Ceritasilat Novel Online

Manusia Aneh Dialas 4

Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l Bagian 4


tunggal Budha dan pernah menaklukan delapan iblis terkenal di Jing-le-kok lalu tentang
betapa lihaynya Thi-thau-o dari Ngo-tay-san yang atos kepalanya, tentang kelakuan
Thong-thian-sin-mo Jiauw Pek-king yang tak terkekang, tapi ilmu silatnya tiada
bandingan hingga tiga saudara she ln dari Holan yang terkenal dengan ilmu pukulan
geledek kena ditundukan dan tentang tokoh kenamaan didaerah Kang-lam, Tai-lik-sin
Tong Po yang takut bini, tentang Chit-bak-losat Ki Teng-nio dan sumoynya Li-giam-ong
To Hiat koh yang kejam tak kenal ampun. Serentetan kisah yang aneh2 dan Iucu2 telah
diceritakannya hingga A Siu ter-longong2 saking ketarik. Dan tanpa merasa haripun
sudah petang. Hong san Koay Khek " Halaman 149
yoza collection Dibawah sebuah pohon besar mereka duduk mengaso buat lewatkan sang malam,
A Siu duduk bersila bersemadi menurutkan ukiran yang dipelajarinya dari gua, iapun
memberi beberapa petunjuk seperlunya kepada Tiat-pi Hwesio hingga tidak sedikit
manfaat bagi paderi itu. Besok paginya mereka melanjutkan perjalanan, tapi tidak jauh tiba2 mereka
mendengar gemerciknya air, A Siu menjadi girang, serunya, Hei, air, air air ! Ya, mungkin
suatu sungai kecil, ya, ya, sungai kecil dan aku diletakkan ketanah oleh ayah ditepi air
itu ! Segera A Siu mendahului berlari kedepan, tapi sudah dekat sungai itu masih tidak
tertampak, setelah menerobos sebuah sela2 batu, tiba2 pandangan didepan terbeliak,
sebuah sungai kecil mengalir dengan airnya yang bening menyusur sebuah lembah
yang sekelilingnya terkurung oleh tebing2 curam.
Perlahan-lahan A Siu menyusur tepi sungai itu, sampai suatu tempat, tiba2 ia
berkemak-kemik: Ya, ya, ini tempatnya ayah meletakkan aku ketanah.
Pada saat itulah tiba2 Tiat-pi Hwesio di belakangnya telah berseru : Hai, Suhu,
apakah yang berada disamping kakimu itu "
Waktu A Siu menunduk, dia menjadi kaget. Ternyata tidak jauh dari tempat
berdirinya situ ada kerangka tengkorak yang utuh seperti tengkurap ditepi sungai.
Segera Tiat-pi mendekati kerangka tulang itu dan memeriksanya, tiba2 ia berseru
lagi : Eh, pada tulang orang ini bersemu warna hitam, terang mati keracunan. He, disini
ada lagi sepotong lencana emas segi tiga !
Mendengar ada lencana emas disitu, hati A Siu tergerak. Sebab ia masih ingat
diwaktu kecilnya pernah memainkan sepotong lencana emas milik ayahnya yang
biasanya dipakai sebagai jimat untuk menolak gangguan. Maka cepat ia minta lencana
itu dari Tiat-pi Hwesio. Ia lihat diatas benda itu terukir seekor ayam jago yang lagi
berkokok, terang sudah ia memang benar barang ayahnya dahulu, tanpa merasa ia
mengeluh : O, ayah, jadi kau telah meninggal keracunan disini!
Mendengar kerangka tulang itu adalah ayah si gadis, tiba2 Tiat-pi berseru : Aha,
kebetulan, jika ayahmu berada disini, tentu Ang Jin-kin itupun takkan jauh dari tempat
ini . Lalu ia memandang sekitarnya terus berlari menuju kehilir sungai sana.
Hong san Koay Khek " Halaman 150
yoza collection A Siu tidak urus kelakuan Hwesio dogol itu karena sedang berduka, tapi sejenak
kemudian ia mendengar Tiat-pi lagi memanggilnya dikejauhan: Suhu lekas kemari!
Mendengar suara agak genting, cepat A Siu menyusul kesana. Sesudah menerobos
suatu gua, terlihatlah dibalik sana Tiat-pi Hwesio lagi berdiri disuatu empang. Ditepi ada
lagi tiga kerangka tulang, dan diatas batu besar yang menonjol di-tengah2 empang ada
lagi kerangka tulang lainnya, sebelah tangannya melambai kebawah seperti sebelum
ajalnya telah melemparkan sesuatu kedalam empang, sebab itu sebagian tulang lengan
itupun jatuh kedalam empang, hanya ketinggalan buku bagian atas. Disamping kerangka
tulang itu ada lagi seutas tulang ular dan sebutir biji buah-buahan.
Tiap-pi Hwesio tampak lagi memegangi tiga macam benda yang bentuknya aneh
dan berkilau. Toute, barang apakah yang kau lihat itu" tanya A Siu tidak mengerti.
Tiat-pi tertawa bangga, sahutnya: Orang selalu mengatakan aku goblok, tapi sekali
ini rasanya akulah yang paling pintar. Ketiga macam senjata ini disebut Tui-hong-liaphun-boan (petel mencabut nyawa), adalah senjata andalan dari Bong-san-sam-sia,
rasanya ketiga rangka tulang di tepi empang ini bukan lain adalah tulang Bong-sansam-sia yang sudah menghilang selama dua belas tahun itu !
Lalu siapa lagi yang berada diatas batu di tengah empang itu" tanya A Siu.
Tiat-pi Hwesio menjadi bingung, padahal tadi ia sombongkan dirinya pintar. Namun
dijawabnya juga. Aku menduga pasti seorang manusia juga.
A Siu geli melihat jawaban yang tak tegas itu. Sengaja ia menanya lagi : Dan ketiga
orang itu sebab apa telah mati "
Tentu saja Tiat-pi Hwesio semakin repot, ia hanya geleng2 kepala tak bisa
menjawab. Mereka mati keracunan oleh air sungai ini, tentu, ujar A Siu kemudian.
Ya, ya, memang aku sudah menduga mereka mati keracunan, sebab tulang mereka
bersemu hitam, seru Tiat-pi. Cuma air sungai sebening ini, masakan ada racunnya "
A Siu cukup cerdik, ketika melihat kerangka tulang ayahnya dan Bong-san-sam-sia
sama tengkurap ditepi empang, segera ia menduga air ada sesuatu yang tak benar.
Maka katanya pula: Kalau perlu boleh coba kau minumnya seceguk.
Hong san Koay Khek " Halaman 151
yoza collection Seketika Tiat-pi melompat mundur sambil goyang2 tangannya: Eh, eh, Suhu jangan
bergurau, masakan air beracun boleh dibuat main2.
Pada saat itulah tiba2 seekor rusa kecil berlari lewat didekatan situ, seru A Siu :
Kau tak berani biar rusa itu yang mencoba ! Dan sekali melesat dengan cepat ia
menguber binatang itu. Betapa enteng gerakan A Siu itu maka tidak seberapa jauh ekor
binatang itu kena diseretnya.
Segera Tiat-pi Hwesio meraup sekukupan air dan dicekokan kemulut rusa, hanya
sekejap saja segera kulit binatang itu berubah biru hangus terus roboh binasa.
Hebat sekali dugaan Suhu, memang betul orang2 itu mati minum air beracun ini
tapi entah orang diatas batu sana, apakah juga mati keracunan " teriak Tiat-pi Hwesio.
Habis itu tanpa pikir ia terus meloncat kedepan, ia sangka sekali loncat tentu akan
mencapai batu ditengah empang itu. Tak terduga tampaknya batu itu tidak jauh padahal
sedikitnya hampir dua tombak, pula badan Tiat-pi Hwesio terlalu gendut maka sampai
batu itu badannya sudah menurun kebawah, dan bila teringat olehnya air empang
beracun ia menjadi sibuk dan ber-kaok2 minta tolong !
Syukur A Siu bisa berlaku sebat sekali, sekali melesat secepat kilat ia menyambar
tengkuk sihwesio itu dan ditarik kedepan. Maka sebelum kaki Tiat-pi Hwesio menyentuh
air, tubuhnya sudah menurun diatas batu besar itu.
Sesudah berdiri tegak disitu, dengan muka pucat Tiat-pi ter-longong2 memandangi,
A Siu tak mengurusnya lagi, cepat ia memeriksa kerangka tulang yang terdapat diatas
batu itu, ia tunjuk sesuatu disamping kerangka tulang itu dan berkata pada Tiat-pi :
Lihatlah, apakah itu "
Cepat Tiat-pi menjemputnya, ternyata itu adalah sepasang anting2, ketika ia periksa
lebih teliti, ternyata anting2 itu terdapat tulisan, yang satu tertulis satu huruf Jin dan
yang lain Kin . He, Ang-jing-kin ! seru Tiat-pi terperanjat.
A Siu buta huruf, maka iapun melengak mendengar kerangka tulang inilah Ang Jinkin, hatinya kembali berduka.
Sementara itu Tiat-pi Hwesio telah putar kayun sekeliling batu besar itu, katanya
dengan heran : Aneh, orang mengatakan dua macam pusaka Chit-bok-lo-sat Ki Tengnio berada di tangannya Bwe-hoa-siancu Ang Jing-kin. Kalau ia sudah mati disini,
kenapa pusaka2 itu tidak tertampak" Jangan2 telah kena dibawa pergi oleh salah
Hong san Koay Khek " Halaman 152
yoza collection seorang dari empat orang berkedok yang mengubernya itu " Tapi peristiwa itu kenapa
selamanya tidak pernah terdengar dikalangan Kangouw "
Sudah beberapa kali A Siu mendengar tentang dua macam pusaka Ki Teng-nio itu,
maka katanya: Selalu kau singgung2 tentang pusaka sebenarnya dua macam benda
apakah " Menurut kabar, katanya yang satu adalah sebatang pedang dan yang lain sepotong
kain sutera merah, sahut Tiat-pi Hwesio.
A Siu tidak mengerti apa kasiatnya kedua macam pusaka itu, kalau pedang masih
bisa dimengerti, tapi sepotong kain sutera merah apa gunanya" ia memandangi
kerangka tulang itu dengan ter-menung2, tiba2 hatinya tergerak, serunya: Ah, melihat
keadaannya tentunya orang diatas batu ini sebelum ajalnya telah melemparkan sesuatu
kedalam empang. Bagus, Jika begitu biar aku selulup kedalam empang untuk mencarinya! teriak Tiatpi tanpa pikir, lalu ia membuka jubahnya dan benar-benar hendak terjun kedalam
empang. Melihat kedogolan si hwesio, A Siu menjadi geli. Toute, apa barangkali kau sudah
bosan hidup " tegurnya.
Tiat-pi melengak dengan mata membelalak lebar, untuk beberapa lama ia bingung
apa yang dimaksudkan si gadis, tapi buk , tiba2 ia tabok perutnya sendiri yang gendut
itu dan terteriak : Haya, aku benar2 tolol, bukankah air empang itu beracun, mengapa
aku menjadi lupa " Lalu ia menyambung pula dengan wajah menyesal : Ai sayang, jika
begitu pusaka pusaka Ki Teng-nio itu tentu akan hilang ditelan empang ini untuk
selamanya. Tapi itu hanya dugaanku saja, mungkin kejadian sebenarnya bukanlah demikian,
ujar A Siu kemudian. Tiba2 matanya tertatap pada sesuatu benda pula disebelah
kerangka tulang sana. Cepat ia menjemputnya pula dan meng-amat2i. Apakah ini "
tanyanya sambil angsur benda itu kepada Tiat-pi.
Waktu Tiat-pi bersihkan karatan diatas benda itu, ternyata itu adalah sebuah piau
yang diatasnya terdapat sehuruf Tin .
Tin " Adakah sesuatu orang bernama Tin " tanya A Siu memikir.
Hong san Koay Khek " Halaman 153
yoza collection Diantara bangsa Han yang bernama Tin sudah tentu tentu terlalu banyak, sahut
Tiat pi Hwesio. Tapi sungguh aneh. Dahulu yang menguber-uber Ang Jing-kin dan
suaminya itu seluruhnya ada empat orang. Kalau Bong-san-sam-sia sudah mati disini
kenapa yang seorang lagi tak kelihatan, pula bagaimana dengan nasib suaminya Ang
Jin-kin itu " Mendengar itu, betul juga pikir A Siu, walaupun dogol, kadang2 Hwesio gendut ini
dapat pula berpikir. Maka katanya: Teka-teki ini kecuali mereka sendiri berdua, rasanya
tiada orang lain lagi yang bisa tahu. Tapi sekarang aku menjadi ingin tahu apakah
manfaat kedua pusaka yang dibuat rebutan itu, kalau kau tidak mengetahui, kenapa kita
tidak pergi menanya pada pemilik asalnya"
Tiat-pi meloncat kaget. Ha, menanya pemilik asalnya " Itulah aku tak berani pergi!
Eh, bukankah kau bilang apa yang Suhu perintahkan, akan menurut" omel A Siu.
Ya.. ta.. . tapi pemilik asalnya itu, Cit-bok-lo-sat Ki Teng-nio meski lumpuh, tapi ia
masih punya tiga murid yang terkenal dengan sebutan Kim-teng-sam-sat (Tiga Iblis
Dari Puncak Emas) yang kepandaiannya sudah hampir menurunkan seluruh kemahiran
sang guru, pu.. pula meski Ki Teng-nio sudah lumpuh, tapi mahir ilmu 'bersuara
mencabut nyawa', menyembur senjata rahasia dengan mulut, lihaynya tiada kepalang.
.. Sudahlah, sudahlah, betapapun lihaynya, toh kita tidak mencari berkelahi padanya
" Apakah kau benar2 tidak turut pada kata2ku " potong A Siu tidak sabar. Nyata dasar
masih hijau, pula jiwanya terlalu polos, maka sama sekali tak terpikir olehnya tentang
baik jahatnya orang Kangouw.
Terpaksa Tiat-pi Hwesio mengaku terus terang bahwa ia dahulu sudah pernah
merasakan bogem mentah dari Hek-hong-tongcu Nio Kiat, satu diantara tiga murid Ki
Teng-nio itu. Sebab itulah, ia minta agar A Siu suka berlaku hati2.
A Siu ganda tertawa saja, segera mereka menuju ke gunung Kim-teng-san
diwilayah Kuiciu. Sepanjang jalan semua orang menjadi ter-heran2 melihat seorang
gadis jelita bikin perjalanan bersama satu hwesio gendut yang berwajah bengis.
Sementara itu A Siu sudah berganti pakaian putih sebagaimana gadis umumnya.
Hong san Koay Khek " Halaman 154
yoza collection Sesudah beberapa hari, tibalah mereka dikaki gunung Kim-teng-san itu. Sepanjang
jalan A Siu merasa segalanya serba baru baginya hingga sering menanya ini itu kepada
Tiat-pi Hwesio. Kim-teng-san itu tidak terlalu tinggi, tapi terjal sekali. Setiba dikaki gunung itu, A Siu
menjadi bingung karena dimana-mana tebing curam belaka, kemana harus mencari
tempat tinggal orang, maka ia menanya Tiat-pi : Toute, gunung sebesar ini, dimana
tempat tinggalnya Ki Teng-nio "
Menurut cerita orang Kangouw, dikaki gunung ia pasang sebuah genta raksasa,
siapa yang membunyikan genta itu, lantas ada orang datang menyambut, tutur Tiat-pi
Hwesio. Mereka coba mengitari lereng gunung itu, betul juga, disuatu tanjakan terdapat
suatu genta raksasa yang digantung diantara dua pohon besar sebagai kerangka. Tinggi
genta itu sedikitnya dua-tiga tombak, entah tadinya cara bagaimana menggantungnya
keatas. Ketika A Siu mendongak, ia lihat diatas kerangka pohon itu terletak pula sebuah
palu pemukul genta. Tiat-pi angkat pundak nampak betapa tingginya genta itu. Sebaliknya A Siu
tersenyum saja. Tiba-tiba ia enjot tubuhnya setinggi lebih setombak, selagi tubuhnya
masih terapung di udara kedua kakinya mengenjot lagi dan kembali tubuhnya
membubung keatas pula. Segera palu diatas kerangka tadi sudah dapat dipegangnya
terus dipukulkan tiga kali keatas genta itu. Lalu palu itu ia letakkan kembali ketempatnya
dan orangnya menurun kebawah dengan enteng.
Suara genta itu nyaring sekali berkumandang menggema angkasa pegunungan itu
hingga lama sekali. Ketika suara genta sudah hampir reda tiba-tiba terdengar suara
genta juga diatas gunung sana dipukul tiga kali. Menyusul diatas suatu tebing yang
curam dan tinggi sekali muncul satu orang, saking jauhnya hingga orang itu hanya
sebesar jari saja. Mendadak orang itu menerjun kebawah dengan cepatnya.
Karena tak tahu seluk-beluknya sampai A Siu bersuara kaget. Tapi hanya sekejap
saja tahu-tahu orang tadi sudah turun sampai dibawah melalui seutas rotan
pegunungan yang sangat kuat, orang itu membuai gesitnya bagai kera saja dan sekejap
pula orangnya sudah berhadapan dengan mereka.
Hong san Koay Khek " Halaman 155
yoza collection Kenal siapa orang yang datang ini, wajah tiat-pi Hwesio terus berubah. Kiranya
orang ini sudah bukan kanak2 lagi, tapi justru berdandan seperti anak kecil, malahan
rambut di atas kepalanya diikat menjadi dua gelungan hingga tampaknya sangat lucu.
Dengan sinar mata yang bengis ia mengawasi kedua tamunya ini lalu menegur kearah
Tiat-pi: Keledai gundul rupanya kepandaianmu sudah maju banyak hingga mampu
menabuh genta pencabut nyawa digunung kami ini !
Tiat-pi tidak menjawab sebaliknya ia membisiki A Siu : Suhu, inilah murid
pertamanya Ki Teng-nio yang bernama Hek-hong-tongcu Nio Kiat.
Maka dengan tersenyum A Siu melangkah maju dan menyapa : Karena ada sesuatu
urusan perlu aku menanya pada Chit-bok-lo-sat Ki Teng-nio, maka sukalah Toako
membawa kami kepadanya"
Budak kurangajar, bentak Nio Kiat mendadak. Nama guruku masakan dapat kau
sebut sesukanya " Mengingat usiamu masih terlalu muda, biarlah aku tidak persoalkan
lebih panjang. Nah, lekas enyah saja dari sini! Habis ini ia berpaling kepada Tiat-pi :
Tapi kau keledai gundul ini tidak boleh pergi dari sini!
Eh, aneh, sahut A Siu dengan heran, nama orang perlunya dipanggiI, kenapa kau
melarang aku menyebut nama gurumu " Kedatanganku ini ada yang perlu menanya
gurumu, kenapa kau mengusir aku "
Mendadak Nio Kiat bergelak ketawa, Ha haha, rupanya kau kena dibohongi keledai
gundul itu, hingga berani-berani datang bergurau ke sini. Hahaha, hendaklah kau ketahui
bahwa keledai gundul itu sudah kenyang merasakan pukulanku !
Keledai gundul ini tidak membohongi aku tapi akulah yang mengajaknya kemari!
sahut A Siu terus terang.
Nyata ia tidak tahu bahwa kata2 keledai gundul itu adalah makian kepada kepala
Hwesio yang pelontos, tapi ia menirukan apa yang diucapkan Nio Kiat saja. Tentu saja
bagi Tiat pi Hwesio yang mendengarkan menjadi mendongkol dan geli.
Akan tetapi Nio Kiat belum mau percaya, tanyanya pula dengan bengis : Budak
kecil berani membual! Siapa namamu "
Aku bernama A Siu dan keledai gundul ini adalah muridku, sahut A Siu.
Suhu, aku bukan gundul, tapi keparat itu sengaja memaki aku ! teriak Tiat-pi tak
tahan. Hong san Koay Khek " Halaman 156
yoza collection A Siu menjadi melengak, tapi lantas katanya : Oh, jadi aku salah omong.
Melihat kedua orang itu benar2 saling sebut guru dan murid, Hek-hong-tongcu Nio
Kiat menjadi heran tak terhingga. Ia lihat A Siu cantik molek ke-kanak2an, sebaliknya
Tiat-pi Hwesio itu walaupun dogol, tapi juga bukan kaum lemah dikalangan Kangouw,
mengapa bisa mengangkat guru pada seorang gadis jelita demikian " Dalam pada itu
A Siu telah mendesak lagi agar menunjukkan jalan untuk menemui gurunya. Ia pikir
orang mohon bertemu dengan menurut aturan, yaitu dengan menabuh genta, kalau tak
dibawanya keatas gunung, mungkin gurunya juga akan menyalahkannya.
Baiklah mari kalian ikut padaku, katanya kemudian. Kiranya ilmu kepandaian Chitbok-lo-sat Ki Teng-nio itu sudah mencapai puncaknya pada dua puluh tahun yang lalu.
Semula ia adalah anak murid seorang paderi suci kenamaan, tapi karena tidak taat
pada ajaran suci, ia telah diusir dari perguruan lalu dia menyingkir jauh kedaerah
terpencil diperbatasan ini dan tanpa sengaja dapat memperoleh semacam kitab ilmu
silat dari aliran sesat, keruan seperti harimau tumbuh sayap, kepandaiannya semakin
tinggi dan kelakuannya bertambah menyendiri. Ia pikir kalau ilmu silat dalam kitab baru
itu sudah sempurna dilatihnya, tatkala mana pasti akan menjagoi dunia silat. Tapi celaka
baginya ketika sampai detik terakhir peyakinannya tahu tahu datang Ang Jing-kin


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersama suaminya dan berhasil mencuri dua macam pusakanya. Saking gusarnya
hingga darah meluap dan tenaga dalam nyasar menyebabkan badannya menjadi
lumpuh. Sehabis itu wataknya makin hari makin aneh, tapi hatinya semakin merasa
sunyi juga. Maka setiap kali ada orang luar datang minta berjumpa, ia memberi pesan
murid2nya agar menyambut dengan beraturan. Sebab itulah maka Hek-hong-tongcu
Nio Kiat mau bawa A Siu dan Tiat-pi Hwesio keatas gunung.
Setelah lama mereka menanjak keatas gunung mengikuti jalan yang ber-liku2,
akhirnya tiba juga dipuncak tertinggi gunung itu. Karena diatas gunung tandus tak
tumbuh rumput dan pohon, maka batu cadas disitu licin mengkilap, bisa tersorot cahaya
sang surya, maka sinar membalik ke-emas2an membikin puncak gunung itu seluruhnya
se-akan2 berlapiskan emas, sebab itulah maka disebut Kim-teng-san , atau gunung
puncak emas. Di-tengah2 puncak gunung itu terdapat sebuah empang yang luasnya lebih dua
tombak, ditengah empang yang membelakangi tebing terdapat sebuah batu cadas
menonjol keluar, diatasnya persis tumbuh satu pohon Siong yang tua dan rindang
hingga mirip sebuah payung, dan diatas batu itulah duduk bersila seorang wanita
Hong san Koay Khek " Halaman 157
yoza collection berbaju hitam. Disamping wanita tua ini berdiri dua orang lelaki yang berdandan seperti
Nio Kiat, yang satu bertubuh jangkung dan yang lain berwajah pucat lesi.
Suhu, tetamu sudah datang ! lapor Nio Kiat segera kehadapan wanita berbaju
hitam itu. Mendengar itu, barulah per-lahan2 wanita itu membuka matanya, dan seketika sinar
matanya bagai kilat memancar keatas tubuh A Siu berdua. Diam2 A Siu terkejut, tak
terduga olehnya Lwekang orang itu ternyata begitu hebat.
Kalian berdua datang kemari, ada urusan apa " segera wanita itu membuka suara.
Melihat ditepi kedua mata orang ada lima bekas luka kecil2 sebesar kuku hingga
dipandang dari jauh mirip tujuh mata dimukanya, A Siu menduga tentu inilah orang
disebut Chit bok-lo-sat atau siwanita bermata tujuh itu, Memangnya ia tidak kenal
sungkan2 apa segala, terus saja ia menanya: Apakah kau inikah Chit-bok-lo-sat Ki Tengnio "
Seketika Tiat-pi Hweshio dan Kim-teng-sam-sat berubah hebat wajahnya
mendengar si gadis terang2an menyebut nama orang. Begitu pula Kim Teng-nio telah
pentang matanya melototi si gadis. Tapi A Siu merasa tidak berbuat sesuatu kesalahan,
sama sekali ia tak gentar.
Melihat sikap si gadis yang luar biasa ini, Ki Teng-nio coba menahan rasa gusarnya,
ia tersenyum dingin, lalu sahutnya : Ya, benar. Ada urusan apakah kau "
Aku ingin menanya tentang kejadian belasan tahun yang lalu, yaitu pedang dan
kain sutera merah yang tercuri oleh Jing-koh..
Sekonyong-konyong Ki Teng-nio bersuit aneh hingga rambutnya yang kusut itu
seakan-akan menegak. Nyata peristiwa itu merupakan kejadian yang tidak pernah
dilupakan olehnya sebagai suatu noda besar selama hidupnya, malah ia menjadi korban
pula hingga badannya lumpuh, sama sekali tak terduga A Siu berani menyinggung hal
itu dihadapannya, tentu saja ia menjadi murka sebelum A Siu selesai berkata. Mendadak
ia membentak pula : Budak kurang ajar, hehe, hehehe! nyata saking murkanya hingga
ia tertawa dingin saja. Disamping sana, Kim-teng-sam-sat terus saja merubung maju demi nampak
kegusaran sang guru yang tak terhingga itu.
Hong san Koay Khek " Halaman 158
yoza collection Namun A Siu menjadi tercengang, dengan tertawa ia menanya : He, aneh kau ini,
aku hanya menanya, kenapa kau marah2 "
Hemm, budak semacam kau ini, benar2 aku belum pernah melihat, kata Ki Tengnio kemudian. Tapi kalau kau sudah berani datang kemari, rasanya kaupun punya
andalan apa2, Lalu ia berpaling berteriak sengit kepada ketiga muridnya itu : Ambilkan
senjata ! Cepat juga Kim-teng-sam-sat bergerak begitu mendengar suara teriakan gurunya
yang keras melengking, sekali jari mereka menjentik, secepat kilat tiga macam senjata
rahasia telah menyambar kemuka Ki Teng-nio.
A Siu semakin heran melihat kelakuan mereka yang aneh itu, senjata rahasia itu
tidak diarahkan padanya, sebaliknya menyerang guru mereka sendiri " Namun lantas
terlihat Ki Teng nio sedikit mengap mulutnya, tahu2 ketiga senjata rahasia itu telah
masuk kedalam mulutnya menyusul Kim-teng-sam-sat terus melompat mundur.
Sebaliknya A Siu masih ter-heran2, tak paham apa artinya itu " Sementara itu terdengar
Ki Teng-nio sudah bersuara aneh sekali, dan sedikit mulutnya bergerak krok , tahu2
senjata rahasia telah menyembur dari mulutnya.
Anehnya sesudah senjata itu disembur keluar, mula2 seperti ber-putar2 saja
didepan Ki Teng-nio, lambat laun sesudah berputar makin cepat, mendadak terus
menyambar kearah A Siu. Sementara itu A Siu sudah melihat jelas senjata rahasia itu adalah sepotong Huihong-ciok atau batu belalang terbang. Karena datangnya batu itu tampaknya lambat2
saja, maka A Siu tidak ambil perhatian. Siapa duga ketika batu itu menyambar lewat
diatas empang, air empang itu tiba2 bergolak seperti ditiup angin kencang. Barulah
sekarang A Siu tahu betapa hebat tenaga dalam yang dilontarkan Ki Teng-nio itu untuk
meniup batu belalang itu. Belum lagi batu itu mendekati, segera dia merasa suatu
tenaga maha hebat telah menyerang dulu kedadanya hingga hampir2 dia tidak bisa
tegak. Namun dengan Lwekang yang diperolehnya tanpa sadar dari Siau-yang-chit-kay
yang hebat, A Siu tidak mudah dirobohkan, ia justru ingin mencoba betapa lihaynya
tenaga dalam orang. Tidak mundur, ia malah melangkah maju terus meraup batu yang
sudah menyambar tiba itu.
Hong san Koay Khek " Halaman 159
yoza collection Melihat usia A Siu semuda itu tidak tergetar mundur oleh tenaga semburan batu,
sebaliknya malah melangkah maju, pula melihat si gadis berani mengulur tangan
hendak menangkap batunya, dalam terkejutnya Ki Teng-nio menduga pula pasti tangan
A Siu bakal patah kebentur senjata rahasianya itu.
Ketika A Siu rangkap tangannya menyambut batu itu, ia merasa tenaga yang maha
besar seakan2 mematahkan tangannya hingga separoh tubuhnya seperti lumpuh.
Lekas2 dia kerahkan tenaga dalamnya buat melancarkan jalan darahnya. Ia menjadi
terkejut, lalu pertama kali inilah A Siu menjumpai tenaga dalam yang luar biasa, maka
dengan mata membelalak ia pandang wanita kosen itu.
Sebaliknya bagi Ki Teng-nio dan ketiga muridnya juga terperanjat tidak kepalang.
Menyembur senjata rahasia dengan mulutnya adalah semacam kepandaian tunggal
wanita kosen itu sejak badannya lumpuh, maka boleh dikata dilontarkan dengan
segenap tenaga dalamnya. Tapi seorang gadis lemah gemulai seperti A Siu ternyata
mampu menangkap batunya, tentu saja ia terkesiap, dengan suara tajam ia menanya:
Budak cilik, siapakah gurumu" semula ia menduga si gadis ini mungkin anak murid
kedua Nikoh dari Go-bi-pay atau murid Thong-thian-sin-mo Jiauw Pek-ki tersohor,
namun ilmu silat mereka paling banyak juga mampu menangkap senjata rahasianya
seperti perbuatan si gadis tadi saja. Padahal usia gadis ini masih muda belia begini,
seumpama melatih diri sejak masih dikandungan sang ibu juga tidak mungkin
mencapai tingkatan demikian.
Maka terdengarlah A Siu menjawab : Suhu" Ah, aku tidak punya suhu, tapi punya
Toute, ialah Hweshio gendut ini ! sembari berkata ia-pun menunjuk Tiat-pi Hwesio yang
berada di belakangnya. Mendengar jawaban si gadis yang susah dipercaya itu, Ki Teng-nio bertambah
gusar, bentaknya : Bagus jawabanmu. Tak punya Suhu katamu" Nih, sambutlah senjata
kedua! kembali batu kedua menyembur keluar lagi dari mulutnya secepat kilat. Kalau
batu pertama tadi sangat lambat, adalah batu kedua ini ternyata cepat luar biasa.
A Siu terkejut oleh menyambarnya batu yang cepat itu, lekas2 ia mengegos
kesamping sembari kebas lengan bajunya untuk mengebut batu itu seraya
mengerahkan tenaga dalamnya membuang batu itu kesamping, tapi tidak urung ia
sendiripun ter-huyung2 beberapa tindak ke belakang.
Hong san Koay Khek " Halaman 160
yoza collection Karena itu, tanpa bicara lagi Ki Teng-nio semprotkan batu ketiga terlebih keras lagi.
Namun sekali ini A Siu sudah bersiap sedia, sekali tangannya mengayun, tiba2 batu
yang kena ditangkapnya tadi terus ia sambitkan kedepan hingga kedua batu saling
bentur hingga hancur remuk ditengah udara. Tenaga dalam kedua orang sama2
hebatnya, tentu saja kedua batu itu hancur menjadi bubuk.
Kejadian ini membikin Kim-teng-sam-sat semakin terkejut. Tiba2 Ki Teng-nio
tertawa ter-kekeh2 aneh, mendadak ia berseru meraung bagai singa menggerung,
suaranya makin lama makin seram, walaupun waktu itu siang hari bolong, tapi suara
meraung itu membikin suasana seakan-akan dimalam sunyi yang dingin.
Semula A Siu merasa heran akan suara Ki Teng-nio itu, sejenak kemudian ia merasa
pandangannya se-akan2 kabur dan kepalanya pening. Ia terkejut, cepat ia menjalankan
lwekang yang dipelajarinya dari Siau-yang-chiat-kay, ia pusatkan pikiran dan tenangkan
batin, dengan sinar matanya yang bening bercahaya itu ia tatap Ki Teng-nio.
Apa yang dilontarkan waktu itu adalah semacam ilmu sakti Ki Teng-nio yang lain,
yaitu disebut Ho-im-liap-hun atau meraung mencabut nyawa. Semacam ilmu
kepandaiannya yang memabukkan lawan dengan suara, cuma ciri daripada ilmu ini
adalah tiada gunanya ditujukan kepada anak2 kecil yang sama sekali masih belum bisa
berpikir. Walaupun A Siu bukan kanak2 lagi, tapi selama belasan tahun ia tinggal menyepi
dipegunungan sunyi, dengan sendirinya hatinya bersih dan pikirannya jernih, ditambah
lagi Lwekang yang dilatihnya dari Siau-yang-chit-kay, tentu saja ilmu Ki Teng-nio itu
tidak membawa hasil apa2. Malahan melihat kelakuan wanita tua ini A Siu merasa geli,
ia terus menatap diri orang dengan tersenyum.
Tak lama kemudian, ia lihat Ki Teng-nio masih terus meraung-raung, saking
bernapsunya, tertampak urat-urat mukanya berkerut-kerut se-akan2 kekejangan. Eh, eh,
Ki Teng-nio kenapakah kau meraung semacam serigala lapar"
Ada apa kenapa tak kau bicarakan saja ! demikian kata A Siu dengan tertawa.
Melihat ilmu andalannya Ho-im-liap-hun tidak manjur, sama sekali tak merobohkan
A Siu dari terkejut Chit-bok-lo-sat menjadi gusar. Diakhiri dengan sekali suara aneh
mendadak ia berhenti meraung dengan napas memburu. Kenapa kalian tidak turun
tangan ! teriaknya kemudian dengan suara lemah.
Hong san Koay Khek " Halaman 161
yoza collection Kata2nya itu terang ditujukan kepada ketiga muridnya. Tapi melihat sang guru saja
tak berdaya kalahkan, apa lagi mereka. Namun terpaksa He-hong-tongcu bertiga
melangkah maju dengan ragu-ragu.
Diluar dugaan mendadak A Siu berseru: Marilah kita pergi, Toute! lalu dia memberi
tanda pada Tiat-pi Hwesio sambil memutar tubuh.
Melihat A Siu tahan uji akan kepandaiannya Ki Teng-nio terutama terhadap ilmu
raungan pencabut nyawa yang Iihay itu, Tiat-pi Hwesio sudah menjunjung A Siu sebagai
malaikat dewata, la menjadi heran tiba-tiba sang guru mengajaknya pergi dengan
membelalak ia menanya : Pergi" Bukanlah Suhu hendak menanya perempuan tua
bangka itu. Sudahlah, kalau dia tidak mau berkata, tak perlu kita paksa dia, sahut A Siu.
Tiat-pi tambah heran oleh jawaban A Siu yang polos ini, betapapun Tiat-pi dogol
tolol, tapi dikalangan Kangouw ia sudah bisa melihat pihak menang memaksa pihak
yang terdesak. Maka sesudah tertegun sejenak, katanya kemudian: Nah, kau saja Hekhong-tong-tongcu, lekas kau maju kemari biar aku toyor kau tiga kali dahulu kau
menjotos aku sekali, kini aku memberi rante dua kali padamu, Gurumu kalah dengan
guruku, apa kau berani membangkang !
Nio Kiat sendiri bukanlah jago lemah, walaupun terkesiap melihat Suhunya tak
berdaya merobohkan seorang gadis jelita, tapi kalau ia disuruh terima gebuk mentah2,
sudah tentu tidak mau menyerah begitu saja. Maka dengan wajah gusar ia menjadi
terpaku ditempatnya. Pengecut, kau tak berani kemari, biar aku mendekati kau ! teriak Tiat-pi Hwesio
semakin dapat angin. Segera saja ia melangkah maju dengan tindakan lebar. Ia angkat bogemnya terus
menjotos kemuka musuh. Tentu saja Nio Kiat tidak terima mentah-mentah, sekali
tangannya membalik menangkis sembari balas mencengkeram kemuka si hwesio.
Kalau sampai cengkeraman ini kena, pasti biji mata Tiat-pi akan dicolok keluar.
A Siu semula geli melihat kelakuan sang Toute itu tapi ia menjadi terkejut melihat
Tiat-pi bakal tertimpah bahaya, cepat dia berseru : Tarik tangan kesamping hantam
punggungnya! Hong san Koay Khek " Halaman 162
yoza collection Terhadap A Siu sekarang Tiat-pi sudah memujanya bagai dewa sakti, maka ia
menurut petunjuk itu, tangan dengan cepat ditarik terus melangkah kesamping
berbareng tangan yang lain menggebuk punggung musuh.
Walaupun A Siu memberi petunjuk seada-nya saja, tapi yang diucapkan itu adalah
gerak tipu paling hebat dari Siau-yang-chit-kay mana mampu Nio Kiat menghindarinya.
Tanpa ampun lagi punggung nona dihantam dengan keras seketika isi perutnya seakan2 terjungkir balik dia ter-huyung2 sambil muntahkan darah lalu terkulai ditanah.
Tiat-pi sendiri terkesima ketika sekali hantam telah bikin lawannya roboh tak
berdaya. Tapi segera serunya : Haha, ternyata kau lebih tak becus dari padaku, sekali
gebuk saja tak tahan. Baiklah masih ada dua kali toyoran. biar aku titip dulu padamu,
kalau kelak bertemu lagi awas kau!
Kedua Sutenya Nio Kiat menjadi heran melihat sang Suheng dijatuhkan orang, tapi
gurunya tinggal diam saja. Ketika mereka berpaling, tiba2 terlihat Ki Teng-nio setengah
bersandar pada dinding batu dengan muka pucat bagai mayat, kepalanya terkulai
dengan mata meram. Hai, Suhu, Suhu! Kenapa kau! teriak mereka beramai.
Melihat keadaan Ki Teng-nio rada tidak beres, cepat A Siu mendahului melesat
keatas batu disudut empang itu, ia periksa pernapasan orang, ternyata sudah sangat
lemah tinggal senen-kemis saja. Ia menjadi tak enak sendiri kalau dirinya tidak datang
merecoki, me -hwe-jip-mo atau api nyasar dan darah naik hingga
badannya lumpuh, tapi rasanya takkan mati begitu cepat.
Tiba2 ia melihat Ki Teng-nio sedikit pentang matanya, ternyata sinar matanya
sudah guram, katanya lemah dan hampir tak terdengar : Kain.. . .kain sutera.. . merah,. . .
tapi hanya sekian saja, ketika sekali napasnya sesak putuslah nyawanya !
Kiranya dalam keadaan lumpuh karena tenaga dalamnya yang dilatihnya nyasar
ditubuhnya, pula tadi telah kerahkan seluruh tenaga murninya untuk mengeluarkan
ilmu Ho-im-liap-hun , tapi tidak membawa hasil apa-apa, saking gusarnya hingga urat
nadi sendiri tergetar putus. Sebab itulah maka Ki Teng-nio bisa tewas begitu cepat. Dan
sebelum ajalnya ia hendak menuturkan rahasia yang meliputi pedang dan kain
suteranya yang merah, namun sudah tak keburu lagi.
Hayo, kalian bertiga ada yang tahu rahasia Jin-kiam Ang-leng ( Pedang Hijau dan
Kain Merah ) tidak " tiba2 Tiat-pi Hwesio membentak Kim-teng-sam-sat.
Hong san Koay Khek " Halaman 163
yoza collection Namun Nio Kiat bertiga hanya menggeleng kepala. Sudahlah, Toute, yang
mengetahui hanya Ki Teng-nio sendiri dan dia sudah mati, ujar A Siu.
Bagus, kini yang tahu rahasia pusaka2 itu mungkin sudah habis mati semua, baik
malah, dari pada selalu dibuat rebutan melulu, teriak Tiat-pi.
A Siu menghela napas, segera Tiat-pi Hwesio diajaknya tinggalkan puncak gunung
itu. Karena tiada tempat tujuan, A Siu sengaja pesiar kesana kemari untuk menambah
pengalaman. Dasar otaknya cukup cerdik, maka perlahan2 mulailah ia kenal tulisan.
Sebenarnya ia pikir hendak pergi mencari Siau Yan, itu teman kecil yang pernah
dikatakan Jin-koh, namun mengingat sang waktu tak mengijinkan, terpaksa ia tidak
berani merantau terlalu jauh. Tapi sejak insaf dirinya ternyata berilmu silat sangat
tinggi, iapun tidak gegabah turun tangan lagi, wataknya menjadi peramah dan sabar.
Begitu pula Tiat-pi Hwesio yang dogol kasar itu banyak terpengaruh oleh kelakuan si A
Siu, iapun banyak belajar intisari lwekang dari sang guru itu.
Ketika sudah dekat waktunya A Siu harus pulang menemui Lo-liong-thau, Tiat-pi
Hwesio seakan-akan otaknya menjadi terang, ia minta tinggal untuk selamanya disuatu
biara buat sucikan diri. Karena tak mau memaksa, A Siu lalu pulang sendiri kedaerah
Biau. Setiba dipegunungan tempat tinggalnya, sebelum sampai digua itu, dari jauh A Siu
melihat Lo-liong-thau dan Tiat-hoa-popo sudah menanti disitu, cepatan saja ia berlari
mendekati dan menyapa : Lo-liong-thau, Tiat-hoa-popo, aku sudah kembali!
Hem, aku sangka kau takkan pulang lagi! jengek Lo-liong-thau. A Siu, sejak kecil
aku membesarkan kau, apa benar kau akan turut segala perkataanku "
Tentu saja, Lo-liong-thau, urusan apakah katakanlah, sahut A Siu.
Bukankah kau sudah tahu bahwa pemilihan Seng-co dari tujuh puluh dua gua suku
bangsa kita sudah akan dimulai, tutur Lo-liong thau. Dan setiap ada pemilihan, selalu
banyak bangsa Han yang datang ikut sayembara tersebut hingga suku kita selalu
dikalahkan. Tapi sejak Seng-co kedelapan menghilang, kedudukan itu kalau jatuh lagi
ketangan orang Han, lalu pamor suku kita harus ditaruh dimana "
Mendengar itu, diam2 A Siu mengkerut kening, suruh dia pergi bertengkar dengan
orang untuk merebut kedudukan apa segala, sesungguhnya sangat bertentangan
dengan watak pembawaannya.
Hong san Koay Khek " Halaman 164
yoza collection A Siu, demikian Lo-liong-thau telah melanjutkan, menurut pendapatku, perebutan
Seng-co sekali ini tiada yang bisa melawan kau. Suatu hal yang kuharapkan dengan
sangat ialah, bila kau sudah menjadi Seng-co, harus kau pimpin kepala tujuh puluh dua
gua suku kita datang kemari untuk membawa aku pulang ke Tiok-teng-tiong!
Melihat orang berkata dengan sungguh2 dan dari wajahnya tampak itulah satu2nya
harapan yang sangat dirindukannya, pula mengingat dirinya telah dibesarkan selama
ini, mau tak mau A Siu mengangguk juga.


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagi Lo-liong-thau yang ilmu silatnya sebenarnya masih jauh diatas A Siu,
sebenarnya bukan sesuatu hal sulit bila dia mau menonjolkan diri. Tapi dia merasa
diwaktu kecilnya telah diusir orang sekampung bagai binatang berhubung sejak
dilahirkan badannya dalam keadaan tidak normal, hal mana senantiasa sangat
disesalkanyya, maka sekarang kalau dia bisa dipapak oleh pemimpin2 suku mereka, ia
merasa barulah cukup untuk menebus sakit hatinya itu. Maka katanya pula : Baiklah, A
Siu, bila kau sudah berjanji sekarang bolehlah kau ikut pulang dulu bersama Tiat-hoapopo!
Lantas tampak Tiat-hoa-popo berbangkit, tapi A Siu menjadi terkejut melihat nenek
itu jalannya meraba-raba dan geremat-geremet. Hai, kenapakah kau Popo " tanyanya
cepat. Oh, mataku kini sudah lamur, sudah lama aku merasa penyakit mataku akan
membutakan mataku, dan barulah tahun lalu aku benar benar lamur sama sekali, sahut
Tiat-hoat-popo. tapi jangan kuatir aku kenal jalanan!
Lekas A Siu maju memayang nenek itu dan keluar dari gua. A Siu, hendaklah kau
ingat baik2 pesanku, janganlah mengecewakan harapanku ! demikian Lo-liong-thau
berseru dari jauh. Dengan terharu A Siu menoleh, dia mengangguk dengan perasaan berat. Sudah
tentu ia tidak tahu bahwa kemudian ia akan bertemu dengan Kanglam-it-ci-seng Ti Putcian hingga lupa daratan akan semua pesan Lo-liong Thau itu.
ooOOoo BEGITULAH asal-usul si gadis A Siu itu. Maka ketika Ti Put-cian diam2 mendengar
tentang Lo-liong-thau di-singgung2 itu, ia menduga pasti orang tersebut jauh lebih
lihay dari A Siu, boleh jadi A Siu akan dipaksa menurut segala perintahnya.
Hong san Koay Khek " Halaman 165
yoza collection A Siu, segera terdengar Tiat hoa popo berkata pula dengan suara gusar, betapapun
juga, gadis Han itu sudah sekian lamanya masuk gua itu, rasanya sudah mati keracunan
didalam sana. Kalau lewat malam ini ia tidak kembali, perebutan Seng-co akan diulangi
lagi, dan kau masih ada kesempatan baik, maka harapan Lo liong thau hendaklah jangan
kau kecewakan. Sebenarnya A Siu sama sekali tidak pikirkan tentang kedudukan Seng co segala,
yang terbayang selalu olehnya melulu sisastrawan muda ganteng itu. Namun iapun
ingat benar akan budi kebaikan Lo-liong-thau serta pesannya diwaktu hendak berpisah.
Maka akhirnya ia menyahuti dengan suara berat : Baiklah, Popo, aku akan berbuat
sekuat tenagaku. Melihat pembicaraan mereka sudah selesai, cepat Ti Put-cian gunakan ilmu entengi
tubuhnya lagi kembali ketepi empang sebelah sana, ia sembunyi disemak-semak, maka
tertampaklah Tiat-hoa-popo keluar lebih dulu dan A Siu ikut dibelakangnya. Sungguhpun
nenek itu tidak sedikit mendapatkan intisari dari Siau-yang-chit kay yang diajarkan Loliong-thau kepadanya, tapi kalau dibandingkan A Siu, benar2 ilmu entengi tubuh si gadis
itu jarang ada bandingannya. Malahan sesudah jauh, A Siu masih menoleh lagi sekejap
kearah sembunyinya Ti Put-cian.
Maka Ti Put-cian yakin jejaknya memang sudah dapat diketahui gadis itu. Iapun
semakin heran melihat ilmu kepandaian A Siu yang luar biasa itu, sekalipun jago
terkemuka dari Tiong goan, rasanya juga tidak lebih dari dia.
Ia menunggu sesudah kedua orang sudah pergi jauh barulah ia kembali kegua
tempat pertandingan itu. Sementara itu orang-orang Biau masih terus menari dan
menyanyi walaupun sesungguhnya sudah tidak sabar menantikan kembalinya Jun-yan
dari gua labah2 berbisa itu, sebab mereka menyangka sembilan bagian gadis itu sudah
tewas didalam. Ketika Ti Put-cian melihat sekitarnya, ia lihat orang2 Han yang berada disitu tadi
sudah pergi semua. A Siu sendiri dengan rambut terurai lagi duduk termenung disuatu
gua itu. Pelahan2 ia mendekati gadis itu dan menegurnya.
A Siu terkejut oleh teguran itu, tapi ia menjadi girang ketika tahu siapa yang
berhadapan dengan dia. Sungguh sejak hidup dipegunungan tanpa gangguan suatu
pikiran apa pun, A Siu sama sekali lepas bebas dari segala ikatan batin, sebab itulah
Hong san Koay Khek " Halaman 166
yoza collection sampai ilmu Ho im-liap-hun Ki Teng-nio yang lihay juga tak mempan terhadapnya.
Tapi aneh, sejak bertemu dengan Ti Put-cian, hati si gadis seperti kena guna2.
Maka dengan ter-mangu2 A Siu mendongak memandangi Ti Put-ciang dengan sinar
mata penuh arti. Sudah tentu Ti Put-cian yang licin tahu akan maksud hati gadis jelita itu. Ia pikir
sangatlah kebetulan akan dapat memperalat si gadis yang lagi dibutakan cinta itu. Maka
dengan lagu suara merayu iapun berkata pula: A Siu percakapanmu dengan Tiat-hoa
popo tadi sudah kudengar semuanya. Aku sangat berterima kasih akan kesungguhan
hatimu kepadaku. Tapi siapakah gerangan Lo-liong-thau itu " Apakah kepandaiannya
lebih lihay dari kau"
Ya, sahut A Siu mengangguk, ia jauh lebih lihay dariku. Dia boleh dikata adalah
Suhuku. Untuk beberapa saat Ti Put-cian tercengang tapi segera timbul lagi akal kejinya,
katanya kemudian : A Siu, betapa bahagiaku apabila mendapatkan cintamu yang
kukuatirkan justru pertanggungan jawabmu terhadap Lo-liong-thau sedang mengenai
kedudukan Seng-co bagiku tidak ada artinya.
Nyata betapa liciknya akal Ti Put-cian ini. Mula2 ia telah peralat Lou Jun-yan
berhubung gadis ini mempunyai andalan bantuan si orang aneh yang berkepandaian
luar biasa itu. Kini mendengar A Siu adalah Lo liong thau yang katanya jauh lebih lihay
itu, lantas timbul pikiran akan memperalat A Siu untuk menarik bantuan dari kakek
aneh itu. Sebab itulah ia curahkan segenap kepandaiannya untuk memikat hati A Siu dengan
kata2 penuh manis madu. Ujarnya akhirnya : Betapa beruntungku apabila kelak akupun
dapat mengangkat guru juga Lo liong thau.
Sudah tentu A Siu sangat terharu akan kesungguhan hati sang kekasih, sama sekali
dia tidak bercuriga, maka dengan asyik sekali mereka tenggelam dialun asmara.
Sementara itu Jun-yan masih belum keluar dari gua meski sudah lewat sehari
semalam. Padahal saat mana Jun-yan sama sekali tidak tewas oleh racun saput labah2
yang jahat didalam gua itu, malahan sesudah ditutuk oleh manusia aneh itu, sejam
kemudian jalan darahnya sudah lancar kembali lalu ia gerayangi seluruh isi kamar batu
Hong san Koay Khek " Halaman 167
yoza collection didalam gua itu dan dapat menemukan sebarang pedang kuno yang berwarna hijau
gelap, pula sepotong kain sutra merah lalu keluar dari kamar itu.
Tapi bagi yang menanti diluar gua sampai sekian lama itu, mereka menyangka si
gadis pasti sudah mati didalam. Maka dengan ramai2 mereka menuntut diadakannya
pemilihan ulangan terutama Ti Put-cian sebagai orang kedua sesudah Lou Jun-yan
menjatuhkannya maka hak utama jatuh kepadanya untuk menyusul kedalam gua
beracun yang dimasuki lebih dulu oleh Jun yan itu. Sebab itulah belum jauh Put-cian
masuk gua, tepat kepergok Jun-yan yang lagi keluar dari kamar batu itu.
Begitulah, maka Ti Put-cian sangat terkejut ketika mengetahui Jun-yan ternyata
belum mati. Namun sebagai seorang licik, sama sekali ia tidak memberi tanda2
mencurigakan, ia malah pura2 menyatakan kuatir atas keselamatan si gadis, maka
sengaja datang mencarinya.
Dasar hati anak gadis, mudah disanjung dan gampang dirayu, walaupun sangat
panas ketika melihat kelakuan Ti Put-cian terhadap A Siu, namun kini sesudah berada
berduaan serta diuruk dengan kata2 madu, kembali ia lupa daratan, malahan Jun-yan
merasa sangat bersyukur orang telah menyusul padanya.
Maka sembari bicara mereka melanjutkan kedepan. Kalau diam2 Ti Put-cian sedang
memikirkan akal keji cara bagaimana melenyapkan Jun-yan untuk se-lama2nya
didalam gua ini, adalah sebaliknya Jun-yan meski biasanya nakal lincah, namun sifat
aslinya sebenarnya tidaklah jahat. Sama sekali ia tidak bayangkan bahwa elmaut
sebenarnya setiap saat akan mencabut nyawanya.
Ketika suatu saat dimana obor mereka menyorot, mereka dikagetkan oleh sinar
kemilauan yang menyilaukan mata. Untuk sejenak Jun yan merandek hingga tanpa
merasa Ti Put-cian mendahului kedepan beberapa kaki jauhnya. Pada saat itu tiba2 Junyan merasa angin berkesiur suatu bayangan secepat kilat melesat lewat di
sampingnya, dari samping gua yang gelap itu, tiba2 ia merasa tangannya sudah
bertambah sesuatu benda, ketika ia memeriksanya, kiranya adalah sebatang pedang,
yaitu pedang kuno yang diketemukan didalam gua tadi, tapi ditinggalkannya itu. Kembali
hati Jun-yan terkesiap, nyata gerak bayangan secepat itu, siapa lagi kalau bukan si
orang aneh itu. Ketika ia pandang Ti Put-cian, pemuda itu ternyata sudah sampai
dimulut gua didepan sana. Maka tanpa pikir iapun gantung pedang itu dipinggangnya.
Ternyata diujung gua ini sedikit menurun, menyambung pula sebuah gua yang lebih
besar dan lebar. Gua besar ini tampak sangat lembab dengan air lumpur sedikitnya
Hong san Koay Khek " Halaman 168
yoza collection setinggi betis. Gua besar ini tidak panjang, sebab tampak sekali diujung sana sinar sang
surya menyorot dengan terangnya. Anehnya dilorong gua ini banyak terdapat jaring
labah2 sebesar mata uang dengan warna yang sangat indah. Sedang ditengah jaring
yang wujutnya bagai selapis saput itu berdiam masing2 seekor labah-labah yang
berwarna kehijau-hijauan.
Nampak ini, kedua orang itu sama terkejut, mereka tahu itu labah-labah mata uang
serta saput mata uang sangat berbisa yang harus dilalui itu. Ketika Jun-yan coba
melongok kebawah, tanpa merasa ia berseru kaget. Ternyata dibawah gua yang becek
dengan air lumpur itu terdapat berpuluh rangka tulang belulang yang sebagian sudah
lapuk, agaknya karena tak tahan akan rendaman air itu.
It-ci Toako, Seng-co apa segala aku tidak pingin lagi, biarlah orang Biau mereka
yang menjabatnya saja, kata Jun-yan sambil mundur beberapa tindak.
Sebenarnya Ti Put-cian sudah ambil keputusan segera akan bereskan nyawa si
gadis, dengan demikian ia akan keluar gua sendirian dan kedudukan Seng-co itu terang
berada di tangannya. Namun menghadapi rintangan gua luar biasa ini, mau tak mau ia
kehabisan akal. Aneh, ujarnya kemudian.
Lazimnya, kalau sudah ada delapan angkatan Seng-co, tentu gua ini ada jalan
keluarnya. Lalu cara bagai manakah mereka melalui gua ini "
Peduli amat, sahut Jun yan, kenapa kita mesti adu jiwa hanya untuk jadi Sengco
segala " Namun Put cian tidak menghiraukannya, ia angkat obornya tinggi2 dan memeriksa
disekitarnya. Ia lihat kecuali sebuah lubang gua ini, sekitarnya hanya dinding batu
belaka yang terjal, terang tiada jalan tembus lain lagi. Karena kehabisan akal, tiba2
timbul maksud kejinya, ia pura-pura berseru : Lihatlah, apakah itu!
Tanpa curiga suatu apa, cepat Jun-yan mendekatinya dan melongok ketempat yang
ditunjuk. Pada saat itulah sebelah tangan Ti Put-cian sudah pegang pundaknya, asal
sekali dorong saja, pasti Jun-yan akan terjerumus kedalam gua yang penuh sarang
labah2 itu. Tapi ketika ia hendak kerahkan tenaga, mendadak dilihatnya dipinggang si
gadis tergantung sebatang pedang, walaupun sarungnya tidak menarik, tapi bentuknya
rada aneh. Hatinya tergerak, ia urung mendorong.
Hong san Koay Khek " Halaman 169
yoza collection Sudah tentu Jun-yan tidak insaf bahwa barusan saja sebelah kakinya sebenarnya
sudah melangkah masuk lubang kubur, dengan heran ia masih menanya : He, ada
apakah kau bilang tadi "
Ti Put-cian menjadi terkejut, cepat sahutnya : Oh, ah, tidak, tadi aku kira semacam
binatang aneh didalam air lumpur itu. Lalu ia bilukkan perkataannya dan menanya :
Eh, kenapa sekarang kau punya pedang "
Ehm, aku sendiripun heran, tahu-tahu pedang ini berada ditanganku, mungkin
pemberian si orang aneh itu, sahut Jun-yan. Habis ini, tanpa pikir ia tanggalkan senjata
itu dan diangsurkan pada Put-cian.
Put-cian mundur beberapa langkah dulu dan kemudian melolos pedang itu, ia lihat
pedang itu gelap tanpa bersinar, tipis bagai kertas, enteng seperti tiada bobot. He, Tungkau kiam ! tanpa merasa ia berseru.
Nyata sebagai seorang cendekia, Put-cian banyak membaca dan mempelajari
sejarah, maka ia tahu bahwa Tung-kau-kiam itu termasuk salah satu pedang pusaka
tertajam yang digembleng oleh ahli pedang Au-ti-cu dijamannya Liat kok. Sebagai
seorang tokoh persilatan, tentu saja Put cian sangat kesemsem oleh pedang pusaka
demikian ini. Dan apabila ia periksa lebih teliti, ternyata digaran pedang itu terukir pula
beberapa baris huruf kecil, ia membacanya dan untuk beberapa saat ter-menung2.
It-ci Toako, tulisan apakah yang berada dipedang itu " Tung kau kiam apa katamu
tadi " tanya Jun yan heran.
Oh, digaran pedang ini tertulis bahwa pedang ini bernama Tung-kau-kiam dan
asalnya milik Kiam sin Khong Siau lin dari Siangyang, tutur Put cian terpaksa.
Kiam-sin Khong Siau-lin" Siapakah dia" Jun-yan mengulangi dengan heran.
Ti Put-cian menjadi melengak mendengar pertanyaan itu, ia heran mengapa guru
si gadis Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king tidak pernah mengatakan padanya tentang
siapa Khong Siau lin itu" Padahal setahunya Kiam-sin atau dewa pedang Khong Siau
lin dari Siangyang itu justru adalah gurunya Jiau Pek-king yang pada lebih dua puluh
tahun yang lalu namanya sangat tersohor dikalangan Bu lim. Karena ilmu pedangnya
tiada bandingannya maka orang memberikan julukan Kiam-sin atau dewa pedang
padanya. Ketika Jiau Pek king mengangkat guru padanya, usia kedua orang itu selisih
tidak banyak. Tapi karena watak Jiau Pek king yang lain dari pada yang lain maka sering
Hong san Koay Khek " Halaman 170
yoza collection guru dan murid itu saling bertengkar. Namun Khong Siau lin cukup sabar dan dapat
memahami tabiat buruk sang murid, sedapat mungkin ia coba menginsafkannya.
Suatu kali, untuk sesuatu keperluan guru dan murid itu telah keluar, tapi pulangnya
hanya Jiau Pek king saja sendirian sedang Khong Siau lin untuk seterusnya tak diketahui
jejaknya lagi. Sudah tentu keluarga Khong mengusut keselamatan Khong Siau lin
kepada Jiau Pek-king, namun Pek-king justru sama sekali tidak mau menerangkan,
karuan semakin menimbulkan curiga orang, jangan2 Pek-king yang mencelakai sang
guru sendiri tapi terhadap tuduhan demikian iapun tidak membantah. Berhubung
dengan peristiwa ini, sudah ber-kali2 terjadi percekcokan dikalangan Bu lim, namun
banyak juga kawan yang kenal baik Jiau Pek-king, walaupun wataknya menyendiri,
namun bilang membunuh guru sendiri, rasanya tidak mungkin. Urusan itu masih terus
berlarut2 tidak pernah selesai dengan sendirinya Jiau Pek-king pun meninggalkan
perguruan dan tindak tanduknya semakin tak terkekang, maka akhirnya mendapatkan
julukan Thong-thian-sin-mo atau iblis raksasa maha sakti.
Kini Tun-kau-kiam ini terukir sebagai miliknya Khong Siau lin, padahal sebelum
menghilang, orang tidak pernah melihat dia menggunakan pedang demikian maka
dapat diduga pedang ini tentu diperolehnya sesudah orangnya menghilang, lalu kenapa
bisa terdapat ditengah gua sunyi didaerah Biau ini " Betapapun cerdiknya Ti Put-cian
menghadapi soal ini iapun merasa bingung.
Semula Jun-yan pun tidak kenal siapakah Khong Siau lin itu, tapi lantas teringat
olehnya diwaktu kecilnya, pada suatu hari seperti pernah ada seorang lelaki yang
berbaju compang camping, dipundaknya menggandul dua buah buli2 besar, tengah
malam buta mengunjungi gurunya. Disitu kedua orang telah pasang omong sambil
minum arak dengan bebas puas, sampai fajar barulah orangnya pergi. Esok paginya
ketika dia tanya sang guru, maka sekedar gurunya telah memberitahu padanya nama
orang itu seperti Khong Siau-lin apa, cuma waktu itu masih terlalu kecil, maka tidak
menaruh perhatian. Begitulah, selagi ia termenung2, tiba2 ia mendengar bentakan Ti Put-cian yang
seram. Dengan terkejut ia berpaling dan segera ia berteriak : He, kau . . . kau . . tapi
belum sempat ia berkata lebih banyak, tahu2 sinar hijau berkelebat, dengan sorot mata
yang bengis, saat itu Ti Put-cian telah tusukan pedang Tun-kau-kiam kedadanya.
Namun pada detik yang menentukan itulah, tiba2 terdengar dibelakang sana ada
suara gerengan tertahan, mendengar itu, seketika tangan Ti Put-cian tergetar dan tanpa
Hong san Koay Khek " Halaman 171
yoza collection merasa gemetar. Sebaliknya semangat Lou Jun-yan menjadi terbangun, ketika ia
pandang kedepan, ia lihat si orang aneh yang selama ini selalu mengintil dibelakangnya
itu sudah berada lagi disitu tidak jauh dari Ti Put-cian. Sementara itu terdengar suara
mencicit nyaring dua kali, dua butir batu kecil secepat kilat telah menyambar, sebutir
kearahnya dan yang lain menuju pergelangan tangan Ti Put-cian. Segera Jun-yan
merasa pinggangnya kesemutan, nyata ia sudah tertutuk oleh sambitan batu kecil itu
hingga badannya berdiri kaku disitu.
Berbareng itu mendadak tampak tangan Ti Put-cian sedikit ditarik, namun sudah
terdengar suara Ting yang nyaring, batu kecil tadi tepat kena diatas jari tunggalnya
yang berselongsong emas itu, tangannya tergetar pegal, cekalannya kendor dan pedang
Tun-kau-kiam terjatuh ketanah.
Kejadian2 itu berlangsung dalam sekejap saja, kalau pedang Ti Put-cian tadi sempat
diulurkan sedikit lagi, pasti tubuh Jun-yan akan tertembus atau jika melompat mundur
tentu akan ditelan lumpur serta sarang labah-labah di gua sebelah bawahnya itu.
Syukurlah saking jeri terhadap orang aneh itu, begitu muncul lantas Ti Put-cian
gemetar ketakutan dan sesudah pedangnya jatuh ketanah, orangnya terus melompat
kesamping. Mendadak orang aneh itupun putar tubuh dan melontarkan sekali pukulan
dari jauh, begitu keras angin pukulannya hingga debu berhamburan didalam gua itu,
lekas2 Ti Put-cian jatuhkan diri kesamping pula dan dengan cepat menggelundung pergi
sampai 7-8 kaki jauhnya. Habis ini cepatan saja ia merangkak bangun terus berlari sipat
kupingnya keluar gua sana.
Manusia aneh itupun tidak mengejar, dengan mulutnya ternganga sambil
mengeluarkan suara. Ah ah dia mendekat Jun-yan serta menuding2 kebelakang si
gadis. Untuk sejenak Jun-yan merasa bingung, tapi kemudian iapun paham akan maksud
orang sebabnya menyambitkan batu menutuk jalan darahnya ialah kuatir kalau dia
melompat kebelakang hingga terjerumus kedalam gua yang lebih besar itu. Tapi segera
ia menjadi heran pula, terang mata orang aneh ini sudah buta mengapa justru tahu ada
gua yang menurun dibelakangnya dengan sarang labah2 beracun itu " Kenapa
terhadap keadaan dalam gua ini orang seperti apal betul"


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedang dia memikir, sementara itu orang aneh ini sudah mendekatinya serta
menepuk perlahan dipundaknya untuk melancarkan jalan darahnya.
Hong san Koay Khek " Halaman 172
yoza collection Tatkala mula2 Jun yan melihat manusia aneh ini, ia merasa rupa orang lebih mirip
setan daripada manusia. Tapi kini kalau dibandingkan Ti Put-cian yang berwajah cakap
ganteng itu namun berhati palsu dan keji, ia merasa muka si orang aneh ini tiba2
seperti muka yang penuh welas asih.
Banyak terimakasih atas pertolonganmu tadi, kata Jun-yan kemudian sambil
menjemput Tun-kau-kiam yang jatuh ditanah ditinggalkan Ti put-cian tadi.
Walaupun tusukan Ti Put-cian tadi gagal mencelakai Jun-yan, namun sejak inilah
corak asli pemuda yang berhati palsu dan berjiwa keji itu sudah dapat diketahui si
gadis. Sejak kecil Jun-yan sudah berada dibawahan asuhan gurunya, Thong-thian-sinmo Jiau Pek-king, maka pengaruh jiwa sang guru itu menjadikannya enteng pikir, mudah
menerima dan gampang melepas. Sungguhpun tadinya hati kecilnya mulai bersemi
cinta pada Ti Putatannya yang rendah' ia malah
bersyukur dapat mengetahui kepalsuan orang sebelum terlambat.
Sementara itu si orang aneh masih ah ah uh uh tak jelas apa yang hendak
dikatakannya. Melihat itu, hati Jun-yan menjadi terharu dan merasa kasihan, dengan
suara lembut ia menanya : Paman aneh, aku tidak mengerti apa yang hendak kau
katakan. Akupun tidak kepingin jadi kepala orang-orang Biau segala, marilah kau ikut
aku pulang ke Jin-sia-san, nanti kumohon Suhu agar mencarikan tabib terpandai untuk
menyembuhkan kau" Tapi orang aneh itu hanya miringkan kepalanya seperti mendengarkan, sesudah
Jun yan selesai bicara, kembali dari tenggorokannya keluar pula suara gerengan
tertahan yang susah dimengerti apa maunya.
Marilah paman aneh, kita pergi saja, ujar Jun-yan sambil melangkah maju.
Diluar dugaan, baru beberapa langkah, mendadak si orang aneh itu merintangi
sembari tarik lengannya dan diseretnya pergi cepat.
Semula Jun-yan terkejut, tapi mengingat ia selalu melindungi dirinya, rasanya tidak
nanti bermaksud jahat, maka iapun tidak melawan dan membiarkan dirinya dibawa
kembali kedalam kamar batu itu. Sesudah berada didalam kamar batu itu, segera orang
aneh itu lepaskan si gadis terus me-raba2 kedinding kamar itu, Sampai suatu sudut,
tiba2 ia berhenti, lalu terdengar pula ia menggereng tertahan, ia mencengkeram dengan
jarinya, tahu2 bubuk dinding ditempat itu berhamburan, ternyata sebuah lubang kecil
Hong san Koay Khek " Halaman 173
yoza collection tembus kena terkamannya itu. Sungguh tidak kepalang terkejutnya Jun-yan melihat
betapa lihai tenaga jari orang.
Sedang Jun-yan ternganga kagum, sekonyong-konyong orang aneh masukan
tangannya kedalam lubang kecil itu, ketika ia tarik sikutnya, dibarengi suara gemuruh
yang keras, tahu-tahu sepotong batu besar dinding itu telah kena disingkirkan hingga
berwujut sebuah lorong yang menurun.
Jun-yan bertambah kaget, namun saat itulah si orang aneh itu telah baliki badannya
terus pegang pundak si gadis, dan sebelah tangan lain mengangkat pinggangnya
hingga tubuhnya terangkat naik. He, he, apa2an ini ! teriak Jun-yan sambil kedua
kakinya meronta2. Namun orang aneh itu tak memperdulikannya, tubuh Jun-yan tetap diangkat dan
dimasukkan kedalam lubang besar itu dan terus didorong sekuatnya, Jun-yan merasa
tubuhnya merosot kebawah dengan cepat oleh dorongan suatu tenaga yang besar, ia
terus meluncur kebawah hingga berpuluh tombak jauhnya, ketika tiba2 tubuhnya
menggelundung diatas semak2 rumput dan matanya terbeliak, ternyata dirinya
sekarang sudah berada disuatu goa besar yang tidak jauh dari situ nampak ada cahaya
sang surya, ia merangkak bangun dan berjalan keluar, waktu ia menoleh dan coba
memanggil paman aneh , namun tiada sesuatu suara sahutan.
Sesudah berada diluar gua itu, ia dapat mengenali tempat itu adalah tempat yang
pernah dilaluinya diwaktu datang bersama Ti Put-cian tempo hari. Cepat Jun-yan
masukkan pedang kesarungnya, ia pikir tentu Ti Put-cian masih berada dilembah
kurung itu, biarlah mencari padanya untuk bikin perhitungan. Maka segera ia berlari
menuju kepintu besi yang sudah dikenalnya itu, beberapa orang Biau yang tinggi besar
penjaga pintu menjadi terkejut demi nampak datangnya Jun-yan, se-konyong2 mereka
letakkan tombak mereka serta berjongkok ketanah memberi sembah, lalu bersorak
sorai se-keras2nya hingga mengejutkan kawan-kawannya yang berada disebelah
dalam. Ketika pintu dibuka dan Jun-yan masuk kelembah kurung didalamnya, suku Biau
yang sedang menyanyi dan menari itu mendadak berhenti, seluruh pandangan
diarahkan padanya. Masih Jun-yan hendak mencari Ti Put-cian yang mungkin
campurkan diri diantara orang banyak tapi ternyata tak kelihatan batang hidungnya.
Hong san Koay Khek " Halaman 174
yoza collection Hanya sebentar saja suasana menjadi sunyi, mungkin saking herannya karena Junyan bisa keluar dari gua sarang labah2 berbisa dengan selamat. Namun sejenak
kemudian tiba2 genderang berbunyi lagi, suara sorak sorai gegap gempita memecah
bumi. Terlihatlah tujuh puluh dua orang Biau dibawah pimpinan Tiat-hoa-popo telah
berlutut ditanah memberi sembah sambil bersorak : Tongcu dari tujuh puluh dua gua
menyampaikan sembah bakti kepada Seng-co kesembilan!
Untuk sesaat Jun-yan tercengang, ia pikir dirinya belum mampu menembus gua
sarang labah-labah berbisa itu, kenapa mereka telah menganggapnya sebagai Seng-co
" Tapi segera iapun menjadi jelas, sebab dirinya datang kembali melalui pintu besi
diluar sana, sudah tentu orang tak tahu apakah datangnya itu menembus gua labahlabah itu atau tidak. Dasar sifatnya yang masih kekanak-kanakan, ia menjadi senang
ketika melihat semua orang begitu menghormat kepadanya betapa jayanya menjadi
kepala suku Biau. Maka dengan tersenyum ia memberi tanda agar semua orang berdiri.
Dengan ber-bondong2 lalu Jun-yan disongsong ke 72 kepala gua itu keatas
panggung batu ketika Tiat-hoa-popo memberi tanda, kemudian suasana menjadi sunyi
lagi, lalu dia angkat bicara dengan suaranya yang tajam: Walaupun Lengpay (lencana
tanda perintah, mandaat) Seng co telah dihilangkan sejak lenyapnya Seng-co ke 8 dan
hingga kini belum diketemukan, namun sesudah Seng-co baru sekarang kita angkat,
kita tetap akan menurut dan tunduk kepada segala perintah Seng-co.
Habis itu Tiat-hoa-popo berpaling minta petunjuk kepada Jun-yan apakah sebagai
Seng-co baru ada petua apa2 yang perlu disampaikan. Sudah tentu si gadis gelagapan
entah apa yang harus dikatakan, ia hanya minta Tiat-hoa-popo menyampaikan kepada
para kerabat agar tetap hidup damai berdampingan, semoga makmur dan bahagia.
Sembari berkata ia coba men-cari2 lagi Ti Put-cian diantara orang banyak, tapi masih
tak diketemukan. Sementara itu Tiat-hoa-popo menuturkan lagi kepada Jun-yan, tentang adat istiadat
serta kewajiban2 seorang Seng-co, bahwa tiap sebulan sekali Seng-co harus bergiliran
tinggal bersama disetiap gua dengan suku bangsanya, sesudah itu barulah boleh pilih
tempat kediaman sendiri untuk selamanya.
Diam2 Jun-yan mengeluh akan ikatan demikian itu. Masakan ia harus tinggal untuk
selamanya didaerah Biau ini.
Hong san Koay Khek " Halaman 175
yoza collection Tiat-hoa-popo, jika menurut penuturanmu, jadi Seng-co sama sekali tak boleh
tinggalkan tempatnya ini "
Tentu saja boleh, sahut sinenek, asal sebelumnya ia mengangkat seorang
wakilnya. Aha, jika begitu, Tiat-hoa-popo adalah seorang yang paling dihormati diantara
sukumu, padahal masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan ditempat lain, maka
biarlah sementara ini aku angkat kau sebagai wakilku, mumpung seluruh kepala tujuh
puluh dua gua berada disini, sekarang juga aku umumkan maksudku ini.
Betapa girangnya Tiat-hoa-popo, hampir2 ia tidak percaya akan pendengarannya
sendiri. Saking terharu sampai air matanya meleleh, segera ia sampaikan keinginan
Jun-yan kepada para kawannya, maka didahului sinenek, kembali para kepala gua itu
berjongkok menyembah lagi.
Lapor Seng-co, demikian Tiat-hoa-popo berkata pula, Sebenarnya Seng-co
Baru mendengar sampai disini, se-konyong2 Jun-yan merasa sesosok bayangan
berkelebat dari samping, tanpa pikir Jun-yan meraup dengan tangannya serta
memandang kearah datangnya bayangan itu. Tetapi ia menjadi heran ketika tiada
seorangpun disitu, hanya tangannya tahu-tahu bertambah satu bungkusan hitam entah
apa isinya, cuma bobotnya terasa agak antap, waktu ia buka, ia menjadi tercengang.
Ternyata isi bungkusan itu adalah dua belas buah lencana emas segi tiga, diatas
lencana2 itu terukir gambar yang ber-beda2. Saking herannya Jun-yan membolak-balik
lencana-lencana itu untuk dilihat hingga mengeluarkan suara yang gemerincing. Ia
menjadi heran, darimanakah datangnya lencana-lencana emas ini dan apa gunanya "
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Tiat-hoa popo berhenti menutur, tapi dengan
cermat sedang mendengarkan suara gemerincing yang diterbitkan lencana2 emas itu.
Benda apakah yang kau pegang itu, Seng-co" tiba2 ia menanya.
Entahlah, tapi bentuk lencana segitiga dan seluruhnya ada dua belas buah, sahut
Jun-yan. Ha" seru Tiat-hoa-popo kaget, lalu dengan suara terharu pintanya : Dapatkah aku
meraba sebuah diantaranya "
Hong san Koay Khek " Halaman 176
yoza collection Segera Jun-yan serahkan sebuah lencana emas itu ditangan sinenek. Ketika nenek
itu sudah meraba dan pegang2 lencana itu dengan teliti mendadak wajahnya berobah
hebat, lalu dengan suara keras ia berkata dalam bahasa Biau.
Jun-yan bingung oleh kelakuan orang. Ia lihat orang2 Biau yang tadinya bersoraksorai tadi, kini mendadak berdiam lagi, lalu Tiat-hoa-popo angkat lencana tadi tinggi2
sembari mengucapkan serentetan kata2 lagi dalam bahasa mereka, maka orang2 Biau
itu kembali menjura lagi dengan hikmatnya. Selagi Jun-yan hendak menanya, tiba2
sinenek berganti dalam bahasa Han dan berkata padanya : Lencana Seng-co sudah
hilang selama tiga puluhan tahun, kini mendadak berada ditangan Seng-co baru, ini
suatu tanda rejeki Seng-co baru yang maha besar dan suku Biau menerima rahmatnya.
Jun-yan berseru kaget oleh penjelasan itu, jadi lencana itulah Lengpay yang
dianggap benda keramat oleh bangsa Biau. Lalu siapakah tadi yang menimpukkan
kepadanya " Apakah orang aneh itu " Padahal orang aneh itu diketemukan Jing-lingcu dijurang Ciok-yong-hong di-pegunungan Hengsan, dari manakah ia dapat
memperoleh Lengpay dari Seng-co 72 gua suku Biau ini "
Dan karena masih tidak mengerti, akhirnya Jun-yan bertanya: Lalu apakah gunanya
Leng pay ini, Popo" Lengpay ini adalah tanda kebesaran Seng-co, tutur Tiat-hoa-popo. Beratus ribu
suku Biau kita akan tunduk pada segala perintah Seng-co asal melihat Lengpay itu.
Diam2 Jun-yan bergirang akan manfaat lencana kebesaran itu. Maka ia ambil enam
buah diantaranya, sisa enam buah lainnya ia serahkan kepada sinenek serta
mengumumkan dihadapan 72 kepala gua itu, bahwa untuk sementara berhubung
urusan penting yang harus diselesaikannya didaerah lain, maka Tiat-hoa-popo ia angkat
sebagai wakil mandaat penuh sesuai dengan enam buah lencana yang diserahkan
padanya itu. Dengan sorak gemuruh para orang Biau itu menyatakan setuju, saking terharunya
kembali Tiat-hoa-popo meneteskan air mata. Pada saat itulah tiba-tiba sesosok
bayangan putih berkelebat, tahu seorang telah melompat keatas panggung, kiranya
adalah A Siu yang lincah itu.
Walaupun tadinya merasa cemburu oleh karena melihat A Siu kesemsem pada Ti
Put-cian namun sesudah tahu perangai jahat pemuda itu Jun-yan merasa gegetun
malah bila si gadis cantik ini terpikat oleh pemuda yang tak bermoral itu. Memangnya
Hong san Koay Khek " Halaman 177
yoza collection iapun suka bersahabat, terutama terhadap seorang gadis jelita yang lincah seperti A
Siu ini, maka segera ia menyapanya dengan tertawa : Eh, adik ini siapakah namanya
" Aku bernama A Siu, sahut si gadis dengan tersenyum. Kemarin Jun-yan sudah
menyaksikan juga betapa A Siu telah robohkan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin hanya
dengan sekali-dua gebrakan saja, terang ilmu silatnya sangat tinggi, A Siu, hebat sekali
kepandaianmu. Siapakah suhumu " segera ia tanya.
Lapor Seng-co, aku tak punya Suhu.'' sahut A Siu terus terang.
Aneh, diam2 Jun-yan membatin. Segera ia pun membisiki A Siu : Harap kau jangan
sebut aku Seng-co umur kita sepadan, panggillah padaku enci saja.
Mana boleh jadi" sahut A Siu tertawa. Sebab apa" tanya Jun-yan.
Kau adalah Seng-co, mana boleh terang2an aku panggil kau enci" sahut A Siu.
Tapi lantas ia membisikan pula : Hanya kalau sudah diluar daerah sini, barulah tidak
menjadi soal. Melihat sifat dan tutur kata A Siu berbeda dengan orang Biau lainnya, Jun-yan
bertambah suka padanya. Tiba2 ia ingat akan diri Ti Put cian lagi, maka tanyanya : A
Siu dimanakah pemuda satu jari itu.
Seketika wajah A Siu bermuram durja sahutnya : Tidak lama baru saja ia keluar
dari gua, lantas buru2 pergi ingin aku menyusulnya tapi dicegah Popo sebab bila kau
masih belum keluar gua pada waktunya orang berikutnya adalah giliranku.
A Siu apakah kau suka pada pemuda itu" tanya Jun-yan melihat wajah A Siu tibatiba muram demi mendengar Ti Put-cian disebut. Sebenarnya ia hendak
menasehatkannya tentang jiwa kotor pemuda itu, tapi urung.
Sebaliknya A Siu tidak menjawab, ia hanya mengangguk sambil memandang
dengan sinar mata yang jernih dan mantap.
A Siu, karena urusan lain aku harus tinggalkan tempat ini dahulu, apakah kau suka
ikut bikin perjalanan bersamaku " kata Jun-yan kemudian.
Tentu saja A Siu bergirang, memangnya ia ingin sekali bisa menyusul buah hatinya.
Asal bisa menyusul buah hatinya. Asal bisa ikut pergi bersama Jun-yan, harapan
Hong san Koay Khek " Halaman 178
yoza collection bertemu tentu sangat besar. Maka tanpa ragu2 lagi ia mengia, segera ia bicarakan hal
itu dengan Tiat-hoa-popo.
ENGAN enam buah lencana, sudah tentu Tiat-hoa-popo dapat bertindak
sesukanya seperti Seng-co. Maka iapun tidak merintangi akan kepergian A
Siu bersama Jun-yan. Besoknya, kedua gadis itu lantas berangkat dihantar oleh 72 kepala gua Biau hingga
jauh. Sesudah menginjak daerah, dengan tertawa Jun-yan berkata pada A Siu: Nah,
sekarang kau boleh panggil enci, bukan"
Betul juga A Siu lantas memanggil enci kembali padanya. Karenanya Jun-yan
kegirangan. Selama ia berkelana di kangouw, siapa saja kalau tidak menyebutnya anak
dara, tentu memakinya budak liar, tetapi belum pernah orang memanggil taci padanya.
A Siu, kata Jun-yan pula. Walaupun kita bukan saudara kandung, tetapi menurut
kebiasaan bangsa Han kami, kita bisa mengangkat saudara.
Ya, ya, aku tahu, bangsa Han suka angkat saudara sehidup semati, ujar A Siu.
Eh, darimana kau tahu, apa pernah kau pergi kenegeri kami " tanya Jun-yan heran.
Pernah, ketika pergi bersama muridku, kata A Siu.
Muridmu " Jun-yan menegas dengan heran, ah bagus bakal ada orang memanggil
aku Supeh, tentu! Dan siapakah nama muridmu itu" Dimana dia sekarang "
Muridku adalah seorang Hwesio gede, namanya Tiat-pi Hwesio, sebulan yang lalu
tinggal disuatu biara, mungkin masih disana, tutur A Siu.
Mendengar nama Tiat-pi Hwesio, Jun-yan bertanya: itu paderi jahat terkenal
disekitar Hunlam " Benar, walaupun orangnya kelihatannya jahat, sebenarnya tidak demikian, ujar A
Siu. Hong san Koay Khek " Halaman 179
yoza collection Lalu iapun ceritakan pengalamannya dahulu ketika merantau bersama Tiat-pi
Hwesio ke-daerah Hunlam dan Kuiciu.
Melihat A Siu sama sekali tidak menyinggung ilmu silat yang dimilikinya, diam2
Jun-yan sangat ingin mengetahui sampai dimanakah sebenarnya ilmu kepandaian
gadis jelita itu, meski sudah terang sangat tinggi seperti waktu menghajar Cu Hong-tin
diatas panggung batu, tapi gaya aslinya masih belum jelas kelihatan seluruhnya.
Siapakah gurumu, A Siu " tanyanya kemudian.
Namun A Siu hanya geleng2 kepala saja dan menjawab : Aku tak punya guru.
Diam2 Jun-yan tidak percaya, masakan tanpa Suhu dapat mempelajari ilmu silat
setinggi itu, bahkan jauh lebih unggul daripada Kang lam-it-ci-seng Ti Put-cian yang
sudah ngacir itu. Ia pikir mungkin peraturan perguruan yang melarang
memberitahukan orang luar, maka A Siu tak mau bilang. Maka iapun tidak menanya
lebih jauh. Petangnya tibalah mereka disuatu kota kecil, setelah mendapatkan hotel, Jun-yan
minta pelayan menyediakan alat sembayangan dan sekedar sesajen, karena ia hendak
mengangkat saudara dengan A Siu. Selesai upacara singkat itu, Jun-yan pikir sebagai
enci, sepantasnya memberi sesuatu tanda mata padanya. Tetapi merasa tidak
membawa barang2 apa yang berharga, pedang Tun-kau-kiam ia merasa berat, pecut
mulut bebek tidak mungkin, sebab itu senjata pemberian sang guru. Sesudah berpikir
lama, ia lihat telinga A Siu tanpa hiasan, tiba2 hatinya tergerak, katanya : A Siu, biarlah
aku memberi sepasang anting2 padamu, dengan itu, tentu kau akan lebih menggiurkan.
Aku sudah punya anting-anting, sahut A Siu dengan tertawa. Sembari berkata, ia
keluarkan sepasang anting2 pualam hijau yang ditemunya waktu mencari jejak ayahnya
dan Jin koh tempo dulu. Coba kulihat, pinta Jun-yang.
Tapi ia menjadi heran dan terperanjat ketika melihat diatas anting2 itu masing2
-king yang kecil-kecil, ia jadi teringat pada peristiwa2 sesudah
dirinya tinggalkan Cio-jong hong, waktu malam pertama tahu2 orang meletakkan golok
Pek-lin-to disamping bantalnya, kemudian ketika orang aneh itu merampasnya kapal
jambrud dari tangannya Siang Lui untuk dirinya, setiap kali selalu disertai secarik kertas


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan tulisan Jing kin . Melihat huruf itu, tampaknya nama seorang, hal ini selamanya
Hong san Koay Khek " Halaman 180
yoza collection menjadi tanda tanya baginya, dan kini diatas anting2 terdapat lagi nama itu, sungguh
aneh! Ada apakah, enci Jun-yan " Apa anting2 ini tidak bagus " tanya A Siu ketika melihat
Jun-yan ter-menung2 penuh kesangsian.
A Siu, darimanakah kau mendapatkan anting2 ini " tanya Jun-yan kemudian.
Entahlah, cuma dapat diduga miliknya Jing-koh (bibi Jing), sahut A Siu.
Jing-koh " Siapakah dia"
Entahlah, hanya tahu dia she Ang bernama Jing-kin, iapun memberi sebutir mutiara
besar padaku, kata A Siu pula. Lalu ia unjukkan mutiara mestika yang terkalung di
lehernya itu. Nampak mutiara itu, kembali hati Jun-yan tercekat, diam2 ia heran sekali : Aneh,
mutiara ini aku seperti pernah melihatnya entah dimana "
Makin lihat ia merasa makin kenal akan benda itu, se-akan2 benda itu pernah
dimilikinya. Tapi meski ia meng-ingat2nya lagi, masih tak mengerti apakah itu kebetulan
saja atau sesuatu peristiwa yang pernah terjadi.
A Siu, siapakah gerangan Ang Jing-kin itu, dapatkah kau ceritakan padaku sedikit
tentang dia " katanya kemudian.
Akupun tidak begitu paham, hanya masih kuingat ketika aku ikut dia masuk gunung
bersama ayah untuk mencari obat untuk suaminya. sahut A Siu. Lalu iapun cerita
sekenanya tanpa teratur apa yang masih teringat olehnya ketika rumahnya kedatangan
suami isteri Ang Jing-kin, kemudian bersama Tiat-pi Hwesio pergi mencari ayahnya
dan menemukan kerangka tulang ditepi empang.
Sudah tentu cerita yang tak keruan susunannya itu membikin Jun-yan tambah
bingung. Siapakah gerangan suaminya Ang Jing-kin itu " Kemudian kemana dia telah
pergi " ia tanya pula.
Entah, cuma menurut cerita Tiat-hoa-popo, ketika tanpa sengaja ibuku menyingkap
kain kerudung kepalanya, ibuku menjerit kaget karena melihat wajah orang yang lebih
mirip setan, lalu orang itu berlari pergi menghilang , tutur A Siu.
Mukanya jelek mirip setan " Apakah karena bekas luka " demikian Jun-yan
menggumam sendiri. Hong san Koay Khek " Halaman 181
yoza collection Namun A Siu tak bisa menjelaskan lebih banyak, iapun tidak menanya lebih jauh,
mereka melanjutkan perjalanan tanpa terjadi apa2. Akhirnya tibalah mereka sampai
ditapal batas propinsi Ciat-kiang. Tatkala itu menginjak musim rontok, hawa sejuk
pemandangan permai. Terutama A Siu yang belum pernah menjajaki daerah Kanglam
yang indah, ia sangat terpesona oleh pemandangan alam yang dilaluinya.
Suatu hari, sampailah mereka didaerah kabupaten hi-sui-koan. Karena kesemsem
akan pemandangan indah disekitarnya, mereka berdua menjadi melampaui waktu
istirahat, makin jauh makin memasuki tanah pegunungan. Sementara itu sang surya
sudah mulai mendoyong kebarat.
Tiba2 mereka melihat didepan sana tumbuh beberapa rumpun pohon bambu,
ditepinya mengalir sebuah sungai yang mengelilingi tiga buah rumah gubuk.
Melihat pemandangan itu, tanpa merasa Jun-yan memuji, Betapa indahnya tempat
ini entah siapa gerangan yang tinggal itu, benar2 pandai menikmati !
Dan selagi ia hendak berseru akan memohon mondok bermalam digubuk itu, tiba2
dilihatnya ada seorang lagi jalan keluar dari salah satu rumah itu sambil mengukur,
dengan laku sangat hormat orang itu lagi berkata dengan badan membungkuk : Kilocianpwee, haraplah pada waktunya nanti kau orang tua bisa hadir disana, betapapun
juga, sedikitnya akan membikin semangat Jing-ling-cu dan begundalnya melempem !
Habis itu dari dalam rumah lantas terdengar sahutan seorang yang bersuara tuan
besar : Ehm, tiba waktunya nanti aku datang kesana. Sekarang lekaslah kau enyah !
Ber-ulang2 orang yang keluar itu membungkuk sambil mengia. Sebaliknya lagak
lagu orang didalam rumah itu terang angkuh luar biasa. Diam2 Jun-yan terkejut ketika
mendengar nama Jing-ling-cu disebut. Cepat ia tarik A Siu dan membisikinya : Coba
kita sembunyi dulu untuk melihat siapakah orang itu ! lalu keduanya menyelinap masuk
kesemak-semak pohon bambu sana.
Cuaca waktu itu sudah mulai sore, namun cukup jelas untuk melihat orang yang
keluar itu ternyata seorang Thauto atau paderi yang memelihara rambut panjang,
mukanya bengis dilehernya terkalung serenceng tasbih dari emas yang bentuknya
dibikin seperti tengkorak, jumlahnya beratus biji.
Tampak mukanya ber-seri2, kadang2 mengelus2 jenggotnya yang pendek dengan
tangannya yang penuh bulu.
Hong san Koay Khek " Halaman 182
yoza collection Jun-yan tak kenal Thauto itu, ia lihat orang berjalan dengan bersitegang leher dan
lewat tidak jauh dari tempat sembunyinya tanpa merasa. Diam2 Jun-yan bergirang, ia
membisiki A Siu: Tampaknya paderi ini bukan manusia baik2. Jing-ling-cu yang
disebutnya tadi adalah tokoh ternama dari Heng-san yang menjadi sobat baikku. Marilah
kita coba mengintil dibelakangnya untuk melihat apa yang hendak dilakukannya.
Sudah tentu A Siu menurut saja, apalagi sifat kanak2nya masih belum hilang, untuk
berbuat hal2 yang nakal justeru sangat cocok dengan kelincahannya. Maka dengan ilmu
entengi tubuh yang tinggi mereka menguntit Thauto itu dari jauh.
Sudah tentu ilmu Ginkang A Siu jauh lebih hebat daripada Jun-yan, maka kagum
sekali Jun-yan terhadap kepandaian kawannya yang tinggi itu, ia heran akan keterangan
A Siu tempo hari bahwa ilmu kepandaian yang dimilikinya itu dipelajarinya tanpa guru.
Ia tidak tahu bahwa Siu-yang-chit-Kay yang dipelajari oleh A Siu itu adalah merupakan
kombinasi dari intisari berbagai cabang persilatan, maka tidak heran ilmu kepandaian
A Siu susah diukur dengan ilmu silat umumnya. Saking kagumnya, maka Jun-yan coba
menanya sedikit tentang dasar2 Ginkang yang dimiliki A Siu itu. Tanpa ragu2 A Siu suka
memberi penjelasan juga, begitu pula ia terangkan Lwekang yang pernah dipelajarinya
dari ukiran digua itu. Dan karena asyik tanya jawab itu, sampai mereka lupa bahwa mereka lagi mengintil
Thau-to berambut panjang tadi. Ketika mereka ingat kembali, namun Thauto itu sudah
tak kelihatan lagi bayangannya, kedua gadis itu hanya saling pandang dengan
tersenyum geli. Keenakan paderi itu, demikian Jun-yan menggerutu.
Dan selagi mereka hendak mencari jalan lain buat melanjutkan perjalanan mereka,
tiba-tiba tercium bau sedap yang menusuk hidung. Nyata itulah bau makanan yang
dipanggang, mungkin babi atau ayam panggang. Dasar perut mereka sudah sangat
lapar, maka Jun-yan yang pertama-tama tak tahan, hampir-hampir air liurnya menetes
dari mulutnya. Ehm, betapa lezatnya bau itu! Siapakah gerangan yang lagi panggang daging babi
itu " Ehm, betapa wanginya! demikian ia berkecap2 sambil lidahnya menjilat-jilat. Habis
berkata, cepat ia mendahului berlari menuju ke tempat datangnya bau sedap itu.
Hong san Koay Khek " Halaman 183
yoza collection A Siu menjadi geli melihat wajah kerakusan kawannya itu, tetapi iapun berlari
mengikut dibelakang. Tidak seberapa jauh, tampaklah oleh mereka disuatu lapang sedang menyala
segunduk besar api unggun ternyata Thauto tadi lagi membolak-balikkan tangkai kayu
yang menyunduk tiga ekor kelinci panggang diatas api, pantas bau wangi lewat jauh.
Nampak itu, tiba2 timbul lagi pikiran jahilnya Jun-yan. A Siu, harap kau pancing
paderi itu pergi sejauh mungkin, biar aku goda dia agar tahu rasa, supaya kelak jangan
berani-berani sembarangan omong, katanya segera.
Suruh menggoda orang, tentu saja A Siu sangat senang. Segera ia melompat maju
mendekati Thauto yang asyik memanggang kelinci itu. Mungkin juga lagi bayangkan
betapa lezatnya kelinci panggang itu, maka paderi berambut itu sama sekali tidak
merasa bahwa dibelakangnya sudah berdiri seorang A Siu.
Tiba-tiba A Siu telah tertawa sekali, lalu cepat sekali ia melesat pergi. Sungguh
diluar dugaan Jun-yan, gerakan Thauto ternyata sebat luar biasa, mendadak ia putar
tubuh, tapi A Siu sudah melesat kedalam semak2 pohon, maka tiada suatu bayanganpun
yang dilihatnya. Ia menjadi curiga, terang tadi suara tertawa orang, kenapa tiada
terdapat seorangpun " Kembali ia teruskan memanggang kelinci.
Kembali A Siu mendekatinya, sekali ini ia cabut setangkai rumput panjang, dengan
itu ia jentikkan kepunggung si Thauto.
Karena rumput itu sangat enteng, tapi dengan tenaga dalamnya A Siu, rumput itu
meluncur kedepan dengan cepat sekali tanpa suara menuju punggung Thauto itu terus
menyusup masuk Kasa (jubah padri) dan nancap didaging.
Karuan paderi itu ber-kaok2 kaget sambil meloncat tinggi. Bettt, kontan ia
menghantam kebelakang, betapa keras tenaga pukulannya hingga dua pohon kecil
dibelakangnya seketika patah kena angin pukulan itu. Namun A Siu sendiri sudah
melesat pergi dengan cepat. Sekilas bayangan A Siu sekali ini dapat dilihat oleh Thauto
itu, tentu saja ia menjadi murka, dengan menggerang terus saja mengudak.
Ketika melihat angin pukulan si Thauto yang maha hebat itu, untuk sejenak Jun-yan
terkejut kalau Thauto itu saja demikian lihay-nya apalagi orang she Ki yang sangat
dihormatinya didalam gubuk itu" demikian ia pikir.
Hong san Koay Khek " Halaman 184
yoza collection Tapi demi nampak Thauto itu sudah jauh pergi mengejar A Siu, kembali Jun-yan
membayangkan macamnya orang yang menggelikan ketika kena teperdaya olehnya
nanti. Maka cepat ia melompat keluar mendekati api unggun sementara itu dia sudah
mengempal tiga comot besar lempung (tanah liat) yang bentuknya mirip kelinci, segera
dia lepaskan tiga ekor kelinci panggang dari tangkai kayu, sebagai gantinya ia tusuk
kelinci tepung itu keatasnya, ia tambahi pula kayu bakar agar api unggun berkobar
lebih keras, lalu berlari sembunyi ketempatnya tadi.
Tak lama pula, ia lihat bayangan A Siu berkelebat, gadis itu sudah kembali dengan
tertawa, Eenci Jun-yan, Thauto itu cukup lihay, tapi telah kuperdayai mungkin orangnya
sekarang masih putar kayu dirimba sana sambil mencaci maki, demikian tuturnya
dengan geli. Dasar watak Jun-yan memang binal, biasanya dikalangan Kangouw orang segan
pada nama gurunya, maka sama mengalah padanya. Apalagi sekarang ada A Siu yang
mengawalinya ia menjadi semakin berani, sahutnya dengan tertawa : Ha-ha, biar kita
tunggu sebentar lagi dan mempermainkan Thauto itu!
Baru selesai ia berkata, tampak Thauto tadi sudah datang kembali dengan langkah
lebar, dari wajahnya yang merah padam, tampak sekali rasa gusarnya yang tidak
terhingga. Begitu datang dengan marah-marah ia duduk diatas batu disamping api
unggun, lalu termenung-menung seakan-akan lagi mengingat siapakah gerangan yang
bergurau padanya tadi. Tak lama kemudian tiba-tiba ia menggablok keatas batu
disampingnya hingga remukan batu berhamburan.
Diam-diam Jun-yan terkejut dan memuji akan tenaga pukulan orang, ia pikir tenaga
pukulan yang paling lihay di jaman ini yalah Thi-thau-to dari Ngo-tai-san. Paderi piara
rambut berkepala baja.. Dengan tenaga pukulannya Jian-kin-cio-tui atau hantaman
beribu kati pernah ia patahkan pohon yang bulat tengahnya sebesar paha. Sekarang
orang inipun thauto jangan-jangan dia inilah Thi-tha-to yang tersohor itu " Tapi pernah
dia mendengar tentang sipat Thi-thau-to yang berjiwa besar, apalagi sebagai seorang
ketua cabang persilatan, tak nanti mau merendah dan menjilat seperti kelakuan Thauto
ini tadi. Sementara itu si Thauto melihat kelinci panggangnya sudah berwarna hitam, ia
sangka telah hangus, maka cepat2 ia angkat kayu sunduk-nya, tapi sebelum kelinci
pangggang itu dihantar kemulutnya, mendadak ia membentak, sambil menoleh. Nyata
Hong san Koay Khek " Halaman 185
yoza collection karena digoda A Siu tadi, ia menjadi senewen, padahal dibelakangnya tiada seorangpun,
tapi untuk ber-jaga2, ia sengaja menghardik kebelakang.
Melihat kelakuan orang yang menggelikan, hampir2 Jun-yan terbahak-bahak, tapi
sedapat mungkin ia bertahan.
Pada saat lain, terlihatlah Thauto itu terus menggerogoti kelinci panggang. Apa
celaka, masih untung juga baginya, baru sekali-dua ia cokot kelinci itu dan baru mulai
dikunyah, segera ia merasa rasanya kelinci panggang itu rada-rada luar biasa, ia
menjadi kelabakan, frr. . . . frr. . . berulang-ulang ia semburkan lempung dari mulutnya
disertai dengan suara gerengan yang murka.
Melihat macam orang yang lucu. semula Jun-yan masih menahan rasa gelinya
sedapat mungkin, sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan lagi, dengan ter-bahak2
iapun berdiri dari tempat sembunyinya sambil menggoda : Haha, Thauto busuk, kelinci
panggangmu ini kurang pandai kau membakarnya, bukankah kelinci panggang yang
kubikin untukmu itu jauh lebih lezat "
Thauto itu terkejut karena tiba-tiba melihat dari semak-semak sana muncul dua
gadis dengan ter-tawa2 sambil tangan masing2 memegangi seekor kelinci panggang
dan sedang dimakan dengan nikmatnya. Maka tahulah dia duduknya perkara
sebenarnya, karuan alangkah gusarnya tanpa pikir lagi ia kerahkan seluruh tenaga di
sebelah tangannya terus dihantamkan kedepan.
Saat itu Jun-yan masih ter-pingkal2 dengan mulutnya penuh daging kelinci
panggang, ketika mendadak Thauto itu melontarkan serangan, sama sekali ia tidak berjaga2. Baiknya A Siu selalu waspada, melihat bahaya, cepat ia berseru sambil tumbuk
badan Jun-yan dengan pundaknya sambil meloncat kepinggir.
Karena tumbukan A Siu itu, Jun yan ter-huyung2 kesamping hingga jauh, dalam
kagetnya segera ia hendak mengomeli A Siu yang sembrono, namun bila ia pandang
lagi, ia terkejut sendiri. Ternyata dimana pukulan Thauto tadi sampai, seketika batu
kerikil berhamburan. Betapa hebat tenaga pukulan itu, sungguh sangat mengejutkan.
Namun Jun-yan bukan Jun-yan kalau dia menjadi takut, dengan gusar ia malah
balas mendamperat : Thauto keparat, hanya tiga ekor kelinci panggang, kenapa kau
mesti turun tangan sekeji itu " Siapakah "
Hong san Koay Khek " Halaman 186
yoza collection Saking murkanya Thauto itu tidak menjawab lagi, ia hanya memaki : Setan alas!
habis ini, sekali lompat, kembali ia melontarkan serangan pula, sebelah tangannya
dengan kelima jarinya yang dipentang lebar terus mencengkeram keatas kepalanya
Jun-yan, sedang telapak tangan lain dari samping bergaya merangkul ke tengah.
Tiba2 Jun-yan merasa suatu tenaga maha besar seakan-akan mencakup kepalanya,
segera ia hendak melompat menghindari, tapi tahu-tahu sesuatu tenaga lain dari
samping seakan-akan menggondeli tubuhnya hingga dirinya seperti sudah dikurung
ditengah, sementara itu terdengar pula suara tertawa sinis si Thauto.
Dalam gugupnya Jun-yan terpaksa pukulkan juga kedua tangannya coba bertahan,
pada saat itu pula iapun ingat siapa akan diri si Thauto itu, teriaknya : He, kau Tai-likeng-jiau Ngo-seng Thauto!
Kiranya Ngo-seng Thauto yang berjuluk Tai-lik-eng-jiau atau cakar elang bertenaga
raksasa, adalah sutenya Thi-thau-to, ini ketua Ngo-tai-san yang tersohor. Tapi karena
jiwanya yang kotor dan kemurtadannya, maka ia telah mendurhakai perguruan dan
memusuhi sang Suheng, malahan secara rendah berani menggondol lari kitab pelajaran
Tai-lik-jiau-hoat dan kabur jauh ketempat lain, akhirnya berhasil juga melatih ilmu
cakar elang itu, maka seperti harimau tumbuh sayap saja, kelakuannya semakin sewenang2.
Begitulah, maka Jun-yan benar2 payah merasakan kurungan tenaga pukulan orang,
sedapat mungkin ia coba bertahan, tetapi dadanya serasa sesak, mata ber-kunang2
diam2 ia mengeluh mengapa A Siu tidak lekas turun tangan membantu.
Namun A Siu sudah dapat juga melihat keadaan Jun-yan yang payah, serunya
segera : Thauto, jangan kau sesalkan aku bila kau tak mau lepaskan enciku !
Sudah tentu Ngo-seng tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis jelita yang
lemah itu segera iapun dapat mengenali orang yang menggoda dan diudak olehnya itu
adalah gadis ini, tiba2 ia tertawa aneh, berbareng tangan kiri memutar, mendadak
mencengkeram juga keatas kepalanya A Siu. Nyata dengan demikian ia telah salah
perhitungan. Jika seorang diri Jun-yan yang diserangnya terang tenaganya masih jauh
berlebihan tapi terhadap A Siu satu melawan satu saja belum tentu Ngo-seng sanggup
menang, sudah tentu ia tidak tahu akan betapa tinggi ilmu lwekangnya A Siu hanya
Hong san Koay Khek " Halaman 187
yoza collection disangkanya seperti Jun-yan yang mudah dilayani, maka sekaligus ia pikir hendak
robohkan kedua gadis itu untuk kemudian akan disiksa.
Maka sekali A Siu kebas lengan bajunya menangkis mendadak Ngo-seng
merasakan suatu tenaga yang maha besar membentur kemukanya begitu hebat hingga
napasnya se-akan2 sesak matanya ber-kunang2. Barulah sekarang ia terkejut tidak
kepalang. Terpaksa ia mesti tarik kembali sebelah tangan yang melayani Jun-yan tadi
untuk membela diri. Dan karena mendadak tangannya ditarik, Jun-yan menjadi
kehilangan imbangan badannya karena dia juga lagi kerahkan sepenuh tenaga untuk
melawan, gadis ini terhuyung-huyung kedepan hingga mendekati Ngo seng namun Junyan bukan anak murid Thong thian-sin-mo kalau dia lantas jatuh begitu saja. Dalam
keadaan sempoyongan ia masih sempat ayun tangannya menampar hingga plok
dengan keras Ngo-seng telah kena ditempilingnya sekali sampai beberapa giginya
rompal dan darah mengucur dari mulut. Dan pada saat lain karena melihat Jun-yan
sudah terbebas dari bahaya, cepat A Siu tarik kembali tenaga serangannya tadi.
Sungguh tidak kepalang murkanya Ngo-seng, belum pernah ia kecundang seperti
sekarang ini sejak ia malang melintang didunia Kangouw, apalagi kecundang dibawah
tangan si gadis cilik yang dianggap masih ingusan. Saking gusarnya hingga untuk
sesaat tampak ia berdiri menjublek dengan sinar mata bengis.
Sudahlah, enci Jun-yan, marilah kita pergi, ajak A Siu kemudian.
Nanti dulu, sahut Jun-yan sambil melolos pedang. Habis siapa suruh paderi busuk
itu berlaku begitu garang, kalau tak diberi sedikit hajaran, boleh jadi ia akan lebih mementang2 lagi. Habis ini, tiba2 ia membentak Ngo-seng ; Nah, kau sudah dengar tidak,
paderi busuk, jika kau ingin hidup, biarlah aku mengiris dulu kedua kupingmu, dan kau
boleh pergi lantas.

Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terdengar Ngo-seng mendengus tertahan, tetapi tidak buka suara, masih terus
melotot, malahan dari ubun2nya se-akan2 mengepulkan hawa.
Nampak itu, segera Jun-yan hendak membentaknya pula, tak terduga, mendadak
Ngo-seng telah mendahului menggertak sekali sekeras guntur, berbareng kedua
tangannya diangkat, seperti cakar elang saja, dengan tipu Siang-jiau-bok tho atau dua
cakar mencengkeram kelinci, segera mengarah kemukanya Jun-yan.
Hong san Koay Khek " Halaman 188
yoza collection Kiranya berdiamnya Ngo-seng tadi ialah sedang mengumpulkan seluruh tenaga
dalamnya untuk melontarkan serangan yang mematikan kepada Jun-yan yang sudah
dibencinya tujuh turunan. Maka sekali serang, ia yakin akan matikan lawannya itu.
Alangkah terkejutnya Jun-yan oleh serangan maha lihay itu. cepat ia putar
pedangnya keatas dengan gerak tipu heng-hun-liu-sui atau awan meluncur air
mengalir, secepat kilat ia sambut cakaran orang.
Untuk kesebatan si gadis itu, mau tak mau Ngo-seng terkejut juga, mendadak ia
putar telapak tangannya kesamping, namun begitu, lengan bajunya sudah terpapas
sobek, cuma serangannya masih terus mencengkeram kedepan.
Dalam keadaan begitu, walaupun Jun-yan berhasil memapas baju orang, tapi ia
sendiri masih tetap terancam bahaya. Maka A Siu tak bisa tinggal diam lagi, terpaksa
ia turun tangan menolong. Saat itu Ngo-seng lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk
mematikan Jun-yan, ketika tiba2 merasa angin pukulan menyambar lagi dari samping,
ia menjadi kaget dan sadar akan kepandaian A Siu yang tak boleh dipandang enteng
itu, maksud hatinya akan mengegos kesamping sambil membaliki sebelah tangannya
menangkis. Tapi lagi2 ia mesti telan pil pahit, sedikit kelonggaran telah dipergunakan
oleh Jun-yan dengan baik, plok-plok dua kali ia hantam pundak orang, berbareng
pedang diputar dengan tipu hun-kay-goat-hian atau awan menyingkap, bulan kelihatan,
tiba2 Ngo-seng merasa pipinya nyes dingin tahu2 sebelah kupingnya sudah berpisah
dengan tuannya. Sungguh apes bagi Ngo-seng akan kejadian hari ini, berulang kali ia kena dihajar,
sebelah kupingnya kena diiris lagi. Karuan bukan main murkanya, tapi apa daya"
Menghadapi dua gadis lincah itu, ia benar-benar mati kutu, hanya sesudah melompat
pergi ia memutar tubuh dan melotot dengan mata berapi.
Paderi busuk, tiba-tiba Jun-yan memaki pula, rupanya ia masih belum puas
mempermainkan Thauto itu, kau masih punya sehelai daun kuping, supaya tidak ganjil,
ada lebih baik biar kupotong sekalian! habis berkata, benar saja ia melompat maju
dengan pedang terhunus. Gemas luar biasa sebenarnya Ngo-seng kepada Jun-yan, kalau bisa gadis ini hendak
ditelannya bulat2, tapi ia kuatir kalau2 A Siu nanti mengerubut maju lagi dan jangan2
kuping yang tinggal satu itu benar2 akan berkorban lagi, bagaimana macam kepalanya
tanpa daun kuping itu "
Hong san Koay Khek " Halaman 189
yoza collection Karena itu, dengan gusar2 takut itu, mendadak ia hantamkan kedepan sekali
sebelum Jun yan mendekat, angin pukulan yang keras itu menyambar kemuka si gadis,
terpaksa Jun-yan sedikit merandek, maka Ngo-seng sempat putar tubuh angkat langkah
seribu. Namun begitu, berulang2 ia menoleh kuatir diudak.
Jun-yan ter-bahak2 geli, dampratnya dengan tertawa, Hahaha, paderi keparat, apa
mungkin kau ajak berlomba lari " lalu ia berpaling kepada A Siu dan berseru: Marilah
A Siu, paderi busuk itu sudah ketakutan, cepat kita kejar dia !
Sebenarnya A Siu yang lebih halus perangainya itu enggan ikut mengudak, tapi
karena Jun yan sudah mendahului lari, terpaksa ia menyusul dari belakang.
Sebaliknya ketika mula2 Ngo-seng melihat Jun-yan sendiri yang mengejarnya, ia
telah berhenti sejenak, tapi demi nampak A Siu sudah menyusul, ia menjadi jeri dan
cepat berlari. Uber punya uber, akhirnya mereka sampai didekat kompleks rumah2 gubuk tadi.
Melihat itu dari jauh, Jun-yan menjadi ragu2, teringat olehnya waktu Ngo-seng Thauto
keluar dari gubuk itu telah mem-bungkuk2 badan sambil mengia dengan merendah
sekali, terang didalam rumah itu terdapat seorang kosen, yang sangat disegani paderi
itu. Melihat Jun-yan berhenti dengan sangsi, sudah tentu Ngo-seng tidak tinggal diam,
segera ia memaki2 lagi dengan kata2 kotor dan rendah untuk bikin hati si gadis menjadi
panas. Betul juga Jun-yan menjadi murka, dampratnya: keparat, jika aku tidak potong
lehermu, jangan kau panggil nona Lou kepadaku! Dan segera ia mengejar pula.
Karena kuatirkan keselamatan Jun-yan, cepat A Siu menyusul dibelakangnya.
Sebaliknya ketika sampai didepan pintu gubuk tadi, mendadak Ngo-seng berhenti
dengan celingukan. Lalu ia berpaling kearah Jun-yan dan memaki pula, tapi tidak keras,
hanya dengan suara tertahan.
Karuan Jun-yan berjingkrak saking murka, la lihat gubuk itu ada suara lentera dari
dalam tetapi keadaan sunyi saja, ia menjadi berani, ia mendamprat pula terus menubruk
maju, sekali pedangnya mengayun, terus ia tusukkan.
Hong san Koay Khek " Halaman 190
yoza collection Rupanya serangan inilah yang sedang ditunggu2 Ngo-seng, sebab begitu Jun-yan
menubruk maju, tiba2 dengan bahunya ia dorong pintu gubuk dan orangnya menerobos
masuk. Tanpa pikir terus saja Jun-yan ikut menguber kedalam.
Diluar dugaan, suatu tenaga maha besar lantas menerjang dari depan, baiknya Junyan cukup cekatan, begitu merasa gelagat jelek, segera ia melompat mundur terdorong
oleh damparan tenaga itu, menyusul mana suatu bayangan ikut melayang tiba hendak
menubruk tubuhnya, dalam gugupnya cepat Jun-yan berjumpalitan ke samping, maka
terdengarlah suara buk yang keras, sesosok tubuh telah terbanting ditanah. Dan
sejenak kemudian barulah A Siu dan Jun-yan dapat melihat itu adalah Ngo-seng Thauto
yang gede. Rupanya jatuhnya itu sangat keras hingga Ngo-seng berjongkok meringis
hingga lama baru bisa bangun.
A Siu dan Jun-yan telah merasakan betapa lihaynya Ngo-seng, kalau satu lawan
satu mereka belum pasti menang, tapi kini begitu mudah Ngo-seng terlempar keluar,
maka betapa hebat tenaga pukulan orang yang berdiam didalam rumah itu dapat
dibayangkan. Dalam pada itu dengan ter-sipu2 Ngo-seng telah merangkak bangun walaupun
dengan meringis kesakitan, sesudah berdiri, dengan sangat hormat ia masih berkata
kearah rumah itu: Ki-lociappwe, memang aku terlalu sembrono masuk tanpa permisi,
tetapi kedua budak ini sesungguhnya keterlaluan..
Ngo-seng, tiba-tiba suara ke-malas2an menyela dari dalam rumah, kenapa kau
berani main gila didepan rumahku dengan kata2mu yang kotor tadi" Apakah
memangnya kau sudah bosan hidup"
Dengan membungkuk2 Ngo-seng mengia belaka. Melihat macam orang yang lucu
karena masih meringis kesakitan itu, Jun-yan tertawa geli. Karena Ngo-seng gemas dan
mendongkol, ia pelototi dara nakal itu dengan sengit.
Ngo-seng, terdengar orang didalam gubuk berkata pula, Mengingat hormatmu
kepadaku, kesalahanmu itu biarlah kuampuni. Tapi budak yang membawa Tun-kau-kiam
tadi, mana dia, suruh masuk minta ampun padaku !
Jun-yan melangkah, tadi ia hanya melangkah masuk terus terdesak mundur keluar
hanya sekejap itu, siapa orangnya didalam saja ia tak jelas melihatnya. Tapi orang itu
sekilas saja sudah dapat mengetahui dia membawa pedang yang dihunusnya adalah
Tun-kau-kiam, sungguh tajam amat matanya "
Hong san Koay Khek " Halaman 191
yoza collection Sementara itu Ngo-seng tampak berseri-seri, ia melirik ngejek Jun-yan sekejap, lalu
katanya pula: Ya, Ki-locianpwe. Malahan dia masih punya seorang kawan budak
lainnya. Keduanya suruh masuk semua, kata orang didalam itu tanpa pikir. Lagu suaranya
angkuh seakan-akan dunia ini dia kuasa.
Ngo-seng menjadi senang, dengan mengejek ia berkata pada Jun-yan berdua: Nah,
kalian dengar tidak" Ki-locianpwe suruh kalian masuk minta ampun padanya.
A Siu menjadi sangsi, Enci Jun-yan, siapakah Ki-locianpwe itu kenapa kita
disalahkan" Cis, buat apa kita peduli, sahut Jun-yan penasaran. Siapa kenal orang she Ki ini
manusia macam apa " Peduli !
Kata2 Jun-yan itu diucapkan dengan keras, maka Ngo-seng juga mendengar dengan
jelas, wajahnya berubah hebat dan bingung, tapi segera ia bergirang pula. Sebaliknya
Jun-yan telah menuding sambil membentak lagi: Thauto keparat, kau mau maju kemari
atau tunggu aku iris lidahmu yang kotor itu dan..
Sampai disitu, suara yang ke-malas2an didalam gubuk tadi menyela lagi : Bocah
dara, kau murid siapakah, ha " Besar amat nyalimu "
Walaupun nakal, tapi Jun-yan juga mengerti bahwa orang didalam gubuk itu pasti
bukan orang sembarangan. Tiba2 hatinya tergerak, ia pikir gunakan nama gurunya
untuk menggertak maka dengan tegak leher sahutnya : Kau tanya nama guruku " Hm,
mungkin kau akan mati kaget bila kukatakan ! Dia orang tua she Jiau, namanya Pekking, orang menjulukinya Thong-thian-sin-mo ! Nah, apa abamu sekarang " sembari
berkata ia bertolak pinggang dengan lagak nyonya besar.
Mendadak orang didalam gubuk itu tertawa tawar. Aha, kukira siapa, tahunya murid
ajaran siauw-Jiauw ! Pantas licin dan belut seperti sang guru. Nah, tidak lekas masuk
terima hukuman, apa kau minta aku keluar malah "
Jun-yan terkejut, tapi orang ini berani menyebutnya siau-Jiau atau Jiau sikecil,
suatu tanda derajat angkatannya masih diatas gurunya. Untuk sesaat, ia terpengaruh
oleh perbawa orang. Dasar gadis lincah yang tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi, segera ia
berpendapat jangan2 orang menggertak saja, persetan orang macam apa" Kontan saja
Hong san Koay Khek " Halaman 192
yoza collection dia menjawab: Eh, kau she Ki bukan" Ya tahulah aku, bukankah kau adalah siau-Ki yang
tercantum didalam kamus Kang-ouw itu" Melihat kau suka kasak-kusuk dengan Thauto
keparat itu, tentu kau pun bukan manusia baik2. Hayo, lekus kau menggelinding keluar.
Tapi baru saja ucapannya habis, se-konyong2 suara gelak tawa bergema dari dalam
gubuk, suara ini keras tajam menggetar sukma, jauh berbeda dengan suara kemalas2an tadi. Terkejut sekali Jun-yan begitu pula A Siu terkesiap oleh tenaga lwekang
itu. Pada saat itulah tiba2 dua suara keras krak-krak berjangkit disamping mereka, dua
pohon bambu besar telah patah tertimpuk dua batu kecil yang menyambar keluar dari
gubuk itu. Menyusul suara orang didalam itu berkata: Budak bernyali besar nah
sekarang sudah kenal lihayku belum" Apa tidak lekas masuk kemari"
A Siu lebih baik kita angkat kaki saja, bisik Jun-yan kepada kawannya demi nampak
gelagat tidak menguntungkan.
Sudah tentu A Siu hanya menurut saja, maka cepat mereka terus melompat
kerimba bambu sana, diluar dugaan, baru mereka tiba didepan rimba bambu itu, tahu2
beberapa bintik sinar berkelebat mendahului mereka disusul dengan suara gemuruh
robohnya beberapa pohon bambu merintang didepan, malahan suara orang didalam
gubuk itu berkata lagi: Jangan coba lari, dara bandel, tidak lekas kembali "
Melihat betapa hebat tenaga jari orang itu hanya beberapa batu kerikil sudah
mematahkan pohon bambu, bila dia mau mencelakai mereka sesungguhnya seperti
membaliki tangannya sendiri. Maka sesudah ragu2 sejenak, segera Jun-yan mendengus
dengan dada membusung ia mendahului kembali kearah gubuk tadi sambil berkata:
Mari A Siu, masakan kita takut kepada segala manusia" Hayo, dia minta masuk
kegubuknya, marilah kita masuk saja, masakan dia sanggup telan kita "
Habis itu, dengan langkah lebar ia menuju kegubuk itu dan tanpa permisi terus
menerobos kedalam. Maka terlihatlah ruangan gubuk itu terawat rapih bersih, disebuah
kursi malas buatan bambu berduduk seorang berbaju hitam lagi asyik membaca
dibawah sinar pelita. Mengetahui masuknya Jun-yan, tanpa menoleh, dengan nada
kemalas2an tadi ia berkata : Sekarang kau baru mau kemari bukan " Hendaklah kau
ketahui peraturanku, siapa yang berani membangkang perintahku, maka hukumannya
akan ditambah sekali lipat.
Waktu Jun-yan menoleh ia lihat A Siu sudah ikut masuk, hatinya menjadi besar.
Ketika ia mengamat2i orang itu, walaupun sedang menunduk membaca, hingga
Hong san Koay Khek " Halaman 193
yoza collection wajahnya tidak jelas kelihatan, tetapi usianya ditaksir takkan lebih setengah abad,
terutama mengingat rambutnya yang masih hitam mengkilap. Dengan lagak angkuh
orang itu masih duduk ditempatnya tanpa sesuatu yang aneh, kembali timbul pandang
rendah pada hatinya Jun yan, ia menyesal tadi kenapa mesti lari kena digertak orang,
jika orang ini ada hubungannya dengan Ngo-seng Thauto tentunya juga bukan manusia
baik" Karena itu sesudah memberi isyarat kepada A Siu, sahutnya : lantas cara
bagaimana kau akan menjatuhkan hukuman"
Diatas saka situ ada gelang rantai, masukkanlah tanganmu sendiri dan suruh
kawanmu ambil cambuk dilantai itu dan pecutkan tiga puluh kali, tidak boleh kasih
ampun ! kata orang itu tetap menunduk.
Waktu Jun-yan mendongak, benar juga diatas saka sana ada gelang besi dan
dilantai terdapat seutas pecut panjang hitam. Baiklah, sahutnya tanpa pikir. Mendadak
ia terus meloncat keatas.
Tapi bukannya masukan tangannya kedalam gelang besi itu seperti yang diminta,
tapi terus lolos pedangnya Tun-kau-kiam dan mengayun dua kali, terdengarlah suara
creng-creng kedua gelang besi Itu sudah terpapas putus semua. Bahkan ketika
tubuhnya menurun, tiba2 pedangnya membalik, dengan gerak tipu hoat-hun-ji-goat
atau menyingkap awan mengarah rembulan, ujung senjatanya itu terus menikam
keatas buku yang dipegangi orang itu dengan maksud membikin kaget padanya.
Rupanya orang itu masih tidak berasa akan serangan itu, maka bles , buku yang
dipegang itu tahu2 tertembus tusukan pedang, sungguh diluar dugaan Jun-yan bahwa
serangannya bisa berhasil begitu mudah, dan lagi ia hendak congkel pedangnya agar
buku orang terpental, se-konyong2 terasa pedangnya se-akan2 melengket pada sesuatu
tenaga dan susah ditarik kembali. Waktu ia dorong sekalian kedepan, ternyata
pedangnya seperti menancap dibatu saja susah digoyah.
Dan selagi Jun-yan kaget dan bingung itulah orang itu telah geser bukunya sambil
berpaling, kiranya sebabnya senjata Jun-yan itu tak bisa bergerak adalah disebabkan
batang pedangnya kena dijepit oleh dua jari tangan orang itu. Kini wajah orangpun
dapat dilihat Jun-yan dengan jelas, benar umurnya antara lima puluhan saja wajahnya
cakap gagah, matanya bersinar, alisnya tebal, sambil memandang Jun-yan, mulutnya
mengulum senyum, nyata ia tidak bergusar pada si gadis yang sembrono.
Hong san Koay Khek " Halaman 194
yoza collection Mendadak orang itu bergelak ketawa, tangannya yang menjepit pedang itu sedikit
diangkat keatas, terasalah oleh Jun-yan suatu tenaga maha besar menumbuk
ketubuhnya, tanpa kuasa pedangnya dilepaskannya, sedang tubuhnya terus mencelat
menyundul atap rumah, kuatir kalau turun kembali akan dipermainkan orang lagi, tanpa
pikir Jun-yan rangkul belandar diatas itu. Diluar dugaan, tak-tak dua suara berjangkit
dan pergelangan tangannya yang merangkul belandar itu terasa kencang seperti dijepit
sesuatu. Apabila ia menegasi, ia menjadi kaget, kiranya yang menjepit tangannya itu
adalah kedua belahan gelang besi yang dipapas olehnya tadi, kini setengah gelang besi
itu ambles kedalam belandar hingga kedua tangannya seperti terpaku dan badannya
ter-katung2. Waktu ia memandang kebawah, orang tadi masih acuh tak acuh membaca
bukunya. Kau dara ini tampaknya lebih mendingan, kata orang itu kemudian kepada A Siu,
tadi aku hanya mau hajar dia tiga puluh kali cambukan, tapi ia berani membangkang,
kini hukuman harus ditambah sekali lipat menjadi enam puluh cambukan. Nah lekas
kau mulai, sembari berkata, iapun letakan Tun-kau-kiam yang dijepitnya dari Jun-yan
itu keatas meja lalu membaca bukunya lagi.
Ketika menyaksikan Jun-yan tahu2 mencelat keatas terus dipantek diatas belandar,
untuk sementara itu A Siu heran juga akan kepandaian orang. Kini mendengar dirinya
diharuskan mencabuk enam puluh kali kepada Jun-yan ia menjadi ragu2 katanya cepat
: Toacek apakah hukuman ini tidak terlalu berat"
Berat" orang itu menegas. Malahan menurut aku harus enam puluh kali biar ia
kapok. Biarlah selanjutnya kami takkan merecoki kau, dapatkah kau lepaskan enciku itu"
pinta A Siu ramah. Orang itu bersangsi sejenak, tanyanya kemudian : Apakah kau muridnya Siau-jian"
Bukan aku tak punya Suhu, sahut A Siu.
Orang itu meng-amat2inya sejenak, tapi katanya lagi: Tidak, dara bandel ini harus
kuhajar mewakili siau-jiau. Kalau kau tak mau lakukan, biar kupanggil Ngo seng yang
menghajarnya. Dalam pada itu, Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2 berusaha
melepaskan diri, dalam hati ia mendongkol sekali kenapa A Siu tidak lekas turun tangan
Hong san Koay Khek " Halaman 195
yoza collection menolongnya, sebab ia yakin ilmu kepandaian A Siu yang tinggi itu cukup untuk
melawan orang, cepat saja ia ber-kaok2 suruh A Siu turun tangan.
Dilain pihak, rupanya percakapan itu telah didengar Ngo-seng, tanpa disuruh lagi ia
sudah masuk kedalam dan berseru: Ki-locianpwe, biar kuhajar adat budak liar ini!
Orang itu mengangguk setuju. Dengan girang segera Ngo-seng hendak menjemput
pecut panjang dilantai itu.
Tahan! bentak A Siu mendadak sambil kebas lengan bajunya kedepan, menyusul
sebelah tangannya menyodok dada orang. Lekas-lekas Ngo-seng hendak mundur,
namun begitu angin pukulan A Siu sudah membikin tubuhnya ter-huyung2 mundur dan
akhirnya jatuh duduk. Walaupun Jun-yan sendiri ter-katung2 di-udara, tapi melihat A Siu menghajar Ngoseng, ia tidak lupa bersorak: Bagus! Tahu rasa kau, Thauto busuk. Hajar lagi, A Siu!
Sebaliknya orang itu rada heran melihat sekali gebrak Ngo-seng kena dirobohkan si
gadis, Anak perempuan, boleh juga kepandaianmu. Kau bernama apa dan siapa


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Hong San Koay Khek Karya Gan K.l di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gurumu" Namaku A Siu, guru aku tidak punya, sahut A Siu ke-kanak2an, Toacek, silahkan
kau turunkan enciku itu. A Siu hajar saja, kenapa mesti banyak cing cong, teriak Jun-yan tak sabaran.
Sebaiknya orang tadi telah berkata pula: Jika kau sanggup menerima tiga kali
seranganku, segera aku lepaskan dia!
A Siu suruh dia yang terima tiga seranganmu, biar dia tahu rasa, kembali Jun-yan
ber-kaok2. Nyata ia anggap ilmu kepandaian A Siu sudah tiada tandingan di jagat, tak
tersangka bahwa A Siu cukup insaf akan betapa tinggi ilmu lwekang orang itu, apalagi
ia sudah ambil keputusan takkan sembarang bergebrak dengan orang.
Tapi orang hanya minta menangkis tiga kali serangan saja lantas A Siu
menerimanya dengan baik. Jadilah, marilah kita keluar.
Tak perlu! sahut orang itu. Nah hati2lah.
Habis berkata, sambil tetap berduduk, mendadak lengan bajunya menggontai,
seluruh rumah itu seketika penuh terisi angin keras. Memangnya Jun-yan yang
tergantung diatas itu lagi me-ronta2, kini tubuhnya ikut ter-buai2 oleh angin keras itu
Hong san Koay Khek " Halaman 196
yoza collection hingga pergelangan tangannya yang terjepit itu serasa akan patah. Sedang angin keras
itu menyambar kearah A Siu dengan dahsyatnya.
Tapi A Siu sudah siap siaga, cepat sekali ia mengegos, berbareng kedua lengan
bajunya juga mengebas hingga kedua tenaga angin saling bentur. Tapi ia sendiri lantas
terasa kalah kuat hingga ter-huyung2 mundur beberapa tindak.
Bagus. orang itupun berseru, menyusul mana sebelah telapak tangannya menepuk
kedepan. Saat itu baru saja A Siu dapat berdiri tegak, terpaksa ia meloncat minggir sembari
sebelah lengan bajunya mengebas pula untuk mematahkan tekanan tenaga pukulan
orang. Dengan demikian barulah ia berhasil lolos dari bahaya. Diam2 ia terkejut luar
biasa, sungguh belum pernah diduganya bahwa lwekang orang bisa sedemikian
hebatnya. Nyata A Siu tidak tahu bahwa orang itu dimasa dahulu mendapat julukan Put-kuesam atau tidak lewat tiga artinya selamanya tiada ada orang yang sanggup menerima
tiga kali serangannya. Kini A Siu sudah mampu mengelakan dua kali, sebenarnya sudah
membuat orang itu bertambah heran.
Awas! kembali orang itu berseru, sekali ini kedua lengan bajunya mengebas
kesamping, habis ini mendadak merangkup kedalam hingga tenaga pukulan itu seakan2 menggulung terus menggunting.
Menghadapi gelombang serangan ini, mula2 A Siu seakan2 tertarik kesamping,
tetapi mendadak seperti terjepit oleh dua tenaga dari kanan kiri. Tidak kepalang
terkejutnya, cepat ia hantam kedua tangannya kebawah hingga tubuhnya terangkat
keatas. Inilah satu diantaranya tujuh kunci ilmu Siau-jang-chit-kay yang dipelajarinya
itu. Pada saat itulah Jun-yan telah berhasil melepaskan tangannya dari jepitan gelang
besi serta turun kebawah, maka teriaknya: Bagus, tiga kali serangan sudah selesai. Nah,
lekas kembalikan pedangku biar kami pergi!
Sementara itu muka orang tadi jadi berobah hebat demi nampak A Siu mampu
mengelakkan tiga serangannya, pelan2 ia berdiri. Anak perempuan, siapa gurumu"
Katakan atau tidak" katanya dengan memandang tajam.
Hong san Koay Khek " Halaman 197
yoza collection Toacek, bukankah kau sendiri sudah berjanji, setelah aku terima tiga kali
seranganmu, lantas kau akan melepaskan enci Jun-yan " tanya A Siu.
Benar, sahut orang itu dengan tertawa aneh. Dan aku telah lepaskan dia, namun
sekarang kau yang hendak kutahan!
He, kenapa " sahut A Siu heran.
Eh, kau kenal malu tidak, ludah sendiri dijilat kembali" teriak Jun-yan mengejek.
Akan tetapi orang itu tak menggubrisnya, sebaliknya mukanya masam dan berkata
pula kepada A Siu : Kau mampu menerima tiga kali seranganku, itulah suatu dosa
besar! Aneh, sebab apa " tanya A Siu tak mengerti.
Tidak aneh, ujar orang itu, Kini saja kau mampu menahan tiga kali seranganku,
lalu kelak, bukankah kau akan mampu menahan berpuluh, mungkin beratus jurus"
Dimasa hidupku, mana boleh ada orang berkepandaian yang memadai aku ! Dasar
usiamu yang sudah ditakdirkan pendek!
Sungguh tidak terduga oleh A Siu bahwa adat orang itu begini aneh. Dengan
mengkerut kening ia menanya : Toacek, apakah tujuan kata-katamu tadi "
Hahaaha, tiba2 orang itu tertawa, lalu ia menanya pula : Siapa gurumu " Jika dia
dapat mendidik seorang murid seperti kau, tidak nanti aku dapat hidup bersama dia
didunia ini. Aku benar2 tidak mempunyai Suhu, sahut A Siu.
Orang itu menjengek sekali, tiba2 ia berseru memanggil Ngo-seng.
Playboy Dari Nanking 2 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Pendekar Wanita Baju Putih 3

Cari Blog Ini