Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 11
menanamkan ketakutan di hati Sri Baginda,
bahwa kalau sampai Su Kho-hoat diberi
kesempatan untuk berada di Pak-khia bersama
pasukannya, tentu akan berkhianat merebut
tahta." "Itu alasan Co Hua-sun. Padahal yang
sebenarnya dia sendirilah yang takut kepada Su
Kho-hoat, sejak usaha meracuni Su Kho-hoat
yang gagal itu." Kembang Jelita 19 55 "Benar." "Siang-si Taijin, tidakkah kau dengar bahwa
Co Hua-sun malahan mendesak Sri baginda agar
mendatangkan pasukan Manchu, dengan alasan
untuk dipakai memukul mundur kaum Pelangi
Kuning?" "Ya, usul itu busuk sekali. Untung,
bagaimanapun lemahnya Sri Baginda, dia masih
cukup mencintai negeri leluhurnya sehingga
menolak usul itu. Kali ini Co Hua-sun gigit jari."
"Tidak, Siang-si Taijin. Co Hua-sun tidak
terus gigit jari dengan penolakan Kaisar atas
usulnya itu. Dia tetap bekerja diam-diam,
berkomplot dengan Pangeran Seng-ong dan
juga dengan tentara asing Manchu sebagai
sandaran kekuatannya, dalam hal ini adalah
Pangeran ke sembilan To Ji-kun. Rencananya
ialah menggantikan Kaisar dengan Pangeran
Seng-ong yang lebih mudah disetir, dengan
dukungan tentara Manchu!"
Kata-kata Helian Kong itu seperti halilintar
meledak di samping kuping Siangkoan Hi dan
juga Siangkoan Heng yang ikut mendengarkan.
Kembang Jelita 19 56 Itulah rencana yang hebat, tidak tanggungtanggung. Tentara Manchu, terutama tentara
berkudanya, dikenal sebagai pasukan penggempur gerak cepat yang luar biasa, amat
mahir bertempur. Sekali mereka berhasil masuk
ke Tiong-goan, tak tahulah kapan berhasil
mengusir mereka kembali. Selama ini siapapun
sadar kenyataan bahwa tentara Manchu tetap
tertahan di sebelah luar San-hai-koan itu bukan
karena hebatnya-tentara Kerajaan Beng,
melainkan karena bantuan benteng-benteng
lama peninggalan Kaisar Cin-si Hong-te
beberapa abad yang silam, berupa rangkaian
Tembok Besar yang membentang ribuan
kilometer. Kota San-hai-koan adalah benteng
ujung timur dari rangkaian tembok itu. Maka
kalau tentara Manchu sampai berhasil masuk,
itu artinya seluruh wilayah negeri akan terbuka
untuk dijelajahi tentara berkudanya yang
ampuh. Tak Heran kalau Siangkoan Hi sebagai
pecinta negeri, sampai berkeringat dingin
mendengar kata-kata Helian Kong itu.
Kembang Jelita 19 57 "Benarkah itu?"
"Benar. Memangnya Taijin kira aku katakan
ini sekedar untuk menjelek-jelekan Co Hua-sun
yang sedang memojokkan aku sekarang ini"
Tidak. Yang kukatakan adalah kenyataan."
Wajah pucat Siangkoan Hi tiba-tiba berubah
menjadi merah padam, sambil menggebrak
meja ia berkata, "Bangsat penjual negara!
Dirinya sendiri yang busuk, tapi tak hentihentinya memfitnah orang lain! Besok juga aku
akan menghadap Kaisar untuk membongkar
kedoknya!" Namun kata-kata Helian Kong seperti air
dingin yang mengguyur kepala Siangkoan Hi
yang tengah panas, "Siang-si Taijin, kau mau
menghadap Kaisar tanpa bukti" Jangan-jangan
nanti Siang-si Taijin sendiri malahan yang
dituduh sebagai tukang fitnah."
"Lalu, apakah harus kubiarkan saja
persekongkolan busuk itu mencapai rencananya?" Sebelum Helian Kong menjawab, terdengar
Siangkoan Heng bertanya, "Saudara Helian.
Kembang Jelita 19 58 Darimana kau dengar tentang persekongkolan
Co Hua-sun dengan orang-orang Manchu itu?"
Helian Kong mengangguk dan menjawab,
"Kemarin malam tak kusengaja kulihat
bentrokan antara orang-orangnya kaum
pemberontak Pelangi Kuning dengan kaki
tangan Co Hua-sun. Di antara kaki tangan Co
Hua-sun ada dua jagoan Manchu, yang ternyata
merekalah perwira-perwira telik sandi bawahan Pangeran To Ji-kun. Ini memperjelas
adanya hubungan Co Hua-sun dengan Pangeran
Manchu itu." "Kenapa kedua kelompok itu bentrok"
Mereka sama-sama musuh pemerintah kita,
kenapa mereka tidak misalnya, bergabung
meruntuhkan Kerajaan Beng, lalu membagi
negeri ini di antara mereka berdua sendiri?"
"Aku tidak tahu, saudara Siangkoan. Orangorang itu hanya menjalankan apa yang
digariskan pemimpin mereka masing-masing.
Aku menduga kalau Li Cu-seng sebagai orang
Han, juga tidak rela negeri ini diinjak orang
Manchu. Maka dia perintahkan orang-orangnya
Kembang Jelita 19 59 membongkar komplotan Co Hua-sun itu,
sebaliknya Co Hua-sun berusaha menangkapi
orang-orangnya Li Cu-seng, dengan bantuan
orang-orang Manchu."
Sampai kata-kata itu, Helian Kong
menekankan suaranya, berhenti sebentar,
setelah itu barulah melanjutkan, "...karena
orang-orang Li Cu-seng itu membahayakan
rencananya." "Ah, inikah sebabnya kenapa hari-hari
belakangan ini Co Hua-sun berhasil menangkap
gembong-gembong pemberontak seperti Oh
Kui-hou, Yo Kian-hi dan tiga saudara Giam...."
Siangkoan Heng berkata sambil menepuk
pahanya. "Tenyata itu dilakukan dengan
bantuan jaringan sandi orang-orang Manchu."
"Ya, mungkin Pangeran To Ji-kun mem
perhitungkan, kalau Co Hua-sun mendirikan
pahala dengan menangkapi kaum pemberontak,
tentu kedudukannya di samping Kaisar tambah
kuat, pengaruhnya juga makin kuat sehingga
cukup layak oleh Pangeran To Ji-kun untuk
dijadikan penyambut dari dalam, apabila kelak
Kembang Jelita 19 60 tiba saatnya Tentara Manchu maju ke Tionggoan. Mungkin begitu."
Ketiga orang dalam ruangan itu tegang,
namun sekaligus juga kecewa. Keadaan masa itu
ternyata hanya menunjukkan ketidak-becusan
para intel kerajaan, yang sejauh ini belum
menunjukkan reaksi apapun padahal penyusuppenyu-sup musuh sudah berkeliaran di Ibu Kota
Negara. Intel-intel Kerajaan itu memang giat,
namun mereka hanya salah tangkap orangorang yang tak berarti, dengan tujuan tak lain
memeras kaum keluarga si tertangkap agar
membayar "uang bebas".
"Helian Cong-peng, kau mencegah aku segera
menghadap Kaisar, lalu harus menunggu
sampai kapan lagi?" "Harap Taijin menunggu sampai ada bukti di
tangan, barulah menghadap Kaisar. Namun
perjalanan ke istana itupun harus dikawal oleh
pasukan yang memihak kita. Tanpa pengawalan, aku kuatir kaki tangan Co Hua-sun
akan membuat ulah. Entah di perjalanan, entah
setelah sampai ke istana."
Kembang Jelita 19 61 Dengan bersemangat Siangkoan Heng
langsung menyanggupi, "Soal pengawalan ayah,
malam ini juga kuhubungi panglima-panglima
yang masih bisa kita percaya, supaya mereka
siapkan pasukan masing-masing. Kalau perlu
kubangunkan mereka dari tidurnya."
"Bagus, saudara Siangkoan. Tapi tentang
tujuan kita mendakwa Co Hua-sun, seyogyanya
hanya kita bertiga yang tetap mengetahuinya
sampai saatnya tiba di depan Kaisar. Bukan aku
kurang mempercayai teman-teman kita, mereka
semuanya berhati tulus namun tidak semuanya
sanggup menyimpan rahasia. Kalau sampai
bocor sedikit saja dan didengar oleh kaki tangan
Co Hua-sun, bisa kacau rencana kita."
"Baik, aku paham."
"Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu
untuk mengambil barang buktinya, Siang-si
Taijin, saudara Siangkoan....." kata Helian Kong
sambil bangkit. "Besok pagi aku kemari."
"A-heng, antarkan Helian Cong-peng keluar."
"Baik, ayah. Saudara Helian, mari."
Kembang Jelita 19 62 Kedua pemuda itupun berjalan keluar,
namun sampai di ambang pintu, mendadak
Helian Kong memutar tubuh dan bertanya
dengan suara agak kikuk, "Eh, ya.... dari tadi
kenapa adik Yan tidak nampak?"
Siangkoan Hi menyembunyikan senyum
sambil mengusap jenggot putihnya. Selama ini
ia tahu kalau anak gadisnya diam-diam
mencintai Helian Kong, namun tidak jelas
apakah Helian Kong juga membalas cinta
Siangkoan Yan. Kini mendengar pertanyaan
Helian Kong itu, si ayah yang mendambakan
kebahagiaan puterinya iapun mengharap
mudah-mudahan itulah semacam "lampu hijau"
Helian Kong terhadap puterinya, sehingga
puterinya tidak bertepuk sebelah tangan.
Sahutnya, "Dia di istana dalam beberapa hari
ini. Menunggui Puteri Tiang-ping yang
kesehatannya kembali merosot."
Helian Kong pun mengangguk, lalu pergi
diantar Siangkoan Heng sampai kepintu depan.
Setelah mengucapkan salam kepada Siangkoan
Heng, pergilah Helian Kong dengan melompat
Kembang Jelita 19 63 bagaikan terbang, meleburkan diri ke dalam
hitamnya malam. Ia menuju ke kuburan itu,
sebab tengah malam hampir tiba dan dia ada
janji pertemuan dengan Ko Ban-seng.
Sementara itu Siangkoan Heng kembali
menemui ayahnya dan bertanya, "Ayah, apakah
perlu sekarang juga kuhubungi panglimapanglima yang kita harapkan akan mengawal
ayah ke istana?" "Ya. Beritahu bahwa besok pagi harus
kumpul di sini." (Bersambung jilid ke XX) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 29/06/2018 15 : 46 AM
Kembang Jelita 19 64 Kembang Jelita 20 1 Kembang Jelita 20 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XX Dengan kata-kata itu, berarti Siang-koan Hi
sudah siap mempertaruhkan segala-galanya,
artinya dia terang-terangan menjadikan rumah
tinggalnya sebagai "kubu" untuk menghadapi
kubu Co Hua-sun. Kalau kalah, ya hancurlah
semuanya. * **
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di kubu Co Hua-sun sendiri ada persiapan.
Co Hua-sun gelisah sekali, ketika Ting Hoanwi pulang seorang diri untuk melaporkan
bahwa Tong Hin-pa "dibunuh pemberontak",
sedang dua perwira Man-chu yang menyamar,
Ngo Tat dan Sek Hong-hua juga ditangkap
pemberontak. Kembang Jelita 20 2 Pihak manapun yang berhasil menangkap
kedua perwira Manchu itu, Co Hua-sun kuatir
kalau kedua perwira itu disiksa dan akhirnya
mengakui hubungannya dengan Co Hua-sun,
dengan demikian celakalah Co Hua-sun.
Memang pihak pemberontak tidak mungkin
bisa langsung menghadap Kaisar, namun toh
mereka bisa mengatur seribu satu cara agar hal
itu sampai ke kuping Kaisar.
Memang Co Hua-sun suatu saat akan
menyingkirkan Kaisar Cong-ceng dan menggantikannya dengan Pangeran Seng-ong
yang lebih mudah diatur. Tapi hal itu akan
dilaksanakan kelak setelah pasukan To Ji-kun
berada di dekatnya sebagai dukungan kekuatan.
Sedang saat itu pasukan Manchu yang
diharapkannya belum juga ada tanda-tanda
kedatangannya, sehingga Co Hua-sun masih
merasa terlalu riskan untuk bertindak.
Siang tadi memang sudah dikirimnya utusan
rahasia kepada Pangeran To Ji-kun di Jiat-ho,
agar pasukan segera dikirim. Kalau belum bisa
datang terang-terangan lewat San-hai-koan, ya
Kembang Jelita 20 3 menyusup dengan menyamar sampai ke Pakkhia. Biarpun tidak banyak, setidak-tidaknya
cukup untuk bertahan sementara dari pasukanpasukan yang setia kepada Kaisar.
Namun kapan pasukan itu datang"
Karena kegelisahan yang memuncak, Co Huasua membayangkan saat itu di suatu tempat di
Pak-khia, entah di mana, tentu ada sekelompok
orang yang siap membongkar komplotannya.
Maka akhirnya Co Hua-sun pun memutuskan
untuk membuat gebrakan pula demi menyelamatkan rencananya.
"Sebelum datangnya pasukan Pangeran To Jikun, aku harus tetap kelihatan setia kepada
Kaisar." pikirnya. "Untuk itu haruslah
diciptakan suatu kejadian agar aku bisa
menunjukkan kesetiaanku."
Beberapa saat ia hilir mudik memutar otak,
sampai sebuah seringai kejam muncul di
wajahnya, "Hem, untuk itu haruslah ada korban.
Harus ada korban agar Kaisar percaya bahwa
aku masih setia kepadanya, dengan demikian
kedudukanku tetap aman sampai datangnya
Kembang Jelita 20 4 Pangeran To Ji-kun kelak. Kedudukanku harus
aman biarpun tidak lama lagi mungkin akan ada
yang menuduh aku berdasar pengakuan kedua
perwira Manchu itu."
Ia lalu memikirkan gagasannya matangmatang, diperhitungkannya sampai hal sekecilkecilnya, setelah itu keluarlah ia dari
ruangannya itu. Dipanggilnya seorang thai-kam
berpangkat rendah yang berjaga di depan
bangsalnya, lalu memerintah, "Panggil Wan
Hoa-im dan Bu Goat-long sekarang juga. Ada
urusan apapun yang sedang mereka kerjakan,
haruslah mereka segera datang ke mari!"
"Baik!" thai-kam itupun bergegas menjalankan perintah yang kedengarannya
amat darurat itu, langkahnya bahkan setengah
berlari. Tidak lama kemudian Wan Hoa-im dan Bu
Goat-long tiba di hadapan Co Hua-sun,
merekalah pembantu-pembantu terpercaya Co
Hua-sun. Begitu mereka datang, berkatalah Co Huasun, "Malam ini juga, siagakan seluruh orangKembang Jelita 20
5 orang kita. Yang sedang kena giliran bebas
tugas, panggil kembali dan siagakan, jangan ada
satupun yang ketinggalan. Tapi jangan
menyolok, jangan menimbulkan kecurigaan
orang-orang yang tidak sepaham dengan kita."
"Kong-kong, ada apa?" tanya Wan Hoa-im
yang ikut tegang mendengar perintah yang
bernada seolah-olah akan ada pertempuran
besar itu. "Jalankan saja dan jangan tanya-tanya dulu.
Setelah orang-orang kalian siaga, kalian berdua
harus kembali ke mari untuk menunggu
perintahku lebih lanjut. Cepat!"
Yang dimaksud dengan "orang-orang kita"
oleh Co Hua-sun itu bukan lain adalah para thaikam yang berjumlah sepuluh ribu orang lebih.
Orang boleh saja mengejek mereka sebagai
lelaki yang "tidak komplit", tetapi di saat yang
diperlukan mereka bisa menjadi pasukan
tempur yang berbahaya. Selama ini, diam-diam
Co Hua-sun telah memerintahkan mereka untuk
latihan silat dengan alasan "menjaga kesehatan"
Kembang Jelita 20 6 padahal dipersiapkan untuk mendukung ambisi
Co Hua-sun, kalau perlu dengah kekerasan.
Wan Hoa-im dan Bu Goat-long menjalankan
perintah itu dengan perasaan agak tegang.
Mungkinkah Co Kong-kong tiba-tiba kalap,
habis kesabarannya, lalu akan memberontak
terang-terangan seperti Gui Hian-tiong dulu"
Tidakkah itu berarti bunuh diri massal" Biarpun
ada dukungan sepuluh ribu thai-kam Siap
tempur, mana mungkin menandingi jumlah
berkali lipat dari prajurit-prajurit yang masih
setia kepada Kaisar"
Toh mereka jalankan juga perintah itu tanpa
berani menyimpang sedikitpun. Mereka merasa
tidak punya sandaran kekuatan selain Co Huasun, tindakan merekapun juga tidak berani
keluar dari kerangka rencana Co Hua-sun, sebab
sudah terlalu lama mereka menghamba Co Hua
sun dan tidak punya cukup tekad bertindak
dengan kehendak sendiri. Sementara itu, Co Hua-sun sendiri dengan
hati mantap berjalan ke bangsalnya Pangeran
Seng-ong yang termasuk di kompleks istana itu
Kembang Jelita 20 7 juga. Ketika masuk ke bangsal itu, pengawalpengawal
Pangeran Seng-ong tidak menghalanginya, malah mempersilakannya
masuk dengan hormat. "Pangeran sudah tidur?" tanya Co Hua-sun
kepada perwira pengawal. "Belum, Kong-kong. Beliau sedang bermain
catur dengan Jenderal Yo di ruang dalam."
"Jadi Yo Goan-tong juga ada di sini?"
Yo Goan-tong adalah juga seorang panglima
sekutu Co Hua-sun. Sesaat Co Hua-sun berpikir bagaimana
caranya harus bersikap kepada Yo Goan-tong.
Dan setelah ditemukannya akal, diapun berkata
kepada perwira peng awal itu, "Tolong laporkan
kepada Pangeran, bahwa aku ingin bertemu."
"Baik, Kong-kong." Lalu perwira pengawal
itu bergegas masuk ke dalam.
Tidak lama kemudian ia keluar dan berkata,
"Pangeran mempersilakan Kong-kong masuk."
Co Hua-sun pun melangkah masuk. Di
sebuah ruangan indah yang kemaram
cahayanya, menimbulkan kesan damai, ia
Kembang Jelita 20 8 melihat Pangeran Seng-ong dan Yo Goan-tong
sedang bermain catur di atas sebuah meja
pendek. Ketika Co Hua-sun melangkah masuk,
merekapun berdiri untuk menghormat.
Pangeran Seng-ong adalah adik Kaisar Congceng, jadi kedudukannya dalam istana cukup
tinggi. Namun sejak ia masuk komplotan Co
Hua-sun dan "digenggam" Co Hua-sun, diapun
jadi penurut, karena ia sendiri tidak mampu dan
tidak berani memikirkan rencana serumit yang
dipikirkan Co Hua-sun. Kaisar Cong-ceng
disebut malas berpikir, dan adiknya ini lebihlebih
lagi. Boleh dikata ia cuma "memborongkan" segala sesuatunya kepada Co
Hua-sun dan kelak ia cuma "terima jadi" saja. Co
Hua-sun sudah berjanji akan mengangkat
Pangeran Seng-ong sebagai Kaisar, menggantikan kakandanya. Dan harapan muluk
ini membuat Pangeran Seng-ong lebih malas
berpikir lagi. Ketiga orang itu segera duduk di tiga sisi
meja catur itu. Untuk menimbulkan kesan
betapa penting urusan yang dibawanya, Co HuaKembang Jelita 20
9 sun tanpa bertele-tele lagi langsung berkata,
"Maaf, tuan-tuan, terpaksa aku mohon agar
permainan catur kalian dihentikan. Ada
permainan yang lebih besar yang harus kita
mainkan malam ini juga sebelum didahului
lawan-lawan kita." Pangeran Seng-ong dan Yo Goan-tong
menatap Co Hua-sun penuh perhatian.
Sementara Co Hua-sun berpikir, lebih baik Yo
Goan-tong disuruh pergi dulu. Katanya, "Yo
Goan-tong, sekarang juga aku mohon kau pergi
siapkan pasukanmu, lalu kontaklah Wan Hoa-im
dan Bu Goat-long. Apapun yang akan mereka
lakukan, kau harus mendukungnya dengan
pasukanmu!" "Ada apa?" tanya Yo Goan-tong tegang.
"Apakah gerakan kita telah dicium lawan-lawan
kita?" "Jangan tanya-tanya dulu, cepat lakukan.
Waktunya tidak banyak."
Begitu rupa mimik wajah Co Hua-sun
sehingga setiap pendengarnya percaya, la
memang tidak mau memberi kesempatan
Kembang Jelita 20 10 pendengar-pendengarnya berpikir, maka diciptakannya suatu gambaran seolah-olah
keadaan sudah begitu mendesak. Memang Yo
Goan-tong terpengaruh dan buru-buru ia pergi
menyiapkan pasukan. Sekarang tinggal Co Hua-sun dan Pangeran
Seng-ong. "Kong-kong, sebenarnya ada apa?" Pangeran
ini bertanya. Dia ambisius tetapi bernyali tikus.
"Pangeran, sudah bulatkah tekadmu untuk
merebut singgasana dari tangan kakakmu?"
"Menurut Kong-kong, apakah masih ada
kemungkinan?" "Ya. Kalau Pangeran cukup berani, maka
besok waktu matahari terbit, Pangeran sudah
disembah sebagai Kaisar."
Kontan saja Pangeran Seng-ong melongo,
kaget campur kegembiraan meluap-luap.
Selama ini ia memang banyak mengurung diri di
bangsalnya dan kurang tahu perkembangan
rencana Co Hua-sun. Kini mendengar omongan
Co Hua-sun macam itu, siapa tidak gembira"
"Be.... betulkah itu?"
Kembang Jelita 20 11 "Mana mungkin aku membohongimu?" Co
Hua-sun dengan enaknya toh sudah berbohong.
"Memang hari ini muncul sedikit masalah, tetapi
kita justru harus mempercepat rencana dan
besok Pangeran adalah Kaisar negeri ini.
Menggantikan kakakmu!"
"Ah, tetapi kekuatan pendukung kita."
"Jangan kuatir!" Co Hua-sun cepat-cepat
memotong. "Pasukan yang dijanjikan Pangeran
To Ji-kun sudah menyusup perbatasan dan
sekarang sudah dalam kota ini. Lima puluh ribu
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
prajurit pilihan yang semuanya menyamar
sebagai prajurit Beng. Tapi timbul sedikit
masalah." "Kenapa?" Pangeran Seng-ong belum juga
berhasil melenyapkan ketegangannya. Maklumlah, gerakannya itu sebuah pertaruhan
besar. Kalau menang dia jadi Kaisar, begitulah
yang dikatakan Co Hua-sun. Tapi kalau kalah, ia
akan dihukum sebagai pengkhianat, apalagi
kalau terbukti bersekongkol dengan pasukan
asing untuk mendongkel kedudukan kakandanya sendiri. Itulah sebabnya "sedikit
Kembang Jelita 20 12 masalah" yang dikatakan Co Hua-sun itupun
masih saja membuat jantungnya berdebar
kencang. "Ada yang curiga melihat begitu banyak
prajurit tiba-tiba muncul di ibu kota. Maka
sebelum kecurigaan meluas dan membuahkan
reaksi yang tidak kita kehendaki, kita harus
bertindak cepat. Rebutlah singgasana malam ini
juga, maka kita akan mengendalikan situasi
sebelum berkembang jadi semakin ruwet.
Pangeran paham maksudku?"
"Ya.... ya......." bibir Pangeran Seng-ong agak
gemetar. "Lalu aku harus melakukan apa?"
"Sebelum tengah malam, kumpulkan seluruh
pengikut Pangeran. Dan nanti kalau mendengar
tanda waktu jam Cu-si dari menara, jangan
ragu-ragu lagi. Pimpin seluruh pengikut
Pangeran untuk menyerbu bangsal kakandamu
dan bunuh dia!" Lutut Pangeran Seng-ong yang sudah
gemetar sejak tadi, kini hampir tidak mampu
menyangga berat tubuhnya, la hampir roboh.
Kembang Jelita 20 13 "Membunuh kakanda Cong-ceng" Tidakkah itu
akan dianggap memberontak?"
"Lho, memangnya selama ini kita bisik-bisik
mengatur rencana ini belum dianggap
berontak" Kalau rencana kita kalah cepat, batok
kepala Pangeran dan kami semua akan
menggelundung lepas. Jadi tidak ada jalan
mundur lagi! Tidak boleh ragu-ragu! Maju
terus!" "Tetapi.... tetapi....."
"Pangeran, jangan takut! Teropong sejarah.
Lihat leluhurmu Pangeran Yan-ong ketika
mengobarkan Perang Jing-an (1399) merebut
tahta dari keponakannya sendiri, Kaisar Kianbun alias Hui-ti. Pangeran Yan-ong menang dan
menjadi Kaisar bergelar Seng-cou alias Yung-lo,
bertahta selama 22 tahun (1403-1425). Siapa
berani menyebutnya pemberontak atau
pengkhianat" Tidak ada! Kenapa" Sebab dia
menang. Coba dia kalah, tentu sekarang
kuburannya pun tidak diketahui orang. Tetapi
dia menang, kuburannya berdiri paling megah
di Beng-houw-leng (kuburan raja-raja dinasti
Kembang Jelita 20 14 Beng), dia pula yang memindahkan ibu kota
dari Lam-khia ke Pak-khia dan terus dikenang.
Sebaliknya Kaisar Kian-bun yang kalah akhirnya
kabur dengan kapal ke luar negeri dan tidak
diketahui lagi nasibnya. Camkan baik-baik,
Pangeran. Pena penulisan sejarah ada di tangan
sang pemenang, dan dia boleh menuliskan apa
saja tentang dirinya dan tentang lawannya,
sesuka hatinya! Sejarah membuka peluang lagi
malam ini. Tetapi hanya pemberani yang bisa
merebut peluang itu dan mengubahnya jadi
kenyataan, bukan penakut. Pangeran hanya
punya dua pilihan, mau jadi pemenang, atau jadi
pecundang dan mati di bawah seribu kutukan.
Tinggal pilih!" Kata-kata Co Hua-sun itu menimbulkan
tekanan hebat pada jiwa Pangeran Seng-ong
sehingga ia tidak mampu berpikir jernih lagi.
Namun ia masih bimbang dalam satu hal, dan ia
tanyakan itu, "Tetapi perlukah Kakanda Congceng harus dibunuh" Tidak cukupkah kalau dia
diturunkan dari tahta lalu dipenjarakan saja"
Toh dia tidak akan......"
Kembang Jelita 20 15 "Harus dibunuh. Kalau dia tetap hidup
biarpun di penjara, masih akan ada pengikutpengikutnya yang terus mengusahakan dia
kembali ke tahta. Kita akan repot. Tapi kalau
dibunuh, kita padamkan harapan orang-orang
yang ingin mengembalikannya. Nah, praktis
bukan" Jangan tanggung-tanggung kalau
bertindak!" Akhirnya Pangeran Seng-ong mengangguk.
"Bagus, kesempatan harus direbut sebelum
pergi lagi. Pangeran, sekarang lakukanlah
seperti apa yang kukatakan tadi, jangan raguragu bertindak. Besok pagi akulah orang
pertama yang akan mengucapkan selamat
kepada Kaisar baru!"
Habis berkata demikian, Co Hua-sun hendak
berlalu, namun dicegah oleh Pangeran Sengong, "Kong-kong, tidakkah lebih baik kalau
Kong-kong tetap di sini untuk mendampingi aku
dan memberi bantuan pemikiran?"
"Maaf, Pangeran, tidak bisa. Agar semuanya
berjalan sesuai dengan rencana, aku masih
harus mengatur banyak hal olehku sendiri,
Kembang Jelita 20 16 tidak bisa menyuruh orang lain. Jangan kecil
hati, Pangeran, bulatkan tekad. Kita akan
menang!" "Tunggu....... tungu, Kong-kong!"
"Apa lagi?" Mulai kesal juga Co Hua-sun terhadap
sekutunya yang penakut ini.
"Nanti kalau lonceng tengah malam
berbunyi, kita akan bergerak serempak, atau
hanya aku sendiri?" "Ya tentu saja semuanya, Pangeran.
Pangeran, aku, Yo Goan-tong, pasukan
kirimannya Pangeran To Ji-kun, juga pasukanpasukan ibu kota yang sebelum ini sudah
menyanggupi mendukung kita. Pokoknya,
semua bergerak serempak."
Malu juga Pangeran Seng-ong kalau harus
terus-terusan menunjukkan takutnya. Akhirnya
diapun membulatkan tekad dengan membayangkan kemenangan saja. "Baiklah,
Kong-kong. Nanti sebelum jam cu-si (kira -kira
antara jam sebelas malam sampai jam satu
pagi), orang-orangku sudah siap di sini."
Kembang Jelita 20 17 "Dan begitu tengah malam langsunglah
bergerak tanpa menunggu beritaku. Inilah
detik-detik mati hidup, hancur atau jaya!"
Setelah itu cepat-cepat Co Hua-sun berlalu
karena kuatir direngeki macam-macam lagi oleh
si bangsawan ambisius tapi penakut itu.
Tiba di luar bangsal itu, sekejap Co Hua-sun
menoleh ke arah bayangan Pangeran Seng-ong
sambil tersenyum dingin, lalu pergi.
* ** Buat ratusan orang mati yang berbaring di
bawah tanah itu, jalannya waktu sudah tidak
mempengaruhi lagi. Cuma jantung yang masih
berdenyut yang masih deg-degan menanti
tengah malam tiba. Antara lain jantung Helian Kong, la duduk di
atas batu nisan dan sedang menunggu
munculnya Ko Ban-seng. Saat itu baru saja
mulai jam Cu-si, lebih kurang satu jam sebelum
tengah malam. Kembang Jelita 20 18 Untuk menahan hawa dingin, Helian Kong
agak banyak menenggak arak murahan di
warung lampu merah, yang dibelinya dengan
keping-keping terakhir uangnya. Arak yang
agak sengak, tapi lumayan buat menghangatkan
darah. Entah sudah tengah malam atau belum
karena di kuburan memang tidak butuh tanda
waktu, tahu-tahu Ko Ban-seng muncul beberapa
langkah di depan Helian Kong. Seperti hantu
saja. Tidak tahu dari arah mana datangnya atau
bagaimana caranya, tahu-tahu muncul begitu
saja, sehingga Helian Kong harus mengakui
dalam hati kalau kakek gendut ini memang
amat sakti. Sementara Ko Ban-seng sambil tertawa
terkekeh-kekeh telah duduk pula di hadapan
Helian Kong, "He-he-he, waktu pertemuan kita
sedikit lebih awal ya?"
"Tidak apalah, pokoknya ketemu."
"Apa saja yang kaulakukan hari ini?"
"Itu bukan urusanmu, sebab tidak termasuk
dalam perjanjian kita. Akupun tidak tanya apa
Kembang Jelita 20 19 saja yang kaulakukan hari ini. Sekarang aku
cuma menagih janji, kaubilang akan membawakan bukti-bukti pengkhianatan Co
Hua-sun. Mana?" "Sudah kautemukan orang yang tepat untuk
membawa bukti-bukti itu ke hadapan
Kaisarmu?" "Sudah." Ko Ban-seng mengangguk percaya, lalu dari
dalam bajunya dia merogoh seikat surat-surat
gulungan, sambil berkata, "Surat-surat ini
kutemukan dalam kantong kedua perwira sandi
Manchu itu. Inilah bukti-bukti yang akan
menjatuhkan Co Hua-sun."
"Apa isinya?" "Surat-menyurat antara Pangeran Seng-ong
dan Pangeran To Ji-kun. Antara lain disebutsebut tentang peminjaman pasukan, pemberian
wilayah kerajaan kepada orang Manchu dan
sebagainya." Ketika berkas itu diserahkan, Helian Kong
menyambarnya bagaikan orang kelaparan
melihat roti. Katanya, "Kalau tidak bisa
Kembang Jelita 20 20 menggebrak Co Hua-sun secara langsung, boleh
juga menggebrak Pangeran Seng-ong lebih dulu.
Dia komplotannya. Kalau Pangeran Seng-ong
ditangkap dan ditanyai tentang komplotannya,
pasti akan merembet Co Hua-sun juga. Bagus."
Namun Helian Kong tiba-tiba merasa
tangannya memegang angin, sebab sebelum
berkas itu dapat disambarnya, Ko Ban-seng
telah menariknya kembali secepat kilat, sambil
berkata, "Tunggu dulu."
"Ada apa lagi?"
"Dua muridku dan tiga teman mereka, saat
ini berada dalam penjara kerajaan. Bagaimana
dengan nasib mereka?"
"Ini tidak termasuk perjanjian kita kemarin.
Lagi pula aku tidak bisa menjanjikan apa-apa
yang tidak ada di tanganku. Kelima orang itu
tidak di tanganku, silakan kau berurusan
langsung dengan Co Hua-sun."
"Hem, jawaban khas pegawai-pegawai
kerajaan." ejek Ko Ban-seng, lalu suaranya
menirukan suara Helian Kong tadi, "Bukan
mejaku yang mengurusnya, meja yang sana.
Kembang Jelita 20 21 Sampai di meja yang sana, jawabannya ya sama
saja." Muka Helian Kong panas mendengar
sindiran itu, tapi kenyataannya ya memang
begitulah cara kerjanya pegawai-pegawai
kerajaan. Helian Kong tak mau membantahnya,
ia lebih suka meluruskan kembali pembicaraan
ke pokok persoalan, "Pokoknya, mau berikan
berkas itu tidak" Kalau ya, kami berterima
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kasih. Kalau tidak, berarti kauberikan kelompok
Co Hua-sun tetap merajalela dan menggadaikan
tanah air kepada Bangsa Manchu. Hal ini
akupun tidak bisa memaksamu."
Ko Ban-seng menggerung gusar, telapak
tangannya menebas ke samping dan robohlah
sebatang pohon yang hampir sebesar perut
orang. Roboh seolah habis ditebas dengan
kampak raksasa. Helian Kong biarkan saja kakek gendut itu
melampiaskan kemarahannya, sementara dalam hati Helian Kong sendiri juga merasa
sedih dan kecewa akan kebobrokan dan
kelemahan pemerintah kerajaan. Untuk mendo
Kembang Jelita 20 22 telapak tangannya menebas ke samping dan
robohlah sebatang pohon yang hampir
sebesar perut orang. Kembang Jelita 20 23 ngkel Co Hua-sun, terpaksa harus memanfaatkan "Jasa" kaum pemberontak yang
sebenarnya juga musuh pemerintah. Seperti
"melawan racun dengan racun" dengan resiko
keracunan sendiri. Apa boleh buat. Sebab kalau
mencoba menggusur Co Hua-sun lewat caracara resmi dalam pemerintahan, sudah dicoba
puluhan kali, dan setiap kali malah si penggusur
sendiri yang kena bencana. Tak lain karena
banyaknya kaki tangan Co Hua-sun dalam
pemerintahan. Tapi saat itu, baik tentara Kerajaan maupun
laskar pemberontak ternyata sama-sama takut
kalau sampai Tentara Manchu berhasil
melewati Tembok Besar. Karena itulah pihak
pemberontak pun ingin komplotan Co Hua-sun
dihapuskan. "Bagaimana pak tua" Mau kerja sama kita
dilanjutkan atau tidak?" tanya Helian Kong.
Akhirnya dengan kesal Ko Ban-seng
membanting berkas itu ke tanah sambil
menggeram, "Ambillah!"
Kembang Jelita 20 24 Terpaksa Helian Kong harus merangkakrangkak mengumpulkan kertas-kertas yang
bertebaran itu. Tetapi ketika Ko Ban-seng hendak berlalu,
berkatalah Helian Kong, "Pak tua, untuk
membebaskan murid-muridmu, aku hanya bisa
memberimu semacam pikiran, tapi pelaksanaannya terserah kau sendiri."
"Cara apa?" "Gunakan kedua perwira Manchu yang kau
tangkap itu untuk ditukarkan dengan muridmuridmu dan ketiga kawannya."
"Huh, itu bukan bantuan namanya, sebab
akupun sudah memikirkannya!"
Lalu berlalulah Ko Ban-seng sambil
mengutuk habis-habisan. Ketika itulah Helian Kong sayup-sayup
mendengar bunyi lonceng tengah malam dari
arah istana. Helian Kong anggap hal itu hal rutin
yang tidak perlu digubris.
* * * Kembang Jelita 20 25 Malam itu Tan Wan-wan meladeni nafsu
Kaisar Cong-ceng, sebenarnya dengan perasaan
jemu. Namun Tan Wan-wan melakukan
peranannya sebaik mungkin, sebab tindakannya
itu bukan mengharapkan kenikmatan jasmaniah yang pasti takkan diperolehnya dari
lelaki yang usianya hampir tiga kali lipat
usianya itu. Ia lakukan itu untuk tetap
"mengikat" Kaisar dan aman di sampingnya,
sebab saat itu Co Hua-sun sedang mencoba
mendongkelnya. Maka Tan Wan-wan harus
berusaha keras agar tetap digandrungi Kaisar,
harus memuaskan Kaisar. Bahkan diapun harus berpura-pura mendapat puncak kenikmatan untuk menjaga
agar harga diri Kaisar tidak terluka. Harga diri
sebagai lelaki yang sebenarnya sudah tidak
perkasa lagi, namun berlagak masih kuat.
Memang pesona keindahan jasmaniah Tan
Wan-wan telah membelit Kaisar Cong-ceng
demikian rupa. Ia seorang yang lemah
pribadinya, yang memimpin negara bukan
karena kemampuannya, tapi karena warisan
Kembang Jelita 20 26 leluhurnya. Maka biarpun belakangan ini Co
Hua-sun sering menganjurkan agar Tan Wanwan disingkirkan, sambil menuduh Tan Wanwan sebagai orang yang diselundupkan oleh
kaum pemberontak, namun Kaisar tetap tidak
menghiraukannya. Memang sering ragu-ragu,
tapi hanya sebentar. Setelah Tan Wan-wan
menggunakan pesona kecantikan dan keindahan tubuhnya, maka Kaisarpun lupa
semua omongan Co Hua-sun.
Kaisar benar-benar tak mungkin lepas dari
Tan Wan-wan. Ketika tambur di menara istana berbunyi
sebagai tanda tengah malam, Tan Wan-wan
sedang membantu Kaisar mengelap keringatnya, lalu membantunya mengenakan
pakaiannya sambil disertai kata-kata mesra dari
kedua belah pihak. Setelah itu Tan Wan-wan pun membersihkan
diri dan mengenakan pakaiannya.
Namun tiba-tiba di luar bangsal itu ada suara
ribut-ribut orang-orang berlari-lari, disusul
Kembang Jelita 20 27 suara pertempuran yang makin lama makin
dekat ke bangsal itu. Keruan Kaisar Cong-ceng mengerutkan
alisnya. Dipanggilnya seorang dayang untuk
diperintahkan melihat apa yang terjadi di luar.
Tidak lama kemudian, dayang itu kembali ke
hadapan Kaisar dan Tan Wan-wan dengan
wajah tegang, dan laporannya memang
mengejutkan, "Tuanku, Pangeran Seng-ong
menyerbu kemari bersama pengikutnya,
sekarang mereka sedang bertempur dengan
pengawal-pengawal pribadi Tuanku."
Kaisar kaget dan sulit percaya, "Adinda Sengong?"
"Benar, Tuanku."
Tentu saja Kaisar Cong-ceng sulit mempercayai, sebab selama ini Pangeran Sengong tidak menunjukkan tanda-tanda berambisi
menduduki tahta atau ambisi politik lainnya.
Hidupnya seperti "pertapa" di bangsalnya, dan
kini tiba-tiba dia datang menyerbu, tentu saja
Kaisar amat terkejut. Kembang Jelita 20 28 Namun Tan Wan-wan tidak kaget, karena
justru dialah yang tahu pertama kali
persekongkolan Pangeran Seng-ong, Co Huasun dan orang-orang Manchu. Tan Wan-wan
mengetahuinya lewat jaringan mata-matanya
sendiri di dalam istana itu. Hanya saja ia belum
mengungkapkannya kepada Kaisar sebab sulit
dibuktikan. Kalau gagal membuktikannya malah
Kaisar takkan percaya lagi kepadanya. Karena
itulah Tan Wan-wan hanya mengirimkan kabar
kepada Jenderal Li Giam lewat burung merpati.
Kini gerakan Pangeran Seng Ong itu tidak
lagi mengagetkan Tan Wan-wan.
Sementara itu, Kaisar bergegas keluar
bangsal diikuti Tan Wan-wan, dan apa yang
dilihatnya di tempat itu membuatnya gemetar
ketakutan. Dilihatnya ratusan orang pengikut Pangeran
Seng-ong menyerbu dengan ganas. Pengawalpengawai Kaisar bertahan dengan gigih, namun
jumlah mereka kalah banyak dan juga tidak
menduga akan datangnya serangan itu. Banyak
pengawal Kaisar sudah bergelimpangan, sedang
Kembang Jelita 20 29 kaum penyerbu terus mendesak maju dengan
beringas. "Adinda Seng-ong! Apa yang sedang kau
lakukan"!" dari serambi bangsal itu Kaisar
berteriak kepada Pangeran Seng-ong. Suara itu
hampir tenggelam oleh hiruk-pikuknya pertempuran, namun Pangeran Seng-ong masih
bisa mendengarkan. "Aku harus menyelamatkan tahta warisan
leluhur kita, karena kakanda tidak becus
mengurusnya!" Teriak Pangeran Seng-ong dari
seberang. Waktu Itu Pangeran Seng-ong memang
sudah percaya benar-benar akan omongan Co
Hua-sun. la yakin sedang bergerak serempak
bersama sekutu-sekutunya, maka ia jadi
bersemangat sekali dan mengira singgasana
sudah tinggal selangkah di depannya.
Diikuti sekelompok pengawal-pengawal
andalan, Pangeran Seng-ong sendiri maju,
mencoba menyelinap di antara hiruk-pikuknya
pertempuran. Ia berusaha mendekati Kaisar
Cong-ceng. Kembang Jelita 20 30 Melihat itu, keruan saja Kaisar menggigil
ketakutan. Hilang rasa malunya, biarpun di
dekatnya ada Tan Wan-wan.
Malah Tan Wan-wanlah yang bersikap lebih
tenang. Biarpun suaranya kedengaran tetap
halus dan merdu, namun tidak ada tanda-tanda
lemah atau ketakutan, "Mana pengawal"
Lindungi Sri Baginda lebih dulu!"
Terasa aneh juga suara seorang perempuan
semerdu itu di tengah suara ratusan lelaki yang
tengah berteriak-teriak sampai parau untuk
menyabung nyawa. Sekelompok pengawal Kaisar
segera membentuk pagar betis di depan Kaisar Congceng dan Tan Wan-wan.
Pangeran Seng-ong maju terus sambil
mengacungkan pedangnya, dan berteriak,
"Kakanda, menyerah sajalah! Suruh juga
pengikut-pengikutmu yang tolol itu menyerah
pula!" Sementara Pangeran Seng-ong membentakbentak, Kaisar cuma berdiri dengan lutut
gemetar, bibirnya bergerak-gerak tetapi tidak
Kembang Jelita 20 31 mampu mengeluarkan suara saking takutnya.
Malah pelan-pelan ia bergeser ke belakang
tubuh Tan Wan-wan untuk berlindung.
Lenyaplah keagungan sebagai Kaisar dan
sebagai lelaki. Sementara Tan Wan-wan malahan berdiri
tegak seperti seorang jenderal di medan perang.
Katanya keras, "Pangeran! Malam ini kau sudah
membuka kedokmu dan memperlihatkan
wajahmu sendiri, wajah seorang pengkhianat!
Karena itu kaupun tidak akan diperlakukan
sebagai keluarga istana lagi, tapi sebagai
pengkhianat!" Lalu kepada pengawal-pengawal di sekitar
Kaisar, Tan Wan-wan berseru, "Serang!"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wibawa Tan Wan-wan ternyata benar-benar
seperti seorang jenderal, sehingga pengawalpengawal Kaisar pun serempak menghadapi
Pangeran Seng-ong dan pengawal-pengawalnya
pula. Pangeran Seng-ong lalu memaki Tan Wanwan, "Pelacur murahan, kaulah biang keladi
kekalahan tentara pemerintah selama ini. Kau
Kembang Jelita 20 32 adalah mata-mata Li Cu-seng yang diselundupkan ke istana untuk melemahkan
kami! Kau bisa mengelabuhi Kaisar tolol itu,
tetapi tidak mungkin mengelabuhi aku!"
"Kau sendiri yang sudah menunjukkan
belangmu, kenapa menyeret-nyeret orang lain?"
balas Tan Wan-wan. Pangeran Sen-ong menjadi gusar, lalu
menyuruh orang-orangnya untuk menggempur
lebih hebat lagi. Namun pengawal-pengawal
Kaisar pun bertahan dengan gigih.
Karena kelebihan banyak orang, Pangeran
Seng-ong kemudian memerintahkan sebagian
orang-orangnya membuat gerakan melengkung
di kedua samping bangsal untuk mengepung.
Setelah mengepung terus menekan ke bagian
tengah. Sekelompok pengikut Pangeran Seng-ong.
dengan senjata-senjata terhunus berlari
menyusuri lorong pembatas antara serambi
bangsal dengan kolam di sekeliling bangsal,
mereka menyerbu kearah Kaisar padahal di
lorong itu tidak terjaga oleh pengawal Kaisar.
Kembang Jelita 20 33 Hampir-hampir Kaisar pingsan ketakutan
melihat itu, tangannya berpegang kuat-kuat ke
tubuh dan pundak Tan Wan-wan agar tidak
roboh. Namun Tan Wan-wan cepat mengambil
prakarsa, ditariknya tangan Kaisar untuk diajak
lari ke ujung lain lorong itu, sambil berkata,
"Cepat Tuanku."
Tan Wan-wan berbuat demikian bukan
untuk menyelamatkan Kaisar karena sayang,
namun lebih tepat kalau dikatakan menyelamatkan "Tempat persembunyian"nya
sendiri, la tahu, kalau pengikut Pangeran Sengong menang dan berhasil membunuh Kaisar,
maka dirinyapun akan ikut dibunuh, lagi pula
kemenangan Pangeran Seng-ong yang didalangi
orang Manchu itu takkan menguntungkan
perjuangan Joan-ong. Pengikut-pengikut Pangeran Seng-ong itu
terus memburu sepanjang lorong.
Melihat betapa Kaisar lari tertatih-tatih
dengan napas megap-megap setengah diseret
Tan Wan-wan, sedang para pengejarnya berlari
cepat dan dengan langkah lebar-lebar, maka
Kembang Jelita 20 34 sebentar lagi Kaisar Cong-ceng agaknya akan
kehilangan nyawa. Pengikut-pengikut Pangeran
Seng-ong itu sudah mendapat janji akan
memperoleh hadiah besar bagi yang dapat
memenggal kepala Kaisar Cong-ceng.
Namun mendadak dari sebuah persimpangan lorong, muncul sekelompok
orang bersenjata lain, yang anehnya semuanya
adalah gadis-gadis muda. Mereka semuanya
berpakaian ringkas, membawa senjata, dan
langsung menghadang di jalan yang akan dilalui
orang-orangnya Pangeran Seng-ong.
Ternyata gadis-gadis ini tidak Ingin
bertempur secara langsung, karena mereka
tentu akan kalah tenaga dari para lelaki. Dengan
cekatan mereka menyiapkan busur dan panah
mereka, lalu dengan rapi mereka mengatur diri.
Yang di depan berjongkok sebelah lutut, yang di
belakang berdiri, dengan tangkas gadis-gadis itu
lalu melepaskan panah ke arah pengikutpengikut Pangeran Seng-ong yang sedang
mengejar Kaisar itu. Kembang Jelita 20 35 Keruan pengikut-pengikut Pangeran Sengong itu kaget, sebab mereka tengah berada di
sebuah gang yang tidak memberi banyak
kemungkinan untuk menghindar. Sebelah kiri
tembok, sebelah kanan kolam.
Orang-orang paling depan lalu memutarmutar senjata, berusaha menangkis panah,
namun beberapa orang roboh terpanah
sehingga bergelimpangan di lantai atau
mencebur ke kolam. Ada juga yang sempat
berlindung di balik tiang-tiang bangsal yang
besarnya sepelukan orang itu.
Gadis-gadis itu tak lain adalah dayangdayang Puterl Tiang-plng. Mereka secara
bergiliran sering diajak Puterl Tiang-ping
berburu dl luar kota, sehingga tidak asing lagi
dalam soal memanah. Pemimpin mereka kali Ini
adalah Pek-hong, yang dendam kepada
kelompok Co Hua-sun yang telah menyebabkan
matinya Hui-hun, sahabatnya. Dan kinilah
saatnya Pek-hong melampiaskan dendam
dengan barisan panahnya. Kembang Jelita 20 36 Maka serangan panahnya tidak hanya sekali,
tapi berturut-turut dan begitu gencar. Bahkan
setelah pengikut-pengikut Pangeran Seng-ong
itu mundur kocar-kacir sepanjang lorong, Pekhong memimpin kawan-kawannya untuk
mengejar dengan melompati mayat-mayat
musuh di lantai. Kaisar dan Tan Wan-wan berhenti berlari
dan memperbaiki napasnya. Kaisar merasa agak
lega melihat ketangkasan dayang-dayang
puterinya itu. Namun hanya lega untuk
sementara. Di seluruh arena pertempuran,
pengawal-pengawal Kaisar makin terdesak,
terjepit dan tercerai-berai menghadapi gelombang pengikut Pangeran Seng-ong yang
berjumlah banyak dan makin bersemangat.
Bangsal itu terkepung oleh pengikut-pengikut
Pangeran Seng-ong. "Mana pasukan pengawal lainnya, kenapa
belum datang?" gugup dan terengah-engah
Kaisar berucap. Melihap sikap serta ketakutan dari Kaisar
Kerajaan Beng ini, diam-diam Tan Wan-wan
Kembang Jelita 20 37 mengejek dalam hati, "Dengan mempertahankan pimpinan macam ini, pastilah
kerajaan akan segera roboh dan digantikan
pemerintahan baru yang bakal didirikan oleh
Joan-ong." Suasana jadi tambah menciutkan nyali,
ketika di seluruh sudut bangsal itu terdengar
sorak gemuruh pengikut-pengikut Pangeran
Seng-ong yang meningkat semangatnya.
"Hidup Paduka Seng-ong, Kaisar yang baru!"
"Singkirkan Kaisar yang lemah di bawah
ketiak perempuan!" "Pulihkan kebesaran dinasti Beng!"
Pihak Pangeran Seng-ong agaknya sudah
yakin benar bahwa malam itu mereka akan
menang. Pangeran Seng-ong akan naik tahta,
dan pengikut-pengikutnya pasti akan kecipratan rejeki pula. Namun sebenarnya Pangeran Seng-ong
sendiri mulai merasa bimbang. Ia melihat
pengawal-pengawal Kaisar masih gigih bertahan biarpun sudah banyak korban.
Pangeran Seng-ong mengharapkan sekutuKembang Jelita 20
38 sekutunya segera muncul membantu untuk
cepat-cepat membereskan Kaisar Cong-ceng,
tetapi kenapa sampai detik itu belum muncul
juga" Bagaimana kalau istana itu keburu
"dibanjiri" pasukan-pasukan yang setia kepada
Kaisar, yang diundang dari luar istana" Tentu
pihaknyalah yang bakal tenggelam lebih dulu.
Ingat hal itu, segera Pangeran Seng-ong
menjadi takut sendiri, sebab sifat dasarnya
memang penakut. Kalaupun malam itu ia
muncul keberaniannya, itulah keberanian semu
yang "dipompakan" oleh Co Hua-sun, bukan
dari dirinya sendiri. Dan ketika kebimbangannya menghebat,
dengan sendirinya keberaniannyapun sedikit
demi sedikit mulai gembos.
Mana sekutu-sekutunya" Mana bukti janji Co
Hua-sun bahwa malam itu semua kekuatan
pendukung akan "bergerak serempak" termasuk "pasukan Pangeran To Ji-kun?"
Apalagi ketika udara malam tiba-tiba
tergetar oleh lonceng di menara samping aula
Gin-loan-tian, lonceng yang berarti undangan
Kembang Jelita 20 39 kepada pasukan-pasukan lain untuk menolong
Kaisar. Di tengah-tengah pengikutnya, Pangeran
Seng-ong mulai celingukan gelisah. Tengok sana
tengok sini, mencari teman-temannya.
Tapi sesaat kemudian seorang pengikutnya
dengan gembira berseru, "Lihat! Co Kong-kong!"
Memang saat itu nampak rombongan thaikam datang membawa senjata dan obor yang
diangkat tinggi-tinggi. Nampak Co Hua-sun
muncul diapit Wan Hoa-im dan Bu Goat-long.
Co Hua-sun yang bertubuh tinggi dan gemuk
itu, membawa pedang dan mencoba menerobos
ke arah Kaisar yang masih berdiri gemetar di
samping Tan Wan-wan. Pengikut-pengikut
Pangeran Seng-ong tidak menghalangi, sedang
pengawal-pengawal Kaisar tidak sempat
mencegah karena jumlah mereka makin sedikit
dan makin kerepotan menghadang lawan
mereka. Melihat langkah Co Hua-sun yang tidak
terhalangi menuju ke dirinya dan Kaisar,
Berkeringat dinginlah Tan Wan-wan. Dalam hati
Kembang Jelita 20 40 ia sudah berdoa kepada arwah leluhurnya,
mengira malam itu juga akan berakhirlah
hidupnya di ujung pedang kawanan Co Hua-sun.
Namun seolah-olah mimpi Tan Wan-wan
ketika melihat Co Hua-sun setibanya di depan
Kaisar lalu menyarungkan pedang dan berlutut,
sambil bertanya, "Ampunilah hamba Tuanku,
hamba datang terlambat sehingga Tuanku
mengalami sedikit hinaan. Tapi apakah yang
terjadi?" Tan Wan-wan tercengang. Setahunya Co
Hua-sun dan Pangeran Seng-ong itu satu
komplotan, sekarang Co Hua-sun bersikap
seperti ini, apa yang dimaksudkannya"
Sedangkan Kaisar yang memang dak tahu
sama sekali akan persekongkolan Co Hua-sun
dengan Pangeran Seng ong, kini gembira
melihat datangnya si "dewa penolong" ini.
"Adinda Seng-ong berkhianat!" kata Kaisar
dengan bibir masih pucat dan gemetar, namun
perlahan-lahan keberaniannya datang kembali.
Co Hua-sun pura-pura terkejut, lalu
menunjukkan kegusarannya. Tiba-tiba ia
Kembang Jelita 20 41 bangkit dan menghunus pedang, lalu berteriak
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada para pengiringnya, "Tumpas habis
semua pengkhianat! Jangan biarkan hidup
seorangpun! Kita tunjukkan kesetiaan kita
kepada Kaisar!" Maka sepuluh ribu thai-kam bersenjatapun
serempak bergerak menggempur pengikutpengikut Pangeran Seng-ong.
Tentu saja Pangeran Seng-ong kaget sekali.
Sekutu yang diharapkan membantu itu, tibatiba berubah jadi lawan.
Dari tengah-tengah pengawalnya, Pangeran
Seng-ong berteriak, "Co Kong-kong! Mengapa
kau.......?" Co Hua-sun tidak membiarkan Pangeran itu
bicara terlalu banyak. Secepat kilat direbutnya
busur dan anak panah dari seorang anak
buahnya yang berdiri di dekatnya, lalu dengan
tangkas ia memanah. Ternyata Co Hua-sun
seorang pemanah yang lumayan ulung, anak
panahnya melesat mantap, tepat masuk ke
mulut Pangeran Seng-ong yang sedang terbuka
dan tembus sampai muncul di tengkuk. RobohKembang Jelita 20
42 Ternyata Co Hua-sun seorang pemanah yang lumayan
ulung, anak panahnya melesat mantap, tepat masuk
ke mulut Pangeran Seng-ong.
Kembang Jelita 20 43 lah si bangsawan bernasib malang yang
memang sengaja dikorbankan untuk menyelamatkan kerahasiaan rencana Co Huasun. Setelah kini Co Hua-sun tampil sebagai
"penyelamat", tentu saja para penuduh kelak
akan kehilangan dasar untuk menuduh Co Huasun.
Pengikut-pengikut Pangeran Seng-ong yang
semula dengan garang mendesak, sekarang jadi
mawut tak karuan karena tanpa pimpinan.
Banyak yang sebetulnya ingin meletakkan
senjata dan menyerah saja, tapi janji
pengampunan belum diperdengarkan dari
pihak lawan. Dan memang tak akan pernah dikumandangkan, sebab perintah Co Hua-sun
cukup jelas dan diulang-ulang, "Tumpas semua
pengkhianat! Jangan ditinggalkan hidup
seorangpun!" Jadi sudah jelas tidak ada ampun buat
pengikut Pangeran Seng-ong, maka mereka jadi
putus asa lalu nekad, melawan dengan kalap.
Kini mereka digencet dari segala arah oleh
Kembang Jelita 20 44 gabungan pasukan yang digerakkan Co Huasun, maupun pasukan-pasukan yang setia
kepada Kaisar yang telah berdatangan ke
tempat itu. Wan Hoa-im dan Bu Goat-long nampak
mengamuk hebat membabati orang-orangnya
Pengeran Seng-ong. Kedua thai-kam jagoan itu sebetulnya agak
tidak menduga kalau justru harus menumpas
pasukan Pangeran Seng-ong. Tadinya mereka
mengira kalau mereka akan melakukan langkah
terakhir dalam rencana mereka, yaitu merebut
tahta dengan kekerasan lalu menobatkan
Pangeran Seng-ong sebagai Kaisar baru. Tak
terduga Co Hua-sun merasa perlu untuk lebih
dulu "mundur selangkah" demi selamatnya
seluruh rencana. Unsur penentu keberhasilan
rencana itu adalah pasukan Manchu yang kuat,
yang akan diselundupkan ke istana untuk
membantu Co Hua-sun, sesuai dengan janji
Pangeran To Ji-kun. Ternyata sampai detik itu
pasukan Manchu belum datang juga, padahal
Ngo Tat dan Sek Hong-hua sudah tertangkap
Kembang Jelita 20 45 musuh. Co Hua-sun kuatir kalau perwira sandi
Manchu itu disiksa dan akhirnya membocorkan
rencananya, entah bocornya ke kuping orangorang yang setia kepada Kaisar, ataupun ke
kuping orang-orangnya Li Cu-seng, buat Co
Hua-sun sama bahayanya. Orang-orang Li Cuseng bisa saja menyebarkan bukti-bukti itu
sambil tetap bersembunyi. Maka terpaksa Co
Hua-sun harus mengorbankan Pangeran Sengong dan dirinya sendiri tampil sebagai
"pahlawan" sehingga kelak kalau ada yang
menuduhnya, Co Hua-sun bisa mengemukakan
jasanya menyelamatkan Kaisar itu sebagai
"bukti kesetiaan" untuk menangkal tuduhan.
Jalan pikiran Co Hua-sun itu bisa dipahami
oleh Wan Hoa-im dan Bu Goat-long, karena
mereka sudah biasa bergaul dengan Co Huasun. Maka mereka berdua dengan kejam ikut
membantai pengikut-pengikut Pengeran Sengong, sekutu yang dikorbankan itu.
Yang ikut melaksanakan pembantaian itu Yo
Goan-tong, yang juga sekutu Co Hua-sun
Kembang Jelita 20 46 maupun Pangeran Seng-ong. la berasal dari
kalangan prajurit luar istana.
Meskipun Yo Goan-tong setiap kali
mengayunkan pedang membunuh pengikut
Pangeran Seng-ong, namun ia merasa kengerian
luar biasa dalam hati. Inilah ternyata cara kerja
Co Hua-sun. Kalau Pangeran Seng-ong sebagai
sekutu penting saja bisa dijerumuskan dan
dikorbankan demikian rupa, tidak mungkin kah
sekutu lain juga dikorbankan demi kelancaran
rencana" Termasuk diriku" pikir Yo Goan-tong.
Sulit menyesuaikan perasaan dengan
tindakan, sehingga Yo Goan-tong seperti
kehilangan keseimbangan jiwa. Bagaimanapun
ia masih memiliki hati nurani. Terbayang
betapa akrabnya ia sore tadi bermain catur
dengan Seng-ong, ketika tiba-tiba Co Hua-sun
datang, menyuruhnya pergi menyiapkan
pasukan, lalu Co Hua-sun sendiri bicara kepada
Pangeran Seng-ong. Biarpun Yo Goan-tong tak
pernah mendengar perbincangan itu, namun ia
dapat memperkirakannya sekarang. Kurang
lebih, Co Hua-sun tentu membohongi Pangeran
Kembang Jelita 20 47 goblok itu agar menyerang Kaisar, agar Co Huasun sendiri bisa tampil sebagai pahlawan
penyelamat. Dan kini Pangeran Seng-ong
terkapar dengan panah menembus mulutnya.
Karena itulah Yo Goan-tong hanya
bertempur setengah hati. Cara kerja Co-Hua-sun
ternyata demikian menakutkan. Bukan hanya
mengorbankan musuh, tapi teman sendiripun
kalau perlu dikorbankan, rencananya lebih
penting dari segala-galanya.
Sedangkan pasukan Yo Goan-tong hanya
pelaksana perintah, tidak tahu apa-apa tentang
intrik-intrik istana. Mereka disuruh membunuh,
ya merekapun membunuh sepenuh hati. Mereka
cuma taat perintah Tan Wan-wan juga ngeri
melihat pembantaian itu, samar-samar ia dapat
membayangkan bagaimana Co Hua-sun
bertindak terhadap sekutunya sendiri. Pikir Tan
Wan-wan, "Pantas Kerajaan Beng morat-marit,
karena tokoh tak bermoral macam Co Hua-sun
justru pegang peranan kunci di pusat
pemerintahan." Kembang Jelita 20 48 Hanya si Kaisar malas berpikir sajalah yang
tidak mengerti maksud tindakan Co Hua-sun
itu, tidak mencium adanya kebusukan di balik
semuanya itu. Kaisar tetap menganggap Co Huasun sebagai penolong, dan memang itulah yang
diperhitungkan oleh Co Hua-sun.
Pembantaianpun selesai sebelum fajar.
Ratusan mayat bertebaran. Co Hua-sun segera
berkeliling arena untuk menanyai Wan Hoa-im,
Bu Goat-long dan Yo Goan-tong, untuk
meyakinkan benar-benar bahwa Pangeran
Seng-ong dan semua pengikutnya benar-benar
sudah dihabiskan dan tidak ditinggalkan hidup
seo-rangpun. Ini penting demi kerahasiaan
rencana Co Hua-sun. Yang pertama didekatinya adalah Wan Hoaim, "Tadi kau bertempur di sebelah sini?"
"Benar, Thai-kong-kong."
"Yakin tidak ada pengikut Pangeran Sengong yang lolos melewatimu?"
"Tidak ada...." sahut Wan Hoa-im bangga.
"Aku bukan hanya bertempur, tapi juga
mengawasi kerja anak buahku. Aku yakin tak
Kembang Jelita 20 49 seorangpun pengikut Pangeran Seng-ong yang
lolos." "Bagus..!" Lalu didekatinya Bu Goat-long yang tadi
bertempur di sebelah lain. Pertanyaannya sama,
dan iapun mendapat jawaban sama.
Lalu giliran Yo Goan-tong untuk didekati dan
ditanyai. Co Hua-sun agak heran melihat
sekutunya itu bermuka pucat, wajahnya gugup
dan bertingkah serba salah, apa lagi ketika
didekatinya. Senyuman Co Hua-sun kini tampak
di mata Yo Goan-tong seperti seringai hantu
bertaring yang amat mengerikan.
Ketika Co Hua-sun menepuk pundaknya,
hampir saja Yo Goan-tong melompat kabur.
Melihat gerak-gerik Yo Goan-tong yang aneh
itu, terpaksa pertanyaan pertama Co Hua-sun
tidak sama dengan yang untuk Wan Hoa-im
maupun Bu Goat-long, "Yo Cong-peng,
kenapakah kau" Apakah kurang sehat?"
"Tidak apa-apa.... eh, ya..... sedikit kurang
enak...... tapi, eh, tidak apa-apa...." jawabannya
Kembang Jelita 20 50 tak keruan, dan sambil menunduk untuk
menghindari tatapan mata Co Hua-sun.
"Ada apa sebenarnya, Cong-peng?"
"Mungkin..... mungkin agak masuk angin.
Nanti juga..... baik sendiri kalau sudah minum
obat......" "Kalau begitu, istirahatlah dulu di rumah...."
suara Co Hua-sun begitu manis, namun Yo
Goan-tong malahan semakin ngeri.
"Ya..... terima kasih, aku mohon diri
sekarang." "Sebentar, aku tanya dulu. Tadi kau
bertempur di sebelah mana?"
"Di sisi sebelah bangsal."
"Yakin tidak ada pengikut Pangeran Sengong yang lolos, sesuai dengan perintahku?"
Perut Yo Goan-tong mual sedikit, maka
dijawabnya sekenanya saja, "Yakin, Kongkong...."
"Baiklah. Sekarang pulang istirahatlah baik."
Yo Goan-tong pun segera menyerahkan
sementara pimpinan pasukannya kepada
wakilnya, lalu ia sendiri bergegas meninggalkan
Kembang Jelita 20 51 istana. Ia jalan sendirian di tempat sepi. Dan
ketika tiba di sebuah tempat di mana tak dilihat
orang lain, tiba-tiba ia membungkuk dan
memegang perutnya, lalu muntah-muntah
habis-habisan, sampai air kecut dalam perutpun ikut keluar. Muntahnya bukan karena
masuk angin, tapi karena ketakutan tertahan
terhadap Co Hua-sun. Pembantaian Pangeran
Seng-ong malam itu terlalu keji buatnya.
Kemudian ia berjalan sempoyongan sambil
berpegang apa saja di tepi jalan. Malam gelap.
Sebentar-sebentar ia menoleh ke belakang,
angin malam yang berhembus dingin serasa
Pangeran Seng-ong sedang mengikutinya dan
meniup-niup tengkuknya. Yo Goan-tong tiba-tiba bergidik ngeri, lalu
berlari kencang. Ia bahkan tidak berani pulang
ke rumahnya. Takut didatangi arwah Pangeran
Seng-ong" Ya. Tapi yang lebih menakutkan lagi
ialah kalau didatangi orang-orangnya Co Huasun yang jangan-jangan mulai curiga
kepadanya, dan ingin menumpasnya sekalian"
Kembang Jelita 20 52 Maka ia tidak menuju ke rumahnya, bahkan
jalan-jalan besarpun dihindarinya. Ia takut
kalau-kalau ketemu orang hidup, maka
langkahnya tak sadar membawanya ke tempat
orang-orang mati. Kuburan.
Kuburan itu masih gelap menjelang pagi.
Di antara gundukan-gundukan tanah itu tibatiba Yo Goan-tong malah merasa amat tenteram.
Ia merebahkan diri dan menangis tersedu-sedu
seperti anak kecil. Sebagai prajurit, mati di
medan tempur sungguh tak pernah ditakutinya,
tetapi mati untuk dijadikan umpan seperti
Pangeran Seng-ong, benar-benar terlalu
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerikan. Mati di puncak harapannya karena
harapan itu dikorbankan oleh Co Hua-sun,
sesudah itu Co Hua-sun sendiri yang menikam
punggungnya. * ** Saat menjelang fajar itu, justru Helian Kong
baru saja meninggalkan kuburan untuk menuju
ke rumah Menteri Siangkoan. Langkahnya
bersemangat, sebab ia mengantongi bukti yang
Kembang Jelita 20 53 diharapkan bisa membongkar komplotan Co
Hua-sun. Bukti yang akan dihadapkan kepada
Kaisar. Helian Kong yakin kali ini komplotan Co
Hua-sun tidak mungkin lagi berkelit dari jaring,
itulah yang membuatnya gembira sekali.
Namun begitu tiba di jalanan, Helian Kong
merasakan suasana Pak-khia agak lain. Nampak
penjagaan pasukan yang lebih ketat di jalanjalan, sehingga Helian Kong menduga adanya
perkembangan baru. Dengan ilmu meringankan tubuh yang lihai,
mudah bagi Helian Kong untuk menghindari
prajurit-prajurit itu dan terus ke rumah Menteri
Siangkoan. Apalagi saat itu pagi masih gelap
berkabut. Namun, semakin dekat ke rumah Siangkoan
Hi, semakin nampak ketat penjagaan prajurit.
Mereka berjubel di jalan-jalan, di halamanhalaman rumah, gang-gang sempit, di mana saja
ada tempat untuk berdiri. Helian Kong jadi
kaget karenanya. "Celaka... jangan-jangan Co Hua-sun sudah
lebih dulu mencium rencana kami, lalu dia mau
Kembang Jelita 20 54 menangkap Menteri Siangkoan?" kecemasan
akan nasib menteri tua itupun berkecamuk
dalam diri Helian Kong. Helian Kong lalu berlompatan dari atap ke
atap, mendekati rumah Siangkoan Hi.
Namun seorang prajurit tanpa sengaja
menengadah dan melihat Helian Kong lalu
prajurit itupun berteriak, "Ada orang datang!"
Dan karena datangnya berlompatan lewat
wuwungan, tentu saja menimbulkan kecurigaan. "Cegah! Jangan sampai berhasil
mendekati rumah Siangkoan Tai-jin!"
"Gunakan panah!"
"Beritahu teman yang lain agar bersiaga!"
Begitulah, puluhan batang anak panah segera
menghambur ke arah Helian Kong. Helian Kong
mencabut Tiat-eng Pokiam dan diputar begitu
rapat sehingga mirip sebuah perisai lebar,
meruntuhkan semua anak panah, sambil tetap
melesat maju. Banyak pemanah lalu memanjat tembok,
mencari tempat lebih tinggi agar dapat lebih
cermat menembakkan panah-panah mereka.
Kembang Jelita 20 55 Helian Kong terus melaju sambil mengobatabitkan pedang, hatinya makin dipenuhi
perasaan marah dan menyesal. Marah karena ia
mencemaskan nasib keluarga Siangkoan yang
selama ini baik terhadapnya, dan menyesal
karena merasa dirinyalah sumber bencana bagi
keluarga itu. Karena ia telah mengajak
Siangkoan Hi dalam rencana mendongkel Co
Hua-sun, akibatnya rumah keluarga Siangkoan
sekarang dikepung prajurit begini banyak.
Dilihatnya rumah keluarga Siangkoan seperti
kue gula raksasa di tengah kerumunan semut.
Ribuan prajurit ada di sekitar rumah itu dengan
ujung-ujung senjata yang berkilat-kilat kena
cahaya fajar yang mulai memancar lemah dari
sebelah timur. Namun timbul juga semacam perasaan aneh
di hati Helian Kong. Kalau cuma hendak
menangkap Siangkoan Hi yang paling-paling
dibela oleh putera puteri-nya, kenapa harus
mengerahkan prajurit sebanyak ini, yang
sampai memenuhi jalanan" Mungkinkah Co
Kembang Jelita 20 56 Hua-sun sekalian ingin unjuk gigi, pamer
kekuasaan" Sementara di bawah siraman panah, Helian
Kong terus meluncur ke rumah keluarga
Siangkoan itu. Saat itulah dari rumah Siangkoan Hi tiba-tiba
terdengar bentakan keras, "Hentikan memanah!" Para prajurit di sekitar rumah itu a-gaknyfj
mengenal suara, panglima mereka, maka
seketika merekapun berhenti memanah.
Helian Kong pun berhenti berlompatan dan
memutar-mutar pedang. Namun ia masih
berdiri di atas genteng, pedangnya tidak segera
disarungkan, tatapan matanya tegang ke arah
pintu depan rumah keluarga Siangkoan di
seberang jalan. Dari dalam pintu itu keluarlah Menteri
Siangkoan diapit beberapa perwira. Wajah
Menteri Siangkoan tidak seperti tawanan, sebab
ia nampak cerah dan penuh semangat, matanya
bercahaya. Mirip penampilan seorang Kembang Jelita 20 57 pengantin pria yang menjelang mempelai
wanitanya. Kemudian Helian Kong mengenali perwiraperwira yang mendampingi Siangkoan Hi itu
adalah teman-teman sehaluannya dalam
menentang Co Hua-sun sejak dulu. Nampak Tio
Tong-hai, Bu Sam-kui, Le Koan-wi, Kongsun Hui
dan sebagainya. "Turunlah, saudara Helian!" seru Tio Tonghai ke atas sambil menggunakan sepasang
telapak tangannya di depan mulut sebagai
corong. "Memangnya kau mau mencari layanglayang putus?"
Nada akrab itu membuat Helian Kong
tersenyum dan menyarungkan pedangnya, lalu
melompat turun dengan ringan. Para perwira
sahabatnya itu segera mengerumuni dan
menyambut hangat seorang sahabat lama.
Mereka menjabat tangan, mengguncang pundak
atau bahkan memeluk. Sambil geleng-geleng kepala dan tertawa,
Helian Kong menunjuk tebaran anak panah di
Kembang Jelita 20 58 atas genteng itu sambil berkata, "Sambutan
hangat di pagi yang dingin ini."
Tio Tong-hai lalu menjelaskan, "Maaf.
Pasukan kami mungkin menyangka kau adalah
orang kiriman Co Hua-sun untuk mencelakai
Siangkoan Taijin, maka mereka lalu merintangimu." "Aku memang kaget melihat pasukan
sebanyak ini." "Semalam kami dibangunkan dan diberitahu
oleh saudara Siangkoan agar membawa
pasukannya berkumpul di sini, katanya untuk
melindungi keselamatan Siangkoan Taijin yang
siap membongkar persekongkolan Co Hua-sun.
Kami kuatir Co Hua-sun mendahului bertindak
terhadap Taijin, terpaksa kami kerahkan
pasukan sebesar ini."
Helian Kong mengangguk paham. Tindakan
rekan-rekannya memang tepat dalam situasi
seperti saat itu. Namun juga memprihatinkan
karena menandakan betapa lemahnya wibawa
istana, sehingga tiap orang bisa bertindak
sendiri-sendiri, bahkan sampai mengerahkan
Kembang Jelita 20 59 pasukan secara besar-besaran macam itu tanpa
ijin istana. Co Hua-sun bisa mengerahkan
pasukan di luar tahu Kaisar, begitu pula
golongan yang menentang Co Hua-sun.
Helian Kong lalu mengeluarkan surat yang
didapatnya dari Ko Ban-seng, sedangkan Ko
Ban-seng mendapatkannya dari kantong dua
perwira sandi Manchu yang ditangkapnya.
Surat-menyurat antara Pangeran Seng-ong
sebagai "calon Kaisar Beng baru" dengan
Pangeran To Ji-kun, wali Kaisar Sun-ti dari
Kerajaan Ceng atau Manchu. Surat itu
diserahkannya kepada Siangkoan Hi dengan
sikap hormat. Siangkoan Hi lalu membacanya. Sebagai
seorang pembesar tinggi, ia biasa ber sikap
terkendali. Namun ketika membaca surat itu, ia
nampak gusar sampai tangannya gemetar.
Maklum, surat itu berisi perjanjian kedua pihak
antara Pangeran Seng-ong dan Pangeran To Jikun. Pangeran To Ji-kun akan membantu
Pangeran Seng-ong merebut tahta, kalau perlu
dengan kekerasan, dan sebagai imbalannya
Kembang Jelita 20 60 Pangeran Seng-ong kalau berhasil berkuasa
akan menyerahkan Propinsi Ho-pak dan Shoatang untuk menjadi wilayah Kerajaan Ceng.
Tak terasa Siangkoan Hi menggeram, "Hem,
Co Hua-sun, sekarang cobalah kau selamatkan
batang lehermu kalau bisa. Surat ini akan
menyeretmu ke bawah golok algojo! Terima
kasih kepada Langit dan Bumi, Kerajaan Beng
masih ada harapan untuk diselamatkan. Racun
jahat yang selama ini melemahkan pemerintahan kita, akan segera kita singkirkan."
Le Koan-wi memberanikan diri bertanya,
"Surat apa itu, Taijin?"
"Inilah bukti hitam di atas putih tentang
persekongkolan Co Hua-sun untuk menjual
negara kepada bangsa asing, bahkan
menyingkirkan Sri Baginda untuk mengangkat
Kaisar baru." Surat itu sudah diserahkan kepada Le Koanwi, lalu dibaca beramai-ramai oleh para pewira
itu, sampai terdengar suara Le Koan-wi, "Tapi di
surat ini hanya ada capnya Pangeran Seng-ong,
jejak keterlibatan Co Hua-sun tidak nampak di
Kembang Jelita 20 61 sini. Bagaimana kita bisa menjatuhkan lewat
surat ini?" Sahut Siangkoan Hi, "Pangeran Seng-ong
adalah komplotan Co Hua-sun, kalau kita dapat
membongkar kedok Pangeran Seng-ong, maka
Co Hua-sun juga pasti akan terseret."
"Hem, Pangeran Seng-ong itu benar-benar
munafik, kelihatannya saja begitu alim seperti
pertapa, tak banyak ikut campur urusan
pemerintahan. Ternyata telah berani menyurati
penguasa asing untuk menawarkan tanah
leluhurnya sendiri, dan juga leher kakandanya
sendiri!" Sambil mengantongi kembali surat i-tu,
Siangkoan Hi berkata, "Sebenarnya sudah lama
aku mencium persekongkolan itu, hanya sulit
mencari bukti sehingga tidak dapat berbuat
apa-apa. Tentu saja kami tak berani menuduh
Pangeran Seng-ong hanya dengan mengemukakan dugaan-dugaan kabur saja....
tapi sekarang, ha-ha-ha...."
Kembang Jelita 20 62 Nampak benar betapa gembiranya Siangkoan
Hi, dan perwira-perwira pembenci Co Hua-sun
itupun gembira semuanya. Namun di antara perwira-perwira itu hanya
ada satu yang kelihatan tidak gembira, malahan
dia kelihatannya melamun. Dialah Bu Sam-kui.
Malah tiba-tiba dia bertanya, "Siangkoan Taijin,
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang yang memberi Taijin laporan perkembangan dalam istana itu, apakah si
bidada....eh, maksudku si penari cantik dari Sohciu yang pernah menari di kediaman Ciu Kokthio, kemudian sekarang ada dalam istana itu" "
Begitulah, di tengah-tengah suasana penuh
semangat untuk menumpas komplotan dorna
dan menyelamatkan negara, tiba-tiba muncul
pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan
soal pokok, keruan semua perwira lalu
memandang heran ke arah Bu Sam-kui.
Panglima San-hai-koan itu seketika jadi
tersipu-sipu. "Maaf......" katanya.
"Pertanyaan tadi kucabut. Maaf...... Maaf.................................."
Kembang Jelita 20 63 (Bersambung jilid ke XXI)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 1/07/2018 8 : 55 AM
Kembang Jelita 20 64 Kembang Jelita 21 1 Kembang Jelita 21 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXI Beberapa perwira diam-diam menggerutu,
beberapa lagi menahan rasa geli. Malahan
Kongsun Hui yang tahu kandungan perasaan Bu
Sam-kui itupun berkata menggoda, "Bu Congpeng, si cantik yang pernah menolongmu di
kebun semangka itu ternyata masih kau kenang
terus?" Keruan Bu Sam-kui tambah kelabakan dan
tidak menjawab. Sementara Le Koan-wi telah berkata,
"Sudahlah, kita bicara saja dari tadi. Ayo cepat
ke istana untuk menelanjangi Pangeran Sengong dan komplotannya!"
"Kita sedang menang angin, bagaimana kalau
kita tuntut satu hal lagi?" tiba-tiba Tio Tong-hal
berkata. Kembang Jelita 21 2 "Tuntutan apa lagi, Tio Cong-peng?"
"Tuduhan bahwa Helian Cong-peng adalah
pengkhianat haruslah dicabut. Nama, kedudukan dan harta miliknya harus
dipulihkan!" "Benar!" "Setuju!" Helian Kong sendiri sebetulnya tidak setuju,
biarpun hal itu menyangkut kepentingannya.
Tindakan itu berarti menekan dan memaksa
Kaisar Cong-ceng, yang berarti mengurangi
kewibawaan Kaisar. Tetapi para perwira
sahabat-sahabatnya itu sudah bersorak-sorak
membulatkan tekad, dan Helian Kong agaknya
takkan mungkin menolak. "Kita pulihkan nama baik Helian Cong peng
demi tertibnya kebenaran dan tersingkirnya
kepalsuan!" "Biar pemerintah menghargai abdi-abdi
setianya, bukan penjilat-penjilat yang pintar
bikin laporan palsu!"
Kembang Jelita 21 3 "Siapa yang masih berani menyebut teman
kita ini sebagai pengkhianat, kita cincang habis
tubuhnya!" Kemudian Helian Kong setengah dipaksa
untuk masuk ke rumah Menteri Siangkoan, dan
di situ dia dipaksa melepaskan pakaian
bututnya untuk diganti dengan seragam
panglima yang rupanya memang sengaja sudah
disiap-siapkan oleh teman-temannya. Ketika
Helian Kong keluar kembali sudah dalam
pakaian barunya, teman-temannya pun
bersorak-sorak sehingga di rumah itu seolaholah sedang ada pesta.
Sementara Helian Kong sendiri cuma
nyengar-nyengir tak berdaya.
Seorang pewira kemudian berkata, "Sebentar
lagi matahari terbit ayo kita segera ke istana!"
"Baik, kita berangkat!"
Pasukanpun diatur, kemudian berangkatlah
mereka semua seperti menuju ke medan
tempur. Memang mereka siap bertempur
melawan komplotan Co Hua-sun yang
merupakan musuh dalam selimut. Sebelum
Kembang Jelita 21 4 menghadapi musuh-musuh dari luar, penyakit
dalam tubuh sendiri mesti lebih dulu
dilenyapkan. Ujung terdepan barisan adalah pasukan
bersenjata, lalu tandu yang dinaiki Siangkoan Hi
di tengah, didampingi Siang koan Heng dan
Helian Kong yang berjalan kaki. Lalu di
belakang tandu kembali barisan prajurit yang
panjang, sehingga Menteri Siangkoan benarbenar terkawal sekuat-kuatnya.
Panjangnya iring-iringan yang seperti seekor
ular raksasa menggeleser di tengah-tengah kota
Pak-khia pagi hari itu memang mengejutkan
banyak pihak. Di dalam tandunya Siangkoan Hi sampai
hampir meneteskan air mata karena gembiranya, karena begitu meluap-luap
semangatnya. Disingkapkannya tirai tandu,
katanya kepada anak lelakinya yang melangkah
tegap di samping tandu sambil membawa
pedang, "A-heng, hari seperti ini apakah pernah
kita impikan?" Kembang Jelita 21 5 Diluar dugaan ayahnya, Siangkoan Heng
menjawab, "Sering, ayah. Sejak dulu aku yakin
pasti akan datang suatu hari di mana Co Huasun takkan bisa bertahan dengan segala
kebohongannya, meskipun kelihatannya hal itu
seperti mimpi saja mengingat betapa kuatnya
komplotan busuk itu mencengkeram pemerintahan. Namun hidup yang berharga
hanya terdiri dari dua urusan pokok, yaitu
bermimpi dan berjuang mewujudkan mimpi itu.
Yang tidak berani mengimpikan apa-apa, juga
takkan mendapatkan apa-apa, hidupnya cuma
menuruti garis nasib saja."
Siangkoan Hi tertawa, "Biasanya kalau orang
dituduh bermimpi, tentu akan marah. Sedang
kau agaknya malah menganggap mimpi itu
keharusaan bagi orang yang ingin membuat
hidupnya berharga." "...mengimpikan dan mewujudkan, ayah...."
Siangkoan Heng melengkapi kata-kata ayahnya.
"Kalau si gembala cilik Temujin tidak
memimpikan padang gembalaan luas untuk
ternaknya, mana mungkin dia bangkit
Kembang Jelita 21 6 menaklukkan sepertiga dunia, membawa
bangsa Mongol ke puncak kejayaannya, dan
mati sebagai Jengish Khan?"
Helian Kong yang berjalan di sebelah lain joli
itu, mendengarkan percakapan ayah dan anak
itu. Semula Helian Kong merasa hambar, ia ikut
ke istana hanya untuk menuruti dan
menyenangkan teman temannya, semangat
pengabdiannya kepada kerajaan hampir luntur
diguyur kekecewaan yang bertubi-tubi. Namun
sambil berderap bersama pasukan itu dan
mendengarkan percakapan Siangkoan Heng dan
ayahnya, setitik demi setitik semangat Helian
Kong mulai menggumpal kembali. Ini adalah
mungkin sekali pukulan terakhir buat Co Huasun, kemenangan sudah .di depan mata. Kenapa
ia harus keluar dari barisan selagi kemenangan
tinggal selangkah lagi" Kenapa ia harus tidak
ambil bagian dalam langkah kemenangan itu"
Tiba-tiba langkah Helian Kong jadi lebih
tegap, lebur dalam derap beribu-ribu prajurit
yang berbaris di depan dan belakangnya itu.
Berderap ke istana. Kembang Jelita 21 7 Sampai kemudian puncak atap istana
sudah nampak di depan, berkilat kena sinar
mentari pagi. Kelihatannya tenteram, sebab
bagian lain masih nampak kabut menyaring
cahaya. Cuma dari tempat seteduh itulah mata
airnya segala kericuhan tak habis-habisnya
yang menyangkut jutaan penduduk tak tahu
apa-apa. Namun tiba-tiba barisan itu berhenti,
sehingga Siangkoan Hi heran dan menjengukkan kepalanya keluar joli, "Ada apa?"
Seorang perwira rendahan berlari-lari kecil
dari barisan depan dan melapor kepada
Siangkoan Hi, "Bu Cong-peng menyuruh hamba
lapor kepada Taijin, di depan ada pasukan lain
menghadang kita." Muka Siangkoan Hi menegang dan menoleh
kepada Helian Kong, "Bagaimana, Helian Congpeng?"
"Taijin tetap di sini saja. Saudara Siangkoan,
jagalah ayahmu. Biar aku lihat ke depan."
Lalu Helian Kong pun berlari-lari kecil ke
ujung barisan yang berhenti itu.
Kembang Jelita 21 8 Cukup panjang deretan prajurit yang harus
dilewati Helian Kong. Dan setelah sampai di
ujung barisan, nampaklah Tio Tong-hai, Bu
Sam-kui dan lain-lainnya sedang bersitegang
leher dengan seorang panglima lain yang
pasukannya menutupi jalan.
"Maaf, Sri baginda sendiri yang memerintahkan aku menutup jalan ini dari
pasukan manapun yang tidak membawa ijin Sri
Baginda sendiri. Saudara-saudara boleh
menghadap Sri Baginda, tetapi tidak dengan
pasukan......" kata panglima penghadang itu.
Namanya Song Liong, dikenal sebagai orang
yang tidak menjilat kepada Co Hua-sun, namun
juga tidak ikut-ikutan kelompok perwira yang
ingin mendongkel Co Hua-sun. Jadi tergolong
netral. Munculnya Helian Kong mengagetkan Song
Liong, sebab Helian Kong sudah diumumkan
sebagai buronan. Cepat Song Liong melompat
mundur dan tangannya sudah menempel
gagang pedang, siap pula memerintahkan
pasukannya untuk bertindak.
Kembang Jelita 21 9 Namun Helian Kong jauh lebih cepat
menghunus pedang sambil melompat. Tangan
kiri mencengkeram baju Song Liong dan tangan
kanan menempelkan pedang ke leher Song
Liong. "Mau menangkapku, Song Cam-ciang?"
Ternyata Song Liong tidak susut nyalinya,
sahutnya tegas, "Biarpun aku dibunuh, aku
takkan ingkar dari tugasku. Aku berkewajiban
menangkap pengkhianat seperti kau!"
"Siapa bilang aku pengkhianat!"
"Pihak istana."
"Ada beberapa pihak istana. Pihak yang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mana?" "Maklumat itu ditanda tangani oleh Kaisar
sendiri, dan dibacakan oleh Wan-Hoa-im di
hadapan para panglima."
"Kau tahu, Wan Hoa-im itu siapa?"
"Orang istana...."
"Ya jelas orang istana, goblok! Maksudku,
begundal siapa dia?"
Kali ini Song Liong bungkam. Biarpun dia
adalah prajurit yang tidak ambil pusing tentang
Kembang Jelita 21 10 Tangan kiri mencengkeram baju Song Liong dan
tangan kanan menempelkan pedang ke leher
Song Liong. Kembang Jelita 21 11 sikut-sikutan di istana, pokoknya menjalankan
perintah sebaik-baiknya, namun tentu saja dia
paham Wan Hoa-im itu begundal siapa.
Helian Kong tertawa dingin dan melepaskan
cengkeramannya sambil sedikit mendorong,
sehingga perwira itu terhuyung-huyung
mundur. Kata Helian Kong, "Song Cam-ciang, aku tahu
kau jujur dan sungguh-sungguh mengabdi
kepada kekaisaran. Tapi kau terlalu malas
berpikir tentang kenyataan yang berlangsung di
istana. Kau berlagak tidak tahu kalau di istana
ada komplotan busuk yang memalsukan semua
kebijaksanaan Kaisar demi keuntungan kelompok mereka sendiri. Kalau kau percaya
aku seorang pengkhianat, lalu Co Hua-sun itu
apa" Pahlawan?"
Selama itu pasukan Song Liong melihat juga
perlakuan yang dialami panglima mereka,
namun mereka tidak berani bertindak karena
melihat pasukan yang di belakang Helian Kong
terlalu besar jumlahnya. Untuk menggertak
pasukan-pasukan pengikut Co Hua-sun, maka
Kembang Jelita 21 12 pasukan itu mengibarkan bendera-bendera,
sehingga pihak lain bisa melihat seberapa
panjangnya barisan itu. Selagi Song Liong ragu-ragu, " Tio Tong-hai
pun maju untuk menengahi, "Sudahlah, Helian
Cong-peng. Song Cam-ciang Ini kan hanya
menjalankan tugas, tanpa menyadari kebusukan
Co Hua-sun." Kemudian Tio Tong-hai memutar tubuh
gemuknya menghadapi Song Liong sambil
berkata, "Saudara Song, disiplin ya disiplin tapi
buka mata lebar-lebar, lihat baik-baik siapa Co
Hua-sun itu. Si tukang fitnah ulung yang selalu
memper-alat Sri Baginda untuk menyingkirkan
orang-orang yang tidak disenanginya. Dan yang
tidak disenanginya selalu saja orang-orang yang
sungguh-sungguh setia. Dialah yang memfitnah
Jenderal Wan Cong-hoan sehingga dihukum
mati, berusaha meracuni Jenderal Su Ko-hoat
sehingga sampai sekarang Jenderal Su tidak
mau lagi datang ke Pak-kia. Sekarang Helian
Cong-penglah yang sedang difitnahnya, besok
siapa tahu kau sendiri, saudara Song."
Kembang Jelita 21 13 Kemudian perwira-perwira teman-teman
Helian Kong lainnya bertubi-tubi "memberondong" Song Liong dengan kata-kata
yang mencaci Co Hua-sun dan membela Helian
Kong. Kemudian Helian Kong sendiri yang
bertanya, "Song Cam-ciang, kau masih setia
kepada negerimu atau tidak?"
Song Liong mengangguk mantap.
"Bagus. Kalau begitu, ketahuilah bahwa kami
sedang mengawal Siangkoan Taijin untuk
menghadap Kaisar dan membongkar persekongkolan jahat Co Hua-sun, yang
bersekutu dengan Pangeran Seng-ong dan
orang-orang Manchu untuk menggulingkan Sri
Baginda dan menyerahkan sebagian negeri
kepada bangsa Manchu. Nah, kalau kau setia
kepada Sri Baginda, bergabunglah dengan kami
untuk membersihkan istana dari orang-orang
khianat itu! Tapi kalau kau ingin bangga disebut
sebagai prajurit yang patuh tanpa pakai otak, ya
cobalah rintangi kami. Terpaksa kau dan
pasukanmu akan kami hancurkan, sebab kami
Kembang Jelita 21 14 tidak lagi ingin dihalangi untuk menyingkirkan
Co Hua-sun!" Keyakinan Song Liong goyah, maka diapun
lalu meminggirkan pasukannya, dan membiarkan pasukan yang jauh lebih besar itu
terus berjalan ke istana.
Namun belum berapa jauh Helian Kong dan
kawan-kawannya berjalan maju, tiba-tiba Song
Liong berlari-lari menyusul dan berkata,
"Helian Cong-peng, aku dan pasukanku akan
bergabung denganmu!"
Niat itu tentu saja disambut gembira Helian
Kong dan teman-temannya. Maka barisan yang
menuju ke istana itu-pun tambah panjang. Song
Liong ikut berjalan di depan dengan panglimapanglima lainnya.
Dalam perjalanan ke istana, beberapa kali
mereka berpapasan dengan pasukan-pasukan
lain yang dapat digolongkan ke dalam tiga sikap.
Ada yang dapat segera dibujuk untuk
bergabung, ada yang tidak berani ambil
keputusan sehingga mereka hanya minggir
dengan sikap tetap netral, atau ada pasukan
Kembang Jelita 21 15 yang panglimanya adalah sekutu Co Hua-sun.
Golongan terakhir ini kaget melihat Helian Kong
berani muncul terang-terangan dengan membawa dukungan sehebat itu. Merekapun
minggir karena dengan jumlah lebih sedikit
tidak berani menghalang halangi pasukan yang
jauh lebih besar itu. Namun sambil minggir,
mereka juga menghubungi pasukan-pasukan
lain yang pro Co Hua-sun, lalu bergabung pula
dalam pasukan besar untuk menyusul ke istana
tapi lewat jalan lain. Sebagian besar pasukan di ibu kota itu masih
netral dan bingung. Melihat betapa di jalan ke istana beberapa
kali berpapasan dengan pasukan lain, Helian
Kong curiga jangan-jangan Co Hua-sun sudah
tahu kalau dirinya akan digebrak, lalu
menyiapkan pengikutnya untuk menghadapinya dengan kekerasan" Bahkan
bukan mustahil menipu pasukan-pasukan yang
masih netral agar memihaknya.
Agar tidak menduga-duga sembarangan saja,
Helian Kong menanyai Song Liong sambil
Kembang Jelita 21 16 berjalan, "Saudara Song, kenapa banyak
pasukan bersiaga di jalan-jalan yang ke arah
istana?" Sahut Song Liong, "Belum ada kabar yang
pasti, tapi ada kabar angin kalau semalam di
istana terjadi peristiwa berdarah. Lalu pasukanpasukan disiagakan, beberapa satuan terpilih
bahkan ditarik ke dalam istana.
"Peristiwa berdarah?" Helian Kong dan
panglima-panglima lain kaget mendengarnya.
"Begitulah sayup-sayup kudengar, lalu tahutahu aku mendapat perintah untuk bersiaga
pula....." kata Song Liong.
"Tapi jangan minta penjelasan kepadaku,
sebab akupun tidak tahu apa-apa. Aku bukan
orang yang dianggap penting sehingga harus
tahu segala yang terjadi di istana. Aku kan cuma
pelaksana perintah."
Namun Tio Tong-hai tertawa sambil berkata,
"Tetapi sikap saudara Song sekarang ini untuk
bergabung dengan kami, bisa dibilang suatu
kemajuan selangkah. Disiplin dan patuh
memang baik. Tapi dalam situasi seperti
Kembang Jelita 21 17 sekarang ini, saat para dorna leluasa menyebar
fitnah dan perintah-perintah palsu, maka kalau
disiplinnya dengan mata terpejam dan tidak
kritis, ya akhirnya menjadi alat kaum dorna
belaka." Mereka berjalan terus sampai ke depan
istana. Dan alangkah kagetnya mereka ketika di
lapangan Thian-an itu sudah berjajar belasan
ribu prajurit dengan perlengkapan tempur.
Sebaliknya pasukan yang di depan istana
itupun kaget melihat pasukan pengiring
Siangkoan Hi yang juga begitu besar. Dalam
situasi penuh saling curiga itu, bertemunya dua
pasukan yang tidak tahu maksud pihak sana,
tentu saja menimbulkan ketegangan.
Pemimpin pasukan di depan istana itu adalah
Ou Hin, yang diundang Kaisar karena kuatir
adanya gerakan dari sisa-sisa pengikut
Pangeran Seng-ong. Begitu melihat pasukan
besar pengiring Siangkoan Hi, Jenderal Ou Hin
segera memerintahkan pasukannya bersiaga
penuh. Kembang Jelita 21 18 Prajurit-prajurit pemanah segera menempatkan diri di barisan depan dalam dua
deret, deret depan berjongkok dan deret
belakang berdiri, anak panah terpasang sudah
di tali busur yang ditarik menegang. Di deretan
belakang pemanah, pelempar-pelempar lembing sudah siap dengan lembing di atas
bahu. Di belakang lagi, prajurit-prajurit biasa
bersenjata tombak dan pedang sudah siap
berlompatan maju. Sedangkan pasukan pengiring Siangkoan Hi
juga kaget melihat sikap pasukan di depan
istana itu. Mengira pasukan di depan istana itu
adalah pengikut Co Hua-sun yang sudah siap
untuk mencegah agar Siangkoan Hi tidak
menghadap Kaisar. Helian Kong segera berkata kepada temanteman panglimanya, "Yang penting adalah
melindungi Siangkoan Taijin, sebab dialah
sekarang yang membawa bukti-bukti kejahatan
komplotan Co Hua-sun!"
Para panglima dengan tangkas mengatur
pengikut masing-masing. Joli Siangkoan Hi
Kembang Jelita 21 19 dibawa mundur, di depannya sederetan prajurit
berderet merapatkan perisai. Sementara
prajurit-prajurit yang tidak berperisai pun siap
menyerbu. Demikianlah, dua pasukan berhadapan di
dua sisi lapangan itu, suasana jadi a-mat tegang.
Memang belum satu anak panahpun terbang,
belum ada senjata berbenturan, namun
semuanya tinggal tunggu aba-aba dan lapangan
itupun akan banjir darah. Darah sesama prajurit
ibu kota yang sehari-harinya saling mentraktir
di warung arak, saling meminjami uang di
daerah "lampu merah", kalaupun pernah jadi
lawan ya paling-paling di meja judi dengan
taruhan kecil-kecilan, atau dalam latihan
perang-perangan. Tapi kali ini mereka tidak
untuk perang-perangan, namun pertempuran
sungguh-sungguh.
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cahaya matahari masih lemah di timur.
Ketika melihat pimpinan pasukan di seberang
lapangan itu adalah Jenderal Ou Hin, Helian
Kong pun berkata, "Goan-swe Ou Hin adalah
bekas atasanku dulu. Dia seorang yang bersih
Kembang Jelita 21 20 dan lurus, mungkinkah dia sudah terperangkap
rayuan berbisa Co Hua-sun?"
Bu Sam-kui menyahut, "Mungkin saja. Co
Hua-sun giat menggunakan seribu satu macam
cara untuk mendapat tambahan banyak
pengikut ke pihaknya."
Sedangk,an Jenderal Ou Hin sendiri adalah
bekas bawahan Jenderal Wan Cong-hoan yang
pernah melakukan pertempuran-pertempuran
gemilang di Liau-tong menghadapi orang
Manchu. Kini Ou Hin sudah berambut putih,
begitu pula jenggot dan kumisnya, namun
tubuhnya masih tegap, kulit mukanya tetap
segar. Ia gagah sekali dalam pakaian perang
yang lengkap dengan topi besi, sisik logam
melindungi pundak dan lengan, sementara
tangannya memegang golok bertangkai panjang
Ceng-liong-to yang dalam perang di Liau-tong
dulu pernah "minum" entah berapa banyak
darah orang Manchu. Panglima tua itu maju, bayangan tubuhnya
memanjang kena cahaya matahari yang masih
miring. Suaranya masih terdengar jelas sampai
Kembang Jelita 21 21 ke seberang lapangan, "He, kalian para
pemberontak! Harapan kalian sudah musnah!
Pangeran Seng-ong yang akan kalian angkat
sebagai Kaisar baru, sudah mati dan seluruh
keluarganyapun akan segera dihukum mati!
Buat apa kalian masih ngotot membelanya"
Lebih baik letakkan senjata, dan aku akan
memohonkan pengampunan buat kalian kepada
Sri baginda!" Mendengar itu, Tai Tong-hai menoleh kepada
Helian Kong dan berdesis. "Goan-swe Ou Him
mengira kita pengikut Panggeran Seng-ong...."
"Ya. Peristiwa berdarah semalam yang
dikatakan saudara Song tadi, agaknya adalah
Pangeran Seng-ong. Ini agak di luar dugaan.
Pangeran Seng-ong adalah sekongkol Co Huasun. Mungkinkah semalam komplotan itu sudah
mencoba berkhianat tapi malah gagal dan
tertumpas?" "Kalau begitu, bagaimana rencana kita untuk
menghadapkan Siang-koan Tai-jin dan surat
pengkhianatan Pangeran Seng-ong itu" Apakah
Kembang Jelita 21 22 dibubarkan saja, karena komplotan itu toh
sudah gagal?" "Jangan dulu, kata-kataku tadi baru dugaan
tapi belum kepastian. Setelah mendapat
kepastian, barulah kita tetapkan langkah
selanjutnya." "Apakah belum pasti omongan Goan-swe Ou
Hin bahwa komplotan telah gagal?"
"Ada yang belum jelas........" kata
Helian Kong. "Jenderal Ou Hin hanya
mengatakan tentang Pangeran Seng-ong, tapi
tidak menyebut sepatah katapun tentang Co
Hua-sun. Jadi kita belum tahu apakah Co Huasun sudah ikut ditumpas atau belum...."
"Kalau Pangeran Seng-ong ditumpas, masa
Co Hua-sun tidak ikut ditumpas" Mereka kan
sekomplotan?" "Saudara-saudara, jangan pandang enteng Co
Hua-sun. Dia amat licik, amat pintar
menggunakan segala keadaan untuk keuntungan dirinya. Pokoknya, dalam urusan
Co Hua-sun ini kita harus mendapat kepastian
Kembang Jelita 21 23 yang sungguh-sungguh, tidak boleh main kirakira saja."
Para panglima lain diam-diam setuju sikap
hati-hati Helian Kong itu. Maklum taruhannya
terlalu besar. "Jadi bagaimana, saudara Helian?"
Sementara dari seberang lapangan kembali
teriakan Jenderal Ou Hin, "He, sudah selesai
berunding atau belum" Mau menyerah atau
kami hancurkan sebagai pemberontak?"
Rupanya melihat panglima-panglima itu
saling berbisik, Ou Hin mengira mereka sedang
memperhitungkan seruannya.
Dan saat itu memang Helian Kong sudah
mengambil keputusan, "Aku akan menemui
Jenderal Ou Hin, sendiri dan tanpa senjata. Agar
jangan ada kesalahpahaman yang akan
mengorbankan banyak prajurit."
Tapi teman-temannya tidak setuju, kata Bu
Sam-kui, "Jangan gegabah, saudara Helian. Kita
belum tahu apakah Goan-swe Ou Hin sudah
dipengaruhi Co Hua-sun atau belum. Kalau kau
Kembang Jelita 21 24 menyerahkan diri kepadanya, tidakkah seperti
tikus masuk perangkap?"
"Tidak apa-apa, tapi sebelum bertempur
haruslah ada penjelasan lebih dahulu. Saudara
Bu, tolong pegangkan pedangku...." Helian Kong
lalu menyerahkan pedangnya kepada Bu Samkui.
Dan tidak menunggu sampai temantemannya mencegah, Helian Kong melangkah
menyeberangi lapangan, sambil melambailambaikan tangan ke arah Jenderal Ou Hin
untuk menunjukkan bahwa dia tidak bersenjata.
Jenderal Ou Hin pun memerintahkan
pasukannya agar jangan menyerang dulu,
dibiarkannya Helian Kong mendekat. Ia heran
melihat Helian Kong yang menurut maklumat
istana yang belum dicabut masih dicap
pengkhianat. Namun Helian Kong pernah juga
menjadi perwira bawahannya, dan sebenarnya
Ou Hin senang juga kepada Helian Kong.
Namun setelah Helian Kong dekat, Ou Hin
memukulkan tangkai golok Ceng-liong-tonya ke
tanah, dan menggeram, "Helian Kong, masih
Kembang Jelita 21 25 berani kau muncul di sini, apalagi dengan
memakai seragam panglima?"
Helian Kong berlutut menghormat bekas
atasannya itu, dan berkata, "Goan-swe, baikbaikah Goan-swe selama ini?"
"Hem, Helian Kong, dulu aku kagum
kepadamu karena kupikir kau benar-benar
seorang yang setia kepada kekaisaran. Ternyata
aku dituduh sebagai mata-mata Li Cu-seng, dan
sekarang mengekor Pangeran Seng-ong yang
semalam telah mampus dalam pengkhianatannya! Dalam usahanya untuk
membunuh Kaisar!" "Goan-swe, biar tubuhku pecah menjadi
delapan belas potong dirajam golok, kalau salah
satu dari kedua tuduhan itu benar. Aku bukan
mata-mata Li Cu-seng maupun pengikut
Pangeran Seng-ong!" "Lalu, kenapa kau menyerbu kemari dengan
membawa pasukan begitu besar?"
"Kami tidak menyerang.....!" sekarang Helian
Kong mengganti "aku" dengan "Kami",
menandakan kalau ia bicara atas nama kawanKembang Jelita 21
26 kawannya juga. "Kami mengawal Siangkoan
Taijin untuk membawa bukti pengkhianatan
sebuah komplotan jahat dalam istana, ke
hadapan Sri Baginda. Komplotan Pangeran
Seng-ong." "Tidak masuk akal. Pangeran Seng-ong sudah
mati, buat apa lagi pengikutnya ingin merebut
bukti dari Siangkoan Taijin" Pasti hanya alasan
untuk membawa pasukan."
"Goan-swe, Pangeran Seng-ong sudah
tertumpas, tetapi komplotannya yang terdiri
dari orang-orang penting di dalam istana belum
diapa-apakan. Mereka masih bersembunyi dan
tentu akan menghalangi pihak manapun yang
berusaha membongkar kedok mereka. Itulah
sebabnya Siangkoan Taijin harus dikawal
ketat." Jenderal veteran perang Liau-tong itu
melayangkan pandangannya ke seberang
lapangan, menatap pasukan yang datang
bersama Helian Kong. Memang sebuah pasukan
yang amat kuat, kalau sampai bentrok,
pasukannya sendiri belum tentu mampu
Kembang Jelita 21 27 menahan mereka. Lalu pandangannya dialihkan
kepada Helian Kong yang masih berlutut, "Kalau
cuma ingin membongkar komplotan jahat,
kenapa mereka juga mengarak kau seperti
mengarak seorang pahlawan agung" Padahal
kau masih dianggap pengkhianat oleh pihak
istana?" Suara Jenderal Ou Hin sudah melembut,
menandakan kalau hatinya pun melunak
terhadap bekas perwira bawahannya yang
pernah sampai dianggap anaknya sendiri.
Kini Helian Kong bangkit dan bertanya,
"Goan-swe, istana pernah mengumumkan
Jenderal Wan Cong-hoan sebagai pengkhianat
sebelum beliau dihukum pancung kepala.
Apakah Goan-swe percaya juga isi pengumuman itu?" Kata-kata ini tepat menyentuh titik perasaan
Ou Hin yang selama ini menjadi "gudang
penasaran" tak kunjung padam, biarpun selama
ini disembunyikan rapat-rapat. Ou Hin dulu
adalah bawahan Jenderal Wan Cong-hoan dalam
perang di Liau-tong, di mana Jenderal Wan mem
Kembang Jelita 21 28 peroleh kemenangan besar dengan menewaskan Kaisar Thai-cou yang bertahta
tahun 1616-1627, kakek dari Kaisar Sun-ti yang
sekarang dan ayah dari Pangeran To Ji-kun.
Itulah saat kemenangan tentara kerajaan Beng
atas Kerajaan Ceng. Padahal Kerajaan Ceng baru
saja naik pamornya setelah berhasil membebaskan Tiau-sian (Korea) dari tentara
Jepang. Kemenangan itu karena kepemimpinan
Jenderal Wan Cong-hoan. Tetapi kemudian
Kaisar Cong-ceng melakukan suatu ketololan
besar. Karena dihasut Co Hua-sun, ia menarik
Jenderal Wan ke Pak-khia, bukan untuk dihargai
jasanya, tapi hanya untuk dituduh sebagai
pengkhianat dan akhirnya dihukum mati.
Itulah saat titik-balik perang di Liau-tong,
terbalik menjadi perang kemenangan buat
bangsa Manchu. Tentara Kerajaan Beng terus
mundur dan melepaskan daerah-daerah yang
sudah direbut, dan akhirnya hanya mampu
dalam posisi bertahan di San-hai-koan dibantu
rangkaian Tembok Besar. Perajurit-perajurit
Kembang Jelita 21 29 banyak yang patah semangat setelah melihat
nasib Jenderal Wan. Sudah berjasa besar, tapi
malah dihukum mati dan dicemarkan namanya.
Ou Hin tak pernah melupakan peristiwa itu.
Ia sangat menyayangkan kematian Jenderal
Wan, tapi perasaannya dipendam dalam-dalam,
sebab ia tak mau menimbulkan perpecahan
dalam Tentara Kerajaan. Kini tiba-tiba Helian Kong menyebutnya,
segera kelihatan mata Ou Hin berkaca-kaca
basah, menarik napas panjang beberapa kali. Ia
nampak sedih kembali, "Buat apa kau sebutsebut lagi urusan itu?"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untuk menunjukkan bahwa istana bisa
keliru mengeluarkan keputusan, karena
kuatnya pengaruh kaum dorna!"
"Kausamakan dirimu dengan Jenderal Wan
untuk menutupi dosamu sendiri?"
"Tentu saja aku hanya sebutir debu
dibandingkan Jenderal Wan. Tetapi aku-pun
difitnah seperti beliau!"
"Jadi maksudmu datang dengan membawa
pasukan itu?" Kembang Jelita 21 30 "Aku tidak membawa pasukan, mereka
adalah pasukan teman-temanku yang akan
mendukung untuk memulihkan nama baikku!"
"Hem, begitu?" "Goan-swe, komplotan Pangeran Seng-ong
bermaksud menjual negara kepada orang
Manchu. Mereka tidak boleh dibiarkan terus
bersembunyi dalam istana biarpun Pangeran
Seng-ong sendiri sudah mati."
Darah Ou Hin tiba-tiba menghangat.
Perangnya di Liau-tong adalah melawan orang
Manchu, maka terhadap orang Man chu dia
amat "alergi". Ucapan Helian Kong yang terakhir
itu mengejutkannya. "Benarkah kata-katamu bahwa mereka akan
menjual negara?" "Mana berani aku membohongi Goan-swe
yang dulu jadi atasanku?"
"Aku ingin bukti!"
"Ada di tangan Siangkoan Taijin, Goanswe."
"Aku takkan membiarkan kalian masuk
istana, sebelum kulihat sendiri bukti itu di
tangan Siangkoan Taijin!"
Kembang Jelita 21 31 "Bagaimana caranya Siangkoan Taijin
dengan aman dapat menunjukkan bukti itu
kepada Goan-swe?" "Mohonlah Siangkoan Taijin berjalan sampai
ke tengah lapangan itu, sambil membawa bukti
itu, dengan membawa hanya satu pengawal.
Aku juga akan ke tengah lapangan dengan satu
pengawal. Kalau bukti itu asli tentang kejahatan
komplotan itu, aku bukan hanya tidak
merintangi, malah akan mendukung dengan
aktif!" "Cukup adil, Goan-swe. Aku minta ijin
mundur dulu untuk bicara dengan Siangkoan
Taijin..." Helian Kong lalu menemui teman-temannya
di seberang lapangan untuk menyampaikan
hasil pembicaraannya dengan Ou Hin itu.
"Menurut saudara Helian sendiri, bagaimana
dia " Apakah kelihatannya sudah terpengaruh
oleh Co Hua-sun ?" tanya Tio Tong-hai.
Kata Helian Kong, "Dia masih seperti dulu,
teguh menjalankan tugas. Pasukannya ada di
depan istana bukan untuk melindungi Co HuaKembang Jelita 21
32 sun, tapi melindungi keluarga Kaisar. Dan ketika
aku mengingatkannya tentang peristiwa
kematian Jenderal Wan Cong-hoan, dia nampak
sedih, dan sikapnya kepadaku pun melunak."
"Itu pertanda baik buat kita...." kata Bu Samkui. "Dia bisa kita ajak untuk menghadapi Co
Hua-sun yang ternyata juga banyak pendukungnya." "Sekarang, asal Siangkoan Taijin mau
menunjukkan surat Pangeran Serig-ong itu,
tentu Goan-swe Ou Hin akan membiarkan kita
masuk istana..." "Siapa akan mendampingi Siangkoan Taijin?"
"Serahkan kepadaku," sahut Helian Kong
mantap. "Baik.." semuanya setuju. Mereka tahu bahwa
ilmu silat Helian Kong paling tinggi di antara
mereka. Namun Le Koan-wi sempat berolok-olok
juga, "Siapa yang paling tepat mengawal
Siangkoan Taijin kalau bukan calon menantunya sendiri?"
Kembang Jelita 21 33 Semuanya tertawa, sedang muka Helian
Kong jadi merah padam. Kiranya banyak temantemannya
yang menafsirkan terlalu bersungguh-sungguh antara dirinya dan
Siangkoan Yan. Padahal Helian Kong baru
menganggap Siangkoan Yan sebagai sahabat,
sebab ingatannya kepada Tan Wan-wan belum
pupus sama sekali. Sampai saat itu Helian Kong
belum tahu di mana Tan Wan-wan dan
bagaimana nasibnya."
Sementara semuanya tertawa, Bu Sam-kui
iuga ikut tertawa, namun pikirannya melayang
kembali kepada "bidadari" yang pernah
memberinya minum di saat ia luka-luka. Yang
sejak itu tak pernah dapat ditemuinya lagi,
membuat Bu Sam-kui mabuk rindu.
Begitulah, kemudian Siangkoan Hi diberi
tahu tentang soal itu, dan Siangkoan Hi tanpa
ragu-ragu menyatakan menerima syarat Ou Hin
itu, sebab sudah diketahuinya kejujuran
jenderal tua itu. Tidak lama kemudian Siangkoan Hi
melangkah menyeberangi lapangan, didampingi
Kembang Jelita 21 34 Helian Kong yang tetap tidak membawa
pedangnya. Dari seberangpun Ou Hin
melangkah diiringi seorang pengawalnya.
Helian Kong tidak pernah meminta agar mereka
tidak bersenjata, tetapi Jenderal Ou Hin dan
seorang pengawalnya itu ternyata juga tidak
bersenjata. Mereka berempat bertemu di tengah
lapangan. Ou Hin dan Siangkoan Hi satu angkatan, dan
saling mengetahui pengabdian tulus satu sama
lain, biarpun yang satu militer dan lainnya sipil.
Mereka saling memberi hormat.
Sambil tertawa, Ou Hin berkata, "Siangkoan
Taijin, sebetulnya dengan melihatmu saja, aku
sudah yakin kalau rombongan kalian bukan
rombongan musuh. Tapi demi tugas yang
dibebankan ke pundakku aku terpaksa
membuat acara yang sebenarnya tidak perlu
ini." "Jangan sungkan, Goan-swe....." sahut
Siangkoan Hi. "Goan-swe menjalankan tugas
dengan baik, dan akupun tidak boleh mengajari
anak-anak muda berdarah panas itu untuk
Kembang Jelita 21 35 seenaknya saja main terobos dengan kekerasan.
Nah, silakan Goan-swe periksa surat ini.
Bukankah i-ni yang ingin Goan-swe lihat?"
Ou Hin membaca surat itu, dan nampak
wajahnya merah padam menahan gusar. Itulah
surat Pangeran Seng-ong untuk Pangeran To Jikun. Apalagi ketika melihat tanggal surat itu,
ternyata Pangeran Seng-ong menulisnya
menurut kalender Phia-cu, kalender yang
digunakan oleh Kerajaan Ceng. Bukan menurut
kalender Cong-tek yang saat itu digunakan
Kerajaan Beng. Jelas kalau Pangeran Seng-ong
memang siap menjadi begundalnya orang
Manchu. "Pengkhianat busuk!" geram Ou Hin selesai
membaca surat itu. Ketika menyerahkan kembali surat itu
kepada Siangkoan Hi, Ou Hin bertanya, "Dari
mana Taijin beroleh surat ini?"
Siangkoan Hi menoleh kepada Helian Kong
dan meneruskan pertanyaan itu, "Dari mana,
Helian Cong-peng?" Kembang Jelita 21 36 Agar tidak perlu bertele-tele menjelaskan,
Helian Kong jawab saja, "Dari seorang pendekar
pecinta tanah air, yang tahu adanya komplotan
itu, namun tidak bisa membawanya sendiri ke
hadapan Sri Baginda, karena dia bukan pejabat
pemerintah. Lalu dia titipkan kepadaku."
Ou Hin dan Siangkoan Hi percaya saja,
mereka tahu di rimba persilatan memang
banyak tokoh macam itu. Ou Hin kemudian berkata, "Taijin, silakan
masuk menghadap Sri Baginda. Tanggung jawab
keselamatanmu ada di pundakku. Pasukanpasukan di sekitar paseban Gin-loan-tian itu
adalah pasukanku semua!"
Helian Kong ragu-ragu, namun Siangkoan Hi
justru menjawab dengan mantap, "Aku
percayakan keselamatanku kepada Goan-swe!"
"Silakan Taijin!"
Tapi Helian Kong cepat-cepat berkata,
"Taijin, tidakkah lebih baik Taijin masuk ke
dalam bersama para panglima" Bukankah selain
ingin membongkar komplotan, juga ingin
mengusulkan pemulihan diriku kepada Kaisar?"
Kembang Jelita 21 37 Urusan pemulihan kedudukan itu sebenarnya tidak penting benar buat Helian
Kong, tapi kali ini harus ada dalih agar ia dan
kawan-kawannya bisa ikut masuk melindungi
Siangkoan Hi. Dalam situasi tak menentu itu,
kurang tenteram rasanya membiarkan Siangkoan Hi masuk ke istana biarpun Jenderal
Ou Hin menjanjikan perlindungan.
Siangkoan Hi termangu sejenak, ketika
melihat kecemasan di mata Helian Kong, diapun
segera paham maksudnya. Maka katanya
kepada Ou Hin, "Goan-swe, sudah tentu aku
tidak bisa mengajak ribuan prajurit semuanya
masuk ke istana Gin-loan-tian, tapi perkenankanlah beberapa panglima masuk
bersama, karena merekapun ada yang ingin
dikatakan kepada Sri Baginda."
"Baik." Ou Hin menjawab tanpa pikir panjang
lagi, agaknya ia sudah gusar mendengar
pengkhianatan Pangeran Seng-ong itu.
"Terima kasih, Goan-swe."
Kedua pihak kemudian berpisah menuju
pasukan masing-masing. Ou Hin menyebar
Kembang Jelita 21 38 perintah kepada pasukannya untuk memberi
jalan kepada Siangkoan Hi dan beberapa
panglima yang akan menghadap, sekaligus juga
melindungi keselamatan mereka selama
menghadap. Sementara itu di pihak Siangkoan Hi segera
diatur, semua panglima akan ikut masuk,
kecuali Tio Tong-hai yang tetap tinggal diluar
untuk memegang komando atas pasukan, untuk
berjaga-jaga kalau ada pelanggaran kesepakatan. "Kalau ada yang tidak beres, berilah isyarat
dan pasukanku akan segera bergerak..." pesan
Tio Tong-hai. Kemudian Siangkoan Hi diiringi sepuluh
orang panglima berjalan menyeberang lapangan
ke arah istana. Kali ini semuanya membawa
senjata, kecuali Siangkoan Hi sendiri.
Di pintu gerbang istana, Ou Hin menyambut,
"Silakan terus masuk. Tapi sebelum masuk Ginloan-tian, senjata kalian harus ditinggalkan. Itu
peraturan istana yang sampai sekarang masih
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlaku dan harus kita junjung tinggi...."
Kembang Jelita 21 39 Para panglima pengiring Siangkoan Hi itu
ragu-ragu. Saat-saat seperti itu, tidak membawa
pedang sama saja rasanya dengan berjalan di
tengah pasar tanpa celana. Serba kikuk. Namun
Helian Kong justru berkata, "Kita percayakan
kata-kata Ou Goan-swe...."
"Nah, silakan."
Rombongan penghadap itupun masuk. Di
mana-mana memang nampak regu-regu
bawahan Ou Hin. Mereka tidak hanya memakai
kelengkapan jaga biasa, melainkan kelengkapan
tempur. Masing-masing selain membawa
tombak atau pedang, namun juga panah, busur
dan lembing. Saat itu barulah Siangkoan Hi menyadari
betapa berbahayanya situasi, "Kalau sampai
tentara kerajaan saling gempur sendiri, yang
akan mendapai keuntungan adalah musuhmusuh kerajaan. Baik kaum pemberontak
maupun orang-orang Manchu di luar
perbatasan...." Di depan paseban Gin-loan-tian ada sebuah
tambur besar yang boleh ditabuh untuk orang
Kembang Jelita 21 40 yang ingin menghadap Kaisar diluar jam-jam
persidangan resmi. Tambur itu kemudian
dipukul bertubi-tubi oleh Siangkoan Hi. Begitu
bersemangatnya, sehingga menteri berusia
enam puluh tahun itu cepat terengah-engah.
Helian Kong cepat-cepat mengambil pemukul
tambur dari tangan Siangkoan Hi dan
melanjutkannya. Sekelompok thai-kam berlari keluar dari
paseban. Mereka dipimpin oleh Wan Hoa-im,
dan semuanya membawa pedang. Padahal
beberapa saat yang lalu diberlakukan peraturan
lama bahwa para thai-kam tidak boleh
bersenjata. Namun kejadian semalam rupanya
telah dimanfaatkan oleh Co Hua-sun agar
mencabut larangan membawa senjata itu,
tentunya dengan alasan untuk melindungi
Kaisar. Helian Kong kaget melihat Wan Hoa-im.
Kenapa kaki tangan Co Hua-sun itu tidak ikut
tertumpas bersama Pangeran Seng-ong"
Muncul semacam perasaan tidak enak dalam
Kembang Jelita 21 41 hati. Ada sesuatu yang diluar perhitungan,
entah apa. Sebaliknya Wan Hoa-im juga sama kagetnya
melihat Helian Kong muncul di istana dalam
seragam panglima, diiringi panglima-panglima
lain yang selama ini merupakan penentangpenentang gigih Co Hua-sun, juga Siangkoan Hi,
si menteri tua yang tidak gampang ditekan oleh
Co Hua-sun itu. "Pengkhianat, kau masih berani datang ke
istana?" diiringi para thai-kam, Wan Hoa-im
menuruni tangga paseban sambil siap mencabut
pedangnya. Tapi teman-teman Helian Kong pun
serempak menyebar bersikap akan melindungi
Helian Kong. Namun Helian Kong sendiri
malahan belum mencabut pedang, teriakannya
mengguntur seperti raungan singa, "Tahan!"
Semua pihak berhenti bergerak karena
pengaruh bentakan dahsyat Helian Kong itu,
suasana jadi sunyi mencekam.
Dalam kesenyapan itulah Helian Kong
berkata, "Aku tahu diriku dituduh berkhianat.
Kembang Jelita 21 42 Tetapi aku ingin mendengar sendiri hal itu dari
Kaisar, dan juga ingin tahu siapa yang
memfitnahku!" "Kau tidak berhak menetapkan sendiri!"
bentak Wan Hoa-im congkak. "Saat ini Sri
Baginda sedang tidak berkenan menerima
siapapun untuk menghadap, lebih baik kalian
tidak buang waktu!" Teman-teman Helian Kong sudah lama muak
terhadap kaum thai-kam yang begitu
berpengaruh terhadap keputusan-keputusan
penting yang dikeluarkan Kaisar Cong-ceng,
bahkan berani mengatur jadwal kegiatan Kaisar
sehari-hari. Kini menghadapi Wan Hoa-im yang
berusaha menghalangi, mereka marah. Bu Samkui menggeram sambil mengibaskan pedang,
"Bangsat, kau mencegah kami menghadap Sri
Baginda, pastilah karena takut kalau kedok
kalian terbongkar! Kalau kau tidak minggir,
kami akan menerjang dengan senjata! Kami
akan membebaskan Sri Baginda dari penipuanpenipuan yang terus-menerus oleh pihakmu!"
Kembang Jelita 21 43 Bentak Wan Hoa-im congkak. "Saat ini Sri Baginda
sedang tidak berkenan menerima siapapun untuk
menghadap, lebih baik kalian tidak buang waktu!"
Kembang Jelita 21 44 Wan Hoa-im pun menjadi gusar, perintahnya
kepada prajurit-prajurit yang berjaga di sekitar
paseban, "Tangkap mereka!"
Tapi Wan Hoa-im kaget melihat prajuritprajurit itu tak ada yang bergerak mematuhi
perintahnya. Komandannya malah menjawab,
"Kami sudah dipesan oleh Goan-swe Ou Hin
agar memberi perlindungan kepada tuan-tuan
yang ingin menghadap Sri Baginda ini. Dan kami
hanya tunduk kepada Goan-swe!"
Seketika paniklah Wan Hoa-im. Mungkinkah
golongan militer pembenci Co Hua-sun sudah
tak dapat dikendalikan lagi, dan Ou Hin yang
diandalkan melindungi istana tiba-tiba berbalik
memihak golongan itu" Cukup masuk akal kalau
mengingat Ou Hin adalah bekas bawahan Wan
Cong-hoan yang matinya gara-gara Co Hua-sun.
Sementara Helian Kong telah membentak
lagi, "Laporkan kepada Sri Baginda, kami harus
menghadap!" Dengan perasaan gentar, bergegas Wan Hoaim masuk ke bagian dalam istana.
Kembang Jelita 21 45 Agak lama Siangkoan Hi sekalian menunggu
di bawah tangga paseban Gin-loan tian, sampai
bayangan tubuh mereka di tanah semakin
pendek oleh sinar matahari yang sudah naik
seperempat busur langit. Kemudian sekelompok thai-kam muncul lagi.
Sikap mereka ramah, amat jauh berbeda dengan
sikap Wan Hoa-im yang petentengan tadi.
Namun tetap dengan pedang di pinggang
mereka. Dia memberi hormat kepada Siangkoan Hi
dan berkata, "Sri Baginda berkenan menerima
tuan-tuan menghadap, meskipun ini bukan jam
persidangan. Tuan-tuan agaknya memaksa
Kaisar untuk menuruti kemauan tuan-tuan yang
diluar aturan ini." Helian Kong tiba-tiba mencengkeram leher
baju thai-kam itu, "Hem, kalau menuruti jadwal
acara bikinan Co Hua-sun, kami mana punya
kesempatan menghadap Sri Baginda" Yang
dapat menghadap tentu hanya kawanan penjilat
yang cuma membohongi Sri Baginda dengan
Kembang Jelita 21 46 laporan-laporan palsu! Sekarang kami menghadap untuk membeber kenyataan!"
"Maaf.... maaf... tolong lepaskan."
Begitu Helian Kong melepaskannya, thai-kam
itu langsung terbirit-birit ke dalam istana.
Sementara Siangkoan Hi sekalian segera
masuk ke Gin-loan-tian. Untuk memenuhi janji
kepada Jenderal Ou Hin, Helian Kong dan
kawan-kawannya menitipkan senjata kepada
anak buah Ou Hin yang menjaga di seputar
paseban, dan masuk tanpa senjata.
Paseban itu kosong karena saat itu tidak
sedang ada sidang kerajaan. Pilar-pilar merah di
ke dua sisi ruangan berderet beku seperti
sederetan pengawal. Singgasana masih kosong.
Sambil menunggu datangnya Kaisar, Helian
Kong berbisik kepada Siangkoan Hi, "Aku ada
sesuatu yang agak sulit dinalar."
"Soal apa?" "Pangeran Seng-ong ditumpas, tetapi kenapa
para thai-kam malah memperkuat kedudukan
dan sekarang mereka dipersenjatai lagi, padahal
Pangeran Seng-ong dan para thai-kam itu
Kembang Jelita 21 47 sekomplotan" Apa yang terjadi di dalam istana
ini semalam?" "Aku kuatir anak gadisku, Yan-ji, yang sudah
dua hari dalam istana untuk mendampingi
Puteri Tiang-ping yang sedang merosot
kesehatannya." Kemudian mereka bungkam dalam kesunyian. Suasana istana itu kelihatannya tenteram di
mana-mana, padahal saling kecurigaan antara
berbagai pihak sudah siap meledak. Belum
pernah kecurigaan semua pihak setinggi saat
itu, peristiwa semalam agaknya dimanfaatkan
oleh semua fihak untuk mendapat posisi-posisi
baru yang menguntungkan. Gesekan-gesekan
tak terhindari. Tentara kerajaan pun seolaholah terpecah belah, ada yang memihak ke sini,
Pembunuhan Di Sungai Nil 4 Menembus Janji Matahari Karya Nelly Martin The Order Of Phoenix 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama