Ceritasilat Novel Online

Prodigy 6

Prodigy Karya Marie Lu Bagian 6


Tak ada apa-apa, hanya kegelapan. Suara tetesan air dan langkah kaki samar bergema di dalam. Kadangkadang, aku melihat kerlip cahaya melintas, seolah-olah seseorang di dalam sana lewat membawa lentera. Aku memandang ke lantai yang lebih tinggi. Kebanyakan jendelanya rusak dan pecah, atau tidak ada kacanya.
Pot-pot tua di balkon menampung tetesan air, dan di beberapa tempat ada deretan pakaian compangcamping yang dijemur di birai.
Pasti ada orang yang tinggal di sini. Tapi, pikiran itu membuatku gemetar. Sekali aku menoleh ke gedunggedung pencakar langit yang berkilauan di blok tepat di belakang kami, kemudian kembali menatap rangka bangunan semen rusak ini.
Keributan di ujung jalan mengalihkan perhatian kami. Aku berpaling dari kompleks tersebut. Satu blok dari sini, seorang wanita setengah baya yang mengenakan mantel lusuh dan sepatu bot laki-laki memohon-mohon kepada dua orang pria yang mengenakan pakaian plastik tebal. Keduanya memakai goggle berkaca jernih yang menutupi wajah, serta topi besar bertepi lebar di kepala.
Perhatikan, bisik Kaede. Kemudian, dia menyeretku ke dalam salah satu pintu masuk gelap di antara dua pintu di lantai bawah kompleks. Kami menjengukkan kepala sedikit sehingga kami bisa mendengar apa yang terjadi. Meskipun mereka sangat jauh, suara wanita itu terdengar jelas dalam udara dingin yang sunyi ini.
hanya melewatkan sekali pembayaran tahun ini, kata wanita itu. Saya bisa langsung pergi ke bank besok pagi dan memberi Anda uang Notes sebanyak yang saya punya
Salah satu pria itu menyela. Ini kebijakan DesCon, Nyonya. Kami tidak bisa menginvestigasi kejahatan untuk klien yang telah menunggak pembayaran pada polisi lokalnya.
Wanita itu berurai air mata, meremas tangannya sangat keras sampai aku merasa dia akan menggosok kulitnya sampai lepas. Pasti ada sesuatu yang bisa Anda lakukan, katanya. Sesuatu yang bisa saya berikan atau departemen kepolisian lain yang saya
Pria kedua menggeleng. Semua departemen kepolisian menerapkan kebijakan DesCon. Siapa yang mempekerjakan Anda"
seakan informasi tersebut mungkin bisa membujuk mereka menolongnya.
Perusahaan Cloud melarang para pekerjanya keluar selewat jam sebelas malam. Dia mengangguk ke arah kompleks. Kalau Anda tidak pulang, Perusahaan DesCon akan melaporkan Anda ke Cloud dan Anda mungkin akan kehilangan pekerjaan.
Tapi, mereka mencuri semua yang saya punya! Wanita itu terisak keras. Pintu rumah saya sepenuhnya sepenuhnya didobrak semua makanan dan pakaian saya hilang. Orang yang melakukannya tinggal selantai dengan saya kalau Anda bersedia ikut saya, Anda bisa menangkap mereka saya tahu mereka tinggal di apartemen yang mana
Kedua pria itu sudah mulai berjalan pergi. Wanita tersebut berlari-lari di belakang mereka, memohon bantuan meskipun mereka tetap mengabaikannya.
Tapi rumah saya kalau Anda tidak melakukan sesuatu bagaimana saya akan dia terus bicara. Kedua pria itu mengulangi peringatan mereka untuk melaporkan wanita itu.
Setelah mereka pergi, aku menoleh pada Kaede. Apa itu tadi"
Bukankah sudah jelas" balasnya sinis sembari kami melangkah keluar dari kegelapan bangunan itu dan kembali ke jalan.
Kami tidak bersuara. Akhirnya, Kaede berkata, Kelas buruh di sini diperlakukan tidak adil di manamana, kan" Intinya adalah: Koloni memang lebih baik dari Republik dalam beberapa hal. Tapi, percaya atau tidak, sebaliknya juga benar. Tidak ada utopia bodoh seperti yang kau khayalkan, Day. Tidak ada. Dan, tak ada gunanya aku memberitahumu sebelumnya. Itu adalah sesuatu yang harus kau lihat sendiri.
Kami mulai berjalan kembali ke rumah sakit. Lagi, dua tentara Koloni terburu-buru melewati kami, tak ada di antara mereka yang mau repot-repot membawa kami pergi. Jutaan pikiran berputar di kepalaku. Ayahku pasti tidak pernah menginjakkan kaki ke Koloni atau
permukaannya, seperti yang June dan aku lakukan saat kami pertama kali tiba. Tenggorokanku tersekat.
Kau percaya Anden" kataku setelah beberapa saat. Apa dia pantas diselamatkan" Apa Republik pantas diselamatkan"
Kaede berbelok beberapa kali lagi. Akhirnya, dia berhenti di depan sebuah toko dengan layar-layar mini di jendelanya, masing-masing menayangkan program siaran Koloni yang berbeda-beda. Kaede memimpin kami ke jalan kecil di samping toko itu, di mana kegelapan malam menelan kami. Dia berhenti untuk mengedik ke arah layar yang sedang menyiarkan tayangan di dalam toko. Aku ingat melewati toko seperti ini saat aku dan June berjalan ke kota.
Koloni selalu menampilkan kilasan-kilasan berita dari gelombang udara Republik, ujarnya. Mereka punya seluruh salurannya. Potongan berita yang ini sudah diulangi terus sejak pembunuhan itu gagal.
Tatapanku berkelana ke berita utama di layar. Mulamula aku hanya menatap kosong, tenggelam dalam pikiranku yang campur aduk tentang Patriot, tapi sesaat kemudian kusadari bahwa siaran itu bukan tentang pertempuran di medan perang atau beritaberita Koloni, melainkan ten-tang Elector Republik. Secara naluriah, gelombang ketidaksukaan mengalir dalam diriku saat melihat Anden di layar. Aku berusaha keras mendengar siaran beritanya, bertanya-tanya akan seberbeda apa Koloni menginterpretasikan peristiwa yang sama.
Sebaris tulisan muncul di bawah rekaman pidato Anden. Aku membacanya tak percaya.
ELECTOR BEBASKAN ADIK PEMBERONTAK TERKENAL DAY ; BESOK AKAN DIUMUMKAN KE PUBLIK SECARA RESMI DARI MENARA GEDUNG PARLEMEN.
Mulai hari ini, kata Elector di video rekaman, secara resmi Eden Bataar Wing dibebaskan dari tugas militer dan, sebagai tanda terima kasih untuk kontribusinya, diperkenankan untuk tidak mengikuti Ujian. Semua anak lain yang dibawa ke medan perang
Aku harus menggosok mata, lalu membaca tulisan itu lagi.
Tulisan itu masih di sana. Elector telah membebaskan Eden.
Mendadak aku tidak bisa merasakan udara dingin lagi. Aku tidak bisa merasakan apa pun. Kakiku terasa lemah. Napasku seirama dengan degup jantungku yang bertalu-talu. Ini pasti tidak benar. Elector mungkin mengumumkan ini ke publik sehingga dia bisa membujukku kembali ke Republik untuk menolongnya. Dia berusaha mengelabuiku dan membuat dirinya terlihat baik. Mustahil dia membebaskan Eden dan semua anak lain, termasuk anak yang kulihat di kereta atas kemauannya sendiri. Tidak mungkin.
Tidak mungkin" Bahkan, setelah semua yang June katakan padaku, bahkan setelah apa yang barusan Kaede bilang" Bahkan, sekarang pun aku tetap tidak memercayai Anden. Apa yang salah denganku"
Kemudian, saat aku melanjutkan menonton, rekaman pidato Elector sempat menampilkan sebuah video yang menayangkan Eden dikawal keluar dari sebuah gedung pengadilan, tidak diborgol dan mengenakan pakaian yang biasanya hanya dimiliki anak keluarga elite.
Rambut pirang keritingnya disikat rapi. Dia menatap sekeliling dengan mata buta, tapi dia tersenyum. Kutekankan tangan ke salju lebih dalam, berusaha menenangkan diri. Eden tampak sehat, diurus dengan baik. Kapan video itu direkam"
Siaran Anden akhirnya berakhir, dan sekarang video tersebut menayangkan rekaman percobaan pembunuhan yang gagal, diikuti putaran berita pertempuran di medan perang. Tulisan di bawahnya sangat berbeda dari apa yang pernah kulihat di Republik.
PERCOBAAN PEMBUNUHAN YANG GAGAL ATAS ELECTOR PRIMO BARU, TANDA-TANDA TERAKHIR PEMBE RONTAK REPUBLIK
kecil di sudut layar, berbunyi: TAYANGAN INI DI S IARKAN UNTUK ANDA O LEH P ERU S AHAAN E V ERGREEN . Simbol lingkaran yang kini familier berada di sampingnya.
Ubah pandanganmu tentang Anden, bisik Kaede. Dia berhenti untuk mengusap kepingan salju dari bulu matanya.
Aku salah. Keyakinan akan hal itu bercokol di perutku seperti beban yang tak nyaman, sebersit rasa bersalah karena sebegitu kasarnya menyanggah katakata June waktu dia berusaha menjelaskan semuanya padaku di bungker bawah tanah. Hal-hal mengerikan yang kukatakan padanya. Aku memikirkan iklan-iklan aneh dan meresahkan yang kulihat di sini, kekecewaan yang kurasakan setelah tahu Koloni bukanlah sumber inspirasi gemilang seperti yang ayahku bayangkan. Mimpi Ayah tentang gedung-gedung pencakar langit yang berkilauan dan kehidupan yang lebih baik cuma begitu saja.
Aku ingat mimpiku tentang apa yang akan kulakukan setelah semua ini selesai & . Lari ke Koloni bersama June, Tess dan Eden & . Memulai hidup baru, meninggalkan Republik. Mungkin aku telah berusaha kabur ke tempat yang salah dan lari dari hal-hal yang salah. Kuingat-ingat seluruh waktu yang kuhabiskan untuk melawan para tentara. Kebencian yang kurasakan pada Anden dan semua orang yang tumbuh sebagai orang kaya. Kemudian, kubayangkan sektor kumuh tempatku tumbuh. Aku memandang rendah Republik, ya kan" Aku ingin melihatnya tumbang, kan" Tapi, baru sekaranglah aku membedakan aku memandang rendah hukum Republik, tapi aku cinta Republik itu sendiri. Aku cinta rakyatnya. Aku tidak melakukan ini untuk Elector; aku melakukan ini untuk mereka.
Pengeras suara di Menara Gedung Parlemen masih terhubung ke JumboTrons" tanyaku pada Kaede.
Sejauh yang kutahu, ya, sahutnya. Dengan semua keributan dalam 48 jam belakangan, tak ada
Tatapanku tertuju ke atap, tempat deretan jet tempur diparkir. Apa kemampuan terbangmu sebaik yang kau bilang" tanyaku.
Kaede mengangkat bahu dan menyeringai. Malah lebih baik.
Perlahan, sebuah rencana terbentuk di pikiranku. Sepasang tentara Koloni lain berlari melewati kami. Kali ini, rasa gelisah menjalari leherku. Para tentara barusan, seperti yang terakhir tadi, juga berbelok ke gang tempat kami datang. Kupastikan tidak ada lagi tentara yang datang, lalu berlari cepat menembus kegelapan jalan. Tidak, tidak. Tidak sekarang.
Kaede mengekor rapat di belakangku. Ada apa" bisiknya. Kau sepucat badai salju.
Aku meninggalkan June sendirian tanpa pertahanan di tempat yang tadinya kupikir akan menjadi tempat perlindungan yang aman untuk kami. Aku meninggalkannya di sarang serigala. Dan, jika saat ini terjadi sesuatu padanya gara-gara aku & .
Aku langsung berlari. Kurasa para tentara itu menuju rumah sakit, kataku. Untuk menangkap June. [] ~302~h
Aku tersentak bangun dari mimpiku, mengangkat kepala, dan pandanganku menyapu ruangan. Ilusi Metias lenyap. Aku berada di kamar rumah sakit, dan Day tidak terlihat di mana pun. Saat ini tengah malam. Bukankah tadi kami juga di sini" Aku punya ingatan samar-samar akan Day di sisi tempat tidurku, dan Day melangkah keluar ke balkon untuk menyapa kerumunan yang bersorak-sorai. Sekarang, dia tidak di sini. Ke mana dia"
Butuh sedetik lagi bagiku, sambil masih merasa pusing, untuk menemukan apa yang membuatku terbangun. Aku tidak sendirian di kamar ini. Ada lusinan tentara Koloni di sini. Seorang serdadu wanita tinggi berambut merah panjang mengangkat senapannya dan mengacungkannya padaku.
Jadi ini orangnya" dia bertanya, tetap menahanku di bawah ancaman senapannya.
Seorang serdadu pria yang lebih tua mengangguk.
Republik. Gadis ini tak lain tak bukan adalah June Iparis, genius paling terkenal di Republik. Perusahaan DesCon akan senang. Tawanan ini akan mendatangkan banyak uang. Dia tersenyum dingin padaku. Sekarang, Sayang. Beri tahu kami ke mana Day pergi. Enam belas menit telah berlalu. Para tentara itu sudah mengamankan tanganku di belakang punggung dengan satu set borgol temporer.Mulutku disumbat.Tiga di antara mereka berdiri di dekat pintu kamar yang terbuka,sementara yang lainnya menjaga balkon. Aku mengerang. Meskipun demamku sudah hilang dan tulang sendiku tidak sakit, kepalaku masih terasa pusing. (Ke mana Day pergi")
Salah satu dari para tentara itu bicara ke earpiece. Ya, ujarnya. Jeda sejenak, lalu, Kami akan memindahkannya ke sel. DesCon akan memperoleh banyak informasi bagus dari yang satu ini. Kami juga akan mengirim Day untuk ditanyai setelah kami menangkapnya.
Serdadu lain menahan pintu terbuka dengan sepatu botnya. Aku sadar mereka menunggu tempat tidur dorong tiba, jadi mereka bisa membawaku pergi. Itu berarti kemungkinan aku punya kurang dari dua atau tiga menit untuk mengeluarkan diri dari situasi ini.
Aku menggertakkan gigi di balik sumbat, menahan rasa mualku dan menelan ludah. Pikiran dan memoriku campur aduk. Aku mengerjap, bertanya-tanya apakah aku sedang berhalusinasi. Kelompok Patriot disponsori Republik. Kenapa aku tidak melihatnya dari dulu" Sangat jelas, tepat sejak awal perabotan dengan hiasan rumit di apartemen itu, bagaimana Razor dengan mudahnya bisa menyelundupkan kami dari satu tempat ke tempat lain tanpa tertangkap.
Kini, aku memperhatikan tentara yang melanjutkan bicara ke earpiece-nya. Bagaimana aku memperingatkan Day sekarang" Dia pasti pergi lewat pintu balkon. Saat dia datang, aku sudah akan pergi dan mereka akan tetap di sini, siap menanyainya. Mungkin mereka bahkan berpikir kami mata-mata Republik. Berulang-ulang, kusapukan satu jari di cincin penjepit kertasku.
Cincin penjepit kertas. aku melepaskannya dari jari manisku di belakang punggung dan berusaha menguraikan spiral kawat logamnya. Seorang serdadu menatapku sekilas, tapi aku memejamkan mata dan mengeluarkan erangan pelan dari balik sumbat mulutku. Serdadu itu kembali ke percakapannya.
Kubiarkan jemariku menelusuri cincin spiral itu dan menariknya lurus-lurus. Penjepit kertas tersebut dulu dibengkokkan enam kali. Kuuraikan dua yang pertama, lalu kuluruskan sisa penjepit kertas itudankubengkokkan menjadi apa yang kuharapkan sebagai bentuk huruf Z. Gerakan itu membuat kedua lenganku kram menyakitkan.
Mendadak, salah satu serdadu di balkon berhenti bicara untuk memeriksa jalanan di bawah. Selama beberapa saat dia tetap seperti itu, matanya mencari-cari. Kalau dia mendengar Day, Day pasti sudah pergi lagi. Dengan cermat, serdadu tersebut meneliti atap, lalu kehilangan minat dan kembali ke sikap berdirinya semula. Jauh dari koridor rumah sakit, aku mendengar orang-orang bicara dan tak salah lagi suara roda di lantai ubin. Mereka sedang membawa tempat tidur dorong itu.
Aku harus cepat. Kumasukkan satu, lalu dua penjepit kertas ke dalam lubang kunci borgolku. Lenganku sakit sekali, tapi aku tak punya waktu mengistirahatkannya. Dengan hati-hati, kudorong salah satu kawat mengelilingi lubang kunci. Kurasakan kawat itu mengorek bagian dalam lubang kunci sampai akhirnya menyentuh pasak. Kuputar penjepit kertas itu, menyingkirkan pasaknya.
DesCon sedang dalam perjalanan kemari bersama beberapa pasukan tambahan, bisik salah seorang tentara. Saat dia mengatakannya, kugerakkan penjepit kertas kedua. Kudengar pasak di dalam kunci berbunyi klik pelan yang hampir tidak terdengar.
Dua tentara dan seorang perawat menyorongkan tempat tidur dorong ke kamarku, berhenti sebentar di pintu, lalu mendorongnya ke arahku. Kunci borgolku terbuka kurasakan borgol itu lepas dari tanganku dengan bunyi gerincing pelan. Seorang serdadu menatapku dengan mata biru susunya dan mengerutkan bibirnya yang tebal. Dia menyadari perubahan samar ekspresiku, juga mendengar
Kalau aku hendak lari, sekaranglah satu-satunya kesempatan.
Mendadak aku berguling ke tepi tempat tidur dan melompat. Borgolku jatuh kembali ke tempat tidur dan kakiku menyentuh lantai. Rasa pusing menyerangku seperti dinding air, tapi aku berhasil menghalaunya. Tentara yang senapannya terarah padaku meneriakkan peringatan, tapi dia terlalu lambat. Kutendang tempat tidur dorong sekeras yang kubisa. Benda itu roboh, menjatuhkan seorang serdadu bersamanya. Satu tentara lain mencengkeramku, tapi aku merunduk dan berhasil lepas dari genggamannya. Pandanganku fokus ke balkon.
Namun, di sana masih ada tiga tentara berdiri menjaga. Mereka bergegas memburuku. Kuhindari dua dari mereka, tapi yang ketiga menangkap bahuku dan melingkarkan sebelah lengan di leherku. Dia melemparku ke lantai, membuatku terengah. Dengan panik, aku berusaha membebaskan diri.
Tetap di situ! seseorang berteriak, sementara seorang yang lain berusaha memasangkan set borgol baru di pergelangan tanganku. Dia meraung saat aku berputar dan menggigit lengannya dalam-dalam.
Ini tidak bagus. Aku tertangkap, aku terperangkap. Mendadak, kaca pintu balkon pecah berkeping-keping. Para tentara menoleh, kebingungan. Segalanya berputar. Di tengah-tengah teriakan dan langkah kaki, kulihat dua sosok manusia menerobos masuk ke kamar dari balkon. Salah satunya gadis yang kukenali. Kaede" Pikirku tak percaya. Yang satunya lagi adalah Day.
Kaede menendang leher salah satu tentara, sementara Day meluncur cepat ke serdadu yang memegangiku dan menjatuhkannya ke lantai. Sebelum siapa pun dapat bereaksi, Day sudah bangkit lagi. Dia mencengkeram tanganku dan menyentakku berdiri. Kaede sudah siap di birai balkon.
Jangan tembak mereka! kudengar seorang serdadu berteriak di belakang kami. Mereka aset berharga!
Day bergegas membawaku ke balkon, lalu melompat ke birai berteralis dalam satu loncatan. Dia dan Kaede
arah kami. Tapi, aku mulai jatuh berlutut. Ledakan energi mendadakku tidak cocok dengan penyakitku yang tak mau pergi aku terlalu lemah. Day melompat turun lagi dari birai dan berlutut di sampingku. Kaede berteriak penuh semangat sambil menyelengkat salah satu tentara sampai jatuh. Sampai ketemu di sana! serunya pada kami. Kemudian, dia bergegas ke dalam kamar di tengah-tengah semua kebingungan, melepaskan diri dari para tentara. Kulihat dia menghindari cengkeraman mereka dan menghilang ke koridor.
Day meraih kedua lenganku, lalu mengalungkannya ke lehernya. Jangan lepaskan. Saat dia menegakkan tubuh, kurapatkan kakiku di sekeliling tubuhnya dan bergelantungan di punggungnya seerat yang kubisa. Dia memanjat birai balkon, sepatu botnya berderak di atas pecahan kaca. Lalu, dia melompat ke dinding tonjolan batu yang menyelimuti lantai dua. Segera saja aku paham ke mana kami pergi. Kami semua menuju atap, tempat jet-jet tempur diparkir. Kaede lewat tangga, sementara kami melalui rute yang lebih langsung.
Pelan-pelan kami tiba di birai lantai dua. Aku sangat bergantung pada Day. Helaian rambutnya menyapu wajahku saat dia membawa kami naik ke dinding tonjolan batu lantai tiga. Kurasakan napasnya yang cepat, ototototnya keras di kulitku. Tinggal dua lantai lagi. Seorang serdadu berusaha mengikuti kami, tapi kemudian memutuskan tidak jadi dan bergegas kembali ke dalam untuk lewat tangga.
Day berjuang menemukan pijakan saat dia membawa kami naik satu lantai lagi. Para tentara mulai memenuhi halaman rumput di bawah. Aku bisa lihat mereka mengarahkan senapan pada kami. Day menggertakkan gigi dan menurunkanku di birai.
Kau duluan, bisiknya, lalu mendorongku. Kucengkeram bagian atas birai sambil mengumpulkan seluruh kekuatan, lalu kuangkat tubuhku. Ketika akhirnya aku berhasil naik ke birai, aku berputar dan mencengkeram tangan Day. Dia ikut melompat ke atap. Tatapanku beralih
dia terluka waktu memanjat.
Aku merasa sangat pusing. Tanganmu, aku mulai berkata, tapi dia hanya menggelengkan kepala ke arahku, melingkarkan lengan di pinggangku, dan memimpin kami ke jet tempur terdekat yang berderet di atap. Para tentara mulai membanjiri pintu masuk atap aku bisa melihat jelas orang yang berlari paling cepat ke arah kami. Kaede.[]
K AEDE TIDAK MEMBUANG BUANG WAKTU . Dia memberi
isyarat ke jet tempur yang paling dekat dengan kami dan berlari secepat mungkin untuk memindahkan tangga pesawat ke kokpit. Tembakan-tembakan meletus. June bersandar kepayahan padaku. Aku bisa merasakan kekuatannya memudar, jadi aku menggendongnya dan mengangkatnya ke dekat dadaku. Para tentara yang telah mencapai atap bergerak lebih cepat saat mereka melihat apa yang Kaede lakukan. Tapi, Kaede terlalu jauh di depan mereka. Aku bergegas menuju tangga pesawat.
Mesin jet menderu hidup saat kami sampai ke anak tangga pertama, dan tepat di bawah badan pesawat, dua knalpot besar perlahan-lahan miring ke bawah menghadap lantai. Kami bersiap langsung lepas landas ke langit.
kembali merunduk sambil memuntahkan serangkaian sumpah serapah, menghilang dari pandangan.
Turunkan aku, kata June. Dia melompat berdiri, terhuyung, lalu menegakkan tubuh dan menapaki dua anak tangga pertama. Aku tetap di belakangnya, tatapanku tertuju pada para tentara. Mereka hampir sampai di sini. June berhasil mencapai puncak tangga dan memanjat naik ke kokpit. Aku sudah setengah jalan berlari di tangga ketika seorang serdadu mencengkeram kain celanaku dan menarikku turun lagi.
Ingat keseimbangan. Tetaplah terpaku pada jantung kakimu. Pukul dia di tempat yang tepat. Mendadak, pelajaran bertarung dari June melintas cepat di kepalaku. Saat serdadu itu mengayunkan tangan ke arahku, aku merunduk, berpindah ke sampingnya, dan memukulnya sekeras yang kubisa tepat di bawah tulang rusuk. Tinju ulu hati.
Dua tentara lain mencapaiku dan aku memperkuat diri. Tapi kemudian, salah satu dari mereka menjerit, jatuh ke bawah tangga dengan sebuah luka peluru di bahunya. Aku menengadah ke kokpit. June memegang pistol Kaede dan mengarahkannya pada kedua tentara itu. Aku kembali menaiki anak tangga dan melompat ke atas, di mana June sudah memasang sabuk pengaman di kursi tengah tepat di belakang Kaede.
Cepat masuk! bentak Kaede. Mesin pesawat kembali mengeluarkan raungan bernada tinggi. Di belakangku, beberapa tentara sudah mulai menaiki anak-anak tangga pertama.
Aku melompat ke teralis logam yang memagari pinggiran tangga, mencengkeram sisi kokpit, dan mendorongnya dengan seluruh kekuatanku. Tangga itu bergoyang-goyang sejenak kemudian mulai terguling. Para tentara meneriakkan peringatan dan cepat-cepat berlari menyingkir. Saat tangga itu mengenai lantai atap, aku sudah berada di dalam jet dan memakai sabuk pengaman di kursi terakhir. Kaede menutup pintu kokpit. Kurasakan perutku melorot saat kami meluncur
kaca kokpit, aku bisa melihat para pilot bergegas menuju jet-jet lain di gedung-gedung sekitar, juga jet kedua yang diparkir di atap rumah sakit.
Sialan semua, maki Kaede dari kursi depan. Aku akan bunuh mereka tembakan mereka kena pinggangku. Kurasakan knalpot jet ini berubah arah. Bertahanlah. Ini akan jadi penerbangan yang liar.
Kami berhenti terbang ke atas. Bunyi mesin jet ini menjadi raung menulikan. Kemudian, kami meluncur lurus. Dunia berdesing cepat dan tekanan di kepalaku mulai terbentuk saat Kaede mengemudikan jetnya kian lama kian kencang. Dia mengeluarkan seruan penuh semangat. Tak lama kemudian, aku mendengar suara gemeresik di kokpit.
Pilot, kau diperintahkan untuk segera mendaratkan pesawatmu. Orang yang bicara itu terdengar gugup. Pasti dari salah satu jet yang mengikuti kami. Kami akan menembak. Kuulangi, segeralah mendarat, atau kami akan menembak.
Cuma ada satu jet yang terbang mengejar kita. Mari bereskan itu. Tarik napas dalam-dalam, Guys. Kaede berbelok kasar, dan aku hampir pingsan garagara perubahan tekanan udara.
Kau tidak apa-apa" teriakku pada June. Dia menjawab sesuatu, tapi aku tak bisa mendengarnya gara-gara suara raungan mesin.
Tiba-tiba Kaede menyentakkan sebuah tombol ke belakang dan mendorong sebuah tuas sampai pol ke depan. Kepalaku terbanting ke sisi kokpit. Kami berputar 180 derajat penuh dalam kurang dari sedetik. Kulihat sebuah jet terbang lurus ke arah kami dalam kecepatan mengerikan. Secara naluriah aku mengangkat tangan.
Bahkan June berseru, Kaede, itu
Kaede menembak. Semburan cahaya terang meluncur beruntun dari jet kami ke jet di depan. Mesin jet menyentak kami maju dan naik. Terdengar suara ledakan di belakang kami pasti serangan kami mengenai tank bahan bakar atau langsung mengarah
Sekarang, mereka akan kesulitan membuntuti kita, teriak Kaede. Kita terlalu jauh di depan dan mereka takkan mau menyeberangi medan perang. Aku akan memacu si Manis ini sampai ke titik maksimalnya kita akan tiba di Republik dalam beberapa menit.
Aku tidak bertanya bagaimana dia berencana melewati medan perang tanpa ditembak jatuh.
Saat aku melihat gedung-gedung menjulang Koloni melalui kokpit, aku mengembuskan napas dan merosot di kursiku. Cahaya gemerlapan, gedung-gedung pencakar langit berkilauan, semua yang ayahku gambarkan padaku selama beberapa malam pada tahun ketika kami masih bisa melihat beliau. Pemandangan itu sangat menawan dari kejauhan.
Jadi, kata Kaede, tidak sia-sia aku membakar tank bahan bakar, kan" Day tujuan kita masih Denver"
Ya, sahutku. Apa rencananya" June masih terdengar lemah, tapi di balik itu ada niat membara, perasaan bahwa kami akan melakukan sesuatu yang penting. Dia tahu ada sesuatu yang berubah dalam diriku.
Anehnya, aku merasa tenang. Kita akan ke Menara Gedung Parlemen, jawabku. Aku akan umumkan dukunganku pada Anden ke rakyat Republik. []
Beberapa menit lagi sebelum masuk perbatasan Republik. Itu berarti, pada kecepatan kami sekarang (tidak diragukan lagi, lebih dari 1288 km/jam. Mendadak kami semua merasakan perubahan tekanan udara saat kami sudah bisa memecahkan hambatan suara,seolah diseret keluar dari lumpur yang dalam), kami hanya tinggal berjarak kurang lebih 39 km dari medan perang dan sekian ratus km dari Denver.Day memberitahuku segala yang diceritakan Kaede padanya,tentang Patriot dan karakter Razor sesungguhnya, tentang Eden,tentang tekad Kongres untuk menyingkirkan Elector. Segala yang sudah kuketahui dari mimpi, bahkan lebih dari itu. Tadi, kepalaku berkabut saat kami lari dari kamar dan memanjat ke atap rumah sakit.Sekarang,setelah terkena udara dingin di luar dan merasakan kecepatan manuver Kaede di udara,aku bisa mengalkulasi detail-detail dengan sedikit lebih jelas.
setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, kudengar banyak suara ledakan dari kejauhan. Suara itu teredam, tapi kami pasti berada di ketinggian ratusan meter di udara dan aku masih merasa terguncang setiap kali suara-suara itu meletus.
Mendadak, tubuh kami terangkat. Aku menekan diri ke kursiku. Kaede sedang berusaha membawa jet setinggi mungkin sehingga kami tidak ditembak jatuh oleh misilmisil dari bawah. Kupaksa diriku menarik napas dalam dan menenangkan saat kami terus naik. Telingaku berdenging tanpa henti. Aku menonton Kaede membentuk formasi dengan skuadron jet-jet Koloni.
Kita harus memisahkan diri dari mereka secepatnya, dia bergumam. Ada kesakitan dalam suaranya, kemungkinan dari luka tembak yang diperolehnya. Pegangan erat.
Day" aku berhasil berseru.
Aku tidak mendengar apa pun, dan sejenak kupikir dia pingsan. Kemudian dia menyahut, Ya. Suaranya terdengar asing, seakan dia berjuang untuk tetap sadar. Denver tinggal beberapa menit lagi, kata Kaede. Kami kembali stabil. Waktu aku mengintip keluar dari bawah kokpit ke celah di antara awan jauh di bawah kami, aku menahan napas. Banyak zeppelin (tak diragukan lagi, ada lebih dari 150, sejauh mata memandang) menjadi titiktitik di udara seperti miniatur belati yang membubung tinggi di udara, membentang dalam barisan menuju cakrawala. Semua zeppelin Koloni memiliki strip emas khas di tengahtengah landasan pacu mereka yang bisa kami lihat jelas dari atas sini. Tak jauh di depan mereka ada ruang udara kosong yang luas, tempat semburan cahaya dan asap beterbangan ke sana kemari. Di sisi yang satu lagi terdapat barisan zeppelin yang bisa kukenali: zeppelin Republik, ditandai dengan bintang berwarna merah darah di sisi masing-masing lambung pesawat. Di seluruh tempat itu jet-jet mengamuk, saling bertempur. Kami pasti berada sekitar 150 meter di atas mereka tapi aku tidak yakin apakah jarak itu cukup aman.
Alarm di panel kendali Kaede berbunyi bip. Sebuah suara terdengar di kokpit. Pilot, kau tidak diizinkan berada
bukan skuadronmu. Kau diperintahkan untuk segera mendarat di DesCon Sembilan.
Negatif, balas Kaede. Dia menaikkan jet kami dan terus meluncur ke atas.
Pilot, kau diperintahkan untuk segera mendarat di DesCon Sembilan.
Sesaat, Kaede mematikan mikrofonnya dan menoleh pada kami. Dia tampak sedikit terlalu senang dengan situasi kami sekarang. Yang ngomong ini mengikuti kita, katanya dalam nada mengejek yang meyakinkan. Sekarang ini ada dua yang membuntuti. Kemudian, dia menyalakan mikrofonnya lagi dan membalas riang, Negatif, DesCon. Aku akan menembakmu jatuh dari langit.
Kali ini, orang di pesawat lainnya itu terdengar kaget dan marah. Ubah rutemu dan terimalah
Kaede mengeluarkan seruan yang menusuk telinga. Siap-siap meluncur! Dia meluncurkan kami maju, lalu naik dalam kecepatan yang membutakan, kemudian berputar. Rentetan bunga api tembakan melewati jendela kokpit dua jet yang mengikuti kami pasti sudah cukup dekat untuk menembak. Kurasakan perutku melorot saat mendadak Kaede menukik tajam, menyebabkan mesin jet kami mati dalam prosesnya. Kami meluncur dalam kecepatan yang membuat pandanganku jadi hitam putih. Kurasakan kesadaranku memudar.
Sesaat kemudian, aku tersentak bangun. Aku pasti habis pingsan.
Kami jatuh. Kami terjungkir ke bumi. Zeppelinzeppelin di bawah kami membesar kelihatannya kami menuju langsung ke dek salah satu zeppelin itu. Tidak, kami terlalu cepat; kami akan hancur berkeping-keping. Lebih banyak rentetan bunga api melintas. Kedua jet yang membuntuti kami juga terjun mengejar kami.
Kemudian, tanpa peringatan, Kaede menyalakan mesin lagi. Mesin itu meraung hidup. Dia menarik keras-keras sebuah tuas ke belakang dan seluruh jet berputar setengah lingkaran sehingga hidung jet kembali menghadap ke atas. Pandanganku menghitam lagi, dan kali ini aku tak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Beberapa detik" Menit"
Kedua jet yang lain itu berdesing cepat, melaju turun. Mereka berusaha naik lagi, tapi sudah terlambat. Di belakang kami, ledakan besar mengguncang keras tubuh kami di kursi kedua jet itu pasti menabrak dek zeppelin dengan kekuatan lusinan bom. Api jingga dan kuning bercampur, membubung dari salah satu zeppelin Koloni. Sekarang,kami berderu kencang melewati ruang udara kosong antara kedua negara, dan Kaede kembali melakukan putaran yang menyelamatkan kami dari bombardir tembakan. Kami menyeberangi ruang udara kosong tersebut dan melewati langit di atas zeppelin-zeppelin Republik. Satu jet Koloni yang cuma sendirian, hilang di tengah kekacauan. Aku menatap pemandangan di luar, bertanyatanya apakah Republik bingung karena Koloni menyerang jet mereka sendiri. Kalau iya, hal itu akan memberi kami cukup waktu untuk menyeberangi medan perang.
Taruhan, tadi itu gerakan Split-S terbaik yang pernah kalian lihat, kata Kaede sambil tertawa. Namun, terdengar lebih tegang dari biasanya.
Sekarang, tak jauh dari kami menjulang menaramenara Denver dan Armor-nya yang menakutkan, diselimuti lautan asap dan kabut permanen. Di belakang kami, kudengar suara tembakan pertama saat jet-jet Republik mulai mengikuti kami, berupaya menembak jatuh kami.
Bagaimana kita masuk ke sana" teriak Day saat Kaede memutar jet, mengirimkan misil ke belakang, dan memacu jet kami lebih kencang.
Aku akan membawa kita masuk, Kaede balas berteriak.
Kita tidak bisa masuk kalau kita lewat atas, kataku. Armor punya deretan misil di setiap sisi dindingnya. Mereka akan menembak jatuh kita sebelum kita bisa melintasi kota.
Tak ada kota yang tak bisa ditembus. Kaede merendahkan jet dan terbang datar saat jet-jet Republik terus mengejar kami. Aku tahu apa yang kulakukan.
Kami mendekat cepat ke Denver. Aku bisa melihat dinding kelabu Armor yang menjulang di depan kami,
pun yang lain di Republik. Aku juga melihat pilar-pilar kuat berwarna abu-abu (masing-masing berjarak sekitar tiga puluh meter dengan pilar sebelahnya) yang menjajari sisisisi Armor.
Aku memejamkan mata. Mustahil mustahil Kaede bisa membawa kami melewati itu. Satu skuadron jet bisa tembus, mungkin, tapi bahkan itu pun kemungkinannya kecil dan sangat berisiko. Kubayangkan sebuah misil mengenai kami dan kursi kami melempar kami ke luar ke langit, tembakan-tembakan yang akan mereka lontarkan ke parasut kami, tubuh kami melayang jatuh ke tanah.
Armor sudah dekat sekarang. Mereka pasti sudah melihat kami mendekat beberapa saat lamanya, dan senjatasenjata mereka akan terarah pada kami. Aku bertaruh, sebelumnya mereka belum pernah melihat jet Koloni yang nakal.
Kemudian,Kaede menukik. Bukan tukikan biasa dia meluncur ke bawah hampir sembilan puluh derajat, siap mengantarkan kami hancur menabrak bumi. Di belakangku, Day menahan napas. Gedung-gedung di bawah sana seolah siap menyerang kami. Kaede kehilangan kendali jet ini. Aku tahu itu. Kami kena tembak.
Pada detik terakhir, Kaede menaikkan jet. Kami meluncur di atas gedung-gedung dalam kecepatan suara, sangat dekat sampai atapnya terlihat seperti akan merobek bagian bawah jet kami. Segera saja Kaede mulai melambatkan jetnya hingga kami meluncur dalam kecepatan yang hampir tidak cukup cepat untuk menjaga kami tetap terbang.
Mendadak aku sadar apa yang akan Kaede lakukan. Benar-benar bodoh. Dia sama sekali tidak membawa kami melewati Armor dia akan berusaha menyusupkan jet ini melalui pintu masuk terowongan yang digunakan kereta untuk keluar masuk Denver. Terowongan yang sama dengan yang kulihat waktu aku naik kereta bersama Elector. Tentu saja. Sistem misil dari-darat-ke-udara yang ditanamkan ke dinding Armor tidak didesain untuk menjatuhkan sesuatu seperti kami yang lewat bawah, sebab
itu. Dan, senapan mesin di dinding tidak cukup kuat. Namun, kalau tujuan Kaede tidak benar-benar tepat, kami akan meledak menabrak dinding dan terbakar. Kami cukup dekat sampai aku bisa melihat para tentara berlari mondarmandir di puncak dinding Armor. Komunikasi di antara mereka pasti berlangsung sangat cepat.
Tapi itu tidak penting. Satu detik Armor berada sekian puluh meter di depan kami, dan detik berikutnya, kami meluncur cepat ke pintu masuk terowongan yang gelap dan terbuka.
Pegangan! teriak Kaede. Dia merendahkan jet, seolah-olah hal itu mungkin. Pintu masuk tersebut menelan kami dengan mulutnya yang menganga ke arah kami. Kami takkan berhasil. Terowongan ini terlalu kecil. Kemudian,kami berada di dalam, dan sesaat, terowongan ini sepenuhnya gelap. Percikan bunga api menyembur dari setiap ujung jet saat sayap-sayapnya merobek sisi-sisi pintu masuk terowongan. Terdengar suara gemuruh dari atas kami. Aku sadar mereka terburu-buru menutup pintu masuk, tapi sudah terlambat.
Detik berikutnya, kami terus meluncur dari pintu masuk menuju Denver. Kaede menarik tuas jet ke arah sebaliknya, berupaya lebih memperlambat kecepatan kami.
Naik, naik! seru Day. Gedung-gedung menderu melewati kami. Kami terlalu dekat ke tanah dan menuju tepat ke sisi sebuah barak tinggi.
Kaede membelok tajam ke satu sisi. Kami melewati bangunan itu dengan jarak yang tipis sekali. Kemudian, kami turun, benar-benar turun. Jet terbanting ke tanah dan tergelincir, melempar tubuh kami ke depan tertahan keras oleh sabuk pengaman. Aku merasa bagian-bagian tubuhku seperti dikuliti.
Warga sipil dan para tentara sama-sama berlarian menyingkir ke kiri-kanan jalan. Beberapa bunga api memecahkan kaca kokpit aku sadar itu tembakan sembarangan dari tentara yang terguncang. Kerumunan memadati jalanan beberapa blok dari sini mereka terkesiap memandangi jet yang miring melintasi trotoar. Kami akhirnya berhenti saat salah satu sayap mengenai
masuk ke sebuah gang dalam posisi miring. Aku tersentak keras, kembali ke kursiku. Kaca penutup jet terbuka sebelum aku bisa bernapas. Aku berhasil melepas sabuk pengamanku dan dengan kepala pusing melompat ke pinggir kokpit.
Kaede. Aku menyipitkan mata untuk melihat dia dan Day di tengah-tengah asap. Kita harus
Kata-kataku lenyap di ujung lidah. Kaede merosot di kursi pilot, sabuk pengamannya masih melingkar di pinggang. Kacamata pilotnya berada di kepala kurasa dia bahkan tak mau repot-repot memakainya. Matanya menatap kosong ke tombol-tombol di panel kendalinya. Sedikit noda darah membasahi bagian depan bajunya, tidak jauh dari luka yang dia peroleh waktu kami naik ke jet ini. Salah satu peluru nyasar telah menembus kaca penutup jet dan mengenai Kaede waktu kami menabrak daratan. Kaede, yang beberapa menit lalu tampak tak terkalahkan.
Sejenak, aku membeku. Suara-suara kekacauan di sekelilingku pudar, dan asap menyelimuti segalanya kecuali aku dan jenazah Kaede yang terikat ke kursi pilot. Satu suara kecil berhasil menggema di pikiranku, menembus kabut hitam-putih kekakuanku. Cahaya berdenyut yang familier, yang membuatku tersadar kembali.
Pergi, kata suara itu. Sekarang.
Kualihkan pandangan, lalu dengan panik mencari-cari Day. Dia tidak duduk di jet lagi. Aku berjuang menuju tepi sayap dan dalam keadaan buta meluncur turun di tengahtengah asap dan puing sampai aku terjatuh ke tanah dengan tangan dan lututku. Aku tak bisa melihat apa pun.
Kemudian, dari balik asap, Day bergegas mendatangiku. Dia menarikku berdiri. Mendadak aku teringat saat pertama kali aku melihat dia, sosoknya mewujud dari ketiadaan dengan mata biru dan wajah tercoreng debu, mengulurkan tangan padaku.
Kali ini, wajah Day tersayat oleh kesedihan. Dia pasti juga sudah melihat Kaede.
Ternyata kau di sini kupikir kau sudah keluar, bisiknya saat kami tersandung-sandung di antara
Kakiku sakit. Tabrakan saat mendarat tadi pasti membuat sekujur tubuhku lebam.
Kami berhenti di bawah salah satu sayap rusak ketika pasukan tentara pertama berlari cepat menuju jet. Sebagian dari mereka membentuk penghalang sementara untuk menjaga warga sipil tidak mendekat, punggung mereka menghadap ke kami. Tentara-tentara lain menyorotkan senter ke tengah asap dan logam bengkok, mencari penumpang yang bertahan hidup. Salah satu dari mereka pasti telah melihat Kaede karena dia meneriakkan sesuatu pada yang lain dan memberi isyarat agar mereka mendekat.
Ini jet Koloni, serunya, terdengar tak percaya. Sebuah jet berhasil melalui Armor dan masuk ke Denver.
Untuk sementara, di bawah sayap ini aku dan Day tersembunyi dari pandangan mereka, tapi sekarang mereka bisa melihat kami kapan saja. Barikade sementara para tentara itu memisahkan kami dengan kerumunan massa.
Di sekeliling kami dan di seluruh penjuru kota semuanya suara kaca pecah, raungan tembakan, jeritan, kor kompak orang-orang hanya mereka yang berada paling dekat dengan puing-puing jet kami sajalah yang tampaknya sadar bahwa yang jatuh itu jet Koloni. Aku menatap lokasi tem-pat Menara Gedung Parlemen menjulang. Suara Anden terdengar dari setiap blok kota dan dari setiap pengeras suara siaran langsung dirinya pasti sedang ditayangkan di setiap JumboTrons di kota ini & juga di seluruh negeri. Aku menyaksikan saat beberapa pemberontak yang marah melempar bom Molotov pada para tentara. Orang-orang itu tak tahu Kongres ongkangongkang kaki, menunggu kemarahan rakyat cukup meluap untuk menempatkan Razor di posisi Anden.
Tidak mungkin Anden bisa menenangkan orang-orang seperti ini. Kubayangkan protes-protes yang sama muncul di seluruh negeri, di setiap jalan dan kota. Kalau kelompok Patriot sukses menyiarkan kematian Elector ke publik dari pengeras suara Menara Gedung Parlemen, berarti sudah terjadi revolusi.
Sekarang, kata Day. Kami berlari dari bawah sayap, menembus barikade
mereka bisa mencengkeram atau menembak kami, kami terus berlari, merunduk di tengah kerumunan dan melebur dengan orang-orang. Segera saja Day merendahkan kepalanya dan membawa kami melewati sela-sela banyak lengan dan kaki. Tangannya menggenggam tanganku eraterat. Napasku tidak teratur dan dipaksakan, tapi aku tidak mau memperlambat kami sekarang. Aku terus maju. Orang-orang berteriak kaget saat kami berlari cepat.
Di belakang kami, para tentara mulai menyadari keberadaan kami. Di sana! teriak seseorang. Terdengar beberapa tembakan. Mereka mengejar kami.
Kami cepat-cepat lari di tengah kerumunan. Terkadang, aku mendengar orang-orang berteriak, Apa itu Day" , Apa Day kembali ke sini dengan jet Koloni" Saat aku menoleh sekilas ke belakang, aku tahu setengah tentara menuju arah yang salah, tidak tahu arah mana yang kami ambil. Namun, beberapa di antara mereka masih mengejar kami. Sekarang,kami hanya satu blok jauhnya dari Menara Gedung Parlemen, tapi bagiku terasa seperti bermil-mil. Kadang-kadang, aku melihat kilasan gedung itu di antara tubuh-tubuh yang bergerak ke sana kemari. JumboTrons menayangkan Anden sedang berdiri di sebuah balkon, satu sosok kecil sendirian dalam balutan pakaian hitam dan merah, mengulurkan tangan sebagai isyarat permohonan. Dia butuh bantuan Day.
Di belakang kami, empat tentara akhirnya mendekat. Kejar-kejaran ini menguras tenaga terakhirku. Aku terengah, berjuang untuk bernapas. Day sudah memperlambat langkah untuk menjajariku, tapi aku tahu kami takkan berhasil dalam kecepatan seperti ini. Aku meremas tangannya dan menggelengkan kepala. Kau harus pergi duluan, kataku tegas padanya. Kau gila. Dia menggigit bibir dan menarik kami maju lebih cepat. Kita hampir sampai.
Tidak. Aku mencondongkan tubuh lebih dekat ke arahnya saat kami terus melangkah di tengah orang-orang. Ini satu-satunya kesempatan kita. Tak ada satu pun dari kita yang akan berhasil kalau aku terus memperlambat kita. Day bimbang, terbagi dua. Kami sudah pernah
membiarkanku pergi berarti dia takkan pernah melihatku lagi. Tapi, kami tak punya waktu untuk berlama-lama memikirkan itu.
Aku tidak bisa lari cepat, tapi aku bisa bersembunyi dalam kerumunan orang ini. Percayalah.
Tanpa peringatan, dia merangkul pinggangku, memelukku erat, dan mencium bibirku kasar. Aku balas menciumnya dan mengusap punggungnya.
Maaf, aku tidak percaya padamu, dia bernapas. Sembunyi dan tetaplah selamat. Sampai ketemu lagi, segera. Kemudian, dia meremas tanganku dan menghilang. Aku menahan napasku yang dingin karena suhu udaranya. Jalan, June. Jangan buang waktu.
Aku berhenti di tempatku berada, berbalik, dan merunduk tepat ketika para tentara mencapaiku. Serdadu pertama bahkan tidak melihatku. Satu detik dia berlari detik berikutnya aku menyelengkat kakinya dan dia jatuh telentang. Aku tidak berani berhenti untuk melihat alihalih begitu, aku terhuyung-huyung kembali ke kerumunan yang marah, menyelip-nyelip di antara orang-orang dengan kepala menunduk sampai para tentara tertinggal jauh di belakang. Aku tak percaya betapa banyaknya orang di sini. Perkelahian antara warga sipil dan polisi pecah di manamana. Di atas semua itu, layar-layar JumboTrons menayangkan siaran langsung wajah Anden, ekspresinya muram; dia memohon dari balik kaca pelindung.
Enam menit berlalu. Aku hanya tinggal belasan meter dari bagian bawah Menara Gedung Parlemen saat kusadari orang-orang di sekitarku perlahan-lahan terdiam. Mereka tidak lagi fokus pada Anden.
Di atas sana! teriak seseorang.
Mereka menunjuk seorang pemuda dengan rambut bercahaya terang yang bertengger di salah satu balkon Menara pada sisi yang berlawanan tapi di lantai yang sama dengan Anden. Kaca pelindung balkon tersebut menangkap seberkas cahaya lampu jalanan, dan dari sini, pemuda itu tampak bersinar. Aku menahan napas dan berhenti. Itu Day.[]
P ADA SAAT AKU MENCAPAI MENARA GEDUNG
parlemen, aku basah kuyup karena keringat. Tubuhku dibakar rasa sakit. Aku berputar ke salah satu sisi Menara yang tidak menghadap alun-alun utama, lalu mengawasi kerumunan saat dengan kasar orang-orang saling dorong melewatiku dari kedua arah. Kami dikelilingi layar-layar JumboTrons yang menyilaukan, masing-masing menampilkan hal yang persis sama sang Elector Muda, memohon dengan sia-sia agar rakyat pulang ke rumah dan tetap aman, bubar sebelum segalanya tak terkendali. Dia berusaha menghibur mereka dengan mengatakan rencananya mereformasi Republik, menyingkirkan Ujian dan mengubah cara penetapan karier yang diberikan pada mereka. Tapi aku tahu, pidato politik ini tak sedikit pun
tua serta lebih bijaksana dibanding June dan aku, dia tidak menyadari fakta penting itu.
Rakyat tidak memercayainya, dan mereka tidak yakin padanya.
Taruhan, Kongres pasti menyaksikan semua ini dengan gembira. Razor juga. Apa Anden tahu, Razor-lah yang ada di balik rencana" Kusipitkan mata, lalu melompat untuk meraih birai lantai dua dari gedung berkabel. Aku mencoba berpura-pura June berada tepat di belakangku, menyemangatiku.
Semua pengeras suara di sini memang tampak diutakatik kabelnya, seperti yang telah Kaede katakan waktu kami di Lamar. Aku membungkuk di birai, tepat di bawah atap
untukmempelajarikabelitu.Yap.Kabelnyadimodifikasidengan cara yang hampir sama dengan yang kulakukan pada tengah malam saat pertama kali aku bertemu June di gang kecil itu, tempat aku meminta obat wabah padanya dari sistem pengeras suara. Bedanya, kali ini aku akan bicara bukan ke gang kecil, melainkan ke seluruh penjuru ibu kota Republik. Ke seluruh negeri.
Angin menyengat pipiku dan bersiul kencang melewati telingaku, memaksaku terus-menerus menyesuaikan pijakan. Aku bisa mati sekarang. Tak ada cara bagiku untuk tahu kalau tentara-tentara di bubungan atap akan menembakku sebelum aku bisa mencapai keamanan relatif di belakang dinding kaca balkon, empat atau lima meter di atas sisa kerumunan. Atau, mungkin para tentara itu akan menyadari siapa aku dan menahan tembakan.
Aku memanjat sampai mencapai lantai sepuluh, lantai yang sama dengan balkon tempat Elector berada. Kemudian, aku berjongkok sejenak untuk melihat ke bawah. Aku cukup tinggi segera saat aku berbelok di sudut gedung ini, semua orang akan melihatku. Kebanyakan massa berpusat di sisi yang ini, wajah mereka menengadah ke Elector, kepalan tangan mereka terangkat dalam kemarahan. Bahkan dari sini, aku bisa melihat betapa banyak dari mereka yang
Rupanya usaha Republik untuk melarang hal itu tidak berjalan lancar saat semua orang ingin melakukannya.
Di pinggir alun-alun, polisi dan tentara memukulmukul tanpa ampun dengan tongkat mereka, mendorong mundur orang-orang dengan deretan perisai transparan. Aku terkejut karena tak ada yang menembak. Tanganku mulai bergetar dalam kemarahan. Ada beberapa hal yang sama mengintimidasinya dengan ratusan tentara Republik yang mengenakan pakaian antihuru-hara tanpa memperlihatkan wajah, berdiri dalam barisan gelap muram melawan massa pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Aku merapatkan diri ke dinding dan menghirup udara malam yang dingin, berjuang untuk tetap tenang. Berjuang untuk mengingatkan diriku tentang June, kakaknya dan Elector, juga bahwa beberapa di balik topeng tanpa wajah para tentara Republik itu adalah orang baik yang punya orangtua, saudara dan anak-anak. Kuharap Anden-lah alasan tidak ada tembakan terdengar bahwa dia telah memerintahkan para tentaranya untuk tidak menembak massa. Aku harus percaya itu. Kalau tidak, aku takkan pernah meyakinkan rakyat tentang apa yang akan kukatakan.
Jangan takut, bisikku pada diri sendiri. Mataku menutup rapat. Kau sanggup melakukannya.
Kemudian, aku keluar dari kegelapan, berlari cepat di birai sampai aku berbelok di sudut gedung, lalu melompat ke balkon terdekat yang kutemukan. Aku menghadap ke alun-alun pusat. Kaca pelindung balkon terputus kurang dari semeter di atas kepalaku, tapi aku masih bisa merasakan aliran angin dari atas. Kulepas topiku dan kulempar dari tepi atas. Benda itu melayang turun ke tanah, diembus miring oleh angin. Rambutku melambai-lambai di sekitarku. Aku membungkuk, memutar salah satu kabel pengeras suara, dan mengangkat pengeras suara itu layaknya megafon. Lalu aku menunggu.
segera saja satu wajah menengadah ke arahku, mungkin tertarik oleh terangnya rambutku. Kemudian wajah lain, dan yang lain lagi. Sekelompok kecil. Berkembang menjadi beberapa lusin, lalu semuanya menunjuk ke atas, ke arahku. Seluruh raungan dan kor marah di bawah mulai mereda. Aku bertanya-tanya apakah June melihatku. Para tentara yang berbaris di atap lain telah mengarahkan senapan mereka padaku tapi mereka tidak menembak. Mereka terjebak bersamaku dalam situasi canggung dan tegang yang tidak jelas ini. Aku ingin lari. Melakukan apa yang selalu kulakukan, telah selalu kulakukan, selama lima tahun terakhir hidupku. Lari, kabur ke dalam kegelapan. Tapi kali ini, aku bertahan. Aku lelah berlari. Kerumunan massa menjadi lebih tenang saat kian lama kian banyak orang menolehkan wajah untuk melihatku. Awalnya, aku mendengar omongan-omongan tak percaya. Bahkan, beberapa orang tertawa. Tidak mungkin itu Day, kubayangkan mereka berbisik satu sama lain. Pasti penirunya. Namun, semakin lama aku berdiri di sini, suara mereka semakin keras. Semua orang kini melihatku. Pandanganku berkelana ke tempat Anden di balkonnya; bahkan sekarang dia juga memandangiku. Aku menahan napas, berharap dia tidak memutuskan memberi perintah untuk menembakku. Apa dia di pihakku"
Kemudian, mereka semua menyerukan namaku. Day! Day! Day! Aku hampir tidak memercayai telingaku. Mereka berseru untukku, dan suara mereka menggema di setiap blok dan mencapai setiap jalan. Aku tetap membeku di tempatku berdiri, masih bergelantungan pada megafon hasil karyaku, tak bisa mengalihkan pandangan dari kerumunan massa. Aku mengangkat pengeras suara ke bibirku.
Rakyat Republik! teriakku. Kalian dengar aku" Kata-kataku meraung dari setiap pengeras suara di alun-alun bahkan mungkin setiap pengeras suara di negeri ini, begitulah yang kutahu. Hal itu membuatku
sorai yang menggetarkan tanah. Para tentara pasti telah mendapat perintah terburu-buru dari seseorang di Kongres, sebab aku melihat beberapa di antara mereka mengangkat senapannya lebih tinggi. Sebuah peluru berdesing di udara dan mengenai kaca, memercikkan bunga api. Aku tidak bergerak.
Elector memberi isyarat cepat pada para penjaga yang berdiri bersamanya, dan mereka semua menekankan sebelah tangan ke telinga dan bicara ke mikrofon. Mungkin dia memberi tahu mereka untuk tidak menyakitiku. Kupaksa diriku memercayai itu.
Aku tidak akan melakukan itu, seruku ke arah peluru tunggal tadi datang. Jaga dirimu tetap mantap. Sorak-sorai orang-orang berubah menjadi raungan. Kalian tidak menginginkan pemberontakan, kan, Kongres"
Day! Day! Day! Hari ini, Kongres, kuberi kalian ultimatum. Tatapanku berpindah ke JumboTrons. Kalian telah menangkap beberapa anggota Patriot atas kejahatan yang kalian lakukan. Bebaskan mereka. Semuanya. Kalau tidak, aku akan memanggil rakyat kalian untuk bertindak, dan kalian akan mendapatkan revolusi. Tapi, mungkin bukan revolusi seperti yang kalian harapkan.
Warga sipil menjeritkan persetujuan mereka. Kor seruseruan berlanjut dalam nada penuh semangat.
Rakyat Republik. Mereka menyorakiku saat aku melanjutkan. Dengarkan aku. Hari ini, kuberi kalian semua ultimatum.
Kor mereka berlanjut sampai mereka sadar aku terdiam, dan kemudian mereka mulai tenang juga. Kudekatkan pengeras suara ke bibirku. Namaku Day. Suaraku memenuhi udara. Aku telah melawan ketidakadilan yang sama dengan yang kalian protes di sini sekarang. Aku telah merasakan penderitaan yang sama dengan kalian. Seperti kalian, aku telah menyaksikan teman-teman dan keluargaku mati di tangan tentara Republik. Aku mengerjap untuk
melandaku. Teruskan. Aku pernah kelaparan, dikalahkan, dipermalukan. Aku pernah disiksa, dihina, ditindas. Aku tinggal di sektor kumuh seperti kalian. Aku membahayakan nyawaku untuk kalian. Dan kalian membahayakan nyawa kalian untukku. Kita telah membahayakan nyawa kita untuk negara kita bukan negara tempat kita tinggal sekarang, melainkan negara yang kita harapkan kita miliki. Kalian semua, tiap-tiap orang, adalah pahlawan.
Sorak-sorai bahagia menjawab kata-kataku, bahkan saat para tentara di bawah sia-sia mencoba untuk menurunkan dan menangkapi orang-orang yang terpisah dari kerumunan, sementara tentara yang lain berusaha dengan percuma untuk menonaktifkan sistem pengeras suara yang kabelnya sudah diutak-atik. Aku sadar, Kongres ketakutan. Mereka takut padaku, seperti biasa. Jadi, aku terus melanjutkan kuceritakan pada orang-orang tentang apa yang terjadi pada Ibu dan kakak adikku, dan apa yang terjadi pada June. Kuberi tahu mereka tentang Patriot, tentang usaha Senat untuk membunuh Anden. Kuharap Razor mendengarkan semua ini dan marah. Sepanjang ceritaku, perhatian massa tidak pernah goyah.
Kalian percaya padaku" seruku. Kerumunan massa menjawab dalam satu suara. Lautan orang-orang dan raungan mereka yang menulikan sangat luar biasa. Andai ibuku masih di sini, andai Ayah dan John di sini, akankah mereka tersenyum padaku sekarang" Aku menghela napas panjang, gemetar. Selesaikan tujuanmu kemari. Aku fokus pada orang-orang, dan pada sang Elector Muda. Kukumpulkan kekuatan. Kemudian, kuucapkan kata-kata yang tak pernah kuduga akan kukatakan.
Rakyat Republik, kenali musuh kalian. Musuh kalian adalah cara hidup Republik, hukum dan tradisi yang membatasi kita, pemerintah yang menjadikan kita seperti ini. Mendiang Elector. Kongres. Aku
baru & . Bukan. Musuh. Kalian!
Orang-orang itu terdiam. Tatapan mereka selamanya tertuju padaku.
Kalian pikir Kongres ingin mengakhiri Ujian, atau menolong keluarga kalian" Itu bohong. Aku menunjuk Anden saat aku mengatakan ini. Aku ingin, untuk pertama kalinya, memercayai dia. Elector masih muda dan ambisius, dan dia bukan ayahnya. Dia ingin berjuang untuk kalian, sebagaimana aku berjuang untuk kalian, tapi pertama-tama kalian perlu memberinya kesempatan. Dan, jika kalian memberinya kekuatan dan mengangkatnya, dia akan mengangkat kita. Dia akan mengubah berbagai hal untuk kita, selangkah demi selangkah. Dia bisa membangun negara yang kita semua harapkan untuk kita miliki. Malam ini aku datang kemari untuk kalian semua dan untuk dia. Kalian percaya padaku" Kunaikkan suara: Rakyat Republik, kalian percaya padaku"
Hening. Kemudian, beberapa kor. Lebih banyak lagi. Mereka mengangkat wajah dan kepalan tangan mereka ke arahku. Teriakan mereka tak henti-henti, gelombang perubahan.
Maka, dukunglah Elector kalian, seperti yang kulakukan, dan dia akan berikan dukungannya untuk kalian!
Sorak-sorai itu menulikan, menenggelamkan apa pun, segalanya. Sang Elector Muda terus menatapku, dan pada akhirnya aku sadar, bahwa June benar. Aku tidak ingin Republik jatuh. Aku ingin melihatnya berubah.[]
Dua hari telah berlalu. Atau, lebih tepatnya, 52 jam 8 menit telah berlalu sejak Day memanjat ke atas Menara Gedung Parlemen dan mengumumkan dukungannya untuk Elector kami.Kapan pun aku memejamkan mata,aku masih bisa melihatnya di atas sana, rambutnya berkilauan seperti lampu suar menghiasi malam. Kata-katanya terdengar jelas dan kuat di seluruh kota dan negeri ini. Kapan pun aku bermimpi, aku masih bisa merasakan ciuman terakhirnya di bibirku,apidanketakutandibalikmatanya.Setiaporang di Republik mendengar dia malam itu.Dia mengembalikan kekuasaan pada Anden dan Anden memenangkan hati seluruh negeri.
Ini hari keduaku di kamar rumah sakit di pinggir Kota Denver. Siang kedua tanpa Day di sisiku. Di sebuah kamar beberapa lantai di bawah, Day sedang menjalani tes yang sama, keduanya untuk memastikan kesehatannya dan
apa pun dalam kepalanya. Dia akan segera dipertemukan kembali dengan adiknya.
Dokterku telah tiba untuk mengecek kesembuhanku tapi aku tidak akan mendapatkan privasi. Saat aku mempelajari langit-langit kamar, kulihat kamera sekuriti di setiap sudut, menyiarkan gambarku secara langsung ke masyarakat.
Republik bahkan takut memberi kesan yang paling samar sekalipun bahwa Day dan aku tidak dirawat dengan baik.
Sebuah layar di dinding menayangkan kamar Day. Itulah satu-satunya alasanku setuju dipisahkan dengannya sedemikian lama. Kuharap aku bisa bicara dengannya. Segera setelah mereka selesai menyinariku dengan X-ray dan sensor, aku memakai mikrofon.
Selamat pagi, Miss Iparis, kata dokterku saat para perawat membuat titik-titik di kulitku dengan enam sensor. Aku menggumamkan sapaan sebagai balasan, tapi perhatianku tetap tertuju pada rekaman kamera yang menampilkan Day sedang bicara dengan dokternya sendiri. Lengannya terlipat dengan sikap memberontak dan ekspresinya skeptis. Terkadang,perhatiannya terfokus pada satu titik di dinding yang tak bisa kulihat. Aku penasaran apakah dia juga menontonku dari kamera.
Dokterku melihat apa yang mengalihkan perhatianku dan dengan letih menjawab pertanyaanku sebelum aku sempat bertanya.
Kau akan segera bertemu dengannya, Miss Iparis. Oke" Aku janji. Sekarang, kau tahu harus bagaimana. Pejamkan mata dan tarik napas panjang.
Aku menekan rasa frustrasiku dan melakukan yang dia suruh. Cahaya berkelip di balik kelopak mataku, kemudian sensasi kesemutan yang dingin terasa di otakku dan menjalari punggungku. Mereka melapisi mulut dan hidungku dengan masker seperti gel. Aku selalu harus meyakinkan diri untuk tidak panik dalam menjalani prosedur ini, berjuang melawan klaustrofobia dan perasaan tenggelam. Mereka cuma mengetesku, aku mengulangi tanpa suara. Mereka mengetesku untuk mengecek adakah sisa-sisa cuci otak Koloni, juga memeriksa stabilitas mentalku dan
memercayaiku. Begitulah. Jam demi jam berlalu. Akhirnya, pemeriksaan itu selesai, dan dokter bilang aku boleh membuka mata lagi.
Bagus sekali, Iparis, katanya sambil mengetikkan sesuatu di papan catatannya. Batukmu mungkin masih ada, tapi kurasa kau telah melalui fase terburuk penyakitmu. Kau bisa tinggal lebih lama kalau kau mau dia tersenyum melihat kerutan jengkel di wajahku tapi kalau kau lebih memilih untuk dibebaskan pergi ke apartemen barumu, kami juga bisa mengatur itu hari ini. Oh ya, Elector yang mulia ingin sekali bicara denganmu sebelum kau pergi dari sini.
Bagaimana Day" tanyaku. Sulit bagiku untuk menahan ketidaksabaran dalam suaraku. Kapan aku bisa menemuinya"
Kening dokter berkerut. Bukankah kita baru saja membicarakan ini" Day akan dibebaskan tak lama setelah kau. Pertama-tama dia harus menemui adiknya.
Dengan hati-hati, kupelajari wajah dokter itu. Saat ini ada alasan yang membuat dia bimbang sesuatu tentang kesembuhan Day. Aku bisa melihat kedutan halus di balik otot-otot wajah dokter itu. Dia tahu sesuatu yang aku tak tahu.
Dokter itu mengembalikanku ke dunia nyata. Dia mengempit papan catatannya di sebelah pinggang, menegakkan tubuh, lalu menampilkan senyum palsu di wajah. Yah, sudah cukup untuk hari ini. Besok kami akan memulai penyatuan resmimu kembali ke Republik, dengan penetapan kariermu yang baru. Elector akan tiba di sini dalam beberapa menit, dan kau akan punya cukup waktu terlebih dahulu untuk menyiapkan diri. Setelah itu, dia dan para perawat membereskan sensor dan mesin-mesin mereka, lalu meninggalkanku sendirian.
Aku duduk di tempat tidurku sambil menatap pintu. Jubah merah gelap tersampir di bahuku, tapi aku masih tidak merasa sepenuhnya hangat di kamar ini. Saat Anden masuk untuk melihatku, aku menggigil.
Dia melangkah masuk dengan sikap elegannya yang khas, mengenakan seragam, sepatu hitam yang tidak
dipangkas sempurna, kacamata berbingkai tipis bertengger rapi di hidungnya. Saat dia melihatku, dia tersenyum dan memberi hormat. Gerakan itu, sedihnya, mengingatkanku pada Metias, dan selama beberapa detik aku harus berkonsentrasi menatap kakiku untuk menenangkan diri. Untunglah, kelihatannya Anden pikir aku membungkuk ke arahnya.
Elector, aku menyapa. Dia tersenyum; mata hijaunya menyapuku. Bagaimana perasaanmu, June"
Aku balas tersenyum. Cukup baik.
Anden tertawa kecil dan menundukkan kepala. Dia melangkah mendekat, tapi dia tidak mencoba duduk di sebelahku di tempat tidur. Aku masih bisa melihat ketertarikan di matanya, caranya berlama-lama meresapi setiap kata yang kuucapkan dan setiap gerakan yang kulakukan. Pasti sekarang dia telah mendengar rumor tentang hubunganku dengan Day. Namun, meskipun dia tahu, dia tidak mengungkapkannya.
Republik, dia melanjutkan, malu karena aku mendapatinya sedang memandangiku, tepatnya, pemerintah telah memutuskan bahwa kau siap kembali ke militer dengan pangkat lengkapmu semula. Sebagai Agen, di sini di Denver.
Jadi, aku tidak akan kembali ke Los Angeles. Terakhir yang kudengar, karantina LA telah dicabut setelah Anden memulai investigasi para pengkhianat di Senat dan baik Razor maupun Komandan Jameson ditangkap karena berkhianat. Aku hanya bisa membayangkan betapa bencinya Jameson pada Day dan aku sekarang & . Bahkan,memikirkan seperti apa kemarahan di wajah wanita itu mengirimkan rasa dingin menjalari punggungku.
Terima kasih, kataku setelah beberapa saat. Aku sangat bersyukur.
Anden mengibaskan tangan. Tidak perlu. Kau dan Day telah sangat membantuku.
Aku memberinya hormat cepat. Pengaruh Day sudah terasa setelah pidato dadakannya, Kongres dan militer mematuhi Anden mengizinkan para pengunjuk rasa pulang
melepaskan anggota Patriot yang ditangkap saat percobaan pembunuhan (dibebaskan di bawah pengawasan). Kalau sebelumnya Senat tidak takut pada Day, sekarang mereka takut. Saat ini Day punya kekuatan untuk memicu revolusi berskala penuh hanya dengan beberapa kata-kata.
Tapi & . Volume suara Anden menurun dan dia mengeluarkan tangannya dari saku celana untuk menyilangkannya di dada. Aku punya penawaran lain untukmu. Kupikir kau berhak atas posisi lain yang lebih penting daripada Agen.
Sebuah memori muncul ke permukaan, saat aku berada di kereta bersamanya waktu itu. Ada tawaran tak terucap menggantung di bibirnya.
Posisi macam apa" Untuk pertama kalinya, dia memutuskan untuk duduk bersamaku di tepi tempat tidurku. Dia sangat dekat sekarang sampai aku bisa merasakan embusan ringan napasnya di kulitku dan melihat pangkal janggut membayangi dagunya.
June, dia memulai, Republik tidak pernah lebih labil dari sekarang. Day membawa Republik kembali dari ambang kehancuran, tapi aku masih memerintah di saatsaat berbahaya. Banyak Senator saling memperebutkan kendali di antara mereka, dan banyak orang di negeri ini mengharapkan aku mengambil langkah yang salah. Anden terdiam sejenak. Satu momen saja takkan membuatku berada dalam dukungan rakyat selamanya, dan aku tidak bisa menguasai negara ini sendirian saja.
Aku tahu dia mengatakan yang sebenarnya. Aku bisa melihat kelelahan di wajahnya, dan rasa frustrasi yang muncul karena dia bertanggung jawab atas negaranya.
Waktu ayahku masih seorang Elector muda, dia dan ibuku memerintah bersama-sama. Elector dan Princepsnya. Beliau tak pernah lebih kuat dari dirinya kala itu. Aku juga ingin seorang sekutu, seseorang yang pintar dan kuat yang bisa kupercaya dengan kekuatan lebih besar dari siapa pun di Kongres.
Napasku menjadi dangkal saat aku mulai mengerti tawarannya yang berputar-putar itu.
seseorang yang luar biasa berbakat dalam segala yang dilakukannya, dan seseorang yang bisa berbagi ide denganku tentang bagaimana membentuk sebuah negara. Tentu saja, orang tidak bisa diangkat dari Agen menjadi Princeps dalam sekejap mata. Perlu latihan, instruksi, dan pendidikan intensif. Kesempatan untuk bisa berkembang sampai pantas menempati posisi itu butuh bertahun-tahun, mungkin dekade. Mula-mula belajar menjadi Senator, lalu menjadi pemimpin Senat. Ini bukan latihan yang diberikan dengan mudah, apalagi bagi seseorang tanpa pengalaman Senat. Tentu saja, akan ada calon Princeps lain yang juga akan membayangiku. Dia berhenti di situ; nada suaranya berubah. Bagaimana menurutmu"
Aku menggelengkan kepala, masih tidak begitu yakin terhadap apa yang Anden tawarkan. Ada peluang untuk menjadi Princeps posisi nomor dua di belakang Elector. Aku akan menghabiskan hampir sebagian besar hidupku untuk menemani Anden, membayangi setiap langkahnya untuk setidaknya sepuluh tahun. Aku takkan pernah melihat Day. Tawaran ini membuat hidup yang telah kubayangkan dengan Day menjadi goyah. Apa Anden menawarkan promosi ini murni berdasarkan pikirannya tentang kapabilitasku atau dia membiarkan emosi memengaruhinya, mempromosikan aku dengan harapan dia akan mendapat kesempatan untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersamaku" Dan bagaimana mungkin aku bersaing dengan calon Princeps lain yang potensial, beberapa di antaranya mungkin berpuluh tahun lebih tua dariku, bahkan mungkin sudah menjadi Senator"
Aku menghela napas panjang, lalu mencoba bertanya padanya dengan diplomatis. Elector, aku memulai. Menurutku
Aku tidak akan memaksamu, selanya, lalu dia menelan ludah dan tersenyum ragu. Kau sepenuhnya bebas menolak tawaran ini.Dan,kau bisa menjadi Princepstanpa & . Apa Anden tersipu" Kau tidak harus menerimanya, alih-alih melanjutkan kata-kata tadi, itulah yang dia katakan. Hanya saja, aku Republik akan bersyukur kalau kau terima.
kataku. Kau butuh seseorang yang jauh lebih baik dariku.
Anden memegang kedua tanganku. Kau terlahir untuk mengguncang Republik, June. Tak ada seorang pun yang lebih baik daripada dirimu. []
M ULANYA DOKTER ITU TIDAK MENYUKAIKU . Aku juga


Prodigy Karya Marie Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak menyukainya, tentu saja aku tak pernah benarbenar punya pengalaman bagus di rumah sakit.
Dua hari lalu, saat akhirnya mereka berhasil menurunkanku dari balkon Menara Gedung Parlemen Denver dan menenangkan kerumunan besar massa yang menyorakiku, mereka mengikatku masuk ke ambulans dan langsung membawaku ke rumah sakit. Di sana, aku memecahkan kacamata dokter dan menendang nampan-nampan logam di kamarku saat mereka berusaha memeriksa luka-lukaku.
Kalau kalian berani menyentuhku, bentakku pada mereka, akan kupatahkan leher kalian.
Staf rumah sakit harus mengikatku. Aku menjerit memanggil-manggil Eden sampai serak, meminta untuk bertemu dengannya, mengancam akan membakar
Eden. Aku berteriak memanggil June. Aku berseru meminta bukti anggota Patriot dibebaskan. Aku mendesak untuk melihat jenazah Kaede, memohon agar mereka menguburnya dengan pantas.
Mereka menyiarkan reaksiku secara langsung ke publik karena kerumunan massa yang berkumpul di rumah sakit menuntut untuk melihat apakah aku diperlakukan dengan baik. Tapi, perlahan-lahan aku menjadi tenang, dan setelah melihatku hidup, kerumunan di Denver mulai tenang juga.
Ini tidak berarti kau tidak akan diawasi dengan ketat sekarang, kata dokterku saat aku diberi satu set kemeja dan celana tentara Republik. Dia bergumam sehingga kamera sekuriti tidak bisa menangkap apa yang dia bicarakan. Aku hampir tidak bisa melihat matanya di balik cahaya menyilaukan yang mengenai kacamata bundar kecilnya. Tapi, kau telah sepenuhnya diampuni oleh Elector, dan saat ini adikmu Eden akan segera tiba di rumah sakit.
Aku diam saja. Setelah semua yang terjadi sejak Eden pertama kali terjangkit wabah, aku hampir tidak bisa memahami fakta bahwa Republik akan mengembalikan dia padaku. Yang bisa kulakukan adalah tersenyum pada si Dokter sambil menggertakkan gigi. Dokter itu balas tersenyum dengan ekspresi penuh ketidaksukaan seraya melanjutkan bicara tentang hasil tesku dan di mana aku akan tinggal setelah semua ini selesai. Aku tahu dokter itu tidak ingin berada di sini, tapi dia tidak mengatakannya keras-keras, tidak dengan semua kamera menyala.
Dari sudut mataku, aku bisa melihat satu layar di dinding yang menampilkan apa yang mereka lakukan pada June. Dia kelihatan aman, sedang menjalani pemeriksaan yang sama denganku. Namun, kecemasan di tenggorokanku tak mau pergi.
Ada satu hal terakhir yang ingin kuberi tahu padamu secara pribadi, si Dokter melanjutkan. Aku mendengarkan setengah hati. Sangat penting. Sesuatu yang kami temukan dalam X-ray-mu yang harus
Aku mencondongkan tubuh ke depan agar bisa mendengar lebih baik. Tapi pada saat itu, interkom di kamar ini terdengar menyala.
Eden Bataar Wing ada di sini, Dokter, kata suara dari interkom. Tolong beri tahu Day.
Eden. Eden di sini. Mendadak aku tak bisa lebih tidak peduli lagi pada hasil X-ray-ku. Eden ada di luar, tepat di balik pintu kamar ini. Si Dokter berusaha mengatakan sesuatu padaku, tapi aku hanya bergegas melewatinya, mendorong pintu terbuka, dan tersandung-sandung ke luar ke koridor.
Pertama-tama aku tidak melihat dia. Ada terlalu banyak perawat mondar-mandir di lorong. Kemudian, aku menangkap satu sosok kecil sedang mengayunayunkan kaki di salah satu bangku koridor, kulitnya sehat dan kepalanya penuh rambut pirang platina keriting yang tidak bisa disisir rapi. Dia mengenakan seragam sekolah yang terlalu besar dan sepatu bot ukuran anak-anak. Dia tampak lebih tinggi, tapi mungkin itu karena saat ini dia bisa duduk lebih tegak. Saat dia menoleh padaku, aku sadar dia memakai kacamata tebal berbingkai hitam. Matanya berwarna ungu terang seperti susu, mengingatkanku pada bocah laki-laki yang kulihat di gerbong pada malam dingin berhujan es itu.
Eden, teriakku serak. Matanya tetap tidak fokus, tapi seulas senyum memukau mekar di wajahnya. Dia bangkit dan mencoba berjalan ke arahku, tapi dia berhenti saat dia tampak tak tahu di mana tepatnya aku berada.
Apa itu kau, Daniel" tanyanya ragu, gemetar. Aku berlari ke arahnya, meraup tubuhnya dengan kedua lenganku dan memeluknya erat.
Yeah, bisikku. Ini Daniel.
Eden hanya menangis. Sedu sedan meluluhlantakkan tubuhnya. Dia mempererat lengannya di sekeliling leherku kuat-kuat sampai kupikir dia takkan melepasnya. Aku menghela napas dalam-dalam
merenggut sebagian besar penglihatan Eden, tapi dia di sini, hidup dan baik-baik saja, cukup kuat untuk berjalan dan bicara. Itu sudah cukup untukku.
Senang melihatmu lagi, Dik, kataku dengan suara tercekik seraya mengacak-acak rambutnya. Aku kangen.
Entah berapa lama kami tetap di situ. Bermenitmenit" Berjam-jam" Tapi itu tidak penting. Waktu berdetak lambat, detik demi detik. Kubuat momen itu berlangsung selama mungkin. Rasanya seolah-olah aku berdiri di sini dan memeluk seluruh keluargaku. Eden adalah segalanya, yang berarti apa saja. Setidaknya, aku punya dia.
Kudengar suara batuk di belakangku.
Day, kata si Dokter. Dia bersandar di pintu kamarku yang terbuka, wajahnya tampak serius dan muram di bawah lampu neon. Dengan lembut, aku menurunkan Eden sembari tetap meletakkan sebelah tangan di bahunya. Ikut aku. Ini tidak lama, aku janji. Aku, ah & . Dia berhenti saat melihat Eden. Kusarankan adikmu tetap di luar saja. Cuma untuk saat ini. Kupastikan kau akan kembali dalam beberapa menit, lalu kalian berdua akan diantar ke apartemen baru kalian.
Aku tetap berdiri di tempat, tak mau memercayai dokter itu.
Aku janji, ujarnya lagi. Kalau aku bohong, yah, kau punya cukup kekuasaan untuk meminta Elector menangkapku gara-gara itu.
Yah, pada dasarnya itu benar. Aku menunggu sedikit lebih lama, mengulum bagian dalam pipiku, kemudian menepuk kepala Eden.
Aku akan segera kembali, oke" Tetap di bangku. Jangan pergi ke mana pun. Kalau seseorang berusaha menyuruhmu pergi, teriaklah. Mengerti"
Eden mengusap hidung dengan sebelah tangan, lalu mengangguk. Kubimbing dia kembali ke bangku, lalu mengikuti si Dokter masuk ke kamar. Dia menutup
Ada apa" kataku tak sabar. Mataku tak bisa berhenti menatap pintu, seakan pintu itu akan berubah lenyap ditelan dinding kalau aku tidak waspada. Di dinding pojok, layar June memperlihatkan dia sedang menunggu sendirian di kamarnya.
Tapi, kali ini si Dokter tidak tampak kesal padaku. Dia menekan sebuah tombol di dinding dan menggumamkan sesuatu tentang mematikan suara di kamera.
Seperti yang kubilang sebelum kau keluar & . Sebagai bagian dari tesmu, kami memindai otakmu untuk melihat apakahadamodifikasiyangdilakukanKoloni.Kamitidak menemukan sesuatu untuk dikhawatirkan & tapi kami mendapatkan sesuatu yang lain. Dia berputar, menekan sebuah alat kecil, lalu mengarahkannya ke layar yang menyala di dinding. Layar itu menampilkan gambar otakku. Dahiku berkerut, tidak bisa memahami apa yang kulihat. Dokter menunjuk sebuah noda gelap di dekat bagian bawah gambar. Kami melihat ini di dekat hipokampus 8 sebelah kirimu. Kami rasa ini sudah lama, mungkin sudah bertahuntahun, dan perlahanlahan memburuk seiring waktu.
Dengan bingung, kupandangi gambar itu sejenak, lalu aku kembali beralih ke dokter. Noda itu masih terasa sepele bagiku, apalagi saat Eden sedang menunggu di lorong luar. Apalagi saat aku akan bisa bertemu June lagi.
Terus" Apa lagi"
Kau pernah mengalami sakit kepala parah" Belakangan ini, atau dalam beberapa tahun ini"
Ya. Tentu saja pernah. Aku sering sakit kepala sejak malam ketika Rumah Sakit Pusat Los Angeles melakukan tes padaku malam ketika aku seharusnya mati, tapi aku kabur.
Aku mengangguk. Dokter itu melipat lengan. Arsip kami menunjukkan bahwa kau telah & dijadikan percobaan setelah kau gagal dalam Ujianmu. Ada beberapa tes yang dilakukan pada otakmu. Kau & .
tepat dimaksudkan untuk mati agak cepat, tapi kau bertahan. Yah, tampaknya
Bagian dari otak besar yang terletak di lobus temporal. Hipokampus berperan dalam kegiatan mengingat (memori) dan navigasi ruangan. (sumber: Wikipedia)
efek tersebut akhirnya mulai muncul. Dia mengecilkan suara menjadi bisikan. Tak ada yang tahu ini bahkan Elector. kami tak ingin negara ini kembali ke keadaan revolusi. Mulanya kami pikir kami bisa menyembuhkan itu dengan kombinasi antara operasi dan pengobatan, tapi saat kami mempelajari area yang bermasalah lebih jauh, kami sadar segalanya telah sangat terjalin dengan bagian hipokampusmu yang sehat sehingga mustahil untuk menstabilkan situasi tanpa sangat merusak kemampuan kognitifmu.
Susah payah aku menelan ludah. Jadi" Apa artinya itu"
Si Dokter melepas kacamatanya sambil mendesah. Artinya, Day, kau sekarat. []
Pukul 20.07. Dua hari setelah aku dibebaskan.
Menara Apartemen Oxford, Sektor Lodo, Denver. 72" Fahrenheit di dalam.
Day dibebaskan pukul tujuh pagi kemarin. Aku telah tiga kali menghubunginya sejak itu,tapitidaksatupun yang diangkat. Baru beberapa jam lalu akhirnya aku mendengar suaranya di earpiece-ku.
Hari ini kau tidak ada acara, June" Aku menggigil mendengar kelembutan dalam suaranya. Keberatan kalau aku mampir" Aku ingin bicara denganmu.
Datang saja, sahutku. Dan, hanya itulah yang kami katakan satu sama lain.
Dia akan tiba di sini secepatnya. Aku malu mengakui bahwa meskipun satu jam ini aku berusaha menyibukkan
bisa kupikirkan hanyalah hal apa yang ingin Day diskusikan.
Rasanya aneh kembali mendiami tempat tinggal milikku sendiri, dilengkapi segudang hal-hal baru yang tidak familier. Sofa lembut, lampu kristal rumit, meja kaca, lantai kayu. Benda-benda mewah yang saat ini membuatku tak nyaman memilikinya. Di luar jendela, salju musim semi yang ringan berjatuhan. Ollie tidur di sebelahku di salah satu dari kedua sofa.
Setelah aku boleh pulang dari rumah sakit, para tentara mengantarku dengan jip ke sini, ke Menara Apartemen Oxford dan hal pertama yang kulihat saat aku melangkah ke dalam adalah Ollie. Ekornya mengibas-ngibas kegirangan, hidungnya mengendus-endus tanganku penuh semangat. Para tentara memberitahuku bahwa Elector telah lama meminta agar anjingku dikirim ke Denver untuk diurus, tepat setelah Thomas menangkapku. Sekarang, mereka mengembalikan Ollie, sepotong bagian kecil dari Metias, padaku.
Aku penasaran apa pendapat Thomas tentang semua ini. Akankah dia hanya mengikuti protokol seperti yang selalu dia lakukan" Membungkuk padaku saat dia melihatku lagi, mengucapkan janji setia sampai mati" Mungkin Anden telah memerintahkan penangkapan-nya bersama Komandan Jameson dan Razor. Aku tak bisa memutuskan bagaimana perasaanku tentang itu.
Kemarin mereka menguburkan Kaede. Tadinya mereka akan mengkremasi tubuhnya dan memberikan tanda kecil biasa di dinding menara pemakaman, tapi aku memaksa mereka memberi sesuatu yang lebih bagus. Sepetak tanah sungguhan, beberapa meter persegi yang cukup untuknya. Anden, tentu saja, menurut. Jika Kaede masih hidup, akan ada di mana dia sekarang" Akankah pada akhirnya Republik melantiknya ke pasukan udara mereka" Sudahkah Day mengunjungi makamnya" Apa dia menyalahkan diri atas kematian Kaede, seperti aku menyalahkan diri" Mungkinkah ini alasan kenapa dia menunggu sangat lama untuk menghubungiku setelah diizinkan pulang dari rumah sakit"
melangkah" Pukul 20.12. Day terlambat. Kujaga pandanganku terpaku ke pintu, tak bisa melakukan hal lain, takut aku akan kehilangan dirinya kalau aku berkedip.
Pukul 20.15. Dering lembut bel bergema di apartemen. Ollie menggeliat, mengangkat telinga, dan merengek. Dia di sini. Aku hampir melompat dari sofa. Kaki Day sangat ringan sampai anjingku tidak mendengarnya berjalan di lorong luar.
Aku membuka pintu dan membeku. Sambutan yang telah kusiapkan terhenti di tenggorokan. Day berdiri di hadapanku, kedua tangan di saku celana, membuatku menahan napas, dalam balutan seragam baru Republik (hitam, dengan strip abu-abu gelap membujur di sisi celana panjangnya dan melingkari bagian bawah lengan bajunya. Kerah diagonal tebal di jaket tentaranya dipotong dalam gaya pasukan tentara ibu kota Denver, dan aku bisa lihat sepasang sarung tangan karet putih menyembul dari saku celana panjangnya, masing-masing dihiasi rantai emas tipis). Rambutnya jatuh ke bawah bahu dengan helaian yang bersinar dan ditaburi butiran salju lembut musim semi yang berjatuhan di luar. Matanya biru terang, memesona dan indah; beberapa kepingan salju berkilau di bulu mata panjang yang membatasi pinggirannya. Aku hampir tidak tahan dengan pemandangan itu. Baru sekarang aku sadar bahwa aku tak pernah benar-benar melihat dia mengenakan pakaian resmi apa pun, apalagi pakaian resmi tentara. Aku belum menyiapkan diri untuk melihat pemandangan seperti ini, ketika ketampanannya benar-benar tampak jelas.
Day memperhatikan ekspresiku dan menyeringai masam. Ini untuk foto sebentar, katanya, menunjuk pakaiannya, fotoku berjabat tangan dengan Elector. Bukan pilihanku. Jelas. Mudah-mudahan aku tidak menyesal telah memberi dukungan untuk pria itu.
Menghindari kerumunan massa yang berkumpul di luar tempat tinggalmu" akhirnya aku berkata. Kutenangkan diriku cukup lama sampai aku bisa balas tersenyum. Menurut rumor, orang-orang meminta-mu jadi Elector yang baru.
Elector" Yang benar saja. Aku bahkan belum menyukai Republik. Butuh waktu untuk terbiasa. Sekarang, hanya menghindar yang bisa kulakukan. Saat ini lebih baik aku tidak menghadapi orang-orang.
Aku mendengar setitik kesedihan dalam suaranya, sesuatu yang memberitahuku bahwa dia pasti belum mengunjungi makam Kaede. Dia berdeham saat melihatku mempelajari wajahnya, lalu memberiku sebuah kotak beledu kecil. Ada kesopanan dalam tingkah lakunya yang membuatku heran.
Aku beli ini saat menuju kemari. Untukmu, Sayang. Tanpa sadar, aku menggumam terkejut. Trims. Dengan hati-hati, kuterima kotak itu, mengaguminya sesaat, lalu memiringkan kepala ke arah Day. Dalam rangka apa"
Day menyelipkan rambut ke belakang salah satu telinganya, berusaha tampak cuek. Cuma berpikir itu terlihat bagus.
Aku membuka kotak itu hati-hati, lalu menahan napas saat melihat apa isinya. Sebuah kalung perak dengan liontin kecil berbentuk tetes air mata dari batu rubi, pinggirannya dihiasi berlian kecil-kecil. Tiga kawat perak kecil terbungkus di sekeliling rubi itu sendiri.
Ini & cantik sekali, kataku. Pipiku rasanya terbakar. Ini pasti sangat mahal. Sejak kapan aku mulai menggunakan basa-basi keramahan sosial saat bicara dengan Day"
Dia menggeleng. Rupanya Republik menghujaniku dengan uang untuk membuatku tetap senang. Rubi batu lahirmu, kan" Yah, aku cuma berpikir kau seharusnya punya kenang-kenangan yang lebih bagus dariku dibanding cincin dari penjepit kertas. Dia menepuk kepala Ollie, lalu menunjukkan sikap mengagumi apartemenku. Tempat yang bagus. Sangat mirip punyaku.
Day telah diberi apartemen serupa yang dijaga ketat, beberapa blok dari sini di jalan yang sama dengan apartemenku.
Terimakasih, katakulagi, dengan hati-hati meletakkan kotak itu di konter dapurku untuk sementara. Kemudian,
suka cincin penjepit kertasku.
Sejenak, kebahagiaan melintas di wajahnya. Aku ingin melempar lenganku ke sekeliling tubuhnya dan menciumnya, tapi ada beban dalam posturnya yang membuatku merasa aku harus menjaga jarak.
Kuberanikan diri mengajukan tebakan ragu-ragu tentang apa yang mengganggunya. Bagaimana Eden"
Cukup baik. Day melihat sekeliling ruangan sekali lagi, lalu membiarkan tatapannya kembali terpaku padaku. Segala hal diperhatikan dengan hati-hati, tentu saja.
Aku menunduk. Aku & turut menyesal tentang penglihatannya. Dia
Dia hidup, sela Day lembut. Aku cukup senang akan hal itu.
Aku mengangguk canggung, dan kami tergelincir ke dalam keheningan panjang.
Akhirnya, aku berkata, Kau ingin bicara.
Ya. Day menatap ke bawah, mempermainkan sarung tangannya gelisah, lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Aku sudah dengar tentang promosi yang Anden tawarkan padamu.
Aku memalingkan wajah dan duduk di sofa. Belum 48 jam dan aku sudah dua kali melihat berita itu muncul di JumboTrons kota:
JUNE IPARIS DITUNJUK UNTUK IKUT PELATIHAN POSISI PRINCEPS
Harusnya aku senang karena Day-lah yang mengungkit hal itu aku sudah berusaha mencari cara yang bagus untuk mengangkat subjek itu, dan sekarang aku tak perlu melakukannya. Tetap saja, denyut nadiku menjadi lebih cepat dan kudapati diriku merasa segugup yang kutakutkan. Mungkin dia marah karena aku tidak langsung mengatakan hal ini.
Seberapa banyak yang sudah kau dengar" tanyaku saat dia mendekat untuk duduk di sebelahku. Dengan lembut, lututnya menyentuh pahaku. Bahkan, sentuhan ringan seperti ini membuat kupu-kupu menari di perutku.
melakukannya dengan sengaja, tapi bibir Day membentuk garis tak nyaman, seolah-olah dia tahu dirinya akan meneruskan percakapan ini meskipun tak ingin.
Aku dengar selentingan, kau harus membayangi setiap langkah Anden, ya" Kau akan dilatih untuk menjadi Princeps-nya. Itu semua benar"
Aku mendesah. Bahuku merosot dan kubenamkan kepala ke tangan. Mendengar Day mengatakan ini membuatku merasakan betapa gentingnya komitmen yang harus kubuat. Tentu saja aku mengerti alasan-alasan praktis kenapa Anden akan menunjukku untuk ini kuharap dirikulah seseorang yang bisa menolong Republik bertransformasi. Seluruh pelatihan militerku, segala yang Metias ajarkan padaku aku tahu aku memang cocok untuk pemerintah Republik. Tapi & .
Ya, itu semua benar, kataku, lalu buru-buru menambahkan, itu bukan lamaran pernikahan sama sekali bukan begitu. Itu posisi profesional, dan aku akan menjadi salah satu dari beberapa orang yang bersaing untuk memperoleh posisi itu. Tapi, itu berarti sewaktu-waktu aku harus pergi berminggu-minggu & yah & berbulan-bulan. Jauh dari & . Jauh darimu, aku ingin bilang. Tapi, kedengarannya sangat norak, dan kuputuskan untuk tidak meneruskan kalimat itu. Sebaliknya, kuceritakan padanya semua detail yang meluncur di kepalaku. Kuberi tahu dia tentang jadwal melelahkan seorang calon Princeps, bagaimana aku berencana memberi diriku ruang untuk bernapas jika aku menyetujui tawaran itu, bahwa aku tak yakin seberapa banyak dari diriku yang ingin kuberikan pada Republik. Setelah beberapa saat, aku tahu aku mulai meracau, tapi sangat enak rasanya mengeluarkan semua dari dadaku, membuka masalah-masalahku pada pemuda yang kupedulikan. Aku tidak berusaha menghentikan diri. Jika ada orang dalam hidupku yang berhak mendengar segalanya, orang itu adalah Day.
Aku tak tahu apa yang harus kukatakan pada Anden, kataku mengakhiri ceritaku. Dia belum mendesakku, tapi aku harus segera memberinya jawaban.
di keheningan di antara kami. Aku tidak bisa mendeskripsikan emosi di wajahnya sesuatu telah hilang, sesuatu telah direnggut dari tatapannya dan bertebaran di lantai. Satu kesedihan mendalam tanpa suara yang membuatku tercabik. Apa yang ada di benak Day" Apa dia memercayaiku" Apa dia pikir, seperti yang kupikir saat pertama kali mendengarnya, bahwa Anden menawarkan ini karena ketertarikan pribadinya padaku" Apa dia sedih karena itu berarti sepuluh tahun kami hampir tak bisa melihat satu sama lain" Aku memperhatikannya dan menunggu, berusaha mengantisipasi apa yang akan dia katakan. Tentu saja dia tak akan senang dengan gagasan ini, tentu saja dia akan protes. Aku sendiri tidak senang dengan
Mendadak Day bicara. Terima tawaran itu, bisiknya. Aku mencondongkan tubuh ke arahnya, karena kupikir aku tidak mendengarnya dengan benar. Apa"
Dengan hati-hati,Day mempelajari wajahku. Tangannya bergetar sedikit, seolah dia ingin mengangkatnya dan menyentuh pipiku. Namun, tangan itu tetap berada di sisi tubuhnya.
Aku datang ke sini untuk bilang padamu agar menerima tawarannya, ulangnya lembut.
Aku mengerjap. Tenggorokanku sakit; penglihatanku mengabur dalam kabut cahaya. Ini pasti salah aku telah menduga-duga lusinan jawaban berbeda dari Day, kecuali yang satu itu. Atau, mungkin bukan jawabannya yang membuatku sangat terguncang, melainkan caranya mengatakan itu. Seakan-akan dia melepaskanku. Aku memandanginya sesaat, bertanya-tanya apakah aku cuma membayangkannya. Tapi ekspresi Day sedih, jauh tetap sama. Aku memalingkan wajah dan bergeser ke tepi sofa, dan di tengah kekakuan pikiranku aku hanya bisa berbisik, Kenapa"
Kenapa tidak" tanya Day. Suaranya mengelopak, kusut layaknya bunga yang layu.
Aku tidak mengerti. Mungkin dia cuma sarkastis. Atau, mungkin dia akan bilang bahwa dia masih ingin menemukan cara agar kami bisa bersama. Tapi, dia tidak
memintaku menerima tawaran ini" Kupikir aku akan sangat bahagia saat semua ini akhirnya selesai. Kami akan berusaha menjalani sesuatu yang mirip kehidupan normal lagi, apa pun itu. Akan sangat mudah bagiku untuk menemukan jalan tengah atas tawaran Anden, atau bahkan menolaknya sama sekali. Kenapa Day tidak menyarankan itu" Kupikir, di antara kami berdua Day-lah yang lebih emosional.
Day tersenyum pahit saat aku tidak langsung merespons. Kami duduk dengan tangan kami terpisah, membiarkan dunia menggantung berat di antara kami, mendengar detikdetik berdetak tanpa suara. Setelah beberapa menit, dia menghela napas panjang dan berkata, Aku, ah & punya sesuatu yang harus kukatakan juga padamu.
Aku mengangguk dalam diam, menunggunya melanjutkan. Takut pada apa yang akan dia katakan. Takut dia akan menjelaskan kenapa.
Dia ragu-ragu sejenak, tapi saat dia bicara, dia menggelengkan kepala dan memberiku tawa kecil yang tragis. Aku tahu dia telah berubah pikiran, menyimpan sebuah rahasia dan memasukkannya kembali ke hatinya.
Kau tahu, terkadang aku bertanya-tanya segalanya akan seperti apa seandainya aku hanya & bertemu denganmu pada suatu hari. Seperti yang orang normal lakukan. Seandainya aku bertemu denganmu di jalan pada suatu pagi yang cerah dan berpikir kau manis, lalu aku berhenti, menjabat tanganmu, dan berkata, Hai, aku Daniel.
Aku memejamkan mata, membayangkan pikiran menyenangkan itu. Betapa bebasnya kalau itu terjadi. Betapa mudahnya.
Seandainya, bisikku. Day menarik-narik rantai emas di sarung tangannya. Anden adalah Elector Primo Republik. Mungkin takkan pernah ada kesempatan lain yang semacam ini.
Aku tahu apa yang dia coba katakan. Jangan khawatir. Tidak berarti aku tidak bisa memengaruhi Republik kalau aku menolak tawaran ini, atau menemukan jalan tengah. Ini
Dengarkan aku, June, katanya lembut, mengangkat kedua tangannya untuk menghentikanku. Aku tak tahu apakah aku akan punya keberanian untuk mengatakan semua ini lagi.
Aku gemetar melihat cara bibirnya mengucapkan namaku. Dia memberiku seulas senyum yang menghancurkan sesuatu di dalam diriku. Aku tak tahu kenapa, tapi ekspresinya seolah-olah dia melihatku untuk terakhir kalinya.
Ayolah, kau dan aku sama-sama tahu apa yang seharusnya terjadi. Kita baru beberapa bulan saling kenal. Tapi,aku menghabiskan seluruh hidupku melawan sistem yang sekarang ingin Elector ubah. Dan kau & . Yah, keluargamu menderita sebanyak keluargaku. Dia berhenti sejenak, dan matanya menerawang jauh. Aku mungkin bagus dalam berpidato dari atas sebuah gedung, dan dalam mengendalikan kerumunan massa. Tapi, aku tak tahu apa pun tentang politik. Aku cuma bisa menjadi pemimpin boneka. Sedangkan, kau & kau selalu menjadi segala yang orang-orang butuhkan. Kau punya kesempatan untuk mengubah berbagai hal. Dia meraih tanganku dan menyentuh titik di jariku tempat cincinnya tadinya berada. Aku merasakan telapak tangannya yang kapalan, juga kelembutan menyakitkan dalam sikapnya. Ini keputusanmu, tentu saja, tapi kau tahu bagaimana seharusnya. Jangan memutuskan hanya karena kau merasa bersalah atau apalah. Jangan khawatirkan aku. Aku tahu itulah alasan kenapa kau bimbang aku bisa melihatnya di wajahmu.
Aku tetap tidak berkata apa-apa. Apa yang dia bicarakan" Melihat apa di wajahku" Saat ini aku terlihat seperti apa"
Melihat sikap diamku, Day mendesah. Derita di wajahnya tak tertahankan.
June, ujarnya pelan. Di balik kata-katanya, suaranya terdengar seperti akan pecah kapan saja. Hubungan kita tak akan pernah berhasil.
Dan inilah alasan sebenarnya. Aku menggelengkan
long jangan katakan, Day, tolong jangan katakan itu.
Kita akan temukan cara, aku mulai berkata. Detaildetail mulai tumpah ruah. Untuk sementara aku bisa bekerja di patroli ibu kota. Itu akan jadi kemungkinan pilihan terbaik. Bayangan seorang Senator, kalau aku betulbetul ingin terjun ke politik. Dua belas Senator
Day bahkan tidak bisa menatapku. Kita tidak ditakdirkan bersama. Ada & terlalu banyak hal yang telah terjadi. Suaranya memelan. Terlalu banyak hal.
Beban itu menghantamku. Ini tidak ada hubungannya dengan posisi Princeps, pasti ada sesuatu yang lain. Day tetap akan mengatakan ini, bahkan meskipun Anden tak pernah menawariku apa pun. Perdebatan kami di terowongan bawah tanah. Aku ingin mengatakan betapa salahnya dia, tapi aku tidak bisa mendebat inti katakatanya. Karena dia benar. Bagaimana bisa aku berpikir bahwa kami tak pernah merasakan konsekuensi atas apa yang telah kulakukan padanya" Bagaimana bisa aku sangat arogan, berasumsi bahwa hubungan kami pada akhirnya akan berhasil, bahwa beberapa hal baik yang kulakukan dapat menyembuhkan seluruh luka yang kusebabkan untuknya" Kebenaran itu takkan pernah berubah. Tak peduli betapa keras dia berusaha, tiap kali dia menatapku, dia akan teringat apa yang telah terjadi pada keluarganya. Dia akan teringat apa yang telah kulakukan. Hal itu akan selalu menghantuinya; akan selalu menjulang di antara kami.
Aku harus melepaskan dia.
Aku bisa merasakan air mata mengancam untuk tumpah dari mataku, tapi aku tidak berani mengalirkannya.
Jadi, aku berbisik, suaraku bergetar karena usaha menahan tangis. Begitu saja" Setelah segalanya" Bahkan, saat mengatakan itu, aku tahu tak ada gunanya. Kerusakan itu sudah telanjur ada. Tak ada jalan kembali.
Day membungkuk dan menekan kedua tangan ke matanya. Maafkan aku, bisiknya.
Detik-detik panjang berlalu.
Setelah beberapa lama, susah payah aku menelan
masuk akal, cinta memiliki konsekuensi aku telah membiarkan diriku jatuh cinta, dan aku harus bisa menerima konsekuensinya. Jadi terimalah, June. Akulah yang seharusnya minta maaf. Akhirnya, alih-alih mengatakan apa yang ingin kukatakan, aku berhasil menekan getar dalam suaraku dan memberi jawaban yang lebih tepat. Apa yang seharusnya kukatakan.
Aku akan beri tahu Anden.
Day menyapukan sebelah tangan di rambutnya, membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi menutupnya kembali. Aku tahu ada satu bagian dari seluruh percakapan ini yang tidak dia katakan padaku, tapi aku tidak memaksa. Tetap saja itu tidak akan membuat perbedaan sudah terlalu banyak alasan kenapa kami tidak ditakdirkan bersama. Matanya menangkap sinar bulan yang masuk melalui jendela. Sesaat penuh keheningan di antara kami, hanya terdengara suara pelan napas.
Yah, aku Suaranya pecah, dan dia mengepalkan tangan. Sedetik lamanya dia tetap begitu, berusaha menguatkan diri. Harusnya aku membiarkanmu istirahat. Kau pasti lelah. Dia bangkit dan meluruskan jaketnya. Kami saling bertukar anggukan perpisahan terakhir. Kemudian, dia membungkuk sopan padaku, berbalik, dan mulai berjalan pergi. Selamat malam, June.
Hatiku tercabik, terkoyak, mengucurkan darah. Aku tidak bisa membiarkannya pergi seperti ini. Kami telah melalui terlalu banyak hal bersama untuk saling menjadi orang asing pada akhirnya. Perpisahan di antara kami seharusnya lebih dari sekadar bungkukan sopan. Mendadak aku berdiri dan berlari ke arahnya saat dia mencapai pintu. Day, tunggu
Dia berputar. Sebelum aku bisa berkata apa-apa, dia melangkah maju dan memegang wajahku dengan kedua tangannya. Lalu, dia menciumku untuk terakhir kalinya, membanjiriku dengan kehangatan, napas kehidupan, cinta, juga kesedihan yang menyakitkan. Kulingkarkan lengan ke sekeliling lehernya dan dia memeluk pinggangku. Jangan
selamat tinggal di ciumannya, dan sekarang aku tak bisa menahan air mataku. Dia gemetar. Wajahnya basah. Aku mendekapnya seolah dia akan hilang kalau aku melepasnya, seolah aku akan ditinggalkan sendirian di ruangan gelap ini, berdiri dalam kehampaan. Day, pemuda dari jalanan yang tak punya apa-apa selain pakaian di punggungnya dan kemurnian di matanya, telah memiliki hatiku.
Dia menawan, luar-dalam. Dia adalah secercah cahaya di dunia yang penuh kegelapan.
Dia cahayaku.[] UCAPAN TERIMA KASIH Menulis Prodigy adalah pengalaman yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan saat menulis Legend. Kali ini melibatkan banyak serangan kepanikan dan isak putus asa di depan laptop, juga menggali lebih dalam inti karakterkarakterku dan mengeksplorasi pikiran serta kenangan tergelap mereka.Beruntung,aku didukung sekelompok orang menakjubkan yang membantuku menyelesaikan buku ini:
Untuk agenku Kristin Nelson, yang pertama kali melihat manuskrip ini. Aku akan mati di rawa pasir isap tanpa nasihat dan masukan darimu. Untuk seluruh tim NLA, yang selalu menyambutku pulang.Untuk pembaca sekaligus pengoreksiku Ellen Oh,yang melihat draf awal Prodigy dan menjernihkan pikiranku pada beberapa adegan yang sangat penting. Untuk JJ, yang telah menjadi pendengar sekaligus komentator yang baik dan aneh, juga pembaca sekaligus pengoreksi saat Prodigy berangsur-angsur tercipta.
Untuk pasangan editorku yang luar biasa, Jen Besser dan Ari Lewin, yang menerima draf pertama Prodigy dan mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih hebat daripada yang bisa kubuat sendiri.Terima kasih karena mendorongku sangat keras untuk memperkuat karakter,dunia dan alurku; siapa pun yang berpikir buku ini tidak perlu diedit lagi jelas tak pernah bekerja sama dengan salah satu dari kalian. Kalian luar biasa. (Sapaan spesial untuk Primo Kecil!)
Untuk seluruh tim Putnam Children s dan Penguin Young Readers atas dukungan tanpa henti mereka: Don Weisberg, Shauna Fay, Anna Jarzab, Jessica Schoffel, Elyse Marshall, Scottie Bowditch, Lori Thorn, Linda McCarthy,
Gallagher, Mia Garcia, Lisa Kelly, Courtney Wood, Marie Kent, dan semua orang yang telah membantuku menghidupkan Legend maupun Prodigy.Tak ada pengarang yang bisa meminta kelompok pendukung lebih hebat dari kalian.
Untuk tim menakjubkan CBS Films, Temple Hill, dan UTA yang memberi dedikasi lanjutan bagi Legend: Wolfgang Hammer, Grey Munford, Matt Gilhooley, Ally Mielnicki,Christine Batista,Isaac Klausner,Wyck Godfrey, Marty Bowen, Gina Martinez, Kassie Evashevski, dan Wayne Alexander. Aku tak percaya betapa beruntungnya aku.
Untuk semua blogger, peresensi, dan media yang telah membahas Legend dan Prodigy,juga penjual buku di seluruh negeri yang menyerahkan kedua buku tersebut ke tangan pembeli.Terima kasih banyak aku sangat berterima kasih atas semua yang kalian lakukan untuk menjadi jembatan antara buku yang tepat dan pembaca yang tepat.
Untuk pembaca dan penggemarku yang luar biasa, untuk surat-surat penuh antusiasme dan kata-kata penyemangat yang sangat baik. Setiap kali aku melihat kesan dan pesan kalian tentang Legend, aku semakin termotivasi untuk membuat Prodigy sebaik yang kubisa. Terima kasih telah meluangkan waktu membaca bukuku.
Terakhir, untuk keluargaku: ibuku, Andre, dan seluruh temanku. Terima kasih atas dukungan kalian kalian tak tergantikan.[]
T ENTANG P ENULIS MARIE LU lulus dari University of Southern California dan masuk ke industri video game, bekerja di Disney Interactive Studios sebagai seniman program Flash. Sekarang menjadi penulis purnawaktu, dia menghabiskan waktu luangnya dengan membaca, menggambar, bermain Assassin s Creed, dan terjebak dalam kemacetan lalu lintas. Dia tinggal di Los Angeles, California (lihat kemacetan di atas), bersama seorang pacar,seekor anjing Chihuahua campuran, dan dua anjing Pembroke Welsh.
Kunjungi Marie di www.marielu.org atau www.legendtheseries.com.[]
Bumi Cinta 2 Pendekar Cambuk Naga 2 Rahasia Sendang Bangkai Pedang Ular Mas 14

Cari Blog Ini