Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Bagian 2
tiada gunanya, katanya. Akan tetapi guruku yang kedua itu serumah tangga terdiri dari
tiga jiwa berikut Pek Bwee Nio, semuanya telah menerima bencana hebat, sedangkan
aku tahu betul selain Tek Looyacu dan cucunya berdua, tiada lain keturunannya lagi.
Kecuali andaikata cucu perempuan luarnya, Pek Bwee Nio, bukannya mati benar-benar
bahwa ada orang pandai luar biasa yang telah membongkar memecahkan kuburannya
untuk menolong dia menghidupkan kembali
Tiba-tiba Cie Jiam Toojin Auwyang Kian menyelak: Barusan Hong Taysu menyebut
nyebut Sian Hiauw In, adakah dia pangcu, ketua dari Thian Tiong Pang partai Naga
Langit itu" Si pendeta angin-anginan cuma mengangguk. Ia sedang merabuh barang santapan
didepannya itu. Ia membiarkan saja orang memanggilnya Hong Taysu, Guru besar Hong.
Sedangkan tadi, Sinciu Cui Kit menyebut-nyebut Tek Looyacu, ialah situan tua she Tek.
Sebaliknya dari pada Hong Hweeshio, Sinciu Cui Kit turut memberikan jawaban
dengan menunjukkan kegusarannya. Kata dia sengit: Kalau bukan si ketua dari Thian
Liong Pang, habis siapa lagi dia" Dialah cucu muridnya Tek Looyacu, dia mencintai Pek
Bwee Nio secara gila-gilaan tetapi maksud hatinya itu tidak tercapai, sampai dia minta
bantuan Tek Ceng Eng, kakak seperguruannya. Didalam suatu pertempuran, Tek Ceng
Eng dapat dikalahkan Pek Bwee Nio. Masih Sian Hiauw In tidak menyesal, masih dia tak
puas. Karena penasaran itu, dia pergi bergaul dan berkomplot dengan orang jahat, dia
sudah menganjurkan Pek Gan Kwie Leng Sie Cay si Iblis Bermata Biru mengatur akal
bulus yang busuk hingga akhirnya dia berhasil mencelakakan Keluarga Tek yang
disebut Sam Tay Su Gie Melihat meluapnya kegusaran orang itu, si Pendeta Edan tertawa lebar. Hai, Setan
Pemabuk! katanya, usiamu sudah begini tinggi tetapi kenapakah darahmu masih panas
bergolak saja" Bukankah barusan telah kukatakan bahwa orang yang mencelakakan
Sam Tay Su Gie dari Keluarga Tek itu mungkin bukannya Sian Hiauw ln"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
42 yoza collection Kemudian si pengemis menunjukkan roman lesu dan berduka. Aku juga ketahui
bahwa dia mungkin bukannya Sian Hiauw In, katanya, akan tetapi bukti menunjukkan
bahwa dia benar-benar Hiauw In. orang semacam dia, apa saja yang dia tak segan
lakukan" Kau tahu ketika aku dengan bantuan tenaga dalamku Sam Yang Sin kang
mencoba menolong jiwanya Pek Bwee Nio, hingga dia hidup pula seketika, Pek Bwee
Nio sendiri yang menyatakan padaku bahwa ia sudah terkena jarum beracun Cian tok
Bong-hong-ciam dari Leng Sie Cay . . Berkata sampai disitu, mendadak Sinciu Cui Kit
memutusi sendiri kata-katanya dengan seruan: Tidak! Tidak tepat!
Lalu ia hening sejenak. Ia melanjutkan: Cian-tok Bonghong ciam dari Leng Sie Cay
itu adalah jarum beracun yang sangat istimewa, siapa terkena jarumnya itu tak dapat
ditolong lagi sekalipun oleh tabib yang terpandai, kecuali dengan obat pemunah
buatannya sendiri. Tenaga dalam Sam Yang Singkang ku cuma sanggup
memperpanjang jiwanya beberapa detik saja. Hanya sadar sebentar, lalu dia meninggal.
Maka itu, sesudah Pek Bwee Nio sampai kepada ajalnya, mana mungkin dia dapat hidup
lagi" Karena itu apakah tak mungkin bahwa Liong Khong si tua berkepala lenang itu
hanya sengaja hendak mempermainkan aku"
Pek Kong berbudi pekerti luhur, hatinya sangat lemah, waktu ia mendengar halnya
Keluarga Tek yang bernasib buruk dan celaka itu, meskipun dengan ia tidak ada sangkut
pautnya ia toh terharu dan bersedih sekali. Ini disebabkan karena ia menghubungkan
hal itu dengan dirinya sendiri, dengan diri Paman Houwnya yang sedang menderita
sakit menghadapi ancaman sang maut. Iapun mempunyai riwayatnya sendiri. Ia
memang pernah bertemu dengan pendeta Liauw Khong, maka itu tanpa disengaja, ia
campur bicara : Turunan Keluarga Tek yang dibuat oleh Liauw Khong Siansu itu kalau
bukannya Pek Bwee Nio mungkinkah dia seorang lainnya" demikian tanyanya.
Hong Hweeshio dan Cui Kit heran mendapat pertanyaan itu, hingga mereka berdiam
saja sekian lama, pikirannya masing-masing bekerja. Karena setahu mereka, Liauw
Khong dan Leng toojin biasanya tak sudi menceburkan diri dalam dunia Sungai Telaga
dan tak pernah berdusta. Kenapa sekarang berdasarkan kata-katanya si pemuda ini
nampaknya mereka mau mencampuri urusan orang " Kenapa mereka katanya mau
bekerja sama" Dan, kenapa mereka pun menyebut bahwa turunan Keluarga Tek masih
belum putus" Pula, agaknya m
Sinciu Cui Kit ketahui baik perihal Keluarga Tek itu sampai kepada keturunannya
yang ketiga, bahwa kecuali Pek Bwee Nio termasuk cabang lain, dia tak punya sanak
dekat lainnya lagi, bahwa ketiga turunannya itu berikut Pek Bwee Nio sendiri sudah
menutup mata, bahkan Pek Bwee Nio disaat hendak dimasukkan kedalam liang kubur,
dia sudah diterkam harimau dan digigit terus dibawa lari!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
43 yoza collection Halnya Pek Bwee Nio itu, orang-orangnya Keluarga Tek menjadi saksi-saksi yang
kuat. Maka juga, mana ada lagi turunan Keluarga Tek itu"
Sementara itu sang sore telah mendatang. Jika tidak ada banyak salju putih disitu,
kamar pastilah sudah menjadi gelap. Akhirnya Hong Hweeshio si pendeta anginanginan, yang gemar bergurau, tertawa. Sudahlah, setan arak! tegurnya, Jangan kau
memutar otak lagi memikirkan yang tidak-tidak! Asal orang Rimba Persilatan yang
lurus, tak ada yang mengharapkan Keluarga Tek putus keturunannya! Sedangkan
tentang buah pek-bwee lengko, bukan cuma kau, setan pemabukan, juga pihak Thian
Liong Pang, sejak tiga hari yang lalu sudah menduga bahwa buah itu belum waktunya
matang, bahwa It Koay Sam Yauw -Satu Siluman Tiga Iblis- dari pulau Kie To pun belum
tiba! Mulanya telah ditetapkan tempat ini sebagai tempat pertemuan, lalu mendadak
mereka merubahnya, Pek Gan Kwie telah mendapat kabar dari Ciong Thian Auwcu dan
dia sudah lantas pergi berlalu. Maka sekarang bukan saja tak ada hantu yang bakal
diringkus dan tak ada buah obat yang akan didapatkan, mungkin angin selatan juga tak
kunjung tiba! Mendengar kata-kata si pendeta, Sinciu Cui Kit menjadi sangat mendongkol. Kau
manusia tak punya rambut benar-benar jahat sekali! katanya nyaring. Kalau kau sudah
tahu sekarang ini buah mnjizat itu belum matang, kenapa kau membuatnya aku datang
kemari menubruk angin" Kan sia-sia saja datangku ini"
Sang pendeta tertawa gelak-gelak. Di dalam hal ini sesungguhnya akulah yang
keliru menghitung-hitung! sahutnya. Tak malu untuk mengaku salah. Aku meramalkan
bahwa hari ini diantara jam Hay Cu, buah itu bakal muncul, siapa sangka aku gagal. Kau
toh tahu sendiri halnya Dewi Lie Ho Nio Nio jaman dahulu itu diwaktu dia memasak
batu guna menambal langit, lantaran lima batu berwarnanya tidak lengkap, dia
membuat bocor langit dipojok tenggara itu, hingga peredaran langit setiap harinya
menjadi tidak cocok sedikit dalam berlaksa ribu edaran! Nah, apakah artinya diantara
dua kekeliruan itu" setiap tukang renung cuma bisa menghitung harinya tetapi tak
dapat mencegah perubahannya.
Mendengar alasan itu, terpaksa si pengemis Pemabuk menutup mulut. Hong
Hweeshio tertawa. Sudahlah, kita jangan bicarakan lagi urusan tetek bengek ini"
katanya, selalu riang gembira. Aku si pendeta, aku masih harus pergi ke Liong Houw
San, sedang kau setan pemabukan, kau boleh pergi kemana kau suka, terserah
kepadamu! Hanya ingat, sepuluh hari kemudian kita mesti bertemu dipuncak Bu Kouw
Hong di Ngo Bwee Nia. Dan kau, Sun Siu, baik kau gunakan waktu senggang ini untuk
pergi menyelidiki dimana adanya turunan keluarga Tek itu, dengan begini kau jadi
mewakili dan membantu paman gurumu si pemabuk ini!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
44 yoza collection ELAGI kedua orang aneh ini bicara Auwyang Kian dilain pihak tengah
berpikir keras. Ia perlu mengambil suatu keputusan. Dari pembicaraan
mereka itu terang sudah bahwa telah buyarlah pengharapannya guna
mendapatkan buah la-bwee itu sedangkan kalau ia pulang ke Liauw-tong, ia merasa
kecewa karena ia pulang dengan tangan kosong. Sekarang baiklah aku bersahabat
dengan mereka ini, mungkin aku akan memperoleh banyak pengalaman dan kebaikan,
demikian keputusannya. Maka ia lantas menghadapi Siangkoan Sun Siu, sembari tertawa ia kata : Siangkoan
Tayhiap, seumpama kata kau tidak menyia-nyiakan pintoo, ingin kuturut kalian
bersama-sama, dan andaikata ada sesuatu pekerjaan atau perintah, bersedia pintoo
melakukannya sekuat tenagaku.
Untuk seorang imam, toosu atau toojin sebutan Pintoo si imam melarat, berarti
aku, sebagaimana seorang pendeta (hweesio atau hoosiang) biasa membahasakan
dirinya pinceng si pendeta miskin.
Mendengar tawarannya si imam, Siangkoan Sun Siu berulang-ulang menghaturkan
terima kasih. Katanya, ia tak berani memerintahkan imam itu, namun ia bersedia
bersahabat. Kemudian ia menoleh ke Pek Kong : Saudara Pek, bagaimana pikiranmu"
tanyanya. Sekarang ini belum tiba waktu matangnya buah Ia bwee itu. Kemanakah
kalian hendak pergi"
Pek Kong melengak tapi cuma sedetik lantas ia sadar dan dapat mengambil
keputusan. Jawabnya pasti, Tayhiap, kalian telah berulang kali menolongku, budi itu
akan aku camkan didalam hatiku. Sebenarnya aku tahu bahwa aku tidak punya
kekuatan sama sekali tapi guna menolong orang, aku ingin tetap bersamamu, sahabatku
ini Ho Tong, tetap hendak pergi mendaki Ngo Bwee Nia, buat berdiam disana
menantikan masaknya buah itu! Andaikata Tuhan Yang Maha Kuasa mengasihi kami,
bahwa jiwanya Paman Siauw akan tertolong, mungkin kamilah yang akan beruntung
mendapatkan buah itu.. . Semua orang kagum. Tak disangka-sangka seorang anak sekolah tubuhnya
demikian lemah tetapi hatinya keras luar biasa, semangatnya demikian mantap. Dia tak
takuti siapa juga, dia mau mengadu untung! Disamping kagum, orang menjadi
menguatirkan keselamatan anak muda ini. Untuk siapakah kau hendak mencari Pek
Bwee lengkoh" akhirnya Sinciu Cui Kit tanya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
45 yoza collection Aku hendak menolong pamanku. Paman Siauw, sahut si anak muda.
Siapakah pamanmu itu" tanya pula si pengemis. Pamanku bernama Siauw Seng
Houw, tetapi aku biasa memanggilnya Paman Siauw saja.
Apakah pamanmu itu mengerti ilmu silat"
Mengerti. Pamanmu she Siauw, mengapa kau she Pek" si pengemis tanya pula.
Dan, kenapa dia tidak mengajarkan kau ilmu silat"
Pertanyaan yang terus menerus itu membangkitkan kesedihannya si anak muda.
Dengan segera ia mengucurkan air mata. Sang pengemis heran. Demikian yang lainnya.
Apakah kau telah tidak berayah ibu semenjak masih kecil" tanya lagi Sinciu Cui Kit,
yang dapat menerka sebab kesedihannya.
Ya, sahut si anak muda, yang air matanya mengucur makin deras, hingga
bicaranya pun sangat singkat.
Pengemis itu tidak mau berhenti sampai disitu. Ia jadi semakin tertarik hatinya.
Siapakah itu ayahmu" Apakah namanya"
Diluar dugaan, Ho Tong menjadi tidak senang sebab si pengemis menanya demikian
mendesak. Ia anggap si pengemislah yang membikin kawannya itu sangat berduka. Ia
sampai lupa bahwa orang itu lihai, bahwa tadi dia telah dibawa lari bagaikan terbang!
Kau rewel sekali! bentaknya. Apakah karena aku gegares barang makananmu, lantas
kau menanya begini mendesak kepada sahabatku ini" Baiklah, aku nanti muntahkan
kembali barang makananmu itu! Si dungu ini hendak mengeluarkan barang makanan
dari dalam perutnya, tahu-tahu dia telah ditekan hingga dia tak sanggup beringsut dari
tempatnya duduk. Anak tolol! seru si pengemis, yang bukannya menjadi gusar, hanya menjadi
tertawa terbahak-bahak. Tetaplah kau duduk, bocah. Sebentar, sehabis aku tanyakan
kakak Pekmu ini, baharu aku merdekakan kau!
Memang benar, karena ditotok, si dungu tak dapat berkutik lagi. Pek Kong
terperanjat. Maaf, loocianpwee, katanya. Aku minta janganlah sahabatku ini dipersakiti.
Jangan kuatir, anak. Aku tahu dia dungu, tak nanti aku ganggu dia. Sekarang jawablah
segala pertanyaanku. Pek Kong menghela napas panjang. Dapat loocianpwe menanyakan aku tetapi
mungkin tak sanggup menjawabnya, sahutnya masgul. Ia bersedih tetapi dapat
menghentikan tangisnya. Sinciu Cui Kit menjadi bertambah heran. Hong Hweeshio pun merasa aneh.
Mustahillah kau pun tidak tahu she dan nama ayah bundamu" tanya dia.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
46 yoza collection Bukan main berdukanya si anak muda. Menurut cerita Paman Siauw padaku,
berkata ia. Selagi aku masih bayi, ayah dan ibuku sudah tiada. Tentang lain lainnya dia
tidak menerangkan padaku. Paman pandai ilmu silat, dia juga mempunyai seorang
murid, tetapi terhadap aku dan Ho Tong dia tak suka mengajarkan ilmu itu.. .
Sang pengemis menatap tajam muka orang itu. Ia percaya orang bicara sejujurnya.
Tanpa merasa ia menarik napas dalam-dalam. Kali ini ia bersungguh sungguh, tak lagi
nampak kejenakaannya. Jikalau demikian adanya, pasti sekali kau mempunyai riwayat
hidup yang luar biasa, kata ia. Aku harap kelak dibelakang hari, perlahan-lahan kau
akan mengetahuinya. sambil berkata begitu, sang pengemis meluncurkan tangannya
pada Ho Tong, ia menotok sambil tertawa manis dan berkata: Na, bergeraklah kau!
Benar-benar si dungu lantas bisa bergerak, bahkan dia terus bangkit berdiri, untuk
dengan tiba-tiba dia menonjok dada pengemis didepannya itu!
Jangan! Pek Kong berteriak mencegah. Pemuda ini kaget sekali. Percuma saja si
anak muda mencegahnya, tangan Ho Tong sudah meluncur jauh. Hanya: Duduklah kau
kembali! berkata sipengemls tertawa, yang menggerakkan tangannya memapaki
tangannya si dungu itu, menyebabkan kontan si dungu itu jatuh terduduk lagi.
Kembali dia duduk termangu, cuma matanya diam mengawasi si pengemis. Sinciu
Cui Kit tertawa. Anak, kau dungu, tetapi kau harus disayangi! katanya. Kau mempunyai
tenaga beberapa kali beratnya, baiklah kau simpan saja itu, untuk nanti dipakai
menghajar segala hantu! Ho Tong tetap mengawasi dengan melongo, lenyap sudah kegusarannya, berganti
dengan keheranan. Ia menghajar dengan keras. namun dengan mudah saja ia tertolak
mundur terduduk hampir terpelanting dikursi batunya itu. Dan lagak tololnya itupun
membuat semua orang tertawa!
Hong Hweeshio mengambil sebuah kantong kecil, dan menyerahkannya pada Pek
Kong sambil berkata: Anak, kau jujur dan mulia hati, nyalimupun besar, mungkin karena
kederasan kebaktian hatimu, emas dan batupun dapat terbelah pecah, hingga maksud
hatimu akan terwujud! Anak, isinya kantong ini ialah obat Gie Han Pou Wan, untuk
melawan hawa dingin dan menguatkan tubuh. obat ini besar faedahnya bagimu guna
mendaki gunung. Hawa udara dipuncak Bwee Soat Hong sangat dingin. Kalian berdua
tidak mengerti ilmu silat. Tanpa obat ini, tak nanti kalian dapat bertahan, hingga ada
kemungkinan sebelum tiba diatas puncak tubuh kalian sudah kaku kejang.
Pek Kong menyambut kantong itu dengan memberi hormat dan menghaturkan
terima kasih. Melihat perbuatannya si pendeta angin-anginan, si pengemis pemabukan
juga mengeluarkan empat butir obat pulung Hui Thian Siok Beng Tan pil penyambung
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
47 yoza collection nyawa. sembari mengangsurkan obat itu kepada si anak muda, ia memberitahukan
khasiatnya serta aturan makannya. sekarang sudah malam, kata si pengemis
kemudian, untuk mendaki gunung Ngo Bwee Nia sudah tak keburu lagi, karena itu
baiklah kalian bermalam disini saja. Didalam tempo beberapa hari ini, Pek Gan Kwie
pasti tak akan pulang dahulu.. .
Pek Kong menerima obat itu, disimpannya didalam sakunya. Iapun memberi hormat
dan mengucapkan terima kasih kepada pengemis yang baik hati itu. Ketika Sinciu Cui
Kit keluar bersama Hong Hweeshio dan Cie Jiam Toojin, berdua Ho Tong ia
mengantarkan sampai di luar gua. Ia ambil kesempatan menanyakan si pengemis mana
jalan untuk mendaki gunung Ngo Bwee Nia itu. Kemudian, ketika mereka berdua kembali
kedalam gua, seluruh telah jadi gelap sampaikan lima buah jari tangan didepan mata
mereka, tak dapat melihatnya. Karena itu Ho Tong lantas menyalakan api dengan
menggunakan cabang-cabang kering. Hingga dilain saat, gua itu menjadi terang dan
sinarnya menembus ke luar.
Sebelum merebahkan diri, Pek Kong dan Ho Tong makan minum pula. Mereka tidak
banyak bicara. Lebih lebih si orang she Pek. Pemuda ini menyerahkan nasib ketangan
Tuhan Yang Maha Kuasa, karena ia tahu, kalau ia mesti berebutan buah mujizat itu,
tidak nanti ia dapat melawan semua orang kosen yang turut memperebutkan buah itu.
Ia hanya memikirkan pamannya dan menyesali dirinya yang tidak berguna.. . . . . .
Sungguh luar biasa. Didalam satu hari ini aku dapat bertemu dengan orang-orang
luar biasa, Pek Kong melamun. Kalau seandainya aku memiliki kepandaian silat seperti
mereka itu bukankah mudah untuk mencari buah itu"
Dan ia menghela napas. Kau jangan putus asa , berkata Ho Tong. Bukankah si pengemis tua tadi
mengatakan buah itu mempunyai khasiat luar biasa" Sebentar, kalau kita sudah makan
beberapa biji di antaranya, pasti kitapun akan pandai silat!
Mau atau tidak. Pek Kong tertawa.
Mana mungkin dapat terjadi hal demikian" Katanya. Biarpun pekbwee lengko
mujizat luar biasa, tak nanti orang yang tidak mengerti silat lantas pandai ilmu itu, cuma
karena memakainya. Orang yang mengerti silat yang memakan itu, baharulah dia bakal
menjadi tambah kuat dan pandai luar biasa! Masih ada satu hal. Ada demikian banyak
orang yang mengincar buah itu. Kita lemah tak berdaya, taruhlah kita berhasil
mendapatkannya, bagaimana kita bisa menyimpan dan melindunginya kalau orang
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencoba merampasnya.. ."
Berkata begitu, si anak muda menjadi berduka sekali.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
48 yoza collection Ho Tong sebaliknya. Dia justeru tertawa lebar.
Pikiranmu tak sebanyak pikiranku! katanya, jenaka. Kalau buah sudah berada ditangan kita dan lantas kita caplok telan, siapakah yang dapat merebutnya"
Pek Kong tertawa pula. Kawannya ini sangat jenaka. Dia cuma memikirkan sepihak.
Dia lupa bahwa mereka mencari obat untuk si paman Siauw, kalau obat itu mereka
yang telan, bagaimanakah dengan pamannya iru" Pasti Paman Siauw tak mendapat
obat, dan jiwanya terancam maut!
Kau benar juga, Ho Tong, cuma kata si anak muda, lagi-lagi ia tertawa, Apa
perlunya kita jauh-jauh datang kemari" Kalau kita beruntung mendapatkan obat itu,
mari kita lekas-lekas lari pulang! Mana dapat kita memakannya sendiri"
Ho Tong menggaruk-garuk kepalanya.
'Oh! . . serunya, tertahan. Lalu ia menambahkan: Tidakkah kau mendengar tadi apa
katanya bapak pengemis dan pendeta tua itu" Dua-duanya mereka tidak menghendaki
buah obat itu. Bahkan mereka memberikan bbat kepada kita! Bagaimana kalau kita
minta mereka suka melindungi kita, melindungi diwaktu mencari buah dan melindungi
juga selama kita berjalan pulang" Aku percaya mer
Orang tolol pun sewaktu-waktu dapat berpikir bagus, demikian dengan HoTong.
Pikiannya itu baik. Pek Kong menyetujui itu. Namun ketika anak muda ini ingat pelbagai
pertanyaannya si pengemis tadi, mendadak ia menjadi sangat berduka! Lantas ia ingat
Aneh sikapnya Siauw Seng Houw, sang paman Paman itu menyayanginya bagaikan
anak sendiri tapi kenapa ia tidak diajarkan ilmu silat" Kenapa iapun tidak diberitahukan
asal-usulnya sedangkan hal itu pernah ia tanyakan. Seng Houw hanya menjawab
menyimpang! Benarkah seperti kata si pengemis bahwa ia mempunyai kisah hidup
yang luar biasa" Bahkan sangat menyedihkan" Hingga karenanya sang paman
menyembunyikan hal itu padanya.
Lalu Pek Kong ingat juga kata-kata. Sinciu Cui Kit tadi perihal kematiannya Sam Tay
Su Gie dari keluarga Tek diatas puncak Bek Hie Hong itu, dan bahwa Liauw Khong
menceritakan bahwa Keluarga Tek masih mempunyai keturunan. Kalau benar, dimana
adanya ahli waris itu. Terlunta-luntakah dia atau, seperti ia sendiri, telah ditolong orang
dengan dibeli tumpangan dan dirawat baik baik"
Ah.. katanya kemudian. Kenapa aku pikirkan urusan orang lain sedangkan
urusanku sendiri begini sulit"
Mengingat demikian, si anak muda tersengsem sendirinya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
49 yoza collection Ho Tong heran mengawasi kawannya itu, yang mirip orang lupa ingatan, yang
romannya sangat lesu. Kalau kau merasa kurang sehat, katanya, Tidurlah lebih dahulu. Aku hendak
menganyang habis sisa makanan ini supaya besok tak usah makan lagi
Pek Kong menurut. Ia bagaikan disadarkan kawannya. Mendadak ia merasa
mengantuk, Baiklah, aku akan tidur lebih dahulu,
entar kalau aku bangun, kau boleh menggantikan aku tidur.
Ya, pergilah tidur" kata Ho Tong.
Walaupun demikian, rebah diatas pembaringan batu sukar, si anak muda lantas
dapat pulas. Kembali ia ingat tugasnya dan asal-usulnya. Lama otaknya bekerja, sampai
tiba-tiba ia dikejutkan aksinya Ho Tong.
Mendadak kawan itu menepuk meja dengan keras sambil berseru: Pastilah orangorangnya Partai Naga Langit yang main gila pula. Di dalam partai itu tak ada satu juga
manusia yang baik. Si anak muda bangkit bangun dan duduk. Ia terkejut dan heran. Belum sempat ia
menanya Ho Tong, tiba-tiba ia sudah melihat satu bayangan merab berkelebat, dari luar
gua masuk kedalam kamar. Lekas sekali ia mengenali Ouw Yam Nio si Rase berekor
Sembilan, yang didalam Penginapan Makmur pernah menolong jiwa mereka berdua.
Sendirinya ia terperanjat.
Ouw Yam Nia tertawa ketika melibat sianak muda bangun terduduk. Kemudian ia
berpaling kepada Ho Tong yang diam melongo.
Eh, saudara dungu, jangan kau sembarangan mencaci orang! tegurnya, sambil
tertawa- ' Hati hatilah, nanti jiwa kecilmu lenyap tidak dkeruan paran! Apakah kau
sangka benar-benar didalam Partai Naga Langit tak ada satu orang juga yang hatinya
baik" Si dungu tetap duduk bengong. Pertanyaan atau teguran si nona membuatnya
bingung. Ke jujurannya membuatnya tak dapat berdusta atau menggunakan alasan
lainnya. Pek Kong merasa hatinya tidak tenang. Nona ini sulit untuk dilayani. Dilain pihak
tidak dapat ia berdiam saja. Orang telah melepas budi terhadap mereka dan senantiasa
bersikap baik. Maka ia lantas turun dari pembaringan untuk menyambut sambil
menjura. Harap Ouw Tongcu tidak salah paham, kata ia, guna melindungi Ho Tong.
Sahabatku ini berkata-kata tanpa sesuatu maksud tertentu.. .
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
50 yoza collection Si cantik manis tertawa menggiurkan.
Jangankan dia tidak mengandung maksud apa-apa, meski dia benar sengaja, aku
toh tidak akan menyesalkan atau menyalahkan dia, katanya, sabar, suaranya merdu.
Kau baiklah jangan berlaku sungkan terhadapku lalu ia melangkah kearah meja, terus
duduk. Pek Kong tahu diri. Kembali ia menjura.
Terima kasih, tongcu, katanya. Ia memang manis budi dan sekarang tak ingin ia
menyebabkan orang berkecil hati atau tak senang terhadap mereka.
Lagi-lagi si nona tertawa.
Ah, anak muda! berkata nona itu. Aku minta jangan kau berlaku sungkan. Kenapa
saban-saban kau menjura terhadapku" Kau membuat aku sulit menerimanya, hatiku
terasa tak enak. Aku tegaskan, jangankan saudara dungu ini tidak mencaci aku, biarpun
dia mencaci, dengan adanya kau disini, mustahil aku akan membuatnya celaka!
Mendengar kata-kata dan melihat lagaknya orang itu, Pek Kong tidak puas. Ia
merasa orang itu centil dan genit. Maka ia berkata tawar: Ouw Tongcu. kau pernah
menanam budi menolong kami, sekarang kau suka memaafkan sahabatku ini, sungguh
aku sangat- bersyukur. Tongcu, aku bicara dengan sejujur-jujurnya!
Untuk sesaat Ouw Yam Nio berdiam. Sikap tawar dari si anak muda membuatnya
bingung. Biar bagaimana anak muda itu toh tetap berlaku sopan dan hormat
terhadapnya. Ia sebenarnya merasa tidak puas mungkin tidak senang. Belum pernah ia
mendapat perlakuan tawar semacam ini, sedangkan Ho Tong selalu berlaku kasar
terhadapnya Dilain pihak lagi, biasanya kata-katanya menjadi semacam undangundang, karena apa pun yang ia katakan, orang-orang bawahannya mesti menuntutnya
dan mengerjakannya dengan cepat. Karena itu, sendirinya berdirilah sepasang alisnya
yang lentik dan matanya yang jeli bersinar tajam. Ia menatap tajam kepada si anak
muda yang saat itu sedang memandang kepadanya. Tatkala sinar mata mereka bentrok
dan ia melihat ketampanan pemuda itu, kembali hatinya menjadi lunak. Bahkan diamdiam ia merasa senang sekali. Anak muda itu lemah tetapi berani, orangnya sangat
polos jujur. Baiklah tuan Pek, ia berkata, sabar. Baiklah, aku tidak akan banyak omong lagi.
Hendak kujelaskan kepada kalian bahwa kedatanganku kemari tidak bermaksud
jahat. Karena itu baiklah kau tenang-tenang saja, jangan menguatirkan apapun juga.
Kata-kata halus itu membuat Pek Kong merasa kurang enak dihati, hingga ia
merasa likat sendirinya. Toh ia tetap berhati-hati.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
51 yoza collection Ouw Tongcu, ada perintah apakah dari tongcu untuk kami" ia bertanya hormat.
Ouw Yam Nio bermata tajam, banyak pula pengalamannya. Maka ia dapat menerka
hatinya anak muda didepannya itu. Diam-diam ia tertawa didalam hati pikirnya Kau
mau menjadi seorang budiman, apakah kau sangka Ouw Yam Nio juga tidak bisa
menjadi wanita yang putih bersih"
Bagiku, asal hatiku teguh kuat, sekalipun besi dapat aku asah menjadi jarum! Kau
tunggulah kelak kau bakal menyerahkan dirimu atau tidak padaku.. .
Lantas ia menujukan sikap sungguh sungguh.
Tuan, ada sesuatu yang hendak kutanyakan kepadamu, katanya, lembut. Tak tahu
aku, kau sudi memberikan keterangan padaku atau tidak
Asal aku yang rendah ini ketahui, pasti bersedia aku memberi keterangan, sahut
si anak muda, hormat. Aku kuatir kau memikir yang tidak-tidak, terhadap aku, kata si nona pula, maka itu
aku kuatir juga kalau aku memanjakan padamu, kau nanti tak suka menjawab dengan
sesungguhHarap kau jangan menyangsikan aku, Ouw Tongcu. Walaupun Pek Kong masih
berusia muda sekali, setahuku belum pernah aku berdusta!
Puas hatinya si nona. Ia tersenyum.
Ketika tadi magrib kalian bersantap dan minum di sini, ia tanya, selainnya Kim
Pian Giok Liong serta Cie Jiam Toojin, masih ada dua orang lainnya. Apakah mereka itu
Hong Hweeshio bersama Sinciu Cui Kit"
Benar. Mereka adalah jago-jago Rimba Persilatan angkatan tua, berkata si nona, Sudah
tiga puluh tahun kira-kira mereka tak pernah tampak dalam dunia Sungai Telaga.
Sekarang mereka muncul disini, dipuncak Bek Hie Hong ini, mau apakah mereka itu"
Pek Kong terkejut, Pertanyaan itu adalah diluar dugaannya! Ia menjadi bingung.
Kalau ia menjawab dengan sebenarnya, ia menjadi membuka rahasia orang lain. Kalau
dia tidak omong terus terang, ia menyalahi jawabannya barusan terhadap si nona.
Artinya ia mendusta. Habis bagaimana harus menjawabnya"
Sebelum si anak muda sempat menjawab, tiba-tiba Ho Tong sudah mendahuluinya.
Kata si dungu. Mereka itu mengandung maksud sama seperti kami! Mereka itu mau
mencari pekbwee lengko juga.
Pek Kong terperanjat atas jawaban kawannya itu. Tak dapat ia mencegahnya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
52 yoza collection Kiu Bwee Ho juga tampak terkejut. Bahkan dia berkuatir dan masgul Thian Liong
Pang, partai Naga Langit, bercita-cita besar, partai itu juga mengincar buah mujizat itu!
Siau Hiauw In, ketua dari partai Naga Langit, berangan-angan untuk menjagoi
seluruh Tionggoan, menjadi kepala seluruh kaum Rimba Persilatan. Partainya itu
dibangun belum duapuluh tahun tetapi kemajuannya sudah pesat sekali.
Ini karena akal muslihatnya sendiri. Ia pandai bergaul, ia menerima sahabatsahabat kaum sadar dan kaum sesat. Untuk usahanya yang besar itu, ia merasa
kepandaiannya belum cukup, ia ingin mendapatkan lebih banyak dan memperdalam
ilmu silatnya supaya menjadi lihay tanpa tanding. Apa daya untuk mencapai citacitanya itu" Lantas ia ingat kepada buah pekbwee lengko. Tentang buah itu ia sudah
mendengarnya semenjak ia masih mengikuti guru silatnya. Ia telah diberitahukan
kasiatnya buah itu, maka ingin ia mendapatkannya. Pernah ia memikirkannya siang dan
malam. Maka ia telah bersiap-siap mengumpulkan orang-orang yang lihay.
Sementara itu, mengenai buah itu, Sian Hiauw In tidak mengetahui jelas hatinya
sekian orang bawahannya yang lihay itu, sebenarnya diantara mereka itu ada juga
yang memikir untuk memperoleh buah itu buat dirinya sendiri, supaya dibelakang hari
mereka dapat merampas kedudukan ketuanya itu! Sedikitnya supaya mereka bisa
makan buah itu dengan jalan mencurinya
Ketua Thian Liong Pang itu berpengalaman dan lihay. Ia dapat menerka pasti ada
orang-orangnya yang kurang setia atau berniat curang. Maka guna mencegahnya,
siang-siang ia sudah menyiapkan tindakan pencegahnya. Begitulah ia telah
mengadakan suatu rapat di antara pemimpin-pemimpin bawahannya, disitu ia
mengharuskan semua orang mengangkat sumpah berat, sumpah persaudaraan,
sumpah bahwa siapapun yang paling dahulu mendapatkan buah itu, tak boleh dia
makan sendiri, mesti dibawa pulang dan diserahkan kepada sang ketua, supaya nanti
ketua itu mengolahnya menjadi semacam obat, sesudah itu barulah semua saudara
sama-sama makan obat istimewa itu!
Tentu sekali Hiauw In sudah memikir masak-masak, kalau ia mendapatkan buah
itu, hendak ia memakannya secara diam-diam. Kalau ia toh membuat obat, akan
dibuatnya obat palsu. Ia percaya orang tak akan ketahui pengalamannya itu . . .
Dan Oouw Yan Nio, si Rase Berekor Sembilan, adalah seorang tongcu yang
mendapat tugas mencari pekbwee lengko itu, dan atas perintah ketuanya, ia telah
datang siang-siang guna melakukan penyelidikan dan penjagaan supaya lain orang
tidak dapat mendahuluinya. Disamping membuat penjagaan itu, iapun mesti mengawasi
gerak-gerik pihak-pihak lain, terutama Pek Gan Kwie Leng Sie Cay agar si Iblis Bermata
Biru itu jangan berhianat atau melanggar sumpah mereka.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
53 yoza collection Tatkala Kiu Bwee Ho mendengar tibanya Hong Hweeshio dan Sinciu Cui Kit, bukan
main terkejutnya. Ia ketahui betul lihaynya dua orang angin-anginan itu. Tapi ia cerdik
sekali, ia tidak menampakkan kagetnya itu. Sebaliknya, ia tertawa.
'Kalau sampai dua orang tertua itupun turut datang kemari guna mencari buah obat
itu, katanya, Oh, pastilah gunung Ngo Bwee Nia ini bakal menjadi sangat ramai. Pastilah
akan terlihat suatu pertunjukan yang menarik hati sekali .
Tiba-tiba Ho Tong menyela: 'Mereka itu tidak menghiraukan buah itu!
Ouw Yang Nio heran, hingga ia menoleh dan menatap sitolol itu.
Apa katamu" tanyanya. Aneh! Orang sudah datang kemari mencari, tetapi mereka
tak sudi memakannya ! Benarkah itu"
Hm! Ho Tong perdengarkan suara pula, untuk mengejek nona she Oaw itu, tetapi
Pek Kong sudah mendahuluinya.
Kedua tertua itu sudah termasuk golongan bangsa dewa, katanya untuk
mengilungi nona itu, Karena sudah wajar pula bahwa mereka tidak menginginkan buah
tersebut. Apa yang dikandung terlebih jauh oleh mereka itu, aku tidak tahu Kami
berkenalan dengan mereka secara kebetulan saja dan pula baharu kali ini. Jadi kami
tidak berani bertanya mendalam tentang urusan pribadi mereka.
Matanya Ouw Yam Nio sangat tajam, otaknya pun sangat cerdas. Mendengar
bicaranya Pek Kong dan Ho Tong dan melihat gerak-geriknya terutama matanya Pek
Kong terhadap Ho Tong, ia segera mengerti Pek Kong jujur tetapi ia pun tahu Ho Tong
polos. Maka ia merasa mesti ada rahasia apa-apa mengapa Pek Kong bersikap
demikian rupa. Lantas ia tertawa dingin.
'Sungguh seorang budiman! katanya menyindir. Kiranya orang toh menelan katakatanya sendiri!
Pek Kong berdiam, mulutnya bungkam, mukanya bersemu merah.
Ouw Yam Nio melirik, ia menjadi tidak tega. Maka ia bersenyum.
Aku tahu kau jujur, hatimu baik, katanya sabar. Aku dapat menerka, kau pasti tidak
menghendaki nanti terjadi suatu pertumpahan darah hebat, maka kau tidak bersedia
bicara secara terus terang! Tidak, aku juga tidak maui mengorek dari mulutmu, tak ingin
aku mempersulitmu! Marilah aku jelaskan, seandainya mereka itu hendak menentang
partaiku, kau tak usah menjawab, tetapi kalau sebaliknya, kau mengangguk saja sudah
cukup. Pendekar Yang Berbudi - Halaman
54 yoza collection Hebat nona yang cerdik ini. Pertanyaan itu sangat sulit buat dijawab. Pek Kong
menjadi serba salah. Karenanya, ia cuma tunduk sambil menghela napas.
Ho Tong tidak puas menyaksikan si nona kembali mendesak kawannya, hingga
kawan itu bersusah hati. Hai, kau terlalu! bentaknya. Andaikan kami ketahui segala sesuatunya, tak sudi
kami memberitahukanmu! Habis, kau bisa bikin apa"
Saudara tolol! kata Nona Ouw, sengit. Jangan kau menyangka aku Ouw Yam Nio
tidak berani bertindak sesuatu terhadap dirimu!
Habis kau berani apa" Si dungu menantang. Ia menepuk dadanya. Iapun mengepal
keras kedua belah kepalannya.
Si nona mendongkol hingga wajahnya menjadi pucar-pudar.
Bocah tolol, kau benar benar tak tahu hidup atau mati! teriaknya. Raja Akherat tak
sudi menerimamu tetapi kau rupanya memaksakan diri mau memasuki kota Iblis!
Matanya si nona menatap bengis. Perlahan-lahan ia bangun berdiri.
Pek Kong melihat suasana buruk, lekas-lekas dia malang ditengah.
Sabar, tongcu! katanya. Kawanku ini memangnya tolol, buat apa tongcu
melayaninya" Biarlah aku yang minta maaf kepada tongcu!
Mau tak mau, Ouw Yam Nio tertawa.
"Aku hanya menggertak dia!" katanya tertawa pula. "Siapa yang mau meladeni dia"
Juga aku tak mau.. . . . . "
Belum berhenti kata-kata si nona maka dari luar sudah terdengar suara nyaring
menggelegar berkumandang keseluruh gunung tak henti hentinya.
Ho Tong memandang kawannya.
"Pek Kong!" tegurnya, "apakah kita pergi sekarang?"
"Mari kita keluar guna melihat-lihat dahulu!" jawab Pek Kong. Diluar, salju sudah
berhenti turun, dan anginpun sudah berhembus lunak. Ketika kedua anak muda itu tiba
diluar, mereka menyaksikan malam suram dan salju putih gemerlapan. Malampun sunyi
sekali. Disekitar puncak tak tampak atau terdengar sesuatu yang luar biasa.
Pek Kong lantas memikir kembali kedalam, tapi Ho Tong menarik tangannya.
"Mari kita maju lagi beberapa langkah," berkata si dungu."Siapa tahu kalau benarbenar ada hantu yang harus dihajar!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
55
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yoza collection Belum lagi Pek Kong menjawab kawan itu, tiba-tiba mereka mendengar bentakan
bengis dari Ouw Yam Nio dikejauhan: "Hai, perempuan berbulu kuning, rupanya kau
sudah makan nyali harimau dan biruang maka kau berani mencelakakan orang
sebawahku!" "Nah, benar-benar ada yang berhantam," seru Ho Tong. "Mari lekas kita pergi
melihat." Tanpa banyak omong lagi, si dungu ini menarik tangan kawannya buat digendong,
lalu dia melangkah lebar berlalu dari situ. Disaat itu terdengar pula suara seorang lain,
suara seorang wanita: "Partai Naga Langit bukanlah partai yang terlalu berarti! Lebihlebih orang-orang sebawahanmu, mereka tak ada harganya sama sekali buat disebutsebut. Jikalau kau tidak puas, tidak ada halangannya kalau kau membuat perhitungan
sekalian saja!" Itulah tantangan pertanda nyali besar.
Ho Tong lari keras, sebentar saja ia sudah membawa Pek Kong datang dekat kepada
pihak yang tengah bertengkar itu. Mereka melihat enam orang pria yang bertubuh besar
dan bengis, dandanannya singsat dan bergenggaman golok dan pedang, berdiri di
belakangnya Ouw Yam Nio, sedangkan dihadapannya nona Ouw itu berdiri seorang
nona dengan pakaian putih seluruhnya, cuma karena cuaca remang-remang, tak
terlihat tegas wajahnya. Hanya dari potongan tubuhnya dan penglihatan samar-samar,
dia adalah seorang yang langsing dan mestinya cantik.. . . . .
Disisi kanan nona tidak dikenal itu, sejauh setombak lebih, terdapat sebuah batu
besar, dan dibelakang batu besar itu rebah dua orang pria bertubuh besar, rupanya
mereka itu telah terluka parah.
Tak heranlah kalau Ouw Yam Nio menjadi sangat gusar. Dua orangnya roboh terluka,
dan diapun ditantang secara hebat itu. Dadanya tampak naik turun karena gusarnya.
"Perempuan liar!" dampratnya. "Rupanya kau sudah bosan hidup! Karena tongcumu
tak biasa membinasakan manusia yang tak punya nama, jikalau benar kau tidak takut
mampus, sebutkan dahulu she dan namamu!"
"Fui!" nona itu membentak menghina. "Tepatkah kau menanyakan she dan namaku"
Apakah kau sangka aku tidak tahu bahwa kau adalah si rase berekor sembilan" Terusterang kukatakan, seekor rase centil cuma bisa membuat seorang pemuda yang masih
hijau bisa terpincuk!"
Berkata demikian itu, si nona berpaling kepada Pek Kong dan tertawa manis!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
56 yoza collection Didalam cuaca suram, mukanya Ouw Yam Nio menjadi marah. Tahulah ia bahwa
nona didepannya itu sudah melihat dan mendengar tentang kelakuan dan
pembicaraannya tadi dengan Pek Kong didalam kamar batu, maka dia mengejek secara
demikian. Berbareng dengan itu, iapun menerka, mestinya nona ini lihay sebab dia sudah
berhasil merobohkan dua di antara delapan orangnya yang disebut sebagai "Pat Toa
Thie Gu," yaitu "Delapan si-Kerbau Besi".
"Kau boleh bilang apa yang kau suka!" bentaknya, hatinya sangat panas. "Kau tidak
mau memberitahukan namamupun terserah kepadamu! Kau percaya tongcu kami akan
dapat mengetahui nama rumah perguruanmu!"
Dengan matanya yang jeli, si nona menoleh kepada Pek Kong berdua Ho Tong.
"Kalian berdua minggir sedikit jauh!" katanya, nyaring tetapi merdu. "Hendak aku
memberi pelajaran kepada orang ini!" Bersamaan dengan ucapannya itu, nona ini
mencelat menghampiri nona serba putih itu, untuk berdiri didepannya.
Nona itu lompat menggeser tubuh.
"Rase tak tahu malu!" bentaknya. "Kau hendak membokong aku?"
Ouw Yam Nio panas hati karena saban-saban dicaci sebagai rase, walaupun
demikianlah gelarannya. Sebenarnya ia hendak maju menyerang ketika tiba-tiba ia
ingat dan mengenali cara bergeraknya nona itu. Maka batallah ia dengan niatnya itu.
"Kau pernah apakah dengan Bwee Hong Soat Nio?" tanyanya.
Ditanya begitu nona itu tercengang. Tapi hanya sejenak ia lantas menjawab lantang:
"Tak usah kau tanyakan itu!"
Ouw Yam Nio mendongkol dan gusar. "Eh, bocah, jangan kau jumawa sekali!"
bentaknya. "Aku menanyakan kau cuma disebabkan tak ingin aku sebagai si besar
menghina si kecil.. "
"Doh!" nona itu memperdengarkan ejekan dari hidungnya. "Aku memang merasa
diriku tinggi! Nah beranikah kau mencoba-coba menyambut aku dengan tiga puluh
jurus?" Kiu Bwee Ho menjadi gusar tak terhingga. "Makhluk yang harus mampus!" teriaknya.
Hendak dia maju menyerang atau mendadak muncul siuran angin gunung yang
membawa bunga salju, yang mengenakan mukanya, hingga tiba-tiba dia bagaikan
tersadar. Pendekar Yang Berbudi - Halaman
57 yoza collection Hawa dingin itu membuatnya lantas berpikir. "Kenapa hari ini aku dapat dibikin
gusar karena beberapa kata-kata saja" Betapa sukarnya buat menghajar bocah ini"
Tapi apakah dengan begitu aku tidak akan merendahkan derajatku sebagai seorang
tongcu?" Karena ini ia menjadi sadar, sambil mengawasi si nona, ia berkata keras tetapi
tenang. "Nah, hunuslah senjatamu untuk menyambut maut!"
Nona didepan itu melihat bagaimana lawannya bersangsi sejenak itu, ia menerka
orang itu gusar tetapi berhasil menyabarkan diri. Ia pun menerka, kalau mereka berdua
sampai mengadu senjata, mungkin salah satu akan binasa atau terluka.
Jikalau tidak, tidak akan dia itu mau menyerah begitu saja. Iapun pernah mendengar
halnya Kiu Bwee Ho liehay tenaga dalam dan tenaga luarnya bahwa dia memiliki
senjata Cui Ho Mo Goresan Bulu Rase yang berupa sebuah tusuk kundai raserasean.. .Tetapi ia sendiri mirip dengan si anak kerbau yang baru lahir tak takut akan
harimau. Maka tetap ia berlagak takabur.
"Nonamu membawamu sepasang pedang!" demikian katanya jumawa, "tetapi untuk
menghadapi kau si rase ekor sembilan, pedangku itu belum perlu digunakan! Na,
keluarkanlah ilmu Sauw Ho Kangmu! Ilmu ini berarti ilmu "Rase Mengacau".
"Bagus!" berseru Ho Tong tiba-tiba, yang semenjak tadi diam saja mengawasi sambil
mendengarkan. Ouw Yam Nio menoleh, ia mendelik terhadap si dungu itu, terus ia menghadapi pula
si nona, dan berkata nyaring. "Baiklah! Kau boleh mulai menyerang!" Terus ia maju pula,
tenaganya dikerahkan. Nona berpakaian putih itu nakal sekali, dia tertawa dengan meniru suara tawa
lawannya demikian juga ketika dia mengucapkan jawabannya. "Lebih baik pula! Kalau
kau tak takut mampus, mulailah." Dan ia pun bertindak maju.
"Bagus !" lagi-lagi Ho Tong memperdengarkan seruannya.
Pek Kong pun tertawa disebabkan ia merasa lagaknya si nona berpakaian putih itu
jenaka sekali, ia hanya tertawa karena tak disengaja.
Ouw Yam Nio habis kesabarannya.
"Sambutlah!" teriaknya, seraya segera menyerang dengan kedua tangannya.
Segera salju didepan mereka muncrat berhamburan berikut batu-batu kecil,
muncrat ke arah mukanya si nona baju putih. Itulah akibatnya pukulannya Nona Ouw,
pukulan tangan kosong yang toh bersuara nyaring.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
58 yoza collection Nona serba putih itu nakal dan gemar bergurau, walaupun demikian ia tidak berani
memandang rendah kepada si Rase-Berekor-Sembilan. Iapun menginsyafi akibat
serangan tangan kosong itu, bahwa muncratnya salju dan batu2 kecil dapat bikin celaka
orang disekitarnya. Maka ia jadi ingat si anak muda, yang tentu terancam juga. Karena
itu, bukannya ia lantas menangkis, guna melayani si penyerang atau mengelakkan diri,
ia justeru lompat kedepan Pek Kong memasang diri di depannya untuk melindungi
pemuda itu, baru setelah itu ia menggerakkan kedua tangannya menyambut serangan
lawan. Ia menggunakan Hoat Soat Ciang, ilmu tangan kosong "Membalik Salju."
Hebat bentroknya tenaga dalam kedua nona itu. Dan si nona baju putih merasakan
tekanan hebat karena kedudukannya yang tidak menguntungkan, karena lebih dahulu
ia mesti menghadang di depan si anak muda. Ia telah terpental kesamping setombak
lebih dan darahnya bergolak, hampir ia roboh terguling. Dan Ouw Yam Nio terhuyung
mundur tiga langkah sebelum dapat berdiri dengan tegak.
Kedua pihak sama kaget dan herannya, hingga mereka saling menatap. Sekarang
mereka baru tahu bahwa tenaga dalam mereka berimbang. Hanyalah bagi si nona baju
putih hebatnya ialah ini adalah bentrokan pertama semenjak ia keluar dari rumah
perguruan. "Mari, giliranmu menyambut tanganku," ia berseru dengan mendongkol. Ia
lantas menyerang dengan kedua tangan berbareng.
Ouw Yam Nio menyambut dengan berani. Barusan ia merasa menang seurat. Ia
tidak mau memikir bahwa tadi lawannya menyambutnya dengan kedudukan tubuh
kurang tepat. Kembali terdengar suara bentrokan keras. Ouw Yam Nio girang. Ia percaya ia bakal
memberi hajaran pula pada nona itu. Tapi kesudahannya lain! Justru dialah yang kaget
sekali. Kalau lawannya cuma mundur satu tindak, ia telah tergempur mundur setombak
lebih, hampir ia terpeleset dan tergelincir ke bawah puncak! Ia tidak sampai terluka di
dalam tetapi matanya berkunang-kunang.
Bentrokan mereka menyebabkan salju dan tanah serta batu kecil pada beterbangan.
Maka itu kelabakanlah enam orang berseragam di belakang Nona Ouw. Mereka itu
terkejut dan tertolak oleh pukulan angin hingga roboh terjungkal!
Nona Ouw terkejut, heran dan kagum berbareng ia rada mengiri dan berkuatir.
Sekarang justeru dialah yang kalah seurat oleh nona didepannya itu. Maka ia
teringat urusan mencari buah peebweeko. Sudah ada si gila dan si pemabukan,
sekarang tambah muridnya Bwee Hong Soat Nie ini. Ia menerka rupanya si bhiksuni
tua pun ketarik dengan buah mujizat itu.
"Ini sulit.. " pikirnya. Dilihat dari sini, aku tidak boleh lalai.. . . . . "
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
59 yoza collection Mendadak timbul pikiran buruk dari nona ini. Ia meraba ke rambutnya, mencabut
rase-rasean batu kemala yang diselipkan disisi telinganya. Ia terus genggam itu,
kemudian sambil maju menghampiri dengan perlahan, ia tertawa dan berkata: "Tak
kusangka bahwa ilmu Hoan Soat Ciang dari Soat Nie, ilmu yang dikolong langit ini tanpa
lawan sudah diwariskan kepada kau delapan atau sembilan bagian sempurna, maka itu
adalah selayaknya bahwa dari delapan orangku, dua telah roboh ditanganmu. Walaupun
demikian, aku Ouw Yam Nio tidak takut dan tak gentar. Jikalau kau ragu-ragukan
pertanyaanku ini, nah cobalah lagi sekali, untuk memastikan siapa hidup siapa mati!"
"Jikalau kau lolos dari tangan pun tongcu, selanjutnya akan pergi menyembunyikan
diri, tak nanti aku muncul lagi dalam dunia Sungai Telaga!"
Sengaja Ouw Yam Nio membahasakan diri "pun tongcu" untuk menunjukkan bahwa
di dalam Thian Liong Pang, partai Naga Langit, ia adalah seorang tongcu, kepala sebuah
ruang (seksi). Si nona baju putih mengawasi tajam. Ia heran bahwa lawannya mengenal ilmu
silatnya itu. Disamping itu ia mendongkol karena lawannya bukan saja sudah tak
menghargainya lagi, bahkan telah menantang. Karena marahnya, ia berkata sengit:
"Jikalau hari ini aku tidak dapat mengalahkan kau dengan Hoan Soat Ciang, maka nama
dan gelarku Pek Bwee Lie Honghu Pek Hee akan aku tulis secara terbalik!"
"Hm !" Ouw Yam Nio memperdengarkan ejekannya, lalu mendadak ia melompat
maju sambil meluncurkan tangannya.
Pek Bwee Lie, si Nona Bunga Bwee Putih, tidak menyangka lawannya berani
menggunakan cara keras itu.
Karena ia mengandalkan pada Hoan Soat Ciang, ia mempergunakannya pula,
bahkan tekanannya ditambah. Ia menyambut sambil tertawa dingin.
Disaat tangan kedua pihak hampir bentrok mendadak dari samping muncul
samberan angin yang dahsyat, yang menghadang kedua belah pihak itu. Pada saat
ketiganya bentrok, dengan satu suara keras, Ouw Yam Nio dan Honghu Pek Hee
terdorong mundur terhuyung-huyung. Maka keduanya menjadi terkejut dan heran.
Menyusul bentrokan tenaga dalam itu maka terlihatlah sesosok tubuh berkelebat
datang, yang dalam sekejap sudah berdiri diantara kedua nona itu.
Begitu Ouw Yam Nio mengenali orang itu ia tertawa dingin.
"Sungguh Siangkoan Tayhiap yang baik hati!" serunya, nadanya dingin. "Kiranya kau
pun gemar membokong!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
60 yoza collection Bayangan itu memang Siangkoan Sun Siu adanya. Dia bersenyum pada nona yang
sedang gusar itu. "Itu kata-kata yang baik dari kau, Ouw Tongcu!" katanya sabar. "Maafkanlah aku atas
tindakanku ini. Sebenarnya terpaksa aku berbuat begini karena aku tidak ingin tongcu
menggunakan senjata rahasia Kiu Bwee Cie yang tajam yang tergenggam didalam
tanganmu itu!" Mukanya Nona Ouw menjadi merah karena niat curangnya ditelanjangi.
"Sungguh berbahaya!" seru Pek Hee didalam hati. "Kiranya rase kecil ini
menggenggam senjata rahasianya yang jahat itu ! Kalau tidak orang ini menyelak
diantara kita, tentu celakalah aku.. ." Meskipun ia tahu bahwa orang telah menolongnya,
tapi nona ini tak sudi mengucapkan terima kasih kepada pemuda itu, bahkan ia berkata
keras: "Mengapa kau mencampuri urusan kami" Hm! Apakah kau anggap dirimu lihay
luar biasa" Beranikah kau menyambut tanganku hingga tiga kali?"
Siangkoan Sun Siu mengawasi tenang. Ia menganggap jenaka bahwa nona itu
bersikap keras demikian. Dengan sabar ia menjawab; "Ilmu Hoan Soat Ciang dari Soat
cianpwee sudah terkenal diseluruh negara, tetapi kau, nona kepandaianmu belum
sempurna, maka janganlah kau berjumawa ! Nona harus ketahui, di luar langit ada langit
lainnya diluar manusia ada.. . . . . "
"Ngaco!" bentak si nona. "Orang semacam kau hendak menasehati lain orang" Hm!
Nonamu tak memandang tinggi kepadamu! Jikalau kau tidak puas, mari kita coba-coba!"
Si pemuda mengawasi nona itu. Ia yang telah dihina masih tidak menjadi gusar, ia
hanya sedikit jengah. Ia tidak mau melayani nona itu. Ia menyabarkan diri.
Ouw Yam Nio pun panas hati terhadap pemuda itu. Melihat orang itu berdiam saja,
dia tertawa menghina. "Aku kata, Siangkoan Tayhiap!" katanya bersenyum, "kau menepuk punggung kuda
tetapi salah menepuknya!"
"Tutup mulutmu !" Nona Honghu membentak nona she Ouw itu. "Rase centil mau
mampus, siapakah yang menepuk.. ."
Kata-kata itu tidak dilanjutkan, sebaliknya orangnyalah yang maju sambil
menyerang. Ini tidak disangka oleh Ouw Yam Nio, walaupun demikian sempat juga ia melompat
menghindar. Hanyalah Pek Bwee Lie maju dengan kepesatan luar biasa, hingga dia toh
dapat menyampok rambutnya disisi telinga hingga rambut menjadi kusut!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
61 yoza collection Biar bagaimana, Ouw Yam Nio adalah seorang tongcu dari satu partai besar, dia
menjadi gusar sekali, maka sambil membentak dia pun menyampok!
Honghu Pek Hee tidak menduga bahwa lawannya akan menyerangnya secara
demikian mendadak. Ketika ia mengelak, rambutnya kena tersentuh juga hingga tusuk
kondenya jatuh dan rambutnya terurai. Dengan demikian, mereka jadi tak ada yang
kalah dan menang, tetapi dua-duanya tetap penasaran, sambil berseru hampir
berbareng, keduanya lompat saling menerjang, hingga dalam sekejap mata mereka
sudah terlibat didalam satu pertempuran!
Hebat pertempuran itu! Kedua nona mengeluarkan masing-masing kepandaiannya.
Hawa amarah mereka membuat mereka jadi sengit sekali. Lebih-lebih Pek Bwee Lie si
Bunga Bwee putih. Didalam jurus-jurus pertama, Ouw Yam Nio dapat melayani dengan baik, namun
lambat laun ia menjadi heran. Cara serangan lawannya itu aneh, ada yang lurus, ada
yang kebalikannya. Diluar kehendaknya, setindak ia mulai terdesak. Baru sekarang
hatinya gentar. "Aku mesti berlaku keras," demikian pikirnya kemudian, "kalau tidak, aku bakal roboh
dan celaka.. . . . . !"
Memang, siapa terdesak, pikirannya kacau atau dia menjadi nekad. Demikian dengan
Nona Ouw. Begitu ia mendapat kesempatan, ia menjejak tanah membuat tubuhnya
mencelat tinggi, lalu diwaktu turun ia menjungkir balik dengan tipu "Burung Elang
Berjumpalitan sehingga kakinya berada diatas dan kepala dibawah, terus dari atas ia
menghajar dengan tangannya!
Suatu hajaran tangan istimewa, yang telah dilatih lama oleh nona itu.
Nona Honghu liehay, mudah baginya membebaskan diri dari serangan itu, hanya
saking besar hatinya ia lupa pula kepada senjata rahasia lawan, Kiu Bwee Cie, maka
dengan berani ia menyambut serangan itu. Ia menggunakan tipu silat "Membakar Api.
Menambal Langit". Cepat sekali kedua tangan telah beradu keras, keduanya lantas terpencar, hanya
Nona Ouw terpental karena menyusul bentrokan mereka, Siangkoan Sun Siu sudah
menolak tubuhnya! "Hai, anak setan!" teriaknya sengit, terus ia tertawa dingin. "Kalau tidak lantaran
orang tak tahu dan tak mau mampus, pasti aku sudah membikin tubuhmu menggeletak
sebagai mayat disini!" Lantas dia menoleh kepada enam orangnya untuk berkata keras:
"Masih kalian tidak mau lekas pergi!" Berbareng dengan itu, dia mendahului mengangkat
kaki! Pendekar Yang Berbudi - Halaman
62
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yoza collection Keenam orang itu tidak terluka parah melihat ketuanya pergi mereka segera
menyusul sambil menggendong dua kawannya yang terluka.
Siangkoan Sun Siu mendongkol juga karena dicaci Ouw Yam Nio. Kalau tidak
Honghu Pek Hee telah terluka, tentu ia sudah mengubernya, tetapi sekarang terpaksa
ia membiarkan orang pergi. Ketika ia berpaling kepada Nona Honghu, nona itu sudah
bangun untuk duduk, guna meluruskan pernapasannya. Tak nampak si nona bagaikan
orang yang terluka. "Pasti dia tengah berpura-pura.. ." pikirnya. "Dia beradat tinggi, tentu dia malu bahwa
dua kali dia kena dicurangi Ouw Yam Nio, sekarang dia mencoba menahan nyerinya.. . . . . "
Karena ini, si anak muda juga bermain komedi. Ia menghampiri untuk berlagak
bertanya: "Bagaimana dengan lukamu, nona" Maukah nona memakai obat?"
Honghu Pek Hee tidak menyahut.
Sun Siu tertawa di dalam hati, la merasa pasti nona itu tengah menahan sakit. Lalu
ia berkata pula: "Barusan aku menyerang Ouw Yam Nio karena aku menguatirkan
senjata rahasianya yang lihai, mungkin aku menggunakan tenaga terlalu besar hingga
aku kesalahan sudah menyentuh pula padamu, nona, hal ini membuat hatiku tidak enak,
harap nona suka maafkan aku.. . . . . "
Ketika itu Pek Kong dan Ho Tong datang menghampiri. Semenjak tadi mereka
menonton saja, hati mereka berdebaran, sedangkan untuk datang sama tengah mereka
tak mampu. Lebih dahulu mereka menemui Siangkoan Sun Siu, kemudian si pemuda
she Pek berkata pada pemuda gagah itu: "Bagus Siangkoan Tayhiap datang pada saat
yang tepat! Nona Honghu mungkin terluka parah, karena itu mohon sudi kau
mengobatinya!" Siangkoan Sun Siu tertawa.
"Nona Honghu sudah meluruskan pernapasannya!" katanya seenaknya saja.
"Mungkin sekarang dia sedang bersemadhi hingga dia tak memikirkan apa pun juga,
karenanya dia tak membutuhkan pertolongan siapapun! Nah, mari kita kembali kedalam
kamar batu!" "Bagaimana dapat kita meninggalkannya!" berteriak Ho Tong sengit. "Si nona
sendirian saja, apakah kau tidak kuatir dia nanti diterkam harimau" Biarlah aku
memondongnya untuk dibawanya ke dalam kamar!"
Si polos ini bicara sepolos-polosnya, habis mengucapkan itu ia melangkah
mendekati Nona Honghu, dan membungkuk di depan nona itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
63 yoza collection Benar-benar ia hendak mengangkat dan memondong tubuh si nona! "Plak!"
mendadak terdengar suara menggelepok nyaring.
Tahu-tahu pipi kiri si dungu sudah kena digaplok hingga disamping merasa nyeri
dia jadi berdiri melongo. Ketika dia sadar dan menoleh kepada Honghu Pek Hee, yang
menamparnya itu, dia menjadi heran. Si nona sudah berdiri diam setengah tombak
terpisah dari padanya. "Oh, nona sudah dapat jalan?" tanyanya heran. Sama sekali ia tidak gusar, cuma
tangannya mengusap-ngusap pipinya! Siangkoan Sun Siu tertawa diluar kehendaknya.
"Ah, saudara dungu!" katanya. "Telah aku bilang bahwa dia tidak membutuhkan
bantuan, masih kau bandel, kau hendak berbuat baik! Beginilah kesudahannya, berbuat
baik gagal, kau justeru menerima gaplokan! Nah sekarang kepada siapa kau hendak
mengeluh?" Honghu Pek Hee menyesal sekali sudah menghajar pemuda polos itu, ia sebenarnya
bersyukur kepada Siangkoan Sun Siu tetapi hatinya mendongkol, ia mengeluh
terhadapnya. Karenanya, tak dapat ia membuka suara buat mengucapkan terima kasih.
Sebenarnya iapun ingin turut masuk kedalam rumah batu, untuk beristirahat lebih
jauh, tahu-tahu si dungu membuka suara hendak memondongnya. Tentu sekali tak
dapat ia terima itu, ia malu. Iapun mengira pemuda itu rada ceriwis, maka ia mendahului
menamparnya. Ia baru sadar sesudah Sun Siu memanggil orang si "saudara dungu".
Tapi ia dapat lekas menentramkan hati.
Lagi sekali Nona Honghu melirik pada Sun Siu, seakan-akan sebagai ucapan terima
kasihnya, setelah itu ia menoleh kepada Ho Tong dan bertanya manis; "Saudara dungu
nyerikah kau?" Ho Tong masih mengusap-usap pipinya. Matanya dipentang lebar. Mendadak dia
tertawa berkakakan. "Tidak! Tidak sakit!" jawabnya nyaring. Mau atau tidak Siangkoan Sun Siu dan Pek
Kong tertawa. "Hai, kenapa kalian tertawa?" bentak Nona Honghu. "Apakah yang lucu?"
Baru habis mengucapkan itu mendadak dahinya Pek Bwee Lie berkerut. Tiba-tiba
saja ia merasakan panas sedikit pada telapak tangannya. Ia terkejut karena heran.
"Tamparan tidak ringan, mengapa bocah ini tidak merasa sakit?" pikirnya. Maka, mau
atau tidak, ia menoleh pula pada si dungu, dan mengawasinya.
Siangkoan Sun Siu memperhatikan nona itu, ia bersenyum. Lalu ia melangkah maju.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
64 yoza collection "Tempat ini bukan tempat memasang omong," katanya bersenyum. "Nona, guru nona
menjadi sahabatnya guruku, Hong Hweeshio, jikalau nona tidak mempunyai urusan
penting, kenapa nona tidak mau turut kami masuk kamar batu itu untuk memasang
omong?" Mengetahui bahwa pemuda itu muridnya Hong Hweeshio si pendeta edan,
Nona Honghu tidak mau berlaku nakal lagi.
"Urusanku ada, tetapi tidak terlalu penting," sahutnya tertawa. "Memasang omongpun
boleh cuma kamar batu itu bukanlah suatu tempat yang baik!"
Memang jawaban nona itu, Pek Kong menundukkan kepala. Ia ingat bahwa si nona
telah mendengar pembicaraan antara dia dan Ouw Yam Nio didalam kamar batu itu.
Ho Tong tak mengerti kata-kata si nona, ia heran.
"Justeru kamar batu itu tempat yang baik sekali!" kata dia. "Kamarnya hangat dan
terang, disana ada arak dan makanan! Disanapun tak ada orang lain yang
mendengarkan kita, tidak.. ."
"Sudah, jangan main tidak saja !" Nona Honghu memotong sambil tertawa. "Kau tidak
tahu, bahwa diatas kamar itu ada sebuah liang kecil, dari sana dapat orang mengintai
dengan terang dan mendengar jelas asal orang memasang telinga.. ."
"Oh.. ." Pek Kong berseru tertahan.
"Apakah artinya kalau orang dapat melihat dan mendengar ?" kata Ho Tong, masih
penasaran. "Kita toh tidak membicarakan atau melakukan sesuatu yang tidak benar!"
Mukanya si nona merah mendengar kata-kata itu.
"Hm!" ia perdengarkan suaranya. "Kalau begitu, pergilah!"
Maka pergilah mereka kekamar batu dimana Ho Tong segera menyalakan sisa api.
Ia menambah banyak cabang kayu, hingga kamar tampak terang seluruhnya. Justeru
itu maka dapat dilihat tegas wajahnya nona serba putih itu.
Kulit mukanya Pek Hee putih dan halus, alisnya lentik, matanya jeli dan celi bersinar
bibirnya merah, rambutnya gomplok dan hitam mengkilat, rambut itu riap-riapan
kebelakang sebab tadi terlepas dari jalinan kundai bekas terhajar Nona Ouw. Dibalik baju
dan celananya yang serba putih, ia memiliki tubuh yang langsing ramping. Sedangkan
sepasang pedang dipunggungnya membuatnya tampak gagah.
"Sungguh cantik!" demikian Pek Kong dan Siangkoan Sun Siu sama memuji didalam
hati. Pendekar Yang Berbudi - Halaman
65 yoza collection Ho Tong telah meniupi hingga api menjadi besar, sesudah itu ia mengawasi nona
itu, akhirnya sambil menoleh kepada Pek Kong, ia berkata. "Eh, Pek Kong dia sama benar
dengan kau!" "Jangan ngaco!" Pek Kong bentak kawannya itu.
Mukanya si nona merah, ia melirik mendelik kepada si dungu itu.
Si polos diam, hingga tampak nyata ketololannya.
Siangkoan Sun Siu pun lantas merasa bahwa diantara Pek Kong dan Pek Hee ada
kemiripan satu dengan yang lain, terutama mata hidung dan mulutnya.
"Kata si dungu benar!" katanya didalam hati. Sebab untuk mengutarakannya, ia tidak
berani. Sampai disitu, semua orang lantas pada duduk.
Pek Kong menerka mesti ada urusan yang menyebabkan Sun Siu malam-malam
kembali ke Bek Hie Hong, maka juga ia lantas menanya: "Siangkoan Tayhiap telah pergi
tetapi lantas kembali, mungkinkah itu disebabkan Tayhiap telah diketahui bahwa Ouw
Yam Nio bakal datang mengacau?" Sun Siu tertawa.
"Aku datang buat satu urusan lain," sahutnya. "Kebetulan saja aku tiba disaat Nona
itu sedang membikin ribut disini." la terus berpaling kepada Nona Honghu untuk
bertanya. "Honghu Sumoay datang lebih dahulu dari pada aku, apakah kau dapat lihat
seseorang yang berambut merah dan bermata biru, yang rambutnya riap-riap hingga
mirip hantu?" Pemuda ini membasakan orang sumoay ialah adik seperguruan (sebutan
untuk wanita). Nona Pek Hee berpikir sejenak sebelum menjawab.
"Ketika aku melewati jurang Hui Pauw Gay," sahutnya sejenak kemudian, "aku
melihat melintasnya satu bayangan orang yang tubuhnya mungkin lebih tinggi dan
besar dari pada orang yang kebanyakan, dan ilmu larinya demikian mahir hingga selagi
aku mikir buat menyusul dia atau jangan, tahu-tahu dia sudah pergi jauh, dia sudah
lantas lenyap dari pandangan mataku. Rasanya orang itu mempunyai rambut yang
teriap-riap kepunggungnya.. . . . . "
"Tidak salah, itulah dia !" seru Siangkoan Sun Siu, yang lantas menghela napas.
Hanya sejenak ia sudah lantas menambahkan: "Orang itu ialah Pek Gan Kwie Leng Sie
Cay si Iblis Bermata Biru. Selama di Ngo Bwee Kwan dia melihat pertempuran kalut
diantara orang-orang Thian Liong Pang dengan orang-orang Ngo Bie Pay, Khong Tong
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
66 yoza collection Pay, dan Tiam Cong Pay, lantas dia turun tangan, tanpa memperdulikan siapa pihak
lurus dan siapa pihak sesat, dia main bunuh orang dan merobek perutnya untuk diambil
hatinya. Setelah mengorbankan beberapa puluh orang, dia terus kabur. Aku menerka
dia kembali kesini, maka juga aku lantas menyusulnya. Syukurlah sekarang kita
mendahului dia tiba disini. Andaikata dia datang, kita berdua tak usah kuatir lagi!"
Honghu Pek Hee heran. "Buat apakah Leng Sie Cay dengan hati manusia itu?" tanyanya.
"Dia itu manusia aneh, itu pula yang menyebabkan dia memperoleh julukan iblisnya
itu," sahut Sun Siu. "Buat dia, hati manusia adalah barang hidangannya yang paling
lezat." Mendengar itu, semua orang terdiam, hati mereka bagaikan beku. Hebat Leng Sie
Cay. Dia benar-benar seorang iblis.. .
Siangkoan Sun Sui menghela napas ketika ia berkata pula: "Orang orang yang lagi
bertarung itu bukan dari tingkat tertinggi tetapi juga mereka bukanlah orang-orang
biasa. Akan tetapi, mudah saja mereka dirobohkan Leng Sie Thay! Itulah bukti dari
liehaynya senjata rahasianya. Cian Tok Bong Hong Ciam, jarum Seribu Bisa. Aku
menduga bahwa keluarga Tek juga terbinasa diujung jarumnya yang jahat itu."
Nona Honghu tidak ketahui hal ikhwalnya Keluarga Tek itu, setelah ia minta
keterangan dari Sun Siu, ia menjadi terharu sekali hingga air matanya meleleh keluar.
Ho Tong menjadi sangat gusar hingga dia berteriak. "Iblis itu sangat jahat dan kejam!
Kalau dia ketemu denganku akan kuhajarnya hingga tulang tulangnya pada patah!"
Siangkoan Sun Siu tertawa menyaksikan ketololan si polos itu.
"Ah, saudara dungu!" katanya. "Jikalau kau ketemu dengan Pek Gan Kwie, tidak dapat
kau berlaku sembrono! Ketahuilah, disamping jarum beracunnya itu Cin Tok Bong Hong
Ciam, dia juga memiliki kepandaian lihay lainnya yaitu Han Hian Mo Kang, ilmu iblis
Dingin Bencana. Siapa terluka dia sukar dapat ditolong lagi. Oleh karena itu aku
berpendapat baiklah kalian lekas-lekas berlalu dari sini, jikalau tidak.. . . . . "
"Siangkoan Suheng terlalu berhati-hati!" Nona Honghu menyela. Iapun memanggil
"Suheng", kakak seperguruan, "menurut aku Pek Kongcu lekas berlalu dari sini atau tidak
itu tak berbeda banyak. Bukankah andaikata dia ketemu Pek Gan Kwie di tengah jalan
mana si iblis mau dengan mudah saja melepaskannya?"
Siangkoan Sun Siu berdiam sejenak, lalu mengangguk. Ia membenarkan kata-kata
si nona. Karena ini, ia berkuatir juga bagi keselamatannya kedua kawan muda itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
67 yoza collection "Sumoay benar," katanya kemudian. "Saudara Pek berdua mau pergi ke Ngo Bwee
Nia untuk mencari obat, perjalanannya itu sukar dan berbahaya. Saudara Ho memang
bertenaga sangat besar, terhadap segala kurcaci, dia boleh tak usah kuatir, tapi kalau
dia ketemu orang yang mengerti silat, pasti dia akan tak berdaya.. ."
Berkata demikian, pemuda ini menoleh kepada Pek Kong yang wajahnya suram,
maka tanpa merasa, ia merasa kasihan. Pemuda itu memang mendatangkan kesan baik
baginya. Kalau saja ia tidak punya tugas, tentu sudah ia mengantarkannya ke Ngo Bwee
Nia. Sekarang ia sedang menerima tugas dari gurunya.
"Saudara Pek," katanya kemudian, "kau mau mencari obat ke Ngo Bwee Nia, kau
hendak menolong pamanmu. Suatu maksud sangat baik dan harus dipuji. Akan tetapi
perjalanan ke puncak itu sangat sukar dan berbahaya. Bicara terus terang, bagaimana
apabila kau menghadapi bencana selagi maksud tujuanmu belum tercapai " Bukankah
itu berarti kegagalan bagi kedua belah pihak" Kau dapat celaka dan orang dirumahmu
sia-sia saja mengharapkan kembalimu! Sayang aku sedang diperintah guruku, jikalau
tidak, dapat aku mengantarkan kau. Taruhlah kau tidak berhasil mendapatkan obat tapi
aku bisa melindungi keselamatan jiwa ragamu. Inilah hal yang harus dipikirkan. Menurut
pendapatku, baiklah saudara pulang saja
Pek Kong terdiam. Orang itu bicara benar. Cuma, kalau ia pulang, bagaimana dengan
pamannya yang sedang sakit itu yang mengharap harap kembalinya dengan obat yang
mujarab" Ingat pamannya itu, Paman Houw atau lebih tegas Siauw Seng Houw bukan
main ia berduka. Paman itu memandang dan menganggapnya dia seperti anak sendiri.
Disanapun ada adik Couwnya, yang mirip dengan saudara kandungnya. Dapatkah ia
berlaku mementingkan diri sendiri saja" Tidak!
"Tayhiap sangat baik padaku, aku sangat bersyukur," katanya kemudian, suaranya
pasti. "Hanya kalau sekarang aku pulang, aku malu pada diriku sendiri! Pula, mana bisa
hatiku tenang" Karena itu tetap akan pergi ke Ngo Bwee Kwan! Tentang berhasil atau
tidaknya itu urusan lain, terserah kepada nasib atau takdir . ."
Ketika Honghu Pek Hee mencuri mendengarkan pembicaraan antara Pek Kong dan
Ouw Yam Nio, dalam hal mana ia menggunakan "Teng Pek Kang," ilmu mendengar
sambil memasang telinga ditembok, ia belum mengetahui maksud tujuan perjalanan
anak muda ini. Baru sekarang ia ketahui jelas, maka sendirinya timbullah kesan baiknya
terhadap pemuda itu. "Siangkoan Suheng, tak usahlah kau terlalu berkuatir," ia lantas berkata kepada si
pemuda gagah. "Biarlah aku yang menemani kakak Pek dalam perjalanannya ini."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
68 yoza collection "Kalau saudara Pek pergi bersama dengan sumoay, dia tak akan gagal," berkata
Siangkoan Sun Siu, "tetapi perjalanan lebih banyak bahaya dari pada kebaikannya, maka
itu aku minta, baiklah kalian berhati-hati. Hanya mengenai kau, sumoay, dapatkah kau
memberitahukan aku untuk kepentingan atau urusan apa, maka kau datang kemari?"
KU tengah menjalankan perintah guruku, sahut Nona Honghu terus terang.
"Aku ditugaskan mencari buah peebwee ko yang umurnya seribu tahun
itu. Aku tidak tahu jalan, aku kesasar kemari yang aku sangka Soat Bwee
Hong adanya. Mulanya aku hendak lantas pergi pula ketika tiba-tiba aku mendengar
suaranya seorang wanita. Aku heran dan ingin tahu, maka aku mencari suara itu, hingga
aku mendengar Ouw Yam Nio tengah menggerendengi kakak Pek . .
Setelah berkata demikian, nona ini melirik Pek Kong yang tampak mukanya merah.
"Sebenarnya aku tidak tahu bahwa dia seorang tongcu dari ruang Leng Ho Tong dari
Thian Liong Pang," ia melanjutkan. "Aku mengetahuinya sesudah dia sendiri yang
menyebutnya. Kemudian aku menyaksikan lagaknya lantas aku meninggalkannya. baru
aku pergi beberapa puluh tombak, mendadak ada orang yang membokong padaku. Dua
kali aku berkelit dari serangan senjata rahasia, baharu aku melihat munculnya delapan
orang pria yang bertubuh kekar. Lucu juga, mereka itu menyebut dirinya Pat Toa Thie
Gu, yaitu delapan ekor kerbau besi yang besar, tetapi ketika kuhajar dengan tanganku,
dua diantaranya roboh seketika! Selanjutnya kalian telah menyaksikannya sendiri."
Baharu si nona menutup kata-katanya itu mendadak ia berseru: "Oh!" dan lantas ia
menambahkan: "Hampir aku lupa menghaturkan terima kasihku kepada Siang Koan
Suheng yang telah menolongku, aku masih belum terlambat bukan?" Dan ia segera
bangkit, buat menjura kepada si pemuda sambil merangkapkan kedua belah tangannya.
Siang Koan Sun Siu repot membalas hormat itu, didalam hatinya ia merasa bangga
bukan main. Nona itu cantik sekali dan diam-diam bentuk kecantikannya itu berpeta
dikelopak matanya. "Sumoay," katanya kemudian, "Karena kau hendak menemani
saudara Pek melakukan perjalanan, baiklah kau beristirahat siang-siang. Aku sekarang
mau pergi mengikuti jejaknya Leng Sie Cay, karena itu aku memohon diri." Dan ia segera
berangkat. Pendekar Yang Berbudi - Halaman
69 yoza collection Setelah pemuda itu berlalu, sepasang muda-mudi yang ditinggal pergi itupun
merasa perlu untuk beristirahat, namun segera mereka menjadi bingung. Kamar cuma
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebuah dan pembaringan batupun hanya satu! bagaimana mereka bertiga harus tidur"
Honghu Pek Hee dapat melihat pemuda itu bingung, ia dapat menerka sebabnya.
Memang ia sendiripun sedang memikirkan soal tidur itu yang dirasakan janggal. Tapi
hanya sebentar, ia lantas mendapat pemecahannya. Maka ia tertawa dan berkata
kepada Pek Kong: "Pergi kalian tidur diatas pembaringan itu! Bagiku sudah cukup duduk
beristirahat sebentar dikursi itu!"
Ho Tong si polos girang mendengar kata-kata si nona. Ia tak ingin dan tak
memikirkan sedikitpun soal kesulitan itu. Bahkan ia lantas tertawa. "Baiklah, aku tidur
lebih dahulu!" katanya seraya terus lompat naik keatas pembaringan batu!
Pek Kong memikir sebaliknya, walaupun ia pernah mendengar dari Paman
Houwnya halnya seorang yang pandai silat tak terlalu merepotkan diri dengan soal
tidur, bahwa memang sudah cukup andaikata orang dapat duduk beristirahat saja atau
sambil bersemadi. Tapi ia malu sendirinya ia sebagai pria rebah tidur diatas
pembaringan, sedangkan si nona mesti duduk bercokol saja selama satu malam. Maka
itu, habis berpikir sejenak, iapun tertawa dan berkata: "Baiklah kalau begitu nona! Aku
pun akan duduk beristirahat didepan meja itu guna menantikan tibanya sang fajar!"
Honghu Pek Hee tersenyum. Ia tak mengatakan ya atau menolak. Ia terus duduk
bersila, untuk mulai beristirahat, matanya terus dipejamkannya.
Walaupun demikian, hatinya Pek Kong masih kurang tenang. Ia duduk berdiam saja.
Sekian lama ia masih terus berpikir. Banyak yang mengganggu otaknya. Pertama-tama
halnya Kim Pian Giok Liong yang demikian baik hati. Merekalah sahabat-sahabat baru
tetapi pemuda itu demikian memperhatikannya dan suka bekerja secara sukarela untuk
urusannya, ia pun terganggu oleh penyesalannya sebab ia masih belum berhasil
memperoleh obat, sedangkan paman Houw-nya terus masih menderita sakit dan entah
bagaimana keadaannya, penyakitnya memperoleh kemajuan atau memburuk.. . Dan
dihadapannya sekarang berada si Nona Honghu, yang juga suka bekerja untuknya. Nona
itu pasti usianya tak terpaut banyak tahun dari padanya. Walaupun seorang wanita
tetapi gagah. Dia cantik dan juga hatinya sangat mulia. Bukankah si nona suka
sendirinya menemani ia membuat perjalanan " Itu berarti pertolongan, sebab namanya
menemani tetapi sebenarnya nona itu hendak melindunginya.. . . . .
"Kapankah aku dapat membalas budi mereka?" pikirnya lebih jauh. "Dan dengan
cara bagaimana?" Pendekar Yang Berbudi - Halaman
70 yoza collection Kembali ia ingat kepada pamannya, karenanya berbareng ia juga teringat akan
Couw Kun, putri pamannya itu.. .
Teringatlah Pek Kong akan sebuah rumah tua, yang terbagi atas dua ruang dalam,
sedangkan bagian belakangnya menyambung dengan kebun bunga dimana ada
tertanam beberapa ratus macam bunga dan pohon hias. Taman itu justeru membuat
rumah itu terkenal disekitar dusunnya. Dusun Sip hongtin. Itulah taman kemana setiap
hari Pek Kong dan Couw Kun sering datang melewati saat-saat senggang mereka.
Hanya semenjak pamannya sakit, taman itu menjadi sepi sunyi dari mereka berdua,
Couw Kun harus selalu mendampingi ayahnya, maka sejak itu, selalu sepi, taman itu
pun tak terawat seperti semula.. .
Pada suatu hari, diwaktu tengah hari tetapi Sang Surya tak muncul, pula tiada tanda
dari bakal turunnya sang hujan. Justeru waktu itu seorang wanita muda dengan baju
putih berlari-lari keluar dari pedalaman rumah terus kedalam taman, langsung
memasuki sebuah ruang yang dinamakan kamar buku, dan dia segera keras dengan
nada bingung : "Kakak Kong! Kakak Kong! Ayah pingsan!"
Orang yang dipanggil Kakak Kong itu ialah Pek kong, bangkit dari tempatnya duduk,
dan ia menjadi terlebih kaget pula, sebab si nona ialah Couw Kun sudah lantas roboh
pingsan didalam rangkulannya. Ia menjadi bingung.
Matanya nona itu basah dengan air mata sedangkan mukanya pucat sekali dan
bibirnya yang biasanya merah delima, menjadi biru kehitam-hitaman. Ketika hidungnya
diraba, hidung itu pun dingin bagaikan es. Bahkan napasnya pun berhenti.
Saking kagetnya, si anak muda menjadi berdiri diam terpaku sambil masih
memeluki tubuh gadis itu..
Dengan lewatnya sang waktu, Pek Kong mendusin sendirinya.
Mendadak ia memuntahkan segumpal darah, tetapi dengan memeluk tubuh si Nona
Siauw, ia berkata sedih: "Oh, adik, mengapa kau tega meninggalkan aku pergi.. ."
Sekonyong konyong si nona berbaju putih meronta, menolak tubuh Pek Kong, terus
dia berkata nyaring: "Aku toh tidak pergi, apakah kau edan?"
Tiba-tiba Pek Kong tersadar, matanya lalu menatap. Mendadak ia menjadi berdiri
tercengang! Dihadapannya berdiri Nona Honghu Pek Hee! Kiranya ia telah bermimpi.. . . . .
Setelah si anak muda sadar, Nona Honghu menjadi merah kedua pipinya. Ia likat
tetapi toh berkata menyesal; "Kau apa-apaan ini" Kenapa kau tak memakai aturan lagi"
Kau telah meludahi orang, kau tahu" Kaupun memelukinya.. .Kau telah membuat pakaian
orang kotor! Sebenarnya kau kenapakah?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
71 yoza collection Pek Kong melongo, memang ia telah meludahi nona itu. Sekarang ia mengerti
bahwa tadi ia sudah bermimpi memeluki Couw Kun tak tahunya ia sebenarnya
merangkul Pek Hee. Ia menjadi malu dan bingung, ia merasa takut juga! Masih ia
menjublek sampai ia lekas-lekas menjura dalam didepan si nona seraya berkata
dengan nada duka: "Maaf liehiap, aku keliru, aku bersalah. Semua ini terjadi diluar
kesadaranku, karena barusan aku bermimpi.. Liehiap, sudilah kau memaafkan aku.. ."
Karena bingungnya itu, ia memanggil liehiap nona gagah kepada nona didepan itu.
Ia masih tampak sangat jengah dan berkuatir.. .
Pek Hee mengerti bahwa orang itu tidak berlaku kurang ajar terhadapnya, malah
didalam hati ia merasa lucu walaupun demikian ia berkata. "Sungguh menjemukan!
Memangnya apakah yang aku katakan terhadapmu" Kenapa kau berpura-pura gila
macam begini ?" Pek Kong menjadi bingung sekali. Ia masih muda dan sangat tak berpengalaman
dalam hal pergaulan dengan kaum wanita. Sekalipun ia bergaul akrab dengan Couw
Kun, belum pernah ia berpeluk cium dengan nona itu. Di sini iapun cuma kenal Ouw
Yam Nio dan nona Honghu ini. Ia dapat melihat perbedaan antara nona Ouw dan Pek
Hee, toh ia tak mengerti akan sifat wanita yang mudah bergirang, gampang marah.
Maka itu ia bingung karena menerka Nona Honghu gusar.. . . . .
"Liehiap menegur aku, itu benar..," demikian katanya dengan bingung. Ia pintar
bersurat tetapi toh kehabisan kata-kata.
Diluar kehendaknya. Nona Honghu tertawa tertahan. Lucu lagaknya pemuda itu. Ia
mengerti bahwa orang bingung dan malu, karenanya dia menjadi tidak tahu harus
berbuat, bagaimana atau mengatakan apa. Berbareng dengan itu, iapun lantas memikir
tentang dirinya sendiri. Ketika tadi nona itu duduk beristirahat, ia menenangkan diri sambil memejamkan
mata. Sudah biasa baginya untuk bersemadhi. Hanya kali ini, ia dapat duduk tenang
tetapi hatinya tidak tenteram. Ia meram tapi matanya seperti membayangkan sesuatu.
Inilah pengalamannya yang pertama sejak kecil. Maka ia merasa aneh dan tidak
mengerti. Ia menjadi terkejut karenanya, dicobanya menindih hatinya untuk
menguasainya tapi gagal. Makin lama hatinya makin tak tenteram, hatinya sangat
berdebar-debar. Tidak mudah baginya untuk menenangkan hatinya itu. Akhirnya, ia juga
memikirkan dirinya diombang-ambingkan gangguan bathin itu. Karena ini, sebentar ia
ingat akan dirinya sendiri, yang luntang-lantung tak keruan, sebentar ia bingung
memikirkan suatu hal yang tak jelas baginya.. . . . . !
Lalu ia ingat budi gurunya, yang memelihara dan mendidiknya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
72 yoza collection Iapun ingat hal bencana malam itu yang mengancam dirinya.. .
Dilain saat lagi, paras tampan Siang Koan Sun Siu yang tampan terbayang
dimatanya. Tapi cuma sebentar, wajah itu lantas berubah menjadi wajah seorang
pelajar yang cakep ganteng.. . . . .
Bagaimana itu" Lekas-lekas si nona membuka matanya, dan apa yang dilihatnya adalah Pek Kong
yang tengah tidur dengan meletakkan kepalanya di atas meja.. . . . .
dan dada yang lebar, potongan tubuh yang kekar! Itulah roman yang halus, mata yang
hidup.." Berpikir demikian, nona ini lantas bangkit. Dengan perlahan, ia melangkah kedepan
Pek Kong. Mendadak pemuda itu berdiri, matanya menatap tajam. Ia terkejut, ia takut pemuda
itu mengatakannya centil atau tak tahu malu. Maka ia menjadi bingung. Tapi
pertentangan dengan niatnya untuk pergi menyingkir, sekonyong-konyong kedua
kakinya lemas, lalu tubuhnya roboh, bahkan ia jatuh tepat didalam rangkulan pemuda
itu! Disaat itu Pek Kongpun mendadak memeluk tubuh si nona, memeluk erat-erat.
Sejenak itu, Honghu Pek Hee sadar, maka kagetnya tidak terkira. Ia
terangkul.. . . . . keras. Sejenak itu pula timbul anggapannya bahwa sianak muda ceriwis,
maka tiba-tiba panaslah hatinya. Dengan marahnya hendak ia menggaplok telinga anak
muda itu. Cepat pada detik itu mendadak saja Pek Kong muntah hingga kena
mengotorkan ujung bajunya si nona, kemudian iapun menangis.
Sekarang tahulah Nona Honghu bahwa pemuda itu sedang bermimpi, walaupun
demikian sengaja ia memperlihatkan wajah tak senang, hingga ia dapat membuktikan
Pek Kong sebagai seorang kuncu, pria terhormat.
Kemudian Pek Hee ingat bahwa antara lain Pek Kong tadi mengucapkan kata-kata
"tega". Kata-kata itu biasa diucapkan terhadap orang yang sebaya dan akrab
pergaulannya. Maka itu, apakah pemuda itu telah mempunyai kekasih"
Memikir begitu, tanpa terasa Nona Honghu agak curiga.
"Tidak, aku tidak persalahkan kau.. " akhirnya ia berkata. Ia lantas berpaling keluar,
ia dapatkan jagat sudah terang tanah. Maka ia meneruskan: "Bangunkanlah saudara
dungumu itu, kita harus lekas berangkat!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
73 yoza collection Ho Tong tidur nyenyak sekali. Sudah beberapa malam ia tidak dapat tidur, maka
kamar batu yang hawanya hangat itu cocok untuknya. Hatinya pun lega sebab ia seperti
dijaga si nona gagah. Ia baru bangun dengan gelagapan ketika Pek Kong
membangunkannya. Lantas ia berkemas-kemas. Setelah lebih dahulu menyerbu habis sisa makanan,
dengan beruntun mereka meninggalkan kamar batu itu. Angin dan salju sudah berhenti
tetapi salju memenuhi jagat, dimana-mana tampak putih seluruhnya.
Cuaca pun cerah. Cuma hawa udara sangat dingin.
Pek Kong menggigil saking dinginnya hawa, maka lekas-lekas ia menelan pil bekal
dari Hong Hweeshio si Pendeta Edan. Ia pun memberikan sebutir kepada Ho Tong. Tapi
si polos menampik. Dia bertubuh kuat sekali hingga dia tak membutuhkan obat pelawan
dingin itu. Hebat khasiatnya obat itu. Begitu Pek Kong menelan masuk kedalam perutnya,
kontan rasa dinginnya hilang, ia menjadi segar sekali hingga ia sanggup berjalan
dengan cepat. Bertiga mereka jalan sambil bercakap-cakap guna menekan rasa iseng ditengah
jalan. Nona Honghu mesti membatasi larinya, supaya kedua kawannya itu dapat
mengikutinya. Karena ini, selain bicara, ia sering teringat akan peristiwa tadi malam.
"Apa sih artinya "tak tega" yang dimaksud kau itu?" pikirnya. "Siapakah nona cantik
itu yang membuatnya begitu tergila-gila perlu aku tanya dia.. !" Bahkan segera ia mulai:
"Pek Kong selain kau ada siapa lagi dirumahmu" Sebenarnya pamanmu itu sakit apa
maka kau menjadi demikian bingung?"
Parasnya si anak muda lantas menjadi suram. Pertanyaan itu membuatnya
menghela napas. "Lie hiap," katanya. Tapi si nona memotongnya: "Jangan panggil aku Liehiap!" Pek
Kong melengak, ia mengawasi nona itu. Katanya pula: "Liehiap, bagaimana aku yang
rendah . ." "Hus!" memotong pula nona itu. "Sudah kukatakan jangan panggil aku Liehiap !
Jangan juga menyebut-nyebut aku yang rendah!"
"Habis bagaimana ?" tanya si anak muda melongo.. "Gusarkah kau?"
Nona itu kembali menatap, tetapi ia tidak memperlihatkan roman bengis. Ia hanya
agak mengeluh. "Bagaimanakah pikiranmu?" Tanyanya. "Apakah aku tidak punya she dan nama?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
74 yoza collection Pemuda itu mengawasi. "Bukan begitu!" sahutnya. "Mana berani aku berlaku lancang?"
"Tidak! Jangan sekali lagi memanggil aku Liehiap! Aku tidak mau dan tidak suka!"
Pek Kong berdiam. Ia menjadi serba salah, Ho Tong sebaliknya. Dia justeru tertawa.
"Mudah saja!" dia campur bicara, Sirase pengacau menyuruh kau memanggil dia
kakak, kau tidak ladeni dia! Maka itu sekarang baiklah kau panggil kakak pada Liehiap!"
Mendadak Honghu Pek Hee tertawa.
"Tak kusangka!" katanya. "Katanya kau dungu tetapi kau dapat berpikir!"
Memang, dalam polosnya, pemuda sembrono dan tolol itu dapat berpikir tepat.
Pek Kong pun sadar. Ia sangat setuju dengan sarannya Ho Tong itu. "Kakak!" ia
segera memanggil. Ia pun bersikap sangat menghormat. Nona Honghu tertawa. "Boleh
juga aku menjadi kakakmu!" katanya, hatinya riang. "Tetapi sikapmu yang sangat
menghormati itu tidak tepat! Tak puas aku melihatnya. Baiklah kau rubah gerak-gerikmu
itu!" Lagi-lagi Pek Kong melengak. Aneh nona ini!
"Bilang padaku," kata Pek Hee sambil mengawasi wajahnya penuh dengan
senyuman, "dimana dunia ini ada lain orang yang sebagai adik memanggil kakaknya
dengan menghormat seperti kau ini?"
"Dengan sebenarnya, belum pernah aku melihatnya," sahut Pek Kong, jengah. "Aku
seorang anak yatim piatu dan dirumahku cuma ada Paman Siauw Seng Hauw bersama
adik Couw Kun. Paman sedang sakit tetapi penyakit apa yang dideritanya itu tidak ada
yang tahu, belum ada yang dapat memastikan. Cuma Liauw Khong Siansu dari Ngo Tay
San yang bilang bahwa itu semacam penyakit beracun yang panas, bahwa obat satusatunya yang dapat menolongnya adalah peebwee lengko usia seribu tahun, yang
hanya terdapat di gunung Ngo Bwee Nia. Maka kami diminta mencari buah itu. Ketika
kami berdua berangkat dari rumah, sakitnya paman sudah meroyan sekali, jikalau buah
itu tak berhasil didapatkan, dalam tempo lewat sepuluh hari, dia tak akan dapat ditolong
lagi, walaupun ada buah lengko muj izat itu.. . . . . "
Nona Honghu menatap. "Pamanmu itu she Siauw, kau she Pek, bagaimanakah itu?" tanyanya heran.
"Apakah adik Couw Kun mu itu adik kandungmu?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
75 yoza collection "Ayah bundaku telah meninggal dari siang-siang, maka juga hidupku bergantung
pada Paman Houw," sahut si anak muda, berduka, "adik Couw Kun ialah putri tunggalnya
Paman Houw . ." Honghu Pek Hee terharu mendengar keterangan itu, tetapi mengetahui Couw Kun
menjadi anak gadisnya Seng Houw, diam-diam timbul jelusnya. Hanya sebentar ia
terlihat berduka sekali. Ia ingat bahwa iapun anak sebatang kara, hidup seorang diri
seperti pemuda itu. "Aku tidak sangka bahwa kaupun sebatang kara.. . . . . " katanya perlahan. Dan tanpa
merasa, matanya berlinangkan air mata suci murni.. . . . .
Pek Kong mengawasi nona itu, ia heran. Nona demikian gagah, yang tadinya
nampak riang gembira, menjadi demikian bersusah hati. "Kak," ia bertanya. "Apakah
kakakpun sudah tidak berayah ibu?" Mendadak saja si nona menangis tersedu-sedu,
airmatanya bercucuran. "Kau tidak tahu," sahutnya perlahan, terputus putus. "Dibandingkan dengan kau, aku
terlebih menderita.. . . . . "
Sebenarnya, mengenai riwayatnya sendiri Honghu Pek Hee tidak tahu jelas. Bahkan
belum terlalu lama, she dan namanya sendiri ia tak ketahui. Hanya tadinya, oleh gurunya
ia cuma dipanggil "Hee-jie". Anak Hee, dan ia sudah merasa puas. Ketika itu hari ia
disuruh gurunya untuk turun gunung, guru itu Bwee Hong Soat Lie, si bhikshuni dari
puncak Bwee Hong, memanggilnya datang dekat dan terus mengusap-usap rambutnya.
Gerak-geriknya guru itu sangat halus dan menyayang.
"Anak Hee," katanya sabar, "sekarang kau sudah berusia delapan belas tahun. Dan
kau telah berhasil mewarisi semua kepandaian silatku. Sukur kau sangat cerdas, segala
apa dapat kau pelajari dengan baik. Cuma dalam hal tenaga dalam, kau mencapai tujuh
atau delapan bagian. Sekarang, telah tiba saatnya buat kau turun gunung guna mencari
pengalaman.. . . . . "
Pek Hee terkejut. Sejak masih kecil sekali ia telah mengikuti gurunya ini yang
memelihara, merawat dan mendidiknya, hingga pergaulan mereka mirip seperti ibu dan
anak, sekarang ia disuruh pergi, maka ia merasa berat sekali.
"Tidak, anak Hee tidak mau pergi.. !" katanya, dan terus saja ia menangis. Ia pun
merangkul gurunya itu. Bwee Hong Soat Lie mengusap usap kepala muridnya. Memang, ia sendiripun tidak
ingin berpisah dari murid yang baik itu, tetapi demi untuk pengalamannya, buat satu
urusan lain yang penting, ia terpaksa menyuruh murid itu turun gunung. Ia juga merasa
sedih, hingga tanpa terasa ia mengucurkan airmata.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
76 yoza collection "Jangan menangis, anak," ia membujuk.
"Duduklah! Ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan kau . . "
Nona itu menurut. Ia menyeka air matanya, lalu duduk didepan gurunya itu.
Soat Lie melirik muridnya, ia tertawa, walaupun hatinya sedih. "Lebih dahulu aku
hendak mendongeng, kau suka dengar atau tidak?" katanya ketika ia hendak mulai
bicara. "Suka!" sahut murid itu cepat, bahkan ia pun tertawa.
"Dasar anak-anak!" kata sang guru didalam hati. Lalu ia berpikir: "Bagaimana dapat
aku memberitahukan dia hal itu . . ?"
Pek Hee mengawasi gurunya, ia menanti ceritera gurunya itu. Tapi, sang guru duduk
diam sekian lama. "Bicaralah, lolo!" katanya mendesak. Ia biasa memanggil lolo kepada gurunya itu.
Itulah panggilan mirip panggilan keibu-ibuan. Kembali sang guru menatap, baru ia mulai:
"Tujuhbelas tahun yang lampau. . . ."
"Ah, lolo!" kata si murid, menyelak. "Kalau bicara, selalu menyebut hal atau hal-hal
dari banyak tahun yang sudah berlalu. Tak suka aku mendengarnya!" Dan ia tertawa.
Guru itupun tertawa. "Kau aneh, nak!" katanya. "Jikalau ceritera bukan dimulai dari banyak tahun yang
lampau, mana dapat itu dinamakan dongeng?"
"Baiklah!" kata si murid kemudian, "ceritakanlah!"
Senang hatinya sang guru melihat muridnya demikian polos, tetapi diam-diam ia
menghela napas. Setelah itu ia mulai dengan ceritanya: "Tujuh belas tahun yang lampau
itu," demikian katanya," pada suatu hari aku melakukan perjalanan pulang dari tempat
yang jauh. Ketika aku lewat di jalan dekat Ngo bwee kwan tiba-tiba aku mendengar
tangisnya seorang anak kecil. Aku heran, segera aku pergi melihat dengan mengikuti
suara tangis itu, aku berhasil mendapatkannya. Aku tiba disegundukan tempat didepan
sebuah rimba bambu. Di situ ada sebuah bungkusan dari cat kuning, didalamnya
terdapat seorang anak perempuan berumur belum cukup satu tahun!" Guru ini berhenti
sejenak. Ia melirik muridnya, yang kelihatan diam saja, mulai tertarik agaknya. Maka
legalah hatinya. "Ketika itu aku merasa kasihan terhadap anak itu," ia melanjutkan ceritanya. "Semula
aku menyangka dia anak yang dilahirkan dari perhubungan gelap. Lantas aku
membawanya pulang." Pendekar Yang Berbudi - Halaman
77 yoza collection "Bukankah anak itu aku adanya?" Tiba-tiba si murid menanya. Mendadak saja ia
seperti mendapat firasat.
"Dengarlah dahulu!" Sahut sang guru. "Jikalau tidak, tak mau aku meneruskan
ceritaku ini!" Pek Hee diam, ia hanya memasang telinga.
"Anak itu aku bawa pulang," sang guru menyambungkan. "Didalam kain pembungkus
anak itu, ada satu buntalan kecil. Waktu kubuka buntalan itu, didalamnya terdapat
sehelai kertas yang ada tulisan dengan darah terdiri dari empat belas huruf."
Tubuhnya Pek Hee nampak gemetar. Rupanya dia kaget dan hatinya berdebardebar.
Sang guru bermata jeli, ia melihat itu tetapi ia membiarkannya.
Ia harus bercerita terus. Inilah saat yang baik buat si murid turun gunung. Pelbagai
orang kosen dari pelbagai partai justeru tengah berkumpul di Ngo Bwee Nia.
"Kau tahu apa bunyi surat itu, anak?" Tanyanya. Tapi tanpa menanti jawaban, ia
sudah lantas meneruskan, "kata-katanya adalah demikian. Ayahnya anak ini bernama
Honghu In Liong sudah menutup mata dan ibunya juga bakal menyusulnya. Tulisan
sangat singkat, hingga yang diketahui cuma namanya si ayah. Kenapakah orang tahu
bahwa ibunya si anak bakal menutup mata" Apakah orang itu dapat meramalkan"
Maka itu, anak Hee, cobalah kau menerkanya!"
Pek Hee berpikir. "Mungkin ibu itu bekas dianiaya orang dan karena lukanya parah, dia disangka tak
akan tertolong lagi," sahutnya sejenak kemudian, "Tidak salah!" sang guru membenarkan.
Lalu ia meneruskan lebih jauh: "Pada bajunya anak itu terjahitkan serangkai bunga bwee
putih, yang terbuat dan kain wool. Sudah lama aku tidak pernah turun gunung, urusan
kaum Kang ouw gelap bagiku, maka juga, mengenai bunyinya surat peninggalan itu aku
tidak menyelidiki lebih jauh."
Pek Hee agaknya heran. "Lolo," tanyanya, "kenapakah Lolo tidak menyelidiki lebih
jauh?" Sang guru menyahut tetapi dengan roman dan nada sedih.
"Bagaimana dapat aku lakukan itu, anak?" dia belas menanya. "Aku mesti merawat
anak itu yang tidak dapat ditinggal pergi jauh dari buat tempo lama yang tak ada
batasnya." Pek Hee tampaknya dapat menerima alasan itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
78 yoza collection "Oh, begitu.. ." katanya, perlahan.
"Baharu setelah anak itu berumur tiga tahun." Bwee Hong Soat Lie melanjutkan
dongengnya lebih jauh, "Aku membawanya turun gunung buat mencari keterangan. Aku
pergi keempat penjuru angin. Kemudian aku berhasil memperoleh keterangan bahwa
Honghu In Liong itu menjadi salah seorang dari Liong Houw Siang Hiap sepasang jago
Naga dan Harimau yang kesohor dalam dunia Rimba Persilatan. Dialah yang dijuluki
Kiam Kun Kiam karena dijamannya itu dialah ahli pedang yang sangat kenamaan,
hingga nama benarnya tertindih julukannya itu. Ketika aku memperoleh keterangan itu,
katanya Honghu In Liong sudah sejak tiga tahun yang lalu hilang dari dunia Sungai
Telaga, bahwa nama Liong Kouw Siang Hiap tidak terdengar lagi. Maka itu, anak itu
terang adalah anaknya Honghu In Liong. Apa yang aneh ialah sebegitu jauh yang orang
ketahui, Honghu In Liong belum pernah menikah! Bagaimana maka dia mempunyai
anak?" "Memang itu aneh!" Pek Hee tiba-tiba memotong. "Apakah hal itupun lolo telah
menyelidiki?" "Ya," jawab sang guru. "Ketika itu aku tidak memperoleh hasil. Sulit membuat
penyelidikan. Baru tahun ini aku memperoleh kepastian sesudah aku bertemu dengan
Liauw Khong Siansu! Memang benar anak itu puterinya Kian Kun Kiam Honghu In Liong.
Kian Kun Kiam sudah menikah hanya pernikahannya itu sengaja tidak diumumkan.
Sebabnya yaitu karena isterinya mendendam penasaran besar. Suami isteri itu telah
pergi mencari musuhnya, lantas secara diam-diam mereka bertempur, Honghu In Liong
terluka dan mati seketika. Nyonya Honghu In Liong juga terluka dan karenanya, belum
tiga bulan, diapun menyusul suaminya kealam baka. Dalam halnya mereka itu terbukti
tepatnya ramalan Liauw Khong Siansu.. "
"Habis bagaimana dengan anak itu?" tukas Pek Hee.
"Anak itu toh kau adanya!" jawab gurunya.
Itulah jawaban yang si nona telah menduganya sebelumnya. Maka itu, begitu ia
mendengar kepastiannya sang guru, tiba-tiba ia menjerit menangis.
Nona itu tidak tahu ayah bundanya, belum pernah ia melihatnya, tetapi dasarnya
anak, firasat telah membuatnya mereka terikat erat dengan orang tua itu. Demikian ia
menangis sedih sekali. Lebih-lebih kalau ia ingat, ia adalah anak yang tersia-sia dan
mesti hidup dalam rawatan orang lain.
Kedukaannya si nona sudah diduga gurunya bahkan guru itu kuatir muridnya nanti
jatuh pingsan. Maka itu sengaja ia mengarang cerita semacam dongeng, dengan
demikian, si nona jadi tidak dapat pukulan terlalu keras dan mendadak.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
79 yoza collection Pek Hee menjatuhkan diri diharibaan gurunya, maka guru itu mengusap-usap
rambutnya seraya menghiburnya.
Biar bagaimana, Bwee Hong Soat Lie turut mengucurkan airmata. "Sudah, anak,
sudah, kau jangan menangis lebih jauh," kemudian ia berkata, selagi si murid masih saja
bersedu-sedan. "Kau sekarang telah ketahui asal-usul dirimu, tentang ayah bundamu itu, maka
sekarang adalah saatnya buat kau berusaha melampiaskan penasaran mereka itu! Lagi
pula Liauw Khung Siansu pun telah menjelaskan padaku bahwa akhir tahun ini. disaat
berakhirnya musim dingin pada permulaan musim semi, kau harus pergi ke Ngo Bwee
Nia, di gunung itu katanya kau bakal menemukan sesuatu yang luar biasa. Memang
akhir tahun ini adalah saatnya masak buah Pee Bwee ko yang mujijat. Pasti bakal
banyak orang gagah, yang hendak mencoba mendapatkan buah itu. Jikalau kau berhasil
makan buah itu, anak, kepandaianmu bakal jadi sempurna seumpama didalam tempo
satu hari kau dapat lari sejauh seribu lie. Sehingga bagimu, usaha menuntut balas
menjadi sangat mudah! Jikalau toh kau tidak berhasil mendapatkan buah mujijat itu,
mungkin kau bakal ketemu musuh besarmu itu, atau kalau kau dapat berkenalan
dengan sejumlah orang gagah yang luar biasa, hasil itu baik sekali. Oleh karena itu,
anak, tidak dapat kau selamanya mengeram diri didalam Pek Hee Tong ini."
Mendengar kata-kata gurunya itu, Pek Hee berhenti menangis. Kata-kata itu benar.
"Anak Hee bersumpah, lolo akan bunuh musuhku dengan tanganku sendiri!" kata
dia sungguh-sungguh. "Anak pun hendak membalas budi lolo yang telah merawat dan
mendidik aku! Hanya lolo, siapakah musuh besarku itu " Dapatkah lolo menyebutkan
she dan namanya ?" Mendengar pertanyaan itu walaupun berduka, Bwee Hong Soat Lie merasa puas.
Murid itu dapat menentang kedukaannya sebab keras minatnya untuk menuntut balas.
"Anak," sahutnya, "karena aku repot mewariskan ilmu silat padamu tidak ada
kesempatan bagiku untuk mencari keterangan siapa gerangan musuh besar ayah
bundamu itu. Cuma satu hal dapat aku tegaskan, mengingat kegagahan ayah bundamu
itu, musuhmu pasti seorang yang liehay sekali dan cerdik, mungkin diapun sangat licik.
Ilmu pedang ayahmu sangat liehay, tidak sembarang orang dapat merobohkannya. Pula
mesti ada sebabnya kenapa ibumu didalam surat wasiatnya itu, tidak berani menulis
namanya musuh itu. Barangkali ibumu memikir, percuma saja andaikata kau pun belajar
silat, ia kuatir tak nanti kau sanggup membalas dendam.. ."
Hatinya si nona panas. "Lolo!" katanya keras, "bukankah ilmu silat tangan kosong
Hoan Soat Ciang dan ilmu pedang Hoan In Kiam dari lolo adalah yang nomor satu
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
80 yoza collection liehay dikolong langit ini?" Ditanya begitu, sang guru tertawa lebar-lebar hingga
suaranya berkumandang ke lembah-lembah.
"Bicara tentang ilmu ilmu silat anak," katanya nyaring, "lolomu ini belum pernah
merasa takluk terhadap siapa juga. Umpama Liauw Kong Siansu dia tergolong orang
nomor satu, tetapi dibandingkan denganku, itu cuma saja disebabkan usianya yang
sudah lebih tinggi dan pengalamannya yang terlebih banyak, seandainya usiaku
seimbang dengan dia belum tentu aku tak akan lebih dari padanya, memang Hoan Soat
Ciang dan Hoan In Kiam menjadi ilmu-ilmu silat yang nomor satu dikolong langit ini,
tetapi kau harus ingat kepada latihanmu. Tempo belajarmu sangat pendek! Kalau kau
dipadu dengan orang-orang sesama tingkat, mungkin kau dapat melebihinya, akan
tetapi satu kali kau menghadapi orang atas, orang-orang yang tingkatnya lebih atas,
kau masih belum cukup, apalagi kalau kau menemui kawanan hantu jahat dan iblis
telengas. Mereka itu biasa melatih diri dengan ilmu-ilmu sesat dan berbisa. Apabila
kurang teliti, kau bakal menyesal seumur hidupmu. Liauw Khong liehay tetapi dia masih
belum mau memberitahukan padaku nama musuhmu, terang itu disebabkan dia masih
meragukan sesuatu!" Honghu Pek Hee menangis. Kata-kata guru itu menandakan bahwa tak ada harapan
baginya untuk menuntut balas. Tapi ia tetap penasaran maka kemudian ia berkata tegas:
"Lolo, biarpun musuh liehay bisa mengukir langit, aku hendak membalas dendam
terhadapnya, supaya aku bisa membacok dan menikamnya beberapa kali! Buat itu, aku
tidak perduli jiwaku bakal melayang!"
Bwe Hong Soat Lie tertawa. "Adatmu ini, anak, mirip dengan adatku di masa
mudaku," katanya. "Karena itu tidaklah percuma aku menggunakan waktu merawat dan
mendidikmu! Sekarang, pergilah turut kata-katanya Liauw Khong Siansu. Kau menuju
ke Ngo Bwee Nia, kau lihat di sana ada apa yang luar biasa yang kau dapat ketemukan.
Setelah itu, kau berangkat ke Kanglam, guna menyelidik musuhmu. Akan aku bekali kau
surat buat Cu Hang Suthay di Hangci, untuk kau mohon petunjuknya, hal mana pasti
akan ada faedahnya untukmu,"
Honghu Pek Hee menuruti keinginan gurunya. Sebenarnya ia berat berpisah dari
gurunya itu, tetapi niatnya menuntut balas kuat sekali. Ia menyiapkan buntalannya dan
terus turun gunung. Apa mau ia telah tersesat jalan dan kemudian tiba di Bek Hie Hong;
hingga ia jadi bertemu Pek Kong sekalian. Setelah si pemuda mendengar riwayat
pemudi itu, ia terharu hingga air matanya berlinang-linang. Walaupun berlainan kelamin,
nasib mereka berdua serupa sama-sama yatim piatu. Hanya ia menyesal sekali tidak
mempunyai kepandaian hingga ia tidak dapat membantu si nona mencari musuh
besarnya itu, atau sedikitnya dapat membantu membuat penyelidikan mencari musuh
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
81 yoza collection itu. Malah yang membuatnya jengah, disamping tidak dapat membantu, justeru ia yang
harus dilindungi si pemudi.
Hingga sendirinya ia seperti merampas temponya si nona! Ia menyesal hingga
tanpa merasa ia menghela napas panjang.
Nona Honghu pun menarik napas dalam-dalam. Ia mengira si pemuda berduka
karena mendengar penuturannya itu.
"Tak usah kau berduka," ia menghibur. "Nasib kita hampir sama tetapi kita masih
lumayan, kau masih mempunyai paman dan adik Couw Kun mu itu. Aku sebaliknya, aku
tidak punya siapa juga . . "
Tak dapat si nona meneruskan kata-katanya itu. la menghibur tetapi hatinya sendiri
karam. Hampir ia menangis sesegukan. Syukur ia dapat menguatkan hatinya.
Pek Kong tahu orang keliru mengira maksudnya.
"Jangan berduka, kakak," ia membalas menghibur. "Aku hanya menyesal karena aku
tidak punya kemampuan apa-apa hingga tak dapat aku membantumu, bahkan
sebaliknya aku membuat kau repot."
"Tak kusangka bahwa dia begini baik hati," katanya didalam hati. "Oh, Honghu Pek
Hee, kau harus puas bahwa kau mendapat kenalan seperti dia ini malah matipun kau
harus rela.. " Pikiran si nona terhenti ketika angin datang meniup, merontokkan salju didahandahan pohon yang menimpa kepala dan mukanya.
"Kau baik sekali, aku berterima kasih kepadamu," bilangnya. "Tentang pembalasanku,
aku tidak membutuhkan bantuannya lain orang, karena itu janganlah kau pikirkan,
jangan kau kuatirkan aku."
Selagi dua orang itu bicara dengan asyiknya Ho Tong sudah jalan mendahului dan
melewatinya. Ia tidak mau campur bicara, ia juga tak usil urusan pribadi mereka itu.
Segera ia sampai diatas sebuah tanjakan batu karang.
Honghu Pek Hee melihat si dungu itu.
"Mari kita susul dia!" katanya. "Jangan sampai dia mentertawakan kita!"
Keduanya lantas berjalan cepat.
Pek Kong mesti menggunakan kaki dan tangannya mendaki tanjakan itu. Setibanya
di atas, napasnya memburu. Tingginya tanjakan ada seratus tombak lebih.
Nona Honghu memperhatikan matahari, lalu ia berpaling kepada Pek Kong.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
82 yoza collection "Mari kita beristirahat disini!" katanya tertawa. "Habis makan baru kita melanjutkan
perjalanan kita." "Ah, celaka!" Ho Tong mendadak berseru. "Kita lupa bawa bekal ransum kering!
Pek Kong melongo. Memang siapa bepergian jauh, dia mesti membekal barang
makanan. Ia dan Ho Tong sama-sama muda dan tak berpengalaman, tak heran si dungu
berteriak itu. Honghu Pek Hee sebaliknya tertawa.
"Jikalau kalian tidak bersamaku, bisa kalian mati kelaparan!" katanya. Ia tertawa pula,
terus ia membuka buntalannya. Didalamnya ada bungkusan kecil, isinya dua belas
potong kuwe kering. Sembari membagi itu menjadi tiga, ia berkata sambil tertawa: "Aku cuma membekal
makanan ini untuk tiga hari, sekarang dibagi tiga, jadi cuma cukup buat satu hari saja.
Sebentar kita mencari tambahan dengan memburu binatang atau burung. Nah,
makanlah!" Ho Tong mengerutkan dahi melihat kuwe cuma dua belas potong sedang bagiannya
hanya empat. Kuwe itu kecil-kecil. Sembari tertawa menyeringai, ia berkata: "Bagaimana,
oh, kuwe empat potong sampai dimana?"
Nona Honghu tertawa. "Makanlah dahulu," katanya," untuk menahan lapar saja! Sebentar kita lihat apa yang
kita bisa kita dapatkan!"
Ho Tong diam, ia terus mencaplok kuwenya. Empat potong menjadi empat caplokan.
Pek Kong dan Pek Hee merasa kasihan mereka membagi lagi seorang dua potong.
Dengan begitu perutnya si dungu tertangsel lumayan juga.
Selagi dahar, Honghu Pek Hee melihat munculnya seekor kera, yang berlompat lari
melintasi mereka. "Tangkap !" berseru si dungu, yang terus lompat mengejar. Alhasil si dungu ini gagal.
Kera itu telah menghilang dibalik sebuah batu besar. Kalau tadi secara diam-diam ia
mengisiki Nona Honghu, mungkin binatang itu dapat ditangkap sebab si nona pandai
lompat jauh dan gesit gerakannya.
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah.. .!" serunya menyesal.
Nona Pek Hee tertawa dalam hati. Ia pun duduk diam saja sembari mengganyang
sisa kuwenya. Ho Tong penasaran, ia mengejar terus. Lewat sekian lama, ia membuat Pek Kong
bingung. Ia masih belum kembali.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman
83 yoza collection "Dia dungu dan sembrono," kata si anak muda, "buruannya lolos sebaliknya ada
kemungkinan dia membuat onar! Mari kita susul! Nona Pek Hee pun heran.
"Mari!" sahutnya.
Keduanya lari menyusul. Dibalik batu itu ada sebuah gua, yang didalamnya gelap tak nampak apa juga.
Didepan gua tumbuh banyak macam pohon, yang daunnya sudah pada rontok kecuali
beberapa pohon cemara dan pek. Dimulut gua tampak bekas tapak kaki Ho Tong.
"Ho Tong! Ho Tong!" Pek Kong segera memanggil-manggil. Ia menerka kawannya
masuk kedalam gua itu menyusul terus si kera. Tiada jawaban sama sekali. Pek Kong
menjadi kuatir. "Biar aku masuk kedalam mencarinya," katanya pada Nona Honghu.
Honghu Pek Hee kagum. Pemuda itu lemah tetapi nyalinya besar dan ramah tamah
serta setia kawan, "Jangan sembrono!" Nona Honghu mencegah.
"Aku kuatir gua itu ada binatang liarnya atau ularnya yang besar! Biarkan aku yang
masuk mencarinya," Pek Kong berterima kasih. Si nona baik sekali. Tapi ia merasa tak enak dihati. Tak
selayaknya si nona yang menempuh bahaya sedang orang yang hendak dicari atau
ditolong adalah sahabatnya sendiri. Iapun tak dapat menempatkan diri diluar kalangan.
Itu bukanlah perbuatan seorang laki-laki sejati.
"Jangan kau," ia mendesak. "Biarlah aku yang masuk!"
Melihat sikap orang itu, Pek Hee mengalah. Tapi karena ia tak tenang hati, maka ia
menyusul si anak muda masuk ke gua.
Setelah berjalan kira-kira lima tombak, lenyap sudah sinar terang yang masuknya
dari mulut gua. Saking gelapnya, Pek Kong melangkah maju sambil berpegangan terus
pada dinding gua. Pek Hee sebaliknya tak usah merayap seperti itu. Ia telah mempelajari
ilmu "Hie Sit Seng Pek," yakni: "Di Dalam Kosong Terbitlah Putih." Maka seketika berada
di tempat gelap petang, ia bisa melihat cukup tegas. Ia merasa tertarik menonton Pek
Kong yang berjalan mirip seorang buta. Ia mengikuti terus dengan berpikir: "Baiklah aku
lihat saja lagaknya . .!" Terowongan gua itu kecuali gelap juga berliku-liku.
Jalan sekian lama, mendadak Pek Kong merasa kakinya terserempet, tubuhnya
terus roboh. Nona Pek Hee melihat itu, karena ia terus waspada. Ia segera lompat
menyanggap tubuh si anak muda. Ia menyambar tangannya dan menariknya. Ia
menarik dengan kaget dan keras. Nyata tubuh si anak muda sangat ringan, begitu
ditarik, tubuh itu mengikuti secara kaget, menubruk dadanya si nona hingga dia
Kelana Buana 21 Bisikan Arwah Karya Abdullah Harahap Maya Misteri Dunia 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama