Ceritasilat Novel Online

The Phantom Of Opera 4

The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux Bagian 4


Tetapi siapakah yang berada di balik semua i ni dan mengontrolnya" ltu yang jadi pertanyaan.
"Kau tak pernah bertemu dengannya, lalu ia berbicara kepadamu dan kau percaya semua yang ia katakan?" tanya Moncharmin.
"Ya. Pertama-tama, ia telah menjadikan Meg pemimpin barisan penari. Saya berkata kepada hantu itu, 'Jika ia akan menjadi ratu pada tahun 1885, maka tak banyak waktu tersisa. la harus segera menjadi pemimpin barisan.' la berkata, 'Anggaplah itu sudah terjadi.' Dan ia hanya perlu mengucapkan satu kata kepada M. Poligny dan terjadilah demikian."
"Jadi kau melihat M. Poligny bertemu dengannya!" "Tidak, seperti yang saya alami, ia mendengar hantu itu. Hantu itu membisikkan satu kata ke telinganya, Anda tahu kan, di malam ketika ia meninggalkan Boks Balkon nomor Lima dengan tampang begitu pucat."
Moncharmin menghela napas. "Bisnis macam apa ini!" erangnya.
"Ah!" kata Madame Giry. "Saya selalu berpikir bahwa ada rahasia-rahasia di antara hantu itu dan M. Poligny. Apa pun yang diminta hantu itu kepada M. Poligny selalu dikabulkan. M. Poligny tak dapat menolaknya." "Kaudengar, Richard" Poligny tak dapat menolaknya." "Ya, ya, aku dengar itu!" kata Richard. "M. Poligny berteman dengan si hantu, dan Madame Giry berteman dengan M. Poligny, kan" Tetapi aku tak peduli soal M. Poligny," tambahnya. "Satu-satunya orang yang nasibnya kupedu adalah Madame Giry. Ma Giry, kau tahu apa isi amplop ini?"
"Tentu saja tidak," jawabnya. "Well, lihatlah."
Dengan pandangan malas ia melihat ke dalam amplop itu, tetapi matanya berubah berbinar-binar dalam sekejap. "Uang dalam pecahan ribuan franc!" serunya. "Ya, Madame Giry, uang dalam pecahan ribuan franc! Dan kau sudah tahu itu!"
"Saya, Tuan" Saya" Saya bersumpah . . . "
"Jangan bersumpah, Madame Giry! Dan sekarang aku akan memberitahumu alasan kedua aku memanggilmu. Madame Giry, aku akan meminta kau ditahan."
Dua bulu hitam yang biasanya bergoyang-goyang santai di atas topi kusam itu kini bergerak dengan tegas dan cepat, sementara topi itu bergerak-gerak mengancam di atas sanggul berantakan milik perempuan itu. Rasa terkejut, t a, serta protes diungkapkan lebih lanjut oleh ibu Meg mungil ini melalui gerakan berlebihan yang menunjukkan betapa ia tersinggung. la melakukan semua itu dengan jarak yang t at dekat dengan wajah M. Richard sehingga laki-lak i itu harus memundurkan kursinya.
"Memin di n!" Tiga gigi yang tersisa di mulut perempuan itu seakanakan ikut terlontar ke wajah Richard saat kata-kata itu diucapkan.
Richard bersikap kesatria. Ia bergeming. Telunjuk lakilaki itu seakan menuding penuh tuduhan kepada penjaga Boks Balkon nomor Lima itu di hadapan para hakim tak kasatmata.
"Aku akan memintamu ditahan, Madame Giry, sebagai seorang pencuri!"
"Katakan sekali lagi!"
Lalu, tanpa sempat dicegah oleh M r . Manajer Monch , Madame Giry telah melayangkan tinju ke arah telinga Mr. Manajer Richard dengan sekuat tenaga. Tetapi bukan tangan keriput perempuan tua yang murka itu yang mendarat di telinga sang manajer, melainkan amplop itu, amplop penyebab segala kekacauan ini. Arnplop ajaib itu tiba-tiba terbuka bersamaan dengan tinju itu dan menghamburkan uang-uang kertas itu ke segala penjuru seperti kupu-kupu raksasa yang terbang.
Kedua manajer itu berteriak dan satu pikiran yang sama membuat mereka berlutut, lalu bagai keset memungut dan memeriksa kertas-kertas berharga itu.
"Apa uangnya masih uang asli, Moncharmin?" "Apa uangnya masih uang asli, Richard?" "Ya, masih asli!"
Di atas kedua orang itu, tiga gigi Giry bergemeletuk marah dengan ributnya. Namun yang terdengar dengan jelas adalah bagian yang diucapkan berulang ini: "Saya, seorang pencuri" Saya, pencuri" Saya?" Amarahnya membuatnya terbata-bata. Ia berteriak, "Saya tak pemah dituduh seperti itu!"
Lalu, tiba-tiba, ia kembali melesat ke arah Richard. "Padahal," teriak perempuan itu, "Anda, M. Richard, mestinya lebih tahu ke mana perginya dua puluh ribu franc itu dibandingkan saya!"
"Aku?" tanya Richard keheranan. "Bagaimana mungkin?"
Moncharmin yang terlihat tidak puas mendengar hal itu, langsung m ta perempuan itu menjelaskan kata-katanya.
"Apa artinya, Madame Giry?" tanyanya. "Dan mengapa kaubilang Richard mestinya lebih tahu ke mana perginya dua puluh ribu franc itu daripada kau?"
Merasa wajahnya memerah karena ditatap sedemikian rupa oleh Moncharmin, Richard menangkap pergelangan tangan Mme. Giry dan mengguncang-guncangnya. Dengan suara teramat keras bagai guntur ia berteriak marah, "Mengapa aku mestinya lebih tahu daripada kau ke mana perginya dua puluh ribu franc itu" Mengapa" Jawab aku!"
"Karena uang itu masuk ke kantong Anda!" jawab perempuan tua itu sambil memandangi Richard seperti melihat jelmaan iblis.
Seandainya Monc tak memegangi tangan Richard, laki-laki itu pasti sudah menampar Madame Giry. Buruburu Monc a dengan lebih sopan, "Bagaimana kau bisa mencurigai rekananku, M. Richard, memasukkan dua puluh ribu franc itu ke dalam kantongnya?"
"Saya tak pemah bilang mencurigai," tukas Mame Giry, "sebab saya sendirilah yang memasukkan dua puluh ribu franc itu ke dalam kantong M. Richard." Lalu ia menambahkan dengan suara pelan, "Terbongkar sudah! Semoga hantu itu mengampuniku."
Richard mulai berteriak-teriak marah lagi, tetapi Moncharmin dengan tegas memerintahkannya supaya diam.
"Serahkan ini padaku! Biarkan perempuan ini menjelaskan. Biarkan aku menanyainya." Lalu ia menambahkan, "Betapa mengherankan reaksi yang kaupilih! Kita sudah nyaris men p seluruh misteri ini. Dan kau begitu marah! Sikapmu itu tidak benar . . . Aku merasa s g atas semua ini."
Seperti seorang Mame Giry mendongak, wajahnya berseri, penuh keyakinan atas ketidakbersalahannya.
"Anda memberitahu saya bahwa ada dua puluh ribu franc di dalam amplop yang saya masukkan ke dalam kantong M. Richard. Tetapi saya katakan sekali lagi kepada Anda, saya tidak tahu apa-apa soal itu. Begitu juga dengan M. Richard!"
"Aha!" kata Richard, mendadak menunjukkan sikap angkuh yang tak disukai Monch . "Aku juga tidak tahu a pa-a pa! Kau memasukkan dua puluh ribu franc di dalam kantongku dan aku juga tak tahu apa-apa! Aku sangat senang mendengarnya, Madame Giry!"
"Ya," perempuan tua itu menyetujui, "ya, itu benar. Tak seorang pun dari kita berdua mengetahui apa pun. Tapi Anda, Anda pasti tahu pada a ya!"
Seandainya Moncharmin t idak ada di sana, Richard pasti sudah menelan Mame Giry hidup-hidup! Tetapi Moncharmin melindungi perempuan itu. Ia melanjutkan pertanyaannya, "Amplop seperti apa yang kaumasukkan ke dalam kantong M. Richard" Bukan yang kami berikan padamu" Yang kaubawa ke Boks Balkon nomor Lima di depan mata kami semua" Padahal amplop itulah yang berisi dua puluh ribu franc."
"Maafkan saya. Amplop yang diberikan oleh M. le directeur adalah amplop yang saya selipkan ke dalam kantong M. le directeur," jelas Mame Giry. "Amplop yang saya bawa ke boks balkon si hantu adalah amplop lain yang sama persis, yang di kepada saya oleh si hantu dan yang saya sembunyikan di balik lengan baju saya."
Sambil berkata demikian, Mame Giry mengeluarkan dari balik lengan bajunya sebuah amplop dengan tulisan alamat serupa, berisikan dua puluh ribu franc. Kedua manajer mengambil amplop itu darinya. Mereka memeriksa dan mendapati amplop itu disegel dengan segel manajerial milik mereka. Lalu mereka membukanya. Amplop itu berisi dua puluh lembar uang kertas Bank of St. Farce, persis seperti yang membuat mereka terkaget-kaget bulan lalu. "Gampang sekali!" kata Richard.
"Gampang sekali!" ulang Moncharmin. Lalu i a melanjutkan bertanya sambil menatap Mame Giry lekat-lekat, seakan mencoba menghipno t isnya.
"Jadi hantu itu yang memberimu amplop ini dan menyuruhmu mengganti amplop yang kami berikan dengan amplop itu" Dan hantu itulah yang menyuruhmu memasukkan amplop yang se ke dalam kantong M. Richard?" "Ya, hantu itu."
"Kalau begitu, apa kau keberatan menunjukkan sedikit bakatmu itu" lni amplopnya. Lakukan seolah kami tidak tahu apa-apa."
"Tentu saja, Tuan-Tuan."
Mame Giry mengambil amplop berisi dua puluh lembar
uang kertas itu dan beranjak ke pintu. Ia sudah nyaris kel uar ketika dua manajer itu buru-buru mencegahnya, "Oh, tidak! Tidak! Kami tidak mau dibodohi untuk kedua kalinya! Sekali sudah cukup, dua kali itu keterlaluan!"
"Maaf, Tuan-Tuan," kata perempuan tua itu dengan nada m ta pengertian, "Anda memberitahu saya untuk melakukannya seolah-olah Anda tidak tahu apa-apa . . . . Well, kalau Anda tidak tahu apa-apa, saya seharusnya bisa pergi membawa amplop Anda!"
"Lalu bagai kau akan menyelipkannya ke dalam kantongku?" bantah Richard. Moncharmin memandangi Richard dengan mata kirinya sementara mata kanannya mengawasi Mam e Giry: tindakan yang kemungkinan akan membuat indra penglihatannya terganggu, tetapi Moncharmin rela melakukan apa saja untuk mengungkap kebenarannya.
"Saya akan menyelipkannya ke dalam kantong Anda ketika Anda lengah, Tuan. Anda tahu bahwa saya selalu pergi ke belakang panggung pada malam hari dan saya sering pergi bersama anak perempuan saya ke lobi balet, tindakan yang sah-sah saja saya lakukan selaku ibunya. Saya membawakan sepatunya ketika bagian balet akan dimulai... malahan, saya bisa datang dan pergi sesuka saya. Para pelanggan juga datang dan pergi. Begitu juga dengan Anda, Tuan ... Ada banyak sekali orang di sana ... Saya hanya perlu lewat di belakang Anda dan menyelipkan amplop itu ke dalam kantong di bagian ekor jas Anda ... Tidak ada trik apa-apa!"
"Tidak ada trik!" teriak Richard sambil memutar bola
matanya. "Tidak ada trik! Tampaknya aku baru saja menangkap basah kebohonganmu, dasar nenek sihir!"
Mame Giry langsung tersinggung. Tiga giginya tampak tersembul.
"Dan kalau boleh saya tahu, apa alasannya?" "Karena malam itu aku sibuk mengawasi Boks Balkon nomor Lima dan amplop palsu yang kauletakkan di sana. Sedetik pun aku t idak pergi ke lobi balet."
"Tidak, Tuan, saya tidak me amplop itu kepada Anda malam itu, mel pada pertunjukan berikutnya . . . pada malam ketika atase bidang kesenian . . . "
Mendengar kata-kata ini, Richard tiba-tiba memotong kalimat Mame Giry, "Ya, itu benar, aku ingat sekarang! Atase itu pergi ke g panggung. la ariku. Karena itu aku turun sebentar ke lobi balet. Aku sedang berada di tangga lobi .... Sang atase dan sekretaris utamanya berada di lobi . . . . Aku t iba-tiba berbalik . . . kau lewat di belakangku, Madame Giry.... Kau sepertinya sedikit mendorongku . . . . Oh, aku masih bisa mengingat kejadian itu!"
"Ya, yang itu, Tuan. Ketika Anda berbalik, aku baru saja menyelesaikan uru san kecilku. Kantong di bagian ekor jas Anda itu, Tuan, sangatlah berguna!"
Lalu Mame Giry sekali lagi mempraktikkan perkataannya. la bergerak ke belakang Richard dan dengan gerakan sedemikian gesit yang membuat Moncharmin takjub, ia menyelipkan amplop itu ke dalam kantong di salah satu ekor jas M. Richard.
"Tentu saja!" seru Richard, terlihat sedikit pucat. "Pintar sekali si H.O. Persoalan yang dihadapinya adalah bagaimana memastikan terjadinya perpindahan yang aman atas
dua puluh ribu franc itu dari pihak pe ke pihak - rima. Dan sejauh ini, ide terbaik yang dapat dipikirkannya adalah datang dan mengambil uang itu dari kantongku tanpa aku menyadarinya, sebab aku sendiri tidak tahu uang itu ada di sana. Hebat!"
"Oh, hebat memang!" Mon menyetujui. "Hanya saja kau lupa, Richard, bahwa aku menyedi a kan separuh dari dua puluh ribu franc itu dan tak ada seorang pun yang menaruh apa pun ke dalam kantongku!"
Bab17 Kernbali ke Peniti ltu KALIMAT terakhir Monch jelas-jelas menunjukkan kecurigaan pada rekannya itu, kecurigaan yang menuntut penjelasan penuh amarah. A ya mereka bersepakat bahwa Richard akan mematuhi semua permintaan Moncharmin untuk membantunya menangkap penjahat yang menjadikan mereka berdua korban.
Hal ini mengantar kita kembali pada jeda setelah Babak Taman, saat tetjadinya tindakan aneh yang mendapat perhatian Remy serta sikap tak pantas yang tak seharusnya ditunjukkan oleh para manajer itu. Richard dan Moncharmin telah mengatur bahwa pertama, Richard harus mengulang secara persis semua gerakannya pada malam hilangnya dua puluh ribu franc pertama kalinya itu. Dan kedua, Moncharmin tak boleh melepaskan pengawasan barang sedetik pun pada kantong di ekor jas Richard, tempat Mame Giry memasukkan dua puluh ribu franc terse but.
Richard mengambil posisi tepat di tempat i a berdiri saat membungkuk memberi hormat kepada atase bidang kesenian. Monchar berdiri beberapa langkah di belakangnya.
Mame Giry lewat, menyenggol Richard sedikit, dan menyingkirkan dua puluh ribu franc-nya ke dalam kantong di bagian ekor jas manajer itu lalu pergi . . . . Atau lebih tepatnya dibawa pergi. Sesuai dengan perintah Moncharmin beberapa menit sebelumnya, Mercier memba-wa wanita tua itu ke kantor si manajer akting dan menguncinya di dalam sana sehingga ia takkan mungkin bisa berkomunikasi dengan si hantu.
Sementara itu, Richard sedang membungkuk dan menghormat, serta bersusah payah berjalan mundur seakan-akan sang atase bidang kesenian yang terhormat itu berada di hadapannya. Hanya saja segala bentuk tindakan sopan santun i n i akan lebih masuk dan tak menimbulkan pertanyaan di benak orang-orang yang melihatnya jika sang atase itu benarr ada di depan Richard.
Richard memberi hormat... tidak kepada siapa-siapa, membungkuk ... di hadapan udara kosong, dan berjalan mundur . . . tanpa seorang pun ada di depannya . . . . Dan, beberapa langkah di belakangnya, Monchar melakukan hal yang sama, ditambah dengan mengusir Remy dan memohon supaya M. de La Borderie, sang duta besar, dan sang manajer Credit Central "tidak menyentuh M. le directeur."
Moncharmin, yang sudah punya pemikirannya sendiri, tidak mau Richard datang kepadanya dengan dua puluh ribu franc yang sudah lenyap dan berkata, "Mungkin duta besar itu yang mengambilnya. . . atau si manajer Credit Central. . . atau Remy."
Rasa penasaran mereka se memuncak sebab, sama seperti pengakuan Richard tentang peristiwa bulan lalu, Richard tak bertemu dengan siapa-siapa di bagian gedung teater itu setelah Mame Giry menyenggolnya.
Jika pada awalnya Richard berjalan mundur demi memberi hormat dengan membungkuk, ia terus melakukannya dengan penuh kewaspadaan hingga ia mencapai jalan yang mengarah ke kantor-kantor manajemen. Selama hal itu terjadi, Richard terus-menerus diawasi oleh Monc dari belakang dan ia sendiri memperhatikan siapa pun yang mendekat ke arahnya dari depan. Sekali lagi, cara berjalan mundur baru yang diterapkan oleh para manajer National Academy of Music kita ini menarik perhatian orang-orang, tetapi kedua manajer itu hanya memikirkan soal dua puluh ribu franc mereka.
Begitu mencapai jalan yang agak gelap, Richard berkata kepada Monch dengan suara rendah, "Aku yakin tak seorang pun menyentuhku . . . . Sekarang kau se ya menjaga jarak dariku dan mengawasiku hingga aku sampai di pintu kantor. Lebih baik kita tak m bulkan kecurigaan apa pun dan bisa melihat apa pun yang terjadi."
Tetapi Moncharmin menjawab, "Tidak, Richard, t idak! Kau jalan lebih dulu, dan aku akan berjalan tepat di belakangmu! Aku tak akan pergi satu langkah pun darimu!"
"Tapi, kalau begitu," seru Richard, "mereka tak akan pernah mencuri dua puluh ribu franc kita!"
"Kuharap begitu!" tukas Moncharmin. "Kalau begitu yang kita lakukan ini absurd!" "Kita melakukan persis seperti yang kita lakukan sebelumnya . . . . Waktu itu aku bergabung denganmu saat kau
meninggalkan panggung dan mengikuti persis di belakangmu melewati jalan ini."
"Itu benar!" kata Richard sarnbil menghela napas, menggeleng dan mematuhi Moncharmin.
Dua menit kemudian, dua manajer itu sudah bergabung dan mengunci diri mereka di dalam kantor. Moncharmin sendiri yang kuncinya di dalam sakunya, "Waktu itu kita mengunci diri seperti ini," katanya, "sampai kau meninggalkan Opera untuk pulang."
"Benar. Tidak ada yang datang dan mengganggu kita, bukan?"
"Tidak ada." "Kalau begitu," ujar Richard sambil berusaha menyusun ingatannya, "kalau begitu dua puluh ribu franc itu pasti dirarnpok dariku pada perjalanan pulang dari Opera."
"Tidak," ucap Moncharmin dengan nada lebih datar dari biasanya, "tidak, itu t idak mungkin. Sebab aku mengantarmu pulang naik keretaku. Tak diragukan lagi, dua puluh ribu franc itu hilang di rumahmu."
"Tak mungkin!" protes Richard. "Aku percaya pada semua pelayanku . . . dan bila salah satu dari mereka melakukannya, dia pasti sudah menghilang setelahnya."
Moncharmin mengangkat bahu, seakan berkata ia tak ingin ahas detailnya, dan Richard mulai berpikir bahwa sikap Moncharmin sarna sekali tak menunjukkan dukungan pada dirinya.
"Moncharmin, aku sudah muak dengan semua ini!" "Terlebih lagi aku, Richard!"
"Kau berani mencurigaiku?"
"Ya, atas lelucon bodoh yang mungkin kaumainkan."
"Tak seorang pun akan bercanda dengan dua puluh ribu franc."
"Aku pikir juga begitu," ujar Moncharrnin sarnbil membuka koran dan berlagak mengamati tulisan yang dimuat di sana.
"Kau sedang apa?" tanya Richard. "Apa kau mau membaca koran sekarang?"
"Ya, Richard, sarnpai saatnya aku mengantarmu pulang nanti."
"Seperti waktu itu?" "Ya, seperti waktu itu."
Richard merampas koran itu dari tangan Moncharmin. Moncharmin berdiri kesal, namun ia rnendapati Richard melipat tangannya di depan dada dengan wajah lelah dan berkata, "Begini, aku sedang berpikir tentang apa yang mungkin kupikirkan kalau, seperti waktu itu, kau rnengantarku pulang setelah menghabiskan petang hari hanya bersarnarnu, dan bila pada saat berpisah aku rnendapati dua puluh ribu franc itu telah lenyap dari kantong di ekor jasku . . . seperti waktu itu juga."
"Dan apa yang mungkin kaupikirkan itu?" tanya Moncharmin yang sudah merah padarn karena marah.
"Aku mungkin berpikir karena kau tak pernah meninggalkanku lebih dari tiga meter dan sesuai perrnintaanmu seperti waktu itu untuk menjadi satu-satunya orang yang boleh mendekat kepadaku, aku berpikir bahwa bila dua puluh ribu franc itu tidak lagi ada di dalarn kantongku, kemungkinan besar uang itu ada di dalarn kantongmu!" Moncharrni n rnarah sekali rnendengar perkataan itu. "Oh!" teriaknya. "Peniti!"
"Untuk apa kau butuh peniti?" "Untuk mengaitkanmu! Peniti! Peniti!" "Kau mau mengaitkanku menggunakan peniti?" "Ya, mengaitkanmu pada dua puluh ribu franc itu! Dengan begitu, di mana pun kejadiannya di sini, sepanjang perjal pulang, atau di ru -kau akan merasakan tarikan tangan yang mengambil uang itu, dan kau akan lihat sendiri apa itu tanganku! Kau sekarang mencurigaiku, bukan" Peniti!"
Pada waktu itulah Moncharmin membuka pintu, lalu berteriak di koridor, "Peniti! Beri aku peni t i sekarang juga!"
Dan seperti yang telah kita ketahui bersama, pada saat itu, Remy -yang tidak pun ya peniti berada di hadapan Monch sementara seorang anak laki-laki berlari memberikan ti yang begitu diid itu. Inilah yang terjadi setelahnya: pertama-tama, Moncharmin mengunci pintu kantor kembali, lalu ia berlutut di belakang Richard.
"Kuharap," katanya, "lembar-lembar uang itu masih utuh."
"Kuharap juga begitu," kata Richard.
"Yang asli?" tanya Moncharmin sambil bertekad untuk tak dibodohi lagi kali ini.
"Lihat saja sendiri," kata Richard. "Aku menolak menyentuh uang itu."
Moncharmin mengambil amplop itu dari kantong Richard dan mengeluarkan lembar-lembar uang itu dengan tangan gernetar sebab kali ini, untuk rnernudahkan pengecekan keaslian uang, ia membiarkan amplop itu terbuka dan tak disegel. Ia merasa lega setelah mengetahui uang itu masih utuh dan asli. Lalu dikembalikannya uang itu ke dalam kantong ekor jas dan dengan hati-hati mengaitkannya di sana menggunakan peniti itu. Kemudian ia duduk di belakang ekor jas d dan tak melepaskan pandangannya sama sekali dari sementara Richard bergeming duduk di belakang meja kerjanya.
"Sabar sedikit, Richard," kata Moncharmin. "Kita hanya butuh menunggu beberapa menit lagi . . . . Jam akan segera berdentang pada pukul dua belas. Waktu itu kita meninggalkan tempat ini tepat pada dentangnya yang kedua belas."
"Oh, aku akan sangat bersabar!"
Waktu berjalan lambat, berat, misterius, dan tegang. Richard mencoba tertawa.
"Semua ini akan berakhir dengan aku memercayai ke
saan si hantu," katanya. "Tidakkah kau merasakan suasana yang tak nyaman dan menegangkan di ruangan . ?""
iru. "Kau benar," kata Monch yang merasa terkesima. "Si hantu!" lanjut Richard dengan suara pelan, seakan takut terdengar oleh sepasang telinga tak kasatmata. "Si hantu! Baga kalau hantu itu juga yang menaruh amplop ajaib itu di atas meja . . . yang berbicara di Boks Balkon nomor Lima. . . yang membunuh Joseph Buquet . . . yang menjatuhkan lampu gantung itu... dan yang merampok kita! Sebab, lihatlah, bagaimanapun juga, tidak ada orang lain di ruangan ini selain kau dan aku. Dan bila uang itu menghilang tanpa keterlibatan salah satu dari kita, well, kita mau tidak mau harus percaya padanya ... pada hantu itu."
Tepat saat itu, jam di atas perapian berbunyi klik, lalu memperdengarkan dentang pertarna dari dua belas dentangnya.
Kedua manajer itu bergidik. Keringat mengalir di dahi mereka. Dentang kedua belas terdengar ganjil di telinga keduanya.
Ketika jam itu berhenti berdentang, mereka menghela napas lega dan bangkit dari kursi.
"Kupikir kita bisa pergi sekarang," kata Moncharrnin. "Kurasa begitu," Richard menyetujui.
"Sebelum kita pergi, apa kau keberatan kalau aku melihat ke dalam kantongmu?"
"Sama sekali tidak, Monchar, malah kau hilrus melakukannya .. . Bagaimana?" tanyanya sembari Moncharrni n meraba isi kantong itu.
"Well, aku bisa merasakan penitinya."
"Tentu saja, seperti katarnu, kita tak mungkin dirarnpok tanpa menyadarinya."
Tetapi dengan tangan masih meraba-raba Moncharrni n lalu berteriak, "Aku bisa merasakan penitinya, tapi aku tak bisa merasakan uangnya!"
"A yolah, jangan bercanda, Mo rmin! Bukan waktunya untuk bercanda."
"Rasakanlah sendiri."
Richard buru-buru melepas jaketnya. Kedua manajer itu membalikkan kantongnya. Kantong itu kosong. Dan yang aneh adalah, peniti itu tetap di sana, tak berpindah dari tempatnya.
Richard dan Monchar berubah pucat. Tak ada lagi yang bisa meragukan sihir yang terlibat dalam kejadian ini.
"Si hantu!" ujar Moncharmin pelan.
Tetapi Richard tiba-tiba melompat ke arah rekannya. "Tak ada orang lain yang menyentuh kantongku kecuali kau! Kembalikan dua puluh ribu . franc-ku! Kembalikan dua puluh ribu franc milikku!"
"Demi jiwaku," desah Moncharmin yang sudah nyaris pingsan, "demi jiwaku aku bersumpah tak mengambilnya!"
Lalu tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Otomatis Moncharmin membuka pintu itu. Tanpa terlalu menyadari bahwa itu Mercier, manajer bisnisnya, Moncharmin berbicara sebentar dengannya tanpa r-benar menyadari apa yang dikatakannya, dan dengan satu gerakan tak sadar ia meletakkan peniti yang tak lagi berguna itu ke genggaman bawahannya yang kebingungan itu . . . .
Bab 18 Sang Komisaris, Viscount, dan Orang Persia
YANG diucapkan komisaris polisi itu begitu memasuki kantor kedua manajer adalah pertanyaan tentang sang primadona yang menghilang.
"Apa Christine Daae ada di sini?"
"Christine Daae di sini?" ulang Richard. "Tidak. Kenapa?"
Sementara itu Moncharmin sudah tak punya tenaga untuk berkata apa-apa lagi.
Melihat sang komisaris dan keru orang yang ikut masuk itu terdiam, Richard mengulang pertanyaannya.
"Mengapa Anda bertanya apa Christine Daae ada di sini, M. le commissaire?"
"Karena ia harus ditemukan," ujar komisaris polisi itu dengan tenang.
"Apa maksud Anda ia harus ditemukan" Apa dia menghilang?"
"Di tengah-tengah pertunjukan!"
"Di tengah-tengah pertunjukan" ltu tidak wajar!" "O ya" Dan yang nyaris sama tak wajarnya adalah Anda baru mengetahuinya dari saya!"
"Ya," kata Richard sambil memegangi kepalanya. Kemudian ia berkata pelan, "Masalah baru apa lagi ini" Oh, ini sudah cukup untuk membuat seseorang mengajukan surat pengunduran dirinya!"
Lalu, tanpa sepenuhnya sadar atas tind ny a , ia mencabut beberapa helai kumisnya.
"Jadi i a . . . ia menghilang di tengah-tengah pertunjukan?" ulangnya.
"Ya, ia dibawa pergi di tengah-tengah Babak Penjara, tepat pada saat ia memohon pertolongan para malaikat. Tetapi saya tak yakin ia dibawa pergi oleh malaikat." "Tetapi saya yakin!"
Semua orang menoleh, mencari-cari sumber suara. Seorang muda yang tampak pucat serta gemetar penuh emosi mengulangi kata-katanya, "Saya yakin itu!" "Yakin apa?"
"Bahwa Christine Daae dibawa pergi oleh malaikat, M. le commissaire, dan saya bisa memberitahu Anda nama malaikat itu."
"Aha, M. le Vicomte de Chagny! Jadi Anda berkeras bahwa Christine Daae dibawa pergi oleh at: malaikat Opera ini, bukankah begitu?"
"Ya, Monsieur, oleh malaikat Opera ini; dan saya akan memberitahu Anda tempat ia tinggal... secara pribadi
. " saJa. "Tentu saja, Monsieur."
Lalu komisaris polisi itu mempersilakan Raoul duduk dan meminta orang-orang di ruangan itu, kecuali kedua manajer, untuk keluar.
Kemudian Raoul berbicara:
"M. le commissaire, malaikat itu bernama Erik, ia tinggal di Opera ini dan ia adalah sang Malaikat Musik!"
"Sang Malaikat Musik! Begitu rupanya! Benar-benar mengherankan . . Sang Malaikat Musik!" Lalu, sambil berpaling kepada kedua manajer, Mifroid bertanya, "Apa Anda memiliki Malaikat Musik di gedung ini, Tuan-Tuan?" Richard dan Moncharmin menggeleng tanpa bersuara. "Oh," kata sang viscount, "Tuan-Tuan itu pernah mendengar soal si hantu Opera. Well, saya bisa menyatakan bahwa si hantu Opera dan sang Malaikat Musik adalah orang yang sama; dan nama sebenamya adalah Erik."
Mifroid bangkit dan mengamati Raoul dengan saksama.
"Maafkan saya, Monsieur, tapi apa Anda bermaksud mempermainkan hukum" Dan bila tidak, apa artinya semua omongan soal hantu Opera ini?"
"Saya katakan bahwa Tuan-Tuan ini pemah mendengar tentangnya."
"Tuan-Tuan, sepertinya Anda mengenal si hantu Opera . ?""
lnt. Richard berdiri sambil tetap memegang helai-helai kumis di tangannya.
"Tidak, Tuan Komisaris, tidak, k tidak meng a. Tetapi kami berharap sebaliknya, sebab malam ini ia merampok dua puluh ribu franc dari kami!"
Lalu Richard memandangi Moncharmin dengan sedemikian rupa, seakan ingin berkata, "Kembalikan dua puluh ribu franc itu kepadaku atau aku akan membeberkan semuanya."
Moncharmin mengerti arti pandangan itu, sebab kemudian dengan jengkel ia berkata, "Oh, beberkan saja - nya, tak usah menunda-nunda lagi!"
Sedangkan Mifroid memandangi kedua manajer itu serta Raoul berganti-gantian sambil berpikir apakah ia tanpa sengaja telah memasuki rumah sakit jiwa. la menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Hantu," katanya, "yang pada malam yang sama membawa lari seorang penyanyi opera dan mencuri dua puluh ribu franc pastilah hantu yang sangat sibuk. Jika Anda semua tak keberatan, kita akan menyelidiki hal ini secara berurutan. Kita akan bahas si penyanyi itu lebih dulu, setelah itu barulah soal dua puluh ribu franc itu. Mari, M. de Chagny, kita mencoba bicara serius di sini. Anda percaya bahwa Mlle. Christine Daae telah dibawa lari oleh seseorang bem ama Erik. Ap Anda mengenal orang ini" Apa Anda pernah melihatnya?"
"Ya." "Di mana ?" "Di halaman gereja."
Mifroid terkejut, lalu kembali mengamati Raoul dengan saksama dan berkata, "Tentu saja! Itu tempat biasanya para hantu berkeliaran! Dan apakah yang Anda lakukan di halaman gereja itu?"
"Monsieur," kata Raoul, "saya bisa memahami jawabanjawaban saya pastilah terdengar absurd bagi Anda. Tetapi saya mohon Anda percaya bahwa saya sepenuhnya sadar dan waras. Seseorang yang benar-benar saya sayangi di dunia ini sedang terancam keselamatannya. Saya i ngin membuat Anda percaya dengan kata-kata sesedikit mungkin sebab kita tak punya banyak waktu, setiap menit yang berlalu sangatlah berharga. Namun sayangnya, bila saya tidak menceritakan k isah yang begitu ganjil ini dari awal, Anda tak akan memercayai saya. Saya akan memberitahu Anda semua yang saya ketahui tentang si hantu Opera ini, Tuan Komisaris. Meskipun saya tidak tahu terlalu banyak. .. "
"Tidak apa, teruskan, teruskan!" seru Richard dan Monch yang tiba-tiba terlihat begitu tertarik.
Sayangnya, meskipun mereka begitu berharap untuk segera mendapat berbagai detail yang akan menuntun mereka melacak penipu ini, tak lama setelah ini mereka seakan dipaksa menerima kenyataan bahwa Raoul de Chagny sudah sinting. Semua cerita tentang Perros-Guirec, kepala tengkorak, serta biola yang memukau hanyalah mungkin terlahir dari pikiran kacau seorang pemuda yang dimabuk cinta. Mr. Commissary Mifroid jelas-jelas juga memiliki pendapat serupa. Dan seandainya tak ada kejadian yang tiba-tiba menginterupsi pembicaraan mereka, dapat dipastikan komisaris itu sendiri akan memotong cerita tak masuk akal itu.
Pintu terbuka dan uklah laki-laki yang dengan ganjilnya mengenakan mantel jas yang begitu besar serta topi tinggi yang lusuh namun mengilap, yang menutupi hingga telinganya. Ia menghampiri sang komisaris lalu membisikkan sesuatu kepadanya. Pas t ilah ia detektif yang datang menyampaikan suatu kabar teramat penting. Selama hal itu tetjadi, Mifroid tak melepaskan pandangannya sekali pun dari Raoul. Akhirnya ia berkata kepada Raoul, "Monsieur, kita sudah cukup berbicara tentang si hantu. Sekarang, kalau Anda tidak keberatan, kita akan bicara tentang Anda. Anda tadinya akan membawa pergi Christine Daae malam ini?"
"Ya, M. le commissaire." "Setelah pementasan usai?" "Ya, M. le commissaire."
"Segala persiapan untuk ini telah diatur?" "Ya, M. le commissaire."
"Kereta yang mengantar Anda ke sini akan membawa kalian berdua pergi dari sini. Kuda-kuda yang kuat sudah siap menanti untuk digunakan ... "
"Itu benar, M. le commissaire."
"Tetapi kereta Anda masih berada di luar Rotunda menunggu perintah dari Anda, bukan begitu?"
"Ya, M. le commissaire."
"Apakah Anda tahu bahwa selain kereta Anda, ada tiga kereta lain lagi di sana?"
"Saya tidak memperhatikan."
"Kereta-kereta itu milik Mlle. Sorelli yang tidak berhasil mendapat tempat di Cour de l' Administration, lalu milik Carlotta, dan satu lagi milik kakak Anda, M. le comte de Chagny .... "
. . d" " isa Ja i . . . .
"Yang dapat dipastikan adalah meskipun kereta Anda, Sorelli, serta Carlotta masih berada di sana, di samping trotoar Rotunda, kereta kuda M. le Comte de Chagny sudah tak ada."
"Itu tak ada hubungannya dengan . . . " "Maafkan saya. Buka M. le Comte menentang pernikahan Anda dengan Mlle. Daae?"
"Itu urusan pribadi keluarga kami."
"Anda baru saja menjawab pertanyaan saya: ia memang menentangnya... dan itulah mengapa Anda bermaksud membawa Christine Daae pergi jauh, supaya berada di luar jangkauan kakak Anda . . . . Well, M. de Chagny, izinkan saya memberitahu Anda bahwa kakak Anda lebih cerdik dari Anda! Dialah yang membawa pergi Christine Daae!"
"Oh, tidak mungkin!" erang Raoul sambil menaruh tangan di dada. "Apa Anda yakin?"
"Segera setelah penyanyi itu menghilang, bagaimana caranya masih akan kita selidiki, kakak Anda langsung menuju keretanya yang langsung melesat menyeberangi kota Paris."
"Menyeberangi kota Paris?" tanya si malang Raoul dengan suara serak. "Apa maksud Anda dengan menyeberangi Paris?"
"Menyeberangi Paris dan meninggalkan Paris . . . lewat jalan Brussels."
"Oh," seru pemuda itu, "aku akan mengejar mereka!" Lalu ia bergegas keluar dari kantor itu.
"Dan bawa ia kembali k i!" seru komisaris itu gembira. "Ah, itu trik yang lebih pandai daripada tipuan tentang Malaikat Musik!"
Lalu, Mifroid berpaling kepada dua orang lain yang ada di sana dan menyampaikan sedikit kuliah mengenai caracara yang dipakai polisi.
"Saya sama sekali tidak tahu apakah M. le Comte de Chagny benar-benar telah membawa pergi Christine Daae
atau tidak . . . tetapi saya ingin tahu dan saya percaya bahwa pada saat ini tak ada orang yang lebih berniat mernberitahu kita selain adiknya.... Dan sekarang ia bergerak secepat kilat untuk mengejarnya! Ia adalah pembantu utamaku! Ini, Tuan-Tuan, adalah seni yang dipakai oleh polisi, yang dipandang sebagai sesuatu yang begitu rurnit, namun begitu Anda mengerti bahwa ini hanyalah soal membiarkan orang yang tak ada hubungannya dengan kepolisian rnengerjakan tugasrnu, segalanya terlihat begitu mudah."
Tetapi Mr. Commissary Mifroid tidak akan terlalu berpuas diri seandainya ia tahu ketergesaan utusan kilatnya dihentikan bahkan ketika ia baru mencapai koridor pertama. Satu sosok tinggi menghalangi jalan Raoul.
"Mau ke mana Anda begitu terburu-buru, M. de Chagny?" tanya sebuah suara.
Dengan gusar Raoul mendongak dan rnengenali topi wol yang dilihatnya satu jam lalu. la berhenti, "Kau!" serunya dengan suara penuh emosi. "Kau orang yang tahu rahasia Erik dan tak ingin aku mernbocorkannya. Siapa kau?"
"Kau tahu siapa aku! Aku si orang Persia!"
Bab 19 Sang Viscount dan Orang Persia
SAAT itu Raoul ingat bahwa ya pemah menunjukkan kepadanya orang misterius itu. Tak ada yang tahu apa-apa tentangnya kecuali bahwa i a orang Persia dan ia tinggal di flat kuno di Rue de Rivoli.
Laki-laki berkulit gelap dan bermata hijau dengan topi wol itu membungkuk ke arah Raoul.
"Saya harap, M. de Chagny," katanya, "Anda belum membeberkan rahasia Erik?"
"Dan mengapa saya ragu-ragu membeberkan rahasia monster itu, Tuan?" jawab Raoul angkuh, mencoba menyingkirkan pengacau ini. "Mungkin ia teman Anda?"
"Saya harap Anda tidak mengatakan apa-apa tentang Erik, Tuan, sebab rahasia Erik juga rahasia stine Daae, dan membahas rahasia salah satunya berarti memb icarakan rahasia pihak lainnya!"
"Oh, Tuan," kata Raoul dengan semakin tidak sabar, "sepertinya Anda mengetahui banyak hal yang menarik bagi saya, tetapi saya tidak punya waktu untuk mendengarkan Anda!"
"Sekali lagi, M. de Chagny, hendak ke kah Anda begitu terburu-buru?"
"Anda tidak dapat menebaknya" Untuk menolong Christine Daae . . . . "
"Kalau begitu, Tuan, jangan pergi, sebab Christine Daae ada di sini!"
"Bersama Erik?" "Bersama Erik."
"Bagaimana Anda tahu?"
"Aku menonton pementasan itu dan tak ada seorang pun di dunia ini yang dapat melakukan penculikan seperti itu selain ... Oh," katanya sambil menghela napas, "aku mengenali gaya monster itu!"
"Kalau begitu Anda mengenalnya?"
Orang Persia itu tak menjawab namun sekali lagi menghela napasnya.
"Tuan," kata Raoul, "saya tidak tahu tujuan Anda, tapi apakah ada yang bisa Anda lakukan untuk menolong saya" Maksud saya untuk menolong Christine Daae."
"Saya rasa begitu, M. de Chagny, dan itulah mengapa saya berbicara dengan Anda."
"Apa yang bisa Anda lakukan?"
"Mencoba membawa Anda kepada gadis itu . . . dan kepadanya."
"Bila Anda bisa melakukan itu, Tuan, saya rela menyerahkan nyawa saya kepada Anda... Satu lagi, komisaris polisi itu mengatakan kepada saya bahwa Christine Daae dibawa lari oleh kakak saya, Count Philippe."
"Oh, M. de Chagnny, saya tak percaya barang satu kata pun."
"Itu tidak mungkin, bukan?"
"Saya tidak tahu apa hal itu rnungkin, tetapi ada begitu banyak cara untuk mernbawa lari seseorang, dan sepengetahuan saya, M. le Comte Philippe tidak pernah berurusan dengan trik sihir."
"Argumen-argumen Anda meyakinkan, Tuan, dan saya bodoh telah memercayai sebaliknya ... Mari kita bergegas! Saya akan mernatuhi Anda! Bagaimana mungkin saya tidak memercayai Anda bila Anda satu-satunya orang yang memercayai saya . . . bila Anda satu-satunya orang yang tidak tersenyum saat nama Erik di s ebut?"
Dan dengan tidak sabar pemuda itu menjabat tangan si orang Persia. Tangan itu sedingin es.
"Diam!" kata si orang Persia, lalu ia diam dan mendengarkan suara-suara di kejauhan di teater itu. "Kita tidak boleh menyebutkan nama itu di sini. Kita sebut saja 'dia' atau 'ia' sehingga lebih kecil kemungkinan kita menarik perhatiannya."
"Apa rnenurut Anda dia ada di dekat kita?" "Cukup mungkin, Tuan, dan bila ia tak di dekat kita, maka ang ia sedang berada ma korbannya di rumah di tepi danau."
"Ah, jadi Anda juga mengetahui tentang rumah itu?" "Bila ia tak ada di sana, ia mungkin di sini, di balik tembok ini, di bawah lantai ini, di atas langit-langit ini ... Mari!"
Lalu, setelah meminta Raoul meme suara langkahnya, orang Persia itu mengajak Raoul melewati jalan yang tak ah dilihatnya, bahkan ketika Christine Daae g mengajaknya berjalan-jalan di dalam labirin itu.
"Kalau saja Darius ikut!" kata si orang Persia. "Siapa Darius?"
"Darius" Pelayanku."
Kini mereka berada di tengah-tengah lapangan yang benar-benar kosong, suatu ruangan terarnat besar yang hanya diterangi satu lampu kecil. Orang Persia itu menghentikan Raoul dan dengan berbisik teramat lirih ia bertanya, "Apa yang Anda katakan kepada sang komisaris?"
"Saya berkata bahwa orang yang menculik Christine Daae adalah Malaikat Musik alias si hantu Opera, dan nama aslinya adalah . . . "
"Diam! Apakah i a memercayai Anda?" "Tidak."
"la tak menganggap penting apa yang Anda katakan?" "Tidak."
"Ia menganggap Anda sedikit gila?" " Y a."
"Begitu lebih baik!" kata orang Persia itu lega. Lalu mereka melanjutkan perjalanan. Setelah naik-turun beberapa tangga yang tak pe dilihat Raoul, kedua lakilaki itu berdiri di depan pintu yang kemudian dibuka oleh si orang Persia dengan satu kunci induk. Si orang Persia dan Raoul sama-sama menggunakan setelan resmi, hanya saja Raoul mengenakan topi tinggi, sedangkan si Persia memakai topi wol seperti yang telah kukatakan tadi. Memakai topi wol adalah pelanggaran atas aturan tentang pemakai a n topi tinggi di belakang panggung, tetapi orang asing di Prancis diizinkan melakukan itu: orang Inggris dengan topi bepergian mereka, orang Persia dengan topi wolnya.
"Tuan," kata si orang Persia, "topi tinggi Anda akan rnenghalangi gerak Anda. Lebih baik Anda rneninggalkannya di ruang ganti."
"Ruang ganti apa?" tanya Raoul. "Ruang ganti Christine Daae."
Lalu orang Persia itu rne Raoul rnasuk rnelewati pintu yang barn saja di a, dan ia rnenunju ruang ganti aktris itu yang terdapat di seberangnya.
Mereka berada di ujung jalan yang sering dilewati Raoul sebelum ia mengetuk pintu ruang ganti Christine Daae.
"Betapa baiknya Anda rnengenal gedung Opera ini, Tuan!"
"Tidak sebaik 'dia' !" jawab si Persia merendah. Kemudian ia rnendorong pernuda itu rnemasuki ruang ganti Christine yang barn saja ditingg Raoul beberapa rnenit lalu.
Setelah rnenutup pintunya, orang Persia itu rnenuju ke partisi sangat tipis yang mernis n ruang ganti itu dengan ruang besar penyirnpanan barang yang berada tepat di sebelahnya. la rnendengarkan lalu batuk dengan keras.
Terdengar suara seseorang bergerak di dalam ruang penyirnpanan itu dan beberapa detik kernudian terdengar ketukan di pintu.
"Masuk," kata si orang Persia.
Masuklah seorang laki-laki yang juga rnemakai topi wol serta mantel panjang. la rnernbungkuk hormat lalu mengeluarkan kotak penuh ukiran dari balik mantelnya, kernudian rneletakkan kotak itu di atas meja sebelum ia sekali lagi mernbungkuk dan bergerak rnenuju pintu. "Apa ada orang yang rnelihatmu rnasuk, Darius?"
"Tidak, Tuan." "Jangan biarkan ada yang melihatmu keluar." Pelayan itu mengamati jalan di balik pintu lalu dengan cekatan pergi dari sana.
Orang Persia itu membuka tutup kotak di atas meja. Ada sepasang pistol laras panjang di dalamnya.


The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Waktu Christine Daae dibawa pergi, Tuan, saya mengirim pesan kepada pelayan saya untuk membawakan pistolpistol ini. Saya sudah lama memilikinya dan pistol-pistol ini dapat diandalkan."
"Apa Anda berniat berduel?" tanya pemuda itu. "Kita pasti akan berduel nanti," jawab laki-laki itu sambil memeriksa keadaan pistol-pistol miliknya. "Dan bukan duel biasa!" la menyerahkan salah satu pistol itu kepada Raoul dan menambahkan, "Di dalam duel itu nanti posisi k ita dua lawan satu, tetapi Anda harus bersiap menghadapi segala sesuatunya sebab kita akan melawan musuh paling mengerikan yang bisa Anda bayangkan. Tapi Anda mencintai Christine Daae, bukan ?"
"Saya memuja tanah yang dipijak gadis itu! Tetapi Anda, Tuan, yang tidak mencintainya, katakan mengapa Anda begitu siap mempertaruhkan nyawa baginya" Anda pasti begitu membenci Erik!"
"Tidak, Tuan," jawab orang Persia itu dengan sedih, "saya tidak mem bencinya. Bila saya m g membencinya, maka ia pasti sudah lama mati."
"Apa ia pernah menyakiti Anda?"
"Saya telah memaafkan perbuatan yang dilakukannya terhadap saya."
"Saya tidak mengerti Anda. Anda memperlakukan dia
seolah-olah dia itu monster, Anda membeberkan kejahatannya, dan dia juga telah menyakiti Anda, tetapi saya menemukan rasa iba yang tak dapat di jelaskan Anda. Rasa iba yang sama, yang membuat saya putus asa, ketika saya melihatnya pada diri Christine!"
Orang Persia itu diam saja. la meraih satu bangku tinggi dan meletakkannya di depan dinding yang menghadap
raksasa seukuran dinding itu. Lalu ia m bangku itu dan, dengan hidung menempel pada kertas pelapis dinding, ia seperti sedang mencari-cari sesuatu. "Ah," katanya setelah mencari agak lama, "ketemu!" Kemudian ia mengangkat jarinya ke daerah atas kepala dan menekan suatu sudut yang ada di pola kertas pelapis dinding itu. Lalu ia berbalik badan dan melompat turun dari bangku.
"Dalam setengah menit," katanya, "kita akan berada di jalan miliknya!" Kemudian ia menyeberangi ruangan dan meraba cerrnin raksasa itu.
"Tidak, alatnya belum bekerja," gumarnnya. "Oh, apa kita akan keluar melalui cermin?" tanya Raoul. "Seperti yang dilakukan Christine Daae."
"Jadi Anda tahu bahwa Chri s t ine Daae keluar melewati cerrnin itu?"
"Ia melakukannya di depan mata saya, Tuan! Saya bersembunyi di balik tirai di ruang sebelah dalam dan saya melihat dia hilang menembus cermin!"
"Dan apa yang Anda lakukan?"
"Saya pikir indra-indra saya terganggu, semacam suatu rnimpi aneh . . . . "
"Atau trik baru m ilik si hantu!" kata orang Persia itu sambil terkekeh. "Ah, M. de Chagny," lanjutnya sambil tetap meletakkan tangan di cermin itu, "seandainya kita berurusan dengan hantu! Kita bisa meninggalkan pistol-pistol ini di kotaknya. Tolong lepaskan topi Anda . . . ya . . . dan sekarang, sebisa mungkin, tutupilah bagian depan kemeja Anda dengan mantel Anda . . . seperti yang sedang saya lakukan sekarang . . .. Ar kerah di bagian dada ke depan ... lalu naikkan kerahnya. Kita harus membuat diri kita sebisa mungkin tak terlihat . . . . "
Sambil tetap memegang cermin tanpa bicara selama beberapa saat, laki-laki itu berkata, "Butuh waktu untuk melepaskan penyeimbangnya ketika kita menekan pegasnya dari dalam ruangan. Berbeda bila kita berada di balik tembok dan bisa langsung memegang penyeimbangnya. Setelah itu langsung berputar dengan kecepatan menakjubkan."
"Penyeimbang apa?" tanya Raoul.
"Tentu saja penyeimbang yang mengangkat seluruh dinding ini agar berputar pada titik tumpunya. Anda tentunya tak mengharapkan dinding ini bergerak sendiri dengan menggunakan semacam sihir, bukan" Kalau Anda perhatiAnda akan melihat cermin ini mula-mula naik sekitar dua setengah hingga lima sen t imeter, kemudian bergeser sekitar dua setengah hingga lima sentimeter ke dan kanan. Lalu ia akan berada di tumpuannya dan berputar." "Cermin itu t idak berputar!" kata Raoul tidak sabar. "Oh, tunggulah! Tidak perlu terburu-buru, Tuan! Mekanisme benda ini tampaknya sudah berkarat atau pegasnya tidak bekerja . . . . Kecuali ada hal lain lagi," tambah si orang Persia cernas.
"Apa?" "Ia mungkin telah memotong kawat penyeimbangnya sehingga peralatan ini sama sekali tidak berfungsi."
"Untuk apa dia melakukannya" Ia tidak tahu kita akan mengambil jalan ini!"
"Saya kira ia sudah memperkirakan, karena i a tahu saya mengerti mekanisme ini."
"Cermin itu tidak berputar! Bagaimana dengan Christine, Tuan?"
Orang Persia itu dengan dingin berkata, "Kita akan mencoba segala hal yang bisa dilakukan manusia ... Tapi ia mungkin menghentikan kita pada langkah pertama. Ia yang menguasai semua dinding, pintu, dan pintu jebak. Di negara asal saya, ia dikenal dengan suatu nama yang berarti 'pencinta pintu jebak."'
"Tetapi mengapa dinding-dinding ini hanya patuh padanya" la tidak membangun tempat ini!"
"Tidak, Tuan, ia memang membangunnya!" Raoul memandang dengan takjub, tetapi orang Persia itu memberi tanda kepadanya agar diam, lalu ia menunjuk ke arah cermin . . . . Pantulan di cermin itu tampak bergetar.
Pantulan mereka di cermin terlihat seperti genangan air yang terganggu ketenangannya, lalu semua kembali tenang.
"Anda lihat sendiri, Tuan, cermin itu tidak berputar! Mari kita menempuh jalan lain!"
"Untuk malam ini, tidak ada jalan lain!" tukas orang Persia itu dengan suara sedih. "Dan sekarang, berhati-hatilah! Dan bersiaplah untuk menembak!"
Laki-laki itu menodongkan pistolnya ke arah cermin.
Raoul mengikuti gerakannya. Dengan tangannya yang bebas orang Persia itu menarik Raoul ke arahnya dan, tibatiba, cermin itu berputar dengan kecepatan tinggi, berputar seperti pintu putar yang belakangan ini dipasang di jalan masuk sebagian besar restoran. Ia berputar dan membawa Raoul serta si orang Persia bersamanya, dan serta-merta melemparkan mereka dari terang cahaya ke d kegelapan teramat pekat.
Bab 20 Di Ruang Bawah Tanah Opera
"NA AN tanganmu dan bersiaplah menembak!" rekan Raoul itu cepat-cepat mengulangi kata-katanya.
Dinding di belakang mereka telah ali menutup setelah menyelesaikan putarannya. Dan, untuk beberapa saat, kedua laki-laki itu diam, menahan napas mereka.
A ya orang Persia itu memutuskan untuk bergerak, dan Raoul mendengarnya berlutut lalu mencari-cari sesuatu di dalam gelap. Tiba-tiba kegelapan itu diterobos oleh cahaya dari lentera kecil suram dan, refleks, Raoul melangkah mundur seakan berusaha kabur dari pengamatan seorang musuh rahasia. Tetapi ia langsung menyadari bahwa cahaya itu berasal dari si orang Persia yang sedari tadi ia amat-amati gerakannya. Sinar merah berbentuk lingkaran itu diarahkan ke segala arah dan Raoul melihat bahwa lantai, dinding, serta langit-langit di tempat itu dibuat dari papan-papan kayu. Jalan ini pasti jalan yang biasa dipakai Erik untuk menuju ruang ganti Christine dan memanfaatkan keluguannya. Mengingat apa yang tadi didengamya dari si orang Persia, Raoul menyangka jalan itu dibangun sendiri secara misterius oleh si hantu. Namun nantinya ia akan tahu bahwa jalan rahasia sudah ada ketika Erik menemukannya, sebab ia dibangun di masa Komune Paris yang berkuasa selama revolusi supaya para sipir dapat langsung membawa para t ke penjara bawah . Kaum Federasi langsung menduduki gedung opera itu setelah tanggal delapan belas Maret dan menjadikan atap gedung sebagai landasan balon udara Mongolfier yang menyebarkan selebaran-selebaran pengumuman mengejutkan milik mereka, sementara ruang bawah tanahnya mereka fungsikan sebagai penjara negara.
Orang Persia itu berlutut dan meletakkan lenteranya di tanah. Seper t inya ia sedang mengerjakan sesuatu di lantai. Tiba-tiba ia mematikan lentera itu. Lalu Raoul mendengar bunyi klik yang samar dan melihat perseg i cahaya pucat di lantai. Seakan-akan suatu jendela telah membuka ke suatu tingkat ruang bawah tanah Opera yang masih diterangi cahaya. Raoul tidak lagi melihat si orang Persia, tetapi ia tiba-tiba merasakan orang itu di sampingnya dan mendengarnya berbisik, "lkuti aku dan lakukan semua yang kuperbuat."
Raoul berpaling ke arah lubang terang itu. Kemudian ia melihat si orang Persia yang kembali berlutut, lalu berpegangan pada tepi lubang itu dengan kedua tangannya. Dengan pistol terselip di antara giginya, laki-laki itu kemudian meluncur ke tingkat di bawahnya.
Anehnya, sang viscount memiliki kepercayaan penuh pada orang Persia itu meskipun ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentangnya. Emosi laki-laki itu ketika menceritakan tentang si "monster" terdengar tulus baginya, dan bila memang si orang Persia akan mencelakainya, mana mungkin ia mempersenjatai Raoul. Selain itu, bagaimanapun caranya, Raoul harus menemukan Christine. Karena itu Raoul menyusul berlutut dan bergelantungan dengan kedua tangannya pada tepian lubang.
"Lepaskan peganganmu!" kata sebuah suara.
Dan Raoul jatuh ke kedua lengan orang Persia yang telah menunggunya di bawah. Laki-laki itu kemudian menyuruh Raoul tiarap di lantai sementara ia sendiri menutup pintu jebak itu, lalu berjongkok di samping Raoul. Raoul mencoba ya kepadanya, tetapi tangan si orang Persia membekap mulutnya dan Raoul mendengar suara yang dikenalinya sebagai suara si komisaris polisi.
Raoul dan si orang Persia terlindungi oleh partisi kayu. Di dekat mereka terdapat tangga kecil yang mengarah ke ruangan kecil tempat si komisaris terdengar berjalan mondar-mandir sambil menanyakan berbagai pertanyaan. Cahaya yang lemah hanya memungkinkan Raoul untuk mengenali bentuk benda-benda di sekelilingnya. Dan Raoul tak dapat menahan jeritan pelannya: ada tiga mayat di sana.
Mayat pertama terbaring di anak tangga yang sempit itu, dua mayat lainnya telah terjatuh hingga ke dasar tangga. Raoul bisa saja menyentuh salah satu dari dua mayat malang itu dengan menjulurkan jari-jarinya melewati partisi itu.
"Diam!" bisik si orang Persia.
Orang Persia itu juga telah melihat mayat-mayat itu dan ia menjelaskannya dengan satu kata, "Dia!"
Suara komisaris itu terdengar lebih jelas. Ia menany informasi tentang si stem tata lampu yang dijawab oleh si manajer panggung. Karena itu si komisaris pastilah berada di "organ" a tau daerah sekitarnya.
Tidak seperti yang dipikirkan setiap orang, teru bila berkaitan dengan suatu gedung opera, "organ" bukanlah alat musik. Pada waktu itu listrik digunakan hanya untuk segelintir efek panggung dan bel. Gedung raksasa dan panggung itu sendiri masih diterangi oleh nyala lampu gas. Gas hidrogen masih digunakan untuk mengatur dan menyesuaikan tata lampu suatu adegan, dan ini dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang memiliki begitu ban yak pi pa sehingga disebut "organ." Boks di sebelah boks petugas pengingat dialog diperuntukkan khusus bagi kepala petugas lampu. Dari sanalah s i kepala petugas memberikan perintah kepada para asistennya dan melihat pelaksanaannya. Mauclair berada di boks ini selama segala pementasan berlangsung.
Tetapi sekarang Mauclair tidak ada di boksnya dan para asistennya juga tidak berada di posisi mereka. "Mauclair! Mauclair!"
Suara si manajer panggung menggema menembus tingkat-tingkat bawah tanah itu. Tetapi Mauclair tidak menjawab.
Aku telah mengat bahwa ada pintu yang me ke tangga kecil menuju ke ruang bawah tanah tingkat kedua. Komisaris mencoba membukanya tetapi pintu itu bergeming.
"Menurut saya," katanya kepada si manajer panggung, "saya tak dapat membuka pintu ini. Apa selalu susah seperti ini ?"
Manajer panggung membuka paksa pintu itu dengan mendorongkan bahunya. Ketika mela itu, ia melihat bahwa selain pintu, ada sesosok tubuh yang juga terdorong. la langung berteriak, sebab ia langsung mengenali tubuh itu,
"Mauclair! Betapa malang! la sudah mati!"
Tetapi Komisaris Mifroid yang sama sekali tak terkejut langsung membungkuk, memeriksa tubuh besar itu. "Tidak," katanya, "ia teler berat, bukan mati." "Kalau begitu ini baru pertama kalinya terjadi," kata manaJer panggung.
"Kalau begitu ada yang memberinya obat bius. Itu mungkin saja."
Mifroid menuruni beberapa anak tangga lalu berkata, Lihat!"
Dengan cahaya dari lentera kecil berw merah, mereka melihat dua lagi tubuh manusia di dasar tangga. Manajer panggung itu mengenali mereka sebagai para asisten Mauclair. Mifroid mendatangi mereka dan mendengarkan suara napasnya.
"Mereka tertidur pulas," katanya. "Mencurigakan! Seseorang yang entah siapa pasti memberi obat si petugas lampu dan para asistennya . . . dan seseorang itu jelas-jelas bekerja bagi si penculik. Tetapi betapa anehnya menculik seorang aktris di atas panggung! Tolong panggil dokter teater ini kemari." Lalu Mifroid mengulang kata-katanya, "Mencurigakan, benar-benar perbuatan yang mencurigakan!"
Kemudian ia berpaling ke arah ruang kecil itu, berbicara kepada orang yang tidak dapat dilihat oleh Raoul dan si orang Persia dari tempat mereka tiarap.
"Apa pendapat Anda atas semua ini, Tuan-Tuan" Anda satu-satunya pihak yang belum mengatakan apa-apa. Tapi tentunya Anda punya pendapat."
Setelah itu Raoul dan si orang Persia melihat wajah terkejut kedua manajer tampak di ujung atas tangga dan mereka mendengar suara bersemangat Moncharmin, "Ada hal-hal yang terjadi di sini, Mr. Kornisaris, yang tidak dapat kami jelaskan."
Dan dua wajah itu pergi. "Terima kasih untuk infonnasinya, Tuan-Tuan," ejek Mifroid.
Tetapi manajer panggung tampak memegangi dagunya dengan tangan kanan, tanda bahwa ia sedang berpikir keras. Ia berkata, "Ini bukan pertama kalinya Mauclair tertidur di teater. Saya ingat suatu malam pernah mendapatinya mendengkur di posnya dengan kotak bubuk tembakau di sampingnya."
"Apa kejadiannya sudah lama?" tanya Mifroid sambil menggosok kacamatanya dengan hati-hati.
"Tidak, kejadiannya belum terlalu lama. Tunggu sebentar! Terjadi pada malam . . . ya, pasti. . . Pada malam Carlotta-Anda pasti mengenalnya, Mr. Ko arismemperdengarkan 'kro-ok' -nya yang terkenal!"
"Benarkah" Di malam ketika Carlotta mengeluarkan 'kro-ok' -nya yang terkenal?"
Lalu Mifroid meletakkan kembali kacamatanya yang mengilap di hidungnya dan menatap tajam si manajer panggung.
"Jadi Mauclair mengisap bubuk tembakau, benar kan?" tanyanya sambil lalu.
"Ya, Mr. Komisaris. Lihat, itu kotak tembakaunya di atas rak kecil itu. Oh, dia pencandu tembakau!"
"Saya juga," kata Mifroid, lalu mengantongi kotak ternbakau itu.
Raoul dan si orang Persia tanpa ketahuan menyaksikan dibawanya ketiga orang yang tak sadarkan diri itu oleh sejumlah petugas pengganti gambar latar yang diikuti oleh sang ko is beserta semua orang tadi. Selama beberapa menit, suara langkah kaki rnereka terdengar di panggung di atas sana. Ketika sudah tak ada orang lagi di sana, orang Persia itu memberi tanda kepada Raoul untuk berdiri. Raoul berdiri. Tetapi na ia tak rnenaruh tangannya yang mem egang pistol di depan wajah untuk s i aga menembak, orang Persia itu menyuruhnya sekali lagi dan mengingatkannya untuk selalu rnelakukan itu, apa pun yang tetjadi.
"Tetapi itu rnembuat tanganku capek dengan sia-sia," bisik Raoul. "Kalau aku harus menernbak, aku tak yakin bisa membidik dengan tepat."
"Kalau begitu pindahkan pistolrnu ke tangan satunya," kata orang Persia itu.
"Aku tidak dapat menernbak dengan tangan kiri." Setelah itu si orang Persia rnernberikan jawaban ganjil yang jelas-jelas tak dimaksudkan untuk memberi pencerahan bagi otak pemuda yang sedang bingung itu. "Persoalannya bukanlah rnenernbak dengan tangan kanan atau kiri. lni tentang mengangkat salah satu tangan seakan-akan kau siap menarik picu pistol di genggaman tangan yang tertekuk itu. Tetapi pistol itu sendiri bisa kaurnasukkan ke kantong!" Lalu ia m b , "Aku harap kau benar-benar paham, atau aku tidak akan bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi. lni perkara hidup dan mati. Sekarang diamlah dan ikuti aku!"
Ruang-ruang bawah tanah Opera itu teramat besar dan terdiri atas lima tingkat. Raoul mengikuti orang Persia itu dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukannya di dalam labirin mencengangkan ini tanpa bantuan orang itu. Mereka turun ke tingkat ketiga dan perjalanan mereka masih diterangi semacam lampu di kejauhan.
Semakin dalam mereka menuruni ruang bawah tanah itu, semakin waspada tampaknya si orang Persia. Ia sering menoleh ke Raoul untuk memastikan pemuda itu memosisikan tangannya dengan benar, layaknya orang yang siap menembak, meskipun pistol yang se ya tersimpan di dalam kantongnya.
Tiba-tiba suara yang keras membuat mereka berhenti. Seseorang di tingkat atas berteri a k, "Semua petugas penutup pintu naik ke panggung! Kornisaris polisi ingin bertemu!"
Terdengar langkah kaki dan bayangan-bayangan bergerak di sela kegelapan. Orang Persia itu menarik Raoul bersembunyi di belakang gambar latar. Mereka melihat banyak laki-laki tua melewati mereka, manusia-manusia yang bungkuk oleh usia dan beban yang diberikan oleh gambar latar opera di zaman yang telah lampau. Sebagian dari mereka sudah tertatih jalannya, sebagian yang lain
bergerak layaknya kebiasaan mereka: berjalan dengan tubuh bungkuk dan tangan-tangan terjulur mencari pintupintu untuk ditutup.
Merekalah para petugas penutup pintu, yang adalah mantan para petugas pengganti gambar latar yang kini telah tua dan uzur, namun dikasihani oleh salah satu era manajemen opera sehingga mereka diberi pekerjaan menutup pintu-pintu di atas dan di bawah panggung. Mereka tak henti-hentinya berjalan ke sana kemari dari tingkat teratas hingga terbawah gedung, menutup pintu-pintu. Mereka juga dikenal sebagai "Para pengusi r angin," setidaknya pada zaman itu, sebab aku hampir yakin bahwa mereka semua sudah mati sekarang. Angin memberi pengaruh buruk bagi suara, tak peduli dari pun asalnya.1
Si orang Persia dan Raoul menyambut peristiwa ini dengan senang hati karena dengan demikian mereka akan terbebas dari para saksi yang tak perlu, sebab sebagian dari para petugas penutup pintu itu tidak memiliki pekerjaan lain ataupun tempat tinggal, sehingga ka untuk tidur di Opera. Kedua laki-laki itu mungkin saja secara tak sengaja menabrak mereka sehingga membangunkan ka dan membuat mereka m ta penjelasan atas keberadaan keduanya di sana. Untuk sementara waktu, penyelidikan Mifroid menyelamatkan mereka dari risiko pertemuan yang tak menyenangkan itu.
Tetapi keduanya tak bisa menikmati kesendirian itu ter1 M. Pedro Gailhard sendiri mengatakan kepadaku bahwa i a m an beberapa pos isi tam sebagai petugas penutup pintu bagi para g kayu panggung yang sudah tua tetapi ta k ingin dipecatnya dari Opera.
lalu lama. Bayangan-bayangan lain kini bergerak turun dari lubang yang tadi digunakan oleh para petugas penutup pintu untuk bergerak ke atas. Setiap bayangan itu membawa satu lentera kecil dan menyorotkannya ke segala penjuru seperti sedang mencari sesuatu atau seseorang.
"Sialan!" gerutu si orang Persia. "Aku tidak tahu apa yang mereka cari, tapi mereka mungkin akan menemukan kita dengan mudah. Mari kita pergi, cepat! Naikkan tanganmu, Tuan, siaga untuk menembak! Tekuk tanganmu . . . lagi . . . ya, begitu! Tempatkan tangan setinggi matamu seakan-akan kau sedang berduel dan menunggu aba-aba untuk menembak! Oh, simpan pistolmu di dalam kantong. Cepat, ikuti aku, turuni tangga. Setinggi matamu! Ini urusan hidup atau mati ... Kemari, lewat sini, tangga ini!" Mereka sudah ada di tingkat terbawah ruang bawah tanah. "Oh, perjalanan yang menegangkan, Tuan."
Begitu sampai di lantai kelima, orang Persia itu menarik napas. Ia seakan merasa lebih aman di sini daripada ketika mereka berhenti di tingkat ketiga, tetapi ia tak pernah mengubah posisi tangannya. Dan Raoul, yang mengingat kata-kata si orang Persia setelah memeriksa pistolnya - "Sa ya tahu mereka bisa diandalkan" semakin bingung, tidak habis pikir mengapa seseorang merasa g karena bisa mengandalkan pistol yang tak berniat digunakannya!
Tetapi si orang Persia tak memberi Raoul banyak waktu untuk berpikir. Setelah memerintahkan Raoul untuk diam di tempat, laki-laki itu berbalik menaiki beberapa anak tangga yang baru saja mereka lalui, kemudian kembali.
"Betapa bodohnya kita!" bisiknya. "Para laki-laki dengan lentera itu tidak akan lama. Mereka para petugas pemadam kebakaran yang berpatroli."2
Kedua laki-laki itu menunggu menit lagi. Kemudian si orang Persia mengajak Raoul menaiki tangga lagi, tetapi ia tiba-tiba memberi tanda untuk berhenti. Sesuatu bergerak di dalam kegelapan di depan mereka.
"Tiarap!" bisik si orang Persia.
Kedua laki-laki itu berbaring rata di atas lantai. Mereka bertindak tepat pada waktunya. Sosok bayangan tanpa lentera, hanya satu bayangan di kegelapan, berkelebat lewat. Ia lewat di dekat mereka, cukup dekat untuk menyentuh mereka.
Mereka merasakan hangat jubahnya. Sebab di dalam kegelapan itu mereka cukup bisa melihat bahwa sesosok bayangan itu mengenakan jubah yang membungkusnya dari kepala hingga kaki. Di kepalanya ia mengenakan topi dari kain flanel. . . .
Bayangan itu bergerak menjauh, melang kakinya hingga menyentuh dinding dan terkadang menendang sudutnya.
"Wow!" kata si orang Persia. "Kita nyaris ketahuan. Bayangan itu mengenalku dan i a sudah dua membawaku ke kantor para manajer."
"Apa ia salah satu polisi teater?" tanya Raoul.
2 Pada zaman itu petugas p ema da m kebakaran masih bertugas untuk memastikan keselamatan gedung Opera di Juar waktu pemen tetapi layanan ini s u dah dikurangi. Aku menanyakan alasannya kepada M. Pedro Gailhard dan i a menjawab: "!tu karena pihak manajemen khawatir bahwa tanpa pengal yang memadai di ruang bawah t Opera, para petugas pemadam kebakaran itu malah akan menyebabkan kebakaran di gedung itu!"
"Bahkan lebih b dari itu!" jawab si orang Persia tanpa memberi penjelasan apa-apa.3
"Itu bukan . . . dia?"
"Dia" Bila ia tak datang dari belakang, kita akan selalu bisa melihat mata kuningnya... ltu kurang-lebih panduan berjaga-jaga kita untuk malam ini.... Ta pi ia mungkin mengendap-endap dari belakang, dan kita mati kalau kita tak menaruh tangan seakan-akan siap menembak di depan wajah kita setinggi mata!"
Si orang Persia masih belum berhenti bicara ketika muncul sesosok wajah yang mencengangkan. .. bukan hanya dua mata kuning berapi, tapi yang ini wajah berapi!
Ya, satu kepala berapi mendekat ke arah mereka setinggi ukuran sia, tetapi ia tidak berbadan. Wajah itu mengeluarkan api, dan di dalam kegelapan bentuknya seperti kobaran api.
"Oh," kata si orang Persia tertahan. "Aku tak pemah melihat ini sebelumnya! Temyata Pampin tidak gila. Ia pemah melihatnya ... Apa sebenarnya api itu" Itu bukan dia, tapi dia mungkin saja mengutusnya ... Ha t i-hati! Demi Tuhan, taruh
' Seperti s i orang Persia, aku tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut tentang kemunculan bayangan ini. Meskipun semua hal lain di dalam narasi h istoris i n i dapat dijelaskan secara normal tanpa peduli seaneh apa pun kejadiannya, aku tidak dapat menjelaskan kepada para pembaca apa yang dimaksudkan si orang Persia dengan t, "Bahkan lebih buruk dari itul" Pembaca harus menebak-nebak sendiri sebab aku telah berjanji kepada M. Pedro Gaild, manajer terdahulu Op er a itu, untuk tak membocorkan rahasianya tentang sosok berjubah yang begitu menarik dan berguna ini. Meskipun keberadaannya di ruang bawah tanah Opera tidaklah terlalu namun ia sangat berguna menangkap orang-orang yang, pada acara-acara pesta makan malam misalnya, nekat berkeliaran jauh dari panggung. Aku bicara soal urusan kenegaraan, dan sumpah yang telah kuambil membuatku tak bisa berkata apa-apa la
tanganmu setinggi matamu! Aku tahu sebagian besar trik yang dipakainya . . . tapi tidak yang satu ini . . . . Ayo, mari kita lari . . . lebih aman begitu. Tangan setinggi matamu!"
Kemudian mereka lari di sepanjang jalan yang terhampar di hadapan mereka.
Setelah beberapa detik yang terasa bermenit-menit bagi mereka, keduanya berhenti.
"Ia biasanya tidak lewat sini," kata si Persia. "Bagian ini tidak ada hubungannya dengan dia. Sisi ini tidak mengarah ke danau maupun ke rumah di tepi danau .... Tetapi mungkin dia tahu kita mengejarnya . . . meskipun aku pernah berjanji kepadanya untuk tak mencampuri urusannya lagi!"
Sambil berkata begitu ia menoleh ke belakang, begitu juga Raoul. Dan sekali lagi mereka melihat kepala berapi di belakang mereka. Kepala berapi itu mengikuti mereka. Dan ia pasti berlari juga, mungkin lebih cepat dari mereka, sebab ia terlihat lebih dekat daripada sebelumnya.
Bersamaan dengan itu mereka samar-samar mendengar suara ribut yang tak mereka ketahui asalnya. Mereka hanya tahu bahwa suara itu sepertinya bergerak mendekat bersama-sama wajah berapi itu. Suara itu terdengar seperti seribu paku diguratkan di papan tulis, suara melengking tak tertahankan yang kadang ditimbulkan batu kecil di dalam kapur tulis yang menggores papan tulis.
Kedua laki-laki itu terus mundur, tetapi wajah berapi itu terus melaju dan mengejar mereka. Mereka dapat melihat bentuknya dengan jelas sekarang. Matanya bundar dan menatap tajam, hidungnya sedikit bengkok dan mulutnya besar dengan bibir bawah mencebik, mirip mata, hidung, dan bibir bulan ketika bulan berwarna terang kemerahan.
Bagaimana bulan merah itu bisa meluncur menembus kegelapan dengan posisi setinggi kepala manusia tanpa terlihat dibantu oleh alat apa pun" Dan bagaimana bisa ia bergerak begitu cepat, begitu lurus dengan mata yang menatap tajam" Dan apakah suara gesekan dan guratan yang dibawanya serta itu"
Si orang Persi a dan Raoul tidak dapat mundur lagi dan merapatkan tubuh mereka ke dinding. Mereka tak tahu apa yang akan terjadi dengan datangnya kepala berapi ini, terutama karena sekarang suara itu semakin intens dan begitu hiruk-pikuk, suara yang jelas-jelas terdiri atas ratusan suara-suara kecil yang bergerak di dalam gelap, di bawah wajah berapi itu.
Lalu wajah berapi itu semakin mendekat . . . bersama dengan keributannya . . . dan sejajar dengan mereka!
Dan kedua laki-laki yang menempel ketat di dinding itu kini merasakan bulu kuduk mereka meremang sejadi-jadinya, sebab mereka sekarang tahu apa arti ribuan suara itu. Suara-suara itu datang sebagai pasukan, bergerak tergesa dalam rupa ombak kecil-kecil tak terhitung, lebih cepat dari ombak yang berlari ke pantai di kala pasang, ombak kecilkecil di malam hari yang berbuih di bawah bulan, di bawah kepala berapi yang menyerupai bulan. Dan ombak-ombak kecil itu lewat di antara kaki-kaki mereka, menaiki kaki mereka tanpa bisa dicegah. Maka Raoul dan si orang Persia tak dapat lagi menahan teriakan ngeri, kaget, dan kesakitan mereka. Mereka juga tak mampu terus menempatkan tangan setinggi mata mereka: kedua tangan mereka turun ke arah kaki untuk mengusi r ombak-ombak itu, yang sarat dengan kaki-kaki dan kuku-kuku kecil serta cakar dan gigi.
Ya, Raoul dan si orang Persia sudah nyaris pingsan seperti Pampin si pemadam kebakaran. Tetapi kepala berapi itu menoleh dan menanggapi teri a kan mereka dengan berkata, "Jangan bergerak! Jangan bergerak! Apa pun yang kalian lakukan, jangan ikuti aku! Aku si penangkap tikus ... Biarkan aku lewat dengan tikus-tikusku ... "
Lalu kepala berapi itu menghilang, lenyap ditelan kegelapan, sementara jalan di depan sana menjadi terang sebagai akibat dari perubahan yang dilakukan si penangkap tikus dengan lentera redupnya. Sebelumnya, agar tak menakut-nakuti tikus-tikus di depannya, si penangkap tikus mengarahkan lentera redupnya ke arah dirinya sendiri, menerangi kepalanya sendiri. Sekarang, untuk mempercepat kepergian mereka, ia menerangi jalan gelap di depannya. Dan ia melompat-lompat sambil membawa serta begitu banyak ombak tikus yang menciptakan ribuan suara itu.
Raoul dan si orang Persia b isa bemapas kembali, meskipun masih gemetar.
"Aku seharusnya ingat bahwa Erik pe berkata tentang si penangkap tikus," kata orang Persia itu. "Tapi ia tak pemah memberitahuku bahwa tampangnya terlihat seperti itu ... dan lucunya aku tidak pernah bertemu dengan si penangkap tikus . . . . Tentu saja, Erik tidak pernah lewat daerah ini!"
"Apa kita sangat jauh dari danau itu, Tuan?" tanya Raoul. "Kapan kita akan sampai di sana" Bawa aku ke danau itu, oh, bawa aku ke sana! Kalau kita sampai di danau itu, kita akan berteriak! Christine akan mendengar kita ... Dan dia juga akan mendengar kita! Dan karena kau mengenalnya, kita akan berbicara dengannya!"
"Anak ingusan!" kata si orang Persia. "Kita takkan pernah masuk ke rumah di tepi danau itu lewat danau! Aku sendiri tidak pemah menyentuh sisi seberang danau . . . sisi tempat rumah itu berada . . . . Karena kau harus menyeberangi danau itu terlebih "Kalau begitu untuk apa kita ada di sini?" tanya Raoul dengan penuh emosi dan tidak sabar. "Kalau kau tidak dapat melakukan apa-apa untuk Christine, paling tidak biarkan aku mati demi dia!"
Orang Persia itu mencoba menenangkan si pemuda. "Percayalah, kita hanya punya satu cara untuk menyelam Christine Daae, yaitu dengan memasuki rumah itu tanpa diketahui oleh si monster."
"Dan apakah ada harapan untuk itu, Tuan?" "Ah, kalau aku tidak melihat harapan itu, aku tak akan datang menjemputmu!"
"Dan bagaimana orang b isa masuk ke rumah di tepi danau itu tanpa menyeberangi danaunya?"
"Dari ruang bawah tingkat ketiga, tempat kita tadi terusir. Kita akan kembali ke sana sekarang . . . . Aku akan memberitahumu," kata si orang Persia dengan nada yang tiba-tiba berubah. "Aku akan memberitahumu, Tuan, tempat persisnya: di antara satu properti panggung dan gambar latar yang tak terpakai lagi dari pementasan Roi de Lahore, tepat di tempat Joseph Buquet tewas. Mari, Tuan, beranikan dirimu dan ikuti aku! Dan naikkan tanganmu setinggi mata! Tapi ada di kah kita?"
Orang Persia itu menyalakan kembali lenteranya dan menyorotkan cahayanya ke arah dua koridor raksasa yang bersilangan.
"Kita pasti," katanya, "berada di bagian yang khusus dipakai untuk kegiatan yang melibatkan air. Aku tidak melihat nyala api di tungku-tungkunya . "
la betjalan mendahului Raoul untuk mencari jalan dan berhenti tiba-tiba ketika ia khawatir akan bertemu dengan salah satu petugas air. Kemudi an mereka harus menyembunyikan diri dari sinar yang berasal dari semacam tempat penempaan bawah tanah yang sedang berusaha dipadamkan oleh para peketja. Raoul menyadari bahwa merekalah iblis-iblis yang dilihat Christine pada saat ia pertama kali di ta wan.
Dengan melalui jalan itu, mereka akhimya sampai di bawah ruang bawah tanah besar tepat di bawah panggung. Pada saat itu mereka pastilah berada di dasar "tabung" yang terletak begitu dalam di bawah mengingat bahwa tanah gedung itu digali sekitar lima belas meter di bawah permukaan air yang berada di bawah seluruh area Paris bagian itu.4
' Semua air itu harus dikeluarkan untuk membangun gedung Opera itu. Untuk memberi gambaran jumlah air yang dipompa keluar, bisa kukatakan kepada para pembaca bahwa banyaknya sama dengan luas halaman Louvre dengan ketinggian separuh ukuran menara-menara Notre Dame. Meskipun begitu, para insinyur itu masih menyisakan satu danau.
Orang Persia itu menyentuh suatu dinding partisi dan berkata, "Kalau aku tidak salah, bagian ini mestinya dinding rumah di tepi danau itu."
Ia mengetuk-ngetuk dinding partisi di dalam "tabung" itu, dan mungkin para pembaca juga perlu mengetahui bagaimana bagian dasar dan dinding-dinding partisi di daerah tabung itu dibangun. Untuk mencegah air di sekitar proyek pembangunan itu bersentuhan langsung dengan dinding-dinding yang menopang seluruh bangunan teater itu, sang arsitek harus membangun dinding lapis ganda di segenap penjuru. Pembangunan dinding lapis ganda ini memakan waktu setahun penuh. Ketika menyebutkan tentang rumah di tepi danau, si orang Persia mengetuk dinding pertama lapisan dalam. Bagi yang meng arsitektur bangunan itu, tindakan si orang Persia mengindikasikan bahwa rumah rnisterius rnilik Erik itu dibangun di dalam lapisan kedua, terbuat dari dinding tebal yang didirikan sebagai tanggul atau ungan, lalu diikuti dinding bata, lapisan semen yang begitu tebal, serta satu dinding lagi setebal beberapa meter.
Mendengar kata-kata orang Persia itu, Raoul segera menempelkan telinganya di dinding dan mendengarkan dengan saksama. Tetapi ia tak mendengar apa-apa ... tak satu pun . . . kecuali bunyi langkah di kejauhan dari di bagian atas teater.
Si orang Persia meredupkan lenteranya lagi. "Hati-hati!" katanya. "Jaga tanganmu tetap di atas! Dan diam! Karena kita akan mencoba cara lain untuk masuk."
Lalu ia mengajak Raoul ke tangga kecil yang mereka gunakan ketika turun tadi.
Mereka menaiki tangga itu dan berhenti di setiap anak tangganya untuk mengecek kegelapan dan kesunyian yang mengelilingi mereka hingga mereka sampai ke ruang bawah tanah tingkat ketiga. Kini si orang Persia memberi tanda kepada Raoul untuk berlutut. Dan mereka merangkak hingga mencapai dinding di ujung koridor, namun dengan satu tangan tetap di posisi bersiap menembak.
Di dinding itu disandarkan satu gambar latar berukuran besar dari pementasan Roi de Lahore yang sudah tak terpakai lagi. Di dekat gambar itu terdapat satu properti panggung. Jarak antara gambar latar dan properti itu hanya cukup diisi satu orang . . . satu orang yang pada suatu hari ditemukan tergantung di sana. Mayat Joseph Buquet.
Sambil tetap berlutut, orang Persia itu berhenti dan memasang telinga. Untuk sedetik ia tampak ragu-ragu dan melihat ke arah Raoul, lalu ia ganti menatap langit-langit yang adalah ruang bawah tanah tingkat kedua. Tampak sinar lemah lentera mengintip di celah antara dua papan. Sinar ini sepertinya mengganggu si orang Persia.
Akhimya ia mengangguk dan memutuskan untuk bertindak. la menyelinap ke dalam celah antara properti panggung dan gambar latar dari Roi de Lahore itu, diikuti Raoul. Dengan tangannya yang bebas orang Persia itu meraba dinding. Raoul melihatnya menekan dinding itu kuat-kuat, seperti ketika ia menempelkan tubuhnya di dinding ruang ganti Christine. Lalu satu batu dinding terlepas, menyisakan lubang di dinding.
Kali ini si orang Persia mengambil pistol dari kantongnya dan memberi tanda kepada Raoul untuk melakukan hal yang sama. Ia mengokang pistol itu.
Lalu, dengan yakin dan masih merangkak, laki-laki itu berusaha masuk ke dalam lubang di dinding tersebut. Raoul yang se a ingin masuk lebih dulu harus puas mengikuti di belakangnya.
Lubang itu sangat sempit. Orang Persia itu sepertinya berhenti mendadak. Raoul mendengarnya meraba-raba batu-batu di sekelilingnya. Lalu laki-laki itu sekali lagi mengeluarkan lentera yang redup, membungkuk ke depan, memeriksa sesuatu di bawahnya dan seketika mematikan lenteranya. Raoul mendengamya berbisik, "Kita harus melompat beberapa meter ke bawah tanpa suara. Lepaskan sepatu botmu."
Orang Persia itu menyerahkan sepatunya kepada Raoul.
"Letakkan di luar dinding," katanya. "Kita akan mengambilnya lagi setelah kita keluar."5
Laki-laki itu merangkak sedikit lagi lalu menoleh dan berkata, "Aku akan berpegangan pada tepian batu dan terjun ke dalam rumahnya. Kau harus melakukan hal yang
persis. Jangan takut. Aku m pmu di baah II
w . Tak lama Raoul mendengar suara samar yang timbul dari mendaratnya si orang Persia, lalu ia menyusul ter- J un.
Ia merasa lengan si orang Persia menangkapnya. "Diam!" kata orang Persia itu.
5 Kedua pasang sepatu bot yang menurut catatan si g diletakkan persis di antara properti panggung dan bar latar dari Roi de L e tempat Joseph Buquet ditemukan tewas tergantung, tidak pemah ditemukan kembali. Sepatu-sepatu itu pasti telah diambil oleh salah satu tukang kayu atau "petugas penutup pintu."
Maka mereka berdiri dalam diam, memasang telinga. Kegelapan yang melingkupi mereka sungguh pekat, dan kesunyiannya mencekam serta memekakkan telinga.
LaJu orang Persia itu mulai menggunakan lentera suramnya lagi, menyorotkan cahayanya ke atas kepala mereka dan dengan sia-sia mencari lubang yang menjadi jalan masuk mereka.
"Oh!" katanya. "Batu itu menutup dengan sendirinya." LaJu cahaya lentera itu menyapu dinding hingga sekeliling lantai.
Orang Persia itu membungkuk dan mengambil sesuatu, semacam tali, i a memeriksanya sebentar laJu melemparkannya dengan ngeri.
"Laso Punjab!" gumamnya. "Apa itu?" tanya Raoul.
Si orang Persia bergidik. "Kemungkinan besar itu tali yang dipakai menggantung laki-laki itu, dan yang dicaricari selama ini."
Lalu, mendadak laki-laki itu dengan gelisah menyorotkan lenteranya ke arah dinding. Sesuatu yang ganjil tertangkap berkas cahayanya: batang pohon yang terlihat hidup dengan daun-daun dan cecabang yang menjulur naik menyusur dinding-dinding dan menghilang di langit-langit.
Ukuran lentera yang kecil membuat ka sulit mengenaJi bentuk benda-benda yang ada: mereka mendapati lekukan satu ranting . . . lalu daun . . . dan daun lagi ... dan, di sampingnya, tidak ada apa-apa kecuali berkas cahaya yang sepertinya memantul . . . . Raoul meraba kekosongan dan pantulan itu.
"Ah!" katanya. "Dinding ini sebenarnya c !" "Ya, !" kata si orang Persia dengan suara muram. Lalu, il mengelap keringat di dahinya dengan tangan yang memegang pistol, ia menamb "Kita terjun ke dalam kamar penyiksaan!"
Apa yang diketahui oleh si orang Persia tentang kamar penyiksaan serta apa yang menimpa dirinya beserta teman seperjal n ya itu diceritakan menggunakan katakata laki-laki itu sendiri, seperti yang ditulis di dalam catatan yang ditinggalkannya dan yang kusalin persis tiap katanya.
Bab 21 Perubahan yang Menarik dan Menambah Pengetahuan dari si Orang Persia di Ruang Bawah Tanah Opera
Cerita si orang Persia lru pertama kalinya aku memasuki rumah di tepi danau. Sudah sering aku memohon kepada si /1 pencinta pintu jebak", begitu kami di negara asal kami biasa memanggil Erik, untuk membukakan pintu-pintu misteriusnya bagiku. Ia selalu menolak. Aku sudah berusaha berkali-kali untuk masuk, tapi gagal. Begitu aku tahu bahwa Erik tinggal di Opera, aku berusaha mengama t i caranya keluar-masuk Opera. Tetapi sekeras apa pun aku berusaha mengamatinya, terlalu gelap bagiku untuk bisa melihat bagaimana ia membuka pintu di dinding tepi danau. Suatu hari, ketika kupikir aku sendirian saja, aku menaiki perahu yang ada di tepi danau itu dan mendayung ke arah bagian dinding tempat kulihat Erik menghilang. Waktu itulah aku mendengar suara yang menjaga tempat itu, suara yang pesonanya nyaris berakibat fatal bagiku.
Baru saja aku meninggalkan pinggir danau ketika kesunyian yang men ngiku membelah air danau terusik oleh semacam nyanyian berbisik yang mengepung sekelilingku. Nyanyian itu separuh suara napas, separuh musik, dan ia naik perlahan dari dalam air danau itu. Dan entah bagaimana aku dikepung oleh suara itu. la mengikutiku, bergerak seiringku dan begitu lembut sehingga aku tak merasa terancam. Sebaliknya, karena aku ingin mendekati sumber suara yang merdu dan memukau itu, aku menjulurkan tubuh keluar perahu dan m uk di atas air, sebab aku yakin nyanyian itu datangnya dari air itu sendiri. Pada saat itu aku sendirian di dalam perahu di tengah danau. Suara itu sekarang jelas sudah bahwa itu adalah suara nyanyian -ada di sebelahku, di permukaan air. Aku menjulurkan tubuh lebih jauh lagi. Danau itu benar-benar tenang, dan sinar bulan yang menyusup melalui lubang udara di Rue Scribe tak menunjukkan keberadaan sesuatu pun di permukaan airnya yang halus dan hitam pekat. Aku menggelengkan kepala untuk mengusir kemungkinan suara berdengung yang dihasilkan kesunyian ini, tetapi tak lama aku harus menerima kenyataan bahwa tak ada bunyi dengung yang seindah nyanyian berbisik yang mengikutiku dan sekarang memukauku.
Kalau saja aku percaya takhayul, aku pas t i akan langsung berpikir bahwa aku m san dengan sernacam makhluk yang bertugas memukau siapa pun yang berani berkeliaran hingga ke perairan rumah di tepi danau itu. Untungnya aku datang dari negara yang orang-orangnya terlalu mencintai hal-hal fantastis sehingga mengenalnya dengan ter t , dan aku sangat yakin bahwa aku sedang berhadapan dengan salah satu ciptaan Erik yang baru. Tetapi ciptaan yang satu ini begitu sempurna sehingga ketika aku menjulurkan tubuhku keluar perahu, aku lebih terdorong untuk menemukan trik di baliknya daripada menikmati pesonanya. Maka aku menjulurkan tubuhku hingga hampir membuat perahu itu terbalik.
Tiba-tiba dua lengan besar muncul dari dalam air dan menangkap leherku, menarikku ke air dengan kekuatan yang tak dapat dilawan. Seandainya aku tak sempat ber-teriak, aku pasti hilang ditenggela n. Tetapi teriakan itu menyelamatkanku sebab Erik mengenaliku. Sebab kedua lengan itu ya. Lalu, ia g menjalankan niatnya untuk menenggelamkanku, dan berenang membawaku ke tepian.
"Betapa cerobohnya kau!" katanya sambil berdiri di depanku dalam keadaan basah kuyup. "Mengapa kau mencoba memasuki rumahku" Aku tak pemah mengundangmu! Aku tak mau kau atau siapa pun datang ke sana! Apa kau menyelamatkan nyawaku hanya untuk menyiksaku setelahnya" Sebesar apa pun bantuan yang kauberikan kepada Erik, kemungkinan ia akan melupakannya, dan kau tahu bahwa tak sesuatu pun bisa menahan Erik, bahkan Erik sendiri."
Ia terus berbicara, tetapi saat itu aku tak punya keinginan lain selain mengetahui rahasia dari sesuatu yang kujuluki trik sirene gaib. Dan ia memuaskan rasa ingin tahuku, sebab meskipun ia seorang monster sejati-celakanya, aku telah melihatnya bekerja di Persia dalam hal-hal tertentu Erik juga anak biasa yang sombong dan berbangga diri, dan setelah memukau orang-orang, tak ada hal yang lebih disukainya dibanding me mam erkan seluruh kelihaian hasil pernikiran jeniusnya.
Ia tertawa dan menunjukkan kepadaku satu buluh alang-alang yang panjang.
"Ini trik paling konyol yang pernah kaulihat," katanya, "tapi benda ini sangat berguna untuk pas dan bernyanyi di dalam air. Aku mempelajarinya dari para perompak Tonkin yang sanggup bersembunyi selama berjam-jam di dasar sungai."6
Aku berkata kepadanya dengan tegas.
"Trik itu nyaris membunuhku!" kataku. "Dan ia mungkin berakibat fatal bagi orang lain! Kau masih ingat apa yang kaujanjikan kepadaku, Erik" Tidak ada lagi pembunuhan!"
"Apa aku benar-benar pemah melakukan pembunuhan?" tanyanya sambil menunjukkan sikap paling ramah yang dimilikinya.
"Manusia hina!" seruku. "Apa kau sudah lupa saat-saat menyenangkan di Mazandaran?"
"Ya," jawabnya dengan nada lebih sedih. "Aku memilih untuk melupakannya. Meski begitu, aku selalu mampu membuat sultan kecil itu tertawa!"
"Semua itu masa lalu," tukasku, "ta pi kita bicara soal masa sekarang . . . dan kau bertanggung jawab kepadaku untuk masa sekarang ini, sebab bila aku mau, kau tak akan hidup sekarang. Ingat itu, Erik: aku menyelamatkan nyawamu!"
Dan aku memanfaatkan perpindahan topik cangan ini untuk membicarakan sesuatu yang sudah lama berada
6 Laporan resmi dari daerah Tonkin yang sampai di Paris pada akhir Juli 1909 menyampaikan bagaimana kepala perompak De Tham dan anak buahnya
oleh tentara kita dan ba a mereldi dalam pikiranku, "Erik," tanyaku, "Erik, bersumpahlah bahwa . . . "
"Apa?" potongnya. "Kau tahu aku tak memenuhi sumpahku. Segala sumpah itu hanya untuk menangkap orang-orang bodoh."
"Katakan kepadaku . . . kau dapat memberitahuku, apakah . . . "
"Ya?" "Ya, lampu gantung itu . . . lampu gantung itu, Erik?" "Ada apa dengan lampu gantung itu?"
"Kau tahu yang kumaksud."
"Oh," ia terkekeh. "Aku tak keberatan memberitahumu tentang lampu gantung itu! Itu bukan aku! Lampu gantung itu sudah sangat tua dan aus."
Ketika tertawa, lebih menge daripada biasanya. Ia melompat ke dalam perahu sambil tetap terkekeh dengan begitu mengerikannya sampai-sampai aku tak bisa menahan untuk tak bergidik ngeri.
"Sudah sangat tua dan aus, Daroga7-ku yang baik! Sangat tua dan aus lampu gantung itu ... Benda itu jatuh sendiri! la jatuh dengan bunyi sangat keras! Dan sekarang, Daroga, turutilah saranku lalu pergi dan keringkan dirimu sebelum kau terserang demam... Dan jangan pernah menaiki perahuku lagi . . . Lalu, apa pun yang kaulakukan, jangan coba memasuk i rumahku lagi: aku tak selalu ada di sana . . . Daroga! Dan aku sedih bila harus mendedikasikan Requiem ciptaanku untukmu!"
Maka begitulah, dengan terus berayun ke depan dan belakang seperti seekor monyet, ia mendayung pergi sam- 7 Da adalah bahasa Persia untuk kepala polisi.
bil terkekeh dan segera menghilang ke dalam kegelapan danau.
Sejak hari itu aku menyerah mencoba memasuki rumah di tepi danau miliknya itu. Jalan masuknya jelas-jelas dijaga dengan sangat ketat, terutama sejak ia tahu bahwa aku meng keberadaan rumah itu. Tetapi aku merasa pasti ada jalan masuk lain, sebab aku sering melihat Erik menghilang di lantai ketiga ruang bawah tanah aku mengawasinya, meskipun aku tak punya gambaran bagaimana ia melakukannya.
Sejak aku mengetahui Erik tinggal di Opera, aku terusmenerus hidup dalam teror atas keg an-kegemarannya yang mengerikan, bukan yang menyangkut diriku, tetapi akibatnya terhadap orang lain.8 Dan setiap tetjadi kecelakaan atau kejadian fatal, aku selalu berpikir, "Aku takkan kaget kalau itu perbuatan Erik," meskipun orang-orang biasanya berkata, "Itu si hantu!" Betapa jarangnya aku mendengar orang-orang mengatakan itu tanpa tersenyum! Orang-orang yang malang! Andai saja mereka tahu bahwa hantu itu benar-benar hidup. Aku berani bersumpah mereka tidak akan tertawa!
Meskipun Erik telah mengatakan kepadaku dengan sungguh-sungguh bahwa ia sudah berubah dan telah menjadi orang yang paling baik sejak ia dicintai apa adanya suatu
8 Orang Persia itu bisa saja dengan mudah bahwa ia juga me perhatian pada nasib sebab ia benar-benar sadar bahwa bila pemerintah Teheran tahu bahwa E rik masih hidup, i a akan kehi uang pensiunnya yang tak se pa sebagai mantan daroga. Tetap i harus disampaikan bahwa orang P a itu m iki hati yang mulia dan baik, dan aku sama sekali tak pemah n b i a sungguh-sungguh me rkan tentang mala yang dikhawatirkannya akan menimpa banyak orang. Segala tindakannya dalam urusan ini men j adi buktinya dan mereka sungguh terpuji .
kalimat yang awalnya sangat membingungkanku -aku tetap bergidik ketika me kan monster itu. Keburukrupaannya yang begitu mengerikan, tak tertandingi, serta menjijikkan telah meluputkannya dari rasa kemanusiaan dunia ini, dan sering kali aku merasa bahwa itulah alasan ia tak merasa memiliki tanggung jawab apa pun terhadap manusia. Caranya yang begitu bangga bercerita tentang kisah cintanya hanya meningkatkan kewaspadaanku, sebab dari sana aku bisa rnelihat penyebab tragedi-tragedi baru yang lebih rnenyeramkan.
Sementara itu, tak lama setelahnya, aku mendapati hubungan ganjil yang tercipta antara monster itu dengan Christine Daae. Dengan bersembunyi di dalarn ruangan penyimpanan di sebelah ruang ganti primadona muda itu, aku mendengarkan penampilan musikal rnencengangkan yang jelas-jelas rnembawa Chris t ine mengalami kegembiraan luar biasa, tetapi tetap saja, aku tak percaya bahwa suara Erik -yang bisa diatur rnenjadi sekeras halilintar atau selembut malaikat-dapat membuat gadis itu melupakan keburukan wajahnya. Tapi semuanya menjadi jelas bagiku saat aku tahu bahwa Christine belurn pernah melihatnya! Aku pernah masuk ke ruang ganti itu, dan berdasarkan ajaran-ajaran yang pemah diberikannya kepadaku, aku tak mengalami kesulitan untuk rnenemukan trik yang rnampu membuat dinding bercermin itu berputar dan aku menemukan cara-cara -yang rnelibatkan bata berlubang dan sebagainya -yang dipakainya untuk mengiri suaranya kepada Christine sehingga gadi s itu seakan-akan rnendengar suara itu di belakangnya. Dengan cara ini pula aku rnenemukan jalan yang mengarah ke sumur dan penjara bawah tanah-penjara bawah tanah milik kelompok Komunis-serta pintu jebak yang memung Erik langsung menuju tingkat-tingkat ruang bawah tanah di bawah panggung.
Beberapa setelahnya, aku tidak heran ketika menyaksikan dan mendengar sendiri Erik dan Christine bertemu lalu mendapati monster itu membungkuk di atas sumur kecil itu, di j yang digunakan kelompok Komunis, dan memercikkan air di dahi Christine Daae yang jatuh pingsan. Seekor kuda putih, kuda pada pementasan Profeta yang men dari kandang kuda di bawah Opera, tampak berdiri dengan tenang di samping mereka. Aku menampakkan diri. Sungguh mengerikan. Aku melihat nyala api memercik dari sepasang mata kuning itu, dan belum sempat aku berkata apa-apa, ia memukul kepalaku dan aku tak sadarkan diri.
Waktu aku siuman, Erik, Christine, dan kuda putih itu sudah tak ada di sana. Aku merasa yakin bahwa gad.is malang itu dijadikan tawanan di rumah di tepi danau. Tanpa keraguan sedikit pun aku berniat kembali ke tepi danau itu, mengabaikan bahaya yang mungkin mengancam. Dua puluh empat jam penuh aku menunggu monster itu muncul, sebab aku merasa dia pastilah harus keluar untuk mendapatkan . Dan jika boleh kuceritakan berkaitan dengan cerita ini, setiap kali ia keluar ke jalan-jalan atau pergi menunjukkan dirinya di hadapan publik, Erik selalu memakai hidung palsu lengkap dengan kumis untuk menutupi hidungnya yang hanya berupa lubang di wajah. Ini tidak mengenyahkan aura kematian yang dimilikinya, tapi itu membuatnya hampir, kutegaskan lagi hampir, membuatnya layak dipandang.
Maka aku mengamati dari tepian danau, dan karena lelah atas penantian yang panjang ini, aku mulai berpikir bahwa ia telah pergi lewat pintu satunya, pintu di lantai ketiga ruang bawah tanah. Tetapi kemudian aku mendengar bunyi kecipak samar di kegelapan, dan aku melihat sepasang mata kuning menyala seperti l ilin, lalu tak lama perahu itu mendarat. Erik melompat keluar dari dalamnya dan berjalan ke arahku, "Kau sudah dua puluh empat jam di sini," katanya, "dan kau membuatku jengkel. Kuberitahu kau, semua ini akan berakhir dengan sangat buruk. Dan salahkan dirimu sendiri kalau itu benar terjadi, sebab aku sudah teramat sabar menghadapimu. Kaukira kau mengikutiku, dasar tolol, sebe ya akulah yang mengikutimu. Dan aku tahu semua yang kauketahui tentang aku di sini. Kemarin aku telah mengampunimu di jalan Komunis milikku, tapi kuperingatkan kau dengan sungguh-sungguh, jangan sampai aku memergokimu di sana lagi! Camkan kata-kataku, sebab kau sepertinya tak bisa diberi peringatan!"
Ia begitu marah sehingga aku tak berpikir untuk memotong kata-katanya barang sedetik pun. Setelah napasnya memburu me amarah, ia mengucapkan ide mengerikan yang ada di dalam kepalanya, "Ya, kau harus belajar, untuk seterusnya-untuk seterusnya kataku-untuk mema
peringatan yang diberikan padamu! Aku berkata demikian kepadamu sebab dengan kecerobohanmu -ya, kau sudah dua kali ditangkap oleh sosok bertopi flanel yang tak paham apa yang kaulakukan di ruang bawah tanah dan membawamu ke para manajer yang menganggapmu sebagai orang Persia nyentrik yang tertarik pada mekanisme panggung serta kehidupan di belakang panggung; ya, aku tahu semua itu, aku ada di sana, di kantor mereka; kau tahu aku ada di mana-mana-well, kuberitahu kau bahwa dengan kecerobohanrnu itu mereka akan bertanyatanya apa yang kaucari di sini! Dan mereka akan tahu bahwa kau mengejar Erik ... lalu mereka juga akan mengejar Erik dan menemukan rumah di tepi danau itu . . . . Kalau sampai mereka mene nya, itu akan jadi pertanda buruk bagimu, sobat lama, pertanda buruk! Aku tak akan bertanggung jawab atas apa pun."
Napasnya kembali tersengal penuh kemarahan. "Aku tak akan bertanggung jawab! Bila rahasia-rahasia Erik terbongkar, itu akan menjadi pertanda buruk bagi banyak orang! Itu saja yang bisa kukatakan kepadamu, dan kalau kau bukan orang yang teramat tolol, seharusnya peringatan ini cukup bagimu. . . hanya saja kau tidak tahu bagaimana mematuhi peringatan."
la duduk di bagian belakang perahunya dan menendang-nendangkan tumitnya pada kayu perahu itu, me jawabanku. Aku hanya berkata, "Bukan Erik yang kukejar di sini!"
"Lalu si a pa?"
"Kau tahu persis siapa: Christine Daae," jawabku. la menjawab, "Aku berhak untuk bertemu dengannya di rumahku sendiri. Aku dicintai apa adanya."
"ltu tidak benar," kataku. "Kau membawanya pergi dan menawannya."
"Dengar," katanya. "Apa kau mau berjanji untuk tak lagi ampuri urusanku kalau aku bisa membuktikan kepadamu bahwa aku dicintai sebagaimana adanya d. "k ?" lTI u.
"Ya, aku berjanji," jawabku tanpa keraguan, sebab aku yakin mustahil bukti itu ada bagi monster seperti dia.
"Baiklah kalau begitu, cukup sederhana. . . . Chris t ine Daae akan pergi dari sini sesuka hatinya dan akan kembali! Ya, kembali lagi karena ia memang menginginkannya. . . kembali dengan sendirinya, sebab ia mencintaiku apa adanya!"
"Oh, aku tak yakin ia akan kembali! Tapi itu kewajibanmu untuk melepaskannya."
"Kewajibanku" Dasar tolol! Kein ... itu kein - ku untuk melepaskannya; dan ia kembali lagi . . . sebab ia mencintaiku! Dan semua ini akan berakhir di p - an... pernikahan di Madeleine, Tolol! Apa kau percaya padaku sekarang" Ketika aku memberitahumu bahwa lagu perkawi sudah ditulis . . . tunggu sampai kau mendengar bagian Kyrie .... "
la menciptakan ketukan dengan tumitnya yang menendangi kayu perahu lalu bernyanyi, "Kyrie ... Kyrie ... Kyrie eleison... Tunggu sampai kau mendengarnya, sampai kau mendengar lagu itu."
"Dengarkan," kataku. "Aku akan memercayaimu kalau aku melihat Christine Daae keluar dari rumah di tepi danau itu dan kembali ke sana atas keinginannya sendiri." "Dan kau takkan mencampuri urusanku lagi?" "Tak akan."
"Baiklah, kau akan melihatnya malam ini. Datanglah di pesta topeng. Christine dan aku akan datang untuk berkeliling. Lalu kau bisa bersembunyi di ruang penyimpanan itu dan kau akan melihat Christine masuk ke ruang gantinya dan dengan rela kembali ke jalan Komunis itu. Dan sekarang, pergilah, karena aku harus pergi dan berbelan- .
I'' Ja. Dengan sangat terkejut aku melihat semua yang dikatakannya r-benar terjadi. Christine Daae meninggalkan rumah di tepi danau itu dan kembali ke sana beberapa kali tanpa terlihat dipaksa melakukannya. Aku masih memikirkan Erik. Meski begitu, aku bertekad untuk bersikap sangat hati-hati dan tidak membuat kesalahan dengan kembali ke tepi danau atau menempuh jalan Komunis itu. Tetapi kemungkinan adanya jalan masuk rahasia di ruang bawah tanah tingkat ketiga itu terus menghantuiku, dan aku terus-menerus pergi ke sana dan menunggu selama berjam-jam di balik gambar latar dari Roi de Lahore yang entah mengapa ditinggalkan di sana. Akhimya kesabaranku me an hasil. Suatu hari, aku melihat monster itu menuju ke arahku dengan merangkak. Aku yakin ia tak dapat melihatku. Ia lewat di antara gambar latar tempat aku bersembunyi dan satu properti panggung, menuju ke dinding dan menekan suatu pegas yang menggerakkan sebuah batu hingga terbukalah jalan masuk baginya. Ia masuk ke lubang itu dan batu itu menutup setelahnya.
Aku menunggu setidaknya tiga puluh menit lalu menekan pegas itu. Semua yang tetjadi ketika Erik melakukannya terulang persis sama. Tetapi aku cukup berhati-hati untuk tidak memasuki lubang itu karena aku tahu Erik ada di dalam sana. Di sisi lain, kemungkinan aku tertangkap oleh Erik tiba-tiba membuatku berpikir tentang kematian Joseph Buquet. Aku tidak ingin mengambil risiko mempertaruhkan suatu penemuan besar yang mungkin berguna bagi banyak orang, "bagi sejumlah besar umat manusia" begitu Erik mengatakannya, maka aku meninggalkan ruang bawah tanah itu setelah dengan hati-hati mengembalikan batu itu ke tempatnya.
Aku terus menaruh perhatian pada hubungan antara Erik dan Christine Daae, bukan atas keingintahuan belaka, tetapi atas dasar pikiran mengerikan di dalam kepalaku bahwa b isa mel apa saja bila ia mendapati bahwa ia tidak dicintai apa adanya seperti yang selama ini dibayangkannya. Aku terus berkeliaran dengan hati-hati di Opera dan tak lama aku mengetahui kebenaran tentang hubungan cinta yang suram milik monster itu.
stine g selalu memikirkannya, tetapi itu karena teror yang diberikannya, sedangkan hati gadis malang itu se ya Vicomte Raoul de Chagny. Sementara mereka bermain-main layaknya pasangan tunangan yang tak tahu apa-apa di lantai-lantai atas Opera untuk menghindari monster itu, mereka t idak menyadari bahwa ada seseorang yang mengamati mereka. Aku siap melakukan apa pun, bahkan membunuh monster itu kalau perlu dan memberikan penjelasan kepada polisi setelahnya. Tetapi Erik tidak menampakkan dirinya, dan hal itu sama sekali tak membuatku merasa tenang.
Aku harus menjelaskan sel rencanaku. Kupikir, karena cemburu monster itu akan meninggalkan rumahnya, sehingga aku bisa masuk ke sana dengan lewat jalan masuk di lantai ketiga ruang bawah tanah. Demi kebaikan semua orang, aku harus mengetahui apa yang ada di dalam sana. Suatu hari, setelah lelah menunggu datangnya kesempatan, aku menyingkirkan batu itu dan langsung terdengarlah musik yang mencengangkan: monster itu sedang mengerjakan Don Triumphant ya dan membuka semua pintu di rumahnya. Aku tahu bahwa ini karya terbesar dalam hidupnya. Aku memutuskan untuk tidak mengganggunya dan dengan hati-hati rnenunggu di dekat lubang gelap itu.
Tiba-tiba ia berhenti rnernainkan rnusik itu dan i berjalan mondar-rnandir seperti orang gila. Lalu ia berteriak sekeras-kerasnya, "Ini harus selesai dulu! Hampir selesai!"
Kata-kata ini rnernbuatku tidak tenang, dan ke rnusik itu terdengar lagi, aku mengembalikan batu itu pelan-pelan.
Pada hari Christine Daae diculik, aku tidak datang ke teater hingga cukup larut, khawatir aku akan mendengar kabar buruk. Itu hari yang k bagiku, sebab setelah rnernbaca di koran pagi tentang pengurnurnan rencana pernikahan antara Christine dan Vicomte de Chagny, aku berpikir apa aku sebaiknya melaporkan monster itu. Tetapi logika kernbali menguasai pikiranku dan aku rnerasa bahwa tindakan ini hanya akan rnenimbulkan malapetaka lain.
Ketika keretaku menurunkanku di depan Opera, aku hampir rnerasa takjub melihatnya tetap ber kokoh! Tetapi aku me g penganut paharn fatalisrne, sebagaimana orang dari Timur pada umurnnya, dan aku memasuki Opera dengan keadaan siap rnenghadapi apa pun. Ketika penculikan Christine Daae terjadi pada Babak Penjara, hal itu mengagetkan semua orang kecuali aku. Aku cukup yakin bahwa ia telah dibawa lari oleh Erik, si pangeran sulap. Dan aku benar-benar berpikir bahwa bisa jadi ini adalah akhir hidup Christine dan mungkin juga hidup semua orang. Begitu yakinnya aku sampai-sampai aku berpikir untuk memberitahu semua orang yang masih berada di teater saat itu untuk pergi dari sana. Tetapi aku merasa mereka pasti menganggapku gila, maka kubatalkan niatku.
Di lain pihak, aku bertekad untuk segera bertindak. Keadaan sedang menguntungkan bagiku karena kemungkinan pada saat itu Erik hanya memikirkan tentang taw n ya. lnilah saat untuk memasuki rumahnya melalui ruang bawah tanah tingkat ketiga, dan aku telah memutuskan untuk membawa serta viscount muda yang malang itu, yang langsung menerima ajakanku pada kesempatan pertama dengan keyakinan teramat besar terhadapku hingga aku terenyuh. Aku meminta pelayanku membaw pistolku. Kuberikan salah satu pistol itu kepada sang viscount dan memberitahunya untuk bersi a p menembak karena mungkin saja Erik sudah menanti kami di balik dinding itu. Kami akan melewati jalan Komunis itu dan melalui pintu jebak.
Ketika melihat kedua pistolku, viscount muda itu bertanya kepadaku apa kami akan berduel. Kukatakan, "Ya, dan bukan duel biasa!"
Tetapi tentu saja aku tak punya waktu untuk menjelaskan apa pun kepadanya. Visount muda ini laki-laki yang berani, tetapi ia nyaris tak tahu apa-apa tentang musuhnya, dan jauh lebih baik begitu.Yang sangat kukhawatirkan ada-Jah Erik sudah berada di dekat kami, siap dengan Jaso Punjab itu. Tak ada yang Jebih darinya dalarn melontarkan Jaso Punjab itu, sebab ia adalah raja pencekik sekaligus pangeran suJap. Setelah sultan kecil dibuat tertawa olehnya, di "masa-masa menyenangkan di Mazandaran", sultan kecil itu biasa meminta Erik untuk menghiburnya. ItuJah saat ia memperkenalkan penggunaan Jaso Punjab.
Erik pemah tinggal di India dan mempelajari kemampuan menakjubkan dalarn mencekik. la membuat mereka menguncinya di suatu lapangan dan memasukkan seorang prajurit ke sana biasanya prajurit yang dihukum matidengan bersenjatakan tombak panjang dan pedang. Erik hanya punya lasonya. Dan selalu, tepat di saat prajurit itu berpikir untuk menjatuhkan Erik dengan hantarnan keras, kita akan mendengar bunyi Jaso itu memecah udara. Dengan memutar pergelangan tangannya, Erik mengencangkan laso yang mengelilingi leher musuhnya lalu menyeretnya ke hadapan sultan kecil dan dayang-dayangnya yang duduk menonton dan bersorak dari tepi jendela. Sultan kecil itu sendiri belajar bagaimana membuat laso Punjab dan membunuh beberapa dayangnya dan b beberapa teman yang datang berkunjung. Tetapi aku lebih memilih untuk tak membicarakan saat-saat menyenangkan di Mazandaran. Aku cuma menyebutkannya untuk menjelaskan kenapa aku harus melindungi temanku, Vicomte de Chagny, dari ancaman mati dicekik setibanya kami di ruang bawah Opera. Pistol-pistolku bisa saja tak berguna, sebab Erik mungkin tidak akan menampakkan dirinya, tetapi Erik selalu bisa mencekik kami. Aku tak punya waktu untuk menjelaskan semua itu kepada sang viscount.
Selain itu tak ada untungnya memperumit keadaan. Aku hanya mengat kepada M. de Chagny untuk menempatkan tangannya setinggi matanya serta menekuk lengannya seakanmenunggu perintah untuk menembak. Dengan posisi tangan seperti itu, bahkan para pencekik paling mahir pun akan kesusahan melemparkan lasonya dengan tepat dan efisien. Laso itu akan melingkupi tidak hanya lehermu, tetapi juga lengan atau tanganmu. Ini akan membuatmu dengan mudah melonggarkan lasonya sehingga tali itu tak lagi berbahaya.
Setelah menghindari si komisaris polisi, beberapa petugas penutup pintu dan pemadam kebakaran, serta setelah bertemu dengan si penangkap tikus dan melewati lak i-laki dengan topi flanel tanpa ketahuan, sang viscount dan aku sampai ke tingkat ketiga ruang bawah t tanpa halangan, menuju celah di antara properti panggung dan gambar latar dari Roi de Lahore. Aku membuat batunya membuka dan kami melompat masuk ke dalam r yang dibangun sendiri oleh Erik di lapisan ganda tembok-tembok pondasi Opera. lni mudah sekali baginya, sebab Erik adalah salah satu kontraktor kepala di bawah pengawasan Phillippe Garnier, arsitek gedung Opera ini, dan ia melanjutkan pekerjaan itu seorang diri ketika pengerjaan bangunan itu secara resmi dihentikan selama perang dan pendudukan Paris oleh kelompok Komunis.
Aku mengenal Erik-ku dengan sangat gga aku tak bisa merasa tenang ketika melompat masuk ke dalam r ya. Aku tahu apa yang dilakukannya terhadap sebuah is di aran. Dalam waktu singkat ia mengubah bangunan yang biasa dan bersahaja itu menjadi rumah iblis, di mana setiap patah kata yang kauucapkan akan ditangkap atau diulang oleh gema. Dengan menggunakan pintu-pintu jebaknya, monster itu bertanggung jawab atas segala macam tragedi yang tak terhitung j - nya. Ia menciptakan penemuan-penemuan yang luar biasa. Dari sekian banyak penemuan itu, yang paling ganjil, mengerikan, dan berbahaya adalah sesuatu yang disebut kamar penyiksaan. Kecuali untuk saat-saat khusus seper t i
Romantika Sebilah Pedang 9 Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye Misteri Batu Bulan 2

Cari Blog Ini