Pendekar Mata Keranjang Darah Penyambung Nyawa Bagian 2
' He he he..." Iblis Pemakan Bangkai pendengarkan tawa terkekeh, ketika melihat keterkejutan pasangan muda mudi itu. Hanya saja, paras kakek mi berubah ketika melihat Aji. _
"Bocah ini rupanya berumur panjang. Berarti... waktu itu dia berhasil selamat dari maut"! Siapa yang menyelamatkannya" Bidadari Berkabung atau Menusia Bertopeng"!" si kakek membatin. "Aku harus berhatihati. Bocah ini penuh kejutan. Hhh...! Tak pernah kusangka kalau penunggang-penunggang kuda ini salah satunya adalah dia." '
Aji bukan orang bodoh. Pemuda ini dapat melihat adanya keraguan untuk bertindak pada sinar mata Iblis Pemakan Bangkal. Maka, dia bermaksud untuk bersiasat, karena bisa menduga mengapa si kakek bersikap demikian.
Pendekar Mata Keranjang menatap Iblis Pemakan Bangkai dengan sikap keren. Suaranya dibuat penuh tekanan ketika bicara.
"Kiranya kau, Iblis Pemakan Bangkai."! Kebetulan sekali...! Waktu itu ada gangguan yang membuat usahaku untuk melenyapkanmu dari muka bumi, terhambat. Sekarang, kila bertemu lagi di sini. Jadi... aku bisa merampungkan tindakanku waktu itu...."
Sambil berkata demikian. dengan sikap nekat, untuk lebih meyakinkan ancamannya, Pendekar Mata Keranjang melangkah maju. Hanya setindak. Tidak lebih. Karena Itu pun hanya merupakan gertakan belaka.
Gertakan Aji memang tak sia-sia. Sorot sepasang mata Iblis Pemakan Bangkai semakin memperlihatkan keraguan untuk bertindak. Meskipun demikian, kakek bercaling Ini tidak mundur. Dia tetap tegak di tempatnya .
Yang bergerak justru Kumala Sari. Wanita ini merasa khawatir bukan main melihat tindakan Pendekar 198. Dia mencemaskan keselamatan Aji. Maka, Kumala Sari buru-buru melangkah, mendekati sang pendekar dan berdiri di depannya. Sikap gadis ini terlihat melindungi.
' Aji terperanjat melihat tindakan Kumala Sari. Karena, hal Itu bisa membongkar siasatnya. Dia tahu, Kumala Sari belum mengerti kalau dirinya bersandiwara. Maka, buru-buru pemuda berambut dikuncir ini membuka mulutnya, siap perdengarkan suara.
Namun. Pendekar Mata Keranjang kalah cepat berbicara. Kumala Sari telah mendahuluinya.
"Iblis Pemakan Bangkai. Kalau kau memang bukan pengecut, hadapi aku! Jangan orang yang tak punya kemampuan apapun yang kau ladeni!" tandas gadis berpakaian merah, mantap.
Aji hanya bisa-garuk-garuk kepalanya dengan sikap bingung. Batinnya meracau habis-habisan
"Buyarlah rencanaku...! Tidak ada cara lain untuk menggertak iblis ini...! Hhh...! Wanita itu tak mengerti siasat...!"_ ' _
"Bocah sial! Rupanya kau bermaksud menggertakku. heh..."! Kau kira aku manusia dungu yang begitu mudahnya kau kelabui"! Kau akan mendapat ganjaran yang bagus atas kelancanganmu itu!"
Kumala Sari kebingungan. Dia menatap Aji dengan sorot mata menyesal. Perempuan ini sekarang mengerti kalau pemuda berpakaian hijau ketat itu tengah bersiasat, dan sekarang dia yang membuat siasat si pemuda berantakan.
Tapi, Aji tak terlihat jengkel. Malah, pemuda berpakaian dalam warna kuning berlengan panjang inl, cengar-cengir dan kerdipkan mata kirinya pada Kumala Sari yang tengah menatapnya.
Kedipan Pendekar 108 membuat gadis berpakaian merah melengos. Memang parasnya tak menampakkan perubahan. Tapi, sinar matanya menunjukkan rasa malunya.
"Kurasa kalian telah cukup bermesraan sebelum pergi ke lobang kubur!" seru Iblis Pemakan Bangkai dengan suara mengguntur. "Aku tak punya banyak waktu lagi!"
Kakek bercaling' ini mengibaskan tangan kanan kirinya. Bergantian dan kelihatan sembarangan. Tapi, angin' keras menggebrak ke arah pasangan muda-mudi di hadapannya. Angin keras yang dimaksudkan untuk membuat Aji dan Kumala Sari terlempar tanpa terluka.
Kumala Sari tak punya pilihan lain kecuali menentang angin keras itu dengan dorongan sepasang tangannya yang menimbulkan angin keras pula. Kalau saja bisa, gadis ini lebih suka untuk menghindar. Karena, Kumala Sari tahu kalau tenaga dalam Iblis Pemakan Bangkai jauh lebih kuat daripada dirinya. Mengadu tenaga dalam hanya akan merugikan diri sendiri.
Namun, Kumala Sari tak punya pilihan lain.Kalau dia mengelak, angin keras itu akan mencelakai Aji. Mengingat kerasnya hembusan angin, pemuda berambut dikuncir itu akan terpental jauh dan terguling-guling
tanpa ketahuan di mana tubuhnya akan berhenti melayang.
Tidak demikian halnya kalau Kumala Sari menangkis. Memang angin keras yang keluar dari dorongan tangan si gadis tak terlalu keras. Kalah kuat jika dibandingkan dengan angin yang keluar dari tangan Iblis Pemakan Bangkai. '
Oleh karena itu, ketika terjadi benturan, tubuh Kumala Sari sampai terputar dan terhuyung. Di belakangnya, Aji terputar, terjengkang dan jatuh terguling guling. Tapi, akan lebih parah lagi kejadian yang dialami Pendekar 108, jika Kumala Sari tak berikan tangkisan. Dengan papakan 'yang dilakukan si gadis, kekuatan tenaga yang menggebrak dari Iblis Pemakan Bangkai, sebagian besar telah dipunahkan. _
Iblis Pemakan Bangkai tak menyia-nyiakan kesempatan. Begitu Kumala Sari terhuyung, dia melakukan gerakan menarik. Kakek bercaling ini mengerahkan tenaga dalam menyedot, untuk membawa gadis berpakaian merah itu kepadanya, tanpa dia perlu mendekati. ' '
Kumala Sari terkejut bukan main ketika merasakan adanya daya tarik yang luar biasa kuat, yang bermaksud membawanya ke Iblis Pemakan Bangkai. Kumala Sari tak menginginkan hal itu terjadi. Dia berusaha melakukan perlawanan. Tapi, saat itu kedudukannya tak menguntungkan. Dengan mudah, tubuhnya tertarik ke arah Iblis Pemakan Bangkai.
Aji sendiri mengalami kejadian yang lebih tak menyenangkan. Dia terguling-guling. Belasan tombak jauhnya sebelum akhirnya luncuran tubuh si pemuda terhenti.
Pendekar 108 bangkit. Seketika itu pula parasnya merah padam. Sinar matanya seperti memancarkan api ketika melihat tindakan Iblis Pemakan Bangkai terhadap Kumala Sari.
Memang, saat Aji tengah terguling-tuting, Iblis Pemakan Bangkai berhasil membawa tubuh Kumala Sari ke dekatnya. Kemudian tangan-tangannya yang gemuk pendek memegang kedua bahu si gadis. Kumala Sari meronta. Namun, hal ini membuat kemarahan kakek bercaling semakin menjadi. Dia, membanting Kumala Sari sehingga punggung si'gadis membentur tanah secara keras. '
Kumala Sari tak-segera mampu bangkit. Dia merasakan sakit dan nyeri luar biasa, mendera. Itulah sebabnya, gadis ini tetap tergolek di tanah.
iblis Pemakan Bangkai _menghampiri' seraya memperdengarkan kekeh menyeramkan.
"Orang lain boleh dan bisa kau kelabui dengan penyamaranmu,.Betina. Tapi, jangan harap aku, Iblis Pemakan Bangkai akan bisa kau kelabui! Aku ingin melihat wajah asli di balik topeng burukmu itu...!"
Iblis Pemakan Bangkai menggerakkan tangannya. Kumala Sari berusaha untuk mencegah. Tapi, usahanya kandas. Tangan sang iblis berhasil mencopot topengnya. Seketika itu pula, tampaklah seraut wajah jelita. Meski seringai kesakitan menghias wajahnya, kejelitaan wajah Kumala Sari tetap tidak berkurang.
'Dugaanku tidak salah. Wajah aslimu luar biasa cantik, Nona. He he he.. ! Benar-benar kali ini keberuntunganku besar. Aku bukan hanya mendapatkan nyalimu tapi juga keperawananmu! Kecantikanmu dan kemolekanmu membuatku mengiler, Betina'Liar!"
Iblis, Pemakan Bangkai menggerakkan tangannya lagi. Seketika itu pula terdengar bunyi kain robek diiringi dengan jeritan tertahan Kumala Sari. Jeritan ketakutan. .
Saat pakaian Kumala Sari koyak-koyak, Aji bangkit dan melihatnya. itulah sebabnya, paras si pemuda merah padam, dan sinar matanya seperti mengeluarkan api. Pendekar Mata Keranjang murka.
Dan, gigi-gigi Aji sampai beradu ketika melihat tindakan Iblis Pemakan Bangkai selanjutnya. Kakek bercaling itu menubruk Kumala Sari dan menggelutinya seraya berusaha'untuk melepaskan pakaiannya sendiri. Kumala Sari meronta-ronta. Namun, hampir tidak berarti, Sedikit demi sedikit perlawanannya mengendur.
Seketika itu pula, tempat yang semula hening ditempati oleh tiga Sosok yang tengah berjuang keras. Iblis Pemakan Bangkai berusaha untuk merenggut keperawanan Kumala Sari. Kumala Sari berjuang mempertahankannya. Dan, tak jauh dari mereka, Aji, berjuang pula. Akal sehat si pemuda bertarung melawan nuraninya.
Aji tengah 'dilanda kebimbangan antara menolong Kumala Sari atau membiarkannya. Sang akal melarangnya. Karena, bila si pemuda bermaksud menolong, berarti mengerahkan tenaga dalamnya. Itu berarti akan menyebabkan raCun yang terkandung dalam pil surga dunia. bekerja cepat. Akibatnya, setiap saat, nyawa Pendekar 108 bisa melayang.
Di lain pihak, sang nurani mendesak Aji untuk mengeluarkan kemampuannya, menolong Kumala Sari. Bukankah tugas utama seorang pendekar adalah menolong orang yang membutuhkan pertolongan tanpa
mempedulikan diri sendiri"! Bantah nurani, mantap. Pertentangan di dalam batin Ini yang membuat Pendekar Mata Keranjang berdiam diri di tempatnya beberapa saat. Wajahnya membesi. Dahinya berkernyit, sebagai tanda kalau dirinya tengah berpikir keras. Waktu berlalu sedikit demi sedikit. Perlawanan Kumala Sari semakin melemah, seiring dengan semakin lelah dirinya. Sebaliknya, Iblis Pemakan Bangkai semakin merajalela'. Kakek bercaling ini semakin bersemangat untuk menundukkan sang perawan
*** DELAPAN SAAT-SAAT kritis bagi kehormatan Kumala Sari, terdengar seruan keras. Tidak mirip seruan, tapi
geraman atau raungan binatang buas yang terluka. Sekitar tempat itu kontan tergetar. Malah, iblis Pemakan Bangkai merasakan semangatnya seperti terbang meninggalkan raga. '
Iblis Pemakan Bangkai langsung menoleh ke arah asal suara gaduh, kendati dengan sebagian semangat yang masih tersisa. Begitu melihat penyebab yang. menimbulkan bunyi menggiriskan hati itu, si kakek langsung terperanjat. .
Kakek bercaling ini memang patut untuk terkejut. Karena, penyebab bunyi itu adalah.... Aji alias Pendekar Mata Keranjang. Dan, keterkejutan Iblis Pemakan Bangkai semakin menjadi-jadi ketika melihat sepasang mata Aji!
Sepasang mata pemuda berambut dikuncir ekor kuda itu terlihat mencorong tajam dan bersinar kehijauan. Tak mirip mata manusia! Dan, si kakek yakin, sinar mata Pendekar itu lebih tajam daripada sinar mata Manusia Bertopeng yang pernah mengalahkannya secara mudah (Untuk jelasnya silakan baca episode : "Mustika Naga Hitam").
Iblis Pemakan Bangkai langsung menyadari akan adanya bahaya besar. Aji ternyata bukan orang lemah seperti yang disangkanya semula. Maka, buru-buru kakek ini menghentakkan sepasang tangannya, mengirimkan pukulan jarak jauh pada si pemuda.
Wusss...! Pasir dan batu-batu besar kecil beterbangan kemuka dari tangan Iblis Pemakan Bangkai, menggebrak angin keras yang mengeluarkan bunyi menggidikkan.
Untuk kedua kalinya, terdengar bunyi gaduh yang bahkan jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. ini terjadi ketika Aji menghentakkan sepasang tangannya pula, untuk menyambuti serangan lawan. Dari sepasang tangan pemuda ini, meluncur sinar menyilaukan mata!
_Pendekar Mata Keranjang sempat terperanjat melihat hal ini. Karena, biasanya sinar-sinar menyilaukan itu hanya muncul jika dia mengebutkan kipasnya.
Perasaan kaget Aji semakin membesar ketika melihat kejadian selanjutnya. Beberapa saat sebelum benturan terjadi, sinar menyilaukan yang keluar dari hentakan tangannya, memecah menjadi dua bagian.
Glarrr...! Bunyi keras menggelegar laksana guntur terdengar ketika bentrok angin-angin pukulan itu terjadi. Kejap kemudian, Iblis Pemakan Bangkai terjengkang ke belakang dan terbanting. Sedangkan'Pendekar 108 tetap tegak di tempatnya.
Sementara itu, Iblis Pemakan Bangkai merasakan dadanya sesak bukan main. Namun, dia masih sempat melihat adanya ancaman bahaya besar. Kakek ini melihat Sinar keperakan meluncur deras ke arahnya, Sinar yang memecah sebelum terjadinya benturan, berasal dari tangan Pendekar Mata Keranjang.
Sinar yang memecah itu berbentuk naga samar berwarna keperakan. Naga keciL Naga samar itu meliuk ke atas sebelum akhirnya meluncur ke arah dada Iblis Pemakan Bangkai yang belum sempat bangkit, karena belum mampu mengusir sesak di dada.
Bresss"! Kakek bercaling mengeluarkan jeritan menyayat hati ketika sinar keperakan berbentuk naga kecil samar itu menghantam dadanya secara telak. Si kakek langSung terpental, bagaikan daun kering ditiup angin keras..Pakaian dan dada Iblis Pemakan Bangkai tampak hangus. Malah, samar-samar tercium bau sangit daging. yang terbakar! Saat itu pula, nyawa kakek pendek gemuk itu melayang ke akhirat.
Aji melongo menatap mayat Iblis Pemakan Bangkai yang tergolek belasan tombak dari tempatnya semula. Pemuda berambut dikuncir itu masih terkesima melihat hasil tindakannya. Dia tak pernah menyangka kalau Iblis Pemakan Bangkai demikian mudahnya ditewaskan.
Aji tak sadar dalam terpaan rasa kagetnya. Di depan si pemuda, Kumala Sari pun membeliakkan matanya bESar-besar, ketika melihat Iblis Pemakan Bangkai tewas. Kalau tak melihat sendiri, dia tak akan percaya kalau kakek yang menakutkan itu, tewas di tangan Pendekar Mata Keranjang. '
Tapi, di samping rasa gembira karena berhasil selamat dari ancaman bahaya yang mengerikan, kaget karena melihat tewasnya sang'iblis, Kumala Sari merasa tak senang. Marah kepada Pendekar 108. Gadis berpakaian merah ini merasa ditipu Aji. Dibohongi mentah mentah. .
"Apa maksud Aji berpura-pura tak punya kepandaian"! Apakah dia sengaja ingin menghinaku"!" rutuk Kumala Sari, dalam hati.
Karena perasaan marah itu, Kumala Sari tidak mengucapkan terima kasih sedikit pun atas pertolongan yang diberikan Aji. Malah tersenyum atau menoleh pun sam sekali tak dilakukannya. Dengan sikap tak peduli, gadis berpakaian merah ini bergegas memunguti pakaiannya yang berserakan dan mengenakannya dengan cepat.
Semua gerak-gerik Kumala Sari tak luput dari perhatian Pendekar 108. Sang pendekar sama sekali tak kecil hati atau kecewa melihat tingkah Kumala Sari. Karena mengira si gadis masih terpukul dengan kejadian yang dialami, atau terlalu terburu-buru untuk mengenakan pakaian guna menutupi tubuh indahnya yang tanpa pakaian sama sekali. .
"Gila...!" Aji membatin, penuh rasa kagum dengan pandangan tertuju pada Kumala Sari. "Tak pernah kusangka kalau perempuan berparas buruk ini ternyata memiliki wajah luar biasa cantik. Tubuhnya pun indah menggiurkan. Kulitnya demikian putih. Benar-benar seorang gadis yang sempurna. Sama sekali tak pernah kusangka akan bisa mendapatkan rezeki begini besar..."
Sementara itu, orang yang menjadi pusat perhatian sang pendekar" langsung menolehkan kepala, menatap Aji ketika selesai mengenakan pakaiannya. Kelihatan unik, karena sebagian besar tubuhnya terlihat akibat pakaiannya yang telah koyak-koyak hampir di semua tempat. Malah, dua bukit kembar yang membusung. menyembul keluar karena pakaian di bagian itu. koyak besar! Dengan susah payah Kumala Sari berusaha menutupinya dengan menggunakan sepasang tangannya.
Tindakan Kumala Sari yang terlihat demikian kerepotan. membuat Aji merasa geli. Pemuda ini sampai cengar-cengir dan usap-usap ujung hidungnya.
"Sama sekali tak kusangka kalau kau memiliki wajah demikian cantik, Nona. Tapi... mengapa wajah cantikmu itu kau sembunyikan"! Sayang sekali...!" racau Aji sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pemuda berambut dikuncir ini memang mempunyai watak urakan. Sehingga masih berani dan bisa membuat guyonan, kendati melihat sikap Kumala Sari yang tidak seperti biasanya. Paras gadis itu membesi. Sepasang matanya membeliak, menunjukkan rasa tak senangnya. Kendati demikian, semua itu tak mengurangi kecantikannya.
'Kau... kau benar-benar memuakkan hati!" tandas Kumala Sari dengan suara tersendat-sendat. "Sampai hati kau mempermainkanku... Berpura-pura tak punya kemampuan apa-apa! Kiranya semuanya dusta belaka! Berarti perjalananmu menuju Pantai Karang Hitam pun, hanya sandiwara belaka. Aku tak sudi lagi kautipu! Silakan kau pergi ke mana pun kau mau, Pembual...!"'
"Nona...! Tunggu dulu...! Kau salah paham...Aku...!" '
Aji terpaksa menghentikan ucapannya yang belum Selesai. Karena, Kumala Sari tak mempedulikannya sama sekali. Gadis itu membalikkan tubuh dan melesat meninggalkan si pemuda. Hanya dalam sekejapan, tubuhnya telah berada belasan tombak di depan, dan kemudian semakin mengecil, sampai akhirnya lenyap ditelan kejauhan.
Pendekar Mata Keranjang tak mengejar. Pemuda ini hanya memandangi kepergian si gadis, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Lalu, setelah Kumala Sari tak terlihat lagi, pemuda berambut dikuncir ini beranjak meninggalkan tempat itu,_ menuju Pantai Karang Hitam.
*** Pagi ini alam seperti bersahabat. Sang mentari memancarkan sinarnya yang hangat. Angin pun bertiup semilir. Tapi, semua itu tak dipedulikan Aji. Pemuda ini tengah tergesa-gesa berjuang dengan waktu. Kuda coklat putih yang ditungganginya sejak semalam, dipacunya dengan kecepatan menggila.
Pendekar Mata Keranjang hampir tak henti-hentinya menggemprakkan tali kekang'dan melecutkan cambuknya, untuk memaksa tunggangannya berlari lebih cepat lagi. Bunyi 'tali kekang, cambuk, kaki-kaki kuda yang bertubi-tubi menghantam bumi. memecahkan suasana pagi yang hening. _ _
Saat ini, keadaan Aji memang cukup menyedihkan. Kulit-kulitnya mengeriput seperti plastik terkena api. Pemuda'ini jadi terlihat bertambah tua lima puluh tahun lebih dalam waktu setengah hari. Semalam, apa yang dialami si pemuda belum muncuL
"Dewa Botak memang tak bicara kosong," kata Aji dalam hati. "Apa yang kualami sekarang, sesuai dengan apa yang diberikannya...." _
' Pendekar Mata Keranjang teringat kembali dengan semua keterangan Dewa Botak, sebelum kakek
itu pergi meninggalkannya.
"Apabila kau melanggar pantangan, Aji: kata si kakek waktu itu. 'Kau mengerahkan tenaga dalam, apalagi dalam jumlah yang besar -akan membuat racun dalam pil surga dunia bekerja. Dan. beberapa saat setelah kau mengerahkan tenaga dalam, akan segera timbul akibatnya." .
"Apa akibatnya. Kek"!" tanya Aji, ingin tahu, waklu Itu. ' ' '
"Mula-mula, kau akan merasakan sakit dan ngilu pada seluruh persendianmu. Setelah itu. kulitmu akan mengeriput. Ingat, Aji, Proses ini cepat atau tidaknya, tergantung dari berapa banyak kau mengerahkan tenaga. dan berapa sering kau mengeluarkannya. Semakin kuat dan semakin lama kau mengerahkan tenaga dalam, akan semakin cepat bekerjanya racun itu."
"Setelah kulitmu mengeriput, seluruh kuku-kuku tangan dan kakimu akan berubah biru. Kemudian. rambut, dan bulu-bulu di sekujur tubuhmu akan rontok. Dan... terakhir... cairan hijau akan keluar dari hidung, telinga, dan matamu.
Setelah mendengar uraian Dewa Botak ini, Aji merasakan tengkuknya dingin. Pemuda yang biasanya tabah ini tanpa sadar merasa ngeri.
'Ingat, Aji. Bila yang terakhir itu telah kau alami, berarti nyawamu tak bisa diselamatkan lagi. Darah kura kura raksasa itu tak ada gunanya lagi. Karena racun itu telah menelusup ke seluruh anggota tubuhmu?"
ingatan akan keterangan Dewa Botak Ini, membuat sambil terus memacu kudanya, Aji menyempatkan diri memperhatikan kuku-kuku jari tangannya. Ternyata masih putih. Pemuda ini menghembuskan napas lega.
"Kuku-kukuku belum berwarna biru. Berarti baru dua akibat yang kuterima. Sakit dan ngilu di setiap persendian, serta mengeriputnya kulitku. ini artinya aku masih punya cukup banyak waktu Sebelum tanda terakhir muncul. Harapan masih ada. Toh, menurut penduduk di desa yang baru kutinggalkan, Pantai Karang Hitam tidak jauh lagi. Bila aku terus memacu kudaku, tak sampai sore aku telah berada di sana; Aji membatin, dengan penuh rasa lega.
Seperti hendak memberikan bantahan atas sikap gembira Pendekar 108 sebagai petuah-petuah Dewa Botak, kembali terngiang di telinga sang pendekar.
"Pesanku, kau jangan membesar hati meski tanda terakhir belum muncul. Karena, kalau aku tak salah... sebelum tanda itu muncul, apabila kau mencari darah kura-kura raksasa itu sendirian, kau telah kehilangan kesempatan untuk berhasil...."
'Mengapa bisa begitu, Kek"!" tanya Aji, penuh rasa penasaran, waktu itu.
"Karena... ini kalau aku tak salah... ketika rambut mulai rontok, akal sehat sudah tak mampu lagi bekerja. Ingatanmu seperti hilang. Kau tak ubahnya bayi yang baru lahir. Tak tahu harus berbuat apa." Itulah sebabnya, bila rambutmu telah rontok, bila kau mencari darah kura-kura raksasa itu sendirian,.kau akan gagal total."
Waktu itu, Aji hanya manggut-manggut. Seakan akan mengerti. Tapi. sekarang, pemuda ini benar-benar paham. Maka, dia menjadi gelisah. Resah.
"Rambut rontok ada di tahap keempat, setelah kuku-kuku berubah biru. Berarti... kesempatanku tak lama lagi. Karena, jika dari satu tahap ke tahap lainnya seragam, berarti kuku-kukuku akan berubah biru sore
nanti." "Karena, dari tahap sakit dan ngilu ke kulit mengeriput, setengah hari. Yaitu dari malam hingga pagi. Itu berarti, rambut rontok akan kualami di waktu dini hari! Sungguh waktu yang amat sempit...!"
Pikiran-pikiran dan perhitungan perhitungan Ini membuat Aji semakin tegang.
"Keadaanku sekarang tak ubahnya telur di ujung tanduk, setiap saat bisa pecah. Aku harus berlomba dengan waktu...! Mudah-mudahan saja tak ada gangguan yang menghadang...!' gumam Pendekar 108 seraya menggertakkan gigi untuk lebih menguatkan tekad dan membesarkan semangatnya.
Aji pun berjuang keras untuk dapat secepat mungkin tiba di Pantai Karang Hitam dan mendapatkan darah kura-kura raksasa. Darah yang akan menyambung nyawa Pendekar Mata Keranjang.
*** SEMBILAN SEORANG kakek berpakaian lusuh berwama hitam, duduk di atas sebuah batu seukuran kerbau
dan berpermukaan datar serta halus. Dia berpunggung melengkung mirip punggung udang. Kuli wajahnya kemerahan. Usianya tak kurang dari tujuh puluh lima tahun.
Kakek berpunggung melengkung ini duduk di batu di pinggir sungai. Pandangannya tertuju ke permukaan air yang cukup bening. Tangannya menggenggam sebatang bambu seukuran ibu jari kaki;
Bambu yang berwarna kuning itu hanya bagian pangkalnya saja yang sebesar ibu iari kaki. Makin ke ujung semakin kecil. Di bagian paling ujung besarnya hanya seperti jari kelingking! Ada tali halus yang menjulur ke permukaan air, pada bagian bambu di dekat ujungnya. Ujung tali itu tidak menyentuh permukaan air. Sekitar lima jari di atas permukaannya.
Mendadak permukaan air bergolak. Sekejap kemudian, beberapa ekor ikan besar kecil terlempar dari dalam air dan menempel pada ujung tali si kakek.
Kakek berpunggung melengkung _ini, menggerakkan tangan menyentak bambunya. Seketika, ikan ikan yang menempel di ujung talinya terlempar. Anehnya, binatang-binatang air itu terlempar ke arah si kakek. dan secara bergiliran. Dan, ketika jatuh di depan kakek berpakaian hitam itu pun, secara berurutan pula. Kakek berkulit kemerahan ini telah memancing ikan secara luar biasa!
Kakek berpunggung melengkung memungut
ikan-ikan hasil pancingannya satu persatu. Binatang binatang itu tak bergerak sedikit pun, ketika berada dalam cekalan jari si kakek. Padahal, sebelumnya ikan ikan itu menggelepar-gelepar.
Kakek bermuka merah itu membolak-balikkan
'ikan-ikan yang berada di tangannya. Ikan-ikan yang mempunyai dua tanda merah menyala sebesar kuku. dimasukkannya ke dalam bumbung. Sedangkan ikan ikan yang hanya mempunyai satu tanda, atau tak mempunyai tanda sama sekali, dilemparkannya lagi ke dalam air setelah terlebih dahulu ditekan salah satu sisi badan binatang itu. _
Si kakek menggunakan ujung jari telunjuknya ketikamenekan. Dan, begitu jari tangannya dijauhkan, pada bagian tubuh ikan yang ditekan, tampak tanda merah menyala sebesar kuku!
Kakek berpakaian hitam itu melakukan tindakan anehnya itu sampai semua ikan-ikan hasil tangkapannya habis diperiksa. Setelah itu. dia menjulurkan kembali kailnya yang aneh ke permukaan sungai. Meneruskan kembali caranya memancing yang aneh dan luar biasa! _ _
Kail aneh itu telah terbentang di atas permukaan air. Tapi, paras si kakek menyuram. Dia menggelengkan kepala dengan sikap" tak senang. Bibir-bibirnya yang sejak tadi terkatup rapat, menggerimit sedikit, memperdengarkan gerutuan. tak senang. _
"Benar-benar hari yang tak menyenangkan... saat tengah sibuk begini ada saja gangguan. Hhh"! Sahabat sahabat di dalam air tentu menjadi terganggu. Makhluk dari mana pula yang berkeliaran ke tempat ini, dan mengganggu kesenanganku"!"
Meski mulutnya menggerutu, tangan si kakek
bergerak menyentak. Untuk yang kesekian kali, ikan ikan meluncur ke arahnya. Kembali, kakek bermuka merah itu memeriksa ikan-ikan hasil tangkapannya. ' Saat itulah, dari kejauhan meluncur cepat seorang berpakaian luar hijau ketat berlengan pendek. Sosok ini adalah Aji alis Pendekar Mata Keraniang 108. Dan, sang pendekar, duduk di atas punggung tunggangannya. Kuda Coklat putih yang kelihatannya telah amat lelah. '
Dari jarak lima tombak, Aji telah melihat kakek berpakaian hitam yang tengah-memeriksa ikan-ikan yang ditangkapnya. Pemuda berambut dikuncir Ini pun perlambat laju tunggangannya. Sepasang matanya menghujam pada si kakek, sedangkan benaknya membatin.
'Aku Yakin daerah ini yang bemama Pantai Karang Hitam. Tapi, di mana kura-kura raksasa itu"! Atau... paling tidak di mana tempat tinggal Pengail Aneh"! Atau... jangan-jangan kakek itu yang berjuluk Pengail Aneh..."l Hhh...! Bodohnya aku...! Mengapa waktu itu tak kutanyakan pada Dewa Botak"! Sekarang baru terasa repotnya."
Dengan benak penuh serentetan pernyataan yang tak tersalurkan, Aji menghentikan laju tunggangannya tepat di dekat kakek berpakaian hitam. Setelah terlebih dulu menambatkan tali kudanya agar si binatang tak melarikan diri, Aji menghampiri si kakek. Yang didekati, tetap dengan kesibukannya. Seakan-akan tak tahu akan adanya orang yang tengah mendekatinya.
Kenyataan ini membuat Aji heran bercampur curiga.
"Mungkinkah kakek ini tak mendengar kedatanganku"! Rasanya mustahil! Kudaku kuhentikan tak jauh darinya. Bunyi derap kaki kuda telah terdengar beberapa tombak dari tempat ini. Itu menurut pendengaran yang normal. Jadi, merupakan hal yang aneh kalau kakek ini tak tahu kehadiranku"! Tapi... _ada kemungkinannya juga kalau kakek ini punya pendengaran jauh di bawah rata-rata. Siapa tahu, kakek ini punya penyakit tuli"!' _ '
Dugaan terakhir masuk akal si pemuda. Oleh karena itu, ketika telah berada dekat kakek berpakaian hitam, Aji membuka mulutnya, memperdengarkan ucapan.
"Maaf... mengganggu sebentar, Kek?"
Kakek bermuka merah yang tengah sibuk memeriksa ikan-ikan di tangannya, menolehkan kepala ke arah Aji seraya melemparkan ikan di tangannya ke permukaan air. "
Hanya sekilas kakek berpakaian hitam itu menatap Aji. Pandangan dan perhatiannya dialihkan lagi pada ikan-ikan yang berada di hadapannya, memungut, dan memeriksa sisi badan'binatang air itu.
"Apa yang kau inginkan dariku, Anak Muda"!" tanya si kakek seraya melemparkan ikan di tangannya ke dalam bumbung. Karena, binatang itu mempunyai tanda merah dua buah. .
Sikap kakek bermuka merah ini membuat Aji_ agak mendongkol. .
"Sial betul...! kakek ini benar-benar tak bisa diberikan penghormatan. Dia meremehkanku betul." gerutu Aji. Tak senang. Tapi, gerutuan itu hanya terlontardi dalam hati.
"Hanya jawaban bagi pertanyaanku, Kek," sahut Aji, masih mencoba bersikap sopan. kendati hatinya jengkel. Masalahnya, pemuda ini tengah berjuang dengan waktu. Saat Ini, kuku-kuku jari tangan Pendekar 108, telah berubah. Tidak lagi putih. melainkan biru.
"Hmmm"." Hanya itu tanggapan yang diberikan kakek berpakaian hitam. Gumaman tidak lebih. Itu pun tanpa menoleh sama sekali. ' '
"Apakah kau tahu tempat tinggal Pengail Aneh itu, Kek"!" Aji langsung melontarkan pertanyaannya tanpa mempedulikan sikap si kakek. .
"Sebelum kujawab pertanyaanmu. aku ingin tahu maksudmu mencari Pengail Aneh," sambut si kakek seraya melemparkan kailnya ke permukaan air lagi. Gerakannya biasa. Tapi, sepasang mata Pendekar Mata Keranjang membeliak heran menunjukkan rasa terkejutnya.
Yang menarik perhatian murid Wong Agung ini bukan gerakan kakek berpakaian hitam itu, melainkan kail di tangan si kakek. Si pemuda baru terperanjat ketika melihatnya, melihat kakek bungkuk itu melemparkannya.
"Kail di tangan kakek ini berbeda dengan kail umumnya. Kalau tak memiliki tenaga dalam kuat, tak mungkin mendapatkan ikan dengan kail seperti itu. Mungkinkah kakek ini orang yang berjuluk Pengail Aneh"! Kemungkinannya memang besar. Kakek ini bertenaga dalam kuat, berada di daerah Pantai Karang Hitam. dan seorang pemancing. Dan... bukankah watak kakek ini cukup aneh"! ikan-ikan yang berhasil ditangkap, tidak semuanya diambil. Sebagian disimpannya.
Tapi, hampir semuanya dibuang kembali ke air. Dia seperti. memilih-milih...," Aji membatin.
"AKu terluka oleh seorang Wanita jahat. Keracunan. Untung muncul seorang kakek sakti. Dia menolongku dari wanita itu. Tapi, kakek itu'tak mampu menyembuhkan lukaku. Katanya, obatnya adalah darah kurakura raksasa yang ada di Pantai Karang Hitam...." kata Aji, terus terang karena adanya dugaan kalau kakek berpakaian hitam itu adalah Pengail Aneh" '
"Dan... kakek penolongmu itu memberitahukan
kalau obat yang kau butuhkan itu adalah milik Pengail Aneh. Begitu bukan"!" timpal kakek bermuka kemerahan, cepat dan tandas. . Aji merasakan nada sinis dalam ucapan kakek bungkuk itu. Perasaannya jadi tidak nyaman. Apalagi karena si kakek bicara tanpa menoleh. "Sibuk dengan kail dan ikan-ikannya. Tapi, si pemuda tidak punya pilihan lain kecuali meladeninya. _
Benar, Kek. Kakek penolongku itu menganjurkanku untuk meminta obat itu darimu." _ '
"Rupanya kakek penolongmu itu tak mengenalku. Anak Muda. Karena, kalau saja dia telah mendengar berita tentang diriku. Atau mengenalku, kau-tak dianjurkannya untuk ke 'tempat ini dan meminta obat padaku. Mengapa"! Karena hasilnya akan sia-sia. Kau tahu, Anak Muda. aku tak pernah memberikan darah kura kura raksasa itu pada siapa pun, dan dengan alasan apa pun! Jelas"!"
Aji menggaruk-garuk kepalanya.
"Kali ini kau keliru, Kek. Penolongku itu amat mengenalmu. Bahkan aku yakin kalau kau mengenalnya pula dengan baik. Dia mengaku sebagai sahabatmu. Julukannya adalah Dewa Botak."
Gerakan tangan kakek bungkuk yang tengah memilih-milih ikan, terhenti. Dia menolehkan kepala dan menatap Aji lekat-lekat.
"Siapa yang memberitahumu kalau aku adalah Pengail Aneh"! Dewa Botak juga"!"tanyanya, ingin tahu karena merasa penasaran dan heran. .
"Bukan. Aku hanya menduga duga saja. Kau berada di daerah Pantai Karang Hitam. Mengail dan menangkap ikan secara aneh, yang menjadi pertanda kalau kepandaianmu tinggi. Pasti kau orang yang dimakSud Dewa Botak," jelas pemuda berambut dikuncir.
Kakek berpakaian hitam yang ternyata adalah Pengail Aneh itu, kembali meneruskan kesibukannya memilih-milih ikan.
"Kau Cukup cerdik, Anak Muda. Tapi, perlu kau tahu, usahamu ke tempat ini hanya sia-sia. Jangankan kau, kendati dewa Botak sendiri yang datang dan meminta obat itu, tetap tak akan kuberikan. Apa yang kau katakan Itu memang benar. Kakek itu adalah sahabatku. Namun, pendirianku tetap tidak berubah. Pergilah dari sini, Anak Muda. Kau hanya membuang-buang waktu bila tetap bersikeras."
Lalu, tanpa mempedulikan Aji lagh, Pengail Aneh melangkah meninggalkan tempat itu, sambil membawa bumbung yang berisikan ikan-Ikan hasil tangkapannya.
"Kek...!" seru Aji seraya bergerak mengejar.
Pengail Aneh tak menyahuti. Dia terus saja melangkah. Kelihatannya sembarangan. Namun, Aji yang berlari-lari mengejar, dalam sekejapan telah tertinggal belasan tombak.
Pendekar Mata Keranjang pun menghentikan larinya. Dia tahu. tak ada gunanya lagi mengejar. Yang dapat dilakukannya, hanya memandangi si kakek, sampai tubuh sang Pengail Aneh itu lenyap di kejauhan.
"Sungguh sial...! Apakah nasibku akan berakhir"! Di tempat yang tak kukenal, dan tanpa seorang pun kawanku tahu"!" gerutu Pendekar 108 putus asa seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
*** Angin di Pantai Karang Hitam berhembus. Panas dan menyebarkan bau khas laut". Aji tetap tegak di tempatnya. Tak jauh darinya, kuda tunggangannya meringkik-ringkik berusaha untuk melepaskan diri dari tambatan. _
Mendadak pemuda berambut dikuncir itu teringat benda pemberian Manusia Bertopeng,
"Mengapa aku melupakan pesan Manusia Bertopeng"| Bukankah dia telah menjamin kalau aku akan mendapatkan darah kura-kura raksasa apabila menunjukkan benda pemberiannya," Aji merutuki dirinya sendiri atas ketidakingatannya. Lalu; dikeluarkannya kalung dari baja putih yang disimpannya di balik pakaiannya. '
Untuk beberapa saat lamanya, murid Wong Agung ini memperhatikan kalung yang berada di telapak tangannya. Bibirnya menggerimit mengeluarkan ucapan bernada heran dan tak mengerti. '
"Kelihatannya tak ada yang aneh atau istimewa pada kalung ini. Mengapa Manusia Bertopeng begitu yakin kalau dengan benda ini, darah kura-kura'raksasa akan kudapatkan dari tangan Pengail Aneh"!"
' Pendekar Mata Keranjang mengarahkan pandangan pada salah satu gundukan batu. Sekitar tempat pemuda ini berada memang banyak dipenuhi gundukan Batu besar dan kecil.
"Sahabat yang berada dibelakang batu. Mengapa tidak keluar saja"! Melihat-lihat dari tempat itu rasanya kurang jelas dan kurang nikmat. Kalau memang tak bermaksud jahat, mengapa mesti mengintai"!" seru Pendekar 108.
Suasana hening sebentar setelah Aji usai bicara. Yang terdengar hanya desau angin. Si pemuda menunggu dengan sabar. Pandangannya tetap tertuju pada gundukan batu di mana bunyi gemerisik pelan tadi tertangkap telinganya.
Kesabaran Aji ternyata .tak percuma. Bunyi-bunyi gaduh kembali terdengar. Kejap kemudian dari balik gundukan batu muncul sesosok tubuh. Dan, ketika melihatnya, sang pendekar muda membeliakkan mata dan cengar-cengir.
*** SEPULUH Sosok itu adalah seorang gadis berusia sekitar
dua puluh tahun. Parasnya cantik jelita, dengan
bibir tipis yang merah membasah dan bola mata seperti bintang pagi. Alisnya tebal dan hitam. Terlihat menyolok karena kulit wajahnya putih halus dan mulus. Pendeknya, gadis Ini benar-benar molek! Pakaian ketat warna kuning yang dikenakan, membuat bentuk tubuhnya yang montok menggiurkan terlihat semakin jelas.
"Apakah aku tidak tengah bermimpi"! Ataukah... sekarang aku telah berada di akhirat"!" racau Aji seraya mengucek-ngucek sepasang matanya. "Kalau tidak mengapa aku telah bertemu dengan seorang bidadari...."
Gadis berpakaian kuning menatap Aji dengan sorot mata tajam. Tak terSenyum sedikitpun, kendati dilubuk hatinya gembira bukan main. Perempuan mana yang tidak senang dipuji"!
"Hentikan senda guraumu. Sobat. Kalau saja tak melihat benda di tanganmu, sikap kurang ajarmu itu telah cukup untuk membuatku memberikan hajaran keras!" tandas si gadis dengan sikap keren.
Aji menggaruk-garuk kepalanya melihat sikap tegas si gadis dan ucapannya yang tandas. Kali ini Aji tak berani mengusap-usap ujung hidungnya. Dia khawatir kulitnya yang keriput itu akan' terkupas jika diusap usap. Beberapa kali si pemuda hampir lupa. Untungnya. di saat-saat terakhir, selalu ingat. Sehingga. jari-jari tangannya terhenti di tengah jalan.
"Benda ini"!" tanya Aji meminta kepastian, seraya
mengeluarkan kembali kalung baja putih yang telah dimasukannya ke balik pakaiannya. '
Gadis berpakaian kuning menggelengkan kepala.
"Jadi... kau mengenal benda ini"!"
"Tentu saja!" tandas si gadis, lantang. "Karena benda itu adalah kepunyaan kami!" '
Aji jadi merasa tertarik mendengar jawaban gadis cantik itu.Sedikit banyak, dari jawaban itu, dia tahu kalau gadis berpakaian kuning punya hubungan dengan Pengail Aneh. Karena, bukankah Manusia Bertopeng maksudkan, kalung baja putih itu harus ditunjukkannya pada kakek bermuka kemerahan itu!
"Kepunyaan kami"! Siapa yang kau maksud dengan kami itu, Nona"!"
"Aku dan kakekku...!"
'Keteranganmu belum jelas. Kau belum mengatakan secara gamblang, mengenai dirimu dan kakekmu. Siapa adanya kau, dan kakekmu itu," sambut Aji sambil cengar-cengir. .
Gadis berpakaian kuning itu kontan diam. Tapi, sepasang matanya yang menghujam selebar wajah Aji, bersorot dingin.
"Mengenai siapa adanya aku dan kakekku, bisa kuberitahukan belakangan. Sekarang, yang ingin kutahu, mengapa benda itu bisa berada di tanganmu. Asal kau tahu saja, Sobat. Kami tahu pasti siapa orang yang memegang benda kepunyaan kami itu!"
"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusanmu, aku mengalah, Nona. Akan kuceritakan semuanya secara jelas,," sahut Aji, mengalah seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Memang benda ini bukan kepunyaanku. Seorang
tokoh sakti dan baik hati yang telah berkali-kali menyelamatkan nyawaku, yang memberikan kalung in:! Kemudian, secara singkat tapi jelas Aji menceritakan semua kejadian yang dialaminya,
Gadis berpakaian kuning mendengarkan cerita Pendekar 108 dengan penuh perhatian. Beberapa kali, gadis ini mengeluarkan seruan kaget ketika mendengar kisah si pemuda.
"Jadi... kau telah bertemu dengan kakekku... dan beliau tak mau memberikan obat yang kau perlukan"!" tanya gadis berpakaian kuning ketika Aji usai bercerita.
"Apakah waktu itu kalung yang kau pegang telah kautunjukkan"!"
Aji menggeleng. "Saat itu aku lupa, Nona: Eh... jadi kau cucu si Pengail Aneh itu"!'
Gadis berpakaian kuning mengangguk.
"Beliau-memang kakekku. 'Dan, tepat seperti yang dikatakan Dewa Botak. Beliau tak pernah memberikan darah kura kura raksasa apa pun alasannya. Tapi, kalung baja putih merupakan satu kekecualian. Dengan benda itu, permintaan apa pun akan dikabulkan. Sekalipun permintaan itu amat sukar untuk dipenuhi" ujar gadis berpakaian kuning, dengan sikap sungguh-sungguh.
'Permintaan apa pun"' tanya Aji meminta penegasan sambil cengar-cengir, '
Gadis berpakaian kuning telah bersiap untuk mengangguk. Tapi, belum sempat hal itu dilakukannya, dia melihat sikap dan tingkah Aji yang mencurigakan. Anggukan kepalanya pun ditahan. Sebagai gantinya. gadis Itu memberikan jawaban yang sebelum dikeluarkan, dipikirkannya dulu masak-masak.
"Permintaan apa pun dengan catatan, dapat kami penuhi tanpa melanggar nilai-nilai kebenaran dan sopan santun.' "
Aii manggut-manggut. _ "Gadis yang cerdik," puji pemuda berambut dikuncir ini, dalam hati. "Dia dapat menemukan Jawaban yang demikian tepat." _ '
"Berarti sekarang kita dapat menemui kakekmu dan aku bisa mendapatkan darah kura-kura raksasa," kata Aji dengan nada lega. _
Gadis berpakaian kuning menganggukkan kepala. Aji menjadi heran karenanya.
'Apa maksud gelengan kepalamu itu, Nona"!" Aji tak kuasa untuk menahan rasa ingin tahunya.
"Kita tak perlu menemui kakekku. Kau tahu, dia punya watak yang amat aneh. Seusai memancing, tak mau diganggu atau ditemui. Aku sendiri tak tahu mengapa. dan apa yang dilakukannya. Yang jelaS apabila dia telah selesai dengan urusannya, dia akan kembali ke rumah," beritahu si gadis, panjang lebar.
'Jadi... dia tak kembali ke rumah seusai memancing"l Lalu... ke mana"!" _ . '
"Ke tempat kura-kura raksasa peliharaannya. Hanya itu yang kutahu. Mungkin dia memberi makan kura-kura itu dengan hasil tangkapannya. Tapi... mungkinkah kura-kura itu doyan ikan"!" __
Aji'mengangkat kedua bahunya pertanda tak tahu.
"Kalau menurutku, kau akan kubawa ke rumah dan kuberikan obat itu. Aku yakin, di saat Obat-itu telah memunahkan racun yang mengeram di tubuhmu, kakekku akan kembali. Dan, ! aku tak perlu khawatir kalau
beliau akan marah. Karena, kakekku sendiri pun: akan memberikan obat yang kau perlukan apabila melihat kalung baja putih...."
"Begitupun baik. Aku setuju. 0 ya, kita telah bicara banyak bagaikan dua orang sahabat yang bertahun tahun kenal._ Tapi, anehnya kita belum saling mengenal nama masing-masing. Aku Aji. Aji saputra," kata Pendekar 108 seraya mengulurkan tangan.
Gadis berpakaian kuning tak segera menyambuti uluran tangan si pemuda. Dia lebih dulu menatap Aji, sebelum akhirnya mengulurkan tangannya.
Dengan gesit Aji menggenggam tangan si gadis yang halus._Erat dan lama. Seperti hendak menggenggamnya terus dan tak melepaskannya lagi. Baru ketika si gadis, menariknya, Pendekar Mata Keranjang melepaskannya.
"Aku Nawang Wulan," si gadis balas memperkenalkan diri sebelum menarik tangannya. Dan. ketika jabatan tangan itu usai, gadis yang bernama Nawang Wulan itu membalikkan tubuhnya seraya memperdengarkan ucapan.
"Ayo, Aji. Tunggu apa lagi"! Apakah kau ingin terus berdiri di tempat ini"!"
Tanpa banyak cakap lagi, murid Wong Agung mengayunkan kaki mengikuti Nawang Wulan.
*** "Minumlah. A|i. Habiskan," kata Nawang Wulan
seraya menyerahkan sebuah gelas bambu yang di dalamnya berisikan cairan kental hitam pekat. Darah kura kura raksasa.
Tanpa bangkit dari kursinya, menerima gelas yang diangsurkan Nawang Wulan. Dia memperhatikan isi gelas itu sebentar seraya mengembang-kempiskan hidungnya.
'Sama sekali tak kusangka darah binatang aneh itu tak berbau amis sama sekali. Malah, sepertinya aku mencium bau keras yang menghangatkan dada dan melonggarkan tenggorokan," Aji mengutarakan_ rasa herannya. _
Aji mendengar Nawang Wulan terkikih pelan. Rupanya ucapan si pemuda membuatnya merasa geli.
"Kau lucu, Aji," kata gadis itu di sela-sela tawanya. "Bau keras itu bukan bau asli dari darah kura-kura raksasa. Melainkan bau rempah-rempah. Tetumbuhan itu sengaja kami campurkan dalam darah kura-kura untuk menghilangkan bau amisnya yang memualkan."
"Ooo...!" Aji manggut-manggut sambil membulatkan mulutnya. "Begitu kiranya..." .
"Ho-oh..." timpal Nawang Wulan, sembarangan.
Aji cengar-cengir mendengar jawaban yang agak lucu itu. Namun, mengingat keadaannya yang semakin mengkhawatirkan, pemuda berambut dikuncir itu, segera menenggak isi gelas bambu. Hanya dalam sekejapan, cairan hitam kental itu telah berpindah ke dalam perut Pendekar 108.
"Sebenarnya... sebesar apakah kura-kura raksasa itu, Nawang"!" tanya Aji. "Benarkah benar benar seperti raksasa"!"
"Tentu saja, tidak, Aji. Hanya saja binatang ini jauh lebih besar daripada kura-kura umumnya. Yahhh..:!
Hampir sebesar kambing kira-kira," beri tahu Nawang Wulan.
"Aku ingin melihatnya, Wulan."
"Boleh saja, Aji. Tapi, sabar saja. Tunggu kakekku pulang. Di tempat ini yang ada hanya darahnya. Itu pun hanya sedikit sekali. Aku pun tak mengerti mengapa demikian. Tapi, memang itu kenyataannya. Setiap seekor kura-kura yang kami bunuh dan mengambil darahnya hanya menghasilkan darah dua gelas. Dan, kura-kuranya pun harus yang telah cukup umur. Telah tua, agar darahnya benar-benar berkhasiat. Dan, untuk dua gelas darah binatang itu kami harus menunggu dalam waktu yang amat panjang. BerbUlan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun...!' jelas Nawang Wulan panjang lebar.
Sekarang Aji telah cukup mengerti mengapa Pengail Aneh tak mau memberikan darah kura-kuranya secara sembarangan. Ternyata untuk mendapatkannya sangat sulit.
Aji ingin membuka mulut untuk mengajukan pertanyaan lagi. Tapi, bukan ucapan yang keluar. Pendekar 108 malah menguap._Berulang-ulang dan panjang. Aji mulai terserang kantuk hebat yang tak terlawan.
Murid Wong Agung ini bermaksud untuk tidak menyerah. Tapi, dia tak sanggup bertahan. Sekujur urat-wat dan otot-otot tubuhnya langsung lemas dan lemah serta lelah bukan main, menuntut istirahat. '
Akhirnya Aji menyerah. Di kursi, pemuda berpakaian hijau ketat ini menyandarkan punggung dan memejamkan mata. Nawang Wulan hanya memperhatikan semua tingkah Aji. Gadis ini tahu, kalau obat itu telah bekerja. Dan, Pendekar Mata Keranjang jadi mengantuk karenanya. Kejap kemudian, Aji telah tertidur. Pemuda
ini tidur di kursi dalam ruangan tamu yang cukup luas. Beberapa kursi lainnya berada di sekeliling Aji, hanya dibatasi oleh meja sederhana berbentuk segi empat.
*** SEBELAS AJI merenggangkan tubuhnya untuk melenturkan otot-otot dan urat-urat tubuhnya yang terasa
kaku. Sepasang matanya pun dibuka. Dan. seketika itu pula, pandangan pemuda ini langsung tertumbuk pada sesosok tubuh molek yang tengah berdiri di ambang pintu ruangan, memandang jauh ke depan.
Aji segera mengenali pemilik sosok menggiurkan itu kendati mengenalnya belum lama. Siapa lagi kalau bukan Nawang Wulan"!
'Mengapa Nawang berdiri saja di situ"! Apakah ada yang tengah ditunggunya"! Ah ya...! Kakeknya...! Nawang tengah menunggu Pengail Aneh. Jadi... rupanya kakek itu belum juga datang. Sudah berapa lama ya"! Aku jadi tak tahu pasti karena tertidur. Sebuah kejadian yang aneh. Mana mungkin aku tak bisa menahan rasa ngantuk. Ini pasti ada apa-apanya. Tidak salah lagi pasti darah kura kura raksasa itu. Mungkin itu mempakan akibat sampingan...."
"Obat..."! Ya...! Aku telah meminum obat. Lalu... bagaimana perkembangannya sekarang"!" _ .
Ketika teringat akan hal ini, Aji langsung mengarahkan pandangan pada tangannya. Seketika itu pula. kegembiraan sang pendekar 'muda ini melupa. Kalau, saja tak malu, Aji telah melompat-lompat gembira. Karena, tangannya telah pulih kembali seperti sediakala. Tidak ada keriputnya. Dan, bukan hanya tangan. Tapi juga kulit tubuh lainnya. Malah, kuku-kuku jari tangan dan kakinya telah kembali ke warna asal. Tidak lagi biru
"Darah kira-kura raksasa itu memang benar-benar luar biasa. Manjur...! Sekarang aku telah kembali seperti sediakala. Jadi, aku harus melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas seorang pendekar!"
Aji bergegas bangkit. Kemudian menghampiri Nawang Wulan. Yang didekati tak bergeming sama sekali. Apalagi menoleh. Kendati demikian, Aji tak merasa tersinggung sama sekali. Pemuda ini dapat memaklumi kegelisahan Nawang Wulan.
"Mengapa "kakek belum juga datang...," dari mulut mungil itu akhirnya keluar gumaman bernada keluhan, sarat dengan kebingungan dan kecemasan.
'Sabarlah, Nawang. Mungkin tak lama lagi dia akan tiba," hibur Aji sekenanya, karena tak tahu harus'berbicara apa dan bagaimana.
Pendekar Mata Keranjang Darah Penyambung Nyawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tak mungkin, Aji," bantah Nawang Wulan tak sependapat dengan si pemuda. "Kau tahu, Kakek tak pernah terlambat untuk pulang. Apalagi sampai demikian telat seperti kali ini. Itu tidak mungkin, Aji. Aku lebih condong menduga kalau Kakek mendapatkan halangan di jalan...."
Aji baru mengerti maksud ucapan Nawang Wulan.
"Kalau begitu, mengapa tidak kita yang menyusulnya"! Daripada gelisah menunggu di tempat ini, bukankah lebih baik kalau mendatangi tempat itu untuk memastikan dan melihat Sendiri apa yang telahk terjadi"!" Pendekar Mata Keranjang mengajukan usul.
Nawang Wulan membalikkan tubuhnya, Ialu menatap Aji lekat-lekat. Di lain saat sepasang 'bibirnya yang mungil berkemik memperdengarkan ucapan. Aah ?""
"Aku gembira sekali kau telah berhasil sembuh, Aji"
"Aku lebih gembira lagi, Nawang. Dan, semua ini atas pertolonganmu. Kalau tidak, aku telah tinggal di atas kuburan saat ini dan dengan keadaan tubuh mengerikan!" timpal Aji, sejujurnya. "Oleh karena itu sebelumnya kuucapkan berjuta-juta terima kasih atas pertolonganmu, Nawang. Kaulah yang telah mengembalikan ketampanan dan keperkasaanku."
"Lupakanlah itu, Aji. Kau memang pantas untuk mendapatkan darah kura-kura raksasa itu," sahut Nawang Wulan sambil menahan senyum mendengar ucapan Pendekar Mata Keranjang yang terakhir, karena bernada memuji dirinya sendiri.
"Sekali lagi kuucapkan terima kaSihku padamu. Nawang. O ya, sekarang kita telah pantas berjalan bersisian. Kau cantik, jelita. dan manja Dan aku"! Aku jauh lebih menarik daripada sebelumnya kan"!"
,"Kau ngawur!" "Kalau begitu... mari kita bergegas untuk menemui kakekmu, Nawang. Kurasa perbincangan kita telah selesai." '
"Ikuti aku saja!" tandas Nawang Wulan melesat mendahului Pendekar 108. Gadis ini tak tahu mengapa muncul perasaan gembira yang terperikan, ketika berbincang-bincang dengan Aji. Penampilan si pemuda, gerak-gerik. dan sikapnya benar-benar menarik hati Nawang Wulan. Gadis jelita ini telah terpincuk pada si mata keranjang yang berparas tampan.
Melihat Nawang Wulan telah melesat, Aji tak punya pilihan lagi kecuali melesat mengikuti. Hanya dalam sekejapan, pemuda berpakaian hijau ketat ini. telah berada di sebelah si gadis.
saat Aji dan Nawang Wulan melesat, meninggalkan pondok, dua sosok duduk bersila berhadap-hadapan di atas sebuah batu sebesar kerbau yang permukaannya datar dan halus. Batu itu berwarna hitam mengkilat, seperti juga batu-batu lainnya di sekitar tempat itu, karena dua sosok itu memang berada di Pantai Karang Hitam.
Sosok yang pertama sukar untuk dikenali jenisnya. Karena, dia' mengenakan selubung yang menutup wajah, dan pakaian longgar yang membuat potongan tubuhnya tak terlihat. Selubung dan pakaian itu berwarna kuning keemasan. Sosok ini tak lain dari Manusia Bertopeng. '
DI depan Manusia Bertopeng yang terkenal sebagai pentolan kaum putih, duduk tokoh yang tak kalah terkenalnya. Memang, keadaannya tak menggiriskan.' karena dia adalah seorang kakek yang bertubuh kurus kering seperti cecak kelaparan. Tapi, hampir semua tokoh persilatan mengenalnya. Kakek ini adalah penghuni Pantai Karang Hitam, si Pengail Aneh.
"Sekarang... katakan maksud kedatanganmu kemari, Topeng. Tidak usah malu-malu atau ragu. Kau telah kuanggap keluarga sendiri karena telah menyelamatkan cucuku." ' _
"Kuucapkan banyak terima kasih atas penghargaan
yang kau berikan padaku, Pengail! Aku merasa mendapatkan kehormatan besar atas pengakuanmu yang menganggapku sebagai keluarga sendiri. Tapi... apakah kau telah memikirkannya masak-masak"! Kau tidak mengenalku. Bahkan tidak tahu wajahku...."
"Tidak usah kau pikirkan hal Itu, Topeng. Aku tak akan menyesal mengangkatmu sebagai anggota keluarga. Terkecuali kalau kau merasa keberatan," selak Pengail Aneh. Karena tak sabar menunggu'selesainya ucapan Manusia Bertopeng. _
"Aku sama sekali tak keberatan, Pengail. Justru aku merasa tak pantas...."
"Kalau begitu. tak usah kau perpanjang lagi masalahnya," lagi-lagi Pengail Aneh menyelak. "Sekarang katakan hal yang mendorongmu untuk datang menemuiku."
Manusia Bertopeng terdiam sejenak.
"Ada beberapa hal yang mendorongku untuk datang kemari dan menjumpaimu, Pengail. Pertama, aku mendengar selentingan kabar akan adanya pertemuan datuk-datuk sesat. Aku khawatir mereka bergabung. Bila Itu terjadi, dunia persilatan akan geger. Kekuatan mereka akan sulit ditanggulangi. Aku sendiri sempat bentrok dengan Siluman Tengkorak Hidup. Sayang, aku kehilangan jejaknya. Aku yakin, siluman itu keluar dari persembunyiannya sehubungan dengan akan adanya pertemuan...."
"Aku tidak takut! Bila mereka datang kemari akan' kuladeni. Kau lahu, Topeng. Lima belas tahun yang lalu, Begal Bermata Iblis dan Siluman Tengkorak Hidup menyatroni tempat ini. Untung mereka berhasil kabur. Kalau tidak, mereka akan menjadi mayat tak berkubur di tanganku!" tandas Pengail Aneh, lantang.
Pengail Aneh memang tidak berbohong. Namun, pernyataannya pun tak sepenuhnya benar. Dia berhasil mengusir datuk-datuk sesat itu tidak sendirian. Suatu kebetulan, rekannya Dewa Botak berada di tempatnya, sehingga dedengkot-dedengkot golongan putih ini' menghadapi lawan masing-masing seorang.
Manusia Bertopeng hanya manggut-manggut, tak memberikan bantahan atas keterangan yang didapatnya. Dia sendiri pernah berhadapan dengan Dedemit Bermulut Manis di tempat ini, ketika datuk sesat itu hampir mencelakai Nawang Wulan. Kejadiannya pun belasan tahun lalu, saat Pengail Aneh tak berada di Pantai Karang Hitam! Manusia Bertopeng berhasil melukai sang dedemit.
Karena pertolongannya itu. sang pengail yang tiba setelah Dedemit Bermulut Manis kabur, menghadiahkan kalung baja putih pada Manusia Bertopeng. .
"Hal yang kedua, Pengail, menyangkut seorang pemuda bernama Aji," kata Manusia Bertopeng. "Dia membutuhkan darah kura-kura raksasa untuk mengobati lukanya. Apakah dia telah bertemu denganmu"!"
"Aji...," ulang Pengail Aneh dengan sepasang alis berkerut, seperti mengingat-ingat. "Aku tidak mengenalnya. Dan....'
"Kalau begitu, lupakanlah, Pengail. Mungkin dia belum tiba di sini," putus Manusia Bertopeng. "Mengenai dia bisa kita bicarakan lain waktu. Sedangkan persoalan yang terakhir... adalah persoalan yang lama mengganjal di dalam dadaku. Bertahun-tahun kurendam, dan sebenarnya aku masih ragu untuk mengutarakannya. Tapi... kurasa lebih baik kukatakan sekarang sebelum terlambat...."
Sampai di sini, Manusia Bertopeng menghentikan ucapannya.Dia menarik napas dan menghembuskannya berkali-kali, seakan-akan hendak menenangkan diri. .
"Pengail... sebenarnya aku adalah...," sambil bicara dengan suara bergetar yang menjadi pertanda kalau Manusia Bertopeng menahan guncangan perasaan, sebelah tangannya meraih selubung di kepala, siap untuk direnggutkan.
"Untung kami rupanya besar sekali...! Kalian berada di sini, sehingga tak repot-repot untuk mencari lagi. ha ha ha...!"
Seruan keras yang diiringi tawa itu membuat Manusia Bertopeng tak melanjutkan ucapannya. Tangan yang telah meraih selubung pun diturunkannya kembali. tanpa merenggut penutup wajah sekaligus kepala itu. Berbareng dengan itu, Manusia Bertopang mengalihkan pandangan ke arah asal suara.
Pengail Aneh tak kalah cepat bertindak. Kakek itu pun menoleh. Dan, seperti juga Manusia Bertopeng, ketika mengetahui si pemilik suara, perasaan si kakek terguncang.
Hampir berbarengan, Manusia Bertopeng dan Pengail Aneh melompat dari atas batu dan bersiap untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Di depan Manusia Bertopeng dan Pengail Aneh. berjarak sepuluh tombak. Berdiri empat sosok dengan sikap pongah. Tiga di antara mereka adalah kakek-kakek. Hanya seorang yang terlihat seperti wanita berusia enam puluh tahun. _
Baik Manusia Bertopeng, maupun Pengail Aneh tahu pasti siapa adanya empat pendatang tak diundang itu. Dedemit Bermulut manis, Siluman Tengkorak Hldup, Dan Begal Bermata lblis,serta Rase Genit.
Yang berseru adalah Dedemit Bermulut Manis, sedangkan tiga tokoh di sebelahnya, hanya mempertunjukkan sikap menghina Manusia Bertopeng dan.Pengail Aneh. Sikap orang yang berada di pihak yang lebih unggul '
Pengail Aneh yang segera memberikan sambutan dengan lantang. Tapi, kakek ini tidak menujukan pandangannya pada Dedemit Bermuiut Manis, melainkan pada Begal Bermata Iblis Sambil bicara, Pengail Aneh menudingkan telunjuk kirinya.
"Begal Sialan! Lima belas tahun lalu, kau hampir kukirim ke neraka! Sama sekali tak kusangka kau berani menampakkan tampangmu yang buruk lagi. Meskipun kau membawa banyak komplotan untuk mengeroyok, kau kira aku tak mampu untuk membunuhmu"!"
Makian Pengail Aneh, membuat sang begal berang. Sepasang matanya yang memang menyeramkan, semakin terlihat menggiriskan hati. Dia melangkah maju beberapa tindak.
. "Pengail Keparat...! Tanpa bantuan mereka pun aku mampu untuk membuatmu menjadi mayat tidak berkubur!
Asal kau tahu saja, kawanmu, si tua Dewa Botak telah menjadi penghuni neraka! Sekarang, kau akan menyusulnya...!"
Sambil mengatupkan mulutnya, Begal Bermata
Iblis melancarkan serangan. Dari sepasang matanya yang mengerikan, menyeruak dua larik sinar hijau yang meluncur ke arah Pengail Aneh. ' ' ' Sang pengail tak segera memberikan sambutan. Kakek ini masih terlampau kaget mendengar pernyataan Begal Bermata Iblis tentang kematian Dewa Botak. Pengail Aneh masih terkesima. Untungnya, sebelum sinar hijau yang mengeluarkan bunyi gemuruh itu menggebrak dirinya, si kakek sadar akan bahaya besar yang mengancam. Dia melompat tinggi ke atas untuk mengelakkannya.
Blarrr..!, _ Batu'sebesar kerbau yang berada di belakang sang pengail hancur berkeping-keping mejadi abu. Dan, hancurnya batu ini seperti menjadi tanda bagi masing-masing pihak bertarung untuk menentukan siapa yang berhak untuk tetap hidup.
Siluman Tengkorak Hidup langsung berkelebat ke arah Manusia Bertopeng seraya mengirimkan serangan maut. Di saat yang sama, Dedemit Bermulut Manis juga menyerang orang yang diserang sang setan. Manusia Bertopeng dikeroyok.
Bukan hanya sosok berpakaian keemasan yang dikeroyok. Pengail Aneh sendiri, begitu menjejak tanah, segera dihujani serangan-serangan maut oleh Begal Bermata Iblis dan Rase Genit.
"Inikah yang kau namakan bertarung tanpa mengeroyok, Begal Licik"!" ejek Pengail Aneh sambil
mengelakkan serangan dua lawannya.
"Siapa yang mengeroyok, Kakek Pelit"!" Rase Genit yang memberikan sambutan. "Aku hanya tak ingin kau mati dibunuh oleh Begal Bermata Iblis! Aku ingin tangankulah yang mengirim nyawamu ke neraka!"
Pengail Aneh tak menyahuti. Di samping karena tak ingin, kakek ini tahu. berbicara hanya akan mengurangi pemusatan perhatiannya-pada pertarungan. Hal itu amat berbahaya, mengingat lawan-lawan yang dihadapinya berkepandaian luar biasa! Dia bisa celaka!
' Penyerangan empat pentolan kaum sesat Itu, membuat suasana di Pantai Karang Hitam yang semua hening, jadi gaduh oleh bunyi pertarungan yang tercipta menjadi dua kancah itu.
Jurus demi jurus berlangsung secara cepat. Dan, baik Pengail Aneh, maupun Manusia Bertopeng harus mengakui kalau keroyokan lawan-lawan tangguh itu teramat kuat untuk dapat mereka tanggulangi. Hanya dalam beberapa jurus kedua pentolan golongan putih ini telah tertekan hebat. Mereka lebih banyak bertahan dan mengelak daripada menyerang, karena terlalu gencarnya serbuan-serbuan lawan.
Di jurus kedua puluh lima. Pengail Aneh yang keadaannya lebih buruk dibanding Manusia Bertopeng, karena lawan-lawan yang dihadapinya lebih tangguh daripada yang dihadapi Manusia Bertopeng, terlempar dan terguling-guling di tanah. Itu terjadi akibat si kakek menangkis serangan Rase Genit. di saat posisinya tak menguntungkan!
Begal Bermata iblis tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia memburu sang pengail dan menghujaninya dengan serangan bertubi-tubi yang memaksa si kakek untuk terus bergulingan menyelamatkan diri.
Dukkk! Gulingan tubuh Pengail Aneh seketika itu pula terhenti ketika punggung nya menubruk gundukan batu sebesar kerbau. Dia tak bisa menghindari lagi. Padahal, saat itu serangan Begal Bermata Iblis menggebrak tiba:
Pengail Aneh memutuskan untuk menangkis. Tapi, ketika mengangkat tangan itu memapak, sebutir kerikil yang ditendang oleh Rase Genit, menggebrak mendahului mengancam ubun ubunya! Dalam saat yang bersamaan, kakek ini menghadapi dua serangan maut sekaligus! _
Pengail Aneh merasakan sukmanya melayang seketika itu juga. Dia tahu, tak mungkin baginya untuk menanggulangi dua serangan itu pada saat bersamaan. Satu demi satu pun lebih tak mungkin lagi. Karena, kesempatan yang dimiliki sang pengail. amat terbatasi
dalam waktu yang sangat singkat itu, Pengail Aneh mengambil keputusan nekat. Dia menghentakkan tangan kanannya, mengirimkan pukulan jarak jauh, yang membuat kerikil yang meluncur ke arahnya, hancur di tengah jalan.
Pengail Aneh bermaksud untuk memapak serangan Begal Bermata !blis, setelah mematahkan serangan RaSe Genit. Kakek ini sebenarnya merasa ragu untuk keberhasilan usahanya itu. Masalahnya, waktu
yang dimilikinya amat sempit. Bukan hanya untuk memapak, tapi mengerahkan tenaga dalam pada tangan yang akan dipergunakannya untuk menghadang serangan sang begal.
Di saat kritis bagi keselamatan Pengail Aneh, Manusia Bertopeng melentik cepat menerobos kepungan lawan-lawannya. Sosok penuh rahasia ini melesat ke arah Begal Bermata lblis. Saat tubuhnya melayang ke arah sang begal, sepasang tangannya dihentakkan bergantian, melancarkan pukulan jarak jauh ke arah datuk selatan itu! "
Wusss, wusss.! Serangan mendadak tak disangka-sangka itu, mengejutkan Begal Bermata Iblis. Dia tahu, kalau tetap meneruskan serangannya, pukulan-pukulan jarak jauh manusia Bertopeng akan menghantamnya, yang mungkin akan dapat mengirim nyawanya ke akhirat. Begal Bermata lblis belum ingin mati.
Itulah sebabnya, Begal Bermata Iblis mengurungkan serangannya. Kakek tinggi besar ini melakukan lompatan harimau jauh ke samping untuk mengelakkan serangan Manusia Bertopeng.
Pengail Aneh pun lolos dari keadaan kritis. Begal Bermata Iblis juga selamat dari ancaman bahaya maut. Sekarang, ganti Manusia Bertopeng yang terancam. Dari kanan kiri belakangnya, Dedemit Bermulut Manis dan Siluman Tengkorak Hidup, mengejar sambil melancarkan serangan maut! '
Plakkk, _bukkk, desss...!
Bunyi nyaring itu terdengar berkali-kali yang diiringi dengan keluhan-keluhan tertahan. Kejap kemudian, Manusia Bertopeng dan bedemit Bermulut Manis sama-sama terlempar. kearah yang berlawanan. Dari mulut, hidung, dan telinga keduanya menyembur darah segar!
Dua dedengkot persilatan yang berasal dari golongan berbeda itu, melayang-layang sejauh beberapa tombak sebelum akhirnya terbanting keras di -tanah. Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis berusaha untuk bangkit, tapi gagal. Keduanya ambruk kembali ke tanah sambil memuntahkan darah segar
Kejadian yang menimpa dua tokoh itu membuat jalannya pertarungan seketika terhenti._Semua pasang mata tertuju pada Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis. Sekali lihat saja. mereka semua tahu kalau nyawa dua tokoh itu telah berada di ujung tanduk. Lepasnya nyawa dari raganya tinggal menunggu saatnya saja. Namun, .jika saja Sebelum saat itu tiba, Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis segera meminum darah kura-kura raksasa. keselamatan mereka mungkin tercipta. '
Kejadian yang menimpa Manusia Bertopeng dan Dedemit Bermulut Manis tak luput dari pandang mata semua orang yang berada di situ. Mereka melihat dengan jelas betapa bacokan tangan Dedemit Bermulut Manis menghantam belikat kiri Manusia Bertopeng. DI saat yang hampir sama, tamparan Dedemit Bermulut Manis menghantam pinggang kanan Manusia Bertopeng. '
Dua serangan itu memang dahsyat sekali, dan membuat tubuh Manusia Bertopeng terlempar. Namun, Manusia Bertopeng memang benar-benar luar biasa, saat tubuhnya terhumbalang, dia masih sempat menyepakkan kakinya ke belakang, mengirimkan serangan balasan dengan tenaga terakhirnya!
Dedemit Bermulut Manis yang bernasib sial. Kakek pendek gemuk ini tak menyangka kalau Manusia Bertopeng masih mampu melancarkan serangan. sehingga tak sempat mengelak. Kaki Manusia Bertopeng menghantam dadanya secara keras. Dan akibatnya, datuk barat itu mengalami nasib sama dengan lawannya.
*** DUA 'BELAS DIANTARA semua yang menyaksikan, Pengail Aneh yang paling dulu sadar, dan teringat apa yang harus dilakukan. Kakek kurus kering ini segera melesat untuk menyambar Manusia Bertopeng, membawanya kabur dan menyelamatkan nyawanya dengan meminumkan darah kura-kura raksasa. ..
Tiga pentolan sesat melihat tindakan Penghuni Pantai Karang Hitam itu. Dan mereka bisa menduga apa yang hendak dilakukan oleh Pengail Aneh. Maka, seperti telah disepakati sebelumnya, Rase Genit dan kawan-kawannya itu, melesat untuk merintangi niatan sang pengail!
Pengail Aneh tak punya pilihan lain kecuali membataltan maksudnya dan menjauhkan diri. Namun. dia segera dikejar dan dihujani serangan-serangan mematikan. Dalam segebrakan Pengail Aneh telah kerepotan! Kakek kurus kering ini berlompatan ke sana kemari untuk menyelamatkan selembar nyawanya!
Pada saat genting bagi keselamatan Pengail Aneh, terdengar bentakan keras disusul dengan berkelebatnya sesosok bayangan hijau kuning ke dalam kancah pertarungan.
"Pengecut-pengecut hina...! Di mana-mana kalian selalu bertarung secara keroyokan"!'
Bersamaan dengan melesat masuknya sosok hijau kuning, pengeroyokan terhadap Pengail Aneh membuyar. Tiga pentolan sesaat menjauhkan diri dari kancah pertarungan karena serangan kalang kabut sang pendatang baru yang dahsyat dan menuju ke bagian yang
mematikan! "Selamat bertemu lagi, Manusia Tulang," ucap Sosok hijau kuning yang bukan lain dari Aji Saputra alias Pendekar Mata Keranjang, sambil cengar-cengir.
"Kau?" sambut Siluman Tengkorak Hidup, yang mendapat sapaan. Suara kakek ini bergetar penuh kemarahan dan keterkejutan. 'Ternyata dugaanku benar. Kau bukan orang sembarangan. Saat bertemu pertama kali aku telah curiga, dan ternyata dugaanku itu benar."
"Sayang kau tidak berhasil membunuhku, Siluman Tengkorak! Itu artinya saat ini nyawamu akan menghadap malaikat maut! Kau akan mati di tanganku! Malah bukan hanya kau, tapi pengkhlanat-pengkhianat lainyajuga, yaitu orang-orang yang bersamamu. Nyawa kalian semua tak cukup untuk menebus dosa kepengkhianatan kalian dan pencurian kitab pusaka ilmu-ilmu orang yang kalian khianati!" _
Bukan hanya Siluman 'Tengkorak Hidup yang terjingkat. Dedemit Bermulut Manis, dan Begal Bermata Iblis pun demikian.
"Kau... apa hubunganmu dengan si keparat tuKang jagal manusia itu, heh"!" Begal Bermata Iblis yang mengajukan pertanyaan.
"Tidak ada hubungan apa pun. Hanya saja'aku telah menerima budi baiknya. Maka, aku memutuskan untuk membalas kebaikannya'dengan melakukan tindakan yang membuatnya mati merem, yaitu membunuh kalian semua...!!' tandas Aji, mantap.
"Sesumbarmu besar, Tikus Busuk! Kaulah yang akan pergi ke neraka menyusul si tua itu!" seru Begal Bermata Iblis, geram.
Bersamaan dengan keluarnya bentakan itu, sang begal menyerbu Pendekar 108. Di saat yang hampir bersamaan, Siluman Tengkorak Hidup ikut meluruk ke arah Aji. '
Rase Genit yang ketinggalan, tak mendapatkan kesempatan untuk bertarung menghadapi Pendekar Mata Keranjang. Karena, Pengail Aneh telah menyerangnya. Untuk kedua kalinya, pertarungan yang terpisah menjadi dua kancah pun, berlangsung.
Saat pertarungan berjalan beberapa jurus, dua orang wanita muncul di tempat itu. Mereka adalah Nawang Wulan dan Bidadari Berkabung. Sesaat perempuan-perempuan ini menyaksikan jalannya pertarungan, kemudian menatap dua sosok yang tergolek di tanah. _ '
Baik Bidadari Berkabung maupun Nawang Wulan, segera mengenal sosok yang berpakaian dan berselubung keemasan. Seketika itu pula mereka terperanjat ketika melihat keadaan si Manusia Bertopeng.
Namun, Nawang Wulan dapat bertindak cepat. Dia langsung melesat ke arah Manusia Bertopeng, menyambar tubuhnya, dan berlari cepat meninggalkan tempat itu" untuk menuju ke rumahnya. Bidadari Berkabung tak mau ketinggalan. Wanita ini pun melesat mengikuti Nawang Wulan.
Beberapa saat sebelumnya Bidadari Berkabung berlarian seorang diri. Di tengah perjalanan, wanita Ini bertemu dengan Aji dan Nawang Wulan. Tanpa membuang waktu lagi, sang bidadari menceritakan hal-hal yang diketahuinya.
Aji sempat terkejut dan marah mendengar cerita Bidadari Berkabung. Wanita itu menuturkan kalau Dewa Botak telah tewas. Kakek berkepala gundul itu ketahuan ketika mengintai pertemuan datuk-datuk sesat itu.
Dewa Botak pun dikeroyok. Hanya dalam belasan jurus, kakek berkepala gundul itu roboh terluka parah. Dewi Berhati Besi yang hadir di tempat itu, ikut gurunya si Rase Genit, bermaksud membalas sakit hatinya.
Sang dewi terlalu gegabah. Dewa Botak masih mampu unjuk gigi, menangkal balas dendam Dewi Berhati Besi. Ketua Perkumpulan Anak Langit itu tewas di tangan sang dewa. Hal ini membuat Rase Genit murka. Dia meracuni Dewa Botak untuk membuat kakek itu mati pelan-pelan.
Sepeninggal datuk-datuk sesat itu, Bidadari Berkabung muncul. Wanita ini sempat mendapatkan berita dari mulut Dewa Botak sebelum kakek itu tewas. Berita tentang penyerbuan datuk-datuk sesat itu ke Pantai Karang Hitam. Itulah sebabnya, setelah menguburkan mayat Dewa Botak, Bidadari Berkabung bergegas ke Pantai Karang Hitam.
Berita sang bidadari membuat Aji bergegas melesat lebih dulu. Bidadari Berkabung menyusul bersama Nawang Wulan. Kedua wanita Ini muncul beberapa saat setelah Aji. ,
Kemunculan dua perempuan itu. dan kepergian mereka kembali dengan membawa Manusia Bertepeng, tak luput dari penglihatan tokoh-tokoh yang tengah bertarung. Kalau saja bisa. Begal Bermata lblis dan sekutu sekutunya akan berusaha untuk mencegah. Tapi, lawan-lawan yang mereka hadapi. tak memberikan kesempatan bagi mereka untuk melakukan hal itu.
Memang baik Rase Genit. maupun Begal Bermata Iblis, dan Siluman Tengkorak Hidup, harus mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengimbangi Pengail Aneh dan Pendekar Mata Keranjang.
Terutama sekali Rase Genit yang menghadapi Pengail Aneh sendirian!
Jurus demi jurus berlangsung cepat. Masing-masing pihak berusaha keras untuk secepat mungkin merobohkan lawan yang dihadapi. Pendekar 108 pun sendiri telah menggunakan kipas ungu yang menjadi senjata andalannya. Murid Wong Agung ini memang telah memutuskan untuk menghabisi lawan-lawannya untuk memenuhi janjinya terhadap Penjagal dan Neraka.
Serangan-serangan yang dilontarkan Aji, senantiasa mengandung maut. Terutama terhadap Begal Bermata Iblis. Karena, kakek tinggi besar Itu yang telah membunuh sang penjagal. Memang, sang penjagal sempat memberitahukan pada Aji mengenai orang yang menghabisi nyawanya.
Di jurus kelima puluh tiga, Aji terpaksa melempar tubuh ke samping untuk mengelakkan serangan Siluman Tengkorak Hidup. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Begal Bermata !blis. Dia menghentakkan sepasang tangannya, mengirimkan pukulan jarak jauh terhadap sang pendekar. _
Wusss...! Air melihat adanya serangan berbahaya Itu. Keadaannya yang di udara memang tak menguntungkan. Kendati demikian, si pemuda masih mampu untuk menghentakkan kedua tangannya pula untuk memapak. Tindakan yang diambil Pendekar Mata Keranjang menyebabkan kedua belah pihak harus mengadu tenaga dalam! _
Wusss...! Begal Bermata Iblis membeliakkan sepasang matanya besar-besar ketika beberapa saat sebelum bentrok pukulan-pukulan jarak jauh terjadi, di antara gemuruh angin keras yang keluar dari kedua tangan Aji, menyeruak sinar keperakan yang membentuk lukisan naga samar-samar.
Sinar berbentuk naga yang besarnya tak lebih besar daripada kadal itu, melesat dengan kecepatan menakjubkan ke udara, lalu menukik ke arah sang begal. Datuk selatan ini berusaha keras untuk mengelak.
Blarrr...! Bentrok pukulan-pukulan jarak jauh Itu, menyebabkan Begal Bermata Iblis dan Pendekar Mata Keranjang sama-sama terjengkang ke belakang. Dan, saat tubuh Begal Bermata Iblis tengah melayang, sinar keputihan itu menggebrak!
Bresss-..! Begal Bermata lblis meraung sejadi-jadinya ketika sinar berbentuk naga itu menghantam dadanya. Tubuhnya kembali terlempar. Namun, saat itu pula. nyawa si kakek ikut terlempar. Sebelum tubuhnya sendiri mendarat di tanah.
Siluman Tengkorak Hidup terkejut bukan main melihat kejadian yang menimpa sekutunya. Kakek kurus kering ini jadi nekat. Dia meluruk ke arah Aji dengan kepala di depan, seperti layaknya seekor kerbau. Saat Itu, Pendekar 108 baru saja bangkit!
Wusss...!' Angin yang menggila menggebrak seiring dengan meluncurnya serangan Siluman Tengkorak Hidup yang aneh.Di seberang, Aji telah merasakan sendiri kedahsyatannya sebelum serangan itu sendiri tiba. Pemuda berambut dikuncir ekor kuda ini merasakan dadanya sesak. '
Aji tak mau mengambil risiko dengan membiarkan serangan itu semakin mendekat. Pemuda ini tak bisa membayangkan bagaimana dahsyatnya serangan itu kalau dalam jarak yang masih cukup jauh saja sudah menimbulkan akibat yang demikian dahsyat.
Pendekar 108 segera mengebutkan kipasnya. Di lain saat, sinar keputihan yang berbentuk kipas raksasa meluncur memapaki tubuh Siluman Tengkorak Hidup. Bunyi gemuruh laksana badai yang disertai hawa panas menghambar, mengiringi meluncurnya sinar berbentuk kipas. ' ' '
Bre'sss...! . Untuk kedua kalinya terdengar lolongan yang' menyayat hati. Lolong kematian. Kali ini berasal dan mulut siluman tengkorak Hidup, ketika terlanda sinar berbentuk kipas raksasa, sebelum serangannya sendiri tiba di sasaran. .
Jeritan kematian dari sekutunya yang saling susul-menyusul, membuat Rase Genit, gugup. Dan, kegugupannya ini harus dibayarnya dengan _mahal. Tendangan Pengail Aneh secara telak menghantam dadanya. Bunyi berderak keras tulang-tulang yang patah pun terdengar seiring dengan terpentalnya tubuh sang rase dengan semburan darah dari mulutnya
Rase Genit menggelepar-gelepar ketika tubuhnya terbanting di tanah. Beberapa saat sebelumnya, Siluman Tengkorak Hidup jatuh di tanah dalam keadaan tanpa nyawa. Hanya'sebentar Rase Genit menggelepar, di lain saat nyawanya putus.
Pengail Aneh memperhatikan lawannya sebentar. Kemudian, menatap Aji. Dilihatnya sang pendekar tengah menundukkan kepala. Dia tak tahu kalau Aji tengah bicara di dalam hatinya.
"Penjagal dari Neraka... janjiku telah kutepati. Pengkhianat-pengkhianat ini. telah kukirim ke lobang kubur. Tenanglah kau di alam sana. Dan kukira, amanatmu ini sudah tidak berguna lagi..!
Aji mengeluarkan gulungan daun lontar dari balik pakaiannya. Sekali dia menggerakkan jari jari tangan meremas, daun lontar itu hancur berkeping-keping untuk kemudian lenyap ditiup angin.
Aji menoleh ke arah Pengail Aneh sambil tersenyum. Sang pengail membalasnya seraya mengayunkan kaki mendekat ' .
'Kau hebat. Aji. Aku kagum padamu: hanya itu yang diucapkan si kakek. _
"Kau pun mengagumkan, Kek," timpal Aji
Baru saja Pendekar 108 mengatupkan mulutnya, terdengar bunyi langkah-langkah mendekat. Aji dan Pengail Aneh menoleh. Mereka melihat tiga sosok menghampiri mereka. Manusia Bertopeng, Bidadari Berkabung, dan Nawang Wulan. '
Aji sempat terkejut. Bukan karena melihat keberadaan Nawang Wulan dan Bidadari Berkabung. Karena, mereka memang datang bersamanya, hanya saja, dia terpaksa melesat lebih dulu, karena khawatir akan terlambat. Dua perempuan itu dibiarkannya melakukan perjalanan bersama. .
Yang.membuat hati pemuda berambut dikuncir ekor kuda ini kaget adalah paras dan sorot mata sang bidadari. Tidak lagi menyiratkan kedukaan besar, malah penuh seri. , .
"Apa yang membuatnya" demikian gembira"!' tanya Aji dalam hati.
Ternyata bukan hanya Aji yang terkejut.. Pengail
Aneh pun demikian. Itu terjadi ketika kakek ini melihat kalung baja putih yang berada di tangan Nawang Wulan. Dia mengenali betul siapa pemilik kalung itu setelah menegasinya lebih lanjut.
Kalung baja putih yang membuatnya adalah Pengail Aneh. Semuanya berjumlah lima buah. Masing masing mempunyai sedikit perbedaan. Sebuah ada pada dirinya. Tiga buah ada di tangan Nawang Wulan, dan sebuah lagi adalah milik putranya. Tiga yang ada di tangan cucunya itu, adalah milik menantunya yang telah meninggal, ketika melahirkan, milik Nawang Wulan, dan sebuah lagi sengaja dibuat oleh Pengail Aneh untuk calon suami cucunya. _
Tapi, Nawang Wulan yang merasa berhutang budi ketika mendapat pertolongan Manusia Bertopeng, memberikan kalung itu padanya. Manusia Bertopeng sendiri, menyerahkannya pada Aji, agar si pemuda mendapatkan darah kura-kura raksasa. Namun, sekarang kalung itu telah kembali ke tangan Nawang Wulan.
Dan sekarang, kalung yang menjadi milik anaknya berada di tangan Nawang Wulan. Padahal, telah puluhan tahun, sang anak tak dilihatnya. Oleh karena itu, Pengail Aneh kaget. karena tak mengerti mengapa kalung itu bisa berada pada Nawang Wulan. .
Tapi. kebingungan Pengail Aneh tak lama. Ketika terpandang olehnya Manusia Bertopeng, dia' segera dapat menduga siapa adanya sosok penuh misteri Itu. Keheranannya akan tingkah Manusia Bertopeng ketika berbicara dengannya sekarang tak ada lagi.
'Sekarang aku mengerti mengapa kau bertingkah aneh, Topeng." Pengail Aneh sambil menatap Manusia Bedopeng. "Aku tahu, apa yang menjadi ganjalanmu . selama bertahun-tahun itu. Aku tahu pula mengapa kau
bertingkah aneh. Sekarang, bukalah selubungmu itu, Bongaya." .
Tanpa membantah sama sekali Manusia Bertopeng memenuhi perintah Pengail Aneh. Di sebelahnya, Nawang Wulan yang bermaksud untuk memberitahukan tentang siapa adanya Manusia Bertepeng, jadi mengurungkan maksud karena si kakek telah menduganya dengan tepat.
Semula, Nawang Wulan pun terperanjat ketika melihat kalung baja putih ada pada Manusia Bertopeng. Dia jadi terkejut, gembira, sekaligus bingung, ketika sosok penuh misteri itu mengatakan hal yang sebenarnya, begitu seng sosok selamat dari maut. setelah diberi minum darah kura-kura raksasa.
Penemuan yang mengharukan itu pun berlangsung. Di dekat mereka, Bidadari Berkabung pun melongo ketika melihat'siapa adanya Manusia Bertopeng. Karena, sosok penuh misteri itu adalah orang yang membuatnya patah hati.
Nawang Wulan yang telah mendengar kisah sedih Bidadari Berkabung, meminta ayahnya untuk menerima sang bidadari sebagai pengganti ibunya. Sang ayah bersedia setelah Pengail Aneh tahu lebih dulu siapa dirinya. Nawang Wulan gembira. Bidadari Berkabung pun demikian.
Dan sekarang, mereka semua berada _bersama Pengail Aneh.Mereka semua merasa'tegang. Menunggu kejadian yang akan berlangsung. '
Sementara itu, Aji Sempat takjub ketika melihat wajah di balik selubung keemasan itu. Memang, paras seorang lelaki setengah baya. Namun, masih terlihat bekas-bekas ketampanannya.
Pengail Aneh mengangguk-angguk ketika melihat paras putranya. Paras dan sinar mata kakek ini menyiratkan kegembiraan dan keharuan besar. Dan, sepasang matanya mengembang berkaca-kaca ketika Manusia Bertopeng alias Bongaya menjatuhkan diri memegang kedua lututnya, sambil berseru.
"Ayah...! Maafkan aku, ayah...!"
'Kau tidak salah. Ngaya. Akulah yang salah," kata si kakek dengan suara serak menahan rasa haru. Dia menepuk-nepuk bahu anaknya.
Seketika itu pula keharuan menyelimuti hati semua orang yang berada di situ. Aji sendiri merasa terharu. Apalagi ketika mendengar jalinan peristiwa yang membuat mereka terpisah, dari mulut Manusia Benopeng dan Pengail Aneh sendiri. Pemuda ini hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Ternyata pangkal perselisihan itu adalah kematian ibu Nawang Wulan. Kematian sang istri, menyebabkan Bongaya terpukul sekali. Dia meratap dan tinggal di makam ibu Nawang Wulan selama berhari-hari. dan lupa pada anaknya.
Tingkah Bongaya membuat Pengail Aneh jengkel. Karena, nasehat-nasehatnya tak digubris Bongaya, kakek itu marah-marah. . _
"Aku'malu punya keturunan seperti kau! Pengecut! Cengeng...! Tidak bisa menerima kenyataan...! Kau kira dengan kelakuanmu itu istrimu bisa hidup lagi..."! Aku muak dengan sikapnu..! mulai saat ini kau bukan lagi anakku.! Pergi kau dari sini...!' sembur Pengail Aneh ketika itu. _
Bongaya pergi. Melanglang buana dengan kesedihan yang bergayut. Beberapa waktu kemudian, dia bertemu dengan Manusia Ajaib, dan menjadi murid si
kakek. Bongaya pun menjadi tokoh sakti beberapa waktu kemudian. Namun, karena banyaknya gadis yang patah hati karena jatuh cinta namun tak terbalas, membuat Bongaya menyembunyikan wajahnya. Dia pun terkenal dengan julukan Manusia Bertopeng.
Berkali-kali menyeruak dorongan hati untuk menjumpai anak da ayahnya. Namun, mengingat ucapan sang ayah,Bongaya menguatkan diri untuk bertahan, dan menghilangkan perasaan itu. Dia mengunjungi Pantai Karang Hitam ketika gejolak perasaan itu tak tertahan lagi. Tapi, hanya sekali. Lima belas tahun yang lalu. '
"Bangkitlah, Ngaya."
Bongaya pun bangkit. Saat itu Nawang Wulan membuka mulutnya dan bicara.
"Kek... Aku ingin punya ibu lagi. Bolehkah kalau aku ingin Bidadari Berkabung menjadi ibuku"!" tanyanya penuh harap.
"Tanyaiah pada orang-orang yang berkepentingan, Nawang. Aku sih setuju saja...!
Nawang Wulan menatap ayahnya dan Bidadari Berkabung berganti-ganti dengan penuh perasaan gembira. Sang bidadari yang tak kalah gembiranya, hanya menundukkan kepala. Bongaya sendiri malah mengelus-elus dagu.
Tak jauh Bongaya. Aji cengar-cengir sambil mengusap-usap ujung hidungnya. _
"Nawang" Aji... kalian Ikut aku...,' kata Pengail Aneh seraya melangkah meninggalkan tempat itu.
Aji dan Nawang Wulan tak membantah sama sekali. Mereka tahu kalau sang pengail bermaksud memberikan kesempatan pada Bongaya dan Bidadari Berkabung untuk berbincang-bincang berduaan. 0leh karena itu, pasangan muda-mudi ini mengikuti Pengail Aneh. Aji yang berwatak urakan masih sempat mengerdipkan mata pada Bongaya. Yang dikerdipi, malah mengepalkan tinju! , Setelah cukup jauh dari tempat semula, Pengail Aneh membuka mulut. 'Sekarang ceritakan padaku, mengapa kalian bisa bersama-sama dan seperti telah saling mengenal." ' Nawang Wulan menatap Aji. Yang ditatap malah kerdipkan mata kirinya, sehingga membuat paras si gadis merah padam. Dan, dengan wajah masih merah, Nawang Wulan menceritakan semuanya. Pengail Aneh mendengarkannya. "Jadi... rupanya pemuda ini yang dimaksud oleh Bongaya," kata sang pengail dalam hati, _ "Kek...." kata sang pendekar pada Pengail Aneh. "Bukankah orang yang memegang kalung baja putih boleh meminta apa saja"!" "Tentu saja boleh meminta apa saja. Anak Muda. tapi untukmu tidak ada lagi yang bisa kuberikan!" Mengapa begitu, Kek"! Bukankah itu artinya kau menyalahi janjimu pada Manusia Bertopeng"!" 'Kau tertambat meminta, Anak Muda. Itu salahmu sendiri. Seorang yang memegang kalung yang sama lalu meminta padaku agar tak memberikan apa yang diminta kamu?" ."siapa orang itu, Kek?" desak Aji,'penasaran. "Aku" Nawang Wulan tersenyum menggoda sambil mengacungkan tangan dan menunjukkan kalung baja putih yang persis dengan benda di tangan Aji.
"Sial.. ! Aku ditipu.. .!" gerutu Pendekar Maia Keranjang sambil menggaruk-germ kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau begitu, aku meminta padamu saja, Nawang," Aji bicara setelah berpikir sebentar.
"Sayang sekali, Aji. Aku tak bisa memenuhi permintaanmu karena...." '
"Aku mengerti. Aku paham," selak Aji buru-buru sebelum Nawang Wulan'menyelesaikan ucapannya.
Nawang Wulan tertawa geli. Aji diam tapi sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Di hatinya, pemuda ini bicara.
'Penjagal dari Neraka. .Tenanglah kau di alam kubur. Salah seorang di antara pengkhianat telah kukirim ke neraka...."
catatan : Buat pembaca serial Pendekar Mata Keranjang ini,yuk gabung di Group Fb Kolektor E-Book untuk mendapatkan ebook terbaru lainnya
dan yang suka baca cerita silat dan novel secara online bisa juga kunjungi http://ceritasilat-novel.blogspot.com
situbondo,21 Juli 2018 Sampai jumpa di lain kisah ya !!!
Terimakasih PENDEKAR MATA KERANJANG Segera terbit Serial Pendekar Mata Keranjang 108 dalam episode :
RAHASIA HUTAN SILUMAN Tamat Mayat Persembahan 3 Trio Detektif Misteri Cakar Perunggu Iblis Dunia Persilatan 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama