Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 14
lalang. Yang banyak hilir mudik hanyalah
kelompok-kelompok prajurit bersenjata lengkap. Ada desas-desus yang santer, bahwa laskar
Pelangi Kuning sudah memusatkan kekuatan di
sisi barat kota Pak-khia, seperti mendung yang
semakin tebal dan siap menebar badai. Tentara
Kerajaan di sisi barat pun diperkuat terus.
Kembang Jelita 25 35 Dan siang itu, di jalanan tiba-tiba nampak
barisan prajurit kerajaan yang seperti habis
kalah perang. Banyak prajurit yang digotong
dalam keadaan luka-luka, sedang yang tidak
digotongpun nampak kelelahan dan compangcamping.
Orang-orang di pinggir jalan yang melihat
rombongan itupun mulai kuatir, apakah di luar
kota perang sudah mulai" Apakah laskar Pelangi
Kuning sudah mulai dengan aksinya untuk
merebut Ibukota Pak-khia"
Sekelompok gelandangan bergerombol berjongkok di sudut pasar, dan mere-kapun
melihat kedatangan pasukan babak belur itu.
"He, kenapa dengan pasukan itu" Sudah
mulaikah perang?" "Mana aku tahu?"
"A-siong, bukankah kau kenal dengan tukang
masak di tangsi yang sering memberimu sisa
makanan" Coba kaucari kabar apa yang
terjadi..." kata seorang pengemis muda yang
tegap, kepada seorang pengemis kurus yang
matanya buta sebelah. Kembang Jelita 25 36 "Kalau aku ke sana dan mendapat berita, apa
upahnya?" A-siong malah balik bertanya.
Si pengemis muda mendadak gusar, ia
mencengkeram leher baju A-siong sambil
berkata berapi-api, "Upah" sedikit-sedikit minta
upah, untuk kerja begitu ringan pun minta upah.
Tidakkah kau merasa malu terhadap orangorang yang mempertaruhkan nyawa demi
memperjuangkan nasib kita" Sedang kau untuk
kerja seremeh inipun menanyakan upah?"
Semua gelandangan di situ kaget akan
kegusaran pengemis muda itu. Sedang A-siong
dengan ketakutan berkata tergagap-gagap,
"Baik, baik, aku akan ke tangsi untuk mencari
berita. Aku sebenarnya agak takut ditendang
oleh prajurit-prajurit baru yang masih galakgalaknya itu."
"Kalau kau tidak mau ya tidak apa-apa,
tapi..hem," dengan gerak seolah tak sengaja,
pengemis muda itu menyingkapkan bajunya
untuk memperlihatkan sebilah pisau yang
diselipkan di perutnya. "Baik, aku pergi...." Kata A-siong akhirnya.
Kembang Jelita 25 37 "Dan jangan coba-coba kabur, balik kemari
dengan beritamu." "Ya.... ya....."
A-siong beranjak pergi. Tak lama kemudian
ia sudah balik ke kerumunan itu dan berkata,
"Ternyata memang sudah terjadi bentrokan
senjata di luar kota sebelah barat. Sebuah desa
telah diserang kaum pemberon......"
"Pejuang!" dengan garang si pengemis muda
meralat kata-kata A-siong.
"Maaf.... maksudku, kaum pejuang
sudah menyerang sebuah desa. Menurut
prajurit di tangsi itu, kaum pembe....eh, pejuang
telah berhasil dipukul mundur dengan
kerusakan yang jauh lebih parah dari tentara
kerajaan." "Omong kosong untuk menutupi kekalahan...." komentar si pengemis muda
dengan sinis. "Terus bagaimana lagi?"
"Ya sudah, cuma begitu beritanya."
"Saudara-saudara, dengarkan......" sikap si
pengemis muda mendadak berubah begitu
serius, sehingga orang-orang lain menjadi
Kembang Jelita 25 38 tegang dan mendengarkannya. "Joan-ong sudah
dekat. Laskar pejuangnya akan membebaskan
kita dari penderitaan. Karena itu kita harus
menyiapkan penyambutan, tidak boleh berpeluk tangan saja."
Para gelandangan pun saling berpandangan
dengan bingung. Pengemis muda itu baru
sebulan kelihatan di Pak-khia, sedang tubuhnya
yang tegap, segar dan berkulit bersih itu kurang
cocok untuk jadi pengemis, dan tak seorangpun
pernah melihat dia mengemis. Namun ia cepat
berpengaruh dan ditakuti dalam kumpulan
gelandangan di pojok pasar itu. Omongannya
pun lihai, sering membela para gelandangan
dari perlakuan sewenang-wenang golongan
atas. Sementara ia bicara terus, "Kita tidak aman
bicara di sini. Mari ikut aku."
Lalu ia bangkit dan yang lain-lainnya pun
bangkit. Namun si pengemis muda tiba-tiba
menatap seorang pengemis lainnya.
Yang ditatap adalah seorang pengemis kotor
bertubuh agak bungkuk, wajahnya bagian atas
Kembang Jelita 25 39 tertutup topi butut, sedang wajah bagian
bawahnya nampak kotor oleh debu dan janggut
yang tak pernah dicukur, mulutnya terus
bergerak-gerak, entah mengunyah apa. Kakinya
telanjang, kotor, dan dirubung lalat.
Si pengemis muda menatap tajam o-rang ini,
lalu tanyanya kepada lain-lainnya, "Siapa dia?"
Salah seorang gelandangan menjelaskan,
"Beberapa hari yang lalu kulihat dia ditendangi
seorang tukang warung, dekat gerbang Sinthian-mui."
"Lalu kau ajak dia masuk kelompok kita?"
Pertanyaan itu kedengaran asing di kuping
para gelandangan itu. Maklum, selama ini
masing-masing bekerja sendiri-sendiri, tempatnya pun berpindah-pindah, pokoknya di
mana ada rejeki. Mereka a-dalah tukang copet,
pengemis, kuli harian, pengumpul sampah dan
sebagainya. Kalau mereka berkumpul itu hanya
kebetulan, acaranyapun cuma ngobrol-ngobrol
ringan. Sekarang tiba-tiba si pengemis muda itu
Kembang Jelita 25 40 bicara tentang "kelompok kita" yang
kedengaran asing. Hanya si pengemis bungkuk yang diam-diam
tidak bingung. Pikirnya, "Kalau didengar
bicaranya, pengemis muda ini tentu mengenal
cara kerja yang teratur dalam pembagian
kelompok-kelompok. Kalau dia mengaku
sebagai pengemis, setidaknya pasti anggota Kaipang (serikat pengemis) entah yang mana,
sebab ada banyak serikat pengemis di manamana. Atau hanya pengemis gadungan seperti
aku?" Dan tiba-tiba si pengemis muda itu
melompat terus menjotos perut si pengemis
bungkuk, sehingga semuanya kaget.
Si pengemis bungkuk sendiri langsung jatuh
melintir, memegangi perutnya dan mengaduhaduh. Topi bututnya terpental dan kelihatan
rambutnya yang gembel, awut-awutan dan
kotor, yang pasti dihuni sejumlah besar kutu
rambut....... Kembang Jelita 25 41 Sementara itu si pengemis muda mencabut
belatinya dan menempelkannya di leher si
bongkok sambil membentak, "Siapa kau?"
Si pengemis bongkok merintih ketakutan,
"Apa..... apa salahku" Aku kan tidak.... tidak...."
Ujung belati itu tambah menekan leher si
pengemis bongkok, sehingga gelandangangelandangan lain menjadi kasihan. A-siong
berkata kepada si pengemis muda, "A-liang,
kasihanilah dia.....diapun senasib dengan kita....."
Pengemis muda itu mendengus, "Aku tidak
senang kelompok kita ini berganti-ganti orang.
Ada yang pergi, ada yang datang, seenaknya
saja. Itu mengacaukan penyaluran perintah...."
Tambah lagi kata-kata asing bagi para
gelandangan itu, yaitu istilah "penyaluran
perintah" itu. "A-liang, kami tidak tahu maksudmu."
"Kalian harus menyiapkan diri menyambut
Joan-ong. Untuk itu kalian, kaum tertindas yang
senasib, haruslah tersusun dalam kelompokkelompok yang rapi, tidak seperti sekarang ini."
Kembang Jelita 25 42 Ucapan itu terhenti sebentar, karena ada
sekelompok prajurit lewat, sampai para prajurit
itu menjauh kembali. Para gelandangan itu diam
semua. Setelah regu prajurit itu menjauh, si
pengemis muda melanjutkan kata-katanya,
"Mulai sekarang, anggota kita ini tidak boleh
berubah lagi. Tidak boleh ada yang datang dan
pergi seenaknya. Kita adalah satu regu yang
tetap. Dan mulai nanti malam, kalian wajib
berkumpul di belakang kelenteng rusak tempat
kalian biasa memotong anjing. Di sana, aku akan
mengajari kalian latihan bertempur. Jangan
coba-coba melapor kepada prajurit atau tidak
datang, atau aku akan mencarinya sampai
ketemu dan menghukum dengan berat."
Si pengemis bongkok yang baru saja dipukul
itu terbatuk-batuk dan bertanya, "Latihan
bertempur" Apakah kami akan., uhuk-huk-huk
.... disuruh bertempur?"
"Ya. Kalian jangan coba-coba menghindari
kewajiban ini. Kalian tidak boleh lagi pindah ke
tempat lain kecuali di sekitar pasar ini. Sebelum
Kembang Jelita 25 43 ini kalian dapat melakukannya karena belum
ada aturan Ini, namun sekarang aturannya
sudah ada dan kailan terikat! Kawan-kawanku
tersebar di seluruh kota, dan siapa yang
mencoba berkhianat atau membangkang, akan
menerima nasib amat buruk!"
Kepala-kepala kosong Itupun terpaksa
mengangguk-angguk. Dan si pengemis muda dengan puas
menyimpan kembali belatinya, "Bagus. Sekarang bubar dan bekerjalah seperti biasa.
Jangan lupa, nanti malam kalian kumpul di
belakang kelenteng rusak!"
Kemudian si pengemis muda bangkit dan
meninggalkan kerumunan itu, para gelandangan. Si pengemis bongkok pun tertatih-tatih
berjalan ke sudut pasar, lalu diam-diam
berbelok ke arah pengemis muda tadi, dan
membuntutinya. Begitu sampai ke lorong kotor yang sempit
dan sepi, langkahnya yang semula tertatih
Kembang Jelita 25 44 menjadi secepat terbang. Tubuhnya yang
bungkukpun berubah tegak dan tangkas.
Karena si pengemis bongkok itu bukan lain
adalah Helian Kong yang melakukan penyamaran total untuk mencari jejak
komplotan mata-mata
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pelangi Kuning. Penyamarannya tidak tanggung-tangung, seratus persen ia hidup sebagai gelandangan
selama berhari-hari. Tidak mandi, makan
sembarangan, tidur di emperan rumah dan
tidak jarang dibangunkan dengan siraman air
oleh pemilik rumah. Bukan cuma mata-mata
kelas teri yang ditangkapnya, namun Helian
Kong ingin melacak siapa tokoh pemberontak
yang bersembunyi di istana kekaisaran sebagai
mata-mata, namun ia ingin melacaknya dari luar
istana. Ingin mencari buntutnya sebelum
meringkus kepalanya. Dilihatnya pengemis muda itu masuk ke
sebuah rumah di tempat kumuh, dan Helian
Kong tambah hati-hati. Ia tidak mau masuk ke
rumah itu di siang hari bolong, melainkan akan
menunggunya sampai malam.
Kembang Jelita 25 45 Maka Helian Kong lalu berjongkok di sudut
jalan, mengawasi rumah itu dari kejauhan. Ia
bersandar di tembok pinggir jalan, duduk di
tanah, dan berlagak tidur namun terus
mengawasi rumah itu dari bawah topinya.
Sekian lama tidak ada yang menarik
perhatian. Namun kemudian perhatiannya
tertarik oleh dua orang yang agaknya juga
sedang mengawasi rumah itu.
Keduanya berkali-kali lewat di depan rumah
itu dan sering berbisik-bisik satu sama lain.
Hampir-hampir Helian Kong mengira mereka
berdua adalah mata-mata pemerintah.
Ketika kedua orang itu lewat untuk ke sekian
kalinya, sekonyong-konyong pintu rumah itu
terbuka. Begitu cepat dan mendadak, sehingga
kedua pengintai itu kaget dan tak sempat kabur.
Apalagi karena dari dalam rumah itu muncul
enam orang, termasuk pengemis muda tadi,
yang segera mengurung kedua pengintai itu
dengan sikap garang. Kedua pengintai itu gugup sesaat, namun
yang lebih tua cepat menenangkan diri lalu
Kembang Jelita 25 46 berkata sambil tertawa, "Ternyata kami tidak
salah alamat. Memang kami sedang mencari
teman-teman seperjuangan di Pak-khia ini.
Selamat bertemu, saudara-saudara seperjuangan, kami berdua juga pemanggulpemanggul bendera kuning dari barat laut."
Kata-kata sandi itu ternyata tidak cukup
untuk melunakkan sikap orang-orang yang
keluar dari dalam rumah itu.. Kata si pengemis
muda dengan dingin, "Belum puas selama ini
kalian mengkhianati kami" Masih terus
berusaha menemukan tempat-tempat rahasia
kami untuk dilaporkan kepada anjing-anjing
Kaisar itu?" Kedua pengintai itu menegang wajahnya.
Yang lebih tua berusaha untuk bersikap tenang,
namun suaranya mulai a-gak gemetar gugup,
"Mengkhianati" Siapa mengkhianati" Kita kan
sama-sama pejuang di bawah tanah panji-panji
Joan-ong, mana mungkin."
"Tutup mulutmu! Kalian orang-orangnya
Goan-swe Gu Kim-sing bukan?"
Kembang Jelita 25 47 "Ya, tapi apa salahnya kalau bawahan Goanswe Gu" Kalian bawahan Goan-swe Li Giam,
berarti juga seperjuangan, kita sama-sama....."
"Masuk!" si pengemis muda membentak
bengis sambil menuding pintu rumah yang
masih terbuka. Kedua pengintai itu sangsi, saling berpandangan, kemudian yang lebih tua
mengangguk kecil sambil berkata, "Baik. Kami
akan masuk dan menjelaskan bahwa kami tidak
seperti yang kalian tuduhkan...."
Kedua pengikut Gu Kim-sing itupun digiring
masuk rumah oleh keenam pengikut Li Giam itu.
Namun tiba di ambang pintu, pengikut Gu Kimsing yang lebih tua tiba-tiba melompat,
menjotos dan menendang roboh salah seorang
penangkapnya. Lalu kabur secepatnya tanpa
menghiraukan temannya. Semuanya terkejut. Dua pengikut Li Giam
coba memburu yang kabur itu, namun kalah
cepat larinya. Lagipula orang yang diburu itu
lati ke jalan raya. Kalau sampai kejar-kejaran di
jalan raya di siang hari bolong seperti itu, kalau
Kembang Jelita 25 48 sampai dilihat prajurit peronda tentu akan
menimbulkan kesulitan saja.
Yang malang adalah pengikut Gu Kim-sing
yang ditinggal lari itu, dia menjadi pelampiasan
kemarahan pengikut-pengikut Li Giam. Sudah
lama memang kedua kelompok dalam barisan
Pelangi Kuning itu bersaing sengit, menjurus ke
kebencian. Kini kebencian pengikut-pengikut Li Giam itu
mengambil bentuk yang paling keras. Mereka
semuanya menghunus belati, dipelopori oleh si
pengemis muda yang garang itu.
"Jangan......... jangan ....... kita teman
seperjuangan ............." kata-kata panik pengikut
Gu Kim-sing itu tidak sampai ke ujungnya,
sebab lima belati sekaligus masuk ke tubuhnya
dari segala arah. Diapun roboh berlumuran
darah. Si pengemis muda lalu berkata dengan
dingin, "Sudah jelas perintah Goan-swe Li Giam
lewat Oh Hiangcu, biarpun kawan sendiri, kalau
berkhianat ya harus diperlakukan sebagai
pengkhianat pula. Goan-swe Li Giam hampir
Kembang Jelita 25 49 sampai ke puncak kemenangan dengan merebut
Pak-khia, dia tidak boleh gagal karena
pengkhianatan orang-orangnya Goan-swe Gu
Kim-sing yang iri terhadap keberhasilan kita!"
Semuanya mengangguk-angguk, lalu salah
seorang berkata, "Tapi yang satu tadi berhasil
kabur, tentu segera lapor kepada anjing-anjing
Kaisar. Tempat ini tidak aman lagi buat kita.
"Benar. Karena itu cepat hapuskan jejak, lalu
kita tinggalkan tempat ini secepatnya."
Segera orang-orang itu bekerja dengan
cekatan. Mayat itu diseret ke dalam rumah, lalu
salah seorang keluar lagi membawa sapu untuk
menghapus bercak-bercak darah di depan
rumah. Kemudian semuanya masuk rumah dan
pintunya pun ditutup rapat-rapat.
Semuanya tak lepas dari pengamatan Helian
Kong di kejauhan. Ia tidak mau kehilangan jejak,
maka cepat-cepat bangkit dan memutar ke
belakang rumah dengan melompati dinding dan
atap. Dugaannya benar, orang-orang itu kabur
berpencaran lewat pintu belakang. Karena
mereka berpencaran, Helian Kong memilih satu
Kembang Jelita 25 50 saja yang diikutinya, yaitu si pengemis muda
yang nampaknya adalah pemimpin dari
kelompok kecil itu. Namun Helian Kong tidak mau menangkapnya, hanya membuntuti. Ia tidak
ingin cuma menangkap ekor, tapi kepalanya.
Setelah berjalan berkelok-kelok, orang itu
sampai ke sebuah rumah besar yang tertutup
rapat. Hampir saja ia mengetuk pintu, tapi
ketika dilihatnya ada coretan-coretan kapur di
pintu, ia batal masuk. Wajahnya gelisah, lalu
bergegas pergi dari situ.
Dan Helian Kong terus membayanginya.
Di suatu belokan gang, pertgemis muda itu
berpapasan dengan seseorang saling berbicara
perlahan. Helian Kong menajamkan kuping
untuk mendengar, dan didengarnya suara si
pengemis muda, "Tempatku sudah diketahui,
juga rumah Paman Kwe........"
"Ini pasti gara-gara pengkhianat-pengkhianat itu."
"Lalu bagaimana?"
Kembang Jelita 25 51 "Kumpul di serambi belakang Kim-kong-bio
untuk mendengar pesan-pesan Hiang-cu.
Pergilah sendiri, aku mau hubungi temanteman."
Keduanya berpencar, dan Helian Kong
memilih untuk tetap ikut si pengemis muda dari
kejauhan. Helian Kong tahu di mana letak Kimkong-bio itu, sebuah kelenteng besar yang
agaknya sudah menjadi sarang para mata-mata
Pelangi Kuning. Namun kemudian Helian Kong sadar, sebab
tidak mungkin ia mendekati kelenteng itu.
Berpuluh langkah di sekitar tempat itu sudah
terasa ada penjagaan tersamar amat ketat.
Penjaga-penjaga-nya menyamar dalam berbagai
ujud. Ada yang jadi pengemis, pedagang kaki
lima, tukang warung, atau bahkan orang yang
berhilir mudik dengan gaya wajar. Namun
Helian Kong tak dapat dikela-buhi, sebab orangorang itu sering bertukar isyarat dengan gerak
tangan. Dan Helian Kong yakin bahwa ia sedang
mendekati sasaran yang lebih penting.
Kembang Jelita 25 52 Buktinya, si pengemis muda yang begitu garang
tadinya, kini nampak bertingkah lebih sopan,
sering mengangguk hormat atau bertegur sapa
dengan orang-orang yang bertemu dengannya.
"Bagus..." pikir Helian Kong. "Yang bakal
berkumpul di serambi belakang Kim-kong-bio
pasti bukan sekedar teri-teri, namun kakapkakapnya...."
Namun timbul masalah, bagaimana bisa
menyusup dan ikut mendengarkan pembicaraan mereka" Mau datang terangterangan, ia tidak tahu kata-kata sandinya.
Orang-orang itu tidak memakai tanda-tanda
pengenal berupa benda, untuk menghindari
resiko digeledah oleh tentara kerajaan, namun
cukup dengan kata-kata sandi. Mau melompat
dari atap, kuatir kelihatan.
Diapun lalu memutari tempat itu, sampai
akhirnya ia menemukan saluran air yang
terbuka, namun menembus ke dalam tanah ke
arah kelenteng Kim-kong-bio.
Saluran air itu kering dan baunya cukup
dahsyat. Namun Helian Kong sambil menahan
Kembang Jelita 25 53 napas melompat turun, kemudian masuk ke
terowongan dengan kepala agak menunduk.
Lalu terowongan itu buntu. Helian Kong
mendorongkan kedua telapak tangan ke langitlangit di atasnya, terasa bergerak sedikit. Maka
Helian Kong tambah hati-hati agar gerakannya
tidak diketahui musuh yang mungkin ada di
atas sana. Ia kerahkan tenaga untuk menggeser
ubin batu tebal di atas kepalanya, pelan-pelan,
debu berhamburan. Lalu kepalanya dijulurkan
ke atas. Kelihatan aman, lalu ia menggesernya ke
samping dan melompat keluar lubang. Ternyata
itulah sebuah kakus. Untung sudah lama tidak
dipakai dan sering kehujanan, sehingga bersih
tak berbau. Batu yang diangkat Helian Kong itu
lebar, tengahnya berlubang, di kanan kiri
lubang ada injakan kaki, tempat dulu orang
berjongkok untuk buang hajat. Namun kini
ruang sempit itu sudah setengah terbuka
karena dindingnya sudah runtuh sebagian. Dan
ruangannya sendiri penuh rumput setinggi
Kembang Jelita 25 54 hampir satu meter yang tumbuh dari sela-sela
ubin. Helian Kong memperhatikan tempat itu.
Itulah halaman belakang suatu rumah besar
yang sudah tiga perempat ambruk. Kayu
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belandar penyangga atapnya sudah tergeletak
menyandar tembok, halaman maupun bagian
dalam rumah penuh rumput. Tikus, kecoak,
lipan dan rayap gentayangan di mana-mana,
namun manusianya hanyalah Helian Kong lah
satu-satunya. "Tempat ini tentu bukan serambi belakang
Kim-kong-bio....." gerutu Helian Kong.
Namun tiba-tiba di balik dinding tinggi
lumutan, didengarnya suara banyak orang.
Helian Kong tidak langsung melompati dinding
untuk menjenguk ke sebelah, melainkan
diambilnya sebatang kayu panjang yang cukup
kuat, bekas kerangka atap, diletakkannya
miring di dinding namun dengan ujung tidak
Sampai kelihatan dari seberang tembok. Lalu
pelan-pelan dipanjatnya, hati-hati dijengukkannya kepala. Helian Kong pun
Kembang Jelita 25 55 bersorak dalam hati. Memang ia tidak
menembus ke kelenteng Kim-kong-bio, tapi di
sebelahnya. Di balik dinding itulah serambi belakang
Kim-kong-bio. Di situ banyak orang memakai
ikat kepala kuning sudah berkumpul. Orangorang yang datang ke situ mulanya menyamar,
begitu tiba terus memakai ikat kepala kuning
dan menunggu dengan tertib. Helian Kong
melihat, antara lain ada si pengemis muda yang
garang, dan juga Liong Tiau-hui, si bekas
perwira San-hai-koan yang membelot ke pihak
pemberontak karena kecewa terhadap pemerintah. Matahari perlahan menggelincir masuk ke
cakrawala barat, suasana jadi meremang,
nyamuk-nyamuk tak lupa keluar "Berdinas". Di
serambi belakang Kim-kong-bio itu hanya
dinyalakan sebatang lilin saja, dan suasana
tetap tertib. Yang bicara pun hanya berbisikbisik.
Tak lama kemudian, seseorang masuk ke
tempat itu dan berkata dengan tidak keras
Kembang Jelita 25 56 namun jelas, "Saudara-saudara, Oh Hiangcu
tiba." Orang-orang pun memperbaiki sikapnya,
bisik-bisik berhenti. Datanglah seorang yang
pernah bertempur dengan Helian Kong, yaitu
Thai-lik-ku-hou (Macan Kurus Bertenaga
Raksasa) Oh Kui-hou. Seorang pendekar
bertubuh kurus pendek, namun bertenaga
raksasa, sehingga diperolehnya julukan itu. la
diiringi kakak beradik Giam Hong dan Giam Lui.
Begitu duduk, Oh Kui-hou bicara tanpa
bertele-tele lagi, "Saudara-saudara, aku sudah
menghadap Jenderal Li di Han-tiong, dan beliau
paham kesulitan kita. Demi menghindari
jatuhnya korban lagi di antara kita, kita
diperintahkan menghentikan kegiatan. Toh
situasi Pak-khia dianggap sudah cukup matang
untuk dicaplok oleh laskar kita yang akan
bergerak dalam waktu dekat!"
Di persembunyiannya, Helian Kong terkesiap. Namun ia tetap bersembunyi dan
mendengarkan terus. Kembang Jelita 25 57 Terdengar kemudian perintah Oh Kui hou,
"Sekarang bubarlah semuanya! Tak ada lagi
yang perlu kita lakukan di hari-hari mendatang
ini, kecuali menunggu Joan-ong datang
mengibarkan benderanya di kota ini!"
Orang-orang itupun gemeremang berbicara,
dan menjadi tenang setelah Oh Kui-bou
menggerakkan tangan sebagai isyarat. "Bubarlah, saudara-saudara, tepati pesan
Jenderal Li Giam demi keselamatan kalian
sendiri. Biar orang-orangnya Jenderal Gu Kimsing gigit jari karena gagal menemukan kita.
Dan kelak kalau kita harus bergerak pula, aku
akan menghubungi kalian dengan isyarat lama!''
Orang-orang itupun bubar dari situ, namun
tiba-tiba terdengar derap langkah banyak orang
di luar kelenteng. Disusul teriakan-teriakan
garang, "Kepung! Jangan ada mata-mata
pemberontak yang lolos seorangpun!"
Orang-orang dalam kuil itu kaget dan sesaat
menjadi kacau, ada yang mencaci dengan sengit,
"Bedebah!. Tentu pengkhianat-pengkhianat
Kembang Jelita 25 58 bawahan Gu Kim-sing yang menunjukkan
tempat ini kepada anjing-anjing Kaisar!"
Mendengar itu, Helian Kong jadi tahu kalau
tubuh Pelangi Kuning ada persaingan yang
menjurus ke saling mengkhianati, antara
pengikut-pengikut Li Giam dan pengikutpengikut Gu Kim-sing. Namun bukan itu yang
ingin diketahui Helian Kong, ia hanya ingin
mendengar nama "orang dekat Kaisar" yang
menjadi mata-mata pemberontak itu.
Sementara itu Oh Kui-hou berteriak-teriak
mengatur orang-orangnya. "Jangan takut,
saudara-saudara! Kita terjang lewat pintu
belakang! Jangan panik!"
Waktu itu pasukan kerajaan yang berjumlah
seratus orang lebih telah mendobrak pintu
depan dan menyerbu masuk kelenteng. Orangorang Pelangi Kuning yang menjaga di halaman
depan hanya berhasil memberi perlawanan
sekejap, sesudah itu mereka roboh tergilas
pasukan penyerbu. Orang-orang Pelangi Kuning
yang di halaman sampingpun coba menahan,
tetapi juga tidak tahan lama. Sebab yang paling
Kembang Jelita 25 59 depan dari pasukan kerajaan itu adalah kakak
beradik Siang-koan Heng dan Siangkoan Yan,
murid-murid Kim-hian Tojin dari Bu-tong-pai.
Di haiaman dan serambi belakang, barulah
para prajurit menemui perlawanan sengit
orang-orang Pelangi Kuning yang ternyata
tidak sempat kabur. Sebab dari pintu
belakangpun muncul pasukan kerajaan
yangdipimpin Song Liong. Anak buah Li Giam itu ternyata memang
orang-orang pilihan. Bukan saja mereka cerdik,
namun kalau terjepit ternyata juga bisa
bertempur dengan tangkas. Dan meraka
semuanya fanatik dengan semboyan lebih baik mati dari pada ditangkap hidup-hidup.
Siangkoan Yan segera berhadapan dengan
dua saudara Giam yang masing-masing
bersenjata golok tebal dan toya besi, senjatasenjata berbobot berat. Dua lelaki yang
mengandalkan kekuatan, menghadapi seorang
gadis yang memainkan pedang dengan lincah.
Sedangkan Siangkoan Heng masih mengganas dengan merobohkan beberapa
Kembang Jelita 25 60 lawan, tetapi langkahnya terhadang oleh Oh
Kui-hou yang memegang sepasang cambuk kulit
yang panjang. Dulu ketika bertempur dengan Helian Kong,
Oh Kui-hou cuma bersenjata satu cambuk, dan
kalah. Sejak itu, lalu ia melatih diri dengan
sepasang cambuk. Suatu permainan yang tidak
gampang, kalau kurang mahir tentu cambukcambuk itu malah akan saling membelit dan
merepotkan diri sendiri. Namun Oh Kui-hou
sudah mengatasi hambatan itu, dengan
sepasang cambuknya ia jadi lebih berbahaya.
Hal itu diakui dalam hati oleh Helian Kong yang
mengintip dari balik tembok rumah sebelah.
Begitu berhadapan dengan Siangkoan Heng,
dengan gerak Siang-liong-lo-hai (Sepasang Naga
Mengaduk Lautan), Oh Kui-hou menyabetkan
sepasang cambuknya dengan gencar, menimbulkan rentetan bunyi ledakan seperti
petasan renteng. Sabet kiri, sabet kanan,
bergantian. Kadang-kadang kedua tangannya
sampai bersilangan, sehingga cambuk kanan
menyabet kiri, cambuk kiri menyabet kanan.
Kembang Jelita 25 61 Begitu berhadapan dengan Siangkoan Heng, dengan
gerak Siang-liong-lo-hai, Oh Kui-hou menyabetkan
sepasang cambuknya dengan gencar.
Kembang Jelita 25 62 Maka di sepasang pundak Oh Kui-hou seolaholah tumbuh lengan tambahan saking cepatnya,
helai-helai cambuknya menyambar-nyambar
bagaikan lengan-lengan gurita, menimbulkan
desis angin tajam menggiriskan.
Siangkoan Heng melompat mundur untuk
menajamkan pandangannya. Dan beberapa
prajurit di sekitar Siangkoan Heng roboh
menjadi korban cambuk Oh Kui-hou. Mereka
roboh bukan saja dengan rasa pedas di kulit,
tapi sampai hancur daging dan tulangnya.
"Lari ke mana?" Oh Kui-hou memburu
Siangkoan Heng. Sepasang cambuknya bergerak
bersilangan dengan gerak tipu Hong-sui-kui-hai
(Banjir ke Laut), Gerak cambuk yang
"diterjemahkan" dari gerak tangan kosong.
Cambuk kanan berusaha membelit pergelangan
tangan kanan Siang koan Heng yang memegang
pedang, cambuk kiri hendak membelit kaki
untuk dirobohkan. (Bersambung jilid ke XXVI)
Kembang Jelita 25 63 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 5/07/2018 17 : 29 PM
Kembang Jelita 25 64 Kembang Jelita 26 1 Kembang Jelita 26 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXVI Cepat Siangkoan Heng berkelit ke samping
dan melompat menikam wajah dengan jurus
Kim-ma-su-hong (Kuda Emas Meringkik Dalam
Angin). Kedua orang itupun terlibat dalain
pertempuran sengit. Sementara itu Helian Kong tetap bersembunyi. Bukan karena ia acuh tak acuh
kepada kakak beradik Siangkoan yang menjadi
sahabat-sahabat baiknya itu, namun karena ia
masih menganggap keduanya tidak terancam
bahaya. Siangkoan Yan bahkan melukai pundak
Giam Hong. Betapa gigihnya kaum Pelangi Kuning,
namun menghadapi tentara pemerintah yang
berjumlah lebih banyak, mereka mulai
Kembang Jelita 26 2 menunjukkan tanda-tanda kekalahan. Banyak
yang sudah roboh tewas. Melihat itu, Siangkoan
Yan berseru kepada Song Liong, "Komandan
Song, perintahkan orang-orangmu untuk
menangkap hidup-hidup saja, bukan membunuh. Kita butuh orang-orang hidup
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk ditanyai!" Song Liong pun mengomando anak buahnya,
"Tangkap hidup-hidup!"
Anak buahnya berusaha menjalankan
perintah itu, namun ternyata tidak mudah. Tak
lain karena fanatiknya orang-orang Pelangi
Kuning yang lebih suka mati daripada ditangkap
itu. Dan korban di pihak kerajaan pun juga tidak
sedikit karena perlawanan itu.
Siangkoan Yari masih menghadapi Giam
Hong dan Giam Lui dengan permainan
pedangnya yang cepat. Ia selalu menghindari
benturan tenaga, sambil terus berusaha
memecah kerjasama kedua saudara Giam itu.
Tak peduli kedua saudara itu bertenaga
besar dan bertempur dengan kemarahan,
Kembang Jelita 26 3 namun mereka tak lebih dari dua ekor babi
hutan rasaksa yang dengan sia-sia berusaha
menyeruduk seekor tawon yang terbang
berputaran. Golok tebal dan toya besi mereka
kebanyakan cuma menghantam angin, sedang
ujung pedang Siangkoan Yan yang setajam pisau
cukur "terbang" begitu dekat dengan kulit
mereka. "Menyerahlah, apa gunanya berkeras
kepala?" sambil membentak, Siangkoan Yan
melancarkan gerak Thai-peng-tian-ci (Garuda
Membuka Sayap). Pedangnya seolah pecah
menjadi dua bayangan yang menikam ke kiri
dan kanan dengan cepatnya, memisahkan kedua
saudara Giam itu. Sebelum kedua lawannya bergabung
kembali, Siangkoan Yan mengambil sudut
sedemikian rupa sehingga hanya menghadapi
Giam Lui yang terpaksa harus membelakangi
kakaknya. Dengan gerakan Sam-goan-lui-goat
(Tiga Gelang Melingkari Rembulan), Siangkoan
Yang menempelkan pedang ke golok lawannya
untuk diputar cepat tiga kali dan disongkel.
Kembang Jelita 26 4 Serba cepat geraknya, hingga sia-sia Giam Lui
mengerahkan tenaganya, sebab gadis itu tidak
membentur tenaganya tapi malah "meminjam"nya, sehingga golok Giam Lui pun
terpental lepas. Menyusul ujung kaki Siangkoan
Yan melayang menendang pinggang, membuat
Giam Lui sempoyongan. "Menyerahlah!" Siangkoan Yan mengulangi
tawarannya sambil menodongkan pedang ke
leher Giam Lui. Diluar dugaan, Giam Lui tidak ingin
mengulangi pengalaman pahitnya ketika
ditangkap dan disiksa oleh orang-orangnya Co
Hua-sun dulu. Karena itu, tiba-tiba ia berteriak,
"Jayalah Joan-ong!" sambil menubrukkan
lehernya sendiri ke ujung pedang, dan
kemudian terkulai tewas. Siangkoan Yan yang sebetulnya tak ingin
membunuh, jadi kaget oleh tindakan nekad itu.
Sedang Giam Hong kalap melihat kematian
adiknya. Membabi buta ia menghantamkan
toyanya ke arah Siangkoan Yan sambil
berteriak-teriak. Karena masih ragu-ragu,
Kembang Jelita 26 5 Siangkoan Yan hanya menangkis dan
menghindar terus tanpa balas menyerang. Maka
Diapun segera terdesak, tak peduli ilmunya
lebih tinggi. Waktu itu, sebagian besar orang Pelangi
Kuning di situ telah ditumpas habis oleh para
prajurit. Song Liong lalu cepat melompat untuk
menolong Siang-koan Yan. Terjadilah pertempuran antara dia dan Giam Hong.
Sementara itu, dalam pertempuran antara Oh
Kui-hou dan Siangkoan Heng, sudah makin
nyata kalau Oh Kui-hou yang bakal menang. Ia
terus menekan Siangkoan Heng ke posisi
bertahan saja, gerak cambuknya bertubi-tubi
deras dalam macam-macam gaya, melingkarlingkar dan susah ditebak arahnya. Serangan
palsu dan serangan asli susah dibedakan,
apalagi cambuknya juga susah dibabat dengan
pedang karena alot dan lemas.
Sering Siangkoan Heng bermaksud menerjang orangnya saja tanpa memperdulikan cambuknya, namun lawannya yang
bertubuh kecil dan pendek itu juga cukup lincah
Kembang Jelita 26 6 untuk berpindah-pindah tempat menghindari
kejaran pedang Siangkoan Heng. Sementara
gerak cambuknya tak pernah mengendor,
biarpun sambil berlompatan.
Beberapa saat kemudian Siangkoan Heng
tersabet punggungnya sehingga kulitnya robek
berdarah, bukan main nyerinya. Lalu
betisnyapun kena disabet keras sehingga
sempoyongan, hampir roboh terjungkal.
Melihat kesulitan kakaknya, Siangkoan Yan
membantunya, maka Oh Kui-hou pun mendapat
dua lawan. Tetapi tanpa gentar ia terus
mengayunkan sepasang cambuknya dengan
gerak tak terputus, mengimbangi dua pedang di
pihak lawan. Sementara itu, yang celaka adalah Giam
Hong. Karena ia bertempur kalap tanpa
perhitungan, tenaganya cepat terkuras habis.
Tapi ketika Song Liong minta bantuan anak
buahnya untuk menangkapnya hidup-hidup,
Giam Hong menggigit lidahnya sendiri untuk
bunuh diri. Kembang Jelita 26 7 Oh Kui-hou geram mengetahui kehancuran
pihaknya, namun sadar juga tak ada gunanya
terus bertahan di tempat itu.
Sepasang cambuknya tiba-tiba lebih hebat
menyapu pulang pergi dalam jurus Ban-lui-tiansiam (Selaksa Petir Menggemuruh). Arena itu
seketika dipenuhi ledakan-ledakan dahsyat,
bayangan cambuk tak habis-habisnya menggempur berturut-turut ke arah kakak
beradik Siang-koan itu, sehingga mereka
terdesak mundur. Di tempat sembunyinya, Helian Kong mulai
cemas melihat bahaya mengancam sahabatsahabatnya itu. Dalam keadaan wajar, tentu ia
akan melompat keluar untuk membantu
menangkap Oh Kul-hou. Namun ia belum
berbuat demikian, sebab kalaupun berhasil
menangkap Oh Kui-hou, berarti ia akan gagal
melacak jejak "orang dekat Kaisar" yang
menjadi mata-mata Pelangi Kuning itu. Oh Kuihou pasti memilih maut daripada buka mulut
dan membongkar rahasia temannya yang
bersembunyi dalam istana itu.
Kembang Jelita 26 8 Dalam keadaan yang istimewa itu, malah
Helian Kong mengharap agar Oh Kui-hou lolos,
asal tidak mencelakai Siangkoan bersaudara.
Lolos, lalu ke istana untuk menghubungi
temannya dan Helian Kong akan membuntutinya. Dugaan Helian Kong, serangan Oh Kui-hou
yang menghebat itu pastilah hanya suatu cara
untuk mencari peluang kabur dari arena. Helian
Kong tidak percaya bahwa orang berotak
semacam Oh Kui-hou akan memilih maut, selagi
jalan masih terbuka. Benar juga. Ketika Siangkoan bersaudara
terdesak, Oh Kui-hou melompat meninggalkan
gelanggang Namun untuk membalaskan
kematian teman-temannya, ia berlompatan di
atas kepala prajurit-prajurit yang mengepung
tempat itu. Tiap injakannya menyebabkan
korbannya roboh dengan batok kepala retak
atau leher patah, karena tiap injakannya itu
beratnya ribuan kati berkat ilmu Ban-siang
Kun-hoatnya (Silat Selaksa Gajah).
Kembang Jelita 26 9 Helian Kong sendiri tahu betapa hebat
injakan kaki itu. Dulu ia pernah bertempur
dengan Oh Kui-hou di atap rumah Ting Hoanwi, dan atap rumah itu hampir ambruk diinjak
kaki-kaki kecil itu. Setelah membunuh perajurit dengan caranya
itu, Oh Kui-hou melompat ke tengah kehitaman
malam. Detik itu juga Helian Kong berkelebat
meninggalkan persembunyiannya untuk membuntuti Oh Kui-hou. Namun harus hatihati, sebab yang diikutinya bukan tokoh
sembarangan. Kalau Oh Kui-hou berlompatan di
atap, Helian Kong mengikutinya dari bawah,
agar setiap saat dapat berlindung pada
bayangan tembok atau pinggiran atap.
Sekian lama membuntutinya, Helian Kong
jadi tumbuh harapannya ketika melihat Oh Kuihou bergerak ke arah istana. "Mudah-mudahan
dia akan menjumpai temannya yang di dalam
istana, sehingga aku tahu siapa temannya itu...."
harap Helian Kong. "Percuma membasmi Co
Hua-sun dan kaki tangan Manchu, kalau kaki
Kembang Jelita 26 10 tangan Pelangi Kuning tetap bercokol aman di
dalam istana...." Tak lama kemudian, Oh Kui-hou tambah hatihati gerakannya karena makin dekat tembok
istana. Helian Kong juga makin hati-hati.
Nampak Oh Kui-hou berputar-putar beberapa kali di lorong-lorong gelap seputar
tembok istana, sambil menghindari pos-pos
pengawal istana. Beberapa kali Oh Kui-hou
memperdengarkan suara menirukan burung
hantu, agaknya isyarat panggilan untuk temantemannya dalam istana, namun tak ada
jawaban. Oh Kui-hou akhirnya jadi nekad. Dipilihnya
bagian tembok yang paling gelap dan sepi, lalu
dilompatinya dengan ringan. Helian Kong pun
terpaksa mengikutinya dengan ringan. Helian
Kong pun terpaksa mengikutinya diam-diam.
Di bagian dalam dinding, nampak Oh Kui-hou
berjalan mengendap-endap kian kemari, sekalisekali ia menyelinap bersembunyi kalau ada
pengawal atau abdi istana yang lewat. Dan
nampak bahwa Oh Kui-hou kebingungan.
Kembang Jelita 26 11 Agaknya selama ini ia belum pernah masuk ke
istana, dan sekarang ia bingung melihat
kompleks istana itu begitu luasnya seperti
sebuah kota tersendiri. Terdiri dari begitu
banyak jalan, bangunan, taman kolam, pagoda,
paviliun, hutan-hutan kecil buatan dan macammacam lagi yang tak habis-habisnya. Tak heran
kalau Oh Kui-hou jadi bingung.
Diam-diam Helian Kong geli juga. Namun
juga "ikut mendoakan" supaya Oh Kui-hou cepat
ketemu temannya dalam istana itu.
Tetapi sekian lama Oh Kui-hou cuma
berputar-putar saja dan makin sering garukgaruk kepala.
Kenapa tidak ditangkapnya seorang pengawal atau abdi, lalu ditanyainya" pikir
Helian Kong tidak sabar. Tapi setelah dipikir
mendalam, Helian kong pun berpikir pula, "Oh,
akulah yang bodoh. Kalau dia bertanya kepada
pengawal atau ditangkapnya, tentu harus
menyebutkan nama temannya itu, dan berarti
membuka kedok temannya yang sembunyi di
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
istana itu. Bisa saja setelah dijawab terus dia
Kembang Jelita 26 12 bunuh abdi atau pengawal itu, namun agaknya
Oh Kui-hou enggan berbuat demikian."
Karena itulah sekian lama dia cuma bingung
saja. Akhirnya habis sabar, Oh Kui-hou nampak
mencoret tembok, tentunya semacam bahasa
yang diharapkan akan terbaca oleh temannya
dalam istana itu. Setelah Itu, Oh Kui-hou pun berkelebat
menghilang dari Istana Itu.
Giliran Helian Kong yang bingung sekarang.
Mau tetap membuntuti Oh Kul-hou, atau
menunggu di situ saja untuk melihat siapa yang
bakal membaca rahasia itu"
Akhirnya Helian Kong memutuskan untuk
tetap di situ. Pertimbangannya, musuh dalam
istana lebih berbahaya dari musuh di luar
istana, seperti juga penyakit dalam tubuh lebih
berbahaya dari penyakit kulit. Dari "orang dekat
Kaisar" itulah paling menyebabkan kebocorankebocoran rahasia negara yang paling penting.
Kembang Jelita 26 13 Maka Helian Kong pun menunggu di balik
rumput bunga, memasang mata. Ditemani
nyamuk-nyamuk kelaparan. Di bangsal Tan Wan-wan tidak ada nyamuk,
tapi Tan Wan-wan tidak kalah gelisahnya.
Malam itu Kaisar tidak bersamanya, sebab
sedang mengunjungi perjamuan di puri Ciu
Kok-thio, mertua Kaisar, tanpa mengajak Tan
Wan-wan. Tan Wan-wan merenung sendirian dekat
jendela yang dibukanya lebar-lebar karena
gerah. Gerah bukan karena udara di luar yang
cukup dingin sebenarnya, namun lebih
disebabkan oleh gejolak perasaan sendiri.
Beberapa waktu yang lalu, puri Ciu Kok-thio
itulah yang menjadi batu lompatannya sebelum
masuk istana. Yang mengatur semuanya itu
adalah Ciu Kok-thio, Permaisuri Ciu, Puteri
Tiang-ping dan Siang-koan Hi, yang sengaja
melakukan itu untuk melepaskan Kaisar dari
pesona Kecantikan Tiau Kui-hui. Dan memang
berhasil. Setelah mendapat Tan Wan-wan yang
lebih muda dan cantik, Tiau Kui-hui yang
Kembang Jelita 26 14 diperalat Co Hua-sun itupun tersingkir dari sisi
Kaisar. Namun Ciu Kok-thio dan lain-lainnya saat itu
belum tahu kalau Tan Wan-wan sebenarnya
disusupkan oleh musuh negara nomor satu,
yaitu Kaum Pelangi Kuning, dengan tugas
mengorek rahasia negara sebanyak-banyaknya
lewat mulut Kaisar Cong-ceng.
Kini terjadi perkembangan baru. Kaisar
mulai jarang mengunjungi Tan Wan-wan,
sehingga Tan Wan-wan berprasangka kalau
Kaisar sudah bosan kepadanya. Mungkin kini
Ciu Kok-thio menyelenggarakan perjamuan,
hanya sebagai alasan untuk menyodorkan
perempuan lain kepada Kaisar, mungkin lebih
muda dan lebih cantik dari dirinya. Urutan
lakonnya mungkin takkan berbeda dengan
lakonnya sendiri sampai terdampar di istana
itu. Mungkin akan ada "Tan Wan-wan baru"
masuk istana, dan Tan Wan-wan ganti akan
memerankan sebagai Tiau Kui-hui yang
dicampakkan. Kembang Jelita 26 15 Seandainya demikian, Tan Wan-wan tidak
menyesal. Ia ke istana memang bukan untuk
adu kecantikan atau bersaing merebut cinta
seorang lelaki macam Kaisar, yang berkepribadian lemah, cengngeng, dan "tidak
ada apa-apanya" di mata Tan Wan-wan. Kalau
Kaisar mau memboyong seribu perempuan
cantik ke istana, silakan, ia tidak akan cemburu.
Cuma yang disesalinya kalau ia tidak lagi di
samping Kaisar kelak, ia takkan lagi bisa
menjalankan tugas demi kaum Pelangi Kuning.
Padahal tugas itulah yang membuat Tan Wanwan merasa hidupnya sedikit berharga, setelah
sebagian umurnya dijerumuskan ke dalam
lumpur kehinaan. Itu yang disesalinya. Ia malah berpikiran lebih jauh lagi, janganjangan peranannya sebagai mata-mata di istana
itu sudah mulai tersingkap" Kalau demikian,
pasti hanya hukuman matilah yang menunggunya di depan langkahnya. Sebagai
manusia biasa, ia cemas juga, namun tidak
Kembang Jelita 26 16 sampai panik. Sejak hari pertama ia masuk
istana itu, ia sudah tahu segala resikonya.
Saat detik-detik menegangkan itu, la
munannya melayang jauh ke masa silam, saat ia
masih seorang gadis desa, dan anganangannyapun sama sederhananya dengan
gadis-gadis desa lainnya. Ingin menikah dengan
pemuda yang baik, punya anak, membesarkan
anak dalam sebuah keluarga yang utuh sampai
hari tua. Hanya itu. Dibayangkan Helian Kong, kekasihnya,
betapa berat perpisahannya waktu sang kekasih
hendak memenuhi panggilan tugasnya di garis
depan. Perpisahan itu belum merupakan
puncak malapetaka, sebab Tan Wan-wan masih
punya harapan kekasihnya akan kembali
dengan selamat. Kemudian terdengar kabar bahwa pasukan
kerajaan di kawasan barat laut terpukul amat
parah oleh kaum Pelangi Kuning. Saat itu Tan
Wan-wan masih berusaha untuk yakin, bahwa
kekasihnya selamat, sebab kekasihnya bukan
Kembang Jelita 26 17 jagoan sembarangan, melainkan murid terbaik
perguruan Tiat-eng-bun di Teng-hong.
Namun orang-orang upahan yang disuruh
mencari kabar tentang Helian Kong satu demi
satu pulang tanpa kabar menggembirakan. Saat
itulah harapan Tan Wan-wan mulai padam
sedikit demi sedikit. Hidupnya makin suram ketika ayahnya
meninggal, lalu ibunya menyusul. Sehingga
hidupnya jadi tergantung sepenuhnya kepada
kakak sepupunya yang telah berjanji di depan
orang tuanya untuk melindunginya.
Ternyata janji Ting Hoan-wi tidak ada
harganya. Kematian paman dan bibinya
membuka kedoknya, memperlihatkan wajah
aslinya yang serakah. Harta tinggalan paman
dan bibinya yang harusnya dibagi dua dengan
Tan Wan-wan, dikangkanginya sendiri. Lalu ia
sering pergi ke kota untuk berjudi, sampai harta
itu habis dan akhirnya hutangnya menumpuk.
Akhirnya Tan Wan-wan pun diserahkan kepada
seorang pemuda kaya di Soh-ciu sebagai
pembayar hutang. Kembang Jelita 26 18 Menjadi isteri pemuda tukang foya-foya itu,
Tan Wan-wan tak merasakan kebahagiaan.
Ketika pemuda itu kehabisan harta, Tan Wanwan pun pindah tangan ke seorang germo di
Soh-ciu dan ditangani menjadi kembangnya
dunia hiburan Soh-ciu. Di situ pula Tan Wanwan berkenalan dengan beberapa tokoh
gerakan bawah tanah Pelangi Kuning, dan
terpengaruh pikiran-pikiran mereka. Ia juga
bersimpati kepada Joan-ong Li Cu-seng yang
berasal dari kaum terinjak namun lalu bangkit
ingin merubah nasib kaumnya. Tan Wan-wan
pun diam-diam jadi tokoh Pelangi Kuning.
Bukan cuma pengikut, tapi tokoh.
Ketika orang-orangnya Ciu Kok-thio dari
Pak-khia muncul di Soh-ciu untuk mencari
seorang perempuan cantik yang bisa
menandingi Tiau Kui-hui, tokoh Pelangi Kuning
di Soh-ciu pun mengatur siasat sehingga Tan
Wan-wanlah yang terpilih, sampai menjadi
orang dekat di samping Kaisar.
Tan Wan-wan mantap dengan tugas
rahasianya itu, sampai beberapa waktu yang
Kembang Jelita 26 19 lalu ia tahu Helian Kong ternyata masih hidup,
dan Tan Wan-wan pun mulai goncang jiwanya.
Alangkah jauh kenyataan dari angan-angan.
Sepasang bocah dengan impian yang begitu
sederhana tentang sebuah keluarga bahagia,
ternyata terseret jauh dari yang mereka
impikan bersama. Mereka sama-sama terseret
arus-arus kekuatan yang berputar dan
bertarung, sama-sama berambisi untuk menulis
sejarah negeri. Tan Wan-wan menghembuskan napas
beberapa kali, melegakan beban jiwanya.
Didengarnya desir langkah lembut di
belakangnya, dan terdengar suara Siau-hoa
membuyarkan lamunannya, "Enci Wan-wan,
agaknya Oh Kui-hou. baru saja berusaha
menghubungi kita, tapi gagal. Dia cuma
meninggalkan pesan rahasia di tembok."
Tan Wan-wan menoleh, sekaligus ia
berpaling dari alam angan-angan ke bumi
kenyataan. Angan-angan selalu jauh lebih indah
dari kenyataan. Di alam kenyataan, apapun
Kembang Jelita 26 20 harus dihadapi dengan dingin, tegar, cerdik,
tidak boleh ceng-ngeng sedikitpun.
"Apa arti pesan itu?" tanyanya.
"Kita dikhianati orang-orangnya jenderal Gu
Kim-sing." "Hem, tega benar Gu Kim-sing mengkhianati
teman seperjuangannya sendiri yang hampir
tiba di puncak kemenangan."
"Ya, Oh Hiangcu juga menuliskan pesan
Goan-swe Li Giam agar kita hentikan kegiatan,
agar jangan sampai jejak kita dilihat musuh.
Goan-swe lebih menguatirkan keselamatan kita
daripada terburu-buru merebut kemenangan."
Mendengar itu, Tan Wan-wan tidak tahu
apakah harus merasa lega, atau merasa
hidupnya jadi kosong makna. Lega karena bebas
dari tugas yang melelahkan jiwa itu. Namun
tugas itu pula yang menjadikan hidupnya terasa
berarti tak peduli mengorbankan kehormatannya. Namun kalau tugas itu tidak
lagi dilakukan, bukankah dirinya jadi tak lebih
dari perempuan peliharaan Kaisar, sekedar
pemuas nafsu" Kembang Jelita 26 21 "Syukurlah..." hanya itu yang diucapkan di
hadapan Siau-hoa. "Aku sendiri merasa
belakangan ini memang kita dicurigai. Mungkin
ada beberapa tindakan kita yang ceroboh..."
"Apakah kita lalu akan ditangkap dan
dihukum mati, cici?"
"Jangan kuatir, kau dan teman-temanmu
tidak. Aku yang akan mempertanggung
jawabkannya sendiri."
Siau-hoa tiba-tiba menangis, "Tidak, Cici. Kita
semua harus berusaha lari sebelum tertangkap....." "He, jangan menangis. Mana semangatmu
sebagai orang pilihan Goan-swe Li Giam yang
gagah perkasa" Jangan menangis......"
"Kita harus melarikan diri, Cici...."
"Sebagai manusia, kita ingin berusaha
memperpanjang hidup biarpun hanya sedetik,
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau bisa. Kita akan berusaha, tetapi rencana
melarikan diri itu haruslah cermat, tidak boleh
gegabah. Tetaplah tenang. Kalau gegabah
malahan akan gagal sama sekali....."
"Apa rencana Cici?"
Kembang Jelita 26 22 "Sedang kupikirkan. Lebih baik kau tidur
dulu...." Sikap Tan Wan-wan kepada Siau-hoa itu
benar-benar seperti sikap seorang kakak
kepada adik kecil yang disayanginya. Siau-hoa
menunduk dan melangkah pergi, namun tibatiba ia berhenti dan berkata penuh tekad, "Kita
harus lari bersama. Tapi kalau gagal, aku takkan
membiarkan Cici sendiri menghadapi hukuman
mati. Aku tidak mau, hidup sendiri."
Tan Wan-wan tersenyum haru, lalu ia
paksakan diri tertawa dan berkata, "Belum
seburuk itu keadaannya. Tidak usah berpikir
seseram itu, nanti malahan kau mimpi
menakutkan dan menjerit-jerit seperti kemarin
malam. Sampai Cun-hoa kaget...."
"Maaf, Cici. Kemarin malam itu mimpiku
mengerikan sekali." "Karena kau terlalu tegang dan banyak
pikiran. Kau harus lebih banyak istirahat."
"Baik, Cici....." Lalu Siau-hoa pun tinggalkan
Tan Wan-wan. Kembang Jelita 26 23 Tan Wan-wan pun kembali merenung,
menatap panorama malam istana.
Tetapi beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia
mengerdipkan matanya kuat-kuat beberapa
kali, lalu membelalak memandang keluar. Ada
seorang di luar sana. Bukan pengawal atau
hamba istana yang memang sering hilir mudik
di situ, namun kelihatannya seperti.....ya, seperti
seorang jembel. Aneh, bagaimana seorang jembel bisa nyasar
ke dalam istana kekaisaran"
Atau cuma pandangan matanya yang salah
lihat karena kelelahan jiwanya"
"Siapa?" tanya Tan Wan-wan lewat jendela.
Tubuh itu bergerak mendekat sambil
melepas topi bututnya, dan Tan Wan-wan
serasa beku darahnya ketika melihat Helian
Kong. Kerinduan dan cinta bergolak, tapi lebih
dahsyat adalah kecemasannya. Apakah Helian
Kong diam-diam telah membuntuti Siau-hoa,
dan sekarang dia tahu siapa mata-mata ulung
Pelangi Kuning yang selama ini sembunyi dalam
Kembang Jelita 26 24 istana" Akankah cinta Helian Kong berubah jadi
benci" Tan Wan-wan sudah siap menghadapi
tali gantungan atau kampak pemenggal kepala,
tetapi benar-benar belum siap menghadapi
kebencian Helian Kong. Sesaat keduanya saling pandang dalam
suasana beku, sampai terdengar suara Helian
Kong tergetar, tidak mantap, "Jadi kaukah orang
itu" Biang keladi gugurnya ribuan tentara
kerajaan di garis depan, karena gerakannya
selalu diketahui lebih dulu oleh laskar
pemberontak?" Didengar suaranya, agaknya Helian Kong pun
sama tidak siapnya dengan Tan Wan-wan, tidak
siap untuk saling membenci. Lama ia melacak
siapa mata-mata musuh dalam istana itu, dan
setelah ketemu ia tidak sanggup membencinya.
Tan Wan-wan membungkam. Helian Kong mengeraskan suaranya untuk
mengusir kelemahan sikapnya. "Kenapa tidak
kaujawab" Kaukira aku belum mendengar
percakapanmu dengan dayang tadi?"
Kembang Jelita 26 25 "Memang akulah orangnya....." akhirnya Tan
Wan-wan menjawab. "Kenapa kaulakukan ini?"
"Kenapa pula mati-matian membela dinasti
bobrok yang sudah tak bisa diharapkan untuk
kebaikan rakyat?" Suasana jadi beku kembali, karena kedua
pihak hanya saling bertanya, namun tidak mau
menjawab. Namun sebenarnya jawaban itu
sudah saling mereka ketahui, tanpa terucapkan.
Pendirian yang sama kokohnya, itulah
jawabnya. "Kau menyalahkan aku?" Tan Wan-wan
memecah kebekuan. Helian Kong tak mampu menjawab,
bagaimana mungkin menyalahkan orang yang
yakin kebenaran pendiriannya" Seperti
dirinyapun tidak mau disalahkan kalau tetap
memegang pendiriannya. la malah balas bertanya, "Sejak kapan kau
lakukan ini?" Tan Wan-wan menjawab sedih, namun tidak
minta dikasihani, "Sejak hidupku dihempaskan
Kembang Jelita 26 26 dan diinjak-injak jadi lumpur oleh beberapa
lelaki tak bertanggung jawab. Tapi aku tidak
mau jadi lumpur tanpa guna, namun yang
menumbuhkan sekuntum bunga indah yang
pantas dipajangkan di ruang sejarah. Bunga
indah itu adalah kebebasan rakyat dari
pemerasan busuk bangsawan-bangsawan yang
kau abdi." "Tapi kau sendiri akan hancur lenyap."
Ternyata kata-kata itu tidak melemahkan
Tan Wan-wan, malah dengan mantap ia
mengangguk dan menjawab, "Ya, aku tahu. Aku
tahu barang-barang yang dijadikan hiasan tentu
yang indah-indah saja. Bunga, lukisan, patung
yang serba indah. Mana ada orang mau
menghiasi ruang tamunya dengan segumpal
lumpur?" Mendengar itu, hati Helian Kong sendiri yang
akhirnya luluh. Mana tega ia menyalahkan Tan
Wan-wan" Semua orang ingin merasakan
hidupnya berharga. Sebagian berhasil, dan
sebagian lainnya dipaksa oleh keadaan untuk
menjadi tak berharga sampai umurnya habis.
Kembang Jelita 26 27 Hidup adalah samudera bergelombang, hanya
yang kuat yang akan bertahan di permukaan,
dan yang lemah akari tenggelam lenyap sampai
ke dasar. "Tidak salah kalau kau pilih jalan hidup yang
akan memberikan kebanggaan, tetapi kenapa
memilih mengabdi Li Cu-seng?"
"Karena dia adalah lambang golongan yang
menderita. Para bangsawan sudah punya
beribu-ribu tukang pukul berseragam mentereng untuk menjaga kedudukan dan harta
mereka. Maka orang-orang kecilpun perlu ada
yang membela." "Wan-wan tak seharusnya kau..."
"Kakak Helian, tinggalkan aku. Kita sudah
bersimpang jalan terlalu jauh....." cepat-cepat
Tan Wan-wan berkata sambil menunduk untuk
menyembunyikan tangisnya. Kenangan indah
masa lalu, bagaimanapun sulit dihapus begitu
saja. Angan-angan hidup bahagia bersama sang
kekasih masih sering muncul sekali-kali dalam
mimpinya, meskipun arus kehidupan ternyata
Kembang Jelita 26 28 menyeretnya semakin jauh dari impian itu. Tapi
impian indah itu tak mudah dihapus.
Tapi Helian Kong tidak pergi, malah maju
dan berkata, "Wan-wan, aku senang tadi
mendengar pembicaraanmu dengan dayangmu,
bahwa kau akan menghentikan kegiatanmu
sebagai mata-mata karena diperintah Li Giam.
Aku senang mendengarnya. Aku senang, berarti
aku tidak perlu lagi bertindak apa-apa
terhadapmu lagi. Marilah pergi dari sini,
mungkin belum terlambat untuk kita bangun
kembali impian indah kita dulu."
"Apa yang dikatakan Ting Hoan-wi tentang
diriku?" "Aku tak percaya semua omongannya. Wanwan, aku tetap mengharapkan mu."
'Tidak bisa lagi. Terlambat."
"Kenapa?" "Bukankah tadi sudah kau dengar dari
mulutku sendiri, aku ini sekarang cuma
segumpal lumpur yang kotor" Kalau aku
didekatmu, aku hanya mengotori namamu yang
gemilang." Kembang Jelita 26 29 "Wan-wan, kap...."
Entah mendapat kekuatan dari mana, Tan
Wan-wan mengusap air matanya, lalu berkata
tegas, "Kakak Helian, ketika masih di desa aku
tidak dapat berhasil mendapat kepastian
tentang nasibmu, harapanku pelan-pelan
lenyap. Lalu kedua orang tuaku meninggal. Dan
Ting Hoan-wi menjual aku kepada seorang
pemuda di Soh-ciu untuk membayar hutanghutang judinya."
"Keparat. Ting Hoan-wi sekarang di
rumahku, aku akan mencincangnya untuk
membalaskan penderitaanmu!"
'Tidak perlu. Bagaimana pun hebatnya kau
siksa dia, takkan membuatku jadi bersih
kembali. Aku sudah ternoda oleh banyak lakilaki. Suami keparat itu kemudian menjualku ke
rumah pelacuran." "Wan-wan!" "Ya, itulah kenyataannya. Dan di istana ini
aku bekerja diam-diam untuk Joan-ong. Karena
aku tidak becus apa-apa, dengan apa aku
memancing keterangan-keterangan dari mulut
Kembang Jelita 26 30 "Tidak perlu. Bagaimana pun hebatnya kau siksa dia,
takkan membuatku jadi bersih kembali. Aku sudah
ternoda oleh banyak laki-laki."
Kembang Jelita 26 31 Kaisar" Dengan tubuhku pula. Nah, sekarang
kau sudah tahu betapa kotornya diriku. Nah,
perempuan macam akulah yang akan kau ajak
membangun impian indahmu?"
Sikap Tan Wan-wan tegar, suaranya dingin
dan nyaris tanpa perasaan. Namun sebenarnya
tiap kata-katanya menikam pedih ke hatinya
sendiri, sebab tiap patah kata berarti
memperlebar jurang antara dirinya dan Helian
Kong. Padahal ia tak pernah membenci Helian
Kong, sikap dinginnya hanya untuk mendorong
Helian Kong menjauhinya dan mencari
kebahagiaan sendiri. "Tidak, Wan-wan. Mari tinggalkan tempatmu
yang berbahaya itu. Aku akan menerimamu,
sebab semua yang menimpa dirimu bukanlah
kesalahanmu." "Kau keliru. Sebagian memang tak
kukehendaki, tapi sebagian langkahku juga aku
sadari benar-benar. Aku juga ingin menemukan
arti hidup dengan caraku sendiri, tak perduli
pandangan orang lain yang menghina. Karena
Kembang Jelita 26 32 itu pergilah, pilih gadis lain yang sesuai dengan
martabatmu." "Wan-wan, kalau sampai ada yang tahu
kegiatanmu sebelum ini, kau akan dijatuhi
hukuman mati, biarpun sekarang kau sudah
menghentikan kegiatanmu. Saat ini, mumpung
baru aku yang tahu, marilah pergi."
"Kau keliru lagi. Sudah banyak yang
mencurigaiku, dan kalau ada yang tahu kaulah
yang menyelamatkan aku, kau akan ikut repot.
Karena itu biarlah kusongsong nasibku sendiri
tanpa menyusahkan orang lain, aku sudah siap
menerima resiko itu sejak dulu! Pergilah."
"Wan-wan, kenapa kau begitu keras kepala?"
"Helian Cong-peng, ingat bahwa kita
sekarang adalah musuh. Aku orang Pelangi
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kuning dengan kesadaran penuh, dan kau
perwira kekaisaran. Hubungan kita putus
sampai di sini. Sebagai perwira kekaisaran kau
boleh melaporkan diriku atau mau menangkapku sekarang juga, terserah kepadamu!" Kembang Jelita 26 33 Setelah jawaban keras itu, Tan Wan-wan
cepat-cepat menutup jendela, hanya untuk
menyembunyikan tangis dan desis pedih,
"Semoga kau menemukan kebahagiaan."
Lama di luar tidak terdengar apa-apa, lalu
Tan Wan-wan membuka jendela kembali dan
melongok keluar. Hanya angin malam
menyapanya, tak ada lagi Helian Kong.
Kepada angin Tan Wan-wan menitip-' kan
pesannya, "Maafkan aku. Tentu hatimu terluka,
namun aku tidak mau kau ikut celaka karena
urusanku. Dan hidup bukan untuk mimpi saja,
betapapun indah nya. Tapi adalah perjuangan
yang kadang pedih." * * * Di saat yang sama, Siangkoan Yan bergegas
datang ke bangsal Puteri Tiang-ping. Masih
dalam pakaian ringkasnya yang kena cipratan
darah Giam Lui tadi di kelenteng Kim-hong-bio,
dan dengan pedang masih tergendong di
punggung. Kembang Jelita 26 34 Begitu ketemu Puteri Tiang-ping, ia langsung
menceritakan peristiwa di kelenteng Kim-kongbio itu, diakhiri dengan kesimpulan, "......sayang,
tak seorangpun dari para pemberontak itu mau
ditangkap hidup-hidup, semuanya memilih
mati. Mereka fanatik sekali. Hanya ada seorang
pentolannya yang lolos. Seorang bertubuh
pendek, kecil, bersenjata sepasang cambuk
panjang, lihai sekali silatnya......"
"Sayang....." kata Puteri Tiang-ping. "Tetapi
biarpun kau gagal menangkap seorang matamata Pelangi Kuning, untuk memastikan
keterlibatan Tan Wan-wan, aku masih ada
rencana cadangan. Ada hal lain lagi?"
"Ya, tentang Liong Tiau-hui. Selama ini dia
menghilang dan kita menguatirkan nasibnya,
tak terduga dia sudah memihak pemberontak,
dan dia ikut terbunuh di kelenteng itu......" suara
Siangkoan Yan terdengar sedih. Liong Tiau-hui
pernah menjadi sahabat baik keluarganya,
sesama penentang Co Hua-sun yang berani.
Namun kekecewaannya yang begitu besar
terhadap pemerintah kerajaan, telah Kembang Jelita 26 35 mendorongnya masuk bergabung dengan kaum
Pelangi Kuning dan mati sebagai pemberontak
pula. Dari pihak kerajaan, kematian itu mungkin
dianggap mengecewakan. Tapi siapa tahu Liong
Tiau-hui bangga mati secara itu, daripada
memakai seragam perwira kerajaan"
"Sudahlah. Memang patut disayangkan
kematian Liong Tiau-hui itu........"kata Puteri
Tiang-ping. "Tapi kita takkan berhenti
melangkah. Akan kita tangkap mata-mata itu, di
manapun dia bersembunyi."
"Rencana Cici sekarang bagaimana?"
"Mumpung Hu-hong (ayahanda Kaisar)
sedang menghadiri perjamuan di kediaman
Kakek, inilah saatnya kita singkirkan Tan Wanwan."
Wajah Siangkoan Yan menegang, maklumlah
urusan itu bukan urusan kecil. Menyingkirkan
Tan Wan-wan berarti harus siap menghadapi
kemarahan Kaisar. Melihat kebimbangan Siangkoan Yan, Puteri
Tiang-ping berkata, "Tindakan kita ini demi
Kembang Jelita 26 36 keselamatan Kerajaan Beng, adik Yan. Tan Wanwan terlalu licin untuk disingkap kedoknya di
depan Hu-hong. Terlalu licin. Tetapi aku sudah
merasa amat pasti dan harus segera bertindak
tanpa menunggu bukti untuk Hu-hong. Harus.
Tan Wan-wan mendampingi Hu-hong di ruang
Gi-si-pong ketika menulis surat untuk Jenderal
Su Ko-hoat. Dia tahu siapa yang disuruh, lewat
jalan mana, menyamar sebagai apa, dan kapan
berangkatnya. Akibatnya kau tahu sendiri, Adik
Yan, utusan itu dibantai di tengah jalan selagi
belum jauh dari Pak-khia."
Kini Siangkoan Yan mulai mengangguk.
"Nah, mau tunggu apa lagi" Negara ini
hampir ambruk, sedang Hu-hong entah kapan
bisa diyakinkan. Karena itu, aku sudah siapkan
tindakan malam ini juga. Kalau Hu-hong marah,
biar aku yang menanggungnya."'
"Apa Cici akan membunuhnya?"
"Mengingat Tan Wan-wan pernah berjasa
mengendorkan pengaruh Co Hua-sun atas diri
Hu-hong, dan juga pernah dengan berani
berusaha menyelamatkan Hu-hong ketika
Kembang Jelita 26 37 Pamanda Seng-ong berkhianat, aku takkan
menghukumnya mati." "Ya syukurlah kalau Cici masih mengasihaninya. Aku pernah mendengar
riwayat hidupnya, betapapun juga aku agak
kasihan. Pendiriannya yang teguh juga
merupakan kebanggaan buat kaum kita yang
sering dianggap lemah ini, biarpun dia musuh
kerajaan." "Adik Yan, kau tidak cemburu lagi karena dia
bekas kekasih Helian Kong?"
Keruan wajah Siangkoan Yan memerah, lalu
mencubit lengan Puteri Tiang-ping. Cepat-cepat
Puteri Tiang-ping menjauhkan lengannya
sambil tertawa dan berkata, "Sudah...
sudah...sudah." "Sekarang, apa tindakan Cici?"
"Menyembunyikan dia di sebuah tempat
rahasia yang sudah kusiapkan di dalam kota ini.
Agar tak bisa ditemui Hu-hong atau temantemannya sesama pemberontak. Itu sudah
cukup mengamankan kerajaan, tidak perlu
dibunuh." Kembang Jelita 26 38 "Hati Cici sungguh mulia."
"Dan kau juga, adik Yan. Kau tidak menuruti
perasaan cemburumu, malahan tidak tega kalau
dia dibunuh, itu menandakan kemuliaan dan
welas asih hatimu." "Ya sudahlah. Kita memang harus belajar
berbelas kasihan kepada musuh sekalipun,
cukup asal Tan Wan-wan dibuat terkurung saja.
Kita tidak boleh kejam, agar orang jangan
menyangka kita ini cucu-cucu Co Hua-sun."
Kedua gadis itu tertawa. Kemudian Pek-hong bergegas masuk dan
berkata, "Tuan Puteri, mereka sudah siap."
"Suruh mereka menunggu di tempat yang
ditentukan..." perintah Sang Puteri kepada Pekhong, dan kepada Siang-koan Yan ia berkata,
"Mari kita ke tempat Tan Wan-wan, adik Yan."
"Tidak perlu pengawal" Barangkali Tan Wanwan dan komplotannya sudah tahu rencana kita
lalu menyiapkan perlawanan."
"Tidak perlu. Seorang murid Kim-hian Tojin
cukup menjadi pengawalku."
Kembang Jelita 26 39 Kedua gadis itupun berjalan ke bangsal Tan
Wan-wan. Puteri Tiang-ping sedang sehat
belakangan ini, sehingga langkahnya tidak
terlalu lambat. Namun toh Siangkoan Yan masih
harus menyesuaikan kecepatan langkahnya.
Sambil melangkah, Siangkoan Yan bertanya,
Cici Ping, bagaimana dengan kesehatan
tubuhmu?" "Terasa enak belakangan ini."
"Kalau urusan ini selesai, cici harus lebih
banyak beristirahat, agar kesehatan Cici lebih
sempurna." "Aku tidak mungkin isrirahat, aku merasa
harus berbuat sebanyak-banyaknya sebelum
waktuku keburu habis."
Mendengar kata-kata yang seolah-olah sudah
dekat ajal itu, Siangkoan Yan berkaca-kaca
matanya dan berkata, "Jangan bicara seperti itu,
Cici. Tidak perlu kau gubris benar ramalan tabib
gila itu, bisa juga dia keliru atau ngawur."
Seorang tabib dengan berat hati memang
pernah meramalkan bahwa Puteri Tiang-ping
karena penyakitnya, takkan bisa melebihi umur
Kembang Jelita 26 40 dua puluh tahun, dan juga takkan diperbolehkan menikah. Mendengar suara Siangkoan Yan yang sedih,
Puteri Tiang-ping malahan tertawa ringan dan
berkata, "Lho, si macan betina dari Bu-tong-pai
kok sekarang mewek-mewek mau menangis"
Aku sendiri tidak risau omongan tabib itu. Umur
panjang ya syukur, umur pendek ya tidak apaapa. Aku tidak takut mati. Orang mati itu sudah
mendapat tempat yang enak kok. Buktinya
mereka yang mati kan tidak ada lagi yang
kembali ke dunia orang hidup?"
Kelakar itu cuma sanggup membuat
Siangkoan Yan tersenyum kecut.
"Cici, bagaimana kalau Cici mulai latihan silat
sedikit-sedikit untuk menguatkan tubuh" Aku
bisa mengajari Cici."
"Ah, mana sanggup aku berlompatan sambil
mengayun-ayunkan pedang yang bobotnya
pukup berat?" "Cici kan bisa mulai dengan senam semacam
Ih-kin-keng atau Thai-kek-kun, yang gerakannya ringan dan perlahan-lahan. Cici
Kembang Jelita 26 41 pasti bisa melakukannya dan akan menjadi
sehat." Agar tidak mengecewakan sahabatnya ini,
Puteri Tiang-ping pun menyetujui, "Baiklah.
Sehabis urusan ini, harap Subo (guru) sudi
menerima murid yang tolol ini."
Demikianlah. Mana Siangkoan Yan tahu,
bahwa puteri penyakitan itu kelak umurnya
justru lebih panjang dari umurnya sendiri, dan
menjadi seorang tokoh puncak dunia persilatan
yang berjulukan Tok-pi Sin-ni (Biarawati Sakti
Lengan Tunggal)" Memang sebagai biarawati
dia tidak menikah dan punya anak, namun
seorang muridnya kelak amat mengharumkan
namanya, Kang-lam Thai-hiap (Pendekar Besar
Kang-lam) Kam Hong-ti yang namanya tertoreh
gemilang dalam hikayat rimba persilatan.
Mereka terus berjalan dan beberapa kali
mendapat penghormatan pengawal-pengawal
istana, sampai nampaklah di depan mereka
gedung kediaman Tan Wan-wan yang nampak
sunyi-sunyi, saja. Kembang Jelita 26 42 Untuk melindungi keselamatan Puteri Tiangping, Siangkoan Yan berjalan mendahului dan
mengetuk pintu. Yang membuka pintu adalah Siau-hoa,
dayang Tan Wan-wan, yang matanya merah
habis menangis. Dia kaget melihat yang datang
adalah Siangkoan Yan yang membawa pedang,
dan di belakangnya nampak Puteri Tiang-ping.
Menghadapi Puteri Tiang-ping, biasanya
Siau-hoa menghormat, tapi kali ini malah
berdiri di tengah pintu dengan sikap
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menantang, "Apakah Tuan Puteri akan
menangkap Cici Wan-wan" Kalau demikian,
lewati dulu mayatku!"
Mestinya Puteri Tiang-ping marah, namun
sikap Siau-hoa yang menunjukkan keberanian
dan kesetiaan itu, ia malahan kagum karena jadi
ingat dayang-dayangnya sendiri yang juga setia
dan berani. Hui-hun bahkan sampai terbunuh
ketika menjalankan perintahnya.
Karena itu ia berkata dengan lembut,
"Siau-hoa, aku tidak akan menyakiti Ci-ci
Wan-wanmu. Kami hanya akan memindahkan
Kembang Jelita 26 43 Nona Tan Wan-wan dari sini ke tempat lain
yang tidak kalah nyamannya, demi mengamankan istana ini."
"Bohong! Tuan Puteri pasti akan memasukkan Cici Wan-wan ke penjara!"
"Tidak. Tapi ke suatu tempat di mana Cicimu
akan tetap terpelihara dengan baik. Betapapun
kesalahannya, aku tidak dapat menghapus
kebaikan Nona Tan kepada Hu-hong di jaman
berkuasanya Co Hua-sun."
"Aku tidak percaya........" Siau-hoa bersikeras
menghalangi pintu. "Kalian akan mendakwa dan
menganiaya Cici Wan-wan Jangan harap bisa
menyentuh dirinya selama aku masih di sini!"
Dan dayang remaja itu malahan mengeluarkan pisau belati, namun Siangkoan
Yan cepat menyerobot maju dengan sebuah
totokan kilat ke pinggang Siau-hoa, yang
langsung membuat dayang itu roboh lemas di
ambang pintu. Gerakan Siangkoan Yan itu
dibarengi teriakan Puteri Tiang-ping, "Adik Yan,
jangan bunuh!" Kembang Jelita 26 44 "Tidak, Cici Ping. Cuma lemas sementara
waktu." Puteri Tiang-ping didampingi Siang-koan Yan
lalu masuk dengan menyingkiri tubuh Siau-hoa
yang masih tergeletak lemas. Sementara dari
ruangan dalam, Tan Wan-wan melangkah
keluar dengan tenang, ia memberi hormat
kepada Puteri Tiang-ping sambil berkata,
"Hamba yang akan mempertanggung jawabkan
segala perbuatan hamba, Tuan Puteri. Tapi
mohon, jangan sakiti dayang-dayang hamba
yang cuma melakukan perintah hamba."
"Jadi kau sudah tahu untuk apa kami
datang?" "Benar Tuan Puteri. Selama ini kita saling
mengintai, bukan" Dan hamba tahu akan tiba
saatnya bahwa salah satu dari kita akan kalah.
Hambalah yang kalah." _
Puteri Tiang-ping menarik napas, katanya
tulus, "Aku bangga ada seorang kaumku yang
sanggup berjuang seberani Cici Wan-wan,
dengan pengorbanan yang tak mungkin
diberikan oleh kaum lelaki. Cici Wan-wan
Kembang Jelita 26 45 sesungguhnya telah berhasil berbuat jauh lebih
banyak dari kaum lelaki yang cuma pintar
mengayun golok." "Terima kasih, Tuan Puteri."
"Sebagai wanita, aku bangga melihat seorang
kaumku seperti Cici. Tapi aku juga Puteri
Kerajaan Beng. Cici berjuang untuk Joan-ong,
aku berjuang untuk Kerajaan Beng. Kuharap
Cici memahami tindakanku."
"Aku paham, Tuan Puteri. Sebagai pejuang di
barisannya Joan-ong, aku siap menerima resiko
apapun." "Cici Wan-wan, aku takkan menjerumuskanmu ke kematian, aku hanya akan
mencegah Cici lebih banyak membocorkan
keterangan-keterangan penting dari istana ini
kepada teman-teman Cici. Kami hanya akan
memindahkan Cici ke tempat lain, bahkan kalau
situasi sudah memungkinkan, kami akan
mengantar Cici pulang ke kampung halaman
dengan bekal yang cukup."
"Terima kasih untuk belas kasihan Tuan
Puteri. Hamba takkan berlagak jadi pahlawan
Kembang Jelita 26 46 dengan menolak belas kasihan itu. Meskipun
kita berada di pihak yang bermusuhan, itu tak
menghalangi kekaguman hamba kepada Tuan
Puteri, yang biarpun bertubuh kurang sehat,
namun gigih membela kerajaan. Hamba katakan
ini bukan untuk mengurangi hukuman hamba."
"Terima kasih. Seandainya kita bukan musuh
tapi kawan, mungkin kita berdua yang dianggap
orang-orang lemah ini bisa menjungkirbalikkan
dunia ya?" Bersamaan Puteri Tiang-ping dan Tan Wanwan
tersenyum. Lalu Tan Wan-wan menyapukan pandangan berkeliling, melihat
ruangan itu untuk terakhir kalinya. Kemudian ia
melangkah anggun sambil berkata, "Mari, Tuan
Puteri. Hamba sekarang adalah tawanan Tuan
Puteri dan akan tunduk semua kemauan Tuan
Puteri." Puteri Tiang-ping melangkah mendampinginya, sehingga keduanya berjalan
berdampingan seperti bukan musuh. Sebelum
meninggalkan ruangan itu, berkatalah Tan wanwan, 'Tuan Puteri, kedua dayang hamba yang
Kembang Jelita 26 47 bernama Siau-hoa dan Cun-hoa itu memang
bersalah, namun hamba yang memerintahkan
mereka. Karena itu, hamba mohonkan ampun
buat mereka. Kalau bisa cukup diusir saja dari
istana ini, tapi jangan dipenjara atau diberi
hukuman badan. Semua kesalahan mereka,
hamba yang menanggungnya."
"Ya, akupun punya dayang-dayang yang baik
dan setia seperti mereka, sehingga akupun
mengerti perasaan Cici Wan-wan terhadap
mereka. Akan kuberi mereka bekal, kucarikan
orang yang bisa dipercaya untuk mengantar
mereka sampai ke kampung halaman."
"Terima kasih, Tuan Puteri. Pihakku dan
pihakmu bermusuhan, tapi tidak perlu
berlomba-lomba menunjukkan siapa yang lebih
kejam. Kita berselisih paham karena punya
keyakinan sendiri-sendiri yang sebenarnya
sama-sama menginginkan kedamaian."
"Aku sependapat."
Indah juga yang dikatakan kedua perempuan
itu, sayang mereka berbicara sambil berjalan di
tengah-tengah taman bunga yang indah,
Kembang Jelita 26 48 semerbak di malam yang tenang itu. Jauh dari
medan laga. Di medan laga, kedua pihak
bertindak sekeras-kerasnya untuk memenangkan perang tanpa menghiraukan
caranya. Makin kejam seseorang terhadap
musuh, makin dianggap pahlawan oleh temantemannya.
Sambil berjalan, mereka kemudian tidak lagi
bicara soal perang, namun tentang bunga, akan
resep masakan, dan Tan Wan-wan sempat
menyarankan beberapa ramuan untuk kesehatan musuh besarnya itu, dijawab ucapan
terima kasih yang tulus dari sang musuh!
Siangkoan Yan berjalan di belakang mereka.
Mulanya ia hanya kagum kepada Puteri Tiangping, sebab Tan Wan-wan dianggapnya "kurang
berharga". Namun melihat sikap dan ucapanucapan Tan Wan-wan, akhirnya Siangkoan Yan
mengaguminya juga. Kaum wanita biasanya
dicap emosional, namun dilihatnya Puteri
Tiang-ping dan Tan Wan-wan ternyata sambil
tetap memegang teguh pendirian masingmasing yang berlawanan, namun mereka tidak
Kembang Jelita 26 49 terjerumus ke dalam kebencian antar pribadi.
Keduanya lebih kuat menaklukkan diri sendiri
daripada kaum lelaki yang saling bacok di
medan perang sana. Akhirnya mereka sampai ke tempat di mana
sebuah tandu bertirai rapat sudah menunggu,
bersama dua pemikulnya. Puteri Tiang-ping
yang semula tenang, tiba-tiba tak bisa
mengendalikan perasaannya. Tiba-tiba ia
memeluk Tan Wan-wan dan mencium pipinya,
sambil menitikkan air mata. Ia sudah
mendengar riwayat Tan Wan-wan yang pahit.
Kalau boleh memilih, tentu Tan Wan-wan
takkan memilih jalan itu, namun ia tanpa daya
terseret nasib sedemikian rupa. Sebagai sesama
wanita, Puteri Tiang-ping bersimpati.
Bisiknya, "Aku jamin Cici Wan-wan akan
aman sampai ke tempat itu. Dan setiap ada
waktu luang, aku pasti akan mengunjungi Cici,
agar- Cici tidak kesepian."
Tan Wan-wan balas memeluk rapat, bisiknya,
"Maafkan apa yang sudah kulakukan. Kalau
Kembang Jelita 26 50 Puteri sering mengunjungiku, aku masih punya
semangat untuk hidup terus."
"Baik-baiklah menjaga dirimu, Cici."
"Harap Puteri juga menjaga kesehatan baikbaik."
Kedua seteru yang tidak saling membenci
itupun saling melepaskan pelukan, lalu Tan
Wan-wan dengan tenang tanpa disuruh, masuk
ke dalam tandu. Pemikul-pemikul tandu itu
menghormat kepada Puteri Tiang-ping, sebab
merekalah pengawal-pengawal istana yang
menyamar. Puteri Tiang-ping memberitahu Siangkoan
Yan akan tempat yang bakal digunakan
"menyimpan" Tan Wan-wan itu, sebab
Siangkoan Yan akan mengawalnya sampai ke
tempat itu. Kemudian berangkatlah mereka
semua. Puteri Tiang-ping menatap tandu itu sampai
tak kelihatan, dan mengusap air matanya.
Sementara itu, di dalam tandu yang tertutup
rapat, Tan Wan-wan duduk dengan perasaan
pasrah. Biarpun tidak melihat, namun ia tahu di
Kembang Jelita 26 51 samping tandu itu ada seorang gadis yang
gagah, melangkah sambil menggendong
pedangnya. Siangkoan Yan. Dan pikiran Tan
Wan-wan pun melayang kepada Helian Kong.
Setelah cintanya kepada Helian Kong
terpotong sebelum sampai ke mahligai rumah
tangga, masih akankah ditemui lagi cinta
seindah Itu" Tan Wan-wan merenung. Ataukah
setelah Ini, dia benar-benar hanya akan menjadi
lumpur tanpa arti, sampai sang maut mengam-.
bilnya dari dunia" Ada kalanya ia merasa kuat. Ada kalanya ia
merasa dirinya cuma sebuah perahu kecil yang
diombang-ambingkan gelombang, akan dihempaskan hancur ke sebuah karang tajam,
atau ke pantai kebahagiaan, sepenuhnya benarbenar dalam kuasa sang gelombang.
Tiba-tiba Tan Wan-wan menyibakkan tirai
tandu dan memanggil, "Nona Siangkoan."
Siangkoan Yan menoleh dan bertanya, "Ada
apa, Cici Wan-wan?" Kembang Jelita 26
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
52 Panggilan itu terdengar tulus dan seperti
setitik embun di hati Tan Wan-wan yang
gersang. "Adik Yan." kini Tan Wan-wan pun
mengubah sebutannya. "Aku cuma ingin memuji
keserasianmu ketika berpasangan main pedang
dengan Helian Kong, waktu membawa Kaisar
keluar dari kurungannya orang-orangnya Co
Hua-sun. Mudah-mudahan tidak cuma serasi
bermain pedang, tapi juga dalam mengayuh
biduk rumah tangga."
"Ah, Cici Wan-wan." desah Slangkoan Yan
dengan muka menjadi panas. 'Terima kasih."
Seolah-olah kedua wanita itu telah
melakukan "serah terima" diri Helian Kong.
Boleh saja, memangnya hanya kaum lelaki yang
boleh melakukan "serah terima" atas diri
seorang wanita" Dan kejadian Itu sekaligus
menghapus kecemburuan Siangkoan Yan,
sambil merasa malu sendiri kenapa selama ini
ia tidak pernah menyampaikan surat-surat cinta
Bu Sam-kui" Siangkoan Yan Jadi merasa
kepribadiannya kerdil dl depan kelapangKembang Jelita 26
53 dadaan Tan Wan-wan yang dulu dipandangnya
rendah. Perjalanan malam pun dilanjutkan dengan
membisu, hanya derap para pemikul Joli yang
terdengar berirama. Sekali-sekali Tan Wan-wan
dl dalam tandu mendengar derap regu prajurit
yang berpapasan. Kebanyakan prajurit-prajurit:
itu bicara tak keruan sebab memang sedang
mabuk. Namun di suatu jalan yang sepi dan gelap, joli
itu tiba-tiba berhenti, sebab di depan joli ada
orang menghadang di tengah jalan sambil
membentak, "Berhenti!"
Kedua pengawal yang menyamar sebagai
pemikul tandu itupun bersiaga, begitu pula
Siangkoan Yan yang balas membentak, "Siapa?"
Di dalam tandu Tan Wan-wan bergejolak
hatinya. Mungkinkah teman-temannya sesama
anggota Pelangi Kuning hendak membebaskannya" ia menyingkap tirai tandu
sedikit, namun diluar itu keadaannya terlalu
gelap sehingga yang kelihatan cuma bayanganKembang Jelita 26 54 bayangan pekat. Orang yang menghadang itu
nampak berperawakan tinggi tegap.
Sementara si penghadang Itu kaget
mendengar suara Siangkoan Yan, sebab
sebelumnya la tidak mengenalinya karena
gelapnya malam. "Nona Siangkoan, kau?"
Sebaliknya Siangkoan Yan pun Juga
mengenali suara Itu, suara orang yang gencar
menitipkan surat-surat cinta untuk Tan Wanwan. "Saudara Bu, kiranya kau."
"Ya." sahut Bu Sam-kui, penghadang itu.
"Saudara Bu, kenapa kau menghentikan
kami?" "Maaf, Nona Siangkoan, boleh aku tahu siapa
yang di dalam tandu Itu?"
Sesaat Siangkoan Yan jadi serba salah. la tahu
Bu Sam-kui tergila-gila kepada Tan Wan-wan,
sampai hampir kehilangan akal sehatnya. Kalau
ia berita-hukan yang di dalam tandu adalah Tan
Wan-wan, jangan-jangan Bu Sam-kui akan
menjadi nekat dan berusaha merebutnya"
Padahal penyingkiran Tan Wan-wan dari istana
Itu haruslah dirahasiakan rapat-rapat, Jangan
Kembang Jelita 26 55 sampai Tan Wan-wan diketahui tempatnya oleh
Kaisar Cong-ceng lalu direbut kembali.
Selagi Siangkoan Yan masih bingung, tirai
tandu telah tersingkap dan terdengar Tan Wanwan berkata dengan suaranya yang lembut
merdu, "Adik Yan, siapa?"
Suara yang langsung membuat Bu Sam-kui
kumat sintingnya. Tiba-tiba ia berlutut di
tengah jalan, sepasang tangannya mendekap
dada, dan berkatalah ia dengan perasaan, "Oh,
bidadariku, benarkah itu suaramu yang selama
ini kurindukan" Benarkah ini tidak mimpi" Ooo
dewi perampas sukmaku, inilah aku, hambamu,
pemujamu." "Mampuslah aku." Siangkoan Yan mengeluh
dalam hati. Mau dirahasiakan bagaimana lagi,
kalau sudah begini" Sedangkan Tan Wan-wan pun kaget melihat
sikap Bu Sam-kui itu, agak takut-takut dia
bertanya kepada Siangkoan Yan, "Adik Yan,
siapa dia" Apakah dia.... dia mabok?"
"Namanya Bu Sam-kui, Cici. Memang dia
mabuk, tapi mabuk cinta."
Kembang Jelita 26 56 Dan Bu Sam-kui maju dengan berjalan di atas
lututnya, mendekati tandu, katanya seperti
ratapan para penyair, "Benar, dewiku, aku
mabuk cinta karenamu. Oh, pujaanku,
bidadariku, matahariku, bulanku, bintangku...aku rela mati kalau kautolak
cintaku." Kedua pemikul tandu itu hampir saja
mengusir Bu Sam-kui yang semula mereka
sangka orang gila. Tapi setelah tahu bahwa si
"gila" itu adalah Panglima San-hai-koan, mereka
jadi tidak berani berbuat apa-apa, hanya
menahan tertawa mereka kuat-kuat dalam
perut, sehingga akhirnya pantat merekalah yang
tertawa. Buat Siangkoan Yan, seandainya Tan Wanwan cuma sepotong barang mati, tentu akan
diberikannya kepada Bu Sam-kui untuk
membahagiakan Panglima San-hai-koan itu.
Namun Tan Wan-wan adalah seorang manusia,
pribadi yang punya kehendak, tidak bisa
Siangkoan Yan menyodorkan begitu saja kepada
Bu Sam-kui. Kembang Jelita 26 57 Karena itu Siangkoan Yan lalu mendekati Bu
Sam-kui dan membisikkan beberapa kata ke
kupingnya. Setelah itu, Siangkoan Yan memerintahkan
kedua pemikul tandu agar berjalan kembali, dan
rombongan itupun melanjutkan perjalanan. Bu
Sam-kui ternyata tidak mengejar lagi. Entah
"mantera sakti" macam apa yang dikatakan
Siangkoan Yan tadi. Setelah agak jauh, Tan Wan-wan dari dalam
tandu bertanya kepada Siangkoan Yan karena
tak dapat menahan keheranannya, "Adik Yan,
apa yang kau katakan kepadanya, sehingga dia
tidak mengejar lagi?"
"Dia mencintaimu, Cici Wan-wan. Lalu aku
bisikkan kepadanya ..........maaf, Cici........"
Tiba-tiba hati Tan Wan-wan merasa pedih,
suaranya jadi agak gemetar, "Ya, tidak apa-apa,
tidak perlu minta maaf. Memang dia harus
diberi tahu siapa diriku sebenarnya, agar.
jangan menyangka diriku seorang dewi yang
suci tanpa noda. Nanti dia bisa kecewa, maka
Kembang Jelita 26 58 lebih baik diberi tahu siapa diriku sebenarnya,
begitu bukan?" Siangkoan Yan kaget, tak mengira kalau katakatanya menimbulkan kesalahpahaman Tan
Wan-wan. Cepat-cepat ia membantah, "Tidak,
Cici! Aku sama sekali tidak menghina Cici. Aku
malah mulai mengagumi Cici, karena
seandainya aku yang mengalami perjalanan
hidup seperti Cici, aku pasti takkan sekuat Cici.
Aku pasti sudah bunuh diri."
"Jadi apa yang adik Yan bisikkan tadi kepada
panglima San-hai-koan itu?"
Siangkoan Yan pikir, kalau tidak dijelaskan
terang-terangan, pastilah Tan Wan-wan akan
salah paham dan merhsa terhina. Siangkoan
Yan merasa tidak tega, perempuan semalang
Tan Wan-wan masih harus ditambahi beban
kesedihannya. Karena itu diapun mendekatkan
kepala ke jendela tandu dan berbisik amat
pelan, "Aku bilang kepadanya, kalau dia
mengingini Cici dan benar-benar mencintai Cici,
tidak boleh dia mencegat di tengah jalan seperti
membegal barang saja. Dia harus datang dengan
Kembang Jelita 26 59 sopan menurut adat kepada Cici, kalau perlu
membawa orang tuanya untuk melamar, dan
kalau lamarannya ditolak pun tidak boleh
marah." "Hah?" Tan Wan-wan kaget.
"Dan untuk Itu, terpaksa aku beritahu dia di
mana Cici akan ditempatkan oleh Puteri Tiangping, agar dia dapat mengunjungimu. Tapi
dengan janji bahwa dia tak boleh membocorkan
kepada siapa saja." "Ah, adik Yan, tindakanmu itu tidakkah akan
membuat gusar Puteri Tiang-ping?"
"Puteri Tiang-ping baik sekali hubungannya
denganku, aku akan menjelaskannya. Dia bukan
orang berhati batu, dia tidak akan menghalanghalangi
kemungkinan orang mencapai kebahagiaan." Diam-diam Tan Wan-wan berterima kasih
kepada Siangkoan Yan. Tindakan Siangkoan Yan
tadi bukan penghinaan, sebab Siangkoan Yan
tidak begitu saja menyerahkan dirinya kepada
Bu Sam-kui seperti barang mati saja. Melainkan
menganjurkan Bu Sam-kui mendatangi Tan
Kembang Jelita 26 60 Wan-wan sebagai lelaki terhormat kepada
wanita terhormat Juga. Sikap Siangkoan Yan itu
berarti menempatkan Tan Wan-wan dalam
kedudukan yang wajar sebagal manusia, bukan
barang. Bahkan Bu Sam-kui juga sudah dipesan
tidak boleh memaksa, kalau lamarannya ditolak.
"Terima kasih, adik Yan. Bukankah dia itu
Panglima San-hai-koan, yang tugasnya adalah
menjaga serbuan bangsa Manchu?"
"Benar. Biarpun tingkah lakunya sering agak
aneh, namun dia seorang baik...." jawaban
Siangkoan Yan itu tak terasa telah mulai
bernada "mempromosikan" Bu Sam-kui.
"Tapi kenapa dia tidak di San-hai-koan,
malah ada di Pak-khia ini" Apa pasukannya
tidak kacau kalau ditinggal komandannya" Dan
bukankah membahayakan negara, kalau bangsa
Manchu tiba-tiba menyerbu?"
Pemerintah Kerajaan Beng bermusuhan
dengan golongan Pelangi Kuning, namun sikap
mereka terhadap bangsa Manchu di luar
perbatasan, kedua pihak bersikap sama. Yaitu
memandang kekuatan dari timur laut yang
Kembang Jelita 26 61 ekspansif itu sebagai ancaman buat negeri
bangsa Han. Karena itulah Tan Wan-wan cemas
mendengar Panglima San-hai-koan malah
keluyuran di Pak-khia, mengejarngejar......dirinya.
"Kapan dia mau kembali ke posnya?" tanya
Tan Wan-wan, meskipun dalam hati sudah tahu
jawabannya. Dan jawaban itu memang sudah diduganya.
Sahut Siangkoan Yan sambil tertawa, "Ya
sampai dia menemukan pujaannya dan yakin
cintanya diterima. Kalau belum, sekalipun dia
digotong ke San-hai-koan, dalam waktu singkat
pasti akan kembali lagi ke Pak-khia dengan
seribu satu alasan."
Tan wan-wan menarik napas dan menyandarkan punggungnya. Sering dia
mengira dirinya terlalu tidak berharga, namun
ternyata ia juga menjadi titik pusat urusanurusan besar beruang-lingkup kenegaraan. Li
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Giam sendiri mengakui betapa besar jasanya
dalam kemajuan laskar Pelangi Kuning.
Sekarang, adakah nasib San-hai-koan yang
Kembang Jelita 26 62 strategis itu juga diserahkan ke tangannya
tanpa diminta" "Aku memang segumpal lumpur kotor
karena injakan banyak orang," untuk ke sekian
kalinya Tan Wan-wan membayangkan dirinya.
"Tapi lumpur ini masih tidak ingin dibuang
begitu saja, kalau masih bisa berharga untuk
negara, aku siap biarpun akan makin hancur."
Dan sebuah keputusan pun diambil diamdiam dalam hatinya.
Akibat dari keputusan itu, beberapa hari
kemudian panglima-panglima di ibukota yang
menjadi sahabat-sahabat Bu Sam-kui tiba-tiba
dipamiti Bu Sam-kui yang dengan penuh
semangat akan kembali ke posnya di San-haikoan. Ya, penuh semangat, tidak lagi ogahogahan dengan alasan "masih ada urusan"
seperti dulu lagi. Dan bukan cuma pamitan, tapi
teman-temannya pun ditraktir di Ti-ong-cui-lau,
entah dapat pinjaman uang darimana. Ia begitu
bersemangat, berseri-seri, dan secara mengejutkan dia berkata bahwa dia akan
menikah tidak lama lagi. Cuma, kalau temanKembang Jelita 26
63 temannya bertanya siapa calonnya, Bu Sam-kui
hanya tertawa dan tetap merahasiakannya
rapat-rapat. Sikap tutup mulut rapat-rapat itu karena
pesan Siangkoan Yan, yang menakut nakuti
bahwa Tan Wan-wan akan diambil kembali oleh
Kaisar kalau sampai diketahui tempatnya. Dan
Bu Sam-kui tidak mau kehilangan, maka dia
rahasiakan calon mempelainya rapat-rapat.
(Bersambung jilid ke XXVII)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 6/07/2018 09 : 08 AM
Kembang Jelita 26 64 Kembang Jelita 27 1 Kembang Jelita 27 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXVII Siangkoan Yan yang juga hadir dalam
perjamuan itu, sambil mengawasi gerak-gerik
Bu Sam-kui yang ceria, diam-diam merasa
bahwa tindakannya menjodohkan Tan Wanwan dan Bu Sam-kui itu sesungguhnya terlalu
berbahaya, terlalu besar resikonya. Tapi melihat
Bu Sam-kui begitu berbahagia, Siangkoan Yan
ikut lega juga, sambil mendoakan agar Tan
Wan-wan pun berbahagia mendapat lelaki yang
begitu mencintainya. Untuk membahagiakan
orang lain, Siangkoan Yan merasa boleh juga
sedikit menyerempet bahaya.
Tidak lama setelah Bu Sam-kui berangkat ke
San-hai-koan, di Pak-khia memang berlangsung
suatu pernikahan. Tapi mempelai lelakinya
Kembang Jelita 27 2 bukan Bu Sam-kui melainkan Helian Kong, dan
mempelai perempuannya Siangkoan Yan.
Cuma sepasang pengantin baru ini kurang
beruntung. Di saat-saat yang seharusnya
menjadi bulan madu mereka, kota Pak-khia
justru sedang terus-terusan diguncang beritaberita meningkatnya gerakan-gerakan kaum
Pelangi Kuning di sebelah barat kota Pak-khia.
Sudah terjadi belasan kali bentrokan dengan
tentara Kerajaan, dan keadaan makin tegang.
Sebagai seorang panglima, Helian Kong mau
tidak mau selalu terlibat dalam situasi itu, tidak
peduli ia masih pengantin baru. Untung
Siangkoan Yan juga bukan seorang isteri yang
manja dan minta ditunggui terus, diapun
maklum betapa gawatnya keadaan Ibukota.
Melihat sikap isterinya, Helian Kong yang
semula menikah hanya karena dorongan kiri
kanan, kini merasa beruntung juga mendapat
isteri seperti itu. Sementara itu, utusan kedua sudah
berangkat ke Yang-ciu untuk memanggil
Jenderal Su Ko-hoat, dan diharapkan utusan kali
Kembang Jelita 27 3 ini akan sampai ke Yang-ciu dengan selamat.
Tidak semalang nasib utusan pertama yang
dibantai di tengah jalan.
Di Pak-khia beredar santer bahwa Li Giam
sedang menyiapkan serangan besar ke Pakkhia, dan semua tahu siapa Li Giam. Dialah yang
menyapu pasukan kerajaan mulai dari
Tongkoan, Hun-ciu, Thai-goan, Ji-lim dan Hantiong, dan kini Li Giam sudah menggelar
pasukannya di sebelah barat Pak-khia.
Namun yang lebih mencemaskan ialah berita
bahwa kaum Pelangi Kuning betul-betul sedang
mengerahkan seluruh pasukannya ke Pak-khia.
Mata-mata kerajaan melaporkan, tiga gelombang pasukan besar Pelangi Kuning
sedang bergerak ke timur. Masing-masing
dipimpin Gu Kim-sing, Lau Cong-bin, dan
gelombang ketiga adalah yang paling dahsyat
sebab dipimpin langsung oleh Joan-ong Li Cuseng.
Pak-khia seperti telur di ujung tanduk,
semua orang mengharap agar pasukan Su Kohoat cepat-cepat tiba dari Yang-ciu.
Kembang Jelita 27 4 Sementara pertahanan di luar kota
diperkuat, terutama di sisi barat. Jalan-jalan
raya yang keluar masuk Pak-khia diawasi
dengan ketat. Namun karena gerakan kaum Pelangi Kuning
yang makin gencar hanya di sebelah barat kota,
maka Kongsun Hui yang ditugaskan menjaga
pertahanan barat itulah yang makin kewalahan.
Pertahanannya semakin menyerap tenaga.
Pengerahan pasukan makin giat, makin banyak
pula yang gugur di medan laga, sehingga di Pakkhia dan sekitarnya banyak keluarga bekabung.
Ada yang dalam sattu rumah kehilangan
anggota keluarganya dua atau tiga orang
sekaligus, Pagi itu Helian Kong menghadap Jenderal Ou
Hin di markasnya, seperti biasa dilakukannya.
Saat itu menghadaplah seorang pembawa berita
dari sisi barat kota, "Lapor, Goan-swe. Hamba
diutus Cong-peng Kongsun Hui untuk
melaporkan bahwa pasukan kita di sisi barat
terpaksa pagi ini mundur empat li ke arah
timur. Semalam terjadi pertempuran lagi."
Kembang Jelita 27 5 Ou Hin dan Helian Kong tercenung
mendengar laporan ini. Selama ini memang
banyak laporan, tetapi hanya melaporkan
bentrokan-bentrokan kecil. Tapi sekarang
laporannya menyebutkan bahwa pasukan
kerajaan harus mundur empat li.
"Sekarang Kongsun Hui di mana?" tanya Ou
Hin kepada pelapor. "Kongsun Cong-peng mendirikan markasnya
di desa Liok-ceng." Itulah sebuah desa berjarak dua puluh lima li
sebelah barat Pak-khia, yang jauh sebelumnya
memang sudah disiapkan menjadi kubu
pertahanan, seperti juga desa-desa sekitarnya.
Ou Hin lalu bangkit dan mengenakan topi
besinya, lalu katanya kepada Helian Kong,
"Bawa lima ribu pasukanmu, dan ikut aku
melihat ke tempat itu."
"Baik, Goan-swe."
Selama ini memang pasukan Helian Kong
yang berjumlah lima belas ribu prajurit belum
kebagian tugas, masih "disimpan" di tangsinya
sambil terus berlatih. Ou Hin tahu kwalitas paKembang Jelita 27
6 Ou Hin lalu bangkit dan mengenakan topi besinya, lalu
katanya kepada Helian Kong, "Bawa lima ribu
pasukanmu, dan ikut aku melihat ke tempat itu."
Kembang Jelita 27 7 sukan Helian Kong, maka pasukan itu
dicadangkan untuk kelak menjadi pasukan
pemukul balik. Namun dengan perkembangan
situasi, Ou Hin merasa sudah perlu
mengeluarkan pasukan itu, biarpun belum
seluruhnya. Demikianlah, tak lama kemudian Ou Hin dan
Helian Kong telah berkuda keluar dari pintu
kota Tek-seng-mui, diiringi lima ribu prajurit
yang berbaris tegap. Mereka menuju langsung
ke desa Liok-ceng. Mereka melewati sebuah jalan di tengahtengah hamparan tanaman gandum, campuran
warna hijau dan kuning. Ujung-ujung tangkai
anggur yang bergelombang lembut itu sungguhsungguh indah sekali di mata, seandainya tidak
terancam hancur untuk diinjak-injak kaki-kaki
mereka yang berperang. Makin dekat ke garis depan barat, keindahan
alam terbuka itu makin terganggu. Sebab di
sana-sini nampak jalan-jalan yang diberi
rintangan dan dijaga kelompok-kelompok
prajurit. Gundukan-gundukan tanah ditumpuk
Kembang Jelita 27 8 di mana-mana untuk menempatkan meriammeriam, desa-desa yang semula berkesan
tenteram, kini dikurung tembok-tembok jelek
yang dibuat secara tergesa-gesa dari campuran
batu, kayu dan tanah liat. Menara-menara
pengintai mencuat di mana-mana.
Helian Kong melihat bahwa pertahanan di
sebelah barat ini memang dianak-emaskan
dibandingkan pertahanan di sisi-sisi yang lain.
Semua orang yakin, gelombang serangan musuh
yang terhebat akan melalui tempat ini.
Jumlah prajurit pun lebih terpusat di sisi
barat ini. Di tiap desa ditempatkan tidak kurang
dari tiga ratus prajurit, bahkan ada yang lima
ratus, dan setiap kali ditinjau oleh patroli
berkuda dari Pak-khia. Ou Hin dan Helian Kong tiba di desa Liokceng, lalu Kongsun Hui menyambutnya dan
mengajaknya ke markas yang baru dipindahkan
itu. Wajah Kongsun Hui nampak kusut, pas
dengan suasana kekalahan di desa itu, di manamana nampak prajurit-prajurit yang terluka
sedang diobati. Kembang Jelita 27 9 "Bagaimana, Cong-peng?" tanya Ou Hin.
"Payah, mutu prajurit-prajurit baru yang
dikirimkan ke garis depan ini.........."
keluh Kongsun Hui tentang pasukannya
sendiri. "Cuma mulut dan perut mereka saja
yang besar, dan mereka sigap hanya kalau
mendengar tanda pembagian ransum. Sedang
dalam pertempuran, Huh!"
"Jangan kecil hati, saudara Kongsun," hibur
Helian Kong. "Kita memang kekurangan prajurit
dan dengan tergesa-gesa menerima prajuritprajurit baru tanpa penyaringan yang ketat. Tak
lama lagi pasti pasukan Jenderal Su Ko-hoat
datang dari Yang-ciu."
"Yah, selain menghibur diri dengan cara
demikian, apa lagi yang bisa aku perbuat"
Saudara Helian, apakah yang kau bawa ini juga
barisan kantong nasi seperti pasukanku?"
"Itu pasukanku." sahut Helian Kong sambil
tertawa. Dengan wajah masam, Kongsun Hui menoleh
kepada Ou Hin dan berkata, "Goanswe, di Pakkhia masih banyak pasukan yang bisa
Kembang Jelita 27 10 diandalkan, terlatih, tertib, tapi kenapa
disembunyikan saja" Sedang yang dikirim
kemari cuma orang-orang tidak becus!"
Beralasan sekali kejengkelan Kongsun Hui.
Sebagian besar pasukannya memang terdiri
prajurit-prajurit baru, yang belum lama dilatih
perang lalu tiba-tiba diterjunkan ke medan
perang yang sebenarnya. Kalau menghadapi
lawan berat, banyak yang ingatnya cuma
menyelamatkan diri sendiri sehingga barisan
jadi kacau. Ou Hin paham, kalau keluhan itu tidak
ditanggapi semestinya, Kongsun Hui bisa patah
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semangat dan pasukannya a-kan semakin
kedodoran. Karena itu Ou Hin lalu berkata,
"Baik, Helian Kong, kau dan pasukanmu
membantu Kongsun Hui di sini. Pasukanmu
yang masih ditinggal di Pak-khia, nanti sore
akan aku perintahkan kemari seluruhnya."
"Baiklah, Goan-swe."
Semangat Kongsun Hui menyala kembali. Ia
tahu, Helian Kong berilmu silat tinggi, sedang
Kembang Jelita 27 11 pasukannyapun amat terlatih. Itulah bantuan
yang amat berharga. Kemudian Kongsun Hui menggelar sebuah
peta kasar, lalu menunjukkan tempat-tempat
kedudukan musuh dan kedudukan pasukannya
sendiri. Sambil menjelaskan situasi, tak terasa
timbul pujiannya kepada Li Giam, panglima
Pelangi Kuning yang bermarkas di Han-tiong.
"Selama ini kita terlalu meremehkan kaum
Pelangi Kuning. Sering kudengar rekan-rekan
menyebut mereka hanyalah gerombolam
tukang copet, pasukan amatir dan kata-kata
ejekan lain. Tapi setelah kuhadapi sendiri, aku
harus memuji Li Giam. Ia berhasil membentuk
laskar yang kompak, trampil dan bersemangat
tinggi. Pasukankulah yang justru kedodoran."
Ou Hin mengangguk-angguk sebagal basabasi saja, dalam hati ia tetap menganggap katakata Kongsun Hui itu hanya sekedar untuk
mengobati kekecewaannya. Tapi Helian Kong
sungguh-sungguh percaya, sebab iapun pernah
"mencicipi" kehebatan pasukan Li Giam dalam
pertempuran di Hun-ciu. Kembang Jelita 27 12 Ou Hin pun kemudian memberi petunjukpetunjuk seperlunya, lalu pulang ke Pak-khia
bersama pengawal-pengawalnya. Sedang Helian
Kong dan pasukannya ditinggal di situ.
Sekali lagi Helian Kong mengamat-amati peta
sambil menanyakan banyak hal kepada
Kongsun Hui. Sementara di luar markas,
terdengar orang-orangnya Kongsun Hui sedang
berpesta ramai-ramai menyembelih kambing
muda yang dirampasnya dari penduduk
setempat. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara
terompet tanduk ditiup mengalun panjang, lalu
pendek-pendek. "Hem, musuh menyerang lagi!" kata Kongsun
Hui kaget. Cepat-qepat Helian Kong memakai topi
besinya dan menggantungkan pedangnya di
pinggang, sambil berkata,
"Saudara Kongsun, biar aku yang menyambut musuh." Kembang Jelita 27 13 "Hati-hati, saudara Helian. Pasukanmu
terlatih, aku tahu, tapi pasukan Li Giam pun
jangan dipandang enteng."
"Mana berani aku memandang remeh
pasukan Li Giam yang pernah mengalahkan aku
di Hun-ciu" Aku justru ingin berusaha
membalas kekalahanku dulu."
Kemudian Helian Kong membawa pasukannya keluar dari desa Liok-ceng itu. Di
luar desa, sejauh mata memandang baru
kelihatan lautan ilalang yang berombak lembut,
dengan bukit-bukit biru di kejauhan sebagai
latar-belakang. Di sana-sini nampak gerumbulgerumbul hutan-hutan kecil, seperti pulaupulau di tengah lautan.
Musuh belum kelihatan. Helian Kong lalu membawa pasukannya
maju dua li, sambil memerintahkan kewaspadaan tertinggi. Waktu itu, dari depan berlari-lari mendekat
dua orang yang berdandan seperti orang-orang
desa. Namun ketangkasan dan sikap mereka
menunjukkan Kembang Jelita 27 14 bahwa merekalah prajurit-prajurit yang
menyamar. Merekalah mata-mata Kong-sun
Hui. Kedua orang itu berhenti di depan Helian
Kong dan heran melihat Helian Kong.
"Kami sudah bergabung dengan Kong-sun
Cong-peng, dan sekarang kamilah yang akan
menghadapi musuh." Helian Kong menjelaskan,
dan menggirangkan hati kedua mata-mata itu,
sebab mereka sudah mendengar kehebatan
pasukan Helian Kong. "Kami akan melaporkan gerakan musuh,
Helian Cong-peng." "Katakan." "Musuh maju sepanjang jalan, langsung
kemari . Jumlahnya kira-kira lima ribu orang."
"Seimbang dengan pasukanku. Tidak ada
gerakan lain?" "Kami tidak melihat, juga tidak mendapat
isyarat dari rekan-rekan yang mengawasi
tempat-tempat lain. Musuh agaknya maju lurus
saja, tanpa berusaha membuat gerakan lain."
Kembang Jelita 27 15 "Mereka terlalu percaya diri setelah
mendapat kemenangan semalam," komentar
Helian Kong. Lalu Helian Kong maju pula, sambil
memperhatikan tempat-tempat yang dilewatinya. Disuatu tempat yang dirasanya
sreg, Helian Kong menghentikan pasukannya,
lalu mulai memecah pasukannya menjadi tiga.
Seribu lima ratus prajurit dipisahkan, dan
disuruhnya berbelok menyusur tanggul untuk
bersembunyi di hutan di depan, di kaki bukit.
Seribu lima ratus prajurit lagi dipisahkan, lalu
turun ke dalam parit yang airnya setinggi lutut.
Kedua komandan pasukan itu dipesan apa yang
harus mereka lakukan. Setelah kedua pasukan itu memisahkan diri,
Helian Kong memerintahkan pasukan yang
masih tersisa, dua ribu orang, agar bersembunyi
di antara lautan ilalang setinggi dada itu.
Pasukannya memang terlatih, maka dalam
sekejap mata pasukan sebesar itu tiba-tiba
seperti lenyap begitu saja, tak seorangpun yang
Kembang Jelita 27 16 nampak, yang nampak hanya helai-helai ilalang
di mana-mana. Tak lama kemudian, dari ujung barat mulai
nampak bendera-bendera melambai, makin
dekat, lalu muncul sepasukan orang-orang
berikat kepala kuning. Mereka maju tanpa
sembunyi-sembunyi, malahan berbaris sambil
bersorak-sorak, bernyanyi-nyanyi dan melambai-lambaikan bendera-bendera mereka
yang besar-besar. Geram hati Helian Kong melihatnya, "Kurang
ajar, rupanya Li Giam menganggap pasukannya
begitu hebatnya, dan menganggap pasukan
kerajaan sudah lumpuh karena ketakutan, maka
dia maju dengan cara seperti ini. Seperti pawai
saja." Namun Helian Kong tetap menyembunyikan
pasukannya, sambil terus mengintai. Ketika
musuh cukup dekat, Helian Kong kaget melihat
bendera-bendera musuh itu bukan bertuliskan
"Li" melainkan "Gu". Memang Li Giam maupun
Gu Kim-sing adalah sama-sama panglima kaum
Pelangi Kuning. Namun Kongsun Hui tadi
Kembang Jelita 27 17 menceritakan kalau yang dihadapinya semalam
masih pasukan Li Giam, kenapa sekarang yang
muncul adalah pasukan bawahan Gu Kim-sing"
Satu jawabannya, itu Gu Kim-sing dan
pasukannya sudah menggabungkan diri dengan
Li Giam. Berarti makin besar jumlah pasukan
Pelangi Kuning, dan makin besar pula ancaman
untuk Pak-khia. "Pak-khia sudah seperti kambing di mulut
macan....." pikir Helian Kong.
"Gu Kim-sing entah kapan bergabung dengan
Li Giam, sehingga Kongsun Hui belum
mengetahuinya, sebab tadi ia sama sekali tidak
menyebut-nyebut tentang Gu Kim-sing."
Namun Helian Kong tidak gentar. Bertambahnya kekuatan musuh haruslah
dihadapi dengan meningkatnya semangat juang
dari pasukannya, sebab ketakutan hanyalah
melemahkan perlawanan. Begitu barisan musuh cukup dekat, Helian
Kong pun memerintahkan penyerangan.
Serempak pasukannya muncul secara
mengejutkan setelah sedetik sebelumnya yang
Kembang Jelita 27 18 kelihatan cuma helai-helai ilalang. Langsung
panah mereka menyambar, hampir sama
rapatnya dengan air hujan.
Laskar Pelangi Kuning yang oleh Kongsun
Hui dipuji "tangguh dan di luar dugaan" itu,
tiba-tiba saja tercerai berai menghadapi
serangan itu, nyanyian mereka berubah menjadi
teriakan-teriakan panik. Begitu kacau, mereka, sampai Helian Kong
sendiri juga merasa diluar dugaan, kenapa
pasukan musuh selemah ini" Jangan-jangan
yang ini cuma umpan, sedang kekuatan yang
sebenarnya masih ada di belakang"
Pasukan Helian Kong terus memanah dengan
tangkas berkat latihan keras selama ini. Tangan
kiri kokoh mementang busur, tangan kanan
tangkas bolak balik mengambil anak panah di
bumbung yang digantungkan di pinggang,
memasang di tali busur, merentang dan
menembakkannya dengan terarah, mengambil
anak panah berikutnya di bumbung, begitu
terus. Bahkan mereka memanah sambil berlari
Kembang Jelita 27 19 mengejar musuh yang mundur kacau dengan
meninggalkan teman-teman mereka.
Pemimpin pasukan Pelangi Kuning itu adalah
seorang bertubuh kekar dan berkulit hitam,
lengkap memakai pakaian perang dan
menunggang kuda. Namanya Gu Tek-hong,
kerabat jauh Gu Kim-sing. Ternyata begitu
pasukannya menjadi kacau, bukannya dia cepatcepat menertibkan kembali untuk menyusun
perlawanan, malah dia ikut bingung lalu buruburu
memutar kudanya dan kabur. Meninggalkan puluhan anak buahnya yang
menjadi korban panah sebelum sempat
mengadakan perlawanan. Helian Kong tidak ambil pusing lagi apakah
yang diserangnya itu cuma umpan atau
penyerang yang sesungguhnya, ia perintahkan
menyerang terus. Kemenangan kecil pun akan
besar artinya untuk meningkatkan semangat
seluruh tentara kerajaan.
Setelah mundur kira-kira tiga ratus meter
dengan kacau karena dikejar tanpa membalas,
rupanya laskar Pelangi Kuning mulai sadar
Kembang Jelita 27 20 kalau pengejar mereka ternyata Jauh lebih
sedikit dari mereka, maka merekapun jadi besar
hati kembali. Beberapa anggota laskar yang
bersemangat
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinggi lalu berseru-seru membangkitkan semangat kawan-kawan mereka. "Jangan takut! Lawan lebih sedikit dari kita!"
"Ayo, kawan-kawan, pasang perisai dan balik
serang!" "Jangan sampai kita diejek oleh orang
orangnya Jenderal Li Giam!"
Gu Tek-hong agaknya juga merasa malu,
kalau baru mulai saja sudah sipat kuping. Maka
diapun membalikkan kudanya kembali dan
meneriakkan perintah, "Lawan! Jangan lari!
Tumpas anjing-anjing Kaisar!"
Dilihat dari ketangkasan tempurnya, sebutan
"anjing-anjing"
rupanya kurang cocok diterapkan untuk prajurit-prajurit Helian Kong.
"Serigala-serigala" mungkin lebih cocok.
Biarpun cuma dua ribu orang harus
menghadapi lima ribu orang, pasukan Helian
Kong melawan dengan berani.
Kembang Jelita 27 21 Sementara itu pasukan Pelangi Kuning telah
berlindung di balik tameng-tameng mereka dan
balik menyerbu. Bendera-bendera yang semula
diseret mundur, kini diangkat kembali dan digoyangkan-goyangkan agar berkibar-kibar.
Helian Kong pun Cepat memberi aba-aba
pasukannya, "Simpan panah, kita ajari mereka
bertempur yang baik!"
Prajurit-prajuritnya meletakkan panah dan
menghunus pedang, dan menyongsong lawan
yang lebih banyak dua kali lipat lebih.
Bentrokan hebat pun pecah di padang ilalang
itu. Suasana damai alam terbuka tergusur pergi
oleh ribuan orang yang bersorak-sorai untuk
saling menghancurkan. Ribuan senjata menarinari, berkilat-kilat di bawah matahari,
gemerincing berbenturan atau menikam dalamdalam daging lawan. Ilalang-ilalang rebah
terinjak, atau kejatuhan tubuh-tubuh berdarah
yang tak bakal kembali. Biarpun lebih sedikit, pasukan Helian Kong
segera menunjukkan kelas mereka sebagai
penempur-penempur tangguh. Seperti serigala
Kembang Jelita 27 22 tak mungkin kalah dari domba-domba, biarpun
dombanya berjumlah banyak, demikian yang
terjadi di padang ilalang itu.
Prajurit-prajurit itu menerjang dan berlompatan tangkas. Bagian depan laskar
Pelangi Kuning segera menjadi bingung
menghadapi prajurit-prajurit amat terlatih itu.
Di bawah komando Helian Kong yang selalu
diteriakkan dengan kata-kata sandi, pasukan itu
bertempur tidak sekedar pamer ketahanan fisik
atau ketrampilan main senjata, namun juga
berganti-ganti siasat yang membingungkan
musuh. Mula-mula pasukan Helian Kong menebar,
mengikuti gerak tebaran lawan yang rupanya
ingin mengandalkan jumlah untuk "menenggelamkan" arena. Laskar Pelangi
Kuning pada awalnya kegirangan ketika melihat
lawan mereka ikut menebar, seolah-olah
terpancing oleh kehendak mereka.
Namun ketika Helian Kong bersuit pendek,
prajurit-prajuritnya yang semula menebar
seperti sebuah rantai panjang bersambung,
Kembang Jelita 27 23 mendadak seperti putus, seolah tiap mata rantai
tiba-tiba lepas berhamburan. Prajurit-prajurit
itu masing masing keluar dari barisan dan
secara perseorangan menyusup ke dalam musuh,
seperti hendak bunuh diri. Gerak rantai panjang
berubah menjadi gerak titik-titik air lembut
yang meresap tanah. Begitu melihat cukup banyak prajuritnya
yang berhasil menyusup ke tengah barisan
musuh, Helian Kong lalu bersuit panjang. Lalu
prajurit-prajuritnya yang menyusup itu
mendadak berkumpul kembali di tengah-tengah
musuh, membentuk regu-regu kecil kompak di
tengah-tengah musuh, menggempur ke sana ke
mari. Suatu hal yang tak mungkin terjadi tanpa
nyali macan dan ketrampilan hasil latihan yang
keras dan berkesinambungan.
Maka laskar Pelangi Kuning pun mulai kacau
karena ada musuh muncul dl segala arah.
Laskar Pelangi Kuning itu memang pernah
dilatih perang, namun baru latihan yang amat
mendasar, menganggap pihak sendiri dan pihak
Kembang Jelita 27 24 musuh dibatasi suatu garis dan kedua pihak
tinggal saling berusaha merebut atau
mempertahankan garis itu. Namun kini
menghadapi siasat ciptaan Helian Kong, dimana
musuh bisa diseberang garis, juga bisa di
tengah-tengah mereka. Bisa di depan, belakang,
kiri atau kanan. Kadang berpencar, kadang
bergabung. Maka makin banyaklah anggota
laskar Pelangi Kuning jatuh sebagai korban.
Yang paling menakutkan orang-orang
Pelangi Kuning itu adalah Helian Kong sendiri,
yang tak ubahnya seekor elang menyambarnyambar kawanan kelinci belaka. Sambaran
pedangnya seperti kilat yang tak terelakkan
oleh siapapun yang diincarnya, biarpun
sasarannya berjarak beberapa meter darinya.
Sejak giat mempelajari isi kitab Ti-at-eng Pitkip, ilmu Helian Kong memang maju setapak
demi setapak, hari demi hari. Dalam hal gerak
tipu yang makin lengkap, kekuatan, kecepatan
dan tenaga dalam. Lebih-lebih yang dipegangnya adalah Tiat-eng Po-kiam, pedang
pusaka perguruan Tiat-eng-bun yang begitu
Kembang Jelita 27 25 tajamnya. Dan kini ilmu silat Helian Kong sudah
membuat lompatan jauh dibandingkan ketika ia
mulai membuka-buka halaman Tiat-eng Pit-kip
di kuburan itu. Maka di arena itu Helian Kong tak ubahnya
angin pusaran di tengah helai-helai rumput
kering. Laskar Pelangi Kuning yang dihadapinya saat
itu memang bukan laskarnya Li Giam yang
berjaya sejak dari Tong-koan sampai ke Hantiong, melainkan laskar Gu Kim-sing yang baru
semalam tiba di Han-tiong untuk menggantikan
kedudukan Li Giam, sesuai dengan perintah Li
Cu-seng. Dan Gu Kim-sing memang lebih ahli
merebut kemenangan dari temannya sendiri
dengan cara menyikut dari belakang layar,
daripada menciptakan sendiri kemenangan di
garis depan. Ketika datang ke Han-tiong menggantikan Li
Giam, Gu Kim-sing sudah mendengar kisah
kejayaan Li Giam. Tentu saja Gu Kim-sing tidak
mau kalah, ia juga merencanakan suatu
gebrakan hebat terhadap Tentara Kerajaan, suKembang Jelita 27
26 Maka di arena itu Helian Kong tak ubahnya angin
Langit Runtuh 3 Pendekar Rajawali Sakti 114 Gerhana Darah Biru Sepasang Maling Budiman 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama