Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p Bagian 7
jatuh tadi. Salah seorang hulubalang lainnya agaknya
adalah seorang pemanah ulung. Sambil memacu
kudanya, ia mementang busurnya dan
memanah Helian Kong tiga kali berturut-turut.
Panahnya melesat beterbangan seperti burungburung belibis beriringan. Memang lihai
pemanah ini, biarpun tubuh Helian Kong dekat
dengan Yo Kian-hi, bahkan keduanya saling
berlompatan menyambar toh semua anak
panahnya hanya tertuju kepada Helian Kong.
Helian Kong terpaksa melompat menjauhi
lawannya untuk menghindari panah. Kesempatan itu digunakan oleh seorang
hulubalang pemberontak lainnya untuk
menyerahkan kuda dan sepasang pedang
kepada Yo Kian-hi. Sementara si hulubalang pemanah sudah
siap kembali memanah Helian Kong, namun
sebatang anak panah tiba-tiba melesat dari atas
tembok kota, langsung menancap di leher orang
itu, sehingga terjungkal dari kudanya.
Kembang Jelita 12 27 Dari atas tembok kota terdengar suara keras
Gui Su-hong, "Maaf aku ikut campur, Helian
Cong-peng! Aku tidak bisa membiarkan banditbandit itu bermain curang sesukanya!"
Helian Kong mengangguk ke arah tembok
kota sebagai ucapan terima kasih, sambil
berpikir, "Meskipun kasar dan agak berpikiran
dangkal, Gui Su-hong punya rasa setia kawan
yang berani diwujudkan dalam tindakannya."
Sementara itu, dua perwira Helian Kong,
masing-masing Kok Siau-eng dan Wan Yok-liang
juga tidak tinggal diam. Merekapun menderapkan kuda ke tengah arena untuk
menolong Helian Kong. Kok Siau-eng dengan
sepasang ruyung bajanya langsung menghadang
Yo Kian-hi yang siap menyerbu Helian Kong.
Sedangkan Wan Yok-liang dengan kampak yang
bertangkai sepanjang tombak, langsung
berhadapan dengan hulubalang musuh yang
bersenjata golok. Dua lingkaran pertempuran berkuda segera
berkobar di dataran di luar kota Hun-ciu itu.
Baik Tentara Kerajaan maupun Laskar Pelangi
Kembang Jelita 12 28 Kuning lalu bersorak adu keras untuk memberi
semangat jago mereka masing-masing.
Sementara Helian Kong mendapat kesempatan untuk kembali menunggangi
kudanya, dan mendapat lawan seorang
hulubalang musuh bersenjata golok panjang
pula. Lawan Helian Kong itu nampaknya mahir
dalam pertempuran berkuda, namun hanya
tenaganya saja yang besar dan ia tidak
setangguh Yo Kian-hi dalam hal ilmu silat. Maka
ia cepat menjadi bingung menghadapai pedang
Helian Kong yang melingkar-lingkar begitu
cepatnya. Tidak lebih dari sepuluh jurus
perlawanannya, si hulubalang sudah terjungkal
roboh dengan lambung terbelah.
Gemuruh sorak prajurit kerajaan menyambut kemenangan itu.
Tapi sedetik kemudian laskar pemberontakpun gemuruh bersorak, sebab Yo Kian-hi
ternyata juga kelewat tangguh buat Kok Siaueng. Tubuh perwira bawahan Helian Kong itu
berhasil dipotong pedang Yo Kian-hi, hampir
Kembang Jelita 12 29 bersamaan dengan kematian salah satu
hulubalang pemberontak. Sorak sorai kedua pihak makin menghebat
menyalakan kemarahan, sebab masing-masing
pihak sudah mulai kehilangan orang.
Wan Yok- liang adalah sahabat Kok Siau-eng,
sama-sama masuk tentara mulai dari prajurit
berpangkat paling rendah, sama-sama mengalami pahit getir medan laga, sama-sama
memanjat jenjang kepangkatan. Kini alangkah
gusar dan sedihnya melihat Kok Siau-eng
terbunuh. Ia memutar kuda meninggalkan
lawannya untuk menyerbu Yo Kian-hi sambil
berseru, "Bangsat, ganti nyawa sahabatku!"
Namun Helian Kong tahu Wan Yok-liang pun
bukan tandingan Yo Kian-hi, hanya akan
menjadi korban berikutnya, dan Helian Kong
tidak membiarkannya. Ia berteriak, "Wan Yokliang! Dia bagianku!"
Bukan hanya membentak, Helian Kong juga
lebih cepat memacu kudanya untuk menghadang Yo Kian-hi, sehingga terulang
kembalilah pertempuran seperti tadi. Wan YokKembang Jelita 12
30 liang terpaksa menumpahkan kegusarannya
dalam pertempuran melawan hulubalang yang
jadi lawannya semula. Dari barisan pemberontak terdengar suara
tambur dengan irama tertentu, kali ini bukan
hanya sorak gemuruh, namun laskar
pemberontak menyerbu seperti air bah. Ujungujung senjata yang tadinya menunjuk langit,
kini ditundukkan di depan tubuh setinggi dada,
dibawa lari ke depan. Bendera-bendera
diangkat dan digoyangkan untuk menambah
semangat. Helian Kong tidak mau pasukannya kalah
ancang-ancang. Sambil tetap bertempur dengan
Yo Kian-hi, dia berteri ak, "Pasukan maju!"
Tentara Kerajaanpun maju menyongsong
lawan-lawan mereka. Seperti dua arus gelombang yang bertabrakan, demikian pula dua arus manusia
itu segera terlibat dalam pergulatan sengit
antara mati dan hidup. Gemerincing senjata,
teriakan aba-aba, ringkik kuda berbaur jadi
satu, suaranya amat bising dan mengerikan.
Kembang Jelita 12 31 Debu mengepul tinggi, menutupi benderabendera kedua pihak.
Laskar pemberontak bertempur dengan
semangat tinggi, masih dipengaruhi kemenangan mereka di Tong-koan, maka
mereka menganggap kali ini hanya berhadapan
dengan prajurit-prajurit kerajaan yang sudah
kecil nyalinya dan mudah ditumpas.
Tapi mereka salah hitung. Yang mereka
hadapi bukan sisa pasukan Jenderal Sun Toanteng yang masih dihantui kekalahan, melainkan
pasukan yang juga masih dalam semangat
kemenangan, sebab merekapun baru saja
memukul kalah pasukan Li Giam di mulut selat
di sebelah timur Hun-ciu.
Jadi kedua belah pihak sama-sama
bersemangat, sama-sama bernafsu untuk
mengulangi kemenangan mereka. Maka sengit
sekali pertempuran itu. Di tengah-tengah hiruk- pikuk itu, perwiraperwira kedua belah pihak masih mencoba
mengatur anak buah masing-masing, biarpun
suara mereka hampir tenggelam.
Kembang Jelita 12 32 Di atas tembok kota, Kam Seng
berdampingan dengan Gui Su-hong menyaksikan jalannya pertempuran di luar kota
itu. Kam Seng berpeluk tangan, wajahnya dingin
tanpa perasaan, namun sebetulnya dalam
hatinya bergolak semacam perasaan yang
hebat. Ia agak malu terhadap Helian Kong
karena tadi tak tertahan telah menunjukkan
ketakutannya. Dan kini semua orang seolah
diberi pertunjukan bagaimana hebat sepak
terjang Helian Kong dan pasukannya.
Rasa iri mulai menguasai hatinya, "Kalau
begini terus, lama-lama aku kalah pamor di
hadapan para prajurit, namaku akan
tenggelam," pikirnya.
Sedangkan di sebelahnya, Gui Su-hong bukan
orang yang suka menyembunyikan perasaan,
itulah sebabnya ia bersikap seperti anak kecil
menonton pertempuran itu. la mengepalngepalkan tinju, beberapa kali ia melompat dan
bersorak kalau melihat pasukan Helian Kong
berhasil mendesak laskar pemberontak.
Kembang Jelita 12 33 Ketika matahari sampai ke puncak garis
edarnya, terlihat pasukan Helian Kong hampir
mutlak menguasai arena. Dimulai dari tekanantekanan kecil yang semakin merata, kedua
sayap pasukannya berhasil membentuk garis
melengkung memanjang untuk menekan kedua
lambung laskar musuh, diimbangi gelombang
gempuran pasukan tengah yang terus
mendorong mundur laskar musuh.
Yo Kian-hi masih bertarung satu lawan satu
dengan Helian Kong, namun diapun terdesak
mundur sejalan dengan laskarnya.
Keunggulan inilah hasil dari Helian Kong
selama ini memerintahkan pasukannya untuk
terus berlatih, tidak hanya bermalas-malasan di
tangsi sambil menunggu tanggal gajian. Sedang
betapapun hebatnya laskar pemberontak dalam
semangat, namun kebayakan dari mereka
adalah prajurit "amatir" yang belum lama
mengalami latihan dari pelatih yang juga
setengah amatir. Modal utama mereka hanya
keberanian, sambil mencoba mencari tambahan
pengikut dengan menghasut rakyat pedesaan.
Kembang Jelita 12 34 Maka menghadapi pasukan Helian Kong
yang kompak, di mana tiap prajurit adalah mata
rantai dari sebuah rantai panjang yang tak
mudah diputuskan, bekerja sama dengan rapi,
maka laskar pemberontakpun terdesak.
Tiap kali kedua sayap laskar pemberontak
berhasil ditekan sehingga melengkung ke
belakang, kalau dibiarkan terus akan membuat
seluruh laskar terjepit hancur dari tiga arah.
Untuk menyelamatkan seluruh pasukan, tidak
ada jalan lain kalau pasukan yang di tengah
setiap kali harus ikut mundur membentuk garis
pertahanan baru, menyesuaikan dengan
kemunduran sayap-sayapnya.
Sedang Helian Kong terus memimpin
pasukannya maju mendesak, makin jauh dari
tembok kota Hun-ciu, meninggalkan dataran
yang penuh tubuh-tubuh bergelimpangan mati
atau luka-luka. Di atas tembok kota, Gui Su-hong tidak
mampu lagi menahan luapan semangatnya.
Katanya, "Aku akan membawa pasukanku
keluar, untuk membantu Helian Cong-peng
Kembang Jelita 12 35 menghancurkan musuh lebih cepat. Mudahmudahan sukma Jenderal Sun masih sempat
menyaksikan peristiwa ini."
Merasa dirinya sejajar dengan Kam Seng dan
tidak perlu menunggu ijinnya, Gui Su-hong
langsung berlari menuruni trap tembok kota.
Tak lama kemudian, pintu kota kembali
terbuka, dan keluarlah Gui Su-hong beserta
pasukannya. Pasukannya sebenarnya masih
agak kelelahan jiwa dan raga setelah kelelahan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di Tong-koan, namun Gui Su-hong "menyuntik"
mereka dengan kata-kata pengobar semangat
untuk membalas kekalahan.
Ketika itu laskar pemberontak sudah
mundur ratusan langkah. Mendadak dari atas bukit di luar kota,
terdengar suara terompet tanduk kerbau ditiup
dengan suara mengalun panjang.
Laskar pemberontak seperti air kolam yang
dibuka sumbatnya ketika mendengar itu, isyarat
untuk mengundurkan diri. Mereka langsung
balik badan dan melarikan diri ke arah barat.
Namun gerak mereka tidak kacau, pemanah dan
Kembang Jelita 12 36 pelempar lembing segera beraksi melindungi
gerak mundur seluruh laskar.
Helian Kong memerintahkan pengejaran,
namun tidak terlalu dekat.
"Jalan raya ini menuju Ke Tong-koan," kata
Wan Yok-liang yang berkuda di samping Helian
Kong. "Apakah kita akan mengejar mereka
sampai ke sana?" "Tidak," sahut Helian Kong. "Pasukan kita
tidak diperlengkapi untuk pengejaran jarak
jauh. Tujuan kita hanya memukul mundur
mereka dari sekitar Hun-ciu, untuk membangkitkan keberanian semua prajurit di
Hun-ciu." Secara bijaksana Helian Kong hanya
menyebut "semua prajurit di Hun-ciu" tanpa
menuding Kam Seng dan pasukannya, untuk
menjaga agar jangan sesama pasukan kerajaan
ada yang merasa lebih berani atau lebih
penakut, lebih berjasa atau lebih tak berguna."
"Agaknya kita berhasil."
Helian Kong memimpin pasukannya mengejar sampai kira-kira dua puluh li (+12
Kembang Jelita 12 37 km) dengan pasukan Gui Su-hong membuntuti
beberapa li di belakangnya. Ketika dilihatnya
laskar pemberontak masuk sebuah desa kecil
berkubu, biarpun hanya kubu yang terdiri dari
batu dan tanah liat, Helian Kong menghentikan
kejarannya dan memerintahkan pasukannya
untuk berbalik mundur. Gebrakan hari itu sudah cukup membuktikan
kalau laskar pemberontak juga bisa dikalahkan.
Memang hanya itulah tujuannya. Bukan
mengejar sampai ke Tong-koan, sebab
pengejaran sejauh itu membutuhkan persiapan
tertentu dan dukungan memadai di garis
belakang untuk melindungi jalur perbekalan.
Sedang pasukan Helian Kong saat itu tak
memenuhi syarat-syarat itu.
Tapi baru saja pasukan itu berbalik, tiba-tiba
dari barisan belakang ada seorang prajurit
melapor tergopoh-gopoh, kepada Helian Kong,
"Cong-peng, musuh keluar dari desa itu dan
menyerang bagian belakang pasukan kita!"
"Bagus kalau begitu, kita hajar mereka!" Kata
Helian Kong tanpa pikir panjang.
Kembang Jelita 12 38 Pasukan berbalik menghadapi laskar
pemberontak yang muncul di desa.
Namun mendadak dari tikungan bukit
sebelah timur terdengar pekik sorak mem
bahana, bendera-bendera muncul berkibarkibar, ribuan orang bersenjata yang memakai
ikat kepala kuning muncul dari balik bukit,
menghambur menuruni lereng bukit dan
langsung menutup jalan ke arah kota Hun-ciu.
Sedang yang ke arah Tong-koan dihadang oleh
laskar yang dikejar tadi.
Melihat musuh dari depan dan belakang itu,
Helian Kong masih belum gentar, "Ha-ha-ha....
macam-macam saja ulah mereka, mereka pikir
bisa mengalahkan kita" Ayo, kita beri pelajaran
pahit kepada mereka!"
Dengan mempertimbangkan bahwa laskar
musuh yang keluar dari desa itu pastilah
dipimpin Yo Kian-hi yang ilmunya lebih tinggi
dari Wan Yok-liang, maka Helian Kong justru
memerintahkan Wan Yok-liang untuk menghadapi serangan yang dari bukit, "Wan
Yok-liang, buka kembali jalan ke Hun-ciu!"
Kembang Jelita 12 39 "Baik, Cong-peng!"
Pertempuran kembali berkobar di ruas jalan
raya yang terkurung perbukitan itu, tempat
yang tidak menguntungkan untuk bertempur
sambil berkuda, sehingga Helian Kong terpaksa
melompat turun dari kudanya. Jalan raya yang
menghubungkan Hun-ciu dan Tong-koan itu
biasanya ramai dengan lalu lintas dagang atau
pelancongan, tapi sejak perang menghebat di
kawasan itu, praktis yang memakai jalan raya
pihak-pihak yang ber perang saja.
Dan untuk ke sekian kalinya, Helian Kong
bertempur dengan Yo Kian-hi.
Meskipun pasukan kerajaan diserang dari
dua arah, mereka tetap bertempur dengan
semangat yang tinggi dan yakin akan menang.
Pertempuran di dataran yang tidak rata itu
berlangsung hebat, kedua pihak belum bosan
saling membantai. Korban-korban berjatuhan
kembali. Nampak masih seimbang antara kedua
pihak. Kembang Jelita 12 40 Dari puncak langit, matahari mulai
tergelincir pelan ke arah barat, bayangan
pepohonan mulai memanjang ke timur.
Selagi kedua belah pihak masih berebut
kepastian untuk menjadi pemenang, tiba-tiba
dari hutan sebelah utara perbukitan kembali
terdengar sorak gemuruh, suara tambur dan
terompet tanduk kerbau. Sejumlah besar orangorang Pelangi Kuning kembali muncul dalam
keadaan segar, dan langsung menggempur sisi
utara pasukan Helian Kong.
Dengan demikian sekarang pasukan kerajaan
menghadapi lawan dari tiga arah.
Helian Kong sedang asyik bertempur, ketika
seorang kurir meneriakinya, melaporkan
perkembangan baru itu. Samar-samar Helian
Kong mulai merasa gelagat buruk.
Sementara Yo Kian-hi cuma bertahan
terhadap serangan-serangan Helian Kong
karena ilmunya kalah selapis. Namun sempat
juga ia berkata, "Pasukanmu terperangkap!"
Helian Kong membentak, pedangnya
menderu dengan jurus Lui-hong-tian-siam
Kembang Jelita 12 41 (Guntur dan Kilat Mengamuk), cahaya
pedangnya berlapis mengepung Yo Kian-hi dari
segala arah. Lawannya mundur mencari napas
di belakang perlindunan rapat sepasang pedang
tebalnya. Puluhan kali pedang-pedang mereka
berbenturan, suaranya bergabung dengan
geme-rincing ribuan senjata lainnya yang
beradu di sekitar mereka.
Sambil mendesak, Helian Kong menggeram,
"Pernah kau lihat perangkap kelinci bisa
menangkap macan?" Sambil menangkis beberapa kali lagi, Yo
Kian-hi menyahut, "Belum. Tapi kalau
perangkap macan membunuh kelinci, rasanya
masuk akal kan?" "He, panglima amatir, jangan keliru
membaca situasi. Itu akan menjadi awal
keruntuhanmu!" Balas Helian Kong.
Helian Kong tetap yakin pasukannya akan
lolos dari "perangkap kelinci" itu. Diberikannya
perintah-perintah lewat kurir-kurir untuk
disebar ke segenap pasukannya.
Kembang Jelita 12 42 Tapi ketika matahari makin rendah lagi,
segera berdatanganlah laporan-laporan dari
kurir-kurirnya, laporan-laporan yang tidak
menggembirakan . Kurir pertama berteriak, "Cong-peng,
Camciang Wan Yok-liang gugur! Pimpinan
diambil alih Cian-bu Boan Se-hiong dan harus
bergeser ke selatan menjauhi jalan raya!"
Ini gejala pertama kalau pasukannya tidak
sekedar masuk "perangkap kelinci".
Kurir kedua menyusup di antara medan yang
kisruh itu untuk mendekati He-lian Kong dan
meneriakkan laporannya, "Cong-peng, sisi utara
mendapat tekanan berat dan pasukan tengah
bergeser ke selatan!"
Itu artinya pasukan Helian Kong digempur
dari tiga arah, yaitu timur, utara dan barat, lalu
digiring ke arah selatan yang tak terjaga.
Namuri naluri perang Helian Kong memberi
isyarat kalau di arah selatan pun tentu "ada apaapa" nya. Tapi apa boleh buat, pasukannya
didorong ke arah itu karena menghadapi banjir
Kembang Jelita 12 43 bandang laskar Pelangi Kuning yang seperti
semut keluar dari sarangnya.
Sebagian pasukan Helian Kong sudah
bergeser menjauhi jalan raya, maka Helian Kong
suka atau tidak suka harus menyesuaikan diri.
Kalau memaksa diri bertahan sepanjang jalan
raya, pasukan-nya akan mendapat tekanan
tidak seimbang dan patah, seperti kayu yang
diinjak di satu ujungnya.
Demi mempertahankan pasukannya agar
tetap utuh dan tidak tercerai berai, terpaksa
Helian Kong pun mengeluarkan perintah agar
pasukannya juga bergeser ke selatan.
"Enak ya, perangkap kelinci kami?"
Yo Kian-hi mengejek sambil memimpin
orang-orangnya terus mengejar.
Disertai sorak gemuruh, laskar pemberontak
mendesak terus. Sebelah selatan jalan raya itu adalah dataran
ilalang yang bersambung dengan daerah rawarawa. Itulah siasat yang dirancang oleh Li Giam
untuk menceburkan seluruh pasukan Helian
Kong ke rawa. Kembang Jelita 12 44 Li Giam sendiri menyaksikan jalannya
pertempuran dari sebuah bukit, di atas
punggung kudanya, dengan sebuah teropong
Portugis terpegang di tangannya. Ia dikelilingi
pengawal-pengawal setianya yang berlapislapis.
Li Giam mengangguk-angguk puas setelah
mengamati lewat teropongnya, "Musuh menuju
ke kehancuran!!" Salah seorang yang berada di dekat Li Giam
adalah Oh Kui-hou, "kepala intel"nya Li Giam
yang betubuh kurus kecil, kakak seperguruan
Yo Kian-hi, pernah pula bertempur dengan
Helian Kong dalam urusan garam dulu. Katanya
kepada Li Giam, "Harap Ciang-kun mempertimbangkan usulku tadi, bahwa Helian
Kong lebih berguna kita tangkap hidup-hidup
dari pada kita bunuh dia."
"Aku meragukannya."
"Aku punya pertimbangan, Ciang-kun."
"Apa?" "Menurut Liong Tiau-hui, Helian Kong
adalah...." Kembang Jelita 12 45 "Nanti dulu, siapa Liong Tiau-hui itu?"
Oh Kui-hou menjawab hormat, "Seorang
perwira yang pernah kuselamatkan di Pak-khia,
ketika hampir dibunuh orang-orangnya Co Huasun."
"Lho, bagaimana ceritanya?"
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketika aku di Pak-khia, aku menjumpai
suatu peristiwa. Ketika itu si Kaisar goblok
hendak menghadiri pesta di rumah mertuanya,
Ciu Kok-thio, dan tiba-tiba Liong Tiau-hui ini
muncul menghadap si Kaisar goblok untuk
melaporkan ketidak-beresan kerja pegawaipegawai Peng-po Ceng-tong. Rupanya rejeki
Kerajaan Beng memang sudah habis, bukan
laporan yang benar yang didengarkan, malahan
hasutan Co Hua-sun yang berusaha melindungi
kaki tangannya di Peng-po Ceng-tong. Maka
Kaisar malahan memerintahkan untuk membunuh Liong Tiau-hui. Terjadi pertempuran, aku menolong perwira itu."
"Orang itu lalu tahu kau bekerja buat Joanong?"
Kembang Jelita 12 46 "Tidak langsung seketika. Lebih dulu
kuyakinkan isi hatinya, setelah dia benar-benar
kecewa melihat kepribadian Kaisar Cong-ceng
yang lemah, akhirnya aku terang-terangan
kepadanya siapa diriku. Ia kemudian bergabung
dengan orang-orangku di Pak-khia, pengetahuannya yang banyak tentang seluk
beluk pemerintahan, terutama tentang kemiliteran, membuat dia banyak berguna bagi
kita. Menurut dia, Helian Kong adalah anggota
kelompok perwira yang membenci Co Hua-sun,
bahkan seorang yang berpengaruh."
Li Giam mengangguk-angguk, sedikit banyak
mulai paham masalahnya, "Sekarang rasanya
bisa kutebak kenapa kau begitu giat
membujukku agar menangkapnya hidup-hidup.
Maksudmu agar melalui dia, kita bisa
merangkul golongan anti Co Hua-sun itu?"
"Kurang lebih begitu..!"
"Apakah orang macam Helian Kong akan
begitu mudah dibujuk menuruti kita?"
"Seandainya tidak berpihak kepada kita,
setidaknya bisa untuk mencegah meluasnya
Kembang Jelita 12 47 pengaruh Co Hua-sun yang mulai main mata
dengan orang Manchu demi ambisinya."
"Hem, justru ulah Co Hua-sun yang busuk itu
menguntungkan perjuangan kita. Kebusukannya memuakkan banyak orang,
dengan demikian akan semakin banyak orang
memandang perjuangan kita sebagai pilihan
tunggal untuk menyelamatkan negara, berarti
kita akan makin banyak pendukung."
"Maaf, Ciang-kun, pendapat Ciang-kun itu
betul kalau kita cuma sekedar ingin
merobohkan pemerintahan keluarga Cu agar
digantikan Joan-ong kita. Tapi perjuangan kita
bukan hanya merebut kekuasaan, tetapi juga
menyelamatkan tanah air bangsa Han!"
"Terus kenapa?"
"Sejak kita berhasil menyelundupkan orang
ke istana, Co Hua-sun merasa kedudukannya
terdesak lalu menjadi nekad. Ia ingin merebut
kekuasaan tetapi kurang pendukung, maka lalu
bersekutu dengan negara asing untuk
menyokong ambisinya. Tentu saja ulahnya ini
Kembang Jelita 12 48 membahayakan negeri leluhur kita dan harus
dicegah!" Li Giam terkesiap. Cambuk kuda di
tangannya dilecutkan sekali ke udara,
"Benarkah itu" Bisa kaujelaskan lebih rinci?"
Sahut Oh Kui-hou, "Baru kemarin malam
kuterima burung merpati dari orang-orangku di
Pak-khia. Dalam surat yang dibawa burung
merpati itu dikatakan bahwa Co Hua-sun
semakin kasak kusuk dengan Pangeran Sengong, adik si Kaisar goblok yang agaknya
berambisi bertahta menggantikan kakaknya.
Dan di bangsal Pangeran Seng-ong sering
kelihatan orang-orang yang mencurigakan.
Orang-orang yang berdandan seperti kita
bangsa Han, namun bicara mereka berlogat
Liau-tong, karena mereka diduga keras adalah
orang-orang Manchu!"
"Bagaimana sikap si Kaisar Goblok?"
"Dia kelewat percaya kepada Co Hua sun."
"Wah, ini berbahaya. Kalau sampai Co Huasun berhasil mendatangkan pasukan asing ke
Pak-khia, perjuangan kita akan menemui lawan
Kembang Jelita 12 49 berat. Prajurit-prajurit Manchu berjumlah tidak
terlalu banyak, tetapi mereka terkenal dengan
daya tempur serta gerak cepatnya yang
menakutkan, terutama pasukan berkudanya.
Aku bicara bukan karena takut, namun sebagai
seorang militer yang secara jujur harus menilai
kekuatan lawani yang paling kita benci
sekalipun. Tanpa pertimbangan atau penilaian
yang jernih, kita bisa salah hitung dan hancur.
Persekongkolan Co Hua-sun dengan orang asing
itu harus dipatahkan!"
"Itulah, Ciangkun. Bisa-bisa negeri leluhur ini
malah dicaplok orang-orang Manchu, entah
seluruhnya entah sebagian. Itulah sebabnya
bisa kita manfaatkan golongan anti Co Hua-sun
di Pak-khia itu, untuk menggagalkan rencana Co
Hua-sun. Hal ini tidak mungkin mengandalkan
si Kaisar goblok dan lemah itu, juga tidak
mungkin kita melakukan sendiri, karena kita
terlalu jauh dari Pak-khia. Sedangkan orangorang kita di Pak-khia terlalu sedikit dan tidak
leluasa bertindak." Kembang Jelita 12 50 Li Giam tidak menyahut. Ia mengangkat
teropongnya untuk mengamati kerumunan
ribuan orang yang masih saling bantai di
kejauhan. Pasukan Helian Kong sudah
terdorong mundur jauh ke selatan jalan raya,
hampir ke ujung dataran ilalang. Sementara
matahari makin rendah ke sebelah barat.
Kemudian arah teropongnya digeser ke
sebelah timur, di sana terlihat pula laskar
Pelangi Kuning sedang menghalau pasukan Gui
Su-hong kocar-kacir kembali ke Hun-ciu."
"Saudara Oh, adik seperguruanmu nampaknya bernafsu sekali menceburkan
Helian Kong dan seluruh pasukannya ke dalam
rawa-rawa," kata Li Giam kemudian sambil
menurunkan teropongnya, lalu ia memberi
perintah kepada Oh Kui-hou. "Kesanalah untuk
mencegah adik seperguruanmu membunuh
Helian Kong." "Mohon Ciang-kun bicara lebih jelas kepada
aku yang bodoh ini."
Kembang Jelita 12 51 "Aku ingin mencoba resepmu. Menangkap
Helian Kong hidup-hidup untuk mencari
hubungan dengan golongan anti Co Hua-sun."
"Baik, Ciangkun."
Oh Kui-hou lalu menjepit kuat perut kudanya
dan melecutnya, menghambur turun dari bukit
menuju ke medan pertempuran di dataran
ilalang sebelah selatan. Sementara itu, walaupun Helian Kong
memimpin pasukannya dengan gigih sambil
mencoba mencari jalan keluar, namun sia-sia
saja. Musuh mengepung ketat dari tiga arah
dalam jumlah lebih besar.
Dataran ilalang itu penuh tubuh korban dari
kedua belah pihak, baik yang sudah membeku
diam maupun yang masih merinttih-rintih
mohon pertolongan. Tapi siapa peduli rintihan
mereka" Itulah saatnya untuk saling menghancurkan, bukan untuk saling berbelas
kasihan. Silih berganti kedua pihak memperdengarkan sorakan. Tak puas-puasnya
senjata yang sudah bercelup warna merah itu
Kembang Jelita 12 52 masih diayunkan, masih haus menghirup darah
musuh. Helian Kong gigih memimpin pasukannya
menerjang ke sana ke mari, namun ia dan
pasukannya memang telah terjebak. Seperti
seekor harimau dalam jaring perangkap. Di
sebelah utara, timur dan barat, yang nampak
hanyalah lautan manusia berikat kepala kuning
yang entah berapa jumlahnya.
Ketika Helian Kong terus memimpin
pasukannya mundur ke selatan, mundur sambil
bertempur, tiba-tiba terasa bahwa tanah yang
dipijaknya itu semakin gembur. Rumput ilalang
juga tumbuh lebih tinggi dan lebih hijau dari
sebelumnya. Kepastianpun diperoleh dari laporan
seorang anak buahnya, "Cong-peng! Di belakang
kita rawa-rawa!" Itu artinya pihak pemberontak mau
mengirim pasukan kerajaan masuk ke negeri
belut dan lele. "Bangsat!" Helian 'Kong berteriak geram.
Mukanya sudah coklat karena bercelemongan
Kembang Jelita 12 53 debu yang menempel karena keringat.
"Bangsat! Bangsaaaaaat!"
Ia berteriak sekerasnya meluapkan keputusasaannya, mengurangi tekanan jiwanya yang
semakin menghebat. Sudah puluhan kali ia
mencoba membobol musuh dan gagal terus,
sebab kali ini pihak pemberontak mengerahkan
jumlah orang yang berlimpah. Kini Helian Kong
agaknya harus menunggu nasib seperti Jenderal
Sun Toan-teng yang hendak ditolongnya.
"Cong-peng, kami menunggu perintah...."
kata kurir-kurirnya. "Bunuh saja semua musuh!" Perintah kabur
itulah yang diteriakkan Helian Kong,
membinggungkan kurir-kurinya,
Yo Kian-hi tertawa terbahak-bahak mengejek, diapun makin bersemangat menempur Helian Kong. Demi kepentingan
pengepungan itu, ia tidak melawan Helian Kong
sendiri, tapi dibantu seorang hulubalang
bersenjata toya yang bertarung dengan gigih.
Jadi Helian Kong dikeroyok dua dan cukup
kewalahan. Kembang Jelita 12 54 Pada suatu kesempatan Yo Kian-hi-lah yang
kemudian meneriakkan perintah kepada kurirkurirnya, dalam bahasa sandi yang hanya
dipahami oleh mereka sendiri. Namun Helian
Kong yang mendengarnya lalu menduga kalau
perintah itu tentu menyuruh untuk menggempur lebih hebat agar seluruh pasukan
kerajaan mencebur ke rawa.
"Lebih baik mati daripada dihina macam
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu!" Tekad Helian Kong dalam hati. Sudah
terbayang betapa malunya kalau dia harus
mandi lumpur seperti kura-kura, sementara
kaum pemberontak mung kin akan menyoraki
dari tepian sambil memakai galah-galah
panjang untuk selalu mendorongnya kembali ke
tengah apa bila hendak minggir.
Namun yang terjadi kemudian adalah
sebaliknya. Yo Kian-hi tidak akan membuat
musuhnya basah kuyup di rawa, tapi justru
mengeringkan mereka. Waktu itu matahari sudah tenggelam
separuh, cuaca mulai gelap, namun dataran
ilalang di tepi rawa itu tiba-tiba menjadi terang
Kembang Jelita 12 55 benderang karena kobaran api membakar
ilalang, membentuk garis memanjang. Laskar
pemberontaklah yang menyalakannya atas
perintah Yo Kian-hi. Mereka memilih saat yang tepat untuk
menggunakan api. Waktu itu angin berbalik
arah dari utara ke selatan, maka begitu api
menyala, terus merambat ke selatan, ke arah
pasukan kerajaan. Sedang laskar pemberontak
berlompatan mundur untuk memberi kesempatan si jago merah "bekerja" buat
mereka . Ilalang memang tidak kering benar, namun
dibantu hembusan angin, pasukan kerajaan
seolah dikejar garis merah memanjang. Selain
kepanasan, asap yang masuk ke mata mereka
juga amat mengganggunya. Semandat mereka
mulai merosot, kepanikan menyebar.
Demikianlah pasukan kerajaan dijepit oleh
api di depan dan air di belakang.
Helian Kong dan sebagian prajuritprajuritnya yang belum panik, justru nekad
melompati api untuk mencapai daerah yang
Kembang Jelita 12 56 hangus dan sudah dilewati api di mana apinya
tak mungkin kembali. Sebagian lagi sudah tiba
di pinggir rawa-rawa, lalu mencopot topi
prajurit mereka untuk menciduk air rawa yang
keruh bercampur lumpur, untuk disiramkan ke
arah api. Namun yang ingat berbuat demikian
hanya sebagian kecil. Sedang sebagian besar
malah saling tubruk dengan paniknya, tidak
jarang malahan menumpahkan air yang belum
disiramkan ke api. Dada Helian Kong hampir meledak melihat
semuanya itu. Maunya ia menghajar laskar
pemberontak untuk membangkitkan kembali
semangat pasukan kerajaan, malah jadi seperti
ini. Kalau pasukan di Hun-ciu mendengar
kekalahannya, tentu semangat mereka malah
makin menyusut. Sementara itu, laskar pemberontak memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya.
Dari seberang api mereka mengobral panah dan
lembing sampai seperti hujan lebatnya. Maka
tak terhitung lagi banyaknya korban di antara
Kembang Jelita 12 57 pasukan kerajaan. Tepian rawa itu benar-benar
menjadi ajang pembantaian sepihak.
"Mampuslah anjing-anjing keluarga Cu!
Penindas-penindas rakyat!" Laskar Pelangi
Kuning menyoraki bencana di pihak lawan
dengan gembira. Dalam perang, semboyan yang diguna-kan
pemimpin masing-masing pihak untuk mengobarkan semangat pengikut-pengikutnya
mungkin berbeda-beda, yang terang tentu
semboyan itu diselipi kata-kata yang
kedengarannya begitu luhur menggetarkan
perasaan. Namun setelah sampai ke tahap
pelaksanaan oleh pengikut-pengikutnya, ya
sama saja coraknya. Kekejaman diumbar
sepuasnya, pihak lain dihancurkan, digencet
tanpa ampun. Helian Kong menggeram sengit, "Setan
kalian!" Setelah melompati api, ia berlari menerjang
laskar pemberontak. Seorang diri, terpisah dari
pasukannya yang kacau-balau. Ia sudah tidak
menghiraukan mati-hidupnya sendiri.
Kembang Jelita 12 58 Hari semakin gelap. Helian Kong memutar pedangnya sederas
kincir angin yang diputar prahara. Sabet kanan
sabet kiri, kadang-kadang sambil memejamkan
mata. Saling susul jerit maut para pemberontak
yang terlanggar pedangnya, semburan darah
dari tubuh lawan-lawannya menyebabkan
tubuhnya basah kuyup. Ia betul-betul kerasukan
nafsu membunuh yang hebat, ingin membunuh
sebanyak-banyaknya sebelum dirinya sendiri
terbunuh. Itulah Helian Kong dikuasai keputusasaan,
pikirannya gelap, dan menganggap kematian
adalah satu-satunya pilihan yang tersedia,
tetapi ia ingin membuat kerusakan hebat lebih
dulu di pihak musuh. Cukup banyak korbannya. Lalu laskar
pemberontak mencoba membendung amukannya dengan alat-alat jarak jauh seperti
panah, lembing atau bahkan batu. Atau tombak
panjang, kaitan panjang, atau tali yang
dipegangi ujung-ujungnya oleh dua laskar dan
mencoba untuk menjirat kaki Helian Kong.
Kembang Jelita 12 59 Sabet kanan sabet kiri, kadang-kadang sambil
memejamkan mata, saling susul jerit maut para
pemberontak yang terlanggar pedangnya.
Kembang Jelita 12 60 Namun usaha itu belum sepenuhnya berhasil
menghentikan amukan Helian Kong.
Lalu Yo Kian-hi dan beberapa jago silatnya
datang mendekat. Mereka gusar melihat
pengrusakan laskarnya. Yo-Kian-hi berteriak
memerintahkan laskar-laskar biasa untuk
minggir, sedangkan ia dan teman-temannya lalu
maju mengepung. Yo Kian-hi membuka serangannya seperti
gajah mengamuk. Sepasang pedangnya membuat gerakan Sip-ji-sik, gerak bersilang
untuk menjepit pedang Helian Kong.
Serangannya dibarengi seorang pesilat pemberontak lain yang hendak menggebrak
lututnya dengan toya panjang,
"Hem..." geram Helian Kong. "Kalian cuma
boleh mendapat mayatku!"
Meskipun tubuhnya sudah kelelahan, namun
semangatnya yang tinggi adalah juga sumber
bahaya yang harus diperhitungkan oleh lawanlawannya. Pedangnya bergerak licin lolos dari
jepitan sepasang pedang Yo Kian-hi, kakinya
berhasil menendang pergi toya yang hendak
Kembang Jelita 12 61 menyerampang lututnya. Kemudian dengan
sebuah lompatan berputar ia berhasil menyabet
roboh seorang hulubalang Pelangi Kuning.
Helian Kong kalap, tapi Yo Kian-hi yang
umurnya sebaya dengannya juga mendidih
darahnya. Teriaknya kepada teman-temannya,
"Kalau tidak bisa menangkap hidup-hidup,
cincang saja!" Hulubalang-hulubalang Pelangi Kuning itu
lalu maju menyerang dari berbagai arah. Yo
Kian-hi yang paling tangguh, namun keempat
orang yang membantu-nyapun bukan pesilatpesilat kelas kambing.
Maka betapapun nekad dan gigihnya Helian
Kong, ia mulai jatuh ke bawah tekanan berat.
Baik goresan senjata tajam maupun gebukan
senjata tumpul makin sering "mampir" ke
tubuhnya, tak peduii ia memutar-mutar
pedangnya seperti orang mabuk.
Agaknya ia akan benar-benar dicincang oleh
Yo Kian-hi dan teman-temannya, seandainya Oh
Kui-hou tidak muncul berkuda sambil
berteriak-teriak, "Su-te (adik seperguruan)! Li
Kembang Jelita 12 62 Ciang-kun memerintahkan agar dia ditangkap
hidup-hidup!" Mendengar itu, Yo Kian-hi dan temantemannya terpaksa harus menahan kemarahan,
mereka tidak berani membantah perintah Li
Giam yang disampaikan Oh Kui-hou itu.
Oh Kui-hou sendiri melompat dari kudanya,
sementara tubuhnya melayang tinggi maka
tahu-tahu di tangannya telah terpegang sehelai
cambuk kulit panjang berpilin tiga. Cambuk
sepanjang tiga meter lebih yang melingkarlingkar di udara seperti naga terbang.!"
Langsung menyerang Helian Kong, mulamula dengan beberapa gerak lingkar yang
membingungkan dan mengaburkan mata, lalu
menyabet. Serangan berbahaya, sebab saat itu
cuaca sudah gelap, cahaya ilalang yang terbakar
juga mulai meredup di dekat rawa-rawa.
(Bersambung jilid ke XIII)
Kembang Jelita 12 63 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 25/06/2018 22 : 31 PM
Kembang Jelita 12 64 Kembang Jelita 13 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 13 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIII Sebagian besar tenaga Helian Kong sudah
terkuras, matanya sudah berkunang-kunang.
Menghadapi gerak cambuk penuh tipuan itu,
Helian Kong cuma menyabet-nyabetkan pedang
dengan kalap tapi luput semua, malah tubuhnya
terhuyung - huyung seperti kebanyakan arak.
Detik berikutnya ketika Oh Kui-hou membentak
dan menyerang lagi, pedang dan lengan Helian
Kong berhasil dibelit kencang.
Saat itulah Yo Kian-hi dan teman-temannya
berbareng menyergap dari segala arah,
sehingga Oh Kui-hou berteriak memperingatkan
sekali lagi, "Jangan dibunuh! Ini perintah Li
Ciang-kun!" Helian Kong meronta-ronta, tapi segera
roboh ketika belakang lututnya digebuk toya,
Kembang Jelita 13 2 disusul pukulan tangan kosong Yo Kian-hi yang
menghempas tengkuknya, membuat Helian
Kong roboh tak sadarkan diri.
"Ikat kuat-kuat!" perintah Oh Kul-hou.
Maka panglima yang gagah berani itu pun
dalam waktu sekejap telah dilibat tali-tali
sebesar ibu jari, tak berkutik lagi.
Kemudian Oh Kui-hou minta kepada Yo
Kian-hi agar sisa pasukan kerajaan yang sudah
terjepit babak belur di tepian rawa itu
dilepaskan saja. Yo Kian-hi menurutinya. Ia
meneriakkan aba-aba dan seluruh laskarnya
pun mundur. Sisa pasukan Helian Kong segera
mundur, ke Hun-ciu, meninggalkan begitu
banyak teman mereka yang gugur, dan
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panglima mereka yang tertawan musuh.
Laskar pemberontak lalu membenahi
keadaan, pulih sedikit sosok kemanusian
mereka karena merekapun mengobati yang
terluka, entah kawan entah lawan. Sedang
mayat-mayat yang begitu banyak lalu dikubur
saja dalam satu lubang besar.
Kembang Jelita 13 3 Sedang Helian Kong digiring ke Tong-koan,
yang sudah dikuasai pemberontak sejak
pecahnya pasukan Jenderal Sun Toan-teng.
* * * Ketika seluruh Tong-koan mendengar berita
itu, baik laskar pemberontak maupun penduduk
biasa segera menyiapkan penyambutan. Sorak
sorai sudah membubung langit ketika dari
kejauhan sudah nampak bendera besarnya Li
Giam. Suatu sambutan yang pantas untuk sebuah
pasukan yang pulang membawa kemenangan.
Di tepi jalan, rakyat bersorak-sorak, menaburkan bunga, memasang pita-pita kertas
berwarna-warni. Tidak sedikit yang terangterangan menggelar meja sembahyang komplit,
bersyukur kepada Langit untuk kemenangankemenangan Jenderal Li Giam yang namanya
semakin harum. Biarpun sebagai tawanan, Helian Kong ada
dalam pasukan yang disambut meriah itu. Ia
Kembang Jelita 13 4 menunggang kuda dengan tangan terbelenggu,
kendali kuda dipegangi seorang pesilat dari
pihak pemberontak yang berkuda di sebelahnya. Melihat sambutan penduduk Tong-koan
kepada laskar pemberontak, Helian Kong
menjadi masygul hatinya, "Kenapa Tentara
Kerajaan tidak penah disambut seperti ini"
Kenapa orang-orang macam Kam Seng dan Gui
Su-hong masih juga bersikeras tidak mau
mengakui rakyat sebagai sumber kekuatan?"
Di depan pintu kota, sederetan hulubalang
Pelangi Kuning sudah berdiri menunggu
kedatangan Li Giam. Kalau kebanyakan laskar
pemberontak masih berpakaian apa adanya,
belum berseragam, maka para hulubalang
laskar umumnya sudah punya seragam, entah
membuat sendiri entah merampas dari pasukan
kerajaan. Maka penampilan mereka jadi cukup
rapi, tidak mirip pentolan-pentolan pemberontak, melainkan tak ubahnya perwiraperwira dari suatu kerajaan.
Kembang Jelita 13 5 Memang kaum Pelangi Kuning sudah
menganggap wilayah barat laut yang mereka
kuasai itu sebagai suatu kerajaan sendiri yang
lepas dari Kerajaan Beng. Li Cu-seng sudah
disebut Joan-ong dan dianggap benar-benar
raja. Laskarnya sudah tersusun dalam jenjangjenjang kepangkatan dari jenderal sampai
serdadu paling rendah, seperti angkatan perang
sebuah kerajaan. Juga sudah terbentuk pejabatpejabat pemerintahan sipil, seperti kantorkantor pengadilan dan sebagainya. Pendeknya
Li Cu-seng benar-benar siap mendirikan
pemerintahan baru sebagai pengganti pemerintah Kerajaan Beng kalau runtuh kelak.
Setelah Li Giam dekat, para "pembesar"
Pelangi Kuning itu berlutut menghormat, salah
seorang dari mereka berkata mewakili rekanrekannya, "Kami mengucapkan selamat atas
kemenangan Ciang-kun."
Li Giam tersenyum lebar sambil mengusap
kumisnya, "Terima kasih, tapi jangan
menganggap kita sudah menang sebelum
seluruh negeri berhasil kita rebut dari tangan
Kembang Jelita 13 6 pemerintah korup yang sekarang ini.
Bagaimana situasi di pos-pos kalian masingmasing?"
"Semua berjalan sesuai yang kita inginkan.
Desa-desa dibenahi kembali, dibentuk pemerintahan-pemerintahan desa. Rakyat di
pihak kita." "Syukurlah. Ada laporan lain?"
"Hanya laporan-laporan rutin yang tidak
mendesak. Kami sarankan agar Ci-angkun
beristirahat dulu, begitu juga semua serdadu
yang baru saja menguras tenaga dalam
perjuangan, terutama yang terluka."
"Baiklah." Iring-iringanpun masuk ke Tong-koan.
Laskar yang terluka segera dirawat dan dihibur.
Li Giam sendiri kembali ke markasnya yang
merupakan bekas Jenderal Sun Toan-teng,
sebuah gedung besar di tengah-tengah kota
Tong-koan. Helian Kong melihat, di beberapa bagian
kota ada tiang-tiang gantungan yang banyak
jumlahnya, semuanya jelas kalau baru saja
Kembang Jelita 13 7 dibuat. Ada yang talinya terayun-ayun kosong,
tapi masih a-da juga yang "ditempati" sesosok
mayat yang belum diturunkan .
Dilihatnya mayat-mayat itu umumnya
berpakaian bagus, orang dari kalangan berada.
Merekalah yang disebut sebagai "penindas", dan
menjadi sasaran balas dendam setelah laskar
Pelangi Kuning merebut Tong-koan lalu
memanjakan rakyat kecil berbuat semaunya.
Batasan benar dan salah jadi kabur. Kaum
"tertindas" tiba-tiba merasa diperbolehkan
berbuat apa saja setelah Tong-koan dikuasai
kaum Pelangi Kuning, yang mengaku sebagai
pembela mereka. Tapi untuk meluapkan
kemarahan harus ada sasarannya, maka
sasarannyapun ditentukan saja secara gampang-gampangan, yaitu orang-orang kaya.
"Orang kaya pasti jahat," kata si penganjur yang
anjurannya segera menyebar luas. Pukul rata
saja. Tidak peduli orang-orang kaya yang
dermawan dan suka menolong, mendapat
kekayaan dengan cara halal karena keuletannyapun ikut dihantam. Sedang di antara si
Kembang Jelita 13 8 miskin itu ada yang miskin karena ulahnya
sendiri, misalnya gila judi, atau dagangannya
selalu curang sehingga tidak dipercaya lagi dan
akhirnya bangkrut. Dan ketika mereka jatuh
miskin, mereka menyalahkan golongan kaya
yang mereka tuduh sewenang-wenang dan sebagainya. Ketika laskar Li Cu-seng menguasai
kota, glandangan-gelandangan mempersenjatai
diri untuk bergabung, lalu merampok dan
menggantung orang-orang kaya, harta mereka
disita "untuk perjuangan".
Sungguh amat sulit mencari pejuang
pembela rakyat kecil yang tulen. Kebanyakan
cuma pejuang gadungan yang membonceng
arus untuk mencari keuntungan saja.
Tindakan balas dendam kaum miskin yang
tak terkendali dan tanpa pandang bulupun
makan korban amat banyak. Orang-orang, asal
mengikat secarik kain kuning di kepala mereka,
tiba-tiba berubah menjadi hakim dan algojo
yang boleh berbuat semaunya, atas nama "kaum
tertindas". Kesewenang-wenangan yang satu
Kembang Jelita 13 9 dirobohkan untuk digantikan kesewenangwenangan yang lain, cuma ganti bendera.
Helian Kong melihat itu dan meludah
dengan sengit, sehingga hulubalang yang
menjaganya menoleh dan bertanya, "Ada apa?"
Helian Kong menjawab, "Kalau kalian tidak
bisa menertibkan keadaan, akan tiba saatnya
orang-orang yang mabuk kemenangan dan
kekuasaan ini akan menghancurkan kalian
sendiri. Kalau hukum yang lama kalian
singkirkan, segera sodorkan hukum yang lebih
baik. Jangan lepaskan kekang hukum dari
rakyat. Kalau mereka sudah ketagihan tindakan
tanpa hukum, kelak kalian akan sulit
mengekang mereka...."
Sihulubalang pengawal Helian Kong melotot
gusar, "Kau bilang begitu karena kau
segolongan dengan para penindas itu. Kau tentu
merindukan jaman di mana hukum bisa dibeli
dengan uang untuk digunakan menindas kami
secara sewenang-wenang, begitu bukan"
Sekarang lihat, rakyat sudah bangkit melawan
kese-wenang-wenangan."
Kembang Jelita 13 10 Kata-kata hulubalang itu terputus o-leh
tertawa Helian Kong yang bernada mengejek,
"Aku punya kata-kata yang lebih tepat, mau
dengar tidak?" Si hulubalang tak menjawab. Maka Helian
Kong melanjutkan, "....kalian bukan berjuang
melawan kesewenang-wenangan, itu hanya
kedok untuk mendapat banyak dukungan,
melainkan berjuang untuk menjadi pihak yang
bisa bertindak sewenang-wenang, menggantikan pihak yang kalian kalahkan.
Benar tidak?" "Tutup saja mulutmu, anjing Kaisar. Kau
cuma anjing pelindung golongan orang kaya,
aku jemu mendengar gonglonganmu."
Helian Kong tertawa pendek dan tidak
membantah Lagi. Dengan sedih dilihatnya
sekawanan orang, agaknya beberapa keluarga
hartawan termasuk perempuan-perempuan
dan anak-anak, digiring ke tiang gantungan di
sebuah lapangan. Yang menggiring mereka
adalah sekelompok lelaki garang, semuanya
memakai ikat kepala kuning.
Kembang Jelita 13 11 Yang hatinya terusik ternyata bukan cuma
Helian Kong, melainkan juga tokoh-tokoh
Pelangi Kuning sendiri, Oh Kui-hou dan Yo Kianhi yang berkuda di kiri kanan Li Giam sendiri.
Mereka mengerut alis melihat betapa banyak
hukuman mati dijatuhkan oleh "pengadilan
kilat" oleh orang-orang yang mabuk dendam
karena miskin. Keputusan "pengadilan" yang
diwarnai kemarahan dan kebencian macam itu,
mana bisa mencerminkan keadilan"
Kedua kakak beradik seperguruan itu saling
bertukar pandangan dan sama-sama menarik
napas, lalu mereka menatap Li Giam yang
berkuda di tengah. Mereka melihat wajah Li
Giam pun tidak gem bira. .
"Apakah ada yang tidak berkenan di hati
Ciang-kun?" Oh Kui-hou memberanikan diri
bertanya. "Ya..." sahut Li Giam pelan, "kita dulu mulai
berjuang demi suatu gagasan luhur, memperjuangkan keadilan untuk semuanya,
yang kaya dan yang miskin. Merombak keadaan
dimana si kaya mencoba menunggangi hukum
Kembang Jelita 13 12 dan si miskin mencoba meniadakan hukum, dua
sikap yang sama buruknya. Aku tidak rela
sekarang kita menjadi seperti sekawanan
perampok yang menjarah kota yang dikalahkan,
biarpun dilakukan atas nama perjuangan."
Oh Kui-hou mengangguk-angguk, "Aku
sependapat. Harus segera ditertibkan, jangan
dibiarkan orang-orang kita menjadi liar seperti
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini." Li Giam menarik napas, "Itu keinginanku.
Sulitnya, tidak semua pasukan di kota ini adalah
bawahanku. Sebagian dari mereka adalah
bawahan Jenderal Gu Kim-sing, dan hanya
tunduk kepada perintah Gu Kim-sing."
Orang yang disebut oleh Li Giam itu adalah
juga seorang "panglima" pemberontak, yang
dalam banyak hal berselisih pendapat dengan Li
Giam. Mereka tiba di markas. Helian Kong menduga dirinya sebentar lagi
akan digebuki, diadili lalu digantung pula. Di
luar dugaan, Li Giam malah memerintah orangorangnya untuk menyediakan tempat yang baik
Kembang Jelita 13 13 di sebuah ruangan di bagian belakang markas.
Belenggunya dilepas, biarpun dia tetap dijaga
ketat oleh sekawanan pesilat, namun dia
diperlakukan lumayan "terhormat" oleh Li
Giam. Namun Helian Kong tidak suka hal itu, "Aku
lebih suka digebuki daripada dimanjakan oleh
bangsat-bangsat ini."
Sekilas timbul pikiran untuk menerjang
lolos dari situ, kalau perlu bertempur
mempertaruhkan nyawa. Namun pikiran itu
kemudian dihapuskannya sendiri karena
muncul pikiran lain, "Kaum-pemberontak
menawan aku hidup-hidup, entah apa maunya"
Baiklah aku tetap di sini untuk mengetahui apa
maunya mereka." Karena pikirannya sudah bulat, mati hidup
dinomor duakan, Helian Kong malah jadi
"santai" dalam kurungannya itu. Seperti acuh
tak acuh. Ada tabib datang mengobati luka, ia
menurut. Ada laskar mengantarkan makanan,
diapun lahap habis tanpa takut diracun.
Kembang Jelita 13 14 Sementara itu, setelah istirahat satu hari, Li
Giam mengadakan suatu sidang militer di aula
gedung bekas markas Jenderal Sun itu. Di depan
gedung, bendera Jit-goat-ki, bendera Kerajaan
Beng, sudah diganti benderanya Li Cu-seng yang
juga berwarna kuning namun tidak bergambar
bulatan matahari merah dan bulan sabit putih.
Para hulubalang Pelangi Kuning sudah hadir
dan berderet tertib di kedua sisi ruangan. Kursi
untuk Jenderal Li Giam yang berlapis kulit
macan itu masih kosong. Namun tak lama kemudian terdengar suara
langkah dari samping ruangan, lalu muncullah
Li Giam dengan dandanan khas Pelangi Kuning.
Memakai seragam seorang panglima, namun
kepalanya justru cuma memakai caping petani
yang begitu sederhana. Para hulubalang serempak menghormat.
Li Giam duduk di kursi kulit macan,
mencopot capingnya untuk diletakkan di meja,
dan katanya ramah, "Terima kasih atas
kehadiran saudara-saudara."
Kembang Jelita 13 15 Dan cukup dengan tatapan matanya yang
tajam, Li Giam mengabsen perwira-perwiranya,
ternyata lengkap. Di antara mereka adalah
kakak beradik seperguruan, Oh Kui-hou dan Yo
Kian-hi, yang tidak memakai seragam seperti
lain-lainnya melainkan hanya berpakaian
seperti pesilat-pesilat pengembara.
Li Giam paham. Kakak beradik seperguruan
itu memang pernah bilang, mereka bergabung
dengan Joan-ong bukan untuk mencari
kedudukan, tapi hanya mencarikan keadilan
bagi orang banyak yang menderita di bawah
korupnya pemerintah Kerajaan Beng. Jika kelak
Joan-ong berhasil menyatukan negeri di bawah
pemerintahan barunya, kakak beradik seperguruan itu tidak mau menduduki jabatan
apa-apa, hanya ingin melanjutkan kehidupan
sebagai pesilat-pesilat pengembara seperti
sebelumnya. Hidup bebas seperti burung di
udara. Namun Li Giam mengakui, jasa kakak
beradik seperguruan itu cukup besar dalam hal
menyusup jauh ke garis belakang tentara
Kembang Jelita 13 16 kerajaan dan menyadap rahasia kerajaan
sebanyak-banyaknya, terutama rahasia militernya. Beberapa saat ruangan besar itu dicekam
kesunyian, sampai terdengar Li Giam berkata,
"Aku mau mendengar laporan-laporan, siapa
akan mulai?" Seorang perwira berwajah merah, dengan
hidung besar yang lebih merah lagi, segera
maju, "Ciangkun, aku akan melaporkan tentang
pasukan Sun Toan-teng yang tercerai-berai
ketika kota ini kita rebut."
"Silakan." "Pecahan pasukan Jenderal Sun yang
sebagian lari ke Hun-ciu, sebagian lagi ke Thaigoan setelah menyeberangi Sungai Hoang-ho.
Ada sebagian prajurit yang bercerai berai tanpa
pimpinan, mereka melepaskan seragam mereka
dan membuang senjata serta lari entah ke
mana." Li Giam mengangguk-angguk, "Baik,
laporanmu kuterima. Ada pendapat?"
Kembang Jelita 13 17 Perwira berwajah merah itu lalu berkata
dengan semangat berapi-api, "Ciangkun, aku
minta diijinkan untuk menggempur Thai-goan."
"Kuharap kau tidak gegabah. Thai-goan
dilindungi anak sungai Huang-ho, dalam
keadaan biasa gampang diseberangi, namun
dalam keadaan seperti sekarang ini, tentu
sungai itu dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai
sarana pertahanan oleh pasukan musuh.
Tindakan gegabah kita hanya akan menghancurkan diri sendiri."
Perwira bermuka merah itu menjadi
penasaran, "Kalau begitu, apakah musuh lalu
akan kita diamkan saja, dan mereka enak-enak
kembali menyusun pertahanan di seberang
sungai?" "Tentu takkan kita biarkan mereka
demikian. Kita rebut Hun-ciu lebih dulu, setelah
itu kita pikirkan bagaimana membereskan Thaigoan."
"Kalau begitu, ijinkan aku menggempur
Hun-ciu!" Kembang Jelita 13 18 "Kuharap kau tidak gegabah. Memang, Hunciu harus kita rebut cepat atau lambat untuk
merintis jalan ke Pak-khia, tapi jangan tergesagesa. Biarkan laskar kita istirahat dulu beberapa
hari dan menjadi segar kembali. Lagipula harus
diingat bahwa dalam kota Hun-ciu saat ini padat
dengan prajurit yang entah berapa jumlahnya.
Banyak sekali. Ada pasukan Hun-ciu sendiri, ada
pasukan pelarian dari Tong-koan, ada pasukan
tambahan dari Pak-khia, semuanya terpusat di
Hun-ciu. Kita harus merebutnya, tapi dengan
siasat yang masak, bukan asal gempur saja.
"Tetapi sejak pasukanku dikirim kemari
oleh Jenderal Gu Kim-sing, belum pernah aku
sempat bertempur dan mendirikan pahala buat
Joan-ong." Gu Kim-sing adalah tangan kanan Li Cuseng, si pimpinan tertinggi pemberontak, jadi
Gu Kim-sing bisa dikata orang nomor dua di
bawah Li Cu-seng sendiri. Dan perwira muka
merah itu adalah bawahan Gu Kim-sing yang
diperbantukan Li Giam, sekaligus juga untuk
mengekang dan memata-matai Li Giam, sebab
Kembang Jelita 13 19 Gu Kim-sing diam-diam iri kepada Li Giam yang
namanya terus melambung, kuatir kalau suatu
saat Li Giam lebih berpengaruh dari dirinya.
Jadi dalam barisan pemberontakpun ternyata
tidak sekompak seperti yang kelihatan dari luar.
Ada persaingan untuk menjadi "siapa yang
nomor dua", bukan yang nomor satu, sebab si
nomor satu adalah Li Cu-seng sendiri.
Li Giam diam-diam menarik napas. Ia tahu
perwira itu sengaja membawa-bawa nama Gu
Kim-sing untuk memaksakan usulnya. Namun Li
Giam tidak mau ditekan, ia bertanggung jawab
untuk keselamatan tiap nyawa dalam
barisannya. Kalau ada yang harus gugur dalam
tugas, gugurnya harus untuk suatu tindakan
yang bisa dipertanggungjawabkan, bukan
sekedar, misalnya, hanya untuk cari muka
terhadap atasan. Karena itulah Li Giam tetap menggeleng,
"Tidak. Kelak akan kuberi kau kesempatan
untuk berjasa buat perjuangan, tapi kali ini
tidak. Istirahatkan pasukan sambil memikirkan
cara untuk menang dengan pengorbanan sedikit
Kembang Jelita 13 20 mungkin. Pasukan kita adalah sukarelawan
yang bergabung karena percaya bahwa kitalah
pengayom mereka, kita tidak boleh membuangbuang nyawa mereka secara sia-sia."
"Tetapi.." "Sudah. Aku punya pertimbangan sendiri!"
"Tapi Gu Ciang-kun sudah berpesan agar.."
Saking jengkelnya karena perwira muka
merah itu terus mendebat, Li Giam menepuk
meja keras-keras sambil berkata, "Jenderal Gu
pasti menugaskanmu di sini untuk membantu
aku, bukan untuk menggantikan aku sebagai
pimpinan di garis depan. Benar tidak?"
Wajah perwira yang aslinya sudah merah
itu jadi bertambah merah sehingga hampirhampir kelihatan ungu, namun ia tidak berani
membantah dan cepat-cepat masuk ke dalam
deretan. Ia amat mendongkol karena nama
pamannya, Jenderal Gu Kim-sing, yang
"dikibarkan" nya ternyata tidak dapat menakutnakuti Li Giam. Pikirnya, "Tidak keliru
kecurigaan Paman kepada orang she Li ini.
Tenyata di garis depan ini dia menjadi penguasa
Kembang Jelita 13 21 tunggal, tidak mau mendengar pesan-pesan
Paman yang berkedudukan lebih tinggi. Hem,
Paman Gu harus ku-kisiki agar waspada
terhadap orang she Li ini. Nampak begitu besar
nafsunya untuk mencari muka kepada Joan-ong
dengan cara memborong semua pahala hanya
untuk pasukannya sendiri...."
Sementara itu, setelah mendengar berapa
laporan lagi, dan memberi serangkaian
petunjuk kepada perwira-perwira bawahannya,
Li Giam lalu membubarkan pertemuan. Dalam
petunjuknya antara lain agar para perwira
mengendalikan anak buah masing-masing, tidak
mengobral hukuman mati secara tidak
berperikemanusiaan terhadap orang-orang
kaya yang belum tentu korup. Banyak di antara
mereka adalah pedagang yang jujur, ulet,
mengumpulkan kekayaan dari sedikit, namun
tiba-tiba diseret ke tiang gantungan karena
dituduh sebagai "tuan tanah jahat", tuduhan
yang diada-adakan sekedar untuk mendapat
dalih merebut kekayaannya.
Kembang Jelita 13 22 Saking jengkelnya karena perwira muka merah itu
terus mendebat, Li Giam menepuk meja keras-keras
sambil berkata. Kembang Jelita 13 23 Setelah itu Li Giam masuk dan para
perwirapun bubar. Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi tidak ikut bubar,
sebab tadi mereka telah mendapat pesan dari
seorang pengawal Li Giam, bahwa setelah rapat
selesai mereka harus segera menemui Li Giam
di ruang belakang. Ketika mereka ke ruang belakang, mereka
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebentar menunggu Li Giam berganti pakaian.
Tak lama kemudian Li Giam muncul, memakai
jubah yang sederhana rambutnya diikat dengan
saputangan. Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi cepat memberi
hormat. "Ada perintah apa Ci-ang-kun
memanggil kami?" "Aku butuh kalian sebagai pengawal
pribadiku, sebab aku akan menemui tawanan
yang bernama Helian Kong itu. Aku kuatir dia
masih belum lunak hatinya dan mengamuk
begitu melihat aku, pengawal-pengawal biasa
belum tentu bisa melindungi aku, maka
terpaksa memanggil kalian."
Kembang Jelita 13 24 "Kami siap, Ciang-kun. Sekarang biar kami
seret dia ke hadapan Ciang-kun."
"Tidak. Akulah yang akan ke tempatnya."
Keruan Yo Kian-hi tercengang, "Kalau Ciangkun yang menemuinya, apakah pantas" Ciangkun adalah pimpinan pejuang di garis depan,
lambang kehormatan seluruh pasukan, pengawal terdepan panji-panji Joan-ong, kenapa
harus merendahkan diri menjumpai seorang
tawanan" Apalagi Helian Kong hanya
berpangkat Cong-peng, dan sekarang berstatus
tawanan yang tidak punya hak..."
Ucapan Yo Kian-hi dihentikan oleh isyarat
gerak tangan Li Giam, lalu kata Li Giam, "Demi
keselamatan negeri leluhur dari ancaman
komplotan Co Hua-sun yang siap menjual
negeri, aku rela merendahkan diri sampai
bagaimanapun. Saat ini aku ingin merebut
simpati Helian Kong, dan ini tidak mungkin
kalau harus mendatanginya dengan angkuh."
Yo Kian-hi termangu-mangu, sedang Oh Kuihou mengangguk-angguk setuju.
"Mari..." ajak Li Giam kemudian.
Kembang Jelita 13 25 "Tapi ingat, di depan Helian Kong biar aku
saja yang bicara, dan tugas kalian berdua
hanyalah menjaga keselamatan-ku."
"Baiklah, Ciangkun."
Ketiga orang itu kemudian menuju ke
tempat Helian Kong dikurung. Mereka melewati
beberapa bagian gedung yang sudah berujud
puing dan masih membekas pertempuran
sengit, ketika Jenderal Sun dan pengawalpengawal fanatiknya beberapa hari yang lalu
bertahan sampai titik darah penghabisan.
Tak lama kemudian, mereka tiba di tempat
tujuan. Nampak kurang lebih lima puluh orang
pesilat yang harus menjaga Helian Kong. Jumlah
yang terlalu banyak untuk menjaga tawanan
yang cuma satu orang, tapi bisa dimaklumi
karena tawanannya adalah Helian, Kong yang
sepuluh kali lipat lebih berbahaya dari macan
gunung. Pimpinan regu penjaga di situ menyambut
kedatangan Li Giam dengan hormat.
"Bagaimana dengan tawanan itu?" tanya Li
Giam. Kembang Jelita 13 26 "Tidak ada masalah, Ciang-kun."
"Tidak mengamuk atau berusaha melarikan
diri?" "Sejauh ini tidak. Cuma makannya banyak
sekali." "Satu pribadi yang menarik...!" kata Li Giam
sambil tersenyum. "Buka pintu Aku mau bicara
dengannya." Komandan penjaga itu kaget, "Ciang-kun,
kalau Ciang-kun mau bicara dengannya,
tidakkah lebih aman kalau borgolnya dipasang
dulu?" "Tidak usah," sahut Li Giam. "Aku dikawal
Oh dan Yo Hiang-cu."
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi memang tidak
punya "pangkat" dalam pasukannya Li Cu-seng,
maka selalu disebut saja sebagai Hiangcu.
Setelah penjaga membuka gembok pintu
tebal itu, Li Giam dan kedua pengawalnyapun
melangkah masuk. Di dalam, Helian Kong sedang berbaring
sambil bersiul-siul kecil. Sepasang tangannya
mengganjal belakang kepala, sepasang kakinya
Kembang Jelita 13 27 naik ke pembaringan tanpa mencopot sepatu,
satu kakinya ditumpangkan menyilang di atas
lutut kakinya yang lain. Ketika mendengar pintu tebal yang dirantai
dari luar itu berderit terbuka, Helian Kong tetap
menatap ke langit-langit ruangan, sebab
dikiranya yang datang itu tentu cuma pengantar
makanan seperti biasanya.
Tapi ia kaget ketika mendengar suara Li
Giam, "Lagu yang membawa kenangan dari
kampung halaman, ya?"
Helian Kong menoleh dan siulannya
terhenti. Melihat Li Giam yang dikenalnya
sebagai seorang tokoh penting di jajaran
pemberontak, Helian Kong tidak mengubah
sikap tidurnya, telapak kakinya digoyanggoyangkan dengan sikap acuh tak acuh.
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi mendongkol
melihat sikap itu, namun mereka tidak berani
bertindak at.au berkata melancangi Li Giam
sendiri. Mereka hanya mengambilkan kursi
untuk diduduki Li Giam, lalu mereka sendiri
berdiri di kiri kanan bersikap menjaga. Kalau Yo
Kembang Jelita 13 28 Kian-hi berpostur gagah, tegap dan tampan,
sebaliknya Oh Kui-hou nampak "memelas dalam
penampilannya yang kurus, pendek, kusut dan
berwajah mengantuk. Namun kaum persilatan
yang berani memandang rendah kepadanya
pasti akan kena batunya, sebab manusia
bertampang remeh itulah pemilik julukan Thilik-ku-hou, Macan Kurus Bertenaga Raksasa,
yang namanya ditakuti di kawasan barat laut.
Setelah duduk, berkatalah Li Giam dengan
ramah, "Kenapa kauhentikan lagumu, sobat"
Lagu itu juga lagu kampung halamanku di Kamsiok. Mengetahui kau memakai nama keluarga
Helian, aku tahu kau orang Kam-siok asli, sama
dengan aku. Nah, jadi kita ini satu kampung
halaman." Itulah cara Li Giam "mendekati" Helian
Kong. Namun Helian Kong bangkit untuk duduk
di tepi pembaringannya, lalu menjawab dengan
kasar, "Jangan berputar-putar. Tentu kau mau
bilang bahwa tiang gantungan untukku sudah
siap bukan?" Kembang Jelita 13 29 Oh Kui-hou, dan terutama Yo Kian-hi, makin
mendongkol melihat sikap itu, tapi Li Giam
tetap tersenyum dengan sabarnya. "Kampung
halaman yang indah tetapi bagaimana
perasaanmu sekiranya kampung Halaman itu
tiba-tiba diduduki orang asing, orang Manchu
misalnya?" Helian Kong tiba-tiba melompat bangun,
teriaknya gusar, "Apa" Jadi untuk mencapai
ambisinya, kalian akan bekerja sama dengan
orang Manchu untuk menjepit kami dari barat
dan timur?" Kerajaan Beng saat itu memang sedang
menghadapi dua ancaman, pemberontakan Li
Cu-seng di barat laut dan politik ekspansi
Kerajaan Ceng (Mancuria) di timur laut.
Li Giam menggoyang-goyangkan tangan dan
berkata tenang, "Duduk dan dengarkan dulu
kata-kataku sampai selesai, sobat. Melihat
sikapmu itu, aku yakin kaupun tidak suka
negeri ini dijajah orang Manchu. Itu bagus.
Berarti di antara seribu perbedaan kita, ada
Kembang Jelita 13 30 satu persamaan kita, Yaitu tidak senang orang
Manchu merebut kampung halaman kita."
"Hem, bicaralah langsung, jangan berteletele!"
"Baik, dengar baik-baik. Menurut laporan
orang-orang kami di Pak-khia, saat ini Co Huasun sedang menjalin hubungan rahasia dengan
To Ji-kun, Pangeran Manchu yang biasa disebut
Kiu-ong-ya (Pangeran ke Sembilan) dan saat ini
berkedudukan sebagai Wali Kaisar Sun-ti yang
belum dewasa. Co Hua-sun siap menjual negeri
kepada orang Manchu, sementara Kaisarmu
yang goblok itu masih saja kena dibodohi dan
tidak tahu apa yang dilakukan Co Hua-sun.
Kalaupun diberi tahu juga tidak akan percaya
sebab otaknya kelewat bebal!"
Helian Kong terperanjat. Bukan cuma isi
beritanya yang mengejutkan, namun juga katakata pembukaan Li Giam "menurut orang-orang
kami di Pak-khia" itu tidak kalah mengagetkan.
Itu artinya para mata-mata Li Cu-seng punya
jaringan yang rapi di Pak-khia untuk menyadap
semua rahasia negara. Persekongkolan Co HuaKembang Jelita 13
31 sun itu harusnya pihak kerajaan yang lebih dulu
tahu, tapi nyatanya Helian Kong sama sekali
belum pernah mendengarnya, malahan pihak
pemberontak yang tahu lebih dulu. Itu artinya
"intel" pihak kerajaan kalah lihai kerjanya
dengan intel-intelnya Li Cu-seng.
Tak terasa ia lalu bangkit dan berjalan hilir
mudik dekat pembaringan sambil menundukkan kepala, berpikir keras.
Pikirnya, "Pantas perjalanan pasukanku dari
Pak-khia dilakukan serba cepat dan melewati
jalan yang dirahasiakan, toh mereka tetap dapat
melakukan penghadangan di tempat-tempat
yang kulalui. Hal itu tidak mungkin mereka
lakukan kalau jauh hari sebelumnya mereka
tidak lebih dulu mendengar berita dari Pakkhia."
Timbul keinginan Helian Kong untuk
memancing Li Giam tentang jaringan matamatanya di Pak-khia. la menghentikan
langkahnya dan menatap Li Giam tajam-tajam,
"Seandainya komplotan Co Hua-sun benarbenar merencanakan itu, sulit bagi orang di luar
Kembang Jelita 13 32 komplotan untuk mengetahui rencana mereka,
bahkan mustahil. Kini kau mengaku mengetahui
apa yang direncanakan Co Hua-sun, pastilah kau
cuma omong kosong!" Li Giam tertawa perlahan sambil mengusap
jenggotnya, sahutnya blak-blakan, "Aku percaya
kata-kata dalam Kitab Sun-cu : mengetahui
musuh sama seperti mengetahui diri sendiri,
maka dalam seratus pertempuran kau akan
seratus kali menang. Bukannya aku sombong,
tetapi perlu kau ketahui bahwa saat ini gerakan
sekecil apapun yang terjadi di Pak-khia, bahkan
di lingkungan paling dalam dari dinding istana,
tak ada yang tak bisa kuketahui. Aku punya
sejuta mata dan sejuta telinga yang tersebar di
Ibu Kota Kerajaan, di luar istana maupun di
dalam istana." "Omong kosong! Kau cuma mau menakutnakuti aku agar mudah kau peralat!" Kata
Helian Kong cemas, cemas kalau kata-kata Li
Giam itu benar-benar kenyataan. Kalau
demikian, maka segala gerak-gerik Tentara
Kerajaan tidak ada yang tersembunyi di depan
Kembang Jelita 13 33 mata kaum pemberontak. Semuanya seperti
telanjang bulat di bawah kaca pembesar, dan
kaum pemberontak benar-benar akan menikmati apa yang dikatakan oleh Sun-cu:
seratus kali perang seratus kali menang.
Kata Li Giam tenang, "Kau mau percaya atau
tidak, aku tidak bisa memaksa. Cuma, kaiau kau
tidak mau percaya sekarang, aku kuatir kelak
kau dan aku sebagai sesama bangsa Han akan
menyesal kalau negeri ini sampai terjual oleh Co
Hua-sun kepada orang Manchu."
Dengan gusar Helian Kong menyambar
sebuah bangku untuk disambitkan sekuat
tenaga kepada Li Giam. Tapi Oh Kui-hou dan Yo
Kian-hi dengan gerak yang sama cepatnya telah
melompat ke hadapan Li Giam, serempak
mengayunkan tangan-tangan mereka yang
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekeras besi untuk menangkis dan menghancurkan bangku itu pecah menjadi
serpihan-serpihan kayu. Tanpa memperdulikan tubuhnya yang lukaluka, Helian Kong hendak menerjang Li Giam,
tapi dihadang Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi
Kembang Jelita 13 34 sehingga mereka bertempur beberapa gebrakan. Li Giam cepat-cepat berdiri dan berseru,
"Berhenti! Helian Kong! Benarkah kau rela
mempertaruhkan negerimu ke tangan Co Huasun, dengan sikap keras kepalamu yang tidak
mau melihat kenyataan dan hanya marahmarah saja?"
"Bangsat! Kau membual macam apa lagi?"
Teriak Helian Kong, namun toh-ia menghentikan serangan dan melompat mundur
beberapa langkah. Sebab yang menyebut Li
Giam "membual" cuma mulutnya saja, sedang
dalam hati ia bisa percaya. Maklum Co Hua-sun,
apapun akan berani dilakukannya untuk
keuntungan diri sendiri, termasuk menjual
negara. Li Giam sudah duduk kembali, begitu pula
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi kembali menjaga di
kedua sisinya sambil menatap waspada ke arah
Helian Kong. Setelah Helian Kong kelihatan tenang, Li
Giam lalu melanjutkan, "Belakangan ini sikap
Kembang Jelita 13 35 Kaisar agak berubah, tak lain karena dukungan
terbuka dari perwira-perwira yang membenci
Co Hua-sun, antara lain kau. Betul tidak?"
Terpaksa Helian Kor.g mengangguk.
"...dan pengaruh Co Hua-sun atas Kaisar
juga mengendor, sejak Tiau Kui-hui tidak
dipakai lagi oleh Kaisarmu, benar tidak?"
Kepala Helian Kong seperti diguyur air
dingin. Urusan itu tersembunyi jauh di balik
dinding istana yang berlapis-lapis, Helian Kong
sendiri mengetahuinya karena hubungannya
dengan Puteri Tiang-ping. Tapi urusan itu bisa
memerosotkan martabat dan kehormatan
keluarga istana, sehingga Helian Kong sendiri
amat merahasiakannya dan sedikit sekali orang
di Pak-khia yang tahu. Tak terduga Li.Giam juga
mengetahuinya, bahkan agaknya lebih lengkap
dari yang diketahui orang-orang pemerintahan.
Helian Kong nampak lesu dan duduk di
pinggir pembaringan, sedangkan Li Gi-am
berkata pula, "Karena itu, Co Hua-sun mulai
bersekongkol dengan Pangeran Seng-ong, adik
Kaisar yang lebih lemah dan lebih goblok dari
Kembang Jelita 13 36 kakaknya. Pangeran Seng-ong dijanjikan akan
menjadi Kaisar dengan dukungan Pengeran To
Ji-kun, sedangkan wilayah Ho-pak dan Shoatang akan diserahkan kepada Kerajaan Ceng
sebagai pembayaran atas bantuan mereka."
Helian Kong sudah delapan puluh persen
percaya kata-kata Li Giam itu, namun ia masih
mencoba membantah, yang lebih tepat kalau
disebut hanya ingin menenteramkan hatinya
sendiri, "Omong kosong! Kalau benar Co Huasun dan Pangeran Seng-ong membuat
komplotan seperti itu, tentu teman-temanku
dari satuan sandi sudah menciumnya dan
berusaha menghancurkannya. Kau bohong.
Tentu kau menceritakan ini kepadaku, agar aku
mau bergabung denganmu bukan?"
"Memang ya...." sahut Li Giam tanpa tedeng
aling-aling. "Tapi yang kukatakan tadi tidak
bohong, aku beberkan ini kepadamu karena aku
sayangkan dirimu. Kau seorang pandai, berani,
setia, tetapi mengabdi di tempat yang keliru.
Hidupmu akan terbuang sia-sia seperti sehelai
jerami kering diterbangkan angin."
Kembang Jelita 13 37 Helian Kong termangu-mangu.
Sementara Li Giam tidak lagi mendesaknya,
ia ingin membiarkan Helian Kong berpikir lebih
mendalam. Maka diapun bangkit dan siap
meninggalkan ruangan itu diiringi Oh Kui-hou
dan Yo Kian-hi. Tiba-tiba di luar ruangan itu terdengar
suara langkah yang bergegas dan suara seorang
laki-laki, "Apakah Oh Hiangcu ada di dalam?"
Lalu terdengar jawaban si komandan
penjaga, "Benar, bersama Li Ciang-kun. Ada
apa?" "Ada merpati pembawa berita dari Pak-khia,
isi berita harus secepatnya diketahuinya."
Percakapan itu terdengar sampai di dalam
ruangan, sehingga Oh Kui-hou mengerutkan
alis. Li Giam pun tahu ada yang lebih mendesak
daripada membujuk Helian Kong saja. "Pikirkan
baik-baik omonganku. Tapi kalau kau tidak sudi
bergabung dengan Joan-ong, setidaknya
pikirkan kemungkinan buruk bahwa Co Huasun akan memasukkan tentara asing!"
Kembang Jelita 13 38 Habis berkata demikian, Li Giam ber tiga
keluar ruangan. "Huh, sandiwara gombal..." gerutu Helian
Kong sendirian setelah ditinggalkan. "Mulamula Li Giam membujuk aku, terus seorang
anak buahnya diluar bersuara berlagak
membawa laporan penting, sengaja supaya
didengar aku. Tak lain agar aku percaya, lalu
mereka peralat untuk kepentingan mereka.
Huh, jangan harap!" Tapi semakin hebat ia berusaha untuk tidak
percaya, semakin gelisah hatinya. Makin terasa
bahwa usahanya untuk tidak percaya itu hanya
usaha menipu diri sendiri, untuk mencari
ketenteraman hati yang palsu.
"Benarkah Co Hua-sun siap mengundang
masuk tentara Manchu?" suatu suara muncul
jauh di dasar hatinya. "Ah, itu tidak gampang...." suara lainnya
membantah. "Tentara Manchu tentu harus
melewati San-hai-koan, dan penjaga San-haikoan adalah sobat baikku, Bu Sam-kui. Tidak
mudah Tentara Manchu melewati San-hai-koan
Kembang Jelita 13 39 yang kokoh dan strategis, meskipun seandainya
mereka diundang oleh Co Hua-sun. Mudahmudahan Bu Sam-kui menjalankan tugas
sebaik-baiknya." Tapi alangkah sulit mempersatukan kedua
suara hati itu, sehingga perasaannya makin
bergolak. Co Hua-sun kele-wat licik. Helian
Kong tidak mampu terus menerus menghibur
diri sendiri sebab taruhannya kelewat mahal,
yaitu keselamatan negerinya.
Sementara itu, yang terjadi di luar ruangan
itu ternyata bukan sekedar "sandiwara gombal"
seperti yang diduga Helian Kong.
Begitu Li Giam bertiga keluar dari ruangan
penahanan Helian Kong, mereka disongsong
seorang lelaki yang mengesankan gesit dan
cerdik. Lelaki itu memberi hormat kepada Li
Giam bertiga, dan berkata, "Aku mohon waktu
agar dapat bicara dengan Ciangkun bertiga, ada
laporan penting dari Pak-khia."
"Kita bicara di ruangan dalam!" kata Li
Giam. Kembang Jelita 13 40 Tidak lama kemudian, mereka berempat
sudah berada dalam sebuah ruangan tertutup
yang masih dalam lingkungan markas itu juga.
Si pembawa laporan itu mengeluarkan secarik
kertas tipis dan ringan yang nyata kalau bekas
digulung. Kertas macam itulah yang biasanya
dimasukkan dalam bumbung kecil yang
diikatkan di kaki burung merpati pos untuk
mengirim berita. Oh Kui-hou menyambut kertas itu dan
hendak diserahkan kepada Li Giam, namun Li
Giam berkata, "Kau saja yang baca, saudara Oh."
Oh kui-hou merentang kertas itu dan
membacanya bersuara, "Orang-orang kita di
Pak-khia dikacaukan musuh yang tidak jelas,
banyak yang hilang."
Singkat dan membingungkan, terutama
kata-kata "musuh yang tidak jelas" itu. Sedang
pengirim pesan itu seorang perempuan, menilik
gaya tulisannya, bahkan perempuan istana
karena kertas yang digunakan juga tidak
sembarangan. Oh Kui-hou tahu siapa
perempuan itu. Kembang Jelita 13 41 "Apa maksudnya?" Suara Li Giam
mematahkan kesunyian. "Apa maksudnya
musuh tidak jelas" Apakah petugas-petugas
sandi Kerajaan Beng sudah mencium kegiatan
orang-orang kita, lalu membalas membunuhi
orang-orang kita?" "Kemungkinan itu ada, Ciangkun, tetapi
kecil sekali. Selama ini aku sudah mengenal
sendiri betapa kedodoran cara-kerja petugaspetugas
rahasia kerajaan. Dalam hal ketrampilan, kecerdikan, kerapian kerja
maupun kesetiaan kepada atasan, mereka sama
sekali bukan tandingan kita. Kali ini orangorang kita mungkin mendapat tandingan dari
pihak lain." "Pihak mana?" "Tidak ada gunanya menebak-nebak, Ciangkun. Orang-orang kita di Pak-khia saja masih
kebingungan, sehingga mereka menulis "musuh
yang tidak jelas" apalagi kita yang berjarak
ribuan U dari Pak-khia" Lebih baik Ciang-kun
ijinkan aku pergi ke Pak-khia untuk menyelidiki
sendiri urusan ini."
Kembang Jelita 13 42 Li Giam memahami kecemasan atau
keterikatan Oh Kui-hou dalam urusan itu, sama
terikatnya seorang petani dengan sawahnya.
Memang, jaringan mata-mata Pelangi Kuning di
Pak-khia itu Oh Kui-hou sendirilah yang
memilih orang-orangnya, menyusupkan, mengatur tempat, membagi tugas, menentukan
cara beroperasinya, semuanya dengan perhitungan serba cermat yang memakan
banyak tenaga pikiran. Semuanya adalah orangorang terpercaya yang akrab dengan Oh Kuihou pribadi. Tentu sekarang Oh Kui-hou tidak
mau kehilangan jerih payahnya selama
bertahun-tahun. "Baik!" sahut Li Giam yang juga merasa
berkepentingan, sebab selama ini keberhasilan
militernya didukung oleh laporan-laporan
rahasia jaringannya Oh Kui-hou. "Tapi jangan
emosional, tetaplah pakai akal sehat. Apa yang
masih bisa diselamatkan, kita selamatkan. Apa
yang tidak mungkin diselamatkan, saudara Oh,
kau tentu tahu apa yang harus kau lakukan.
Kembang Jelita 13 43 Bukan karena kita kejam, tapi demi kepentingan
perjuangan kita secara menyeluruh!"
Oh Kui-hou menarik napas dalam-dalam
dengan agak sedih, la tahu arti kata-kata Li
Giam itu. Artinya, kalau ada yang tidak mungkin
diselamatkan ya harus dibunuh daripada jatuh
ke tangan musuh, tidak peduli orang sendiri
yang sudah besar jasanya. Begitulah resiko para
mata-mata, jauh lebih berat dari resiko prajurit
biasa. Orang-orangnya Oh Kui-hou itupun sudah
tahu dan siap menerima resiko itu. Kalau
mereka tertangkap musuh,
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daripada membocorkan rahasia gerakan, mereka sudah
siap membunuh diri. "Pesan Cian-kun aku junjung tinggi ." sahut
Oh Kui-hou. "Tapi ijinkaniah aku lebih dulu
berusaha menyelamatkan mereka sebisabisanya."
Li Giam mengangguk prihatin, "Tentu boleh.
Kau kira aku suka kematian mereka" Betapapun
mereka adalah saudara-saudara seperjuangan
kita. Aku bicara seperti tadi hanyalah apabila
mereka membahayakan rahasia gerakan kita."
Kembang Jelita 13 44 "Aku paham, Ciang-kun. Kemenangan
perjuangan kita haruslah di atas segala-galanya,
termasuk di atas dari keselamatan pribadi
masing-masing dari kita. Ini aku pahami, dan
dipahami pula oleh orang-orangku yang
beroperasi di medan."
"Bagus, jangan sampai timbul kesan bahwa
aku menganggap remeh nyawa tiap temanteman seperjuangan. Tapi kita semua sudah
sepakat bahwa perjuangan harus menang demi
keselamatan tanah air."
"Aku paham." Saat itulah tiba-tiba Yo Kian-hi berkata,
"Ciang-kun, perkenankan aku pergi mendampingi Suheng."
"Baik. Kapan kalian akan berangkat?"
"Nanti malam, agar tidak ada orang melihat
keberangkatan kami. Cuma sebelum berangkat,
aku ada permohonan kepada Ciang-kun."
"Katakan." "Tentang urusan kita dengan Helian Kong,
ini semacam perjudian, atau pertaruhan."
"Maksud saudara Oh?"
Kembang Jelita 13 45 "Kita berusaha meyakinkan Helian Kong
tentang komplotan Co Hua-sun, dengan harapan
dia dan teman-temannya di Pak-khia akan
bangkit mencegah komplotan itu menjual
negara leluhur kepada orang Manchu. Usaha itu
kita harapkan berhasil, tapi juga tidak boleh
menutup mata akan kemungkinan gagal. Seperti
dalam judi, kalau menang mengharap menang
banyak, tapi kalau harus kalah ya sedikit
mungkin, jangan banyak-banyak. Betul tidak?"
Li Giam tersenyum mendengar kata-kata Oh
Kui-hou itu, katanya, "Tentu saja. Tapi jelaskan
yang kau maksud dengan jangan kalah banyakbanyak itu?"
"Bukannya aku berlagak sok pintar dan
menasehati Ciang-kun, tapi hanya mengingatkan. Bisa jadi Helian Kong pura-pura
menerima tawaran untuk bekerja sama
menggagalkan rencana Co Hua-sun, lalu dia
akan tanyakan dimana saja kita tempatkan
orang-orang kita di Pak-khia, bagaimana
caranya memberi isyarat untuk menghubungi
orang-orang kita dan sebagainya. Semuanya itu
Kembang Jelita 13 46 membahayakan orang-orang kita. Sebab
bagaimana pun juga Helian Kong adalah
seorang panglima Kerajaan Beng yang setia,
berarti musuh kita!"
"Baik, aku kagum akan kecermatan dan
kehati-hatianmu, saudara Oh. Tidak percuma
aku memilihmu untuk menyusun jaringan matamata kita. Jangan ku-atir."
"Kalau begitu, kami berdua mohon pamit
untuk membuat persiapan sebelum keberangkatan kami nanti malam."
"Silakan." Oh Kui-houdan Yo Kian-hi menyelundup
keluar dari Tong-koan di malam hari, agar tidak
dilihat siapa pun. Maklum biarpun Tong-koan
sudah dikuasai sepenuhnya oleh laskar
pemberontak, tetapi di jaman perang itu bukan
mustahil kalau di antara laskar pemberontak
pun kesusupan mata-mata dari pihak Kerajaan.
Mereka berjalan sepanjang malam ke arah
timur, menggunakan bintang-bintang sebagai
pedoman arah. Mereka memilih jalan kecil,
Kembang Jelita 13 47 supaya lebih kecil pula kemungkinan bertemu
dengan orang. Ketika matahari sudah mengintip di sebelah
timur, mereka seperti dua ekor semut berjalan
di antara lipatan-lipatan kulit bumi berbentuk
pegunungan yang menghampar dalam warna
biru dan hijau, dibungkus warna hijau hutanhutan liar yang masih dihuni ribuan jenis
burung yang bersahut-sahutan riang menyambut siang. Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi berdandan
seperti dua orang pesilat pengembara, terutama
Yo Kian-hi yang tadi kelihatan gagah. Pemuda
itu memakai pakaian ringkas untuk tubuhnya
yang tegap, ikat, pinggangnya dari kulit lebar
mengikat jubahnya sehingga bebas dibawa
melangkah. Sepasang pedang tebalnya digendong bersilang di punggungnya, dengan
gagang-gagang yang mencuat dari belakang
sepasang pundak yang kokoh berotot itu.
Sedang kakak seperguruannya bertampang
"memelas" karena tubuhnya yang kurus,
pendek, pakaiannya yang kelewat sederhana
Kembang Jelita 13 48 Sepasang pedang tebalnya digendong bersilang di
punggungnya, dengan gagang-gagangnya yang
mencuat dari belakang sepasang pundak yang kokoh
berotot itu. Kembang Jelita 13 49 dan dipakai sembarangan saja. Cambuk kulit
panjang yang merupakan senjatanya tidak
gampang dilihat, sebab dililitkan ringkas di
pinggang dan ditutup-tutupi dengan lipatan
bajunya yang kedodoran. Orang takkan
menyangka bahwa manusia bertampang
demikianlah yang selama ini menjadi otak
kebocoran rahasia-rahasia militer Kerajaan
Beng, bocor dan sampai ke kuping pihak
pemberontak. "Kita cari warung makan dulu........" kata Oh
Kui-hou. "Sepagi ini apakah sudah ada warung yang
buka?" Tanya adik seperguruannya. "Apalagi di
tengah pegunungan seperti ini."
"Ayo kita jalan saja. Ketemu warung atau
tidak terserah peruntungan perut kita."
Mereka berjalan terus, menyusuri lembahlembah dan lereng-lereng di antara pegunungan
yang sepi. Sengaja mereka pilih jalan itu, bukan
jalan raya yang tentu dirondai oleh pihak-pihak
yang berperang. Oh Kui-hou tidak mau
urusannya terhambat, ia ingin secepatnya
Kembang Jelita 13 50 menyelamatkan jaringan mata-matanya di Pakkhia yang menurut pesan kilat itu, "terancam
musuh yang tidak jelas" dan kabarnya banyak
orang-orang yang lenyap. Lagipula, dengan melewati jalan pegunungan yang sepi, mereka dapat bebas
menggunakan ilmu meringankan tubuh,
sekalian latihan. Tak lama kemudian, Oh Kui-hou melihat
asap tipis mengepul di kejauhan. "Lihat, sute! di
tempat itu ada rumah orang. Mungkin tempat
tinggal seorang pemburu atau peladang
terpencil." "Ayolah, mungkin bisa memperoleh
makanan yang agak pantas di sana."
Sebetulnya kakak beradik seperguruan
itupun membekal ransum kering, tapi di pagi
sedingin itu tentu lebih nyaman kalau perut
mereka kemasukan bubur hangat atau daging
matang yang empuk dan gurih, mungkin juga
arak hangat. Karena itulah langkah mereka
tambah bergegas, dipacu rasa lapar mereka.
Kembang Jelita 13 51 Namun setelah tahu tempat macam apa
yang mengepulkan asap itu, mereka tak berani
lagi mengharap daging atau arak, sebab itulah
sebuah wihara di tempat terpencil di lereng
pegunungan. Hubungan dengan dunia luar
hanyalah sebuah jalan setapak yang menjulur
menghilang ujungnya di kaki pegunungan sana.
Begitu terpencilnya tempat itu, sampai papan
namanyapun tidak ada. Tapi jelas ada orangnya, sebab ketika Oh
Kui-hou dan Yo Kian-hi mendekat, dari sebelah
dalam terdengar geme-ramang para hwesio
sedang sembahyang pagi, seperti lagu bernada
rendah, diiringi bunyi ketukan bok-hi
(kentungan kayu kecil berbentuk ikan).
Suasana jadi terasa khidmat, jauh dari
hiruk-pikuknya pertikaian yang tengah merebak di segala pelosok. Pintu depan kuil itu
juga terpentang lebar, seperti sepasang tangan
yang siap menerima siapa saja dengan penuh
persahabatan. Ketika suara doa berhenti, belasan hwesio
yang jubahnya sudah dekil-dekil semua, keluar
Kembang Jelita 13 52 dari aula sembahyang. Ketika mereka melihat
Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi terdiri di luar pintu,
salah satu hwesio mendekati mereka, lalu
menyapa dengan ramah sambil merangkap
sepasang telapak tangan di depan dada,
"Apakah tuan-tuan juga bermaksud meneduh di
kuil kami ini?" Kata "juga" di tengah kalimat itu
menandakan kalau di kuil itu rupanya juga ada
orang berteduh lainnya. Oh Kui-hou membalas hormat dengan cara
yang sama dan menyahut, "Maaf kalau kami jadi
merepotkan para Suhu di tempat ini. Kami tidak
akan menginap, cuma kalau diperbolehkan
hanya ingin mendapat makanan sekedarnya
sebelum menempuh perjalanan."
"Silakan..." Hwesio itu minggir dari pintu
sambil merentang sebelah tangannya. Tapi
alisnya sedikit berkerut ketika melihat sepasang
pedang yang gagangnya mencuat dari belakang
pundak Yo Kian-hi. Pedang, lambang kekerasan,
jadi terasa sebagai benda amat asing yang
mengusik kebekuan suci di tempat itu.
Kembang Jelita 13 53 Hwesio itu mengantar lewat halaman
samping menuju ke dapur. Di halaman samping
nampak dua ekor keledai beban tertambat di
pohon, di dekatnya ada setumpukan kotakkotak kayu.
Tak tertahan Oh Kui-hou bertanya, "Siapa
tamu sebelum kami?" Sebelum menjawab, kembali hwesio itu
dengan sorot mata kekuatiran melirik ke
gagang pedang di punggung Yo Kian-hi, dan
suaranya senada dengan jawabannya, "Cuma
dua pedagang obat-obatan keliling, miskin dan
lemah, percuma merampok orang seperti
mereka." Rupanya hwesio itu menyangka kakak
beradik seperguruan itu sebagai orang-orang
jahat, maka lebih dulu diberi tahu kalau tamu
lainnya miskin, permintaan terselubung agar
mereka jangan dirampok.
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Kui-hou tertawa, "Suhu, kami bukan dari
kalangan rimba hijau kami justru sering
menentang mereka kalau mereka mengganggu
orang lemah." Kembang Jelita 13 54 "Jadi tuan-tuan ini termasuk pendekar jalan
putih, begitukah?" "Yah, semacam itulah."
Suara Oh Kui-hou menimbulkan kepercayaan hweshio itu, sehingga ia agak lega.
Mereka kemudian tiba di sebuah ruang yang
salah satu sisinya terbuka tanpa dinding
menghadap halaman samping, letak ruangan itu
berdampingan dengan dapur. Di bawah
emperannya bertumpuk-tumpuk kayu bakar,
keranjang arang, jerami, keranjang sayur dan
sebagainya. Kesan kesederhanaan terasa kuat
sekali di tempat itu. Di ruang yang dituju ada meja panjang dari
kayu kasar, begitu pula bangku-bangkunya.
Itulah ruang makan. Tidak ada hwesio sedang
makan di situ, semuanya masih sibuk dengan
tugas rutin masing-masing. Tapi di meja itu
sedang makan dua orang, yang agaknya adalah
pedagang keliling obat-obatan, seperti tadi
dikatakan oleh si hwesio pengantar.
Yang tua kira-kira tiga puluh lima,
berdandan sebagai saudagar kelas menengah.
Kembang Jelita 13 55 Oh Kui-hou diam-diam menilai bahwa tampang
orang itu terlalu tidak cocok sebagai saudagar
keliling. Tubuh di balik pakaian longgar itu
terlalu tegap, kulitnya terlalu putih untuk orang
yang tiap hari berjalan di bawah cahaya
matahari. Dan yang paling menarik adalah
matanya yang terlalu tajam dan sikapnya yang
terlalu tenang. Semua yang "serba terlalu" itu barang kali
takkan menarik perhatian orang biasa. Namun
buat Oh Kui-hou yang terlalu kenyang
pengalaman di kalangan telik sandi, yang
terlihat biasa di mata orang lain akan terlihat
istimewa di mata Oh Kui-hou.
Begitu juga orang yang lebih muda, yang
rupanya berusaha keras agar dirinya dikira
sebagai kacung si saudagar. Usianya sebaya Yo
Kian-hi, kulitnya juga terlalu bersih, benarbenar tidak cocok dengan pakaian lusuh dan
kasar yang dikenakannya. Kedua orang itu tengah makan bubur
berlauk sayur rebung ketika Oh Kui-hou berdua
masuk ke ruangan itu. Si saudagar keliling
Kembang Jelita 13 56 mengangguk ramah kepada Oh Kui-hou berdua,
sedang "kacung"nya tetap menunduk menyantap bubur hangatnya.
Oh Kui-hou berdua mengambil tempat
duduk berseberangan meja dengan kedua orang
itu, sementara si hwesio pengantar pergi ke
dapur setelah lebih dulu berkata kepada Oh Kuihou berdua, "Silakan duduk, tuan-tuan.
Sebentar lagi makanan akan diantar, mohon
dimaafkan kalau makanannya begitu sederhana
karena tempat Ini memang bukan warung."
Oh Kui-hou menjawab hormat, "Kami sudah
amat berterima kasih apa yang dihidangkan
karena kemurahan hati para Suhu di sini, mana
berani kami masih hendak mengecam?"
Hweshio itu mengangguk puas, agaknya dua
tamu yang datang pagi inipun cukup sopan,
seperti dua tamu yang datang sebelumnya. Lalu
hwesio itu melang kah ke dapur.
Setelah hwesio itu pergi, mendadak si
saudagar keliling bertanya dengan ramah,
"Tuan-tuan ini datang dari mana, dan bertujuan
ke mana?" Kembang Jelita 13 57 Sama ramahnya Oh Kui-hou menjawab,
"Kami pengembara biasa yang berjalan tak
tentu tujuan, sekedar mencari pengalaman."
Saudagar keliling itu tersenyum dan
mengangguk-angguk. Menilik seringnya tersenyum dan sikap ramahnya, memang cocok
kalau mengaku sebagai saudagar keliling. Kata
orang itu pula, "Jaman sekarang situasinya
kacau di mana-mana, apakah tuan-tuan tidak
kuatir melakukan perjalanan ini?"
"Ah kami hanya pengembara-pengembara
melarat yang tidak punya apa-apa, siapa akan
merampok kami" Kurasa justru tuan-tuanlah
yang harus kuatir, bukankah tuan adalah
saudagar keliling yang sedikit banyak memberi
kesan banyak duit?" "Ah, itupun tidak kukuatirkan. Pihak
manapun yang sedang berperang di kawasan
ini, kalau mau merampokku ya silakan, harta
bendaku tidak banyak kok. Tapi kukira mereka
pasti lebih mengincar sasaran-sasaran yang
lebih gemuk daripadaku."
Kembang Jelita 13 58 Kata-kata "pihak yang sedang berperang"
itu mengusik perhatian Oh Kui-hou. Tanya Oh
Kui-hou hati-hati, "Kalau sasarannya kelihatan
gemuk, apakah akan diganggu oleh pihak-pihak
yang berperang?" "Jelas. Kedua pihak yang berperang samasama seperti kerasukan setan. Prajurit kerajaan
yang mengaku penegak hukum dan pelindung
rakyat, bertingkah seperti garong, merampas
dan menangkap orang semau-maunya."
Mendengar saudagar ini bicara sampai di
sini, wajah Oh Kui-hou tetap dingin saja, tidak
mau memperlihatkan bagaimana tanggapannya.
Sebaliknya Yo Kian-hi yang masih sedikit
pengalaman, tak tertahan air mukanya
menunjukkan kegembiraan ketika mendengar
saudagar itu menjelek-jelekkan tentara kerajaan. Perubahan wajah Yo Kian-hi itu tidak
lepas dari pengamatan si saudagar keliling dan
"kacung"nya. Kemudian si saudagar keliling meneruskan
kata-katanya,".....sedang pengikut Li Cu-seng
yang mengaku memperjuangkan nasib rakyat,
Kembang Jelita 13 59 ternyata juga hanya mengumbar nafsu balas
dendam dan kebencian. Mereka anggap setiap
orang kaya pasti jahat, lalu mereka gantung semaunya. Kukira antara tentara kerajaan dan
laskar pemberontak itu sama saja, seperti dua
ekor anjing berebutan tul...."
Kata-kata itu terputus karena Yo Kian-hi
mendadak menggebrak meja dengan gusar,
sambil berkata keras, "Omong kosong! Joan-ong
sepenuhnya berjuang demi kepentingan kaum
tertindas yang selama ini diperlakukan
sewenang-wenang! Joan-ong tidak bisa disamakan dengan prajurit-prajurit rakus itu!"
Oh Kui-hou yang berperasaan tajam itu
diam-diam mengeluh dalam hati, tahu kalau
adik seperguruannya yang berangasan itu
sudah terpancing oleh kata-kata si saudagar
keliling. Terpancing untuk menunjukkan sikap
di pihak mana mereka berdiri. Cepat-cepat
tangan Oh Kui-hou di bawah meja meremas
keras paha Yo Kian-hi sebagai isyarat.
Sementara wajahnya memperlihatkan ketenangan ketika berkata, "Sute, yang
Kembang Jelita 13 60 dikatakan oleh tuan itu memang benar, di jaman
sekeruh ini memang banyak orang yang
memanfaatkan situasi untuk bertindak semaunya." Yo Kian-hi sadar bahwa ia telah terpancing.
Buru-buru ia mengatur sikapnya untuk
menutupij sikap emosionalnya tadi. "Oh,
iya...maaf...maaf...."
Namun perubahan sikap yang serba
kedodoran itu sudah tentu makin memperjelas
siapa dirinya. Hal ini dicatat diam-diam oleh
saudagar keliling itu dalam hati.
Kemudian seorang hwesio datang mengantarkan dua mangkuk bubur hangat, dua
mangkuk sayur rebung dan dua mangkuk teh
untuk Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi. Bertepatan
saatnya dengan selesainya si saudagar keliling
dan pengiringnya itu selesai makan.
Mereka bangkit sambil merapikan pakaian
mereka di bagian tengkuk. Leher baju di bagian
itu ditarik-tarik ke atas, seolah-olah di tengkuk
mereka ada panu atau kurap yang malu dilihat
orang dan ingin ditutup-tutupi. Ketika si
Kembang Jelita 13 61 saudagar keliling sadar bahwa kelakuannya
dilirik Oh Kui-hou, dia tertawa dan berkata,
"Dingin sekali pagi ini, hampir beku rasanya
darahku." Setelah itu, ia berkata dengan hormat
sambil melangkah keluar, 'Tuan-tuan, aku
berangkat dulu." Oh Kui-hou membalas dengan anggukan
hormat, sedang Yo Kian-hi cuma menyeringai.
Di halaman samping, saudagar keliling dan
pembantunya itu menaikkan kotak-kotak obat
dagangan mereka ke punggung keledai dan
mengikatkan kuat-kuat. Setelah berpamitan
kepada para hwe-sio, merekapun menuntun
keladai-keledai mereka meninggalkan biara.
Tiba di luar, saudagar keliling itu tiba-tiba
menoleh kepada pembantunya dan bertanya,
"Bagaimana pendapatmu, sute?"
Ternyata saudagar keliling itu memanggil
"kacung"nya dengan sute, adik seperguruan.
"Mereka bukan pengembara-pengembara
biasa, mereka pasti orang-orangnya Li Cu-seng
yang sedang menyamar, kalau mereka menuju
Kembang Jelita 13 62 ke arah timur, mungkin mereka akan
menyelidiki hilangnya orang-orang mereka di
Pak-khia." "Aku sependapat denganmu, sute. Memang
orang yang lebih tua dan bertubuh pendek
kurus itu berusaha menyembunyikan dirinya,
tapi yang lebih muda agaknya lebih berangasan
dan gampang kupancing dengan kata-kataku
tadi. He-he-he .... kasihan juga si pendek kurus itu yang
berusaha menutup-nutupi."
(Bersambung jilid ke XIV)
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 26/06/2018 14 : 26 PM
Kembang Jelita 13 63 Kembang Jelita 14 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1989 Kembang Jelita 14 1 "KEMBANG JELITA PERUNTUH TAHTA" Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIV
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi, tidakkah suheng (kakak seperguruan)
merasa bahwa si pendek kurus itu seakan-akan
juga meneliti kita dengan tatapannya yang
tajam" Mungkinkah dia percaya bahwa kita
hanyalah saudagar keliling dan seorang
kacungnya?" "Kalau kita mencurigai mereka dan mereka
mencurigai kita, berarti permainan kucing dan
tikus sudah dimulai."
"Siapa jadi kucing dan siapa jadi tikus?"
"Peranan kucing dan tikus bisa berubah
dalam sekejap kalau kita membuat kesalahan
langkah. Tapi, sudah tentu aku ingin kitalah
kucingnya dan merekalah tikusnya."
"Jadi?" Kembang Jelita 14 2 "Kita jalan sampai ke persimpangan di
bawah bukit, lalu bersembunyi di sana. Kalau
mereka lewat, kita buntuti mereka diam-diam."
"Apakah benar mereka orang-orang yang
cukup penting untuk menyita waktu, tenaga dan
pikiran kita?" "Aku menduga begitu. Kalau cuma kaum
keroco pengikut Joan-ong, sepak terjangnya
pasti serba kasar, namun si kurus pendek tadi
kelihatan dingin, terkendali, dan aku yakin ilmu
silatnya mungkin tidak di bawah aku."
Si "kacung" mengangguk-angguk,
"Kalau mereka tidak lewat persimpangan di
kaki bukit itu bagaimana" Bukankah akan siasia kita menunggu di sana?"
"Itulah jalan satu-satunya meninggalkan
tempat ini ke arah timur. Mereka pasti lewat
sana..." Sementara itu, Oh Kui-hou dan Yo Kian-hi
menghabiskan makanan mereka tanpa banyak
bicara, lalu pergi ke aula untuk menghormati
Buddha, meninggalkan uang derma untuk
perawatan Wihara, mengucap terima kasih
Kembang Jelita 14 3 kepada para hwe-shio, lalu melanjutkan
perjalanan ke arah timur, ke Pak-khia.
Tempat terpencil penuh kedamaian itupun
mereka tinggalkan, menuju kembali ke kancah
kemelut untuk memusuhi dan dimusuhi.
Sambil berjalan menjauhi wihara, Oh Kuihou berkata kepada Yo Kian-hi dengan nada
menggerutu, "Sute, kalau kau tidak bisa
mengendalikan emosimu, pastilah dalam
perjalanan ini kau hanya akan membuat repot
aku, bukan meringankan bebanku."
Yo Kian-hi tahu suhengnya jengkel karena
sikapnya di hadapan saudagar keliling tadi.
Katanya, setengah mengaku salah tapi juga
setengah membela diri, "Ya, aku memang
kurang dapat mengendalikan perasaan, lain kali
pastilah aku berusaha lebih menahan diri. Tapi
sikapku tadi karena aku tidak tahan mendengar
saudagar keliling itu hampir-hampir menyamakan Joan-ong dengan pemerintahan
bobrok, hampir ia berkata bahwa antara kita
dan budak-budak busuk pemerintah itu sebagai
dua anjing berebut tulang. Perjuangan Joan-ong
Kembang Jelita 14 4 begitu mulia, mana bisa disamakan dengan
pemerintah korup sekarang ini?"
"Nah, lihat, emosimu sudah keluar lagi...."
tegur Oh Kui-hou. "Sudah tentu akupun tidak
rela orang mencaci Joan-ong. tapi ingat, tugas
kita kali ini adalah tugas sandi, harus tetap
terselubung, tidak boleh menarik perhatian
orang! Kita tidak boleh terpancing oleh
omongan orang! Kalau mendengar orang
mencaci-maki Joan-ong, kalau perlu kita harus
ikut mencaci maki, supaya orang tidak tahu
siapa kita!" Yo Kian-hi garuk-garuk kepala, "Tapi... yang
tadi itu tidak apa-apa kan" Orang tadi kan cuma
saudagar keliling yang bersama kacungnya yang
tidak tahu apa-apa. Hi-hi-hi..."
"Jangan membiasakan melihat orang seperti
kelihatannya saja," kata Oh Kui-hou. "Aku justru
tidak percaya kalau kedua orang tadi hanyalah
pedagang obat keliling dan kacungnya, mereka
terlalu tidak cocok tampangnya. Apalagi si
saudagar itu, nampaknya ia sengaja memancing
terus dengan halus."
Kembang Jelita 14 5 Yo Kian-hi terkesiap kaget, "Jadi, menurut
suheng mereka itu juga mata-mata seperti kita"
Dari pihak mana?" "Pasti dari pihak Kerajaan, dari mana lagi
kalau bukan dari sana?"
"Sute, jangan setolol itu. Jangan terlalu
menyederhanakan persoalan. Dalam kemelut
sekarang ini, memang pihak yang terlibat
langsung dalam konfrontasi terbuka hanyalah
pihak kita melawan pihak Kerajaan. Tapi ada
banyak pihak, entah dari mana saja, yang ikut
campur tangan secara tidak langsung untuk
mengambil keuntungan bagi pihaknya sendirisendiri. Misalnya pihak Manchu, sedang dari
pihak kita sendiri juga ada Jenderal Gu Kim-sing
yang selalu tidak sepaham dengan Jenderal Li.
Terlalu banyak pihak terlibat dan saling
membelit, jadi jangan gegabah menentukan."
Kembali Yo Kian-hi garuk-garuk kepala.
Selama ini tak terpikir kalau yang terjadi "di
bawah permukaan" itu ternyata begitu rumit.
Sedang tadinya ia hanya tahu angkat senjata
Kembang Jelita 14 6 maju ke medan laga membela panji-panji Joanong.
Beberapa hari kemudian mereka tiba di
kota Han-tiong. Kota itu belum termasuk garis
depan yang langsung menghadapi laskar
pemberontak, belum seperti Hun-ciu atau Thaigoan misalnya, tetapi di kota Han-tiong pun
nampak kesiagaan tinggi dari pasukan kerajaan.
Di sekitar kota nampak kemah-kemah kaum
pengungsi yang tidak diijinkan masuk kota
karena bisa mengganggu ketertiban. Di sekitar
kota juga bertebaran pos-pos keamanan
berkekuatan cukup, untuk memeriksa orangorang lewat, ditambah regu-regu peronda yang
hilir mudik. Melengkapi suasana perang itu, di
atas tembok kota nampak prajurit-prajurit
bersiaga. Panah, lembing, batu besar dan
potongan-potongan balok kayu ditimbun dalam
jumlah besar di atas tembok kota, untuk berjaga
kalau pemberontak menyerbu.
Supaya dapat memasuki kota, Oh Kui-hou
mengaku sebagai seorang guru silat yang
sedang bepergian menengok familinya yang
Kembang Jelita 14 7 sakit. Tapi ia hampir-hampir tidak diijinkan
lewat. Untung Oh Kui-hou punya semacam
"surat jalan" yang berlaku kapan saja dan
dimana saja, yaitu uang. Maka lewatlah dia dan
Yo Kian-hi. Merekapun masuk ke kota Han-tiong. Kota
tidak nampak berubah dengan ketika Oh kuihou melewatinya beberapa bulan yang lalu.
Yang nampak berubah hanya suasananya, kini
nampak lebih banyak prajurit bersenjata
lengkap hilir mudik di jalanan, mengawasi
orang-orang yang berlalu lalang dengan tatapan
curiga. "Kita punya orang-orang di sini....." bisik Oh
Kui-hou kepada Yo Kian-hi sambil melangkah.
"Berita-berita dari Pak-khia, sebelum sampai ke
tanganku tentu lebih dulu melewati tangan
orang-orang kita di kota ini. Setidak-tidaknya
ganti kuda atau burung merpati surat."
Yo Kian-hi mengangguk-angguk.
Kakak beradik seperguruan itu berjalan di
antara sibuknya lalu lintas kota, tanpa merasa
bahwa di belakang mereka, berjarak puluhan
Kembang Jelita 14 8 langkah, juga berjalan si saudagar keliling yang
menuntun keledai bermuatan kotak-kotak kayu,
serta "kacung"nya yang juga menuntun keledai
pula. Tengah Oh Kui-hou berdua melangkah
santai, tiba-tiba dari sebuah lapangan yang agak
menjorok jauh dari jalan raya, terdengar suara
tetabuhan yang biasa sebagai pengiring
pertunjukan wayang potehi, boneka kayu dan
kain yang untuk menjalankannya dimasuki
tangan da langnya. Segera banyak orang yang
berbelok langkah karena tertarik, sehingga
terbentuklah arus manusia ke arah lapangan
kecil itu. Oh Kui-hou pun segera ikut membelokan
langkah, sambil berkata singkat kepada Yo
Kian-hi, "Kita lihat."
Yo Kian-hi heran. Selagi ada urusan penting,
kenapa suhengnya tiba-tiba malah tertarik
untuk nonton wayang potehi" Tapi ia tak
sempat bertanya dan ikut saja.
Di lapangan yang tidak luas itu, berdiri
sebuah panggung wayang potehi yang tertutup
Kembang Jelita 14 9 rapat, tidak sedang ada pertunjukan. Bunyi
gembreng dan tambur tadi hanyalah untuk
menarik perhatian orang banyak ke arah
seorang lelaki yang berdiri di atas sebuah kotak
kayu besar, agaknya ingin mengumumkan
sesuatu. Setelah kerumunan orang terbentuk,
tetabuhanpun berhenti, dan lelaki di atas tong
itupun berkata nyaring, "Tuan-tuan dan
nyonya-nyonya yang terhormat, saudarasaudara
sekalian, adik-adik semuanya! Kunjungilah pertunjukan kami nanti sore, akan
kami sajikan lakon yang menarik! Itulah lakon
Kaisar Beng-ong dari dinasti Tong, seorang
Kaisar yang tolol dalam mengurus pemerintahannya, karena hidupnya hanya
dihabiskan untuk berfoya-foya dengan si cantik
Nyo Gi-ok-goan! Saksikanlah lakon An Lok-san
berontak dan merobohkan Kaisar Bengong!
Jangan salah paham saudara-saudara, nama
Beng-ong memang tertulis dalam sejarah
dinasti Tong, tidak bermaksud menyindir Kaisar
yang manapun juga!" Kembang Jelita 14 10 Gemuruhlah suara tertawa orang-orang
yang berkerumun di situ. Biarpun orang yang
berdiri di atas kotak kayu itu berulang kali
menjelaskan kalau pihaknya "tidak menyindir
siapa-siapa," namun penjelasannya itu malahan
merupakan sindiran pula. Nama Kaisar Bengong
memang ada dalam sejarah Dinasti Tong, dan
huruf "Beng"nya langsung dihubungkan dengan
nama Dinasti yang berkuasa saat itu, Dinasti
Beng, biarpun menuliskan hurufnya berbeda.
Sedang kelakuan Kaisar Cong-ceng saat itu tak
ubahnya kelakuan Kaisar Beng-ong berabadabad sebelumnya, gila perempuan sehingga
pemerintahannya kacau. Kalau dulu ada
pemberontakan An Lok-san, sekarang ada Li Cuseng. Jadi ucapan "tidak menyindir siapa-siapa"
itu malahan seperti "mengingatkan" orang akan
banyak kesamaan antara Kaisar Beng-ong dan
Kaisar Cong-ceng. Oh Kui-hou di tengah-tengah kerumunan
itupun menahan senyumnya sambil gelenggeleng kepala, pikirnya, "Memang lihai mulut si
Giam Lui ini." Kembang Jelita 14 11 Sementara orang yang berdiri di atas kotak
kayu itu kembali berteriak nyaring, "Karena itu,
saudara-saudara sekalian, datanglah nanti
malam beramai-ramai menonton pertunjukan
kami! Jangan takut, sebab kami adalah abdi-abdi
kesenian yang tulus ikhlas tanpa bermaksud
menyindir." Belum habis kata-kata itu, kembali orangorang tertawa keras, sehingga orang di. atas
tong itu harus menunggu sampai reda kembali
baru melanjutkan, "Nanti malam kunjungilah
Kembang Jelita Peruntuh Tahta Karya Stevanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami! Ajak sanak keluargamu, tetanggatetanggamu, siapa saja yang belum mendengar
pemberitahuan ini! Tontonannya dijamin seru!"
Ternyata serunya tidak perlu menunggu
sampai malam, saat itu juga sudah seru.
Sebab sepasukan prajurit tiba-tiba menyerbu dari pinggir lapangan ke arah
kerumunan orang-orang itu. Orang-orang
dihalau dengan jotosan, tendangan, gebukan
gagang tombak dan bentakan-bentakan bengis.
"Bubar! Bubar!" Bentak komandan regu itu.
Kembang Jelita 14 12 orang-orang dihalau dengan jotosan,
tendangan, gebukan gagang tombak dan
bentakan-bentakan bengis.
Kembang Jelita 14 13 Orang-orangpun bubar tak keruan arahnya,
perempuan-perempuan dan anak-anak menjerit-jerit ketakutan. Tidak sedikit yang
jidatnya benjol, giginya rontok, atau roboh dan
terinjak-injak. Yo Kian-hi gusar melihat tingkah prajuritprajurit itu) "Sungguh sewenang-wenang
anjing-anjing Kaisar itu terhadap rakyat yang
tak bersalah!" Sambil menggeram demikian, ia sudah
mengepal tinjunya dan siap menghajar prajuritprajurit galak itu. Tapi Oh Kui-hou buru-buru
memegang lengannya untuk mencegah, sambil
berbisik, "Jangan muncul di kota penuh tentara
ini, sama dengan bunuh diri. Lebih baik
menyingkir." "Tapi anak wayang itu akan...."
"Aku kenal mereka, mereka akan dapat
meloloskan diri lebih baik dari kita."
Yo Kian-hi tak kuasa membantah kakak
seperguruannya itu. Mereka segera ikut lari
bersama-sama orang yang ketakutan itu.
Kembang Jelita 14 14 Yang dituju oleh para prajurit ternyata
adalah rombongan wayang potehi itu. Teriak
komandan pasukan, "Tangkap anggota rombongan wayang itu, mereka menghina
Kaisar!" Namun yang hendak ditangkap sudah kabur
semua, membaurkan diri dengan keributan,
meninggalkan panggung wayang serta perabotannya yang tak sempat dibawa lari.
"Bakar habis! Biar jadi pelajaran keras buat
penghasut-penghasut yang berkedok seniman
atau apa saja!" Perintah si komandan.
Maka panggung dan perabotnyapun segera
jadi kobaran api raksasa.
OH Kui-hou dan Yo Kian-hi bersembunyi
tidak jauh dari lapangan itu, di sebuah lorong
sempit. Melihat sepak terjang para prajurit itu,
Yo Kian-hi tersenyum sinis dan berkata,
"Anjing-anjing Kaisar itu rupanya tahu kalau
majikan mereka disindir dengan kisah kaisar
Bengong!" "Tapi kasihan Giam Lo-ji (Giam Kedua),
peralatan wayangnya habis dibakar."
Kembang Jelita 14 15 "Siapa itu Giam Lo-ji?"
"Orang yang berteriak-teriak tadi, dia orang
kita." "Oh, begitu" Tapi ada hasilnya juga.
Ia memancing tentara untuk bertindak
keras, dengan demikian menghasilkan pandangan buruk dari rakyat kota Han-tiong.
Dia mempersiapkan rakyat kota ini untuk
menyambut iaskar Joan-ong kelak!"
"Benar." "Sekarang kemana dia?"
"Mungkin sekali lari ke warungnya Giam Lotoa (Giam ke Satu), kakaknya. Ayo kita juga ke
sana." Jalan-jalan maupun gang-gang di sekitar
lapangan itu jadi agak sepi sehabis keributan.
Namun Oh Kui-hou yang cukup hapal jalan di
sekitar Han-tiong mencari jalan lain ke warung
Giam Lo-toa. Ternyata di bagian kota yang lain,
semuanya berjalan seperti biasa, tidak
terpengaruh oleh keributan di salah satu bagian
kota tadi. Kembang Jelita 14 16 Warung Giam Lo-toa letaknya justru tepat
berseberangan dengan tangsi tentara utama di
Han-tiong, tidak heran kalau warungnya
dipenuhi oleh prajurit-prajurit yang sedang
tidak bertugas, mereka ngobrol dan minum arak
dengan bebas di situ, dengan pakaian seragam
yang acak-acakan. Maka setibanya di depan
warung itu, Oh Kui-hou danYo Kian-hi jadi raguragu untuk masuk.
Selagi begitu, tiba-tiba Giam Lo-toa atau
Giam Hong yang berjenggot seperti kambing
itupun melangkah keluar dan berkata dengan
ramah, "Masuklah, tuan-tuan. Di dalam masih
ada tempat." Itulah "lampu hijau" untuk Oh Kui-hou dan
Yo Kian-hi. Mereka masuk melewati meja
prajurit-prajurit yang tengah makan minum
tanpa menggubris mereka berdua. Oleh Giam
Hong malahan mereka dibawa langsung ke
sebuah kamar tertutup di bagian belakang
warung. Setelah menutup pintu, bertanyalah
Giam Hong dengan tegang, "Hiang-cu, ada
Kembang Jelita 14 17 urusan mendesakkah sehingga datang sendiri
ke mari?" Oh Kui-hou tertawa untuk menghilangkan
ketegangan Giam Hong, la malahan balik
bertanya, "Baru saja di lapangan dekat pintu
barat kota, kulihat adikmu diuber-uber anjinganjing Kaisar, apakah dia tidak kemari ?"
Giam Hong tertawa terkekeh, "Adikku
dijuluki si Belut, tidak gampang untuk
menangkap dia. Sekarang dia sudah sembunyi
di gudang kayu bakar di belakang."
"Dan anggota-anggota rombongannya?"
"Berpencar dan bersembunyi, pokoknya
aman semua." Oh Kui-hou pun tertawa, "Lihai mulutnya,
selain berhasil menimbulkan ketidak-senangan
penduduk terhadap pemerintah kerajaan, dia
juga berhasil memancing kemarahan para
prajurit. Aku yakin apa yang telah dihasilkannya
tidak kecil artinya bagi perjuangan Joan-ong!"
"Mudah-mudahan. Sekarang Hiang-cu kemari, apakah ada pesan dari jenderal Li"
Kembang Jelita 14 18 "Tidak, kami sedang menuju ke Pak-khia.
Apakah pesan-pesan dari Pak-khia masih lancar
sampai kemari?" "Inilah yang membingungkan. Orang-orang
kita di Pak-khia tiba-tiba kacau kerjanya,
banyak di antara mereka bahkan hilang lenyap
tanpa jejak. Kukirim orang dari sini untuk
melihat keadaan di Pak-khia, malah orangorangku pun ikut hilang. Aku jadi bingung."
"Mungkinkah gerak-gerik orang-orang kita
di Pak-khia sudah tercium oleh anjing-anjingnya
Kaisar?" Tanya Oh Kui-hou. "Ada tanda-tanda ke
arah itu?" "Aku tidak berani memastikan, hanya
menduga-duga....." sahut Giam Hong.
"Kalau gerak-gerik kita sudah diketahui
tentara Kerajaan, tentu sarang-sarang kita di
sepanjang jalur Hun-ciu ke Pak-khia sudah
digrebek semua, tapi nyatanya tidak. Pasukan
Ilmu Ulat Sutera 13 Wiro Sableng 107 Hantu Tangan Empat Kemelut Di Majapahit 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama