu. "Bagus,
kau tentu anak dari pengacau negara lainnya,
Tong Lam Hou, kepala gerombolan bandit Hweliong-pang itu bukan" IImu pedangmu
menunjuk kan gaya Tiam-jong-kiam-hoat!"
Tanpa menyahut sepatah katapun, Tong Gin
Yan melanjutkan serangannya dengan Lian-cusam-kiam (Tikaman Tiga Kail Berantai),
sementara Pak Kiong Eng segera memperbaiki
871 Tong Gin Yan tidak membiarkan isterinya
terancam bahaya. Tubuhnya melejit ke atas seperti
seekor elang menubruk mangsanya, pedangnya
menikam leher Kim Seng Pa dari samping.
872 kedudukannya untuk seqera maju lagi
membantu suami-nya Maka Kim Seng Pa yang bertangan kosong
itu harus menghadapi dua pedang yang
dimainkan dengan Tiam-jong-kiam-hoat yang
dapat saling memperkuat dengan rapi, karena
suami isteri sering latihan bersama.
Tetapi jagoan tua dari Tiang-pek-san itu
memang hebat. Sekitar tubuhnya seakan
dilindungi benteng tak berwujud, sementara
sepasang tangannya yang kadang-kadang
terbuka dan kadang-kadang meninju itu
bagaikan menerbitkan prahara yang dahsyat,
atau seperti gunung batu yang runtuh hebatnya.
Bahkan, belasan jurus kemudian Kim Seng
Pa perlahan-lahan sudah nampak berhasil
mendesak suami isteri dari Hwe-liong-pang itu.
Orang-orang Hwe-liong-pang lain-nya serta
suami-isterl Se Bun Beng sampai menahan
napas melihat kehebatan kakek Manchu itu.
Baru satu lawan satu Saja sudah mampu
menyerap tenaga dari dua jago paling tangguh
dari pihak Hwe-long-pang, maka kalau lima
873 Jagoan muSuh lainnya Juga berkepandaian
sehebat Itu, bisa dibayangkan bahwa pihak
Hwe-liong-pang akan tertumpas malam Itu, tak
peduli jumlahnya lebih banyak.
Sementara itu. plhak musuh menurunkan
lagi satu jagoannya. Seorang yang pakaiannya
sama dengan Kim Seng Pa, seragam pengawal
pribadi Yong Ceng namun ia bertubuh bungkuk
kurus mirip Hu Se Hiong. Ketika la
mengeluarkan senjatenya, ternyata juga
sabatang pipa tembakau berwarna keperakperakan.
Biarpun situasl tegang, orang-orang Hweliong-pang di tepi arena sempat juga tersenyum
dan menoleh kepada Hu Se Hiong. Sedangkan
Hu Se Siong sendiri sempat berseloroh, "Biar
aku main main dengan saudara kembarku ini."
Diapun melompat ke tengah arena dengan
membawa pipa tembakaunya. Hanya saja
miliknya berwarna mengkilap hitam.
Dua orang yang mirip satu sama lain Itupun
bertempur sengit, dan ternyata ilmu kedua
orang itu Juga mirip, mengandalkan kelincahan
874 untuk menotok jalan darah dengan pipa
tembakau mereka. Keduanya sama-sama
mengarah jalan darah musuh dari ubun-ubun
sampal telapak kaki. Lama-keIamaan terlihat juga sedikit perbedaan dalam cara berkelahi mereka. Lawan
Hu Se Hiong menubruk dan menerkam dengan
ganas seperti serigala kesurupan, menyerang
bertubi-tubi sehingga tubuhnya berkeliling
cepat seperti angin lesus. Sedang Hu Se Hiong
bergaya tangguh dan ulet, bertahan rapat,
namun sekali-sekali membalas menyerang
dengan hebat. Rupanya Hu Se Hiong
menggunakan siasat untuk lebih dulu menguras
kekuatan lawan, baru akan merebut kemenangan setelah ada keyak i nan .
Lawannya semakin lama semakin ganas,
rupanya marah karena belum berhasil juga
mengubah keseimbangan itu. Lalu diapun mulai
menggunakan tangan kirinya untuk mencakar
mata, leher, selakangan dan tempat-tempat
lemah lainnya. 875 Melihat cara bertempur macam itu, Hu Se
Hiong tiba-tiba ingat akan seorang jagoan
bangsa Manchu dari Jiat Ho. Serunya sambil
terus bertempur, "He, rupanya kau adalah Sat
Siau Kun yang berjulukan Tiat-Jiau-hui-ho (Rase
Terbang Berkuku Besi) itukah?"
Lawannya menjawab, "Benar, dank au pasti
Ui-Bin-Peng-hou (Macan sakit-sakitan bermuka
kuning) Hu Se Hiong dari Hwe-Liong-Pang."
Setelah saling mengenali lawan, masingmasing semakin berhati-hati, tahu kehebatan
lawan masing-masing. Sat Siau Kun tidak mau
lagi memboroskan tenaga dengan menyerang
sembarangan, tetapi cakar tangan kirinya tetap
dimainkan untuk menambah tekanan kepada
lawan. Namun Hu Se Hiong juga tidak
mengandalkan satu jenis ilmu saja, ia sering
berlatih bersama dan bertukar jurus andalan
dengan tokoh-tokoh Hwe-liong-pang lainnya
yang memiliki bermacam-macam aliran ilmu.
Maka kaget juga Sat Siau Kun ketika
menghadapi Hu Se Hiong suatu saat memainkan
pipanya dengan gaya ilmu pedang Tiam-Jong876
Kiam-hoat, di lain saat menjadi permainan
tongkat Hok-mo-tung-hoat (ilmu tongkat
penakluk iblis) ajaran Ko Seng Hwe-shio,
kakinya menendang dengan gaya Tae-kyung
Korea ajarang Kiong Wan Peng, atau tanga
kirinya mencakar dengan gaya Kau-kun (silat
kera) dan lain-lainnya. Biarpun jurus campur
aduk itu Cuma sepotong-sepotong sebab
mempelajarinyapun hanya diwaktu senggang,
namun sempat membuat Sat Siau kun agak
kebingungan. Sementara itu, perhatian Se Bun Beng tidak
terpancang pada pertempuran saja, melainkan
juga kepada lawan-lawan yang belum masuk ke
gelanggang. Masih ada empat orang, namun
yang kelihatan tangguh benar hanyalah dua
orang. Yang satu adalah seorang pendeta lama
bersenjata toya Hong-plan-Jan (Toya yang
ujungnya berpisau berbentuk bulan sabit yang
menghadap kedepan ), dialah Po Goan Lama,
salah satu murid Biau Beng Lama dari Tibet,
yang hamper mewarisi segenap ilmu gurunya,
Yang satu lagi seorang pengawal pribadi Yong
877 Ceng yang bertubuh kekar, namun muka-nya
amat pucat, dihiasi segaris luka memanjang dari
alis kiri sampai rahang kanan. Senjatanya
sebuah payung, namun tidak terbuat dari
bambu atau kertas, melainkan batang dan rujirujinya dari baja seluruhnya, lembaran
payungnya dari anyaman kawat-kawat baja
lembut, dan di ujung payung ada besi runcing
seperti ujung tombak. Benar-benar sejenis
senjata yang agaknya sulit dilayani. Dia seorang
jagoan golongan hi-cam dari Ou-lam, bernama
Su-ma Hek-ong dan berjulukan Toat-beng-san
(Payung Pencabut Nyawa). Kepandaian dan
kedudukannya sejajar dengan Sat Siau Kun.
Se Bun Beng menaksir dirinya akan mampu
bertempur seimbang atau bahkan sedikit
mengungguli salah satu dari Po Goan Lama atau
Su-ma Hek-long, namun hanya salah satu dan
bukan kedua-duanya. Orang yang dapat
diandalkan di pihaknya tinggal Kiong Wan Peng
dan Ji Han Lim sedangkan Au Yang Siau-hong
dan Kui Hok kurang tangguh.
878 Karena itulah Se Bun Beng nekad mengambil
prakarsa, sebelum didahului plhak lawan
memilihkan lawan-lawan yang menguntungkan
pihaknya. Serunya tiba-tiba, "Salah satu dari
saudara Kiong atau saudara Ji, lawanlah Lama
bersenjata Hong-pian-jan! Lainnya lawan
sisanya!" Sedangkan Se Bun Beng sendiri langsung
menantang Su-ma Hek-long, "Menilik tampang
dan senjatamu, kau tentu Su-ma Hek-long yang
pernah menggempar-kan Ou-lam dulu" Mari,
layanilah pedangku dengan payung rongsokanmu!" Su-ma Hek-long sendiripun tahu siapa
lawannya ini. Sahutnya, "He, kau bekas kacung
Liu-keh-chung (perkampungan marga Liu,yang
ternyata adalah anak haram dari pemimpin
Hek-eng-po (Ben-teng Elang Hitam), kenapa
sekarang malah berteman dengan orang-orang
Hwe-liong-pang yang dulu menghancurkan Hek
eng-po" Lupa sakit hati ayah kandungmu?"
Se Bun Beng tahu bahwa lawan sengaja
mengingatkan masa lalunya yang suram, untuk
879 memancing kemarahannya, dan seorang pesilat
akan kehilangan kecermatannya kalau sedang
marah. Karena itu Se Bun Beng tidak mau
terpancing, ia menjawab dengan nada tenangtenang saja, "Dalam semua persoalan, aku
memihak yang benar, tak peduli kesamaan suku
atau golongan, bahkan hubungan keluarga. Hekeng-po sudah berbuat banyak kejahatan, wajar
kalau akhirnya dihukum oleh para ksatria dunia
persilatan!" Akhirnya malah Su-ma Hek-long sendiri yang
terbakar hatinya, terlihat dari matanya yang
merah membara. Rupanya ia dulu adalah
anggota Hek-eng-po yang setia, dan masih sakit
hati atas hancurnya Hek-eng-po.
"Anak tak berguna! Terimalah kematianmu!"
teriak Su-ma Hek-long sambil lompat
menyerang. Ujung payungnya yang lancip
ditikamkan keperut Se Bun Beng dengan
gerakan Kui-seng-liam-goan (Bintang Kejora
Menikam Pusar). demikian cepatnya, sehingga
senjatanya hanya berwujud segaris hitam tebal
yang berkelebat. 880

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Se Bun Beng melompat ke samping dan balas
membabat sepasang kaki Su-ma Hek-long.
Kedua plhak bergerak sama cepatnya. Su-ma
Hek-long cepat merendahkan tubuhnya,
payungnya tlba-tiba terluka dan menjadi perisai
untuk membendung pedang lawannya, lalu
payung Itu berputar kencang seperti roda
kereta yang tengah dipacu. Ruji-ruji payung
yang lancip Itupun berpusing ke arah Se Bun
Beng untuk mencincangnya berkeping-keping.
Se Bun Beng melompat tlnggi dan menikam
dari udara, demikianlah keduanya saling sergap
dengan cepat. Payung baja yang bergulung
bagaikan prahara hitam yang mengerikan,
saling menyambar dengan pedang yang
menyambar-nyambar seperti petir. Makin lama
makin cepat, sehingga keduanya lenyap dibalik
tabir senjata mereka. Sementara Itu JI Han Llm telah bertanya
kepada Kiong Wan Peng. "Yang akan melawan si
gundul Itu siapa?" "Siapapun sama saja."
881 "Mari kita maju berdua, biar dia sendiri yang
memilih." Kedua orang Tong-cu Hwe-liong-pang itupun
berjalan mendekatI Po Goan Lama dengan
Iangkah-Iangkah santai seperti berjalan-jalan di
taman bunga saja. Namun diam-diam mereka
waspada Juga. karena tahu bahwa musuhmusuh yang datang malam itu tldak ada yang
lemah. Ketika Po Goan Lama memutar senjatanya
untuk menyerang, ternyata yang "dipilih" nya
adalah Kiong Wan Peng yang bersenjata, dan
dlanggapnya lebih lemah untuk dibereskan
lebih dulu. Bagian tajam dari Hong-pian-jannya
disodokkan ke leher Kiong Wan Peng.
Tapi pendeta Tibet itu kaget melihat Kiong
Wan Peng dengan enaknya menangkls batang
senjatanya hanya dengan lengannya yang
terbuat dari darah dan daging, dan ternyata
lengan itu sekeras dan sekuat besi, sehingga
senjata Po Goan Lama tergetar, dan tinju kanan
Kiong Wan Peng balas menodok ke ulu hati
dengan deras. 882 Sambil menangkis dan menyerang, Kiong
Wan Peng berkata kepada Ji Han Lim, "Keledai
gundul ini memilihku, saudara Ji. Tapi kau
jangan kecewa, mas h ada dua di Sana.. .. "
Sebenarnya Kiong Wan Peng hendak
mengejek lawannya lagi, tapi mulutnya
bungkam karena Po Goan Lama telah menyerbu
dengan dahsyat. Kini tangkai senjatanya yang
menyambar ke Jidat Kiong Wan Peng dengan
gerakan Hek-liong-pa-bwe (Naga Hitam
Memutar Ekor). Cepat Kiong Wan Peng membungkuk rendah, kedua tangannya menekan genteng rumah
tempatnya berpijak, dan kedua kakinya
bergantian menjejak keras kelutut dan betis Po
Goan Lama. Itulah ju-rus Ciu-liong-lo-hai (Naga
Mabuk mengaduk Samudera).
Tapi Kiong Wan Peng harus buru-buru
melompat lagi, ketika Po Goan Lama melompat
sambil menghantamkan senjatanya dari atas ke
bawah. Senjata itu mengenai genteng, dan
dengan suara gemuruh menimbulkan lubang
883 besar Kalau Kui Hok masih ingin menempati
rumah itu, Ia harus siap-siap kebocoran.
Sedangkan JI Han Lim dengan sepasang
kampak pendeknya telah bertarung melawan
Hoat Kheng Lama yang bersenjata golok
panjang melengkung. Biarpun Hoat Kheng Lama
juga murid Biau Beng Lama, tapi ilmunya selisih
agak jauh di bawah Po Goan Lama, sehingga
terdesaklah ia oleh Ji Han Lim. Apalagi Ji Han
Lim bertenaga besar, sampai otot dadanya
membusung ke depan, tidak heran kalau Hoat
Kheng Lama segera terdesak. Tangannya yang
memegang golok bertambah pegal linu setiap
kali senjatanya membentur senjata Ji Han Lim,
tetapi ingin menghindari benturan juga tidak
bisa. Di pihak lain, ada juga jagoan istana yang
cukup tangguh biarpun dikeroyok dua. Ci Long
Lama yang kurus, jangkung, berkulit hitam,
berhidung mancung dan berjenggot keriting,
sanggup meladeni keroyokan Au Yang Siauhong dan Kui Hok.
884 Dengan senjatanya yang berujud tongkat
bambu hijau, pendeta berdarah Thian-liok itu
menggempur berulang-ulang lawan-lawannya.
Au Yang Siau-hong dengan pedangnya dan Kui
Hok dengan toyanya terpaksa hanya mengambil
sikap bertahan. Gempuran tongkat bambu Ci
Long Lama bagaikan ombak samudera yang
bergulung tak henti-hentinya. Tiap kali kedua
lawannya harus melompat mundur untuk
menyusun pertahanan baru, digempur dan
mundur lagi, dan menyusun pertahanan baru
lagi, begitu terus menerus.
Suami isteri Tong Gin Yan dan Pak Kiong Eng
juga "setia kawan" dalam menghadapi kesulitan,
berat sekali tekanan Kim Seng Pa. Suami isteri
Itu sudah termasuk jagoan kelas tinggi dika
langan persilatan, namun kini mereka sudah
bergabung dan belum bisa lepas dari himpitan
serangan Kim Seng Pa. Diam-diam mereka kecii
hati kalau dalam istana ada begini banyak
jagoan Iihai, adakah harapan untuk mengambil
pulang anak-anak mereka yang diculik"
885 Maka Pak Kiong Eng menjadi sedih putus
asa, dan akhirnya nekad. la melancarkan
serangan gencar, bukan serangan cermat,
melainkan membabi buta. Tong Gin Yan sudah hapal tabiat isterinya,
dan tahu apa yang sedang dirasakan isterinya
saat itu. Melihat isterinya mulai kalap, ia
terpaksa harus bekerja lebih keras untuk
melindungi isterinya, sebab orang nekad
gampang sekali membuat kekeliruan yang akan
di manfaatkan musuh. "'Hem.,kalian ingin mampus rupa-nya,
baiklah aku kabulkan," dengus Kim Seng Pa
yang juga mulai marah. la sendiri sebenarnya
amat bangga dan congkak dengan ilmu silatnya,
sehingga merasa penasaran sekian lama belum
berhasil mengalahkan suami isteri yang tergolong angkatan di bawahnya itu. Maka iapun
bersiap menggunakan ilmu kebanggaannya,
yaitu tigapuluh enam jurus Liok-hap-ciang-hoat
(Ilmu Telapak Tangan Enam Penjuru). Yang
dimaksud enam penjuru ialah utara, timur,
selatan, barat, langit dan bumi.
886 Ia melompat mundur beberapa langkah.
Tubuhnya tegak kokoh bagaikan gunung batu,
sepasang telapak tangannya berputar kencang
di depan tubuhnya dan berjangkitlah angin
keras bergulung-gulung. Melihat itu, Tong Gin Yah berteriak cemas
kepada isterinya, "Hati-ha-tl, A-eng! Siluman tua
itu mengeluarkan ilmu tertingginya!"
Sementara itu, jurus pertama Liok hap-cianghoat sudah keluar, Te-lai-hong-seng (Bumi
Bergoncang Menimbulkan Angin). Sepasang
telapak tangan Kim Seng Pa menghantam ke
depan, gelombang angin dahsyat melanda
kedua lawannya, begitu dahsyatnya sampai
genteng-genteng di atas tersingkap dan ikut me
layang deras ke depan. Bukan angin pukulannya saja yang hebat, namun gentenggenteng itupun rasanya bisa membunuh kalau
kena badan. Repotlah suami isteri Hwe-liong-pang itu
menangkis genteng-genteng terbang itu, sambil
mengerahkan tenaga dalam supaya tidak roboh
terjungkal oleh geiombang angin maha kuat itu.
887 Serangan pertama belum berlalu, serangan
kedua sudah datang. Jurus Lui hong-lian-siam
(Guntur Gemuruh, Kilat menyambar). Sepasang
telapak tangan Kim Seng Pa dirangkapkan dan
ditusukkan ke depan, lalu tiba-tiba dipentang
terpisah dengan disertai bentakan meng
gelegar. Kembali gelombang angin datang, kali
ini bukan lurus namun berpusar dahsyat, lebih
sulit dihadapi dari jurus pertama.
Tong Gin Yan dan Pak Kiong Eng kali ini
benar-benar terguncang, hampir terpental
hanyut oleh gulungan tenaga musuh. Tong Gin
Yan sadar, pertarungan jarak jauh macam itu
sangat menguntung kan Kim Seng Pa yang
punya tingkat lwekang (Tenaga dalam) jauh
lebih tinggi. Jurus-jurus ilmu pedang jadi tak
berguna, padahal itulah andalan Tong Gin Yan
dan Pak Kiong Eng. Maka sambil sempoyongan,
Tong Gin Yan sempat berseru, "A-eng, kita
mendekati dia Gunakan Hwe-liong-sin-kang!"
Tanpa diteriakipun Pak Kiong Eng sudah
punya pikiran demikian. Di tengah gemuruhnya
gelombang tenaga lawan, ia nekad melompat
888 tinggi-tinggi, pedangnya menyabet pinggang
Kim Seng Pa dengan gerak Liong-ki-thian-ge
(Om-bak Mendampar Cakrawaia). Karena ia te
lah mengerahkan Hwe-liong-sin-kang pula,
maka sambaran pedangnya mendesis-kan udara
panas menyengat kulit. Dari arah lain Tong Gin Yan juga nekad
menyerbu, menikam leher dengan gerak Bengke-tok-siok (Ayam Galak Me-matuk Beras)
sambil mengerahkan Hian-im-kang (tenaga
dingin) sehingga angin pedangnyapun setajam
hembusan angin kutub utara.
Begitulah Kim Seng Pa harus menghadapi
ilmu gabungan dari keturunan-keturunan Pakliong Lam-hou (Naga Utara, Harimau Selatan)
yang puluhan tahun yang silam menggetarkan
dunia persilatan. Mau tidak mau Kim Seng Pa harus berhatihati , namun masih merasa sanggup melawan
mereka. Kembali ia mundur beberapa langkah,
sambil melancarkan dua pukulan berturutturut,
Liong-bun sam-tiap-liong (Tiga Gelombang Menggempur Gerbang Naga ) dan
889 Cun-lui-Ce-tong (Geledek Musim Semi).
Kedahsyatannya luar biasa.
Bagaimanapun gigihnya Tong Gin Yan dan
Pak Kiong Eng, kali ini benar-benar rontok.
Seperti dua buah layang-layang yang putus
benangnya, mereka terpental berpencaran.
Kim Seng Pa tak ingin memberi ampun.
Lebih dulu ia kejar Tong Gin Yan dengan sebuah
pukulan jarak jauh, sedang Pak Kiong Eng nanti
akan ditangkapnya hidup-hidup untuk menekan
Pak Kiong Liong, ayahnya.
Nampaknya sekejap lagi Tong Gin Yan akan
remuk redam. Hendak mengelak tidak sempat
lagi, hendak menangkis, tenaganya jauh kalah
kuat. Sedang teman-temannya tak bisa
menolong, sebab tengah sibuk dengan lawan
mereka masing-masing. Saat itulah dari bawah genteng meluncur
sesosok bayangan, yang membentak "Jangan
menganiaya anak-anak. tua bangka! Ayo, tua
lawan tua!" 890 Saat itulah dari bawah genteng meluncur sesosok
bayangan yang membentak, "Jangan menganiaya
anak-anak, tua Bangka! Ayo, tua lawan tua
891 Karena cahaya bulan hanya remang-remang
dan orang i tu bergerak amat cepat, Kim Seng Pa
tak sempat mengamatinya dengan jelas, hanya
merasakan bahwa orang itupun membawa
tenaga yang hebat. Pukulan yang hampir
menghancurkan Tong Gin Yan dibelokkan untuk
menyambut orang itu. Pukulan yang berlaksa
kati beratnya dan sanggup menghancurkan batu
hitam sebesar kerbau bunting. Kim Seng Pa
berharap tubuh orang itu akan hancur tercerai
berai. Harapannya yang terlalu besar berubah
menjadi rasa kaget, ketika tenaga nya seolah
membentur tembok baja, bahkan berbalik
mengguncang dirinya sendiri. Cepat cepat ia
melompat mundur untuk "menjinakkan"
tekanan tenaga lawan . "Siapa kau?"bentak Kim Seng Pa.
Sementara Tong Gin Yan telah ber-teriak
gembira, "Ayah!"


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pak Kiong Eng juga, "Gak-hu (ayah mertua) !"
Para anggota Hwe-liong-pang juga, "Pang-cu
(Ketua)!" 892 Kini tahulah Kim Seng Pa siapa orang itu.
Tong Lam Hou, permiimpin Hwe-liong-pang,
yang kebesaran namanya sejajar dengan Pak
Kiong Liong dan Pun-bu Hwe-shio. Cuma
penampilannya yang terlalu sederhana sama
sekali tidak sesuai dengan kebesaran namanya.
Ketua Hwe-liong-pang itu cuma seorang tua
berjubah longgar model kampung, di ikat
pinggangnya tergantung sebuah kantong
tembakau, ditangannya memegang pipa
tembakau, tampangnya tidak seram sedikitpun,
nampak terlalu santai. Di Pak-khia saja ada
beribu ribu orangtua dengan tampang macam
itu.... Munculnya Tong Lam Hou membuat
pertempuran berhenti, kedua belah pihak
berlompatan meninggalkan arena untuk
berkelompok sendiri-sendiri. Para jagoan istana
nampak berwajah tegang menghadapi Ketua
Hwe-liong-pang Itu, apalagi ketika Pak Kiong
Liong dan si kakek gendut Hong Thai-pa muncul
pula berturut-turut. 893 "Selamat malam, Kim Cong-koan, cepat
benar pangkatmu naik, tentunya selama ini kau
banyak berjasa kepada Kaisar," Pak Kiong Liong
menyapa Kim Seng Pa sambil mengamat-amati
pakaian seragam jago tua itu. "Apakah malam
ini Cong-koan tidak ingin menambah pahala
dengan mempersembahkan batok kepalaku
kepada Kaisar?" Wajah Kim Seng Pa merah padam, darahnya
menggelegak, tinjunya terkepal kencang. Itulah
tantangan terang-terangan dari Pak Kiong
Liong. Namun ia sadar bahwa pihaknya kini
lebih lemah, maka dengan sebuah isyarat, ia
bawa anak buahnya pergi dari situ.
Pak Kiong Eng hendak lompat mengejar
mereka, namun suara ayannya mencegahnya,
"Biarkan mereka pergi, A-eng."
Pak Kiong Eng memang berhenti mengejar,
tapi sambil memegang tangan ayahnya, ia
berkata, "Ayah, kalau kita tangkap orang-orang
itu, kita bisa memaksa Yong Ceng menukarnya
dengan Pangeran In Te, Ibusuri Tek Huai, Sebun Hong-eng, A-san dan A-hai....."
894 Sahut Pak Kiong Liong, "Kau pikir Yong Ceng
itu orang macam apa" Biarpun kita tangkap
seratus orang macam Kim Seng Pa, jangan
harap Yong Ceng mau melepaskan tawanantawanannya, tak peduli nasib anak buahnya
sendiri. la ingin tetap unggul dalam
permainannya, dengan memegang Pangeran In
Te ditangannya...." "Tapi, kalau kita tangkap mereka tadi,
setidak-tidaknya Kekuatan mereka akan
berkurang." "Resikonya besar, sedang tujuan kita takkan
tercapai. Kalau terjadi keributan, seluruh
perajurit di Pak-khia akan bangun dan
mampuslah kita. Jangan lagi untuk menolong
orang, untuk menolong diri sendiripun
barangkali mustahil...." bicara sampai di sini,
suara Pak Kiong Liong terdengar getir. la, bekas
seorang jenderal terhormat di ke kaisaran kini
khawatir ditangkap para perajurit Pak-khia
yang dulu menghormatinya, karena kini ia
sudah jadi buronan. 895 "Tapi munculnya jagoan-jagoan istana tadi
menandakan bahwa kehadiran kita di Pak-khia
sudah mereka ketahui....."
"Karena Itu, sebaiknya kita bergerak malam
ini juga. Aku yakin mereka sudah siap
menyambut kita, namun tentu tidak menduga
kalau kita bergerak sekarang juga. Kalau kita
serang besok, tentu mereka sudah bersiap
semakin baik." "Tapi...agaknya malam itu Pak Kiong Eng
suka bicara dengan awalan kata "tapi", "....
tempat penahanan anak-anak itu?"
"Sudah kuketahui," sahut Pak Kiong Liong
mantap. "Sudah kudengar dari seorang
komandan istana yang diam-diam masih
bersimpati kepadaku."
Kini semua perhatian terpusat kepada Pak
Kiong Liong, si bekas jenderal yang dianggap
paling ahli mengatur siasat penyerangan. "Aku
bersama saudara Hong Thai Pa dan Hu Se Hiong
akan membebaskan Pangeran In Te dan Ibusuri
Tek Huai yang disekap dibangsal Leng-goatkiong. lain-lainnya membebaskan anak-anak itu.
896 Mereka disekap di sebuah pagoda kaum Lama
yang baru saja dibangun di dekat bangsal Tiauyang-ki-ong
Kedua bangsal yang disebutkan itu sama
sama berada dalam kompleks istana, namun
karena kompleks itu terlalu luas, maka Lenggoat-kiong dan Tiau-yang-kiong terletak saling
berjauhan. Begitu luasnya Istana itu, sehingga
mirip sebuah kota ditengah kota Pak-khia,
sehingga disebut juga Ci-kim-shia atau Kota
Terlarang karena dijaga berlapis-lapis pasukan
pengawal. Apa yang diucapkan Pak Kiong Liong
itu kedengarannya gampang, namun pelaksanaa
nya menuntut pertaruhan nyawa.
"A-eng, kau menjadi petunjuk jalan bagi
regumu, sebab ketika kecil kau pernah bermainmain di istana sebagai teman sepermainan
Pangeran In Te kau masih ingat tempattempatnya bukan?" tanya Pak Kiong Liong
kepada anak perempuannya, dan dijawab
dengan anggukan. "Nah, kita berangkat. Fajar
nanti, kita semua harus berkumpul dl kuil Thai897
hud si dekat pintu selatan, Pendeta di sana
adalah bekas anak buahku yang setla."
Setelah saling berpesan untuk berhati-hati,
kedua regu itu berpencaran menuju ke sasaran
masing-masing. Mereka berharap musuh akan
terkejut, sebab orang-orang Hwe-liong-pang
dan teman-temannya balas menggerebek ke
istana mamam itu juga. * * * Tong Lam Hou memimpin kelompoknya
tidak dengan berlompatan di atas genteng,
sebab akan gampang terlihat, biarpun malam
cukup gelap. Mereka menyusup-nyusup di
lorong gelap, mendekati istana dengan cara
seperti maling-maling mendekati kandang
ayam. Ketika Tong Lam Hou lewat kediaman para
penggosok batu permata yang berdarah Yahudi,
ia tersenyum sendiri , terkenang masa mudanya
ketika masih menjadi perwira Hui-liong-kun
898 dan bertetangga dengan mereka. Namun bagian
kota itu sudah sepi, sebab malam sudah larut.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di sisi
timur istana Kaisar. Sesuai dengan namanya,
bangsal Tiau-yang-ki-ong (bangsal menghadap
metahari) itu terletak di sebelah timur, sering
digu nakan oleh anggota keluarga kerajaan
kalau ingin menikmati sinar matahari di pagi
hari. Di halaman Tiau-yang-ki-ong, ada
bangunan baru berbentuk pagoda bertingkat
sembilan, khusus untuk para Lama dari Tibet.
Tiba di luar tembok istana, Tong Lam Hou
berkata kepada "pasukan kecil" nya, "Kalian
tunggu dulu di sini, biar aku lihat dulu keadaan
di dalam." Semuanya mengangguk setuju. Tidak lama
ada yang perlu mencemaskan diri ketua Hweliong-pang yang berilmu tinggi dan amat
berpengalaman itu. Seperti seekor burung, Tong Lam Hou
melompat ke atas dinding tinggi itu , dan
langsung bertiarap di atas dinding. Jubahnya
899 yang berwarna biru tua itu sangat menolong,
tidak mudah terlihat di gelapnya malam.
Di sekitar Tiau-yang-kiong, penjagaannya
tidak begitu kuat, hanya ada dua regu perajurit
Han-lim-kun. Bisa dimaklumi, sebab penjagaan
kuat tentu hanya terpusat di tempat dimana
Kaisar Yong Ceng berada malam itu, dan Kaisar
tak mungkin "menghadap matahari" di waktu
malam. (Berrsambung Jilid XV) 900 901 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XV Namun Tong Lam Hou tak mau gegabah
memperhitungkan kekuatan lawan. Dari balik
rimbunnya pucuk-pucuk pepohonan, terlihat
puncak sebuah pagoda yang mencuat. Itu
tentunya pagoda kaum Ang-ih-kau yang
dibangun Kaisar Yong Ceng untuk menyenangkan kaum Lama yang menjadi
pengawal-pengawal pribadi.
Tong Lam Hou tahu, di pagoda itulah kedua
cucunya serta Se-bun Hong-eng disekap, dan
tentunya penjagaan di pagoda itu akan cukup
kuat. Dari arah pagoda tiba-tiba muncul empat
orang Lama berjalan beriringan. Salah seorang
dari mereka beralis putih, sudah tua namun
bertubuh kekar, langkahnya tegap, dan
902 wajahnya kemerah-merahan. Tiga Lama lainnya
berusia lebih muda, bersikap hormat kepada si
Lama tua, dan Tong Lam Hou mengenali
ketiganya sebagai tiga Lama yang tadi ikut
menyerbu rumah Kui Hok. Tong Lam Hou
langsung mendapat kesimpulan bahwa si Lama
tua tak boleh dipandang enteng ilmu silatnya.
Sambil bertiarap membisu di atas dinding,
Tong Lam Hou menajamkan kupingnya untuk
mendengar percakapan para Lama.
"Jadi benar bahwa Pak Kiong Liong serta
bandit-bandit Hwe-lliong-pang sudah masuk
kota?" tanya Biau Beng Lama, si pendeta tua itu
"Betul , suhu," sahut Po Goan Lama yang
memanggul senjata Hong-pian-jan-nya. "Dulu
tujuan kita menculik anak-anak itu hanya untuk
memancing Pak Kiong Liong, eh, ternyata
orang-orang Hwe-liong-pang ikut terpancing
juga. Nampaknya persiapan kita harus memadai
untuk menyambut mereka."
"Hem, jangan terlalu cemas," sahut gurunya.
"Kuperhitungkan mereka takkan menyerbu
malam ini, piling cepat besok malam barulah
903 mereka datang. Kita akan punya waktu satu hari
untuk bersiap-siap."
"Perhitunganku sama dengan suhu," sahut
Po Goan Lama. "Malam ini tentu mereka
mengatur rencana, dan besok malam barulah
menyerbu. Tetapi besok malam mereka akan
seperti ikan-ikan yang masuk jaring, ha ha ha...."
Di atas dinding, Tong Lam Hou tertawa
dingin, "Ya, besok malam jaring kalian hanya
akan menangkap angin, sekaranglah kami yang
akan mengobrak-abrik sarang kalian," katanya
dalam hati . Sementara itu, Lama berkulit hitam dan
berhidung mancung, Ci Long Lama, bertanya,
"Apakah penjagaan atas Ketiga bocah itu perlu
diperketat?" Belum lagi Biau Beng Lama menjawab,
malam sunyi itu tiba-tiba dirobek oleh suara
letusan bedil di kejauhan. Para Lama berhenti
melangkah dan bertukar pandangan dengan
wajah heran. "Suaranya seperti dari arah Leng-goatkiong," kata Hoat Kheng Lama. "Apakah perlu
904 kita ke Sana" Barangkali Hong-siang terancam
bahaya...." "Tidak perlu, Leng-gpat-kiong bukan
tanggung jawab kita," Sahut Po Goan Lama
mendahului gurunya. Keselamatan Hong-siang
tidak mengkhawatirkan, sebab beliau tidak di
Leng-goat-kiong malam ini. Menurut dugaanku ,
tentu ada orang-orang

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang hendak membebaskan Pangeran In Te dan Ibusuri Tek
Huai . . "Memang bukan urusan kita," dukung Ci
Long Lama. "Itu urusan Be Kun Liong yang
selama ini dengki kepada kita, karena kita lebih
diperhatikan oleh Hong-siang. Kita doakan saja
agar Be Kun Liong kebobolan malam ini, supaya
mendapat malu di hadapan Hong-si-in
"Ya, apalagi kalau kuingat betapa Be Kun
Lioag pernah menghina kita di bawah todongan
senapannya, sungguh penghinaan yang sulit kita
lupakan." Mendengar percak-apan itu, Tong Lam Hou
diam-diam heran dan membatin dalam hati,
"Kiranya ada saling kebencian antar kelompok905
kelompok di dalam istana ini. Agaknya
situasinya berebutan mencari muuka kepadaYong Ceng tanpa menghiraukan kelompok
lainnya. Inilah akibatnya kalau Yong Ceng
mengumpulkan kekuatan pendukung dengan
sembarangan saja, tanpa disaring ketat,
perpecahan diantara keIompok-kelompok pendukungnya sendiri akan menghancurkan
dirinya sendiri.." Sementara itu letusan bedil semakin gencar".
Diam-diam Tong Lam Hou cemas juga akan
nasib Pak Kiong Liong, Hong Thai Pa dan Hu se
Hiong, yang agaknya bukan hanya-menghadapi
senjata-senjata kuno, namun juga bedil-bedil
para pengawal Istana. Namun semuanya sudah
terlanjur melangkah, tak mungkin surut lagi.
Terdengar Biau Beng Lama berkata kepada
murid-muridnya, "Kalian berjaga di sini dengan
waspada aku akan mendampingi Hong-siang.
Biarpun keselamatan Hong-siang tidak terancam, tetapi haruslah timbul kesan bahwa
kita memperhatikan keselamatannya. Jaya atau
hancurnya Ang-ih-kau kita di Tiong-go-an
906 tergantung dari. pandai atau tidak-nya kita
mengambil hati Hong-siang . "
Dan tanpa menunggu jawaban muridmuridnya lagi, Biau Beng Lama bergegas pergi.
Setelah BiauBeng-Lama cukup jauh, Tong Lam
Hou memutuskan agar kelompoknya segera
bertindak. la membunyikan isyarat dari
mulutnya, mirip suara burung hantu berturutturut tiga kali.
Tong Gin Yan, Pak Kion Eng, Se Bun Beng, Au
Yang Siau Hong, Ji Han Lim serta Kiong Wang
Peng yang sudah tidak sabar menunggu di luar
tembok, segera berlompatan masuk bagaikan
segerombolan kucing. Hanya Kui Hok yang di
tinggalkan di luar, untuk mengawasi ke adaan
dan memberi isyarat kalau ada bahaya.
Tetapi kibaran pakaian mereka ketika
melompat telah terdengar oleh Po Goan Lama
yang berkuping tajam. Serempak ia membalik
tubuh sambil membentak, "Siapa?"
Thian-lui-tui (si Tendangan Geledek) Kiong
Wan Peng yang tiba dulu di bagian dalam
dinding, langsung menyerang Po Goan Lama
907 sambil berkata, "Kami sekedar membalas
kunjungan kehormatanmu tadi sore...."
Po Goan Lama kaget sekali, sama sekali
diluar perhitungan bahwa orang-orang Hweliong-pang malam itu juga mengadakan
'"kunjungan balasan", padahal perhitungannya
paling cepat besok malam. Gurunya sudah pergi
ke tempat Kaisar, ditempat itu ia hanya bersama
Ci Liong dan Hoat Kheng Lama, dan harus
menghadapi musuh tangguh yang bermunculan sebanyak itu.
Kemudian memang muncul satu regu
perajurit Han-lim-kun yang langsung membantu
para Lama. Namun Tong Lam Hou merasa
tenaga di pihaknya masih cukup memadai
untuk membendung musuh, maka dia tidak ikut
bertempur, melainkan melesat cepat ke arah
pagoda itu. Melihat gerak-gerik ayahnya, Tong Gin Yan
paham maksudnya. Maka untuk mengacaukan
pikiran musuh, sengaja ia berteriak, "Begundalbegundal Kaisar lalim, keruntuhan Yong Ceng
908 sudah di depan mata, buat apa kalian susah pa
yah membelanya?" Lawannya adalah Ci Long Lama, si pendeta
India yang bersenjata tongkat bambu. Dengan
bahasa Han yang kaku, ia bertanya dengan
kaget , "Apa maksudmu?"
Tong Gin Yan menyahut, "Saat ini seluruh Cikim-shia sudah diserbu ribuan pengikut berani
mati dari Pangeran In Te yang akan
memperjuangkan keadilan! Yong Ceng akan
mampus malam ini juga, kalian menyerah
sajalah!" Suara pertempuran di kejauhan memang
semakin riuh, juga berpindah-pindah tempat,
sehingga Ci Long Lama agak percaya obrolan
Tong Gin Yan. Keringat dingin mengalir deras di
punggungnya, hatinya goncang, permainan
silatnya jadi kacau. Ketika Tong Gin Yan
mendesaknya dengan Lian-cu-sam-kiam (Tusukan Tiga kali Beruntun), ia mundur
dengan gugup, tak urung pundaknya terluka
juga. 909 Sementara itu, Tong Lam Hou bergerak
tanpa bobot, seperti hembusan angin saja,
menuju ke pagoda Tibet yang di bawah siraman
cahaya rembulan nani-pak kuning keemasemasan itu.
Pagoda itu terdiri dari sembilan tingkat.
Angka sembilan dalam kepercayaan kaun Angih-kau merupakan angka paling sempurna, dan
pagoda itu dibangun berdasarkan falsafah itu
juga. Dekat pagoda Tong Lam Hou
memantulkan dirinya setelah menginjak
sebatang ranting pohon, tangannya sempat
mematahkan sebatang dahan lainnya untuk
dipegang sebagai senjata. la langsunq hinggap
di pinggir atap pagoda tingkat ke dua.
Baru saja kakinya menyentuh pinggir atap,
jendela-jendela tingkat dua sudah terbuka, dari
dalam pagoda berhamburanlah panah, lembing
dan macam-macam senjata rahasia. Namun
Tong Lam Hou memutar ranting kayunya
menjadi serapat perisai, memukul runtuh
semua senjata lontar itu. Bobot sebatang ran
ting sudah tentu jauh lebih ringan dari lembing,
910 namun di tangan Ketua Hwe-liong-pang, ranting
itu jadi lebih kuat dari baja. Para penyerang dari
balik jendela tergetar hatinya melihat kelihaian
si penyerang berjenggot putih ini.
Beberapa Lama merasa kurang leluasa
berdesakan di dalam. Mereka segera melompat
keluar jendela, berjejak diatas, dan mengeluarkan senjata Hiat-ti-cu mereka.
Kantong kulit terbang yang dikendalikan
dengan seutas rantai tipis panjang.
Tong Lam Hou waspada melihat kantongkantong terbang itu, sebab ia pernah
mendengar cerita dari Pak Kiong Liong tentang
senjata jenis itu. Namun dengan tenang ia justru
berdiri untuk melihat bagaimana cara kerja
senjata aneh itu. Kulit tipis berbentuk kantong menghadap ke
bawah itu rupanya berperanan sebagai
"payung" yang menggembung kalau senjata itu
dilontarkan, supaya tidak jauh. Di dalamnya ada
kerangka besi tipis berukuran pas untuk kepala,
apabila kepala musuh sudah masuk, akan keluar
sepasang pisau tajam yang menjepit ke leher
911 korbannya. Kini mulut kantong itu bagai mulut
sang maut sendiri yang menganga lebar hendak
mencaplok kepala Tong Lam Hou.
Tong Lam Hou lompat menghindar. namun
kantong kulit itu terus memburunya. Lama yang
memainkannya lihai sekali seperti seorang anak
bermain layang-layang saja.
Sang buruan melompat ke atas atap tingkat
tiga, lalu lari berputaran mengelilinginya,
namun si Lama juga melompat naik dan Hiat-ticunya seperti sebuah benda bernyawa yang
terus mengejar dengan terkendali. Jelas Lama
ini tergolong jagoan dalam memainkan Hiat-ticu.
Namun Tong Lam Hou tiba-tiba mengerahkan tenaga dalamnya, ranting pohon di
tangannya melesat bagaikan panah ke arah
bagian dalam kantong kulit. Ranting menyusup
ke dalam, menyusup di antara sela-sela
kerangka besi-nya, dan merobek kulit tipis yang
menjadi pengapung benda itu.
Robeknya kulit tipis di bagian luar membuat
benda itu melayang tak terkendali, sia-sia si
912 Lama menarik-narik tali tipisnya. Bahkan
karena sebuah tarikannya yang tak terkendali,
kantong kulit itu tiba-tiba melayang ke
kepalanya sendiri. Si pendeta menampilkan rasa
kaget dan ngeri diwajah-nya, mulutnya
ternganga, dan itu masih sempat dilihat oleh
Tong Lam Hou sebelum wajah itu terkerudung
kantong kulitnya sendiri, dan menjadi mangsa
senjatanya sendiri. "Senjata iblis!" kutuk Tong Lam Hou.
Kemudian dengan beraninya ia melompat
masuk lewat salah satu jendela pagoda.
Dalam pagoda, ada undakan batu yang
melingkar-lingkar, menghubungkan tingkat satu
dengan tingkat lainnya. Ada sekawanan Lama
dengan senjata terhunus siap menghadapi Tong
Lam Hou, tapi wajah mereka menunjukkan
ragu-ragu dan takut ketika ingat kehebatan
Tong Lam Hou tadi. Tong Lam Hou sendiri bukan seorang yang
gemar membunuh, biarpun terhadap musuh
Melihat calon lawan-lawan agaknya takut Tong
Lam Hou menghnntam sebatang pilar batu
913 sehingga remuk, untuk lebih menambah ketakutan mereka. Lalu katanya, "Tunjukkan
dlmana tiga bocah yang kalian culik dari Tiauim-hong, supaya aku tidak menjadi marah dan
meremukkan batok kepala kalian !"
Para Lama dan perajurit Han-lim-kun itu
memang takut, namun lebih takut kepada Biau
Beng Lama kalau mereka gagal menjalankan
tugas. Biau Beng Lama, selain gemar
bersembahyang, juga ahli menyiksa yang tiada
taranya. Terjepit oleh dua macam ketakutan,
penjaga-penjaga di pagoda itu akhirnya memi
lih untuk melawan. Seorang Lama bertubuh
pendek mempelopori teman-temannya , dengan
golok kai-to ia menerjang Tong Lam Hou.
Lain-lainnya memberanikan diri untuk
mengikuti jejaknya. Namun mereka seperti kawanan serangga
menubruk api, untung Tong Lam Hou masih
berbelas kasihan. Mereka hanya dirobohkan
dengan totokan-totokan, yang paling berat
paling-paling cuma keseleo tangan atau
914 kakinya. Mereka kehilangan perlawanan tanpa
kehilangan nyawa. Tong Lam Hou mencengkeram baju seorang
perajurit, dan pura-pura hendak memukulkan
tangannya ke kepala, sehingga perajurit itu
memejamkan mata dengan ngeri. Namun Tong
Lam Hou ternyata cuma membentak, "Dimana
anak-anak tawanan itu?"
Perajurit itu tidak berani menjawab terangterangan, sebab kalau kelak ada yang
melaporkan kepada Biau Beng Lama, ia akan
jadi orang paling celaka di dunia. Biau Beng
Lama memang bukan atasannya langsung,
namun komandannya sendiri takut kepada
Lama yang kejam itu. Namun perajurit itu
bicara dengan matanya. Mulutnya mengaduhaduh, sementara matanya berkali-kali melirik
ke tingkat bawah. Tong Lam Hou mengerti, dan kasihan kepada
para perajurit yang terpaksa harus tunduk
kepada kaum Lama itu. Tong Lam Hou sendiri
juga bekas perjaurit sehingga timbul
simpatinya. 915 Untuk menghindarkan perajurit itu dari


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hukuman para Lama, Tong Lam Hou pura-pura
membentak marah, "Bangsat , kalau tidak mau
bicara, baik aku cari sendiri!"
Lalu ia meluncur ke tingkat dua, di ujung
undakan ada dua Lama yang merintanginya.
Namun hanya dengan dua pukulan, dua
perintang itu terpental roboh. Yang satu
terpelintir tangannya sehingga keseleo, yang
lainnya benjol jidatnya sehingga kepalanya
terasa ber denyut-denyut.
Kemudian Tong Lam Hou tiba di tingkat
bawah, sebuah ruangan yang luas, penuh
dengan patung dewa-dewa pujaan kaum Angih-kau. Keanehannya, di ru ang itu tidak nampak
satu Lama atau satu perajuritpun yang menjaga.
Hal itu tidak membuat Tong Lam Hou lengah,
malahan semakin waspada. Dipusatkannya
perhatiannya, ditajamkan pendengaran -nya .
Lalu ia melangkah sangat hati-hati keliling
ruangan itu. Tiba-tiba beberapa buah patung
dewa terbuka dada-nya, dan simpang siurlah
tombak-tombak beterbangan di seluruh
916 ruangan itu, tombak-tombak pendek yang
digerakkan dengan pegas, kekuatan lontarannya jauh lebih kuat dari lontaran
seorang pe rajurit paling terlatih sekalipun.
Tong Lam Hou memutar sepasang telapak
tangannya dengan kekuatan sepenuhnya,
seketika di tengah ruangan itu bagaikan muncul
prahara dahsyat, tombak-tombak yang menyerangnya itu berpentalan rontok semua.
Namun Tong Lam Hou harus mengakui bahwa
perangkap-perangkap yang terpasang di
ruangan itu lebih lihai dari sekelompok Lama
atau perajurit. Belum lagi tombak terakhir yang jatuh
menyentuh tanah, dua patung tiba tiba
membuka "mulut" mereka, menyemprotkan air
kental hitam berbau busuk, Itulah air beracun
yang begitu kena tubuh akan langsung
membusukkan kulit dan daging. Tombak masih
bisa ditangkis karena berupa benda padat,
namun air beracun tak mungkin ditangkis
kecuali bosan hidup. Tong Lam Hou cepat
melompat ke atas dengan gerak Yan-cu-hoan917
sin (Burung Walet Membalikkan Tubuh).
Semprotan air beracun terhindari, namun di
saat tubuhnya melayang turun, dari lantai tibatiba muncul ratusan ujung tombak yang berjajar
rapat seperti rumput, tidak memberi tempat
sejengkalpun buat berpijak tanpa terluka
telapak kaki nya. Cepat cepat Tong Lam Hou menyedot napas,
mengerahkan ilmunya yang disebut. Ham-honggi-heng (Bergerak Terbawa Angin). Bobot
tubuhnya mendadak lenyap sama sekali,
tubuhnya jadi mirip sebuah kantong udara yang
amat ringan terapung-apung. Dengan kebasan
lengan jubahnya sebagai "sayap" tubuhnya
tidak jadi meluncur ke bawah, melainkan
kedinding. Namun rupanya perangkap-perangkap itu
dikendalikan seorang manusia dari tempat
tersembunyi. Sebuah patung dewa bermuka hi
tarn dan bertangan banyak, tiba-tiba
menyemburkan dua jalur api dari bagian
matanya. Kembali Tong Lam Hou berhasil
menghindar dengan gerak Leng-khong-po-hi
918 (Melangkah kosong di Udara), setelah itu ia
melekat erat di dinding seperti seekor cecak
raksasa, itulah Pia-hou-yu-jio (Cecak Merayap
Tembok). Begitulah, Tong Lam Hou dibikin repot oleh
perangkap yang berturut-turut itu, namun para
Lama yang mengintip lewat lubang-lubang kecil
di dinding itu diam-diam juga kagum. Serangan
demi serangan berlangsung cepat, semuanya
hanya berlangsung dalam belasan detik, dan
dalam belasan detik pula ketua Hwe-liong-pang
sudah menunjukkan beberapa macam ilmu
tingkat tingginya yang mengagumkan.
Sementara Tong Lam Hou masih terus
menempel di dinding yang tegak l-rus dan licin
tanpa pegangan itu, namun belum tahu di mana
ketiga anak yang diculik itu disembunyikan.
Saat itulah dari anak tangga tingkat dua
turun sekelompok perajurit, yang paling depan
adalah perajurit yang tadi ditanyai oleh Tong
Lam Hou. Namun para perajurit itu tidak berani
melangkah lebih lanjut ke lantai tingkat satu,
sebab mereka tahu bahwa semua perangkap
919 sedang dalam keadaan "hidup". Dari ujung
tangga, perajurit itu berteriak memaki Tong
Lam Hou, "Pemberontak, kau rupanya sudah
bosan hidup sehingga berani mengacau di
tempat keramat ini!"
Namun sambil mencaci-maki, perajurit itu
memberi isyarat dengan ujung matanya,
mencoba membelokkan perhatian Tong Lam
Hou kearah sebuah Datung dewa raksasa
bermuka merah yang tangannya menggenggam
gada besar. Patung itu letaknya berseiisih dua
patung dari tempat Tong Lam Hou menempel
dinding. Perajurit itu memberi petunjuk secara
diam-diam, karena ingin membalas kebaikan
Tong Lam Hou tadi. Perajurit itu sebenarnya seorang pengagum
Pak Kiong Liong yang fanatik, dan merasa
penasaran karena orang yang dikaguminya itu
kini malah dianggap sebagai orang buronan,
sedang para pendeta Ang-ih-kau yang tidak
becus apa-apa itu malah maIang-meIintang di is
tana, hanya berbekal kepandaian menjilat
Kaisar Yong Ceng, Dan la lebih muak lagi ketika
920 ia ditempatkan di bawah perintah Biau Beng
Lama, namun sebagai prajurit rendahan. la tak
bisa menolak perintah. Tahu bahwa yang menyerbu Istana malam
itu adalah teman-teman Pak Klong Liong,
perajurit itu diam-diam menjadi girang,
berharap agar orang-orang Ang-ih-kau malam
itu kena batunya. Sambil tetap memaki-maki
keras. ia melemparkan tombaknya, namun
tombaknya tidak mengenai Tong Lam Hou,
hanya kena mata patung raksasa bermuka
merah itu. Begitu kena sentuhan, patung itu
bergerai-memukulkan gadanya. Hanya satu
gerakan, tetapi dapat membuat seekor kerbau.
remuk seketika. karena pukulan itu bertenaga
pegas baja di dalam tubuh patung. Dan setelah
bergerak satu kali, tangan patung itu tak dapat
bergerak lagi . Dalam hatinya. Tong Lam Hou diam-diam
berterima kasih kepada perajurit itu. Tubuhnya
melayang meninggalkan tcmpatnya menempel .
langsung menubruk kearah patung raksasa Itu
sambil menghantam dengon Pek-khong-ciang
921 (Pukulan Udoro Kosong) yang dahsyot. Patung
yang terbuat dari lempengan perunggu itu
berdentang nyaring dan Iangsung ringsek. lalu
bergerak perlahan-lahan kesamping, memperlihatkan sebuah pintu di baliknya.
Tanpa menginjak lantai, Tong Lam Hou tangsung meluncur masuk ruangan di balik
pintu itu. Sampailah ia ke sebuah ruangan luas, di
dalamnya ada belasan orang pendeta Lama Angih-kou dengan senjata terhunus. Di saiah satu
sudut ada sebuah kerangkeng yang tergantung
di langit-langit ruangan, dari dalam kerangkeng
itu terdengar seruan kedua cucu-nya, "Kakek,
kami disini!" Darah Tong Lam Hou menggelegak, melihat
kedua cucunya di kerangkeng seperti binatang
saja, Juga si gadis cilik Se Bun Hong eng, apalagi
mereka bertiga nampak pucat dan kurus. Sebagal seorang kakek, lenyaplah kesabarannya
setelah melihat darah dagingnya sendiri di
sengsarakan orang. 922 Sampailah ia ke sebuah ruangan luas,
didalamnya ada belasan orang pendeta Lama
Ang ih kau dengan senjata terhunus
923 "Kakek datang menolong kalian!" serunya
penuh luapan perasaan, sembil menerjang
kearah kerangkeng. Dua Lama menghadang. Yang seorang
bersenjata aneh, sebuah lonceng besar
bertangkai yang seluruhnya terbuat dari emas,
yang seorang lagi bersenjata golok kai-to.
"Minggir!" gertak Tong Lam Hou marah,
jubahnya tiba-tiba menggelembung seperti
layar perahu menampung angin, sepasang
telapak tangannya menghantam dengan Sianghi-kiat-khing (Sepasang Ikan Berbahagia)
disusul Sam-goan-tho-goat (Tiga Gelang
Menjerat Rembulan) Sambil mengerahkan hawa
dingin Hian-im-kangnya. Kedua Lama yang
mencegat-nya tak sanggup melangkah maju lagi
karena mereka menggigil kedinginan.
Maka nampaklah perbedaan antara kedua
Lama itu. Yang bersenjata lonceng emas
bertangkai masih sempat mengerahkan tenaga
dalam panas agar urat nya tidak membeku, dan
melompat mun-dur. Namun yang bersenjata
golok kai-to langsung terjungkal roboh dengan
924 kulit kebiru-biruan membeku dan mata
terbelalak keatas. Tom Lam Hou memang bukan lagi seorang
pendekar lemat lembut, namun telah menjelma
menjadi seorang kakek yang amat marah
melihat cucu-cucunya disakiti. Kembali ia
melepaskan beberapa pukulan yang membuat
beberapa pendeta Ang-ih-kau terjungkal pulau.
Yang lainnya segera menyibak simpang siur,
takut kedahsyatan Hian-im-kang.
Lama bersenjata lonceng emas itu bernama
Kim Leng lama, cocok dengan senjatanya, salah
seorang dari lima murid terbaik Biau Beng lama
pula. Melihat kekacauan di pihaknya, in segera
berseru, "Bentuk Cap-ji-liong-jin (Barisan
duabelas naga)!" Selain Kim Leng Lama, di situ masih ada
seorang murid terbaik Biau Beng Lama lainnya
yang bergelar Hwe lun Lama. Kalau lima murid
Biau Beng Lama berkumpul, mereka akan
membentuk Ngo-liong-tin (Barisan Lima Naga)
yang lebih tangguh dari Cap-ji-liong-jin Namun
karena saat itu Po Goan, Ci Long dan Hoat
925 Kheng Lama sedang bertempur
di luar, menghadapi Tong Gin Yan dan temantemannya, maka terpaksa Kim Leng dan Hwelun lama memimping sepuluh teman mereka
untuk bersama-sama membentuk Cap-ji-liongtin
Para lama segera membentuk Cap-Ji-liongtin, Kim Leng Lama menjadi "kepala naga" dan
Hwe-lun Lama menjadi "ekor naga". Barisan itu
menitik beratkan pada dasr kerjasama dalam
jurus silat tapi kalau perlu juga kerja sama
dalam hal tenaga dalam, supaya kalau ada
anggota barisan yang tenaga dalamnya rendah,
yang lain bisa membantu memperkuatnya,
"Siang-liong-jut-hai ( Sepasang Naga Keluar
Hutan)" teriak Kim Leng Lama member aba-aba.
"Naga" itu segera putus tepat di tengah.
"kepala naga" Kim Leng Lama bersama lima
pendeta lain menyerbu berturut-turut seperti
anak-anak bermain ular-ularan. Kim Leng Lama
mempelopori serangan dengan sebuah hantaman Lonceng emas ke jidat Tong lam Hou,
disusul tendangan deras ke perut lawan.
926 Tong Lam Hou mengendapkan kepala,
tangan kirinya menyambar ke tumit kaki Kim
Leng Lama yang menendang, untuk di tangkap.
Namun Kim Leng Lama sempat menghindar ke
samping, biarpun agak gugup, sementara orang
yang dibelakanq-nya telah maju dan membacok


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tong Lam Hou. Sementara "kepala naga" menyerbu, "ekor
naga" juga tidak tinggal diam. Hwe-lun Lama
bersama lima Lama lainnya berputar melingkar
untuk menyerbu dari samping.
Perlawanan keduabelas orang pendeta itu
ternyata membutuhkan perhatian Tong Lam
Hou. Bahkan hawa dingin Hian-im-kang juga tak
gampang membobolkan kerja-sama mereka,
paling-paling membuat beberapa pendeta
menggigil kedinginan dan gerakannya menjadi
kaku. Namun mereka segera mendapat bantuan
hawa hangat dari rekan yang dibelakangnya,
sehingga cepat pulih kembali .
Dari barisan duabelas naga itu juga
terpancar hawa panas yang mengingat kan akan
Hwe-liong-sin-kang milik Pak Kiong Liong.
927 Cukup wajar, mengingat guru Pak Kiong Liong
juga seoranq Lama Tibet, ada kemungkinan
ilmu para Lama Ang-ih-kau itu berasal satu
sumber dengan ilmu Pak Kiong Liong, meskipun
mengalami perkembangannya masing-masing
Para pendeta Ang-ih-kau itu kalau maju sendiri
sendiri tentu dengan gampang akan diobrakabrik Tong Lam Hou, namun karena mereka
maju dalam barisan vang teratur rapi,
tangguhlah perlawanan me reka. Terutama Kim
Leng dan Hwe-lun La ma yang tangguh juqa.
Gerak-gerik Cap-ji-liong-tin juga beraneka
ragam dan hebat-hebat semua. Bukan hanya
"kepala" dan "ekor" yang berbahaya, namun
juga "tubuh" dan "sisik" mereka. Kadangkadang seluruh barisan pecah menjadi dua atau
tiga "naga kecil" namun tetap dalam gerak
saling mengisi, kadang-kadang menjadi satu
"naga besar" yang mengamuk dengan hebatnya,
di lain saat keduabeias pendeta itu lari
berhamburan, namun kembali bersatu dalam
barisan. 928 Menghadapi "naga" itu, si macan tua dari
Tiau-im-hong harus mengerahkan segenap
ilmunya. Ubun-ubunnya mulai mengepulkan
uap tipis, sedang langkah-langkah kakinya
menimbulkan bekas-bekas dekukan di lantai
ubin yang keras it u. Untuk sementara, Tong Lam Hou belum
menemukan cara untuk memecahkan barisan
itu, tetapi barisan Cap-ji-liong tin juga tak tahu
kapan bisa menundukkan lawan mereka, si
kakek perkasa itu. Suatu saat, Tong Lam Hou coba mengincar
Kim Leng Lama sebagai "kepala naga" supaya
barisannya kacau, sebab dari Kim Leng Lama
yang selalu meneriakkan aba-aba. Namun
seorang pendeta tinggi besar bersenjata toya
perunggu, menghantam Tong Lam Hou dari
samping dengan gerak Heng-sau-jian-kun
(Menyapu Seribu Perajurit). Tong Lam Hou
menghindarinya, justru dengan lebih mendekati
Kim Leng Lama. Namun, dalam latihan, hal itu rupanya sudah
diperhitungkan. Begitu melihat Tong Lam Hou
929 mendesak Kim Leng Lama, Hwe-lun Lama tibatiba mengambiI alih pimpinan dan meneriakkan
aba-aba-nya. "Thian-te-siang-liong (Sepasang
Naga Langit dan Bumi)!"
Serempak barisan berubah. Sebagian Lama
berturut-turut melompat dan menggempur
bagian atas tubuh Tong Lam Hou, sebagian
lainnya bergulingan di lantai untuk menggempur beruntun bagi-an bawah. Kiranya
begitu mereka menggambarkan "langit dan
bumi", serangan atas dan bawah. Serangan yang
mengalir tak habis-habisnya, sebab dilakukan
bergantian, sambung-menyambung.
Kali ini si Ketua Hwe-liong-pang benar-benar
dibuat repot berlompatan kian kemari, sambil
membagikan serangan, namun belum juga
berhasil memutuskan aliran serangan itu. Kakek
itu bertempur dengan agak gelisah, sebab
khawatir kalau ke ruangan itu akan datang
musuh lainnya untuk memindahkan anak-anak
cuIikan itu, sedang ia belum mampu lolos dari
kepungan Cap-ji-liong-tin.
930 Disaat kegelisahan Tong Lam Hou
memuncak, terjadilah sesuatu yang diluar
dugaan. Salah satu dinding ruangan itu tiba-tiba
jebol diterjang dari luar. Lalu muncul seorang
bertubuh tegap kekar, berpakaian compangcamping dan berbau apek, mukanya kotor,
rambutnya awut-awutan, sepasang pergelangan
tangannya masih dilingkari gelang besi bekas
borgol yang agaknya berhasil dipacahkannya
dengan paksa. Para Lama berseru kaget . "Kiu-pwe lek
(Pangeran ke Sembilan)!"
Begitu menerjang masuk, orang itu langsung
berteriak-teriak bagaikan orang gila, "Bagus!
Bagus! Anjing-anjing In Ceng yang selama ini
merperlakukan aku sebagai binatang saja kebetulan bertemu aku, sekarang rasakan
pembalasanku!" Lalu ia menerjang ke arah Cap-ji-liong-tin
yang tengah sibuk melawan Tong Lam Hou.
Serangan tak terduga dari sudut yang tak
terduga pula, sehingga para Lama tidak siap
menghadapi-nya. Seorang Lama tiba-tiba kena
931 dicengkeram olehnya dan dihempaskan ke
dinding, tenaganya luar biasa, sehingga
korbannya yang terhempas dinding itu
langsung terkulai dengan tulang leher patah.
Cap-ji-liong-tin jadi kacau dan Tong Lam Hou
tidak melewatkan begitu saja peluang itu. Dua
Lama mencelat oleh pukulannya, dan Barisan
Dua belas Naga benar-benar berantakan.
Kini para pendeta Ang-ih-kau itu bertempur
tidak dalam barisan lagi, menghadapi dua
lawan. Namun yang paling berhaya tetap Tong
Lam. Hou, sedangkan orang yang dipanggil Kiupwe-lek itu cukup dibendung oleh Hwe-lun
Lama dalam sebuah pertarungan seimbang.
Sehebat-hebatnya Kim Leng Lama, tanpa
bertempur dalam Cap-liong-tin ia terdesak
hebat oleh Tong Lan Hou, biarpun dibantu
sekawanan saudara seperguruannya. Lonceng
emas bertangkainya diputar kencang sanpai
membuat segulungan cahaya keemasan, tapi
setiap kali gulungan cahaya itu pecah berantakan. setiap kali pula satu atau dua saudara
932 seperguruannya roboh oleh sabetan kaki atau
tangan Tong Lam Hou. Sedang si penjebol tembok itu bukan lain
adalah Pangeran In Tong, adik dari Kaisar Yong
Ceng sendiri, yang juga sanggup bersilat dengan
lihai. Potongan-potongan rantai pendek yang
masih menghiasai pergelangan tangannya itu
ternyata dapat dimainkan sebagai senjata yang
berbahaya. Selain lihai, ia juga bertarung penuh
dendam dan kemarahan. Dua tahun ia
mendekam di penjara bawah tanah, karena ia
berani menunjukkan sikap ragu-ragu ketika
dulu Liong Ke Toh membacakan Surat Wasiat
Kaisar Khong Hi. Sikap itu sudah cukup alasan
bagi Yong Ceng untuk menjebloskan adiknya
sendiri ke penjara. Kini setelah berhasil lolos,
Pangeran In Tong mengamuk bagaikan banteng
ketaton, membuat Hwe-lun Lama agak gentar
juga. Sementara itu, Tong Lam Hou tidak
terbendung Iagi, bahkan Kim Leng Lama sendiri
juga sudah roboh tertotok. Lalu seperti seekor
elang melesat diangkasa, ia melayang ke arah
933 kerangkeng gantung yang berisi tiga anak
culikan itu, telapak tangannya menebas ke
rantai yang menghubungkan kerangkeng
dengan langit-langit ruangan. Telapak tangan
penuh tenaga dalam itu membuat rantai putus
dan kerangkengnya jatuh ke bawah. Namun
Tong Lam Hou sudah tiba di bawah mendahului
jatuhnya kerangkeng, dan dengan sepasang
tangannya ia berhasil menyanggapi kerangkeng
itu sehingga tidak terhempas.
Para pendeta yang masih tersisa hanya bisa
melongo melihat semuanya itu. Mereka jerih
kepada ketua Hwe-liong-pang itu, apalagi Kim
Leng Lama sudah lumpuh tak berdaya, dan
Hwe-lun Lama tidak segera dapat mengatasi
Pangeran In Tong. Mereka lihat, bagaimana Tong Lam Hou
dengan gerakan yang kelihatan tidak makan
banyak tenaga telah berhasil merenggangkan
dua helai terali basi di kerangkeng,
memibuatkan "pintu" bagi kedua cucunya serta
Se-bun Hong-eng yang segera melompat keluar.
934 Lalu seperti seekor elang melesat di angkasa,
ia melayang ke arah kerangkeng gantung yang
berisi tiga anak culikan itu.
935 "Kakek benar-benar sakti seperti dewa!" si
anak-anak kembar Tong san Hong dan Tong hai
Long langsung melompat kegendongan kakeknya Se-bun Hong eng juga ikut memuji,
tapi tidak ketinggalan nemuji kakeknya sendiri
juga "memang, tetapi kakek Hong juga
berkepandaian seperti dewa!'
Sesaat lamanya Tong Lam Hou bercanda
dengan tiga anak itu seolah-olah sedang berada
di taman bunga saja para Lama yang masih
berdiri tegang dengan senjata-senjata terhunus
itu anggap saja pot-pot bunga hiasan taman.
Semuanya membuat hwe-lun lama gelisah.
karena tahu bahwa pihaknva sudah kalah habishabisan. Gerak-gerak silatnya jadi agak kacau,
dan tulang keringnya tersabet keras oleh rantai
di tangan In Tong sehingga iapun melonjaklonjak kesakitan.
Kini Tong Lam hou menggendong tiga bocah
sekaligus. Cucu-cucu kembar-nya di tangan kiri.
dan Se bun Hong-eng melekat di punqgungnya,
lalu dengan amat santai menuju ke lubang
dinding yang dijebol Pangeran In Tong tadi,
936 Bahkan ia sempat menganggukkan kepala dan
tersenyum ramah sekali kepada para Lama,
kemarahannya sudah sirna ketika cucu-cucunya
sudah di tangannya kembali.
Ketika lewat dekat dengan Hwe-lun Lama
dan Pangeran In Tong yang masih berkelahi
dengan sengit, Tong Lam Hou berkata, "Sobat,
aku tidak tahu siapa dirimu, namun berterima
kasih karena kedatanganmu sudah meringankan pekerjaanku. Sekarang, lebih baik
kau pergi bersama kami, jangan menunggu
tertangkap lagi...."
"Biar kubunuh dulu anjingnya In Ceng ini!"
sahut In Tong kalap, sambil melancarkan
gelombang serangan. Sepa-sang rantai bekas
pembelenggunya berputar kencang bagaikan
gulungan awan hitam, api lilin di ruangan itu
sampai bergoyang-goyang. Tong Lam Hou diam-diam kagum melihat
tenaga In Tong, namun untuk mengalahkan
Hwe-lun Lama juga tidak gampang. Jurus-jurus
sepasang gelang tembaga si Lama cukup sulit
dihadapi . 937 "Sobat, kau butuh banyak waktu untuk
mengalahkan lawanmu, dan aku yakin sebentar
lagi tempat ini akan dibanjiri pasukan istana.
Jangan terlambat, mundurlah sekarang........"
"Kalau begitu, jangan menonton saja, bantu
aku membunuh anjing-anjing In Ceng ini!"
teriak In Tong keras kepala. "Jasamu takkan
kulupakan, kelak kalau aku naik tahta, kau akan
kuangkat sebagai pejabat tinggi!"
Tong Lam Hou tercengang heran mendengar
ucapan itu. la sempat salah mengira In Tong
sebagai Pangeran In Te. namun kok compangcamping macam ini" Padahal kabarnya
Pangeran In Te tetap mendiami bangsalnya,
memakai semua gelar kebangsawanannya,
biarpun tidak lagi punya kekuasaan sedikitpun


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam pemerintahan. Sementara itu, diam-diam seorang pendeta
Ang-ih-kau yang bersenjata gada Kim-kong-kun
merencanakan untuk membokong Tong Lam
Hou dari belakang, dengan perhitungan bahwa
Tong Lam Hou sedang tidak leluasa bergerak
karena menggendong tiga bocah. Kalau berhasil,
938 alangkah besar hadiah yang akan diterimanya
dari Kaisar Yong Ceng. Setelah memperhitungkan jarak dengan
cermat, mengumpulkan tenaga dan mengincar
baik-baik, melompatlah ia dan gadanya
mengarah kepala Tong Lam Hou.
Dalam sibuknya menghadapi Hwe-lun Lama,
In Tong sempat memperingatkan dengan
seruan, "Awas belakangmu!"
Tanpa peringatan pun, Tong Lam Hou sudah
tahu adanya serangan itu, apalagi gada senjata
berat yang mengeluarkan desir angin dalam
tiap geraknya. Dengan langkah Poan-liong-jiaupo (Naga Berputar Langkah), ia lolos dengan
serangan licik si Lama, sehingga penyerangnya
terseret sendiri oleh kekuatan nya.
Tong Lam Hou yang sebenarnya sudah reda.
Dua tangannya memang tidak leluasa karena
menggendong anak, namun sepasang kakinya
tetap bebas. Sebelum si pendeta licik sempat
memperbaiki keseimbangannya, Tong Lam Hou
melakukan gerak Kau-tui-hoan-tui (Menekuk
Lutut menendang ke Belakang), Tumitnya mela939
yang secepat kilat dan menghunjam selakangan
si Lama di belakangnya, yang langsung
mengeluarkan suara lirlh seperti tercekik dan
menggeiosor kelantai untuk tidak bangun lagi .
Kemudian Tong Lam Hou berkata lagi
kepada In Tong, "Sobat, marilah pergi, lupakan
dulu sakit hatimu!" "Bantu aku lebih dulu membinasakan si
gundul ini!" sahut In Tong, sementara Hwe lun
Lama sudah ketakutan kalau Tong Lam Hou
menuruti permintaan itu. Tetapi hatinya lega mendengar jawaban
Tong Lam Hou, "Aku tidak. akan membunuh
orang yang tidak membahayakan jiwaku kalau
terpaksa, sobat. Maaf, tak bisa memenuhi
permintaanmu. Kalau kau tidak mau pergi juga,
terpaksa aku jalan sendiri .
Bagaimanapun marahnya In Tong, tapi lakut
juga ia kalau di t inggal sendirian, kalau sampal
tertangkap kembali, tak terbayangkan betapa
kejam hukuinan dari Kaisar Yong Ceng.
Terpaksa ia cpat-cepat melompat meninggalkan
Hwe-lun Lama, namun sempat mengacungkan
940 tinjunya ke arah para Lama sambil mengancam,
"Awas. kalian! Selama ini kalian memper
lakukan aku amat buruk, tunggu pembalasanku
!" Para Lama tidak berani mengejar Tong Lam
Hou serta Pangeran In Tong.
Sambil bergegeas menjauhi pagoda, Tong
Lam Hou dan Pangeran In Tong sempat
mendengar, di kejauhan pertempuran di
bangsal Leng-goat-kiong masih terdengar seru.
Suara bedil yang bertubi-tubi menandakan
bahwa Pak Kiong Liong, Hong Thai Pa dan Hu Se
Hiong agaknyn menemui hambatan b rat .
"Siapa kau?" tiba-tiba In Tong bertanya
kepada Tong Lam Hou. "Tong Lam Hou dari Tiau-im-hong. Kau
sendiri siapa, sobat?" Tong Lam Hou balas
bertanya. Sahut In Tong, "Kalau begitu, masih ada
hubungan juga antara kita. Bukankah kau
mertua dari Pak Kiong Eng, misan jauhku" Aku
In Tong, putera kesembilan dari Ayahanda
Khong Hi." 941 Tong Lam Hou menghentikan langkah
dengan terkejut, lalu mengangguk hormat
sambil berkata, "Terimalah hormat hamba,
Pangeran. Maafkan, tadi hamba bersikap tidak
sopan. karena belum tahu siapa Pangeran."
"Aku maafkan," sikap In Tong masih juga
dalam lagaknya sebagai kaum bangsawan. "Aku
ingin tanya, Pang-cu, dengan siapa saja Pang-cu
menyerbu istana ini ?"
"Dengan beberapa saudara anggota Hweliong pang, ditambah beberapa sahabat, bahkan
Paman Pangeran juga ikut."
"Paman Pak Kiong Liong, maksud Pang cu?"
"Benar , Pangeran."
"Bagus, inilah saatnya mengguling kan si
serakah In Ceng itu dari tahta yang secara tidak
syah dikangkanginya" .
. . "Maaf, Pangeran, tujuan kami tidak
bermaksud menggulingkan kaisar, karena
kekuatan kaml tidak cukup. Kami hanya ingin
membela ketiga bocah ini. yang tadinya disekap,
dan kalau bisa juga membebaskan Pangeran In
To dan ibusuri Tek Huai 942 Sepasang alis In Tong kontan berkerut
kecewa mendengar Itu, "ln Te" Bu at apa susahsusah membebasknn In Te!*
Sahut Tong Lam Hou terus terang, tanpa
prasangka, "Kami bcrmaksud mengangkat
Pangeran In Te untuk memimpin pergerakan
menegakkan keadilan, melawan kelaliman
Kaisar Yong Ceng. Mudah-mudahan Pangeran In
Te masih punya pengaruh di antara bekas
pengikut-pengikut setianya."
Jawaban itu semakin mengecewakan In
Tong, dapat disimpulkan dari kata-katanya yang
sinis, "Kenapa In Te si anak ingusan itu" Dia
orang tolol. Kalau tidak tolol, bagaimana
mungkin dengan pasukannya yang begitu besar
berhasil dilucuti begitu gampang oleh Ni Kong
Giou?" "Namun menurut Pak Kiong Liong. Pangeran
In Te yang berhak atas tahta amanat mendiang
Sri baginda Khong Hi menunjuk kopadanya
sebagai pewaris kerajaan "Omong kosong, siapa percaya surat wasiat
yang begitu gampang dipalsukan?" debat In
943 Tong semakin sengit. "Semua putera Ayahanda
punya hak mewarisi tahta. In Ceng licik dan In
Te toloI, kenapa tidak mencari pangran lainnya
yang pantas uniuk menduduki tahta, yang bisa
memimpin kekaisaran untuk mencapai kejayaan?" Maka tahulah Tong Lam Hou, bahwa
Pangeran In Tong sebenarnya juga berambisi
menduduki tahta, sehingga menjelek-jeIekkan
saudara-saudaranya sendiri. Diam-diam Tong
Lam Hou menarik napas . Orang hanya mabuk
melihat gemerlapnya tahta, tapi sering tak
mampu melihat betapa berat kewajiban yang
diemban untuk memimpin jutaan rakyat kearah
kesejahteraan. Sementara itu. sambil melangkah di samping
Tong Lam Hou, In Tong masih terus mengoceh,
"Apa hebatnya In Te Semangatnya lembek.
Setelah In Ceng mengurungnya di Leng-goatkiong memberinya kenikmatan dan kemuliaan,
in menjadi si dungu tanpa ambisi lagi. Pamnn
Pak Kiong Liong pasti akan kecewa kalau
meletakkan harapan ke pundak Adinda In Te."
944 Begitulah, caci-maki kepada Yong Ceng
disambung meremehkan In Te dan di sambung
lagi memuji diri sendiri, biar pun dengan katakata terselubung yanq agak malu-malu kucing.
Lama-lama Tong Lam Hou merasa agak sebal
juga dengan s i "calon Kaisar" ini.
Rasa sebal berubah menjadi rasa tidak suka,
melihat bagaimana kejamnyn In Tong
menghabisi lawan-lawan, setiap kali mereka
berpapasan dengan kelompok kelompok
penjaga istana. Ada perajurit yang tubuhnya
dirobek dengan sepasang tangannya yang kuat,
ada yang diputar lehernya sampai menghadap
ke belakang sehingga si perajurit berubah
menjadi sesosok mayat yang bentuknya "lucu",
dan sebagainya. "Aku benci semua orang dipihak-nya In
Ceng!" begitu tiap kali In Tong memberi alasan.
"Mereka cuma orang-orang tak tahu apa-apa
yang hanya menjalankan perintah, "Pangeran,"
Tong Lam Hou mencoba menegur kekejaman
itu. "Seandainya kelak, entah kapan, Pangeran
menjadi Kaisar, merekalah pendukung945
pendukung Pangeran. Karena itu, hamba
mohon, jangan perlakukan mereka sewenangwe-nanq."
Sementara mulutnya berkata demikian, Tong
Lam Hou mengutuk dalam hati, "Kalau kau jadi
raja, kuanjurkan seluruh rakyat agar menqunqsi
ke negeri lain saja. Biar kau memerintah
rumput-rumput dan kambing-kambing saja."
Sebenarnya In Tong tidak suka bahwa Tong
Lam Hou yang sama sekali tak berdarah
bangsawan itu berani menegurnya. Tetapi demi
perhitungan masa depan, supaya kelak bisa
memanfaatkan Hwe-liong-pang sebagai pendukung ambisinya, In Tong terpaksa
menurut juga. Akhirnya sampailah mereka ke gelanggang
pertempuran, di mana Tong Gin Yan dan lainlainnya tengah bertarung sengit melawan Po
Goan Lama sekalian, dibantu puluhan pengawal
istana. Kemunculan Tong Lam Hou serta In Tong
yang berpenampilan mirip gelandangan dengan
sepasang tangan masih terborgol, biarpun
946 rantalnya sudah putus, menghentikan pertempuran itu. Pak Kiong Eng dan Au Yang
Siau-hong, dua ibu yang sudah sekian lama
gelisah memikirkan anak-anak mereka, segera
berlari menyongsong dan menyambut anakanak mereka dari gendongan Tong Lam Hou.
Mereka langsung memeluk dan menciumi anak
mereka, tak peduli musuh masih di sekitar
mereka. "Kita harus pergi sebelum tempat ini
terkepung," Tong Lam Hou mengingat kan
kedua ibu yang tengah meluapkan perasaan itu.
Sementara itu, para Lama dan pengawal
istana sudah kabur semua untuk memianggil
bala bantuan yang lebih kuat. Melawan Tong
Gin Yan serta teman-teman saja sudah berat ,
apalagi bakal ketambahan lawan Ketua HweIiong-pang Serta Pangeran In Tong yang juga
terkenal kelihaiannya itu.
Tong Gin Yan dan lain-lainnya segera
menanyakan keadaan Tong Lam Hou, dan
mereka lega mendapat jawaban bahwa
orangtua itu tak kurang suatu apapun.
947 "Aku justru mencemaskan Pak Kiong Liong
bertiga, sebab kudengar suara letusan bedil dari
Leng-goat-kiong," kata Tong Lam Hou. "Kalian
semua. lindunglah anak-anak ini sampai ke
tempat aman di Thai-hud-si, sementara aku
akan mencoba melihat keadaan ketiga orang
yang menerobos bangsal Leng-goat-kiong itu . "
"Gak-hu (ayah mertua), aku ikut!" kata Pak
Kiong Eng yang sekarang ganti mencemaskan
nasib ayahnya. Juqa se Bun Beng yang
mencemaskan ayah angkatnya. "Aku juga ikut
ke Leng-goat-kionq, Pang-cu ."
Namun Tong Lam Hou menggelengkan
kepala. "Tugas kalian melindungi anak-anak itu.
Biar aku sendiri yang ke Leng-goat-kiong . Aku
yakin, kalau mereka bertiga gagal menyelamatkan pangeran In Te dan Ibusuri Tek
Huai, setidak-tidaknya akan berhasil
menyelamatkan diri lebih dulu."
Kemudian, kepada Pangeran In Tong
berkatalah Tong Lam Hou, "Pangeran, lihat


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tembok itu. Sekali Pangeran melompati tembok
948 itu , pangeran sudah ada di alam bebas,
selanjutnya terseralah kepada pangeran...."
Orang-orang Hwe-liong-pang dan lainlainnya tercengan mendengar Tong Lam Hou
menyebut si "gelandangan" sebagai Pangeran.
Pak Kiong Eng lalu mengamat-amati lebih
cermat, dan perlahan-lahan dapat mengenalinya, biarpun wajah itu tertup kumis
dan berewok yang sekian lama tak tercukur.
"Pangeran In Tong?" Pak Kiong Eng
menegaskan dugaannya. Masa kecilnya memang ia akrab dengan
anak-anak istana, terutama Pangeran In Te yang
sebaya dengannya. Terhadap In Tong yang
beberapa tahun lebih tua, kesan Pak Kiong Eng
kurang baik. Di masa kecilnya. In Tong sudah
menunjukkan watak kasar dan kejamnya. Suka
menyiksa binatan seperti burung, kelinci dan
sebagainya. Dan kini, mata In Tong yang liar itu
sewenang-wenang saja menjelajahi wajah dan
tubuh Pak Kiong Eng yang menggiurkan. Bisa
dimaklumi, selama dalam tahanan Kaisar Yong
949 Ceng tentu dia harus "berpuasa wanita".
Padahal sebelumnya ia gemar berfoya-foya.
Hanya Tong Gin Yan yang tidak bisa
memaklumi, cepat-cepat ia melangkah maju
untuk menutupo tubuh isterinya dari
pandangan buas In Tong, sambil berkata dingin,
"Pangeran harus segera mengambil keputusan."
Se Bun Beng juga buru-buru melangkah ke
depan isterinya untuk menutupinya, sedangkan
Kiong Wan Peng dan Ji Han Lim sambil
tersenyum, masing-masing saling membatin,
"Untung isteriku tidak ikut."
"Aku bersama kalian" sahut In Tong sambil
menyeringai. Memperilihatkan giginya yang
hampir dua tahun tidak disikat. Jawaban yang
sungguh tidak menyenangkan Tong Gin Yan,
tetapi ia tidak bisa menolaknya
Sementara In Tong semakin membuat tidak
senang dengan kata-kata berikutnya, "Tolong
nanti sediakan air hangat untuk membersihkan
badan, dan beberapa pelayan perempuan yang
950 akan membantuku membersihkan badan dan
berganti pakaian dan lain-lainnya. Aku seorang
Pangeran, kalian paham" Kelak kalau aku sudah bertahta, jasa-jasa kalian akan ku harga ?"
Tong Gin Yan menukas dengan ketus, "Kami
menolong bukan karena ingin balas jasa.
Seorang gelandangan yang tak punya
kedudukan pun sering kami tolong dengan
pertimbangan belas kasihan!"
KuIit wajah In Tong berkerut marah. Namun
ia sadar, tidak pada tempat nya untuk
berbantah dengan orang-orang Hwe-liong-pang
yang dikemudian hari masih akan dimanfaatkan
tenaganya itu. Mereka segera meninggalkan lingkungan
istana dengan melompati dinding, dan menuju
ke kuil Thai-hud-si yang hendak dijadikan
tempat berkumpul sebelum meninggalkan Pakkhia bersama-sama. Rembulan sepotong sudah
semakin condong ke barat, sebentar lagi fajar.
Selama berjalan, berkali-kali In Tong tak
tahan untuk tidak melirik Pak Kiong Eng sambiI
menelan air liurnya. Pak Kiong Eng bukan gadis
951 remaja lagi, bahkan anaknya sudah dua, dan
anak-anak itu dalam beberapa tahun lagi akan
menjadi pemuda-pemuda remaja. Tapi bentuk
tubuh Pak Kiong Eng yang terawat baik itu
membuat kepala In Tong serasa hampir
meledak oleh pikiran mesumnya .
Semen tara itu, di pihak para Lama Ang-ihkau, malam itu patut meratapi kesialan mereka.
Mereka mendoakan agar pengawal istana
saingan mereka mendapat malu, tak terduga
malah para Lama sendiri yang kebobolan habishabisan. Bukan saja ketiga anak culikan berhasil diambil Tong Lam Hou, bahkan Pangeran In
Tong yang merupakan tahanan berbahaya itu
ikut kabur juga. Pada saat yang sama, Ketua Hwe-Iiong-pang
Tong Lam Hou bergerak dengan cepat dan
ringan ke arah suara pertempuran di bangsal
Leng-goat-kiong. Semakin dekat ke jantung istana, semakin
ketat penjagaan. Bahkan mulai banyak kelihatan
pengawal-pengawal berseragam kuning emas
atau biru laut yang berjaga jaga di segala
952 tempnt dengan senjata terhunus. Mereka bukan
perajurit-perajurit biasa, melainkan perajuritperajurit pilihan dari Gi-cian Si-wi (Pengawal
Kaisar) dan Lwe-teng-wi-su (Pengawal Istana).
Munculnya Tong Lam Hou di kawasan rawan
itu langsung disambut dengan bentakanbentakan dari segala arah, "Berhenti ! Siapa
disitu"!" Lalu bayangan-bayangan dari sosok sosok
tubuh kekar berkelebatan tangkas ke arah Tong
Lam Hou. Seorang pengawaI menyergap Tong Lam
Hou dengan ayunan tinjunya yang deras, tapi
Tong Lam Hou berhasil mencengkeram lengan
orang itu, disusul dengan sapuan kaki dan
lemparan tangannya. Pengawal itupun terlempar tinggi, Terbanting keras diatas
genteng sehingga gentengnya jebol.
PengawaI-pengawaI lainnya terkejut melihat
hebatnya si pendatang baru ini. Tetapi mereka
telap memikul tugas mereka untuk menghadang
si pendatang, bahkan ada yang bersuit nyaring
untuk memanggil teman lebih banyak lagi.
953 Tong Lam Hou tidak mau tertahan lama di
tempat itu. Sambil mengerahkan hawa Hian-imkang di seluruh tubuhnya, beruntun ia
memainkan jurus Hui-eng ciong-soan (Garuda
Terbang Berputar), Hek-hun-hoan-hui (Mega
Hitam Bergulungan). Hawa dingin menusuk
tulang segera berhamburan, membuat pagar tak
terwujud di sekitar tubuhnya, sehingga
pengawal-pengawal tak mampu mendekati-nya.
Dan ketika kepungan menjadi longgar, Tong
Lam Hou melejit dengan Cian-Iiong-seng-thian
(Naga Melambung ke Langit) dan loloslah ia.
Para pengawa! tak sanggup mengejar, iImu
meringankan tubuh mereka tidak sebanding
dengan buruan mereka. Apa yang dibayangkan Tong Lam Hong
sebeluinnya ternyata benar-benar merupakan
suatu kenyataan. Pak Kiong Liong, Hong Thai Pa
dan Hu Se Hiong benar-benar telah gaga!
melarikan Pangeran In Te dan Ibusuri Tek Huai,
terhambat oleh pasukan pengawal yang
tangguh di bawah pimpinan Be Kun Liong.
954 Secara pribadi, Be Kun Liong dan Pak Kiong
Liong adalah kenalan baik, namun saat itu Be
Kun Liong tengah menjalankan tugas. dan
terpaksa harus berjuang mati-matian menghalangi Pak Kiong Liong.
Biarpun Pak Kiong Liong bertiga berilmu
tinggi, namun para pengawal berjumlah banyak
dan rata-rata cukup tangguh. Apalagi setelah
jago-jago berjubah ungu yang merupakan
pengawal-pengawal pribadi Kaisar Yong Ceng
itu datang pula, dipimpin Toh Jiat Hong yang
kepandaiannya hampir setarap dengan kim
Seng Pa. Pak Kiong Liong sendiri terlibat pertempuran tangan kosong melawan Toh Jiat
Hong, di pinggir sebuah kolam teratai. Dengan
nyali yang besar, Toh Jiat Hong meladeni Pak
Kiong Liong dengan tangan kosong pula,
biarpun dia membawa goloknya di punggung.
Si bekas jenderal bersilat dengan Thian-1
iong-kun-hoat (Pukulan Naga La-ngit) dan
Liong-jiau-kang (Cengkeraman Kuda Naga),
sedang Toh Jiat Hong menggunakan Pek-pian955
kui-jiau-hoat (Cengkeraman Setan dengan
Seratus Perubah-an). Tubuh mereka berdua
berkelebatan saling menyambar dengan
sengitnya, kadang-kadang Toh Jiat Hong
terdesak oleh hawa panas dari tangan Pak
Kiong Liong, tapi sebelum menunjukkan tandatanda hendak kalah. la hanya mundur untuk
memperkuat pertahanan, lalu balas menyerang
dengan hebat. Satu pasukan bersenjata bedil mengitari
seluruh arena, tapi tidak berani melepaskan
tembakan secara sembarangan sebab khawatir
mengenai teman mereka sendiri.
Ketika itu, datanglah Tong Lam Hou. Di
raupnya segenggam kerikil, lalu dihamburkan
ke arah perajurit-perajurit bersenjata bedil.
Perajurit-perajurit itupun menjerit kesakitan
dan bertumbangan, namun tak seorangpun
tewas karena Tong Lam Hou masih manghargai
nyawa mereka. Beberapa perajurit yang belum
roboh segera menembakkan bedil mereka
menyongsong Tong Lam Hou.
956 Namun Tong Lam Hou bergerak lebih cepat
dari seekor burung, sehingga semua peluru
hanya menghantam angin. Kerikil-kerikil di
tangannya kembli disambitkan, dan kembaIi
beberapa perajurlt bersenapan roboh terjungkal. Tong Lam Hou menjadi cemas hanya Pak
Kiong Liong yang ada di situ, sedang Hong Thai
Pa dan Hu Se Hiong tidak kelihatan batang
hidungnya. Namun lebih dulu ia ingin
membantu Pak Kiong Liong lepas dari lawannya
yang tangguh itu. Serunya, "A-liong, bagaimana
hasilnya.?" Sambil tetap bertempur, Pak Kiong Liong
menjawab singkat, "Harus ditunda lain waktu!"
Itu artinya Pangeran In Te dan Ibusuri Tek
Huai gagal dibawa lari. Rupanya Kaisar Yong
Ceng memandang adik dan ibunya sebagai
tawanan penting yang harus diamankan
seaman-amannya. Penjagaan atas diri mereka
hampir sama ketatnya dengan penjagaan atas
diri Kaisar sendiri. 957 "Di mana si setan arak dan si macan gering?"
tanya Tong Lam Hou pula. "Terpisah dariku, mungkin di samping
bangsal, dekat pintu rembulan!"
Sementara itu Toh Jiat Hong sudah cemas
bukan main ketika melihat Tong Lam Hou
mendekati arena pertempuran Namun ia boleh
merasa lega sesaat ketika melihat beberapa
perajurit Gi-ci-an-si-wi menghadang Tong Lam
Hou. Biar pun sehari-harinya ada persaingan
dan bahkan saling membenci antara kelompok
jubah ungu dengan Gi-cian-si-wi, namun dalam
menghadapi musuh bersama yang mengacau
keamanan istana, mau tak mau mereka saling
membantu juga. Tiga orang yang menghadang Tong Lam Hou
itu merupakan jagoan-jagoan tangguh. yang
paling lihai bernama Le Gi Kok yang bergelar
Tiat-ci-sian (Dewa Berjari Besi). Begitu tiba di
hadapan Tong Lam Hou, ia merangkapkan jari
telunjuk dan jari tengahnya untuk ditusukkan
kearah leher Tong Lam Hou dengan kuat.,
958 Di bawah cahaya bulan, Tong Lam Hou
melihat kuIit tangan lawannya itu bertotol-totol
hitam, menandakan dia berlatih dengan
merendam tangan di pasir beracun. Cepat Tong
Lam Hou memiringkan tubuh dan membalas
mencengkeram ke siku tangan Le Gi Kok.
Sementara, seorang pengawal lain-nya
menghantamkan kampak dari samping.
Di saat saat gawat itu, Tong Lam Hou tidak


Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungkan-sungkan lagi, sepasang tangan dan
kakinya berkelebatan menghalau mundur
lawan-lawannya, lalu melompati kepala mereka
untuk menerkam Toh Jiat Hong sambil berseru
kepada Pak Kiong Liong, "Anak-anak sudah sela
mat!" Berita itu sedikit menghibur Pak Kiong
Liong. Biarpun ia gagal membawa keluar
Pangeran In Te dan Ibusuri Tek Huai, tapi
berhasil menyelamatkan tiga anak yang diculik,
maka bolehlah dibilang hanya gagal separuh.
Sementctra itu Toh Jiat Hong harus buruburu menghindar ketika Tong Lam Hou
menyerangnya dari udara. Karena gugup,
959 lompatannya kurang diperhitungkan, sehingga
terceburlah ia ke kolam teratai.
Robohnya Toh Jiat Hong membuat
perlawanan pihak istana di bagian itu tidak
berarti lagi. Segigih-gigihnya Le Gi Kok dan
teman-temannya, mereka tak bisa membendung
Pak Kiong Liong dan Tong Lam Hou, si Naga
Utara dan Harimau Selatan yang bergabung
kembali di masa tua mereka.
Pak Kiong Liong kini sudah membuang jauhjauh ingatan untuk berhasil mengeluarkan
Pangeran In Te malam itu juga. Sebagai bekas
jenderal yang kenyang dengan siasat perang, ia
paham bahwa kekuatan yang lebih kecil hanya
bisa menang dengan memanfaatkan unsur
kejutan atau pendadakan. Dan tahap kejutan itu
sudah lewat tanpa membawa hasil. Kalau ngotot
bertempur di situ takkan memperoleh hasi1
apa-apa, biarpun sendainya bisa membunuh
banyak musuh. Kini tujuan kedua orang kakek itu hanyalah
menemukan Hong Thai Pa serta Hu Se Hiong.
lalu mundur dari istana. Mereka berdua
960 menerjang ke arah pertempuran di halaman
samping bangsal Leng-goat-kiong, dimana Hong
Thai Pa dan Hu Se Hiong tengah terkurung oleh
"hutan golok dan combak" serta "hujan panah".
Untung tidak ada regu pembawa bedil, sebab
sudah dilumpuhkan oleh Tong Lam Hou tadi .
Pak Kiong Liong herhasil merampas
sebatang pedang, dan dengan senjata itulah ia
membuka jalan paksa atas kepungan para
pengawal istana yang berlapis-lapis itu. la
bukan pembunuh berdarah dingin, namun
menghadapi perajurit perajurit istana yang
gigih memikul tugasnya, Pak Kiong Liong tak
dapat berbuat Iain kecuali membabat mereka
dengan pedangnya. Begitu juga Tong Lam Hou yang berhasil
mendapat sebatang tombak, yang diputarnya
kencang seperti baling-baling di tengah badai.
Setiap senjata musuh yang terbentur
tombaknyas tentu terpental, tiap kali ujung
tombaknya meluncur, tentu ada musuh yang
roboh. Tangkai tombaknya juga makan korban
tak kalah banyaknya, sudah belasan kaki musuh
961 dihantam patah, at.au rusuk yang disodok
sampai pemiliknya melintir di tanah. Biarpun ia
sudah berusaha agar tidak ada korban jiwa,
namun dalam pertempuran padat itu tak terhin
dari kalau sekali-kali ujung tombaknya masuk
terlalu dalam ke jantung musuh, atau tangkai
tombaknya terlalu keras kena jidat lawan,
sehingga lawan bukan cuma benjol namun
gegar otak, Akhirnya toh nampak naluri
manusia yang sesungguhnya, lebih mementingkan keselamatan diri sendiri
daripada keselamatan orang lain. Belas kasihan
disingkirkan jauh-jauh. Bahkan kedua kakek gagah perkasa itu
sendiri tidak terhindar dari luka-luka karena
banyaknya musuh. Bagaimana pun juga para
pengawal istana itu bukan bocah-bocah
kemarin sore yang baru pandai bermain
perang-perangan, namun jagoan jagoan tangguh
yang sudah ditempa oleh gelanggang adu nyawa
berpuluh puluh kali. Akhirnya terlihat Hong Thai Pa dan Hu Se
Hiong sedang menghadapi kepungan musuh
962 dengan saling membelakangi. Mereka berdua
nampak kepayahan, terutama Hu Se Hiong yang
iImunya tidak setinggi Hong Thai Pa. Bahkan
Hiang-cu Hwe-liong-pang itu pundak dan
pahanya sudah berlumuran darah, namun
masih bertahan dengan gigihnya dengan
"senjata" pipa tembakaunya.
(Berrsambung Jilid XVI) 963 964 KEMELUT TAHTA NAGA Karya : STEFANUS S.P. Jilid XVI Hong Thai Pa dan Hu Se Hiong sudah samasama yakin bahwa mereka akan mampus
malam itu juga, dan satu-satu-nya yang masih
bisa mereka lakukan ialah memasang "harga
tinggi" buat kematian mereka, yaitu melawan
sampai kekuatan terakhir.
Tetapi saat itulah Tong Lam Hou muncul
dengan menyibakkan kepungan musuh, sambil
berseru, "Lao-hong dan Hu Hiang-cu,
bertahanlah! Aku segera tiba ke tempat kalian!"
Seruan itu ibarat minyak disiramkan kepada
api yang hampir padam. Semangat hidup Hong
Thai Pa dan Hu Se Hiong berkobar kembali.
Hong Thai Pa tertawa terbahak-bahak dan
ayunan tongkat besinya semakin deras,
sahutnya, "Eh, Macan Ompong dan Naga
965 Keropos, kiranya kalian sedang mengenang
masa muda kalian di medan pertempuran,
sehingga hampir melupakan kami!"
Pak Kiong Liong dan Tong Lam Hou yang
tengah di tengah hujan senjata itu tak sempat
membalas seloroh Hong Thai Pa. Tong Lam Hou
tiba-tiba membentak keras dan menjatuhkan
diri bergulingan di tanah, tombak rampasannya
dimainkan dengan gerakan Ngo-liong-lo-hai
(Lima Naga Mengamuk di Lautan). Maka
banyaklah musuh yang menjerit karena kaki
mereka menjadi korban. Masih untung yang
cuma kena tangkai tombak, paling-paling
kakinya memar, tapi yang "kebagian" ujung
tombak robeklah daging paha atau betis
mereka. Para perajurit di sekitar Tong Lam Hou jadi
gempar. Ketika Tong Lam Hou bergulingan
sambil bergeser termpat, para perajurit
berlompatan menjauh, namun kena juga tiga
orang lagi. Beberapa perajurit melemparkan
tombak-nya dari kejauhan, tapi sia-sia, putaran
tombak yang hampir rata dengan tanah itu
966 terlalu rapat sehingga tombak-tombak yang
dilontar'an terpental balik semuanya.
Setelah kepungan melonggar, Tong Lam Hou
melenting bangun dan langsung melompat kearah Hong Thai Pa dan Hu Se Hiong untuk
memberi pertolongan. Gayanya begitu gagah,
seperti rajawali meninggalkan sarangnya dari
puncak gunung batu, jubahnya yang longgar
berkibar seolah sayap-sayap rajawali yang
terpentang. Tetapi dari arah lain muncul pula seseorang
yang melompat sambil membentak, "Jangan
berlagak di sini, pemberontak!"
Itulah Toh Jiat Hong yang sudah keluar dari
kolam teratai, dan kini ingin membalas Tong
Lam Hou untuk menyelamatkan pamornya.
Sambil melayang, dikembangkannya jurus
Pek-pian-kui-jiau-hoatnya, sehingga di depan
dan samping tubuhnva penuh dengan bayangan
cengkeraman tangan, seolah-olah di kedua
pundaknya ditambahi dengan belasan pasang
tangan lagi . Mana serangan yang asli dan mana
yang palsu, sulit dibedakan dal am sekejap
967 mata, dan sekejap mata adalah waktu yang amat
berharga dalam pertempuran antar ahli-ahli
silat tingkat tinggi. Tubuh Tong Lam Hou dan Toh Jiat Hong
berpapasan pesat di tengah udara, seakan
hendak bertubrukan. Tong Lam Hou menyodorkan ujung tombaknya ke arah lawan.
Tangkai tombak yang terbuat dari kayu pilihan
itu, begitu masuk bayangan berpuluh-puluh
cengkeraman itu, tiba-tiba seperti sepotong
paha kambing yang disodorkan ke mulut ikan
hiu kelaparan, langsung terpapas oleh kekuatan jari-jari Toh Jiat Hong.
"Hebat!" seru Tong Lam Hou.
Seruan "hebat" itu sebenarnya juga pantas
bagi dirinya sendiri, sebab dengan Ham-honggi-heng (Bergerak Terbawa Angin) Ketua Hweliong-pang itu telah membuat tubuhnya
seringan sehelai kapas sehingga ibaratnya dapat
mengikuti hembusan angin. Luncuran tubuh
nya di udara tiba-tiba membelok, sehingga Toh
Jiat Hong cuma menubruk udara kosong, dan
kemudian Tong Lam Hou balas menyergap dari
968 Tubuh Tong Lam Hou dan Toh Jiat Liong
berpapasan pesat di tengah udara, seekan hendak
bertubrukan. Tong Lam Hou menyodorkan ujung
tombaknya ke arah lawan. 969 samping, dengan gerak Liong-hou-ci-cou (Naga
dan Harimau Lari Berbareng), dan dua aliran
hawa dingin yang sanggup membekukan darah
melibat tubuh Toh Jiat Hong.
Lawannya segera merasakan otot-ototnya
menjadi kaku dan tidak sempurna lagi
menjalankan perintah dari otak. Tubuhnya yang
tengah melayang lalu jatuh dan terhempas di
tanah seperti orang yang tidak bisa ilmu silat
sama sekali. Biarpun kemudian Toh Jiat Hong
dapat menyalurkan tenaga dalam untuk
mengusir hawa dingin yang menyusup ke
tubuhnya, namun jatuhnya yang konyol itu
membuatnya amat malu di hadapan para
perajurit. Sementara Tong Lam Hou terus mengejar
Toh Jiat Hong sebagai andalan utama musuh di
arena itu. Sebuah serangan lagi dilancarkan.
Cai-ciu-hui-hun (Lengan Baju Menyapu Mega).
Sepasang ujung lengan jubahnya tiba-tiba
berubah seperti ribuan kupu-kupu yang
beterbangan serentak, sekaligus hawa dingin
yang terpancar bagaikan ribuan jarum tak
970 berwujud yang menyusup ke segenap lubang
kulit. Sambi1 mengertak gigi, Toh Jiat Hong
memperkuat kuda-kuda dengan tubuh merendah, dan nekad menangkis secara
kekerasan. la tidak rela dibuat jungkir-balik
untuk ketiga kalinya, demi gengsinya. Apa mau
dikata, ia kembali salah perhitungan, sebab
serangan Ke-tua Hwe-liong-pang kali ini tidak
termasuk "keras" melainkan lembut dan tajam.
Sepasang tangan Toh Jiat Hong serasa berubah
menjadi gumpalan es, ia hendak melompat
mundur, tetapi kaki Tong Lam Hou lebih cepat
melayang dengan tendangan Coan-sian-tengkak (Menendang Sambil Memutar Tubuh). Dan
ia benar-benar harus jungkir-balik untuk ketiga
kalinya, bahkan kali ini langsung pingsan.
Dengan rontoknya Toh Jiat Hong yang paling
tangguh di pihak istana, tidak sulit lagi untuk
menyibakkan kerumunan musuh dan mendekati Hong Thai Pa serta Hu Se Hiong.
"Selamatkan diri lebih dulu!" seru Tong Lam
Hou. "Anak-anak sudah selamat"
971 Kendornya kepungan memberi kesempatan
bagi Hong Thai Pa dan Hu Se Hiong untuk
menerjang pecah kepungan musuh, dan
melompat ke atas dinding bangsal Leng-goatkiong. Sesaat kemudian, Pak Kiong Liong dan
Tong Lam Hou juga sudah bergabung dengan
mereka,

Kemelut Tahta Naga Bagian 1 (tamat)karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan segera bergerak pesat meninggalkan tempat itu. Pak Kiong Liong sebagai orang yang paling
mengenal jalan-jalan dalam istana itu telah
bertindak sebagai penuntun jalan bagi temantemannya. Beberapa kali letusan bedil masih
terdengar, tapi hanya menghantam tembok atau
pepohonan saja. Para pengawal tidak sepenuh hati mengejar
mereka, sebab tugas utama mereka adalah
menjaga agar Pangeran In Te jangan sampai
kabur dari Leng-goat kiong. Para komandan
Lwe-teng-wi-su, Gi -cian-si-wi dan Han-lim-kun
kemudian pergi ke Yang-wan-kiong untuk
menghadap Kaisar dan menanyakan keselama
tannya. Ternyata tempat Kaisar itu tidak
seujung rambutpun diganggu oleh Pak Kiong
972 Liong dan teman-temannya. Apalagi Yong Ceng
sendiri tetap didampingi dua pembantunya
yang tangguh, Kim Seng Pa dan Biau Beng Lama.
Sementara itu, Pak Kiong Liong berempat
tidak lama kemudian sudah tiba di kuil Thaihud-si dekat pintu kota selatan, berkumpul
kembali dengan Tong Gin Yan, Se Bun Beng dan
lain-lainnya yang sudah gelisah menunggu kedatangan mereka.
Tetapi, begitu tiba di tempat aman, Hu Se
Hiong langsung ambruk pingsan karena lukaluka dan kelelahannya. Keruan semua orang
menjadi sibuk, namun pendeta di Thai-hud-si
segera memeriksa luka-luka Hu Se Hiong dan
mengeluarkan pernyataan yang melegakan hati,
"Tidak apa-apa. Hanya luka ringan dan
kelelahan, namun nyawanya tidak dalam
bahaya...." Semuanya lega, tapi muncul masalah baru.
Menurut rencana, sebelum matahari terbit
mereka harus sudah meninggalkan Pak-khia,
karena penggeledahan kota secara besarbesaran pasti akan dilangsungkan sebagai
973 akibat dari keributan di istana tadi. Tetapi karena keadaan Hu Se Hiong, bagaimana bisa
meninggalkan kota Pak-khia"
Hwe-shlo pemimpin Thai-hud-si itu agaknya
bisa memahami kebingungan orang-orang itu,
maka berkatalah ia sambil tersenyum. "Jangan
khawatir, itu bukan masaiah besar. Aku kenal
sebuah terowongan bawah tanah yang aman
menembus sampai keluar kota. Dulu
terowongan itu dibuat oleh orang-orang dinasti
Beng menjelang keruntuhannya, ketika mercka
ketakutan mendengar laskar Cu Seng akan
merebut kota. Tubuh Hu Hiang Cu bisa
dibuatkan tandu sebentar oleh murid-muridku,
sebelum fajar akan beres semuanya.
Pak Kiong Liong menepuk pundak si hweshlo sambll berkata, "Tio Cong-peng, rupanya
kau sudah menyiapkan segala sesuatunya
dengan teliti." Hwe-shio itu tertawa mendengar ia masih
Juga dipanggil Tjo Cong-peng. La dulu memang
salah seorang perwira setia bawahan Pangeran
In Te, ikut bertempur menaklukkan Jing-hai,
974 dan gigih mendukung perjuangan Pangeran In
Te merebut haknya atas tahta. Namun ketika In
Te berhasil dilucuti dan menjadi "burung dalam
sangkar emas" di bangsal Leng-goat-kiong, ia
menjadi kecewa. Namun ia tetap di Pak-khia
dengan menyamar sebagai seorang hwe-shio
untuk tetap mengawasi keadaan, diam-diam
menunggu kesempatan kalau muncul peluang
bagi Pangeran In Te untuk bangkit kembali
merebut tahta. " Meskipun malam itu ia kecewa karena Pak
Kiong Liong dan teman-temannya gagal
membebaskan Pangeran In Te, namun ia tidak
menyalahkan siapa-siapa. Penjagaan di dalam
istana memang demikian ketatnya, sampai Pak
Kiong Liong dan teman-temannya yang
merupakan jago jago tua berilmu tinggi itu juga
gagal menembus penjagaan itu.
Sementara itu, Pak Kiong Liong merasa
diluar dugaan ketika melihat Pangeran In Tong
bersama-sama ada di kuil itu pula. Pangeran itu
kini sudah berpakaian pantas, tidak compang975
cam-ping lagi, dan gelang-gelang borgol di
tangan dan kakinya sudah tidak nampak lagi .
"Apa kabar, paman?" Pangeran In Tong
menyapa Pak Kiong Liong sambil tersenyumsenyum.
Sahut Pak Kiong Liong, "Selamat. Pangeran.
Hamba tidak menduga kalau malam ini
Pangeran berhasil lolos pula dari penjara
istana...." "Demikianlah, paman. Ketika para penjaga
agak lengah karena memusatkan perhatian
untuk membendung serbuan paman dan lainlainnya,
aku berhasil kabur setelah memutuskan rantai dengan tanganku ...
Kepala sang paman terangguk-angguk dan
mulutnya berkomentar, "Hebat. Agaknya Jiankin-kang-hoat (llmu Kekuatan Seribu Kati) yang
Pangeran latih sudah meningkat pesat selama
terkurung dalam penjara ."
"Itu tidak lepas dari petunjuk-petunjuk
paman yang pernah diberikan dulu. itulah
sebabnya.." 976 "Terima kasih kalau Pangeran menganggap
hamba berjasa," tukas Pak Kiong Liong. "Tetapi
hamba ingin tahu berita tentang seseorang....."
"Siapa yang hendak paman tanyakan?"
"Pangeran In Gi, pangeran ke delapan," sahut
Pak Kiong Liong. "Bukan-kah Pangeran In Gi
dikurung di satu tempat dengan Pangeran"
Kenapa ia tidak diajak menyelamatkan diri
sekalian?" Sejak semula memang In Tong sudah
menduga akan ditanyai seaperti itu, dan ia
sudah siap juga dengan jawaban-nya, "Memang
seharusnya aku tolong Kakanda In Gi sekalian,
kasihan dia. Tetapi aku tidak sempat, sebab
nyawaku sendiri terancam dan terpaksa aku
tinggalkan dia!" "Tidak sempat atau tidak mau?" dalam suara
Pak Kiong Liong terkandung nada tuduhan.
Hati In Tong terguncang melihat tatapan
mata pamannya yang tajam, ia tidak berhasil
membuat dirinya untuk tidak kelihatan gugup.
la menjawab tanpa berani menatap mata Pak
Kiong Liong, "Benar-benar tidak sempat, paman
977 Masa aku tega meninggalkan Kakanda In Gi
sendirian daiam penjara, kalau tidak benarbenar terpaksa?"
Pak Kiong Liong tahu In Tong berdusta, dan
ia menjadi muak. la tahu benar, ambisi In Tong
untuk bertahta tidak kalah besarnya dengan In
Ceng yang saat itu sudah menjadi Kaisar Yong
Ceng, juga dengan saudara-saudaranya yang
lain. Pak Kiong Liong yakin, seandainya In Tong
punya kesempatan menolong In Gi, tetap tidak
akan ditolongnya, malah akan gembira kalau In
Gi mampus daiam penjara, sebab berarti akan
berkurangnya seorang saingan. Nafsu berkuasa
dari anak-anak Khong Hi telah membuat
mereka lupa ikatan persaudaraan. Itulah
sebabnya ada pepatah dari gedung-gedung
megah lahirlah orang orang tidak becus dan
pengkhianat pengkhianat, dari gubuk-gubuk
reyot lahirlah pahlawan-pahlawan sejati.
"Sekarang Pangeran hendak kemana?" tanya
Pak Kiong Liong kemudian.
Kali ini In Tong menjawab dengan gagah dan
kepala diangkat, "Aku harus membebaskan
978 negara ini dari seorang tirani busuk macam
Kakanda Yong Ceng. Aku dengar sahabatsahabat dari liong-pang sedang berjuang juga ke
Mushasi 3 The Chronos Sapphire Iii Karya Angelia Putri Eng Djiauw Ong 22

Cari Blog Ini