Ceritasilat Novel Online

Babad Tanah Leluhur 4

Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen Bagian 4


tidak dapat menjawab apalagi untuk mengambil sikap. Ratih
Pudak Wangi disisinya pun begitu juga. Lama dia tertegun dan
berusaha untuk menguasai dirinya.
Sementara itu resi Amista yang masih belum pulih dari rasa
kagetnya, mengumpat dan tak habis-habisnya pikir. "Gila! Gila!
Ini tidak boleh terjadi! Tidak! Tidak! Tidak mungkin dia kembali,
apalagi dari kabar yang kudapatkan, dia pergi berlayar"
Bukankah dia pergi jauh ke negeri Cina" Bagaimana mungkin
dia dapat kembali" Tapi aku tidak khawatir dan gentar selama
Cempaka tidak bersamanya."
328 24. KISAH DI TANAH NAGA "Pamanda Raka Parungpang, aku minta segera menarik
semua keputusannya. Demi keadilan, periksalah dahulu
kebenarannya sebelum menjatuhkan hukuman!"
Raka Parungpang yang saat itu didamping Ratih Pudak Wangi
gemetar, tidak tahu harus berbuat apa menghadapi pemuda di
hadapannya yang sesungguhnya adalah penguasa sah keraton
Karang Sedana yang baru saja dinikmatinya.
Belum lagi pulih dari kekalutannya itu, tiba-tiba saja di tengah
kerumunan penduduk Karang Sedana terjadi kegaduhan.
Delapan belas orang tokoh undangan Ki Parang Pungkur
menyerang orang-orang resi Amista bergerak secara diamdiam. Akan tetapi beberapa diantaranya mampu
menyelamatkan diri. Akhirnya pertarungan pun terjadi di alunalun Karang Sedana.
"Hemm, rupanya kau datang bersama para pengemis
pengacau itu. Masa-masa kekuasaanmu telah berakhir. Ini
adalah masa pemerintahanku. Ini adalah masa-masa
kekuasaanku. Aku akan menumpas kalian semua."
"Resi Amista kau tidak juga insyaf atas segala
kekhilafanmu. Karena itu dewata akan menghukummu. Aku
akan melenyapkan dirimu saat ini juga," seru Purbaya.
"Hohohohoh, he kau kira aku gentar menghadapi
dirimu" Hahahaha, ayo kalian semua boleh maju semua. Aku
tidak gentar menghadapi kalian! Hiat! Huppp!" resi Amista
mencelat dari panggung dan bergerak ke arah Purbaya. Dia pun
berseru pada prajurit yang telah bersiap-siap melakukan
329 24. KISAH DI TANAH NAGA hukuman mati. "Hai para prajurit! Serang para perusuh, dan
perintahkan segera membunuh ke enam belas pengemis itu!"
Ki Parang Pungkur yang mendengar perintah itu mengajak
beberapa tokoh untuk menerjang para prajurit yang menjaga
keenam belas anggota tongkat merah. Tetapi untuk beberapa
saat mereka mendapat perlawanan dari resi Amista. Kemudian
berdatangan kembali beberapa anggota tongkat merah
membantunya. "Bunuh kawanan itu semua!" berseru Ki Legawa.
Purbaya yang menyadari kesulitan itu, segera melesat ke arah
para prajurit yang menjagai anggota tongkat merah. Para tokoh
kalangan hitam yang menjagai mereka menjadi terkejut
menyadari adanya sebuah bayangan yang menerjang mereka
dan berhasil menembus kepungan para tokoh itu.
"Purbaya berkumpul bersama dengan Cempaka! Oh,
berbahaya! Aku tidak akan mampu menghadapi mereka meski
menggunakan aji Rawa Rontek. Didalam tubuhnya
bersemayam kekuatan itu."
"Mau lari ke mana kau resi Amista?"
"Oh, berbahaya sekali!"
"Kenapa jadi seperti ini" Aku kemarin masih mampu
330 24. KISAH DI TANAH NAGA menghadapi mereka, tapi itu mereka belum menguasai
kekuatan dalam tubuh mereka itu."
"Tuanku gempur saja bersama-sama"
"Awas, dia akan menerapkan aji Lima Bayang-bayang
andalannya," seru Cempaka mengingatkan yang lainnya.
Ki Parang Pungkur mempertingkatkan serangannya.
Tongkatnya bagaikan malaikat maut yang siap mencabut
nyawa. Aji Pamungkas dari kakek tua itu, yang disebut dengan
aji Tongkat Dewa digelarkan Ki Parang Pungkur untuk
melindungi kelompok pengemis tongkat merah.
"Kak Cempaka, Kek" Mari kita serang dengan
serentak!" Purbaya berkata disela gerakan menghindar dan
menyerang. "Kelima bentuk itu harus dikalahkan secara serentak,
Kek." Cempaka pun mengisyarakan pengertiannya pada Ki
Parang Pungkur. Semua bentuk semu itu terpental, dan kemudian lenyap empat
bentuk diantaranya. Yang tinggal kini hanyalah sesosok tubuh
yang bergerak tegang kesakitan. Ki Parang Pungkur yang
menyadari akan kehebatan dari aji Rawa Rontek tidak
membuang kesempatan. Tubuhnya melesat cepat mengayunkan tongkatnya ke arah leher resi Amista.
"Aarrghh!!" Sekali tebas saja, kepala resi itu telah berpisah dari badannya!
331 24. KISAH DI TANAH NAGA "Ooh! Kek, apa yang kau lakukan"!" Cempaka berseru
kaget. Sebagai seorang yang sering bertempur, baru kali ini Cempaka
melihat kejadian seperti ini. Ngeri rasanya melihat kepala resi
asing itu terpenggal dengan luka di lehernya yang tampak kasar
mengerikan. Luka akibat tatakan pedang memiliki bentuk yang
rata dan halus, akan tetapi luka akibat pemenggalan dengan
menggunakan tongkat seperti yang dilakukan oleh Ki Parang
Pungkur terhadap resi Amista meninggalkan luka yang jauh
menyeramkan. Urat dan serabut otot lehernya pecah
berantakan dengan lumuran cairan berwarna merah yang
bermuncratan. Sesaat terasa ada desakan di perut Cempaka.
Mual sekali dia melihat kondisi resi Amista.
"Aku harus membawa pergi kepala ini jauh-jauh, dan
menguburnya dalam tanah yang dalam. He, kalian berdua
tolong kau tanam tubuhnya itu sekarang juga!" selesai berkatakata Ki Parang Pungkur melesat menjauh.
"Apa mungkin resi Amista dapat bangkit kembali.." Aku
akan bertanya pada kakek Parang Pungkur," gumam Purbaya.
Dengan ilmu lari cepatnya, raden Purbaya berhasil
membayangi lari Ki Parang Pungkur yang lari bagaikan
kerasukan setan sambil menenteng kepala resi Amista. Tidak
lama kemudian tampak Cempaka pun berhasil menjejeri lari
keduanya. Setelah beberapa saat, akhirnya Aki Parang Pungkur melambat
dan akhirnya berhenti. Sambil menarik nafas dalam, kakek tua
332 333 itu berkata. Wajahnya tampak tegang dan ragu.
"Heeh, rasanya kita sudah cukup jauh dari tubuh resi
Amista. Tolonglah tuanku, tolong galikan sebuah lubang yang
cukup dalam. Hamba khawatir akan terjadi sesuatu dengan
kepala ini bila hamba lepaskan."
"Ah, Te" tetapi?" Cempaka tergagap.
"Cepatlah! cepatlah gali tuan Putri. Sebelum kita semua
menyesal dan semuanya menjadi sia-sia."
Tanpa membantah lagi, raden Purbaya dan Cempaka segera
menggali sebuah lubang yang dalam. Lubang untuk mengubur
kepala resi Amista yang telah menguasai aji Rawe Rontek itu.
*** 25. SANG RAJA SURYA 25. SANG RAJA SURYA Pada kisah yang lalu telah di ceritakan Purbaya
mengundang para pendekar yang telah membantunya
ke istana Karang Sedana. Setelah sampai di keraton
Karang Sedana Purbaya mengucapakan terima kasih
atas bantuan mereka semua. Menjelang sore hari
mereka berpamitan pada Prabu Purbaya untuk kembali
ke tempat mereka masing masing.
"Pengawal...! Panggil paman Janur Kunir dan Paman Sidi
Paningga...!" kata Purbaya.
"Ampun gusti prabu, apakah gusti memanggil hamba
berdua...?" tanya seorang yang bertubuh agak tinggi.
"Benar paman. Bukankah kalian adalah paman Sidi
Paningga dan paman Janur Kunir?" tanya prabu Purbaya.
"Benar tuanku. Hamba adalah Janur Kunir, dan ini
adalah kakang Sidi Paningga. Apa gerangan yang membuat
tuanku memanggil kami berdua..." jawab orang yang bernama
Janur Kunir. "Aku ingin bertanya pada kalian..."! Kenapa kalian
membiarkan pengacau pengacau merusak ketatanegaraan di
Keraton ini...?" tanya Prabu Purbaya. "Aku melihat dengan
mata kepalaku sendiri, prajurit prajurit Karang Sedana tidaklah
334 25. SANG RAJA SURYA seperti dulu lagi. Prajurit yang selalu ramah kepada rakyat. Aku
merasakan suasana yang aneh, apa yang sesungguhnya telah
terjadi di dalam istanaku ini.." Mengapa bisa terjadi
penyelewengan seperti ini..."!" tanya Purbaya dengan nada
agak tinggi. "Ampun tuanku. Hamba juga tidak habis mengerti
kenapa ini semua bisa terjadi. Mungkin karena tuanku Raka
Parungpang telah memberikan pangkat yang terlalu tinggi bagi
kami. Sehingga kami menjadi buta akan penderitaan dan
kesengsaraan yang dirasakan oleh rakyat. Hamba mohon
ampunilah kami semua tuanku, kami mengaku bersalah..." kata
Aki Janur Kunir. "Meminta maaf itu mudah paman, tapi untuk
memaafkan itu yang agak sulit. Tapi baiklah aku maafkan kalian,
sekarang bangkitlah...!" kata Prabu Purbaya.
"Aku akan menata istana ini seperti dahulu. Tapi
sebelum pembetulan dari dalam, kita harus membetulkan
kembali keadaan kota raja Karang Sedana ini. Kalian sebagai
prajurit haruslah minta maaf kepada rakyat, karena rakyat
adalah ibu dari prajurit. Tanpa rakyat maka tak akan ada yang
namanya prajurit. Kembalilah kalian pada pangkuan ibu
kalian!" kata Prabu Purbaya.
"Hamba berdua siap melaksanakan perintah dari
tuanku itu. Hamba akan kembali kepada rakyat dan meminta
maaf pada mereka,..." kata Sidi Paningga.
335 25. SANG RAJA SURYA "Bagus. Oh ya, masih ada yang ingin aku tanyakan pada
kalian..! Apakah kalian melihat paman Raka Parungpang dan
ibunda Ratih Pudak Wangi?" tanya Prabu Purbaya.
"Maksud gusti" Hamba masih belum mengerti...?" kata
Ki Sidi Paningga. "Maksud dari gusti prabu ialah, apakah paman berdua
melihat ke mana perginya paman Raka Parungpang dan ibunda
Ratih Pudak Wangi...?" tiba-tiba Cempaka yang sedari tadi diam
menyahut. "Ampunkan hamba gusti! Hamba tidak tahu ke mana
perginya tuan Raka Parungpang dan gusti Ayu Ratih Pudak
Wangi,..." jawab Ki Sidi Paningga.
"Hmm, apakah engkau juga tidak tahu ke mana perginya
mereka berdua, paman?" tanya Prabu Purbaya pada Ki Janur
kunir. "Ampun tuanku. Hamba sempat melihat tuanku Raka
Parungpang dan tuanku Ratih Pudak Wangi, pergi begitu
melihat gusti Prabu dan tuan Puteri muncul. Mereka pergi
menuju arah timur dengan di temani oleh dua orang pengawal
Resi Amista..." jawab Ki Janur Kunir.
"Mmm, terima kasih paman. Sekarang kalian boleh
tinggalkan kami di sini..!" kata prabu Purbaya.
Sementara itu nun jauh di sana di tanah Mataram, Anting
Wulan dan Raden Saka Palwaguna hendak pergi ke tanah
336 25. SANG RAJA SURYA Pasundan untuk memenuhi undangan dari Aki Parang Pungkur.
Undangan untuk membantu merebut kembali Karang Sedana
dari Resi Amista. Namun di tengah perjalanan mereka terjebak
di sebuah lembah. Di lembah itu pulalah keduanya bertemu
dengan Resi Amista yang melarikan diri dari pertarungannya
dengan Purbaya dan Cempaka. Setelah terjadi pertarungan
yang cukup sengit di antara mereka, Anting Wulan berhasil di
lumpuhkan Resi Amista. Resi Amista kemudian membawa lari dan menculik Anting
Wulan untuk ditukarkan dengan pedang ular mas, yang
dipegang suaminya Raden Saka Palwaguna. Namun saat
hendak meninggalkan lembah itu di atas sana Resi Amista
menghadapi kesulitan. Kuda putih milik Anting Wulan itu
berusaha untuk menolong majikannya. Kuda itu mengikuti Resi
Amista dari kejauhan, dan setelah mengetahui tempat di mana
majikannya di sembunyikan kuda ajaib itu meninggalkan
tempat tersebut. Sementara itu di keraton Karang Sedana, dalam beberapa hari
saja Prabu Purbaya berhasil memulihkan kembali keadaan di
istananya. Mulai dari pengawal dalam, para prajurit dan para
pejabat istana lainnya mengaku bersalah atas adanya
penyelewengan-penyelewengan yang merugikan rakyat Karang
Sedana. Dan sebagai permintaan maaf dari pihak istana
membebaskan rakyat dari pajak selama tiga purnama.
Pada suatu malam di dalam keraton Karang Sedana tampak
seorang wanita setengah baya tengah menuju ke sebuah kamar
337 25. SANG RAJA SURYA dengan tergesa gesa. Sesampainya di depan pintu kamar yang
di tujunya, ia mengetuk pintu.
"Siapa itu...." " kata suara wanita dari dalam.
"Hamba, tuan puteri. Tilik..." jawab wanita tua yang
ternyata emban Tilik. "Oh... bibi Tilik. Masuklah bi, pintunya tidak di kunci...!"
berkata wanita dari dalam yang ternyata adalah Cempaka.
"Ada apa bibi Tilik, apakah ada sesuatu yang penting
yang ingin kau sampaikan padaku?" tanya Cempaka.
"Benar tuan puteri. Hamba disuruh gusti prabu untuk
menyampaikan pesan beliau, " jawab emban Tilik sambil


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi hormat pada Cempaka.
" Apakah itu bi," "tanya Cempaka lagi.
"Beliau ingin bertemu dengan tuan puteri di taman sari,
" jawab Emban Tilik.
"Hanya itukah" Hmmm baiklah Bi, katakan pada gusti
Prabu aku akan segera ke taman sari," kata Cempaka.
"Kalau begitu, hamba mohon diri tuan puteri hendak
menyampaikan hal ini pada gusti Prabu," kata Emban Tilik.
"Yah... kau boleh kembali ke tempatmu bibi Tilik..!"
jawab Cempaka. 338 25. SANG RAJA SURYA "Tunggu dulu bibi Tilik...!"
"Ada apa tuan puteri, apakah ada yang harus hamba
sampaikan pada gusti prabu..?" tanya emban Tilik.
Cempaka tak menjawab, sesaat ia termenung. "Hmm,
sejak kembalinya aku ke keraton ini, adik Purbaya belum
pernah menyinggung penyebab utama aku meninggalkan
keraton ini. Yakni bisik-bisik tentang diriku di kalangan para
dayang..." kata Cempaka dalam hatinya.
"Ada... ada apa gerangan tuan puteri...?" tanya emban
Tilik. "Oh, tidak ada apa-apa Bi. Hanya itu pesanku. Sekarang
kau boleh tinggalkan tempat ini!" kata Cempaka.
"Hmm.. aku harus bersikap wajar dan jangan
menyinggung-nyinggung masalah itu lagi. Aku harus menjaga
hubunganku dengan adik Purbaya yang baru pulih. Oh... aku
harus cepat-cepat menemuinya di taman sari...." gumam
Cempaka. Lalu gadis cantik kekasih dari Prabu Purbaya itu keluar dari
biliknya menuju taman sari.
"Hmm, adik Purbaya sudah tiba lebih dulu. Adik Purbaya
agaknya tidak menyadari akan kedatanganku. Apa yang sedang
di lamunkannya?" kata Cempaka setengah bergumam.
Cempaka perlahan mendekati Prabu Purbaya.
339 25. SANG RAJA SURYA "Adik Purbaya," teguran Cempaka.
"Oh engkau kak Cempaka, aku kira siapa" Duduklah di
sini...!" kata Purbaya, sambil menggeser duduknya. Cempaka
kemudian duduk di samping pemuda itu.
"Kau sedang melamun apa adik Purbaya.." " tanya
Cempaka. "Aku tidak sedang melamun kak Cempaka. Aku hanya
sedang asyik memandang kunang-kunang itu, itu kau lihatlah
kak! Sebelumnya kita belum pernah melihat ada kunangkunang di taman sari ini. Lihat kak...! Kunang-kunang itu
bergerombol, cahayanya sungguh indah. Maha besar Dewata
Agung, dia telah menciptakan binatang aneh itu," kata Purbaya
sambil menunjuk ke arah cahaya yang berkelap-kelip.
"Bukan hanya itu adik Purbaya, lihat di atas langit itu!
Bintang-bintang bertaburan indah sekali, dengan begitu kita
dapat lebih mengingat dan dekat dengan-Nya..." sahut
Cempaka sambil menunjuk ke atas langit.
"Engkau benar kak Cempaka. Kuucapkan segala puja
puji kepada-Mu wahai Dewata Agung Sembahanku..." kata
Purbaya. "Mmm, adik Purbaya ada apa sesungguhnya, yang
membuatmu ingin bertemu denganku di taman sari ini?" tanya
Cempaka. 340 25. SANG RAJA SURYA "Mmm, apakah engkau masih ingat dengan apa yang
dipesankan dua kekuatan Agung itu kak Cempaka?" Purbaya
perlahan bertanya. "Maksudmu, tentang hubungan kita adik Purbaya...?"
tanya Cempaka. "Ya, benar tentang hubungan kita... Hmm, seandainya
saja masih ada ayahandaku Aji Konda,.. tentu aku tidak akan
serba salah begini?" jawab Purbaya dan nada bicaranya
terdengar kikuk dan gugup.
"Maksudmu, adik Purbaya..."!" tanya Cempaka, gadis
cantik itu pun tak paham akan sikap Purbaya yang tiba-tiba
seperti orang kebingungan.
"Mmm, dua purnama lagi tepatnya pada purnama
Margasira usiaku genap tujuh belas tahun, dan tentunya
dinda..." "Berumur delapan belas tahun lebih. Tepatnya pada
purnama Palguna usiaku sembilan belas tahun, usia kita terpaut
hampir dua tahun," kata Cempaka memotong ucapan Purbaya.
"Umur tak menjadi soal bagiku. Ketahuilah kak, tadi
siang aku telah berbicara dengan paman Arya Brata tentang
perkawinan kita berdua..." kata Purbaya.
"Perkawinan kita berdua"!" ulang Cempaka setengah
tak percaya. 341 25. SANG RAJA SURYA "Ya, benar kak. Bukankah itu sudah menjadi keputusan
kita bersama...?" kata Purbaya.
"Tapi bagaimana dengan Resi Amista" Rasa-rasanya di
antara kita masih ada yang mengganjal dan ada yang kurang,
apabila Resi Amista yang selalu membuat kekacauan di Karang
Sedana ini masih hidup di tanah Pasundan ini," kata Cempaka.
"Tapi di mana kita bisa menemukan Resi Amista" dia
menghilang begitu saja,.." kata prabu Purbaya, nada suaranya
terdengar putus asa. "Apakah, engkau marah atau kecewa
permintaanku adik Purbaya...?" kata Cempaka hati-hati.
atas "Tidak kak Cempaka. Bagiku apa yang menjadi
keputusanmu aku anggap yang terbaik, bagaimana mungkin
aku kecewa apalagi marah padamu. Percayalah apa yang
menjadi keinginan kita akan terlaksana,..." kata Purbaya.
Ketika keduanya tengah asyik berbincang-bincang di taman
sari, mereka dikejutkan oleh ringkikkan seekor kuda dan
teriakkan para prajurit. "Hey apa itu" agaknya ada keributan di halaman istana,
adik Purbaya...?" kata Cempaka, sambil melepaskan diri dari
rangkulan kekasihnya. "Entahlah kak. Tapi," hey seperti suara si Tunggul kuda
milik bibi Wulan" Ayo kak kita ke sana, bibi Wulan datang!..."
kata Purbaya. 342 25. SANG RAJA SURYA Lalu keduanya bangkit dari duduk mereka, dan hanya dengan
sekali lompat keduanya telah berada di atas pintu gerbang.
"Hey, itu hanya si tunggul ke manakah bibi Anting
Wulan" dan kenapa si Tunggul datang seorang diri kemanakah
bibi Wulannya, adik Purbaya?" tanya Cempaka.
"Entahlah kak Cempaka, aku tidak tahu. Kita tanyakan
paman Giri Wesi. Marilah kita turun..!" kata Purbaya, lalu ia
melayang turun di ikuti oleh Cempaka.
"Apa yang terjadi paman Giri Wesi?" tanya Purbaya
pada seorang punggawa. "Entahlah tuanku, tiba-tiba saja kuda itu masuk
melompati pagar tinggi istana. Dan ketika kami hendak
mengusirnya kuda ini mengamuk," jawab punggawa yang di
panggil Giri Wesi. "Ya sudahlah kuda ini tak apa-apa," kata Purbaya.
"Tunggul ada apa" Kemanakah tuanmu bibi Anting Wulan?"
tanya Purbaya. "Awas tuanku, kuda itu sangat berbahaya!" teriak
Punggawa Giri Wesi. "Tidak apa-apa, Paman. Aku mengenal kuda ini. Kuda ini
milik bibi Wulan. Oh ya dimanakah penunggangnya, bibi Anting
Wulan?" tanya Purbaya.
343 25. SANG RAJA SURYA "Anting Wulan" Tidak tuanku, hamba tidak melihatnya.
Kuda itu datang seorang diri tanpa ada penunggangnya," jawab
Giri Wesi. "Ya sudah, kau boleh melanjutkan pekerjaanmu
paman"!" kata Purbaya. Mendapat perintah semacam itu dari
junjungannya, punggawa Giri Wesi segera memerintahkan para
prajurit untuk kembali ke tempatnya masing-masing.
"Ada apa Tunggul" Apa yang sesungguhnya telah terjadi
pada majikanmu?" kata Purbaya bertanya. Kuda putih itu
seperti mengerti akan kata-kata Purbaya,lalu dia berlari menuju
pintu gerbang istana dan kembali lagi.
"Adik Purbaya, agaknya benar ada yang tak beres
dengan bibi Wulan, lihat kaki depan si tunggul memar oleh
pukulan seseorang. Lihat si Tunggul mengajak kita pergi..." kata
Cempaka. "Kau benar kak Cempaka. Beruntung sekali kita sudah
memakai pakaian yang cukup pantas, ayolah kau naik dan
duduk di belakangku! Hup... " kata Purbaya.
"Paman, kami akan pergi dulu untuk beberapa saat...!"
teriak Purbaya pada punggawa Giri Wesi yang masih berada di
sekitar halaman istana itu.
Lalu kuda yang mereka tunggangi itu telah meninggalkan
keraton Karang Sedana. Dan mereka telah terguncang-guncang
di atas punggung si Tunggul menuju arah timur.
344 25. SANG RAJA SURYA "Adik Purbaya, hendak di bawa kemanakah kita ini?"
tanya Cempaka di sela-sela suara derap kaki kuda.
"Entahlah kak, arah yang ditujunya menuju ke arah
timur. Mungkinkah ke Mataram di sekitar gunung Wukir?"
teriak Purbaya. "Mmm, aku rasa tidak adik Purbaya. Mungkin bibi
Wulan mendapat kecelakaan masih di daerah Pasundan ini,"
teriak Cempaka. "Kau mungkin benar kak Cempaka, bibi Wulan
mendapat kecelakaan masih di daerah Pasundan ini,...!"
kembali teriak Purbaya. "Adik Purbaya, aku merasakan sesuatu dengan si
Tunggul, apakah kau tak merasakannya" Sepertinya, langkahlangkah si tunggul tidak lagi sempurna...?" teriak Cempaka lagi.
"Kau benar kak Cempaka, lebih baik kita berhenti...!"
kata Purbaya. Lalu dia menarik tali kekang si Tunggul, kemudian
ia turun diikuti oleh Cempaka.
"Oh, lihat adik Purbaya rupanya inilah yang telah
menyebabkan jalannya si Tunggul terganggu. Luka memar di
kaki depannya, kasihan sekali kau Tunggul..." kata Cempaka.
"Kau benar kak Cempaka. Apakah yang sebaiknya kita
lakukan sekarang," " kata Purbaya bertanya.
345 25. SANG RAJA SURYA "Bagaimana kalau kita berlari cepat saja, untuk
mengetahui kemana arah yang di maksud si Tunggul," kata
Cempaka memberi usul. "Ya benar usul yang bagus. Mari kak Cempaka, ayo
Tunggul kita berangkat lagi. Bukankah arah tujuanmu arah
timur!?" kata Purbaya.
Lalu Purbaya melesat berlari cepat yang diikuti oleh Cempaka,
begitu pula dengan si Tunggul. Kuda ajaib itu seperti mengerti
akan kata-kata orang yang sangat dihormatinya itu. Dalam
beberapa saat saja mereka seperti saling kejar mengejar.
"Hey, lihat adik Purbaya! Inilah rupanya maksud dari si
Tunggul," teriak Cempaka kemudian ia menghentikan larinya
begitu pula dengan Purbaya.
"Oh," lihat itu adik Purbaya, ada sebuah pondok di
bawah pohon besar itu...! Pondok milik siapakah itu?" kata
Cempaka sambil menunjuk ke arah sebuah pohon di depan
mereka. "Kau benar kak Cempaka. Tapi dimanakah kita ini
sekarang, apakah ini masih wilayah Pasundan..?" kata Purbaya.
"Ya benar adik Purbaya ini adalah Pasundan, dan kalau
tidak salah ini adalah kaki gunung Kumbang," jawab Cempaka.
"Kau benar kak, ini adalah kaki gunung kumbang.
Marilah kita dekati pondok itu, mungkin di situ kita akan
mendapatkan jawaban dari sikap si tunggul," kata Purbaya.
346 25. SANG RAJA SURYA Lalu keduanya melangkah mendekati pondok itu, ketika
mereka sampai di pintu pondok Cempaka bermaksud
mengetuknya. Namun Purbaya cepat mencegahnya.
"Tunggu dulu kak, sebelum masuk kita ucapkan salam
dahulu!" katanya. "Baiklah. Sampurasun...!!" kata Cempaka. Lalu dia
mengucapkan salam, namun tak ada jawaban sama sekali dari
dalam. "Sampurasun...! apakah ada orang di dalam..?" teriak
Cempaka lagi. "Tunggu dulu kak Cempaka! Aku mendengar sesuatu,"
kata Purbaya. "Kau benar adik Purbaya," kata Cempaka, lalu tanpa
ragu lagi Cempaka membuka pintu dan masuk ke dalam diikuti
oleh Purbaya. "Di sana kak, di bilik itu..." kata Purbaya. Cempaka lalu
mendekati bilik yang di tunjuk oleh Purbaya tadi. Dan ketika
pintu bilik dibuka terlihat sesosok tubuh wanita yang terbaring
lemah dan tak berdaya. Betapa terkejutnya sepasang anak
muda dari Karang Sedana itu saat mengenali sosok tubuh itu.
"Hah bibi Wulan" Apa yang telah terjadi denganmu bibi
Wulan?" tanya Cempaka, segera saja keduanya menghambur
ke arah sesosok tubuh yang berbaring lemah itu. Sementara
347 25. SANG RAJA SURYA sesosok tubuh yang tengah terbaring itu tak menyahut, dia
hanya bisa memberi tanda dengan matanya.
"Hmm, jalan darah di lehernya telah ditotok oleh
seseorang. Cobalah kau bebaskan totokkan di leher bibi Wulan
kak..!" kata Purbaya, saat menyadari kalau Anting Wulan dalam
keadaan tak bisa bicara karena tertotok.
"Baiklah adik Purbaya, hup... hiat..." kata Cempaka, lalu
tak seberapa lama kemudian Anting Wulan berhasil bebas dari
totokkan Resi Amista. "Terima kasih Cempaka, tuanku Purbaya. Oh ya,
bagaimana tuanku sampai bisa ke sini?" tanya Anting Wulan.
"Sesungguhnya kami tidak tahu apa-apa, kami datang
kemari karena tadi malam si Tunggul kudamu datang ke


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keraton Karang Sedana, " jawab Purbaya.
"Oh," Tunggul kuda itu, bagaimana dia bisa tahu
tempat ini" Dan di manakah sekarang kita ini berada" "kata
Anting Wulan. "Kita sekarang ini berada di kaki gunung Kumbang, Bi..."
jawab Purbaya. Cempaka lalu mengajak Anting Wulan untuk
keluar pondok. "Tunggu dulu Bi, apa yang sessungguhnya yang telah
terjadi"!" tanya Purbaya.
348 25. SANG RAJA SURYA "Si licik Amista lah yang telah membawaku ke tempat
ini," jawab Anting Wulan.
"Resi Amista"!"..." seru Cempaka dan Purbaya
bersamaan. "Bagus, kebetulan sekali..!" kata Cempaka setengah
berteriak, tapi setelah menyadari kekeliruannya Cempaka
menunduk malu. Sementara itu Purbaya yang tak dapat
menahan kegembiraannya mengajak Anting Wulan untuk
segera mencari Resi Amista.
"Kita tidak perlu mencarinya tuanku. Resi Amista akan
datang tepat pada senja hari seperti yang telah di lakukannya
kemarin.Dia pergi untuk mencari kanda Saka dan memaksanya
agar dia mau menukarkan pedang ular mas dengan diri hamba,
" kata Anting Wulan.
"Pedang ular mas"! Berbahaya sekali kalau pedang itu
sampai di tangan Resi Amista kita harus mencegahnya! Aku
telah mendengar kehebatan pedang itu, dengan pedang itu
Resi Amista mampu membendung serangan-serangan dari
tokoh-tokoh utama tanah Pasundan," kata prabu Purbaya.
Tiba-tiba terdengar suara ringkikkan kuda.
"Itu suara si Tunggul. Maaf tuanku, hamba akan
menemui kuda hamba,?" kata Anting Wulan. Lalu dia keluar
dari pondok diikuti Purbaya dan Cempaka.
349 25. SANG RAJA SURYA "Oh, terima kasih Tunggul. Kau telah menyelamatkanku
dengan memberitahu pada Baginda Purbaya dan adik
Cempaka, " katanya. "Kita harus menjebak Resi Amista, bibi Wulan, " kata
Cempaka tiba-tiba. "Tapi bagaimana caranya Cempaka" " tanya Anting
Wulan. "Mudah saja Bi, engkau suruhlah si Tunggul
meninggalkan tempat ini supaya kehadirannya tidak membawa
kecurigaannya. Sedangkan kita menunggu di dalam sambil
beristirahat." kata Purbaya mengajukan usulnya.
"Mmm, usul yang bagus tuanku, " kata Anting Wulan
setuju. Lalu Anting Wulan menyuruh si tunggul kudanya untuk
menjauh dari tempat itu. Sementara mereka bertiga kembali
masuk ke dalam pondok untuk beristirahat dan bercakapcakap.
Senja hari tiba, ketika itu Cempaka mendapat giliran untuk
mengintai ke luar lewat jendela. Dia melihat sesosok bayangan
yang berkelebat menuju pondok tersebut.
"Ssst dia datang..." kata Cempaka cukup pelan.
"Lebih baik kita serang bersama-sama," usul Anting
Wulan setengah berbisik. 350 25. SANG RAJA SURYA "Lebih baik kita serang secara terang-terangan, dan
biarlah kami saja yang menghadapinya! Bibi Wulan
beristirahatlah, kami lihat kandungan bibi sudah cukup besar,"
kata Purbaya. "Hey, dia berhenti di depan pondok, agaknya dia curiga
telah terjadi sesuatu di dalam pondok ini. Aku akan keluar,"
kata Cempaka. Lalu gadis cantik itu keluar pondok yang
kemudian di ikuti oleh Purbaya.
"Ha ha ha ha... rupanya kalian yang telah datang.
Darimana kalian bisa tahu tempat ini?" tanya Resi Amista.
"Kau tak perlu tahu Amista! yang penting sekarang kau
harus mampus," kata Cempaka, lalu dia dan raden Purbaya
menyerang Resi Amista. "Ha ha ha ha... kalian keterlaluan sekali, beraniberaninya mengeroyok seorang tua seperti aku. Seharusnya
kalian malu sebagai manusia utama di Karang Sedana. Sudah
tanggung, kau majulah pula Anting Wulan...!" seru resi Amista
ditujukan pada Anting Wulan yang tengah duduk
memperhatikan jalannya pertempuran itu.
"Tak perlu memakai aturan segala untuk menghajarmu
Amista....!" teriak Anting Wulan.
"Jangan lakukan itu bibi Wulan...! Biarlah kami saja yang
menghadapinya, bibi beristirahatlah ...!" cegah Purbaya yang
mengkhawatirkan kandungan Anting Wulan.
351 25. SANG RAJA SURYA "Ho...ho...ho... kalian berdua yang akan menghadapiku,
hingga kalian terdesak hebat dan mati," ejek Resi Amista.
"Setan licik kau Amista," kata Purbaya menggeram.
"Kau harus mati hari ini! Ayo kak, kau mainkan aji Kelelawar
Sakti dan aku akan memainkan aji Semadhi Dewa Gila..!"
Cempaka yang mendengar seruan Purbaya itu segera
menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Dalam beberapa saat saja Purbaya dan Cempaka telah
mengeluarkan kedua aji itu. Raden Purbaya berusaha untuk
mendesak Resi Amista, dengan gerakan-gerakan tipu yang
sangat sulit untuk ditebak arah serangannya. Sementara itu,
Cempaka juga telah memainkan aji Kelelawar Sakti. Gadis
manis itu terus melayang di udara sambil terus menyerang resi
Amista dengan serangan yang mematikan. Untuk beberapa
saat Purbaya yang ada di bawah terdesak.
"Aku ingin tahu sampai di mana kehebatan kalian," kata
resi Amista. "Awas adik Purbaya, resi Amista mengeluarkan aji Lima
Bayang-Bayangnya..!" teriak Cempaka memperingatkan.
Pertempuran semakin hebat, setelah Resi Amista
mengeluarkan aji Lima Bayang-Bayang. Tapi walaupun begitu
resi Amista tak dapat mendesak Purbaya yang sedang
memainkan aji Semadhi Dewa Gilanya. Sedangkan diatas,
352 25. SANG RAJA SURYA Cempaka bagaikan burung srigatan bergerak ke sana ke mari
menyerang resi Amista. "Hmm, resi ini ilmunya semakin hebat, beruntung aku
dan adik Purbaya telah menguasi aji Penolak Bala dan aji
Halimunan," gumam Cempaka.
"Setan! Ilmu apa yang telah mereka gunakan?" resi
Amista menggeram dan mengumpat. Dia merasa geram karena
setiap serangan yang diarahkannya pada gadis itu seakan-akan
menerpa ruangan kosong. Untuk beberapa saat Purbaya yang
berada di bawah terdesak oleh kelima bayang-bayang Resi
Amista. "Kak Cempaka, resi ini kita hadapai dengan senjata..!"
teriak Purbaya. Cempaka yang mendengar teriakkan itu
mengangguk dan segera mendekati Purbaya. Lalu mereka
saling berpegangan tangan. Sementara itu resi Amista terkejut
dan menyebut nama Dewi Durga sembahannya.
"Hah, apa yang akan mereka lakukan" Durga Agung,
agaknya mereka akan mengeluarkan kujang Cakra Buana dari
dalam tubuh mereka. Aku harus menggunakan kesempatan ini
untuk membunuh mereka, " gumam Resi Amista.
Melihat kesempatan baik di hadapannya resi Amista
bermaksud menyerang Purbaya dan Cempaka. Sementara itu
Purbaya yang tengah memusatkan perhatiannya, pada
tangannya, yang sedang berpegangan tangan dengan
Cempaka. Melihat resi Amista hendak menyerangnya, dengan
353 25. SANG RAJA SURYA sebelah tangan lainnya menahan pukulan resi Amista tersebut.
Hingga resi itu jatuh terpental beberapa tombak, sementara itu
kujang Cakra Buana telah tergenggam di tangan Purbaya dan
warangkanya di tangan Cempaka.
"Marilah, adik Purbaya kita serang Resi Amista secara
bersama-sama!" kata Cempaka. Pertempuran kembali terjadi
bahkan semakin seru, karena dengan kujang pusaka di tangan
mereka aji Lima Bayang-Bayang resi Amista tak ada gunanya
lagi bagi mereka berdua. "Oooh, sinar senjata ini rasanya mengiris-iris kulitku.
Aku tak berani menanggung resiko dengan mempertaruhkan aji
Rawa Rontekku dengan kujang pusaka di tangan mereka,"
keluh Resi Amista. Untuk beberapa saat Resi Amista terlihat mundur, agaknya ia
bermaksud melarikan diri. Tapi Purbaya yang melihat hal itu,
terus menyerang ke lima bentuk resi Amista yang lain.
Sedangkan resi Amista sendiri mendapat serangan dari
Cempaka tak dapat mendesak gadis itu. Bahkan pukulanpukulan balasan yang diarahkan pada gadis itu tak dapat
menyentuh seujung rambut pun gadis cantik itu.
Tiba-tiba dengan gerakkan memutar Purbaya berhasil menikam
dada resi Amista. Belum lagi rasa kagetnya hilang, ditambah
dengan sambaran warangka kujang di tangan Cempaka. Tak
dapat dielakkan lagi, resi Amista jatuh tak berdaya. Anting
Wulan yang sejak tadi menyaksikan pertempuran itu, begitu
melihat resi Amista ambruk, dia melesat. Lalu dengan
354 25. SANG RAJA SURYA tangannya, Anting Wulan memotong leher Resi Amista,
kemudian melesat ke atas sebatang pohon kelapa yang cukup
tinggi. "Hey,.. apa yang akan di lakukan oleh bibi Wulan, adik
Purbaya?" tanya Cempaka keheran-heranan.
"Entahlah kak, tapi mungkin itu satu-satunya cara untuk
melumpuhkan aji Rawa Rontek resi Amista! Lihatlah bibi Wulan
telah kembali," kata Purbaya menjawabnya.
"Mmm, Cempaka" apakah kau tidak keberatan jika aku
meminta baju luarmu?" tanya Anting Wulan hati-hati.
"Untuk apakah, bibi Wulan?" Cempaka balik bertanya
bingung. "Mmm aku akan menyumpal baju luarku dan baju
luarmu, untuk digunakan sebagai tali sementara untuk
mengikat kepala dan tubuh Resi Amista," jawab Anting Wulan.
"Tentu saja bibi Wulan," kata Cempaka, lalu ia merobek
pakaian luar yang ia kenakan.
"Kau juga boleh memakai baju luarku, Bi." kata Purbaya.
"Terima kasih tuanku," kata Anting Wulan.
Lalu Cempaka menyumpal sobekkan pakaiannya seperti yang
dilakukan oleh Anting Wulan begitu pula dengan Raden
Purbaya. Beberapa saat kemudian, Anting Wulan mengikat
355 25. SANG RAJA SURYA kepala dan tubuh Resi Amista, secara terpisah di atas dua
pohon kelapa yang sama tingginya namun agak berjauhan.
"Darimana bibi Wulan mendapatkan cara memusnahkan aji Rawa Rontek resi Amista itu?" tanya
Cempaka. "Dari kakek Kaliman, dalam mimpi beberapa hari yang
lalu," jawab Anting Wulan sedikit gugup.
"Mudah-mudahan saja resi Amista tak dapat bangkit
lagi," kata Purbaya.
"Tuanku benar, untuk membuktikannya hamba akan
berjaga-jaga." kata Anting Wulan.
"Kau benar, Bi. Kita akan menjaganya hingga besok
pagi." kata Purbaya setuju.
Malam itu mereka bertiga berjaga-jaga hingga keesokkan
harinya. Setelah meyakinkan bahwa resi Amista tak dapat
bangkit lagi, dan tubuhnya masih tergantung. Anting Wulan
segera mencari tali dan menurunkan tubuh dan kepala Resi
Amista ke tanah, hendak di ganti ikatannya. Purbaya yang
melihat keadaan Anting Wulan yang tengah hamil segera saja
mencegahnya. "Tunggu dulu bibi Wulan, biarlah saya yang akan
menggantinya. Bibi Wulan beristirahatlah! Keadaanmu
sekarang tak memungkinkan untuk banyak bergerak," katanya.
356 25. SANG RAJA SURYA "Terima kasih tuanku," kata Anting Wulan.
"Urusan ini bukanlah hanya urusanmu, melainkan
urusan kita semua. Janganlah engkau sungkan-sungkan bibi
Wulan...!" kata Purbaya lagi.
Lalu pemuda gagah itu mengikat tubuh dan kepala resi Amista
secara terpisah dan di gantungnya di dua pohon kelapa yang
jaraknya tak berjauhan. Setelah selesai semuanya Anting Wulan
berpamitan pada Prabu Purbaya dan Cempaka.
"Hamba mohon pamit tuanku untuk mencari kanda
Saka, " kata Anting Wulan.
"Baiklah bibi Wulan. Titip salamku pada paman Saka dan
juga pada kakang Prabu Sanjaya di Mataram," kata Purbaya.
"Terima kasih tuanku. Tapi mengenai baginda Sanjaya,
beliau sedang tidak ada di Mataram. Beliau pergi untuk
menyerang kerajaan yang telah menghina utusan beliau," kata
Anting Wulan. "Kakang Sanjaya memang hebat, juga titip salam
kemenanganku baginya, karena aku yakin kakang Sanjaya akan
kembali dengan penuh kemenangan. Dan juga kuucapkan
terima kasih atas bantuanmu, " kata Purbaya.
"Hambalah yang seharusnya berterima kasih pada
tuanku, karena tuankulah yang telah menyelamatkan hamba.
Hamba pamit tuanku, adik Cempaka," kata Anting Wulan, lalu
357 25. SANG RAJA SURYA dia naik ke punggung si Tunggul yang sudah sejak tadi berada
di situ. "Tunggu dulu bibi! Janganlah engkau paksakan si
tunggul untuk berlari terus, luka di kakinya belum lagi sembuh
benar," kata Purbaya.
"Terima kasih tuanku atas peringatannya. Hamba
mohon pamit tuanku, adik Cempaka." kata Anting Wulan.
"Silakan. Hati-hatilah, Bi. Jagalah kandunganmu itu bibi


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wulan." kata Cempaka.
"Terima kasih adik Cempaka" kata Anting Wulan lalu ia
menghela kudanya. Kini di tempat itu menjadi sepi dan sunyi yang tinggal hanyalah
Raden Purbaya dan Cempaka.
"Kita segera kembali ke Karang Sedana, Kak..!" kata
Purbaya setelah menghela napas panjang.
"Ya kita kembali. Dan, aku" aku bersedia untuk segera
menikah, adik Pubaya..." kata Cempaka sambil tertunduk malumalu.
"Puji syukur aku ucapkan padamu, Dewata Agung!
Berarti pada purnama Margasirna tepatnya pada hari Respati
yang ke 14 adalah hari bahagia kita berdua," mendengar
perkataan Cempaka terluapkan kata-kata Purbaya yang merasa
sangat gembira. 358 25. SANG RAJA SURYA Dengan hati yang berbunga-bunga raden Purbaya dan
Cempaka kembali ke Karang Sedana. Sementara itu Anting
Wulan telah bertemu kembali dengan suaminya Raden Saka
Palwaguna. Lalu keduanya memutuskan untuk kembali ke
Mataram karena Karang Sedana kini telah kembali direbut oleh
Prabu Pubaya dan Cempaka dari tangan Resi Amista.
Kita tinggalkan perjalan Anting Wulan dan raden Saka
Palwaguna yang tengah kembali ke Mataram. Sekarang marilah
kita ikuti kembali mengikuti kisah Purbaya dan Cempaka di
Karang Sedana. Persiapan untuk hari-hari pernikahan Raden
Purbaya dan Cempaka berjalan dengan mulus. Persyaratan
yang diusulkan oleh Cempaka, yaitu tentang kematian Resi
Amista telah tuntas. Dan mayatnya telah di gantung oleh
mereka yang di bantu oleh Anting Wulan. Kini Karang Sedana
kembali aman dan tentram.
Siang itu tampak dua ekor kuda tengah berpacu di pinggiran
hutan perbatasan kota raja Karang Sedana.
"Ha ha ha...! Ayo kejar aku adik Pubaya, kenapa kudamu
jadi selambat itu"!" teriak penunggang kuda yang paling depan,
jika dilihat dari bentuk tubuh dan suaranya jelas diaa adalah
seorang wanita. Dan memang dia wanita dan tidak lain adalah
Cempaka, sedangkan yang di belakangnya adalah raden
Purbaya. Pemuda gagah itu menunggangi seekor kuda
berwarna coklat. "Baiklah..! Tapi apa yang akan kau berikan bila aku
berhasil mengejarmu kak.."!" teriak Purbaya.
359 25. SANG RAJA SURYA "Ha ha ha... apa pun yang kau minta akan kuberikan.
Tapi, kau tetap saja tak akan berhasil menangkapku dengan lari
kudamu itu!" teriak Cempaka menantang sambil menoleh ke
belakang dan terus tertawa. Purbaya yang merasa ditantang
segera memacu kudanya agar lebih cepat lagi. Lalu tanpa
diduga oleh Cempaka, Purbaya melesat mengejar dan tak
berapa lama kemudian pemuda itu sudah ada di belakang kuda
Cempaka dan memeluknya. "Kau lihat saja kak..! Aku akan dapat mengejarmu
kak...!" teriak Purbaya.
"Hey... kau curang adik Purbaya... Siapa yang menyuruh
meninggalkan kudamu.." Kau harus tetap berada di punggung
kudamu...!" kata Cempaka protes.
"Ooh, lepaskan pelukanmu ini adik Purbaya...!
lepaskan...!" kata Cempaka lagi.
Cempaka berusaha untuk melepaskan pelukan Raden Purbaya.
Tetapi mereka berdua jatuh dari atas punggung kuda dan
bergulingan di tanah. "Oh adik Purbaya, kau... kau... maafkan aku," kata
Cempaka. "Ha ha ha... aku tidak apa-apa kak Cempaka. Marilah
kita beristirahat di tempat ini! Kau duduklah di sana." kata
Purbaya. 360 25. SANG RAJA SURYA "Baiklah. Maafkan aku atas kejadian tadi adik Purbaya,"
kata Cempaka khawatir. "Betapa menyenangkannya hari-hari kita akhir-akhir ini
adik Purbaya. Engkau mau meluangkan waktumu dan kau jauhi
urusan pemerintahan. Hanya untuk bermain-main denganku
seperti waktu kita kecil dulu," kata Cempaka.
"Hey ada apa denganmu, adik Purbaya apakah kau tidak
sadar?" tanya Cempaka, begitu menyadari kalau Purbaya
tengah memandanginya dengan mata tak berkedip.
"Tidak. Ah, biarlah aku menatapmu terus kak," jawab
Purbaya. "Kau ini ada-ada saja adik Purbaya. Atau mungkin kau
kurang waras?" kata Cempaka tersenyum kecil. Sikap dari
Prabu Purbaya membuat Cempaka serba salah. Cempaka yang
serba salah menguraikan, melepaskan ikatan rambutnya.
"Sudahlah adik Purbaya, kau jangan menatapku begitu.
aku jadi serba salah," katanya dengan suara bergetar. Dada
Cempaka semakin berdetak kencang begitu melihat Raden
Purbaya, junjungan yang sekaligus juga kekasihnya itu
mendekatinya dengan pandangan yang aneh.
"Kak Cempaka,..." kata Purbaya.
"Ada apa dengan dirimu adik Purbaya?" tanya
Cempaka. 361 25. SANG RAJA SURYA "Kau... kau cantik sekali kak Cempaka," kata Purbaya.
Cempaka yang telah menduga akan sikap dari Prabu Purbaya
merasakan dadanya semakin berdebar kencang.
"Oh, Hyang Agung,... Apa yang hendak dilakukan adik
Pubaya padaku" Kenapa dadaku berdebar semakin kencang"
Aku merasakan seakan-akan dadaku ini akan pecah oleh
tatapan matanya," gumam Cempaka membatin.
"Kak... kak Cempaka... Rasa-rasanya aku tak dapat lagi
menahan gelora cintaku. Hasrat cintaku yang selama ini
kupendam di sisi jantungku, di setiap aliran darahku, di setiap
hembusan napasku. Rasa-rasanya aku ingin mengejar waktu,
mengejar hari bahagia itu untuk mendapatkanmu dalam
pelukkanku..." kata Purbaya mendesah.
Lalu pemuda yang belum genap menginjak usia tujuh belas
tahun itu meraih tangan kekasihnya. Digenggamnya tangan itu
dengan segenap perasaannya, lalu diciuminya tangan yang
halus itu dengan hembusan napas kasih.
Sementara itu Cempaka yang merasakan tubuhnya lemah
lunglai dibuai oleh bisikan-bisikan asmara, dari pemuda gagah
perkasa yang secara diam-diam dicintainya sewaktu masih
menjadi dayang pengasuhnya. Cempaka menjatuhkan dirinya
dan memeluk kaki pemuda di hadapannya erat-erat sambil
menangis terisak-isak. 362 25. SANG RAJA SURYA "Oh, Sang Hyang Jagad Dewa Batara, apakah ini bukan
hanya mimpi" Bukan hanya merupakan sebuah bayang-bayang
semu yang hadir dalam kehidupanku" Oh Dewata Agung,
mengapa ini semua dapat menjadi kenyataan" Aku yang hanya
seorang dayang hina yang dengan berani-beraninya mencintai
junjungannya..." gumam Cempaka disela isaknya.
Purbaya membungkuk sedikit lalu dia meraih tangannya dan
diajaknya berdiri di hadapannya. Lalu dia memeluk Cempaka
dengan mesranya, Cempaka yang ada dalam pelukan itu
menerimanya dengan hangat. Tiba-tiba dari tubuh mereka
yang menjadi satu menampakkan suatu keanehan. Cahaya
yang kemilau membungkus tubuh mereka.
"Oh kanda akhirnya kita akan dapat bertemu kembali, "
kata Cempaka. "Tidak ada satu kekuatan pun yang akan dapat
memisahkan cinta kita, dinda." kata Purbaya.
"Ya. tak ada satu kekuatan pun yang dapat memisahkan
cinta kita." ulang Cempaka.
Kembali mereka berdua dibuai oleh asmara yang sangat mesra,
namun ketika cahaya yang kemilau itu lenyap. Prabu Purbaya
dan Cempaka seperti tersadar dari mimpi yang aneh.
"Kak Cempaka, aku dapat merasakannya! Aku dapat
merasakan kehadiran kekuatan itu, kekuatan suci, kekuatan
363 25. SANG RAJA SURYA agung, kekuatan Cinta. Aku dapat merasakan itu semua." kata
Purbaya. "Ya. Aku juga dapat merasakannya adik Purbaya.
Kekuatan itu sudah sejak lama ada. Kita tahu dari kakek
Mamang Kuraya dan juga resi Amista. Tapi baru kali aku dapat
merasakan kedatangannya dalam pelukkan hangat kita." kata
Cempaka. "Kekuatan cintanya serasa menggetar dan menyatu
dengan diriku." kata Purbaya.
"Begitu pula denganku, ooh kanda Purbaya..." kata
Cempaka tiba-tiba. "Kau.." Kau menyebutku dengan sebutan itu"!
Sebutannya dinda Cempaka?" kata prabu Purbaya terkejut
sekaligus gembira. "Ya kanda, dinda harus memanggilmu kanda, harus
kanda! Bagiku kau adalah junjunganku, bagiku kau kekasihku,
bagiku kau adalah pelindungku. Bagiku engkaulah yang lebih
besar, bagiku kau adalah yang maha agung, bagiku kau adalah
yang maha adil dan bijak sana..." kata Cempaka sambil
menangis. "Rasa-rasanya kini aku telah tumbuh jadi orang dewasa,
berbeda ketika engkau tadi memanggilku adik Purbaya.
Rasanya kini aku telah tumbuh jadi lebih dewasa dinda
Cempaka." kata Purbaya juga merasa gembira.
364 25. SANG RAJA SURYA "Ooh kanda Purbaya,?" kata Cempaka.
"Dinda, dinda Cempaka?"
"Kanda, kanda Purbaya," Cempaka berkata syahdu.
Lalu Cempaka kembali memeluk pemuda dihadapannya itu
dengan erat. Begitu juga dengan Purbaya. Seakan-akan mereka
tidak mau dipisahkan kembali. Ketika mereka telah sadar dari
buaian asmara, mereka segera kembali ke keraton Karang
sedana. Namun baru saja sampai datanglah patih Arya Brata dengan
tergopoh-gopoh menemui Prabu Purbaya.
"Ampun tuanku, hamba menunggu-nunggu tuanku dari
sejak pagi sampai sore ini baru Tuanku datang," kata patih Arya
Brata. "Menunggu-nungguku, ada apakah paman?" tanya
Prabu Purbaya. "Utusan dari Kencana Wungu. Dia juga mengaku
sebagai utusan dari lima negara telah menunggu tuanku sejak
dari tadi pagi, " jawab Patih Arya Brata.
"Kencana Wungu, Prabu Sakti Dewangga" Siapakah
utusannya itu paman Arya Brata?" tanya Purbaya.
"Ampun tuanku, beliau adalah penasehat agung Prabu
Sakti Dewangga yaitu tuanku Pataya Jati," jawab Patih Arya
Brata. 365 25. SANG RAJA SURYA "Hmm, Baiklah aku akan menemuinya, tapi kuharap
paman Arya menemaniku nanti!" kata Purbaya.
"Baiklah Tuanku," kata Patih Arya Brata.
"Prabu Sakti Dewangga telah menerima kabar gembira
dari keraton Karang Sedana ini. Yaitu tentang pernikahan
tuanku yang akan dilangsungkan pada purnama Margasirna,
pada tanggal empat belas yang jatuh pada hari Respati. Prabu
Sakti Dewangga telah sepakat dengan para Prabu yang lainnya,
dan meminta atas kesediaan tuanku untuk meminta hari yang
ketujuh dari hari pernikahan tuanku untuk melaksanakan
rencana mereka," kata Pataya Jati mengatakan tujuan
kedatangannya. "Hmm rencana apakah yang telah di buat oleh paman
prabu sakti Dewangga dan juga keempat paman Prabu
lainnya?" tanya Prabu Purbaya.
"Ampun tuanku. Junjungan kami Prabu Sakti Dewangga
dan keempat Prabu lainnya telah sepakat untuk mengangkat
tuanku sebagai Sang Raja Surya," jawab Pataya Jati.
"Raja Surya..." apalagi itu paman...?" tanya Prabu
Pubaya. "Juru pendamai tuanku. Jadi kami mohon pada tuanku
untuk memberikan hari yang ketujuh dari perkawinan tuanku,
untuk melaksanakan upacara khusus itu," jawab Pataya Jati.
366 25. SANG RAJA SURYA "Lalu bagaimana dengan Galuh yang jauh lebih besar
dengan Karang Sedana ini?" tanya Prabu Purbaya.
"Galuh tidaklah lagi besar seperti pada masa
pemerintahan Prabu Sanna. Galuh tidaklah lagi mempunyai
pemimpin yang cakap dan adil dalam memerintah. Galuh
tidaklah lagi besar seperti Karang Sedana saat ini, yang dipimpin
oleh tuanku yang mulia. Tuanku adalah orang yang sakti,
dengan kesaktian tuanku dapat dengan mudah memperluas
daerah kekuasaan. Dengan cara menaklukkan kerajaan besar
maupun kecil, namun itu semua tidaklah dilakukan oleh tuanku.
Justru kamilah dari Kencana Wungu, Kawali, dan negara-negara
bawahan tuanku yang lainnya takluk dan tunduk di bawah
lindungan tuanku Prabu Purbaya yang adil lagi bijaksana."
jawab Ki Pataya Jati panjang lebar.
"Kalian ini sungguh keterlaluan sekali. Aku adalah
manusia biasa seperti halnya kalian yang ada di sini, seperti
paman Arya, paman Pataya dan juga paman Sakti Dewangga.
Dan lagi aku tak pernah merasa kalau kalian adalah
taklukkanku. Kalian kuanggap sebagai negara tetangga, aku
juga tidak pernah meminta upeti sedikit pun pada kalian."
Purbaya menolak sanjungan itu.
"Hamba mengerti tuanku, justru karena kerendahan
hati tuanku itulah. Kami setuju untuk menobatkan tuanku
sebagai Sang Raja Surya. Dan untuk itu pula kami meminta pada
tuanku untuk memberikan hari yang ketujuh dari pernikahan
367 25. SANG RAJA SURYA tuanku untuk upacara penobatan tuanku sebagai Raja Surya,"
kata Ki Pataya Jati. "Baiklah... paman, karena rencana itu telah menjadi


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesepakatan dari paman-paman Prabu lainnya maka aku
menerimanya. Akan tetapi aku takut kalau kalian akan kecewa
karena tak dapat mewujudkan keinginan kalian semua, pada
masa-masa yang akan datang," kata Prabu Purbaya.
"Kami percaya pada tuanku sepenuhnya. Dan jika tidak
keberatan saya mohon diri untuk menyampaikan kabar
gembira ini, pada junjungan kami Prabu Sakti Dewangga.
Setelah itu akan kami teruskan kepada prabu-prabu lainnya, "
kata Ki Pataya Jati. Lalu ia memberi hormat sebelum akhirnya
ia pamit untuk kembali ke kerajaannya Kencana Wungu.
Maka mulai saat itu kota raja Karang Sedana menjadi sibuk,
alun-alun kota raja dihias dengan indah. Bangunan-bangunan
untuk para tamu yang akan menginap telah disiapkan.
Perkawinan Agung antara Prabu Purbaya dan Cempaka kurang
dari tiga puluh hari lagi.
Hari demi hari telah berlalu, hari yang di tunggu pun telah
datang. Seluruh desa-desa di daerah Karang Sedana nampak
semarak. Rumah-rumah penduduk dihias, jalan-jalan di hias
dengan berbagai hiasan yang terbuat dari janur kuning. Tampak
juga boneka sepasang pengantin, yang terbuat dari batangbatang padi kering yang di tumbuk halus.
368 25. SANG RAJA SURYA Di sana-sini tampak berbagai hiburan tradisional di gelar. Ya
pesta besar, pesta agung dari baginda Purbaya dan Cempaka
tengah berlangsung. Semakin menuju kota raja semakin
ramai,dan akhir dari puncak keramaian itu di sekitar kota raja.
Berbagai kesenian tradisional di gelar untuk menghibur rakyat.
Di dalam kota raja tampak puluhan ekor sapi di sediakan untuk
memberi makan para tamu undangan dan rakyat yang datang
secara berbondong-bondong.
Sementara itu di istana, Prabu Purbaya menerima raja-raja
bawahannya pada jam-jam yang khusus. Selain raja
bawahannya yang datang, ada juga yang berasal dari luar tanah
Pasundan. Prabu Purbaya mendapatkan ucapan selamat dari
para kerabatnya. Di pendopo Agung tampak para pejabat istana
dan keluarganya tengah berkumpul. Tidak ketinggalan juga
rakyat kota raja Karang Sedana, mereka ingin mengucapakan
selamat pada junjungan mereka Prabu Purbaya.
Dan ketika malam ke tujuh dari pesta perkawinan itu, suasana
menjadi lain. Tak ada lagi gelak tawa, tak ada canda ria, suasana
kota raja sunyi dan hening. Dan di halaman Istana tampak dua
belas orang Wiku yang tengah membaca doa-doa keselamatan.
Dari dalam Istana terdengar bendi di pukul, Prabu Purbaya yang
sedang bersanding di atas pelaminan dimohon turun oleh
pemimpin upacara. Prabu Purbaya berjalan di sampingnya
berjalan Cempaka. Dan di belakang mereka belasan orang
pendeta berjalan sambil mengumandangkan puja-puji dan doadoa bagi keselamatan duaniawi. Setelah berada di halaman
369 25. SANG RAJA SURYA Istana Prabu Purbaya diminta seorang diri untuk masuk ke
tengah-tengah lingkaran dua belas wiku. Prabu Purbaya pun
masuk dan duduk di antara dua belas orang wiku yang duduk
melingkarinya. Sementara itu ke lima raja bawahan dari Prabu
Purbaya menaburkan bunga-bunga di luar lingkaran tersebut.
Setelah itu secara bersama-sama mereka semua masuk ke
tengah-tengah lingkaran sambil membawa beberapa buah
senjata ke hadapan Prabu Purbaya. Setelah itu ke limanya
kembali ke luar dari lingkaran wiku itu.
Prabu Purbaya yang masih berada di dalam lingkaran itu,
bangkit dari duduk nya lalu mengambil salah satu senjata di
antara senjata-senjata itu.Di genggamnya senjata itu, lalu
dengan wajah mendongak ke atas Prabu purbaya
mengucapkan janjinya dengan mantap dan lantang.
"Dengan dipersaksikan oleh Hyang Agung," di hadapan
para pandita dan segenap rakyat Karang Sedana yang hadir di
sini, saya Purbaya," putra Prabu Aji Konda menerima
pengangkatanku sebagai Maharaja Karang Sedana yang
membawahi lima kerajaan sekitarnya dengan gelar Abiseka
Sang Maharaja Sri Jayabhupati Jaya Manahen Wisnu Murti
Samara Ri Wijaya Salaka Bhuana Mandala Isywara Nindita
Harogo Wardhana Wikrama Tungga Dewa." Ucap raden
Purbaya yang langsung disambut riuh rendah puja puji dari
mereka yang hadir di situ.
"Pedang, tombak, trisula, bukanlah jalan yang bijaksana
untuk menyelesaikan sebuah masalah. Tajamnya senjata
370 25. SANG RAJA SURYA bukanlah jalan bijaksana untuk menyelesaikan masalah. Wahai
Para Dewa aku berjanji akan membentuk kedamaian tanpa
tajamnya senjata, tanpa cucuran darah, tanpa sifat angkara..."
kembali prabu Purbaya berkata lantang dan mantap.
Lalu di patahkannya pedang itu menjadi dua bagian, bersamaan
dengan itu di angkasa tiba-tiba terdengar suara guntur dan
halilintar menyambar-nyambar seakan-akan ikut menjadi saksi
akan janji Baginda Purbaya. Semua yang hadir terkejut untuk
sesaat semua terdiam tak ada yang mengeluarkan suara.
"Oh lihat kakang Giri Wesi! Guntur dan halilintar itu, ini
bukan hanya sekedar mimpi, ini kenyataan. Guntur dan
halilintar itu, ini kenyataan kakang..." kata seorang punggawa
pada lelaki di sampingnya, sementara yang di ajak bicara hanya
menganggukan kepala. "Sungguh tepat pilihan kita...! Hidup Prabu Purbaya...!
Hidup Sang Raja Surya..! Hidup Prabu Purbaya Sang Raja
Surya...!!" teriak orang itu lagi berseru-seru, yang kemudian di
ikuti yang lain. "Hidup Sang Raja Surya Prabu Purbaya...! Hidup Sang
Raja Surya Prabu Purbaya..!" teriak orang-orang ramai
membahana. Suasana istana menjadi ramai oleh teriakan para
tamu undangan yang hadir dan menyaksikan jalannya upacara
tersebut. 371 25. SANG RAJA SURYA "Kanda Purbaya. Dinda merasakan darah dinda seakanakan berhenti mengalir mendengar janji Kanda. Akan
membentuk kedamaian tanpa tajamnya senjata, tanpa cucuran
darah, tanpa sifat angkara. Apakah itu mungkin, kanda
Purbaya?" Cempaka menggamit lengan suaminya, sambil
berbisik lirih Cempaka bertanya.
"Entahlah, dinda. Kanda juga tidak tahu, tapi kanda akan
mencobanya!" prabu Purbaya menjawab mantap.
"Memberantas angkara murka tanpa tajamnya senjata,
tanpa cucuran darah. Apakah itu semua mungkin, kanda?"
tanya Cempaka lagi. "Entahlah dinda, gelar yang dibebankan oleh Prabu dari
lima negara kepada Kanda sangatlah berat. Tapi entah
mengapa itu semua justru membuat kanda penasaran. Dinda
akan mencoba itu semua bukan?" kata Prabu Purbaya.
"Ooh, kanda Purbaya benar-benar manusia utama,
dinda akan melayani kanda sepanjang hidup dengan
kepasrahan seorang hamba,?" Cempaka berkata kagum.
"Dan juga dengan kasih seorang istri yang sangat kanda
cintai," potong Prabu Purbaya.
"Oooh kanda Purbaya,..." kata Cempaka.
Malam itu adalah malam terakhir dari pernikahan mereka,
sekaligus merupakan malam pertama bagi mereka setelah syah
menjadi suami istri. 372 25. SANG RAJA SURYA Ketika tengah malam saat mereka sedang tertidur lelap
"Masa penantian kita telah tiba Kanda. Mulai malam ini
kita dapat meneruskan cinta kita yang tak akan pernah padam,
kanda Wisnu," kata sebuah suara wanita.
"Ucapkanlah puji syukur kepada Dewata Agung yang
telah mempertemukan kembali kita dinda Pohaci. Dan juga
kepada mereka sepasang remaja Purbaya dan Cempaka," kata
suara laki-laki, yang ternyata mereka adalah Dewa Wisnu dan
istrinya Dewi Pohaci. Keduanya hadir dan menampakkan diri
dalam mimpi Purbaya dan Cempaka.
"Oh jadi, engkau adalah Dewi Pohaci yang merupakan
lambang cinta dengan suami mu Dewa Wisnu...?" tanya
Cempaka hampir tak percaya.
"Benar Cempaka. Malam ini kalian berdua telah syah
menjadi suami istri, dengan begitu semua kekuatanku telah
menyatu dengan dirimu dengan senyatanya. Begitu pula
denganmu Purbaya, kekuatan kanda Wisnu ada padamu
dengan senyatanya, " kata Dewi Pohaci.
"Dan itu berarti semua kekuatan yang ada pada kami,
mulai malam ini menjadi milik kalian dengan senyatanya. Sekali
lagi kami ucapkan terima kasih pada kalian," kata Dewa Wisnu.
Lalu kedua kekuatan itu menghilang dari hadapan Purbaya dan
Cempaka. Ketika pagi telah tiba Purbaya dan Cempaka
terbangun, mereka saling pandang dan tersenyum bahagia.
Tetapi ketika mereka ingat akan mimpi itu.
373 25. SANG RAJA SURYA "Dinda Cempaka, apakah tadi malam kau bermimpi
bertemu dengan mereka berdua" "tanya Purbaya.
"Benar kanda, dinda juga bermimpi demikian. Oh ayo
kanda, kita berkemas-kemas, dinda akan mengajak kanda
untuk membuktikannya...!" kata Cempaka, lalu dengan
terburu-buru ia turun dari pembaringan. Setelah semua selesai
Purbaya juga telah siap dengan pakaian keprabuannya.
"Ooh kanda, pakailah pakaian yang lebih ringkas...!"
kata Cempaka. "Untuk apakah itu semua dinda...?" tanya Purbaya.
"Dinda akan mengajak kanda untuk membuktikan katakata mereka, dan ingin mengetahui sampai sejauh mana
kekuatan itu kita miliki," Jawab Cempaka.
"Untuk apa dinda membuktikan itu semua" Kanda yakin
apa yang mereka katakan benar. Tetaplah tinggal di istana ini,
dinda tentu lelah setelah disiksa dengan berbagai upacara adat,
serta menerima ucapan selamat dari para tamu yang tak ada
habis-habisnya," kata Purbaya.
"Tapi kanda, dinda ingin sekali..."
"Ya baiklah. Kanda tidak baik menghalangi keinginan
dinda yang baru saja menjadi pengantin baru," kata Purbaya
mengalah lalu bangkit dari duduknya. "Ayolah..! Kita berangkat
naik kereta saja, dan biarlah Kanda memakai baju ini supaya
374 25. SANG RAJA SURYA para pejabat dalam istana ini tidak bertanya-tanya kenapa kita
pergi hanya berdua saja," kata Purbaya.
Cempaka tersenyum dan mengangguk senang lalu ia mengikuti
suaminya yang telah lebih dulu ke luar dari bilik.
Lalu dengan sebuah kereta kerajaan yang indah mereka pergi
menuju ke sebuah hutan yang tak jauh dari kota raja. Setelah
sampai di tempat yang sepi Prabu Purbaya turun dari kereta
dengan istrinya Cempaka. Setelah memberitahu kusir kereta agar menunggu, mereka
segera masuk ke dalam hutan.
"Kita masuk lebih jauh ke dalam lagi...!" kata purbaya.
"Baiklah kanda, dinda sudah tidak sabar lagi,..." kata
Cempaka. Lalu dengan bergegas ia mendahului suaminya Prabu
Purbaya. Setelah di rasanya sudah cukup jauh dari kereta,
Cempaka berdiri dan telah siap memasang kuda-kuda, Prabu
Purbaya yang melihat ulah istrinya hanya bisa menghela napas
dan menggelengkan kepalanya.
"Sudahlah Cempaka! Tidak ada artinya kau terlalu
memaksakan diri untuk membuktikannya. Dan lagi ilmu yang
kau punya sudah cukup hebat,?" kata Purbaya sambil
tersenyum geli. Geli melihat kelakuan istrinya yang seperti anak
kecil mendapatkan mainan baru.
"Ya dan juga mempunyai suami yang hebat. Tapi kanda,
dinda ingin sekali mengetahui sampai sejauh mana kehebatan
375 25. SANG RAJA SURYA dari kekuatan suci yang sangat ditakuti Prabu Sora dan resi
Amista,..." kata Cempaka merajuk.
"Kalau begitu,silakan dinda saja yang mencobanya,"
kata Purbaya sungkan. "Baiklah, kanda Purbaya," kata Cempaka.
Lalu Cempaka memainkan semua aji-aji simpanannya, tapi dia
tak merasakan adanya kekuatan lain, kekuatan yang membantu
gerakkannya. "Bagaimana dinda...?" tanya Purbaya yang sejak dari
tadi hanya menonton, saat istrinya telah selesai.
"Tidak ada kanda. Ah, sudahlah. Agaknya mimpi tadi
malam hanya sekedar mimpi,?" jawab Cempaka kecewa.
"Tidak dinda. Kanda yakin apa yang dikatakan mereka
benar, tetapi yang perlu dinda ketahui adalah bahwa kekuatan
itu bukanlah milik kita. Melainkan milik mereka. Kita tak dapat
memakai kekuatan itu secara sembarangan. Berbeda dengan
kujang Cakra Buana, kujang pusaka itu telah menjadi milik kita
berdua dinda..." kata Purbaya.
"Apakah dinda kecewa...?" tanya Purbaya lagi saat
melihat istrinya itu mendesah dan menghela napas berat.
"Tidak kanda. Dinda sama sekali tidak kecewa. Kanda
benar. Yang sebaiknya kita lakukan sekarang adalah menikmati
376 25. SANG RAJA SURYA hari-hari bahagia kita. Marilah kanda, kita kembali ke
keraton...!" kata Cempaka.
"Marilah dinda Cempaka,...!" kata Purbaya.
Dengan kereta milik kerajaan mereka pun kembali ke keraton
karang Sedana. *** 377 26. LAYU YANG TERKEMBANG 26. LAYU YANG TERKEMBANG Pada kisah yang lalu telah diceritakan Anting Wulan
yang ditawan oleh Resi Amista berhasil diselamatkan
oleh Purbaya dan Cempaka. Bahkan Resi Amista tewas
setelah bertarung dengan keduanya, lalu mayat resi
dari India itu digantung oleh mereka secara terpisah.
Setelah berpisah dengan Purbaya dan Cempaka, Anting
Wulan mencari suaminya Raden Saka Palwaguna.
Setelah bertemu, lalu keduanya memutuskan kembali
ke Mataram, karena kehadiran mereka sangat di
perlukan oleh Prabu Sanjaya untuk menyerang kerajaan
yang berada di seberang lautan.
Maka begitu keduanya kembali Prabu Sanjaya segera berangkat
dengan menggunakan kapal-kapal layar yang berukuran cukup


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar. Penyerangannya kali ini pun berhasil, Kerajaan tersebut
takluk dan mengakui kebesaran Mataram. Sebagai tanda takluk
kerajaan Kutai Raya memberikan puteri dari kerajaan tersebut
untuk di jadikan istri oleh Prabu Sanjaya.
Di saat mereka tengah mempersiapkan untuk kembali ke
Mataram, tiba-tiba saja Anting Wulan mengamuk dan
membunuh para prajurit. Baik dari prajurit Mataram maupun
prajurit Kutai Raya. Hal ini dikarenakan Anting Wulan
menggunakan pedang Ular Emas dan terpengaruh oleh nenek
Ranggis yang bersemayam dalam pedang tersebut. Melihat hal
itu Raden Saka Palwaguna marah tapi dia juga tak bisa berbuat
apa-apa. Karena Raden Saka tahu Anting Wulan tengah dikuasai
378 26. LAYU YANG TERKEMBANG oleh nenek Ranggis. Karena itulah dia berusaha untuk
membujuk isterinya itu agar memberikan pedang ular emas
padanya, untuk dimusnahkan. Namun karena bujukkan dan
pengaruh nenek Ranggis Anting Wulan malah lari dari ibu kota
kerajaan, dan bersumpah tak akan pernah mau kembali kepada
Raden Saka. Dalam pelariannya itu Anting Wulan melahirkan seorang bayi
laki-laki yang tampan yang kemudian diberi nama Kayan
Manggala. Nama Kayan diambil dari nama sungai Kahayan
sedangkan Manggala mengandung arti pertama atau tunggal.
Setelah tiga hari melahirkan Anting Wulan pamit pada
penduduk desa yang telah membantu dan menolongnya
melahirkan. Sementara itu Raden Saka Palwaguna yang berada di kota raja
Kutai Raya. Mendapat kabar dari salah seorang telik sandi
kerajaan Kutai yang disebar, bahwa Anting Wulan berada di
sebuah desa yang berada tak jauh dari sungai Mahakam dan
Sungai Kahayan. Mendapat kabar itu Raden Saka segera ke
sana, namun dia menjadi kecewa karena Anting Wulan sudah
pergi. Tapi dia merasa gembira dan bahagia saat, mendengar
kabar kalau istrinya telah melahirkan. Melahirkan seorang bayi
laki-laki yang sehat dan tampan, ia juga diberi tahu bahwa
putranya itu telah diberi nama Kayan Manggala.
Saka Palwaguna kemudian menemui Prabu Sanjaya. Raden
Saka lalu menceritakan semua kejadian yang menimpa istrinya
Anting Wulan. Prabu Sanjaya merasa kecewa dengan sikap
Anting Wulan yang keras kepala. Tak lupa ia juga mengucapkan
selamat pada Raden Saka atas kelahiran putranya. Saat
keduanya tengah berbincang-bicang berdua, tiba -tiba datang
379 26. LAYU YANG TERKEMBANG seorang prajurit yang memberitahu bahwa ia melihat Anting
Wulan di pelabuhan. Keduanya pun segera menuju ke sana,
setibanya di sana mereka melihat Anting Wulan berada di atas
perahu dan tengah menuju ke tengah lautan. Melihat hal
tersebut merasa cemas dan khawatir, apalagi saat dilihatnya
cuaca tiba-tiba berubah menjadi mendung. Raden Saka
berteriak meminta agar Anting Wulan kembali ke pelabuhan.
Namun Anting Wulan tak mempedulikan semua itu, ia terus
saja mendayung perahu itu. Sedangkan saat itu di dalam
gendongannya ada seorang bayi yang berusia tiga hari. Prabu
Sanjaya pun ikut cemas dan khawatir, ia pun ikut berteriak dan
meminta Anting Wulan untuk kembali.
Namun Anting Wulan sama sekali tak menghiraukan itu semua.
Dia terus saja menuju ke tengah lautan sampai tak terlihat lagi
oleh mereka yang berada di daratan. Prabu Sanjaya akhirnya
memutuskan untuk kembali ke Mataram hari itu juga, namun
Raden Saka menolak untuk kembali ke Mataram tanpa istrinya
Anting Wulan. Maka Prabu Sanjaya memberikan sebuah kapal
beserta awaknya untuk Raden Saka supaya bisa menyusul
Anting Wulan. Maka pada hari itu juga mereka berlayar, Prabu
Sanjaya bersama dengan calon istrinya dan para prajurit
Mataram kembali ke Mataram. Sedangkan Raden Saka berlayar
dengan kapal yang di berikan Prabu Sanjaya menyusul Anting
Wulan. Raden Saka masih sempat melihat arah yang dituju oleh
Anting Wulan sebelum perahu yang ditumpangi oleh istrinya itu
menghilang. Karena itu tak lama setelah ia berlayar ia dapat
melihat perahu yang ditumpangi oleh Anting Wulan.
Namun tiba-tiba cuaca bertambah buruk dan badai pun datang
dan menghempaskan kapal yang ditumpanginya, begitu pula
dengan perahu yang dinaiki Anting Wulan. Saat tersadar dari
380 26. LAYU YANG TERKEMBANG pingsannya Raden Saka telah berada dalam sebuah ruangan.
Ruangan itu ternyata berada di tempat peristirahatan Ratu
Seruni dan prabu Pancar Dungung. Rupanya Raden Saka
terdampar di pantai wilayah kerajaan Indraprasta. Setelah
didesak oleh kedua penguasa Indraprasta itu Raden Saka
menceritakan semuanya. Mendengar cerita Raden Saka, Ratu
Seruni merasa sedih. Walau bagaimana pun Anting Wulan
masih keluarga mereka. Anting Wulan masih terbilang kakak
iparnya, karena Anting Wulan adalah kakak dari suaminya yaitu
Prabu pancar Dungung. Anting Wulan dan Prabu Pancar
Dungung adalah kakak adik satu ayah namun berbeda ibu.
Setelah mendengar kisah Raden Saka, Prabu pancar Dungung
pun mulai bercerita tentang kejadian-kejadian di tanah
Pasundan akhir-akhir ini.
Prabu Pancar Dungung menceritakan tentang sikap dari dua
negara tetangganya. Yaitu kerajaan Dadali Putih dan kerajaan
Kawali yang telah menutup jalur perdagangannya secara
sepihak. Menurut Ratu Seruni hal itulah yang menyebabkan
suaminya marah, terlebih setelah tahu Prabu Purabaya dari
Karang Sedana tak berbuat apa-apa. Menurut Prabu pancar
Dungung hal itu pasti dikarenakan atas perintah Prabu Purbaya
sendiri. Raden Saka yang mendengar dugaan dari Prabu Pancar
Dungung semacam itu jadi tak setuju. Dia merasa yakin jika itu
bukanlah ulah Prabu Purbaya. Dia berusaha meyakinkan adik
iparnya itu karena memang ia tahu dan mengenal baik sifat
Purbaya maupun Cempaka sejak masih kanak-kanak.
Mendengar Raden Saka membela Prabu Purbaya, Prabu pancar
Dungung tersinggung dan marah. Dan mengatakan kalau saat
ini di Karang Sedana tengah berkumpul raja-raja yang akan
membantu Purbaya menyerang ke Indraprasta. Hal ini
diketahuinya dari mata-mata yang telah ia kirim ke Karang
381 26. LAYU YANG TERKEMBANG Sedana. Telik sandinya itu melihat banyak para raja-raja dari
kerajaan lain yang berbodong-bondong ke Bumi Karang
Sedana. Prabu Pancar Dungung juga merasa marah dan dendam pada
Purbaya karena paman sekaligus ayah mertuanya yaitu Prabu
Sora tengah sakit karena ulah raja muda Karang Sedana itu. Dia
tak terima karena Prabu Sora kini seluruh ilmu kesaktiannya
telah lenyap. Raden Saka yang mengetahui kebenarannya,
hanya menghela napas dan diam saja. Sebenarnya dia ingin
menceritakan kejadian sebenarnya yang menyebabkan Prabu
Sora kehilangan semua ilmunya pada Prabu Pancar Dungung.
Namun karena di dalam ruangan itu ada Ratu Seruni yang
merupakan puteri kandung dari Prabu Sora, maka ia memilih
diam saja. Dia merasa khawatir jika ia menceritakannya, anak
dan menantu Prabu Sora itu akan tersinggung dan marah pula.
Prabu Pancar Dungung yang merasa kesal, meninggalkan Raden
Saka yang kemudian diikuti oleh Ratu Seruni. Dia merasa kesal
karena Raden Saka merasa tak yakin kalau Prabu Purbaya akan
menyerang Indraprasta. Prabu Pancar Dungung yang merasa
kesal menuju suatu tempat, di tempat itu ternyata ia menemui
ayah mertuanya Prabu Sora. Prabu Sora memarahi
menantunya itu karena menolong dan menyelamatkan Raden
Saka. Tapi Prabu Pancar Dungung menjelaskan bahwa yang
membawa Raden Saka ke tempat itu adalah Ratu Seruni
istrinya. Mendengar jika yang menolong Raden Saka adalah
Ratu seruni Prabu Sora tak bisa berkata apa-apa lagi. Selama ini
Ratu Seruni memang sering tak sepaham dan sependapat
dengan ayahnya itu. Terlebih jika mengenai sifat keras ayahnya
yang selalu ingin membalas dendam terhadap Purbaya dan
istrinya Cempaka. 382 26. LAYU YANG TERKEMBANG Prabu Sora yang mengetahui keberadaan Raden Saka
Palwaguna di tempat tersebut merasa cemas dan khawatir
kalau Raden Saka tahu rencana rahasia mereka. Ternyata Prabu
Sora dan Prabu Pancar Dungung diam-diam tanpa
sepengetahuan Ratu Seruni telah sepakat untuk menyerang
keraton Sunda yang berada di bumi Karang Sedana. Prabu Sora
mengetahui benar kalau antara Raden Saka, Purbaya serta
Cempaka sangat akrab karena mereka satu perguruan yaitu
padepokan Goa Larang. Bahkan dia juga tahu walaupun
Purbaya dan Cempaka usianya jauh lebih muda dibandingkan
Raden Saka. Namun jika di lihat dari susunan keperguruan maka
Purbaya dan Cempaka adalah terhitung sebagai paman dan bibi
seperguruan bagi Raden Saka dan murid-murid Padepokan Goa
Larang lainnya. Karena Purbaya dan Cempaka adalah murid dari
kakek Mamang Kuraya, guru dari pendiri Padepokan Goa
Larang, resi Wanayasa. Kakek Mamang Kuraya hanya memiliki
4 orang murid, yaitu Resi Wanayasa, adik seperguruan Resi
Wanayasa, kemudian Purbaya dan Cempaka.
Namun setelah diyakinkan oleh Prabu Pancar Dungung bahwa
baik Ratu Seruni maupun Raden Saka tidak mengetahui
rencana mereka, Prabu Sora menjadi lega dan tenang.
Setelah sehari penuh ia berada di tempat peristirahatan Ratu
Seruni Raden Saka pamit pada Ratu Seruni dan Prabu Pancar
Dungung untuk mencari istrinya. Raden Saka merasa yakin
kalau Anting Wulan istrinya berada di tanah Pasundan. Karena
itu ia bertekad untuk mencarinya ke padepokan Goa larang dan
Karang Sedana. Dia juga berjanji akan menyelidiki kebenaran
tentang kabar Karang Sedana akan menyerang Indraprasta.
Maka hari itu juga Raden Saka meninggalkan Indraprasta
383 26. LAYU YANG TERKEMBANG menuju Karang Sedana. Tujuannya hanya satu yaitu menemui
Prabu Purbaya beserta istrinya di keraton Sunda guna minta
bantuan mereka berdua tentang keberadaan istri dan anaknya.
Raden Saka merasa yakin jika mereka akan memberikan
petunjuk tentang keberadaan Anting Wulan dan putranya itu.
Sementara itu di bumi Karang Sedana hari demi hari telah
berlalu kini kerajaan Karang Sedana telah menjadi besar di
bawah kepemimpinan prabu Purbaya. Yang oleh rakyatnya
beliau diberi gelar abiseka "Sang Maharaja Sri Jayabhupati Jaya
Manahen Wisnu Murti Samara Ri Wijaya Salaka Bhuana
Mandala Isywara Nindita Harogo Wardhana Wikrama Tungga
Dewa. Beliau juga mendapat gelar lain yaitu "Sang Raja Surya".
Kini keraton Karang Sedana telah diganti namanya menjadi
keraton Sunda. Dua belas kerajaan yang berada di wilayah
Pasundan kini telah memilih ikut bergabung di bawah panji
kepemimpinan prabu Purbaya. Mereka datang sendiri
menghadap prabu Purbaya dan memohon pada beliau untuk
diijinkan berada dalam perlindungan Karang Sedana. Prabu
Purbaya yang pada dasarnya tak memiliki ambisi untuk
menguasai negara lain awalnya menolak. Namun setelah
mereka menjelaskan alasan mereka ingin bergabung dengan
Karang Sedana, Prabu Purbaya akhirnya menerima mereka
sebagai negara sahabat bukan sebagai negara jajahan atau
kerajaan bawahan Karang Sedana. Mereka diperlakukan sama
dengan 5 negara yang telah bergabung sebelumnya.
Di pagi hari yang cerah itu di taman sari keraton Sunda tampak
prabu Purbaya tengah duduk termenung seorang diri. Prabu
Purbaya tak menyadari jika seseorang telah berdiri di
belakangnya. 384 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Kanda..." Kanda Purbaya...?" tegur orang di belakang
prabu Purbaya. Prabu Purbaya menjadi terkejut.
"Engkau dinda Cempaka...ada apa?" tanya prabu
Purbaya. "Dinda yang seharusnya bertanya pada kanda"
Mengapa akhir-akhir ini kanda sering melamun" apa yang
Kanda lamunkan?" Cempaka balik bertanya, lalu ia duduk di
samping suaminya. "Tidak ada apa-apa dinda. Kanda hanya... hanya..."
"Katakanlah kanda...! Jika tidak, dinda akan menduga
kanda yang bukan-bukan yang ada hubungannya dengan diri
dinda. Tentang kekurang sempurnaan diri dinda sebagai istri
dan permasuri kanda..." potong Cempaka.
"Wah... wah gawat ini,..." kata Purbaya sambil
tersenyum kecil. "Baiklah dinda. Sesungguhnya akhir-akhir ini
kanda telah berhasil memecahkan aji Banyu Agung. Tapi yang
membuat kanda heran ialah mengapa dari tujuh jurus, yang
tersisa hanya satu jurus yaitu aji yang sangat hebat..." jawab
Prabu Purbaya. "Aneh mengapa bisa begitu kanda?" tanya Cempaka.
"Entahlah dinda, kanda juga heran. Bahkan beberapa
hari ini kanda telah mencoba merangkai kalimat-kalimat itu dan
mencoba menghubungkannya, tapi tetap saja hanya satu jurus.
Sebuah jurus yang sangat ampuh..." jawab Prabu Purbaya.
385 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Aneh..." Mengapa hanya menjadi satu jurus, sungguh
aneh..." Mmm, apakah kanda juga telah mencobanya?" tanya
Cempaka lagi. "Belum dinda. Tidak ada waktu untuk itu dinda
Cempaka, dan lagi akhir-akhir ini kita sibuk. Hampir tiap hari
siang dan malam kita gunakan untuk bermusyawarah tentang
jalur perdagangan kita dengan, bersama dengan kerajaankerajaan tetangga kita" jawab prabu Purbaya.
"Tapi bukankah hari ini hanya malam saja.." Jadi siang
ini dapat kita gunakan untuk mencobanya...! " kata Cempaka.
"Untuk apalah dinda, tak ada artinya kalau hanya satu
jurus saja..." jawab prabu Purbaya.
"Cobalah kanda, perlihatkan pada dinda...!" kata
Cempaka. "Baiklah, dinda..." kata Prabu Purbaya. Lalu ia berdiri
dari duduknya dan mulai memasang kuda-kuda.
"Tujuh ada pada tiga kanda gabungkan menjadi satu
gerak pembuka. Gerakkan ini seperti gerakkan menyembah,
lihat dinda! Daya serang dari jurus tujuh dan tiga kanda buang
sama sekali. Enam ada pada dua merupakan jurus selanjutnya,
daya serang dari kedua jurus ini juga kanda buang sama sekali.


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lihat dinda...! Gerak ini kanda rasakan seperti gerakkan
menarik kekuatan bumi. Lalu lima ada pada satu merupakan
gerak menarik kekuatan langit seperti ini dinda..." prabu
Purbaya terus memperagakan semua gerakan aji Banyu Agung
yang telah dikuasainya pada permasurinya Cempaka.
386 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Dan satu-satunya yang mempunyai daya serang yaitu
jurus ke empat, sebuah jurus pamungkas yang mempuyai daya
serang yang hebat..." kata Prabu Purbaya.
"Tapi kenapa kanda tidak mencobanya" Atau biar dinda
saja yang mencoba..." kata Cempaka lalu berdiri dan siap
melakukan gerakkan seperti yang di lakukan suaminya.
"Tunggu dulu dinda, jangan di sini! Marilah kita cari
tempat yang sepi, di hutan perbatasan kota raja," cegah Prabu
purbaya. Lalu keduanya melesat meninggalkan keraton Sunda menuju
sebuah hutan di pinggiran kota raja. Setelah sampai Prabu
Purbaya mulai mencoba aji Banyu Agung yang di dapatnya dari
warangka kujang Cakra Buana. Lalu melepaskan aji Banyu
Agung itu ke arah sebuah pohon yang ada di hadapan mereka.
"Bagaimana dinda berpaling ke arah istrinya.
Cempaka...?" tanya Purbaya "Tak ada sesuatu pun yang hebat kanda..." jawab
Cempaka, ia mengelengkan kepalanya.
"Aneh sekali..." Padahal kanda merasakan seperti habis
menguras seluruh tenaga sakti kanda, dan mendapat tambahan
tenaga dari bumi dan langit..." kata Purbaya setengah
bergumam. "Mmm, dinda hanya merasakan hawa dingin sewaktu
kanda melontarkan aji Banyu Agung itu pada pohon di hadapan
387 26. LAYU YANG TERKEMBANG kita..." jawab Cempaka.
Sementara itu Prabu Purbaya telah melangkah mendekati
pohon yang ditunjuk istrinya. Ia seperti melihat sebuah
keanehan pada pohon yang tadi diserangnya. Dan betapa
terkejutnya raja muda itu saat melihat pohon tersebut.
"Ohh, Hyang Jagad Dewa Batara..." katanya setengah
berteriak. "Ada apa kanda...?" tanya Cempaka.
"Kemarilah dinda Cempaka! Kemarilah cepat dinda...!"
kata Purbaya. Cempaka yang melihat wajah tegang suaminya
segera mendekat. "Ada apa dengan pohon itu kanda Purbaya...?"
tanyanya, tapi alangkah terkejutnya dia saat merasakan ada
hawa dingin di sekitar pohon itu. "Oh Sang Hyang Agung. Apa
yang telah terjadi" mengapa pohon ini menjadi keras..."
"Bukan hanya keras dinda melainkan menjadi beku.
Cobalah kau hancurkan pohon itu dengan seluruh kekuatan
yang ada padamu...! "kata Purbaya.
"Baiklah kanda..." kata Cempaka. Lalu Cempaka
mencoba memukul pohon di hadapannya itu dengan kekuatan
yang dimilikinya. Namun sungguh di luar dugaan mereka,
pohon itu hancur menjadi debu.
"Ooh pohon itu hancur dengan seluruh akar-akarnya
kanda" Padahal dinda tidak berniat melakukan hal itu." kata
388 26. LAYU YANG TERKEMBANG Cempaka pucat, dipandangnya wajah suaminya dengan
pandangan heran. "Sungguh hebat, dan sangat berbahaya aji Banyu Agung
ini. Kita harus dapat membatasi kekuatannya dinda..." kata
Purbaya. "Benar kanda. Ajarkan aji Banyu Agung itu pada dinda,
kanda..." kata Cempaka.
"Baiklah dinda. Tapi kanda harap dinda dapat
membatasi kekuatan dari Banyu Agung..." kata Purbaya,
Cempaka menganggukan kepalanya tanda setuju.
"Sekarang cobalah dinda mainkan jurus itu seperti yang
telah kanda lakukan..!" kata Purbaya.
"Baiklah kanda Purbaya..."
Lalu Cempaka yang pada dasarnya telah memiliki jurus aji
Banyu Agung, dapat dengan mudah menerap semua yang
diajarkan suaminya. Setelah itu ia melontarkannya ke sebatang
pohon. "Dinda berhasil kanda! dinda berhasil...!" teriak
Cempaka kegirangan. "Dinda merasakan seperti mendapat tenaga tambahan
dari bumi dan angkasa. Dinda juga merasakan seperti
menyedot kekuatan es yang ada di bumi dan angkasa. Itu
semua karena kujang Cakra Buana yang ada dalam tubuh kita.
Jadi Banyu Agung tak ada artinya tanpa kujang Cakra Buana di
389 26. LAYU YANG TERKEMBANG dalam tubuh kita. Dinda juga merasakan hawa sakti kita tidak
keluar dari pusar, melainkan dari dada..." kata Cempaka
dengan nada gembira. "Kau benar dinda. Sekarang mari kita kembali, kanda
ingin beristirahat sebentar untuk pertemuan nanti sore...!" kata
Purbaya. Lalu mereka berdua kembali ke keraton Karang Sedana yang
kini telah berganti nama menjadi keraton Sunda. Dan pada
malam harinya di keraton Sunda tampak prabu Purbaya dan
para raja yang menjadi negara sahabatnya berkumpul di
balairung utama. "Sesuai dengan pertemuan kita beberapa hari ini, kami
sudah mengambil beberapa keputusan yang diantaranya.
Hubungan dengan negara-negara lain telah kami percayakan
pada kerajaan Kawali. Sedangkan pusat dari perdagangan
tersebut bertempat di keraton Sunda ini, yakni di bumi Karang
Sedana ini. Bagaimana tuanku...?" tanya prabu Kumara Dewa,
seraya menatap ke arah Prabu Purbaya yang duduk di hadapan
mereka semua. "Tepat sekali paman Kumara..." kata prabu Purbaya
menganggukkan kepala tanda membenarkan ucapan Prabu
Kumara Dewa, Raja kerajaan Kawali.
Prabu Purbaya menatap semua raja-raja yang duduk
mengelilinginya satu persatu. Lalu ia kembali berpaling dan
menatap Prabu Kumara Dewa, lalu menghela napas.
"Oh ya, aku hampir lupa...Aku telah mendengar bahwa
390 26. LAYU YANG TERKEMBANG Kawali dan Dadali Putih menutup jalur perdagangan dengan
Indraprasta. Kuharap paman Kumara dan paman Prabu dari
kerajaan Dadali Putih mau membuka kembali jalur
perdagangan dengan Indraprasta...!" kata Prabu Purbaya.
"Tapi tuanku, kami tahu Indraprasta sangat membenci
keraton Sunda ini..." kata Prabu Kumara Dewa.
"Aku tahu. Tapi itu kan pada waktu prabu Sora yang
memerintah di Indraprasta. Aku yakin kakang prabu Pancar
Dungung tidak mempunyai sifat seperti ayahandanya. Jadi aku
harap paman berdua mau membicarakan masalah ini dengan
kakang prabu Pancar Dungung di keraton Sunda ini pada acara
perjamuan makan malam..!" kata Prabu Purbaya.
"Baiklah tuanku, hamba berdua menurut saja apa yang
menurut tuanku paling baik." kata prabu Kumara Dewa.
"Baiklah, jika kalian telah sepakat kita akan mengadakan
perjamuan itu pada purnama depan." kata Prabu Purbaya, lalu
ia menutup pertemuan malam itu.
"Nah, baiklah cukup sudahlah pertemuan ini sampai di
sini, hari sudah larut malam. Silakan para paman Prabu
beristirahat dengan tenang malam ini. Dan jika ada di antara
paman Prabu yang akan kembali saya ucapkan selamat jalan.
Dan bagi paman-paman yang masih mau tinggal beberapa hari
lagi, saya akan menemani dengan senang hati..." katanya lagi.
Keesokan paginya tampak seseorang tengah menuju keraton
Sunda. 391 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Hmm, hari masih pagi tapi sejak dari tadi aku melihat
rombongan prajurit-prajurit dari kerajaan lain. Apakah benar
kecurigaan Prabu Pancar Dungung tentang rencana dari Prabu
Purbaya" Tentang penyerangannya ke Indraprasta...?" tanya
orang itu dalam hatinya, orang itu yang ternyata adalah Raden
Saka Palwaguna. Setelah seharian penuh melakukan perjalanan dari Indraprasta
Raden Saka tiba tiba di kota raja Karang Sedana. Raden Saka
melihat begitu banyak prajurit yang membawa umbul-umbul
dari kerajaan lain. Raden Saka yang melihatnya terpaksa turun
dari kuda, dan berjalan sambil menuntun kudanya. Dia terpaksa
harus selalu membungkuk manakala kereta-kereta kencana
yang di tumpangi para raja dari kerajaan lain itu lewat di
depannya. "Tapi tidak mungkin...! aku tahu sifat dari prabu
Purbaya. Hmm, sejak dari tadi aku melihat rombongan para
prajurit dari Kencana Wungu, Kawali, Dadali Putih dan yang
lainnya. Aku terpaksa harus turun dari kuda dan membungkuk."
gumam Raden Saka dalam hatinya.
Lalu raden Saka kembali menaiki kudanya dan berjalan
perlahan menuju pintu gerbang kota raja yang sudah tak jauh
lagi dari hadapannya.Namun baru baru saja ia memasuki pintu
gerbang, ia melihat ada sebuah keributan kecil. Seorang prajurit
tengah menyeret dan memukuli seorang lelaki.
"Hey apa itu" agaknya seorang prajurit Karang Sedana
tengah memukuli seorang penduduk," gumamnya.
"Rasakan, rasakan ini... kau tahu apa kesalahanmu...?"
392 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Ampun...ampun merintih. tuan prajurit..." penduduk itu "Kau tahu apa kesalahanmu, pada saudagar Jamali yang
juga majikanmu itu?"
"Ampun...ampunkan hamba tuan prajurit. Hamba tahu
kesalahan hanba, hamba telah mencuri peralatan kerja hamba
di rumah tuan Jamali, majikan saya?"
"Nah, kau sudah tahu. Sekarang kau ikutlah denganku
menghadap majikanmu saudagar Jamali...!"
Lalu prajurit itu kembali menyeret orang, akan tetapi sebelum
ia meninggalkan tempat itu tiba-tiba terdengar sebuah suara.
"Tunggu prajurit...!" kata suara itu yang kemudian
disusul dengan munculnya seorang wanita dari balik peti-peti
barang. "Tunggu..! Aku sudah mendengarnya..." katanya lagi,
ternyata suara itu adalah suara Cempaka. Cempaka lalu
mendekati mereka berdua. "Siapa yang berani mencampuri urusan...?" kata prajurit
itu geram, namun ia menjadi terkejut manakala mengenali
siapa wanita. "Oh, gusti... gusti permasuri Cempaka...?" katanya, lalu
ia segera membungkuk memberi hormat. "Maafkan hamba
gusti, hamba tak menyadari kalau hamba tengah berhadapan
393 26. LAYU YANG TERKEMBANG dengan gusti permasuri yang agung..." katanya dengan suara
gemetar. "Ya ini aku, aku telah mendengar semuanya. Janganlah kau
bawa paman ini ke rumah majikannya. Bawalah dia ke
pengadilan kotaraja."
"Segala titah tuanku akan hamba laksanakan. Ayolah
kisanak, kita ke peradilan kota..."
"Tunggu dulu prajurit..! aku harap kau bersama kepala
pasukanmu menghadap padaku nanti sore!" kata Cempaka.
"Ha... hamba mengaku bersalah tuanku, hamba akan
menerima apapun hukuman dari gusti permasuri..." kata
prajurit itu. "Ya, nanti akan aku putuskan." kata Cempaka lagi.
Lalu prajurit dan laki-laki itu berlalu dari hadapan Cempaka.
Raden Saka Palwaguna yang melihat semuanya dari kejauhan
tampak tersenyum mendengar keputusan yang di ambil
Cempaka. "Hmm, itu memang benar Cempaka. Agaknya dia telah
menikah dengan raden Purbaya yang kini bergelar prabu
Purbaya dan sungguh bijaksana sekali keputusannya itu.
Agaknya kebijaksanaan dari prabu Purbaya yang sudah
terpancar sejak kecil, telah banyak tertular pada Cempaka."
kata Raden Saka dalam hati.
"Aku harus menemuinya sebelum beliau pergi" katanya
394 26. LAYU YANG TERKEMBANG lagi, lalu ia bergegas memacu kudanya ke arah Cempaka.
"Tunggu gusti permasuri...! Tunggu gusti...!" teriaknya
manakala ia melihat Cempaka hendak pergi. Cempaka yang
mendengar teriakkan itu menengok ke belakang.
"Oh, kaukah itu paman Saka"!
Palwaguna...?" kata Cempaka gembira.
paman Saka "Benar gusti. Hamba adalah Saka Palwaguna dari Goa
Larang yang gusti puteri kenal." kata Raden Saka.
"Dan sekarang adalah Mahawira tertinggi kerajaan
Mataram, "kata Cempaka.
"Memang benar gusti, beberapa waktu yang lalu hamba
dan istri hamba Anting Wulan, mengabdi pada baginda Prabu
Sanjaya di Mataram." kata Raden Saka.
"Sungguh beruntung sekali kakang Sanjaya, yang
memiliki dua orang mahawira yang sangat sakti mandraguna."
kata Cempaka. "Gusti terlalu melebih-lebihkan. Justru kedatangan
hamba ke sini ingin meminta bantuan dan petunjuk dari tuanku
berdua..." kata Raden Saka.
"Apa itu paman..." Oh ya, marilah kita bicarakan saja di
istana bersama dengan kanda Purbaya...!" kata Cempaka.


Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tapi, dari tadi hamba lihat gusti Prabu banyak
kedatangan tamu dari negara-negara lain?" kata Raden Saka
395 26. LAYU YANG TERKEMBANG merasa ragu. "Benar paman. Tapi kukira kanda Prabu akan gembira
melihat kedatangan paman Saka, dan mau meluangkan
waktunya untuk berbincang-bincang dengan paman..." kata
Cempaka. Lalu mereka berdua berjalan menuju keraton Sunda. Di istana,
prabu Purbaya sangat gembira akan kedatangan Saka
Palwaguna. Beliau menyambut kakak seperguruannya itu
dengan gembira. "Paman Saka. Paman Saka Palwaguna, sudah lama
sekali kita tidak pernah bertemu lagi..." kata Prabu Purbaya
dengan senyum gembira. "Benar tuanku. Maksud dari kedatangan hamba kemari
ingin minta bantuan dan pertunjuk dari gusti berdua..." kata
Raden Saka setelah membungkuk memberi hormat pada Prabu
Purbaya. "Apa itu paman" Katakanlah, mungkin kami dapat
membantu!" kata Prabu Purbaya.
"Hamba yakin tuanku berdua dapat menolong hamba.
Hamba percaya tuanku berdua adalah kekasih Dewata, untuk
itulah hamba datang kemari..." kata Raden Saka.
"Paman, kami akan membantu dengan apa yang kami
mampu, katakanlah ada apa paman..?" tanya Prabu Purbaya.
Dia saling pandang dengan istrinya Cempaka, keduanya
menduga telah terjadi sesuatu.
396 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Kejadiannya sangatlah memalukan hamba, memalukan sekali gusti. Istri hamba berubah jadi ganas, itu
semua karena siluman ular dari gunung merapi yang
bersemayam dalam pedang ular emas. Anting Wulan telah jauh
berubah, dia kini sangatlah ganas.Dia akan membunuh siapa
saja yang menghalangi niatnya, setiap musuhnya akan mati
bahkan hancur karena racun dalam pedang itu..." kata Raden
Saka. "Lalu dimanakah sekarang bibi Wulan berada..?" tanya
Purbaya. "Entahlah tuanku, hamba tidak tahu. Apakah dia masih
hidup atau sudah tenggelam bersama putera hamba yang
masih bayi...?" jawab Raden Saka.
Raden Saka menunduk berusaha untuk tidak menitikkan air
matanya, namun tak urung juga air mata itu keluar dan
membasahi wajah. Sementara itu prabu Purbaya dan Cempaka
terkejut, keduanya saling pandang.
"Hah" putera paman Saka..."!" seru kedua pengusa
Karang Sedana itu bersamaan.
"Jadi bibi wulan telah melahirkan..?" tanya Prabu
Purbaya. "Benar gusti..." jawab Raden Saka.
Lalu ia menceritakan tentang perburuannya untuk mencari
Anting Wulan. Sampai pengejaran di tengah laut daan akhirnya
397 26. LAYU YANG TERKEMBANG di pisahkan oleh badai. Prabu Purbaya dan permasurinya
Cempaka menghela napas dalam.
"Sejauh itukah bibi Wulan tersesat..?" prabu Purbaya
bergumam. "Bukankah eyang Kaliman adalah kakek buyut dari bibi
Wulan" Beliau adalah pertapa sakti, apakah beliau tidak dapat
mengusir siluman ular itu...?" tanya Cempaka.
"Eyang Kaliman meninggal waktu pembuatan pedang
tersebut. Bahkan istri hamba curiga, kalau kematian eyangnya
karena ulah dari nenek Ranggis siluman ular dari gunung
Merapi. Namun anehnya dia tidak mau melepaskan pedang
itu..." kata Raden Saka.
"Sudahlah paman Saka. Aku akan menyuruh petugas
sandi untuk mengetahui di mana bibi Wulan terdampar,
dengan bantuan ciri-ciri wanita yang akan kita gambarkan
nanti..." kata Prabu Purbaya, berusaha menghibur Raden Saka
Palwaguna. "Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih,
tuanku..." kata raden Saka.
"Sudahlah paman. Sekarang kau beristirahatlah, nanti
sore kita bicara lagi tentang bibi Wulan! pengawal itu akan
membawa paman ke bilik peristirahatan paman..." kata prabu
Purbaya. Lalu dengan diantar seorang pengawal, raden Saka Palwaguna
menuju bilik peristirahatannya. Ketika malam telah tiba, di
taman sari dalam lingkungan keraton Sunda tampak Raden
398 26. LAYU YANG TERKEMBANG Saka Palwaguna tengah duduk seorang diri. Dia seperti sedang
menunggu seseorang. "Hmm pengawal dalam tadi mengatakan bahwa gusti
Prabu ingin bertemu denganku di taman sari ini. Apakah ada
sesuatu yang penting sehingga beliau belum datang" juga gusti
permasuri apakah beliau juga mendapinginya..?" kata Raden
Saka dalam hati. Namun dia menjadi gembira saat melihat seorang wanita cantik
tengah berjalan menuju taman sari. Wanita itu tak lain adalah
Cempaka. "Hoh.. itu beliau! Hey, tapi mengapa hanya gusti
permasuri Cempaka" Kemanakah gusti prabu Purbaya..?"
gumam Raden Saka, saat melihat Cempaka hanya datang
seorang diri tanpa suaminya Prabu Purbaya.
"Oh maafkan saya paman, mungkin paman menunggu
saya terlalu lama..." kata Cempaka.
"Tidak juga gusti puteri.."jawab Raden Saka.
"Oh ya kanda Purbaya masih belum terjaga dari
semedinya. Tadi sore dia minta agar aku menunggunya di
tempat ini" kata Cempaka.
"Kalau begitu biarlah, beliau jangan di ganggu
semedinya." kata Raden Saka.
"Kanda Purbaya bersemedi untuk mohon petunjuk dari
Dewata Agung mengenai di mana adanya bibi Wulan." kata
399 26. LAYU YANG TERKEMBANG Cempaka menjelaskan kenapa Prabu Purbaya bersemedi.
"Kalau begitu saya ucapkan banyak terima kasih
tuanku." kata Raden Saka.
"Nah itu dia kanda Purbaya.!" kata Cempaka, saat
melihat dari kejauhan tampak prabu Purbaya memasuki taman
sari. "Oh maafkan saya paman. Mungkin dinda dan paman
terlalu lama menunggu saya terjaga dari semedi." kata Purbaya,
lalu ia ikut duduk bersama mereka.
"Bagaimana kanda, apakah kanda telah mendapat
gambaran di mana kira-kira bibi Wulan berada sekarang?"
tanya Cempaka. "Sudah dinda. Walaupun tidak cukup jelas tapi aku yakin
bibi Wulan ada di tanah Pasundan ini. Tapi aku tidak mendapat
gambaran yang jelas di mana bibi Wulan berada, tapi aku yakin
bibi Wulan selamat. Percayalah itu paman Saka." kata Purbaya.
"Terima kasih gusti. Sekali lagi hamba ucapkan terima
kasih atas bantuan gusti berdua," kata Raden Saka merasa
senang, dua kali dia membungkuk memberi hormat pada kedua
penguasa Karang Sedana itu
"Sudahlah paman! Sekarang apa jadi rencana paman"
apakah akan tinggal di sini untuk sementara atau kembali ke
Mataram" dan nanti jika apabila kami telah menemukan di
mana bibi Wulan, paman akan kami beritahu." tanya Prabu
Purbaya. 400 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Untuk sementara hamba tak akan kembali sebelum
berhasil membawa istri hamba dan putera hamba gusti." kata
Raden Saka. "Mmm kalau begitu besok pagi aku akan menyuruh
utusan untuk mengabarkan ini pada kakang Prabu Sanjaya di
Mataram," kata Prabu Purbaya.
"Kalau begitu malam ini hamba juga akan menuliis surat
untuk Prabu Sanjaya." kata Raden Saka setuju.
"Kanda, apakah kanda tidak keberatan mengajak dan
menemani paman Saka jalan-jalan" sudah lama sekali kita tidak
jalan-jalan di kota raja pada malam hari?" kata Cempaka.
"Tentu saja tidak dinda Cempaka. Tapi sebelum itu
kanda akan mengganti baju dan jubah ini yang akan menjadi
pusat perhatian orang-orang." kata Prabu purbaya.
"Kalau begitu dinda juga akan mengganti pakaian ini,"
kata Cempaka. "Maaf paman kami permisi dulu untuk mengganti
pakaian," katanya lagi pada Raden Saka.
"Silakan gusti." jawab Raden Saka.
"Marilah kanda, kita ganti pakaian." kata Cempaka pada
suaminya. Lalu sepasang suami istri itu berjalan meninggalkan Raden Saka
401 26. LAYU YANG TERKEMBANG yang masih duduk. Dia menatap sepasang anak muda itu
sampai tak terlihat lagi.
"Ya aku harus di sini. Aku khawatir para raja-raja
bawahan prabu Purbaya di gunakan untuk menghancurkan
Indraprasta. Aku harus berhati-hati menyelidiki hal ini, aku
khawatir kalau kecurigaan Prabu Pancar Dungung menjadi
kenyataan. Ya biarlah untuk sementara aku tidak kembali ke
Mataram." kata Raden Saka dalam hatinya.
Sementara itu nun jauh di sana di luar wilayah Karang Sedana,
di perbatasan kerajaan Kawali dan Indraprasta terjadi
kekacauan. Sekelompok orang membunuh para prajurit
Indraprasta yang sedang meronda di perbatasan. Dua orang itu
mengenakan pakaian prajurit dan mengaku prajurit dari
Kerajaan Kawali. Tetapi yang sebenarnya dua orang itu adalah
orang kepercayaan Resi Amista, yang pada waktu dahulu
melarikan diri bersama dengan Raka Parungpang dan Ratih
Pudak Wangi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Raka Parungpang yang
bekerja sama dengan Resi Amista. Telah mengambil alih
keraton Sunda yang dahulu kita kenal dengan keraton Karang
Sedana. Waktu itu Prabu Purbaya sedang tidak ada di
istananya, karena beliau tengah mencari kekasihnya Cempaka.
Hingga pengembaraannya itu sampai ke negeri Cina. Maksud
dari Raka Parungpang dengan membunuh para prajurit
Indraprasta, karena ingin mengadu domba antara Prabu
Purbaya dan Prabu Pancar Dungung. Raka Parungpang ingin
menguasai kembali keraton Sunda serta membalas sakit
hatinya pada Prabu Purbaya dan Cempaka yang kini telah
menjadi istri dan permasuri dari Prabu Purbaya.
402 26. LAYU YANG TERKEMBANG Rencana jahat Raka Parungpang untuk sementara berjalan
mulus. Rencana Raka Parupang telah berhasil membuat dua
raja dari kerajaan Kawali dan Raja Indraprasta marah besar.
Prabu Pancar Dungung yang memiliki watak pemarah dan
mudah sekali terhasut, menjadi marah karena enam orang
prajurit Indraprasta dibunuh dengan keji. Maka itu ia
memerintahkan para prajuritnya untuk bersiap menyerang ke
Kawali. Sementara itu dari pihak kerajaan Kawali Prabu Kumara Dewa
pun menjadi marah karena selain membunuh para prajuritnya,
orang yang mengaku sebagai prajurit Indraprasta itu telah
membantai sebuah desa hingga habis penduduknya. Namun
Prabu Kumara Dewa masih bisa menahan amarahnya, dan atas
nasehat dari penasehat dan pejabat istananya. Prabu Kumara
Dewa memutuskan untuk menulis surat untuk Prabu Purbaya
di keraton Sunda. Beliau meminta pendapat dan cara untuk
memecahkan kekacauan ini agar jangan sampai terjadi perang.
Hari itu juga utusan dari Kawali itu berangkat menuju keraton
Sunda, yang dahulu kita kenal dengan sebutan keraton Karang
Sedana. Keesokan paginya utusan itu sampai di keraton Sunda
dan di terima oleh Prabu Purbaya dan Permasuri Cempaka.
Namun ketika Prabu Purbaya selesai membaca surat tersebut,
di wajahnya nampak kekecewaan yang sangat mendalam.
"Baru dua hari paman Prabu Kumara Dewa pulang dari
Karang Sedana ini, sudah ada masalah baru. Indraprasta selalu
saja cari keributan." Keluh Prabu Purbaya sambil mendesah
kecewa. 403 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Oh ya, sekarang kau boleh kembali paman..!" kata
Prabu Purbaya. "Baiklah gusti, hamba mohon diri," kata utusan itu.
Sebelum melangkah ke luar utusan itu menyembah pada Prabu
Purbaya dan permasuri Cempaka.
"Bilakah kanda akan berangkat..?" tanya Cempaka.
"Secepatnya dinda. Dalam suratnya paman Kumara
Dewa akan melakukan penyerangan besok pagi. Sekarang
kanda akan menemui paman patih serta pengurus istana untuk
memberitahu tentang keberangkatan kita. Dinda temuilah
paman Saka dan beritahukan tentang keberangkatan kita
padanya..!" jawab Purbaya.
"Baiklah kanda," jawab Cempaka.
Lalu Cempaka meninggalkan suaminya dan berjalan ke bagian
belakang istana Sunda menuju ke taman sari untuk menemui
Raden Saka palwaguna. Lalu dia menceritakan semua yang
telah terjadi terhadap Kawali dan Indraprasta.
"Prabu Pancar Dungung akan menyerang Kawali..?"
tanya Raden Saka terkejut.
"Begitulah paman Saka yang ditulis Prabu Kumara Dewa
dalam suratnya." kata Cempaka.
"Aneh.." mengapa justru Prabu Pancar Dungung yang
memulainya..?" gumam Raden Saka. Cempaka yang
mendengar gumaman itu memandangnya dengan pandangan
heran.

Babad Tanah Leluhur Karya Tizar Sponsen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

404 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Ada apa paman Saka, sepertinya paman terkejut,?"
tanyanya heran. "Benar gusti. Sebenarnya sebelum hamba kemari
hamba telah bertemu dengan gusti Ratu Seruni dan Prabu
Pancar Dungung. Beliau menceritakan semuanya pada hamba,
tentang kekecewaan atas sikap dari kerajaan tetangga.
Terutama adalah sikap kerajaan Kawali dan kerajaan Dadali
Putih terhadap Indraprasta. Tapi Prabu Pancar Dungung tak
akan menyerang Kawali, kalau mereka tidak terlebih dahulu
menyerang." jawab Raden Saka.
"Hmm aneh, tetapi di sini kami telah mengenal baik
paman Kumara Dewa." kata Cempaka.
"Tetapi gusti tindakkan mereka tidak terpuji. Dadali
Putih dan Kawali telah menutup jalur perdagangan dengan
Indraprasta." kata Raden Saka Palwaguna.
"Itu memang kesalahan dari paman Prabu Kumara
Dewa dan paman Prabu Dadali Putih. Untuk itu kanda Purbaya
akan mengadakan pertemuan dengan mereka pada perjamuan
makan malam. Tapi belum lagi rencana itu terlaksana,
Indraprasta telah membuat kekacauan." desah Cempaka tak
mampu menyimpan rasa kecewanya.
"Hamba yakin ini pasti bukan ulah dari Prabu Pancar
Dungung ataupun Prabu Kumara Dewa. Pasti ini perbuatan
orang lain, orang ketiga yang menginginkan kehancuran kedua
negara tersebut." kata Raden Saka Palwaguna.
405 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Untuk itulah paman, kami akan berangkat untuk
menyelidiki hal ini dan mencegah kedua negara itu jangan
sampai berperang." kata Cempaka.
"Jika gusti berdua tidak keberatan hamba ingin ikut
serta dengan gusti." kata Raden Saka Palwaguna.
"Tentu saja tidak paman, aku kira kanda Purbaya pun
tidak keberatan jika paman Saka ikut serta." kata Cempaka.
"Terima kasih gusti," kata Raden Saka gembira.
"Bersiap-siaplah paman, sebentar lagi kita berangkat..!"
kata Cempaka, lalu dia meninggalkan Raden Saka. Dan menuju
biliknya untuk mengganti pakaian kebesaran permasurinya
dengan pakaian seorang wanita desa. Begitu pula dengan prabu
Purbaya telah mengganti pakaian seorang Prabu dengan
pakaian seorang pemuda desa.
Beberapa saat kemudian tampak tiga ekor kuda keluar dari
pintu gerbang keraton Sunda. Mereka tak lain dari Prabu
Purbaya dan permasurinya Cempaka serta Raden Saka
Palwaguna, mereka menuju ke arah utara.
"Tujuh tahun yang lalu aku berjalan di hadapan meraka
dengan dada tengadah, melindungi mereka dari incaran orangorang jahat. Namun kini semua itu telah berubah mereka yang
dulu lemah dan dikejar-kejar orang jahat, mencari perlidungan.
Kini telah menjadi seorang Maharaja yang telah berhasil
menguasai dua belas kerajaan di tanah Pasundan ini. Aku yakin
mereka bukanlah manusia biasa, pastilah mereka adalah
manusia pilihan para Dewa." kata Raden Saka Palwaguna dalam
406 26. LAYU YANG TERKEMBANG hatinya. "Paman,"Paman Saka..!" kata Prabu Purbaya di antara
suara derap kaki kuda. "Oh, Ii" Ii" iya gusti ada apa" Oh maafkan saya, saya
melamun." berkata gagap Raden Saka karena terkaget.
"Tidak apa-apa paman. Kita berhenti saja dahulu di
sini." kata Prabu Purbaya. Lalu mereka menghentikan kudanya.
"Paman Saka! Jika paman tidak keberatan kita berbagi
tugas. Saya telah mendengar bahwa paman kenal baik dengan
kakang Pancar Dungung, temuilah beliau dan cegah prajurit
Indraprasta supaya jangan menyerang duluan ke Kawali.
Sedangkan kami akan mencegah paman Kumara Dewa untuk
tidak menyerang lebih dahulu." kata Prabu Purbaya.
"Hmm baiklah gusti, hamba sekarang mohon pamit."
kata Raden Saka. Lalu dia meneruskan perjalanannya menuju
arah timur. Sementara Purbaya dan Cempaka masih berada di tempat itu,
Cempaka yang mengenal baik laki-laki gagah di sampingnya itu
menatap ke arahnya. "Dinda merasa ada sesuatu yang akan kanda lakukan
selain merubah strategi itu." kata Cempaka.
"Benar dinda. Kanda ingin secepatnya tiba di Kawali,
tapi tak mungkin melakukan itu semua selama paman Saka
bersama kita." kata Purbaya.
407 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Maksud kanda.." Kanda akan menggunakan aji
Halimunan?" tebak Cempaka.
"Benar dinda, marilah kita pusatkan pikiran pada-Nya
dan minta supaya kita sudah berada tak jauh dari pintu gerbang
Kawali." kata Purbaya.
"Marilah kanda." kata Cempaka, lalu Purbaya dan
Cempaka turun dari kudanya. Lalu mereka saling berpegangan
tangan dan memejamkan mata. Lalu dari ujung bibir terdengar
desisan yang halus. Bersamaan dengan itu tiba-tiba tubuh
mereka lenyap dari pandangan mata. Dan secara bersamaan
tubuh mereka telah berada tak jauh dari pintu gerbang
kerajaan Kawali. "Kita telah sampai di Kawali dinda Cempaka." kata
Purbaya memberitahu istrinya, Cempaka membuka matanya.
"Lihat itu dinda..! Agaknya di kota raja terjadi
keramaian, kita terpaksa menemui paman Prabu Kumara Dewa
dengan pakaian ini." kata Purbaya.
"Dinda tidak keberatan sedikit pun kanda. Oh lihat itu
kanda! Dinda yakin dugaan kanda akan menjadi kenyataan.
Lihatlah itu kanda! Agaknya para prajurit itu sudah siap untuk
berangkat, hanya tinggal menunggu perintah dari paman
Kumara Dewa." kata Cempaka.
"Kau benar dinda. Marilah kita temui paman Kumara
Dewa sebelum terlambat, tapi jangan lewat pintu gerbang!"
kata Purbaya. 408 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Kanda benar, kita dapat menemui beliau lewat atapatap rumah penduduk dengan menggunakan ilmu lari cepat."
kata Cempaka. Lalu Purbaya dan Cempaka menuju istana Kawali lewat atap
rumah-rumah penduduk.Tak lama kemudian mereka telah
sampai di samping tempat peristirahatan Prabu Kumara Dewa.
Sementara itu Prabu Kumara Dewa telah siap dengan memakai
pakaian perang. Setelah memberi nasehat pada istri dan anakanaknya dia melangkah keluar. Namun sebelum melangkah
jauh dia di kejutkan ketika mendengar suara halus di
belakangnya. "Paman Prabu Kumara Dewa?"
"Oh tuanku Purbaya"! Ke"kenapa tuanku berada di
sini?" Dan mengapa prajurit tidak memberitahu kedatangan
tuanku" Sehingga dapat menyambut tuanku dengan baik" kata
Prabu Kumara Dewa terkaget-kaget.
"Tidak usah paman. Apakah kedatanganku mengganggu
pekerjaanmu paman?" kata Purbaya.
"Tidak tuanku. Kedatangan tuanku sungguh tepat dalam
keadaan suasana begini." kata Prabu Kumara Dewa.
"Jika paman tidak aku ingin berbicara dengan paman."
kata Purbaya. "Tentu saja tidak tuanku. Marilah kita bicara di pendopo
agung!" kata Prabu Kumara Dewa.
409 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Tidak paman." kata Purbaya menolak.
"Kalau begitu di tempat peristirahatan saya saja, tempat
itu cukup tenang untuk suasana tegang seperti sekarang," kata
Prabu Kumara Dewa. "Tidak paman kita bicara jangan di istana ini. Oh ya apa
paman, apakah paman punya pakaian yang seperti kami ini?"
tanya Purbaya. "Oh punya tuanku. Saya punya pakaian seperti itu." kata
prabu kumara Dewa. "Bagus kalau begitu. Kalau tidak keberatan gantilah
pakaian perang paman dengan pakaian tersebut! Oh ya jangan
sampai ada yang tahu akan kehadiran kami di tempat ini.!" kata
Purbaya. "Baik tuanku. Hamba mohon diri untuk mengganti
pakaian." kata Prabu Kumara Dewa.
Setelah selesai berganti pakaian lalu Prabu Kumara Dewa
memberitahu pada anak dan istrinya supaya kedatangan Prabu
Purbaya dan istrinya jangan di bicarakan pada orang lain. Juga
kepada istrinya dia meminta supaya menemui paman patih
agar jangan dulu bertindak sebelum ada perintah darinya.
Setelah itu Prabu Kumara Dewa melangkah kembali menuju
tempat dimana Prabu Purbaya dan Permasurinya Cempaka
berada. 410 26. LAYU YANG TERKEMBANG "Bagus paman Kumara Dewa telah siap..." kata Purbaya.
"Tetapi hendak kemanakah kita ini tuanku..?" tanya
Prabu Kumara Dewa. "Jalan-jalan sebentar untuk mencari suasana yang
tenang dan melepaskan pikiran kita dari ketegangan di sini."
jawab Purbaya. "Baiklah tuanku. Tapi saya minta jangan terlalu lama
karena para prajurit telah siap berangkat?" kata Prabu Kumara
Dewa. "Tentu paman. Kita akan secepatnya kembali lagi.
Sekarang pegang tangan saya ini paman dan pejamkan mata
paman, lalu pusatkan pikiran paman pada-Nya?" kata Purbaya.
"Baiklah Tuanku?" kata Prabu Kumara Dewa.
Baru beberapa saat saja Prabu Kumara Dewa memejamkan
matanya. Dia merasakan seperti berjalan melalui lorong-lorong
yang aneh. Cahaya sinar matahari nampak seperti jauh sekali
dalam keadaan setengah tak sadar itu tiba-tiba ia mendengar
suara halus Prabu Purbaya.
"Nah, Bukalah kembali matamu paman?"
"Oh dimanakah kita sekarang ini" Dan mengapa kita
berada di sini?"" tanya Prabu Kumara Dewa kebingungan
karena kini ia berada di sebuah tempat yang asing baginya.
"Perhatikan sekelilingmu paman. Ini adalah Kawali. kita
411 26. LAYU YANG TERKEMBANG akan melepaskan ketegangan di salah satu rumah penduduk di
pinggiran kota raja. Marilah dinda Cempaka.!" kata Purbaya.
"Marilah kanda, paman Kumara.." kata Cempaka.
"Ba... baik gusti permasuri..." kata Prabu Kumara Dewa.
"Kita akan melepaskan ketegangan dengan berbincangbincang dengan salah seorang penduduk di desa ini.." kata
Cempaka. Lalu mereka bertiga melangkah menuju rumah yang cukup
sederhana. "Sampurasun?" Cempaka mengucapkan salam saat
mereka tiba di depan pondok. Lalu dari dalam pintu di buka
oleh seorang wanita tua. "Rampes! Oh siapa tuan dan nona ini?" tanya wanita tua
itu. "Maaf nek kami adalah seorang pengembara, dan kami
ingin melepas lelah di sini." jawab Cempaka.
"Oh silakan masuk nona tuan," kata wanita itu ramah.
Lalu ia mempersilakan ketiganya masuk ke dalam rumah
sederhana itu. "Nenek tinggal dengan siapa di rumah ini?" tanya
Cempaka sambil tersenyum.
"Nenek tinggal dengan tiga cucu nenek. Yang tertua
adalah laki-laki, dia berumur tujuh belas tahun. Sedangkan yang
412 26. LAYU YANG TERKEMBANG dua lagi adalah perempuan nona," jawab wanita tua itu.
"Hmm, maaf kami sangat lapar jika tidak keberatan
kami ingin makan. Ini ada uang sedikit?" kata Cempaka sambil
mengeluarkan uang dari pakaiannya lalu di berikan pada wanita
tua itu. "Oh, kalau cuman makanan desa ada nona." kata wanita
tua itu. Ketika itulah muncullah seorang pemuda.
"Oh ada tamu rupanya," katanya, terus ia melangkah ke
arah belakang pondok. "Nek tadi aku di terima bekerja di rumah juragan
Jumadi." kata pemuda itu lagi.
"Kenapa mesti bekerja Adeng" Nenek kan sudah bilang
jangan bekerja. Sawah yang kita miliki sudah cukup untuk hidup
kita, dan lagi siapa yang akan mengurus sawah itu selain
kamu?" kata wanita tua.
"Ah, nenek ini kan masih ada kakek dan nenek juga adikadik saya," jawab pemuda itu.
"Oh maaf tuan nona, Adeng berilah hormat pada tamutamu kita ini!" kata si nenek. Pemuda yang di panggil Adeng
menatap lalu memberi hormat pada ketiga tamu neneknya.
"Nama saya Adeng. Mmm, siapakah kakak dan pamanpaman ini ?" tanya pemuda itu.
"Hmm saya adalah Cempaka, dan ini adalah kakak saya
Purbaya, dan ini adalah paman Kumaruta. Kami adalah
413 26. LAYU YANG TERKEMBANG pengembara." jawab Cempaka.
"Oh ya kelihatannya adik seperti salah paham dengan
nenek" " tanya Cempaka.
"Benar kak. Saya ingin bekerja sendiri tapi nenek dan
kakek selalu melarang dengan alasan siapa yang akan
mengurus ladang" Padahal nenek dan kakek masih dapat
bekerja yang dapat di bantu oleh kedua adik saya. Saya ingin
membahagian nenek, kakek, dan juga adik-adik saya.Lagi Pula
adik saya perempuan semua, saya ingin membahagiakan
mereka semua. Dan juga ingin membeli sawah serta
membangun rumah nenek yang sudah reyot ini dengan uang
saya sendiri." kata Adeng.
"Itu sangat bagus, bagaimana menurutmu paman
Sayap Sayap Terkembang 11 Beruang Salju Karya Sin Liong Pendekar Pedang Kail Emas 1

Cari Blog Ini