Dan memang, anak itu merasa tak mampu memahami hubungan tersebut; ia berusaha, tapi ia tak mampu menjelaskan pada dirinya sikap yang harus ditunjukkan kepada Vronsk ii. Dengan ketajaman seorang anak terhadap munculnya perasaan tertentu, dengan jelas ia melihat bahwa ayahnya, pengasuhnya, dan bibinya, semua bukan hanya tidak senang kepada Vronskii, tapi juga memandang Vronskii dengan rasa benci dan takut, sekalipun mereka samasekali tak pernah sekalipun bicara tentang perasaan-perasaan itu; sebaliknya, i a melihat ibunya memandang Vronskii sebagai seorang sahabat terbaik.
"Apa itu maknanya" S i a pa dia itu" Bagaimana mesti mencintainya" Kalau aku tidak mengerti, apa berarti aku salah, atau aku anak yang bodoh, atau jelek?" pikir anak itu; itulah sebabnya timbul ekspresi penuh beban, penuh tanda tanya, dan sebagian juga sikap bermusuhan; itulah sebabnya timbul sikap takut-takut dan sikap berubah-ubah yang membuat Vronskii malu. Kehadiran anak itu selalu dan terus-menerus menimbulkan dalam diri Vronskii rasa muak tanpa sebab. Kehadiran anak itu membangkitkan dalam diri Vronskii dan Anna suatu perasaan yang mirip perasaan pengarung samudra yang dari kompasnya tahu bahwa arah yang ditempuhnya menyimpang jauh dari seharusnya, tapi untuk menghentikan la ju kapalnya ia tak berdaya, dan dar i men it ke menit makinjauh saja ia dar i arahyang seharusnya ditempuh, namun mengakui penyimpangan itu sama saja dengan mengakui kehancurannya.
Anak itu, dengan tatapan matranya yang lugu terhadap kehidupan, adalah kompas yang menunjukkan ikepada mereka tingkat penyimpangan mereka lebih daripada yang mereka ketahui, namun mereka tak peduli.
Tapi kali i ni Seryozha tak ada di rumah. Anna sedang seorang diri, duduk di teras menanti kembalinya si anak yang tadi pergi bermain dan terhalang hujan. Anna telah mengirim pesuruh dan seorang gadis untuk mencari anak itu, dan sekarang duduk menanti. Dengan gaun putih berpotongan lebar ia duduk di sudut teras menghadap bunga-bungaan, dan ia takmendengar Vronskii datang. Sambil mencondongkan kepalanya yang berambut hitam menggelombang, ia tekankan dahinya ke gembor dingin yang berdiri di atas susuran tangga, dan dengan tangannya yang indah bercincin-cincin yang dikenal betul oleh Vronskii, ia pegang gembor itu. Keindahan tubuhnya, kepalanya, lehemya, dan tangannya senantiasa memesona Vronskii sebagai sesuatu yang mena)rjubkan. Ia berhenti, dan dengan rasa kagum menatap perempuan itu. Tapi barn saja ia hendak melangkah untuk mendekat, Anna sudah merasakan kedatangannya, maka ditolakkannya gembor itu dan menolehkan wajahnya yang semarak ke arah Vronskii.
"Kenapa Anda" Anda tak sehat?" tanya Vronskii dalam bahasa Prancis sambil mendekat. Ia hendak berlari mendapatkan Anna, tapi mengingat mungkin ada orang lain, ia pun menoleh ke arah pintu balkon, dan memerahlah wajahnya seperti tiap terjad i karena merasa harus takut dan melihat ke sekeliling.
"Tidak, saya sehat," kata Anna sambil bangkit dan menggenggam
erat tangan yang diulurkan kepadanya. "Saya tak menduga akan ... kamu."
"Ya Tuhan! Bukan main dinginnya tangan ini," katanya. "Kamu membuatku takut," kata Anna. "Aku sendirian dan sedang menanti Seryozha, dia pergi main; sebentar lagi mereka datang."
Meski sudah berusaha bersikap tenang, tetap juga bibimya menggigil.
"Maatkan aku telah datang, tapi aku tak sanggup menghabiskan waktu hari ini tanpa melihat Anda," sambung Vronskii dalam bahasa Prancis, seperti biasa dilakukannya untuk menghindari kata 'Anda' yang mustahil dan dingin, dan kata 'kamu' yang berbahaya, dalam bahasa Rusia.
"Maaf untuk apa" Aku amat gembira!"
"Tapi Anda tampak tak sehat, atau sedang kecewa," sambung Vronskii tanpa melepaskan tangan Anna dan membungkuk kepadanya. "Apa yang tengah Anda pikirkao ?"
"Tentang satu ha! saja," kata Anna tersenyum.
Anna berkata benar. Kapan saja dan pada detik ke berapa saja saja orang bertanya tentang apa yang dipikirkannya, tanpa ragu ia akan menjawab: tentang yang satu itu, tentang kebahagiaan dan kemalangannya. Dan Vronskii memergokinya, ia ju tengah memikirkan itu: i a bertanya dalam hati, kenapa untuk orang lain, untuk Betsy misalnya ( i a tah11. l hubungan Betsy dengan Tushkevich yang tak diketahui kalangan bangsawan), semua itu ringan saja, tapi untuk dia demikian menyiksa" Sekarang pikiran itu, dengan beberapa pertimbangan, bahkan sangat m anya. Ia bertanya kepada Vronskii tentang pacuan. Vronskii menja: wab, dan ketika dilihatnya Anna gelisah, ia pun mulai bercerita dengan nada biasa saja tentang seluk-beluk persiapan menjelang pacuan untuk menghibur Anna.
"Aku sampaikan atau tidak?" pikir Anna sambil menatap mata Vronskii yang tenang mesra. "Ia begitu bahagia, begitu sibuk dengan pacuannya, sampai tak mengerti bagaimana mestinya berlaku, tak mengerti makna peristiwa ini bagi mereka berdua."
"Tapi Anda belum mengatakan apa yang Anda pikirkan, saat saya baru masuk tadi," kata Vronskii menghentikan ceritanya sendiri. "Katakan pada saya!"
Anna tak menjawab, dan sambil menelengkan kepalanya sedikit ia melihat Vronskii murung, penuh tanda tanya, dengan mata cemerlang
di balik bulu matanya yang panjang-panjang. Tangannya yang mempermainkan daun yang telah dipetiknya gemetar. Vronskii melihat itu, dan wajahnya pun mengungkapkan kepatuhan dan kesetiaan membudak yang telah menundukkan Anna itu.
"Saya melihat ada sesuatu yang telah terjadi. Bagai saya bisa tenang, walaupun sesaat, kalau saya tahu Anda menyimpan kesedihan yang tidak ikut saya ketahui" Demi Tuhan, sampaikan pada saya!" ulang Vronskii memohon.
"Ya, tidak bakal kumaafkan dia kalau ia tak mengerti makna peristiwa ini. Lebih baik tidak kukatakan, buat apa menguji orang?" pi ya sambil terns memandang Vronskii, dan merasakan tangannya yang memegang daun makin lama makin bergetar.
"Demi Tuhan!" ulang Vronskii sambil memegang tangan Anna. "Saya katakan"''
"Y " a, ya, ya ....
"Saya mengandung, " kata Anna lirih dan pelan.
Daun d i tangannya bergetar lebih keras lagi, tapi ia tak melepaskan tatapan matanya kepada Vronskii agar bisa melihat bagaimana penerimaan Vronskii. Vronskii jadi pucat. Ia hendak mengatakan sesuatu, t a pi tak jadi, lalu melepaskan tangan Anna dan menundukkan kepala. "Ya, i a mengerti makna peristiwa ini," pikir Anna, dan dengan rasa terimakasih ditekannya tangan Vronskii.
Tapi Anna salah duga bahwa Vronskii mengerti makna peristiwa itu sebagaimana dipahaminya sebagai perempuan. Mendengar berita itu Vronskii, dengan kekuatan sepuluh kali lipat, merasakan serbuan rasa muak yang aneh dalam dirinya terhadap seseorang; tapi bersamaan dengan itu ia pun mengerti bahwa krisis itu, yang menurutnya bisa terjadi, akan tiba sekarang ini; ia pun mengerti bahwa tak bisa lagi peristiwa ini disembunyikan dari sang suami, dan kini perlu, entah bagaimana caranya, segera mengakhiri keadaan tak wajar itu. Tapi di luar itu, kegelisahan yang dirasakan Anna secara lahir sampai juga kepadanya. Ia pun menatap Anna dengan mata haru dan patuh, lalu mencium tangannya, berdiri, dan tanpa mengatakan apa-apa berjalan mondar-mandir di teras.
"Ya," katanya seraya menghampiri Anna dengan langkah tegas. "Baik saya maupun Anda tidak memandang hubungan kita ini sebagai permainan, dan sekarang nasib kita telah ditentukan. Perlu sekarang kita mengakhirinya," katanya sambil menoleh ke sekitar, "mengakhiri kebohongan yang menyelimut i hidup kita."
"Mengakhiri" Apa maksud mengakhir i itu, Aleksei?" kata Anna lirih. Ia jadi tenang sekarang, dan wajahnya kan senyum mesra. "Tinggalkan suami, dan satukan hidup kita."
"Dengan begin i pun hidup kita bersatu," jawab Anna hampir tak terdengar.
"Ya, tapi maksud saya samasekali, samasekali."
"Tapi bagaimana caranya, Aleksei, coba ajari saya bagaimana caranya?" kata Anna bernada mengejek sedih, melihat buntunya keadaan. "Apa memang ada jalan keluar keadaan ini" Apa aku ini bukan istri suamiku?"
"Selalu ada jalan keluar dari keadaan apapun. Kita harus memutuskan," kata Vronskii. "Akan lebih baik daripada hidupmu sekarang. Aku tahu bagaimana kamu disiksa segala hal, kalangan bangsawan, anak, dan suami."
"Ah, oleh suami sih, tidak," kata Anna menyeringai biasa. "Tak tahulah aku, aku tak memikirkannya. Bagiku di a tak ada."
"Kamu tidakjujur mengatakan itu. Aku kenal kamu. Kamu tersiksa juga oleh dia."
"Di a kan t idak tahu?" kata Anna, sekonyong-konyong a terang bersinar di wajahnya; pipi, dahi, dan lehernya memerah, sedangkan airmata malu timbul di matanya. "Ah, tak usahlah kita bicara tentang dia."
XX III Sekalipun tidak se ap sekarang, lnya sudah beberapa kali Vronskii mencoba mendorong Anna untuk menilai keadaan dirinya sendiri, tapi tiap kali ia terbentur pada dangkal dan entengnya Anna menjawab permintaannya. Seakan-akan dalam diri Anna ada sesuatu yang tak bisa atau tak bersedia menjelaskan pada dir i sendiri, seakanakan tiap kali ia mulai bicara tentang hal itu, Anna yang sesungguhnya enyah ke dalam dirinya, dan sebagai gantinya muncul perempuan lain yang aneh dan asing bagi Vronskii, yang tidak dicintai dan ditakutinya, yang menolak. Ta pi sekarang ia sudah memutuskan untuk menyampaikan semuanya.
"Suami tahu atau tidak," kata Vronski i dengan mantap dan tenang seperti biasa, "suami tahu atau tidak, itu bukan urusan kita. Kita tak bisa ... Anda tak bisa berbuat demikian, terutama sekarang." "Apa yang harus kita lakukan, menurut Anda?" tan ya Anna dengan nada mengejek ringan seperti sebelumnya. Anna, yang tadinya takut Vronskii akan menerima berita kehamilannya dengan enteng saja, sekarang merasa kesal karena gara-gara berita itu Vronskii merasa perlu mengambil suatu tindakan.
"J elaskan semuanya pada dia, dan tinggalkan dia."
"Baiklah; kita umpamakan aku melakukan itu," kata Anna. "Anda tahu, apa yang bakal terjadi" Sebelumnya saya katakan di sini," dan api jahat pun menyala di matanya, yang sejenak sebelumnya begitu mesra. "O, jadi Anda mencintai orang lain, dan men jalin hubungan kriminal dengan dia" (Membayangkan suaminya, Anna memberikan tekanan pada kata kriminal, persis seperti yang dilakukan Aleksei Aleksandrovich.) Saya sudah memperingatkan Anda tentang aki batakibatnya dalam kaitan agama, kemasyarakatan, dan keluarga. Anda telah mengabaikan peringatan saya. Sekarang saya tak akan membiarkan nama saya tercemar ... dan membiarkan anak saya," demikian Anna hendak mengatakan, tapi ia tak mampu berkelakar tentang anaknya ... , "membiarkan nama saya dicemarkan, dan hal lain lagi sejenis itu," tam bah Anna. "Yang pasti, dia akan mengatakan dengan gaya birokratnya, dengan jelas dan tepat, bahwa d ia tak bakal melepaskan saya, tapi akan mengambil langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghentikan skandal. Dan dia akan melakukan semua itu dengan tenang, dan dengan cermat. Itulah yang bakal terjadi. Dia itu bukan manusia, tapi mesi n, dan mesin yang jahat kalau sedang marah," tambahnya membayangkan Aleksei Aleksandrovich beserta rincian tubuhnya, membayangkan gaya bicara dan wataknya, dan untuk menambah kesalahan suaminya, ditumpuknya segala cela suaminya tanpa rasa ampun sedikit pun, justru karena kesalahan besar yang telah dilakukannya sendiri terhadap suaminya.
"Tapi, Anna,'' kata Vronskii dengan suara lembut meyakinkan, berusaha menenangkan Anna, "bagaimanapun, ini perlu disampaikan padanya, dan kemudian kita lihat langkah apa yang akan diambilnya." "Lalu, lari?"
"Kenapa pula tidak lari" Saya tak melihat kemungkinan meneruskan hubungan seperti ini. Dan ini bukan untuk diri sendiri; saya lihat Anda menderita."
"Ya, lari, lalu saya jadi gendak Anda?" kata Anna dengki. "Anna!" ujar Vronskii mengandung cela bercampur mesra.
"Ya," sambung Anna, "jadi gendak Anda dan menghancurkan semuanya ....
Ia kembali ingin menyebut nama anaknya, tapi ia tak sanggup. Vronski i tak mengerti mengapa Anna, yang punya watak kuat dan tulus itu, sanggup membiarkan kebohongan itu dan tak i ngin lepas dari kebohongan itu; padahal Vronskii sendirilah yang tak tahu bahwa sebab utamanya adalah kata anak, yang tak sanggup diucapkan Anna. Apabila ia pikirkan anaknya, dan sikap anak itu nantinya terhadap sang ibu yang telah mencampakkan ayahnya, ia jadi ngeri memi apa yang telah diperbuatnya, karena ia tidak memikirkan sebelumnya, tapi sebagai perempuan ia hanya mencoba menenangkan diri dengan pikiran-pikiran dan kata-kata palsu agar semuanya berlangsung seperti sediakala, dan ia sanggup melupakan hal mengerikan yang bakal menimpa anaknya.
"Aku minta, aku mohon," tiba-tiba kata Anna dengan nada lain yang tulus dan mesra, sambil memegang tangan Vronskii, "agar tidak bicara denganku soal itu."
"Tapi, Anna .... "
"Sudahlah. Biarkan aku. Aku cukup memahami hina dan ngerinya posisiku; tapi i n i tak mudah diputuskan seperti kamu duga. Luluskan permintaanku, dan turutilah aku. Jangan kamu bicara denganku soal itu. Mau tidak kamujanji" ... Tidak, tidak, berjanjilah! ... "
"Aku berjanji untuk semua itu, tapi aku tidak bakal bisa merasa tenang, terutama setelah mendengar apa yang kamu katakan itu. Tak bisa aku tenang bila kamujuga tak tenang."
"Aku!" ulang Anna. "Ya, terkadang aku memang tersiksa, tapi ini akan berlalu kalau kamu tak bicara denganku soal itu. Kalau kamu bicara denganku soal itu, itu yang menyiksaku."
"Aku tak mengerti," kata Vronskii.
"Aku tahu,"tukasAnna, "alangkah berat buatmu yang cinta kejujuran berbohong, dan aku kasihan padamu. Sering aku berpikir, demi diriku kamu telah merusak hidupmu. n
"Aku pun baru memikirkan soal itu," kata Vronskii. "Bagaimana mungkin kamu mengorbankan segalanya demi d iriku" Tak bisa aku mengampuni dirikujika kamu t:ak bahagia."
"Aku tak bahagia?" kata Anna sambil mendekatkan d i r i kepada Vronski i dan memandangnya ai senyuman cinta menggelora, "aku, yang seperti manusia kelaparan diberi makan" Barangkali ada orang kedinginan, pakaiannya compang-camping, dan ia merasa malu, tapi dia bukannya tidak bahagia. Aku tidak bahagia" Tidak, inilah kebahagiaanku .... "
Ia mendengar anaknya sudah kembali; sekilas-lintas i a menengok ke teras, dan ia pun segera bangkit. Pandangan matanya bernyalakan api yang sudah dikenal Vronskii. Dengan gerak cepat ia mengangkat kedua tangannya yang indah bercincin-cincin itu, dipegangnya kepala Vronskii, dipandangnya lama-lama, lalu didekatkannya wajahnya dengan bibir terbuka dan tersenyum, diciumnya cepat mulut Vronskii dan kedua matanya, dan ditolakkannya. Ia mau pergi, tapi Vronskii menahannya. "Kapan?" ujar Vronskii berbisik sambil menatap penuh gairah. "Malam nanti pukul satu," bisik Anna, dan sambil menarik napas berat pergilah i a menjemput anaknya dengan langkah ringan cekatan.
Seryozha terhalang hujan di taman besar, dan bersama bibinya ia duduk di anjungan.
"Sampai ketemu lagi," katanya kepada Vronskii. "Sekarang mesti lekas pergi ke pacuan. Betsy berjanji akan menjemputku." Vronskii melihat arlojinya, dan buru-buru pergi.
XXIV Vronskii melihat arlojinya di balkon keluarga Karenin itu, i a sedang beg itu gundah dan sibuk dengan pikiran-pikirannya; ia memang melihat jarumjarum pada lempengan jam itu, tapi ia tak tahu pukul berapa itu. Ia keluar ke jalan besar, menuju ke keretanya dengan langkah-langkah terti b karena jalanan becek. Perasaannya begitu larut dengan Anna, sampai tak terpikirkan pukul berapa waktu itu, dan apakah masih ada waktu untuk pergi ke rumah Bryanskii. Seperti sering terjadi, yang tinggal padanya adalah kemampuan luar saja untuk mengingat, dan kemampuan itulah yang memberinya petunjuk apa yang mesti dilakukan. Ia dekati kusimya yang rebahan di boks kereta dalam bayangan condong pohon lipa yang rimbun. Ia kagumi dulu gerombolan nyamuk kecil yang berputar-putar di atas kuda-kudanya yang bertubuh tegap, kemudian ia bangunkan si kusir, lalu melompat ke dalam kereta dan memerintahkan menuju ke rumah Bryanskii. Baro berjalan sekitar tujuh werst ia tersadar, sehingga kontan melihat arlojinya, dan mengerti l ah ia bahwa hari sudah pukul setengah enam dan ia sudah terlambat.
Harl itu ada beberapa pacuan: pacuan kuda konvoi, kemudian pacuan dua werst untuk perwira, pacuan empat werst, dan akhirnya
pacuan yang diikut inya. Ia masih bisa datang untuk ikut pacuannya sendiri, tapi kalau ia pergi ke rumah Bryanskii, ia hanya akan datang saja, dan seluruh tamu sudah berhimpun. ltu tidak baik. Tapi karena telah berjanji untuk datang ke tempat Bryanskii, ia memu untuk jalan terus, dan memerintahkan kepada kusir agar jalan sekencangkencangnya.
Ia pun sampai di rumah Bryanski i, tinggal di situ lima menit, lalu mencongklang balik. Perjalanan yang cepat itu menenangkan pikirannya. Segala yang membebani hubungannya dengan Anna, segala ketidakpastian yang masih tersisa sesudah percakapan mereka, semuanya meloncat keluar dari kepalanya; dengan rasa nikmat sekaligus gelisah kini ia memikirkan pacuan, bahwa bagaimanapun ia masih sempat; sementara itu, terkadang harapan bahagia akan bertemu dengan Anna malam nanti melintas dengan cahaya gemerlap dalam angannya.
Suasana pacuan yang akan berlangsung makin menguasai dirinya ketika ia semakin masuk ke tengah arena pacuan dengan mendahului kereta-kereta yang datang ke pacuan dari bungalo-bungalo di luar kota dan dari Petersburg.
Di flatnya sudah tidak ada orang: semua pergi ke pacuan, sedangkan pelayan menantikan d ia di pintu gerbang. Selagi i a mengganti pakaian, pelayan melaporkan kepadanya bahwa pacuan kedua sudah mulai, banyak tuan datang menanyakan dia, dan dari kandang kuda dua kali anak-anak datang berlari.
Sesudah mengganti pakaian dengan tenang ( i a tak pernah terburuburu, dan tak pernah kehilangan kendali atas dirinya), Vronskii memberi perintah pergi ke barak. Dari barak ia melihat lautan kereta, orang berjalan, serdadu yang mengerumuni hipodrom, dan anjungan-anjungan yang meriah karena banyaknya manusia. Waktu itu agaknya tengah berlangsung pacuan kedua, karena ketika masuk ke barak ia mendengar bunyi lonceng. Di dekat kandang kuda ia bertemu Gladiator yang berwarna kerangga dengan kaki putih milik Makhotin. Kuda itu, yang berpakaian jingga dan biru serta dengan telinga tampak besar karena berpelipir biru, sedang diarak ke hipodrom.
"Mana Cord?" tanya Vronskii kepada tukang kuda. "Di kandang, sedang pasang pelana."
D i kandang yang sudah terbuka pintunya, Fru-Fru telah diberi pelana. Sebentar lagi i a akan dibawa keluar.
"Tidak terlambat?"
"All r ight! All right! Semua beres, semua beres," ujar orang Inggris, "tidak usah khawatir."
Vronskii sekali lagi, dengan sekilas-lintas, memerhatikan sosok kuda yang manis dan dicintainya itu, yang waktu itu menggeletar seluruh tubuhnya. Lalu, sesudah dengan susah-payah melepaskan pandangannya, ia pun keluar barak. la mendekati anjungan pada saat yang paling menguntungkan agar tidak menarik perhatian orang banyak. Pacuan dua werst baru saja berakhir, dan semua mata tertuju ke arah perwira kavaleri di depan dan Leib-Hussar di belakang, yang dengan kekuatan terakhir memacu kudanya ke pos pacuan. Dar i tengah dan luar lin semua orang berkerumun ke pos pacuan, dan kelompok prajurit dan perwira kavaleri, dengan pekikan-pekikan keras, mengungkapkan kegembiraan atas kemenangan perwira dan kawan mereka yang memang diharapkan.. Tanpa diperhatikan orang, Vronskii masuk ke tengah-tengah orang banyak hampir bersamaan dengan terdengarnya lonceng tanda berakhirnya pacuan, dan perwira kavaleri yang tinggi dan terpercik lumpur itu keluar sebagai pemenang. D i a merendahkan tubuhnya ke pelana untuk menurunkan kendali kuda yang warnanya sudah jadi kelabu tua karena keringat, dan bernapas berat.
Kuda itu, dengan sekuat tenaga, menghentak-hentakkan kakinya, dan dengan gerakan itu ia memperlambat kecepatan tubuhnya yang besar, sedangkan si perwira kavaleri, yang seperti orang baru bangun dari tidur nyenyak, menoleh ke sekitar dan berusaha tersenyum. Orang banyak mengerumuni, baik orangnya sendir i maupun bukan.
Vronskii dengan sengaja berusaha menghindari orang banyak yang terdiri atas para bangsawan tinggi terpilih, yang dengan sikap bebas dan merdeka berjalan mondar-mandir dan saling bercakap di depan anjungan. la melihat di sana ada Karenina, Betsy, dan istri abangnya, tapi dengan sengaja ia tak menghampiri mereka agar tak terlena. Tapi kenalan yang berpapasan dengan dia tak henti-hentinya menghadangnya, bercerita tentang pacuan sebelumnya, dan bertanya mengapa ia datang terlambat.
Ketika para peserta pacuan sebelumnya dipanggil ke anjungan untuk menerima hadiah, dan perhatian semua orang tertuju ke sana, abang Vronskii, Aleksander, datang menghampirinya. la seorang kolonel dengan tanda kehormatan, tubuhnya tak seberapa tinggi, tapi sama pejalnya dengan tubuh Aleksei, lebih tampan dan berwajah kemerahan, wajah seorang pemabuk.
"Sudah terima suratku?" katanya. "Sukar sekali ketemu kamu." Sekalipun hidup mengumbar nafsu, terutama min um, dan itu sudah terkenal, Aleksander Vronskii orang yang benar-benar dalam kalangan istana.
Dan sekarang, ia bicara dengan adiknya tentang ha! yang bag inya sangat tak menyenangkan, karena mata orang banyak bisa tertuju kepada mereka berdua, wajahnya tampak tersenyum, seakan ia sedang berkelakar dengan adiknya tentang sesuatu yang tak penting.
"Ya, sudah, tapi aku betul-betul tak mengerti apa yang kamu urus ini," kata Aleksei.
"Yang aku urus, barusan orang mengatakan padaku bahwa kamu ada di sini, dan hari Senin orang lihat kamu di Petergof."
"Ada hal-hal yang bisa dicela cuma oleh orang-orang yang berkepentingan langsung dengan hal-hal itu, sedangkan urusan yang kamu omongkan ini begitu .... "
"Ya, tapi kalau begitu tak perlu, tak. .. ."
"Aku minta kamu tidak usah ikut campur itu saja."
Wajah Aleksei Vronskii yang sedang murung jadi pucat, dan rahangnya yang menonjol bergetar, suatu ha! yang jarang terjadi padanya. Sebagai orang yang berhati baik ia jarang marah, tapi kalau sudah marah dan dagunya bergetar, seperti dikenal Aleksander, i a jadi berbahaya. Maka Aleksander Vronskii pun tersenyum riang.
"Aku cuma ingin menyampaikan surat Ibu. Berilah dia jawaban, dan jangan kamu resah menjelang pacuan. Bonne chance," tambahnya sambil te m, lalu meninggalkan adiknya.
Tapi sesudah ia pergi, kembali sambutan hangat menghentikan Vronskii.
"Kamu ini tidak kenal sobat, ya! Selamat sore, mon cher!" ujar Stepan Arkadyich; di sini pun, di tengah bangsawan Petersburg, berseri juga wajahnya yang kemerahan dan cambangnya yang tersisir mengkilat, tak kalah dibandingkan dengan sewaktu di Moskwa. "Kemarin aku baru datang, dan aku gembira sekali il>isa melihat kemenanganmu. Kapan kita ketemu?"
"Datang saja besok ke mes," kata Vronskii; ia pegang lengan mantel Stepan Arkadyich sambil meminta maaf, lalu ia ke tengah-tengah hipodrom; kuda-kuda sudah dibawa ke sana untuk ikut pacuan dengan rintangan.
Kuda yang sudah selesai berlomba, berkeringat, dan kecapekan, diiringi tukang kuda masing-masing, dibawa pulang, kemudian satu per satu muncul kuda baru peserta pacuan berikutnya, masih segar dan sebagian besar adalah kuda Inggris, mengenakan tudung dan perutnya tertarik ke atas, mirip burung-burung besar yang aneh. Si cantik Fru- Fru yang jangkung dituntun ke kanan; i a melangkah-langkah dengan tumitnya yang lentur dan cukup panjang, seperti pegas. Tak jauh dari kuda itu seseorang tengah melepaskan pakaian Gladiator telinganya terkulai. Sosok kuda itu besar, manis, dan betul-betul indah; pantatnya bagus sekali, dan tumitnya terletak tepat di atas kukunya, luarbiasa pendeknya, yang tanpa disadari menarik perhatian Vronskii. la ingin menghampiri kudanya sendiri, tapi kembali seorang kenalan menahannya.
"Aa, itu Karenin!" kata kenalan yang sedang bicara dengannya. "Mencari i strinya, padahal istrinya ada di tengah anjungan. Anda belum ketemu dia?"
"Belum, belum ketemu," jawab Vronskii, dan tanpa menoleh samasekali ke arah anjungan tempat Karenina berada, ia pun menghampiri kudanya.
Belum lagi sempat Vronskii memeriksa pelana dan memberikan petunjuk, para peserta pacuan sudah dipanggil ke anjungan untuk mengambil nomor dan g iliran. Tujuhbelas perwira datang ke anjungan mengambil nomor dengan wajah serius dan kereng, bahkan banyak di antara mereka berwajah pucat. Vronskii mendapat nomor tujuh. Terdengar aba-aba: "Naik!"
Karena merasa bahwa bersama penunggang lain ia jadi pusat perhatian seluruh ma ta penonton, maka dalam keadaan tegangyang biasanya membuat geraknya lambat dan tenang, Vronskii pun menghampiri kudanya. Untukkemegahan dalam pacuan itu Cord mengenakan pakaian parade: jas panjang hitam dengan kancing tertutup, dengan kerah teraci pekat mengganjal rahang, dan mengenakan topi hitam bundar serta sepatu Wellington. Seperti biasa, ia berdiri tenang dengan gaya penting di depan kuda, dan memegang sendiri kedua tali kekangnya. Fru- Fru terus saja menggeletar, seperti terkena demam. Sebelah matanya yang berkilau menjeling ke arah Vronskii yang mendekat. Vronskii menyelipkan jarinya ke bawah tali perut. Kuda itu menjeling lebih hebat, menyeringai, dan merapatkan telinganya. Orang Inggris mengerutkan bibir dengan maksud t yum mengejek, karena ada yang menguji kemampuannya memasang pelana.
"Silakan naik supaya tidak begitu gelisah."
Untuk terakhir kalinya Vronskii menoleh ke arah para pesaingnya. Ia tahu, dalam pacuan nanti ia tidak akan melihat mereka lagi. Dua orang sudah maju ke depan mengambil tempat awal pacuan. Galtsin, seorang di antara para pesaing yang berbahaya, sahabat Vronskii, berputar-putar di sekitar kuda pi rang kemerahan yang tak memberinya kesempatan untuk naik. Leib-Hussar, yang bertubuh kecil dan mengenakan celana sempit, mencongklang lewat sambil membungkuk sepert i kuc ing di pinggang kuda, meniru orang Inggris. Pangeran Kuzovlev, dengan wajah pucat, duduk di punggung kuda ras asal peternakan Grabovskii , dan orang Inggris itu memegang kendalinya. Vronskii dan semua temannya mengenal Kuzovlev dan kekhususannya, yakni bersaraf "lemah" dan terlalu percaya diri. Mereka tahu yang paling ditakutinya, yakni menunggang kuda perang; tapi sekarang, justru karena mengerikan, lantaran penonton sudah siap melihat, dan di dekat tiap rintangan berdiri seorang dokter, sebuah kereta pasien bertempel salib, dan seorang juru rawat, ia pun memutuskan ikut berpacu. Mereka bertemu pandang, dan Vronskii mengedip lembut dan mengangguk kepada Pangeran Kuzovlev. Hanya dia yang tak memandang pesaing utamanya, yakni Makhotin yang menunggang Gladiator.
"Nanti jangan buru-buru," kata Cord kepada Vronskii, " dan i ngat yang satu i ni: jangan ditahan waktu lewat rintangan, dan jangan dipacu, biar dia pilih sendiri apa maunya."
"Baik, baik," kata Vronskii sambil mencengkam kendali. "Kalau bisa, usahakan di depan; tapi jangan putusasa sampai saat terakhir kalau berada di belakaog."
Kuda belum lagi bergerak, Vronskii dengan gerak lentur dan kuat sudah berdiri di sanggurdi dari baja bergerigi, dan dengan mudah dan mantap mendudukkan tubuhoya yang tegap di pelana sehingga kulit pelana berbunyi seperti berdesir. Ia masukkan kaki kanan ke sanggurdi, dan dengan gerakan yang sudah biasa, ia seja jarkan kedua kendali dengan jemarinya, dan Cord menurunkan tangannya. Seakan tak tahu
mana yang hendak dilangkahkan lebih dulu, sambil mengulur tali kekang dengan lehernya yang panjang, Fru-Fru pun menolak seperti di atas pegas, mengayun-ayunkan penunggang di punggungnya yang lentur. Cord mengikuti belakang dengan langkah dipercepat. Kuda yang gelisah itu mengulur-ulurkan tali kekang kiri dan kanan bergantian untuk mengecoh penunggangnya, dan Vronskii dengan suara maupun
tangan mencoba menenangkannya.
Mereka sudah sampai di kali yang dibendung dalam perjalanan menuju ke tempat dimulainya pacuan. Banyak di antara peserta berada di depan, banyak juga di belakang, dan tiba-tiba Vronskii mendengar di belakangnya, dijalan becek itu, bunyi kuda mencongklang, dan tampaklah Makhotin melewatinya di atas Gladiator yang berkaki putih bertelinga terkulai. Makhotin tersenyum memperlihatkan gig inya yang panjangpanjang, tapi Vronskii menoleh kepada dia dengan marah. Ia memang tidak senang kepada Makhotin, dan sekarang pun ia menganggap Makhotin pesaingnya yang paling berbahaya. Ia kesal dengan perbuatan Makhotin yang mencongklang melewati dirinya, karena dengan berbuat demikian Makhotin meresahkan kudanya. Fru-Fru mengayunkan kaki kirinya untuk mencongklang dan melakukan dua lompatan, dan karena marah terhadap kendali yang tegang ia pun menderap keras, sehingga penunggangnya terayun ke belakang. Cord mengerutkan dahi, hampirhampir berlari meligas mengikuti Vronskii.
xxv Ada tujuhbelas perwira yang ikut pacuan itu. Pacuan harus dilakukan di atas lingkaran besar berbentuk bulat telur berjarak empat werst di depan anjungan. Dalam lin itu dibangun sembilan rintangan: kali selebar dua arshin, s8 rintangan hid up tepat di depan anjungan, parit kering, parit berisi air, lerengan, bangket Irlandia yang terdiri atas tanggul belukar (salah satu rintangan yang paling sukar), dan di seberangnya, yang tak terlihat oleh kuda, terdapat parit lain, sehingga kuda harus mampu melompa t i kedua rintangan itu atau terbunub; kemudian ada dua parit berisi air lagi dan sebuah yang kering, dan akhir pacuan adalah di depan anjungan. Tapi pacuan ini dimulaii tidak dari lingkaran, melainkan dari tempat sejauh seratus sazhen di samping lingkaran, dan pada jarak itu terdapat rintangan pertama, yaitu sebuah kali bendungan yang lebarnya tiga arshin, yang oleh para penunggang terserah mau dilompati atau diseberangi dengan berjalan.
Tiga kali barisan para penunggang diluruskan, tapi tiap kali ada saja kuda yang nyelonong ke depan, sehingga perlu diatur kembali dari awal. Ahli start, Kolonel Sestrin, sudah mulai marah, tapi akhirnya
58 Arshin (Rus): Ukuran panjang, setara dengan 0,71 m .
untuk keempat kalinya ia memekik: "Jalan!" dan para penunggang pun bertolak.
Semua mata, semua keker, tertuju ke arah gerombolan penunggang yang beranekawarna, sementara mereka masih dalam satu barisan.
"Sudah dilepas! Sudah jalan!" terdengar suara dari segala penjuru, sesudah keadaan tenang.
Kelompok orang dan orang pun mulai berlarian dari tempat yang satu ke tempat yang lain agar bisa melihat lebih jelas. Mula-mula sekali gerombolan penunggang yang menyatu itu memencar, dan tampaklah dua-tiga orang saling berkejaran ke arah sungai. Bagi penonton, mereka itu tampak seperti berlari bersama; tapi bagi para penunggangnya, terasa ada detik-detik pembeda yang besar sekali artinya.
Fru Fru yang gelisah dan terlalu gugup kehilangan detik-detiknya yang pertama; beberapa kuda bertolak dari start lebih dulu daripada Vronskii, tapi belum sampai sungai, dengan menahan kudanya yang menolak kekang dengan sekuat tenaga, Vronskii mampu melewati tiga orang dengan mudah, dan di depan tinggal s i kerangga Gladiator milik Makhotin; dengan mantap dan ringan Gladiator merantak dekat sekali dengan Vronskii, sedangkan di tempat terdepan menderas si manis Diana dengan penunggang Kuwvlev yang entah hidup entah mati.
Saat-saat pertama Vro i masih belum bisa menguasai dirinya maupun kudanya. Sampai menjelang rintangan pe a, sungai, ia belum mampu menguasai gerak kudanya.
Gladiator dan Diana mendekat bersama, dan hampir pada saat bersamaan: ya-ya, melayang di atas sungai dan meluncur ke depan; tanpa kentara, bagai terbang, Fru-Fru berayun mengikut mereka, tapi saat Vronskii merasa dirinya sedang melayang di udara, tiba-ti ba ia melihat hampir tepat di bawah kudanya Kuzovlev berkubang bersama kudanya, Diana, di pinggir sana sungai (Kuzovlev telah melepaskan tali kekangnya sesudah melompat, dan kuda itu pun terjungkal bersamanya). Seluk-beluk ke jadian itu baru diketahui Vronskii kemudian, tapi sekarang yang dilihatnya adalah bahwa di tempat yang akan didarati,
Fru-Fru bisa menghantam kaki atau kepala Diana. Tapi seperti kucing sedang terjatuh, sewaktu melompat Fru-Fru mengg kan kaki dan punggungnya, dan sesudah melewati kuda itu i a pun terus melaju. "O, sayangku," pikir Vro i.
Begitu melewati sungai, Vronskii sudah mampu menguasai Fru-Fru sepenuhnya dan mulai mengendalikannya; i a bermaksud melewati rintangan besar menyusul Makhotin, dan barulah di ruas berikut yang tanpa rintangan dan jauhnya sekitar duaratus sazhen ia hendak melewatinya.
Rintangan besar itu berada tepat di depan anjungan tsar.59 Baginda dan seluruh isi istana, dan rakyat banyak, semua memandang mereka, memandang dia dan Makhotin yang berjaraksatu ekor kuda ketika mereka mendekati chort (begitulah nama yang diberikan untuk rintangan hidup itu). Vronski i merasakan pandangan mata yang ditujukan kepadanya dari segenap penjuru, ta pi i a tak melihat apa-apa selain telinga dan leher kudanya yang berlari menyongsong tanah dan debu serta kaki putih Gladiator yang waktu itu merantak di depannya dan tetap dengan jarak yang tadi. Gladiator melompat tanpa menyentuh apapun, mengayunkan ekomya yang pendek, dan lenyap dari pandangan mata Vronskii. "Bravo!" terdengar suara seseorang.
Saat itu pula, di depan mata Vronskii, persis di depannya, berkilas papan penunjuk rintangan. Tanpa sedikit pun mengubah gerakan, kuda itu melintas di bawah papan itu; papan sudah lenyap, hanya di belakang terdengar ada sesuatu yang tersentuh. Karena beringas oleh Gladiator yang berlari d i depannya, kuda itu melompat terlalu cepat d i depan rintangan dan menyentuhnya dengan kuku belakang. Tapi lari kuda tidak berubah, dan ketika wajahnya terkena segumpal lumpur, tahulah Vronskii bahwa ia kembali tertinggal dari Gladiator dengan jarak tadi. la melihat kembali di hadapannya pinggang kuda itu, ekomya pendek, juga kakinya yang putih, dan bergerak cepat.
Saat Vronskii berpikir bahwa sekarang ia harus melewati Makhotin, saat itu pula Fru-Fru mengerti apa yang dipikirkan tuannya, dan tanpa disuruh lagi ia pun meningkatkan kecepatan dan mendekati Makhotin dari sisi yang menguntungkan, yaitu sisi . Makhotin tak mau membuka sisi tali. Vronskii tengah berpikir bahwa ia bisa melewatinya dari sisi luar ketika Fru Fru sudah mengubah kaki dan mulai melewati pesaingnya dengan cara itu. Bahu Fru-Fru yang sudah mulai gelap karena keringat sudah sejajar dengan pinggang Gladiator. Beberapa lompatan mereka lakukan berdampingan. Tapi menjelang rintangan, agar tidak menempuh lingkaran besar, Vronskii mulai memainkan tali kekang, dan tepat di atas lerengan, dengan cepat i a melewati Makhotin. Sepintas ia melihat wajah Makhotin yang terpercik lumpur. Ia bahkan seolah melihat Makhotin t yum. Vronskii sudah melewati Makhotin, tapi
59 Tsar (Rus): Raja Rusia.
ia tetap merasakan kehadiran Makhotin di belakangnya, dan tak hentihentinya ia mendengar di belakang punggungnya Glad iator merantak dengan napas masih segar.
Dua rintangan berikut, parit dan rintangan, mudah dilalui, tapi Vronskii segera mendengar suara dengus dan lompatan Gladiator. Maka ia pacu kudanya, dan dengan riang i a merasakan bahwa kuda itu bisa menambah kecepatan dengan mudah, dan bunyi kuku Gladiator mulai terdengar kembali pada jarak tadi.
Kini Vronskii memimpin pacuan, satu hal yang diinginkannya, dan seperti dianjurkan Cord, dan kini ia yakin akan kemenangannya. Gejolak kegembiraan dan rasa kasihnya kepada Fru-Fru makin bertambah. Ia ingin menoleh ke belakang, tapi ia tak berani melakukannya dan hanya mencoba menenangkan diri, dan i a tak memacu kudanya guna menyimpan persediaan tenaga kuda itu, yang menurut perasaannya sama dengan yang masih tertinggal dalam tubuh Gladiator. Tinggallah kini rintangan paling sukar; kalau ia bisa melewati rintangan itu lebih dulu daripada yang lain, ia akan jadi pemenang. Ia pun mencongklang menuju ke bangket Irlandia itu. Bersama Fru-Fru, dari jauh ia sudah melihat bangket itu, tapi mereka berdua, d i a dan kuda itu, untuk sesaat merasakan adanya keraguan. Ia melihat ketidakmantapan pada telinga kuda itu, dan ia pun mengangkat cambuk, tapi seketika itu pula i a merasa bahwa keraguannya itu tak berdasar samasekali: kuda itu tahu yang diperlukan Vronskii. Fru-Fru menambah kecepatan, dan dengan teratur, tepat seperti diduga Vronskii, ia pun melambung, melepaskan diri dari bumi, mengerahkan segenap tenaga yang akan membawanya jauh ke sebelah sana parit; dan dengan cara itu pula, dengan kaki itu pula, Fru-Fru meneruskan congl
"O, sayangku!" pikirnya tentang Fru-Fru sambil mendengar-dengarkan apa yang terjadi d i belakangnya. "Sudah melompat!" pikirnya ketika di belakang ia mendengar lompatan Glad iator. Tinggal satu parit terakhir berisi air yang lebarnya dua arshin. Vronski i tak melihat parit itu, dan dengan keinginan jauh lebih dulu sampai, ia pun mulai memainkan tali kekang sepenuhnya, yaitu dengan menaikkan dan menurunkan kepala kuda sesuai dengan lompatannya. Ia merasa,
kudanya berlari sudah dengan persediaan tenaga terakhir; bukan hanya leher dan bahunya saja yang basah, tapi juga pada tengkuk, kepala, dan telinganya yang lancip sudah keluar tetes-tetes keringat, dan kuda itu bernapas ngos-ngosan. Tapi Vronskii tahu, persediaan tenaga itu amat cukup untuk rnenernpuh duaratus sazhen yang terakhir. Hanya karena dirinya dekat dengan tanah dan karena begitu halusnya gerak, Vronskii tahu betapa banyak i a telah menambah kecepatan kuda itu. Parit sudah dilornpatinya, seakan tanpa diperhatikan. Kuda itu rnelornpat seperti burung, tapi saat itu pula, dengan sangat ngeri, Vronskii rnerasa bahwa tanpa rnernperhitungkan gerak kuda itu, entah bagaimana bisa, i a sendiri tak tahu, ia telah membuat gerakan buruk yang tak terampuni sambil menurunkan tubuh ke pelana. Sekonyong-konyong posisinya berubah, dan tahulah ia bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Belum lagi bisa memastikan apa yang telah terjadi, sudah melintas di dekatnya sepasang kaki putih kuda kerangga itu, dan Makhotin dengan mencongklang kencang melewatinya. Sebelah kaki Vronskii menyentuh tanah, dan kudanya rebah di sisi kakinya yang menyentuh tanah itu. Belum sempat membebaskan kaki itu, kuda sudah ambruk disertai dengus hebat, dan agar bisa tegak berdiri i a harus berusaha sekuat tenaga; dengan lehernya yang ramping berkeringat, kuda itu rnenggeliat-geliatkan badan di tanah dekat Vronskii, seperti burung kena ternbak. Gerakan kikuk yang dilakukan Vronskii telah mematahkan punggung kudanya. Tapi hal itu baru kemudi an sekali dimengertinya. Yang sekarang dilihatnya hanyalah Makhotin yang dengan cepat makin menjauh, sedangkan ia sendiri dengan terhuyung berdiri di tanah becek, sementara di hadapannya tergeletak Fru-Fru dengan napas berat sambil menyandarkan kepala kepada tuannya dan memandangnya dengan matanya yang manis. Masih belumjuga mengerti apa yang telah terjadi, Vronskii menarik tali kekang. Kuda itu kembali menggelepargelepar seperti ikan; ia menggetarkan kedua sayap pelananya untuk membebaskan kaki depannya, tapi karena tak sanggup lagi mengangkat pantat, ia pun berputar-putar dan jatuh lagi ke samping. Dengan wajah tampak buruk karena marah, dengan pucat dan rahang menggeletar, Vronskii menendang perut kuda itu dengan sol sepatunya, dan kembali rnenarik tali kekang. Kuda itu tak bergerak lagi; dengan rnenyembunyikan dengusnya ke tanah ia mernandang tuannya dengan pandangan yang berbicara sendiri.
"Aaa!" pekik Vronskii sambil mencengkam kepalanya. "Aaa! Apa
yang telah kulakukan!" teriaknya. Dan kalah! Dan ini kesalahanku sendiri, yang memalukan, yang tak terampuni! Dan kuda yang malang, tersayang, jadi korban. Apa yang telah kulakukan!"
Penonton, dokter dan pembantunya, para perwira resimen Vronskii, semua berlari ke arah Vronski i. Sialnya, i a merasa dirinya dalam keadaan selamat tak kurang satu apapun. Punggung kuda patah, maka diputuskan ditembak saja. Vronskii tak bisa rnernberikan jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang diajukan kepadanya, dan tak bisa bicara dengan siapapun. Ia rnembalikkan badan, dan tanpa rnernungut kembali topinya yang jatuh, ia pun enyah lripodrom, tak tahu ke rnana perginya. Ia merasa dirinya sial. Untuk pertarna kali dalam hidupnya ia mengalami kemalangan paling berat, kemalangan yang tak bisa diperbaiki lagi, kemalangan yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri.
Yashvin, sarnbil membawa topinya, mengejar dia dan mengan ya pulang, dan setengah jam kemud ian baru Vronskii sadar akan dirinya. Tapi kenangan tentang pacuan itu lama tinggal dalam jiwanya sebagai kenangan paling berat dan menyiksa hidupnya.
XXVI Hubungan luar Aleksei Aleksandrovich dengan istrinya tetap seperti sediakala. Perbedaan satu-satWlya hanyalah bahwa ia lebih sibuk daripada sebelumnya. Sepert i tahun-tahun sebelumnya, dengan datangnya musim semi ia pergi ke surnber air di luar negeri untuk mernulihkan kesehatannya yang tiap tahun digerogoti pekerjaan rnusirn dingi n yang berat; sepert i bi asa, i a pulang pada bulan Juli, dan langsung rnenangani pekerjaan rutinnya dengan tenaga sudah bertarnbah. Dan seperti biasa, istrinya pergi ke bungalo, sedangkan ia sendiri tinggal di Petersburg.
Sejak percakapan sehabis malam pertemuan di rumah Nyonya Pangeran 1\rerskaya
Ia orang pi ntar dan kenal betul urusan dinas; tapi ia tak rnernaharni seluruh kegilaan dengan bersikap demikian terhadap istrinya. Ia tak memahami hal itu, karena baginya sangat mengerikan memaharni posisinya sekarang, dan dalam hatinya ia menutup, mengunci, dan menyegel laci di mana tersimpan perasaan-perasaan terhadap keluarga, artinya terhadap istri dan anaknya .. Sebag a i ayah yang penuh perhat ian, sejak akhir musim dingin itu ia mulai bersikap sangat dingin terhadap anaknya, dan sebagairnana terhadap istrinya, terhadap anaknya itu ia pun rnenyimpan sikap rnenyindir. "Aa! Anak rnuda!" dernikian katanya kepada anak itu.
Aleksei Aleksandrovich rnerasa, dan juga rnengatakan, belum pe i a punya urusan dinas sebanyak tahun ini; tapi ia tak rnenyadari bahwa tahun ini ia telah rnenc iptakan urusan barn b a g i dirinya dengan sengaja, dan itu rnerupakan salah satu cara untuk tidak membuka laci di mana tersi mpan perasaan-persaannya terhadap istri dan keluarga, juga pikiran-pikiran tentang mereka, padahal makin lama semua itu berada di sana, makin rnengerikan akibatnya. Sekiranya ada orang yang berhak bertanya kepada Aleksei Aleksandrovich ten tang pendapatnya mengenai tingkah-laku istrinya, maka sebagai orang yang patuh dan pendamai Aleksei Aleksandrovich kiranya tidak akan menjawab, dan kiranya ia akan marah kepada orang yang bertanya tentang hal itu. Karena itulah wajah Aleksei Aleksandrovich terkesan angkuh dan kerengjika ada orang bertanya kepadanya tentang kesehatan sang istri. Aleksei Aleksandrovich samasekali tak mau mernikirkan tingkah-laku dan perasaan istrinya, dan ia memang betul-betul tak memikirkannya.
Bungalo Aleksei Aleksandrovich ada di Petergof, dan biasanya Nyonya Graf Lidiya Ivanovna tinggal juga di sana selarna musirn panas, berdekatan dengan Anna dan selalu berhubungan dengan Anna. Tahun ini Nyonya Graf Lidiya lvanovna tak mau tinggal di Petergof. Satu kali pun i a tak mengunjungi Anna Arkadevna, bahkan i a memberikan isyarat
kepada Aleksei Aleksandrovicb bahwa hubungan Anna dengan Betsy dan Vronskii itu kurang baik. Aleksei Aleksandrovich menghentikan kata-kata nyonya itu dengan keras; i a menyatakan bahwa istrinya orang yangjauh prasangka, dan sejak itu Aleksei Aleksandrovich menjauhi Nyonya Graf Lidiya Ivanovna. Ia tak mau melihat dan memang tak melihat bahwa d i kalangan bangsawan sudah banyak orang memandang istrinya dengan mata curiga; ia tak mau mengerti dan memang tak mengerti mengapa istrinya bersikeras pindah ke Ts tempat Betsy tinggal, tempat yang tak jauh untuk sampai ke resimen V ro nskii . Ia tak mau memikirkan ha! itu dan memang tak memikirkannya. Walaupun demikian, sementara itu, di dasar jiwanya, ia tahu betul bahwa dirinya adalah suami yang dikhianati istri, dan karena itu merasa sangat tidak bahagia, walaupun tak pemah ia mengatakan ha! itu pada diri sendiri, karena untuk itu ia bukan hanya tidak punya bukti-bukti, tapi juga tak punya kecurigaan.
Berapa kali sudah, selama hidup bahagia delapan tahun bersama sang i , Aleksei Aleksandrovich mengatakan pada dir i sendiri, ketika ia melihat istri orang lain tidak setia, dan kepada para suami yang dikhianati istri mereka: "Bagaimana gerangan itu bisa terjadi" Kenapa tidak diselesaikan keadaan brengsek itu?" Tapi sekarang, ketika musibah itu meni mpa dirinya sendiri, i a bukan hanya tidak memikirkan bagaimana cara menyelesa ikan keadaan itu, tapi bahkan samasekali tak mau tahu keadaan itu, karena keadaan itu dianggapnya terlalu mengerikan dan tak wajar bagi dia.
Sejak kembali dari luar negeri, dua kali Aleksei Aleksandrovich pergi ke bungalo. Satu kali makan siang di sana, satu kali lagi menghabiskan waktu malam bersama para tamu, tapi tak sekali pun ia bermalam di sana sepe rt i biasa dilakukannya dulu.
Harl pacuan kuda itu merupakan hari yang sangat sibuk bagi Aleksei Aleksandrovich; tapi sejak pagi, ketika menyusun acara hari itu, ia sudah memutuskan bahwa langsung sesudah makan siang yang cukup dini itu ia akan menemui istrinya d i bungalo, dan d sana ke acara pacuan, yang akan d ihadiri seluruh isi i stana, dan ia harus hadir juga. Ia hendak singgah ke tempat i nya karena ia sudah memutuskan akan tinggal di sana satu seminggu demi sopan-santun. Selain itu, karena menjelang tanggal limabelas, ia perlu menyerahkan kepada istrinya uang belanja, seperti dibi asakannya.
Dengan kendali atas seluruh pikirannya seperti biasa, sesudah memikirkan semua itu berkait dengan sang istri, tak mau lagi ia membiarkan pikirannya tentang sang istri mengembara lebi hjauh.
Pagi itu Aleks e i Aleksandrovich sangat sibuk. Hari sebelumnya Nyonya Graf Lidiya Ivan mengiriminya brosur tentang seorang musafir terkenal Tiongkok yang waktu itu berada di Petersburg, disertai surat yang isinya minta kepadanya untuk menerima sang musafir tersebut, orang yang menurut berbagai pertimbangan sangat menarik dan diperlukan. Aleksei Aleksandrovich tak sempat membaca sampa i selesai brosur itu malam harinya, dan meneruskan pagi harinya. Kemudian datang para pemohon, dan mulailah laporan, resepsi, penugasan, pemberhentian, pemberian hadiah, pensiun, gaji, surat-menyurat, yah, pekerjaan sehari-hari, demikian nama yang diberikan Aleksei Aleksandrovich, yang mengambil demikian banyak waktunya. Kemudian urusan pribadi, kunjungan dokter dan pengelola administrasi. Pengelola administrasi tidak banyak menyita waktunya. Ia hanya menyampaikan uang yang diperlukan Aleksei Aleksandrovicb dan memberikan laporan tentang keadaan rekening yang waktu itu tak begitu baik, karena tahun ini ia banyak bepergian sehingga pengeluaran lebih besar, dan terjadi defisit. Ta pi do kt er dar i Petersburg itu, yang terkenal dan akrab dengan Aleksei Aleksandrovich, mengambil banyak waktunya. Alekse i Aleksandrovich tak menduga kedatangan dokter itu, dan i a heran meli hat kedatangannya, tapi lebib heran lag i dia karena dokter itu dengan sangat teliti mengajukan pertanyaan-p yaan mengena i keadaan dirinya, mendengar-dengarkan dadanya, mengetukngetuknya, dan meraba levernya. AlekseiAleksandrovich tak tahu bahwa sahabatnya Lidiya Ivanovna, yang melihat buruknya kesehatan Aleksei Aleksandrovich tahun ini, telah meminta sang dokter datang memeriksa si sakit tersebut. "Tolong lakukam itu untuk saya," kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna kepada dokter.
"Akan saya lakukan itu demi Rusia, Nyonya Graf," jawab dokter. "Dia orang yang tak ternilai harganya," kata Nyonya Graf Lidiya Ivanovna.
Dokter merasa tak puas dengan kesehatan Aleksei Aleksandrovich. Ia melihat lever lelak i itu sangat membesar, nafsu makannya men , dan penyembuhan dengan air samasekali tak menampakkan hasil. Maka dokter pun memberikan nasihat kepada si sakit agar melakukan lebih banyak gerak fisik dan sesediki t mungkin kegiatan otak, tapi yang terpenting, jangan memendam kekecewaan; satu hal yang bagi
Aleksei Aleksandrovich sama mustahilnya dengan tidak bernapas; dan pergilah dokter meninggalkan Aleksei Aleksandrovich dengan perasaan ke , karena pada Aleksei Aleksandrovich ia melihat sesuatu yang tak beres, sedangkan menyembuhkannya tidak mungkin.
Ketika meninggalkan Aleksei Aleksandrovich, di beranda dokter bertumbukan dengan Slyudin yang dikenalnya ba ik, pengelola administrasiAlekseiAleksandrovich. Mereka berdua teman seuniversitas, dan walaupun amat jarang bertemu, mereka saling menghormati dan merupakan sahabat akrab; . karena itu kepada Slyudin dokter bisa menyampaikan pendapatnya dengan berterus-terang tentang si sakit.
"Saya senang sekali Anda mendatanginya," kata Slyudin. "Keadaannya tak baik, dan saya rasa .... Lalu bagaimana?"
"Begini," kata dokter sambil melambaikan tangan lewat kepala Slyudin kepada kusirnya agar mendekat. "Begini,'' kata dokter sambil memegang salah satu jari sarong tangannya yang terbuat dari kulit anjing Eskimo dengan tangannya yang putib, lalu menariknya. "Tidak mengencangkan dawai dan mencoba tidak mengencangkan dawai itu sangat r; tapi mengencangkan dawai sampai batas yang paling mungkin dan meletakkan bobot jari kita pada dawai itu, bisa membuatnya putus. Dia, dengan ketekunan dan ketulusannya terhadap kerja, telah mengencangkan dawai sampai batas terakhir; sementara itu tekanan dari luar adajuga, dan cukup kuat," kata dokter menyimpulkan sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Mau datang ke pacuan tidak?" sambungnya sambil t ke kereta yang datang menjemputnya. "Ya, ya, tentu saja menghabiskan waktu banyak," jawab dokter atas pertanyaannya sendiri, sama sepertinya yang diucapkan Slyudin, tapi tak didengar dokter.
Sesudab kepergian dokter yang menyita demikian banyak waktu, muncul musafir terkenal itu. Memanfaatkan brosur yang baru selesai dibacanya dan pengetahuan yang ada padanya mengenai bidang itu, Aleksei Aleksandrovich memukau musafir tersebut dengan kedalaman pengetabuannya mengenai bal itu serta luasnya wawasan.
Bersamaan dengan musafir itu dilaporkan pula perihal datangnya seorang pejabat gubernuran di Petersburg, dengan siapa ia perlu mengadakan pembicaraan. Sesudah musafir pergi, perlu diselesaikan urusan sehari-hari dengan pengelola administrasi, dan masih perlu lagi mendatangi seorang tokoh terkemuka untuk suatu urusan serius dan penting. Aleksei Aleksandrovich barn pulang menjelang pukul lima, saat makan s iang, dan selesai makan bersama pengelola administrasi, ia mengajak dia pergi bersama ke bungalonya dan kemudian ke pacuan.
Tanpa disengaja, Aleksei Aleksandrovich ternyata kini mencari penghubung untuk bertemu dengan istrinya.
XX VII Anna sedang berdiri di atas, di depan cermin, melekatkan pita terakhir pada gaunnya dengan bantuan Annushka, mendengar bunyi roda menggilas kerikil di pintu gerbang.
"Kalau Betsy, masih terlalu pagi," pikirnya, dan ketika i a menoleh ke jendela, terlihatlah kereta dan topi hitam yang mendongak dari dalam kereta itu, juga kedua telinga Aleksei Aleksandrovich yang sangat dikenalnya. "Betul-betul tidak pada waktunya; jangan-jangan menginap pula," pikirnya, dan terasa olehnya betapa mengerikan dan menggetarkan apa yang bakal terjadi akibat kedatangan suaminya. Maka tanpa berpikir samasekali, dengan wajah riang berseri, ia keluar menyambutnya, dan karena dalam dirinya sudah terasa ada unsur membohong dan menipu yang dikenalnya, maka langsung saja ia menyerah pada suasana itu, dan mulai bicara tanpa menyadari apa yang hendak dikatakannya.
"Aa, sungguh baik!" katanya sambil menyodorkan tangan kepada suaminya, dan sambil tersenyum memberi salam kepada Slyudin, orang dalam keluarga itu. "Kamu menginap tentunya?" itulah kata-kata pertama yang dibisikkan hatinya yang menipu. "Seharusnya ki ta bisa pergi bersama. Cuma sayang, aku sudah berjanji dengan Betsy. Dia akan menjemputku."
Mendengar nama Betsy, Aleksei Aleksandrovich mengerutkan kening. "O, aku tidak memisahkan orang-orang yang tak terpisahkan," kata Aleksei Aleksandrovich dengan nada mengejek seperti biasa. "Al
"Hidangkan teh, dan bilang pada Seryozha bahwa Aleksei Aleksandrovich sudah datang. Lalu bagaimana dengan kesehatanmu" Mikhail Vasilyevich, Anda belum pernah datang ke sini; cobalab lihat, baik sekali di balkon sana, n kata Anna kepada yang pertama, kemudian yang kedua.
Ia bicara sangat ringan dan wajar, tapi terlalu banyak dan cepat. Ia sendiri merasakan ha! itu, lebih-lebih karena dalam pandangan mata Mi khail Vasilyevich yang penuh selidik itu, ia melihat bahwa orang itu sedang mengamatinya . .
Mikhail Vasilyevich se itu pula keluar ke teras. Anna duduk di dekat suaminya.
"Wajahmu tampak tidak beg itu sehat," katanya.
"Ya," kata Aleksei Aleksandrovich. "Baru saja dokter memeriksaku dan mengambil waktuku satu jam. Alm merasa, ada di antara para sahabat yang meminta dokter datang: begitu berharga kesehatanku bagi k " mere a ....
"Tapi apa kata dokter?"
Anna bertanya tentang kesehatan sang suami, pekerjaannya, dan membujuknya untuk beristirahat dan pindah tinggal bersama dia.
Semua itu ia sampaikan dengan riang, cepat, dan dengan rona mata istimewa; tapi Aleksei Aleksandrovich kini samasekali tak memberi makna pada ucapan istrinya itu. Ia hanya mendengarkan kata-kata, dan hanya memberikan arti sebenarnya kata-kata itu. Dan ia memberikan jawaban kepada istrinya secara biasasaja, walaupun dengan nada kelakar. Dalam seluruh percakapan itu tak ada hal yang istimewa, tapi sesudah itu tak satu pun dari adegan pendek itu yang tak dikenangkannya tanpa malu yang menyiksa.
Seryozha didahului pengasuhnya. Sekiranya Alekse i Aleksandrovich memerhatikan, ia akan melihat nada takut-takut dan bingung pada mata Seryozha, sewaktu anak itu memandang ayahnya, dan kemudian ibunya. Tapi ia tak mau melihat sang anak, dan ia memang tak melihat nada-nada itu.
"AA, anak muda. Sudah besar sekarang .... Bukan main, betul-betul sudahjadi orang sekarang. Selamat siang, anak muda."
Dan ia pun mengulurkan tangan kepada Seryozha yang ketakutan. Seryozba, yang sebelumnya sudah takut-takut mengbadapi ayahnya, sekarang merasa semakin asing, sesudab Aleksei Aleksandrovich memanggi l d ia dengan anak muda, dan sejak dalam kepalanya tersimpan teka-teki, sahabatkah Vronskii atau musuh. Seolah mi nta perlindungan, ia pun menoleh kepada ibunya. Hanya dengan ibunya ia merasa aman. Sambil bicara dengan pengasl!lh, Aleksei Aleksandrovich memegang bahu anaknya, dan Seryozha, karena itu, merasa amat kikuk, dan Anna melihat anak itu hampir menangis.
Waktu anaknya masuk, wajah Anna sudah memerah; dan kini, ketika ia melihat Seryozha merasa kikuk, dengan segera ia maju mengangkat tangan Aleksei Aleksandrovich dari bahu anaknya; dic iumnya anak itu dan di tuntunnya ke teras, dan barn ia kembali lagi.
"Tapi sudah ya sekarang," kata Anna sesudah menengok arlojinya. "Kenapa i ni Betsy takjuga datang!..."
"Ya," kata Aleksei Aleksandrovich, dan sambil berdiri ia pun menjalin tangannya dan menggeretakkannya. "Aku singgah juga bawa uang untukmu; toh burung bulbul tak bisa dikasih makan dongengan," katanya. "Aku pikir, kamu membutuhkannya."
"T idak, tidak perlu .... 0 ya, perlu," kata Anna tanpa memandang suaminya, wajahnya memerah sampai ke akar rambutnya. "Aku pikir kamu singgah ke sini dari pacuan."
"Memang," jawab Aleksei Aleksandrovich. "Nah, itu dia si cantik dari Petergof, Nyonya Pangeran Tverskaya," tambahnya waktu ia menoleh ke arah jendela dan melihat kereta Inggris bertirai, dengan tempat duduk kecil tinggi sekali, yang baru datang. "Bukan main pesoleknya! Manis! Nah, marl k ita pergi sekarang juga."
Nyonya Pangeran Tverskaya tidak keluar dari kereta; hanya pesuruhnya yang melompat turun di pintu gerbang, mengenakan sepatu bot, penutup bahu, dan topi hitam.
"Aku berangkat, sampai ketemu lagi!" kata Anna; ia c ium anaknya, lalu didekatinya Aleksei Aleksandrovich dan ia ulurkan tangannya. "Kamu simpatik sekali mau datang."
Aleksei Aleksandrovich menciwn tangan Anna.
, sampai ketemu lagi. Kalau kamu singgah minum teh, itu baik sekali!" kataAnna, lalu keluar dengan wajah berseri dan riang. Tapi begitu tak dilihatnya lagi sang suami, ia pun merasakan bagian tangannya yang baru saja disentuh bibir suaminya, dan ia menggigil karena muak.
XXVIII Ketika Aleksei Aleksandrovich muncul di tempat pacuan, Anna sudah duduk di anjungan berdampingan dengan Betsy, di anjungan tempat semua bangsawan tinggi berkumpul. Dari jauh ia sudah melihat suaminya. Dua orang, suami dan pacar, baginya merupakan dua pusat kehidupan, dan tanpa rangsangan luar samasekali ia bisa merasakan betapa mereka itu dekat adanya. Dari jauh ia sudah merasakan makin dekatnya sang suami, dan tanpa disadarinya ia mengamati suaminya di tengah-tengah lautan manusia yang mengitari dirinya. Sementara sang suami menghampiri anjungan, ia pun melihat bagaimana suaminya itu dengan sopan membalas anggukan-anggukan simpatik dengan akrab dan dengan ringan b r salam dengan orang-orang yang setara dengan dia. Aleks e i Aleksandrovich pun dengan sungguh-sungguh menyambut pandangan mata mereka yang berkuasa dengan melepaskan topi besar-bundar yang menghimpit u jung telinganya. Anna kenal caracara itu, dan semuanya sangat memuakkan dia. "Cuma cari nama, cuma cari sukses, itulah yang ada dalam hatinya," pikirnya, "sedangkan anganangan yang agung, cinta pada pencerahan, agama, semua itu cuma alat untuk memperoleh sukses."
Dari pandangan mata sang suami ke anjungan perempuan (Aleksei Aleksandrovich langsung memandang istrinya, tapi ia tak melihat sang istr i berada di tengah-tengah lautan kain muslin, pita, bulu, payung, dan bunga itu) Anna mengerti bahwa suaminya sedang mencari dia; tapi dengan sengaja ia tak memerhatikan suaminya.
"Aleks e i Aleksandrovich!" seru Nyonya Pangeran Betsy. "Anda rupanya tak lihat istri Anda; itu dial"
Aleksei Aleksandrovich tersenyum dingin.
"Di sin i begini banyak barang cemerlang, sampai mata jadi silau," kata Aleksei Aleksandrovich, lalu memasuki anjungan. la tersenyum kepada istrinya, seperti seorang suami yang dengan sopan tersenyum ketika bertemu sang istri yang belum lama dijumpainya, lalu bertukar salam dengan Nyonya Pangeram dan kenalan lainnya, dengan perhatian secukupnya kepada masing-masing, yaitu berkelakar dengan para perempuan dan bertukar salam dengan para lelaki. Di bawah, di dekat anjungan, berdiri ajudan jendral yang dihormati Aleksei Aleksandrovich karena kecerdasan dan pendidikannya. Aleksei Aleksandrovich pun berbicara dengan d ia.
Waktu itu berlangsungjeda antara dua pacuan, karena itu tidak ada yang mengganggu percakapan. Ajudan jendral mencela pacuan. Aleksei Aleksandrovich menyatakan keberatan dan membela pacuan. Anna mendengar suara suaminya yang kecil datar tanpa melewatkan satu patah kata pun, dan tiap kata ia anggap palsu, dan rasa sakit mengiris telinganya.
ka pacuan empat werst dengan rintangan dimulai, i a mencangkungkan badan, dan tan pa mengedip memandang Vronskii, yang waktu itu mengbampiri kudanya dan kemudian menaikinya; waktu itu pula ia mendengar suara suaminya yang takjuga berbenti dan sangat dibencinya. Ia merasa tersiksa memikirkan nasib Vronskii, tapi lebib tersiksa lagi mendengar suara kecil suaminya yang takjuga berbenti, yang iramanya sudab i a kenal.
"Alm ini perempuan jalang, aku perempuan rusak," p ya. "Tapi tak suka aku menipu, tak bisa aku menanggung kebohongan, sedangkan makanannya adalah kebohongan. Dia tahu segalanya, lihat segalanya. Apa gerangan yang ia rasakan waktu bicara sampai bisa setenang itu" Biar dia bunuh aku, biar dia bunuh Vronskii, aku tetap menghormatinya. Tapi tidak, dia cuma membutuhkan kebohongan dan sopan-santun," kata Anna pada diri sendiri tanpa memikirkan apa sesungguhnya ia kebendaki dari sang suami, dan bagaimana maunya ia melihat sang suami. Ia tak mengerti bahwa nafsu mengumbar katakata yang sekarang merundung Aleksei Aleksandrovicb, dan sangat membuat dia marab itu, banya me"rupakan ungkapan kekbawatiran dan keresahan batin seorang suami. Seperti seorang anak yang telab melukai diri sendiri dan sambil melompa1t-lompat menggerakkan otot-ototnya untuk mengbilangkan rasa nyeri, demikian pula Aleksei Aleksandrovich membutuhkan gerak otak untuk bisa melindas pikiran-pikiran tentang sang istri yang menuntut perbatiannya, selagi sang istri ada di situ, selagi Vronskii ada di situ, dan selagi nama Vronskii terus diulang-ulang orang. Sebagaimana kewajaran seorang anak yang melompat-lompat, demikian wajar dan pintarnya Aleksei Aleksandrovich berbicara. Ia mengatakan:
"Bahaya dalam pacuan militer, dalam pacuan kavaleri, merupakan unsur penting. Kalau Inggris dapat menunjukkan sukses kavaleri yang cemerlang dalam sejarah militemya, itu karena sec ara historis ia telah mengembangkan kekuatan dalam tubuh hewan dan manusianya. Olabraga, menurut pendapat saya, punya arti yang sangat penting, tapi seperti selalu terjadi, kita melibatnya hanya di permukaan. n
"Bukan di permukaan," kata Nyonya Pangeran 1\rerskaya. "Orang bilang, seorang perwira patab dua tulang iganya. n
Aleksei Aleksandrovich tersenyum dengan senyuman yang hanya memperlihatkan gigi, tapi tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Taruhlab bukan d i permukaan, Nyonya Pangeran," katanya, "tapi mendalam. Ta pi soalnya bukan itu," dan kembali ia bicara dengan seorang jendral yang memang diajaknya bicara dengan serius. "Hendaknya jangan dilupakan bahwa yang berpacu i ni tentara, yang memang memilih
kegiatan ini, dan Anda tentu setuju dengan saya babwa tiap panggilan hidup punya sisi dua matauang. Ini termasuk kewajiban seorang tentara. Olabraga brengsek seperti adu tinju atau adu toreador Spanyol adalah tanda-tanda kebiadaban. Tapi olabraga yang menuntut keahli an khusus adalah tanda kemajuan."
"Tidak, saya t idak akan datang lagi melibat; pertunjukan ini terlalu mengguncangkan saya," kata Nyonya Pangeran Betsy. "Betul tidak, Anna?"
"Memang mengguncangkan, tapi tak bisa kita melepaskan pandangan dari acara itu," kata perempuan lain. "Umpama saya orang Romawi, tak akan ada sirkus yang saya lewatkan."
Anna tak mengatakan apa-apa; ia juga tak menurunkan kekemya, dan terus melihat ke satu saja.
Waktu itu seorang jendral bertubuh tinggi lewat anjungan. Aleksei Aleksandrovich menghentikan pembicaraan, dan dengan buru-buru tapi penub harga diri ia bangkit berdiri dan membungkuk rendah kepada jendral yang lewat.
"Tidak ikut pacuan?" kelakar jendral kepadanya.
"O, pacuan saya lebib sukar daripada ini," jawab Aleksei Aleksandrovicb hormat.
punjawaban itu samasekali tak bermakna, ta pi jendral berbuat seolah mendengar kata-kata cerdas seorang cendekia dan mengerti sepenuhnya la point de la sauce.
"Ada dua pibak," sambung Aleksei Aleksandrovich lagi, "yaitu pibak pelaksana dan pibak penonton; dan kesukaan kepada tontonan ini merupakan petunjuk paling gamblang tentang rendahnya budaya penonton, saya setuju, tapi.. .. "
"Nyonya Pangeran, taruhan!" terdengar dari bawah suara Stepan Arkadyich ditujukan kepada Betsy. "Anda pegang siapa?" "Saya dan Anna pegang pangeran Kuzovlev,'' jawab Betsy. "Saya pegang Vronskii. Kemarikan sarung tangan." "Jadi!"
"Bagus sekali, betul t idak?"
"Alekse i Aleksandrovich terdiam ketika orang di dekatnya bicara, tapi seketika itu pula ia mulai bkara lagi.
"Saya setuju, tapi permainan yang berani ... ," sambungnya. Tapi waktu itu kuda-kuda sudah dilepas, dan semua percakapan terhenti. Aleksei Aleksandrovich terdiam, dan semua orang bangkit dan
mengarahkan perhatian ke sungaii. Aleksei Aleksandrovich tak tertarik pacuan, karena itu ia tidak melihat orang-orang yang sedang berpacu, dan dengan kepala kosong i a mulai memerhatikan para penonton dengan matanya yang lelah. Pandangan matanya terhenti ke arah Anna.
Wajah Anna pucat kereng. Ia agaknya tak melihat apapun dan si apapun kecuali seorang. Tangannya menjepit kipas kuat-kuat, dan i a menahan napas. Aleksei Aleksandrovich memandangnya, kemudian dengan tergesa menoleh untuk memandang wajah-wa jah lain.
"Wajah perempuan itu dan wajah perempuan lainnya juga tampak sangat resah; itu wajar saja," kata Aleksei Aleksandrovich pada diri sendiri. Ia berniat tidak memandang istrinya, tapi pandangan matanya, tanpa disadari, hanya tertuju kepada sang istri. Ia pun kembali mengamati wajah istrinya, mencoba membaca apa yang tertulis di wajah itu, tapi berlawanan dengan kemauannya, dengan ngeri terbaca oleh dia apa yang tidak ingin d iketahuinya.
Jatuhnya Kuzovlev yang pertama di sungai itu meresahkan semua orang, tapi Aleksei Aleksandrovich dengan jelas melihat di wajah Anna yang pucat penuh kemenangan, bahwa orang yang terus dilihatnya tidak jatuh. Dan sesudah Makhotin dan Vronskii melompati rintangan besar dan ada seorang lagi jatuh, kali ini tepat di kepalanya hingga remuk tak berkutiklagi, dan di tengah-tengah penonton terdengar lenguh ngeri, Alekse i Aleksandrovich melihat bahwa Anna bahkan seolah tak melihat kejadian itu; hanya dengan susah-payah saja ia bisa memahami apa yang dibicarakan orang di sekitarnya. Tapi Aleksei Aleksandrovich makin lama makin sering memandang istrinya dan dengan intensif pula. Anna yang sedang sibuk memerhatikan Vronskii yang sedang berpacu, merasakan pandangan dingin suaminya, yang diarahkan kepadanya dari samping.
Untuk sesaat lamanya ia menoleh, dan dengan nada bertanya ia memandang suaminya, tapi kembali ia membalikkan badan sambil sedikit mengerutkan kening.
"Ah, masa bodoh," demikian seolah ia berkata kepada suaminya, dan sesudah itu ia tak lagi menoleh ke sana.
Pacuan kali i ni tidak sukses; dari tujuhbelas peserta ada, lebih daripada separuhnya terjatuh dan Iuka parah. Menjelang akhir pacuan semua orangjadi resah, dan keresahan itu makin menjadi karena baginda merasa tak puas.
XXIX Semua orang men rasa tak puas dengan keras, dan semua orang mengulangi kalimat yang diucapkan entah oleh siapa: "Yang kurang cuma sirkus singa." Dan kengerian dirasakan semua orang, hingga saat Vronskii terjatuh dan Anna memekik keras, tak ada orang yang menganggap ha! itu sebagai luarbiasa. Tapi sesudah itu di wajah Anna terjadi perubahan yang sudah pasti bisa dikatakan bukan pada tempatnya. Ia begitu kebingungan. Ia mulai menggelepar, seperti burung yang tertangkap: sekali ia hendak berdiri dan pergi entah ke mana, sekali pula ia bicara dengan Betsy.
"Mari kita pergi, mari pergi," katanya.
Tapi Betsy tak menden ya. Sambil membungkukkan badan ia bicara dengan seorang jendral yang menghampirinya.
Aleksei Aleksandrovich menghampiri Anna, dan dengan saksama mengulurkan tangan kepadanya.
"Mari pergi dari sini kalau Anda menghendaki," katanya dalam bahasa Prancis, tapi Anna waktu itu sedang mendengarkan apa yang dikatakan sangjendral, dan tidak melihat suaminya.
"Juga patah kakinya, kata orang," kata sangjendral. "Entah apa ini namanya."
Tanpa memberikan jawaban kepada sang suami, Anna mengangkat keker dan mengarahkannya ke tempatjatuhnya Vronskii; ta pi tempat itu amat jauh, dan d i sana berkerumun demikian banyak orang, sehingga tak ada yang terlihat. Ia pun menurunkan keker dan hendak pergi; tapi pada waktu itu seorang perwira datang berkuda dan melaporkan sesuatu kepada bag inda. Anna melongokkan tubuhnya ke depan dan mendengarkan.
"Stiva! Stiva!" seru Anna kepada saudaranya.
Tapi saudaranya tak mendengar. Kembali Anna ingin keluar. "Sekali lagi saya tawarkan tangan saya kalau Anda ingin pergi," kata Aleksei Aleksandrovich sambil menyentuh tangan istrinya.
Dengan rasa benci Anna menjauhkan d i r i dari sang suami, dan sambil menoleh ke arah suaminya ia pun menjawab:
"Tidak, tidak, tinggalkan sa:ya, saya tetap di sini."
Sekarang i a melihat, dari tempat jatuhnya Vronskii datang seorang p berlari melintasi lingkaran, menuju ke anjungan. Betsy melambaikan saputangan kepadanya.
Perwira itu membawa berita bahwa penunggangnya tidak cedera, tapi punggung kudanya patah.
Mendengar itu Anna segera d111duk dan menutup wajahnya dengan kipas. Alekse i Aleksandrovich melihat Anna menangis dan tidak dapat menahan bukan hanya airmatanya, tapi juga sedu-sedannya hingga buah dadanya terangkat-angkat. Aleksei Aleksandrovich menutupi i strinya dengan tubuhnya agar Anna punya untuk memulihkan diri kembali.
"Untukketiga kalinyasaya ta tangansaya padaAnda," katanya selang beberapa waktu kepada Anna. Anna memandang suaminya, tapi i a tak tahu apa yang hendak dikatakannya. Nyonya Pangeran Betsy datang memberikan pertolongan kepadanya.
"Tidak, Aleksei Aleksandrovich, tadi saya yang menjemput dia, dan saya sudah berjanji juga akan mengantarnya pulang," kata Betsy campur-tangan.
"Maafkan saya, Nyonya Pangeran," kata Aleksei Aleksandrovich sambil tersenyum saksama, tapi dengan kereng menatap mata Nyonya Pangeran. "Tapi saya li hat Anna tak begitu sehat, dan saya ingin ia pergi dengan saya."
Anna menoleh dengan wajah ketakutan, kemudian dengan patuh i a berdiri dan meletakkan tangannya ke tangan suaminya.
" kukirim orang untuk mencari tahu dan menyampaikan kepadanya," bisik Betsy pada Anna.
Sewaktu keluar dari anjungan, Aleksei Aleksandrovich seperti biasa berbicara dengan orang-orang yang dijumpainya, dan Anna pun seperti biasa pula harus menjawab dan berbicara; tapi Anna waktu itu sudah tak sadar dirinya, dan seperti dalam mimpi ia berjalan dengan tangan dikepit suaminya.
"Cedera atau tidak" Apa itu betul" Akan datang atau tidak" Akan kutemui dia atau tidak?" pi ya.
Tanpa berkata apa-apa ia masuk ke dalam kereta Aleksei Aleksandrovich, dan dengan mulut tetap terkunci ia meninggalkan kerumunan kendaraan. Sekalipun sudah melihat semua itu, Aleksei Aleksandrovich tetap tak berniat memi kirkan keadaan istrinya waktu itu. Ia hanya melihat gejala luarnya saja. Ia melihat istrinya sudah berlaku tak pantas, dan ia menganggap wajib mengatakan ha! itu kepada istrinya. Tapi sangat sukar baginya mengatakan itu. Ia sudah membuka mulut untuk mengatakan kepada istrinya bahwa dia telah berlaku tak sopan,
tapi tanpa disadarinya ia malah mengatakan bal yang lain samasekali.
"Heran juga, k ita semua cenderung melihat tontonan kejam itu," katanya. "Saya lihat .... "
"Apa" Saya tak paham," kata Anna benci.
Aleksei Aleksandrovich pun tersinggung, dan langsung ia mulai mengemukakan apa hendak dikemukakannya tadi. "Saya harus mengatakan pada Anda," katanya mulai. "Ini dia, penjelasan," pikir Anna, dan ia pun merasa ngeri. "Saya harus mengatakan pada Anda bahwa barn saja Anda telah berlaku tak sopan," kata Aleksei Aleksandrovich dalam bahasa Prancis.
"Mana perbuatan saya yang tak sopan itu?" kata Anna keras sambil memutar kepala ke arah suaminya dengan cepat dan menatap tajam matanya; benar-benar sudah tanpa rasa suka yang tadi coba di sembunyikannya, dengan wajah mantap, dan dengan wajah itu ia dengan susah-payah b i s a menyembunyikan rasa takut yang tersimpan dalam hatinya.
"Hendaknyajangan dilupakan," kata Aleksei Aleksandrovich kepada Anna sambil menunjukjendela terbuka di sebelah kusir. Ia bangkit sedikit dan menaikkan kaca.
"Apa yang menurut Anda tak sopan itu?" ulang Anna. "Rasa putusasa yang tak bisa Anda sembunyikan, waktu salab seorang penunggangjatuh."
Aleksei Aleksandrovich menanti pernyataan keberatan dari Anna, tapi Anna hanya diam memandang ke depan.
"Saya sudah minta Anda m. embawakan diri di kalangan bangsawan itu begitu rupa, supaya mulut-mulut usil tak bisa mengatakan sesuatu yang merugikan Anda. Pernah dulu saya bicara tentang hubungan batin; sekarang saya tidak akan bicara soal itu. Sekarang saya bicara tentang hubungan luar. Anda membawakan diri secara tidak sopan, dan saya min ta ha! itu tak terulang lagi."
Anna tidak mendengarkan kata-kata suaminya separuh pun; ia hanya merasa ngeri kepada sang suami; sementara itu yang terpikir olehnya adalah apakah benar Vronskii tidak cedera. Apakah benar tadi orang bilang dia selamat, sedangkan punggung kudanya patah" Hanya dengan pura-pura dan dengan nada mengejek saja ia tersenyum, suaminya selesai bicara, dan ia tak memberikan jawaban apapun, karena ia tidak mendengarkan apa yang dikatakan suaminya. Alekse i Aleksandrovich mulai bicara dengan lugas, tapi ketika disadari makna
kata-kata yang d isampaikannya, rasa takut yang dialami Anna pun terasa pula oleh dia. Ia melihat senyuman di bibir istrinya, dan ia pun merasa dirinya seperti terkena delusi.
"Dia mencibirkan prasangka-prangsangkaku. Ya, sekarang dia akan mengatakan apa yang dikatakannya dulu, bahwa tak ada alasan untuk berprasangka, dan bahwa sikap itu lucu."
Sekarang, ketika menghadapii semua beberan, tak ada yang lebih diharapkannya dari Anna, seperti dulu juga, daripada jawaban istrinya dengan nada mengejek, yang pada pokoknya menyatakan bahwa prasangka-prasangkanya itu menggelikan dan tak berdasar. Terasa mengerikan bahwa kini i a tahu dirinya siap memercayai semua yang dikatakan istrinya. Namun ekspresi wajah Anna yang ketakutan dan murung itu ternyata kini tak menjanjikan apa-apa, bahkan kebohongan pun tidak.
"Barangkali saya salah sangka," kata Aleksei Aleksandrovich. "Jika demikian, saya minta maaf."
"Tidak, Anda tak salah," kata Anna pelan, dan dengan rasa putusasa menatap wajah suaminya yang di ngin. "Anda tak salah. Saya tadi memang merasa putusasa, dan saya memang tak bisa untuk tidak merasa putusasa. Saya mendengarkan kata-kata Anda, tapi saya memikirkan dia. Saya menc intainya, saya kekasihnya, tak sanggup saya menanggung semua ini. Saya takut, saya bencii pada Anda.... terhadap saya apa saja yang Anda mau."
Lalu sambil merebahkan diri ke sudut kereta, Anna mulai tersedusedu dan menutup wajahnya dengan tangan. Aleksei Aleksandrovich tak bergerak sedikit pun dan takjuga mengubah arah tatapan matanya lurus. Tapi seluruh wajahnya tiba-tiba mengungkapkan diamnya mayat yang penuh kemenangan, dan ungkapan itu takjuga berubah sepanjang perjalanan sampai bungalo. Sampai di rumah itu ia memutar kepala ke arah istrinya dengan ekspresi itu juga.
"Betul! Tapi saya menuntut diperhatikan syarat-syarat kesopanan luar," suaranya gemetar, "sementara itu saya akan mengambil tindakan untuk menjamin kehormatan saya, yang akan saya beritahukan nanti pada Anda."
Ia keluar
Anna Karenina Jilid 1 Karya Leo Tolstoi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sesudah ia pergi, datang pesuruh Nyonya Pangeran Betsy membawa surat kecil untuk Anna:
"Sudah kukirim orang ke Aleksei untuk mengetah u i kesehatannya, dan ia menjawab sehat dan selamat, tapi merasa putusasa." "Jadi dia akan datang!" pikir Anna. "Sungguh elok yang sudah
kan, yakni mengungkapkan semua padanya." la pun melihat arlojinya. Masih ada waktu tiga jam, dan kenangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pertemuan terakhir pun mulai membakar jiwanya.
"Ya , alangkah terangnya! Ini mengerikan, tapi aku senang menatap wajahnya, dan senang pada sinar fantastis ini .... Suami! Ah, ya .... Yah, syukurlah segalanya sudah berakhir dengan dia."
xxx Seperti di semua tempat lain di mana berkumpul orang banyak, di sumber air kecil di Jerman yang didatangi keluarga Shcher batskii, berlangsung semacam kristali sasi masyarakat seperti biasa terjadi, yang memberikan tempat pasti dan tertentu kepada setiap anggotanya. Seperti titik air di tengah musim dingin yang dengan pasti memperoleh bentuk kristal salju seperti dikenal orang, setiap orang baru yang datang ke sumber a i r itu segera mengambil tempat yang cocok baginya.
Fiirst Shcherbatskii samt Gemalin und Tochter, bai k menurut flat yang ditempati maupun menurut nama dan para kenalan yang dijumpai, segera mengalami kristalisasi dan mengambil tempat tertentu dan tersedia bagi mereka.
Tahun ini, di sumber air itu, hadir Nyonya Pangeran Jerman yang sebenarnya, sehingga kristalisasi masyarakat pun berlangsung lebih bersemangat lagi. Nyonya Pangeran Shcherbatskii langsung bemiat memperkenalkan anak perempuannya dengan sang putri, dan pada hari kedua berlangsunglah upacara itu. Kitty duduk rendah dan anggun, mengenakan gaun musim panas buatan Paris yang sangat sederhana, artinya sangat meriah. Sang putri mengatakan: "Saya harap bunga mawar segera kembali ke wajah mungil ini," dan seketika itu terhampar dengan pasti jalan bidup tertentu keluarga Shcherbatskii, dan dari jalan itu tak mungkin lagi mereka menyimpang. Keluarga Shcherbatskii juga berkenalan dengan keluarga seorang lady Inggris, dengan seorang Nyonya Graf Jerman, dengan anak lelakinya yang terluka dalam perang terakhir, dengan seorang sarjana Swedia, juga dengan M. Canut dan
anak perempuannya. Tapi perkenalan utama keluarga Shcherbatskii, yang tanpa direncanakan, adalah dengan seorang nyonya dari Moskwa, Maria Yevgenyevna Rtishcheva dengan anak perempuannya, yang bagi Kitty terasa tak menyenangkan, karena seperti Kitty, ia juga jatuh sakit karena cinta, lalu dengan seorang kolonel dari Moskwa yang se jak kecil dilihat dan dikenal Kitty am dan mengenakan epolet. Kolonel itu bermata kecil dan lehernya jenjang, mengenakan dasi berwarna; orang itu sangat menggelikan dan membosankan, karena dengan d i a orang tak mudah melepaskan diri. Ketika krista l isasi sudah berlangsung mantap, Kittty pun merasa sangat bosan, lebih-lebih karena Pangeran, ayahnya, pergi ke Karlsbad dan ia tinggal berdua dengan ibunya. Ia tak tertarik dengan orang-orang yang sudah dikenalnya, karena menurut perasaannya, tak ada hal baru yang bisa diharapkan dar i mereka. Adapun minatnya yang utama di sumber air ini sekarang adalah mengamati dan menilai orang-orang yang belum dikenalnya. Sesuai dengan wataknya, Kitty punya itikad paling baik terhadap orang banyak, terutama terhadap orang-orang yang tidak d ikenalnya. Dan sekarang, dalam menilai orangorang itu, menilai hubungan yang ada di antara mereka dan orang-orang macam apa mereka itu, Kitty memperoleh gambaran tentang watakwatak yang paling mengagumkan dan paling baik, dan ia pun merasa bahwa pengamatannya itu ada benarnya.
Di antara orang-orang yang diamatinya, yang terutama memikat perhatiannya adalah seorang gadis Rusia yang datang ke sumber air itu dengan seorang nyonya Rusia yang sedang sakit, Madam Stahl, demikian ia dipanggil orang. Madam Stahl adalah seorang bangsawan tinggi, tapi sakitnya amat parah sampai tak mampu berjalan, dan hanya pada hari-hari baik saja, yang jarang terjadi, ia muncul di sumber air dengan mengendarai kereta kecilnya. Tapi menurut penjelasan Nyonya Pangeran, entah karena sakitnya, entah karena sombongnya, Madam Stahl tak kenal seorang pun di antara orang Rusia yang ada di situ. Gadi s Rusia itu melayani Madam Stahl, tapi di luar itu, menurut pengamatan Kitty, ia berhubungan dengan semua orang yang berpenyakit berat, yang di sumber air itu memang banyak, dan dengan cara yang sangat wajar ia pun melayani mereka. Gadis Rusi a itu, menurut pengamatan Kitty, bukan keluarga Madam Stahl, tapi bukan pula orang gajiannya. Madam Stahl memanggilnya Varenka, tapi orang-orang lai n menyebutnya "M-lle Varenka". Tak perlu dikatakan lagi, Kitty berminat mengamati hubungan gadis itu dengan Nyonya Shtal dan orang-orang lai n yang dikenalnya,
dan seperti sering terjadi, Kitty menyimpan rasa simpati yang tak bisa diterangkan terhadap M-lle Varenka, dan dari pandangan mata gadis itu, ia merasa bahwa gadis itu pun senang kepadanya.
M-lle Varenka bukan orang yang tak kenal masa muda, tapi ia seolah makhluk yang tak punya masa muda: orang bisa mengatakan bahwa usi anya sembilanbelas ataupun tigapuluh tahun. Kalau orang memerhatikan ciri-cirinya, sekalipun di wajahnya tampak nada penyakitan, ia Iebih tepat dikatakan cantik dar ipada jelek. Ia boleh dikatakan punya proporsi tubuh yang baik, tapi tubuh itu terlalu kering dan kepalanya tak seimbang untuk ukuran orang yang bersosok sedang; dan ia tentunya tak menarik bagi Ielaki. Ia mirip bunga yang sangat indah, yang sekalipun masih punya daun bunga sepenuhnya, tapi mekarnya sudah Iewat, tanpa bau harum. Selain itu, tak mungkin pula ia memikat lelaki, karena ia tak punya apa-apa seperti yang dipunyai Kitty dalam jumlah berlimpah, yaitu api hid up yang terkendali, dan kesadaran bahwa dirinya menarik.
Ia tampak selalu sibuk dengan urusan yang pasti. Karena itu, agaknya tak mungkin i a berminat terhadap hal-hal lain. Hal yang merupakan kebalikan dari dirinya itulah yang terutama menarik perhatian Kitty. Kitty merasa, dalam diri gadis itu, dalam ceruk hidupnya, ia bisa menemukan contoh ha! yang sekarang dicarinya dengan penuh siksa, yaitu minat terhadap kehidupan, harga dalam hidup. Semua itu di luar hubungan kebangsawanan antara seorang gadis dan seorang Ielaki, yang bagi Kitty sangat memuakkan dan sekarang hanya sekadar pameran barangjualan yang sedang mencari pembeli, yang memalukan. Makin dalam Kitty mengamati sahabat yang tak dikenalnya itu, makin yakin ia bahwa gadis itu adalah makhluk paling sempurna, demikian tergambar dalam angannya, dan makin besar niatnya untuk berkenalan dengan dia.
Kedua gadis itu bertemu beberapa kali sehari, dan t iap kali bertemu, mata Kitty seolah mengatakan: "Siapa Anda" Apa pekerjaan Anda" Benarkah bahwa Anda makhluk jelita yang ada dalam bayangan saya" Tapi demi Tuhan, " demikian tambah kesan di matanya, "jangan dikira saya berani berkenalan dengan Anda. Saya hanya mengagumi Anda, dan saya mencintai Anda." "Saya pun mencintai Anda, dan Anda sangat, ya, sangat baik. Dan barangkali saya akan lebih mencintai Anda sekiranya punya waktu," jawab pandangan ma ta gadis tak dikenal itu. Dan memang, Kitty melihat bahwa gadis itu selalu sibuk: mengantarkan anak-anak
keluarga Rusia sumber air, atau membawa selimut untuk si sakit dan menyelimutinya, atau mencoba menghibur si sakit yang sedang naik darah, atau memilih dan membeli biskuit pelengkap minum kopi untuk seseorang.
Segera setelah keluarga Shcherbatski i datang di sumber air, pagi hari, muncul lagi dua orang yang menarik perhatian umum, tapi tak bersahabat. Mereka adalah: seorang lelaki sangat jangkung dan agak bongkok, tangannya besar sekali, mengenakan mantel pendek yang tak sesuai ukuran dan sudah tua, matanya hitam, lugu, dan sekaligus mengerikan, diiringi seorang pere.mpuan berwajah bopeng tapi manis, berpakaian amat jelek dan tan pa selera. Begitu tahu mereka orang Rusia, Kitty, dalam angannya, mulai menyusun cerita percintaan yang indah dan menyentuh hati mengenai mereka. Tapi ketika Nyonya Pangeran mengetahui dari Kurliste6" bahwa orang itu adalah Levin Nikolai dan Maria Nikolayevna, dan ia menjelaskan kepada Kitty bahwa Levin adalah orang yang amat buruk, maka gambaran-gambaran tentang kedua orang itu pun lenyap. Entah karena ibunya yang mengatakan, entah karena orang itu kakak Konstantin, tapi tiba-tiba saja di mata Kitty orang-orang itu tampak sangat tidak menyenangkan. Levin yang punya kebiasaan mengentakkan lehernya itu sekarang menimbulkan rasa benci yang tak ketulungan dalam hati Kitty.
Kitty merasa, dalam mata besar mengerikan itu, yang dengan teliti selalu mengamatinya, terungkap perasaan benci dan mengejek, dan Kitty pun berusaha menghindari pertemuan dengan orang itu.
XXXI Hari itu mendung, sepanjang pagi hujan turun, dan orang sakit dengan payung berkerumun di sanggar.
Kitty pergi bersama ibunya dan seorang kolonel dari Moskwa, yang dengan riang jual tampang dengan jas panjang Eropa yang dibeli jadi di
kfurt. Mereka berjalan di satu sisi sanggar agar bisa menghindari Levin yang berjalan di sisi lain. Varenka, dengan gaun warna gelap dan topi hitam yang pinggirnya terlipat ke bawah, berjalan bersama seorang perempuan Francis buta di sepanjang sanggar itu, dan tiap kali berjumpa dengan Kitty mereka berdua saling melontarkan pandangan
60 Kurfiste (Jr): Daftar pasien.
bersahabat. "Mama, apa boleh aku bicara dengan dia?" kata Kitty yang dari tadi mengamati sahabat tak di kenalnya itu, dan melihat gadis itu pergi ke sumber air, di mana mereka bisa saling bertemu.
"Kalau kamu i ngin sekali, Mama akan cari keterangan tentang dia, dan Mama sendiri akan menemui dia," jawab ibunya. "Apa yang luarbiasa padanya menurut penglihatanmu" Dia tentu cuma seorang pendamping. Kalau kamu mau, Mama perkenalkan kamu dengan Madam Stahl. Mama kenal belle soeur61-nya," tambah Nyonya Pangeran sambil menegakkan kepala dengan bangga.
Kitty tahu, Nyonya Pangeran merasa tersinggung melihat Nyonya Stahl seakan menghindar berkenalan dengannya. Kitty pun tak bemiat bersikeras.
"Gadis itu baik sekali!" kata Kitty melihat Varenka mengulurkan cangkir kepada perempuan Prancis itu. "Coba Mama lihat, kelihatannya sangat wajar dan baik."
"Lucu sekali engouements6"-mu ini," kata Nyonya Pangeran. "Tapi lebih baik mari kita balik," sambungnya ketika dilihatnya Levin berjalan ke arah mereka bersama perempuan sahabatnya dan seorang dokter Jerman; itu ia tengah bicara keras dan marah terhadap dokter terse but.
Mereka baru berbalik pulang tiba-tiba yang terdengar oleh mereka bukan lagi pembicaraan, tapi teriakan. Levin berhenti jalan dan berteriak-teriak, dan dokter pun naik darah. Orang banyak berkerumun di sekitar mereka. Nyonya Pangeran dan Kitty buru-buru menjauh, sedangkan kolonel menyatukan diri dengan orang banyak guna mencari tahu apa yang terjadi.
Beberapa menit kemudian kolonel sudah menyusul mereka. "Apa yang terjadi di situ?" tanya Nyonya Pangeran.
"Betul-betul memalukan!" jawab kolonel. "Ada satu ha! yang kita takutkan, yakni bertemu dengan orang Rusia di luar negeri. Tuan yang jangkung itu memaki dokter dan mengata-ngatai dengan kata-kata kasar, karena dokter tak mengobati di a sebagaimana mestinya, dan ia sudah mengayunkan tongkatnya. Betul-betul memalukan!" "Uh, betul-betul tak menyenangkan!" kata Nyonya Pangeran. "Lalu
61 Belle soeur (Pr): I par perempuan. 62 Engouements (Pr): Hiburan.
bagaimana akhirnya?"
"Untung sekali si itu ikut campur-tangan ... itu, yang pakai topi macam jamur itu. Perempuan Rusia rupanya," kata kolonel. "M-lle Varenka?" tanya Kitty gembira.
"Ya, ya. Ia datang lebih cepat ketimbang yang lain; dipegangnya tuan itu dan dibawa perg i."
"Nah, itulah, Mama," kata Kitty kepada ibunya. "Mama heran aku mengaguminya."
Dan mulai hari berikutnya, dengan mengamat i sahabat tak dikenalnya itu, Kitty pun tahu bahwa M-lle Varenka berhubungan dengan Levin dan sahabat perempuannya seperti dengan orang yang dilindunginya. Gadis itu mendatangi mereka, bercakap-cakap dengan mereka, bertindak sebagai penerjemah bagi perempuan yang tak menguasai bahasa asing apapun itu.
Kitty pun lebih memohon lagi kepada i bunya agar diizinkan berkenalan dengan Varenka. Walaupun merasa tak senang, karena seolah dialah yang harus mengambil langkah pertama untuk berkenalan dengan Nyonya Stahl yang kelihatan ada yang dibanggakannya itu, Nyonya Pangeran mencari juga kesempatan mengenal Varenka, dan akhirnya ia memperoleh semua keterangan yang memungkinkan dirinya mengambil kesimpulan bahwa tak ada jeleknya berkenalan, i a sendirilah yang pertama kali menemui Varenka dan berkenalan dengan gadis itu, sekalipun kemaslahatannya tak banyak.
Dengan memilih waktu tatkala anaknya pergi ke sumber air dan Varenka sedang berhenti di depan toko roti, Nyonya Pangeran menghampiri gadis itu.
"Izinkan saya berkenalan dengan Anda," katanya disertai senyum sewajamya. "Anak perempuan saya jatuh sayang pada Anda," katanya. "Anda barangkali tak kenal saya. Saya .... "
"Berarti kita dari kedua belah pihak, Nyonya Pangeran," jawab Varenka segera.
"Anda telah melakukan hal yang baik sekali kemarin itu terhadap orang setanahair saya yang malang!" kata Nyonya Pangeran. Wajah Varenka memerah.
"Tak tahulah saya, tapi menurut saya, tak ada yang telah saya lakukan," kata gadis itu.
"Ah, Anda kan sudah menyelamatkan Levin dari hal yang tak menyenangkan?"
"Ya, sa compagne63 memanggil saya, dan saya berusaha menenangkan tuan itu; ia sakit parah, dan merasa tak puas dengan dokter. Sedangkan saya punya kebiasaan mengikuti orang-orang sakit itu."
"Ya, saya dengar Anda tinggal di Menton bersama bibi Anda, kalau tak salah M-me Stahl. Saya kenal menantunya."
"Tapi itu bukan bibi saya. Saiya menyebutnya maman, tapi sebetulnya saya tak bersanak dengan dia; hanya saja saya mendapat pendidikan dari dia," jawab Varenka yang sekali lagi memerah wajahnya.
Semua itu dikatakan dengan r ingan , demikian tulus, dan dengan eksp res i wajah terbuka, sehingga Nyonya Pangeran mengerti sekarang mengapa Kitty jatuh sayang kepadanya.
"Lalu, apa yang terjadi dengan Levin?" tanya Nyonya Pangeran. "Ia akan pergi," ja wa b Vare nk a.
Waktu itu Kitty, yang wajahnya berseri gembira karena ibunya telah berkenalan dengan sahabat tak dikenalnya itu, menghampiri sepulang dari sumber air.
" Nab, Kitty, keinginanmu yang keras untuk berkenalan dengan Mlle .... "
"Varenka," kata Varenka membantu sambil senyum. "Begitu semua orang memanggil saya."
Wajah Kitty memerah karena girang, dan lama ia, tanpa kata-kata, menjabat tangan sahabat barunya, yang tak membalas jabatan tangannya, tapi sekadar membiarkan tangannya dijabat Kitty. Tangannya memang tidak membalas jabatan itu, tapi wajah M-lle Varenka berseri dengan senyuman tenang gembira, sekalipun agak sedih, senyuman yang memperlihatkan giginya yang besar-besar tapi indah. "Saya sendiri lama ingin berkenalan," katanya. "Tapi Anda begitu sibuk."
"Ah, sebali knya, saya samasekali tak punya kesibukan," jawab Varenka, yang saat itujuga harus meninggalkan kedua kenalan barunya, karena dua gadis kecil Rusia, anak seorang pasien, berlari-lari menemui dia.
"Varenka, Mama suruh datang!" teriak mereka. Dan Varenka pun pergi mengikuti mereka.
63 Sa compagne (Pr): Pasangannya.
XX XII Keterangan yang diperoleh Nyonya Pangeran tentang masa lalu Varenka dan hubungannya dengan Madame Stahl serta tentang Madame Stahl sendiri adalah sebagai berikut.
Madame Stahl, yang oleh sebagian orang dikatakan telah membikin sengsara suaminya, dan oleh sebagian orang lagi dikatakan telah dibikin sengsara oleh suaminya dengan tingkah-lakunya yang tak senonoh, adalah seorang perempuan yang sakit-sakitan, tapi penuh antusi asme.
ia melahirkan anak pertamanya dalam keadaan sudah bercerai dari suaminya, anak itu langsung meninggal, tapi sanak-keluarga Nyonya Stahl menggantikan anak itu dengan anak yang malam itu pula dilahirkan di tempat yang sama di Petersburg, yaitu anak seorang koki istana, karena mereka kenal sifat perasa perempuan itu dan takut bahwa berita tentang meninggalnya si anak akan mencelakakan Madame Stahl. Anak itulah Varenka. Madame Stahl kemudian tahu bahwa Varenka bukan anaknya, tapi ia terus mendidiknya, lebih-lebih karena segera sesudah itu Varenka tak punya sanak-keluarga lagi.
Madame Stahl sudah lebi h sepuluh tahun tinggal di luar negeri, di selatan, dan tak pe bangkit dari tempat tidur. Sebagian orang mengatakan, Madame Stahl telah mengubah dirinya secara kemasyarakatan jadi perempuan dermawan dan sangat religius; sebagian yang lain mengatakan, dalam jiwanya dia adalah seorang makhluk paling bermoral, yang hidup hanya demi kebaikan orang yang paling dekat dengan dia. Tak seorang pun tahu apa agamanya-Katolik, Protestan, atau Ortodoks; tapi satu ha! yang tak bisa diragukan, ia punya hubungan persahabatan dengan para tokoh tertinggi semua gereja dan kepercayaan.
Varenka tinggal bersama d i a di luar negeri, dan semua orang mengenal Madame Stahl, juga mengenal dan mencintai M-lle Varenka, demikian orang menyebut gadis itu.
Mendapat keterangan itu, Nyonya Pangeran tak menganggap ada yang patut disalahkan kalau anaknya dekat dengan Varenka, lebihlebih karena Varenka bertingkah-laku dan punya pendidikan baik
li; ia fasih bicara bahasa Prancis dan Inggris, dan yang penting lagi i a telah menyampaikan pesan dari Nyonya Stahl, yang menyatakan penyesalannya karena tak bisa berkenalan dengan Nyonya Pangeran karena sakitnya.
Sesudab berkenalan dengan Varenka, Kitty makin lama makin terpikat oleb sahabatnya itu, dan dari hari ke bari ia terus menemukan dalam d iri sahabatnya itu nilai-nilai baru.
Mendengar bahwa Varenka bisa menyanyi dengan baik, Nyonya Pangeran mem intanya datang bertamu pada petang bari untuk menyanyi.
"Kitty bisa main piano, dan pada kami ada pi ano; memang kurang begitu baik, tapi kami yakin Anda akan memberikan kegembiraan besar pada kami," kata Nyon:ya Pangeran dengan senyuman purapura yang sekarang terasa sangat tak menyenangkan Kitty, karena ia melihat Varenka sebetulnya tidak ingin menyanyi. Namun petang hari Varenka datang juga memlbawa buku lagu. Nyonya Pangeran juga telah mengundang Maria Yevgenyevna dan anak perempuannya, juga kolonel.
Varenka tampak cuek saja meski di situ ada orang-orang yang tak dikenalnya, dan langsung menghampiri piano. Ia tak bisa mengiringi suaranya sendiri, tapi bisa menyanyikan lagu-lagu dengan amat baik. Kitty, yang memang baik permainan pianonya, mengiringinya menyanyi.
"Bakat Anda ini luarbiasa," kata Nyonya Pangeran kepada Varenka, sesudah Varenka menyanyikan fagu pertama dengan amat baik.
Maria Yevgenyevna dan anak perempuannya mengucapkan terimakasih dan memujinya.
"Coba lihat," kata kolonel sambil menoleh ke jendela. "Orang banyak berkumpul untuk mendengarkan Anda." Dan memang, di bawah jendela telah berkumpul orang yang cukup banyakjuga.
"Saya senang nyanyian saya memberikan kegembiraan pada Anda sekalian," jawab Varenka tulus.
Dengan bangga Kitty memandang sahabatnya itu. Kini ia juga mengagumi kemampuan seninya, suaranya, dan wajahnya, tapi lebih-lebih lagi ia mengagumi pembawaannya, karena Varenka agaknya samasekali tak memikirkan nyanyiannya dan benar-benar bersikap masa bodoh terbadap segala pujian yang diberikan kepadanya; ia hanya seakan bertanya: masih perlu menyanyi lagi atau sudah cukup"
"Sekiranya d ia itu aku," pikir Kitty dalam hati, "alangkah bangga aku! Alangkah senangku melihat orang banyak d i bawah jendela itu! Sedangkan bagi dia semua itu samasekali tak ada artinya. Yang mendorongnya cuma keing inan untuk t idak menolak dan memberikan kegembiraan kepada Maman. Apa gerangan yang ada dalam dirinya" Apa gerangan yang memberikan kekuatan padanya untuk mengabaikan sernua itu, dan bersikap tenang bebas" Alangkah ingin aku rnengetahui dan belajar ha! itu dari dia," pikir Kitty seraya rnengarnati wajah tenang itu. Nyonya Pangeran rnerninta Varenka rnenyanyi lagi, dan Varenka pun rnenyanyikan lagu lain lagi dengan tepat, cerrnat, dan baik begitu saja sarnbil iri di dekat piano dan rnengetuk-ngetukkan tangannya yang kurus sawo rnatang sesuai irarna lagu.
Nyanyian berikutnya dalarn buku lagu itu adalah lagu Itali a. Kitty rnernainkan intronya, lalu rnenoleh kepada Varenka.
"Kita lewati saja itu," kata Varenka dengan wajah rnernerah. Kitty pun rnengarahkan pandangannya ke wajah Varenka dengan nada takut bertanya-tanya.
"Baiklah, yang lain," kata Kitty segera sarnbil mernbalik-balik halarnan buku itu, dan langsung saja ia mengerti bahwa ada sesuatu yang menghubungkan Varenka dengan lagu itu.
"Tidak," jawab Varenka sambil meletakkan tangan ke partitur lagu, diiringi senyurn sirnpul. "Tidak, rnari kita nyanyikan lagu ini." Dan dinyanyikannya pula lagu itu dengan tenang, dingin, dan baik, seperti juga tadi.
ia selesai, kernbali semua orang rnengucapkan ter irnakasih, dan pergi untuk rninurn teh. Kitty bersarna Varenka keluar, ke tarnan kecil yang ada di dekat rurnah.
"Apa barangkali Anda punya kenangan dengan lagu tadi?" kata Kitty. "Anda tak perlu rnenjelaskannya," tarnbah Kitty segera, "curna tolong katakan, benar begitu?"
"Tidak, kenapa" Akan saya jelaskan," kata Varenka biasa saja, dan tan pa menanti jawaban lagi ia meneruskan: "Ya, memang ada kenangan tentang itu, dan waktu itu cukup berat juga. Saya mencintai seseorang, dan lagu itu pemah saya nyanyikan untuk dia."
Kitty memandang Varenka penuh haru, diam, dan dengan mata besar terbuka.
"Saya mencintainya, dan dia mencintai saya; tapi ibunya tak setuju, dan ia pun kawin dengan orang lain. Dia sekarang tinggal tak jauh dari tempat kami, dan saya kadang-kadang masih melihatnya. Apakah Anda tak menyangka saya pun pemah mengalami percintaan?" katanya, dan di wajahnya yang cantik menyala bunga api yang menurut perasaan Kitty dulu pernah menerangi diri gadis itu sepenuhnya.
"Kenapa saya tak menyangka" Sekiranya saya seorang lelaki, tak bisa saya mencintai orang lain sesudah mengenal Anda. Hanya saja saya tak mengerti bagaimana mungkin dia melupakan Anda hanya untuk menyenangkan hati ibunya dan membuat Anda tak bahagia; orang itu benar-benar tak punya hati."
"O, tidak, dia orang yang baik sekali, dan saya bukannya tidak bahag ia; sebaliknya, saya bahagia sekali. Nab, jadi kita tidak menyanyi lagi, kan?" tambahnya sambil terus berjalan ke rumah.
"Anda baik sekali, Anda baik sekali!" Kitty, dan dihen nya Varenka, lalu diciumnya. "Ah, s ya saya sedikit saja mirip dengan Anda!"
"Buat apa Anda mirip dengan seseorang" Anda cukup baik seperti adanya sekarang ini," kata Varenka sambil tersenyum dengan senyuman mesra dan lesu.
"Tidak, saya samasekali tidak baik. Coba to long katakan .... Tunggu, marl duduk dulu," kata Kitty sa:mbil mendudukkan kembali Varenka ke bangku dekat dirinya. "Coba tolong katakan, apa bukan menghinakan namanya kalau orang mengahaikan c inta kita, kalau orang tidak ' ' ka k' " " mengmgm n 1ta ....
"Tapi d i a tak mengabai kan; saya percaya dia mencintai saya, tapi dia anak yang patuh .... "
"Tapi bagaimana kalau dia bukan mematuhi ibunya, tapi karena dia sendiri?" kata Kitty, yang lamgsung merasa bahwa i a telah membuka rahasianya sendiri, dan bahwa wajahnya yang beronakan nyala kemerahan karena malu itu telah menelanjangi dirinya pula.
"Kalau beg itu, tentu i a telah melakukan ha! yang buruk. Tak bakal saya menyesali orang seperti itu," jawab Varenka, yang agaknya telah mengerti bahwa persoalannya kini sudah bukan tentang dirinya, tapi tentang Kitty.
"Lalu bagai tentang penghinaan?" kata Kitty. "Penghinaan tak terlupakan, tak terlupakan," katanya mengenang pandangannya mengen a i ha! terakhir, ketika musik berhenti berbunyi.
"Dalam hal apa penghinaan itu" Anda tidak berbuat buruk, bukan?" "Lebih buruk daripada buruk, memalukan."
Varenka menggelengkan kepala dan meletakkan tangannya ke tang an Kitty.
"Memalukan bagai mana?" katanya. "Anda tak mungkin mengatakan pada orang yang bersikap masa bodoh pada Anda, bahwa Anda mencintainya, bukan?"
"Dengan sendirinya tidak; tak pernah saya mengucapkan sepatah
kata pun, tapi ia mengerti. Tidak, tapi kan ada pandangan mata, ada tindak-tanduk" Biarpun seratus tahun saya hidup, tak bakal saya lupa."
"Lalu" Tak tahulah saya. Pe lannya, Anda mencintai dia sekarang ini atau tidak?" kata Varenka dengan menyebutkan kembali semua masalah itu.
"Saya benci padanya; tak bisa saya memaafkan diri sendiri." "Mengapa tidak?"
"Malu, penghinaan."
"Ah, kalau sekiranya semua orang seperti Anda, begini perasa," kata Varenka. "Tidak ada gadis yang tak merasakan hal itu. Padahal semua itu tak penting."
"Lalu apa yang penting?" tanya Kitty, dan dengan kagum bercampur ingin tahu menatap wajah Varenka.
"O, banyak yang penting," kata Varenka tersenyum. "Apa itu?"
"O, banyak yang lebih penting," jawab Varenka, tak tahu lagi apa yang hendak dikatakannya. Tapi waktu itu dari jendela terdengar suara Nyonya Pangeran:
"Kitty, dingin! Ambil syal atau masuk ke kamar sana." "Betul juga, sudah waktunya!" kata Varenka sambil berdiri. "Saya masih harus singgah ke M-me Berthe; dia meminta saya datang."
Kitty memegang tangan Varenka, dan dengan rasa ingin tahu yang luarbiasa dan dengan penuh harapan ia bertanya dengan tatapan matanya: "Apa, apa yang paling penting, yang bisa memberikan ketenangan seperti pada Anda" Anda tahu, karena itu beritahulah saya!" Tapi Varenka samasekali tak mengerti apa yang ditanyakan Kitty lewat tatapan matanya. Yang ia tahu hanyalah sekarang ia harus singgah ke tempat M-me Berthe dan lekas-lekas pulang agar sempat minum teh bersama Maman, menjelang pukul duabelas. Ia pun masuk kamar, mengambil buku lagunya, dan sesudah minta diri kepada semua orang ia pun bersiap pergi.
"Izinkan saya mengantar Anda," kata kolonel.
"Ya, bagaimana akan pergi sendirian malam begini?" kata Nyonya Pangeran menguatkan kata-kata kolonel. "Biar setidak-tidaknya saya suruh si Parasha."
Kitty memandang Varenka sambil mencoba menahan senyum dengan susah-payah mendengarkan kata-kata bahwa teman barunya itu harus diantar.
"Tidak, saya selalujalan sendiri, tak pernah saya mengalami sesuatu," katanya sambil mengambil topi. Dan sesudah sekali lagi mencium Kitty, dan dengan demikian tidak mengatakan apa yang pent ing, ia pun lenyap di kegelapan malam musim panas itu dengan langkah sigap sambil mengepit buku lagu, membawa pergi rahasia tentang yang penting dan memberinya ketenangan dan harga diri, yang membuat orang iri.
XXXIII Kitty telah berkenalan dengan Nyonya Stahl; seperti persahabatannya dengan Varenka, perkenalan itu bukan hanya member i pengaruh mendalam kepada dia, tapijuga meredakan kesedihannya. Ia memperoleh penghi buran, sebab berkat perkenalan itu terbuka dunia yang samasekali baru baginya, dunia yang sungguh-sungguh berhubungan dengan masa lalu, dunia yang agung, indah, dan dari ketinggiannya ia bisa dengan tenang memandang ke masa lalu. lajadi tahu bahwa selain hidup naluriah yang sampai sekarang ditempuh Kitty, masih ada lagi hidup batiniah. Hidup batiniah itu dibukakan oleh agama, tapi tak berkaiatan dengan agama yang sejak kecil dikenal Kitty, yang dinyatakan dengan mengikuti misa dan kebaktian malam di Panti Janda tempat orang bisa bertemu dengan para kenalan, dan dengan menghafal ayat-ayat Slavia Kuno bersama seorang pendeta; ini adalah agama yang agung, bersifat rahasia, dan berhubungan dengan sejumlah pi kiran dan perasaan indah yang tak hanya bisa dipercaya, karena demikianlah memang diperintahkan, tapi juga bisa dicinta i.
Sayap Sayap Terkembang 23 Kindo 01 Wasiat Di Puri Elang Imam Tanpa Bayangan 17