The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman Bagian 5
~ 221 ~ PAUL SUSSMAN rentan, tiga buah, atau mungkin empat; tuas ganda. ohh, ayolah
kau gadis kecil yang manis!"
"Dapatkah kau...."
"Tentu saja aku bisa membukanya!" Aziz mendengus. "Aku
mampu membuka apa saja. Kecuali kaki istriku."
Ia tersenyum kecut pada candanya dan mulai meraba dial
dengan palunya, mata tertutup berkonsentrasi.
Aziz Abdul Syakir secara umum dihormati, oleh siapa pun termasuk dirinya sendiri, sebagai pembuka kotak pengaman terbaik di
mesir Atas. Sebagai laki-laki yang telah dua kali menerobos ruang
besi utama di kantor Bank Nasional mesir di Luxor, dan membongkar peti besi American express di Aswan yang mestinya tidak
bisa dibongkar, ia adalah legenda di antara teman-teman penjahatnya dan mereka yang tugasnya menyeret dia ke pengadilan.
Khalifa bertemu dengannya pertama kali pada 1992 setelah ia
menguras habis lemari besi di Luxor Sheraton, dan arah perjalanan
mereka telah bersimpangan beberapa kali sejak saat itu, yang terbaru adalah dua tahun lalu ketika Khalifa menangkapnya untuk
perampokan di toko permata setempat. Pada kesempatan khusus
itu Khalifa telah menulis kepada hakim pengadilan, merekomendasikan toleransi dakwaan dengan dasar rasa kasihan karena anak
laki-laki Aziz yang terkecil didiagnosa menderita leukimia. Aziz
telah mendengar tentang surat itu dan, dengan ajaran moralitas
yang membolehkan seseorang menafkahi hidupnya dengan mencuri dan pada saat bersamaan selalu menghormati utang-utangnya,
dia menghubungi Khalifa dan mengatakan padanya bahwa kapan
pun Khalifa memerlukan bantuannya, mintalah saja. Itulah sebabnya dia berada di sana sekarang.
Ia menyisihkan palunya dan memasang stetoskop, menempelkan bagian cakramnya yang rata pada pintu kotak pengaman dengan satu tangan sambil secara perlahan mengklik nomornya ke
depan dan ke belakang dengan tangan yang lain. Ia menggigit senter dengan mulutnya, mata tertutup saat ia mendengar dengan
penuh konsentrasi pada gerakan paku di dalam. Khalifa tahu pasti
~ 222 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
bahwa Aziz berbohong saat mengatakan dirinya sudah hidup lurus
dan jujur. Aziz tetap saja penjahat yang masih aktif seperti
sebelumnya. Namun pada saat khusus ini, Khalifa memerlukan
keahliannya dan tidak ingin memperdebatkan hal itu.
"Gadis manis." Aziz berbisik pada dirinya sendiri, senyum tipis
mengembang di wajahnya. "Jangan menyulitkan sekarang. oh,
kau gadis kecil yang manis sekali. Gadis yang manis sekali."
Akhirnya, hanya dalam waktu kurang dari dua puluh menit ia
berhasil menemukan kombinasi angka, sumber kepuasan karena,
begitu paku terakhir berbunyi klik, ia tenggelam dalam senyum
lebar dengan sebaris gigi cokelatnya. Ia pun membungkuk dan
mendaratkan ciuman pada bagian atas peti besi. Bibirnya
meninggalkan tanda pada logam hijau-abu-abu. "Si hantu kembali
menggebrak!" serunya dengan tergelak, sembari membuka pintu
peti besi itu beberapa inci, lalu membereskan kembali barangbarangnya.
mereka naik ke atas dan Khalifa mengantarnya pergi.
"Jangan bikin masalah," katanya ketika Aziz menuruni tangga
depan. Si pembongkar peti besi menggerutu sembari berjalan di sepanjang jalur berbatu kerikil menuju gerbang depan. Begitu sampai di
situ, ia membalikkan badan.
"Kau oK, Khalifa," serunya. Ia diam, kemudian menambahkan,
"untuk seorang polisi, itu saja."
Ia mengedipkan mata, lalu menghilang di balik pohon kelapa
dan mimosa. Khalifa memerhatikannya pergi, kemudian kembali ke lantai
bawah tanah. Ia berjongkok di depan lemari besi dan membuka
pintunya. hanya ada tiga benda di dalamnya: amplop manila
berwarna cokelat yang terlihat resmi yang setelah diperhatikan
dari dekat rupanya berisi wasiat almarhum; pistol yang tipenya
belum pernah dilihat Khalifa, dengan barel tipis menonjol dari
badannya yang padat berbentuk L; dan tepat di bagian bagian
belakang lemari besi, objek berbentuk empat persegi panjang
~ 223 ~ PAUL SUSSMAN terbungkus dalam kain panjang hitam. Yang terakhir ini berat dan
setelah melepaskan kain hitamnya Khalifa mendapati sebongkah
batangan emas yang besar. Pada permukaan bagian atasnya yang
mengkilap tertera cap elang dengan sayap terbentang, cakarnya
mencengkeram lengan Nazi swastika yang saling mengunci. Khalifa
bersiul kecil. "Apa yang akan kau lakukan, Tuan Jansen" Apa gerangan yang
akan kau lakukan?" K amP P engungsi K aLanDia PANGGILAN JIhAD, BILA ITU DATANG, SAmA SeKALI TIDAK SePeRTI YANG
dibayangkan Yunis Abu Jish.
Selama berbulan-bulan ia berdoa dirinya akan didekati dan
diminta menyerahkan diri pada Tuhan dan masyarakatnya, tergambar dalam benaknya prosedur seleksi intensif melalui kursus
yang akan menguji keberanian dan keyakinannya secara berulangulang sehingga terbuktikan secara meyakinkan. Dan memang, dia
menerima panggilan telepon singkat yang memberi informasi
padanya bahwa dia telah dipilih al-mulatham sebagai pejuang
sahid yang potensial, dan menginstruksikannya untuk secara hatihati mempertimbangkan apakah ia merasa dirinya siap untuk
menerima kehormatan ini. Bila merasa tidak siap, dia tidak usah
melakukan apa pun; dia tidak akan dihubungi lagi. Bila dia merasa
siap, dia harus mengenakan T-shirt "Kubah Batu"-nya"bagaimana
mereka tahu ia memiliki T-shirt dengan gambar qubbah al Sakhra
di bagian depan itu?"dan pergi pada tengah hari di hari berikutnya ke pos penjagaan militer Kalandia di Jalan Yerusalem"
Ramallah, tempat ia harus tetap berada di sana selama tiga puluh
menit, tepat di bawah papan iklan master Satellite Dishes. Setelah
itu, ia mulai mempersiapkan dirinya untuk sembahyang dan mem~ 224 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
pelajari kitab suci al-quran, tidak memberitahu siapa pun tentang
situasinya, bahkan tidak pada keluarga dekatnya. Instruksi yang
lebih rinci akan diberikan kemudian.
Itu saja. Tidak ada penjelasan tentang bagaimana atau mengapa atau oleh siapa ia dipilih; tidak ada indikasi mengenai misi
seperti apa yang akan diembannya nanti. Presisi dari panggilan itu,
tata cara berurusan dari laki-laki di ujung jalur telepon, telah membuatnya takut. Setelah hubungan telepon terputus, ia tetap duduk
beberapa lama dengan gemetar, wajahnya pucat, dengan gagang
telepon tetap menekan telinganya. Dapatkah aku melakukan ini, ia
bertanya pada dirinya sendiri. Apa aku cukup kuat" Apakah layak
bagiku" Bagaimanapun juga, membayangkan itu adalah satu hal,
dan melakukannya adalah hal lain. Takut dan ragu hampir selalu
menguasainya. Namun, secara bertahap, rasa was-wasnya menghilang,
bersikap menerima terlebih dahulu, kemudian determinasi, dan
akhirnya perasaan euforia dan kebanggaan yang membludak. Dia
telah dipilih! Dia, Yunis Abu Jish Sabah, adalah pahlawan bagi
bangsanya, alat bagi pembalasan Tuhan. Ia membayangkan kehormatan yang akan dirasakan keluarganya, kebahagiaan setiap orang
Palestina. Kemuliaan itu.
Dengan perasaan senang, ia meletakkan gagang telepon dan
pergi keluar menuju tempat ibunya biasa duduk mengupas kentang, berlutut di depannya dan melingkarkan tangannya ke pinggang ibu. "Semua akan berjalan baik-baik saja," katanya, sambil
tertawa. "Semuanya akan berjalan baik. Tuhan beserta kita. Allahu
Akbar!" Y erusaLem hAmPIR TeNGAh hARI SeBeLUm AKhIRNYA BeN-RoI PULIh DARI KeADAAN
mabuknya dan terhuyung-huyung keluar dari kamarnya, terbatuk~ 225 ~
PAUL SUSSMAN batuk dan memaki. Ia mandi air dingin, menurunkan Goldstar
untuk menghilangkan pening akibat mabuk semalam, kemudian
berpakaian, menyemprotkan parfum setelah bercukur dan naik bus
menuju pekuburan Yahudi di Gunung olives. Di perjalanan dia
berhenti untuk membeli setangkai lili putih.
Laki-laki itu mengunjungi si perempuan paling tidak satu kali
setiap hari. Kadang-kadang lebih, bila kesendirian telah dirasa begitu berat. Ia ingat semasa kanak-kanak dulu ketika berpikir bahwa
pergi ke kuburan adalah sesuatu yang hanya dilakukan orangorang tua. Cara untuk melewatkan waktu saat tidak ada hal lebih
baik yang dapat kau lakukan dengan hidupmu, ketika semua
kegembiraan dan harapan berada jauh di belakangmu. Namun, di
sinilah dia kini, belum lagi 34 tahun dan kunjungan ini menjadi
sesuatu yang penting dalam hari-harinya. Dalam seluruh eksistensinya.
Ben-Roi turun dari bus di jalan Jericho dan memasuki pekuburan melalui gerbang pada sudut kirinya. Ia berjalan terus melewati
barisan nisan batu persegi datar yang menutupi sisi bukit berundakundak seperti tangga besar yang terpecah. Jauh di sebelah kirinya,
tujuh kubah emas dari Gereja St mary magdalena berkilau di
bawah sinar matahari sore; di depan dan di atasnya, pelataran
lengkung yang buruk dari Intercontinental hotel tampak di puncak
bukit, seperti barisan lingkaran pada langit biru yang jernih. Di
belakang, berseberangan dengan Lembah Kidron, berdiri Kubah
Batu, bangunan di Kota Tua yang tegak di belakangnya seperti
susunan batu bata mainan anak-anak.
makam perempuan itu kira-kira separuh jalan ke atas, di tepi
selatan pekuburan, sebuah batu sederhana dengan pahatan
namanya dan tanggal"lahir 21 Desember 1976; wafat 12 maret
2004"dan di bagian bawahnya petikan Lagu Solomon: "I am a
rose of Sharon, a lily of the valleys."
Ben-Roi berdiri menatap kuburan di hadapannya, mengatur
napas setelah jalan menanjak, kemudian berjongkok dan meletakkan bunga di bagian atas petikan lagu dengan batu kecil di
~ 226 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
sisinya yang ia ambil dalam perjalanan melewati makam, sebagaimana adat istiadat Yahudi. Ia membungkuk dan mencium nisan,
mengusapkan tangannya pada permukaan berwarna kuning yang
hangat, dan membiarkan bibirnya berlama-lama menempel pada
lekuk pahatan nama perempuan itu yang dalam. Kemudian, dengan lenguhan, ia meluruskan kembali badannya.
Anehnya, ia tidak pernah bisa menangis untuk kekasihnya ini.
Bagaimanapun kuatnya rasa pedih, bagaimanapun membludaknya, air mata itu tak jua keluar. Ia mudah terharu dan menangis
untuk hal-hal sepele"acara TV yang berkualitas buruk, lirik lagu
murahan, novel yang sentimentil"tetapi untuk kekasihnya tidak
bisa. hanya kehampaan, air mata terbendung di dalam dirinya
sehingga kadang ia harus berjuang bahkan hanya untuk menarik
napas, seperti orang tenggelam yang hanya dapat membuat mulutnya berada di atas garis air.
Ia menyatukan kedua tangannya bersama. Sebagian darinya
merasa bahwa ia harus mengamalkan kiddhus, atau paling tidak
membaca doa apa saja. Ia melupakan ide itu. Apa perlunya berdoa
pada Tuhan yang telah membiarkan peristiwa seperti itu terjadi"
Siapa gerangan yang duduk di atas singgasana Surga-Nya dan melihat ke bawah tanpa belas kasih pada semua kengerian dan
kesengsaraan ini" Tidak, ia berpikir untuk dirinya sendiri, tidak ada
kenyamanan dalam keyakinan; ini hanyalah hal yang bergema
saja, kosong, tanpa lagu, seperti lonceng retak. Ia menyelusupkan
kedua tangannya ke dalam saku dan menjauh dari makam, menatap Kota Tua di kejauhan, menggumamkan lagu rakyat Yahudi,
tentang seorang bocah laki-laki miskin yang jatuh cinta pada anak
perempuan seorang rabbi kaya, yang diajarkan kakeknya.
Ben-Roi telah menahan perempuan itu. Begitulah dulu mereka
bertemu. Cerita dangkal yang tidak masuk akal, bak kisah roman
picisan. Namun memang begitulah kejadiannya. Perempuan itu
adalah anggota kelompok yang memprotes pembangunan permukiman orang Israel di tepi kota; sementara dia merupakan salah
satu yang berada di antara lingkaran penjagaan polisi untuk menahan laju para pemrotes. Terjadi sedikit perkelahian, perempuan itu
~ 227 ~ PAUL SUSSMAN menendang tulang betisnya sehingga Ben-Roi kemudian memborgol tangannya dan membawanya ke bagian belakang mobil
van polisi. Semua itu terjadi begitu cepat, sehingga ia tidak punya
cukup waktu untuk memerhatikan betapa cantiknya perempuan
itu. Baru beberapa waktu kemudian, di dalam sel tunggu di
belakang stasiun, saat mencatat perincian tentang perempuan itu
karena ia mempertanyakan ketidakadilan pendudukan Israel di
Tepi Barat, barulah dia menyadari tatapannya terpaku pada rambut cokelat perempuan itu yang kusut tak beraturan, lengannya
yang ramping dan cokelat terbakar matahari, mata abu-abunya
yang berbinar, marah dan berhasrat namun sekaligus juga lembut,
penuh kejenakaan dan tawa sedemikian rupa hingga dirinya
mengetahui bahwa dia perempuan yang baik, lembut dan bahwa
suaranya yang meninggi juga perilakunya yang suka berkelahi
hanyalah kedok saja. Ben-Roi dapat saja menghukumnya"seharusnya dia dulu
menghukumnya"tetapi akhirnya ia melepaskan perempuan itu
dengan peringatan. Kenyataan bahwa perempuan itu tidak memperlihatkan rasa terima kasih atas kebaikannya"sebaliknya, malah
seperti susah karenanya, seakan-akan kebaikan hati laki-laki itu
telah menghilangkan dampak dari protesnya"untuk alasan tertentu malah menarik perhatian Ben-Roi pada perempuan itu lebih
daripada sekadar karena penampilan fisiknya semata.
Ia tidak pernah secara khusus percaya diri bila berada di antara
para perempuan, gelisah dengan tubuhnya yang seperti beruang
dan wajahnya yang berhidung besar dan tulang menonjol.
Diperlukan waktu tiga hari untuk mengumpulkan keberanian
meneleponnya. Ketika pada akhirnya ia menelepon, perempuan
itu hanya menganggapnya sebagai teman yang sedang bercanda;
kemudian, menyadari yang menelepon adalah Ben-Roi, perempuan itu pun mengusirnya dan membanting telepon. Ia menelepon perempuan itu lagi keesokan hari, dan esok harinya lagi, dan
hari-hari berikutnya. minatnya (dan penghinaan terhadapnya)
meningkat sebanding dengan jumlah penolakan yang ia terima.
hingga akhirnya, dengan jengkel perempuan itu setuju untuk
~ 228 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
minum bersama di sebuah bar setempat, "hanya agar kau tak lagi
menggangguku". Dan mungkin tak bakal ada sesuatu di antara mereka
seandainya tidak ada insiden spageti. Dalam pertemuan itu, mereka berusaha dengan susah payah membangun hubungan percakapan yang terlalu muluk dan tak menyenangkan. Perbincangan keduanya kerap diselingi situasi diam yang memalukan dan nada
suara yang kadang meninggi begitu perempuan itu mulai menceramahinya tentang perlakuan pemerintah Israel terhadap orangorang Palestina. Setelah itu Ben-Roi membalas bahwa orang
Palestina memang layak menerima apa yang telah mereka dapatkan. Sebenarnya mereka baru saja akan meninggalkan bar,
menyadari bahwa mereka tidak memiliki kesamaan, bahwa malam
itu tidak mengarah ke mana-mana, ketika tiba-tiba seorang
pelayan menabrak laki-laki itu, membuat sepiring pasta yang tertutup saus menumpahi kemeja putihnya. Si perempuan tertawa
keras; si laki-laki menghardiknya, tetapi lantas tertawa juga,
menyenangi situasi yang jenaka ini.
Pada saat sama-sama terhibur itulah sesuatu akhirnya memercik
di antara mereka, seperti pertandingan yang menyentak di dalam
kegelapan, mendorong bayangan. Si pelayan meminjaminya Tshirt, yang meringankan suasana hati mereka selanjutnya karena
kaus itu terlalu ketat di badannya dan tertera logo yang tak patut
lagi memalukan, GAY AND GRoUP. Dengan menerima tawaran
untuk minum sebagai kompensasi, mereka kembali ke mejanya dan
memulai pembicaraan baru, kali ini menjauh dari pembicaraan tentang politik dan hanya berbicara tentang diri sendiri, latar belakang
dan minat, serta keluarga sembari mengeksplorasi.
Perempuan itu bekerja sebagai editor pada perusahaan penerbitan kecil yang spesifikasinya pada puisi dan buku anak-anak,
mengabdikan tiga malam dalam seminggu untuk menjadi
sukarelawan yang bekerja dengan B"Tselem, organisasi hak manusia Israel. Anak perempuan dari salah satu pahlawan perang yang
paling berjasa untuk negerinya, kini anggota Labour Knesset.
Perempuan itu tumbuh besar di kibbutz pada sisi utara Galilee,
~ 229 ~ PAUL SUSSMAN yang termuda dari tiga bersaudara perempuan. Kedua kakaknya
telah menikah dan memiliki anak.
"Para ibu Yahudi yang sempurna!" serunya. "Akulah yang paling memalukan."
"Aku juga!" aku Ben-Roi. "Semua laki-laki dalam keluargaku
adalah petani. Ayah begitu gelisah begitu kuutarakan keinginanku
untuk menjadi polisi. Walaupun tidak semenakutkan seperti yang
dia perkirakan kalau dia bisa melihatku sekarang."
Ia melirik T-shirtnya. Perempuan itu tertawa.
"Jadi, apa yang membuatmu ingin menjadi aparat rezim yang
fasis?" tanya si perempuan.
"Al Pacino, percaya atau tidak?"
"Al Pacino?" "Well, film yang dia buat."
Si perempuan mengangkat tangannya. "Biar kutebak!" Diam
sejenak, kemudian, "Serpico."
mata laki-laki itu terbuka lebar. "Bagaimana kau tahu?"
"Itu salah satu film kesukaanku."
"Kau adalah satu-satunya orang yang kutemui pernah menonton film itu! Aku suka film itu. Aku ingat saat pertama kali menontonnya, di TV, ketika usiaku empat belas tahun. Aku berpikir, "aku
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ingin seperti itu". Seperti Al Pacino. melakukan hal yang baik,
membuat sesuatu yang berbeda. Aku bertemu dengannya satu kali,
setelah lulus dari akademi polisi. Kami berfoto bersama. Badannya
ternyata kecil." Si laki-laki kemudian meneguk anggur dan mata mereka saling
bertemu lagi, hanya sejenak tetapi cukup bagi masing-masing
untuk mengetahui bahwa sesuatu tengah berlangsung dalam diri
mereka. Di kemudian hari, Ben-Roi mengingat pertemuan pandangan yang pertama kali itu, pengakuan adanya perasaan yang sama
itu, sebagai salah satu momen paling sempurna dalam hidupnya.
mereka tetap berada di bar itu selama hampir tiga jam, mengobrol dan mengobrol, menyelidik lebih dalam tentang diri masingmasing, dengan lembut membuka lapisan penutup mereka,
~ 230 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
sebelum, seperti disarankan si perempuan, beralih ke restoran kecil
yang ia tahu di Wilayah Armenia di Kota Tua. mereka makan soujuk dan khaghoghi derev serta minum sebotol anggur merah yang
agak pahit dan harum. Setelahnya, setengah mabuk mereka menyusuri jalan yang tak digunakan lagi, saling melempar pandangan
malu-malu yang ganjil tanpa banyak berkata-kata, melewati
Wilayah Yahudi dan kemudian kembali ke jalan yang dilewati tadi,
melalui mauristan dan akhirnya sampai di Gerbang Baru, tempat
mereka minum kopi terakhir di kafe yang buka sampai larut malam
dan laki-laki itu menghadiahinya lili putih yang ia petik dari vas
bunga di konter sudut kafe.
"Terima kasih," katanya, sambil memeluk bunga itu di dadanya. "Indah sekali."
mereka keluar dan saling berpamitan. Bulan yang besar berada
di atas mereka seperti jeruk di kolam dalam yang berisi air hitam.
Ia memiliki dorongan yang kuat untuk membungkuk dan menciumnya, tetapi ia tahan, tidak ingin merusak momen atau suasana.
Si perempuan tidak memiliki keraguan seperti itu, dan, sambil
mengabaikan tangan yang telah dijulurkan kepadanya, ia memegang bahu laki-laki itu, berjingkat pada jari kakinya dan mencium bibir laki-laki itu penuh hasrat.
"maafkan aku!" seru si perempuan, menarik diri menjauh, dengan mata berbinar. "Aku tidak bisa menahan diri. Aku kira ini pasti
karena parfum sehabis bercukur yang kau kenakan."
"Aku tidak berpikiran itu karena wajah tampanku."
Si perempuan menciumnya lagi, kali ini lebih lembut, perlahan,
menekankan tubuhnya pada tubuh si laki-laki.
"Kau hebat sekali."
"Kalau begitu, mungkin ini waktunya uji mata."
Si perempuan tersenyum dan mengulurkan tangan, menyentuh
dagu, hidung dan pipi si laki-laki. mereka tetap seperti itu untuk
waktu yang cukup lama dan saling menatap. Kemudian, dengan
pelukan terakhir mereka berpisah, sepakat untuk bertemu kembali
dalam beberapa malam berikutnya. Ketika si laki-laki berjalan
~ 231 ~ PAUL SUSSMAN menjauh, si perempuan memanggilnya.
"Buka matamu, Arieh. Lihat apa yang sedang terjadi di negeri
ini. Aku ingin kau melakukan itu. Karena ini meracuni kita semua.
Dan tanpa kita melakukan sesuatu untuk mengubahnya, maka
tidak ada masa depan di sana. Tidak untuk Israel, tidak untuk kita.
Tidak untuk siapa pun. Buka matamu. Yaa?"
Setelah berminggu-minggu dan berbulan-bulan, begitu hubungan mereka tumbuh semakin mendalam, begitu cinta terhadap si
perempuan tumbuh di dalam dirinya, ia telah melakukan apa yang
diminta perempuan itu, melihat hal yang tadinya tidak pernah
ingin dilihatnya, mengajukan pertanyaan yang tak pernah ingin ia
tanyakan. hal itu menyebabkan sakit yang mendalam, kebangkitan
ini, kebingungan dan ketidakpastian. Namun Arieh mengikuti
petunjuk darinya, karena ia mencintainya, dan memercayainya,
dan tahu bahwa jauh di lubuk hatinya perempuan itu membantu
dirinya untuk tumbuh, menjadi orang yang lebih baik.
Dan kemudian, setelah semua itu, terlepas dari semua itu,
mereka telah membunuhnya. orang-orang yang justru ia bela dan
ia perjuangkan begitu keras, yang menjadi alasan ia melindungi
mereka sepenuh hati. meledakkan kakinya, menghancurkan
wajahnya, wajah yang cantik, lembut dan penuh tawa. maka
sekarang, sambil berdiri sendiri di makam, menatap ke batu nisan,
tampak bagi Ben-Roi bahwa masa depan yang mereka impikan,
masa depan penuh damai, saling memahami, harapan dan cahaya,
tidak lebih dari khayalan kosong belaka. Dan, seperti pengelana
padang pasir kehausan yang menanggung penderitaan menyaksikan oasis yang dirindukan menguap di depan matanya, tidak
lebih daripada sekadar tipuan cahaya, ia hanya berharap dapat
menutup matanya dan tidak pernah jatuh ke dalam ilusi lamanya.
Ia berhenti menyenandungkan lagunya, jari-jemarinya memainkan menorah perak yang tergantung di dadanya, benda kecil
pemberian perempuan itu yang selalu dipegangnya. Kemudian,
setelah membungkuk dan mencium nisan sekali lagi, ia pun melangkah meninggalkan pemakaman.
~ 232 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Saat hampir mendekati bagian bawah bukit, ia bertemu seseorang dalam yarmulke dan tallit sedang berdiri di samping sepasang makam yang agak terpisah dari makam yang lain, dalam
plot tanah mereka sendiri. Punggung sosok itu menghadapnya,
dan hanya ketika ia melewatinya ia tersadar bahwa laki-laki itu
memang benar-benar Baruch har-zion. Ia menolehkan kepalanya
perlahan dan mata mereka bertemu dalam waktu yang sangat
singkat, masing-masing menganggukkan kepala menghormati
keberadaannya, sebelum Ben-Roi berbalik dan melanjutkan perjalanannya menuju gerbang di bagian bawah pekuburan, ketika ia
bertemu dengan pengawal har-zion, Avi Steiner yang sedang
bersandar di dinding. Lagi-lagi, mata mereka bertemu dalam waktu
yang sangat singkat, anggukan samar untuk menghormati, kemudian Ben-Roi menghilang di jalan dan kembali menuju Kota Tua,
sambil mencari tempat untuk dapat memeroleh minum sebelum
menuju stasiun guna memulai jam kerjanya.
Y erusaLem L AYLA meLINTASI hALAmAN TeRAS DI DePAN G eReJA m AKAm S UCI ,
berhenti sejenak untuk memerhatikan pintu gerbang dengan
lengkungan ganda berpilar marmer yang ramping, tegak dan
berliku seperti pohon muda, sebelum menerobos masuk ke ruangan dalam yang redup dan besar. Tiga orang perempuan tua sedang
berlutut di depan Stone of Unction, membuat tanda salib di dada
mereka dan membungkuk ke depan untuk mencium permukaan
batu yang berwarna merah jambu; di sisi kanannya, terdapat anak
tangga dari batu menuju ke kapel berpenerangan lembut, situs tradisional salib Kristus. Dari dalam perut bangunan itu terdengar
gema lagu, berbentrokan dan bergabung dengan himne yang
sedang dinyanyikan di ruang lain dalam gereja sehingga seluruh
ruang terasa berdenyut dengan hiruk-pikuk suara. Kelompok
Armenia yang mengeluarkan suara gaduh lewat, dipimpin seorang
~ 233 ~ PAUL SUSSMAN pendeta dengan jubah panjang dan penutup kepala.
Untuk sesaat Layla menunggu tepat di dalam pintu masuk itu,
kedua matanya menyesuaikan diri pada lampu yang samar, lubang
hidung menghirup bau tajam, kemudian berbelok ke kiri dan berjalan ke ruang Rotunda dengan kubah besar yang mendominasi
areal ujung barat gereja.
Pendeta ortodoks Yunani yang masih muda sedang mengepel
lantai. Layla mendekatinya dan bertanya di mana ia dapat bertemu dengan Bapa Sergius, kontak yang diberikan Tom Roberts
pada malam kemarin. "Dia sedang makan," kata pendeta itu dalam bahasa Inggris
pasaran, sembari membuat gerakan makan dengan tangannya.
"Datang sepuluh jam."
"malam ini?" Pendeta itu mengernyitkan alisnya, terlihat bingung, kemudian
tiba-tiba tersenyum. "Tidak sepuluh jam. Sepuluh...."
"menit?" "Ya, ya. menit. Sepuluh menit."
Layla mengucapkan terima kasih dan, sambil meninggalkannya
untuk melanjutkan pekerjaannya, memasuki satu tiang batu granit
kokoh yang menyokong kubah Rotunda. Ia kemudian duduk di
kursi batu di sebelahnya. Di depannya ada Aedicule, tempat pemujaan yang penuh ikon dan mencolok, menandai tempat
dimakamkannya Kristus. Di belakangnya ada Katholicon, tempat
paduan suara ortodoks Yunani yang mendominasi bagian tengah
gedung, melebar ke arah timur, dikelilingi koridor, galeri, pintu dan
tempat pemujaan yang bersinar redup, bebatuannya menghitam
dan diperhalus oleh sentuhan pengabdian dan asap lilin selama
berabad-abad. Ia menatap sekeliling sebentar, memerhatikan arsitektur yang
campur aduk dan membosankan, kerumunan turis dan jamaah,
kemudian membuka tasnya dan mengambil buku catatan,
menelitinya sebentar sampai ia menemukan catatan yang dia buat
~ 234 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
malam sebelumnya. Pencariannya di internet telah menghasilkan ribuan halaman
web yang memuat nama Willian de Relincourt, yang tentu saja
kebanyakan tidak berkaitan dengan laki-laki yang sedang menjadi
perhatiannya. Setelah menjaring sekitar seratus halaman web,
barulah diperoleh bahwa, ketika ia menjadi subjek sebuah urusan
spekulasi yang imajinatif, fakta keras tentang de Relincourt masih
sedikit dan jauh. Yang sedikit diketahui"memang, semua diketahui"tampak berasal dari dua teks dari kronikel zaman pertengahan, keduanya diterjemahkan dan diproduksi kembali dalam
sejumlah website. Versi pendeknya, dari karya William dari Tyre, historian Rerum
in Partibus Transmisionis Gesterum (The history of Deeds Done
Beyond the Sea), ditulis kira-kira pada 1170, mencatat bagaimana
"Setelah mereka menaklukkan kota, para pejuang Perang Salib
mendapati gereja (makam Suci) terlalu kecil, sehingga mereka
membangun gedung tinggi yang kokoh pada bangunan gereja itu.
Awalnya William de Relincourt menangani pekerjaan ini, sampai ia
berselisih dengan Raja Baldwin dan mengalami nasib yang
menyedihkan. menara lonceng juga dibangun." Teks kedua, lebih
panjang dan lebih rinci daripada yang pertama, muncul dalam
karya yang berjudul massoth Schel Rabbi Benjamin (The Itinerary
of Rabbi Benjamin), penulisnya adalah seorang keturunan Yahudi
dari kota Spanyol, Tudela yang telah mengunjungi Tanah Suci pada
1169 sebagai bagian dari perjalanannya selama sepuluh tahun di
mediterania dan Timur Dekat.
Cerita itu juga berkisah tentang frenchman Gillon dari
Relincar, pembangun gereja yang dikenal orang Kristen sebagai makam Suci. Dalam ajaran karya besar itu dikatakan
bahwa pada zaman ketika parit sedang digali untuk menanam
bebatuan, yang merupakan hal biasa untuk itu, Gillon menemukan tempat rahasia yang menyembunyikan harta karun
dari kekuasaan yang besar dan indah, tidak seperti harta yang
diketahui sebelumnya. Karena memiliki watak yang arif, dan
~ 235 ~ PAUL SUSSMAN sama sekali tidak menyetujui perlakuan bangsa Yahudi, ia tidak
mengatakan apa-apa tentang hal ini, tetapi lebih menyembunyikannya, karena memang sudah sifatnya hal itu akan
dapat menimbulkan keserakahan dan iri hati di antara umat
Kristen. Kabar ini tak pelak didengar pula oleh Raja Badui
yang memerintahkan agar harta itu diserahkan. Ketika Gillom
menolak, matanya dicongkel dan dia dibuang ke dalam sumur
yang dalam. Ia baru mati empat hari setelahnya, karena ia seorang yang kuat, baik tubuh maupun jiwanya. hanya sedikit
orang yang mengetahui hal ini, yang diceritakan padaku oleh
Simon si Yahudi, yang mengetahui cerita ini dari kakeknya.
Di seputar teks ini seluruh semak belukar teori dan perkiraan
tumbuh. Sebagian darinya relatif tak berbahaya, kebanyakan
malah absurd. Satu website, misalnya, yang berisi keriuhan lagulagu Gregorian, mengklaim William telah menemukan tubuh
Kristus yang dimumikan, sehingga meruntuhkan seluruh doktrin
Kristen tentang Kebangkitan kembali. Yang lain, dihiasi simbol
astrologi yang terlihat misterius dan dijuluki sebagai penjaga sakral
dari Portal Kosmis, berdebat sangat serius bahwa de Relincourt
telah melintasi sejenis pintu antargalaksi, yang memungkinkannya
mengakses dimensi ruang dan waktu yang lebih tinggi sehingga
bergabung dengan klub eksklusif penjelajah waktu, yang mengikutsertakan musa, Tutankhamun, Conficius dan Raja Arthur. Ada lebih
banyak lagi dalam alur yang sama, yang menghubungkan
Relincourt dengan segala sesuatu mulai dari freemasons sampai ke
holy Grail, dari Ksatria Templar sampai ke Segitiga Bermuda.
Sejauh yang dapat ditemukan Layla, tidak ada penjelasan realistis
di dalamnya mengenai apa tepatnya yang ingin disampaikan
kedua teks tersebut, tidak juga ada bukti independen untuk membuktikan otensitas cerita yang mereka katakan atau untuk mengonfirmasi bahwa seseorang bernama William de Relincourt benarbenar pernah ada.
Keseluruhan hal ini kelihatan sangat lemah. Namun, terlepas
dari kurangnya bukti yang kuat, terlepas dari keragu-raguan yang
~ 236 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
mengganggu di balik pikirannya bahwa ia sedang diarahkan dalam
pencarian sia-sia yang rumit, semakin banyak yang ia baca semakin
ia merasa dirinya menjadi terikat ketat. Bahkan dengan pengetahuannya yang terbatas tentang berbagai hal dari zaman
Pertengahan, Layla menyadari bahwa andaikan salinan yang dikirimkan kepadanya adalah surat yang asli"dan itu menyisakan
"andaikan" yang besar"maka versi orisinalnya pastilah merupakan dokumen yang amat sangat penting dan penuh nilai sejarah,
yang membuktikan bahwa Relincourt tidak saja orang yang benarbenar nyata ada, tetapi juga penemu harta karun tak bertuan yang
tersimpan di bawah gereja.
Namun, apa yang benar-benar telah merangsang hasrat jurnalistiknya, dan terus merangsangnya, bukanlah semata prospek
dari lampu temaram pada misteri berusia sembilan ratus tahun
yang membuat penasaran, melainkan lebih berupa hubungan
antara misteri itu dengan peristiwa sekarang. Saya memiliki informasi yang tak ternilai harganya bagi laki-laki ini dalam perjuangannya melawan zionis penindas; ... Informasi yang saya kemukakan
tadi terkait erat dengan dokumen terlampir. Bagaimana ceritanya
William de Relincourt bisa membantu laki-laki seperti almulatham" mengapa legenda zaman Pertengahan harus relevan
dengan Palestina zaman kontemporer" Apa kaitan antara dahulu
dan sekarang" Ini adalah pertanyaan yang memenuhi ruang pikirannya sekarang, berputar terus di dalam benaknya, seperti percikan sinar dari roda Catherine. Ini adalah hal sangat penting. Ia bisa
merasakannya. Sesuatu yang besar. hanya saja ia memerlukan
lebih banyak informasi, lebih banyak potongan teka-teki.
"Dia sudah di sini."
Layla mengangkat wajahnya. Pendeta ortodoks Yunani muda
ini berdiri di dekatnya, masih memegang sapu.
"Bapa Sergius," lanjutnya. "Dia datang."
Ia menunjuk sesuatu di belakang bahu Layla ke arah
Katholicon, ketika seorang laki-laki gendut dalam jubah hitam,
rambut abu-abunya diikat ekor kuda di bagian belakang, sedang
~ 237 ~ PAUL SUSSMAN mengatur tangga di sudut antara dinding dan pilar. Layla berterima kasih pada sang pendeta dan, sembari beranjak berdiri, berjalan melintasi tempat paduan suara mendekati laki-laki itu, lewat
di bawah tempat lilin kuningan berukuran roda pedati dan
mendekatinya tepat ketika ia merangkak ke anak tangga pertama.
"Bapa Sergius?"
Laki-laki itu menoleh dan menatapnya.
"Namaku Layla al-madani. Aku seorang jurnalis. Seorang
temanku mengatakan barangkali bapa dapat membantuku dengan
cerita yang sedang kuteliti."
Pendeta itu menatapnya sesaat, dengan mata berbinar, dan
kemudian melangkah turun ke lantai pelataran. Wajahnya seperti
labu yang riang, sangat kusut dan separuhnya tertutup oleh janggut
berwarna kelabu. Di balik jubahnya, Layla perhatikan, ia mengenakan kaus kaki, sandal dan celana gombrong berwarna ungu.
"Rupanya Anda mengetahui segala yang perlu diketahui tentang sejarah gereja ini," Layla menambahkan.
Laki-laki itu tersenyum. "Temanmu menilaiku lebih tinggi daripada yang selaiknya kuterima. Tidak ada yang mengetahui segala
yang perlu diketahui tentang Gereja makam Suci ini. Aku sudah
berada di sini selama tiga puluh tahun dan aku bahkan belum pernah menggores permukaannya. Ini bisa menjadi ... tempat yang
menantang sekali." Suaranya dalam dan berat, bahasa Inggrisnya fasih. Baunya
sedikit wangi, mungkin karena parfum setelah bercukurnya atau
aroma dupa dari jubahnya.
"Apa yang ingin kau ketahui?" tanyanya.
"Aku sedang mencoba menemukan seseorang bernama William
de Relincourt." Ia tertawa lebar lalu mengangkat tangan dan mengelus-elus
janggutnya secara menyeluruh, untuk kemudian memainkan
jemarinya pada rambut abu-abunya.
"William de Relincourt, eh" memang kenapa kau ingin tahu
tentangnya?" ~ 238 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Layla mengangkat bahu. "hanya cerita yang sedang kuteliti.
misteri Yerusalem. Yang penuh warna."
"Bukan artikel yang biasanya kau tulis."
Ia menangkap ekspresi bertanya-tanya pada wajah Layla dan
mulai tertawa geli. "oh, aku tahu siapa kau, Nona al-madani. Kami di sini tidak
terputus dari dunia luar. Aku telah membaca banyak artikel yang
kau tulis selama bertahun-tahun. Sangat blak-blakan. Kau tidak
membiarkan orang-orang Israel membuka apa pun. Seingatku kau
tidak pernah menunjukkan minat pada sejarah zaman Pertengahan."
"Ya, ini pengecualian," katanya, tidak ingin memberikan lebih
banyak informasi, sembari mencoba membuatnya tetap samar.
"Aku akan menampar muka Israel lagi nanti, secepatnya kalau ini
sudah selesai." Pendeta itu tertawa lebih lama, matanya bersinar karena
senang, seolah ia betul-betul sadar bahwa Layla tidak memberikan
seluruh cerita tetapi tidak terlalu bingung dengan kenyataan yang
ada. "Dalam hal ini," katanya, sambil menurunkan tangan dan meletakkannya pada perutnya yang buncit, "kami harus membantumu agar artikel yang kau tulis selesai sesegera mungkin. Kita tidak
boleh membuat orang Israel puas dengan dirinya sendiri, "kan"
Kalau tidak berkeberatan, aku ingin meminta imbalan."
"Apa itu?" "memegang tangga ini sementara aku mencoba mengusir
burung-burung sialan di atas."
Ia mengangguk ke arah atas, tempat sepasang burung merpati
putih sedang berputar-putar menghantamkan diri berulang-ulang
ke jendela yang tinggi pada dinding gereja.
"Aku harus membuka satu jendela," jelasnya. "membiarkan
mereka keluar. Kalau tidak, mereka akan mengotori semua turis."
Seakan mengonfirmasi kata-katanya, suatu gumpalan besar
seperti cat jatuh dari ketinggian, mengotori tempat lilin dari
~ 239 ~ PAUL SUSSMAN kuningan. Bapa Sergius menggerutu dan, berbalik, kembali merangkak naik melalui tangga.
"Pastikan kau pegang dengan kuat dan ajeg," katanya. "Kadang
terpeleset." Layla melangkah maju dan menahan tangga dengan kakinya
saat sang pendeta mulai memanjat, bergerak dengan tangkas
secara mengejutkan untuk laki-laki dengan ukuran dan berat tubuh
seperti dia. Setelah empat anak tangga terlewati, ia pun berhenti
dan meraih tiang kayu panjang yang tersandar miring di dinding,
memegangnya dengan satu tangan, sementara menggunakan tangan lain untuk menjaga tubuhnya tetap ajeg dan seimbang sambil ia meneruskan memanjat, jubahnya yang menggelembung
membuat Layla dapat melihat dengan jelas kakinya yang ditutupi
pantalon dan bagian belakangnya. Sekelompok turis memasuki
gereja, membentuk lingkaran di sekitar omphalos, sebuah baskom
marmer yang diukir dengan penuh hiasan di tengah-tengah lantai,
yang menurut tradisi Yunani menandai titik tengah bumi.
"Ia menarik semua orang yang tampaknya tak percaya, kau
tahu?" ungkap Bapa Sergius begitu ia sampai pada bagian atas
tangga. "William de Relincourt. Tahun lalu ada ilmuwan Italia
yang ingin menyelidiki seluruh gereja dengan ... apa nama benda
yang dipakai untuk mengukur radiasi itu?"
"Geiger counter?"
"Tepat. Ia yakin bahwa William telah membuka sisa-sisa kapal
ruang angkasa alien dan bahwa benda itu masih terkubur di bawah
lantai entah di mana. Benar-benar orang gila."
Sang pendeta mulai menjulurkan tiang sembari berpegangan
pada permukaan pelataran dengan tangan kirinya sementara ia terus
naik ke arah jendela terdekat yang berjarak tiga meter di atasnya.
"Dan kemudian ada kelompok orang Amerika yang berpikir
bahwa ia telah menemukan pintu menuju dunia lain."
"Penjaga Suci dari Portal Kosmis," tambah Layla sembari tersenyum.
"Kau pernah mendengar tentang mereka?"
~ 240 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Aku berkunjung ke website-nya."
"Gila. Benar-benar gila. Kami bahkan pernah kedatangan seorang Yahudi tua setiap hari karena dia pikir de Relincourt menemukan Sepuluh Perintah Tuhan atau sejenisnya. hanya orang
Yahudi yang pernah kulihat di sini. Berdiri di luar Aedicule sambil
berdoa seolah-olah itu Dinding Ratapan. orang tua malang yang
bodoh. Setiap hari."
Ia hampir menggapainya sekarang, bergoyang-goyang penuh
bahaya pada anak tangga kedua dari atas, mendorong jendela
dengan tiang, mencoba membukanya. Tiga kali tiang itu meleset
sebelum akhirnya bisa didesak langsung ke bawah penjepit jendela.
Pendeta itu mendorong daun jendela keluar dan terbuka, dalam
prosesnya ia memiringkan badannya terlalu jauh ke belakang
sehingga Layla merasa was-was dia akan jatuh menimpa tubuhnya.
Sang Bapa berusaha agar dirinya tetap ajeg seimbang dan, sembari
berpegangan pada pelataran, ia menunggu sampai burung dara itu
menemukan jendelanya dan terbang keluar. Segera setelah burungburung itu pergi, dia mengangkat tiang lagi dan, dengan menggunakan pengait yang ada di ujungnya, ia menarik dan menutup
jendela lalu menuruni tangga sembari bernapas berat.
"Kami harus memiliki tangga yang lebih besar," katanya terengah-engah, sambil meletakkan tiang di lantai dan membersihkan
jubahnya. "Aku terus-menerus mengatakan pada mereka. Tetapi
kemudian kelompok Katolik berkata, kita tidak memerlukannya.
Kelompok Syrian bilang, kita tidak dapat mengusahakannya. Lalu
kelompok Armenia dan Copts mengatakan tidak bisa menyetujui
yang terbuat dari kayu atau metal. Jadi tidak pernah selesai.
Percayalah padaku, dibandingkan dengan sebagian orang di tempat ini, kelompok de Relincourt adalah model dari nalar dan
kepekaan yang baik. Teh?"
Layla menolak tawarannya lalu, sambil meninggalkan tongkat
dan tangga, keduanya berjalan kembali ke Rotunda. Dua orang
perempuan, yang satu lebih tua, yang lainnya muda, sama-sama
berbaju hitam, sedang berlutut di dalam ruang dalam Aedicule
~ 241 ~ PAUL SUSSMAN yang padat, sembari memegang lilin dan berdoa. Pendeta
ortodoks Yunani yang masih muda itu menghilang.
"Jadi," kata Bapa Sergius memulai, membawanya ke bangku
batu yang tadi diduduki Layla dan merendahkan dirinya di sisi
Layla, "Itu sesuai dengan yang telah kau sepakati. Sekarang kau
ingin tahu tentang William de Relincourt. Aku tidak yakin akan
banyak yang dapat kuceritakan padamu, tetapi silakan bertanya.
Aku akan membantu sebisanya."
Layla menarik keluar buku catatan dan penanya. Lalu, sembari
menyilangkan kakinya, ia meletakkan buku di pangkuannya. Alat
tulisnya telah siap di atas halaman kosong.
"hal pertama yang ingin kutanyakan adalah tentang sumber,"
kata Layla. "Aku telah mencarinya di internet, dan sejauh penemuanku de Relincourt hanya disebut oleh dua penulis abad pertengahan, William dari Tyre dan.... "
Ia membuka halaman bukunya, mencoba mendapatkan nama
petualang Yahudi tersebut.
"Benjamin dari Tudela," kata Bapa Sergius.
"Nah, itu dia. Anda tahu teks itu?"
"Tidak hapal di luar kepala, tetapi ya, aku telah membacanya.
Beberapa waktu lalu."
Layla membungkuk dan menarik setumpukan lembar kertas
dari tasnya. "Aku mencetaknya tadi malam."
Layla memberikan lembar itu padanya. Sambil memegangnya
agak jauh dari dirinya untuk menangkap beratnya, ia membacanya. Begitu selesai, ia kembalikan lagi pada Layla.
"Sejauh yang bisa kujelaskan," kata Layla, "Baldwin, atau Badui
sebagaimana Benjamin menyebutnya, adalah Raja Yerusalem pada
1100"1118." Bapa Sergius mengangguk. "Yang artinya bahwa keduanya, Benjamin dan William dari
Tyre menulis, sekitar 60 atau 70 tahun setelah peristiwa yang mereka uraikan berlalu."
~ 242 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Sang pendeta termenung sejenak, kemudian mengangguk.
"Benar." "Ada yang lain lagi?" tanya Layla. "Apa ada kronikel lain yang
menyebut de Relincourt memberi lebih banyak informasi" Apa pun
yang memperkuat cerita ini?"
Pendeta menyatukan kedua tangannya di atas perut, terlihat
seperti kepiting besar berwarna merah jambu yang membakar diri
mereka sendiri di atas batu di terik matahari.
"Aku tidak pernah mendengar perihal ini. Pastinya tidak ada
kronikel perang salib awal menyebut namanya. ekkehard dari
Aura, Albert dari Aachen, dan ... oh, apa nama yang satunya lagi"
... fulcher dari Chartres, itu saja"selain itu semuanya benar-benar
tak diceritakan. William dari Tyre dan Benjamin dari Tudela, sepertinya hanya dua itu yang kami ketahui."
"Dan hanya Benjamin yang mengatakan banyak hal tentang
harta tersembunyi," kata Layla. "William dari Tyre hanya menyebutkan bahwa de Relincourt dan Raja Baldwin sedikit berselisih
paham." "Aku perkirakan mereka mungkin saja mendengar versi berbeda dari kisah ini," katanya. "Kau akan kerap menemukan itu
dengan kronikel zaman pertengahan. Khususnya ketika mereka
menulis bertahun-tahun setelah peristiwa tertentu lewat, menjelaskannya pada tangan kedua atau ketiga. mereka memiliki sumber
berbeda, memungut rincian berbeda. Ini semata masalah
penekanan." "Jadi, versi mana yang lebih andal dan tepercaya dalam kasus
ini?" Bapa menaikkan alis matanya. "Sulit dipastikan, walaupun secara
seimbang aku akan mengatakan bahwa kemungkinan besar
Benjamin dari Tudela. Diakui bahwa ia hanya lewat Tanah Suci, tidak
seperti William dari Tyre, yang memang tinggal menetap di sini.
Tetapi rincian yang lebih banyak mengemukakan bahwa ia sangat
mungkin mendengar versi cerita yang lebih lengkap lagi." Penjelasan
William terdengar seperti ia hanya mengulangi rumor lama.
~ 243 ~ PAUL SUSSMAN Layla mencoret sesuatu pada bukunya.
"Dan menurut Anda, cerita ini benar?"
Bapa Sergius mengangkat bahu. "Siapa tahu" Tidak ada bukti
fisik untuk mendukung hal itu, tetapi tidak ada alasan untuk tidak
memperhitungkannya. Benjamin adalah kronikel yang paling cermat. Tidak terbawa pada legenda atau cerita lama para istri atau
apa pun yang sejenis itu. Selalu memeriksa sumbernya. Aku percaya dia."
Tiba-tiba, sekelebat cahaya menyambar saat sekelompok turis
dari Jepang memasuki Rotunda dan mengambil gambar kubah dan
Aedicule. Layla melipat satu kaki di bawah kaki yang lain dan
meletakkan bukunya di atas lutut.
"Pertanyaan yang lebih jelas," katanya. "Bila kisah Benjamin
benar, apa yang sebenarnya ditemukan William" Apa ini...." Layla
memandang sekilas pada lembar cetak. "harta karun dari
kekuasaan besar dan keindahan ini, tidak seperti harta yang diketahui sebelumnya."
Bapa Sergius tersenyum dan menyentuh bagian belakang
kepalanya, mulai bermain-main dengan ikatan ekor kudanya.
"Sebagaimana katamu, pertanyaan yang jelas. Dan satu yang
tidak dapat kujawab, aku khawatir seperti itu. Walaupun kupikir
pada akhirnya kau akan tahu bahwa itu bukan kapal ruang
angkasa." Ia tertawa geli pada dirinya sendiri, jari-jarinya memainkan ikat
rambut, mencoba merapikan rambutnya. Di depan mereka, dua
orang perempuan keluar dari Aedicule, selesai sembahyang. Para
turis Jepang mulai mengisi bagian dalam. Ruangan tempat pemujaan itu penuh sesak, hanya cukup untuk menerima empat orang
sekali jalan. Lagu dan senandung yang didengar Layla saat pertama
kali masuk ke dalam gedung sudah selesai, hanya meninggalkan
gema suara gemerincing, seolah batu gereja sedang berbisik satu
sama lain. "Tidak," ulang Bapa Sergius, setelah menyesuaikan ikatan dengan kehendaknya dan menempatkan kembali tangannya di atas
~ 244 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
perut. "Aku tidak tahu lagi apa yang ditemukan William de
Relincourt daripada ribuan orang lain yang telah berspekulasi terhadap subjek itu lebih dari sembilan ratus tahun terakhir.
Barangkali relik kuno, mungkin juga tulang belulang orang Suci,
atau barangkali harta karun dari basilika Byzantin yang asli"apa
sajalah. Kami tidak tahu."
Layla sedang mengetuk-ngetukkan pulpen pada pahanya.
"Dan kau bilang tidak ada bukti fisik. Tidak ada satu pun di
dalam gereja itu sendiri?"
Ia menggelengkan kepalanya. "Kalaupun William de Relincourt
pernah ada di sini, dia tidak meninggalkan jejak apa-apa."
Layla mengangkat pulpen dan menggarukkannya pada alis.
"Ada apa di bawah kita" Apa yang mungkin ada di sana ketika
de Relincourt sedang bekerja?"
Sesaat Bapa menatap langit-langit kubah, jari-jarinya mengetuk
perut kemudian bangkit, memberi isyarat agar Layla mengikutinya,
berjalan bergoyang-goyang menuju pintu masuk ke Rotunda tempat mereka memiliki pandangan jernih tentang Aedicule dan pintu
utama gereja. "Sebuah tur cepat," katanya. "hanya untuk memberimu latar
sejarah." Ia merentangkan kedua tangannya, seakan berusaha mencakup
seluruh ruangan. "Pada masa penyaliban, sebagaimana yang kita ketahui,
seluruh area ini berada di luar tembok kota, sekitar seratus meter
atau lebih ke arah selatan." Ia menganggukkan kepala untuk mengindikasikan arah.
"menurut Kitab Injil dan penulis Kristen awal Golgotha, bukit
tempat dilangsungkannya penyaliban berdiri di sana." Ia menunjuk
ke arah kapel di atas yang telah dilalui Layla dalam perjalanannya
ke sini tadi. "Sementara di sebelah sana,?"ia menunjuk kembali ke
arah Aedicule?"ada tambang penggalian yang telah ditinggalkan,
tempat berbagai orang Yahudi kaya telah memotong makam untuk
diri mereka sendiri. Di dalam salah satu makam inilah Joseph dari
~ 245 ~ PAUL SUSSMAN Arimathea, tubuh Tuhan kita, dibaringkan untuk beristirahat."
Turis Jepang terakhir muncul dari Aedicule dan berbaris ke
dalam Katholicon, dengan kamera tetap menyala.
"Selama seratus tahun setelah penyaliban, semua area ini
adalah tempat berkumpulnya jamaah dan pendoa untuk orangorang Kristen dahulu," ia melanjutkan. "Pada 135 masehi, kaisar
hadrian meninggikannya dan membangun kuil bagi dewa Juno,
Jupiter, dan minerva. Kuil itu berdiri di sini selama dua ratus tahun
berikutnya sampai Konstantin Agung, kaisar Kristen pertama, merobohkan kuil hadrian dan membangun gereja sangat megah di
tempatnya yang menggabungkan semua tempat suci."
Sekali lagi ia menunjuk ke kapel dan Aedicule di tempat yang
tinggi itu. "Gereja Konstantin pada gilirannya dirusak dalam invasi
bangsa Persia pada 614. Setelah dua tahun kemudian dibangun
kembali, gereja tersebut roboh akibat gempa. Kemudian dibangun
kembali dan dirobohkan lagi oleh Khalifa fatimid Al hakim.
Sempat dibangun dan roboh beberapa kali lagi sebelum akhirnya
para aktivis perang salib datang dan membangun struktur yang kita
lihat sekarang ini, yang diselesaikan pada 1149. Bahkan, bangunan
ini telah mengalami penggantian ekstensif selama tahun-tahun peralihan. Kubah Rotunda, misalnya, dan Aedicule keduanya berasal
dari abad kesembilan belas."
Layla dengan tergesa-gesa menulis dalam bukunya, berusaha
tidak ketinggalan. "hal penting yang coba kukemukakan," katanya, sembari
melangkah, "adalah bahwa di bawah kita ada sisa-sisa bangunan
yang dibangun dan dibangun kembali selama lebih dari seribu
tahun, tepat di jalan menuju lapisan tanah keras. Siapa yang tahu
apa yang telah ditemukan de Relincourt saat ia mulai menggali"
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang Yahudi, Romawi, Kristen awal, Bizantin, Persia, Islam"siapa
pun mereka mungkin saja telah mengubur sesuatu di sini yang
selanjutnya digali oleh William. Dan tentu saja sebelum itu ada
orang Kanaan, Jebusites, mesir, Suriah, Babilonia, dan Yunani.
~ 246 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
mereka semua pernah berada di Yerusalem pada satu titik tertentu.
Kenyataannya adalah kita dengan mudahnya tidak tahu apa yang
ada di bawah ini atau siapa yang telah menyimpannya di sini. Dan
jujur saja aku ragu kalau kita akan mengetahuinya. Dan tentu saja,
itu merupakan bagian dari daya tarik kisah ini."
Ia terdiam, memainkan kancing jubahnya. Sepasang pendeta
Coptik lewat dengan terburu-buru, mengenakan penutup kepala
berwarna hitam dan salib kayu berukir. Layla selesai menulis dan
melihat pada tulisannya, penasaran sekaligus frustrasi.
"Ini seperti mencoba menyusun puzzle yang separuh potongannya hilang dan kita bahkan tidak tahu seperti apa gambar keseluruhannya," gumamnya. "Dan melakukannya dengan mata ditutup."
Bapa Sergius tersenyum. "Itulah sejarah. Sebuah puzzle raksasa."
Dari belakang mereka terdengar bunyi klik tongkat pada batu,
suara yang semakin keras sampai akhirnya seorang laki-laki tua
lewat menuju Rotunda dan kemudian menuju Aedicule. Punggungnya bongkok, kulit wajahnya mengendur dan tertutup bintik. Ia
berhenti di depan tempat pemujaan, mengeluarkan yarmulke dan
buku hitam kecil lalu mulai berdoa, membungkuk berulang-ulang,
bergumam, bertelekan pada tongkatnya.
"Itu orang yang kuceritakan padamu," kata Bapa Sergius perlahan. "Setiap hari dia datang ke sini, rutin seperti jam kerja.
Percaya bahwa de Relincourt telah menemukan Sepuluh Perintah
Tuhan, atau Ark of the Covenant, atau pedang Raja Daud"aku
lupa yang mana. Pokoknya hal kuno yang berkaitan dengan
Yahudi. Seperti itulah, akhirnya"mengisi kebutuhan jiwa, harapan
yang tidak dapat diselesaikan di dunia nyata."
mereka berdiri memerhatikan laki-laki itu sebentar, kemudian
Layla melihat kembali ke dalam catatannya, membalik-balikkan
halaman. "Benjamin dari Tudela mengatakan bahwa de Relincourt
adalah yang "sama sekali tidak menyetujui perlakuan dari bangsa
Yahudi"," kata Layla. "Apa artinya itu?"
Bapa Sergius tersenyum sedih, sembari memandang kubah di atas.
~ 247 ~ PAUL SUSSMAN "Para pelaku perang salib memperlakukan orang-orang Yahudi
secara mengerikan," ujarnya sembari mendesah panjang, "membantai ribuan orang saat mereka menuju eropa. Puluhan ribu.
Ketika mereka merebut Yerusalem, mereka menggiring seluruh penduduk Yahudi yang ada di kota ke dalam sinagog utama dan membakar mereka hidup-hidup. Laki-laki, perempuan, anak-anak.
Semuanya." Ia menggelengkan kepalanya. "hal yang sama juga
dilakukan terhadap kaum muslim. Konon, mesjid-mesjid tergenang
darah setinggi mata kaki. Kau pasti berpikiran bahwa kengerian
yang sama akan mempersatukan dua agama besar itu. Tetapi kau
lihat sendiri apa yang terjadi sekarang ini...." Ia mengangkat tangan dan meraba pelipisnya. "Tanah Suci milik Tuhan, dan begitu
banyak kepedihan. Kepedihan demi kepedihan terus terjadi."
Ia terus-menerus meraba keningnya untuk beberapa saat,
kemudian menurunkan tangannya dan berbalik kepada Layla.
"Sudah waktunya aku bersiap untuk ibadah tengah hari."
"Tentu saja," kata Layla. "Terima kasih atas waktu Anda."
"Aku tak yakin aku telah membantumu."
"Tentu saja Anda sudah membantuku," kata Layla. "Banyak
sekali." Ia memasukkan buku catatannya ke dalam tas dan menelempangkan tasnya ke bahu.
"Teruskan tulisannya," katanya. "Itu akan membuat sesuatu
yang berbeda." Ia tersenyum dan, sambil mengangkat tangannya untuk pamitan, ia berbalik dan melangkah pergi.
"Satu kenyataan menarik untuk artikelmu," serunya berteriak.
"Ternyata, hitler terobsesi dengannya. William de Relincourt. Dia
punya tim akademis yang meneliti kisah itu, mencoba mencari
tahu apa yang ditemukan Relincourt dan apa yang terjadi pada
temuan itu. Dia yakin ada sejenis senjata rahasia yang dapat dia
gunakan untuk melawan Yahudi. Begitulah menurut cerita ini.
Seperti kataku, de Relincourt menarik semua orang asing. Aku
mendoakan semua yang terbaik untukmu, Nona al-madani."
~ 248 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ia mengangguk ke arah Layla dan, dengan meletakkan tangan
di belakang punggungnya, berjalan menuju Katholicon.
L uxor "hALo" hALo" YA, NAmAKU INSPeKTUR YUSUf KhALIfA DARI SATUAN
Polisi mesir. Sepertinya aku pernah berbicara denganmu ... Khalifa.
Bukan, Khalifa. Khal-ee-fa. Tepat sekali. Aku perlu seseorang yang
dapat membantuku kasus yang sedang kukerjakan, yang melibatkan warga negara Israel. Apa" Bukan, kasus yang sedang
kutangani.... Anda dapat berbahasa Inggris" Apa" ... Ya, ok, aku
tunggu, terima kasih, terima kasih."
Khalifa meletakkan gagang telepon di antara kepala dan
bahunya lalu, sembari meraba dan menarik sebatang rokok dari
paket di depannya, mendecakkan lidahnya dengan frustrasi. Ia
telah menghabiskan waktunya dengan sia-sia mencoba menelusuri
seseorang di Satuan Polisi Israel yang dapat menolongnya berkaitan dengan detail tentang hannah Schlegel. Ia dilempar dari satu
departemen ke departemen lain, unit ke unit, dan dari staf ke staf
lain sebelum akhirnya ia kembali ke tempat semula, markas Besar
Polisi Nasional di Yerusalem, dengan seorang perempuan yang
hampir tidak dapat berbahasa Inggris, apalagi bahasa Arab. Ia
memiliki perasaaan berbeda bahwa karena ia adalah seorang
mesir, mereka tidak menganggapnya serius seperti halnya bila
mereka menghadapi, katakanlah, orang Amerika atau eropa. Ia
menyulut rokoknya, mengisapnya dan mengeluarkan asap yang
menyebalkan, sembari mendengarkan keheningan pada ujung lain
saluran telepon. "halo?" ia menyapa lagi, sambil berpikir kemungkinan
hubungan sudah diputus. "halo?"
Jalur telepon kembali terhubung.
"Aku sudah bilang harap tunggu," terdengar suara perempuan,
~ 249 ~ PAUL SUSSMAN tajam, seolah ia sedang berbicara pada seorang anak yang nakal.
"harap menunggu."
Jalur telepon sunyi kembali.
"Sialan," gerutu Khalifa, mengunyah filter rokoknya. Rahangnya menegang karena sebal.
"Aku sedang berusaha menolongmu, demi Tuhan. Aku sedang
menolongmu, wahai perempuan!"
Kembali ia mengisap rokoknya dan merosot lagi ke dalam
kursi, mendongak ke arah poster Piramid Tangga Djoser yang
sudah memudar di dinding seberang, kemudian ke bawah ke
mejanya tempat segala benda yang ia bawa kembali dari rumah
Jansen diatur dalam barisan rapi di depannya"slide fotografi, brosur, surat wasiat, dan pistol. Satu-satunya hal yang tak ada adalah
batang emas, yang ia percayakan pada Tuan muhammad hasson,
ahli emas di Banque misr, yang telah berjanji untuk mendapatkan
informasi lebih banyak lagi tentang elang dan legenda swastika
yang dicapkan pada permukaannya.
Dari objek yang ada, surat wasiat Jansen telah menjadi bukti
yang paling informatif. Surat itu telah mempersiapkan instruksi
rinci penjualan properti dan kepemilikan korban. Lalu, dari hasil
penjualan itu dilakukan pembagian warisan kepada berbagai individu dan organisasi, termasuk staf menna-Ra, pengurus rumah
tangga korban, egyptian horticultural Society, museum Luxor dan,
yang agak aneh, Rumah Sakit hewan Brooke untuk kuda dan
keledai. Warisan terbesarnya"sejauh yang dapat ditemukan Khalifa,
terdiri atas sekumpulan tanah perkebunan milik almarhum"
diberikan kepada Anton dan Inga Gratz, "Atas dukungan semua
alasan yang kita pegang teguh bersama-sama. Carla Shaw, manajer
menna-Ra, telah menyebutkan teman-teman Jansen, salah satunya
bernama Anton, dan Khalifa menduga ini pasti merujuk pada
orang yang sama. Lebih menarik lagi, Jalan orabi 16, alamat yang
diberikan kepada Gratzes dalam surat wasiat itu, berada di distrik
Al-maadi di Kairo. Telepon umum yang nomornya muncul begitu
~ 250 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
sering pada tagihan telepon Jansen juga ada di distrik tersebut.
Setelah mengecek lokasi tepatnya di Telecom mesir, Khalifa menemukan bahwa alamatnya berlokasi di seberang blok apartemen
tempat Tuan dan Nyonya Gratz tinggal. Ini mengesankan bahwa
mereka adalah orang-orang yang diajak bicara oleh Jansen secara
teratur. Pemeriksaan lebih lanjut menyatakan bahwa keluarga
Gratzes tidak memiliki nomor telepon pribadi"barangkali itu
sebabnya ia menggunakan telepon umum"jadi Khalifa telah
menghubungi para tetangga di kiri-kanannya di blok tersebut,
meminta mereka meletakkan catatan di bawah pintu Gratzes,
meminta mereka menghubungi Polisi Luxor secepatnya. Sampai
hari ini, ia tidak pernah mendengar laporan apa pun.
Di antara benda-benda lainnya, pistol telah diidentifikasi oleh
Tuan Salah, seorang ahli balistik stasiun ini, sebagai senjata semiotomatis Walther P38 sepanjang 9mm"yang sebenarnya agak
jarang terlihat akhir-akhir ini walaupun banyak dicari para kolektor senjata genggam. Walter P38 ini telah menjadi senjata resmi
militer Jerman pada Perang Dunia II. Senjata ini dirawat apik dan
bersih serta diberi minyak dan dalam kesiapan yang sempurna,
selongsong yang berisi delapan peluru terisi penuh. Sebagaimana
begitu banyak aspek lain dalam kehidupan Jansen, informasi ini
pun telah memancing banyak pertanyaan daripada yang terjawab.
Tidak ada waktu lagi untuk menemukan apa pun tentang dua
objek terakhir, brosur dan slide. Dengan menyorongkan badannya
ke depan, Khalifa kemudian memungut yang terakhir, mengangkat
dan menerawangkannya di bawah lampu, sembari tetap mengisap
rokoknya, dan menggenggam telepon di tangan kirinya. Slidenya
berisi gambar pintu makam yang sempit dan gelap pada kaki dinding vertikal dari batu besar yang tidak bermakna apa-apa
baginya. Setelah menatapnya sebentar, sambil bertanya-tanya
apakah benda ini memiliki hubungan tertentu, ia meletakkannya
kembali ke atas meja. Kemudian ia mengambil brosur, membacanya perlahan dan terenyak"karena baru pertama kali ini dia melihatnya"oleh keganjilan seseorang yang jelas merupakan asuhan
Jansen bercampur dengan fundamentalis penghasut seperti Syekh
~ 251 ~ PAUL SUSSMAN Umar Abdul Karim. Ia baru mencoret-coret catatan untuk dirinya
sendiri guna meneliti pertemuan yang diiklankan oleh brosur itu
ketika jalur telepon akhirnya terhubung kembali.
"Sudahkah Anda berbicara dengan Kedutaan Besar Israel di
Kairo?" "Justru Kedutaan Besar Israel di Kairo yang memberiku nomor
Anda," jawab Khalifa, sembari mematikan batang rokoknya ke
dalam asbak, berusaha agar tak kehilangan kontrol atas emosinya.
Perempuan di ujung telepon memintanya untuk menunggu
lagi, kali ini hanya selama lima belas detik, kemudian ia kembali
dan bertanya apakah Khalifa tahu alamat terakhir korban yang
dikenal, atau "tempat tinggalnya sebelum kematian", yang menurut dia artinya sama saja. Ia menggapai sisi seberang meja, mengambil arsip pembunuhan Schlegel dan membuka-buka halamannya.
"Jalan o-hor har Chime nomor 46," ia membaca, berusaha
memahami kata yang tidak biasa. "flat empat." Khalifa harus
mengulangnya dua kali sebelum perempuan itu mengenalinya.
"ohr ha-C-haim," ujarnya mengulang. "Ini Kota Tua. Anda
harus berbicara pada Kantor Kepolisian David."
Perempuan itu memberikan nomor.
"Apa ada nama untuk kontak ini?"
"Berbicaralah dengan departemen investigasi. mereka menolongmu."
"Kalau bisa aku ingin tahu namanya," desak Khalifa, menyadari
bahwa tanpa menyebutkan nama ia akhirnya hanya akan dilempar
ke sana kemari oleh sekretaris. "Seseorang yang bisa aku ajak bicara
secara langsung. Siapa saja. Aku mohon."
Perempuan itu mengeluarkan desah kesal, tidak berusaha
menyembunyikan kenyataan bahwa ia berpikir Khalifa telah menjadi pengganggu, dan membuat Khalifa menunggu untuk ketiga
kalinya. Beberapa saat kemudian akhirnya ia kembali dan membaca keras-keras sebuah nama, yang ditulis Khalifa pada buku
catatan di depannya. "Dan apakah ini detektifnya?" tanyanya.
~ 252 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Ini detektif," katanya dengan kasar dan menutup telepon.
Khalifa merendahkan gagang telepon dan menyalakan rokok
lain sambil menggerutu pada diri sendiri, semua kecurigaan paling
buruk terhadap Israel terakui. Ia menikmati beberapa isapan
rokoknya dalam-dalam, kemudian mengangkat telepon dan
memutar nomor yang diberikan perempuan itu padanya. Dering
telepon berdering selama tujuh kali sebelum seseorang menjawabnya.
"Selamat sore," sapa Khalifa. "Namaku Inspektur Yusuf Khalifa
dari Satuan Polisi mesir. Bisakah aku berbicara dengan...."
Ia berjongkok sambil memerhatikan buku catatan di depannya.
"Detektif Ar-ee-ay. Ben-Ro-eye."
Y erusaLem TeLePoN BeRDeRING KeTIKA BeN-RoI memASUKI RUANG KeRJANYA, YANG
bisa saja ia tolak, dengan penglihatan agak kabur akibat dua kaleng
bir yang dia tenggak dalam perjalanan menuju pos polisi, belum
termasuk perasaan melankolis tak tertahankan yang selalu ia alami
setelah mengunjungi makam Galia. Ia mengangkat mesin penerima
telepon dan mengutuk siapa pun di ujung jalur sana.
"Ken." "Detektif Ben-Ro-eye?"
"Ben-Roi," koreksi orang Israel ini sambil cemberut. Siapa pula
maniak ini" "maafkan aku. Aku Inspektur Yusuf Khalifa dari Satuan Polisi
mesir. Aku mendapatkan nama Anda dari Central Police
headquarters." Ben-Roi tidak berkata apa-apa.
"halo?" "Ken?" "Anda mengerti bahasa Inggris, Tuan Ben-Roi?"
~ 253 ~ PAUL SUSSMAN "Ata medaber lurit?"
"maaf?" "Apa kau dapat berbahasa Ibrani?"
"Aku tidak bisa."
"Jadi sepertinya aku harus berbicara dalam bahasa Inggris. Apa
yang kau inginkan?" Khalifa mengembuskan asap rokoknya. Ia baru saja berbicara
dengan laki-laki itu kurang dari lima belas detik dan sudah tidak
menyukainya. "Aku sedang menangani kasus yang melibatkan warga negara
Israel," paparnya, berusaha menjaga suaranya tetap terdengar
beradab. "Kasus pembunuhan."
Ben-Roi memindahkan gagang telepon ke tangan kiri dan, dengan tangan kanannya, menarik botol pinggang dari sakunya.
"Jadi?" "Korban adalah seorang perempuan bernama hannah Schlegel.
Ia terbunuh pada 1990."
Ben-Roi mendengus. "Dan kau baru menyelesaikannya
sekarang?" "Tidak, tidak, Anda salah mengerti. Kami telah menyelidiki
kasus ini ketika itu. Seorang laki-laki sudah dijatuhi hukuman.
Tetapi kini ada bukti baru dan kami kemudian menyelidik ulang
kasus tersebut." Ben-Roi membuka tutup botol dan meneguknya beberapa kali.
"Anda menghukum orang yang salah?"
Ini lebih merupakan tuduhan daripada pertanyaan. Keluhan
terhadap ketidakmampuan profesional. Khalifa menggertakkan
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
giginya. "Inilah yang sedang kuselidiki."
Ben-Roi meneguk lagi. "Jadi, apa yang kau inginkan dariku?"
"Aku mencoba mendapatkan"bagaimana Anda mengatakannya ya..., sedikit informasi tentang latar belakang korban. Pekerja~ 254 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
annya, keluarga, teman-teman, minat, apa pun yang dapat membantu kami menemukan motif pembunuhannya."
"Dan?" "maaf?" "mengapa kau menelepon aku?"
"oh begitu. Well, korban tadinya tinggal di...," Khalifa melirik
lagi arsip di depannya, "Jalan ohr ha-Chaim. Nomor empat-enam,
flat empat. Aku diberitahu bahwa alamat ini berada dalam...,
bagaimana kau mengatakannya" ... wilayah pengawasan stasiun
Anda." Ben-Roi mundur ke belakang dan, menaikkan tangannya yang
bebas, mulai meraba pelipisnya. Sialan! Ini adalah hal terakhir yang
ia butuhkan, terperangkap ke dalam penyelidikan bersama dengan
seseorang berkepala batu. Amatir, hampir semua dari mereka.
Amatir sialan. mestinya ia tidak mengangkat telepon itu.
"Saat ini aku sedang sibuk," jawabnya ketus. "Bisakah kau
menelepon kembali?" "Nanti?" "minggu depan."
"Aku khawatir ini tidak bisa berlama-lama menunggu," kata
Khalifa, merasakan sikap penolakan untuk menerima kasus ini.
"Barangkali salah satu kolega Anda dapat membantuku?"
Seseorang yang sedikit lebih profesional, katanya dalam hati.
Seseorang yang sedikit bangga dengan pekerjaannya. "Atau
barangkali aku harus bicara dengan atasan Anda," tambahnya.
Kekesalan Ben-Roi mengencang menjadi geram. Arab sialan. Ia
menjauhkan gagang telepon dan memandangnya dengan marah,
tergoda untuk membantingnya, untuk memutus pembicaraan.
Namun, ia punya perasaan bahwa ia tidak dapat dengan mudah
mengenyahkan orang ini. Kenapa tadi tidak dibiarkan saja telepon
itu terus berdering"
"Inspektur Ben-Roi?" suara Khalifa terdengar kembali.
"Ya, ya," kata Ben-Roi, sambil menggerutu, menelan tegukan
terakhir dari botol dan menutupnya kembali. "Baiklah, beri aku
~ 255 ~ PAUL SUSSMAN nama dan alamatnya lagi."
Ia meraih pulpen dan mulai menulis apa yang dikatakan Khalifa
tentang Schlegel. "Dan kapan ia terbunuh?"
"Sepuluh maret 1990. Aku dapat mengirim catatan kasus ini
bila itu bisa membantumu."
"Tak perlu," kata Ben-Roi, menyadari bahwa semakin banyak
informasi yang ia punya semakin banyak pekerjaan yang wajib ia
lakukan. Beberapa panggilan telepon, kunjungan singkat ke alamat
sebelumnya dari perempuan itu"mungkin itu saja yang dipersiapkan untuk dia lakukan. Dan bila itu dirasa tidak cukup, well, itu
masalah si Arab satu ini. Dialah yang harus maju terus.
"Satu hal yang harus Anda ketahui," Khalifa melanjutkan.
"Yang paling kami curigai dalam kasus ini adalah seseorang bernama Piet Jansen. Kaitan apa pun yang dapat Anda temukan antara
laki-laki ini dan hannah Schlegel akan sangat berguna. Itu...."
"Ya, ya, aku tahu," kata Ben-Roi. "Piet hansen."
"Jansen," kata Khalifa, tidak lagi sungkan menutupi rasa sebal
dalam suaranya. "J ... A ... N ... S ... e ... N. Jelas?"
Tangan Ben-Roi kencang mengepal. "Ya, jelas," gerutunya.
Khalifa mengisap rokoknya dengan marah, mengisapnya sampai ke bagian puntung sebelum ia membuangnya ke dalam asbak
di depannya. "Kau pasti akan membutuhkan detail kontakku."
"Aku rasa ya," Ben-Roi menjawab sembari meremang.
Khalifa memberikannya padanya.
"Nomormu?" Ben-Roi memberikan alamat e-mailnya.
"No telepon seluler?"
"Tidak ada," kata orang Israel ini, sambil melirik pada Nokianya di meja.
Khalifa tahu sekali orang ini berbohong, tetapi tidak melihat
adanya hal penting yang mendesak. maka dengan enteng ia ber~ 256 ~
THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
kata ia akan sangat menghargai bila Ben-Roi dapat sebisa mungkin
menanggapi kasus ini sebagai sesuatu yang penting dan segera.
"Tentu," kata si Israel.
Kemudian diam, jalur antara mereka seperti akan retak dengan
sikap saling antipati. Lalu Ben-Roi mengatakan itu semua adalah
pekerjaan yang memang harus ia kerjakan. Khalifa mengucapkan
terima kasih, dengan kaku, dan kedua laki-laki ini pun baru hendak
menurunkan gagang telepon mereka.
"Satu pertanyaan!"
Suara Khalifa menggema kembali di jalur itu. Sialan, pikir BenRoi.
"Apa?" Khalifa melirik pada arsip yang ada di depannya.
"Ada sesuatu yang tidak kumengerti. Pada lengan korban ada
sesuatu ... bagaimana kau mengatakannya ... tatter?"
"Tato?" "Tepat sekali."
Khalifa memerhatikan foto hitam putih itu dari lengan depan
perempuan yang telah tewas dan menariknya keluar, mengangkatnya di depannya.
"Ada angka. 4-6-9-6-6. Dengan segitiga di depannya. Apakah
ini sejenis ritual orang Yahudi?"
Ben-Roi mengempas ke belakang di kursinya, menggelengkan
kepalanya. Arab sombong antisemit.
"Itu nomor kamp konsentrasi. Nazi membuat tato pada lengan
tahanan Yahudi selama holocaust. Walaupun, karena kau sangat
tidak percaya bahwa holocaust pernah benar-benar terjadi, hal itu
mungkin tak akan banyak membantumu. Ada lagi yang lain?"
Khalifa menatap foto di hadapannya.
"Ada lagi?" Ulang Ben-Roi, lebih keras.
"Tidak," kata Khalifa. "Tidak ada lagi."
"Nanti aku hubungi."
hubungan telepon itu pun terputus. Khalifa terus saja meng~ 257 ~
PAUL SUSSMAN amati foto itu. matanya membesar melihat lima digit di kulit
perempuan itu seperti sekumpulan serangga yang muncul dari gundukan segitiga dari bukit semut, kemudian meletakkan foto itu dan
memungut pistol Jansen. Ia juga mengamati pistol ini beberapa
saat, dengan alis matanya yang mengernyit, sebelum ia meletakkan
pistol itu lagi, memungut pulpennya dan, pada buku kecil di sisi
telepon, menulis "Nazi" dan "holocaust", menggarisbawahinya
dengan garis hitam ganda.
Y erusaLem "PeRANG ANTARA ISRAeL DAN PALeSTINA"DAN JANGAN SALAh, INI memANG
perang"sedang berlangsung pada banyak tingkatan berbeda dengan senjata yang berbeda-beda pula. Yang paling jelas, tentu saja,
adalah konfrontasi fisik: batu melawan senjata Galil, bom molotov
melawan tank merkava, bom mobil dan serangan bunuh diri
melawan helikopter Apache dan jet f16.
"Bagaimanapun juga ada banyak elemen dalam konflik ini,
yang"jika kurang terlihat"tak kurang signifikan. Diplomasi,
agama, propaganda, ekonomi, intelijen, budaya"semua adalah
arena tempat pergolakan yang berlangsung antara bangsaku dan
penindas Israel bermain setiap harinya. Dalam artikel ini aku akan
berkonsentrasi pada satu dari sekian medan perang pengikisan
yang paling kecil kemungkinan terjadinya, dan yang paling krusial
dari semuanya, satu yang berada pada jantung atau pusat dari konflik yang sudah korosif ini: arkeologi.
Layla berhenti sejenak. Jemarinya bergerak di atas keypad
laptopnya, memindai apa yang baru saja ia tulis, membacanya
keras-keras untuk memastikan tulisannya mengalir lancar dan
masuk akal. Ia menambahkan kalimat lain?"Bagi bangsa Israel,
arkeologi, khususnya penggalian bukti untuk mendukung eksistensi Negara Israel yang tercantum dalam kitab suci di tanah yang
mereka kuasai sekarang, telah menjadi komponen kunci dalam
~ 258 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
perang melawan Palestina?"kemudian, dengan desahan, ia menjauhkan diri dari mejanya, berdiri dan beranjak menuju dapur
untuk membuat kopi. Artikel untuk Palestine-Israel Journal itu telah berputar dalam
benaknya sejak beberapa minggu lalu, sejak ia bertemu dengan
pwmud Yunis Abu Jish di kamp pengungsi Kalandia. Ini adalah subjek yang bagus, dan"dengan kecepatannya menulis dan kenyataan bahwa dia telah merencanakan segala sesuatunya di dalam
kepalanya"merupakan artikel yang harus ia tuntaskan dalam
beberapa jam atau kurang.
Karena dia telah mengerjakan artikel ini selama dua kali dari
lamanya waktu itu, sejak kembali dari pertemuan dengan Bapa
Sergius, dan walaupun saat itu masih belum terlalu malam, ia tetap
baru menghasilkan potongan kecil dari dua ribu kata yang ingin ia
tulis. Andai saja ini subjek yang lain, ia mungkin bisa berkonsentrasi
dengan lebih baik. Referensi arkeologi dan sejarah adalah pengingat konstan dalam semua hal berkaitan dengan William de
Relincourt; Layla baru menulis beberapa kata saja karena pikirannya mulai beralih, menjauhkannya dari pekerjaannya sekarang dan
kembali ke de Relincourt dan harta misterius yang dianggap ditemukan olehnya yang terpendam dalam gereja makam Suci.
Apakah isinya" Ia terus bertanya-tanya di dalam hati. Bagaimana
hal ini terkait dengan al-mulatham" Siapa koresponden misterius
yang telah membuatnya tahu mengenai cerita ini pada awalnya"
Apa" Bagaimana" Siapa" Pertanyaan itu menggema di telinganya
seperti dering lonceng yang terus-menerus, memecah konsentrasinya.
Ia membuat kopi untuk dirinya sendiri, membuatnya dalam
gaya Palestina, menjerang air dalam teko logam lalu menambahkan kopi dan gula. Setelah itu ia naik ke atap dan memandang arah
timur dalam kegelapan langit, mencoba menjernihkan kepalanya.
Di puncak Gunung Scopus, lampu Universitas hebrew telah
menyala, tajam dan dingin, seolah puncak bukit itu ditutupi
lembaran es yang berkilau; di sisi kanan, di Gunung olive, Gereja
Kebangkitan dapat terlihat, dibungkus dalam sinar korona yang
~ 259 ~ PAUL SUSSMAN lebih hangat, seperti lingkaran halo. Ia tersenyum tipis pada dirinya
sendiri, mengingat kembali momen saat ia dan ayahnya berlomba
menuruni bukit dari gereja ke Basilika Gethsemane di bawah.
Waktu itu ayahnya bertaruh satu dolar Layla tidak bisa mengalahkan ayahnya sampai di bawah. Walaupun tahu ayahnya akan
membiarkannya menang, dengan sengaja Layla tetap bertahan di
belakang, suatu keadaan yang tidak mungkin menghilangkan
kepekaannya akan kemenangan saat ia melintasi garis finish yang
telah disepakati bersama, mengangkat tangannya yang ramping
dan bersorak gembira sebelum sambil terengah-engah menuntut
uang hadiah untuknya. Itu adalah, seperti begitu banyak kenangan tentangnya, gambaran yang ambivalen, yang penuh kebahagiaan sekaligus simbolisme melankolis. Namun demikian, ia tetap melanjutkan lomba
itu. Sejak kematiannya, ayah selalu berada di bahunya, membayanginya, mendorongnya, tidak pernah menyurut, bagaimanapun kerasnya ia berlari. Perbedaannya adalah ketika itu ada jarak
pasti untuk dilalui, ujung yang jelas terlihat, hadiah bagi tenaganya
yang terkuras, kini ada ... apa" Tidak ada apa-apa. Tidak ada
harapan akan kemenangan atau kesenangan, tidak ada kenikmatan. hanya lari yang tiada henti, lari cepat tanpa harapan dari
kekosongan ke kekosongan. Dan selalu kenangan tentang ayahnya
berada di belakangnya, tengkorak kepalanya yang memburai, tangan yang terborgol di punggung belakang seperti hewan tertambat di meja penjagalan. Selalu ada di sana. Selalu hadir. Selalu
menggerakkannya. Ia mengucak matanya, menghapus kelembaban yang ada di
sana, dan memandang ke arah kerlip bintang redup terakhir yang
secara perlahan melebur ke dalam malam. Angin dingin mulai
terasa menerpa wajahnya. Ia menutup matanya, menikmati
kesegaran udara malam yang begitu tenang. Layla tetap berada
dalam keadaan begitu untuk beberapa saat, berharap ia dapat
berada di atas atap dan terbang, melarikan diri dari semua kekejaman, meninggalkan semuanya di belakang; kemudian, dengan
desahan, ia menghabiskan kopinya dan kembali ke ruang kerjanya,
~ 260 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
duduk di depan laptopnya dan membaca sekali lagi apa yang
sudah ia tulis. Ia menambahkan beberapa kalimat, dengan raguragu, kemudian, menyadari bahwa ini hanya membuang waktu
saja, bahwa ia terlalu terpaku, segera menutup arsip yang sedang
dia kerjakan, menyimpan buku catatannya dan membuka internet,
membuka Google dan mengetik "William de Relincourt" di dalam
kotak subjek. Layla menghabiskan lima jam berikutnya menelusuri setiap daftar yang relevan mengenai de Relincourt, mencari petunjuk baru
tentangnya, sesuatu yang mungkin saja belum ia miliki pada pencarian pertamanya di malam sebelumnya. William de Relincourt
dan holy Grail, William de Relincourt dan Rosicrucian, William de
Relincourt dan Atlantis yang hilang, William de Relincourt dan
Konspirasi Vatikan untuk mengambil alih dunia"Layla meneliti
semuanya, masing-masing terlihat lebih buram daripada yang
sebelumnya. Kalau saja ia telah mencari artikel tentang keanehan
zaman Baru, atau Sejarah sebagai mistis Baru, ia pasti akan memiliki waktu untuk melakukan apa yang dia suka. Ternyata, dia tidak
menemukan apa pun sebagai tambahan bagi fakta yang telah diketahuinya.
Begitu sudah kelelahan mencari semua data tentang William de
Relincourt, Layla mulai mengetik variasi lain, memperluas jaringan:
Guillelmus de Relincourt; Gillom of Relincar; esclarmonde de
Relincourt; De Relincourt Jews; De Relincourt france; De
Relincourt Languedoc; De Relincourt C. Dan tetap nihil. Kadangkala tidak ada pasangannya sama sekali, terkadang lusinan tetapi
tidak relevan; kadang ada pasangannya tetapi sudah ia peroleh di
bawah judul lain. hanya satu kombinasi yang terbukti, bila tidak bisa dianggap
menolong, tapi paling tidak menarik, dan itu adalah "Guillelmus
Relincourt hitler", yang ia ketik dengan dasar informasi dari Bapa
Sergius pagi tadi. Ia kini dihadapkan kembali pada lebih banyak
teori gila, termasuk yang mengatakan bahwa de Relincourt telah
menemukan sejenis senjata magis rahasia yang mampu menguapkan seluruh populasi Yahudi di dunia, sebuah senjata yang, untuk
~ 261 ~ PAUL SUSSMAN alasan gamblang, telah membuat hitler begitu cemas untuk
memegang dengan tangannya (dan juga membuat cemas sang
penulis, didasarkan pada nuansa antisemit dalam artikel itu).
Namun, di antara yang dibuang, terdapat sejumlah informasi yang
terdengar lebih meragukan ketika de Relincourt adalah nama setelah pemeriksaan sebagai contoh dari obsesi yang terdokumentasi
dengan baik milik fuhrer terhadap arkeologi dan ilmu klenik.
Kebanyakan referensi itu singkat dan tidak banyak detail yang
berkaitan, tetapi ada satu, artikel yang ditulis seorang Prancis Jeanmichel Dupont dengan catatan kaki menggelitik yang dipetik dari
buku harian Dietrich eckart, seorang ideolog Nazi dan orang yang
kepadanya hitler mendedikasikan mein Kampf :
November 13, 1938 Thule Soc. makan malam, Wewelsburg. Semangat tinggi setelah peristiwa 9-10, dengan WvS membuat lelucon tentang
"Ceceran harapan bangsa Yahudi". Dh mengatakan mereka
akan lebih tercecer bila apa saja tentang Relincourt terlepas,
yang setelah itu ada diskusi panjang tentang Cathars, dan lainlain. Burung ayam pagar, sampanye, kognak. mohon maaf
dari fK dan WJ. Beberapa silang referensi mengungkapkan bahwa Wewelsburg
adalah kastil di Jerman barat laut, markas besar SSnya himmler;
Thule Society adalah perintah quasi-esoterik yang diabdikan untuk
promosi mitologi bangsa Arya; "peristiwa 9-10" adalah perusakan
massal terhadap properti milik bangsa Yahudi yang selanjutnya
dirujuk sebagai "Kristallnacht"; dan Cathars adalah nama yang
Layla temukan dalam beberapa artikel lain, sejenis sekte Kristen
heretikal yang berkembang pada abad keduabelas dan ketigabelas
(menariknya, mereka secara khusus aktif dalam wilayah languedoc
di Prancis.) Inisial WvS, fK dan WJ, sejauh yang dapat ia identifikasi, adalah milik Wolfram von Sievers, friedrich Krohn dan Walter
Jankuhn, akademisi Nazi dan anggota regular Thule Society.
~ 262 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Semuanya benar-benar menarik. Sayangnya, satu bagian dari
intisari yang benar-benar ia perlukan sebagai sumber, yaitu pemilik
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
inisial Dh dan maksud kalimat "bila hal berkaitan dengan
Relincourt lepas", tidak ia temukan. Tidak ada nomor atau alamat
Jean-michel Dupont, dan setelah ke sana kemari selama setengah
jam dalam internet mencoba mengklarifikasi isu tersebut Layla
akhirnya memutuskan bahwa semua itu mengalihkan konsentrasinya dan untuk sementara dia menyerah.
"Sialan benar!" ia mendesis marah sembari menendang kaki
meja. "Apa sih yang sebenarnya aku cari" Brengsek!"
Waktu sudah hampir tengah malam. Ia memandang layar,
mata bergerak dengan keletihan, kemudian mengulurkan tangannya untuk mematikan laptop, pasrah dirinya tidak akan mendapatkan apa-apa lagi malam itu. Ketika ia melakukan itu, yang lebih
karena kelelahan daripada karena ia pikir hal itu akan membuatnya
lebih baik, ia menuliskan kombinasi kata terakhir secara acak ke
dalam kotak subjek, yang pertama melintas dalam benaknya,
bahkan tak sempat ia pikirkan, hanya menekan keyboard secara
otomatis seolah itu lebih merupakan sentuhan jarinya daripada
pikirannya yang telah mengambil inisiatif: "Relincourt france treasure Nazis secret Jews". Ia berhenti sejenak, melihat pada apa
yang telah ia ketik, kemudian, lagi-lagi, lebih karena refleks daripada
rasional, mengganti "Relincourt" dengan "William" kemudian
mengklik ikon "Search".
muncul dalam daftar pasangan pertama.
St John"s College history Society ... Professor magnus
Topping, dengan anak judul "Little William and the Secret of
Castelombres: A Tale of Nazis, treasure...."
www.joh.cam.ac.uk/historysoc/lent.html
SITUS ITU, sebagaimana tertera dalam judulnya, merupakan milik
masyarakat sejarah dari St John"s College, Cambridge, dan terutama terdiri atas laporan yang panjang dan bukan laporan yang agak
~ 263 ~ PAUL SUSSMAN berbunga-bunga dari terminologi terdahulu tentang peristiwa dan
aktivitas, yang kebanyakan, dinilai oleh J-peg yang menyertai para
lulusan yang mabuk dalam toga dan rambut palsu oranye, hanya
sedikit atau tidak berhubungan sama sekali dengan sejarah.
Paragraf dalam laporan itu berbunyi:
Pembicaraan terakhir dalam terminologi penyangga dari suatu
ceramah"yahh pembicaraan yang banyak sekali"diberikan
oleh Profesor kita magnus Topping, dengan ceramah berjudul
"Little William and the Secret of Castelombres: Cerita tentang
Nazi, harta karun, Casthars dan Inkuisisi". Dalam diskusi yang
mencerahkan dan penuh warna, Profesor Topping menjelaskan bagaimana risetnya mengenai inkuisisi abad ketiga belas
telah mengungkapkan hubungan yang tidak diperkirakan
antara harta karun Cathars dan apa yang disebut "Secret of
Castelombres", yang terakhir ini adalah kastil di wilayah
Languedoc Prancis tempat, menurut legenda zaman pertengahan, beberapa harta tak ternilai disimpan di sana. Dari
titik tolak ini kita dibawa ke dalam wisata yang menyenangkan menuju dunia pemujaan misteri Judais, arkeolog Nazi dan
kengerian mendalam dari Inkuisisi Katolik (William kecil
adalah interogator yang brutal), efek keseluruhannya tidaklah
merupakan seminar sejarah milik Anda seperti biasanya tetapi
lebih merupakan pelaku sejarah sepenuhnya. malam yang
benar-benar penuh kenangan yang semakin mengesankan oleh
demolisi dari pembicara yang mulia tentang seluruh isi botol
Lagavulin. ohh menangislah kalian semua yang tidak bisa
hadir. Reaksi spontan Layla begitu membaca teks ini adalah kesenangan ringan dengan gaya yang sedikit sombong, bercampur perasaan
kecewa karena, berlawanan dengan yang dia harapkan pada awalnya, William tersebut jelas-jelas dikatakan tidak ada kaitannya
dengan William yang sedang menjadi minat dan perhatiannya. Ini
~ 264 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
merupakan tanda betapa lelah dan sesaknya Layla, belum lagi
sikap skeptis setelah malam ketika ia bersusah payah berada dalam
kebohongan historis yang penuh lumpur, sehingga baru ketika ia
membaca yang kedua kalinya koneksi antara laporan dan risetnya
sendiri mulai terlihat. Dan baru ketika ia membaca yang ketiga
kalinya, seperti burung muncul dengan suara berisik dari semak
belukar, kata "Castelombres" tiba-tiba melompat ke layar monitor.
Castelombres, Languedoc. C.
Untuk sesaat ia berdiam di tempatnya, memerhatikan nama itu
dengan saksama, menelaahnya secara mendalam, kemudian, dengan aliran deras adrenalinnya, dengan sangat bersemangat dia
mulai mengumpulkan semua catatan yang tercecer di mejanya,
menarik terjemahan surat bersandi dan memegangnya di bawah
lampu, dan matanya membaca teks. Aku kirimkan ini segera
sekarang dengan perkiraan hal ini akan aman di C.
"Ya Tuhan!" bisiknya.
~ 265 ~ PAUL SUSSMAN Ia meneliti laporan itu sekali lagi, dengan berhati-hati, sambil
menulis, kemudian menyimpan arsip website tersebut dalam folder
arsip favoritnya kemudian kembali ke Google dan mengetik
"Castelombres" pada kotak pencarian. Ada enam tanggapan. Layla
mengklik yang pertama, "A Geneacology of the Comptes de
Castelombres". Untuk beberapa lama, layar tetap kosong, kemudian, seperti kabut yang menghilang sebelum ada angin kuat, sebuah
silsilah keluarga perlahan tampak di layar. Sebenarnya itu lebih
mirip semak keluarga, karena hanya kurang dari selusin nama yang
tertera pada cabangnya seperti dedaunan yang compang-camping.
Satu yang tertangkap oleh matanya adalah yang berada di tengah.
Layla menatapnya sejenak, memeriksa dan memeriksa ulang,
kemudian, dengan mendengking tajam karena begitu lega dan
senang, ia pun menghantamkan kepalan tangannya pada meja.
"Dapat!" teriaknya.
D esa Q ueYeram , anTara L uxor Dan Q us "RAKYAT PALeSTINA ADALAh SAUDARA KITA KAReNA ALLAh. INGATLAh INI
selalu. Penderitaan mereka tidak berada jauh atau abstrak. Ia
adalah penderitaan kita juga. Ketika rumah mereka diruntuhkan
buldozer, itu sama saja rumah kita yang dibuldozer. Tatkala kaum
perempuannya dianiaya, itu sama saja dengan kaum perempuan
kita yang dianiaya. Ketika anak-anak mereka dibantai, itu artinya
anak-anak kita tercinta yang dibantai."
Suara Syeikh Umar Abdul Karim yang nyaring dan berapi-api
bergema di seputar mesjid desa, sebuah ruangan sederhana dengan
dinding bercat putih dan kubah di atapnya yang dihiasi lingkaran
kaca berwarna, menyaring dan melembutkan kuatnya matahari
pagi sehingga ruang di bawahnya cukup disinari dengan cahaya
~ 266 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
redup sub-aquatic, semua dalam rona biru, hijau dan abu-abu
kabut. Beberapa lusin laki-laki, kebanyakan masih muda, para fellaheen, berpakaian djellaba dan imma, bersujud di atas lantai tertutup alas memerhatikan pembicara di dalam mimbarnya, tangan
mereka diletakkan di atas pangkuan, mata mereka berkobar oleh
kemarahan dan kedongkolan. Khalifa menunggu di dekat pintu di
belakang ruangan, tidak di dalam tidak juga di luar, sembari
jemarinya memainkan pulpen di dalam saku jaket.
"Tugas kitalah sebagai muslim untuk menentang yehudi-een
dengan segala kekuatan yang kita miliki," lanjut Syaikh, suaranya
melengking tajam, jari-jemarinya yang kurus mengepal dan meninju di udara. "Karena mereka adalah bangsa yang bebal; bangsa
yang serakah, pendusta, dan pembunuh, musuh Islam. Bukankah
bangsa Yahudi yang telah menolak Nabi muhammad yang mulia
ketika beliau datang ke Yathrib" Apakah al-quran yang suci tidak
mengutuk mereka karena kejahatan dan ketidaksetiaannya" Apakah Protokol zion tidak memuat hasrat mereka untuk menguasai
dunia, dan membuat kita semua menjadi budak?"
Dia seorang yang sudah tua, berjanggut lebat dan bungkuk,
berpakaian dengan bahan quftan gelap dan peci kepala dengan
jahitan sederhana, dengan kacamata plastik murahan bertengger
pada batang hidungnya. Dia sendiri sudah lama dilarang berdakwah di Luxor"mungkin lebih karena sikap antisemitnya,
Khalifa menduga, daripada serangan vokalnya pada korupsi di
pemerintahan"dan membatasi aktivitasnya untuk desa kecil yang
terpencil, melakukan perjalanan dari desa ke desa, menjajakan cap
fundamentalis Islam miliknya sendiri.
"Jadi tidak perlu ada kesepakatan dengan zionis," teriaknya,
menghantamkan kepalan tangannya yang rematik pada ujung
mimbar. "Apakah kalian berbicara pada ular kobra yang mendesis"
Apakah kalian berteman dengan banteng yang menyeruduk" Lebih
baik mereka dikutuk, diusir, dienyahkan dari muka bumi seperti
wabah penyakit sebagaimana mereka sesungguhnya. Ini adalah
tugas kita sebagai muslim. Sebagaimana dikatakan dalam al-quran
yang suci, "Kami telah mempersiapkan hukuman tercela bagi para
~ 267 ~ PAUL SUSSMAN kaum kafir. Kita telah menyiapkan neraka sebagai penjara bagi
orang-orang yang kafir."
Terdengar dengungan tanda setuju dari para pendengar di
hadapannya. Seorang bocah laki-laki dengan rambut halus seperti
lumut di dagu dan bibir bagian atas"berusia sekitar empat belas
atau lima belas tahun, tidak lebih tua dari itu"menonjokkan
kepalan tangannya di udara dan berteriak, "Al-maut li yahudiyyiin! matilah orang-orang Yahudi!"
Serta-merta seruannya disambut para anggota jemaah lain
hingga seluruh ruangan bergetar oleh suara serempak: "mati! mati!
mati!" Khalifa memandang mereka dengan penuh perhatian, mulutnya terkunci rapat, kemudian, sambil menggelengkan kepalanya, ia
berbalik menuju pelataran mesjid dan mengenakan sepatunya
yang ia tinggalkan di sana bersama dengan milik jemaah lain, yang
ditata rapi seperti barisan mobil dalam antrean lalu lintas berdebu.
Ia diam sesaat lebih lama, menajamkan pendengaran karena di
belakangnya Syaikh mengajak para jemaah untuk berjihad, Perang
Suci melawan bangsa Israel dan semua sekutunya, kemudian melangkah keluar menikmati sinar matahari pagi.
Khalifa begitu muak dengan apa yang baru saja didengarnya.
Bagaimana tidak" menggunakan ajaran Nabi Suci untuk memicu
kekerasan dan kebencian, mengutip al-quran sebagai pembenaran
untuk kefanatikan, prasangka, dan intoleransi"inilah yang dia tentang habis-habisan, dengan setiap sel dan otot di dalam tubuhnya.
Dan tetapi ... dan tetapi....
Tidak adakah bagian dari dirinya yang setuju dengan hal itu"
Bagian dari dirinya yang, begitu mendengar kabar ada orang
Palestina yang dibunuh Israel, keluarga lain menjadi gelandangan,
kebun buah-buahan dibuldozer, juga ingin mengepalkan tinju ke
udara, berteriak untuk membalas dendam dan merusak, mengumandangkan "mati, mati, mati!" bersama saudara-saudara muslimnya"
Ia mendesah dan menyalakan rokoknya, berjongkok di areal
bayangan tipis di samping pintu mesjid. Tidak pernah sebelumnya
~ 268 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
ia mengalami kebingungan dan keresahan seperti itu, tentang di
mana posisi dia sebenarnya, apa yang dia yakini, apa yang seharusnya dia yakini. Bahkan ketika dia berada dalam masa-masa paling
menyedihkan"kemiskinan di masa mudanya, kematian kedua
orangtua dan abangnya, studinya di Universitas Kairo yang tertinggal"selalu ada kepastian, setitik kebenaran dari soliditas dan
kepastian. Tetapi kini, setiap langkah dalam penyelidikan ini, setiap
jalur yang membawanya"Yahudi, Israel, fundamentalis"tampak
semakin membuka keretakan yang lebih lebar dalam kepekaan
dirinya. "hadapi selalu apa yang kau takuti." Itulah yang pernah
dikatakan zenab pada dirinya. "Dan selalulah mencari apa yang
tidak kau mengerti. Karena dengan begitulah kau tumbuh dan
menjadi orang yang lebih baik." Tetapi dia tidak merasakan dirinya
sedang berkembang. Sebaliknya, impresinya yang menolak adalah
bahwa segala hal di dalam dirinya remuk dan pecah seperti kaca
yang berceceran menjadi sekumpulan bagian konstituen yang bergerigi dan bertentangan. Bahkan ketika kasus itu akhirnya ditutup,
dia ragu dirinya akan mampu mengembalikan hal itu bersama lagi
sebagai suatu keseluruhan yang dapat dikenali.
Khalifa menarik rokoknya dan melihat jalan berdebu di depan
mesjid. Desa ini hanya dua puluh kilometer di sebelah utara Luxor,
tetapi seperti telah menjadi dunia yang lain, permukiman bobrok
dan jorok dan penjara hewan yang bersemak-semak, gedung di
belakangnya adalah satu-satunya bangunan yang mantap dan permanen. Dengan pakaian kotanya dan ciri kemesiran yang tak begitu menonjol"kulit pucat, rambut lurus"ia terlempar seperti ibu
jari yang luka pada kulit yang lebih gelap, penduduk Saidee
berpakaian tradisional, sesuatu yang hanya menambah rasa terasing dan gelisah.
"Sialan," ia memaki dengan sedih. "Benar-benar sialan."
Dua puluh menit berikutnya berlalu sebelum khotbah itu akhirnya sampai pada bagian penutup. Jemaah mengucapkan kalimat
syahadat, lalu mengumandangkan "Assalamualaikum warahmatullah." Dan mulai berjalan keluar ke teras depan, berdesakan dan
saling dorong untuk mengambil alas kaki masing-masing. Khalifa
~ 269 ~ PAUL SUSSMAN berdiri dan, membuka sepatunya kembali, meletakkannya di dalam pelataran dan menerobos kerumunan orang menuju bagian
dalam mesjid, sambil mengabaikan pandangan curiga dari beberapa orang di sekitarnya.
Syaikh kini sudah turun dari podiumnya dan sedang berdiri di
bagian dalam ruang, bersandar pada tongkatnya, berbicara dengan
semangat pada sekelompok kecil pengikutnya. Khalifa tahu
sepenuhnya akan bahaya yang menghadang bila mengkonfrontasi
dia seperti ini: beberapa tahun lalu para pendukungnya telah
menghajar sepasang polisi dalam penyamaran yang mencoba
menyusup dalam sebuah pertemuannya di dekat qift. Pilihannya
adalah mendatanginya dengan sebuah truk yang penuh dengan
orang berseragam dan secara fisik membawa si orang tua ini ke
tuduhan, tindakan provokatif yang, dengan popularitas Syaikh dan
sifat independen desa yang jauh dari mana-mana ini, pasti akan
memancing keributan. Khalifa lebih suka mengambil pilihan yang
tidak terlalu membakar, bahkan bila hal ini memang mengandung
risiko pribadi. Ia berhenti sejenak di pintu, kemudian berjalan ke tengah
ruangan. Langkahnya tak bersuara pada lantai beralas karpet. Ia
hampir berada di sisi kelompok itu sebelum ada orang yang
memerhatikan kehadirannya. Kelompok laki-laki itu terdiam dan
menengok ke arahnya. "Syaikh omar?" Laki-laki tua itu mendongak, melirik dari balik kacamatanya.
"Namaku Inspektur Yusuf Khalifa. Aku dari Kantor Kepolisian
Luxor." Jemaahnya sedikit bergeser, terlihat mereka mendekati pemimpinnya, kecurigaan menyebar di antara mereka seperti panas dari
tambang yang terbakar. Syaikh menatap Khalifa, tubuhnya miring
sedikit, seperti pohon tertiup angin.
"Anda kemari untuk menahanku?" tanyanya, lebih terdengar
senang daripada peduli. "Aku di sini untuk berbicara dengan Anda," ujar Khalifa.
~ 270 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Tentang seorang laki-laki bernama Piet Jansen."
Ada desisan tajam dari salah seorang dalam kelompok jemaah,
seseorang dengan sosok besar dan mata separuh tertutup dengan
bintik-bintik di pipi bagian atas.
"Ya kalb!" Ia mengumpat. "Kau anjing! Ini laki-laki suci! Bagaimana kau berani menghina dia seperti ini!"
Laki-laki itu melangkah mendekat, bahunya membuka lebar.
Khalifa mengetahui yang lebih baik dan bijak daripada menghadapi tantangan itu, namun juga menyadari bahwa mundur akan
merupakan pengakuan terhadap kelemahan yang justru sedang dia
perjuangkan untuk menang. Ia berdiri, sambil secara bersamaan
mengangkat tangan, telapak tangannya terjulur, untuk memperlihatkan bahwa ia tidak bermaksud membuat masalah. Ada ketegangan sesaat; kemudian, secara perlahan, Khalifa merogoh sakunya, mengeluarkan amplop dengan brosur di dalamnya. Seakanakan menawarkan tulang pada seekor anjing, ia mengacungkan
brosur itu pada Syaikh. "Anda mengirim ini pada Tuan Jansen," katanya.
Suasana hening menggelisahkan. Kemudian dengan anggukan
samar, Syaikh menyuruh laki-laki dengan wajah berbintik-bintik itu
mengambil amplop dan memberikan padanya. Ia membalikkan
amplop, membaca alamatnya di halaman depan.
"Ini bukan tulisan tanganku," katanya, sembari mendongak.
Ia sedang bermain kejar-kejaran, membuat Khalifa ingin
menangkapnya. "Aku tidak tertarik pada siapa yang menulisi amplop itu," sela
sang detektif. "Aku tertarik pada sebab mengapa ini dikirim."
Seorang yang lain dari kelompok itu, laki-laki bertubuh kecil
The Last Secret Of The Temple Decrypted Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan sintal dengan syal putih membebat kepalanya, mengambil
amplop itu dari tangan Syaikh dan mengembalikannya pada
Khalifa. "Kau tak mendengarnya" Ini bukan tulisan tangannya. Bagaimana dia tahu kenapa amplop ini dikirim?"
"Karena brosur tentang salah satu pertemuannya tidak akan
~ 271 ~ PAUL SUSSMAN terkirim pada seorang kafir seperti Jansen tanpa persetujuan
darinya," kata Khalifa, sembari menerima amplop tersebut dan
menyimpannya dalam sakunya. "Seperti yang diketahuinya dengan baik."
Nada suaranya lebih tajam dari yang dia inginkan, lebih konfrontatif, dan para pengikutnya itu tidak senang. Lagi-lagi mereka
bergumam tidak setuju. Kali ini gumaman mereka seperti api yang
menyentuh semak kering, membesar menjadi teriakan, mendekat
pada Khalifa, meneriakinya, mendorong tubuhnya. Kemarahan
mereka seperti api yang dikipasi dan mendorong kemarahan yang
lain. Syaikh mengetukkan tongkatnya dengan mantap pada sisi
podium. Suara kayu bertemu kayu terdengar di ruangan itu seperti letusan senjata.
"Khalas!" ia menggertak. "Cukup!"
Secepat mulainya, kerumunan itu pun bubar, para lelaki
mundur ke tepi, meninggalkan Khalifa dan Syaikh berhadapan.
Diam untuk beberapa saat lamanya, terpecahkan hanya oleh suara
keledai di luar. Kemudian, Syaikh melambaikan tangan pada
pengikutnya. "Tinggalkan kami."
Laki-laki yang berwajah bintik-bintik hendak memrotes, tetapi
Syaikh mengulang perintahnya dan, dengan menggerutu, para lelaki itu keluar dari mesjid, saling bergumam satu sama lain. Begitu
mereka semua tak terlihat, laki-laki tua itu mengambil al-quran
dari podium dan beranjak menuju dinding tempat ia menurunkan
badannya dan duduk di bantal yang tergeletak di lantai mesjid.
"Kau ini kalau tidak sangat bodoh tentu sangat berani datang
seperti ini," katanya sembari meletakkan buku dan tongkatnya di
sebelahnya, lalu melipat kakinya yang panjang dan kurus menjadi
posisi bersila. "Sedikit dua-duanya, barangkali. Walaupun lebih ke
arah bodoh daripada berani, aku kira. Dan angkuh. Seperti semua
polisi." Ia mengambil al-quran itu lagi dan mulai membuka-buka
halamannya. Khalifa mendekat dan berjongkok di hadapannya,
~ 272 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
menepis lalat yang terbang di atas kepalanya dan sekarang sedang
membuat angka 8 di udara. Keledai terdengar masih meringkik di
luar. "Kau tidak setuju dengan khotbahku?" tanya orang tua itu,
sembari tetap membalik-balikkan halaman al-quran.
Khalifa mengangkat bahu, tak menyatakan pendapat apa pun.
"Tolong jawab pertanyaanku."
"Ya," kata detektif. Suaranya terdengar kurang mantap daripada yang diinginkannya. "Aku pikir itu ... ghair Islam. Tidak Islami."
Syaikh tersenyum. "Kau menyukai bangsa Yahudi?"
"Aku tidak datang ke sini untuk...."
Syaikh mengangkat tangannya, memotong kalimat Khalifa.
Khalifa memiliki perasaan tidak enak bahwa, walaupun mata
orang tua itu terpaku pada kitab suci di pangkuannya, pada saat
yang bersamaan ia menatap langsung pada dirinya, melihat bukan
pada bentuk fisiknya melainkan semua yang ada di dalam batinnya, pikirannya, perasaannya. Ia mengubah posisinya sedikit.
"Kau muslim?" Khalifa menggumam ya dengan tidak sabar.
"Tapi kau menyukai orang Yahudi."
"Aku tidak berpikir kedua hal itu bertentangan."
"Jadi, kau memang suka pada bangsa Yahudi?"
"Aku tidak ... bukan itu...."
Sang detektif menepis kembali lalat itu, bingung dan sebal pada
dirinya sendiri karena terpancing ke dalam percakapan yang tidak
dia inginkan. Syaikh terus saja membuka-buka halaman al-quran,
kertas kekuningan yang menghasilkan suara berbisik dan kering di
bawah jari-jemarinya. Ia akhirnya sampai pada surat yang sedari
tadi dicarinya. Dia meletakkan jarinya pada teks dan, sembari
membalikkan buku, memperlihatkannya pada Khalifa.
"Tolong bacakan untukku."
"Ini bukan apa yang aku...."
"hanya satu ayat. Ayo, bacakan."
~ 273 ~ PAUL SUSSMAN Dengan malas Khalifa memegang kitab suci itu, menyadari
bahwa bila dia menginginkan informasi apa saja dari laki-laki tua
ini, maka dia tidak punya pilihan lain kecuali mematuhi aturan permainannya. Teks itu kira-kira separuh di bawah halaman, dari surat
kelima"Al-ma"idah, "meja". Sang detektif memandangnya kemudian menggigit bibirnya.
"Wahai orang-orang yang beriman," ia membaca, cepat dan
tanpa nada, seakan-akan ingin sesegera mungkin menyelesaikan
bacaan itu, menjauhkan dirinya sendiri dengan apa yang dikatakan
al-quran, "Janganlah kalian jadikan orang-orang Yahudi atau
Kristen sebagai teman; mereka saling berkawan; tetapi siapa pun di
antara kalian yang menjadi teman mereka, ia tentu menjadi salah
satu dari mereka." Syaikh mengangguk setuju. "Kau dengar itu" Ini adalah katakata yang disampaikan Nabi muhammad yang suci. Jelas dan tidak
ambigu. Berteman dengan Yahudi, dengan mereka yang berbeda
agama, bersimpati pada mereka, merasakan apa pun kepada mereka selain kebencian, kemuakan, dan perampasan"ini bertentangan dengan kehendak Allah yang maha Kuasa, terpujilah namaNya.
Ia mengangkat tangannya yang gemetar, dan mengambil kitab
itu kembali. Sang detektif ingin membantah, mengatakan padanya
bahwa itu bukanlah Islam yang dia tahu dan cintai, ingin mengutip
teks lain yang berbicara dengan baik tentang ahli kitab, menghargai
mereka. Tetapi entah kenapa pikirannya tiba-tiba kosong dan tidak
menemukan kata yang diperlukannya. Atau barangkali tidak ingin
menemukannya. Syaikh memerhatikan ekspresi wajah bermasalah
pada wajah Khalifa dan tersenyum. Tidak sepenuhnya manis.
"meNJADI SeoRANG mUSLIm adalah berserah diri pada kehendak
Yang maha Kuasa," katanya, sambil menutup al-quran dan mengusap perlahan sampul mukanya. "Inilah makna Islam. Kalau kau
tidak berserah diri kau tidak bisa menjadi seorang muslim. Terima
itu atau ambil yang lain. hitam atau putih, terang atau gelap.
Tidak ada jalan tengah."
~ 274 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
Ia menyentuhkan kitab suci itu pada bibirnya dan meletakkan
pada pangkuannya. "Sekarang, kau bilang kau ingin membicarakan soal sais
Jansen." Khalifa mengangkat lengannya ke keningnya yang basah oleh
keringat, sembari berusaha menyatukan pikirannya. Setelah apa
yang baru dikatakan tadi, investigasi ini justru terasa semakin menjauh, menjadi bagian dari realitas yang terpisah.
"Tuan Jansen tewas dua minggu lalu," gumamnya, lalat masih
juga terbang berputar di atas kepalanya. Suara dengungnya keras
tak tertahankan, memenuhi kepalanya. "Kami sedang menyelidiki
keganjilan tertentu dalam gaya hidupnya. Aku menemukan brosur
Anda di dalam rumahnya. Tampak aneh bagi seseorang laki-laki
seperti dia menerima kiriman brosur ini. Seorang kafir. Bukan
pengikut Anda." Syaikh tidak berkata apa-apa, hanya menyorongkan badannya
ke depan dan mulai memijat-mijat tumitnya, sembari menatap
kubah di atas dengan lingkaran berupa kaca berwarna.
"Jadi?" desak Khalifa. "mengapa Anda mengirimkan ini
padanya?" Laki-laki tua itu terus memijat pergelangan kakinya, jari-jemarinya menggaruk kulit kakinya yang pecah-pecah.
"Basa-basi." "Basa-basi?" "Sais Jansen sudah begitu ... murah hati. Akan tampak terhormat kalau kami memberitahukan bahwa kami memerhatikannya."
Pikiran Khalifa mulai jernih sekarang; kasus ini mulai terlihat
terang kembali. Seolah terabaikan oleh fokus perhatiannya yang
menajam, lalat pun terbang menjauh dan mulai menghantamkan
dirinya sendiri pada jendela kecil di ujung ruangan.
"mURAh hATI bagaimana?"
~ 275 ~ PAUL SUSSMAN "Dia telah memberikan sumbangan. Ke salah satu proyek
kami." "Proyek apa?" Syaikh berhenti memijat pergelangan kakinya, lalu melipat
kedua tangan di atas pangkuannya. matanya bergerak turun sampai menatap langsung pada Khalifa.
"Untuk membantu orang-orang kami yang menderita karena
penjajahan zionis," katanya, dengan nada agak menuduh, seolah
dengan kegagalan mengakui adanya kebencian yang tidak layak
terhadap Yahudi, Khalifa, dalam beberapa cara, telah menyatukan
diri dengan musuh Islam. "Bantuan seperti apa?"
Syaikh masih menatapnya. "Kami mengumpulkan uang. Kami kirimkan ke Palestina.
Untuk makanan, pakaian, buku-buku sekolah. Urusan sedekah.
Tidak ada yang ilegal."
"Dan Jansen adalah seorang penyumbang?"
"Dia menghubungi kami. enam minggu yang lalu, dua bulan.
Untuk memberikan donasi."
"Begitu saja dengan tiba-tiba?"
Syaikh mengangkat bahu. "Kami juga sangat terkejut. Seorang
kafir datang pada kami seperti itu. Dia mendekati salah seorang
jamaahku di Luxor dan mengatakan dirinya ingin membantu kami.
Bertanya apakah dia bisa berbicara denganku. Biasanya aku tidak
akan bercampur dengan orang-orang seperti ini. Namun, dalam
kasus ini dia menawarkan uang dalam jumlah sangat besar. Lima
ribu pound mesir." Khalifa bersiul kecil. Apa gerangan maksud Jansen memberikan
sejumlah uang itu pada laki-laki seperti Syaikh"
"Anda bertemu dengannya?" tanyanya.
Laki-laki tua itu mengangguk, mengangkat tangannya yang
keriput dan mengelus-elus janggutnya.
"Dan?" ~ 276 ~ THE LAST SECRET OF THE TEMPLE
"Dan tidak ada apa-apa. Kami berbicara. Dia bilang dia sudah
mendengar apa yang kami lakukan untuk Palestina, dia mengaguminya dan ingin membantu kami. memberikan uangnya pada
kami. Tunai. Siapa aku untuk menolak hal ini?"
Kaki Khalifa mulai gatal setelah bersila sekian lama. Ia menegakkan badannya, sambil meregang.
"Tetapi kenapa dia datang pada Anda" Ada lusinan organisasi
yang mengumpulkan dana untuk Palestina. Yang sudah mantap
berdiri dan terlegitimasi. mengapa mendekati...."
Syaikh tersenyum. "orang dengan reputasi seperti aku?"
"Tepat sekali. Jansen pasti sudah tahu risikonya, bahwa terlihat
Bayangan Maut 3 Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka Penyembah Dewi Matahari 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama