Ceritasilat Novel Online

Raja Barbar Momok Romawi 3

Attila Raja Barbar Momok Romawi Attila: The Barbarian King Who Challenged Rome Karya John Man Bagian 3


Kassai kembali pada hal mendasar: kuda dan pe - nunggang nya. Ia menunggang kuda tanpa sadel. Ia ingin merasakan tubuh, otot, keringat dan napas kudanya, dan pada saat bersamaan melebur menjadi satu dengannya. Rasa sakit menjadi kebiasaan. Ia terus merasakannya. Selama berminggu-minggu air kencingnya berdarah
111 akibat benturan tersebut. Kassai belajar bahwa: rasa sakit dan penderitaan tidaklah sama. Ini bukanlah penderitaan, karena tidak ada yang membebankan hal ini kepadanya, dan ia bebas merasakan lebih banyak rasa sakit, dalam pengertian bahwa ia sedang melakukan peningkatan. Luka sembuh dengan cepat, seperti yang ia katakan, dan kami bisa melanjutkan langkah kami untuk menghadapi rintangan selanjutnya, selalu menuju pada daya tahan luar biasa. Ia telah memilih jalan ini sebagaimana halnya seorang rahib yang memilih mengenakan jubah biasa dan hukum cambuk, dan semua ini membuat dirinya dipenuhi perasaan bahagia yang begitu dahsyat, mendekati pembebasan. Apakah ini terlalu obsesif, sedikit gila, mungkin" Memang benar, dan Kassai menyambut kegilaan ini dengan senang hati.
Karena dari kegilaan ini muncul kesadaran yang sudah diperbarui, dan keberhasilan. Ia belajar memisahkan tubuh bagian atas dan bawah. Ia membayangkan jalur lintasan dibuat melewati udara dengan lengan kirinya yang terentang, sehingga dengan tangan kiri terulur menggenggam segelas air, ia bisa menjaga tangannya tetap tenang sementara menunggangi kuda yang berderap tanpa sadel. Kassai lalu membeli lebih banyak kuda, dan berlatih dengan semua kuda itu. Ia mencoba kondisi paling buruk tanah hujan, berlumpur, bersalju. Khususnya ia melatih keahlian Parthia , memisah , tembakan dari atas bahu, menjaga pinggang menghadap ke depan sementara tubuhnya berputar 180 derajat. Ia akan mengubah dirinya menjadi sosok sentaurus atau manusia bertubuh setengah kuda yang dijadikan orang Yunani sebagai simbol pemanah berkuda bangsa Scythia.
Sementara itu, ia menyempurnakan teknik memanah. Satu hambatan paling besar adalah perlunya melancarkan
112 tembakan demi tembakan dengan cepat. Ini bukan hal yang pernah dilakukan pemanah biasa, jadi bahkan seorang pemanah ahli sekalipun tidak perlu merasakan cara mengisi anak panah lagi. Sebuah anak panah memiliki takik di ujungnya yang dimasukkan ke tali busur, tetapi, seperti yang diketahui para pemanah amatir, butuh waktu beberapa detik dan banyak gerakan untuk me - masang satu anak panah merendahkan busur, mendatar - kannya, menjangkau tempat anak panah, mengambil satu anak panah, membetulkan arahnya dengan ujung bulu mengacung menjauhi tali, memasang celahnya pada tali, ujung tiga jari tembak terkait pada tali, men - cengkeram anak panah antara jari pertama dan kedua, menarik tali, fokus ulang pada sasaran yang jauh, membidik, dan akhirnya melepaskan tembakan. Semuanya mungkin memakan waktu setengah menit, dan lebih lama lagi untuk membaca instruksi selanjutnya.
Kassai membutuhkan waktu berbulan-bulan dan lebih banyak eksperimen agar bisa menembak dengan cepat. Pada awalnya, lupakan tempat anak panah. Fungsinya hanya untuk menyimpan anak panah; gunanya bukan untuk anak panah yang akan Anda tembakkan, karena sangat memperlambat pengisian anak panah dengan menjangkau ke pinggang atau ke atas bahu untuk mengambil satu panah dari tempat penyimpanannya.
Begini caranya: pegang beberapa panah pada tangan kiri yang menggenggam busur, pastikan terpisah seperti susunan kartu; jangkau di antara tali dan busur; cengkeram satu panah dengan dua jari yang membengkok dua kali sehingga mencengkeram kuat pada kedua sisi; ibu jari dibiarkan leluasa; tarik panah ke belakang sehingga tali terselip langsung pada takik anak panah; dan tarik, sementara mengangkat busur, semuanya dalam serangkaian
113 gerakan mulus. Tapi mudah mengatakannya. Melaksana - kan nya sama dengan melakukan gerakan sangat penting yang sama tekunnya seperti mempelajari huruf Braille (misalnya, untuk memastikan takik dalam panah sudah tepat, gunakan ibu jari untuk mengeceknya dan tanpa latihan merasakan takik benar-benar sangat sulit, selalu lakukan perbaikan, lakukan terus saat kuda berpacu). Setelah satu tahun ia bisa menembak tiga anak panah dalam enam detik.
Sekarang saatnya menerapkan keahlian barunya. Kassai mulai memasang dan membidik saat kuda berpacu, menyasar tiga arah secara teratur, ke depan, ke samping dan ke belakang. Kemudian, akhirnya, hal itu menjadi kenyataan: kuda melaju melewati karung sasaran, menembak tiga panah dan gagal, seperti biasanya, hingga suatu hari ketiga anak panah itu mengenai sasaran. Hal ini, tentu saja, sebuah keberuntungan; tetapi jika bisa dilakukan sekali, maka bisa dilakukan lagi, seribu kali, seratus ribu kali, dengan ketekunan hati. Itulah momen yang membuat Kassai pertama kalinya benarbenar merasa seperti seorang pemanah berkuda.
Butuh waktu empat tahun meraih pencapaian sejauh itu, dan ini hanyalah sebuah permulaan. Penemuanpenemuan baru membentang di hadapannya. Pemanah biasa menarik busur ke tulang pipi atau dagunya, dan sering kali bibirnya menyentuh tali busur, dan membidik di sepanjang anak panah. Kassai mencoba hal ini selama berbulan-bulan, hingga terpaksa mengakui, bahwa siasia saja memanah dari atas kuda yang sedang berpacu. Semua tekanan yang ada, menarik busur, otot-otot lengan dan bahu menjadi kaku, membuat seluruh tubuh remuk karena gerakan yang berbeda bagaimana mungkin dalam keadaan seperti ini seorang penunggang kuda
114 bisa memilih saat yang tepat untuk melepaskan tembakan" Pada satu ketika, Kassai mencoba menggunakan teknologi memastikan sasaran dengan lampu merah saat ia berpacu melewatinya. Yang mengejutkan, usaha ini benar-benar gagal. Ia bahkan tidak bisa membidik sasaran bergoyang agar tetap berjarak satu meter dari target. Percobaan ini membuktikan bahwa aku benar-benar tahu segala hal yang perlu diketahui tentang seni memanah sambil berkuda, ujarnya masam, kecuali bagaimana supaya anak panah tepat mengenai bagian tengah sasaran.
Jawabannya adalah, pertama-tama, berusaha menarik busur, bukan ke dagu, tetapi sejurus uluran lengan, menarik panah ke dada, yakinkan hati, emosi; dan kedua, biarkan alam bawah sadar memilih waktu untuk melepaskan tembakan. Karena ada saat yang tepat dalam gerakan yang kacau balau. Saat itu muncul ketika kuda melangkah, dengan keempat kakinya tidak menyentuh tanah secara bersamaan, satu detik saat ketenangan terjadi. Dalam istilah Kassai, momen itu datang di puncak lompatan, saat kami mengapung di udara sebelum kuku kuda menyentuh tanah lagi . Tapi tidak ada waktu bagi otak memanfaatkan momen ini dalam kesadaran nyata. Otak tidak bisa berpikir, tidak bisa menganalisis. Yang ada hanyalah tindakan.
Bagaimana Anda membidik" Anda tidak bisa melakukannya, karena tidak ada waktu. Abaikan pikiran, dan sepenuhnya Anda meresponsnya menggunakan perasaan.
Tapi untuk melakukan hal itu otak membutuhkan pengalaman yang tepat, informasi yang akurat. Sama halnya dengan melukis dan membuat puisi, perasaan tidak ada artinya tanpa fondasi teknis, pengalaman
115 selama bertahun-tahun, rasa sakit, kegagalan, dan keputusasaan. Ada pergulatan mendalam di dalam diri Kassai untuk mengungkap proses ini.
Kemudian ia berhasil menemukan surga itu:
Saat fajar aku menunggang kudaku di atas karpet kristal dari tetesan embun dan menembakkan anak panahku yang dibasahi kabut pagi ke arah target. Air yang disibak anak panah basah hampir membentuk garis lurus di udara. Kemudian aku tibatiba menyadari panasnya sinar matahari yang membakar wajahku hingga memerah, semua yang ada di sekelilingku meretih karena panas yang terik, dan lereng bukit yang berwarna kuning menggemakan suara lonceng dari desa tetangga, pertanda waktu tengah hari.
Dalam mimpi aku terjaga, memimpikan terjaga. Waktu meleleh seperti madu manis dalam teh yang disajikan pagi hari. Sudah berapa lama aku ingin merasakan sensasi itu! Aku mengejarnya seperti anak laki-laki kecil yang ingin menangkap seekor kupu-kupu di padang rumput berbunga. Serangga cantik itu terbang berkelok-kelok seperti sehelai kertas diembus angin, lalu mendarat pada setangkai bunga harum. Anak kecil itu mengejarnya, terengah-engah mengejar dan berusaha menjangkaunya dengan gerakan janggal menjepitnya jemari, tetapi kupu-kupu itu terbang menjauh, dan anak laki-laki itu berlari, dan kembali tersandung saat mengejarnya.
Aku mendapatkan kupu-kupu itu di tanganku. Aku menutupnya rapat dalam genggamanku, berhati-hati agar tidak melukai sayapnya yang rapuh. Angin perubahan menerpa ketika aku menantikan saat bisa memindahkan semua kekuatanku pada satu tantangan baru.
Tantangan seni memanah berkuda ini sangat serius, yang sekarang sudah menjadi semangat hidup itu sendiri secara harfiah: dan Kassai akan berkata bahwa ia akan mati tanpanya. Untuk mendanai obsesinya ini, Kassai
116 membutuhkan pemasukan; jadi ia harus membuat misi pribadi ini menjelma menjadi sebuah bisnis, yang berarti menciptakan satu cabang olahraga baru, berikut dengan peraturannya. Lembah yang ia tempati memberinya ruang gerak. Lapangan seluas 90 meter, dengan tiga target, masing-masing berjarak 90 sentimeter untuk ditembak secara bersamaan depan, samping, dan belakang sambil berkuda yang waktunya harus tidak boleh lebih dari enam belas detik, sementara penunggang ahli memakan waktu delapan atau sembilan detik. Namun, tembakan pertama tidak boleh diluncurkan dari jarak 30 meter dari lapangan, dan target terakhir harus ditembak secepat mungkin dengan tembakan terpisah saat penunggang menjauh. Tiga tembakan dalam enam detik, satu tembakan tiap dua detiknya. Untuk meluncur - kan cabang olahraga barunya ini, Kassai perlu membuat nama bagi dirinya sendiri, menggunakan keahliannya untuk menunjukkan apa yang bisa dilakukan.
Ide besar Kassai selanjutnya adalah ini: menunggang kudanya sekarang ia punya sebelas ekor secara bergantian, sepanjang lapangan yang sudah ia siapkan sendiri, melepaskan tembakan secara terus-menerus selama dua belas jam. Kassai menutup lembah, mencegah masuk orang-orang yang ingin tahu, teman-teman yang tidak setia, para musuh yang gigih, dan orang-orang bermuka dua menunjukkan bagaimana sulitnya orang lain menghadapi orang-orang fanatik yang tidak menyenangkan dan menuntut ini dan berlatih selama enam bulan. Tidak sehari pun aku tidak membayangkan diriku berada di medan pertempuran. Meski sendirian, aku sama sekali tidak kesepian barang satu menit pun. Aku membayangkan kawan-kawan seperjuanganku memenuhi lembah lengkap dengan senjata dan musuh
117 yang mematikan. Tantangan ini membuka tingkatan kesuksesan dan kebebasan baru. Kupikir hidup menguji kita semua, tetapi hanya mereka yang benar-benar beruntunglah yang memilih jalan mereka sendiri, membuatnya sebesar apa yang mungkin mereka bisa tanggung. Tentu saja, ini sama sekali bukan demi kepentingan spiritual: jalan yang dilakukan Kassai akan digunakan untuk membangun sisi bisnis. Sekarang saatnya dunia tahu akan kelahiran kembali seni memanah sambil berkuda.
Dan kemudian terjadilah. Guinness Book of Records, televisi, dan surat kabar diberi tahu, para asisten dan teman dihubungi kembali untuk menjaga kuda dan mengumpulkan anak panah. Suatu hari pada bulan Juni, pukul lima pagi, Kassai memulainya, pertama meng - gunakan kuda-kuda lambat, menembakkan lima anak panah setelah mereka berpacu selama sepuluh atau dua belas detik; kemudian, saat cuaca mulai memanas dan waktu berlalu, Kassai menunggang kuda-kuda cepat, yang mengitari lapangan kurang dari tujuh detik, menembakkan tiga anak panah setiap sekali jalan. Pada pukul lima sore, Kassai sudah mengitari lapangan sebanyak 286 kali dan menembakkan sekitar 1.000 anak panah. Kassai sangat kelelahan, dalam keadaan sadar. Para asisten dan murid saling tos girang merayakan pencapaian Kassai ini. Selamanya aku merasa berutang atas antusiasme mereka, tulis Kassai, dengan ironi luar biasa. Butuh waktu dua jam lagi bagiku agar bisa bangkit. Kemudian tiba-tiba, kekalahan yang sangat luar biasa menyerangku seperti kematian. Aku menunjukkan sedikit aktivitas dalam acara tarian pada malam harinya.
118 H INGGA KINI , sudah lima belas tahun Kassai mengasah prestasinya sehingga mendekati sempurna. Olahraga ini, menggunakan sistem skor, sudah ditetapkan dan ber - kembang dengan baik. Sejak awal tahun 1990-an beratusratus perempuan dan laki-laki, yang setiap tahun bertambah jumlahnya, sudah mempraktikkan keterampilan yang sangat melelahkan ini, pertama di Hongaria, dan sekarang di Jerman dan Austria, dengan beberapa murid yang bersemangat di Amerika Serikat. Pada tingkatan tertentu mereka yang sudah ahli ini berusaha mendorong olahraga ini agar dimasukkan ke dalam Olimpiade.
Todd Delle, dari Arizona, mengetahui Kassai saat ia menyelenggarakan sebuah sesi latihan di Amerika Serikat. Tiba-tiba, sebuah ketertarikan jangka panjang dalam panahan dan berkuda mendapatkan intensitas baru, karena ia melihat hal ini lebih daripada sekadar olahraga biasa. Ini merupakan gabungan kekuatan tubuh dan pikiran, keduanya saling mencerminkan satu sama lain, hal mendasar untuk berhadapan dengan keberhasilan dan kegagalan hidup itu sendiri, karena Anda tidak bisa sepenuhnya memahami kesuksesan tanpa mengerti kegagalan terlebih dahulu . Namun itu bukan hanya sekadar sebuah pencapaian individu; ini juga tentang kelompok, di mana setiap orang saling menyemangati anggota lainnya kolaborasi semangat yang jarang ada dalam olahraga kompetisi. Semangat inilah yang harus ada sebagaimana halnya kemampuan yang menjadi dasar individu dan kelangsungan hidup kelompok dalam pertempuran. Sekarang banyak orang yang menyatakan bisa mengajar seni memanah berkuda ini. Aku sudah bertemu dengan sebagian dari mereka, ujar Delle menjelaskan. Yang membuat Kassai berbeda adalah hal yang ia ajarkan bukan sekadar mekanisme bagaimana
119 menembak anak panah dari punggung kuda yang sedang berpacu. Yang ia ajarkan adalah hati dan jiwa seorang pejuang.
Di sanalah Anda mendapatkannya. Jika Kassai adalah sosok pemanah Attila, ia juga merupakan sosok pemimpin Attila, dalam menghormati hal ini: ia telah membuat sebuah kelompok yang didedikasikan untuk satu tujuan tertentu. Dalam kasus Kassai, semua yang ia lakukan bersifat positif, yang memberikan efek kreatif baik pada individu maupun kelompok. Kassai bercerita bagaimana menjadi seorang pejuang, tetapi menghilangkan sisi brutal kehidupan seorang pejuang. Dalam kasus Attila, itu merupakan sebuah dimensi yang sepenuhnya berbeda. Betapa melelahkannya penderitaan fisik, betapa latihan spiritualnya begitu menggembirakan pikiran, betapa luar biasanya kerja tim, semuanya bertujuan pada penaklukan, pembunuhan, pengrusakan, perkosaan, dan penjarahan.
L EMBAH MILIK Kassai sekarang bukan hanya menjadi pusat olahraga tetapi juga pusat pemujaan, cara hidup, dan bisnis yang membuatnya tetap ada.
Lengkungan lembah itu sekarang menjadi tempat bagi kediaman Kassai sederhana, berbentuk bundar, terbuat dari kayu, dengan perabotan dipahat dari batang pohon; sebuah gudang, manis dengan aroma jerami untuk empat puluh ekor kuda, sebuah sekolah berkuda tertutup dan sebuah arena; dua lajur pacu untuk memanah sambil berkuda dan dua lapangan untuk memanah sambil berdiri; dan, di sisi bukit, sebuah Kazakh (tenda khas Mongolia) di mana anak-anak setempat datang untuk mempelajari sejarah hidup. Dengan pembuatan parit begitu rupa, rawa yang ada menjadi sebuah danau. Di
120 sebuah kota di dekat sana, terdapat beberapa bengkel yang membuat busur, anak panah, dan sadel. Seluruh wilayah itu menjadi penyokong bagi anggota pelatihan jumlahnya ratusan, terutama bangsa Hongaria, tetapi juga ada orang Jerman, Austria, dengan beberapa orang Inggris, dan bahkan sedikit orang Amerika dan kebutuhan peralatan mereka.
Anda bisa melihat Kassai bekerja pada hari Sabtu setiap bulan. Saat aku di sana, 35 orang siswa berbaris mulai dari yang hampir ahli hingga anak laki-laki berusia enam tahun. Dan ada sebelas orang perempuan. Lagi pula, dalam jajaran pejuang Hun, juga ada perempuan, begitu juga dengan bangsa Scythia. Salah satu muridnya yang paling mahir bernama Petra Engel"nder, yang mengadakan pelatihan sendiri di dekat wilayah Berlin. Kassai menguasai dunianya seperti seorang sersan mayor mengajarkan seni tempur. Dengan penonton mencapai seratus orang menyaksikannya dari sisi arena, hari dimulai dengan latihan keras dan teliti, dengan enam puluh orang murid berjajar mengikuti gerakan Kassai, meregangkan lengan dan leher, kemudian mengambil posisi seolah-olah sedang menembakkan anak panah, kaki dan lengan direntangkan, lengan satunya ditarik ke dada kemudian dilepaskan ke belakang seolah sudah melepaskan tembakan dengan teriakan H"! dari Kassai, dan jawaban Ha! dari para murid, kemudian satu langkah, berputar 180 derajat dan melakukan hal yang sama lagi, dengan tangan kanan dan kiri.
Menembak dengan dua tangan merupakan hal penting, agar simetris. Ini tidak sama dengan busur panjang Inggris, ujarnya menjelaskan saat kami berjalan menyusuri lembah. Kita harus siap menyerang dengan baik dari dua arah.
121 Kemudian dilanjutkan dengan lebih banyak variasi pada latihan yang sama pura-pura menembak berjajar, ke depan, ke samping, ke belakang, sambil berjongkok, yang sekarang diiringi dengan gendang seorang dukun, dengan Kassai bergerak maju mundur pada barisan hingga, setelah hampir satu jam, para murid berlari ke kandang, mengenakan jubah pejuang menyerupai kimono dan muncul kembali dengan kuda-kuda yang akan mereka tunggangi tanpa pelana. Pertama mereka melontarkan karung-karung jerami satu sama lain; kemudian meng - gunakannya untuk perang bantal, dan papan pada tonggak untuk dibelah dan tombak kayu untuk melukai badan.
Semuanya ini cukup menakjubkan; tetapi demonstrasi Kassai-lah yang dinantikan para penonton, dan memang luar biasa. Tiga laki-laki berdiri di sepanjang arena, masing-masingnya memegang sebuah galah di mana sebuah target bundar melintang sepanjang 90 sentimeter. Kassai melintasi arena. Saat melintas, laki-laki tadi mulai berlari, memegang targetnya satu meter di atas kepalanya. Butuh waktu enam detik bagi Kassai untuk melintasi laki-laki tadi, dan dalam waktu itulah ia melepaskan tiga anak panah. Kemudian pada sasaran selanjutnya tiga tembakan dan selanjutnya tiga tembakan lagi. Delapan belas detik, sembilan anak panah, masing-masingnya dilepaskan dengan Ha!, dan semuanya mengenai sasaran. Dan kemudian, sebagai sebuah ulangan, kuda berpacu, dengan tiga laki-laki yang sama, kecuali kali ini masingmasingnya memegang dua target yang tidak terpasang pada galah. Saat mereka berlari dan Kassai memacu kudanya melintas, mereka melempar tiga target ke atas bahu. Enam target terbang, enam tembakan panah, dan semuanya berjarak satu meter dari kedua laki-laki yang
122 berlari itu, dan tidak satu target pun yang luput. Pelari terakhir berlutut, seolah berterima kasih pada tuhan karena ia selamat, dan semua yang mengelilingi arena bertepuk tangan. Kassai tetap memasang wajah cemberut seperti biasanya.
Kemudian, saat berjalan menyusuri lembah, aku melihat lima peserta menembak pada sasaran yang dilambungkan ke udara. Aku menonton selama beberapa menit. Tidak satu pun dari lima tembakan yang mengenai sasaran. Dan mereka bahkan tidak menembakkan anak panah dari atas kuda yang sedang melaju kencang.
K EMUDIAN , K ASSAI LAH yang mampu menjawab pertanyaan penting itu: jika suku Hun adalah pemanah berkuda, dengan gaya hidup yang nyaris sama dengan puluhan suku nomaden lainnya, lalu mengapa mereka jauh lebih sukses dibandingkan suku lainnya" Tidak semua suku dikalahkan oleh Attila. Penaklukan oleh suku Hun dimulai dua generasi sebelumnya, saat suku Alan dan Goth melarikan diri dari kejaran mereka.
Kunci teknis dari kesuksesan suku Hun secara harfiah, senjata rahasia mereka adalah busur Hun. Sekarang, busur itu pasti terlihat berbeda karena tidak simetris, seperti milik bangsa Xiongnu; di mana bagian atasnya lebih panjang daripada bagian bawah. Benar atau tidaknya suku Hun mewarisi desain busurnya dari bangsa Xiongnu, bentuk busur tersebut sudah ada selama beberapa abad; dan juga tersebar ke wilayah barat, ke Jepang. Anehnya, bentuk tidak simetris ini sama sekali tidak berpengaruh pada kekuatan, jarak tembak atau keakuratan busur; jadi tujuannya tetap kontroversial. Mungkin panjang bagian bawah busur dikurangi untuk
123 meringankan pegangan, seperti saat Anda dengan cepat mengayunkannya di atas leher kuda untuk melepaskan tembakan ke bagian kanan (atau, jika Anda benar-benar ahli, melepaskan tembakan dengan tangan kiri). Mungkin lebih mudah melepaskan tembakan saat berlutut, tapi kapan Anda perlu berlutut" Kassai, memainkan batinnya, bertanya-tanya jika, saat ditarik, busur akan menjadi simbol kemah suku Hun, atau dewa yang melingkupinya, surga di atas sana, tetapi hal itu tidak benar-benar ditambahkan. Aku cenderung berpikir bahwa ini adalah masalah identitas, karena detailnya merupakan objek umum yang berisi elemen yang muncul secara acak atau karena alasan-alasan sepele dan sederhana, oleh sebab itu mereka menjadi hal tradisional, sehingga tidak ada alasan bagus untuk mengubahnya. Mungkin busur Hun tidak simetris karena memang selalu begitu adanya, sejak sehelai papan yang baru dipotong dari pohon yang cenderung lebih tidak simetris daripada simetris. Mungkin, jika Anda berani bertanya kepada Attila mengapa busur Hun lebih besar pada bagian atasnya, ia akan menjawab melalui penerjemahnya: Begitulah cara orang-orang Hun membuat busur.
Namun busur Hun juga berbeda dalam dua hal lainnya, menambah hal ketiga yang benar-benar menjadi masalah: ukuran busur yang lebih besar; memiliki satu lengkungan tambahan, dan akhirnya, yang paling penting; ukuran dan bentuk busur ini memberi kekuatan lebih. Rancangan ini muncul sebagai respons pada perubahan lingkungan pertempuran di padang rumput. Busur kecil bangsa Scythia bertahan cukup lama selama 2.000 tahun hingga, pada abad ketiga SM, tetangganya di bagian timur, bangsa Sarmatia, mengembangkan pertahanan melawan anak panah bangsa Scythia. Mereka melindungi
124 kuda dan pejuangnya dengan baju besi dan mengajar mereka bertarung dalam formasi dekat. Ada berbagai macam cara untuk menghadapi ini dengan pedang, lembing, tombak, pasukan berkuda bersenjata. Namun yang paling efektif adalah sebuah busur yang bisa menembus baju besi. Busur Hun-lah yang ditemukan di makam-makam Xiongnu: sebuah busur dengan tanduk sayap kecil, dengan panjang sekitar tiga sentimeter, yang melengkung keluar tubuh pemanah. Tanduk sayap inilah, bukan kayu busur, yang memegang tali busur. Sayap membuat ujung busur menjadi rendah dengan kekakuan yang tidak sebanding dengan kekakuan kayu itu sendiri, saat kuku jari melakukan sentuhan yang tidak bisa dilakukan jari telanjang. Sayap ini juga memanjangkan busur dalam hitungan beberapa persen yang sangat penting; panjang tambahan yang meningkat - kan daya ungkit. Dengan ini para pemanah bisa mem - bengkokkan busur dengan tenaga lebih sedikit, karena lengkungan telinga seolah menjadi bagian dari sebuah roda dengan diameter besar. Saat pemanah mengangkat busur, lengkungan telinga membuka, dengan efek mem - perpanjang tali busur. Saat dilepas, lengkungan telinga kembali menggulung, dan memperpendek tali busur, meningkatkan akselerasi anak panah tanpa memerlukan anak panah yang ukurannya lebih panjang dan menarik tali busur lebih lama. Ini merupakan sebuah penemuan yang menandakan penggunaan sistem katrol pada busur modern dari bahan campuran. Pengaruhnya, para pemanah Hun bisa merentangkan tangan lebih jauh, atau memberi jarak tembak yang sedikit lebih jauh: hanya beberapa meter, tetapi jarak yang sangat penting membuat panahpanah suku Hun menjadi bencana sementara para musuh tewas.
125 Alat yang kompleks dan indah ini memiliki kelebihan lain. Membuat sebuah busur membutuhkan keterampilan seni penuh. Ini bukanlah busur Kalashnikov, yang bisa dicetak oleh pabrik busur di Asia Tengah. Butuh waktu kira-kira satu tahun untuk membuat busur lengkung ganda, padahal pembuat busur Hun haruslah juga seorang ahli dalam mengukir dan memasang telinga tanduk. Masing-masing busur adalah sebuah mahakarya kecil, dan tidak ada kelompok lain yang memiliki keahlian untuk membuat tandingannya.
Tetapi, sebuah busur unggulan, hanyalah satu bagian dalam dominasi suku Hun. Senjata tersebut sangat vital bagi seorang pejuang atau satu kelompok penyerang, tetapi, bagi kumpulan yang lebih besar, kemenangan skala kecil tidak lagi berguna dibandingkan tidak menang sama sekali. Suku Hun perlu menjadi sebuah mesin sempurna untuk kehancuran luar biasa dan dalam skala besar. Salah satu faktor yang mendukung adalah gaya hidup nomaden mereka, yang membuat mereka mampu bertarung sepanjang tahun, tidak seperti pasukan bangsa barat, yang berkemah saat musim dingin dan bertarung pada musim panas. Tanah bersalju dan sungai beku memberi pengaruh bagus bagi para laki-laki kuat yang menunggangi kuda-kuda kuat. Keuntungan besar mereka lainnya adalah mereka belajar bertarung se bagai satu kesatuan, dalam skala besar. Dalam per singgahan mereka di hutan belantara Eropa atau pengembaraan mereka ke wilayah barat, mereka meng gunakan taktik-taktik yang disesuaikan dengan senjata baru mereka. Jika bangsa Scythia bisa menyerang layaknya angin, suku Hun belajar bagaimana menyerang seperti angin puting beliung. Begini caranya.
126 Bayangkan satu pasukan berkuda Hun menghadapi pasukan berkuda berlapis baju besi Sarmatia, Goth, Romawi; tidak penting siapa yang menjadi lawan saat itu, karena sekarang semuanya memiliki elemen yang sama: semuanya memiliki busur, semuanya memakai sejenis baju besi, sebagian besar terbuat dari kulit, tulang, atau lempengan perunggu. Kuda-kuda memakai baju besi serupa. Suku Hun menggunakan pelindung yang lebih ringan, mungkin sama sekali tidak menggunakan baju besi. Mereka akan bergantung pada kecepatan dan kekuatan tembak. Masing-masing membawa satu busur, tempat panah berisi enam puluh anak panah dan sebilah pedang menggantung di pinggang. Meski mereka bisa menunggang tanpa pelana, mereka mengenakan sadel dan, kupikir, juga menggunakan sanggurdi yang terbuat dari kulit atau tali. Barisan depan pasukan Hun terdiri dari dua resimen, masing-masingnya, katakanlah 1.000 laki-laki (dan juga perempuan jika dibutuhkan), sementara di belakang berdiri puluhan kereta kuda amunisi, yang dipenuhi dengan ratusan busur cadangan dan lebih dari 100.000 anak panah.
Suara terompet membahana. Kuda-kuda tahu formasi - nya, dan kedua resimen ini yang berada di luar jangkauan musuh, jaraknya lebih dari 500 meter membentuk formasi dua kelompok besar, perlahan bergerak melingkar dalam arah berlawanan seperti membentuk badai, membentuk awan debu yang tidak menyenangkan, tanpa suara, hanya terdengar derap langkah kaki kuda di rerumputan. Terompet lain berbunyi, dan tiap kelompok yang terdiri dari 2.000 orang, dengan tangan mengambil enam, tujuh, mungkin sembilan anak panah dari tempatnya, tergantung keahlian dan pengalaman, lalu meletakkannya di tangan yang memegang busur,
127 menggenggamnya pada pinggiran luar busur.
Terompet berbunyi lagi. Sekarang para pejuang berkuda mulai mengambil langkah, berderap dalam lingkaran sejauh 200-300 meter, menunggu saat yang tepat. Kudakuda tahu apa yang akan terjadi. Mereka berkeringat saat ketegangan meningkat. Kemudian terdengar pertanda serangan dimulai. Dari pinggir luar masing-masing pusaran besar, sebaris pejuang keluar dan berderap kencang, melaju lurus ke barisan pertahanan statis. Lainnya mengikuti. Jarak semakin menyempit: 400 meter, 300 meter. Kurang dari setengah menit sejak bunyi terompet terakhir. Sekarang kedua resimen berderap kencang, dengan kecepatan kira-kira 30-40 kilometer per jam. Pada jarak 200 meter, awan panah muncul dari arah lawan, tetapi jarak terlalu lebar, panah ditembakkan secara acak. Hampir semuanya tidak mengenai sasaran. Pada jarak 150 meter ratusan pasukan Hun barisan pertama melancarkan tembakan lurus ke depan, me - musatkan perhatian pada barisan musuh yang berjarak nyaris 100 meter. Pada jarak itu, anak panah dibidik lebih rendah di atas kepala pasukan di depannya. Dengan tambahan kecepatan pacu kuda, anak panah melaju dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam dan ini adalah anak panah yang dipasang ujung besi sirip tiga untuk mendorong ketajaman, dengan kekuatan penetrasi peluru. Pada jarak 100 meter, para pemimpin sudah memasang anak panah lagi. Kuda mereka memutar melaju paralel dengan barisan musuh, para pemanah membalikkan badan di atas sadel dan menembak ke samping anak panah terbang hampir lurus mengisi lagi, menembakkannya lagi, dan lagi, semuanya dalam beberapa detik, karena ini sama dengan lapangan Kassai yang seluas 90 meter di mana ia bisa menembakkan
128 enam anak panah, sementara di belakang mereka sekelompok resimen juga menembakkan anak panah pada pasukan musuh sama yang terlihat tidak senang. 1.000 anak panah dalam lima detik bisa mengenai 200 orang musuh, dan 1.000 panah lagi pada lima detik berikutnya. Itulah kecepatan 12.000 tembakan per menit, sama dengan sepuluh senapan mesin. Sekarang, setelah 100 meter, para pemimpin kembali berputar, dan memacu kuda mereka langsung menjauhi musuh tetapi mereka masih tetap melepaskan tembakan, masing-masingnya satu atau dua tembakan, membidik rendah di atas kepala dari orang yang ada di belakang mereka.
Lalu mereka muncul lagi, mengambil beberapa anak panah dari tempatnya, menjepitnya pada tangan yang memegang busur, meraba takiknya, memutarnya masuk pada porosnya, mengayunkannya di sekitar bagian belakang resimen terakhir. Pusaran angin puyuh ini sekarang mengayun penuh, 100 penunggang dalam lingkaran luar besar, dengan sepuluh baris lainnya dalam lingkaran, semuanya berhasrat mendapatkan posisi terbaik pada tepi lingkaran, semuanya bergerak berputar dalam lingkaran berdiameter 400 meter. Terlihat seperti angin puyuh di atas tanah oleh para penduduk desa yang akan melihat iblis pengisap debu dari padang rumput luas yang terpanggang matahari. Dalam gambaran modern, putaran pertama tadi menewaskan pasukan musuh seperti rumput taman yang terkulai terkena pemotong rumput. Pada jarak 45 meter, yang merupakan waktu lambat bagi kuda yang berpacu melewati jarak 400 meter, 200 orang musuh yang sama membidik dan melepaskan 5.000 anak panah, 25 anak panah masing-masing orang. Tentu saja, sebagian besarnya akan meleset, tetapi sebagian pasti menancap pada ruang kosong di antara perisai,
129 atau di atas besi pelindung dada, atau mengenai mata, atau bahkan langsung mengenai perisai, tepat menembus baju besi. Dari belakang, pasukan lainnya maju mengambil tempat kawan mereka yang sudah tewas, hanya untuk mengantarkan nyawa.
Mari kita melihatnya dalam konteks yang lebih luas. Tidak seorang prajurit pun pernah melancarkan tembakan secepat itu. Tidak akan ada yang seperti mereka hingga bangsa Perancis menghadapi para pemanah Inggris dengan busur panjangnya dalam Perang Seratus Tahun; pemanah busur panjang tidak bisa bergerak, tidak memiliki fleksibilitas luar biasa yang dimiliki para pemanah Hun. Tidak seorang pejuang pun yang akan bisa menyamai kecepatan atau rapatnya tembakan mereka hingga penemuan senapan mesin di penghujung abad kesembilan belas. Bahkan kemudian, tembakan peluru prajurit tidak ada bandingannya dengan para pemanah: seorang pemanah harus mempelajari keahlian dan keterampilannya sejak kecil, dan ini merupakan aset yang tidak ternilai; seorang penembak senapan dilatih dalam hitungan hari, dan dengan mudah digantikan.
Terlebih lagi, ini merupakan putaran pertama dari sepuluh tembakan, dengan para pejuang bergerak memutar menggenggam panah dari tempat penyimpanannya di punggung. Dalam sepuluh menit, 50.000 anak panah mengenai barisan depan berjarak 100 meter. Sekarang, ingatlah bahwa ini adalah salah satu pusaran berlawanan arah, dengan satu resimen menembak dengan tangan kanan ke sisi kiri, dan pemanah dengan tangan kiri menembak ke sisi kanan. Mereka mengitari baris depan musuh dalam radius 200 meter. Hanya perlu satu orang saja jatuh, dan sebuah celah terbuka, dan ke sanalah anak panah tertuju, lalu pertahanan musuh pun akan
130 hancur berantakan. Tentu saja, sebagian musuh memiliki perlindungan yang lebih baik dibanding musuh lainnya. Bangsa Persia, Sarmatia, Goth, dan Romawi semuanya memiliki pasukan berkuda dengan dilengkapi baju besi, dan pasukan infanteri juga berbaju besi membawa perisai, lembing, dan tombak, kadang didukung dengan katapel. Mungkin saja perlu menghancurkan pasukan baju besi dengan peralatan lain; jadi suku Hun memiliki taktik lain, khususnya saat pura-pura bergerak mundur, yang, dengan keberuntungan akan membuat pasukan musuh bergerak maju cukup jauh untuk memutus barisan pertahanan mereka yang sulit, sehingga celah-celah akan terbuka, membuat pasukan Hun akan memacu kuda berputar dengan pedang terhunus yang akan merobek tubuh pasukan musuh. Pada jarak dekat mereka juga meng - guna kan laso, senjata alami para penggembala. Di Mongolia saat ini, penduduk desa menggunakan laso pada ujung galah untuk menangkap domba dan kambing. Sementara pasukan musuh melindungi rekannya yang terluka dari tikaman pedang, tulis Ammianus, pasukan Hun melempar jalinan kain menjerat musuh dan kemudian mengikat lalu membelenggu tubuh mereka sehingga mereka tidak bisa menunggang kuda dan berjalan.
Semua keahlian dan keterampilan ini memberi ke - untungan pada pasukan Hun yang bertarung di daerah terbuka. Teknik ini luar biasa efektif di daerah padang rumput saat mereka menghadapi kelompok Sarmatia, Alan, dan Goth yang lebih statis. Namun pada saat kelahiran Attila, ketika suku Hun menguasai padang rumput di belahan timur Hongaria, tidak ada padang rumput lain yang akan ditaklukkan. Tradisi yang berdasarkan pada penggembalaan, berkuda, gerak cepat,
131 dan gaya hidup sederhana sudah mencapai batasannya. Sekarang suku Hun mengarah melawan daerah hutan, gunung, dan kota, kemudian tidak lama lagi akan menghadapi masalah strategis dan taktis yang tidak mereka sangka-sangka.
BAGIAN II: MUSUH BENUA YANG KACAU BALAU S AAT ITU AWAL TAHUN 380AN DI DATARAN LUAS H ONGARIA . Suku Hun menempati tanah baru mereka, dan menyadari ternyata wilayah ini kurang ideal. Sekurang-kurangnya untuk satu generasi mereka sudah pindah, hidup meneruskan pertempuran. Mereka melakukan penjarahan, bukan hanya untuk kemewahan, tetapi sekadar untuk bertahan hidup. Hanya itu yang mereka tahu. Sekarang, tiba-tiba, mereka terkepung. Di bagian timur terdapat dataran tinggi Transylvania dan Carpathia, di mana mereka datang melewati daerah itu beberapa tahun yang lalu. Tidak ada yang bisa mereka dapatkan di sana. Di bagian selatan dan barat terdapat Sungai Danube, per - batasan Roma, dengan pasukannya dan kota-kota benteng; di wilayah utara dan barat, bermukim suku-suku Jerman yang pernah menjadi budak, tetapi tidak benar-benar kaya. Akan butuh waktu mencapai jalan kembali. Bagi orang-orang nomaden yang baru tiba, masa depan mereka penuh dengan kerumitan dan ketidaktahuan.
135 S ETELAH A DRIANOPOLIS , kekaisaran berjuang, untuk membuat perdamaian di dalam dan di luar kekaisaran, dan gagal. Balkan tetap rusuh, dengan kelompokkelompok Goth menyerang dengan bebas, hingga Gratian, kaisar wilayah barat dan kaisar pelaksananya di wilayah timur, Theodosius Agung, melakukan perdamaian dengan mereka secara individual pada 380-382, menyuap mereka dengan pembebasan pajak, penyerahan lahan, dan pekerjaan dalam pasukan bersenjata. Theodosius-lah yang, pada dua momen penting, berusaha sekuat tenaga menyelesaikan urusan ini bersamaan dengan mengirim pasukan untuk menyokong ajaran Kristen menentang penyembahan berhala sekaligus mengklaim wilayah keluarga nya terhadap wilayah Barat melawan pem - berontak an. Dialah yang mengatur waktu dengan membuat orang Goth menjadi sekutu, bahkan jika ajaran Kristen versi mereka salah. Dialah yang memaksakan ajaran Kristen versi Nicene ke seluruh kekaisaran sebelum kematiannya pada 395. Bersamanya sebuah benteng pertahanan gagal melawan kekacauan dan pengaruh barbar. Dua putranya adalah ahli waris yang lemah, Arcadius (berumur delapan belas tahun, penguasa Timur) dan Honorius (sebelas tahun, penguasa Barat).
Kekaisaran ini menjadi percampuran dan peleburan budaya, masing-masingnya saling tergantung satu sama lain. Sebagian orang barbar tinggal menetap; lainnya tetap berpindah, terutama suku Visigoth. Alaric, pemimpin yang baru, membawa mereka melakukan penyerangan melintasi wilayah Balkan dengan sangat sukses sehingga ia menjadi seorang gubernur provinsi, tetapi itu hanyalah batu loncatan untuk mendapatkan tanah air bagi bangsanya di dalam kekaisaran. Pada kedua kekaisaran ini, suku Goth dan suku barbar lainnya bahkan suku Hun yang
136 individual menjadi pejabat-pejabat senior. Di Barat, kekuatan di balik takhta adalah Stilicho, seorang keturunan Vandal, dinikahkan dengan seorang keponakan Theodosius. Suku Goth mengabdi dalam jumlah besar, sebagai satu kesatuan, yang membahayakan karena kesetiaan mereka terhadap pimpinan lebih besar daripada terhadap kekaisaran. Orang-orang barbar dengan cepat menjadi pemisah takdir kekaisaran. Pada 401 Alaric memimpin suku Visigoth menuju Italia, memaksa kaisar memindahkan istananya ke Ravenna, dan tetap bertahan di sana selama satu abad.
Pada 405-407 dua pasukan barbar gabungan suku Goth, Alan, Vandal, Swabia, Alemanni, dan Burgundi menyerang Gaul dan Italia. Stilicho mendukung kolaborasi ini, memancing serangan balasan anti-barbar di mana ia disingkirkan dan dieksekusi, dengan tanpa pengaruh kuat pada kemajuan orang-orang barbar. Pada 410 Alaric menyerang Roma. Inilah pertama kalinya Kota Abadi melihat musuhnya di dalam dinding pertahanan selama 800 tahun kejadian yang sangat mengejutkan bagi orang-orang Kristen, yang mengilhami uskup Afrika Utara yang bernama Augustine dari Hippo untuk menulis salah satu dari buku paling berpengaruh tentang masa itu, Concerning the City of God. Alaric meninggal tahun itu, dan pasukannya yang tidak menentu, masih mencari tanah air, kembali ke Gaul, kemudian bergerak menuju Spanyol, akhirnya memutar kembali untuk menetap di utara Pyrenees yang sekarang menjadi Aquitaine. Pada 418, ibu kota yang baru, Toulouse, menjadi pusat wilayah semiotonomi, satu negara secara keseluruhan kecuali nama, menyediakan pasukan untuk kekaisaran sebagai ganti pasokan gandum tetap. Orang barbar dan Romawi terjalin, dalam geografi, kekuasaan, masyarakat, dan
137 politik, sebuah proses yang dicontohkan oleh takdir putri Teodosius dan saudara perempuan Kaisar Honorius, Galla Placidia yang berumur 20 tahun, yang dipaksa menjadi istri seorang barbar Athaulf, ahli waris Alaric.
Namun, takdir memungkinkan Galla Placidia muncul kembali dengan begitu hebat. Saat Athaulf meninggal dunia, dia dinikahi (tidak sesuai keinginannya, lagi) oleh seorang keturunan Romawi, seorang suami yang pantas dengan statusnya, seorang bangsawan dan jenderal bernama Constantius, pendamping kaisar yang hanya bertugas selama beberapa bulan pada 421. Pernikahan inilah yang melambungkan Galla Placidia menuju tampuk kekuasaan, yang ia pertahankan menghadapi banyak masalah dramatis, membuat dirinya menjadi salah satu perempuan hebat pada masanya. Saat Constantius meninggal, Galla Placidia dituduh menipu kakaknya sendiri dan melarikan diri ke Konstantinopel dengan putrinya yang bernama Honoria dan putranya Valentinian yang berumur empat tahun, ahli waris kekaisaran wilayah barat. Di Konstantinopel, pemimpin wilayah Timur adalah putra Arcadius, yang juga bernama Theodosius, yang pada 423 di usia 22 tahun, secara singkat, menjadi penguasa tunggal seluruh kekaisaran. Meskipun demikian, ia memilih mengembalikan Galla Placidia saat perempuan itu menuntut takhta wilayah barat untuk putra kecilnya, Valentinian. Sebagai hasilnya, pada yang sama saat istana Ravenna memilih memberikan takhta kepada pejabat di luar keluarga, John, Theodosius mengirim pasukan untuk menghancurkan para perampas kekuasaan, dan menempat - kan Valentinian, saat itu berusia enam tahun, menduduki takhta (yang membuat ibunya, Placidia, kembali ke Italia, bersama dengan Honoria yang masih bayi, yang di - takdirkan memainkan peran dramatis khususnya dalam
138 kisah kita nantinya). Kemudian, beginilah keadaannya saat Attila beranjak dewasa pada 420-an: kekaisaran terbagi, kedua bagian dipisahkan oleh persaingan agama dan politik, sepuluh kelompok barbar sebagai komunitas imigran, kerusuhan di perbatasan bagian utara, kedua pasukan sebagian terdiri dari orang-orang yang mereka tentang. Bagi seorang kepala suku ambisius di utara Sungai Danube, semua ini terlihat sungguh menjanjikan.
S EKARANG MARI selidiki kembali 40 tahun yang sama untuk melihat apa yang sudah dilakukan suku Hun selama itu.
Orang Hun pertama muncul di bagian barat Eropa pada 384, saat mereka dan budak mereka dari suku Alan diundang untuk memperkuat pasukan kekaisaran dalam perang sipil melawan Maximus, yang akan merampas kekuasaan. Mereka membantu membuat Maximus keluar dari Italia, dan mungkin akan menyusup ke dalam kekaisaran jika mereka tidak disuap untuk menjaga tingkah laku dan kembali pulang. Perilaku baik mereka mengilhami Theodosius untuk mempekerjakan mereka kembali selama empat tahun ke depan dalam intervensi kedua untuk mengakhiri pemberontakan di Italia. Kenangan luar biasa, tulis seorang sejarawan abad keempat yang bernama Pacatus, orang-orang Goth dan Hun serta Alan menjawab panggilan tugas, berjaga bergantian, dan jarang sekali takut ditegur. Tidak ada huru-hara, tidak ada kebingungan, tidak ada perampokan seperti cara orang-orang barbar pada umumnya. Namun kali ini, setelah meraih kemenangan, kelompok barbar menolak pulang. John Chrysostom, Uskup Konstantinopel,
139 menggambarkan hasilnya: Hal yang tidak pernah terjadi sekarang datang menghampiri; orang-orang barbar yang meninggalkan desa mereka telah membanjiri wilayah kita yang tidak terbatas, dan sudah berkali-kali melakukan pembakaran lahan, kemudian tertangkap di kota, mereka tidak berpikir kembali ke daerah asalnya, tetapi setelah perilaku mereka yang tetap berleha-leha daripada berperang, mereka menertawakan kita semua, menghina. Mereka bukanlah pasukan di bawah satu kendali, tetapi bangsawan perampok yang melakukan serangan dan kemudian lari. Tidak ada jalan mengalahkan mereka dalam pertempuran. Seperti menangkap seekor katak. Konstantinopel malah mengajukan sebuah kesepakatan: menyangkut kaum barbar terutama Goth, tetapi termasuk kelompok Hun akan menjadi sekutu, foederati, disuap untuk menempati daratan bagian selatan Sungai Danube. Suku Hun tidak memiliki satu kepemimpinan, sedikit lebih daripada sebuah kelompok keluarga; tetapi sekarang, untuk pertama kalinya, suku Hun secara resmi masuk ke dalam kekaisaran.
Di bagian utara, yang merupakan wilayah utama suku Hun, sekarang menguasai bagian timur Hongaria dan Rumania, setidaknya memiliki dasar persatuan, di bawah kepemimpinan ahli waris Balamber, yang diberi nama Basich dan Kursich. Sebuah pemakaman di dekat dusun yang sekarang bernama Cs"kv"r, di tepi hutan Bukit V"rtes antara Budapest dan Danau Balaton, mengungkap sebuah kebudayaan yang sedang dalam masa perubahan, di mana penduduk suku setempat dan Roma, bergabung dengan mereka yang mengikat kepala anak-anaknya, mengubur kuda, dan mengenakan ikat kepala sepuh emas-perak, anting perak, dan perunggu. Namun, ini bukanlah cara hidup bagi orang-orang nomaden.
140 Perekonomian lokal kacau balau. Ada sedikit rumput di lembah-lembah berhutan di Carpathia, dan mereka yang hidup dalam kawanan puszta Hongaria mungkin menemukan bahwa ini tidak seperti padang rumput yang mereka impikan, karena Sungai Tisza yang berkelokkelok melintasi wilayah ini dan meluap saat musim semi, membelah padang rumput mereka menjadi dua. Mereka memiliki budak, yaitu orang-orang Goth dan Alan yang dikalahkan di luar Carpathia, dan Sarmatia yang sudah menjadi penguasa Hongaria itu sendiri, yang tahu bagaimana cara memanfaatkan lahan. Namun baik petani lokal maupun orang-orang yang dibawa dari luar memproduksi dalam jumlah cukup. Suku Hun membutuhkan makanan. Mereka bisa merampasnya dari tempat itu atau mereka bisa membelinya dari daerah yang lebih jauh, hanya jika mereka memiliki uang. Koinkoin emas akan menjadi bahan mentah berguna karena dengan serpihan emaslah keluarga-keluarga kenamaan menghias kuda, senjata, dan penutup kepala mereka.
Di mana menukar emas" Wilayah Balkan sepenuhnya binasa, dan Konstantinopel terlalu kuat. Mereka melihat sekeliling mencari target yang lebih mudah, yang akan menyerah, dan cukup menguntungkan, bagi taktik yang sudah mereka asah dengan baik.
Pada 395 mereka berputar ke wilayah belakang ke - kaisaran: beberapa provinsi yang terletak di wilayah timur yang tak dijaga karena pasukan Romawi menghadapi perang sipil di Italia. Untuk sampai ke sana, mereka harus berkuda mengitari Laut Hitam, sekitar 1.500 kilo - meter. Namun jalan ke sana, yang melintasi bekas wilayah Goth dan Alan, sekarang menjadi bagian wilayah mereka sendiri, dan saat ini musim semi di mana padang rumput ditumbuhi rerumputan yang baru tumbuh. Dengan
141 masing-masing memiliki dua hingga tiga ekor kuda cadangan, seorang pasukan nomaden yang tidak dibebani kereta barang bisa melintasi jarak 160 kilometer sehari melalui padang rumput bagian selatan Rusia, dan tiba di benteng-benteng bersalju di Kaukasus tidak lebih dari satu bulan. Kemudian dua minggu berikutnya untuk melintasi Kaukasus, mungkin melalui Celah Darial, rute utama melintasi pusat Kaukasus dari Chechnya karena orang-orang Chenchen sudah ada di sana hampir seribu tahun menuju Georgia. Kota Kristen Armenia, perbatasan timur kekaisaran, ada di depan sana, dengan kota-kota seperti Syria dan pesisir Phoenicia berjarak 1.200 kilo - meter. Musim panas itu, dusun-dusun di Turki tengah hangus terbakar, dan kelompok Hun menangkap para budak di Syria 18.000 jumlahnya, menurut salah satu sumber.
Di Betlehem, Jerome, seorang sarjana dan santo pada masa mendatang, mendengar kabar tentang kedatangan mereka, dan ia gemetar ketakutan. Jerome dilahirkan di Italia bagian utara dan mendapat pendidikan di Roma, dan di sinilah ia menganut ajaran Kristen. Kemudian ia menetap bertahun-tahun di Antioch, berusaha menemukan cara untuk menyelesaikan perselisihan sengit terhadap Aria nisme, ajaran sesat yang menyangkal keagungan Kristus. Jerome sudah berkelana ke daerah-daerah bermasalah: Roma, Yunani, Yerusalem, Mesir; akhirnya seperti yang ia pikirkan ia menetap di Betlehem. Sekarang ia menduga bahwa satu-satunya harapan agar ia selamat adalah melarikan diri ke daerah pesisir pantai. Satu tahun kemudian, saat semuanya berakhir, ia menulis pengalamannya:
142 Lihatlah kawanan serigala, bukan dari Arabia, tetapi dari Utara, yang menyerang ke arah kami tahun lalu dari daerah pegunungan Kaukasus nun jauh di sana, dan selama beberapa saat menyerbu provinsi-provinsi besar. Berapa banyak biara yang direbut, berapa banyak sungai yang memerah karena darah manusia!... Bahkan jika aku memiliki seribu lidah dan seribu mulut dan suara yang sangat kuat aku tidak bisa mengulangi nama setiap malapetaka itu& Mereka melakukan pembantaian dan menciptakan kepanikan di seluruh dunia saat melaju ke sana kemari dengan kuda mereka yang melaju kencang& Mereka sudah ada di mana-mana sebelum diperkirakan: dengan kecepatan yang mereka miliki, mendahului kabar angin, dan tidak menaruh kasihan baik pada agama, pangkat, umur, ataupun ratapan anak kecil. Mereka yang baru saja akan hidup dipaksa mati dan, dalam kebodohan mereka tersenyum di tengah-tengah pedang-pedang musuh yang terhunus& Kami sendiri terpaksa menyiapkan kapal, menunggu di pantai, melakukan pencegahan terhadap kedatangan musuh, lebih takut kepada orang-orang barbar daripada kecelakaan kapal meski angin berembus kencang.
Seorang pendeta Kristen di Syria yang bernama Cyrillonas, menyadari keyakinannya hampir hancur karena direnggut secara nyata oleh Tuhan, dan menyatakan reaksinya dalam sebuah puisi yang menggugah:
Setiap hari gelisah, setiap hari laporan-laporan baru tentang kemalangan, setiap hari serangan-serangan baru, tidak ada hal lain kecuali pertempuran. Wilayah Timur sudah terkepung, dan tidak ada yang hidup di kota-kota yang hancur& Para pedagang tewas, para istri menjadi janda& Jika suku Hun akan menaklukkanku, O Yesus Kristus, mengapa aku mencari perlindungan dengan para martir suci" Jika pedang mereka akan membunuh putra-putraku mengapa aku memeluk salib
143 milik-Mu yang diagungkan. Jika kehendak-Mu menyerahkan kota-kota ini kepada mereka, maka ada di manakah keagungan gereja suci-Mu"... Belum satu tahun berlalu semenjak mereka datang dan menghancurkanku serta menawan anak-anakku, dan sekarang mereka kembali mengancam akan mempermalukan negeri kami.
Namun orang-orang Hun tidak sampai ke Palestina. Jerome kembali ke kediamannya di Betlehem. Tidak ada serangan kedua, karena serangan suku Hun yang terjadi di Sungai Eufrat dan Tigris menarik perhatian bangsa Persia. Pasukan Persia-lah, bukan tentara Romawi, yang memukul mundur mereka ke wilayah utara, meng ambil kembali barang-barang yang dicuri, dan melepaskan 18.000 tahanan. Saat pejabat sipil Yunani yang bernama Priscus mendengar cerita tentang serangan ini 50 tahun kemudian, ia mengatakan bahwa, untuk menghindari pengejaran, suku Hun mengambil rute berbeda, melewati api yang keluar dari bebatuan di bawah laut , yang mungkin mengacu pesisir laut Kaspia yang kaya akan minyak; Marco Polo menunjukkan fenomena yang sama, menggambarkan air mancur yang mengeluarkan limpahan minyak& Minyak ini tidak bagus digunakan dengan makanan, tetapi baik untuk membakar.
Jadi, serangan suku Hun tidak sepenuhnya sukses; tetapi meskipun demikian ini merupakan sebuah pen - capaian luar biasa. Suku Hun mungkin mengembalikan sedikit barang rampasan dan budak, tetapi mereka memiliki pengetahuan geografi yang luas dan pengalaman militer yang luar biasa. Mereka tidak pernah melancarkan serangan seperti ini sebelumnya: serangan yang kecepatan dan keganasannya belum pernah terjadi sebelumnya, dan tetap tidak ada tandingannya selama 800 tahun,
144 hingga Jenghis Khan dari Mongolia, mendekat dari arah lain, yang memecah wilayah Kaukasus pada serangan mereka ke Rusia. Hal ini pasti membuat mereka sangat percaya diri. Apa yang tidak akan mereka capai jika kembali menyerang ke wilayah timur, kali ini mengambil rute langsung melalui selatan Balkan, hanya 800 kilometer dari dataran Hongaria, satu per lima dari jarak yang baru saja mereka tempuh"
S EMBILAN TAHUN berlalu. Semuanya tetap tenang di garis depan bagian utara. Mungkin budak-budak Goth lebih produktif, situasi di Tisza lebih baik, barang rampasan dari serangan ke Kaukasus masih memadai. Di bawah pimpinan baru, Uldin, suku Hun bahkan mampu menjilat Konstantinopel yaitu dengan cara berhadapan dengan orang paling bermasalah di bagian timur Konstantinopel, yakni pimpinan Goth bernama Gainas yang mengkhianati posisinya sebagai komandan pasukan kekaisaran. Perang singkat dan sengit diakhiri dengan tewasnya Gainas, yang kepalanya dijadikan sebagai hadiah untuk Kaisar Arcadius.
Kegiatan perampasan dikesampingkan, suku Hun tetap di kediamannya, menunggu, hingga musim dingin tahun 404-405, tatkala Uldin memimpin pasukan menyeberangi Sungai Danube yang membeku kembali menuju Thrace. Ini hanyalah latihan pemanasan: hampir empat tahun kemudian, pada 408, ia kembali melakukan serangan dalam skala besar. Ini merupakan saat yang tepat untuk menyerang, karena suku Visigoth sedang dalam perjalanan menuju Roma, baru saja terjadi imigrasi suku Vandal dan kelompok-kelompok lainnya melintasi Rhine, dan pasukan kekaisaran wilayah timur berbalik
145 arah untuk memperkuat perbatasan Persia. Peningkatan serangan orang-orang Hun mengirim gelombang panik hingga sampai ke Yerusalem, di mana Jerome menyimpul - kan bahwa Tuhan mengirim hukuman lagi terhadap wilayah Romawi yang tak bermoral dalam bentuk sukusuku liar yang tampak seperti perempuan dan berwajah penuh torehan luka yang dalam, dan yang menusuk punggung laki-laki berjanggut yang melarikan diri .
Tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan suku Hun; kemudian seorang jenderal Romawi yang tidak di - ketahui namanya mengadakan perbincangan damai untuk menawarkan uang. Pada suatu hari di musim panas, pagi-pagi sekali kedua pimpinan bertemu di suatu tempat di perbatasan Thrace. Uldin tidak terkesan. Menunjuk pada matahari yang beranjak naik, ia berkata bahwa dirinya bisa mengambil alih setiap negeri yang disinari matahari, jika Romawi tidak memberikan bayaran dalam jumlah yang cukup. Malang bagi Uldin, sebagian bawahan - nya setuju menerima tawaran itu, dan melepaskan diri darinya, sehingga Romawi bisa menyapu bersih orangorangnya yang setia dan memasukkan mereka ke kereta menuju Konstantinopel dalam keadaan terikat rantai. Sumber utama dari anekdot ini adalah Sozomen, seorang sejarawan gereja yang membuat tulisan pada masa Konstantinopel pada pertengahan abad kelima. Dia melaporkan bahwa dirinya melihat banyak dari mereka akhirnya bekerja di ladang-ladang di dekat Gunung Olympus. Uldin, kekuasaannya banyak berkurang, membuat pengikutnya yang lain melarikan diri kembali menyeberangi Sungai Danube, kemudian dibarikade di tempatnya oleh kapal-kapal patroli kekaisaran yang dengan cepat dikirim untuk memperkuat armada militer di Sungai Danube.
146 Lajos Kassai dari Hongaria, hidupnya bekerja sebagai pemanah (lihat bab 3), keterampilan memanah diasahnya sendiri, sekarang dia mengajar dan sering mengadakan
pameran memanah di tanah kelahirannya, di dekat Kaposvar. Dia mengendalikan kudanya dengan gerakan kaki dan tubuhnya. Dalam pameran terakhir, ia menggunakan sembilan anak panah dalam satu tembakan ke belakang "Parthian".
Gryphon atau rusa penyerang, gambar di permadani Xiongnu di Ulaanbaatar, Museum Sejarah Mongolia.
Aku (John Man) di samping sebuah gua, sekarang sekelilingnya sudah ditumbuhi rumput dan hampir tak terlihat dari jarak beberapa meter.
Salah satu tim arkeolog Kozlov, S.A. Teplouchov, berfoto dengan para pekerja Mongol di sebuah kuburan Noyan Uul yang sedang digali, 1925.
Para ahli telah lama menduga bahwa suku Hun berasal dari Xiongnu (dalam bahasa Mongol disebut Hunnu). Jika demikian, penemuan di dalam kuburan Noyan Uul, Xiongnu (lihat peta hlm. 38-39) dan beberapa situs lain menunjukkan bahwa mereka kehilangan asal-usul mereka. Xiongnu adalah orang-orang cerdik, dengan beberapa kota dan tradisi kesenian yang baik (seperti digambarkan di sini, dari 200 SM 200 M).
Besi sanggurdi Xiongnu, dibuat sebelum abad ke-2. Jika Hun adalah Xiongnu, mereka menggunakan besi sanggurketika penaklukan ke barat, ada bukti telah ditemukan.
Sebuah anting-anting wanita bangsawan Xiongnu. Desain rusa mirip dengan rusa di permadani.
Potret Sulaman pada secarik tekstil.
" Devil s Ditch ", sebuah pertahanan Sarmatian yang diciptakan di dekat Debrecen, Hongaria timur.
DARI BARAT Sebagai Hun, impian mereka berawal dari pusat Asia, mereka menyeberangi Dnieper (gambar utama), memasuki wilayah Alans (sub-kelompok Sarmatian). Dari Ostrogoth dan Visigoth, yang didominasi sisa-sisa Sarmatian lainnya. Ini adalah suku tanpa batas wilayah yang tetap. Tetapi di Hongaria timur arkeolog telah merekontruksi beberapa pertahanan Sarmatian, yang diserbu Hun sewaktu melakukan perjalanan ke arah barat. Saat melakukan perjalanan, orang Hun membawa tradisi (seperti deformasi tengkorak) dan keterampilan artistik (seperti pembuatan perhiasan dan senjata)
Tengkorak memanjang, dibuat dengan mengikat semasa anak-anak.
Kuali: yang besar seperti ini beratnya sekitar 40 kilogram.
Pandangan dari Dnieper pada 1881 oleh Arkhip Kuindzhi. Menggambarkan Rives sebelum padang rumput Ukraina terjajah. Pasti tampak seperti ini ketika suku Hun melewatinya sekitar 375.
Sebuah relief Romawi, pertempuran Legiun dengan Bangsa Barbar. Mungkin ini seorang Hun dengan latar belakang rumah bulat yang dibangun dari pohon muda, tetapi dalam gaya sebuah Yurt Asia Tengah, jenis tenda seperti ini mungkin digunakan suku Hun saat mereka pertama kali tiba di Eropa.
MEMERANGI KONSTANTINOPEL Keinginan Attila menjarah banyak kota di Balkan membawa mereka pada kesempatan melawan Konstantinopel. Dinding, yang dibangun oleh Theodosius II pada awal abad ke-5, terlalu kuat, terlihat dari bagian yang masih ada hari ini (gambar utama). Dinding Theodosian rusak akibat gempa bumi pada 447, dan dijadikan kesempatan Attila untuk menyerang. Jika demikian, Attila terlalu lambat: kerusakan pada dinding sudah diperbaiki.
Medali menggambarkan Kaisar Byzantium Valens (atas) dan Gratian (kiri), dan koin Theodosius II (kanan). Valens, Kaisar dari Timur, tewas sewaktu pertempuran di Adrianople pada 378, ketika beberapa suku Hun bergabung
dengan Goth untuk melawan dan mengalahkan orang Romawi. Valen meninggal karena keponakannya Gratianus, Kaisar dari Barat, terlambat menolongnya. Theodosius mencoba membeli suku Hun untuk mundur. Koin emas seperti ini tentu sudah tidak asing untuk Attila.
ditemukan di beberapa ratus situs di Hongaria, Rusia selatan. Diantaranya adalah "harta karun" yang ditemukan di dekat biara Pannonhalma, Hongaria, pada 1979.
Potongan emas pada dua pedang berkarat (kiri) merupakan bagian dari harta
Pannonhalma. Peter Tomka, Direktur Museum Cheery of Gyor s Janos Xanthus (kanan), menyimpulkan pedang-pedang ini adalah persembahan yang dimakamkan secara terpisah dari tubuh pemiliknya.
Mahkota seperti ini dikuburkan dengan perempuan Hun yang kaya. Telah ditemukan sekitar dua puluh mahkota. Mahkota ini, emas berlapis perunggu dengan garnet, ditemukan di sebuah kuburan dekat Kerch, Krimea, awal abad ke-20. Ada di kepala seorang wanita dengan artifisial tengkorak yang cacat.
Gesper emas dalam bentuk jangkrik. Kalung emas dengan garnet.
Permintaan Uldin terungkap: ia tidak tertarik dengan wilayah, atau hak untuk menetap, seperti halnya yang diinginkan oleh orang-orang Goth 40 tahun yang lalu. Wilayah-wilayah yang dijajah suku Hun membuat bangsanya terpencar-pencar dan menipiskan kekuatannya. Ia menginginkan uang tunai, karena hidup nomaden, bahkan dengan dukungan budak sebagai pekerja ladang, tidak lagi mencukupi. Yang ia butuhkan untuk menjaga kekuasaannya adalah persatuan nasional; dan hal itu hanya bisa dicapai jika ia memiliki uang untuk membeli kesetiaan; dan sumber kekayaan yang nyata yaitu Romawi dan Konstantinopel; dan untuk menguasainya ia membutuhkan pasukan yang kuat. Kekuasaan, persatuan, pengendalian pengikut, pengaruh terhadap Romawi dan Konstantinopel, uang semuanya untuk menjaga kekuasaan dan persatuan: suku Hun sudah terjebak dalam siklus penaklukan, di mana mundur berarti gagal, aib, kemiskinan, dan kehancuran.
Suku Hun memiliki tanah air baru yang kurang lebih adalah milik mereka; tetapi kekuasaan Uldin menjadi lemah karena serangan pada 408, dan para pengikut yang membelot. Begitu juga dengan kelompok-kelompok pasukannya. Mengabaikan Uldin, kelompok-kelompok kecil suku Hun mengambil jalan sendiri, sebagian bergabung dengan suku Goth dalam perjalanan mereka menentang Romawi, sebagian lainnya bergabung dengan rombongan Romawi untuk membela kekaisaran ini.
Apa yang dilakukan Uldin terhadap semua ini" Tidak ada yang berpengaruh pada wilayah di luar Danube. Ia justru mengonsolidasi kekuatan di wilayah itu, khususnya satu kelompok kecil yang dikenal dengan nama Gepid, yang tinggal di padang rumput bagian timur Tisza, sebagaimana yang diketahui para arkeolog dari sekitar
147 100 situs, sebagian di antaranya berisi contoh-contoh gesper perak berkepala elang yang merupakan hiasan milik suku Gepid. Semenjak itu, Gepid menjadi bagian dari federasi Hun. Sebaliknya, tidak ada hal yang ingin dilakukan suku Hun pada dua dekade pertama abad kelima. Seorang sejarawan, Olympiodorus dari Thebes di Mesir, menulis sebuah catatan detail dan berharga tentang kunjungannya menemui Raja Charaton dari suku Hun sekitar tahun 412. Kita mengetahui hal ini karena catatan lain juga menyebutkan hal tersebut. Namun dari catatan asli, atau benar-benar dari buku History-nya yang terdiri dari 22 jilid, tidak ditemukan hal ini, dan Charaton tetap tidak memiliki arti selain hanya sebuah nama.
Tampaknya, perbedaan ini muncul dalam hubungan suku Hun dengan kekaisaran barat dan timur. Dua hukum kekaisaran timur pada 419 dan 420 menunjukkan sedikit informasi, menyatakan bahwa ambisi Charaton tertuju ke wilayah timur. Hukum pertama menetapkan hukuman mati bagi siapa saja yang berkhianat pada pembuatan kapal orang-orang barbar; lainnya melarang ekspor komoditas tertentu melalui laut. Detail-detail aneh ini memberi kesan bahwa suku Hun, miskin tetapi masih bersatu, memiliki ambisi untuk membangun sebuah kerajaan bisnis angkutan kapal, dan kekaisaran Romawi timur menghentikan mereka. Jika memang demikian, maka mungkin oposisi kekaisaran inilah yang menyebab - kan suku Hun kembali melakukan perampasan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dan tampaknya mereka memang melakukan perampas - an. Itulah satu kesimpulan yang ditarik dari surat perintah menyangkut pertahanan Konstantinopel, khususnya tembok baru, yang mulai dibangun tahun 413 sebagai
148 respons atas ancaman pasukan Hun. Tembok ini diberi nama sama dengan Theodosius II, tetapi ia masih kanakkanak saat pembangunan itu dilakukan. Pekerjaan ini disusun dan dilaksanakan oleh seorang pengawas, seorang prefek kekaisaran yang bernama Anthemius, yang sudah melakukan banyak hal untuk menjaga kekaisaran timur. Ia juga memerintahkan kapal baru berpatroli di Sungai Danube, ia sudah menandatangani perjanjian damai dengan Persia dan berusaha menjalin hubungan baik dengan Romawi. Sekarang akan ada tembok baru; karena daratan di bagian dalam kota sudah dipenuhi dengan pertahanan-pertahanan Konstantin yang lama, hingga mencapai daratan di luarnya yang jelas-jelas merupakan risiko nyata pada masa perang. Benteng-benteng baru ini akan terhampar sepanjang 5 kilometer, mulai dari Laut Marmara hingga teluk Golden Horn, dengan sembilan gerbang dan puluhan menara. Menara ini cukup luas bagi pihak yang berwenang untuk melakukan urusan yang sifatnya agak pribadi, mengizinkan pemilik lahan asli menggunakan lantai dasar, dibebaskan dari pembatasan biasa bahwa bangunan-bangunan umum harus siap digunakan untuk kepentingan pasukan jika diperlukan. Sembilan tahun kemudian, tembok selesai dibangun dan kekuatan tidak berada di tangan Theodosius yang berusia lima belas tahun, melainkan di tangan Pulcheria, kakak perempuannya yang ambisius. Jadi mungkin Pulcheria-lah yang memberi gagasan untuk mengeluarkan dekrit bagi mereka yang tinggal di menaramenara baru ini. Mulai saat ini, ruangan yang ada di lantai dasar masing-masing menara Tembok Baru harus disediakan untuk pasukan yang akan pergi atau kembali dari perang. Para pemilik lahan tidak boleh tersinggung terhadap perubahan penggunaan ini, ujar siapa saja yang
149 merancang dekrit ini, yang tahu benar apa yang menjadi alasan protes mereka. Bahkan pemilik rumah pribadi menyediakan sepertiga ruangannya untuk tujuan ini.
Mengapa ini perlu" Satu komentar pendek oleh seorang penulis kronik abad keenam, Marcellinus Comes, menyatakan bahwa: Suku Hun menghancurkan Thrace. Ia tidak memberikan detail lain. Sesaat, ini adalah hal yang terlalu jauh untuk dikomentari.
H UBUNGAN DENGAN kekaisaran timur agak sedikit berbeda. Dalam hal ini, semuanya tampak baik-baik saja. Sebagian kelompok Hun didaftarkan sebagai foederati, ditawari lahan di sekitar ujung timur Danau Balaton; orangorang Hun membentuk kelompok-kelompok dalam pasukan biasa; dan di tempat itu orang Hun dan Romawi tampaknya hidup damai dengan saling toleransi, bahkan di bawah pengawasan para prajurit Romawi, yang terus mengawal benteng besar Valcum, menjaga jalan-jalan yang mengarah ke ujung barat Danau Balaton melewati areal yang dikenal bangsa Romawi sebagai Valeria. Dari reruntuhannya, yang sekarang adalah dusun Fen"kpuszta, benteng segi empat sangat besar ini 350 x 350 meter persegi, dengan 44 menara dan 4 gerbang, masingmasing nya menghadap arah mata angin hampir menyerupai kota seperti halnya benteng, dengan satu pusat komando, kantor-kantor sipil, sebuah gereja, dan bangunan sepanjang 100 meter yang mungkin dulunya adalah sebuah aula yang digunakan untuk perdagangan. Bajak dan peralatan tani lainnya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, menunjukkan bahwa kota ini bergantung pada pasokan dari daerah-daerah pinggiran di sekitarnya. Sebuah landasan besi seberat 82 kilo
150 memberi kesan adanya kemampuan industri. Valcum memiliki pandai besi, tukang batu, pembuat tembikar, pekerja barang kulit, penenun, dan pandai emas tersendiri (yang, dinilai dari sisa-sisa peninggalan yang ditemukan di bengkel, tidak memproduksi emas mereka sendiri, tetapi hanya mengubah dan memperbaiki yang sudah ada). Pasti ada ratusan orang yang tinggal di sini, sementara ribuan lainnya menganggap wilayah ini untuk berdagang bahkan, tampaknya, suku Hun sendiri.
Kondisi yang menguntungkan inilah, yang mungkin menjelang tahun 410, membuat seorang remaja Romawi bernama Flavius Aetius datang sebagai sandera bagi suku Hun: sebuah kejadian kecil yang akan berakibat luar biasa untuk seluruh wilayah Eropa. Sandera adalah kata yang biasa digunakan, tetapi artinya agak berbeda. Pemuda ini dikirim secara resmi karena dua alasan: sebagai bukti maksud terhormat tentu saja sebagai ganti untuk pertukaran orang Hun yang sama tangguh - nya dan sebagai duta muda, serupa dengan seorang sukarelawan Pasukan Perdamaian, yang tugasnya memasti - kan terjalinnya hubungan baik dan arus informasi. Sebagaimana duta besar lainnya, dengan kata lain ia juga menjadi mata-mata. Ia sudah pernah memainkan peranan yang sama di antara orang-orang Goth pimpinan Alaric, dengan tinggal menetap bersama mereka selama tiga tahun. Secara unik, pengalaman ini membuat Aetius menjadi seorang perantara perdamaian, dan jika perlu, penasihat militer. Ia bisa bicara bahasa Goth, Hun, Latin, dan Yunani. Ia punya teman di mana-mana. Ia akan menggunakan pengetahuan dan kontaknya untuk menjaga perdamaian dengan suku Hun selama 30 tahun kemudian, sebuah pencapaian yang membantunya naik menjadi jenderal terbesar di kekaisaran.
151 Pengalaman Aetius segera dimanfaatkan untuk hal baik. Pada 423 kekaisaran dihancurkan oleh perang antara Romawi dan Konstantinopel perang sipil, bagi yang masih melihat kekaisaran ini sebagai satu kesatuan saat seorang pemberontak bernama John (Johannes), yang hanya seorang pegawai sipil, menjadi kaisar di Ravenna dan pasukan timur bergerak untuk menghentikan tindakannya. John membutuhkan bantuan, dan Aetius, yang sekarang berusia dua puluh tahun, bisa diandalkan dengan mengirim teman-temannya dari suku Hun. Pada 425, Aetius kembali menemui orang-orang Hun, membawa peti-peti emas. Tentu saja ini baru bayaran awal, dengan lebih banyak lagi yang lainnya begitu wilayah timur ditaklukkan. Satu pasukan besar Hun yang kemudian dilaporkan berjumlah 60.000 orang, tetapi para ilmuwan yakin bahwa hampir semua laporan ini dibesar-besarkan, mungkin sepuluh kali lipat bergerak menuju Italia dan menyerang pasukan timur dari kejauhan tepat setelah mereka sampai di Ravenna. Mereka sangat terlambat: tiga hari sebelumnya, John sudah dieksekusi. Tidak ada ideologi dan kesetiaan yang terlibat. Pasukan Hun ini akan bertempur untuk siapa saja yang membayar mereka, dan akan senang tetap melayani kekaisaran. Namun para pemimpin Ravenna yang baru sangat menginginkan perdamaian yang lebih luas. Aetius, sekarang menjadi seorang comes (count), dikirim ke perbatasan utara yang sulit dikendalikan di Gaul, di sana ia tetap tinggal selama tujuh tahun, dan orang-orang Hun kembali pulang, menuju Pannonia dan Valeria, di mana, sebagai ungkapan terima kasih atas bantuannya, tampaknya mereka diizinkan mengambil alih wilayah dan benteng-benteng yang tak bertuan.
Oleh karena itu, berkat Aetius dan kekaisaran barat,
152 suku Hun bisa mengonsolidasikan kepemilikan mereka pada daerah yang sekarang bernama Hongaria, basis kukuh bagi para pemimpin dengan ambisi yang lebih luas. (Ini bukan upaya kekaisaran barat yang terakhir untuk mendukung orang-orang barbar yang mengharapkan perdamaian, hanya untuk melihat keadaan bangsa yang mereka lindungi menjadi parah.) Kedua pemimpin yang dipertanyakan ini adalah dua orang kakak beradik, Octar dan Ruga. Dari mana mereka berasal, tidak seorang pun tahu. Mungkin mereka keturunan Balamber, Basich, Kursich, Uldin dan/atau Charaton yang tidak jelas; atau mungkin keturunan suku kaya baru. Mereka menginspirasi adanya argumen-argumen akademik tentang sifat dasar dualisme raja , dan alasannya. Mungkin tidak ada misteri besar, karena hal ini sudah pernah terjadi di antara suku Hun dan kemudian terjadi lagi, dua kali. Kemungkinan besar keduanya memerintah wilayah yang berbeda, Ruga di bagian timur, Octar di bagian barat. Yang bisa dikatakan adalah: sistem pemerintahan dua raja ini tidak stabil (saksikan apa yang terjadi antara Romawi dan Konstanti nopel). Untuk mencapai posisi tinggi seperti itu, kedua laki-laki ini harus ambisius dan bertindak kejam. Persaingan hampir tak terelakkan.
Serangan pertama mereka tidak berhasil dengan baik. Dipagari oleh kekaisaran di daratan dan lautan, mereka hanya menyerang korban yang ada: orang-orang Jerman di sepanjang Sungai Rhine, hingga ke wilayah barat laut. Di antara mereka ada sisa-sisa satu suku yang dikenal dengan nama Burgundi atau Nibelung (yang diberi nama sesuai nama pemimpinnya, Niflung), sebagian besar kerabat mereka sudah menyeberangi Sungai Rhine sekitar lima belas tahun yang lalu. Orang-orang Burgundi yang tetap tinggal, tidak menjadi ancaman bagi siapa pun.
153 Mereka ditinggalkan oleh V"lkerwanderung, Migrasi Suku, dan bahagia hidup tenang, terutama bekerja sebagai tukang kayu di lembah Main. Kisah tentang mereka diceritakan oleh seorang sejarawan hukum gereja, Socrates, yang menuliskannya beberapa tahun kemudian. Sekarang, tiba-tiba datang orang-orang Hun, dan kehancuran. Merasa putus asa, orang-orang Burgundi memutuskan mencari bantuan dari Romawi, dan melakukannya dengan cara mengirim delegasi menyeberangi Rhine dan meminta seorang Uskup untuk membaptis mereka menjadi penganut Kristen. Dan usaha ini berhasil. Perpindahan agama memicu kebangkitan semangat. Saat pasukan Hun datang lagi, 3.000 pasukan Burgundi berhasil membunuh 10.000 pasukan Hun di antara mereka terdapat Octar dan cabang suku kecil ini selamat. Tidak diragukan lagi, angka dalam laporan ini dilebih-lebihkan, tetapi mungkin ada sedikit kebenaran dalam kisah ini, karena kepindahan orang-orang Burgundi memeluk ajaran Kristen juga disebutkan dalam satu sejarah dunia oleh Orosius, seorang penulis abad kelima asal Spanyol. Bagaimana pun banyaknya orang-orang Hun yang tewas, peristiwa ini pasti sudah mengajarkan mereka tentang sulitnya bertempur di hutan-hutan Jerman selatan.
Kemudian pada 432, dengan meninggalnya Octar, Ruga tampil sebagai satu-satunya pemimpin; dan dialah yang bertanggung jawab memperkuat hubungan dengan teman lama Hun, Aetius, yang sudah menjadi korban pertempuran sengit jarak dekat di Roma. Setelah dipecat oleh Galla Placidia, ia melarikan diri melintasi Adriatic menuju Dalmatia, kemudian ke arah utara melintasi daerah tidak bertuan di mana orang Romawi, Jerman, Goth, Sarmatia, dan Hun menetap dalam beragam kekacauan, menyeberangi Sungai Danube menuju pusat
154 tanah air suku Hun. Di sini Ruga memberi Aetius, sekutu lamanya, satu pasukan prajurit upahan, yang memberinya kekuasaan militer yang ia butuhkan untuk kembali pulang dan merebut kembali posisinya dari kaisar perempuanpengawas, Placidia. 1 Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi konsul (yang pertama dari tiga konsulnya), ditunjuk menjadi komandan kepala pasukan Barat, kembali dikirim untuk menyelamatkan perbatasan Rhine melawan orang-orang Frank.
Ruga adalah orang yang, tampaknya, memberi fondasi yang kukuh bagi kerajaan Hun. Ia memiliki pasukan yang cukup hebat untuk melancarkan serangan-serangan sukses melawan pasukan Romawi timur, dan wakil-wakil yang cukup cerdas untuk menegosiasikan upeti tahunan sebesar 350 pon emas dari mereka, disertai dengan janji lain untuk mengembalikan para pengungsi Hun. Bukan kemenangan besar, bukan upeti dalam jumlah besar; tetapi sebuah awal yang baik bagi kedua belah pihak. Uang tersebut dibayarkan kepadanya secara langsung, yang artinya ia memiliki kekuasaan untuk men - distribusikannya dan dengan demikian menjaga ke setiaan para pimpinannya. Jika sebagian di antara mereka keberatan dan beberapa klan sepenuhnya keberatan mereka melarikan diri, mencari perlindungan di luar perbatasan sebagai imigran ilegal. Ruga tidak bisa me - noleransi hal ini jika ia ingin menjaga dan memperluas kekuasaannya. Ia akan menekan klan-klan yang kurang
155 1 Mudah dikatakan; tetapi, seperti kebanyakan pernyataan dasar lainnya, pernyataan ini menyimpan hal hal yang bersifat cerita kepahlawanan. Aetius bangkit melawan Bonifatius, atau Boniface, yang dulu merupakan penguasa perang di Afrika Utara, menjadi pesaing kekuatan di Italia, dan dengan demikian menjadi lawan pengawas Galla Placidia. Kembali dari Afrika Utara, berdamai dengan Galla Placidia, ia menjadi orang yang diandalkan Placidia untuk melawan Aetius. Boniface lah yang dikalahkan Aetius untuk mendapatkan kembali posisinya dalam satu pertempuran, menurut sebuah legenda.
156 setia ini dan memerintahkan orang-orang yang berada di luar perlindungan hukum dari Romawi untuk kembali.
Pada pertengahan 430-an, Ruga meninggal dunia, tidak tahu kapan pastinya kecuali kita memercayai catatan melodramatis dari sejarawan gereja, Socrates, yang mengatakan bahwa Tuhan menganugerahi kaisar Theodosius atas kesabaran dan kesungguhan hatinya dengan menandai kematian Ruga dengan mengirimkan halilintar, diikuti dengan wabah penyakit dan api yang membinasakan sebagian besar pengikut Ruga. Tetapi, Socrates tidak menjelaskan mengapa Tuhan luput membinasakan dua saudara laki-laki Ruga lainnya yang bernama Mundzuk dan Aybars (Oebarsius dalam bahasa Latin). 2 Mundzuk, yang lebih tua, memiliki dua orang putra, dan pasangan ini sekarang pindah ke tingkat pusat, dalam pemerintah dua raja lainnya, dengan tugas menjarah penduduk mereka yang sulit dikendalikan untuk bersatu dan memastikan aliran dana dan barang dari Romawi, baik wilayah barat dan timur. Salah satunya disebut Bleda; dan abangnya bernama Attila.
2 Bagi mereka yang ingin mengetahui bukti hubungan antara Hun bagian barat dan Xiongnu, nama Mundzuk masih hidup di sebuah daerah kecil yang baru merdeka, bernama Tuva, yang terletak antara Mongolia dan Siberia. Mazim Mundzuk berperan sebagai pemburu dalam film Kurosawa berjudul Dersu Uzala (1975) yang memenangkan penghargaan.
LANGKAH PERTAMA MENUJU KEKAISARAN
N ESTORIUS , MANTAN USKUP DARI K ONSTANTINOPEL , ADALAH seorang laki-laki dingin dan pemarah. Ia berkutat dengan persoalan inti yang membagi ajaran Kristen pada masamasa awal Apakah Kristus itu tuhan, atau manusia, atau keduanya" dan menemukan apa yang ia pertimbang - kan lebih tepatnya, tahu akan menjadi kebenaran: bahwa, meskipun Kristus adalah tuhan dan manusia, ia adalah dua orang yang berbeda, karena jelas benar bahwa bagian tuhan dalam dirinya pasti dulunya tidak pernah berasal dari bayi manusia. Oleh karena itu Maria tidak akan pernah bisa menjadi Ibu Tuhan, karena hal itu akan memberi kesan bahwa seorang perempuan yang tidak abadi bisa melahirkan tuhan, itu akan menjadi sebuah kontradiksi. Oleh karena itu, pertimbangan Nestorius benar adanya, dan semua orang Kristen yang tidak setuju dengannya yaitu, mereka yang menerima ajaran ini, memaksakan pendapatnya di Konsili Nicaea
157 pada 325, dan ajaran lainnya, anti-Nicaea, ajaran me - nyimpang dianggap salah.
Dunia tidak menghargai pendapatnya. Musuh besarnya adalah Cyril dari Alexandria, yang menghukum dan kemudian membuangnya ke Oasis, di Mesir bagian selatan. Di sana, pada 430-an, ia mencemooh ketidakadilan yang diberlakukan terhadap dirinya. Ia akan melakukan balas dendam kepada mereka semua atau, lebih baik, Tuhan yang akan melakukan atas kepentingannya. Pembalasan tuhan benar-benar sudah dimulai. Bagaimana lagi menjelaskan kebangkitan suku Hun" Mereka pernah dipisahkan dari kelompoknya sendiri, dan bukan lagi menjadi penjarah. Sekarang, tiba-tiba, mereka bersatu, dan kemungkinan besar memusuhi kekaisaran Romawi. Pastinya ini merupakan hukuman bagi dunia Kristen atas pelanggaran hukum terhadap ajaran yang benar .
Nestorius mungkin gemetar dengan terjadinya peristiwa ini, tetapi ia benar tentang kedatangan bencana besar tersebut. Suku Hun benar-benar bangkit. Pada akhir 430-an, mereka bukan lagi sebagai penjarah kelas rendahan, mereka telah menjadi penjarah pada skala yang luar biasa besar. Faktanya, peristiwa ini tidak ada kaitannya dengan pemikiran bahwa Tuhan mendukung Nestorius, dan berkaitan sepenuhnya dengan munculnya pahlawan dan anti-pahlawan kita, Attila.
S ELAMA SATU DEKADE setelah kematian Ruga sekitar tahun 435, Attila terikat dengan abangnya, Bleda, untuk ber - sama-sama memerintah. Selama sepuluh tahun keduanya bekerja sama mengonsolidasikan kekaisaran mereka; se - men tara di satu sisi, Attila sang adik, semakin meningkat kebenciannya.
158 Bagaimana dan mengapa mereka sampai berkuasa, masih menjadi sebuah misteri. Tidak ada yang mengetahui tentang masa kecil mereka pada abad kelima, dan nama keduanya yang cukup lazim di Jerman tidak banyak membantu. Bleda adalah semacam singkatan dari nama seperti Bladardus/Blatgildus. Nama Attila berasal dari atta, yang berarti ayah dalam bahasa Turki dan Goth, ditambah kata kecil ila; yang berarti Ayah Kecil . Nama ini bahkan menyebar hingga melintasi Terusan, hingga sampai ke wilayah Anglo-Saxon. Seorang Uskup dari Dorchester menggunakan nama itu, begitu juga dengan seorang tokoh penting daerah yang dikenang menjadi nama-nama desa, Attleborough dan Attlebridge di Norfolk. Ini mungkin sama sekali bukan nama asli Attila sendiri, tetapi ucapan kasih sayang dan penghargaan terhadap pencapaiannya, versi Hun-nya adalah dedyshka ( Kakek ) sebagai panggilan lucu, yang mana orang-orang Rusia pernah menghubungkannya dengan Lenin dan Stalin.
Pada mulanya semua tampak baik-baik saja bagi kedua pangeran ini. Mereka berdamai dengan Romawi bagian barat, dan selesai mengurusi kelompok-kelompok setempat dan memusatkan perhatian pada pertumpahan darah yang terjadi di Romawi timur. Tidak semuanya berjalan mulus. Kematian Ruga telah memicu pertengkaran sengit antara kedua kakak beradik ini, yang saat itu membagi kekaisaran untuk masing-masing mereka, Attila menguasai daerah hulu sungai yang sekarang adalah Rumania, sementara Bleda memerintah di Hongaria, wilayah bagian atas dengan akses yang lebih mudah ke daerah barat yang kaya. Keduanya pasti menuntut komitmen dari saudara dan para pimpinan cabang, dan melakukannya dengan ancaman, karena kedua sepupu pangeran ini melarikan diri ke wilayah selatan, menolak penduduknya
159 mencari perlindungan di antara mereka yang dikira adalah musuh mereka.
Pada tahun kematian Ruga, Attila dan Bleda bersamasama menyelesaikan perdamaian yang telah disetujui antara paman mereka dan kekaisaran Romawi, bertolak ke selatan menuju benteng perbatasan Constantia, yang berseberangan dengan Margus, menjaga hulu Sungai Morava yang bergabung dengan Sungai Danube 50 kilometer di barat Beograd, persis di perbatasan Rumania saat ini. Di sini mereka ditemui oleh duta besar Konstantinopel, Plintha sebuah pilihan yang bagus, menurut Priscus, karena Plintha sendiri adalah seorang Scythia , satu istilah yang digunakan bagi orang barbar atau, seperti dalam kasus ini, bekas orang barbar. Plintha dan anak keduanya, Epigenes, dipilih karena pengalaman dan kebijaksanaannya, tidak diragukan ia datang lengkap dengan beberapa kereta kuda berisi tenda dan beberapa juru tulis, tukang masak, serta jamuan mewah, siap memberikan sanjungan dengan formalitas. Suku Hun, yang kasar, siap sedia dan bangga akan hal itu, bersikap menghina. Seperti yang ditulis Priscus, Orang-orang barbar berpikir tidak pantas berunding turun dari kuda, sehingga bangsa Romawi [dengan kata lain mereka yang berasal dari Romawi Baru, Konstantinopel], berhati-hati dengan martabat mereka sendiri, memilih untuk mempertemukan orang Scythia [dengan kata lain orang Hun] dengan gaya yang sama.
Tidak diragukan, siapa yang memegang kendali. Attila dan Bleda mendikte perundingan itu; juru tulis Plintha mencatat isi perundingan. Semua pelarian Hun akan dikirim kembali ke utara Danube, termasuk dua pangeran yang berkhianat. Semua tahanan Romawi yang sudah melarikan diri akan dikembalikan, kecuali jika masing160 masing dari mereka ditebus sejumlah 8 solidi, seperdelapan dari satu pon emas (dengan pengertian bahwa satu pon Byzantine sedikit kurang dari satu pon zaman modern, jadi sekitar $600 dengan harga emas pada 2004), untuk dibayarkan kepada pihak yang menawan cara yang baik untuk memastikan aliran dana langsung ke petinggi Hun. Jalur perdagangan akan dibuka, dan pameran dagang tahunan akan diadakan di Danube yang aman bagi semua pihak. Jumlah yang didapat suku Hun untuk tetap damai dilipatgandakan, dari 350 menjadi 700 pon emas per tahun (sekitar $4,5 juta dengan nilai tukar saat ini/2004), perdamaian akan berlangsung sepanjang Romawi tetap membayar emas tersebut.
Sebagai bukti kesetiaan mereka, kekaisaran Romawi timur kemudian menyerahkan dua pelarian kerajaan itu, Mamas dan Atakam ( Ayah Shaman ). Sikap penerimaan mereka mengesankan ada persaingan sengit di balik permukaan kerja sama Attila dan abangnya serta kebrutalan pada masa itu. Kedua pangeran itu diantarkan ke hulu Sungai Danube, di sebuah tempat bernama Carsium (sekarang kota H"r_ova di delta Danube, Rumania), langsung kepada Attila. Tampaknya, tidak ada harapan mendapatkan kesetiaan mereka. Untuk menghukum dan menjadikan mereka sebagai contoh, Attila membunuh mereka dengan cara sangat keji yang juga dilakukan 1.000 tahun kemudian oleh Vlad si Penyula, Drakula asli, yang menguasai wilayah yang sama.
Ini adalah kematian aneh yang mengerikan. 1 Pertama, eksekutor memotong kayu sula sepanjang sekitar 3 meter, yang bagian salah satu ujungnya agak tipis, ujung
161 1 Detail ini diambil dari The Bridge over the Drina (1945) karya seorang penulis Serbia pemenang Nobel, bernama Ivo Andri (terjemahan Lovett Edwards, 1959/1994).
ini ditajamkan dan diberi pelumas dari lemak babi. Ujung satunya lagi lebih tebal, yang menjadi pangkal kunci. Kaki korban akan dikangkangkan, ditarik dengan tali, pakaiannya dilepas, dan kayu sula tadi dimasukkan ke dalam anus dengan sangat pelan dan beberapa kali jeda, menghindari merusak organ tubuh bagian dalam. Ujung kayu sula didorong ke samping usus, usus besar, perut, hati, dan paru-paru, hingga sampai ke bahu, yang menembus kulit di bagian bahu belakang dengan bantuan sebilah pisau, di satu sisi tulang belakang. Tubuh korban ditusuk seperti seekor anak biri-biri di tempat panggang - an kecuali bahwa, hati dan paru-parunya masih ber - fungsi. Kemudian kedua kakinya diikat pada kayu pancang di kedua pergelangan kaki untuk menghindari selip pada apa yang akan dilakukan selanjutnya. Kayu sula dengan bebannya diangkat tegak lurus, dan diletakkan dengan sangat hati-hati, agar tubuh korban tidak tersentak, ke dalam sebuah tempat yang kuat dari batu atau kayu, yang diletakkan dengan menggunakan penopang. Jika semuanya dilakukan dengan cara yang benar, maka kengerian masyarakat akan berlangsung selama beberapa hari. Penduduk Roma melihat dari pinggiran seberang sungai, dan Hun mana saja yang dianggap berpihak ke - pada Bleda akan mendengar suara pukulan martil dan teriakan korban, menyadari bahwa Attila memerintahkan beberapa orang yang cukup terlatih dalam kekejaman ini karena menusuk tubuh ini adalah satu keahlian yang membutuhkan pengalaman dan keahlian klinis.
Dari hal-hal yang ditentukan kedua pemimpin Hun itu, terlihat jelas apa yang mereka inginkan. Meski mereka suka melebur koin-koin emas untuk perhiasan, mereka juga mengembangkan uang tunai untuk per - ekonomian berdasarkan mata uang Romawi, dan tidak
162 ada cara yang lebih mudah mendapatkan uang selain dengan melakukan pemerasan. Mereka bisa menawarkan kuda, bulu, dan budak di pameran perdagangan di Danube, tetapi itu semua tidak menghasilkan kekayaan yang nyata tidak cukup untuk memperoleh sutra dan anggur yang akan membuat hidup menjadi menyenangkan, atau untuk membayar para pekerja ahli dari daerah luar yang bisa membuat senjata-senjata kelas berat yang akan mereka andalkan untuk keamanan jangka panjang. Di samping itu, hanya dengan menyamai kekayaan bangsa Romawi mereka bisa menghindar agar tidak diganggu. Menurut St Ambrose, setuju sekali bila orang-orang Kristen mengisap darah orang-orang barbar dengan pinjaman: Bagi dia yang tidak bisa dengan mudah dikalahkan dalam perang, kau bisa dengan cepat melakukan balas dendam dengan ratusan [dengan kata lain satu persentase]. Di mana ada hak untuk perang, maka di sana juga ada hak untuk menjalankan riba. Saat Attila dan Bleda kembali ke wilayah mereka masingmasing, mereka memiliki apa yang mereka inginkan untuk jangka pendek emas, masa tenang; tetapi perdamaian tidak mewujudkan ketertarikan jangka panjang mereka. Mereka membutuhkan perang, dan kejadian-kejadian yang sama di tempat lain yang segera akan memberi mereka kesempatan.
Selama dekade ini, malapetaka sayup-sayup terdengar di beberapa daerah perbatasan kedua wilayah Romawi. Aetius melancarkan serangan di Gaul, menumpas pasukan Frank pada 432, kemudian Bacaudae (435-437), kelompok perusuh tidak dikenal yang bertarung secara gerilya dari pangkalan mereka di hutan, dan akhirnya orang-orang Goth, yang hampir menguasai daerah Narbonne pada 437. Pada 439 Kartago sendiri, ibu kota lama dari
163 wilayah Afrika Utara, jatuh ke tangan pimpinan Vandal, Gaiseric. Setelah 40 tahun berkelana melintasi Rhine, menyeberangi Perancis dan Spanyol, mengarungi Selat Gibraltar suku Vandal sudah merampas wilayah yang saat ini adalah Libya hanya dalam empat belas tahun sebelumnya. Kartago, dengan terowongan air, kuil, dan teater (salah satunya bernama Odeon, menjadi tempat pelaksanaan pertunjukan seni), diratakan dengan tanah. Para penyerbu menemukan tanah air baru mereka, yang cukup subur ketimbang sebatas wilayah sempit yang terletak persis antara Sahara dan Mediterania, dan dengan cepat mempelajari keahlian baru: membuat kapal. Kartago memang sengaja ditempatkan untuk mendominasi terusan sepanjang 200 kilometer yang membagi Afrika dari Sisilia, dan menjadi basis pembajakan, dan kemudian basis angkatan laut. Pada 440 Gaiseric mempersiapkan armada untuk melakukan invasi, mendarat di Sisilia, melakukan serangkaian pengrusakan, dan melintasi daratan Italia, bermaksud agar tidak seorang pun tahu apa yang terjadi. Dari Timur, Theodosius II mengirim satu pasukan untuk membantu memukul mundur pasukan penyerbu, tetapi ia terlalu terlambat: pasukan Vandal sudah mengarah pulang dengan harta rampasan sebelum pasukan timur tiba.
Attila dan Bleda memanfaatkan masa-masa menyedih - kan ini. Di barat mereka memiliki kesempatan sangat baik untuk melakukan perampasan, berkat persekutuan mereka dengan Aetius, yang membutuhkan mereka untuk mendukung serangannya melawan orang-orang barbar yang sulit dikendalikan di dalam wilayah Gaul. Di sanalah pasukan Hun membantu melawan pasukan Frank dan Bacaudae, serta pasukan Burgundi/Nibelung. Burgundi/Nibelung adalah suku yang sudah menyeberangi
164 Rhine hampir secara massal 30 tahun yang lalu, me - ninggalkan sisa-sisa yang berhasil melawan serangan pasukan Hun. Mereka telah menetap, dengan persetujuan Romawi yang enggan dengan keberadaan mereka, di per tengahan Sungai Rhine yang membelah wilayah Roma, mengambil alih beberapa kota, dengan menjadikan Worms sebagai ibu kota mereka. Di bawah pimpinan raja mereka yang bernama Gundahar, dalam sejarah dan legenda lebih dikenal dengan nama Gunther, mereka tetap menjadi gerombolan yang meresahkan, berusaha menguasai lebih banyak wilayah. Satu invasi di wilayah barat melalui Ardennes pada 435 menarik perhatian Aetius dan para prajurit upahannya yang berasal dari suku Hun, yang memiliki satu alasan sendiri untuk menetap setelah kekalahan mereka beberapa tahun yang lalu. Hasilnya sangat mengerikan, meski tidak ada detail tentang serangan ini yang selamat. Ribuan pasukan Burgundi tewas (meski mungkin jumlahnya bukan 20.000 yang disebutkan dalam sebuah sumber), Gunther ada di antara mereka, dalam satu pembantaian yang akan di - ubah menjadi cerita rakyat, khususnya dalam epik zaman pertengahan yang termasyhur berjudul Nibelungenlied dan dalam karya Wagner yang lebih mutakhir dalam siklus Ring of Nibelung. Selama itu, ingatan penduduk mengasumsikan bahwa Attila sendiri berada di balik kehancuran kaum Burgundi. Hal itu tidaklah cocok. Attila sibuk mengurusi masalah di wilayahnya. Namun ada satu kebenaran mendasar terhadap legenda ini, karena pembantaian tidak akan ada tanpa adanya perjanjian antara Aetius dan pasukan Hun. Sekarang mereka mendapatkan hadiah: balas dendam dan harta rampasan. Beberapa orang Burgundi yang selamat dikejar ke barat dan selatan, nama mereka melekat di wilayah
165 sekitar Lyon dan perkebunan anggur lama setelah suku itu sendiri dan kerajaan sesudahnya, musnah.
A TTILA DAN B LEDA menginginkan lebih, jika bukan dari orang-orang barbar lainnya, maka dari kekaisaran wilayah timur. Mereka sudah menyiapkan dalih. Upeti tidak dibayarkan. Para pengungsi yang melarikan diri me - nyeberangi Sungai Danube tidak dikembalikan. Dan untuk menutup semua itu, Uskup dari Margus mengirim orang-orang menyeberangi sungai untuk menjarah makammakam raja. (Priscus berkata itu adalah makam orangorang Hun, tetapi suku Hun tidak membuat makam; dan itu pastilah kurgan kuno, yang selalu dijarah seolaholah merupakan gunung-gunung kecil untuk ditambang semaunya.) Datanglah perintah bahwa uskup itu harus diserahkan, atau akan terjadi perang.
Tidak ada uskup yang diserahkan, maka Attila dan Bleda pun melancarkan aksi mereka. Sekitar tahun 440, di pameran perdagangan di Constantia, pasukan Hun langsung menyerang pedagang dan prajurit Romawi lalu membantai mereka. Kemudian, melintasi Sungai Danube, satu pasukan Hun menyerang Viminacium, tetangga dekat Margus di bagian timur, memberikan nasib mengerikan pada kota ini. Tidak seorang pun mencatat mengapa kota ini begitu mudah diserang, tetapi penduduk kota ini tahu apa yang harus mereka lakukan dan me - miliki kesempatan untuk mengubur harta benda mereka, lebih dari 100.000 koin ditemukan oleh para arkeolog pada 1930-an. Mereka yang selamat kemudian ditangkap, di antara mereka ada seorang pedagang yang tidak diketahui namanya yang akan kita temui lagi dalam situasi yang agak berbeda dan lebih baik. Kota ini lalu
166 diluluhlantakkan, dan tidak dibangun kembali selama satu abad. Sekarang kota ini menjadi desa Kostolac.
Kemudian Hun beralih ke Margus. Uskup penjarah makam itu, ketakutan bahwa ia akan diserahkan oleh penduduknya sendiri untuk memastikan keselamatan mereka, melarikan diri ke luar kota, menyeberangi Sungai Danube, dan berkata kepada orang-orang Hun bahwa ia akan berusaha agar gerbang kotanya dibukakan untuk mereka jika mereka berjanji memperlakukannya dengan baik. Janji pun dibuat, dan mereka berjabat tangan. Saat malam pasukan Hun berkumpul di tepi Sungai Danube, sementara itu, entah bagaimana uskup itu membujuk mereka yang sedang berjaga membukakan gerbang untuknya. Tepat di belakangnya adalah pasukan Hun, dan kota Margus pun ditaklukkan dan dibakar. Kota ini tidak pernah dibangun kembali.
Apa yang terjadi kemudian, tidak jelas. Sumbersumber dan interpretasi yang berbeda-berbeda begitu dramatis sehingga tidak seorang pun yakin apakah ada satu perang atau dua, atau berapa lama berlangsungnya, atau berapa lama mereka bertahan, perkiraan bervariasi dari dua hingga lima tahun. Dua atau tiga tahun sepertinya sangat cocok. Semuanya kacau balau, bersamaan dengan pasukan Vandal yang menyerang Sisilia dan pasukan timur dikirim untuk membantu kekaisaran Barat. Banyak terjadi kehancuran di dalam wilayah Beograd. Biar bagaimana pun, sekarang Hun menguasai wilayah Margus dan kota di sebelahnya, Constantia, yang terletak di pinggir utara Sungai Danube, dan bisa mendominasi lembah Morava, yang menjadi jalan utama menuju Thrace. Dua kota lainnya dikuasai, Singidunum (Beograd) dan Sirmium (sekarang menjadi desa Sremska Mitrovica, 60 kilometer sebelah barat Sungai Sava), di mana uskup
167 itu menyerahkan beberapa mangkuk emas yang beberapa tahun kemudian akan menjadi penyebab perselisihan sengit.
Kemudian tampaknya ada sesuatu yang menghentikan pasukan Hun dalam perjalanan mereka mungkin masalah di negeri mereka sendiri, atau Theodosius dengan cepat menawarkan emas. Attila dan Bleda menarik pasukan mereka keluar, meninggalkan perbatasan Pannonia dan Moesia dalam reruntuhan kebakaran. Ada perjanjian damai lagi, yang disetujui oleh Anatolius, komandan kepala pasukan kekaisaran timur dan merupakan teman kaisar.
Mungkin ini merupakan bagian dari perdamaian yang diperbarui sehingga Hun mengambil barang rampasan lain: seorang cebol berkulit hitam dari Libya yang me - nambahkan elemen ganjil pada cerita kita. Zercon sudah menjadi satu legenda hidup. Kehadirannya di wilayah Hun adalah berkat salah satu jenderal besar Romawi, Aspar, yang memegang komando di perbatasan Sungai Danube selama beberapa tahun hingga 431, saat ia dikirim ke Afrika Utara dalam satu upaya sia-sia untuk menumpas pasukan Vandal. Aspar-lah yang menangkap Zercon dan membawanya kembali ke Thrace. Di sini ia ditangkap oleh Hun atau mungkin diserahkan oleh Aspar. Penampilan Zercon tidak menarik. Kakinya pincang dan cacar, hidungnya datar hingga terlihat seperti sama sekali tidak berhidung, hanya terlihat ada dua lubang, dan bicaranya gagap dan cadel. Ia memiliki kepandaian untuk mengubah kekurangan yang ia miliki ini menjadi aset, dan menjadi pelawak terkenal di istana, dengan spesialisasi parodi Latin dan Hun. Attila tidak tahan dengan kehadirannya, maka Zercon menjadi milik abangnya. Bleda menganggap Zercon periang cara dia
168 berjalan! Kecadelannya! Bicaranya yang gagap! dan memperlakukannya seperti monster kesayangan, memberinya setelan baju besi dan membawanya dalam penyerangan. Meskipun demikian, Zercon tidak sepenuhnya menghargai selera humor Bleda yang sadis, dan melarikan diri dengan beberapa tahanan Romawi. Bleda murka sehingga ia memerintahkan pasukan yang mengejar untuk mengabaikan tawanan yang melarikan diri, kecuali Zercon, dan membawanya kembali dalam keadaan terikat. Pengejaran pun berhasil. Di depan Zercon, Bleda bertanya mengapa ia melarikan diri dari majikan yang baik seperti dirinya. Zercon, dengan mengerikan berbicara dengan campuran bahasa Latin dan bahasa Hun yang baru dipelajarinya, meminta maaf sedalam-dalamnya, tetapi memprotes agar majikannya harus paham bahwa ada alasan baik dari aksi melarikan diri yang ia lakukan: ia tidak diberi istri. Mendengar hal ini, Bleda tertawa terpingkal-pingkal, dan memberinya seorang gadis malang yang pernah menjadi pelayan istri tuanya. Zercon akan muncul lagi, dan sejarahnya akan berlanjut kemudian.
Tengkorak Maut 26 Pendekar Naga Putih 12 Kelabang Hitam Kemelut Kadipaten Bumiraksa 2

Cari Blog Ini