Ceritasilat Novel Online

Memburu Putera Radja 10

Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Bagian 10


"Bukankah saudara Lamkiong, berniat mengambil bagian dalam rapat itu?", tanja
Lie It. Ia ketahui tentang hari raja itu, jang waktunja bakal lekas tiba. "Benar
", Lamkiong Siang menjahut. "Tapi aku orang Han, aku kuatir aku tidak
dipertjaja, maka itu, aku membutuhkan orang jang dapat mendjadi perantara serta
djuga barang bingkisan untuk dapat menghadap. Apakah Thian-hee ketahui apa
pekerdjaanku selama beberapa tahun ini?". "Djikalau kau tidak mendjelaskan, mana
aku ketahui?". Lam-kiong Siang tertawa. "Aku melakukan pekerdjaan tanpa modal!",
katanja. "Setelah kabur kemari, aku lantas menggabungkan diri dengan sekelompok
orang Kang-ouw jang merantau kesini, kami melakukan usaha di Djalan Hitam. Tentu
sadja itulah usaha sangat terpaksa! Mana bisa aku mendjadi berandal untuk selama2-nja" Sebenarnja, Thian-hee, aku hendak menghadiri rapat itu. Aku mendapat
tahu tentang guru besar dari Khan Turki, dia berpengaruh tetapi tamak, katanja
anaknja lagi menderita sakit bengek, sudah sekian lama belum djuga sembuh, maka
aku memikirkan obat untuk penjakit itu. Kebetulan sekali aku mendengar kabar
diuga tentang dua saudagar ini. Mereka mengerti silat, hati mereka besar, dari
Khorezmia mereka membawa bahan obat2-an mereka, diantaranja ada obat bengek jang
Turki kekurangan sangat, dari itu aku lantas susul mereka, guna merampas
obatnja. Aku tidak menduga sama sekali jang mereka berani nekat mengadu djiwa!
Ha ha ha! Hitung2 mereka apes!". Lie It tidak puas. Tidak ia sangka orang
demikian telengas. Tapi ia berdiam sadja. "Sekarang Thian-hee mau pergi
kemana?", Lamkiong Siang tanja kemudian. "Aku ingin me-lihat2 kotaradja Turki ",
Lie It mendjawab. "Bagus, Thian-hee!", Lamkiong Siang berseru. "Inilah ketika
baik jang tak dapat dilewatkan! Kenapa Thian-hee tidak mau bekerdja ber-sama2
aku" Mari kita menghadap Khan jang agung! Orang dengan kedudukan sebagai Thianhee, pastilah dia bakal menjambutnja dengan girang! Kalau nanti kekuasaan Boe
Tjek Thian dapat diruntuhkan, maka tachta keradjaan Tong pastilah bakal mendjadi
kepunjaan Thian-hee!". Didalam hati, Lie It mentertawakan orang kang-ouw jang
buntu djalan ini. Ia kata didalam hati: "khan Turki djauh terlebih tjerdik
daripada kau! Dia memang sudah lama hendak memakai tenagaku! Maka tak perlu aku
dengan adjakanmu ini! Urusan menggulingkan Keradjaan Tjioe ada urusan lain. Mana
dapat kita membantu Turki menerdjang dan merampas negeri kita sendiri?". Hampir
Lie It memberi pendjelasan kepada Lamkiong Siang, lalu disaat terachir, ia dapat
memikir lain. Ia berpikir pula: "Sudah banjak tahun Lamkiong Siang berdiam
disini, tak pernah dia melupakan Tionggoan kemana dia ingin kembali, untuk
bangun pula! Dia hendak menundjang aku, itulah tak lain tak bukan, supaja dia
dapat madju! Orang dengan sifat sematjam dia, sukar untuk dikasi mengerti atau
dibikin tunduk, dari itu, baiklah aku tutup rahasiaku sendiri, supaja tidak
mendjadi botjor. Aku mau pergi ke kotaradja, guna menolongi anakku, mengapa aku
tidak mau menggunai orang ini sebagai alat?". Lamkiong Siang mengawasi Lie It,
ia melihat mata orang memain, suatu tanda belum adanja ketetapan, maka ia
mendjura dan herkata: "Thian-hee, inilah ketika baik jang dalam seribu tahun sukar
didapatnja, djikalau ini dikasi lewat, kita akan menjesal setelah kasip. Umpamakata Thian-hee tidak memikir untuk mendjadi kaisar, apakah Thian-hee tidak
menginginkan bangunnja pula Keradjaan Tong jang maha besar" Maka itu aku harap
Thian-hee djangan bersangsi pula ". "Saudara Lamkiong ", kata Lie It, "kau
begini setia kepada Keluarga Tong, sungguh kau harus dikagumi dan dipudji.
Mustahil aku tidak memikir untuk bangkitnja pula Keradjaan Tong" Hanjalah
sekarang ini kita masih belum tahu betul hatinja khan Turki! Orang dengan
deradjat sebagai aku, djikalau aku lantjang menghadap padanja, sukar untuk
ditentukan itu bakal mendjadi keberuntungan atau bentjana ...". "Aku memikir
sebaliknja, Thian-hee ", berkata Lamkiong Siang. "Turki suatu negara di Barat,
umpamakata dia berhasil menjerang masuk ke Tionggoan, pastilah sukar dia
memerinmnja, dari itu aku mau menduga, pastilah dia bakal mengangkat salah satu
putera atau tjutjunja Sri Baginda almarhum untuk mendjadi kaisar. Kenapa Thianhee masih banjak tjuriga?". "Walaupun demikian, saudara harus ingat tabiatnja
bangsa Tatar itu jang suka putar-balik ", Lie It memperingati. "Pula dengan aku
pergi padanja, untuk memohon bantuan, itu berarti aku menghilangkan martabatku
". "Tetapi ketika jang baik dapat dilenjapkan, Thian-hee! Baiklah kita berdua
pergi bersama, untuk mentjari tahu biar terang kehendaknja Thian-hee, sesudah
itu baru Thian-hee memperkenalkan diri. Dengan begitu kita masih belum terlambat
". Lie It menatap dengan matanja jang tadjam. "Dapat aku pergi ber-sama2 kau
tetapi kau mesti berdjandji padaku ", ia kata. "Silakan Thian-hee
menitahkannja!". "Kau tidak dapat membotjorkan tentang diri asalku! Aku hendak
menggunai kepandaianku untuk membikin Khan pertjaja dan membutuhkan tenagaku.
Dengan begitu, kalau nanti kita sudah berhasil, Khan tidak akan memandang rendah
padaku." Lamkiong Siang bertepuk tangan tertawa. "Demikianlah seharusnja
perbuatan seorang gagah!", serunja. "Masih ada satu lagi!", Lie It berkata pula.
"Boe Tjek Thian mempunjai banjak kaki-tangan liehay, djikalau dia mendapat tahu
aku berada didalam angkatan perang Turki, ada kemungkinan dia nanti menugaskan
orang untuk membunuh aku, maka itu tentang diriku ini, tidak tjuma Khan tidak
harus tahu, djuga terhadap lain orang mesti dirahasiakan!". Lamkiong Siang
senang untuk memberikan djandjinja. Ia beranggapan, dengan begitu ia mendjadi
orang kepertjajaannja orang bangsawan ini. Tidak ajal lagi ia memberikan
djandjinja seraja mengangkat sumpah jang berat. Habis itu, Lamkiong Siang lantas
bekerdja. Ia mengasi turun muatan dari punggung unta, untuk memilih bahan obat
bengek atau asma jang paling mandjur, jang ia pindahkan kekuda tunggangannja
sendiri, sesudah selesai, bersama Lie It ia melanjuti perdjalanannja.
--oo0oo--"KAU tadi membilang ada orang jang akan memudjikanmu, siapakah dia?", tanja Lie
It. "Dialah seorang gagah Rimba Persilatan jang aku kenal begitu lekas aku tiba
digurun Utara ini ", mendjawab orang jang ditanja. Benar selagi ia berkata
begitu. berdua mereka mendengar suara kelenengan kuda diarah belakang mereka.
Lamkiong Siang segera berpaling, lantas dia tertawa njaring dan berkata: "Nah,
itulah toako jang datang!". "Ingat ...", kata Lie It tjepat, "namaku Siangkoan
Bin, dan djangan kau memanggil thian-hee pula!". Lamkiong Siang heran hingga dia
melengak, tetapi tjuma sekedjab, dia lantas mengerti. Bukankah pangeran ini
hendak merahasiakan dirinja" Djadi harus ia menukar she dan nama. Ketika itu si
penunggang kuda sudah sampai. Dialah seorang tua dengan "kepala seperti kepala
matjan-tutul, dan hidung seperti hidung singa". sepasang matanja sangat tadjam,
sedang tangannja mentjekal sebatang hoentjwee, atau pipa, pandjang tiga kaki dan
besarnja luar biasa, hoentjwee mana disedot hingga terdengar suara sedotannja
jang njaring serta apinja marong merah. Lam-kiong Siang berlaku sangat hormat
kepada orang tua itu, sebagaimana dia sudah lantas lompat turun dari kudanja
untuk menjambut. Lie It djuga turut turun dari kudanja. "Toako, dua orang
saudagar dari Khorezmia itu" kata Lamkiong Siang, untuk memberi pendjelasan.
"Tunggu dulu!", berkata orang tua itu, tjepat dan keras, "Siapa dia ini?". Ia
lantas menundjuk pada Lie It. "Dialah saudara angkatku, Siangkoan Bin ",
mendjawab Lamkiong Siang. "Ah, saudara-angkatmu! Dia kerdja apa?". "Kami
djusteru berniat pergi ke kotaradja, untuk mentjoba mentjari kedudukan,"
Lamkiong Siang mendjawab pula. "Tentang kakakku ini belum aku beritahukan kepada
toako, aku minta, aku minta ...". Kedua matanja orang tua itu terbuka lebar.
"Aturan perkumpulan kami tidak dapat diubah, djangan banjak omong!", berkata
dia, memotong kata2-nja Lamkiong Siang, seraja dia bertindak madju. Lie It heran
hingga ia berpikir: "Aku bukan anggauta perkumpulannja, buat apa dia bitjara
tentang aturan perkumpulannja itu?". Sedjenak itu, si orang tua telah berubah
pula sikapnja. Mendadak dia tersenjum dan tangannja diulur seraja dia berkata:
"Saudara Siangkoan, aku merasa beruntung dengan pertemuan kita ini!". Lie It
tidak menjangka orang bersikap demikian, kasar lalu hormat, tentu sekali ia
mesti menjambuti uluran tangan itu. Baru mereka saling pegang atau ia merasakan
tangan si orang tua keras mirip tjengkeraman badja, mementjet nadinja. Segera ia
menginsafi bahwa orang tengah mengudji padanja. Lekas2 ia mengelakkan tangannja,
hingga tenaga kuat itu tersalurkan lewat dan tangannja pun bebas. "Bagus!",
berkata si orang tua dengan pudjiannja. "Sekarang ber-hati2lah menjambut aku
sepuluh djurus!". Perkataannja ini segera diikuti gerakan pipanja itu, jang
disodokkan kedjalan darah soan-kie-hiat didada orang. Lie It membikin dada dan
perutnja kempes, dengan begitu bebaslah ia dari totokan hoentjwee itu, ketjuali
abu pipa membikin kotor badjunja. Tjepat seperti badai, hoentjwee orang tua itu
datang pula. "Toako, berlakulah murah!", berseru Lamkiong Siang, saking kaget.
Pertjuma permintaan itu. Ketika Lie It bisa berkelit pula, si orang tua
mengulangi lagi serangannja, lantas diulangkan dan diulangkan pula, sebab dia
mau membuktikan antjamannja jang terdiri dari sepuluh djurus jang diutjapkan
itu. Lie It repot menangkis. Berbareng, hatinja pun mendjadi panas. Ia kata
didalam hatinja itu: "Kenapa ini tua-bangka begini tidak memakai aturan?". Maka
ia lantas menggunai kepandaiannja, untuk melajani. Baru tiga djurus, ia sudah
menghunus pedangnja. Ia merasa berbahaja untuk terus melawan hoentjwee dengan
tangan kosong. Ia lantas mengambil sikap membalas menjerang, untuk sambil
menjerang membela diri, hingga pedangnja mendjadi bersinar berkilauan. Orang tua
itu mentjoba mendesak, tetapi ia sekarang mesti menangkis djuga, dari itu,
beberapa kali sendjata mereka beradu hingga mendatangkan suara. Segera ternjata,
Lie It kena di desak. Biarpun ia liehay ilmu pedangnja, ia toh tjuma sanggup
membela diri sadja. Pipa si orang tua luar biasa besar, maka itu pipa itu muat
banjak tembakau melebihkan pipa2 lainnja, karena mana, meski mereka sudah
bertempur lama, apinja pipa masih belum padam, sudah begitu, selagi berkelahi,
si orang tua mendadak menjedot pipanja terus menjemburkan asapnja, hingga asap
jang tebal berupa bagaikan mega, hingga Lie It sukar melihat tegas kernana
perginja udjung hoentjwee. Dalam kagetnja, ia lantas menutup diri dengan
melindungi pedangnja. Inilah djurus adjarannja Oet-tie Tjiong, untuk melindungi
diri. Karena ini, berulangkali ia dapat menangkis totokan, hingga berulangkali
djuga terdengar tang-ting-tong-nja sendjata, bentrokan hoentjwee dan pedang.
Tengah Lie It repot itu, se-konjong2 si orang tua melompat mundur, keluar dari
kalangan, sambil tertawa ter-bahak2, ia kata njaring: "Sudah tjukup sepuluh
djurus! Tuan, kau benar liehay, kaulah orang gagah didjaman ini!". Lie It heran
untuk sikap orang akan tetapi ia masuki pedangnja kedalam sarungnja, lantas ia
memberi hormat seraja berkata: "Loo-enghiong, banjak terima kasih! Kau terlalu
memudji! Sjukur kita tjuma main2 sepuluh djurus, djikalau lebih daripada itu,
sungguh aku bukanlah lawan loo-enghiong ". Orang tua itu tertawa pula. "Tuan,
harap kau djangan menjesalkan aku", katanja. "Kali ini kita bakal pergi ke
kotaradja, disana kita bakal menghadapi orang2 gagah dari pelbagai pendjuru,
karena kau turut dalam rombongan kami, walaupun kau bukan anggauta, kau toh
termasuk kawan seperdjalanan djuga. Itulah sebabnja mengapa aku mendjadi berlaku
lantjang mengudji kepandaianmu ". Baru sekarang Lie It mengerti kelakuan kasar
orang tua ini, jang ia duga ada mendjadi ketua sebuah perkumpulan besar, djadi
dia sungkan berdjalan ber-sama2 sembarang orang muda. Lamkiong Siang djuga baru
mengerti kelakuan kasar si orang tua, ia menjusuti peluhnja dengan hatinja
mendjadi lega, dengan girang ia berkata: "Djikalau saudaraku ini bukannja pintar
iImu suratnja dan pandai ilmu silatnja, mana berani aku berdjalan ber-sama2 ia"
Aku pertjaja sekarang toako telah dapat melegakan hatimu!". Lie It memberi
hormat pada orang tua itu, jang membalasnja, lalu dia menanja: "Bolehkah aku
mengetahui she dan nama besar dari loo-enghiong serta mengetahui djuga dimana
adanja perkumpulan loo-enghiong?". Lamkiong Siang mendahului orang itu menjahut
dengan berkata: "Toakoku ini jalah Thia Pangtjoe dari Hok How Pang jang dulu
hari berkenamaan di Tionggoan ". Mendengar itu, Lie It terkedjut dalam hatinja.
"Djadinja dialah Thia Tat Souw ", pikirnja. "Sjukur anaknja tidak berada disini
". Anaknja Tat Souw itu jalah Thia Kian Lam jang dulu hari mentjoba merampas
kitab ilmu pedang dari tangan Lie It, benar Lie It sudah menjamar, djikalau Kian
Lam ada bersama, mungkin anaknja pangtjoe itu mengenali djuga padanja. "Harap
kau tidak mentertawainja tuan ", berkata Tat Souw. "Hok Houw Pang telah didesak
seorang wanita hingga dia mesti pindah ke tanah perbatasan ini ". Lie It heran.
"Siapakah wanita itu jang demikian liehay?", ia tanja. Tat Souw mengertak gigi.
"Dialah siluman satu2-nja jang pernah ada semendjak dulu kala!", katanja sengit.
"Dialah si kaisar perempuan palsu Boe Tjek Thian dari Keradjaan Tjioe!". Boe
Tjek Thian hendak membasmi segala perkumpulan orang Kang-ouw, katanja untuk
menolong rakjat dari penindasan pelbagai perkumpulan itu, maka itu Hok Houw Pang
jalah salah satu perkumpulan jang dibersihkan, karena tak dapat menaruh kaki
lagi di Tionggoan, Tat Souw terpaksa pindah ke wilajah perbatasan ini. Lamkiong
Siang hendak menumpang kepada Thia Tat Souw, pada tiga tahun dulu dia datang
mentjarinja dan sekarang dia mendjadi hoe-pangtjoe, ketua muda dari partai itu.
"Tuan Siangkoan ", berkata Tat Souw, "apakah tuan sekeluarga dengan Siangkoan
Gie bekas menteri setia dari Keradjaan Tong?". Lie It mengaku she Siangkoan
tjuma disebabkan ia ingat Siangkoan Wan Djie dan namanja, Bin, ia ambil dari
nama anaknja, maka itu, atas pertanjaan ketua Hok Houw Pang ini, ia menjahut:
"Dialah paman tua sepupuku ". "Djikalau begitu, tidak heran tuan pun menjingkir
kemari ", kata Tat Souw. Walaupun ia mengatakan demikian dan hatinja sedikit
lega, ketua Hok Houw Pang ini tidak lenjap antero ketjurigaannja terhadap Lie
It. Inilah disebabkan sampai sebegitu djauh Lamkiong Siang belum pernah omong
kepadanja bahwa ketua muda itu mempunjai saudara asal keluarga Siangkoan. Maka
itu, lantas ia menanjakan lain2 hal lagi, jang mana didjawab dengan hati2 oleh
Lie It. Hingga tidaklah rahasia pangeran ini botjor. Malam itu selagi menginap
di padang rumput, Tat Souw bitjara tak hentinja dengan kenalannja jang baru, ia
membitjarakan tentang ilmu silat, sampai djauh malam, ia tidak nampak letih atau
ngantuk. Tengah bergembira itu, mendadak ia tanja: ,,Tuan, pedangmu pedang
mustika, dapatkah aku memindjam lihat?". Sebenarnja Lie It tidak setudju mengasi
pindjam lihat pedangnja itu akan tetapi guna melenjapkan kctjurigaan orang, ia
meloloskan djuga dan menjerahkannja. Tat Souw menjambuti untuk segera menghunus
pedang itu, hingga ia melihat sinar berkelebat menjilaukan matanja, kemudian ia
menjentil perlahan pada pedang itu, hingga ia mendengar suara njaring-halus
umpama kata alunan nada. "Sungguh sebuah pedang jang bagus, pedang jang bagus!",
ia memudji. "Pantaslah hoentjweeku kena terpapas sedikit!" Ia terus membuat
main, sampai mendadak dia kata keras: "He, inilah seperti pedang dari istana
radja!". Ia mengatakan demikian karena ia melihat ukiran tiga huruf "Tjin Ong
Hoe" artinja istana Pangeran Tjin. Dan "Pangeran Tjin" atau "Tjin-ong", jalah
gelaran pangeran dari Kaisar Lie Sin Bin sebelum dia naik atas tachta-keradjaan.
Djadi, andaikata pedang itu bukan pedangnja Lie Sin Bin toh mestinja asal dari
dalam istana radja. Akan tetapi Lie It telah memikirkan hal itu. "Tidak salah,"
sahutnja tjepat. "Pedang ini dihadiahkan oleh Sri Baginda
Thay Tjong kepada pamanku sepupu itu. Pada suatu hari Sri Baginda mengadakan
perdjamuan dipendopo Tjoen Hoa Tian, diantaranja diadakan pertundjukan pedang,
ketika ditanjakan tentang sjair, pamanku itu dapat mendjawab dengan bagus,
lantas Sri Baginda menghadiahkan pedang ini, jang belakangan dihadiahkan padaku
sebab aku gemar ilmu silat." Siangkoan Gie seorang menteri, pantas kalau radja
menghadiahkan sesuatu padanja, hanja Thia Tat Souw heran, kenapa menteri itu
dihadiahkan pedang sedang dialah menteri sipil, walaupun benar ketika itu telah
diadakan djuga pembitjaraan tentang pedang. Maka itu hal ini mendjadi soal jang
mentjurigai. Lie It dapat melihat roman orang jang bertjuriga itu, hatinja
mendjadi kurang tenang. Disaat ia hendak menjimpan pedangnja itu, mendadak Thia
Tat Souw menegur bengis: "Siapa diluar tenda?". Belum berhenti teguran itu, atau
"Bret...!!!", maka petjahlah kain tenda, disusul bentakan: "Kamu tiga
pengkhianat jang hendak menakluk kepada bangsa Tatar, kamu makanlah golokku!",
lalu disusul pula samberannja tiga batang hoei-too, atau golok terbang. Lie It
berlaku sebat, dengan tabasan pedangnja ia membikin golok-terbang jang terbang
kearahnja itu mendjadi kutung dua. Lamkiong Siang sebaliknja berkelit. Tapi Thia
Tat Souw hendak mempertontonkan ilmu sentilannja, dengan satu sentilan, ia
membuat hoei-too jang menjerang kepadanja mental balik keluar, menjerang kepada
si penjerang sendiri!. "Rupanja pesuruh Boe Tjek Thian!", kata Tat Souw tertawa
dingin. "Lamkiong Siang, kau tolongi aku membekuk dia!". Belum lagi Lamkiong
Siang menjahuti atau memburu keluar, penjerang itu sudah menerobos masuk, dengan
goloknja dia mendahulukan menjerang padanja. Ia lantas berkelit sambil mendak,
sambil sebelah tangannja diulur guna menjambuti lengan si penjerang, buat
ditangkap dan dipentjet nadinja. Penjerang itu liehay, gesit gerak-geriknja,
dengan gampang ia menjelamatkan lengannja, terus ia menjerang pula, beruntun
hingga tiga kali. Tat Souw lantas berseru: "Pergi kamu bertempur diluar tenda!
Djangan kamu mengganggu aku si orang tua!". Sambil berkata begitu, dua kali ia
menjerang dengan Pek-khong-tjiang, jalah Pukulan Udara Kosong. Anginnja serangan
istimewa ini membuat penjerang itu terhujung, hingga dia mendjadi kaget, didalam
hatinja dia kata: "Ini ketua Hok Houw Pang benar2 liehay, dia bukannja bernama
kosong!" Segera dia melompat keluar, guna menjingkir dari dalam tenda. Sekarang
Lie It dan Lamkiong Siang telah mengenali si penjerang ini. Dialah Pek Goan Hoa
dari tangsi wiesoe Sin Boe Eng. Dialah jang dulu memperdajakan Lie It dengan
berpura-pura menentang Tjek Thian. Memang dia liehay sekali ilmu golok
terbangnja, djauh terlebih liehay daripada si dua saudagar Khorezmia. Bagus
ja ..., Pek Goan Hoa, botjah!", seru Lamkiong Siang. "Aku memang lagi mentjari
kau untuk membuat perhitungan! Kau djusteru melemparkan dirimu sendiri kedalam
djaring!". Sembari berseru itu, ia memburu keluar, tangannja meloloskan tjambuk
jang melilit pinggangnja, untuk dengan itu melakukan penjerangan, sedang
tangannja jang lain memegang golok. Pertarungan lantas mendjadi seru. Mereka
berdua seimbang keulatannja. Selagi bertempur itu Pek Goan Hoa berseru: "Saudara
Tjin, lekas! Si djahanam Lamkiong Siang ada disini!" Ketika itu Thia Tat Souw
dan Lie It sudah keluar dari tenda, untuk menjaksikan pertempuran itu. Ketua Hok
Houw Pang itu, dengan tertawa dingin, berkata: "Kami kaum Hok Houw Pang telah
pindah ke tanah perbatasan ini, itu tandanja bahwa kami telah merasa takut
terhadap kau, siluman perempuan! Maka kenapakah kau masih tidak mau melepaskan
kami" Kenapa kau masih menjusul kami ketempat djauh laksaan lie ini" Baiklah,
sekarang hendak aku lihat, siapa2 jang perintahkan kau datang menjusul hingga


Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disini dan berapa tinggi kepandaiannja?". Dengan kata-kata "siluman perempuan"
itu, Tat Souw mentjatji Boe Tjek Thian. Diam2 Lie It tertawa didalam hatinja
menjaksikan lagaknja Thia Tat Souw ini. Dia mentjatji seperti djuga dia bitjara
sama Boe Tjek Thian jang berada didepannja. Ia berkata didalam hati: "Meski
benar Boe Tjak Thian telah merampas negaraku, dia benar seorang wanita jang
pintar dan pandai, sekarang Thia Tat Souw mentjatjinja sebagai siluman, itulah
terlalu!". Pek Goan Hoa telah memanggil tetapi kawannja tidak lantas muntjul,
sedang begitu, Lamkiong Siang mulai beraksi. Dengan goloknja, dia mendjaga
dirinja rapat2, dengan tjambuknja, dia menjerang hebat. Pembelaan dirinja itu
membikin lawan tidak berdaja mentjelakai padanja. Setjara demikian, selang dua
puluh menit, ketua muda Hok Houw Pang itu mendjadi lebih unggul sedikit. Biar
bagaimana, permainan silat Pek Goan Hoa tidak mendjadi katjau. Menjaksikan
djalannja pertempuran itu, Thia Tat Souw mengerutkan alis. "Heran, mengapa
Lamkiong Siang tidak dapat lantas membereskan binatang ini?", katanja dalam
hati. Ketika itu terdengar lari mendatanginja seekor kuda dipadang rumput.
Ketika Pek Goan Hoa mendengar itu, mendadak dia berseru, mendadak dia membatjok.
Lamkiong Siang terkedjut untuk menjingkirkan diri. Ia mendjadi panas hatinja.
"Kemana kau hendak kabur?", bentaknja sambil menjusul, dengan tjambuknja ia
menjerang, hingga ia mengenai udjung badjunja musuh. Mendadak Pek Goan Hoa
berseru: "Kena !", sambil berseru, ia menjerang ke belakang, hingga tiga batang
golok-terbangnja lantas terbang menjamber. Lamkiong Siang tidak menjangka orang
menggunai akal, dalam kaget dan repotnja itu, ia menahan diri, untuk bergerak
dalam sikap "Tiat poan kio" atau 'Djembatan Besi', tubuhnja melenggak lempang
kebelakang. Ketiga golok-terbang menjamber saling-susul, jang dua lewat, jang
satunja memapas djuga. sedikit kulit djidatnja! Lie it terkedjut, ia menjangka
Lamkiong Siang bakal bertjelaka, tapi ketika itu ia mendengar suara tertawa jang
tadjam, disusul sama roboh bergedebuknja sebuah tubuh manusia, atau dilain saat
ia mendapatkan, bukan sahabatnja jang roboh itu hanja Pek Goan Hoa si djago
tangsi Sin Boe Eng. Sebab Thia Tat Souw telah menjentilkan sebutir thie-liantjie, teratai besinja, menimpuk-menotok djalan darahnja djagonja Boe Tjek Thian
itu. Tepat di itu waktu, tibalah si penunggang kuda. Dialah seorang usia
pertengahan, jang tubuhnja kekar, belum lagi kudanja berhenti betul, tubuhnja
sudah berlompat dari atas punggung kudanja, melajang bagaikan gerakan "It-hotjiong-thian" atau "Seekor burung ho menjerbu langit". Dia berlompat untuk
menjerang Lamkiong Siang. Lie It terkedjut melihat serangan orang itu. Ia
mengenali tipu silat "Eng-kie-tiang-khong" atau "Garuda menjerang udara kosong",
salah satu tipu silat dari Tiangsoen Koen Liang, mertuanja. Itulah ilmu silat
pedang partai Ngo-bie-pay. Sedang penjerang itu bukan lain daripada kakaknja
Tiangsoen Pek, jalah Tiangsoen Tay, atau anak sulung dari Tiangsoen Koen Liang.
Lie It heran bukan main. Inilah ia tidak pernah menjangka. Menurut keterangan
Tiangsoen Pek, isterinja, selama pertempuran dikaki gunung Lie San, dimana
mereka ajah dan anak-anak bertemu Ok Heng-tjia dan Tok Sian-lie, Tiangsoen Tay
sudah terhadjar tok-tjiang, jaitu tangan beratjun, dari Ok Heng-tjia, serta
terkena djuga djarum beratjun dari Tok Sian-lie, kemudian Tiangsoen Tay menubruk
Ok Heng-tjia hingga mereka berdua mati bersama. Hingga dimata Tiangsoen Pek, si
adik, kakaknja itu sudahlah mati. Kenapa dia masih hidup dan sekarang muntjul
disini" Pula jang aneh, keluarga Tiangsoen itu membentji Boe Tjek Thian dan Pek
Goan Hoa ini orangnja ratu itu jang hendak menawan Lamkiong Siang, kenapa
sekarang Tiangsoen Tay ada bersama Pek Goan Hoa dan djusteru memusuhkan Lamkiong
Siang, membantui Pek Goan Hoa itu".
---oo0oo--BENTROKAN telah lantas terdjadi. Lamkiong Siang telah menangkis serangan dahsjat
itu. Sebagai kesudahannja, Lamkiong Siang kaget sekali. Goloknja telah kena
dibikin rusak. Tapi, dalam kagetnja, ketua muda Hok Houw Pang ini berseru dengan
tegurannja: "Eh, kau toh saudara Tiangsoen?". Ketika Tiangsoen Koen Liang
membantu kaisar Tong Thay Tjong, ajahnja Lamkiong Siang jalah orang
sebawahannja, sedang ketika Tiangsoen Koen Liang mengadjak putera dan puterinja
menjambut Lie It dikaki gunung Lie San, pembantu mereka jalah Lamkiong Siang
ini. Maka itu heranlah Lamkiong Siang atas datangnja Tiangsoen Tay. "Lamkiong
Siang!", Tiangsoen Tay berkata. Ia bukannja menjahuti hanja membentak.
"Mengingat perhubungan baik diantara kita kedua keluarga, mari kau turut aku
kembali ke Tiang-an, nanti aku mengadjukan permintaan ampun untukmu kepada
Thian-houw!". Lamkiong Siang heran hingga ia tidak mau pertjaja telinganja.
"Apa?", tanjanja. "Minta ampun dari Thian-houw" Apakah kau ..., kau telah
menakluk kepada Thian-houw ?". "Sesuatu orang ada tjita2-nja sendiri!", berkata
Tiangsoen Tay, mendjawab bukannja mendjawab. "Djikalau kau suka menakluk kepada
Boe Tjek Thian, itulah urusanmu sendiri, tidak dapat aku mentjampur tahu, akan
tetapi kalau kau hendak menakluk kepada Khan Turki, maka tidak dapat aku berdiam
sadja! Sekarang ada dua djalan untuk kau pilih! Jang pertama jalah dengan djasa
kau menebus dosamu, jaitu kau tolong aku membekuk ini tua-bangka buat digiring
pulang ke Tiang-an. Jang lainnja jalah kau ikut terus tua-bangka ini, kita
berdua saudara putus hubungan kita, lantas dengan mengandal sendjata ditangan
kita masing2, kita melakukan pertempuran mati-hidup jang memutuskan !". Dengan
si "bangsat tua" itu, Tiangsoen Tay maksudkan Thia Tat Souw, maka ketua Hok Houw
Pang itu lantas tertawa berkakak. Dia berkata njaring: "Anak muda tidak tahu
apa2 ! Kau omong besar! Baiklah, Lamkiong Siang, kau boleh memilih! Djikalau kau
suka turut perkataan dia, maka ber-sama2 dia kau madjulah! Djikalau kau turut
aku, mari kita bersama membunuh dia!". Lam-kiong Siang djeri terhadap Thia Tat
Souw, dibawah tekanan ketuanja itu, ia tidak berani tidak mendengar kata. Ia
pernah mentjoba membunuh Boe Tjek Thian, ia pun bersangsi ratu itu nanti suka
memberi ampun padanja. Disamping itu, minatnja menghamba kepada Khan Turki
bukanlah minat baru, maka itu, kata2-nja Tiangsoen Tay sedjenak itu sukar
menggeraki hatinja hingga ia dapat mengubah pikiran. Maka itu, setelah berdiam
sedetik, ia mengertak gigi dan berkata dengan keras: "Thia Toako, pasti aku
turut kau!". Kata2 ini disusuli sama gerakan goloknja. Tiangsoen Tay mendjadi
gusar sekali, dengan sebat ia berkelit dari batjokan itu, setelah berkelit, ia
membalas menjerang, udjung pcdangnja meluntjur ke dada bekas kawan itu. Ia pun
berseru: "Baiklah! Kau kesudian membantu orang djahat, djangan kau sesalkan
djikalau aku berlaku tidak mengenal kasihan lagi!". Lantas penjerangan itu
disusuli ulangannja beberapa kali. Lie It bimbang sekali. Kedjadian itu sungguh
diluar dugaannja. Tengah ia bingung itu, telinganja mendengar suaranja Thia Tat
Souw: "Saudara Siangkoan, aku lihat ilmu pedangnja botjah itu bukan sembarang
ilmu, Lamkiong Siang bukanlah lawannja, tetapi dipadu dengan kau, dia masih
kalah unggul!". Tidak usah didjelaskan lagi, kata2 itu jalah andjuran untuk Lie
It madju membantui Lamkiong Siang. "Thia Pangtjoe terlalu memudji", berkata Lie
It, berlagak piIon. Melihat orang tidak niatnja turun tangan, ketjurigaannja Tat
Souw bertambah. Selagi begitu, pertempuran sudah berlangsung terus. Tidak lama
atau satu suara njaring terdengar. Itulah suara goloknja Lamkiong Siang kena
ditabas kutung pedang lawannja, hingga dia sekarang tjuma bisa melawan dengan
tjambuknja. Tiangsoen Tay masih mendesak, sampai ia berseru: "Redjeki dan
bentjana itu tidak ada pintunja, tinggal si orang sendiri jang mentjarinja, maka
itu, Lamkiong Siang, apakah kau masih belum sadar?" Pertanjaan ini disusuli
tikaman ke arah tenggorokan, dengan tikaman "Bintang2 mengambang". Tiangsoen Tay
hendak menjerukan pula, untuk lawannja menjerah, ketika mendadak ada segumpal
asap hitam jang menghembus kearahnja, berbareng dengan mana, Lamkiong Siang
berlompat mundur. Pedangnja itu seperti selam didalam asap. Lalu ia mendengar
suaranja Thia Tat Souw: "Aku nanti membikin kau mengenal kepandaianku si orang
gila!". Tiangsoen Tay tabah hatinja, ia tidak mendjadi kaget. Dengan sebat ia
menangkis. Kedua sendjata, hoentjwee dan pedang, beradu keras, suaranja njaring.
Tiangsoen Tay kalah tenaga-dalam, meski ia dapat menangkis, ia merasai telapakan
tangannja sakit dan kesemutan. Thia Tat Souw heran. Ia sangat pertjaja ilmu
totoknja, ia ingin merobohkan orang dalam satu gebrak sadja, ia tidak menjangka,
serangannja itu dapat digagalkan. Karena ini, ia tidak berani memandang enteng
lagi. Lantas ia mengulangi penjerangannja. Tiangsoen Tay kena didesak, hingga ia
repot membela dirinja. Tapi ia tidak takut, ia tidak mau menjerah. Ia melawan
dengan menggunai kesebatannja. Masih ia terdesak tetapi ia tidak sampai
menjerahkan dirinja kena ditotok. Lagi2 Tat Souw menggunai asapnja jang tebal
itu. Dia menjedot hoentjweenja dan menghembuskan itu. Lalu dia tertawa dan
berkata: "Ilmu pedangmu bukan sembarang ilmu tetapi sukar untuk kau menjambutku
sepuluh djurus!". Tiangsoen Tay takut nanti kena diakali, ia lompat ke kepala
angin, disitu ia menutup dirinja. Thia Tat Souw membuktikan kata2-nja. Dia madju
untuk menghampirkan lawannja itu, tjepat bergeraknja, baru Tiangsoen Tay menarik
kaki, dia sudah sampai, hoentjweenja lantas menotok. Karena dia menjusul, dia
menotok punggung. Tiangsoen Tay berkelit, sambil berkelit ia terus memutar
tubuh, pedangnja ditabaskan kebelakang. Itulah tangkisan , berbareng serangan
jang dinamakan "Menuang uang emas". Pedangnja berkilauan. "Tiga!" Thia Tat Souw
berseru dan dia madju pula dengan totokannja. Dia mengarah djalandarah hoenboen-hiat dibawahan rusuk. Sambil menjerang itu, dia menjemburkan asap pipanja!
Lie It menonton terus. "Baru berpisah delapan tahun, njata Tiangsoen Tay sudah
madju djauh ", ia berpikir. "Tapi tentu sekali sukar dia melawan sampai sepuluh
djurus ...". Untuk ilmu totok, Thia Tat Souw seorang djago nomor satu di
Tionggoan. Selama belum masuk usia lima puluh tahun, sendjatanja jalah tiamhiat-koat, sendjata peranti menotok, jang padjangnja tiga kaki enam dim, djauh
lebih pandjang daripada sendjata totokan lain2 orang, lalu selewatnja umur lima
puluh, ia menukar sendjatanja itu dengan hoentjweenja, pipanja jang ia buatnja
dari besi, pandjangnja tetap sama. Sendjata ini djadi dapat digunai berbareng
sama asapnja, guna membikin sulit mata lawan. Tiangsoen Tay liehay ilmu
pedangnja tetapi diganggu oleh semburan2 asap, selandjutnja ia mendjadi repot
sekali. Demikian satu kali, waktu ia menikam dengan sia2, segera ia berlompat
mundur. Inilah siasat 'madju untuk mundur'. Hanja diluar dugaannja, Tat Souw
menjusul sambil berteriak: "Kemana kau hendak lari?". Tubuhnja djago tua itu
melesat, lalu dari tinggi, dia menghadjar dengan pipanja jang pandjang itu! Kala
terkena, tjelakalah Tiangsoen Tay jang sudah terdesak itu. Tepat disaat sangat
berbahaja untuk iparnja itu, Lie It melompat madju, dengan pedangnja ia
menangkis hoentjweenja ketua Hok Houw Pang, atau partai 'Menaklukkan Harimau'
itu. "Eh, kau bikin apa?", tanja Tat Souw membentak. Berbareng dengan itu,
kakinja Tiangsoen Tay lemas. Sebab meskipun benar totokan hoentjwee ketua itu
gagal tetapi udjung kakinja berhasil menendang, menotok dengkulnja bagian dalam,
diajalan darah pek-sie-hiat. Lie It kaget untuk menjaksikan liehaynja ketua Hok
Houw Pang ini. "Thia Pangtjoe", ia berkata. "Bukankah lebih baik membiarkan
mulut jang hidup daripada jang mati?". Lamkiong Siang hendak mem-bantui Lie It,
maka ia turut berbitjara. "Harap toako ketahui", katanja, "dia ini jalah
puteranja Tiangsoen Koen Liang! Aku pikir tidak ada halangannja untuk kita
membiarkan dia hidup, guna mendengar keterangannja ". "Baiklah ", kata Tat Souw.
"Kau ringkus dia dan bawa kedalam tenda!". Lamkiong Siang menurut, ia menelikung
Tiangsoen Tay, buat digiring masuk ke dalam tenda mereka. Thia Tat Souw mengisi
pula pipanja, ia menjedot beberapa kali. "Benarkah kau anaknja Tiangsoen Koen
Liang?", kemudian ia tanja Tiangsoen Tay. Ia tertawa dingin. Sebenarnja orang
tawanan itu sudah memikir untuk menutup mulut, akan tetapi mendengar disebutnja
nama ajahnja, hatinja mendjadi panas. "Bangsat tua, kau berani menghina
ajanku?", ia membentak, matanja melotot. "Ah, kau tahu ada ajahmu?", kata Tat
Souw, kembali tertawa dingin. "Hmm ...! Hmmm ...! Kau sendiri jang membuat malu
pada lelunurmu! Kau tahu, aku Tat Souw, aku paling menghormati Tiangsoen
Taydjin!". "Tjara bagaimana aku membuat malu leluhurku?". "Bukankah Tiangsoen
Taydjin menjintai Keradjaan Tong untuk seumur hidupnja?", Tat Souw membaliki.
"Maka aku tidak menjangka dia bolehnja mempunjai kau turunan jang tidak
berbakti!". "Kenapa aku tidak berbakti?", Tiangsoen Tay gusar tidak kepalang.
"Ajahmu bermusuh dengan Keluarga Boe dari Keradjaan Tjioe, dia tidak mau hidup
bersama! Kenapa sekarang kau djusteru tak segan mendjadi budaknja Boe Tjek
Thian" Apakah itu bukannja tak berbakti ?". Tiangsoen Tay djudjur, diperlakukan
demikian, ia tidak dapat tidak mengatakan hal jang sebenarnja tidak ingin ia
menjebutkannja. "Bangsat tua, kaulah kawannja musuh ajahku, bagaimana kau masih
mempunjai muka tebal untuk menghargai ajahku" Ajahku itu bukan tjuma menteri
setia dari Keradjaan Tong, dia pun pembela negara dan rakjat! Kau sendiri,
binatang, kau hendak menghamba kepada Khan Turki! Djikalau ajahku ketahui
perbuatan kau ini, pasti kau tidak bakal diberi ampun!". Tat Souw kembali
tertawa dingin. "Djikalau ajahmu masih hidup, dia pasti akan menghadjar adat
padamu! Sajang kita tidak dapat mengasi dia bangun dari dalam tanah, untuk tanja
pikirannja, hingga sekarang kau
dapat mengatjo-belo! Tapi baiklah kita menunda hal ini. Barusan kau bilang
akulah kawannja musuh ajahmu, apakah alasanmu ?". Tiangsoen Tay sendiri mendjadi
putjat mukanja dan menggigil tubuhnja. "Apa?", katanja. "Apakah ..., apakah
ajahku sudah meninggal dunia?". "Tidak salah !", mendjawab Tat Souw, tetap
dingin. "Tiangsoen Taydjin sudah menutup mata pada delapan tahun jang lampau!.
Dan dia dibinasakan oleh pengawalnja Boe Tjek Thian! Dia mati didjalan KamLiang-Too. Djikalau dia tidak sudah mati, dia pun tentu bakal pergi menghamba
kepada khan Turki!". Tiangsoen Tay mengertak gigi, ia menahan turunnja air
matanja. Ia angkat kepalanja, dongak kelangit. "Ajah!", ia mengeluh, "bagaimana
sengsara kau meninggalkan dunia ini! Kau kena orang kelabui, sampai pada saat
kematianmu, kau masih belum tahu musuhmu orang matjam apa ...!". Hati Lie It
terkesiap. Pikirnja: "Kiranja Thia Kian Lam itu sudah memberitahukan ajahnja
tentang perbuatannja memegat kereta djenazah mertuaku dan pertjobaannja merampas
kitab pedang mertuaku itu, sjukur sekarang aku menjamar, Tat Souw mendjadi tidak
mengenali aku. Hanja Tiangsoen Tay, apakah maksudnja perkataannja itu ?".
Tiangsoen Tay masih mengeluh seorang diri. Katanja pula: "Ajah, dimasa hidup
ajah, ajah tidak tahu sebabnja kenapa Ok Heng-tjia bersama Tok Sian-lie, kedua
hantu itu, hendak menurunkan tangan beratjun membinasakan ajah! Ajah menduga Boe
Tjek Thian mengirim orang untuk membunuh ajah, tidak tahunja itulah perbuatan
musuh Boe Tjek Thian, jang telah mengatur tipu busuknja! Mereka sengadja mau
pakai nama Thian-houw mentjelakai ajah, supaja dengan begitu ajah tetap
membentji Thian-houw ! Begitulah paling belakang, Thian Ok Toodjin, sang guru
sampai diundang untuk mentjelakai ajah! Perbuatan itu jalah perbuatan satu
tangan jang mentjelakai putera mahkota, maka sajang, ajah tetap tidak
mengetahuinja ...". "Semua otjehan belaka!", seru Tat Souw dingin. Sebaliknja,
Lie It mempertjajai kata2 Tiangsoen Tay itu. "Semua ini tentulah Tiangsoen Tay
mengetahuinja sesudah dia menghamba kepada Boe Tjek Thian ", pikir pangeran ini.
"Hanja, mengapa dia dapat mempertjajai perkataannja Boe Tjek Thian itu ?". Lie
It masih berpikir ketika ia mendengar kata2-nja Tiangsoen Tay lebih djauh:
"Bangsat tua she Thia, beranikah kau membilang bahwa kau bukannja kontjo dari
Thian Ok Toodjin " Thian Ok Toodjin itu, bersama Biat Touw Sin-koen dan
kambratnja, sudah mengumpulkan segala manusia murtad, mereka hendak sama2 pergi
menghamba pada Khan Turki! Tentang itu, dari siang2 Thian-houw telah
mengetahuinja djelas sekali! Thian-houw bilang, djikalau kamu menentang dia,
kamu masih mempunjai alasanmu, kamu dapat dimaafkan, tetapi djikalau kamu pergi
menghamba kepada bangsa asing, itulah dosa besar, tak berampun! Lamkiong Siang,
aku tidak sangka sekali, kau djuga kena dipermainkan mereka! Djikalau kamu tidak
lekas2 mengubah perbuatan sesat dari kamu ini, nanti kamu menjesal sesudah
terlambat!". Thia Tat Souw mendjadi gusar sekali. "Sampai kau mampus kau masih
belum sadar!", teriaknja. "Kau membaliki ajahmu, kau menakluk kepada musuh! Kau
telah mendjual sahabat, untuk mentjari kemuliaan sadja! Kau pun berdosa tak
berampun! Nah, kau rasailah tanganku ini!". Djago tua itu mengangkat tangannja,
diarahkan kebatok kepala Tiangsoen Tay, dikasi turunnja setjara ajal2-an.
Tiangsoen Tay tidak takut, bahkan dia tertawa dingin. "Bangsat tua! Kau hendak
membunuh aku, buat apa kau bertingkah sebagai ini" Hari ini kau membunuh, maka
besok, aku tanggung, kau bakal mampus hingga tidak ada tempat untuk mengubur
majatmu!". Thia Tat Souw tertawa mengedjek. "Apakah kau mengira aku tidak berani
membunuhmu?", dia menanja tegas. Benar2 dia menurunkan tangan djahatnja.
"Plak ...!", demikian satu suara. Itulah Lie It, jang menangkis serangannja
ketua Hok Houw Pang itu. Mata Tat Souw membelalak. "Saudara Siangkoan !", dia
menegur, "kenapa kau selalu melindungi dia?". "Thia Pangtjoe, kau tanja dulu
padanja, dia mempunjai berapa banjak kontjo ", sahut Lie It. "Benar ...!",
berseru Tat Souw, jang lantas menuding Tiangsoen Tay seraja meneruskan berkata:
"Lekas kau bilang, selain kau dan Pek Goan Hoa, Boe Tjek Thian mengirim siapa
lagi datang kemari " Djikalau kau tidak omong terus-terang, nanti aku siksa kau
dengan tipu silat Memetjah Otot Memutuskan Nadi! Supaja kau hidup tidak dan mati
pun tidak !". Lie It kaget. Ia pertjaja Tat Souw pandai ilmu menjiksa itu, sebab
dialah seorang ahli menotok djalan darah atau otot. Ia pikir: "Aku hendak
menolongi Toa-ko Tay tetapi sekarang aku mendjadi mentjelakai dia. Tidakkah
kata-kataku seperti membikin mendusin djago ini" Djangan2 aku terpaksa mesti
menempur padanja ...". Tiangsoen Tay tidak takut, bahkan dia tertawa bergelak.
"Thian-houw mempunjai orang pandai banjaknja bagaikan mega! Satu kali kau
membinasakan aku maka akan berkerumunlah orang-orang jang bakal membunuh kau!",
katanja. Tat Souw tertawa dingin. "Didjaman ini, orang jang dapat membinasakan
aku sungguh sangat terbatas djumlahnja! Kau bilanglah, siapa dia atau mereka itu
?". Tiangsoen Tay mengasi lihat sikap djumawa, dia membungkam. "Baiklah djikalau
kau tidak suka membuka mulut! Mari aku lihat, tulangmu terbikin dari besi atau
bukan !". Djago tua ini mau menurunkan tangan, lagi2 Lie It mentjegah. "Loopangtjoe," katanja, "baiklah dia dikasi tinggal hidup, supaja dia dapat
didjadikan manusia-tanggungan! Dengan begitu, tidak perduli djago siapa jang
datang, dia tentu djeri turun tangan. "Sudah lima puluh tahun aku si orang she
Thia malang-melintang didalam dunia Kang-ouw ini, kapannja aku takut orang?", ia
berkata djoemawa. "Kenapa aku mesti menggunai siasat seperti saranmu ini ?".
Sekedjab itu, Tiangsoen Tay nampaknja kaget, air mukanja pun berubah dengan
tiba. "Bagus ja !", mendadak dia berseru. "Kiranja kau satu komplotan dengan
mereka ini! Kau ... kau ....!". Tiangsoen Tay telah mengenali lagu-suaranja Lie
It, hingga ia mengawasi pangeran itu. Lie It pun kaget. Djusteru itu, Thia Tat
Souw meluntjurkan tangannja, untuk menotok djalan darah thay-yang-hiat dari


Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiangsoen Tay. Lagi sekali Lie It mendjadi sangat kaget, hingga tak sempat ia
bergerak untuk menolongi Tiangsoen Tay, hingga ia mesti menghadapi robohnja
orang, tetapi, dia bukannja Tiangsoen Tay, iparnja itu, hanja Lamkiong Siang dan
Thia Tat Souw. ---oo0oo--KEDJADIAN ada luar biasa sekali, karenanja Lie It tertjengang. Tengah ia
melengak itu, mendadak ia disadarkan suaranja Tiangsoen Tay: "Lie Kongtjoe,
maafkan aku! Aku telah keliru menduga terhadapmu ! Kiranja kau bukannja kontjo
mereka ini! Pantaslah berulang-kali kau menolongi aku, dan kali ini kau
membinasakan dua djahanam ini !". "Apa?" tanja Lie It, jang masih bingung. Dia
bagaikan diliputi kabut. "Mereka ini bukan dibunuh kawanmu ?". Dia menanja
tetapi segera dia membungkuk, untuk memeriksa tubuhnja Tat Souw dan Lamkiong
Siang. Ia memeriksa nadi, embun2 dan punggung. "Heran!", katanja kemudian.
"Mereka ini belum mati! Mereka kena dihadjar djarum Bwee-hoa-tjiam!". Thia Tat
Souw termasuk ahli menotok djalan darah jang nomor satu untuk kaum Kang-ouw,
sekarang dia kena orang serang tanpa sempat berdaja, itulah aneh. Maka pangeran
itu mendjadi heran. Tiangsoen Tay pun heran. "Aku kira kaulah jang menghadjar
mereka," katanja. "Kiranja bukan!". "Tadi kau bilang kau mempunjai kawan, jang
akan datang menjusul", kata Lie It. "Habis dia itu, dia ...", Tiangsoen Tay
tertawa. "Itulah kata2 bohong dari aku!", katanja. "Sengadja aku mengatakan
begitu untuk menggertak ini bangsat tua. Orang jang datang bersama aku tjuma Pek
Goan Hoa seorang ". Tanpa membuang tempo lagi, Lie It lari keluar, akan tetapi
di tegalan berumput tidak nampak Pek Goan Hoa, sedang tadi, orang she Pek itu
sudah ditotok Tat Souw hingga dia tak dapat berkutik. Sekarang dia lenjap.
Kemana perginja dia" Tidak bisa lain, tentulah dia telah dibawa pergi oleh orang
pandai jang tidak sudi memperlihatkan diri itu?". "Siapakah orang pandai itu"
Dia menggunai Bwee-hoa-tjiam menghadjar Tat Souw, dia djuga menolongi Pek Goan
Hoa", kata si pangeran didalam hati, "Kenapa dia tidak mau mengasi lihat
dirinja" Djikalau dia bukannja kawan Tiangsoen Tay, kenapa dia membantunja?".
Dengan keheran-heranannja itu, Lie It kembali kedalam kemah. Ia membukai
belengguannja Tiangsoen Tay. "Kita beruntung sekali ", ia berkata, "kita dapat
lolos dari bahaja maut. Orang liehay itu tidak mau perlihatkan dirinja, biarlah
lain kali sadja kita mentjoba membalas budi kebaikannja ini.
---oo0oo--"SAUDARA Tay, aku tidak menjangka sekali disini kita dapat bertemu. Aku djusteru
hendak berbitjara dengan kau ", Lie It hendak memberitahukan halnja sudah
menikah dengan Tiangsoen Pek, tetapi Tiangsoen Tay sudah mendahuluinja. "Aku
djuga hendak bitjara denganmu!", kata ipar itu, jang masih belum ketahui jang
mereka berdua telah mendjadi sanak dekat sekali satu dengan lain. "Aku telah
menerima pesan dari satu orang maka aku datang kemari untuk mentjari kau ".
"Sudah, tak usah kau menutur lagi, aku sudah ketahui maksud kedatanganmu ini ",
kata Lie It sambil menggeleng kepala. "Bukankah kau menerima perintah dari Boe
Tjek Thian untuk memanggil aku pulang" Djikalau aku sudi menjerah terhadapnja,
tidak nanti aku melakukan perdjalanan laksaan lie hingga tiba ditanah perbatasan
jang djauh ini! Setiap orang ada tjita2-nja masing2, aku tidak suka memangku
pangkat dibawah perintahnja Boe Tjek Thian, maka itu aku minta, djangan kau
memaksa aku ". Akan tetapi Tiangsoen Tay pun menggojang kepala. "Kau menduga
keliru!", katanja, tertawa. "Aku bukan datang mentjari kau karena mendjalankan
titahnja Boe Tjek Thian. Aku datang untuk sahabat karibmu semendjak masih
ketjil, sahabat, jang paling mengerti tjita2-mu!". Lie It heran. "Siapakah
dia?", ia tanja. Tiangsoen Tay tertawa, meskipun itu bukannja tertawa wadjar.
"Siangkoan Wan Djie!", sahutnja. Hati Lie It berdenjutan. "Siangkoan Wan Djie,
Siangkoan Wan Djie ...", katanja bagaikan mendumal. Lalu pikirnja: "Sudah lewat
begitu tahun, kiranja dia masih belum melupai aku. Tapi, tjara bagaimana dia
bolehnja meminta pertolongannja Tiangsoen Tay ini?". Belum lagi pangeran ini
menanja, ia sudah mendengar iparnja itu berkata pula: "Wan Djie ketahui bahwa
kau tidak nanti sudi kembali, akan tetapi untuknja sendiri, dia mengharap kau
pulang satu kali sadja. Dia mempunjai satu urusan penting jang dia hendak
bitjarakan dengan kau. Dia suka memberi tanggungan bahwa Thian-houw tidak nanti
memaksa kau memangku pangkat! Djikalau kau sudah kembali ke Tiang-an maka
terserahlah kepada kau. Djikalau kau suka berdiam terus disana, kau boleh
berdiam, djikalau tidak kau boleh pergi kembali. Harapannja Wan Djie jalah agar
dia dapat bertemu kau satu kali lagi sadja ...". "Wan Djie jalah penulis dari
Boe Tjek Thian ", katanja Lie It, "dia tinggal didalam keraton, dapatkah kau
sering bertemu dengannja?". "Walaupun tidak sering tetapi didalam satu bulan
sedikitnja dua-tiga kali aku dapat menemui dia ", sahut Tiangsoen Tay. "Sekarang
ini aku mendjadi Tay-lwee Siok-wie dari Thian-houw ". Lie It tertawa meringis,
"inilah aku tidak pernah pikir ", katanja. Agaknja ia heran dan menjesal.
Taylwee Siok-wie itu jalah pengawal pribadi. "Boe Tjek Thian dapat
mempertjajaimu dan kau djuga dapat mendjadi pengawainja Boe Tjek Thian ...".
"Perubahan ini, aku sendiri djuga tidak pernah memikirnja ", kata Tiangsoen Tay.
"Ingatkah kau peristiwa malam dari delapan tahun jang lampau ketika kau mentjoba
memasuki istana untuk membunuh Boe Tjek Thian" Ketika itu bersama-sama ajah dan
adikku, aku menantikan kau dikaki gunung Lie San ". "Mana dapat aku tidak ingat
itu" Menurut katanja adik Pek, malam itu kau telah terluka parah. Itu waktu,
kita semua ada sangat berduka dan berkuatir. Sjukurlah sekarang kita sama2
selamat tidak kurang suatu apa dan dapat bertemu pula!". Tiangsoen Tay mengawasi
Lie It. Ia heran akan mendengar lagu-suara dan sikapnja pangeran ini waktu si
pangeran menjebut "adik Pek". Itulah lagu-suara jang akrab dan erat sekali.
Tetapi ia merasa tidak leluasa untuk menanjakan. Ia berkata pula, memberikan
keterangannja : "Tidak salah! Malam itu aku terkena tangannja Ok Heng-tjia dan
terkena djuga djarum Touw-koet Sin-tjiam dari Tok Sian-lie. Aku merasa bahwa aku
tidak bakal hidup lebih lama pula. Tatkala aku sadar, aku mendapatkan tubuhku
tengah rebah diatas sebuah pembaringan jang empuk sekali sedang perlengkapan
kamar dalam mana aku berada bukanlah perlengkapan rumah orang biasa. Jang paling
mengherankan jalah adik Wan Djie jang mendjagai aku didampingku ". "Pastilah Wan
Djie telah membawamu kedalam keraton ". Tiangsoen Tay mengangguk. "Sebenarnja ia
hendak menolongi kau, tidak tahunja ia djadi menolongi aku. Thian-houw
memerihtahkan tabibnja jang paling pandai untuk mengobati luka2-ku. Disana ada
seorang muridnja Kim Tjiam Kok-tjioe Heehouw Kian, dia sudah mewariskan lima
bagian kepandaian gurunja. Selama tiga tahun dia mengobati aku, baru aku sembuh
seluruhnja ". "Kau tentunja berterima kasih atas budinja Boe Tjek Thian maka kau
menerima baik mendjadi pengawalnja, bukan ?". "Bukan!, aku hanjalah mendengar
segala keterangannja Wan Djie hingga aku mendapat tahu hal jang se-benar2-nja.
Sementara itu selama tiga tahun aku berobat itu, kupingku telah mendengar dan
mataku telah menjaksikannja, selama itu aku mendjadi mengetahui Thian-houw itu
orang matjam apa, maka djuga setelah aku sembuh, aku bersedia mendjadi
pengawainja ". Didalam hatinja, Lie It menghela napas. Ia kata dalam hati
ketjilnja: "Boe Tjek Thian dapat mengubah musuhnja mendjadi hambanja jang setia,
sungguh dialah seorang wanita jang harus dibuat takut! Aku hendak membangun pula
Keradjaan Tong, nampaknja harapanku sudah tidak ada. Mungkin, djikalau Thay
Tjong Hongtee menitis pula, baru Boe Tjek Thian ada tandingannja jang setimpal
". "Orang-orang jang me-ngibar2-kan bendera, jang hendak membangun pula
Keradjaan Tong ", kata Tiangsoen Tay terlebih djauh, "sebenarnja mereka, dalam
sepuluh, ada delapan atau sembilan jang mempunjai maksud-hatinja sendiri2.
Seperti Pwee Yam itu, dia sendirilah jang mau mendjadi kaisar. Tahukah kau ?".
"Sedari siang2 aku telah mengetahui itu," mendjawab Lie It. "Maka djuga sekarang
ini, hatiku sudah mendjadi tawar. Ah, sudahlah, baik kita djangan omongkan soal
merampas kekuasaan. Aku memikir untuk mendengar kabaran halnja Wan Djie ".
Tiangsoen Tay mentjoba menguasai dirinja, toh masih terlihat kedukaannja. Ia
berdiam sekian lama, baru ia dapat ber-kata2 pula. "Kau ketahui sendiri, Wan
Djie itu datang kerumah kami waktu usianja tudjuh tahun ", ia melandjuti.
"Sampai umur empat belas tahun baru dia meninggalkannja. Aku telah melihatnja
hingga ia mendjadi besar, selama itu aku memandangnja sebagai adik kandung ".
"Aku telah mendengar itu dari Wan Djie. Dia membilangi aku bahwa dia menghormati
kau sebagai kakak kandungnja ". "Aku telah mendjadi pengawal pribadi dari Thianhouw, dengan begitu selama delapan tahun aku tinggal bersama dia. Aku telah
mendapat kenjataan, njata orang jang berada didalam hatinja jalah seorang lain.
Orang itu jalah kau !". Lie It kembali tersenjum meringis. "Aku ?", tanjanja.
Tentu sekali, hal ini ia telah mengetahuinja. "Wan Djie mengatakan kaulah
seorang jang berkepandaian tinggi ", kata pula Tiangsoen Tay. "Setiap hari dia
meng-harap2 kepulanganmu. Dia pun memikir untuk mendengar suara khim-mu serta
membatja sjairmu ". Lagi2 Lie It bersenjum meringis. "Tapi dia mengetahui jang
aku tidak bakal kembali", katanja. "Akan tetapi untuk keberuntungannja seumur
hidup, aku hendak mengasi nasihat padamu, biar bagaimana, kau harus pulang untuk
menemui dia sekalipun untuk satu kali sadja ". Paras mukanja Lie It mendjadi
putjat. "Tidak, tidak, saudara Tay," katanja, suaranja gemetar. "Kau dengar, aku
tidak bisa! tidak bisa ...!". Sebenarnja hendak ia memberitahukan Tiangsoen Tay
sebabnja kenapa ia tidak dapat menikah dengan Siangkoan Wan Djie, karena ia
sudah mendjadi suami-isteri dengan Tiangsoen Pek, tetapi Tiangsoen Tay telah
mendahului ia. "Djangan kau menolak dulu! Kau biarkan aku bitjara!", mendadak
suaranja pengawal pribadi dari Boe Tjek Thian ini mendjadi keras. Itulah tanda
tergeraknja hatinja. Lie It tertjengang, karenanja, ia berdiam. "Aku tahu bahwa
kau sebenarnja sangat menjukai Wan Djie ", kata Tiangsoen Tay, melandjuti,
"tetapi karena sekarang ia telah mendjadi penulisnja Thian-houw, kau djadi
membentji dia, membentji dengan sangat ". Dengan tjepat Lie It menggeleng
kepala. "Bukan, bukan !", ia menjangkal. Memang mulanja ia membentji, tapi
sesudah berselang banjak tahun, kebentjiannja itu bujar lenjap. "Aku bukan
hendak mengandjurkan kau nikah dia ", kata Tiangsoen Tay pula. "Tapi kau harus
ketahui bahwa dia lagi menantikan kau. Kau lihat, inilah suratnja jang ia minta
aku menjampaikannja padamu. Dia kata dia mempunjai sjair, jang dulu hari kau
sangat menjukainja. Dia menulis pula itu dengan tangannja sendiri. Dia tanja
apakah kau masih ingat atau tidak ". Tiangsoen Tay menjerahkan surat jang ia
katakan itu dan Lie It menjambuti, untuk terus dibuka dan dibatja. Memang itulah
sjairnja Wan Djie jang dulu hari itu, tentang "daun2 baru rontok ditelaga Tong
Teng". Tentu sekali, ia ingat sjair itu. Ketika ia bertemu pula dengan Wan Djie
habis merantau. Wan Djie pernah membatjakan untuknja. Sekian lama ia ingat sjair
itu, tidak berani ia membatjanja diluar kepala, sekalipun ditempat dimana tidak
ada orang lain, sampai hari ini ia membatja pula dalam tulisannja si nona
sendiri. Ia mendjadi berduka, hingga ia menghela napas. Tanpa merasa, delapan
tahun telah berselang "Sekarang kau telah mengerti djelas, bukan ?", kata
Tiangsoen Tay perlahan. "Semendjak lama itu terus ia menantikan kau. Djikalau
dia tidak dapat balasan kabar dari kau, dia pasti tidak bakal dapat menikah.
Umpama kata benar kau tidak dapat nikah ia, sudah seharusnjalah djikalau kau
membagi kabar kepadanja, agar ia dapat ketahui, supaja ia puas. Djikalau kau
tidak pulang, bukankah kau seperti djuga membikin tjelaka ia seumur hidupnja ?".
Tiangsoen Tay djudjur dan polos, apa jang dia pikir, dia utjapkannja. Lie It
tergerak oleh kedjudjuran itu. Kata2-nja pun memang benar dan mengenai djitu
hatinja. Ia pun ingat Wan Djie pernah memberitahukannja bahwa Tiangsoen Tay
samar2 menaruh hati terhadapnja. Maka ia kata didalam hatinja: "Tiangsoen Tay
mengadjukan dirinja meminta Boe Tjek Thian mengutus dia pergi keperbatasan,
kiranja itu bukan melulu untuk Wan
Djie hanja djuga untuk kepentingannja pribadi ". Maka ia lantas memberikan
djawabannja: "Aku tidak bakal kembali ke Tiang-an, kau sadja jang pulang, untuk
memberi balasan kepadanja. Kau bilangi dia, seandainja dia bertemu orang jang
dia penudju, aku harap sukalah dia lekas menikah untuk mendirikan rumah-tangga.
Kau kata dia mempunjai urusan penting untuk mana dia perlu mentjari aku. Adakah
itu karena ia ingin mendapat keputusan dari aku " Baiklah ! Kau kasi tahulah
padanja, sedjak delapan tahun jang lalu aku sudah mendo'a kepada Thian, memohon
dia diberi perlindungan, supaja dia dapat seorang jang dipenudju olehnja !".
Tiangsoen Tay heran hingga ia mendjadi bingung. "Aku tidak mengerti kau ",
katanja. "Wan Djie sangat berdahaga ingin menemui kau, kenapa kau sebaliknja
tidak suka menemui dia" Tentang urusan penting jang ia sebutkan itu, aku sendiri
tidak tahu apa adanja, apa jang aku tahu jalah dia setiap hari bertambah lesu
dan tiada semangat ...". "Kenapa aku tidak mau menemui dia ?", kata Lie It
perlahan, bagaikan mendumal. "Kenapa aku tidak mau menemui dia ?". Mendadak ia
madju setindak, mentjekal kedua tangannja Tiangsoen Tay keras2. Ia kata: "Ada
satu hal jang kau belum ketahui! Diantara kita tidak ada hubungan satu pada
lain, aku tidak dapat memberi kabar apa2 kepadamu! Kau tahu, dengan adik Pek aku
sudah menikah dan sampai sekarang ini sudah delapan tahun lamanja !". Tiangsoen
Tay heran, terperandjat, tubuhnja gemetar. "Apa ?", ia menegaskan. "Kau telah
menikah dengan si Pek?". "Benar!", djawab Lie It. "Kami menikah dengan menuruti
pesan ajahmu, kita melakukannja itu tanpa menanti habisnja waktu berkabung.
Sekarang ini anak kami sudah berumur tudjuh tahun !". Achirnja Tiangsoen Tay
mendjadi girang, hanjalah ia merasa sedikit likat. Didalam hatinja ia berkata:
"Aku mengira dia menjintai Wan Djie, kiranja sekarang dialah iparku !". Maka
disitu mereka saling memberi hormat, diantara toako den moay-hoe, ipar satu
dengan lain. Kemudian mereka djuga saling memberi selamat.
---oo0oo--"PERGAULAN kau dengan Wan Djie, bila itu dibanding dengan pergaulanku dengannja,
ada djauh terlebih lama ", kemudian kata Lie It sambil tertawa, "maka itu
tentang dia, kau tentunja mengetahui terlebih djelas. Dengan sebenarnja dialah
seorang nona jang baik sekali, aku mengharap semoga kamu mendjadi pasangan !".
Tiangsoen Tay djengah. "Buat omong terus-terang", ia berkata, "sebenarnja aku
menjintai dia, hanjalah aku kuatir aku tidak tjotjok untuknja. Berselang
setengah tahun jang lalu, pada satu kali aku melihat dia lagi berduka. Diam2m
aku menanjakan sebabnja kepada Boe Koentjoe. Kau ketahui puteri she Boe itu
jalah Boe Hian Song. Sambil tertawa, Boe Koentjoe mendjawab pertanjaanku :
"Seorang wanita, satu kali dia telah dewasa, dia pasti memikir untuk menikah.
Dia sedang berduka, pikirannja lagi kusut, maka djanganlah kau ganggu
padanja !".Mendengar disebutnja nama Boe Hian Song, Lie It terkedjut didalam
hatinja. Hian Song itu, disampingnja mendjadi wanita gagah jang ia kagumi,
dengannja pun ada hubungannja jang sulit. Diantara mereka berdua ada menjelip
budi dan penasaran. Hian Song ada dipihak Boe Tjek Thian, tetapi dia baik
terhadapnja dan pernah melepas budi. Nona bangsawan itu mendjadi orangnja Thianhouw tetapi dia tidak membentji padanja, bahkan bersimpati dan melindunginja.
Pergaulan mereka berdua pun erat sekali. Pernah ia memilih diantara Wan Djie den
Hian Song, jang mana satu jang tepat untuk mendjadi isterinja. Ketika itu
diantara mereka belum ada Tiangsoen Pek. Tidak di-sangka2, Tiangsoen Pek
menjelak diantara mereka dan malah menang djuga! Meski sekarang ia telah
beristerikan Tiangsoen Pek, kadang2 ia masih menanja dirinja sendiri, mengapa
dulu ia ragu2 dan tidak segera memilih, Wan Djie atau Hian Song. Ia mesti
mengakui, ia menikah Tiangsoen Pek bukan melulu disebabkan pesan Tiangsoen Koen
Liang. Karena ini, satu waktu ia suka djengah sendirinja terhadap isterinja.
Sekarang ini, ia djuga tidak mendapat tahu jang Hian Song telah berada didalam
wilajah tanah perbatasan ini, djikalau tidak, pasti hatinja akan djadi tidak
tenang. "Djadi, menurut nona she Boe itu ", ia berkata, "sebenarnja Wan Djie
sudah memikirkan soal djodohnja. Sekarang ini, aku lihat, tak perduli
kesangsianmu itu, baiklah kau lekas memilih dia dan mengambilnja sebagai
isterimu !". Tiangsoen Tay berpikir. Ia kalah tjerdas dari Lie It, ia mendjadi
tidak dapat segera menangkap maksud kata2 orang. Baru kemudian ia mengerti.
"Benar!", pikirnja. "Benar Wan Djie lagi memikirkan djodohnja dan karenania dia
berada dalam ragu2. Mungkin dia menjintai Lie It, tetapi didalam hatinja itu,
sedikitnja aku pun ada ". Sekarang ia mendengar suaranja Lie It, hatinja
mendjadi lega. Ia mendjadi girang sekali. "Bagaimana dengan Nona Boe ?",
kemudian Lie It tanja. "Apakah ia pun sudah menikah ?", ia takut menjebut nama
Hian Song tetapi ia menjebutkannja djuga. Keras sekali keinginannja mengetahui
tentang nona bangsawan jang gagah dan tjantik itu. "Aku belum pernah mendengar,
mungkin belum ", sahut Tiangsoen Tay. "Dia lebih banjak berada diluaran daripada
didalam keraton. Benar ia keponakannja Thian-houw, didalam satu tahun, paling
djuga satu dua kali ia berada di istana ". Hati Lie It memukul. "Usia Hian Song
lebih tua beberapa tahun dari pada usianja Wan Djie ", ia berpikir. "Sampai
sekarang dia masih belum menikah. Mungkinkah dia pun seperti Wan Djie, lagi
menunggui aku ?". "Aku mendengar dari Wan Djie ", berkata Tiangsoen Tay, jang
tidak dapat menduga pikirannja Lie It itu. "Thian-houw telah memikir untuk nanti
menjerahkan tachta-keradjaan kepada Pangeran Louw Leng Ong, maka kalau itu
sampai terdjadi, pemerintah tetap pemerintah kamu kaum Keluarga Lie, karena mana
baiklah kau lekas pulang ". Kabar ini jalah kabar diluar dugaan Lie It, tetapi
walaupun demikian, ia masih memikir lain. "Untukku lebih baik aku tidak
pulang !", katanja. "Djikalau kau tidak mau pulang, aku pun tidak mau memaksa
padamu ", kata Tiangsoen Tay. "Akan tetapi, kenapa kau ada bersama dengan ini
bangsat tua she Thia" Apakah kau djuga memikir mau pergi menghamba kepada bangsa
Turki?". "Meski aku menantang pihak Boe atau Keradjaan Tjioe palsu itu, aku
masih belum terlalu hina untuk menghamba kepada pihak Turki ", djawab Lie It.
"Bahwa sekarang aku berada dalam rombongannja Thia Tat Souw, itulah disebabkan
aku hendak pindjam tenaga mereka agar aku dapat pergi kedalam istana Turki itu
". "Untuk apakah itu ?", Tiangsoen Tay tanja. "Untuk keponakan-luarmu ", sahut
Lie It. Dengan keponakan luar itu, ia maksudkan anaknja. "Kenapakah keponakanku
itu ?", tanja Tiangsoen Tay heran. "Dia ditjulik pihak Turki itu ", sahut Lie
It, jang lantas menuturkan hal ditjuliknja anaknja itu, untuk Khan Turki dapat
mempengaruhi dan memaksa ia suka bekerdja sama menjerbu ke Tionggoan. Mendengar
keterangan itu, Tiangsoen Tay berpikir: "Pantas Wan Djie menjintai pangeran ini.
Njata mereka berdua, disamping soal tjinta, mereka mengenal baik urusan, mereka
bisa membedakannja mana urusan negara dan mana urusan peribadi, jang mana lebih
penting ...". "Tentang pihak Turki hendak menjerbu Tionggoan, siang2 Thian-houw


Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mendapat tahu," ia memberi keterangan. "Sekarang ini tapal batas telah
didjaga kuat, djadi tentang penjerbuan itu tak usah dikuatirkan. Jang dibuat
menjesal adalah banjaknja orang2 Rimba Persilatan jang murtad serta serombongan
menteri2 lama dari Keradjaan Tong, jalah menteri2 jang tidak mengerti selatan,
jang telah pada pergi kepada Khan Turki itu. Sepak terdiang mereka itu harus
didjaga. Demikian kali ini aku ditugaskan Thian-houw untuk menawan Thia Tat Souw
dan Lamkiong Siang. Kau bilang kau membutuhkan tenaga mereka, baiklah, kali ini
aku membiarkan mereka hidup dulu ". Mendengar kata2 kau ini, berkata Lie It.
"Djikalau tidak keliru maka rupanja Thian Ok Toodjin bersama Biat Touw Sin-koen
beramai sudah pergi menghamba pada Khan Turki. Menurut apa jang aku tahu, ilmu
silat mereka itu liehay, mereka tidak dapat dipandang enteng, mungkin tiga
pahlawannja Boe Tjek Thian bukanlah tandingan mereka ". "Bahwa Thian-houw ada
mengirim lain orang atau tidak, aku tidak tahu ", kata Tiangsoen Tay, "Kali ini
aku datang tjuma ber-sama2 Pek Goan Hoa ". Lie It memikir untuk menanja lebih
djauh, umpamanja halnja Boe Hian Song, akan tetapi mendengar Tiangsoen Tay
membilang demikian, ia batal. "Bagaimana dengan si Pek ?", kemudian Tiangsoen
Tay tanja. "Dimana ia sekarang ". "Aku tidak ingin ia menempuh bahaja, dari itu
aku tinggalkan dia di Thian-san," Lie It mendjawab. Tiangsoen Tay lantas menanja
pula, tentang selama delapan tahun keadaan Lie It serta Tiangsoen Pek, adiknja
itu. Pertanjaan itu didjawab rapi oleh Lie It, maka itu, lega hatinja. Ia tjuma
menjesal atas kematian ajahnja, hingga ia tidak dapat bertemu pula sama orangtua
itu, hingga ia tidak dapat merawatinja djuga.
---oo0oo--KETIKA itu, sang fadjar sudah tiba. Beberapa ekor burung nasar terlihat
beterbangan diatasan tenda, terbangnja terdengar njata. Untuk penduduk padang
rumput, burung2 itu adalah suatu pertanda, seperti di Tionggoan orang mendengar
berkokoknja ajam djago. Jalah tandanja sang malam sudah lewat dan bakal diganti
sang pagi atau siang. "Sekarang sudah siang, aku harus pergi ", kata Tiangsoen
Tay habis memandang ke sekelilingnja. "Bagaimana dengan sepak-terdjangmu
selandjutnja?", Lie It tanja. "Per-tama2 aku mesti pergi mentjari Pek Goan Hoa
", sahut Tiangsoen Tay. "Habis itu, ada kemungkinan aku pun akan pergi ke
kotaradja Khan Turki. Djikalau tugasku sudah selesai, aku memikir pergi ke
Thian-san mendjenguk kamu ". Lie It tidak bilang apa2 lagi, maka kedua sanak ini
lantas berpisahan satu dari lain. Lie It mengantar sampai diluar tenda, untuk
membantu melihat dulu diantara situ ada lain orang atau tidak. Mereka tidak
melihat tapak kaki orang, dari Pek Goan Hoa pun tidak kedapatan. Lie It heran,
pikirnja: "Orang pandai itu menolongi Pek Goan Hoa, dia tidak memperdulikan
Tiangsoen Tay, apa mungkin itu disebabkan dia ketahui adanja hubungan kita
berdua dan bahwa aku bakal menanjakan sesuatu kepada iparku ini ?"
---oo0oo--HABIS mengantarkan iparnja, Lie It lantas kembali kedalam tenda. Sekarang ia
periksa tubuhnja Thia Tat Souw dan Lamkiong Siang. Dua2 mereka telah terkena
Bwee-hoa-tjiam, jaitu djarum Bunga Bwee, pada djalan darah kwan-goan-hiat dan
hong-hoe-hiat masing2. Sulit untuk mentjabut djarum itu, untuk itu dibutuhkan
besi berani dan besi itu ia tidak mempunjai. "Thia Tat Souw ahli menotok djalan
darah, mungkin dia membekal besi berani," pikir Lie It kemudian. Maka ia lantas
memeriksa kantung kulitnja orang she Thia itu. Untuk leganja hatinja, ia
mendapatkan besi itu. Tepat Lie It hendak menolongi Thia Tat Souw mendadak ia
mengubah pikirannja. Ia ingat Lamkiong Siang. Dia ini perlu ditolong terlebih
dulu. Maka ia membukai bidju orang. Ia mendapat kenjataan Lamkiong Siang
terserang dua batang djarum. Mungkin si penjerang berkuatir, sebatang djarumnja
tidak tjukup, ia menggunai dua buah djarum. Djarum itu sangat halus. Dengan besi
berani itu, Lie It berhasil mentjabut kedua batang djarum. Lamkiong Siang tidak
lantas mendusin, maka itu, menggunai ketika itu, ia membuatnja kedua lubang luka
itu mendjadi sedikit besar, hingga mendiadi seperti satu luka, setelah itu,
sebatang djarum ia tusukkan kepada djalan darah giok-liong-hiat di bawahan
iganja sendiri. Ia sengadja membuat tusukan meleset, supaja ia tidak mendjadi
kurban dan roboh sendiri karenanja. Baru sesudah itu, ia menotok menjadarkan
orang jang pingsan sekian lama itu. Lamkiong Siang mendusin untuk lantas
mendjadi heran. Ia melihat Lie it disisinja dan sebaliknja Tiangsoen Tay tidak
ada. "Sebenarnja apakah sudah terdjadi ?", ia bertanja. "Kita telah dibokong
orang ". Menjahut Lie It, "Apakah kau danat melihat mukanja orang itu ?",
Pangeran ini bersandiwara. "Tidak ", sahut Lamkiong Siang. "Ketika aku roboh ",
Lie It berkata, "samar2 aku merasa ada orang datang masuk kemari, lalu setelah
itu, aku tidak ingat apa djuga ". Lam-kiong Siang bersangsi. "Saudara Lie ",
katanja, "kepandaian kau djauh lebih liehay daripada aku. Aku sendiri, aku
merasa, begitu aku dibokong, begitu aku tidak sadarkan diri ". Habis berkata
begitu, reda ketjurigaannja Lamkiong Siang. Ia lantas ingat bahwa Lie It ada
orang dari pihak Keradjaan Tong, sebagai pangeran, tidak mungkin dia membantu
musuh. Lie It berkata: "Selama diperdjalanan, agaknja Thia Loo-pangtjoe
mentjurigai aku, tetapi aku ingin, sebelum sampai ketikanja, untuk terus
menjembunjikan diri, oleh karena itu, saudara Lamkiong, aku minta kau tetap
memegang rahasia dulu ". Lamkiong Siang setudju, ia memberikan djandjinja.
"Itulah benar ", bilangnja. Ia girang sekali Lie It begitu pertjaja padanja.
Hanja, sedjenak kemudian, ia berpikir djuga: "Mungkinkah, karena ada hubungannja
diantara ia dan ajahnja Tiangsoen Tay, dan karena ia kuatir nanti dibikin
tjelaka oleh Thia Toako, ia sengadja membokong aku, supaja ia mendapat ketika
untuk melepas Tiangsoen Tay kabur" Kalau dugaanku ini benar, sebenarnja dapat ia
mendjelaskan kepadaku, belum tentu aku suka membikin tjelaka orang she Tiangsoen
itu ...". Sampai disitu, Lie It baru menolongi Thia Tat Souw. Pangtjoe ini benar
liehay, baru sadja dua djarum didjalan darahnja itu ditjabut, dia sudah sadar
sendirinja. Dia tidak menanti Lie It menotok bebas padanja. Dengan satu gerakan
membalik tubuh, lantas sadja dia melompat bangun, hanja sambil berdiri itu, dia
menjambar tangannja Lie It, guna mementjet nadinja. Lamkiong Siang mendjadi
kaget sekali. "Toako, kau mau bikin apa ?", ia menanja ketua itu. Biarpun ia
mentjurigakan Lie It, untuk hari depannja, ia tetap berada dipihaknja pangeran
ini. Dengan kepandaian jang ia miliki, Lie it dapat berkelit atau berontak dari
samberan atau tjekalan itu, akan tetapi ia sengadja tidak melawan, ia membiarkan
tangannja kena ditangkap. Ia djusteru mengasi lihat roman kaget dan berkuatir.
"Toako ! Toako ! aku mau membebaskan totokanmu ...", ia kata, suaranja dibikin
parau. Thia Tat Souw tertawa dingin. Ia lantas merobek badjunja pangeran itu.
Maka ia lantas dapat melihat lubang djarum disamping djalan darah giok-lionghiat. "Oh, kiranja kau pun kena dibokong !", dia kata. Ketjurigaannja lantas
sedikit reda. "Memang ada orang luar membokong kita ", kata Lamkiong Siang.
"Selagi aku pingsan aku mendengar suara orang berbitjara tjuma tidak njata ".
Thia Tat Souw pun lantas berpikir: "Memang dia terlebih liehay daripada Lamkiong
Siang tetapi djikalau dia mau membokong aku, kepandaiannja pastilah tidak tjukup
". Maka ia lantas melepaskan tjekalannja. Sebaliknja, ia lantas membentak
kawannja : "Lamkiong Siang, mari !". Kawan itu kaget. "Toako ! Toako !",
katanja. "Aku djuga kena dihadjar djarum musuh !". "Mari kasi aku lihat" kata
Tat Souw, jang merobek badjunja ketua muda itu. Habis memeriksa, ia mengangguk
dan terus berkata: "Tidak salah, djalan darah hong-hoe-hiatmu terkena djarum
Bwee-hoa-tjiam! Oh, sungguh liehay djarum itu !". "Sjukur Pangtjoe membekal besi
berani ", berkata Lie It. "Menjesal kepandaianku tidak tjukup, maka itu aku
berhasil mentjabut djarum dengan melukai kulit dipinggirannja." Sengadja
pangeran ini berkata demikian supaja Tat Souw tidak bertjuriga karena lukanja
Lamkiong Siang lebih besar dari biasanja. "Kau mengerti tjara menggunai besi
berani, kau pun dapat membebaskan totokan, kaulah seorang ahli !", berkata
pangtjoe itu. Ia lantas mendjumput empat batang djarum, jang tadi Lie It letaki
ditanah, untuk diawasi. "Apakah kamu dapat melihat wadjah musuh ?", ia tanja
selang sesaat. "Aku tjuma mendengar suaranja, lantas aku tak sadarkan diri ",
menjahut Lamkiong Siang. Begitupun djawaban Lie It. "Sungguh malu ...! ", kata
Tat Souw dalam hatinja. la ingat, ia lebih liehay banjak daripada Lamkiong Siang
dan Lie It itu. Ia heran, kenapa mereka mendengar suara sebaliknja ia tidak "
Hal ini dapat menimbulkan ketjurigaan. Tapi Lie It telah mengatur baik
sandiwaranja. Pula Tat Souw lantas berpikir pula: "Musuh datang membokong, sudah
tentu akulah jang diarah paling dulu, baru Lamkiong Siang dan Siangkoan Bin. Aku
diserang dengan dua batang djarum, mereka masing2 dengan sebatang. Siangkoan Bin
sangat gesit, dia sempurna ilmunja ringan tubuh, maka dia kena terhadjar meleset
", Karena, berpikir demikian, lenjaplah ketjurigaannja. Ia pertjaja, setelah
berpengalaman puluhan tahun, dugaannja ini tidak akan meleset. Maka diachirnja
ia tertawa. "Sjukur musuh pembokong itu belum mahir kepandaiannja menggunai
djarum rahasia !", ia berkata. "Lihat, djarum jang menjerang saudara Siangkoan
tjuma mengenai pinggirannja djalan darah giok-liong-hiat! Djikalau tidak
demikian, siapa nanti dapat menolong menjadarkan kita " Sikapku barusan, saudara
Siangkoan, disebabkan aku ingin membuat pemeriksaan, maka itu, aku harap
tidaklah kau buat banjak pikiran ". "Tidak apa, tidak nanti aku buat pikiran ",
menjahut Lie It, jang hatinja lega tidak terkira. Thia Tat Souw berkata begitu
untuk menghibur dirinja sadja. Ia telah periksa empat batang djarum Bunga Bwee
itu, jang pandjangnja tjuma tudjuh atau delapan hoen, dibanding dengan djarum
mendjahit biasa, masih terlebih ketjil, maka orang jang dapat menggunai itu
mesti liehay tenaga-dalam serta latihannja. Pula djarum itu digunai dalam djarak
sedikitnja diluar tiga tombak. Djikalau itu digunai dalam djarak tak ada tiga
tombak, mesti si penjerang kepergok. Ia sendiri, pasti ia tidak sangaup menimpuk
demikian sempurna. Sampai sebegitu djauh ia pertjaja betul, ialah tukang
menjerang djalan darah paling djempol, tak ada tandingannja, siapa njana
sekarang ada orang jang melebihkannja ! Karenanja, ia kaget, hatinja gentar.
"Pembokong itu boleh dianggap sebagai tukang menjerang djalan darah jang liehay,
sajang senak terdjangnja bukan sepak terdjang seorang laki2 !", katanja pula.
"Sajang aku tidak tahu siapa dia, djikalau tidak, ingin sekali aku men-tjoba2
dengannja !". "Tunggu sadja nanti setibanja kita di kotaradja Khan Turki ", kata
Lam-kiong Siang. "Disana kita, boleh minta keterangan dari Thian Ok Toodjin dan
Biat Touw Sin-koen, mungkin mereka itu mendapat tahu ". "Kau benar," kata Tat
Souw. "Baiklah, mari kita berangkat sekarang !". Lamkiong Siang dan Lie It
lantas bekerdja, untuk membongkar tenda mereka, setelah mana, terus mereka
berangkat. ---oo0oo--MEREKA baru djalan selintasan tatkala dipadang rumput disebelah depan tampak
tiga penunggang kuda mendatangi dengan tjepat, hingga lantas terlihat tegas dua
jang djalan dipaling depan jalah dua orang Han. "Bagus betul !", teriak Thia Tat
Souw gusar. "Kamu berani menghina pula kepada tuanmu !". Dan kata2-nja ini
diiring dengan ajunan setelah tangannia, menerbangkan dua potong thie-lian-tjie
atau Teratai Besi kearah kedua orang itu. Dua orang itu melompat melesat dari
atas kudanja. "Thia Toako!", mereka berteriak hampir berbareng. "Apakah toako
sudah tidak mengenali siauwtee?" Sementara itu, penunggang kuda jang ketiga,
jang telah sampai diantara mereka, adalah seorang opsir Turki. Tat Souw
melengak. Ia sekarang telah melihat njata dan mengenali dua orang itu. "Kamu toh
Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang?", ia menanja. "Benar!", djawab kedua orang
itu, jang berdandan sebagai boesoe. "Kita sudah tidak pernah bertemu selama
sepuluh tahun lebih, kiranja toako masih mengenali kami!". Tat Souw mengawasi
mereka itu dengan ia membuka lebar matanja. "Kabarnja kamu mendapat kedudukan
bagus dibawah perintahnja Boe Sin Soe ", katanja, "kenapa sekarang kamu datang
kemari" Mungkinkah kamu bekerdja untuk Boe Tjek Thian untuk mengundang aku si
orang tua?". Hong Bok Ya tertawa. "Aku mewakilkan Khan Turki jang agung memapak
kau, toako!", dia menjahut. "Kami tidak mempunjai sangkutan apa2 dengan Boe Tjek
Thian! Ah, mari perkenalkan! Inilah Kochar, baturu dari Khan Turki jang agung!".
Ia memperkenalkan si opsir Turki itu, jang kedudukannja sebagai baturu itu,
opsir utusan radjanja. Kedua pihak saling memberi hormat. "Toako ", Hong Bok Ya
berkata pula, habis memandang Lamkiong Siang dan Lie It, "kedua sahabat ini
rasanja siauwtee pernah ketemu, hanja maaf, sesaat ini aku tidak ingat kapan dan
dimana pernah bertemunja ...". Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang mendjadi djago2
dari Tjeng Shia Pay dan Ban Seng Boen, didalam dunia Rimba Persilatan, nama
mereka kesohor, pada sepuluh tahun jang lampau, pernah mereka melakukan
pekerdjaan sebagai begal tunggal, akan tetapi karena pandainja mereka membawa
diri, perbuatannja itu sedikit orang jang mendapat tahu. Ketika itu Thia Tat
Souw mendjadi pemimpin Rimba Persilatan di lima propinsi Utara, mereka kedua
pihak kenal satu pada lain. Maka itu, dengan lantas mereka saling mengenali. Tat
Souw jalah seorang jang banjak pengalamannja, melihat kedua sahabat itu, ia
lantas berpikir: "Telah lama aku mendengar bahwa mereka ini sudah menghamba
kepada Boe Sin Soe, dari itu djikalau mereka tengah diutus Boe Tjek Thian, tidak
nanti sekarang mereka ada bersama opsir Turki ini. Didalam sini mesti ada
sebabnja. Mereka menanjakan Lamkiong Siang dan Siangkoan Bin, teranglah itu
disebabkan mereka tidak sudi bitjara dihadapan Lamkiong Siang berdua ". Maka ia
lantas mendjawab: "Inilah Hoe-pangtjoe Lamkiong Siang. Dan ini saudara Siangkoan
Bin, seorang sahabat baru keponakannja See-tay Sie-long Siangkoan Gie dari
pemerintah jang lama ". "Ja ...", kata Lamkiong Siang. "Pada delapan tahun dulu,
selama dalam tangsi Sin Boe Eng di Tiang-an, aku rasa pernah bertemu sama kedua
tuan. Ketika itu tuan2 tengah mengikuti Boe Sin Soe mengundjungi Tjongkoan Lie
Beng Tjie. Akulah jang mendjadi pengawal pintu itu waktu ". Tatkala itu Lamkiong
Siang masuk dalam Sin Boe Eng untuk mentjoba membunuh Boe Tjek Thian, Hong Bok
Ya dan Tjiok Kian Tjiang sebagai orang2-nja Boe Sin Soe lagi melindungi ratu
itu, karenanja mereka sedang bekerdja untuk tudjuan masing2. Sekarang mereka
bertemu disini, kedua pihak lantas sama2 tertawa. "Sebaliknja aku tidak ingat
dimana pernah bertemu sama tuan2 ", berkata Lie lt. Ia berlagak pilon.
Sebenarnja ia pernah menemui mereka pada sepuluh tahun jang lampau, sebelum ia
meninggalkan kotaradja. Satu kali kedua orang itu turut Boe Sin Soe pergi ke
istana menghadap Boe Tjek Thian, Lie It berada didalam istana, maka mereka
bertemu satu pada lain. Sekarang Lie It heran, ia kata didalam hatinja:
"Mustahilkah mata mereka tadjam luar biasa" Dulu-hari itu aku masih belum dewasa
dan sekarang aku pun telah mengubah parasku, setelah berselang sepuluh tahun
lebih, sedang dulu kita tidak berbitjara satu dengan lain, benarkah mereka masih
mengenali aku" Mungkinkah mereka tjuma men-duga2 sadja disebabkan pengalaman
mereka jang luas ". "Saudara Siangkoan gagah ", kata Hong Bok Ya sembari
tertawa. "Melihat kau, orang lantas merasa kagum, dari itu, meski dulu kita
belum pernah bertemu satu dengan lain, sekarang toh kita ada diantara orang
sendiri. Aku girang sekali bertemu sama kenalan lama dan sekarang mendjadi
kawan!". "Tuan2, mengapa tuan2 ketahui jang aku si orang tua telah datang
kemari?", Tat Souw tanja. "Selama didalam istana Khan jang agung kami telah
bertemu dengan Yang Thay Hoa, muridnja Pek Yoe Siangdjin ", djawab Tjiok Kian
Tjiang. "Katanja pangtjoe telah minta perantaraannja memberi warta kepada Guru
Besar Matu dan bahwa dua hari lagi pangtjoe bakal tiba. Hal itu membuatku girang
sekali, karena siauwtee ingin sekali segera bertemu sama toako. Lantas siauwtee
mengadjak saudara ini datang memapak ". "Aku berterima kasih jang Guru Besar
Matu demikian baik hati ", kata Tat Souw. "Apakah Pek Yoe Siangdjin sendiri
sudah tiba disana?". "Belum, tetapi kabarnja ia akan sampai dalam ini satu-dua
hari ", djawab Kian Tjiang. Mendengar pembitjaraan itu, Lie It terkedjut. Ia
kata didalam hatinja : "Pek Yoe Siangdjin ber-sama2 Thian Ok Toodjin dan Biat
Touw Sin-koen jalah jang dikenal sebagai 'Hek-Gwa Sam-Hiong'. Pek Yoe terlebih
liehay daripada dua jang disebut belakangan ini. Dengan mereka turut pihak Turki
itu, siapa nanti dapat mengalahkan mereka ?". "Kapankah akan dibikin pertemuan
besar antara pelbagai boesoe dikota radja?", kemudian Tat Souw menanja pula.
"Tanggal itu telah ditetapkan, jalah lagi tiga hari", djawab Tjiok Kian Tjiang.
"Aku djusteru menguatirkan toako tidak keburu sampai diwaktunja jang tepat ".
"Aku sudah tua ", kata Tat Souw, tertawa. "Kedatanganku ini untuk membantu
meramaikan sadja. Biarlah mereka, anak2 muda, menggunai ketikanja ini untuk
menundjuki kepandaian mereka, guna mereka mengeluarkan selaksa anak !". Kata2
"mengeluarkan selaksa anak" itu ada kata2 kaum Kang-ouw, artinja mengangkat
nama. Demikian mereka berdjalan bersama. Hong Bok Ya berdjalan berendeng dengan
Lie It. "Saudara ", ia berkata pada pangeran itu, "Pamanmu terkenal untuk ilmu
suratnja, kau sendiri memahamkan ilmu silat dan bergaul sama saudara2 dari dunia
Kang-ouw, sungguh itulah hal jang luar biasa. Menurut saudara Lamkiong, saudara
mempunjai ilmu silat pedang jang liehay, entah siapakah guru saudara ?". Saudara
Lamkiong itu tjuma sengadja meng-angkat2 namaku ", sahut Lie It merendah. "Jang
benar aku beladjar beberapa djurus sambil lalu sadja. Aku tidak berani menerima
pudjian itu ". "Puterinja Siangkoan Taydjin terhitung kakak-beradik dengan kau,
saudara Siangkoan ", berkata pula Hong Bok Ya. "Dalam beberapa tahun ini ia
telah mendapatkan kepertjajaannja Thian-houw. Pernahkah saudara bertemu
dengannja ?". Mendengar disebutnja nama Wan Djie, dengan sendirinja air muka Lie
It mendjadi guram. Dengan tidak gembira, ia menjahut: "Meskipun benar kami
terhitung kakak-beradik, sekarang ini kami mengambil djalan masing2, karena
tudjuan kami berlainan, berlainan pula perdjalanan kami. Semendjak dia masuk ke
dalam keraton, sudah lama kami tidak saling bertemu ". Hong Bok Ya mengangguk.
"Nona Siangkoan, nona tjerdik pandai didjaman ini, sajang ia tidak insaf akan
suasana ", ia berkata. "Ia telah merubah sikapnja dan sekarang ia menghamba
kepada musuh. Tidak heran, saudara, djikalau kau mendjadi berduka karenanja ".
Kemudian Tjiok Kian Tjiang djuga mendekati Lie It, untuk berbitjara. Seperti
Hong Bok Ya, dia pun mengeluarkan kata2 jang memantjing. Akan tetapi Lie It
mengetahuinja kedudukannja, ia berlaku waspada, ia berbitjara dengan ber-hati2.
Maka itu, meski mereka itu bertjuriga, mereka tidak menemukan sesuatu jang dapat
menguatkan ketjurigaannja itu. Pada magrib hari itu, rombongan ini telah tiba di
hilir sungai Koshalar, maka Hong Bok Ya lantas berkata : "Masih ada perdjalanan
setengah hari untuk sampai di kotaradja Khan jang agung, karena itu tak usahlah
kita terlalu ter-gesa2 ". Maka itu, mereka lantas berhenti, untuk memasang
tenda. Baru mereka habis bersantap, hari sudah mulai gelap. Malam itu, rembulan


Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

indah sekali, pemandangan alam dipadang rumput sangat mengiurkan hati. Karena
itu, mereka tidak lantas masuk tidur hanja ber-djalan2 diatas rumput. Hanjalah
mereka berpisah rombongan, jaitu Thia Tat Souw bersama Hong Bok Ya dan Tjio Kian
Tjiang, sedang Lie It bersama Lamkiong Siang. Mereka berdjalan dengan perlahan
akan tetapi selang sekian lama, mereka berpisahan hingga kedua pihak tidak
melihat lagi satu pada lain. "Thia Pangtjoe agaknja sangat bertjuriga," kata Lie
It. "Demikian tadi malam hampir ia menjangka akulah jang menggunai djarum
rahasia itu ". "Selama belasan tahun dia di-kepung2 orangnja Boe Tjek Thian ",
kata Lamkiong Siang, "didalam dunia Kang-ouw ini, dia hampir tidak mempunjai
tempat untuk memernahkan diri, tidak heran djikalau dia mendjadi sangat
bertjuriga ". Dimulut, sahabat ini berkata demikian, didalam hatinja, ia memikir
lain. Didalam hatinja itu ia mengatakan : "Aku sendiri, djikalau bukannja aku
ketahui kaulah anggauta keluarga kaisar, bahwa kaulah musuhnja Boe Tjek Thian,
aku pun pasti mentjurigai kau ...". Sekian lama mereka berbitjara dari hal
lainnja, achirnja Lamkiong Siang berkata: "Sekarang sudah mulai larut malam,
marilah kita kembali ". "Sukar didapat malam seindah ini, aku belum berniat
tidur ", sahut Lie It. "Kalau kau ingin beristirahat, pergilah kau beristirahat
terlebih dulu ". "Thian-hee, kaulah seorang sastrawan, beda dengan aku jang
tidak mengerti akan keindahan malam jang berbulan-purnama ini ", berkata
Lamkiong Siang. "Baiklah, akan aku pulang lebih dulu, sekalian aku nanti
merapikan tempat tidurmu ". Lie It mengutjap terima kasih.
---oo0oo--SEBERLALUNJA kawan itu, ia mendjadi kesepian, pikirannja mendjadi tidak tenang.
Ia berdjalan terus hingga tanpa merasa ia telah pergi djauh, sampai ditepi
sungai dimana ada pepohonan jang lebat. Djusteru itu, kupingnja mendengar suara
orang bitjara dengan perlahan. Ia heran. Tanpa merasa, ia memasang kupingnja.
"Thia Toako ", demikian ia dengar. "Kau masih belum tahu, disini ada suatu
rahasia jang besar ". Itulah suaranja Hong Bok Ya. "Heran, apa jang mereka
bitjarakan ", pikir pemuda bangsawan ini. Ia bisa mendengar tegas suara orang.
"Baiklah aku mendengari lebih djauh, untuk mendapat tahu rahasia itu rahasia apa
". Maka ia lantas mendekam dibelakang sebuah tanah mundjul dimana ia lantas
memasang kupingnja. "Rahasia apakah itu ?", terdengar Tat Souw menanja. "Toako
tahu, negara itu negaranja si orang she Boe atau si orang she Lie ?", Hong Bok
Ya balik menanja. "Bagaimana itu " Mungkinkah, setelah beberapa tahun aku
meninggalkan Tionggoan, disana telah terdjadi sesuatu perubahan ?", Tat Souw
menanja pula. "Toako tahu, sekarang ini Boe Tjek Thian sudah menerima baik saran
dari Tek Djin Kiat, ia telah menetapkan bahwa keradjaan bakal diwariskan kepada
puteranja jaitu Lie Hian jang sekarang ini mendjadi Pangeran Louw Leng Ong. Maka
itu, Tionggoan, sekarang ini masih tetap kepunjaan kaum Keluarga Boe, lalu
nantinja akan kembali mendjadi miliknja Keluarga Lie ". Mendengar keterangannja
Hong Bok Ya itu, Lie It tidak mendjadi heran. Untuknja, itulah bukannja rahasia.
Hal itu ia telah mendengarnja dari Tiangsoen Tay. Thia Tat Souw sebaliknja
heran, hingga ia mengasi dengar tertawanja jang dingin. "Boe Tjek Thian benar2
tolol !", katanja. "Apakah mungkin dia menganggap anak lebih erat daripada
keponakannja. Kenapa dia tidak mau memikir bahwa negara itu dia merampasnja dari
tangan Keluarga Lie dan bahwa peristiwa itu untuk pihak Keluarga Lie adalah hal
jang memalukan dan menjakiti hati" Bukankah banjak sekali orang bangsawan dan
menteri2 jang terbinasa ditangannja". Apakah dia tidak tahu bahwa musuhnja
banjak sekali dan semua musuh itu bakal menuntut balas " Mungkin dia sendiri
dapat menjelamatkan dirinja akan tetapi bagaimana dengan sanak keluarganja she
Boe " Aku pertjaja mereka itu tentulah sukar terluput dari bahaja djiwa ". Ia
hening sedjenak, lantas ia menanja : "Kamu berdua, bukankah kamu berkuatir
penundjangmu nanti roboh maka kamu hendak mentjari penundjang jang baru ?".
Tjiok Kian Tjiang tertawa, ia berkata : "Toako, aku hendak bitjara, aku tidak
takut kau nanti mentertawainja. Bukankah toako sendiri djuga bukan dengan
sesungguhnja hati hendak mendjadi menteri setia dari kaum Keluarga Lie ?". "Aku
belum pernah makan gadji dari Pemerintah Tong, bolehlah aku tak usah membela
mati2-an padanja ", menjahut Tat Souw, jang pun omong terus terang. "Tetapi
karena Boe Tjek Thian mendesak aku sampai aku tidak dapat djalan keluar,
terpaksa aku mesti memilih, hendak aku menundjang kepada kaum Keluarga Lie agar
dia dapat mendjadi kaisar ". "Itu benar !", Kian Tjiang bilang. "Sebenarnja
tidak perduli siapa mendjadi kaisar, si orang she Lie atau si orang she Boe,
dua2-nja baik asal mereka djangan memusuhkan kita ! Tentu sekali terlebih baik
pula djikalau mereka suka memberikan kita pangkat tinggi dan kedudukan mulia ".
"Benar, kau bitjara tjotjok denaan hatiku !", berkata Tat Souw. "Djikalau
demikian adanja, toako, tidak takut kami omong dengan se-benar2-nja kepada toako
", berkata Hong Bok Ya. "Sebetulnja sekarang ini kami datang kemari atas
titahnja Pangeran Goei Ong. Djikalau nanti tentara Turki sudah menjerbu ke
Tionggoan, Goei Ong sudi bekerdja sama, untuk menjambut dari dalam ". "Apakah
kau omong benar ?", Tat Souw tanja. "Kenapa tidak benar ?", membaliki Hong Bok
Ya. "Benar!, Goei Ong mendjadi keponakannja Boe Tjek Thian akan tetapi dia pun
mesti memikirkan kepentingannja sendiri. Boe Tjek Thian hendak mewariskan
tachta-keradjaan kepada puteranja, habis apakah pengharapannja Goei Ong" Maka
itu asal Khan Turki suka berdjandji akan mengangkat dia mendjadi kaisar, dia
tidak segan2 untuk menentang dan menterbaliki Boe Tjek Thian ". Inilah baharu
rahasia, maka itu, mendengar keterangannja Hong Bok Ya itu, tubuh Lie It
mendjadi bergemetar sendirinja. Ia menganggap, perbuatannja Goei Ong itu
berbahaja dan hina. Thia Tat Souw tertawa untuk keterangannja Hong Bok Ya itu.
"Untuk Boe Tjek Thian. itulah jang dinamakan, orang banjak berontak, sanak
sendiri mentjeraikan diri !", ia berkata. "Ha! Sungguh aku tidak menjangka bahwa
kamu berdua jalah utusan rahasia dari Boe Sin Soe !". "Sekarang ini Khan Turki
sudah memberikan djawabannja jang menerima baik permintaan atau sjarat dari Goei
Ong itu. Kita tinggal menanti sadja saatnja Khan mulai menggeraki angkatan
perangnja. Satu hal aku mau minta perhatian toako. Ketua muda toako itu, Hoepangtjoe Lamkiong Siang, ber-tjita2 membangun pula Keradjaan Tong, maka itu
rahasia kita ini tidak dapat diberitahukan kepadanja ". "Sebenarnja Lamkiong
Siang pertjaja sekali padaku, apa jang aku bilang belum pernah ia berani bantah
", kata Tat Souw. "Tapi, untuk kebaikan kita, baiklah ia tak usah diberitahukan
rahasia ini ". "Masih ada satu lagi ", Hong Bok Ya berkata pula. "Aku pun
menjangsikan Siangkoan Bin ". Kaget Lie It mendengar pernjataan Hong Bok Ya itu.
"Apa ?", tanja Tat Souw. "Apakah kau telah melihat sesuatu jang
mentjurigakan ?". "Dimataku dia tidak mirip2-nja orang Kang-ouw ", Hong Bok Ya
djawab. "Dia djuga nampaknja bukan sembarang orang. Anak dan keponakannja
Siangkoan Gie, aku tahu sebagian besar, tetapi belum pernah ada keponakan
seperti dia itu ". "Lamkiong Siang membilangi aku bahwa orang itu kakakangkatnja ", berkata Tat Souw. "Mungkinkah dia mendustai aku ?". "Tapi kita pun
tjuma menjangsikan sadja ", kata Hong Bok Ya. "Aku pikir tidaklah halangannja
untuk kita waspada ". Thia Tat Souw mengasi dengar suara setudjunja. "Sekarang
kau bilangi aku, dibawah perintahnja Boe Tjek Thian itu, siapakah orangnja jang
lichay ?", tanja dia kemudian. "Tadinja Boe Tjek Thian mempunjai tiga djago dari
tangsi Sin Boe Eng ", sahut Hong Bok Ya, "jalah See-boen Pa, Tjin Tam dan Thio
Teng ...". "Dengan mereka bertiga, pernah aku bertempur ", berkata Tat Souw.
"Diantara mereka, See-boen Pa jang paling tangguh, aku pernah terkena
tjambuknja, dan dia pernah terhadjar pipaku. Kekuatan kita berimbang. Tentang
dua jang lainnja, meskipun mereka tidak dapat ditjela, hmmm ...! mereka tjuma
berimbang dengan Lamkiong Siang, pembantuku !". "Sekarang keadaan telah berubah
", Hong Bok Ya menerangkan pula. "Pada delapan tahun dulu, dalam pertempuran
digunung Lie San, Thio Teng telah dihadjar mampus oleh Thian Ok Toodjin, bahkan
See-boen Pa djuga kena dilukai hingga kepandaiannja mendjadi mundur ". Tat Souw
nampaknja heran. "Menurut kau, mungkinkah Boe Tjek Thian tidak mempunjai lagi
pahlawan jang gagah ?" ia tanja. "Masih ada satu orang jaitu Lie Beng Tjie,
tjongkoan dari tangsi Sin Boe Eng ", djawab Hong Bok Ya. "Kepandaian dia itu
dalam ilmu luar dan dalam tidak dapat ditjela, tetapi dialah kepala dari satu
pasukan, maka itu dia kurang mahir dalam ilmu ringan tubuh. Dia belum pernah
muntjul dalam dunia Kang-ouw ". "Aku mendengar kabar Boe Tjek Thian mempunjai
seorang keponakan perempuan jang bernama Boe Hian Song ", kata Tat Souw,
"katanja dialah murid jang disajang dari pendeta wanita Yoe Tam. Selama
dipuntjak gunung Ngo-bie-san, kabarnja dia sudah mengatjau pertemuan orang2
gagah, bahkan Kok Sin Ong terkalahkan olehnja, djadi dia tidak dapat dipandang
enteng. Kenapa kau tidak menjebut nama dia ?". Mendengar disebutnja Hian Song,
hati Lie It berdenjutan. Ia lantas menaruh perhatian terlebih besar lagi. "Toako
menjebut Boe Hian Song ?", kata Hong Bok Ya. "Dia sekarang tidak ada di
kotaradja. Dia ! Dia ...". "Dia kenapakah ?". "Ini pula suatu rahasia. Djusteru
aku hendak mendamaikannja dengan toako ", Perkataannja Hong Bok Ya ini
diputuskan Thia Tat Souw, jang mendadak membentak dengan tegurannja: "Siapa itu
diluar ?", Lie It terkedjut. Ia heran. Ia menjangka Tat Souw telah
mempergokinja. Ia sudah lantas berpikir untuk segera keluar dari tempatnja
sembunji. Atau ia mendengar suara sahutan, suara jang ia kenal: "Toako, aku !".
Itulah Lamkiong Siang. "Mau apa kau datang kemari?", Tat Souw tanja keras.
"Selagi aku berada didalam tenda, aku mendengar suaranja seorang 'Ya-heng-djin'
(pedjalan malam)", mendjawab Lamkiong Siang, "aku lantas keluar dan menjusul
sampai disini, aku tidak menjangka akan menemui toako ". Tat Souw terkedjut,
hingga ia berdjingkrak. "Kemana perginja dia ?", dia menanja tjepat. Lamkiong
Siang menundjuk, kearah jang bertentangan dengan tempat sembunjinja Lie It.
"Baik, mari kita susul dia !", kata Tat Souw, jang segera mendahului lari kearah
hulu sungai, untuk mengedjar ya-heng-djin itu. Lie It bernapas lega. Tapi ia
berpikir: "Lamkiong Siang menjebut-njebut ya-heng-djin, entah benar entah tidak.
Mungkin sekali dia sengadja hendak menjingkirkan Thia Tat Souw ". Karena ini, ia
lekas pulang ke tenda. Ia merebahkan diri, untuk mentjoba tidur, tetapi ia tidak
dapat pulas. Ia bergulikan. Ia memikirkan perkataannja Hong Bok Ya. Sajang
pembitjaraan Hong Bok Ya dan Thia Tat Souw diputuskan Lamkiong Siang. Setahu
rahasia apa itu jang Hong Bok Ya hendak mengatakannja. Bukankah itu mengenai Boe
Hian Song" Ingat kepada nona bangsawan itu, hati Lie it ber-guntjang. Karena
ini, ia pun mendjadi ingat pula akal busuk dari Boe Sin Soe. "Dia mau menjambut
bangsa Turki, pengkhianatannja itu hebat sekali ", pikir ini pemuda bangsawan.
"Djikalau dia berhasil hingga dia mendjadi kaisar, terang sudah Tiongkok bakal
mendjadi djadjahannja Turki, dan kaum keluarga Lie djuga mesti bakal habis dibunuh2-i dia. Pasti dia bakal djadi terlebih kedjam daripada Boe Tjek Thian !".
Mengingat itu, hati Lie It guntjang makin keras. "Kalau begitu, sudah seharusnja
aku pulang ...!", pikirnja kemudian. Tjuma sedjenak pemuda ini memikir
untuk pulang ke Tionggoan, atau ia lantas ingat Tiang-an jalah kota jang
melukai hatinja, dikota itu ada semua orang jang ia tidak ingin menemuinja pula.
Pula ia pernah bersumpah didepan Tiangsoen Pek bahwa ia suka menemani isteri itu
hidup bersama sampai hari tua mereka diwilajah perbatasan, supaja untuk
selamanja mereka tidak pulang lagi ke Tiongkok. "Akan tetapi sepak terdjang Boe
Sin Soe ini sangat berbahaja ...", ia bersangsi lebih djauh. "Aku pulang atau
djangan ...?", masih sadja ia bimbang, ia gulak-gulik tak mau pulas. Tidak
terlalu lama, diluar tenda terdengar suara tindakan kaki dari pulangnja Tat Souw
beramai. Ia lekas2 menjelimutkan diri, untuk ber-pura2 pulas. Hong Bok Ya
bersama Tjiok Kian Tjiang dan si opsir Turki berdiam didalam satu tenda, Tat
Souw bersama Lamkiong Siang mengambil tenda mereka. Ia mendengar tegas tibanja
dua orang itu, ketua dan ketua muda dari Hok Houw Pang. "Dia liehay sekali,
datang dan perginja tak ketahuan, apakah dia kembali si orang jang kemarin
ini ?", terdengar Tat Souw berkata seorang diri. Lantas dia menegaskan Lamkiong
Siang: "Apakah benar2 kau tidak melihat salah ?". "Aku melihat njata seorang,
dalam rupa bajangan hitam, lari kearah sana ", ketua muda itu memberikan
kepastiannja. "Baiklah, besok kita periksa tapak kakinja !", kata Tat Souw
kemudian. "Hmmm! Lihat Siangkoan Bin, dia tidur njenjak sekali !". Lie It memang
ber-pura2 menggeros, tetapi didalam hatinja, ia berpikir keras. "Teranglah,
delapan dalam sepuluh Lamkiong Siang sengadja mendjauhkan Tat Souw dari aku ",
demikian pikirnja. "Tat Souw seorang litjin bagaikan rase, dia sangat
mentjurigai aku. Bagaimana kalau besok dia dapat mentjari tapak kakiku ?". Oleh
karena mereka bertiga berdiam didalam sebuah tenda, ia menjesal jang ia tidak
bisa memasang omong dengan Lamkiong Siang. Dipadang rumput, hawa udara gampang
sekali salin rupa. Kalau ditengah malam pertama sang malam indah sekali, maka
ditengah malam kedua, angin keras lantas me-njamber2 sekalian membawa turun
hudjan lebat. Ini djusteru melegakan hati Lie It, jang mendjadi girang sekali.
"Sjukur turun hudjan, besok tapak kaki pasti hilang ", pikirnja. Tapi, ia masih
mendapatkan hal jang mengedjutkan hatinja. Besoknja pagi, ketika orang bangun
dari tidur, hudjan sudah berhenti. Thia Tat Souw jang paling dulu keluar dari
tenda. Dia lantas mengasi dengar seruan kaget dan heran. Ber-sama2 Lamkiong
Siang, Lie It berlari keluar, dengan begitu, mereka lantas menjaksikan sebab
dari kaget dan herannja ketua Hok Houw Pang itu. Dihadapan mereka, terlihat
tendanja Hong Bok Ya bersama Tjiok Kian Tjiang dan si opsir Turki telah
berpindah tempat, kira2 setengah lie. Ditempat baru, tenda itu bertumpuk dalam
keadaan tenda rusak. Jang hebat adalah mereka bertiga pun rebah ditanah pasir
berlumpur dengan tak berkutik. Dalam kagetnja itu, habis berseru, Thia Tat Souw
lari menghampirkan. Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang liehay, tidak nanti
terdjadi mereka rebah berdiam sadja kalau itu hanja disebabkan tenda mereka
diserang badai dan hudjan lebat semalam. Kalau tenda mereka terbawa angin,
mereka tentu bisa menjelamatkan diri mereka. Segera setelah datang dekat, Tat
Souw mendapatkan ketiga orang itu rebah sebab mereka mendjadi kurban2 totokan
djalan darah mereka. Sebagai ahli, ia lantas menolong membebaskan, hingga mereka
sadar seketika. Lantas mereka itu saling mengawasi, heran mereka tidak
terkirakan. "Apakah artinja ini ?", tanja si opsir. "Terang sudah kita kena
terbokong !", kata Hong Bok Ya dengan menjeringai. Sebab ia malu, mendongkol dan
menjesal sekali. Opsir itu mengawasi Tat Souw. "Terbokong ?", katanja dingin.
Lalu ia menambahkan kepada ketua Hok Houw Pang itu: "Dan kamu, kamu tidak
apa2 !". Mukanja Tat Souw mendjadi merah. Ia malu sendirinja. Bukankah ia telah
tidak ketahui siapa si pembokong" Bukankah seperti sengadja si pembokong tidak
menganggu padanja" Pasti sekali, karenanja, opsir itu mendjadi bertjuriga.
Memikir bahwa orang demikian liehay, Tat Souw malu sendirinja berbareng pun
heran, hingga ia berpikir keras. Lamkiong Siang pun heran akan tetapi ia girang.
Katanja dalam hatinja : "Tadi malam aku ngatjo-belo tentang seorang ya-hengdjin, siapa sangka benar2 datang orang tukang keluar malam itu!". Tentu sekali
ia mendjadi tidak kuatir rahasia, atau kedustaannja itu, akan ketahuan. Tat Souw
bertiga ada tetamu2 baru, si opsir Turki tidak berani berbuat keterlaluan, maka
itu, urusan itu tidak ditarik pandjang. Pula, biar kedjadian diselidiki, mana
bisa mereka memperoleh endusan" Si pembokong tentunja sudah kabur entah kemana.
Hong Bok Ya bertiga lantas menjalin pakaian, habis itu, mereka melandjuti
perdjalanan mereka itu. ---oo0oo--DI waktu magrib, tibalah mereka di kotaradja. Langsung mereka menudju kegedung
tetamu dimana lantas ada orang jang menjambut, untuk melajani mereka. Bukan main
girangnja Thia Tat Souw kapan ia telah berhadapan sama si penjambut. Orang itu
bertubuh kurus dan djangkung, alisnja djarang. Karena dia berdjidat djantuk,
romannja njata luar biasa. Dibelakang dia ada seorang opsir Turki. "Oh, Yang
Laotee !", berseru ketua Hok Houw Pang. "Djikalau dari siang2 aku ketahui kau
berada disini, tak usahlah aku mengambil djalan jang berabe, dapat aku langsung
pergi padamu !". "Aku pun dapat pertolongan dari nama harumnja guruku !",
menjahut orang jang dipanggil Yang Laotee itu, si adik she Yang. "Sjukur Khan
jang agung mempertjajai aku, aku lantas diberikan sesuatu tugas. Aku dengar kau
telah berhubungan sama Guru Besar Matu dan Guru Besar sudah berbitjara dengan
Khan jang agung. Kaulah ketua dari suatu partai besar, Khan girang sekali.
Diantara kau pula ada kedua lootjianpwee Thian Ok dan Biat Touw, jang bitjara
untukmu, maka aku pertjaja kau pasti bakal terpakai Khan jang agung !". "Aku
harap sadja!", kata Tat Souw. "Aku membawa bingkisan jang tidak berharga untuk
Guru Besar, aku minta laotee sudi tolong menjampaikannja terlebih dahulu ".
"Djangan kesusu ", berkata si kurus dan djangkung itu. "Besok sadja kita pergi
menemui Guru Besar ". "Baiklah, aku menurut sadja ", kata Tat Souw, jang kembali
menghaturkan terima kasihnja. Kemudian ia menambahkan : "Besok ada hari raja
'Mentjabut Hidjau', kabarnja Khan jang agung hendak mengadakan suatu pertemuan
besar, maka itu, bagaimana dengan gurumu, laotee, ia sudah datang atau belum ?".
"Mungkin soehoe datang disaat rapat dibuka ", menjahut si djangkung-kurus itu,
jalah Yang Thay Hoa, murid kepala dari Pek Yoe Siangdjin. Dia ditugaskan Khan
Turki mengepalai gedung tetamu, istimewa buat menjambut tetamu2 dari Tiongkok.
Pula dia diharuskan setjara diam2 menilik sekalian tetamunja, untuk mentjari
tahu tentang mereka. Habis berbitjara, Yang Thay Hoa mengadjak sekalian
tetamunja masuk kedalam, untuk bertemu sama tetamu2 jang sudah datang lebih
dulu. Kebanjakan Tat Souw sudah mengenal mereka, sebaliknja, untuk leganja hati
Lie It, tidak ada seorang djua jang mengenali dia-nja. Semua orang memberi
selamat kepada Tat Souw, maka ramailah gedung tetamu itu. Lie It sebal
menjaksikan tingkah polah mereka itu, maka ia berdiam sendiri sadja dipinggiran.
Dari sini ia dapat melihat Yang Thay Hoa berbitjara dengan Hong Bok Ya, lantas
penjambut tetamu itu menundjuki roman heran, sembari tertawa dia datang
menghampirkan. Ia bertjekat hatinja, tapi ia menenangkan diri. Yang Thay Hoa
lantas mengangsurkan tangan. "Saudara Siangkoan, aku merasa beruntung dengan
pertemuan kita ini !", katanja. Dia memberi selamat bertemu. Dengan terpaksa Lie
It mengulur tangannja, untuk menjambuti. Begitu mereka berdjabat tangan, ia
merasakan hawa panas seperti besi marong. Sjukur selama delapan tahun hidup
menjendiri diatas gunung Thian-san, ia telah berlatih keras, maka itu ia dapat
mempertahankan diri. la lantas menarik pulang tangannja dan tertawa. "Yang
Taydjin berlaku sungkan sekali !", katanja manis. Melihat sikap orang tenang,
Yang Thay Hoa mendjadi tjuriga. "Aku masih belum mengetahui saudara Siangkoan


Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

termasuk partai persilatan mana ?", dia menanja, "Siapakah guru saudara ?". "Aku
beladjar silat sembarangan sadja ", Lie it menjahut. "Aku tjuma mengikuti
tjinteng2 dari ajahku, dari itu aku tidak termasuk kedalam partai jang mana
djuga ". "Tak usah kau terlalu merendahkan diri, saudara Siangkoan !", kata Thay
Hoa, tertawa dingin. "Melihat tenaga-dalammu, kau mungkin dari Ngo-bie-pay.
Entah bagaimana saudara berbahasa terhadap Tiangsoen Loosianseng dan Oet-tie
Loosianseng ?". Mau atau tidak, didalam hatinja, Lie It terkedjut djuga, hingga
ia berpikir : "Muridnja Pek Yoe Siangdjin ini liehay sekali, dengan hanja
berdjabat tangan, dia ketahui asal-usul ilmu silatku. Djikalau dia melit menanja
aku, bisa2 rahasiaku petjah ...". Sjukur untuk pangeran ini, belum sampai ia
memberikan djawabannja, gedung jang berisik itu mendadak mendjadi sunji-senjap,
lalu menjusul itu, ia mendengar beberapa orang berkata dalam keheranan : "Oh,
Kok Loo-bengtjoe, kau djuga datang kemari ?". Lagi sekali, Lie It terkedjut.
Ketika ia menoleh kearah kemana semua mata orang ditudjukan, kagetnja bertambah,
hingga hampir iu tidak mau pertjaja matanja sendiri. Disana muntjul Kok Sin Ong,
orang dengan siapa ia telah berpisah hampir sembilan tahun. Pada sepuluh tahun
dulu, Kok Sin Ong mendjadi bengtjoe, kepala perserikatan kaum Rimba Persilatan
di Tiongkok, maka itu, kedudukannja jalah kedudukan tjianpwee, orang jang
terlebih tua, dan dibanding dengan kedudukannja Thian Ok Toodjin dan Biat Touw
Sin-koen, dia ada terlebih atas. Sekarang dia muntjul dengan tiba2, tentu sekali
semua orang heran karenanja. Memang tentang dia, kabar anginnja pun tidak ada.
Yang Thay Hoa menjambut dengan rupa ter-gesa2, sembari tertawa ia berkata : "Kok
Lootjianpwee, angin apakah telah meniup kau datang kemari ?". Ia heran berbareng
girang. Kok Sin Ong ialah orang jang menentang Boe Tjek Thian, akan tetapi ia
memandang rendah terhadap Hek Gwa Sam Hiong, benar ia tidak terang2-an menentang
tiga djago dari Tanah Perbatasan itu, diantara mereka sedikit sekali hubungannja
satu dengan lain. Sekarang dia datang dengan mendadak, tanpa diundang, tidak
aneh apabila orang dibuat heran karenanja. Yang Thay Hoa kata didalam hatinja :
"Orang besar begini sampai turut datang, muka guruku pasti mendjadi bertambah
terang !". Kok Sin Ong tertawa. "Aku mendengar kabar Pek Yoe Siangdjin bakal
mendjadi agung kedudukannja sebagai Guru Negara, maka itu aku sengadja datang
untuk memberi selamat kepadanja !". Yang Thay Hoa heran, didalam hatinja ia kata
pula: "Hebat pendengarannja orang tua ini." Lekas2 ia mendjawab dengan sikapnja
jang menghormat: "Guruku masih belum tiba. Adalah kedua paman guruku, Thian Ok
dan Biat Touw, jang sekarang sudah berada didalam istana Khan jang agung. Nanti
aku pergi memberi kabar pada mereka, lootjianpwee sendiri harap suka
beristirahat dulu digedung ini ". Gedung tetamu ini ada tempat menjambut dan
menempatkan tetamu, meski demikian, jang ditempatkan dan dilajani disitu jalah
orang-orang dari kelas satu dan sebawahannja, mereka jang dari kelas utama
langsung disambut oleh Khan sendiri, diperlakukan sebagai tetamu2 jang istimewa.
"Tak usah, tak usah !", berkata Kok Sin Ong sambil ia mengulapkan tangannja.
"Disini ada banjak kenalan, aku lebih suka berdiam disini ". Sembari berkata
begitu, dengan matanja ia menjapu keseluruh ruangan, ketika ia melihat Lie It,
ia tersenjum, terus ia bertindak, untuk menghampirkan pangeran itu. Lie It
terkedjut, hingga hatinja berdebaran. Ia heran, hingga ia berpikir: "Kok Sin Ong
jalah seorang jang hendak membangun pula Keradjaan Tong, ia pun luas
Api Di Bukit Menoreh 23 Untukmu Aku Ada Karya Awangga Setiawan Takbir Cinta Zahrana 1

Cari Blog Ini