Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p Bagian 7
pohon-pohon tua yang mulai keropos dimakan
umur. Bagus, sobat, aku mengaku kalah."
In Te pun kemudian memberi hormat
kepada orang berkedok itu. "Tadi belum sempat
kuucapkan terima kasih kepadamu, Tuan. Sebab
setelah Tuan menolongku, lalu buru-buru
masuk kembali ke dalam kota. Sekarang,
terimalah rasa terima kasihku."
"Jadi kau pula yang melepaskan api dalam
kota, sobat?" tanya Pak Kiong Liong.
"Kawan-kawanku," sahut orang berkedok
itu singkat. Pak Kiong Liong kemudian menagih janji,
"Sobat, agaknya sekarang tiba saat yang kau
janjikan sendiri untuk memperkenalkan
dirimu." Kemelut Tahta Naga II/11 57 Orang itu membuka kedoknya, dan
muncullah seraut wajah yang kira-kira lebih tua
sedikit dari In Te. Kira-kira empatpuluh lima
tahun. Namun wajah di balik kedok itu sungguh
tidak pantas menjadi wajah pendekar, lebih
cocok menjadi tampang seorang penderita
penyakit panas kelas berat. Kurus, kulitnya
kuning pucat, kumis dan jenggotnya jarangjarang serta serabutan. Hanya sepasang
matanyalah yang berkilau cemerlang dan
bersorot tajam. Hampir-hampir Pak Kiong Liong
dan In Te tidak percaya bahwa orang ini
memiliki ilmu silat yang demikian tinggi,
bahkan sampai Pak Kiong Liong pun mengaku
kalah. "Namaku adalah Kam Hong To," kata orang
itu. Pak Kiong Liong dan In Te terkejut
berbareng. Nama itu bukan nama kecil berarti,
namun itulah nama seorang pendekar yang
amat dihormati di wilayah Kang-lam (sebelah
selatan Sungai Besar). Kemelut Tahta Naga II/11 58 Orang itu membuka kedoknya, dan
munculah seraut wajah yang kira-kira
lebih tua sedikit dari In Te
Kemelut Tahta Naga II/11 59 "Kang-lam Thai-hiap?" tegas Pak Kiong
Liong yang langsung menyebut gelar pendekar
kenamaan itu. "Ah, sebutan yang diberikan oleh para
sahabat itu malah terlalu membebaniku. Aku
tidak berani membanggakannya di hadapan Locian-pwe dan Pangeran."
Pak Kiong Liong menarik napas, ada sesuatu
yang terusik dalam hatinya. Kam Hong Ti adalah
sahabat Kaisar Yong Ceng ketika keduanya
masih sama-sama muda. Ketika itu Kiasar Yong
Ceng masih menyamar sebagai seorang
pendekar pengembara di dunia persilatan, dan
berhasil bersahabat dengan banyak pendekar
Karig-lam yang di kemudian hari dimanfaatkan
sebagai pendukung merebut tahta.
Soal inilah yang menjadi pertimbangan Pak
Kiong Liong, lebih dari soal tinggi rendahnya
ilmu silat Kam Hong Ti. Di masa putera-putera
Kaisar Khong Hi berebut tahta dulu, Kam Hong
Ti termasuk kubunya Pangeran In Ceng, yang
berarti menjadi lawan Pak Kiong Liong yang
mendukung Pangeran In Te. Banyak tahun
Kemelut Tahta Naga II/11 60 sudah lewat, sekarang entah bagaimana sikap
Kam Hong terhadap pemegang tahta"
Rasa was-was Pak Kiong Liong timbul,
ketika mendengar Kam Hong tiba-tiba berkata,
"Lo-cian-pwe dan Pangeran, pertemuan kita kali
ini juga ingin kugunakan sebagai..."
Saat itulah In Te menukas dengan cepat,
"Harap Kam-heng ketahui, aku sudah bukan
bangsawan atau pangeran ataupun apapun lagi,
namun sebagai warga biasa seperti orang-orang
lain. Maka jangan lagi memanggil aku dengan
sebutan Pangeran." Kam Hong Ti tercengang mendengar katakata itu. Sesaat ia ragu-ragu, benarkah In Te
benar-benar telah meninggalkan kedudukannya, yang berarti juga meninggalkan
arena perebutan tahta" Atau cuma pura-pura
minggir, dan kelak kalau melihat kesempatan
terbuka lalu terjun kembali" Namun kemudian
Kam Hong Ti bertekat, bagaimanapun
kedudukan In Te sekarang, Pangeran atau
bukan, dia tetap harus melepaskan ganjalan
Kemelut Tahta Naga II/11 61 hatinya yang telah dipendamnya bertahuntahun.
"Baiklah. Kau masih pangeran atau sudah
bukan pangeran lagi, aku tetap wajib harus
minta maaf kepadamu," kata Kam Hong Ti, dan
tiba-tiba ia membungkuk hormat dalam-dalam
kepada In Te. In Te terkejut. "Apa-apaan ini, Kam-heng?"
"In-heng, dulu karena mataku buta tidak
bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang jahat, aku telah bersahabat dengan kakak
ke empatmu, In Ceng, yang sekarang
menduduki tahta. Karena kepandaiannya
bersandiwara dan menyusun kata-katanya yang
bagus, aku pun terjerat ikut dalam
komplotannya dan mendukung usahanya
merebut tahta. Ah, benar-benar buta aku waktu
itu. Dan sekaranglah kusadari betapa keliru
langkahku yang dulu itu."
Sambil tersenyum, In Te berkata, "Sudahlah,
Kam-heng. Dalam kehidupan yang menyediakan
banyak pilihan ini, siapa orangnya yang tidak
pernah melakukan kesalahan" Seandainya dulu
Kemelut Tahta Naga II/11 62 aku yang berhasil naik tahta, barangkali karena
kelemahan dan kebodohanku, sekarang aku
juga sudah mengecewakan banyak orang."
Kam Hong Ti menarik napas, beban berat
rasa bersalah di dalam hatinya belum terlepas
sama sekali. "Ijinkan aku menyelesaikan katakataku, In-heng. Aku dulu bukan sekedar
pendukung biasa bagi si licik In Ceng, namun
pendukung yang membabi-buta sehingga
berhasil dibujuk ikut serta dalam suatu
tindakan curang, yang amat merugikan In-heng
serta seluruh kekasiran, seluruh pencinta
keadilan." (Bersambung Jilid XII) (Bersambung Jilid XII) Kemelut Tahta Naga II/11 63 Kemelut Tahta Naga II/11 64 Kemelut Tahta Naga II/12 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XII Wajah In Te mau tak mau agak menegang
mendengarnya. Sedangkan Kam Hong Ti
melanjutkan, "In-heng, terus terang saja, aku
terlibat langsung dalam pencurian Surat Wasiat
Kaisar Khong Hi, ayahanda In-heng, mengubah
huruf dalam Surat Wasiat itu, sehingga ketika
Surat Wasiat dibacakan, In-heng tersingkir dan
In Ceng yang naik tahta. Memang Ni Keng Giaulah yang menggerakkan pena mengubah surat
itu, namun akupun ikut berdosa karena aku
adalah anggota regu kecil yang disuruh In Ceng
untuk masuk ke ruang Han-lim-pong,
mengambil dan kemudian mengembalikan lagi
surat itu ke tempatnya setelah diubah Ni Keng
Giau. Padahal dalam Surat Wasiat itu
Kemelut Tahta Naga II/12 2 namamulah yang tercantum, In-heng. Aku telah
membuat kerugian besar buatmu, karena
ketololanku dulu, In-heng."
Habis mengucapkan itu, Kam Hong Ti
merasa lega sudah. Dan dia sekarang siap untuk
dicaci-maki atau dihukum oleh Pak Kiong Liong
atau In Te. Tapi Kam Hong Ti jadi heran ketika
melihat kedua orang di hadapannya itu nampak
tenang-tenang saja. Memang mereka menarik
napas beberapa kali, tapi tidak nampak
kehilangan kendali diri. "Kalau Kam-heng ingin berbaik hati, aku
hanya ingin tanya satu soal lagi yang selama ini
masih menjadi pertanyaan di hatiku," Pak Kiong
Lionglah yang berkata. "Silahkan, Lo-cian-pwe. Aku akan sejujurjujurnya kepada Lo-cian-pwe berdua untuk
mengurangi beban rasa bersalahku."
"Terima kasih. Bisakah Kam-heng menjelaskan, bagaimana caranya Sian-hong
(Kaisar terdahulu) meninggal dunia?"
"Saat terjadinya itu, aku tidak ada di
samping In Ceng. Hanya saja tiba-tiba Kudengar
Kemelut Tahta Naga II/12 3 kabar dari Pak-khia kalau Sribaginda Khong Hi
diumumkan wafat karena penyakitnya. Antara
pengubahan Surat Wasiat dan wafatnya Sianhong itu ada selisih waktu yang cukup lama. Jadi
aku tidak tahu menahu bagaimana cara
meninggalnya Sian-hong."
Pak Kiong Liong dan In Te hampir
bersamaan menarik napas panjang. Aneh juga
perasaan mereka. Mereka bertanya, namun
malahan merasa lega kalau Kam Hong Ti
menyatakan tidak tahu. Rupanya, dalam hati
mereka ada rasa segan dan hormat kepada
Kang-lam Thai-hiap yang jujur ini, dan mereka
lega karena kehilangan alasan untuk bertempur
dengan Kam Hong Ti. Coba Kam Hong Ti
menjawab bahwa ia terlibat langsung dalam
mengakhiri riwayat Kaisar Khong Hi, tentu Pak
Kiong Liong dan In Te bagaimanapun juga akan
turun tangan. Kata In Te kemudian, "Itu yang namanya
takdir, Kam-heng. Ayahanda sudah mengatur
agar aku yang menggantikannya, namun dia
tetap manusia biasa yang tak kuasa
Kemelut Tahta Naga II/12 4 menentukan yang bakal terjadi di masa
depannya. Pengaturannya sudah rapi, namun
yang terjadi ternyata lain. Kakanda In Ceng-lah
yang akhirnya bertahta. Itu takdir, Kam-heng,
tak per lu merasa bersalah secara berlebihan."
"Terima kasih kalau Lo-cian-pwe dan Inheng memaafkan aku. Tapi kekeliruan
tindakanku telah menimbulkan bencana yang
tidak kecil. Pembantaian di Hong-hua-lau,
pemusnahan Siauw-lim-si di Siong-san, penumpasan Hwe-liong-pang, dan entah berapa
ribu lagi korban-korban lain. Kekejaman itu
karena In Ceng bertahta, dan In Ceng bertahta
antara lain karena dukunganku, tak mungkin
hati kecilku mengingkari hal ini. Segala bencana
itu adalah buntut dari ketololanku beberapa
tahun yang lalu. Karena itu, kesalahanku
barulah impas jika aku sudah bisa
memperbaikinya dengan tindakan nyata,
langsung ke akar masalahnya!"
Alis Pak Kiong Liong berkerut. "Maksudmu,
Kam-heng?" Kemelut Tahta Naga II/12 5 Sahut Kam Hong Ti sambil mengepalkan
tinjunya. "Siapa yang menyalakan api yang
menimbulkan kerusakan, dia juga yang harus
memadamkannya!" Pak Kiong Liong dan In Te rambah kaget.
Namun sebelum mereka sempat minta
penjelasan lebih lanjut, tiba-tiba di langit
sebelah utara terdengar suara ledakan, dan
nampak kembang api yang membentuk garis
asap berwarna putih dengan latar belakang
langit biru. Melihat itu, Kam Hong membungkuk
hormat sekali lagi, dan berkata, "Cukup
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melegakan hari ini aku bisa bertemu dengan Locian-pwe dan In-heng. Kawan-kawanku sudah
melepaskan isyarat untuk memanggilku. Aku
mohon diri." Tanpa menunggu jawaban lagi, tubuh Kam
liong Ti dengan cepatnya berkelebat bagaikan
kilat. Setelah tubuh Kam Hong li tidak kelihatan
lagi, bertanyalah In Te kepada Pak Kiong Liong,
Kemelut Tahta Naga II/12 6 "Paman, apa maksudnya dengari kata-kata
tadi?" "Aku khawatir, dia akan cepat-cepat
merobohkan tiang rumah yang lama, sebelum
tiang rumah yang baru terpasang cukup kuat.
Kalau begitu, rumahnya sendiri bisa ambruk."
In Te mengangguk-angguk. "Tidakkah kita
bisa mencegahnya, setidak-tidaknya untuk
sementara?" "Sulit sekali. Pertama, mereka berpendirian
kuat. Kedua, kita sulit untuk bisa mengikuti
terus sepak-terjang mereka yang serba
terselubung. Ketiga, mereka didera oleh
perasaan bersalah karena dulu ikut mendukung
Yong Ceng, lalu mereka ingin memperbaiki
kesalahan itu secepat-cepatnya. Mereka anggap,
apa yang akan mereka lakukan sekarang adalah
semacam tindakan penyelamatan bagi umum."
"Jadi?" "Biarkan saja mereka merobohkan tiang
lama. Kita harus cepat-cepat menyiapkan dan
menegakkan kuat-kuat tiang yang baru!"
Kemelut Tahta Naga II/12 7 In Te paham kiasan itu. Artinya, biarkan
Kam Hong Ti dan kawan-kawan nya
"menebang" Kaisar Yong Ceng si tiang lama itu,
dan Pak Kiong Liong akan menyokong dan
menyiapkan Pangeran Hong Lik untuk
mengambil alih tongkat kepemimpinan sebelum
"rumah ambruk". Jadi semacam pembagian
kerja dengan kelompok Kam Hong Ti. Sedih juga
In Te kalau mengingat bahwa betapapun juga
Kaisar Yong Ceng adalah kakaknya, namun
memang tak boleh berkuasa lebih lama lagi
sehingga korbannya akan semakin banyak
berjatuhan. "Sekarang, mari kita ke Pak-khia secepatnya. Gerakan merobohkan tiang lama
dan menegakkan tiang baru harus serempak,
jangan memberi kesempatan kepada pengacaupengacau ambisius mengail di air keruh selagi
ada kekosongan kekuasaan biarpun cuma
sebentar." "Bagaimana dengan ketiga anak yang
minggat itu?" Kemelut Tahta Naga II/12 8 "Apa boleh buat, kita lupakan mereka dulu
demi sesuatu yang jauh le bih penting. Lagipula,
toh mereka akan tetap saling kontak dengan
saudara-saudara dari Hwe-liong-pang. Tidak
terlalu berbahaya." * * * Seorang lelaki berusia kira-kira empatpuluh
tujuh tahun, bertubuh tegap, bentuk wajahnya
agak persegi, dengan hidung yang besar dan
jenggot pendek, berjalan memasuki sebuah desa
di hamparan kaki pegunungan Kiu-liong-san.
Ketika berjalan memasuki desa, dibukanya
caping bambunya yang melindungi dari panas
tengah hari, digunakan untuk mengipas-ngipas
tubuhnya. Sekali ia menoleh ke belakangnya, ke jalan
panjang yang baru saja dilalui nya. Lalu tertawa
dingin sambil mengejek dalam hati. "Hem, anakanak ingusan dan keledai-keledai tolol Hweliong-pang itu mau berlagak menjadi pahlawanpahlawan. Mana bisa kalian menangkapku"
Kemelut Tahta Naga II/12 9 Mengikuti aku saja kalian tidak becus. Tentu
sekarang kalian sedang kebingungan kehilangan jejakku lagi, hem...."
Orang itulah yang di kota Tan-liu pernah
memperkenalkan diri kepada Wan lui dengan
nama In Kiu liong. dan mengaku "seperjuangan
dengan Pak Liong liong". Namun kemudian di
tengah perjalanan dari Tan-liu ke Hang-ciu
ketika membuntuti rombongan Ni Keng Giau, In
Kiu Liong mendadak memisahkan diri dari Wan
Lui dengan pergi diam-diam.
Dalam perjalanan selanjutnya yang dilakukannya sendirian, tiba-tiba kini In kiu
Liong di desa di kaki pegunungan kiu-liong-san
itu. Sebuah desa penghasil semangka bermutu
tinggi. In kiu Liong segera tertarik melihat
semangka-semangka yang dijual di pinggir
jalan, apalagi di antaranya ada yang sudah
dibelah sehingga kelihatan dagingnya yang
merah segar. Saat itu adalah tengah hari, dimana
matahari tengah panas-panasnya bersinar.
Kemelut Tahta Naga II/12 10 Apalagi sehabis berjalan jauh, maka selera In
kiu Liong segera dibangunkan oleh semangkasemangka itu. Ia membelokkan langkah kepada
seorang penjual semangka di bawah sebuah
pohon, dan minta dibelahkan satu semangka.
Sesaat kemudian, ia sudah begitu lahap
menikmati segarnya daging semangka, sampai
airnya menetes-netes membasahi bajunya di
bagian dada.Sambil makan dicobanya bercakapcakap dengan si penjual.
"Pak, apa nama pegunungan yang kelihatan
di sana itu?" Si penjual semangka beberapa kejap
menatap pegunungan itu dengan pandangan
benci, dan menjawab singkat, "Kiu-liong-san."
Sebaliknya In Kiu Liong tiba-tiba tersenyum.
Nama pegunungan itu menimbulkan minatnya,
sebab sama dengan nama yang sedang
dipakainya saat itu. Kiu Liong. Timbul pula
semacam pikiran, daripada berkelana kesana
kemari sambil diuber-uber banyak musuh,
rasanya lebih baik bersembunyi dipegunungan
itu sambil mempertinggi ilmunya dan
Kemelut Tahta Naga II/12 11 merencanakan langkah-langkah untuk masa
depannya. Kenapa tidak" Ambisinya takkan
kunjung terwujud, kalau ia terus-terusan hidup
seperti binatang liar yang setiap detiknya
sekedar memperpanjang umurnya dari ancaman pemburu-pemburu. "Aku harus mulai mencari tempat berjejak
yang pasti," tekadnya dalam hati.
Selagi hendak bertanya lebih banyak lagi,
tiba-tiba dilihatnya penjual itu menampilkan
wajah benci dan menatap ke ujung jalan desa. Ib
Kiu Liong jadi tertarik dan ikut-ikutan menoleh
ke arah yang sama. Dari arah itu muncul sepuluh orang lelaki
yang semuanya membawa senjata, berpakaian
ringkas dan bertampang kasar. Tapi pemimpin
rombongan itu selalu berusaha menampilkan
senyum ramah di wajahnya, sayangnya sambil
memanggul tombak panjang yang menakutkan
orang. Mereka mendekati warung buah-buahan
yang paling ujung. Pemimpin kelompok
mendekati penjualnya sambil berkata dengan
Kemelut Tahta Naga II/12 12 suara seramah-ramahnya, "Selamat siang,
Paman Phui. Sehat-sehat saja?"
"Ya," si penjual menjawab singkat dan
terpaksa. "Ya syukurlah. Kudengar kebun buah Paman
bagus panenannya ya" Jadi kalau lima tahil
perak kurasa tidak berat buat Paman."
Dengan mnka cemberut hebat, si penjual
langsung membayar tanpa banyak cingcong.
"Terima kasih, Paman. Warungmu dijamin
aman dan tertib dibawah perlindungan kami,"
semakin ramah sikap pemimpin orang-orang
bersenjata itu sambil mengantongi uangnya.
"Kudoakan juga agar dagangan Paman laris."
Warung demi warung didatangi rom bongan
itu, dan semuanya membayar "sumbangan
keamanan" yang dalam waktu singkat telah
memadatkan kantong uang orang-orang itu.
Penuh perhatian In Kiu Liong memperhatikan gerak-gerik orang-orang ber
senjata itu, namun tidak berbuat apa-apa.
Setelah orang-orang itu pergi dengan kantong
uang yang sarat, barulah In Kiu Liong bertanya
Kemelut Tahta Naga II/12 13 kepada penjual semangka, "Siapa orang-orang
itu?" "Berandal-berandal gunung Kiu-liong san."
"Berapa mereka minta tiap bulannya?"
"Dari desa ini saja sedikitnya tigaratus atau
empatratus tahil yang mereka dapatkan, belum
dari desa-desa lain. Ada empatpuluh delapan
kampung di sekitar pegunungan Kiu-liong-san
yang harus membayar kepada mereka secara
tetap, dibawah ancaman mereka."
In Kiu Liong mengangguk-angguk sambil
membayangkan betapa "sungai uang" mengalir
ke sarang bandit-bandit itu.
"Tentunya mereka punya kekuatan yang
cukup, sehingga berani melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah
yang syah. Benar begitu?"
"Hampir seribu bandit bersarang di lereng
selatan pegunungan itu. Semuanya mahir
bertempur dan tega bertindak kejam terhadap
siapapun yang menentang mereka."
"Akhirnya kutemukan juga sejengkal tanah
untuk berpijak untuk meraih cita-citaku!" pikir
Kemelut Tahta Naga II/12 14 In Kiu Liong yang tiba-tiba saja merasa gembira.
"Seribu orang calon perajurit-perajurit setiaku."
Tapi kebembiraannya cuma dalam hati,
sedang wajahnya nampak biasa-biasa saja.
"Apakah yang memanggul tombak tadi adalah
pemimpin mereka?" "Bukan. Pemimpin mereka adalah tiga
orang yang menamakan diri Sam-liong (tiga
naga). Mereka hampir tak pernah keluar dari
sarang mereka, sebab segala urusan di luar
sarang sudah cukup lancar dijalankan oleh anak
buah mereka." "Hem, Sam-liong..." kembali In Kiu liong
membatin. "Tiga orang calon jenderalku.'
"Besar juga nyali mereka. Apakah di dekatdekat sini tidak ada pos terntara kerajaan.
sehingga para bandit berani mengganggu desadesa itu di siang bolong?"
"kota yang paling dekat dengan tempat inii
ialah Kim-teng. Di sana adu pasukan yang
dipimpin Cung-peng Siau Gin-heng. Tapi payah.
Tentara Kerajaan yang gagah-gagah ini tak
pernah bertindak terhadap bandit - bandit itu,
Kemelut Tahta Naga II/12 15 entah kenapa, keluhan kami tidak pernah di
gubris oleh Siau Cong-peng."
In Kiu Liong tertawa dalam hati ketika
mendengar itu la dapat mencium adanya
persekongkolan antara pimpinan tentara di
Kim-teng dengan gerombolan bandit di Kiuliong-san. Mungkin semacam perjanjian "bagi
hasil" atau semacamnya.
In Kiong Liong membayar harga semangka
yang dimakannya, lalu ia berjalan meninggalkan
desa itu. Arahnya pasti kini, yaitu ke arah
gunung yang nampak tidak terlalu jauh itu.
Tidak lama kemudian, ia tiba dikaki gunung.
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dijumpainya di situ sebuah papan batu besar
yang ditancapkan di tanah. Di permukaan papan
batu terukir huruf "Kiu-liong-ce".
Memperhatikan halusnya dan indahnya ukiran
huruf dipapan batu itu, In Kiu Liong diam diam
membatin, "Pembuat tulisan ini tentu Bandit
yang juga seninam. entah dia termasuk
gerombolan Kiu-liong san atau tidak. Kalau ya,
aku harus berhati hati. Otot-otot yang kasar tapi
berotak bebal tak perlu aku khawatirkan. Tapi
Kemelut Tahta Naga II/12 16 otak cemerlang yang barangkali ada di antara
gerombolan itu, jelas lebih berbahaya. Aku
mesti berhati-hati."
Ketika ia mengangkat mukanya untuk
menatap ke pegunungan itu. Dilihatnya ada
sebuh jalan kecil seperti sehelai pita amat
panjang yang ditebarkan di tubuh pegunungan.
Berbeilit-belit dan kadang-cadang nampak
terputus karena tertutup oleh lautan
pepohonan yang lebat. Kemudian In Kiu Liong naik ke gunung itu
dengan langkah yang mantap diantara deretan
pepohonan dikiri dan kanan yang membentuk
lorong yang beralas lunaknya daun-daun kering
yang tebal di tanah. Tiba di pinggang bukit, dua orang bandit
menghadang jalannya. Berbeda dengan banditbandit yang sedang "dinas luar", maka bandit
yang di gunung ini justru berpakaian cukup rapi
dan sikap lakunya-pun terjaga "dengan baik
menurut ukuran para bandit.
"Maaf, tuan," kata salah seorang penghadang dengan sopannya. "Bolehkah kami
Kemelut Tahta Naga II/12 17 tanya siapa diri tuan, dan apa keperluan tuan
mengunjungi tempat kami ini?"
"Bandit sekolahan" piker In Kiu Liong.
Karena merasa dirinya cukup kuat untuk
menaklukkan kawanan bandit itu, iapun
menjawab terang-terangan, "Aku akan memimpin kalian, untuk memimpin dalam
suatu perjuangan yang jauh lebih berharga
daripada sekedar mengemis didesa-desa."
Wajah kedua penghadang itu berubah hebat
mendengarnya . Serempak mereka mundur
untuk bersiaga dengan sejata masing-masing.
Yang satu memegangi pedang besar, yang satu
lagi membawa tombak berujung bolak-balik
depan belakang. Senjata-senjata yang tidak
umum itu menunjukkan kalau kedua
penghadang itu bukan pesilat kelas kambing,
dan tentunya "pangkat" mereka dilingkungan
bandit agak tinggi juga. In Kiu Liong tersenyum melihat sikap kedua
penghadangnya itu, "Kalau aku berani kemari
untuk mengambil alih pimpinan atas kalian, itu
artinya aku yakin akan kekuatanku. Apa tidak
Kemelut Tahta Naga II/12 18 lebih bijaksana kalau kalian datang saja ke atas,
bilang kepada Sam-liong bahwa pimpinan baru
sudah datang, lalu mereka siapkan sambutan
kehormatan yang sepantasnya?"
Kedua bandit itu meluap darahnya.
Gerombolan mereka cukup ditakuti, sampai
Panglima di Kim-teng pun bisa mereka ajak
"bagi hasil". Kini tiba-tiba muncul seorang yang
tidak keruan dari mana datangnya, yang datangdatang terus hendak menjadi pemimpin. Tapi
kedua bandit itupun ragu-ragu, sampai dimana
kehebatan ilmu orang ini sehingga berani
bersikap begini sombong" Kedua bandit itu
bertukar pandangan sekejap, dan diam-diam
sepakat untuk bicara mengulur waktu sambil
menunggu datangnya tenaga tambahan. Tak
lama lagi tentu ada rekan yang akan lewat
tempat itu. Salah seorang lalu menjawab, "Di tempat ini,
segala sesuatu ditentukan oleh Toa-ce-cu
(pemimpin pesanggrahan tertua), kami tidak
berani mengambil keputusan sendiri. Kami
akan menyampaikan niat tuan kepada Toa-ceKemelut Tahta Naga II/12
19 cu, tapi menurut kelaziman, perkenalkanlah
kami membawa kartu nama tuan ke atas.
In Kiu Liong menyeringai, "Wah, sudah lama
aku tidak peduli segala macam tetek-bengek
macam itu. Karena itu, aku tidak membawa satu
lembar pun kartu nama."
"Kalau begitu, silahkan tuan turun gunung
untuk menulis dulu satu lembar kartu nama.
Asalkan syarat ini dipenuhi, kami tidak
keberatan memberi sambutan yang selayaknya." Sebetulnya In Kiu Liong sudah hampir habis
kesabarannya dan ingin menerjang saja ke atas
gunung. Tapi mendadak dalam pikirannya
terlintas niat untuk sedikit pamer ilmu, untuk
menggoncang-kan jiwa para bandit agar mau
tunduk kepadanya. Karena itu, diapun
menjawab sambil tertawa, "Baiklah. Aku ambil
kartu namaku sebentar ya?"
Lalu In Kiu Liong melangkah balik ke kaki
gunung. Kedua bandit Kiu-liong-san itu tercengang,
tak menyangka akan begini gampang memukul
Kemelut Tahta Naga II/12 20 mundur si tamu tak diundang itu hanya dengan
suatu alasan kecil yang mereka karang sendiri.
Sete lah ln Kiu Liong tak kelihatan, kedua bandit
itu saling pandang sekejap, lah, bersama-sama
tertawa terbahak-bahak. "Dasar pembual! Pertamanya saja kukira
kepandaiannya setinggi langit, sehingga berani
membual dengan mulut selebar itu! Kiranya
begitu melihat kita tidak gentar, diapun mundur
teratur, Sayang dia jembel yang tidak punya
apa-apa. Kalau tidak, jangan harap kita biarkan
pergi begitu saja sebelum kita kuras bersih isi
kantongnya." "Jembel saja jembel sinting. Mungkin dia
kehabisan uang di perjalanan, tapi malu untuk
mengemis atau mengumpulkan sisa makanan.
Lalu dia datang kemari dengan membawa lagak
seorang berilmu tinggi. Ha-ha-ha____ dia belum
tahu macam apa tempat yang dia datangi itu."
"Hah?" "Lho, ada apa?"
"Dia naik lagi kesini. Nampaknya..membawa
sesuatu...." Kemelut Tahta Naga II/12 21 Memang ln Kiu Liong yang tadi sudah pergi,
kini naik kembali. Kali ini tidak berjalan
perlahan-lahan, tetapi dengan langkah kaki
hampir seperti terbang cepatnya. Tangan
kirinya mendekap sebuah papan batu putih
sepanjang satu meter, lebar setengah meter,
tebalnya sejengkal. Cukup berat untuk orang
lain, tapi nampaknya ringan saja buat In Kiu
Liong. Beberapa detik kemudian, ketika ia tiba
kembali di hadapan kedua bandit itu, kelihatan
napasnya masih wajar dan tidak terengahengah hanya ada beberapa titik keringat di
jidatnya. "Ini, sudah kubawakan kartu namaku.
Silahkan kalian membawanya untuk ditunjukkan kepada Sam-liong," In Kiu Liong
tertawa sambil menjatuhkan papari batu yang
berdebum karena beratnya. "Maaf kalau kartu
namaku kurang praktis."
Memang semakin kurang ajar si "jembel
sinting" ini, sebab Sam-liong (tiga naga)
digantinya jadi Sam-jong (Tiga cacing). Tetapi
Kemelut Tahta Naga II/12 22 kedua bandit penghadangnya bukan marah,
malah terlongong kaget dengan wajah pucat.
Betapa tidak" Karena "kartu nama" itu ternyata
adalah potongan tugu nama di kaki gunung
yang terbuat dari batu granit. Tapi telah
dipatahkan sedemikian rupa sehingga yang
terbawa hanyalah dua huruf paling atas, "Kiuliong", yang dijadikan kartu nama itulah.
Begitulah si "jembel yang kehabisan uang"
itu sekaligus telah menunjukkan kekuatan
pukulan dengan memotong tugu itu, kekuatan
tenaganya ketika membawa potongan tugu itu
ke atas dengan begitu ringan, dan ilmu
meringankan tubuh karena telah berhasil bolakbalik ke kaki gunung dalam tempo begitu
singkat. Seganas-ganasnya kedua bandit Kiuliong-san itu, mereka sadar akan mampus kalau
masih nekat merintangi si "jembel" itu.
"Kenapa melongo saja?" kata ln-kiu Liong
sambil tertawa. "Tadi kalian minta kartu nama,
nah, aku bawakan. Aku she In dan namaku
memang kiu liong, sama dengan nama gunung
ini. Nah, bawalah kartu namaku menghadap
Kemelut Tahta Naga II/12 23 pemimpin-pemimpin kalian yang bakal tergusur!" Kedua bandit itu sudah rontok nyalinya.
"Baik... baik____" mereka menjawab dengan
gugup. Setelah saling pandang sejenak, lalu
mereka terpaksa harus menggotong "kartu
nama" yang istimewa itu.
Karena jalanan di lereng itu terus menanjak,
maka menggotong batu seberat itu tentu saja
makan tenaga, biarpun berdua. Setiap berjalan
belasan langkah, kedua bandit itu meletakkan
sebentar bawaan mereka untuk mengusap usap
keringat sambil terengah-engah. Lalu mengangkat lagi hanya untuk maju belasan
langkah dan berhenti lagi, begitulah seterusnya.
In Kiu Liong terus mengikutinya sambil
bersiul-siul riang. Kedua bandit itu amat
mendongkol, tapi tidak berani berbuat apa-apa.
Setelah mereka merasakan sendiri betapa
beratnya "kartu nama" itu, mereka harus
mengakui betapa hebat tamu tak diundang yang
tadi sanggup membawanya dengan sebelah
tangan sambil berlari secepat terbangKemelut Tahta Naga II/12
24 Akhirnya malah In Kiu Liong sendiri yang
jadi tidak sabar oleh lambatnya perjalanan itu.
Katanya, "Kalian bawa terus sampai ke atas, aku
akan jalan dulu!" Kepala kedua bandit itu dilompatinya, lalu
melesatlah In Kiu Liong ke atas gunung.
Kedua bandit yang sudah kepayahan
menggotong "kartu nama" itupun merasa
dibebaskan, lalu menjatuhkan potongan tugu itu
ke tanah. Sesaat mereka mengusap-usap
keringat sambil memperbaiki napas mereka
yang ngos-ngosan. "Kita dalam bahaya," kata yang seorang.
"Lebih baik bunyikan isyarat ke atas gunung,
agar semuanya bisa bersiap siap menghadapi si
jembel sinting itu!"
"Jembel dan sinting, tapi mungkin juga amat
berbahaya." "Bukan mungkin, tapi pasti!"
"Cepat bunyikan isyarat!"
Seorang dari mereka menuju ke balik
sebuah pohon besar yang sudah diberi tanda. Di
balik pohon itu ada seutas tali yang kalau tidak
Kemelut Tahta Naga II/12
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
25 diperhatikan benar-benar akan sulit dibedakan
dengan akar yang berjulnran dari atas pohon.
Ketika tali itu ditarik, sebuah lonceng kecil di
pos penjagaan berikutnya akan berbunyi. Dan
pos itu meneruskan isyarat ke pos-pos
berikutnya sampai ke sarang secara berantai.
Sarang bandit segera sibuk menyiapkan diri.
Maklum, sudah bertahun-tahun mereka hidup
aman dan tak pernah mendengar isyarat
bahaya. Kini isyarat bahaya berbunyi, tentunya
ada hal yang cukup gawat.
Untuk sampai ke "benteng" kaum berandal,
In Kiu liong masih harus melewati tiga pos lagi.
Namun semuanya bisa dilewati dengan
gampang dengan membabak-belurkan bandit
bandit di situ. Dalam tindakan ini, In Kiu liong
menahan diri untuk tidak mengumbar nafsu
membunuhnya yang sudah mendarah daging, la
tidak membunuh seorang pun, agar kawanan
bandit itu kelak tidak membencinya sebagai
pimpinan. Sampai di atas gunung, In Kiu-Liong
tercengang melihat sarang gerombolan itu.
Kemelut Tahta Naga II/12 26 Tadinya ia mengira akan menemui sekumpulan
bangunan yang acak-acakan, asal jadi, kotor dan
biasanya juga bau air kencing di mana-mana.
Ternyata gambaran yang didapatinya keliru.
Sebab yang dilihatnya sekarang adalah
bangunan besar yang keindahannya menyaingi
puri para bangsawan. Bisa disimpulkan kalau
kawanan berandal itu cukup punya kekayaan,
sehingga bisa membangun kediaman seperti itu.
Tetapi di depan bangunan indah itu ada
ancaman yang tidak bisa diremehkan Di depan
bangunan ada lapangan luas nama lapangan
luas itu jadi kelihatan sempit karena ribuan
berandal bersenjata sudah memenuhi lapangau
itu. Di tengah-tengah mereka ada kursi yang
bisa digotong, diduduki tiga orang pimpinan
berandal yang disebut Sam-liong.
Melihat persiapan sehebat itu. agaknya
bunyi isyarat bahaya tadi telah tafsirkan begitu
hebat oleh kawanan berandal itu.
Namun para berandal terkejut ketika
melihat yang muncul dari kaki gunung itu cuma
seorang lelaki setengah umur, sendirian dan tak
Kemelut Tahta Naga II/12 27 bersenjata. Inikah "bahaya" itu" Tapi terlihat
wajahnya yang persegi dan matanya yang tajam
berkilat-kilat itu rasanya memang memancarkan kelebihan orang ini.
Tenang sekali In Kiu Liong melangkah ke
tengah lapangan sambil tersenyum senyum,
sehingga berewoknya yang kelabu itu bergerakgerak sedikit. Katanya langsung, tanpa tedeng
aling-aling, "Aku tahu kalian tentu tidak suka
pembicaraan yang bertele-tele, tapi lebih suka
langsung membuktikan kekuatan sebagai
penentu keputusan terakhir. Itu bagus. Akupun
sama seperti kalian."
"Siapa kau?" gelegar suara pimpinan tertua
yang duduk di kursi tengah, la bernama Goh
Kun dan berjulukan Ang-mo-liong (Naga
Rambut Merah) Tubuhnya nampak tinggi besar
biarpun sedang duduk, rambutnya yang terurai
maupun jenggotnya memang berwarna merah
berbaju pendek dari kulit macan tutul. Sambil
duduk dengan sebelah kaki dinaikkan kursi,
tangan lainnya memegangi toya Long-ge-pang
(toya gigi serigala) dari besi. Salah satu ujung
Kemelut Tahta Naga II/12 28 toya dihiasa deretan-deretan gigi besi yang
rapat. Senjata dan perawakannya saja sudah
mengerikan. "Namaku ln Kiu Liong." sahut In kiu Liong.
"Cocok untuk menjadi penguasa pegunungan
Kiu-liong-san!" Para berandalpun mendadak tertawa riuhrendah, seakan-akan disuguhi pertunjukan
lawan yang amat lucu. Namun si "pelawak" itu
nampak tenang-tenang saja, tak menggubris
sikap mengejek para berandai.
Ketika suara tertawa mereda, barulah In Kiu
Liong melanjutkan. "Kalian boleh tertawa
sepuas kalian. aku tahu kalian menganut hukum
rimba, hukum yang kuanggap paling adil dan
paling masuk akal. Siapa yang terkuat, dialah
yang menjadi pemimpin. Nah. aku datang untuk
menunjukkan bahwa akulah yang terkuat." *
Bagian akhir kalimat itu tenggelam suara
tertawa para berandal yang menggelegar
kembali, bahkan ada yang sampai terbungkukbungkuk memegangi perut atau mengalirkan air
mata. Kemelut Tahta Naga II/12 29 "Lumayan juga nyali badut ini. bahan
lawakannyapun tidak basi." kata si pemimpin
kedua. Tiat-kak-liong (Naga Berkaki Besi) Hong
Tong Peng yang gemuk pendek namun nampak
sepadat batu karang. "Ada gunanya dia datang,
untuk mengendorkan syaraf-syaraf kita."
Lalu diapun ikut terkekeh-kekeh sambil
mengetuk-ngetukkan senjatanya ke lantai.
Senjatanya adalah sebuah gada Kim-kong-co
yang berpenampang segi delapan, nampak
berat sekali. In Kiu Liong malah ikut-ikutan tersenyum.
Namun begitu mendapat kesempatan, katakatanyapun menyakitkan hati, "Memang, untuk
menghindari kekalahan, sungguh bijaksana
kalau kalian menghindari tantanganku dan
cuma mentertawakan saja. Tertawa memang
aman." Kali ini para berandal menjadi marah,
terutama para pimpinannya harus menjaga
pamor mereka di anak-buah mereka. ,
"Toako, lama-lama badut ini menjemukan
dan tidak lucu lagi, biar anak-anak
Kemelut Tahta Naga II/12 30 mengusirnya," usul To-cai-liong (Naga Banyak
Hutang) He Seng Boan, si pemimpin ketiga, la
berpakaian perlente dan berwajah tampan,
namun wajahnya selalu nampak murung
sehingg cocoklah dengan julukannya.
Goh Kun mengangguk menyetujui usulnya.
Dengan gerakan tangannya, ia memberi isyarat
kepada dua orang yang berdiri di belakang
kursinya. Dua orang bertubuh raksasa itu adalah
pengawal-pengawal pribadinya Mereka maju ke
tengah lapangan, menghampiri In Kiu Liong.
Tubuh mereka yang besar itu sengaja agak
dibungkukkan cara berjalan mereka juga agak
dibuat buat, untuk memberi dampak menyeram
kan terhadap lawan mereka.
"Badut sinting, kau pilih untuk pergi sendiri,
atau harus kami yang melemparmu dari puncak
gunung ini?" geram salah satu raksasa itu.
Sedang yang satu lagi telah menggerak
gerakkan pundak untuk melemaskan ototototnya.
Kemelut Tahta Naga II/12 31 In Kiu liong menjawab seenaknya, "Aku
pilih jadi pemimpin kalian, tidak mau pergi."
Bicara bolak-balik cuma "jadi pemimpin"
saja pokok pembicaraannya, keruan ketiga
orang pimpinan berandal itu jadi mendongkol
karena ada yang akan meng"kudeta" mereka.
Sedangkan sepasang raksasa itupun merasa
diremehkan, gertakan mereka seperti tidak
digubris. Dengan gerak serempak mereka
menerkam dari kanan, ke arah kedua lengan In
kiu liong. Kena. Lalu keduanya berteriak keras
keras sambil mengerahkan tenaga, berusaha
melemparkan ln Kiu Liong.
Namun kedua raksasa itu terkejut, karena
mereka seolah-olah menghadapi sebuah tugu
besi yang tertanam jauh ke dasar bumi. Jangan
lagi mau melemparkan, untuk menggoyahkan
sedikit saja tidak bisa. Mereka berteriak
serempak untuk kedua kalinya dan mengeluarkan tenaga lebih hebat. Begitu
hebatnya, sampai salah salah seorang dari
mereka mengeluarkan suara yang keras dari
pantatnya, berbau pula, dan segera nampak
Kemelut Tahta Naga II/12 32 celananya di bagian bawah-belakang menjadi
lengket. Tapi mereka tetap tak berhasil
menggoyahkan In Kiu Liong.
Justru bau busuk dari pantat itulah yang
"menggoyahkan" In Kiu Liong, la menggoyangkan pundaknya keras-keras sambil
mengangkat sepasang tangan untuk balas
mencengkeram lengan kedua raksasa itu. Maka
bukan In Kiu Liong yang terlempar, malahan
sepasang raksasa itu yang "terbang" dua detik
sebelum mendarat konyol di bumi.
Para berandal terkejut melihat hal ini. Kini
mereka semua sadar bahwa tanda bahaya yang
dibunyikan tadi ternyata bukan hal yang
berlebihan. Goh Kun mulai menurunkan sebelah
kakinya yang tadi dinaikkan kursi. Ketawa ce
ngengesan di muka Hok Tong Peng menghilang.
Sedangkan wajah He Seng Boan semakin
murung, seolah-olah para penagih hutang sudah
berbaris di depannya dengan membawa
rekening masing-masing. Kemelut Tahta Naga II/12 33 Maka bukan In Kiu Liong yang terlempar,
malahan sepasang raksasa itu yang "terbang"
dua detik sebelum mendarat konyol di bum
Kemelut Tahta Naga II/12 34 "Cincang dia!" Goh Kun memerintah kan
anak-buahnya. Bagaikan banjir yang menyerbu tanah
rendah, kawanan berandal bersenjata itu
serempak menyerbu ke arah In Kiu Liong.
Pimpinan tertinggi mereka bukan cuma
memerintahkan "tangkap", tapi "cincang".
In Kiu Liong sadar, menghadapi musuh
sebanyak itu, tempat terbuka bukanlah
gelanggang yang bisa memberinya keuntungan.
Tiba-tiba ia melompat tinggi, melompati kepala
para berandal dan ia justru melesat ke bagian
dalam "puri" para bandit itu. Bukannya berlari
menjauhi, malah masuk ke dalam. Ini diluar
perhitungan para berandal.
Para berandal mengejar dengan penasaran.
Mereka berpencaran, memeriksa setiap sudutsudut dan lorong-lorong di sarang berandal
yang mirip sebuah kota kecil di atas gunung itu.
"Bangsat itu pasti sudah miring otaknya.
Bukan keluar, malah ke dalam. Dia sama saja
dengan ikan masuk jaring!"
Kemelut Tahta Naga II/12 35 "Giring ke suatu sudut sampai tidak bisa lari
lagi!" Mula-mula memang In Kiu Liong tidak
melawan, ia cuma berlari-lari berbelok-belok di
antara lorong-lorong dan halaman-halaman di
dalam markas berandal yang bersimpangsimpang itu. Se kali muncul, lalu menghilang.
Siasatnya itu membuat kawanan berandal harus
memecah-mecah diri dalam kelompok-ke
lompok yang makin lama makin kecil. Ada yang
mengejar di sini, yang lain menghadang di sana.
Setelah para berandal berpencaran,
mulailah In Kiu L.iong balas menyerang secara
bergerilya. Ia masih muncul dan menghilang
seperti semula, namun kini setiap munculnya
sambil merobohkan ke lompok demi kelompok.
Tapi ia masih menunjukkan "kebaikan hati"
dengan tidak membunuh seorangpun. la tidak
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mau calon anak-buahnya itu berkurang
jumlahnya karena tangannya sendiri.
Kacaulah kawanan berandal itu menghadapi
siasat In Kiu Liong. Kalau satu kelompok
disergap dan kelompok lain datang membantu,
Kemelut Tahta Naga II/12 36 maka si penyergap menghilang, dan sesaat
kemudian sudah muncul di tempat lain untuk
mengobrak-abrik kelompok lain.
Ketiga orang pimpinan berandal tidak ikut
main "petak-umpet", melainkan cuma menunggu di aula karena mereka percaya
bahwa anak buah mereka sudah lebih dari
cukup untuk membereskan pengacau itu.
Mereka tinggal menunggu anak buah mereka
akan datang menghadap sambil menjinjing
batok kepala pengacau itu.
Ketika mereka mendengar langkah-langkah
mendekati aula, ketiga pimpinan bandit itu
bertukar senyuman. Yakin akan segera
mtendengar laporan keberhasilan anak buah
mereka. Namun alangkah kagetnya mereka ketika
melihat yang muncul adalah si badut sinting"
itu. Sambil tertawa-tawa dan berkata, "Asyik
juga bermain-main dengan calon perajuritperajuritku. Sayangnya mereka masih terlalu
bodoh untuk bertindak taktis dalam menyudutkan lawan, kelak aku harus sabar
Kemelut Tahta Naga II/12 37 mengajari mereka. Eh, kalian bertiga tidak ikut
main?" Si Naga Rambut Merah Goh Kun bangkit
dari kursinya dengan muka yang menyeramkan,
sambil menjinjing senjatanya. Tanyanya,
"Bangsat, sudah kau apakan saja orangorangku?"
"Jangan khawatir, tidak ada yang kubunuh
satupun," sahut In Kiu Liong. "Aku ingin punya
anak buah orang-orang hidup, bukan mayatmayat."
"Apa tujuanmu dengan melakukan tindakan
gila ini?" "Lho, apakah tadi aku masih bicara kurang
jelas" Tapi baiklah kuulangi lagi, aku akan
memimpin kalian. Supaya kalian tidak
menghabiskan umur sekedar dengan menjadi
bandit-bandit kelas teri yang merampoki
penjual-penjual semangka, melainkan bisa
menjadi pemimpin-pemimpin dalam susunan
pemerintahan yang bakal kudirikan! Kalian
akan menjadi pembesar-pembesar terhormat!"
Kemelut Tahta Naga II/12 38 "Lawakan yang berbahaya!" dengus He Seng
Boan "Bualan macam apa lagi ini, yang kau
obrolkan di hadapan kami" Kau pikir setelah
berhasil lolos dari anak buah kami, terus
otomatis menjadi pemimpin kami" Kalahkan
dulu kami bertiga!" Si Naga Kaki Besi Hok Tong
Peng juga sudah siap tempur dengan gada Kimkong-conya.
In Kiu Liong tertawa, "Itu jelas. Mana bisa
menjadi pemimpin kalau tidak bisa mengalahkan kalian" Majulah bertiga sekaligus,
aku takkan mentertawakan calon panglimapanglimaku sendiri!"
Goh Kun tak kuasa lagi menahan
kemarahannya. Tubuhnya yang berukuran
raksasa itupun bergerak bagaikan sebuah bukit
yang longsor, mengguncang udara di ruangan
itu. Toya Long-ge-pangnya terayun datar ke
pinggang In Kiu Liong dengan gerakan Oh-liongboan-jiu (Naga Hitam Membelit Pohon).
In Kiu Liong berkelit mundur dengan gesit,
membiarkan toya itu lewat dulu di depan
Kemelut Tahta Naga II/12 39 tubuhnya. Dan sebelum toya yang berat itu
sempat menyerang kembali dalam gerakan
balik, In Kiu Liong tiba-tiba menciutkan jarak
dan mendesak rapat ke arah lawannya secepat
angin puyuh. Berbareng dengan kedua
tangannya terulur untuk mencengkeram ke
pundak Goh Kun. Gerakan In Kiu Liong memang mengejutkan,
tapi Goh Kun juga bukan keroco yang bisa
ditundukkan dalam sekali gebrakan. Ia mundur,
toyanya ditegakkan di depan dada, sambil
melakukan tendangan ke perut In Kiu Liong
yang tengah mendesak maju Dengan
perhitungan kakinya lebih panjang dari tangan
lawannya, Goh Kun berharap kakinya akan kena
ke sasaran lebih dulu. Sementara toyanya masih
menunggu terciptanya kembali ruang gerak
yang menguntungkan. In Kiu Liong tertawa panjang Cengkeraman
ke pundak dibatalkan, tapi cuma dibatalkan
separoh. Satu tangan menebas langsung ke
tulang kering kaki Goh Kun yang menendang,
dan satu tangan lainnya tetap meluncur ke
Kemelut Tahta Naga II/12 40 depan dengan melewati pertahanan toya Goh
kun. Geraknya serba cepat dan Goh Kun tak
mampu membuat perubahan untuk mengimbanginya. Terdengar ia berteriak
kesakitan ketika tulang keringnya kena
pukulan, bersamaan dengan robeknya baju
kulit macan dibagian pundaknya karena kena
cengkraman In Kiu Liong. Ia mundur
sempoyongan, sakit campur kaget.
Hok Tong Peng dan He Seng Hoan kaget
melihat apa yang dialami pemimpin tertua
mereka. Kalau dalam suatu pi-bu (pertandingan
silat), tentu Goh Kun sudah dinyatakan kalah.
Namun kali ini bukan pi-bu, melainkan
perebutan kepemimpinan atas kawanan
berandal Kiu-liong-san. Si pemimpin kedua dan
ketiga itupun serempak maju dengan senjata
masing-masing. Goh Kun sendiri mulai sadar, sendirian saja
takkan mungkin menang melawan si "badut
sinting" ini. Maka dengan mengorbankan harga
Kemelut Tahta Naga II/12 41 dirinya, ia membiarkan saja kedua adik
seperguruannya ikut membantu.
Begitulah, gada Hok Tong Peng dan tombak
He Seng Boan segera ikut mengisi arena,
memperketat jaring-jaring maut yang hendak
mencoba membinasakan si "badut sinting".
Yang satu adalah senjata berbobot berat yang
berdaya-penghancur luar biasa, yang lain
adalah tombak yang mematuk-matuk lincah
secepat lidah ulat. Ditambah toya Long-ge-pang
Goh Kini yang segera menderu bagaikan
prahara. Cuma kali ini, ketiga pemimpin berandal itu
ketemu batunya. Biasanya, salah satu saja dari
mereka sudah cukup ditakuti. Kini mereka maju
bertiga dengan senjata, menghadapi sesosok
hantu yang leluasa bergerak semannya di selasela sambaran senjata-senjata mereka.
ln Kiu Liong memang begitu lincah, licin,
senantiasa lolos dari kejaran senjata lawanlawannya. Namun ia tidak menghindar terus,
sekali-sekali ia pamer kekuatannya yang
berlandas Liong-siang-kang (Tenaga Naga dan
Kemelut Tahta Naga II/12 42 Terdengar ia berteriak kesakitan ketika
tulang keringnya kena pukulan, bersamaan
dengan robeknya baju kulit macan di bagian
pundaknya karena kena cengkeraman
In Kiu Liong. Kemelut Tahta Naga II/12 43 Gajah), dan sering mengejutkan Goh Kun
maupun Hok Tong Peng yangbiasa membanggakan kekuatan itu
"Lumayan kalian pantas juga menjadi
pembantu-pembantu dekatku" kata In Kiu Liong
sambil tertawa "Nah, menyerah tidak?"
Napas ketiga lawannya sudah ngos-ugosan,
lagi pula sudah basah kuyup dengan keringat,
tapi terus menyerang tanpa menggubris kata
kata In Kiu Liong. "Oh, kalian benar-benar bandel. Rupanya
aku harus menghajar kalian lebih keras!"
dengus In Kiu liong yang mulai jengkel.
Lalu gerakannyapun meningkat lebih
agresif, ketika toya Liong-ge-pang dan gada
Kim-kong-co hendak menggencetnya remuk
dari dua arah, ln Kiu Liong berguling lalu melejit
secepat kilat. Tahu-tahu ia sudah berada di bela
kang He Seng Boan kedua tangannya berhasil
menyusup ketiak kiri dan kanan He Seng Boan
dari belakang. Pemimpin ketiga dari kiu-liong-san itu
merasa tenaganya mendadak lenyap, sehingga
Kemelut Tahta Naga II/12 44 tombaknya jatuh ke lantai. Berikutnya ia
merasa tubuhnya terangkat dan melayang
deras, menubruk meja kursi di pinggir arena
meja-kursinya berantakan, kepalanya sendiri
benjol dan berkunaug-kunang. Beberapa saat
lamanya dia cuma bisa terbaring lemas dan
kesakitan di antara kepingan-kepingan kayu
reruntuhan meja kursi. Hok Tong Peng meraung, gadanya
menghantam ke punggung In Kiu Liong. Tapi In
Kiu Liong berkelit secepat hantu, dan tahu-tahu
malah berhasil merebut gada itu. Hok Tong
Peng menendang dengan tendangan mautnya
yang membuahkan julukan Tiat-kak-liong
baginya, namun ia buru-buru menarik
tendanganya ketika In Kiu Liong menyongsongkan gada rampasannya tepat ke arah tulang
kering Hok Tong Peng. Penarikan tendangan
karena panik itu menjadikan Hok Tong Peng
kehilangan keseimbangan sehingga jatuh
terguling. In Kiu Liong tertawa dingin sambil
melemparkan gada rampasan itu kearah
Kemelut Tahta Naga II/12 45 tembok. Senjata berujung tumpul itu menancap
di tembok seringan pisau menancap di batang
pisang. Bahkan disekitarnya tidak menimbulkan
retakan tembok, menandakan betapa terpusatnya tenaga In Kiu Liong ketika
melemparkan nya. Hok Tong Peng terbelalak
pucat. Latihan sepuluh tahun lagipun belum
tentu ia bisa melakukan seperti yang di lakukan
ln Kiu Liong. Kalau dilempar gada sehingga
menjebol tembok, mungkin bisa, tapi tidak
menancapkannya semulus itu.
Di arena tinggal Goh Kun yang belum
menyerah, masih mengayun-ayunkan senjatanya dengan sengit. Tapi gerak toyanva
tiba-tiba terhenti, sebab tepat di sebelah ujung
toyanya yang bergerigi. In Kiu Liong telah
berhasil mencengkeramnya erat-erat. Entah
bagaimana gerakannya, Goh Kun tak sanggup
menangkapnya dengan mata.
Kini yang dilakukannya hanyalah berusaha
menarik kembali toyanya, dengan pengerahan
tenaga sepenuhnya sampai mukanya merah
padam dan otot otot jidatnya menggeliat-geliat
Kemelut Tahta Naga II/12
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
46 seperti cacing. Tapi ia tak bisa menarik senjata
nya yang seolah-olah tertindih gunung.
"Mengajak adu tenaga, Jite" Ayolah kita
bandingkan kekuatan kita," kata In Kiu Liong.
Agaknya dia sudah merasa pasti akan menjadi
pemimpin nomor satu di Kiu-liong-san, maka
Goh Kun sudah dipanggilnya Jite (adik kedua).
Tenaga Goh Kun memang hebat. Tapi
kehebatan tenaganya itu cuma bisa membuat
toya Long-ge-pang itu sedikit menggeliat dan
agak melengkung bengkok, tapi tak bisa lepas
dari tangan In Kiu Liong yang cuma
menggunakan satu tangan. Sedangkan sepasang
telapak tangan Goh Kun sampai berdarah.
"Nah, Jite, sekarang cicipilah ilmu yang lain
dari Toakomu ini," kata In Kiu Liong pula. Goh
Kun terkejut ketika merasa tongkatnya tiba-tiba
jadi sedingin es. Beberapa saat Goh Kun masih
nekat memegangi, tapi hawa dingin itu
merembes masuk telapak tangan terus naik ke
lengan sampai lengannya terasa kaku. Kalau
sampai ke jantung, bakal mampuslah Goh Kun.
Kemelut Tahta Naga II/12 47 Akhirnya Goh Kun tidak tahan lagi. la
lepaskan pegangannya, kemudian melompat
mundur dengan tubuh agak menggigil.
"Aku menyerah......." desisnya, lalu dilanjutkan dengan suara amat terpaksa,"..
Toako....." Kalau Goh Kun saja sudah menyerah, mau
tidak mau Hok Tong Peng dan He Seng Boan
ikut-ikutan menyerah pula, dan mengakui
"kakak" yang baru itu, yang usianya sebetulnya
malah lebih muda dari Hok Tong Peng. Dengan demikian Hok Tong Peng dan He
Seng Boan pun ikut " turun pangkat" menjadi si
ketiga dan si keempat. Memang begitulah "hukum"nya kalangan
rimba hijau, kaum penganut "kekuatan adalah
kekuasaan" itu. Setidak-tidaknya hal ini jadi
lebih menyederhanakan persoalan yang
biasanya menghinggapi perguruan-perguruan
aliran lurus yang berpegang kepada gengsi
perguruan. Kalau orang-orang aliran lurus ka
lah dalam suatu pertempuran, mereka langsung
mengaitkannya dengan "nama baik" entah
Kemelut Tahta Naga II/12 48 pribadi entah perguruan, lalu timbul dendam
berlarut-larut, tidak jarang diwariskan sampai
beberapa generasi. Tapi di kalangan rimba
hijau, kalah ya sudah, berarti akan
diperintahkan orang yang mengalahkannya dan
persoalannya pun beres. In Kiu Liong tertawa
puas mendengar pernyataan takluk ketiga
pimpinan berandal itu. Langkah pertamanya
berhasil baik. Mudah-mudahan begitu pula
langkah langkah berikutnya, sampai ke
singgasana. * * * Sejak In kiu Liong memimpin gerombolan
Kiu liong-san, mulai diaturnya gerombolan itu.
Bukan untuk ditertibkan agar tidak mengganggu penduduk, melainkan penertiban
ke dalam agar lebih tangguh. Dan semakin
tangguh justru akan semakin ditakuti, dan
semakin meningkatkan "sumber penghasilan"
mereka, kawanan berandal di kelompokKemelut Tahta Naga II/12
49 kolompokkan sepuluh-sepuluh orang, lalu tiap
kelompok sepuluhan dijadikan satu kelompok
seratusan. Dengan demikian, susunan mereka
lalu terasa seperti susunan sebuah pasukan,
bukan lagi gerombolan liar. Apalagi setelah tiap
kelompok sepuluh maupun kelompok seratus
ditunjuk komandannya masing-masing.
Kecuali itu, latihan-latihan yang teratur
mulai dijalankan. In Kiu Liong amat berambisi
agar "modal awal"nya itu meningkat mutunya,
agar kelak dapat digunakan untuk mendukung
ambisinya. Selain itu, In Kiu Liong dan ketiga bekas
pemimpin lama mulai menundukkan gerombolan-gerombolan berandal lain di
sepanjang pegunungan Kiu-liong-san yang
selama ini masih "berdaulat". Dalam waktu yang
tidak lama, semua gerombolan itu sudah
disatukan dibawah pimpinan In Kiu Liong,
karena tidak ada yang mampu melawannya.
Demikianlah, sebelum menjadi Kaisar di Pak
khia sesuai dengan ambisinya, setidak-tidaknya
Kemelut Tahta Naga II/12 50 sekarang In Kiu Liong lebih dulu menjadi
"kaisar berandal" di Kui liong san
Pada suatu pagi , di jalanan pegunungan
yang menanjak, nampaklah seorang menunggangi kudanya pelan-pelan kemarkas
berandalanya In Kiu Liong ia seorang lelaki
berusia kira-kira limapuluh tahun, gemuk,
sehingga kudanya agaknya kepayahan. Ia
berpakaian sipil, namun sebenarnya dialah Siau
Gin Heng, Panglima di kota Kim-teng, yang
selama ini menjadi "rekan usaha" gerombolan
Kiu-liong-san dalam perjanjian "bagi hasil"
dalam memeras rakyat disekitar pegunungan
Kiu-liong-san. Kota Kim-teng sendiri tidak jauh
letaknya dari Kiu-liong-san.
Hari itu Siau Gin Heng mendaki Kiu-liongsan dengan wajah muruh. Kawanan berandal di
pos-pos penjagaan agaknya sudah mengenal
panglima ini, sehingga mereka membiarkannya
lewat. Ahirnya tibalah Siau Gin Heng di markas
gerombolan Kiu-lion-san yang megah itu.
Tidak lama kemudian, ia sudah berhadapan
muka dengan empat pemimpin Kui liong mui.
Kemelut Tahta Naga II/12 51 ketika ia diberitahu bahwa Kiu-liong-san sudah
punya "kakak tertua" yang baru, Siau Gin Heng
member selamat namun acuh tak acuh. Ia tak
peduli perubahan atau pergeseran dalam
pimpinan Kiu-lion-san, yang pentik bagian
keuntungannnya dibayarkan semestinya. Cuma
kedatangannya hari itu bukan untuk mengurus
bagian keuntungan, melainkan urusan lain.
Tangannya nampak bergetar ketika mengangkat cawan tehnya, sehingga beberapa
percik teh mengenai bajunya. Ini menandakan
ia sedang dalam perasaan gugup yang hebat.
Seteluh minum, Siau Gin Heng langsung
dengan pembukaan yang bernada geram,
"Entah mulut usil siapa yang telah melaporkan
tentang diriku ke ibukota Pak-khia. Kemarin di
Kim-teng datang orang-orang dari Pak-khia
yang agaknya hendak menyelidiki dan
membongkar kerja-sama kita selama ini. Kita
akan celaka." Goh Kun tertawa, "Siau Cong-peng, hanya
soal begitu saja kok gugup" Paling-paling orang
Pak-khia itu hanya main gertak agar kebagian
Kemelut Tahta Naga II/12 52 rejeki. Sodorkan ke bawah hidungnya seratus
atau duaratus tahil, uangnya kita pikul bersama,
nah, pasti orang-orang itu akan menjadi jinak
lalu pulang ke Pak-khia untuk melaporkan
bahwa kerjamu beres. Apa susahnya?"
Siau Gin Heng menarik napas, "Kalau
segampang itu penyelesaiannya, buat apa aku
terbirit-birit sampai kemari" Aku sudah coba
menyuap mereka, ternyata mereka tidak tergiur
sedikit pun." "Cong-peng, barangkali kau memberi terlalu
sedikit?" "Tidak. Aku tawarkan sampai seribu tahil
dan mereka tidak goyah. Aku jadi mundur
teratur dan tidak berani lagi bersikap terlalu
menyolok. Sedangkan orang-orang Pak-khia itu
bertekat akan menyelidiki sampai tuntas,
kenapa rakyat sekitar Kiu-liong-san ini
mengeluh, sampai suaranya terdengar di Pakkhia. Kata pelapor itu, keluhan mereka tak
pernah aku gubris..... nah, celaka tidak?"
Sunyi senyaplah ruangan itu untuk
beberapa saat. Keempat pimpinan Kiu-liong-san
Kemelut Tahta Naga II/12 53 itu mulai merasa bahwa urusan nya memang
cukup gawat. Kalau sampai kecurangan Siau Gin
Heng terbongkar, lalu dia dipecat, barangkali
akan digantikan orang lain yang belum tentu
bisa diajak "kerja sama". Dan gerombolan Kiuliong-san akan mendapat susah juga, bahkan
mungkin akan digempur dengan kekerasan
sehingga angkat kaki dari situ, meninggalkan
harta karun yang sudah mereka tumpuk
bertahun-tahun. "Kalau orang Pak-khia itu tidak mau diajak
damai, kita gorok saja lehernya!" Hok Tong
Peng tiba-tiba berkata keras sambil menggebrak pegangan kursinya. Sifatnya yang
berangasan membuat ia gampang-gampangan
saja dalam mengusulkan pemecahan persoalan.
"Jangan bertindak segegabah itu, Sam-te,"
kata In Kiu Liong. "Kalau utusan-utusan itu
tidak kembali ke Pak-khia, tentu pemerintah
pusat akan curiga lalu menyuruh menyelidiki.
Akhimya akan lebih banyak lagi orang Pak-khia
yang sampai ke sini, itu berarti kesulitan kita
bertumpuk-tumpuk. Memangnya kita sudah
Kemelut Tahta Naga II/12 54 siap menghadapi pemerintah pusat secara
terbuka?" "Tapi kalau kita biarkan saja, mereka juga
menyulitkan kita!" Hok Tong Peng masih
penasaran. "Aku memang menganggap, kalau tidak bisa
diajak damai ya kita bunuh saja." kata In Kiu
Liong ringan, seolah-olah tidak sedang
membicarakan nyawa manusia. "Tapi caranya
itu. Sam-te. jangan kasar. Jangan sampai
menimbulkan kesan dibunuh, jangan sampai
kematian-nya malah mengundang lebih banyak
lagi orang Pak-khia berdatangan kemari."
"Caranya bagaimana. Toako"
"Cara yang terperinci belum bisa
kutentukan sekarang, aku harus tahu lebih dulu
apa saja yang dikerjakan orang-orang Pak-khia
itu selama ini. Setelah itu. baru bisa
kurancangkan siasatnya. Siau Gin Heng menjawab, "kerja mereka ya
mengelilingi desa-desa wilayah operasi kalian,
menanyai penduduk dan penduduk dengan
bersemangat langsung menceritakan keluhanKemelut Tahta Naga II/12
55 keluhan mereka," wajah Siau Gin Heng
kelihatan sedih sebentar, "dan kalau laporan
tentang diriku sampai ke Pak-khia. maka kalian
akan kehilangan seorang rekan yang penuh
pengertian dan bisa diajak kerja-sama."
Dengan nada suara dan mimik mukanya.
Siau Gin Heng berjuang Keras menimbulkan
rasa haru pemimpin-pemimpin kiu-liong-san
itu. "Siau Cong-peng, tahukah kau kemana
mereka pergi selanjutnya, dan kapan waktunya
itu yang lebih penting, bukan yang sudahsudah."
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh. menurut rencana, besok pagi mereka
akan ke Pek-hi-tin."
"Mereka bawa pengawal?"
"Sepuluh orang yang tampaknya cukup
tangguh." In kiu Liong mengangguk-angguk lalu
menoleh kepada ketiga bekas pimpinan lama.
"Ada di antara kalian yang bisa menunjukkan
jalan dari Kim-teng Pek-hi-tin" Dengan melihat
Kemelut Tahta Naga II/12 56 tempat yang bakal dilalui itu, barangkali akan
muncul gagasanku untuk memecahkan soal ini."
Kali ini He Seng Boan yang menjawab,
karena dialah yang paling sering keluyuran
mencari perempuan-perempuan desa yang
cantik-cantik, "Aku hapal luar kepala, Toako.
Sepuluh li setelah ke luar dari Kim-teng melalui
jalan besar, jalan lalu bercabang dengan jalan
kecil melewati lereng pegunungan. Kemudian
lewat sebuah jembatan kayu di atas sungai kecil
Pek-hi-kang." Tiba-tiba In Kiu Liong menukas kata-kata
He Seng Boan, "Si-te, cobalah ceritakan
terperinci tentang jembatan dan sungai itu."
"Itulah sebuah jembttan kayu kira-kira
selebar satu depa, antara ujung satu dengan
ujung lain ada limapuluh depa, tingginya dari
permukaan sungai ada lima belas tombak."
"Airnya deras tidak" Bagaimana dengan
tebingnya?" "Deras, sebab ditempai dibuatnya jembatan
itulah sungai menyempit. Tebingnya curam
dan" Kemelut Tahta Naga II/12 57 In Kiu Liong tiba-tiba tertawa dan perkata,
"Kalau orang-orang Pak-khia itu lewat jembatan
dan tiba-tiba jembatnya roboh lalu mampus di
sungia, akan nampak seperti pembunuhan atau
kecelakaan?" Wajah murung Siau Gin Heng mendadak
merjadi cerah, la menepuk-nepuk pahanya
sendiri. "Bagus, bagus. Cemerlang sekali
gagasanmu, Toa-san-cu. Aku mengucapkan
selamat bahwa sahabat-abat baikku di Kiuliong-san mendapat pimpinan baru yang
berotak cemerlang." Lalu tertawalah ia dengan riangnya.
Sambil tersenyum bangga, In Kiu L.icng
menghirup tehnya, lalu bertanya, "Eh, omongomong sejak tadi Cong-peng belum menyebut
nama orang-orang Pak-khia itu. Karena aku
pernah lama tinggal di Pak-khia, barangkali saja
pernah kukenal mereka."
"Yang satu sudah berusia setengah abad,
namun nampaknya malah amat menghormati
kepada yang lebih muda. Yang tua iru bernama
Koh Hian Hong." Kemelut Tahta Naga II/12 58 In Kiu Liong menganguk-angguk sambil
bergumam, "Pantas. Dia memang seorang
pegawai Hou-po Ceng-tong (Kantor Keuangan),
di Pak-khia. Karena sikapnya yang kolot dan sok
suci, maka biarpun teman-teman seangkatannya sudah naik pangkat dan kayaraya, dia sendiri masih melarat terus. Pantas
Cong-peng tidak bisa menyuapnya. Tetapi ilmu
silatnya lumayan juga."
"Saking sucinya, dagingnya akan menjadi
berkah bagi ikan-ikan di sungai Pek-hi-kang,"
komentar He Seng Boan disambut suara tertawa
semua orang. Semenara Siau Gin Heng melanjutkan, "....
yang muda bernama Kiu Thian Cu Wajahnya
sungguh istimewa, memancarkan semacam
kewibawaan yang menindih orang, terutama
sorot matanya yang sulit ditentang. Ditambah
sepuluh pengawal yang kuceritakan tadi."
Mendengar nama Kiu Thian Cu itu,
berkerutlah alis In Kiu liong, ia kelihatan
memutar otak. Nama itu belum pernah
didengarnya, namun ada perasaan bahwa nama
Kemelut Tahta Naga II/12 59 itu tidak sembarangan. ada sesuatu yang hebat
dibalik nama itu, entah apa.
"Siau Cong-peng, supaya kau bebas dari
kecurigaan dalam peristiwa itu. sebaiknya
besok kau ikut bersama rombongan itu. Pada
saat kedua orang Pak-khia itu terjerumus ke
sungai. Cong-peng harus kelihatan panik dan
pura-pura mau menolong. Para pengawal
mereka yang melihat tindakan Cong-peng, dan
Cong-peng takkan dicurigai."
"Baik sekali. Toa-san-cu. Mari kita minum
arak untuk keberhasilan rencana ini!"
* * * Matahari masih dalam perjalanan awal
dalam menyusuri busur langit yang menjadi
garis edarnya sehari-hari. Sinarnya dari timur
masih miring rendah, belum sepenuhnya
mampu mengusir kabut di atas kota Kin-teng
maupun pegunungan Kiu-liong-san yang
menjadi latar belakang kota ini.
Kemelut Tahta Naga II/12 60 Namun sebuah rombongan berkuda telah
keluar dari pintu gerbang kota Kim-teng. Yang
berkuda paling depan adalah Kui Thian Cu dari
Pak-khia yang ingin mendengar sendiri keluhan
rakyat di sekitar pegunungan Kiu-liong-san. la
berumur sekitar duapuluh tahun, berwajah
lebar dengan sepasang alis yang melengkung
panjang seperti sepasang naga, matanya seperti
sepasang mutiara hitam yang berkilat tajam
berwibawa. Jubahnya dari kain satin biru,
dengan sebatang pedang berjuntai di pinggang
kirinya. Di kiri kanannya tapi agak kebelakang,
adalah Koh Hian Hong dan Siau Gin Heng.
Setelah itu di belakang mereka barulah para
pengawal berkuda. Baik pengawal yang dibawa
sendiri oleh Kui Thian Cu, maupun pengawalpengawal Siau Gin Heng sendiri dari Kim-teng.
Sambil berkuda, Siau Gin Heng sering
melirik ke arah beberapa pucuk bedil sundut
yang dibawa oleh para pengawal Kui Thian Cu.
Senjata api di jaman Kaisar Yon Ceng (17221735) itu masih termasuk barang langka,
Kemelut Tahta Naga II/12 61 pasukan di Kim-teng belum mempunyainya
sepucuk pun. Hanya di ibukota ibukota propinsi
sajalah yang sudah dibentuk regu-regu
bersenjata api, itupun tidak banyak jumlahnya.
Maka dengan melihat perlengkapan para
pengawal Kui Thian Cu ini, Siau Gin Heng bisa
menduga kalau Kui Thian Cu agaknya benar
benar tokoh penting di Pak-khia. Tapi kok
belum pernah terdengar namanya"
"Masih jauhkah desa Pek-hi-tin dari sini?"
tiba-tiba Kui Thian Cu bertanya sambil menoleh
kepada Siau Gin Heng. "Kira-kira lima belas li, tai-jin," sahut Siau
Gin Heng hormat. "Sudah tujuh desa kudatangi, dan semuanya
mengeluh tentang ulah berandal-berandal Kiuliong-san yang seenaknya saja memeras rakyat,"
kata Kui Thian Cu. "Kenapa kau belum
bertindak menolong penduduk, Cong-peng?"
"Karena aku harus bertindak dengan rapi,
tidak gegabah, dan harus menghitung dulu
kekuatan lawan," lancar Siau Gin Heng
mengeluarkan dalih yan sudah disiapkan sejak
Kemelut Tahta Naga II/12 62 lama. "Dengan mempertaruhkan nyawa, pernah
aku sendirian menyelundup ke Kiu-liong-san
untuk menaksir kekuatan para bandit. Dan aku
sadar, tidak mungkin menghadapi mereka
secara kekerasan dengan mengandalkan
perajurit bawahanku."
(Bersambung Jilid XIII) Kemelut Tahta Naga II/12 63 Kemelut Tahta Naga II/12 64 Kemelut Tahta Naga II/13 1 KEMELUT TAHTA NAGA Bagian : II Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIII Begitulah bohongnya. Memang benar ia
pernah, bahkan sering, ke Kiu-lioug san
sendirian. Tapi bukan seperti yang dikatakannya itu, melainkan untuk mengambil
bagian keuntungannya. "Jadi, lalu sekian lama kau biarkan penduduk
desa tetap dicengkam ketakutan dan dirugikan
oleh para berandal?"
"Bukan begitu, Tai-jin. Memang kelihatan aku
belum bertindak, tapi hanya menunggu peluang
yang tepat untuk menumpas mereka sama
sekali. Dengan adanya aku di Kim-teng, setidaktidaknya juga membuat para berandal segan
untuk bertindak keterlaluan, mereka cuma
mengambil sekedarnya saja."
Kemelut Tahta Naga II/13 2 "Jadi sekarang ini, Cong-peng anggap mereka
belum keterlaluan?" suara Kui Thian Lu tibatiba meninggi. "Sampai ada penduduk yang
pergi ke Pak-khia untuk mengadu."
Siau Gin Heng menyeringai kecut. "Penduduk
di sini belum bisa kuajak berpikir untuk
memahami keterbatasanku, bisanya mereka
cuma mengeluuuh..........saja. Maunya mereka
langsung kubawa pasukan untuk menggempur
kawanan berandal, tanpa mau tahu apa yang
kuperhitungkan. Penduduk masih belum bisa
berterima kasih juga, dalam keadaanku yang
terbatas ini masih berhasil menekan para
bandit agar tidak mengambil banyak-banyak.
Benar-benar orang-orang yang tak bisa
berterima kasih!" "Kalau Cong-peng merasa kalah kuat, kenapa
tidak minta bantuan pasukan dari Ibukota
Propinsi?" "Aku cuma merasa belum saatnya
merepotkan pihak gubemuran. Aku malah
khawatir, kalau kawanan berandal itu dihadapi
Kemelut Tahta Naga II/13 3 terlalu keras, mereka akan tambah galak dan
tambah menyusahkan penduduk."
"Namun cara Cong-peng berkompromi
dengan kawanan penjahat itu juga kurang betul,
akan membuat mereka besar kepala dan
semakin berani. Biarpun mereka cuma
mengambil satu tahil mereka tidak berhak.
Hanya pemerintah yang syah yang berhak
menarik pajak.'" Siau Gin Heng bungkam, tapi dalam hatinya
mengutuk. Beberapa saat lamanya yang kedengaran
hanya suara ketoplak-ketoplak dua puluh tiga
ekor kuda yang berderap di pagi sunyi itu.
Kemudian jalanan itu bercabang dua. Jalan
besar tetap lurus ke depan, sementara sebuah
jalan sempit masuk menyusup ke lipatanlipatan pegunungan Kiu-liong-san yang masih
gelap, cahaya matahari baru menyentuh
puncak-puncak pegunungan saja. Kata Siau Gin
Heng, "Tai-jin, jalan kecil ini lah yang menuju ke
desa Pek-hin-in." Kemelut Tahta Naga II/13 4 Maka rombonganpun berbelok mengikuti
jalan kecil itu. Karena sempitnya jalan. maka
barisanpun dipersempit. Dua-dua berurutan ke
belakang. Dengan berlagkk menghormati kedudukan
Kui Thian Cu, sengaja Siau Gin Heng
mempersilahkan Kui Thian Cu dan Koh Hian
Hong jalan paling depan. Dia sendiri mengambil
jarak cukup di belakang mereka, dengan
perhitungan kalau nanti terjadi "kecelakaan" di
jembatan, ia tidak usah ikut terjun ke sungai.
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semakin dekat ke jembatan, semakin
kencang pula debar jantung Siau Gin Heng.
Bagaimanapun juga, orang-orang yang hendak
dicelakakannya itu adalah orang-orang penting
dari pemerintah pusat di Pak-khia. Kalau
sampai dirinya "kecipratan" kecurigaan sedikit
saja, tak terbayangkan kesulitan yang bakal
didapatnya. Masih untung kalau bisa minggat
dari Kim-teng lalu hidup sebagai buronan.
Akhirnya jembatan kayu itupun nampak di
depan. Tanpa prasangka, Kui Thian Cu dan Koh
Hian Hong memajukan kudanya memasuki
Kemelut Tahta Naga II/13 5 jembatan, sementara gemuruh sungai di
bawahnya terdengar gemerasak. Siau Gin Heng
pun mulai bersiap-siap menjalankan peranannya sebagai "penolong yang tulus,
tetapi gagal". Namun, belum lagi kaki depan kuda Kui
Thian Cu dan Koh Hian Hong memasuki
jembatan, dari bawah jembatan tiba-tiba
terdengar teriakan keras, yang mengatasi suara
gemerasak air su ngai, "Tuan-tuan, tahan!
Jangan- memasuki jembatan! Jembatan ini bisa
roboh karena beberapa tali pengikat tiang
jembatan nampaknya telah putus!"
Mendengar teriakan itu, dengan tangkas Kui
Thian Cu dan Koh Hian Hong menarik kuda
mereka kuat-kuat, sehingga kuda-kuda itu
meringkik. Tapi kedua orang itu menunjukkan
ketangkasan membalikkan kuda menjauhi
jembatan. Dengan sikap waspada, Koh Hian Hong terus
berada di dekat Kui Thian Cu, matanya dengan
tajam menatap ke segala arah. Kecuali itu,
sepuluh orang pengawal Kui Thian Cu
Kemelut Tahta Naga II/13 6 berlompatan turun dari kuda dengan sigap, lalu
dengan senjata-senjata siap di tangan, mereka
mengambil posisi melindungi Kui Thian Cu.
Bukan saja kesigapan mereka yang mengagumkan, tetapi juga sikap seolah-olah
siap mati demi melindungi Kui Thian Cu. Sikap
yang kurang lazim kalau hanya melindungi
seorang pejabat biasa, biar dari ibukota
sekalipun. Namun begitulah kenyataannya.
Siau Gin Heng bingung dan kaget
menghadapi kejadian diluar perhitungan itu.
Perangkap maut yang telah disiapkan para
berandal Kiu-liong-san itu haruskah kini
mubazir" Namun Siau Gin Heng tiba-tiba
menghunus pedang, lalu kepada perajuritperajurit dia pura-pura memerinahkan,
"Lindungi Kui Tai-jin!"
Dia sendiri mendekati Kui Thian Cu dan
bertanya, "Apakah Tai-jin tidak kurang suatu
apa?" Dengan wajah tenang, Kui Thian Cu
menjawab, "Kita berhenti dulu. Siau Cong-peng,
Kemelut Tahta Naga II/13 7 coba kau panggil orang yang berteriak dari
bawah jembatan tadi."
"Baik, Tai-jin," sahut Siau Gin Heng. Lalu
kepada perajurit-perajuritnya dia meneruskan
perintah, "Temukan orang itu!"
Perajurit-perajurit lalu berlarian, dan
kemudian dengan amat hati-hati menuruni
tebing sungai yang curam itu. Tak lama
kemudian, dari bawah tebing terdengar suara
para perajurit, "Cong-peng, sudah diketemukan!" "Seret kemari!" teriak Siau Gin Heng. Tak
terasa, dalam perintahnya itu terkandung rasa
marah dan benci kepada orang yang berteriak
itu. karena orang itulah yang telah
menggagalkan rencana. Selain itu, juga rasa
cemas, berbahaya atau tidakkah orang itu"
Dari bawah tebing itu muncul para perajurit
yang menggiring seorang pemuda bertubuh
tegap, bajunya dirangkapi rompi bulu binatang,
kepalanya memakai topi bulu pula. Itulah
dandanan khas orang-orang dari daerah Liauhong di timur laut, daerah yang hampir
Kemelut Tahta Naga II/13 8 sepanjang tahun tertutup salju. Menilik
rambutnya yang basah, agaknya dia baru saja
membasahi kepala dan wajahnya di sungai itu.
"Apa kau tidak bisa jalan lebih cepat"!"
bentak Siau Gin Heng sengit, dari atas tebing.
Namun Kui Thian Cu berkata, "Bersikaplah
baik, Cong-peng. Seandainya yang dikatakan
orang itu benar, maka peringatannya tadi
berarti telah menyelamatkan kita semua."
"Oh, ya.....ya... baiklah, Tai-jin....."sahut Siau
Gin Heng agak gugup. "Sikapku yang tak
terkendali tadi karena aku belum benar-benar
bebas dari rasa kaget, mengingat betapa berat
tanggung-jawabku atas keselamatan Tai-jin."
Sementara itu, pemuda itu telah tiba di
hadapan Kui Thian Cu sekalian, maka terlihat
semakin jelas usianya yang mungkin lebih tua
setahun dua tahun dari Kui Thian Cu. Barang
yang di bawanya cuma sebuah bungkusan yang
digendongnya, dan tak terlihat ia membawa
senjata. "Sobat, kau sedang berhadapan dengan Kui
Tai-jin, pejabat tinggi dari ibukota," Siau Ging
Kemelut Tahta Naga II/13 9 Heng ganti haluan untuk menjilat Kui Thian Cu.
"Bersikaplah yang lebih hormat."
"Oh, maafkan aku, tuan-tuan," lalu pemuda
itu membungkuk hormat dalam-dalam, dalam
ucapannya terdengar logat Liau-tongnya,
namun tidak terlalu tajam. "Teriakanku tadi
hanya bermaksud mencegah agar tuan-tuan
tidak mendapat celaka, tanpa bermaksud
kurang sopan atau mengganggu tuan-tuan."
Kui Thian Cu tersenyum ramah. "Tidak apaapa, sobat. Kami justru berterima kasih
kepadamu. Menilik logat bicaramu, kau berasal
dari propinsi timur laut bukan?"
"Benar. Aku lahir dan dibesarkan di
pegunungan Tiang-pek-san, sebagai pemburu
binatang dan penggali jin-som, namaku Wan
Lui." "Darimana kau tahu jembatan itu kurang
aman untuk dilewati, padahal masih nampak
kokoh dan sudah bertahun tahun tak ada
masalah?" tanya Siau Gin Heng.
Biasanya orang awam kalau berhadapan
dengan pejabat-pejabat tinggi akan gugup,
Kemelut Tahta Naga II/13 10 namun ketenangan Wan Lui mengherankan Kui
Thian Cu dan lain-lainnya. Jawabannya tenang,
lancar, tanpa gugup. "Tuan-tuan, kalau dilihat
dari sini memaig jembatan itu nampaknya tidak
apa-apa. Tapi ketika tadi aku turun untuk
mencuci-muka, tak sengaja kulihat ada
beberapa tali pembebat tiang jembatan yang
putus. Lalu aku bermaksud memancangkan
tulisan di kedua mulut jembatan agar orang
yang melewari berhati-hati. Ketika kudengar
derap kuda rombongan tuan-tuan; semakin
dekat, aku menjadi panik. Terpaksa aku
berteriak saja dari bawah. Maaf, kalau dianggap
kurang sopan." Dingin suara Siau Gin Heng, "Kami sedang
melakukan suatu urusan penting. Jadi ya maaf
saja kalau tidak bisa mempercayaimu bulatbulat. Kami akan lewat terus. Silahkan, Kui Taijin."
Dingin suaranya ketika bicara dengan Wan
Lui, tapi hangat dan menjilat ketika bicara
kepada Kui Thian Cu. Kemelut Tahta Naga II/13 11 Tetapi Koh Hian Hong justru mencegah,
"Perjalanan bisa dilanjutkan atau tidak,
tergantung hasil pemeriksaanku ke bawah
jembatan." Habis berkata demikian, dengan gerak yang
lincah Koh Hian Hong telah meluncur ke bawah
tebing. Siau Gin Her.g menjadi cemas, bagaimana
kalau sampai Koh Hian Hong menemukan
bekas-bekas kesengajaan tindakan para
berandal Kiu-liong-san" Tentu dirinya akan
tersudut, kalau sampai orang-orang Pak-khia itu
marah dan memaksa dirinya agar melawan
kawanan Kiu-liong-san yang selama ini sudah
menjadi temannya. Maka diapun ikut turun ke
bawah, biarpun tubuhnya yang gemuk itu
menimbulkan kerepotan yang lumayan besar.
Di kolong jembatan, memang terlihat tali-tali
pengikat tiang jembatan banyak yang
diputuskan, dengan meninggalkan bekas-bekas
bacokan yang kasar dan masih baru.
"Benar-benar kerja yang ceroboh!" kutuk
Siau Gin Heng dalam harinya. "Kenapa tali ini
Kemelut Tahta Naga II/13 12 tidak dirapuhkan dengan air belerang atau
dengan sudutan api kecil" Ini pasti dihantam
dengan kampak atau golok. Pantas talinya keli
hatan kedodoran dan terlihat menyolok mata.
Rencana In Kiu liong memang bagus, tapi
pelaksanaanyalah yang goblok!"
"Paman Koh.! Sian Cong peng! Sudah selesai
memeriksa atau belum?" teriak Kui Thiau Cu
dari atas tebing. Koh Hian Hong menjawab ke atas. "Sudah!
Kelihatannya memang ada kesengajaan hendak
mencelakakan kita!" "Memang ada kesengajaan, tapi belum tentu
kita yang ditujunya!" Siau Gii. Heng ikut
menjawab, tapi mencoba mengaburkan
masalah. "Sebab di pegunungan ini ada banyak
kelompok bandit, dan satu sama lain memang
sering bermusuhan!" "Berbahaya untuk dilewati atau tidak?" tanya
Kui Thian Cu pula. Koh Hian Hong yang menjawab. "Sebaiknya
kembali ke Kim-teng dulu. Siau-ya (tuan muda).
Tak bisa dilewati." Kemelut Tahta Naga II/13 13 Kui Thian Cu nampak kesal karena
perjalanannya batal. Geram ia menatap ke
puncak-puncak pegunungan Kiu-liong san,
namun akhirnya berkata juga. "Kembali!"
Siau Gin Heng dan Koh Hian Hong pun
kembali merayap ke atas tebing.
Siau Gin Hong susah puyuh mengangkut
tubuhnya yang kegemukan karena jarang
latihan silat itu, naik sejengkal demi sejengkal
dengan mencucurkan banyak keringat. Sedangkan Koh Hian Hong yang sudah ubanan
itu justru melesat seringan seekor burung,
dalam waktu dua detik sudah tiba di atau
tebing. Sementara itu, tanya Kui Thian Cu kepada
Wan Lui, "Wan-heng, sukakah kau mampir ke
Kim-teng bersamaku, agar kita bisa lebih saling
mengenal dan mempererat persahabatan?"
Beberapa saat Wan L.ui ragu-ragu
menyambut ajakan itu. Kui Thian Cu
nampaknya adalah seorang yang berpangkat
tinggi di Pak-khia, biarpun amat ramah, namun
kesan Wan Lui tentang seorang pembesar
Kemelut Tahta Naga II/13 14 masih dibayangi oleh kesannya melihat tingkah
laku Ni keng Giau di kota Tian-liu dulu.
Sewenang-wenang Karena itulah ia khawatir,
jangan-jangan Kui Thian Cu juga sebenarnya
macam itu, biaipun kelihatan ramah"
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun sebuah pikiran lain memasuk
benaknya. Jauh-jauh ia meninggalkan Liau-tong
masuk ke Tiong-goan uiituk mencari gurunya,
Pak Kiong Liong. Tiong-goan begitu luas,
bagaimana bisa menemukan gurunya itu kalau
tidak ada petunjuk sama sekali" Lalu Wan Lui
ingat bahwa Pak Kiong Liong pernah menjadi
seorang panglima kerajaan, maka kemungkinan
bisa mencari petunjuk dari Kui Thian Cu,
biarpun bicaranya harus hati-hati, karena
gurunya itu kabarnya sudah menjadi buronan.
Karena itulah setelah berpikir-pikir beberapa
saat, Wan Lui kemudian mengangguk, "Baiklah,
Tai-jin, kalau Tai-jin merasa hina berjalan
dengan anak gunung ini. Silahkan Tai-jin
menunggang kuda, biar aku berjalan saja."
"Tidak, aku mau kita menjadi sahabat yang
sederajat, Wan-heng," kata Kui Thian Cu. Seperti
Kemelut Tahta Naga II/13 15 Wan Lui berkesan baik terhadapnya yang
berkedudukan tinggi namun ramah, sebaliknya
Kui Thian Cu terhadap Wan Lui juga berkesan
baik, samar-samar Kui Thian Cu merasakan
bahwa dibalik penampilan Wan Lui yang begitu
sepele, tersembunyi kepribadian besar yang
menarik. "He, pengawal! Tolong bawakan seekor kuda
kemari buat sahabatku ini! Nanti yang
meminjamkan kudanya, bisa membonceng
temannya!" Menghadapi sikap bersahabat demikian
hangat, Wan Lui tak merasa perlu berbasa-basi
lagi. Begitu kuda pinjamannya tersedia, ia
langsung melompat menaikinya.
Demikianlah, rombongan itu kemudian
berbalik ke kota Kim-teng, karena dianggap
terlalu berbahaya melewati jembatan yang
sudah cacat itu. Sebelum pergi, Kui Thian Cu
memerintahkan orang-orangnya untuk sama
sekali merobohkan jembatan itu, alasannya agar
jangan ada orang yang melewatinya dan
akhirnya malah celaka. Kemelut Tahta Naga II/13 16 Semuanya itu tak lepas dari pandang an Hok
Tong-peng dan Goh Kun yang mengintai dari
seberang sungai dengan perasaan geram dan
kecewa. "Gagal," kata Goh Kun sambil mengepalngepalkan tinju. "Harusnya Kui Thian Cu dan
Koh Hian Hong saat ini sudah terseret arus dan
dihempas-hempaskan ke tebing-tebing berbatu
tajam itu." Seperti biasa, Hong Tong-peng mengeluarkan usulnya yang ketolol-tololan,
"Mumpung rombongan itu belum keluar dari
jalan pegunungan, bagaimana kalau kita hadang
dan bunuh utusan dari Pak-khia itu?"
"Sam-te, kapan kau mau belajar menggunakan otakmu" Kalau utusan itu
dibunuh, tak lama lagi pasti pegunungan ini
akan dibanjiri tentara kerajaan yang takkan
mampu kita hadapi. Siau Gin Heng sendiri
biarpun selama ini bekerja sama dengan kita,
tapi kalau kedudukannya terancam oleh
pemecatan dari pusat, orang macam dia pasti
takkan segan-segan berbalik menghantam kita.
Kemelut Tahta Naga II/13 17 Demi mencari muka terhadap pemerintah
pusat." "Jadi bagaimana sekarang?"
"Jangan tanya aku. Lebih baik kita pulang
dulu untuk berunding dengan Toako In Kiu
Liong. Dia banyak akalnya."
"Toako In Kiu Liong punya ilmu begitu tinggi,
sampai kita bertiga pernah dikalahkannya
sendiri. Kenapa dia tidak keluar sendiri untuk
menyambar nyawa orang-orang Pak-khia itu"
Kan gampang" Harusnya."
"Harusnya harusnya gundulmu itu. Ayo
pulang!" Sementara itu, Siau Gin Hen yang berjalan
bersama Kui Thian Cu itu tidak kalah
kecewanya. Ia takkan bisa tidur nyenyak dan
makan enak sebelum utusan-utusan Pak-khia
yang "tidak bisa diajak damai" itu lenyap
nyawanya. Namun ia masih agak lega karena
diri nya agaknya belum dicurigai.
"Nanti malam aku harus menemui para
pimpinan Kiu-liong-san itu untuk Kemelut Tahta Naga II/13 18 merundingkan tindakan-tindakan baru." rencanya dalam hati. * * * Makin banyak saling bicara, baik Kui Thian
Cu maupun Wan Lui sama-sama menemukan
kesan yang menyenangkan. Kui Thian Cu
memang banyak punya pengawal yang
menemani perjalanannya . Tapi mereka bukan
teman, hanya bawahan yang bersikap terus
menerus resmi dan Cuma mengiakan semua
perintahnya, sehingga Kui Thian Cu malahan
merasa terpencil. Ingin bercanda dan tertawa
bebas, tak ada yang berani menanggapi nya
bersungguh-sungguh. Kini setelah berteman
deangan Wan Lui barulah Kui Thian Cu merasa
mendapat sahabat yang benar-benar sahabat,
bukan bawahan atau orang yang sekedar mau
menjilat. Namun timbul juga kekhawatirannya kalau
kelak Wan Lui tahu siapa sebenarnya dirinya,
masihkan Wan Lui berani bersikap sebagai
teman yang bebas dan sederajat" JanganKemelut Tahta Naga II/13
19 jangan ia akan kehilangan teman, dan
ketambahan orang yang dengan resmi terusterusan membungkuk hormat kepadanya ".
"Mudah-mudahan kepribadiannya cukup
kuat dan tidak silau kepadaku, biarpun kelak
setelah dia mengetahui siapa diriku," Kui Thian
Cu dalam hatinya. Malam itu, di salah satu ruangan dari gedung
Cong-peng-hu, kediaman resmi dari Siau Gim
Heng di Kim-teng, Nampak Kui Thian Cu dan
Wan Liu tengah duduk santai. Bercakap-cakap
sampai jauh malam sambil minum-minum arak
biarpun tidak sampai mabuk. Sengaja Kui Thian
Cu menyuruh pengawal-pengawalnya menjauh
di luar, agar suasana persahabatan yang akrab
itu tidak terganggu oleh pengawal-pengawal
yang berwajah angker, kaku dan bersikap
rewsmi itu. Di luar, langit yang berwarna biru gelap
hanya dihiasi sepotong bulan sabit yang tipis
bercahaya pucat lemat, Angin malam terasa
dingin mengiris kulit, tapi hangatnya arak masih
Kemelut Tahta Naga II/13 20 sanggup menandingi cuaca malam tak
bersahabat itu. "Di kota-kota lain yang seukuran dengan
Kim-ten ini, dimalam haripun biasanya masih
terdengar suara manusia dijalanan," kata Wan
Liu mengomentari suasana itu. "Tapi Kim-teng
ini lain, apakah karena berandal-berandai Kiuliong-san cukup terasa di kota ini?"
"Bukan," jawab Kui Thian Cu sambil memainmainkan cawan araknya yang baru saja
ditenggak isinya. "Sudah beberapa hari aku
tinggal di sini. Malam malam sebelumnya juga
tidak sesepi ini, terutama di tempat-tempat
seperti warung arak atau tempat-tempat judi
dan pelesiran, tapi malam ini memang agak
khusus." "Apa khususnya, Kui-heng?"
"Karena sekarang ini tanggal lima belas
bulan tujuh." "Lho, apa bedanya tanggal limabeias bulan
tujuh dengan hari-hari lainnya?"tanya Wan Lui
heran. Kemelut Tahta Naga II/13 21 "Wan-heng, tidak aneh kalau kau belum tahu
kepercayaan di wilayah Tiong goan ini, karena
kau berasal dari Liau-tong yang kepercayaannya berbeda. Menurut kepercayaan
orang-orang Han. tanggal ini adalah saatnya
para dewa melepaskan arwah-arwah penasaran
yang terbelenggu, banyak di antara arwah itu
tak punya lagi sanak keluarga sehingga mereka
kelaparan karena tak mendapat sesajian. Nah,
arwah-arwah inilah, yang menurut kepercayaan, bergentayangan dan sering
mengganggu. Karena itulah orang-orang tidak
berani berada di luar rumah, takut mendapat
gangguan arwah-arwah kelaparan itu."
"Ah, menyeramkan sekali," desah Wan Lui.
Dan seolah untuk memperkuat pernyataan itu,
dari kejauhan terdengar suara anjing melolong
panjang, menggidikkan bulu tengkuk. Kata
orang tua, anjing-anjing itu sedang melihat
lewatnya mahluk- mahluk halus.
Kui Thian Cu menuangkan lagi secawan arak,
dan sambil menatap kalung kayu berbentuk
salib yang tergantung di leher Wan Lui.
Kemelut Tahta Naga II/13 22 Biasanya kalung itu tidak kelihatan, namun
ketika Wan Lui membuka kancing bajunya,
kalung itu jadi kelihatan oleh Kui Thian Cu.
"Saudara Wan, agaknya kau penganut agama
baru itu?" "Ah, agama itu dibilang baru sebenarnya juga
tidak, masuknya ke negeri ini sudah berabadabad, hanya tersebarnya tidak meluas.
Bukankah Kaisar Tong-siu-cong dari dinasti
Tong, seribu tahun yang lalu juga sudah
memeluk agama salib ini" Biarpun yang
dianutnya dari sekte Thai-cin yang berbeda
dengan sekteku, namun dasarnya sama saja.
Begitu juga banyak panglima bawahan Jengish
Khan yang beragama sama, dan sampai
sekarang masih ada peninggalan, biara Yan-sin
di luar kota Teng-kong."
Kui Thian Cu mengangguk-angguk Pengetahuan apa saja memang menarik
minatnya, ia percaya makin banyak pengetahuannya akan makin bijaksanalah kelak
kalau tanggung-jawab mahaberat itu sudah
dipikulnya. Kini didengarkannya Wan Lui
Kemelut Tahta Naga II/13 23 bercerita tentang agama salib itu, yang biarpun
hanya sedikit pengikutnya namun termasuk
agama kuno, di benua barat bahkan kabarnya
menjadi agama hampir seluruh rakyatnya.
"Memang dalam catatan sejarah disebutkan
Tong-siu-cong memeluk agama ini. Apakah
sama dengan yang kau anut, Wan-heng?"
"Dalam tiap agama tentu ada aliran-aliran,
biasanya karena perbedaan penafsiran ajaran
pokok. Dalam agama kamipun demikian. Sekte
Thai-cin datang dari Siria, masuk ke negeri ini
kira-kira seribu limaratus tahun yang lalu.
Sedang yang kuanut ini sama dengan orangorang Portugis di Makao itu."
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Yang suka begini?" Kui Thian Cu bertanya
sambil menyentuhkan jari-jari nya ke tengah
jidat, dada, pundak kiri lalu pundak kanan.
"Yah," Wan L.ui tersenyum. "Itupun bukan
baru. Dibawa oleh orang-orang bule itu. Di
jaman Kaisar Beng Siu Ceng dari dinasti Beng.
agama itu sudah tersebar di pantai timur."
"Lalu bagaimana pandanganmu tentang
kepercayaan arwah-arwah kelaparan itu?"
Kemelut Tahta Naga II/13 24 "Ako tidak berhak melihat keyakinan orang
lain dengan ukuran-ukuran keyakinanku
sendiri. Selain tidak adil juga bisa menimbulkan
sakit hati orang lain." sahut Wan Lui. "Tidak adi
dan menyakiti hati itulah yang terlarang dalam
agamaku." "Bagaimana Wan-heng bisa sampai menganut agama itu, padahal Liau-tong jauh
tempatnya dari Makao, sarang orang-orang
Portugis itu?" "Agama itu diseberangkan dari Nagasaki di
Jepang oleh pendeta-pendeta Portugis, lebih
dulu ke Tiau-sian, lalu sampai ke Liau-tong."
Kui Thian Cu nampaknya puas mendengar
jawatan bijaksana Wan Lui tentang menilai
keyakinan orang lain itu, sekaligus heran juga
bahwa sahabat barunya yang mengaku di Tiangpek-san cuma sebagai "pemburu dan penggali
ginseng" itu bisa mengeluarkan kata-kara
demikian. Sementara itu, dari jauh kembali terdengar
anjing melolong panjang. Kemelut Tahta Naga II/13 25 "Nampaknya benar-benar ada setan lewat,"
kata Kui Thian Cu sambil tertawa.
"Mungkiri saja," sahut Wan Lui. "Dalam kitab
suci agamaku, mahluk-mahluk tak terlihat
macam itu memang dicatat juga, disebut
dengari Thian-kun (tentara langit). Merekalah
malaikat-malaikat yang ingin disembah seperti
Thian sendiri." "Suatu keyakinan, pelaksananya di dua
tempat bisa berbeda. Biarpun sama sama
bangsa Han, menyambut tanggal limabelas
bulan tujuh ini di Kang-pak (Utara sungai besar)
sini dan di Kang-lam (selatan sungai besar)
sana, sungguh berbeda sekali. Di sini
mencengkam menakutkan Di Kang-lam sana
justru menimbulkan suasana pesta meriah."
"Lho, kok bisa begitu?"
"Ya memang begitu, sudah berabad-abad
berjalan begitu tanpa ada yang mempertanyakannya. Di Kang-lam, malam ini
justru orang-orang berramai-ramai keluar
rumah untuk menuju tempat-tempat berair
seperti sungai atau danau, untuk mengadakan
Kemelut Tahta Naga II/13 26 Pesta Lentera. Setelah setiap keluarga
bersembahyang di rumah masing-masing untuk
arwah keluarga mereka sendiri, lalu mereka
melepaskan lentera-lentera terapung dalam
berbagai bentuk, berkerangka bambu berkulit
kertas, di beri lilin dan sesajian. Katanya untuk
menghibur arwah-arwah yang sudah tak
bersanak-keluarga tapi agar tidak mengganggu
yang masih hidup." "Sungguh menarik."
"Ya. Jauh dari suasana menyeramkan seperti
di sini. Bahkan kemudian keindah lampu
lentera-lentera terapung itu diperlombakan,
dinilai siapakah yang paling bagus membuatnya. Sayang, aku hanya mendengar
cerita orang dan belum melihat sendiri."
Wan Lui mengangguk-angguk. "Untuk tujuan
yang sama memang bisa ditempuh cara yang
berbeda. Memandang satu masalah, sudut
pandangan pun bisa berbeda sehingga
mendapat kesan yang berbeda pula. Di sini
menakutkan, di sana malah suasana pesta."
Kedua sahabat baru itu bercakap-cakap terus
dengan santai. Karena memang tak ada pokok
Kemelut Tahta Naga II/13 27 pembicaraan tertentu, maka yang diomongkan
juga "ngalor-ngidul" dengan bebas, apa saja
yang menarik hati. Tengah mereka bicara asyik, tiba-tiba kuping
Wang Lui yang tajam mdengar di halaman luar
seperti ada suara tubuh yang roboh, namun
begitu perlahan sehingga hampir tak terdengar.
Sikap santai Wan Lui tiba-tiba lenyap, diganti
dengari sikap waspada. Seandainya ia seekor
serigala, tentu kuping nya sudah berdiri saat itu.
Desisnya. "Kui-heng, di luar nampaknya ada
yang tidak beres." Kui Thian Cu agaknya amat mengandalkan
pengawal-pengawalnya, terutama si jenggot
kambing Koh Hian Hong yang lihai silatnya.
Maka sikapnya tenang-tenang saja, tidak
setegang Wan Lui. "Di luar ada Pamar Koh dan
pengawal-pengawalku yang lain. Jangan
khawatir Wan-heng." Baru saja selesai kata-kata Kui Thian Cu, di
luar ruangan terdengar suara langkah bergegas.
Lalu pintu ruangan didorong dari luar tanpa
diketuk lebih-dulu. Dan masukiah Koh Hian
Kemelut Tahta Naga II/13 28 Kedua sahabat baru itu bercakap-cakap terus
dengan santai. Karena memang tak ada pokok
pembicaraan tertentu, maka yang diomongkan
juga "ngalor-ngidul" dengan bebas,
apa saja yang menarik hati.
Kemelut Tahta Naga II/13 29 Hong dengan sikap mergherankan, biasanya ia
"bersikap hormat" dan kalau mau masuk
mengetuk pintu lebih dulu. Kali ini langsung
menyerobot, wajahnya tegang, malah tangannya
sudah menggenggam pedang telanjang.
Namun demi melihat Kui Thian Cu masih tak
kurang suatu apa di ruangan itu, ketegangannyapun mengendor. Pedangnya
diturunkan sehingga ujungnya menyentuh
lantai. "Ada apa, Pamar Koh?" tanya Kui Thian Cu
heran. "Syukurlah Siau-ya tidak kurang suatu
apapun," jawaban yang melenceng dari
pertanyaannya itu cukup mengheran kan,
sekaligus juga memperlihatkan kecemasannya.
"Lho, memangnya ada apa?"
Koh Hian Hong berterus terang agar tuan
mudanya itu waspada. "Siau-ya, dua pengawal
kita di halaman Belakang telah dibunuh, entah
oleh siapa." Kui Thian Cu maupun Wan Lui sama-sama
terkejut. Maklumlah, pengawal-pengawal Kui
Kemelut Tahta Naga II/13 30 Thian Cu itu bukan orang sembarangan
Seandainya terbunuhpun, paling tidak akan
didahului suara perkelahian tanda perlawanannya. Namun sekali ini tanpa
terdengar suara yang berarti, tahu-tahu dua
orang sudah terbunuh. "Bagaimana dengan pengawal-pengawal
lain?" "Demi keselamatan Siau-ya dan juga
keselamatan mereka sendiri, aku sudah
menyuruh mereka berada di luar ruangan ini,
tidak jauh dari pintu. Maafkan kalau aku
melancangi perintah Siau-ya. Dari depan pintu
ruangan ini, kedua halaman samping bisa
diawasi dengan baik."
Kui Thian Cu lalu bangkit mengambil
pedangnya di dinding untuk digantungkan di
pinggangnya sendiri. Sedangkan Wan Lui
berkata, "Kui-heng, karena aku kalau bepergian
tidak pernah membawa senjata, bisakah aku
dipinjami sebatang pedang?"
Kemelut Tahta Naga II/13 31 Permintaan itu agaknya mengheran kan Kui
Thian Cu. "Wan-heng, jadi kau juga pernah
mempelajari silat" Baru sekarang aku tahu."
Sebelum Wtn Lui menjawab, Koh Hian Hong
sudah mendahului menjawab tanpa menyembunyikan sikap curiganya. "Jadi Wanheng baru tahu sekarang kalau Wan-heng ini
seorang pesilat tangguh" Kalau aku, sejak di
jembetan sungai Pek-hi-kang itu sudah
menduga kalau Wan-heng seorang pesilat yang
menyembunyikan maksud tertentu."
Semenjak Wan lui menjadi sahabat Kui Thian
Cu, Koh Hian Hong senantiasa menunjukkan
sikap ramah dan hormat kepada Wan Lui,
biarpun tetap menjaga jarak. Namun kini
setelah matinya dua pengawal secara tak
terduga, dia mulai curiga kepada Wan Lui. Katakatanya tajam, tanpa tedeng aling-aling dia
menuduh Wan Lui. Kui Thian Cu paham benar, sikap Koh Hian
Hong itu tidak bertandasan atau iri, melainkan
semata-mata karena mengkhawatirkan keselamatan dirinya. Kemelut Tahta Naga II/13 32 Sedang Wan Lui pun merasa tidak enak.
Untuk membersihkan diri dari kecurigaan, ia
segera melangkah keluar sambil berkata, "Koh
Sian-seng, jaga baik-baik Kui-heng di ruangan
ini. Biar aku mencoba menemukan siapa
orangnya yang berniat jahat ini."
Koh Hian Hong mengangguk canggung.
Namut baginya malah kebetulan kalau bisa
mendampingi tuan mudanya ini, dan
melindunginya secara langsung.
Ketika itu Wan Lui sudah sampai ke halaman.
Malam gelap dan angin bertiup kencang, lolong
anjing liar semakin sering terdengar di
kejauhan. Sang rembulan yang tadinya nampak,
kini tiba-tiba dikerudungi awan hitam dan tebal.
Biarpun suasana seperti ini cukup menakutkan,
tapi mestinya ya biasa saja dan sudah sering
dialami Wan lui. Hanya, kali ini naluri tajam
Wan Lui merasakan ada sesuatu yang ganjil,
bahkan cenderung gaib. Matanya seolah diusap
rasa kantuk yang makin lama makin berat.
Sesaat Wan Lui berdiri mematung,
menghimpun semangatnya untuk memper
Kemelut Tahta Naga II/13 33 tahankan diri terhadap serangan yang lebih
bersifat kejiwaan daripada fisik itu. ketika
tubuhnya terasa hangat dialiri tenaga saktinya,
dia bebas dari rasa kantuk itu, lalu berseru,
"Sobat-sobat pengawal......"
Dari sudut-sudut gelap halaman itu, atau dari
balik pepohonan, terdengar jawaban-jawaban
pelan bernada rendah, lalu bermunculanlah sisa
delapan pengawal Kui Thian Cu. Anehnya, kalau
siang tadi mereka masih kelihatan sigap penuh
semangat, kini mereka nampak loyo dan amat
mengantuk, seolah telah minum obat tidur
berlebihan. Terkesiaplah Wan lui melihat itu.
"Di mana para perajurit pengawal Congpeng-hu" Bukankah mereka seharusnya berjaga
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di bagian luar juga" tanya Wan lui. "Kenapa tak
kelihatan batang hidungnya seorangpun, atau
terdengar suara mereka?"
"Mereka tidur semua," salah seorang
pengawal Kui Thian Cu menjawat sambil
menguap lebar-lebar, tubuhnya mendoyong
perlahan ke samping hendak roboh, tapi dengan
geragapan ia segera menegakkan tubuhnya
Kemelut Tahta Naga II/13 34 kembali. Biarpun nampak konyol, tapi
setidaknya mereka menunjukkan kelebihan dari
perajurit-perajuritnya Siau Gin Heng di bagian
luarnya. Pengawal-pengawal Kui Thian cu itu
agaknya masih nampak tetap bertahan biarpun
dengan susah payah. Tapi Wan Lui sudah cukup menyadari betapa
gawatnya keadaan. "Saudara-saudara, bertahanlah dan berjaga di sini bersama Koh
Sian Seng. Tolong aku dipinjami satu pedang
kalian." Salah seorang pengawal mengulurkan
pedangnya. Begitu menerima senjata itu, tubuh
Wan Lui langsung melesat keatas atap bagaikan
seekor burung. Sejenak ia berdiri di atas
genteng, pandangan tajam dari seorang
pemburu binatang malam disapukannya ke
segala arah. Kegelapan yang pekat dan merata
menyungkup kota kim-teng. Pucuk-pucuk atap
rumah-rumah kelihatan kabur, hampir berbaur
dengan warna cakrawala hitam kelam.
Tiba-tiba angin yang dingin mengiris kulit
seolah berhembus mengelusnya, Wan Lui
Kemelut Tahta Naga II/13 35 menggigil sebentar, namun bukan karena takut,
meskipun sempat pula ia berpikir, "Barangkali
barusan ada arwah kelaparan lewat di
sebelahku." Ketika pandangannya tertuju ke suatu arah,
tiba-tiba dilihatnya kejauhan ada nyala api yang
hanya sekejap lalu padam. Wan Lui heran,
sebab cahaya api itu nampaknya ada di atas
rumah Ada orang mau memasang lenterakah
Tapi kenapa di atas rumah" Atau.........atau
bukankah malam ini tanggal limabelas bulan
tujuh" "Ah, persetan. Coba kulihat bagaimana
tampangnya arwah kelaparan itu," pikir Wan
Lui. Terdorong kuat oleh rasa ingin tahu yang
mengalahkan rasa takut, ia bermaksud
mendekat untuk menyelidiki. Tapi ia tidak mau
gegabah, ia tidak mendekat langsung dengan
ilmu meringankan tubuhnya, melainkan
merunduk ringan bagaikan seekor kucing, di
balik bayang-bayangan atap.
Kemelut Tahta Naga II/13 36 Setelah dekat dan memperhatikan lebih
cermat, tercenganglah ia. Nampak seorang yang
berpakaian imam, duduk di atas atap.
Rambutnya yang mestinya digelung, kini diurai
lepas. Di tangannya ada bendera segitiga kecil
warna hitam, yang dikalangan penganut ilmu
gaib bisa dipanggil Hong-hun-ki, katanya
bendera "pemanggil" angin dan mega. Tiap kali
bendera itu Akibat-kibarkannya ke segala arah,
seperti seorang jenderal memimpin pasukannya
pertempuran. Sambil bibirnya komat-kamit
menggumamkan mantera. Wan Lui segera merasakan akibat dan
tingkah imam itu. Tiba kibasan benderanya
delapan kali, terasa hawa yang membuat
mengantuk itu meningkat selapis demi selapis.
Lalu dilihatnya imam itu mengeluarkan sehelai
kertas kuning yang biasa disebut "hu" (kertas
jimat), dijepit dengan dua jarinya, dikibaskan
dan hu itu menyala sendiri tanpa disulut dan
jadi abu. Berbarengan dengat bertiupnya angin
keras entah dari mana dan juga mega hitam di
langit yang juga entah darimana.
Kemelut Tahta Naga II/13 37 Maka teringatlah Wan Lui akan cerita orang,
bahwa di pedalaman Tiong-goan ada kaum yang
disebut Pek-lian-kau (agama teratai putih) yang
gemar main-main dengan ilmu gaib. Secara
politis golongan ini dilarang berkembang oleh
Pemerintah Manchu, sebab kabarnya golongan
ini berniat membangkitkan kembali Kerajaan
Beng dengan menumbangkan pemerintah
Manchu. Beng-thai-cu (leluhur dinasti Beng) Cu
Goan-ciang yang kemudian bergelar Kaisar
Hong-bu, sebelum menjadi raja adalah anggota
Pek-lian-kau, bahkan naiknya ke tahta juga
dengan dukungan Pek-lian-kau. Meskipun
pernah juga ia berusaha menumpas Pek-liankau. namun ketika Kerajaaan Beng runtuh dan
Kerajaan Manchu berdiri, Pek-lian-kau tetap
memperjuangkan kebangkitan kembali Kerajaan Beng. Melihat tingkah laku imam itu. Wan Lui
langsung menduga orang Pek-lian-kau, yang
agaknya mengincar Kui Thian Cu sebagai
pejabat tinggi Kerajaan Manchu. Yang bergolak
dalam hati Wan Lui kemudian bukanlah sekedar
Kemelut Tahta Naga II/13 38 ingin membela seorang teman baik, tapi juga
perasaan jemu melihat perlawanan tak habishabisnya terhadap pemerintah Manchu. Di sini
agaknya Wan Lui tak berdaya membebaskan
diri dari perasaan kesukuannya, karena dia
adalah seorang Manchu tulen.
Ia pun memutuskan untuk bertindak kepada
si imam yang agaknya sedang mempraktekkan
ilmu gaib (Hoat-sut) itu. Kebetulan Wan Lui pun
tahu sebuah cara sederhana untuk menghidupkan penangkal ilmu gaib macam itu.
Digigitnya bibirnya sendiri sehingga berdarah,
lalu dikumurnya darah campur ludah dalam
mulutnya. Selagi imam itu masih sibuk dengan jimatjimatnya, Wan Lui melompat keluar dari
persembunyiannya seperti seekor burung
rajawali, langsung ke arah si imam sambil
membentak, "Imam siluman, hentikan sihir
jahatmu!" Setelah dekat, air ludah berdarah yang sudah
disiapkan dalam mulut itu disemburkan kuatkuat ke arah bendera Hong-hun-ki di tangan si
Kemelut Tahta Naga II/13 39 imam. Aneh juga bahwa bendera kecil itu tibatiba menyala dengan api berwarna kehijauhijauan, lalu musnah jadi abu dan tinggal
gagangnya saja. Si imam terkejut oleh datangnya serangan
tak terduga itu. Kerugiannya yang terbesar
bukanlah gagalnya serangan ke alamat Kui
Thian Cu dan pengawai-pegawalnya, sebab hal
itu bisa diulang lain waktu, melainkan
musnahnya bende ra Hong-kun-kinya itu.
"Bangsat cilik, kau pasti begundal Manchu!"
dengan gusar ia menyambitkan tangkai bendera
ke muka Wan Lui. "Kau harus kumampuskan
lebih dulu!" Agaknya si imam lincah juga dalam bersilat,
la melompat ringan ke atap bumbungan rumah
sebelah, menghindari terjangan Wan Lui yang
seperti angin puyuh. Ketika tangannya bergerak
ke pinggang, tahu-tahu ia sudah melepas
cambuk yang langsung disabetkan ke wajah
Wan Lui dengan tipu silat Ok-liong lo-hai (Naga
Jahat Mengaduk Lautan), la memainkan cambuk
dengan mahir. Bagian tengah cambuknya
Kemelut Tahta Naga II/13 40 hendak menjerat batang pedang Wan Lui,
sedang ujung cambuknya melejit ke atas dan
siap membuat wajah Wan Lui jadi babak belur.
Wau Lui menghentikan laju tubuhnya sambil
menunduk menghindar, pedangnya turun
membabat sepasang kaki si imam dengan jurus
Ji kong-cam-co (Ji Kong memotong ular). lawan
mundur, Wan Lui mendesak, la maju sambil
memutar tubuh, membacok pinggang dengan
gerakan Hwe-liong-kui-hai (Naga Pulang ke
Laut). Tindakan yang penuh resiko, sebab Wan
Lui melakukan putaran tubuh tanpa lebih dulu
menghitung kecepatan lawan, apakah mampu
memanfaatkan kesempatan sepersekian detik di
saat punggungnya menghadap lawan atau tidak.
Namun beruntunglah Wan Lui. gerak
nekadnya mengejutkan lawan. Ternyata si
imam memang tak mampu peluang bagus selagi
punggung Wan Lui menghadap ke arahnya
selagi berputar. Si imam dipaksa melompat
mundur jauh-jauh. Wan Lui mengejar, dan terjadilah pertempuran sengit. Pedang melawan cambuk.
Kemelut Tahta Naga II/13 41 Ketika tangannya bergerak ke pinggang tahutahu ia sudah melepas cambuk yang langsung
disabetkan ke wajah Wan lui dengan tipu silat
Ok-liong-lo-hai (Naga Jahat Mengaduk lautan).
Kemelut Tahta Naga II/13 42 Mereka berlompatan lincah di diatas genteng,
mengadu tipu silat dan kecerdikan.
Bagaimanapun juga, akhirnya imam itu jatuh
ke bawah tekanan Wan Lui yang sudah
mewarisi semua ajaran silat Pak Kiong Liong.
Imam itu mulai terdesak. Mula-mula
sebagian rambutnya yang terurai itu kena
terbabat sedikit oleh pedang Wan Lui. Beberapa
jurus kemudian, ketika ia melompat untuk
menghindari sabetan ke kaki, geraknya kurang
cepat sehingga telapak sepatunya kena tertabas
sedikit. Hal itu cukup membuat semangat
tempurnya merosot, dan permaianan silatnya
jadi kian tak keruan, keadaannya makin
berbahaya. Suatu saat, ia mengayun cambuk sekuatnya
dengan tipu Leng-coa siam-keng (Ular Sakti
Melilit Leher), cambuknya menderu menjadi
segugusan cahaya memanjang yang mengancam
leher Wan Lui. Cepat-cepat Wan Lui
menjatuhkan diri sambil melakukan tendangan
Bu-siang toat-beng (Setan Jahat Mencabut
Kemelut Tahta Naga II/13 43 Nyawa) yang tepat kena lutut si imam. Imam itu
menjerit keras. Kali ini si imam benar-benar kehabisan
semangat. Dengan terpincang-pincang tapi
cukup cepat karena diburu ketakutan, ia balik
tubuh dan kabur. Ketika dari atas atap
melompat turun ke sebuah lorong gelap, hampir
saja dia terjerembab karena lututnya yang sakit.
"Jangan lari! Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu!" bentak Wan Lui
sambil mengejar, ia penasaran kalau ingat
bahwa dua nyawa pengawal Kui Thian Cu sudah
melayang. Dalam keadaan waras pun belum tentu si
imam sanggup, lepas dari kejaran ilmu
meringankan tubuh yang hebat dari Wan Lui,
apalagi dalam keadaan cidera kaki. Si imam
sadar, akhirnya kalau diteruskan ia akan
tertangkap. Karena itu, sambil berlari dia mulai
membaca mantera pula, sambil mengeluarkan
bendera kecil lainnya yang disebut Sip-hun-ki
(Bendera pemanggil arwah).
Kemelut Tahta Naga II/13 44 Sementara itu Wan Lui mengejar dengan
bersemangat. Namun tiba-tiba mega hitam di
langit muncul kembali begitu tebal, bahkan
mega itu seolah-olah turun merendah sehingga
cuaca jadi gelap sekali, dibarengi angin bertiup
kembali dengan keras. Wan lui jadi tak bisa
melihat buruannya yang seolah-olah lenyap
begitu saja.
Kemelut Tahta Naga 2 Karya Stefanus S.p di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selagi ia celiugukan mencari, tiba-tiba di
hadapannya muncul tiga sosok tubuh entah dari
mana datangnya. Mereka semua berbaju
ringkas warna kuning dengan tangan
memegang pedang. Tiga orang itu berwajah
agak aneh, seperti bukan-wajah manusia hidup
melainkan wajah dalam lukisan di atas kertas
saja. Mimik wajah mereka beku, cahaya mata
mereka nyaris hampa seperti mata mayat.
"Minggir kalian!" bentak Wan Lui keraskeras. Ia bersuara keras untuk mencoba
mengusir rasa seram yang mulai menyusup ke
hatinya. Sambil mengharapkan mudahmudahan di kesunyian itu ia akan mendengar
suara manusia lain, biarpun musuh sekalipun
Kemelut Tahta Naga II/13 45 asal manusia. Tetapi suasana mencengkam gaib
yang melingkupinya itu tidak gampang
dibuyarkan. Ketiga penghadang itu tetap bungkam,
melainkan tiba-tiba bergerak menjerit, menyerang dengan pedang mereka. Gerak
pedang mereka sederhana, bahkan tiduk
nampak seperti ilmu silat, namun cukup
berbahaya. Terpaksa Wan lui melawan.
Pikirnya, biar tidak bisa menangkap si imam,
asal bisa menangkap salah satu dari ketiga
lawan ini untuk ditanyai.
Belasan jurus Wan Lui melawan ketiga
musuh itu, dan tiba-tiba bulu tengkuknya
bergidik ketika menjumpai suatu kenyataan
yang tidak masuk akal. Ketiga lawannya sudah bergerak sekian
lama, mestinya ya kedengaran suara napas
mereka, bagaimanapun perlahannya.
Tapi ketiga lawan Wan Lui ini tidak. Mereka
terus menyerang dengan hebat, tapi tak ada
suara napas, tak terlihat titik keringatpun di
jidat mereka. Kemelut Tahta Naga II/13 46 Hampir saja Wan Lui melempar pedangnya
dan lari terbirit-birit dari situ. Keringat dingin
mengalir, bulu kuduknya meremang. Manusia
atau apa yang dihadapi ini" Untunglah masih
ada akal sehatnya. Ingat akan keberhasilannya
memusnahkan bendera Hong-hun-ki milik si
imam tadi, Wan Lui merasa harus mencoba cara
yang sama kepada ke tiga lawan ini.
Sisa darah berasal dari bibirnya yang
digigitnya sendiri tadi masih terkumur di
mulutnya. Pada suatu kesempatan, Wan lui
menyemburkan kembali ludah berdarah kepada
ketiga lawannya ini. Ternyata ketiga lawannya ini langsung
roboh, dan ketika angin berhembus, tubuh
ketika "lawan"nya itu terangkat dan melayanglayang sebentar sebelum menggeletak ringan di
tanah. Ketiga "lawan" itu telah menyusut kecil
menjadi kertas-kertas kuning yang digunting
berbentuk orang membawa pedang, panjang
kertas itu kira-kira dua jengkal. Pada
Dua Musuh Turunan 8 Lima Sekawan 02 Menaklukkan Agen Rahasia Pengelana Rimba Persilatan 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama