The Hidden Oasis Karya Paul Sussman Bagian 1
2153 Sebelum Masehi"Mesir,
Gurun Barat MEREKA membawa seorang tukang jagal ke sebuah tanah kosong
jauh di tengah deshert, dan benda itu tampak lebih mirip pisau
untuk menyembelih hewan daripada untuk upacara pemotongan
leher mereka. Dengan alat mengerikan yang terbuat dari batu api kuning,
setajam pisau cukur dan sepanjang lengan bawah, tukang jagal
itu berpindah dari satu pendeta ke pendeta lain, dan dengan
tangkas menghunjamkan mata pisau itu ke sudut lembut antara
leher dan tulang selangka. Mata berkaca-kaca akibat shepen dan
shedeh buatan yang telah mereka minum untuk meredam rasa
sakit, kepala yang sudah tercukur mengilap dengan tetesan air
suci, masing-masing dari mereka memanjatkan doa kepada RaAtum, memohon-Nya untuk menyelamatkan mereka dari Bait
Dua Kebenaran menuju Ladang Iaru yang Diberkati. Kemudian
tukang jagal itu memiringkan kepala mereka ke belakang sehingga
menengadah ke langit dini hari dan, dengan satu tebasan kuat
dan mantap, memenggal leher mereka dari telinga ke telinga.
"Semoga mereka berjalan di jalan yang indah, semoga ia
masuk ke dalam cakrawala surga!" pendeta yang masih ada memanjatkan doa. "Semoga ia makan di sisi Osiris setiap hari!"
Dengan darah tepercik di lengan dan dadanya, tukang jagal
itu menurunkan para pria itu satu demi satu ke tanah dan
merebahkannya sebelum menuju pendeta berikutnya, yang
menunggu giliran dan mengulang proses tadi, barisan jasad se2 | PAUL SUSSMAN makin panjang saat ia telah menyelesaikan urusannya dengan
wajah dingin dan e"sien.
Dari puncak gundukan pasir Imti-Khentika, Pendeta Agung
Iunu, Nabi Pertama Ra-Atum, Peramal Terhebat, memerhatikan
pembantaian yang tertata rapi dan indah ini. Dia berduka,
tentu saja, atas kematian demikian banyak pria yang dikenalnya
sebagai saudara. Namun, dia juga puas karena misi mereka sudah
tercapai dan setiap dari mereka sudah tahu sejak awal bahwa
semuanya harus berakhir seperti ini, sehingga tidak ada bisikbisik yang menyebar tentang apa yang telah mereka lakukan.
Di belakangnya, di sisi timur, ia merasakan kehangatan
matahari awal, Ra-Atum dalam sifat-Nya sebagai Khepri, membawa cahaya dan kehidupan bagi dunia. Dia berbalik, melepaskan tutup kepala yang terbuat dari kulit macan tutul dan merentangkan lengannya, berdoa:
"Oh Atum, yang datang mewujud di bukit penciptaan,
Dengan api seperti Burung Benu di tempat suci Benben di Iuni!"
Dia mengangkat tangan, jemarinya terbuka seolah merengkuh bingkai sempit magenta yang mengintip di atas pasir di
cakrawala. Kemudian, sambil berbalik kembali, dia melihat ke
arah yang berlawanan, sisi barat, ke dinding belakang bukit yang
membentang dari utara ke selatan sejauh seratus khet, seperti
tirai besar yang merentang sampai ke tepi dunia.
Di bagian dasar tebing itu, dalam bayangan tebal yang belum
tertembus cahaya dini hari, berdirilah Gerbang Ilahi: re-en wesir,
Mulut Osiris. Tempat itu tak terlihat dari titik tempat dia berdiri.
Gerbang itu dapat dilihat pengamat yang berdiri di depannya,
karena dia, Imti, telah mengucapkan mantera penutup dan
rahasia dan tidak ada seorang pun, kecuali mereka yang tahu
bagaimana cara melihat, akan menyadari keberadaan gerbang
itu. Itulah tempat para nenek moyang mereka, wehat er-djern ta,
oasis di ujung dunia, menjaga kerahasiaannya melewati rentang
tahun-tahun yang tak berakhir, keberadaannya hanya diketahui
THE HIDDEN OASIS | 3 oleh beberapa orang terpilih. Juga bukan tanpa tujuan tempat itu
dinamakan wehat seshtat"Oasis Tersembunyi. Muatannya akan
aman berada di sana. Tidak seorang pun akan menemukannya.
Tempat itu akan damai sampai entah berapa lama lagi.
Imti mengamati tebing dengan cermat, kepalanya mengangguk-angguk seolah menunjukkan persetujuan, kemudian mengalihkan tatapannya ke puncak batu cadas yang melengkung
keluar dari gunung pasir setinggi sekitar delapan khet dari sisi
depan tebing. Bebatuan itu merupakan "tur yang mencolok, bahkan dari
jarak sejauh ini, mendominasi pemandangan sekelilingnya:
menara batu hitam melengkung yang membungkuk ke luar dan
ke atas sampai ketinggian hampir dua puluh meh-nswt, seperti
semacam mata pisau air yang besar yang merobek permukaan
gurun pasir atau, lebih tepatnya, seperti kaki depan kumbang
hitam raksasa yang sedang merangkak naik ke atas gundukan
pasir. Berapa banyak pengelana, tanya Imti dalam hati, yang telah
melewati penjaga tunggal itu tanpa menyadari keberartiannya"
Kalaupun ada, pasti hanya sedikit di antaranya, pikir Imti,
menjawab pertanyaannya sendiri, karena tempat ini adalah
dataran kosong, dataran tandus, wilayah Set, di mana tidak ada
orang yang menghargai kehidupan mereka yang akan pernah
bermimpi tentang petualangan ini. Hanya mereka yang tahu
tentang tempat yang terlupakan yang akan mau jauh-jauh
datang ke tempat hampa ini. Hanya di sini keberadaan mereka
benar-benar aman, jauh dari jangkauan mereka yang akan menyalahgunakan kekuatan dahsyatnya. Ya, pikir Imti, terlepas
dari kengerian perjalanan yang telah dilalui, keputusan untuk
melakukan perjalanan ke barat ini adalah langkah yang tepat.
Betul-betul langkah yang tepat.
Empat bulan lalu, keputusan itu diambil oleh badan rahasia
yang terdiri dari mereka yang paling berkuasa di daratan: Ratu
Neith; Pangeran Merenre; Tjaty Userkef; Jenderal Rehu; dan dia
sendiri, Imti-Khentika, si Peramal Agung.
4 | PAUL SUSSMAN Hanya nisu sendiri, Tuan Penguasa Dua Daratan Nefer-ka-re
Pepi, yang belum hadir dan tidak diberi tahu tentang keputusan
dewan. Dahulu, Pepi pernah menjadi penguasa yang kuat, yang
setara dengan Khasekhemwy dan Djoser dan Khufu. Kini, pada
tahun kesembilan puluh tiga pemerintahannya, tiga kali rentang
normal kehidupan manusia, kekuasaan dan otoritasnya mulai
menurun. Di sepanjang daratan, nomarchs (penguasa provinsi
Mesir Kuno yang semifeodal) telah membangun bala tentara
pribadi dan saling berperang. Di arah utara dan selatan, Nine
Bows mengganggu perbatasan. Selama tiga dari empat tahun terakhir, banjir tak kunjung datang dan panen pun gagal.
Kemet memisahkan diri, dan harapannya adalah bahwa hal
itu hanya akan semakin memburuk. Putra Ra Pepi mungkin
pernah berusaha memisahkan diri juga, tetapi kini, pada saat
krisis seperti ini, yang lainlah yang harus memegang kendali
dan membuat pilihan yang baik untuknya, dan oleh karena itu
lembaga mereka berkata: untuk perlindungannya sendiri, dan
untuk keselamatan semua manusia, iner-en sedjet harus diambil
dari Iunu di tempat ia disimpan dan harus dipindahkan kembali
melewati lapangan pasir ke tempat aman Oasis Tersembunyi,
tempat asalnya. Dan dia, Imti-Khentika, Pendeta Agung Iunu, telah dilimpahi
tanggung jawab untuk memimpin ekspedisi itu.
"Bawa dia melintasi jalur air yang berkelok, bawa dia menyeberangi sisi timur surga ini!"
Dengung pujian baru terdengar dari bawah ketika leher
pendeta lain dipenggal, satu tubuh lagi rubuh ke tanah. Sudah
lima belas mayat terbaring berjajar di sana sekarang, separuh dari
jumlah keseluruhan mereka.
"Oh Ra, biarkan dia menghampirimu!" ucap Imti, sambil
bergabung dalam pemanjatan doa itu. "Bimbing dia ke jalan
suci, hidupkan mereka selamanya!"
Dia menyaksikan saat tukang jagal itu bergerak ke pria berikutnya dalam barisan itu, udara menggemakan bisikan lembut pipa
THE HIDDEN OASIS | 5 angin yang berat. Kemudian, ketika pisau mulai memotong lagi,
Imti memalingkan pandangannya jauh ke padang pasir, mengenang mimpi buruk perjalanan yang telah mereka alami.
Delapan puluh orang dari mereka telah bersiap, pada awal
musim peret ketika panas berada pada titik rendahnya. Dengan muatan yang tertutup linen pelindung dan terikat pada
potongan kayu, mereka memulai perjalanan ke selatan, awalnya
dengan perahu ke Zawty, kemudian melawati daratan menuju
oasis Kenem. Di sini mereka beristirahat satu minggu lamanya
sebelum melanjutkan perjalanan ke tahap paling akhir dan
mengerikan dalam misi mereka"empat puluh iteru di sepanjang
deshret nan jauh yang membakar dan tak berjalur menuju
deretan tebing dan Oasis Tersembunyi.
Sudah tujuh minggu mereka menjalanani tahap terakhir itu,
yang terburuk yang pernah dikenal Imti, jauh di luar bayangannya yang paling menakutkan. Sebelum mereka mencapai
separuh perjalanan, semua lembu jantan yang mereka bawa mati
dan mereka harus mengangkuti barang bawaannya sendiri. Dua
puluh orang dari mereka sesekali menarik beban bersama seperti
hewan, bahu mereka berdarah karena gigitan tali ikatan kereta
barang yang mereka tarik, kaki mereka gosong karena pasir
yang membakar. Kemajuan yang dicapai setiap harinya berjalan
semakin lambat, terhalang oleh gundukan pasir dan badai pasir
yang membutakan, dan, terutama, oleh panas terik yang bahkan
pada musim yang seharusnya dingin itu telah membakar mereka
sejak subuh sampai senja hari, seolah udara itu sendiri adalah api
yang menyala. Haus, sakit, dan lelah tak terhindarkan lagi telah mengurangi
jumlah rombongan itu, dan ketika cadangan air telah menipis
sementara belum ada tanda terlihatnya tujuan akhir mereka, dia
kuatir bahwa misi mereka ini telah tamat. Mereka tetap berjalan,
dengan gigih dan tanpa banyak bicara, terhanyut dalam dunia
kesengsaraannya masing-masing sampai hari keempat puluh
keluar dari Kenem, para dewa telah mengganjar keteguhan
mereka dengan sebuah pemandangan yang telah begitu lama ada
6 | PAUL SUSSMAN dalam doa mereka: kumpulan warna merah berkabut terentang
di cakrawala sisi barat yang menandakan garis deretan tebing
besar dan akhir dari perjalanan mereka.
Kemudian masih ada tiga hari berikutnya sebelum mereka
mencapai Mulut Osiris dan melintasinya untuk masuk ke dalam
ngarai yang dipenuhi pepohonan di dalam oasis itu, dan pada
titik itu hanya tinggal tiga puluh orang dari mereka yang masih
tegak berdiri. Muatan mereka telah diletakkan di kuil di tengah
oasis; mereka telah mandi membersihkan diri di mata air suci;
dan kemudian, di awal pagi ini, mantera penutup dan rahasia
dikumandangkan, Dua Kutukan terhampar, mereka telah
kembali ke padang pasir dan pemenggalan leher telah dimulai.
Suara riuh menghentak Imti dari lamunannya. Si tukang
jagal, tanpa bicara, memukulkan pegangan pisaunya ke batu
untuk menarik perhatiannya.
Dua puluh delapan jasad tergeletak di pasir di sisinya, hanya
menyisakan mereka berdua yang tetap hidup. Itulah akhir
upacara. "Dua-i-nak netjer seni-I," kata Imti, sambil menuruni
gundukan pasir dan meletakkan tangannya ke bahu si tukang
jagal yang berlumuran darah. "Terima kasih, saudaraku."
Diam sejenak, kemudian: "Kau akan minum shepen?"
Si Tukang jagal menggelengkan kepala dan memberikan
pisaunya, menyentuhkan dua jari pada lehernya untuk menandai
di mana Imti harus memenggalnya sebelum dia berlutut di depannya. Mata pisau itu lebih berat daripada yang dibayangkan Imti,
tak terlalu mudah untuk dikendalikan, dan memerlukan seluruh
kekuatannya untuk mengangkat pisau itu ke leher si tukang jagal
dan menghantamkannya. Dia menebas sedalam yang bisa dia
lakukan, semburan darah membasahi pasir di sekitarnya.
"Oh Ra, bukakan pintu cakrawala surga untuknya," katanya,
sambil memegangi tubuh yang rubuh di tanah. "Biarkan dia
menghampirimu dan hidup untuk selamanya."
THE HIDDEN OASIS | 7 Dia kemudian mengatur lengan tukang jagal itu di sisi
tubuhnya dan, setelah mencium dahinya, kembali ke bagian
puncak gundukan pasir, kakinya tenggelam dalam pasir hampir
sampai ke lutut, pisau masih tergenggam di tangannya.
Matahari mulai pecah, terbit sempurna, hanya bagian dasar
dari lingkarannya yang masih melekat pada garis cakrawala;
bahkan pada awal hari seperti saat itu, panasnya menyebabkan
udara terasa menggigit. Imti menatapnya, mata menyempit
seolah menghitung panjang waktu yang diperlukan untuk naik
secara sempurna, kemudian dia mengalihkan pandangan ke
barat, ke arah puncak bebatuan di kejauhan dan deretan tebing
gelap di baliknya. Satu menit berlalu, dua menit, tiga menit.
Tiba-tiba, dia mengangkat lengannya ke atas dan berteriak:
"Oh Khepri, Oh Khepri,
Ra-Atum di ufuk; Matamu menyaksikan semua hal!
Menjaga iner-en sedjet, Memeluknya dalam dadamu! Semoga para pelaku kejahatan disiksa dalam rahang Sobek
Dan ditelan ke dalam perut ular Apep,
Biarkan ia beristirahat dalam damai dan sunyi,
Di belakang re-en wasir, di dalam wehat sehstat! "
Dia berpaling sekali lagi menatap matahari, membuka
tudung kulit macan tutul di kepalanya dan, dengan susah
payah, mengangkat pisau yang dipegangnya, lalu memotong pergelangan tangannya.
Dia seorang lelaki tua"enam puluh tahun lebih"dan kekuatannya dengan cepat menurun, matanya meredup, pikirannya berkabut oleh prosesi bayangan yang kacau. Dia melihat
gadis bermata hijau dari desa masa mudanya (oh, betapa dia
mencintai gadis itu!), kursi rotan tuanya di atas Menara Seshat
di Iunu, tempat dia biasa duduk pada malam hari sambil mengamati pergerakan bintang, makam yang dibangunnya untuk
8 | PAUL SUSSMAN dirinya sendiri di Necropolis Para Peramal yang tidak akan
pernah menyemayamkan tubuhnya, walaupun kisahnya paling
tidak sudah diturunkan sehingga namanya akan hidup dalam
keabadian. Bayangan itu berputar, saling bergantian, muncul dan menghilang dan menjadi semakin kabur sampai akhirnya menghilang
secara bersamaan, dan yang tertinggal hanyalah padang pasir,
langit, matahari dan, di dekatnya, kibasan lembut sayap-sayap.
Awalnya, dia pikir ini pastilah pemangsa yang akan menggigiti
jasadnya, tetapi suaranya terlalu halus untuk makhluk sebesar
itu. Sambil melihat sekeliling dengan gugup, dia terkejut melihat
burung kecil berdada kuning di atas gundukan pasir di sisinya,
burung wagtail, kepalanya menoleh ke satu sisi. Dia tak mengerti
apa yang dilakukan burung itu di sana dalam kesunyian padang
pasir, tetapi, lemah seperti keadaannya, dia tersenyum, karena
bukankah Benu yang agung itu pertama kali menampakkan
diri sebagai seekor burung wagtail, yang berkicau pada awal
penciptaan dari tempatnya bertengger di atas batu Benben
yang kokoh" Di sini, pasti, di akhir segalanya, adalah penegasan
bahwa misi mereka diberkati.
"Semoga ia menyusuri jalan yang indah," gumamnya.
"Semoga ia menyeberangi?"
Dia gagal menyelesaikan kalimat itu, kakinya terkulai dan
wajahnya terhempas ke permukaan pasir, mati. Si wagtail berkibas sejenak, kemudian terbang ke bahu lelaki itu. Sambil
mendongakkan kepalanya ke arah matahari, burung itu mulai
bernyanyi. November 1986"Landasan Terbang
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara Kukesi, Albania Timur Laut
Rusia terlambat datang dalam pertemuan ini,
yang berarti cuaca yang paling baik untuk terbang telah berlalu.
ORANG"ORANG Kumpulan awan tebal menggayut di sisi timur di atas pegunungan Sar, menghitamkan langit senja itu. Pada saat limusin itu
akhirnya tiba di gerbang lapangan udara, serpihan salju pertama
turun dan dalam dua menit membuat kendaraan itu mempercepat lajunya menuju pesawat Antonov AN-24 yang sedang
menunggu dan sampai di perhentian di samping anak tangga di
belakang pesawat. Serpihan salju itu tiba-tiba berubah menjadi
hujan salju, dan membedaki permukaan tanah dengan warna
putih. "Ver"uchte ScheiBe!" gumam Reiter, sambil mengisap rokok
dan mengintip badai yang semakin tebal di luar melalui jendela
kokpit. "Schwanzlutschende Russen. Orang Rusia sialan."
Pintu kokpit di belakangnya terbuka, menampakkan seorang
pria tinggi, berkulit gelap dalam balutan setelan yang terlihat
mahal. Rambutnya hitam dan tercium aroma habis bercukur
yang kuat. "Mereka tiba," katanya, berbicara dalam bahasa Inggris.
"Nyalakan mesin."
Pintu tertutup kembali. Reiter mengisap lagi dan mulai menekan tombol, jarinya yang gemuk dan bernoda nikotin bergerak
lincah pada panel instrumen di depan dan di atas kepalanya.
"Schwanslutschende Agypter," katanya. "Orang Mesir sialan."
Di sisi kanannya, kopilot tersenyum tipis. Dia lebih muda
daripada Reiter, berambut pirang, tampan, dengan bekas luka
yang kentara yang terdapat pada bagian atas dagunya, paralel dengan bibir bawah.
"Sebarkan sinar matahari dan niat baik ke mana pun kau
pergi, Kurt," kata Reiter, sambil membenahi tempat duduknya
dan menatap ke luar dari balik jendela kokpit. "Bagaimana
mungkin bagi seorang pria menikmati begitu banyak cinta, aku
bertanya kepada diriku sendiri."
Reiter lalu menggerutu, tapi tak berkata apa-apa. Di belakang
mereka, navigator sedang membalik halaman diagram penerbangannya.
10 | PAUL SUSSMAN "Menurutmu kita akan terbang dalam keadaan cuaca seperti
ini?" tanyanya. "Tampaknya tak begitu baik."
Reiter menggerakkan bahu, jemarinya masih menari di antara
panel instrumen. "Bergantung pada berapa lama Omar Sharif menghabiskan
waktu di luar sana. Lima belas menit lagi atau kita pergi saja dari
sini." "Lalu?" "Lalu kita akan menghabiskan malam di dalam ruang sempit
menyebalkan ini. Jadi, marilah kita berharap Omar segera menyelesaikan urusannya."
Dia menyentuh tombol start. Dengan suara seperti terbatuk
dan merengek, mesin turboprops Ivchenko kembar menyala,
baling-baling membelah udara bersalju, membuat badan pesawat
bergetar di sekitar mereka.
"Waktunya, Rudi?"
Si kopilot melirik jam tangannya, Rolex Explorer baja dalam
kondisi buruk. "Hampir jam lima."
"Mereka punya waktu sampai jam lima lebih sepuluh menit
dan nanti aku akan mematikannya kembali," kata Reiter, sambil
bersandar ke tepi dan mematikan rokoknya dalam asbak di
lantai. "Lima lebih sepuluh menit. Cukup."
Si kopilot memutar pandangan ke sekeliling dan menjulurkan
lehernya, mengamati seorang pria bersetelan menuruni anak
tangga pesawat, tas kulit padat tergenggam dalam tangannya.
Pria lain mengikutinya turun, dan yang satu ini memakai jaket
dan syal. Pintu belakang limusin terbuka dan si pria bersetelan
itu menghilang ke dalam, rekannya mengambil posisi di anak
tangga paling bawah. "Jadi, ada transaksi apa di sini, Kurt?" tanya si kopilot, masih
sambil menatap ke luar. "Narkoba" Senjata?"
Reiter menyalakan rokoknya lagi dan memutar kepalanya,
tulang-belulangnya berbunyi.
THE HIDDEN OASIS | 11 "Aku tidak tahu, tak peduli. Kita menjemput Omar di
Munich, menerbangkannya ke sini, dia menyelesaikan urusannya, dan kemudian kita mengantarkannya kembali ke Khartoum.
Tidak boleh ada pertanyaan."
"Pekerjaan tanpa-pertanyaan terakhir yang aku lakukan membuat si begundal mencoba memberiku mulut baru," gumam
pilot pembantu, sambil menjangkau dan menyentuh bekas luka
di bawah bibir bawahnya. "Aku hanya berharap bayaran buat
kita bagus." Dia menengok ke belakang dan kemudian kembali menatap
ke luar jendela, mengamati limusin itu perlahan menghilang di
bawah hujan salju tipis. Lima menit berlalu, pintu mobil terbuka
kembali dan laki-laki bersetelan jas itu kembali ke luar. Tas kulitnya
tak terlihat. Sebagai gantinya, dia kini terlihat mencangking tas
logam besar, tampak berat jika dilihat dari cara dia memegangnya.
Dia memberikan tas itu kepada rekannya, koper lain diberikan
kepadanya dan keduanya kemudian menaiki anak tangga
menuju badan pesawat. Sesaat kemudian mereka kembali keluar
dan mengambil dua koper lagi sebelum kembali naik ke dalam
Antonov. Si kopilot menangkap sekilas sosok di dalam limusin,
seseorang yang sepertinya mengenakan jas kulit hitam sepanjang
mata kaki, sebelum sebuah tangan menjulur ke luar, menarik daun
pintu, menutupnya, dan kendaraan itu pun melesat.
"Baik, mereka sudah selesai," katanya, mengalihkan pandangan. "Bersiaplah, Jerry."
Ketika navigator kembali ke kabin untuk menarik anak
tangga dan memastikan pintu tertutup aman, kedua pilot itu
memasang headset dan melakukan pemeriksaan terakhir. Di
belakang mereka, orang Mesir bersetelan jas itu tampak di pintu
kokpit, kepala dan bahunya dipenuhi serpihan salju.
"Cuaca tidak akan menghalangi kita untuk tinggal landas."
Kalimat itu lebih berupa pernyataan daripada pertanyaan.
"Biarkan aku yang menilai itu," kata Reiter, rokok melekat di
antara giginya. "Jika angin berembus terlalu kencang di landasan
12 | PAUL SUSSMAN pacu, kita akan menghentikan pesawat ini dan duduk saja menunggu."
"Mr. Girgis sedang menunggu kita di Khartoum malam ini,"
kata si orang Mesir. "Kita akan tinggal landas sesuai rencana."
"Jika teman Rusiamu tidak terlambat, kita pasti tidak akan
punya masalah ini," ujar Reiter. "Sekarang kembalilah ke kursimu. Jerry, pastikan mereka duduk di tempatnya."
Sambil mengulurkan tangan ke bawah, dia melepas tungkai
rem, mendorong berbagai kontrol ke depan, lalu tuas katup.
Suara mesin menderu saat baling-baling berputar semakin
kencang. Pesawat mulai bergerak.
"Cuaca buruk tidak akan mencegah keberangkatan kita!" terdengar suara si orang Mesir dari kabin di belakang mereka. "Mr.
Girgis menunggu kita di Khartoum malam ini!"
"Masa bodoh, kepala batu," gerutu Reiter, sambil mengendalikan pesawat yang berjalan di landasan menuju ujung landasan
pacu dan memutar. Navigator kembali masuk, menutup pintu
kokpit dan duduk, memasang sabuk pengaman.
"Bagaimana menurutmu?" tanyanya, sambil menggerakkan
kepalanya ke jendela, melihat cuaca yang semakin memburuk.
Reiter baru saja menarik kembali katup, menatap sejenak salju
yang turun, kemudian dengan gumaman "Keparat!" dia mendorong katup ke depan lagi, meraih ruang kontrol dengan
tangannya yang lain. "Pegang kuat-kuat, nak," katanya. "Pesawat ini akan melonjak-lonjak."
Pesawat itu dengan cepat menambah kecepatannya, menghentak keras akibat permukaan yang tidak rata. Kaki Reiter berusaha keras mengendalikan pedal kemudi saat dia berjuang mengatasi angin kencang dari samping di lapangan udara yang menyulitkan gerak maju pesawat. Pada kecepatan 80 knot, hidung
Antonov menaik, kemudian menurun lagi dan pada ujung
landasan yang tampak semakin dekat, navigator berteriak kepada
Reiter untuk menghentikan pesawat. Si pilot mengabaikannya,
THE HIDDEN OASIS | 13 memegang kendali pesawat dengan ajeg, menambah kecepatan
menjadi 90 knot, kemudian 100, kemudian 110. Pada menit
terakhir, indikator kecepatan mencapai angkat 115 dan ujung
landasan menghilang di bawah mereka, dia menarik tuas kontrol
kembali ke arah dadanya. Hidung pesawat menegak, roda
pesawat menabrak rerumputan sebelum melesat secara perlahan
ke udara. "Ya Tuhan!" pekik si navigator. "Kau benar-benar gila?"
Reiter tersenyum tipis dan menyalakan rokok lagi, membawa
mereka terbang menembus awan dan masuk ke langit jernih di
atas. "Tenang saja," katanya.
Mereka mengisi bahan bakar di Benghazi di pantai Afrika Utara,
sebelum bersiap melintasi arah tenggara ke Sahara, menjelajah
pada ketinggian 5.000 meter, pesawat dikendalikan oleh autopilot, padang pasir di bawah menyinarkan kemilau perak di
bawah sinar bulan seolah memancarkan timah. Setelah sembilan
puluh menit terbang, mereka berbagi satu termos kopi hangathangat kuku dan beberapa roti tangkap. Satu jam kemudian,
mereka membuka botol vodka, navigator membiarkan pintu
kokpit terbuka sedikit dan melemparkan pandangan ke kabin di
belakangnya. "Tidur," katanya, sambil menutup pintu kembali. "Dua-duanya. Tidur nyenyak."
"Mungkin kita perlu meneliti salah satu koper itu," kata si
kopilot, setelah menyeruput botol vodka dan memberikannya
kepada Reiter. "Mumpung keduanya sedang lengah."
"Bukan ide yang bagus," kata navigator. "Mereka bersenjata.
Paling tidak Omar. Aku melihat senjatanya di bawah jaketnya
ketika aku mengantarnya duduk tadi. Kurasa Glock, atau
Browning. Aku tak bisa melihat dengan jelas tadi."
Si kopilot menggelengkan kepalanya.
14 | PAUL SUSSMAN "Aku punya perasaan tak enak soal ini. Sudah sejak awal perasaanku tak enak. Sangat tidak enak."
Dia berdiri, meluruskan kakinya, dan melangkah ke bagian
belakang kokpit, mengeluarkan tas bahu kanvas dari lemari
dinding. Dia duduk kembali dan mulai merogoh isinya.
"Kau mau memotret salah satu buah zakarku?" tanya Reiter
ketika si kopilot menarik keluar kameranya.
"Maaf, Kurt, lensanya tidak cukup besar."
Navigator menyorongkan tubuhnya ke depan.
"Leica?" tanyanya.
Si kopilot mengangguk. "M6. Kubeli beberapa minggu lalu. Aku ingin memotret
suasana Kota Khartoum. Belum pernah ke sana sebelumnya."
Reiter mendengus meremehkan dan, setelah meneguk agak
lama, memberikan botol vodka itu kepada navigator di belakangnya. Si kopilot mengusap-usap kameranya, membalik-baliknya.
"Hei, kau tahu cewek yang aku taklukkan waktu itu?"
"Apa, si bokong besar itu?" kata navigator.
Si kopilot tersenyum menyeringai and menggoyangkan
kameranya. "Aku memotretnya sebelum kita pergi."
Reiter menoleh, tiba-tiba tertarik.
"Foto apa?" "Semacam foto artistik," kata si kopilot.
"Apa artinya?" "Kau tahu Kurt, artistik."
"Aku tidak tahu."
"Artistik. Indah, berselera. Berstoking, tali bretel, kaki melingkari lehernya, pisang di ?"
Mata Reiter melebar, mulutnya membentuk kerutan seperti
sedang penuh gairah. Di belakang mereka, si navigator terTHE HIDDEN OASIS | 15 senyum dan mulai menyanyikan lagu Queen, Fat-Bottomed
Girls. Si kopilot ikut bergabung, kemudian juga Reiter, ketiganya
kemudian bernyanyi bersama, mendendangkan refrain lagu itu,
dan mengetuk-ngetuk sandaran lengan kursi mereka. Mereka bernyanyi sekali, dua kali, dan hendak bernyanyi untuk yang ketiga
kalinya ketika tiba-tiba Reiter terdiam, menyorongkan tubuhnya
ke depan dan memerhatikan dengan cermat dari jendela kokpit.
Si kopilot dan si navigator masih menyanyikan beberapa baris
syair lagi sampai suara mereka terhenti ketika menyadari bahwa
Reiter tidak lagi ikut menyanyi.
"Ada apa?" tanya si navigator.
Reiter hanya menganggukan kepalanya ke depan, dan terlihatlah sesuatu yang tampaknya seperti gunung yang sangat
besar yang tiba-tiba muncul di depan mereka, tepat di jalur
penerbangan mereka"sekumpulan bayang-bayang padat yang
timbul dari gurun pasir membumbung tinggi ke langit dan
terentang dari cakrawala ke cakrawala. Walaupun sulit untuk memastikan, tampaknya ia bergerak, ke arah mereka.
"Apa itu?" tanya si navigator. "Kabut?"
Reiter tidak menjawab, hanya mengamati melalui mata yang
menyipit ke arah kegelapan yang datang mendekat dengan
pasti. "Badai pasir," katanya akhirnya.
"Ya Tuhan," bisik pilot pembantu. "Lihatlah."
Reiter meraih tuas kontrol dan menariknya ke belakang.
"Kita harus terbang lebih tinggi."
Mereka naik ke ketinggian 5.500 meter, kemudian 6.000
meter ketika badai tak terhindarkan lagi berada dalam arah
mereka, menelan daratan dan melenyapkannya.
"Sialan, badai itu bergerak cepat," kata Reiter.
Mereka terbang lebih tinggi lagi, sampai ke batas atas, hampir
7.000 meter. Dinding bayangan itu kini berada cukup dekat sehingga mereka bisa melihat konturnya, lipatan dan gelombang
16 | PAUL SUSSMAN debu raksasa bergulung-gulung saling melipat kian kemari, jatuh
bergulingan di permukaan dataran tanpa suara. Pesawat mulai
menghentak-hentak dan bergetar.
"Aku rasa kita tidak akan bisa terbang di atasnya," kata si
kopilot. Hentakan semakin terasa, bunyi desis samar menyelusup
ke dalam kokpit ketika butir pasir dan kerikil lain mulai menghantam jendela dan badan pesawat.
"Kalau ada di butiran pasir itu yang mengenai mesin?"
?" matilah kita," gumam Reiter, menyelesaikan kalimat si
kopilot. "Kita harus mundur dan mencoba terbang memutarinya."
Badai tampak bergerak semakin cepat. Seolah sadar akan
tujuannya dan segera ingin menangkap mereka sebelum mereka
sempat memutar, badai itu menggulung seperti gelombang
pasang, melahap jarak di antara mereka. Reiter mulai membelokkan pesawat ke kiri, butiran keringat membasahi dahinya.
"Kalau saja kita bisa memutarkan pesawat ini tentunya
kita?" Dia tercekat oleh suara dentuman keras, di luar, di sisi kanan.
Pesawat oleng dengan tajam ke arah yang sama dan mulai bergulung, hidungnya menurun, sejumlah indikator bahaya utama
menyala seperti lampu di pohon Natal.
"Oh, Tuhan!" jerit navigator. "Oh, Tuhan!"
Reiter berusaha keras menstabilkan pesawat itu kembali saat
mereka mulai menukik, sisi kokpit membelok hampir 40 derajat.
Peralatan berhamburan keluar dari lemari di belakang mereka,
botol vodka bekas menggelinding di lantai dan menghantam
dinding pemisah kanan. "Ada api di mesin kanan," teriak si kopilot, sambil melemparkan pandangan cepat ke belakang ke arah jendela. "Api di manamana, Kurt."
"Sial, sial, sial," desis Reiter.
THE HIDDEN OASIS | 17
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tekanan bahan bakar turun. Tekanan minyak turun. Ketinggian enam ribu lima ratus dan menurun. Indikator turnand-slip"ya Tuhan, di mana-mana!"
"Matikan dan pecahkan botol api!" teriak Reiter. "Jerry, aku
perlu tahu di mana posisi kita. Cepat!"
Ketika si navigator sibuk mencari tahu posisi mereka dan si
kopilot dengan panik menekan berbagai tombol, Reiter terus
berusaha mengendalikan kontrol, pesawat kehilangan ketinggian
terus menerus, meluncur berguling dalam serangkaian lingkaran
besar, badai semakin mendekat, tampak di jendela kokpit seperti
wajah tebing yang tinggi.
"Enam ribu meter!" jerit si kopilot. "Lima ribu tujuh ratus
" enam ratus " lima ratus. Kau harus menaikkan hidung dan
memutar, Kurt!" "Katakan sesuatu yang tidak aku tahu!" Ada kepanikan di
dalam suaranya. "Jerry?"
"Dua puluh tiga derajat 30 menit utara," teriak navigator.
"Dua puluh lima derajat 18 menit timur."
"Di mana lapangan udara terdekat?"
"Kau bicara apa, sih" Kita berada di tengah Sahara! Tidak
ada lapangan udara! Dakhla masih sekitar tiga ratus lima puluh
kilometer, Kufra?" Pintu kabin terbuka dan si Mesir bersetelan itu terhuyung
masuk ke dalam kokpit, berpegangan pada tempat duduk
navigator untuk menyangga tubuhnya ketika pesawat doyong
dan berguling. "Apa yang terjadi?" pekiknya. "Katakan apa yang terjadi!"
"Ya Tuhan!" jerit Reiter. "Kembali ke tempat dudukmu, kau
gila?" Dia tidak melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu
badai menyerang dan menggulung mereka, menggoyang
Antonov kian kemari seolah pesawat itu terbuat dari kayu balsa.
Pria Mesir itu terhempas ke depan membentur sandaran lengan
18 | PAUL SUSSMAN kursi Reiter, kulit kepalanya robek; mesin kiri berdesis, terbatuk,
dan mati. "Lakukan panggilan darurat!" teriak Reiter.
"Tidak!" kata si pria Mesir, sambil meraba kulit kepalanya
yang terluka. "Tidak ada pembicaran radio. Kita sepakat
bahwa?" "Lakukan, Rudi!"
Si kopilot telah menyalakan radio.
"Mayday, Mayday. Victor Papa Charlie Mike Tango empat
tujuh tiga. Mayday, Mayday. Kedua mesin mati. Ulang, kedua
mesin mati. Posisi ?"
Navigator mengulang koordinasi GPS dan si kopilot memancarkannya melalui mikrofonnya, mengirim pesan berkalikali, sementara Reiter sibuk dengan tuas kontrolnya. Tanpa
tenaga dan badai menghantam mereka dari segala arah menjadikan perjuangan mereka sia-sia dan terjungkir balik, jarum
altimeter tanpa belas kasihan berputar berlawanan arah jarum
jam, pengukurannya bergerak turun melewati 5.000, kemudian
4.000, 3.000, 2.000. Di luar, desing angin semakin keras,
turbulensi semakin kasar saat mereka terlempar masuk ke tengah
badai yang menggulung hebat.
"Kita akan jatuh!" pekik Reiter ketika mereka meluncur di
bawah 1.500 meter. "Pastikan Omar aman."
Si navigator menjatuhkan kursi lipat di belakang tempat
duduk kopilot dan mengangkat penumpang yang bermandikan
darah itu ke sana, mengikatnya dengan sabuk pengaman sebelum
bergegas kembali ke tempat duduknya sendiri.
"Estana!" laki-laki Mesir itu memanggil rekannya di dalam
kabin dengan suara lemah. "Ehna hanoaa! Echahd!"
Mereka kini berada di ketinggian di bawah 1.000 meter. Reiter
menjatuhkan sirip sayap untuk pendaratan dan mengaktifkan
sayap spoilers (perangkat untuk mengurangi daya angkat), sambil
dengan putus asa memerintah untuk mengurangi kecepatannya.
THE HIDDEN OASIS | 19 "Bagian bawah?" pekik si kopilot, suaranya tertelan oleh amukan angin dan percikan debu yang menghantam badan pesawat.
"Terlalu berisiko!" teriak Reiter. "Kalau di bawah sana ada
bebatuan, kita bisa hancur."
"Peluang?" "Di sekitar selatan Nil."
Dia terus menarik tuas kontrol, pekikan Allah-u-Akbar!
menggema dari kabin di belakang, si kopilot dan navigator menyaksikan dengan penuh kengerian ketika altimeter semakin
menurun sampai beberapa ratus meter terakhir.
"Kalau kita berhasil selamat dari kejadian ini, pastikan bahwa
kau akan membagi foto itu, Rudi!" kata Reiter pada detik-detik
terakhir. "Kau dengar! Aku ingin melihat puting dan bokong
perempuan itu!" Altimeter mencapai titik nol. Reiter memberikan sentakan
terakhir pada tuas kontrol, dan secara ajaib hidung pesawat
merespons dan bergerak naik, sehingga walaupun mereka menyentuh tanah pada kecepatan hampir 400 km/jam, paling tidak
mereka melakukannya dengan cukup baik. Ada suara benturan
keras seolah ada tulang yang remuk: hempasan itu melemparkan
si pria Mesir dari kursinya ke langit-langit kokpit terlebih dahulu
dan kemudian ke dinding belakang, lehernya remuk seperti
ranting. Mereka terpelanting, jatuh lagi, lampu kokpit mati, dan
jendela kiri pecah ke dalam, menggores separuh wajah Reiter
seperti sebilah pisau bedah. Hanya ada jeritan histerisnya yang
tertelan oleh suara riuhnya badai, kepulan pasir dan kerikil pun
menghambur masuk melalui lubang kaca jendela yang pecah itu.
Pesawat itu meluncur tak terkendali sejauh 1.000 meter
di sepanjang dataran rata, melonjak dan menyentak, tetapi
tetap dalam keadaan lurus. Kemudian hidung pesawat terpental
karena tersandung halangan tak terlihat dan mereka berputar,
Antonov berbobot 14 ton itu melayang-layang seperti sehelai
daun diterpa angin. Alat pemadam kebakaran terlepas sendiri
dari pegangannya dan menghantam tulang-tulang rusuk si
20 | PAUL SUSSMAN navigator, menghancurkannya seolah tulang-tulang itu terbuat
dari porselin Cina; pintu lemari dinding terbang dari engselnya dan menghempas ke bagian belakang kepala Reiter, melumatkannya. Mereka terus berputar-putar, segala yang berhubungan dengan kecepatan dan arah hilang dalam kokpit yang
sudah porak-poranda itu, segala sesuatunya berubah dengan
cepat ke dalam kabut kekacauan. Beberapa saat kemudian, yang
rasanya seakan selama bertahun-tahun padahal hanya beberapa
detik itu, pesawat mulai melambat, revolusi pesawat melemah
saat permukaan gurun pasir merengkuh bagian bawah pesawat
dan akhirnya menghentikannya, miring ke belakang pada sudut
yang berbahaya seolah berada di tepi lereng yang curam, hidung
mengarah ke atas. Untuk sesaat lamanya, semuanya diam, badai pasir terus
menerpa badan pesawat dan jendela, bau tajam menyengat dari
logam yang sedang sangat panas menyesakkan kokpit; kemudian,
dengan gugup, si kopilot bergeser dari tempat duduknya.
"Kurt?" panggilnya. "Jerry?"
Tidak ada jawaban. Dia menggapai, jemarinya menyentuh
sesuatu yang hangat dan basah, kemudian mulai menggeliat.
Ketika melakukannya, dia merasa pesawat doyong. Dia kemudian berhenti, menunggu, kembali terpeleset, melepaskan
sabuk pengamannya dan keluar dari tempat duduknya.
Miring lagi, hidung pesawat berayun naik kemudian turun. Si
kopilot diam, mencoba mengira-ngira apa yang sedang terjadi,
mengintip menembus kegelapan. Lagi, pesawat berputar,
sambil mengeluarkan bunyi seperti rintihan dan gemeretak,
sebelum hidungnya mulai naik dan kali ini terus naik, hampir
vertikal ketika Antonov mulai condong ke belakang. Pesawat
itu membentur sesuatu, berhenti, mulai terpeleset lagi, dan
kemudian terjungkir di tempat terbuka dan jendela tiba-tiba
bersih sehingga sekilas menampakkan sesuatu seperti dinding
bebatuan di semua sisi, seolah mereka jatuh ke dalam semacam
ngarai. Pesawat terpelanting dan jungkir balik ke bawah sampai,
dengan suara berderak yang memekakkan, perutnya terhempas
THE HIDDEN OASIS | 21 terlebih dahulu pada pepohonan yang lebat. Untuk beberapa
saat, satu-satunya suara yang terdengar adalah gemeretak dan
desis logam yang tergores parah. Kemudian, secara perlahan,
bunyi lain mulai memudar: gemerisik dedaunan, gemericik air
terdengar di kejauhan dan, yang mulanya lembut lalu semakin
nyaring mengisi malam, kicau burung yang mengejutkan.
"Kurt?" desah sebuah suara di dalam rongsokan itu. "Jerry?"
Washington. Gedung Pentagon.
Malam yang Sama "TERIMA KASIH untuk kehadiran Anda semua. Aku mohon maaf
telah mengundang kalian untuk hadir di sini begitu mendadak,
tetapi sesuatu telah " terjadi."
Pembicara mengisap rokoknya dalam-dalam, mengibaskan
tangannya untuk mengusir asap dan menatap lekat pada tujuh
pria dan seorang wanita yang berkumpul di sekeliling meja di
depannya. Ruang itu tak berjendela, tak banyak perabot, terlihat biasa, sama dengan ratusan kantor lain di dalam ruang
bawah tanah yang sesak di Pentagon. Satu-satunya hal yang
membedakan adalah peta besar Afrika dan Timur Tengah yang
menutupi hampir seluruh bagian pada salah satu dinding. Selain
itu, satu-satunya penerangan datang dari lampu Anglepoise
yang berdiri di lantai di kaki peta, maka ketika peta itu disinari,
apa pun yang ada di dalam ruang itu, termasuk mereka yang di
dalam, tenggelam dalam bayangan yang pekat.
"Empat puluh menit yang lalu," pembicara itu melanjutkan,
suaranya rendah, serak, "salah satu stasiun kita menangkap pesan
radio dari Sahara." Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan laser penunjuk
yang dapat dipegang, mengarahkannya ke peta. Titik merah
kasar muncul di tengah Mediterania.
22 | PAUL SUSSMAN "Berita itu dikirim dari wilayah sekitar sini."
Titik merah itu meluncur ke bawah, berhenti di sudut barat
daya Mesir, dekat dengan persimpangan pada perbatasan dengan
Libya dan Sudan, di atas kata-kata Hadabat al Jilf al Kabir
(Dataran Tinggi Gilf Kebir).
"Pesan itu datang dari sebuah pesawat. Antonov beregistrasi
Cayman, kode panggil VB-CMT 473."
Hening sejenak, kemudian:
"Pesan darurat Mayday."
Ada suara gerakan kursi, gumaman "Ya Tuhan".
"Informasu apa yang kita ketahui?" tanya seorang pendengar,
pria kekar berkepala botak.
Pembicara mengisap rokoknya untuk yang terakhir kali dan
membuang puntungnya ke asbak di atas meja.
"Pada tahap ini tak banyak," jawabnya. "Aku akan memberi
tahu kalian apa yang kita dapatkan."
Dia berbicara selama lima menit, menelusuri garis-garis pada
peta dengan alat penunjuk"Albania, Benghazi, kembali ke Gilf
Kebir"kadang menunjuk ke tumpukan kertas yang berserakan
di depannya. Dia menyalakan rokok lain, dan kemudian yang
lain lagi, terus merokok, atmosfer di dalam ruang itu semakin
pekat dan sesak. Ketika dia selesai, yang lain mulai berbicara
bersamaan, suara mereka menjadi hiruk pikuk, kacau dengan
kata-kata dan kalimat yang timbul-tenggelam?"Gila sekali!"
"Saddam!" "Perang Dunia Ketiga! "Kontra-Iran", "Bencana
dahsyat", "Hadiah untuk Khomeini?"tetapi tidak ada makna
yang tertangkap dari seluruh pembicaraan itu.
Hanya si wanita yang tetap diam, menyentuhkan pulpennya
dengan hati-hati pada permukaan meja sebelum bangkit berdiri,
berjalan ke peta dan menatapnya dengan saksama. Tubuhnya
ramping, dan rambut pirangnya yang bergaya bob berkilau
dalam penerangan lampu. THE HIDDEN OASIS | 23 "Kita harus menemukannya," katanya.
Walaupun suaranya lembut, hampir tak terdengar di tengah
gumam perdebatan para pria itu, ada kekuatan yang mendasarinya, aura berwibawa yang menunjukkan perhatian dan
kepedulian. Pembicara lain diam sampai seluruh ruang hening.
"Kita harus menemukannya," dia mengulang. "Sebelum
ada orang lain yang menemukannya. Dugaanku, Mayday itu
terpancar melalui frekuensi terbuka?"
Pembicara mengakui hal itu.
"Kalau begitu kita harus segera bekerja."
"Dan bagaimana tepatnya kau meminta kami untuk melakukannya?" tanya pria botak berbadan tegap. "Menelepon
Mubarak" Memasang iklan di surat kabar?"
Nadanya sangat kasar, konfrontatif. Wanita itu tidak menanggapi.
"Kita menyesuaikan diri, kita berimprovisasi," kata wanita itu,
sambil tetap menatap peta, membelakangi ruangan. "Pencitraan
satelit, latihan militer, kontak setempat. NASA memiliki unit
riset di belahan dunia itu. Kita manfaatkan apa pun yang kita
bisa, dengan cara apa pun yang kita bisa. Apakah kau setuju dengan itu, Bill?"
Si pria botak itu menggumamkan sesuatu, tetapi tetap diam.
Yang lain tidak ada yang berbicara.
"Kalau begitu sampai di sini saja," kata si pembicara awal,
sambil menyimpan laser penunjuk ke dalam sakunya dan membenahi tumpukan kertas. "Kita menyesuaikan diri, kita berimprovisasi."
Dia menyulut rokok lagi. "Dan sebaiknya kita lakukan ini dengan cepat. Sebelum
semuanya berubah menjadi bencana yang lebih besar daripada
yang sudah terjadi."
Dia mengangkat kertasnya dan keluar dari ruangan itu,
diikuti oleh yang lain. Hanya wanita itu yang tetap bergeming
24 | PAUL SUSSMAN di tempatnya, satu tangannya melekat di leher, yang lain menjangkau peta.
"Gilf Kebir," gumamnya, sambil menyentuhkan jarinya di
atas kertas, diam sejenak di sana sebelum meletakkan telapak
kakinya pada tombol on-o" lampu itu. Setelah menekan dengan
ibu jari kakinya, ruangan itu lalu diliputi kegelapan.
Empat Bulan Kemudian, Paris
MEREKA sedang menanti Kanunin di kamar hotelnya ketika
dia kembali dari klub malam. Tepat saat dia melangkah melalui
pintu, mereka menghabisi pengawalnya dengan satu tembakan
tak bersuara ke pelipis dan merubuhkannya ke lantai, jaket
sepanjang tumit yang dikenakannya kusut di tubuhnya. Salah
seorang pelacur menjerit dan mereka menembaknya juga,
peluru berukuran 9 mm bersarang di telinga kanannya, seluruh
bagian sisi kiri kepalanya pecah terburai seperti kulit telur yang
berserakan. Sambil mengayunkan pistol ke arah teman wanita
yang lain untuk memberi tanda bahwa bila dia mengeluarkan
sepatah kata maka hal yang sama akan terjadi juga kepada dirinya, mereka menohok perut Kanunin dan menarik kepalanya
ke belakang sehingga dia menengadah ke langit-langit. Dia tidak
memberontak, tahu siapa tamunya itu, dan tahu bahwa melawan tak ada gunanya.
"Teruskan saja," katanya sambil terbatuk-batuk.
Dia menutup matanya dan menunggu butir peluru menembusnya. Yang terdengar justru gesekan kertas diikuti rasa
sesuatu"banyak hal"tumpah di wajahnya. Matanya membuka
kembali. Di atasnya tampak mulut kantong kertas yang dari
dalamnya mengalir arus bantalan peluru seukuran kacang.
"Apa?"
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
THE HIDDEN OASIS | 25 Kepalanya dipaksa menengadah ke belakang bersamaan dengan sebuah lutut menekan dasar tulang punggungnya, tangan
besar memegang seputar kening dan pelipisnya.
"Mr. Girgis mengundangmu untuk makan malam bersama."
Tangan lain mencakar mulutnya, melebarkan rahangnya,
memaksanya membuka, kantong itu semakin mendekat ke
wajahnya sehingga bantalan peluru menghambur turun ke
dalam mulutnya, membuatnya tersedak. Dia melawan dan
menggeliat, jeritannya tidak lebih seperti lenguhan bisu, tetapi
tangan yang memegangnya kuat dan tuangan bantalan peluru
terus berlanjut, sampai kantong itu kosong dan sentakannya
melemah dan akhirnya berhenti. Mereka melepaskan tubuh itu
ke lantai, baja berhamburan dari antara kedua bibirnya yang
berdarah, menyarangkan sebuah peluru di kepalanya hanya
untuk memastikan dan, tanpa melirik ke arah wanita yang membungkuk di dinding, pergi. Mereka menghilang dalam lalu lintas
dini hari ketika hotel tiba-tiba saja bergema oleh jeritan nyaring
wanita itu. Gurun Barat, antara Gilf Kebir dan
Oasis Dakhla"Masa Sekarang
MEREKA adalah kaum Badui terakhir yang masih melakukan perjalanan besar antara Kufra dan Dakhla, perjalanan sekitar 1.400
kilometer melalui padang pasir yang kosong. Hanya dengan
unta sebagai alat transportasi, mereka membawa minyak kelapa,
kain bordir, dan kerajinan perak dan kulit di perjalanan dan
kembali dengan kurma, mulberi kering, rokok, dan Coca-Cola.
Perjalanan itu tidak masuk akal dari segi ekonomi, tapi perjalanan itu memang bukan kegiatan ekonomi. Melainkan lebih
merupakan tradisi, mempertahankan cara lama, mengikuti rute
iring-iringan kereta kuno yang telah diikuti oleh para leluhur
mereka, dan para leluhur sebelum leluhur mereka, dan para
26 | PAUL SUSSMAN leluhur sebelumnya lagi, yang bertahan hidup ketika tidak ada
orang lain yang dapat bertahan hidup, menavigasi ketika tidak
ada orang lain yang melakukannya. Mereka adalah orang-orang
kuat dan ulet, bangga, Badui Kufra, Sanusi, para keturunan Bani
Sulaiman. Padang pasir adalah rumah mereka. Mereka hidup
dengan menjelajahinya. Bahkan bila tidak ada kegiatan ekonomi
sekalipun. Perjalanan khusus itu sangat sulit, bahkan dengan standar
kekerasan Sahara, di mana tidak ada perjalanan yang mudah.
Dari Kufra, jalur di sisi tenggara Gilf Kebir dan melalui celah
al-Aqaba"rute langsung di sisi timur yang membawa mereka
ke dalam Lautan Pasir yang sangat luas, yang bahkan orang
Badui pun tak berani melintasinya"telah dilalui tanpa banyak
peristiwa. Kemudian, di ujung timur celah itu, mereka telah mendapati
sumur air tanah tempat mereka biasanya mengisi wadah air telah
mengering, sehingga air yang tersisa digunakan dengan sangat
hemat untuk sisa perjalanan sejauh tiga ratus kilometer. Ini hal
yang perlu diperhatikan, bukan sebuah bencana, dan mereka
terus melanjutkan perjalanan ke arah timur laut menuju Dakhla
tanpa ada kepekaan terhadap kewaspadaan. Namun demikian,
dua hari telah berlalu dan masih tiga hari lagi dari tempat
tujuan, mereka telah dihadang oleh badai pasir yang ganas,
khamsin yang mengerikan. Mereka terpaksa berlindung selama
48 jam sampai badai berlalu, sementara persediaan air semakin
menipis. Kini badai telah berlalu dan mereka mulai bergerak lagi,
berusaha keras menyelesaikan sisa jarak sebelum persediaan air
habis sama sekali. Unta mereka berjalan di padang pasir dengan
derap penuh, yang diarahkan dengan teriakan "hut, hut!" dan
"yalla, yalla!".
Kuatnya keinginan kaum Badui menyelesaikan perjalanan
secepat mungkin membuat mereka hampir saja tak melihat mayat
bila saja tidak muncul di jalur mereka. Kaku seperti patung,
mayat itu tersembul dari pinggang ke atas dari dalam gundukan
THE HIDDEN OASIS | 27 pasir, mulut terbuka, dan salah satu lengan mengulur seolah
sedang meminta pertolongan. Pemimpin rombongan berteriak,
mereka memperlambat jalan dan berhenti dan, sambil membawa
unta mereka ke gundukan pasir itu dan membongkarnya, lalu
berkumpul bersama untuk melihat. Mereka bertujuh, dengan
syal terbebat di kepala dan wajah agar terlindung dari matahari
sehingga hanya mata yang terlihat.
Ternyata itu adalah tubuh seorang pria, tidak diragukan lagi,
yang secara sempurna tertimbun dalam pelukan padang pasir
yang mengawetkannya. Kulitnya mengering dan mengencang
seperti kertas perkamen, mata kisut di dalam kelopaknya menjadi
bungkah keras seperti kismis.
"Badai pasti telah menyibak pasir yang menutupinya," kata
salah seorang pengelana, berbahasa badawi, Arab Badui, suaranya
kasar dan parau, seperti padang pasir itu sendiri.
Mengikuti tanda yang diberikan oleh pemimpin mereka,
tiga orang Badui berlutut dan mulai mencangkuli pasir yang menutupi mayat itu, sehingga terbebas dari gundukan pasir. Pakaiannya"sepatu bot, celana panjang, kemeja lengan panjang"
compang-camping, seolah mereka baru saja menjalani perjalanan
yang sulit. Botol termos plastik masih melekat pada salah satu
tangannya, kosong, tutupnya tak ada, bingkainya terkoyak oleh
tanda seperti gigitan gigi, seolah dalam keputusasaannya pria
itu mengunyah plastik, sia-sia menggigiti untuk mendapatkan
tetesan apa pun yang masih tersisa di dalamnya.
"Tentara?"" tanya salah seorang Badui ragu-ragu. "Dari perang?"
Pemimpin rombongan menggelengkan kepala, berjongkok,
dan menyentuh jam tangan Rolex Explorer yang tergores di pergelangan tangan kiri mayat.
"Baru terjadi," katanya. "Amrekanee. Orang Amerika."
Dia menggunakan kata itu tidak secara spesi"k, tetapi untuk
merujuk kepada siapa pun sosok non-Arab dari barat.
"Apa yang dilakukannya di sini?" tanya anggota rombongan
lain. 28 | PAUL SUSSMAN Pemimpin rombongan itu mengangkat bahu dan, sambil
membalikkan badan mayat itu ke bagian depannya, menarik
tas kanvas dari bahunya dan membukanya, mengangkat peta,
dompet, kamera, dua lampu kilat darurat, ransum darurat dan,
akhirnya, saputangan yang sudah kusut. Dia membuka lipatannya, mendapati obelisk tanah liat mini, yang dibuat secara
kasar dan tak lebih panjang daripada jarinya. Dia memerhatikan
benda itu, memutar-mutarnya, meneliti sebuah simbol yang
tiap-tiap permukaannya membelah: semacam tanda salib, lengan
teratasnya menyempit ke satu titik , dan dari situ garis ikal tipis
melengkung ke atas dan menurun seperti ekor. Benda itu tak
berarti apa-apa baginya dan, setelah dibungkusnya kembali
dengan sapu tangan, dia meletakkannya di tepi dan mengalihkan perhatian ke dompet. Ada kartu identitas di dalamnya,
dengan foto seorang pria muda berambut pirang dengan bekas
luka mendalam sejajar dengan bibir bawahnya. Tidak ada seorang Badui pun yang dapat membaca tulisan pada kartu itu
dan, setelah menatapnya untuk sesaat, pemimpin rombongan
mengembalikan benda itu dan benda-benda lainnya ke dalam
ransel. Dia mulai merogohi saku laki-laki itu, dan menarik
THE HIDDEN OASIS | 29 sebuah kompas dan wadah plastik dengan gulungan "lm kamera
yang sudah terpakai di dalamnya. Kedua benda ini pun dimasukkannya ke dalam ransel, sebelum menarik jam tangan
dari pergelangan tangan pria itu, menyelipkannya ke dalam saku
djellaba-nya, dan berdiri.
"Ayo kita lanjutkan perjalanan," katanya, sambil mengayunkan
ransel ke bahunya dan berjalan kembali ke untanya.
"Bukankah kita harus menguburnya?" salah seorang anggota
rombongan berkata kepada si pemimpin rombongan.
"Padang pasirlah yang akan melakukannya," begitu jawabnya.
"Kita harus melanjutkan perjalanan."
Mereka mengikuti si pemimpin rombongan menuruni
gunung pasir dan naik ke atas unta, menendangnya agar berdiri
tegak. Ketika mereka mulai berjalan, pengelana terakhir"pria
berkeriput dan kecil dengan kulit berbintik"membalikkan
badan dari pelananya dan melihat ke belakang, menatap tubuh
yang perlahan menjauh di belakang mereka. Begitu tubuh itu
menghilang sampai terlihat tidak lebih seperti potongan buram
di padang pasir yang tidak ber"tur, dia merogoh di antara
lipatan djellaba-nya dan menarik keluar sebuah telepon seluler.
Sambil tetap mengawasi pengelana di depan untuk memastikan
bahwa tidak ada yang memerhatikan dirinya, dia menekan
tombol nomor dengan ibu jarinya yang bengkok. Dia tidak
mendapatkan sinyal, dan setelah mencoba beberapa menit dia
berhenti dan menyimpan kembali telepon itu di dalam sakunya.
"Hut, hut!" pekiknya, sambil menghentakkan tumitnya di
panggul untanya yang bergetar. "Yalla, yalla!"
California, Taman Nasional Yosemite
DI hadapannya ada sebuah dinding batu vertikal setinggi
lima ratus meter yang mencuat di atas Lembah Merced seperti
30 | PAUL SUSSMAN gelombang satin kelabu, dan Freya Hannen berada lima puluh
meter dari puncaknya ketika dia mengganggu sarang tawon.
Dia berjingkat ke kantong batu kecil dekat bagian atas
puncaknya yang kesepuluh, menggapai birai yang bergantung,
mencoba untuk berpijak pada akar semak tua manzanita ketika
secara tak sengaja dia menyenggol sarang itu, kumpulan serangga
menyeruak dari bawah semak dan berkerumun dengan marah di
sekelilingnya. Tawon adalah hal yang paling ditakutinya, sejak mulutnya
disengat oleh seekor tawon ketika dia masih kanak-kanak. Rasa
takut yang dimilikinya itu memang aneh, apalagi dengan kehidupannya sebagai pemanjat permukaan karang paling berbahaya di dunia, tetapi memang yang namanya ketakutan itu
jarang yang masuk akal. Bagi saudara perempuannya, Alex, yang
menakutkan adalah jarum dan injeksi; bagi Freya, tawon.
Dia diam, perutnya mengencang, napasnya tersengal-sengal,
udara di sekitarnya seperti mata si jaket kuning yang beterbangan.
Kemudian satu di antara mereka menyengat lengannya. Karena
tak tahan lagi, dia pun mengibaskan tangannya menjauh dari
birai dan paku pun terlepas dari batu karang, tali utamanya
berkibar dengan liar, hutan ponderosa 450 meter di bawahnya
tampak sangat dekat dengan dirinya. Untuk sesaat lamanya dia
berayun, bergantung pada tangan dan kaki kanannya, anggota
tubuh sebelah kirinya melamai-lambai di udara, carabiner dan
cam bergemerincing di jaketnya. Kemudian, sambil menggeretakkan giginya dan mencoba mengabaikan rasa terbakar
pada lengannya, dia menarik tubuhnya lagi ke dinding dan
melingkarkan tangannya pada buku-buku batu yang menonjol,
menekankan diri pada granit yang hangat seolah sedang dalam
pelukan kekasih yang melindungi. Dia tetap berada dalam posisi
seperti itu selama beberapa lama yang rasanya seperti bertahuntahun, mata tertutup, menahan diri untuk berteriak, menunggu
kerumunan tawon itu tenang dan bubar, kemudian berpindah
lengan cepat ke sisi kanannya di bawah birai dan memanjat lagi,
di samping kayu cemara yang menghalangi yang doyong ke luar
THE HIDDEN OASIS | 31 dari karang seperti lengan yang layu. Dia melabuhkan dirinya di
sana dan duduk bersandar di pokok pohon, terengah-engah.
"Sialan," desisnya. Dan kemudian, tanpa alasan jelas: "Alex."
Sudah sebelas jam sejak Freya menerima panggilan itu. Dia
baru saja kembali ke apartemennya di San Francisco ketika
panggilan itu datang, tak lama setelah tengah malam, benarbenar tak disangka, setelah bertahun-tahun lamanya. Pernah,
pada awal karier memanjatnya, dia terpeleset dan jatuh dari
permukaan batu karang setinggi dua ratus meter, terbanting
dengan rasa pusing di tempat terbuka sebelum tali utamanya
menangkap dan memeluknya. Seperti itulah rasa yang muncul
ketika panggilan itu datang: rasa pusing awal dalam menghadapi
kebingungan dan ketidakpercayaan, seolah terjerembab dari
ketinggian, diikuti oleh hentakan kenyataan yang membuatnya
mual. Setelahnya, dia duduk dalam kegelapan, suara-suara larut
malam dari bar dan kafe Pantai Utara menyusup masuk melalui
jendela terbuka. Kemudian, melalui telepon, dia memesan
penerbangan untuknya sendiri sebelum memasukkan beberapa
gir ke dalam sebuah tas, mengunci apartemennya, dan menghambur ke Triumph Bonneville. Tiga jam kemudian dia telah
berada di Yosemite; dua jam setelah itu, dengan semburat merah
muda dini hari pertama yang membercaki langit Sierra Nevada,
di bagian dasar Liberty Cap, Freya siap memulai pendakiannya.
Inilah yang selalu dilakukannya dalam masa-masa sulit,
ketika dia harus menjernihkan kepalanya"memanjat. Padang
pasir adalah milik Alex: ruang yang sangat luas, kering, kosong,
tanpa kehidupan dan suara; pegunungan dan batu karang adalah
urusan Freya"pemandangan vertikal yang dari situ dia dapat
memanjat ke atas menuju langit, mendorong pikiran dan tubuh
sampai ke batas akhirnya. Mustahil menjelaskan kepada mereka
yang tidak pernah mengalami petualangan ini; mustahil menjelaskan bahkan kepada dirinya sendiri. Mengenai hal itu, yang
terdekat yang baru saja dilakukannya adalah wawancara dengan,
lucunya, majalah Playboy: "Ketika aku berada di atas, aku hanya
32 | PAUL SUSSMAN merasa lebih hidup lagi," begitu ucapnya. "Seakan aku setengah
terlelap di sisa waktuku yang lain."
Kini, lebih daripada sebelumnya, dia memerlukan kedamaian
dan kejernihan yang diberikan oleh aktivitas memanjat untuk
dirinya. Ketika melewati sisi timur di sepanjang Highway 120
menuju Yosemite, naluri pertamanya adalah menuju jalur panjat
bebas, sesuatu yang benar-benar keras dan berat: Freerider di ElCapitan, barangkali, atau Astroman di Washington Column.
Kemudian dia mulai berpikir tentang Liberty Cap, dan semakin dia memikirkannya, hal itu semakin tampak menarik.
Itu bukan pilihan yang jelas. Sebagiannya dibantu, yang memerlukan peralatan ekstra dan meniadakan kesempatan baginya
untuk mendapatkan kemurnian mutlak dalam pemanjatan
bebas; secara teknis sebenarnya tidaklah sesulit itu, tidak menurut
tolok ukurnya, yang berarti bahwa seharusnya dia tidak perlu
memaksa diri sekeras yang diinginkannya: tidak harus sampai ke
titik penghabisan. Mengenai hal tersebut, dinding itu adalah salah satu dinding
besar Yosemite yang belum pernah dia coba sebelumnya.
Lebih penting lagi, sangat mungkin ini adalah satu-satunya
tempat yang saat ini di sepanjang tahun tidak akan dipenuhi
oleh pemanjat lain, oleh karena itu tempat ini sudah pasti menawarkan kedamaian dan keheningan mutlak"tidak seorang
pun bicara kepadanya, tidak seorang pun mencoba mengambil
gambar dirinya, tidak ada para amatir yang menghalangi jalannya
dan memperlambat langkahnya. Hanya dia dan batu karang dan
keheningan. Sambil duduk di birai sekarang ini, matahari tengah hari
menghangatkan wajahnya, lengannya masih terasa sakit oleh
sengatan tawon, dia meneguk air dari botol yang diambilnya
dari dalam tas ranselnya dan menengok ke bawah ke rute yang
baru saja dia naiki. Di samping beberapa bagian yang dibantu,
dia belum menemukan banyak masalah berarti. Pemanjat yang
kurang berpengalaman mungkin memerlukan beberapa hari
untuk sampai di puncak, bermalam di birai di separuh perjalanan
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
THE HIDDEN OASIS | 33 ke atas. Dia dapat melakukannya kurang dari separuh waktu itu.
Delapan jam menuju puncak.
Freya masih tak dapat melepaskan diri dari rasa sakit dan kekecewaan yang samar sehingga tantangan itu tidak lagi meregangnya, membawanya ke Dataran Tinggi yang sengit dan beracun
yang dapat dicapai hanya melalui pengerahan tenaga "sik dan
mental yang ekstrem. Kemudian, lagi-lagi pemandangan dari
atas sana sangat spektakuler, rasa keterangkatannya begitu
lengkap sehingga kurangnya tantangan dapat dia maafkan. Ya,
pikirnya, dalam keadaan seperti itu, Liberty Cap adalah apa yang
diperlukannya. Sambil berpegang pada tali sauh, dia melebarkan
kakinya"panjang, kecokelatan, dan sehat"menggosok-gosok
ototnya, mengencangkan ujung sepatu panjat Anasazi-nya untuk
meregangkan telapak kaki dan garasnya. Kemudian, setelah
berdiri dan berbalik, dia mengamati batu karang di atas dan siap
untuk memulai panjatan kesebelas dan terakhirnya, lima puluh
meter menuju puncak. "Allez," desisnya, sambil menggosokkan kapur pada tangannya
yang diambil dari kantung yang tergantung di pinggangnya.
"Allez" (bahasa Prancis: ayo), dan kemudian, seolah tersadar oleh
kesamaan bunyi kata itu, "Alex" lagi, suaranya hilang dalam deru
Air Terjun Nevada di bawah.
Beberapa saat setelah itu, kembali ke sepeda motornya
setelah selesai memanjat, dia bergabung dengan sejumlah pria
yang dikenalnya, teman-teman sesama pendaki, salah satunya
cukup tampan, walaupun pada saat seperti ini itu adalah hal
paling akhir yang ada di kepalanya. Mereka berbincang sejenak,
Freya menjelaskan tentang pendakiannya?"Kau pemanjat
tunggal Liberty Cap" Wah, mengesankan sekali!?"sebelum
dia menyingkat percakapan itu, menjelaskan bahwa dia sedang
mengejar pesawat. "Ke tempat yang asyik?" tanya si pria tampan itu.
Freya menegakkan sepeda motornya dan mengayunkan kakinya melewati sadel.
34 | PAUL SUSSMAN "Mesir," jawabnya, sambil menyalakan mesin. Memanaskannya.
"Untuk memanjat?"
Dia memasukkan gigi perseneling.
"Untuk pemakaman saudara perempuanku."
Dan dia pun melesat, rambut pirangnya melambai seperti
api. Kairo"Hotel Marriott
FLIN BRODIE membenarkan letak kacamata bacanya dan mengangkat wajah ke arah para hadirin: empat belas turis Amerika
separuh baya menyebar di antara sekitar lima puluhan kursi di
depannya, tidak seorang pun terlihat tertarik secara khusus. Dia
berusaha menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan
bagaimana dia bahagia karena mereka semua dapat kursi, dan
ini menimbulkan gelak tawa dari teman pemandu wisatanya,
Margot, tetapi malah disambut dengan tatapan kosong dari
yang lain. Oh Tuhan, pikirnya, sambil dengan gugup memainkan saku
jaket korduroinya. Ini akan sama seperti yang lain.
Dia mencoba kembali, menjelaskan bahwa sekian tahun bertugas sebagai arkeolog di Gurun Barat telah membuatnya terbiasa
dengan ruang luas yang kosong. Lagi-lagi, lelucon itu terasa
datar dan hambar, bahkan tawa dukungan dari Margot mulai
terdengar kaku. Dia tak melanjutkan leluconnya dan, setelah
menyentuh tombol laptop-nya untuk menampilkan gambar
PowerPoint pembuka"gambar punggung bukit pasir yang surut
di antara Lautan Pasir Luas"hampir memulai ceramah ketika
pintu di sisi ruang terbuka. Seorang pria berbadan tambun"
benar-benar kelebihan berat badan"dalam jaket berwarna krem
dan dasi kupu-kupu, beringsut masuk.
THE HIDDEN OASIS | 35 "Boleh aku masuk?" Suaranya bernada tinggi, hampir terdengar feminin, aksen Amerika, Selatan Dalam. Flin melirik
sekilas ke Margot, yang mengangkat bahunya seolah berkata
"mengapa tidak?" dan mengajak masuk laki-laki itu. Tamu baru
itu menutup pintu dan duduk di kursi terdekat dengan pintu,
mengambil saputangan dan menyeka keningnya. Flin membiarkannya untuk tenang terlebih dahulu, kemudian, setelah berdehem membersihkan tenggorokannya, mulai bicara, aksennya
Inggris, diksinya pendek dan jelas.
"Sepuluh ribu tahun lalu Sahara dianggap sebagai tempat yang
lebih ramah daripada keadaan saat ini," jelasnya kepada mereka.
"Pencitraan radar atas Selima Sand Sheet oleh Pesawat Ruang
Angkasa Ulang Aling Columbia telah mengungkapkan topogra"
luas yang berkaitan dengan sungai"yang pada dasarnya adalah
garis luar sistem danau dan sungai yang telah lama hilang.
Keadaan ini merupakan lanskap yang sangat mirip dengan
savana di sub-Sahara Afrika zaman modern ini."
Gambar berikutnya: Taman Nasional Serengeti di Tanzania.
"Ada sejumlah danau, sungai, hutan, padang rumput"
rumah bagi begitu banyak hewan liar: rusa, jerapah, zebra, gajah,
kuda nil. Dan bagi manusia juga"sebagain besar adalah kaum
pemburu-pengumpul yang berpindah-pindah, walaupun ada
juga bukti tentang permukiman Palaeolithic Menengah dan Atas
yang lebih permanen."
"Lebih keras lagi!"
Suara itu berasal dari seorang wanita yang berada di bagian
belakang ruangan, alat bantu dengar menempel pada telinganya
seperti remis plastik. Demi Tuhan, mengapa kau duduk di belakang kalau tidak
dapat mendengar dengan jelas" pikir Flin.
"Maafkan saya," katanya nyaring, sambil mengeraskan suaranya. "Bisa mendengarku sekarang?"
Perempuan itu melambaikan tongkatnya menandakan bahwa
dia sudah bisa mendengarnya sekarang.
36 | PAUL SUSSMAN "Permukiman Palaeotlithic yang lebih permanen," ulangnya, sambil mencoba menarik benang dari apa yang sedang dikatakannya. "Plateu Gilf Kebir di sudut barat daya
Mesir"wilayah dataran tinggi yang meliputi area seukuran
Swiss"terutama kaya akan reruntuhan dari periode ini, kedua
material?" Gambar slide berturut-turut memperlihatkan tebing oranye
yang tumbuh, batu asah, dan kumpulan perkakas batu api.
?"tetapi juga sebagai nazar dan artistik. Sebagian dari Anda
mungkin tahu "lm The English Patient, yang menceritakan
lukisan batu masa prasejarah di dalam tempat yang dinamakan
Gua Para Perenang, ditemukan pada 1933 oleh peneliti Hungaria
Ladislaus Almasy di Lembah Sura, di sisi barat Gilf."
Gambar gua muncul: sosok merah yang indah dengan kepala
bulat dan anggota tubuh yang seperti tongkat tampak berenang
dan menyelam pada dinding kapur yang tidak rata.
"Ada yang pernah menonton "lm itu?"
Terdengar suara bergumam "Tidak", yang membujuknya
untuk tidak terganggu dengan kritikan singkat tentang "lm
yang selalu dia selipkan pada titik ini. Malah dia langsung melanjutkan pembicaraan.
"Menghadapi akhir zaman es terakhir," katanya, "sekitar
periode Holocene Tengah, kurang lebih 7000 Sebelum Masehi,
lanskap seperti padang rumput ini mengalami perubahan
dramatis. Ketika lapisan es di utara mundur, maka pengeringan
wilayah terjadi, dataran subur dan sistem sungai membuka
jalan bagi terbentuknya lanskap yang seperti kita lihat sekarang.
Orang-orang padang pasir terpaksa pindah ke arah timur ke
Lembah Nil ?" Gambar pemandangan Nil. ?"di mana mereka mengembangkan berbagai budaya pradinasti"Tasian, Badarian, Naqada"yang pada akhirnya akan
bergabung untuk membentuk negara tunggal yang menyatu.
Mesir negeri para "raun."
THE HIDDEN OASIS | 37 Salah seorang pendengar, Flin memerhatikan, pria bertelinga
caplang dan bertopi bisbol New York Mets, sudah mulai mengangguk. Dan Flin bahkan belum menyelesaikan pengantar itu.
Ya Tuhan, dia membutuhkan segelas minuman.
"Aku telah melakukan perjalanan dan menggali di Sahara
selama lebih dari satu dekade," lanjutnya, sambil menyisirkan
tangannya pada rambut hitamnya yang tak terawat rapi. "Terutama pada situs di dalam dan di sekitar Gilf Kebir. Dalam
ceramah ini aku ingin mengemukakan tiga hal yang didasarkan
pada penelitian saya. Tiga hal yang agak kontroversial."
Dia menekankan kata "kontroversial", sambil mengamati
apakah ada tanda-tanda perhatian dari para pendengar. Tidak
ada. Tidak ada tanda. Dia bisa saja membicarakan tentang pertumbuhan sayuran, dan mungkin akan ada orang yang mendengarkannya. Ya Tuhan, dia memerlukan segelas minuman.
"Pertama" dia melanjutkan, berusaha kuat agar terdengar
tetap bersemangat, "Aku percaya bahwa bahkan setelah mereka
pindah ke arah timur ke Lembah Nil, penduduk Sahara kuno
tidak seluruhnya lupa akan kampung halaman mereka di
padang pasir itu. Terutama Gilf, dengan tebing dramatis dan
lembah yang dalam, terus menanamkan pengaruh religius dan
takhayul yang kuat pada imajinasi bangsa Mesir awal, kenangan
tentang itu tetap hidup, sekalipun dalam bentuk "guratif, dalam
sejumlah mitos dan tradisi kesusastraan, terutama mereka yang
berkait dengan dewa padang pasir Ash dan Set."
Gambar dewa Set"tubuh manusia yang dipuncaki oleh
kepala semacam hewan yang tak dapat ditentukan jenisnya dengan moncong panjang dan telinga tegak.
"Kedua, aku bermaksud menunjukkan bahwa bangsa Mesir
kuno tidak hanya menyimpan kenangan tentang kampung halaman terhadulu mereka di Gilf Kebir, tetapi juga, terlepas dari
jarak berat yang terlibat, kontak "sik sebenarnya dengan tempat
itu, mudik secara sporadis melintasi padang pasir untuk beribadah di situs agama khusus dan untuk tujuan sentimental.
38 | PAUL SUSSMAN "Terutama satu lembah, yang dinamakan wehat seshtat,
Oasis Tersembunyi, tampaknya telah diperlakukan dengan penghormatan khusus. Walaupun buktinya lemah, situs terakhir ini
terus berperan sebagai pusat pemujaan yang penting sampai akhir
masa Kerajaan Lama, hampir seribu tahun setelah berdirinya
Mesir sebagai negara bersatu."
Pendengar yang telah mengangguk, tertangkap oleh mata
Flin, kini sudah tertidur. Dia menaikkan suaranya beberapa
nada, berusaha dengan sia-sia untuk menghentaknya dari tidur
lelapnya. "Akhirnya," dia melanjutkan lagi dengan suara agak berteriak,
"aku akan berargumentasi bahwa lembah yang misterius dan
yang masih belum ditemukan sampai saat inilah yang berperan
sebagai inspirasi dan model bagi seluruh rangkaian legenda
berikutnya tentang oasis Sahara yang hilang, terutama Zerzura,
Atlantis-nya padang pasir, yang dicari oleh Ladislaus Almasy yang
disebutkan tadi, yang menghabiskan sebagian besar kariernya
dalam pencarian yang sia-sia."
Gambar terakhir dalam pengantar itu"gambar Almasy
hitam putih yang samar dalam celana pendek dan topi pet
militer, dengan padang pasir terhampar jauh di belakangnya.
"Jadi, bapak dan ibu," katanya, "aku mengundang Anda
semua untuk bergabung dalam perjalanan penelitian"melintasi
padang pasir, menerobos waktu, dan dalam penelitian tentang
kota kuil Gilf Kebir yang telah lama hilang."
Dia lalu diam, menunggu reaksi, reaksi apa pun.
"Tak perlu berteriak," suara datang dari bagian belakang
ruangan. "Kami tidak tuli, Anda tahu itu!"
Berengsek, pikir Flin. Dia melanjutkan sampai ke bagian akhir ceramahnya, melompat dan memotong di mana pun dia bisa, sehingga waktu
normal sembilan puluh menit berkurang menjadi kurang dari
lima puluh menit. Dibandingkan dengan sebagian besar rekannya yaitu para ahli peradaban Mesir, Flin dipandang sebagai
THE HIDDEN OASIS | 39 pembicara yang menarik, mampu membawa subjek ceramah
yang kering dan kompleks itu menjadi hidup, memelihara perhatian orang, membuat pendengar bersemangat. Dalam keadaan
ini, tidak ada suntingan atau penyederhanaan yang tampaknya
memberikan dampak. Setelah separuh jalan, sepasang pendengar
berdiri dan meninggalkan ruangan; pada akhirnya mereka yang
masih tetap bertahan secara terang-terangan mengusap dan melirik jam tangannya. Pria bertelinga caplang tadi tertidur tenang
sepanjang ceramah itu, kepala bersandar pada bahu istrinya.
Hanya pendatang terakhir, pria yang kelebihan berat badan
dan berdasi kupu-kupu, yang tampak benar-benar berminat.
Sambil sesekali menyeka kening dengan saputangannya, dia memusatkan perhatian tanpa berkedip pada si pria Inggris, matanya
bersinar penuh konsentrasi.
"Kesimpulannya," kata Flin, sambil menampilkan gambar
terakhir tentang subjek itu, berupa sisi Gilf Kebir oranye yang
menjulang, "tak ada tanda keberadaan wehat seshtat, tidak
Zerzura, juga tidak oasis Sahara legendaris lain yang hilang yang
pernah ditemukan." Flin membalikkan badan secara perlahan, sambil melihat
ke arah gambar, tersenyum prihatin seolah sebagai pengakuan
terhadap rekan tandingnya sejak dulu. Untuk sesaat lamanya,
dia tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri sebelum menggelengkan kepala dan menoleh kembali kepada para pendengar.
"Banyak orang yang memperdebatkan bahwa seluruh ide
tentang oasis yang hilang tepat seperti itu adanya. Sebuah gagasan, mimpi, isapan jempol, tidak lebih nyata daripada khayalan
padang pasir. "Aku harap bukti yang telah dipaparkan malam ini akan
dapat memengaruhi Anda bahwa dasar dari semua teori ini,
wehat seshtat, memang benar ada, dan dipandang oleh bangsa
Mesir awal sebagai pusat pemujaan yang agung.
"Apakah lokasinya akan terungkap, itu persoalan lain.
Almasy, Bagnold, Clayton, Newbold"semua meneliti Gilf
Kebir dan kembali dengan tangan kosong. Pada masa sekarang,
40 | PAUL SUSSMAN pencitraan satelit dan survei antena juga hanya menampilkan
gambar kosong." Sekali lagi dia melemparkan pandangan pada gambar yang
terproyeksi di layar, tersenyum prihatin.
"Dan mungkin memang lebih baik seperti itu," katanya
sambil menatap ke depan lagi. "Begitu banyak bagian planet kita
kini telah diteliti dan dipetakan serta dieksplorasi dan diletakkan
begitu saja, dikelupas kemagisannya, sehingga hal itu membuat
dunia menjadi tempat yang lebih menarik untuk dipelajari,
karena satu sudut kecilnya paling tidak masih di luar jangkauan
kita. Untuk saat ini wehat seshtat tetap seperti itu adanya"oasis
tersembunyi. Terima kasih."
Flin duduk ketika tepuk tangan kaku menggema. Pria
tambun itu adalah satu-satunya pendengar yang menunjukkan
apresiasi serius, bertepuk tangan dengan keras sebelum bangkit
berdiri dan, dengan lambaian terima kasih, menyelinap keluar
dari pintu. Teman Flin, Margot, berdiri dan berjalan ke bagian
depan ruangan. "Ceramah yang sungguh menarik," katanya di hadapan pendengar dengan suara keras seperti guru sekolah. "Aku berharap
kita dapat langsung berhubungan dengan guru kita dan menuju
Gilf Kebir untuk mengamatinya sekitarnya."
Hening. "Sekarang Profesor Brodie bersedia menjawab pertanyaan
apa saja yang mungkin ingin Anda ajukan. Seperti telah aku katakan sebelumnya, dia adalah salah seorang otoritas terkemuka
dalam bidang arkeologi Sahara, penulis Deshret: Ancient Egypt
and the Western Desert yang berpengaruh dan legenda dalam
bidangnya"atau barangkali menjadi legenda dalam Lautan
Pasir-nya!"jadi manfaatkanlah kesempatan ini."
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hening lagi, kemudian si pria bertelinga caplang, yang sudah
terbangun dari tidurnya, berbicara:
"Profesor Brodie, apakah menurut Anda Tutankhamun dibunuh?"
THE HIDDEN OASIS | 41 Setelah itu, begitu para turis berlalu untuk makan malam,
Flin membenahi catatan dan laptop-nya, sementara Margot menunggu di dekatnya.
"Aku rasa mereka tidak terlalu bersemangat," kata Flin.
"Tidak benar," sela Margot. "Mereka jelas sekali " terpukau."
Flin memberikan ceramah itu hanya untuk menolong
Margot, teman lama di universitasnya dulu, mengisi acara di
menit terakhir karena acara lain gagal berlangsung. Flin tahu
bahwa Margot malu dengan reaksi rombongan yang dibawanya,
mencoba untuk menjelaskan hal itu. Sambil mengulurkan
tangan, Flin mengusap lengan Margot.
"Tak perlu merasa khawatir, Margs. Percayalah, aku telah
mengalami banyak hal lain yang lebih buruk."
"Paling tidak kau hanya menemani bersama mereka selama
satu jam," keluhnya. "Aku harus menemani mereka sampai
sepuluh hari ke depan. Apakah Tutankhamun terbunuh! Ya
Tuhan, kalau saja bumi yang kupijak ini bisa menelanku ?"
Flin tertawa. Setelah memasukkan laptop-nya ke dalam tas,
keduanya berjalan melintasi ruangan, Margot menyusupkan
lengannya ke lengan Flin. Ketika mereka sampai di pintu, terdengar riuh rendah suara klarinet dan drum sumbang dari serambi
di luar. Mereka berhenti dan menyaksikan prosesi pesta pernikahan
yang lewat di depan mereka"pengantin laki-laki dan pengantin
perempuan diikuti oleh rombongan keluarga dan kerabat yang
bertepuk tangan, petugas kamera video sedang berjalan mundur
di depan rombongan itu, memberikan instruksi.
"Ya ampun, lihat gaunnya," gumam Margot. "Si pengantin
wanita tampak seperti orang-orangan salju yang membengkak."
Flin tidak menanggapi; matanya tidak terarah ke pengantin
baru itu, tetapi ke bagian belakang kelompok. Seorang gadis
kecil, berusia sekitar sepuluh atau sebelas tahun, melompat
naik dan turun mencoba melihat apa yang sedang terjadi di
depannya. Gadis itu begitu bersemangat, cantik, rambut hitam
panjangnya tergerai. Mirip"
42 | PAUL SUSSMAN "Kau tak apa, Flin?"
Flin terhuyung di kusen pintu, meraih lengan Margot untuk
menahannya, keringat mengucur di leher dan keningnya.
"Flin?" "Tidak apa-apa," gumam Flin, sambil meluruskan dan melepas lengan Margot, malu. "Tidak apa-apa."
"Kau pucat seperti kertas."
"Aku baik-baik saja, sungguh. Hanya lelah. Semestinya aku
makan terlebih dahulu sebelum pergi."
Flin tersenyum, tidak sepenuhnya meyakinkan.
"Aku belikan kau makan malam," kata Margot. "Untuk
menaikkan gula darahmu. Paling tidak ini ini yang bisa aku
lakukan setelah malam ini."
"Terima kasih, Margs, tetapi bila kau tak keberatan, aku ingin
langsung pulang. Banyak sekali makalah yang harus kubaca."
Itu bohong belaka, dan dia merasa Margot mengetahui hal
itu. "Hanya merasa sedikit bingung," tambahnya, sambil mencoba menjelaskan kepada dirinya sendiri. "Selalu menjadi orang
menyebalkan yang emosinya naik turun."
Margot terseyum. Sambil menyorongkan tubuhnya ke depan,
dia memeluk Flin. "Naik-turunnya emosimu itu yang aku suka, Flin sayangku.
Itu dan wajahmu tentu saja. Tuhan, kalau saja kau membiarkan
aku?" Pelukan itu makin erat untuk sesaat lamanya, dan kemudian
Margot menjauh. "Kami berada di Kairo sampai Kamis, kemudian ke Luxor.
Boleh aku meneleponmu saat kami kembali nanti?"
"Aku tunggu," kata Flin. "Dan jangan lupa menjelaskan
kepada mereka tentang bagaimana Piramida sejajar dengan
Orion, karena di sanalah tempat alien pembangun berasal."
THE HIDDEN OASIS | 43 Margot tertawa dan buru-buru berlalu. Flin memandang
kepergiannya, kemudian mengalihkan perhatiannya ke pesta
pernikahan itu. Rombongan pengantin itu kini melintasi sebuah
ruang di sisi jauh serambi, gadis kecil itu masih tetap melompatlompat di bagian belakang. Bahkan setelah sekian tahun berlalu,
hal kecil seperti ini masih menghimpit dirinya, membanjiri
kembali pikirannya. Kalau saja dia berada di sana tepat pada
waktunya. Flin masih menyaksikan rombongan itu untuk beberapa saat
kemudian sampai para tamu pesta pernikahan menghilang ke
dalam ruangan dan semua pintu di belakang mereka ditutup,
lalu, karena tidak ingin pulang dan tidak juga membaca makalah,
tetapi ingin bermabuk-mabukan sebisa mungkin di sisa malam
yang ada, dia bergegas keluar dari hotel, diikuti oleh sosok
tambun berjaket berwarna krem beberapa saat kemudian.
Freya baru saja sampai dari penerbangannya: tengah malam
dari San Francisco International ke London, dan kemudian melanjutkan ke Kairo. Dia seharusnya punya cukup banyak waktu,
tetapi entah mengapa, seperti selalu terjadi ketika dia punya
banyak waktu, jam secara misterius tampak semakin cepat bergerak dan segala sesuatunya berubah menjadi ketergesaan. Dia
orang terakhir yang check-in, dan yang terakhir masuk ke kabin
pesawat, menyusupkan ranselnya ke dalam laci yang sudah sesak
dan menghempaskan tubuhnya ke tempat duduk di antara seorang pria Hispanik bertubuh besar dan remaja berambut lurus
dengan t-shirt Marylin Manson.
Begitu pesawat sudah mengudara, dia memilih-milih hiburan dalam penerbangan itu: ulangan serial Friends, lalu ada "lm
komedi bodoh yang dibintangi Matthew McConaughey, dan
dokumenter National Geographic tentang Sahara, yang, dengan
alasan perjalanannya ini, adalah hal paling akhir yang ingin
44 | PAUL SUSSMAN ditontonnya. Dia meneliti menu beberapa kali, kemudian mematikan layar, mendorong senderan kursi ke belakang dan memasang headphones dari iPod-nya ke telinganya: Johnny Cash,
Hurt. Cocok sekali. Para wanita pengelana terkenal"nama-nama itulah yang
diberikan oleh orangtua mereka. Freya Stark adalah nama
pengelana hebat penjelajah Timur Tengah, dan untuk nama penjelajah Himalaya Alexandra David-Neel diberikan untuk adiknya. Ironisnya, masing-masing dari mereka justru tidak mirip
dengan sosok dan karakter nama-nama kedua wanita pengelana
tadi, tetapi malah mirip dengan karakter nama yang disandang
saudara kandung masing-masing. Alex, seperti Stark, tertarik
kepada panas dan padang pasir; Freya, seperti David-Neel, tertarik kepada tebing dan pegunungan.
"Nama yang diberikan kepada kalian tidak ada yang berjalan
sesuai rencana," gurau ayahnya suatu ketika. "Seharusnya kelahiran kalian ditukar."
Ayah mereka adalah seorang pria tinggi besar seperti beruang,
periang, guru geogra" di kampung halaman mereka di Markham,
Virginia. Selain musik jazz dan puisi Walt Whitman, alam bebas
menjadi hal yang paling dicintainya, dan di usia muda dia telah
membawa mereka ke berbagai ekspedisi: mendaki Pegunungan
Blue Ridge, bersampan di Sungai Rappahannock, berlayar di
pantai di Carolina Utara, memburu burung dan hewan dan
pepohonan dan berbagai jenis tanaman, mengajarkan mereka
tentang lanskap dan segala sesuatu di dalamnya. Dari dirinyalah
mereka mewarisi semangat berpetualang, kekaguman mereka terhadap berbagai tempat liar. Penampilan kedua wanita ini, di lain
sisi"ramping, pirang; mata hijau bening"diwarisi dari ibunya,
seorang seniman dan pematung yang berhasil. Tampang, dan
juga sikap penyendiri dan introspeksi tertentu, ketidaksukaan
terhadap omong kosong dan kerumunan orang. Ayah mereka
adalah seorang yang bergaul luas, senang bercakap-cakap dan
berkumpul dengan masyarakat. Hannen wanita, sebaliknya,
selalu merasa lebih nyaman dengan dirinya sendiri.
THE HIDDEN OASIS | 45 Alex adalah anak tertua dari keduanya dengan selisih usia
lima tahun, tidak semenarik Freya, tetapi lebih cerdas"secara
akademis, paling tidak"dan keadaan emosinya tidak terlalu
mudah turun-naik. Mereka tidak pernah selalu bersama seperti
layaknya saudara kandung, perbedaan usia menunjukkan bahwa
keduanya cenderung menjalani caranya masing-masing dan melakukan urusannya sendiri daripada menghabiskan setiap jam
bersama-sama. Rumah papan tua keluarga di pinggir kota telah terisi oleh
harta karun berupa peta, atlas, petunjuk dan buku perjalanan
dan pada musim hujan masing-masing akan mengisi diri dengan
jilid kesukaan mereka dan tenggelam dalam sudut rahasia
masing-masing untuk mempersiapkan petualangan mereka
berikutnya: Alex masuk ke loteng, Freya masuk ke rumah musim
panas yang hampir rubuh di ujung taman. Ketika berada di alam
bebas"yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka"
mereka juga menuju ke arah terpisah, Freya berkelana sejauh
berkilo-kilometer melintasi hutan setempat dan jalan, mengukur
diri seberapa cepat dia dapat menyelesaikan jalur pendakian atau
memanjat gunung, selalu memaksakan diri.
Alex juga senang melakukan perjalanan dan menjelajah,
walaupun dalam hal ini ada sisi yang lebih intelektual dalam
petualangannya. Dia akan membawa buku catatan dan pulpen
berwarna bersamanya, peta, kamera, kompas militer tua yang
sebelumnya dimiliki oleh seorang marinir dalam pertempuran
Iwo Jima. Ketika dia kembali ke rumah"biasanya sudah larut
malam"pasti dengan catatan penuh tentang perjalanan hari
itu, gambar, catatan akurat tentang rute yang dia tempuh, semua
bentuk spesimen yang dia ambil selama di perjalanan"daun
dan bunga, biji pinus, bebatuan berbentuk unik dan, dalam
sebuah kesempatan yang tak terlupakan, bangkai ular yang dia
lilitkan dengan bangga di sekitar lehernya seperti syal.
"Dan aku berpikir sedang membesarkan dua gadis muda,"
sang ayah mengeluh. "Demi Tuhan, apa yang telah aku lepaskan
di dunia ini?" 46 | PAUL SUSSMAN Mereka sudah begitu mandiri, dan selamanya berkutat
dengan petualangan pribadi mereka sendiri. Alex mencoba
menjelajahi dunia, Freya mencoba menaklukannya, tetapi hal
itu tidak menghapus rasa sayang mereka di antara mereka.
Freya mengagumi kakak perempuannya, percaya, dan ikut mengawasinya, bercerita kepadanya tentang berbagai hal yang tidak
dia ceritakan kepada orang lain, bahkan kepada orangtua mereka.
Sedangkan Alex selalu ingin melindungi adik kandungnya itu,
menyelinap masuk ke kamar adiknya pada malam hari untuk
membuatnya nyaman ketika dia tengah bermimpi buruk,
membacakan berbagai buku untuknya tentang perjalanan dan
petualangan yang sangat mereka sukai, merapikan rambutnya,
dan membantu menyelesaikan tugas sekolah. Ketika, pada usia
lima tahun, mulut Freya disengat oleh seekor tawon, dia justru
berlari minta tolong kepada kakaknya, bukan kepada orangtuanya. Beberapa tahun kemudian, dia dirawat di rumah sakit
karena meningitis dan Alex memaksa ikut menginap bersamanya,
tidur di kasur tipis di lantai dan menggenggam tangan adiknya
ketika dia harus menjalani pengobatan dengan tusukan jarum
di bagian bawah punggungnya (hal inilah, disertai reaksi Freya
yang histeris ketika jarum ditusukkan ke tulang punggungnya,
yang memicu rasa takut Alex seumur hidup terhadap apa pun
yang berkaitan dengan injeksi). Ketika, sambil malu-malu di hari
ulang tahunnya yang ketujuh belas, Freya telah memukau dunia
panjat tebing dengan melakukan panjatan solo di Nose di El
Capitan, Yosemite, orang termuda yang pernah melakukannya,
siapa yang telah menunggunya di puncak, dengan seikat bunga
di satu tangan dan sekaleng minuman ringan Dr. Pepper di
tangan yang lain" Alex.
"Aku bangga sekali kepadamu," dia berkata, sambil memeluk
erat Freya. "Adikku yang tak kenal takut."
Dan tentu saja ketika, hanya beberapa bulan setelahnya,
ibu dan ayah mereka tewas dalam kecelakaan mobil, Alex-lah
yang lalu berperan sebagai orangtua pengganti. Pada titik itu
kariernya sebagai penjelajah padang pasir mulai berkembang:
THE HIDDEN OASIS | 47 buku Little Tin Hinan, catatan tentang delapan bulan yang
dia habiskan untuk hidup dan menjelajah dengan suku Berber
Tuareg dari Nigeria utara, telah memuncaki daftar buku terlaris.
Tetapi dia menunda kariernya dan kembali ke rumah keluarga
untuk mengurusi adiknya, bekerja di departemen perpetaan CIA
di Langley sehingga dia tetap dapat menemani Freya menjalani
masa sekolah dan kuliah, membiayai karier memanjatnya,
mendukung dan melindunginya.
Dan setelah semua itu, Freya membayar kembali cinta
kakaknya dengan pengkhianatan. Ketika telinganya mendengarkan suara berat dan serak Johnny Cash, melagukan rasa sakit dan
kehilangan, dan mengecewakan mereka yang paling kau kasihi,
dia menutup matanya dan melihat kembali kekagetan pada
wajah Alex saat dia masuk ke dalam kamarnya. Kaget dan, lebih
buruk lagi, kesedihan yang sangat dan membuatnya marah.
Tujuh tahun lamanya dan Freya tidak pernah sekalipun berkata maaf. Dia ingin sekali. Ya Tuhan, dia ingin sekali. Tidak
ada sehari pun berlalu tanpa memikirkan hal itu. Tetapi dia
tidak pernah melakukannya. Dan kini Alex sudah tiada dan
kesempatan itu sudah berlalu. Alex yang dicintainya, kakak
sulungnya. Hurt. Bahkan lagu itu tidak dapat menjelaskan perasaannya.
Dia merogoh ke dalam sakunya dan menarik sebuah amplop
lecek, bercap pos Mesir, menatapnya untuk beberapa saat,
kemudian melepas headphone dari telinganya dan memutar "lm
Matthew McConaughey. Apa pun yang membuatnya dapat
melupakan semua itu. Kairo FLIN tidak sering minum lagi, tidak sesering dulu. Kadangkadang dia masih suka minum, biasanya di bar di Windsor
Hotel di Sharia Al" Bey, dan ke sanalah dia sekarang menuju.
48 | PAUL SUSSMAN Ruangan itu tenang dan nyaman, terletak di lantai pertama
gedung itu, seluruh lantainya terbuat dari kayu yang terpelitur,
kursi-kursi berlengan dan penerangan yang lembut, seperti
menghentak ingatan kembali ke masa keningratan kolonial
awal. Para stafnya mengenakan kemeja putih dan dasi kupukupu hitam, sebuah meja tulis terletak di satu sudut, dindingnya
digantungi semacam hiasan aneh yang bisa kau temukan di toko
barang-barang antik kelas atas"tempurung kura-kura raksasa,
gitar tua, tanduk rusa, foto hitam putih pemandangan kehidupan
bangsa Mesir. Bahkan sejumlah botol di belakang bar"Martini,
Cointreu, Grand Marnier, cr"me de menthe"seakan ingin
mewakili zaman yang berbeda, masa pesta koktail, minuman
beralkohol, dan anggur manis yang dihidangkan setelah makan.
Hanya alunan musik Whitney Houston mengganggu ilusi itu.
Ditambah para petualang beransel yang sedang berkumpul
di berbagai sudut sambil membaca buku panduan perjalanan
Lonely Planet mereka. Flin tiba di sana setelah pukul delapan dan, mengambil posisi
di atas kursi tinggi di ujung bar, memesan Stella. Ketika bir itu
tersaji di depannya, dia menatapnya, seperti yang dilakukan
seorang penyelam sebelum terjun dari papan tinggi ke dalam
air yang jauh berada di bawahnya, kemudian membawa gelas
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu ke bibirnya dan mengosongkannya dengan empat tegukan
panjang, lalu memesan lagi. Segelas bir berikutnya dia habiskan
dengan cepat dan dan baru akan memulai dengan gelas ketiga
ketika dia melihat sekilas melalui panel becermin di belakang
bar. Si pria tambun yang datang ke ceramahnya tadi duduk di
sofa di sebelah kiri belakangnya, sedang membaca surat kabar.
Flin tidak ingat apakah pria itu sudah berada di sana ketika dia
masuk ke bar tadi. Karena tidak ingin ditemani, dia pindah ke
kursi tinggi sehingga posisinya tertutupi pilar yang berada di
antara mereka. Baru saja dia duduk, pria itu mendongak, melihatnya, dan melambai, lalu meletakkan surat kabar di sisinya
dan berjalan menghampiri.
THE HIDDEN OASIS | 49 "Ceramahmu tadi sangat bagus, Profesor Brodie," katanya
dengan suara bernada tinggi, sambil mendatangi Flin dan mengulurkan tangan. "Sangat baik."
"Terima kasih," kata Flin, sambil menyambut tangan itu dan
menjabatnya, sambil mengerang perlahan. "Aku sungguh senang
ada orang yang menikmatinya."
Pria itu memberikan kartu nama.
"Cy Angleton. Bekerja di Kedutaan Besar. Urusan Masyarakat.
Mencintai Mesir kuno."
"Oh ya." Flin mencoba untuk terlihat bersemangat. "Tertarik
kepada periode tertentu?"
"Oh, semuanya, aku kira," jawab Angleton sambil mengibaskan tangannya. "Semuanya. Walaupun aku menemukan bahwa hal yang terkait Gilf Kebir sungguh memukau."
Dia melafalkannya "gilf kay-beer".
"Sungguh menakjubkan," lanjutnya. "Mungkin kapan-kapan
kita bisa makan siang bersama.Sambil bertukar pikiran."
"Boleh juga," jawab Flin, sambil berusaha tersenyum.
Kemudian hening, dan karena tidak ada pilihan lain, dia
mengajak pria Amerika itu bergabung bersamanya. Untunglah
tawaran itu ditolak. "Aku harus bekerja besok pagi-pagi sekali. Hanya ingin menyampaikan betapa aku menyukai ceramah itu."
Jeda sejenak, kemudian: "Kita betul-betul harus berbincang lebih jauh tentang Gilf itu."
Walaupun diucapkan dengan datar, ada sesuatu tentang
ucapan terakhirnya ini membuat Flin merasa tak nyaman, seolah
lebih banyak yang tersembunyi daripada yang dikatakan oleh
Angleton. Sebelum Flin bertanya lebih lebih jauh lagi, si pria
Amerika itu menepuk bahunya, memuji lagi ceramahnya lalu
pergi keluar. Gadis kecil di hotel itu, Flin berkata kepada dirinya sendiri,
meneguk sisa bir dan melambai kepada petugas bar dan memberi
50 | PAUL SUSSMAN tanda bahwa dia mau memesan lagi. Membuatku gelisah. Itu dan
hal-hal lain yang berengsek.
"Dan segelas wiski Johnnie Walker," katanya. "Dobel."
Flin terus minum sepanjang malam itu, membolak-balikkan
segala yang ada dalam pikirannya"gadis kecil itu, Gilf, Dakhla,
Sand"re. Dia sudah tak tahu lagi seberapa banyak minuman keras
yang diteguknya, menenggelamkan diri, seperti di masa lalu.
Sekelompok gadis Inggris berkumpul di meja di dekatnya, salah
satu di antaranya"mungil, berambut hitam, cantik"melempar
pandang ke arahnya, mencoba melakukan kontak mata. Dia
selalu menarik perhatian lawan jenis, atau begitulah yang dikatakan orang tentangnya, rangka tubuhnya yang ramping dan
tegap, dan mata coklat yang lebar membuatnya terlihat berbeda
daripada kebanyakan rekannya para ahli peradaban Mesir, yang
cenderung lemah lembut secara "sik. Meskipun demikian, dia
tidak pernah percaya diri sepenuhnya ketika berada di antara
perempuan, tak terampil melakukan pembicaraan kecil untuk
memecah kebekuan yang justru dikuasai oleh sebagian pria.
Dan walaupun dia mampu, dia benar-benar sedang tidak dalam
suasana hati yang nyaman untuk melakukan hal itu malam
ini. Dia menanggapi perhatian gadis itu dengan senyum tipis,
kemudian mengangkat pandangannya ke sepasang tanduk rusa
yang tergantung di atas bar untuk beberapa lama. Dua puluh
menit kemudian, si gadis dan teman-temannya itu pergi dan sekelompok pengusaha Mesir mengisi meja itu.
Sekitar pukul sebelas, dalam keadaan mabuk berat, Flin memutuskan bahwa waktu itu sudah malam dan mulai merogoh
dompetnya. Ketika melakukannya, dia merasa ada tangan
di bahunya. Untuk sesaat lamanya, dia mengira ini pasti si
Amerika tambun itu lagi. Ternyata orang itu Alan Peach, seorang
rekannya dari American University. "Alan yang menarik", begitu
panggilan mereka terhadap pria itu untuk menyindirnya karena
dia dianggap sebagai orang paling membosankan di Kairo, ahli
keramik yang percakapannya jarang beralih dari topik keramik
THE HIDDEN OASIS | 51 merah dinasti awal. Alan menegur Flin dan, sambil memberi
tanda ada kelompok teman dari universitas lain yang duduk di
sebuah meja di ruang itu, mengundangnya untuk bergabung
bersama mereka. Flin menggelengkan kepalanya dan menjelaskan
bahwa dia akan segera pergi; menarik dompetnya ketika Peach
bercerita tentang perdebatan yang dia lakukan dengan salah
seorang kurator di Museum Mesir tentang sebuah jambang
yang menurutnya hampir pasti berasal dari Badarian dan bukan
Naqada II seperti yang telah ditetapkan secara resmi. Flin tak
berkonsentrasi, mengangguk-angguk tetapi tidak sepenuhnya
menaruh perhatian. Hanya ketika dia telah menghitung jumlah
uang dengan tepat, meletakkannya di meja bar, dan meraih
laptop-nya, dia baru menyadari Peach telah berpindah subjek
dan sedang membicarakan sesuatu yang benar-benar berbeda.
?" di Sadat Metro. Tak bisa dipercaya. Aku kebetulan bertemu dengannya, tepatnya bersenggolan."
"Apa" Siapa?"
"Hassan Fadawi. Aku kebetulan bertemu dengannya. Ketika
aku sedang menuju Heliopolis untuk membantu soal sejumlah
keramik yang mereka temukan, Dinasti Ketiga menurut mereka,
walaupun kalau dilihat dari modelnya?"
"Fadawi?" Flin tampak terkejut. "Aku pikir dia?"
"Aku pikir juga begitu," kata Peach. "Ternyata dia mendapatkan pembebasan lebih awal. Dia tampak hancur. Benar-benar
hancur." "Hassan Fadawi" Kau yakin?"
"Positif. Dia mendapatkan dukungan dana keluarga, jadi
secara "nansial, dia tidak bakalan?"
"Kapan" Kapan dia keluar?"
"Sekitar seminggu yang lalu, kudengar dia bilang begitu.
Kurus seperti alat penggaruk. Aku ingat pernah melakukan
pembicaraan sangat menarik dengannya tentang botol anggur
hieratik Dinasti Kedua yang dia temukan di Abydos. Katakan
apa yang kau suka tentangnya, dia pasti tahu tentang keramik52 | PAUL SUSSMAN nya. Kebanyakan orang akan memberi tanggal Ketiga atau
bahkan Keempat, tetapi dia telah menghitung kau tidak akan
mendapatkan struktur rangka seperti itu ?"
Alan jelas sedang asyik berbicara sendiri. Flin membalikkan
badan dan pergi meninggalkan ruangan itu.
Seharusnya dia langsung pulang ke rumah saja. Tetapi, karena tak
sanggup menahan diri, dia meluncur ke toko alkohol bebas pajak
di Sharia Talaat Harb, mengambil sebotol scotch gut-rot sebelum
menyetop taksi dan mengarah kembali ke blok apartemennya di
sudut antara Mohamed Mahmoud dan Mansour.
Taib si pengurus rumah masih terjaga ketika dia kembali,
sedang duduk di kursi berlengannya di dekat pintu masuk
gedung, syal terlilit di kepalanya, kakinya yang kotor dialasi
sandal plastik tua. Mereka tidak pernah berbincang akrab, dan
dalam keadaan mabuk seperti itu, Flin tidak mau repot-repot
untuk sekadar menegurnya. Dia langsung melewatinya dan menuju lift kuno yang merayap naik ke lantai puncak.
Di dalam "atnya, dia meraih sebuah gelas tinggi di dapur,
mengisinya dengan wiski dan terseok menuju ruang tengah.
Setelah menyalakan lampu, dia tenggelam di sofa. Dia meneguk habis wiskinya di gelas, mengisinya kembali, dan mengosongkannya juga, benar-benar meneguk habis, sadar bahwa
dia dengan cepat sedang meluncur ke tebing licin, tetapi tak
sanggup menghentikan diri.
Selama lima tahun dia mampu mengendalikannya, hampir
tak pernah menyentuh benda itu. Memang sudah kecanduan,
tentunya, khususnya pada hari-hari awal, tetapi gadis itu telah
membantunya dan Flin berterima kasih kepadanya karena telah
membuatnya tetap berada di jalan yang benar, perlahan membangun kehidupannya kembali, seperti salah satu jambang Alan
Peach yang direkonstruksi.
Lima tahun, dan kini dia telah menghapusnya sama sekali.
Dan dia tidak peduli. Dia semata tidak peduli. Gadis itu, Gilf,
THE HIDDEN OASIS | 53 Dakhla, Sand"re, dan kini Hassan Fadawi"terlalu banyak. Dia
tidak dapat menanggung semuanya lagi.
Flin mengisi gelas kembali, meneguk isinya, lalu meneguk
langsung dari botolnya, mata menatap nanar ke sekeliling
ruangan. Berbagai benda terlihat jelas dan samar"selendang
sepak bola El-Ahly, buku The Cult of Ra karya Stephen Quirke,
gumpalan kaca padang pasir Libya seukuran kepalan tangan"
berputar-putar sebelum akhirnya tatapannya tertumpu pada
sebuah foto yang terletak di meja sudut di sisi sofa. Foto seorang
wanita muda. Rambut pirang, kulit coklat, sedang tertawa, dia
mengenakan kacamata lebar dan jaket kulit kumal; dataran
kerikil padang pasir terentang luas di belakangnya dengan
pemandangan gundukan pasir seukuran punggung paus jauh di
belakangnya lagi. Flin menatapnya, meneguk botol, mengalihkan
pandangan dan tiba-tiba kembali menatap lagi, sebuah ekspresi
rasa malu yang menyakitkan merayap di wajahnya, seolah dia
tertangkap basah melakukan sesuatu yang sebelumnya dia telah
berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Lima detik berlalu.
Sepuluh, dua puluh. Kemudian, dengan segala usaha, seluruh
tubuhnya gemetar seolah melawan kekuatan tak terlihat, dia
berdiri terhuyung dan terhempas ke jendela. Sambil membuka
daun jendela, dia mengangkat botol wiskinya ke gelap malam.
"Alex," dia berbisik, gemerincing kaca yang berserakan
menggema dari gang di bawah. "Oh Alex, apa yang telah aku
lakukan?" Cy Angleton menyekakan saputangan ke keningnya"Ya Tuhan,
kota ini panas sekali!"dan memesan Coca Cola lagi. Setiap
orang di kafe itu sedang minum bergelas-gelas teh berwarna
merah delima atau kopi hitam, tetapi Angleton tidak akan menyentuh benda itu. Dua puluh tahun dia telah bersikap seperti
ini"Timur Tengah, Timur Jauh, Afrika"dengan aturan yang
54 | PAUL SUSSMAN selalu sama: bila bukan di dalam kaleng, jangan diminum.
Rekan-rekannya tertawa, menyebutnya paranoid, tetapi dialah
yang akan tertawa ketika mereka meringkuk karena keracunan
makanan, isi usus keluar dari dubur mereka. Bila bukan di
dalam kaleng, jangan diminum. Begitu juga: bila tidak dimasak
oleh orang Amerika, jangan dimakan.
Coke itu tiba. Angleton membuka kaleng dan meneguknya
panjang-panjang, sambil mengamati pelayan remaja lelaki ketika
dia berjalan di antara meja, mengagumi pinggul ramping dan
lengan berototnya. Dia meneguk minumannya kembali dan
mengalihkan pandangan, memusatkan perhatian pada persoalanpersoalan yang sedang dia hadapi.
Malam yang bermanfaat. Sangat bermanfaat. Dia bertanyatanya dalam hati apakah seharusnya dia tidak berjalan terlalu
jauh di Hotel Windsor, seharusnya tidak perlu terlalu terus
terang berkata kepada Brodie tentang Gilf Kebir, tetapi setidaknya tindakan itu layak diambil risikonya. Dalam urusan macam
ini, kadang kau harus memercayai nalurimu sendiri. Dan
nalurinya telah mengatakan kepadanya bahwa reaksi Brodie
bersifat informatif. Dan memang seperti itu. Brodie mengetahui
sesuatu, jelas mengetahui sesuatu. Potongan demi potongan
demi potongan. Begitulah Angleton menyukai pekerjaan itu.
Merangkai gambaran demi gambaran, memilah-milah berbagai
fakta. Untuk itulah dia dibayar, itulah mengapa mereka selalu
memanfaatkannya untuk hal seperti ini.
Dia telah membuntuti Brodie kembali ke apartemennya dan
sempat berbincang dengan si tua pengurus apartemen itu. Pria itu
jelas tidak menyukai si orang Inggris itu, dan Angleton memanfaatkannya, mendapatkan kepercayaannya, menyelipkan sejumlah uang tunai untuknya, yang akan mempermudah segala sesuatu ketika tiba waktunya untuk meneliti apartemen Brodie, seperti
yang akan segera terjadi. Ya, tak pelak lagi, malam yang sungguh
sangat berhasil. Potongan demi potongan demi potongan.
Dia meneguk Coke-nya dan menatap ke sekeliling pada
pelanggan di kafe. Sebagian mengepulkan pipa shisha, yang
THE HIDDEN OASIS | 55 lain bermain domino; semuanya laki-laki. Si remaja laki-laki
itu lewat lagi dan mata Angleton menelusurinya, bayanganbayangan bermain dengan malas di kepalanya, membayangkan
adegan memeluk, basah, dan berkeringat. Dia tersenyum dan
menggelengkan kepalanya, melempar sejumlah uang ke atas
meja sebelum berdiri dan bergegas ke jalan. Walaupun memiliki
kebutuhan, dia tidak bermaksud untuk menggoda mereka di
tempat seperti ini. Mungkin ketika dia kembali ke Amerika,
tetapi untuk saat ini dia akan melakukannya dengan tangannya
sendiri. Itu aturan yang mendasari hidupnya: jangan minum air,
jangan makan makanan, dan di atas segalanya, jangan pernah
menyentuh daging, sekuat apa pun godaannya.
Freya mendarat di Bandara Internasional Kairo pada pukul 8
pagi waktu setempat. Seorang wanita sedang menunggunya di
gerbang kedatangan. Dia adalah Molly Kiernan, teman Alex dan
orang yang telah meneleponnya dua malam yang lalu, memberi
kabar tentang kematian Alex.
Berusia akhir lima puluhan, dengan rambut pirang abu-abu,
sepatu yang sesuai, dan salib emas kecil yang menggantung di
lehernya. Kiernan menghampiri dan memeluk Freya, mengatakan betapa menyesalnya dia atas kehilangan yang Freya alami.
Kemudian, sambil menggamit lengan Freya, dia menuntunnya
keluar dari terminal internasional dan melintasi terminal
domestik untuk penerbangan ke Dakhla Oasis. Di tempat itulah
Alex tinggal, dan tempat itu pula yang akan menjadi makamnya
mulai esok. "Kau yakin tidak akan menginap di Kairo dan terbang bersamaku besok?" Kiernan bertanya ketika mereka berjalan. "Aku
punya tempat tidur cadangan."
Freya berterima kasih kepadanya, tetapi mengatakan dia
lebih senang langsung menuju selatan. Dia ingin sekali segera
56 | PAUL SUSSMAN melihat kakaknya untuk terakhir kali sebelum dimakamkan,
untuk mengucapkan selamat jalan.
"Tentu saja, sayang," kata wanita yang lebih tua itu, sambil
meremas tangan Freya. "Zahir al-Sabri akan menemuimu di
sana"dia bekerja bersama Alex. Dia pria yang baik, walau
wajahnya agak masam. Dia akan membawamu ke rumah sakit
dan kemudian ke rumah Alex. Kalau kau memerlukan apa pun,
apa saja?" Dia menyodorkan selembar kartu nama kepada Freya: Molly
Kiernan, Regional Co-ordinator, USAID. Nomor telepon seluler
tertulis di bagian belakang kartu.
Di terminal domestik, Freya melakukan check-in. Dia salah
satu dari hanya empat orang penumpang di situ. Sambil memperlihatkan boarding pass dan berbicara kepada petugas keamanan
dalam bahasa Arab yang fasih, Kiernan diizinkan menemaninya
melewati ruang tunggu keberangkatan, tempat dia menunggu
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersama Freya sampai penerbangannya diumumkan, tidak seorang pun di antara mereka berbicara terlalu banyak. Hanya
ketika para penumpang mulai bersiap dan Freya telah bergabung
ke dalam barisan untuk masuk ke bus yang akan membawa
mereka ke pesawat, dia mencurahkan isi hatinya tentang apa
yang telah mengoyak perasaannya sejak dia menerima kabar
tentang kematian kakaknya:
"Aku tidak percaya Alex bunuh diri. Aku sungguh tidak
percaya. Alex tidak seperti itu."
Jika ingin mencari penjelasan, dia tidak akan mendapatkannya.
Kiernan memeluknya kembali, mengusapkan tangannya pada
rambut Freya. Dengan kata-kata "Aku sangat menyesal" yang
terakhir, dia berbalik dan menjauh.
Begitu pesawat sudah mengudara, Freya melamun sambil menatap padang pasir yang terhampar di bawah, bentangan kuning
keruh yang tak berakhir yang larut ke dalam kabut cakrawala di
kejauhan. Di sana-sini permukaannya tergores oleh jalur lembah
THE HIDDEN OASIS | 57 yang sudah lama kering seperti luka bercabang, tetapi sebagian
besar bagiannya tampak tak menarik. Kosong, sunyi, terasing"
seperti apa yang dirasakannya kini.
Dosis mor"n berlebihan"itu yang dilakukan Alex. Freya
tidak tahu bagaimana cerita persisnya, benar-benar tidak ingin
tahu, terlalu menyakitkan untuk dipikirkan. Alex menderita
sklerosis ganda, bentuk penyakit yang sangat agresif. Dia telah
kehilangan kemampuan untuk menggunakan kedua kaki dan
satu lengan, dan sebagian penglihatannya juga"Tuhan, kekejaman yang sangat memilukan hati.
"Dia tidak tahan lagi menghadapi semua itu," ujar Molly
Kiernan kepadanya ketika mengabarkan soal itu. "Tidak sanggup
bertahan lagi. Memutuskan untuk bertindak selagi masih dapat
ia lakukan." Rasanya bukan Alex yang dikenal Freya, putus asa seperti
itu, melarikan diri tanpa bertarung. Tetapi kemudian semua
yang dia miliki hanyalah kenangan: Alex dari masa kecil mereka,
dengan buku catatan dan koleksi batu dan kompas tentara tua
dari pertempuran Iwo Jima. Alex yang memeluknya erat pada
pemakaman ayah dan ibunya, dan menghentikan karier demi
untuk mengurus dirinya, yang mencintai dan mendukungnya.
Alex masa lalu. Alex yang hilang. Sudah tujuh tahun sejak
percakapan mereka yang terakhir, dan siapa yang dapat mengatakan betapa banyak perubahan telah terjadi kepada kakaknya
ini selama periode itu. Benar, Alex pernah menulis surat kepada Freya, sekali sebulan,
rutin seperti jarum jam, lusinan surat selama bertahun-tahun,
semua dalam tulisan tangannya dalam bentuk yang liar dan rapi
pada saat yang bersamaan. Namun demikian, surat-surat itu tak
pernah menyinggung urusan pribadi. Seolah berbagai peristiwa
di hari terakhir di Markham telah menutup pintu dengan keras
bagi keterlibatan apa pun yang lebih dalam di antara keduanya.
Dakhla, padang pasir, pekerjaan yang dia lakukan di pergerakan
gundukan pasir dan geomorfologi Dataran Tinggi Gilf Kebir,
apa pun itu"adalah semua hal yang ditulis Alex. Sesuatu yang
58 | PAUL SUSSMAN sifatnya perrmukaan saja, eksternal, dan tak pernah menggali
terlalu dalam. Hanya surat terakhir, yang diterima Freya hanya
beberapa hari sebelum menerima kabar tentang kematian
kakaknya, yang berbeda, membuka kembali, membiarkan Freya
kembali terlibat. Tetapi, sejak itu semuanya sudah terlambat.
Dan tentu saja Freya, goyah karena rasa malu, tak pernah
membalas satu pun surat dari Alex. Tidak sekali pun, dalam tujuh
tahun, dia berusaha menyapa, mengatakan betapa menyesalnya
dia, mencoba memperbaiki kerusakan yang telah dia lakukan.
Itulah hal yang mengusiknya sekarang, bahkan lebih daripada kematian Alex sendiri. Kenyataan bahwa dia telah begitu
menderita, sangat menderita, dan bahwa dia, Freya, tidak ada
di sana bersamanya, seperti Alex yang selalu ada untuknya.
Sengatan tawon, tusukan di bagian bawah punggung, hari ketika
dia seorang diri memanjat Nose di El Capitan"kakaknya tidak
pernah mengecewakannya, selalu mendukungnya. Tetapi dia
tidak melakukan hal yang sama untuk kakaknya"dia telah
mengecewakannya. Untuk yang kedua kalinya.
Freya merogoh sakunya, dan menarik amplop yang sudah
lecek, dengan cap pos Mesir, menatapnya sebelum menyingkirkannya tanpa dibaca dan kembali memandang padang pasir di
Tambang Jebakan Maut 3 Panji Tengkorak Darah Ko Lo Hiat Ki Karya S D Liong Naga Beracun 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama