Ceritasilat Novel Online

The Phantom Of Opera 5

The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux Bagian 5


sang sultan kecil berniat menghibur dirinya dengan menyiksa beberapa rakyat tak bersalah, hanya para terhukum mati yang dimasukkan ke dalam kamar itu. Dan bahkan bila para terhukum ma ti itu "sudah merasa cukup," mereka bebas mengakhiri hidup mereka dengan simpul laso Punjab atau tali panah yang memang disediakan di kaki pohon besi.
Karena itu aku begitu terkejut dan waspada saat aku tahu bahwa ruangan yang M. le Vicomte de Chagny dan aku masuki adalah replika dari kamar penyiksaan dari masa-masa menyenangkan di Mazandaran. Di dekat kaki kami, aku menemukan laso Punjab yang kutakuti sepanjang malam itu. Aku yakin tali ini telah menunaikan tugasnya atas Joseph Buquet yang, seperti diriku, pas t ilah memergoki Erik mengutak-atik batu di ruang bawah tanah tingkat ketiga pada suatu malam. Joseph mungkin mencobanya sendiri, masuk ke kamar penyiksaan dan meninggalkan tempat itu dalam kondisi mati tergantung. Aku bisa membayangkan Erik menyeret mayatnya untuk disingkirkan, menuju gambar latar dari Roi de Lahore, lalu menggantungnya di sana sebagai peringatan atau untuk memperkuat teror penuh takhayul yang membantunya melindungi sarangnya dari kemungkinan didatangi orang! Kemudian, setelah memikirkannya, Erik kembali untuk mengambil laso Punjab itu, sebab laso itu dengan peliknya dibuat dari usus hewan gga mungkin akan membuat hakim penyidik terusik untuk mencari tahu. lni menjelaskan hi-langnya tali yang melilit leher Joseph Buquet.
Dan sekarang aku menemukan laso itu di kaki kami, di dalam kamar penyiksaan! Aku bukan seorang pengecut, tapi keringat dingin membasahi dahiku ketika aku menggerakkan lensa kecil berwarna merah dari lenteraku ke arah dinding-dinding itu.
M. de Chagny melihatnya dan bertanya, "Ada apa, Tuan?"
Aku dengan tegas memberi tanda kepadanya untuk diam.
Bab 22 Di Dalam Kamar Penyiksaan
Narasi si Orang Persia Ber ut
berada di tengah-tengah ruangan segi enam yang dinding-dindingnya ditutupi ce dari ujung atas hingga bawah. Di sudut-sudutnya kami bisa melihat "sambungan" di cermin-cermin itu, bagian-bagian yang dibuat bisa berputar pada geriginya. Ya, aku mengenali mereka dan aku mengenali pohon besi di pojok sana, di dasar salah satu bagian itu. . . pohon besi dengan cabang-cabang besinya, tempat orang-orang gantung diri.
Aku meraih lengan temanku: Vicomte de Chagny gemetar dipenuhi keinginan untuk berteriak kepada tunangannya bahwa ia akan datang menolong. Aku takut ia tak dapat menguasai dirinya.
Tiba-tiba kami mendengar suara dari arah sebelah kiri kami. Awalnya suara itu seperti bunyi pintu membuka dan menutup di ruangan sebelah, kemudian terdengar erangan pelan. Aku mencengkeram lengan M. de Chagny semakin erat, lalu kami dengan jelas mendengar kata-kata ini, "Kau harus memilih! Lagu perkawinan atau lagu kematian!" Aku mengenali suara monster itu.
Terdengar erangan lagi, lalu kesunyian yang panjang. Saat itu aku merasa agak yakin bahwa monster itu tidak menyadari kehadiran di dalarn ru ya, sebab ia tak mungkin akan membiarkan mendengar suaranya. Dan untuk melak ny a , ia hanya perlu menutup jendela kecil tersembunyi tempat para penikmat siksaan melongok ke dalarn ar penyiksaan ini. Selain itu, aku yakin bahwa bila ia memang mengetahui keberadaan kami, siksaan itu akan langsung dimulai.
Yang p g adalah tidak membiarkan ia tahu, dan tak ada yang lebih kukhawatirkan daripada sifat impulsif Vicomte de Chagny yang begitu ingin berlari menembus dinding untuk mencapai Christine Daae yang telah beberapa kali kami dengar erangannya.
"Lagu kematian itu sama sekali tidak riang," lanjut suara Erik, "sedangkan lagu perkaw nya -kau boleh percaya padaku sungguh memesona! Kau harus tegas dan tahu apa yang kauinginkan! Aku tidak bisa terus hidup seperti ini, layaknya tikus tanah di dalam liang! Don Juan Triumphant sudah selesai, dan sekarang aku ingin hidup seperti semua orang lainnya. Aku ingin punya istri seperti orang-orang lain dan mengajaknya berjalan-jalan di hari Minggu. Aku telah menciptakan topeng yang akan membuatku terlihat seperti orang biasa. Orang-orang yang berpapasan di jalan bahkan tak akan menoleh kepadaku. Kau akan menjadi perempuan yang paling bahagia. Dan kita akan bernyanyi, hanya kita berdua, hingga kita jatuh pingsan karena gembira. Kau menangis! Kau takut kepadaku! Tetapi aku tidak benar-benar jahat. Cintailah aku dan kau akan melihat buktinya! Yang kumau hanyalah dicintai apa adanya. Kalau kau mencintaiku, aku akan menjadi selembut domba, dan kau bisa melakukan apa pun yang kau mau terhadapku."
Tak lama erangan yang mengiringi litani cinta itu terdengar kian keras. Aku tak pemah mendengar sesuatu yang lebih putus asa daripada ini, dan M. de Chagny maupun aku tahu bahwa ratapan menyedihkan ini berasal dari Erik sendiri. Christine sepertinya berdiri kelu penuh kengerian, tak punya kekuatan untuk berteriak, sementara monster itu berlutut di hadapannya.
Tiga kali Erik berteriak meratapi nasibnya, "Kau tak mencintaiku! Kau tak mencintaiku! Kau tak mencintaik I" u.
Sunyi. Setiap kesunyian memberi kami harapan baru. Kami berkata dalam hati, "Mungkin ia telah pergi meninggalkan Christine di balik dinding ini."
Dan hanya me kemungkinan memberitahu Christine Daae tentang keberadaan kami tanpa sepengetahuan monster itu. Kami tidak bisa keluar dari kamar penyiksaan ini kecuali Christine membukakan pintunya bagi kami; dan hanya kondisi itulah yang membuat kami berharap bisa menolongnya, sebab kami bahkan tidak tahu di mana pintu itu.
Tiba-tiba kesunyian di ruangan sebelah terusik suara bel listrik. Terdengar suara di sisi dinding sebelah sana dan suara Erik pun menggelegar.
"Ada yang membunyikan bell Masuklah!" Terdengar suara seseorang terkekeh jahat.
"Siapa yang datang dan mengganggu sekarang" Tunggu aku di sini . . . . Aku akan memberitahu si makhluk penjaga untuk membuka pintunya."
Suara langkah menjauh dan pintu ditutup. Aku tak punya waktu untuk memikirkan kengerian baru yang terjadi, aku lupa bahwa monster itu mungkin hanya akan keluar untuk melakukan kejahatan baru. Aku hanya paham satu hal: Christine sekarang sendirian di balik tembok ini!
Sang Vicomte de Chagny sudah memanggil-manggilnya, "Christine! Christine!"
Seperti kami bisa mendengar apa yang dikatakan di ruang sebelah, semestinya suara rekanku ini juga bisa didengar di sana. Mesk i begitu, sang viscount harus mengulang teriakannya beberapa kali.
Akhirnya suara yang samar menyapa kami. "Aku sedang bermimpi!" katanya. "Chri s tine, Chris t ine, ini aku, Raoul!" Sunyi.
"Jawab aku, Christine! Demi Tuhan, bila kau sendirian, jawab aku!"
Lalu suara Christine membisikkan nama Raoul. "Ya! Ya! lni aku! lni bukan mimpi! Christine, percayalah padaku! Kami di sini untuk menyelamatkanmu. . . tetapi hati-hatilah! Bila kau mendengar monster itu, peringatkan kami!"
Lalu Christine menjadi panik karena takut. la gemetar kalau-kalau Erik tahu tempat Raoul bersembunyi. Dengan cepat ia menyampaikan kepada kami bahwa Erik dibutakan oleh cinta dan telah memutuskan untuk membunuh semua orang termasuk dirinya sendiri bila Christine tidak bersedia menjadi istrinya. Laki-laki itu memberinya waktu hingga pukul sebelas besok malam untuk berpikir. ltu kesempatan terakhir. Seperti yang dikatakannya, Christine harus memilih antara lagu perkawinan dan kematian.
Lalu Erik mengucapkan sebaris kata-kata yang tak terlalu bisa dip Christine, "Ya atau tidak! Kalau kau menjawab tidak, semua orang akan mati dan t bur!"
Tetapi aku sepenuhnya memah kalimat itu, sebab hal itu, secara mengerikan, sesuai dengan pikiran buruk yang ada di benakku.
"Apa kau bisa memberitahu kami di mana Erik?" tanyaku.
Ia menjawab bahwa Erik pastilah sudah meninggalkan rum ah.
"Apa kau bisa memastikan?"
"Tidak. Aku diikat. Aku tak dapat bergerak sedikit pun."
Mendengar ini, M. de Chagny dan aku berteriak marah. Keselamatan kami ber t iga sepenuhnya bergantung pada kebebasan bergerak gadis itu.
"Tapi di mana kau berada?" tanya Christine. "Hanya ada dua pintu di ruanganku, ruangan Louis-Philippe yang pernah kuceritakan kepadamu, Raoul. Pintu pertama adalah yang sering dipakai Erik keluar-masuk, dan satu pintu lagi yang tak dibukanya di hadapanku dan ia melarangku masuk ke sana, sebab katanya itu pintu yang paling berbahaya, pintu kamar penyiksaan!"
"Christine, di sanalah kami!"
"Kalian ada di dalam kamar penyiksaan?" "Ya, tapi kami tak dapat melihat pintunya." "Oh, andai saja aku bisa menyeret tubuhku ke sana! Aku akan mengetuk pintunya sehingga kau tahu di mana letaknya."
"Apakah itu pintu yang memiliki gembok?" tanyaku. "Ya, digembok."
"Mademoiselle," kataku, "kau benar-benar harus membuka pintu itu bagi kami!"
"Tetapi bag a?" tanya gadis malang itu dengan suara sedih nyaris menangis.
Kami mendengamya bergerak, berusaha membebaskan diri dari tali yang mengikatnya.
"Aku tahu letak kuncinya," katanya dengan suara yang terdengar begitu lelah karena telah berusaha keras. "Tapi aku terikat sangat erat . . . . Oh, si jahat itu!"
Lalu ia terisak. "Di mana kuncinya?" tanyaku sambil memberi tanda kepada M. de Chagny untuk tidak berbicara dan menyerahkan urusannya kepadaku, sebab kami hanya punya sedikit sekali waktu.
"Di ruang sebelah, di dekat organ, bersama dengan satu
kunci kuningan lainnya yang juga dilarangnya untuk kusentuh. Kedua kunci itu ada di dalam satu tas kulit kecil yang disebutnya tas penentu hidup dan mati. Raoul! Raoul! Lari! Semuanya aneh dan mengerikan di sini, dan Erik tak lama lagi akan benar-benar marah, dan kau ada di dalam kamar penyiksaan! Kembalilah dengan cara yang sama ketika kau datang tadi. Pasti ada alasan mengapa kamar itu disebut demikian!"
"Christine," kata pemuda itu, "kita akan pergi dari sini bersama-sama atau mati bersama-sama!"
"Kita harus t " bisikku. "Mengapa ia mengikatmu, Mademoiselle" Kau tidak dapat kabur dari ru ya dan ia tahu itu!"
"Aku mencoba bunuh diri! Monster itu pergi keluar semalam setelah membopongku yang pingsan dan separuh tak sadar terkena kloroform. la pergi menemui bankirnya, begitu katanya ... Ketika i a kembali, i a menem wajahku bersimbah darah .... Aku mencoba diri dengan membenturkan dahiku ke dinding."
"Christine!" erang Raoul, lalu ia mulai terisak. "Lalu ia mengikatku . . . . Aku tak diizinkan mati sampai pukul sebelas malam besok."
"Mademoiselle," ujarku, "monster itu mengikatmu . . . dan ia akan melepaskan ikatan itu. Kau hanya perlu memainkan peran yang dibutuhkan! Ingatlah bahwa ia mencintaimu!"
"Oh!" kami mendengarnya menjawab. "Bagaimana mungkin aku melupakan itu!"
"Ingat itu dan tersenyumlah kepadanya . . . memohonlah kepadanya . . . katakan bahwa ikatan itu menyakitimu."
Tetapi Christine berkata, "Hus ... Aku engar sesuatu di dinding arah danau ... Ia datang ... Pergilah kalian! Pergi! Pergi!"
"Meskipun kami ingin, kami tidak dapat pergi dari sini," kataku, sebisa mungkin terdengar meyakinkan. "Kami tidak dapat meninggalkan tempat ini! Dan kami berada di dalam k penyiksaan!"
"Hus!" bisik Christine lagi.
Langkah-langkah berat terdengar s -samar di balik dinding, lalu berhenti dan lantai berderit lagi. Kemudian terdengar hela napas keras yang diikuti an ngeri Christine, lalu kami rnendengar suara Erik, "Maafkan aku rnernbuatrnu rnelihat wajah yang seper t i ini! Betapa kacaunya keadaanku sekarang, bukan" Itu kesalahan si orang lain itu! Mengapa ia rnernbunyikan bel" Apa aku rneminta orang-orang yang lewat rnernberitahuku jam berapa sekarang" Ia tak akan pernah bertanya soal waktu lagi! Itu kesalahan si rnakhluk penjaga."
Sekali lagi terdengar helaan napas, narnun kali ini lebih dalarn dan benar-benar datang dari relung jiwa. "Mengapa kau rnenjerit, Christine?" "K aku kesakitan, Erik."
"Kusangka aku rnernbuatmu ketakutan."
"Erik, lepaskan ikatanku . . . . Bukankah tanpa diikat pun, aku sudah rnenjadi tawan u?"
"Kau akan rnencoba bunuh diri lagi."
"Kau telah rnernberiku waktu sarnpai pukul sebelas besok rnalarn, Erik."
Sekali lagi langkah-langkah kaki itu terdengar rnenjejak lantai.
"Ba pun juga kita rnati bers -s . . . dan seper t irnu, aku juga tak sabar lagi . . . ya, aku juga sudah rnuak dengan hidup ini. Tunggu, jangan bergerak, aku akan melepaskan ikatanmu . . . Kau hanya perlu mengucapkan satu kata: 'Tidak!' Maka segalanya akan usai bagi semua orang! Kau benar, kau benar, mengapa rnenunggu sarnpai pukul sebelas esok malam" Memang, pasti akan lebih megah, lebih bagus .... Tapi itu ornong kosong kekanak-kanakan belaka. Kita seharusnya hanya memikirkan diri kita sendiri dalam hidup ini, tentang kematian kita sendiri . . .
yang lain tidak penting. Kau memandangiku karena aku basah kuyup" Oh, sayangku, di luar hujan teramat deras! Selain itu, Christine, kurasa aku termakan halusinasi. Kau tahu, orang yang baru saja membunyikan sirene si makhluk penjaga itu lihat saja apa ia masih mampu membunyikannya di dasar danau-well, ia seperti . . . Sudah, berbaliklah . . . apa kau lega" Kau bebas sekarang . . . . Oh Christine-ku yang malang, lihatlah pergelangan tanganmu. Apa aku menyakiti tanganmu" Aku pantas mati karena melakukannya. Bicara soal kematian, aku harus menyanyikan lagu kematian untuknya!"
Aku mendapat firasat buruk setelah mendengar ucapanucapan mengerikan ini. Aku juga pemah rnernbunyikan bel pintu rurnah monster itu... dan tanpa kusadari, itu pasti rnenyalakan sejenis tanda peringatan. Dan aku teringat dua lengan yang rnuncul dari dalarn air sepekat tinta. Orang malang manakah yang berkeliaran hingga ke tepi danau itu kali ini" Siapakah "orang lain" itu, yang lagu kematiannya kini kita dengar"
Erik bemyan y i sep dewa petir, menyany ikan Dies Irae yang rnelingkupi karni laksana badai. Unsur-unsur badai bagai rnengamuk di sekeliling karni. Tibat iba musik dari organ dan suara itu berhenti begitu rnendadak sehingga M. de Chagny rnelompat mundur dengan terkejut di batik dinding yang mernisahkan k dengannya. Lalu suara itu benar-benar berubah dan dengan tajarn rnenyuarakan katakata dingin ini, "Apa yang telah kaulakukan terhadap task ?" u.
Bab 23 Siksaan Dimulai Narasi si Orang Persia Berlanjut
SuARA itu mengulang perkataannya dengan marah, "Apa yang sudah kaulakukan terhadap tasku" Jadi kau m - taku melepaskanmu agar kau bisa mengambil tasku!"
mendengar langkah-l tergesa dan Christine berlari kembali memasuki ruangan Louis-Philippe seakan
mencari perlindungan di batik dindingnya, di tempat kami berada.
"Untuk apa kau lari?" tanya suara penuh amarah yang mengikutinya. "Kembalikan tas itu kepadaku. Tidakkah kau tahu bahwa itu tas penentu hidup dan mati?"
"Dengarkan aku, ," gadis itu menghela napas. " na sudah diputuskan bahwa kita hid up bersama ... apa bedanya bagimu?"
"Kau tahu hanya ada dua kunci di dalam situ," kata si monster. "Apa yang ingin kauperbuat?"
"Aku ingin melihat ruangan yang tak pemah kulihat ini, ruangan yang selalu kausembunyikan dariku . . . . Ini keingintahuan seorang perempuan!11 katanya dengan nada yang coba dibuatnya terdengar main-main.
Tetapi itu terlalu kekanak-kanakan untuk memperdaya Erik.
11 Aku tidak suka perempuan yang ingin tahu," balasnya, "dan kau sebaiknya ingat cerita Blue-Beard serta berhatihati. Mari, kembalikan tasku ... Kembalikan tas itu kepadaku! Jangan kauutak-atik kunci itu, gadis kecil yang ingin tahu!11
Lalu ia terkekeh sementara Christine mengaduh kesakitan. Erik jelas-jelas berhasil merebut tas itu darinya.
Pada saat itu, sang viscount tidak dapat menahan diri untuk tak menjerit marah penuh frustrasi.
11 Apa itu?" kata si monster. "Apa kau dengar itu, Christine?"
"Tidak, tidak," jawab gadis malang itu. "Aku tak mendengar apa-apa."
11Kupikir aku mendengar teriakan.11
11Teriakan! Apa kau sudah gila, Erik" Siapa yang kaupikir akan berteriak di rumah ini" Aku berteriak k kau menyakitiku! Aku tak mendengar apa-apa.11
11 Aku tak suka c u mengucapkan itu! Kau gemetar .... Kau gelisah .... Kau bohong! Tadi itu teriakan, ada teriakan! Ada seseorang di dalam kamar penyiksaan ... Ah, aku menger t i sekarang!"
11Tidak ada siapa-siapa di sana, Erik!" 11 Aku mengerti!"
11Tidak ada!" 11Mungkin laki-laki yang ingin kaunikahi!11 11 Aku tak mau menikahi siapa pun, kau tahu itu." Suara terkekeh mengerikan terdengar lagi.
"Well, tak butuh waktu lama untuk mencari tahu. Christine, cintaku, kita tidak perlu membuka pintu itu untuk melihat apa yang terjadi di dalam kamar penyiksaan. Apa kau ingin melihat" Kau mau melihatnya" Lihat! Kalau ada seseorang, kalau benar-benar ada seseorang di dalam sana, kau akan melihat jendela tersembunyi di atas sana, di dekat langit-langit, menyala. Kita hanya perlu menutup tirai hitam itu dan mematikan lampu di ruangan ini. Cukup begitu saja . . . . Mari kita padamkan lampu! Kau tidak takut gelap ketika kau bersama suamimu!"
Lalu mend en gar suara memelas stine, "Tidak. .. Aku takut! Kuberitahu ya, aku takut gelap .. Aku tak peduli soal kamar itu lagi sekarang ... Kau selalu menakutnakutiku seperti anak kecil dengan k penyiksaanmu! Karena itu aku jadi ingin tahu . . . . Tapi aku tak peduli lagi sekarang . . . tak sedikit pun . . . sama sekali tidak!"
Dan sesuatu yang kutakutkan di atas segalanya dimulai begitu saja. Tiba-tiba k dibanjiri cahaya! Ya, di sisi ruangan tempat kami berada, semuanya tampak bersinar. Sang Vicomte de Chagny begitu terkejut sampai-sampai ia terhuyung. Lalu suara penuh kemarahan itu membahana:
"Sudah kubilang ada orang di sana! Kaulihat jendela itu sekarang" Jendela yang menyala, tepat di atas sana" Orang di balik dinding ini tak dapat melihatnya! Tapi kau harus menaiki tangga lipat itu, itu gunanya tangga itu di sana ... Kau sudah sering memintaku untuk memberitahumu untuk apa tangga itu, sekarang kau tahu! la ada di situ supaya kita b isa tip ke dalam kamar penyiksaan . . . dasar kau gadis yang selalu ingin tahu!"
"Siksaan apa" Siapa yang disiksa" Erik, Erik, katakan kau hanya rnencoba rnenakut-nakutiku ... Katakan, Erik, bila kau memang mencintaiku! Tidak ada siksaan, bukan?" "Pergi dan lihatlah ke dalam jendela kecil itu, Sayang!" Aku tak tahu apa sang viscount mendengar suara nyaris pingsan gadis itu, sebab ia terlalu sibuk mengamati pemandangan menakjubkan yang terhampar di hadapannya. Sementara aku sudah terlalu sering melihat pemandangan itu lewat jendela kecil pada masa-masa menyenangkan di Mazandaran. Aku hanya rnemedulikan apa yang dikatakan di ruang sebelah, mencari tanda-tanda harus berbuat apa dan membuat keputusan apa.
"Pergi dan mengintiplah rnelalui jendela kecil itu! Beritahu aku seperti apa tampangnya!"
Kami mendengar langkah-langkah diseret di dinding. "Naiklah! Tidak! Tidak, aku sendiri yang akan naik, Sayang!"
"Oh, baiklah, aku akan naik. Lepaskan aku!" "Oh, sayangku, sayangku! Betapa manisnya dirimu ... Betapa baiknya kau mencegah orang seusiaku bersusah payah! Beritahu aku seperti apa tarnpangnya!"
Saat itu kami dengan jelas mendengar kata-kata ini di atas kepala kami, "Tidak ada orang di sana, Sayang!" "Tak ada orang" Apa kau yakin tak ada siapa pun?" "Tentu saja ... tak seorang pun!"
"Baguslah kalau begitu ... Ada apa, stine" Kau tak akan pingsan, bukan .. . kan tidak ada seorang pun di sana" Kemari. . . turunlah... ya! Tenangkan dirimu... sebab tak ada siapa-siapa di sana ... Tetapi apa kau menyukai pemandangannya?"
"Oh, suka sekali!"
"Nah, itu lebih baik. Kau sudah baikan sekarang, bukan" Tidak apa-apa, kau sudah lebih baik! Tidak lagi merasa gelisah! Dan ini rumah yang lucu, bukan, dengan pemandangan semacam itu di dalamnya?"
"Ya, ini seperti Musee Grevin. Tetapi, menurutku, Erik . . . tidak ada siksaan di dalam sana... Kau telah membuatku takut!"
"Mengapa . . . bukankah tidak ada seorang pun di dalam sana?"
"Apa kau merancang ruangan itu sendiri" Sangat indah. Kau seniman hebat, Erik."
"Ya, seniman hebat dengan caraku sendiri." "Tapi katakan kepadaku, Erik, mengapa kau menyebut ruangan itu kamar penyiksaan?"
"Oh, itu mudah saja. Pertama-tama, apa yang kaulihat tadi?"
"Aku melihat hutan."
"Dan apa yang ada di dalam hutan?" "Pepohonan."
"Dan apa yang ada di sebatang pohon?" "Burung-burung."
"Apa kaulihat ada burung?" "Tidak, aku tidak melihat satu pun."
"Kalau begitu apa yang kaulihat" Pikir! Kau melihat dahan-dahan! Dan apakah dahan-dahan itu?" tanya suara yang mengerikan itu. "Tiang gantungan! Itulah mengapa aku menyebut hutanku kamar penyiksaan! Kaulihat kan, semua ini lelucon Aku tidak mengekspresikan diriku layaknya orang-orang lain. Tapi aku sudah sangat lelah dengan
semua ini! Aku muak memiliki hutan dan kamar penyiksaan di dalam rumahku serta hidup seperti penipu di suatu rumah yang lantainya palsu... Aku sudah muak! Aku ingin punya flat yang nyaman dan sepi dengan pintu-pintu dan jendela-jendela normal serta seorang istri di dalamnya, seperti yang d iki orang lain! Seorang istri yang dapat kucintai dan kuajak berjalan-jalan di hari Minggu serta kubahagiakan di hari-hari biasa. Sini, apa kau mau kutunjukkan beberapa trik kartu" Itu akan membantu kita menghabiskan beberapa menit sambil menanti jam sebelas esok malam.... Christine kecilku tersayang... Apa kau mendengarkanku" Katakan kau mencintaiku. Tidak, kau tak mencintaiku . . . tapi tak apa, nanti kau pasti mencintaiku! Kau pernah tak mampu menatap topengku sebab kau tahu apa yang ada di baliknya .... Dan sekarang kau tak keberatan menatapnya dan kau lupa apa yang ada di baliknya! Seseorang bisa membiasakan diri terhadap segalanya. . . kalau ia memang mau. Banyak anak muda yang tidak saling peduli sebelum menikah berubah menjadi begitu memuja satu sama lain setelahnya! Oh, aku tak tahu apa yang kukatakan ini! Tapi kau akan mengalami begitu banyak kegembiraan bersamaku. Misalnya, aku adalah ahli suara perut terhebat yang pemah ada, bahkan akulah suara perut pertama di dunia! Kau tertawa .... Mungkin kau tak percaya padaku" Dengarkan."
Si celaka yang memang adalah suara perut pertama di dunia itu hanya berusaha mengalihkan perhatian gadis itu dari saan, tetapi itu rencana konyol, sebab Christine tak memikirkan apa-apa selain kami! Gadis itu berulang memohon kepadanya dengan nada suara paling lembut yang bisa diucapkannya, "Matikan cahaya di jendela kecil itu... Erik, tolong matikan cahaya di jendela kecil itu!"
Sebab gadis itu melihat bahwa cahaya yang tiba-tiba muncul dan dibicarakan oleh si monster dengan suara yang begitu mengancam itu pastilah menandakan sesuatu yang mengerikan. Ada yang membuatnya tenang sejenak, dan itu adalah mengetahui dengan melihat sendiri bahwa kami berdua masih hidup dan baik-baik saja di balik dinding ini, di tengah-tengah cahaya yang begitu terang. Tapi ia pasti akan merasa jauh lebih baik kalau cahaya itu dipadamkan.
Sementara itu, yang satu lagi sudah mulai bermain sebagai si ahli suara perut. la berkata, "Lihat, aku mengangkat topengku sedikit . . . . Oh, hanya sedikit kuangkat! Kaulihat bibirku, sebentuk bibir yang kumiliki ini" Bibir ini tidak bergerak! Mulutku terkatup-bentuk yang adalah mulutku ini-tetapi kau mendengar suaraku. Di mana kau mau mendengarnya" Di telinga kirimu" Telinga kananmu" Di meja" Di kotak-kotak kayu hitam di atas perapian itu" Dengar, Sayang, suara itu muncul dari kotak kecil di sebelah kanan perapian. Kaudengar apa katanya" 'Apa aku sebaiknya memutar kalajengking itu"' Dan sekarang, nah! Apa yang dikat nya di kotak kecil di sebelah kiri" 'Apa aku sebaiknya memutar belalang itu"' Sekarang, nah! la ada di dalam tas kulit kecil ini . . . . Apa katanya" 'Aku adalah tas kecil penentu hidup dan mati!' Sekarang ia ada di tenggorokan Carlotta, tenggorokan emas Carlotta yang se g kristal! Apa katanya" Ia bilang, 'Ini aku, Mr. Kodok, dan aku bernyanyi! Aku merasa aman kro-ok atas melodinya yang membungkusku kro-ok!' Dan sekarang, nah! Ia ada di kursi di boks balkon milik si hantu dan ia berkata, 'Madame Carlotta malam ini bernyanyi untuk menjatuhkan lampu gantung itu!' Dan sekarang, nah! Aha! Di mana suara Erik sekarang" Dengarkan, Christine sayang! Dengarkan! Ia ada di balik pintu kamar penyiksaan! Dengar! Itu aku sendiri di dalam kamar penyiksaan! Dan apa yang takan" Aku berkata, 'Celakalah mereka yang memiliki hidung, hidung yang asli, dan datang untuk melihat-lihat kamar penyiksaan! Aha, aha, aha!"
Betapa mengerikan suara si ahli suara perut itu! Suara itu ada di -mana, di segala penjuru! Suara itu menyelinap melalui jendela kecil tersembunyi itu, menembus dinding. Suara itu berlari mengelilingi kami, berada di antara kami. Erik ada di sana, berbicara kepada kami! Kami bergerak seakan-akan hendak menerkamnya. Tetapi, dengan cepat dan lebih cekatan daripada gema, suara Erik telah melompat kembali ke balik dinding!
Setelah itu kami tak mendengar apa pun juga, sebab inilah yang tetjadi:
"Erik! Erik!" terdengar suara tine. "Kau membuatku lelah dengan suaramu. Berhenti, Erik! Tidakkah hawa di sini sangat panas?"
"Oh, ya," jawab suara Erik, "panasnya tak tertahankan!"
"Tapi apa artinya" Dinding ini benar-benar mulai terasa panas ... Dinding ini terbakar!"
"Kuberitahu kau, Christine sayang. Ini karena hutan di ruangan sebelah."
"Apa hubungannya dengan hutan itu?"
"Tidakkah kaulihat bahwa itu hutan Afrika?" Lalu monster itu tertawa begitu keras dan mengerikan sehingga kami tak dapat lagi mendengar teriakan permohonan Christine! Vicomte de Chagny berteriak dan memukul-mukul dinding layaknya orang gila. Aku tak dapat menahannya untuk tak berbuat itu. Tapi kami tak bisa mendengar apa-apa lagi selain tawa monster itu, dan monster itu sendiri tak mungkin bisa mendengar suara lain. Lalu terdengar suara orang tetjatuh ke lantai dan diseret pergi, kemudian suara pintu dibanting dan setelah itu tidak ada suara. Tidak ada suara lain di tar kami selain kesunyian yang membakar, di jantung suatu hutan tropis!
Bab24 "Tong kayu! Tong kayu! Ada yang mau beli tong kayu?"
Narasi si Orang Persia Ber ut
SuoAH kusebutkan bahwa ruangan tempat M. le Vicomte de Chagny dan aku dik g adalah ruangan biasa berbentuk segi enam yang dinding-dindingnya sepenuhnya ditutupi oleh cermin. Ruangan-ruangan semacam ini bisa ditemui setelahnya, biasanya pada pameran-pameran, dan disebut "istana ilusi" atau semacam itu. Tetapi penemuan itu sepenuhnya ik Erik yang membangun ruangan jenis ini pertama a di hadapanku pada masamenyenan di Mazandaran. Suatu benda dekorasi, pilar misalnya, ditempatkan di salah satu sudutnya, maka langsung terciptalah suatu ruangan besar dengan seribu pilar. Sebab berkat cermin-cermin itu, ruangan yang sesungguhnya digandakan enam menjadi enarn ruangan segi enam yang masing-masingnya juga mengalami penggandaan sehingga pada akhimya jurnlah ruangan yang tercipta tidak terbatas. Tetapi sultan kecil itu tak lama kemudian bosan dengan ilusi kanak-kanak ini, dan karena itulah mengubah temuannya ini menjadi suatu "kamar penyiksaan." Sebagai ganti benda arsitektural di salah satu sudutnya, Erik menempatkan sebatang pohon besi. Pohon dengan lukisan daun-daun yang menghiasinya ini persis seperti pohon asli, dan benda ini dibuat dari besi supaya tahan terhadap segala serangan yang dilancarkan oleh para "pasien" yang dikunci di dalam kamar penyiksaan itu. Kita akan melihat bagaimana pemandangan yang tercipta ini seketika diubah menjadi dua pemandangan lain secara berturut-turut dengan menggunakan rotasi otomatis dari drum atau roda yang ada di sudut-sudut. Pemandangan itu dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan sudut-sudut dari cermin yang ada, dan masing-masing cermin itu memiliki peran dalam menghadirkan pemandangan yang tercipta ketika roda-roda itu berputar pada porosnya.
Dinding-dinding ruangan ganjil ini tidak memiliki apa pun untuk dijadikan senjata oleh pasien yang dimasukkan ke sana, sebab selain benda dekoratif yang kokoh itu, dindingnya hanya berlapiskan yang cukup tebal untuk bertahan terhadap serangan apa pun dari si korban yang dilemparkan ke dalam ruangan itu dengan tangan kosong serta tak beralas kaki.
Tidak ada perabot. Langit-langitnya dapat dinyalakan. Suatu sistem pemanasan elektrik yang cerdik, yang ditiru orang di kemudian hari, memungkinkan suhu dinding serta ruangan itu dinaikkan sesuai keinginan.
Aku memberikan semua detail dari suatu temuan sempurna, yang dengan bantuan beberapa dahan yang sudah dicat, menghasilkan ilusi gaib atas suatu hutan khatulistiwa yang terpanggang di bawah matahari tropis, sehingga tak seorang pun bisa meragukan keseimbangan pikiranku atau merasa layak mengataiku gila, berdusta, atau membodohinya.9
Sekarang aku akan kembali kepada kenyataan yang terjadi saat itu. Ketika langit-langit menyala terang dan terlihatlah hutan itu di sekeliling kami, sang viscount merasakan keterkejutan yang teramat sangat. Hutan yang tampak begitu lebat tak berujung dengan pokok dan dahan yang tak terhitung ju a membuat pemuda itu terdiam nger i. Ia me kan tangannya di dahi, seakan berusaha mengenyahkan suatu mimpi, matanya berkedip-kedip, dan untuk sesaat, ia lupa untuk terus memasang telinga. Aku sudah mengatakan bahwa pemandangan hutan itu
sekali tidak mengagetkanku, dan ya aku menjadi pihak yang mendengarkan apa yang tetjadi di ruangan sebelah. Akhirnya perhatianku secara khusus tertambat bukan pada pemandangan yang terhampar, tetapi lebih kepada cermin-c yang mewujudkannya. C -cermin ini pecah di beberapa bagian. Ya, ada cacat dan guratan di permukaan cermin, telah adanya "tanda" meskipun cermin-cermin ini teramat kuat membuktikan kepadaku bahwa penyiksaan tempat berada sekarang ini pernah digunakan sesuai Jungsinya.
Ya, sesosok makhluk malang, yang masih beralas kaki diban para korban pada -masa menyen di Mazandaran, pastilah jatuh ke dalam "ilusi kematian"
9 t dimaklumi bahwa a si orang Persia menuliskan ini, ia h betjaga-jaga terhadap segala macam yang datang dari s i a pa pun yang mungkin membaca tulisannya. Di zaman sekarang ini, ketika kita semua sudah pemah melihat semacam tindakan orang Persia itu tampak berle
ini dan karena begitu marah, ia menendangi cencennin yang terus membisu sambil memantulkan penderitaannya. Dan dahan pohon yang digunakannya untuk mengakhiri kesengsaraannya itu telah diatur sed rupa gga sebelum mati, sebagai hiburan terakhir baginya, ia melihat seribu orang mengejang kesakitan bersamanya.
Ya, tak diragukan lagi Joseph Buquet mengalami semua ini! Apakah kami akan mati seperti halnya dia" Kupikir tidak, sebab aku tahu kami masih punya beberapa jam dan aku bisa menggunakannya dengan lebih baik daripada yang mampu dilakukan Joseph Buquet. Bagaimanapun juga, aku sepenuhnya kenal dengan sebagian besar "trik" milik Erik, dan sekaranglah saatnya untuk menggunakan apa yang kuketahui.
Per aku mengenyahkan pikiran untuk kembali ke jalan yang telah membawa kami ke kamar terkutuk itu. Aku tidak ambil pusing soal kemungkinan membuka batu di bagian dalam yang menutup jalan itu, sebab hal itu sendiri adalah sesuatu yang mustahil. Kami jatuh dari ketinggian yang cukup ke dalam kamar penyiksaan ini, dan tidak ada perabot apa-apa yang dapat membantu kami mencapai lubang itu, termasuk dahan pohon besi itu maupun bila salah satu dari kami memanjat bahu yang lain.
Hanya ada satu jalan keluar yang mungkin, yaitu pintu menuju ruangan Louis-Philippe tempat Erik dan Chri s tine berada. Tetapi, meskipun jalan ini terlihat seperti pintu biasa dari sisi Christine, ia sama sekali tak tampak oleh kami. Karenanya kami harus berusaha membuka pintu itu tanpa mengetahui di mana keberadaan pastinya. Ketika aku merasa cukup yakin bahwa tak ada harapan yang bisa datang dari Christine, pada saat aku mendengar monster itu menyeret si gadis malang keluar dari ruangan Louis-Philippe karena takut ia akan mencampuri proses peny i k - saan kami, aku memutuskan untuk bertindak saat itu juga.
Namun pertama-tama aku harus menenangkan M. de Chagny yang sudah mulai mondar-mandir seperti orang gila seraya berteriak-teriak tak jelas. Potongan-potongan percakapan yang didengamya antara Christine dan monster itu sudah cukup untuk membuatnya gila, ditambah shock yang ditimbulkan hutan ajaib serta panas membakar yang mulai membuat keringat turun dari dahinya, pasti tidak susah bagi Anda untuk membayangkan kondisi pikiran pemuda itu. la meneriakkan nama Christine, mengacungkan pistolnya, membenturkan dahinya ke c dalam usahanya menerjang roboh hutan ilusi itu. Singkatnya, siksaan itu mulai berefek pada pikiran yang tak siap menghadapinya.
Aku berusaha sebaik mungkin menyadarkan viscount malang itu dan membuatnya berpikir logis. Aku me - nya menyentuh cerrnin-cerrnin itu dan pohon besi beserta dahan-dahannya, Ialu menjelaskan kepadanya dengan menggunakan hukum optik tentang segala pemandangan terang yang mengelilingi karni, dan itulah mengapa karni tidak boleh membiarkan diri karni menjadi korban layaknya orang-orang lain yang tak tahu apa-apa.
"Kita berada di suatu ruangan, satu ruangan kecil, dan itu yang harus terus kaukatakan kepada dirimu. Dan kita akan meninggalkan ruangan ini begitu kita menemukan pintunya."
Dan aku betjanji kepadanya a ia memb iar berusaha tanpa diganggu oleh teriakan dan gerakan mondar-mandirnya, aku akan berhasil menemukan trik pintu itu dalam waktu kurang dari satu jam.
Kemudian, karena tak ada hal lebih baik yang dapat dilakukannya, ia berbaring di lantai, seperti yang umum dilakukan orang di hutan, dan menyatakan bahwa ia akan menunggu sampai aku menemukan pintu hutan itu! la juga menambahkan bahwa dari tempatnya berbaring itu, "pemandangannya begitu menakjubkan!" Siksaan itu tetap bekerja rupanya, terlepas dari segala hal yang telah kukatakan kepadanya.
Sementara, tanpa memedulikan hutan itu, aku menghampiri satu panel cermin dan mulai merabai permukaannya, mencari titik lemah untuk ditekan guna memutar pintunya sesuai dengan sistem pivot yang digunakan Erik. Titik lemah ini bisa saja berupa suatu noda yang tak lebih besar dari sebutir kacang polong, dan di baliknya tersembunyi suatu pegas. Aku terus mencari. Aku meraba ce itu setinggi tanganku mampu menjangkau. Erik kurang-lebih setinggi aku, maka kupikir ia tidak akan menempatkan pegas itu lebih tinggi dari perawakan tubuhnya.
Ketika meraba panel-panel cermin selanjutnya dengan saksama, aku berusaha keras untuk bekerja secepat mungkin karena aku semakin merasa kepanasan dan kami benar-benar dipanggang di hutan menyilaukan itu.
Aku sudah bekerja selama setengah jam dan telah - riksa tiga panel cermin ketika seruan dari sang viscount membuatku menoleh kepadanya.
"Aku mulai susah bemapas," katanya. "Semua cermin ini menguarkan panas dari dalam! Apakah kau akan segera menemukan pegas itu" Kalau masih lama, kita akan terpanggang hidup-hidup!"
Aku paham mengapa ia berbicara seperti itu. Ia tak mengatakan apa-apa sebelumnya tentang hutan ini dan aku berharap akal sehat rekanku ini akan bertahan lebih lama terhadap siksaan yang ada. Namun i a melanjutkan, "Yang membuatku tenang adalah monster itu memberi Christine waktu hingga pukul sebelas besok malam. Kalau kita tidak bisa keluar dari sini dan menolongnya, paling tidak kita akan mati lebih dulu daripada dia! Dengan begitu lagu kematian Erik berlaku untuk kita semua!"
Lalu ia menghirup dalam-dalam udara panas yang nyaris membuatnya pingsan.
Karena aku tak seputus asa M. le Vicomte yang sudah siap menyongsong kematian, aku kembali ke panel cerminku setelah memberikan kata-kata penyemangat kepadanya. Tetapi aku melakukan kesalahan. Aku melangkah maju ketika berusaha menghibur pemuda itu, sehingga di tengah kerumitan ilusi yang dimunculkan oleh hutan ini, aku tak dapat menemukan panel cerminku yang tadi! Aku harus mulai lagi dari awal, kembali lagi memilih satu panel cermin kemudian meraba-raba dan mer seluruh permukaannya.
Sekarang kecemasan itu berganti melandaku. . . sebab aku tidak dapat menemukan apa-apa, nol. Ruang sebelah begitu sunyi. Kami cukup bingung di dalam hutan itu, tanpa jalan keluar, kompas, petunjuk, atau apa pun. Oh, aku tahu apa yang akan ti kami bila tak ada orang yang datang menolong ... atau kalau aku tak menemukan pegas itu! Namun sekeras apa pun aku mencari, yang kudapati hanyalah dahan-dahan, cabang-cabang pohon yang indah yang berdiri tegak di hadapanku atau dengan anggun memayungi kepalaku. Tetapi semua itu tak memberi tempat teduh. Dan ini cukup wajar, sebab kami berada di hutan tropis dengan matahari tepat di atas kepala. Hutan Afrika.
M. de Chagny dan aku sudah berkali-kali melepaskan dan mengenakan kembali mantel kami karena kami rnerasa mantel itu rnembuat kami semakin gerah, tapi di lain pihak ia juga melindungi kami dari panas ini. Mentalku masih rnenunjukkan perlaw tetapi bagiku tampaknya M. de Chagny sudah cukup rnenyerah. Ia bersikap seolah-olah telah berjalan selama tiga hari tiga malam di hutan itu demi rnencari tine Daae! Beberapa kali ia merasa rnelihat gadis itu di belakang pohon atau berayun di dahandahan, dan ia memohon-mohon kepada gadis itu dengan rnemilukan hingga terbit air mataku. Kemudian, akhimya ia berkata, "Oh, aku amat haus!" serunya dengan nada mengigau.
Aku juga haus. Tenggorokanku serasa terbakar. Namun aku tetap berjongkok di lantai dan tak mau menyerah mencari pegas yang akan rnembuka pintu tersernbunyi itu . . . karena bila malam se mendekat, se berbahaya bagi kami berada di hutan itu. Bayang-bayang malam sudah rnulai melingkupi kami. ltu terjadi begitu cepat, petang tiba dengan cepat di negara-negara tropis . . . begitu tiba-tiba, nyaris tanpa senja.
Malam di hutan-hutan tropi s selalu berbahaya, khususnya bila seperti kami sekarang ini yang tak punya apa pun untuk menyalakan api yang akan menjauhkan para binatang buas. Aku sudah mencoba rnematahkan dahandahan itu untuk kubakar dari api lentera redupku, tetapi aku brak cermin-c itu dan tersadar bahwa yang ada di hadapan kami hanyalah pantulan-pantulan dahan.
Panas udara yang ada tidak melenyap bersama cahaya siang. Sebaliknya, udara kini terasa kian panas di bawah sinar kebiruan bulan. Aku mendesak viscount itu untuk memegang senjata-senjata k dalam keadaan siaga tembak dan tak meninggalkan tempat sementara aku terus mencari pegasku itu.
Tiba-tiba kami mendengar auman singa dari beberapa meter jauhnya.
"Oh," bisik viscount itu, "singa itu cukup dekat! Tidakkah kau melihatnya" Itu . . . di balik pohon-pohon . . . di kerimbunan itu.... Kalau ia mengaum lagi, aku akan menembak!"
Lalu auman itu terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya. Dan viscount itu men tapi kurasa ia tak mengenai singa itu. la hanya memecahkan salah satu cermin sebagaimana yang kudapati keesokan paginya. Kami pasti telah berjalan cukup jauh malam itu, sebab tiba-tiba berada di tepi gurun, di tepi hamparan luas pasir, batu, dan karang. Sia-sia saja meninggalkan hutan itu hanya untuk sampai di padang gurun ini. Kelelahan, aku mengempaskan diri di samping sang viscount, aku tidak kuat lagi mencari pegas yang tak kunjung kutemukan.
Aku cukup heran dan kukatakan ini kepada sang viscount-bahwa kami tidak menjumpai binatang berbahaya lainnya semalam. Biasanya, setelah singa itu muncullah macan tutul dan terkadang dengungan lalat tsetse. Mudah saja menghasilkan efek-efek suara itu, dan aku menjelaskan kepada M. de Chagny bahwa Erik m kan a singa dengan menggunakan drum atau tamborin panjang yang bertutupkan kulit keledai di salah satu ujungnya. Pada kulit ini ia mengikatkan senar dari isi perut binatang yang diikatkan pada satu lagi senar serupa hingga sepanjang drum itu. Erik hanya perlu menggosok senar itu dengan sarung tangan berlumur getah dan, tergantung bagai ia menggosoknya, ia bisa menirukan dengan sempuma auman singa atau macan tutul, atau bahkan dengung lalat tsetse.
Kemungkinan bahwa Erik ada di ruangan sebelah kami dan melakukan triknya membuatku tiba-tiba memutuskan untuk nding dengannya, sebab kami sudah membuang jauh pikiran untuk menyerangnya secara tiba-tiba. Dan sekarang ia pastilah sudah menyadari siapa yang berada di dalam penyiksaannya. Aku memanggilnya, " ! Erik!"
Aku berteriak sekuat tenaga mengatasi luas gurun ini, tetapi tidak ada jawaban. Di sekeliling kami hanya ada kesenyapan dan kegersangan teramat luas dari gurun berbatu. Apa yang akan terjadi kepada kami di tengah-tengah keterasingan yang mengerikan seperti itu"
benar-benar mulai sekarat karena panas, lapar, dan haus . . . terutama karena haus. Akhimya aku melihat M. de Chagny bangkit bertumpu pada sikunya, lalu menunjuk pada satu titik di cakrawala. la telah menemukan oase!
Ya, jauh di sana terlihat oase . . . oase berair jernih yang memantulkan bayangan pohon-pohon besi! Percuma saja, itu hanya fatamorgana. Aku langsung mengenalinya . . . yang paling mengerikan dari ketiganya! Tak ada yang mampu melawannya . . . tak seorang pun . . . . Aku telah berjuang sekuat tenaga untuk tetap waras dan tak mengharapkan air, sebab aku tahu bahwa bila seseorang mengharapkan adanya air, air yang m tulkan bayangan pohon besi, dan bila setelah semua harapan itu temyata yang didapatinya adalah cermin belaka, maka tinggal satu hal yang akan dilakukannya: gantung diri di pohon besi itu!
Maka aku berseru kepada M. de Chagny, "Itu hanya fatamorgana... Fatamorgana! Jangan percaya air itu! Itu satu lagi tipu daya dari cermin-cerrnin ini!"
Tapi dengan ketus ia menyuruhku diam, tak mengoceh lagi tentang tipu daya cermin, pegas, pintu putar dan istana ilusiku! Dengan marah ia menyatakan bahwa aku pastilah buta atau gila menyangka bahwa seluruh air yang mengalir di sana di antara pepohonan menakjubkan yang tak terhingga jumlahnya itu bukanlah air sungguhan. Gurun itu nyata ... Begitu juga hutan itu! Dan tidak ada gunanya berusaha meyakinkan sang viscount... sebab ia adalah pengelana yang sarat pengalaman . . . ia telah berkelana ke segala tempat!
Lalu ia merangkak sambil berkata, "Air! Air!" Dan mulutnya terbuka, seakan-akan sedang rninum. Dan mulutku juga terbuka, seakan-akan sedang rninum.
Sebab karni tidak hanya melihat air, kami mendengarnya! Kami mendengarnya mengalir, mendengarnya beriak! Apa kau mengerti kata "riak?" . . . !tu suara yang kaudengar dengan lidahmu... Kau menjulurkan lid u keluar dari mulutmu supaya mampu mendengarkannya dengan lebih baik!
Yang terakhir-dan ini adalah siksaan paling kejam di antara semuanya -kami mendengar hujan namun tak ada hujan yang turun! Ciptaan dari neraka ... Oh, aku tahu persis bagaimana Erik melakukannya! la mengisi suatu kotak sempit yang sangat panjang dengan batu-batu kecil. Bagian dalam kotak itu memilik i tonjolan-tonjolan dari besi dan kayu. Maka, ketika jatuh, batu-batu itu menabrak tonjolantonjolan itu dan memantul, menabrak satu sama lain, sehingga hasilnya adalah serangkaian suara derai yang begitu mirip dengan hujan badai.
Ah, kau harus melihat bagaimana kami menjulurkan lidah kami dan menyeret tubuh kami ke arah tepian sungai yang mengalir dan beriak itu! Mata dan telinga k dipenuhi air, tetapi lidah kami kaku dan kering seperti tanduk!
Ketika kami mencapai cermin itu, M. de Chagny menjilatnya ... dan aku juga menjilat cermin itu.
Panasnya bukan main! Lalu kami bergulingan di lantai, mengeluarkan teriakan keras penuh keputusasaan. M. de Chagny menodongkan satu-satunya pistol yang masih berpeluru ke kepalanya sendiri, dan aku menatap laso Punjab di kaki pohon besi itu. Aku tahu mengapa pohon besi itu ada lagi di pergantian pemandangan ketiga ini ... Pohon besi itu menantiku!
Tetapi, k aku mem andangi laso Punjab itu, aku melihat sesuatu yang membuatku berteriak beg itu keras hingga M. de Chagny m da usaha bunuh dirinya. Aku memegangi lengannya. Lalu aku menarik pistol itu menjauh . . .
kemudian dengan betjalan di atas lututku aku menghampiri benda yang kulihat tadi.
Telah ku , di dekat laso Punjab itu, di tengah guratan alur di lantai, aku melihat paku hitam yang aku tahu betul fungsinya. ya aku menemukan pegas itu! Aku meraba paku itu. Aku mendongak dengan wajah berbinar ke arah M. de Chagny. Paku hitam itu melesak ketika kutekan ... .
Setelah itu . . . Setelah itu kami tidak menjumpai pintu yang membuka di dinding, melainkan suatu tingkap yang terbuka di lantai. Udara sejuk naik menuju kami dari dalam lubang hitam itu. Kami berlutut di atas persegi gelap itu seperti sedang berlutut di pinggir sumur berair je . Dengan dagu tenggelam di dalam bayangan sejuknya, kami menghirupnya.
Kemudian kami membungkuk semakin dan semakin dalam dari tepian lubang pintu jebak itu. Apakah yang mungkin ada di dalam ruang bawah tanah yang membuka di hadapan kami itu" Air" Air yang bisa diminum"
Aku menjulurkan lenganku ke dalam kegelapan dan tanganku menyentuh batu, lalu satu batu lagi . . . anak tangga . . . tangga gelap yang menuju ruang bawah tanah. Sang viscount ingin lari memasuki lubang itu, tetapi karena khawatir adanya tipu muslihat lain dari si monster, aku menghentikan pemuda itu, lalu menyalakan lenteraku dan turun terlebih dahulu.
Tangga itu berkelok-kelok dan terus menuju kegelapan pekat. Tetapi rasakan, betapa sejuknya kegelapan dan anakanak tangga itu, bukan" Danau itu pasti tak jauh dari sini.
Tak lama kami sampai di dasar tangga. Mata kami mulai terbiasa dengan kegelapan yang ada, mulai bisa membedakan bentuk-bentuk yang ada di sekeliling kami . . . sesuatu yang bundar . . . kusorotkan lenteraku ke sana. Tong kayu!
berada di ruang bawah tanah Erik: pasti di sinilah tempat ia menyimpan anggurnya atau mungkin juga air minumnya. Aku tahu Erik pencinta anggur bagus. Ah, banyak anggur yang bisa diminum di sini!
M. de Chagny menepuk benda-benda bundar itu dan berulang-ulang berkata, "Tong kayu! Tong kayu ... Begitu banyak tong kayu!"
Memang, jumlah tong kayu yang ada cukup mencengangkan dan tong-tong itu diatur dalam dua baris yang s tris, masing-rnasing di kanan dan kiri k . Tong-tong kayu itu berukuran kecil dan kupikir Erik pastilah memilih ukuran itu supaya mudah dibawa ke rumah di tepi danau itu.
Kami memeriksa tong-tong itu satu per satu, mencari tahu apa ada corong di salah satunya, tanda bahwa tong itu telah diambil isinya entah kapan. Tapi semua tong tertutup luar biasa rapat.
Lalu, setelah separuh mengangkat salah satunya untuk memastikan isinya penuh, kami meletakkannya di lantai dan berlutut. Dengan menggunakan bilah pisau kecil yang kubawa, aku bersiap menusuk lubang isiannya.
Pada saat itu aku seakan-akan mendengar sernacam lagu monoton datang dari jauh, lagu yang kukenal dengan baik, yang sering kudengar diucapkan di jalan-jalan Paris, "Tong kayu! Tong kayu! Ada yang mau beli tong kayu?"
"Oh, aku bersumpah," kata sang viscount, "nyanyian itu tertelan tumpukan tong ini ... "
Kami berdiri dan memeriksa di belakang tong itu. "Di dalamnya," kata M. de Chagny, "ia ada di dalam!" Tapi tak mendengar apa-apa di sana dan memutuskan pastilah ini gara-gara kondi s i pancaindra kami yang sedang payah. Lalu k kembali ke lubang isian itu. M. de Chagny menaruh kedua tangannya tepat di bawah lubang itu dan dengan satu usaha terakhir aku menusuk lubang itu hingga keluar isinya.
"Apa ini?" seru sang viscount. "Ini bukan air!" Viscount itu mendekatkan kedua tangannya yang terisi penuh ke arah lenteraku. Aku membungkuk untuk melihatnya . . . dan seketika kulemparkan lentera itu sekuat tenaga hingga pecah dan padam, meninggalkan kami di dalam kegelapan total.
Yang kulihat di tangan M. de Chagny . . . adalah bubuk mesiu!
Bab 25 Kalajengking a tau Belalang: Yang Mana"
Akhir Cerita si Orang Persia
TEMUAN itu membuat kami begitu tersentak hingga kami lupa dengan segala penderitaan yang kami rasakan tadi rnaupun sekarang. Kini kami rnengerti ud si monster ketika ia berkata kepada Christine Daae, "Ya atau tidak! Kalau kau menjawab tidak, semua orang akan mati dan terkubur!"
Ya, terkubur di bawah puing-puing Grand Opera Paris! Monster itu rnemberinya waktu hingga pukul sebelas
am. Ia me ih waktunya dengan tepat. Pada jam itu akan ada banyak orang, banyak "umat manusia," di atas sana, di teater. Adakah rombongan yang lebih baik bagi pemakamannya" Ia akan masuk ke liang kubur dengan diantar oleh orang-orang paling terhormat di dunia, lengkap dengan perhiasan yang paling mahal.
Jam sebelas besok malam! Kita semua akan diledakkan hingga hancur berkepingkeping di tengah-tengah pementasan... kalau Christine Daae berkata tidak!
Jam sebelas besok malam! Tetapi jawaban apa lagi yang akan diberikan Christine kecuali tidak" Tidakkah ia lebih memilih menikahi kematian itu sendiri daripada mayat hidup itu" la tidak tahu bahwa pada penerimaan atau penolakannya terletak nasib begitu banyak orang!
Jam sebelas besok malam! Lalu kami terhuyung-huyung menembus kegelapan, meraba-raba jalan menuju tangga batu itu, sebab cahaya dari pintu jebak di langit-langit yang mengarah pada ruangan penuh cermin itu kini telah padam. Dan kami berulangulang berkata, "Jam sebelas besok malam!"
ya aku men tangga itu. Tapi tiba-tiba aku berdiri tegak di tangga pertamanya, sebab satu pikiran mengerikan terlintas di kepalaku, "Jam berapa sekarang?"
Ah, jam berapa" Bagaimanapun juga, jam sebelas besok malam bisa saja sekarang ini, saat ini juga! Siapa yang bisa memberitahu jam berapa sekarang" Kami serasa telah ditawan dalam neraka itu selama berhari-hari ... bertahuntahun . . . bahkan sejak awal mula dunia tercipta. Mungkin
ur diledakkan saat ini juga, di sini! Ah, ada suara! Ada letusan!
"Kaudengar itu" Di sana, di sudut . . . ya Tuhan! Seperti bunyi mesin... Lagi! Oh, andai ada cahaya! Mungkin itu mesin yang akan meledakkan semuanya! Kuberitahu ya, itu bunyi letusan. Apa kau tuli?"
M. de Chagny dan aku mulai berteriak-teriak seperti orang gila. Rasa takut memacu kami. Kami begitu terburuburu rnenaiki anak-anak tangga itu, tetjatuh beberapa , tapi kami tak peduli. Apa pun asal bisa melarikan dari kegelapan ini, untuk k ke cahaya rnenyiksa di ruangan penuh cermin itu!
Kami mendapati pintu jebak itu masih terbuka, tetapi ruangan itu sama gelapnya dengan ruang bawah tanah yang kami tinggalkan. Kami merangkak di lantai kamar pen a n itu, lantai yang memisahkan kami dari bubuk mesiu. Jam berapa ini" Kami berteriak dan memanggil-manggil. M. de Chagny menyerukan nama Christine, sementara aku memanggil Erik. Aku mengingatkannya bahwa aku pemah menyelamatkan nyawanya. Tapi tak ada jawaban. Yang ada hanya rasa putus asa dan kegilaan kami. Jam berapa" Kami berdebat dan berusaha menghitung waktu yang telah kami habiskan di tempat ini, tapi kami tak sedang dalarn keadaan mampu berpikir j . Andai saja ada jam yang bisa kami lihat! Jarnku sudah mati, tetapi jam M. de Chagny masih berputar .... la bilang ia memutarnya sebelum bersiap-siap pergi ke Opera. Kami tak punya korek api . . . . Ta pi kami harus tahu jam berapa sekarang. M. de Chagny memecahkan kaca jam iknya dan meraba kedua ja ya. la memeriksa posisi kedua jarum itu lingkaran tengahnya. Berdasarkan jarak antara kedua jarum itu, menurutnya sekarang jam sebelas!
Tapi mungkin saja ini bukan jam sebelas yang kami takutkan. Mungkin kami masih punya dua belas jam ke depan!
Tiba-tiba aku berseru, "Hus!"
Sepertinya aku mendengar langkah kaki di ruang sebelah. Seseorang mengetuk dinding. Lalu suara Christine Daae terdengar berkata, "Raoul! Raoul!"
Kami semua sekarang berbicara bersamaan di sisi dinding masing-masing. Christine terisak, ia tidak yakin akan mendapati M. de Chagny masih hidup. Sepertinya monster itu menyiksanya dengan tak melakukan apa pun selain terus mengoceh, menunggu gadis itu menjawab "iya" -jawaban yang tak kunjung diberikannya. Tetapi Christine menjanjikan jawaban "iya" itu kepadanya asalkan ia mau membawa gadis itu ke dalam kamar penyiksaan. Erik dengan keras kepala menolak dan mengeluarkan berbagai ancaman mengerikan terhadap t manusia! Akhirnya, setelah berjam-jam yang mirip neraka, monster itu pergi meninggalkan Christine untuk berpikir terakhir kalinya.
"Berjam-jam" Jam berapa sekarang" Jam berapa ini, Christine?"
"Jam sebelas! Lima menit sebelum jam sebelas!" "Tapi jam sebelas yang ?"
"Jam sebelas yang menentukan hidup atau mati! Ia mengatakan itu kepadaku persis se pergi .... la benarbenar mengerikan. la marah: ia merobek topengnya dan mata kuningnya memercikkan api ... Ia tak melakukan apa pun selain tertawa. la berkata, 'Kuberi kau lima menit untuk menyelamatkan hidupmu! lni,' katanya sambil mengeluarkan anak kunci dari dalam tas kecil penentu hidup dan mati, 'ini anak kunci untuk membuka dua kotak kayu di atas perapian ruangan Louis-Philippe . . . . Di salah satu kotak itu kau akan menemukan kalajen dan belalang di yang satu lagi. Keduanya buatan Jepang, berbahan perunggu dan begitu mirip dengan aslinya. Mereka yang akan memberikan jawaban ya atau tidak milikmu itu. Jika kau memutar kalajengkingnya, bila aku kembali nanti, aku akan mengartikan kau menjawab ya. Sedangkan belalang akan berarti tidak.' Lalu ia tertawa seperti iblis mabuk. Aku terus memohon-mohon kepadanya untuk memberikan kunci ke k penyiksaan, berjanji akan menjadi istrinya bila ia mengabulkan permint u . . . . Tapi ia berkata bahwa kunci itu tidak akan ada gunanya lagi dan ia akan membuangnya ke dasar danau! Dan ia sekali lagi tertawa bagai iblis mabuk, lalu meninggalkanku. Oh, kata-kata tera ya adalah, '"Belalang itu! Hati-hati dengan belalang itu! Seekor belalang tidak hanya berputar: ia melompat! Ia melompat! Dan ia melompat sungguh tinggi!'"
menit itu hampir lewat dan kalajengking serta belalang itu mengganggu pikiranku. Meski begitu aku masih cukup mampu berpikir je untuk memahami bahwa jika belalang itu diputar, ia akan melompat ... dan membawa serta begitu banyak orang! Tak diragukan lagi bahwa belalang itu mengatur arus listrik yang dimaksudkan untuk meledakkan bubuk mesiu tadi!
M. de Chagny, yang tampaknya telah benar-benar sadar begitu mendengar suara Christine, dengan tergesa-gesa menjelaskan kepada gadis itu situasi yang sedang kita semua hadapi. Ia menyuruh Christine segera memutar kalajengk ingnya.
Sunyi. "Christine," teriakku, "kau ada di mana?" "Di samping kalajengking ini."
"Jangan sentuh!"
Tiba-tiba terlintas dalam benakku -sebab aku mengenal Erik-ku -bahwa monster itu mungkin saja mengelabui gadis itu sekali lagi. Mungkin kalajengking itulah yang meledakkan semuanya. Dan selain itu, mengapa Erik tidak ada di sana" Lima menit telah lama berlalu . . . dan ia tidak kembali . . . . Mungkin ia sudah berlindung entah di mana dan menunggu ledakan itu terjadi! Mengapa ia belum kembali" Ia tak mungkin r-benar beranggapan Christine akan dengan suka rela menyerahkan dirinya! Mengapa ia belum kembali"
"Jangan sentuh kalajengking itu!" kataku.
"Ia datang!" seru Christine. "Aku mendengarnya! la datang!"
mendengar langkah kakinya mendekat ke ruangan Louis-Philippe. la bergerak ke arah Christine, tapi tak berkata apa-apa. Maka aku membuka suara, "Erik! lni aku! Kau mengenaliku?"
Dengan ketenangan yang menakjubkan ia langsung menjawab, "Jadi kau belum mati di sana" Well, kalau begitu diamlah."
Aku mencoba berbicara, tetapi dengan dingin ia menjawab, "Tidak satu kata pun, Daroga, atau aku akan meledakkan semuanya." Lalu ia melanjutkan, "Mademoiselle ini diserahi kehormatan untuk memilih . . . . Mademoiselle belum menyentuh kalajengkingnya" -betapa entengnya ia berbicara! "Mademoiselle belum menyentuh belalangnya" -lagi-lagi dengan tenang! -"tapi sudah terlambat untuk melakukan apa yang benar. Nah, telah kubuka kotak itu tanpa kunci, sebab aku seorang pencinta pintu-jebak dan aku membuka serta menutup apa pun yang aku mau, sebagaimana yang aku mau. Aku membuka kotak-kotak kayu hitam ini: Mademoiselle, lihatlah benda-benda menarik di dalamnya. Benda-benda ini cantik, kan" Kalau kau memutar belalangnya, Mademoiselle, kita semua akan meledak. Ada bubuk mesiu dalam jumlah cukup banyak di bawah kaki kita untuk meledakkan seperempat kota Paris. Kalau kau memutar kalajen ya, Mademoiselle, semua bubuk mesiu itu akan basah dan tenggelam dalam air. Mademoiselle, untuk merayakan an kita, kau akan memberikan hadiah paling indah kepada sekian ratus warga Paris yang sekarang ini bertepuk tangan untuk karya Meyerbeer yang buruk . . . kau akan memberi mereka hadiah berupa hidup mereka . . . . Sebab, dengan tangan cantikmu sendiri kau akan memutar kalajengking itu . . . . Dan kita akan menikah dengan penuh kegembiraan!"
Diam, kemudian, "Jika, dalam dua menit, Mademoiselle, kau belum memutar kalajengking itu, aku akan memutar belalangnya . . . dan belalang itu, kuberitahu kau, melompat sangat tinggi!"
Kesunyian yang mencekam kembali melanda. Menyadari tak ada lagi yang dapat dilakukan selain berdoa, Vicomte de Chagny berlutut dan berdoa. Sedangkan aku, jantungku berdegup begitu kencang hingga aku harus meme-gangi dadaku dengan kedua tangan, khawatir jantungku akan meledak. A ya kami mendengar suara Erik, "Dua menit telah lewat . . . . Selamat tinggal, Mademoi s elle . . . . Melompatlah, belalang!"
"Erik," seru Christine, "apa kau bersumpah kepadaku, Monster, apa kau bersumpah kepadaku bahwa kalajengking itulah yang harus kuputar?"
"Ya, untuk melompat di pernikahan kita." "Ah, benar bukan! Kaubilang untuk melompat!" "Di pernikahan kita, dasar gadis lugu! Kalajengking itu akan membuka pesta kita . . . . Tapi sudah cukup! Kau tak mengingi kalajengking itu" Kalau begitu biar kuputar belalangnya!"
"Erik!" "Cukup!" Aku berteriak bersama-sama dengan Christine. M. de Chagny masih berlutut dan berdoa.
"Erik! Aku sudah memutar kalajengkingnya!"
Oh, satu detik penuh yang kami lewati! Menunggu!
Menunggu mendapati diri k tercerai-berai di antara ledakan dan puing-puing!
Kami merasakan sesuatu meletus di bawah kaki kami, mendengar bunyi mendesis teramat keras melalui pintu jebak yang terbuka itu, bunyi desis seper t i yang keluar dari roket!
Suara itu mula-mula lembut, semaki n keras, lalu teramat keras. Tapi itu bukan suara desis api. Lebih seperti desis air. Dan sekarang suara itu berubah menjadi suara gelegak: "Glegak! Glegak!"
Kami bergegas mendekati pintu jebak itu. Rasa haus kami yang tadi hilang ketika teror itu terjadi, kini kembali bersama suara gemuruh air.
Air bertambah naik di ruang bawah tanah, menenggelamkan tong-tong kayu berisi bubuk mesiu itu-"Tong kayu! Tong kayu! Ada yang mau bell tong kayu?" -dan kami menyambutnya dengan kerongkongan kerontang. Air itu nail< hingga ke dagu , ke mulut kami. Maka meminumnya. Kami berdiri di lantai ruang bawah tanah itu dan minum. Lalu kami kembali menaiki tangga itu di dalam gelap, selangkah demi selangkah, naik bersama air.
Air itu keluar dari dalam ruang bawah tanah bersamasama kami dan membanjiri lantai ruangan. Jika ini berlanjut, seluruh rumah di tepi danau ini akan tergenang. Lantai kamar penyiksaan ini sendiri telah berubah menjadi danau kecil yang menggenangi kaki kami. Airnya pas t i sudah cukup sekarang! Erik harus mematil"Erik! Erik! Airnya sudah cukup untuk semua bubuk mesiu itu! Matikan kerannya! Putar kalajengkingnya!"
Tapi Erik tak menjawab. Kami tak mendengar apa pun kecuali bunyi air yang semakin tinggi: sudah akan mencapai pinggang kami!
"Christine!" teriak M. de Chagny. "Christine! Aimya sudah setinggi lutut kami!"


The Phantom Of The Opera Karya Gaston Leroux di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ta pi Christine diam saja . . . . Kami hanya mendengar bunyi air naik.
Tak ada orang, tak ada siapa pun di ruangan sebelah. Tak ada yang memutar kerannya, tak seorang pun memutar kalajengking itu!
Hanya ada berdua di dalam gelap bersama dengan air berwarna gelap yang menyergap kami, mendekap dan membekukan kami!
"Erik! Erik!" "Christine! Christine!"
Pada saat ini, kami sudah kehilangan pijakan dan berputar-putar bersama air, terseret pusaran yang begitu kuat, sebab air itu berputar bersama kami dan membenturkan kami ke cermin gelap yang melemparkan kami kembali. Dan dari kepala kami yang berada di atas permukaan air, kami tak henti-hentinya berteriak dengan keras.
Apakah kami akan mati di sini, tenggelam di kamar penyiksaan" Aku tak ah melihat hal seperti ini. Sewaktu di masa-masa menyenangkan di Mazandaran, Erik tak pernah menunjukkan ini kepadaku melalui jendela kecil yang tersembunyi itu.
"Erik! Erik!" teriakku. "Aku ah menyelamatkan nyawamu! Ingatlah! Kau dihukum mati! Tanpa aku, kau sudah mati sekarang! Erik!"
terus berputar di air sepert i barang rongsokan. Tetapi, tiba-tiba tanganku yang menggapai-gapai memegang batang pohon besi itu! Aku memanggil M. de Chagny, dan kami berdua berpegangan pada dahan pohon besi itu. Dan air itu terus naik semakin tinggi.
"Oh! Oh! Apakah kau ingat" Berapa jauh jarak antara cabang-cabang pohon ini dan langit-langit ruangan berbentuk kubah ini" Cobalah mengingat ... Pada akhimya air ini akan berhenti, ia pasti mencapai batas ketinggiannya ... Nah, kurasa air rnulai berhenti! Tidak, tidak, oh, betapa mengerikannya ... Berenanglah! Berenanglah demi nyawamu!"
Lengan kami bertautan seiring usaha kami untuk berenang. Kami tersedak. Kami berjuang di dalam air yang gelap, dan kami mulai kesulitan bemapas dengan udara yang tersisa, udara yang terdengar kabur dan menghilang melalui lubang ventilasi atau semacamnya.
"Oh, biarlah kita berputar dan terus berputar sampai kita menemukan lubang udara itu dan menempelkan mulut kita ke sana!"
Tapi aku kehilangan tenagaku. Aku mencoba berpegangan pada dinding-dinding! Oh, betapa licinnya dinding-dinding cermin ini!. .. Kami terbawa berputar lagi ... Kami mulai tenggelam! Satu usaha terakhir ... Teriakan terakhir, "Erik! Christine!"
"Glegak, glegak, glegak!" terdengar di telinga kami. "Glegak! Glegak!" Di dasar air yang gelap itu, telinga k mendengar, "Glegak! Glegak!"
Dan, sebelum benar-benar gan kesadaran, di antara bunyi gelegak yang satu dan yang lain aku seakan mendengar: "Tong kayu! Tong kayu! Ada yang mau beli tong kayu?"
Bab26 Akhir Kisah Cinta Si Hantu
BAB sebelumnya adalah akhir dari narasi tertulis yang diwariskan oleh si orang Persia.
Meskipun situasi saat itu begitu mencekam dan tampak akan mengantar mereka berdua menemui ajal, M. de Chagny beserta rekannya itu diselamatkan oleh kesetiaan yang sungguh muli a dari Christine Daae. Dan cerita selanjutnya ini kudapatkan langsung dari mulut si daroga itu sendiri.
Ketika aku datang menemuinya, i a masih tinggal di flatnya yang kecil di Rue de Rivoli, di seberang Tuileries. Ia sakit parah, dan dibutuhkan segenap semangatku sebagai ahli sejarah yang bersumpah mengejar kebenaran untuk membujuknya kembali mengenang tragedi luar biasa itu demi kepentinganku. Pelayan setianya, Darius, mengantarku masuk menemuinya. Daroga itu menerimaku di sebelah jendela yang menghadap Tuileries. Tatapan rnatanya masih cemerlang, tetapi wajahnya terlihat begitu tua. la telah menggunduli kepalanya yang biasa utupkan topi wol, akan mantel panjang polos dan senang memutar-mutar kedua ibu jarinya di dalam lengan mantel itu tanpa sadar. Tetapi pikirannya masih cukup jernih, dan ia menceritakan kepadaku kisah itu dengan sangat jelas.
Tampaknya, ketika siuman, si daroga ini mendapati dirinya terbaring di atas tempat tidur. M. de Chagny ter di sofa, di samping lemari. Satu malaikat dan satu iblis mengamati mereka.
Setelah segala tipuan dan ilusi di dalam kamar penyiksaan, semua detail yang ada di ruangan kecil tak mewah yang tenang ini seakan-akan sengaja diciptakan untuk membuat bingung pikiran orang-orang yang dengan gegabah memasuki tempat kediaman monster mengerikan ini. Ranjang dari kayu, kursi-kursi mahoni berpelitur, lemari berlaci, benda-benda dari kuningan itu, kain-kain alas berbentuk persegi yang dengan hati-hati ditempatkan di sandaran kursi-kursi, jam di atas perapian dan dua kotak kayu biasa saja yang masing-masing diletakkan di ujungnya, dan terakhir, lemari etalase kecil yang dipenuhi oleh kulit kerang, bantalan jarum, miniatur kapal, serta satu telur raksasa dari burung onta, k a itu s - diterangi oleh satu lampu meja bertudung yang ada di atas satu meja bundar kecil. Koleksi perabot yang buruk namun rnasuk akal dan umum di dasar ruang bawah tanah Opera ini membingungkan imajinasi mereka lebih daripada segala peristiwa fantastis yang terjadi sebelurnnya.
Dan sosok laki-laki bertopeng itu terlihat jauh lebih berwibawa di ruangan kecil yang kuno dan rapi ini. la membungkuk di atas si orang Persia dan berbisik di telinganya, "Apa kau merasa lebih baik, Daroga" Kau mengamati perabotanku" Cuma ini yang kuwarisi dari ibuku yang malang."
Christine Daae tidak mengucapkan satu kata pun. la bergerak tanpa suara, seperti biarawati yang telah mengambil kaul hening. Ia membawakan entah secangkir anggur atau teh panas untuknya, si orang Persi a itu tak bisa mengingat dengan pasti. Laki-laki bertopeng itu mengambil cangkir dari tangan gadis itu dan menyodorkannya kepada si orang Persia. M. de Chagny masih tertidur.
Erik menuangkan setetes rum ke dalam cangkir si daroga, lalu samb il menunjuk ke arah sang viscount ia berkata, "Ia sudah siuman lama sebelum kami tahu bahwa kau masih hidup, Daroga. Kondisinya cukup baik. Ia sedang t idur. Jangan kita bangunkan dia."
Erik pergi dari ruangan itu sebentar, dan si orang Persi a mengangkat tubuhnya dengan berlandaskan sikunya, melihat sekeliling dan mendapat i Christine Daae duduk di samping perapian. Ia mengatakan sesuatu pada gadis itu, memanggilnya, tetapi ia masih sangat lemah sehingga jatuh kembali ke atas bantalnya. Christine menghampirinya, menempelkan tangannya di dahi laki-laki itu kemudian menjauh Iagi. Dan si orang Persia ingat bahwa ketika Christine pergi, tidak sekali pun ia menoleh ke M. de Chagny yang memang sedang tertidur pulas saat itu. Lalu gadis itu duduk lagi di kursinya di samping sudut perapian, sama sekali tak bersuara seperti biarawati yang telah berkaul hening.
Erik kembali dengan beberapa botol kecil yang diletakkannya di atas perapian. Dan setelah duduk di samping si orang Persia itu dan memeriksa denyut nadinya, ia sekali lagi berbisik supaya tak membangunkan M. de Chagny, "Sekarang kalian berdua sudah selamat. Dan aku akan segera membawa kalian ke atas demi menyenangkan hati istrik II u.
Setelah itu ia bangkit, dan tanpa penjelasan apa-apa ia pergi lagi.
Orang Persia itu kini mengamati sosok diam Christine di bawah cahaya lampu. Gadis itu sedang membaca buku kecil dengan pinggiran yang mengilap, seper t i buku agama. Ada edisi The Imitation yang mirip seperti itu. Si orang Persia masih bisa mendengar nada wajar yang dipakai sosok itu ketika berkata, "demi menyenangkan hati istriku.11 Dengan pelan orang Persia itu memanggil Christine lagi, tetapi gadis itu begitu asyik dengan bukunya sehingga tak mendengarnya.
Erik kembali, membuatkan minuman bagi si daroga dan menyarankan kepadanya untuk tidak berb icara pada /1 istrinya11 lagi atau siapa pun, sebab itu bisa jadi sangat berbahaya bagi keselamatan semua orang.
Akhirnya orang Persia itu tertidur, seperti M. de Chagny, dan tidak terbangun sampai ia telah berada di kamarnya sendiri dan dirawat oleh Darius yang setia. Darius memberitahunya bahwa kemarin malam ia ditemukan bersandar pada pintu r ya, diantar oleh seorang asing yang membunyikan bel rumahnya sebelum pergi.
Segera setelah si daroga pulih kekuatan dan pikirannya, ia mencari tahu kabar sang viscount di kediaman Count Philippe. Jawaban yang didapatnya adalah pemuda itu belum terlihat dan Count Philippe temyata sudah meninggal. Mayatnya ditemukan di tepi danau di Opera, di sisi Rue-Scribe. Si orang Persia teringat lagu kematian yang didengarnya di balik dinding kamar penyiksaan, dan ia merasa yakin tentang apa yang terjadi. Begitu baiknya ia mengenal Erik, dengan mudah ia bisa merekons ikan tragedi itu. Berpikir bahwa adiknya telah lari bersama dengan Christine Daae, Philippe bergegas mengejar mereka di sepanjang Brussels Road, jalan yang diketahuinya sebagai tempat segala sesuatu yang berkaitan dengan kepergian mereka dipersiapkan. Namun ketika tak menemukan sepasang kekasih itu di sana, ia bergegas kembali ke Opera karena teringat cerita Raoul atas saingan hebatnya. Kemudian ia mengetahui bahwa si viscount telah berusaha matimatian untuk masuk ke ruang bawah tanah gedung teater itu dan menghilang setelahnya, meninggalkan topinya di ruang ganti sang primadona, di sebelah kotak pistol yang kosong. Lalu sang bangsawan yang menjadi percaya dengan segala kegilaan adiknya itu bergegas memasuki labirin bawah tanah celaka itu seorang diri. Bagi si orang Persia, hal ini sudah cukup untuk menjelaskan ditemukannya mayat sang Comte de Chagny di tepi danau tempat sirene milik Erik.
Orang Persia itu tak lagi m i keraguan. Ia memutuskan untuk memberitahu pihak kepolisian. kasusnya ditangani oleh seorang hakim penyidik bernama Faure, seseorang yang dangkal, biasa-biasa saja, meragukan, ( aku menuliskan apa yang kupikirkan saat ini), dengan pikiran yang benar-benar tidak siap menerima rahasia sebesar ini. M. Faure mengab n pernyataan si daroga dan menganggapnya orang gila.
Putus asa menunggu panggilan untuk bersaksi di pengadilan, si orang Persia memutuskan untuk menuliskan semuanya. Bila pihak kepolisian tidak menginginkan buktibukti yang di ikinya, mungkin pihak medi a akan senang menerimanya. Dan ia baru saja menuliskan baris terakhir dari kisah yang kukutip pada bab-bab sebelurnn y a ketika Darius memberitahunya tentang kedatangan seorang asing yang menolak me an ya rnaupun menunj ukkan wajahnya, yang hanya mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan tempat itu sampai ia berbicara dengan si daroga.
Orang Persia itu langsung merasa tahu siapa yang datang dan menyuruh pelayannya mempersilakan tamu itu masuk. Si daroga benar. Tamu itu si hantu, Erik!
Erik terlihat sangat lemah dan bersandar di dinding seakan-akan takut jatuh. Ketika ia melepaskan topinya, terlihat dahi seputih lilin. Seluruh wajah yang mengerikan itu terlindung di balik topeng.
Si orang Persia bangkit berdiri ketika Erik masuk. "Pembunuh Count Philippe, apa yang telah kaulakukan pada adiknya dan Christine Daae?"
Erik terhuyung mendapatkan serangan telak ini. Ia diam sejenak, kemudian bersusah payah duduk di kursi dan menghela napas dalam-dalam. Lalu dengan terbata-bata ia mengucapkan rangkaian kata-kata pendek ini, "Daroga, jangan berbicara padaku . . . tentang Count Philippe . . . . la sudah mati. .. ke t ika . . . aku meninggalkan rumahku . . . ia sudah mati . . . waktu ... sirene itu berbunyi. Itu kecelakaan . . . yang menyedihkan . . . kecelakaan . . . yang t t menyedihkan. Ia jatuh dengan cara yang aneh . . . tetapi terjadi dengan begitu saja . . . ke dalam danau!"
"Kau bohong!" teriak si orang Persia.
Erik menundukkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak datang kemari . . . untuk membicarakan Count Philippe . . . tetapi untuk memberitahumu . . . bahwa aku... akan mati .... "
"Di mana Raoul de Chagny dan Christine Daae?" "Aku akan mati . . . . "
"Raoul de Chagny dan Christine Daae?"
"Karena cinta . . . Daroga . . . aku sekarat . . . k cinta. Itulah yang terjadi. ... Aku sangat mencintainya! Dan aku masih mencintainya. . . Daroga ... dan aku sekarat karena cintaku kepadanya, aku . . . kukatakan itu kepadamu! Andai kau tahu seberapa cantik dia . . . ketika dia mengizinkanku menci umn ya . . . di saat hidup ... . Itu kali pertama . . . kali pertama, Daroga, pertama. . . kali aku mencium seorang perempuan. Ya, di saat hidup . . . . Aku menciumnya saat hidup . . . dan ia terlihat sama cantiknya andaikan ia telah ma ti!"
Orang Persia itu mencengkeram dan mengguncang lengan Erik.
"Beritahu aku ap dia masih hidup atau mati." "Mengapa kau mengguncangku seperti itu?" tanya Erik,
berbicara dengan lebih lancar. "Aku mem beritahumu bahwa aku mati . . . . Ya, aku menciumnya di waktu dia hidup . . . . "
"Dan sekarang dia sudah mati?"
"Kuberitahu kepadamu, aku menciumnya begitu saja di keningnya . . . dan dia tidak menjauhkan keningnya dari b ibirku! Oh, dia gadis yang baik! Tentang apakah dia sudah mati, kuk ira tidak. Tapi itu tak ada hubungannya denganku . . . . Tidak, tidak, dia tidak ma ti! Dan tak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya, barang seujung rambut pun! Dia gadis yang baik dan tulus, dan dia menyelamatkan nyawamu, Daroga, di saat-saat aku sama sekali tak peduli apakah kau hidup atau mati. Malah, tak ada yang peduli denganmu. Mengapa kau di sana bersama pemuda itu" Kau dan dia bisa saja mati! Oh, betapa gadis itu memohon-mohon kepadaku demi pemuda itu! Tapi kukatakan kepadanya bahwa karena ia telah memutar kalajengking itu, itu artinya ia secara sadar memutuskan untuk menjadi tunanganku dan pada kenyataannya ia tak membutuhkan lebih dari satu laki-laki untuk menjadi tunangannya.
"Sedangkan kau, kau tidak ada, kau sudah tak masuk hitungan, dan kau akan mati ber yang lainnya! Hanya saja, dengarkan ini, Daroga, ketika kau berteriak kes karena air itu, Christine mendatangiku dengan mata birunya yang menatapku penuh-penuh, dan bersumpah kepadaku bahwa ia bersedia menjadi istriku dalam hidup ini! Sebelum saat itu, Daroga, aku selalu melihat sosok istri yang terpaksa di dalam matanya. Itu pertama kalinya aku melihat perempuan yang rela menjadi istriku di sana. Ia begitu tulus dan percaya. Ia tidak akan membunuh dirinya. Suatu kesepakatan tercapai . . . . Setengah menit kemudian, semua air itu kembali ke danau, dan aku harus bekerja keras menyelamatkanmu, Daroga, sebab aku berani bersumpah kukira kau sudah mati ... Ternyata tidak! Kau masih di sana ... Aku tahu aku harus membawa kalian berdua ke atas. Ketika akhirnya aku selesai membereskan ruang Louis-Philippe untukmu, aku kembali seorang diri." "Apa yang telah kaulakukan terhadap Vicomte de Chagny?" tanya si orang Persia, memotong cerita laki-laki itu.
"Ah, begini, Daroga. Aku tidak dapat langsung membawanya ke atas begitu saja. Di a adalah sandera . . . . Tapi aku juga tak dapat menempatkannya di rumah danau itu juga karena ada Christine di sana, maka aku mengurungnya. Aku merantainya dengan nyaman-setelah menghirup cairan dari Mazandaran, ia menjadi lemah tak berdaya -di penjara bawah tanah kelompok Komunis, tempat yang paling terpencil dan sepi dari Opera ini, di bawah ruang bawah tanah tingkat kelima, tempat yang tak didatangi seorang pun dan karenanya tak akan ada seorang pun yang mendengar suaramu. Lalu aku kembali ke Christine. Ia sedang menantiku . . . . "
Pada bagian ini Erik berdiri dengan khidmat. Lalu ia melanjutkan ceritanya. Tetapi, seiring ia berbicara, ia kembali diliputi emosi yang sebelumnya tampak dan tubuhnya mulai gemetar. "Ya, ia sedang m iku . . . m u dengan tegak berdiri dan hidup, sesosok pengantin sungguhan dan bernyawa . . . yang tulus dan percaya. Dan, ketika . . . aku melangkah maju, lebih malu-malu dari . . . seorang anak
ia tidal< lari ... tidak, tidal< . . . ia tetap di sana . . . ia menantiku. Aku bahkan percaya . . . Daroga . . . bahwa i a menyodorkan dahinya . . . sedikit . . . oh, tidak banyak . . . sedikit saja . . . seperti seorang pengantin .... Dan . . . dan ... aku . . . menciumnya! Aku ... Aku... Aku ... Dan ia tidak mati! Oh, betapa senang rasanya, Daroga, mencium seseorang di keningnya! Kau tak mungkin paham ... Tapi aku! Aku! lbuku, Daroga, ibuku yang malang dan sedih itu tak pemah . . . membiarkanku menciurnn y a. Ia biasanya lari menjauh . . .
dan melemparkan topengku kepadaku! Begitu juga perempuan lain ... tidak pernah, tidak pernah! Ah, kau tentu paham, aku begitu bahagia sampai aku menangis. Dan aku bersimpuh di a, gis . . . dan aku mencium kakinya . . . kakinya yang mungil ... sambil menangis. Kau juga menangis, Daroga . . . begitu juga dia . . . malaikat itu menangis!"
Erik terisak keras dan orang Persia itu pun tak mampu menahan air matanya di hadapan laki-laki bertopeng yang memegangi dadanya dan dengan bahu berguncang mengerang karena rasa sakit dan cinta.
"Ya, Daroga . . . aku merasakan air matanya mengalir di dahiku . . . di dahiku, rnilikku! Titik-titik air mata itu lembut. . . s! Air mata menetes dan mengalir ke balik topengku . . . bergabung dengan air mata yang ada di mataku... mengalir di antara bibirku. Dengarkan, Daroga, dengarkan apa yang kulakukan. Aku merobek topengku supaya aku tak kehilangan air matanya barang setetes pun ... dan gadis itu tidak lari dariku! Dan ia tidak mati! la tetap hidup, menangis di atasku, menangis bersamaku. Kami menangis bersama! Aku telah mencecap segala kebahagiaan yang dapat ditawarkan dunia ini!"
Lalu Erik terempas ke kursi, berusaha keras bemapas, "Ah, aku belum akan mati . . . tak lama lagi . . . tapi biarkan aku menangis! Dengar, Daroga . . . dengarkan ini .... Ketika aku bersimpuh di kakinya . . . aku mendengarnya berkata, 'Erik yang malang dan masygul!' Lalu ia meraih tanganku! Dan aku tak ubahnya seperti seekor anjing malang yang siap mati baginya. Aku sungguh-sungguh, Daroga! Di dalam genggamanku terdapat cincin, cincin emas polos yang
pemah ku kepadanya . . . yang d an ny . . . dan yang kutemukan kembali . . . cincin kawin, kau tahu kan .... Aku menyelipkannya ke dalam tangan mungilnya dan berkata, 11Nah ... Ambillah ... Ambillah untukmu . . . dan dia. ltu hadiah pe an dariku ... hadiah dari Erik-mu yang malang dan sedih. Aku tahu kau mencintai pemuda itu . . . jangan menangis lagi!' Dengan suara teramat lembut ia bertanya padaku apa maksudku .... Lalu aku menjelaskan kepadanya bahwa baginya aku hanyalah seekor anjing malang yang rela mati demi dirinya . . . tapi ia dapat menikah dengan pemuda itu kapan pun ia mau, sebab ia telah menangis b u dan menyatukan air matanya dengan air mataku!11
Erik begitu emosional sampai-sampai ia harus merninta orang Persia itu untuk tak memandang ke arahnya, sebab ia tersengal-sengal dan harus melepas topengnya. Daroga itu berjalan ke arah jendela dan membuka daun jendela itu. Hatinya begitu iba, tapi ia memastikan pandangannya tetap tertuju pada pepohonan di taman Tuileries, khawatir ia akan tergerak untuk melihat wajah monster itu.
11 Aku pergi dan membebaskan pemuda itu," lanjut Erik, 11 dan memberitahunya untuk ikut bersamaku menemui Christine .... Mereka berciuman di hadapanku di ruang Louis-Philippe. Christine mengenakan cincinku .... Aku merninta Christine berjanji untuk kembali, suatu malam nanti ketika aku mati, menyeberangi danau dari arah Rue- Scribe, dan menguburku dengan diam-diam bersama dengan cincin emas itu, cincin yang akan terus dipakainya hingga saat itu tiba. Aku memberitahukan tempat ia bisa menemukan jasadku dan apa yang harus dila n y a ....
Lalu Christine menciurnku, untuk pe a kalinya, atas keinginannya sendiri, di sini, di dahiku -jangan menoleh, Daroga! -di sini, tepat di dahi . . . di dahiku, rnilikku -jangan menoleh, Daroga! lalu mereka pergi bersamasama . . . . Christine telah berhenti menangis. Aku menangis sendirian . . . . Daroga, Daroga, kalau Christine menepati janjinya, ia akan kembali tak lama lagi!"
Orang Persia itu tak bertanya apa-apa lagi. la cukup yakin dengan nasib Raoul Chagny dan Christine Daae. Tak seorang pun akan meragukan kata-kata Erik yang menangis tersedu malam itu.
Monster itu memasang kembali topengnya dan mengumpulkan kekuatannya untuk meninggalkan si daroga. Ia berkata bahwa bila ia merasa ajalnya telah dekat, sebagai balas budi atas kebaikan yang pemah diterimanya, ia akan mengirimkan kepada kepala polisi itu benda-benda rniliknya yang paling berharga: semua surat Christine Daae yang ditulis untuk Raoul sebelum ia pergi dengan Erik dan beberapa barang ik gadis itu, seperti sepasang sarung tangan, gesper sepatu, dan dua saputangan saku. Sebagai jawaban atas pertanyaan si orang Persia, Erik memberitahunya bahwa segera setelah sepasang anak muda itu bebas, mereka bertekad untuk pergi mencari pendeta di daerah terpencil tempat mereka bisa bersembunyi bersama kebahagiaan mereka dan karenanya mereka memulai perjalanan itu dari "stasiun kereta di sebelah utara dunia ini." Terakhir, Erik menyerahkan semuanya kepada si orang Persia untuk memberitahu pasangan tersebut tentang kematiannya dan memasang pemberitahuan di harian Epogue segera setelah ia menerima semua surat dan benda yang dijanjikan.
Hanya itu. Si orang Persia mengantar Erik hingga ke pintu flatnya dan Darius membantunya menuruni tangga hingga ke jalan. Sebuah kereta kuda telah menunggunya. Erik naik, lalu si orang Persi a yang telah kembali berdiri di samping jendela mendengarnya berkata kepada pengemudi kereta, "Ke Opera."
Lalu kereta itu melaju menembus malam.
Itu kali terakhir si orang Persia bertemu dengan Erik yang malang. Tiga gu s ya, an Epoque memasang pemberitahuan ini: "Erik sudah mati."
Epilog AKu telah menceritakan kisah yang aneh namun nyata tentang si hantu Opera. Sebagaimana yang kunyatakan pada lembar pertama karya ini, tidak mungkin ada yang bisa menyangkal bahwa Erik benar-benar pe ada. Ada begitu banyak bukti atas keberadaannya yang bisa kita peroleh, sehingga kita bisa merunut segala tindakan Erik secara logis di dalam keseluruhan tragedi keluarga Chagny ini.
Tak perlulah diulang di sini betapa kasus ini menggemparkan Paris. Penculikan sang bintang, kematian Comte de Chagny yang tak wajar, menghilangnya adik sang Comte, pembiusan terhadap petugas lampu Opera beserta kedua asistennya: tragedi, kisah asmara, dan kejahatan seperti apakah yang mengelilingi Raoul yang tenang dan Christine yang manis serta menawan! Apa yang setelahnya tetjadi pada penyanyi menakjubkan dan misterius yang tak pernah terdengar lagi kabamya itu" Ia ditampilkan sebagai korban persaingan antara dua bersaudara itu, dan tak ada seorang pun yang mampu mengira apa yang sebenamya terjadi. Dan karena baik Raoul maupun Christine menghilang, tak ada yang tahu bahwa mereka telah mengasingkan di ri dari dunia ini untuk menikmati kebahagiaan yang tak ingin mereka bagi dengan siapa pun selepas kematian Count Philippe yang sulit dijelaskan . . . . Pada hari itu mereka naik kereta api dari "stasiun kereta di sebelah utara dunia ini."
Mungkin, suatu hari nan t i aku juga akan naik kereta dari stasiun itu dan mencari di sekitar danau-danaumu, Norwegia dan Skandinavia, berharap menemukan jejak Raoul dan Christine serta Mamma Valerius yang menghilang pada waktu yang sama .... Mungkin, kelak aku akan mendengar gema kesepian dari daerah Utara yang mengulang nyanyian gadis yang pemah mengenal si Malaikat Musik.
Lama setelah kasus itu dibekukan oleh M. le Juge d'lnstruction Faure yang bodoh, surat-surat kabar secara berkala mulai berusaha memahami misteri ini. Hanya ada satu harian sore yang tahu semua gosip yang ada di teaterteater ini yang menulis demikian: "Kami mengenali sentuhan tangan si hantu Opera."
Bahkan itu pun ditulis secara ironis.
Hanya si orang Persi a yang mengetahui seluruh kebenarannya dan an bukti-bukti utama yang di a bersama dengan benda-benda sakral yang dijanjikan oleh si hantu. Semua barang itu diberikan kepadaku oleh si daroga itu untuk melengkapi bukti-bukti yang ada. Setiap hari aku memberitahukan perkembangan penyelidikanku kepadanya, dan ia membantu mengar nya. Sudah bertahun-tahun ia tidak pergi ke Opera, tetapi ia masih menyimpan ingatan yang paling akurat atas bangunan tersebut, dan tak ada pemandu lain yang lebih baik dalam membantuku menemukan jalan-jalan paling tersembunyi di sana selain laki-laki itu. Ia juga memberitahukan ke mana aku harus pergi untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut, siapa yang harus kutanyai, dan i a juga menyuruhku menghubungi M. Poligny tepat sebelum laki-laki itu mengembuskan napasnya yang terakhir. Aku tidak tahu kalau ia sakit teramat parah, dan aku takkan bisa melupakan efek yang ditimbulkan dari pertanyaanku mengenai si hantu terhadapnya. la menatapku seolah-olah aku ini ibli s dan menjawabku hanya dengan kalimat terpatah-patah yang tak keruan. Tetapi hal itu menunjukkan-dan ini yang terpentingbetapa kuatnya kegelisahan yang disebabkan oleh si H.O. atas dirinya bahkan hingga ketika ia hampir meninggal (M. Poligny dikenal sebagai orang yang riang dan gemar bersenang-senang).
Sewaktu aku datang dan menceritakan kepada si orang Persia tentang hasil yang tak terlalu menggembirakan dari kunjunganku atas M. Poligny, daroga itu tersenyum tipis dan berkata, "Poligny tidak pemah tahu seberapa jauh seseorang bernama Erik telah dengan keji menipunya." - Omong-omong, si orang Persia ini kadang-kadang membicarakan Erik seakan ia titisan dewa, tetapi kadang juga seolah ia orang paling rendah di muka bumi ini-"Poligny orang yang percaya takhayul dan Erik tahu itu. Erik tahu sebagian besar hal-hal pribadi maupun umum yang berkaitan dengan Opera. Ketika M. Poligny mendengar suara misterius di Boks Balkon nomor Lima berkata kepadanya tentang kebiasaannya berhura-hura dan menyalahgunakan kepercayaan rekannya, ia langsung lari. Awalnya ia pikir itu suara dari surga, jadi ia merasa berdosa. Lalu, waktu suara itu mulai meminta uang kepadanya, i a paham bahwa ia sedang menjadi korban dari seorang pemeras licik yang juga telah memperdaya Debienne. Karena keduanya telah muak dengan urusan manajemen Opera dengan alasan mereka masing-masing, maka keduanya pergi meninggalkan urusan ini begitu saja tanpa menyelidiki lebih lanjut siapa si H.O. yang misterius itu, sosok yang memaksakan buku perjanjian ganjil kepada mereka. Mereka menyerahkan seluruh misteri itu kepada para penggantinya dan bernapas lega ketika berhasil menyingkirkan bisnis yang benar-benar memusingkan mereka itu."
Lalu aku membahas tentang kedua penerus tersebut dan menyat keher bahwa di dalam Memoar Seorang Manajer miliknya, M. Moncharmin menjelaskan panjanglebar tentang perilaku si hantu Opera pada bagian pertama buku itu, namun nyaris tidak pernah menyinggungnya di bagian kedua. Si orang Persia, yang memahami Mernoar itu seakan ia sendiri yang menulisnya, menjawabku dengan mengatakan bahwa aku akan menemukan jawaban segala urusan itu kalau saja aku mengingat kembali bebe-rapa baris yang didedikasikan Monc kepada hantu itu di awal bagian kedua yang kusebutkan tadi. Aku mengutip baris-baris itu, yang juga sangatlah menarik karena mereka menjelaskan penyelesaian sangat sederhana dari insiden dua puluh ribu franc itu:
"Mengenai si H.O., yang beberapa leluconnya telah kusebutkan di bagian pertama Memoar ini, aku hanya hendak berkata bahwa ia rn enebus se gala kekhawatiran yang ditimb nya pada diri te sekaligus rekanku dan tentu saja, aku sendiri, dengan satu tindakan baik yang spontan. Tak diragukan lagi, ia pasti rnerasa suatu lelucon ada batasnya juga, terutama bila lelucon itu sangat al dan rnelibatkan seorang kornisaris polisi. Sebab, ketika k telah rnernbuat janji dengan M oid untuk rnenceritakan sernuanya di kantor karni beberapa hari setelah rnenghilangnya Christine Daat!, di atas rneja Ric karni temukan satu arnplop besar bertuliskan, "Salam da.ri H.O.," dengan t inta rnerah. Isinya adalah sej ah besar uang yang berhasil diambilnya hingga saat itu dari kas. Richard langsung berpendapat bahwa karni harus puas dengan ini dan tidak rnemperpanjang urusan ini Iagi. Aku setuju dengan Richard. uanya berakhir dengan baik. Bagairnana menurutmu, H.O.?"
Tentu saja, apalagi setelah uang itu dikembalikan, Moncharmin tetap percaya bahwa selama beberapa waktu dirinya telah menjadi korban selera humor Richard, sementara Richard sendiri merasa yakin bahwa Moncha telah bersenang-senang dengan menciptakan segala urusan hantu Opera ini untuk membalas dendam atas beberapa lelucon Richard sebelum ini.
Aku meminta si orang Persia memberitahuku trik yang digunakan si hantu untuk mengambil dua puluh ribu franc itu dari kantong Richard meskipun uang itu telah dipeniti ke kain kantong. Ia berkata bahwa ia tidak mencari tahu perkara kecil ini, tetapi seandainya aku mau melakukan penyelidikan di tempat itu, aku pasti akan menemukan jawaban teka-teki ini di kantor para manajer, sebab bukan tanpa alasan Erik disebut si pencinta pintu jebak. Aku berjanji pada orang Persia itu untuk melak ny a begitu ada waktu, dan sekalian saja di sini kusampaikan kepada para pembaca bahwa penyelidikanku membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Dan aku hampir tak dapat percaya banyaknya bukti tak terbantahkan yang dapat kutemukan tentang perbuatan hantu itu.
Catatan si orang Persia, surat-surat Christine Daae, pemyataan-pernyataan yang diberikan kepadaku oleh orang-orang yang dulunya bekerja di bawah kepengurusan Richard dan Moncharmin, pemyataan dari si mungil Meg ( dengan sedih kukatakan bahwa Madame Giry yang terhormat sudah meninggal) dan dari Sorelli yang sekarang pensiun dan tinggal di Louveciennes: semua dokumen berkaitan dengan keberadaan si hantu, yang kuusulkan untuk disimpan di arsip a, telah dicek dan dikonfirmasi oleh sejumlah penemuan penting yang membanggakanku. Aku belum bisa menemukan rumah di tepi danau itu, sebab Erik telah memblokir semua jalan masuk rahasianya. Tapi di lain pihak, aku menemukan jalan rahasia yang digunakan kelompok Komunis, lantai kayunya mulai hancur di beberapa bagi a n, juga pintu jebak yang digunakan Raoul serta si orang Persia untuk masuk ke ruang-ruang bawah tanah gedung opera itu. Di penjara bawah tanah kelompok Komunis kutemukan sejumlah inisial yang ditor n di dinding oleh orang-orang malang yang dikurung di sana,
10 Meski begitu, aku yakin bahwa akan mudah mencapai itu d engan cara m gkan danaunya seperti yang telah lang kali saya minta kepada Departemen Kesenian untuk dilakukan. Aku mernbahas ha! ini dengan M. Dujardin-Beaumetz, a t ase bidang kesenian, empat puluh delapan jam sebelum buku ini diterbitkan. Siapa tahu partitur Dotr ]uatr Triumphant bisa ditemukan di rumah tepi danau itu"
dan di antaranya ada satu "R" dan satu "C." R. C.: Raoul de Chagny. Huruf-huruf itu masih ada hingga sekarang.
Kalau dari pernbaca ada yang rnengunjungi Opera suatu pagi dan ta izin untuk berkeliling sesukanya tanpa dite
oleh seorang pe du bodoh, pergilah ke Boks Balkon nornor Lima dan dengan kepalan tang u atau tongkat ketuklah pilar besar yang rn sahkan boks balkon itu dengan kotak listrik. Kau akan rnendapati pilar itu terdengar kosong. Setelah itu jangan terkejut jika beranggapan bahwa pilar kosong itu diternpati oleh suara si hantu: ada ruang yang cukup untuk dua orang di d pilar itu. Kalau kau heran rnengapa tidak ada yang rnenoleh dan rnelihat ke arah pilar tersebut k kejadian-kejadian itu berlangsung, kau harus ingat bahwa pilar itu tampak seperti
rn er kokoh dan suara yang terdengar sepertinya datang dari arah yang berlaw tidaklah rnengherankan kita sudah tahu bahwa hantu itu adalah ahli suara perut. Pilar itu dipenuhi ukiran dan hiasan yang begitu rurnit dan aku yakin suatu hari nanti akan ditemukan bahwa hiasan-hiasan itu dapat dinaikturunkan sesuai kebutuhan, membuktikan korespondensi dan pemberian hadiah yang dilakukan si hantu kepada Marne Giry.
Walau begitu, bagiku semua penemuan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang kuternukan di hadapan rnanajer akting, di kantor para er, beberapa sentimeter dari kursi di balik rneja. Di sana ada satu pintu jebak dengan lebar seukuran papan di lantai dan panjangnya persis seukuran lengan bawah seorang laki-laki. Pintu jebak itu bisa menutup kembali seperti tutup boks, dan melalui pintu itu dapat kubayangkan satu tangan muncul lalu dengan cekatan merogoh kantong di ekor jas.
Begitulah caranya empat puluh ribu franc itu menghilang! Dan entah dengan trik bagaimana, cara itu pula yang digunakan untuk mengembalikan uang itu.
Ketika membahas ini dengan si orang Persia, aku berkata, "Jadi bisakah kita simpulkan bahwa dengan dikemba nya empat puluh ribu franc itu, Erik hanyalah bermain-main dengan buku perjanjian itu?"
"Jangan !" jawabnya. " menginginkan uang. Karena ia tak menerima belas kasihan dari manusia sesamanya, Erik tak merniliki rasa segan dan ia menggunakan bakat keji serta imajinasi yang dianugerahkan kepadanya sebagai ganti keburukrupaannya itu untuk memperdaya manusia lain. Alasan ia mengembalikan empat puluh ribu franc itu atas kemauannya sendiri adalah karena ia tak lagi menginginkannya. la telah melepaskan rnimpinya untuk menikah dengan Christine Daae. Ia telah melepaskan segala sesuatunya di muka burni ini."
Menurut keterangan orang Persia itu, Erik dilahirkan di kota kecil tak jauh dari Rouen. la adalah anak seorang ahli batu. Di usia yang masih muda ia melarikan diri dari rumah, tempat keburukrupaannya selalu menjadi momok bagi kedua orangtuanya. Sekian lama ia berpindah dari satu pasar malam ke pasar malam yang lain, dipamerkan sebagai "mayat hidup." Sepertinya ia telah berkelana ke segala penjuru benua Eropa, berpindah-pindah pasar malam, dan menyelesaikan pendidikan ganjilnya sebagai seniman dan tukang sulap di pusat segala seni dan sulap, yaitu kaum Gipsi. Ada satu masa di kehidupan Erik yang tetap tak d dengan jelas. Ia terlihat di pasar malam Nijni-Novgorod, tempat ia menampilkan dirinya lengkap dengan segala keberadaan dan kemampuannya. Pada saat itu ia telah bemyanyi dengan suara yang tak ada bandingannya di dunia ini, ia berlatih suara perut dan menyu aksi sulap yang begitu mencengan hingga para pengelana Asia menja nya b perbincangan sepanjang perjalanan pulang mereka. Dengan cara itulah reputasi Erik terdengar di istana Mazandaran, tempat sang sultan kecil, yang adalah kesayangan Shah-insedang merasa luar biasa bosan. Seorang pedagang kain dari kulit binatang yang kembali ke S kand dari Nijni-Novgorod menceritakan hal-hal menakjubkan yang dipertunjukkan di tenda Erik. Pedagang itu lalu dipanggil ke istana dan Daroga dari Mazandaran diperintahkan untuk menanyainya. Kemudian daroga itu diperintahkan untuk pergi dan mencari Erik. la membawa Erik ke Persia, tempat keinginan Erik menjelma menjadi hukum yang harus dipatuhi untuk beberapa bulan l ya. Ia bersalah dalam banyak hal meng sebab ia sepertinya tak dapat membedakan mana yang baik dan jahat. Dengan t g ia terlibat dalam sejumlah pembunuhan bermotif politik, lalu ia meng kan kemampuan kejamnya dalam mencipta untuk melawan Emir Afghanistan yang sedang berperang dengan kekaisaran Persia. Sang Syah jadi men nya.
lnilah masa-masa menyenangkan di Mazandaran yang sempat disinggung dalam cerita si daroga. Erik punya ideide orisinal dalam bidang arsitektur dan ia merancang istana seperti seorang pesulap membuat peti sulapnya. Sang Syah memerintahkannya untuk mendirikan bangunan cam itu. Erik melak nya, dan bangunan itu sepertinya memiliki begitu banyak tipu daya sehingga Yang Mulia bisa berkeliaran di dalamnya tanpa terlihat dan menghilang begitu saja tanpa ada yang tahu baga caranya. Ketika sang raja sudah memiliki istana hebat ini, ia memerintahkan supaya rnata Erik yang kuning dibutakan. Tetapi ia berpikir bahwa meskipun buta, Erik masih akan bisa membangun istana yang menakjubkan bagi raja lain. Selain itu, selama Erik masih hidup, akan ada seseorang yang tahu rahasia istana hebatnya. Karena itulah ia memutuskan untuk menghukum mati Erik bersama dengan semua pekerja yang mendirikan istana itu. Pelaksanaan titah mengerikan ini jatuh ke tangan si daroga Mazandaran. Erik pernah beberapa kali membantunya dan sering membuatnya tertawa terbahak-bahak. Itulah yang membuatnya menyelamatkan Erik dengan menyediakan peralatan untuk dia melarikan diri, tetapi ia nyaris harus membayar keterlibatannya itu dengan nyawanya sendiri.
Tetapi daroga itu beruntung. Sesosok mayat yang setengahnya telah dimakan burung i ditemukan di pantai Laut Kaspia dan dianggap sebagai mayat Erik, karena teman-teman si daroga memakaikan pakaian Erik pada mayat itu. Daroga itu dibebaskan namun fasilitas kekaisaran dicabut darinya, harta miliknya disita, dan ia diusir untuk selamanya dari Mazandaran. Tetapi sebagai anggota lstana Kerajaan ia tetap menerima uang pensiun bulanan sebesar beberapa ratus c dari bagian keuangan Persia, dan uang itulah yang dipakainya untuk pindah dan tinggal di Paris.
Sedangkan Erik sendiri pergi ke Asia Kecil dan lanjut ke Konstantinopel, tempat ia mengabdi kepada sang sultan. Untuk menjelaskan pekerjaan Erik di suatu kerajaan yang terus-menerus dihantui teror ini, aku hanya bisa ber-kata bahwa Erik-lah yang membuat semua pintu jebak yang terkenal itu, kamar-kamar rahasia, serta brankas-brankas rnisterius yang ditemukan di Yildiz-Kiosk selepas revolusi terakhir Turki. la juga menciptakan robot-robot yang didandani seperti sang sultan dan yang begitu rnirip dengan sang sultan dalam segala hal,11 sehingga orang-orang percaya bahwa sang jenderal tegak berdiri di suatu tempat meskipun pada kenyataannya ia sedang tidur di tempat lain.
Dapat ditebak, ia harus menghentikan pengabdiannya kepada sang sultan dengan alasan yang sama yang membuatnya kabur dari Persia: ia tahu terlalu banyak. Lalu, merasa Ielah dengan kehidupannya yang penuh risiko, berat, dan mengerikan, ia ingin menjadi seseorang yang "seperti orang-orang lainnya." Maka ia menjadi seorang kontraktor yang, seperti layaknya kontraktor biasa, membangun rumah-rumah biasa dari bata-bata biasa. la mengajukan tender pengerjaan pondasi Opera, dan penawarannya itu diterima. Namun ketika ia berada di ruang-ruang bawah tanah gedung pertunjukan yang sungguh besar itu, sifat ilmuwannya yang artistik dan fantastik mengambil alih. Lagi pula, bukankah ia begitu buruk rupa" la beranganangan menciptakan tempat tinggal untuk dirinya sendiri yang tersembunyi dari semua orang sehingga ia bisa selamanya terlindung dari tatapan mereka.
11 Lihat wawancara jurnalis khusus dari Matin dengan Mohammed-Ali Bey tentang hari setelah masuknya pasukan Salonika ke Konstantinopel.
Para pembaca sudah tahu dan bisa menebak kelanjutan kisahnya. Semuanya sesuai dengan kisah yang menakjubkan n nyata ini. yang malang dan masygul! Apa kita perlu mengasihaninya" Apa kita perlu mengutuknya" Ia hanya ingin menjadi "seseorang," seperti semua orang lainnya. Tetapi ia terlalu buruk rupa! Dan ia harus menyembunyikan kejeniusannya atau menggunakannya untuk ti p u daya, sementara andaikan wajahnya biasa saja, ia akan menjadi salah satu orang paling istimewa dan terhormat! Ia rnemiliki hati yang bisa memimpin kekaisaran dunia ini, namun pada akhirnya ia harus puas dengan suatu ruang bawah t . Ah, ya, kita harus merasa kasihan pada hantu Opera ini.
Aku telah berdoa di makamnya supaya Tuhan mengampuninya dan tak mengindahkan segala kejahatannya. Ya, aku cukup y waktu itu aku berdoa di samping tengkoraknya ketika mereka mengeluarkannya dari tempat yang akan mereka pakai untuk mengubur piringan-piringan hitam. Itu tulang-belulangnya. Aku tidak mengenalinya dari kejelekan kepalanya, sebab semua orang terlihat jelek setelah mereka mati sebegitu lama, tetapi dari cincin emas polos di jarinya yang pasti disematkan Christine Daae ketika ia datang untuk mengubur Erik sesuai janjinya.
Tulang-belulang itu terbujur di dekat sumur kecil, tempat pertama kalinya sang Malaikat Musik dengan lengannya yang gemetar memeluk stine Daae yang pingsan, pada rnalam ketika i a rnembawa gadis itu t ke ruangruang bawah tanah gedung opera.
Dan apa yang akan mereka lakukan terhadap tulang-belulang itu sekarang" Jangan sampai mereka rnenguburkannya di pemakaman umum! Menurutku, tempat tulangbelulang si hantu Opera itu adalah di ruang penyimpanan National Academy of Music. Itu tulang-belulang istimewa.
.... . ... .. .. .. . ... .. .. ..... ....... ....... ... ... .. .. . ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... .... . ... .... . .... .... .... .... -. " - " " " " -" " ?" "-" -?"?" " ?"" ?" ?" " ?" " " "-" " " " " -" " " " " " " " -" -" ?" "-" -?"
Harimau Kemala Putih 5 Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Raja Tengkorak 1

Cari Blog Ini