Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Bagian 14
makanan sehari-hari di Wisma Huo. Aku sama sekali bukan orang
yang sulit makan, semua dapat kumakan, tapi anak yang belum
lahir ini telah kami manjakan, setelah hamil, aku yang rakus
berubah menjadi tak bisa makan apapun.
Kalau melihat ada makanan yang sedikit lebih baik diantara
makanannya, Wei Ji memberikannya padaku, aku pun tak
sungkan padanya, namun walaupun demikian, aku masih tak
punya selera makan. Kalau aku memaksa diriku makan sedikit
lebih banyak, aku langsung muntah, Wei Ji begitu cemas hingga
air matanya bercucuran. Aku merasa amat cemas dan tak berdaya, namun aku tak mau
Wei Ji terlalu menyalahkan dirinya sendiri, maka aku memaksa
diriku untuk menertawakan diriku sendiri, "Entah dia mirip siapa,
aku dan Qubing sama-sama tak susah makan, tapi punya anak
yang begitu pemilih seperti ini, setelah ini aku harus mengajarnya
dengan baik". Di seluruh sel itu hanya ada sebuah tempat kecil di depan
jendela, ketika matahari bersinar di tengah hari, beberapa berkas
sinar mentari menerobos masuk dari jeruji jendela yang amat
sempit. Di tengah cahaya itu, debu yang tak terhitung banyaknya
berterbangan dan menari-nari, setelah lama memandangnya, aku
menjadi terpana, tak tahu apakah debu adalah aku, atau apakah
aku adalah debu, atau apakah seluruh semesta ini adalah debu.
Sepasang sepatu bot tipis, jubah putih yang pas di badan, sinar
mentari bersinar dari balik tubuhnya, sehingga tubuhnya
memancarkan cahaya terang yang berkilauan bagai emas,
membuatnya bagai sebuah ilusi yang dibawa angin, namun
senyum yang sehangat mentari pagi itu benar-benar nyata dan
menyentuh hatiku. Di dalam sel yang gelap dan kotor ini,
kemunculannya membuat semuanya menjadi terang benderang
dan hangat. Dengan tak percaya, aku memejamkan mataku,
namun ketika aku kembali membuka mataku, ia masih berdiri di
tengah sinar mentari. Dengan seksama, Jiu Ye memperhatikanku, di matanya
tersembunyi rasa khawatir dan jeri. Ia mengangsurkan tangannya
ke arahku, walaupun ia tak berkata apa-apa, aku tahu bahwa ia
ingin memeriksa denyut nadiku, ia ingin segera memastikan
bahwa aku baik-baik saja dan baru dapat merasa lega, tanpa
berkata apa-apa, aku memberikan pergelangan tanganku
padanya. setelah beberapa saat, wajahnya nampak agak lega,
aku ingin menarik tanganku, namun ia mencengkeramnya,
tenaganya begitu besar hingga pergelangan tanganku nyeri.
Ia masih tersenyum, namun matanya nampak kelelahan,
nampaknya ia lebih menderita dari diriku yang berdiam di penjara
ini. Aku tak tahu apa yang kurasakan, setelah lama, aku baru
dapat berkata, "Aku tak menderita".
Dengan perlahan ia membuka tanganku, "Nyonya Chen tak
memperbolehkan siapapun memberitahu Jenderal Huo, apa kau
ingin agar aku berusaha memberitahunya?"
Aku menggeleng-geleng, "Di medan perang, pikiran tak boleh
terbelah, pertempuran kali ini adalah pertempuran yang
menentukan melawan Shanyu Xiongnu, ini adalah impiannya
sejak kecil, kalau ia tak dapat berjuang sekuat tenaga dalam
pertempuran ini, hal ini akan menjadi penyesalan seumur
hidupnya. Lagipula, aku hanya berdiam beberapa hari dalam sel,
bukan masalah besar, oh ya, kenapa kau bisa berada di sini?"
Ia tersenyum hambar, "Bagaimanapun juga, kaisar adalah
pamanku, kemurahan hati ini tak bisa dibilang besar".
Ia berbicara dengan enteng, namun bahaya dan kesulitan yang
telah ditempuhnya nampak dengan jelas, untuk melakukan hal ini,
entah apa yang dikorbankannya, dan entah apa yang
dijanjikannya pada Liu Che. Sesuai dengan wataknya, ia memikul
semua penderitaan itu sendiri, bagaimanapun juga aku bertanya,
ia tak akan menjawabnya, maka aku pura-pura mempercayai
perkataannya, agar jerih payahnya tak sia-sia.
"Yu er, sebenarnya apa yang terjadi, ceritakanlah padaku dengan
terperinci, agar aku dapat memikirkan cara untuk
menanggulanginya". Aku berpikir tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat, lalu
dengan perlahan menceritakan masalahnya, hubunganku dengan
Xiongnu, persahabatanku dengan Richan dan bahwa Li Yan telah
menduga bahwa hubunganku dengan Richan tak dangkal, dan
oleh karenanya menggunakan Wei Ji untuk menjeratku tanpa
kelihatan. Setelah selesai mendengar semuanya, ia mengerutkan dahinya,
"Masih ada sesuatu yang tak kau beritahukan padaku, semua
orang di istana tahu bahwa walaupun Jenderal Huo dan Jenderal
Wei berkerabat, hubungan mereka sangat tegang, karena
Jenderal Huo disukai kaisar, di dalam pasukan anak buahnya
sampai sering menekan anak buah Jenderal Wei. Kalau Nyonya
Li hanya berseteru dengan keluarga Wei karena kedudukan putra
mahkota, ia seharusnya tak menyinggung Jenderal Huo, dan
malahan harus memanfaatkan masalah diantara Jenderal Huo
dan Jenderal Wei, serta berusaha sekuat tenaga menarik
Jenderal Huo ke pihaknya, kenapa ia mempersulit dirimu" Kali ini,
walaupun melibatkan pangeran dan putri, ia jelas lebih ingin
kau?"" Jiu Ye sangat tak ingin mengaitkanku dengan perkataan
yang membawa sial itu, maka ia tak meneruskan perkataannya.
Aku menjura ke arahnya sambil tersenyum, "Aku benar-benar tak
bisa menyembunyikan apapun darimu". Nada suaraku enteng,
aku berharap dapat sedikit mencairkan suasana yang berat itu,
namun tak berhasil, Jiu Ye masih memandangiku sambil
mengerutkan keningnya. "Sebenarnya, aku dan Li Yan mempunyai beberapa ganjalan, tapi
aku tak dapat mengatakannya, kebenciannya terhadapku yang
begitu besar benar-benar diluar dugaanku".
Jiu Ye mengangguk dan tak lagi menanyaiku lebih lanjut, setelah
berpikir sejenak, ia berkata, "Kuncinya adalah siapa yang
mengulirkan manik-manik itu, atau, kuncinya adalah mencari
siapa yang menjatuhkan manik-manik itu. Walaupun kejadian ini
dimulai dari Nyonya Jiang, tapi dia hanya seorang yang tak tahu
apa-apa, ia tak bisa bermuslihat, justru dayang-dayang yang
memimpin permainan minum itulah yang harus ditanyai".
"Aku juga berpikir seperti itu, saat itu, ketika melihatnya cepatcepat mengembalikan bilah bambu itu ke dalam kotak, aku sudah
curiga bahwa ialah yang membuat perintah itu sendiri, tapi kalau
Li Yan dapat membuatnya melakukan hal itu, ia tentu sangat
percaya padanya, ia pun berlindung di bawah sayap Li Yan dan
amat sulit ditanyai".
Dengan perlahan, seulas senyum muncul di sudut-sudut bibir Jiu
Ye, senyum itu tak seperti senyumnya dahulu, melainkan
mengandung sesuatu yang dingin, "Untuk apa menanyai dia,
asalkan kita bisa membuat Nyonya Li mengorbankannya sudah
cukup". Aku berpikir sejenak, aku paham maksudnya, namun aku tak tahu
bagaimana Jiu Ye akan membuat Li Yan mau mengalah seperti
itu. Dari luar sayup-sayup terdengar suara benda-benda besi
beradu, mata Jiu Ye penuh rasa enggan berpisah, "Aku harus
pergi, bersabarlah dua tiga hari lagi".
Setelah Jiu Ye masuk, Wei Ji bersembunyi di sebuah sudut,
namun ia sering memandang Jiu Ye. Saat ini, ketika mendengar
bahwa Jiu Ye hendak pergi, tiba-tiba ia maju ke hadapan Jiu Ye
dan bersujud tiga kali, dengan heran Jiu Ye menatapnya, namun
ia tak sempat banyak bertanya dan hanya membalas
penghormatannya dengan sopan, "Mohon nyonya mengurus Yu
er". Wei Ji cepat-cepat menghindari penghormatan Jiu Ye, lalu
mengangguk-angguk dengan ketakutan.
Kepergian Jiu Ye membawa pergi satu-satunya sinar mentari di
sel itu, namun ia telah meninggalkan sinar mentari dalam hatiku.
Wei Ji nampak agak tertegun, aku memandangnya dan bertanya,
"Kau kenal Jiu Ye?"
Ia mengangguk-angguk, lalu menggeleng-geleng, "Aku pernah
melihatnya, ternyata kalian orang Han memanggilnya Jiu Ye.
Hanya sedikit yang pernah melihatnya, tapi kami semua
membayangkan bahwa ia tentunya adalah seseorang yang
hatinya seluas langit, oleh karenanya, kami orang Xiyu
memberinya panggilan kehormatan "Shi Nantian". Xiyu lebih
tandus dibandingkan dengan Dinasti Han, banyak tanaman obat
tak bisa tumbuh, orang Han selalu suka menjual tanaman obat itu
dengan harga mahal pada kami, akan tetapi Shi Nantian tak
hanya membuka toko obat di seluruh Xiyu, harga obatnya pun
sama dengan harga di Dinasti Han, selain itu, setiap kali ada
wabah penyakit, atau pertempuran diantara Dinasti Han dan
Xiongnu, obat-obatannya diberikan secara cuma-cuma pada
orang-orang yang tak punya tempat tinggal. Ketika aku belum
dipilih menjadi gadis penari, aku pernah melihatnya mengobati
seorang pengemis kecil di jalanan, hari itu ia mengenakan
pakaian putih, sederhana namun anggun dan bersih, bagai salju
di puncak gunung suci Tuomuer, tubuh pengemis kecil itu penuh
borok hitam pekat yang bau, namun ia memeluk anak itu, segala
tindakannya amat hati-hati agar tak membuat anak itu kesakitan,
seakan sedang membopong sebutir permata. Setelah itu, di
istana Guizi, aku sekali lagi melihatnya, saat itu, pangeran kecil
baru mencoba sebuah busur silang yang amat kuat, ia merasa
sangat bersemangat dan hendak memeluknya, suatu kehormatan
yang diimpikan banyak orang, namun ia sama sekali tak perduli,
walaupun ia tersenyum, namun aku dapat merasakan rasa
hambar dan penolakan dalam hatinya. Aku tak sengaja
mendengar pembicaraan mereka, dan menduga bahwa ia
tentunya adalah Shi Nantian yang sering dibicarakan orang itu. Di
kolong langit ini, kecuali dirinya, siapa yang punya hati seperti itu"
Walaupun tubuhnya cacat, namun wajah dan suaranya dapat
membuatmu merasa bahwa ia lebih mulia dari siapapun. Setiap
kali aku melihatnya, ia selalu tersenyum, namun aku selalu
merasa bahwa ia menanggung beban yang berat, senyumnya
menyembunyikan kelelahan yang amat sangat, maka aku selalu
berpikir bahwa penghormatan terbesar adalah dengan tak
menganggunya. Ia tinggal selama tiga hari di istana, aku hanya
tiga hari melihatnya dari kejauhan, setiap hari aku memohon pada
dewa agar pada suatu hari ia dapat menjadi seperti orang biasa.
Tak nyana, hari ini aku kembali melihatnya, dan melihatnya di
tempat yang paling tak terbayangkan". Bibir Wei Ji sedikit
melengkung, seakan sedang tersenyum, namun juga bersedih,
"Dapat melihat Shi Nantian yang seperti ini sungguh bagus, ia
dapat merasa kesal, dapat marah, dan juga dapat tertawa riang
karena merasa lega, ia bukan seorang dewa yang sebatang kara
dan kesepian, tapi dia"..sedang"..bersedih".
Tanpa berkata apa-apa. aku berpaling, tak memperdulikan
pandangan mataku jatuh ke mana, hanya ingin menghindari
pertanyaan dan permohonan Wei Ji yang mungkin tak dipahami
oleh dirinya sendiri. Shi Nantian, apakah ia meringankan
penderitaan orang lain" Tapi siapa yang dapat meringankan
penderitaannya" Setelah Jiu Ye datang, kehidupanku dan Wei Ji berubah menjadi
jauh lebih baik, makanan sehari-hari jauh lebih enak rasanya,
bahkan setelah makan malam, mereka memberi kami seguci
besar susu sapi. Karena aku masih sangat pemilih, kalau tak suka bisa tak makan
sesuap pun, atau kalau makan langsung muntah, Wei Ji
memberikan semua makanan yang kusukai atau dapat kumakan
kepada diriku, dengan demikian, dua hari belakangan ini aku
dapat makan kenyang. Di tengah kegelapan, Wei Ji berkata dengan suara pelan, "Besok
kita dapat keluar". Aku mendengus. Wei Ji sangat percaya pada Jiu Ye, pada
dasarnya, ia tak paham bahwa masalah ini sangat rumit, ia hanya
mempercayai perkataan Jiu Ye bahwa kami harus bertahan dua
atau tiga hari lagi. Di tengah malam, aku bangun karena kesakitan dengan kepala
penuh keringat dingin, aku hendak berteriak memanggil Wei Ji,
namun tak kuasa bersuara, sekujur tubuhku sebentar panas
sebentar dingin, dan tak henti-hentinya gemetar, sama sekali tak
berdaya. Untung saja, tidur Wei Ji tak nyenyak, gerakan tubuhku
yang gemetar membangunkannya. Begitu melihatku, air matanya
bercucuran karena ketakutan, lalu ia menerjang keluar sambil
berseru minta tolong. Melihat reaksinya, separuh hatiku menjadi dingin, Wei Ji adalah
seseorang yang tenang dan berkepala dingin, kalau ia sampai tak
bisa mengendalikan dirinya seperti itu, jangan-jangan saat ini aku
seperti sudah separuh melangkah ke ambang pintu neraka.
Wei Ji berseru-seru untuk beberapa saat, namun tak ada yang
menanggapinya, ia cepat-cepat menanggalkan baju luarnya dan
menyelimutiku dengannya, tubuhku begitu sakit hingga seakan
hancur berkeping-keping, kalau bisa aku ingin luluh menjadi abu
agar dapat menghindari rasa sakit yang bagai siksaan neraka ini,
kesadaranku perlahan-lahan hilang dalam kegelapan.
Tak bisa, aku tak bisa tertidur, kalau tidur aku mungkin tak
merasa sakit lagi, namun ada orang yang akan bersedih, aku
telah berjanji pada Qubing bahwa aku akan menjaga diriku".dan
anak kami dengan baik, hatiku terkesiap, dengan kesadaran
terakhirku, aku mengigit lidahku sendiri kuat-kuat, mulutku penuh
darah, namun aku jauh lebih sadar.
Rasa sakit itu datang tanpa ujung pangkal, tak seperti sakit
karena penyakit, tapi lebih mirip keracunan. Aku tak bisa
berbicara, hanya dapat memberi isyarat pada Wei Ji dengan
mata, Wei Ji benar-benar amat cerdas, begitu melihatku
memandang ke arah guci tanah liat, ia segera mengambilnya, lalu
menyokongku dan meminumkan susu sapi padaku. Darah di
mulutku bercampur dengan susu dan tertelan olehku, perutku
mual luar biasa, namun aku masih memaksa diriku untuk terus
minum, karena dengan setiap tegukan, kesempatanku untuk
hidup pun bertambah. Sambil memelukku, Wei Ji menangis, "Xiao Yu, kalau ada yang
harus mati, seharusnya akulah yang mati dahulu, akulah yang
mengkhianati Selir Li dan menghancurkan pagoda kumala,
kenapa aku tak apa-apa?"" Tiba-tiba ia mengerti, wajahku
penuh rasa takut dan menyesal, "Kita bertukar makanan, kau
seorang diri terkena dua porsi racun".
Mulutku telah penuh darah, walaupun aku mengigit lidahku lagi,
aku tak dapat mempertahankan kesadaranku, di tengah air mata
dan suara Wei Ji yang memohon-mohon, kesadaranku sedikit
demi sedikit masuk ke dalam dunia yang gelap gulita.
Aku seakan tidur di atas awan, merasakan suatu perasaan
nyaman yang sulit dilukiskan, aku sangat ingin terus tidur seperti
ini, namun sebuah titik terang dalam pikiranku memberitahu diriku
bahwa aku harus bangun, bagaimanapun juga harus bangun.
Diriku seakan berubah menjadi dua orang, yang seorang tidur di
atas awan putih, sedangkan yang seorang lagi sedang
memandangi diriku sendiri yang sedang tidur dari angkasa, ia
berseru sekuat tenaga ke bawah, "Bangun, cepat bangun".
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun diriku yang sedang tertidur tak bereaksi, semakin lama
semakin lelah, begitu lelah hingga setiap saat dapat terjatuh dari
angkasa, jatuh hingga pecah berkeping-keping, pikiranku pun
pelahan-lahan menjadi kabur, namun aku masih berusaha sekuat
tenaga untuk bertahan, aku berulangkali berseru, "Jin Yu, kau
harus bangun, kau tentu harus bangun, kau dapat melakukannya,
asalkan berusaha membuka mata, teruslah berusaha, kau dapat
bangun, kau dapat melakukannya?""
Aku dapat melakukannya, aku pasti dapat melakukannya, ada
orang yang menungguku! Kelopak mataku seberat gunung,
namun akhirnya dengan susah payah aku berhasil membuka
mataku. Wajah Jiu Ye kegirangan, air mata samar-samar nampak
berlinangan di matanya, tiba-tiba ia memelukku, "Yu er, aku tahu
kau pasti akan bangun".
Sambil tersenyum, Wei Ji menyeka air matanya, "Untung saja Jiu
Ye tak mau menunggu sampai hari terang untuk membawamu
keluar. Begitu memecahkan perkara itu, walaupun saat itu tengah
malam, ia mohon kaisar melepaskan kita, kalau tidak, walaupun
harus mati seratus kali, aku tak akan dapat menebus
kesalahanku". Richan memandangku tanpa berkata apa-apa sambil tersenyum,
namun matanya masih nampak berair, Xiao Feng yang berada di
sisinya menunjukku seraya berkata, "Kalian kaum wanita benarbenar merepotkan, selalu membuat orang khawatir saja!"
Sebelum selesai berbicara, suaranya menjadi tersedu sedan, ia
pun tiba-tiba berpaling. Rupanya aku benar-benar telah
mengelilingi istana raja neraka, sampai bahkan ilmu pengobatan
Jiu Ye pun tak dapat menjamin kelangsungan hidupku, dan
membuat semua orang sangat cemas.
Tanganku dengan lembut mengelus perutku, setelah tahu ia baikbaik saja, aku baru merasa benar-benar lega.
Mata Jiu Ye merah darah, ia amat pucat, dirinya yang selalu
nampak anggun, ternyata pakaiannya lusuh, nampaknya ia tak
pernah mengantinya. Aku hendak berkata "terima kasih", tapi aku tahu bahwa hal itu tak
perlu, kedua kata itu terlalu tak berarti, selain itu, aku tak ingin ia
tahu perasaan dalam lubuk hati terdalamku, begitu banyak hal
hanya dapat selamanya kukubur dalam lubuk hatiku yang
terdalam, kalau aku mengatakannya, hal itu hanya akan
menambah penderitaannya. Dengan suara parau, aku bertanya, "Semuanya sudah selesai?"
Jiu Ye memandangiku tanpa berkedip, tak mendengar
perkataanku. Aku tak berani memandangnya dan mengalihkan
pandangan mataku ke arah Richan, Shi Feng cepat-cepat
berkata, "Kau tidur hampir empat hari empat malam, masalah
yang amat berat itu sudah selesai".
Dengan tenang Richan berkata, "Manik-manik kumala itu adalah
akal busuk seorang gadis pelayan di perjamuan itu, ia adalah
pelayan Selir Yin yang baru diangkat oleh kaisar, Selir Yin hendak
menggunakan kesempatan itu untuk membunuh dua ekor burung
dengan sebatang anak panah, membuat Permaisuri Wei dan
Nyonya Li bertengkar, sehingga ia dapat diam-diam mengambil
keuntungan darinya. Setelah hal itu terungkap, pelayan istana itu
dihukum bunuh diri, sedangkan gelar Selir Yin dicabut dan ia
dibuang ke istana dingin".
Walaupun Li Yan tak melukai Permaisuri Wei, namun ia berhasil
mengalahkan seorang pesaing dengan telak. Selir Yin, wanita
yang penuh senyum, riang dan bertubuh sehat itu bak bumi dan
langit dengan Li Yan yang pesonanya halus mengundang rasa
iba, ia baru saja disayangi oleh Liu Che, namun tanpa tahu apaapa, telah tergilas diantara dua kekuatan besar dan diasingkan ke
istana dingin. Hatiku terkesiap, Jin Yu, oh Jin Yu! Kau masih sempat
menyesalkan nasib orang lain" Bukankah kau seorang yang
cerdas" Kalau tak ada Jiu Ye, jangan-jangan kau sudah dengan
bodohnya menjumpai raja neraka. Kau tak bisa meremehkan Li
Yan lagi, dan juga tak boleh lemah hati terhadapnya lagi, kalau
tidak aku akan mencelakai diriku sendiri, membuat musuh tertawa
dan orang-orang terdekatku menangis, "Apakah aku terkena
racun?" Jiu Ye tak menjawabku, ketika berpaling aku baru tahu bahwa
ketika kami sedang berbicara, ia telah tertidur sambil separuh
bersandar pada dipan. Sambil memandangku, Wei Ji berkata,
"Selama hampir empat hari empat malam, Jiu Ye berjaga di
samping dipanmu tanpa memejamkan mata, walaupun kami
menasehatinya, tak ada gunanya". Aku menatap wajah Jiu Ye
yang pucat dan kelelahan, perasaan dalam hatiku tak menentu.
Dengan cemas Xiao Feng memandang Jiu Ye, aku cepat-cepat
berkata, "Jangan ganggu Jiu Ye, biarkan ia tidur! Pindahkan aku
ke dipan di luar". Wei Ji dan Xiao Feng meletakkan bantal di bawah kepala Jiu Ye,
menanggalkan sepatu dan kaus kakinya, lalu menaruh sebaskom
es di kaki dipan untuk mengusir hawa panas. Ketika Wei Ji baru
saja berbalik hendak pergi, dalam keadaan setengah sadar, di
dalam tidurnya, Jiu Ye menarik gaunnya, lalu mengumam, "Yu
er?"" Ketiga orang di kamar itu memandangku, lalu cepat-cepat
mengalihkan pandangan mata mereka.
Wei Ji hendak menarik gaunnya, namun Jiu Ye tak mau
melepaskannya, keningnya berkerut, membuat orang yang
melihatnya merasa sedih. Xiao Feng hendak membantunya, namun Wei Ji menggeleng dan
menghentikannya, "Biarkan Jiu Ye menariknya! Paling tidak,
dalam tidurnya ia akan dapat merasa agak lega".
Richan menghela napas dengan pelan, lalu memberikan sebuah
gunting pada Wei Ji, Wei Ji mengunting gaunnya, Jiu Ye
mengenggam potongan gaun itu, kerutan di keningnya perlahanlahan menghilang. Aku menunduk di atas bantal, hatiku amat
pedih. Richan memahamiku, ia duduk di samping dipanku dan
menepuk-nepuk bahuku, "Bukankah kau barusan ini bertanya
tentang racun?" Aku menarik napas dalam-dalam, memusatkan perhatianku.
Karena keadaan sudah seperti ini, aku dan Li Yan sudah tak
dapat berbaikan lagi, selain itu aku juga telah kembali melibatkan
Jiu Ye yang telah mengundurkan diri dari Chang"an ke dalam
pusaran lumpur Chang"an ini, dan menariknya ke dalam pusaran
lumpur terbesar ?" perebutan kedudukan putra mahkota, tak
perduli untuk siapa, aku harus menguatkan diriku.
Richan melihat diriku mendengarkan dengan serius, ia
mengangguk dengan perlahan dan berkata, "Beberapa hari
belakangan ini Jiu Ye sibuk menyelamatkanmu, banyak masalah
yang terabaikan, kami bertanya pada Jiu Ye siapa orang yang
meracunimu, Jiu Ye tak menjawab, namun aku menduga bahwa
ia tentunya adalah Nyonya Li. Kaisar pasti sudah tahu kau
terkena racun, tabib istana dan obat-obatan yang langka dan
sukar dicari tak henti-hentinya diantar kemari, walaupun mereka
tak mengatakan untuk siapa obat-obatan itu, semua orang
berlagak pilon! Melihat tingkah laku kaisar, nampaknya kaisar
merasa jeri dan cemas, dan?"", Richan berhenti sejenak,
"sangat khawatir".
Kalau benar-benar terjadi sesuatu, akan ada satu mayat dan dua
nyawa, walaupun kaisar dapat mencegah kabar tentangnya
tersiar keluar di sini, Jiu Ye pasti dapat memberitahu Huo Qubing,
dengan watak Huo Qubing yang seperti itu, dan sekarang
memegang kekuasaan atas pasukan yang amat besar, kaisar
benar-benar harus mengkhawatirkannya. Ketika berpikir sampai
di sini, tubuhku tiba-tiba terguncang, Li Yan sama sekali tak
melakukannya untuk melampiaskan dendam pribadi, tujuan
akhirnya adalah seluruh Dinasti Han. Walaupun Huo Qubing dan
Wei Qing tak akur, bagaimanapun juga mereka masih berkerabat,
kalau satu diantara mereka jatuh, seluruh keluarga mereka pun
ikut jatuh, kali ini, kalau semua berjalan sesuai dengan kehendak
Li Yan, istana Han pasti akan kacau balau, walaupun Liu Che
akhirnya dapat menghentikan kekacauan itu, ia akan kehabisan
banyak tenaga dan tak punya waktu untuk memperhatikan Xiyu
lagi. Wei Ji cepat-cepat memeras sapu tangan dan menyeka
keringatku, "Kita bicarakan hal ini nanti saja! Sekarang pulihkan
tubuhmu dahulu". Aku berkata, "Aku berhasil merebut kembali nyawaku, tapi aku
semakin mengkhawatirkan diriku sendiri. Tak ada jeleknya
membicarakan masalah ini sehingga semuanya menjadi jelas,
kalau aku sudah punya rencana, aku akan dapat beristirahat
dengan tenang, kalau tidak aku akan khawatir setelah ini akan
ada panah gelap dan makin tak bisa beristirahat dengan baik".
Richan berkata, "Kuncinya adalah bahwa hubunganmu dengan
Nyonya Li selalu baik, banyak orang yang sampai sekarang
menganggap kalian sedekat kakak beradik. Selain itu, dalam
masalah politik, Jenderal Huo dan Keluarga Wei sama sekali tak
dekat, bahkan ia sampai melawan kekuatan Jenderal Wei di
markas. Bahkan kalau Nyonya Li hendak merebut kedudukan
putra mahkota untuk putranya, ia tak akan memojokkanmu dan
membuat Jenderal Huo murka karenanya. Selain itu, sekarang
Nyonya Li sedang disayang kaisar, kalau tak ada bukti yang amat
kuat, kaisar tak akan percaya, dan malahan curiga bahwa karena
takut pada kekuatan keluarga Li di istana, keluarga Wei
bermuslihat untuk memfitnahnya, oleh karenanya, walaupun
masalah peracunan ini telah diselidiki, kaisar tak akan
menyelidikinya sampai tuntas".
Aku menghela napas dan berkata, "Walaupun Li Yan telah
melakukan kesalahan, ia pasti sudah mengatur agar ada jalan
mundur dan orang yang dijadikan kambing hitam, kalau tak hatihati akan ada orang tak berdosa yang menjadi korban. Aku tak
ingin mengungkit masalah yang sudah berlalu itu. Dalam perkara
pagoda kumala yang pecah dan melukai pangeran itu,
bagaimana Jiu Ye dapat memaksa Li Yan mundur?"
Richan menggeleng-geleng tanda tak tahu, "Aku hanya tahu
bahwa Jiu Ye dan kaisar berbicara secara rahasia. Mengenai apa
yang mereka bicarakan, hanya Jiu Ye dan kaisar yang tahu.
Setelah pembicaraan itu, kaisar mengeluarkan titah agar Jiu Ye
menyelidiki masalah itu. Mungkin Nyonya Li merasa bahwa
Permaisuri Wei sudah amat sukar digoyang, selain itu ada Jiu Ye
yang kekuatannya belum jelas, daripada terlibat dalam masalah
yang tak ada gunanya, ia lebih baik mengorbankan sebuah bidak
catur dan menggunakannya untuk memukul musuh yang semakin
lama semakin berbahaya".
Aku mendengus, "Ia mana mau tak melibatkan diri" Ia pasti
masih punya jurus simpanan, dan setiap jurusnya semakin kejam,
oleh karenanya ia berlagak mencuci tangan untuk membuat
semua orang lengah, dan membuat Permaisuri Wei
membantunya menghukum Selir Yin, walaupun setelah ini kaisar
sering memikirkan kebaikan Selir Yin dan merasa kesal, ia akan
menimpakan semuanya pada Permaisuri Wei".
Richan dan Wei Ji nampak jeri, Wei Ji mengumam, "Sejak semula
semuanya adalah jebakan dalam jebakan, tipu muslihatnya begitu
seksama dan menakutkan".
Aku berkata pada Richan, "Benar-benar tak adil bagimu, mulamula kau dapat hidup dengan mapan dan aman di Dinasti Han,
namun aku menyeretmu ke tengah perseteruan dalam istana ini".
Richan mengenggam tangan Wei Ji dan berkata sembari
tersenyum, "Bahaya dan bencana menunjukkan isi hati
seseorang, dalam hidup ini kalau dapat mengenal beberapa
sahabat sehidup semati dan hidup dengan penuh semangat,
semuanya tak sia-sia. Tanpa dirimu, aku tak dapat mengenal
tokoh-tokoh seperti Jenderal Huo dan Jiu Ye di Dinasti Han, serta
kawan-kawan setia seperti Tianchao dan Xiao Feng. Kalau kau
hendak menyeretku ke dalamnya lagi, aku bersedia".
Wei Ji pun tersenyum dengan wajah riang, "Aku juga bersedia.
Sebelum ini aku mendengar cerita tentang orang yang bersedia
mati untuk janjinya, dan selalu tak mempercayainya, tapi setelah
mengenal dirimu dan Richan, aku mempercayainya. Sebenarnya
tak perlu berjanji, sebuah cincin sudahlah cukup".
Xiao Feng mengumam pada dirinya sendiri, "Tapi aku tak
bersedia, aku si tuan muda ini hanya ingin berdagang dan
mendapatkan keuntungan, setelah ini, jangan membuat repot aku
dengan masalahmu lagi".
Wei Ji mengerenyitkan hidungnya, wajahnya nampak
kebingungan, sambil menelengkan kepalanya, ia bertanya
dengan nakal, "Kalau begitu, siapa yang pertama mengabaikan
urusan dagang dan berjaga di sini siang malam dan berkata ingin
membunuh Nyonya Li untuk membalaskan dendam Yu Jiejie"
Dan siapa yang begitu melihat Xiao Yu siuman langsung berbalik
untuk menyeka air mata?"
Sambil melompat keluar kamar, Xiao Feng berkata, "Aku begitu
karena Jiu Ye dan kakekku". Kami bertiga memandangi
punggung Xiao Feng, lalu tertawa bersama. Hatiku penuh
kehangatan, kabut yang menyelimutinya karena Li Yan
menghilang, punya kawan-kawan seperti ini, hidupku tak sia-sia.
?"?"?"?"?"?"Jiu Ye ingin aku tinggal di Wisma Shi, Tianchao, Richan dan
Hong Gu pun memohon agar aku tinggal di Wisma Shi,
sebenarnya Paman Chen agak keberatan, namun Jiu Ye
bertanya padanya, "Apakah kau bisa menjamin bahwa semua
orang di Wisma Huo dapat dipercaya?"
Wajah Paman Chen nampak rumit, setelah panik sesaat, ia
menghela napas panjang, lalu menghormat pada Jiu Ye dan
berkata, "Semua ini disebabkan karena kelalaian hamba tua ini,
setelah jenderal pulang, ia pasti akan datang secara pribadi untuk
banyak berterima kasih atas bantuan Jiu Ye mengurus Nona Yu".
Tangan Jiu Ye tiba-tiba mencengkeram kursi rodanya, lalu
perlahan-lahan mengendur, sambil tersenyum ia balas
menghormat pada Paman Chen. Tianchao mendengus, "Begitu
datang ke Chang"an, Xiao Yu tinggal di Wisma Shi, kami kawan
lama, Jenderal Huo tak usah berterima kasih pada kami".
Tujuan Paman Chen sudah tercapai, ia pura-pura tak mendengar
perkataan sinis Tianchao, setelah menasehatiku, ia berbalik dan
pergi. Richan merasa geli sekaligus tersenyum kecut, ia memandangku
sambil menggeleng-geleng, namun Wei Ji merasa agak kesal,
aku pun hanya dapat tersenyum kecut ke arahnya. Tak perduli
apakah Jiu Ye atau Qubing, kalau seorang wanita dapat
berjumpa dengan mereka dan mendapatkan cinta mereka, hal itu
adalah suatu keberuntungan yang amat besar dalam hidup,
namun kalau kedua keberuntungan itu ditambah menjadi satu,
hasilnya sama sekali bukan satu ditambah satu menjadi dua,
kebahagiaan berlipat ganda, namun sekali salah langkah saja,
ketiga orang itu akan sama-sama hancur.
Aku kembali tinggal di Pondok Bambu, pohon bambu masih hijau
bagai zamrud, burung merpati putih masih berterbangan di
angkasa, namun semua orang sudah berubah. Aku
menyembunyikan semua penyesalanku dalam hati, Jiu Ye pun
berusaha sekuat tenaga menyembunyikan perasaannya, di
wajahnya hanya nampak senyum yang bagai angin musim semi
itu. Kadang-kadang, kalau aku tak sengaja berpaling atau melihat ke
belakang, aku melihat matanya yang sedang menatapku tanpa
berkedip. Gelombang bergejolak di sepasang biji matanya yang
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hitam legam, namun rasa sedih dan penderitaan di dalamnya
segera berubah menjadi senyuman.
Makanan dan minumanku diatur dengan ketat oleh Jiu Ye, begitu
juga kapan harus beristirahat dan kapan harus melakukan olah
raga yang sesuai, setelah sebulan berlalu, tubuhku telah kembali
pulih sepenuhnya. Aku kembali menanyainya tentang isi
pembicaraannya dengan Liu Che, dan tentang apa yang
dijanjikannya pada Liu Che sehingga ia diperbolehkan menyelidiki
kasus pagoda kumala itu, namun Jiu Ye selalu hanya tersenyum
dan tak menjawab. Setelah aku "jatuh sakit", Liu Che selalu mengirim tabib istana
untuk memeriksaku, dan juga sering memberi obat, dari tempat
permaisuri pun dayang-dayang datang memeriksaku, dan yang
paling menggelikan, Li Yan pun mengirim dayang-dayang untuk
dengan sopan menanyakan keadaanku, selain itu ia juga menulis
surat yang berisi berbagai cara yang digunakannya untuk
merawat janin ketika ia hamil, surat itu penuh rasa khawatir,
kurasa kalau membacanya, Liu Che akan benar-benar merasa
tersentuh karena Li Yan tak melupakan sahabat lamanya,
perasaan diantara kami kakak beradik sungguh mendalam!
Setiap kali melihat orang yang dikirim Li Yan, amarah Xiao Feng
berkobar-kobar, ia seperti ingin menghunus golok, namun ia
selalu duduk kembali di tempatnya semula dengan patuh setelah
dilirik oleh Jiu Ye. Setelah orang itu pergi, Xiao Feng memaki-maki sambil
melompat-lompat di hadapanku, katanya selama berdagang ia
pernah berjumpa dengan orang licik, tapi ia tak pernah melihat
orang yang selicik Li Yan, namun kalian benar-benar pandai
menahan diri, dan bahkan masih dapat menjawab sambil
tersenyum. Tianchao beberapa kali menasehatinya, namun tak
berhasil, dan akhirnya hanya dapat membiarkannya.
Setelah Jiu Ye mendengar makiannya, ia menatap Xiao Feng
dengan tajam selama beberapa saat, dipandang seperti itu, bulu
roma di lengan Xiao Feng nampak berdiri, Xiao Feng mengelus
bulu roma di lengannya, lalu terdiam. Aku jarang melihat si
kepiting itu mengaku kalah, sambil menutupi wajahku dengan
kipas sutra, aku diam-diam tertawa.
Jiu Ye berkata pada Xiao Feng dengan hambar, "Setelah ini, kau
harus menyambut orang yang dikirim Nyonya Li, kalau sampai
terjadi sesuatu, kau tak usah tinggal di Chang"an lagi, pergilah ke
Xiyu membantu kakak pertama dan kakak kedua".
Xiao Feng menunduk, tanpa berkata apa-apa, ia berdiri di tempat
selama dua shichen lebih. Aku dan Tianchao berbicara padanya,
namun ia sama sekali tak sudi mendengarkannya.
Setelah semalam, wajah Xiao Feng nampak berubah. Sambil
memandang Xiao Feng, Tianchao berkata pada Jiu Ye, "Setelah
ini semua urusan di Chang"an dapat kita serahkan pada Xiao
Feng dengan hati lega".
"Hatinya lebih besar daripada Xiao Lei dan Xiao Dian, kalau ia
ingin berkuasa di Chang"an, ia harus pandai bersikap rendah hati
di depan pejabat dan berpura-pura". Walaupun demikian, Jiu Ye
tak memujinya, dan malahan agak khawatir. Jiu Ye khawatir
bahwa Xiao Feng akan bersikap berlebihan dalam hal ini, namun
saat itu Xiao Feng sudah tak bisa diubah lagi, untuk beberapa
lama, Jiu Ye tak dapat memikirkan cara yang pantas untuk
menyadarkannya. Karena aku sudah sembuh, aku harus pergi ke istana untuk
berterima kasih atas perhatian yang mereka berikan padaku,
namun begitu aku memberitahukan maksudku pada Jiu Ye, ia
segera berkata, "Tak bisa".
Aku mengerutkan keningku, dengan menirukan nada bicaranya
ketika barusan ini berbicara pada Xiao Feng, dengan perlahan
aku berkata, "Orang harus pandai bersikap rendah hati di depan
pejabat dan berpura-pura". Aku menirukan nada bicara dan
sikapnya dengan sempurna, sambil tersenyum kesal, Jiu Ye
menatapku, sinar matanya nampak rumit.
Aku jarang mempunyai kesempatan melihat Jiu Ye terpojok
hingga tak bisa berkata apa-apa. Tianchao yang sedang minum
teh tertawa dan menyemburkan tehnya, ia tersedak air teh dan
terbatuk-batuk. Xiao Feng yang mula-mula menonton dari
samping dengan wajah tanpa ekspresi melirikku, lalu memandang
Jiu Ye yang wajahnya aneh, di wajahnya pun muncul senyum
yang dahulu sering kulihat, lalu ia tertawa terbahak-bahak.
Jiu Ye melirik Xiao Feng, di bibirnya muncul seulas senyum, "Kau
boleh berpura-pura, tapi hatimu harus tulus. Begitu banyak orang
kaya di Chang"an tak tahu apa-apa kecuali uang, mereka tak
memanfaatkan uang yang mereka dapatkan, melainkan
tenggelam dalam uang. Kalau sikapmu berlebihan dalam segala
hal, bagaimana kau dapat mempertahankan ketulusan dalam
hatimu di tengan kekacauan dunia yang fana ini sepenuhnya
tergantung pada dirimu sendiri".
Xiao Feng tertegun sesaat, lalu menghormat kepada Jiu Ye untuk
berterima kasih sambil tersenyum lebar kepadaku, ia pun berkata
dengan nyaring, "Sekarang aku paham".
Sekarang Tianchao baru mengerti kenapa aku sengaja
menirukan nada suara Jiu Ye untuk mengodanya, ia
memandangiku, lalu memandangi Jiu Ye, setelah itu ia menghela
napas pelan dengan sikap menyesalkan.
"Jiu Ye, aku tahu kau merasa khawatir. Tapi aku harus
menghadapi masalah ini sendiri. Menurut peradatan, aku harus
datang ke istana untuk berterima kasih pada kedua nyonya itu
secara pribadi. Bagaimanapun juga?"bagaimanapun juga aku
sudah tak seorang diri lagi, dan sudah mempunyai hubungan
yang erat dengan mereka dalam berbagai hal".
Tanpa berkata apa-apa, Jiu Ye memandang ke luar jendela,
Tianchao dan Xiao Feng diam-diam keluar dari ruangan.
Beberapa lama kemudian, suaranya terdengar melayang dengan
ringan di dalan ruangan itu, "Jangan makan apapun di istana, tak
perduli apakah di kediaman Nyonya Li atau permaisuri, pergilah
secepatnya kalau bisa, kalau ada masalah segera cari kaisar,
sekarang di seluruh istana hanya kaisar yang dapat dipercaya,
karena kaisar telah berjanji padaku?"karena Jenderal Huo,
kaisar pasti akan melindungimu". Banyak pertanyaan dalam
hatiku, namun saat ini aku tak dapat banyak bertanya dan hanya
segera mengiyakan. ?"?"?"?"?"?"?"
Setelah masuk isana, aku terlebih dahulu mengucapkan terima
kasih pada kaisar. Ketika aku datang, Liu Che sedang membaca
laporan di kamar baca, ia tak memanggilku masuk, hanya
memerintahku agar berdiri di ambang pintu, setelah dengan asal
menanyaiku, ia melambaikan tangannya, menyuruhku pergi.
Semua pertanyaannya adalah tentang bagaimana aku
memulihkan diri, hanya ada satu pertanyaan yang aneh, ia
bertanya, "Masih berapa bulan lagi anakmu lahir?" Aku
memikirkannya untuk beberapa saat, namun tak bisa memikirkan
kenapa ia ingin tahu, mungkin ia hanya ingin tahu apakah Qubing
dapat pulang untuk menyambut kelahiran anaknya atau tidak.
Semestinya aku harus menghadap permaisuri dahulu, tapi demi
keselamatanku sendiri, aku memutuskan untuk terlebih dahulu
menemui Li Yan, dengan demikian, kalau Li Yan hendak berbuat
sesuatu ia akan takut pada akibatnya.
Wajah tersenyum Li Yan bagai sekuntum bunga, matanya
terpaku pada perutku, ia pun berkata, "Hidup anak ini benarbenar penuh marabahaya, dari awal hidupnya sudah begitu tak
beruntung, jangan-jangan kelak ia akan semakin kesusahan,
mungkin".." Aku tertawa terbahak-bahak, menghentikan perkataan tak enak
didengar yang akan diucapkannya, "Mana bisa" Aku dan Qubing
tak pernah melakukan perbuatan yang memalukan. Kalau nyonya
begitu percaya pada nasib, anda seharusnya mengkhawatirkan
diri sendiri, terlalu banyak khawatir memperpendek hidup,
kabarnya baru-baru ini nyonya juga sakit, kurasa karena terlalu
banyak bermuslihat".
Li Yan mengenggam kipas sutranya dengan begitu erat hingga
buku-buku jari tangannya perlahan-lahan menjadi putih.
"Hamba sengaja datang untuk berterima kasih atas "perhatian
dan kasih sayang" yang diberikan oleh nyonya, sekarang aku
hendak pergi ke istana permaisuri untuk mengucapkan terima
kasih, aku minta diri dahulu".
Ketika aku bangkit hendak pergi, sambil tersenyum sinis ia
berkata, "Apakah kau benar-benar mengira permaisuri
melindungimu" Kalau pikiran Permaisuri Wei begitu sederhana,
bagaimana ia dapat menguasai istana belakang selama
bertahun-tahun" Dan membuat Permaisuri Chen mati merana di
istana dingin" Dibandingkan dengan dirinya, Wei Shaoer adalah
seorang dungu. Permaisuri Wei dan Wei Qing adalah dua
anggota keluarga Wei yang paling cerdas. Anggota keluarga Wei
lain semuanya menentang Huo Qubing menikahimu, hanya
mereka berdua yang tak terang-terang menentang, namun juga
tak terang-terangan mendukung. Permaisuri Wei malahan tak
memperdulikan ganjalan lama diantara kalian berdua, dan sering
membantumu, Jin Yu, masa kau cerdas seumur hidupmu, tapi
bodoh dalam hal ini?" Sepatah demi sepatah kata, dengan
perlahan, ia berkata, "Masa kau percaya bahwa sakitmu
disebabkan oleh diriku?"
Beberapa pikiran muncul dalam benakku, namun aku hanya
menghormat pada Li Yan, lalu berjalan keluar tanpa berhenti.
Tiba-tiba, ia bertanya, "Kenapa" Jin Yu, kenapa?"
Mendengar pertanyaannya yang tak ada ujung pangkalnya, aku
berhenti dan berbalik, lalu bertanya, "Kenapa apa?"
Senyumnya sirna, wajahnya nampak agak sedih dan
kebingungan, "Mungkin aku harus memanggilmu Yu Jin, kenapa
kau melepaskan Shanyu Xiongnu itu" Bukankah kau sepertiku,
punya dendam pada orang yang membunuh ayah kita masingmasing?"
"Tentunya kau telah mengetahui identitasku dan kau kecewa
karena hal itu tak gunanya. Kalaupun aku seorang Xiongnu, aku
adalah seorang Xiongnu yang mendendam pada Yizhixie dan tak
akan membantunya melawan Han Agung".
"Jin Yu, aku hanya ingin tahu kenapa. Sebelum aku masuk ke
istana, kau sering menasehatiku untuk melupakan balas dendam
dan menjalani hidupku sendiri, saat itu aku merasa bahwa kau tak
memahami penderitaanku, sehingga kau dapat memberiku
nasehat yang begitu enteng, tapi sekarang aku baru tahu bahwa
kau memahamiku, kau memahami dendamku". Suara Li Yan
berubah menjadi sedih. Aku mengangkat gaunku dan hendak pergi, suara Li Yan tak
henti-hentinya terngiang, "Kenapa" Kenapa?"".Tak adil, Langit
tak adil?"seharusnya nasibku dan nasibmu sama, tapi
sekarang kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu, dan memiliki
cinta sepenuh hati Huo Qubing dan Jiu Yemu, dan teman-teman
yang dengan tulus melindungimu. Jin Yu, kenapa kau lebih
beruntung dibandingkan dengan diriku" Aku benci padamu, aku
benci padamu?""
Sebelum keluar, aku berpaling memandang Li Yan, tirai manikmanik kumala berkilauan, pedupaan berukir burung elang dan
burung hong mengepulkan asap dupa cendana naga. Li Yan
duduk di atas dipan burung hong, gaunnya yang rumit dan
berlapis-lapis terbentang di atas permadani bulu domba, ia
nampak begitu rapuh. Pakaian brokat merah tuanya membuat
wajahnya semakin nampak pucat pasi, matanya penuh rasa
duka. Dari ujung serambi panjang, tirai kumala yang tebal itu tak nyana
nampak seperti jeruji penjara. Di luar ruangan, sinar mentari
terang benderang dan indah, namun ia tak masuk ke dalam
halaman yang gelap ini. Hatiku bergetar ketakutan, aku seakan melihat sebuah versi lain
diriku dan segera berpaling, lalu cepat-cepat berlari keluar.
Semakin lama menjalani hidup, aku semakin memahami
kebijaksanaan dan pandangan jauh A Die, dan semakin
menyadari betapa beruntungnya diriku. Di sebuah persimpangan
jalan, andaikan aku memilih jalan yang salah, hidupku akan
menjadi sama sekali berbeda.
LI Yan, sebenarnya kau juga memiliki begitu banyak hal: kau
memiliki kakak yang benar-benar menyayangimu dan tak pernah
bertengkar denganmu, Li Gan yang hanya berharap kau dapat
hidup dengan tenang dan bahagia, dan sekarang seorang anak
yang pandai dan lucu, kaisar pun amat sayang padamu. Hanya
saja, kau menganggap semua itu bidak-bidak catur, demi sebuah
tujuan, kau telah kehilangan dirimu sendiri, pada akhirnya,
walaupun kau berhasil mewujudkan cita-citamu, apakah kau akan
merasa bahagia" Di istana permaisuri harum bunga tak henti-hentinya tercium,
ketika terakhir kali aku datang kemari, bunga seruni emas
memenuhi halaman, namun kali ini bumi dan langit penuh bunga
ziwei : di langit bunga yang berwarna ungu sedang mekar,
sedangkan bumi dipenuhi bunga ungu yang telah berguguran.
Di taman yang begitu luas itu tak terlihat seorang pun, dan sama
sekali tak terdengar sebuah suara pun, aku hanya mendengar
suara desiran bunga ungu di atas kepalaku yang berguguran,
diantara ada dan tiada. Suasana yang amat sunyi senyap itu
membuatku jeri, mau tak mau aku melangkah dengan makin
pelan, berjalan ke depan sambil menyusuri rumpun bunga ziwei.
Di beranda, Permaisuri Wei sedang berbaring miring di atas dipan
yang terbuat dari bambu Xiangfei, memandangi bunga-bunga
berguguran yang menari-nari ditiup angin. Di sudut tiang
terdengar suara jernih air mengalir, bergemericik, semakin
menonjolkan suasana sunyi senyap di halaman itu.
Setelah aku berdiri untuk beberapa saat, ia baru menyadari
kehadiranku, namun ia tak bangkit dan hanya menunjuk ke
samping dipan sambil tersenyum ke arahku, memberi isyarat agar
aku duduk. Tanpa berkata apa-apa, aku menghormat padanya, lalu
bersimpuh di tikar yang terletak di bawah dipan, "Mekarnya bunga
ini sungguh indah". Permaisuri Wei tersenyum hambar, "Aku punya terlalu banyak
waktu, tak tahu harus berbuat apa, maka aku terpaksa mengurus
tanaman". Tanpa berkata apa-apa, aku duduk, setelah beberapa saat,
Permaisuri Wei bertanya, "Apakah kau sudah benar-benar pulih
dari sakitmu?" Karena semua orang menganggap aku hanya masuk angin, aku
hanya dapat berpura-pura tak tahu apa-apa, "Sudah sembuh,
beberapa hari ini aku telah membuat nyonya khawatir". Sambil
berbicara, aku bangkit, hendak bersujud, namun Permaisuri Wei
menahanku, "Di sini hanya ada kita berdua, kalau ingin bicara,
bicaralah, tak usah berbelit-belit, kau dan aku sama-sama lelah
berbuat seperti itu".
Di kejauhan, pohon bunga ziwei yang lebat menutupi sang
mentari, di luar halaman, sang mentari bersinar dengan
cemerlang, sama sekali tak seperti di dalam halaman ini. Setelah
lama duduk, tubuhku terasa dingin, sangat tak enak.
Air masih mengalir bergemericik, tiba-tiba, dalam benakku muncul
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebuah puisi: di tengah malam air mengalir, duduk seorang diri di
senja hari, bunga ziwei mekar, siapa yang menemaniku"
Akhirnya sosokku hanya ditemani bunga yang berguguran.
?"..kali ini kau telah mendapatkan pelajaran, setelah ini kau
harus bertindak dengan hati-hati, saat kau harus menahan diri,
kau harus menahan diri".
Pikiranku melayang-layang, aku hanya mendengar paruh terakhir
dari perkataan sang permaisuri dan menyeletuk, "Mau tak mau,
akan ada suatu saat dimana seseorang tak bisa menahan diri
lagi". Masa aku harus melihat temanku mati di hadapanku tanpa
berbuat apa-apa" Harus menahan diri melihat Qubing menikahi
wanita lain" Permaisuri Wei memandang kelopak bunga yang menyelimuti
tanah, dengan acuh tak acuh, ia berkata dengan perlahan,
"Walaupun tak bisa menahan diri, kau harus melakukannya!
Dalam hidup ini tak ada yang tak tertahankan".
Rasa dingin menyeruak dari hatiku, aku merasa agak kedinginan.
Walaupun istana ini amat indah, hatiku penuh rasa muak dan
lelah, hanya ingin pergi. Aku bangkit dan menghormat untuk
mohon diri pada Permaisuri Wei, ia mengangguk pelan, "Jaga
dirimu baik-baik, kalau ada masalah kau dapat datang
mencariku". Aku berjalan dengan cepat keluar dari halaman itu dan kembali
berdiri di bawah sinar mentari, mau tak mau aku menarik napas
dalam-dalam, ketika duduk di dalam, karena cahaya yang suram,
suasana seperti senja, ternyata sinar mentari di luar begitu
cemerlang. Sebenarnya, walaupun pemandangan dan keadaan di
sini sama sekali berbeda dengan di tempat Li Yan, namun ada
persamaannya: sinar mentari sama-sama tak bersinar di
dalamnya. Aku bukannya tak bisa memahami maksud Permaisuri Wei, akan
tetapi, orang seringkali lebih berbahagia kalau berlagak tak tahu
apa-apa, kalau kita terlalu paham semua malahan terasa hambar.
Lagipula, aku selamanya selalu menganggap diriku milik Huo
Qubing, sama sekali tak ada punya hubungan dengan keluarga
Wei. Kalau Qubing bersedia membantu keluarga Wei, aku akan
mendukungnya dengan sekuat tenaga, namun kalau Qubing tak
bersedia membantu keluarga Wei, aku pun akan mendukungnya
dengan sekuat tenaga, asalkan hal itu adalah sesuatu yang
dilakukan Qubing dengan senang hati. Akan tetapi, dalam
pandangan Permaisuri Wei, Qubing adalah seseorang yang
harus mendukung dirinya. Ia cukup baik padaku, tentunya agar
dilihat Qubing. Walaupun Wei Shaoer adalah ibu Qubing, ia tak
memahami Qubing seperti Permaisuri Wei. Dengan wataknya
yang keras, ia mana bisa dibujuk dengan beberapa perkataan
saja" Liu Che ingin mempererat hubungannya dengan Qubing, bahkan
sampai ingin mengantikan tempat keluarga Wei dalam hati
Qubing, oleh karenanya ia hendak menikahkan seorang putri
padanya. Akan tetapi, Permaisuri Wei pasti tak akan membiarkan
hal ini terjadi dengan senang hati, kebetulan Qubing sendiri tak
bersedia, dan ia memanfaatkan kesempatan ini untuk menuruti
keinginan Qubing, dengan kebaikan yang luar biasa ini, mungkin
Qubing akan tak disukai Liu Che lagi, dengan cara ini, ia akan
dapat melawan usaha Liu Che memukul Wei Qing dengan
meminjam tangan Qubing. Saat itu aku memahami semuanya, dengan kedudukan
Permaisuri Wei di keluarga Wei, kalau ia benar-benar hendak
melindungiku, saudara-saudarinya, yang berada di bawah
perintahnya, mana bisa melawannya" Aku hanya tak ingin
berpikir secara mendalam dan lebih suka berlagak tak tahu apaapa, karena satu-satunya orang yang kuperdulikan hanyalah
Qubing. Akan tetapi sekarang, demi anak kami, aku tak bisa tak
memikirkannya dan harus bertindak secara hati-hati.
Walaupun Qubing dianggap tak cocok dengan Wei Qing dan
berulangkali mengikis dukungan terhadap Wei Qing, bahkan
sampai melawan jenderal-jenderal Wei Qing, namun Qubing
melakukannya untuk membuat Liu Che merasa aman. Dalam
masalah putra mahkota, bagaimanapun juga ia pasti akan
membantu keluarga Wei, akan tetapi, Permaisuri Wei tak akan
mempercayai Qubing, sama seperti ia tak akan mempercayai Liu
Che. Sebenarnya, orang yang telah lama berdiam di istana dimana
matahari tak pernah bersinar itu, akhirnya akan dapat percaya
pada siapa selain pada dirinya sendiri"
Kalau sampai terjadi apa-apa padaku karena Li Yan, hal itu tak
merugikan bagi Permaisuri Wei, bahkan kalau ia dapat
menggunakan kesempatan itu dengan baik, hal itu dapat menjadi
suatu keberuntungan besar bagi dirinya. Qubing tak akan
melepaskan Li Yan, dan Permaisuri Wei akan dapat menonton
dengan santai bagaimana Qubing menumpas musuh terbesar di
depan matanya saat ini. Tujuan yang hendak dicapai Li Yan dan Permaisuri Wei sama,
namun cara yang mereka pakai berbeda, oleh karenanya,
kesempatan yang mereka cari dan cara mereka menggunakan
kesempatan tak sama. Di istana ini, orang yang dengan tulus berharap agar diriku dan
anak kami baik-baik saja tak nyana hanya kaisar seorang.
Tak heran, sebelum masuk istana, Jiu Ye berulangkali
menyuruhku untuk mencari kaisar kalau ada masalah, dan
malahan tak berkata apapun tentang Permaisuri Wei.
Sebenarnya ia telah memahami semuanya, namun mengingat
hubunganku dan Qubing, ia tak tega menyakiti hatiku.
Aku bersandar di ambang jendela kereta dan menghela napas
panjang, Qubing sedang dengan susah payah berperang di luar
sana, di sini aku pun sedang berada dalam bahaya besar, akan
tetapi, aku tak akan membiarkan diriku celaka, aku pasti akan
melindungi anak kami dan diriku sendiri dengan baik.
Sebelum kereta kuda sampai di Wisma Shi, aku telah melihat
sosok Jiu Ye, ternyata selama ini ia menunggu di ambang pintu
gerbang Wisma Shi, aku segera melambai ke arahnya. Begitu
turun dari kereta, perkataan pertama yang kuucapkan adalah,
?"Aku tak minum air dan tak makan apapun". Ia mengangguk, lalu
memeriksa nadiku, setelah beberapa saat, wajahnya baru
nampak lega, "Kau sudah bepergian seharian, setelah makan
malam, pergilah tidur!"
Aku punya perasaan lain, namun hanya mengangguk dengan
hambar. ?"?"?"?"?"?"".
"Kapan anakmu akan lahir" Kapan anakmu akan lahir?"?"
"Tak adil, tak adil, tak adil?"."
"Aku membencimu, aku membencimu, aku membencimu?""
"Walaupun tak bisa menahan diri, kau harus melakukannya.
Walaupun tak bisa menahan diri, kau harus melakukannya".."
Wajah Liu Che, wajah Permaisuri Wei dan wajah Li Yan,
bercampur baur dan berterbangan di depan mataku, sebuah
wajah terbelah menjadi dua, dua wajah terbelah menjadi empat,
dari segala penjuru mereka mengepungku, tersenyum lebar,
kebencian memenuhi mata mereka, dingin bagai
es?"sekonyong-konyong, mereka menerjang ke arah diriku,
aku melindungi perutku, berusaha sekuat tenaga untuk
menghindar, namun tak dapat melakukannya. Kulihat mereka
hendak mencengkeram perutku".."Ah!", jeritku, lalu aku duduk di
dipan. Di balik jendela sinar rembulan amat indah, menyinari dipan
dengan seberkas sinar perak. Aku telah sadar bahwa aku hanya
bermimpi buruk, namun tubuhku masih gemetar pelan. Sambil
bertumpu pada tongkat, Jiu Ye cepat-cepat masuk, "Yu er?"
Sambil memeluk kepalaku, aku berkata, "Tak apa-apa, hanya
mimpi buruk". Ia duduk di sisi dipanku, "Tak perduli mimpi buruk apa, ia tak
akan menjadi kenyataan".
Suaranya bagai angin musim semi, mengusir rasa dingin dalam
tubuhku, hatiku pun perlahan-lahan menjadi tenang, "Mungkinkah
racun itu diberikan oleh permaisuri?"
Jiu Ye tersenyum getir, "Apakah permaisuri memerintahkannya
sendiri, tak dapat diketahui. Saat ini, keluarga Wei adalah sebuah
faksi politik yang besar, mulai dari Putri Pingyang sampai para
pejabat pendukung mereka, semua sama-sama saling
tergantung. Kalau Permaisuri Wei melakukannya, mereka akan
mempersiapkan bukti yang mengarah ke Nyonya Li, kalau
berhasil, mereka akan dapat memaksa kaisar untuk menjelaskan
hal ini pada Jenderal Huo. Dengan watak kaisar yang seperti itu,
kemungkinan besar ia akan mengorbankan Li Yan, wanita cantik
sulit dicari, tapi jenderal hebat lebih sukar dicari lagi, lagipula,
dalam pikiran kaisar, seorang wanita bagaimanapun juga tak bisa
dibandingkan dengan pencapaian abadi dan wilayah yang luas.
Namun, walaupun kaisar mengorbankan Nyonya Li, karena
masalah ini ia akan mendendam pada Jenderal Huo, boleh
dikatakan bahwa ini adalah siasat membunuh dua ekor burung
dengan sebatang anak panah. Kalau Nyonya Li yang memberimu
racun, bukti mungkin akan menuju ke arah keluarga Wei, atau
mungkin ke arah orang lain, tergantung dari apa yang
diinginkannya. Tentunya kau paling mengetahui dengan jelas
tujuannya, sehingga tujuannya itu lebih menarik perhatianmu,
kalau tidak, dengan kecerdasanmu, kau tak mungkin hanya
mencurigainya dan mengabaikan permaisuri".
Aku tersenyum getir, "Tak heran kau selalu ingin aku tinggal di
Wisma Shi. Barusan ini aku bermimpi, mimpi mereka semua
menginginkan anakku. Sampai sekarang, kabar yang datang dari
medan perang selalu bagus, walaupun aku khawatir, namun aku
makin yakin bahwa Qubing akan dapat menang telak dan pulang,
kalau ia menang, kedudukan Qubing di angkatan darat akan
melebihi Jenderal Wei. Walaupun kaisar menghargai Qubing, ia
curiga pada Qubing, semakin tinggi kedudukannya, rasa curiga
kaisar akan makin bertambah".
Jiu Ye berkata, "Jenderal Huo nampaknya bertindak dengan
angkuh dan sesuka hati, namun sebenarnya pikirannya sulit
ditebak. Jenderal Huo tentunya telah membuat rencana untuk
menghadapi hal-hal seperti itu, kaisar pun seorang kaisar yang
pandai, ia tentu dapat menekan rasa curiganya dalam batasbatas yang wajar, aku percaya Jenderal Huo tak akan
membiarkan dirinya melakukan sesuatu yang mengundang
bencana". "Aku paham, sebelumnya aku pernah berbicara tentang hal ini
dengan Qubing, ia bertindak dengan angkuh dalam pasukan, dan
tak mau mengambil hati para prajurit, adalah karena
pertimbangan itu, sekarang kelihatannya hasilnya amat bagus,
kaisar nampak lebih percaya padanya dibandingkan dengan
Jenderal Wei. Namun sekarang aku tak memikirkan hal itu, aku
malahan merasa bahwa kaisar menginginkan anak ini, ia ingin
membawa anak ini ke istana dan membesarkannya". Ketika
berbicara sampai di sini, hatiku sedih, walaupun aku berusaha
sebisanya untuk menahan diri, air mata telah muncul di mataku.
Di dunia ini, ibu mana yang rela anaknya meninggalkan dirinya,
walaupun nampaknya anak itu dapat dibesarkan oleh kaisar,
benar-benar disayang dan amat terhormat, namun sebenarnya ia
adalah seorang sandera. Jiu Ye merasa iba sekaligus merasa sedih, "Kenapa kau bisa
berpikir seperti itu?"
Aku menggeleng-geleng, "Tak tahu, aku merasa akan seperti itu,
walaupun kaisar tak ingin melakukannya, Li Yan pasti akan
berbicara padanya tentang hal itu, kebenciannya terhadapku
sangat dalam, asalkan dapat membuatku tak senang, walaupun
baginya tak menguntungkan, ia akan melakukannya, apalagi
kalau masalah ini sangat menguntungkan baginya".
"Ah! Benar!", tiba-tiba aku berseru, "Li Yan telah mengetahui
identitasku saat aku kecil di Xiongnu, aku ingat hari itu saat
Richan meniup seruling mengiringiku, kaisar melihatku menarikan
tarian Xiongnu, kalau begitu kaisar tentunya juga sudah tahu
mengenai hubunganku dengan Xiaongnu".
Wajah Jiu Ye berubah menjadi muram, matanya penuh rasa
sakit, ia cepat-cepat berpaling dan melihat ke arah lain. Aku baru
sadar bagaimana perasaannya mengenai peristiwa itu, aku
mengigit bibirku, hendak mengatakan sesuatu, namun tak tahu
harus berkata apa. Saat kembali berpaling, ia tersenyum, wajahnya sudah seperti
biasanya, "Pikirkanlah segi positifnya, karena kau dan Yizhixie
bermusuhan, kaisar tentu tak punya rasa curiga padamu, tapi
jeleknya, bagaimanapun juga kau masih seorang Xiongnu,
apakah kau sama sekali tak bermaksud membantu Xiongnu?"
Aku menghela napas dan berkata, "Begitulah sebenarnya, karena
kedudukan Qubing luar biasa, kalau aku menggunakan Qubing
untuk melakukan sesuatu, atau kalau Qubing menurutiku secara
membabi-buta, kaisar harus berjaga-jaga terhadapnya. Kalau Li
Yan kembali mempengaruhinya, kemungkinan kaisar membawa
anak ini ke istana untuk dibesarkan semakin besar".
Jiu Ye berpikir tanpa berkata apa-apa untuk beberapa saat,
"Jangan khawatir, asalkan kau tak bersedia, tak ada orang yang
dapat mengambil anakmu. Masih ada waktu tiga bulan lagi, kita
akan mencari cara untuk menghadapinya, sekarang
beristirahatlah dulu dengan baik".
Aku masih ingin berbicara, namun Jiu Ye menggeleng-geleng,
memberi isyarat agar aku tak bersuara lagi, lalu membantuku
tidur, "Walaupun kau tak lelah kau harus membiarkan bayimu
berisitirahat". Ia menutup kelambu dan menyelimutiku, lalu mengambil sebuah
kipas sutra dan mengipasiku. Aku tetap membuka mataku,
menatap puncak kelambu, ia tak bertanya padaku, tapi tahu
seluruh isi hatiku, dengan lembut ia berkata, "Jangan mimpi buruk
lagi, aku berada di sini untuk membantumu mengusir mimpi
buruk, cepat pejamkan matamu dan tidurlah".
Walaupun ia bergurau, namun nada suaranya lembut dan tegas,
membuatku sama sekali tak meragukannya. Aku memandang
sinar matanya yang bagai air, tiba-tiba jantungku berdebar-debar,
aku pun tak berani berbicara atau memandangnya lagi, dan
cepat-cepat memejamkan mata.
Bersamaan dengan naik turunnya kipas, angin sejuk bertiup
lembut, aku sadar bahwa barusan ini aku begitu
mengkhawatirkan anakku sehingga ketika berbicara sama sekali
tak memperdulikan perasaannya, hatiku terasa sedih dan pedih,
seribu satu perkataan "maaf" terucap dalam benakku.
"Yu er, jangan banyak berpikir, tak ada kata maaf, melainkan
kesempatan untuk mengurus dirimu, aku rela ikut menanggung
kekhawatiranmu".." Suaranya semakin lama semakin pelan,
perkataannya setelah itu tak terdengar.
Tubuhku tak bergerak, berpura-pura tidur adalah satu-satunya
pilihanku. Dalam pertempuran di gurun pasir utara di tahun keempat
Yuanshou, Jenderal Besar Wei Qing memimpin lima puluh ribu
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit dari Dingxiang, sedangkan Huo Qubing memimpin lima
puluh ribu prajurit dari Daibu, diikuti empat belas ribu kuda perang
dan puluhan ribu pasukan infanteri dan perbekalan.
Tanpa memperdulikan ganjalan di masa lalu, Huo Qubing
mengangkat Li Gan menjadi kolonel senior dan menjadi wakilnya,
dengan berani, ia pun menggunakan jenderal-jenderal Xiongnu
yang menyerah yaitu Fuluzhi, Yijixuan dan lain-lain, di bawah
panji-panjinya, ia menghimpun jenderal-jenderal yang pandai
berperang dan pemberani. Jenderal-jenderal macan dan serigala
ini malang melintang di gurun pasir, berbaris dua ribu li lebih dan
bertemu dengan pasukan nomor satu dari ketiga pasukan utama
Xiongnu, yaitu pasukan Raja Bijak Kiri.
Walaupun bertempur melawan Xiongnu di pedalaman wilayah
mereka, Huo Qubing sudah sangat mengenal keadaan alam dan
cuaca Xiongnu, ia mengambil resiko dengan meninggalkan
pasukan perbekalan, lalu menerobos ke belakang garis
pertahanan musuh dan merampas makanan musuh untuk
memberi makan pasukannya. Pasukan berkudanya lebih gesit,
cepat dan berani dibandingkan dengan pasukan berkuda Xiongnu
sehingga ia berhasil mengalahkan Raja Bijak Kiri. Ia menangkap
para pejabat Xiongnu, membunuh raja muda Picheqi dan jenderal
kiri Xiongnu, serta merampas panji-panji dan genderang perang
Raja Bijak Kiri, sehingga pasukan Xiongnu pun menjadi kacau
balau. Setelah itu, dengan cepat ia mendaki gunung Lihou Shan,
menyeberangi Sungai Gonglu, lalu menangkap Raja Tuntou, Raja
Han dan seorang raja lain bersama delapan puluh tiga orang
berpangkat jenderal, menteri dan penasehat. Secara
keseluruhan, ia membunuh lebih dari tujuh puluh ribu prajurit
Xiongnu, sebagian besar pasukan Raja Bijak Kiri Xiongnu pun
musnah. Wei Qing membawa pasukannya lebih dari seribu li ke utara,
menerobos padang pasir dan bertemu dengan pasukan berkuda
utama Shanyu Xiongnu. Ia memerintahkan agar kereta perang
mengelilingi markas, selain itu ia memerintahkan agar makanan
dan barang-barang yang dikumpulkan Xiongnu di Kota Zhaoxin
dibakar habis, sehingga pasukan sang Shanyu kehilangan
semangat bertempur, pasukan Han lalu menggunakan
kesempatan itu untuk membunuh hampir dua puluh ribu orang
Xiongnu. Karena pertama, titah Liu Che, kejadian-kejadian yang pernah
berulangkali terjadi di masa lalu, serta karena Liu Che percaya
bahwa nasib Li Guang dalam berperang tak baik, dan kedua,
karena ia ingin memberi lebih banyak kesempatan pada Gongsun
Ao untuk berjasa, Wei Qing hanya memperbolehkan Li Guang
memimpin pasukan di garis belakang, walaupun ia telah
berulangkali mohon agar ditempatkan di garis depan. Li Guang
kembali tersesat di padang pasir dan tak dapat berperang dengan
pasukan Xiongnu, serta kembali kehilangan kesempatan untuk
diangkat menjadi adipati, karena sedih dan marah, jenderal
berambut putih itu pun menggorok leher sendiri di hadapan Wei
Qing. Walaupun kemenangan pasukan Han diselimuti bayangan gelap
akibat peristiwa bunuh diri Li Guang, namun bagaimanapun juga,
kemenangan terhadap Xiongnu ini adalah sesuatu yang belum
pernah terjadi sejak Dinasti Han berdiri.
Sampai Wei Qing menumpas pasukan Raja Bijak Kanan di tahun
kelima Yuanshou, Dinasti Han dan Xiongnu telah berperang lima
tahun penuh, tiga pasukan utama Xiongnu, yaitu pasukan sang
Shanyu, pasukan Raja Bijak Kiri dan pasukan Raja Bijak Kanan
semua telah dihancurkan oleh pasukan Dinasti Han, sejak saat
itu, di selatan gurun tak lagi ada kerajaan Xiongnu.
Jenderal Wei dan Huo yang menang perang bergabung di gurun
pasir. Untuk merayakan kemenangan, Huo Qubing memutuskan
untuk mendirikan altar untuk Langit di Gunung Khentii, ia pun
membuka pelataran di Gunung Guyan Shan untuk persiapan
memuja Langit dan bumi. Kabar kemenangan sampai di Chang'an, walaupun aku tak dapat
melihat Qubing sendiri, namun aku dapat membayangkan bahwa
di balik wajahnya yang tenang dan dingin, ia merasa sangat
bangga, sekarang ia tentu sedang mengamati tanah Xiongnu
yang telah ditaklukkannya sambil menunggang kuda dengan
gagah perkasa. Sejak kecil ia telah tumbuh besar sambil mendengarkan cerita
pamannya berperang melawan Bangsa Xiongnu, sejak ia
pertama kali belajar menunggang kuda dan mementang busur
dari pamannya, ia telah bermimpi bahwa pada suatu hari ia akan
dapat berdiri di tanah Xiongnu dan memandang seluruh wilayah
mereka, hari ini, mimpi itu telah menjadi kenyataan.
Sebelum Huo Qubing kembali ke Chang'an, lagu yang
digubahnya ketika bersembahyang kepada langit dan bumi telah
sampai di Chang'an. 'Siyi sudah dikalahkan, Xia berdiri dengan kokoh.
Negara damai, sukacita tak berhenti.
Menarik senjata, menyimpan busur dan panah.
Qilin datang, burung hong berputar-putar di angkasa.
Bersama Langit saling menjaga, untuk selamanya.
Abadi seratus tahun lamanya.
Setelah Xiao Feng selesai menyanyikan nyanyian yang
dipelajarinya dari orang di jalan itu, hatiku penuh keraguan.
"'Menarik senjata'" 'Menyimpan busur dan panah'?"
Bibir Tianchao tersenyum, "Tiga baris pertama lagu ini ditulis
dengan benar, tiga baris terakhirnya salah. 'Menarik senjata'
berasal dari Kidung Shimai dari Kitab Shi Jing, menarik kembali
senjata adalah perlambang berhentinya peperangan, dan sejak
saat ini tak akan memakai kekuatan militer lagi, baris ini juga
memuji kebijaksanaan dan kebajikan sang Putra Langit, sangat
cocok dengan keadaan saat ini. Akan tetapi baris 'menyimpan
busur dan panah' ini tak ditulis dengan baik, karena di baris
sebelumnya, Jenderal Huo telah mengutip Kidung Shimai, baris
selanjutnya seharusnya berubah seperti sebelumnya, dengan
demikian, puisi ini akan semakin memperkuat makna karya sastra
aslinya yang menghendaki peperangan berhenti di seluruh dunia
dan memuji Raja Wu dari Dinasti Zhou, dan cocok dengan tiga
baris di bawahnya. Tapi bagi seorang perwira dapat menulis
seperti ini sudah cukup baik".
Jiu Ye menyapu Tianchao dengan pandangan matanya, Tianchao
segera berhenti tersenyum, sambil berpikir keras aku berkata,
"Kata ''cang' atau 'menyimpan' itu benar-benar tak dipakai dengan
baik, begitu satu kata berubah, keseluruhan maknanya pun sama
sekali berubah, bukan mengambarkan kegembiraan karena di
seluruh dunia tak ada peperangan yang dipinjam dari Shimai, dan
secara tersirat memuji sang Putra Langit, kata 'menyimpan' itu
justru lebih mirip kutipan puisi Fan Li, yaitu 'Burung-burung telah
pergi, sekarang saatnya kita menyimpan busur'".
Wajah Jiu Ye berubah, matanya penuh keraguan, tapi begitu
melihat ekspresi wajahku, ia sadar bahwa pikirannya mungkin
benar, ia tersenyum dengan tertegun, wajahnya tak dapat
menyembunyikan rasa putus asanya, "Jenderal Huo mengagumi
Fan Li?" Aku mengangguk pelan, rasa girang muncul di hatiku, namun aku
segera merasa khawatir, "Apakah kaisar dapat mengetahui
perubahan kata 'menyimpan' ini?"
"Di seluruh puisi hanya satu kata yang diubah, lagipula kata 'tuo'
dan 'cang' di sini sama maknanya, karena kau tahu Jenderal Huo
mengagumi Fan Li, maka kau dapat berpikir sampai ke situ, di
seluruh Dinasti Han, ada berapa orang yang memahami Jenderal
Huo seperti dirimu" Orang biasa pasti hanya menganggap
Jenderal Huo seorang prajurit yang memakai kata yang tak tepat
ketika membuat puisi".
Begitu mendengar sampai di sini, Tianchao pun secara garis
besar memahami maksudku dan Jiu Ye, wajahnya tiba-tiba
menjadi merah padam, dengan agak terbata-bata ia bertanya,
"Jenderal Huo bukan Sima Xiangru, kenapa ia tiba-tiba
mengubah lagu yang dibawa orang kembali ke Chang'an?"
Aku berkata, "Tentunya Qubing menggunakan syair lagu ini untuk
mencari tahu isi hati kaisar. Raja Wu dari Dinasti Zhou adalah
seorang kaisar yang menaklukkan segala penjuru dengan
kekuatan militer, namun adalah seorang Putra Langit yang
dicintai dan dihormati rakyat jelata. Qubing nampaknya sedang
memuji Raja Wu, tapi ia sebenarnya sedang menggunakan Raja
Wu untuk mengungkapkan isi hatinya".
Jiu Ye memandang ke lantai, "Sekarang kaisar sedang gemar
berperang, setelah Xiongnu dikalahkan, jangan-jangan ia masih
ingin menyerang Xiyu. Akan tetapi sekarang Jenderal Huo sudah
tak memperdulikan kekaisaran Xiongnu yang sedang runtuh, ia
mana mungkin ingin menganiaya negara-negara kecil Xiyu yang
tak punya kekuasaan untuk melawan" Yang diinginkan olehnya
adalah lawan setimpal yang kuat seperti Xiongnu saat sedang
jaya". Tianchao tertegun sejenak, lalu berkata, "Jenderal Huo
nampaknya bertindak dengan angkuh dan sesuka hati, seakan
hanya tahu menyerang saja, akan tetapi melihat syair ini, mulai
dari mengubah syair sampai menyebarkannya di Chang'an,
pikirannya tak kalah mendalam dan rumit dari Jenderal Wei Qing
yang selalu bertindak dengan tenang".
Kecerdasan terbesar Qubing adalah membuat orang mengira
bahwa selain berperang ia kurang cerdas dalam segala hal lain,
aku merasa bangga, namun ketika baru tersenyum, pandangan
mataku beradu dengan pandangan mata Jiu Ye, senyumku
langsung membeku, tak nyana, bibirku terasa pahit.
Jiu Ye berpaling, lalu mendorong kursi rodanya keluar, "Kami tak
akan menganggumu, cepatlah beristirahat!"
Belasan hari lagi, Qubing akan dapat pulang, separuh hatiku yang
selalu terkatung-katung sejak ia berangkat ke medan perang
perlahan-lahan kembali ke tempatnya, akan tetapi yang separuh
lagi makin terkatung-katung karena kedatangan Wei Shaoer dan
Wei Junru. Tak seperti sikap mereka yang dingin dahulu, kakak beradik itu
bersikap ramah padaku. Ternyata Liu Che ingin aku melahirkan di
istana, begitu lahir, anakku akan disayangi dan dihormati seperti
seorang pangeran, mereka datang untuk memberiku selamat.
Kehormatan yang amat besar" Aku memandang wajah
tersenyum mereka dan ingin memungut sapu untuk menyapu
mereka keluar, apakah mereka benar-benar tahu tentang apa
yang berada di balik kehormatan besar itu" Tak tahu, atau tak
perduli" Demi kehormatan dan kekayaan, bukankah Wei Zifu
sang permaisuri pun harus menempuh bahaya"
Musim panas sudah hampir berakhir, bunga chamei di sudut
tembok sudah rimbun, memenuhi ranting hingga melengkung,
bunganya yang merah mekar, amat semarak. Namun ini adalah
bunga chamei terakhir yang mekar di musim panas ini. Bukankah
hidup manusia juga seperti itu" Kalau air sudah penuh ia akan
tumpah, kalau bulan sedang purnama ia akan terbenam, ketika
kekuasaan sedang berada pada puncaknya, mau tak mau ia akan
menurun. Apakah kaisar mengambil langkah ini sebagai tanggapan atas
lagu Qubing" Saat Qubing pulang, aku akan sudah berada di
istana, apakah ia akan terang-terangan melawan titah kaisar dan
memaksa membawaku pulang ke rumah" Saat kekuasaan
berada di puncaknya, semakin tak boleh salah satu langkah pun,
kalau tak hati-hati, kematian yang mengerikan dapat terjadi dalam
sekejap mata. Dengan enteng aku menyelipkan setangkai bunga chamei di
pelipisku, dalam hati aku sudah mengambil keputusan.
Di dalam kamar baca, Jiu Ye sedang membolak-balik kitab ilmu
pengobatan. Aku langsung masuk, lalu duduk di depannya, "Jiu
Ye, aku hendak mohon suatu hal padamu, kau harus
menyetujuinya". Tangan Jiu Ye yang mengenggam gulungan bambu mengepal
erat, dengan cepat ia berkata, "Aku tak setuju".
Aku menatapnya tanpa berkedip, "Beberapa hari ini aku
membolak-balik kitab-kitab pengobatan kuno, namun sangat
jarang ada tulisan tentang cara bersalin dini menggunakan obatobatan, tentunya hal itu amat berbahaya dan hanya dilakukan
kalau tak ada jalan lain, bagaimana aku bisa membuat rencana
ini dan membahayakan diriku sendiri dan bayiku?"
Mata Jiu Ye penuh rasa pedih, dengan perlahan ia berkata,
"Masih ada cara lain, kita dapat segera meninggalkan Chang'an,
meninggalkan pertarungan dan kekacauan ini".
Aku menatapnya dengan tajam, tak membalas perkataannya,
"Kalau kau tak setuju, aku akan mencari tabib lain".
Aku tahu bahwa aku sedang memaksanya, tapi saat ini aku tak
punya pilihan lain, aku tak bisa meninggalkan Chang'an
bersamanya, kalau aku melakukan hal itu, dimana aku
menempatkan Huo Qubing"
Wajahnya makin lama makin tak enak dilihat, di wajahnya yang
pucat pasi muncul rasa putus asa. Hatiku pun terasa sakit hingga
seakan kejang. Kami benar-benar sudah melewatkan satu sama
lain, aku sudah memilih Huo Qubing, tak perduli apa yang terjadi,
tak perduli penderitaan atau bahaya apapun, aku tak akan pergi,
tak akan membiarkan Huo Qubing seorang diri menghadapi badai
di Chang'an. Tanpa berkata apa-apa, aku bangkit dan berjalan ke luar,
suaranya sayup-sayup terdengar di belakangku, "Aku setuju".
Aku tahu ia akan menyetujuinya karena ia sama sekali tak dapat
menyerahkan nyawaku pada orang lain. Aku tak berbalik dan
terus melangkah ke luar, suaraku sama sekali tak berubah,
dengan dingin dan tenang, aku berkata, "Banyak terima kasih!"
Namun diam-diam air mataku bercucuran, walaupun air mataku
jatuh karena dirinya, ia sama sekali tak boleh tahu, lebih baik ia
hanya melihat punggungku yang dingin.
Badai akhir musim panas baru berlalu, tanah licin, saat aku
mengantar tabib istana yang dikirim untuk memeriksaku keluar,
aku terpeleset dan terjatuh dari tangga paviliun. Di mata orang
luar, perutku membentur tanah, namun sebenarnya sebelumnya
aku telah membuyarkan momentum jatuhku dengan tangan dan
lututku, akan tetapi, agar nampak sungguhan, aku membuat
gerakan lenganku seperti orang yang sama sekali tak kenal ilmu
silat dan membiarkan diriku jatuh dengan keras di atas batu,
dalam sekejap mata, lengan bajuku pun dipenuhi bercak darah.
Aku melumat bunga tumei dalam genggamanku, bau obat yang
tersembunyi dalam obat menyeruak ke dalam hidung. Tak lama
kemudian, seluruh tubuhku terasa sakit, keringat bercampur
darah membasahi pakaianku. Tabib istana segera berteriak
memanggil orang, dengan panik Jiu Ye memelukku dan
menarikku berdiri, darahku membasahi jubahnya yang putih bagai
bunga merah yang sedang mekar dengan semarak. Namun
wajahnya pucat pasi, di kedua bola matanya yang hitam legam
tak berdasar muncul rasa takut yang amat sangat.
Jiu Ye jelas tahu bahwa semuanya ini telah direncanakan, namun
ekspresinya benar-benar hebat, kali ini seorang yang cerdik pun
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak akan dapat melihat kelemahannya. Butir-butir keringat
nampak muncul di dahinya, hatinya tergerak, ia mana mungkin
sedang bermain sandiwara" Sebaliknya, ini adalah reaksinya
yang sesungguhnya, sejak aku minum obat bersalin dini itu,
hidupku berada di ujung tanduk.
Aku berusaha bertahan dan tersenyum ke arahnya, untuk
memberi tanda bahwa aku tak apa-apa, namun ternyata aku tak
dapat mengendalikan tubuhku sendiri, tubuhku kesakitan dan tak
henti-hentinya gemetar, gigiku bergemeletukan, tanpa sadar aku
telah mengigit bibirku hingga berdarah. Dahi Jiu Ye berkerut
dalam, ia mengangsurkan telapak tangannya ke sisi bibirku dan
membiarkanku mengigitnya, tak mau membiarkan aku kembali
melukai diriku sendiri. Aku ingin menghindar, tak mau
melukainya, namun gigiku yang bergemeletukan sudah
mengigitnya. Butiran keringat di dahinya mengalir ke bawah melalui cuping
hidung dan pipinya, seperti air mata, setetes demi setetes jatuh di
atas wajahku. Darahku, darahnya, air mataku, air matanya,
bercampur menjadi satu, bibirku pun terasa amis sekaligus manis,
dan juga pahit. Tenagaku menghilang, pikiranku pun mulai
menjadi bingung, rasa sakit di tubuhku seakan meninggalkanku
jauh-jauh, namun rasa sakit di hatiku semakin nyata. Perasaanku
tak lagi dikendalikan akal sehat, dan nampak dengan jelas di
mataku, aku pun tak lagi dapat mengendalikan air mataku yang
jatuh berderai-derai di depan matanya.
Sebelum kehilangan kesadaran, aku hanya berulangkali
mendengar sebuah perkataan, "Yu er, jangan menangis, jangan
menangis, jangan menangis......"
Saat baru setengah sadar, rasa sakit yang terasa di sekujur
tubuhku tiba-tiba memenuhi hatiku, diriku yang selalu dapat
menguasai diri tak dapat menahan diri untuk tak mengerang.
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, aku hanya merasa
seluruh kamar itu temaram. Sehelai tirai ditarik hingga menutupi
dadaku, dua orang bidan sibuk bekerja di balik tirai, sedangkan
Jiu Ye duduk di luar tirai menemaniku. Walaupun ia nampak
kelelahan, ekspresi wajahnya tenang, sambil mengenggam
tanganku erat-erat, ia berkata dengan perlahan, "Kau pasti akan
baik-baik saja, pasti akan baik-baik saja". Sayang sekali
tangannya gemetar pelan, mengungkapkan perasaannya yang
sesungguhnya, ia sedang ketakutan. Aku berusaha sekuat
tenaga untuk tersenyum, namun karena tubuhku lemah, aku
hanya dapat mengangguk-angguk.
Shichen demi shichen berlalu, hanya ada rasa sakit yang tak
habis-habisnya, namun sang jabang bayi masih tak sudi muncul.
Anakku sayang, kenapa kau belum mau muncul juga" Tenaga
ibu sudah hampir habis. Bersamaan dengan eranganku, bidan di balik tirai berseru, "Bayi
sudah keluar, sudah keluar, seorang anak laki-laki, walaupun lahir
terlalu dini dua bulan dan amat kecil, namun benar-benar kuat,
begitu melihatnya, nampak bahwa ia bukan anak biasa".
Wajah Jiu Ye nampak lega, "Bagus, Yu er".
Seorang bidan memondong bayi itu, dengan wajah gembira, ia
memperlihatkannya padaku, aku mendengar tangisannya dan
merasa amat sedih, dadaku amat sakit hingga hampir pingsan.
Nak, kau menangis begitu dilahirkan, dan langsung tak boleh
bertemu dengan ibumu"
Jiu Ye cepat-cepat mencubit titik renzhongku untuk
menyadarkanku. Ia bertukar pandang dengan Tianchao yang
berdiri di ambang pintu, lalu memandangku dengan pandangan
mata bertanya-tanya. Aku menahan berbagai macam rasa rindu
dalam hatiku, lalu mengangguk pelan.
Tianchao melangkah masuk dan membopong sang bayi, "Ibu
susu sudah lama menunggu, orang yang dikirim istana untuk
melihat bayi juga terus menunggu. Aku akan segera membawa
bayi ini pergi". Sambil berbicara ia melangkah keluar.
Aku tersedu-sedan, tak tahu hendak berkata apa, Tianchao
segera berhenti melangkah, aku menatap benda mungil di lengan
Tianchao itu, setelah beberapa lama, tiba-tiba aku memejamkan
mataku, dengan suara pelan, Jiu Ye berkata, "Pergilah!"
Dengan lembut, tangan Jiu Ye menempel di pergelangan
tanganku, wajahnya semakin lama semakin muram, jari-jarinya
menjadi sedingin es. Aku memaksa diriku untuk tersenyum dan
berkata, "Aku sudah tak merasa sakit lagi, hanya lelah dan
mengantuk. Tubuhku selalu sangat sehat, kau tak usah khawatir,
setelah tidur tubuhku akan pulih".
Wajah sang bidan pucat pasi, "Darah tak bisa berhenti, tak bisa
berhenti". Setelah berbicara ia tak berani memandang mata Jiu
Ye, hanya menunduk dan dengan amat perlahan menggelenggeleng. Tubuh Jiu Ye gemetar, dengan cemas, ia memerintahkan
sang bidan untuk melakukan sesuatu dengan suara pelan, dan
juga segera memerintahkan untuk merebus obat.
Baskom demi baskom air bersih dibawa masuk, baskom demi
baskom darah segar pun dibawa keluar, dengan tercengang aku
berpikir, darah yang begitu banyak itu benar-benar mengalir
keluar dari tubuhku"
Rasa sakit yang keluar dari tulang mengalir ke tulang-tulang di
seluruh anggota tubuhku, sekujur tubuhku terasa hangat dan
malas, aku hanya ingin tidur nyenyak. Namun Jiu Ye tak
mengizinkanku tidur dan terus menerus berbicara di telingaku,
memaksaku memandang matanya, tak mengizinkanku
memejamkan mataku, "Yu er, kau masih ingat saat kita saling
mengenal?" Bagaimana aku dapat melupakannya" Pasir kuning tak berbatas,
air mata air sehijau zamrud, seorang pemuda berbaju putih yang
bagai bulan purnama di Gunung Tianshan.
"Apakah kau masih ingat seperangkat pakaian itu" Pakaian itu
pemberian seorang kawan baik dari Loulan, katanya ia
memberikannya untuk istriku, sambil tertawa ia pun berkata
bahwa kalau pakaian pengantin sudah disiapkan, seorang wanita
pasti akan muncul. Ia pun muncul, mengenakan pakaian
compang-camping, namun kecerdasannya sulit disembunyikan,
angkuh dan keras kepala, dalam kedalaman matanya
tersembunyi rasa duka, namun di wajahnya hanya nampak
senyum yang amat cemerlang, untuk pertama kalinya, aku
mendengar seorang wanita tertawa dengan begitu bebasnya,
seakan ia dapat malang-melintang di seluruh langit dan bumi.
Saat itu aku merasa bahwa kalau kau mengenakan pakaian itu
kau akan sangat cantik?"" Air mataku berlinangan, setitik demi
setitik jatuh di telapak tangannya.
Aku berusaha keras untuk mendengarkan perkataannya, namun
perlahan-lahan wajahnya menjadi kabur, mataku tertutup kabut
putih, semua menjadi pudar, "Jiu Ye, apakah aku akan mati?"
Jiu Ye mengenggam tanganku erat-erat, "Tak akan, tak akan".."
Ia tak tahu apakah ia sedang meyakinkan dirinya sendiri atau
meyakinkanku. Aku berbaring dalam pelukannya, aku tak merasa takut, justru
sangat tenang, akhirnya aku berani mengucapkan perkataan
yang selama ini tak dapat kuucapkan, "Jiu Ye, maafkan aku, aku
berhutang padamu, di kehidupan ini aku hanya dapat berhutang
padamu. Aku selalu berharap kau dapat berbahagia, aku pernah
melakukan segala sesuatu yang terpikir olehku agar kerutan di
dahimu menghilang, tak mau siapapun melukaimu, namun
akhirnya yang melukaimu paling dalam adalah aku sendiri.
Jangan bersedih, kalau kau bersedih aku juga ikut bersedih,
kalau kau berduka aku juga ikut berduka".
Wajahnya menempel di wajahku, wajahnya lembab, siapa yang
menitikkan air mata"
"Yu er, orang yang seharusnya minta maaf adalah aku. Kalau aku
tak salah duga, dendam diantara dirimu dan Li Yan mungkin
muncul karena diriku, kalau bukan karena diriku, kau tak mungkin
begitu dekat dengan Li Yan, dan tak akan membantunya masuk
ke istana. Kau sudah berusaha sebisamu, namun akulah yang
selalu dengan keras kepala menutup pintu untukmu. Seandainya
aku bersedia berhadapan muka denganmu dan berbicara dengan
jujur dan tulus, tak akan ada duka hari ini".
Xiao Feng yang membawa obat masuk dengan cepat, Jiu Ye
segera meminumkan obat itu padaku, setiap kali menelan aku
seakan menggunakan seluruh tenagaku, sambil mengelap
keringatku, Jiu Ye berkata, "Aku tahu sulit bagimu untuk bertahan,
tapi kau harus bertahan, tak boleh menyerah, kalau tidak akan
banyak sekali orang yang berduka".
?"?"aku duduk di tanah kosong di depan pohon kapuk,
menerka-nerka isi hati Baya"er?".di balik tanaman kaoliang di
utara, aku memandang punggung Baya"er dari samping. Di balik
tanaman kaoliang di timur, aku memandang punggung Baya"er
dari belakang?"..Aku menanam bibit pohon elm dan ia pun
tumbuh tinggi, begitu seorang wanita tumbuh dewasa mak
comblang datang. Di balik tanaman kaoliang di barat, Baya"er
memandang punggung diriku yang pergi untuk menikah?"..Di
balik tanaman kaoliang di timur, Baya"er memandang punggung
diriku yang pergi untuk menikah dari belakang?".."
Suara Jiu Ye yang lembut dan dalam terngiang di telingaku,
sambil menyanyi ia menusukkan jarum demi jarum kecil di setiap
titik jalan darahku. "Yu er, sekarang aku baru tahu bahwa aku hanya
menginginkanmu tetap hidup. Tak perduli ada siapa di hatimu,
dan dengan siapa kau bersama, aku hanya ingin kau tetap hidup,
hanya ingin tahu bahwa kau dapat hidup dengan bahagia, kalau
begitu aku juga dapat berbahagia, bukankah kau tak ingin aku
berduka" Asalkan kau tetap hidup, aku tak akan berduka".
Mataku perlahan-lahan terpejam, suara Jiu Ye masih terdengar
berulang-ulang berkata, "Kau harus tetap hidup, harus tetap
hidup, harus tetap hidup".
Suara yang begitu penuh tekad, sebuah suara yang bersumpah
akan melawan Langit, walaupun kesadaranku sudah menurun,
namun kata demi kata itu terukir dalam hatiku, bercampur dengan
suara yang bertahun-tahun lalu kudengar, "Kau harus tetap hidup,
berjanjilah pada A Die, kau harus tetap hidup".
?"?"?"?"
Sebuah lorong gelap yang amat panjang, di depan hanya ada
seberkas cahaya redup, aku melayang ke depan mengejar
cahaya itu, kulihat sekawanan serigala sedang berlari,
diantaranya nampak serigala yang membesarkanku, aku cepatcepat mengejarnya, namun kawanan serigala itu tiba-tiba
menghilang, berubah menjadi Yu Dan, sambil tersenyum ia
melambaikan tangannya ke arahku, aku pun berteriak dan berlari
ke arahnya, namun tiba-tiba A Die muncul di belakang Yu Dan,
dengan kegirangan aku berseru, "A Die" seperti saat kanak-kanak
dahulu, menerjang ke arahnya, namun ia tak seperti dahulu,
mementang lengan untuk memelukku, dan malahan nampak
amat marah, seakan tak ingin melihatku.
Aku berdiri di tempat, dengan bimbang berpikir, namun tak
mampu memikirkan apapun. Ketika aku berpaling semua nampak
gelap gulita, namun di depan ada cahaya terang benderang, A
Die dan Yu Dan. Mau tak mau, aku kembali berjalan ke depan,
wajah A Die nampak sedih, tanpa berkata apa-apa, ia
memandang diriku, wajahnya mengingatkanku pada sesuatu, di
benakku muncul sebuah wajah yang kabur, dan sebuah wajah
yang kabur lagi, mereka pun juga akan merasa begitu sedih"
Kau harus tetap hidup, kau harus tetap hidup?".
Walaupun aku tak paham maknanya, namun dengan bimbang
langkah kakiku berhenti. Aku menahan rasa takutku pada
kegelapan, lalu melangkah ke belakang, A Die tersenyum,
tubuhku mulai terasa sakit.
Kau harus tetap hidup, kau harus tetap hidup?".
Aku melangkah ke belakang, selangkah demi selangkah
meninggalkan cahaya terang-benderang itu jauh-jauh, tubuhku
semakin lama semakin sakit, rupanya setiap langkah ke depan
adalah kebahagiaan, setiap langkah ke belakang adalah rasa
sakit yang tak tertahankan, namun A Die masih tersenyum, kedua
wajah dalam benakku sepertinya juga merasa senang. Aku dapat
menahan rasa sakit yang hebat itu, entah kenapa, aku lebih suka
tubuhku hancur berkeping-keping daripada membuat mereka
berduka, selangkah demi selangkah, dengan perlahan dan amat
sukar, aku berjalan ke belakang?"
"Yu er!", dua suara serentak berseru dengan terkejut sekaligus
girang, dua wajah yang berbeda muncul dalam pandangan
mataku, namun sama-sama tirus dan pucat, sama-sama
kelelahan. Mereka berdua serentak mengangsurkan tangan mereka untuk
menyokongku, namun sebelum mereka berdua menyentuh
wajahku, tangan mereka sama-sama berhenti di udara kosong.
Huo Qubing melirik Jiu Ye, rasa girang di mata Jiu Ye karena aku
telah sadar menghilang, berganti dengan kesedihan dan
kepedihan, walaupun wajahnya tersenyum hangat, tangannya
mengepal erat, urat-urat biru di tangannya samar-samar nampak
berdenyut, satu cun demi satu cun, ia menarik tangannya, lalu
tiba-tiba berbalik dan mendorong kursi rodanya keluar, "Aku pergi
menyuruh dapur menyiapkan makanan dulu".
Tanpa berkata apa-apa, Huo Qubing berbaring miring di atas
dipan, dengan amat hati-hati ia memelukku, tangannya saling
bertautan dengan erat, namun ia tak berani dengan keras
menyentuhku, ini adalah sebuah sikap melindungi dan posesif,
namun nampaknya menyembunyikan suatu kekhawatiran dan
ketidakpastian. Aku berusaha keras menyandarkan kepalaku di tubuhnya, namun
gerakanku lambat, ia membantuku meletakkan kepalaku di
bahunya, sekonyong-konyong, seulas senyum muncul di bibirnya
dan sepasang lengannya pun benar-benar memelukku. Setelah
beberapa saat, ia berkata dengan suara pelan, "Yu er, setelah ini
kita tak usah punya anak lagi".
Begitu ia menyinggung soal anak, hatiku terasa pedih, aku
memaksa diriku untuk tersenyum dan berkata, "Dahulu kan ada
yang berkata ingin melahirkan sebuah regu cuju! Bukankah harus
ada tim ayah dan anak?"
Dengan dagunya, ia mengelus dahiku, "Tiada yang lebih penting
dari dirimu. Sekarang aku agak membenci anak itu, saat berjaga
di sisi ranjangmu, aku selalu berpikir bahwa kalau karena
melahirkannya terjadi sesuatu padamu, aku tak ingin melihatnya".
Aku bimbang sesaat, lalu bertanya, "Apakah kau sudah melihat
anak itu?" Ia terdiam sesaat, suaranya menjadi jauh lebih berat, "Belum,
ketika aku pulang, ia sudah dibawa masuk ke istana. Kaisar
memberinya nama Shan, kabarnya permaisuri akan
membesarkannya sendiri, ia akan diperlakukan sama seperti
putra mahkota, lebih penting dari seorang pangeran biasa, karena
lahir dua bulan lebih dini, tubuhnya amat lemah, serombongan
tabib istana mengelilinginya, membuat istana terus menerus
ramai. Saat itu hidupmu sedang berada di ujung tanduk, aku
hanya cepat-cepat menghadap kaisar di istana, melaporkan
situasi di medan perang secara garis besar, lalu segera pergi
kemari menemanimu".
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melihat matanya yang merah darah, hatiku terasa hangat
sekaligus pedih, "Apakah kau tak tidur beberapa hari ini" Tidurlah
dulu!" Ia menggeleng, "Aku akan menjagamu di sini, tak pergi
kemanapun". Aku mencium bau tubuhnya yang sudah begitu lama tak kucium
dan merasakan suatu rasa tenang yang sulit dilukiskan, "Kalau
begitu, tidurlah di sini. Aku amat rindu padamu".
Aku belum pernah berinisiatif mengucapkan kata-kata cinta
secara terang-terangan padanya, mungkin karena hal ini terjadi
untuk pertama kalinya, ia langsung bangkit dan bertanya sambil
menatapku, "Apa yang kau katakan?"
Aku mencibir, hanya tersenyum dan tak menjawab, sambil
menatapku tanpa berkedip, ia berkata, "Ulangi perkataan yang
baru kau ucapkan itu sekali lagi".
Dengan perlahan aku berkata, "Kata-kata bagus tak diulangi dua
kali". Wajahnya nampak kecewa, ia kembali berbaring di atas
bantal, aku pun berbisik di telinganya, "Aku sangat rindu padamu,
sangat rindu padamu. Setelah ini jangan tinggalkan aku sendirian
di Chang"an lagi".
Wajahnya yang baru menjadi girang, begitu mendengar
perkataan itu menjadi penuh rasa sedih dan tak berdaya, jarijemarinya dengan lembut mengelus bibirku, "Maafkan aku".
Ia tentu sudah tahu semua peristiwa yang terjadi setelah ia
meninggalkan Chang"an, aku tak tahu apa yang dipikirkannya
mengenai semua hal itu. Mungkin permintaan maaf itu
mengandung kecurigaan pada Permaisuri Wei dan kekhawatiran
tentang nasib anak kami yang dibawa ke istana untuk dibesarkan.
Hatiku gundah, bimbang apakah harus memberitahunya
sekarang tentang keadaan putranya yang sebenarnya, tiba-tiba ia
berkata, "Xiongnu sudah seluruhnya diusir keluar dari selatan
padang pasir dan sudah tak punya kekuatan untuk menyerang
Dinasti Han lagi, setelah ini hanya akan ada pertempuranpertempuran kecil saja".
Hatiku terkesiap, "Bagaimana kaisar memberimu hadiah?"
"Bukankah masih dengan kekuasaan dan harta?" Dalam nada
suaranya yang hambar terkandung rasa lelah, semangat di
wajahnya menghilang. Ia berperang melawan Xiongnu hanya karena impian masa
kecilnya, pada mulanya ia tentunya girang karena mendapatkan
jabatan tinggi dan harta melimpah yang didambakan semua
orang di Chang"an, akan tetapi, bersamaan dengan makin
tingginya kedudukannya, dan semakin besarnya kekuasaannya,
dunianya tak hanya berperang melawan Xiongnu saja, melainkan
perlahan-lahan masuk ke dalam pertarungan perebutan
kekuasaan. Sejak saat ini, pertempuran di medan perang akan
makin jarang, sedangkan pertarungan merebut kekuasaan akan
makin berat dan menyebalkan.
Ia tak pernah sudi menghabiskan tenaganya untuk hal-hal itu, dan
selalu berkata, seperti dahulu, bahwa ia "bukannya tak tahu, tapi
tak perduli", namun akhirnya ia tak dapat menghindari hal ini dan
mau tak mau ikut terhisap masuk ke dalamnya.
"Yu er, malam ini kita pulang ke rumah, ya?" Ia telah bertempur
berbulan-bulan lamanya, berperang di padang pasir laksaan li,
lalu bergegas pulang ke Chang"an di bawah cahaya bintang, dan
karena diriku tak bisa beristirahat, saat ini ketika berbicara, ia
telah memejamkan matanya, sangat mengantuk.
Aku segera menumpahkan seluruh isi hatiku, dengan suara
lembut aku berkata, "Baik, malam ini kita akan?"pulang ke
rumah". Rasa lelahnya menghilang, kerutan di dahinya pun
menghilang, sambil tersenyum ia terlelap.
Kepalaku menyusup ke dalam pelukannya, aku mendengarkan
napasnya yang panjang dan tenang. Sebenarnya sekarang aku
sudah berada di rumah! Tempat dimana kau berada adalah
rumah, pelukanmu adalah rumah!
?"?"?"?"
Huo Qubing berkata akan pulang malam itu, namun ia tertidur
sampai keesokan harinya. Ketika kami minta diri dari Wisma Shi
untuk pulang ke Wisma Huo, hanya Tianchao yang keluar untuk
mengantar kami. Setelah pergi ke dapur, Jiu Ye tak keluar lagi,
kami pun berpura-pura telah melupakan peristiwa itu.
Tianchao memberikan sehelai resep obat yang amat panjang
kepada Huo Qubing, ia berkata bahwa dalam waktu sebulan,
tabib istana dapat memeriksaku, tapi aku tak boleh menggunakan
resep yang ditulis olehnya, melainkan harus dengan ketat
memulihkan diri berdasarkan segala yang ditulis dalam resep Jiu
Ye itu, setelah sebulan berlalu, aku dapat menggunakan resep
yang ditulis oleh seorang tabib yang dapat dipercaya. Saat
Tianchao berbicara, ia menekankan kata "dapat dipercaya" itu.
Mata Huo Qubing menjadi gelap, setelah menerima resep obat
itu, tak nyana, untuk pertama kalinya ia menjura pada Tianchao,
Tianchao pun tak menghindar, sambil tersenyum hambar ia
berkata, "Aku akan menyampaikannya pada Jiu Ye".
Qubing tak mempercayai orang lain untuk membopongku, ia
berkeras membopongku naik kereta sendiri, setelah dengan
tanpa hasil mengerutkan dahi, melotot dan membujuknya, aku
terpaksa mengikuti kehendaknya.
Saat melewati danau Wisma Shi, Yuanyang Teng di tepinya
sudah hampir mekar, tak ada warna putih, hanya ada warna
emas yang cemerlang, walaupun tak banyak, namun di tengah
warna hijau di sekelilingnya, mereka semakin nampak mencolok
mata. Setelah memandangnya sekilas, dengan tanpa ekspresi,
Huo Qubing membawaku menerobos Yuanyang Teng yang
rimbun itu. Aku menyembunyikan kepalaku di lehernya, tak berani
melihat apapun. Sebelum kereta benar-benar berhenti, seorang pemuda berusia
empat atau lima belas tahun telah berlari menyambut kami sambil
berseru, "Dage!", suaranya penuh rasa girang. Ketika melihat Huo
Qubing membopongku turun dari kereta, ia cepat-cepat
membantu membuka tirai. Ketika memandangnya, di mata Qubing nampak kehangatan
yang jarang terlihat, "Yu er, ini Huo Guang, adikku. Ketika pulang
menjenguk ayah, Adik Guang ingin datang ke Chang"an, maka
aku mengajaknya kemari".
Qubing mengucapkan kata "adik" itu dengan amat serius,
sepertinya dengan tulus keluar dari hatinya. Wajah Huo Guang
nampak puas diri dan bangga, namun juga agak tegang. Ia
menghormat padaku, lalu dengan nyaring menyapaku, "Saosao,
apakah kau sudah agak baikan?"
Walaupun hubunganku dan Huo Qubing sudah diketahui semua
orang, namun masih tak ada orang yang berani mengakuinya
secara terang-terangan, untuk sesaat, aku tak tahu bagaimana
harus menjawab panggilan "kakak ipar" itu, namun Qubing
tersenyum dengan amat girang, sambil berjalan, ia berkata pada
Huo Guang, "Kakak iparmu merasa jengah. Sekarang tubuhnya
lemah, setelah ia pulih dari sakitnya, kalian tentu akan dapat
mengobrol sepuas hati. Beberapa hari belakangan ini apa yang
kau kerjakan?" Sambil tersenyum, Huo Guang bercerita tentang segala sesuatu
yang didengar dan dilihatnya di Chang"an, wajahnya penuh
gairah dan semangat. Orang dewasa yang baru datang dari
daerah terpencil ke Chang"an, ibukota seluruh kekaisaran, pun
akan merasa terkejut dan tercengang, apalagi seorang pemuda"
Apalagi apabila begitu tiba di Chang"an, ia langsung masuk kota
sebagai adik Huo Qubing, anak emas sang Putra Langit"
Di sepanjang jalan Huo Qubing hanya mendengarkannya dengan
seksama, namun bibirnya selalu tersenyum. Melihat senyumnya,
mau tak mau aku ikut tersenyum. Walaupun Qubing mempunyai
banyak sepupu lelaki dari pihak ibu, ia tak pernah benar-benar
dekat dengan mereka, keakraban Huo Guang dengannya,
tentunya adalah sesuatu yang sudah lama diam-diam
didambakannya. Saat kembali memandang ke arah Huo Guang, mau tak mau aku
ikut merasa sayang padanya. Huo Guang sangat peka dan
cerdas, walaupun aku tak berkata apa-apa, ia sudah mengerti
bahwa dalam hati aku telah menganggapnya adikku, kerutan di
dahinya pun segera menghilang, walaupun ia tak lagi
memanggilku kakak ipar, namun nada suaranya yang ramah
semakin mengungkapkan rasa akrab dalam hatinya.
Ketika tubuhku telah sepenuhnya pulih, akhir musim panas telah
menjadi permulaan musim dingin, ini adalah sakit terlama yang
pernah kuderita seumur hidupku, berkat kekuatan tubuhku dan
ilmu pengobatan Jiu Ye, nyawaku yang berada di ujung tanduk
berhasil diselamatkan, perempuan lain jangan-jangan sudah
menemui Raja Neraka. Di tengah malam, kalau aku berpikir tentang kejadian itu,
telapakku tiba-tiba berkeringat dingin, aku merasa bahwa diriku
benar-benar terlalu gegabah, kalau ada kesalahan sedikitpun,
apakah setelah tahu apa yang terjadi Qubing dapat memaafkan
Jiu Ye" Namun saat itu demi anakku, tak nyana aku sama sekali
tak memikirkan hal ini, hanya bertekad bulat agar anakku tak
dibawa masuk ke dalam istana dimana mentari tak pernah
bersinar itu, dan tak menjadi bidak catur yang digunakan untuk
mengendalikan Qubing. Hadiah yang digambarkan Huo Qubing dengan enteng sebagai
'kekuasaan, kedudukan dan kekayaan' ternyata membuat
segenap pejabat sipil dan militer di istana serta seluruh negeri
tercengang. Hanya untuk pertempuran kali ini, Han Wudi
menghadiahinya lima ribu delapan ratus keluarga. Namun yang
penting adalah bahwa semua perwira yang ikut Huo Qubing
berperang pun mendapatkan hadiah: gubernur You Beiping, Lu
Bode, diangkat menjadi Jenderal Piaoqi, setelah mengikuti sang
Jenderal Piaoqi ke Gunung Taoyu, ia dihadiahi seribu enam ratus
keluarga dan diberi gelar Adipati Fuli. Xing Shan berhasil
menangkap raja muda Xiongnu, ia dihadiahi seribu dua ratus
keluarga dan diangkat menjadi Adipati Yiyang. Jenderal Xiongnu
yang menyerah pada Dinasti Han, Fuluzhi dan Yijijian, mengikuti
sang Jenderal Piaoqi menyerang Xiongnu dengan berani, Fuluzhi
dihadiahi seribu tiga ratus keluarga dan diangkat menjadi Adipati
Zhuang, sedangkan Yijijian dihadiahi seribu delapan ratus
keluarga dan diangkat menjadi Adipati Zhongli. Adipati Piao, Zhao
Ponu, yang selalu mengikuti Huo Qubing, dan Adipati Changwu,
Zhao Anji, masing-masing diberi hadiah tiga ratus keluarga. Li
Gan berhasil merebut panji-panji dan genderang perang Xiongnu,
ia diangkat menjadi Adipati Guannei dan dihadiahi dua ratus
keluarga. Xuzi dihadiahi jabatan bupati Dashu. Bawahanbawahan sang Jenderal Piaoqi lain juga banyak yang menerima
hadiah. Di seluruh istana, hanya beberapa jenderal yang dianugerahi
gelar adipati, namun hampir separuh diantara mereka adalah
jenderal-jenderal yang bertempur di bawah panji-panji Huo
Qubing, kecuali Li Gan yang rumit perasaannya terhadap Huo
Qubing, setelah menjalani begitu banyak pertempuran hidup dan
mati bersama Huo Qubing, orang-orang lain sangat setia
padanya, terutama para jenderal Xiongnu yang menyerah,
mereka merasa berhutang budi padanya dan mengagumi
semangat kepahlawanannya, semangat kepahlawanan yang
timbul diantara para prajurit dalam pertarungan hidup dan mati ini
tak dapat dipahami orang biasa, dan tak dapat dipahami oleh
para sastrawan istana. Sejak zaman Dinasti Qin hingga Han, jabatan Menteri Perang
hanya dipegang oleh satu orang saja, tapi untuk benar-benar
memecah kekuasaan Wei Qing, Liu Che sengaja menciptakan
seorang Menteri Perang lain, ia menitahkan agar Jenderal Besar
dan Jenderal Piaoqi menjadi Menteri Perang, selain itu, ia pun
menitahkan agar kedudukan dan gaji Jenderal Piaoqi disamakan
dengan Jenderal Besar. Sekarang kekuatan Huo Qubing telah
melebihi Wei Qing yang telah bertahun-tahun bekerja di Angkatan
Darat. Karena Huo Qubing, kata 'Jenderal Piaoqi' yang dahulu
dianggap biasa sekarang menjadi sinonim kehormatan dan
keberanian. Sebenarnya, Liu Che sang paman ini lebih memahami Huo
Qubing daripada sang bibi, Wei Zifu, walaupun karena
kedudukannya, Liu Che tak bisa benar-benar mempercayai
siapapun, tapi ia sedikit banyak paham bahwa Huo Qubing
adalah seorang prajurit yang tempatnya adalah di medan perang,
dan bukan seorang politikus istana. Huo Qubing selamanya tak
akan bertindak gegabah demi kekuasaan atau kekayaan. Ia dapat
tak tidur berhari-hari demi mengejar bangsa Xiongnu, namun
ketika harus berbasa-basi di istana, bahkan tenaga untuk
berbicara saja ia sama sekali tak punya dan lebih suka berdiam
diri sendirian, selain itu ia pun tak sudi berbasa-basi untuk
mengambil hati orang lain. Mungkin inilah perbedaan terbesar
diantara Wei Qing dan Huo Qubing, demi kekuasaan dan
keselamatan keluarganya, Wei Qing dapat mengendalikan diri,
bahkan sampai menghadiahkan uang pada Nyonya Li untuk
mengambil hatinya, dengan cara ini ia dapat dengan mulus
mengelola kepentingan keluarganya di istana, namun Huo
Qubing sama sekali tak dapat melakukan hal seperti itu, oleh
karenanya, kalau dibandingkan dengan Wei Qing yang tak dapat
ditebak pikirannya, Liu Che tentu saja lebih suka mempercayai
Huo Qubing. Akan tetapi, sebenarnya Qubing sangat memahami siasat istana
ini, hanya saja, dirinya tak sudi melakukannya, namun karena ia
memahami siasat semacam ini, ia punya cara untuk
menghadapinya, bahkan seseorang yang sangat licin pun, kalau
bertemu dengan Huo Qubing, tak akan dapat menggunakan
jurus-jurusnya terhadap dirinya. Li Gan contohnya, seribu satu
tipu muslihatnya gagal di hadapan Huo Qubing yang lugas
sikapnya, dan malahan sering mengundang masalah bagi dirinya
sendiri. Karena Liu Che jelas-jelas menekan Wei Qing, dan jelas-jelas
menganak emaskan Huo Qubing, pintu gerbang rumah Jenderal
Wei Qing semakin lama semakin sepi, namun pintu gerbang
rumah Huo Qubing semakin ramai.
Beberapa orang pengikut Wei Qing mendatangi Huo Qubing
untuk mengambil hatinya, dan secara tak disangka-sangka
mendapatkan hadiah, hal ini menarik orang-orang di sisi Wei Qing
dan membuat mereka berubah pikiran, mereka pun secara
terang-terangan atau sembunyi-sembunyi berpindah ke kubu Huo
Qubing. Ketika Ren An menasehati Wei Qing untuk menghukum
orang-orang yang mengkhianati dirinya, sambil tersenyum
hambar, Wei Qing berkata, "Orang datang dan pergi sesuka hati,
untuk apa harus memaksa mereka?"
Sikap Huo Qubing yang membuka pintu rumahnya lebar-lebar
dan sikap Wei Qing yang membiarkan pengikutnya datang dan
pergi sesuka hati membuat pengikut Wei Qing perlahan-lahan
meninggalkannya, akhirnya, ternyata hanya Ren An yang tersisa.
Entah apa yang dipikirkan Wei Qing dalam hatinya tentang Huo
Qubing, dan ia entah tahu atau tidak bahwa Huo Qubing berada
dalam posisi yang sulit dan tak dapat berbuat apa-apa, di
hadapan semua orang, ia memperlakukan Huo Qubing seperti
sediakala. Akan tetapi, putra tertua Wei Qing, Wei Kang, merasa
Balada Padang Pasir Karya Tong Hua di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sangat tak senang kepada Huo Qubing, kabarnya ia pernah
berdebat dengan Wei Qing mengenai masalah ini. Saat Huo
Qubing dan Wei Kang bertemu, asalkan tak ada tetua keluarga,
Wei Kang sering berpura-pura tak melihat Huo Qubing, tak
menghormat, dan juga tak menjawab pertanyaannya, jawaban
Huo Qubing selalu amat sederhana, karena ia tak melihatku, aku
juga tak melihatnya, kedua saudara sepupu itu pun mulai menjadi
seperti orang asing. ?"?"?"?"?"
Ketika permaisuri mendengar tubuhku telah pulih, karena tahu
hati seorang ibuku yang merindukan anakku, ia sengaja
mengadakan perjamuan dan memanggilku masuk istana untuk
melihat putraku. Walaupun aku sudah melahirkan seorang anak bagi Qubing,
statusku masih tak jelas. Permaisuri ingin mendudukkanku di
tempat yang berbeda, namun tanpa memperdulikan orang
banyak, Qubing menarik tanganku, lalu berkata dengan hambar,
"Yu er dan aku duduk bersama".
Bibi Yun kebingungan tak tahu harus berkata apa, namun sang
permaisuri tersenyum, lalu memerintahkan dengan suara lembut,
"Tambahkan sebuah tempat duduk di meja Qubing".
Pada mulanya aku mengkhawatirkan masalah status ini, namun
ketika merasakan kehangatan di telapak tangannya, tiba-tiba aku
merasa bahwa masalah muka ini tak penting, yang penting
adalah kedua tangan kami yang saling mengenggam, karena
Qubing mengkhawatirkan keselamatanku dan hanya dapat
merasa lega kalau kami duduk bersama, untuk apa aku
menghiraukan pandangan orang lain"
Huo Qubing menarik tanganku dan membawaku menerobos
pandangan mata semua orang, dengan tenang aku pun
menyambut pandangan setiap orang, karena lelaki yang
mengandeng tanganku ini, bagaimanapun juga, sikap kalian tak
dapat membuat kebahagiaan dalam hatiku berkurang, dan tak
dapat membuat aku menunduk untuk menghindari pandangan
mata kalian. Setelah Huo Qubing mengajakku duduk, dengan agak heran ia
memandangku, diriku yang selalu bersikap amat hati-hati di
istana, kali ini tak nyana mematuhinya tanpa berkata apa-apa.
Dengan sembunyi-sembunyi, aku meringis ke arahnya, ia
menggeleng dan tersenyum, rasa heran di matanya berubah
menjadi kemesraan. Ibu susu keluar sambil mengendong anak itu, lalu dengan
perlahan berjalan ke arah kami. Walaupun wajah Qubing nampak
tenang, namun aku merasakan tangannya gemetar pelan.
Perasaanku pun aneh, aku tak merasa rindu, hanya merasa
bersalah, bahkan sampai ingin melarikan diri, mataku tak pernah
berani memandang anak itu.
Ketika memandang diriku dan Huo Qubing, mula-mula mata Li
Yan nampak dingin, namun kali ini bibirnya agak mencibir, sambil
tersenyum ia memandang kami berdua.
Tiba-tiba hatiku terkesiap, berapa banyak mata sedang
memandangku, baik secara terang-terangan maupun diam-diam"
Karena saat itu, demi anak sendiri, aku telah memilih jalan yang
egois ini, maka saat ini bukan saatnya bagiku untuk menunjukkan
rasa menyesal. Aku memaksa diriku memandang bayi di pelukan ibu susu itu.
Aneh, ketika aku melihat sepasang mata hitam kelamnya yang
tak mengerti apa-apa itu, hatiku tiba-tiba terasa pedih, dengan
spontan aku hendak mengendong anak itu, berbagai macam
perasaan bercampur aduk dalam hatiku, sepasang tanganku
gemetar pelan, melihatku, sang ibu susu bimbang, tak berani
memberikan anak itu padaku, mata besar sang bayi yang gelap
dan bening itu menatapku, tak nyana, ia bersuara, lalu tertawa,
Melihat wajah tersenyumnya, aku tak bisa menahan diri lagi, aku
merasa rindu, bersalah, galau dan sedih, air mata samar-samar
berlinangan di mataku, anakku sayang, apakah kau sekarang
sedang tersenyum seperti ini"
Huo Qubing mengendong anak itu, tangannya yang biasa
mengenggam kekang kuda dan busur bergerak dengan sikap
hati-hati yang canggung, sang bayi menangis, ibu susu pun
cepat-cepat mengambil anak itu dan menenangkannya, dengan
penuh pengertian, permaisuri memandang kami, lalu memberi
perintah pada sang ibu susu, "Bawa Shan er pergi dulu". Kepada
kami ia berkata, "Setelah kalian sedikit lebih tenang, kalian boleh
menjenguk Shan er sendirian. Yang Mulia lebih sayang pada
Shan er daripada Ju er, untung saja, Ju er amat sayang pada
Shan er, kalau tidak aku benar-benar khawatir Ju er akan iri
karena Yang Mulia berat sebelah!"
Seluruh aula itu penuh gelak tawa, semua orang merasa amat
kagum padanya, ada orang yang memuji kebaikan hati putra
mahkota, dan ada yang langsung memberi selamat pada Wei
Shaoer, Wei Shao er pun nampak puas diri dan tersenyum
bangga. Namun aku dan Huo Qubing hanya duduk sambil diam
seribu bahasa. Bibir Li Yan terangkat, memperlihatkan seulas
senyum puas. Huo Shan menghisap ibu jarinya sendiri, kadang-kadang ia
berdecak, tidurnya amat nyenyak. Huo Qubing duduk di lantai,
sambil mengoyang buaian dengan pelan, ia menatap anak itu
tanpa berkata apa-apa. Melihat Qubing seperti itu, hatiku sakit, seakan ditindih
sebongkah batu besar, aku sulit menahan diriku lagi, aku hendak
memberitahukan keadaan yang sebenarnya padanya, namun
ketika mataku memandang ke sekelilingku, aku melihat Li Yan
sedang memandang kami dari balik jendela, ia mengangkat
alisnya, menggeleng-geleng ke arah kami sambil tersenyum, lalu
pergi. Kulihat bahwa Qubing masih memandangi anak itu dengan
terpana, maka aku mengejar keluar dengan langkah-langkah
pelan. Li Yan seakan sudah menduga bahwa aku akan
mencarinya dan menunggu di sebuah tempat yang sepi, sebelum
aku membuka mulut, ia sudah bertanya sambil tersenyum,
"Bagaimana rasanya?"
Aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa dalam keadaan
seperti ini, maka aku hanya dapat memandangnya dengan wajah
tanpa ekspresi. "Jin Yu, sejak saat ini, selama Huo Shan berada di istana, kau tak
akan dapat benar-benar tersenyum. Kau akan mencemaskannya
setiap hari. Anak ini dan ayahnya sama, sekarang ia adalah
Bloon Cari Jodoh 19 Pendekar Romantis 05 Skandal Hantu Putih Api Di Bukit Menoreh 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama