Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 15
pusaran di tengah helai-helai rumput kering.
Kembang Jelita 27 27 paya jangan Li Giam saja yang dipuji-puji.
Bermodal laskarnya yang berjumlah besar,
masih segar karena baru dibentuk dan dilatih di
garis belakang, serta bersemangat menggebu,
mulailah Gu Kim-sing menyerang, la sudah
mendengar bahwa tentara kerajaan di sebelah
barat Pak-khla itu kabarnya cuma "barisan
kantong nasi", buktinya Li Giam menang terus
dalam belasan kali pertempuran.
Tak terduga siang itu, gebrakan pertama
yang dipimpin Gu Tek-hong itu terbentur
pasukan Helian Kong, yang jauh dari kesan
"barisan kontong nasi", melainkan tangguh dan
kompak sebagai perorangan maupun sebagai
kesatuan. Malah yang membuktikan diri sebagai
"barisan kantong nasi" adalah pasukan Pelangi
Kuning sendiri. Gu Tek-hong tadi sudah membual di depan
Gu Kim-sing, katanya akan memukul mundur
pasukan kerajaan sampai terkencing-kencing
masuk kembali ke Pak-khia. Kini dia sendirilah
yang makin bingung melihat barisannya
semakin berentakan. Tidak mirip barisan
Kembang Jelita 27 28 tempur lagi, tapi lebih mirip sekumpulan orang
bingung dl tengah-tengah pasar yang terbakar.
Apa boleh buat, Gu Tek-hong pun
meneriakkan perintah sambil tak lupa
menyalahkan anak buahnya, "Mundur! Kalian
benar-benar kantong nasi semua!"
Habis itu terus Gu Tek-hong memberi contoh
bagaimana caranya kabur. Kuda diputar dulu
menghadap barat, lalu disabet pantatnya
sekeras-kerasnya dan lari kencang ke arah
barat. Pasukannyapun langsung mencontoh pemimpin mereka, bubar meninggalkan
palagan. Tidak sedikit yang saling tabrak, dan
banyak yang luka kena senjata teman sendiri.
Helian Kong memang bermaksud memberi
pukulan semangat terhadap kaum Pelangi
Kuning. Maka biarpun lawan sudah mundur,
Helian Kong tidak membiarkannya. "Regu satu
tetap di sini untuk mengurus yang luka-luka,
selebihnya ikut aku mengejar mereka!"
Pasukanyapun mengejar. Kembang Jelita 27 29 Orang-orang Pelangi Kuning banyak yang
menebar ke tengah-tengah padang ilalang,
namun Helian Kong tidak mem-pedulikan
mereka. Yang dikejar terus adalah pasukan
induknya yang berlari sepanjang jalan raya.
Sambil berlari, Helian Kong berkata kepada
seorang perwira yang tidak pernah jauh dari
dirinya, yaitu yang tugasnya melepaskan
isyarat, "Lepaskan panah asap biru."
"Baik, Cong-peng!"
Perwira itupun melepaskan semacam
mercon luncur, yang kalau disulut akan
meluncur naik dan membentuk tali asap
berwarna biru di ekornya.
Laskar Pelangi Kuning yang tengah dikejar
itu, berharap akan segera memasuki desa kubu
mereka yang terdekat. Di situ mereka akan
dapat bertahan di balik tembok-tembok desa.
Namun kurang dari beberapa li dari desa itu,
dari hutan di depan mereka mendadak muncul
sepasukan tentara kerajaan yang langsung
menghadang di depan dan menghujani panah.
Itulah pecahan pasukan Helian Kong yang
Kembang Jelita 27 30 semula sembunyi di hutan, dan bergerak setelah
melihat asap biru di udara.
Orang-orang Pelangi Kuning kaget dan nekad
melawan, mereka kini menghadapi lawan dari
depan dan belakang. Dari segi jumlah, sebenarnya laskar itu masih
memadai untuk melawan, asal teratur dan
bersemangat. Namun keteraturan dan semangat
itulah yang sudah lenyap. Mereka sekarang
bukan bertempur untuk menang, melainkan
cuma sekedar untuk tetap hidup. Setiap orang
dalam laskar yang kacau itu hanya memikir
bagaimana bisa keluar dari pasukannya lalu
kabur. Gu Tek Hong pun berseru, "Lepaskan
isyarat!" Kaum Pelangi Kuning pun melepaskan
isyarat minta bantuan. Melihat itu, Helian Kong tidak memundurkan
pasukannya, malah memerintahkan untuk
memperhebat tekanan. Laskar Pelangi Kuning tambah berantakan
dan menunggu kehancuran. Saat itulah dari
Kembang Jelita 27 31 sebelah barat muncul pula sepasukan orang
berikat kepala kuning yang langsung menerjang
ke arena. Baru sekarang Helian Kong memerintahkan
pasukannya mundur semua. Pasukannya
mundur teratur sambil bertahan ketat, bahkan
masih sempat mengangkut teman-teman
mereka yang terluka. Sedangkan kaum Pelangi Kuning yang baru
mendapat bantuan, ganti mengejar dengan
penuh dendam. Teriakan-teriakan pengobar
kebencian berkumandang mengiringi gelombang serangan mereka.
Tapi gelombang serangan mereka seperti
menghempas gugusan karang, mereka tidak
mampu mencerai-beraikan pasukan Helian
Kong yang kompak dalam satu barisan, biarpun
lebih sedikit jumlahnya. Bahkan sambil mundur
pun pasukan Helian Kong beberapa kali
mengejutkan pengejar mereka dengan siasat
"menyusup-menggumpal-mundur"
yang berulang kali dipraktekkan dengan berhasil.
Kembang Jelita 27 32 Maka pihak pengejar jadi kehilangan lebih
banyak korban daripada yang dikejar.
Sementara Helian Kong pun memerintahkan
petugas isyaratnya, "Lepaskan panah asap
merah." Mercon terbang yang menimbulkan asap
merah pun meluncur ke udara.
Begitulah, Helian Kong terus memimpin
pasukannya untuk bergeser mundur teratur.
Tak lama kemudian, jauh di sebelah barat
terlihat asap api yang tebal membubung ke
udara. Disusul isyarat bertubi-tubi dari kaum
Pelangi Kuning untuk menarik mundur seluruh
pasukannya. Maka Gu Tek-hong yang sedang mengira
laskarnya hampir menang, sekarang jadi
bingung dan menduga-duga, apa yang terjadi di
garis belakang" Sedangkan Helian Kong tersenyum sendiri.
Itulah hasil kerja pasukannya yang menyusur
parit tadi, yang memang ditugaskan membakar
kubu-kubu pertahanan lawan yang hampir
kosong, karena hampir semuanya terpancing
Kembang Jelita 27 33 keluar oleh pasukannya. Sasaran utama ialah
lumbung-lumbung perbekalan.
Terburu-buru Gu Tek-hong membawa
seluruh laskarnya untuk mundur, sebisabisanya hendak menyelamatkan lumbunglumbungnya.
Dan Helian Kong sekarang yang balik
mengejar. Dalam pertempuran yang cukup lama dan
serba bergerak itu, daya tahan tubuh setiap
pelaku pertempuran adalah faktor yang
menentukan. Tidak ada masalah buat prajuritprajurit Helian Kong yang sudah sering digojlok
latihan-latihan berat, kadang-kadang dari pagi
sampai sore tanpa makan siang. Sebaliknya
laskar Gu Kim-sing yang baru dibentuk terus
tergesa-gesa dikirim ke garis depan itu segera
anjlog staminanya. Maka dalam gerak mundur
yang kacau itu, kembali mereka mengalami
kerugian berat. Perlahan matahari menggelincir ke garis
cakrawala barat. Tapi warna jingga di sebelah
barat bukan hanya karena lembayung senja,
Kembang Jelita 27 34 namun juga cahaya api yang melalap desa
pangkalan kaum Pelangi Kuning.
Pasukan Helian Kong terus memburu, dan di
pinggir desa kubu yang terbakar itu, kembali
berkobar pertarungan sengit. Kaum Pelangi
Kuning mencoba usaha terakhir untuk
mempertahankan kubu, yang baru semalam
mereka duduki setelah mengusir pasukan
Kongsun Hul itu. Namun usaha mempertahankan itu gagal.
Kaum Pelangi Kuning dipaksa meninggalkan
desa itu, kabur ke desa berkubu berikutnya.
Pasukan Helian Kong kembali merebut desa.
Desa itu sendiri bisa dibilang sudah tiga
perempat hancur, karena api dan pertempuran.
Helian Kong lalu menyuruh pasukannya
membebani desa itu, dan menghibur
pasukannya yang tinggal sedikit agar tidak
takut. Tapi pengawasan juga ditingkatkan, siapa
tahu di antara penduduk itu ada orang-orang
Pelangi Kuning yang tidak sempat kabur dan
menyamar sebagai penduduk biasa.
Kembang Jelita 27 35 Ketika matahari tenggelam, sisa pasukan
Helian Kong yang masih tertinggal di Pak-khia,
datang bergabung ke desa itu. Di antaranya
terdapat seribu prajurit berkuda.
Melihat prajurit-prajurit berkuda itu, Helian
Kong tertawa dan berkata, "Bagus, kalian
datang. Ada pekerjaan untuk kalian malam ini."
Sehabis semua prajurit mendapat ransum
jatah makan malam mereka, Helian Kong pun
menyiapkan gebrakan berikutnya. Ia ingin
memerosotkan semangat laskar musuh serendah-rendahnya. Prajurit-prajuritnya yang
telah bertempur seharian, diistirahatkan.
Namun pasukan berkuda yang baru datang sore
itu dan masih segar, akan mendapat tugas.
Di bawah selubung malam, tanpa obor,
keluarlah Helian Kong dan pasukan berkudanya
meninggalkan desa itu. Mereka tidak langsung
ke barat untuk menerjang garis pertahanan
musuh, melainkan memutar sedikit ke selatan
lewat jalan-jalan pedesaan. Beberapa kali
mereka bertemu dengan kubu-kubu musuh
yang penjagaannya kurang kuat, dan mereka
Kembang Jelita 27 36 disergap dengan mudah oleh pasukan Helian
Kong tanpa sempat memberi isyarat bahaya
untuk teman-teman mereka.
Akhirnya Helian Kong dan pasukannya tiba
di hamparan sawah ladang yang letaknya di
garis belakang musuh. Di sebelah utara
hamparan itu nampak kelap-kelip cahaya obor
dari sebuah desa berkubu kaum Pelangi Kuning.
Helian Kong lalu membagi seribu prajuritnya
menjadi dua. Lima ratus prajurit akan
menggempur desa itu tanpa berniat merebut,
hanya untuk mengalihkan perhatian. Sedang
lima ratus lainnya harus "panen", merampas
sebanyak-banyaknya bahan-bahan makanan
dari hamparan tanaman itu, dan yang tertinggal
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena tak sempat dipanen haruslah
dimusnahkan dengan api. Dengan demikian
kaum Pelangi Kuning amat terpukul dari segi
perbekalan. Sebenarnya yang terpukul bukan cuma pihak
yang berperang, tapi juga penduduk desa yang
susah payah merawat tanamannya. Namun apa
Kembang Jelita 27 37 boleh buat, perang adalah perang, dan tidak ada
tempat untuk rasa belas kasihan.
Begitu aba-aba diserukan, menderulah lima
ratus prajurit di bawah pimpinan Helian Kong
sendiri menyerbu ke desa itu. Laskar Pelangi
Kuning di desa itu tentu saja segera memberi
perlawanan dari belakang tembok-tembok
pertahanan mereka. Tetapi Helian Kong
memang tidak bermaksud merebut desa itu. Ia
dan pasukan berkudanya hanyalah melakukan
gerak ganggu-dan-lari sambil terus memutari
desa itu. Ulah Pasukan Helian Kong itu baru berakhir
setelah melihat nyala api di kejauhan. Itu
tandanya separuh pasukannya sudah selesai
"panen", maka Helian Kong pun menarik
pasukannya menjauhi desa.
Demikanlah, dalam waktu kurang dari sehari
semalam, pihak Pelangi Kuning mendapat dua
kali pukulan berat. Bukan saja garis depan
mereka didorong mundur kembali, tapi
sebagian dari tanah sumber perbekalan mereka
juga dijarah dan dihancurkan.
Kembang Jelita 27 38 Ketika laporan itu sampai ke hadapan Gu
Kim-sing yang bermarkas di Han-tiong, segera
saja gembong Pelangi Kuning itu mencakmencak. Mencaci maki anak buahnya, mencaci
maki Helian Kong, dan mencaci maki Li Giam
yang dikatakannya telah "memberi roti yang
isinya batu". Namun sambil marah-marah, tidak
lupa ia berpesan kepada segenap jajaran anak
buahnya, supaya berita memalukan itu jangan
sampai didengar Joan-ong, dengan ancaman
hukuman mati bagi yang membocorkannya.
Sementara itu keesokan harinya Kong-sun
Hui menemui Helian Kong di garis depan.
Dengan perasaan meluap-luap, Kongsun Hui
menjabat dan mengguncang keras tangan
Helian Kong sambil berkata, "Luar biasa,
saudara Helian! Benar-benar hebat! Kau
berhasil mengkocar-kacirkan pasukan Li Giam
yang hebat itu! Ha-ha-ha....."
Sikap yeng agak berlebihan itu sebenarnya
juga untuk menutupi perasaan rendah diri
Kongsun Hui. Kemenangan Helian Kong itu
seperti sebuah cermin yang dihadapkan ke
Kembang Jelita 27 39 wajahnya, untuk melihat ketidakbecusan
sendiri. Memang ia menyalahkan "barisan
kantong nasi" nya, tapi inti pasukannya itu
sebenarnya adalah pasukannya sendiri, dan
"barisan kantong nasi" itu hanya tambahan,
sebagai pembantu. Tetapi Helian Kong menerima pujian itu
dengan alis berkerut sambil geleng-geleng
kepala, "Saudara Kongsun, aku tidak ingin dipuji
sebelum jelas." Kongsun Hui tercengang, "Ah, ada yang
belum jelas dalam hal apa?"
"Saudara Kongsun Hui kemarin bilang, yang
di depan kita adalah pasukan Li Giam yang
tangguh dan di luar dugaan. Ternyata yang
kuhadapi kemarin hanyalah pasukan yang
begitu gampang digebrak kocar-kacir, meskipun
pasukanku lebih sedikit."
Karena sebelumnya memang sudah merasa
rendah diri, Kongsun Hui mendadak tersinggung mendengar ucapan Heiian Kong itu.
"Helian Cong-peng yang gagah perkasa! Terangterangan saja kau bilang bahwa aku memang
Kembang Jelita 27 40 terlalu tidak becus dibandingkan dirimu! Kalau
begitu, hari ini juga aku akan ke Pak-khia untuk
menghadap Goan-swe Ou Hin, untuk
menyerahkan kedudukan dan mengundurkan
diri!" Terus ia sudah bangkit dan berjalan ke pintu,
namun Heiian Kong cepat menyusul dan
mencegahnya, "Saudara Kongsun, jangan cepatcepat marah, aku tidak pernah bermaksud
begitu. Aku percaya akan ketangguhan pasukan
Li Giam, tepat seperti katamu. Bukan sekedar
menghibur dirimu, tapi aku sendiri pernah
menelan pil pahit dalam pertempuran di Hunciu. Pasukanku hancur, dan aku sendiri
tertawan." "Kalau begitu, kenapa saudara Helian
berkata seolah-olah tidak percaya bahwa yang
mengalahkanku dua malam yang lalu adalah
pasukan Li Giam" Padahal kulihat sendiri
pasukan musuh mengibarkan benderanya Li
Giam, dan pemimpin terdepan pasukan itu
adalah pemuda yang pernah menjadi tawanan
Co Hua-sun itu, yang lihai sekali dengan
Kembang Jelita 27 41 sepasang pedang tebalnya. Bukankah dia
hulubalangnya Li Giam?"
"Benar, namanya Yo Kian-hi. Musuh lamaku.
Aku percaya kata-kata saudara Kongsun."
"Lalu kenapa kau bilang seperti tadi?"
"Sebab yang kemarin kuhadapi bukan
pasukan Li Giam, tetapi pasukan Gu Kim-sing.
Mutunya jauh di bawah pasukan Li Giam."
Kemarahan Kongsun Hui mereda, setelah
tahu bahwa Helian Kong tidak bermaksud
merendahkannya. Sementara Helian Kong melanjutkan katakatanya, "Itulah sebabnya aku malu menerima
pujian saudara Kongsun tadi. Aku akan bangga
dan menepuk dada kalau berhasil mengalahkan
pasukan Li Giam, tapi apa yang bisa
kubanggakan kalau yang kukalahkan cuma
laskar amatirnya Gu Kim-sing?"
Kini Kongsun Hui sadar betapa besar arti di
balik urusan itu. Itu berarti pasukan Gu Kimsing sudah tiba di Han-tiong pula, mungkin
bergabung dengan laskar Li Giam. Berarti
ancaman terhadap Pak-khia bertambah besar.
Kembang Jelita 27 42 Inilah rupanya yang menjadi pemikiran utama
Helian Kong. Kemudian terdengarlah Helian Kong
mengambil keputusan, "Aku harus tahu apa
yang sudah terjadi di dalam barisan
pemberontak di Han-tiong. Aku kuatir, janganjangan Li Giam sudah tidak di Han-tiong dan
sedang menyiapkan serangan ke arah lain" Ini
haruslah kupastikan sendiri dengan menyusup
ke Han-tiong." "Tidakkah terlalu berbahaya, saudara
Helian" Tidakkah kita tunggu saja kedatangan
mata-mata yang akan melaporkan" Buat apa
susah-susah sendiri kata Han-tiong?"
Helian Kong geleng-geleng kepala, "Tidak,
mata-mata terlalu susah untuk hilir mudik
keluar masuk Han-tiong yang tentu dijaga amat
ketat. Entah kapan mata-mata kita baru berhasil
lolos untuk menemui kita" Lebih baik aku
sendiri yang akan menyusup ke Han-tiong
malam ini untuk mencari kepastian."
Hati-hatilah, saudara Helian."
Kembang Jelita 27 43 Malamnya, dengan berpakaian ringkas
warna hitam, Helian Kong sendirian meninggalkan kubu tentara pemerintah,
menuju ka Han-tiong dengan menggunakan
ilmu meringankan tubuhnya.
Berita kemenangan pasukan Helian Kong
seperti angin segar bagi kalangan pemerintahan
di Pak-khia, yang selama ini telah sumpeg
dengan kabar kekalahan melulu.
Di istana kekaisaran, para pembesar sudah
siap menunggu Kaisar di aula Gin-loan-tian pagi
itu. Ketika Kaisar sudah muncul dan mendapat
penghormatan hadirin, dan duduk di
singgasananya, tanpa buang-buang waktu lagi
Ou Hin maju dan menjadi pembicara pertama,
"Ampun Tuanku, perkenankanlah hamba
melaporkan sesuatu."
"Silakan, Goanswe."
Dengan suara bangga, Ou Hin berkata,
"Tuanku, hamba laporkan bahwa pasukan kita
yang gagah berani telah berhasil memukul
mundur kaum pemberontak di sebelah barat
Kembang Jelita 27 44 kota. Yang berjasa besar dalam kemenangan ini
adalah Cong-peng Helian Kong."
Selama ini Kaisar Cong-ceng memang
mendengar laporan kekalahan saja, sehingga ia
"bertambah langsing". Kini mendengar laporan
Ou Hin itu, untuk pertama kalinya dalam
beberapa minggu, wajah Kaisar tersenyum
lebar. Sambil mengusap jenggotnya, ia menoleh
kepada Siangkoan Hi, sambil berkata,
"Siangkoan Thai-siang, sampaikan salam
pribadiku untuk menantumu yang hebat itu.
Kalau jasanya cukup besar, aku mempertimbangkan untuk menganugerahkan
gelar kebangsawanan kepadanya. Sehingga
cucu-cucu luarmu kelak juga akan mewarisi
gelar itu turun-temurun."
Cepat-cepat Siangkoan Hi menghaturkan
terima kasihnya dengan wajah berseri.
Selesai laporan Ou Hin, seorang bangsawan
minta diijinkan bicara Dialah Pangeran Tek-ong,
masih sepupu jauh Kaisar Cong-ceng. Di
kalangan bangsawan ibukota, ia dikenal
keahliannya menulis karangan, dan Kembang Jelita 27 45 karangannya selalu penuh kalimat-kalimat
hebat, huruf-hurufnya juga indah. Ketika
pemberontakan Li Cu-seng baru dimulai,
Pangeran Tek-ong dengan bangga mengedarkan
tulisannya yang berjudul "Delapan Belas cara
membasmi pemberontakan sampai ke akarakarnya". Dalam suatu perjamuan mewah para
bangsawan, tulisannya dibacakan, diedarkan,
dibahas, dan berakhirlah nasibnya dalam lemari
arsip. Tahu-tahu pemberontakan berkembang
dan meluaskan wilayah dengan pesat, agar
tidak ketinggalan jaman, cepat-cepat Pangeran
Tek-ong menulis "Tiga puluh enam cara
mempertahankan wilayah kekaisaran dari
pengaruh pemberontak". Kembali tulisan itu
dibacakan, diedarkan, dibahas panjang lebar
dalam suatu pesta bangsawan, dipuji-puji
keindahan bahasanya dan hurufnya, lalu naskah
itupun menyusul "kakaknya"nya yang sudah
lebih dulu menghuni lemari arsip untuk
dihidangkan kepada sang rayap-rayap. Tiba-tiba
laskar pemberontak makin maju ke Pak-khia,
hampir saja Pangeran Tek-ong mengangkat
Kembang Jelita 27 46 penanya kembali. Menurut dugaan banyak
orang, tulisan itu akan diberi judul "Tujuh Puluh
Dua cara untuk kabur dari Pak-khia," yang pasti
akan dibahas jauh lebih serius dari dua tulisan
sebelumnya. Di aula Gin-loan-tian itu banyak panglima
tempur yang sudah kenyang pahit asamnya
medan tempur yang sebenarnya. Maka mereka
juga sudah tahu siapa Pangeran Tek-ong, yang
diam-diam mereka ejek sebagai "panglima
perkasa di atas kertas".
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun toh Kaisar Cong-ceng memberi ijin
Pangeran itu untuk berbicara.
Dengan gagahnya, Pangeran Tek-ong mulai
berpidato dengan penuh gaya, "Terima kasih
atas kesempatan yang tuanku berikan kepada
hamba, sebelum dan sesudahnya hamba
mengucapkan beribu-ribu terima kasih untuk
kesempatan ini. Sungguh suatu kesempatan
yang membahagiakan hamba. Tuanku Yang
Mulia, yang selalu hamba muliakan, para
panglima tentara yang gagah perkasa dan
termasyur penuh pengabdian membela negara,
Kembang Jelita 27 47 dan para pembesar sipil yang adil dan amat
dihormati rakyat, pelindung pelindung rakyat
yang bijaksana. Berabad-abad yang lalu Kaisar
Hong-bu mendirikan kerajaan ini dengan darah
dan keringat, tak bisa. diingkari pula
pengorbanan para patriot. Sungguh-sungguh
beliau adalah seorang teladan."
Kalau didengar gelagatnya, jangan-jangan
bangsawan ini akan menguraikan sejarah rajaraja Kerajaan Beng satu persatu, secara panjang
lebar. Karena itulah Ou Hin dan beberapa
hadirin lainnya secara serempak tiba-tiba
terbatuk-batuk keras. Belum pernah dan tidak
akan pernah lagi mereka batuk sekompak itu.
Suara batuk-batuk mereka segera menghentikan kalimat-kalimat hebat Pangeran
Tek-ong. Wajah Pangeran Tek-ong memerah sedikit,
sadar kalau disindir. Maka bicara-nyapun
diperpendek dan segera menunjukkan maksud
yang sebenarnya, "Tuanku, mengingat kemenangan Helian Cong-peng ini sungguh
berarti buat keagungan dinasti kita, hamba
Kembang Jelita 27 48 merasa diri hamba haruslah bisa menghargai
jasa Helian Cong-peng. Hamba mohon diijinkan
menyelenggarakan perjamuan besar di kediaman hamba untuk menghormati Helian
Cong-peng!" Hampir saja Kaisar menyetujui permohonan
itu, namun Ou Hin cepat-cepat berkata, "Ampun
Tuanku, hamba mohon diperkenankan menyampaikan pendapat."
"Coba katakan."
"Tuanku, harapan menang kita timbul
kembali setelah kemenangan Helian Cong-peng,
kita memang patut gembira, tapi haruskah
dengan pesta besar" Di kota sekarang bahan
makanan terbatas jumlahnya, karena kepungan
pemberontak menyulitkan pemasukan bahan
dari daerah lain, banyak rakyat kekurangan
makan, hamba rasa bukan pada tempatnya
kalau kita boroskan bahan makanan dengan
pesta-pesta besar. Nanti penduduk kota akan
membenci kita, lalu bersimpati kepada Li Cuseng."
Kembang Jelita 27 49 Banyak Panglima mendukung pendapat Ou
Hin itu. Selama ini memang para bangsawan
kebanyakan pesta sehingga menimbulkan
gerutuan rakyat Pak-khia. Hampir tiap malam
ada pesta di kediaman para bangsawan,
tempatnya bergantian. Semuanya berlombalomba menyelenggarakan acara-acara hiburan
baru yang akan banyak biaya.
Keruan wajah Pangeran Tek-ong jadi masam
mendengar pendapat Ou Hin itu. Ia menoleh ke
arah bangsawan-bangsawan gendut lainnya,
teman-teman pestanya, mencari dukungan
suara. Lalu katanya, "Tuanku, kalau menurut pandangan Ou
Goan-swe, seolah-olah kita sudah begitu
paceklik bahan pangan, sehingga menyelenggarakan suatu perjamuan sederhana
saja sudah membuat orang lain kelaparan. Ou
Goanswe seolah-olah tidak percaya akan
kekokohan pemerintah Tuanku, menganggap
kita semua hampir ambruk karena kelaparan.
Ucapan ini kalau didengar rakyat tentu tidak
baik akibatnya, menimbulkan rasa kecil hati
Kembang Jelita 27 50 mereka. Justru kita harus menunjukkan kalau
kita masih makmur berlimpah-limpah!"
Kata-kata itu mendapat dukungan para
bangsawan lain. "Aku tidak kuatir Tuan-tuan ambruk
kelaparan, tapi ambruk kekenyangan...." kata Ou
Hin tajam. "Namun buat jajaran prajuritku,
pendapatku tetap, bahwa pemborosan adalah
pengkhianatan!" Kini giliran para panglima yang bersuara
mendukung Ou Hin. Kaisar jadi susah memutuskan selisih
pendapat antara kedua golongan itu. Namun
mengingat bahwa dalam situasi saat itu negara
membutuhkan kesetiaan golongan militer,
akhirnya Kaisar menyetujui pendapat Ou Hin,
meskipun harus mengecewakan kaum bangsawan. Kaum militer harus lebih diberi hati
agar bertempur melawan musuh sepenuh hati,
dibandingkan kaum tukang pesta itu.
Sidang ditutup, Kaisar meninggalkan
singgasana dengan menerima penghormatan
semua hadirin. Kembang Jelita 27 51 Setelah bubar dari istana, para bangsawan
yang kecewa itu lalu berkumpul di kediaman
Pangeran Tek-ong untuk membicarakan "nasib
malang" mereka. Tidak boleh pesta berarti tidak
ada hiburan, dan itu sungguh merupakan
siksaan maha berat buat orang-orang yang
gemar bersuka ria itu. Kata seorang bangsawan, "Aku tidak suka hal
ini. Hak-hak istimewa kebangsawanan kita jadi
tidak berarti. Coba pikir, sudah banyak tanah
kita di luar kota yang hasilnya harus disetorkan
sebagian untuk ransum tentara, sekarang kita
ingin sedikit kegembiraan saja dilarang. Ini
keterlaluan! Aku jadi tidak betah lagi tinggal di
Pak-khia!" Yang bicara itu bernama Han Tui, mewarisi
gelar "Kong-kong" dari leluhurnya, sehingga
sering dipanggil Han Kok-kong. gelar itu
diterima oleh kakek buyutnya di jaman Kaisar
Seng-ong, sebab jasa kakek buyutnya terhadap
negara. Sedang ketika gelar turunan itu sampai
kepada Han Kok-kong, dia tidak berbuat apaapa buat negara, melainkan menikmati hak-hak
Kembang Jelita 27 52 istimewanya semaksimal mungkin. Kini ia
merasa amat terganggu, sebab golongan militer
cuma memikirkan ransum tentara, tanpa
menggubris hak-hak istimewa kaum bangsawan. Kemudian Han Kok-kong berkata pula, "Aku
dengar gelombang besar laskar pemberontak
sedang menuju kota ini. Meskipun sekarang
orang Liao itu berhasil menahan untuk
sementara, tapi sampai berapa lama lagi" Kota
ini tidak aman lagi!"
Yang oleh Han Kok-kong disebut "orang
Liao" dengan nada menghina itu tak lain adalah
Helian Kong. Orang-orang yang hadir terpengaruh oleh
kata-kata Han Kok-kong itu, dan menjadi ribut.
"Han Kok-kong betul sekali! Kaum militer
membualkan kemenangan kecil mereka di
hadapan kaisar, agar mereka mendapat alasan
untuk dapat menggerogoti hak kita!"
"Bukan cuma hak-hak istimewa kita, bahkan
keselamatan kitapun diabaikan. Beberapa
malam yang lalu, gudang berasku dibobol maKembang Jelita 27
53 "Han Kok-kong betul sekali! Kaum militer membualkan
kemenangan kecil mereka di hadapan kaisar, agar
mereka mendapat alasan untuk dapat menggerogoti
hak kita!" Kembang Jelita 27 54 ling. Aku minta kepada Ou Hin agar tempat itu
setidak-tidaknya dijaga seratus prajurit, tapi dia
cuma mengirim sepuluh prajurit. Keterlaluan
tidak" Alasannya, para prajurit lebih diperlukan
di garis depan." "Keselamatan kita diabaikan oleh Ou Hin!
Padahal kita berhak!"
"Benar, agaknya biarpun leher kita digorok
orang-orang Pelangi Kuning, Ou Hin pasti akan
pura-pura tak melihat! Mungkin malah senang,
sebab dia lalu dapat merampok milik kita!"
Begitulah para bangsawan itu ribut-ribut
soal hak mereka, dan tidak satu-pun yang
menyebut-nyebut kewajiban mereka.
Kemudian terdengar kata-kata Han Kok-kong
keras, "Aku akan pergi dari Pak-khia! Aku tidak
tahan lagi hidup terlalu diatur oleh orang-orang
sok pahlawan itu!" "Paduka Han, bagaimana dengan semua
kekayaanmu di Pak-khia ini" Tanahmu dan
tempat-tempat usahamu?"
"Akan kuwakilkan kepada seorang kepercayaanku untuk, mengurus, aku sendiri
Kembang Jelita 27 55 akan ke Lam-khia, dengan apa yang bisa
kubawa. Untung selama beberapa tahun ini
sudah banyak kutanam modalku di Lam-khia,
jadi aku tidak perlu takut kelaparan di sana. Haha... lagipula keadaan di sana lebih aman."
"Memang gebrakan kaum Pelangi Kuning
hanya berpengaruh di belahan utara, sedang di
belahan selatan tak ada pengaruhnya. Maka
kalau mau menghindari ancaman Pelangi
Kuning, wilayah selatanlah tujuan pelarian yang
tepat. Gagasan Han Kok-kong segera mendapat
sambutan hangat dari teman-temannya.
Pangeran Tek-ong pun berkata bersemangat,
"Bagus, saudara Han, besok kita berangkat
bersama-sama!" Merekapun menyiapkan diri untuk pelarian
itu. Bukan cuma harta dan anggota keluarga
yang mereka persiapkan, namun soal
pengawalan untuk keamanan perjalanan pun
mereka siapkan. Selain menggaji jago-jago
bayaran, mereka juga berhasil membujuk
Kembang Jelita 27 56 beberapa komandan pasukan yang masih ada
hubungan-keluarga dengan mereka, untuk
mengawal sampai ke tujuan dengan pasukan
mereka. Tentu saja hal ini juga tidak gratis.
Beberapa hari kemudian, rombongan
"pengungsi ningrat" itupun meninggalkan Pakkhia. Sebuah rombongan besar yang terdiri dari
kereta-kerata indah, gerobak-gerobak penuh
harta benda, ratusan hamba-hamba dan.......
ribuan prajurit. Rombongan itu baru rombongan pangeran
Tek-ong dan Han Kok-kong yang akan menuju
Lam-khia. Bangsawan-bangsawan lain akan
menyusul kemudian. Rombongan itu dengan aman melewati pintu
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kota dan beberapa kubu pertahanan di luar
kota. Prajurit mana berani menghalangi
mereka" Paling banter para prajurit itu cuma
merasa iri dalam hati terhadap rekan-rekan
mereka yang terpilih diajak mengungsi itu.
Namun ketika Jenderal Ou Hin diberi tahu,
dia menjadi gusar sekali, "Bedebah! Apa saja isi
pikiran mereka kecuali kepentingan diriKembang Jelita 27
57 sendiri" Tidakkah mereka sadar kalau tindakan
mereka itu memperlemah pertahanan di
ibukota ini" Berapa ribu prajurit mereka suruh
mengantar, sementara kita di sini harus
menghadapi laskar pemberontak yang meningkat jumlahnya" Lagipula pengungsian
itu akan menurunkan semangat tentara,
menimbulkan kesan seolah-olah kita akan
kalah!" Tidak peduli dalam rombongan itu ada
Pangeran Tek-ong, kerabat istana, Ou Hin
menyiapkan tiga ribu tentara berkuda dan
segera mengejar mereka lewat pintu kota
selatan. Semua prajuritnya membawa senjata
lengkap, Ou Hin sendiri membawa golok Cengliong-to, golok yang bertangkai sepanjang
tombak. Usia Ou Hin sudah enam puluh tahun, namun
tubuhnya tetap terjaga oleh latihan-latihan
silatnya. Kini ia berpacu di atas kuda dalam
pakaian perang, jenggotnya yang putih
melambai itu tidak menimbulkan kesan loyo,
malahan menambah wibawanya.
Kembang Jelita 27 58 Sampai di luar gerbang kota, ia
memerintahkan pasukannya berkuda lebih
cepat, bumipun menderum oleh hentak ribuan
kuda perang yang berpacu itu. Pengawal pintu
gerbang kota maupun pasukan di kubu-kubu
luar kota menjadi heran melihat Ou Hin lewat
seolah-olah akan berangkat ke medan tempur.
Ketika sampai di sebuah dataran luas,
sepuluh li dari Pak-khia, rombongan bangsawan
itu sudah kelihatan di kejauhan. Rombongan
yang sarat dengan barang bawaan itu sudah
tentu tak lepas dari kejaran pasukan Ou Hin
yang bergerak secepat angin puyuh.
Tak lama kemudian, merekapun tersusul.
Rombongan bangsawan itu berhenti. Pangeran
Tek-ong, Han Kok-kong dan pasukan pengawal
rombonganpun memutar kuda untuk menyongsong Ou Hin. Si jenderal tua yang berangasan itu tak mau
bicara bertele-tele, langsung saja goloknya
diacungkan sambil membentak, "Kembali ke
Pak-khia, atau aku tumpas di sini!"
Kembang Jelita 27 59 Dengan wajah merah karena tersinggung,
Pangeran Tek-ong balas membentak, "Ou Hin,
apakah kau sadar sekarang ini sedang
berhadapan dengan siapa?"
"Dengan seorang bangsawan...."
"Ya, dengan seorang kerabat Kaisar!"
Pangeran Tek-ong melengkapi ucapan Ou Hin.
"Seorang keturunan Cu Goan-ciang, leluhur
pendiri negara ini! Beranikah kau bersikap
sekasar itu?" Gertakan macam ini boleh jadi mempan
kepada prajurit-prajurit rendahan, tapi tidak
kepada Ou Hin, "Bagus, jadi Pangeran tahu
dirimu adalah keturunan Kaisar Hong-bu yang
dulu dengan gagah perkasa mengusir orangorang Mongol untuk mendirikan dinasti Beng"
Bagus kalau masih ingat. Sekarang aku
bertanya, ribuan prajurit di Pak-khia sekarang
ini mempertaruhkan nyawa untuk siapa" Untuk
diri mereka sendirikah?"
Pangeran Tek-ong bungkam.
Sedang Ou Hin tertawa mengejek dan
melanjutkan, "Sulit menjawab" Baik, aku yang
Kembang Jelita 27 60 menjawabnya. Para prajurit siap mengorbankan
nyawa demi mempertahankan negara yang dulu
didirikan oleh leluhur Pangeran! Dan Pangeran
sendiri sebagai Keturunan Kaisar Hong-bu,
berbuat apa" Lari terbirit-birit!"
"Aku tidak lari! Aku akan mengobarkan
perlawanan di wilayah selatan!" Pangeran Tekong ngotot, meskipun alasannya itu kedengaran
amat tidak meyakinkan. "Mengobarkan perlawanan, atau berpesta?"
"Kalau tidak percaya, tanyalah Komandan
Kian ini!" sahut Pangeran Tek-ong sambil
menunjuk komandan pasukan yang akan
mengawalnya sampai ke Lam-khia.
Seorang "saksi" yang adalah kaki tangan nya
sendiri, mana bisa dipercaya" Hal itu malah
menambah kegusaran Ou Hin. Pandangan
dialihkan kepada si komandan Kian, dan
membentak, "Kian Heng, kau tahu peraturan
tentara tidak?" "Paham, Goan-swe. Tet......... teta.....tetapi aku
hanya........" Kembang Jelita 27 61 "Kau sebagai perwira, telah memberi contoh
buruk untuk anak buahmu. Tanpa ijin kau
menggunakan pasukan untuk hal yang tidak
diperintahkan, mementingkan diri sendiri.
Tindakanmu adalah pukulan untuk semangat
seluruh pasukan." "Aku................ aku diminta oleh. Pangeran
untuk.........................."
Ou Hin memajukan kudanya secepat kilat,
goloknya berkelebat membelah tubuh Kian
Heng dari pundak kanan ke pinggang kiri, lurus
dan tajam. Kian Heng jatuh dari kuda dalam
keadaan terpotong dua. Ou Hin terpaksa bertindak keras, karena
tanpa contoh itu, pasukan kerajaan akan
kehilangan ikatannya. Semua bertindak
menurut pertimbangan sendiri-sendiri.
Melihat itu, muka Pangeran Tek-ong dan Han
Kok-kong menjadi sepucat mayat, bibir mereka
bergerak-gerak tanpa keluar suaranya.
Ou Hin berkata kepada semua prajurit anak
buah Kian Heng, "Itu hukuman untuk siapapun
yang melanggar disiplin. Selagi semuanya
Kembang Jelita 27 62 bertaruh nyawa di Pak-khia, malah mau pergi
dan enaknya sendiri saja...."
"Tetapi aku bukan prajurit, aku........aku...."
Pangeran Tek-ong mulai mendapat sedikit
keberanian untuk bicara. "Kami tidak dapat
dikenai peraturan tentara, kami punya hak
istimewa yang sudah diakui sejak dulu...."
"Aku takkan menghukum Pangeran menurut
peraturanku, aku hanya mengatur prajuritprajuritku. Aku tidak mengijinkan satu prajurit
pun meninggalkan Pak-khia! Kalau Pangeran
dan Paduka Han mau pergi melanjutkan
perjalanan, silakan. Pergilah dengan orangorang kalian sendiri, bukan prajurit-prajuritku."
Kedua bangsawan itupun termangu-mangu,
sampai Han Kong-kong berkata perlahan
kepada Pangeran Tek-ong, "Tanpa pengawalan
pasukan, terus terang saja aku tidak berani jalan
terus. Lebih aman tetap di Pak-khia, sementara
tidak pesta ya tidak apa-apa."
Sahut Pangeran Tek-ong, "Kenapa takut"
Wilayah selatan aman, sebab panglimapanglima kerajaan di sana bekerja dengan
Kembang Jelita 27 63 sungguh-sungguh, tidak seperti di sini, cuma
banyak lagak saja." Ou Hin tidak menggubris sindiran Pangeran
Tek-ong itu. Sedang Pangeran Tek-ong berkata terus,
"Aku akan melanjutkan perjalanan, dan kelak
saudara Han aku kirimi surat dari Lam-khia!"
(Bersambung jilid ke XXVIII)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 6/07/2018 11 : 24 AM
Kembang Jelita 27 64 Kembang Jelita 28 1 Kembang Jelita 28 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXVIII Lalu tanpa bicara sepatah katapun kepada
Ou Hin, Pangeran Tek-ong membawa
rombongannya meneruskan perjalanan. Biarpun tidak lagi dikawal pasukan, namun
masih ada tukang-tukang kepruk bayaran yang
berjumlah seratus orang lebih, dan hambahamba yang bersenjata.
Sedang Han Kong-kong kembali ke Pak-khia
dengan kecewa. Ou Hin tidak peduli seandainya kelak para
bangsawan itu mengadu kepada Kaisar.
Malam harinya, beberapa hamba pengiring
Pangeran Tek-ong kembali ke Pak-khia dalam
keadaan compang-camping dan luka-luka,
menunggang kuda pinjaman dari pos tentara,
menghadap Jenderal Ou Hin di markas. Mereka
Kembang Jelita 28 2 menceritakan, bahwa Pangeran Tek-ong dan
rombongannya telah dihadang kaum Pelangi
Kuning dan dibantai tanpa ampun!
Bahkan laskar Pelangi Kuning yang
berjumlah amat banyak meneruskan gerakan
menerjang ke Pak-khia! Dari arah selatan.
Ou Hin tersentak mendengarnya. Pasukan
musuh muncul dari selatan, padahal selama ini
hampir semua kekuatan tentara kerajaan
dipusatkan di barat, karena memperhitungkan
sisi arah itulah yang akan diterjang pasukan
musuh, sedang pertahanan di selatan jelas tidak
siap menghadapi gempuran pasukan besar.
"Sungguh lihai bajingan-bajingan Pelangi
Kuning itu, dan mata-mata kerajaan terus saja
memperlihatkan ketololan dalam kerja mereka!" kutuk Ou Hin sambil menggebrak
meja. "Panggil semua komandan pasukan
kemari, sekarang juga!"
Prajurit yang disuruh pun berlari-lari
menjalankan tugas. Tidak lama kemudian, para komandan
pasukan sudah tiba di depan Ou Hin dan
Kembang Jelita 28 3 berderet-deret tegap. Wajah-wajah tegang
mereka nampak berkilat oleh keringat, di
bawah cahaya lilin di ruangan itu.
Dengan singkat Ou Hin membeberkan
situasi, lalu mulai membagi perintah, "Secara
umum kutetapkan bahwa pihak kita hanya akan
mengulur waktu sampai datangnya pasukan
Jenderal Su Ko-hoat dari Yang-ciu. Le Koan-wi,
bawa pasukanmu ke sebelah timur kota dan
bergabunglah dengan pasukan Yao Leng yang
sudah di sana lebih dulu. Awasi jalan-jalan raya
dari arah timur." "Baik, Goan-swe." sahut Le Koan-wi, dan
malam itu juga ia membawa pasukannya keluar
kota, ke sebelah timur. Kemudian Ou Hin berkata pula, "Song Liong,
bawa pasukanmu ke sebelah barat kota dan
bergabunglah dengan Kongsun Hui. Tapi
sampaikan perintahku agar Helian Kong segera
meninggalkan kedudukannya sekarang, dan
seluruh pasukannya harus sudah ada dalam
kota sebelum fajar!"
Kembang Jelita 28 4 Song Liong pun berangkat menjalankan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perintah. Kemudian Ou Hin memerintahkan agar
meriam-meriam dinaikkan ke atas tembok kota,
dan panglima-panglima yang belum kebagian
tugas agar bersiaga setiap waktu menunggu
perintah. Tak lama setelah para komandan meninggalkan markas, seorang penjaga benteng
segera datang menghadap Ou Hin dan melapor,
"Goan-swe, pasukan-pasukan kita dari sebelah
selatan kota telah mundur sampai ke pintu kota
Ciang-gi-mui, dan berteriak-teriak minta
dibukai pintu kota. Mereka nampaknya telah
meninggalkan kubu-kubu pertahanan mereka di
luar kota." "Aku ke sana sekarang juga!" Ou Hin
memakai topi perangnya, menyambar goloknya,
lalu melompat ke atas kuda yang lalu dipacunya
ke pintu kota Ciang-gi-mui.
Ketika ia tiba di tempat itu, para prajurit
sedang sibuk menaikkan meriam-meriam ke
atas tembok kota. Meriam-meriam itu didorong
Kembang Jelita 28 5 lewat tangga batu, sambil ditarik dengan tali
dari atas. Suatu pekerjaan yang cukup berat,
mengingat bobot meriam-meriam buatan
Portugis itu. Begitu tiba, Ou Hin memerintahkan agar
pintu kota dibuka. Sepasang daun pintu yang tebal dan kuat itu
dibuka oleh beberapa prajurit. Begitu pintu
terbuka, membanjir masuklah pasukan yang
semula berada dl sebelah selatan kota. Keadaan
mereka mengenaskan, banyak yang luka-luka
sehingga harus digendong temannya, sedang
jumlah mereka sudah banyak berkurang.
Ketika kepala pasukan dari sisi selatan itu
melihat Ou Hin, cepat-cepat ia menghadap
dengan berlutut, sambil berkata sedih, "Aku
minta maaf, Goan-swe. Aku tak menyangka dari
selatan akan muncul pasukan musuh yang
berjumlah besar dan amat terlatih, datang
seperti banjir saja. Beberapa kubu kita yang
terdepan tersapu musnah dalam waktu singkat,
sebelum memberi perlawanan yang berarti.
Kubu-kubu berikutnya segera membentuk
Kembang Jelita 28 6 pertahanan, namun dalam waktu singkat kami
pun harus mundur. Separuh lebih dari seluruh
prajurit kita di sisi selatan telah gugur."
Ou Hin menarik napas, menenteramkan
perasaannya. Lalu tanyanya, "Mereka mengejar?" "Nampaknya begitu, Goan-swe."
"Kalau demikian, suruh orang-orangmu
cepat masuk, agar pintu dapat segera ditutup."
Para prajurit yang masih di luar pintu
diteriaki agar cepat masuk. Yang pincang
dipapah temannya yang waras agar cepat.
Semuanya dilakukan serba ribut dan tergesagesa.
Setelah tak satupun. prajurit ketinggalan di
luar, perintah Ou Hin, "Tutup pintu dan pasang
palangnya!" Beberapa prajurit mendorong daun-daun
pintu yang berat itu, derit engselnya terdengar
begitu keras mengiris hati. Lalu beberapa
prajurit lainnya menggotong palang pintu
raksasa untuk dipasangkan di belakang daundaun pintu gerbang itu.
Kembang Jelita 28 7 Baru saja pekerjaan itu selesai, seorang
prajurit di atas tembok kota telah berteriak,
"Mereka datang!"
Ketika itu, sejumlah meriam telah berhasil
dipasang di atas tembok kota, sebagian lagi
dengan susah-payah masih didorong-dorong
naik. Dan pekerjaan itu harus dihentikan
sejenak, untuk memberi jalan kepada Ou Hin
naik ke tembok kota melewati tangga.
Setibanya di atas, Ou Hin melihat di dataran
luar kota itu ada sejumlah besar obor, tak
terhitung banyaknya, seperti kunang-kunang
sejagad berkumpul semua di situ. Obor-obor itu
kemudian nampak bergerak-gerak menebar,
jarak tebarannya dari ujung ke ujung susah
ditaksir jaraknya, dan kemudian mereka
bergerak makin dekat. Ou Hin melambaikan tangan ke arah
komandan pengawal gerbang Ciang-gi-mui, agar
mendekat. Setelah perwira itu di dekatnya,
berkatalah Ou Hin, "Siapkan meriam-meriam.
Kalau mereka cukup dekat, hantam dengan
meriam. Kembang Jelita 28 8 Kalau lebih dekat lagi, hantam dengan panah
dan lembing. Kalau masih berani lebih dekat
lagi, jatuhkan batu-batu dan balok-balok kayu
ke jidat mereka. "Baik, Goan-swe."
Ou Hin menepuk pundak perwira itu sambil
membesarkan hati, "Kita bertahan sampai pagi.
Dan besok, dari atas tembok ini akan kita tonton
bagaimana Helian Kong membuat bandit-bandit
itu mundur sambil kencing dalam celana."
Perwira itu menyeringai kecut.
Dengan usaha keras yang memeras keringat,
meriam-meriam berat itupun satu persatu
sudah berhasil diangkat semua ke atas, dan
ditempatkan berjajar-jajar sepanjang tembok.
Antara meriam satu dengan lainnya diselingi
deretan pemanah dan pelempar lembing, yang
kalau dilihat sekilas mirip deretan burung
gereja di atas atap rumah. Batu-batu dan balokbalok yang akan dijatuhkan ke bawah pun
sudah siap. Sedang meriam-meriam segera disiapkan.
Bubuk peledak diisikan lewat moncong meriam,
Kembang Jelita 28 9 dipadatkan dengan tongkat panjang berujung
bulat, sumbu dipasang di "lubang pantat"
meriam, peluru-peluru meriam yang berujud
bola-bola besi pun diisikan. Dan Obor penyulut
sumbu pun disiapkan. Sementara itu, barisan musuh semakin dekat.
Biarpun malam gelap, karena banyaknya obor
ydng mereka bawa, mulai kelihatanlah benderabendera mereka. Selain sehelai bendera besar
kaum Pelangi Kuning, nampak pula bendera
lainnya yang bertuliskan huruf "Li". Itulah
benderanya Li Giam. Komandan pengawal benteng terus memperhitungkan jarak dengan tatapannya
yang tajam. Dan ketika barisan obor musuh itu
terus maju, komandan itupun memerintahkan,
"Arahkan meriam!"
Meriam-meriam itupun diatur arahnya, lalu
si komandan berteriak, "Nyalakan sumbunya!"
Sumbu-sumbu pun disuliit. Letikan api
merambat cepat lewat sumbu itu, kemudian
belasan moncong meriam pun menggelegar
hampir serempak, gelombang suaranya
Kembang Jelita 28 10 merambat jauh mengguncangkan udara malam
kota Pak-khia. "Arahkan kembali!" teriak si komandan lagi.
Memang setiap habis satu tembakan,
moncong meriam itu bergeser arahnya karena
guncangan. Bahkan ada meriam yang sampai
"terjengkang", karena sebelumnya diisi bubuk
peledak dalam takaran berlebihan.
Dengan sigap para prajurit kembali
mengatur letak meriam-meriam itu, mengisikan
bubuk peledak dan bola besinya, memasang
sumbu, dan siap menghajar kembali.
Di kejauhan nampak barisan musuh agak
kacau, berpuluh-puluh obor jatuh dan padam.
Namun kekacauan itu hanya sebentar, barisan
itu cepat mengatur diri lalu mundur teratur,
menghindari jarak tembak meriam.
Ou Hin berkata kepada si komandan
pengawal benteng, "Kalau mereka tidak mau
maju lagi, Jangan tembak. Kita harus
menghemat bubuk peledak dan peluru-peluru
kita." Si komandan mengangguk beku.
Kembang Jelita 28 11 Beberapa saat lamanya kedua belah pihak
tidak membuat gerakan-gerakan berarti.
Namun tiba-tiba dari dalam barisan Pelangi
Kuningpun muncul beberapa pucuk meriam
yang diseret dengan tali atau bambu panjang.
Masing-masing meriam diseret belasan orang
yang berlari sambil bersorak mengerahkan
tenaga. Dengan panik, karena sebelumnya memang
sudah tegang, si komandan benteng berteriak,
"Tembak!" "Jangan!" cegah Ou Hin, tetapi beberapa
meriam sudah terlanjur disulut sumbunya, dan
beberapa detik kemudian berdentuman
memuntahkan bola-bola besi mereka, yang
hanya menghantam tanah. Ou Hin geleng-geleng kepala sambil berkata,
"Tunggu sampai sasaran Itu berhenti, barulah
menembak. Sasaran yang masih bergerak sulit
dibidik dengan meriam."
"Maaf.... Goan-swe......" si komandan benteng
menjawab, lalu menelan ludahnya sambil
mengusap keringat di keningnya.
Kembang Jelita 28 12 Sementara itu, orang-orang Pelangi Kuning
dengan tangkas berhasil menyeret maju
meriam-meriam mereka untuk ditempatkan di
belakang gundukan-gundukan tanah atau
tanggul-tanggul parit. Moncong meriam mereka
sebagian diarahkan ke atas kota, sebagian lagi
ke pintu kota. Beberapa saat kemudian, meriam-meriam
kedua belah pihak telah mulai saling gempur
dengan hebatnya. Meskipun lebih banyak yang
luput, namun kedua belah pihak ingin
menggertak untuk menciutkan nyali lawan
dengan cara yang sama. Beberapa kali bagian
atas tembok kota bergetar terhunjam oleh
belasan bola besi yang terlontar kekuatan
ledakan dalam meriam. Pintu Ciang-gi-mui juga beberapa kali
terhantam peluru, sehingga engselnya berbunyi
keriat-keriut seperti mau copot. Untung pintupintu itu tidak hanya terbuat dari kayu tebal,
namun juga berkerangka besi. Agaknya sejak
pintu itu dipasang berabad-abad yang lalu,
Kembang Jelita 28 13 sudah diperhitungkan akan adanya gempuran
macam itu. Ou Hin menilai, agaknya saat itu kedua pihak
baru melakukan "pemanasan" dan saling
menggertak, entah akan berlangsung sampai
kapan. Kedua pihak belum berani memajukan
pasukan masing-masing. Kemudian dari bawah tangga benteng
berlari-lari naik seorang perwira berseragam
pasukan istana, langsung mendekati Ou Hin
sambil berkata, "Goan-swe, Sri Baginda
meminta Goan-swe ke istana sekarang juga."
Saat itu kira-kira jam dua pagi, jamnya orang
tidur. Panggilan Kaisar itu menandakan kalau
dia terbangun dari tidurnya karena dentumandentuman meriam itu.
"Baiklah, aku akan ke istana," sahut Ou Hin.
Lalu ia berpesan sekali lagi kepada komandan
benteng. Kemudian ia turun dari tembok dan
berkuda menuju ke istana didampingi perwira
istana itu. Setibanya di istana, perwira itu tidak
mengajak Ou Hin ke aula Gin-loan-tian, tempat
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembang Jelita 28 14 biasanya Kaisar menemui bawahanbawahannya, namun langsung diajak masuk ke
bagian dalam. Ke bangsal Yan-wan-hu. Dari situ,
suara meriam masih kedengaran sayup-sayup.
Di Yang-wan-hu, nampak Kaisar Cong-ceng
berjalan hilir-mudik dengan gelisah, seperti
singa dalam kurungannya. la tidak memakai
jubah kekaisarannya, melainkan pakaian biasa
yang longgar. Rambutnya kusut, wajahnya
memancarkan ketegangan dan kegelisahan. Di
ruangan itu juga terdapat Permaisuri Ciu, Puteri
Tiang-ping dan Siangkoan Yan.
Begitu datang, Ou Hin langsung berlutut dan
berkata, "Hamba di sini, Tuanku. "
Kaisar menghentikan langkah gelisahnya dan
memutar tubuh menghadapi jenderalnya itu,
"Ou Goan-swe, kudengar suara meriam-meriam
itu, apakah laskar pemberontak sudah mulai
menyerang?" "Benar, Tuanku. Tetapi pasukan kita
bertahan dengan kokoh kuat. Musuh takkan
dapat masuk kota sejengkalpun." sahut Ou Hin
Kembang Jelita 28 15 yang ingin besarkan hati Kaisar dan
keluarganya. "Baru saja kau laporkan bahwa Helian Kong
telah memukul mundur lascar musuh, kenapa
sekarang musuh malah berbalik menggempur
tembok kota?" "Ampun, Tuanku, pasukan kita di sebelah
barat memang berhasil memukul mundur
musuh, tetapi pasukan sebelah selatan terpaksa
ditarik masuk kota malam ini."
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena pasukan Helian Kong yang lebih
kuat dari rekan-rekannya, malah kebagian
lawan yang lemah di sebelah barat. Sekarang
hamba rubah siasat, sebelah barat cukup dijaga
Kongsun Hui dan Song Liong, sedangkan Helian
Kong akan hamba tarik ke kota untuk memukul
mundur pasukan dari selatan itu."
Rupanya dalam pandangan Ou Hin,
panglima-panglima bawahannya seperti Kongsun Hui, Song Liong dan sebagainya itu
hanyalah "tameng" belaka, sedangkan Helian
Konglah "golok"nya.
Kembang Jelita 28 16 "Yang sekarang menembak-nembakkan
meriam itu siapa?" "Itu bunyi meriam-meriam kita, Tuanku.
Pasukan musuh tak bisa maju sejengkalpun,
karena kita tembaki terus dari atas tembok."
Beberapa kali Kaisar menarik napas dan
menghembuskannya kuat-kuat, mencoba melegakan perasaannya, la berharap kata-kata
Ou Hin itu bukanlah sekedar hiburan kosong
saja. Beberapa saat ruangan itu dicengkam
kesunyian. Siangkoan Yan diam-diam menggamit tangan Puteri Tiang-ping, dan ketika
puteri itu menoleh, nampaklah tatapan mata
Siangkoan Yan yang memohon tanpa kata.
Puteri Tiang-ping paham permintaan sahabatnya itu. Tentu Siangkoan Yan ingin
menanyakan keadaan suaminya, tetapi tidak
berani lancang bicara, karena di ruangan itu
juga ada Kaisar. Maka Puteri Tiang-pinglah yang
menolongnya bertanya kepada Ou Hin, "Goanswe, jadi Helian Cong-peng saat ini dalam
keadaan selamat?" Kembang Jelita 28 17 "Benar, Tuanku Puteri. Bukan hanya selamat,
bahkan dalam kedudukan menekan musuhnya.
Namun ia akan hamba tarik ke kota, Song Liong
malam ini sudah berangkat ke sebelah barat
untuk membawa pesan hamba buatnya. Besok
pagi, dia sudah akan ada di kota ini."
Jawaban itu melegakan Siangkoan Yan,
sedang Puteri Tiang-ping berbisik menggodanya, "Nah, Nyonya Helian, kau takkan
secepat itu menjadi janda."
Siangkoan Yan pun menundukkan mukanya
yang merah. Sementara itu, bertanyalah Ou Hin kepada
Kaisar, "Tuanku, apakah ada perintah-perintah
Tuanku untuk hamba?"
"Saat ini tidak ada. Aku cuma ingin diberi
laporan setiap tahap perubahan situasi.. oh, ya,
apakah pasukan Jenderal Su Ko-hoat belum ada
kabar beritanya?" "Menurut hamba, begitu Goan-swe Su Kohoat menerima surat perintah itu, pastilah ia
segera berangkat kemari. Tapi harus
Kembang Jelita 28 18 dimaklumi, pasukan perang yang besar tentu
tidak bisa berjalan cepat."
Padahal dalam hatinya, Ou Hin sendiri tidak
yakin akan kata-katanya itu. Ia hanya berharap
bisa menenteramkan hati Kaisar.
"Mudah-mudahan Su Ko-hoat masih setia
kepadaku....." suara Kaisar seperti keluhan,
"....dan kalaupun datang, mudah-mudahan tidak
terlambat sehingga cuma menemui mayatku."
"Harap Tuanku tidak berkecil hati, kita akan
dapat bertahan dengan aman sampai
kedatangan Goan-swe Su Ko-hoat..." hibur Ou
Hin. "Tapi untuk memperkuat pertahanan di
Pak-khia, hamba memohon Tuanku juga
melakukan suatu tindakan."
"Apa?" "Saat ini para bangsawan masih diam
terpencar di gedung masing-masing yang satu
sama lain jaraknya berjauhan. Hamba mohon
Tuanku memerintahkan mereka agar berkumpul di satu tempat, atau di istana ini,
sebab akan lebih mudah melindungi mereka.
Juga menghemat tenaga pengawal yang
Kembang Jelita 28 19 menjaga keselamatan mereka. Saat ini tenaga
setiap prajurit lebih dibutuhkan di garis depan
daripada sekedar berdiri termangu-mangu di
depan kediaman para bangsawan itu. Sedang
para bangsawan itu menuntut pengawalan
berlebihan untuk gedung-gedung kediaman
mereka. Ada yang minta ditunggui lima ratus
prajurit, yang lain tiga ratus atau empat ratus,
bahkan ada yang minta seribu prajurit dan tidak
mau kurang. Ini pembagian tenaga yang sia-sia."
"Apakah keadaan begitu gawat, hingga setiap
prajurit harus ke garis depan?"
"Tidak gawat, Tuanku. Namun pemborosan
tenaga itu menyolok mata. Sebagian prajurit
berjuang melebihi tugasnya, yang lain cuma
berdiri nganggur hanya untuk digigiti nyamuk."
Beberapa saat Kaisar merenung, ia bisa
menerima alasan Ou Hin itu, lalu menyetujuinya, "Baik. Akan kukeluarkan
perintah itu." Suara dentuman-dentuman meriam yang
merusak kesyahduan itu masih terus terdengar.
Kembang Jelita 28 20 Malam itu pastilah banyak penduduk Pak-khia
tidak bisa tidur. Sementara Ou Hin pun kemudian minta diri
dari hadapan Kaisar. Kemudian Ou Hin berkeliling Pak-khia untuk
melihat situasi, ia seolah melupakan kelelahan
tubuh tuanya, senantiasa berada di atas
punggung kudanya yang berlari kian kemari.
Sebagian pasukan masih ada di dalam tangsi,
namun mereka sudah siap menunggu perintah.
Setelah puas, Ou Hin kembali ke markas, dan
mengambil waktu untuk tidur sebentar. Bukan
tidur di kasur empuk, melainkan di kursinya,
tanpa mencopot pakaian tempurnya.
Duel meriam di pintu kota Ciang-gi-mui
agaknya akan berlangsung sampai pagi. Kaum
Pelangi Kuning berusaha merontokkan meriammeriam kerajaan yang ditaruh di atas tembok
Pak-khia, sebaliknya tentara kerajaan pun
bernafsu mengincar meriam-meriam Pelangi
Kuning di balik tanggul-tanggul parit di luar
Pak-khia. Kembang Jelita 28 21 Meriam di abad 17 Itu pelurunya hanya bisa
meluncur lurus kalau sasarannya dekat. Tapi
kalau sasarannya Jauh, gerak pelurunya
melengkung ke atas seperti busur, jadi susah
membidik sasaran dengan tepat, hanya, serba
kira-kira saja. Karena itu banyak peluru tentara
kerajaan yang cuma jatuh di ladang-ladang
penduduk di luar kota. Sebaliknya pelurupeluru kaum Pelangi Kuning pun kebanyakan
hanya melayang di atas tembok kota, terus jatuh
ke dalam kota untuk menimpa atap rumah
penduduk kota. * * * Ketika fajar datang, Ou Hin terjaga, la pasang
kuping sebentar, suara meriam sudah berhenti.
Tergesa-gesa Ou Hin mencuci muka dan
sarapan pagi, terus melompat kembali ke atas
kudanya. Kepada penjaga-penjaga markasnya,
ia berpesan, "Kalau ada yang mencari aku,
suruh menyusul ke Ciang-gi-mui!"
"Baik, Goan-swe!"
Kembang Jelita 28 22 Setibanya di Ciang-gi-mui, Ou Hin dilapori
bahwa dua meriam di pihaknya hancur, karena
tertembak dan jatuh kebawah tembok kota
bagian luar. Dan Ou Hin melihat sendiri betapa
beberapa bagian atas tembok kota Itu gompalgompal tak keruan, namun pihak Pelangi
Kuning rupanya juga kehilangan dua meriam.
Untuk sementara tembak-menembak berhenti.
Dalam keremangan pagi, di kejauhan
nampak perkemahan musuh yang memanjang
tak terukur, ribuan bendera kuning berkibarkibar di puncak kemah.
Ou Hin lalu memerintahkan agar pasukan di
tembok kota itu diganti dengan pasukan lain
yang masih segar, karena mereka sudah
kelelahan setelah semalam suntuk bertarung
dengan musuh. Dan ada belasan korban di
antara mereka. Setelah meninggalkan pesan-pesan untuk
menjaga semangat pasukan pengawal gerbang
Ciang-gl-mui itu, lalu Ou Min meninggalkan
mereka, la beralih ingin menengok tembok kota
Kembang Jelita 28 23 sebelah barat, untuk melihat kalau-kalau
pasukan Helian Kong sudah muncul dari sana.
Tiba dekat pintu kota Tek-seng-mui, la turun
dari kuda dan naik ke tembok kota.
Begitu tiba di atas, terkejutlah la sehingga
keringat dinginnya langsung keluar, seperti
orang masuk angin. Dilihatnya di luar kota, di
bukit-bukit dan dataran, di pematang-pematang
sawah, di tanggul-tanggul parit, laskar Pelangi
Kuning sudah memenuhi tempat itu, tak
terhitung banyaknya. Selain mengibarkan
bendera Pelangi Kuning, bendera-bendera
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhuruf "Li" Juga nampak di mana-mana. Itu
artinya Li Giam tidak hanya menyerang Pakkhia dari satu arah, tapi dari dua arah.
"Kenapa tidak kau laporkan kepadaku?" Ou
Hin melotot gusar kepada komandan pengawal
pintu Tek-seng-mul. Komandan itu dengan gugup menjawab,
"Sudah aku kirim utusan ke markas Goan-swe,
tapi Goan-swe malah muncul lebih dulu di sini."
Dengan beberapa tarikan napas, Ou Hin
mencoba menenangkan dirinya. Situasi akhirKembang Jelita 28
24 akhir ini terasa begitu menekan jiwanya,
sehingga ia gampang naik darah.
Kini melihat pasukan Pelangi Kuning di luar
Tek-seng-mui itu, ia sangsi, apakah Helian Kong
yang hanya membawa seribu lima ratus prajurit
itu akan bisa masuk kota seperti perintahnya"
Berarti pasukan Helian Kong harus lebih dulu
menembus pasukan musuh yang berlipat-lipat
jumlahnya. Sementara itu, begitu fajar merekah, di pihak
Pelangi Kuning terdengar suara terompet
tanduk ditiup mengalun panjang. Udara pagi
pun mendadak bergetar karena sorakan
puluhan ribu orang berikat kepala kuning itu,
lalu mereka mulai bergerak serempak
mendekati tembok kota, seperti semut keluar
dari sarangnya. Tergesa-gesa pasukan Pak-khia menyiapkan
panah, lembing, batu, balok, apa saja yang akan
digunakan untuk mempertahankan benteng.
Namun di bagian ini belum ada meriam
sepucukpun, dan untungnya di pihak musuh
juga tidak ada meriam. Kembang Jelita 28 25 Pasukan musuh nampaknya ada persiapan
untuk membobol pintu kota. Hampir setiap
orang dari mereka membawa perisai dari rotan
atau kayu tebal untuk menangkis panah, dan
nampak kelompok yang menggotong balok kayu
besar untuk mendobrak pintu kota. Di barisan
belakang nampak orang-orang membawa
tangga-tangga yang amat panjang juga
keranjang-keranjang berisi tanah yang rupanya
akan digunakan untuk menguruk bagian luar
tembok agar bisa dipanjat.
Itulah persiapan yang tidak tanggungtanggung.
Sementara itu, suara terompet tanduk tibatiba meninggi dan terputus-putus. Kembali
laskar Pelangi Kuning bersorak menggemuruh,
lalu mereka tidak lagi berjalan pelan-pelan
melainkan setengah berlari. Terutama kelompok pengangkut balok pendobrak itu
berlari lebih kencang dari lain-lainnya untuk
menimbulkan kekuatan dobrakan mereka.
Berbareng dengan itu, hujan panah dan
lembing dari atas tembok kota pun
Kembang Jelita 28 26 menghambur deras. Puluhan laskar Pelangi
Kuning terjungkal roboh, yang lain-lain segera
mengangkat tameng-tameng mereka.
Tak peduli hujan panah, regu pendobrak
bersorak sambil berlari kencang, balok besar
yang mereka gotongpun mereka hantamkan
sekuatnya ke pintu gerbang sehingga berderakderak.
Banyak di antara mereka yang roboh
terpanah, namun hal itu tidak mengecilkan hati
teman-teman mereka. Begitu ada yang roboh,
ada yang langsung menggantikannya tanpa
disuruh-suruh, tidak menghiraukan kematian
lagi. Teman-teman mereka yang membawa
tameng berusaha melindungi para regu
pendobrak. Bahkan ada yang membawa dua
tameng sekaligus yang diangkat tinggi-tinggi
seperti membawa payung, untuk melindungi
teman-teman mereka yang mengangkat balok.
Melihat semangat dan kekompakan laskar
Pelangi Kuning, tergetarlah hati Ou Hin.
Puluhan ribu orang tapi satu hati dan satu
semangat. Siapa bisa menahan pasukan macam
Kembang Jelita 28 27 itu" Entah dengan "resep" apa Li Giam dapat
membentuk pasukan itu" Itu bukanlah kerja
kecil sehari dua hari. Kembali pintu gerbang bergetar kena
dobrakan. Tentara kerajaan mulai menjatuhkan
batu-batu dan balok kayu besar, sehingga para
regu pendobrak Pelangi Kuning terpukul
mundur dengan meninggalkan beberapa
korban. Untuk sementara, usaha pemberontak untuk
mendobrak pintu Tek-seng-mui itu dihentikan.
Mereka juga merasa "jalur-lintasan" mereka
agak terganggu karena batu-batu dan balokbalok yang bergelimpangan, yang dijatuhkan
tentara kerajaan, yang akan mengganggu
kelajuan lari mereka. Padahal kelajuan berlari
itulah yang paling penting dalam usaha
pendobrakan itu. Dan tiba-tiba dari tengah-tengah laskar
Pelangi Kuning muncul seorang kakek gendur
berjidat lebar, rambutnya yang putih terurai
awut-awutan. Prajurit-prajurit kerajaan di atas
tembok dengan heran melihat kakek itu maju
Kembang Jelita 28 28 sendirian, tidak bersenjata, dan
cara berjalannya seperti orang mau kondangan saja.
"Mau apa orang ini?" para prajurit saling
bertanya dan tak satupun bisa menebak.
Namun ketika kakek gendut itu semakin
mendekat, para prajurit tidak mau mengambil
resiko. Begitu komandannya memerintah, hujan
panah dan lembing menghambur ke arah si
kakek gendut. Para prajuritpun terbelalak melihat kakek
gendut itu hanya tertawa terbahak-bahak,
panah dan lembing yang mengenai tubuhnya
namun tak mampu melukai kulitnya seujung
rambutpun. Rontok sendiri, dan ia cuma
mengangkat lengannya untuk melindungi mata.
Ia maju terus ke arah pintu gerbang. Tiba di
depan pintu gerbang, dia dengan enaknya
melempar-lemparkan batu-batu besar dan
balok-balok kayu bertumpuk di situ.
Itu sudah cukup mengejutkan para prajurit
di atas tembok, dan adegan berikutnya lebih
mengejutkan lagi. Sebab si kakek gendut tiba-ti
Kembang Jelita 28 29 Sebab si kakek gendut tiba-tiba berteriak dan
menyerudukkan jidatnya ke pintu gerbang.
Kembang Jelita 28 30 ba berteriak dan menyerudukkan jidatnya ke
pintu gerbang. Mula-mula para prajurit mengira ia akan
bunuh diri, tapi dugaan itu tersingkir setelah
terasa pintu gerbang yang kokoh itu tergetar
hebat. Si kakek yang bukan lain adalah Tiatthau-siang Ko Ban-seng itu cuma mengelus-elus
jidatnya sebentar, lalu menubruk lagi. Pintu
gerbang bergetar lebih keras, sampai engsel
engselnya bergetar pula. Pasukan kerajaan di atas gerbang Tek-sengmui merasa habis daya menghadapi kakek itu.
Dipanah atau dilempari lembing, tidak mempan.
Dilempari batu dan kayu besar, agaknya kakek
itu malah kegirangan karena merasa seperti
dipijati. Sedang serudukan jidatnya begitu
hebat, mungkin dalam dua atau tiga serudukan
lagi, pintu Tek-seng-mui benar-benar akan
ambyar. Pendobrak tunggal yang cuma
mengandalkan jidat ini ternyata lebih ampuh
dari regu pendobrak yang terdiri dari berpuluhpuluh orang dan membawa balok besar.
Kembang Jelita 28 31 Di saat pasukan itu putus asa, Ou Hin
menawarkan sebuah cara, "Siram dengan
minyak dan lemparkan api!"
Bumbung-bumbung minyak disiapkan, api
juga. Namun sebelum cara itu dijalankan, Ko Banseng agaknya menyadari bahaya. Sambil
memaki-maki, dia berjalan meninggalkan
gerbang dan menghentikan usahanya menjebol
Tek-seng-mui. Kedua pihak kembali saling menunggu,
sambil mencari cara-cara yang lebih ampuh.
Tiba-tiba di kejauhan nampak barisan
belakang kaum Pelangi Kuning ada pertempuran. Ada sebuah pasukan yang
mengibar-ngibarkan bendera Kerajaan Beng,
menggempur laskar Pelangi Kuning dari
sebelah barat. "Itu pasukan kita!" Ou Hin meluapkan
perasaannya dengan berteriak. "Pasti itulah
pasukan Hellan Kong!"
Kembang Jelita 28 32 Memang itulah pasukan Helian Kong yang
mencoba menembus ke Pak-khia karena
panggilan Ou Hin. Pasukannya berjuang dengan alot menembus
kepungan pemberontak di depan gerbang Tekseng-mui, apalagi yang dihadapi adalah pasukan
Li Giam yang tidak kalah gigih dan trampilnya
dengan pasukannya sendiri. Dan dalam jumlah
yang lebih besar di pihak lawan, sulit bagi
Helian Kong untuk menembusnya. Apalagi dari
sebelah barat muncul pula pasukan Pelangi
Kuning yang lain, pasukannya Gu Kim-sing,
yang segera ikut menggencet pasukan Helian
Kong. Semuanya terlihat oleh Ou llin dari atas
benteng dengan teropongnya. Nampak pasukan
Helian Kong jadi terlalu kecil kelihatannya,
seperti perahu yang terombang-ambing di
antara dua gelombang ganas. Hati Ou Hin serasa
ikut terombang-ambing. Di teropong kelihatan juga Helian Kong yang
berilmu silat tinggi, maju paling depan untuk
mencarikan jalan bagi pasukannya, namun ia
Kembang Jelita 28 33 dihadang oleh seorang pemuda tegap yang
sebaya dengannya, bersenjata sepasang pedang
tebal, bertempur laksana gajah mengamuk.
Itulah Yo Kian-hi. Dan Helian Kong harus
bertempur sengit menghadapi musuh bebuyutan ini. Dengan perasaan tak keruan, Ou Hin
menurunkan teropongnya, lalu diangkat lagi
dengan harapan akan melihat "perbaikan".
Ternyata tidak, bahkan seharusnya masih boleh
bersyukur bahwa Helian Kong masih mampu
menarik mundur pasukannya ke balik
perbukitan, yang berarti gagal masuk Pak-khia,
dan malahan makin jauh dari Pak-khia.
Ingin rasanya Ou Hin membawa seluruh
pasukan yang masih ada di dalam kota, untuk
menolong Helian Kong. Namun kini ia hanya
bisa menonton dari kejauhan, karena tak
mungkin ia meninggalkan tanggung jawabnya
di Pak-khia. Beberapa prajurit yang berdiri di dekat Ou
Hin melihat betapa panglima tua itu tubuhnya
Kembang Jelita 28 34 gemetar, wajahnya pucat, bahkan dua jalur air
bening mengalir di pipinya.
"Goan-swe...." seorang perwira memberanikan diri bertanya.
Ou Hin menggerakkan tangan sebagai isyarat
agar perwira itu diam, lalu katanya gemetar,
"Sekarang aku tidak tahu lagi harus bicara apa
lagi di depan Sri Baginda dan isteri Helian
Kong." "Goan-swe, bukan salah kita..." hibur perwira
itu. "Prakarsa tidak di tangan kita, tapi di tangan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka. Kita harus bermain menurut peraturan
mereka." Lalu perwira itu berdesah putus asa, seolah
sudah tahu nasib kota Pak-khia yang sudah tak
terelakkan lagi. "Jangan bicara seperti itu!" bentak Ou Hin.
"Semangat pasukanmu bisa merosot!"
Perwira itupun bungkam. Waktu Ou Hin kembali melihat lewat
teropongnya, pasukan Helian Kong sudah tidak
kelihatan lagi. Kembang Jelita 28 35 "Aku harus menghadap Kaisar!" kata Ou Hin
tiba-tiba. "Baik atau buruk haruslah kulaporkan!" Lalu ia turun dari tembok, dan menunggangi
kudanya ke istana. Sepanjang jalan yang
dilihatnya hanyalah prajurit-prajurit melulu.
Orang-orang sipil jarang kelihatan. Pintu-pintu
rumah semua tertutup rapat, biarpun siang hari
bolong. Setibanya di istana, dia diantar pengawal
istana ke Yang-wan-hu. Banyak bangsawan
sudah berkumpul di bagian dalam istana,
agaknya Kaisar sudah mengeluarkan perintah
sesuai dengan usul Ou Hin semalam. Karena itu
banyak, bangsawan menatap Ou Hin dengan
pandangan kebencian. Tapi Ou Hin tak
menggubris dan terus menuju Yang-wan-hu.
Di hadapan Kaisar, Ou Hin berlutut dan
melapor, "Ampun Tuanku, hamba laporkan
bahwa Helian Kong gagal masuk ke Pak-khia
karena musuh pun sudah memblokir Tek-sengmui."
Kembang Jelita 28 36 Beberapa detik darah Kaisar seperti
membeku dalam urat-uratnya, lalu tergagap ia
berkata, "Lalu.... lalu bagaimana?"
"Kami bersumpah akan mempertahankan
Pak-khia sampai titik darah penghabisan. Kaum
Pelangi Kuning haruslah membayar mahal
untuk setiap jengkal tanah yang mereka
dapatkan." Kaisar bungkam, sedang Ou Hin terus
berusaha menghibur, "Helian Kong seorang
yang cerdik. Meskipun dia gagal masuk kota,
pasukannya yang lincah itu, terutama pasukan
berkudanya, akan terus seperti duri tajam yang
melekat di punggung kaum pemberontak.
Dengan tetap ada di luar kota, ia bahkan lebih
leluasa menyergap dari segala arah."
Nampaknya saja Kaisar mengangguk-angguk,
padahal sudah sukar untuk menimbulkan
keberaniannya yang hampir padam. Suara
dentum meriam semalam lebjh mempengaruhi
hatinya daripada kata-kata Ou Hin.
Ou Hin tahu hal itu, namun tak berdaya apaapa. Diapun minta diri.
Kembang Jelita 28 37 Baru saja Ou Hin melangkah keluar dari
istana, dari ujung jalan ada suara perempuan
muda memanggil-manggil, "Goan-swe! Goanswe!"
Ou Hin menoleh, dan mengeluh dalam hati
ketika melihat kedua penunggang kuda yang
memanggil-manggilnya itu adalah kakak
beradik Siangkoan. Sampai di depan Ou Hin, mereka
berlompatan turun dari kuda, Siangkoan Yan
langsung menyodorkan pertanyaan yang sudah
diduga oleh Ou Hin, "Goan-swe, bagaimana
dengan suamiku" Semalam Goan-swe bilang
bahwa hari ini pasukan suamiku akan masuk
Pak-khia, tetapi sekarang sudah tengah hari dan
suamiku belum datang juga."
Perasaan Ou Hin tertikam, ia memaklumi
kecemasan Siangkoan Yan yang masih
pengantin baru itu. "Pagi ini Helian Kong gagal
menembus blokade musuh di depan gerbang
Tek-seng-mui." Melihat wajah Siangkoan Yan memucat, Ou
Hin buru-buru melanjutkan, "Helian Kong
Kembang Jelita 28 38 menjauhi Pak-khia, pasukannya tetap utuh, la
memang lebih baik berada di luar kepungan
agar lebih leluasa bertindak."
Perhitungan itu memang sedikit menenteramkan Siangkoan Yan. Suasana Pakkhia saat itu menyesakkan napas, seperti
sedang dicekik pelan-pelan oleh kaum Pelangi
Kuning. Beberapa saat Siangkoan Yan menunduk,
sampai kakaknya memegang pundaknya dan
berkata, "Helian Kong adalah seorang ahli
perang yang cerdik, tak mungkin dikalahkan
begitu gampang oleh musuh yang jauh lebih
kuat sekalipun. Sekarang marilah kita pulang,
jangan sampai ayah merasa cemas menunggu
kita." Siangkoan Yan mengangguk lesu, namun
masih bertanya sekali lagi kepada Ou Hin,
"Goan-swe, Saat ini berapa besar pasukan
suamiku?" "Kalau digabungkan dengan pasukan
Kongsun Hui dan Song Liong, mencapai tiga
puluh ribu." Kembang Jelita 28 39 "Cukup kuat!" komentar Siangkoan Heng
yang lebih dimaksudkan untuk menghibur
adiknya. Untuk sementara Siangkoan Yan harus puas
dengan keterangan itu, ia dan kakaknya lalu
minta diri dari Ou Hin. Setelah mereka pergi, Ou Hin menaiki
kudanya untuk kembali ke markasnya. Dari
sana ia menyebar orang untuk minta laporan
dari sembilan komandan yang menjaga
sembilan pintu kota Pak-khia.
Ketika pembawa-pembawa laporan itu
kembali, bisa diambil kesimpulan bahwa
serangan paling hebat kaum Pelangi Kuning
ialah ke pintu-pintu kota Ciang-gi-mui dan Tekseng-mui, kedua-duanya oleh laskar Li Giam.
Sedangkan Gu Kim-sing agaknya menggeser
laskarnya untuk menggempur dari arah lain.
Ou Hin lalu menggelar peta kota Pak-khla
dan memeras otak sambil memelototi peta itu.
Tiba-tiba ia menemukan suatu gagasan. Sebagai
tindakan persiapan kalau musuh berhasil
Kembang Jelita 28 40 masuk kota, ia akan membuat pertahanan di
sekitar istana. Agak lama dipikirnya gagasan itu, lalu
seorang prajurit disuruhnya memanggil
seseorang komandan pasukan yang belum
mendapat tugas. Tak lama kemudian, di hadapan Ou Hin
datang seorang bertubuh raksasa bermuka
merah, memanggul kampak raksasa bertangkai
panjang. Namanya Mo Gui seorang komandan di
ibu kota. "Goan-swe memanggil aku?" suaranya pun
besar. "Aku ingin membentuk pertahanan sekeliling
istana, sebagal persiapan kalau musuh berhasil
menembus pintu-pintu kota..." kata Ou Hin
sambil menunjuk peta. Mo Gui heran, "Tetapi musuh sekarang masih
di luar kota." "Benar. Namun menyaksikan giatnya mereka
menggempur kota, kita harus menyiapkan
banyak tindakan cadangan. Salah satunya, di
sekitar istana harus ada pertahanan yang kuat."
Kembang Jelita 28 41 "Bisa Goan-swe jelaskan?"
"Di seputar istana, kosongkan rumah-rumah
yang terletak dalam satu deretan, lalu isi
rumah-rumah itu dengan bahan-bahan mudah
terbakar, siapkan pula minyak dan api
didekatnya." Mo Gui langsung dapat membayangkan
pertahanan macam apa yang dikehendaki Ou
Hin. Tanpa banyak tanya lagi, Mo Gui segera
menyiapkan hal itu. Sedangkan Ou Hin kembali mengambil
sedikit waktu untuk mengistirahatkan tubuh
tuanya yang kelelahan. Namun tidurnyapun
tidak nyenyak, tidurnya gelisah, tidur-tidur,
ayam. Ou Hin bangun dari tidurnya karena mimpi,
la bermimpi naik sebuah kapal besar yang
diamuk gelora samudra, dan tiba-tiba kapal itu
dihantam petir yang amat dahsyat, sehingga
semua penumpang kapal mencebur ke laut
dengan basah kuyup. Saat itu Ou Hin geragapan bangun dari tidur
di kursinya. Tubuhnya memang basah kuyup,
Kembang Jelita 28 42 bukan oleh air laut dalam mimpinya, melainkan
oleh keringat. Sedangkan suara ledakan petir
dalam mimpi itu ternyata memang suara
ledakan hebat yang benar-benar terdengar
berturutan. Kedengarannya bukan di luar kota,
tapi di dalam kota. Ketika ia membuka mata, dilihatnya di
mejanya sudah ada lilin yang dinyalakan, dan di
luar langit sudah gelap. Sayup-sayup Ou Hin mendengar suara sorak
pertempuran, di tengah kota. Keruan saja ia
segera melompat bangun, mengenakan topi
besinya yang di meja, menyambar golok Cengliong-to yang disandarkan di dinding, dan
berlari keluar. "Suara apa itu?" tanyanya kepada seorang
pengawal. Pengawal yang berwajah tegang dan lelah itu
menggeleng-gelengkan kepala sambil menjawab, "Belum ada yang melapor kemari,
Goanswe." "Pasang pelana kudaku!" perintah Ou Hin.
Kembang Jelita 28 43 Perintah Itu dijalankan dengan cepat, dan
beberapa saat kemudian ia sudah berpacu
menuju suara pertempuran dalam kota itu. Di
jalan ia berpapasan dengan seorang perwira
berkuda yang agaknya akan menuju ke
markasnya. Melihat Jenderal Ou Hin dari
kejauhan, perwira itu sudah memanggil,
"Goanswe! Goanswe!"
"Kenapa?" "Gudang tentara dibakar sekelompok
gelandangan bersenjata. Bubuk-bubuk peledak
berjumlah ratusan tong habis terbakar semua!"
Bagaikan disambar petir kagetnya Ou Hin,
jadi itukah "suara petir" dalam mimpinya tadi"
Diam-diam Ou Hin menyesali kelengahannya
sendiri. Selama ini begitu sibuk ia menyusun
pertahanan di sana-sini, mengontrol sembilan
pintu kota, terus mengamati gerakan musuh di
luar kota, sampai la lupa bahwa kaum Pelangi
Kuning sejak lama sudah menanam sabotlrsabotir dalam kota. Padahal Helian Kong sudah
pernah memperingatkannya, namun karena
terlalu sibuk Ou Hin jadi lupa. Sekarang ia
Kembang Jelita 28 44 "diingatkan dalam keadan sudah terlambat."
Tukang-tukang sabotase Pelangi Kuning telah
berhasil melakukan pukulan telak. Memusnahkan semua mesiu di gudang tentara,
berarti meriam-meriam tentara kerajaan tidak
lama lagi hanya akan menjadi meriam-meriam
bisu tanpa guna. Dengan perasaan campur aduk, Ou Hin
memacu ke arah kobaran api raksasa di
kejauhan itu, yang seolah menggapai langit.
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah dekat, nampak pasukan kerajaan
sedang bentrok sengit dengan sekawanan orang
yang memakai ikat kepala kuning. Para
penyabot itu berjumlah ratusan orang, dan
dengan berani melawan prajurit-prajurit Beng,
sambil berteriak-teriak fanatik. Kalau tidak
menyanjung Joan-ong ya mencaci Kaisar atau
menghasut rakyat agar segera angkat senjata
mendukung Joan-ong. Prajurit kerajaan berjumlah lebih banyak
namun tidak dapat segera mengatasi orangorang Pelangi Kuning yang gigih itu, Korban di
Kembang Jelita 28 45 kedua belah pihak sudah berceceran dari ujung
jalan ke ujung jalan lainnya.
Dengan gusar Ou Hin menerjangkan kudanya
ke tengah-tengah pertempuran. Golok Cengliong-tonya berputar, menyambar kian kemari
dengan ganas dan banyak orang Pelangi Kuning
roboh kena sabetannya. Dari antara orang-orang Pelangi Kuning itu
tiba-tiba muncul seorang lelaki pendek, kurus,
sepasang tangannya memegang sepasang
cambuk kulit sepanjang tiga meter. Dengan
berani orang itu menghadang larinya kuda Ou
Hin yang berderap kencang.
Ou Hin dengan gusar membentak, "Bandit
Pelangi Kuning, akan kupotong tubuhmu!" Dan
golok Ceng-liong-tonya menyabet dari atas ke
bawah dengan gerakan Thai-san-ap-teng
(Gunung Thai-san Menimpa Kepala), siap
membelah kepala korbannya dari ubun-ubun
sampai ke selakangan. Si pendek kecil itu membentak, cambuk
kirinya tiba-tiba menjulur panjang secepat lidah
ular kobra, dan membelit sepasang kaki depan
Kembang Jelita 28 46 kuda tunggangan Ou Hin. Kemudian ia
melompat ke samping sambil menarik sekuat
tenaga. Tak ampun lagi kuda itu roboh dan Ou
Hin terhempas ke tanah. Oh Kui-hou, si pendek kecil itu, tidak mau
buang waktu. Cambuk kanannyapun menyabet
ke arah Ou Hin yang belum sempat bangkit.
Cambuk itu memang bukan senjata istimewa,
cuma tiga helai tali kulit yang dipilin dijadikan
satu. Namun di tangan pendekar yang
berjulukan Thai-lik-ku-hou, cambuk biasa itu
pasti bisa untuk membuat Ou Hin hancur
seketika, kulit, daging dan tulang-tulangnya.
Ketika ia di ambang maut itulah sesosok
tubuh mendadak berkelebat dari atas genteng.
Pedangnya yang berkilap seperti kilat
menyambar ke arah Oh Kui-hou.
Oh Kui-hou kaget, terpaksa ia batalkan
serangannya lebih dulu untuk membela diri. Ia
berputar mundur sambil menarikan cambuknya
dalam tipuan Siang-liong-lo-hai (Sepasang Naga
Mengacau Samudra). Namun si pemegang
pedang terus melompat tanpa takut ke dalam
Kembang Jelita 28 47 gulungan bayangan cambuknya yang berlapislapis, cahaya pedangnya kemerah-merahan di
bawah cahaya api, memburu Oh Kui-hou.
"Huh, kiranya ini anjing paling setia dari
Kaisar goblok itu!" teriak Oh Kui-hou sengit,
ketika mengenali lawannya adalah Helian Kong
yang pernah mengalahkannya.
Keduanya segera terlibat pertarungan sengit.
Ilmu silat mereka sudah meningkat. Oh Kui-hou
sekarang bersenjata sepasang cambuk yang
tipu-tipunya jauh lebih rumit daripada hanya
satu cambuk. Sepasang cambuk itu kelihatan
seperti belalai-belalai gurita raksasa yang bisa
membelit, menyabet, menjerat dengan berbagai
gerak yang susah diduga Kalau dulu Helian
Kong unggul selapis ilmunya dari Oh Kui-hou,
kini setelah Oh Kui-hou meningkatkan ilmu,
ternyata Helian Kong juga tetap unggul selapis.
Ini karena selama ini ia menekuni isi kitab Tiateng Pit-kip. Ia tidak bingung oleh gerak cambuk
lawannya yang mengacaukan pandangan, sebab
Helian Kong pun terus bergerak seperti terbang
berputar-putar. Berlompatan kian kemari
Kembang Jelita 28 48 "Huh, kiranya ini anjing paling setia dari Kaisar goblok
itu!" teriak Oh Kui-hou sengit, ketika mengenali
lawannya adalah Helian Kong yang pernah
mengalahkannya Kembang Jelita 28 49 dengan cahaya pedang yang berusaha
mengurung, menyudutkan lawan, sebelum
berusaha menembus dengan jurus pamungkas.
Sementara itu, Ou Hin tertatih-tatih bangun
ditolong beberapa prajurit. Biarpun tubuhnya
masih kuat, namun karena usianya yang sudah
enam puluh tahun lebih, sakit juga pinggangnya
sehabis terbanting dari atas kuda.
Beberapa saat Ou Hin masih belum mampu
melihat jelas siapa penolongnya yang melompat
dari atas genteng tadi, apalagi kedua pesilat
yang bertarung itu bergerak demikian cepat
sehingga seperti sepasang bayangan kabur yang
bergulungan. Namun lama-kelamaan mata tua Ou Hin
dapat juga mengenali si pemegang pedang itu,
dan melonjaklah kegirangannya, "Tidak
salahkah mataku" Itukah Helian Kong?"
Prajurit yang menolongnya pun berkata,
"Benar, Goan-swe. Itulah Helian Cong-peng."
"Luar biasa bocah itu. Bagaimana dia seorang
diri bisa menembus pasukan musuh yang
mengepung kota, dan muncul di tempat ini?"
Kembang Jelita 28 50 "Helian Cong-peng nampaknya bisa terbang,
Goan-swe...." sahut si prajurit yang kurang
paham menyebut ilmu meringankan tubuh.
Semangat Ou Hin seketika berkobar dan
melupakan pinggangnya yang sakit. "Mana
senjataku?" tanyanya.
Seorang prajurit berlari datang membawakan golok Ceng-liong-to yang
terpental jauh ketika Ou Hin jatuh dari kuda
tadi. Ou Hin segera menerima goloknya, lalu
menyerbu ke tengah kawanan Pelangi Kuning.
Waktu itu orang-orang Pelangi Kuning sudah
mulai terdesak, sebab mereka kalah banyak.
Bermunculan orang-orang berikat kepala
kuning yang langsung membantu mereka,
namun jauh lebih banyak prajurit-prajurit yang
berdatangan ke situ. Maka biarpun orang-orang
Pelangi Kuning itu amat gigih dan fanatik,
mereka hanya bertumbangan sebagai korban
sia-sia. Sambil tetap melawan Helian Kong, agaknya
Oh Kui-hou juga mengetahui hal itu. Ia kasihan
kepada para pendukung Pelangi Kuning yang
Kembang Jelita 28 51 akan terbantai tanpa arti itu, maka diapun
bersuit panjang sebagai isyarat agar mereka
mundur dulu. Orang-orang Pelangi Kuning itu dengan
patuh serempak berhamburan ke dalam loronglorong kota yang gelap karena bayangan malam.
Para prajurit mengajar, namun hanya sebagian
kecil yang bisa mereka susul, sebagian besar
menghilang di antara rumah-rumah penduduk
yang berjubel-jubel. Kalau orang-orang itu
melepas ikat kepala kuning mereka dan
menyembunyikannya, mereka akan sulit
dibedakan dari penduduk biasa, dan para
prajurit tak mungkin main tangkap seluruh
penduduk Pak-khia. Sementara Oh Kui-hou sendiri juga kabur
menghilang. Helian Kong sendiri sebetulnya
mampu mengejar, dan entah lewat pertarungan
berapa ribu jurus, akhirnya ia pasti akan bisa
menangkap atau membunuh Oh Kui-hou.
Namun Helian Kong tidak melakukan itu, ada
hal penting yang harus dikatakannya kepada Ou
Hin. Kembang Jelita 28 52 Helian Kong segera mendekati Ou Hin dan
bertanya, "Goan-swe, tidak apa-apakah kau?"
Sambil menyeringai, Ou Hin menjawab,
"Melihatmu muncul di sini, jauh lebih
mengagetkan daripada jatuh dari kuda tadi."
"Syukurlah...." Helian Kong menarik napas.
"Aku menyusup masuk ke dalam kota ini, tak
lain untuk memberitahukan sesuatu kepada
Goan-swe." "Berita apa?" "Kita tidak suka hal ini, tapi demi
kelangsungan hidup Kerajaan Beng, Goan-swe
tahu hal ini. Siapkan pasukan yang kuat, dan
ungsikan Sri Baginda secepatnya dari kota ini,
sebelum terlambat!" "Kenapa?" suara Ou Hin ikut bergetar tegang.
"Siang tadi pasukan Li Cu-seng dan Lau
Cong-bin sudah melewati Han-tiong tanpa
berhenti, terus ke mari. Mereka pasti akan
langsung menempati posisi untuk memblokir
kota dari segala arah. Kalau sampai terjadi
demikian, pasti akan terlambat untuk bicara
soal pergi dari kota ini."
Kembang Jelita 28 53 Mulut Ou Hin terus kelu mendengar itu. Saat
itu tentara kerajaan sudah kewalahan
menghadapi Li Giam dan Gu Kim-sing di luar
kota, serta pengacau-pengacau dalam kota. Kini
malah pihak musuh ketambahan bala bantuan
yang tidak tangung-tanggung. Lau Cong-bin
adalah tokoh Pelangi Kuning yang sejajar
dengan Li Giam dan Gu Kim-sing, kedatangannya tentu membawa pasukan yang
tidak kalah banyaknya dari yang dibawa Li
Giam maupun Gu Kim-sing. Lebih-lebih Li Cuseng adalah pemimpin tertinggi kaum Pelangi
Kuning, entah berapa banyak pengikutnya yang
dibawanya untuk menggempur Ibu kota.
Melihat atasannya hanya termangu-mangu
saja, Helian Kong berkata, "Goan-swe, cepatlah
bertindak. Setiap detik amat berharga sekarang
ini. Kalau Sri Baginda diungsikan sekarang,
pintu gerbang Ceng-yang-mui masih cukup
aman untuk dilewati, sebab di arah itu belum
nampak gerakan musuh secara besar-besaran.
Aku bersama Kong-sun Hui dan Song Liong
akan menggabungkan pasukan dan mencoba
Kembang Jelita 28 54 menyambut di luar pintu kota Ceng-yang-mui,
syukur kalau bisa bergabung sekalian dengan
pasukan Le Koan-wi dan Yao Leng. Sekarang
juga kami sudah bergeser diam-diam ke arah
itu." "Yaah...." desah Ou Hin pasrah.
"Kalau berhasil keluar kota, langsung ikuti
jalan raya ke arah kota Thian-cin. Nanti di
Thian-cin bisa terus ke pelabuhan untuk naik
kapal menuju ke selatan."
Ou Hin cuma bisa mengangguk-angguk
dengan perasaan sedih. Itu berarti Pak-khia,
simbol kekuasaan pemerintah, harus dilepaskan
ke tangan kaum Pelangi Kuning. Tapi kenyataan
itu tak terhindari. Setelah itu, Helian Kong lalu berpamitan. Ia
menuju ke gedung kediaman keluarga
Siangkoan dengan ilmu meringan kan tubuh,
berlompatan di atas rumah. Kalau lewat jalan
biasa pasti akan lambat, sebab jalanan penuh
prajurit-prajurit yang berlarian ke sana ke mari.
Sementara dentuman-dentuman meriam tak
pernah terhenti terdengar di kejauhan. Langit
Kembang Jelita 28 55 mestinya hitam, tapi sering merah karena
kobaran api. Rembulan tak nampak, bintangbintang pun enggan jadi saksi saat-saat terakhir
runtuhnya sebuah dinasti yang sudah berusia
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua ratus tujuh puluh enam tahun itu.
Ketika Helian Kong tiba di gedung keluarga
Siangkoan, dari luar nampak suasana gedung
tenang-tenang saja, seolah tak ada bedanya di
masa damai atau perang. Tak ada pengawalan
berlebihan. Helian Kong langsung meluncur masuk ke
dalam rumah, dan menuju ke ruang dalam
langsung. Di ruangan yang hanya disinari sebatang lilin
itu, satu keluarga sedang berkumpul lengkap.
Siangkoan Hi dan putera-puteri-nya nampak
berwajah murung, malahan Siangkoan Yan
masih mengusap-usap air matanya yang basah
terus. Cahaya lilin bergoyang-goyang, kadang
redup, kadang tegak, dipermainkan angin dari
luar. Kembang Jelita 28 56 Kemunculan Helian Kong yang tiba-tiba itu
mengejutkan keluarga yang sedang bersedih itu.
Sedetik kemudian Siangkoan Yan sudah
menyongsong dan mendekap suaminya, lalu
menangis tanpa kata-kata. Tak dipedulikannya
badan Helian Kong yang penuh keringat, debu
bahkan darah kering, karena selama ini Helian
Kong tak sempat bersolek mengurus dirinya.
Helian Kong balas merangkul isteri-nya,
menepuk-nepuk pundaknya dengan lembut dan
mengucapkan kata-kata yang membesarkan
hati. Setelah Siangkoan Yan tenang kembali,
Helian Kong memberi hormat kepada mertua
dan saudara iparnya. Tanpa membuang waktu,
Helian Kong lalu berkata, "Gak-hu (ayah
mertua), kedatanganku ini untuk menganjurkan
satu hal kepada kalian."
Lalu secara singkat Helian Kong membeberkan situasi Pak-khia yang nampaknya takkan tertolong lagi, seperti kapal
bocor yang pelan-pelan sedang menuju ke dasar
laut. Lalu keluarga Siang koan didesaknya untuk
Kembang Jelita 28 57 segera pergi ke istana, bergabung dengan
rombongan Kaisar untuk mengungsi.
"Dan kalau terpaksa pengungsian itu gagal...."
sampai di sini terasa pahitnya suara Helian
Kong, "....kalau pengungsian gagal, kalian
cepatlah mencari rumah penduduk biasa yang
bisa dipercaya, menyamarlah sebagai orang
biasa dan tinggal di situ. Harus hati-hati, jangan
sampai keliru menumpang di rumah yang ada
anggota Pelangi Kuningnya, sebab saat ini
orang-orang Pelangi Kuning berbaur dan sulit
dibedakan dengan penduduk biasa."
Pesan itu mengguncangkan keluarga
Siangkoan. Siangkoan Yan sendiri dengan cemas
berkata, "Toako sendiri mau ke mana?"
Helian Kong menghembuskan napas, "Saat
ini pasukanku sedang berjalan ke luar pintu
Ceng-yang-mui untuk menyambut Kaisar yang
diharap akan keluar dari Pak-khia lewat jalan
itu. Itulah arah yang masih cukup aman saat
ini." Kembang Jelita 28 58 "Biar aku ikut!" kata Siangkoan Yan, dan
sudah siap menggambil pedangnya di dalam
kamar. Tetapi Helian Kong geleng-geleng kepala,
"Tidak perlu, adik Yan. Aku masih yakin bisa
melindungi diriku sendiri sampai berhasil
bergabung dengan tentaraku. Kau lebih
diperlukan di sini, bersama kakakmu, untuk
melindungi ayah." "Kata-kata suamimu benar, adik Yan...." kata
Siangkoan Heng. "la bisa menembus kepungan
musuh sampai ke dalam kota, berarti juga bisa
keluar kembali dengan selamat. Kau malah akan
membebaninya saja." Siangkoan Yan agaknya bisa diberi
pengertian, meskipun dengan perasaan berat.
Helian Kong kemudian memberi hormat
sekali lagi kepada mertuanya, menepuk pundak
Siangkoan Heng, dan kemudian pergi dari situ
dengan ilmu meringankan tubuhnya.
Keluarga Siangkoan pun segera bersiap-siap
menuruti saran Helian Kong. Mereka ganti
pakaian dan menyamar sebagai orang-orang
Kembang Jelita 28 59 jelata, lalu berangkat ke istana untuk bergabung
dengan rombongan Kaisar yang akan
mengungsi. Tentu Ou Hin takkan keberatan,
apalagi kakak beradik Siangkoan itu bukan
beban, melainkan pesilat-pesilat tangguh yang
akan berguna tenaganya apabila harus terjadi
bentrokan dengan kaum Pelangi Kuning.
"Jadi.... aku harus meninggalkan Ibu kota?"
Kaisar Cong-ceng amat terpukul ketika Ou Hin
mengajukan usul itu. "Yang namanya Ibu kota adalah tempat di
mana Tuanku berada, Ibu kota bisa Tuanku
tetapkan di kota lain...." bujuk Ou Hin.
Para bangsawan juga berkumpul di bangsal
Yang-wan-hu itu, mereka saling berbisik-bisik,
sehingga suasana mereka gemeremeng seperti
ribuan tawon di tempat itu.
Seorang bangsawan bermuka kelimis,
kemudian maju mewakili rekan-rekannya untuk
berkata kepada Kaisar, "Ampun Tuanku, jadi Ou
Goan-swe bilang, kita semua harus menyingkir
dari Pak-khia?" Kembang Jelita 28 60 Kaisar Cong-ceng cuma mengangguk lesu,
sedang Ou Hin yang menjawab, "Benar,
pangeran. Sekarang juga. Besok pagi mungkin
sudah terlambat." Bangsawan itu mendengus sinis, "Goan swe,
ketika Pangeran Tek-ong dan Paduka Han Kokkong hendak meninggalkan Pak-khia, kau
mencegah dengan keras. Sekarang kausuruh
kami meninggalkan Pak-khia dengan tergesagesa, kenapa kaubolak-balik lidah seperti ini"
Apa Goan-swe sebenarnya sudah pikun dan tak
mampu lagi memperhitungkan situasi dengan
tepat" Kalau demikian, letakkan saja jabatanmu,
biar digantikan orang lain yang lebih mampu!"
"Benar.... benar.." bangsawan-bangsawan lain
berseru-seru mendukung. "Dengar, tuan-tuan yang mulia!" suara Ou
Hin mengguntur menindih suara para
bangsawan itu. "Kalau beberapa hari yang lalu
tuan-tuan tinggalkan Pak-khia, tuan-tuan akan
bernasib seperti Pangeran Tek-ong, ditumpas
habis kaum Pelangi Kuning! Tuan-tuan ingin
bernasib seperti itu?"
Kembang Jelita 28 61 Sesaat para bangsawan bungkam, namun
salah seorang kemudian berkata dengan nada
menyalahkan Ou Hin, "Pangeran Tek-ong
bernasib malang karena pasukan pengawalnya
kau ambil, Goan-swe! Dia takkan mengalami
bencana mengerikan itu, kalau pasukan
pengawalnya kau biarkan tetap bersamanya!
Kau yang menyebabkan kematiannya, Goanswe!"
Keruan darah Ou Hin mendidih menghadapi
kerewelan para bangsawan itu, suaranya makin
keras sampai ia lupa kalau sedang berada di
depan Kaisar, "Pasukan itu kuambil, karena
Pangeran Tek-ong membawa dua ribu prajurit!
Han Kok-kong juga dua ribu, jadi semuanya
empat ribu prajurit! Kalau rombongan
pengungsi yang meninggalkan Pak-khia
membawa pasukan sebanyak itu, bukankah
Pak-khia akan kosong dari tenaga pertahanan"!"
Tapi bangsawan itu masih juga berani
membantah, "Pokoknya kami tidak mau
berangkat kalau tidak disertai pasukan kuat!
Kembang Jelita 28 62 Kami tidak mau dibantai oleh kaum kelaparan
itu!" "Benar! Benar sekali!" Kembali para
bangsawan saling menyahut mendukung
tuntutan rekan mereka. Sedang Ou Hin mulai berpikir praktis saja.
Kalau berbantah terus, entah kapan Kaisar dan
keluarganya bisa menyiapkan keberangkatan
mereka" Padahal waktu sudah amat mendesak.
Lalu Ou Hin keluar dari ruangan itu, dan para
bangsawan sudah merasa bahwa mereka
menang debat kali itu. Namun mereka kaget
ketika Ou Hin masuk kembali dengan membawa
golok Ceng-liong-tonya yang tadi ditinggalkan
di luar ruangan, karena begitulah peraturannya
menghadap Kaisar, tidak boleh membawa
senjata. Sekarang Ou Hin melanggar peraturan itu
karena keadaan yang mendesak.
Para bangsawan yang sedang berkicau itu
tiba-tiba bungkam ketakutan, lalu berdesakdesakan merapat ke dinding.
(Bersambung jilid ke XXIX)
Kembang Jelita 28 63 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 7/07/2018 20 : 36 PM
Kembang Jelita 28 64 Kembang Jelita 29 1 Kembang Jelita 29 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXIX Kata Ou Hin kepada para bangsawan, "Aku
hanya ingin menyelamatkan Sri Baginda dan
tidak ambil pusing dengan Tuan-tuan. Kalian
mau ikut mengungsi atau tinggal di Pak-khia,
terserah kalian! Tapi yang mau ikut harus
tunduk kepada peraturanku!"
Habis berkata demikian, Ou Hin memberi
hormat kepada Kaisar dan berkata, "Maafkan
kekasaran hamba, Tuanku, karena harus
memburu waktu. Saat ini gelombang baru
pasukan musuh sedang bergerak ke posisiposisi mereka untuk memblokir kota. Menurut
laporan Helian Kong yang baru saja menemui
hamba, pintu kota Ceng-yang-mui masih ada
kemungkinan dilewati untuk menyelamatkan
tuanku. Helian Kong, Kongsun Hui dan Song
Kembang Jelita 29 2 Liong sedang menggerakan pasukan gabungan
mereka menuju sebelah luar Ceng-yang-mui
untuk menyambut kita dari luar, Tapi kalau kita
berlambat-lambatan, pasukan pemberontak
keburu akan menutup jalan keluar kita!"
Kaisar nampak masih bimbang juga, sehingga
Ou Hin diam-diam jadi kesal akan
kelambatannya. Untunglah Permaisuri Ciu dan
Puteri Tiang-ping segera ikut mendesak,
sehingga barulah Kaisar berkata dengan sedih,
"Baiklah. Kita akan tinggalkan istana dan kota
ini, seperti gelandangan yang kena gusur."
"Yah, apa boleh buat...." Hibur Puteri Tiangping. "Di selatan masih ada kekuatan pasukan
kita yang cukup besar, dari sana akan kita rebut
kembali kota ini kelak."
Dan para bangsawan yang tadinya rewel
sekarang serempak berkata bagaikan paduan
suara, "Kami ikut."
Dengan garang Ou Hin menatap mereka dan
berkata, "Bagus. Aku beri waktu satu sulutan
hio-batang, dan semua yang akan ikut harus
sudah siap di sini! Kembang Jelita 29 3 Berpakaian seperti orang jelata dan tidak boleh
menyolok! Satu sulutan hio!"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Para bangsawan kembali protes, "Mana
cukup waktunya" Kami kan harus menyiapkan
banyak kereta, joli, gerobak, kuda untuk
membawa barang-barang kami yang masih
ketinggalan di kediaman kami."
Tapi Ou Hin tidak menggubris. Ia ambii hio
untuk disulut ujungnya dan dipegangi seorang
prajurit. Katanya tegas, "Satu sulutan hio atau
tidak ikut!" Terpengaruh sikap tegas itu, para bangsawan
segera berlari-larian bubar meninggalkan
tempat itu, begitu tergesa-gesanya sampai
hormat kepada kaisar mereka lakukan
sembarangan saja sikapnya. Ada yang
langkahnya tersandung ambang pintu sehingga
terjerembab, ada yang didorong rekannva
sehingga mencebur kolam. Maklum, tubuh mereka gendut-gendut
karena kebanyakan pesta dan jarang berolah
raga, gerak-gerik mereka biasanya juga lembut,
sebab "makin lembut akan makin kelihatan
Kembang Jelita 29 4 ningrat". Kini diharuskan bergerak cepat, tidak
heran kalau mereka jadi saling tubruk.
Keluarga Kaisar dan hamba-hamba yang
terdekat pun segera sibuk menyiapkan
pengungsian. Di mana-mana orang ribut, saling
memanggil, saling menanyakan di mana barang
yang mau dibawa. Sementara menunggu selesainya persiapan
itu, Ou Hin ingin meninjau suasana kota , sekali
lagi. Sebab di kejauhan terdengdi dentuman
meriam makin gencar, sorak-sorai pertempuran
juga makin merata. Untung juga jenderal tua ini
tidak punya keluarga di Pak-khia. Semua
keluarganya tinggal di Thian-cin.
Ketika Ou Hin hendak melompat ke atas
kudanya di depan istana, dilihatnya rombongan
keluarga Siangkoan sudah datang, diikuti
beberapa hamba setia yang bersenjata.
Siangkoan Hi naik joli dan berpakaian
sederhana. "Ou Goan-swe, apakah kami terlambat?"
tanya Siangkoan Hi sambil keluar dari tandu.
Kembang Jelita 29 5 Ou Hin tertawa sambil menjawab, "Malah
terlalu cepat. Bangsawan-bangsawan brengsek
itu sekarang belum selesai membungkus emas
berlian mereka." Siangkoan Hi tertawa kecut, "Aku kuatir
terlambat, sebab dari rumahku aku kemari
dengan mencoba lewat Jalan Bok? hud yang
terdekat, namun jalanan itu macet, penuh
prajurit. Kudengar kabar dari mereka bahwa
gerbang kota Soan-bu-mui sudah bobol,
sekarang kaum Pelangi Kuning sudah mendesak
ke jalan Ciok-sian, dan tentara kita tei desak."
Berdesir darah Ou Hin. Satu dari sembilan
gerbang kota sudah bobol, gagal dipertahankan,
kaum Pelangi Kuning telah masuk kota.
Pertempuran bukan lagi di luar kota, namun
sudah di dalam kota! la cepat menaiki kudanya dan memacunya ke
arah jalan Ciok-sian, para peng awalnya sampai
tercecer di belakang karena Ou Hin habishabisan menyabet pantat kudanya.
Para prajurit di jalanan memberi jalan. Di
mana-mana obor dinyalakan sehingga keadaan
Kembang Jelita 29 6 terang benderang di mana-mana. Semua
prajurit sudah di luar tangsi, siap bertempur.
Makin dekat ke jalan Ciok-sian, makin pepat
jalannya, dan makin jelas suara pertempuran,
ribuan orang. Cepat Ou Hin turun dari kuda, sebab ia tidak
dapat lagi menunggangi kuda saking sesaknya
jalanan. Melihat sebuah rumah berloteng di
pinggir jalan, Ou Hin lalu mengetuk pintu
rumah, dan ketika si pemilik rumah keluar, Ou
Hin bilang ia akan meminjam loteng rumahnya
sebentar agar bisa mengawasi ke kejauhan.
Melihat Ou Hin berseragam panglima dan
diikuti belasan pengawal, si empunya rumah tak
berani menolak. Ou Hin segera masuk rumah itu
dan langsung naik ke tingkat atas, dan dari situ
terlihatlah pemandangan yang mengecilkan
hati. Di jalanan sekitar gerbang kota Soan-huimui sudah berkobar pertempuran sengit,
manusia bersenjata berjejal-jejal di mana-mana.
Ribuan laskar Pelangi Kuning sekuat tenaga
berusaha mendesak pasukan kerajaan yang
menghalangi jalan mereka. Sedang prajuritKembang Jelita 29
7 prajurit kerajaan dengan gigihnya berusaha
menahan agar kaum Pelangi Kuning tidak
menyebar ke mana-mana. l.askar Pelangi Kuning juga berusaha naik ke
tembok kota lewat tangga batu, dan mendapat
perlawanan para prajurit pula.
Di kawasan kota itu, teriakan aba-aba kedua
pihak campur aduk dengan jerit kematian,
saling memaki, dan ribuan senjata yang
berayun-ayun gemerlapan berbenturan di
bawah cahaya api. Korban tak terhitung lagi,
ada yang masih belum mati dan merintih-rintih,
namun tidak dihiraukan. Mereka dilompati, atau
bahkan diinjak begitu saja.
Kemudian muncul pasukan pemanah di
pihak kerajaan, yang langsung memanjat ke atas
atap-atap rumah di sekitar arena pertempuran.
Lalu dari situ mereka menghujankan panah ke
arah orang-orang Pelangi Kuning, namun orangorang Pelangi Kuning juga memanjat ke atapatap rumah di seberang dan balas memanah.
Kembang Jelita 29 8 Untuk sesaat pertempuran di sebelah dalam
gerbang kota Soan-bu-mui Itu kelihatan
seimbang. Di tengah-tengah laskar Pelangi Kuning, Ou
Hin melihat ada bendera besar berhuruf "Lau",
maka tahulah ia bahwa laskar pembobol Soanbu-mui ini adalah laskar Lau Cong-bin, si
gembong Pelangi Kuning yang ternyata berhasil
mendahului Li Giam maupun Gu Kim-sing
menginjakkan kaki di Pak-khia.
Ou Hin teringat urusan utamanya menyelamatkan Kaisar, yang harus secepatnya
dilakukan sebelum kaum Pelangi Kuning
menyumbat semua jalanan kota. Karena itulah
ia segera meninggalkan tempat itu bersama
pengawal-peng-awalnya untuk kembali ke
istana. Mungkin batang hio yang disulutnya tadi
hampir habis. Ketika lewat sebuah jalan, tiba-tiba nampak
seorang lelaki berlari-lari di jalanan sambil
mengibar-ngibarkan bendera kuning, suaranya
lantang, "He, penduduk Pak-khia! Joan-ong
sudah datang! Sambutlah pembebasmu! Angkat
Kembang Jelita 29 9 senjata untuk melawan penindas! Sambut Joanong sang pembebas! Sambut Joan-ong sang
pembebas!" Darah Ou Hin mendidih melihat ulah orang
ini. Kudanya diterjangkan ke arah orang itu
sambil menyabetkan golok Ceng-liong-tonya.
Orang itu kaget dan berusaha menangkis
dengan tangkai benderanya tapi tangkai kayu
itu tak bisa menahan golok Ou Hin. Orang
itupun roboh, darahnya membasahi bendera
kuningnya. Ternyata orang-orang semacam itu ada di
mana-mana, menghasut penduduk, dan
sebagian dari mereka mendapat sambutan
penduduk. Banyak orang yang terbakar hatinya,
lalu mengikatkan kain kuning di kepala mereka
atau dikalungkan ke leher. Yang tidak punya
ikat kepala ya merobek taplak meja, tirai
jendela, robekan baju atau apa saja, pokoknya
kain kuning. Lalu dengan senjata di tangan
keluarlah mereka dari rumah-rumah untuk
mencari orang-orang yang juga bertanda kain
kuning. Maka segera terbentuklah kelompok-ke
Kembang Jelita 29 10 Orang itu kaget dan berusaha menangkis dengan
tangkai benderanya, tapi tangkai kayu itu tak bisa
menahan golok Ou Hin. Kembang Jelita 29 11 lompok macam itu dengan cepatnya di seluruh
kota. Banyak di antara mereka yang bertindak
demikian bukan karena mendukung kaum
Pelangi Kuning, melainkan sekedar ikut-ikutan
arus dan mencari keuntungan.
Jenis orang macam ini, antara lain adalah
Ting Hoan-wi yang pintar melihat gelagat.
Selama ini ia sembunyi di rumah Helian Kong,
karena sebagai pengikut Co Hua-sun ia kuatir
ditangkap pembenci-pembenci Co Hua-sun. Kini
mendengar kaum Pelangi Kuning sudah masuk
kota, Ting Hoan-wi cepat-cepat mencari kain
kuning untuk diikatkan di kepala, sambil
membawa pedang lalu turun ke jalan untuk
bergabung dengan orang-orang berikat kepala
kuning lainnya. Sasaran mereka bukan melawan
tentara kerajaan, tapi merampok toko-toko,
rumah-rumah orang kaya, gedung-gedung
kediaman bangsawan, menguras harta mereka.
Main bunuh dan memperkosa wanita
semaunya, sambil tak lupa meneriakkan sloganslogan "perjuangan". Mereka benar-benar
Kembang Jelita 29 12 mencari keuntungan sebesar-besarnya selagi
kota Pak-khia malam itu seolah-olah tanpa
hukum. Ou Hin sendiri sudah tidak sempat
mengacuhkan gerombolan liar yang bermunculan Itu. Sampai pagi pun belum tentu
bisa membersihkan mereka, la langsung saja ke
istana untuk segera mengungsikan Kaisar Congceng dan keluarganya.
Istana, terutama sekitar bangsal Yang Wanhu, sudah penuh para bangsawan dan hambahamba mereka yang akan ikut mengungsi,
pengawalan pun sudah disiapkan, itulah
pasukan-pasukan istana yang tetap setia kepada
kaisar. Karena sesaknya tempat itu, untuk berjalan
Ou Hin harus mendorong-dorong banyak orang
untuk sampai ke depan kaisar. Banyak yang
bertubi-tubi menanyakan bagaimana situasi di
luar istana, namun Ou Hin tidak menjawab dan
berjalan terus. Sampai di depan Kaisar, Ou Hin berlutut dan
berkata, "Tuanku, sebaiknya kita berangkat
Kembang Jelita 29 13 sekarang, sebelum keadaan jadi makin buruk.
Soan-bu-mui sudah bobol dan laskar musuh
sudah masuk kota, pasukan-pasukan kita sekuat
tenaga masih mencoba menahan mereka agar
tidak menyebar ke seluruh kota. Gerombolangerombolan liar juga bermunculan dalam kota."
Kaisar menjawab dengan pasrah, "Terserah
kepadamu, Goan-swe."
"Hamba siap mengawal Tuanku sekarang
juga." Ou Hin segera mengatur pasukannya,
sedemikian rupa agar Kaisar mendapat
pengawalan terbaik. Selain itu, masih diperkuat barisan
"comotan" yang terdiri pasukan campur-aduk.
Setiap kali Ou Hin menemui regu prajurit yang
terpisah dari induknya, langsung disuruhnya
mereka bergabung dalam pengawalan Kaisar.
Demikianlah, di bawah selubung malam yang
sesak ketegangan, rombongan itu bergerak
meninggalkan istana yang juga disebut Ci-kimshia (Kota Terlarang) itu, menuju gerbang kota
Ceng-yang-mui. Kembang Jelita 29 14 Begitu keluar dari istana, Ou Hin memimpin
rombongan itu mencari jalan-jalan yang aman,
sedapat mungkin terhindar dari perjumpaan
dengan kaum Pelangi Kuning. Untuk memastikan bahwa suatu jalan cukup aman
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk dilewati, Ou Hin menyebar peloporpelopor untuk berjalan lebih dulu di depan
barisan. Mereka menyamar, dan setiap saat
melapor situasi kepada Ou Hin.
Rombongan itu berjumlah besar, namun
berjalan dalam kebisuan, kalaupun ada yang
berbicara ya cuma bisik-bisik saja. Bisa
dimaklumi kalau tidak ada yang berselera untuk
menyanyi. Duduk sendirian dalam tandu yang
berbentuk sederhana untuk penyamaran,
Kaisar Cong-ceng dikejar rasa bersalahnya. la
masygul sekali, merasa bencana ini karena
kesalahannya yang terlambat disadari.
Dan masih adanya orang seperti Ou Hin yang
begitu memperhatikan keselamatannya, membuat Kaisar Cong-ceng merasa terharu.
Urusan pengungsian itu ia pasrahkan
Kembang Jelita 29 15 sepenuhnya kepada Ou Hin, bahkan andaikata
gagal pun takkan menyalahkan Ou Hin.
Sementara itu seorang perintis jalan telah
balik ke rombongan untuk memberi laporan
kepada Ou Hin, "Goan-swe, jangan melewati
jalan Tong-hong, ada kekacauan di sana."
Belum lagi Ou Hin menanggapi laporan itu,
salah satu bangsawan dalam rombongan itu
telah melompat maju dan berteriak panik,
"Hah" Ada apa di jalan Tong-hong?"
Dengan kurang bijaksana si pengintai itu
menjawab, "Gedung kediaman Paduka Ong
agaknya dirampok gerombolan liar, setelah
dikuras isinya lalu dibakar."
Jawaban itu keruan saja membuat si Paduka
Ong yang bertanya itu menjerit melolonglolong, "Oh, istanaku.... kekayaanku.... habislah
semuanya. Mati aku! Oh Goan-swe, tolong kirim
pasukan untuk menyelamatkan tempatku."
Ou Min menjawab dingin, "Harta masih bisa
dicari lagi." Lalu perintahnya kepada seluruh rombongan, "Kita pindah jalur, lewat belakang
Kembang Jelita 29 16 Kuil Matahari dan terus ke gerbang kota Cengyang-mui, hindari Jalan Tong-hong."
SI Paduka Ong kaget, "Hah, Jadi tempatku
yang sedang dirampok dan dibakar itu akan
didiamkan saja" Bagaimana ini, Goan-swe?"
Keruan bangsawan itu kelabakan, karena
sebagian besar hartanya masih ditinggal, akan
diambil kembali kelak "kalau Pak-khia sudah
aman kembali". Kini melihat sikap Ou Hin yang
lebih mengutamakan pengungsian Kaisar
secepatnya itu, bangsawan itu rasanya seperti
hendak gila. Bangsawan itu berjalan di samping Ou Hin
sambil terus-menerus mengguncangguncangkan pundak Ou Hin sambil meratap,
"Bagaimana, Goan-swe" Bagaimana" Selamatkan rumahku."
Bicara soal "hendak gila", sesungguhnya Ou
Hin tidak kalah tertekannya dengan Paduka Ong
itu, meskipun penyebabnya lain. Karena itu Ou
Hin tiba-tiba mendorong tubuh bangsawan itu,
lalu golok Ceng-liong-tonya lagi-lagi makan
Kembang Jelita 29 17 korban. Si Paduka Ong langsung roboh
terkapar., Sikap keras Ou Hin itu karena dalam
beberapa hari ini ia lelah lahir batin, kurang
tidur, terlalu tegang, lagipula sudah lama ia
memendam kejengkelan kepada bangsawan
yang serba rewel itu. Maka ia jadi mudah marah,
dan lahirlah tindakan kerasnya yang
mengejutkan seluruh rombongan.
Kata Ou Hin, "Kalau dia berteriak-teriak
terus sepanjang jalan, seluruh rombongan akan
terancam bahaya. Nah, siapa lagi mau dibacok?"
Tak ada yang berani bercuit sedikit-pun.
Apalagi para bangsawan, bahkan Kaisar
sendiripun agaknya saat itu takut kepada Ou
Hin. Mati hidup rombongan itu tergenggam di
tangan panglima tua itu. Memang benar Ou Hin
bertindak keras demi keselamatan seluruh
rombongan, tapi pembunuhan Paduka Ong itu
terasa mengerikan buat kaum yang selama Ini
hidup amat nyaman dibentengi hak-hak
kebangsawanan itu. Sekarang agaknya Ou Hin
tidak menggubris lagi hak hak itu.
Kembang Jelita 29 18 "Ayo jalan lagi!" perintah Ou Hin.
Rombonganpun berjalan lagi tanpa menggubris tubuh Paduka Ong. Ou Hin
menggubah jalur untuk menghindari tempattempat yang kacau. Uniuk Itu, laporan para
pengintai di depan dijudikan pegangan oleh Ou
Hin. Tetapi Ou Hin tidak tahu bahwa antara
pengintai-pengintai itu justru ada seorang
anggota Pelangi Kuning yung sudah lama
menyusup istana, sering bertugas mengawal
gerbang Hou-cai-mui di belakang Istana. Orang
yang selama ini termasuk komplotan Tan Wanwan.
Belum berapa jauh rombongan itu maju
lewat route barunya, seorang pengintai
terengah-engah berlari mendekati Ou Hin dan
berkata, "Goan-swe, tidak mungkin lagi
rombongan ini melewati Ceng-yang-mui, sebab
gerbang kota sudah bobol dan dibanjiri musuh
dari luar kota!" Itulah laporan yang amat buruk. Rombongan
itu sudah berjalan lumayan jauh meninggalkan
Kembang Jelita 29 19 istana. Ceng-yang-mui tinggal beberapa ruas
jalan saja, dan tiba-tiba saja mendapat kabar
kalau Ceng-yang-mui tidak bisa dilewati.
Dari Ceng-yang-mui memang kedengaran
deru pertempuran yang semakin menghebat,
membuat gugup banyak orang dalam
Like Way You Hurt Me 1 Pendekar Pulau Neraka 27 Keris Kala Muyeng Duel Di Puncak Lawu 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama