Ceritasilat Novel Online

Kembang Jelita Peruntuh 6

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 6


merah padam, katanya gemetar, "Laporan yang
sekarang ini kalau disampaikan lewat Peng-po
Ceng-tong, tidakkah akan sama saja dengan
laporan yang dulu" Ditahan berlama-lama
untuk tawar menawar uang sogokan" Pasti
begitu! Seandainya San-hai-koan dibobol musuh
pun mereka takkan peduli!"
"Hal itu sudah aku perhitungkan..." kata
Siangkoan Heng. "Agar Kaisar segera
mengetahui perkembangan ini, akan segera
kusuruh adik Yan menghubungi Puteri Tiangping, dan puteri Tiang-ping langsung melapor
kepada Kaisar." Bu Sam-kui jadi sedikit reda mendengar itu.
Kemudian Helian Kong dengan tidak sabar
bertanya, "Saudara Siangkoan, bagaimana
dengan Tong-koan?" "Juga berita buruk. Para pemberontak
belum mampu merebut kota, namun banyak
wilayah pedesaan yang selama ini menjadi
sumber perbekalan pasukan kerajaan, telah
diduduki pengikut-pengikut Li Cu-seng. Jadi
Kembang Jelita 10 34 Tong-koan seperti dikepung dari kejauhan.
Pasukan Jenderal Sun kelaparan. Pasukanpasukan kerajaan dari Thai-goan dan Hun-ciu
sudah berusaha menolong memecahkan
kepungan itu, tapi gagal. Hubungan dengan
Tong-koan putus, dan kalau tidak segera
dibantu maka jatuhnya Tong-koan hanya soal
pagi-sore saja." "Mari kita menghadap Kaisar sekarang
juga!" Helian Kong tiba-tiba bangkit. "Kita desak
agar Kaisar bertindak cepat!"
"Baik!" sahut Siangkoan Heng dan Bu Samkui serempak.
Tapi sebelum mereka beranjak, di depan
pintu halaman yang terbuka tiba-tiba muncul
seorang petugas istana berseragam mentereng,
dikawal empat prajurit Gi-lim-kun.
Orang itu melangkah masuk dengan gagah,
tangan kanannya mengangkat tinggi-tinggi dua
gulungan sutera kuning, sambil berseru,
"Perintah Kaisar!"
Cepat-cepat Helian Kong, Bu Sam-kui dan
Siangkoan Heng berlutut menghormat.
Kembang Jelita 10 35 Petugas istana itu membuka gulungan
pertama dan membaca keras-keras, "Titah Yang
Dipertuan! Untuk Bu Sam-kui, pangkat Congpeng, agar segera sehari setelah perintah ini
dibacakan berangkat ke San-hai-koan membawa lima puluh ribu prajurit dan lima
ratus gerobak bahan makanan, untuk
mempertahankan perbatasan dan menolong
Jenderal Ang Seng-tiu. Sementara Jenderal Ang
masih dalam tawanan musuh, Cong-peng Bu
Sam-kui adalah pimpinan tertinggi pasukan di
San-hai-koan! Harap dilaksanakan!"
"Ban-swe! Ban-swe!" Bu Sam-kui berseru
menghormat dengan semangat meluap. Sambil
tetap berlutut, ia menerima gulungan surat itu
sebagai tanda untuk mendapatkan apa yang
diperlukan. Kemudian utusan istana itu membuka
gulungan kedua. "Titah Yang Dipertuan! Untuk'
Helian Kong, pangkat Cong-peng, agar sehari
setelah perintah ini dibacakan berangkat ke
Tong-koan dengan lima puluh ribu prajurit dan
lima ratus gerobak bahan makanan, untuk
Kembang Jelita 10 36 menempatkan diri di bawah komando Jenderal
Sun Toan-teng! Harap dilaksanakan!"
"Ban-swe! Ban-swe!" sambut Helian Kong.
Setelah menyerahkan gulungan itu kepada
Helian Kong, utusan istana itu-pun berpamitan
dan pergi. Dengan menggenggam surat perintah di
tangan masing-masing, Helian Kong dan Bu
Sam-kui bertatapan dengan mata bersinar-sinar
meluapkan gelora semangat. Tiba-tiba pula
mereka tertawa berbahak-bahak bersamaan,
lalu saling berpelukan. Siangkoan Heng ikut
tertawa pula. "Tak terduga kali ini Kaisar bertindak cepat,
jauh berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya." "Ini pasti hasil kerja Puteri Tiang-ping yang
cekatan, mungkin dia berhasil meyakinkan
ayahandanya betapa gawat situasinya."
"A-liok! Ambil arak!"
Ketiga lelaki yang tengah bergelora dalam
semangat itupun kemudian mengangkat cawan
untuk minum bersahabat. Setelah itu Helian
Kembang Jelita 10 37 Kong berkata, "Kita hanya diberi waktu satu
hari untuk menyelesaikan segala persiapan.
Karena itu baiknya kita jangan membuang
waktu." "Aku juga," kata Bu Sam-kui.
"Selamat bekerja," kata Siangkoan Heng.
Ketiganya meninggalkan rumah itu ke arah
yang berbeda-beda. A-liok yang sendirian di
rumah itupun menggerutu, "Ah, bakal sendirian
lagi di rumah, entah sampai kapan."
* * * Hari berikutnya, fajar baru saja merekah,
namun dua pasukan sudah berangkat
meninggalkan ibu kota Kerajaan Beng itu.
Helian Kong memimpin pasukannya kearah
barat, sedangkan Bu Sam kui ke timur laut.
Bersamaan dengan pasukan-pasukan yang
bergerak ke garis depan itu, seekor burung
merpati terbang pula ke udara kota Pak-khia
yang masih remang. Melesat ke arah barat. Di
kaki burung merpati itu diikatkan sebuah
Kembang Jelita 10 38 bumbung yang kecil dan ringan berisi surat
singkat. Di langit yang begitu luas dan remangremang, terbangnya merpati itu tak terlihat oleh
Helian Kong. Mengingat betapa gawat pasukan Jenderal
Sun Toan-teng yang tengah menghadapi
tekanan kaum pemberontak, maka Helian Kong
seolah "melecut" pasukannya agar berjalan
secepat-cepatnya ke Tong-koan. Selama ini ia
cukup keras menggembleng pasukannya, dan
berharap daya tahan masing-masing prajuritnya akan cukup tangguh dalam
perjalanan panjang itu. Pasukannyapun berjalan dari fajar sampai
senja. Makan siang yang berupa ransum kering
itu bahkan dimakan sambil berjalan.
Tiga hari perjalanan. Menjelang sore hari ke tiga, Helian Kong
melihat sebuah desa di kaki pegunungan.
Mengingat letaknya, Helian Kong ingat kalau
desa itulah yang pernah dilewatinya bersama
Ting Hoan-wi dulu, di mana terjadi kerusuhan
Kembang Jelita 10 39 dari pengungsi-pengungsi kelaparan yang
kemudian ditumpas secara ganas oleh Ong Go.
Helian Kong menarik napas mengingat kejadian itu, suatu tanda betapa antara Tentara
Kerajaan dan rakyat terdapat jurang yang
makin lama makin lebar. Kesenjangan yang
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh kaum
pemberontak untuk merebut dukungan rakyat.
Itulah sebabnya kaki tangan Li Cu-seng leluasa
bergerak di antara penduduk seperti ikan di
dalam air. Sedang Tentara Kerajaan seperti
minyak di permukaan air, mengambang, tak
pernah benar-benar bersatu dengan air itu
sendiri. Angan-angan Helian Kong terkoyak oleh
suara seorang perwiranya yang berkuda di
sampingnya, "Cong-peng, matahari hampir
lenyap, di mana kita akan mengistirahatkan
pasukan?" "Di desa yang di depan itu," sahut Helian
Kong. Perwira itu kemudian membalikkan
kudanya, menyusuri barisan panjang itu ke arah
Kembang Jelita 10 40 belakang, sambil meneriaki setiap komandan
regu, "Jalan lebih cepat, kita akan beristirahat di
desa yang di depan itu."
Pasukan yang panjang dan deretan gerobakgerobak pengangkut bahan makanan itu
menggeleser kelelahan di pinggang pegunungan, seperti seekor ular raksasa yang
kekenyangan. Namun begitu mendengar di
depan ada tempat beristirahat, mereka jadi
bersemangat dan melangkah lebih cepat.
Helian Kong tidak mau kehilangan
kewaspadaan. Maka diserahkannya sementara
pimpinan pasukan itu kepada wakilnya, seorang
perwira berpangkat cam-ciang bernama Lau
Yan-beng. Lalu Helian Kong sendiri bersama
sepuluh prajurit berkuda lebih dulu berpacu ke
arah desa itu, untuk memeriksa apakah desa, itu
benar-benar aman untuk istirahat pasukannya.
Teringat peristiwa yang lalu, ia harus waspada
karena di desa itu pernah kesusupan orangorangnya Li Cu-seng untuk menghasut
penduduk melawan pemerintah.
Kembang Jelita 10 41 Sambil berkuda, dilihatnya di ujung desa itu
puing-puing bekas rumah yang dulu dibakar
para pengungsi yang mengamuk. Seisi rumah
itu mati terbakar. "Biar reruntuhan ini menjadi peringatan
bagi penguasa desa yang sekarang...." pikir
Helian Kong. Ketika memasuki desa, Helian Kong melihat
bangunan-bangunannya tidak berubah, suasana
nampaknya tenteram-tenteram saja. Namun
yang sering kelihatan di luar rumah hanyalah
lelaki-lelaki dewasa, entah sedang menyapu
halaman, entah memanggul cangkul pulang dari
ladang, menggiring kambing dan sebagai-nya.
Tidak nampak perempuan, anak-anak atau
orang-orang tua di luar rumah. Ketika
rombongan Helian Kong lewat, orang-orang itu
ada yang mengangguk hormat dan ada pula
yang acuh tak acuh. Helian Kong lega melihatnya, pikirnya,
"Kalau perempuan, anak-anak dan orang-orang
tua tidak nampak di luar rumah, bisa
Kembang Jelita 10 42 dimaklumi, sebab suasana perang tentu sudah
terasa di tempat ini. Apalagi hari hampir gelap."
Demikianlah Helian Kong tidak ber
prasangka. "Suasana membaik..." nilai Helian Kong
dalam hati. "Mungkin Ong Go berubah sikap
terhadap penduduk, hingga berhasil mewujudkan ketenteraman."
Tiba di rumah besar di tengah desa yang
dijadikan sebagai markas tentara, Helian Kong
melambatkan lari kudanya. Lalu masuk ke
halaman yang luas itu. Prajurit-prajurit yang
berjaga di pintu gerbang tidak menghalanghalangi, bahkan membungkuk hormat.
Baru saja Helian Kong turun dari kuda, dari
dalam gedung melangkah keluarlah seorang
perwira berusia sebaya dengan Helian Kong,
berubuh ramping dan tegap, bahkan lebih tegap
dari Helian Kong, matanya tajam. Dia bukan Ong
Go. Ia mendekati Helian Kong dengan langkah
lebar dan lurus, lalu memberi hormat dan
memperkenalkan diri, "Aku Yo Kian-hi,


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembang Jelita 10 43 berpangkat Cian-bu, memberi hormat kepada
Helian Cong-peng. Selamat datang di desa ini."
Helian Kong agak tercengang karena
perwira itu sudah tahu namanya. "Mana Ong
Go?" tanyanya. Yo Kian-hi menjawab dengan lancarnya,
"Karena Panglima kami di Hun-ciu menganggap
kepemimpinan Ong Go hanya menimbulkan
kegelisahan, maka Ong Go ditarik ke Hun-ciu
dan aku menggantikannya."
Helian Kong menepuk pundak Yo Kian-hi
sambil berkata, "Kulihat desa ini tenteram,
rupanya penduduk tidak lagi menganggap
prajurit kerajaan sebagai momok yang
menakutkan lagi. Tapi, Yo Cian-bu, aku merasa
pernah bertemu denganmu, kapan dan di mana,
ya?" Yo Kian-hi tersenyum, "Tentu saja pernah,
Cong-peng. Aku dulu bawahan Ong Cian-bu,
bukankah Cong-peng pernah lewat desa ini?"
Karena Helian Kong sendiri memang tidak
ingat benar, maka penjelasan perwira muda itu
dianggapnya saja benar. Ada urusan yang lebih
Kembang Jelita 10 44 penting daripada sekedar mengingat-ingat,
katanya, "Aku hanya ingin melihat dulu keadaan
desa ini sebelum pasukanku masuk ke mari.
Aku merencanakan beristirahat semalam di sini
sebelum melanjutkan perjalanan ke Tongkoan!"
"Tempat ini sudah siap, Cong-peng. Bagian
dapur umum akan segera kuperintahkan
untuk...." "Tidak usah, kami bawa bekal sendiri!"
"Tidak apa-apa, Cong-peng. Perbekalan
kami cukup." "Tidak, kami tidak mau memberatkan
pihakmu. Mendapat tempat istirahat saja sudah
untung!" Yo Kian-hi tidak mendesak lagi, akhirnya ia
berkata, "Kalau begitu terserahlah kepada Congpeng. Tapi kami siap menerima kedatangan
pasukan Cong-peng." "Terima kasih. Sekarang akan kujemput
dulu pasukanku ke mari."
"Silakan, Cong-peng."
Kembang Jelita 10 45 Helian Kong dan sepuluh pengawalnya
kembali untuk menyongsong pasukan mereka.
Ketika hari sudah gelap dan cahaya
kemerahan di ufuk barat pun makin menghitam,
pasukan Helian Kong yang berjumlah besar
itupun sudah masuk ke desa itu.
Desa itu tidak besar, maka kedatangan lima
puluh ribu prajurit dan lima ratus gerobak
perbekalan dan entah berapa ratus kuda dan
keledai beban, tentu saja jadi sibuk sekali.
Namun Yo Kian-hi dengan amat gesit bekerja
mengatur penempatan mereka. Gerobakgerobak perbekalan yang akan dikirim kepada
Jenderal Sun itu dikumpulkan di satu tempat,
sedang para prajurit dipencar-pencar tempatnya. Ada yang di tanah lapang, di
halaman-halaman rumah, di kebun-kebun
kosong, bahkan di sepanjang jalan desa.
Melihat betapa bersemangatnya Yo Kian-hi
bekerja, Helian Kong diam-diam memuji dalam
hati, "Kalau semua perwira bersemangat seperti
ini, kaum pemberontak akan mengalami
Kembang Jelita 10 46 kesulitan berat biarpun hanya ingin merebut
sejengkal wilayah." Kemudian Yo Kian-hi mendekati Helian
Kong, "Sekarang kami persilakan Cong-peng
istirahat di markas, sudah kami sediakan
ruangan untuk Cong-peng."
"Tidak. Aku minta tikar saja, aku mau tidur
di sini saja." Kiranya Helian Kong benar-benar menguatirkan perbekalan yang menjadi
"nyawa" pasukan Jenderal Sun, maka ia ingin
menjaga sendiri gerobak-gerobak perbekalan
itu. Yo Kian-hi tak berani mendesak, lalu
berpamitan pulang ke markas. Namun
sebelumnya dia berkeliling memeriksa keadaan
sekali lagi, terutama sekitar gerobak-gerobak
beras itu, dan sebelum pergi Yo Kian-hi
mengunjungi beberapa rumah penduduk
namun lewat pintu belakang.
Sementara itu, terdorong rasa aman karena
Yo Kian-hi memperlihatkan kerja sama yang
baik, Helian Kong meng gelar tikarnya di kolong
Kembang Jelita 10 47 sebuah gerobak, lalu beristirahat. Angin malam
begitu sejuk lembut, mengantarkan Helian Kong
lebih cepat terbang ke alam mimpi karena
kelelahannya. Tengah malam Helian Kong terbangun
karena merasa ingin buang air kecil.
Didengarnya seluruh desa itu sudah dicengkeram kesunyian, namun dilihatnya
orang-orang yang bertugas jaga tetap membuka
mata biarpun kelihatannya begitu kelelahan.
"Sekarang sudah lewat Cu-si atau belum?"
tanya Helian Kong kepada seorang penjaga. "Cusi" adalah sebutan untuk waktu antara dua jam
sebelum tengah malam sampaitengah malam.
Di Cina, sehari semalam tidak dibagi dua
puluh empat jam, tapi hanya dua belas jam.
Untuk memudahkan, ada juga yang menamai
kedua belas bagian waktu itu dengan namanama hewan cap-ji-shio, sehingga dalam
percakapan sehari-hari tidak aneh kalau orang
menyebut "jam naga" atau "jam anjing" dan
sebagainya. Cu-si yang ditanyakan Helian Kong
Kembang Jelita 10 48 itu sering juga disebut "jam tikus" (antara 23.00
- 01.00). Dengan sikap hormat prajurit itu menjawab,
"Gembreng tanda waktu belum terdengar,
Cong-peng." "Jangan mengantuk ya" Memasuki Jam
Kerbau nanti akan ada pergantian penjaga."
"Baik, Cong-peng."
Lalu Helian Kong mencari tempat untuk
kencing. Ketika dilihatnya gerombolan semak di
seberang jalan, diapun menyuruk ke dalam
semak-semak itu untuk melegakan kandung
kemihnya. Kemudian ia tidak segera tidur lagi,
melainkan berjalan berkeliling desa untuk
melihat-lihat. Nampak prajurit-prajuritnya
bergelimpangan pulas di mana-mana, kelelahan,
begitu pulas sampai mereka tidak lagi
menghiraukan nyamuk-nyamuk yang berpesta
pora dengan butir-butir darah mereka.
Helian Kong berjalan sampai ke ujung desa.
Kepada yang bertugas jaga, tak henti-hentinya
ia berpesan agar hati-hati.
Kembang Jelita 10 49 Tiba di ujung desa yang berupa semakbelukar yang gelap, tiba-tiba Helian Kong
mendengar dari balik semak-semak ada suara
anjing-anjing liar berkelahi dengan ribut,
berebut mangsa. Dan semak-semak itu
berguncang-guncang keras bagaikan dihantam
prahara. Mestinya itu hal biasa, sebab desa itu
memang dekat hutan dan pegunungan, tidak
mengherankan kalau anjing-anjing liar berkeliaran dekat pemukiman manusia. Tapi
Helian Kong kaget ketika melihat seekor anjing
liar berlari menerobos keluar dari semaksemak, dengan moncong menggigit sepotong
lengan manusia! Anjing ini lari ke arah pegunungan dan ada
dua anjing lainnya mengejar ingin merebut,
sementara dari balik semak belukar masih
belum reda suara anjing-anjing berebutan
mangsa. Tertarik oleh kejadian itu, Helian Kong lebih
dulu lari ke gapura desa untuk mencabut
sebatang obor yang ditancapkan di situ, lalu ia
Kembang Jelita 10 50 lari ke balik semak-semak sambil berteriakteriak dan mengayun-ayunkan obornya untuk
menghalau anjing-anjing liar itu.
Ada belasan anjing, dan mereka rupanya
masih mau mempertahankan "rejeki" mereka
malam itu, mereka menggeram-geram sambil
menyeringai memamerkan deretan gigi mereka
kepada Helian Kong. Namun ketika dua ekor di
antara mereka roboh mencelat kena tendangan
Helian Kong, anjing-anjing itu mundur
ketakutan meskipun belum mau pergi.
Helian Kong mengangkat obornya, dan
kagetlah ia melihat mayat-mayat di balik
semak-semak itu. Tempat itu ternyata sebuah
kuburan masal, namun mayat-mayat dikuburkan secara dangkal dan sembarangan
saja, tidak heran kalau menarik penciuman
anjing-anjing liar itu lalu diacak-acak. Banyak
mayat tidak lengkap lagi, karena sebagian
tubuhnya sudah dibawa lari pemangsapemangsanya. Namun mayat-mayat itu belum
berbau, menandakan kalau belum lama mereka
dibunuh, mungkin belum sampai satu hari.
Kembang Jelita 10 51 Betapapun juga, itu sudah membuat Helian
Kong mulai curiga. Ada yang kurang beres di
desa itu. Kini ia berjongkok sambil mengangkat
obornya agar dapat melihat lebih cermat, dan
alangkah kagetnya ketika melihat satu dari
mayat-mayat itu adalah Ong Go, komandan
lama dari pasukan di desa itu. Padahal tadinya
Yo Kian-hi bilang kalau Ong Go "ditarik ke Hunciu", kenapa sekarang mayatnya diketemukan di
pinggiran desa ini" "Ada yang tidak beres dengan Yo Kian-hi!"
itulah kesimpulan kabur Helian Kong, la
membuang obornya lalu dengan gerakan
secepat kilat hendak kembali ke desa.
Namun sesosok bayangan lain berkelebat
tak kalah cepatnya, muncul dari arah kegelapan
dan ujung jari-jarinya langsung menusuk ke
arah tenggorokan ! Helian Kong.
Helian Kong kaget namun tidak kehilangan
peluang. Dengan tubuh masih mengapung di
udara, ia membabat lengan lawannya dengan
Kembang Jelita 10 52 telapak tangannya dan sekaligus balas menjotos
ke rusuk orang itu. "Bagus!" Itulah suara Yo Kian-hi, penyergap
itu. Sore tadi suara itu masih bernada ramah
dan penuh rasa bersahabat, sekarang terdengar
dingin dan penuh permusuhan. Ia menyilangkan
kedua lengannya untuk menjepit patah lengan
Helian Kong di bagian siku.
Selagi tubuh mereka masih sama-sama
mengapung di udara dan melayang turun,
kedua anak muda sebaya itu telah sempat saling
gebrak beberapa jurus, sama cepatnya, sama
kagetnya. Ketika kaki mereka sampai di tanah
bersamaan, mereka berlompatan menjauh
untuk mengambil posisi. Kemudian Helian Kong
bertanya, "Siapa kau sebenarnya?"
"Perwira bawahan Jenderal Li Gi-am!" sahut
Yo Kian-hi blak-blakan dengan sikap
menantang. Laskar pemberontak yang oleh pihak


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemerintah dicap sebagai gerombolan liar
belaka, namun Li Cu-seng sudah menyusun
Kembang Jelita 10 53 tentaranya dengan tertib. Ada jenderal, ada
perwira, ada prajurit biasa, seperti sebuah
angkatan perang suatu negara. Yang disebut
Jenderal Li Giam adalah ahli perangnya Li Cuseng yang berjasa dalam mempersembahkan
kemenangan demi kemenangan. Dengan
demikian Yo Kian-hi ini adalah seorang tokoh
pemberontak. Itu mengejutkan Helian Kong. Ia cemas akan
pasukannya yang sedang tidur lelap dan barang
kawalannya. Ternyata desa itu telah disergap
dan dikuasai oleh pengikut-pengikut Li Cu-seng,
membunuh semua prajurit kerajaan yang di
situ, lalu pengikut-pengikut Li Cu-seng itu
menyamar sebagai prajurit-prajurit kerajaan
untuk menjebak pasukan Helian Kong.
Dan kini ingatan Helian Kong terbuka, ingat
kapan dan di mana ia pernah melihat Yo Kianhi, bukan cuma satu kali, bahkan dua kali.
Pertama kali di desa itu juga, waktu Yo Kian-hi
menyamar sebagai pengungsi yang menghasut
pengungsi-pengungsi lainnya agar timbul
kerusuhan, waktu itu Helian Kong gagal
Kembang Jelita 10 54 menangkapnya karena senjata rahasia Tok bu
Kim-ciam Cu-bo-tan. Kedua kali Helian Kong
melihatnya waktu terjadi keributan di depan
gedung kediaman Ciu Kok-thio, mertua Kaisar
Cong-ceng, di Pak-khia. Waktu itu Yo Kian-hi
menaiki gerobak yang ruji-ruji rodanya
dipasangi golok, dan kerbau penariknya
sebentar-sebentar disundut pantatnya dengan
api. Maka gusarlah Helian Kong, "Hem, kiranya
kau begundal Li Cu-seng yang hendak menjebak
pasukanku!" "Benar!" sahut Yo Kian-hi sambil tertawa.
"Helian Cong-peng, mata-mata kami di Pak-khia
banyak melaporkan tentang dirimu. Seorang
perwira yang jujur, bersih, berkepandaian
tinggi. Sayangnya mengabdikan segala kelebihannya hanya kepada sebuah pemerintahan bobrok yang sebentar lagi akan
diruntuhkan Joan ong! Lebih baik kau
bergabung dengan kami, tentu namamu akan
dikenang oleh banyak orang dengan perasaan
terima kasih!" Kembang Jelita 10 55 "Hem, tidak usah membujuk aku, malam ini
aku akan...." Helian Kong menghentikan kata-katanya,
sebab dari arah desa tiba-tiba terdengar riuh
rendah suara orang bertempur, dan nampak
cahaya api menjulang ke angkasa.
Yo Kian-hi tertawa dingin, 'Tidak usah
mengkhawatirkan nyawa prajurit-prajuritmu,
Cong-peng. Kami tidak mengincar nyawa
mereka, kami cuma ingin memusnahkan lima
ratus gerobak beras yang akan dimakan
Jenderal Sun dan pasukannya."
"Bangsat!" Lompatan pesat Helian Kong "untuk
kembali ke dalam desa itu lagi-lagi dihadang
oleh Yo Kian-hi. Dua tinjunya berturut-turut
menyambar ke pelipis dan ulu hati Helian Kong.
Gerakan keras dan mantap macam itu sudah
pernah dikenal oleh Helian Kong, maka sambil
menghindar Helian Kong juga membentak, "He,
apa hubunganmu dengan Thai-lik-ku-huo
(Macan Kurus Bertenaga Raksasa) Oh Kui-huo?"
"Aku adik seperguruannya."
Kembang Jelita 10 56 Sambil menjawab, serangan Yo Kian-hi
semakin gencar. Yang dimainkannya adalah
Ban-sin-kun-hoat (Silat Selaksa Gajah), yang
hebat dan keras, angin menderu tiap
gerakannya, tiap langkah kakinya seperti
menimbulkan gempa kecil. Ternyatalah biarpun Yo Kian-hi a-dalah adik
seperguruan Oh Kui-huo, namun lebih tangguh
dari kakak seperguruannya. Pertama, ia lebih
berbakat. Kedua, bentuk tubuhnya yang tinggi
tegap itu lebih cocok untuk ilmu semacam Bansiang-kun-hoat.
Seandainya tidak sedang memikul kewajiban beratnya tentu Helian Kong dengan
senang hati akan melayani adu ilmu itu. Tetapi
ia saat itu sedang memikul tugas penting, ia
lebih mementingkan keutuhan barang yang
dikawalnya daripada menuruti selera pesilatnya. Ia membentak dan mengerahkan seluruh
kemampuannya, tiba-tiba di pundaknya seperti
tumbuh berpasang-pasang lengan tambahan.
Bayangan cengkeramannya memenuhi seluruh
Kembang Jelita 10 57 sudut arena, mengancam semua persendian
tulang Yo Kian-hi. Itulah ciri utama perguruan
Ti-at-eng-bun, dengan cengkeraman jari-jari
tangan yang terlatih berusaha melumpuhkan
persendian-persendian. Kalau serangan sudah
dekat ke tubuh, serangannya seperti
menggerayangi tubuh namun cepat, mirip
tukang pijat mencari bagian tubuh yang keseleo.
Ini sebaliknya, mencari bagian yang tidak
keseleo untuk dibikin keseleo.
Peningkatan perlawanan Helian Kong yang
mendadak itu mengejutkan Yo Kian-hi. Saat
tubuh Helian Kong melayang menerjangnya, Yo
Kian-hi tiba-tiba membanting dirinya telentang,
membiarkan lawan melayang di atasnya, dan
sepasang tinjunya mencoba menghantam
pergelangan kaki Helian Kong, kalau kena pasti
remuk mata kakinya dan Heli-lian Kong akan
jadi cacad seumur hidup. Namun luput.....!
Helian Kong membuat gerak salto menjauhi
lawan, kemudian berlari ke dalam desa sambil
berteriak-teriak untuk membangunkan Kembang Jelita 10 58 pasukannya, "Ada musuh! Ada musuh! Jaga
kereta-kereta perbekalan!"
Alangkah mendongkolnya Yo Kian-hi karena
gagal mencegah langkah Helian Kong. Ia bangkit
dan memburu ke dalam desa, tapi melalui jalan
lain. Arahnya ia sudah tahu, tentu Helian Kong
akan ke tempat gerobak-gerobak beras.
Sementara itu, ketika dilihatnya di tempat
gerobak beras itu ada nyala api berkobar,
Helian Kong memacu langkahnya. Begitu hebat
ilmu meringankan tubuhnya, sehingga beberapa
prajurit yang dilewatinya hanya merasakan
angin berhembus keras di samping mereka.
Beberapa gerobak sudah terbakar dan
sedang disirami air oleh para prajurit. Di tempat
itu juga sudah berkobar pertempuran sengit,
para prajurit berhadapan dengan ratusan orang
yang di kepala masing-masing memakai ikat
kepala kuning. Terdengar suitan tajam melengking
membelah malam. L.alu pintu-pintu rumah penduduk di
seluruh desa itu terbuka, dan bermunculanlah
Kembang Jelita 10 59 orang-orang yang siangnya dikira sebagai
penduduk desa. Ratusan o-rang. Mereka muncul
dengan ikat kepala kuning dan senjata di
tangan, dengan berani dan tangkas mereka
menerjang ke arah tentara Kerajaan yang
berjumlah jauh lebih banyak.
Sebagian dari pasukan kerajaan ternyata tak
mampu bangkit untuk melawan. Merekalah
yang sorenya mendapat "kebaikan hati"
penduduk desa gadungan itu berupa suguhan
makan atau minum, dan mereka keracunan.
Namun yang masih segar dan melawan dengan
gigih tetap banyak. Pengikut-pengikut Li Cu-seng itu sasaran
utamanya adalah gerobak-gerobak perbekalan.
Setiap ada kesempatan, mereka melemparkan
obor-obor yang terdiri dari ruas-ruas bambu
berisi minyak. Minyak tumpah dan apinya
menyala, makin banyak gerobak terbakar.
Tempat i-tu jadi terang benderang.
Tak terkirakan kegusaran Helian Kong
melihat itu. Sekali lompat bagaikan macan lapar,
Kembang Jelita 10 60 tangan dan kakinya berhasil menggebrak tiga
orang pengikut Sekali lompat bagaikan macan lapar, tangan
dan kakinya berhasil menggebrak tiga orang
pengikut Li Cu Seng sehingga mereka terpental
dengan tulang rusuk rontok.
"Lindungi perbekalan!" teriak He-lian Kong.
Orang kedua belah pihak berpencaran di
segala sudut desa, maka pertempuran pun
berkobar di semua pelosok desa. Kaum
pemberontak muncul dari setiap rumah.
Kemudian ada juga yang menyerbu dari luar
desa dengan menghujankan panah-panah dan
lembing-lem-bing. Serangan luar dalam itu semula memang
membuat pasukan Helian Kong panik. Mereka
tidak sempat menyusun diri sebagai sebuah
pasukan yang kompak seperti dalam latihan,
melainkan terpaksa bertempur sendiri-sendiri
menghadapi musuh yang muncul dari segala
sudut. Dalam kekacauan itu memang banyak
prajurit Helian Kong y a n g menjadi korban
Kembang Jelita 10 61 Sekali lompat bagaikan macan lapar, tangan dan
kakinya berhasil menggebrak tiga orang pengikut
Li Cu Seng sehingga mereka terpental dengan
tulang rusuk rontok. Kembang Jelita 10 62 "pembukaan" untuk pertempuran yang entah
kapan selesainya. Apalagi ketika dari arah hutan dan
pegunungan datang pula pegikut Li Cu-seng
bergerombol-gerombol. Hujan panah dan
lembing yang mereka lontarkan cukup banyak
makan korban pasukan kerajaan.
Tetapi ketika para perajurit mulai
menggunakan perisai semestinya, maka
ancaman panah dan lembing pun dapat
diredam. Pertempuran digantikan dengan
menggunakan tombak, pentung, pedang, golok
dan sebagainya yang suaranya riuh-rendah.
Berlangsung sengit di jalanan, kebun-kebun,
halaman-halaman rumah, semak-semak belukar, kandang ternak dan sebagainya.
(Bersambung jilid ke XI) Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 24/06/2018 21 : 58 PM
Kembang Jelita 10 63 Kembang Jelita 11 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 11 1 "KEMBANG JELITA

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XI Beberapa rumah ikut terbakar karena kena
lemparan api yang kurang tepat. Tapi keadaan
yang menjadi terang-benderang itu jadi
mempermudah membedakan kawan dan lawan.
Kaum pemberontak kalah jumlahnya, namun
menunjukkan semangat tempur yang menyalanyala.
Tujuan utama mereka bukan mengalahkan pasukan itu, sebab mereka sadar
tidak mungkin mengalahkan pasukan yang jauh
lebih besar itu. Cukup asal bisa memusnahkan
sebagian dari perbekalan yang akan dikirim ke
Tong-koan itu. Pihak pemberontak tidak mau
membiarkan pasukan Jenderal Sun yang sudah
"senin kemis" itu menjadi segar kembali karena
bantuan dari Pak-khia itu, maka mereka
Kembang Jelita 11 2 berusaha menghancurkan kiriman itu di tengah
jalan. Tidak heran kalau pertempuran paling sengit
terjadi di sekitar gerobak-gerobak beras itu
ditempatkan. Kaum pemberontak menyerang,
pasukan kerajaan berusaha menghalau. Selain
perang dengan senjata, juga ada perang api
melawan air. Api yang dilemparkan oleh kaum
pemberontak terus-terusan menghujani gerobak-gerobak beras, sedang para prajurit
berusaha menyiraminya dengan air dari
beberapa sumur penduduk yang terdekat. Maka
biarpun beras itu selamat dari api, namun
karena kena air dan minyak, entah bagaimana
rasanya kelak kalau jadi nasi.
Melihat itu, Helian Kong merasa tidak perlu
sungkan-sungkan lagi. Ia menggunakan
pedangnya untuk membabat kawanan pemberontak yang berusaha mendekati
gerobak perbekalan. Di hadapan orang berilmu
setinggi Helian Kong, kawanan pemberontak itu
jadi seperti helai-helai jerami yang dilewati
angin prahara. Mereka bertebaran dan
Kembang Jelita 11 3 bertumbangan setiap kali Helian Kong melewati
mereka sambil mengayun pedang.
Namun dari antara kaum pemberontak pun
muncul Yo Kian-hi yang bersenjata sepasang
pedang tebal, berbeda dengan kakak
seperguruannya yang bersenjata cambuk
panjang. Ia mengganas merobohkan banyak
prajurit kerajaan, terutama yang mempertahankan gerobak-gerobak perbekalan.
Sepasang pedang itu tidak kalah dahsyatnya
dengan pedang tunggal Helian Kong, dengan
tenaganya yang besar maka sabetan-sabetan
sepasang pedang Yo Kian-hi tidak cuma
merobek kulit tapi mampu memotong tulang
juga. Tak terhindari pertempuran ulang antara
kedua lawan setimpal ini, Helian Kong dan Yo
Kian-hi. Helian Kong melompat, seperti seekor
elang yang dengan sayap-sayapnya yang kokoh
tanpa gentar masuk langsung ke pusat prahara,
dengan gerak Hui-eng-coan-hun (Elang Menembus Mega), melompat dan menusuk dan
atas. Begitu kokoh lengannya menggenggam
Kembang Jelita 11 4 pedang, sehingga deru putaran" sepasang
pedang Yo Kian-hi tak mampu menggoyahkan
arah pedangnya sejaripun, ujung pedang tetap
mengincar ke leher Yo Kian-hi.
Yo Kian-hi semuda lawannya, darahnya juga
darah muda yang selalu bergairah untuk
menguji ilmu silatnya. Makin ketemu lawan
tangguh, makin menyala semangatnya. Ia
bergeser mundur, sepasang pedangnya tiba-tiba
berkelebatan menjadi cahaya silang menyilang
rapat. Yo Kian-hi tidak hanya ingin menangkis
pedang lawgn, tapi sekaligus juga memotong
lengan lawan. Helian Kong tidak menarik mundur
serangannya, justru mempercepat luncurannya
di udara, pedangnya dijulurkan sepanjangpanjangnya, seolah mau berkata kepada
lawannya, "Boleh kaupotong tanganku dan akan
kupotong lehermu." Hal itu mengejutkan Yo Kian-hi. Tapi
pemuda inipun trampil dalam menggunakan
sepasang pedangnya. Melihat pedang Helian
Kong meluncur deras menembus Kembang Jelita 11 5 pertahanannya, Yo Kian-hi melejit ke samping
sambil menebaskan pedang kanan ke siku
Helian Kong. Tapi seperti seorang tukang sulap
saja Helian Kong memindahkan pedang ke
tangan kiri sambil menggulingkan badan, lalu
membabat sepasang kaki Yo Kian-hi.
Kedua pemuda sebaya itu memang bergerak
sama cepatnya, sama kuatnya, namun agaknya
Helian Kong unggul dalam membuat gerakangerakan yang di luar perhitungan. Sedang lawan
masih terlalu lugu memainkan jurus demi jurus
ajaran perguruannya. Maka Yo Kian-hi segera
beralih posisi menjadi pihak yang kena serang
terus-menerus, ujung pedang Helian Kong
mengejarnya terus. Rupanya Helian Kong mengandalkan unsur
kecepatan untuk mengincar bagian-bagian tak
terjaga, bagian tubuh yang belum tentu
mematikan namun buat sebuah pedang tajam
tentu tak ada bagian yang percuma untuk
dikenai. Biarpun bukan bagian mematikan yang
luka, tentu akan mengalirkan darah terus dan
melemahkan keseluruhan perlawanan.
Kembang Jelita 11 6 "Keparat! Anjing Kaisar, kau terlalu
sombong!" Yo Kian-hi memekik jengkel dan
sepasang pedangnya diputar sekuat tenaga
untuk membuat pertahanan.
Saat Yo Kian-hi sekuat tenaga memutar
senjata dilambari kekuatan Tit-siang-kin-hoat
(Ilmu Kekuatan Melempar Gajah), justru
gerakan pedang Helian Kong melembut.
Pedangnya dengan jurus Sam-goan-seng-goat
(Tiga Gelang Menjerat Rembulan), gerak
putaran pedangnya halus semacam tarian tanpa
kekuatan, dan tahu-tahu sepasang pedang Yo
Kian-hi malahan sudah tercongkel lepas dari
tangan. Rupanya Helian tidak menghadang
kekuatan lawan secara kekerasan, melainkan
mengikuti, mendorong dan mempercepat gerak
lawannya sampai tak terkendali oleh lawan
sendiri, lalu dimanfaatkan untuk keuntungannya sendiri. "Pemberontak menyerahlah!" bentak Helian
Kong sambil menubruk lawannya yang baru
saja kehilangan senjata. Kembang Jelita 11 7 Terpaksa Yo Kian-hi melakukan perlawanan
tangan kosong dengan Ban-siang-kun-hoatnya.
Biarpun gigih, namun karena tak bersenjata dia
jadi terdesak terus. Tenaganya yang besar juga
jadi kurang berguna menghadapi kecepatan
Helian Kong, ia seperti terkurung di bawah
cahaya pedang. Sementara itu, meskipun para pemberontak
terus menyerbu dengan gigih ke arah keretakereta perbekalan, namun jumlah mereka yang
terlalu sedikit akhirnya membenturkan mereka
kepada pertahanan tak tertembus dari pasukan
kerajaan. Setelah kedua pihak sama-sama
kehilangan banyak teman, akhirnya banyak
kaum pemberontak yang terbunuh atau
melarikan diri. Tujuan kaum pemberontak itu terhitung
gagal, sebab mereka tidak berhasil memusnahkan semua perbekalan, hanya
berhasil merusak sebagian kecil saja. Sergapan
itu semula direncanakan dengan cepat lalu
menghilang. Begitu rencananya, lain pula
kenyataannya. Dalam jumlah sedikit kaum pemKembang Jelita 11
8 Terpaksa Yo Kian-hi melakukan perlawanan tangan
kosong dengan Ban-siang-kun-hoatnya.
Kembang Jelita 11 9 berontak malah terlibat pertempuran berlarutlarut yang tentu saja tidak menguntungkan
mereka. Tak heran mereka terpukul mundur.
Yo Kian-hi yang terdesak oleh He lian Kong
itupun nampaknya ingin segera kabur, tapi
Helian Kong tidak memberinya kesempatan.
Di saat kritis itulah tiba-tiba dari antara
kaum pemberontak muncul seorang bersenjata
Kau-lian-jio (Tombak Berkait), dia menerjang
Helian Kong untuk menyelamatkan Yo Kian - hi
pemimpinnya. Ternyata ilmu silatnya cukup
tangguh. Karena pertolongan itulah Yo Kian-hi
akhirnya berhasil mundur bersama orangorangnya yang sudah tidak utuh lagi.
Helian Kong melarang pasukannya mengejar.
Tugas utamanya adalah melindungi perbekalan
dengan selamat sampai ke Tong-koan. la tidak
mau meninggalkan perbekalan yang menjadi
tanggung jawabnya itu, apalagi ia tidak tahu apa
yang menunggu di balik tabir hitam malam.
Sambil membenahi pasukannya, Helian Kong
juga menghitung kerugian di pihaknya. Puluhan
Kembang Jelita 11 10 prajuritnya gugur oleh senjata, tapi lebih
banyak lagi yang tewas karena diracun, sebab
merekalah yang disuguhi makanan atau
minuman oleh "penduduk desa" yang berlagak
ramah sore tadi. Puluhan lagi luka-luka, dan
puluhan karung beras rusak, tak bisa dimakan
lagi. Meskipun demikian, sebagian besar pasukan
dan sebagian besar perbekalan masih dapat
meneruskan perjalanan ke Tong-koan.
"Bangsat-bangsat pemberontak itu benarbenar bernyali besar," geram He-lian Kong.
"Mereka menyusup jauh melebihi garis
pertempuran untuk menimbulkan banyak
gangguan. Mereka tidak sekedar ingin
menguasai suatu wilayah, namun benar-benar
ingin merebut negara!"
Keesokan harinya, ketika pasukan itu siap
berangkat, barulah diketahui bahwa sebagian
besar dari ternak-ternak yang memperlancar
perjalanan, seperti kuda, keledai dan kerbau
penarik gerobak, ternyata juga sudah mati
diracun. Berarti banyak gerobak yang harus
Kembang Jelita 11 11 didorong oleh para prajurit, sehingga
perjalanan akan lebih lama.
Helian Kong membanting kaki dan mengepal
tinju dengan geram ketika mendengar laporan
itu. "Mudah-mudahan Jenderal Sun mampu
bertahan sedikit lebih lama untuk menunggu
kita," harapnya. "Eh, kota Hun-ciu masih berapa
jauh di depan kita?"
"Kira-kira tiga puluh li, Cong-peng."


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mudah-mudahan hari ini kita bisa mencapai
Hun-ciu, tidak peduli malam sudah tiba. Di Hunciu kita akan mendapatkan kuda-kuda baru
untuk mempercepat perjalanan ke Tong-koan."
Perwira bawahannya yang diajak berunding
itu nampak ragu-ragu, namun memberanikan
diri berkata, "Kalau berjalan terus ya bisa. Tapi
harap Cong-peng ingat bahwa pasukan kita
sudah tidak sesegar ketika berangkat dari ibu
kota. Meskipun ke Hun-ciu hanya tiga puluh li,
tapi prajurit-prajurit kita harus berjalan sambil
mendorong gerobak. Selain itu aku yakin kaum
Kembang Jelita 11 12 pemberontak takkan membiarkan kita berjalan
tanpa halangan." "Kalau begitu, akan kukirim lebih dulu dua
kurir berkuda ke Hun-ciu, minta bantuan agar
mereka menyongsong dengan membawa kuda
dan hewan-hewan pengangkutan lainnya!"
Helian Kong lalu menulis surat untuk
panglima Hun-ciu, diserahkan kepada kurirkurir berkuda yang segera berpacu ke Hun-ciu
mendahului pasukan. Setelah selesai pembagian ransum makan
pagi, pasukan itupun bergerak kembali.
Memang jadi lebih berat, sebab sebagian besar
gerobak-gerobak pengangkut beras harus maju
dengan didorong para prajurit.
Untuk menjaga semangat pasukannya,
Helian Kong tidak mau enak-enak menunggang
kuda, namun berjalan kaki. Bahkan tak lelahlelahnya ia hilir mudik sepanjang pasukannya,
sebentar berjalan ke ujung pasukan, sebentar ke
buntut barisan. Tak segan-segan ia ikut
mendorong gerobak-gerobak sambil mengucapkan kata-kata pengobar semangat.
Kembang Jelita 11 13 Untung pula jumlah prajurit amat banyak
sehingga gerobak-gerobak bisa didorong
bergantian. Menjelang tengah hari, belum ada sepuluh li
yang berhasil mereka tempuh, semakin kecillah
harapan untuk memasuki Hun-ciu sebelum
matahari terbenam. Ketika pasukan itu lewat sebuah jalan yang
diapit lereng-lereng gunung di kiri kanannya,
Helian Kong mewaspadakan seluruh pasukannya. Dalam Peng-hoat (Ilmu Perang),
tempat seperti itu dikenal mudah untuk
menyergap musuh yang berjumlah jauh lebih
besar. Karena itulah sebelum memasuki selat,
Helian Kong memisahkan pasukannya menjadi
dua kelompok, masing-masing berjumlah
sepuluh ribu prajurit, masing-masing dipimpin
seorang cam-ciang, untuk berjalan agak
memisah diri dari pasukan induk. Pasukan
mereka juga dibebaskan dari tugas mendorongdorong gerobak agar tetap segar pada saatnya
diperlukan. Kembang Jelita 11 14 Naluri Helian Kong tepat. Ketika pasukannya
tiba di tengah selat gunung, mendadak dari
lereng-lereng kiri kanan terdengar sorak-sorai,
lalu suara gemuruh batu-batu besar dan batangbatang pohon yang digelundungkan ke arah
pasukan kerajaan. Tanpa menunggu komando lagi, prajuritprajurit mengambil tindakan sendiri-sendiri.
Sebagian lari ke depan, sebagian lari ke
belakang, atau mencari perlindungan di tempattempat yang memungkinkan.
Toh ada juga yang tak sempat menyelamatkan diri sehingga binasa oleh batu
dan kayu yang seolah longsor dari atas itu.
Ketika longsoran reda, ternyata terlihat
puluhan gerobak beras terbalik, isinya tumpah
berceceran di antara mayat-mayat prajurit,
batu-batu besar dan batang-batang pohon yang
malang-melintang. Semuanya menjadi hambatan gerobak-gerobak yang di belakang
untuk maju ke depan. Mendidih darah Helian Kong melihat itu.
Kembali pihak musuh berhasil menimbulkan
Kembang Jelita 11 15 kerugian atas pasukannya. Sekaligus dikutuknya Panglima di Hun-ciu, "Bangsat
benar si Kam Seng itu, kenapa tidak diawasinya
jalan ini, padahal tempat itu masih termasuk
wilayah kekuasaannya" Rupanya dia sudah
menjadi kura-kura yang cuma berani
berlindung di bagian daiam tembok Hun-ciu,
tidak berani keluar dan membiarkan kaum pem
berontak malang-melintang di sebelah luar
dinding kota Hun-ciu."
Namun diapun tidak tinggal diam. Ia berlarilari sepanjang pasukannya sambil berteriak,
"Atur barisan! Jaga gerobak-gerobak yang masih
utuh!" Tergopoh-gopoh para prajurit mengatur diri
di kedua sisi yang menghadap kedua lereng.
Sebagian prajurit mendapat tugas membersihkan balok, batu dan mayat-mayat
atau reruntuhan gerobak agar tidak menghambat majunya gerobak-gerobak di
belakangnya. Kembang Jelita 11 16 Prajurit-prajurit yang luka dinaikkan begitu
saja ke gerobak-gerobak beras yang masih bisa
jalan, tanpa diobati lebih dulu.
Tameng-tameng rotan yang tadinya hanya
digendong di punggung para prajurit, kini
dipegang dengan tangan kiri, siap menyambut
musuh. Para pemanah dan pelempar lembing
juga siap dengan alat perang masing-masing.
Helian Kong agak terhibur melihat kesigapan
pasukannya, yang biarpun mendapat sergapan
hebat namun tidak panik dan cerai-berai.
Biarpun pasukannya memang menderita
kerugian, namun jelas tidak gampang buat
musuh untuk menghancurkan atau menghentikan pasukan yang dilatih keras oleh
Helian Kong sendiri itu. 'Tetap maju dan awasi kedua sisi!" suara
Helian Kong memantul di lereng-lereng kirikanan jalan itu.
Maka pasukan itupun bergerak maju
kembali, perlahan, karena masih tetap harus
mendorong gerobak-gerobak beras.
Kembang Jelita 11 17 Helian Kong tahu, tindakannya itu tentu
menjengkelkan musuh, dan mereka tentu akan
menyerang lagi. Benar saja. Dari kedua lereng mendadak
terdengar sorak gemuruh, bendera-bendera
berwarna kuning polos muncul berkibar-kibar.
Ribuan orang yang berikat kepala kuning
dengan senjata-senjata berkilat muncul dan
menyerbu tentara kerajaan, didahului dengan
lontaran panah dan lembing.
Para prajurit kerajaan mengangkat perisai,
dan di antara mereka banyak yang cukup berani
untuk memanjat lereng menyongsong musuh,
sambil berlindung di balik perisai. Sedang
pemanah-pemanah dari pasukan kerajaan mulai
beraksi pula. Memang kalah menguntungkan
memanah dari tempat yang lebih rendah,
namun lebih baik daripada tidak membalas
sama sekali. Kemudian kaum pemberontak melepaskan
pula panah-panah berapi, sasarannya adalah
gerobak-gerobak beras. Kembang Jelita 11 18 Namun pasukan itu tetap merambat maju,
pendorong-pendorong gerobak dilindungi oleh
rekan-rekan mereka yang membawa perisai.
Helian Kong tahu kalau lorong diapit lereng
itu hanya sepanjang kira-kira dua ratus meter,
habis itu akan keluar ke tanah datar di mana
kaum pemberontak takkan dapat menarik
keuntungan apapun. Karena itulah Helian Kong
memerintahkan maju terus. Mundur berarti
menjadi sasaran terus menerus, begitu juga
berhenti. Selain itu, Helian Kong juga memberi isyarat
suitan kepada dua pasukan di bagian belakang
yang sudah dipersiapkan sebelum memasuki
selat itu. Kedua perwira berpangkat cam-ciang itu,
masing-masing adalah Kok Siau-eng yang
bersenjata sepasang Kong-pian (Ruyung Baja)
dan Wan Yok-liang yang bersenjata kampak
bertangkai sepanjang tangkai tombak. Keduanya dikenal Helian Kong dalam
kemahiran "perang gunung" mereka.
Kembang Jelita 11 19 Begitu mendengar isyarat Helian Kong,
keduanya bersama pasukan masing-masing
segera bergerak serempak. Kok Siau-eng
memanjat lereng utara dan Wan Yok-liang
memanjat lereng selatan, tapi dari arah mulut
selat. Tempat yang landai.
Seperti yang sudah diperhitungkan, mereka
pun mendapat hambatan ketika naik ke tebing.
Mereka diserang dengan panah dan lembing,
tapi kelandaian tanah di situ tidak
memungkinkan bagi pihak musuh untuk
menggelingkan batu-batu dan balok-balok kayu.
Panah dan lembing ditangkis dengan perisai
tanpa menghambat gerak maju pasukan. Dan
tak lama kemudian, pasukan Kok Siau-eng
maupun Wan Yok-liang sudah terlibat
pertempuran jarak dekat dengan laskar
pemberontak di atas tebing. Karena merasa
unggul dalam jumlah, Kok Siau-eng maupun
Wan Yok-liang menebar pasukannya agar
jangan ada prajurit yang menganggur di garis
belakang, jadi semua prajurit "dapat kerja".
Perlahan tapi pasti pasukan kerajaan berhasil
Kembang Jelita 11 20 menggiring mundur kaum pemberontak di atas
tebing sebelah-menyebelah. Mundur menyusuri
tebing memanjang. Hasil di kedua sayap itu terasa di pasukan
Helian Kong. Serangan dari atas tebing sebelah
menyebelah mengendor, pihak musuh harus
membagi perhatian, pasukan Helian Kong dapat
maju lebih cepat. Begitulah, majunya pasukan kerajaan dalam
tiga jalur itu seperti sebuah trisula. Jalur tengah
adalah Helian Kong yang mengawal gerobakgerobak perbekalan dengan jumlah pasukan
terbanyak. Jalur utara Kok Siau-eng dan jalur
selatan Wan Yok-liang. Pasukan kerajaan tidak
lagi terjepit, tapi mendesak.
Selat itu memang tidak panjang. Setelah
hampir ke ujung selat, jalanan bahkan agak
melandai turun sehingga gerobak-gerobak
dapat menggelinding lebih lancar. Kini para
prajurit malahan harus agak menghambat
gerobak-gerobak agar tidak meluncur terlalu
cepat. Kembang Jelita 11 21

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah keadaan membaik buat pasukannya,
Helian Kong mengirim lagi dua perwira dengan
pasukan masing-masing untuk memanjat ke
tebing utara dan selatan, untuk membantu Kok
Siau-eng dan Wan Yok-liang mempercepat
penyelesaian. Maka kedua tebing sebelah menyebelahpun seolah kini ditaburi prajurit
kerajaan. Kaum pemberontak yang kalah
jumiahpun makin cepat terdesak mundur.
Namun dari luar selat sebelah barat, tiba-tiba
terdengar sorak gemuruh, ratusan bendera
kuning berkibar menghadang di depan. Sebuah
pasukan yang nampaknya cukup kuat muncul,
dengan berani mereka menghadang pasukan
He-lian Kong secara Frontal, berhadapan
langsung, menandakan kalau merekapun
mengandalkan jumlah yang besar. Bahkan
mereka juga mengembangkan sayap ke tebingtebing, melebarkan garis pertempuran.
"Maju!" sambil berteriak, Helian Kong
berjalan paling depan sambil mengangkat
tinggi-tinggi pedangnya. Kembang Jelita 11 22 Laskar pemberontak yang menghadang ini
tergolong besar, bukan sekedar regu-regu kecil
untuk tugas-tugas kecil, namun benar-benar
disiapkan untuk menghambat bantuan bagi
Jenderal Sun Toan-teng yang sedang mereka
gencet di Tong-koan. Di antara benderabendera kaum pemberontak, nampak sebuah
bendera memanjang ke bawah bertulisan dua
huruf besar yang bisa dilihat dari kejauhan, "Li
Giam". Itulah nama seorang "jenderal"nya kaum
pemberontak yang kenamaan di garis depan.
Membaca huruf-huruf pada bendera di
kejauhan itu, Helian Kong malahan berkobar
semangatnya. "Bagus, sudah jemu aku hanya
menghadapi keroco-keroco pengikut Li Cu-seng,
sekarang biar kutangkap pentolannya!"
Di bawah bendera besar kaum pemberontak
itu nampak seorang penunggang kuda yang
berpakaian perang. Memakai sisik-sisik logam
pelindung pundak dan lengan, memakai logam
pelindung ulu hati, namun topinya ternyata
hanyalah caping petani biasa, sehingga
Kembang Jelita 11 23 dandanan kelihatan agak janggal. Memang
demikiankah dandanan "jenderal-jenderalnya"
kaum pemberontak. Topi petani itu maunya
dijadikan lambang bahwa mereka sedang
berperang untuk membela rakyat kecil, dengan
demikian mengharap bisa mendapat dukungan
luas dari rakyat. Diiringi sekelompok pengawal berkudanya,
Li Giam maju ke depan, tangan kirinya
memegang kendali kuda dan tangan kanannya
mengempit tombak panjang, siitapnya gagah.
Setelah cukup dekat, ia berseru kepada Helian
Kong "Cong-su (orang gagah), berhentilah meng
abdi kepada pemerintahan Kaisar Cong-ceng
yang menyengsarakan rakyat, bergabunglah
dengan Joan-ong untuk menyelamatkan negeri!"
Helian Kong berhenti melangkah dan
menyarungkan pedangnya. Namun bukan untuk menyerah, sebab ia
tiba-tiba merebut sebuah busur dan sebumbung
anak panah dari seorang prajurit di sebelahnya.
Dan sekejap kemudian beterbanganlah anakanak panahnya ke arah Li Giam.
Kembang Jelita 11 24 Panah yang dilepas Helian Kong meluncur
lebih hebat dari prajurit-prajurit biasa, selain
lebih cepat juga membawa desing lebih keras
dan mencapai jarak lebih jauh.
Maka guguplah pengawal-pengawal Li Giam
melindungi atasan mereka. Memang Li Giam
seorang tokoh penting dalam barisan Li Cuseng, seorang ahli strategi perang, namun ilmu
silatnya justru termasuk hanya golongan "Paspasan," karena itulah panah-panah Helian Kong
menjadi ancaman serius buatnya.
Beberapa pengawal mengajukan perisai ke
depan Li Giam. Tetapi kekuatan panah Helian
Kong terlalu hebat, sehingga pengawalpengawal itu berhasil melindungi Li Giam tapi
tak berhasil melindungi mereka sendiri. Panah
Helian Kong menembus tameng-tameng rotan
itu dan sekaligus "memaku"nya dengan tangantangan yang berada di belakang tameng.
Beberapa pengawal bahkan bertumbangan dari
kuda karena panah Helian Kong langsung ke
tubuh mereka. Kembang Jelita 11 25 Namun perlindungan para pengawal setia itu
terhadap Li Giam betul-betul gigih. Menggantikan pengawal-pengawal yang roboh,
pengawal-pengawal lain maju melindungi Li
Giam tanpa memikir keselamatan mereka
sendiri. Sementara sebagian dari pengawalpengawal itu menganjurkan Li Giam agar men
jauhi garis benturan. Sadar akan bahaya yang mengancam nya, Li
Giam menurut diajak mundur, kemudian para
pengawalnyalah yang mencoba membendung
Helian Kong. Diiringi sorak-sorai kedua pasukan yang
berlaga di mulut selat itu, pertempuran makin
berkobar hebat. Yang paling sengit ialah di
bagian jalur tengah, di mulut selat. Di situ laskar
pemberontak mencoba membendung tentara
kerajaan, sebaliknya tentara kerajaan mendesak
untuk mencari jalan. Tetapi di kedua lerengpun
sayap-sayap kedua pihak saiing menekan dan
mendesak. Masing-masing pihak sadar, kalau
berhasil menguasai tebing miring melandai itu,
Kembang Jelita 11 26 tentu akan bisa menekan lawan dari lambung,
dari kedudukan yang lebih menguntungkan.
Maka dari kedua pihak, selain korbankorban senjata yang berjatuhan juga ada
korban-korban yang terguling ke bawah tebing
untuk "hadiah" kurang hati-hatinya mereka
melangkah. Kaum pemberontak begitu bersemangat,
sebab dipimpin sendiri oleh Li Giam, tangan
kanan Li Cu-seng sendiri. Tiap laskar ingin
menunjukkan semangat juang dan kemampuan
yang setinggi-tingginya di hadapan Li Giam.
Namun pasukan kerajaan juga melawan
amat ulet, semangat merekapun berkobar
karena diberi contoh oleh Helian Kong sendiri,
yang tidak cuma berteriak-teriak dari garis
belakang, melainkan menyusup garis pertahanan musuh yang paling depan. Memang
tidak keliru pepatah "di bawah panglima yang
kuat tidak ada prajurit yang lemah". Prajuritprajurit Helian Kong ini benar-benar tidak
mengecewakan orang yang selama ini melatih
mereka, yaitu Helian Kong sendiri.
Kembang Jelita 11 27 Memang tentara Kerajaan kalah segar
kondisinya setelah kelelahan sekian lama.
Namun kelelahan itu sirna ditelan semangat
yang berkobar. Pasukan kerajaan saat itu menempati posisi
lebih tinggi, tetapi ada juga kerugiannya, yaitu
karena saat itu mata hari sudah tiga perempat
garis edarnya, sudah agak rendah di sebelah
barat. Padahal pasukan kerajaan itu menghadap
ke barat, satu atau dua jam lagi pasti mereka
akan disilaukan langsung oleh cahaya matahari.
Helian Kong menyadari hal itu, maka
dikirimnya dua kurir untuk menyampaikan
perintahnya kepada sayap utara dan sayap
selatan yang dikomandani masing-masing oleh
Kok Siau-eng dan Wan Yok-liang agar lebih
hebat menekan musuh, harus dapat merebut
posisi menguntungkan selatan utara sebelum
matahari terbenam. Helian Kong sendiri bukan cuma main
perintah, tapi menyerbu paling depan, tanpa
ragu-ragu menerjang lapisan laskar Kembang Jelita 11 28 pemberontak yang terdepan, laskar pemanah
dan pelempar lembing. Begitu hebat amukan Helian Kong sehingga
laskar-laskar musuh lapisan pertama itu banyak
yang roboh bergelimpangan dibabat pedangnya,
sebelum mereka sempat mengganti busurbusur dan lembing-lembing mereka dengan
pedang atau tombak. Lapisan pertama berantakan, segera Helian
Kong menghantam lapisan kedua yang
bersenjata perisai dan pedang, atau tombak
panjang. Baru saja Helian Kong mengamuk lagi
hendak menghancurkan lapisan musuh yang di
situ, mendadak terdengar gemuruh derap kuda
mendekat, muncullah pengawal-pengawal Li
Giam yang semuanya menunggang kuda.
Mereka langsung berderap menyerbu Helian
Kong. Berbeda dengan laskar biasa yang belum
memakai seragam kecuali ikat kepala warna
kuning, maka pengawal-pengawal Li Giam ini
semuanya sudah berseragam prajurit yang
Kembang Jelita 11 29 cukup mentereng, biarpun rampasan dari
tentara pemerintah. Melihat itu, Helian Kong beringas, la
melompat seperti elang menyusur langit, tanpa
gentar menyongsong kelompok orang berkuda
itu. Seorang lawan terdepan bersenjata golok
Ceng-liong-to, golok yang diberi gagang
sepanjang tangkai tombak, sambil duduk tegak
di pelana kuda ia menyambarkan senjatanya
untuk membelah tubuh Helian Kong.
Di udara Helian Kong menangkis dan
menjejak dengan kaki, kecepatannya tak
tertandingi, sehingga lawannya terjungkal dari
kuda. Ketika pedang Helian Kong sekali lagi
membabat, lawan itu-pun habis riwayatnya.
Namun pengikut-pengikut Li Giam itu berani
mati. Matinya seorang teman mereka tidak
menjadikan mereka ciut nyalinya yang lainlainnya mendesak maju sambil mengajunkan
senjata yang bermacam-macam, umumnya
senjata panjang. Namun Helian Kong tiba-tiba meluncur
turun dari udara dan melakukan gerakan GunKembang Jelita 11
30 te-tong di tanah yang miring itu, bergulingan
dan menjadikan kaki kuda sebagai sasaran.
Maka kacaulah para pengawal Li Giam, tak
bisa mengarahkan senjata mereka, sebab Helian
Kong seperti "amblas" dan tahu-tahu malah
beroperasi di bawah perut kuda-kuda mereka.
Menggelundung ke sana ke mari seperti bola
karet saja. Beberapa kuda roboh terbabat kakinya,
penunggang-penunggangnya ikut berpelantingan ke bawah dan termakan pusaran
pedang Helian Kong yang membentuk cakram
perak raksasa yang berpusar cepat. Belum
lenyap kebingungan mereka, kembali Helian
Kong melompat meninggalkan tanah dan
berubah seperti elang yang menyambarnyambar dari angkasa.
Dilihat dari luar arena, Helian Kong nampak
seperti seekor naga yang timbul tenggelam di
gelombang samudra. Sebentar melayang-layang
di atas kepala musuh-musuhnya, di lain saat
amblas menyusup-nyusup di bawah perut-perut
kuda. Tiap kali menimbulkan korban.
Kembang Jelita 11 31 Li Giam melatih kelompok berkuda yang
dapat bergerak cepat agar kelak dapat dijadikan
pasukan penggempur gerak cepat. Kini ternyata
orang-orang yang dilatihnya itu telah terhambat
majunya hanya menghadapi satu orang saja.
Kuda-kuda tunggangan mereka malah ber
putar-putar panik dan saling tabrak, sama
bingungnya dengan penunggang-penung gang
mereka yang seoiah menghadapi sesosok hantu


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang bisa menghilang dan muncul semaunya.
Mereka bertambah kacau ketika Helian Kong
menunjukkan cara bertempur yang baru lagi.
Kini ia menggunakan pepohonan yang banyak
tumbuh di tempat itu. Ia berlompatan dari
pohon ke pohon seperti tupai atau kera raksasa
dan makin banyak musuh yang dirobohkan nya.
Di mulut selat itupun bergelimpanganlah mayat
kuda dan tubuh manusia yang menghalanghalangi majunya laskar pemberontak.
Prajurit-prajurit kerajaan bersorak penuh
semangat melihat kehebatan panglima mereka.
Merekapun ikut menyerbu lebih hebat lagi.
Kembang Jelita 11 32 Begitulah, baik pertempuran di mulut selat
maupun di kedua tebing, kedua pasukan saling
terjang, saling desak, saling menyebar dan
mencoba mengurung seperti dua gelombang
yang bertemu arus dan berpusar. Benderabendera dikibar-kibarkan untuk menambah
semangat, sorak yang gemuruh membuat hati
terbakar dan semakin tidak kenal takut.
Korban-korban yang jatuh tak sempat diurus
lagi, dilangkahi atau bahkan diijak begitu saja.
Tidak sedikit yang terluka dan mestinya masih
bisa ditolong, akhirnya matinya justru karena
terinjak-injak. Helian Kong ikut mengganas dalam suasana
demikian itu. Agar negara selamat, pasukan
Jenderal Sun di Tong-koan harus selamat, dan
agar pasukan jenderal Sun selamat, pasukannya
yang hendak menolong pasukan itupun harus
selamat, hanya itu pikiran Helian Kong. Karena
itu, mustahil ia bersikap "baik hati" terhadap
laskar pemberontak yang juga kuat itu. Ia
bersikap sama haus darahnya dengan kawan
maupun lawan. Bahkan karena ketinggian ilmu
Kembang Jelita 11 33 silatnya, dia menjadi malaikat maut buat kaum
Pelangi Kuning itu. Setelah memporak-porandakan pengawalpengawal didikan Li Giam, Helian Kong
sendirian menyuruk ke tengah-tengah pasukan
lawan. Dibilang sendirian, sebab pasukannya
tertinggal dan tak sempat mengikuti langkahnya, maka Helian Kong seperti
setitiKkkecil di tengah-tengah hamparan orangorang berikat kepala kuning.
Namun ia tidak tenggelam, ia mengamuk.
Pedangnya berkilat-kilat terayun ke sana ke
mari, memantulkan cahaya surya yang makin
miring ke barat, memuncratkan darah dan
memotong tubuh-tubuh musuh. Ke mana dia
melangkah, ia seperti melangkahnya seekor ular
besar yang merobohkan batang-batang ilalang.
Helian Kong benar-benar memburu waktu
sebelum pasukannya disilaukan oleh matahari,
karena itulah ia merusak pasukan musuh
sehebat-hebatnya. Agak jauh di garis belakang, Li Giam
dikelilingi pengawal-pengawal berkudanya.
Kembang Jelita 11 34 Karena tempat mengamuknya Helian Kong di
tanah yang miring letaknya, agak tinggi, maka Li
Giam dapat melihat sepak terjang Helian Kong.
"Hebat dia...." gumam Li Giam. "Orang itukah
yang namanya Helian Kong, seperti laporan
orang-orang kita di Pak-khia?"
"Benar, Goan-swe....," sahut seorang pengawal di sampingnya. "Menurut laporan itu
pula, dia adalah Ketua Tiat-eng-bun (Perguruan
Elang Besi)." "Pantas sedemikian hebat ilmu silatnya. Tapi
kenapa pesan dari Pak-khia itu memohon
kepadaku agar Helian Kong ditangkap hiduphidup dan jangan dibunuh" Apa maksud pesan
itu?" "Teman-teman kita di Pak-khia hanya
mengusulkan, dengan pertimbangan bahwa
Helian Kong adalah seorang yang berpengaruh
di kalangan perwira penentang Co Hua-sun di
Pak-khia. Kalau dia bisa bekerja untuk kita,
pastilah lebih menguntungkan kita daripada
cuma kita dapatkan mayatnya. Namun
keputusannya terserah kepadat Ciang-kun...."
Kembang Jelita 11 35 "Pesan dari Pak-khia itu sulit dijalankan.
Bukan karena aku tidak mau menggunakan
pengaruhnya, tapi karena orang macam dia aku
yakin sulit disuruh menggubah pendirian...."
"Terserah kepada Ciangkun......"
"Baik. Sekarang siapa diantara kalian yang
bisa membunuh atau menangkapnya, jasanya
akan kulaporkan kepada Joan-ong!"
Yo Kian-hi yang masih penasaran karena
semalam dikalahkan Helian Kong, maju dan
berkata, "Ciang-kun, ijinkan aku mencobanya."
"Baik, tapi hati-hati!" '
Dengan membawa sepasang pedang tebalnya, Yo Kian-hi menyuruk maju, minta
jalan kepada para laskar untuk menyongsong
Helian Kong. Setelah sampai di depan, dilihatnya
laskarnya di bagian itu sudah berantakan garagara Helian Kong seorang. Dan garis
pertempuran sudah mundur berpuluh-puluh
langkah, pasukan kerajaan sudah berhasil
keluar dari selat sembari menekan dari kedua
sayap, Kembang Jelita 11 36 Yo Kian-hi yang masih penasaran karena
semalam dikalahkan Helian Kong, maju dan
berkata, "Ciang-kun, ijinkan aku mencobanya....."
Kembang Jelita 11 37 Yo Koan-hi tidak membuang waktu, la
melompat langsung ke depan Helian Kong,
sepasang pedangnya langsung menikam dengan
gerakan Tai-peng-tian-ih (Sepasang Sayap
Rajawali). Helian Kong yang waspada cepat memutar
tubuh dan balas menikam, sambil mengejek,
"He, belum jera juga" Minta tambah pelajaran
dari aku karena yang semalam belum cukup?"
"Anjing Kaisar, tutup saja mulutmu dan
bersiaplah menerima kematian-mu dengan
pasrah!" Kedua pemuda itu kembali bertempur
dengan gigih. Sepasang pedang Yo Kian-hi
mendesis-desis membelah udara, berkelebatan
seperti seribu petir merobek langit. Terjangannya yang penuh tenaga seperti seribu
gajah yang mengamuk berbareng.
Tapi meskipun Helian Kong sendiri adalah
seorang bertenaga besar, ia pantang memboroskan tenaga dengan membenturbenturkan pedangnya ke pedang musuh hanya
sekedar agar tidak dianggap takut. Ia lebih suka
Kembang Jelita 11 38 mengandalkan kelincahan dan kelenturan
tubuhnya untuk bergerak cepat. Kelebatan
pedangnya tidak sedahsyat kelebatan sepasang
pedang lawannya, melainkan melingkar-lingkar
dengan cepat berusaha menyusup ke
pertahanan lawan seperti ribuan tawon
beterbangan. Setelah Helian Kong bertemu lawan
setimpal, laskar pemberontak di garis depan
berkesempatan menyusun pertahanan yang
tadinya compang-camping dirobek-robek Helian Kong. Pertempuran makin seru, arena perkelahian
melebar ke mana-mana. Pasukan kerajaan
masih mencoba memanfaatkan keunggulan
jumlah untuk menyebar dan mengepung. Laskar
pemberontak terus didorong mundur ke arah
barat. Biarpun masih penasaran ingin membalas
kekalahan, Yo Kian-hi mau tidak mau harus ikut
bergeser mundur mengikuti laskarnya.
Ketika pasukan kerajaan secara serempak
memperhebat gempuran, laskar Kembang Jelita 11 39 pemberontakpun terpukul mundur. Menyusul
aba-aba dari Li Giam sendiri yang tidak melihat
ada kemungkinan menang, laskar itu mundur
diiringi sorak sorai prajurit-prajurit kerajaan.
Mundur ke pegunungan sebelah barat laut.
Helian Kong tidak menyuruh pasukannya
mengejar, yang penting baginya adalah
menembus kepungan Tong-koan untuk menolong Jenderal Sun. Dan meskipun pasukan kerajaan boleh
dibilang menang dalam pertempuran itu,
namun yang tewas dan luka-lukapun mencapai
ribuan orang, sedang di pihak laskar
pemberontak lebih banyak lagi.
Karena mendesaknya waktu, Helian Kong
memerintahkan agar mayat-mayat prajuritnya
dibawa saja ke Tong-koan, tidak sempat
dikuburkan di situ. Yang luka-luka diobati.
Laskar pemberontak yang iuka-luka pun diberi
obat, namun diancam pula agar tidak bergabung
kembali dengan laskar pemberontak. Banyak
diantara laskar pemberontak yang tadinya
memang rakyat biasa yang cuma ikut-ikutan
Kembang Jelita 11 40 karena janji "perbaikan nasib". Mereka tidak
punya pendirian yang kuat, diajak perang ya
menurut saja. Ketika pasukan Helian Kong siap untuk
melanjutkan perjalanan, matahari sudah
menyentuh garis kaki langit sebelah barat,
sebentar lagi tentu akan gelap. Helian Kong
berunding dengan perwira-perwiranya untuk
merundingkan kemungkinan berkemah atau
meneruskan berjalan. Akhirnya Helian Kong
menetapkan, "Kota Hun-ciu tidak sampai dua
puluh li, kalau kita jalan terus, tidak sampai
tengah malam tentu sudah masuk kota itu. Kita
lelahkan sekalian hari ini, besok kita
beristirahat sehari penuh di kota itu!"
Ketika diumumkan, kata-kata "istirahat
sehari penuh" itu ibarat obat kuat mujarab bagi
para prajurit, lagi pula semangat mereka sedang
meningkat sehabis kemenangan itu. Maka
setelah istirahat makan minum sebentar,
barisan panjang itupun kembali berbaris ke
Hun-ciu. Tenggelamnya matahari malah
Kembang Jelita 11 41 menyegarkan semangat mereka karena tidak
panas. Mereka terus berjalan sampai hampir tengah
malam. Ketika itulah tiba-tiba dari arah depan
terdengar derap pasukan berkuda mendekat,
dan obor-obor bagaikan ratusan kunangkunang yang terbang mendekat.
Malam gelap dan Helian Kong belum tahu
pasukan mana yang mendekati pasukannya itu,
maka dihentikannya pasukannya dan diperintahnya bersiaga dalam formasi tempur.
Semuanya tegang, haruskah dalam keadaan


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

amat lelah itu mereka bertempur lagi"
Helian Kong memerintahkan Lau Yan-beng
dan pasukannya melindungi gerobak-gerobak
perbekalan. Helian Kong sendiri sebagai
pelindung di depan, Kok Siau-eng pelindung
kanan dan Wan Yok liang pelindung kiri.
Pasukan berkuda itu makin dekat, dan
setelah dekat barulah Helian Kong menarik
napas lega. Di bawah cahaya obor, ia kenal
penunggang kuda paling de pan adalah Kam
Kembang Jelita 11 42 Seng, Panglima di Hun-ciu. Bersamanya ada
kira-kira seribu pasukan berkuda yang
membawa obor-obor. "Kam Cong-peng!" Helian Kong menyongsong maju. Kam Seng melompat turun dari kuda untuk
memberi hormat, "Helian Cong-peng, aku minta
maaf sebesar-besarnya atas kegagalanku
mengamankan wilayahku, sehingga kudengar
laporan kalau Cong-peng mengalami sedikit
gangguan dengan bandit-bandit Pelangi Kuning
itu." Helian Kong menarik napas. Karena
urusannya begitu penting, menyangkut kalahmenangnya tentara kerajaan dalam perang
menghadapi pemberontak, maka ia tidak
sungkan-sungkan menegur Kam Seng, "Bukan
sekedar gangguan kecil, Kam Cong-peng,
pemberontak mengerahkan orang yang begitu
banyak sehingga hampir berhasil menghentikan
pengiriman bantuan untuk Jenderal Sun. Kam
Cong-peng jangan lupa bahwa jalan raya dari
Tong-koan ke Pak-khia adalah urat nadi amat
Kembang Jelita 11 43 penting dalam perang ini. Tak kusangka
penguasaan tentara kita di jalan raya itu begitu
rapuh, sama sekali tidak memadai, ratusan li
tidak ada pos-pos penjagaan yang kutemui,
sehingga kaum pemberontak bisa muncul
dengan leluasa sepanjang jalan raya."
Kam Seng mengerutkan alis, merasa kurang
senang terhadap teguran itu, maka ia berdalih,
"Harap Helian Cong-peng ketahui bahwa di
Hun-ciu hanya ada sepuluh ribu prajurit, dan
aku lebih memusatkan kekuatan pada wilayah
yang menghadap langsung ke Tong-koan,
sehingga wilayah sebelah timur kekurangan
tenaga. Pasukanku terlalu sedikit untuk disebar
ke tempat seluas ini, nanti hanya akan disergap
sedikit demi sedikit oleh musuh. Yang bisa kami
lakukan hanyalah meronda dengan tentara
berkuda, seperti sekarang ini!"
Ketajaman rasa Helian Kong menangkap
nada ketidak-senangan dalam kata-kata Kam
Seng itu. Sebagai "orang pusat" wewenang
Helian Kong lebih besar dari Kam Seng, namun
untuk menjaga kekompakan antara sesama
Kembang Jelita 11 44 pasukan kerajaan, ia terpaksa mengalah, "Ya
sudahlah, tidak perlu lagi kita bicarakan yang
sudah lewat. Keadaan kita memang serba
terbatas ini." "Terima kasih atas pengertian Helian Congpeng, sekarang aku mengucapkan selamat
datang di Hun-ciu." "Akupun berterima kasih. Aku akan
mengistirahatkan pasukanku satu hari di Hunciu sebelum melanjutkan perjalanan ke Tongkoan."
Kam Seng mengerutkan alis, "Apakah tidak
akan terlalu lambat sampai di Tong-koan"
Sedang saat ini Jenderal Sun sudah seperti telur
di ujung tanduk!" Helian Kong menarik napas, "Pasukanku
tidak melakukan perjalanan biasa sampai ke
Hun-ciu ini, melainkan berjalan sambil
bertempur. Prajurit-prajuritku kelelahan dan
banyak yang luka-luka. Kalau besok pagi
kupaksakan meneruskan perjalanan ke Tongkoan, aku kuatir di tengah jalan takkan sanggup
menembus kepungan pemberontak atas TongKembang Jelita 11
45 koan. Berarti perjalanan kami sama sekali tidak
berguna karena tak dapat menolong Jenderal
Sun." "Kalau demikian pertimbangan Helian Congpeng, dengan senang hati aku persilakan
istirahat di Hun-ciu."
Kemudian kedua pasukan itupun ber gabung
menuju Hun-ciu. Biarpun malam sudah larut, pintu gerbang
Hun-ciu dibuka juga untuk menyambut pasukan
dari Pak-khia itu. * ** Pasukan Helian Kong beristirahat satu hari
di Hun-ciu sambil menyegarkan yang kelelahan
dan menyembuhkan yang luka-luka.
Namun di hari istirahat itu Helian Kong
sendiri tidak betah diam. Karena ilmunya yang
tinggi, dia tidak merasa kelelahan. Maka siang
itu juga dia mendampingi Kam Seng, diikuti
seribu prajurit berkuda, mereka melihat-lihat
Kembang Jelita 11 46 desa-desa yang ada di sekitar kota Hun-ciu,
terutama yang di sebelah baratnya, yang ke
arah kota Tong-koan. Helian Kong melihat, di desa-desa itu pada
siang hari ternyata tidak ada jejak kaum
pemberontak, kehidupan berjalan wajar-wajar
saja. Namun Helian Kong yang serba sedikit
sudah tahu taktik kaum pemberontak, justru
cemas melihat ketenangan desa-desa itu. la tahu
kaum pemberontak seperti ikan dan rakyat
pedesaan adalah air tempat sembunyinya ikanikan itu. Tentara kerajaan tak mungkin
menangkap "ikan-ikan" itu tanpa mengeruhkan
airnya. Keadaan macam itu adalah akibat korupnya
pemerintah Kerajaan Beng, entah di pusat entah
di daerah, sehingga penduduk pedesaan banyak
yang bersimpati kepada kaum pemberontak.
Dan sementara penduduk bersikap demikian,
sementara perwira kerajaan masih saja
berusaha menegakkan kekuasaan dengan
mengandalkan tajamnya senjata dan kuat nya
Kembang Jelita 11 47 injakkan kepada penduduk. Penduduk dianggap
cacing saja. Sambil berkuda melihat keadaan pedesaan
itu, Helian Kong berkata, "Kam Cong-peng untuk
bisa mengalahkan pemberontak, agaknya kita
perlu mengambil hati penduduk desa!"
"Hah, mengambil hati keledai-keledai itu"
selama ini justru mereka menyembunyikan
anggauta-anggauta pemberontak sehingga sulit
kami tangkap, kenapa sekarang aku harus
menyenangkan hati mereka?"
"Kam Cong-peng, mereka memihak pemberontak Karena tidak senang kepada kita.
Mungkin selama ini kita terlalu tidak adil atau
sewenang-wenang terhadap mereka, sehingga
mereka sakit hati. Mereka merasa mendapat
penyaluran rasa sakit hati mereka dengan
mendukung Li Cu-seng biarpun tidak terangterangan."
"Benar, selama ini di pedesaan beredar
nyanyian anak-anak, entah siapa yang telah
menyebar-luaskannya. Lirik nyanyian itu
menyindir kita dan menyanjung si maling Li CuKembang Jelita 11
48 seng itu sebagai dewa penolong. Coba pikir,
Helian Cong-peng, mereka itu kurang ajar atau
tidak?" "Terus Kam Cong-peng bertindak bagaimana?" "Aku umumkan, siapa berani menyanyikan
lagu itu, tidak peduli hanya kanak-kanak, maka
dia akan dihukum mati dan seluruh keluarganya
ikut bertanggung jawab. Hem, nyatanya
sekarang tidak ada lagi yang terdengar
menyanyikan lagu itu."
Helian Kong mengeleng-gelengkan kepala,
"Mereka tidak lagi menyanyi dengan mulut, tapi
dalam hati..." "Kenapa?" "Karena larangan kita yang disertai
penindasan brutal hanyalah membenarkan apa
yang dikatakan dalam nyanyian itu. Padahal kita
harusnya melakukan tindakan bijaksana, untuk
memperlihatkan bahwa lirik nyanyian sindiran
itu tidak benar, dan menarik simpati penduduk
kepada kita." Kembang Jelita 11 49 "Kalau penduduk desa bersimpati kepada
kita, apakah lalu bersedia angkat senjata untuk
membantu kita?" "Setidak-tidaknya kuping mereka tidak lagi
terbuka untuk hasutan orang-orangnya Li Cuseng, tidak lagi menyembunyikan mata-mata,
bahkan akan melaporkan kepada kita sebab
mereka menganggap kita sebagai pelindung
terpercaya yang tidak boleh kalah. Mereka juga
takkan diam-diam menyelundupkan bahan
pangan ke pihak pemberontak. Nah, bukankah
banyak keuntungannya?"
Namun dalam hatinya Kam Seng menganggap jalan pikiran Helian Kong itu
terlalu berbelit-belit. Selagi ada senjata di
tangannya, kenapa harus bersusah payah
melakukan seperti anjuran Helian Kong itu"
Kenapa tidak memilih jalan pintas yang
gampang dan cepat saja" Ada penduduk yang
kelihatan bersimpati kepada pemberontak"
Tangkap dan penggal kepalanya. Ada yang
menyembunyikan mata-mata" Bakar rumahnya.
Pasukan kerajaan butuh perbekalan" Kembang Jelita 11 50 Perintahkan saja desa-desa menyumbang
sekian ratus pikul. Ia anggap rakyat pedesaan
tak punya peranan apa-apa dalam perang itu,
kenapa harus dimanjakan"
Namun hal itu cuma disimpannya dalam hati,
tidak dikatakan kepada Helian Kong.
Ketika mereka melewati sebuah bukit di luar
kota, Kam Seng tiba-tiba berkata sambil
menunjuk bukit itu dengan cambuk kudanya,
"Di tempat itu akan kudirikan kubu pengawasan
yang kuat, sehingga puluhan li dataran rata
sekitar Hun-ciu akan dapat dilihat kalau ada
gerakan musuh." "Kecuali di malam hari......" sahut Helian Kong
agak jengkel, sebab kelihatan Kam Seng tidak
tertarik gagasannya tentang menarik simpati
rakyat tadi. Kam Seng tertawa dengan angkuh, "Malam
hari, pasukan berkuda akan meronda di sekitar
kota." Setelah berkeliling cukup jauh, mereka
kembali ke dalam kota yang bertembok. Helian
Kong langsung mengunjungi prajuritKembang Jelita 11
51 prajuritnya yang luka-luka dan membesarkan
semangat mereka. Setelah itu ia sendiripun
beristirahat. Namun malam harinya, ketika Helian Kong
sedang berbincang dengan Kam Seng di markas,
tiba-tiba menghadaplah seorang prajurit
penjaga benteng dengan tergopoh-gopoh,
sehingga mengejutkan kedua Cong-peng yang
sedang berbicara itu. "Ada apa?" tanya Kam Seng.


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lapor prajurit 'itu, "Cong-peng, sebuah
pasukan mendekati pintu kota dari arah Tongkoan dan minta diijinkan masuk sekarang juga.
Kami tidak berani membuka pintu kota sebelum
diijinkan Cong-peng..."
"Bagaimana pakaian mereka?"
"Berseragam tentara kerajaan dan mengibarkan Jit-goat-ki (Bendera Rembulan
dan Matahari), bendera kerajaan kita."
Kam Seng menoleh kepada Helian Kong di
seberang meja, "Bagaimana, Helian Cong-peng?"
Helian Kong menyahut dingin, "Jangan
gampang terkecoh oleh seragam dan bendera.
Kembang Jelita 11 52 Di sebuah desa, aku pernah tertipu oleh laskar
pemberontak yang menyamar sebagai tentara
kerajaan, dan kerugianku cukup banyak waktu
itu. Lebih baik kita lihat dulu."
"Maukah Helian Cong-peng melihatnya
bersama aku dari atas tembok benteng?"
"Mari." Kedua Cong-peng itu segera meninggalkan
markas dan menuju ke pintu kota sebelah barat.
Setelah meninggalkan kuda di bawah tembok,
lalu mereka naik ke atas tembok dengan melalui
undakan batu. Di atas tembok kota prajurit-prajurit Hun-ciu
sudah bersiaga dengan panah, lembing, batubatu dan balok-balok kayu yang siap
dihamburkan ke luar tembok. Obor-obor
sengaja tidak dinyalakan, agar mereka tidak
mudah dibidik oleh musuh, seandainya yang
datang itu pasukan musuh.
Komandan mereka menyambut Kam Seng
dan Helian Kong. Ketika kedua Cong-peng itu
sudah berdiri di atas tembok, kelihatan sebuah
pasukan di luar tembok. Di bawah penerangan
Kembang Jelita 11 53 obor-obor yang mereka bawa sendiri, nampak
kalau pasukan itu berseragam tentara kerajaan,
membawa bendera Jit-goat-ki, dan nampak
pemimpin mereka adalah seorang yang
menunggang kuda dan mengempit tombak
sabit. Begitu perwira itu melihat Kam Seng muncul
di atas tembok kota, berteriaklah ia dengan
nyaring dari bawah tembok, "Kam Cong-peng,
aku Gui Su-hong, tolong bukakan pintu!"
"Gui Su-hong..." di atas benteng Kam Seng
berdesis kaget. "Ada apa dengan dia?" tanya He-lian Kong.
"Dia salah seorang perwira bawahan
Jenderal Sun." Tak perlu kelanjutan kata-kata itu sudah
menimbulkan firasat tidak enak dalam diri
Helian Kong dan perwira-perwira lain. Kalau
sampai seorang perwira bawahan Jenderal Sun
muncul malam-malam di Hun-ciu, hanya ada
dua kemungkinan. Kemungkinan Tong-koan
sudah jatuh, atau Gui Su-hong yang berhasil
menembus kepungan. Namun menilik Kembang Jelita 11 54 situasinya, nampaknya kemungkinan pertamalah yang lebih masuk akal.
Sementara itu, Gui Su-hong kembali berseru
mengulang permintaannya. "Buka pintu!" tanpa pikir panjang Kam Seng
meneruskannya kepada anak buahnya.
Begitulah, di malam yang sudah larut itu
terdengar suara berderit keras ketika pintu kota
dibuka untuk Gui Su-hong dan pasukannya.
Sedang Helian Kong dan Kam Seng segera turun
untuk menjumpai Gui Su-hong.
Begitu Helian Kong melihat keadaan pasukan
Gui Su-hong itu dari dekat, semakin teballah
firasat buruknya. Dilihatnya banyak prajurit yang seragamnya
sudah tidak lengkap lagi, bahkan robek-robek
dan kotor, dan tidak sedikit prajurit yang
berjalannya harus di papah teman-temannya.
Bendera Jit-goat-ki dipanggul begitu rendah
oleh seorang prajurit yang nampak amat
kelelahan, ujung bendera terseret di tanah
sehingga coklat kotor dan juga nampak bekas
injakan telapak-telapak sepatu.
Kembang Jelita 11 55 Sulitlah kiranya mengharap berita baik dari
pasukan macam ini. Dan benar juga. Begitu melompat turun dari
kuda, Gui Su-hong yang bertubuh gagah dan
berewokan itu tiba-tiba menangis di hadapan
Kam Seng, hampir-hampir menjatuhkan dirinya
untuk berlutut. Serempak Kam Seng dan Helian Kong maju
untuk menangkap tubuh Gui Su-hong di kiri
kanannya, lalu tanya Kam Seng, "Ada apa, Gui
Hu-ciang?" Dengan sedihnya Gui Su-hong menjawab,
"Tong-koan sudah jatuh, Jenderal Su Toan-teng
gugur bersama seluruh pengawal setianya...."
Berita yang menyedihkan memang, namun
tak jauh dari dugaan. Helian Kong amat kecewa,
susah payah datang dari Pak-khia untuk
memburu waktu, toh terlambat juga, padahal
sudah direncanakan esok harinya pasukannya
akan melanjutkan perjalanan dan diperhitungkan sorenya tiba di Tong-koan.
Sedangkan Kam Seng menjadi amat cemas.
Setelah Tong-koan jatuh, maka sasaran
Kembang Jelita 11 56 berikutnya dari kaum pemberontak tentulah
Hun-ciu. posnya. Dan ia merasakan pekerjaan
itu terlalu berat baginya. Pasukan Jenderal Sun
yang kuat dan banyak saja bisa dikalahkan,
apalagi pasukannya. "Terlambat!!" geram Helian Kong sambil
mengepal tinjunya. Gui Su-hong yang belum mengenal Helian
Kong itupun menoleh, lalu bergumam, "Ciangkun ini..."
Cepat-cepat Kam Seng memperkenalkan,
"Inilah Cong-peng Helian Kong yang dari Pakkhia dikirim untuk membantu jenderal Sun."
Begitu mendengarnya, bukannya Gui Suhong berterima kasih, malah ia tiba-tiba
menerkam baju Helian Kong dengan kedua
tangan, mengguncang-guncangnya dengan
keras sambil berteriak-teriak kalap, "Keparat!
Kenapa jalan pasukanmu seperti mengiring
pengantin, sehingga malapetaka ini harus
terjadi" Kenapa?"
Dan serentetan caci maki lainnya.
Kembang Jelita 11 57 Cepat-cepat Kam Seng dan perwira-perwira
lain memisahkan, menarik-narik tubuh Gui Suhong agar melepaskan cengkeramannya atas
Helian Kong, dan akhirnya berhasil meskipun
Gui Su-hong masih mendamprat.
Helian Kong tidak marah, malahan ia tibatiba berlutut di depan Gui Su-hong sambil
berkata dengan sedih, "Kelambatanku memang
mengakibatkan jatuhnya Tong-koan. Aku pantas
dihukum berat." Sebaliknya Wan Yok-liang, perwira bawahan
Helian Kong, dengan penasaran membangunkan
Helian Kong sambil melotot gusar kepada Gui
Su-hong, "Helian Cong-peng, bukan salahmu!
Bukan salah kita semua. Kita sudah berjalan
sampai kaki hampir patah, sambil bertempur,
hampir mati diracun, tapi masih ada juga yang
tidak tahu berterima kasih kepada kita!"
Cepat-cepat Kam Seng berusaha meredakan
ketegangan, "Rekan-rekan, tenanglah dan
kendalikan emosi kalian. Bisa dimaklumi kalau
kita semua gusar, sedih dan kecewa, tapi
haruskah kita bertengkar dan saling Kembang Jelita 11 58 menyalahkan sehingga akan melemahkan
persatuan kita dalam menghadapi pemberontak
yang sudah di depan hidung kita?"
Gui Su-hong berhenti mencaci-maki, sedang
Wan Yok-liang mengertak gigi tanpa kata-kata.
Lalu Kam Seng membantu Wan Yok-liang
membangunkan Helian Kong dari berlututnya.
Katanya, "Bangunlah, Helian Cong-peng. Jangan
menyalahkan dirimu sendiri sehingga membuat
anak buahmu tidak puas!"
Setelah Helian Kong bangkit, berkatalah Kam
Seng kepada Gui Su-hong, "Gui Hu-ciang,
tidakkah kau ketahui bahwa perjalanan Helian
Cong-peng juga mengalami hambatan sepanjang
jalan" Namun Helian Cong-peng dan segenap
prajuritnya telah melakukan tugas sebaikbaiknya, gagalnya mencapai Tong-koan tidak
merupakan kesalahannya. Dan tidak pantas
kalau kita tidak berterima kasih kepadanya."
Gui Su-hong bungkam, namun wajahnya
tetap nampak sedih. Sementara Kam Seng berkata lebih lanjut,
"Kumohon kalian memandang wajahku sebagai
Kembang Jelita 11 59 tuan rumah, jangan bertengkar. Gui Hu-ciang,
aturlah anak buahmu semestinya. Setelah itu
aku mengundangmu dan Helian Cong-peng ke
markasku malam ini juga. Kita bahas situasi.
Ingat, sekarang Hun-ciu adalah garis terdepan!"
Ketika mengucapkan "garis terdepan" itu,
suara Kam Seng kedengaran gemetar kecut.
"Baiklah..!" kata Gui Su-hong yang lalu
mengatur pasukannya. Malam itu kota Hun-ciu benar-benar padat
prajurit, setelah kedatangan pasukan Helian
Kong dari Pak-khia, kini ketambahan pula
pasukan Gui Su-hong. Maka diaturlah, supaya
hanya prajurit-prajurit terluka yang butuh
perawatan sajalah yang kebagian tempat tidur
di tangsi-tangsi. Prajurit-parjurit yang tidak
luka, terpaksa tidur di tempat-tempat seadanya.
Sementara itu di markas, Kam Seng dan Gui
Su-hong sudah siap menunggu kedatangan
Helian Kong. Setelah mandi air dingin biarpun
di tengah malam, agaknya otak Gui Su-hong
mulai dingin, terlebih lagi setelah perutnya
kemasukan tiga mangkuk nasi hangat. Maka
Kembang Jelita 11 60 ketika melihat Helian Kong melangkah masuk
ke ruangan itu, Gui Su-hong tiba-tiba bangkit
dari kursi dan berlutut kepada Helian Kong,
"Aku minta maaf kepada Helian Cong-peng atas
sikap kasarku tadi. Benar-benar sikap tidak
tahu berterima kasih."
Cepat Helian Kong membangunkan nya
sambil menghibur, sedang Kam-Seng melihatnya sambil tertawa lega, la mempersilakan kedua perwira itu mengambil
tempat duduk. "Nah, Gui Hu-ciang, silakan menceritakan
peristiwanya." Gui Su-hong menarik napas dengan sedih,
lalu bertutur, "Sebenarnya pasukan kami masih
kuat bertahan di Tong-koan. Laskar pemberontak takkan mampu menembus
benteng pertahanan kami.

Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun kemarin sore tiba-tiba terjadi
sesuatu yang diluar dugaan..!"
"Peristiwa apa?"
"Penduduk kota, yang biasanya begitu
menuruti perintah kami. Entah siapa yang
Kembang Jelita 11 61 menghasut dan menggerakkan mereka, tibatiba saja mereka mengamuk, melabrak tentara
kerajaan dan merebut penguasaan atas pintupintu kota. Dan merekapun membukakan pintu,
laskar pemberontak membanjir masuk kota."
Baru siangnya Helian Kong menganjurkan
kepada Kam Seng soal pentingnya menarik
simpati rakyat, waktu itu Kam Seng menolak.
Dan kini ketika mendengar cerita Gui Su-hong,
Helian Kong lalu menoleh kepada Kam Seng,
seolah dengan tatapan matanya saja ia ingin
bertanya kepada Kam Seng, "Nah, benar tidak
omonganku?" Sedang wajah Kam Seng memucat, karena
selama ini ia dan pasukannya bersikap kelewat
sewenang-wenang terhadap penduduk Hun-ciu
dan sekitarnya. Ngeri ia membayangkan kalau
suatu saat kaum pemberontak mendatangi Hunciu, dan saat itu rakyat justru bangkit untuk
melawannya, sehingga ia harus menghadapi
dua lawan dari muka dan belakang.
Namun sepdrti biasa, diapun menemukan
jalan gampangan saja. Katanya, "Kalau rakyat
Kembang Jelita 11 62 bisa menjadi demikian berbahaya, besok
kuperintahkan agar di rumah-rumah tidak
boleh menyimpan senjata. Akan ada penggeledahan. Dan juga akan kukeluarkan
larangan berkumpul lebih dari sepuluh orang,
dengan ancaman hukuman mati bagi yang
melanggar nya!" Helian Kong menggeleng-gelengkan kepala
dan hampir saja membantahnya, akan tetapi Gui
Su-hong sudah mendukungnya, "Tindakan
pencegahan yang tepat sekali, Kam Cong-peng!
Keledai-keledai dungu itu harus diberangus
dulu sebelum menjadi berbahaya. Anak buah Li
Cu-seng pintar menghasut penduduk. Lidah
mereka tidak kalah berbahayanya dengan
pedang mereka." Setelah Gui Su-hong berkata, barulah Helian
Kong berkesempatan mengutarakan pikirannya,
"Tindakan pencegahan itu baik, tetapi apakah
tidak sebaiknya dibarengi sikap lembut yang
menimbulkan simpati?"
Kini Kam Seng yang menggeleng-geleng
kepala, "Helian Cong-peng, sungguh kau keliru
Kembang Jelita 11 63 kalau terlalu baik hati dalam suasana perang ini.
Dalam keadaan serba mendesak, mana ada
waktu untuk berlemah-lemah dan menarik
simpati segala" Dalam situasi macam ini, kita
harus tegas, keras, tidak boleh tawar menawar.
Hun-ciu sekarang adalah pos terdepan, dan
hukum perang berlaku di sini biarpun terhadap
orang sipil!" (Bersambung jilid ke XII)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 25/06/2018 20 : 57 PM
Kembang Jelita 11 64 Kembang Jelita 12 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 12 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XII "Tetapi apakah tidak...."
"Helian Cong-peng, aku sudah lama bertugas
di sini dan situasi di sini jauh lebih tahu dari
Cong-peng!" Helian Kong terpaksa angkat bahu dan
bungkam. Memang benar Kam Seng yang
berkuasa di kota itu, dan Helian Kong tidak mau
membantahnya, bisa menimbulkan keretakan
dalam pasukannya. Keretakan yang hanya akan
menguntungkan Li Cu-seng.
Tetapi mendengar betapa Kam Seng maupun
Gui Su-hong sudah menyebut rakyat sebagai
"keledai-keledai" Helian Kong menyimpan
kekuatiran besar bahwa Hun-ciu kelak janganjangan akan mengulangi kejadian yang sama
dengan Tong-koan" Kembang Jelita 12 2 "Baiklah kalau demikian keputusan Kam
Cong-peng." Helian,Kong mengalah.
"aku hanya mengutarakan pikiranku, karena
tidak ingin kekeliruan di Tong-koan terulang di
sini." Ternyata kata-kata ini pun menimbulkan
salah paham, kali ini dari pihak Gui Su-hong,
"Helian Cong-peng, apa yang kaumaksudkan
dengan kekeliruan di Tong-koan itu" Kau
anggap dirimu lebih pintar dari jenderal Sun
yang kau anggap membuat kekeliruan?"
Kali ini Helian Kong mengeluh dalam hati.
Kalau begini sempit pemikiran semua panglima
tentara kerajaan mana bisa memenangkan
perang" Perang menghadapi kaum pemberontak itu meliputi banyak segi
kehidupan, tetapi orang-orang macam Kam
Seng dan Gui Su-hong hanya menghitungnya
dari segi militer saja. Kembali Helian Kong mengalah untuk
menghindari perpecahan, "Mana berani aku
mengritik Jenderal Sun yang lebih senior, dan
juga telah menunjukkan kesetiaannya dengan
Kembang Jelita 12 3 mengorbankan nyawa" Bukan maksudku
menyalahkan beliau, tapi alangkah baiknya
kalau rakyat di pihak kita karena mencintai
pelindung-pelindungnya. Tentu mereka takkan
gampang dihasut kaum pemberontak untuk
melawan kita." "Hem, menurut aku justru yang keliru
adalah..." "Sudahlah, Gui Hu-ciang!" buru-buru Kam
Seng mencegat omongan Gui Su-hong. Kiranya
Kam Seng takut kalau sampai Helian Kong
disudutkan sehingga merasa malu dan gusar,
dia bisa meninggalkan Hun-ciu bersama lima
puluh ribu prajuritnya. Helian Kong berhak
berbuat demikian karena dia bukan bawahan
Kam Seng. Pada hal pasukan sebesar itu benar
benar dibutuhkan untuk menghadapi kedatangan kaum pemberontak. Jumlah
pasukan Helian Kong lebih besar dari pasukan
Kam Seng' dan pasukan Gui Su-hong digabung
jadi satu. Karena itulah biarpun Kam Seng tidak
sependapat dengan Helian Kong, ia tidak ingin
Kembang Jelita 12 4 Helian Kong membawa pasukannya pergi dari
Hun-ciu, kecuali kalau lebih dulu menyerahkan
pasukan ke tangan Kam Seng maka Helian Kong
mau minggat kemanapun ia takkan ambil
pusing. "Kita berbeda pikiran, tetapi jangan sampai
bertengkar," kata Kam Seng dengan gaya
seorang pendeta bijaksana. "Helian Cong-peng,
jangan sampai soal ini menjadi ganjalan di
hatimu." "Tidak apa-apa..." sahut Helian Kong
sambil menarik napas. Betapapun juga, sulit
melenyapkan sama sekali kecemasan yang
menghantuinya. Kedua perwira teman bicaranya itu bersikap terlalu mengabaikan
terhadap kekuatan rakyat yang diam. Diam
yang mereka anggap lemah dan tolol.
Sementara itu, tanpa menangkap perasaan
Helian Kong, kedua perwira lainnya melanjutkan perbincangan. Tanya Kam Seng
kepada Gui Su-hong, "Gui Cong-peng, setelah
Tong-koan jatuh, apakah hanya kau dan
pasukanmu yang selamat?"
Kembang Jelita 12 5 "Aku tidak tahu pasti. Waktu itu keadaan
begitu kacau. Begitu Jenderal Sun gugur, boleh
dikata setiap perwira bawahan dan pasukan
masing-masing mengambil keputusan sendirisendiri. Mungkin ada yang menakluk kepada
pemberontak, sedang yang melakukan gerakan
mundurpun tidak searah. Kudengar Jin Congpeng dan pasukannya menempuh jalan ke arah
Thai-goan, mungkin akan bergabung dengan
tentara kita di sana."
"Bagus!" Helian Kong tiba-tiba berkomentar.
"Apanya yang bagus, Helian Cong-peng?"
"Andaikata ditarik antara Hun-ciu dan Thaigoan, sepanjang garis itu bisa kita bangun pospos pertahanan dengan mengikut sertakan
penduduk yang masih setia kepada pemerintah
kerajaan. Rasanya Thai-goan harus dihubungi."
"Saat ini setiap saat di luar tembok kota tidak
aman, pengikut Li Cu-seng bebas berkaliaran.
Siapa yang sanggup pergi ke Thai-goan."
Tanpa pikir panjang, Helian Kong berkata,
"Serahkan kepadaku."
Kembang Jelita 12 6 "Berapa prajurit akan Cong-peng bawa?"
tanya Kam Seng, sambil diam-diam mengharap
dalam hati supaya Helian Kong tidak membawa
terlalu banyak prajuritnya, sebagian besar biar
ditinggalkan di Hun-ciu saja untuk menguatkan
posisinya. Dan jawaban Helian Kong malahan jauh
melebihi yang diharapkan oleh Kam Seng, "Kam
Cong-peng, supaya perjalanan cepat, biar aku
membawa kedua perwiraku saja. Kok Siau-eng
dan Yok-liang. Ilmu silat mereka juga lumayan.
Selain mereka, kami hanya perlu kuda-kuda
yang larinya cepat."
"Kalau ketemu para pengacau bagaimana"
Misalnya dalam jumlah besar......" kata Gui Suhong cemas. Meskipun dia berwatak kasar,
ternyata ada juga rasa setia kawannya kepada
Helian Kong, mencemaskan nasibnya.
Tetapi sebelum Helian Kong menjawab, Kam
Seng sudah lebih dulu, "Gui Cong-peng, jangan
memandang rendah ilmu silat Helian Congpeng.
Gerombolan-gerombolan kecil pemberontak saja pasti takkan dapat
Kembang Jelita 12 7 membendung langkahnya, dan kalau ketemu
musuh yang terlalu banyak, tentunya bisa
menghibur. Betul tidak, Helian Cong-peng?"
Helian Kong mengangguk. "Kami akan
menyamar sebagai pengembara biasa, mudahmudahan bisa sampai ke Thai-goan dengan
selamat." "Kalau demikian, kuharap Helian Cong peng
berhati-hati." "Jangan kuatir. Sambil berjalan ke Thai-goan,
aku juga akan mencoba mencari pecahanpecahan pasukan Jenderal Sun yang terceraiberai lari dari Tong-koan. Mengarahkan mereka
agar dapat bergabung dengan kubu-kubu
pertahanan yang masih ada."
Semua yang akan dilakukan Helian Kong itu
tak lain karena prihatin melihat musuh yang
mencapai kemenangan demi kemenangan,
sedang tentara kerajaan terus mengundurkan
garis pertahananya. "Kapan Helian Cong-peng berangkat?"


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Besok pagi-pagi. Sementara aku pergi,
pimpinlah pasukanku ada di tangan wakilku,
Kembang Jelita 12 8 Lau Yan-beng. Tetapi dia akan kupesan agar
menyesuaikan langkah dengan Kam Congpeng!"
Helian Kong kemudian pamitan untuk
mempersiapkan segala sesuatunya. Malam itu
juga ia menemui tiga perwiranya, Lau Yan-beng,
Kok Siau-eng dan Wan Yok-liang untuk
mengutarakan Hasil perundingannya dengan
Kam Seng dan Gui Su-hong.
* * * Tetapi rencana baru rencana, belum sempat
dilaksanakan dan sudah muncul peristiwa lain.
Esok harinya, Helian Kohg kaget ketika pintu
kamarnya diketuk dengan keras, dan suara Kam
Seng terdengar gugup, "Helian Cong-peng!
Helian Cong-peng!" Helian Kong cepat melompat ke pintu dan
membukanya, "Ada apa?"
"Laskar pemberontak mendekati kota dan
menantang perang!" Kembang Jelita 12 9 Maka Helian Kong jadi cuma sempat cuci
muka secara tergopoh-gopoh dan berkumur
dengan secangkir teh dingin. Bergegas pula
dikenakannya pakaian tempurnya, lalu berlari
keluar menjinjing pedangnya ke halaman,
menyusul Kam Seng yang sudah lebih dulu ke
sana. Di halaman markas, Kam Seng sudah duduk
di atas seekor kuda, sementara masih ada dua
kuda yang dipegangi oleh seorang prajurit dan
sudah dipasangi pelana. Tentu dua kuda itu
disediakan untuk Helian Kong dan Gui Su-hong.
Helian Kong melompat naik ke atas salah
seekor kuda dan bertanya kepada Kam Seng,
"Masih menunggu siapa lagi?"
"Gui Cong-peng....."
Ketika itulah dari kejauhan di luar kota
terdengar suara terompet tanduk kerbau
memanjang, mengalun, menggetar dan menghangatkan udara pagi yang masih dingin.
Helian Kong jadi tidak sabar karena Gui Suhong tidak muncul-muncul juga. Katanya, "Kam
Cong-peng, lebih baik tinggalkan pesan saja
Kembang Jelita 12 10 agar nanti Gui Cong-peng menyusul. Sekarang
ini mungkin pasukanmu di atas tembok kota
memmutuhkan kehadiranmu, jangan sampai
terlambat." "Baik," kata Kam Seng, lalu disuruhnya
seorang prajurit menyampaikan pesan kepada
Gui Su-hong, kemudian Kam Seng berdampingan dengan Helian Kong berderap
berkuda ke tembok kota. Ketika mereka lewat jalanan kota,
nampaklah kota Hun-ciu sudah berobah
menjadi "kota tentara", sebab di mana-mana
nampak prajurit bersiaga menunggu perintah.
Di jalan-jalan, di halaman-halaman, di tempattempat kosong. Entah pasukan Hun-ciu sendiri,
entah pasukan Helian Kong ataupun sisa
pasukan dari Tong-koan. Tiba di tembok kota, kedua Cong-peng itu
berlompatan turun dari kuda, lalu dengan
setengah berlari mereka menuju ke atas tembok
lewat undakan batu. Di atas tembok, nampak
pasukan Hun-ciu sudah bersiaga sepanjang
tembok dengan panah, lembing, kaitan, batu
Kembang Jelita 12 11 besar, balok-balok kayu yang siap digunakan
mempertahankan benteng. Seorang perwira bawahan Kam Seng
langsung menyongsong panglimanya itu dan
melapor, "Musuh menantang perang, namun
kami baru bersikap bertahan karena menunggu
perintah Cong-peng."
Kemudian Kam Seng dan Helian Kong berdiri
di atas tembok kota, maka terlihatlah dataran di
luar tembok kota itu seperti pemandangan
sawah menjelang panen. Dataran itu seolah
dipulas warna kuning. Bukan warna kuning
padi, melainkan karena ribuan manusia
bersenjata, berikat kepala kuning, baju kuning,
bendera-bendera kuning. Dan ujung-ujung senjata yang berkilat-kilat
tertimpa sinar matahari muda serapat ujung
ilalang di padang liar. Laskar pemberontak Pelangi Kuning!
Melihat munculnya Helian Kong di atas
tembok kota, dari antara laskar pemberontak
itu muncul seorang penunggang kuda yang
dengan beraninya mendekati ke bawah tembok.
Kembang Jelita 12 12 Orang itu membawa sepasang pedang tebal,
sedang untuk mengendalikan kudanya ia tidak
menggunakan tangan, tapi hanya dengan cara
mengikatkan kendali kuda pada sabuk di
perutnya, dibantu jepitan sepasang kakinya.
Orang itu bukan lain adalah Yo Kian-hi.
Sambil menjalankan kudanya hilir mudik di
depan tembok kota, orang itu men dongak,
melambai-lambaikan sebelah pedangnya sambil
berteriak, "He, anjing-anjing keluarga Cu!
Kenapa kalian cuma berani bersembunyi di
belakang tembok" Mana nyali kalian" Mana
kegarangan kalian ketika dulu menginjak-injak
rakyat yang lemah" Hayo, keluarlah dan
lawanlah kami!" Suaranya keras mengguntur. Semua yang di
atas tembok kota dapat mendengar katakatanya.
Sementara Yo Kian-hi terus mengejek,
"Sungguh kasihan si bandot tua Cong-ceng yang
telah mengeluarkan begitu banyak biaya hanya
untuk menggaji pengecut-pengecut macam
kalian! Ayo keluar dan hadapilah kami!"
Kembang Jelita 12 13 Prajurit-prajurit di atas tembok kota tetap
bungkam. Ketika Helian Kong memandang
mereka, terasa betapa semuanya menyembunyikan rasa takut atau putus asa.
Rupanya kabar kejatuhan Tong-koan sudah
mempengaruhi semangat mereka, padahal
pasukan Jenderal Sun itu jauh lebih kuat dari
pasukan di Hun-ciu, toh telah kalah berantakan.
Diam-diam Helian Kong lalu membatin,
"Celaka, kalau tentara kerajaan mengalami
krisis kepercayaan diri, tentu keadaan akan
makin parah. Harus ku-lakukan sesuatu untuk
membangkitkan kembali semangat mereka.
Sementara Yo Kian-hi semakin tajam caci
makinya, membuat para prajurit semakin ciut
nyalinya. Helian Kong tak tahan lagi lalu berkata
kepada Kam Seng, "Kam Cong-peng, ijinkan aku
memukul mundur bandit-bandit itu dengan
pasukanku!" "Ah, Helian Cong-peng, buat apa repot-repot
meladeni omongan itu" Toh dia cuma bisa
Kembang Jelita 12 14 menggonggong di luar pintu, tak mungkin bisa
masuk ke tembok ini. Dia hanya."
"Kam Cong-peng! Tidakkah kau sadari kalau
kata - katanya berpengaruh buruk buat prajuritprajurit kita" Bisa melemahkan semangat.
Mereka harus mendapat pukulan untuk
mengikis kesombongan mereka dan sekaligus
meningkatkan semangat tentara kita!"
"Ah, kalau kita ladeni tantangannya berarti
kita harus membuka pintu kota, berarti menjadi
sangat berbahaya. Laskar mereka begitu kuat,
sanggupkah kita melawan mereka di luar
tembok kota?" Keruan Helian Kong mengerutkan alis
mendengar ucapan itu. Rasa tidak percaya diri
itu ternyata juga menghinggapi Kam Seng
sebagai, panglima Hun-ciu, sebagai pimpinan di
garis depan! Bagaimana mungkin menaruh
harapan di pundak seorang panglima yang tidak
percaya kepada kekuatan sendiri"
"Kam Cong-peng, bandit-bandit itu bukan
malaikat, bukan dewa, bukan iblis, kenapa tidak
bisa dikalahkan" Si mulut besar itu sudah
Kembang Jelita 12 15 pernah aku kalahkan dua kali, kakak
seperguruannya yang bernama Oh Kui-hou juga
pernah aku kalahkan."
Helian Kong mengatakan itu bukan untuk
menyombongkan diri, tapi untuk membakar
semangat rekannya itu. Namun tetap saja Kam Seng menarik napas
sambil menggeleng-geleng kepala, "Helian
Cong-peng, ini perang antar pasukan, bukan
pertarungan antar pesilat perorangan."
"Kam Cong-peng, Li Giam pernah menghadang pasukan di mulut selat itu dengan
kekuatan besar, tapi aku memukul mundur
pasukannya sehingga kocar-kacir."
"Helian Cong-peng!"
Helian Kong habis sabarnya, dengan suara
meninggi ia memutuskan ucapan Kam Seng,
"Kam Cong-peng, biar aku keluar dengan
sepuluh ribu prajuritku sendiri, setelah itu
tutuplah pintu kota rapat-rapat. Nasib kami
menjadi tanggung jawab kami sendiri. Biar para
pemberontak itu tahu bahwa kemenangan tidak
terus menerus di pihak mereka!"
Kembang Jelita 12 16 Waktu mengucapkan ini, Helian Kong sudah
kehilangan pertimbangannya yang cermat, yang
ada tinggal kemarahan dan kejengkelannya
mendengar tantangan musuh dan juga melihat
sikap penakut Kam Seng. Apa boleh buat, Kam Seng tidak berani
mencegah lagi. Perintahnya kepada bawahannya, "Siap membuka pintu kota! Helian
Cong-peng akan meladeni tantangan musuh!"
Helian Kong sendiri segera turun dari
tembok kota untuk segera melompat ke atas
kudanya. Tidak banyak waktu yang digunakan
untuk menyiapkan pasukannya yang memang
sudah siap. Tidak lama kemudian, pasukan itu
bergerak mendekati pintu kota, Helian Kong
berkuda paling depan dengan pedang di
tangannya. Pintu gerbang dibuka, dan keluarlah Helian
Kong menyongsong musuh. Melihat keluarnya pasukan itu, laskar
pemberontak mundur sampai hampir mencapai
lereng bukit di luar kota, setelah itu mereka
berhenti dalam formasi tempur. Yo Kian-hi
Kembang Jelita 12 17 memutar kudanya menghadap Helian Kong dan
berkata, "Bagus, nyalimu paling besar di antara
orang-orang bernyali tikus itu. Dua kali kau
mengalahkan aku, sekarang akan kulihat
sampai di mana kemahiranmu dalam
pertempuran berkuda!"
Tanpa menunggu kata-kata jawaban
lawannya, Yo Kian-hi menjepit keras perut
kudanya, sehingga kudanya meringkik dan
menyerbu ke depan secepat terbang. Sepasang
pedangnya sudah diangkat.
Dengan cerdik Yo Kian-hi menerjang sudut


Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiri Helian Kong, sisi di mana hanya ada tangan
kiri Helian Kong yang memegangi kendali, kuda,
sedang pedang Helian Kong ada di sisi kanan.
Helian Kong belum sempat memutar
kudanya, sebab terjangan Yo Kian-hi menderu
bagaikan kilat. Ia hanya bisa memutar pinggang
sambil bertahan dengan pedangnya untuk
menangkis bacokan bertubi-tubi dari sepasang
pedang Yo Kian-hi. Jauh lebih gencar daripada
orang memukul tambur pada perayaan Kiaukai-cal orang-orang Hui.
Kembang Jelita 12 18 Pintu gerbang dibuka, dan keluarlah Helian Kong
menyongsong musuh Kembang Jelita 12 19 Merasa dirinya sudah di atas angin, Yo Kianhi merapatkan kudanya dengan sepasang
pedang tambah gencar meng-hantatn. Sasarannya bukan cuma tubuh Helian Kong, tapi
juga tubuh kudanya. Helian Kong benar-benar repot bertahan,
sebab dengan pedang di tangan kanan dia harus
membela di sisi kirinya, lagi pula satu pedang
melawan dua pedang. Dirasakannya pula
kehebatan tenaga Yo Kian-hi, sehingga Helian
Kong merasa pegal lengannya. Ia menilai Yo
Kian-hi lebih tangguh dari kakak seperguruannya, Oh Kui-hou.
Terpaksa Helian Kong menjepit perut
kudanya dan melonjakkan kudanya untuk
menghindar menjauh, mencoba memperbaiki
posisinya yang serba canggung.
Yo Kian-hi berteriak dan memburu dengan
kudanya, tetap ia berusaha menghantam dari
sebelah kiri lawan. Dua kuda perang dengan dua manusia
perang di punggungnya berderap searah. Helian
Kembang Jelita 12 20 Kong yang di depan, berusaha memperhitungkan garis lintasan kudanya dan
kuda lawannya, setelah itu, dengan tak kentara
dia mulai sedikit memperlambat lari kudanya.
Sambil menyiapkan siasatnya.
Dengan amat benafsu Yo Kian-hi memburu,
menyiapkan pedangnya sambil berteriak
mengejek, "He-he, kuda sejelek itu dibawa-bawa
ke medan perang, sungguh memalukan!"
Begitu kudanya berhasil menjajari kuda
Helian Kong di sebelah kirinya, pedang kanan
menyabet deras ke punggung Helian Kong,
sementara pedang kiri siap dengan serangan
susulan. Namun sabetan yang begitu dahsyat itu
ternyata hanya kena angin, sebab sasarannya
tiba-tiba "hilang". Ternyata Helian Kong dengan
tangkas menjatuhkan diri ke samping, tubuhnya
menempel erat di sisi kanan tubuh kudanya.
Dan lewat bawah perut kuda, pedangnya
menjulur seperti lidah ular, melukai perut kuda
Yo Kian-hi yang sejajar rapat dengan kudanya.
Kembang Jelita 12 21 Ketika Helian Kong melonjak dan duduk
kembali di pelana kudanya, maka kuda
tunggangan Yo Kian-hi justru sedang melonjaklonjak kesakitan karena lukanya, tak terkendali.
Helian Kong memutar kuda dan kini dialah yang
menyerang dari sudut pilihannya sendiri, sudut
yang menguntungkan. Yo Kian-hi sebetulnya mahir bertempur di
atas kuda, namun tidak menduga akan jurus
lawannya macam itu, sehingga kini ia kena
dirugikan dalam posisi. Kini ia seperti menghadapi dua musuh berat.
Pertama adalah pedang He-lian Kong, yang
menyambar-nyambar seperti kilat. Kedua
adalah kuda tunggangannya sendiri yang
seolah-olah "memihak" lawannya, karena
melonjak-lonjak tak terkendali, seolah ingin
melempar penunggangnya dari punggungnya.
Kemahiran tempur berkuda Yo Kian-hi jadi
kehilangan banyak daya gunanya.
Namun dengan keras kepala Yo Kian-hi tetap
melawan, tidak peduli dipontang-pantingkan
kudanya. Kembang Jelita 12 22 Hatinya panas mendengar sorak sorai
prajurit kerajaan di atas tembok kota yang tadi
diejeknya. Akibat sikap keras kepalanya itu, beberapa
saat kemudian lengan kanan Yo Kian-hi
tergores pedang Helian Kong.
Disusul hantaman keras pedang Helian Kong
ke pedang kanan Yo Kian-hi sehingga terpental
lepas. "Bangsat!" teriak Yo Kian-hi sambil berusaha
menjauhkan kudanya yang binal. Tetapi ujung
pedang Helian Kong tiba-tiba berhasil melukai
kembali kuda Yo Kian-hi, sehingga tambah tak
keruan tingkah hewan itu.
Sorak sorai prajurit kerajaan makin
menggemuruh. Yang keluar pintu kota maupun
yang di atas tembok kota. Keinginan Helian
Kong tercapai sebagian, yaitu membangkitkan
semangat tentara kerajaan setelah mereka
mengalami kekalahan demi kekalahan selama
ini. Demi tujuan itulah Helian Kong merasa tak
perlu berbelas kasihan kepada Yo Kian-hi. Ia
Kembang Jelita 12 23 mendesakkan kudanya, pedangnya terayun
deras dan kembali pedangnya berhasil
mementalkan pedang kiri Yo Kian-hi, maka
lawannya itu jadi tidak bersenjata.
Setelah itu, Helian Kong menyarungkan
pedang, lalu secepat kilat melompat jneninggalkan kudanya untuk menubruk
Yo Kian-hi dengan sepasang cengkeraman
terbuka. Itulah serangan khas perguruannya,
Tiat-eng-bun, mengandalkan kekuatan jari-jari
tangan yang amat terlatih untuk khusus
menciderai persendi-an-persendian tulang.
Helian Kong mencoba untuk meringkus
hidup-hidup tokoh muda pemberontak itu.
Yo Kian-hi melompat meninggalkan kudanya
dan bergulingan di tanah untuk menghindari
serangan itu. Sedang Helian Kong memantulkan
kakinya di kepala kuda binal itu untuk terus
memburu Yo Kian-hi. Dalam urusan meringankan tubuh, Helian Kong setingkat lebih
unggul dari lawannya. Cengkeraman kanan mengarah leher,
cengkeraman kiri mengincar pundak. Yang
Kembang Jelita 12 24 digunakan hanyalah jari telunjuk, jari tengah
dan jempol seperti cengkeram an elang. Sedang
dua jari sisanya dilipat rapi.
"Anjing keluarga Cu, benar-benar bertingkah
kau!" Yo Kian-hi berseru gusar karena merasa
dipermalukan di depan orang banyak. Dia
pasang kuda-kuda. Tubuh Helian Kong yang
menerkam dari atas disongsongnya dengan
sepasang tinju dalam gerakan Siang-long-jut-hai
(Sepasang Naga Keluar Samudra) dengan a-ngin
menderu kencang menandakan kehebatan
tenaganya. Helian Kong berputar di udara, sepasang
cengkeramannya menyibak dan ganti mengancam sepasang pergelangan tangan Yo
Kian-hi, dibarengi kaki kanan menjejak ke arah
dada. Begitulah, pertarungan yang semula bergaya
panglima-panglima perang, setelah keduanya
turun dari kuda lalu berubah menjadi seperti di
arena pi-bu (adu silat) dengan tangan kosong.
Dalam hal adu silat, sudah dua kali Yo Kianhi dikalahkan Helian Kong. Kekalahan yang
Kembang Jelita 12 25 betapapun juga membekas dalam jiwanya, agak
mengurangi keyakinan dirinya.
Meskipun dia telah mengerahkan seluruh
tenaga dan jurus andalannya, sehingga sepak terjangnya seperti gajah mengamuk, sampai
debu mengepul beterbangan, tapi ia tetap kalah
cepat dari Helian Kong yang bertubuh ringan.
Terus menerus serangan Yo Kian-hi tak pernah
tuntas, sebab senantiasa Helian Kong berhasil
lebih dulu menyusupkan serangan mengancam
sasaran berbahaya, serangan Yo Kian-hi selalu
dihadang dan dipaksa berubah jadi pertahanan
lebih dulu. Setelah lima puluh jurus lewat, makin
terlihat kalau Yo Kian-hi agaknya akan menelan
kekalahan untuk ketiga kalinya.
Waktu itulah dari barisan pemberontak
terdengar suara tambur, tiga orang hulubalang
pemberontak tiba-tiba berderap maju ke tengah
arena dengan menunggang kuda. Salah satu dari
mereka menuntun seekor kuda tak berpenumpang untuk Yo Kian-hi, dan juga hendak
Kembang Jelita 12 26 memungut sepasang pedang Yo Kian-hi yang
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 4 Wiro Sableng 092 Asmara Darah Tua Gila Hina Kelana 33

Cari Blog Ini