kediaman Ciu Kok-thio itu benar-benar kacau.
Untung penduduk sipil sudah disingkirkan sejak
tadi, kalau tidak tentu sudah banyak yang
Kembang Jelita 6 44 menjadi korban. Sementara prajurit-prajurit
masih gigih berusaha mengatasi kekacauan,
bahkan regu-regu lainnya juga didatangkan ke
situ. Helian Kong kini bisa melihat kedua
penunggang gerobak itu. lelihat si kecil kurus
yang mengayun-ayunkan cambuk Helian Kong
jadi ingat seorang tokoh silat yang pernah
bertempur dengannya Itulah Oh Kui-hou.
pengikut Li Cu seng. Maka Helian Kong mulai
menduga-duga, "Heran, berani benar pengikutpeng ikut Li Cu-seng ini muncul di ibukota
negara." Namun ia tidak sempat berpikir banyak.
Bersama Siangkoan Yan dan Bu Sam kui ia
masih harus menghadapi lawan yang begitu
banyak. Lawan yang sama-sama prajurit
kerajaan, namun berbeda kepentingan golongan
masing-masing. Bahkan prajurit-prajurit yang
terbunuh itu mungkin sekali tidak tahu urusan
yang sebenarnya, tahunya cuna menjalankan
perintah Co Hua-sun yang ambisinya selangit.
Kembang Jelita 6 45 Karena kacaunya keadaan, mereka bahkan
tak dapat melihat bagaimana keadaan Liong
Tiau-hui yang akan mereka tolong. Kacau sekali.
Sebab yang lari simpang-siur sekarang bukan
cuma manusia, tetapi juga hewan-hewan yang
meng ganas. Saat itu Liong Tiau-hui sudah lemah karena
luka-lukanya. Munculnya hewan-hewan beringas itu bukan berarti tambah menguntungkan baginya, malah tambah
merepotkan. Sebab hewan-hewan itu tidak
paham kawan atau lawan dan mereka
menerjang siapa yang mereka lihat.
Beberapa kali Liong Tiau-hui berhasil
menghindari hewan-hewan liar itu dengan
langkah sanpoyongan dan mata berkunangkunang. Namun suatu saat seekor kerbau
dengan buas memburunya, dan menyudutkannya ke sebuah tembok di pinggir
jalan. Seandainya Liong Tiau-hui berhasil membacok kerbau itupun, isi perutnya juga
pasti akan berantakan kena sepasang tanduk
Kembang Jelita 6 46 yang runcing-runcing itu. Jadi si perwira Sanhai-koan yang berani itu bakalan mati sampyuh
hanya dengan seekor kerbau.
Namun hal itu belum terjadi, sebab detik itu
juga Liong Tiau-hui tiba tiba merasa perutnya
dibelit seperti tali yang Huat, lalu tubuhnya
tersentak naik sehingga luput dari serudukan
kerbau itu. Si kerbau hanya berhasil
menyeruduk tembok yang tebal itu sehingga
puyeng sendiri. Yang menyelamatkan Liong Tiau-hui adalah
si kurus pendek berkedok yang di atas gerobak
itu. Sementara cambuknya berhasil membelit
dan melambungkan tubuh Liong Tian-hui ,dia
juga telah melayangkan tubuhnya dan hinggap
di atas sebuah tembok tinggi di pinggir jalan.
Terhadap tubuh Liong Tiau-hui yang masih
terbelit di ujung cambuk panjangnya, dia
sentakkan kuat-kuat sehingga tubuh Liong Tiauhui tergulung mendekat seringan sebuah
mainan yoyo saja. Terus ditangkap dengan
tangannya yang lain, lalu dijinjing dan dibawa
kabur secepat kilat. Kembang Jelita 6 47 Si kusir gerobak juga tangkas melompat
meninggalkan gerobaknya yang jalannya
semakin tidak karuan. Diapun kabur menyusul
kawannya. Sebelum pergi, ia melemparkan dulu
obornya kepada gerobaknya.
Begitu kena api. gerobak itu meledak hebat.
Langsung berubah menjadi kepingan-kepingan
kayu berapi dan "Kembang api" yang muncrat
ke segala arah. Ternyata rongga-rongga di
antara kayu-kayu gerobak itu dijejali bahanbahan mudah terbakar seperti belerang, bubuk
pembuat petasan, serbuk sendawa dan
sebagainya. Gerobak yang menyala itupun
menabrak kian kemari. Demikianlah, jalanan yang semula hanya
diterangi lampion-lampion yang bergantungan
di depan rumah Cio Kok-thio, sekarang terangbenderang dan hiruk-pikuk tak karuan.
Dalam suasana kacau itulah Helian Kong
bersama Siangkoan Yan dan Bu Sam-kui
meninggalkan arena dengan menyusup ke
sebuah gang yang gelap dan berliku-liku di
Kembang Jelita 6 48 antara rumah-rumah penduduk sekitar tempat
itu. * * * Bu Sam-kui larinya terpisah dari Helian
Kong maupun Siangkoan Yan.
Ia mendapat luka. Sambil mendekap
pundaknya yang mengucurkan darah dengan
telapak kirinya, ia melangkah di lorong yang
entah di mana ujungnya. Pedangnya tak pernah
lepas dari genggaman tangan kanannya.
Untunglah para prajurit lebih mengutamakan menjaga keselamatan Kaisar
serta Co Hua-sun dari pada memburu "para
pengacau" itu. "Keparat, semua ini gara-gara Liong Tiauhui yang kurang pikir dan Helaan Kong yang sok
setia kawan." Ia mengutuk pelan. Pandangan
matanya makin kabur, benda apapun yang
dilihatnya nampak hanya canpuran warna
kuning dan hijau canpur kabut putih yang
Kembang Jelita 6 49 berputar putar tak keruan arah. Itulah tandatanda kekurangan darah.
Ia menyandarkan tubuh ke sebuah tembok
lurautan, terengah-engah memperbaiki napasnya. Mulutnya megap-megap mencari
udara, biarpun udara di lorong itu sarat dengan
bau air kencing para gelandangan.
"Kalau darahku tidak segera berhenti
mengalir, aku akan mampus sebelum pagi."
gumamnya sendiri. Sadar bahwa ia tak mungkin terus-terusan
berhenti di situ, Bu Sam-kui menguatkan
langkah untuk maju lagi. Pedangnya dijadikannya tongkat untuk membantunya
berjalan. Tapi pandangannya makin kabur, matanya
berkunang-kunang, akhirnya dia roboh pingsan.
Tempat robohnya adalah tepi sebidang
tanah kosong berpagar kayu rendah. Tanah itu
ditanami macam-macam sayuran dan buahbuahan, di tengah-tengahnya ada sumur dengan
tiang timba di atasnya. Biarpun dalam
kegelapan, namun Bu Sam-kui masih
Kembang Jelita 6 50 melihatnya sebelum pingsan Ke sumur itulah
sebenar -nya Bu Sam-kui mengarahkan langkah,
na mun tidak Huat lagi dan cuma sampai ke
pagar. Bagaimanapun. itu lebih baik dari pada
sampai ke sumur dalam keadaan begitu lemah.
sehingta bisa terjerumus dan mati tenggelam.
Tak lama kemudian, seorang lelaki
berpakaian bujang muncul dari sebuah pintu
kecil di tombok. Petak rumah itu rupanya
terletak di bagian belakang sebuah rumah
besar, sementara di bagian dalam rumah itu
sayup-sayup kedengaran suara musik pesta.
Tengah orang itu melangkah hati-hati dalam
kegelapan, tiba-tiba Bu Sam-kui mengerang,
sehingga orang itu kaget. Hampir saja ia lari
terbirit-birit karena mengira mendengar suara
hantu. Namun sebelah melihat dan yakin bahwa
yang bersuara itu adalah seorang manusia pula
seperti dirinya, ia jadi berani. Ia dekati tubuh Bu
Sam-kui dan berjongkok di sebelahnya untuk
maneriksa. Kembang Jelita 6 51 Lalu ia bangkit dan menghilang ke pintu
kecil di tembok tinggi itu, namun kemudian
keluar kembali dengan mengajak temannya.
Ditarik-tariknya tangan temannya itu untuk
diajak melihat tubuh Bu Sam-kui.
"Nah, benar tidak kata-kataku.?" katanya.
"Orang ini membawa pedang dan terluka. Dia
pasti adalah salah satu dari orang yang
bertempur di jalanan di depan rumah tadi."
"Celaka ... orang ini pengacau, sedangkan
Kaisar dan beberapa pembesar lainnya sedang
menjadi tamu di tenpat kita, bagaimana baiknya
sekarang?" "Bagiku, langkah pertama yang jelas ialah
tidak membiarkan orang ini mati karena lukalukanya."
'Terus bagaimana?" "Kalau kita laporkan Cu-jin (Majikan) saja"
"Hus! Cu-jin sedang menjamu tamu-tamu
agung di ruang depan, mana mungkin sempat
mengurusi seorang terluka yang tidak dikenal?"
"Bagaimana kalau Toa Hujin (nyonya
besar)?" Kembang Jelita 6 52 'Tubuhnya sering tidak sehat belakangan
ini." "Bagaimana kalau ... penari cantik itu ?"
"Lebih tidak mungkin. Punya kekuasaan apa
dia di rumah ini sehingga kita harus minta
ijinnya" Lagi pula menurut acara yang sudah
disusun, sebentar lagi dia harus menari di
hadapan Kaisar." "Bukan soal kedudukan, tapi harus ada yang
mempertanggung jawabkan tindakan kita ini
seandainya ada pihak yang tidak setuju, apa kita
berani bertanggung jawab sendiri" Minta
dituduh melindungi seorang pengacau" Nyidam
tajamnya golok algojo menimpa tengkuk kita ?"
"Kalau ingin menolong saja begitu
berbahaya resikonya, lebih baik kita biarkan
saja orang ini. Kita cuci tangan bersih-bersih."
Bujang-bujang itu kebingungan. Dalam hati
mereka terjadi pertentangan antara keinginan
untuk menolong, dengan ketakutan janganjangan tindakan mereka itu akan mendatangkan
bencana dari pihak penguasa. Maklum, mereka
Kembang Jelita 6 53 orang-orang kecil yang dalam urusan apa pun
selalu menempati kedudukan yang lebih lemah.
Sementara itu, kembali Bu Sam-kui
mengerang kesakitan dengan mata tetap
terpejam rapat. Akhirnya si bujang tua yang tadi pertama
kali menemukan Bu Sam-kui, bertekad
menolong karena tidak sampai hati. Katanya,
Sudah, biar aku yang tanggung jawab. Klau ada
yang tidak berkenan lalu kepalaku harus
dipenggal, aku rela. Toh aku sudah tua, sisa
umurku tidak banyak lagi. Buat apa sisa umur
disayang-sayang dengan mengorbankan hati
nuraniku?" "Jadi ?"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Bantu aku menggotong dia kepondokku.
Setelah itu jangan bilang siapa siapa."
"Baik. Ayolah."
Begitulah mereka berdua menggotong
tubuh Bu Sam-kui ke pondok bujang tua
bernama A-hok itu. Pondoknya terletak di pojok
kebun itu, tidak jauh letaknya dari sumur.
Kembang Jelita 6 54 Dalam pondok itu hanya diterangi sebuah
lilin besar perabotannya sederhana. Dan A - hok
rela menyerahkan tenpat tidur yang hanya satusatunya di tempat itu untuk ditempati si terluka.
Setelah itu sibuklah ia membukai baju Bu
Sam-kui. membersihkan luka, membubuhkan
obat, membalut dan sebagainya. Semuahya
dilakukan sendiri dengan sepasang tangannya
yang kurus dan berkulit keriput.
Sementara itu, keadaan di depan gedung
kediaman Ciu Kok-thio telah tenang. Para
prajurit berhasil mengatasi keributan. Korban
diantara para prajurit memang puluhan orang,
tewas atau terluka, namun keadaan berhasil
ditenangkan kembali. Terjadinya keributan itu segera dijadikan
alasan oleh Co Hua-sun. "Tuanku, peristiwa ini
menandakan kalau keadaan kurang aman di
Pak-khia, pengikut-pengikut Li Cu-seng rupanya
sudah berani menyusup dan mengacau di sini.
Tidakkah lebih baik Tuanku kembali saja ke
istana?" Kembang Jelita 6 55 Sejak semula memang Co Hua-sun tidak
suka pesta yang diselenggarakan Ciu Kok-thio
ini. Ia tahu Ciu Kok-thio hendak menandingi "Bijin-ke"nya dengan tipu yang sama, tipu yang
efektif mengenai kelemahan pribadi Kaisar
Cong ceng dalam urusan perampuan. Selama ini
Co Hua-sun berhasil memperbodoh Kaisar
dengan menggunakan kecantikan Tiau Kui-hui,
dan kini Ciu Kok-thio berusaha memecah
perhatian Kaisar dari Tiau Kui-hui dengan
menyediakan perempuan yang lebih nuda dan
lebih cantik. Co Hua-sun sudah mendengar
desas-desus, konon perempuan itu adalah
seorang penari dari Soh-ciu, kota asal Ciu Kok
thio dan Ciu Thai-hou, Co Hua-sun tidak suka
itu. Co Hua-sun belum tahu apakah motif Ciu
Kok-thio dengan tindakannya itu. Mungkin
sebagai seorang ayah, Ciu Kok-thio tidak rela
kalau anaknya yang tadinya menjadi "wanita
pertama" disisi Kaisar, sebagai permaisuri, kini
di buang begitu saja karena Kaisar dikuasai oleh
Tiau Kui-hui. Namun melihat betapa Ciu KokKembang Jelita 6
56 thio berhubungan akrab dengan pembesarpembesar "bandel" sema cam Siangkoan Hi dan
lain-lainnya. Co Hua-sun cemas dibalik rencana
itu ada maksud lain yang entah apa. mungkin
untuk menyingkirkan Co Hua-sun pelan-pelan.
Maka bagi Co Hua-sun, yang paling aman
ialah kalau Kaisar hidung belang itu tidak usah
sampai melihat "Umpan" yang disediakan oleh
riu Kok-thio. maklum, biarpun sudah setengah
abad, Kaisar kalau nelihat "daun nuda" terus
saja mendadak "muda kembali" Itulah
kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh pihak
mana saja "untuk berbagai keperluan."
Begitu juga saat itu, meskipun Co Hua-sun
sudah menganjurkan untuk pulang saja ke
istana, namun Kaisar sudah terlanjur
"bersemangat" dan tidak mau dicegah. Katanya,
"Kong-kong, bukankah keamanan di seluruh
wilayah kekaisaran selalu mantap, Kuat,
terkendali, bukankah begitu yang sering Kong
kong laporkan kepadaku" Kenapa sekarang kau
bilang lain" Nah, omonganmu mana yang
benar?" Kembang Jelita 6 57 Keruan Co Hua-sun terpengarah dan salah
tingkah beberapa kejap. Memang selama ini ia
terus mencekoki Kaisar dengan rasa tenteram
palsu tentang wilayah kekaisarannya .untuk
menutupi ke adaan sebenarnya yang semrawut
dan ber golak. Kini tiba-tiba Kaisar memperten
tangkan omongannya sendiri, keruan Co Huasun jadi serba salah.
"Tuanku,... hamba maksudkan ..... apakah
perjamuan ini cukup penting untuk dihadiri
sendiri oleh Tuanku" Bukankah di istana sendiri
sudah cukup berlimpah dengan apa saja yang
Tuanku perlukan?" Waktu itulah Ciu Kok-thio maju dan berkata,
"Co Kong-kong, perjamuan ini kuselenggarakan
untuk menghormati Sri Baginda, tidak ada
maksud lain. Jangan berprasangka yang bukanbukan."
"Ha, dengan kata-kata Kok-thio itu justru
menunjukkan kalau kau punya maksud
terselubung di balik ini!" dengus Co Hua - sun.
Kembang Jelita 6 58 "Co Kong-kong, kau menafsirkan ucapanku
semaumu sendiri, penuh kecurigaan yang kau
tularkan kepada Sri Baginda. Kau benar-benar."
"Sudah!" Kaisar tiba-tiba menengahi. "Aku
kemari bukan untuk disuguhi pertengkaran!
Pokoknya aku harus menghadiri perjamuan
ini!" Mendengar itu Ciu Kbk-thio tersenyum
penuh kemenangan, sedang wajah Co Hua-sun
jadi masam, namun tidak berani berbantahan
lagi. Menang tidak tercegah lagi kemauan Kaisar
itu. Ia ingin melihat si penari Soh-ciu yang
kecantikannya konon menggemparkan itu.
Maka dengan diiringi Ciu Kok-thio. Co Huasun, Siangkoan Hi dan lain-lain pembesar,
Kaisar pun memasuki ruangan perjamuan. Di
bagian luar gedung memang terkesan
pengamanan yang ketat, maka di bagian dalam
justru diusahakan berkesan indah dan santai.
Dihias indah, digelari permadani, terang
benderang oleh ratusan lentera lampion besar,
bagian tengah ruangan dikosongkan untuk
Kembang Jelita 6 59 pertunjukan tari nanti. Semuanya serba indah,
serba mewah, membuat. orang lupa kalau masih
berpijak di bumi, rasanya sudah terbang di
langit lapisan ke tujuh. Bahkan bisa membuai
lupa kalau di luar sana pembersihan mayatmayat belum selesai. Tapi pesta ya pesta, yang
luar ya biar di luar. Namun bukan berarti di tempat; ini tak ada
pengamanan. Justru pengawal-pengawal Kaisar
yang terbaik ditempatkan di sini, disebarkan,
hanya saja tidak menyolok agar tidak
mengganggu suasana santai. Pengawalpengawal itu tidak berseragam sambil "sikep
gaman" tapi memakai jubah pesta yang
beraneka warna dan bertingkah laku tak
ubahnya tamu-tamu lainnya.
Semua berlutut menyambut kehadiran
Kaisar di ruangan itu. sampai Kaisar duduk dan
memerintahkan semuanya bangkit dari
berlututnva dan duduk di tempat masingmasing.
Pestapun dimulai. Kembang Jelita 6 60 Dengan diapit oleh Co Hua-sun yang
cemberut dan Ciu Kok-thio yang berseri-seri,
Kaisar Cong-ceng mulai menikmati hidanganhidangan yang terse dia, sementara musik yang
merdu mengalun dengan lembut. Mata, lidah,
hidung dan kuping dimanjakan sekaligus.
Baik hidangan maupun araknya adalah
Hualitas nomor satu, senua baru sekedar
"pembukaan" dalam usaha untuk membuat
Kaisar larut dalam suasana pesta. Untuk semua
itu, Ciu Kok-thio tidak menghitung lagi biaya
yang harus dikeluarkannya.
Kemudian suara musik berirama lebih
lincah, serombongan ghdis penari berbaris
keluar satu-satu dari pintu samping. Pakaian
indah berkibar dan me nyebarkan bau harum,
langkah mereka gemulai mempesona. Semuanya penari pilihan. Baik wajah, bentuk
tubuh maupun keahlian tari mereka. Soal inipun
Ciu Kak-thio tidak mau ambil yang nomor dua,
melainkan yang nomor wahid.
Disertai decak kagun semua hadirin kecuali
Co Hua-sun, para penari dengan gerakan
Kembang Jelita 6 61 mempesona menghormat Kaisar. Kaisar
tersenyum sambil mengusap-usap jenggotnya,
begitu terpesona sampai cawan araknya hanya
dipegangi saja dan belum juga diminum.
Co Hua-sun diam-diam melirik Kaisar dan
geleng-geleng karena jengkelnya. Pikirnya,
"Kentara sekali si bangsat she Ciu itu sudah
menyiapkan acara ini dalam waktu lama,
dengan amat seksama. "
Musikpun meningkat, dan enambelas penari
itupun mulai beraksi. Mereka semua memegang
kipas bulu berwarna cerah dan menyuguhkan
tarian yang mempesona. Gerak kaki dan
pinggang mereka selemas tangkai teratai yang
mengapung di air kolam, kibaran pakaian
mereka kadang seperti mega berarak dan
kadang seperti ribuan kupu-kupu yang terbang
serempak, bau harum yang tersebar memabuk kan seperti bau taman bunga dewa-dewi
menurut dongeng. Mereka membuat gerakan-gerakan perorangan maupun berkelompok yang indah.
Seperti air bergelombang, atau seperti kembang
Kembang Jelita 6 62 rasaksa yang mekar lalu berhamburan pecah
seperti ribuan kupu-kupu.
Kaisar benar-benar mulai merasa terangkat
ke langit. Sedang wajah Co Hua-sun tetap seperti
orang sakit gigi tiga biji sekaligus.
Sedangkan Ciu Kok-thio puas melihat Kaisar
terpesona. Padahal penari dari Soh-ciu yang
menggemparkan itu be lum keluar.
Tapi setelah merasa waktunya tiba, Ciu Kokthio memberi isyarat kepada seorang
pegawainya yang berdiri di belakang kursinya,
Orang itu memahami isyaratnya dan segera
berlalu. Itu tandanya bahwa si penari Soh-ciu harus
tampil untuk merebut sukma Kaisar.
Kelonpok pemain musik juga sudah
mendapat isyarat. Musikpun tiba-tiba melembut
suaranya. Dencingan Khim hanya seperti air
gemercik di bebatuan, seruling mendesau
seperti hembusan angin sepoi.
Tirai pintu samping tersibak dan muncullah
penari dari Soh-ciu itu. Kembang Jelita 6 63 (Bersambung jilid ke VII)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 22/06/2018 11 : 52 AM
Kembang Jelita 6 64 Kembang Jelita 7 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 7 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid VII Kaisar Cong-ceng sampai lupa martabatnya
sebagi Kaisar, hampir saja ia berdiri dari
kursinya karena kagumnya, selandainya ia
bukan Kaisar tentu malah akan berdiri di atas
kursi. Mulutnya melongo. Di ruangan itu
diangapnya sudah tidak ada orang lain iagi
kecuali perempuan muda yang muncul dari
pintu samping itu. Langkahnya lembut, kecantikannya cemerlang. Setelah menyembah Kaisar dengan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gerak yang luar biasa cengkraman pesonanya,
diapun bergabung denpan enam belas penari
terdahulu, dan mulai menari.
Mata Kaisar Cong-ceng tak berkedip dari
penari yang satu ini. Tadi sebelum dia muncul,
keenambelas penari terdahulu nampak cantik,
Kembang Jelita 7 2 Mata Kaisar Cong-ceng tak pernah berke dip dari
penari yang satu ini Kembang Jelita 7 3 lapi sekarang mereka cuma nampak sebagai
latar belakang belaka bagi si kembang jelita
yang baru muncul ini. Kaisar Cong-ceng mabuk kepayang.
Ciu Kok-thio lalu mendekatkan mulutnya ke
kuping menantunya itu dan bertanya berbisik,
"Tuanku, bagaimana kalau dibandingkan
dengan Tiau Kui-hui ?"
Tidak ada jawaban, sukmanya sedang
melayang-layang. Ia begitu terpesona oleh
penari itu. Ciu Kok-thio tertawa dalam hati, ia bertukar
pandang dengan Siangkoan Hi, dan seperti
bertukar persetujuan bahwa siasat mereka kali
ini ada harapan berhasil. Mereka akan merebut
Kaisar dari tangan Co Hua-sun, tidak dengan
kekuatan pasukan bersenjata, tapi dengan
kecantikan seorang perempuan.
Kemudian Ciu Kok-thio mengulangi
pertanyaan tadi kepada Kaisar dengan suara
Kembang Jelita 7 4 lebih keras, "Tuanku, bagaimana kalau
ditandingkan dengan Tiau Kui-hui ?"
"Eli ... ya ... eh, apa?" Kaisar tergagap.
Terpaksa Ciu Kok-thio harus mengulang
lagi, biarpun sungkan kepada Co Hua-Sun yang
telah melotot ke arahnya. 'Tuanku, bagaimana
dia kalau dibanding kan dengan Tiau Kui-hui?"
"Hem, dia menang jauh dalam segalagalanya."
"Dia siapa" Penari itu atau Tiau Kui-hui?"
"Sudah tentu .... penari itu."
"la seorang yang patut dikasihani. la
seorang gadis desa yang dipaksa dikawinkan,
setengah di jual oleh kakak sepupunya sendiri
kepada seorang pemuda dari Soh-ciu. Ternyata
suaminya adalah seorang pemalas yang tidak
bertanggung jawab, ketika kehabisan uang
karena judi, hampir saja isterinya dijual ke
tempat pelacuran. Tapi berhasil diselamatkan
oleh orang-orang hamba yang kasihan melihat
nasibnya." Biarpun Kaisar Cong-ceng menganggukangguk, sesungguhnya penjelasan mertuanya
Kembang Jelita 7 5 itu terdengar hanya seperti serentetan bunyi
tanpa makna. Mana mungkin Kaisar memperhatikannya selagi seluruh perhatiannya
tercurah kepada si penari cantik"
"Kalau Tuanku menghendaki, dia bisa
hamba suruh ke istana."
Kata-kata inilah yang membuat Kaisar
menoleh kepada mertuanya dan mencari
penegasan, "Benar?"
'Tentu saja benar, Tuanku."
"Gak-hu, kau tidak menyukainya?"
Ciu Kok-thio tertawa pelan, "ah, Tuanku,
hamba sudah terlalu tua untuk urusan macam
itu. Yang terpikir oleh hamba sekarang
hanyalah membahagiakan Tuanku, agar Tuanku
berhasil menjalankan pemerintahan dengan
jiwa dan semangat yang segar."
"Kalau begitu, kirim dia ke istana
secepatnya." "Hamba berbahagia sekali bila tuanku
berkenan menerima persembahan hamba."
Namun Co Hua-sun yang sejak tadi hanya
mendengar dengan hati yang panas, tiba-tiba
Kembang Jelita 7 6 tak dapat menahan kata-katanya lagi, "Ampun
Tuanku, hamba rasa kurang pantas kalau
seorang perempuan yang diambil dari rumah
pelacuran tiba-tiba dibawa ke istana. Itu akan
nembual malu seluruh keluarga kerajaanan."
Cepat-cepat Ciu Kok-thio menyanggah,
"Harap Kong-kong tidak salah dengar
penjelasanku tadi. Perempuan itu belum sampai
menjadi pelacur karena orang-orangku di Sohciu cepat-cepat menebusnya demi rasa
kemanusiaan." "Nah, Kok-thio, sekarang ketahuan niatmu."
sergah Co Hua-sun. "Kau menebusnya di Soh-ciu
lalu dibawa jauh-jauh ke Pak-khia ini,
dipamerkan kepada Sri Baginda, apa maksudmu
d ibalik semua ini?"
Ciu Ko-thiopun tertawa dingin, "Harap
Kong-kong tidak menganggap diriku sebagai
orang yang suka memanfaatkan kecantikan
perempuan untuk meraih kekuasaan dan
pengaruh." Kembang Jelita 7 7 Dalam kata-kata itu terkandung sindiran
kepada Co Hua-sun, kontan membuat wajah si
pemimpin kaum thai-kam itu merah padam.
Bibir Co Hua-sun sudah gemetar dan siap
mendamprat, namun Kaisar Cong ceng
mendahului berkata dengan keras, "Aku di sini
mau menikmati arak dan tarian, bukan
pertengkaran!" Co Hua-sun dan Ciu Kok-thio Lalu samasama bungkam.
Namun Ciu Kok-thio yakin bahwa
rencananya akan berhasil. Ia tahu Kaisar mulai
tertarik kepada penari itu. Berarti ada harapan
untuk menyingkirkan Tiau Kui-hui dari samping
Kaisar, yang berarti juga melepaskan Kaisar
dari pengaruh Co Hua-sun.
Sedangkan Co Hua-sun mulai merasa
posisinya terancam. Pesta itu tak dapat
dinikmatinya, sebab olaknya sedang berputar
keras mencari jalan untuk menyelamatkan
posisinya. Namun baik Co Hua-sun maupun Ciu Kokthio sama-sama bungkam.
Kembang Jelita 7 8 Seiring dengan musiknya, penari, Soh-ciu itu
melontarkan puncak pesonanya yang membuat
Kaisar Cong-ceng sampai seperti orang linglung.
Justru di saat-saat. puncak itulah musiknya
malah melembut suaranya, para penari
beriringan masuk dengan gerakan gemulai
seperti mega terbawa angin.
Kaisar Cong-ceng masih-menatap pintu
samping yang tirainya masih bergetar lembut,
dimana ketujuh belas penari tadi baru saja
menghilang. Kalau saat itu Kaisar ditanyai
sedang sadar atau sedang mimpi, tentu sulit
menja wabnya. Suara tepuk tangan yang meledak di
ruangan itulah yang menyentak Kaisar dari
lamunannya, lalu diapun ikut bertepuk tangan,
bahkan paling keras. Sementara macam-macam
komentar berhamburan di ruangan itu untuk
taraan tadi . "Tarian langit !"
'Tarian para bidadari !"
Dan macam-macam lagi. Kembang Jelita 7 9 Di ruangan itu tak seorangpun tahu bahwa
si penari cantik melangkah ke dalam dengan
perasaan pedih. Perasaan yang tadi harus
disembunyikan dalam-dalam di balik wajah
cerahnya dan keindahan tariannya. Namun
kepedihan yang tak menemukan jalan keluar itu
menghantam ke bagian dalam jiwanya, mengiris
hatinya dengan kejam. Ia merasa, betapa sejak memasuki bahtera
perkawinan maka yang didapatinya malahan
hanya malapetaka demi malapetaka. Dipaksa
menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya,
pria pemalas yang ternyata tidak bertanggung
jawab, dan hampir saja menjual dirinya ke
tempat pelacuran di Soh-ciu. Ketika itulah
muncul orang-orangnya. Ciu Kok-thio yang
sedang ditugaskan oleh majikan mereka untuk
berkeliling negeri, mencari perempuan yang
bisa mengungguli kecantikan Tiau Kui-hui.
Maka Tan Wan-wan, isteri yang malang itu,
tertolong dari rumah pelacuran, namun
pertolongan itu ada pamrihnya. Tan Wan-wan
diboyong ke Pak-khia, dan ia tahu kalau
Kembang Jelita 7 10 kecantikan dan tubuhnya hanya akan
digunakan sebagai "alat politik" bagi Ciu Kokthio. Tan Wan-wan merasa kemanusiaannya
direndahkan, dirinya hanya dianggap barang
yang bisa dipindah-tangankan semaunya,
semuanya begitu leluasa berlangsung atas
dirinya. Karena itulah ia tidak gembira ketika dibalik
pintu ia disambut seorang perempuan setengah
baya yang langsung menghamburkan pujian,
"Hebat sekali tarianmu, Nona Wan-wan. Kaisar
nampaknya terpesona sekali olehmu."
Perempuan itu seorang abdi digedung
kediaman Ciu Kok-thio. Sejak Tan Wan-wan
datang dari Soh-ciu, ialah yang meladeninya dan
mengajarinya dalam banyak hal agar kelak tidak
mengecewakan kalau "dihadiahkan" kepada
Kaisar. Tapi perempuan setengah baya itu
sekaligus juga mengawasi agar Tan wan-wan
tidak beritindak di luar rencana. Tarian malam
itu memang amat memuaskan, maka
perempuan itu gembira membayangkan akan
Kembang Jelita 7 11 mendapat mendapat hadiah besar dari Ciu Kokthio.
Tan Wan-wan tidak menggubris pujian
perempuan yang dipanggilnya bibi Siok itu. la
berjalan melewati Bibi Siok, terus ke kamarnya
sendiri di halaman belakang, di samping sebuah
kolam ikan emas. Bibi Blok terus mengikuti Iangkahnya
sambil tak henti-hentinya menyerocos, "... Nona
wan-wan, ketahuilah bahwa keberuntungan
besar sudah tinggal beberapa langkah di
depanmu. Nona sadar tidak" Kaisar senang
kepadamu, nona akan diambil oleh istana! Oh.
sungguh, ini keberuntungan yang oleh gadis
gadis lain diimpikan saja tidak berani! Tapi
kuharap kelak Nona Wan-wan tidak lupa
kepada jasa Cu-jin (majikan ) kami yang telah
menolongmu dari Soh-ciu. Juga jangan lupa
kepadaku lho." Tan Wan-wan bergegas masuk ke
kamarnya. Disitulah ia tumpahkan kesedihannya dengan menelungkupkan wajahnya di meja. Bibi Siok yang menyusul nyaKembang Jelita 7
12 pun tertegun di ambang pintu. Heran, akan
mendapat "keberuntungan besar" kok malah
menangis sesedih itu"
Pelan-pelan ia melangkah masuk lalu
memegang pundak Tan Wan-wan dari belakang,
lembut, seolah yang disentuh nya adalah sebuah
boneka yang begitu indah, namun juga begitu
rapuh. "Nona Wan-wan, kenapa menangis?"
Penari cantik itu terus menghabiskan
tangisnya tanpa memberi jawaban, melegakan
perasaannya. Kemudian suara tangisnya
mereda pelan, guncangan pundaknya berhenti.
"Nona Wan-wan ..." kembali Dibi Siok
memanggil. Tan Wan-wan mengangkat wajahnya,
menunjukkan wajah maha indah yang kini
justru basah air mata, "Bibi Siok, benarkah aku
perempuan yang paling beruntung" Benarkah?"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itu jelas. Kalau Nona di istana,
kemungkinan bisa diangkat setidak-tidaknya
menjadi Selir Kaisar, bisa mendapat kekuasaan
Kembang Jelita 7 13 besar. Bagaimana bisa dibilang tidak
beruntung?" "Tidakkah aku ini sebenarnya seorang yang
paling malang?" "Lho, kenapa bicara macam itu?"
"Sebab aku ini dianggap bukan manusia,
hanya barang. Diambil dan dilepas semaunya,
seakan aku tidak punya kehandak sendiri.
Apakah nasib seperti itu dikatakan beruntung"
Tidakkah lebih beruntung seorang gadis jelita,
yang biarpun miskin tapi bisa memilih sendiri
calon suaminya, melahirkan dan mengasuh
anak-anaknva, dan hidup bahagia dengan
keluarganya tanpa ada yang memaksakan
kehendak?" Bibi Siok mengaruk-garuk tengkuknya yang
tidak gatal, bingung mencarikan jawaban.
Celaka kalau sampai Tan Wan-wan tiba-tiba
nekad membangkang dan tidak mau dikirim ke
istana, majikannya bisa marah besar kepadanya.
Setelah beberapa saat kebingungan, tibatiba ia menemukan jawaban yang dijiplaknya
dari tukang-tukang cerita pinggir jalanan,
Kembang Jelita 7 14 "Kehendak kita dan garis nasib saling membelit,
Nona Wan-wan. Kadang nasib yang lebih kuat,
sehingga kehendak kita tak berdaya mengatasinya. Namun ada saat kehendak dan
rencana kita sendirilah yang sepenuhnya
menentukan apa yang akan kita alami, bukan
arus nasib. Kalau kita waspada melihat kapan
kita harus pasrah nasib, dan kapan lagi
berontak menyalakan kehendak di saat yang
tepat, kita bisa mencapai kejayaan di masa
depan. Ingat lah riwayat Bu Cek-thian Setelah
suaminya, Kaisar Li Si-bin mangkat, ia hampir
tak berdaya di bawah tekanan nasib. Dia
diharuskan menghabiskan umur sehagai
biarawati di kuil kerajaan, padahal saat itu ia
masih muda dan cantik. Namun biarpun ia
kelihatan hanyut oleh nasib buruk, ia mencari
kesempatan. Ia berhasil keluar dari kuil dan
memikat Kaisar Ko-cong, dan akhirnya
menguasai kekaisaran dalam genggamannya.
Dialah searang Kaisar wanita pertama dalam
sejarah Cina. Coba dia putus asa sewaktu
dirundung nasib buruk, pasti sejarah dinasti
Kembang Jelita 7 15 Tong takkan berhias wanita seperkasa dia.
Pastilah dia hanya akan menghabiskan
umurnya dengan menangis saja di dalam kuil
kerajaan. Contohlah semangatnya, Nona Wanwan"
Kisah Bu Cek-thian memang dikenal luas,
tukang-tukang cerita upahan yang sering
membawakannya. Kadang dibumbui sedikit
"filsafat jalanan" yang kadang dapat menghibur
orang-orang yang berpi ir tak terlalu mendalam.
Kini Tan Wan-wan mendengarnya pula dan
cukup terhibur. Tangisnya sudah reda, namun
kesedihannya belum lenyap sama sekali, la
ingin menumpahknn isi hatinya kepada Bibi
Siok yang selama ini bersikap cukup baik
kepadanya, biarpun dengan pamrih mendapat
hadiah dari Ciu Kok-thio.
"Bibi, hidupku nmang cuna rentetan
kesedihan. Setelah kuterima kabar bahwa lelaki
yang kucintai gugur di peperangan, kedua orang
tuakupun berturu-turut meninggal dunia. Oleh
kakak sepupuku yang harusnya melindungi aku,
malahan aku dijual kepada seorang pemuda tak
Kembang Jelita 7 16 bertanggung jawab dari Soh-ciu. Memang dia
menikahiku, namun ketika uangnya habis di
meja judi, diapun hampir menjual aku di rumah
pelesiran. Dari sana aku ditolong, dibawa ke
Pak-khia, dan di Pak-khia ini aku agaknya
hanyalah sekeping mata uang untuk jual beli
kepentingan-kepentingan orang-orang berkuasa." Bibi Siok termenung, memang dia mata
duitan, tetapi sebagai perempuan dia tersentuh
juga hatinya oleh nasib salah seorang kaumnya
ini. Namun bisa apa dia selain menghibur "Nona
wan-wan, inilah saatnya dimana kehendakmu
seolah ditenggelamkan oleh arus nasib yang
amat kuat. Tapi tetaplah kuat, percayalah, ada
saatnya arus nasib itu melemah atau bahkan tak
terasa sama sekali. Itulah saatnya kau bangkit
menentukan rencanamu sendiri, tapi kalau
sekarang memberontak kepada garis nasib ya
percuma. Tunggulah saatnya."
Tan wan-wan mengusap-usap matanya dan
berusaha untuk tenang, Tanyanya kemudian,
"Dimana Paman A-hok?"
Kembang Jelita 7 17 "Ah, Nona, buat apa kau tanyakan mahluk
aneh yang sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungan manusia itu?"
"Di mana Paman A-hok?"
Yang ditanyakan Tan wan-wan adalah
seorang abdi tua Ciu Kok-thio yang selama ini
baik kepada Tan wan-wan, sehingga Tan Wanwan sering merasa didampingi oleh ayah
kandungnya sendiri. Seorang abdi tua yang
berpikiran sederhana, tidak pintar berfilsafat,
namun kehidupannya sehari-hari adalah "buku,
filsafat" yang patut, disimak oleh semua orang.
Sikapnya terhadap diri sendiri, sikapnya
terhadap orang lain, hamper memenuhi takaran
yang oleh Khong Hu-cu disebut "manusia
susila", Tan Wan-wan sering mendapat
kesejukan jiwa dari ucapan maupun sikap si
Paman A-hok ini. Sedang si Bibi Siok ini, aneh
nya tidak cocok dengan Paman A-hok sehingga
menjulukinya sebagai "mahluk aneh'.'
Namun karena Tan Wan-wan bertanya,
terpaksa Bibi Siok keluar sebentar dari ruangan
itu untuk menyusul seorang abdi yang lain dan
Kembang Jelita 7 18 berkata, "He, kau tahu dimana si mahluk aneh
itu?" "Di pondoknya."
"Suruh kemari. Nona Wan-wan ingin ber
temu dengannya.'' Namun Tan Wan-wan sudah menyusul
berdiri di ambang pinlu dan berkata, "Tidak
usah dipanggil, biar aku yang ke tempatnya."
Terus saja Tan Wan-wan melangkah menuju
ke bagian belakang gedung besar itu. Bibi Siok
cepat-cepal menyusul selolah menyambar
sebuah lampion bertangkai untuk penerang
jalan. Tan Wan-wan berhenti dan menoleh, "Tidak
usah bibi mengikuti aku, sebab aku tidak
mungkin melarikan diri. Jalanan di kota Pakkhia terlalu ruwet dan bercabang-cabang sekian
banyaknya, aku tidak mau kesasar dan menjadi
perempuan gelandangan."
Bibi Siok agak terperangah, namun ia tidak
mau ambil resiko kaburnya Tan Wan-wan. Ia
lalu berdalih, "Jalan ketempat si mahluk aneh
Kembang Jelita 7 19 itu harus melewati kebun, ada pula sumur yang
pinggirannya licin, tempatnya gelap."
"Tidak apa-apa, akan kubawa lampion itu."
Merasa terdesak, akhirnya Bibi Siok terus
terang, "Maaf, Nona, aku bisa dibunuh oleh
Cujin kalau sampai Nona melarikan diri."
"Sudah kukatakan, aku tidak akan kabur
karena takut kesasar di kota besar ini. Sini
lampionnya." "Maaf, Nona Wan-wan, kalau tidak mau lari,
apa keberatannya kuantarkan?"
"Baiklah..." akhirnya Tan Wan-wan menyerah, namun masih menyindir juga,
"Agaknya Bibi adalah bagian dari arus-nasib
yang menenggelamkan aku, menghanyutkan tak
terlawan." Wajah Bibi Siok jadi kelihatan sedih,
sahutnya sambil melangkah di belakang Tan
Wan-wan. "Barangkali. Posisiku sebagai
seorang abdi yang hanya menjalankan perintah
tanpa berkuasa sedikitpun membantah, itulah
arus nasibku. Nona paham bukan?"
Kembang Jelita 7 20 Tan Wan-wan menyesal telah menyindir
tadi, sehingga menyedihkan Bibi Siok yang
selama ini begitu baik. Sesalnya diucapkan
lewat pandang mata tanpa kata ketika ia
menoleh sejenak kepada Bibi Siok.
Keduanya melangkah beriringan.
Di halaman belakang gedung kediaman Ciu
Kok-thio masih nampak penjagaan ketat
prajurit-prajurit istana yang bersenjata terhunus. Maklum, keselamatan Kaisarlah yang
dipertaruhkan. Namun Tan Wan-wan dan Bibi
Siok dibiarkan lewat, malah beberapa prajurit
bersuit kurang ajar untuk alamat Tan Wan-wan.
Seorang prajurit mencoba menepuk pantat
Tan Wan-wan, tapi yang kena pantat Bibi Siok
yang sekokoh pantat Kerbau.
Setelah melewati tembok halaman belakang,
pembatas kediaman Ciu Kok-thio dengan kebun
sayur di belakang rumah, barulah tidak ada
penjaga lagi. Kebun itu nampak gelap-gulita, namun di
pojok kebun nampak kelap-kelip lampu di
gubuk rumah A-hok. Biarpun orang itu sudah
Kembang Jelita 7 21 lama mengabdi kepada Ciu Kok thio, entah
kenapa tidak suka tinggal di lingkungan dalam
kediaman bangsawan itu, tapi lebih suka
menunggui kebun dan sumur di belakang
gedung itu. Tan wan-wan dan Bibi Siok melangkah hatihati di antara lajur-lajur pohon semangka, labu,
kacang dan lain-lainya. Memang gelap, tapi
lentera yang dibawa Bibi Siok cukup
membnntu. "Hati-hati, Nona Wan-wan, beberapa
langkah lagi di sebelah kirimu ada sumur."
Baru saja Bibi Siok memperingatkan begitu,
tiba-tiba tengkuknya kena sambitan sebutir
buah mentah yang entah dari mana arahnya.
Diapun roboh tak sadarkan diri, lampion yang
dipegangnya lepas dan hampir jatuh ke tanah.
Hampir jatuh, namun tidak sampai jatuh,
sebab sesosok tubuh muncul seperti hantu
menyambar tangkai lampion itu.
Mendengar ada sesuatu dibelakangnya, Tan
Wan-wan cepat-cepat memutar tubuh. Ia
hampir saja menjerit ketika melihat tubuh Bibi
Kembang Jelita 7 22 Siok sudah rebuh di antara pohon-pohon sayur,
sedangkan lampionnya sudah dipegangi orang
lain. Tapi ia batal menjerit, sebab pemegang
lampion itu sudah dikenalnya.
Seorang laki-laki berusia kira-kira tigapuluh
lima tahun, bertubuh agak pendek dan amat
kurus, berpakaian sederhana, tapi tatapan
matanya tajam bercahaya. "Oh Hiangcu (hulubalang Oh)....." Tan Wanwan mendesis.
"Benar, Nona Wan-wan. Maaf aku
mrngejutkanmu." "Apakah kedatangan Hiangcu unluk
menemui aku?" Oh Kui-hou menganggukkan kepalanya.
"Benar." "Membawa pesan dari Joan-ong?"
"Tidak. Namun malah ingin menanyakan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa hal kepada Nona untuk dilaporkan
kepada Joan-ong." Suasana hening sejenak, kemudian Oh Kuihou bertanya, "Nona, bagaimana sikap Kaisar
setelah melihat Nona menari ?"
Kembang Jelita 7 23 Tan Wan-wan menarik napas. Ia sadar
bahwa dibalik pertanyaan sederhana soal tarian
itu, ada masalah yang jauh lebih besar di
belakangnya. Masalah perang yang belum
selesai-selesai antara Kerajaan Beng dengan
pemberontak Li Cu seng, yang oleh pengikutpengikutnya
dipanggil dengan sebutan kehormatan "Joan-ong" dan sudah dianggap
sebagai raja. "Kaisar nampaknya senang tarianku" sahut
Tan Wan-wan sambil menunduk. "Yang harus
diperhitungkan adalah Co Hua-sun, dia
kelihatannya mulai tidak suka."
"Hem, si anjing kebiri itu pasti takut kalau
pengaruhnya atas diri Kaisar tersaingi. Terus
bagaimana" Apakah Nona akan segera diboyong
ke istana?" "Soal ini aku belum ada kepastian kapan
waktunya." "Kapan kepastian itu bisa kami kabarkan
kepada Joan-ong?" "Bukankah sudah ada orang-orang kita
dalam istana" Melalui merekalah Hiangcu akan
Kembang Jelita 7 24 "Nona, bagaimana sikap Kaisar setelah
melihat Nona menari?"
Kembang Jelita 7 25 mendapat kabar itu. Mungkin tidak lama lagi."
bicara sampai di sini, tak terasa Tan Wan-wan
kembali menunduk dengan hati teriris pedih.
Makin terasa betapa dirinya hanya sebuah
bidak catur kecil yang dipindah-pindahkan
tempat semau si pemain catur bertangan
perkasa. Sementara itu Oh Kui-hou berkata dengan
bersemangat, "Kalau Joan-ong kelak mencapai
kemenangan, Nona Wan-wan pasti berjasa amat
besar dari ..." sampai di sini barulah Oh Kui-hou
tiba-tiba menghentikan kata-katanya, lalu ber
tanya sambil meninggikan lentera yang
dipegangnya, "eh, Nona Wan-wan, kau
menangis?" Cepat-cepat Tan Wan-wan mengusap
matanya sambil mencoleng, "Tadi memang
menangis sebentar, sekarang sudah tidak."
"Kenapa?" Tan Wan-wan geleng-geleng kepala lagi.
Namun Oh Kui-hou mendesak, "Kenapa"
Apakah Nona Wan-wan tidak suka tugas ini"
Kalau tidak suka ya bilang saja terus terang,
Kembang Jelita 7 26 sebab kami bukan golongan orang yang suka
memaksakan kehendak."
"Aku rela, Hiang-cu. Hanya dengan demikian
hidupku yang kotor ini jadi sedikit ada harganya
buat kaum tertinsas yang nasibnya sedang
diperjuangan oleh Joan-ong. Aku akan terinjakinjak menjadi lumpur busuk, tapi kiranya kelak
di atas lumpur busuk itu akan tumbuh buahbuah kebaikan buat orang banyak."
Tergetar juga hati Oh Kui-hou mendengar
kata-kata yang bernada meratap itu, karena Oh
Kui-hou bukan seorang yang berhati batu. Dia
tahu masa lalu Tan wan-wan di Soh-ciu, tahu
pula apa yang akan dialami si cantik ini setelah
dalam istana kelak. Dirinya akan menjadi titik
pertaruhan nyawa antara Kerajaan Beng dan
Pemberontak, sekaligus juga mengorbankan
tubuhnya menjadi pemuasan nafsu Kaisar Congceng. Oh Kui-hou tahu itu jauh dari impian Tan
wan-wan, jauh dari impian perempuan
manapun yang masih sadar martabat dirinya.
Namun Tan Wan-wan sanggup memikulnya, tak
Kembang Jelita 7 27 lain demi perbaikan nasib jutaan orang yang
menaruh harapan kepada perjuangan Joan-ong.
"Nona Tan Wan-wan, Tak kau kata-kanpun
aku paham penderitaan batinmu, sungguh.
Joan-ong pun akan kubuat mengerti betapa
hebat pengorbananmu demi perjuangan, karena
Nona tetaplah seorang perawan suci dalam jiwa,
biarpun tubuh telah ternoda." kata Oh Kui-hou
bersungguh-sungguh, berusaha menghibur.
"Kita .semua sedang berjuang untuk suatu
tujuan yang besar. Kemenangan bukan anbisi
Joan-ong, kemenangan hanyalah tahapan
perantara untuk menegakkan tatanan baru yang
lebih adil, pengganti tatanan yang sekarang,
yang bobrok dan penuh ketidak adilan."
"Aku paham. Sampaikan hormatku kepada
Joan-ong. Juga rasa bangga bahwa beliau sudi
mempercayakan tugas itu ke pundak wanita
seorang lemah dan penuh noda seperti aku.
Mengangkat aku dari hidup tanpa arti kecuali
sebagai permainan para lelaki hidung-belang,
menjadi sedikit berarti dalam kerangka
perjuangan agung Joan-ong."
Kembang Jelita 7 28 "Dalam pandanganku, Nona bukanlah
seorang yang hina dan lemah, namun seorang
yang perkasa dan berjiwa agung dalam berisan
pejuang. Nona lebih berarti dari seorang
pertapa puncak gunung yang katanya
menyucikan diri tetapi menutup mata terhadap
jutaan sesama manusia yang sedang memperjuangkan kehidupan yang lebih baik.
Nona lebih perkasa dari seorang jenderal di
garis depan yang berjuang sekedar karena
diperintah atau mengharapkan kenaikan
pangkat. Nona adalah pejuang yang tak kalah
nilainya dengan pejuang yang manapun juga di
dalam barisannya Joan-ong !"
Tan Wan-wan menarik napas. Diusapusapnya air matanya sampai kering.
Kemudian Oh Kui-hou berkata lagi, "Nona
wan-wan, kuharap kau meneguhkan jiwa dalam
menjalankan lugas terhormat ini. Jangan sampai
gagal." "Baiklah. Sampaikan hoimatku kepada Joanong."
"Akan kusampaikan. Aku mohon diri, Nona."
Kembang Jelita 7 29 Oli Kui-liou dengan sikap hormat
menyodorkan tangkai lampion itu kepada Tan
Wan-wan. Setelah diterima berkelebatlah tubuh
Oh Kui-hou seperti seekor burung, sekejap
sudah menghilang kebalik tabir kegelapan.
Tan wan-wan termangu-mangu sejenak,
kesedihannya banyak berkurang oleh kata-kata
Oh Kui-hui tadi, jiwanya mendapat banyak
tambahan kekuatan. Dilawannya gambaran
bahwa dirinya cuma seorang perempuan
malang yang hanya bisa meratapi nasibnya..
Bukan. Ia gambarkan dirinya adalah pejuang,
cuma bukan pedang yang digunakannya.
Demikianlah, apa yang tidak diketahui oleh
Kaisar Cong-ceng, Co Hua-sun dan balikan Ciu
Kok-t hio sendiri, tentang diri si penari cantik
dari Soh ciu itu. Kaisar nampaknya akan lepas
dari jerat kecantikan Tiau Kui-bui, tetapi tanpa
sadar akan dimasukinya perangkap yang lain
lagi. * * * Kembang Jelita 7 30 Di pondoknya, A-hok masih si buk
mengobati luka-luka Bu Sam-kui, yang sama
sekali belum pernah dikenalnya namun
diketemukannya telungkup pingsan di dekat
kebun belakang. Tengah ia sibuk dengan obat-obatnya,
didengarnya langkah lembut mendekati pintu
pondoknya, dan suara berkeriut pelan yang
menandakan kalau pintunya sudah didorong
terbuka. "Paman A-hok." A-hok mengenal suara merdu itu, maka dari
ruangan dalamnya dia menyahut, "Aku di sini,
Nona Wan-wan, sedang mengobati orang
terluka. Tan Wan-wan langsung ke ruangan dalam
sambil bertanya, "Siapa yang luka itu, Paman?"
'Tidak tahu. Dia kutemukan di pagar kebun,
dekat sumur. Aku tak tega membiarkan dia
mati." Sejak semula menang Tan Wan-wan kagum
kepada pribadi si abdi tua ini jawaban pendek
dan sederhana itu semua menunjukkan betapa
Kembang Jelita 7 31 perhatian A-hok kepada sesama yang
menderita. Sering Tan Wan-wan diam-diam
membayangkan, seandainya orang berwatak
seperti A-hok ini bukan sekedar seorang hamba,
tapi seorang yang berkuasa, mungkin tidak
perlu ada pemberontakan. Seluruh negara
aman-sentosa, keadilan ditegakkan rakyat tidak
usah jadi pengungsi atau mendaftarkan diri
untuk ikut berperang, karena semua orang
bersaudara. Seandainya. cuma seandainya.
Tan wan-wan menarik napas dan berkata,
"Ada yang bisa kubantu, Paman?"
"Ah sudah hampir selesai. Nona duduk
melihat saja." Memang terlihat luka-luka orang tidak
dikenal itu sudah dibersihkan, dibutohi obat
dan dibalut kain bersih dari sobekan baju A-hok
sendiri. Wajah si terluka itu seperti tidur
nyenyak, cuma kadang-kadang berkernyit
sedikit menahan sakit. "Untung luka-lukanya masih baru dan
belum kena kotoran...." kata A-hok sambil
Kembang Jelita 7 32 membenahi mangkuk-mangkuk obatnya untuk
disingkirkan. "Jadi masih gampang diobati."
Tan Wan-wan cuma mengangguk sambil
menyapukan pandangan di kamar sempit yang
cuma diterangi sebatang lilin itu. Di sandaran
kursi tersangkut sebuah baju berlumuran darah
kering, agaknya kepunyaan si terluka. Di kursi
itu pula tersandar sebatang pedang dalam
sarungnya. Tan wan-wan agak berdebar melihat
barang-barang di ruangan itu. Orang terluka,
pedang dan berlumuran darah. Semuanya
bersangkut-paut dengan sesuatu yang sedang
"mode" jaman itu yaitu kekerasan.
Padahal Tan wan-wan baru saja mendengar
dari para abdi Ciu Kok-thio, katanya tadi ada
keributan hebat yang suaranya terdengar
sampai ke dalam rumah. Katanya ada pengacau
mau membunuh Kaisar, tetapi dapat dipukul
mundur oleh pengawal-pengawal Kaisar.
Mungkin-kah orang terluka yang terbaring di ka
mar A-hok itu salah seorang dari kawanan
pengacau itu" Kembang Jelita 7 33 Sungguh hebat akibatnya kalau sampai
orang-orang dalam gedung itu tahu ada
"pengacau" disembunyikan, bahkan dirawat
lukanya, oleh A-hok yang baik hati. Tan Wanwan mencemaskan A-hok, tapi juga orang yang
luka itu. Tanpa menperhatikan muka Tan wan-wan,
A-hok menumpuk mangkuk-mangkuk kotor itu
untuk dibawa keluar dan dicuci dipinggir
sumur. Kemudian dari arah sunur terdengar suara
kelitak-kelitik A-hok mencuci mangkukmangkuk itu. Sedang dalam kanar. Tan wanwan mengamat-amati orang terluka itu. Seorang
lelaki muda yang tampan dan bertubuh gagah,
kelihatan tangguh juga. Namun saat itu ia tidur
seperti bayi yang kekenyangan.
Tiba-tiba kenangan masa lalu membanjir
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masuk angan-angan Tan wan-wan, teringat
kekasihnya sendiri yang sangat, mirip dengan si
terluka ini. Namun kekasihnya itu dikabarkan
telah gugur dalam peperangan. Seandainya
tidak yakin kekasilinya gugur, diancam dengan
Kembang Jelita 7 34 kematianpun belum tentu Tan Wan-wan sudi
dinikahkan dengan lelaki lain.
Keluhan tertahan dari si terluka itu
membuat Tan wan-wan tersentak dari
lamunannya. Dilihatnya kepala si terluka itu
bergerak-gerak gelisah di atas bantal, mulutnya
menggumam lirih, "Air ...air..."
Hampir saja Tan Wan-wan meneriaki
Paman A-hok dari jendela, agar datang
menolong. Namun melihat A-hok masih sibuk,
Tan Wan-wanpnn mengambil keputusan, kalau
cuma memberi minum si terluka saja rasanya
tidak perlu merepotkan A-hok.
Rintihan si terluka makin keras. Bergegas
Tan Wan-wan menuangkan secawan air dingin
ke mangkuk, lalu dibawa mendekat ke
pembaringan, tangan kiri hati-hati menyangga
kepala Bu Sam-kui untuk diangkat sedikit,
tangan kanan meminumkan cawan air ke
mulutnya. Namun karena kepalanya kurang
terangkat, lebih banyak air yang tumpah
berceceran daripada yang masuk ke mulut.
Kembang Jelita 7 35 "Air...." rintih Bu Sam-kui dengan mata
terpejam, lidahnya menjilat-jilat sekitar
mulutnya. Tan Wan-wan bingung sebentar, lebih dulu
ia letakkan kepala orang itu di bantal untuk
ditinggal mengambil air lagi, lalu ia balik ke
pembaringan. Kali ini agar orang itu bisa minum
dengan baik, ia mengangkat dan memangku
kepala Bu Sam-kui serta dipeluk dengan lengan
kirinya. Wajah Tan Wan-wan sedikit merah
ketika kepala itu menyandar ke dadanya.
Dengan hati-hati ia meminumkan air dengan
tangan kanannya. Kali ini cuma sedikit yang
tumpah, sebagian besar isi mangkuk berhasil
dininumkan. Mula-mula Bu Sam-kui merasa antara sadar
dan tidak, rubuhnya amat panas seperti
terbakar, tenggorokannya seolah sisi-sisinya
saling melekat satu sama lain karena keringnya.
Namun setelah mulutnya kemasukan semangkuk besar air, badannya jadi agak segar,
kesadarannyapun sedikit demi sedikit mulai
kembali. Kembang Jelita 7 36 Justru saat itulah ia heran akan bau harum
yang memasuki hidungnya, sementara kepalanya bersandar di dada yang lembut
seorang gadis, membangkitkan kenangan
lamanya ketika masih bayi dan bersandar
nyaman di dada ibunya. Bu Sam-kui membuka matanya, dun
hampir-hanpi terpekik tak mau percaya ada
wajah begitu jelita hanya sejengkal di atas
wajahnya. Seorang perempuan muda yang
masih dalam dandanannya sebagai penari,
ditambah harumnya tubuhnya, membuat Bu
Sam-kui mengira kalau diri-nya sudah mati dan
sampai di tempat tinggal para bidadari.
"Apakah aku sudah...sudah.." rintih Bu Samkui tanpa sekejappun la kehilangan kenikmatan
indera penglihatannya saat itu.
"apakah aku sudah di kahyangan?"
Tan wan-wan menjadi merah tersipu
wajahnya. Pelan-pelan diletakkannya kepala Bu
Sam-kui kembali ke bantal, katanya, "Istirahatlah dan jangan berpikir yang bukanbukan. Mau minum lagi?"
Kembang Jelita 7 37 "Apakah kau bidadari?" tanya Bu Sam-kui
sambil dengan susah menggapaikan tangan,
ingin menyentuh Tan wan-wan, tapi cuma kena
tepi pembaringan. "Ah, ngaco." betapapun juga Tan Wan-wan
sebagai wanita merasa bangga kecantikannya
dikagumi. Sejenak melupakan lainya, kecantikan itu pulalah yang menyebabkan
rentetan nasib buruknya. la melangkah keluar dengan niat memanggil
Paman A-hok, sementara di belakangnya masih
didengarnya Bu Sam-kui memanggil-manggil
lirih, "Oh sang dewi ... jangan pergi. Tetaplah
bersamaku manusia yang hina ini?"
Apa mau di kata "sang dewi" sudah
menghilang di balik pintu. Harum tubuhnya
masih tertinggal di ruangan itu, dan Bu Sam-kui
menyedot bau itu sekuat-kuatnya.
Yang muncul kemudian malah seorang
lelaki tua, wajahnya buruk namun cahaya
matanya sangat menyejukkan. dalam pikiran Bu
Sam-kui yang masih kacau itu, orang ini pun
tentu sejenis dewa atau malaikat.
Kembang Jelita 7 38 "Di mana bidadari tadi" Di mana?" Bu Samkui berusaha bangkit sambil mengigau.
A-hok tertawa terkekeh, cepat-cepat ia maju
memegangi tuhuh Bu Sam-kui agar tidak jatuh
dari pembaringan, sambil berkelakar, "Bidadarinya sudah pulang ke langit, naik bunga
teratai." "Apakah aku juga sudah di .... di langit?"
"Masih di bumi."
'Jadi.... jadi aku masih ... masih ____"
"Bet uI, masih hidup."
"Kau yang menolongku?"
"Ya." "Terima kasih."
"Istirahatkan tubuh dan pikiranmu, lukamu
tidak berat." Bu Sam-kui tidak berkata apa-apa lalu
berbaing saja sambil berangan-angan, sampai
rasa kantuk menyerbu dan menguasai seluruh
tubuhnya, la tidur dan mengimpikan "sang
dewi" tadi. * * * Kembang Jelita 7 39 "Dimana bidadari tadi"Dimana?" Bu Sam-kui
berusaha bangkit sambil mengigau.
Kembang Jelita 7 40 Hari itu penjagaan di Istana Kerajaan lebih
ketat dari biasanya. Setelah kemarin sore terjadi
keributan hebat di tempat kediaman Ciu Kokthio, mertua Kaisar, maka piliak istana merasa
perlu meningkatkan pengamanan. Banyak yang
menduga kalau pengikut-pengikut si pemberontak Li Cu-seng sudah menyusup ke
ibu kota negara. Namun Co Hua-sun diam-diam
punya dugaan lain. Bukan cuma pengikutpengikut Li Cu-seng yang dicurigai, tapi iapun
tahu ada sekolompok perwira Tentara Kerajaan
yang tidak puas melihat pengaruh dirinya atas
diri Kaisar. Namun hal itu belum pernah diutarakan
oleh Co Hua-sun kepada Kaisar, kuatir kalau
Kaisar tanya panjang lebar, siapa saja yang tidak
suka, kenapa tidak suka, mana buktinya dan
sebagainya, yang tentu akan merepotkan Co
Hua-sun untuk menjawabnya sampai Kaisar
dapat diyakinkan. Saat itu Co Hua-sun merasa
lebih laik diurus sendiri saja, dengan caranya
sendiri. Kembang Jelita 7 41 Bagaimana pun ketatnya penjagaan istana,
namun ketika Sinshe Hong datang diiringi
seorang kacung pemikul kotak obatnya di dekat
pintu Hou-ci-mui di belakang istana, para
penjaga langsung mengijinkannya masuk. Para
penjaga sudah hapal kepada Sinshe yang sering
memeriksa Puteri Tiang-ping yang sejak kecil
bertubuh sakit-sakitan itu.
Tapi kacung Sinshe liong itu agak menarik
perhatian penjaga, sebab bukan orang biasanya.
Itu seorang lelaki muda bermuka pucat
kekuning-kuningan, kalau menyeringai kelihatan giginya yang coklat-coklat itu dan
pakaiannya kedodoran. "Sinshe, ke mana kacungmu yang lama."
tanya seorang penjaga yang sudah kenal tabib
itu. "Oh, maksudmu si A-bun" Dia sedang pulang
kampung." Sahut Sinshe Hong sambil tertawa
terkekeh, "ini pembantuku yang lain, namanya
A-kong. He, A-kong, berilah hormat kepada
tuan-tuan ini Kembang Jelita 7 42 "Kacung" itupun meletakkan kotak ohat
yang dicangklong di pundaknya, lalu memberi
hormat kepada penjaga-penja ga pintu Hou-caimui itu.
Kata si komandan penjaga, "Sinshe, biarpun
kau sudah kami kenal baik, tapi kami tetap
harus menggeledah kotak obatmu. Kami harus
menjalankan keawajiban sebaik-baiknya."
"Ooo, silakan...silakan. A-kong buka kotaknya!" Penggeledahanpun berlangsung, tapi tidak
lama. Dalam kotak obat maupun pada tubuh
Sinshe Hong dan A-kong tidak terdapat sesuatu
yang patut dicurigai. Maka mereka pun di
ijinkan". "Silakan jalan terus, sin-she, perlu kami
antar sampai bangsal tuan puteri?"
"Tidak usah, terima kasih. Aku sudah sering
ke mari dan sudah hapal jalannya."
Tabib itu kemudian memasuki kompleks
istana yang disebut Ci-kim-shia (Kota
Terlarang). Sebuah kumpulan kediaman yang
terdiri dari entah berapa ratus rumah, lorong,
Kembang Jelita 7 43 gang, bangsal, pasiban, pondok, kolam hias,
taman bunga, jalan setapak, air terjun buatan,
pagodaa-pagoda, menara jaga, perpustakaan
dan sebagainya yang semuanya tersusun serba
rapi, nyaman dan indah. Maklumlah, kota
terlarang itu bukan hasil kerja sehari dua hari
saja tapi sudah berabad-abad. Sejak jaman
Kerajaan Liao menguasai belahan utara daratan
cina, Pak-khia disebut. Lam-khia (ibu kota
selatan), sedang di jaman dinasiti Beng itu kalau
menyebut Lam-khia ya langsung kesebuah kota
di selatan, tidak jauh dari Hang-ciu di muara
Sungai Tiang-Kang. Kemudian ketika dinasti
Liao digantikan Kin, kota itu disebut Tai-toh,
ketika dinasti Goan berkuasa, ganti nama lagi
dalam bahasa Mongol "Kambuluk", lalu dinasti
Beng sejak Kaisar Yung-lo. Ratusan Kaisar per
nah menghuni istana itu. Tiap kali ada yang
diperindah atau ditambah, maka sampai jaman
Kaisar Cong-ceng itu sudah demikian luasnya
sehingga seperti sebuah kota. Kota di dalam
kota. Kembang Jelita 7 44
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kacung Sinshe liong itu bukan lain adalah
Helian Kong yang menyamar, sesuai dengan
pesan Puteri Tiang-ping. Sudah lama Helian
Kong tinggal di Pak-khia, namun istana itu
hanya pernah dilihatnya dari luar dinding,
belun pernah memasukinya. Maka setelah kini
berkesempatan memasukinya, bukan main ia
terheran kagum akan luas dan indahnya bagian
dalam istana kekaisaran itu.
Selain itu juga terasa betapa setiap jengkal
tanah diamankan dengan ketat Setiap kali
Helian Kong melihat regu-regu pengawal istana
yang berseragam mentereng dan memanggul
senjata. Mereka terbagi dalam betierapa pasukan
seperti Gi-lim-kun, Kim-ih-wi, Han-lim kun,
Lwe-teng-wi-su, Gi-cian-si-wi dan sebagainya
yang tugasnya berbeda-beda. Han-lim-kun
misalnya, adalah pengawal khusus untuk ruangruang dokumen kerajaan serta penyimpanan
pusaka-pusaka kerajaan. Gi-cian-si-wi adalah
pengawal yang harus selalu berdekatan dengan
Kaisar untuk menjaga keselamatannya. Dan
Kembang Jelita 7 45 begitu pula pasukan-pasukan lain dengan tugas
khususnya masing-masing. Bahkan selain prajurit-prajurit istana itu
juga nampak abdi-abdi istana, para thai-kam,
menggantungkan pedang di pinggang masingmasing.
Melihat itu, Helian Kong membatin dengan
perasaan kurang senang, "Seingatku masih ada
peraturan bahwa para thai-kam tidak boleh
bersenjata, tapi kulihat mereka semua
membawa senjata. Apakah peraturan itu sudah
tidak berlaku" Dan kenapa para pengawalpun
tidak berani menegur atau mengingatkan para
thai-kam itu" Hem, kalau melihat gelagatnya,
banyak di antara penghunl istana yang sudah
dipengaruhi Co Hua-sun, kalau melihat
gelagatnya macam ini, tidak heran kalau Kaisar
tak berkutik dalam cengkeraman Co Hua-sun,
jadi seperti boneka wayang di tangan dalangnya
saja." Sementara itu ia terus melangkah mengikuti
Sinshe Hong belok sana belok sini, entah kapan
sampai ke tujuan. Helian Kong membatin, kalau
Kembang Jelita 7 46 dirinya dilepaskan sendirian di tengah istana
itu, pasti akan tersesat. Untung Sinshe Hong
agaknya paham tempatnya. Kemudian mereka masuk kawasan istana
yang tidak lagi dijaga para prajurit, melainkan
oleh para thai-kam, bersenjata. Mereka
berseragam jubah merah tua, ikat, pinggang
hitam, topi hitam persegi dengan hiasan bulu
burung di tengah jidat, topi itu diikatkan ke
bahah dagu dengan tali hitam. Mereka ber
senjata semua. Dan senjata itu bukan cuma
untuk gagah-gagahan, sebab para thaikam yang
berjumlah kira-kira sepuluh ribu orang itu oleh
Co Hua-sun diwajibkan ikut latihan si lat .
Para thai-kam adalah lelaki yang sudah
dikebiri, sehingga mereka tidak mungkin lagi
melakukan hubungan jasmani dengan perempuan. Mungkin karena kekurangan it.ulah
mereka jadi bertabiat aneh. Mereka mencari
pengganti dari "kenikmatan yang hilang" itu
dongan cara menghimpun kekuasaan sebesarbesarnya. Dan karena sudah tidak lagi
memikirkan urusan seks, mereka lebih gigih
Kembang Jelita 7 47 dalam latihan silat dibandingkan kaum lelaki
yang masih "komplit".
Karena itulah Helian Kong tidak berani
memandang enteng mereka, apa lagi mereka
berjumlah besar dan nampak di segala sudut
istana. Memasuki "wilayah kekuasaan" para thaikam, Sinshe Hong dan Helian Kong kembali
digeledah dengan teliti. Agaknya para thai-kam
ilu tidak mempercayakan keamanan istana
hanya dari hasil-kerja para penjaga di gerbang
luar istana. Kemudian mereka di ijinkan lewat dan
langsung menuju bangsal Puteri Tiang-ping
yang berdekatan letaknya dengan bangsal
Permaisuri Ciu llong-hou.
Bangsal Puteri Tiang-ping begitu indah,
seperti sebuah pulau yang terapun di tengahtengah ribuan teratai dipemukaan kolam yang
mengitarinya. Untuk menyeberang, Hong Sinshe
dan Helian Kong harus lewat sebuah jembatan
yang bersudut-sudut, berpagar ukiran kayu
bercat merah. Kembang Jelita 7 48 Para Thaikam hanya berjaga sampai bagian
luar jembatan itu, selebihnya adalah wilayah
"kekuasaan" dayang-dayang pribadi puteri
Tiang-ping sendiri. Maklumlah kediaman puteri
Kaisar Cong-ceng sendiri. Tidak sembarangan
orang boleh masuk. Namun agaknya Sinshe
Hong tergolong ke dalam yang 'tidak
sembarangan" itu. dan HeIian Kong mengikutinya. Mereka tiba di bangsal, dua orang dayang
langsung menyambut mereka dan mengantar ke
hadapan Puteri Tiang-ping.
Puteri Tiang-ping saat itu berdandan benarbenar selayaknya seorang Puteri Kaisar,
kecantikannya nampak menyilaukan. Namun ia
juga kelihatan begitu rapuh dengan wajahnya
yang pucat. Ketika Hong Sinshe dan Helian Kong
menghadap, Puteri sedang membaca buku.
Namun ketika tabib dan "kacungnya" itu
berlutut di depannya, Puteri Tiang-ping pelanpelan meletakkan kitabnya. Sambil tersenyum
ia mengawasi "kacung" Tabib Hong yang
berlutut di sebelahnya itu.
Kembang Jelita 7 49 Kemudian dengan gerak tangannya ia
menyuruh dayang-dayangnya pergi dari
ruangan itu. Para dayang berlutut, homat
sobelun berlalu. Hanya dua orang dayang
diperintahkan tetap tinggal di situ, merekalah
Hui-hun dan Pek hong, yang paling dipercayai
Puteri Tiang-ping, meskipun dayang-dayang
lain juga cukup dipercayai.
Kini di ruangan itu hanya ada lima orang.
lalu berkatalah Puteri Tiang-ping kepada
Sinshe Hong dan *Helian"Kong, "Silakan duduk."
"Terima kasih, Tuan Puteri."
"Hong Sinshe, aku mengucapkan terima
kasih atas kesediaanmu membantu rencanaku
dengan menjalankan pesanku."
"Hamba gembira bisa membantu Tuan
Puteri.," "Kuharap Sinshe menjaga urusan ini agar
tetap dirahasiakan baik-baik. Bersikaplah
bahwa Helian Hu-ciang benar-benar kacungmu,
paham?" "Hamba mengerti, Tuan Puteri."
Kembang Jelita 7 50 "Nah, Hui-hun, antarlah Hong sinshe ke
kamar biasanya dia menginap kalau di istana
ini. Helian Hu-ciang tetap di sini."
Hong Sinshe berlutut sekali lagi, kemudian
berlalu dengan di antarkan si dayang Hui-hun.
Setelah Hong Sinshe lenyap di balik pintu,
Puteri Tiang-ping bertanya, "Helian Hu-ciang
kesudahan-peristiwa keributan di depan rumah
kakek kemarin sore?"
"Hamba dan Siangkoan Yan melarikan diri,
sehingga tidak tahu bagaimana nasib kedua
perwira San-hai-koan itu. Kuat dugaan hamba
bahwa mereka dapat menyelamatkan diri
musing-masing; Hamba ingin menyelidiki nasib
mereka, tapi dikejar waktu untuk memenuhi
perintah Tuan Puteri."
"Siapa nama kedua perwira itu?"
"Yang hampir dibunuh orang-orangnya Co
Hua-sun itu ternama Liong Tiau-hui, sedang
yang bersama kita itu bernama Bu Sam-kui
"Mudah-mudahan mereka selamat. Keberanian mereka akan menimbulkan
Kembang Jelita 7 51 semangat penwira-perwira lain yang selama ini
juga tidak suka kepada Co Hua-sun."
"Mudah-mudahan. Tuan Puteri, hamba
diberi tugas oleh rekan-rekan hamba untuk
menghadap Kaisar dan menyampaikan beberapa laporan penting yang dimohon
perhatiannya dari Kaisar sendiri. Laporanlaporan itu sebetulnya sudah ditulis dan
disalurkan lewat prosedur resmi di Peng-po
Ceng-tong. Namun pegawai -pegawai Peng-po
Ceng-tong banyak yang korup dan menjadi kaki
tangan Co Hua-sun, sehingga rekan-rekan
hamba yakin laporan mereka tentu sudah
masuk keranjang sampah, sebab Co Hua-sun
tentu tidak mau Kaisar menerima laporanlaporan yang jujur itu. Karena itulah hamba
diberi kepercayaan oleh rekan-rekan,
Tuan Puteri dan Hong Sinshe."
Puteri Tiang-ping mengangguk "Aku dengar
hal yang kurang lebih sama dari Adik Yan.
Namun di istana inipun kaki-tangan Co Hua-sun
tersebar di mana-mana, tidak mudah buatmu
Kembang Jelita 7 52 unitk menghadap Hu-hong (ayah handa Kaisar)
demikian saja. Maka sabar dan sembunyikan
dulu dirimu di sini, akan kucarikan waktu dan
cara yang tepat untuk bisa menghadap Huhong."
Helian Kong termangu sambil menge rutkan
alisnya, katanya kemudian, "Hamba mohon
ampun kalau kata-kata Hamba tidak berkenan
dihati Tuan Puteri. Hamba punya sebuah usul."
"Katakan." "Ampun Tuan Puteri. Bukan maksud hamba
untuk menyuruh-nyuruh Tuan Puterri tetapi
tidakkah Tuan Puteri lebih mudah menghadap
Kaisar untuk menyampaikan laporan-laporan
itu" Bukankah sama saja kalau Kaisar
mendengarnya dari mulut hamba atau dari tuan
Puteri" Sekali lagi hamba mohon ampun, 'l'uan
Puteri Puteri Tiang-ping geleng-geleng kepala
sambil menarik napas, "Tidak sama, Hu-ciang.
Sudah terlalu sering aku menghadap dan bicara
kepada Hu-hong, berusaha menyadarkan
betapa perlu memperhatikan situasi di luar
Kembang Jelita 7 53 istana ini, dan jangan Cuma mempercayai
laporan penuh kata-kata manis yang diajukan
Co Hua-sun. Namun pengaruh Co Hua-sun
begitu kuat atas diri Hu-hong. Sedang katakataku oleh Hu-hong hanya dianggap omongan
bocah ingusan yang sok pintar."
Helian Kong ikut-ikutan menarik napas.
Sementara Puteri Tiang-ping berkata lagi,
"laporaan itu akan mendpat perhatian lebih dari
Hu-hong, kalau kau sendiri yang menyampaikannya, Hu-ciang. Kalau Hu-Hong
tahu bahwa kau adalah perwira yang tahu
banyak situasi di luar istana,"
Tidak bisa lain Helian Kong terpaksa
menyetujui rencana Puteri Tiang-ping itu.
Kemudian kata puteri itu. 'Nah, sekarang aku
persilakan Hu-ciang istirahat dulu bersama
Hong Sinshe dan tunggu kabar dariku. Tetaplah
dalam samaran itu." "Baiklah. Hamba dan teman-teman sekalian
menyampaikan terima kasih atas peran-serta
Tuan Puteri yang begitu bersungguh-sungguh."
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembang Jelita 7 54 "Jangan bicara demikian. Justru aku yang
patut berterima kasih kepada Hu-ciang dan
kawan-kawan Hu-ciang, yang begitu bersungguh-sungguh bekerja demi negara.
Mudah-mudahan laporan Hu-ciang akan
menyadarkan Hu-hong akan kewajibannya
sebagai pemimpin, tidak hanya ...."
Bicara sampai di sini, Puteri Tiang-ping
menghentikan kata-katanya dan menundukkan
wajahnya yang muram. Helian Kong paham
benar penyebabnya. Tentu karena kegandrungan Kaisar terhadap Tiau Kui-hui.
sehingga Permaisuri Ciu, ibunda Puteri Tiangping, jadi tersisih dan lebih banyak mengurung,
dalam kesedihannva. Hanya tampil terpaksa
kalau ada acara-acara resmi kenegaraan.
Namun Helian Kong t idak mengungkit soal
itu, agar tidak membuat Puteri Tiang-ping
semakin bersedih. Helian Kong kemduan sudah bangkit dari
kursinya untuk berlutut sebelum pergi, namun
Puteri Tiang-ping tiba-tiba mencegahnya,
'Tunggu sebentar, Hu-ciang.
Kembang Jelita 7 55 "Hamba Tuan PuLori."'
"Apakah Hu-ciang tahu kesudahan perjamuan di rumah Kakek" Eh, maksudku
apakah Hu-hong merasa senang dongan acara
tarian yang diselenggarakan oleh Kakek?"
Puteri Tiang-ping seboetulnya malu
menanyakan soal ini, sebab sama saja dongan
membicarakan watak hidung belang Kaisar
Cong-ceng, ayahandanya. Tapi ia ingin tahu
juga bagaimana hasil dari siasat Kakeknya
menyuguhkan penari dari Soh-ciu, untuk
memecah hubungan Kaisar dongan Tiau Kuihui.
Sayang Helian Kong menggelengkan
kepalanya. "Setelah terlibat dalam keributan itu,
hamba tentu saja tidak berani berada lebih lama
ditempat itu! Hamba dan Siangkoan Yan kabur
terpisah dengan Bu Sam-kui yang entah ke
mana larinya. Jadi hamba tidak tahu bagaimana
kesudahannya pesta itu. Dengan lesu Puteri Tiang-ping menyandarkan punggungnya ke kursi, mere
nung beberapa delik lalu berkata, "Hu-ciang,
Kembang Jelita 7 56 kau boleh mengundurkan diri dan berisitirahatlah." Kali ini Helian Kong benar-benar
mengundurkan diri setelah berlutut menghormat. Dayang Puteri Tiang-ping yang
bernama Pek-hong itu mengantarkan Helian
Kong ke tempat istirahatnya, agar tidak tersesat
di istana yang luas itu. Seharian penuh kerja Sinshe Jong dan
Helian Kong hanya bercakap-cakap di tempat
yang disediakan itu, di sayap kanan bangsal
Puteri Tiang-ping. berasa kikuk Juga Helian
Kong karena di bangsal itu hanya dirinya dan
Sinshe Hong yang laki-laki, di tengah puluhan
wanita penghuni bangsal. Tapi menjelang sore, ketika Helian Kong
keluar melongok keluar jendela, ia lihat seorang
anak lelaki berumur kira-kira sepuluh tahun,
berpakaian indah, sedang bermain-main di
pinggir kolam dengan diiringi beberapa dayang
dan thai-kam. Kembang Jelita 7 57 "Siapa anak itu?" Helian Kong bertanya
kepada Sinshe liong. Lebih dulu Sinshe Hong menjulurkan
kepalanya keluar jendela untuk menjenguk,
barulah menjawab, "Cu-sam Thai cu Putera
Mahkota." "Masih begitu kecil"'
"Ya." "Sungguh memprihatinkan."
Sinshe Hong menoleh heran, "Kenapa
memprihatinkan" Negeri tetangga kita, Kerajaan Ceng, kaisarnya juga masih kecil.
Kaisar Sun-ti." Helian Kong diam karena dia tidak mau
berbantahan dengan Sinshe Hong. Hanya dalam
hatinya ia merasa cemas akan nasib negaranya.
Kalau Kaisar Cong-ceng yang saat itu sudah
berusia setengah abad tiba-tiba meninggal
dunia, dan hal itu bisa terjadi sewaktu-waktu,
sedangkan Putera Mahkota masih kecil itu,
tidakkah negara akan jadi kacau karena
perebutan kekuasaan"
Kegelisahan itu teras mengganggunya.
Kembang Jelita 7 58 Tak terasa langit sorepun menjadi makin
gelap, cahaya membara yang semula masih
tersisa di langit, pelan tergulung oleh warna
kelam yang makin menguasai langit.
Di Komplek istana yang luas itu, segera
nampak para abdi istana menyalakan lilin atau
lentera di tempat-tempat yang diperlukan.Di
pintu-pintu gerbang luar, yang dinyalakan
adalah obor-obor besar. Waktu itulah muncul Hui-hun. dayang
kepercayaan Puteri Tiang-ping, dan berkata
kepada Helian Kong, "Tuan Puteri mengundang
Hu-ciang. Helian Kong membenahi pakaiannya cepatcepat, lalu bergegas mengikuti dayang itu. la
tidak dibawa ke tempat yang tadi, melainkan ke
sebuah ruangan lain yang lebih tertutup. namun
masih termasuk di dalam lingkungan keputren.
Begitu masuk ke ruangan, dilihatnya wajah
Puteri Tiang-ping lebih cerah dari pagi tadi.
Helian Kong lalu berlutut menyatakan
hormatnya. Kembang Jelita 7 59 "Hu-ciang, bangunlah." kata Puteri Tiangping. Lalu telunjuknya yang lentik menuding
setumpuk pakaian dan peralatan bercukur yang
terletak rapi di atas sebuah meja kecil. Kuharap
kau ganti samaran. dari kacung tabib menjadi
thai-kam, karena itu cukurlah kumis dan
jenggotmu sampai licin, dan kenakan pakaian
itu." Demi keberhasilan menghadap Kaisar,
Helian Kong mau melakukan apa saja. "Baik,
Tuan Puteri." jawabnya.
Dengan diantar oleh Hui-hun, ia masuk ke
sebuah kamar lain di samping ruangan itu.
Beberapa saat kemudian, ketika ia muncul
kembali, ia sudah bertampang mirip sekali
dongan seorang thai-kam. Karena ia seorang
lelaki normal, tentu saja janggut maupun
rahang-nya tak bisa selicin para thai-kam yang
aseli. Namun setelah di pupuri sedikit. sulitlah
ia dibedakan degan para thai-kam lainnya.
Puteri Tiang-ping menahan keluarnya tawa
dengan telapak tangannya. Lalu komentarnya,
"Penyanaran yang hampir sempurna. Tetapi
Kembang Jelita 7 60 jalanmu masih terlalu gagah, cobalah sedikit
berlenggok seperti thai-kam asli."
Beberapa saat Helian Kong diruangan itu
"belajar jalan" kembali seperti masih bayi dulu,
sampai Puteri Tiang-ping menganggapnya cukup. "Hu-ciang, malam ini Hu-hong ada di
bangsal Cun-hoa-kiong. Sungguh suatu keberuntungan buatmu bahwa malam ini Huhong ingin sendirian, tidak di-temani oleh Tiau
Kui-hui. Maka malan ini Hu-ciang bisa ke sana.
Hui-hun akan mengantarmu."
Semangat Helian-kong berkobar mendengar
itu. la berlutut menghormat lagi, kemduian
mengikut i Hui-hun ke Cun-Hoa-kiong.
Sepanjang jalan ke Cun-hoa-kiong, mereka
berdua banyak berpapasan dengan thai-kam
bersenjata, namun tidak ada yang mencurigai
Helian Kong. Hui-hun sudah dikenal sebagai
dayang pribadi Tian-ping, maka siapa yang
curiga melihat Hui-hun jalan beriringan dengan
seorang "thai-kam?"
Kembang Jelita 7 61 Helian Kong sendiri terbesar hati. la tahu
jumlah thai-kam di istana itu begitu banyak dan
tidak semuanya saling mengenal. Maka tiap kali
berpapasan dengan thai-kam lain, Helian Kong
bersikap wajar saja. Akhirnya mereka tiba di sebuah bangsal
yang tidak kalah indah dengan kediaman Puteri
Tiang-ping tadi. Dan melihat ketatnya
penjagaan di tempat itu, Helian Kong menduga
kalau sudah dekat dengan tujuannya tempat
Kaisar sedang berada. Helian Kong bukan penakut. Tapi sebagai
manusia biasa ia tegang juga menghadapi
pertaruhan nasib itu. Kalau Kaisar berkenan
kepada laporannya maka tak ada masalah,
dirinya akan aman biarpun Co Hua-sun jelas
bakal marah dan tidak suka. Bagaimanapun Co
Hua-sun takkan berani merebut terangterangan orang yang dilindungi Kaisar tapi
bagaimana kalau Kaisar tidak menyukai
laporannya" Tentunya Helian Kong akan
menjadi bukan cuma "ikan dalam jaring" tetapi
"ikan dalam penggorengan" tinggal menunggu
Kembang Jelita 7 62 untuk dikremus orang-orangnya Co Hua-sun.
beberapa kali Helian Kong menghirup napas
kuat-kuat untuk meredakan debar jantungnya.
"Kami hedak menghadap Kaisar, membawa
pesan puteri Tian-ping," dengan kalemnya Huihun membohongi beberapa thai-kam yang
berjaga di depan bangsal Cun-hoa-kiong itu.
"Silakan masuk" sahut seorang thai-kam,
bahkan membukakan pintu, Helian Kong sendiri
tak menduga begitu gampang urusannya,
padahal sudah dibayangkan dirinya akan
mengalami pemeriksaan dan penggeladahan
yang kelewal teliti. Ternyata begitu gampang,
bahkan Pedang yang dibawanya pun tidak diminta.
Ini menandakan kalau para Thai-kam
selama ini sudah biasa menghadap sambil
membawa pedang, dan kebetulan saat itu
Helian Kong juga sedang berseragam thai-kam.
Helian Kong dan Hui-hun masuk. Ketika
pintu ditutupkan kembali di belakang mereka,
mereka sejenak bertukar pandangan sambil
tersenyum lega. Kembang Jelita 7 63 Mereka tidak tahu, begitu pintu di tutup
maka para thai-kam yang diluar pintu juga
saling bertukar senyumanan dan anggukan
kepala. (Bersambung jilid ke VIII)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pringsewu 22/06/2018 19 : 18 PM
Kembang Jelita 7 64 Kembang Jelita 8 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 8 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid VIII Sementara itu, di ruangan pertama Hui-hun
dan Helian Kong belum bertemu siapapun
kecuali dua orang dayang. Kepada mereka Huihun berkata dengan ramah, "Cici berdua, aku
membawa pesan Puteri Tian-ping untuk
menghadap...." Kali ini mereka cuma mendapat jawaban
silakan masuk....." Tak lama kemudian merekapun tiba di
sebuah ruangan indah dengan prabotan serba
indah pula. Ada sehelai tirai tipis yang
memisahkan dua bagian ruangan itu. Di balik
tirai itu samar-samar memang nampak
bayangan seorang berjubah kuning sedang
berjalan hilir mudik Cepat-cepat Hui-hun
berlutut, "Hamba mohon beribu ampun,
Kembang Jelita 8 2 Tuanku. Tanpa dipanggil hamba telah berani
menghadap Tuanku, namun hamba diperintah
oleh tuan Puteri ..."
Helian Kong pun ikut berlutut.
Dari balik pintu terdengar suara yang serak
seperti orang sedang pilek, "Siapa yang
hersamamu itu Hui-hun?"
Hui-hun menoleh kepada Helian Kong dan
memberi sebuah anggukan. Helian Kong merasa tibanya pelaksanaan
tugas yang dipercayakan oleh rekan-rekannya.
"Hamba Helian Kong, perwira berpangkat Huciang."
"Kenapa kau menghadap aku dengan cara
ini?" "Hamba mohon ampun, Tuanku. Dengan
cara lain pastilah hamba tidak akan berhasil
menghadap Tuanku untuk menyampaikan
sesuatu yang penting."
"Urusan soal apa ingin kau katakan
kepadaku?" "Umsan-urusan itu sebenarnya bukan
urusan hamba secara langsung. Ada tiga soal.
Kembang Jelita 8 3 Pertama dari Li Tiang-hong, bawahan Jenderal
Thio Hian-tiong di Se cuan. Kedua dari Liong
Tiau-hui dan Bu Sam-kui, bawahan-bawahan
Jenderal Ang Seng-tiu di Sa-hai-koan. Ketiga
dari Jenderal Sun Toan-t.eng di Tong-koan.
Ketiga laporan itu dititipkan kepada hamba
untuk disampaikan kepada Tuanku karena tidak
bisa menembus jajaran orang korup di Peng-Po
Ceng-tong. . . "Ya. Katakan satu persatu."
"Baik, Tuanku,.. '' sambut Helian Kong
gembira sekali. "Pasukan Jenderal Thio Hiantiong saat ini berhadapan di front barat-daya
dengan laskar pemberontak, di sepanjang
perbatasan propinsi Se-cuan. Pemberontak
hendak merebut Se-cuan sebagai daerah
perbekalan. Tapi ditahan oleh Jenderal Thio.
Kedua pihak boleh dibilang seimbang, tidak
mau mundur, namun Juga sama-sama tidak bisa
maju. Jenderal Thio menghitung, untuk bisa
menerjang ke jantung wilayah pemberontakan
di Siam-sai , ia butuh pasukan tambahan. Maka.
Jenderal Thio mohon ijin Tuanku untuk
Kembang Jelita 8 4 meminjam pasukan jenderal Su Ko-hoat di
Yang-ciu. Sedang dalam urusan perbekalan,
tidak ada masalah bagi Jenderal Thio. Beras di
Se-cuan melimpah. Jenderal Thio malah
sanggup mengirim beras kedaerah-daerah lain.
"Jenderal goblok!" orang di balik tirai itu
tiba-tiba berkata dengan sengit. "Apa Goan-swe
Thio Hian-tiong tidak tahu bahwa posisi Su Kohoat adalah sebagai cadangan kekuatan yang
tiap saat dapat ditarik untuk membantu
mempertahankan propinsi Ho-pak" Kalau
sebagian pasukan Su Ko-hoat malah ditarik ke
barat -daya, bukankah makin jauh dari Pakkhia" Makin sulit didatangkan kemari kalau
dibutuhkan" bukankah si maling besar Li Cuseng itu akan bersorak kegirangan dan segera
menyerbu kemari?" Diam-diam Helian Kong heran mendengar
jawaban yang begitu lancar. Salah kali dugaan
selama ini bahwa Kaisar tidak tahu apa-apa
kecuali urusan perempuan" Bagaimanapun,
yang dihadapi Helian Kong saat itu
menggembirakan Helian Kong.
Kembang Jelita 8 5 "Kaisar ternyata bisa diajak berunding..."
pikirnya. "Otaknya cukup jalan. Seandainya dia
menolak usul Thio goan-swepun, setidaktidaknya akan memikirkan jalan pemecahan
lain, asal bukan jalan pemecahan yang
diusulkan Co Hua-sun..."
Karena pikiran itulah maka Helian Kong jadi
berani mengajukan pertimbangan, "Ampun
Tuanku. Menurut perhitungan, Kalau Jenderal
Thio bergabung dengan Jenderal Su menggempur pemberontak dari wilayah barat
daya justru kaum pemberontak takkan sempat
berpikiran untuk menerjang kemari. Pasti Li Cu
seng akan buru-buru mengerahkan sebagian
besar kekuatannya untuk menahan wilayah
barat-daya. Itulah justru kesampatan bagi
Jenderal Sun Yang selama ini cuma bertahan di
Tong-koan, untuk balik menggempur ke barat.
Jadi Li Cu-seng akan digempur dari dua arah.
Jenderal Thio Mohon agar Tuanku...."
"Tidak! " Bentak orang dibalik tirai itu. "Su
Ko-hoat adalah seorang berhati serong, makin
jauh dari Ibu kota tentu makin berkembang
Kembang Jelita 8 6 pikiran serongnya untuk berkhianat kepada
kerajaan. Karena itu Su Ko-ho-at dan pasukanya
Tidak boleh meninggalkan posnya di Yang-ciu!
Satu jengkal pun tidak boleh!"
Keruan Helian Kong berkeringat dingin
mendengar itu. Jenderal Su Ko-hoat adalah
seorang yang setia, tidak pernah mendendam
kepada Kaisar meskipun pernah dikirimi arak
beracun. Kini justeru pembesar setia itu
dikatakan berhati serong dan hendak
berontak" "Jahanam, pikiran ini pasti hasil hasutan Co
Hia-sun..." geram Heliang Kong dalam hati.
"Sungguh terbalik. Jenderal Su Ko-hoat
dikatakan serongg, orang macam Co Hua-sun
malah dianggap penasihat terpecaya, serta
nasehatnya dituruti?"
Sesuai suasana di ruangan itu sunyi. Helian
Kong hanya bisa mendengar desir langkah
orang dibalik tiria itu, dan suara degup
jantungnya sendiri yang seperi bedug raksasa
dilabuh seorang pemabuk. Lalu terdengar suara
dari balik tirai "Helian Kong tugasmu hanya
Kembang Jelita 8 7 melaporkan dam menjawab pertanyaanku.
Bukan untuk mengusulkan ini itu, sebab bukan
wewenangmu. Paham?" "Hamba mengerti, Tuanku. Hamba mohon
beribu-ribu ampung "Nah, laporan kedua soal apa?"
"Laporan JenderuI Ang Seng-tiu dari Sanhai-koan, Tuanku. Pasukan di San-hai-koan
kekurangan perbekalan padahal posisi San-huikoan amat penting untuk menjaga wilayah kita
dari pasukan Manchu yang terus menekan
dengan hebat. Mohon agar pusat segera
mengirimkan bantuan."
"Hem. Ang Seng-tiu selalu begitu sejak dulu.
Membesar-besarkan kesulitannya sendiri dan
merengek-rengek seperti bocah cengeng. Tapi
aku akan mempertimbangkan laporannya. Nah,
laporan ketiga?" "Laporan dari Jenderal Sun Toun-leng di
Tong-koan, agaknya Jenderal Sun juga
membutuhkan bantuan dalam perjuangannya
menghadapi laskar pemberontak."
"Inipun akan kupikirkan."
Kembang Jelita 8 8 Kembali suasana sunyi beberapa saat.
Terdengar dehen-dehem dari balik tirai, seperti
seorang pilek yang sedang melegakan
tenggorokannya. Lalu terdengar pertanyaan,
"Helian Kong, bagai manapun juga aku bangga
dalam Tentara Kerajaan masih ada orang
macam kau, yang begitu setia, berani
mempertaruhkan nyawa untuk menyampaikan
laporan kepadaku. Tapi aku tidak tahu, apakah
perwira-perwira macam kau masih cukunp
banyak Jumlahnya untuk dihimpun sebagai
kekuatan untuk menyelamatkan negara?"
Helian Kong bersorak kegirangan dahan
hati. Ia pikir kaisar harus di-bakar semangatnya
agar niat-baiknya itu tidak cuma hangat-hangat
tahi ayam. Dengan penuh semangut, Helian
Kong berkata, "Tuanku, selama ini hamba dan
teman-teman yang sepaham memang telah
berhimpun dalam sebuah kelompok, biarpun
tidak resmii. Kami takut kalau dikira hendak
berontak. Setelah mendengar kata-kata Tuanku,
hamba sanggup bersama teman-teman hamba
untuk diperintah langsung oleh tuanku, demi
Kembang Jelita 8 9 membersihkan negeri ini dari pembesarpembesar korup!"
"Sekarang aku cuma ingin tahu, siapa saja
perwira-perwira yang menjadi temanmu itu" Ini
perlu kuketahui agar aku tahu seberapa besar
kekuatan yang bisa kugunakan untuk ... untuk
membersihkan pemerintahan."
Masih dengan semangat, tinggi, Helian Kong
berkata, "Baik, Tuanku. Perlu Tuanku ketahui
bahwa rekan-rekan yang siap mendukung
Tuanku dalam pembersihan nanti, antara lain
adalah..." Tiba-tiba si dayang Hui-hun yang selama ini
bungkam di samping Helian Kong, kini
mencengkeram lengan Helian Kong sambiI
berkata dengan panik, "Hu-ciang. dia bukan
Kaisar!" "Ap...apa?" Helian Kong menoleh kepada
Hui-hun. Kaget. Tidak mudah menjaga jiwa
tetap seimbang, selagi beripisah dari gelombang
kegembiraan yang begitu hebat menjadi rasa
kaget dan tidak percaya yang begitu mendadak,
Kembang Jelita 8 10 seperti berusaha membelokkan perahu secara
tajam di tengah-tengah arus yang deras.
Hui-hun ternyata seorang dayang Puteri
Tiang-ping yang setia, dalam keadaan seperti itu
ia tidak menggubris keselamatannya sendiri
ketika berteriak, "Orang di balik tirai itu bukan
Kaisar! itu Co Kua-sun!"
Kalimat tetap selasai biarpun dari balik tirai
tiba-tiba sebilah belati menyambar dan
menancap telak di ulu hati Hui-hun. Dayang itu
kontan roboh dengan baju bagian depan
bersimbah darah . Kiranya selama ini Hui-hun diam bukan
berarti tak barbuat apa-apa. Ia mendengarkan,
dan terasa perubahan suara orang dibalik t abi r
itu. Ia kenal suara Kaisar Cong-ceng maupun
suara Co Hua-sun. Ketika mendengar suara
serak pertama kali, ia mengira itulah suara
Kaisar Cong-ceng dalam keadaan pilek. Namun
pelan-pelan suara itu berubah jadi melengking
kebanci- bancian, seperti suara kaum thai-kam
rata-rata. Maka jelaslah bahwa orang itu adalah
Co Hua-sun yang agaknya minum semacam obat
Kembang Jelita 8 11 untuk merubah suaranya. Namun setelah bicara
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekian lama, agaknya khasiat ramuan itu kendor
dan suaranya yang aseli mulai kedengaran.
Dan Si dayang Hui-hun harus membayardengan nyawanya untuk penyingkapan rahasia
itu. Robohnya dayang itu membuat Helian Kong
tersentak sadar. Benarkah sekian lama ia bicara
panjang lebar itu bukan dengan Kaisar Congceng, melainkan denga Co Hua-sun yang justru
ingin disingkirkannya dari pemerintahan"
Sementara dari balik tabir terdengar
tertawa dingin dan kata-kata, "Helian Kong, tak
ada gunanya menentangku. Lebih baik tunduk
kepadaku, maka masa depanmu akan penuh
keuntungan dibawah bimbinganku."
Helian Kong melompat bangun dari
berlututnya sambil menghunus pedang.
Pandangannya yang marah ganti-berganti
menatap mayat Hui-hun dan bayangan di balik
tabir itu. Geramnya, "bangsat. benarkah kau Co
Hua-sun?" Kembang Jelita 8 12 Lalu menerkamlah ia bersama pedangnya
kepada bayangan it,u. Tirai terbelah koyak, dan
nampaklah orang di belakang tabir itu memang
Co Hua-sun. Dandananya memang begitu rupa,
sehingga kalau dilihat dari balik tabir bisa
disangka Kaisar Cong-ceng sendiri.
Kemarahan Helian Kong meledak. Dia
melompat ke balik tirai itu untuk menikam
orang yang amat dibencinya itu namun segera
sebuah telapak tangan menyelonong dari
samping untuk menampar pedang itu dengan
cepatnya sehingga berbalik arah, menyusul
telapak tangan lainnya turun menghantam ke
ubun-ubun Helian Kong. Helian Kong agak kaget. Tidak menduga
kalau Co Hua-sun ternyata didampingi seorang
pengawal tangguh yang pandai tidak kelihatan
dari balik tabir. Namun Helian Kong sempat.
menggulingkan dirinya ke samping. Telapak
tangan penyergap yang luput itu lalu
menghantam remuk kursi yang tadinya di
duduki Co Hua-sun. Semantara Helian Kong
melompat bangkit kmbali, bayangan penyerang
Kembang Jelita 8 13 yang tak sempat dilihat wajahnya itu Justru
berkelebat ke sebelah luar tirai, sedangkan Co
Hu sun juga lenyap entah kemana.
"Bangsat!" kembali Helian Kong berteriak
Gusar. Namun di ruangan itu tiba-tiba berhembu
asap kuning tebal yang memusingkan kepala.
Suasana Jadi remang-remang. Kuatir dalam
keadaan itu akan ada serangan gelap, Helian
Kong mengobat-abitkan pedangnya namun tak
terasa, ia menyedot asap kuning itu beberapa
seotan. Itulah serangan gelap yang sebenarnya
ada. Dengan agak panik Helian Kong melompat
ke bagian luar tirai itu, namun pengaruh asap
kuning itu segera terasa. la merasa kepalanya
puyeng dan tenaganya susut banyak. Ketika
melihat jendela, ia segera melompatinya untuk
keluar. Biasanya, tembok setinggi empat atau lima
meter pun bisa dilompatinya dengan gampang.
Tapi sekarang, ambang jendela setinggi kurang
dari satu meterpun gagal di lompati, sebab
Kembang Jelita 8 14 sepasang kakinya sepasang kakinya seperti
tidak bertenaga. Ia malah terjungkal jatuh dan
jidatnya-nyeri terbentur ambang jendela.
Kemudian ia lihat para thai-kam berhamburan masuk ke ruangan itu dengan
senjata-senjata terhunus. Mereka nampak tidak
terpengaruh oleh asap kuning itu, rupanya,
karena sudah lebih dulu mengulum obat
pemunahnya. Dalam sekejap mata tubuh Helian
Kong sudah diringkus dengan tali-tali yang kuat.
Helian Kong masih pusing dan lemas,
namun tetap sadar. Kalaupun ia mengeluh
dalam hati, bukan untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk nasib negara yang bakalan
lebih lama lagi dibawah kendali Co Hua-sun.
Para pelayan kebiri itu menyeret Helian
Kong kembali ketengah ruangan, dekat mayat
Hui-hun, lalu mereka membentak-bentak,
"Pembunuh! Mau berniat jahat terhadap Kaisar
ya?" Seperti sudah diatur dalam sandiwara,
semua Thai-kam lain memperdengarkan cacian
Kembang Jelita 8 15 yang sama kepada "pembunuh" itu. "Ternyata
dia berusaha membunuh Kaisar?"
"Benar! Buktinya dia menyelundup kedalam
istana dengan membawa senjata!"
"Untung Co Kong-kong amat lihai,
sebelumnya sudah mencium adanya usaha Jahat
ini. Sehingga beliau menyiapkan perangkap
untuk menangkap pembunuhnya dan sekaligus
menyelamatkan Kaisar!"
Demikianlah para thai-kam berceloteh
tentang Helian Kong, sedang Helian Kong cuma
bungkam saja. Mau membantah bagaimana lagi"
Sampai mulutnya robek pun ia takkan berhasil
menghapuskan tuduhan yang memang sudah
direncanakan lebih dulu sebelum kejadiannya.
Kelompok Co Hua-sun amat mahir memutihkan
yang hitam dan menghitamkan yang putih
dalam semua Urusan. Tuduhan bisa diadakan
dulu, setelah itu "bukti-bukti" bisa diada-adakan
lalu disusulkan. Di ruangan itu kemudian muncul seorang
lelaki setengah baya yang bertubuh kekar dan
bermuka bengis, rambut, jenggot, dan
Kembang Jelita 8 16 pakaiannya awut-awutan, begitu pula segalanya
yang ada padanya. Inilah orangnya yang menjaga keselamatan
Co Hua-sun tadi. Sejenak orang itu menatap Helian Kong
sambil terkekeh-kekeh. "Boleh juga bocah ini,
tidak percuma si tua bangka Nyo Hong
memilihnya sebagai murid pewaris."
Mengertilah Helian Kong bahwa orang itu
memusuhinya karena dendam kepada gurunya
almarhum, suatu urusan lumrah dalam dunia
persilatan. Dan Saat itu ternyata urusan dendam
rimba-persilatan serta ambisi politik Co Hua
sun bergabung dalam satu arus yang
menghanyutkan Helian Kong.
Mendengar ucapan para Thai-kam itu,
timbul juga rasa heran Helian Kong. Jelas bahwa
perangkap itu memang disiapkan khusus
buatnya, khusus buat Helian Kong yang
diketahui bakal menghadap Kaisar malam itu.
Itu berarti sebelum Helian Kong sampai ke situ,
maksudnya sudah diketahui, sudah ada yang
lebih dulu membocorkan rencananya.
Kembang Jelita 8 17 Siapa yang mengkhianatinya"
Dengan mata menyala Helian Kong menatap
manusia semrawut itu "Siapa kau?"
Orang itu tidak menjawab, malahan
mengerutkan alisnya dan berkata, "Ha, jadi kau
masih bisa bicara " Itu tidak boleh terjadi."
Jari-jarinya terulur untuk menotok urat Ahhiat di tubuh Helian Kong. Maka jadilah Helian
Kong orang bisu untuk sementara. Co Hua-sun
lebih senang menghadapkan orang-orang bisu
kehadapan Kaisar, agar tidak bicara macammacam. Kalau tidak bisu ya setidak-tidaknya
hanya menjadi "penyambung lidah" Co Hua-sun
belaka. Dua Orang thai-kam masuk menggotong
Kursi baru sebagai pengganti kursi yang remuk
tadi. Dua kursi, yang satu diletakkan di tengah
benar, yang lainnya agak ke pinggir.
Kemudian orang-orang diruangan itu
mentertibkan diri. Muncullah kemudian Kaisar Cong-ceng yang
aseli, diiringi Co Hua-sun yang wajahnya cerah
dengan senyum kemenangan. Semua orang
Kembang Jelita 8 18 berlutut menghormati kedatangan Kaisar lalu
duduk di kursi yang di tengah, dan Co Hua-sun
di sebalahnya, setingkat lebih rendah.
Kata Kaisar, "Bangunlah..."
'Terima kasih, Tuanku!" para thai-kam dan
si manusia semrawut menyahut serempak
sebelum mereka berdiri dengan tertib.
Kaisar mengamat-amati Helian Kong.
Sedangkan Helian Kong mencoba "bicara"
dengan sinar matanya, namun rupanya Kaisar
tak bisa menangkap maksudnya, perasaanya
terlalu tumpul. Helian Kong menunduk sedih. Ia
ingin menghadap Kaisar dengan bebas, bicara
empat mata, melaporkan, membeberkan situasi,
mengajukan usul, tanpa Kaisar dipengaruhi Co
Hua-sun. Namun akhirnya "menghadap seperti
inilah yang diperolehnya. Di belenggu, tak bisa
bicara, dituduh sebagai pembunuh, sepatahkatapun tak bisa membantah omongan Co Huasun dan orang-orangnya.
"Jadi inikah pembunuh itu?" tanya Kaisar
Cong-cong memecah kesunyian ruangan itu.
"Benar, Tuanku..." sahut Co Hua sun.
Kembang Jelita 8 19 "Sudah ditanyai?"
"Sudah kau tanyai dia, Tong Hin-pa"' Co
Hua-sun meneruskan pertanyaan Kaisar itu
kepada si manusia semrawut. Ternyata
namanya Tong Hin-pa, dikenai dengan julukan
Bu-eng-jit-pian(cambuk maut tak berbayangan).
Tong Hin-pa cepat-cepat berlutut dan
berkata "Tuanku, pembunuh ini benar-benar
bandel, rupanya dia mau melindungi orang yang
menyuruhnya. Sudah hamba tanyai, dia tetap
bungkam." Tentu saja dalam hatinya Helian Kong
menjerit membantah kata-kata itu. Namun
totokan pada urat. Ah-hiatnya masih tersumbat.
Kini dirasakannya sendiri bagaimana seorang
yang tanpa daya mengalami perlakuan semenamena tapi tidak dapat melawan, bersuarapun
tidak dapat. Entah di kehidupan sehari-hari,
entah di depan pengadilan...
"Benarkah dia tidak mau bicara?" Co Huasun pura-pura tidak segera mempercayai katakata Tong Hin-pa. "Coba tanyai lagi, barangkali
sekarang pendirian ya sudah berubah setelah
Kembang Jelita 8 20 berhadapan dengan Sri Baginda. Lihat,dia
mengalirkan air mata."
Maka berlangsunglah sandiwara untuk
mengelabuhi Kaisar. Tong Hin-pa pura-pura
menanyai Helian Kong, siapa yang menyuruh,
dibayar berapa, dengan maksud apa dan
sebagainya. Tentu saja Helian Kong tetap
bungkam karena tortotok. "Bandel orang ini, Tuanku." Kata Tong Hinpa. "Sampai matipun dia takkan bicara."
"Aku tidak percaya ada orang yang mampu
menahan siksaan di ruangan bawah tanah."
Kata Co Hua-sun dingin." Seret dia kesana dan
paksalah bicara, nanti laporkan kepadaku, lalu
akan kulaporkan kepada Sri baginda, agar kita
semua tahu siapa yang menyuruhnya berusaha
membunuh Sri Baginda."
Segera Helian Kong diseret pergi. Mayat
Hui-hun juga disingkirkan.
Setelah tinggal berdua saja dengan Kaisar
Cong-ceng di ruangan itu, berkatalah Co Huasun, "Tuanku, apa yang selama ini hamba
perkirakan, agaknya memang betul. Biarpun
Kembang Jelita 8 21 pembunuh itu mengunci mulutnya rapat-rapat,
namun menurut penyelidikan hamba sebelum
ini, rasanya hamba sudah tahu siapi yang
menyuruhnya untuk membunuh Tuanku."
"Siapa?" "Su Ko-hoat." Kaisar menarik napas mendengar nama itu,
alisnya berkerut. Gumamnya, "Ah," dia masih
mendendam kepadaku gara-gara urusan arak
beracun dulu itu" Dia mengira aku yang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menaruh racun, dan biarpun selama ini
sikapnya tidak terang-terangan kepadaku, tapi
bertahun-tahun dia tidak pernah lagi ke ibu
kota untuk menghadap aku. Sikapnya dingin.
Padahal aku sama sekali tidak tahu kalau dalam
arak itu ada racunnya."
Co Hua-sun menghasut, "Tuanku, dengan
atau tanpa peristiwa itu, Su Ko-hoat memang
sudah berjiwa pengkhianat dan patut
disingkirkan!" Tiba-tibu Kaisar Cong-ceng menoleh dan
menatap tajam kepada Co Hua-sun, "Kong-kong,
Kembang Jelita 8 22 apakah dulu kau yang menaruh racun dalam
aruk itu" " Cepat-cepat Co Hua-sun membuang muka,
menghindari tatapan tajam Kaisar cong-ceng.
Tapi ia tidak gugup. Malah Kemudian berkelit
dengan licinnya, "Terlalu banyak orang yang setia kepada
Tuanku yang ingin mencekik mampus Su Ko
hoat, bukan hanya hamba saja."
Membentur masalah pelik, seperti biasa
Kaisar Cong-ceng yang lemah itu pun putus asa.
Urusan arak beracun itu kalau diusut mungkin
akan melibatkan banyak pihak, jadi baiknya
dikubur saja. Maka ia cukup menarik napas
santai mengeluh, "Bagaimanapun juga Su Kohoat adalah seorang yang berpengaruh, di Yangciu ia punya pengikut yang kuat. Kenapa ada
yang berusaha membunuhnya dengan lancang
tanpa minta peritimbanganku lebih dulu?"
"'Tuanku, hamba ulangi lagi, dengan atau
tanpa peristiwa arak beracun itu, Su ko-hoat
tetap seorang pengkhianat yang Kembang Jelita 8 23 membahayakan kekuasaan 'Tuanku. Dia harus
dilenyapkan! " "Darimana kau berkesimpulan demikian?"
"Menurut penyelidikan teliti orang-orang
hamba, ada gejala-gejala Su Ko-hoat bersekongkol dengan Thio Kian tiong di secuan
untuk berontak kepada tuanku. Buktinya
mereka acuh tak acuh kepada Jenderal Sun
Toun-teng yang susah payah sedang membendung majunya pemberontakan di
Tong-koann. Su Ko-hoat dan dan Thio Kiantiong memang bangsat semua, rupanya mereka
malah akan senang kalau laskar pemberontak
segera ke mari." Padahal yang oleh Co Hua-sun disebut
"penyelidikan teliti" itu adalah apa yang
didengarnya dari Helian Kong tadi, lalu diotakatik sendiri kemudian "dihidangkan" kembali
kepada Kaisar. Tentu saja sudah kebanyakan
bumbu dari Co Hua-sun sendiri. bumbu yang
namanya keuntungan priUuli dan golongannya
sendiri, iri, dengki, kebencian.
Kembang Jelita 8 24 Dan seperti biasa Kaisar "menyantap" hasil
olah-pikir Co Hua-sun itu tanpa sikap kritis.
Otaknya sudah terlalu malas untuk memikir
yang ruwet-ruwet. Semua urusan sudah
"diborongkan kepada Co Hua - sun. Sikap Kaisar
itu tercermin dari pertanyaan, "Lalu bagai mana
baiknya sekarang?" Dan Co Hua-sun sudah terlalu lama siap
dengan jawabannya, "Panggil Su Ko-hoat ke
Pak-khia dengan alasan untuk mendapat tugas
atau kenaikan pangkat, Begitu sampai di
ibukota ini, habisi dia. Pengikut.-pengikutnya di
Yan-ciu akan seperti ular tanpa kepala,
kebingungan dan tak bisa berbuat apa-apa."
Bagaimanapun juga Kaisar terkejut mendengar usul itu, "Kong-kong, ketika dulu
aku menghukum mati Jenderal Wan Cong-hoan
atas usulmu, sampai sekarang pun gejolaknya
belum benar-benar reda. Apakah aku akan
membeberkan lagi gejolak dengan membunuh
Su Ko-hoat?" "Tuanku, gejolak itu pasti hanya sebentar.
Ketika Wan Cong-hoan mati memang ada
Kembang Jelita 8 25 gejolak, namun toh lama-lama akan reda dan di
lupakan orang. Begitu pula kalau Su Ko-hoat
kita......" "Tidak!" bantahan Kaisar kali ini di luar
dugaan Co Hoa-sun, karena biasa nya menurut
saja "Soal Su Ko-hoat akan kuselidiki dan
kuputuskan kelak. Tapi aku sekarang belum
bisa melakukan seperti usul Kong-kong!"
Co Hua-sun terperangah. Tiba-tiba ia
bangkit dari kursinya untuk berlutut di depan
Kaisar sambil berkata dengan nada memelas.
"Kalau demikian Tuanku sudah tidak
mempercayai hamba lagi. Hamba sudah tidak
dianggap becus menyajikan, laporan yang benar
kepada Tuanku. Dari pada hamba merasa sedih
karena anggapan itu perkenankanlah hamba
mengundurkan diri sekarang juga."
Kaisar terkejut., cepat-cepat ia-mengangkat.
bangun Co Hua-sun dengan kedua tangannya
sendiri, lalu dituntunnya thai-kam tua. itu
duduk kembali di kursinya. "Aku minta maaf
kalau ucapanku telah menyinggung hati Kongkong. Mana bisa aku tidak didampingi oleh
Kembang Jelita 8 26 Kong-kong yang begini setia dan penuh
nasehat-nasehat berharga" Jangan mengundurkan diri, Kong-kong, tetaplah di
sampingku." Sambil duduk di kursinya, Co Hua-sun diamdiam tertawa dalam hati, tertawa kmenengan,
sebab ia pasti bahwa Kaisar akan bersikap
seperti itu. Kaisar pasti tidak mau ditinggalkan
olehnya. Namun wajah Co-hua-sun pura-pura
tetap menunjukkan sikap menyesal dan sedih,
"Barangkali memang hamba benar-benar sudah
makin tua dan makin tidak berguna lagi.
Barangkali tuanku sudah melihat orang lain
yang lebih muda lebih pandai bekerja
dibandingkan hamba, lebih setia. Hamba tak
akan menghalang-halanginya kalau Tuanku...."
"Ah, Kong-kong, yang lebih muda memang
banyak, tapi mana yang bisa lebih kupercayai
dari Kong-kong" Kong-kong lah yang pernah
menyelamatkan aku dari pengkliianat Gui Hiatitiong, budi Kong-kong kepadaku setinggi
gunung dan sedalam lautan. Tetaplah di
sampingku, Kong-kong."
Kembang Jelita 8 27 Memang ada sebabnya kenapa Kaisar Congceng begitu tergantung kepada Co Hua-sun.
Ketika Kaisar Cong-ceng baru saja menggantikan Kaisar Hicong, ia masih hijau
dalam pengalaman dan belum tahu apa-apa.
justru saat itu timbul pemberontakan dalam
istana oleh Gui Hian-tiong seorang thai-kam
berpengaruh, yang hampir-hampir berhasil
merebut kekuasaan. Waktu itu Co Hua-sun
tampil sebagai pembela Kaisar, sehingga
pemberontakan dapat ditumpas dan Gui Hiantiong dipenggal kepalanya.
Peristiwa hebat di awal kedudukannya
itulah yang membuat Kaisar Cong-ceng tidak
percaya diri sendiri, terlalu menyandarkan
segalanya kepada Co Hua-sun yang dianggapnya
serba pintar untuk semua urusan. Kaisar jadi
tak ubahnya anak manja yang tak berani lepas
dari gandengan tangan ibunya. Tidak berani
ambil keputusan sendiri, malas berpikir dan
maunya serba beres saja. Itulah peluang besar
buat Co Hua sun untuk menyebar dan memupuk
Kembang Jelita 8 28 pengaruhnya sendiri sehingga tumbuh begitu
kokoh saat itu. saat itu Co Ihia-sun masih menunjukkan
sikap yang sedih, "Apa yang selarut ini hamba
lakukan hanyalah demi Tuanku demi dinasti
Beng yang jaya, tak sedikitpun buat
kepentingan pribadi hamba. Tetapi banyak
orang benci kepada hamba, sungguh hamba tak
mengerti apa kesalahan hamba ini?"'
Bicara sampai di sini, Co Hua-sun berhasil
mencucurkan air matanya, sehingga Kaisar
berkata, "Kong-kong tetap penasehat yang
kupercayai dari siapapun. melebihi anggaotaangauta keluargaku sendiri."
"Kalau Tuanku mempercayai hamba,
biarpun hamba hancur lebur akan rela demi
kewibawaan Tuanku." "Sudanlah, sekarang.. .Oh, ya bagainana
dengan keadaan Jenderal Sun Toan-teng di
Tong-koan?" 'Dia baik-baik saja, pertahanannya amat
kuat, gerombolan Li Cu-seng benar-benar kena
batunya sekarang." Kembang Jelita 8 29 "Bagus, tapi kenapa hanya bertahan di
Tong-koan" Kenapa tidak berusaha merebut
kembali wilayah-wilayah yang sudah direbut
pemberontak?" "Untuk menukul balik laskar pemberontak,
itu urusan lain. Jenderal Sun butuh tambahan
pasukan." "Tambahan pasukan?" Kaisar merenung
sebentar, lalu katanya dengan ragu-ragu,
"bagaimanan kalau Su Ko-hoat saja kita
tugaskan membantu di Tong-koan" Meskipun
dia...dia berhati serong, seperti kata Kong-kong
tadi, namun asal kekuasaannya kita taruh di
tangan Jenderal Sun Toan-teng, Su Ko-hoat
hanya sebagai pendamping, rasanya tidak
berbahaya malah bisa dimanfaatkan. Dan lebih
baik daripada terlalu lama bercokol di Yang-ciu
untuk memperkua pengaruh."
Co Hua-sun kaget, karena ia paling takut
kepada Jenderal Su yang Jujur, setia dan berhati
bersih itu. Buru-buru ia mencegah, "kalau
Tuanku masih bisa mempercayai hamba,
janganlah bertindak demikian. Su Ko-hoat dan
Kembang Jelita 8 30 pasukannya takkan membantu Jenderal Sun,
bahkan akan menjadi beban tambahan. Ya
beban perbekalan, ya beban pikiran, dan ia
tetap merugikan ancaman bagi ki...eh, Tuanku.
Seekor serigala tidak akan berubah jadi kanbing
biarpun diber i makan nriput."
"Ada jalan lain"'
Co Hua-sun bungkam beberapa saat,
berpikir keras, lalu berkata, "Tuanku, hamba
mengajak Tuanku membuat suatu perhitungan
untung-rugi berani sedikit berkorban untuk
mencapai keuntungan besar jangka panjang."
"Maksud Kong-kong"'
"Ibaratnya dalam sebuah keluarga belum
tentu diantara saudara kandung lebih membela
kita dibandingkan orang luar. Seringkali malah
orang luar bersikap lebih siap membantu kita."
Jawaban yang berputar-putar itu membuat
Kaisar Cong-ceng mengerutkan alisnya. Namun
ia diam, menunggu Co Hua sun bicara lebih
lanjut. '"Tuanku, penberont.akan Li Cu-seng
memang menyusahkan, tetapi juga ada
Kembang Jelita 8 31 hikmahnya buat kita. Kita jadi tahu mana yang
setia dan bersungguh-sungguh membela
negara, dan mana yang acuh tak acuh. Yang
setia cuma Jenderal Sun, sedang selebihnya
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
narus kita ragukan. Terutama jenderal-jenderal
diselatan itu adalah bangsat semua, mereka
tetap acuh tak acuh di wilayah masing-masing
sambil memperkuat diri. Tentu bangsat-bangsat
ini sedang menunggu keruntuhan Tuanku, agar
mereka dapat mendirikan kerajaan sendiri-sen
diri." "Ah, Kong-kong. tuduhanmu sungguh terlalu
berat buat mereka. Entah bagaimana reaksi
mereka kalau sampai mendengar kata-katamu
ini." "Tuanku jangan kecil hati. Hamba punya
rencana yang tepat untuk bias memperkuat
keududukan Tuanku, sekaligus juga mmbuat
gentar siapapun yang berniat berontak kepada
Tuanku." "kong-Kong dari tadi bicara berputar-putar
saja, belum mengatakan pokok persoalannya."
Kembang Jelita 8 32 "Baiklah, Tuanku. Namun hamba mohon
beribu-ribu ampun sebelumnya, kalau tindakan
hamba kurang berkenan dihati Tuanku. Hamba
merencanakan ini bukan hanya untuk hamba
priliadi, tapi demi tuanku dan Dinasti Beng yang
jaya!" "Ya,ya, aku sudah paham."
"Beberapa hari yang lalu hamba dikunjungi
tamu yang diluar dugaan."
"Siapa?" "Utusanya Sit-ceng-ong To Ji - kun, dari Jiatho!"
Keruan Kaisar Cong-ceng bagaikan disengat
kalajengking ketika mendengar nama itu.
Maklum, orang yang disebut, namanya itu
bukan lain adalah paman dari Kaisar Sun-Li dari
Kerajaan Ceng (Manchu), tetangga di sebelah
timur-laut yang selama beberapa tahun ini hubunganya tegang dengan Kerajaan Beng. Ketika
itu, Kaisar Sun-ti yang juga bergelar Ceng-si-cou
masih terlalu kecil Ketika mewarisi tahta dari
Kaisar Thai-cong (1627 - 1636). maka yang men
jalankan pemerintahannya ialah pamannya, SitKembang Jelita 8
33 ceng-ong To Ji-kun, berkedudukan sebagai wali
sampai kelak Kaisar Sun-ti dianggap dewasa.
Sedang kota Jit-ho adalah Ibukota Kerajaan
Ceng saat itu. Kaisar Cong-cong kaget mendengar Co Huasun telah menerima utusan dari negara
tetangga yang bermusuhan itu tanpa
melaporkannya kepadanya sejak dulu. Baru
kemarin sore Kaisar menegur Co Hua-sun
karena juga tidak melaporkan utusan Hidetada
Tokugawa, tak terduga kalau sebelumnya juga
sudah ada tindakan yang serupa.
Muncul setitik kesukaran dalam hati Kaisar
Cong-ceng karena merasa dirinya diabaikan.
Tetapi sadar kalau orang-orang di dalam
istana itu sebagian besar sudah menjadi kaki
tangan C"o Hua-sun, terpaksa Kaisar harus
menahan diri. Maka dia tidak berani mendamprat, cuma
menegur, "Kong-kong, apa sebenar-nya
maksudmu dengan selalu menyembunyikan
kedatangan utusan negara-negara a sing?"
Kembang Jelita 8 34 "Ampun Tuanku, bukankah sekarang hamba
sudah memberitahukannya kepada Tuanku"
Hamba tidak menyembunyikan hamba hanya
menunggu saat yang tepat untuk melaporkan
kepada tuanku." "Kalau begitu, suruhlah utusan Pangeran To
Ji-kun itu menghadap aku di paseban. Sebagai
utusan resmi, dia harus tahu bahwa akulah
penguasa negeri ini dan menRhadap aku."
"Ampun Tuanku, utusan itu hanya tinggal
satu malam di Pak-khia, dan keesokan harinya
terus pulang kembali k jiat-ho."
Kaisar bangkit dari kursinya dan berjalan
hilir mudik, susah-payah ia mengendalikan
kemarahannya, beberapa kali menarik napas
dalam-dalam dan dihembuskannya kuat-kuat. Ia
merasa wewenangnya terlalu banyak yang
dilangkahi oleh Co Hua-sun.
"Kong-kong, kenapa baru kau laporkan
setelah utusan itu pergi" Kenapa pula utusan itu
hanya menemuimu dan tidak menemui aku"
Apa ada urusan yang kau sembunyikan dengan
utusan itu?" Kembang Jelita 8 35 Pertanyaan itu masih bernada "tanpa
ledakan," lapi Co Hua-sun sudah merasakan
adanya kemarahan Kaisar yang di tahan-tahan.
Cepat - cepat ia berlutut kenbali dan berkata,
"Hamba mohon beribu-ribu ampun Tuanku.
Kedatangan utusan itu bertepatan waktunya
dengan ketika Tuanku sedang demam beberapa
hari yang lalu. Hamba tangani sendiri urusan itu
agar tidak mengganggu istirahat Tuanku,
supaya Tuanku cepat menjadi sehat kembali."
"Seperti kata pepatah, "Nasi sudah menjadi
bubur," mau marah-marah sampai bagaimanapun tak berguna karena sudah
terlanjur. Apalagi memang Kaisar juga tidak
berani marah terang-terangan kepada Co Huasun yang "menggenggam" keselamatannya.
Terpaksa Kaisar Cong-ceng bersikap lebih
sabar. "Apa saja yang dikatakan utusan itu?"
"Hamba hanya menyampaikan kata-kata
utusan itu, Tuanku, bukan kata-kata hamba
sendiri. Kalau ada yang tidak berkenan,
janganlah Tuanku marah kepada hamba."
Kembang Jelita 8 36 "Kong-kong, kenapa baru kau laporkan setelah
utusan itu pergi " Kenapa pula utusan itu hanya
menemuimu dan tidak menemui aku "
Kembang Jelita 8 37 "Ya, katakan cepat!" bagaimanapun juga
sulit bagi Kaisar untuk sepenuhnya menyembunyikan kejengkelannya.
"Tuanku, Sit-ceng-ong menawarkan perdamaian antara Kerajaan Beng dan Ceng,
Bahkan dia menawarkan bantuan pasukan
untuk memadamkan pemberontakan Li Cuseng. Pasukannya tangguh, karna itulah
pasukan yang pernah mengkocar-kacirkan
Tentara Jepang di Semanjung Tiau-sian (Korea).
Pasukan yang istimewa"
Melengkapi kata-kata terakhir ini , Co Huasun mengacungkan dua jempolnya sekaligus.
Golok Naga Kembar 2 Rajawali Emas 08 Gerhana Gunung Siguntang Pedang 3 Dimensi 8