Ceritasilat Novel Online

Pendekar Yang Berbudi 7

Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Bagian 7


segala sesuatunya masih sangat pekat.
"Mungkin itu sebuah gang.. ." pikir Pek Kong. Maka ia mulai melangkah kearah itu
sambil tangannya meraba-raba. Ia merasa bahwa ia berjalan menikung beberapa kali.
Jadi benarlah itu jalan gang. Lantas tibalah ia ditempat dimana tampak sinar terang
hingga sekarang ia mendapatkan dirinya berada didalam sebuah ruang diatas mana
tergantung sebutir ya beng-cu - mutiara "Malam terang" sebesar telur ayam, hingga
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 255
yoza collection kamar itu dapat tampak tegas seluruhnya. Hanya kamar itu kosong kecuali pada dinding
ada coretan malang melintang.
Pada dinding yang menghadap langsung ke mulut gang itu terdapat ukiran seorang
tua. Pek Kong menghampiri dekat sekali untuk meneliti. Ukiran itu melukiskan seorang
dengan kumis dan janggut panjang yang terpecah lima, dan pakaiannya mode zaman
Kerajaan Han. Dia duduk bersila, didepannya ada low teng, yaitu semacam perapian
yang asapnya diumpamakan sedang mengepul. Diatas ukiran itu ada cukilan enam
huruf, yang bunyinya : Gambar wajahnya Hoa To Kie-su."
Hoa To ialah tabib kenamaan dizaman atau dinasti Han.
Karena Pek Kong tahu bahwa kitab silat Ngo Kim Kie Keng adalah karya Tabib Hoa
To, tanpa bersangsi lagi ia menjatuhkan diri berlutut didepan gambar ukiran itu
memberi hormat, sedangkan dari mulutnya terdengar puji perlahan. Habis itu bangkit,
lalu mengundurkan diri dan terus pergi menghampiri meja batu. Di depan meja itu,
seperti yang pertama kali, ia menekan menindih huruf "Lima" hingga dua puluh lima
kali. Setelah itu maka tripod diatas meja itu berkisar, disusul dengan munculnya chong
keng hap, kotak tempat menyimpan kitab.
Mengingat pengalamannya yang pertama, yaitu kalau ia lamban atau ragu-ragu
kotak itu akan segera kembali kepada tempat asalnya, maka Pek Kong bertindak cepat.
Ia mengulurkan tangannya menyambar kotak itu. Tapi aneh kotak itu tak dapat diambil,
tak bergerak sedikit juga. Maka ia lantas meneliti sekitar teng atau tripod itu, yang
nampak seperti nempel pada dasar meja. Hanya kali ini tripod tetap tak bergerak dan
kotak itu tidak lantas menghilang sendirinya.
Heran si anak muda. Kitab ada di depan matanya, tetapi ia tidak sanggup dan tidak
mampu mengambilnya. Apa daya" Ia menjadi bingung, la sampai berpikir, mungkinkah
ia tak berjodoh dengan kitab itu"
"Sia-sia belaka aku berdiam saja !" pikirnya lebih jauh. Maka ia pergi ke belakang
pintu, tangannya menarik gelang besi dari pintu itu. Niatnya untuk pergi keluar.
Tapi pintu itu pun aneh. Ketika pertama kali ia datang pintu itu mudah dibukanya
cukup dengan 1 kali tarikan gelang pintu. Sekarang, selagi tenaganya sudah bertambah
luar biasa pintu tetap tak bergeser, sekalipun gelangnya telah ditarik hingga putus!
Dengan putusnya gelang besi, tubuhnya Pek Kong menjadi limbung. Jatuhlah ia
terduduk dilantai, sehingga duburnya terasa nyeri. Dalam kebingungan ia jadi
berkhawatir, rasa putus asa datang kedalam otaknya, ia jadi berduka dan bersedih, dan
dengan letihnya dia rebah dilantai itu.. . . . .
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 256
yoza collection Di dalam keadaan seperti itu, anak muda ini tidak berdaya. Ia selalu ingat sakit
hatinya, juga kematian aneh dari Paman Houwnya itu. Mendadak semangatnya
terbangun pula. "Tak dapat aku menyekap diri disini!" demikian pikirnya. Maka ia berlompat bangun,
terus menghampiri pintu. Dengan sengit ia mendobrak pintu itu dengan tubuhnya!
Aneh! Pintu itu tersentak terbuka!
Lantas anak muda ini lari pergi, sampai di tanah pegunungan Ngo Bwee Nia. Tibatiba ia melihat, jauh didepannya seorang bertubuh tinggi dan besar, yang rambutnya
panjang berjuntai. Orang itu menggendong sebuah bungkusan. Dia berjalan sambil
mulutnya mengunyah, entah barang apa yang dimakannya.
Melihat orang sedang makan, mendadak Pek Kong merasa perutnya lapar. Memang
sehari itu ia belum dahar sama sekali. Tak dapat ia menahan pedih hatinya. Tidak pikir
panjang lagi, ia lari menyusul.
"Kakek! Kakek!" ia memanggil-manggil. "Kakek, makan apakah kau" Berilah aku
sedikit!" Siorang tua menoleh, dia tertawa terkekeh-kekeh.
"Oh, kau pun doyan barang ini?" tanyanya. "Disini masih ada banyak! Nah, makanlah!"
Dan dia melemparkan kantongnya itu. Berdiri berhadapan Pek Kong melihat orang itu
bagaikan kulit membalut tulang, kedua matanya sangat cekung tapi bersinar hijau
menakutkan. Namun karena sangat lapar, ia tidak kenal takut. Maka dibukanya kantong
itu, memasukkan tangannya memegang sesuatu yang terus dikeluarkan dan digigitnya!
Mendadak saja ia merasa sangat mual. Barang makanan itu menyiarkan bau busuk dan
anyir yang hebat. Lantas ia muntah-muntah, hingga ikut keluar isi kantong nasinya.
Sekarang ia mengawasi sisa barang itu, yang masih dipegangnya.
Lalu, kagetnya bukan main. Kiranya itu jantung manusia yang sudah busuk. Ia kaget
dan tertegun, segera dibuangnya barang itu.
Si orang tua kurus kering tertawa terkekeh.
"Anak yang baik!" katanya. "Anak yang dapat diajar! Sudah lama memang aku si
orang she Leng tidak pernah mendapatkan calon murid seperti kau! Kau berani makan
barang makananku, itu artinya jodoh kita kuat sekali!"
Pek Kong terkejut. Orang menyebut dirinya she Leng. Ia teringat pada Pek Gan Kwie
Leng Sie Cay, si Iblis Bermata Biru. Mendadak tubuhnya menggigil. Tapi segera lenyap
rasa takutnya. Sebaliknya ia jadi sangat berani.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 257
yoza collection "Tutup mulutmu!" ia membentak, romannya menjadi keren.
"Kiranya kaulah Leng Sie Cay! Tuan kecilmu memang sedang mencarimu untuk
membuat perhitungan! Sekarang bicaralah kau terus terang, aku nanti memberi ampun
padamu! Atau segera aku muncratkan darahmu !"
Si kurus kering tidak takut, bahkan dia tampak temberang. Cuma dia heran. "Eh, eh,
kenapa kamu bermusuh denganku?"
"Bukankah Siauw Seng Hauw terluka olehmu hingga dia menemui ajalnya?" tanya
Pek Kong. "Atau apakah kau telah memberikan jarum beracun Cian Tok Bong hong ciam
kepada lain orang" Mengakulah terus terang!"
Leng Sie Cay mengadah, dia tertawa terbahak-bahak.
"Eh, bocah, nyalimu besar ya?" katanya, mengejek. "Kau berani menuduh aku dan
mendesak menanyakan rahasiaku" Ah, aku lihat, jantungmu tentu terlebih lezat dari
pada kepunyaan orang lain !"
Mendadak si jangkung kurus melompat maju sembari mengulurkan tangannya yang
panjang hendak mencekik bocah didepannya itu. Dia memiliki lima buah jari tangan
yang kuat sekali. "Tahan!" teriak Pek Kong, yang menangkis sambil mencoba mencegah tangan
lawannya. Leng Sie Cay memutar tangannya yang memancarkan sinar hijau menyilaukan
yang terus menyambar anak muda itu.
Pek Kong berdiri terlalu dekat dengan orang itu, tak dapat ia berkelit. Maka ia
merasa dadanya terhajar keras, tubuhnya lantas saja terhuyung mau jatuh. Sinar itu
dingin sekali. Ia gusar sekali.
Lantas ia membalas menyerang! Baru saja tangannya meluncur, tiba-tiba ia merasa
mual, tubuhnya terus roboh!
Masih sempat ia mendengar Leng Sie Cay tertawa nyaring dan berkata: "Bagaimana
caranya Siauw Seng Houw menderita sebelum dia putus nyawanya, akan kau rasai
juga! Ya, tak lama lagi! Tak dapat aku si orang she Leng menemani kau lebih lama lagi.. ."
Terus tubuhnya berkelebat dan segera dia terpisah jauh belasan tombak.
Pek Kong penasaran. Ia pun tahu, karena terkena jarum berbisa dari Pek Gan Kwie,
ia takkan dapat hidup lebih lama lagi. Maka ia meronta, bangun berdiri, untuk lari
menyusul. Baru ia lari beberapa langkah, tiba-tiba terasa kakinya lemas, terus ia roboh
sendirinya. Hanya kali ini ia jatuh ke tempat yang lunak. Ia lantas membuka matanya,
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 258
yoza collection tahu-tahu ia telah berada didalam rangkulannya Thian Lay Mo Lie. Ia kaget bukan main,
segera ia meronta untuk melepaskan diri.
Thian Lay Mo Lie memukul keras sekali, diapun tertawa.
"Anak manis, jangan nakal," kata si wanita hantu.
"Beberapa kali kau lolos dari tanganku, kali ini tak mungkin kau lolos lagi." Dan ia
lantas menciumi pipinya si anak muda! Pek Kong meronta-ronta, dengan kepalanya
iapun menghajar muka wanita itu.
Thian Lay Mo-lie menjadi kaget, dua buah giginya rontok dengan mengeluarkan
darah. Pek Kong masih panas hati, ia meludahi muka wanita itu.
Thian Lay Mo lie gusar sekali, dia membanting tubuh Pek Kong sambil berteriak:
"Manusia tak tahu diri! Kalau tidak diberi pelajaran, kau tidak akan menyerah!" Lantas
dia mengerahkan tenaganya pada sepuluh tangannya dan mulutnya menghembuskan
hawa beracunnya. Pek Kong takut dan meronta, lantas ia lari sekeras-kerasnya, ia mendengar tawanya
Thian Lay Mo lie, yang rupanya mengejarnya. Ia lari terus tanpa memilih jalan, maka
kagetlah ia ketika merasa kakinya menginjak tanah kosong . .
Baru ia mengucap itu, tiba-tiba telinganya mendengar suara manis: "Kau mimpi
apa" Kenapa kau menyebut mati aku".. . . .. . . . . . . ."
Suara merdu itu disusul suara tertawa yang merdu pula.
Heran si anak muda. Ia membuka matanya. Kiranya ia sedang rebah diatas
pembaringan, Siauw Couw Kun duduk disisinya, matanya mengawasi padanya dengan
sinar yang sangat rnenyinta.. . . .. .
"Eh, eh kenapa aku berada di rumah ?" tanyanya. Heran. "Apakah aku sedang
bermimpi?" Kata si nona manis : "Kalau begitu, kau menganggap aku orang didalam impianmu
itu " Kenapa kau tidak punya perasaan berbudi dan rnenyinta" Pergilah ke meja abu
ayahku, aku mau lihat kau suka atau tidak.. . . . . " Dan si nona berbangkit dan berjalan pergi.
Bukan main malunya Pek Kong.
"Adik yang baik!" ia memanggil seraya ia bergerak bangun, untuk lari menyusul.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 259
yoza collection Baru ia muncul diambang pintu, tiba-tiba ia mendengar suara bentakan didalam
taman. Ia memburu kesana. Maka ia melihat Ouw Yam Nio bersama -ama Honghu Pek
Hee Pui Hui dan In Tong saling mencaci lalu terus berkelahi hebat sekali.
"Tunggu! Tunggu!" ia berteriak teriak.
"Kenapa kalian berkelahi?"
Mendengar suara si anak muda, keempat nona itu berhenti berkelahi seketika juga.
Kat In Tong mau membuka mulutnya yang mungil tapi tak jadi mengucapkan sesuatu
kata. Honghu Pek Hee memperlihatkan wajah tawar dia membungkam. Pui Hui bersikap
sangat dingin dan dingin juga tertawanya. Couw Kun hadir bersama tetapi dia berdiri
diam saja dipinggiran, wajahnya menunjukkan dia sangat penasaran.
"Heran," pikir si anak muda. "Apa yang telah terjadi!"
Lalu terdengar ketawa tawar dari Ouw Yam Nio, yang berkata nyaring: "Hm! Aku
Ouw Yam Nio, akulah gadis putih bersih ! Kalian boleh periksa siu kiong see ditanganku,
itu sama seperti milik kalian! Apakah cuma kalian saja yang merasa diri suci murni"
Toh aku sama murninya seperti kalian! Kenapa kalian cuma bisa main rebutan?"
Ketiga nona itu mengawasi mendelik. Kata-katanya Ouw Yam Nio membuat mereka
membungkam. "Siu siong see" atau pasir pelindung kesucian diri adalah titik merah
pada lengan wanita, dan titik itu akan lenyap kalau orang bukan gadis lagi.
Pek Kong bingung dan berpikir. "Mereka itu bertempur! Adakah itu disebabkan
karena aku" orang dahulu mengatakan wanita itu racun bagi pria, apakah akupun racun
juga bagi wanita?" Maka tawarlah hatinya. Terus ia menoleh kepada Couw Kun yang
masih berdiri diam saja, setelah itu ia keluar dari taman lari terus sampai ditepi jurang.
Ia menengadah langit dan menarik napas panjang, akan panjang akan sekonyongkonyong membuang dirinya kedalam jurang itu!
Disaat tubuhnya jatuh, kembali Pek Kong merasa heran. Ia merasa seperti ada
orang yang menahan tubuhnya itu, dan menurunkannya perlahan-lahan ketanah hingga
ia tidak kurang suatu apa. Ia membuka matanya. Maka ia melihat sebuah wajah yang
mendatangkan kesan yang sangat baik dalam hatinya. Itulah seorang tua dengan
dandanan dari jaman Kerajaan Han yang kumis janggutnya panjang yang mukanya
sabar sekali tengah mengawasinya. Setelah itu dia berkata sungguh-sungguh. "Anak
yang baik, lupakah kau kepada sakit hatimu yang dalam laksana lautan" Selagi dendam
itu belum dibalas, kenapa kau nekat hendak membunuh diri?"
Suara itu bagaikan air dingin yang mengguyur kepala si anak muda.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 260
yoza collection Ia lantas ingat, untuk apa ia menempuh perjalanan jauh ribuan lie kelembah Kie
Hong kok kalau bukan untuk mencari kepandaian guna menuntut balas ayah bunda dan
pamannya" Hanya ia merasa aneh, kenapa sesudah memasuki kamar Yang cin-sit,
didalam kamar itu ia tidak memperoleh hasil apa-apa"
Karena itu, ia lantas menekuk lutut didepan orang tua itu. Katanya. "Aku anak muda
yang bodoh sekali, aku memohon sudi apa kiranya bapak dewa memberi petunjuk
kejalan yang terang"
Mendadak orang tua itu tertawa. "Sudah, jangan kau banyak omong lagi!" demikian
katanya. "Kalau orang bersungguh-sungguh, emas dan batupun dapat terpecahkan!
Segalanya terserah kepada dirimu sendiri!"
Pek Kong masih hendak bertanya lagi, tapi orang tua itu telah lenyap dengan
sekonyong-konyong dan mendadak pula dari sampingnya loncat keluar seekor harimau
yang membuka mulutnya lebar-lebar dan mementang semua kukunya, siap
menerkamnya. Ia kaget bukan kepalang, hingga tubuhnya roboh ketanah, kepalanya
membentur batu karang! Rasa nyeri membuat Pek Kong terbangun, ia membuka matanya. Kiranya ia tetap
masih berada didalam kamar Yang-cinsit, masih rebah dilantai. Ketika ia melihat
kedinding, disitu ada ukiran seekor harimau yang nampak bagaikan hidup.
Saking herannya ia melompat bangun. Lantas ia mencium bau tak sedap. Setelah
ia mencari-cari, ternyata tadi ia telah muntah-muntah selagi bermimpi.
Maka sekarang ia mengerti, barusan ia memimpikan Tabib To yang kenamaan itu!
"Mimpi! Bukan sekedar mimpi tapi mimpi didalam mimpi." demikian si anak muda
pikir bolak-balik. Lalu ia menghela napas.. . . . .
Sesudah sadar, Pek Kong merasa kesehatannya pulih. Tak lagi ada rasa nyeri atau
letih pada tubuhnya. Ia cuma tidak tahu, ia pingsan atau tidur berapa lama, ia jadi heran,
selagi ia bernapas, mendadak ia merasakan hawa harum keluar dari kerongkongannya.
"Ah, mungkin ini khasiatnya buah pekbwee-ko!" katanya pada diri sendiri. Ia lantas
menggerakkan tangan dan kakinya. Ia menjadi girang sekali. Kaki tangannya itu dapat
bergerak dengan leluasa dan cepat.
"Mustahil aku tak berhasil mendapatkan kitab," pikirnya. Maka ia hendak mencoba
lagi. Lantas ia berjalan kemeja batu tadi.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 261
yoza collection Ia memegang dan menggoyangnya. Satu kali tak bergerak! Dua kali tak bergerak
pula. Aneh! Maka penasaranlah ia. Lantas ia menghantam keras dengan tangannya!
Kembali kotak tak muncul sebaliknya tangannya terasa nyeri dan kaku.
"Aneh." pikirnya pula. Tiba-tiba ia ingat kata-kata Hoa To terakhir dalam impiannya
tadi. Orang harus bersungguh-sungguh. Jadi ia harus sabar dan ulet.
"Syukurlah hantamanku tadi tidak berakibat apa-apa," pikirnya. "Bagaimana kalau
kotak pecah dan kitabnya rusak" Bagaimana ilmu silat itu dapat dipelajari?"
Lantas ia diam untuk menenangkan diri. Tak lama, ia merasa hatinya tenteram.
Sekarang dapat ia memeriksa kotak chong keng hap ketiga hurupnya itu. Pada huruf
"chong" yang berarti "simpan", coretan yang terakhir dari huruf itu jauh lebih dalam dari
pada yang lain-lain. Ia lantas menerka goresan itu. Lalu tanpa sangsi lagi ia menekan.
Tiba-tiba kotak terbuka. Didalamnya tampak beberapa ratus butir obat pulung.
Dasarnya kotak licin mengkilap seperti kaca.
Disitu samar-samar berbayang tiga puluh dua buah huruf, yang artinya: "Duduklah
bersemadhi untuk menenteramkan hati, dan berlakulah sungguh-sungguh. Didalam
tempo tiga hari akan terlihat hasilnya. Obat didalam kotak ini khasiatnya menahan lapar
dan menguatkan tubuh, setiap hari makan satu butir, itu sama dengan kekuatannya
nasi." Sekarang Pek Kong mengerti. Ia pun telah membuktikan faedahnya kesabaran dan
hati yang tenang. Lantas ia mengambil obat, dibawanya kekamar sebelah, yang
dinamakan "kamar rahasia." Disitu ia berlutut memberi hormat pada gambar ukiran dari
Hoa Lo, yang dipanggilnya "couwsu, " kakek guru. Habis bersujut, ia duduk bersila diatas
pouwtoan batu, untuk mulai bersemadhi, akan menyingkirkan segala macam pikiran
lainnya. Ia mengosongkan hati hingga tak lama kemudian ia merasa hatinya bersih dan
terang bagaikan kaca rasa.
Kamar rahasia itu cuma mendapatkan terangnya sinar yang menembus masuk
dari celah-celah yang kecil sekali di dinding. Maka siang atau malam, keadaan sama
saja. Itu ada baiknya untuk Pek Kong, yang tak mempedulikan waktu, hanya kalau lapar,
ia makan pilnya, ia terus bersemadhi. Kadang-kadang saja ia membuka matanya:
Sampai pada satu saat, ia menjadi heran sekali. Ia bisa melihat dengan lebih terang,
sampai pun keseluruh sudut yang tadinya gelap sekali. Diam-diam ia merasa girang.
Itu artinya, sekalipun malam ia bisa melihat seperti siang hari.
Sampai sebegitu jauh, terus ia berlaku sabar. Ia belum tahu sudah sampai atau
belum saatnya untuk mendapatkan kitab ilmu silat. Terus ia bersemadhi, masih ia
mengosongkan hatinya. Kemudian datanglah suatu keanehan. Tempat duduknya
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 262


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yoza collection bergerak dengan perlahan, bergerak kesamping. Dibawah tempat duduk itu tampaklah
sebuah lubang yang dangkal.
Mengawasi kedalam lubang itu, Pek Kong melihat sebuah kitab tebal, kalimatnya :
"Ngo Kim Kie Keng.. .artinya "Kitab Emas Lima Hewan."
Benarlah bahwa kesungguhan hati dapat memecahkan emas dan batu!
Setelah mengucapkan puji didalam hati, Pek Kong mengulurkan tangannya
mengambil kitab silat itu. Ia membalik halamannya. Halaman pertama memuat
gambarnya Hoa To Couwsin. Halaman kedua memuat gambarnya seorang tua yang
romannya tenang seperti Dewa, di pinggirannya bertuliskan huruf-huruf yang berarti:
"Ditulis pula oleh murid, Lo Hu-Kek Pui Ceng." Pek Kong kemudian membawa kitab itu
ke kaki tiga. Setelah diletakkan kitab itu, ia merapihkan pakaiannya, lalu memberi hormat
satu kali lagi. Sesudah itu ia melanjutkan membolak balik semua lembaran lebih jauh.. . . . .
Ngo Kim Kie Keng terdiri dari tujuh bagian, kecuali Kelima hewan Harimau (Houw),
Biruang (Him) , Manjangan (Lok) , Kera (Wan) , dan burung (Niauw) , maka Lo Hu Kek Pui
Ceng, si murid, menambahkan dengan satu bagian. "Kitab Ular" Coa Keng. Pada setiap
bagian, ada penjelasannya mengenai pelajaran tenaga dalam, tenaga luar, ilmu ringan
tubuh, ilmu silat bertangan kosong, bersenjata serta ilmu berhitung.
Habis Kitab Ular, bagian keenam itu, ada penjelasan lainnya, yang menjadi bagian
ketujuh atau terakhir, dan inilah kesimpulan yang menghubungkan isi atau sarinya
keenam bagian itu, supaya satu dengan lain ada hubungannya yang selaras dan
sempurna. Maka itu, kitab itu sangat lengkap dan jelas, Bukan main girangnya Pek Kong. Tanpa
membuang tempo lagi, ia duduk membaca dengan penuh semangat. Mulanya ia
membaca sampai habis seluruhnya untuk mengetahui isinya, lalu ia mengulangi
membaca pasal demi pasal, huruf demi huruf, sebab semua itu mesti dimengerti
sampai pada bagian yang sulit. Kemudian ia membaca dengan saban-saban dicocokkan
dengan lukisan ukiran dinding. Yang terakhir ia mulai mempelajari jalannya ilmu silat
Lima Hewan itu dengan gerakan-gerakan tubuh, tangan dan kaki. Dalam hal ini ia tidak
mengenal waktu, ia baru beristirahat sesudah letih dan datang rasa kantuknya. Ia
makan pilnya setiap hari sebutir. Sampai datang saatnya ia menelan butir yang terakhir!
"Ah.." ia mengeluh lega tertahan. Itu artinya sudah seratus hari ia berada didalam gua
mempelajari ilmu silat, ia sudah hafal segalanya, tinggal mempraktekkannya, terutama
ilmu meringankan tubuh. Didalam gua ia bisa bergerak merdeka tetapi kurang leluasa,
sebab luas dan tingginya tempat tidak sama seperti ditempat terbuka. Maka ingin sekali
ia mencobanya. Untuk itu, ia terus menyimpan lagi kitabnya didalam kotak. Ini menjadi
kebiasaannya setiap hari sehabis berlatih dan membaca, dan setiap kalinya, ia terus
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 263
yoza collection bersemadhi. Hanya kali ini terjadilah hal yang baru. Ia baru meletakkan kitabnya tibatiba terdengar suara menggeser, terus saja kotak itu tertutup rapat oleh tripod seperti
semula kalinya. Saking heran, si anak muda berdiri melengak. Suatu keanehan. Tapi ia cerdas, ia
dapat menangkap artinya itu. Itu berarti gurunya Lo hu kek Pui-ceng, menyimpan pula
kitabnya sebab ia sudah mempelajarinya sampai tamat, atau itulah saatnya ia berpisah
dari sang guru guna meninggalkan guha itu. Mengingat demikian, ia terkejut, girang dan
juga berduka. Ia berduka sebab mesti meninggalkan sang guru, gurunya yang tanpa
ujud. Lantas Pek Kong merapihkan pakaiannya, Didepan pouwtoan, ia menekuk lutut,
memberi hormat dan mulutnya berkemak-kemik, mengucapkan puji menyampaikan
terima kasih dan berpamitan untuk memberi selamat tinggal. Masih ia duduk bercokol
lagi di atas pouwtoan itu, bersemedhi kembali, menghafal isi kitab diluar kepala. Ia ingat
semuanya dengan baik sekali. Justeru saat itu, ia merasakan perutnya lapar. Maka ia
lantas berbangkit dan berjalan kepintu batu. Disitu ia berdiri, untuk menarik daun pintu.
Kali ini ia mencoba menggunakan tenaga dalamnya, khie-kang, pada bagian huruf
"Diam" nempel. Tapi ia gagal.
"Heran." katanya didalam hati. "Apakah tenaga dalamku masih belum sempurna"
Aku rasa sekarang ini dapat aku mencabut akarnya sebuah pohon kayu besar . . .
.Mungkinkah kakek guru tidak mengijinkan aku keluar dari pintu ini."
Maka ia lalu menggunakan otaknya. Tidak ada jalan lain kecuali jalan pada saat ia
mulai memasuki gua atau lubang mirip sumur waktu ia bermula kali jatuh terjeblos. Ia
lantas mencoba dan.. . ia dapat melesat naik hingga sebentar saja ia sudah tiba diatas!
"Ah!" serunya, saking kagum. Ia lantas menoleh, melihat kelubang sumur. Maka
disana, pada batu yang lebar dan licin.
Ia melihat tujuh buah huruf yang bunyinya: "Tertutup lagi buat seribu tahun." Dan
mulut lubang, atau gua itu, lantas tertutup sendirinya.
Pek Kong melengak sampai kembali terasa laparnya. Maka terus ia pergi kehutan
anggur untuk menangsel perut dengan buah yang lezat itu, habis makan, ia mencoba
ilmu ringan tubuhnya. Ia berlompatan, makin tinggi, terus ia lompat naik dan turun, di
puncak yang ada disitu sampai akhir ia merasa puas, suatu bukti dari sempurnanya
ilmu ringan tubuhnya. Tak cukup dengan makan buah saja, Pek Kong menimpuk dua
ekor burung. Kemudian ia menyalakan api, memanggang burung itu, dan dimakannya
dengan lahapnya. Tiba-tiba disaat ia mau berangkat pergi, mendadak ada serombongan
orang dengan dandanan ringkas berdatangan lari kearahnya. Ia mengawasi, lantas ia
mengenali rombongan itu, melihat pakaian seragamnya, tahulah Pek Kong bahwa itulah
rombongan dari Thian Liong Pang, pantai Naga Langit. Sebaliknya juga si kepala
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 264
yoza collection rombongan lantas mengenali pemuda itu, yang baru-baru ini dicari hendak ditawan
oleh tongcu, ketua seksi neraka. Dia ini heran mengapa berselang hampir satu tahun si
pemuda kembali diketemukan di lembah Kie Hong Kok ini! Sendirinya dia menjadi
girang sekali, hingga dia tertawa lebar.
"Hai, bocah yang baik!" dia berseru girang, sebaliknya daripada bergusar dan
bersikap bengis. "Kembali kau datang kemari! Nah marilah, dengan baik-baik kau turut
tuan besarmu pulang!"
Akan tetapi anggauta-anggauta rombongan itu lantas maju dan segera mengurung
si anak muda, meskipun mereka tidak segera menyerang, terang mereka hanya untuk
mencegah jangan sampai orang lari kabur.
"Mundurlah kalian!" mendadak Pek Kong berseru, dan kedua tangan dikibaskan ke
kiri dan kanan. Hanya dengan satu gerakan itu, maka belasan orang pengurung itu pada roboh
terpental sungsang sumbal beberapa tombak jauhnya!
Bukan main girangnya si anak muda! Inilah percobaannya yang pertama dan ia
telah berhasil! Benar-benar tenaganya kuat luar biasa ! Karena itu, ia lantas bersiul,
terus ia tertawa, lalu tanpa memperhatikan lagi rombongan itu, berlari-lari kearah Sip
hong-tin! Si anak muda ingin lekas-lekas pulang melihat rumahnya, karena merasa bahwa ia
telah meninggalkan terlalu lama Siauw Couw kun dan Ho Tong, pacar dan sahabat
karibnya itu. Ia hendak melaporkan perihal berhasilnya ia menuntut pelajaran!
Ketika Pek Kong tiba dimuka kampung, hari sudah mulai gelap. Tiba-tiba disebelah
depannya, ia melihat berkelebatnya sesosok tubuh mirip bayangan serba putih yang
mendahuluinya memasuki Sip hong-tin.
"Eh, kenapa kakak Honghu ada di sini ?" tanyanya pada dirinya sendiri. Karena ia
merasa pasti bayangan putih itu Honghu Pek Hee.
Tidak ayal lagi, pemuda ini lari menyusul. Ingin ia menemui nona itu, yang baik hati
dan pernah menolongnya. Mungkin ada urusan penting maka juga si nona datang
ketempatnya ini. Kalau perlu, ia dapat memberikan bantuannya.
Sip hong-tin mempunyai beberapa buah jalanan atau gang, lewat beberapa jalan,
Pek Kong tidak dapat melihat nona yang disusulnya itu, maka ia berdiri diam akan
memasang mata. Tiba-tiba ada menyambar sesuatu dari samping. Dengan sigap ia
menyambutnya. Kiranya sehelai kertas, yang bertulisan: "Kaulah laki laki sejati, tetapi
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 265
yoza collection kenapa kau tidak dapat dipercaya " Malam ini jam tiga, aku nantikan kau di Cit lie-kee!
Jikalau kau jeri, boleh kau tak usah datang!" Itulah surat tantangan!
Siapakah gerangan penantang itu dan siapa pula yang ditantangnya"
"Dia pasti telah salah mata.. ," pikir Pek Kong, karena ia baru sampai dan orang tentu
tidak mengenalnya, jangan kata mempunyai urusan mengenai tantangan itu. Tentulah
orang telah silap. Karena ia mau mencari Honghu Pek Hee, pikirnya baiklah ia singgah
satu malam. Ia lantas merogoh sakunya. Ia masih mempunyai uang kira-kira duapuluh
tahil perak, yang cukup untuk ongkos setengah bulan. Lantas ia pergi kesebuah
penginapan, habis membersihkan tubuh, ia tanya pelayan yang melayaninya dimana
letaknya Cit lie-kee dan berapa jauh dari penginapan itu.
Pertanyaan itu membuat si jongos heran.
"Tuan mau pergi ke Cit lie kee?" tanyanya, heran. "Katanya disana sering ada
gangguan hantu, sekalipun disiang hari! Begitu magrib tiba, maka orang takut pergi atau
lewat sana Pek Kong tertawa.
"Terima kasih atas kebaikanmu ini," katanya: "Tolong kau beritahukan arahnya."
Melihat orang bernyali besar, pelayan itu turut tertawa. Katanya, "Tempat itu disebut
Cie lie kee, kali tujuh lie, tapi sebenarnya tempat itu jauhnya tiga puluh lie lebih. Itu pun
bukannya kee kali! Letaknya ialah di sebelah selatan sana. Sebuah tanah pekuburan
dapat terlihat dari jauh. Lewat lagi sepanahan, akan tampak bukit Kauw Cu Nia, setelah
melintasi bukit itu, akan terdapat sebuah lembah sempit. Itulah dia Cit lie kee . . "
Mendengar keterangan itu Pek Kong menerka ada sesuatu yang tidak beres. Lantas
ia minta disediakan barang makanan, dan disuruh bawa ke kamarnya.
Tak lama kemudian muncul si pelayan, sembari tertawa dia berkata: "Tuan, ada lagi
seorang tamu, yang menanyakan tentang Cit lie kee seperti tuan tadi. Aku beri
keterangan seperti keteranganku pada tuan. Aneh tamu itu. Dia berkata justeru dia mau
pergi membekuk setan!"
Pek Kong tersenyum. "Adakah dia seorang too-su atau imam?" tanyanya.
"Kalau dia seorang too-su, itu tidak aneh, tuan! Dia justeru seorang nona."
Hatinya Pek Kong bercekat.
"Apakah nona dari belasan tahun dan pakaiannya serba putih!" tanyanya pula.
Pelayan itu mengangguk. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 266
yoza collection "Rupanya tuan kenal dia, tuan?" sahut pelayan itu tertawa.
"Dia memang berdandan serba putih. Oh, dia cantik sekali." Habis menjawab itu
dengan masih bersenyum si pelayan berlalu pergi.
Pek Kong berkata didalam hati. "Tadi aku tak dapat menyusul dia. siapa tahu
sekarang dia mampir di sini!" Saking girangnya, ia lantas pergi kebagian belakang dari
hotel itu, akan mencari kamar nona Honghu.
Ada dua buah kamar, yang satu gelap, yang lain ada apinya. Kamar yang gelap itu
terkunci. Maka ia menghampiri kamar yang ada penerangannya. Sepi saja.
Tanpa bersangsi Pek Kong menghampiri pintu kamar dan mengetuk dengan
perlahan, lalu dengan perlahan juga ia memanggil.
"Kakak Honghu."
Tidak ada jawaban. "Aneh," pikir si anak muda. Lantas ia mengintai kedalam, kamar itu kosong.
"Mungkin aku salah mencari kamar," pikirnya. Maka ia pergi ke depan, mencari
pelayan yang tadi. Ia memperoleh kepastian.
Maka pikirnya pula: "Mungkin ada urusan, dia pergi sebentar dan akan kembali. Aku
tunggu saja di kamarku." Tapi, tatkala ia sampai di dalam kamarnya, diatas mejanya ia
tampak sehelai kertas dengan tulisan.
"Ciat sudah pergi jauh, jangan cari dan menyusulku! Urusan di Cit lie-kee itu tidak
ada sangkut pautnya dengan kau, jangan sekali-sekali kau pergi ke sana, sebab itu
berarti menempuh bahaya." Surat itu tanpa tanda tangan. Pek Kong berpikir.
Orang itu baik sekali. Mungkinkah dia Honghu Pek Hee" Kalau benar, kenapa dia tak
mau menemui padanya" Dan kalau bukan dia, kenapa dia menyebut dirinya dengan
kata-kata "ciat?" Ciat itu berarti "aku" untuk wanita.
Lama si anak muda berpikir, tak dapat ia menentukan jawabannya. Maka akhirnya
ia mengambil keputusan akan pergi ke Cit lie-kee. Di sana ia akan memperoleh
kepastian. Ia menanti sampai jam dua lewat, terus ia keluar dari kamarnya dengan
meloncati jendela. Tak sukar baginya mencari lembah yang disebutkan si pelayan. Iapun sampai
ditempat dalam tempo yang jauh lebih cepat.
Lembah itu sempit tetapi panjang dan banyak batu koralnya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 267
yoza collection Yang disebut bukit banyak pepohonannya, yang besar dan tinggi seperti menjulang
kelangit . . Seorang diri Pek Kong berdiri didalam lembah, telinga dan matanya dipasang. Ia
tidak melihat apa-apa, ia cuma mendengar desiran angin. Malampun sunyi sekali.
"Si pelayan cuma nakut-nakuti ketika ia bicara tentang banyak setan.. ." katanya
didalam hati. Boleh dibilang baharu si anak muda memikir demikian, tiba-tiba ia melihat
melesatnya dua sosok bayangan. Maka dengan tak kurang sebatnya ia menjejak tanah
melesat naik ke cabang pohon disisinya buat menyembunyikan diri.
Dua bayangan orang itu tiba dengan cepat. Mereka berhenti justeru ditempat Pek
Kong berdiri tadi. "Aneh!" kata yang seorang. "Barusan aku melihat seseorang berdiri diam disini,
kenapa sekejap saja dia sudah lenyap" Apa benar orang berani main gila?"
Pek Kong melihat dan mendengar. Kedua orang itu berdandan sebagai toosu.
"Kau terlalu bercuriga, saudaraku," kata imam yang terlebih katai. "Buat aku, aku
tidak perduli siapa! Seperti dua makhluk yang menyamar jadi hantu tadi, diapun akan
aku bikin darahnya muncrat berhamburan!"
Kata-kata itu menjelaskan kepada Pek Kong bahwa ceritera tentang hantu itu,
ternyata hantunya ialah hantu-hantu palsu, bahkan mereka telah dibinasakan imam ini.
Sendirinya lantas ia berkesan baik terhadap imam itu.
Imam she Ku itu menyangka kawannya menghibur karena dia jeri, maka dia
tertawa berkakakan dan berkata nyaring: "Apakah Ku Hian Sui pernah takut kepada
siapa juga" Pada setengah tahun yang lalu itu memang dikuil Kim San Sie pernah aku
melawan bocah itu, sayang aku lengah maka aku kalah satu jurus. Ketika itu aku
bertangan kosong dan dia bersenjata! Kali ini aku membawa pedangku, maka akan aku
bikin dia menjadi setan gelandangan didalam neraka!"
Si toosu katai tertawa. "Semangatmu kini tak kalah dengan semangatmu tahun yang lampau, too-heng!"
pujinya. "Bagaimana kalau pemuda itu menyalahi janji dan tidak muncul" Kepada siapa kau
hendak membuat perhitungan?"
Ku Hian Siu nampak bersangsi. Kemudian dia berkata sengit: "Kalau dendam tak
dibalas, aku bukannya seorang kuncu! Kalau sampai terjadi begitu, biarlah dia
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 268
yoza collection menyingkir dan selamat malam ini, tetapi kelak apabila dia bertemu denganku, jangan
sesalkan aku jikalau aku tidak mentaati lagi aturan Kang Ouw! Akan kubunuh dia
ditempat!" Mendengar sampai disitu, tahulah Pek Kong bahwa urusan si imam ini ada urusan
pribadinya dahulu hari. Tapi sekarang terjadi salah paham, dia telah keliru mengenali
orang. Maka ingin ia menampakkan diri guna berikan penjelasan. Akan tetapi belum lagi
ia lompat turun, tiba tiba ia melihat datangnya sesosok tubuh putih.
"Nah, itu kakak Honghu datang!" katanya didalam hati. "Baik aku lihat dahulu
bagaimana sepak terjangnya.. ."
Maka ia berdiam terus, cuma matanya yang dipasang. Ia menyangka pasti si serba
putih itu Nona Honghu adanya.
Kedua imam juga telah melihat datangnya bayangan putih itu, lantas mereka
menghadapinya, tapi mereka menjadi melengak.
Juga Pek Kong. Orang itu bukannya nona Pek Hee seperti ia terka atau harap-harap.
Si baju putih itu seorang nona begitu sampai, lantas dia membentak kedua imam
tersebut. Dia tidak memperdulikan orang bengong atau tidak.
"Hian Siu, imam tua, jangan kau sombong!" demikian bentaknya. "Kalau kau benar
liehay. keluarkanlah kepandaianmu!"
"Siapakah kau?" tegur Hian Siu, heran berbareng mendongkol. "Bagaimana kau
berani mencampuri urusan tooyamu?"
"Siapa mau ngobrol denganmu!" bentak pula si nona. "Kalau kau mau membalas
sakit hatimu di Kim San Sie itu, majulah mari kita coba-coba kepandaian kita. Kalau
tidak, goyang ekormu dan pergilah mengacir dari sini! Jangan kau membuat nonamu
gusar, nanti aku persen kau dengan satu tikaman pedang!"
Bukan main gusarnya Hian Siu. Ia merasa tidak kenal dengan orang didepannya ini.
Kenapa orang tahu urusannya demikian jelas" Kalau umpamanya ia membinasakan
nona ini apa ia tidak akan menyesal nanti"
Maka ia mencoba menahan diri.
"Katakan padaku, Tian Ceng si bocah itu pernah apa dengan kau?" demikian
tanyanya. "Lekas!"
"Hm!" si nona mengeram. "Kau perduli apa?"
Habis membentak dan menghina itu, mendadak dia tertawa sendirinya!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 269
yoza collection Hian Siu menatap. Dia tetap heran, bahkan bingung. Dia cuma ingin tahu, nona ini
dengan Tian Ceng itu sanak atau sahabat. Disaat dapat mengendalikan diri itu, dia


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata keras: "Tooyamu suka memberi ampun pada nyawamu sebab usiamu yang
masih muda, bahkan kau wanita pula! Sekarang lekas kau pulang dan sampaikan
kepada Tian Ceng bahwa dia harus pergi ke Kiang kek-jie di gunung Kun Lun san untuk
menerima kematiannya."
Nona serba putih itu tidak senang hatinya. Si imam memandang hina kepada kaum
wanita. Ia hendak membuka mulut, tapi ia tidak jadi. Berbareng itu ia mendengar satu
siulan nyaring dari pohon tak jauh dari mereka. Terlihatlah sesosok tubuh manusia
melayang di antara mereka, dan sampainya cepat luar biasa.
Dalam sekejap mata, di depan mereka sudah berdiri seorang anak muda yang
tampan dan halus gerak geriknya.
Semua mata lantas mengawasi pemuda itu.
Itulah Pek Kong, Ia melihat si nona mau membelai Tian Ceng. Dilain pihak, ia tak
kenal nona ini dan tidak tahu juga apa sangkut pautnya si nona dengan orang she Tian
itu. Iapun khawatir nona ini bukan lawannya si imam, yang ada berdua dengan seorang
kawannya. Disamping itu pikirnya ia harus mewakili Tian ceng membereskan urusan
ini. Maka segera ia tertawa lebar dan berkata: "Tian Ceng disini! Tootiang hendak
memberikan pelajaran apa padaku, silahkan! Tak usah kita harus menempuh perjalanan
jauh laksaan lie ke Kun Lun San!"
"Hm!" Hian siu memperdengarkan suara menghina. Ia mengenali orang yang
dicarinya. "Kau benar dapat dipercaya, tuan! Dahulu kau salah janji, mungkin itu disebabkan
kau jeri terhadap Ilmu silat Im Yang Kiam-hoat dari partai kami, mengenai itu aku tidak
mau berbuat keterlaluan! Sekarang kau boleh mulai dengan seranganmu!" Berkata
begitu, si imam mundur dua langkah, pedangnya terus dihunus. Dia tersenyum.
Pek Kong tidak tahu jelas duduknya perkara. Sebenarnya ingin meminta penjelasan.
Tapi ia khawatir sandiwaranya ini nanti ketahuan. Terpaksa ia tertawa dan berkata:
"Tootiang, tooya disisimu itu tentulah ada sahabatmu, maka itu aku minta sukalah
urusan kita ini terlebih dahulu kau jelaskan kepadanya, agar dia dapat memberikan
pertimbangannya. Kalau toh satu pertempuran tidak dapat dielakkan lagi, akan
kuberikan satu jalan yang pantas untukmu! Sepasang tanganku si orang she Tian ini
belum tentu tak sanggup melayani beberapa jurus dari ilmu pedangmu Im Yang Kiam
itu!" Pendekar Yang Berbudi - Halaman 270
yoza collection Kata-kata itu halus tetapi nadanya berjumawa. Hal itu membingungkan si nona
serba putih itu, yang sedari tadi diam saja. Nona itu heran walaupun ia menerka
mungkin selama waktu paling belakang ini, Pek Kong telah menemui sesuatu yang luar
biasa. Biar begitu, ia kuatir orang ini bukan lawannya si imam, apa lagi dengan
bertangan kosong. Maka ia maju satu langkah dan berkata pada anak muda itu: "Kakak,
jangan layani dia bicara banyak-banyak! Urusan ini kau serahkan saja pada adikmu ini,
akan aku usir dia!" Nona itu memanggilnya kakak dan membahasakan dirinya adik.
Maka melengaklah Pek Kong saking heran. Ia mengawasi tajam, hingga ia melihat
sebuah muka yang cantik sekali dan mirip dengan raut mukanya Tian Ceng.
"Mungkin dia ini adiknya Tian Ceng.. " pikirnya. "Dan diapun salah lihat aku
disangkanya kakaknya.. . . . . " Maka ia tertawa di dalam hati, lalu ia berkata: "Kau menjadi
orang luar, maka itu biarlah urusan dibereskan oleh kakakmu sendiri!"
Hian Sui sementara itu tertawa-tawar. Orang berani melawannya dengan bertangan
kosong. Maka ia menyelak dan berkata: "Hari ini Ku Tooyamu akan membuat kau mati
dengan cara puas dan tak menyesal.. ." Tapi ia tidak lantas turun tangan hanya menunjuk
kepada imam disisinya sambil menambahkan, "Tooheng ini adalah Ceng Hie Tootiang
dari Kiu Kong San! Tapi kau jangan khawatir! Aku sudah mengambil keputusan tak akan
meminta bantuan siapa pun juga! Sekarang aku mau tanya padamu: "Setengah tahun
yang lalu kenapa kau menyelundup masuk kedalam gudang pusaka pribadi di Kun Lun
San dan mencuri rumput obat Liong yam cauw, dan tempo aku mengejar kau sampai
di Kim San Sie dimana kita bertemu satu dengan lain, kenapa bukannya kau
mengembalikan daun obat itu kau justeru membuka mulut besar" Tatkala itu aku masih
merasa kasihan padamu sebab melihat kau masih sangat muda. Aku mengalah. Tetapi
kau sebaliknya, justeru melihat kelalaianku, kau melukai aku dengan satu tusukan !
Tatkala itu telah dijanjikan didalam tempo tiga bulan kita akan bertemu lagi di Kim San
Sie untuk melakukan satu pertempuran yang memutuskan, kenapa kau justeru
menyingkir tak mau menemui aku" Apakah katamu sekarang?"
Mendengar itu, Pek Kong tidak mengerti. Mustahil Tian Ceng mencuri Liong yamcauw sedangkan pekbweeko yang demikian mujijat khasiatnya masih diserahkan
padanya " Mesti ada suatu yang kurang jelas disini.. Tapi Hian Siu bicara secara
demikian sungguh-sungguh ! Karena ia berpikir, ia jadi terdiam.
Ceng Hie Toojin lantas campur bicara. "Benarkah siecu melakukan perbuatan
serendah itu?" tanyanya.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 271
yoza collection Pek Kong merasa sangat sukar menjawab. Ia seorang jujur, sekarang ia harus main
komidi. Ia lantas melirik si nona. Dilihatnya nona itu membuka mata lebar dan mulutnya
sudah bergerak ingin bicara agaknya, lekas-lekas ia memberi isyarat mencegahnya. Ia
berkata: "Didalam hal ini mesti telah terjadi salah paham, namun sekarang aku tidak
mau menjelaskannya. Hian Siu Tootiang, karena kau hendak mengambil keputusan
diujung pedang, silahkan maju! Berikanlah pengajaranmu atas diriku! Karena baru ini
aku salah janji, sekarang aku menebusnya dengan jalan mengalah tiga kali tootiang
boleh menyerang aku tanpa aku membalasnya!"
Kata-kata itu membuat heran Ceng Hie, dan si nona, terutama Hian Siu sendiri.
Ceng Hie beranggapan si pemuda sangat takabur. Tarpa merasa ia tertawa dingin.
Hian Siu sebaliknya menyangka karena "Tian Ceng" sudah mengaku salah, sekarang dia
Tian Ceng sengaja bicara besar itu.. . . . .
Si nona lain lagi anggapannya. Ia menyesalkan si anak muda sudah bicara secara
sembrono sekali, terlampau memandang enteng kepada lawannya itu. Maka dengan
roman sungguh-sungguh ia mengawasi si pemuda. Benar benar Pek Kong bukannya
jumawa atau memandang ringan kepada lawan. Dia bicara secara jujur dengan
pengharapan urusan dapat didamaikan. Tetapi Hian Siu telah mendendam selama
setengah tahun, tak mudah disudahi begitu saja, maka ia tertawa nyaring, lantas ia
membentak: "Bocah yang baik, karena kau mencari mampusmu sendiri, baiklah,
tooyamu akan memenuhi pengharapanmu itu!" Lantas ia menyerang sambil berseru.
"Sambutlah!" Sasaran pedangnya ialah kerongkongan si anak muda.
Nampaknya serangan itu serangan biasa saja, tapi sebenarnya telah dilakukan
dengan tenaga tersalurkan sepenuhnya. Dilain pihak, inipun merupakan pertempuran.
Di lain pihak, bagi Pek Kong, ia masih belum tahu tenaga lawan, maka syukur ia telah
berjanji akan mengalah selama tiga jurus. Maka dari itu, begitu serangan tiba, lantas ia
memiringkan kepalanya mengelakkan diri dari ujung pedang.
Tapi Hian Siu sangat lihay. Selekasnya ujung pedang tiba pada kerongkongan tetapi
gagal mengenai sasarannya, ia segera memutar tangannya meneruskan membacok
bahu si anak muda. Kalau serangan itu berhasil, maka akan terbelah tubuh orang
sebatas bahu itu! Si nona terkejut. Tanpa merasa dia menjerit, tubuhnya lantas mencelat maju, berniat
menolong si anak muda. Akan tetapi belum tubuhnya itu datang dekat, pedang si imam
sudah mengenai sasaran. Tapi sasaran kosong. Karena si imam menyerang secara
hebat, tubuhnya sampai terjerunuk ke depan!
Pek Kong dilain pihak kelihatan berdiri tenang ditempatnya semula.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 272
yoza collection Menyaksikan itu, si nona menjadi girang luar biasa, hatinya lega bukan main. Sudah
tentu ia tidak tahu bahwa untuk menghindari ancaman maut itu dengan wajar, Pek
Kong telah menggunakan "Coa Kun", ilmu silat "Ular" tubuhnya mengegos begitu gesit
bagaikan tak terlihat. Hian Siu heran dan penasaran. Dia tidak sangka akan terjadi demikian. Dua kali dia
gagal, panaslah hatinya, dia malu sendirinya. Maka selekasnya juga, dia memutar balik
tangannya, guna menebas lawannya lagi. Inilah serangannya yang ketiga.
Pek Kong lolos dari bahaya, hatinya makin mantap. Kembali ia berkelit, sama mudah
dan lincahnya seperti yang kedua kali tadi. Kembali ia berdiri ditempat!
Hian Siu terkejut. "Dahulu di kuil Kim San Sie," pikirnya, "benar dia gesit tetapi gerakannya tak seaneh
ini ! Ah, jangan-jangan bakal rusaklah nama Im Yang Kiam hoat dari partaiku.. ."
Si imam menyebut-nyebut partainya. Itulah Kun Lun Pay. Karena ingin menjaga
baik nama partai, dia jadi menuruti amarahnya, lantas dia menyerang lagi. Dia memutar
pedangnya hingga kilau cahayanya berwarna putih kebiru biruan. Diapun berseru
dengan sangat nyaring! Si nona terkejut. "Awas!" serunya, memberi peringatan kepada si anak muda. Justeru disaat si nona
berseru, terdengarlah suara sesuatu benda jauh dan nancap ketanah. Ternyata
kemudian, itulah pedangnya si Imam!
Melihat itu, mukanya imam itu menjadi pucat-pasi. Mendadak dia mengayunkan
tangannya ke kepalanya, untuk menghantam kepalanya sendiri.. !
Pek Kong mencelat maju selagi orang hendak membunuh diri itu, menyambar dan
menangkap pergelangan tangan orang itu. Dengan suara sabar ia membarengi berkata.
"Tootiang, harap kau tidak bergusar! Kita sebenarnya tidak bermusuhan! Kalau baru
ini aku mengambil rumput obat kalian itu, demi untuk menolong seseorang. Aku berjanji,
lain kali akan kucari obat semacam itu untuk menggantinya!.. "
Sembari berkata, ia pun mencabut pedang dari dalam tanah, dan dengan kedua
belah tangannya menyerahkan dengan sikap menghormat.
Hian siu gugup, tetapi lekas-lekas ia menyambut pedangnya itu, lalu dengan satu
gerakan jari-jari tangannya, dia membuat pedangnya patah, terus dia tertawa sedih dan
berkata dengan suara parau, "Kau liehay luar biasa tuan, aku si imam tua menyerah
kalah terhadapmu! Aku bersembah, sejak hari ini aku tak akan menggunakan pedang
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 273
yoza collection lagi. Hanya aku berjanji, kalau kelak dibelakang hari kita berjodoh, kita akan bertemu
lagi.. ." Si imam memberi hormat, lantas dia memutar tubuh dan pergi berlari-lari!
Melihat sang kawan berlalu, Ceng Hie Too jin jengah sendirinya. Wajahnya suram.
Maka dia pun setelah memberi hormat, terus lari menyusul kawannya itu!
Pek Kong berdiri terpaku, matanya mengawasi orang itu berlalu. Ia menghela napas
saking berduka. Setelah itu, ia ingat, "adiknya" Tian Ceng berada disitu. Pikirnya, baik ia
tanyakan tentang kakak nona ini. Maka lekas-lekas ia menoleh kearah nona itu. Tapi
entah kapan perginya, si nona sudah lenyap.. Tetapi peristiwa saling susul.. . . . .
Baru kedua imam kabur, baru si nona menghilang, maka sebagai gantinya
muncullah Chit seng bong Koh Piauw bersama Pek ngo houw Beng Sin. Melihat mereka
itu, Pek Kong merasa heran.
Koh Piauw juga mengenali pemuda kita, dia tertawa dingin, "Kiranya kau berada
disini, bocah!" berkata si Ular Tujuh Bintang. "Tongcumu karena urusan kau, hampir
dibinasakan oleh Thian Lay Mo Lie.. ." Dia berhenti sedetik.
UPANYA dia merasa sudah keliru bicara. Lantas dia merubah haluan dia
bertanya: "Di depan sana ada dua orang yang binasa! Adakah itu
perbuatanmu?" Pek Kong cuma berpikir sebentar, segera dia tertawa dan menyahut: "Oh, kiranya
dua orang itu adalah anggauta anggauta partai Thian Liong Pay kalian! Merekalah
manusia-manusia rendah yang sudah menyamar menjadi hantu atau memedi."
Beng Sin gusar. Katanya bengis: "Aku belum sempat mencari kau, kau justeru datang
mencari gara-gara! Lihatlah hari ini siapa yang bakal menolongmu!"
Lantas dia melangkah maju, kedua tangannya lantas digerakkan, nampaknya dia
hendak membekuk hidup hidup si anak muda. Peristiwa di Tong bok cee masih terlalu
baru bagi Pek Kong, sekarang ia menyaksikan orang yang sangat galak ini, hatinya
menjadi panas. Hampir ia turuti amarahnya, tapi ia ingat sesuatu. Maka ia menjadi sabar
lagi. "Kalian mau membuat perhitungan denganku, baik, akan aku melayani!" katanya,
"tetapi tunggu sebentar! Hendak aku minta kau menyampaikan dahulu satu hal!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 274
yoza collection "Apakah itu?" tanya Beng Sin, yang tertawa tawar, pertanda bahwa dia sangat
memandang rendah kepada si anak muda. "Lekas sebutkan!"
"Hm!" Pek Kong juga menggeram dingin. "Tahun yang lalu, buah cutengcui di Kie
Hong kok, akulah yang memakannya! Karena itu, lekaslah kau pulang dan melaporkan
pada Tong Thian Tok Liong bahwa Kiu Bwee Ho Ouw Yam Nio tiada sangkut pautnya,
supaya dia.. ." Sebenarnya Pek Kong muak sekali terhadap Ouw Yam Nio, tetapi ia ingat nona itu
telah menolongnya di Hotel Makmur. Karena itu, ia hendak membalas budi. Iapun tahu,
Ouw Yam Nio memang tidak bersalah apa-apa.
Beng Sin tertawa dingin, dia menyelak: "Kematian sudah mengancam di depan mata
kau masih hendak menolong lain orang! Aku mau lihat kepandaianmu."
Koh Piauw habis sabarnya, dia menyusul kata kata kawannya itu: "Buat apa ngoceh
saja dengan bocah ini?" Terus dia loncat ke depan si anak muda dan menyerang kedua
biji mata Pek Kong dengan tipu silat "Jie Liong Chio Cu". Dua ekor Naga memperebutkan
Mutiara Mustika. "Menggelindinglah kau!" bentak Pek Kong, yang tangannya ditangkiskan keatas.
Cit-seng-bong Koh Piauw bagaikan ular yang sudah mati, tubuhnya lantas terlempar
bergulingan dua tombak jauhnya akibat tangkisan itu.
Beng Sin kaget hingga mukanya menjadi pucat. Hal itu diluar dugaannya. Sejak tadi
dia sudah memandang rendah kepada pemuda itu.
Koh Piauw dapat mencegah tubuhnya bergulingan terlebih jauh, dia heran bukan
buatan. Katanya didalam hati: "Rasanya baru setengah tahun aku tidak melihat bocah
ini kenapa sekarang dia jadi begitu?"
Karena itu dia menerka jangan-jangan inilah bocah yang ia ketemukan digua Cui
Lam Tong. Lantas dia berlompat bangun dalam gerakan "Ikan Gabus Meletik", sebab
robohnya itu tidak membuatnya terluka. Dia berkata kepada kawannya: "Kakak Beng,
bocah ini ialah bocah yang kita lihat di Cui Liam Tong! Jangan kasih dia lari!"
Gagah agaknya bicaranya Cit seng-bong. Dibalik itu sebenarnya dia
memperingatkan kawannya untuk berhati-hati. Sesudah itu dia menghadapi Pek Kong
dan menegur: "Baru ini kau memalsukan diri sebagai penegak hukum dari partai kami,
bocah, kau sudah menyelundup memasuki Cui Liam Tong, apa maksudmu?"
Pek Kong tertawa didalam hati. Ia tahu orang itu belum tahu duduknya perkara. Ia
lantas berkata dingin. "Jikalau kau tidak takut jatuh sungsang sumbel, mari maju lagi!
Urusan penegak hukum urusan remeh, buat apa disebut-sebut lagi?"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 275
yoza collection Dahulu itu Tian Ceng mau menolong dia, Pek Kong. Tian Ceng mengaku diri sebagai
Hu hoat, penegak hukum partai Thian Liong Pang, sekarang Koh Piauw menyangka dia
sebagai orang she Tian itu, suka dia menerima tanpa banyak rewel. Tetapi dia tidak
ingin orang menanyakan terlalu banyak dikhawatirkan lawannya mengetahui
kepalsuannya itu. Maka sengaja dia menantang.
Koh Piauw sedang marah, lantas dia mengeluarkan senjatanya ialah joan-pian,
ruyung lemas panjangnya setombak lebih, yang bentuknya mirip ular. Itulah senjata
yang membuatnya memperoleh julukannya itu. Senjata lunak itu dapat dilempangkan
dan kaku sebagai toya. Tidak ayal lagi, dia maju menyerang si anak muda, tipu silat
yang dia gunakan yaitu "Pa Coa Teng Chio," atau "Ular pyton Menelan Gajah." Didalam
jurus itu tersimpan jurus lainnya, ialah "Leng Coa Hui Siu, " Ular Sakti Memutar Kepala,
pyton adalah ular sawah, dan nama tipu silat itu diambil dari semacam dongeng.
Didalam kitab Ngo Kim Kie Keng tak ada tertulis tentang ilmu silat semacam joan
pian ini. Inilah sebabnya senjata Koh Piauw termasuk senjata aneh. Didalam kitab itu
terdapat juga pelbagai macam senjata umum. Maka itu, Pek Kong tidak kenal cara
bersilatnya lawan ini. Tetapi ia dapat menghindarkan diri dari ancaman bahaya dengan
menggunakan ilmu dari Niauw Keng, kitab Bahagian Burung. Ia mencelat tinggi dan
bahaya lewat dengan begitu saja.
Melihat gerakan lawan itu, Koh Piauw berkata didalam hati: "Kau bergerak begitu
rupa, kau cari mampusmu sendiri!" Maka ia menggerakkan pula ruyungnya itu, untuk
menyambut lawan selagi lawan turun. Ia percaya kalau tidak mati, lawan sedikitnya
akan terluka parah . . Pek Kong sebaliknya bergerak diluar terkaan lawan. Dia tak turun secepat dugaan
lawan itu. Dia turun dengan perlahan hingga dia dapat melihat gerak-gerik lawan. Maka
dapat dia menebak niat lawan itu. Tepat selagi diserang, dia memutar badannya
membebaskan diri dari serangan dan turun ditanah dengan aman. Tapi dia tidak diam
saja, tangannya membarengi diluncurkan kedepan. Koh Piauw kaget sekali. Dia memang
sedang keheranan sebab lawannya lolos. Tahu-tahu ada tenaga kuat menyambarnya.
Dia mau berseru. "Celaka!", tapi baru setengahnya, dia sudah roboh jatuh duduk!
Pek Kong tertawa dan berkata: "Nah, sekarang kau rasakan! Sakitkah?"
Tak dapat Cit seng-bong segera berlompat bangun lagi. Ia menyender pada sebuah
batu, betisnya dirasakan sangat nyeri, hingga dia duduk diam dengan muka meringis
mirip patung iblis. Ditambah pula ia terus diejek, dia kesakitan berbareng sangat
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 276
yoza collection mendongkol. Karena tak dapat segera bangun berdiri, dia cuma dapat mendelik melotot
mengawasi si anak muda . .
Beng Sin kaget tetapi dia penasaran, walau pun dia merasa jeri, dia toh maju juga.
"Bocah, jangan terlalu takabur!" teriaknya. "Kau lihat tongcumu she Beng mengambil
jiwa semutmu!"

Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng Sin jauh lebih lihay dari pada Koh Piauw, toh ia berlaku hati-hati. Begitu ia
maju sambil memutar goloknya, lantas ia menggunakan tipu golok istimewa. Goloknya
itu lantas berkilauan dan anginnya seperti menderu-deru.
Menghadapi Pek Ngo Houw, hatinya Pek Kong panas. Ia ingat bagaimana waktu di
Tong bok cee ia telah disiksa tongcu itu hingga ia sangat menderita, tetapi lewat sejenak
ia ingat bahwa diantara mereka berdua tidak ada dendam hebat, tidak selayaknya ia
menghajar orang hingga mati. Pikiran ini ternyata merugikan padanya. Lawan yang
galak itu sudah lantas menyerang, membuatnya repot sebab ia terus terdesak.
"Dukk!" demikian satu suara terdengar.
Itulah suara kepalan kirinya Beng Sin meninju perutnya Pek Kong, hingga si anak
muda mundur tiga langkah serta perutnya terasa sakit. Ia repot menjaga golok, tak
disangka kepalanlah yang menghajarnya!
"Sungguh berbahaya!" katanya didalam hati. Syukur ia masih mencoba mundur juga.
Akan tetapi Beng Sin juga bukannya tidak terhajar, bahkan ia menderita lebih hebat.
Selagi mengundurkan diri, Pek Kong meluncurkan tangannya dan membuat dia
terpental lima langkah. Untung dia masih dapat berdiri terus. Selagi merasakan nyeri,
dia heran melihat lawannya tak kurang suatu apa-apa. Dia tahu, pukulannya barusan
keras hingga seolah-olah dapat membinasakan seekor gajah. Hanya sedetik dia heran.
Dia lantas menyadari akan ketangguhan lawannya yang telah makan buah cutengko.
Tapi karena penasaran, dia maju lagi. Kembali dia menyerang!
Hampir berbareng dengan itu, Koh Piauw pun maju pula untuk mengepung. Setelah
bisa bangun berdiri, terdorong oleh kemarahan dan sakit hati, dia menggunakan lagi
ruyung lunaknya buat membantu kawannya.
Sesudah mendapatkan dua macam pengalaman itu, Pek Kong berkelahi dengan
hati-hati. Mula-mula ia terdesak, perlahan-lahan ia merubah keadaan menjadi
sebaliknya. Baik golok maupun joanpoan, kedua-duanya dapat dihalau dengan baik. Koh
Piauw dan Beng Sin sudah berpengalaman. Mereka segera insyaf akan lihaynya anak
muda ini. Disamping itu, ada hal yang mengherankan mereka. Disaat-saat berbahaya,
anak muda itu tidak meneruskan merobohkan mereka. Mereka seperti dikasihani. Tapi
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 277
yoza collection mereka insyaf, lama-lama mereka akan dibuatnya menjadi letih dan akan roboh dengan
sendirinya . . Beng Sin segera memberikan isyarat kepada kawannya dengan kedipan mata,
kemudian ia membentak lawannya, seakan akan mengancam dengan serangannya,
tetapi sebenarnya ia lantas memutar tubuh dan terus mengambil langkah seribu
disusul oleh kawannya itu.
Justeru waktu itu hati Pek Kong sedang sangat tertarik. Pertempuran semacam itu
baginya menjadi seperti latihan dan main-main. Maka itu, melihat lawannya kabur, ia
tidak mau membicarakannya. Ia tertawa nyaring, lantas ia menguber. Ia lari menuruti
"Coa Kun", ilmu silat "Ular,"
"Niauw Kui" ilmu silat "Burung", dan lainnya bergantian.
Sebentar saja ia sudah dapat menyandak dan mulai menyerang lagi.
Mau atau tidak, kedua tongcu dari Thian Liong Pang itu mesti melayani jua. Lebih
benar mereka membela diri. Kalau tidak, mereka bisa celaka. Karenanya kembali
mereka lantas menjadi repot. Sangat sulit mereka menghindarkan diri dari pelbagai
macam serangan si anak muda. Mereka merasakan kepalanya pening dan
penglihatannya kabur, walaupun demikian, malu mereka untuk bertekuk lutut dan
mengaku kalah . . Beng Sin berlaku nekad. Dengan golok di tangan kanan untuk membela diri, tangan
kirinya merogoh senjata rahasianya "Toan tiang-piauw, atau piauw "Memutus usus".
Sudah lama tak pernah ia menggunakan senjatanya yang lihay itu. Setelah menyiapkan
tiga biji sambil berseru keras ia menyerang tiga kali beruntun, hingga tiga buah sinar
kuning emas kelihatan meluncur ke arah lawannya.
Pek Kong tidak tahu bagaimana lihaynya senjata musuh itu. Ia tidak menangkis
hanya lompat berkelit. Kemudian Koh Piauw menyerangnya dengan dua belas biji Kimchie-piauw, senjata rahasia yang berupa seperti uang logam. Karena itu, ia mesti
berlompatan lagi. "Kurang ajar!" teriaknya. Kedua lawannya adalah orang-orang kenamaan tetapi
mereka lancang menggunakan senjata rahasia.
Hal itu membuatnya mendongkol.
Koh Piauw, dan juga kawannya kaget sekali. Kedua macam senjata mereka tidak
mendapatkan hasil. Dengan mudah Pek Kong dapat menghindarkan diri dari ancaman
maut. Mereka itu menjadi jeri. Serempak mereka berlari pergi!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 278
yoza collection Dengan satu gerakan dari Niauw Keng, kitab ilmu "Burung", tubuh Pek Kong melesat
menyusul. Sebentar saja ia sudah melewati kedua orang itu, lalu ia berdiri menghadang.
Ia memutar tubuh dan berkata sambil tertawa.
"Kenapa kalian tidak mau melayani aku dahulu untuk main-main beberapa jurus
lagi" Habis kemanakah kalian hendak pergi?"
Dua orang itu terkejut. Si anak muda bagaikan bisa terbang ! Cit Seng bong Koh
Piauw menjadi nekad. Mendadak ujung senjatanya yang aneh itu yang bermulut ular
terbuka mulutnya dan dari situ lantas menyembur keluar asap tebal bagaikan halimun,
menyambar kemuka si anak muda!
Senjata rahasia itu istimewa dan tidak diketahui oleh Pek Kong. Ia jadi sangat kaget,
bahkan berkelitpun tidak keburu. Begitu hidungnya mencium asap itu, kepalanya
menjadi pusing, kedua kakinya menjadi lemas, lantas tubuhnya terhuyung hampir jatuh
segera! Melihat demikian, Koh Piauw tertawa. Ia tahu lawannya telah menyedot hawa
beracunnya itu, maka puaslah hatinya.
"Bocah yang baik." katanya, berjumawa. "Biarpun kau lebih gagah, tidak bakal kau
dapat bertahan dari obat bubuk Cit Seng San ini. Tadi kau tidak berlaku kejam terhadap
kami, maka kami juga tidak mau berlaku keterlaluan. Aku mau memberi kelonggaran
kepadamu supaya kau mati dengan tubuh utuh! Hanya hendak aku peringatkan
kepadamu, kalau nanti kau menjelma lagi dan kembali belajar silat, andaikata kau tidak
membunuh orang, lain orang akan membunuhmu."
Bukan main puasnya orang she Koh ini. Dia merasa pasti Pek Kong akan bakal
binasa. Maka lantas dia berkata kepada sahabatnya. "Saudara Beng, mari kita pergi,"
kembali dia tertawa dan terus melangkah pergi.
Pek Kong sadar, ia mendengar semua kata-kata itu. Bukan main ia menyesal dan
mendongkol. Kenapa ia berlaku alpa" Ingin ia menghajar orang itu hingga mampus. Ia
mencoba mengerahkan tenaganya, tapi tak berhasil. Terpaksa ia menjatuhkan diri
berduduk di tanah untuk menyalurkan pernapasannya.
Berselang sekian lama, ia merasa otaknya jernih kembali.
Lantas ia menengadah dan berkata sambil menghela napas. "Mungkinkah apabila
orang belajar silat mesti membunuh orang" Benarkah kalau dia tidak membunuh orang,
dia bakal dibinasakan orang lain?"
Lantas Pek Kong ingat akan ayahnya dan juga pamannya. Mereka itu telah dibunuh
orang. Kalau ia tidak membunuh orang, mana dapat sakit hati mereka itu dibalaskan"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 279
yoza collection Ia pun ingat Honghu In Liong dan Pek Bwee Nio semua orang-orang golongan lurus,
toh mereka itu mati kecewa..
Memikirkan semua itu, terbangunlah semangat anak muda ini. Hanya, kalau orang
saling balas membalas tak hentinya, kapankah permusuhan akan berakhir"
Sia sia anak muda itu menggunakan otaknya sampai ia merasa otaknya letih, belum
juga ia memperoleh pemecahannya yang memuaskan. Bagaimana cara atau jalannya
agar balas dendam tak usah membunuh orang" Sekarang baru saja ia alami bahwa ia
yang tidak berniat membinasakan kedua tongcu tadi, malah ia sendiri yang dibikin
celaka oleh uap beracun mereka itu! Maka ia menyesal dan mendongkol, pikirannya
kacau. Berulangkali ia menghela napas panjang pendek.
Segera setelah fajar datang, berniat ia menuju ke jalan umum, supaya bisa pulang
ke Sip hong tin, kerumahnya, guna berunding dengan Couw Kun dan Ho Tong tentang
niat membuat pembalasan itu tanpa ia membinasakan orang. Akan tetapi untuk pulang
itu, ia harus melewati lagi tempat kecil dimana ia pernah bermalam. Melewati Cit Ceng
Kee dan tanah pegunungan. Pek Kong tidak mendapat rintangan apa-apa, cuma ia
merasakan dadanya sesak. Itulah tanda bahwa racun masih belum lenyap seluruhnya
dari tubuhnya. Karena ini, ia tidak berani semberono berlari-lari dengan ilmu ringan
tubuh atau lari keras, la pun bingung sebab tidak tahu dimana letaknya jalan besar
umum sedangkan untuk bertanya tanya, di situ tidak ada seorang juga.. .
Kali Cit seng Kee kering, disana cuma nampak batu yang berserakan, rumput tidak
tumbuh disitu. Ia turun ke kali itu dan berjalan didasarnya yang kering.
Sengaja Pek Kong berjalan sangat perlahan, supaya sambil berjalan ia bisa
melancarkan napasnya, agar racun uap dapat diusir keluar seluruhnya. Setelah berjalan
kira-kira setengah jam, ia mulai mendaki sebuah jalan pegunungan, lalu jauh disebelah
depannya tampak sebuah perkampungan. Disana terlihat sebuah bangunan dengan
genteng hijau serta tembok merah, kelihatannya bukan sembarang bangunan. Ia
berjalan terus hingga tanpa terasa ia telah mendekati perkampungan.
Tiba-tiba dari dalam pintu gerbang lari bermunculan tujuh atau delapan orang,
mereka itu lantas menghampiri dan menghadang! Pek Kong mengawasi. Ia melihat
mereka tidak berseragam seperti orang-orang Thian Liong Pang. Ia pun menerka
mereka bukannya begal atau berandal. Maka ia menjadi heran.
"Siapakah kalian, tuan-tuan ?" tanyanya. "Kenapa kalian mencegat aku?"
Orang yang menjadi kepala rombongan tertawa.
"Jangan khawatir!" katanya. Kami tidak bermaksud jahat!"
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 280
yoza collection Masih Pek Kong tidak mengerti. Ia hendak bertanya lagi, tiba-tiba ia lihat seorang
lain lagi keluar dan lari mendatangi. Atas datangnya orang itu, rombongan itu memecah
diri kekiri dan kanan, sikapnya sangat menghormat.
Orang yang baru datang itu mengawasi Pek Kong sekian lama, lantas ia memberi
hormat sambil berkata: "Benar-benar tuan datang tepat menurut janji! Ayahku sudah
menantikan lama diruang depan! Silahkan masuk!"
Pek Kong pun mengawasi orang itu, seorang muda usia duapuluh enam atau
duapuluh lima tahun, alisnya panjang, romannya tampan, hidungnya mancung,
mukanya lebar. Dia mengenakan baju hijau serta kopiah kecil, toh dia beroman bukan
seperti sembarang orang. Ia heran juga atas kata-kata orang itu. Tapi lekas-lekas ia
membalas hormat dan berkata: "Aku yang muda tak berhubungan dengan pihakmu,
kakak, tetapi mendengar kata-katamu ini kita seperti telah mengadakan perjanjian satu
dengan yang lain, hal ini membuatku tak mengerti. Aku minta sukalah tuan lebih dahulu
menjelaskannya!" Mulanya nampak air muka orang itu menjadi muram, tapi hanya sejenak dia
kembali seperti biasa dan tertawa. Kata dia: "Saudara pulang habis merantau jauh,
mungkin saudara belum jelas tentang janji itu janji apa, maka silahkan saja masuk
dahulu kedalam supaya kita dapat bicara sendiri dengan ayah, kau tahu dengan jelas
bahwa Liu sie San chung bukannya kedung naga atau gua harimau, karenanya baiklah
kau jangan curiga!" Dia lantas bergerak kesisi, tangannya diangkat mempersilahkan
tamunya berjalan. Kata dia pula: '"Silahkan!"
Liu sie San chung itu berarti dusun Liu. Liu sie ialah Keluarga Liu, dan "san chung"
ialah rumah atau kampung. (Baca "chung" dengan suara hidung seperti suara "ceng"
dari cengkeh cengkram). Mendengar kata kata orang itu, mau atau tidak Pek Kong menjadi tertawa
sendirinya. "Jikalau demikian, aku turut perintah!" katanya merendah. Dan ia mengangkat
kepalanya bertindak dengan sikap gagah.
Setelah melintasi halaman besar itu Pek Kong tiba didepan sebuah rumah besar.
Ia melihat orang keluar masuk dan mereka itu rata rata memakai semacam selendang
merah didadanya. Sedangkan dimuka peseban tergantung sebuah teng loleng yang
besar, bertulisan huruf "Hie" yang menjadi pertanda sukaria tanda pesta pernikahan.
Ditiang tiang juga ditempelkan kertas yang bertulisan empat huruf besar "Kiut Jit Liang
Sin", artinya "hari baik". Pada kedua daun pintu yang lebar ditempel "Lian" atau syair
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 281
yoza collection bunyinya "Kian kun teng ie, cian kouw lok cie," maksudnya, pernikahan sudah ditetapkan
dan disambut dengan musik meriah.
Mengetahui bahwa orang mengadakan pesta pernikahan, Pek Kong heran hingga
lantas menghentikan langkahnya.
"Adakah ini rumah kalian?" tanyanya menegaskan.
Orang itu tertawa nyengir.
"Benar!" sahutnya. "Silahkan tuan masuk!"
"Aneh!" kata Pek Kong didalam hati.
Apakah sudah kebiasaan penduduk sini, kalau merayakan orang asingpun diundang
turut berjamu. Tapi orang berlaku hormat. Heran atau tidak, ia berjalan juga. Sudah terlanjur!
Dimuka pendopo tampak seorang tua yang romannya agung, pakaiannya rapi,
sepatunya tinggi. Dia menyambut dengan hormat, sembari tertawa girang dan alis
terbangun dia berkata: "Sungguh seorang muda yang memegang kepercayaan. Matanya
anak Lim benar-benar tidaklah lemah! Silahkan masuk untuk minum teh dahulu!"
Pek Kong membalas hormat, lalu melangkah masuk. Ia tetap heran, tetapi karena
orang ramah tamah, tak dapat ia segera menanyakan sesuatu. Ia cuma memanggil
paman dan berjalan terus.
Segera tibalah mereka diruang dalam. Si orang tua mengundang duduk, lalu ia
sendiri pun duduk menemani. Seorang pelayan lantas menyuguhkan teh.
Orang tua itu tertawa dan menyapa: "Menantuku.. . . . . "
Pek Kong terperanjat. Lantas ia menerka bahwa orang telah keliru melihat. Maka
lekas lekas ia berkata: "Paman benar-benar aku orang asing disini! Kebetulan saja aku
lewat ditempatmu ini. Pasti paman keliru melihat orang.. . . . . "
Belum lagi ia habis bicara, sikapnya orang tua itu sudah lantas berubah menjadi
lain. Dari ramah tamah menjadi kasar. Dia berkata dalam: "Bocah, jangan tidak tahu diri!
Aku Liu Kun San bukannya orang yang mudah diperdayakan!"
Mendongkol juga Pek Kong diperlakukan demikian rupa, tetapi masih dapat ia
mengendalikan diri untuk berlaku sabar, sebab ia ingat orang tua itu toh bermaksud
baik dan orangpun sedang membuat pesta, tak selayaknya ia mengganggu.
"Maaf, lootiang, jangan lootiang gusar," katanya, sabar.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 282
yoza collection "Dalam hal ini pasti telah terbit salah paham, nanti aku menjelaskan."
Orang tua itu menerka bahwa anak muda ini hendak menyangkal. Maka ia lantas
berkata keras. "Tutup mulutmu! Setengah tahun yang lalu kau bilang mau pulang dahulu
untuk memberitahukan dan berunding dengan ayahmu, sekarang kau kembali disini,
kau mengatakan dirimu orang asing! Mata Liu Kim San tidak lamur, kau tahu" Biar kau
dibakar hangus menjadi abu, tetap aku akan mengenalmu! Lekas bilang, kau menerima
baik atau tidak! Jawab!" Diperlakukan kasar seperti itu, habis juga kesabarannya si anak muda, la tertawa
dingin. "Aku bilang bukan, itu pasti bukan!" katanya keras. "Mana ada aturan buat memaksa
menganggap lain orang sebagai menantumu?" Tuhuh Kun San gemetar karena gusar.
Dia menuding. "Bagus!" serunya. "Kau menyangkal, kau juga mencaci orang! Bagaimana kau dapat
menuduh aku memaksa mengakui kau sebagai menantuku" Memang tempo hari cuma
soal jodoh dengan melemparkan selendang, tetapi kalau kau tidak lantas menerima
baik, apakah kau sangka gadisnya keluarga Liu tak bakal ada yang mau menikahnya?"
Darah Pek Kong meluap, hingga ia tak sempat berpikir tenang lagi. Coba ia
menyebut she dan namanya serta kampung halamannya, mungkin suasana tak
setegang itu. Ia berkata keras: "Habis kenapa kau memaksa orang?"
Liu Kun Sanpun gusar, hingga matanya mendelik, alisnya berdiri. Tajam sinar
matanya itu. Dia berkata bengis: "Kau berlaku kurang ajar! Didepan matamu tak lagi ada
orang tua! Kalau sekarang kau berani kurang ajar begini, bagaimana lagi nanti?" Lantas
dia menoleh kebelakang dan berkata bengis: "Hong Go! Bekuk dia!"
Orang yang semula memimpin masuk ke dalam lantas maju. "Ayah, jangan bergusar
dahulu!" "Jangan banyak bicara. Lekas bekuk dia!"
Hong Go mendekati Pek Kong.
"Mohonlah maaf pada ayahku . " ia membujuk perlahan.
Tapi Pek Kong tidak mengerti.
"Tuan, kenapa kaupun tidak berlaku adil!" tegurnya. "Dengan sebenarnya aku dengan
pihak keluargamu tidak ada sangkut pautnya! Mana bisa menjangan dibilang kuda.. ?"
Kun San gusar bukan kepalang, hingga hidungnya mendengus.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 283
yoza collection "Hm!" serunya sengit. "Anjing yang bernyanyi besar! Bagaimana kau berani bicara
tentang keadilan" Tentang menunjuk menjangan sebagai kuda" Jikalau hari ini aku tidak
hajar kau, kerbau liar, panggillah aku San Kun Liu!"
Dengan alis dan kumis berdiri, dengan roman bengis, Kun San maju selangkah demi
selangkah menghampiri si anak muda. Sementara itu Pek Kong mulai memperoleh
kembali kesabarannya. Ia lantas berpikir: "Orang tua ini sudah linglung! Kenapa aku
main kim di depan kerbau.. ."
Lantas sebelum orang itu datang lebih dekat padanya, mendak ia lari kejendela


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan lompat melewatinya dan keluar dari rumah itu!
Kun San terperanjat. Orang itu lolos dalam sekejap! Dia tertegun sebentar, lantas dia
memburu ke luar. Dia masih sempat melihat tubuh orang muda itu bagaikan bayangan.
"Kejar!" perintahnya, lapun berlompat lari, untuk menyusul.
Mau tidak mau, Hong Ho turut lari memburu.
Pek Kong sudah sampai di depan sebuah rimba. Ia masuk kedalamnya untuk
menyembunyikan diri, tapi mendadak dari dalam rimba itu muncul seorang nona,
romannya cantik dan lincah kelihatannya. Hanya wajah nona itu tampaknya duka penuh
sesal. Diapun lantas berkata menyesal: "Benarkah kau begini tega hendak meninggalkan
aku" . ." Dan terus dia menutupi mukanya dan menangis.
Si anak muda melengak. Hanya sekejap, lantas insyaflah ia akan duduknya
persoalan. "Jangan keliru, nona!" katanya lekas. "Aku bukannya.. ."
Tapi si nona memotongnya sengit! "Sudah, jangan banyak bicara lagi! Aku tahu
hatimu! Baiklah, kau boleh pergi!" Walaupun dia berkata demikian, nona itu toh terus
menangis tersedu-sedu Pek Kong bingung, lapun merasa kasihan, ia tahu, tentu telah
terjadi salah paham. Meski ada pemuda yang mirip dengannya hingga keluarga Liu ini
menyangka dirinya sebagai pemuda yang dimaksud. Tapi anehnya, si nonapun tak
mengenali pemuda jantung hatinya itu . .
"Sudah, nona, jangan kau menangis," katanya, terpaksa. "Orang yang nona nantikan
itu benar-benar bukanlah aku . Aku hanya kebetulan saja lewat didusunmu ini.. .Siapa
tahu aku disangka.. "
Belum berhenti kata si anak muda mendadak nona ini muntah darah, terus
tubuhnya lemas dan limbung hendak roboh . .
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 284
yoza collection Pek Kong terkejut. Tanpa merasa ia maju akan menyambut tubuh gadis itu, supaya
tidak jatuh. Karena itu, si nona justeru roboh ke dalam rangkulannya! Dengan terpaksa
iapun mesti merangkulnya erat-erat, walaupun mukanya merah karena malu. Justeru
dalam keadaan serba salah itu, pemuda yang mengundangnya muncul dari dalam
rimba seraya menegur. "Kiranya kau seorang kuncu palsu! Tadi kau menyangkal keras
tetapi sekarang kenapa kau peluk adikku" Maka itu, hari ini kau mesti menerima baik
menikah adikku ini, atau kau tak akan lolos dari pedangnya Liu Hong Go!"
Pek Kong bingung sekali. lapun gusar atas tuduhan menjadi laki-laki atau gentelmen
palsu. Itu tidak benar. Tanpa merasa, ia berkata keras. "Jangan kau terlalu menghina
aku! Apakah kau sangka aku jeri menghadapi kalian ayah dan anak" Karena aku
maklum kalian keliru mengenali orang, aku sudah berlaku sabar luar biasa! Kitapun
tidak bermusuhan! Aku sudah mengalah, dari itu jangan kau mendesak aku lebih jauh
atau jangan nanti kau sesalkan aku keterlaluan!
Hong Go gusar. Ia lantas menyerang sambil berseru.
Pek Kong berkelit dengan masih tetap memegangi tubuh si nona. Kalau ia
melepaskan rangkulannya pasti nona itu roboh terbanting.
"Ah!" serunya, mendongkol. "Benar-benar kau hendak menempur aku?"
Sekarang sempat ia meletakkan si nona di tanah.
Hong Go tak menjawab, dia menyerang lagi. Sekali lagi Pek Kong berkelit. Kali ini ia
berkata : "Jikalau kau benar-benar berlaku kurang ajar, aku.. "
Hong Go menyerang lagi tanpa menghiraukan kat- kata itu. Ia justeru mengira si
anak muda jeri. Bahkan waktu anak itu berkelit, ia menikam lagi, terus berulang-ulang!
"Jika tidak diberi pelajaran, kau belum puas!" katanya sengit.
Hong Go menurutkan amarahnya, ia mengeluarkan kepandaian ilmu pedang
ayahnya dan menyerang terus tak henti-hentinya. Tidak dapat Pek Kong bersabar lebih
lama lagi. Ia lantas menggerakkan kedua belah tangannya. Disaat serangan tiba, dengan
tangan kiri ia menyambar dan menangkap lengan orang itu dengan jari tangan kanan
yang keras bagaikan tombak ia menotok kepinggang lawan.
Hong Go terperanjat. Ia cuma melihat sesuatu berkelebat didepan matanya, lantas
matanya kabur. Sebelum ia tahu apa apa, tangannya yang memegang pedang sudah
terkekang dan terus buah pinggangnya terasa nyeri, dan menjadi kaku, tenaganya
hilang lenyap, sembari tertawa berkakakan, pedangnya terlepas jatuh ketanah!
"Masihkah kau hendak berlaku galak?" tanya Pek Kong bersenyum.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 285
yoza collection Baru berhenti kata-kata anak muda ini tiba2 satu sinar biru menyambar kearahnya,
disusul dengan munculnya seorang tua yang romannya gagah, tangan bajunya terus
berkibar. Itulah suatu pukulan angin yang membebaskan Hong Go dari totokan jalan
darah. Menghadang si anak muda, orang tua itu berkata "Pantas kau jumawa kiranya
kau lihay." Mungkin orang tua itu mau bicara lebih jauh, tetapi ia terperanjat melihat rebahnya
si nona disisi mereka. Menjadi marah sekali mukanya menjadi merah.
"Binatang kau!" bentaknya. "Dimulut kau menyangkal, kenyataannya kau hendak
menculik gadis orang. Jika kau tidak berlaku baik baik maka aku Liu Kun San akan
membuatmu mati disini juga!"
Roman dan sikap orang tua itu menjadi sangat keren.
Ia melemparkan sebutir pil pada Hong Go seraya berkata: "Lekas kausadarkan Hong
Lim." Hong Lim ialah namanya si nona, adik dari Hong Go.
Pek Kong sementara itu hatinya sangat panas, seumur hidupnya belum pernah ia
dihina orang begini macam. Ia dituduh menculik seorang nona, sedangkan sebenarnya
ia menolong nona itu, ia tertawa gelak-gelak. Terus ia berkata keras, masih mendongkol:
"Kalian ayah dan anak tidak kenal aturan sopan santun ! Maka tuan kecilmu tak sudi
bermain kim di depan Sang kerbau! Siapa berani menentang aku, akan kuberikan suatu
pertunjukan yang bagus!"
Meski ia berkata begitu, ia membalik tubuh, hendak berjalan pergi.
Baru dua langkah pemuda ini berjalan tiba tiba angin menyambarnya dan tahu tahu
Liu Kun San sudah melewatinya dan menghadang didepannya.
Merasa pasti bahwa orang tak bakal mau mengerti, Pek Kong lantas menolak
dengan tangannya! Liu Kun San tahu sang menantu liehay, ini bisa dilihatnya dari gerak-geriknya. Tapi
ia tidak menyangkanya demikian tangguh. Hebat tolakan itu. Syukur ia sendiri bukan
sembarang orang, masih sempat ia berkelit. Tapi iapun aneh. Bukan ia bergusar terlebih
jauh, ia justeru tertawa. "Tunggu!" katanya, sabar. "Akan kulayani kau secara jantan!"
Pek Kong gusar tetapi ia berkata : "Aku menghormati kau sebagai seorang tua, aku
senantiasa mengalah. Kenapa kau masih terus mendesak" Kalau kau tetap membandel,
jangan salahkan aku tak mengenal kasihan!"
Lenyap sudah amarahnya Kun San. Dia tertawa lebar.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 286
yoza collection "Bagus, bagus kata-katamu ini!" katanya, "Sekarang kita jangan bicara lagi sebagai
mertua dan menantu. Kau kenal aku Kim Kie Tay Peng, aku bertabiat aneh ! Siapa saja
asal kulihat dia seimbang denganku, mesti aku menantangnya bertempur untuk menguji
kepandaian kita masing-masing! Sedikitnya kita harus bergebrak selama tiga jurus!
Demikian dengan kita sekarang! Kalau setelah tiga jurus kau masih hidup, akan
kuturutkan segala kehendakmu, jikalau tidak, jangan harap bahwa kau dapat berlalu dari
sini dengan masih bernyawa!"
Mendengar julukan Kim Kie Tay Peng si Garuda Sayap Emas itu, Pek Kong merasa
sering mendengarnya. Hanya sekarang, pada saat mendesak begini, tidak dapat ia
memikirkannya lebih jauh untuk mengingat-ingat. Ia pun girang sebab perjanjian cuma
tiga jurus. "Baiklah, aku terima janji ini!" katanya. "Silahkan mulai!" Kun San heran melihat sikap
pemuda itu tenang tenang saja. "Anak, kau harus berhati-hati!" katanya memperingatkan.
"Kalau aku situa tidak turun tangan, tidak apa, tetapi asal kau mau, pasti tanganku tidak
mengenal kasihan!" Berkata begitu, orang tua itu lantas mundur tiga langkah. Ia memberi tempat seluas
satu tombak. Terus ia memasang kuda-kuda dan menyalurkan tenaganya kepada
lengannya. Begitu ia menarik kedua tangannya ke pinggangnya, ia lantas menyerang
membuat pasir dan debu didepannya tertiup keras.
Pek Kong mengerti bahwa itu suatu pengerahan tenaga luar biasa. Ia tidak berani
berlaku alpa. Ia pun lekas-lekas mengumpulkan tenaganya untuk bertahan. Maka
beradulah kedua tenaga, hingga terdengar satu suara keras. Akibat dari pada itu, ia
tertolak mundur enam langkah, tanah yang diinjaknya melesak saking kerasnya ia
bertahan. Darahnya pun terasa bergolak. Dari mulutnya menghembuskan hawa yang
bau. Tahulah ia mengapa ia tertolak mundur dan mengeluarkan napas tak sedap itu. Itu
karena tubuhnya masih belum bersih dari uap racunnya Cit Seng Bong. Tetapi ia dapat
bertahan, iapun berhati keras dan terus bersikap tenang. Bahkan ia tersenyum terhadap
pengujinya itu. Kun San dilain pihak diam-diam terkejut. Tidak disangka begitu hebat bentrokan itu.
Ia yang menyerang, sendirinya yang terpaksa mundur tiga langkah. Hampir ia
terjerembab roboh. Maka insaflah ia akan liehaynya si anak muda. Ia telah disambut
dengan satu tangan oleh anak muda itu. Kalau dengan dua tangan, mungkin ia roboh.
Maka itu terhadap anak muda itu, ia menyukai berbareng merasa sebal dan penasaran.
Selama sepuluh tahun belum pernah ia menemukan orang yang seimbang
kepandaiannya. Baru kali ini.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 287
yoza collection Ia menjadi gembira dan ingin mencobanya terlebih jauh. Begitulah ia tertawa
bergelak-gelak. "Kau benar-benar lihay, kakak kecil!" katanya. "Kali ini kita seimbang. Sekarang
bertahanlah lagi, tetapi gunakanlah seluruh tenagamu, nanti kita lihat siapa yang
sebenarnya lebih tangguh!"
"Aku yang muda menurut saja," sahut Pek Kong, sabar. "Harap lootiang
menggunakan seluruh tenaga juga."
"Lootiang" ialah sebutan "engkau" tanda menghormat terhadap seorang tua.
Dengan demikian, dua orang itu tidak lagi seperti musuh satu dengan lain!
Memang, Liu Kun San tidak lagi menganggap si anak muda sebagai lawan, hanya
ia ingin mengadu kepandaian sebagai sahabat dengan sahabat. Maka ia tertawa dan
berkata. "Bersiaplah anak!" Lalu ia mengerahkan pula tenaganya.
Kun San juga sudah menduga, kalau kali ini anak muda itu dapat bertahan lagi,
tanah yang mereka injak bakal melesak dalam dan akan meninggalkan tapak kaki yang
dapat dibuat peringatan. Tetapi ketika tiba saatnya ia menyerang dengan dahsyat itu,
mendadak tubuhnya si anak muda tertolak mental, bagaikan layangan putus yang
terbang melayang saking entengnya.
Selama itu Liu Hong Lim, si nona, sudah tersadarkan oleh kakaknya. Ia berdiam
untuk menyaksikan pertempuran itu.
Mulanya ia mengkhawatirkan si anak muda. Hingga akhirnya timbullah rasa tak
keruan. Sebab ia melihat anak muda itu dapat melayani ayahnya. Ia menjadi dongkol,
penasaran, berduka dan girang menjadi satu. Ia girang karena orang itu tangguh dan
jadi menyayanginya, sebaliknya ia kuatir orang itu celaka ditangan ayahnya yang lihay
itu. Disamping semua itu, ia pun sebal sebab si anak muda berkeras kepala
menampiknya.. . . . . "Sayang kalau ia celaka.. . . . . " demikian pikirnya. Ia merasa sulit sebab tidak ada jalan
untuk ia maju di tengah-tengah guna memisahkan mereka. Kalau ia berbuat begitu,
mungkin ia bakal tak dapat muka dari ayahnya dan juga dari si anak muda sendiri.
Penolakan lebih jauh dari anak muda itu bakal membuatnya sangat malu dan bersusah
hati kelak. Tapi ia tidak dapat berpikir lama.
Ia cuma memikir semoga pemuda itu dapat bertahan dan tidak terluka untuk
kemudian lari pergi. Segera tiba saatnya pertempuran itu dilakukan pula. Diluar dugaan, kali ini Pek Kong
telah dihajar hingga tubuhnya seperti terpentang naik kelangit.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 288
yoza collection Si nona kaget dan menjerit, lalu ia lompat menghampiri, menubruk dan memeluk
tubuh pemuda itu. Ia melihat mulut pemuda ia berdarah, matanya terpejam, dan
napasnya kempas-kempis. "Ah, ayah kejam.. ," katanya. Terus ia menangis tersedu-sedu.
Kun Sun pun menghampiri, melihat keadaan pemuda itu. Ia menggeleng geleng kepala.
"Ah, anak muda ini terlalu jumawa," katanya, perlahan. "Aku suruh dia waspada, dia
tak menghiraukannya."
Tiba-tiba orang tua ini menjadi heran. Ia ingat barusan selagi menyerang, ia tidak
dapat perlawanan keras, bahkan seperti tak membentur sesuatu ia bagaikan
menyerang sasaran kosong tetapi aneh, tubuh si anak muda toh terpental dan pingsan.
"Anak Lim, jangan menangis," ia lantas mencegah putrinya itu. Ia menjawab heran
dan bercuriga. "Biarlah aku periksa dia." Lantas orang tua ini menyambut tubuhnya Pek
Kong dari tangan putrinya. Ia membukai baju pemuda itu, memeriksa dada dan seluruh
tubuhnya. Tetap ia merasa heran.
Tidak ada luka pada tubuhnya Pek Kong, tidak didada, tidak dipunggungnya. Ketika
ia menekan nekan disana sini, anggauta tubuh pemuda itu sehat seperti biasa. Tak ada
tanda bekas hajaran tangan. Tetapi kenapa dia terpental dan pingsan . . " Hong Lim pun
bingung. Terutama disebabkan, selagi tubuhnya tidak terluka, toh pemuda itu
mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Aneh!" kata si nona kemudian. "Kenapa darahnya begitu bau?" Baru sekarang ia
ingat darah itu, yang tadinya ia seperti tak membauinya. Ia bukannya menjauh, tapi
justru mendekati, akan menciumnya.
Kun San heran. Ia mengawasi darah yang bau itu. Darah sudah menjadi merah
hitam gelap, baunya melebihi bau mayat busuk. Ia terus berpikir keras. Sesaat kemudian
mendadak ia tertawa. "Ah, anak, ayahmu dibikin bingung oleh tangismu barusan!" ia berkata, "Aku tolol,
aku sampai memperhatikan darahnya ini! Syukur dia tidak terluka dalam, dia pasti akan
dapat ditolong. Lega hatinya Hong Lim mendengar kata-kata ayahnya itu. "Benarkah,
ayah?" tanyanya gembira. "Lekaslah ayah tolong dia!"
"Dasar anak kecil!" ayah itu tertawa. "Lebih dahulu dia harus dipondong dibawa
masuk!" Hong Go tertawa melihat lagak adiknya itu serta ayahnya yang menggodanya.
Mendengar tawanya si kakak, merah mukanya sang adik. Dia likat.
"Kau tertawakan apa?" tegurnya. "Apakah kau sangka aku takut?" Lantas nona itu
mengangkat tubuhnya Pek Kong, dibawa lari ke dalam!
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 289
yoza collection Kim Kie Tay Peng mengikuti anaknya, terus kedalam kamar anak itu. Tubuhnya Pek
Kong direbahkan diatas pembaringan si nona. Dia masih diam saja darah dimulutnya
lantas disusuti bersih. Tampaknya pemuda itu bagaikan sedang tidur nyenyak.
Ketika Kun San memandang gadisnya, ia menghela napas. Kasihan anak itu, yang
terlalu menyintai si anak muda, hingga dia bagaikan gila karenanya. Tapi ia berlega
hati. Ia tertawa. "Jangan bingung, anak," ia menghibur.
"Kau dengar, akan kuberi penjelasan padamu." Ia terus duduk disisi pembaringan,
akan memberi keterangannya itu: "Anak ini berbakat sekali, malah ilmu silatnya pasti
telah melebihi kepandaian ayahmu. Aku heran, dia semuda ini tetapi sudah lihay sekali.
Selama hidupku, cuma pernah satu kali aku kalah berkelahi, yaitu diatas luitay di
Yangcin di tangannya Kian Kun Kiam Honghu In Liong. Tak disangka bocah ini sesudah
terkena bisa, dia masih sanggup bertahan dari 2 jurusku. Kalau dia tidak tengah terluka,
pasti ayah akan roboh ditangannya" Jago tua itu menghela napas, agaknya dia
menyesal. "Ini dia yang dinamakan, gelombang sungai Tiang Kang yang di sebelah depan
ditolak ombak yang dibelakang," katanya, perlahan, atau dengan kata-kata lain, anak
anak muda jaman baru menggantikan kaum tua..
Didalam hati, Hong Lim merasa sangat girang. Ayah itu telah memuji orang yang
dicintainya. Tapi ia ingin sangat ayahnya itu lekas menolong si pemuda. Tak sabar ia
mendengar ayah "mendongeng," maka ia lantas mendesak: "Ayah bicara saja. Buat apa"
Lekas ayah tolong dia !"
"Dia terkena racun tetapi didalam tempo hari, dia tak akan terancam bahaya,"
katanya kemudian. "Aku bukan bicara main-main! Tahukah kau dia telah terkena racun
apa?" "Mana aku tahu!" sahutnya. Kun San bersenyum menyaksikan lagak putrinya itu.
Tiba-tiba wajahnya suram. Si anak sangat tergila gila! Bagaimana kalau dia gagal"
Pemuda itu agaknya aneh. Bagaimana kalau dia sudah sadar dan tetap menampik"
Tidakkah putrinya itu akan menderita patah hati" Kalau ia tidak mengobati bagaimana"
Sama saja! Hong Lim tetap akan menderita juga.
Mau atau tidak, ayah ini menatap muka putrinya itu.
Hong Lim heran, dia semakin tak sabaran. "Ayah!" katanya. "Bukankah ayah dapat
menolongnya" Kenapa sekarang ayah ragu-ragu?"
Anak ini dapat menerka ayahnya diliputi kesangsian.
Kun San menghela napas. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 290
yoza collection "Anakku, dia ini sebenarnya terkena bubuk beracun Cit Seng San miliknya Cit Seng
Bong Koh Piauw tongcu dari Pek Bong Tong dari partai Thian Liong Pang, " katanya
kemudian, menjelaskan. "Setahuku, bubuk itu terbuat dari larutan pelbagai macam bisa,
seperti ular, lipan, laba laba, kodok kaki tiga dan lainnya lagi. Barang siapa terkena racun
itu, darah mesti keluar dari 7 bagian anggota tubuhnya, seperti mulut, hidung, mata dan
telinga, dan mestinya si korban mati segera. Siapa yang tenaga dalamnya mahir, dia
dapat bertahan sampai 7 hari. Anak ini kuat, maka itu, dia tak mati seketika. Sekarang,
anak, kau jangan khawatir, legakan hatimu."
"Tetapi, ayah," kata si anak, kaget, "dia tentu telah lama terkena racun itu Kun San


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggeleng kepala. "Melihat romannya, dia pasti baru terkena tadi malam," sahutnya. "Hanya soalnya
sekarang ialah, untuk menolong dia perlu aku pergi mencari Koh Piauw. Mungkin aku
sekalian harus membereskan urusan lama dengannya.. . . . . "
Hong Lim menatap ayahnya. Agaknya ia tidak mengerti.
Sang ayah melanjutkan kata-katanya: "Ketika dahulu hari aku kalah dari Honghu In
Liong, aku tidak puas. Tak lama sesudah itu, aku pergi mencari dia. Aku hendak
menuntut balas. Kebetulan sekali ditengah jalan aku bertemu dengan Koh Piauw yang
tengah mencegat orang untuk melakukan pembegalan. Aku tidak senang, aku menolong
pihak yang dibegal itu. Karena itu, aku jadi bentrok dengan Koh Piauw. Selagi Koh Piauw
kalah, mendadak dia menyemburkan asap yang keluar dari cambuknya. Aku
menyangka itu hanya bubuk untuk membikin orang pingsan saja, maka aku maju terus
hendak mengejar dia. Tepat waktu itu dari sisiku ada menghembus angin yang meniup
buyar uap itu, sedangkan tubuhku ditolak keras hingga aku terhuyung-huyung. Kiranya
itulah Honghu In Liong, Dia tiba secara sangat kebetulan. Dialah yang memberitahukan
aku perihal racun Cit Seng San sangat jahat dari Koh Piauw itu. Mulanya aku tidak
percaya, maka aku periksa rumput dan pohon yang terkena bubuk beracun itu.
Semuanya sudah kering dan rusak! Semenjak itu aku berbalik menjadi bersahabat
dengan Honghu In Liong, bahkan aku jadi mengetahui pula caranya menolong korban
racun itu." "Bagaimanakah caranya itu, ayah?" tanya si nona, cepat.
Hatinya sedikit lega tetapi dia tetap tak sabaran.
Kun San menghela napas. "Untuk menolongnya, perlu kita mencari Koh Piauw," sahutnya. "Lain dari itu, kitapun
harus melihat dari dirimu.. .
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 291
yoza collection Hong Lim heran hingga ia mendelong mengawasi ayah itu. "Bagaimana ayah?"
tanyanya sedikit kemudian. Dengan sendirinya, mukanya menjadi merah. Ia jengah. Ia
dapat menerka apa yang dipikir ayahnya itu.. . . . .
Liu Kun San menjawab dengan sungguh-sungguh.
Inilah pengobatan yang dinamakan Tay Im Tiok Yang Poat Tok Hoat, atau mencabut
racun dengan cara Im mengusir yang. Atau lebih tegas lagi: Seorang wanita, yang
tenaga dalamnya kuat, harus makan obat membuyarkan racun, lalu dia harus
menghisap lubang lukanya sang korban yang keracunan, supaya racun itu tersedot
terus dari saluran perut terus keliang dubur. Mukanya Hong Lim lantas menjadi merah
walaupun sang ayah belum menjelaskan lebih tegas tentang cara penyedotan racun
itu. Ia lantas tunduk saking jengah. Dapatkah ia lakukan itu" Kalau tidak, sebaliknya
tegakah ia membiarkan orang mati karena keracunan"
"Celaka Cit Seng Bong!" katanya di dalam hati. "Dimanakah dia berada " Ayah harus
pergi menghajarnya!"
Nona ini berpikir keras. Ia ingat mempunyai sisa obat pemunah racun. Baiklah ia
minta ayahnya mencari Koh Piauw, tidak perduli buat berapa lama. Ia sendiri harus
berdaya upaya menolong si anak muda. Tak mau ia bertopang dagu, sebab ia bisa
menyesal seumur hidupnya. Hendak ia menolong sebisa bisanya, menolong seorang
diri, tanpa diketahui lain orang, siapapun juga. Untuk itu, tak dapat ia berpikir banyak!
Kun San melihat putrinya tunduk diam, ia dapat menerka kesusahan putrinya itu.
Pasti putrinya berkeberatan.
"Tidak bisa lain, mesti aku cari Koh Piauw!" pikirnya. "Tapi bagaimana aku dapat
memperoleh itu" Thian Liong Pang berjumlah besar, kalau mereka melihat Koh Piauw
kalah, mereka tentu membantu, atau menolongi tongcu itu.. Bagaimana?"
Maka ayah ini juga berpikir keras.
Tengah ayah dan gadisnya itu bingung, Hong Go muncul.
Agaknya dia terburu buru.
"Ayah!" putera itu menyapa, cepat. "Diluar ada seorang pemudi dengan dandanan
serba putih, katanya dia membawa Cit Seng San dan datang ingin bertemu dengan
ayah!" Kun San heran berbareng girang.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 292
yoza collection "Lekas undang dia masuk!" Katanya berseru: "Sambut dia diruang dalam!" Dan ia
sendiri segera berjingkrak bangun terus berjalan keluar setengah berlari. Disebut Cit
Seng San membuat hatinya tegang meskipun ia belum tahu siapa tamu pemudi itu.
Hong Lim juga turut keluar. Ia mengikuti ayahnya. Hanya, beda dari ayah itu, hatinya
penuh ragu ragu. Bukankah tamu itu seorang wanita muda" Siapakah dia" Kenapa tibatiba saja dia datang sambil membawa obat yang justeru mereka butuhkan" Karena
iapun seorang pemudi, tanpa merasa timbul kecurigaannya: hingga muncul juga rasa
jelusnya. Baru saja nona Liu melewati pintu maka ia sudah melihat Hong Go sang kakak
berjalan masuk bersama seorang pemudi yang cantik sekali, yang pakaiannya serba
putih. Nona itu diajak memasuki ruangan.
"Hm!" ia bergumam didalam hati.
Tetamu itu melihat munculnya dua orang tua dan muda, pria dan wanita, segera ia
mendahului memberi hormat pada mereka itu, terutama terhadap si orang tua.
"Apakah Tian Ceng kakakku berada di rumahmu ini, loocianpwee?" demikian nona
itu mendahului bertanya. "Kabarnya dia terlukakan racun berbisa Cit Seng San. karena
itu boanpwee datang membawakan Kay yon, obat pemunahnya. Kalau dia benar berada
di sini, aku minta sudi loocianpwee lekas-lekas mengajak aku masuk melihatnya, buat
menolongnya" Nona itu memanggil "loocianpwee orang tingkat tua dan menyebut dirinya
"boanpwee". Orang tingkat muda.
Hong Lim lantas mengawasi tajam. Orang menyebut pacarnya sebagai kakak. Ia
melihat sendiri nona itu benar mirip Tian Ceng, pacarnya itu. Melihat demikian, legalah
hatinya. Tak lagi ada rasa jelusnya. Malah ia lantas mendahului ayahnya. "Mari ikut aku,
adik!" ia lantas mengajak. Ia menghampiri nona itu, memegang tangannya terus ditarik
dan diajaknya masuk kedalam kamarnya. Hanya, setibanya dikamarnya ia menjadi
berdiri bengong. Tian Ceng lenyap! Kamar itu kosong, tidak ada manusia.. .
Si nona tamu juga terkejut, hingga parasnya berubah menjadi pucat. Tetapi dia
bermata tajam. Lantas dia melihat sehelai kertas di atas pembaringan.
"Mungkin itulah surat peninggalan kakakku!" katanya pada Hong Lim.
Liu Hong Lim bingung sekali. Ia sangat berkhawatir, itulah sebabnya ia tidak lantas
dapat melihat kertas itu. Ia segera lompat ke pembaringannya, mengambil kertas itu
terus dibacanya. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 293
yoza collection "Terima kasih atas kebaikanmu. Biarlah aku membalasnya lain waktu."
Tiba-tiba saja Nona Liu menjerit keras, terus ia membuang dirinya keatas
pembaringannya menangis tersedu-sedu.
Si nona tamu diam tertegun. Kalau diwaktu datang dia nampak berduka, sekarang
dia cuma heran, wajahnya tampak terang. Hanya sebentar dia berdiam, lantas dia
berkata: "Kakak, jangan berduka! Nanti aku cari kakakku itu, dan kuajaknya kembali
kemari!" Hong Lim berhenti menangis dengan segera. Kata-kata si nona bagaikan air
penawar untuknya. "Peruntunganku tipis sekali, kakak !" katanya tetap masih berduka. "Semoga kakak
nanti dapat mencari kakakmu itu serta dapat membujuknya kembali kemari.. Kalau
tidak, biarlah kita nanti ketemu lagi didunia yang lain.,.
Berkata begitu, nona ini menangis lagi. Nona serba putih itu melengak tapi hanya
sejenak. "Legakan hatimu, kakak," katanya menghibur. "Perkenankan aku segera pergi
menyusul dan mencarinya!" Dan segera dia berjalan ke luar, lompat naik keatas genteng,
dan terus menghilang. Belum jauh nona itu meninggalkan Dusun Liu, dibelakangnya ada orang yang
menyusulnya. Ia ketahui itu. Ia menyangka Keluarga Liu mengirim orang buat
membantunya. Itu tak disukainya. Maka ia mempercepat larinya! Ia memang pandai
ilmu ringan tubuh "Liu Kong Pou," atau ilmu berlari pesat "Cahaya Terang Mengalir."
Dalam tempo yang singkat sekali nona ini sudah melintasi beberapa puncak bukit,
ia sudah memisahkan diri dari Dusun Liu sejauh seratus lie lebih. Karena itu ia lantas
memperlahan langkah kakinya. Justeru itu, ia mendengar suara angin dibelakangnya. Ia
tahu itu bukan angin biasa melainkan angin dari orang yang mengejarnya. Ia heran.
' Kenapa orang terus menguntit aku?" pikirnya. Maka lantas ia berpaling kebelakang.
Ia tak melihat siapapun. "Aneh!" pikirnya. Ia memandang tajam, lalu menghentikan langkahnya untuk
sekalian beristirahat. Didalam kesunyian, ia mendengar suara orang tertawa, disusul
dengan kata-kata ini: "Kenapa, eh, kau tidak jalan terus?"
Cepat luar biasa nona ini mengangkat kepalanya dan menoleh. Maka sekarang ia
dapat melihat orang yang tertawa dan bicara itu, kiranya Pek Kong.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 294
yoza collection Pemuda itu berlompatan turun dari atas pohon, tubuhnya tampak sangat ringan
dan lincah. "Cis." si nona mendengarkan suaranya. "Kiranya kau si hantu pendek umur ! Kau
membuat aku terkejut."
Pek Kong bersenyum. Dia berjalan menghampiri.
Ketika didalam kamar Liu Kun San bicara dengan puterinya, Pek Kong sudah
siuman! Ia sengaja berpura-pura pingsan terus hingga ia bisa mendengarkan
pembicaraan antara ayah dan anak itu. Diam2 ia pun mencari akal untuk meloloskan
diri. Begitu Kun San keluar dari kamar disusul oleh Hong Go, terbukalah kesempatan.
Dengan diam-diam tetapi sebat ia turun dari pembaringan dan pergi menghilang.
Ia mengambil jalan diatas genting hingga orang tak memergokinya.
Pemuda itu tertawa mendengar kata kata si nona.
"Kaulah yang justeru ketakutan!" kata Pek Kong. "Kau takut orang menyusulmu, maka
kau kabur! Kenapa kau sesali aku?"
Nona itu tertawa. Ia lantas duduk ditanah.
"Duduklah," katanya. "Kau terkena racun Cit Seng San, kenapa kau sekarang tak
kurang suatu apa" Kau toh tidak memakai obat, bukan" Coba kau jelaskan!"
"Tentang itu, aku sendiri tidak mengerti," sahut si anak muda. "Aku percaya inilah
hasilnya buah mujizat, cuma aku tidak tahu pasti apakah cuteng ko atau pekbweeko.. "
"Eeh, aneh !" berkata si pemudi, heran.
"Bukankah kau mengatakan padaku bahwa kau mencari pekbweeko buat menolong
orang. Kenapa justeru kau yang memakannya?" Parasnya Pek Kong menjadi suram
tiba-tiba "Itulah sebabnya, " ia menjawab seraya terus menjelaskan hal pamannya
keburu menutup mata, karenanya obat itu tidak dibutuhkan lagi maka ia yang
memakannya. Sekalian bicara, Pek Kong mengisahkan juga bagaimana ia sudah pergi belajar silat
dan berhasil. Sekarang ada satu hal yang membingungkan pemuda ini.
"Dari pembicaran kita ini, nona," katanya, "kau jadi sudah tahu bahwa aku bukanlah
kakakmu!" Nona itu agak likat tetapi ia akhirnya tertawa. Ia mengangkat mukanya dan menatap
pemuda cakap ganteng dihadapannya itu.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 295
yoza collection "Aku mengatakan kau dungu, tapi sebenarnya kau cerdas!" katanya, sambil tertawa.
"Kau sebenarnya pandai melihat orang hingga kau ketahui siapa kita berdua! Kau
tahu, kau bukan saja telah mendatangi Keluarga Liu dengan menyamar menjadi
kakakku, tapi bahkan pura pura bersungguh-sungguh menjadi kakakku itu! Apakah kau
sangka aku tidak tahu bahwa kau sebenarnya Pek Kong?"
Pek Kong melengak, mukanya merah, telinganya terasa panas.
Nona itu mengawasi. Ia melihat orang itu bengong saja, ia tertawa.
"Kau merasa aneh, bukan" dia berkata.
"Aku adalah Tian Hong dan kakakku Tian Cin! Semua urusanmu telah kakak tuturkan
padaku! Lagi pula disaat kau bertempur dengan Koh Piauw itu, aku pun tahu dan aku
mengintai dari tempat tersembunyi. Kau tahu, aku telah menggunakan otak dan
tenagaku untuk mendapatkan obat pemunah racun Cit Seng San itu. Hanya ketika aku
menyusul kau, kau sudah tidak ada! Siapa tahu kau justeru bersembunyi didalam
kamarnya seorang nona elok dimana kau rebah enak-enakan sambil bermimpi manis!"
Pek Kong mengawasi keheran-heranan sehingga tidak sempat memikirkan apa
kata kata orang itu cocok seluruhnya atau tidak.
"Dirumah penginapan ada orang meninggalkan surat untukku, apakah itu
perbuatanmu, adik Hong?" ia bertanya. Ia lantas memanggil "adik."
Tian Hong menatap anak muda itu. Didalam hati ia merasa manis sekali. Orang itu
telah memanggil adik dan caranya pun dengan sangat erat. Tapi kalau ia ingat disana
pemuda itu mempunyai kakak, kakak Honghu, diam diam ia merasa tak enak hati. Mau
atau tidak ia merasa j elus juga.. . . . .
"Tak mustahilkah itu perbuatan kakak Honghu?" katanya.
Pek Kong bukannya Ho Tong. Ia dapat merasakan tajamnya jawaban itu. Ia jadi
berpikir keras. Tian Ceng baik sekali terhadapnya. Sekarang adiknya Tian Ceng ini juga
besar pertolongannya. Tak mudah mendapatkan obat Cit Seng San dari tangan Koh
Piauw untuk menolong padanya. Jadi kakak beradik itu telah berbuat banyak untuknya.
"Sekarang ini dimanakah kakakmu itu?" ia tanya. "Aku lihat Nona Liu cantik, dan baik
hatinya, diapun sangat mencintai kakakmu, kenapa kakakmu tega meninggalkannya"
Kalau jodoh ini gagal, aku khawatir kakakmu nanti dikatakan tak menyintai.. . . . . "
Keras Tian Hong berpikir, tetapi dapat ia menguasai dirinya.
Ia tertawa. Pendekar Yang Berbudi - Halaman 296
yoza collection "Menurut penglihatanku," katanya, "walaupun Nona Liu mencintai kakakku, rasanya
itu masih kalah dengan cintanya terhadapmu. Jikalau kau berkesan baik terhadapnya,
tidak ada halangan bagimu untuk menikah dengan dia.. Nanti aku berikan penjelasan
pada kakakku supaya dia mengerti akan duduknya perkara. Mengenai dia, aku berani
menjamin." "Ah, adik, jangan kau bergurau!" kata Pek Kong sungguh-sungguh. "Aku bukannya
orang yang kemaruk paras elok! Akupun tidak akan merampas kekasih orang!
Disamping itu, pada kakak Tian Ceng aku berhutang budi besar."
Tian Hong melihat pemuda itu berbicara dengan sungguh-sungguh, wajahnya
menjadi tegang, otot-ototnya timbul mengeras. Diam-diam dia masgul berbareng
bersyukur. Sendirinya mukanya menjadi merah. "Aku tahu kau tak puas terhadapku," katanya.
Mendadak nona itu menjadi berduka, sampai air matanya menggenang. Tiba-tiba ia
menjejakkan kaki, tubuhnya mencelat mundur, terus lari melenyapkan diri.
Pek Kong terperanjat, ia menjadi bingung sekali.
Tak dapat ia menghalanginya pergi. Dengan terpaksa ia lari menyusul.. Menurut
kepandaiannya, Pek Kong seharusnya dapat menyusul Tian Hong, tetapi ia gagal. Nona
Tian lenyap seketika. Sia-sia saja ia menyusul hingga jauh juga. Akhirnya ia menghentikan larinya, lalu
sambil menghela napas ia berjalan perlahan-lahan. Ia menuju langsung ke Sip hong tin.
DI tengah jalan ia sering bertanya, supaya tidak sesat jalan.
Diatas langit, rembulan sudah berubah bentuknya, menandakan hari sudah larut
malam. Bintang bintang telah berkurang. Suasana jadi sangat sunyi.
Dengan pikiran kurang tenang, anak muda ini berjalan terus. Hatinya girang
berbareng masgul. Ia berjalan terus, sampai ia melihat pekarangan, atau kebun bunga
Keluarga Siauw. Pintu pekarangan tampak terbentang lebar, juga pintu depan. Ia
menjadi heran dan segera timbul kecurigaannya. Maka berlarilah ia ke dalam rumah.
"Adik Couw!" ia memanggil.
Didalam, segalanya tidak berubah, tetapi Couw Kun tidak ada! Sia-sia belaka ia
mencari adik itu diseluruh rumah, hingga lantas timbullah kekhawatirannya. Ia seperti
mendapat firasat tidak baik.
Pendekar Yang Berbudi - Halaman 297
yoza collection Segera anak muda ini lompat naik ke atas genting, terus ia lari keluar pekarangan.
"Celaka!" serunya di dalam hati. Tiba-tiba ia terdengar ringkik kuda. Ia kenal itulah kuda
putihnya Ho Tong. Lantas ia lari kearah suara kuda itu. Ia merasa lega sedikit. Tapi
setibanya ia ditempat itu, hatinya tergoncang. Ia tampak Ho Tong rebah ditanah,
tubuhnya kotor dengan lumpur, mulutnya berdarah. Ia lantas meraba hatinya. Terasa
hawa hangat dan detak jantung yang perlahan. Lekas-lekas ia membuka baju
sahabatnya itu, dan memeriksa tubuhnya lebih jauh.
Ho Tong terluka didalam, syukur tak parah.
Pek Kong segera mengeluarkan obatnya Sin Ciu Cui Kit, pil Hui Thian Siok Beng Tan,
dipaksakannya dimasukkan kedalam mulut Ho Tong. Sesudah itu ia menguruti tubuh
orang. Lewat beberapa menit, si dungu siuman. Ia membuka matanya, dan melihat Pek
Kong berjongkok disisinya. Mendadak ia menjadi girang, ia lantas menggerakkan
tubuhnya, kemudian berusaha duduk.
Pek Kong menekan tubuh sahabatnya. "Jangan bergerak!" ia mencegah. "Jangan
bicara dahulu!" Ho Tong seperti mau bicara banyak. Karena ditekan, tak dapat ia bangun. Maka ia
lantas meronta-ronta, tangan dan kakinya digerak-gerakkan. Mulutnyapun tak dapat
dicegah. "Lepaskan tanganmu, biarkan aku bangun!" teriaknya, "Couw Kun telah diculik orang!"


Pendekar Yang Berbudi Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kaget Pek Kong, maka kendorlah tekanan atas tubuhnya Ho Tong, hingga si dungu
itu dapat melompat bangun. Dia nampak gusar sekali. Disekanya darah dimulutnya itu.
"Couw Kun dibawa lari oleh seorang pemuda bermuka putih!" katanya. "Disini aku
memergoki penculik itu. Aku mencegat dan menyuruh dia melepaskan Couw Kun, tetapi
dia lihay, dia menghajar aku hingga aku roboh pingsan. Kebetulan kau lekas pulang."
"Kemana larinya penculik itu?" tanya Pek Kong.
"Aku tak tahu. Karena aku telah dipukul pingsan!" jawab si dungu.
"Bagaimanakah romannya orang itu" "Dia bermuka putih dan berkumis, bajunya
hijau," sahut Ho Tong, menerangkan.
Tangan Geledek 12 Ugly Phobia Karya Queen Soraya Api Di Bukit Menoreh 29

Cari Blog Ini