Ceritasilat Novel Online

Silence 5

Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick Bagian 5


itu berasal dari hatinya, dan berapa banyak yang didikte
dari permainan pikiran Hank. Yang jelas, kalau dia
berniat menikah, Patch dan aku harus bekerja lebih
cepat. "Marcie memberi tahu aku selesai jam sekolah"ya,
memberi tahu"bahwa kami akan berbelanja malam ini.
Seolah-olah keinginanku tidak ada artinya sehingga dia
merasa tidak perlu bertanya. Tapi tidak apa-apa. Vee dan
aku sudah punya rencana. Aku sudah mengirim SMS
kepada Marcie bahwa aku tidak bisa pergi bersamanya
karena tidak punya uang. Lalu kukatakan betapa
menyesalnya aku karena aku benar-benar mengharapkan
masukannya. Dia membalas SMS-ku dan mengatakan
Hank telah memberikan kartu kreditnya dan dialah
yang akan membayar."
Ibuku mendesah karena tidak setuju dengan sikap
Marcie. "Tolong katakan aku membesarkanmu lebih
baik dari ini." "Aku sudah memilih gaun yang kuinginkan," kataku
ceria. "Aku akan meminta Marcie yang membayarnya,
384 kemudian Vee mendadak berpapasan dengan kami saat
kami meninggalkan toko. Aku akan mengambil gaun,
meninggalkan Marcie, dan pergi bersama Vee untuk
menikmati donat." "Seperti apa gaunnya?"
"Vee dan aku melihatnya di Silk Garden. Gaun pesta
yang panjangnya sedikit di atas lutut."
"Apa warnanya?"
"Tunggu saja dan lihat sendiri," kataku sambil
tersenyum nakal. "Harganya seratus lima puluh dolar."
Ibuku mengibaskan tangan. "Tidak ada artinya buat
Hank. Kau harus melihat bagaimana dia menghamburhamburkan uang." Aku duduk lebih tegak, merasa puas dengan diriku
sendiri. "Kalau begitu, kurasa dia tidak akan keberatan
untuk membelikanku sepatu juga."
Rencananya aku akan bertemu Marcie pukul tujuh di
Silk Garden. Itu adalah sebuah butik di pojok Asher
and Tenth. Dari luar tempat itu menyerupai ch"teau,
dengan pintunya yang terbuat dari kayu dedalu dan besi,
serta jalan setapaknya yang berkerikil. Sejumlah lampu
dekoratif berwarna biru dililitkan ke batang pepohonan
di sana. Di jendela depan, berdiri manekin-manekin yang
memamerkan busana cantik. Ketika aku masih kecil,
385 impian terbesarku adalah menjadi putri dan menjadikan
Silk Garden sebagai kastilku.
Pukul tujuh lewat dua puluh, aku menyusuri
lapangan parkir, mencari mobil Marcie. Sebuah Toyota
4Runner warna merah, dengan aksesori lengkap.
Entah bagaimana aku punya firasat dia tidak pernah
terpaksa memukul dasbor mobilnya selama sepuluh
menit penuh sebelum mesinnya hidup kembali. Dan aku
berani taruhan, mobilnya tidak pernah mogok dalam
perjalanan menuju sekolah. Aku menatap ke arah VWku dengan murung, dan menghela napas.
Toyota 4Runner merah berbelok ke halaman parkir.
Tak lama kemudian Marcie keluar. "Maaf, terlambat,"
katanya sambil menyampirkan tas ke bahu. "Anjingku
tidak ingin aku pergi."
"Anjingmu?" "Boomer. Anjing juga punya perasaan, tahu."
Aku melihat peluangku. "Jangan khawatir. Aku
sudah melihat-lihat dan memilih gaun. Kita bisa berbelanja dengan cepat, dan kau bisa kembali ke Boomer."
Mendadak raut wajahnya murung. "Bagaimana
dengan masukanku" Katamu, kau menghargai
pendapatku." Sebenarnya, aku sangat menghargai kartu kredit
ayahmu . "Yeah, soal itu. Sebenarnya aku ingin
386 menunggumu, tapi kemudian aku melihat gaun itu. Dia
berbicara kepadaku."
"Sungguh?" "Ya, Marcie. Langit membuka dan para malaikat
bernyanyi "Haleluya.?" Dalam benakku, aku
membenturkan kepala ke dinding.
"Tunjukkan gaun itu," katanya. "Kau sadar kulitmu
sedikit merah" Kalau salah memilih warna, kau akan
kelihatan kumal." Di dalam butik, aku memimpin Marcie menuju baju
yang kuinginkan. Busana itu bermotif tartan warna
hijau-biru tua, dengan rok yang pinggirnya berumbairumbai. Pelayan butik mengatakan gaun ini akan
menonjolkan kakiku. Sedangkan menurut Vee, gaun
itu akan membuatku kelihatan seperti perempuan yang
benar-benar punya dada. "Ihh," kata Marcie. "Tartan" Anak sekolahan
banget." "Well, ini yang kuinginkan."
Marcie menarik satu gaun yang sesuai dengan
ukuranku dari rak. "Mungkin baju ini akan terlihat
lebih cantik setelah dikenakan. Tapi rasanya aku tidak
akan berubah pikiran."
Aku berjalan menuju kamar pas dengan langkah
pasti. Inilah gaun yang kuinginkan. Marcie boleh
berceloteh semalaman, tapi dia tidak akan bisa mengubah
387 pikiranku. Aku melepas celana jins dan mengenakan
gaun itu. Tapi aku tidak bisa meritsletingnya. Kuputar
gaun itu untuk melihat ukurannya. Nomor empat.
Mungkin sengaja, mungkin tidak. Alih-alih memaki
Marcie, kujejalkan lemak perutku ke dalam baju itu.
Selama semenit rasanya usaha ini berhasil. Tetapi
kemudian, aku tidak bisa menolak kenyataan.
"Marcie?" panggilku sambil melongok dari balik
tirai. "Mmm?" Kuloloskan gaun itu kepadanya. "Nomornya salah."
"Kebesaran?" Kentara benar suaranya dibuat selugu
mungkin. Aku menepiskan rambut dari wajah supaya tidak
melontarkan kata-kata pedas. "Tolong nomor enam
saja, terima kasih."
"Oh. Kekecilan."
Untungnya aku hanya mengenakan baju dalam.
Kalau tidak, aku pasti tergoda untuk keluar dan
menamparnya. Satu menit kemudian, Marcie meloloskan gaun
nomor enam ke balik tirai. Berikut sebuah gaun merah
yang panjang menyapu lantai. "Jangan merusak pengumpulan suara. Kurasa merah lebih sesuai. Kesannya
lebih glamor." 388 Aku terpaksa menggigit bibir supaya tidak berkomentar. Kugantung saja gaun merah itu di kapstok,
lalu aku mengenakan gaun tartan pilihanku. Aku
berputar di depan cermin dan menjerit senang tanpa
bersuara. Kubayangkan diriku menuruni tangga
rumahku pada malam homecoming, sementara Scott
menatapku dari lantai bawah. Mendadak aku tidak
membayangkan Scott. Patch-lah yang bersandar ke tiang
tangga, mengenakan jas hitam dan dasi warna perak.
Aku tersenyum menggoda. Dia mengulurkan tangan
dan memanduku ke pintu. Aroma tubuhnya begitu
hangat, seperti pasir yang terpanggang matahari.
Tak mampu menahan diri, aku menarik ujung jasnya
dan mencium pipinya. "Aku bisa membuatmu tersenyum seperti itu, tanpa
pajak penjualan." Aku berbalik dan mendapati Patch yang sesungguhnya
sedang berdiri di kamar pas, tepat di belakangku.
Dia mengenakan jins dan T-shirt putih yang pas di
badan. Tangannya dilipat di dada, dan mata hitamnya
tersenyum kepadaku. Rasa panas, yang tidak sepenuhnya membuat
tidak nyaman, menjalar di seluruh tubuhku. "Aku bisa
melontarkan berbagai macam lelucon tentang pelecehan
sekarang," kataku gugup.
389 "Aku bisa mengatakan, aku suka sekali melihatmu
mengenakan gaun itu."
"Bagaimana kau masuk?"
"Aku bergerak dengan cara yang misterius."
"Tuhan Yang bergerak dengan cara misterius. Kau
bergerak seperti kilat. Sebentar di sini, sebentar di sana.
Sudah berapa lama kau berdiri di sana?" Aku bisa mati
kaku kalau dia melihatku saat berusaha menjejalkan
perutku ke dalam baju ukuran empat. Belum lagi saat
aku melepasnya! "Seharusnya aku mengetuk, tapi aku tidak ingin
berlama-lama di luar. Khawatir bertemu Marcie. Hank
tidak boleh tahu kau dan aku sudah kembali bersama."
Aku berusaha tidak ge-er dengan istilah "kembali
bersama" yang digunakannya.
"Ada kabar untukmu," kata Patch. "Aku sudah
menghubungi Dabria. Dia bersedia membantu kita.
Tapi aku harus memberi penjelasan dulu kepadamu.
Dabria lebih dari sekadar kenalan lama. Kami sudah
saling kenal sebelum aku jatuh ke bumi. Hubungan
kami baik. Tapi belum lama ini, dia membuatmu merasa
tidak nyaman." Patch terdiam. "Itu istilah halus untuk
mengatakan dia berusaha membunuhmu."
Astaga. 390 "Sekarang dia sudah bisa mengatasi rasa
cemburunya. Tapi aku ingin kau tahu riwayatnya,"
katanya menuntaskan. "Well, sekarang aku tahu," kataku sedikit ketus.
Bukannya aku bangga dengan rasa tidak aman yang
mendadak kualami. Tapi tidak bisakah dia memberitahuku sebelum menelepon Dabria" "Dari mana kita
bisa memastikan dia tidak akan mencoba membunuhku
lagi?" Patch tersenyum. "Aku sudah mengambil polis
asuransi." "Tidak meyakinkan."
"Percayalah." "Seperti apa dia?" Aku semakin merosot saja. Mulamula perasaan tidak aman, sekarang bersikap rendahan.
"Kurus, tapi agak gendut di bagian perut, alis
menyatu, tidak pernah mencuci rambut." Patch nyengir.
"Puas?" Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah itu bisa
diterjemahkan sebagai seksi, keren, dan otak seperti
fisikawan" "Kau sudah bertemu langsung dengannya?"
"Tidak perlu. Yang kuinginkan darinya tidak
rumit. Sebelum jatuh ke bumi, Dabria adalah malaikat
kematian dan bisa melihat masa depan. Dia mengaku
masih punya kemampuan itu dan mendapatkan uang
391 cukup banyak dari pekerjaannya. Percaya atau tidak,
kliennya adalah Nephilim."
Aku berusaha mengambil kesimpulan. "Jadi
dia harus memasang telinga. Dia akan menguping
pembicaraan kliennya dan mencari tahu tentang Hank."
"Pintar." "Apa imbalannya?"
"Biar aku yang urus."
Aku bercekak pinggang. "Jawaban yang keliru."
"Dabria tidak tertarik kepadaku lagi. Dia hanya
mengincar uang." Patch menutup jarak di antara kami,
menyentuh garis leherku dengan jarinya. "Aku tidak
tertarik lagi kepadanya. Mataku tertuju ke tempat lain."
Aku bergeser lantaran tahu benar akan kekuatan
sentuhannya. "Apakah dia bisa dipercaya?"
"Akulah yang mencabut sayapnya ketika dia jatuh.
Aku menyimpan satu helai bulunya, dan dia tahu itu.
Dia tidak akan berani macam-macam denganku, kecuali
dia ingin menemani Rixon selamanya."
Bingo. Itulah polis asuransinya.
"Aku tidak bisa lama-lama. Ada pekerjaan lain. Aku
akan menemuimu lagi kalau ada perkembangan. Kau di
rumah malam ini?" "Ya," kataku ragu-ragu. "Tapi apakah kau tidak
khawatir akan berpapasan dengan Hank" Belakangan
ini dia nyaris seperti penghuni tetap di rumahku."
392 "Aku bisa mengatasi itu," katanya dengan sorot mata
misterius. "Aku akan datang melalui mimpimu."
Aku menelengkan kepala, mencerna ucapannya.
"Kau bercanda?"
"Supaya berhasil, kau harus membuka diri. Kita
berada di titik awal yang menjanjikan."
Aku menunggu lelucon berikutnya. Tetapi dari raut
wajahnya, aku segera menyadari bahwa dia sangat serius.
"Bagaimana cara kerjanya?" tanyaku skeptis.
"Kau bermimpi, dan aku menyusupkan diri ke
dalamnya. Jangan berusaha menghalangiku supaya
semuanya berjalan lancar."
Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah aku
harus mengatakan kepadanya bahwa aku punya track
record yang sangat bagus untuk tidak menghalangi
kedatangannya ke dalam mimpiku"
"Satu hal lagi," katanya. "Menurut sumber yang bisa
dipercaya, Hank tahu Scott ada di kota ini. Aku tidak
terlalu peduli kalau dia tertangkap. Tapi aku tahu dia
berarti bagimu. Katakan kepadanya untuk berhati-hati.


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hank tidak terlalu suka kepada desertir."
Sekali lagi, seandainya saja aku punya cara yang sah
untuk menghubungi Scott. Di sebelah luar tirai, aku mendengar Marcie
berdebat dengan pelayan. Kemungkinan tentang sesuatu
yang sama remehnya dengan setitik debu di cermin
393 setinggi badan. "Apakah Marcie tahu, siapa sebenarnya
ayahnya?" "Marcie hidup di dalam gelembung busa. Tapi
Hank terus mengancam akan memecahkannya." Patch
mengayunkan kepala ke gaunku. "Acara apa?"
"Homecoming," kataku, berputar. "Kau suka?"
"Terakhir yang kudengar, homecoming mewajibkan
setiap tamunya untuk datang berpasangan."
"Soal itu," kataku ragu-ragu. "Aku... akan datang
dengan Scott. Kami berpendapat acara dansa SMA
bukan tempat yang akan didatangi Hank."
Patch tersenyum, tapi tidak ramah. "Kuralat
ucapanku. Kalau Hank ingin menembak Scott, dia
mendapat restu dariku."
"Kami hanya berteman."
Dia mengangkat daguku dan menciumku. "Jangan
lebih dari itu." Patch melepas kacamata hitam ala pilot
dari kausnya dan memakainya. "Katakan kepada Scott,
aku sudah mengingatkan. Aku harus pergi sekarang,
tapi aku akan datang lagi."
Dia merunduk keluar dan menghilang.
394394 saja meloloskan Setelah patCh peRgi, akU meRaSa SUdah pura menjadi putri. Aku berganti baju. Baru T-shirt waktunya ke kepala, aku menyadari ada untuk berhenti berpurasesuatu yang tidak beres. Tasku lenyap.
Aku melongok ke bawah bangku, tapi tasku
tidak ada di sana. Meskipun nyaris yakin aku tidak
menggantungnya di kapstok, kubalik juga gaun merah
yang digantung di sana. Setelah menjejalkan kaki ke
sepatu, aku menyibak tirai dan bergegas ke area utama.
Di sana Marcie sedang memilah-milah tumpukan bra.
395 "Kau lihat tasku?"
Dia terdiam cukup lama sebelum mengatakan, "Kau
membawanya ke kamar pas."
Seorang pramuniaga menghampiri kami. "Apakah
itu tas kulit warna cokelat?" tanyanya kepadaku.
"Ya!" "Aku baru saja melihat seorang lelaki keluar dengan
tas itu. Dia masuk tanpa mengatakan apa pun. Kukira
dia ayahmu." Dia memegang kepala, dahinya berkerut.
"Malah aku berani sumpah dia bilang begitu... tapi
mungkin itu hanya khayalanku. Kejadian ini sangat aneh.
Kepalaku agak pusing. Aku tidak bisa menjelaskannya."
Permainan pikiran, kataku dalam hati.
Gadis itu menambahkan, "Rambutnya kelabu dan
dia mengenakan sweter bercorak berlian...."
"Dia pergi ke arah mana?" selaku.
"Keluar dari pintu depan, menuju halaman parkir."
Aku berlari keluar. Marcie membuntuti.
"Apakah ini ide bagus?" katanya terengah-engah.
"Bagaimana kalau dia membawa pistol" Bagaimana
kalau dia menderita gangguan mental?"
"Lelaki macam apa yang mencuri tas dari bawah
pintu kamar pas?" kataku keras-keras.
"Mungkin dia putus asa. Butuh uang."
"Kalau begitu, seharusnya dia mencuri tasmu!"
396 "Semua orang tahu, Silk Garden tempat bergengsi,"
kata Marcie. "Barangkali dia mengira tas mana pun
yang diambil, pasti mahal."
Sayangnya, aku tidak bisa memberi tahu Marcie
bahwa lelaki itu kemungkinan Nephilim atau malaikat
terbuang. Dan naluriku mengatakan, si pencuri memiliki
motif yang lebih besar ketimbang uang.
Kami berlari ke halaman parkir, persis ketika
sebuah sedan hitam bergerak meninggalkan lokasi.
Sorot lampunya membuatku tidak bisa melihat sang
pengemudi. Mesin mobil menggeram dan mobil itu
melaju ke arah kami. Marcie menarik lengan bajuku, "Minggir, dasar
bodoh!" Terdengar bunyi ban berdecit dan mobil itu melewati
kami, menuju jalan. Tanpa memedulikan rambu berhenti,
sang pengemudi menghilang di tengah kegelapan.
"Kau lihat jenis mobilnya?" tanya Marcie.
"Audi A6. Aku tidak hafal nomor pelatnya."
Marcie menatapku dari atas ke bawah. "Tidak
buruk, Tiger." Aku menatapnya dengan jengkel. "Tidak buruk" Dia
kabur dengan tasku! Memangnya kau tidak merasa aneh"
Seseorang yang mengendarai Audi mengilap merasa perlu
mencuri tas" Tasku, khususnya?" Pertanyaanku, apa
yang dia inginkan dari tasku"
397 "Apakah tasmu karya desainer?"
"Silakan cari di Target!"
Marcie mengangkat bahu. "Well, seru sekali.
Bagaimana sekarang" Lupakan persoalan ini dan
kembali berbelanja."
"Aku akan menelepon polisi."
Tiga puluh menit kemudian, sebuah mobil patroli
berbelok di depan Silk Garden dan Detektif Basso
muncul. Tiba-tiba saja aku menyesal karena tidak
mengikuti saran Marcie. Malam ini telah berubah dari
buruk menjadi parah. Marcie dan aku di dalam toko, berjalan di dekat
jendela. Detektif Basso masuk dan menemukan kami.
Matanya tampak agak terkejut melihatku, dan ketika
dia mengangkat tangan ke mulut, aku yakin itu untuk
menutupi senyuman. "Ada yang mencuri tasku," kataku memberi tahu.
"Jelaskan kronologinya," katanya.
"Aku masuk ke kamar pas untuk mencoba gaun
yang akan kukenakan untuk acara homecoming.
Begitu selesai, ternyata tasku sudah tidak ada di lantai,
tempat aku menaruhnya. Aku keluar, dan pramuniaga
mengatakan barusan ada seorang lelaki meninggalkan
toko dengan tas itu."
"Rambutnya kelabu dan dia mengenakan sweter
bercorak berlian," kata pramuniaga itu membantu.
398 "Ada kartu kredit di dalam dompet?" tanya Detektif
Basso. "Tidak." "Uang tunai?" "Tidak." "Total nilai dari barang yang hilang?"
"Tujuh puluh lima dolar." Harga tasku cuma
dua puluh, tapi mengantre selama dua jam untuk
mendapatkan SIM yang baru paling tidak nilainya lima
puluh dolar. "Aku akan membuat laporan, tapi tidak banyak
yang bisa kami lakukan. Kemungkinan terbaik, orang
itu membuang tasmu dan seseorang mengembalikannya.
Yang terburuk, kau harus membeli tas baru."
Marcie menggandeng tanganku. "Ambil hikmahnya
saja," katanya sambil menepuk-nepuk tanganku. "Tas
murahanmu hilang, tapi kau mendapatkan gaun bagus."
Dia menyodorkan tas berlogo Silk Garden kepadaku.
"Sudah kuurus. Terima kasihnya nanti saja."
Aku mengintip isi tas. Gaun merah panjang itu
terlipat rapi di dalam. Aku di dalam kamar, menyuap sepotong kue cokelat.
Dengan jengkel, kutatap gaun merah yang kugantung
di pintu lemari. Aku belum mengepasnya, tapi rasanya
399 aku akan terlihat mengerikan. Seperti Jessica di Who
Framed Roger Rabbit. Hanya saja braku bukan cup D.
Kemudian aku menggosok gigi, memercikkan
air ke wajah, dan mengoleskan krim mata. Setelah
mengucapkan selamat malam kepada Ibu, aku masuk ke
kamar, mengenakan piyama flanel dari Victoria"s Secret,
lalu mematikan lampu. Mengikuti saran Patch, aku menjernihkan pikiran
dan bersiap untuk tidur. Patch bisa masuk ke mimpiku,
tapi aku harus terbuka dengan gagasan itu. Sebenarnya
aku agak skeptis, sekaligus agak berharap juga. Tapi aku
tidak menentang sama sekali. Setelah kejadian barusan,
satu-satunya yang bisa membuatku merasa lebih baik
adalah kehadiran Patch. Sekalipun hanya dalam mimpi.
Sambil berbaring di tempat tidur, aku merenungkan
kejadian hari ini dan membiarkan alam bawah sadarku
memutar memori-memori itu menjadi seperti impian.
Pikiranku bermain dengan penggalan dialog dan kilasan
warna. Tiba-tiba saja aku berdiri di kamar pas Silk
Garden bersama Patch. Hanya saja, dalam versi ini dia
menautkan jarinya ke ikat pinggang jinsku dan jemariku
membelai rambutnya. Mimpi itu nyaris menguasai diriku sepenuhnya
ketika aku merasa selimutku ditarik.
Aku duduk dan mendapati Patch berdiri di dekat
tempat tidurku. Dia mengenakan busana yang sama
400 dengan yang kulihat beberapa waktu lalu. Dan dia
mengangkat selimutku dan melemparnya ke samping.
Senyum menghiasi matanya. "Mimpi manis?"
Aku melihat ke sekeliling. Semuanya masih sama
dengan yang seharusnya. Pintu kamar tertutup. Lampu
meja menyala. Bajuku terlipat di kursi malas, tempat
aku menaruhnya tadi. Dan gaun Jessica Rabbit masih
tergantung di pintu kamar. Meskipun tidak ada bukti
yang kasat mata, rasanya ada sesuatu yang... aneh.
"Apakah ini nyata," tanyaku kepada Patch, "atau
mimpi?" "Mimpi." Aku tertawa. "Wow. Hebat sekali. Rasanya sangat
nyata." "Kebanyakan mimpi memang begitu. Setelah terjaga,
barulah kau melihat celah-celahnya."
"Tolong jelaskan."
"Aku berada di alam mimpimu. Bayangkanlah
alam bawah sadarmu dan alam bawah sadarku berjalan
melewati pintu yang kau ciptakan dalam pikiranmu.
Kita berada di kamar ini. Tapi ini bukan tempat fisik.
Kamar ini adalah khayalan, tapi tidak dengan pikiran
kita. Kau yang memutuskan setting kamar dan pakaian
yang kau kenakan. Kau juga yang memutuskan katakata yang ingin kau ucapkan. Tapi karena aku berada
dalam mimpi bersamamu, berlawanan dengan versi
401 diriku yang kau impikan, segala yang kukatakan dan
kulakukan bukanlah hasil khayalanmu. Aku yang
mengendalikannya." Rasanya aku cukup paham. "Apakah kita aman di
sini?" "Kalau yang kau tanyakan, apakah Hank akan
memata-matai kita, jawabannya kemungkinan besar
tidak." "Tapi kalau kau bisa melakukan ini, berarti Hank
juga bisa" Aku tahu dia Nephilim, dan sepertinya
malaikat terbuang dan Nephilim punya kekuatan yang
sama." "Sebelum mencoba masuk ke mimpimu beberapa
bulan lalu, aku tidak tahu banyak tentang cara
kerja hal semacam ini. Sejak saat itu aku tahu,
dibutuhkan hubungan erat antara kedua subjek untuk
mewujudkannya. Aku juga tahu bahwa target mimpi
harus berasal dari sesuatu yang berada di dalam diri
kita. Penentuan waktu memang sangat penting. Juga
kesabaran. Kalau kau masuk terlalu cepat, target akan
terbangun. Kalau dua malaikat, atau Nephilim, atau
kombinasi keduanya memasuki mimpi dalam waktu
bersamaan, dan masing-masing memiliki agenda
tersendiri, kemungkinan besar si pemimpi akan
terbangun. Bukannya aku ingin menakut-nakuti. Tapi
terlepas kau suka atau tidak, Hank punya hubungan
402 kuat denganmu. Kalau hingga saat ini dia belum
masuk ke mimpimu, kurasa tidak lama lagi dia akan
melakukannya." "Dari mana kau tahu semua ini?"
"Uji coba." Patch terdiam, seolah ingin merangkai
kata-kata berikutnya dengan hati-hati. "Aku juga
mendapat sedikit bantuan dari malaikat terbuang yang
belum lama ini jatuh ke bumi. Tidak seperti aku, dulu
dia sangat mematuhi peraturan. Aku tidak akan terkejut
kalau dia hafal Kitab Enoch, kitab suci tentang sejarah
malaikat. Dia punya jawaban untuk segalanya. Setelah
sedikit pergulatan, akhirnya dia mau berbicara juga."
Wajah Patch terkesan tidak peduli. "Namanya Dabria."
Jantungku berdebar kencang. Aku tidak ingin
cemburu kepada mantan Patch itu. Aku tahu, Patch pasti
punya kisah romantis sebelum denganku. Tetapi rasa
permusuhanku kepada Dabria begitu kuat. Mungkin
itu adalah kemarahan yang terpendam. D ia pernah
mencoba membunuhku. Atau mungkin naluriku
mengatakan dia tidak akan ragu-ragu mengkhianati
kami lagi. "Jadi, kau sudah bertemu langsung dengannya?"
tanyaku menuduh. "Kami saling mencari hari ini. Aku memutuskan
untuk mengungkapkan beberapa pertanyaan yang
selama ini membebani pikiranku. Aku berusaha mencari


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

403 jalan untuk berkomunikasi denganmu tanpa diketahui
siapa pun. Dan aku tidak ingin membuang kesempatan,
karena kemungkinan dia punya jawabannya."
Aku nyaris tidak mendengarkan kata-kata Patch.
"Mengapa dia mencarimu?"
"Dia tidak mengatakan alasannya, lagi pula itu
tidak penting. Kita sudah mendapatkan yang kita
inginkan. Itulah yang penting. Sekarang kita punya jalur
komunikasi rahasia."
"Apakah perutnya masih gendut?"
Patch memutar bola mata. Aku sadar, dia tidak menggubris pertanyaanku.
"Apakah dia pernah datang ke studiomu?"
"Oh, jangan seperti acara Twenty Question, Angel."
"Dengan kata lain, dia pernah."
"Tidak," jawab Patch dengan sabar. "Bisakah kita
ke topik lain?" "Kapan aku bisa bertemu dengannya?" D an
menyuruhnya menjauhi Patch.
Patch menggaruk-garuk pipi. Tapi rasanya aku
melihat mulutnya berkedut. "Kurasa itu bukan ide
bagus." "Apa maksudmu" Kau mengira aku tidak bisa
menahan diri, bukan" Terima kasih atas dukungannya!"
kataku, gusar dengannya dan diriku sendiri yang merasa
tidak nyaman. 404 "Kurasa Dabria narsis dan egomaniak. Sebaiknya
jangan dekat-dekat dengannya."
"Simpan saja nasihat itu untuk dirimu sendiri!"
Aku membalikkan badan, tapi Patch meraih
tanganku dan membuatku menghadap dirinya. Dia
menekankan dahinya ke dahiku. Aku ingin menjauh,
tapi dia menautkan jemarinya ke jemariku. "Apa
yang harus kulakukan supaya kau percaya kepadaku"
Aku memanfaatkan Dabria hanya untuk satu tujuan.
Melumpuhkan Hank dan memberi balasan setimpal
karena dia telah melukai gadis yang kucintai."
"Aku tidak percaya kepada Dabria," kataku, masih
agak jengkel. Dia memejamkan mata, dan rasanya aku mendengar
helaan napas pelan. "Akhirnya ada satu hal yang kita
sepakati." "Kurasa kita tidak perlu menggunakan Dabria,
sekalipun jika dia bisa masuk ke kalangan dalam Hank
lebih cepat darimu atau aku."
"Kalau waktu atau pilihan kita banyak, oke saja.
Tapi sekarang dialah jalan terbaik. Dia tidak akan
mengkhianatiku. Dia kelewat cerdas. Aku sudah
memberinya sejumlah uang. Dia menerimanya, sekalipun
itu merendahkan harga dirinya."
"Aku tidak suka itu." Aku merapatkan diri ke tubuh
Patch. Sekalipun dalam mimpi, kehangatan tubuhnya
405 mampu mengusir rasa dingin. "Tapi aku percaya
kepadamu." Dia menciumku. "Ada kejadian aneh malam ini," kataku. "Seseorang
mencuri tasku dari kamar pas Silk Garden."
Patch langsung mengerutkan kening. "Kejadiannya
setelah aku pergi?" "Atau tidak lama sebelum kau datang."
"Kau melihat orang yang mengambilnya?"
"Tidak. Tapi pramuniaga mengatakan dia lakilaki, usianya cukup tua untuk menjadi ayahku. Dia
membiarkan lelaki itu pergi, tapi kurasa itu karena
permainan pikiran. Apakah menurutmu kebetulan saja
kalau yang mencuri tasku adalah Nephilim?"
"Kurasa tidak ada yang kebetulan. Apakah Marcie
melihatnya juga?" "Sepertinya tidak, meskipun butik itu kosong." Aku
menatap mata Patch yang tampak tenang dan serius.
"Menurutmu Marcie terlibat?"
"Sulit dipercaya kalau dia tidak melihat apa-apa.
Kurasa dia sudah merencanakan semua ini. Mungkin
saja dia menelepon si pencuri untuk datang ketika kau
masuk ke kamar pas. Dia melihat tasmu dari bawah
tirai, dan memberi petunjuk kepada si pencuri, langkah
demi langkah." 406 "Mengapa dia menginginkan tasku" Kecuali?" Aku
tersentak. "Dia mengira aku membawa kalung yang
diincar Hank," kataku. "Dia memanfaatkan putrinya."
Mulut Patch terkatup rapat. "Hank tidak akan
meminta putrinya melakukan sesuatu yang berbahaya."
Matanya berkilat-kilat menatapku. "Dia sudah
membuktikannya." "Apakah kau masih yakin, Marcie tidak tahu siapa
Hank sebenarnya?" "Dia tidak tahu. Belum tahu. Mungkin Hank
memberikan alasan palsu kepadanya tentang mengapa
dia menginginkan kalung itu. Boleh jadi dia mengatakan
kalung itu miliknya, dan Marcie tidak banyak cingcong.
Marcie bukan jenis cewek yang banyak bertanya. Kalau
sudah melihat target, dia akan berubah menjadi buldog."
Buldog. Julukan yang tepat. "Ada satu hal lagi. Aku
sempat melihat mobil si pencuri. Dia mengendarai Audi
A6." Dari sorot matanya, aku tahu bahwa informasi itu
berarti. "Tangan kanan Hank. Nephil bernama Blakely
mengendarai Audi." Rasa dingin berdesir di tulang punggungku. "Aku
mulai ketakutan. Dia benar-benar berpikir kalung itu
bisa digunakan untuk memaksa penghulu malaikat
membuka mulut. Informasi apa yang dia butuhkan"
407 Apakah dia tahu, dia akan mendapat balasan dari
penghulu malaikat?" "Dan sebentar lagi Cheshvan," gumam Patch,
sepertinya memikirkan hal lain.
"Bagaimana kalau kita mengeluarkan malaikat
itu?" usulku. "Dengan begitu, kalaupun Hank berhasil
menemukan kalung itu, dia tidak akan bisa memanfaatkannya, karena sang Malaikat sudah tidak ada."
"Aku juga sudah memikirkan cara itu. Tapi ada
dua masalah besar. Pertama, penghulu malaikat itu
lebih percaya kepada Hank ketimbang aku. Kalau dia
melihatku mendekati kurungannya, dia akan menjerit
sekeras-kerasnya dan terbongkarlah rencana kita. Kedua,
gudang Hank penuh dengan anak buahnya. Aku butuh
satu pasukan malaikat terbuang untuk menghadapi
mereka. Tapi membujuk malaikat terbuang untuk
membebaskan penghulu malaikat bukanlah perkara
mudah." Percakapan kami menemui jalan buntu. Kami samasama berpikir keras sambil membisu.
"Bagaimana dengan gaun yang satunya lagi?" tanya
Patch pada akhirnya. Matanya menatap ke gaun Jessica
Rabbit. Aku menghela napas. "Marcie berpendapat aku
tampak lebih baik dengan gaun merah."
"Bagaimana menurutmu?"
408 "Kurasa Marcie dan Dabria bisa cepat akrab."
Patch tertawa pelan. Bunyinya seolah menggelitik
kulitku. "Mau dengar pendapatku?"
"Boleh juga, mengingat pendapat yang lainnya
memberatkan." Dia duduk di tempat tidurku, menumpukan badan
pada siku tangannya. "Kenakan saja."
"Mungkin agak kesempitan," kataku, mendadak
merasa diperhatikan. "Marcie cenderung memilihkan
gaun yang ukurannya lebih kecil dari yang seharusnya."
Dia hanya tersenyum. "Ada belahan di bagian paha."
Senyumnya melebar. Aku mengenakan gaun itu di dalam kloset.
Belahannya memanjang hingga separuh paha,
mempertontonkan kakiku. Aku keluar, menyampingkan
rambut ke leher. "Tolong ritsletingnya."
Mata Patch menatapku lekat-lekat. "Aku akan
kesulitan membiarkanmu pergi bersama Scott dengan
gaun itu. Harap diingat, kalau kau pulang dan gaun ini
terlihat sedikit kusut, aku akan mengejar Scott. Dan
setelah aku menemukannya, hasilnya tidak akan baik."
"Pesanmu akan kusampaikan."
"Beri tahu aku lokasi persembunyiannya. Aku akan
mengatakannya sendiri."
409 Aku berusaha menyembunyikan senyum. "Rasanya
pesanmu akan jauh lebih langsung."
"Katakan saja, dia akan paham."
Patch memegang pergelangan tanganku, tapi ada
sesuatu yang tidak beres. Wajahnya menjadi kabur di
bagian tepi, melarut dengan latar belakang. Dan ketika
dia menciumku, aku tidak merasakannya. Lebih parah
lagi, aku merasa diriku menjauh darinya seperti perekat
dikelupas dari kaca. Patch menyadari itu juga dan memaki-maki.
"Apa yang terjadi?"
"Ini gara-gara si darah campuran," geramnya.
"Scott?" "Dia mengetuk jendela kamarmu. Sebentar lagi kau
akan terbangun. Apakah ini pertama kalinya dia datang
malam-malam?" Aku merasa sebaiknya tidak menjawab. Patch ada
dalam mimpiku dan tidak bisa melakukan sesuatu
yang sembrono. Tetapi itu tidak berarti memperparah
persaingan di antara mereka adalah ide yang bagus.
"Kita selesaikan besok saja!" Hanya itu yang sempat
kukatakan sebelum mimpiku, dan Patch, mengabur ke
belakang pikiranku. Aku terbangun dari mimpi. Benar saja, Scott ada di
kamarku, sedang menutup jendela.
410 "Selamat pagi," katanya.
Aku mengerang. "Scott, jangan seperti ini terus. Aku
harus sekolah. Selain itu, aku sedang mimpi manis tadi,"
kataku menggerutu. "Tentang aku?" katanya sambil tersenyum sombong.
Aku hanya berkata, "Kau harus punya alasan yang
bagus untuk masuk ke kamarku pada jam seperti ini."
"Lebih dari bagus. Aku mendapat kesempatan
untuk bermain dalam band bernama Serpentine. Kami
akan tampil untuk pertama kalinya di Devil"s Handbag,
akhir minggu depan. Setiap anggota band mendapat
dua tiket gratis, dan kau adalah salah satu orang yang
beruntung." Dengan bangga, dia melempar dua tiket ke
tempat tidurku. Sedetik demi sedetik kesadaranku pulih. "Kau
sinting, ya" Kau tidak boleh bergabung dengan band!
Bukankah seharusnya kau bersembunyi dari Hank"
Pergi ke acara dansa denganku masih wajar, tapi yang
ini sudah keterlaluan."
Senyumnya lenyap. Sekarang ekspresinya murung.
"Kupikir kau akan merasa senang untukku, Grey.
Beberapa bulan terakhir ini aku bersembunyi. Sekarang
aku tinggal di gua dan harus mengais makanan. Dan
itu tidak mudah, mengingat sebentar lagi musim dingin.
Aku harus memaksa diri ke laut tiga kali seminggu
untuk mandi. Sisa waktunya aku habiskan dalam kondisi
411 menggigil di dekat perapian. Aku tidak punya TV,
juga ponsel. Aku benar-benar terputus dari kehidupan
luar. Kau ingin dengar yang sebenarnya" Aku sudah
muak bersembunyi. Hidup dalam pelarian bukanlah
kehidupan. Lebih baik aku mati saja." Scott mengusap
cincin Black Hand, yang masih erat melingkari jarinya.
"Aku senang karena kau berhasil membujukku untuk
memakai cincin ini lagi. Sudah berbulan-bulan aku
tidak merasa sekuat ini. Kalaupun Hank mencoba
mengalahkanku, dia akan mendapat kejutan besar.
Sekarang aku semakin kuat."
Aku menendang selimut dan berdiri di depannya.
"Scott, Hank tahu kau ada di kota ini. Anak buahnya
sedang mencarimu. Kau harus tetap bersembunyi"
setidaknya sampai Cheshvan," kataku. Aku yakin, minat
Hank terhadap Scott akan berkurang begitu rencananya
terungkap. "Aku juga mengingatkan diriku seperti itu, tapi
bagaimana kalau tidak?" serunya membabi buta.
"Bagaimana kalau dia lupa kepadaku begitu saja?"
"Scott, aku tahu dia sedang mencarimu."
"Kau dengar sendiri dia mengatakan begitu?"
tanyanya, merasa aku hanya asal bicara.
"Semacam itulah." Mengingat kondisinya sekarang,
aku tidak bisa memberitahukan sumber informasi itu.
Scott tidak akan menggubris saran dari Patch. Lagi pula,
412 berikutnya aku harus menjelaskan mengapa aku bertemu
Patch. "Aku punya sumber yang bisa dipercaya."
Dia mengayunkan kepalanya ke depan dan ke
belakang. "Kau mencoba menakut-nakuti aku. Terima
kasih atas usahanya," katanya sinis. "Tapi keputusanku
sudah bulat. Aku sudah memikirkannya berulang
kali. Apa pun yang terjadi, aku bisa menghadapinya.
Kebebasan selama beberapa bulan lebih baik ketimbang
hidup dalam penjara selamanya."
"Jangan sampai Hank menemukanmu," kataku


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkeras. "Kalau itu terjadi, dia akan menjebloskanmu
ke dalam penjaranya. Dia akan menyiksamu. Kau harus
menundanya lebih lama lagi. Please," kataku memohon.
"Beberapa minggu lagi?"
"Masa bodoh. Aku sudah keluar. Aku akan bermain
di Devil"s Handbag, entah kau datang atau tidak."
Aku tidak mengerti, mengapa Scott tiba-tiba
bersikap sembrono seperti ini" Sebelumnya dia sangat
berhati-hati. Sekarang dia mempertaruhkan lehernya
untuk sesuatu yang remeh seperti acara dansa SMA...
dan sekarang bergabung dengan band"
Sebuah pikiran mengerikan muncul di kepalaku.
"Scott, kau bilang cincin Black Hand menghubungkanmu
kepadanya. Mungkinkah cincin itu menarikmu semakin
dekat dengannya" Mungkinkah cincin itu tidak hanya
413 membuatmu semakin kuat, tapi juga"memancarkan
sinyal?" Scott mendengus. "Black Hand tidak akan bisa
menangkapku." "Kau keliru. Dan kalau kau tetap seperti ini, kau
akan tertangkap lebih cepat dari yang kau kira," kataku
dengan lembut tapi tegas.
Aku meraih tangannya, tapi dia menjauh.
Berikutnya dia berjalan ke jendela, dan pergi setelah
menutupnya dengan kasar. 414414 duduk manis sambil menatap jarum jam bergerak ke Spemenang acara saat makan siang nanti. Saat ini aku sedang ekaRang haRi SabtU. penentUan homecoming akan dilakukan
waktu istirahat siang. Alih-alih memusingkan ratusan
orang yang akan histeris apabila melihat namaku sebagai
pemenang, aku memilih memikirkan Scott dalam sisa
waktu yang kurang dari sepuluh menit ini.
Aku harus membujuknya supaya kembali ke gua
hingga Cheshvan berakhir. Dan untuk berjaga-jaga,
aku harus membuatnya mencopot cincin itu. Kalau
415 tidak, aku harus mencari jalan lain. Apakah aku harus
meminta bantuan Patch" Dia pasti tahu tempat-tempat
yang cocok untuk menangkal kedatangan Nephil.
Tapi, apakah dia rela bersusah payah demi Scott"
Dan sekalipun aku berhasil membujuk Patch untuk
bekerja sama, bagaimana aku akan mendapatkan
kepercayaan dari Scott" Dia akan memandang langkah
itu sebagai tindakan pengkhianatan. Aku tidak bisa
mengungkapkan alasan bahwa itu demi keselamatannya
sendiri. Karena semalam dia sendiri sudah memutuskan
bahwa dia tidak menghargai kehidupannya lagi. Aku
sudah muak bersembunyi. Lebih baik aku mati saja.
Tiba-tiba sesuatu membuyarkan lamunanku.
Interkom di atas meja Miss Jarbowski berbunyi. Suara
sekretaris sekolah terdengar dijaga dengan baik.
"Miss Jarbowski" Maaf mengganggu. Bisakah kau
meminta Nora Grey untuk datang ke kantor BP?" Ada
nada kasihan dalam suaranya.
Miss Jarbowski menjejakkan kaki dengan tidak
sabaran. Kelihatan betul dia tidak suka diganggu di
tengah pekerjaannya. Dia memberi isyarat dengan
tangannya ke arahku. "Bawa buku-bukumu, Nora.
Kurasa kau tidak akan kembali sebelum bel berbunyi."
Aku memasukkan buku teks ke ransel dan berjalan
ke pintu sambil bertanya-tanya. Setahuku hanya ada dua
alasan yang membuat seorang siswa diminta datang ke
416 kantor BP. Pertama, pergi sebelum jam sekolah berakhir.
Kedua, karena membolos. Rasanya kedua alasan itu
tidak berlaku untukku. Di kantor BP, aku mendorong pintu, dan melihat dia.
Hank Millar duduk di ruang tunggu. Postur tubuhnya
lunglai, ekspresinya kacau. Dia bertopang dagu, sorot
matanya kosong. Secara refleks aku mundur. Tetapi Hank melihatku
dan langsung berdiri. Simpati yang mendalam terlihat
di wajahnya, membuat perutku mual.
"Ada apa?" tanyaku terbata.
Hank enggan menatap mataku secara langsung.
"Kecelakaan." Jawabannya membuat pikiranku kacau. Pada
awalnya aku berpikir, mengapa aku harus peduli kalau
Hank mengalami kecelakaan" Dan mengapa dia repotrepot ke sekolah untuk memberi tahu aku"
"Ibumu jatuh dari tangga. Dia memakai sepatu
berhak tinggi, lalu kehilangan keseimbangan. Tulangnya
patah." Gelombang panik menyerangku. Aku mengucapkan
sesuatu yang mungkin mengandung kata tidak atau
sekarang. Tidak, ini tidak mungkin terjadi. Aku harus
menemui ibuku sekarang. Tiba-tiba saja aku menyesal
telah melontarkan kata-kata pedas kepadanya beberapa
minggu terakhir ini. Rasa takut menderaku dari segala
417 arah. Ayahku sudah pergi. Kalau aku kehilangan
ibuku.... "Apakah parah?" Suaraku parau. Aku tidak ingin
menangis di depan Hank. Tetapi persoalan harga diri
itu hancur begitu aku membayangkan wajah ibuku. Aku
memejamkan mata, menahan air mata.
"Mereka tidak mengatakan apa-apa ketika aku
keluar dari rumah sakit. Aku cepat-cepat ke sini untuk
menjemputmu. Kau boleh pulang lebih cepat, aku
sudah meminta izin untukmu," jelas Hank. "Aku akan
mengantarmu ke rumah sakit."
Dia membukakan pintu untukku, dan aku keluar
tanpa bertanya lagi. Kakiku terasa lemas saat aku
berjalan melewati koridor. Di luar, matahari begitu
terang. Aku bertanya-tanya, apakah aku akan mengingat
hari ini selamanya" Apakah aku akan punya alasan
untuk mengenangnya dan mengalami berbagai perasaan
tak tertahankan seperti yang kualami ketika ayahku
dibunuh" Perasaan bingung, tidak berdaya, dan kegetiran.
Perasaan diabaikan. Tenggorokanku tercekat. Aku tidak
mampu menahan isak tangis lebih lama lagi.
Hank membuka pintu Land Cruiser-nya tanpa
berkata-kata. Dia mengangkat tangannya satu kali,
seolah ingin menepuk bahuku, tapi tidak jadi.
Ketika itulah aku menyadari sesuatu. Semua ini
terasa agak terlalu wajar. Mungkin perasaan itu muncul
418 karena rasa permusuhan kepada Hank memang sudah
mengendap dalam diriku. Tetapi mungkin saja dia
berbohong supaya aku mau masuk ke mobilnya.
"Aku ingin menelepon rumah sakit," kataku tibatiba. "Aku ingin menanyakan perkembangan kondisi
Ibu." Hank mengerutkan dahi. "Kita akan menuju ke
sana. Sepuluh menit lagi kau bisa bertanya langsung
kepada dokternya." "Maaf kalau aku agak khawatir. Tapi ini menyangkut
ibuku," kataku lembut, tapi tegas.
Hank menekan nomor rumah sakit di ponselnya
dan menyodorkannya kepadaku. Yang menjawab
adalah sistem otomatis rumah sakit, memintaku untuk
mengikuti langkah demi langkahnya, atau menunggu
bantuan operator. Satu menit kemudian, aku tersambung
dengan operator. "Apakah pasien bernama Blythe Grey dirawat di
sini?" tanyaku sambil menghindari tatapan Hank.
"Benar." Aku menghela napas. Hanya karena Hank tidak
berbohong tentang kecelakaan yang dialami ibuku,
bukan berarti dia tidak bersalah. Sudah bertahun-tahun
kami tinggal di rumah itu, dan tidak satu kali pun
ibuku terjatuh dari tangga. "Aku putrinya. Bisakah kau
memberikan penjelasan tentang kondisinya?"
419 "Aku akan menyampaikan pesan kepada dokternya
untuk meneleponmu." "Terima kasih," kataku, lalu menyebutkan nomor
ponselku. "Ada kabar baru?" tanya Hank.
"Bagaimana kau tahu dia jatuh dari tangga?"
tanyaku. "Kau melihat sendiri kejadian itu?"
"Kami berencana makan siang bersama. Aku sudah
mengetuk pintu, tapi tidak ada yang membukakan.
Jadi, aku masuk. Ketika itulah aku melihatnya di
bawah tangga," jawab Hank, seolah-olah tidak
mencium kecurigaanku. Dia justru terkesan murung
saat melonggarkan dasi dan menyeka keringat di alis
matanya. "Kalau terjadi sesuatu...," gumamnya, berbicara
kepada dirinya sendiri, tapi tidak dilanjutkan. "Kita
pergi?" N aik ke mobil, perintah sebuah suara di dalam
kepalaku. Lalu semua kecurigaan menghilang begitu
saja. Hanya ada satu pikiran dalam kepalaku. Aku harus
pergi bersama Hank. Sebenarnya ada yang aneh dalam suaranya, tapi aku
tidak bisa memastikan. Seolah-olah seluruh kemampuan
nalarku melayang pergi untuk memberikan tempat bagi
perintah berikutnya. Naik ke mobil.
420 Aku menatap Hank, yang mengerjapkan mata dengan
polos. Dalam hatiku ada dorongan untuk melontarkan
tuduhan. Tetapi, apakah aku harus mengatakannya" Dia
datang untuk membantu. Dia peduli kepada ibuku....
Dengan patuh, aku duduk di dalam Land Cruiser.
Entah berapa lama kami berkendara sambil
membisu. Pikiranku berputar-putar hingga mendadak
terdengar Hank berdeham. "Sekadar kau tahu, dia
berada di tangan yang ahli. Aku telah meminta Dr.
Howlett memeriksa keadaannya. Dr. Howlett adalah
teman asramaku di University of Maine, sebelum dia
bekerja di John Hopkins."
Dr. Howlett. Aku memikirkan nama itu. Tiba-tiba
aku ingat. Dia adalah dokter yang merawatku setelah
aku diculik. Setelah Hank merasa sudah waktunya aku
dipulangkan, maksudku. Dan ternyata dia berteman
dengan Dr. Howlett" Kalaupun sebelumnya aku merasa
kelu, sekarang perasaan itu berganti dengan kegelisahan.
Mendadak aku tidak percaya kepada Dr. Howlett.
Aku memikirkan hubungan antara mereka berdua
dengan perasaan panik. Tetapi tiba-tiba muncul sebuah
mobil dari arah samping. Sesaat aku tidak melihat
sesuatu yang tidak beres"dan kemudian mobil itu
menabrak Land Cruiser. Mobil Hank tergelincir ke sisi jalan, menyerempet
pagar pembatas. Percikan api beterbangan dari logam
421 yang tergesek. Belum sempat aku menjerit, tiba-tiba kami
ditabrak lagi. Hank berusaha mengendalikan kemudi.
Bagian belakang mobilnya ditabrak dengan keras.
"Mereka mencoba mengeluarkan kita dari jalan!"
teriak Hank. "Pasang sabuk pengamanmu!"
"Siapa mereka?" jeritku, sambil memeriksa sabuk
pengamanku. Hank menyentakkan roda supaya terhindar dari
tabrakan berikutnya. Gerakan mendadak itu mengembalikan perhatianku ke depan. Jalanan menikung
tajam ke kiri saat kami mendekati jurang yang dalam.
Hank menginjak pedal gas, berusaha mendahului mobil
lain, El Camino bercat merah. Kendaraan itu melejit
maju, masuk ke jalur di depan. Tiga kepala terlihat dari
kaca depannya. Semuanya laki-laki.
Gambaran Gabe, Dominic, dan Jeremiah melintas
dalam kepalaku. Memang, hanya spekulasi, karena aku
tidak bisa melihat wajah mereka. Meskipun begitu, aku
menjerit. "Berhenti!" teriakku. "Ini jebakan. Ambil arah
balik!" El Camino berderit di belokan dan meluncur di garis
putih. Hank mengikuti dengan melaju begitu dekat ke
pagar pembatas. Bahu jalan menurun, mengarah ke
jurang. Dari sini tempat itu tampak seperti mangkuk air
422 raksasa, sementara Hank melintasi pinggirannya dengan
ceroboh. Perutku mual, aku berpegangan erat-erat.
Lampu belakang El Camino menyala.
"Awas!" jeritku. Aku menempelkan satu tangan
ke jendela dan satu lagi ke bahu Hank, berusaha
menghentikan sesuatu yang tak terelakkan.
Hank menyentakkan kemudi kuat-kuat. Land
Cruiser seolah berdiri pada dua roda. Aku terlempar
ke depan, sabuk pengamanku menjepit dada, kepalaku
membentur jendela. Pandanganku kabur. Berbagai bunyi
nyaring terdengar dari segala arah. Bunyi sesuatu yang
patah, pecah, dan memekakkan telinga.
Rasanya aku mendengar Hank menggeram"
Malaikat terbuang sialan!"tapi kemudian aku terbang.
Tidak, bukan terbang. Berguling-guling.
Aku tidak ingat tubuhku jatuh. Tetapi ketika aku
siuman, tubuhku dalam posisi terlentang. Bukan di
dalam Land Cruiser, tetapi di tempat lain. Tanah.
Dedaunan. Batu-batu tajam menggores kulitku.
Dingin, sakit, keras. Dingin, sakit, keras. Otakku
tidak bisa beralih dari tiga kata mantra itu. Semuanya
meluncur di batas penglihatanku.
"Nora!" teriak Hank. Suaranya terdengar sangat
jauh. Aku yakin mataku terbuka, tapi aku tidak bisa
melihat satu objek pun. Cahaya benderang menahan
423

Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penglihatanku dari satu sudut ke sudut lain. Aku
berusaha berdiri. Perintah yang kuberikan kepada ototototku cukup jelas. Tapi sepertinya itu melampaui batas
kemampuanku. Aku tidak bisa bergerak.
Dua tangan merengkuhku. Pertama tumitku, lalu
pergelangan tanganku. Tubuhku terdorong melewati
dedaunan dan tanah, menimbulkan bunyi gemeresik.
Aku menjilat bibir, berusaha memanggil Hank. Tetapi
ketika mulutku terbuka, tiga kata itulah yang meluncur.
Dingin, sakit, keras. Dingin, sakit, keras.
Aku ingin mengeluarkan diriku dari kondisi tidak
berdaya ini. Tidak! Jeritku di dalam kepala. Tidak,
tidak, tidak! Patch! Tolong! Patch, Patch, Patch!
"Dingin, sakit, keras," gumamku tidak keruan.
Sebelum aku sempat mengoreksi diri, segalanya
menjadi terlambat. Mulutku terkatup rapat. Begitu juga
mataku. Sepasang tangan yang kokoh memegang bahuku,
mengguncang tubuhku. "Kau bisa mendengarku, Nora" Jangan berusaha
bangun. Tetap berbaring. Aku akan membawamu ke
rumah sakit." Mataku membuka. Pepohonan berayun di atas.
Cahaya matahari menyusup di antara dahan. Men424 ciptakan bayangan aneh yang mengubah dunia dari
terang ke gelap, dan ke terang lagi.
Aku melihat Hank Millar. Wajahnya tergoresgores. Darah menetes, mengotori pipinya, membasahi
rambutnya. Bibirnya bergerak, tapi tak bisa mengeluarkan
kata-kata yang bermakna. Aku memalingkan wajah. Dingin, sakit, keras.
Aku terbangun di rumah sakit. Tirai katun putih
membatasi tempat tidurku. Kamar ini tenang, tapi luar
biasa sepi. Jari kaki dan tanganku kesemutan. Kepalaku
seolah dipenuhi jaring laba-laba. O bat penenang, pikirku
samar-samar. Sebuah wajah lain menunduk di atasku. Dr. Howlett
tersenyum, tapi tidak sampai menampakkan gigi.
"Kau mengalami tabrakan hebat, Anak Muda.
Tubuhmu memar-memar, tapi tidak ada yang patah.
Aku sudah menyuruh perawat memberimu ibuprofen.
Aku juga akan memberimu resep sebelum kau pergi. Kau
akan merasa lemas selama beberapa hari. Mengingat
situasinya, menurutku seharusnya kau bersyukur."
"Hank?" tanyaku dengan berat, bibirku terasa
kering. Dr. Howlett menggelengkan kepala, lalu tertawa
kecil. "Mungkin kau tidak senang mendengarnya, tapi
425 dia selamat tanpa terluka sama sekali. Sepertinya tidak
adil, ya?" Di tengah kabut yang memenuhi kepala, aku
berusaha berpikir. Ada sesuatu yang tidak beres.
Kemudian memori itu muncul. "Tidak. Dia terluka.
Berdarah-darah." "Kau keliru. Hank datang dalam kondisi basah
dengan darahmu. Kau yang menderita paling parah."
"Tapi aku melihatnya?"
"Hank Millar dalam kondisi baik," katanya memotong kalimatku. "Kau pun akan begitu setelah jahitanmu sembuh. Sebentar lagi perawat akan memeriksa
perban ini. Setelah itu, kau boleh pergi."
Aku tahu, di balik semua itu seharusnya aku
merasa panik. Terlalu banyak pertanyaan, sementara
jawabannya terlalu sedikit. Dingin, sakit, keras. Dingin,
sakit, keras. Sinar dari lampu belakang mobil. Tabrakan. Jurang.
"Ini akan membantumu," kata Dr. Howlett,
membuatku terkejut dengan tusukan di tangan. Cairan
dari jarum mengalir ke darahku tanpa menimbulkan
rasa apa pun, kecuali sengatan kecil.
"Tapi aku baru saja sadar," gumamku. Senyawa
kimia yang menyenangkan mengalir dalam tubuhku.
"Bagaimana mungkin aku tidak apa-apa" Aku tidak
merasa baik." 426 "Kau akan lebih cepat sembuh di rumah." Dia
terkikik. "Di sini kau akan terganggu oleh para perawat
yang mondar-mandir semalaman."
Semalaman" "Apakah sekarang sudah malam"
Bukankah masih siang" Sebelum Hank"kelas
kesehatan"aku belum makan siang."
"Memang, ini hari yang berat untukmu," kata
Dr. Howlett, mengangguk-angguk dengan sikap
memuakkan. Di bawah pengaruh obat, aku merasa
ingin menjerit. Tetapi hanya desahan yang meluncur
dari mulutku. Aku meletakkan tangan di atas perut. "Aku merasa
aneh." "Hasil MRI tidak menunjukkan adanya pendarahan
pada organ dalam. Istirahatlah selama beberapa hari.
Setelah itu, kau akan bisa berdiri dan berlari lagi." Dia
meremas bahuku dengan maksud bercanda. "Tapi aku
tidak bisa menjamin kau bisa naik mobil dalam beberapa
hari ke depan." Di tengah kabut ketidaksadaran, aku teringat ibuku.
"Apakah Hank bersama ibuku" Apakah Ibu baik-baik
saja" Bisakah aku menjenguknya" Apakah dia tahu
tentang kecelakaan ini?"
"Ibumu mengalami kemajuan pesat," katanya
menenangkan. "Dia masih di ICU dan belum boleh
dijenguk. Tapi besok dia akan dipindahkan ke kamar
427 rawat inap. Kau bisa datang dan menjenguknya setelah
dia dipindahkan." Dr. Howlett mencondongkan
badan, seolah mengajakku berkonspirasi. "Di antara
kita saja, ya" Kalau bukan karena birokrasi, aku akan
membiarkanmu menjenguknya sekarang. Kecelakaan itu
membuatnya menderita patah tulang yang cukup parah.
Dan mengingat kondisinya ketika Hank membawanya
ke sini, kurasa bisa dibilang dia mujur karena bisa
pulih kembali. Meskipun pada mulanya dia kehilangan
memori." Dia menepuk-nepuk pipiku. "Kurasa dewi
keberuntungan berpihak pada keluargamu."
"Keberuntungan," ulangku dengan getir.
Tapi ada firasat menakutkan yang mengganggu
pikiranku. Firasat yang mengatakan keberuntungan
tidak ada kaitannya dengan pulihnya kondisi kami.
Dan mungkin juga kecelakaan yang kami alami.
428428 menelepon Vee untuk menanyakan apakah dia bisa Setelah dR. hoWlett membolehkan akU meng-gunakan lift. Dalam perjalanan aku pulang, aku turun ke lobi utama dengan
mengantarku pulang. Kuharap hari belum terlalu
malam sehingga Mrs. Sky membolehkan putrinya
menyelamatkan seorang teman yang tersesat.
Lift berhenti, dan pintunya membuka. Ponselku
jatuh dari tanganku. "Halo, Nora," kata Hank, berdiri persis di depanku.
429 Tiga detik berlalu sebelum aku bisa bersuara. "Mau
ke lantai atas?" tanyaku, berharap nada bicaraku tenang.
"Sebenarnya, aku mencarimu."
"Aku terburu-buru," kataku meminta maaf, dan
memungut ponselku. "Kupikir kau butuh tumpangan untuk pulang. Aku
sudah menyuruh anak buahku mengirimkan mobil."
"Terima kasih, tapi aku sudah menelepon teman."
Senyumnya tampak palsu. "Setidaknya izinkan aku
mengantarmu sampai ke pintu."
"Aku ingin ke kamar mandi dulu," kataku mengelak.
"Tidak usah ditunggu. Sungguh, aku baik-baik
saja. Marcie pasti sudah tidak sabar untuk bertemu
denganmu." "Ibumu ingin aku memastikan kau sampai di rumah
dengan selamat." Sorot matanya tajam, keseluruhan ekspresinya
terlihat cemas. Tetapi kurasa itu bukan karena perannya
sebagai kekasih yang berduka. Dr. Howlett boleh
berkeras semaunya bahwa Hank tiba di rumah sakit
dalam kondisi bebas dari luka. Tapi aku tahu yang
sebenarnya. Lukanya lebih parah dariku. Bahkan lebih
parah dari korban kecelakaan mana pun.
Wajah Hank seperti daging cincang waktu itu. Dan
meskipun dia sembuh nyaris dalam sekejap lantaran
darah Nephilim-nya, aku tahu ada sesuatu yang terjadi
430 setelah aku pingsan. Hank boleh menyangkal matimatian, tapi kondisinya waktu itu mirip dengan orang
yang dihajar macan. Mungkin dia terlihat seperti itu lantaran baru saja
bertempur dengan sekelompok malaikat terbuang.
Setidaknya itulah teori yang paling mungkin. Dan kalau
diingat-ingat, kurasa itulah satu-satunya penjelasan
yang masuk akal. Malaikat terbuang sialan! Bukankah
itu yang dikatakannya tak lama sebelum kecelakaan"
Jelaslah Hank tidak berencana menghadapi mereka...
lalu apa rencananya"
Ada perasaan menakutkan dalam diriku. Pertama,
kalau diingat-ingat, aku merasa pikiranku kacau sejak
Hank muncul di sekolah. Bagaimana kalau sebenarnya
Hank sudah merencanakan hari itu" Mungkinkah dia
yang membuat ibuku jatuh dari tangga" Dr. Howlett
mengatakan awalnya ibuku mengalami amnesia. Itu
adalah cara yang mungkin dilakukan Hank supaya Ibu
tidak bisa mengingat fakta yang sebenarnya. Kemudian
dia menjemputku di sekolah... untuk apa" Apa yang
luput dariku" "Aku mencium bau karet terbakar," kata Hank.
"Kau sedang berpikir keras."
Suaranya menyentakkan aku dari lamunan. Aku
menatapnya, berharap bisa membaca ekspresi wajahnya.
Ketika itulah aku sadar, sorot matanya sama tegasnya
431 denganku. Tatapannya begitu mendalam, nyaris seperti
orang trans. Kesimpulan apa pun yang mulai terbentuk dalam
pikiranku, sekarang menjadi buyar. Pikiranku teralihkan.
Mendadak menjadi tidak keruan sehingga aku tidak bisa
mengingat sesuatu yang sedang kupikirkan. Semakin
keras usahaku mengingatnya, semakin jauh pikiranku
berbelok ke dalam terowongan di belakang kepalaku.
Terowongan itu terbentang panjang, menyelimuti
kemampuan kognitifku erat-erat. Aku mengalami
kejadian itu lagi. Sensasi berat dan tidak beraturan
membuatku tak mampu mengendalikan pikiranku
sendiri. "Apakah kau akan dijemput temanmu, Nora?" tanya
Hank dengan sorot mata bagaikan sinar laser.
Jauh di dalam hatiku, aku tahu, aku tidak boleh
mengatakan yang sebenarnya. Seharusnya aku
mengatakan Vee akan menjemputku. Tetapi aku tidak
punya alasan untuk berbohong kepadanya.
"Aku sudah menelepon Vee, tapi dia tidak menjawab,"
kataku mengakui. "Aku senang kalau bisa mengantarmu, Nora."
Aku mengangguk. "Ya, terima kasih."
Pikiranku kacau-balau. Aku tidak bisa menyusunnya
dengan rapi. Aku berjalan melewati koridor bersama
Hank. Tanganku dingin dan gemetar. Mengapa aku
432 gemetar" Bukankah Hank baik hati" Buktinya dia
memberiku tumpangan. Dia sangat peduli kepada ibuku
hingga rela melakukan ini kepadaku... bukan"
Perjalanan pulang berjalan dengan lancar.
Sesampainya di rumah, Hank membuntutiku ke dalam.
Aku berhenti tepat setelah melewati pintu. "Apa
yang kau lakukan?" "Ibumu ingin aku menjagamu malam ini."
"Kau akan menginap di sini?" Tanganku gemetar
lagi. Di tengah pikiranku yang berkabut, aku tahu,
aku harus mencari jalan untuk membuatnya pergi.
Membiarkannya menginap bukanlah ide bagus. Tetapi,
bagaimana aku bisa memaksanya keluar" Dia lebih kuat
dariku. Sekalipun aku berhasil mengusirnya, ibuku telah
memberikan kunci rumah kepadanya. Dia bisa kembali
lagi dengan mudah. "Kau membuat udara dingin masuk," kata Hank
lembut, sambil menyingkirkan tanganku dari pintu.
"Biar kubantu."
Benar, pikirku lega di tengah kondisi benakku yang
kacau. Dia ingin membantu.
Hank melempar kunci mobilnya ke atas konter,
lalu duduk di sofa sambil mengangkat kaki ke kursi tak
berlengan. Matanya tertuju ke bantal di sebelahnya.
"Ingin menonton bersamaku?"
433 "Aku lelah," kataku, bersidekap. Sekarang getar
hebat itu sudah menjalar ke atas siku tanganku.
"Ini hari yang berat untukmu. Tidurlah. Itu pesan
dokter, bukan?" Aku memberontak di tengah awan yang menyesakkan otakku. Tetapi sepertinya kegelapan itu tidak
tertembus. "Hank?" tanyaku ragu-ragu. "Mengapa kau
ingin menginap malam ini?"
Dia terkekeh. "Kau kelihatan sangat ketakutan,
Nora. Jadilah anak yang manis. Tidurlah. Aku tidak
akan mencekikmu saat kau tidur."
Di kamar, aku menarik meja kecil dan meletakkannya
di depan pintu sebagai penghalang. Entah mengapa aku


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melakukannya. Aku tidak punya alasan untuk takut
kepada Hank. Dia hanya menepati janji kepada ibuku.
Dia ingin melindungiku. Seandainya dia mengetuk pintu,
aku akan menggeser meja itu dan membukakan pintu.
Tetapi.... Aku tertatih ke tempat tidur dan memejamkan
mata. Tubuhku sangat lelah, dan sekarang gemetar
hebat. Mungkinkah aku terkena flu" Ketika pikiranku
mulai terasa berat, aku tidak melawan. Aneka warna
dan bentuk melayang-layang masuk dan keluar fokus.
Pikiranku menyusup semakin jauh ke alam bawah sadar.
Hank benar. Ini hari yang berat. Aku butuh tidur.
434 Ketika aku mendapati diriku berdiri di ambang
studio Patch, aku mulai merasakan sesuatu yang
aneh. Kabut itu terbang dari otakku. Dan aku sadar,
Hank mempermainkan pikiranku supaya aku patuh
kepadanya. Setelah membuka pintu depan dan masuk
ke studio, aku memanggil nama Patch.
Ternyata dia di dapur, sedang berselonjor di bangku.
Begitu melihatku, dia bangkit dan menghampiriku.
"Nora" Bagaimana kau bisa ke sini" Kau berada dalam
kepalaku," katanya terkejut. "Apakah kau bermimpi?"
Matanya menatap wajahku, menunggu jawaban.
"Aku tidak tahu. Kurasa begitu. Aku naik ke tempat
tidur dengan keinginan kuat untuk berbicara denganmu...
dan sekarang aku di sini. Apakah kau tidur?"
Dia menggeleng. "Tidak, tapi kau melampaui
pikiranku. Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya.
Karena hanya Nephil atau malaikat terbuang yang kuat
saja yang bisa melakukan hal semacam ini."
"Ada kejadian yang sangat buruk." Aku melemparkan
diri ke dalam pelukannya, berusaha menghilangkan
gemetar yang begitu hebat. "Pertama, ibuku jatuh dari
tangga. Dan dalam perjalanan ke rumah sakit untuk
menjenguknya, Hank dan aku mengalami kecelakaan.
Sebelum pingsan, rasanya aku mendengar Hank
mengatakan mobil yang menabrak kami dikendarai
oleh malaikat terbuang. Hank mengantarku pulang
435 dari rumah sakit. Aku memintanya pergi, tapi dia tidak
mau!" Sorot mata Patch tampak cemas. "Sebentar. Hank
di rumahmu sekarang?"
Aku mengangguk. "Bangunlah. Aku akan menemuimu."
Lima belas menit kemudian, terdengar ketukan pelan
di pintu kamar tidurku. Aku mengintip dari celah
pintu. Ternyata Patch sudah berdiri di luar. Aku meraih
tangannya dan menariknya masuk ke kamar.
"Hank sedang menonton TV di bawah," bisikku.
Hank benar. Tidur sangat baik untukku. Setelah keluar
dari mimpi, daya pikirku kembali normal sehingga aku
bisa melihat sesuatu yang tidak kulihat sebelumnya.
Hank telah mempermainkan pikiranku sehingga aku
patuh kepadanya. Aku membiarkannya mengantarku
pulang tanpa menyampaikan rasa keberatan sama
sekali. Aku membiarkannya mengikutiku ke dalam
rumah, membiarkannya bergerak bebas di rumahku.
Dan semua itu terjadi karena aku menyangka dia ingin
melindungiku. Tetapi aku salah besar.
Patch menutup pintu perlahan dengan ujung kakinya.
"Aku masuk melalui loteng." Dia menatapku dari kepala
hingga kaki. "Kau baik-baik saja?" Jarinya menyentuh
436 perban yang menutupi goresan luka di dahiku. Matanya
sarat dengan kemarahan. "Hank mempermainkan pikiranku semalaman ini."
"Bahkan sebelum itu, dimulai dengan kecelakaan
yang dialami ibumu."
Aku menghela napas, kemudian menyampaikan
ceritaku. "Seperti apa mobil malaikat terbuang itu?" tanya
Patch. "El Camino. Merah."
Patch menggosok-gosok dagu, berpikir keras.
"Menurutmu itu Gabe" Tapi biasanya dia tidak
mengendarai mobil seperti itu."
"Ada tiga orang di dalam mobil. Aku tidak bisa
melihat wajah mereka. Mungkin saja Gabe, Dominic,
dan Jeremiah." "Atau mungkin saja malaikat terbuang lain yang
mengincar Hank. Setelah Rixon lenyap, banyak yang
memburu Hank. Dia adalah Black Hand. Nephil
paling tangguh. Malaikat terbuang mana pun ingin
menggunakan tubuhnya supaya bisa menyombongkan
diri. Berapa lama kau di sana, sebelum Hank mengantarmu ke rumah sakit?"
"Kalau aku boleh menebak, mungkin hanya
beberapa menit. Ketika siuman, aku melihat Hank
bersimbah darah dan terlihat lemah. Dia nyaris tidak
437 bisa membopongku ke mobil. Kurasa luka dan memarmemar itu bukan karena kecelakaan. Tapi karena
paksaan untuk mengucapkan sumpah kesetiaan."
Ekspresi Patch semakin berang. "Ini sudah keterlaluan. Aku ingin kau tidak terlibat dalam urusan
ini lagi. Aku tahu, kau ingin melumpuhkan Hank. Tapi
aku tidak sanggup jika harus kehilangan dirimu." Patch
berdiri dan berjalan mondar-mandir. Kelihatan sekali dia
sangat marah. "Biar aku yang menyelesaikan masalah
ini. Aku akan membuat mereka merasakan ganjaran
setimpal." "Ini bukan perangmu, Patch," kataku pelan.
Matanya membara dengan tekad yang tidak pernah
kulihat sebelumnya. "Kau milikku, Angel. Jangan lupa
itu. Perangmu adalah perangku. Bagaimana kalau
terjadi sesuatu hari ini" Aku sudah sangat menderita
saat mengira rohmulah yang menghantuiku. Rasanya
aku tidak akan sanggup bertahan jika itu benar-benar
terjadi." Aku menghampirinya dari belakang, menautkan
tanganku ke tangannya. "Kejadian buruk bisa saja
menimpaku. Tapi itu tidak terjadi, bukan?" kataku
lembut. "Kalaupun Gabe ada di sana, kita tahu dia tidak
mendapatkan yang dia inginkan."
"Lupakan Gabe! Hank punya rencana tersendiri
yang menyangkut dirimu, dan mungkin juga ibumu.
438 Pusatkan perhatian pada masalah itu saja. Aku ingin kau
bersembunyi. Kalau kau tidak ingin di tempatku, oke.
Kita cari tempat lain. Kau akan tinggal di sana sampai
Hank mati, dikubur, dan membusuk."
"Aku tidak bisa pergi. Hank pasti curiga kalau aku
menghilang. Selain itu, aku tidak tega membuat ibuku
menderita lagi. Hatinya pasti akan hancur kalau aku
menghilang. Ibuku berbeda dengan sosok yang kukenal
tiga bulan lalu. Sebagian mungkin karena permainan
pikiran yang dilakukan Hank. Tapi aku harus menerima
kenyataan. Kasus penculikanku telah membuatnya
sangat lemah hingga kemungkinan dia tidak akan
pulih lagi. Sejak terbangun pagi itu dan mendapati aku
menghilang, ibuku sangat ketakutan. Baginya, tidak ada
kata aman lagi." "Sekali lagi, itu perbuatan Hank," kata Patch ketus.
"Aku tidak bisa mengendalikan perbuatan Hank.
Yang bisa kukendalikan hanyalah diriku sendiri. Aku
tidak akan pergi. Dan kau benar"aku tidak akan
mundur dan membiarkanmu mengurus Hank sendirian.
Berjanjilah kepadaku, apa pun yang terjadi, kau tidak
akan membohongiku. Sekalipun jika kau merasa itu demi
kebaikanku sendiri."
"Oh, dia tidak akan mati dengan mudah," kata Patch
dengan nada dingin. "Berjanjilah, Patch."
439 Patch membisu cukup lama. Kami sama-sama tahu,
dia lebih cepat, lebih terampil berkelahi, dan dalam
situasi itu, menjadi lebih kejam. Dia turun tangan dan
telah berkali-kali menyelamatkan aku . Tetapi yang satu
ini"dan sekali ini"adalah pertempuranku.
Akhirnya, dengan sangat enggan dia berkata, "Aku
tidak akan diam saja dan melihatmu menghadapinya
sendirian. Tapi aku tidak akan membunuhnya diamdiam. Aku akan menyerahkannya kepadamu, untuk
memastikan itulah yang kau inginkan."
Dia berdiri memunggungiku. Tapi aku menempelkan
pipiku ke bahunya, mengecupnya dengan lembut.
"Terima kasih."
"Kalau kau diserang lagi, incarlah goresan sayap di
punggung malaikat terbuang itu."
Aku tidak cepat mengerti. Kemudian dia melanjutkan,
"Kalau perlu, pukul dia dengan tongkat baseball atau
apa pun, di tempat luka itu. Bekas sayap kami adalah
titik kelemahan kami. Kami tidak bisa merasa sakit,
tapi trauma dari goresan luka itu akan melumpuhkan
kami. Kau bisa membuat kami kesakitan selama berjamjam. Tergantung seberapa besar kerusakannya. Setelah
menikam goresan luka Gabe dengan tongkat besi, aku
akan terkejut kalau dia sudah pulih kembali dalam
waktu kurang dari delapan jam."
"Akan kuingat," kataku pelan. Lalu, "Patch?"
440 "Mmm." Responsnya cepat.
"Aku tidak ingin berkelahi." Aku meraba tulang
bahunya. Otot-ototnya mengencang akibat kemarahan.
Seluruh tubuhnya kaku lantaran frustrasi yang luar biasa.
"Hank telah merebut ibuku, dan aku tidak ingin dia
merebutmu juga. Mengertikah kau, mengapa aku harus
melakukannya" Mengapa aku tidak bisa melepasmu
untuk turun sendirian dalam perang ini" Sekalipun kita
sama-sama tahu kaulah yang paling tangguh?"
Patch menghela napas panjang. Aku merasa simpulsimpul tubuhnya melemas. "Hanya ada satu yang
kutahu dengan pasti." Dia berbalik, matanya hitam
pekat. "Bahwa aku akan melakukan apa pun untukmu.
Meskipun seandainya itu berarti aku harus melawan
naluri atau karakterku sendiri. Aku akan menyerahkan
segalanya, bahkan jiwaku, untukmu. Kalau bukan cinta,
itulah yang terbaik yang kumiliki."
Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Rasanya
tidak ada kata-kata yang sepadan untuk membalasnya.
Jadi aku hanya menangkup wajahnya dengan kedua
tanganku dan mengecupnya.
Perlahan, Patch membalas kecupanku. Aku tidak
ingin dia marah. Aku ingin dia percaya kepadaku
seperti aku percaya kepadanya. "Angel," gumamnya.
Dia menjauh sedikit, memastikan apa yang kuinginkan
darinya. 441 Aku menjalankan tangan ke belakang lehernya,
mengarahkannya untuk menciumku lagi.
"Nora?" Aku melihat ke arah pintu"dan menjerit.
Hank berdiri di ambang pintu. Lengannya bertumpu
ke tombol pintu. Matanya menyapu ruangan. Wajahnya
tampak kebingungan. "Apa yang kau lakukan!" bentakku.
Dia tidak menjawab. Matanya masih memeriksa
setiap sudut kamarku. Patch entah ke mana. Seolah-olah dia merasakan
kedatangan Hank dan pergi satu detik sebelum pintu
dibuka. Bukan tidak mungkin dia bersembunyi tidak
jauh dari sini. Butuh beberapa detik saja sebelum
keberadaannya diketahui. "Keluar!" bentakku sambil beranjak dari tempat
tidur. "Aku tidak tahu mengapa ibuku memberikan
kunci rumah kepadamu. Tapi ini sudah keterlaluan.
Jangan pernah masuk ke kamarku lagi."
Matanya menyapu pintu lemari bajuku yang tidak
terlalu rapat. "Rasanya aku mendengar sesuatu."
"Yeah, well, aku manusia hidup dan bernapas.
Sekali-sekali aku mengeluarkan suara!"
Dengan kata-kata itu, aku membanting pintu lalu
menyandarkan tubuhku yang lemas. Detak jantungku
tidak keruan. Sepertinya Hank hanya berdiri saja di
442 luar selama beberapa menit. Kemungkinan untuk
memastikan sekali lagi, bahwa apa pun yang telah
membuatnya naik ke kamarku benar-benar tidak ada.
Akhirnya aku mendengar bunyi langkahnya
menjauh. Hank membuatku ketakutan sampai-sampai
aku menangis. Cepat-cepat aku menguatkan diri
untuk mengingat setiap kata dan ekspresi wajahnya.
Aku berusaha mencari pertanda untuk menjawab
keresahanku. Apakah dia tahu Patch ada di kamarku"
Kubiarkan lima menit berlalu sebelum aku mengintip
di celah pintu. Lorong di luar kamarku kosong. Aku
mengembalikan perhatian ke kamarku. "Patch?" bisikku
sepelan mungkin. Tetapi aku sendirian. Aku tidak melihat Patch lagi sampai aku tertidur.
Aku bermimpi berjalan-jalan di padang rumput liar
yang tingginya mencapai pinggulku. Di depan terlihat
sebatang pohon kering yang melengkung dan terkesan
aneh. Patch menyandarkan tubuh ke pohon itu,
tangannya dimasukkan ke saku. Busananya hitam dari
ujung kepala hingga ujung kaki. Kontras sekali dengan
hamparan padang yang berwarna putih susu.
Aku berlari menghampirinya. Dia melampirkan jaket


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kulitnya ke bahu kami, lebih sebagai tanda keakraban,
alih-alih untuk menghangatkan badan.
443 "Aku ingin bersamamu malam ini," kataku. "Aku
takut Hank melakukan sesuatu."
"Aku tidak akan membiarkanmu atau dia lepas
dari pandanganku, Angel," katanya dengan nada bicara
penuh otoritas. "Apakah dia tahu kau ada di kamarku?"
Desahan marah Patch nyaris tak terdengar. "Satu
hal yang pasti, dia merasakan sesuatu. Rasanya aku
menimbulkan kesan yang cukup kuat untuk membuatnya
naik ke kamarmu. Mungkin dia lebih kuat dari yang
kuduga. Anak buahnya jelas sangat terlatih. Dia berhasil
menjadikan satu penghulu malaikat sebagai tawanannya.
Dan sekarang, dia bisa mencium keberadaanku dari
jarak beberapa ruangan. Satu-satunya penjelasan yang
mungkin adalah ilmu hitam. Dia menemukan cara
untuk menyalurkannya, atau dia melakukan barter.
Bagaimanapun, dia memancing kekuatan neraka."
Tubuhku menggigil. "Kau membuatku ketakutan.
Malam itu, setelah menenggak Bloody Mary, dua
Nephilim yang mengejarku menyebut tentang ilmu
hitam. Tapi mereka bilang Hank menganggapnya sebagai
mitos." "Mungkin saja Hank tidak ingin orang lain tahu
dia menguasai ilmu itu. Hanya ilmu hitam yang
menjelaskan mengapa dia bisa mengalahkan malaikat
terbuang menjelang Cheshvan. Aku bukan pakar ilmu
444 hitam. Tapi sepertinya, bukannya tidak mungkin ilmu
itu bisa digunakan untuk melawan sumpah. Sekalipun
sumpah yang diucapkan demi surga. Mungkin saja dia
mengandalkan ilmu itu untuk membatalkan ribuan
demi ribuan sumpah yang diucapkan Nephilim kepada
malaikat terbuang selama berabad-abad."
"Dengan kata lain, ilmu itu bukan mitos."
"Dulu aku adalah penghulu malaikat," katanya
mengingatkanku. "Meski bukan wewenangku, aku
tahu ilmu itu ada. Kami semua tahu, ilmu itu berasal
dari neraka. Dan sebagian besar yang kita ketahui
adalah spekulasi. Ilmu hitam adalah ilmu terlarang. Para
penghulu malaikat sangat menentangnya." Ada nada
frustrasi dalam suaranya.
"Mungkin mereka tidak tahu lantaran Hank mampu
menyembunyikannya dengan baik. Atau mungkin dia
menggunakannya dalam dosis kecil sehingga mereka
tidak menyadarinya."
"Begini saja," kata Patch seiring tawa getir. "Dia
bisa saja menggunakan ilmu hitam untuk menyusun
ulang molekul udara. Itulah sebabnya aku kesulitan
menyelidikinya. Selama ini aku memata-matai dia. Aku
sudah berusaha keras membuntutinya dan mencari tahu
bagaimana dia memanfaatkan informasi yang kuberikan.
Tidak mudah, memang. Mengingat dia bergerak seperti
hantu. Tidak meninggalkan jejak sama sekali. Dia
445 juga bisa menggunakan ilmu hitam untuk mengubah
materi sekaligus. Aku tidak tahu sudah berapa lama dia
menggunakannya atau manfaat apa yang diperolehnya."
Kami sama-sama berpikir dalam kebisuan yang
menakutkan. Menyusun ulang materi" Kalau Hank
mampu mengutak-atik komponen dasar dunia ini, apa
lagi yang bisa diolahnya"
Sesaat kemudian, Patch merogoh ke balik kerah
bajunya, melepas seuntai kalung sederhana. Kalung
itu berupa rantai perak yang kait-mengait dan sudah
agak kusam. "Musim panas lalu aku memberikan
kalung penghulu malaikatku kepadamu. Tapi kau
mengembalikannya. Aku ingin kau menerimanya lagi.
Kalung itu tidak berfungsi lagi padaku. Tapi mungkin
bisa bermanfaat untukmu."
"Hank rela melakukan apa pun untuk mendapatkan
kalungmu," protesku sambil menampik kalung itu.
"Simpanlah. Kau harus menyembunyikannya. Jangan
sampai Hank menemukannya."
"Kalau Hank memasangkan kalungku ke leher
penghulu malaikat yang ditawannya, dia tidak akan
punya pilihan kecuali mengatakan yang sebenarnya.
Dia akan mengungkapkan segala pengetahuan yang
dimilikinya. Kau benar. Tapi kalung ini juga akan
merekam segala peristiwa, mengabadikannya selamanya.
Cepat atau lambat, Hank akan mendapatkan kalung
446 seperti ini. Lebih baik dia mendapatkan kalungku
daripada kalung yang lain."
"Merekam?" "Berikanlah kalung ini kepada Marcie," katanya
sambil memasangkan kalung itu ke leherku. "Jangan
terang-terangan. Buat supaya dia mengira dia mencurinya darimu. Hank akan menginterogasinya. Dan
Marcie harus merasa lebih cerdas darimu. Kau bisa
melakukannya?" Aku sedikit menjauh, dan menatapnya dengan sorot
mata mengecam. "Apa rencanamu?"
Dia tersenyum tipis. "Aku tidak menyebutnya
rencana. Tapi langkah darurat."
Aku merenungkan permintaannya dengan serius.
"Aku bisa mengundang Marcie ke rumahku," kataku
akhirnya. "Akan kukatakan aku butuh bantuannya
untuk memilih perhiasan yang akan kupakai bersama
dengan gaun homecoming. Kalau dia benar-benar
membantu Hank mencari kalung penghulu malaikat,
dan kalau dia mengira aku menyimpannya, dia pasti
akan memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaikbaiknya. Bukannya aku senang dia masuk ke kamarku."
Aku terdiam sesaat. "Tapi aku harus tahu dulu, mengapa
aku harus melakukannya?"
447 "Hank ingin penghulu malaikat itu bicara. Begitu
juga kita. Kita harus menemukan cara supaya para
penghulu malaikat di surga tahu bahwa Hank
mempraktikkan ilmu hitam. Aku malaikat terbuang.
Jadi, mereka tidak akan mendengarkan ucapanku. Tapi
kalau Hank menyentuh kalungku, sentuhan itu akan
membekas. Kalau dia menggunakan ilmu hitam, kalung
itu akan merekamnya juga. Kata-kataku tidak ada
artinya bagi para penghulu malaikat, tapi tidak dengan
bukti semacam itu. Kita harus menemukan cara supaya
kalung ini sampai ke tangan mereka."
Aku masih ragu. "Bagaimana kalau cara itu tidak
berhasil" Bagaimana kalau Hank mendapatkan informasi
yang dibutuhkan, tapi kita tidak mendapatkan apa-apa?"
Patch menyetujui ucapanku dengan anggukan pelan.
"Kalau begitu, apa yang harus kulakukan?"
Aku memutar otak, tapi tidak menemukan jalan
keluar. Patch benar. Kami tidak punya banyak waktu.
Tidak punya banyak pilihan. Ini bukan posisi yang
paling menguntungkan. Tetapi kurasa Patch telah
membuat keputusan terbaik meskipun risikonya sangat
besar terhadap keseluruhan eksistensinya. Kalau aku
terseret ke dalam pertaruhan sebesar ini, rasanya tidak
akan ada yang menemaniku.
448448 semangkuk SJumat malam. Ibuku dan Hank di ruang keluarga, duduk di sofa sambil menikmati atU minggU telah beRlalU. SekaRang popcorn. Aku menarik diri ke kamar karena
telah berjanji kepada Patch untuk menjaga emosiku di
dekat Hank. Beberapa hari ini, Hank luar biasa menawan. Dia
mengantar ibuku pulang dari rumah sakit, mampir ke
rumah setiap waktu makan malam, bahkan tadi pagi
membersihkan talang air. Aku tidak cukup bodoh
untuk mengendurkan kewaspadaan. Tetapi aku nyaris
449 gila dalam usaha menyimpulkan motif Hank yang
sebenarnya. Dia merencanakan sesuatu, itu pasti. Tetapi
apa rencananya, itulah yang membingungkan.
Suara tawa ibuku terdengar sampai ke kamar,
membuatku jengkel saja. Aku mengirim SMS ke Vee.
YO, jawabnya tak lama kemudian.
AKU PUNYA 2 TIKET SERPENTINE. BMINAT"
SERPEN"APPA?""
BAND BARU, SLH 1 PEMAINNYA TMN
KLUARGA, jelasku. PENAMPILAN PERDANA
MALAM INI. KUJEMPUT JAM 8. Dua puluh menit kemudian mobil Vee memasuki
pekaranganku. Aku bergegas menuruni tangga dengan
harapan bisa sampai di pintu sebelum aku terpaksa
melihat ibuku bermesraan dengan Hank.
"Nora?" panggil Ibu. "Kau mau ke mana?"
"Pergi dengan Vee. Aku akan pulang jam sebelas!"
Sebelum ibuku sempat memveto, aku berlari ke luar dan
masuk ke Dodge Neon 1995 warna ungu milik Vee.
"Jalan!" perintahku.
Vee, yang punya masa depan cerah sebagai sopir
orang yang ingin kabur, menjawab perintahku. Dia
melarikan mobilnya dengan kecepatan yang membuat
kawanan burung ketakutan.
450 "Avalon siapa yang ada di halaman rumahmu?" tanya
Vee sambil tetap menjalankan kendaraan dengan
kencang, tidak memedulikan rambu-rambu lalu lintas.
Sejak mendapatkan SIM, dia sudah tiga kali ditilang.
Tetapi Vee sangat yakin bahwa dia kebal hukum.
"Mobil sewaan Hank."
"Kata Michelle Van Tassel, yang mendengar dari
Lexi Hawkins, yang mendengar dari sobat kita si Marcie,
Hank menawarkan hadiah besar bagi polisi yang berhasil
menangkap begundal yang membuatmu kecelakaan."
Semoga beruntung. Tapi aku hanya meringis. Aku tidak ingin memberi
petunjuk sedikit pun kepada Vee. Idealnya, aku harus
menceritakan yang sebenarnya. Dimulai dengan
hilangnya memoriku akibat perbuatan Hank. Tetapi...
bagaimana" Bagaimana aku menjelaskan hal-hal yang
aku sendiri tidak bisa memahaminya" Bagaimana aku
meyakinkan Vee apabila aku sendiri tidak punya bukti"
"Berapa banyak yang ditawarkan Hank?" tanyaku.
"Mungkin aku bisa disuap untuk mengingat sesuatu
yang penting." "Tidak usah repot-repot. Ambil saja kartu kreditnya.
Aku tidak yakin dia sadar kalau uangnya hilang
beberapa ratus dolar. Dan kalaupun ketahuan, dia tidak
akan menyuruh polisi menangkapmu. Karena nanti dia
tidak akan punya peluang dengan ibumu."
451 Andai saja sesederhana itu, pikirku. Senyum
getir membeku di wajahku. Andai saja Hank bisa
diperlakukan sebagai aset.
Tidak banyak ruang parkir yang tersisa di dekat
Devil"s Handbag. Vee sudah mengitari halaman parkir
lima kali, tapi tetap tidak mendapatkan tempat. Dia
memperluas pencariannya blok demi blok. Akhirnya
dia memarkir mobilnya dengan posisi paralel di trotoar
sehingga separuh badan Neon menggantung di jalan.
Vee keluar dan memeriksa hasil parkirannya. Dia
mengangkat bahu. "Lima poin untuk kreativitas."
Kami berjalan kaki menuju bar.
"Siapa sih teman keluarga yang kau maksud?"
tanya Vee penasaran. "Apakah dia cowok" Seksi tidak"
Bujangankah?" "Ya, mungkin, dan kurasa begitu. Kau ingin
kukenalkan?" "Tidak, terima kasih. Cuma ingin tahu apakah aku
harus menahan mata jahatku darinya. Aku tidak percaya
lagi pada cowok. Tapi radarku yang menakutkan jadi
tidak keruan kalau ada cowok imut."
Aku tertawa kecil membayangkan versi Scott yang
menggemaskan dan berbusana rapi. "Scott Parnell bukan
cowok imut." 452 "Whoa. Tunggu dulu. Apa aku tidak salah dengar"
Kau tidak bilang kalau teman keluargamu itu adalah
Scottie si Tukang Ompol."
Sebenarnya aku ingin mengatakan itu karena ingin
merahasiakan penampilan Scott di hadapan publik
malam ini. Aku tidak ingin berita itu sampai ke telinga
Hank. Tetapi aku hanya menanggapi protes Vee dengan
sikap lugu, "Maaf, aku lupa."
"Sobat kita yang satu itu punya tubuh yang tidak
bisa dilupakan. Kau harus mengakuinya."
Vee benar. Scott tidak gempal. Tubuhnya sangat
berotot dan proporsional layaknya atlet papan atas.
Kalau bukan karena ekspresinya yang bak jagoan dan
nyaris seperti orang cemberut, fans ceweknya pasti ada di
mana-mana. Bahkan mungkin termasuk Vee, yang telah
memproklamasikan dirinya sebagai pembenci lelaki.
Kami berbelok di sudut terakhir, dan terlihatlah
Devil"s Handbag. Bangunan empat lantai itu jauh
dari kesan memikat. Tersusun dari batu bata, dengan
tanaman rambat menutupinya dan jendela-jendela yang
tak tembus pandang. Devil"s Handbag terletak di tengahtengah sebuah galeri dan tempat reparasi sepatu. Tetapi
aku curiga itu adalah tempat orang memesan KTP palsu.
Lagi pula, apakah masih ada orang yang mengganti sol
sepatu pada zaman sekarang ini"
"Apakah mereka akan memeriksa KTP?" tanya Vee.
453 "Tidak. Bar tidak menyediakan minuman beralkohol,
karena separuh anggota band yang tampil malam ini


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih di bawah umur. Kata Scott, kita cuma butuh
tiket." Kami bergabung dengan barisan orang yang mengantre. Lima menit kemudian, pintu-pintu dibuka.
Ruangan lega di dalam terdiri atas sebuah panggung
di satu sisi dan bar di sisi lain. Bangku-bangku disusun
berjajar di dekat meja bar, dan meja-meja kafe di dekat
panggung. Pengunjung cukup ramai, bahkan setiap
menit semakin banyak saja yang datang. Aku agak gugup
menunggu kehadiran Scott. Aku berusaha mencari
wajah-wajah Nephilim di antara para pengunjung. Tetapi
aku belum cukup berpengalaman untuk melakukan
pekerjaan itu. Bukannya aku punya alasan untuk
menyimpulkan bahwa Devil"s Handbag adalah tempat
nongkrongnya makhluk-makhluk aneh. Terutama yang
berkaitan erat dengan Hank. Tapi tidak ada salahnya
berhati-hati, bukan"
Kami langsung menuju bar.
"Mau minum apa?" tanya sang bartender, seorang
perempuan berambut merah, tanpa eyeliner atau cincin
di hidung. "Suicide," jawab Vee. "Kau tahu, dengan mencampur
semuanya ke dalam satu gelas?"
454 Aku menyorongkan badan ke samping. "Memangnya
umur kita berapa?" "Masa kanak-kanak hanya datang satu kali.
Nikmatilah." "Cherry Coke," jawabku.
Saat Vee dan aku menyesap minuman sambil duduk
bersandar dan menikmati suasana, seorang cewek
ramping menghampiri tempat kami. Rambut pirangnya
diangkat membentuk sanggul yang seksi, meskipun tidak
rapi. Dia menopang siku tangannya ke meja bar, dan
melirikku. Cewek itu mengenakan gaun panjang ala
bohemian. Gaya hippie-chic-nya benar-benar sempurna.
Selain sapuan lipstik warna merah menyala, wajahnya
nyaris bersih dari riasan. Tentu saja, ini membuat
perhatianku tertuju ke bibirnya yang penuh. Dengan
tatapan lurus ke panggung, dia berkata, "Kalian tidak
pernah kelihatan sebelumnya. Pertama kali?"
"Pertanyaan itu untukmu?" kata Vee.
Cewek itu tertawa. Meskipun lembut dan menggelitik,
suaranya membuat bulu kudukku berdiri.
"Anak sekolahan?" katanya menebak.
Vee menyipitkan mata. "Mungkin ya, mungkin
tidak. Dan kau...?" Cewek pirang itu menebar senyuman. "Dabria."
Matanya lurus ke arahku. "Aku sudah mendengar
tentang amnesia itu. Kasihan sekali."
455 Aku tersedak. Vee berkata, "Sepertinya wajahmu tidak asing. Tapi
rasanya aku belum pernah mendengar namamu." Dia
memonyongkan bibir, berusaha mengingat.
Dabria mengalihkan tatapannya ke Vee. Dan dalam
sekejap, seluruh kecurigaan lenyap dari ekspresi Vee.
Dia terlihat kosong seperti air yang bening. "Aku belum
pernah bertemu denganmu. Ini adalah yang pertama,"
kata Vee dengan nada monoton.
Aku melotot ke Dabria. "Bisa kita bicara" Berdua?"
"Kupikir kau tidak akan meminta," jawabnya santai.
Aku berjalan melewati kerumunan, menuju
kamar mandi. Begitu kami jauh dari orang-orang,
aku berbalik menghadap Dabria. "Pertama, jangan
mempermainkan pikiran temanku. Kedua, apa yang kau
lakukan di sini" Dan ketiga, kau lebih cantik dari yang
digambarkan Patch." Yang terakhir itu mungkin tidak
perlu kuucapkan. Tetapi sekarang aku hanya berdua saja
dengan Dabria. Aku tidak ingin bertele-tele, lebih baik
langsung ke tujuan. Mulutnya membentuk senyuman puas. "Dan kau
lebih polos ketimbang yang kuingat."
Mendadak aku menyesal karena tidak mengenakan
sesuatu yang lebih bergaya ketimbang jins, T-shirt grafis,
dan topi ala militer. Tapi aku berkata, "Asal kau tahu
saja, dia sudah melupakanmu."
456 Dabria memeriksa kukunya sebelum menatapku
melalui bulu matanya. Dengan ekspresi menyesal yang
sangat kentara, dia menjawab, "Seandainya saja aku bisa
mengatakan hal yang sama terhadap dirinya."
Apa kubilang" Dampratku dalam hati kepada Patch.
"Bertepuk sebelah tangan memang menyebalkan,"
jawabku singkat. "Dia di sini?" Dabria menjulurkan leher, memeriksa
kerumunan. "Tidak. Tapi aku yakin kau sudah tahu itu karena
kau sendiri yang membuntutinya."
Sesuatu yang nakal menari-nari di matanya. "Oh"
Dia tahu?" "Sulit untuk tidak tahu, kalau jelas-jelas tujuan
hidupmu adalah menyerahkan diri kepadanya."
Senyum manjanya menjadi agak keras. "Asal kau tahu
saja, kalau bukan karena buluku yang disembunyikan
Jev, aku tidak akan ragu-ragu menyeretmu ke jalan dan
menabrakmu. Jev mungkin berada di sini untukmu, tapi
aku tidak akan bersikap santai. Dia punya sejumlah
musuh. Dan bisa kupastikan, sebagian dari mereka
berharap bisa merantainya di neraka. Kalau kau menjadi
dia, kau tidak akan tidur dengan dua mata terpejam,"
katanya dengan nada dingin. "Kalau dia ingin tetap
di Bumi, dia tidak boleh diganggu oleh?"tatapannya
menusukku?"cewek kekanak-kanakan. Dia butuh
457 mitra. Seseorang yang bisa menjaganya dan bermanfaat
baginya." "Menurutmu, kaulah orang yang tepat?" sindirku.
"Menurutku, kau seharusnya bergaul dengan
orang-orang sejenismu. Jev tidak suka dibatasi. Dengan
sekali pandang, aku bisa mengatakan kau berusaha
mengendalikan dirinya."
"Dia sudah berubah," kataku. "Dia bukan orang
seperti yang kau kenal dulu."
Tawanya sangat nyaring. "Aku sulit memutuskan,
apakah sikap polosmu itu memesona, atau apakah aku
ingin membenturkan kepalamu supaya kau sadar. Jev
tidak akan berubah. Dan dia tidak mencintaimu. Dia
hanya memanfaatkanmu untuk mendapatkan Black
Hand. Apakah kau tahu, berapa harga kepala Hank
Millar" Jutaan. Jev menginginkan uang itu seperti juga
malaikat terbuang lainnya, bahkan mungkin lebih dari
mereka. Karena dia bisa menggunakan uang itu untuk
membungkam musuh-musuhnya. Dan percayalah,
dia punya banyak saingan. Sekarang dia sedikit lebih
unggul dari mereka. Karena dia memilikimu, keturunan
Black Hand. Kau bisa begitu dekat dengan Black Hand,
sementara kebanyakan malaikat terbuang hanya bisa
memimpikannya." Aku tidak mengalihkan tatapanku darinya barang
sekejap. "Aku tidak percaya kepadamu."
458 "Aku tahu, kau menginginkan Black Hand, Manis.
Sama seperti aku tahu, kau ingin menjadi salah seorang
yang menghancurkannya. Bukan persoalan gampang.
Mengingat dia adalah Nephilim. Tapi berkhayal boleh
saja. Apakah kau benar-benar berpikir Jev akan menyerahkan Hank kepadamu ketika dia bisa menyerahkannya ke orang yang tepat dan menerima sepuluh juta
dolar" Pikirkanlah."
Dengan kata-kata itu, Dabria mengangkat satu alis
dan bergabung dengan kerumunan.
Sekembalinya aku ke bar, Vee berkata, "Aku tidak
tahu denganmu, tapi aku tidak suka cewek itu. Naluriku
mengatakan dia adalah rival berat Marcie dalam hal
kecentilan." Lebih parah dari itu, pikirku murung. Jauh lebih
parah. "Omong-omong soal naluri, aku belum mengambil
keputusan tentang bagaimana aku akan menyikapi si
Romeo ini," kata Vee, sambil duduk sedikit lebih tegak.
Aku mengikuti arah tatapannya dan menemukan
Scott. Cowok yang satu kepala lebih tinggi ketimbang
orang-orang yang lain itu menghampiri kami. Rambut
cokelatnya yang terbakar matahari menutupi kepalanya
seperti topi. Jins compang-camping dan T-shirt yang pas
459 di badan melengkapi penampilannya. Dia terlihat seperti
calon pemain bass yang punya masa depan cerah.
"Kau datang," katanya sambil tersenyum tipis, dan
aku langsung tahu, dia merasa senang.
"Sudah pasti. Aku tidak akan meninggalkan
pertunjukan ini," kataku, berusaha menekan perasaan
tidak nyaman. Agak lama aku menyesali sikap keras
kepala Scott lantaran keluar dari persembunyiannya.
Sekali pandang ke arah tangannya menunjukkan
dia tidak melepas cincin Black Hand itu. "Scott, ini
sahabatku, Vee Sky. Aku tidak tahu apakah kalian sudah
pernah bertemu secara resmi."
Vee menjabat tangan Scott dan berkata, "Aku
senang, setidaknya ada satu orang di ruangan ini yang
lebih tinggi dariku."
"Yeah, itu warisan dari pihak ayahku," kata Scott,
jelas-jelas tidak ingin memberi penjelasan lebih lanjut.
Kemudian dia beralih kepadaku, "Tentang homecoming.
Aku akan mengirimkan limo ke rumahmu besok, jam
sembilan. Sopir yang akan mengantarmu, kita bertemu
di sana. Apakah aku harus membawa bunga" Aku
benar-benar lupa prosedurnya."
"Kalian akan pergi ke homecoming bersama-sama?"
tanya Vee, mengerutkan alis dan menunjuk kami
bergantian dengan sikap bingung.
460 Ingin rasanya aku menendang diriku sendiri karena
lupa memberi tahu Vee. Untuk membela diri, aku
mengatakan itu karena banyak pikiran yang memenuhi
kepalaku. "Sebagai teman," kataku menenangkan Vee. "Kalau
kau mau ikut, semakin ramai semakin asyik."
"Yeah, tapi aku tidak sempat membeli gaun," kata
Vee, nada suaranya benar-benar kecil hati.
Cepat-cepat aku menjawab, "Besok kita ke Silk
Garden. Masih banyak waktu. Bukankah kau suka gaun
sequin ungu yang dipajang di sana?"
Scott menggoyangkan ibu jarinya di atas bahu.
"Aku harus pemanasan dulu. Kalau kalian punya waktu
setelah pertunjukan, temui aku di belakang panggung.
Aku akan memberikan pertunjukan pribadi untuk
kalian." Vee dan aku bertukar pandang. Aku tahu,
penilaiannya terhadap Scott naik beberapa poin. Di
lain pihak, aku berdoa semoga umur Scott cukup
panjang untuk memberikan pertunjukan itu. Diam-diam
aku mengedarkan pandangan, mencari isyarat yang
menunjukkan kehadiran Hank, anak buahnya, atau apa
pun yang akan menimbulkan masalah.
Serpentine naik ke atas panggung, mengetes dan
memasang berbagai gitar dan drum. Scott melompat
ke atas bersama mereka, dan melampirkan tali gitar ke
461 bahunya. Dia menjajal beberapa not, menggigit pik gitar
sambil mengangguk-angguk seiring nada musiknya. Aku
melirik ke samping dan mendapati Vee menggoyanggoyangkan kaki mengikuti irama.
Kusikut tangannya. "Ada yang ingin kau katakan?"
Dia menyembunyikan senyuman. "Dia keren."
"Bukannya kau sedang detoks cowok?"
Vee balas menyenggolku lebih keras. "Jangan seperti
Debbie Downer1." "Cuma ingin mengingatkan."
"Kalau kami jadian, dia bisa menciptakan balada
atau semacam itu untukku. Akuilah, tidak ada yang lebih
seksi ketimbang cowok yang bisa menciptakan musik."
"Mm-hmm," kataku.
"Mm-hmm, untukmu."
Di atas panggung, seorang kru Devil"s Handbag
membantu mengatur mikrofon dan amplifier. Seorang
kru berjongkok untuk mengatur kabel. Sesaat dia
menghentikan pekerjaan untuk menyeka keringat dari
alisnya. Ketika itulah mataku tertuju ke tangannya.
Aku tersentak lantaran suatu ingatan yang begitu kuat.
Tiga kata bak mantra terukir di lengannya. DINGIN.
SAKIT. KERAS. 1 Salah satu karakter dalam Saturday Night Live. Perempuan yang sering
melontarkan komentar negatif dan merusak suasana.
462 Aku tidak tahu makna kombinasi kata-kata itu.
Yang kutahu, aku sudah pernah melihatnya. Sepasang
tirai terangkat, menampakkan memoriku cukup lama
untuk mengingat bahwa aku melihat tato itu tak lama
setelah mengalami kecelakaan di mobil Hank. DINGIN.
SAKIT. KERAS. Sebelumnya aku tidak ingat, tapi
sekarang aku yakin. Lelaki di atas panggung itu ada
di tempat kejadian. Tak lama setelah kecelakaan. Dia
mencengkeram pergelangan tanganku saat aku jatuh
pingsan, lalu menyeret tubuhku. Pastinya dia adalah
salah satu malaikat terbuang yang mengendarai El
Camino. Saat aku sampai pada kesimpulan yang mengejutkan


Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, sang malaikat terbuang mengibaskan tangan
dan melompat turun dari panggung, lalu berjalan di
pinggiran kerumunan. Dia berbicara singkat kepada
beberapa orang, lalu perlahan menuju belakang ruangan.
Tiba-tiba dia berbelok ke lorong tempat aku dan Dabria
berbicara beberapa saat lalu.
Aku berkata ke telinga Vee, "Aku ingin ke kamar
mandi. Jaga tempatku."
Aku berjalan di celah-celah kerumunan, memecah
tiga atau empat kelompok orang di dekat bar untuk
membuntuti malaikat terbuang itu. Dia berdiri di ujung
ruangan, tubuhnya membungkuk ke depan. Kemudian
dia menegakkan badan sehingga profilnya terlihat jelas,
463 dan mengarahkan pemantik ke rokok yang terjepit di
antara bibirnya. Setelah mengembuskan segumpal asap,
dia melangkah keluar. Aku menunggu beberapa detik, kemudian membuka
pintu dan menyembulkan kepala. Sekelompok perokok
berkumpul di gang, tapi tidak ada yang memperhatikan
aku. Aku keluar untuk mencari malaikat terbuang itu.
Dia berada di tengah gang, menuju jalanan. Mungkin
dia ingin merokok sendirian. Tapi firasatku mengatakan,
dia ingin pergi. Ada beberapa pilihan di tanganku. Aku bisa kembali
ke dalam dan meminta bantuan Vee, tapi kalau bisa,
aku tidak ingin melibatkan dirinya. Aku bisa meminta
bantuan Patch, tapi kalau harus menunggu sampai dia
datang, mungkin si malaikat terbuang sudah hilang. Atau
aku bisa mempraktikkan nasihat Patch. Melumpuhkan
malaikat itu dengan memanfaatkan goresan luka di
tempat sayapnya, kemudian meminta bantuan.
Aku memutuskan untuk menerima saran Patch dan
berharap dia datang secepatnya. Kami sudah sepakat
untuk saling bertelepon dan ber-SMS hanya dalam
keadaan darurat, lantaran tidak ingin meninggalkan
jejak yang bisa digunakan Hank untuk menemukan
Patch. Tetapi kalau ini bukan keadaan darurat, aku tidak
tahu lagi namanya. 464 Aku mengirimkan SMS dengan tergesa-gesa. DI
GANG, BELAKANG DEVIL"S HANDBAG. ADA
MALAIKAT TERBUANG YG KULIHAT SAAT
KECELAKAAN. AKU AKAN MENCARI GORESAN
LUKANYA. Ada sekop salju yang disandarkan ke pintu belakang
toko reparasi sepatu. Tanpa berpikir panjang, kuambil
sekop itu. Sebenarnya aku tidak punya rencana apa-apa.
Tapi kalau ingin melumpuhkannya, aku harus punya
senjata. Sambil menjaga jarak, aku membuntutinya ke
ujung gang. Dia berbelok ke jalan, membuang puntung
rokok ke selokan, dan menghubungi seseorang melalui
ponsel. Aku menguping pembicaraannya sambil bersembunyi
di tempat gelap. "Tugasku selesai. Dia di sini. Yeah, aku yakin."
Lelaki itu menutup telepon, dan menggaruk-garuk
leher. Kemudian dia menghela napas seperti orang resah.
Atau mungkin pasrah. Tidak ingin membuang kesempatan, aku berjingkat
di belakangnya dan mengayunkan sekop ke samping
dengan gerakan mematikan. Sekop itu mengenai
punggungnya dengan kekuatan yang tidak kusangkasangka, persis di tempat goresan sayapnya berada.
Malaikat terbuang itu terhuyung, lututnya menekuk.
465 Aku mengayunkan sekop untuk kedua kalinya
dengan lebih mantap. Kemudian ketiga, keempat, dan
kelima kalinya. Sadar dia tidak bisa dibunuh, aku
memukul kepalanya keras-keras.
Dia kehilangan keseimbangan, lalu roboh ke tanah.
Aku menyenggolnya dengan sepatu, tapi dia tidak
bergerak. Tiba-tiba terdengar langkah kaki berlari di
belakangku. Aku berbalik dengan sekop masih di
tangan. Patch muncul di tengah kegelapan, napasnya
tersengal. Dia menatapku dan malaikat terbuang itu
bergantian. "Aku"menangkapnya," kataku, masih terkejut
bagaimana pekerjaan itu bisa begitu mudah.
Dengan lembut Patch mengambil sekop dari
tanganku dan meletakkannya. Senyum samar terlihat di
bibirnya. "Angel, dia bukan malaikat terbuang."
Aku mengerjapkan mata. "Apa?"
Patch berjongkok di samping lelaki itu, dan
mengangkat kemejanya. Ternyata punggungnya mulus,
tidak ada goresan luka. "Ak-ku yakin," kataku terbata. "Kupikir memang
dia. Aku mengenali tatonya?"
Patch melirikku. "Dia Nephilim."
Nephil" Aku baru saja membuat Nephil pingsan"
466 Setelah menggulingkan tubuh Nephil itu, Patch
membuka kancing kemejanya dan memeriksa dadanya.
Pada saat yang sama, mata kami tertuju ke cap yang
terletak persis di bawah tulang bahunya. Tanda tangan
mengepal itu sudah tidak asing lagi.
"Cap Black Hand," kataku terkejut. "Jadi, anak
buah Hank yang menyerang kami hari itu, dan nyaris
menggulingkan kami dari jalan?" Apa maksudnya"
Bagaimana Hank bisa melakukan kesalahan besar"
Dia bilang mereka adalah malaikat terbuang. Nada
bicaranya sangat yakin"
"Kau yakin, dia salah seorang yang berada di dalam
El Camino?" tanya Patch.
Kemarahan meluap dalam diriku saat aku sadar
bahwa aku telah dipermainkan. "Oh, aku sangat yakin."
467 berantakan. Tapi ternyata tidak ada peristiwa yang Jkataku dengan suara pelan. "Awalnya kupikir kejadian itu justru akan membuat rencananya adi, keCelakaan itU SkenaRio hank,"
terjadi secara kebetulan. Dia menyuruh anak buahnya
menabrak kami. Dan dia menanamkan kepercayaan
ke dalam kepalaku bahwa mereka adalah malaikat
terbuang. Bodohnya, aku terjebak!"
Patch memindahkan tubuh Nephil itu ke balik pagar
tanaman sehingga tidak terlihat dari jalan. "Dengan
begini, dia tidak akan menarik perhatian orang sebelum
468 dia siuman," kata Patch. "Apakah dia melihatmu dengan
jelas?" "Tidak, aku menyerangnya saat dia lengah," kataku
dengan pikiran masih ke tempat lain. "Tapi mengapa
Hank harus membuat mobilnya ditabrak" Semua ini
seolah tidak ada artinya. Mobilnya hancur, dia luka
parah"aku tidak mengerti."
"Aku tidak ingin kau jauh dariku sampai kita
menemukan jawabannya," kata Patch. "Masuklah.
Beri tahu Vee, kau tidak pulang bersamanya. Aku akan
menjemputmu di depan, lima menit lagi."
Aku menyapu tanganku yang masih merinding.
"Temani aku. Aku tidak ingin sendirian. Bagaimana
seandainya anak buah Hank masih ada di dalam?"
Patch mengeluarkan suara yang tidak terkesan
senang. "Kalau Vee melihat kita bersama-sama,
semuanya akan kacau. Katakan kepadanya, kau pulang
bersama orang lain dan kau akan meneleponnya nanti.
Aku akan berdiri di balik pintu. Kau tidak akan lepas
dari pandanganku." "Dia tidak akan percaya. Sekarang dia jauh lebih
berhati-hati ketimbang dulu." Aku memutar otak untuk
mencari solusi yang masuk akal. "Aku akan pulang
bersamanya. Setelah dia pergi, kita bertemu di seberang
rumahku. Hank ada di sana, jadi kau harus menjaga
jarak." 469 Patch mengecupku. "Hati-hati."
Di dalam Devil"s Handbag, terdengar gelombang
keluhan di mana-mana. Pengunjung melempar bulatan
tisu dan sedotan plastik ke panggung. Sekelompok orang
di ujung ruangan berteriak serempak, "Serpentine payah,
Serpentine payah!" Aku menyikut Vee.
"Ada apa?" "Scott mundur. Dia lari begitu saja. Band tidak bisa
tampil tanpa dirinya."
Rasa mual mengaduk-aduk perutku. "Lari"
Mengapa?" "Aku mungkin akan bertanya begitu kepadanya,
kalau aku bisa menangkapnya. Dia melompat dari
panggung, lalu berlari ke pintu. Mulanya orang-orang
menyangka itu hanya lelucon."
"Kita harus pergi dari sini," kataku. "Orang-orang
bisa mengamuk." "Amen," kata Vee, melompat dari kursi bar dan
bergegas menuju pintu. Sesampainya di rumah, Vee memasukkan Neon ke
pekarangan. "Menurutmu, mengapa Scott bertindak
seperti itu?" tanyanya.
Aku tergoda untuk berbohong. Tetapi aku sudah
bosan dengan permainan ini. "Kurasa Scott punya
masalah," jawabku. "Masalah apa?" 470 "Mungkin dia melakukan kesalahan kepada orangorang yang tidak tepat dan membuat mereka marah."
Vee tampak kebingungan... lalu skeptis. "Orangorang yang tidak tepat" Siapa maksudmu?"
"Orang-orang yang sangat jahat, Vee."
Hanya itu penjelasan yang dibutuhkannya. Vee
memutar balik Neon. "Well, mengapa kita diam saja"
Scott butuh pertolongan kita."
"Kita tidak bisa menolongnya. Orang-orang yang
mengincarnya bisa dibilang tidak punya otak. Mereka
tidak akan ragu-ragu melukai kita. Tapi ada seseorang
yang bisa membantu, dan kalau beruntung, dia bisa
membantu Scott pergi dari kota ini ke tempat yang
aman." "Scott harus pergi?"
"Di sini tidak aman. Aku yakin orang-orang yang
mencarinya sudah mengira dia akan kabur. Tapi Patch
bisa mencari jalan?"
"Tunggu, tunggu! Kau meminta si cecunguk itu
menolong Scott?" Volume suaranya meninggi dan
matanya melotot kepadaku. "Apakah ibumu tahu
kau bertemu dengannya lagi" Apa kau tidak berpikir,
mungkin kau harus menjelaskannya kepadaku" Selama
ini aku berbohong, berpura-pura dia tidak pernah ada,
dan selama ini kau bertemu dengannya di belakangku?"
471 Aku menjadi panas mendengar pengakuannya yang
blakblakan, tanpa ada rasa penyesalan sedikit pun. "Oh,
akhirnya kau siap mengaku dosa?"
"Mengaku dosa" Mengaku dosa" Aku berbohong
karena tidak seperti cecunguk itu, aku benar-benar
peduli kepadamu. Dia bukan orang yang tepat untukmu.
Dia membuat kehidupanmu tidak pernah sama lagi. Dan
mumpung kita membicarakan ini, kehidupanku juga.
Lebih baik aku menghadapi segerombolan kriminal,
alih-alih berpapasan dengan Patch. Dia memang
pandai mengambil hati. Dan menurutku, dia sedang
menjalankan trik lamanya lagi."
Aku membuka mulut, tapi saking marahnya,
aku tidak mampu merangkai pikiranku. "Kalau kau
melihatnya seperti aku?"
"Itu tidak akan terjadi. Iris telingaku!"
Aku berusaha menenangkan diri. Marah atau tidak,
aku harus rasional. "Kau berbohong, Vee. Kau telah
membohongiku dengan terang-terangan. Aku percaya,
ibuku bisa melakukannya, tapi tidak denganmu." Aku
membuka pintu. "Bagaimana kau akan menjelaskannya
kepadaku jika memoriku pulih kembali?" tuntutku
tiba-tiba. "Kuharap itu tidak akan terjadi." Vee mengangkat
tangan. "Nah, aku sudah mengatakannya. Lebih baik
memori itu tidak pernah kembali. Karena kalau tidak,
472 kau akan ingat kejadian yang mengerikan itu. Kau tidak
bisa berpikir jernih kalau di dekatnya. Seolah-olah kau
hanya melihat satu persen dirinya yang kemungkinan
baik, sedangkan terhadap sembilan puluh sembilan
persen dirinya yang luar biasa jahat, kau menutup mata!"
Aku tercengang. "Ada lagi?" bentakku.
"Tidak. Itu sudah merangkum seluruh perasaanku
tentang masalah ini."
Aku keluar dari mobil dan membanting pintu.
Vee menurunkan kaca jendela dan menyembulkan
kepala. "Kalau pikiranmu sudah lurus, telepon aku!"
serunya. Kemudian dia meluncur dari pekaranganku dan
menghilang ditelan kegelapan.
Aku berdiri saja di luar rumah, berusaha
menenangkan diri. Kuingat-ingat lagi semua jawaban
samar yang diberikan Vee ketika aku baru pulang dari
rumah sakit. Dan dadaku nyaris meledak. Aku percaya
kepadanya. Aku mengandalkan dirinya untuk memberi
tahu sesuatu yang aku sendiri tidak bisa menjawabnya.
Yang lebih parah lagi, dia bersekongkol dengan ibuku.
Mereka memanfaatkan amnesiaku untuk menyingkirkan
fakta yang sebenarnya. Karena merekalah, aku
menemukan Patch lebih lama dari yang seharusnya.
473

Hush Hush Trilogy Buku 3 Silence Karya Becca Fitzpatrick di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saking jengkelnya, aku nyaris lupa pada janjiku
untuk bertemu Patch di jalan. Sambil mendinginkan
hati, aku beranjak dari rumah, sambil memasang
mata, mencari Patch. Pada saat sosoknya mulai terlihat,
perasaan telah dikhianati itu sudah mereda. Tetapi aku
belum siap menelepon Vee dan memaafkannya.
Patch memarkir kendaraannya di sisi jalan.
Sebuah motor Harley Davidson Sportster klasik warna
hitam. Aku merasa suasana menjadi berubah dengan
kehadirannya. Seolah ada sesuatu yang berbahaya
sekaligus memukau, bergetar bagaikan kabel beraliran
listrik. Aku menghentikan langkah. Jantungku berdetak
lebih cepat, seolah-olah Patch mengendalikannya dan
mengarahkanku dengan cara yang misterius. Aku
tidak ragu akan hal itu. Sosoknya terlihat benar-benar
berbahaya di tengah cahaya bulan.
Dia menyodorkan helm kepadaku. "Ke mana Jipmu?" tanyaku. "Terpaksa kutinggalkan. Terlalu banyak orang
yang tahu itu mobilku, termasuk anak buah Hank.
Aku memarkirnya di lahan yang tak terurus. Sekarang
menjadi tempat tinggal seorang lelaki tunawisma
bernama Chambers." Aku jadi tertawa sekalipun perasaanku sedang
muram. Patch mengangkat alis. 474 "Mengingat kejadian malam ini, aku senang
melihatmu tertawa." Dia menciumku, lalu mengencangkan tali helm di
bawah daguku. "Senang bisa membantumu. Naiklah,
Angel. Aku akan mengantarmu pulang."
Studio Patch terasa hangat sekalipun lokasinya di bawah
tanah. Mungkin itu karena pipa uap yang terentang di
bawah area Delphic. Di sini juga ada perapian, yang
segera dinyalakan oleh Patch. Dia melepas jaketku dan
menyimpannya di dalam kloset.
"Lapar?" tanyanya.
Sekarang giliranku mengangkat alis. "Kau membeli
makanan" Untukku?" Patch pernah mengatakan
malaikat tidak bisa mengecap dan tidak membutuhkan
makanan. Jadi, mereka tidak perlu berbelanja bahan
makanan. "Ada toko makanan organik di dekat gerbang
tol. Sudah lama sekali aku tidak berbelanja." Senyum
berbinar di matanya. "Mungkin aku jadi berlebihan."
Aku berjalan ke dapur, yang mentereng dengan
perabotan stainless steel, konter granit hitam, dan
lemari kayu walnut. Kesannya sangat maskulin, sangat
mengilap. Aku menuju lemari es. Terlihat botol-botol
air putih, bayam dan arugula, ada juga jamur, jahe,
keju Gorgonzola dan feta. Di rak lain, ada selai kacang
475 dan susu. Hot dog, daging asap, Coke, puding cokelat,
dan kaleng whipped cream berada di bagian lain. Aku
berusaha membayangkan Patch mendorong gerobak
belanja dan mengambil bahan makanan sesukanya.
Hanya itu yang bisa kulakukan untuk membuat ekspresi
wajahku tetap datar. Aku mengambil secangkir puding dan menawarkannya
ke Patch, tapi dia menggeleng. Dia duduk di salah satu
bangku sambil menopang siku tangan di atas konter.
Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. "Apakah ada
hal lain yang belum kau ceritakan tentang kecelakaan
itu?" Aku mengambil sendok di laci dan menyuap puding.
"Tidak," kataku, mengerutkan kening. "Mungkin ini
sulit. Kecelakaan itu terjadi tidak lama sebelum waktu
makan siang. Awalnya aku mengira hanya pingsan
selama beberapa menit saja. Tapi ketika aku siuman
di rumah sakit, hari sudah malam. Artinya, waktuku
hilang kira-kira enam jam... lalu, apa yang terjadi selama
itu" Apakah aku bersama Hank" Atau terbaring di
rumah sakit?" Sorot mata Patch tampak cemas. "Aku tahu, kau
tidak akan suka mendengar usulanku ini. Tapi kalau
kita bisa meminta Dabria mendekati Hank, mungkin dia
bisa mengorek informasi darinya. Dia tidak bisa melihat
masa lalu Hank. Tapi kalau dia masih punya kekuatan
476 dan bisa melihat masa depan Hank, mungkin itu bisa
menjadi petunjuk bagi kita. Masa depan bergantung
pada masa lalu. Tapi mendekati Hank memang tidak
mudah. Dia sangat berhati-hati. Setidaknya ada dua
lusin anak buah yang mengiringinya ke mana pun
dia pergi. Mereka membentuk tameng tak tertembus
di sekelilingnya. Bahkan seandainya dia di rumah,
anak buahnya selalu berjaga di luar, di dekat pintu, di
halaman, dan berpatroli di jalan."
Ini kabar baru bagiku, dan hanya membuatku
semakin kecil hati. "Omong-omong tentang Dabria, dia datang ke
Devil"s Handbag malam ini," kataku sambil memasang
sikap tidak peduli. "Bahkan dia bersedia memperkenalkan diri." Aku menatap Patch lekat-lekat. Entah apa yang
kucari di matanya. Ini sesuatu yang akan kuketahui
jawabannya ketika aku melihatnya. Tetapi aku malah
merasa frustrasi, karena Patch tampak tidak bereaksi
sama sekali. "Dia bilang, ada hadiah besar di kepala Hank,"
lanjutku. "Sepuluh juta dolar bagi malaikat terbuang
pertama yang berhasil mengalahkannya. Menurutnya,
ada orang-orang yang tidak suka melihat Hank
memimpin pasukan Nephilim pemberontak. Meskipun
dia tidak menjelaskan lebih mendetail, kurasa aku bisa
477 menebaknya. Aku tidak akan heran kalau ada beberapa
Nephilim di luar sana yang tidak menginginkan Hank
berkuasa. Nephilim yang lebih suka melihatnya dikurung
dalam penjara." Aku terdiam untuk menekankan kalimat
berikutnya. "Nephilim yang berencana melakukan
kudeta." "Sepuluh juta, sepadan sekali." Lagi-lagi tanpa emosi
sama sekali. "Kau ingin memanfaatkanku, Patch?"
Dia diam saja beberapa saat. Ketika dia bicara,
suaranya bergetar dengan amarah. "Kau sadar inilah
yang diinginkan Dabria, bukan" Dia membuntutimu
ke Devil"s Handbag dengan satu tujuan. Menanamkan
kepercayaan ke dalam kepalamu bahwa aku ingin
mengkhianatimu. Apakah dia memberitahumu bahwa
aku mempertaruhkan keberuntunganku dan sepuluh
juta itu luar biasa menggoda" Tidak. Dari wajahmu,
aku bisa memastikan bukan itu yang dikatakannya.
Mungkin dia mengatakan aku punya perempuan di
setiap pelosok dunia. Dan aku berniat memanfaatkan
uang itu untuk membuat mereka tidak mau jauh dariku.
Ternyata kecemburuannya masih kuat. Karena itu aku
berani taruhan, aku tidak akan tenang sebelum masalah
ini selesai hingga ke akar-akarnya."
Aku mengangkat dagu, menunjukkan sikap
membangkang untuk menutupi rasa tidak nyamanku.
478 "Menurutnya, daftar musuhmu cukup panjang dan kau
berniat membungkam mereka."
Keris Setan Kobra 3 Pendekar Naga Putih 15 Pendekar Murtad Merpati Tak Pernah Ingkar 2

Cari Blog Ini