Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Bagian 14
setelah ia mengawasi, ia mengenali majatnja orang she Thia itu. Tat Souw litjik
sekali, banjak akalnja, djahat hatinja. Begitulah ia ber-pura2 sebagai satu
laki2 sedjati, mati membunuh diri. la hendak memperdajakan Lie It. Ia berhasil,
karena Lie It seorang manusia pemurah hati. Ketika si pangeran datang dekat,
mendadak ia menjerang dengan totokan, disusul dengan hadjaran hoentjweenja.
Sjukur ia telah kehilangan banjak tenaganja, totokannja tepat tetapi tidak
hebat. Demikian djuga hadjaran hoentjweenja, maka dalam sakit dan kaget, Lie It
masih sempat menendang padanja, hingga tubuhnja terpental kedalam djurang dimana
dia menerima kebinasaannja. Lantas Lie It mentjari djalan untuk merajap turun
kedjurang, untuk mengambil hoe-leng serta buku keanggautaan Hek Houw Pang.
Ketika ia naik pula, ia djuga letih luar biasa, sebab ia pun kelaparan dan telah
menggunakan tenaga berlebihan. Gubuknja si wanita Uighur sudah rusak tidak
keruan tetapi di situ masih ada sisa bubur, api didapur pun belum padam. Ketika
Lie It memeriksa, ia tidak dapat makan bubur itu. Pada itu telah ketjampuran
darah manusia. Melihat bubur itu, dapatlah ia membajangkan apa jang terdjadi
tadi: Wanita ini masak bubur, untuk anaknja, tiba2 datanglah Tat Souw dan Kian
Lam, lantas mereka ini mentjoba merampas bubur itu. Hebat untuk Tat Souw, satu
djago, ketua Hek Houw Pang, dan tetamu jang dihormati Khan Turki, tetapi
lantaran sangat lapar, lupa dia kepada kehormatan diri atau keangkuhannja, dia
merampas bubur. Njonja itu membelai buburnja, tidak ampun lggi, dia dibunuh
setjara telengas, demikian djuga kedua anaknja, hingga darahnja muntjrat ke
bubur !. Berduka sekali Lie It apabila ia membajangkan peristiwa hebat itu.
Sangat menjedihkan nasibnja wanita dan anak2-nja itu. Ia pun dapat mentjium
sedikit bau batjin pada darah dalam bubur itu. "Aku tidak menjangka beginilah
hebatnja peperangan ", ia menghela napas. Walaupun ia sangat lapar, tidak dapat
Lie It makan sisa bubur itu, maka itu, ia terpaksa memotong daging kudanja, jang
tadi telah mati dihadjar remuk batok kepalanja oleh Thia Tat Souw, Ia bakar
daging itu, untuk didjadikan penangsal perutnja. Untuk minum, ia pergi mengambil
air selokan gunung. Habis bersantap, Lie It mesti bekerdja keras, untuk mengubur
majatnja si wanita dan anak2-nja, bahkan majat Tat Souw ia tidak dapat
membiarkan sadja, ia menguburnja djuga. Ketika ia mau pergi, ia membekal daging
kuda itu, untuk persiapan beberapa hari selama ia masih berada ditanah
pegunungan. Berselang enam hari barulah ia dapat melewati selat Seng-seng-kiap
itu dan mulai memasuki wilajah Tiongkok, diperbatasan An-see. Delapan tahun
telah berlalu, sekarang ia mengindjak pula tanah-daerah tumpah darahnja, rupa2
perasaannja pangeran ini. Ia membajangi bagaimana ia bersama Tiangsoen Pek
keluar dari perbatasan Tiongkok, lalu hidup berdua digunung jang sepi. la
bagaikan bermimpi dan baru hari ini mendusin. Dan sekarang ia berada
bersendirian pula. Untuk melandjuti perdjalanannja lebih djauh, Lie It
mentjampurkan diri dalam kaum pengungsi. Ia membeli tiga perangkat pakaian,
untuk salin. Kaum pengungsi itu jalah penduduk sekitar kota Wie-tjioe dan Tengtjioe, kurban2 keganasan tentara Turki, hingga mereka kabur ke wilajah Tiongkok.
Bisalah dimengerti kesengsaraan mereka itu. Hanja sekarang, semangat mereka
lumajan, sebab mereka sudah mendengar hal berhentinja peperangan, hingga hati
mereka mendjadi lega. Sekarang tidak ada kekuatiran lagi, ketjuali kekuatiran
untuk hidupnja nanti. Masih ada pengharapan mereka untuk membangun pula rumahtangga mereka. Berselang beberapa hari, djumlah pengungsi mendjadi surut banjak.
Ada diantara mereka jang ditampung sanak atau sahabatnja, ada jang suka ditolong
pembesar setempat. Lie It tidak mau ditolong pembesar, ia ikut terus rombongan
jang tinggal sedikit itu, jang masih mentjari sanaknja. Sebenarnja Lie It dapat
makan dan pakai seperti biasa, tetapi untuk mentjegah ketjurigaan, ia terus
berada diantara kaum pengungsi itu. Lagi dua hari, tibalah Lie It di Tjoantjioe. Itu waktu musim semi, ketikanja petani bekerdja disawah atau ladang, maka
ia melihat mereka itu lagi bekerdja radjin dan anak2 mereka menggembala ternak
sambil meniup seruling. Tidak ada bekas2-nja bahaja perang, suasana tampak aman
dan tenang. Menjaksikan itu, hati Lie It djuga terbuka banjak. Itu hari tengah
orang berdjaIan dalam rombongan. Lie It melihat beberapa penunggang kuda kabur
melewati mereka. Jang menarik perhatiannja jalah satu diantara mereka itu, jang
ia kenali, hingga hatinja bertjekat. Penunggang kuda itu jalah Yang Thay Hoa.
Sekedjab sadja, lewatlah rombongan penunggang kuda itu. Heran Lie It. Tidak
salah lihat ia, orang itu benar muridnja Pek Yoe Siangdjin. Selain menunggang
kuda, dandanan Thay Hoa pun mentereng. Dia tidak miripnja sebagai pengungsi.
"Kenapa dia berani berdjalan berterang begini ?", ia kata dalam hati, men-duga2
"Mau apakah dia " Dia mengungsi atau ada usahanja " Siapa kawan2-nja itu ?".
Tidak dapat Lie It memperoleh kepastian, maka itu, ia memikir untuk berlaku
waspada. Sampai di Tjoan-tjioe ini, rombongan dalam sepuluh tinggal satu bagian.
Tidak dapat Lie It terus mengikuti restan pengungsi itu. Maka ia mengeluarkan
uang emasnja, untuk ditukar dengan uang perak, buat membeli kuda. Disitu tidak
ada kuda, terpaksa ia membeli seekor keledai. Ia tidak menarik perhatian, tidak
ada jang mentjurigai, sebab biasa sadja ada beberapa pengungsi jang dapat
menjelamatkan diri dengan bisa membawa uangnja. Ia djuga membeli dua perangkat
pakaian jang bagus. Ditempat aman dan ramai, kalau ia tetap menjamar sebagai pengungsi, ia djusteru
menarik perhatian umum. Ketika dilain harinja Lie It meninggalkan Tjoan-tjioe
dengan menunggang keledainja, ia seperti telah menjalin diri. Ia berdjalan terus
tudjuh hari, melintasi wilajah An-see dan mendapatkan suasana damai makin njata
dan tegas. Setelah melihat Turki, ia merasakan perbedaan besar negara itu dengan
negaranja. "Dasar Tiongkok negara besar dan luas, kaja akan segala bendanja ",
pikinja. "Biarnja ada peperangan, Tiongkok tetap mempunjai kelebihannja ". Tjuma
sedjenak, lantas ia dapat pikiran lain. "Tak tepat pendapatku ini ", pikirnja
lebih djauh. "Negara luas dan benda banjak, kalau peperangan terbit, itu masih
belum dapat membuat penduduk digaris belakang tenang semuanja, mereka masih
membutuhkan pemerintahan jang bidjaksana untuk mengaturnja, guna mengurangi
segala gangguan akibat peperangan itu ". Baik selama peperangan, maupun selama
ditengah djalan ini, Lie It dapat melihat, mendengar dan berpikir. Ia melihat
dan mendengar dari pihak sendiri dan djuga dari pihak musuh, bangsa Turki itu.
Ia, mendapatkan liehaynja Boe Tjek Thian berperang. Ia melihat sempurnanja
pembesar negeri memernahkan rakjat djelata. Ia menjaksikan ketenangannja rakjat
digaris belakang. Semua itu menjatakan Boe Tjek Thian itu pintar dan pandai,
dialah ratu atau kaisar untuk rakjat. Sekalipun Baginda Thay Tjong, diwaktu
perang, dia ddak dapat mengurus rakjat seperti sekarang ini ", pikirnja lebih
djauh pangeran ini. "Karena itu, perlu apa rakjat membutuhkan lagi aku si orang
she Lie sebagai kaisar" Kenapa kaisar itu mesti seorang pria" Boe Tjek Thian
merampas mahkota Keradjaan Tong, seumurku aku membentji dia. Benarkah
kebentjianku ini ?". Memikir begitu, ruwet pikiran pangeran ini. Berselang lagi
setengah bulan, tibalah Lie It dikota Tiang-an. Segera ia melihat, kota lebih
makmur daripada delapan tahun dulu ketika ia meninggalkannja. Di djalan2 besar
jang lebar, penduduk berdjubalan. Mereka seperti tidak melihat bahaja perang. Ia
djadi ingat halnja pertama kali ia bertemu dengan Boe Hian Song, ketika dia
melagukan sjair "Thian Lie". Tadinja ia menganggap kota Tiang-an belukar dan
sunji, ia melampiaskan kepepatan hatinja. Ketika itu Hian Song telah
mengedjeknja. Waktu ia tiba di Tiang-an, baru ia mendapat kenjataan Tiang-an
bukanlah tempat seperti jang ia bajangkan itu. Sekarang ia tiba pula di Tiangan, kota ini berbeda, makin besar. Maka, apakah Hian Song akan mengedjeknja
pula" Lie It mengambil tempat dihotel. Ia sudah memikir, selang dua hari ia akan
mentjari Tiangsoen Tay. Ia memikir djuga untuk berdaja dapat menemui Siangkoan
Wan Djie. Karenanja, itu malam, kembali pikirannja katjau, hingga tak dapat ia
lantas tidur pulas. Pikirnja : "Entah Wan Djie mempunjai urusan penting apa maka
berulang-kali dia mengirim orang membawa warta padaku supaja aku pulang. Dan
Hian Song, entah dia djuga ada didalam istana atau tidak. Kalau aku bertemu dia,
bagaimana ?". Sampai djam tiga, ia masih gulak-gulik sadja. Tepat ia lagi
bergelisah itu, ia mendengar suara pelajan hotel me-ngetuk2 pintu sambil berkata
: "Tuan2 tetamu, silahkan bangun! Ada pembesar negeri melakukan pemeriksaan !".
Lantas ia mendengar suara lain jang njaring : "Semua keluar! Semua berdiri
berbaris dengan rapi, untuk menanti pemeriksaan Kauw-oet taydjin !". Kaget Lie
It. "Bukankah mereka datang untukku ?", pikirnja. Ia mendjadi bertjuriga.
"Mungkin Boe Tjek Thian sudah lantas mendapat tahu aku telah tiba dikota ini dan
dia lantas menitahkan orang mentjari aku ". Sekarang ini Lie It tidak takut Boe
Tjek Thian nanti mentjelakainja, akan tetapi ia pikir lebih baik ia terus
menjembunjikan diri. Ia mendengar banjak tindakan kaki, jang menudju keluar,
tandanja tetamu2 lain sudah mentaati titah. la lantas berpikir pula : "Djikalau
benar Boe Tjek Thian memerintahkan orang mentjari aku, rasanja pertjuma aku
mengangkat kaki. Mungkinkah ini tjuma pemeriksaan biasa sadja" Baiklah aku tidak
bertjuriga tidak keruan ". Dengan menenteramkan diri, pangeran ini bertindak
keluar. Ketika ia telah melihat, ia mendjadi kaget bukan main. Disana seorang
pembesar militer serta dua pengiringnja lagi memeriksa dan menanjakan setiap
tetamu. Dialah Yang Thay Hoa! Itulah luar biasa!. Segera mata mereka berdua
bentrok sinarnja, segera Yang Thay Hoa membentak dengan titahnja : "Inilah mata2
Turki! Tangkap dia !". Bukan kepalang gusarnja Lie It. "Kaulah mata2 Turki!", ia
membalas membentak. Yang Thay Hoa tertawa berkakak. "Akulah Tang-moei Kauwoet !", dia kata njaring. "Kau menuduh pembesar negeri, dosamu bersusun dosa ".
Kali ini Kauw-oet itu membarengi menghunus goloknja, untuk menjerang. Lie It
tidak berani menangkis, bahkan dia memutar tubuh untuk lari kedalam. Inilah
sebab pedangnja masih ada dikamarnja dan ia kuatir pedang itu hilang. Pula, ia
tahu musuh ini liehay, ia kuatir ia bertjelaka djikalau ia melawan dengan tangan
kosong. Thay Hoa membatjok tempat kosong. "Kau hendak lari ?", serunja seraja
menguber. Lie It lari tjepat sekali kekamarnja. Ia baru menindak masuk ketika
mendadak ia melihat satu orang berkelebat dari belakang kelambu dan terus
menjerang padanja, sendjata dia itu mengkilau. Ia mendjadi kaget, tetapi segera
ia berkelit, tangannja dimadjukan dengan tipu silat 'Mengambil mutiara'. Itulah
ilmu silat tangan kosong merampas sendjata. Dan ia berhasil. Tikaman orang tidak
dikenal itu tidak mengenakan sasarannja, sebaliknja, lengannja kena disentil si
pangeran, tangan kiri siapa dibarengi madju untuk merampas golok, hingga
sendjata itu berpindah tangan. Penjerang itu tidak mau mengerti, dia menjerang
terus. Lie It mendjadi kaget dan heran. Sekarang ia mengenali orang jalah Thia
Kian Lam, anaknja Thia Tat Souw jang telah berhasil kabur meloloskan diri. Mata
Kian Lam terbuka lebar, sinarnja bengis. "Lie it, kau toh menghadapi harimu
ini?", katanja keras. "Sekarang serahkan djiwamu !". Dengan sepasang poan-koanpit, ia lantas menjerang, kedua sendjatanja itu bergerak dalam djurus 'Sepasang
naga keluar dari laut', mentjari djalan darah kie-boen dan kin-tjeng. Dalam ilmu
pedang, Kian Lam lemah, tetapi ilmu totoknja liehay, sebab itulah kepandaiannja
jang istimewa. Lie It mendjadi repot djuga. Kamarnja itu sempit untuk ia dengan
merdeka menggeraki pedangnja, hingga tidak dapat diharap, dengan dua-tiga djurus
sadja ia bias merobohkan lawannja. Sedang Kian Lam itu nekat. Dengan tipu silat
'Mundur setindak untuk lompat menaiki harimau', Lie It menjampok dengan
pedangnja. Ia berhasil menghadjar poan-koan-pit hingga bersuara njaring hingga
sendjata lawan mental. Djusteru ia mengulangi serangannja, untuk menikam djalan
darah soan-kie didada orang she Thia itu, mendadak ia mendengar sambaran
sendjata dibelakang kepalanja, anginnja berkesiur keras. Tjepat sekali, ia
berkelit. Segera ternjata, penjerang itu jalah Yang Thay Hoa. "Bagus !", berseru
Lie It, jang menjambut serangan dengan serangan djurus 'Souw Tjin pwee kiam'
atau 'Souw Tjin membaliki pedang'. Ia menjerang itu tanpa berpaling lagi.
Sebagai kesudahan dari itu, sendjata kedua pihak beradu keras. Tjelaka goloknja
Yang Thay Hoa, udjungnja kena terbabat kutung. Mengetahui lawan memegang pedang
mustika, Thay Hoa kaget. Dengan tjepat dia mundur setindak. Didalam hatinja, dia
mentjatji : "Tolol!". Yang Thay Hoa ini sudah berdjandji dengan Thia Kian Lam ia
akan memantjing orang keluar, Kian Lam jang nelusup kedalam kamar guna mentjuri
pedang, siapa sangka setelah Kian Lam berhasil, pedang itu terampas pulang oleh
Lie It. Dengan bersendjatakan pedang mustika, Lie It bagaikan harimau tumbuh
sajap. "Dua bangsat, njalimu sangat besar!", ia mendamprat. Dengan lantas ia
menjerang Thay Hoa dengan tipu silat 'Sin Bong louw djiauw' atau 'Naga sakti
memperlihatkan kuku'. Thay Hoa tidak berani menangkis tikaman itu, dengan lompat
berdjingkrak, sebelah kakinja mendupak medja didepannja, dengan begitu medja itu
terangkat naik, mendjadi seperti tameng jang tertikam pedang. Hingga untuk
sesaat Lie It tidak dapat segera mentjabutnja. Dia mesti mengerahkan tenaga
dulu. Ketika itu angin menjambar kepala Lie It. Itulah Thia Klan Lam, jang
menjerang dengan sepasang poan-koan-pitnja. Oleh karena ia belum dapat mentjabut
pedangnja, Lie It memutar tubuh, tangannja disemparkan, dengan begitu, medja
itu, terangkat terputar, menjampok seperti tameng djuga, menangkis pitnja si
orang she Thia. Lie It bergerak terus. Ia meluntjurkan pedangnja, setelah itu,
ia mentjabut. Kali ini ia berhasil, bahkan medjanja, jang ada sebuah medja
ketjil lantas terlempar kearah Thay Hoa. Orang she Yang itu menggunai tangannja
jang kuat, ia menjampok medja, dengan begitu, media ketjil itu terpental lebih
djauh ke djendela, hingga daun djendela terhadjar terpentang!. Mengenai ketika
jang baik itu, Lie It melompat keluar. Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam turut
berlompat untuk mengedjar. Mereka mendapatkan musuh sudah lompat naik keatas
genting, dari mana, dengan lembaran2 genting, ia lantas menjerang. Dengan gunai
tangannja jang kuat, Thay Hoa menghadjar runtuh setiap genting itu. Tidak
beruntung jalah Thia Kian Lam. Dia berada dibelakang Thay Hoa, hantjuran genting
meletik kematanja, sampai dia mendjadi kelabakan. Lie It berlaku tjerdik, selagi
menjerang dengan genting itu, ia mengeluarkan sendjata rahasianja jang berupa
uang tembaga, lalu sehabis menjerang, ia menjusuli dengan uang tembaga itu,
timpukannja menurut tipu silat 'Thian lie san hoa' atau 'Bidadari menjebar
bunga'. Selagi Thia Kian Lam meram dan me-ngutjak2 mata, sepotong uang mengenai
dengkulnja, dengan lantas dia melosoh roboh. Tapi Yang Thay Hoa dapat berlompat
naik keatas genting, untuk menjusul. "Tangkap orang djahat!", dia berteriak.
"Tangkap mata2 musuh!". Mendengar teriakan itu, jang berupa fitnah, Lie It
berpikir : "Djikalau aku kena ditawan dan diserahkan pada pembesar negeri, tidak
enak untukku, sekarang paling baik aku mentjari dulu
saudara Tiangsoen Tay". Karena ini, ia tidak mau berkelahi lebih djauh, dengan
mendjedjak genting, ia berlompat, untuk lari ke lain wuwungan. Yang Thay Hoa
tidak mau mengerti, dia mengedjar terus. Lie It mendongkol sekali. Maka ia
lantas lompat turun kebawah, kedjalan besar. Ia berteriak keras : "Apakah disini
masih ada undang2 radja" Didalam kota radja, mana bisa pengkhianat dibiarkan
bekerdja dengan merdeka ?". Ketika itu dari sebelah depan terlihat sebaris
serdadu ronda, mereka mendengar suara Lie It, lantas mereka lari menghampirkan.
Thay Hoa sudah lantas lompat turun dari genting, dia berteriak: "Lekas kamu
tangkap mata2! Djangan gagal !". Orang2 ronda itu menurut perintah, lantas
mereka menjiapkan panah mereka, untuk memanah Lie It. Lie It kaget. Ia menjangka
Yang Thay Hoa menjamar diri mendjadi pembesar negeri atau opsir palsu, siapa
tahu, serdadu2 itu djusteru taat kepada perintahnja. Ia mendjadi sangat tidak
mengerti. Bukankah aneh, begitu tiba di Tiang-an, Yang Thay Hoa dapat mendjabat
pangkat. Bahkan dia mendjadi Tangmoei Kauw-oet, opsir jang berkuasa atas pintu
kota Timur. Tapi tidak sempat ia berpikir, serangan segera mulai datang,
Terpaksa ia melawan. Ia terintang oleh anak panah, terpaksa ia berkelahi sambil
mundur dengan Yang Thay Hoa terus mengintil. Tidak lama mereka sudah melintasi
dua buah djalan besar. Yang Thay Hoa kalah seurat dari Lie It akan tetapi
bantuannja barisan panah itu membantu banjak padanja. Lie It mesti mendjaga diri
dari serangan anak panah, ia djadi seperti kena terlibat ini musuh besar. Untuk
dapat menjerang musuh, Lie It berhenti berlari. Ia menanti sampai Thay Hoa sudah
datang dekat lantas ia menjambut dengan serangan. Thay Hoa tidak berani
menangkis, ia memantjing pedang orang dengan tipu silat 'Menolak perahu
mengikuti air'. Djusteru itu, barisan pengedjar telah sampai, mereka lantas
menjerang. "Apakah kamu tidak mempunjai mata?", Yang Thay Hoa menegur. "Lekas
berhenti menjerang dengan panah! Madju mengurung!". Selagi berkata, Thay Hoa
repot menjingkir dari anak panah, karena ia djuga bitjara, perhatiannja mendjadi
tidak terpusatkan. Ia kaget ketika tahu2 udjung pedang Lie It mampir
dipundaknja. Lie It sendiri, walaupun ia repot menangkis, ia tidak takuti anak2
panah itu. Setiap ia menangkis, anak panah putus dan djatuh. Tidak demikian
dengan Yang Thay Hoa, tidak heran ia djadi kena ditikam. Sjukur untuknja,
tikaman itu tidak hebat. Ia lantas memikir :"Biar Lie It dikepung terus, sampai
dia letih sendirinja ". Lie It membuka ikat kepalanja, dia kata tertawa : "Yang
Thay Hoa, mari kita mengadu ilmu enteng tubuh !". Dan ia lantas lari, di-djalan2
dan gang jang tak ada orangnja. "Biarnja kau kabur ke langit, akan aku susul kau
!", djawab Thay Hoa mendongkol. Beberapa saat kemudian, Lie It lari masuk
kedalam sebuah gang jang pandjang dan sempit. Thay Hoa menjusul terus. Tiba2
dari udjung gang sebelah sana datang serangan anak panah kepada Thay Hoa, dia
lantas menangkis sambil berteriak : "Akulah Tang-moei Kauw-oet ! Jang lari
didepan itu jalah mata2 ! Lekas pegat ...!". Mendadak datang serangan sebuah
anak panah. Thay Hoa menangkis. Hebat anak panah itu, meskipun tertangkis masih
melesat terus ke bawah, nantjap dibetisnja kauw-oet itu. "Berhenti menggunai
panah !", Thay Hoa ber-teriak2, gusar. "Lekas tangkap pendjahat itu !". Ia
mengertak giginja, untuk mentjabut anak panah itu. Itu waktu Lie It sudah
berlompat pula naik keatas genting. Disitu ada beberapa pengawal, jang lantas
merintangi. Yang Hoa mau naik djuga, untuk menjusul, ketika ia mendjedjak tanah,
ia njatanja tidak dapat berlompat tinggi. Anak panah tadi telah mengenai
ototnja, hingga dia tidak berdaja lagi. Dari podjok jang gelap terdengar seruan
seorang opsir, jang lari menghampirkan . "Oh, Yang Taydjin " Apakah Taydjin
terluka ?", tanja dia. Thay Hoa mengangkat kepalanja, lantas ia mengenali orang
jalah seorang opsir barisan pengawal radja le-lim-koen (Di djaman Keradjaan
Tong, Gie-lim-koen dinamakan le-lim-koen). "Lekas.tangkap pendjahat!", ia
berkata seraja mengibasi tangannja. "Tak usah memperdulikan aku, lukaku tidak
parah !". Djalan besar itu termasuk wilajah Kota Barat, inilah Thay Hoa ketahui,
maka ia pertjaja, tidak nanti Lie It dapat kabur lagi. Ia tahu, Say-moei Kauwoet jalah Oe-boen Tjeng jang gagah. Opsir itu lantas berteriak : "Kamu minggir!
Nanti aku hadjar dia dengan golok terbang !". Ia pun lantas mengajun tangannja,
Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melajangkan dua barang jang putih warnanja. Lie It dapat mendengar suara itu, ia
djadi berpikir. Ia mengenali suara orang. Kata ia dalam hatinja : "Bukankah itu
Pek Goan Hoa ?". Tapi tak sempat ia menggunai otaknja, kedua buah hoei-too,
golok terbang, sudah berkelebat didepannja. Ia lantas berkelit, maka hoei-too
itu lewat tanpa mengenai sasarannja. Hoei-too dari Pek Goan Hoa kesohor untuk
kotaradja, titahnja itu djuga ditaati pengawal2 jang mengepung Lie it itu, maka
disana terbukalah suatu tempat kosong. Ketika ini digunai Lie It, dia berlompat,
untuk kabur. "emana kau hendak kabur, pengkhianat "," Goan Hoa damprat, terus
dia mengedjar dengan melewati Oe-boen Tjeng, si komandan barisan pendjaga bagian
kota Barat itu. Yang Thay Hoa, jang sakit kakinja, tak dapat menjamber lebih
djauh. Lie It dan Pek Goan Hoa lari saling-usul, mereka seperti main petak di
djalan besar jang pandjang selekasnja mereka melintasi dua djalan besar lainnja
"Bangsat, lihat golok!", Pek Goan Hoa berseru. Itulah antjaman dan sebatang
golok menjambar. Lie It mengangkat pedangnja, untuk menangkis, tetapi ia gagal.
Golok lewat diatasan kepalanja. Ia heran, karena ia tahu, belum pernah Pek Goan
Hoa gagal dengan hoei-toonja itu. Kenapa malam ini beda dari biasanja" Tapi ia
tjerdas sekali, lantas ia dapat membade. "Tidak salah, dengan goloknja dia
menundjuki aku djalan lolos !", pikirnja. Maka ia lantas lari kearah mana golok
meluntjur. Pek Goan Hoa mengedjar terus, dengan goloknja, ia masih menjerang
beberapa kali. Semua serangan itu gagal, semua golok "dikedjar" Lie It. Maka
tida lama, tibalah mereka disebuah tempat jang sepi. Goan Hoa ketahui dibagian
mana tidak ada pos pendjagaan. "Tian-hee!", Pek Goan Hoa memanggil sambil ia
lantas berhenti mengedjar. "Tian-hee sudah pulang" Saudara Tiangsoen Tay mengharap2mu !". Lie It pun berhenti berlari, untuk mereka saling menghampirkan.
"Terima kasih !", ia mengutjap lebih dulu. Kemudian ia mengadjukan pertanjaan
dari hal jang membuatnja sangat heran. "Ba gaimana ?" katanja. "Yang Thay Hoa
mendjadi rekanmu" Kau tahu tidak, dialah muridnja Pek Yoe Siangdjin, si Guru
Negara negara Turki ?". Pek Goan Hoa mengangguk. "Baru dua hari jang lalu kami
dapat ketahui tentang diri dia ", ia mendjawab. "Inilah tjeritera pandjang, baik
kita bitjarakan kemudian. Sekarang paling benar tian-hee lekas mentjari tempat
untuk memernahkan diri. Aku perlu lekas kembali, untuk membikin mereka itu tidak
tjuriga ". "Apakah kau tahu rumahnja iparku?", tanja Lie It, sembari mengangguk.
Ia setudjui pikiran orang she Pek ini. Ia menanja alamatnja Tiangsoen Tay, si
ipar, jang Goan Hoa menjebutkannja barusan. "Benar, baik sekali kau sembunji
ditempatnja Tiangsoen Tay. Dia tinggal di djalan Hok-liong-kay Barat,
disampingnja menara putih. Didepan rumahnja ada sebuah pohon besar. Kebetulan
malam ini bukan giliran djaga, maka kamu kedua ipar -toakoe dan moayhoe- dapat
berbitjara dengan leluasa ". Lie It mengangguk, lantas mereka berpisahan. Ia
berlari keras kearah Hok-liong-kay Barat. Selagi lari itu, samar2 ia mendengar
teriakan ber-ulang2 dari Pek Goan Hoa, jang mengedjar pendjahat kearah jang
bertentangan, bahkan dengan begitu, dia membikin pengawal2 lainnja djadi
mengikuti dia. Dengan merdeka Lie It sampai didjalan jang disebutkan. Djalan
itu, jang berdampingan dengan bukit, sepi keadaannja. Ia pun lantas dapat
mentjari rumah jang ada pohonnja didepannja. Ia man djat pohon itu, melihat
kedalam rumah. Api penerangan masih belum padam, maka terlihatlah bajangannja
Tiangsoen Tay diantara kain djendela. Toako itu lagi djalan mundar-mandir.
"Sudah malam begini dia masih belum tidur ", kata Lie It, "mungkin dia lagi
memikirkan sesuatu jang sulit ". lantas lompat turun dari pohon, untuk berlompat
masuk kedalam pekarangan. Ia baru mengindjak tanah, atau Tiangsoen Thay sudah
berlompat keluar dari djendelanja. "Saudara Tay, aku !", Lie It berkata, tjepat
tetapi perlahan. Tiangsoen Tay telah menghunus golok, lantas ia masuki pula itu
kedalam sarungnja, terus ia mentjekal tangan iparnja erat2. "Ah, achirnja kau
kembali!", katanja. "Memang aku tahu, kau mesti pulang !". Lie it terharu,
hingga ia mengeluarkan air mata. djuga iparnja itu "Kemarin ini giliranku
mengawal di istana ", kemudian berkata sang toako, "disana aku bertemu Wan Djie.
Dia lantas menanjakan hal kau, moay-hoe. Ah, selama ini dia nampak perok dan
lesu, entah apa jang dia pikirkan. Aku kuatir dia mendapat sakit ". Lie It
berduka, diam2 ia menghela napas. "Dapatkah kau mendajakan supaja aku bisa
bertemu dengan Wan Djie ?", ia tanja. "Mari kita bitjara didalam ", kata
Tiangsoen Tay. Maka mereka masuk. Didalam, antara terangnja api, Tiangsoen Tay
melihat pakaian orang jang ada darahnja. Ia kaget. "Apakah barusan kau
bertempur?", ia tanja. Lie It mengangguk. "Benar ", sahutnja. "Dengan
siapakah?". "Dengan Yang Thay Hoa si pengkhianat!. Aku djusteru hendak menanja
kau, kenapa dia dapat mendjadi Tang-moei Kauw-oet ?". "Bagaimana tjaranja kau
bertemu dia ?", tanja Tiangsoen Tay sebelum memberikan djawabannja. "Dia tahu
atau tidak kau menjingkir kemari?". "Tidak ", sahut Lie It, jang terus tuturkan
hal pertempurannja sampai Pek Goan Hoa meloloskan ia dari pengedjaran, bahkan
Goan Hoa jang menundjuki ia rumahnja ipar ini. Mendengar itu, lega hati
Tiangsoen Tay. "Kenapa kau nampaknja djeri terhadapnja?", Lie It tanja, heran.
Ditanja begitu, ipar ini tertawa. "Sekarang dialah orangnja Goei Ong Boe Sin Soe
!", djawabnja. Dia dapat pangkatnja itu sebab dipudjikan
pangeran she Goei itu. Karenanja, aku mesti waspada terhadapnja !". Lie It
gusar. "Sungguh Boe Sin Soe besar njalinja !", katanja. "Teranglah dia
mengandung maksud besar. Baru Turki kalah perang, dia berani mempekerdjakan
pengkhianat! Djikalau begitu, tentunja Thia Kian Lam djuga menghamba pada Boe
Sin Soe!". Tiangsoen Tay tertawa. "Tentang Thia Kian Lam, aku belum tahu halichwalnja", ia berkata. "Kalau begitu, dialah kontjonja Yang Thay Hoa ! Benar2kah Goei Ong hendak berontak ?". Ia hening sedjenak, terus ia menanja :
"Kabarnja Boe Sin Soe dan Boe Sam Soe bersekongkol dengan Turki, apakah moay-hoe
ketahui djelas duduknja urusan mereka itu" Ketika dibikin rapat besar adu
kepandaian di istana Khan Turki, aku tidak hadir, baru belakangan aku mendengar
kabar dari Lootjianpwee Heehouw Kian. Katanja Boe Sin Soe mengirim dua orang
utusan tetapi mereka mati diudjung djarumnja Heehouw Lootjianpwee, benarkah
itu". "Tidak salah! Tentang sekongkolnja Boe Sin Soe dengan bangsa Turki, Boe
Hian Song jang ketahui paling djelas ". "Sajang sekarang Boe Hian Song tidak ada
dikota Tiang-an ini". "Dia pergi kemanakah ?". "Dia pulang ke Tiang-an lebih
dulu dari pada aku. Katanja dia tjuma berdiam dua hari didalam keraton, lantas
dia pergi ke garis depan, kepada Tek Taydjin. Mengenai perbuatan khianat Boe Sin
Soe itu, apakah kau hendak menuliskan laporannja sebegitu djauh jang kau ketahui
untuk aku sampaikan kepada Thio Siangkok ?". ,,Apakah Thio Kian Tjie berani
membentur Boe Sin Soe ?". "Sebagai perdana menteri, Thio Siangkok sangat
dipertjaja Thian-houw. Kemarin aku dan Pek Goan Hoa telah dipanggil menghadap
olehnja dan ia menanjakan halnja Boe Sin Soe mengirim utusan kepada Turki itu.
Sajang aku tidak tahu djelas duduknja hal ". Lie It heran. "Eh, mengapa Thio
Kian Tjie ketahui hal itu?", tanjanja. "Entahlah ", sahut Tiangsoen Tay. "Masih
ada jang lebih aneh dari pada itu. Yang Thay Hoa dipakai Boe Sin Soe dan
ditugaskan mendjadi kauw-oet dipintu Kota Timur, hal itu Thio Siangkok jang
memberitahukan padaku. Aku tidak menghadiri pertemuan silat di istana Khan,
dengan sendirinja aku tidak kenal Yang Thay Hoa, maka itu sjukur Thio Siangkok
memberitahukan padaku, maka aku djadi tahu hal-ichwal dia. Sekarang aku
bersahabat dengannja ". "Toh ada maksudmu jang istimewa maka kau bersahabat
dengannja "." "Ja , aku dititahkan Thio Siangkok. Bahkan Siangkok menghendaki,
selain bersahabat dengan Yang Thay Hoa itu, supaja aku berkenalan djuga dengan
Boe Sin Soe ". Lie It melengak sebentar, lantas dia tertawa. "Djikalau begitu,
teranglah Thio Kian Tjie sudah mulai mengatur dajanja !", ia kata. ,,Kau
tjerdas, segera kau dapat menerka maksud Siangkok. Kau tahu, selama jang
belakangan ini, Boe Sin Soe dan Boe Sam Soe luas meggumpulkan tetamu2 boen-kek
dan dengan kepala2 le-lim-koen dan Kim-wie-koen, mereka mengikat tali
persahabatan. Maka Thio Kian Tjie menugaskan aku untuk sekalian bersahabat
menjelidiki sepak-terdjang mereka itu. Tegasnja, aku mesti djadi
pengkhianatnja". Lie It bersenjum. "Meski Boe Sin Soe dan Boe Sam Soe liehay,
mereka masih kalah dari Thio Kian Tjie ", katanja. "Disana pun masih ada Tek
Djin Kiat jang disukai orang banjak. Aku rasa, tinggal tunggu waktunja sadja dua
orang she Boe itu nanti ditumpas. Maka tak usalah aku berkuatir lagi ". Lie It
lantas tuturkan segala apa jang ia tahu hal rahasia Roe Sin Soe bersekongkol
dengan Khan Turki. Sampai disitu pembitjaraan mereka. Lewat beberapa hari datang
giliran Tiangsoen Tay bertugas, Lie It serahkan padanja buku keanggautaan dan
hoe-leng dari Thia Tat Souw, ketua partai Hek Houw Pang itu, untuk disampaikan
kepada Lie Beng Tjie, touw-oet dari Kim-wie-koen. Ipar itu dipesan untuk djangan
menjebut namanja. Seberlalu-nja Tiangsoen Tay, hati Lie It tidak tenang. Ia
mesti dapat mengendalikan sampai besok tengah-hari diwaktu mana Tiangsoen Tay
pulang bertugas. Ipar itu nampak ter-gesa2, dia lantas kata : "Bagus ! Bagus !
Aku telah mengatur beres !". "Bagaimana beresnja?", Lie It tanja. Ia sangat
ingin tahu, "Aku telah bertemu dengan Wan Djie, maka lain kali, kalau tiba
giliran tugasku, kau boleh turut aku. Kau mesti menjamar sebagai pradjurit Kimwie-koen. Didalam istana, kau bakal bertemu Wan Djie didalam ranggon Hoa Tjeng
Kok. Itu waktu dia dapat mengatur menjingkirkan dajang2 ". "Apakah dia ada pesan
lainnja?". "Tidak. Dia tjuma minta kau pasti datang. Eh, ja, dia mempunjai
sebuah sjair baru, jang baru ditulis hingga tintanja masib belum kering. Dia
serahkan itu padaku sambil bilang, 'Kalau kau suka, kau ambil ini untukmu',
kemudian kau kasi lihat kepada engko It, dia tentu akan dapat mengetahui hatiku
". Tiangsoen Tay lantas menjerahkan sjair itu, dan Lie It segera membebernja,
untuk dibatja. Itulah empat baris sjair jang setiap barisnja terdiri dari lima
huruf, bunjinja : "Njanjian 'Kuda Putih' telah berachir. Ia, jang berada ditepian sana,
bertjampuran keharuman dengan kotoran. Saling bertemu tapi saling melupai ...".
Lantas Lie It mendapat tahu sjair itu berdasarkan apa. Baris pertama dan baris
kedua diambil dari kitab sjair Sie Keng. Baris ketiga tjabutan dari kitab Tjouw
Soe bagian 'Memikirkan wanita tjantik'. Baris keempat jalah tulisannja Wan Djie
sendiri. Baris pertama berarti: Seorang tetamu dari tempat djauh hendak ditjegah
kepergiannja, maka kudanja ditambat, tetapi achirnja gagal, dia pergi djuga.
Baris kedua berarti : Orang jang dikagumi, orang jang ditjinta, tjuma dapat
dilihat, lebih tidak. Baris ketiga berarti si tjantik tak puas, dia menderita,
seperti bunga harum bertjampuran dengan rumput kotor. Sedang baris terachir
berarti, sesudah bertemu, orang masih dapat saling melupai...
Maka dua puluh huruf itu telah melukis djelas perhubungan di antara Wan Djie dan
Lie It, bahwa Wan Djie seperti tak tertjapai maksud hatinja, tjita2-nja. Lie it
mendjadi terharu sekali, hatinja berdebaran. "Njata Wan Djie tetap memikiri aku
", katanja dalam hatinja. "Tapi aneh. Baris ketiga dan keempat itu dapat
diartikan lain. Wan Djie seperti menderita, dia mungkin hendak dinikahkan kepada
lain orang jang ia tak setudjui. Ini benar2 aneh ". Lie It kenal baik sifatnja
Wan Djie, diluar lunak dan lemah tetapi didalam keras, asal jang si nona anggap
benar atau tjotjok, dia lantas kerdjakan, sebagaimana mulanja, seorang diri dia
berani pergi untuk mentjoba membunuh Boe Tjek Thian, akan tetapi sekali dia
menakluk dan bekerdja untuk Boe Tjek Thian itu, sekalipun orang jang dia tjintai
tidak dapat mengubah sikapnja itu. Maka itu tidaklah dapat dimengerti kalau dia
sampai mau dipermainkan lain orang. "Apakah katanja sjair Wan Djie itu ?",
Tiangsoen Tay tanja. "Tidak apa2, tjuma seperti dahulu dia mengatakannja padaku
", sahut si pangeran, jang tidak mau mendjelaskan. "Rupanja dia menghadapi suatu
urusan untuk mana ingin ia berdamai denganku ". Sebenarnja Lie It tidak ingin
iparnja ini berduka maka ia menutup rahasia. Ia kata didalam hatinja :
"Tiangsoen Tay diam2 menjintai Wan Djie, sajang Wan Djie bukan menjintai dia.
Ah, siapakah itu orang jang ia tak ingin menikahinja" Siapakah jang hendak
memaksa dia " Apakah Boe Tjek Thian " Menurut sifatnja itu, meski jang memaksa
Boe Tjek Thian, tentu dia tidak akan turut ! Pula Boe Tjek Thian tengah
menjukainja, tenaga dan kepintarannja lagi dibutuhkan, maka tak mungkin dia jang
memaksa. Sajang kalau Wan Due jang tjantik dan pintar dinikahkan bukan pada
orang jang setimpal dengannja. Itu artinja sekuntum bunga indah dan harum
ditantjap diatas kotoran kerbau ". Maka itu, meski ia tidak dapat menikahi si
nona, Lie It menjajanginja. Tiangsoen Tay melihat orang berpikir sambil tunduk,
ia menjangka orang lagi me-nerka2 urusan jang Wan Djie hendak damaikan itu.
"Sudahlah ", katanja menghibur, "Wan Djie hendak menuturkan urusannja kepada
kau, maka rahasia bakal terbuka lagi beberapa hari. Aku sendiri, aku mesti
menahan hati satu tahun !". "Saudara Tiangsoen ", kata Lie It kemudian, "aku
melihat kau seperti memikirkan sesuatu, benarkah " Apakah itu mengenai dirinja
Wan Djie ?". Tiangsoen Tay menghela napas. "Telah lama aku meng-harap2,
mengharapi kau pulang ", katanja. "Selama itu aku berkuatir bahwa aku tidak
mendapat tahu hatinja Wan Djie itu ...". "Apa jang dia beritahukan kepadaku, aku
akan beritahukan kepada kau ". Lie It berdjandji. "Aku kuatir aku tidak dapat
menemani kau masuk ke istana ", kata Tiangsoen Tay. "Tjuma, walaupun aku tidak
bisa, tetapi aku telah pesan Pek Goan Hoa untuk dia mewakilkan aku ". Lie It
heran. "Bagaimana ?", tanjanja tjepat. "Bukankah kau bilang kau sudah berdjandji
dengan Wan Djie ?". Tiangsoen Tay menjeringai. "Benar ada djandji tetapi
menjusul itu telah terdjadi perubahan ", sahutnja, `"Aku djusteru hendak
mentjari kau, untuk berdamai ". "Perubahan apakah itu ?", Lie It mendesak. "Aku
telah mendapat tugas baru ", sahut Tiangsoen Tay, mendjelaskan. "Habis aku
bertemu Wan Djie, kemudian Lie Touw-oet memerintahkan orang memanggil aku dan ia
memberikan tugasnja ". Lie It sangat ingin tahu tugas itu. "Tugas apakah itu ?".
"Besok Boe Sin Soe akan mengadakan perdjamuan. Dia mengundang orang2 jang
mempunjai perhubungan dengannja. Aku maksudkan golongan opsir. Begitulah aku pun
dapat menerima undangannja itu. Lantas Lie Touw-oet. menghendaki aku hadir dalam
pesta itu. Tugasku jalah menawan Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam. Tugas ini
diberikan setelah Thio Siangkok dan Lie Touw-oet berdamai satu dengan lain.
Siangkok bilang bahwa saatnja sudah tiba untuk turun tangan, dengan menawan
mereka di medan pesta, dengan begitu sekalian perwira akan ketahui rahasianja
Boe Sin Soe. Benar tindakan ini belum tentu dapat merembet Boe Sin Soe sendiri
akan tetapi hasilnja menguntungkan pihak kita ". Ja ..., pikiran itu balk !".
Lie It pudji. "Didalam istana Boe Sin Soe banjak orangnja jang liehay ", berkata
Tiangsoen Tay. "Djikalau Boe Sin Soe mendjadi tidak senang dan melindungi dua
orang itu, kesudahannja pasti hebat. Benar aku menerima titahnja Lie Touw-oet
serta aku bakal dibantu beberapa orang dari Le-lim-koen dan Kim-wie-koen, toh
tetap lawan kuat dan kita lemah, dari itu, aku merasa sulit ...". Lie It
berpikir sebentar, lantas ia berkata : "Kau telah membantu aku, aku pun harus
membantu kau. Baiklah, besok aku akan turut kau pergi!". "Apakah kau tidak
kuatir kau nanti dikenali ?". "Aku ada daja ", sahut Lie It. "Aku masih
menjimpan obatnja Heehouw Kian, hendak aku menjamar. Tidak apa pertjobaan ini
berbahaja. Tjoba kau tjarikan aku seperangkat seragam pengawal, supaja aku dapat
mentjoba dulu ". Tiangsoen Tay lantas pergi mengambilkan seragam itu dan Lie It
segera dandan. Ia pun memakai kumis palsu. Ketika ia berkatja, ia tertawa. "Kau
lihat, saudara Tay," katanja. "Dapatkah kau mengenali aku ?". Tiangsoen Tay
melihat Lie It telah mendjadi seorang tua, djidatnja berkerut sedikit, romannja
polos, tidak lagi romannja jang tampan dan agung. "Benar, obatnja Heehouw Kian
bagus sekali ", ia memudji. "Djikalau aku menemui kau di lain tempat, pasti aku
tidak akan mengenalinja. Tjuma sinar matamu, sulit untuk menjembunjikan itu, kau
tetap tampak keren. Tapi karena kau menjamar mendjadi pengawal, tidak apalah.
Pengawal memang mesti angker ". "Dulu-hari aku dapat mengibuli pengawal2-nja
Khan Turki, aku pun satu kali berhasil menipu Yang Thay Hoa, aku harap kali ini
aku akan berhasil djuga ", bilang Lie It. Tiangsoen Tay mengawasi pula. "Ah,
masih ada satu !", serunja sesaat kemudian. "Apakah itu ?", tanja Lie It.
"Pedangmu !", sahut Tiangsoen Tay. "Pedang itu sendjata dari istana, orang2
Turki tidak kenal tetapi orang2-nja Boe Sin Soe lain ". Lie It berpikir. "Tanpa
sendjata ini, sukar menakluki Yang Thay Hoa ", katanja sangsi. "Bagaimana kalau
sarungnja ditukar ?". Lie It akur, maka iparnja itu mentjarikan ia sebuah sarung
lain. Sarungnja sendiri bertaburan kemala atas emas. Ia mendapat sebuah sarung
tua serta gagang pedangnja dilapis. "Tjukuplah !", katanja. "Asal kau tidak
tjabut, tidak akan ada jang mengenali ". Lie It tertawa. "Saudaraku, kau djauh
terlebih teliti daripada dulu2 !", ia memudji. "Aku telah bekerdja sembilan
tahun di dalam istana, aku terpengaruhkan ketjerdasannja Thian-houw," Tiangsoen
Tay mengaku. Lie It berdiam. Ia mengerti, siapa sadja dekat Boe Tjek Thian, dia
lantas terpengaruh. Maka inilah membuktikan, Boe Tjek Thian benar orang aneh.
Tepat di harian pesta, Tiangsoen Tay berangkat dengan mengadjak Lie It jang
telah menjamar. Ada turut beberapa orang lain, diantaranja Pek Goan Hoa. Hanja
mereka itu tidak datang bersama, tjuma sampainja berbareng. Mereka ini djadi
dapat bertjampuran dengan Lie It. Diantara mereka tjuma Pek Goan Hoa jang
mengetahui halnja Lie It ini, jang lainnja melainkan menduga dialah orang kosen
undangannja Tiangsoen Tay, jang menjamar mendjadi opsir Kim-wie-koen. Gedungnja
Boe Sin Soe besar dan indah, mirip dengan istana radja. Melihat itu, Lie It
menghela napas. Ruangan pun ber-lapis2, maka Lie It semua mesti melewati
pelbagai undakan, baru mereka sampai diruangan pesta. Disana, dimuka tangga,
terlihat Yang Thay Hoa. Dialah jang bertugas menjambut tetamu. Kata Lie It dalam
hatinja : "Dalam pesta di istana Khan, dia jang melajani aku, sekarang dia pula
jang menjambut ". Maka diam2 ia memikir bagaimana harus melajaninja. Didalam
Kim-wie-koen, pangkatnja Tiangsoen Tay jalah Djiauw Kie Touw-oet tingkat tiga,
maka itu didalam pesta ini, ketjuali tiga atau empat orang lain, ialah jang
pangkatnja paling tinggi. Karena itu, Yang Thay Hoa pun segera memapak ia, untuk
menjambut dengan hormat. Lie It menuruti jang lain2, ia mengangguk, lantas ia
mau lewat djuga seperti jang lain2 itu. Mata Thay Hoa liehay sekali, hanja
sekelebatan, dia seperti mengenalnja, lantas dia kata : "Siapakah taydjin ini,
belum pernah aku melihatnja ?". "Inilah Thio Twie-thio, jang baru masuk bekerdja
", Tiangsoen Tay terpaksa memperkenalkan. "Inilah Tong-moei Kauw-oet Yang
Taydjin, orang kepertjajaan dari Goei Ong-ya. Silakan kamu bersahabat !". Yang
Thay Hoa mengulur tangannja, untuk berdjabatan tangan. "Thio Taydjin, selamat
bertemu, selamat bertemu !", katanja. Lie It tahu orang berniat mengudji
kepadaiannja. Dulu dalam rapat besar ditempat khan Turki, pernah Yang Thay Hoa
Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengudji ia setjara begini, karena ia menggunai ilmu tenaga dalam jang lurus,
hampir rahasianja petjah. Sekarang ia dapat memikir daja, ia berlaku tenang,
tanpa mengentarakan apa2, ia mengulur tangannja, untuk berdjabatan. Yang Thay
Hoa memahamkan ilmu sesat, begitu kedua tangannja memegang tangan lawan,
terdengarlah suara njaring. Atas itu Lie It segera menarik pulang tangannja dan
tubuhnja terhujung beberapa tindak. Ia merangkap kedua tangannja, ia membawanja
kedepan mulutnja, untuk meniupi. Yang Thay Hoa pun terhujung dua tindak. Batu
jang mereka indjak telah petjah dua. Tatkala tangan mereka bertemu, Yang Thay
Hoa mengerahkan tenaganja hingga kedua tangannja mendjadi panas. Kalau Lie It
melawan dengan tenaga dalamnja, ia dapat membebaskan diri, tetapi pengalamannja
jang dulu membikin ia mesti menggunai lain siasat, tak mau ia rahasianja petjah.
Ia sekarang melawan dengan wadjar, untuk membikin lawan tidak tjuriga. Karenanja
ia merasa sakit, tangannja seperti terbakar, hingga mendjadi bergaris merah.
Thay Hoa pun kena tergempur hingga tak dapat dia berdiri tetap. "Yang Taydjin
sungguh liehay!", kata Lie It seraja memberi hormat. "Aku takluk, aku takluk !".
Ia sengadja membikin suaranja parau, seperti kerongkongannja kering akibat
serangan hawa. panas lawannja itu. Benar2 Yang Thay Hoa tidak bertjuriga. Dia
kata : "Orang ini mempeladjari ilmu luar, benar dia liehay tetapi dia masuk
kelas dua, maka pantas djuga dia mendjadi perwira rendah dalam barisan Kim-wie-koen ". Ia
membalas hormat dan kata : "Tuan, tak dapat ditjela jang kau telah berhasil
menjakinkan Kim Kong Tjiang-lek sampai dibatas ini. Silahkan duduk didalam !".
Djumlah tetamu banjak sekali, tudjuh atau delapan bagiannja perwira. Ketika
Tiangsoen Tay melihat hadirnja beberapa perwira tinggi dari barisan Ie Lim Koen,
ia kata dalam hatinja "Bukan sedikit orang jang kena ditarik Boe Sin Soe!". Ia
lantas duduk bersama beberapa perwira tinggi itu, sedang Lie It duduk bersama
Pek Goan Hoa dimana pun sebagian ada orang2 adjakannja Tiangsoen Tay. Jang
lainnja tidak kenal Lie It tetapi Pek Goan Hoa mengadjarnja kenal sebagai
anggauta Kim-wie-koen jang baru dan ia dipertjaja. Tidak lama muntjullah Boe Sin
Soe, diiring oleh seorang imam jang mengenakan kim-khoa, atau kopiah emas, jang
berkilauan mentereng, serta seorang peladjar jang tangannja memegang kipas.
Melihat dua orang itu, ada jang berkata perlahan : "itulah Kim Koan Toodjin
serta Goe Ie Pou !". Lie It tidak kenal dua orang itu tetapi melihat orang
banjak demikian memperhatikannja, ia menduga merekalah bukan sembarang orang.
Atas muntjulnja Goei Ong, semua hadirin berbangkit sebagai tanda hormat. Dengan
muka ramai dengan senjuman, Boe Sin Soe mengangkat tjawan araknja. "Sungguh.
sukar didapatkan jang tuan2 hadir disini!", katanja gembira. "Djangan pakai
banjak adat-peradatan, duduk dan minumlah dengan gembira. Sekarang lebih dulu
ingin aku menhaturkan tiga tjawan!". Semua orang mengutjap terima kasih.
"Pemerintah telah menang perang ", kata Boe Sin Soe kemudian, "Pihak Turki telah
mengirim utusan meminta damai. Inilah tjawan pertama untuk kemenangan itu! Tak
dapat tuan2 menampik!". Ia lantas mengeringkan tjawan. Ia kata pula :"Sekarang
tjawan jang kedua, untuk kesehatannja Sri Baginda Thian-houw !". Para hadirin
bersorak-sorai. Tjawan jang kedua diminum kering. Lie It berpikir :"Boe Sin Soe
bersekongkol dengan Turki dia hendak merampas tachta keradjaan, sungguh berani
dia masih mengutjapkan kata2 begini matjam tanpa mukanja berubah mendjadi
merah ! Sungguh dia litjik !". Lalu ia berpikir lebih djauh : "Kelihatannja para
perwira menundjang Boe Tjek Thian, pantas Boe Sin Soe tidak berani sembarangan
bergerak ". Boe Sin Soe mengangkat tjawannja jang ketiga. "Tjawan ini ",
katanja. Ia berdiam sedjenak, agaknja ia berpikir. Djusteru itu Yang Thay Hoa
berkata : "Goei Ong telah menundjang Sri Baginda Thian-houw, djasanja besar
untuk negara, maka itu tjawan ini untuk memudjikan kesehatan Goei Ong, semoga
segala sesuatu berdjalan dengan lantjar! Silahkan minum !". Orang banjak
bersorak pula, semua menghirup arak mereka. "Tidak tahu malu !", Lie It
mentjatji didalam hati. Ia meng angkat kedua tangannja, dengan ditedengi tangan
badjunja, ia membuang araknja. Tak sudi ia meminumnja. Boe Sin Soe girang
sekali, dia tertawa lebar. "Apakah kebidjaksanaan dan kepandaianku ?", katanja,
merendah. "Aku djusteru mengandal pada tuan2 semua ...". Selandjutnja djuga aku
masih mengharap banjak pada tuan2 !". Lantas Tjongkoan Tjoei Kioe Siauw
menambahkan : "Pertemuan hari ini jalah pertemuan orang2 pandai, lebih2 dengan
hadirnja Kim Koan Tootiang dan Goe Sianseng maka tambahlah menterengnja ! Ketika
ini ketika, jang djarang ditemui, dari itu, aku mau minta tootiang serta
sianseng sukalah mempertundjuki beberapa rupa kepandaiannja untuk kita
mengaguminja !". Kim Koan Toodjin dapat menangkap hatinja Boe Sin Soe. Pangeran
itu pasti menghendaki ia mempertontonkan kepandaiannja, guna menunduki orang
banjak, supaja semua perwira tidak berani melawan kepadanja. Maka itu ia lantas
berbangkit. "Pertemuan hari ini ramai sekali, pantas djikalau pintoo membantu
meramaikannja!", katanja. "Pintoo mempunjai sesuatu jang ingin dipertundjuki
untuk Ong-ya dan semua tuan2 !". Ia lantas menitahkan para pegawai menutup semua
djendela, ia sendiri bertindak ke-tengah2 ruang. Dengan lantas ia mengasi dengar
siulan keras jang lama, hingga semua orang terkedjut. Berbareng dengan itu
terasa djuga angin menjamber, disusul dengan suara berkeresek atau berkeloteknja
djendela. Tatkala semua orang melihat, daun djendela sudah terbuka semuanja.
Maka orang heran dan kagum. Itulah khie-kang, atau tenaga dalam, jang sangat
luar biasa. Lie It terperandjat, ia kata dalam hatinja : "Tenaga dalam imam
bangsat ini liehay sekali, meski ia belum menjampaikan batas kemahiran, dia toh
lebih menang daripada aku, maka agaknja sukar untuk aku membekuk orang djahat
disini". Kim Koan Toodjin tertawa. "Saudara Goe, sekarang giliranmu !", katanja.
Goe Ie Pou berbangkit, ia bertindak ke tengah seraja me-ngipas2. Ia tertawa dan
kata : "Aku tidak mempunjai kepandaian liehay seperti kepunjaanmu, maka aku
baiklah mendjadi si pengekor sadja. Akan aku njalakan semua lilin jang barusan
kau bikin padam !". Memang pada setiap djendela. ada dipasangi lilin besar,
ketika tadi angin menjamber, semua lilin itu padam, sekarang peladjar ini
menjuruh orang menjalakannja pula. Lie It mengatakan Kim Koan belum tjukup mahir
disebabkan api lilin itu turut terpadamkan semua. Goe Ie Pou mengibaskan tangan
badjunja jang pandjang, dengan begitu kipasnja turut terkibas djuga. Dengan
begitu dari dalam tangan badjunja itu terlihat meluntjurnja beberapa" puluh
tjahaja terang mirip bintang2. Itulah sendjata rahasianja jang istimewa, 'Lioeseng Hwee-yam-tan', atau 'Peluru Bintang Api'. Semua peluru itu, jang ketjil,
mengenai setiap sumbuh Iitin, jang lantas tersulut njala ! Kepandaian ini
kembali disambut tempik-sorak bergemuruh. "Kepandaian kedua tuan sunggnh
hebat !", berkata Goei Ong, jang memudji sambil tertawa. "Sungguh aku kagum, aku
kagum! Yang Kauw-wie, kau djuga orang baru, kau memangku djabatanmu baru
beberapa hari, banjak sahabat belum pernah bertemu dengan kau, maka itu sekalian
kita berpesta disini, tjoba kau pun memberi pertundjukanmu !". Yang Thay Hoa
tahu Boe Sin Soe mau mengangkat deradjatnja, ia girang sekali, akan tetapi ia
ber-pura2 merendah, ia berkata : "Disini tersebar sepia kemala dan mustika, mana
berani aku jang rendah menundjuki kedjelekanku" Tapi Ong-ya telah menitahkannja,
tidak dapat aku membantah, maka tunggulah sebentar, aku hendak pikir2 dulu, apa
jang aku mesti pertundjukkan ". Ia lantas berdiam. Tapi tak lama ia tertawa dan
berkata pula : "Aku telah minum beberapa tjawan arak, aku merasa panas, dari itu
aku minta sukalah aku dimaafkan, aku ingin meloloskan badjuku ini !". Dan ia
benar2 lantas membuka badjunja, untuk digumpalkan, ditjekal dalam genggemannja.
Lantas dia menggosok keras sekali kedua tangannja satu pada lain, lantas dari
antara djeridji tangannja terlihat api meletik muntjrat. Melihat itu Kim Koan
Toodjin mengangguk. "Bagus ! Bagus !" pudjinja sambil bersenjum.
---oo0oo--YANG Thay Hoa membuka kedua tangannja, maka terlihatlah asap hitam mengepul
bersama sinar api jang menjilaukan mata. Maka badju itu lantas menjala bagaikan
sebuah bola api, terbakar habis. "Aku telah mempertundjuki kedjelekanku, harap
aku tidak ditertawakan ", katanja sambil ia mengangkat kedua tangannja, memberi
hormat. Pertundjukan membuat api dari Thay Hoa ini tidak dapat melawan
kepandaian dari Kim Koan Toodjin den Goe Ie Pou, akan tetapi itu pun tjukup luar
biasa. Kepandaian itu membutuhkan banjak waktu untuk di-peladjari-nja. Apa-pula
api itu dapat dipakai membakar musnah segumpal badju. Para opsir ketahui Yang
Thay Hoa itu orangnja Boe Sin Soe, djusteru dia mempunjaii kepandaian istimewa
itu, lantas mereka memudji dengan bertepuk tangan bersorak-sorai. "Yang Taydjin
", berkata Goe Ie Pou tertawa terbahak, "kepandaian kau bagus sekali, tjuma
sajang kau telah merusak badju itu ". Boe Sin Soe tertawa, ia berkata,
memerintahkan : "Tjoei Tjongkoan, ambillah sebuah djubah sulam dan haturkanlah
kepada Yang Kouw-oet ". Perintah itu dilakukan lantas, maka Thay Hoa lantas
mengenakan djubahnja. Ia nampak bangga sekali. Ia menghampirkan Sin Soe, untuk
menghaturkan terima kasih. Boe Sin Soe berkata pula, "Hari ini masih ada
beberapa sahabat lainnja jang baru datang, aku minta djanganlah sahabat2 berlaku
sungkan, sukalah masing2 mempertundjuki kepandaiannja untuk kita sama2
menjaksikannja ". Ketika itu sinar matanja Yang Thay Hoa diarahkan kepada Lie
It, sedang Tjong-koan Tjoei Kioe Siauw menghampirkannja, untuk menanja :
"Bukankah kau jalah Thio Taydjin" Sebelum ini kita belum pernah bertemu satu
dengan lain ". Pek Goan Hoa segera mewakilkan Lie It menjahut. Ia kata :
"Saudara Thio ini baru sadja masuk dalam pasukan Kim-wie-koen. Ialah sahabat
dari banjak tahun dari Tiangsoen Touw-oet. Walaupun sekarang saudara Thio
mendjabat kepala Kim-wie-koen, sebenarnja kepandaiannja tak dapat ditjela ".
"Orang jang dipudjikan Tiang poen Touw-oet pastilah tak salah lagi ", berkata
pula Tjoei Kioe Siauw. "Aku minta sukalah Thio Taydjin memperlihatkan sesuatu
agar kita semua dapat membuka mata kita ". Lie It berbangkit, ia berkata dengan
suaranja rada parau : "Pek Taydjin telah menempelkan emas dimukaku sedang
sebenarnja aku tjuma beladjar beberapa djurus ilmu silat jang kasar baru
beberapa tahun sadja ". "Djangan berlaku sungkan, Thio Taydjin ", Tjoei
Tjongkoan mendesak. "Ong-ya beramai ingin sekali menjaksikan kepandaian taydjin
". Lie it menjeringai. "Djikalau begitu ", katanja, "si nona mantu djelek
terpaksa mesti menemui ibu mentuanja!". Sementara itu beberapa anggauta Kim-wiekoen, jang turut hadir di istana, merasa heran. Mereka tidak kenal Lie It.
Umpama-kata benar Thio Taydjin ini orang jang dipudjikan Tiangsoen Tay, kenapa
dia belum diadjar kenal setjara resmi dengan rekan2-nja. Maka itu, semua mata
mereka diarahkan kepada itu rekan jang baru, dan ingin mereka menjaksi kan
kepandaian orang. Thia Kian Lam berada didalam istana Goei Ong, ia belum
memperoleh kedudukan, tetapi ia menempatkan diri diantara pegawai2 dan pengawal
dari Boe Sin Soe. Jalah seorang jang teliti dan waspada, kapan ia melihat sikap
luar biasa dari beberapa anggauta Kim-wie-koen itu, ia lantas turut mengawasi
Lie It. Waktu itu Lie It sudah masuk kedalam gelanggang, ia mengasi lihat roman
likat. Dengan ber-pura2 ia berkata : "Aih ..., bagaimana dapat aku
mempertundjuki kepandaianku jang tidak berarti " Aku malu ". ,,Bagaimana kalau
diminta satu orang menemani taydjin ber-main2 ?" tanja Kioe Siauw. Ia menjangka
orang malu bersilat sendirian sadja. Lie it menundjuki sikap wadjar, katanja :
"Barusan aku telah menjaksikan kepandaian menggosok tangan dari Yang Taydjin,
aku sangat kagum. Entahlah, ' diwaktu digosokkan, apinja itu dapat membakar
kulit dan daging lain orang atau tidak. Maka itu aku. ingin sekali minta Yang
Taydjin sudi mengadjari aku ilmu kepandaiannja itu, hanja entahlah, Yang Taydjin
suka atau tidak mengadjarinja ?". Kata2 itu membuat terkedjut para hadirin.
Mulanja si Thio Taydjin bitjara demikian merendah, siapa tahu buntutnja jalah
dia menantang Yang Thay Hoa!. Mendengar suara orang itu,, mulanja Thay Hoa
terkedjut, tapi lantas dia tertawa. "Pertemuan hari ini jalah pertemuan
persahabatan dengan perantaraan ilmu silat, maka itu mana bisa tidak dapat !",
ia berkata. Didalam hatinja, ia kata : "Tadi dia mendapat rasa sedikit, rekan2nja pasti telah melihatnja. Dia orang baru, tentu dia merasa tidak enak dihati.
Pula tadi dia belum dapat menggunai tenaga Kim Tjong Tjiang jang dimilikinja,
dia rupanja tidak puas, sekarang dia ingin mendapatkan pulang mukanja. Baiklah
dia tidak tahu selatan, akan aku menggunai ketika ini untuk sekalian mengangkat
nama !". Thay Hoa telah mendjadjal tenaga orang ketika tadi mereka berdjabat
tangan, ia pertjaja ia bakal mendapat kemenangan, maka ia menerima baik
tantangan itu. Lantas ia berbangkit dari. tempatnja duduk. Lie It hendak mengadu
tenaga, inilah tjotjok dengan hatinja Thay Hoa. Maka begitu lekas mereka berdua
sudah menempel kedua tangan mereka masing2, orang she Yang itu segera
mengerahkan tenaga-dalamnja jang hebat, lantas tersalurkan hawanja jang panas.
Lie It segera tertampak seperti dia tidak sanggup bertahan, peluh sebesar
katjang kedele lantas keluar dan menetes dari djidatnja. Thay Hoa melihat itu,
ia tahu orang sudah kepanasan, ia kata dalam hatinja : "Tidak dapat tidak, aku
mesti membuat kau minta2 ampun !". Ia menambah tenaganja, untuk membikin hawa
panasnja itu bertambah. Tengah ia mendesak itu, mendadak Thay Hoa merasa aneh.
Kalau tadi ia merasakan tenaga melawan dari Thio Taydjin, sekarang tenaga
melawan itu lenjap setjara tiba-tiba. Ia pun tidak membaui bau tangan terbakar
hangus. Ia melihat si Thio Taydjin bersikap tenang sekali. Dari merasa aneh, dia
mendjadi kaget. "Ah, mungkinkah dia ini berkepandaian liehay ?", pikirnja
kemudian. "Mungkinkah dia sengadja membawa sikapnja ini untuk memantjing aku ?".
Belum lenjap heran orang she Yang itu atau se-konjong2 ia merasakan telapakan
tangannja si Thio Taydjin melekat pada telapakan tangannja sendiri, nempel
begitu rupa sampai ia menariknja susah, menolaknja. pun sukar. Ia mendjadi kaget
sekali. Ia kata dalam hatinja : "Aku menjangka dia paham ilmu luar sadja, siapa
tahu ilmu dalamnja liehay djuga. "Ah, dia rupanja mempunjai ilmu-dalam Ngo-biesim-hoat !". Saking herannja, Thay Hoa lantas menatap tadjam lawannja itu. Ia
segera merasa bahwa ia kenal orang ini, hanja ia tidak ingat, dimana mereka
pernah bertemu satu dengan lain. Ia terus menatap, hingga achirnja ia terkedjut.
Katanja dalam hatinja: "Bukankah dia Lie It?". Hanja, setelah sampai sebegitu
djauh, Thay Hoa mengenalinja, sesudah kasip. Lie It sudah mengerahkan tenagadalamnja, sesudah menempel melekat telapakan tangan orang she Yang itu, ia mulai
melakukan serangan membalasnja. Hebatnja untuk Thay Hoa, dia telah memikir
banjak, dia mendjadi merusak pemusatannja sendiri. Dia sangat heran bahwa Lie It
berani menjamar dan memasuki djuga istana Goei Ong. Dalam hal tenaga-dalam, Lie
It menang berlipat-ganda daripada Yang Thay Hoa, itu pun terlihat beberapa
hadirin sesudah mereka menjaksikan pertempuran berdjadan sekian lama. Jang
paling memperhatikan jalah Thia Kian Lam, jang matanja tak pernah dikisarkan
dari tatapannja terhadap pangeran itu. Ia heran kapan dia melihat, dari Lie It
bermandi keringat, sekarang Yang Thay Hoa jang kena terdesak, sampai peluhnja
keluar mengutjur serta air mukanja turut berubah djuga. Ia bukan seorang dengan
ilmu silat sangat liehay, ia tjuma liehay matanja, kuat ingatannja, satu kali ia
melihat orang, sukar ta melupakannja. Demikian, ia iantas mentjurigai si Thio
Taydjin sebagai Lie It. Hanja sampai sebegitu djauh, ia masih bersangsi, belum
berani ia menja takannja dengan terang2-an. Lewat lagi beberapa detik, dari
batok kepalanja Thay Hoa lantas terlihat mengepulnja hawa atau asap putih,
sedang air mukanja mendjadi bertambah berubah. Achirnja Goei Ong djuga dapat
melihat perubahan pada orangnja itu, ia mengerutkan alis. "Pergilah kau minta
mereka menghentikan pertandingan ini ". Ia memerintahkan Thia Kian Lam. Kian Lam
menerima titah tanpa ajal, tetapi ia terkedjut kapan ia menjaksikan tubuhnja
Thay Hoa bergojang, terhujung mau jatuh. Tidak ada waktu lagi untuknja datang
sama tengah, terpaksa ia lantas menjerang dengan sepotong sendjata rahasianja
jang berupa thie-poutee. Ia mengarah nadinja Lie It. Membarengi menjambernja
thie-poutee itu, dari lain arah menjambar sebuah tjawan arak, maka kedua rupa
barang itu bentrok satu dengan lain, maka petjah-hantjurlah tjawan arak itu. Pek
Goan Hoa jalah orang jang menerbangkan tjawan arak itu. Dalam halnja sendjata
rahasia, ia memang menang daripada Kian Lam. Menjusuli tjawan arak jang pertama
itu, jang merobohkan thie-poutee, segera menjusul tjawannja jang kedua. Kali ini
serangan , ditudjukan kearah Thia Kian Lam. Dia ini kaget, tetapi dia tidak
sempat berdaja, dia terhadjar djalan darahnja jang dinamakan kiok-tie. Maka
segera lemaslah kedua dengkulnja, segeralah dia roboh dengan menekuk kedua
lututnja, berlutut diluar kehendaknja sendiri. Tapi dia mentjoba mendjambret
medjanja Boe Sin Soe, dengan susah dia mengasi dengar suaranja jang nadanja
dalam: "Orang she Thio itu jalah Lie It jang menjamar ...". Ketika itu
berisiklah sudah suara orang, maka djuga, perkataannja Kian Lam ini tjuma
didengar oleh Goei Ong sendiri serta beberapa pengawal disampingnja. Lantas
Pangeran Goei berseru ber-ulang2: "Berontak! Berontak! Siapakah jang mengatjau"
Lekas tjari dia! Tangkap padanja !". Belum berhenti seruan itu, pertandingan
diantara Yang Thay Hoa dan si Thio Taydjin telah sampai kepada achirnja.
Tjongkoan Tjoei Kioe Siauw ingin datang sama tengah, untuk menjudahinja, tetapi
dia terlambat, belum dia menghampirkan sampai dekat, terlihat Lie It sudah
mendjambret tubuh Thay Hoa, untuk diputar bagaikan angin pujuh, terus
dilemparkan !. Dilain pihak, Pek Goan Hoa sudah siap-sedia. Dia melihat tubuh Thay Hoa
dilemparkan kearahnja, dia lantas berlaku sebat, dia menanggapinja untuk
meringkus orang she Yang itu. Dalam kekatjauan itu, Goei Ong berteriak: "Dua
orang itu jalah mata2-nja Khan Turki! Tangkap mereka !". Dia menuding kepada Lie
It dan Goan Hoa. Boe Sin Soe telah mengetahui Thio Taydjin itu jalah Lie It, si
pangeran, ia lantas menggunai ketikanja menuruti petundjuknja Thia Kian Lam, ia
memberikan titah penangkapannja. Inilah kebetulan untuknja. Ia ingin dapat
mewariskan tachta keradjaan dari tangan bibinja, dalam usaha itu, Lie It jalah
salah satu musuhnja. Lie It tentu akan menentang sepak-terdjangnja itu. Maka
disamping thaytjoe, putera mahkota, Lie It itu orang berbahaja untuknja. Ia tahu
Lie It menentang bibinja dan sang bibi tidak menjukai ini pangeran, dari itu ia
pertjaja, Lie It tentulah tidak berani mengakui dirinja sebagai Lie It, maka tak
usahlah ia berkuatir untuk membekuk pangeran ini. Sebab Pek Goan Hoa melindungi
Lie It, sekalian sadja, orang she Pek ini hendak dibekuk djuga. Mendengar
titahnja Goei Ong, para pengawal mendjadi heran. Meski begitu, tudjuh atau
delapan pengawal lantas madju, untuk mentaati titah. Sampai disitu, Tiangsoen
Tay pun bertindak. "Tahan !", dia berseru. Dengan tjepat dia mengeluarkan surat
titah penangkapan dari Lie Beng Tjie. Itulah titah istimewa, jang tidak
menentukan waktu dan tak menghiraukan tempat penangkapannja, bahkan pembesar2
setempat diwadjibkan memberikan bantuannja. Dia mengibaskan itu, dia menambahkan
Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan suaranja jang njaring: "Ong-ya kelirul Disini memang ada dua mata2-nja
Khan tetapi mereka itu bukannja dua orang ini!". Air mukanja Goei Ong mendjadi
berubah. Dia mendongkol. "Siapakah?", ia tanja bengis. Tiangsoen Tay berani, ia
menjahut dengan terus-terang: "Jang satu jalah ini Tang-moei Kauw-oet Yang Thay
Hoa !. Jang lainnja jalah Thia Kian Lam jang berada disisi Ong-ya sendiri! Dia
bahkan satu pendjahat kesohor kaum Kang-ouw, jalah ketua muda dari partai gelap
Hok How Pang! Inilah surat titah dari Lie Touw-oet untuk membekuk dua mata2 itu,
silahkan Ong-ya periksa ". Habis berkata, Tiangsoen Tay menjerahkan surat titah
itu kepada seorang pengawal, untuk dia itu menjerahkannja pada sl pangeran. Dia
ini, mau atau tidak, dapat melihat bunjinja surat titah itu, begitupun beberapa
rekannja, jang pada mengulur kepalanja dan membuka matanja, untuk turut membatja
djuga. Mereka Itu mengenal baik tulisannja Lie Beng Tjie, karenanja mereka
mendapat kenjataan, surat titah itu bukannja surat palsu. Maka itu kesudahannja,
mereka itu pada berdiam sadja. Boe Sin Soe menjambuti surat titah itu, untuk
dibatja. "Hmmm !", katanja, lalu mendadak dia merobeknja. Terus dia menggeprak
medja seraja berkata keras: "Ngatjo-belo! Dua orang ini ada orang2 jang
dipudjikan olehku, aku kenal mereka baik sekali! Mana bisa merekalah si mata2 "
Lekas kau merdekakan Yang Kauw-oet!", Tiangsoen Tay menjabarkan diri, ia
mendjura kepada pangeran itu. "Inilah titah dari Lie Touw-oet jang aku jang
rendah tidak berani lawan !", katanja. Goei Ong gusar, ia membentak pula:
"Titahnja Lie Beng Tjie kau tidak berani lawan ! Djadi kau berani menentang
perintahku" Tjukuplah! Urusan bagaimana besar djuga, nanti aku jang
menanggungdjawab-nja! Lekas, rampas pulang Yang Kauw-oet. Lekas bekuk dua mata2
ini !". Anggauta2 Kim-wie-koen dan Ie-lim-oen jang hadir disitu mendjadi serba
salah. Mereka tidak berani membantah Goei Ong, seorang radja muda, tetapi mereka
pun tidak berani menentang titahnja Lie Beng Tjie. Lie Beng Tjie itu tongnia,
jalah komandan dari mereka semua. Maka itu, didalam sepuluh, delapan atau
sembilan orang pada berdiam sadja. Melihat sedjumlah pengawal lari kearahnja,
Lie It lantas membentak: "Didepan kamu ini ada si mata2, bukan kamu membekuk
dia, kamu datang padaku! Apakah kamu mau" Djangan kamu nanti menjesalkan aku
berlaku kurang adjar!". Seorang pengawal madju terus. Dia bersendjatakan
bandring lioe-seng-twie, dengan sendjata itu dia lantas menjerang. Lie It
mengerahkan tenaga Kong-kong-tjie didjeridji tangannja, ia menjambuti bandring,
untuk ditangkap, setelah mana, ia menjamparnja. Tepat dibelakang ia ada dua
pengawal lain, jang menjerang dengan golok dan pedang, sendjata mereka itu
tersampok bandring hingga terbang terpental. Lagi satu pengawal datang
merangsak, dia disambut dengan djedjakan pada dengkulnja, hingga dia roboh
terguling. Dua serdadu Ie-lim-koen mau mengambil hatinja Goei Ong, mereka madju
untuk menjerang Lie It. "Kenapa kamu menjerang rekan sendiri?", Pek Goan Hoa
menegur mereka itu. "Apakah kamu benar2 pertjaja aku seorang mata2 ?". Goan Hoa
asal Kim-wie-koen, didalam Ie-lim-koen, dia mendjabat pangkat tinggi, rekan2-nja
mengenalnja baik sekali, dari itu tidak nanti mereka menjangka dia sebagai mata2
bangsa asing. Maka dua orang itu membatalkan maksud mereka, sedang jang lain2nja berdiam terus. Sampai disitu, orang2-nja Tiangsoen Tay lantas turun tangan,
untuk membantui Lie It, hingga mereka djadi menentang pengawal2 jang setia dan
taat kepada Goei Ong. Melihat orang2-nja Goei Ong tidak berani turun tangan,
Thia Kian Lam lantas madju, dengan berani dia menerdjang Tiangsoen Tay.
"Bagus!", berseru orang she Tiangsoen itu, jang menghunus pedangnja, buat
dipakai memapaki dengan tikamannja, dengan djurus 'Sin Hong tjoet hay' atau
'Naga sakti keluar dari laut'. Ia menikam uluhati. Ilmu silat Tiangsoen Tay ada
warisan orangtuanja, didalam Kim-wie-koen, ia termasuk kelas satu, maka itu,
ketika Thia Kian Lam batal menjerang dan terpaksa menangkis tikaman itu, dia ini
gentar hatinja. Kian Lam menggunai sepasang poan-koan-pit, tempo sendjatanja
bentrok, tangannja terasa sakit sendirinja. Lantaran ini selandjutnja dia tidak
berani mengadu sendjata, dia terus menundjuki kelintjahannja, untuk dapat
menotok lawannja. Tiangsoen Tay memutar pedangnja, guna menutup rapat tubuhnja,
dengan begitu ia membikin Kian Lam tidak berani merapatkan diri, hingga tangankanannja Goei Ong ini mendjadi mati kutu. Boe Sin Soe gusar sekali menjaksikan
pihaknja tidak berdaja. Saking murka, dia berseru: "Buat apakah aku memiara
kamu" Kenapa kamu tidak mau lekas turun tangan untuk menolongi orang" Lie Beng
Tjie itu machluk apa" Apakah kamu takut padanja" Ada urusan bagaimana besar
djuga, aku jang bertanggung djawab! Siapa berani menentang, tidak perduli dia
siapa, tangkap padanja! Tangkap semuanja !". Mendengar radja muda itu, kawanan
pengawal lantas pada madju, tetapi kebanjakan jang menghampirkan Lie It, tjuma
sedikit jang madju untuk menolongi Yang Thay Hoa. Tiangsoen Tay melihat
demikian, ia berseru: "Aku datang kemari mendjalankan titah menangkap mata2
musuh, maka itu siapa jang berani merintangi aku, dia djangan sesalkan pedangku
nanti!". Touw-oet ini tidak tjuma mengantjam, ia terus menjerang dua pengawal
jang madju paling depan dan melukainja. Pek Goan Hoa djuga menggunai hoei-too,
golok terbangnja, dengan apa ia turut melukai beberapa orang. Biar bagaimana,
Tiangsoen Tay toh dimalui, dari itu, habis itu, ia tjuma dikurung sadja. Karena
ini, ia djadi leluasa melajani Thia Kian Lam. Dengan lekas ia menendang roboh
ketua muda Hok Houw Pang itu, maka Pek Goan Hoa lantas menubruknja, buat menotok
dia hingga tak berdaja. Kemudian, dengan kedua kaki mengindjak tubuh Thay Hoa
dan Kian Lam itu, dengan tiga batang hoei-too siap ditangan, ia memandang bengis
kepada semua pengawalnja Boe Sin Soe. Ia mengantjam!. Goei Ong mendjadi semakin
gusar. "Tjoei Tjongkoan, kau madjulah!", ia memberi perintah. "Kepalai mereka
itu!". Lie It sendiri bekerdja terus. Lagi dua musuh kena dirobohkannja, lalu
dia menerdjang rombongan pengawal, guna meloloskan diri dari kepungan. Tengah ia
membuka djalan itu, mendadak terdengar sambaran angin serta terlihatlah suatu
sinar kuning emas menjambar padanja. Itulah kim-khoa, atau topi emas, dari Kim
Koan Toodjin, jang telah melakukan penjerangannja. Kim Koan Toodjin berasal
tokheng toa-to, jalah begal tunggal, jang biasa bekerdja bersendirian sadja.
Pada dua puluh tahun dulu, ia sudah mendjagoi di djalan Siam-kam, kedua propinsi
Siamsay dan Kamsiok, belum pernah ia menemui tandingannja. Setelah Ratu Boe Tjek
Thian memegang tampuk pimpinan pemerintahan dan aturannja bengis untuk
kedjahatan, ia lantas mendjaga dirinja dengan menukar she dan nama serta
menjalin rupa djuga. Ia telah pergi ke kuil Pek Ma Koan di Liang-tjioe dimana ia
masuk mendjadi toosoe atau imam pengikut Too Kauw. Ketika toosoe ketua kuil itu
meninggal dunia, ia mengangkat dirinja mendjadi ketua dengan paksa. Boe Sin Soe
mendapat tahu tentang ini toosoe tetiron, dia mengundang dengan hadiah besar,
supaja ia datang ke kotaradja membantu padanja. Ia sudah 'bersembunji' dua puluh
tahun, ia pertjaja tidak ada orang akan mengenalinja, hingga tak usahlah ia
berkuatir akan berdiam di istana pangeran ini. Ia pertjaja Goei Ong akan dapat
melindunginja. Ia sudah pikir masak2, setelah nanti membantu Boo Sin Soe
merampas tachta keradjaan, ia akan kembali pada asalnja, jaitu membuang kopiah
dan djubah imamnja. Selama dua puluh tahun itu, Kim Koan telah melatih diri
hingga ia memiliki tenaga dalam jang mahir, jang ia beri nama Thian-It Kongkhie, disamping mana, ia berhasil mejakinkan djuga sebuah sendjata rahasia jang
liehay, jang terdiri dari kopiahnja, jang ia namakan "kopiah emas". Demikianlah
waktu ia menjaksikan kawanan boesoe, atau pengawal, dari Boe Sin Soe, mulal
keteter, untuk mempertontonkan kepandaiannja kepada sang tjoe-kong, tuannja, ia
lantas menggunakan sendjata rahasianja itu. Kapan kopiah emas telah ditimpukkan,
terdengarlah suaranja jang njaring dan terlihat sinarnja jang kuning seperti
emas berkilauan. Sendjata itu berputar diatasan kepala sekalian boesoe. Mereka
ini tahu bahaja, lantas mereka menjingkirkan diri. Seorang boesoe, jang
mengangkat kepalanja, berdongak untuk melihat benda apa itu jang berbunji dan
berkilau, lantas sadja mendjerit hebat saking sakitnja. Tanpa berdaja, sebelah tangannja kena dibabat
kopiah emas dan kutung karenanja. Sebab sendjata rahasia itu, selain
pinggirannja tadjam, djuga didalamnja disembunjikan dua belas pisau belati jang
terpasang seperti gigi, jang dapat menggentjet atau menggigit batang leher
orang. Maka sjukurlah boesoe itu, dia tjuma hilang sebelah lengannja. Habis itu,
kopiah emas itu menjambar kearah Lie It. Pangeran ini mendjadi gusar, ia segera
mentjabut pedangnja. "Imam siluman jang bernjali besar, kenapa kau berani
membantu orang djahat berbuat djahat ?", ia membentak, "Kau rasai pedangku!"
Pedang Lie It tadjam dapat memutuskan badja atau besi, dengan itu ia membatjok
kopiah emas. Kedua sendjata beradu keras, suaranja njaring, tapi kesudahannja,
kopiah emas kalah, kena terbatjok kutung mendjadi dua potong. Karena itu, dua
belas pisaunja jang seperti gigi gergadji, lantas ruatuh ke lantai. Kim Koan
Toodjin gusar sekali melihat sendjata rahasianja itu diruntuhkan, sembari
berteriak dia lompat madju, untuk menerdjang Lie It. Sementara itu, rombongan
boesoe terkedjut melihat pedangnja si pangeran. Mereka mengenali, itulah pedang
dari istana kaisar, jang biasa dipakai oleh Baginda Thay Tjong dan belakangan
telah dihadiahkan kepada Lie It. Ketika pangeran ini meninggalkan istana, ia
baru berumur empat belas tahun, dan sekarang usianja hampir tiga puluh. Diantara
boesoe jang tua, ada jang samar2 mengenali pangerannja, benar mereka tidak
berani segera mengakuinja, tetapi mereka menjangsikan si pangeran jalah mata2nja Khan Turki. Menjusuli kegagalan kopiah emasnja itu, Kim Koan Toodjin lompat
madju kedepan Lie It, terus ia mementang mulutnja, guna mengasi dengar suara
dahsjat Thian It Kong-khie. Ia bersiul keras dan lama menghadapi si pangeran
langsung. Lie It terkedjut. Tiba2 ia menggigil. Sjukur untuknja, selama berdiam
delapan tahun digunung Thian-san, ia dapat melatih tenaga-dalamnja hingga
mendjadi mahir, hingga sekarang ia tidak dapat dilukakan suara jang hebat itu.
Ia bahkan tertawa dan menanja: "Perlu apa kau berbunji seperti memedi?". Kata2
ini dibarengi dengan babatan pedangnja. Ia menggunai djurus "Pat hong hong ie"
atau "Angin dan hudjan didelapan pendjuru dunia", sinar pedangnja berkelebatan,
seperti mengurung si imam. Kim Koan tidak takut, dia bahkan mendjadi sangat
gusar. "Botjah jang baik!" serunja, "kau mengandalkan pedang mustika maka kau
mendjadi djumawa" Apakah kau dapat main gila didepanku si orang tua" Mari kau
rasai liehayku!". Ia lantas mengeluarkan sepasang tjetjer kuningan, begitu ia
merapatkan itu dengan kaget, terdengarlah suaranja jang sangat berisik,
menggaung berkumandang didalam seluruh ruangan itu. Hingga semua boesoe
merasakan telinganja berbunji terus2-an. Lie It tidak takut, ia terus menjerang.
Pedang dan tjetjer lantas beradu. Kembali terdengar suara njaring. Untuk
kagetnja, Lie It merasakan tenaga mendorong jang keras, hingga ia mundur tiga
tindak. Tjetjer itu tidak dapat terbatjok putus atau petjah, karena terbuatnja
bukan dari kuningan melulu hanja tertjampur emas, sedang dalam hal tenaga-dalam,
Kim Koan Toodjin lebih unggul. Hampir pedang terlepas dan terpental. Sendjata
lawan itu tjuma tergores mukanja. Tertawa Kim Koan mendapatkan dengan satu
gebrak sadja ia dapat membikin Lie It mundur. Lagi sekali ia mengadu tjetjernja,
lagi sekali ia madju menjerang. Lie It pernah mengadu tenaga, ia tidak man
mengadunja terlebih djauh. Atas datangnja serangan paling belakang ini, ia
berkelit dengan mentjelat kesamping, serangan sendjata musuh itu dibikin njasar,
segera setelah itu, ia menjerang dari samping itu. Njaring terdengar bentrokan
pedang dengan tjetjer. Kali ini Lie It tidak usah terpukul mundur, karena ia
menjerang dari samping. Benar ia tidak bisa merusak sendjata musuh akan tetapi
Kim Koan Toodjin djuga lantas menginsafi pedang lawannja itu. Ketika itu Tjoei
Kioe Siauw, tjongkoan dari Ong-hoe, istana pangeran Goei, sudah memimpin
barisannja mengurung Tiangsoen Tay semua. Ia mau menolongi Yang Thay Hoa. Akan
tetapi Pek Goan Hoa tidak hendak membikin lolos musuh2-nja, dengan satu kaki
mengindjak tubuh Yang Thay Hoa dan kaki jang lain mengindjak tubuh Thia Kian
Lam, ia menjerang dengan tiga batang hoei-too, jaitu golok-terbangnja. Tjoei
Kioe Siauw satu djago didalam istana itu, dia liehay, dengan kebutannja jang
terbuat dari kawat, thie-hoed-tim, dia menjampok golok terbang musuh itu. Dua
batang golok kena dibikin djatuh, tetapi jang satunja mental, meleset mengenai
seorang boesoe, jang tidak sempat berkelit atau menangkis. Karena itu,
gerakannja Kioe Siauw kena terintang. Pek Goan Hoa tahu niatnja Tjoei Kioe
Siauw, ia lantas berteriak: "Kau mau merampas orang! Baiklah, disini aku berikan
dua potong bangkai kepadamu !". Kioe Siauw mendjadi keder hatinja. Ia takut Thay
Hoa dan Kian Lam nanti benar2 dibinasakan, maka tidak berani ia memaksa madju
untuk merebutnja. Tidak ada lain djalan, ia menitahkan pula kawanan boesoe
perhebat serangannja kepada Tiangsoen Tay. Ia mau pertjaja, djikalau orang she
Tiangsoen itu sudah kena dibekuk, Pek Goan Hoa tentulah bakal menjerah.
Tiangsoen Tay hendak mempengaruhi suasana, ia berteriak: "Sesama rekan, aku
datang keman dengan titahnja Lie Touw-oet untuk melakukan penangkapan kepada
orang djahat, maka itu aku minta sukalah kamu membantu menangkapnja!". Lie Beng
Tjie mendjadi pembesar tertinggi dari barisan Kim-wie-koen, orang pun telah
mengetahui sekarang, Lie It itu bukannja mata2 musuh, maka itu, mendengar
suaranja Tiangsoen Tay, jang mereka pun kenal, mereka djadi bersangsi. Inilah
sebab mereka masih djeri terhadap Goei Ong. Lantaran ini, mereka djadi berdiri
diam sadja, tidak turun tangan. Boe Sin Soe melihat bahwa pertempuran beralih
mendjadi pihaknja melawan Kim-wie-koen, ia mendjadi gusar sekali. "Berontak!
Berontak!" serunja mendongkol. Goe Ie Pou, jang berdiri disisi pangeran ini,
tertawa. "Djangan gusar, Ong-ya!", ia berkata. "Tunggu, nanti aku bekuk semua
pemberontak ini!". Goe Ie Pou ini jalah seorang ahli sendjata rahasia dan
sendjata rahasianja jaitu Bwee-hoa-tjiam, djarum bunga bwee. Dengan lantas ia
menjerang dengan segenggam djarumnja itu, jang biasa dapat mentjelakai musuh
sedjarak enam atau tudjuh tombak. Maka repotlah pihak musuh, karena empat atau
lima pengawal Kim-wie-koen lantas roboh karenanja, hingga mereka terbekuk
pengawalnja Goei Ong. Disaat pertempuran itu menghebat, se-konjong2 terdengar
seruan njaring tetapi halus : "Berhenti semua!". Itulah suaranja seorang wanita.
Lie It terperandjat. Ia mengenali baik suara itu. Inilah ia tidak sangka. Itulah
Boe Hian Song. Tapi ia tengah bertempur. Adalah pantangan besar untuk orang jang
lagi bertarung, perhatiannja tertarik urusan sampingan. Demikian, karena
herannja itu, tanpa ia merasa, pedangnja kena didjepit sepasang tjetjernja Kim
Koan Toodjin. Ia mendjadi kaget, apapula karena ia memangnja kalah tenaga-dalam,
pedangnja itu tak dapat ia tarik pulang, bahkan segera kena terbetot musuh,
hingga telapakan tangannja terluka mengeluarkan darah dan mendatangkan rasa
njeri jang hebat. Tidak ampun lagi, pedangnja itu terlepas, djatuh kelantai
dengan menerbitkan suara njaring. Kim Koan Toodjin mendjadi girang sekali. Ia
madju terus dongan niat membekuk Lie It. Dengan begitu ia tidak menghiraukan
seruan jang menitahkan semua orang berhenti bertempur. Karena tindakannja ini,
tiba2 ia merasakan angin menjambar dibelakangnja. Ia memutar tubuhnja seraja
dengan kedua tjetjernja menjampok kebelakang, untuk menangkis serangan. Djusteru
begitu, ia mendengar bentakan: "Kau berani menentang perintahku?". Disana Boe
Hian Song berdiri menghadapinja, dengan sikapnja jang keren. Kim Koan Toodjin
terkedjut. Sekedjab itu ia menjaksikan pertempuran berhenti, hingga gelanggang
mendjadi sunji-senjap, umpama-kata sebatang djarum djatuh pasti akan terdengar
suara djatuhnja itu. Djusteru ia terkedjut itu, mendadak ia merasakan kedua
telapakan tangannja kesemutan dan mendjadi kaku seketika, hingga sendjatanja
lantas kena dirampas si nona bangsawan. Sebenarnja, dengan kegagahannja, Kim
Koan Toodjin dapat melawan Hian Song bertempur empat sampai lima puluh djurus,
tetapi karena terguguh, ia mendjadi hilang kegesitannja, seperti tanpa merasa,
ia kena ditotok si nona dan tjetjernja lantas berpindah tangan. "Hmmm!", Hian
Song mengasi dengar suaranja. "Kiranja kau, yauwtoo!" Kata-kata ini disusuli
serangan, jang membuat tubuh si imam, jang dikatakan yauwtoo -imam silumanmental tiga tombak. "Bekuk dia!", Nona Boe memberi perintahnja. Lie It masih
berdiri tertjengang, tjuma matanja mengawasi Hian Song, hingga sinar mata mereka
bentrok satu dengan lain. Ia melihat si nona bersenjum. "Kau sudah pulang?",
menegur nona itu perlahan. Lie It mengangguk, lalu dengan tjepat ia memungut
pedangnja, Ketika ia mengangkat kepalanja dan menoleh kearah si nona, nona itu
sudah berdjalan pergi. Semua boesoe mengenal baik Hian Song jang datangnja
setjara mendadak itu, mereka menduga si nona membawa firmannja Ratu Boe Tjek
Thian, maka itu, tidak ada diantaranja jang berani menentang titah itu. Tjuma
Goe Ie Pou jang tidak kenal Nona Boe, ia heran sekali. Selagi begitu, Boe Sin
Soe mengisiki ia : "Kau lekas binasakan Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam, lantas
kau menjingkirkan diri!". Ketika itu, karena pertempuran berhenti, boesoe kedua
pihak telah memisahkan diri satu dengan lain, hingga terbukalah satu djalanan.
Goe le Pou menuruti kisikan, diam2 ia mentjampuri diri diantara pengawal2-nja
Goei Ong. Disaat itu, Boe Hian Song sudah menghampirkan Boe Sin Soe. Goei Ong
berlagak pilon, ia berbangkit untuk menjambut. "Adikku, kebetulan kau datang!",
katanja. "Disini ada dua orang mata2-nja Khan Turki, aku djusteru hendak
membekuk mereka, maka itu, kau tolonglah sekalian membekuk mereka itu!". "Kau
benar2 tidak tahu atau berlagak sadja?" Boe Hian Song tanja. "Bukankah kedua
mata2 itu sudah kena dibekuk?". "Oh ...!", Boe Sin
Soe terus ber-pura2. "Mana dia" Itu bukannja mata2 ! Mata2 jalah jang dua
itu!". Dan tangannja menundjuk. Boe Hian Song tidak memperdulikan perkataan Goei
Ong itu. "Tiangsoen Tay, apakah kau membawa surat perintahmu?", ia tanja.
"Siapakah itu jang Lie Touw-oet menitahkan menangkapnja?". "Jang hendak
ditangkap jalah Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam!", sahut Tiangsoen Tay, njaring.
"Sjukur aku telah tidak men-sia2-kan tugasku, mereka sudah kena dibekuk! Sajang
Goei Ong tidak mau melepaskan mereka dan surat perintah djuga sudah dirobek2 !". Alisnja Hian Song bangun. "Koko, bagaimana?", ia tanja Sin Soe. Boe
Sin Soe tahu ialah keponakan langsung dari Boe Tjek Thian tetapi ia kalah
disajang dibanding dengan ini adik sepupu, maka itu, terhadap adik ini ia rada
djeri, sekarang ia kena didesak, hatinja berdebaran. Tapi ia kata: "Lie Beng
Tjie tentunja salah mengerti. Yang Thay Hoa ini jalah pembesar berpangkat kouwoet pintu kota Timur, kenapa dibilang dialah mata2 ?". "Kau bilang dia bukannja
mata2, baiklah ", mendjawab Hian Song, "sebentar kau boleh bitjara sendiri
dengan Sri Baginda Thian-houw. Aku melainkan menerima firmannja Sri Baginda,
jang mengatakan dosa mereka ini besar sekali, dari itu Sri Baginda hendak
memeriksa sendiri kepada mereka. Djikalau kau hendak membelai mereka, mari pergi
menghadap bersama!". Habis berkata, Boe Hian Song mengeluarkan firman ratu. Boe
Sin Soe kaget, hingga mukanja mendjadi putjat. Ia tidak menjangka sekali jang
urusannja ini sudah sampai ditangan ratu. Memang, perintahnja Lie Beng Tjie
dapat ia tidak menghiraukannja, tetapi firman ratu" Tapi ialah seorang litjin,
Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lekas ia memutar otaknja. Achirnja, ia menggoprak medja dan mendamprat: "Hmmm!
Mata2 jang busuk! Bagaimana kamu berani menjelundup masuk kedalam istanaku dan
membuatnja aku bertjelaka begini" Kamu sendiri mata2, kamu djusteru menuduh lain
orang! Sungguh tjelaka! Mana orang" Bekuk mereka, lantas hadjar mereka itu!".
Melihat Boe Sin Soe berubah sikap, biar bagaimana djuga, Tiangsoen Tay dan Pek
Goan Hoa tidak berani berkeras dengan sikapnja. Mereka mesti memberi muka kepada
pangeran itu. Maka Pek Goan Hoa lantas menggeser dirinja, ia mengangkat bangun
Thay Hoa dan Kian Lam, untuk diserahkan pada boesoe dari pangeran itu. Boe Hian
Song hadir bersama, Tiangsoen Tay tidak menjangka apa2, siapa tahu kata2-nja Boe
Sin Soe itu mengandung dua maksud. Itulah titah rahasia untuk Goe Ie Pou turun
tangan. "Djangan menghukum mereka disini ", Hian Song berkata. "Sekarang bawa
mereka ke istana, untuk diperiksa disana ". Belum lagi berhenti kata2-nja nona
bangsawan ini, orang telah dikedjutkan dengan dua djeritan jang menjajatkan
hati. Karena selagi suasana reda itu, diam2 Goe Ie Pou sudah menimpuk dengan
Touw-koet-teng, sendjata rahasianja jang berupa paku jang dipakaikan ratjun
djahat, hingga dadanja Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam kena ditembusi, hingga
mereka roboh seketika!. Baru sekarang Tiangsoen Tay sadar dan mengerti bahwa
Goei Ong sengadja bersikap demikian untuk dia memperoleh ketika .Membikin kedua
orang tawanan itu menutup mulut, menutup mulut untuk selamanja, hingga rahasia
komplotan mereka dapat ditutup djuga. Djusteru itu Kim Koan Toodjin djuga sudah
lantas merajap bangun, untuk terus berlompat lari, guna menjingkirkan diri. Dia
liehay, diam2 dia dapat membebaskan diri dari totokannja Nona Boe tadi. Dalam
kagetnja, Tiangsoen Tay masih sempat menjerang punggungnja imam itu, jang lari
kearah keluar. Tepat serangan itu. Tetapi Kim Koan bertubuh tangguh, dia pun
tengah berlari, serangan pada punggung itu membuatnja terhujung kedepan,
mendjadi seperti mempertjepat larinja. Sekedjab sadja dia telah tiba di pintu
dimana terus dia berniat lari keluar. Pek Goan Hoa telah lantas mendapat tahu,
penjerang gelapnja Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam jalah Goe Ie Pou, maka itu,
ia pun berlaku sebat. Ia menjerang dengan dua buah golok-terbangnja, satu kearah
Goe Ie Pou, jang lain kearah Kim Koan Toodjin. Hebat golok-terbang itu. Kim Koan
belum sempat keluar pintu, dia telah kena terhadjar hingga tubuhnja sempojongan
hampir djatuh. Golok jang satunja lagi djuga mengenai tubuh Goe Ie Pou, hanja
golok itu, dengan suaranja jang njaring, djatuh ke lantai. Orang she Goe ini
pandai ilmu silat "Tjiam Ie Sip-pat Tiat", walaupun ia kena diserang, golok
tjuma mengenakan djubahnja, tidak tubuhnja jang kedot. Bahkan badjunja djuga
tidak robek. Melihat demikian, Lie It berlompat untuk mengedjar. Boe Sin Soe
sendiri segera borteriak2: "Tjelaka! Tjelaka!Siapa pembunuh orang2 tawanan"
Hadjar mati padanja!". Titah ini membikin suasana katjau pula. Sekalian pengawal
dari pangeran itu lantas pada bergerak. Lie It tidak menghiraukan kekatjauan
itu, dia masih lari mengedjar. "Saudara Lie, kembali!", Tiangsoen Tay memanggil.
Lie It mendengar panggilan itu, ia berlagak tidak mendengar, ia lari terus. Ia
mempunjai maksudnja sendiri. Disatu pihak memang ia ingin mengedjar terus pada
Goe Ie Pou, dilain pihak ia ingin sekalian menjingkirkan diri, supaja ia tidak
mendjadi serba salah menghadapi Boe Hian Song. Beberapa anggauta Kim-wie-koen
turut mengedjar, akan tetapi, walaupun mereka gagah, mereka toh ketinggalan
djauh, hingga jang mengedjar tinggal Lie It sendiri. Hingga achirnja mereka
berdua tiba disatu tempat sepi. "Lie It!", berkata Goe Ie Pou tertawa dingin.
"Boe Tjek Thian itu djuga musuhmu, kenapa kau hendak mendjual dirimu
terhadapnja?". Kata2 ini dibarengi dengan serangan segenggam djarum Bwee-hoatjiam, hingga bagaikan air hudjan, djarum jang liehay itu menjambar si pangeran.
Lie It dapat melihat tangan orang diajun, ia lantas memutar pedangnja, dengan
begitu dapat ia membikin runtuh semua djarum itu, ada jang terpapas, ada jang
tersampok. Goe Ie Pou tidak berhenti sampai disitu. Ia menjerang pula. Kali ini
dengan pakunja, paku Touw-koet-teng, jang dapat menembusi tulang2. Tentu sekali,
paku ada terlebih berat daripada djarum jang halus. Kembali Lie It membela diri
dengan menangkis terus-menerus. Ia menangkis dengan hatinja terkedjut. Paku itu
bertenaga kuat sekali, sampai ia merasakan telapakan tangannja kesemutan. Paku
pun berbunji njaring. Bahkan ketika melintas didepan hidungnja, sendjata itu
menjiarkan bau ba-tjin. Ia mendjadi gusar sekali, ia berlompat untuk membalas
menjerang. Ia menggunai djurus 'Tiauw pok kioe siauw', atau 'Burung radjawali
menjerbu langit'. Dengan begitu pedangnja turun dari atas. Goe Ie Pou telah
meloloskan badju pandjangnja dengan sebat sekali, ia putar badjunja itu, guna
menangkis dan menggulung pedang, tetapi ia gagal, Lie It dapat menarik pulang
pedangnja. Ia terkedjut untuk liehaynja lawan itu. Lie It penasaran, ia
menerdjang pula. Sekarang ia menggunai apa jang dinamakan "tenaga lemah" atau
"tenaga lunak". Goe Ie Pou djuga penasaran, ia menggulung pula. Sekarang ia
berhasil menggulungnia. Hanja, akibatnja, hebat untuknja. Ketika Lie It
menjontek, untuk sekalian meloloskan pedangnja, badju kena tersontek petjah. Ia
mendjadi kaget, hingga ia mesti berlompat mundur. "Kemana kau mau menjingkir?".
Lie It membentak. Untuk ketiga kalinja, ia lompat menerdjang. Ia menggunai tipu
silat 'Heng tjie thian lam', atau 'Menundjuk kelangit selatan'. "Apakah benarbenar kau mau mendjual djiwamu kepada Boe Tjek Thian?", membentak Goe Ie Pou,
saking gusar. Ia lantas menjerang pula, dengan sendjata rahasianja. Itu bukannja
djarum, bukannja paku, hanja benda jang bundar mirip bola. Diwaktu menjambar,
sendjata rahasia itu terdengar suaranja. Oleh karena djarak diantara mereka
berdua terlalu dekat, Lie It tidak sempat berkelit, terpaksa ia menangkis dengan
pedangnja. Ia mengenai tepat, maka petjahlah benda itu. Ini djusteru jang hebat.
Bola itu mengeluarkan sedjumlah thie-lian-tjie, jalah bidji teratai besi, jang
ketjil dan besar, jang langsung menjambar. Lie It mendjadi repot menangkis dan
berkelit djuga, tidak urung sebutir bidji teratai besi lolos dan mengenai
pundaknja. Ia lantas merasai pundaknja itu kesemutan dan sedikit kaku. Goe Ie
Pou ketahui sendjata rahasianja itu telah mengenai sasarannja, ia tertawa lebar.
Ia kata djumawa: "Apakah kau masih hendak mengedjar aku?", Ia menanja tetapi
tangannja, bekerdja. Jalah kembali ia menjerang dengan sebuah bola sematjam
barusan. Lie It berlaku tjerdik, ia berkelit. Goe le Pou tertawa pula. "Meski
kau telah beladjar tjerdik tetapi itu masih belum sempurna!", katanja. Kembali
dia menjerang, sekarang dengan golok terbang, bukan menjerang langsung kepada
Lie It, hanja menjusuli bolanja itu. Ia mengenai djitu. Bola itu petjah, lantas
bidji2 besinja menjambar pula, kearah lawan ini. Disaat bahaja sangat mengantjam
kepada Lie It itu, mendadak terdengar satu suara keras, satu orang terlihat
lompat turun dari atas genting, tangannja memegang sehelai bendera dengan apa
dia terus mengibas kepada sendjata2 rahasia itu, jang kena tergulung. Lie It
bebas, ia mengedjar terus. Lantas ia menjerang, dengan djurus 'Gelombang
mendampar tepian'. Itulah penjerangan kebawah, ketiga arah. Goe Ie Pou membela
dirinja dengan djubahnja. Djusteru itu, orang tidak dikenal itu, jang
bersendjatakan bendera, djuga telah berlompat madju, dengan benderanja jang
besar, dia menjamber djubah, hingga djubah itu kena terlibat. Lie It menjerang
dengan berhasil, udjung pedangnja mampir dimata kaki, lantaran mana, djagonja
Goei Ong itu tak dapat berdiri tetap lagi, sedang dilain pihak, tubuhnja pun
kena diringkus bendera. Maka dilain saat terdengarlah djeritannja jang hebat,
tubuhnja terus terbanting, hingga dia rebah pingsan ditanah. Bantingan itu
membuatnja patah dua buah tulang iganja. Lie It memandang orang dengan sendjata
bendera itu. "Eh, kau siapakah ?", dia itu tanja. "Rasanja kita pernah bertemu,
entah dimana ?". Orang itu pun mengawasi. Lie It telah bertukar warna kulit
mukanja ia tidak lantas dikenali. Dialah Tjin Tam, salah satu diantara ketiga
djago tangsi Sin Boe Eng. Maka itu, mereka berdua pernah berdiam sama2 didalam
tangsi itu. "Aku she Thio ", Lie It mendjawab. "Baru kemarin dulu aku tiba disini.
Tolong kau serahkan binatang ini kepada Lie Touw-oet, aku sendiri mau segera
pulang untuk memberi laporan ". Tjin Tam masih hendak menanja orang hendak
memberi laporan apa atau Lie It sudah bertindak pergi dengan tjepat sekali. Ia
mendjadi heran sekali. Ia tetap belum mengenali pangeran itu, jang ingin lekas
menjingkir darinja agar dia tak sampai dikenali. Lie It kabur pulang kerumahnja
Tiangsoen Tay. Ketika ia sampai, tuan rumah masih belum kembali, maka seorang
diri ia duduk dikamar tulis, pikirannja kusut. Ia senantiasa teringat akan
Siangkoan Wan Djie dan Boe Hian Song. Tengah katjau pikiran itu, tiba2 ada orang
menjingkap sero dan bertindak masuk. Lie It tengah memandang kearah katja jang
tergantung ditembok tempo ia melihat bajangan orang dimuka katja itu, ia
terkedjut. Itulah bajangan dari seorang nona. "Hian Song!", ia berseru tanpa
merasa, hatinja berdebaran, suaranja menggetar. "Kau tidak menjangka aku,
bukan ?", berkata si nona tertawa. "Aku djuga tidak menjangka bahwa kau telah
kembali. Mana Bin Djie " Apakah ia baik ?". "Baik ", sahut Lie It. "Tjianpwee
Heehouw Kian telah menerima baik mengambil dia mendjadi murid. Dia pun kangen
kepada kau ". Hian Song duduk, ia melirik. "Apakah kau terluka?", ia tanja,
alisnja berkerut. "Benar, aku terkena sebutir thie-lian-tjie-nja Goe Ie Pou.
"Sendjata rahasia itu beratjun tetapi tidak terlalu berbahaja, aku telah
menolaknja keluar dengan tekanan tenaga-dalamku ". Hian Song mengeluarkan obat
pulung. "Ini pel Pek Leng Tan buatan kakak seperguruanku ", ia kata, "Chasiatnja
menolak pelbagai matjam ratjun, mungkin sisa ratjunmu belum bersih, maka kau
makanlah ini ". Lie It menjambuti, ia telan obat itu. Ia bersjukur kepada si
nona. Ia merasa tubuhnja sudah bersih dari keratjunan tetapi ia tidak mau
menolak kebaikan hati orang. Ia mengawasi nona itu hingga sinar mata mereka
kembali beradu. Tak tahu ia harus mengatakan apa. "Sudah beberapa hari kau tiba
disini ", berkata Hian Song kemudian, "bagaimana kau lihat kota Tiang-an ini,
mendjadi lebih baik atau lebih buruk " Bukankah kau telah melihatnja ?". Lie It
tidak mendjawab, ia berdiam. "Sebenarnja, tidak perduli mendjadi terlebih buruk
atau terlebih baik ", berkata pula Hian Song, "ini pasti ada terlebih baik
daripada kita mengandal kepada lain negara, hingga kita mesti menutup mata
dilain kampung-halaman ". Lie it menghela napas. "Mungkin aku akan mengadjak si
Bin pulang kemari ", katanja masjgul "Tetapi kota Tiang-an bukan kota dimana aku
dapat tinggal lama2. Aku pikir, setelah bertemu dengan Wan Djie, aku mau lantas
berangkat pergi ". "Ada satu hal, jang aku ingin tanjakan ", kata Hian Song
tiba2, perlahan. "Entah dapat aku mengatakannja atau tidak ". Sinar matanja nona
bangsawan ini pun bertjahaja luar biasa. Lie It bertjekat, baik karena
pertanjaan itu maupun sebab sinar mata si nona.
"Diantara kita ada apakah jang tak dapat dikatakan?", ia menjahut. "Kau
bitjaralah ". Nona itu mengawasi. "Kau tak lebih baru menandjak ke usia
pertengahan ", katanja. "Dan Bin Djie, dia membutuhkan orang jang merawatnja.
Pula, orang jang telah meninggal dunia, biarlah dia meninggal dunia. Apakah kau
pernah memikir untuk menikah pula?". Hati Lie it berdebar pula. Dengan perlahan,
ia menggeleng kepala. Hian Song menghela napas. "Wan Djie pintar luar biasa,
djuga dia telah mendjadi besar berbareng dengan kau ", ia kata. "sebenarnja kamu
berdua dapat mendjadi pasangan jang setimpal ". Baru sekarang Lie It mengetahui
si nona ingin memperdjodohkan ia dengan Siangkoan Wan Djie. Tapi ia sedang kalut
pikirannja, tidak dapat ia mengambil putusan seketika. "Ada seorang jang sangat
menjintai Wan Djie, tahukah kau ?", ia tanja. "Aku tahu. Dialah Tiangsoen Tay.
Tetapi pernikahan, dapatkah pernikahan dipaksakan " Wan Djie menghargai
Tiangsoen Tay tetapi ia tidak ingin menikah dengannja ". "Beberapa hari jang
lalu aku telah mendapatkan sjairnja Wan Djie, menurut bunjinja sjair itu,
rasanja ia hendak dinikahkan dengan orang jang ia tidak setudjui. Benarkah
itu?". "Djikalau kau menikah dengan Wan Djie, kamu berdua bakal hidup senang dan
berbahagia, djikalau kau tidak nikah ia, mungkin ia bakal menikah dengan orang
jang ia tidak tjintai itu ". "Kenapakah ia dapat tidak menjetudjui ?". "Ia tidak
menjintai orang itu tetapi ia suka menikah dengannja. Ketjuali kau nikah ia, ia
tentu achirnja akan menikah dengan orang itu, dan kalau ia djadi menikah dengan
dia, ia pasti bakal hidup menderita seumur hidupnja, tak akan ia merasakan
senang. Maka itu kau baiklah pikir pula ". Didepan matanja Lie It berbajang
Tiangsoen Pek, hatinja lantas berpikir, "Tubuhnja adik Pek belum lagi kering,
mana aku tega bitjara dari hal menikah pula?". "Sudahlah, kau tentunja tidak
dapat segera mengambil keputusan. Baik kau menemui Wan Djie dulu. Tjuma aku
harap, sebelumnja bertemu dengannja, putusanmu sudah tetap. Nasibnja Wan Djie
terserah dalam tanganmu, maka ingin aku melihat bagaimana kau mengurusnja.
Baiklah, sebentar malam kau boleh pergi menemuinja ".
Lie It tertjengang. "Sebentar malam toh bukan giliran Tiangsoen Tay bertugas ?",
ia tanja. "Aku jang mengadjak kau maauk ke istana ", kata Hian Song. Lie It
heran. "Kau jang mengadjak aku ?". "Benar. Kau bersembunji dalam keretaku, siapa
pun tidak nanti berani menggeledah. Tanpa diketahui siapa djuga, kau bakal
berada didalam istana ". "Bibimu mengetahui atau tidak ?". Pangeran ini, dengan
menjebut 'bibi', maksudkan Boe Tjek Thian. "Pasti sekali aku tidak akan
memberitahukannja ". Lie It bersangsi. "Djikalau kau tidak pergi malam ini lain
kali sukar ditjari ketika baik seperti ini." "Kenapa begitu ?". "Tadi kau
mengatjau di istana Goei Ong, sampai sekarang Thian-houw belum sempat memeriksa
peristiwa itu, tetapi setelah ini, mungkin bakal ada jang memberitahukannja ".
Hati Lie it berdenjutan. "Aku telah membuat perdjandjian dengan Wan Djie ", Hian
Song berkata pula, mendjelaskan. "Sesampainja didalam istana, kau lantas
bersembunji didalam kamarku. Kira djam sepuluh, dia pasti menemui kau. Aku
sendiri, aku akan menemani bibiku. Ada apa djuga, aku jang akan bertanggungdjawab. Sekarang lekas kau salin pakaian. Keraton melarang masuknja pria, maka
itu baik menjamar mendjadi dajang ". Lie It menolak keras. "Seorang laki2 mana
dapat menjamar mendjadi wanita!" katanja, "Tidak, aku tidak mau menjaru mendjadi
dajang !". Hian Song tertawa. "Apakah artinja itu ?" katanja, "kaisar jang
sekarang pun wanita. Dan kau masih lebih menghargai pria daripada wanita !
Baiklah, aku tidak mau memaksa kau. Tjuma pakaianmu seperti sekarang ini harus
ditukar. Tidak dapat aku membawa seorang boesoe masuk kedalam kamarku ! Begini
sadja. Kau menjamar mendjadi orang kebiri, kau, masuk ke istana bersama aku ".
Hian Song sudah menjiapkan seperangkat pakaian thaykam, atau orang kebiri.
Karena ia tidak menjamar mendjadi wanita, Lie It suka djuga dandan sebagai
thaykam. Sambil tertawa, Hian Song kata : "Harap kau suka merendahkan diri
sebentar. Selesai dandan, aku nanti mengadjak kau keluar ". Lantas si nona
berlalu. Lie It masih berpikir banjak. "Malam ini aku akan menemui Wan Djie ",
pikirnja. Segera djuga Tiangsoen Tay muntjul. Dengan perlahan dia menutup pintu.
"Apakah Hian Song telah bitjara denganmu ?", tanjanja perlahan. "Ja ... Sebentar
aku akan menemui Wan Djie ", sahut Lie It. "Eh, kau kapannja kembali " Bagaimana
urusannja Boe Sin Soe " Bagaimana Boe Tjek Thian mengambil keputusan ?". "Aku
pulang bersama Boe Hian Song ", Tiangsoen Tay mengasih keterangan. "Aku tahu dia
telah mengatur sesuatu untukmu. Tentang perkaranja Boe Sin Soe. kau djangan
kuatir. Thio Siangkok sudah mengadjukan laporannja, untuk itu ada Boe Hian Song
selaku saksi. Aku pertjaja Boe Sin Soe tidak bakal lolos ". Hati Lie It lega
djuga. Dengan tjepat ia menukar pakaian. Selagi ia berpaling, ia melihat wadjah
guram dari Tiangsoen Tay. "Saudara Lie, kau tidak dapat melupai adik Pek, aku
sangat besjukur kepadamu ", katanja berduka. Ia menghela napas. "Tapi orang jang
telah menutup mata itu tidak bakal hidup pula dan si Bin perlu orang jang
merawatnja, oleh karena itu djusteru sekarang ada orang jang tjotjok sekali, aku
suka mengasi nasihat padamu baiklah kau beristeri pula ". Ia berhenti sedjenak,
lantas ia menambahkan : "Wan Djie selalu menganggap aku sebagai kakaknja, dengan
meningglnja adik Pek, dialah adikku satu2-nja. Aku tidak mau Wan Djie menutup
mata karena bersusah hati, aku pun tidak ingin kehilangan adik seperti dia. Kau
tahu, tjuma kau seorang dapat membuatnja berbahagia, sedang aku, aku melainkan
mengharap hidupnja jang berbahagia itu. Saudara Lie, kau harus mengerti hatiku
". "Aku mengerti ", Lie It mengangguk. "Tjuma ..., tjuma ... ". "Djangan
menjebut-njebut tjuma ", berkata Tiangsoen Tay, memotong. "Djikalau kamu hidup
berbahagia, aku djuga senang ! Apa pula sekarang kita harus memikirkan Wan Djie.
Nah, sudahlah, habis kau menjalin pakaian, mari kita keluar !". Kedua matanja
Tiangsoen Tay mengembeng airmata, lekas2 ia menepasnja. Akan tetapi Lie It telah
melihatnja, melihat dari antara katja muka. Pangeran ini menoleh dengan perlahan2, ia kata : "Saudara Tay, kau djangan kuatir, tidak nanti aku membuatnja
kau putus asa ". Kata2 itu dapat bermaksud dua, tetapi Tiangsoen Tay tidak
sempat memikirkannja, ia mentjekal keras tangan iparnja itu, ia berkata: "Kau
mengerti maksudku, bagus ! Sekarang pergilah kau menemui Wan Djie !". Lie It
bersembunji didalam kereta Hian Song, langsung dia dibawa masuk kedalam istana
kaisar. Ia mendengar roda2 menggelinding tjepat. Tapi ia djuga, hatinja
bekerdja. Ia tahu maksudnja Tiangsoen Tay. Ipar itu ingin ia menikah dengan Wan
Djie. Ipar itu bersedia akan melawan kesedihannja. Karena ini, ia bingung, ia
berduka. Sebenarnja tak tega ia membiarkan Tiangsoen Tay bersusah hati. Ia djuga
tidak dapat membuat Wan Djie menderita. la kata pula dalam hatinja : "Pernikahan
itu, dapatkah dipaksakan" Jang dia tjintai tjuma satu orang. Itulah kau !".
Itulah kata2 Hian Song tadi. dan sekarang ia mengingatnja, ia mengulanginja. Ia
kenal baik Wan Djie. Wan Djie tidak suka menikah dengan Tiangsoen Tay, pertjuma
ia membudjuknja. Turut Hian Song tadi, djikalau ia tidak nikah Wan Djie, Wan
Djie boleh bakal menikah dengan orang jang dia tidak tjinta.
"Orang itu bukan Tiangsoen Tay. Meski dia tidak menjintai orang itu, ia tak suka
menikah dengannja !". lni pula kata2 Hian Song tadi. Kenapa begitu" Lie It
tjerdas tetapi kali ini, tidak dapat ia memikir, tidak dapat ia memetjahkan
teka-teki itu. Didalam kereta, Lie It duduk di bagian belakang, dengan begitu
selama naik kereta, tidak dapat ia bitjara dengan Hian Song. Ia melainkan bisa
mengawasi punggungnja nona bangsawan itu. Kembali pikirannja kusut. Ia
menjajangi kepintarannja Wan Djie. Kalau tidak ada Boe Tjek Thian disana, tentu
ia sudah menikah dengan si tjantik-manis itu, jang sifatnja lemah-lembut.
Sekarang" Sepuluh tahun hampir lewat, dan dalam sepuluh tahun itu, banjak jang
telah berubah. Pangeran ini ingat, ia bertemu Hian Song sesudah lebih dulu
bertemu Wan Djie. Lalu, setelah bertemu Hian Song, baru ia bertemu dengan
Tiangsoen Pek. Sama sekali diluar dugaannja, ia telah menikah dengan nona she
Tiangsoen itu. Tapi sekarang, Tiangsoen Pek, sang isteri, telah menutup mata.
Lie It lantas ingat semua peristiwa jang telah lalu itu, matanja menatap
Memburu Putera Radja Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
punggung Hian Song. Lantas ia menghela napas. Setelah meninggalnja Tiangsoen
Pek, ia ingin hidup menjendiri hingga di hari tuanja. Siapa tahu, timbul urusan
jang ia hadapi ini. Wan Djie begitu tjantik dan pintar. Mana dapat ia membiarkan
si nona sebagai burung hong mengikut burung gagak " Lantas bajangan Wan Djie
berpeta bersama bajangannja Hian Song. Ia melihat, dalam hal sifat, sifat ia dan
sifat Wan Djie Iebih tjotjok. Tapi dengan Hian Song, pergaulannja lebih akrab.
Biar bagaimana djuga, pendirian Lie It untuk hidup menjendiri sampai di hari
tuanja sudah mulai bergojang djuga, bergojang seperti kereta jang ia tumpangi
itu. Keretanja Hian Song masuk kedalam pekarangan istana tanpa rintangan, masuk
terus ke keraton belakang. Semasa hidupnja, Hian Song djarang berdiam didalam
keraton, karena ia gemar akan kesunjian, Ratu Boe Tjek Thian telah membangun
untuknja sebuah rumah didalam rimba di sisinja telaga Thay Ya Tie. Karena rumah
ini djarang ditempati, pegawai jang mengurusnja sedikit, diantaranja ada dua
budak wanita jang mendjadi orang2 kepertjajaannja. Maka itu, ketika Lie It turut
masuk, dia tidak menarik perhatian para pegawai itu. Itu waktu djuga sudah
magrib. Hian Song lantas mengadjak thaykam tetiron ini masuk kekamarnja, sesudah
memesan budaknja, ia mengundurkan diri. Lie It lantas ditinggal sendirian dalam
kamar Nona Boe. Ketika telah tiba djam sepuluh, hatinja berdebaran sendirinja.
Tidak lama ia mendengar tindakan kaki mendatangi. Itulah bukan tindakan kaki
dari satu orang. Ia terkedjut. Dengan lantas ia menjembunjikan diri dibalik
kelambu. Segera ia mendengar suara jang halus : "Kamarnja entjie Hian Song indah
!". Dengan entjie itu dimaksudkan kakak misan, dan kata2 itu pun disusuli
tertawa gembira. Jang datang itu jalah Boe Tjek Thian bersama puterinja, Thay
Peng Kongtjoe. Lie It kaget sekali. Ia kata dalam hatinja : "Mungkinkah mereka
ini telah mendapat tahu aku berada disini " Siapakah jang membotjorkan
rahasia ?". Ia terus berdiam sadja ditempat sembunjinja itu. Boe Tjek Thian
terdengar tertawa dan berkata : "Kau lihat kamar ini, penuh dengan gambar dan
buku walaupun perabotannja sederhana tetapi tjara mengaturnja djauh lebih menang
dan menjenangkan daripada kamarmu !". "Kakak misan Hian Song itu boen-boe-siangtjoan, mana dapat aku dibandingkan dengannja ", terdengar suaranja Thay Peng
Kongtjoe. ("Boen-boe-siang-tjoan" berarti pandai dua2 ilmu surat dan ilmu
silat). "Ah !", terdengar pula suara si Ratu. "Sebenarnja kau harus beladjar
banjak dari Hian Song dan Wan Djie ". "Ja ...", menjahut si puteri. "Sebenarnja
ibu, aku ingin beladjar dari ibu, ilmu mengendalikan pemerintahan, buat membikin
negara mendjadi aman dan makmur ". "Kau mempunjai tjita2 itu, itulah bagus.
Untuk memerintah negara, jang paling penting jalah orang mesti djudjur dan adil,
Kemelut Di Majapahit 6 Satria Lonceng Dewa 6 Sri Maharaja Ke Delapan Relikui Kematian 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama