Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Bagian 6
"Tak berjodoh aku?" pikirnya. Ia menghela napas. Tetapi ia tidak menjadi putus asa.
Di dalam keadaan seperti itu, ia berpikir terus. "Untuk mendapatkan kitab Ngo Kim Keng,
perlu aku makan dulu buah pekbweeko," demikian pikirnya. "Buah itu justru perlu apakah
faedahnya kitab itu" Lagi pula aku belum pernah belajar silat. Dan kalau aku membawa
bawa kitab itu ada kemungkinan jiwaku hilang.
Maka baiklah aku tidak ambil kitab itu. Andaikata buah itu bisa menyembuhkan
paman Houw itu waktu barulah aku akan mengajak paman kemari agar supaya ia
mempelajari ilmu silat itu, kemudian baru aku belajar dari dia! Tidakkah itu berarti
kebaikan kedua belah pihak?" Karena berpikir begitu maka pikiran Pek Kong terbuka
juga sedikit. Maka ia lantas mulai berusaha mencari jalan keluar dari gua yang luar
biasa itu. Mungkinkah mulut gua cuma satu, yaitu mulut sumur itu"
Melangkah kepinggir pintu batu, Pek Kong melihat sebuah gelang pintu. Dipegang
dan ditariknya benda itu. Tiba-tiba saja daun pintu terbuka. Ia menarik terus dan pintu
terbuka lebar. Untuk sejenak, terbukalah hatinya. Ia merasa girang sekali. Dihadapannya
tampak sebuah kebun buah anggur! Tapi ketika ia melangkah keluar dari pintu itu
mendadak ia terkejut. Daun pintu dibelakangnya itu menjeblak tertutup sendirinya
dengan berbunyi keras. Pintu itu tertutup sangat rapat!
Sejenak pemuda ini berdiri tercengang. Ia lalu melangkah menghampiri pohon
anggur itu. Banyak sekali buah yang rontok berserakan ditanah. Disitupun terdapat
beberapa guci arak dan bau arak menyebar di sekitarnya.
Maka tak salah lagi, inilah Kie Hong Kok, lembah tempat Ho Tong pernah mabuk
arak dan ketiduran karenanya. Hanya sekarang, ke manakah perginya si dungu itu,
sibodoh-bodoh pintar saking polosnya" Kenapa dia masih belum juga tiba"
Menurut dugaan Pek Kong, mestinya, sahabat karibnya itu sudah atau tengah
berada didalam lembah, tengah mencari atau menantikan padanya. Maka itu ia diam
dan berpikir, matanya mengawasi buah anggur dan guci arak bergantian. Otaknya
mengingat ingat kawan baik itu. Iapun memikir kearah mana ia harus menuju, untuk ke
luar dari lembah itu. Selang sekian lama, tiba-tiba anak muda ini dikejutkan suara keras: "Hai dungu,
jangan pergi!" Pastilah itu Ho Tong yang ketemu, atau telah dipergoki musuh atau orang
jahat. Tanpa memikir apa-apa lagi, tanpa bersangsi sedikit juga, ia lari ke arah suara
bentakan itu! Tepat ditengah jalan ia tampak Ho Tong dan kawan itu tengah tertawa
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 213
yoza collection gelak-gelak dam terus berkata nyaring. "Kembali rombongan si setengah mampus!
Kalian menghalangi jalan tuanmu, mau apakah kalian?"
Dipihak sana segera terdengar suara mengguntur. "Eh, dungu! Asal kau bicara
secara terus terang maka tongcumu tidak akan membikin susah padamu! Katakan
dengan jujur siapakah yang telah makan buah mujizat cu-teng cuiko itu" Benarkah dia
Kiu Bwee Ho si Rase berekor Sembilan?"
Ho Tong tertawa berkakakan.
"Kalau Rase makan buah, apakah itu salah?" dia berbalik tanya. "Dapatkah dia
dipersalahkan dan dihukum?"
Memang tolol, tetapi bicaranya beralasan!
"Jangan menyimpangkan persoalan!" bentak pula pihak sana itu. "Aku tanya padamu
benarkah dia yang makan buah itu atau bukan?"
Dengan "dia" dimaksudkan Kiu Bwee Ho.
Ho Tong tertawa. Sengaja ia bersikap kasar.
"Aku tak perduli siapapun yang makan buah itu," katanya. "Pohon itu bukan ditanam
olehmu! Dari mendongkol orang itu menjadi tertawa. Dia menganggap Ho Tong jenaka.
"Sungguh besar nyalimu," katanya keras!
"Bagaimana didepan tongcumu ini kau berani berlagak seperti si edan atau si tolol.
Hari ini, jikalau aku tidak menghajar adat kepadamu, kau tentunya belum mengetahui
betul siapa tongcumu ini!"
Justeru disaat itu, tibalah Pek Kong. Ia melihat serombongan orang tengah
mengurung Ho Tong. Didepan kawannya itu berdiri seorang dengan kepala mirip macan
tutul mata merah dan hidungnya seperti hidung singa. Dan orang itu sudah mengangkat
sebelah tangannya hendak menghajar si dungu.
"Tunggu!" dia berseru sambil maju terus, dan mengangkat tangan memberi hormat
pada orang beroman siluman itu. "Tuan, apa maksudmu menanyakan siapa orangnya
yang sudah makan buah cutengko" Sudilah tuan jelaskan maksudmu nanti aku berikan
keterangan yang sebenar-benarnya!"
Orang itu ialah Hwee Ceng Pa Beng Ciong si Macan tutul Bermata Api, walaupun dia
sedang gusar, namun karena ditanya secara halus serta diberi hormat, dia toh tetap
sabar. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 214
yoza collection "Buah cutengko itu adalah buah dewa didalam wilayah kekuasaan partai kami," dia
menjawab, "maka itu tak perduli siapa dia tidak berhak untuk memetik atau memilikinya!
Siapa berani berbuat begitu, itu namanya rnencuri! Sekalipun Kiu Bwee Ho yang
mencurinya, dia tetap sudah bersalah dan dia harus diperiksa dan diadili oleh partai
kami!" Thian Liong Pang adalah sebuah perkumpulan, toh dia memiliki tanah serta
menguasainya sebagai juga sebuah pemerintah. Demikianpun orang ini, yang
kedudukannya cuma sebagai tongcu, ketua saksi, lagaknya seperti seorang pembesar
tinggi diperbatasan hingga dia mempunyai kekuasaan untuk memeriksa dan
menghukum hidup atau mati seorang! Ini diluar dugaan si anak muda. Kalau buah itu
dipetik dan dimakan Kiu Bwee Ho, itu tak dipusingkan, mereka adalah orang-orang
sesama partai mereka boleh saling bunuh. Hanya ada satu soal bagi Pek Kong. Ciu
Bwee Ho pernah berbuat baik budi terhadapnya, tak mau ia mencelakakannya,
sedangkan buah itu sendirilah yang makan. Adilkah kalau Kiu Bwee Ho difitnah hingga
dia bisa mendapat celaka" Ia yang memperoleh faedah; lain orang celaka. Dengan
begitu, ia bukanlah satu kuncu, seorang budiman.
Sebentar saja si anak muda telah mengambil keputusan. Ia maju lebih dekat
kedepan Hwee Ceng Pa, dengan hormat tetapi tegas ia berkata: "Tongcu harap kau tidak
sembarang menerka orang! Aku yang muda bernama Pek Kong, kebetulan saja aku
lewat disini, kebetulan pula aku menemukan cutengko dan telah memakannya. Mulanya
aku tidak tahu buah itu buah apa. Aku melihatnya sebagai buah rotan hijau, baru
belakangan aku ketahui namanya!"
Beng Ciong heran berbareng terkejut, lantas timbullah hawa amarahnya. Dengan
mata berapi ia menatap anak muda didepannya itu, biar bagaimana ia toh heran. Dahulu
hari ia melihat bayangan merah berkelebat, ia menyangka kepada Ouw Yam Nio, maka
iapun ngadu kepada ketuanya dan menuduh tongcu itu, rekannya. Karena
pengaduannya itu Ouw Yam Nio balik menuduh kepadanya bahwa ia yang menjaga
buah tetapi ia sendiri yang mencuri dan memakannya! Tuduhan berbalik itu
membuatnya penasaran, hingga ia membutuhkan saksi untuk memperkuat
pengaduannya sendiri. Sekarang, belum selesai perkara pengaduannya itu, tahu tahu
muncullah anak muda ini yang demikian bernyali besar yang berani mengaku sudah
makan cutengko. Mendadak saja ia meluncurkan sebelah tangannya hendak mencekik
Pek Kong. Berbareng dengan meluncurnya tangan itu, mendadak terdengar satu suara
berbisik, dan tahu-tahu Hwee Ceng Pa Beng Ciong si tongcu yang bengis itu mendadak
jatuh terduduk di tanah kepalanya pusing, matanya berkunang-kunang!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 215
yoza collection Entah kapan tibanya seorang wanita tua yang rambut dan alisnya sudah putih
semua berdiri tegak didepannya.
Tangan nenek itu memegang sebatang tongkat. Dia menghadang didepan Pek Kong
sambil menghadapi Hwee Ceng Pa, dia berkata bengis: "Urusan kalian berdua tidak ada
sangkut pautnya dengan aku, tetapi orang she Pek ini adalah orang yang aku sedang
cari ! Kau tak dapat mengganggu sekalipun sehelai rambutnya."
Hwee Ceng Pa mencelat bangun. Lenyap sudah pusingnya, tak kabur pula matanya
yang berapi itu. Dia menjadi sangat gusar.
"Kau siapa?" tegurnya bengis. "Bagaimana besar nyalimu sudah berani mencampuri
urusan tongcumu ini?"
"Hm!" si nyonya tua mendengarkan suara dingin, tapi ia memperlihatkan roman
acuh tak acuh! "Kau begundal yang tak berharga! Dapatkah kau membawa lagak jumawa
dihadapanku ?" tegurnya. "Apakah sejajar bagimu menanyakan namaku?" Kembali si
nyonya maju, setapak demi setapak. Saban satu langkah, menggedrukkan tongkatnya
ketanah, hingga terdengar suaranya yang berisik seperti tak henti-hentinya.
Disaat itulah mendadak Hwee Ceng Pa ingat seseorang yang membuatnya sangat
kaget dan takut bukan kepalang.
"Baiklah, aku turut perintah!" akhirnya dia berkata, lenyap lagaknya yang garang,
terus memberi isarat, untuk mengajak rombongannya, segera mengangkat kaki sambil
berlari-lari! Selama itu Pee Bie Looloo, demikian wanita tua itu, selalu mengawasi Hwee Ceng
Pa si Macan tutul Bermata Api. Setelah tongcu itu sudah pergi jauh, baru dia memutar
tubuhnya. Begitu dia menoleh dia menjadi heran! Pek Kong dan Ho Tong sudah tidak
ada, entah kapan lenyapnya mereka itu!
"Ah.. !" ia mengutarakan penyesalannya, "tidak kusangka bahwa mengenai buah
cutengko, aku rupanya telah gagal.. "
Masih nenek ini memandang kesekitarnya, terus menggedrukkan kaki, dan
berlompat pergi. Sebentar saja ia sudah tak tampak lagi.
Adalah jauh dari situ, didalam rimba yang lebat, lantas terdengar suara Ho Tong si
dungu. Dia tanya kawannya: "Pee Bie Loo loo sedang mencari kau, kenapa kau justeru
tidak menemuinya?" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 216
yoza collection "Memang aku tahu siapa dia," sahut Pek Kong. "Aku bukannya takut menemuinya,
hanya aku tak sudi bicara dengannya, sebab pembicaraan itu pasti akan berlarut-larut,
tentunya dia bakal menggerembengi aku hingga bisa-bisa aku sia-sia lewatkan waktu
memetik pekbwee.. . . . . "
Ho Tong diam, dia cuma mengangguk.
Pek Kong tidak mau menyimpan rahasia terhadap kawannya yang setia itu, ia
lantas menceriterakan bahwa ia telah jatuh kecemplung kedalam sumur mati, yang
kiranya gua adanya, hingga ia memasuki kamar pertapaan Tabib Hoa To yang
termasyur dari jaman Han In menceritakan semuanya dengan jelas.
Ho Tong heran, ia diam saja mendengarkan cerita kawannya itu. "Segera juga bakal
datang saatnya pekbwee ko muncul." Pek Kong menambahkan, "maka itu perlu kita
lekas pergi ke Ngo Bwee Nia. Disana kita cari tempat untuk menyembunyikan diri agar
tak ketahuan lain orang!"
Ho Tong setuju, dia menurut saja.
"Nah, mari kita pergi sekarang!" Pek Kong mengajak.
Lantas mereka berangkat pergi.
Di waktu magrib kedua pemuda itu sudah sampai disebuah puncak, yang terdiri
dari tanah tandus seluruhnya. Sukar mencari batu karang disitu, bahkan tidak ada air
juga. Sebaliknya, hawa sangat panas seperti dimusim panas. Itulah rupanya yang
menyebabkan rumput tak dapat tumbuh disitu, begitupun pohon kayu. Maka disitupun
tidak ada tempat bersembunyi.
Berdiri diatas puncak ini, Ngo Bwee Nia nampak seperti didepan mata.
Biar bagaimana kedua pemuda ini toh mencari juga tempat untuk menempatkan
diri. Terpaksa mereka memasuki sebuah tanah gerohong yang mirip goa. Disitu paling
dahulu mereka mengisi perut dengan buah anggur yang mereka bekal. Kuda mereka,
yang telah dipanggil Ho Tong, juga diberi makan dengan buah itu.
Sesudah berdiam ditempat itu, hati Pek Kong menjadi kurang tenteram. Sang waktu
itu bakal lekas tiba. Lagi satu atau dua hari. Bagaimana nanti kesudahannya" Akan
berhasilkah ia mendapatkan pekbweeko, buah mujizat itu"
"Menurut perkiraan kaum Rimba Persilatan, pekbweeko bakal muncul sebentar
malam jam cu-sie," katanya Pek Kong di dalam hati, "sebaliknya didalam kamar Siu cin
sit tadi, kotak Chong Keng Hap menunjukkan bahwa jam munculnya buah itu adalah
besok diantara jam bauw sie dan sin-sie."
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 217
yoza collection "Nah, yang manakah yang tepat?"
Ho Tong mencoba-coba menghitung dengan menekuk-nekuk jari-jari tangannya,
menghitung dari mulai jam cu sie antara jam 11 - 12 malam. Mulutnya pun berkumatkamit. Lewat sesaat, dia tertawa sendirinya.
"Orang mengatakan aku tolol. Yang benar kalianlah yang terlebih tolol lagi!" Demikian
katanya. "Dari jam cu sie ke jam sin sie, bedanya cuma empat jam ! Apakah artinya
perbedaan sebegitu?"
Pek Kong pun tertawa. Semenjak tadi ia senantiasa mengawasi kawannya itu, yang
lagaknya lucu. "Kau mana tahu?" katanya. "Perbedaan empat jam itu berarti sangat besar bagi kita!
Itulah namanya menang atau kalah! Andaikata benar pek bweeko muncul sebentar jam
11 atau 12. Disana tentu ada terdapat banyak jago Rimba Persilatan dan mereka tentu
akan bertempur untuk memperebutkannya! Kalau sampai terjadi demikian, adakah
kesempatan bagi kita untuk mendapatkannya" Berapa banyakkah pengharapan kita "
Sebaliknya kalau waktu matangnya besok fajar, diwaktu begitu pastilah semua jago
Rimba persilatan itu sudah bubar semuanya, maka itulah kesempatan baik bagi kita!
Tanpa adanya lain orang disini, bukankah mudah saja kita memilikinya?"
Ho Tong dapat mengerti. Dia bagaikan orang baru sadar dari tidurnya.
"Habis, bagaimana sekarang?" tanyanya bingung, "Apa tidak baik kita mendahului
pergi kesana melakukan pengintaian?"
"Begitupun baik!" Pek Kong menyatakan setuju. "Dengan menantikan disana, kita jadi
menang tempo. Memang lebih baik menanti dari pada ketinggalan. Kita toh tak pandai
meramalkan ! Menurut pendapatku, aku rasa baik kita serahkan pada peruntungan
saja.. . . . . !" Baru berhenti suara si anak muda, tiba-tiba dari sisinya terdengar suara seperti
bunyi napas orang. Ia terperanjat dan heran. Segera ia menoleh. Ia tidak melihat
siapapun. Ia lantas melihat ke lain arah. Tetap tidak ada siapa pun. Ia heran dan berpikir.
Ho Tong pun mendengar suara napas itu. Ia lantas ingat cerita si pengemis
pemabokan tentang Pek Gan Kwie.
Lantas ia menerka setan itulah yang datang. "Hajar setan itu!" mendadak dia berseru
terus ia berjingkrak bangun.
Tepat si dungu ini berlompat bangun, tepat saat itu ada angin yang melayangkan
sehelai kertas kearahnya. Kertas itu terus nempel di mukanya hingga dia terkejut dan
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 218
yoza collection gelagapan untuk menyingkirkannya. Dipegangnya kertas itu hendak dirobeknya, karena
panas hatinya. "Jangan!" berseru Pek Kong, yang terus mengambil kertas itu.
Anak muda ini heran dan jadi curiga karenanya. Ia lantas membeber kertas itu
yang ternyata ada suratnya, sebuah huruf "Houw"
"Macan" yang ditulis dengan tinta merah, Di bawahnya bertulisan dua huruf kecil
bunyinya "Phia Teng". Dua huruf ini ada hubungannya dengan hitungan waktu yang
dinamakan Kah-cie. "Apakah artinya ini?" si anak muda tanya pada dirinya sendiri. Ia pintar tapi tak
segera ia dapat menangkap artinya dua huruf itu. Selagi memikirkan huruf-huruf itu,
Pek Kong membalik kertasnya untuk memeriksa halaman lainnya. Dibalik surat itu ia
mendapatkan tulisan lainnya yang terdiri dari enam belas huruf, bunyinya: "Sekarang
bukan waktunya terang, jangan keluar dari goa ini. Bernapas menghawakan
menyinarkan surat jampi dapat dijamin selamat sentosa."
Pek Kong memikirkan itu, lalu ia memperoleh kesan bahwa ada orang berilmu yang
membantunya, maka lekas-lekas ia merapihkan pakaiannya, terus ia berlutut untuk
memberi hormat sambil mengaturkan terima kasih.
Sekonyong-konyong ia mendengar satu suara keras dan berwibawa. "Jangan
banyak pakai adat-peradatan, anak kecil! Kalau nanti tak mendapatkan obat, kau mesti
lekas-lekas pergi pulang."
Bukan main kagetnya Pek Kong. Ia menoleh kesekitarnya. Ia tidak melihat siapa
juga. Justeru itu tampak Ho Tong hendak melangkah keluar dari goa itu, rupanya si
dungupun hendak mencari orang yang berbicara itu.
"Jangan!" Pek Kong mencegah, "orang itu pastilah seorang tertua yang berilmu yang
telah memberi petunjuk berharga kepada kita. Karena itu tak sudi ia menemui kita.
Jangan kita paksa mencarinya. Kalau tidak, pastilah dia sudah muncul diantara kita
disini!" Ho Tong menurut, ia tak jadi pergi keluar.
Pek Kong lantas bekerja menuruti bunyinya surat. Ia bawa kertas itu kedepan
mulutnya, ia lantas menyedot hawa dan menghembuskannya keluar. Aneh tetapi benar!
Surat itu terbakar habis sendirinya. Asapnya bergulung melayang masuk kedalam goa.
Ho Tong girang hingga ia bertepuk tangan.
"Bagus! Bagus!" serunya. "Kalau kita diberikan lagi beberapa lembar surat ini dapat
kita mengadakan pertunjukan sulap!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 219
yoza collection Pek Kong tersenyum berbareng mendelu menyaksikan lagak kawannya itu.
"Kau mengoceh sembarangan!" tegurnya. "Apakah kau takut orang tua itu jadi gusar."
Ho Tong diam saja. Tak berani ia membantah. Bahkan ia lantas menjatuhkan diri
ketanah, untuk merebahkan tubuhnya, hingga tak lama kemudian sudah mulai
terdengar dengkurnya. Sesudah bercapek lelah dan sekarang mengetahui besoklah
saat munculnya buah mujijat itu, ia dapat tidur dengan nyenyak.
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pek Kong pun duduk. Ia juga merasa letih. Akan tetapi ia masih berpikir. Ia mencoba
memejamkan matanya, tapi tetap tak dapat segera tidur. Untuk menghilangkan segala
pikiran, ia duduk bersemedhi matanya meram kepalanya tunduk. Ia meniru kebiasaan
Nona Pek Hee. Belum terlalu lama, otak si anak muda mendapat gangguan hingga ia sadar dari
semadhinya. Mendadak saja telinganya mendengar suara orang berkata perlahan; "Eh.. .!"
Lantas ia membuka matanya. Maka diambang pintu, ia melihat seseorang tengah
menongolkan kepalanya mengawasi kedalam gua. Orang itu bertubuh jangkung tetapi
kurus kering, rambutnya panjang sampai dibahunya, dan matanya lebar bersinar.
"Jangan-jangan dialah Pek-Gan-Kwie Leng Sie Cay.. ." demikian pikirnya.
Matanya orang itu bersinar biru. Disebelah potongan tubuhnya itu, matanya
menyerupai benar si orang she Leng, yang berjuluk "Iblis Bermata Biru." Pek Kong
ketahui roman orang ini dari petunjuk Siangkoan Sun Siu baru-baru ini. Karena ia tahu
akan kekejamannya orang ini, tak mau ia membangunkan Ho Tong. Ia kuatir kawan itu
nanti berlaku ceroboh. Bahkan ia berjalan kedepan sikawan.
Pek Gan Kwie, yakni orang jangkung kurus itu, setelah menatap, tampak romannya
bingung atau ragu-ragu, sedangkan dari mulutnya terdengar kata-kata seperti gerutuan:
"Terang-terangan aku ingat disini ada sebuah gua, kenapa sekarang tak nampak"
Hilangkah gua itu" . ." Terus ia memutar tubuhnya, hendak jalan pergi, tapi mendadak ia
membalik lagi. Kali ini terdengar suaranya, keras dan tawar: "Belum pernah aku lupa
atau salah ingat! Entah sahabat siapa yang sudah main gila disini!.. "
Pek Kong bingung, hatinya goncang. Orang itu sudah pergi lalu kembali dan katakatanya demikian menyeramkan. Orang itu nampaknya mau memasuki mulut gua itu . .
Tepat pada saat anak muda itu sedang ketakutan, tiba-tiba ia mendengar satu suara
yang keras sekali, bagaikan singa mengaum. Lantas muncullah orang dengan suara
keras dan bengis itu. Rambut orang itu kuning emas dan panjang sekali.
"Saudara Leng, tunggu!" demikian terdengar suaranya yang nyaring. Pek Gan Kwie
si Iblis Bermata Biru berpaling. Terus dia tertawa. "Hai, siluman tua berkepala singa!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 220
yoza collection demikian tegurnya. "Kau bukannya berdiam di puncak Soat Bwee Hong, mengapa kau
justru datang kemari" Mau apakah kau?"
Orang yang dipanggil siluman tua berkepala singa itu, atau Say Tauw Lao Koay,
tertawa terbahak-bahak. "Hai, iblis bermata biru!" katanya, jumawa, "kaulah yang tak dapat melihat malaikat
besar atau bintang jahat! Si setan pemabukan telah datang tetapi belum lagi dia turun
tangan, kau sudah mendahuluinya kabur mencari selamat! Apakah kau percaya si edan
dan si pemabukan bakal berhasil menjagoi didalam dunia Rimba Persilatan" Hahaha!
Andaikan Liauw Khong si kepala gundul tidak keburu sampai, hingga kedua belah pihak
belum sempat bertarung, aku si Say Tauw Thay Swee, Datuk berkepala Singa, pasti aku
menjamin tulang-tulang kedua orang itu akan hancur lebur menjadi abu!"
IAM-DIAM Pek Kong girang. Orang itu menyebut si gila dan si pemabukan
tahulah ia siapa gerangan yang dimaksudkan itu. Bagus kalau dua orang itu
telah tiba dipuncak Soat Bwee Hong. Hanya kegirangannya lantas jadi
berkurang ketika ia mendapat kesan dari kata-katanya si Datuk Berkepala Singa itu.
Nyata dia tak takut si edan dan si pemabukan itu..
Kembali terdengar suara Pek Gan Kwie. Iblis ini tertawa-tawar dan berkata dingin.
"Bagus sekali kau meniup dirimu sendiri hingga melambung! Jikalau tidak ada yang kau
khawatirkan, kenapa kau datang kepuncak Ciok Yong Hong ini" Kau tahu aku
mempunyai jarum beracun Cian Tok Bong Hong Ciam! Walaupun si edan dan si
pemabuk itu lihay, apakah yang dapat mereka perbuat terhadap diriku. Disana partai
Naga Langit.. . . . . "
Mendadak ia berhenti sejenak. Waktu dia berbicara pula, menyambung dia tanya:
"Eh, siluman tua, bagaimana kau lihat Sian Hiauw In" Orang macam apakah dia?"
Say Tauw Lao Koay tertawa bergelak.
"Sudah, jangan berpura-pura!" tegurnya. "Kau sebut-sebut Sian Hiauw In, buat apa"
Mungkin dia licin, dia menyembunyikan apa yang dia pikir! Tetapi kau" Kau sami
mawon! Kau pandai berpura-pura! Coba kau bicara menuruti suara hatimu yang putih
bersih. Sekarang kau turut didalam rombongan, apakah sebenarnya maksud yang kau
kandung?" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 221
yoza collection Ditegur demikian, mata Leng Sie Cay membelalak! Dia tertawa pula secara
menyeramkan! "Bukankah kita sama-sama bertujuan memperebutkan buah pekbweeko?" kata dia,
tawar. "Kalau kita memperebutkan buah itu dengan mengandalkan kepandaian tangan
kita, siapa yang bakal berhasil mendapatnya atau gagal, aku si orang she Leng tak akan
berkata apa-apa. Akan tetapi kita harus waspada terhadap Tong Thian Tok Liong yang
licin dan licik luar biasa! Dia telah bermain mata dengan si setan arak, dia rupanya
berniat menimpahkan kesalahan atas diriku! Tak dengarkah kau ketika dia mengatakan
pada si setan mabuk: "Sakit hati perguruan, setiap detik aku ingat selalu! Jikalau aku
tahu bahwa baru-baru ini adik perempuan seperguruanku terkena racunnya, pasti aku
akan membalaskan sakit hatinya! Buat mencuci itu, aku bersedia sekalipun aku mesti
menyerbu air mendidih atau menerjang api berkobar-kobar!"
Dia mau mencelakakan orang, buat apa aku menjual jiwa untuknya" Maka itu.. . . . . "
Pak Gan Kwie ragu ragu, mendadak ia berhenti bicara.
Say Tauw Thayswee pun melengak.
"Tuan, apakah kau yang dahulu membinasakan Sam Tay Su Gie turunan Keluarga
Tek ?" ia tanya. Leng Sie Cay tidak lantas menjawab. Dia diam beberapa detik. Kemudian dia
menghela napas. "Dahulu hari dipuncak Bek Hie Hong, Pek Bwee Nio pernah dihajar oleh hawa
beracun dan dingin Han Tok Im Kang dan terkena jarumku Cian Tok Bong hong ciam,"
katanya kemudian, "tetapi Keluarga Tek itu, kakek dan cucu-cucunya bertiga, bukannya
terbinasa ditanganku. Belakangan akupun mendengar kabar bahwa Pek Bwee Nio tidak
tewas, bahkan ia telah menikah dengan Kian-kun Kiam Honghu In Liong. Belakangan
lagi, kenapa dan bagaimana caranya dia meninggal, aku tidak tahu menahu dan tidak
ada hubungannya denganku! Adalah sejumlah orang yang mengatakan dia terkena
jarum beracunku Cian Tok Bong-hong ciam, dan mesti binasa karenanya. Memang hal
itu dapat menimbulkan salah mengerti dan dapat menyusahkan aku orang she Leng?"
"Aku percaya perkataanmu, Pek Gan Kwie," kata Say Tauw Thayswee. "Sekarang aku
tanya padamu. Kalau menurut dugaanmu apa itu bukan hasil perbuatan Tong Thian Tok
Liong?" Leng Sie Cai berpikir dahulu sebelum berkata. "Perbuatan Tong Thian Tok Liong
atau bukan, tak dapat kukatakan, demikian sahutnya. "Aku tidak melihatnya sendiri.
Namun, menurut pikiran, kecuali dia seorang, pastilah tidak akan ada orang yang ketiga
yang mengetahuinya. Bahwa Pek Bwee Nia muncul pula itupun Tong Thian Tok Liong
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 222
yoza collection yang memberitahukan kepadaku. Jikalau tidak aku sendiri juga akan percaya tak
mungkin Pek Bwee Nio dapat sembuh dari racun dan hidup terus hingga sekarang.. "
Say Tauw Thay swee licik sekali. Ia telah membuat Pek Gan Kwie berbicara banyak.
Setelah itu ia tertawa dan berkata: "Tuanku yang baik, aku khawatir, perkara keluarga
Tek juga orang bakal timpakan atas dirimu. Dan sekarang, hendak aku bertanya padamu,
kau masih menginginkan buah pek atau tidak ?"
Pek Gan Kwie tertawa terkekeh-kekeh.
"Pekbweeko adalah buah mujizat, siapakah yang tidak menghendakinya ?" Sahutnya
dan balik bertanya: "Siapakah yang tidak ingin mengadu untung" Sekarang ini diantara
mereka yang datang terdapat orang-orang dari Utara dan Selatan, dari pulau Kauwkie-to dan telaga Liu-see ouw, semua mereka berkumpul di Soat Bwee Hong. Aku
berpikir untuk mempersatukan mereka itu, tetapi aku tak sanggup. Siapakah yang sudi
mendengar kata-kataku" Begitulah aku datang dengan rencanaku sendiri, aku mau
menghindari kekerasan. Biarlah mereka saling bertempur hingga umpama kata,
sembilan yang terluka, sepuluh yang mati. Selama mereka itu saling bunuh, aku
menantikan saja, setelah tiba saatnya, jam cusie, segera aku turun tangan merampas
buah itu! Bukankah itu berarti menghemat waktu dan tenaga?"
Mendengar suara orang itu, Pek Kong berpikir keras. Hatinya tertarik, tapi juga
sangsi. Orang datang dalam jumlah besar, ingin ia menonton, walaupun secara diam
diam. Tapi ia tidak mengerti silat. Itu berbahaya untuknya. Bagaimana kalau ia kepergok
dan orang menyangka jelek terhadapnya" Tapi juga, bagaimana andaikata ia
berperuntungan bagus dan ia yang memperoleh buah itu"
Tengah ia berpikir itu, anak muda ini mendengar pula suaranya Say Tauw Thay
swee, yang mulanya tertawa nyaring.
"Kau boleh mengatakan apa yang kau suka!" berkata dia. "Hanya hendak aku
beritahukan padamu: Urusan telah diatur oleh Liauw Khong si kepala gundul dan telah
disetujui oleh pelbagai pihak. Soal penting tetapi orang tak bersitegang seperti tadinya.
Sekarang semua pihak sudah akur, bila tiba saat masaknya buah, semua pihak akan
memakai dan mengeluarkan semua kepandaiannya guna memperebutkannya. Siapa
yang paling dahulu mendapatkannya, itu artinya dialah yang punya dan lain orang tidak
boleh mencoba pula merampasnya!"
"Akurkah Tong Thian Tok Liong dengan perjanjian itu?"
"Mana berani dia tidak setuju " Dia tahu betul batas kepandaiannya sendiri, sulit
untuk dia mengalahkan pelbagai jago yang pada hadir itu. Bahkan si edan dan si
pemabukan juga menghendaki jiwanya! Maka dia jugalah yang paling dahulu
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 223
yoza collection memberikan persetujuannya! Karena itu, partai-partai lain tidak ada yang menentang.
Kami semua memahami persoalannya dan berkeputusan, andaikata buah itu terjatuh
kedalam tangan orang lain, beramai-ramai hendak kami merampasnya untuk
diserahkan kepada salah seorang yang kami angkat menjadi pemimpin. Tak ada
persoalan lagi andaikata buah terjatuh kedalam pihak kami. Kami menganggap, kawan
kami lebih banyak! Maka sekarang juga aku mencarimu buat diajak kerjasama.
Sekarang katakan, kau suka turut kami atau tidak?"
Belum lagi Pek Gan Kwie sempat memberikan jawaban, dari kejauhan tampak Ouw
Yam Nio lari mendatangi dengan sangat cepat. Belum lagi dia sampai dekat, suara
nyaringnya sudah terdengar tegas-tegas: "Yam Nio menerima perintah Pangcu
mengundang cianpwee berdua pulang untuk diajak mendamaikan suatu urusan besar!
Nona itu memanggil 'cianpwee', orang tingkat atas, kepada Say Tauw Tayswee dan
Pek Gan Kwie, Say Tauw Tayswee terkejut. "Apakah ada terjadi sesuatu perubahan ?"
tanyanya, yang lantas menyangka jelek.
"Ya," sahut Kiu Bwee Ho.
"Apakah itu?" tanya Leng Sie Cay. "Bagaimanakah duduknya?"
Ouw Yam Nio menoleh pada Pek Gan Kwie, ia menjawab cepat: "Seperti cianpwee
ketahui, tempo yang dibicarakan ialah jam cu-sie, akan tetapi diluar dugaan, Thian Lay
Mo Lie sudah memperdengarkan suara jumawanya. Dia telah menggunakan ilmu Ie Im
Ciong Yang dengan apa dia membantu mempercepat masaknya buah. Ilmunya itu ialah
Menukar im, menanam Yang. Tegasnya umpama rembulan ditukar dengan matahari.
Ketika itu orang tidak memperdulikannya, dia biarkan berbuat apa yang dia rasa baik,
sudah begitu, diluar pengetahuan kita, Thian Lay Mo Lie juga menggunakan ilmunya
yang lain, yaitu : Thian Sim Biauw ln. Dengan ilmu ini dia membuat bunga bwee
diseluruh gunung rontok seluruhnya. Mulanya orang menyangka, rontoknya bunga akan
membantu mempercepat matangnya buah, akan tetapi kenyataannya pohon pada layu
kering dan mati. Baru itu waktu gemparlah semua orang. Demikian, cianpwee, kalian
diminta lekas pulang guna meredakan suasana genting dan buruk itu!"
Mulanya Pek Gan Kwie melengak sejenak lantas dia tertawa terkekeh kekeh, entah
karena girang atau berduka. Lalu dia mendelik terhadap si nona, kemudian kabur dalam
sekejap. Seram sekali dia tidak menegur Say Tauw Thayswee.
Kalau Leng Sie Cay memperlihatkan sikapnya yang aneh itu, Say Tauw Thayswee
sendiri berdiam, karena menyesal, kemudian ketika dia hendak minta keterangan lebih
jauh dari Ouw Yam Nio, nona itu sudah mendahuluinya. Si nona lebih dahulu tertawa.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 224
yoza collection "Cianpwee!" berkata Nona Ouw, "jangan cianpwee khawatir. Hal yang sebenarnya
ialah pada saat Thian Lay Mo Lie menggunakan ilmunya itu, katanya pekbweeko sudah
dia petik, tetapi karena dia khawatir orang banyak nanti merampasnya, dia kabur
dengan lebih dahulu menggunakan ilmu keringanan tubuhnya yang diberi nama "Siok
Tee Seng Cun", yaitu memperingkas tanah menjadi hanya satu dim. Didalam sekejap dia
sudah menyingkir diri dalam rimba, sembari menyingkir dia menggunakan kesempatan
merusak pepohonan. Katanya masih ada sisa tiga buah, maka seperginya si hantu
barusan, yang berhak memperoleh buah ialah, Cianpwee bersama Thian Lay Mo Lie
dan ketua kami, seorang satu biji."
Senang Say Tauw Thayswee mendengar suara si nona, lantas dia mau berlari pergi,
tetapi mendadak saja dia merasakan punggungnya kaku. Dia terkejut dan lantas
menoleh. Kiranya Kiu Bwee Ho sudah tidak ada di sisinya!
"Ah, aku diperdayakan!" serunya di dalam hati, terus dia lari turun dari puncak itu.
Apa yang terjadi itu, semua tak ada yang lolos dari matanya Pek Kong. Anak muda
ini menggigil sendirinya. Hebat orang-orang Sungai Telaga itu, yang satu terlebih lihay
dari pada yang lain. Celakanya, menurut anggapannya pohon Pek-bwee ko sudah mati
dan buah mujizat itu telah didapatkan oleh Thian Lay Mo Lie. Ia hanya tidak tahu, buah
yang tulen atau palsu. Ia menyesal, sesudah bersusah payah dan menunggu sekian
lama, ia hanya dapat kehampaan.. . . . .
"Ah, bagaimana dengan sakitnya Paman Houw".. . demikian ia mengeluh. "Pasti
paman sukar disembuhkan lagi . ."
Maka menangislah ia, air matanya mengalir dengan deras. Dengan air matanya
mengembang ia membayangkan dirumahnya ada terletak sebuah peti mati, hingga ia
lantas menangis sedu sedan.
Ia menangis dengan meletakkan tubuh pada tubuhnya Ho Tong, hingga sahabatnya
yang sedang tidur itu menjadi terbangun dengan terkejut.
"He, Pek Kong!" tegurnya, heran. "Pek Kong, kenapakah kau?" Iapun mencubit paha
kawannya. Pek Kong kaget kesakitan hingga ia sadar dari khayalnya. Ia tersenyum sendirinya,
tersenyum bercampur sedih.
Sebaliknya, terdengar suara gembira dari Ho Tong: "Pek Kong, sini! Dia toh sudah
melihat kita, kenapa dia sudah celingukan saja lihat sana lihat sini" Peng Kong melihat
kearah luar. Ia tampak Pek Bwee Lie Honghu Pek Hee tengah berdiri dimulut gua,
matanya mengawasi ke dalam, celingukan kepelbagai arah. Ia tahu mengapa si nona
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 225
yoza collection berbuat demikian. Itulah khasiatnya surat jimat Houw-hu. Orang didalam dapat melihat
keluar, sebaliknya dari luar tak dapat melihat apa apa.
"Kakak Honghu!" Lantas ia memanggil.
Pek Hee mendengar suara itu, kembali ia mengawasi kedalam gua, matanya
dipentang lebar-lebar. Tanpa merasa, ia maju dua langkah ke mulut gua itu.
Pek Kong mengawasi, air matanya dihapusnya.
Ho Tong turut mengawasi. Si dungu ini membungkam, tak mau dia memanggil si
nona. Juga tak mau ia lantas keluar menghampiri untuk menemui nona itu.
Masih Honghu Pek Hee mengawasi kedalam gua, mendadak ia terperanjat.
Dibelakangnya, tiba-tiba muncul Siangkoan Sun Siu.
"Eh, adik cari apakah kau?" Sang kakak seperguruan bertanya, heran.
"Baru saja aku mendengar suaranya Pek Kong dan Ho Tong," sahut adik
seperguruan itu. "Suara mereka datang dari dalam goa tetapi aku tidak dapat melihat
orangnya.. ." Ho Tong melihat datangnya Siangkoan Sun Siu.
"Siangkoan Tayhiap!" ia memanggil. "Tayhiap," orang gagah atau pendekar.
Begitu dia memanggil, begitu sidungu lari keluar dari goa.
Pek Kongpun lari bersama, mereka bagaikan sudah berjanji.
Hanya mereka lantas menjadi heran. Begitu tubuh mereka mengenai uap, atau
halimun, sendirinya mereka tertolak mundur! Satu kali mereka coba, mereka tetap tak
dapat melintasi rintangan itu!
"Ah!" mereka berseru sendirinya, terus mereka berdiri diam dengan pikiran tidak
tentram. Sun Siu dan Pek Heepun mendengar suaranya sepasang anak muda itu, mereka
heran, ada suara tiada orangnya, hingga mereka mau percaya, mungkin pendengaran
mereka sendiri yang kacau.. . . . .
Kedua muda-mudi itu berdiam, pikiran mereka bekerja masing-masing. Masih si
nona mengawasi kearah goa ketika kemudian ia tertawa dan berkata, "Aku sampai lupa!
Suhu telah katakan bahwa kita tak usah berdiam disini menantikan Pek Kong, bahwa
kita lebih baik pergi kelain tempat."
Suhu ialah sebutan guru atau bapak guru.
Siangkoan Sun Siu percaya keterangan itu, suka ia mengikuti si nona pergi.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 226
yoza collection Ho Tong heran menyaksikan orang-orang itu pergi dengan begitu saja. Ia
mendelong mengawasi Pek Kong.
"Aneh," katanya. "Pintu ini pintu apakah " Aku Tiat Lohan, si Arhat Besi, tenagaku
besar, kenapa aku tidak dapat menerobos keluar dari goa ini?"
Pek Kong tidak menjawab ia hanya berpikir.
"Kabarnya dalam kalangan agama Budha ada ilmu yang dinamakan yoga," demikian
pikirnya, "mungkin sekarang ilmu itu yang bekerja yang menggunakan uap menutup
pintu gua ini." Berpikir demikian, anak muda ini mendadak ingat kepada seseorang.
"Ah, apakah bukan orang tua itu yang telah tiba ?" demikian ia bertanya kepada
dirinya sendiri.
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ho Tong mendengar suara kawannya itu, dengan si orang tua, ia menerka Hong
Hweeshio si pendeta angin anginan, atau Siancu Cui Kit si pengemis pemabukan.
Walaupun ia menerka demikian, ia toh bertanya: "Apakah Siangkoan Tayhiap datang
bukan untuk mencari kita?"
Pek Kong berpikir sebelum ia menjawab.
"Mendengar nada suaranya, mungkin benar ia datang mencari kita," sahutnya
kemudian, "hanya sayang, dia tak dapat menemukan kita, sedangkan kita terhalang . ."
Kemudian Pek Kong menceritakan pada sahabatnya perihal pembicaraan Pek Gan
Kwie si Iblis Bermata Biru tadi, kemudian sebelum Ho Tong menyatakan apa-apa, ia
menambahi, "Kalau Pek Bwee Nio dan Honghu In Liong menjadi suami isteri, bukankah
kakak Pek Hee itu puteri mereka?"
Berkata begitu, mendadak anak muda ini berdiam. Ia bicara dari hal orang tua lain,
orang dan tentang musuh mereka itu, akan tetapi tentang asal-usul dirinya sendiri tetap
gelap! Tidakkah itu mengecewakan" Maka ia lalu menghela napas.
Ho Tong sebaliknya, berpikir lain. Dia menjadi gembira sekali. "Bagus! serunya.
"Bagus! Nah, mari kita sampaikan berita ini kepada mereka itu, supaya tak usahlah
Siangkoan Tayhiap sampat pergi sana dan pergi sini!"
Masih Pek Kong berpikir, akhirnya ia tertawa sendirinya.
"Ya, Siangkoan Tayhiap telah menjelajah seluruh wilayah Kanglam!" katanya. "Ia
berputar-putar mencari keterangan tentang Keluarga Tek, tak tahunya orang yang
dicarinya itu berada disisinya!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 227
yoza collection Ketika itu diluar goa tampak gelap seluruhnya, sedangkan suara yang didengar
dengan sayup-sayup, seperti suara pertempuran.
Ho Tong dan Pek Kong berdiam sambil memasang telinga. Keduanya berdiri
didepan goa, untuk menantikan buyarnya uap atau halimun. Secara demikian, mereka
melewatkan sang waktu. Entah berapa lama sudah berlalu, tahu-tahu Sang fajar telah tiba. Halimun tiba,
tetapi di mulut goa, segala sesuatu bersih, hingga mulut goa itu tampak tegas.
Kedua anak muda segera bergerak untuk berjalan keluar. Kali ini mereka tidak
terhalang rintangan apa-apa, hingga hati mereka menjadi lega dan girang.
Ho Tong segera bersiul memanggil kudanya.
Binatang itu perdengarkan ringkiknya, lantas dia muncul dengan cepat. Maka
dengan menunggang bersama binatang itu, mereka meninggalkan goa. Jalanan sukar
tetapi tidak terlalu mengganggu mereka. Didalam tempo yang pendek, tiba sudah
mereka dipuncak Soat Bwee Hong.
Hawa dipuncak itu sangat dingin. Kedua pemuda itu telah makan obatnya Hong
Hweeshio, tidak urung mereka merasa kedinginan juga, tubuh mereka menggigil.
Bahkan tiupan angin membuat kulit mereka terasa seperti ditusuk-tusuk..
Puncak itu penuh pepohonan, tapi daun-daunnya sudah rontok dan tinggal cabang
atau batang-batang yang gundul dan kering. Di tanah penuh salju mengampar, tebal
kira-kira satu kaki. Tak tampak apapun diatas salju kecuali patahan cabang-cabang
pohon. Mana suasanapun sangat sunyi.
Pek Kong bingung mengawasi pemandangan sekitar lembah. Dimanakah pohon
muzijat itu" Ia pun ingat keterangannya Kiu Bwee Ho yang mengatakan bahwa Thian
Lay Mo Lie sudah mendapatkan tiga biji dari buah itu. Sudah ada tiga biji buah, mungkin
masih ada lagi. Ingat itu, tak berputus asa.
Bersama Ho Tong ia melompat turun dari kudanya. Ia penasaran. Ia berjalan
perlahan-lahan akan mencari buah itu atau pohonnya saja. Kesudahan hatinya menjadi
tawar, tak ada pohon yang masih hidup, tak ada sesuatu yang agak mencurigakan atau
memberikan sedikit harapan. Oleh karena itu ia menjadi sangat berduka, ia memeluk
sebuah pohon dan menangis tersedu-sedu.
Ho Tong berduka melihat kawannya itu bersedih. Karena berduka, hatinya menjadi
panas. "Kurang ajar pohon bwee ini?" katanya sengit: "Kau tidak takuti aku Ho Tong" Kau
mau belajar kenal dengan aku?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 228
yoza collection Berkata begitu, dengan sengitnya si dungu mengangkat kakinya, mengayunkannya
kearah sebuah pohon bwee yang nampak sudah kering dan gundul. Dia mendupak
keras dengan akibat dialah yang menderita. Tubuhnya terpental mundur dan kakinya
terasakan nyerih! Pohonnya sendiri tak roboh, cuma bergoyang-goyang keras. Pek Kong
terkejut. Karena terdupaknya pohon itu, tubuhnya terguling jatuh, tangannya menubruk
tanah. Tapi mendadak terheran-heran. Justeru karena jatuh itu, tangannya memegang
suatu barang. Dan ketika dilihatnya, ternyata benda yang dipegang itu ialah buah bwee
putih! Pohon bwee yang didupak Ho Tong itu hangus batangnya, banyak dahannya, dan
antara daun-daunnya yang kering ada yang bergumpal, dan buah itu jatuh dari
gumpalan itu. Melihat buah itu, hilang kagetnya Pek Kong. Lupa ia pada nyerinya. Sebaliknya, ia
girang bukan buatan, mukanya tersungging senyuman.
"Aku telah dapat buah pekbweeko!" demikian serunya kegirangan.
Ho Tong terperanjat saking herannya. Ia berlompat kepada kawannya itu, hingga ia
melupakan kakinya yang sakit bekas mendupak pohon tadi. Ia mengawasi ketangan
Pek Kong yang memegangi serupa buah warna putih mengkilat, besarnya seperti
cawan. Lantas saja ia pun tertawa dan berseru: "Haha! Kita telah mendapatkan buah
pekbweeko." Belum lagi lenyap suara si dungu ini, tiba-tiba ia melihat sesosok tubuh berkelebat
di depan matanya, hingga ia terkejut. Tanpa meneliti lagi, ia lantas bisa melihat tegas
orang macam apa. Ialah seorang perempuan usia setengah tua, yang pakaiannya indah.
Dan nyonya itu berdiri didepannya sembari tertawa manis, dia terus berkata gembira:
"Benar-benar inilah yang dibilang, dicari sampai sepatu besi rusak, tak terdapat, tetapi
sekali terdapat, dapatnya mudah sekali! Kiranya pek bweeko berada ditanganmu, bocah!
Nah, ini dia yang dibilang. "Manusia dan harta didapat dua-duanya!"
Dalam girangnya itu, dengan melangkah pelan-pelan sinyonya lantas menghampiri
Pek Kong. Pek Kong kaget bukan main. Ia mengenali Thian Lay Mo Lie. Berbareng iapun
mendongkol. Enak saja nyonya itu hendak mendapatkan buahnya. Maka ia segera
mengambil keputusan akan membela buahnya itu mati-matian.
Pek Kong silemah bisa nekad, lebih-lebih Ho Tong si dungu. Dia melihat sikapnya si
wanita, mendadak dia berlompatan maju, menghadang didepan Pek Kong. Dia tidak
mengerti silat, tetapi tenaga dan nyalinya besar, dia tak jeri menghadapi siapa juga.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 229
yoza collection Boleh dibilang berbareng dengan itu, seorang lain tiba-tiba muncul diantara mereka,
bahkan orang itu sudah lantas menarik tangannya si anak muda.
Melihat orang itu, Pek Kong girang sekali.
Dialah Tian Ceng! "Lekas pergi!" demikian Tian Ceng berkata: "Akan aku hadang dia ini!"
Pek Kong insaf akan bahaya. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia lari kearah kudanya,
yang berada dibawah pohon didekatnya. Ia lompat naik diatas binatang itu, dikepraknya
dan terus kabur. Tapi, baru ia tiba di kaki gunung, mendadak ia ingat Ho Tong,
sahabatnya itu, yang ia lupakan.
Lantas ia menahan kudanya, untuk kembali lagi. Ho Tong perlu ditolong.
Justeru itu dari atas terlihat sesosok tubuh bergelindingan turun. Segera dapat
dikenali, dialah si dungu yang hendak dicari itu.
"HO TONG!" serunya memanggil.
Si dungu tidak kurang suatu apa, ia dapat berlompat bangun.
Malah tanpa mengatakan suatu apa, ia lari kearah Pek Kong, terus ia lompat naik
kepunggung kuda! Maka sebentar saja, keduanya sudah kabur jauh meninggalkan
puncak! Baru sesudahnya keluar dari Ngo Bwee Kwan, sepasang pemuda itu mengendorkan
larinya kuda mereka, untuk bersama-sama menghilangkan lelah.
"Bagaimana caranya kau lompat dari hantu wanita itu?" baru sekarang Pek Kong
sempat menanya kawannya. "Bagaimana dengan Tian Ceng" Apakah dia tidak
mengalami sesuatu bahaya?"
Sebelum menjawab, Ho Tong sudah tertawa berkakakan.
"Perempuan itu tolol luar biasa!" sahutnya. "Menghadapi dia, aku mendampratnya !
Dia gusar dan menghampiri aku. Pasti dia hendak menerjang aku. Justeru waktu itu Tian
Ceng maju mendekati aku, matanya dikedip-kedip. Aku dapat mengerti maksudnya
itulah isyarat buat aku lekas-lekas mengangkat kaki.
Dilain pihak aku dengar dia berkata pada siwanita setengah tua bahwa dia bersedia
menuruti kehendak wanita itu. Senang siwanita mendengar kata-katanya Tian Ceng.
Sebenarnya aku mendongkol tetapi aku turuti isyaratnya itu, lantas aku mengangkat
kaki, berlalu pergi. Rupanya wanita itu masih gusar. Pada saat aku berlari, dia menghajar
aku. Tanpa berdaya aku merasakan sesuatu menolak keras tubuhku. Tidak ampun lagi,
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 230
yoza collection aku roboh, terguling gulinglah aku turun gunung. Dengan begitu justeru wanita itu sudah
membantu aku! Sebab, tanpa berlari-lari lagi aku sampai dengan cepat padamu.. ."
Si dungu itu tidak menghiraukan bahwa dia mesti jatuh bergelindingan seperti batu!
Lega hati Pek Kong mendengar keterangan sahabat itu. Si sahabat selamat dan
Tian Ceng tak bakal mendapat susah. Tapi kemudian ia toh berkhawatir juga.
"Hantu wanita itu sangat cabul," katanya kemudian. "Kalau Tian Ceng memberikan
buah pekbweeko, atau segala kehendaknya tidak dituruti, dia menjadi gusar dan itu
berarti Tian Ceng terancam bahaya! Aku tahu hantu itu lihay sekali."
"Jangan kau khawatir!" berkata Ho Tong, "Tian Ceng liehay luar biasa!"
Pek Kong mengawasi sahabatnya. Ia heran. Memang ia belum pernah menyaksikan
kepandaiannya orang she Tian itu. Ia cuma tahu bahwa Tian Ceng dapat lolos dari gua
air Cui Liam Tong. Satu hal lain ialah, percuma ia mengawatirkan keselamatannya si
anak muda selagi ia justeru mengandalkan bantuan orang itu.
Setelah dapat menenangkan hati mengenai Tian Ceng, Pek Kong merogoh kedalam
sakunya. Mendadak ia berdiri diam, matanya mendelong.
Ho Tong kebetulan menoleh, waktu ia melihat roman kawannya itu ia heran sekali.
"Eh, eh kenapakah kau?" tegurnya.
Suaranya si anak muda menggetar ketika dia menjawab, "Pek bweeko.. hilang.. ."
demikian sahutnya. Ho Tong melengak. "Hilang?" dia mengulangi. "Tadi toh kau yang
pegang.. " "Benar.. tapi sekarang.. ." kata anak muda itu bengong.
"Sekarang telah lenyap."
Ho Tong menahan kudanya, "Mari kita kembali untuk mencarinya!" ajaknya.
Selama itu, mereka bicara tanpa menoleh kesana kemari, mereka saling
mengawasi. Waktu Ho Tong mau membelokkan kudanya, justeru ada sesosok tubuh
berkelebat didepan mereka hingga mereka menjadi heran.
Tiba-tiba orang yang baru muncul itu tertawa geli. Dia ternyata seorang anak muda.
"Pek bweeko disini!" katanya tertawa pula. "Lihat, bagaimana bingungnya kalian! Nah,
ambillah!" Si anak muda berkata sambil mengulurkan tangannya.
Dia memang menyerahkan pekbweeko, buah mujijat itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 231
yoza collection Ho Tong melongo, lebih-lebih Pek Kong.
Ada orang yang demikian mulia hatinya yang sudi menyerahkan buah mujijat itu!
Bukan main girangnya Pek Kong begitu dia mengenali Tian Ceng anak muda itu.
Suatu bukti bahwa si pemuda yang menolongnya, tidak kurang suatu apa! Ia
menjadi lebih girang lagi karena pekbweeko telah diserahkan kepadanya!
Karena girangnya, Pek Kong berlompat turun dari kudanya. Ia demikian girang
hingga ia lupa kepada buah! Bukan disambutnya buah itu, ia justru menjambret tangan
orang itu untuk dijabat, digenggami erat-erat.
"Oh, saudara!" serunya, kagum., "kau sangat baik! Bagaimana aku Pek Kong dapat
membalas budimu ini?"
Tian Ceng terharu hingga ia terdiam sejenak. Dengan perlahan ia menarik
tangannya. Ia liehai tetapi tangannya itu lembut.
"Simpan dahulu buah ini," katanya, perlahan, suaranya halus. "Bagiku cukup asal
dibelakang hari kau tidak melupakan aku! Hantu wanita itu bakal datang menyusul.
Pergilah lekas! Berangkatlah kalian!"
Pek Kong mengangguk. Dengan tangan kanan memegang buah, dengan tangan
kirinya ia menggenggam, pula tangan orang itu erat-erat. "Baik kita pergi bersama!"
katanya sungguh-sungguh. Wajah Tian Ceng merah mendengar tawaran itu. Hanya sekejap, ia tertawa.
"Tak dapat aku turut kalian!" katanya.
"Aku masih harus menghadang hantu Wanita itu! Kalau tidak, tidak bakal kalian bisa
lolos dari tangannya! Wanita itu sangat tergila-gila pada pria tampan ganteng, aku
mempunyai daya upaya buat melayani dia. Nah pergilah kalian, pergilah lekas!"
Menutup kata-katanya itu, si anak muda menarik tangannya. Mudah saja ia
meloloskannya dari cekalan. Dalam, sekejap, berbareng dengan tawanya yang terdengar
sayup-sayup, orangnya sudah pergi jauh! Sungguh lihay ilmu ringan tubuhnya!
Pek Kong terpesona. Ia bagaikan kehilangan apa-apa. Hatinya seperti kosong ketika
ia berlompat naik keatas kudanya, sampai Ho Tong menggeprak lari binatang
tunggangannya itu, masih ia menyesal dan rasa hatinya tidak keruan . .
Pada benaknya pemuda she Pek ini terbayang dua orang pemuda.
Yang pertama ialah Siangkoan Sun Siu, yang lainnya ialah Tian Ceng ini, Sun Siu
tampan, gagah dan mulia hatinya. Kalau diperumpamakan, dialah naga atau phoenix
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 232
yoza collection diantara manusia. Sulit mencari orang mulia seperti Sun Siu itu. Sekarang ternyata ada
Tian Ceng yang melebihinya.
Disamping suka menolong, Tian Cengpun tidak serakah. Tian Ceng rela memberikan
pekbweeko padanya, pekbweeko yang sangat diingini oleh banyak jago Sungai Telaga!
Tian Ceng telah berulangkali menolongnya walaupun pada mulanya mereka tidak kenal
satu dengan lain. Adakah lain orang sudi menyerahkan pekbweeko pada orang yang bukan sanak
bukan kadang, bahkan kepada orang yang baru dikenal" "Hanya sayang," demikian
pikirnya pula, "dia selalu datang secara tiba-tiba dan perginyapun dengan tergesa-gesa.
Belum pernah kita bicara lama dan dengan asyik . ."
Perjalanan dilanjutkan dengan pikiran si anak muda terasa berat. Tidak demikian
halnya dengan kawannya yang polos itu, yang tidak banyak pikir.
Kemudian lagi, Pek Kong ingat pamannya, maka ia lantas memikirkan pula keadaan
penyakitnya Paman Houw itu. Agak mendingankah atau tambah memburuk" Ia telah
pergi meninggalkan begitu lama. Selama itu diantara mereka tidak ada hubungannya
satu dengan lain. "Kalau paman dapat ditolong dengan obat ini, penolongnya ialah Tian Ceng," pikir sianak muda, bagaikan orang melamun. "Buah itu Ho Tong yang rontokan jatuh dari
pohonnya tetapi akulah yang memungutnya, lalu buah itu hilang tidak keruan paran.. .
Jikalau tidak ada Tian Ceng, sudah tentu tak mungkin aku memperolehnya kembali.
Bagaimana mulia hati pemuda itu, dengan sukarela dia menyerahkan buah muzijat
yang ajaib itu kepadaku! Dia tidak tamak dan begitu baik hati, bagaimana aku harus
membalasnya ?" pikir si anak muda ini.
"Ah, sudahlah ! " katanya kemudian, lewat sekian lama. "Yang penting sekarang ialah
lekas-lekas aku pulang, guna menolong Paman Houw.. "
Maka ia lantas suruh Ho Tong mengaburkan kudanya. Si dungu tertawa.
"Hai, tolol !" katanya nyaring. "Kau angkat kepalamu, kau lihatlah didepan itu tempat
apa?" Pek Kong mengawasi kedepan. Waktu itu matahari telah condong kebarat. Didepan
mereka tampak dusun Sip hong-tin. Mengenali dusun itu, anak muda ini diam,
mendelong. Untuk sejenak, ia merasa matanya kabur.
Sip hong tin adalah sebuah dusun dikecamatan Sim ouw koan, tempatnya kecil
tetapi lalu lintasnya hidup, karenanya pasarannyapun ramai . Penduduknya terdiri dari
kaum tani tetapi mereka juga gemar ilmu silat, setiap habis memeras peluh disawan,
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 233
yoza collection tempo senggang mereka dipakai untuk melatih diri. Terutama anak anak muda yang
gemar ilmu membela diri itu, ilmu penjaga kesehatan. Penduduk yang tua tua sebaliknya
menonton dan menganjurkan. Buat mengundang guru silat, mereka rela merogoh saku.
Suatu kebiasaan baik lagi dari Sip-hong-tin ialah kesadaran dan kerukunan para
penduduknya. Mereka gemar silat tetapi tak suka berkelahi. Berbeda dengan tempattempat dan dusun lain yang suka bersaing, bahkan bertempur diantara sesama
penduduk desa sendiri. Mari para pembaca kita mundur pada lima belas tahun yang lalu, Sip hong tin telah
kedatangan seorang tamu umur kira kira empat puluh tahun, tubuhnya kekar, tetapi
pakaiannya compang-camping. Dia datang bersama sepasang anak kecil, laki-laki dan
perempuan berusia tiga atau empat tahun. Rupanya mereka habis melakukan
perjalanan jauh dan sudah sangat lapar. Si bocah perempuan merengek rengek minta
makan. Si pria merogoh sakunya, lalu dia mengeluh, dapat dia tertawa tetapi ketawa
meringis. Katanya : "Untuk kalian, anak-anak, jangankan tenaga, jiwaku sekalipun
kukorbankan.. . . . . "
Lalu ia membujuk kedua anak itu. Mereka dibawanya kesatu tempat terbuka atau
lapangan yang biasa dipakai sebagai tempat penunjukan silat. Disitu ia mengambil
potongan genteng, yang ia pakai untuk membuat garis sebuah kalangan besar. Kedua
bocah itu disuruhnya menanti di tepi tembok. Ia sendiri memasuki kalangan, kemudian
ia berteriak nyaring, mengundang berkumpul orang-orang yang berlalu-lalang,
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian ia memberi hormat kepada para hadirin itu dan memberitahukan maksudnya
buat menjual ilmu silat. Ia menjalankan dahulu satu jurus, habis itu ia menjura kepada
orang banyak, dan berkata lebih jauh: "Para hadirin yang terhormat, pepatah
mengatakan bahwa jalanan itu pendek, budi itu panjang, demikian dengan kami ini.
Justeru kami tiba ditempat tuan-tuan, kami kehabisan uang bekal, maka itu kami
memberi pertunjukkan silat ini untuk memohon kedermawanan para budiman atau
sesama orang sungai Telaga untuk membantu kami sekedarnya. Untuk itu kami akan
sangat bersyukur dan berterima kasih, tak mudah kami melupakannya.. . . . . "
Mendengar orang memohon derma, banyak penonton yang lantas mengundurkan
diri, hingga tinggal belasan orang saja yang masih berdiri terus, tapi mereka itu hanya
menonton saja, tidak ada diantaranya yang merogoh saku mengeluarkan uang.
Menyaksikan demikian, penjual silat itu menghela napas. Nampak ia merasa sangat
kecewa. Ia mengawasi orang banyak itu, lalu memandang kesekitarnya. Tiba tiba ia
melihat sebuah batu besar untuk menambat kuda tak jauh diluar kalangan. Ia berjalan
mendekati batu itu, dan melompat naik keatasnya. Sembari berdiri disitu, ia menjura
kepada orang banyak sambil berkata pula: "Para budiman! Mungkin jurusku tadi tidak
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 234
yoza collection menarik hati kalian, maka itu sekarang hendak kuberikan pertunjukan lain! Akan aku
keluarkan semua kepandaianku! Aku minta sudi kiranya tuan-tuan memberi sedekah
kepada kami.. . . . . "
Setelah itu, si penjual silat sambil lalu lantas menjejakkan kakinya kepada batu itu,
setelah itu ia lompat kembali kedalam kalangan.
Ketika khalayak ramai melihat batu besar ini, ternyata batu itu sudah melesak
kedalam tanah sedalam 3 kaki!
Suatu kepandaian yang luar biasa! Mau atau tidak, para penonton bertepuk tangan
dan bersorak memuji. Akan tetapi tak lebih dari itu, mereka cuma bersorak, saku mereka
tetap ditutup rapat-rapat, tidak ada yang merogohnya buat mengeluarkan uang!
Penjual silat itu melongo saking heran. Sukur, belum sempat ia memikir atau
mengatakan sesuatu, maka salah seorang penonton sudah melangkah
menghampirinya dan memberi hormat sambil kata kepadanya. "Bapak guru, dengan
kepandaian yang kau pertunjukkan ini, nyatalah kau bukannya ahli kaum silat Sungai
Telaga yang biasa keliling menjual ilmu silat, oleh karena itu, apabila bapak kehabisan
bekal, mengapa kau tidak mau pergi kepada Ong busu didesa kami ini?"
Dengan "Bu-su," orang itu maksudkan guru silat.
Mulanya si penjual silat melengak. Ia mengira orang hendak mencoba-coba
kepandaiannya, tapi ternyata orang itu menunjukkan satu jalan. Maka ia lantas tertawa
dan berkata. "Terima kasih tuan" Maafkan aku, karena aku adalah orang yang kebetulan
lewat disini, aku tidak tahu perihal Ong Busu kalian itu. Bagiku, ini suatu perbuatan yang
kurang hormat. Hanya aku belum kenal Ong Busu itu, mana bisa aku datang
menggerecoknya?" "Jangan memikir demikian, pak guru," berkata orang yang baik hati itu. "Ong Busu
kami justru paling gemar bergaul dengan orang orang Sungai telaga, karena itu dia
justeru memesan, kalau ada orang Sungai Telaga yang datang kedesa itu, mesti dialah
yarg nanti memberikan bantuannya!"
Untuk sejenak, sipenjual silat diam. Baru sekarang ia tahu sebabnya beberapa
banyak penonton cuma bersorak tetapi tidak ada yang memberikan uang. Tapi ia tidak
kenal guru silat she Ong itu, bagaimana ia dapat dengan bersahaja pergi
mengunjunginya" Karena bingung itu, ia berpaling kepada kedua anak-anak, yang
sedang menantikannya ditepi tembok. Tetap ia ragu-ragu.
"Ong Toaya datang! Ong Toaya datang!" tiba-tiba terdengar beberapa suara nyaring.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 235
yoza collection Si penjual silat lantas menoleh. Ia ingin lihat dan ketahui siapa yang dipanggil Ong
Toaya itu, tuan besar, atau tuan yang tua itu, she Ong. Kiranya orang itu benar adanya
adalah seorang muda yang beroman gagah, yang berpakaiannya perlente. Dia datang
bersama dua orang pengikutnya, langsung menuju lapangan. Setelah mendatangi dekat
dekat dia berkata nyaring: "Bapak guru silat dari mana datang ketempat kami ini "
Kenapakah bapak tidak memberitahukan dahulu kepada Pek Coan ?"
Dengan "Pek Coan", Ong Toaya itu menyebut namanya sendiri. Mendengar nama Pek
Coan itu si penjual silat mengawasi tercengang.
Ong Toaya sudah tiba didalam kalangan, segera dia melihat wajah sipenjual silat
sekarang dialah yang berdiri melengak ! Tapi hanya sebentar, segera dia berkata: "Oh,
paman guru, Pek Coan mohon sudilah paman memberi maaf!"
Kata-kata itu diakhiri dengan si Toaya ini menekuk kedua lututnya, memberi hormat
pada penjual silat yang miskin itu.. Sipenjual silat lekas lekas memimpin bangun
wajahnya ramai dengan senyuman.
"Kiranya kau benarlah Pek Coan !" katanya girang. "Baru sepuluh tahun kita tidak
bertemu hampir saja aku tidak mengenalimu!"
Ong Toaya bangkit. Penjual silat itu, yang usianya setengah tua, adalah Tek hongtoo, Golok Menerkam Angin Siauw Seng Houw, yang namanya tersohor, terkenal karena
ilmu goloknya. Sedangkan kedua bocah yang turut padanya itu yang perempuan adalah
anaknya sendiri, Siauw Couw Kun, dan yang laki-laki adalah Pek Kong.
Ong Pek Coan, si Toaya, dapat menerka kenapa Susiok, paman guru itu berdandan
demikian rupa. Lantas dia berkata: "Paman, rumah Pek Coan berada didalam dusun itu,
aku mohon sukalah paman datang kesana, untuk sementara tinggal denganku
sedikitnya beberapa hari."
Seng Hong senang menerima undangan itu.
Sebentar saja gempar sudah seluruh dusun Sip-hong-tin tentang guru silat mereka.
Ong Toaya, telah kedatangan paman gurunya yang liehay itu lantas banyak yang datang
berkunjung. Ada yang minta Seng Houw berdiam di dusunnya itu untuk seterusnya
menjadi guru silat. Dengan persetujuan Ong Pek Coan, Seng Houw menerima baik undangan itu. Ia
anggap ada baiknya ia tidak merantau pula supaya ia bisa merawat anaknya dan juga
Pek Kong. Ia memang seorang yang manis budi, maka di tempat itu lantas ia disukai
orang banyak, tambahan lagi orang memandangnya sebagai paman gurunya Pek Coan.
Maka selanjutnya umum memanggilnya Paman Houw. Belakangan ia membangun
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 236
yoza collection rumah, yang ia beri nama Siauw Kee Hoa-wan Taman Keluarga Siauw yang menjadi
terkenal hingga orang hampir melupakan namanya sendiri.
Sang waktu berjalan dengan cepatnya, tahun tahun dan bulan bulan lewat bagaikan
air mengalir, lekas sekali lima belas tahun telah berlalu, maka sekarang ini sepasang
anak anak pria dan wanita itu telah menjadi muda-mudi yang tampan dan cantik,
hingga bukan main senangnya Seng Houw menyaksikan mereka itu, hingga kadang
kadang ia bersenjata sendirinya.
Kemudian, datanglah satu hari yang mendatangkan perubahan besar sekali atas
dirinya Siauw Seng Houw. Mendadak saja ia tampak tak gembira seperti biasanya. Hal
itu belum pernah terjadi.
Pek Kong yang melihat perubahan itu menjadi heran dan terperanjat.
"Paman, kenapakah paman?" Tanya dia.
Seng Houw sebaliknya tertawa.
"Anak tolol!" demikian katanya, riang gembira. "Paman telah melihat kau menjadi
besar dewasa, apalagi yang aku buat pikiran?"
Pek Kong cerdas tetapi dia kurang pengalaman. Dia percaya apa katanya paman
itu dan hal itu tidak dia buat pikiran. Dia menerka tentu mendadak saja sang paman
ingat suatu hal. Tapi hal yang hebat terjadi pada malamnya. Tiba-tiba saja paman Hauw
itu lenyap. Satu malam, dua malam, hingga malam ketiga dia masih belum pulang juga.
Hal mana membuat orang bingung dan berkhawatir! Akhirnya Pek Kong lari kerumah
Ong Pek Coan, untuk mencari dan memohon keterangan. Di sini ia menjadi heran dan
kaget. Kiranya Pek Coan juga lenyap berbarengan dengan lenyapnya sang paman itu.
Bingunglah muda-mudi itu, terutama Couw Kun sangat berkhawatir. Maka setiap
saat mereka berada berduaan, senantiasa hati mereka goncang. Kalau mereka
mencoba menghibur diri didalam taman, mereka cuma jalan mondar mandir atau
berputar-putar dengan hati tergoncang dan kusut. Kekhawatiran senantiasa
menghinggapi mereka. Akhirnya, setelah hari keempat, maka pulanglah Siauw Seng Houw pada malam
kelima. Dia membuat lega hatinya muda-mudi itu. Keduanya menanya melit sekali
kemana ayah atau paman itu sudah pergi secara diam-diam.
Seng Houw menjawabnya sambil tertawa saja kata dia: "Kalian berdua sudah cukup
dewasa, kenapa lagak kalian masih seperti bocah-bocah cilik" Aku yang telah berusia
lanjut, mustahil aku dapat hilang?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 237
yoza collection Walaupun demikian, meski didepan anak-anak itu ia bersikap gembira, toh Seng
Houw tampaknya tak tenang hatinya. Sering didalam kamarnya menghela napas
seorang diri. Pek Kong heran, diam-diam ia pergi kerumah Pek Coan, untuk minta keterangan
dari orang she Ong itu, tak tahunya Pek Coan tidak ada di rumah. Dia belum kembali
sejak kepergiannya itu. Walau bagaimana Pek Kong terus heran dan bercuriga, tak terkecuali Couw Kun.
Tak lagi dia bertanya berbelit-belit, hanya bersama-sama si nona terus dia menemani
paman itu, atau mereka menemaninya bergantian.
Lewat lagi beberapa hari maka terjadilah hal yang mengkhawatirkan Pek Kong dan
Couw Kun. Tiba-tiba saja Seng Houw mendapat sakit yang luar biasa, yaitu seluruh
tubuhnya bengkak-bengkak dan orangnyapun suka lupa ingatan. Tabib segera dipanggil
tetapi tabib itu juga beberapa tabib lainnya tidak berdaya mengobatinya.
Couw Kun berkhawatir bukan main, senantiasa ia mengucurkan air mata. Selalu ia
mendampingi ayahnya. Pek Kong sebaliknya. Anak ini sering berdiri termenung didepan
pintu, memandang hampa kedepan, mengharap-harap datangnya orang pandai luar
biasa untuk diminta pertolongannya mengobati paman itu.
Setengah bulan telah berlalu sejak sakit aneh dari Seng Houw itu, suatu hari Liauw
Khong Taysu si pendeta pandai lewat di Siphong tin. Sebelum Pek Kong melihat
padanya, ia sudah melihatnya terlebih dahulu dan dengan matanya yang tajam ia
ketahui anak muda itu bukan sembarang anak muda. Hanyalah ketika itu, si anak muda
bermuka muram. Lantas ia sengaja mendatangi rumahnya Seng Houw berlagak
meminta dermanya. Justeru saat itu, dari dalam ia dapat mendengar suara orang
merintih, rintihan dari orang yang menderita sakit.
"Siapa itu yang sakit?" Tanyanya.
"Pamanku,"sahut Pek Kong.
"Coba izinkan aku melongoknya, mungkin aku dapat menolong dia," kata sipendeta.
Pek Kong girang. Ia mengajak orang suci itu masuk kedalam.
Cepat Liauw Khong memeriksa orang sakit itu.
"Ini semacam penyakit panas yang disebabkan keracunan," katanya kemudian. "Obat
yang dapat menolongnya cuma buah pekbweeko yang terdapat dibukit Ngo Bwee Nia."
Demikianlah sebabnya maka Pek Kong bersama Ho Tong telah pergi mencari obat
mujizat itu, yang akhirnya merekalah yang beruntung mendapatkannya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 238
yoza collection Semenjak perginya Pek Kong, Couw Kun setiap hari menantikan kembalinya si anak
muda. Ia mengharap-harap bukan main. Ia selalu mendampingi ayahnya, yang hari
lewat hari bertambah berat penyakitnya. Orang yang diharap-harap belum juga kembali,
sehingga membuatnya sangat khawatir.
Pada suatu pagi, pikirannya Couw Kun kusut sekali. Hatinya berat, seperti juga ia
mendapat alamat yang tidak baik. Justru itu, ia mendengar ayahnya memanggil.
"Ya, ayah," sahutnya. "Anak Couw disini.. "
Seng Houw mengulurkan tangannya. Ia seperti sudah tak kuat mengangkatnya. Ia
mengusap-usap rambut anaknya itu.
"Anak, sejak kau masih kecil sekali, kau telah ditinggalkan ibumu yang mencintaimu,
selanjutnya kau dirawat ayahmu hingga sekarang kau menjadi seorang gadis.
Sebenarnya dahulu hari itu, disaat ibumu menutup mata, hendak aku menyusulnya
kedunia baka, tetapi melihat padamu, hatiku tak tega. Disamping itu masih ada satu soal
yang besar sekali, yang belum kulaksanakan . ."
Couw Kun berkhawatir mendengar kata-kata ayahnya itu. Mendadak ia mendapat
firasat jelek. Lantas saja ia menangis.
"Ayah.. !" katanya, "kenapa ayah bertanya begini rupa?"
Melihat anaknya itu menangis, tanpa merasa Seng Houw mengeluarkan airmata.
Tiba tiba iapun memuntahkan darah segumpal darah hitam, terus napasnya memburu.
Couw Kun kaget sekali, ia berhenti menangis.
"Ayah.. " katanya seraya terus menguruti punggung ayahnya itu. Seng Houw masih
bernapas sengal sengal tetapi ia mencoba menahannya.
"Jangan berduka, anak," katanya, perlahan. "Kau tahu hidup manusia didunia ini
sudah ditakdirkan.. " Ia berhenti untuk batuk-batuk beberapa kali. Kemudian ia
muntahkan dua gumpal darah hitam darah mati. Nampaknya ia sudah sangat lelah.
"Baik kau ketahui, anak," ia melanjutkan kata katanya, "semasa hidupnya ayahnya
Pek Kong, bersama-sama dia aku hidup merantau, senang dan susah, selalu dialami
bersama. Selama dua puluh tahun persahabatan itu kita bagaikan saudara sekandung.
Demikianlah ketika sahabatku itu hendak menutup mata, dia menitipkan isteri dan
putranya padaku. Kasihan isterinya sahabatku itu, pada suatu malam sehabis
melahirkan Pek Kong, dia telah berangkat kedunia baka. Iparku itu berkata padaku,
selain Pek Kong, diapun sebenarnya mempunyai seorang anak pula, anak perempuan,
tetapi anak itu ditinggalkan ditengah-tengah jalan sebab ketika itu iparku terancam
hebat oleh pihak musuhnya. Entah bagaimana sekarang, anak itu masih hidup atau
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 239
yoza collection mati.. Kalau masih hidup, entah dimana adanya. Maka itu kini keluarga itu cuma
mempunyai seorang turunan yaitu Pek Kong. Aku.. "
Lagi-lagi ayah itu batuk berulang-ulang. "Beristirahatlah, ayah," Couw Kun membujuk.
Tak tega ia melihat keadaan payah ayah itu. "Sebentar atau besok ayah boleh lanjutkan
cerita ini.. Dapat bukan?"
Seng Houw menggoyangkan kepala perlahan sekali. Ia pula mencoba menahan
batuknya. "Jikalau aku tidak dapat membikin Pek Kong berumah tangga.. . . . . " ayah itu memaksa
menyambungi omongannya, "kalau aku mati, aku tidak puas.. . . . . Malu aku menemui
arwah ayah bundanya di dunia baka.. ."
Lagi sekali Seng Houw batuk-batuk, kali ini keras sekali, kemudian mendadak
matanya mencilak keatas hingga terlihat putihnya saja, terus ia berdiam, tak dapat ia
bicara terlebih jauh. . Couw Kun kaget sekali. Ia mengerti hebatnya keadaan ayah itu. Karenanya, meski
ia mau menangis, ia tidak bisa. Cuma air matanya mengucur bagaikan hujan deras. Ia
bengong mengawasi muka ayahnya itu.
Lewat sejenak Seng Houw dapat menggerakkan pula matanya. Tapi ia sudah
bagaikan pelita yang kehabisan minyak. Tinggal tunggu waktu saja, api pelita itu akan
padam sendirinya.. . Tapi jago itu dapat menguatkan hatinya.
"Karena itu, anak aku.. .aku hendak merangkapkan jodohmu dengan dia.. . . . . "
Tak dapat Seng Houw menyebut namanya pemuda dengan siapa puterinya itu
hendak dijodohkan, berkata sampai disitu, ia menghentikan kata-katanya, berhenti untuk
selama-lamanya. Couw Kun menjerit, ia menubruk tubuh ayahnya. Tapi ia terus berdiam. Sebab ia
pun pingsan. Ketika kemudian ia tersadar sendirinya, ia lantas meraba dada ayahnya
itu. Kembali ia terkejut. Detakan jantung ayahnya itu sudah berhenti. Ketika kemudian
ia mengusap muka ayahnya itu, dan memegang tangan dan kakinya, napasnya sudah
tidak ada, kaki dan tangannya sudah dingin.
Lagi sekali ia menjerit nangis, kembali ia menubruk tubuh ayahnya, sekali ini dengan
menangis tersedu-sedu. "Oh, ayah.. " keluhnya, "mengapa ayah meninggalkan anakmu ini?"
Ia menangis sekian lama. Sesudah menjadi tenang sedikit tawar sudah hatinya. Ia
bangkit, melangkah ke kepala pembaringan. Ia menjangkau untuk menurunkan golok
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 240
yoza collection ayahnya, golok mustika yang telah mengangkat nama ayahnya sebagai seorang jago
kenamaan. Ia nekad hendak menghabiskan jiwanya dengan golok itu. Tetapi ia tak pernah
belajar silat, tak dapat ia menjambret dan menurunkannya.
Golok itu tergantung terlalu tinggi. Malah sebaliknya ia terjatuh keatas pembaringan.
Sambil merayap Couw Kun bangun untuk berduduk akan kemudian berdiri. Ia
menoleh kepada ayahnya, ia melihat mata ayah itu seperti mendelik kepadanya.
Mendadak ia ingat tugasnya untuk merawat jenasah ayah itu!
"Aku tidak boleh mati!" katanya didalam hati, terus ia berlutut didepan jenasah
ayahnya itu akan memuji. "Ayah, ayah, dengarlah anakmu, ayah. Anak akan dengar
pesan ayah, maka itu anak minta supaya ayah menutup rapat mata ayah."
Habis berkata anak dara itu mengawasi ayahnya. Dengan hati lega ia melihat mata
orang tua itu pelan-pelan menutup. Melihat demikian, ia percaya, ayahnya tentu sudah
puas. Sekarang nona ini bingung sendirinya, ia sendirian saja. Bagaimana ia harus
merawat jenasah ayahnya itu" Karenanya ia menangis lagi, la menangis sampai siang,
baru dapat ia menenangkan hatinya. Pikirnya percuma ia menangis saja. Ia bangkit
pergi kedapur untuk memasak air. Dengan air hangat ia membersihkan tubuh ayahnya,
dan menukar pakaiannya dengan yang baru. Ia melakukan itu dengan saban-saban
mengusap airmatanya. Akhirnya, dengan sehelai selimut ia tutupi tubuh ayahnya itu,
sedangkan pelita ia sulut dan diletakkan didepan pembaringan. Selesai itu, seorang diri
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga ia pergi kepasar, membeli lilin dan kertas dan lainnya yang dirasa perlu. Ia
memikirkan kata-kata ayahnya itu yang belum berakhir. Apa yang sang ayah hendak
katakan" Siapakah musuh ayahnya itu" Siapakah Pek Kong itu sebenarnya" Bagaimana
asal usulnya" Asal usul anak muda itu belum jelas seluruhnya, iapun tidak tahu perihal
sepak terjang ayahnya, yang selalu merahasiakannya terhadapnya. Ia sendiri tak tahu
asal dirinya dari mana . .
"Rupanya ibu sangat mencintai aku.. " pikirnya. "Kenapakah ayah tidak mau
berceritera banyak tentang ibu" Ada rahasia apakah di dalamnya hingga aku tidak
boleh mendengarnya?" Apakah saatnya belum tiba" Tetapi sekarang ayah telah
menutup mata. Bukankah semuanya akan gelap bagiku?"
Hal aneh lainnya ialah Siauw Seng Houw sebagai seorang ahli silat kenamaan, anak
darahnya, juga Pek Kong yang menumpang padanya tidak diajarkan ilmu silat. Hal ini
di luar kebiasaan kalangan pesilatan! Kalau lain orang, jangankan anak sendiri, sanak
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 241
yoza collection dan kadang dan anak anak sahabat pun diajarinya. Toh sudah selayaknya kepandaian
diturunkan diwariskan kepada anak atau cucu sendiri!
Tapi si Paman Siauw ini aneh. Mereka berdua cuma diajarkan ilmu surat.
Sambil melewatkan waktu, Couw Kun terus menyusuri air mata, yang keluar tak
hentinya karena sedih. "Adik Couw!" mendadak ia mendengar suaranya panggilan selagi ia karam dalam
kesedihannya. Ia kaget sekali, ia bagaikan terpagut ular. Ia serentak bangun, kedua
matanya dipentang mukanya dipalingkan kearah pintu.
Diambang pintu tampak dua sosok tubuh. Ia mengawasi tajam, Ia seperti merasa ia
tengah bermimpi. "Adik Couw!" kembali mendengar suara yang lemah dan halus, yang ia kenal baik
sekali, hanyalah sudah lama suara itu ia tidak mendengarnya. "Adik, apakah paman
sedang tidur " Bagaimanakah penyakit paman selama ini?"
Itulah Pek Kong! Tidak salah, itulah pemuda yang sekian lama ia harap harap
kembalinya! Maka ia lantas berjingkrak bangun, tetapi ia bukannya lari pada si anak
muda, ia justeru menjerit : "Ayah!" Masih kuat ia menahan hati akan menunjuk
kepembaringan dimana tubuh ayahnya rebah tak bergerak. Cuma sebegitu ia menyahut.
Tak dapat ia bicara lebih jauh. Ia berdiri bengong saja. Pek Kong pun berdiri terbengong
diambang pintu. Ia melihat dan mendapat firasat jelek. Segera ia sadar. Segera ia
melangkah masuk dengan cepat. Ia menuju kepembaringan pamannya, ia mengulurkan
sebelah tangannya akan menyingkap selimut maka ia menyaksikan sang paman
tengah rebah dengan tenang, napasnya sudah tidak ada.
"Paman!" ia memanggil, terus ia menangis tubuhnya roboh didepan pembaringan.
Ia tak sadarkan diri. Paman itu sudah seperti ayahnya sendiri. Lebih-lebih ia kecele,
karena dia membawa pulang obat mujijat tetapi obat itu tidak ada gunanya, sudah tidak
dapat pakai lagi! Couw Kun pun menangis, hampir ia roboh pingsan juga.
Syukur ia sudah menangis sekian lama dan sekarang menjadi lebih kuat. Hanya
sekarang ia bingung karena pingsannya kawan itu.
Lupa segala-galanya, ia lompat menubruk tubuh anak muda itu sambil menangis
tersedu-sedu. Ho Tong berdiri diambang pintu, mulanya ia tertegun, lalu ia menggerutu. Baginya,
Seng Houw tidak berarti apa-apa. Katanya, "Orang sudah mati, buat apa ditangisi saja"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 242
yoza collection Bukankah lebih baik segera mengurus dan menguburnya" Jangan kau membuat Pek
Kong mati, nanti kau mesti menangis lagi!.. ."
Couw Kun tahu orang itu dungu, ia tidak bilang apa-apa kecuali mendelik
terhadapnya. Masih Ho Tong tak memperdulikan semuanya itu ia menghampiri Pek Kong dan
merogoh kedalam sakunya untuk mengeluarkan buah pekbweeko, buah mana segera
ia jejalkan ke dalam mulut kawannya. Couw Kun heran.
"Eh, kau bikin apakah?" tegurnya. "Benda apa yang kau jejalkan kemulut orang itu?"
Ia mendongkol sekali. Tapi si dungu tertawa bergelak.
"Kau tak tahu bahwa Pek Kong telah dirampas orang pulang pergi!" katanya.
"Tapi kesudahannya, dialah yang memperoleh pekbweeko! Sayang paman Houw,
dia tak mempunyai rejeki buat memakan buah ini, maka sekarang tibalah gilirannya
Pek Kong! Mari kita coba dengan makan buah ini, dia dapat ditolong atau tidak.. . . . . "
Mendengar itu barulah Couw Kun ingat bahwa kepergian dua orang itu guna
mencari pekbweeko. Siapa sangka, mereka pulang terlambat beberapa jam, hingga
ayahnya tak berkesempatan memakan buah mujizat itu. Tentu sekali ia merasa sangat
menyesal. Walaupun demikian, lekas juga ia bisa menentramkan hatinya. Pikirnya itulah
karena takdir. "Ho Tong," tanyanya kemudian, "kenapa kalian tak pulang lebih cepat dari pada ini?"
"Ah, apakah kau anggap kami pulang terlambat?" Ho Tong membaliki. "Kau tahu,
buah ini baru saja tadi pagi matang dan begitu kami mendapatkannya, kami lantas
kabur pulang! Kami telah melakukan perjalanan seribu lie tak henti-hentinya !"
Couw Kun terperanjat. Dia heran sekali. Dia tidak menyangka sama sekali.
Justeru itu Pek Kong, yang berada di dalam rangkulannya, bergerak. Kembali ia
terperanjat, hanya kali ini hatinya terbuka.
"Kau habis melakukan perjalanan jauh," katanya, "pergilah kau beristirahat.. "
Pek Kong siuman untuk segera sadar benar-benar. Ia lantas menjatuhkan diri
berlutut di depan pembaringan. Ia menangis menggerung-gerung.
"Paman! Paman..!" ia memanggil berulang-ulang. Itulah kata-katanya, tak lebih.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 243
yoza collection Couw Kun dapat mengerti akan kesedihan pemuda itu. Karena dia sendiri sudah
bisa menenangkan diri, ia membiarkan si anak muda menangis. Sambil ikut berlutut di
sisi pemuda itu, ia pun menangis perlahan.
Ho Tong berdiri diam dibelakang Pek Kong, matanya mendelong mengawasi
tubuhnya Siauw Seng Houw. Tiba-tiba ia berseru.
"Aneh!" demikian katanya, matanya mendelong. "Kalian lihat ! Mulut Paman Houw
mengeluarkan darah, wajahnya menandakan dia sangat menderita.. ! Ah, jangan-jangan
dia telah terkena Cian Tok Bong hong ciam!"
Walaupun dia tolol, si dungu ini ingat kepada jarum berbisa itu. Pek Kong terkejut,
ia berhenti menangis, ia mengusap air matanya. Dengan begitu ia jadi bisa mengawasi
muka pamannya. Memang, mulutnya Seng Houw mengeluarkan darah dan mukanya
meringis tanda sangat menderita menahan nyeri. Itulah roman yang sama dengan
lukisannya Hong Hweeshio guru dan murid yang mempetakan keadaan korban jarum
beracun itu. Demikianlah keadaan pamannya itu.
Tak ayal Pek Kong membuka bajunya Seng Houw untuk memeriksa tubuhnya.
Dipunggung kedapatan dua liang sebesar jarum yang warnanya merah tua kebirubiruan dan dari liang itu tersiar bau busuk anyir yang tak tertahankan.. . . . .
Sekarang Pek Kong merasa pasti bahwa pamannya itu telah mati terbokong dan si
pembunuh gelap bukannya Pek Gan Kwie Leng Sie Cay, bahwa pembunuh itu pasti ada
hubungannya dengan orang she Seng itu.
"Apakah ketika paman hendak menarik napasnya yang terakhir, dia ada
menyebutkan bahwa dia telah dicelakakan orang ?" ia tanya Couw Kun.
"Ayah tidak menyebutnya," sahut si nona, sedih, "tetapi ayah memesan banyak.. . . . . "
Dan ia memberitahukan pesan itu, yang mengenai dirinya si anak muda, tapi pesan
tentang jodohnya dengan pemuda itu, ia tak menyebutnya.
Menuruti pesan, atau keterangannya Seng Houw itu maka Pek Kong menduga
bahwa ayahnya adalah seorang jago rimba persilatan, bahwa semasa ia belum
dilahirkan, ibunya telah dikejar-kejar musuh hingga ibu itu meninggalkan encinya, kakak
perempuan itu. "Kenapa paman tidak mengajarkan aku ilmu silat" Kenapa iapun menyembunyikan
asal usulku?" Pek Kong tanya dirinya sendiri, berulang-ulang. Ia lantas menghubungkan
dua buah pertanyaan itu. Kesimpulannya ialah pasti musuh ayahnya sangat tangguh,
maka dikhawatirkan; kalau ia belajar silat ia nanti pasti menuntut balas dengan sia-sia
saja, bahkan ada kemungkinan ia terbinasa ditangan musuh lihay itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 244
yoza collection Kenapa, selagi sang paman mati dibokong orang, Ong Pek Coan pun lenyap"
Ataukah Pek Coan belum pulang" Apakah hanya kebetulan saja ataukah ada
hubungannya satu pada lain"
Itu bukan soal sederhana!
Pula ada kemungkinan, nasib paman Houw itu disebabkan urusan permusuhan
keluarganya sendiri . . Bingung Pek Kong memikirkan semua itu. Lalu ia berlutut pula didepan mayat sang
paman lalu berkata: "Paman, maafkan Pek Kong datang terlambat hingga paman keburu
meninggalkan dunia ini! Paman mulai saat ini, anak Kong akan belajar silat dengan
sungguh-sungguh, guna nanti membalaskan sakit hati ayah bundaku dan paman juga!
Kalau paman menerima baik minat atau tekadku ini, sukalah paman melihatkan wajah
lega . ." Mendadak disaat itu datang serbuan angin utara yang membuat api lilin bergoyanggoyang dan ketiga orang didalam rumah itu merasa bergedik hingga bulu romanya
masing-masing berdiri. Ketika Pek Kong mengawasi muka pamannya, nampak
wajahnya seperti orang beriang hati. Maka lekas-lekas ia memberi hormat sambil
mengangguk berulang-ulang. Setelah itu, ia berkata kepada Ho Tong: "Saudaraku, tolong
kau pergi membelikan peti mati . . . . . ."
"Hai, tolol kau!" berkata si dungu sambil tertawa. "Lupakah kau bahwa rumahku
adalah toko peti mati" Buat apa membelinya pula" Kau tunggu, akan kusiapkan sebuah!"
Lantas si dungu bangkit, memutar tubuh untuk berlalu pergi. "Tunggu!" berkata Pek
Kong, sambil menarik tangan kawannya. "Apakah kau ingin supaya pamanku berhutang
didunia baka" Tidak! Kalau kau tidak mau membelinya, nanti aku yang beli sendiri!"
Ho Tong melongo. "Didusun Sip hong tin ini," katanya, "tidak ada toko peti mati lainnya kecuali tokoku.
Jikalau kau tidak mau peti mati dari tokoku kau tidak akan mempunyai tempo untuk
mengurus jenazah pamanmu ini!"
Pek Kong mengerti, ia tak dapat memaksa, "Nah, pergilah!" katanya. "Kau siapkan
sekalian pakaiannya! Nanti saja aku berhitungan denganmu!"
"Hm!" si dungu mengejek. "Berhitungan apakah" Semuanya aku si Arhat Besi yang
mengurusnya dan memberikan sebagai sumbangan!" Dan dia lari kabur!
Benarlah lewat sekian lama, si dungu sudah kembali bersama serombongan orang
yang menggotong peti mati dan lain-lain barang keperluannya. Segera mereka mulai
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 245
yoza collection mengurus jenazah Seng Houw itu, yang kemudian dikuburnya dekat saja yaitu didalam
pekarangan halaman belakang. Semua itu selesai disaat ayam mulai berkokok.
Selesai segala sesuatunya, Pek Kong berkata kepada Couw Kun: "Adik, kau tadi
tentunya telah mendengar apa kataku didepan paman! Kakakmu hari ini juga akan
berangkat kelembah Kie Hong Kok untuk belajar ilmu silat disana, guna memahamkan
isi ilmu silatnya kitab Ngo Kie Keng. Aku akan kembali sedikitnya setelah setengah
tahun atau selambat-lambatnya satu tahun, oleh karena itu aku minta sukalah kau
bersama sama Ho Tong berdiam dirumah menantikanku . ."
Couw Kun mengerti minat dan tekad Pek Kong, ia insaf pula pentingnya ilmu silat.
Walaupun hatinya berat ia suka menerima baik kata-kata pemuda itu. Maka dengan
sedih ia menjawab: "Kau pergilah lekas-lekas, supaya lekas-lekas juga kau kembali.. . Kau
ingat, di rumah ini aku cuma bersendirian saja,"
Saking sedihnya, si nona menangis dengan menutupi mukanya.
Ho Tong sebaliknya, Pek Kong tidak mau mengajaknya. Maka dia berjingkrak! "Kita
pergi bersama!" dia berteriak. "Tak dapat Couw Kun dibikin selalu mengharap-harap dan
berkhawatir! Aku pun tak puas dan tak kerasan!"
Mendengar kata-kata si dungu itu, Couw Kun menganggapnya benar. Maka ia lantas
berkata: "Kakak Kong ! Dirumah saja aku tidak bekerja apa-apa, baik aku pun turut kalian!
Disana dapat aku membantu kalian menanak nasi atau mencuci pakaian, supaya kau
sendiri mempunyai tempo cukup untuk mengutamakan pelajaran silatmu! Bahkan kalau
perlu aku turut belajar bersama! Bukankah itu bagus?"
Pek Kong berpikir. "Pikiran ini memang bagus !" Katanya kemudian," hanya jalanan kesana sukar dan
tidak aman. Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu" Lagi pula pelajaran silat "Ngo Kim
atau Lima Hewan, itu cuma dapat dilakukan oleh orang yang telah makan buah Pek
bweeko, jadi kalau kalian turut pergi, kalian akan bercapek lelah dengan sia-sia belaka!
Bukankah terlebih baik kalian tak usah turut pergi kesana?" Couw Kun menganggap
alasan itu dapat diterima, tidak demikian dengan Ho Tong.
"Biar bagaimana aku mesti turut !" dia berkeras.
Mendengar suara si dungu, Couw Kun pun merubah pula pikirannya, menganggap
tiada manfaatnya menumpang dirumah Ong Pek Coan. "Jikalau begitu, baik kita pergi
bersama," katanya. "Kalau toh kita mesti mati, mari kita mati bersama juga! Itu lebih
baik dari pada hidup berpisah!"
Dan nona ini menangis saking sedih hatinya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 246
yoza collection Pek Kong menjadi berpikir keras sekali.
"Sekarang sudah jauh malam, baik kita menunda pembicaraan kita," katanya
kemudian. "Adik Couw, pergilah kamu tidur! Aku bersama Ho Tong akan beristirahat
disini, sebentar setelah terang tanah kita nanti berdamai pula!"
Diam diam Ho Tong dan Couw Kun mengawasi si anak muda. Mereka tidak dapat
menerka apa apa. Mereka memandang satu sama lain parasnya si nona tampak terang.
"Kau juga mengantuk dan letih, kakak Kong," kata si nona. "Nah, kalian
beristirahatlah!" Dan dia lantas berjalan kekamarnya, untuk tidur.
Ho Tong mendahului memasuki kamar tulis dimana dia rebah dan lantas tidur
nyenyak. Pek Kong duduk sendirian saja. Cuma sang lampu menjadi kawannya. Ia mengambil
pitnya dan hendak menulis sesuatu tetapi selalu gagal, saban-saban alat tulis itu
diletakkan lagi ditempatnya.
Ia ragu-ragu. Tentu sekali, karenanya, tidak dapat ia tidur. Tatkala sang fajar tiba, ia
berkata perlahan: "Adik Couw, maafkan aku! Tak bisa lain, aku mesti berbuat begini.. . . . .
Segera ia menulis dengan cepat, air matanya jatuh berderai. Ketika ia sudah selesai
menulis, surat itu basah dengan air matanya. Ia letakkan surat itu, ditindih dengan bak
hie, alas tempat menggosok bak. Lantas ia menyiapkan satu buntalan kecil, sesudah
membekal sejumlah uang, dengan diam-diam ia keluar dari rumah. Ia pergi ke taman
dimana ia berlutut dan memohon restu didepan kuburan pamannya, setelah itu ia
berangkat meninggalkan rumahnya.. , Kali ini perjalanan dilakukan di jalan yang telah
dikenal dan karena Pek Kong telah berhasil memakan 2 macam buah muzijat, ia
menjadi kuat dan ulet sekali, ia berjalan cepat mirip orang berlari-lari. Belum cukup 2
hari sudah tiba ia di Ngo bwee-kwan. Ketika itu sudah tengah hari.
Tanpa curiga apa-apa, anak muda ini memasuki sebuah rumah makan. Baru
sesudah ia duduk menghadapi meja, ia merasa heran. Ia menyaksikan orang-orang
pada saling mengawasi dia dan melirik satu dengan yang lain. Saking heran, ia
sekitarnya dengan perhatian. Maka mengertilah ia.
Kiranya itulah Hotel Makmur yang telah dikenalnya!
"Hebat." pikirnya. Mungkin ia bakal menghadapi bahaya pula. Tapi ia tidak takut. Ia
sudah masuk dan duduk, tak dapat ia keluar lagi! Maka lantas ia memanggil pelayan,
berniat meminta hidangan makanan.
Diluar dugaan, tidak ada yang menyahut. Tidak walaupun ia sudah mengulanginya
beberapa kali, Maka panaslah hatinya!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 247
yoza collection "Kurang ajar!" serunya sambil dia menggebrak meja hingga terdengar satu suara
yang keras. Ia pun lantas memutar tubuhnya berniat berlalu.
API mendadak muncul Kiu tauw niauw Tiauw Sam si Burung Berkepala
Sembilan! Sebab tadi itu, dia telah diberi kisikan oleh orang orangnya
tentang tibanya si tetamu pemuda. Ketika dia keluar, justeru Pek Kong
menepuk meja. Dia terus berlompat maju sambil berseru: "Eh, bocah she Pek! Kembali
kau datang kemari untuk mengacau! Hari ini Tuan Tiauw Sam akan membuat kau
datang bisa pergi tidak ! Hari ini kau pergi menghadap Raja Akherat untuk memberi
selamat tahun baru kepadanya!"
Pek Kong gusar menyaksikan Tuan rumah penginapan ini bersikap sama seperti
dahulu, galak tidak keruan!
"Eh, Kiu Tauw Niauw!" tegurnya, "hendak aku tanya padamu. Kau membuka rumah
penginapan atau hendak berkelahi?"
Tiauw Sam tertawa tawar. Dia tahu pemuda itu lemah tak berdaya, bahkan sekarang
bersendirian, maka sekaranglah saatnya dia meminta balas.
"Hai, budiman palsu!" teriaknya. Dengan budiman, ia menyebutnya seorang kuncu
atau gentlemen. "Sekarang hendak aku telanjangi ke tembagaanmu! Ingin aku tahu
tulang-tulangmu keras atau tidak! Hendak aku mematahkan beberapa potong tulangmu!
Jikalau aku tidak berhasil, benarlah kau si kuncu sejati!" Terus dia menoleh kepada orang
orangnya, membentak dengan perintahnya: "bekuk bocah ini!"
Ketika tadi dia muncul, Tiauw Sam lantas disusul beberapa orangnya yang tampak
bertubuh besar dan kekar, yang romannya bengis. Mereka itu serempak menyahut dan
berbareng juga maju! Pek Kong belum pernah belajar silat, tetapi tekadnya mempelajarinya sudah bulat,
dengan demikian sendirinya nyalinya menjadi besar. Ia pun tahu bahwa sekarang ia
telah mempunyai tenaga yang berarti. Maka selagi orang mulai berdatangan, dengan
sebat ia menyambar sebuah bangku, dengan benda itu ia menyambut lawannya.
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berbareng dengan itu, kakinya mendupak terbalik meja didepannya.
Sesudah itu, ia lompat keluar, kejalan besar untuk bersiap sedia ditempat terbuka
itu. Ia pun segera menoleh kebelakang. Kesudahannya ia melengak sendirinya!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 248
yoza collection Apakah yang telah terjadi sebagai akibat sambutannya dengan bangku panjang itu"
Beberapa orangnya Tiauw Sam itu roboh bergumul menjadi satu akibat hajaran bangku
dan bangku itu sendiri menjebolkan dinding di belakang mereka!
Tiauw Sam juga berdiri terbelalak! Dia sungguh tidak menyangka seorang anak
sekolah yang belasan hari yang lalu tak menpunyai tenaga umpama kata untuk
menyembelih ayam tetapi sekarang kekuatannya bagaikan seorang ahli silat kelas satu.
Tapi ia penasaran, ia masih sangsi, maka dari kolong mejanya ia menarik keluar sebilah
golok. Sambil membawa itu ia lompat keluar, untuk menghampiri anak muda itu. Iapun
segera menyerang dengan satu tikaman.
Pek Kong terkejut. Ia tidak mengerti silat. Bagaimana ia dapat melawan orang yang
bersenjata itu, yang bengis pula" Tapi ia telah terdesak, ia tidak dapat berkelit.
Sebaliknya, ia mesti menolong dirinya. Maka dengan wajar saja ia mengangkat tangan
kirinya menyampok tikaman itu, hingga golok dan lengan beradu. Terdengar suara
membeletuk, dan ujung baju si anak muda terkutungkan, lengannya sendiri terasakan
nyeri. Hebat juga Tiauw Sam, si penyerang. Tadi pemilik penginapan ini menggertak
musuh dengan tikamannya, setelah orang hendak menangkis, ia menukar siasat, ia
menebas dengan gerakan "Melintangkan Golok Merampas si Cantik." Kali itulah golok
dan lengan beradu. Menyusul bentrokan itu, Kiu Tauw Niauw menjerit kesakitan.
Goloknya terlepas, telapak tangannya mengeluarkan darah.
Kembali Pek Kong melongo. Tapi cuma sebentar. Segera ia sadar dan insyaf akan
khasiatnya cutengko dan pekbweeko, hingga ia jadi kuat dan kebal, matanya tajam,
tubuhnya lincah! Tetapi ia tetap sabar, ia ingat bahwa ia tidak bermusuh dengan pemilik
penginapan itu. "Tiauw Sam!" katanya, sesudah ia sadar itu, "kalau tidak menyesal dan merubah
tingkah lakumu ini untuk seterusnya kau menjadi orang baik-baik, meskipun aku tidak
menghajarmu, lain orang pasti akan ada yang menghukummu. Maka sekarang terserah
kepadamu, jalan benar dan jalan sesat, yang mana yang akan kau pilih!"
Begitu menutup kata-katanya, anak muda kita memutar tubuh dan melangkah pergi.
Tak sudi ia memasuki lagi penginapan merangkap rumah makan itu. Tapi, belum lagi
ia berjalan beberapa tindak, tiba-tiba ia mendengar tawa dingin dari arah belakangnya,
disusul bentakan: "Tunggu!" Mau atau tidak, ia menghentikan langkahnya dan berpaling
kebelakang. Dengan herannya ia mengenali Ciong Thien Auw cu Kat Hiong Hui si Elang
Menyerbu Langit. Lagi-lagi ia melengak. Dahulu hari itu, karena urusannya Ouwkong Su
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 249
yoza collection Siau, si Empat jelek dari Ouwkong, hampir ia terbinasa di tangan orang she Kat ini. Ia
tahu bahwa orang ini lihay. Ia bukan lawannya, tetapi tak mau ia terhina dan dibikin
malu. Maka dengan tenang tetapi tubuh tegak, ia maju menghampiri sambil bertanya:
"Kat Tongcu, ada pengajaran apakah dari kau?" Lagi lagi Hiong Hui tertawa dingin.
"Tak kusangka, bocah, didepan tongcumu kau berani main gila!" katanya, mengejek.
Dia menyebut nyebut dirinya tongcu ketua dari sebuah seksi dari suatu partai.
"Hari ini adalah hari terbukanya kedokmu, maka jangan kau sesalkan tongcumu ini."
Pek Kong mendongkol berbareng merasa geli dihati. Orang telah menimbulkan soal
peristiwa lama. "Kiranya kau tidak melupakan peristiwa itu tongcu!" sahutnya tertawa. "Baiklah aku
jelaskan secara terus terang padamu! Benar aku belum pernah bermain silat, bahwa
aku mempunyai sedikit tenaga. Jikalau tongcu tidak mau percaya, terserah padamu."
Kat Hiong Hui mengawasi tajam. Barusan itu terang menyaksikan Pek Kong
menggunakan jurus "Yangliu Ciam ie" atau Pohon Yangliu Menarik Baju, hingga goloknya
Tiauw Sam jatuh dan telapak tangannya pecah. Bagaimana anak muda ini menyangkal"
Mana mau ia mempercayainya" Maka ia tertawa dingin pula, "Bocah yang baik, kau
berakal bulus, ya ?" bentaknya. "Didepan tongcumu ini jangan kau terus main gila! Kali
ini tongcumu tidak mau sungkan-sungkan lagi tak perduli orang nanti mengatakan aku
si besar menindih si kecil, asal kau sanggup menyambuti tiga jurus seranganku, akan
kuberi hidup pada selembar jiwamu."
Pek Kong tidak jeri. Walaupun ia tahu orang itu liehay. Baru baru ini ia menyaksikan
sendiri bagaimana dengan satu bentakan Kat Hiong Hui menyebabkan salju
beterbangan. "Kalau begitu, juga terserah kepadamu." Ia menjawab, lantang, "aku yang rendah
tidak akan membalas menyerang padamu."
Terpaksa Pek Kong memberikan jawaban demikian, sebab tidak ada jalan lain. Buat
menyerah dengan begitu saja, ia tak sudi!
Kat Hiong Hui menjadi sangat heran. Pemuda ini berani menyambut pukulannya
yang telah dilatih selama empatpuluh tahun" Aneh!
"Hm! Dia tentu mau menghina aku!" pikirnya. Maka ia tertawa terbahak-bahak.
"Karena kau sudah bosan hidup, baiklah, tongcumu akan memenuhi
pengharapanmu itu!" katanya. Habis berkata begitu terus dia mengangkat tinggi tangan
kanannya, untuk selanjutnya diluncurkan secara tiba-tiba hingga terdengar suara
anginnya : "Bet!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 250
yoza collection Jarak diantara mereka ada setombak lebih angin serangan itu hebat sekali Pek
Kong tertolak mundur dengan tubuh limbung, sedangkan Kat Hiong Hui berkata didalam
hatinya : "Bocah, kalau sekarang kau memiliki ingin hidup, sudah terlambat waktunya."
Segera juga tubuh Pek Kong roboh sejauh setombak lebih, suara jatuhnya itu terdengar
keras, maka Kat Hiong Hui tertawa gelak-gelak seraya berkata nyaring. "Bocah itu mati
tanpa penasaran, sebab . ."
Belum sempat si Elang Menyerbu Langit menghentikan kata-katanya itu, tiba-tiba
ia melongo menyaksikan Pek Kong sudah berlompat bangun, dan terus berjalan
menghampirinya sambil berkata gagah. "Kat Tongcu, silahkan ulangi seranganmu!"
Hiong Hui mengawasi melongo. Ia menjadi penasaran sekali. Maka lantas ia
mengerahkan tenaganya pada semua jari tangan kanannya. Biasanya lima jarinya itu
dapat menghancurkan batu, sebab itulah maka dinamakan Eng jiauw lat, tenaga Kuku
Garuda. Segera juga ia melakukan serangannya yang kedua kali itu!
Pek Kong tidak takut, bahkan dia berbesar hati. Sekarang dia percaya betul akan
kekuatan tenaganya dan kekebalan tubuhnya, hingga ia tidak memikirkan Hiong Hui
bakal perhebat serangannya. Tatkala serangan Ciong Thian Auwcu dilakukan, disaat itu
juga ada satu tubuh yang besar dan lebar menyambar kearah mereka berdua,
menyelak diantara si penyerang dan orang yang diserang itu, dengan akibat yang tak
diduga-duga! Akibatnya yalah tubuh Pek Kong terangkat naik tinggi hingga ia tak menginjak tanah
lagi sebaliknya Kat Hiong Hui roboh terkapar di tanah dengan mata mendelong
mengawasi seekor burung rajawali besar yang mendadak datang menukik dan
menghadang didepannya, dengan kesudahan Pek Kong bebas dari serangan dan ia
sendiri roboh tak berdaya. Pek Kong tersambar pinggangnya, terus dibawa terbang naik.
Berbareng dengan itu, dari atas punggung burung berlompat turun seorang nona yang
berpakaian serba merah yang menyerukan si nona muda.
"Kakak Pek, lekas menyingkir! Ada orang mengejarmu! Aku yang akan menghadapi
mereka!" Pek Kong kaget, heran dan bingung. Ia ingin menanya si nona, tapi segera ia
membatalkan maksudnya. Ia melihat si nona sudah maju menghadang tibanya
serombongan orang berkuda, sedangkan ia sendiri dengan perlahan-lahan diturunkan
pula ketanah oleh burung itu, yang melepaskan pinggangnya.
"Terima kasih!" katanya. Terus ia lari pergi.
Tapi, baru ia keluar dari Ngo bwee koan selagi keras hatinya, tenaganya sudah tidak
ada. Tadi ia roboh tergempur hebat lantaran ia lari keras sekali, darahnya menjadi
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 251
yoza collection bergolak, mendadak ia menjadi limbung, kepalanya pusing, penglihatan matanya kabur.
Justeru waktu itu didepannya terlihat seorang nona berbaju merah, hingga ia ingat akan
penolongnya. Meskipun ia melihatnya dengan samar-samar, ia toh ingat untuk berkata:
"Nona terima kasih buat pertolonganmu tadi! Nona, dapatkah aku mengetahui nama.. .
Pertanyaan itu belum sampai diucapkan habis, tubuhnya sudah roboh. Tetapi belum
sampai roboh ketanah, nona sudah menyambarnya dan dipeluknya sembari nona itu
berkata: "Kepalamu pusing dan matamu kabur, sampai akupun kau tak kenali.. . . . . "
Suara si nona berhenti dengan tiba-tiba. Selagi ia berkata itu, ia memandang muka
si anak muda. Tiba-tiba saja ia terperanjat. Kiranya Pek Kong bernapas terengah-engah
dan mukanya pucat pasi. "Apakah kau terluka?" tanyanya. Pertanyaan itu bernada sangat mengharukan.
Pek Kong mengawasi orang yang menanyanya, yang masih memegangi tubuhnya.
Baru sekarang ia bisa melihat tegas. Kiranya si nona ialah Kiu-bwe ho Ouw Yam Nio si
Rase Berekor Sembilan. Ia terkejut. Hendak ia melepaskan tubuhnya dari rangkulan
nona itu. "Kau?" katanya separuh berseru. Cuma begitu ia bisa mengucap hampir tak
sadarkan diri lagi. Ouw Yam Nio sicantik manis menghela napas.
"Ah!" serunya terharu, "coba kau dengar dan turut kata-kataku kakakmu, tak akan
kau jadi begini !" Pek Kong sangat kecewa terhadap nona ini, ia telah menyaksikan lagaknya ketika
si nona di Giok Yong Hong mengusir Pek Gan Kwie dan kemudian menghajar Say Tauw
Tayswee. Ia menganggap si nona licik dan kejam. Sekarang ia mendengar kata-kata
yang menurut anggapannya kurang sopan. Ia menjadi jemu. Ia menganggap nona itu
ceriwis dan tak tahu malu. Ia sebaliknya tidak merasa betapa hebatnya orang itu
tergila-gila kepadanya. "Kau harus dikasihani, adik," kata pula si nona, lemah lembut. "Karena pamanmu, kau
sangat menderita. Siapa sangka bahwa tiga buah pekbweeko itu telah terjatuh kedalam
tangan kaumku, partai Thian Liogn Pang."
Mendengar disebutnya nama itu, mendadak hati Pek Kong terbangun. Maka
mendadak saja ia sadar sepenuhnya. Ia mementang kedua belah matanya, lalu meronta
hendak melepaskan diri dari rangkulan si nona yang memeluknya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 252
yoza collection Keras hatinya si pemuda, tetapi sayang disaat itu tenaganya belum pulih secepat
kesadarannya itu. Sebaliknya, Ouw Yam Nio memelukinya erat sekali. Maka itu tak dapat
ia segera membebaskan diri.
Ouw Yam Nio tertawa dan berkata: "Eh, kau mau apa" Jangan khawatirkan apa pun,
adik, disini tidak ada orang lain."
Nona itu berbicara demikian seenaknya saja. Habis mengucapkan kata-katanya itu,
ia menjadi terperanjat. Sebab ia mendengar suara tawa dingin yang datangnya dari
belakang mereka. Maka dengan cepat ia memutar tubuhnya.
Pek Kong demikian juga. Bahkan pemuda ini kaget berbareng malu. Ternyata orang
yang tertawa itu ialah si nona serba merah tadi, melompat turun dari punggung burung
raksasa. Ouw Yam Nio terperanjat, kaget dan malu, segera dia melepaskan tubuh Pek
Kong, lantas dia berlompat kearah nona yang mengejek itu. Pek Kong roboh terbanting,
tetapi ia lantas bangun berdiri dan lari sekeras-kerasnya. Namun belum jauh ia sudah
roboh lagi, bahkan kali ini pinggangnya menimpali sebuah batu, hingga ia roboh dengan
tenaganya habis. Sia-sia belaka ia mencoba merayap bangun. Ketika itu, dia juga kaget
mendengar suara-suara seruan dan waktu ia berpaling, dilihatnya serombongan orang
mendatanginya.. . . . . "Celaka aku.. " serunya di dalam hati. Kembali ia mencoba bangun, tapi gagal. Maka
akhirnya ia memejamkan mata untuk menerima nasib.. .
Akan tetapi, si anak muda merasakan tubuhnya terangkat naik.
Ia jadi ingin tahu sebabnya, ia membuka matanya. Lantas ia menjadi heran sekali
dan hatinya goncang. Ia berada ditengah udara. Kembali si burung raksasa
menolongnya.. Burung itu terbang dengan sangat pesat. Tidak seperti semula, sekarang agaknya
dia tak mau segera turun. Maka bingunglah si anak muda.
Bertepatan dengan suara si anak muda, dari bawah, dari tanah, terdengar bentakan.
"Binatang, lepaskan orang itu!" Menyusul itu maka si rajawali mulai terbang perlahan
dan lebih rendah. Dia seperti telah terluka.. . . . .
Pek Kong melihat kebawah. Dilihatnya tanah pegunungan. Ditanah tampak seorang
berlari-lari mengikuti si rajawali. Makin lama Pek Kong melihat makin tegas. Kiranya
orang dibawah itu ialah Thian Lay Mo-lie, si wanita hantu, yang biasa berdandan
parlente. "Kakak rajawali, lekas!" berkata Pek Kong kepada si burung yang dianjurkan untuk
terbang cepat. Tanpa merasa, ia menggerakkan tubuhnya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 253
yoza collection Diluar dugaan terjadilah satu malapetaka. Paruh si rajawali tak bertahan lama. Dia
mematuk baju si anak muda, paruh itu tajam dan bahan baju kurang kuat, sedangkan
tubuhnya si pemuda cukup berat. Tiba tiba saja baju itu robek dan.. Jatuhlah si anak
muda ke tanah! Pek Kong menjerit saking kagetnya. Ia masih mendengar teriakan seorang wanita,
lantas ia tak ingat apa-apa lagi. Berapa lama sang waktu sudah lewat, ia tidak tahu,
hanya ketika ia membuka matanya, ia melihat langit bersinar layung dan salju diseluruh
puncak bercahaya kuning emas. Ia sendiri sedang rebah ditanah. Di depan matanya
tampak rentetan puncak . .
Dengan bantuan kedua tangannya, Pek Kong merayap bangun. Ia duduk. Lantas ia
memandang kesekitarnya. Dengan segera ia mengenali hutan pohon anggur dimana
terdapat pintu batu dari kamar Yang-cin-sit yang ia kenal baik. Pintu batu itu terpisah
darinya sejauh setengah panahan. Luar biasa sekali, ia justeru jatuh dilembah yang ia
hendak datangi itu. Kebetulan pula ia jatuh selagi burung terbang sangat rendah hingga
ia tidak terluka, cuma terbanting hingga kepalanya pusing dan pingsan. Dari khawatir
dan bingung, ia menjadi girang luar biasa pula. Dengan bersemangat ia bangkit bangun,
terus melangkah lebar ke arah pintu batu itu. Tapi tenaganya belum pulih seluruhnya.
Lebih tak beruntung lagi ia menginjak buah anggur, hingga terpeleset dan kembali
roboh terkulai. Tengah si anak muda merasakan nyeri dan hendak merayap bangun, telinganya
mendengar suara orang: "Aneh! Terang dia jatuh di tempat ini tetapi dia tak nampak!
Kemanakah perginya" . . " Menyusul itu terdengar suara seorang lain. "Bibi Hui, aku
khawatir.. dia jatuh dengan tubuh hancur luluh.. .Bukankah dia jatuh dari tempat yang
tinggi" Ah, dia sungguh harus dikasihani."
Pek Kong kenal suara yang belakangan ini, ialah suaranya nona Kat In Tong.
Karenanya ia menerka nona yang seorang lagi tentu Pui Hui.
"Perlu aku memberi jawaban pada mereka . ." pikir Pek Kong, tapi segera ia
membatalkannya, sebab lantas ia mendengar bentakan Pui Hui: "Hai, hantu wanita tua
bangka, kau hendak lari kemana?"
Segera terdengar tawa dingin dari Thian Lay Mo-Lie, yang berkata temberang: "Eh,
dua bocah cilik, jangan kalian terlalu mengandalkan pengaruh Pee Bie Looloo! Apakah
sangkamu aku takut kepada kalian" Jikalau aku tidak menghormati wanita tua itu, tak
nanti aku memberi ampun kamu semua!"
Tapi Pui Hui tertawa tawar.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 254
yoza collection "Hm! Siapa yang sudi dapat ampun darimu?" Ia menjengeki. "Jikalau kau benar
gagah, mari bertempur sampai tiga ratus jurus!"
Thian Lay Mo Lie tidak menjadi gusar, bahkan dia tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku tahu kenapa kalian berada disini!" katanya mengejek. "Kalian sedang mencari
bocah itu! Itulah sebabnya kenapa kalian hendak menumpahkan amarah kalian
kepadaku si wanita itu. . ."
Pek Kong segera mendengar satu suara nyaring. Terang itu suara beradunya
tangan! Atau jelasnya, si nona pasti telah menyerang lawannya.
"Kalian bersabarlah!" terdengar pula suara si wanita hantu. "Barusan aku melihat
bocah itu melintas kesana! Aku si tua telah melihat banyak orang, maka itu kalian tak
usahlah saling berubah denganku!"
Nyata sekali Pui Hui gusar bukan buatan, hingga terdengar jeritannya. Tapi Kat In
Tong segera berkata: "Sudahlah, Bibi Hui, jangan melayani padanya. Lebih penting kita
mencari dia." Habis itu, tidak lagi terdengar suara ketiga orang itu. Tidak dari Pui Hui
berdua, tidak juga dari siwanita hantu. Adalah lewat lagi sekian lama, baru terdengar
tawa bergelak dari Thian Lay Mo lie, yang makin lama makin nyaring. Itu berarti bahwa
orang telah datang semakin dekat.
"Celaka!" pikir Pek Kong. Maka dengan menahan nyeri, dengan mengerahkan semua
tenaganya, ia merayap dan bergulingan, untuk lekas-lekas tiba didepan pintu batu, dan
lantas masuk kedalamnya. "Bruk!" terdengar suara keras. Dan pintu batu itu tertutup sendirinya.
Menyusul suara tertutupnya pintu itu, terdengar beberapa kali suara keras, yang
datang dari bawah tanah. Ruang pun lantas menjadi gelap seluruhnya, walaupun
demikian, Pek Kong tidak takut. Ia berani memasuki pintu karena ia sudah berpikir tidak
akan mudah ke luar lain. Ia segera memasang mata, membiasakan berdiam ditempat
gelap. Tak lama maka terlihatlah sebuah sinar terang, yang menembus masuk dari sebuah
lubang kecil pada dinding batu. Sedikit cahaya itu mengarah kesebelah kiri dimana
Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jejak Di Balik Kabut 16 Pendekar Bloon 12 Perjalanan Ke Alam Baka Kamar Rahasia 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama