Kota Srigala Karya Stefanus S P Bagian 4
"Siapa kau?" bentak seorang anak buah Lam
Sek-hai ketika melihat Yo Siau-hou mendekati
arena. Jawabannya adalah taburan pasir ke wajah
dua musuh. Mereka terkejut dan terlambat
membela diri, sesaat kemudian mereka sibuk
membersihkan mata sambil mencaci maki.
Lawan yang ketiga mengayunkan tongkatnya, dan Yo Siau-hou amat berselera
untuk menggunakan tongkat lawan yang cocok
dengan keahliannya itu. Secara berani, ia
menangkiskan lengan kirinya yang keras ke
tongkat lawan, sambil mendesak maju setengah
membungkuk. Si penyerang berhasil dijotos
hidungnya dan roboh, tongkatnya benar-benar
berhasil "dipinjam" oleh Yo Siau-hou.
Yo Siau-hou tidak berhenti bergerak sedetik
pun. Tongkat rampasannya menderu dua kali,
dua lawan yang sedang membersihkan mata
Kota Serigala Jilid 7 6 dari pasir itupun digebuknya roboh tanpa
ampun. Tapi bukan kepalanya yang dipukul.
Kemudian ia langsung menerjang ke tengahtengah musuh, mengayun-ayunkan tongkatnya
bagai orang gila, tapi otaknya masih
sepenuhnya waras. Korban keempat dan kelima
susul menyusul mendapat gilirannya.
Kawanan tukang kepruk itu jadi kacau.
Kesempatan itu digunakan oleh si gadis
berkedok untuk memungut kembali pedangnya,
dan mulai bertempur lagi biarpun dengan kaki
kesakitan. Kedatangan Yo Siau-hou untuk berpihak
kepadanya, membuat si gadis berkedok merasa
agak aneh. Tapi tidak sempat ia mencari
jawaban atas keheranannya. Saat itulah detikdetik untuk berlaga, bukan untuk berteka-teki.
Sempat diliriknya sekejap Yo Siau-hou...
Sekiranya Yo Siau-hou bertempur dengan
gaya Kim-jiok-bun, tentu ia akan segera jatuh
dalam kesulitan. Lebih dulu pasang kuda-kuda
serapi mungkin, bergeser berputar-putar
sambil memamerkan berbagai macam gaya peKota Serigala Jilid 7
7 Tongkat rampasannya menderu dua kali, dua
lawan yang sedang membersihkan mata dari
pasir itupun digebuknya roboh tanpa ampun.
Kota Serigala Jilid 7 8 mbukaan dan setelah bergebrak pun masih
pikirannya dibebani pilihan mau pakai jurus ini
atau jurus itu" Namun Yo Siau-hou tidak
demikian. Datang langsung mengamuk, dan
musuh pun kelabakan. Kakinya melangkah cepat setengah berlari,
tongkatnya tak pernah berhenti menderu,
mendahului setiap aksi dari pihak lawan.
Tongkat itu menyambar ke kiri, kanan,
belakang. Entah jurus apa, tapi menyodok,
menebas, naik, turun, berputar, menyilang,
mendatar, menegak, miring, pokoknya menuruti
kata hatinya saja. Sasaran tongkatnya juga tidak
memilih-milih lagi. Kalau ia memukul jidat dan
musuh menangkis, maka ya lengan yang
menangkis itu yang digebuk. Lutut, pinggul dan
bagian kaki juga jangan harap bisa aman dari
serbuannya. Begitulah, di tempat tinggalnya yang lama,
Yo Siau-hou sanggup memukul runtuh lalatlalat yang beterbangan. Dan kini yang
dihadapinya adalah manusia-manusia yang jauh
Kota Serigala Jilid 7 9 lebih besar, jauh lebih gampang dipukul dan
tidak bisa terbang... "Kita berhadapan dengan orang gila yang tak
kenal aturan silat!" teriak seorang anak buah
Lam Sek-hai gusar, tapi juga panik. Dua detik
kemudian, orang itu roboh dengan gigi depan
rompal kena sodokan tongkat "yang tak kenal
aturan silat" itu. Agak geli juga si gadis berkedok melihat cara
bertempur model baru dari "teman seperjuangan"nya itu.
Tidak lama kemudian, sudah sepuluh orang
anak buah Lam Sek-hai bergeletakan merintihrintih di tanah yang semuanya dirobohkan oleh
Yo Siau-hou. Si gadis berkedok sendiri hanya
merobohkan enam orang, jadi boleh dibilang
"kalah angka". Tapi hasil itu sudah cukup
membuat sisa anak buah Lam Sek-hai
ketakutan, lalu ambil jurus langkah seribu.
"Nona tidak apa-apa?" tanya Yo Siau-hou
kemudian kepada si gadis berkedok yang
terengah-engah. Kota Serigala Jilid 7 10 Sesaat si gadis berkedok membisu canggung.
Namun kemudian ia menyarungkan pedangnya
di punggung, sambil menjawab, "Terima kasih.
Tetapi budi dan dendam tetap jalan sendirisendiri. Kau sudah menolongku satu kali, kelak
akupun akan menolongmu satu kali, supaya
impas. Setelah itu, perhitungan dendamku tetap
akan kutagih darimu..."
"Kau membalas dendam untuk siapa?"
Si gadis berkedok tidak menjawab,
melainkan langsung membalikkan tubuh dan
berjalan meninggalkan bukit Ke-hong-nia
dengan langkah agak pincang.
Yo Siau-hou cuma menatapnya sambil
menarik napas beberapa kali.
Kemudian Yo Siau-hou membuang tongkat
rampasannya, dan berlalu pula dari situ.
Mengambil arah lain dari gadis berkedok itu.
Ia berjalan sambil setengah melamun,
sehingga ketika tiba di kaki bukit ia dikejutkan
oleh suara geram di belakangnya. Geram
kemarahan, "Pembunuh keparat, ganti jiwa Lotoa!"
Kota Serigala Jilid 7 11 Dengan kaget ia membalik tubuh. Namun
tidak sempat berbuat apa-apa ketika sesosok
bayangan menubruknya dengan dahsyat, dan
sebuah tinju sekeras besi menimpa dadanya
sehingga matanya berkunang-kunang dan
tubuhnya terhuyung-huyung.
Sosok bayangan itu masih hendak
menambahkan pukulan mautnya, tapi dari
kejauhan terdengar bentakan seorang lelaki
lainnya, "Lo-sam, jangan bertindak gegabah!"
Habis mendengar bentakan itu, kesadaran
Yo Siau-hou pun lenyap. Ia ambruk pingsan di
semak-semak di kaki bukit, bahkan untuk
melihat tampang penyerangnya saja tidak ada
banyak kesempatan. Cuma samar-samar.
**SF** Keesokan harinya, Lam Sek-hai tak keruan
marahnya mendengar laporan kegagalan anak
buahnya. Bukan saja jejak penculik gagal
ditemukan, malahan dua puluh orang anak
buahnya kena dihajar oleh "maling berkedok"
yang dibantu "seorang gila bertongkat"...
Kota Serigala Jilid 7 12 Betapapun gigih anak buahnya itu berdalih
macam-macam, mereka masing-masing tetap
mendapat persen dua gaplokan dari Lam Sekhai.
Lalu muncul Oh Kun-peng, tukang kepruk
yang paling diandalkan oleh Lam Sek-hai. Tapi
si tukang kepruk andalan ini pun hanya
melaporkan kegagalannya membuntuti untuk
mengetahui kemana perginya Hu Kong-hwe
semalam. Dia pun mendapat hadiah tiga
gaplokan... Dengan teriakan menggeledek, Lam Sek-hai
lalu mengusir semua orang-orangnya dari
hadapannya. Mereka semua berhamburan lari
keluar seperti anjing-anjing kena tendang.
Selagi Lam Sek-hai ingin menyendiri untuk
menenangkan gejolak jiwanya, malah Pangeran
In Kong-beng muncul dari ruangan belakang.
Agaknya dia sudah mendengar apa yang terjadi
di ruangan itu, dan kini datang untuk melihat.
"Bagaimana, Hiantit?"
"Dasar anak buahku yang goblok semua,
Paman..." Lam Sek-hai menjawab lesu sambil
Kota Serigala Jilid 7 13 mengepalkan tinju. "Mereka belum menemukan
jejak penculik itu..."
In Kong-beng agak tersipu. Makian "goblok"
itu sebenarnya juga menyerempet pihaknya,
sebab semalam dia juga telah membawa muridmurid Kim-jiok-bun untuk mencari ke jurusan
lain, dan sama gagalnya. Satu-satunya
kelebihan, murid-murid Kim-jiok-bun tetap
pulang dengan sikap anggun, tidak babak-belur
seperti anak buah Lam Sek-hai. Tapi sama-sama
menubruk angin. Untuk menghapuskan sikap
canggungnya, In Kong-beng membelai-belai
jenggot putihnya sambil mengangguk-angguk.
Kemudian, untuk menutupi kegagalannya
sendiri, In Kong-beng mengambil sikap seorang
penghibur dalam menghadapi seorang yang
sedang ditimpa kemalangan. "Sudahlah, jangan
berkecil hati, Hiantit. Mungkin Hiantit perlu
mengubah cara menyelidiki jejak penculik itu.
Jangan dengan kelompok-kelompok bersenjata
yang berjalan terang-terangan, tapi menyebar
pengintai-pengintai ahli yang menyamar di
antara penduduk kota..."
Kota Serigala Jilid 7 14 "Akan segera kulakukan, Paman..." sahut
Lam Sek-hai sambil menopang kepalanya di
atas meja. Sedangkan dalam hatinya ia
mendamprat, "Tidak perlu banyak mulut, tua
bangka. Sok pintar, sedangkan kau sendiri juga
tidak menghasilkan apa-apa..."
Sebenarnya, kecurigaan Lam Sek-hai kepada
Hu Kong-hwe semakin tebal, namun ia merasa
tidak tepat mengutarakannya kepada Pangeran
In Kong-beng. Ia belum bisa memperhitungkan
bagaimana tanggapan In Kong-beng kalau
sampai mendengarnya, mungkin malah akan
melakukan tindakan tak terkendali yang bisa
merugikan Lam Sek-hai sendiri. Jadi, urusannya
dengan Hu Kong-hwe, untuk sementara masih
ditahannya untuk ditanggungnya sendiri tanpa
memberitahu pihak Kim-jiok-bun.
Begitulah, Lam Sek-hai merasa seolah-olah
kepalanya hampir meledak pecah. Terlalu
banyak yang dipikirkan, digelisahkan, tapi
harus ditanggungnya sendiri karena takut
diketahui orang lain. Orang-orang kepercayaannya pun dianggap hanya layak
Kota Serigala Jilid 7 15 disuruh kesana-kemari, tetapi belum cukup
layak diajak bertukar pikiran tentang
kesulitannya. Terlalu berbahaya, jangan-jangan
seperti anjing yang menggigit majikannya
sendiri. Sementara, kata-kata hiburan In Kong-beng
yang berkepanjangan dan bertele-tele itu tidak
membuatnya tambah lega, malah semakin
menambah rasa jemunya. Kalimat-kalimat basi
yang itu-itu juga, dan celakanya, tidak habishabis
seandainya bangsawan tua itu bawahannya, tentu bukan sekedar dibentaknya,
tapi mulutnya disumpal dengan sepatu.
"... sebagai seorang pendekar, jangan
gampang putus asa. Nanti pasti keadaan akan
menjadi cerah, sebab Hiantit adalah orang
budiman yang selalu dilindungi oleh Yang Maha
Kuasa. Selama ini Hiantit telah menanam
banyak kebajikan bagi penduduk Long-koan,
dan akan mendapat pahala yang layak, serta..."
Dan seterusnya. "Kapan setan jenggot putih ini membiarkan
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku sendirian dan berpikir dengan tenang?"
Kota Serigala Jilid 7 16 kutuknya sengit dalam hati. Tapi sambil
menunjukkan wajah tersenyum dan mengangguk-angguk, pura-pura amat berterima
kasih atas nasehat-nasehat itu.
Seorang pegawai Lam Sek-hai tiba-tiba
melangkah masuk dengan tangan membawa
sebuah nampan tertutup kain, dengan sikap
hormat ia mendekati ke arah Lam Sek-hai.
Untuk sementara, Pangeran In Kong-beng pun
menghentikan khotbahnya. "Ada apa?" tanya Lam Sek-hai kepada
pegawainya. "Taijin, di luar ada seseorang yang mohon
diperkenankan menghadap Taijin. Dan ia
memintaku untuk menunjukkan benda di atas
nampan ini kepada Taijin..."
"Benda apa itu?"
"Aku belum berani melancangi Taijin untuk
membuka tutupnya. Maka aku bawa kepada
Taijin..." "Sini. Biar aku lihat."
Si pegawai melangkah maju dengan hormat,
menyodorkan nampan tertutup kain itu.
Kota Serigala Jilid 7 17 Sementara Lam Sek-hai mulai menyingkap
tutupnya, dari seberang meja In Kong-beng
menjulurkan kepalanya sepanjang-panjangnya
untuk ikut melihat... Yang terletak di atas nampan selebar itu,
ternyata cuma sebentuk cincin batu giok
berukir. Tapi benda kecil itu kontan membuat
wajah Lam Sek-hai berubah hebat. Disambarnya
cincin itu untuk didekatkan ke matanya,
diamatinya dengan teliti, untuk meyakinkan
bahwa dia tidak salah lihat...
"Kenapa dengan cincin itu, Hiantit?" tanya In
Kong-beng yang heran melihat mimik muka
Lam Sek-hai. "Inilah cincin yang tak pernah lepas dari jari
A-peng, anakku. Hadiahku kepadanya pada hari
ulang tahunnya yang ke duapuluh, setahun yang
lalu..." In Kong-beng langsung berdiri sambil
meraba gagang pedangnya, dan berkata, "Kalau
begitu, orang yang datang mengantarkan cincin
ini pastilah anggota komplotan penculik yang
Kota Serigala Jilid 7 18 patut dihajar..." dan si pendekar tua ini terus
hendak melangkah keluar...
Lam Sek-hai terkejut melihat tindakan itu,
sampai tak terasa ia mencegahnya dengan
setengah membentak, "Jangan gegabah, Paman!
Taruhannya adalah keselamatan anakku!"
Rupanya karena begitu kuatir akan
keselamatan anaknya, suara Lam Sek-hai jadi
kelewat keras, melewati batas sopan-santun
yang selama ini dijaganya. Seperti membentak
orang bawahannya saja. Untung Ketua Kim-jiok-bun itu tidak
tersinggung, cuma mukanya agak merah dan
sikapnya jadi agak kikuk. Tapi ia duduk kembali
sambil menahan semangat "kepahlawanan"nya
yang menggebu-gebu. Sementara Lam Sek-hai telah memerintahkan pegawainya itu, "Suruh orang
itu masuk!" Si pegawai segera beranjak keluar.
Tidak lama kemudian, seorang lelaki tinggi
besar melangkah masuk sambil menyeringai,
memperlihatkan giginya yang coklat. Kota Serigala Jilid 7 19 Dandanannya lumayan bagus. Topi sutera,
jubah kain satin, ikat pinggang berkepala batu
giok, yang agak salah cuma ukurannya. Segala
dandanan mewah itu serba kekecilan untuk
tubuhnya yang besar dan penuh otot
bergumpal-gumpal itu. Jadinya mirip seekor
monyet besar yang coba didandani dengan
mewah untuk main topeng di pinggir jalanan.
Tetapi Lam Sek-hai tak terlalu menggubris
dandanan orang itu. Ia mengangkat cincin milik
anaknya, sambil bertanya, "Kau yang datang
mengantarkan cincin ini?"
"Ya," sahut orang itu sambil menyeringai
lagi. Dan tanpa menunggu dipersilakan, ia
langsung mengambil tempat duduk, dan
langsung pula menaikkan sebelah kakinya ke
atas kursi, seperti kebiasaannya kalau sedang
nongkrong di warung-warung murahan.
"Siapa kau?" tanya Lam Sek-hai pula.
"Ti-koan Taijin, namaku tidak penting. Nama
orang yang mengutus aku itulah yang penting.
Namanya Kongsun Hong dan sekarang si
Kota Serigala Jilid 7 20 keledai kecil Lam Kiong-peng itu ada dalam
genggamannya." Lam Sek-hai menggertak gigi menahan
amarahnya. Sedangkan Pangeran In Kong-beng
bertanya, "Siapa Kongsun Hong itu, Hiantit?"
Sahut Lam Sek-hai, "Seorang bandit tengik
yang sudah bertahun-tahun mengganggu
ketenangan rakyat di Ki-siong-koan dan
sekitarnya." Orang suruhan Kongsun Hong itu tiba-tiba
tertawa cekikikan mendengar penjelasan Lam
Sek-hai kepada In Kong-beng itu. Lalu dia
menambahi penjelasan itu, "Ya, pemimpinku
adalah bandit dan kami semua juga bandit.
Kami sama dengan Ti-koan Taijin ini. Samasama bandit. Hanya kalau kami bandit terang
terangan, kalau Ti-koan Taijin ini bandit yang
berselubung jabatan resminya dan..."
"Tutup mulutmu!" potong Lam Sek-hai gusar.
"Kau ingin mampus"!"
"Jangan coba-coba mengganggu seujung
rambutku pun, Ti-koan Taijin. Sebab kalau
sampai aku tidak kembali dengan selamat
Kota Serigala Jilid 7 21 kepada kawan-kawanku dengan batas waktu
sore nanti, maka kawan-kawanku akan mulai
menyembelih putera mustikamu itu!"
Lam Sek-hai memang tidak berani turun
tangan atas diri utusan yang nekad ini, tapi
mulutnya masih menyerocos dengan gusar,
"Siapapun tahu bahwa aku adalah pendekar
terhormat yang selalu berdiri paling depan
menghadapi kejahatan! Aku juga seorang hakim
yang berhasil membuat rakyat Long-koan
menikmati kesejahteraan di bawah keputusankeputusanku yang adil!"
Orang suruhan Kongsun Hong ini kembali
tertawa cekikikan, janggal juga melihat seorang
berperawakan begitu besar dan berwajah
seram, ternyata suara tertawanya mirip anak
gadis. Katanya, "Kalau di Long-koan ini semua
orang menganggapmu begitu mulia, ya bolehboleh saja. Tapi apakah kau mau ingkar bahwa
kaulah yang memberi modal rumah pelacuran
Ban-hoa-lim di Ki-siong-koan, dan juga..."
"Bohong!" teriak Lam Sek-hai, marah campur
kuatir kalau sampai suruhan Kongsun Hong itu
Kota Serigala Jilid 7 22 menguraikan darimana saja sumber penghasilannya yang amat besar itu. Padahal di
situ ada Pangeran In Kong-beng yang ikut
mendengarkan. Ia kuatir kalau ikatan keluarga
yang diperjuangkannya selama ini akan batal,
karena Ketua Kim-jiok-bun itu terkenal suka
menyebut dirinya sebagai "pembenci kejahatan
sampai ke akar-akarnya". Kalau pandangan
Ketua Kim-jiok-bun terhadap dirinya memburuk, mana mau dia menyerahkan cucu
perempuannya menjadi menantu seorang yang
berpenghasilan tidak halal"
"Dia hanya memfitnahku, Paman..." Lam Sekhai berusaha menjelaskannya kepada In Kongbeng. "... dia pasti hanya disuruh oleh suatu
pihak untuk memecah belah ikatan kekeluargaan kita, karena mereka merasa iri..."
In Kong-beng mengangguk-angguk dan
mengelus-elus jenggotnya. "Jangan kuatir,
Hiantit. Masa aku akan lebih mempercayai
orang yang tak keruan asal usulnya, daripada
mempercayai Hiantit yang sudah lama kukenal
sebagai sahabat mendiang puteraku?"
Kota Serigala Jilid 7 23 Entah ucapan benar-benar keluar dari dasar
hati atau cuma basa-basi, Lam Sek-hai tak bisa
memastikan. Namun setidaknya agak lega
mendengarnya. Sementara Lam Sek-hai berbicara dengan In
Kong-beng, orang suruhan Kongsun Hong itu
dengan tenangnya mengorek-orek lubang
hidungnya dengan telunjuk, lalu seenaknya
diusap-usapkannya telunjuknya ke pegangan
kursi, yang sehari dibersihkan tiga kali oleh
pegawai-pegawai Lam Sek-hai.
In Kong-beng mengerutkan alis melihat
tingkah laku orang itu. Kemudian Lam Sek-hai bertanya, "Nah,
keparat, sekarang katakan apa maksudmu
datang kemari dengan membawa cincin
anakku?" "Langsung dan singkat saja. Saat ini anakmu
ada di tangan kami. Nah, supaya bebas, kau
harus menyediakan uang dua puluh lima ribu
tahil emas dalam waktu tiga hari. Kami yakin
uang sejumlah itu tidak berat bagimu,
mengingat keuntungan yang kau peroleh dari
Kota Serigala Jilid 7 24 rumah-rumah judi, rumah-rumah pelacuran,
penyelundupan candu dari bandar Kanton,
belum lagi penghasilanmu dari..."
"Diam!" bentak Lam Sek-hai. "Kalian bukan
saja pemeras-pemeras yang licik, tapi juga
pemfitnah-pemfitnah bermulut kotor yang
berusaha menjatuhkan kehormatanku!"
"Baik. Baik. Anggap saja ucapanku tentang
sumber-sumber penghasilanmu tadi tidak
pernah kuucapkan..." kata suruhan Kongsun
Hong itu sambil tertawa cekikikan. "Nah,
bagaimana" Dua puluh lima ribu tahil emas, Tikoan Taijin yang dermawan?"
Mengingat betapa penting anaknya bagi
rencana-rencananya di masa depan, mau
rasanya Lam Sek-hai langsung menyanggupi
untuk membayar jumlah itu. Jumlah itu
memang tidak berat bagi Lam Sek-hai yang
sudah bertahun-tahun merampok rakyatnya
sendiri lewat judi dan candu. Tapi di ruangan
itu juga ada In Kong-beng yang ikut
mendengarkan. Kalau langsung sanggup, tentu
In Kong-beng akan curiga, darimana seorang TiKota Serigala Jilid 7
25 koan yang gajinya tidak besar itu punya uang
sebanyak itu" Dan begitu gampang pula
memberikan kepada orang lain"
Maka ia pura-pura menawar, "Wah, berat.
Selama ini aku menjalankan tugasku dengan
jujur, lurus, tidak terima suap, tidak memeras
pencari keadilan, darimana punya yang
sebanyak itu" Bagaimana kalau pembayarannya
aku cicil" Misalnya seperlima demi seperlima."
Orang suruhan Kongsun Hong agaknya mulai
habis kesabarannya melihat pelitnya Lam Sekhai. Sambil menggebrak meja, ia berkata keras,
"Kenapa waktu kau peralat pasukan Ciu Himtiang dari Ki-siong-koan, kau gorok kami
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekaligus dan tidak sedikit demi sedikit" Aku
tahu, kau meminjam tangan Ciu Him-tiang
menghancurkan kami, tak lain hanya agar kau
bisa menguasai sendiri sumber-sumber
keuntungan yang kusebut tadi. Licik kau. Purapura membasmi kami dengan dalih membela
rakyat padahal supaya bisa sendirian
mengangkangi perdagangan candu di sepanjang
Sungai Mutiara. Huh! Semua saingan kau
Kota Serigala Jilid 7 26 singkirkan dengan menggunakan tangan orang
lain!" Dengan agak takut-takut, Lam Sek-hai
melirik, menyelidiki wajah In Kong-beng,
bagaimana kira-kira kesannya terhadap ucapan
suruhan Kongsun Hong itu" Si bangsawan tua
itu masih mengelus-elus jenggotnya dengan
wajah tak mencerminkan apa-apa. Isi hatinya
susah ditebak. "Baiklah..." kata Lam Sek-hai kemudian.
"Bagaimana kalau dua kali bayar separuh demi
separuh?" "Boleh! Boleh! Nanti anakmu juga akan
dikembalikan dalam dua kali kiriman. Separuh
dulu, lalu separuh lagi!"
Alangkah geram Lam Sek-hai mendengar
jawaban itu. Kalau menuruti nafsu amarahnya,
ingin ia melompat dan meremas hancur wajah
tamunya itu. Namun demi keselamatan
anaknya, ia harus menahan diri.
"Aku minta waktu untuk... berpikir..."
"Asal tidak lebih dari tiga hari," sahut orang
suruhan itu sambil bangkit dari kursinya.
Kota Serigala Jilid 7 27 "Kuanjurkan jangan coba-coba mencari jalan
lain kecuali menuruti tuntutan kami. Uang itu
untuk ganti rugi kehancuran sarang kami, yang
sudah kau hancurkan dengan meminjam tangan
Ciu Him-tiang dari Ki-siong-koan. Apapun
dalihmu..." Lalu pergilah orang itu. Bilang permisipun
tidak. Tapi ketika sampai di ambang pintu, dia
berhenti, membalikkan tubuh dan berkata,
"Juga jangan coba-coba membuntuti aku. Pasti
ketahuan, sebab di sekitar gedungmu ini banyak
teman-temanku yang mengawasi sambil
menyamar di antara rakyat banyak. Kalau kau
nekad, jangan menyesal kalau kami kelak cuma
mengembalikan potongan-potongan tubuh
anakmu!" Lam Sek-hai tidak bisa berbuat apa-apa,
kecuali mengepalkan tinjunya kuat-kuat dengan
wajah merah padam. Setelah orang itu pergi, bertanyalah In Kongbeng, "Bagaimana baiknya, Hiantit?"
Kota Serigala Jilid 7 28 Lam Sek-hai menarik napas dan menjawab,
"Yaaah, rasanya belum terpikirkan cara lain
menyelamatkan anakku kecuali menuruti
kemauan bangsat-bangsat itu. Biarpun aku
tidak tahu darimana harus mendapatkan uang
sebanyak itu dalam waktu tiga hari..."
Sengaja ditunjukkannya kesan kesulitan
keuangan, agar ia dikira benar-benar pembesar
yang jujur. Padahal, asal mau membuka lacinya,
biarpun sepuluh kali lipat jumlah yang diminta
penculik pasti tersedia detik itu juga.
Pangeran In Kong-beng mengangguk-angguk
saja. Namun dalam pandangan Lam Sek-hai,
pangeran tua itu agaknya tidak terlalu
mempercayai dirinya sebagai pembesar jujur.
Buktinya, si bangsawan tua cuma menganggukangguk tapi tidak menawarkan bantuan
keuangan..." Tapi In Kong-beng juga diam saja.
Khotbahnya tentang kebenaran, keadilan dan
kejujuran sedang tidak mendapat waktu yang
tepat untuk dikhotbahkan di situ. Terhadap
seorang yang akan menjadi mertua cucu
Kota Serigala Jilid 7 29 perempuannya, yang berarti akan menjadi
penjamin masa depan keluarganya. Khotbahkhotbahnya khusus untuk orang yang tidak
bersangkut-paut kepentingan apa-apa dengannya... Meskipun demikian, Lam Sek-hai masih
perlu juga memberikan penjelasan panjang
lebar, agar sang pangeran jangan percaya
"ucapan bohong" utusan penculik tadi. Dan In
Kong-beng ya cuma mengangguk-angguk terus.
Saat itulah tirai pemisah antara ruang tengah
dan ruang dalam tersibak oleh tangan berkulit
halus dan berjari-jari lentik lembut, In Hiang
muncul dengan kun merah jambu. Ia berjalan
perlahan, jauh lebih perlahan dari biasanya,
seakan-akan di dalam sepatunya ada pakunya.
"Oh, cucuku, ada apa?" tanya In Kong-beng.
Sedangkan Lam Sek-hai cepat-cepat bangkit
dan menyambut dengan manisnya, duduklah di
sini. Bisa kumaklumi kalau wajahmu kelihatan
sedih, karena memikirkan calon suamimu yang
masih ditawan para penculik. Tapi jangan sedih,
Kota Serigala Jilid 7 30 demi kebahagiaanmu, pasti akan kubereskan
urusan ini..." "Terima kasih, Paman Lam..." sahut In Hiang
sambil mengambil tempat duduk.
"Ada yang hendak kau bicarakan, A-hiang?"
"Aku ingin menanyakan suatu peristiwa di
masa lalu, kepada Paman Lam."
Wajah Lam Sek-hai berkerut heran, begitu
pula In Kong-beng. "Soal apa, A-hiang?"
In Hiang mengangkat wajahnya sedikit,
"Itulah soal tewasnya ayahku, sepuluh tahun
yang silam. Aku mohon dengan hormat, agar
Paman Lam suka menceritakan sekali lagi
tentang peristiwa itu..."
Jantung Lam Sek-hai berdenyut lebih keras
mendengar permintaan calon menantunya itu.
Hari-hari belakangan itu, selagi hubungan
"saling menjaga rahasia" dengan Hu Kong-hwe
agak terganggu, maka In Hiang yang tiba-tiba
menanyakan soal lama itu sempat menimbulkan prasangkanya. Pikirnya, "Janganjangan gadis ini sudah bertemu dan berbicara
Kota Serigala Jilid 7 31 langsung Hu Kong-hwe, entah kapan dan di
mana?" "Eh, Paman Lam, nampaknya Paman
keberatan?" "Oh, ya... ya... eh, tidak. Maksudku, aku tidak
keberatan. Aku cuma merasa amat sedih setiap
kali ingat kejadian itu, sebab almarhum ayahmu
adalah sahabatku yang terbaik..."
"Buat apa mengungkit-ungkit lagi peristiwa
menyedihkan itu, A-hiang?" kakeknya ikut
bicara pula. "Mengingatkan akan puteraku yang
dibunuh keempat jahanam Leng-san-su-ok itu..."
"Aku minta maaf kalau sampai menimbulkan
kenangan sedih dalam diri Kakek dan Paman
Lam. Memang Kakek pernah bercerita
kepadaku tentang peristiwa itu, tapi aku mau
mendengarnya juga dari Paman Lam. Bukankah
Paman mengalami langsung kejadian itu?"
Lam Sek-hai termangu, menduga-duga apa
tujuan In Hiang dengan menanyakan kembali
soal itu" Dan selagi ia masih bungkam, In Kongbeng sudah berkata, "Benar A-hiang. Pamanmu
inilah yang datang ke rumah dengan membawa
Kota Serigala Jilid 7 32 jenazah ayahmu, dan betapa besar jasanya
karena pamanmu pula yang memberitahu aku
siapa pembunuh ayahmu..."
"Nah, karena itulah aku mohon Paman Lam
bercerita lagi." In Kong-beng memandang Lam Sek-hai
sambil mengangguk kecil. "Coba kau turuti
permintaannya, Hiantit, agar dia puas."
Terpaksa Lam Sek-hai berkata dengan agak
enggan, "Baiklah. Masa ceritaku berbeda dengan
cerita kakekmu" Kami adalah orang-orang
bermartabat yang menjunjung tinggi kehormatan, sangat bisa dipercaya. Sekali
bilang putih ya putih, bilang hitam ya hitam.."
Sesaat ruangan itu jadi hening, dan In Hiang
mulai memasang kupingnya baik-baik...
"Begini, A-hiang, kusingkat saja ceritanya.
Sepuluh tahun yang lalu, aku dan ayahmu
adalah sahabat karib. Kami sering bahumembahu dalam perjuangan membasmi kaum
jahat dan menegakkan kebenaran. Kebetulan
waktu itu kudengar Leng-san-su-ok mulai
mengganas, maka aku dan ayahmu Kota Serigala Jilid 7 33 memutuskan untuk mencari dan menumpas
mereka..." In Kong-beng juga mengangguk-angguk
sambil berkata, "Nah, A-hiang, teladanilah
semangat juang ayahmu dan Paman Lam itu..."
In Hiang cuma mengangguk basa-basi, dan
siap mendengar kelanjutan cerita sambil
mengharap kakeknya tidak terlalu cerewet.
"Paman Lam, di antara empat tokoh Lengsan-su-ok itu, siapa yang membunuh ayah?"
Lam Sek-hai bimbang sejenak. "Emmm...
sayang. Waktu itu suasananya amat gelap. Di
satu pihak, kami berdua, di lain pihak mereka
berempat, masing-masing pihak tidak bisa
melihat dengan tegas. Sampai suatu saat
kudengar ayahmu menjerit kesakitan, lalu
roboh. Terdorong oleh rasa setia kawan, aku
mengamuk sehingga mendapat luka-luka, tapi
juga berhasil memukul mundur keempat
bangsat itu. Lalu kubawa pulang tubuh ayahmu.
Selanjutnya, kakekmu pun tahu kejadiannya..."
"Memang benar begitu..." In Kong-beng pun
membenarkan. Kota Serigala Jilid 7 34 "Tapi, apakah sudah pasti bahwa Leng-sansu-ok yang membunuh ayah?"
"Ya tentu saja pasti. Kalau mereka tidak
bersalah, kenapa mereka bersembunyi ketakutan selama sepuluh tahun?"
"Orang bersembunyi belum tentu karena
benar-benar telah melakukan kesalahan, bisa
juga karena merasa tidak sanggup menghadapi
pihak lain yang lebih kuat..." pikir In Hiang.
Tetapi yang dikatakannya lain, "Apakah dari
pihak Leng-san-su-ok tidak perlu ditanyai untuk
mendapatkan duduk persoalan yang sebenarnya?" Lam Sek-hai semakin gelisah, apakah calon
menantunya ini mulai tidak mempercayai cerita
tentang kematian ayahnya" Hampir saja Lam
Sek-hai berteriak "tidak perlu", namun buruburu menahan mulutnya. Ucapan itu pasti tidak
cocok keluar dari mulut seorang hakim yang
mestinya menunjukkan keadilan untuk semua
pihak. Tetapi In Kong-beng lah yang menjawab
dengan penuh emosi, "Tidak perlu mereka
Kota Serigala Jilid 7 35 ditanyai. Omongan kaum bandit macam Lengsan-su-ok mana patut dipercayai" Mana bisa
bobot kejujurannya dibandingkan dengan
omongan Pamanmu, yang terkenal sebagai
hakim yang adil dan bijaksana?"
Sang hakim "yang adil dan bijaksana" itupun
tersenyum puas. Yang tidak puas adalah In Hiang, namun
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak berkata apa-apa. Sementara In Kong-beng terus menyuntikkan semangat balas-dendam ke jiwa
cucunya, "Jadi tidak perlu diragukan lagi, Ahiang. Kalau ketemu Leng-san-su-ok, atau
murid-murid atau keturunan mereka, langsung
cabut pedangmu dan bunuh mereka! Binasakan!
Agar arwah ayahmu puas di alam baka!"
"Hanya untuk memuaskan seorang yang
sudah meninggal?" "Tidak hanya itu. Tapi juga untuk
kehormatan Kim-jiok-bun. Di hadapan para
pendekar yang mau menjadi saksi, sudah
kuucapkan sumpah dengan arak berdarah,
untuk membabat Leng-san-su-ok sampai
Kota Serigala Jilid 7 36 keturunan-keturunannya! Kalau sampai Kimjiok-bun tidak menepati sumpah itu, sungguh
malu rasanya tetap hadir di dunia persilatan!"
"Benar. Benar." dukung Lam Sek-hai dengan
wajah puas. Tetapi ia masih belum berani
mengatakan kepada In Kong-beng, bahwa salah
satu tokoh Leng-san-su-ok itu sudah nongkrong
sebagai tokoh terhormat di Long-koan, sebagai
Cong-peng Taijin... In Hiang menundukkan kepala.
"A-hiang, kenapa kau" Sakit?"
"Ah, eh, tidak. Tidak Paman. Soalnya
semalam..." sampai di sini si gadis tiba-tiba
menghentikan ucapannya. "Semalam kenapa?"
"Semalam... semalam aku cuma kurang
istirahat karena gelisah. Aku mau istirahat dulu,
Paman..." In Hiang bangkit dari kursinya, lalu
menghilang ke balik tirai, membawa perasaannya yang bergejolak.
"Kenapa dia?" tanya Lam Sek-hai.
Kota Serigala Jilid 7 37 "Tentunya gelisah karena belum mengetahui
nasib calon suaminya," sahut In Kong-beng
gampang-gampangan saja. "Maklum, calon
pengantin..." Lam Sek-hai waswas bahwa jawaban
kegelisahan In Hiang sebenarnya tidak
segampang itu. Namun dia ikut-ikutan tertawa
juga. **SF** Siang hari kembali digantikan sang malam.
Siang hari adalah saatnya orang-orang
terhormat untuk saling tersenyum manis dan
bersopan santun sambil membicarakan urusanurusan yang baik-baik saja. Dan malam hari
cocok bagi semua pihak untuk mengendapendap dengan senjata terhunus, saling
mengintai untuk menerkam.
Seorang gadis berkedok hitam kembali
muncul di bukit Ke-hong-nia di luar kota.
Gerakan gadis itu cepat, tapi agak kaku karena
kakinya yang masih cidera.
Nampaknya gadis berkedok itu mencari
sesuatu atau seseorang, sebab ia berjalan
Kota Serigala Jilid 7 38 memutari bukit sambil celingukan kesana
kemari. Akhirnya ia duduk di atas sebuah batu.
Sekali ia menengadah ke langit yang gelap,
dan bergumam sendirian, "Saat ini rasanya
tengah malam sudah lewat. Aku akan gila kalau
berharap dapat menemuinya sekarang, karena
tidak ada perjanjian apa-apa. Lagipula,
seandainya dia sudah melihatku, pasti akan
langsung menyingkir jauh-jauh. Buat apa dia
menemui orang yang kemarin telah berusaha
membunuhnya?" Memikirkan kemungkinan tak bertemu
dengan Yo Siau-hou, gadis berkedok itu jadi
agak kecewa. Ia duduk merenung.
"Orang itu adalah anak Yo Tiat, tapi kenapa
berwatak begitu baik, mau menolongku selagi
aku hampir tertangkap oleh orang-orangnya
Paman Lam" Seandainya aku sampai benarbenar tertangkap dan kedokku dibuka, entah
bagaimana hebat aku membuat malu Kakek di
hadapan Paman Lam..."
"Dulu aku mendengar cerita Kakek tentang
Leng-san-su-ok yang kabarnya begitu jahat.
Kota Serigala Jilid 7 39 Aneh juga, kalau salah seorang tokoh Leng-sansu-ok punya anak begitu... begitu... baik..."
Tiba-tiba gadis berkedok itu tersipu sendiri,
dan memaki dirinya sendiri dalam hati, "Kenapa
aku jadi sinting macam ini" Kalau kutemui dia
lagi, harusnya kukeraskan hatiku untuk
mencabut pedang dan membunuhnya. Demi
dendam ayah..." Sesaat berhenti, lalu dilanjutkan dengan agak
dipaksakan... "dan juga demi kehormatan Kimjiok-bun..."
Tapi urusan "kehormatan" Kim-jiok-bun itu,
ia jadi ragu-ragu sendiri. Menjaga kehormatan
itu wajar saja, tapi kalau soal itu dijadikan satusatunya
pertimbangan, atau dijadikan pertimbangan yang nomor satu di atas soal-soal
lain, bahkan di atas soal benar-salah atau adil
tak adil, maka rasanya janggal juga. Cukup
dengan pertimbangan "kehormatan", kakeknya
langsung menelan begitu saja semua laporan
Lam Sek-hai tentang kematian ayahnya. Cukup
dengan pertimbangan "kehormatan" pula
kakeknya mengumumkan ikrar menumpas
Kota Serigala Jilid 7 40 Leng-san-su-ok. Lalu merasa "tidak terhormat"
kalau gagal memenuhi ikrar itu, tanpa
menyelidiki lebih teliti lagi laporan Lam Sek-hai
itu palsu atau tidak... "Dalam suatu pengadilan pun, tidak adil
kalau si tertuduh tidak diberi kesempatan untuk
didengarkan lebih dulu, betapapun besar
kesalahannya..." pikiran itu muncul di benaknya,
suatu hal yang sebelumnya tak terpikirkan.
"Lagipula... Paman Lam rasanya tidak boleh
dipercaya sepenuhnya. Kakek bukan orang
bodoh, tapi entah kenapa begitu mempercayai
Paman Lam, seperti kena guna-guna saja..."
"Dulu Kakek adalah seorang yang sering
berbuat kebaikan dengan tulus. Tapi setelah
kebanjiran ucapan terima kasih, sanjung-puji
dan ketenaran, kakek seolah-olah menjadi
mabuk. Tidak bisa lagi membedakan mana yang
tulus, mana yang menjilat dan menyesatkan.
Akhirnya tujuan tindakan Kakek bukan lagi
berbuat kebaikan, tapi sekedar mendapat
sanjungan dan ketenaran. Nama baik yang
dikejar-kejar. Makin sedikit yang berani
Kota Serigala Jilid 7 41 memperingatkan Kakek, makin Kakek merasa
benar sendiri. Nama baik malah menjadi
belenggunya. Aku mulai ragu-ragu, tidakkah
Kakek sebenarnya cuma diperalat oleh Paman
Lam yang tahu kelemahannya?"
Sampai rembulan bergeser beberapa jengkal
ke arah barat, In Hiang, gadis berkedok itu,
hanya melakukan pekerjaan yang itu-itu juga.
Duduk, berjalan mondar-mandir, duduk lagi,
mondar-mandir lagi. Tapi selama itu pulalah
otaknya berputar keras, pemikirannya menerjang keluar dari batas-batas yang selama
ini ditaatinya. "Sejak kecil aku berulang-ulang dijejali
ajaran tentang nama baik perguruan yang harus
diutamakan, nama baik keluarga yang harus
dijunjung tinggi. Dan kami bangga kalau lewat
di jalanan dan semua orang membungkuk
hormat. Bangga kalau dalam pertemuanpertemuan kami menduduki kursi-kursi
kehormatan. Kami belajar silat, lalu memisahkan diri dari masyarakat dan menjadi
kelompok tersendiri. Di antara sesama
Kota Serigala Jilid 7 42 pendekar, kami bicara muluk-muluk soal
menegakkan kebenaran dan keadilan. Tapi apa
yang sudah dilakukan Kim-jiok-bun untuk
orang-orang malang yang setiap hari nampak di
mana-mana" Mereka lewat begitu saja..."
Lalu kalau mengingat apa yang selama ini
sudah dilakukannya sendiri, In Hiang jadi
merasa "kurang bersalah". Setidak-tidaknya, ia
pernah "menyalurkan" uang dari rumah judi di
Long-koan kepada rakyat miskin yang
membutuhkan. Saat itu juga ia menyadari
ketidak-jujuran Lam Sek-hai yang berbeda
antara ucapan dan tindakan.
Tiba-tiba ia ingat, yang ditunggu-tunggu kok
belum datang-datang juga"
Maka, meskipun dengan rasa agak kecewa,
diapun bangkit dan meninggalkan tempat itu.
Tiba di kaki bukit, tiba-tiba kakinya
menyentuh sesuatu. Ia menunduk untuk lebih
memperhatikan, dan terkesiap ketika melihat
sepasang kaki terjulur dari semak-semak. Cepat
disibakkannya semak-semak itu untuk melihat
siapa yang tergeletak di situ.
Kota Serigala Jilid 7 43 Ternyata itulah orang yang ditunggutunggunya sejak tadi. Dalam keadaan diam
dengan mata terpejam rapat.
Sesaat In Hiang ragu-ragu. Orang ini anak Yo
Tiat. Kalau menuruti pesan kakeknya, satusatunya yang harus dilakukan sekarang adalah
memotong kepala orang ini, lalu menunjukkan
kepada khalayak ramai bahwa Kim-jiok-bun
sudah berhasil "menebus malu" dengan
"memenuhi sumpah". Tapi ia singkirkan pesan
kakeknya. Orang inilah yang kemarin telah
menolongnya ketika hendak ditangkap orangorangnya Lam Sek-hai. Tetap menolong tanpa
dendam, biarpun baru saja menghadapi sikap
permusuhan In Hiang. Sesaat In Hiang bingung, tapi akhirnya
diambilnya keputusan, "Akan kutolong dia
seandainya masih hidup, agar hutang budiku
impas. Setelah itu, akan kutanyai dia tentang
peristiwa matinya ayahku sepuluh tahun yang
lalu. Kalau dia pantas dibunuh, akan kubunuh.
Tapi setidaknya harus kudengarkan dulu
Kota Serigala Jilid 7 44 suaranya, sebagai perbandingan dengan yang
pernah dikatakan Paman Lam..."
Setelah mantap keputusannya, tindakannya
pun tidak berlambat-lambatan lagi. Pertamatama ia mengangkat tubuh Yo Siau-hou ke
tempat yang lapang, kemudian membuka
bajunya di bagian dada untuk mencari detak
jantungnya dengan rabaan telapak tangannya.
Masih ada denyut jantung itu, biarpun lemah.
Tapi In Hiang agak heran melihat sebuah benda
jatuh dari dalam baju Yo Siau-hou.
Ia periksa benda itu, dan mukanya menjadi
merah sendiri karena mengenali benda itu
adalah sebelah sepatu miliknya sendiri, yang
hilang ketika terjadi perkelahian di rumah judi
beberapa hari yang lalu. Ia tidak tahu, kenapa
"anak bandit" ini menyimpan benda miliknya
begitu rapi dalam bajunya. Mau diapakan"
Membuat jantung In Hiang tambah berdebar
saja. Namun ia segera menyingkirkan segala
pikirannya yang melantur. Orang di depannya
itu butuh pertolongan segera. Ditekan-tekannya
Kota Serigala Jilid 7 45 sebentar dada Yo Siau-hou untuk memperkuat
detak jantungnya, lalu digendongnya menjauhi
kota Long-koan. Ia tidak berani membawanya
masuk kota, sebab kalau sampai diketahui
kakeknya, pasti celakalah "anak bandit" ini
sebelum sempat ditanyai apa-apa.
Akhirnya diketemukannya sebuah tempat di
pinggir hutan. Sambil berharap mudahmudahan tempat itu tidak didatangi macan, In
Hiang meletakkan tubuh Yo Siau-hou di
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rerumputan. Kemudian diadakannya pengobatan secara darurat. Ia lega mendengar
napas Yo Siau-hou makin lancar, meskipun
belum sadar. Dinyalakannya perapian untuk mengusir
gelap dan dingin. Sejenak ia lupa, bagaimana
gelisahnya Kakeknya dan saudara-saudara
seperguruannya kalau tidak menemuinya ada di
kamarnya, di rumah Lam Sek-hai yang megah
itu. **SF** Cahaya matahari pagi semakin kuat
menerobos rimbunnya daun-daunan di tepi
Kota Serigala Jilid 7 46 hutan itu. Cahaya warna emas itu membentuk
garis-garis tebal dan tipis sebelum jatuh ke
tanah, tapi sebagian besar suasana hutan itu
masih gelap. Segaris cahaya tipis menusuk langsung ke
mata Yo Siau-hou yang masih terpejam. Tandatanda kesadaran segera nampak, ketika bola
mata di balik pelupuk itu mulai bergetar dan
bergerak-gerak gelisah. Ia membuka matanya sedikit, namun buruburu dipejamkannya kembali karena silau.
Digerakkannya mukanya ke samping, barulah
dibukanya mata itu kembali, dan langsung
ditangkapnya suasana pagi yang segar di
pinggir hutan itu. Ia mendesah perlahan.
In Hiang setengah sadar setengah tidur
dalam posisi duduk memeluk kedua lututnya,
sambil meletakkan kepala di antara lututlututnya. Ia mengangkat mukanya ketika
mendengar desah lirih Yo Siau-hou.
"Kau sudah sadar?" tanyanya lembut. Namun
tiba-tiba dirasanya nada suaranya terlalu
lembut untuk seorang "musuh" yang belum
Kota Serigala Jilid 7 47 bebas dari tuduhan membunuh ayahnya. Maka
ia merasa perlu mengulangi pertanyaan tadi
dengan nada dibuat lebih galak, "Kau sudah
sadar"!" Mata Yo Siau-hou terbuka lebih lebar, lalu
berpaling ke sumber suara yang galak tapi
merdu itu. Ia tercengang melihat seorang gadis
berpakaian ringkas serba hitam duduk tidak
jauh dari tempatnya, di samping abu sebuah
perapian kecil yang sudah padam. Kedok kain
hitam yang biasa menyembunyikan kecantikannya, kini hanya tersampir di
lehernya. Agaknya In Hiang tidak mengenakannya sewaktu tidur tadi.
"Eh, kiranya kaulah gadis berkedok itu..."
sapa Yo Siau-hou sambil tersenyum. Tangannya
diangkat untuk meraba kepalanya, seolah
meyakinkan bahwa batok kepalanya masih ada,
belum lenyap dipenggal oleh gadis itu.
"Jangan cengar-cengir!" kembali In Hiang
membentak galak. Bahkan ia mencabut
pedangnya, dan ujung pedang itu tahu-tahu
sudah menempel di kulit leher Yo Siau-hou.
Kota Serigala Jilid 7 48 "Iblis kecil, coba kau akui sekali lagi bahwa kau
anak Yo Tiat, iblis nomor empat dari Leng-sansu-ok!"
"Ya. Memang." "Bagus. Berani juga kau. Kemarin malam kau
sudah menolongku, dan kini aku menolongmu
sekali. Jadi sudah impas bukan" Untuk
seterusnya, kalau kau kubunuh, takkan ada
yang menuduh aku tidak kenal budi!"
Yo Siau-hou melirik ujung pedang yang
menempel di bawah dagunya, namun
gerakannya begitu hati-hati supaya lehernya
tidak teriris pedang setajam pisau cukur itu.
Katanya, "Bagus juga pikiranmu. Menyelamatkan untuk membunuh. Itu pasti
ajaran luhur Kim-jiok-bun kan?"
"Kenapa tidak" Ayahku telah terbunuh
dengan sewenang-wenang."
"Siapa ayahmu" Setidak-tidaknya aku bisa
tahu mati di tangan anak siapa..."
Tanpa sadar timbul juga kekaguman In
Hiang melihat ketenangan "Iblis cilik" ini dalam
menghadapi maut. Tatapan matanya yang tajam
Kota Serigala Jilid 7 49 "Iblis kecil, coba kau akui sekali lagi bahwa kau
anak Yo Tiat, iblis nomor emapt dari
Leng-san-su-ok!" Kota Serigala Jilid 7 50 bening itu bahkan tak sanggup dihadapi oleh In
Hiang. "Ayahku Pangeran In Kui-cu..."
"Oh..." "Nah, iblis kecil, sekarang kau tahu
bagaimana perasaan seorang anak yang sejak
umur delapan tahun tak pernah lagi menikmati
kasih sayang seorang ayah, bukan" Orang itulah
aku, jadi pantas kalau aku harus membalas
dendam..." "Dan kau, malaikat kecil, bisakah kau
bayangkan perasaan seorang yang selama
sepuluh tahun hidup bersembunyi dihantui
ketakutan, karena dituduh melakukan sesuatu
yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya?"
"Siapa orang itu?"
"Ayahku, Yo Tiat."
Pedang In Hiang tiba-tiba bergetar, sama
dengan hatinya yang juga digetarkan
kebimbangan. "Maksudmu... maksudmu... bukan
ayahmu yang membunuh ayahku?"
Sahut Yo Siau-hou, "Aku tidak ingkar bahwa
ayahku seorang penjahat, banyak korbanKota Serigala Jilid 7
51 korbannya yang tak bersalah mati di tangannya.
Tapi di antara korban-korban itu tidak ada yang
bernama Pangeran In Kui-cu. Saat ini ayahku
sudah mati, dibunuh, namun aku tidak dendam
kepada siapapun. Aku hanya tidak rela kalau
nama ayahku, biarpun sudah kotor, lalu
dijadikan keranjang sampah bagi orang lain.
Harus memikul kesalahan-kesalahan yang
dilakukan orang lain, hanya agar si pelaku yang
sebenarnya tetap dapat tampil sebagai tokoh
terhormat!" Pedang In Hiang terkulai, ujungnya
menyentuh rerumputan yang masih berembun.
"Ayahmu sendiri yang mengaku bahwa dia
tidak membunuh ayahku?"
"Ya." In Hiang tiba-tiba tertawa dingin dan
kembali mengangkat pedangnya untuk menodong leher Yo Siau-hou yang masih rebah
di rerumputan, sambil berkata, "Ayahmu sendiri
yang bilang begitu" Pantas. Memang tidak ada
maling yang mengaku terang-terangan sebelum
digebuki." Kota Serigala Jilid 7 52 Yo Siau-hou juga tertawa dingin, "Begitu
pula, tidak ada seorang tokoh yang sudah
terlanjur dihormati, sudi menjadi cacad
namanya meskipun telah melakukan perbuatan
jahat. Untuk perbuatan jahatnya itu, pasti akan
dicarikannya orang lain sebagai kambing
hitam!" "Siapa orang yang kau tuduh macam itu?"
"Belum bisa kukatakan, tapi ada, dan sedang
kuselidiki dirinya. Mungkin dia seorang tokoh
terhormat di masyarakat, namun diam-diam
punya sumber-sumber penghasilan yang tidak
halal. Misalnya menyelenggarakan rumah
bordil, rumah judi atau tempat pengisapan
madat yang sebenarnya dilarang oleh Kaisar Tokuang sendiri!"
In Hiang termangu-mangu. Kalau dipikirpikir, kecurigaan harusnya tidak hanya kepada
Leng-san-su-ok saja, kepada Lam Sek-hai juga
harus. Omongan "iblis cilik" itu tidak ngawur.
Selama beberapa hari berada di Long-koan, ia
sudah tahu siapa tokoh seperti yang dikatakan
Yo Siau-hou itu. Yang selalu berkhotbah tentang
Kota Serigala Jilid 7 53 jahatnya judi dan madat, namun dari belakang
layar menjadi pelindung rumah-rumah maksiat
itu. Lam Sek-hai. Dan orang munafik macam
itukah yang harus dipercaya sebagai satusatunya saksi peristiwa kematian ayahnya"
"Baik, aku tidak akan membunuhmu
sekarang," kata In Hiang kemudian, sambil
menyarungkan pedangnya. "Tapi akan aku
selidiki terus peristiwa tewasnya ayahku. Kalau
terbukti terbunuh oleh Leng-san-su-ok, kau
harus menanggung akibatnya pula! Akan aku
kejar biarpun sampai ke kolong langit!"
Habis itu, si gadis terus melangkah pergi.
Tapi belum sampai sepuluh langkah, ia berhenti
dan berkata, "Di bawah pohon itu ada buahbuahan yang sudah kukumpulkan. Kau boleh
memakannya kalau mau..."
Pikir Yo Siau-hou, "Hem, baru saja
membentak-bentak dan mengancam dengan
pedang, sekarang menawari makan..."
Sementara itu, In Hiang sudah melangkah
lagi, tapi terhenti lagi, dan pertanyaannya kali
Kota Serigala Jilid 7 54 ini sungguh jauh dari nada permusuhan, "Kau
tidak apa-apa kalau sendirian di sini?"
"Kau kuatir aku kabur?"
"Eh, tidak. Maksudku... bagaimana kalau tibatiba dari hutan itu muncul seekor harimau, lalu
membunuhmu?" "Gampang..." sahut Yo Siau-hou ringan.
"Carilah harimau yang memakan aku itu, lalu
angkatlah dia menjadi anggota kehormatan
Kim-jiok-bun. Bukankah harimau itu sudah
berjasa membunuh seorang musuh Kim-jiokbun?"
In Hiang membanting kakinya dengan
jengkel. "Baiklah aku turuti saranmu itu. Kalau
harimau yang bakal membunuhmu itu jantan,
aku rela menjadi isterinya..."
"Ah, harimau yang beruntung..." kata Yo
Siau-hou sambil tertawa. "Sayangnya, meskipun
aku bernama Siau-hou (Macan Kecil), tetapi aku
tidak bisa memangsa diriku sendiri, sehingga
aku tidak beruntung mendapat hadiah puteri
yang cantik..." Kota Serigala Jilid 7 55 Wajah In Hiang kontan memerah sampai ke
kedua telinganya. "Dasar turunan penjahat,
pikirannya kotor dan mulutnya busuk..."
makinya sambil beranjak pergi.
**SF** Siang hari itu, seorang lelaki berpakaian
lusuh seperti jembel, memakai topi rumput
yang setengah rusak, tanpa ragu-ragu
melangkah mendekati pintu gerbang tangsi
utama di kota Long-koan. Ketika serdadu-serdadu penjaga menghentikannya, si jembel dengan gagah, "Aku
akan menghadap Cong-peng Taijin!"
"Tanda atau wewenang apa yang kau
punyai?" tanya komandan jaga.
"Tanda tidak punya, tapi laporkan saja
bahwa aku yang bernama sandi Hek-ci, mau
menghadap Cong-peng Taijin untuk membawa
laporan penting!" Para serdadu terpengaruh oleh gaya Hek-ci
itu, dan tidak berani memandang rendah lagi.
Mereka menduga, jembel ini tentu seorang
mata-mata suruhan sang Cong-peng Taijin.
Kota Serigala Jilid 7 56 Maka seorang
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
serdadu masuk untuk melaporkan, dan tak lama kemudian keluar
kembali. Membawa pesan dari Cong-peng Taijin
sendiri agar si "tikus hitam" ini langsung
diantarkan ke ruang pribadi Cong-peng Taijin
sendiri. Setelah berada di ruang pribadi Hu Konghwe, baru saja si Hek-ci hendak melapor, Hu
Kong-hwe telah berkata dengan nada menegur,
"Gila kau. Kenapa kau mencari aku kemari, dan
di siang hari bolong pula" Bagaimana kalau
sampai ada orang melihat dan mencurigai aku?"
"Maaf, Cong-peng. Memang seharusnya aku
menunggu saja di tempat persembunyianku,
biar Cong-peng saja yang datang kesana. Tetapi
aku kuatir terlambat, karena ada berita penting
yang harus segera ku laporkan kepada Congpeng..."
"Berita apa?" "Kami telah berhasil mengetahui pihak mana
yang menculik Lam Kiong-peng, bahkan juga
tempat dimana Lam Kiong-peng disekap..."
Kota Serigala Jilid 7 57 "Ini baru berita," pikir Hu Kong-hwe. Begitu
besar minatnya, sehingga ia tinggalkan kursinya
untuk berjalan melingkari meja demi mendekati
si Tikus Hitam. "Benarkah itu?"
"Benar, Cong-peng."
"Kau dan teman-temanmu bekerja dengan
memuaskan sekali. Tetapi nanti pesankan
kepada teman-temanmu, jangan sampai
keterangan ini bocor ke pihak manapun. Apa
lagi sampai didengar Lam Sek-hai atau pihak
Kim-jiok-bun, sama sekali tidak boleh. Paham?"
"Paham. Tapi..."
"Katakan dulu isi beritanya..."
"Penculik Lam Kiong-peng adalah Kongsun
Hong, seorang bandit yang pernah punya sarang
di sebuah bukit, tidak jauh dari kota Ki-siongkoan. Bandit itu menuduh Lam Sek-hai telah
menghancurkan sarangnya dengan meminjam
tangan Ciu Him-tiang, Panglima Ki-siong-koan.
Maka Kongsun Hong lalu menculik Lam Kiongpeng untuk memeras Lam Sek-hai, katanya
untuk minta ganti rugi kehancuran sarangnya..." Kota Serigala Jilid 7 58 Hu Kong-hwe tersenyum puas. Puas sekali
rasanya mendengar kabar Lam Sek-hai
mendapat kesusahan besar. Lebih puas lagi
seandainya Kongsun Hong tidak sekedar
menahan, tapi juga membunuh Lam Kiong-peng
sekalian. Dengan demikian Lam Sek-hai akan
batal menjadi keluarga Pangeran In Kong-beng.
Perkawinan itulah yang ditentang Hu Konghwe, karena dianggap sebagai siasat Lam Sekhai untuk memperkuat diri.
"Tetapi, Cong-peng..."
"Hem?" "Selama ini kami menutup mulut rapatrapat, sehingga Cong-peng adalah orang
pertama yang mengetahui kabar ini dari kami.
Tapi... bukan kami saja agaknya yang berhasil
mencium jejak kawanan penculik itu. Semalam,
orang-orangnya Lam Sek-hai agaknya juga
berhasil..." "Hah" Bagaimana bisa begitu?"
"Ini karena tingkah laku gegabah dari anak
buah Kongsun Hong sendiri. Dasar kaum bandit
kasar yang tidak pakai otak. Rupanya mereka
Kota Serigala Jilid 7 59 begitu yakin kalau tuntutan mereka akan
dipenuhi Lam Sek-hai, yakin pula Lam Sek-hai
takkan berani bertindak selama anaknya ada di
tangan mereka, maka bandit-bandit itu jadi
kurang hati-hati. Mereka gampang dibuntuti
sampai ke persembunyian mereka..."
"Terus tindakan apa yang akan diambil Lam
Sek-hai?" "Sampai saat ini baru tahap persiapan. Aku
berhasil mengintai kesibukan di gedung Lam
Sek-hai dengan cara memanjat tembok
halaman. Dan agaknya orang she Lam itu
sedang menyiapkan sebuah sergapan untuk
menyelamatkan Lam Kiong-peng. Mereka
mempelajari denah segala..."
Hu Kong-hwe mondar-mandir di ruangan itu
sambil berpikir keras, "Lam Sek-hai tidak boleh
sampai berhasil membebaskan anaknya. Dia
harus gagal. Sebab kalau sampai Lam Kiongpeng berhasil dibebaskan dari tangan penculik,
pernikahannya dengan In Hiang pasti takkan
ditunda-tunda lagi. Lam Sek-hai dan In KongKota Serigala Jilid 7 60 beng akan terikat hubungan kekeluargaan, dan
kedudukanku makin lemah..."
Tiba-tiba Hu Kong-hwe menghentikan
mondar-mandirnya, dengan tinju terkepal ia
menanyai si Hek-ci, "Kalian bersembilan
sanggup mengambil Lam Kiong-peng atau
tidak?" Wajah Hek-ci menunjukkan keraguraguannya. "Cong-peng, kami hanya sembilan
orang, sedangkan anak buah Kongsun Hong
sekitar empat puluh orang. Bagaimana kami
bisa mengambil Lam Kiong-peng dari tangan
mereka" Kecuali kalau kami sekedar penunjuk
jalan, sedangkan Cong-peng menggerakkan
pasukan..." "Goblok. Kalau aku tidak kuatir menarik
perhatian, kenapa aku gunakan tenaga kalian"
Bekerjalah menggunakan otak. Aku kan tidak
menyuruh kalian merebut Lam Kiong-peng
secara kekerasan" Kalian hanya perlu
bersembunyi sambil mengintai di sekitar
persembunyian Kongsun Hong. Kalau antara
orang-orangnya Kongsun Hong dan Lam Sek-hai
Kota Serigala Jilid 7 61 sudah saling gebrak, itulah kesempatan kalian
untuk membawa Lam Kiong-peng. Paham
tidak?" "Wah, itu akal bagus. Baiklah, kami
sanggup..." "Jadi kau sanggup, juga teman-temanmu?"
"Ya. Tetapi... tetapi..." Hek-ci lalu cengarcengir sambil menggosok-gosokkan sepasang
telapak tangannya. Hu Kong-hwe paham apa yang diinginkan
tenaga upahannya ini. Ia membuka lacinya,
mengeluarkan sekantong uang dan dilemparkan
kepada Hek-ci. Hek-ci menangkapnya dengan
sigap. (Bersambung ke Jilid 8) Bantargebang, 30 Mei 2018 22:31
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 7 62 Kota Serigala Jilid 8 1 Kota Serigala Jilid 8 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid VIII "Dua puluh lima tahil. Kalau kalian berhasil
dengan baik, kutambahi dua puluh lima tahil
lagi." "Terima kasih, Cong-peng. Kalau begini kerja
kami jadi bersemangat. Oh ya, setelah Lam
Kiong-peng berhasil kami ambil, apakah
langsung dibawa kesini?"
"Goblok! Apakah kau ingin semua orang di
Long-koan menuduhku menyembunyikan orang, sehingga nama baikku jatuh?"
"Eh, maksudku... maksudku... setelah Lam
Kiong-peng berhasil kami ambil sebaiknya
dibawa kemana?" "Sembunyikan di suatu tempat di luar kota
Long-koan. Hutan di dekat bukit Ke-hong-nia itu
barangkali baik untuk itu. Jaga baik-baik,
Kota Serigala Jilid 8 2 laporkan kepadaku, dan tunggu keputusanku
selanjutnya. Mengerti?"
"Mengerti, Cong-peng."
"Kerjakan." Dengan wajah berseri karena sudah
mengantongi sebagian upahnya, Hek-ci meninggalkan tangsi untuk menjalankan
tugasnya. Sedangkan Hu Kong-hwe sendiri bersiapsiap. Sebentar lagi malam tiba, dan
kemungkinan besar itulah saatnya Lam Sek-hai
untuk bergerak. Pada saat itulah Hu Kong-hwe
harus menampakkan diri di depan Lam Sek-hai,
agar tidak dicurigai atau disangkut-pautkan
dengan tidak diketemukannya Lam Kiong-peng.
"Lam Sek-hai merencanakan tindakannya
sendiri tanpa memberitahu aku, itu menandakan dia tidak mempercayai aku.
Baiklah. Hubunganku dengan dia memang
semakin memburuk, lebih baik aku bertindak
jangan tanggung-tanggung sekali..."
**SF** Kota Serigala Jilid 8 3 Di pinggiran kota Long-koan ada sebuah
gedung besar yang sudah tua, bekas kediaman
seorang hartawan yang bangkrut lalu bunuh
diri. Di malam hari, tempat itu sepi. Penduduk
Long-koan enggan mendekati tempat itu, kuatir
mendapat gangguan dari arwah yang mati sesat,
kabarnya. Tapi justru di tempat itulah Kongsun Hong
dan komplotan penculiknya bersembunyi,
dengan kekuatan hampir lima puluh orang yang
semuanya nekad. Dengan menyandera Lam
Kiong-peng, mereka merasa aman, tinggal
menunggu datangnya uang tebusan, setelah itu
akan kabur jauh-jauh. Begitu perhitungan
mereka. Terlihat empat orang anak buah Kongsun
Hong malam itu berjaga di salah satu sudut luar
gedung tua itu. Yang dua bersandar tembok,
yang dua lagi bersandar pohon di seberang
lorong. Posisi mereka sedemikian rupa,
sehingga kalau ada orang datang dari arah
manapun, maka paling tidak akan terlihat oleh
salah seorang dari mereka.
Kota Serigala Jilid 8 4 Lonceng besar serta tambur di menara kota
sudah dibunyikan si penjaga malam, malam
semakin larut dan dingin. Seluruh kota sudah
sepi. Tiba-tiba dari ujung lorong terdengar suara
langkah bercampur ketukan-ketukan tongkat di
tanah. Seorang pengemis muncul, melangkah
tertatih-tatih dibantu tongkatnya, memasuki
lorong sambil menjinjing sebuah keranjang
butut. "Ada orang datang!" desis salah seorang
penculik yang berjaga, memperingatkan ketiga
rekannya yang mulai mengantuk.
"Ah, cuma seorang pengemis tua..."
"Tapi siapa tahu dia adalah..."
"Tidak perlu begitu ketakutan, kawan. Anak
Lam Sek-hai di tangan kita, dan hakim curang
itu takkan berani bertindak!"
"Lagipula, kalau benar ada serangan, temanteman kita yang berjaga di dekat mulut lorong
itu tentu akan memberi isyarat. Nyatanya
mereka tidak memberi isyarat, itu tandanya
aman..." Kota Serigala Jilid 8 5 Ketegangan pun mereda. Si pengemis terus
melangkah mendekat. Suara langkahnya dan
ketukan tongkatnya bercampur membentuk
irama yang kacau. Tiba di dekat keempat anak buah Kongsun
Hong, si pengemis berhenti dan berkata dengan
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suaranya yang gemetar, menimbulkan rasa iba,
"Sedekah nyawa, tuan-tuan..."
Sesaat para penculik agak bingung. Biasanya
mereka hanya mendengar "sedekah nasi". Saat
mereka kebingungan itulah maka si pengemis
telah "menjelaskan" arti kata-katanya. Bukan
dengan mulut, tapi langsung dengan contoh
nyata. Tongkatnya tiba-tiba bergerak cepat dan
ganas, langsung ke jidat bandit yang di
depannya, berbareng kakinya menendang ke
belakang dan menghunjam ulu hati bandit yang
di belakang. Dua orang roboh seketika tanpa
suara ribut. Sedang yang dua lagi "disusulkan" tanpa
menunggu pergantian detik. Dengan gerak
berputar bagaikan angin lesus, tongkat dan tend
Kota Serigala Jilid 8 6 Tongkatnya tiba-tiba bergerak cepat dan ganas,
langsung ke jidat bandit yang di depannya,
berbareng kakinya menendang ke belakang
Kota Serigala Jilid 8 7 angan si pengemis kembali beraksi secara kilat.
Begitulah keempat anak buah Kongsun Hong
itu roboh semuanya dalam sekejap. Mereka
bukan tandingan si pengemis yang bukan lain
adalah samaran dari Lam Sek-hai sendiri. Untuk
kerja membungkam penjaga-penjaga persembunyian penculik itu, Lam Sek-hai tidak
menyuruh pembantu-pembantunya, biarpun
yang paling dipercaya sekalipun, tapi
dikerjakannya sendiri. Seringan orang mengangkat boneka-boneka
kertas, Lam Sek-hai melempar-lemparkan
empat mayat itu ke sebuah parit kering. Lalu ia
terbatuk-batuk tiga kali sebagai isyarat untuk
orang-orangnya. Dari mulut lorong, muncul empat anak
buahnya yang memegang senjata, berlari
mendekati Lam Sek-hai dengan langkahlangkah seringan kucing.
"Sudah beres, Taijin?" salah seorang
bertanya dengan bisikan kepada Lam Sek-hai.
"Sudah," sahut Lam Sek-hai sama lirihnya.
"Kalian berempat berdiri di sini, berlagak
Kota Serigala Jilid 8 8 sebagai orang-orang tadi. Malam cukup gelap
sehingga kalian tidak perlu kuatir dikenali oleh
lawan. Para penculik di dalam gedung akan
tetap merasa aman, asalkan mereka masih
melihat empat sosok bayangan di sini..."
"Baik, Taijin..."
"Hati-hatilah. Sementara aku akan membungkam pos-pos penjagaan luar lainnya.
Jangan sampai musuh mencurigai kedatangan
kita, supaya anakku tidak dalam bahaya..."
"Baik, Taijin..."
Lam Sek-hai segera beranjak pergi tetap
dengan gayanya sebagai pengemis tua.
Beberapa detik setelah itu, Kongsun Hong
sendiri keluar dari dalam gedung dengan
menjinjing goloknya. Ketika melihat keempat
"anak buah"nya masih berada di posnya,
Kongsun Hong berdesah lega, namun merasa
perlu bertanya juga, "Aman?"
"Aman..." sahut anak buah Lam Sek-hai
dengan hati agak tegang, kuatir kalau
samarannya diketahui dan rencana jadi kacau.
Kota Serigala Jilid 8 9 Untunglah Kongsun Hong tidak memeriksa
lebih lanjut apakah yang menjawab itu anak
buahnya yang asli atau yang gadungan. Ia
langsung masuk kembali ke gedung tua itu.
Sementara itu, Lam Sek-hai telah berhasil
membungkam pos kedua, sama cepatnya dan
sama tak bersuaranya dengan pembungkaman
yang pertama. Lalu orang-orangnya muncul
bagaikan hantu-hantu gentayangan untuk
menggantikan tempat orang-orangnya Kongsun
Hong. Semuanya berjalan tanpa ribut-ribut,
dibantu gelapnya malam, dan musuh belum
sadar bahwa bahaya sedang mendekati ujung
hidung mereka. Namun yang berhasil disergap Lam Sek-hai
baru dua pos, sedangkan menurut mata-mata
yang melaporkan kepadanya siang tadi, ada
tujuh pos luar yang berpencaran.
Tetapi, selagi Lam Sek-hai dan orangorangnya
mengendap-endap menyiapkan sergapan yang telak, tiba-tiba dari mulut lorong
yang jauh terdengar suara ribut-ribut.
Serombongan manusia memasuki lorong itu.
Kota Serigala Jilid 8 10 Semuanya berjubah putih bersih, dengan
sulaman merak emas di bagian dada mereka.
Merekalah murid-murid Kim-jiok-bun, dipimpin
sendiri oleh Pangeran In Kong-beng yang
berjalan paling depan. Berbeda dengan regu Lam Sek-hai yang
merunduk mendekati musuh tanpa suara, maka
rombongan Kim-jiok-bun itu justru berbaris
seperti pasukan maju ke medan perang.
Gemuruh, berteriak-teriak sambil mengacungacungkan pedang. Seandainya ada tambur dan
terompet, pasti akan mereka bawa untuk
dibunyikan pula. "Kim-jiok-bun jaya sepanjang masa!"
"Kim-jiok-bun barisan terdepan menghadapi
kejahatan!" "Kita akan mengganyang musuh dengan cara
yang jantan, tidak merunduk-runduk seperti
maling ayam!" "Demi kehormatan perguruan, jangan
sampai kita dituduh menyerang secara licik!"
"Benar! hidup Kim-jiok-bun!"
"Serbu! Serbu! Kota Serigala Jilid 8 11 Anak buah Lam Sek-hai yang menjaga mulut
lorong menjadi bingung melihat gerakan orangorang Kim-jiok-bun itu. Rencana penyergapan
bisa jadi kacau, dan sang Tuan Muda yang masih
ditawan penculik itu bisa tak terselamatkan lagi.
Cepat-cepat mereka berusaha mencegah
gerakan orang-orang Kim-jiok-bun itu...
"Jangan bergerak sekarang, Ong-ya (Pangeran). Kita masih harus menunggu isyarat
dari Ti-koan Taijin sendiri yang sedang
melumpuhkan penjaga-penjaga di pihak musuh.
Agar kita bisa menyerang secara mendadak
sehingga..." "Sergapan gelap macam itu bukan kelakuan
pendekar terhormat! Aku takkan bertindak
semacam itu!" bentak In Kong-beng sambil
mendorong minggir anak buah Lam Sek-hai
yang mencegahnya. "Nama baik Kim-jiok-bun
tidak boleh tercemar!"
"Tetapi... tetapi..." anak buah Lam Sek-hai
makin panik. "Tindakan bodoh seperti ini bisa
membahayakan keselamatan Siau-ya Lam
Kiong-peng yang masih..."
Kota Serigala Jilid 8 12 "Tindakan bodoh" Berani betul kau sebut
tindakan kami tindakan bodoh! Minggir!"
"Sssst, Ong-ya, teriaknya jangan keras-keras.
Nanti membangunkan kawanan penculik yang
sarangnya tidak jauh lagi..."
"Mereka mendengar ya biar! Akan kutantang
terang-terangan agar menyerahkan calon suami
cucuku dalam keadaan selamat!"
"Eh... eh... tunggu, Ong-ya. Bukankah tadi
siang Ong-ya sudah menyetujui rencana
penyergapan ini" Kenapa sekarang jadi
bertindak di luar rencana?"
"Sebab aku malu kalau sampai ditertawakan
Hu Cong-peng!" "Hah" Kapan Ong-ya bertemu dengan Hu
Cong-peng?" "Belum lama. Dia datang membawa satu regu
prajurit untuk membantu kita menggempur
komplotan penculik. Tetapi ketika aku jelaskan
bahwa kita sudah punya rencana sendiri untuk
membebaskan Lam Kiong-peng, tiba-tiba Hu
Cong-peng tertawa sinis. Katanya, dia lebih baik
batal ikut dalam rencana yang rendah dan
Kota Serigala Jilid 8 13 pengecut itu. Nah, coba, aku pantas tersinggung
atau tidak" Sekarang harus kubuktikan bahwa
Kim-jiok-bun akan menyerbu musuh secara
berhadapan, dan tidak mengendap-endap
menanti lengahnya musuh seperti ejekan Hu
Cong-peng!" "Tetapi... tetapi..."
"Minggir! Hai, murid-murid Kim-jiok-bun
yang gagah perkasa, mari kita angkat panjipanji kehormatan kita dengan tindakan jantan!"
"Serbuuuu.....!"
Murid-murid Kim-jiok-bun itu tidak tercegah
lagi menyerbu masuk ke dalam lorong.
Sedangkan anak buah Lam Sek-hai cuma
kebingungan menghadapi peristiwa di luar
rencana itu... "Pantas Ti-koan Taijin amat tidak senang
kepada Hu Cong-peng, karena Hu Cong-peng
selalu ikut campur, dan ikut campurnya itu
bukan membantu tapi malah mengacau..."
geram seorang anak buah Lam Sek-hai.
"Dan orang-orang Kim-jiok-bun itu betulbetul gob... eh, kurang pikir. Begitu gampang
Kota Serigala Jilid 8 14 dihasut oleh Hu Cong-peng hanya demi
mengejar-ngejar apa yang mereka sebut nama
baik, kehormatan, martabat dan kentut busuk
lainnya. Kacaulah rencana penyergapan
sekarang..." "Bagaimana sekarang?"
"Kita susul Ti-koan Taijin dan kita laporkan."
"Heran juga. Orang-orang setolol itu kok
masih ada juga yang mengagumi dan memujamujanya sebagai pendekar?"
"Ya ada saja. Yang memujanya ya orangorang yang lebih tolol dari mereka!"
Sementara itu, sorak-sorai orang-orang Kimjiok-bun memang mengejutkan kawanan bandit
yang dipimpin Kongsun Hong. Mereka
berlompatan bangun mengusir kantuk, lalu
menyambar senjata-senjata masing-masing
dengan sigap, siap menghadapi serangan.
Sambil menggenggam goloknya, Kongsun
Hong menggeram, "Rupanya Lam Sek-hai sudah
tidak sayang kepada nyawa anaknya lagi,
sehingga bertindak senekad ini."
Kota Serigala Jilid 8 15 "Nampaknya yang menyerbu ini bukan
orang-orangnya Lam Sek-hai, San-cu..." lapor
seorang anak buahnya. "Tetapi orang-orang
Kim-jiok-bun..." "Oh, pesolek-pesolek yang berlagak sebagai
pendekar-pendekar hebat itu" Bagus! Aku akan
memberi hajaran kepada mereka. Dua puluh
orang tetap di sini untuk menjaga bocah
cengeng she Lam itu, dan lainnya ikut aku untuk
menyongsong serangan!"
Gerombolan penculik itu segera membagi
diri. Kelompok yang akan menyambut serangan
segera ikut di belakang Kongsun Hong untuk
menyongsong orang-orang Kim-jiok-bun.
Di lorong sempit itupun arus para penculik
bertabrakan dengan arus orang-orang Kim-jiokbun, seperti dua arus yang berlawanan arah.
Perkelahian sengit segera berkobar. Namun
karena sempitnya lorong itu, hanya orang-orang
di bagian depan saja yang sempat ikut
bertempur, sedangkan orang-orang di bagian
belakang belum berkesempatan untuk maju ke
depan. Kota Serigala Jilid 8 16 "He! Kaukah Kongsun Hong, pemimpin para
sampah masyarakat ini"!" dengan gagahnya In
Kong-beng membentak sambil menudingkan
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedangnya. "Benar." sahut Kongsun Hong tanpa gentar.
Dalam pandangan Kongsun Hong, nama Kimjiok-bun tidak menakutkannya, dianggap
gelembung-gelembung kosong yang tidak ada
apa-apanya. Kembali In Kong-beng menggertak, "Lekas
serahkan Lam Kiong-peng dalam keadaan
selamat! Supaya kami ampuni nyawamu!"
Kongsun Hong tertawa, "Mau minta si
cengeng itu dibebaskan, boleh saja. Tapi sudah
bawa uangnya atau belum?"
In Kong-beng menjawab keras, "Selamanya
kami tidak suka berkompromi dengan golongan
hitam! Tidak pula sudi diperas! Uang tidak aku
bawa, hanya pedangku inilah yang kubawa..."
Kembali Kongsun Hong tertawa, "Ah,
pedangmu itu harganya tak sampai sepuluh
tahil, masih jauh dari harga yang kuminta. Buat
apa kau bawa-bawa kemari?"
Kota Serigala Jilid 8 17 "Untuk memotong lehermu!" sahut In Kongbeng gusar, dan benar-benar ia membabat ke
arah leher Kongsun Hong. Memang tidak keliru kalau Kongsun Hong
memandang rendah murid-murid Kim-jiok-bun
yang suka berlagak dan membual, namun
sungguh keliru kalau sampai meremehkan
Ketua Kim-jiok-bun sendiri. Bagaimanapun
juga, In Kong-beng mendapatkan ketenarannya
di dunia persilatan dengan mengandalkan ilmu
silatnya. Murid-muridnyalah yang hanya
"menumpang" kepada ketenarannya.
Maka Kongsun Hong yang menangkis sambil
tertawa-tawa itu terkejut, ketika gerak pedang
In Kong-beng berubah arah dan hampir saja
melubangi perutnya. Maka selanjutnya Kongsun
Hong harus bertempur lebih bersungguhsungguh.
Dan ternyata, supaya bisa benar-benar
mengimbangi, Kongsun Hong masih harus
dibantu oleh dua orang anak buah
kepercayaannya. Satu bersenjata tombak
Kota Serigala Jilid 8 18 berkait, lainnya lagi bersenjata sepasang gada
berpaku. Begitulah, ternyata tingkat ilmu In Kongbeng berlapis-lapis lebih tinggi daripada
Kongsun Hong. Tapi perbandingan itu berlaku sebaliknya
untuk pengikut masing-masing. Semua anak
buah Kongsun Hong adalah bandit-bandit
gunung yang bertempur dengan kasar, dengan
nyali yang besar, teknik silat mereka mengambil
yang praktis saja. Mereka tidak sungkan
bertempur dengan cara sekotor apapun.
Sebaiknya murid-murid Kim-jiok-bun yang
kekenyangan dengan teori atau gerak indah
yang bertele-tele, jadi kebingungan menghadapi
kekasaran para bandit. Banyak yang pada
gebrakan pertama saja sudah luka-luka. Bukan
cuma oleh senjata, tapi juga oleh batu atau kayu
yang dilempar-lemparkan oleh para bandit.
Seorang murid Kim-jiok-bun melompat mundur
dari garis depan, bukan karena luka, tapi
mencari kesempatan untuk membersihkan
jubah seragamnya yang diludahi seorang
Kota Serigala Jilid 8 19 bandit. Maka selagi semuanya sibuk bertempur,
ia sibuk sendiri dengan sapu tangannya untuk
membersihkan jubahnya. Sementara itu, Lam Sek-hai sungguh
mendongkol oleh tindakan pihak Kim-jiok-bun
yang mengacau rencananya itu. Karena
kehadirannya sudah terlanjur diketahui musuh,
apa boleh buat, terpaksa mereka maju ke suatu
pertempuran terbuka. Bukan lagi sergapan yang
"mulus" seperti yang diinginkannya.
"Kalau sampai anakku luka seujung rambut
saja gara-gara ulah ini, akan aku cabuti jenggot
si tua In Kong-beng itu sampai gundul..." geram
Lam Sek-hai yang terang-terangan di hadapan
anak buahnya. Dalam kemarahannya, ia tidak
bisa lagi berpura-pura bersikap hormat kepada
bangsawan tua itu. Kemudian terpaksa Lam Sek-hai membawa
anak buahnya menyerbu ke dalam gedung tua
itu. "Lepaskan anakku, supaya aku ampuni
kalian!" bentak Lam Sek-hai kepada kawanan
Kota Serigala Jilid 8 20 bandit yang menjaga gedung. "Tempat ini sudah
dikepung rapat oleh orang-orangku!"
Namun para bandit dengan keras kepala
melakukan perlawanan, bahkan salah seorang
dari mereka bersuit nyaring, sebagai isyarat
untuk Kongsun Hong yang sudah terlanjur
terpancing meninggalkan sarangnya untuk
menghadang orang-orang Kim-jiok-bun.
Sementara perkelahian dengan anak buah
Lam Sek-hai tak terhindari lagi.
Kongsun Hong kaget mendengar suara
suitan dari arah "markas"nya. Ia pikir, tak ada
gunanya ngotot menghadapi In Kong-beng,
lebih baik menarik segenap kekuatannya untuk
mempertahankan sanderanya agar jangan
sampai dirampas oleh Lam Sek-hai.
Dengan kata-kata sandi yang hanya
dipahami anak buahnya sendiri, Kongsun Hong
menyuruh semuanya untuk mundur sambil
bertahan. Tetapi disisakan beberapa anak
buahnya yang tangguh untuk "menyambut"
lorong itu agar In Kong-beng dan rombongannya tetap tertahan di situ.
Kota Serigala Jilid 8 21 "Jangan lari!" teriak In Kong-beng garang.
Namun Kongsun Hong sudah melenyapkan diri
di antara anak buahnya, sedangkan In Kongbeng sendiri ditahan gigih oleh empat bandit
tangguh. Sempitnya lorong itu menguntungkan pihak
bandit yang dapat bertahan dengan baik tanpa
membutuhkan banyak tenaga. Memang pihak
Kim-jiok-bun berjumlah lebih banyak, tapi
sebagian besar dari mereka tak bisa ikut
bertempur, cuma berdesak-desakan di bagian
belakang. Keikut-sertaan "orang-orang belakang" itu dalam pertempuran hanyalah
berujud teriakan-teriakan seperti "hidup Kimjiok-bun" atau "jayalah selama-lamanya" dan
sebagainya. Lebih dari itu, mereka tidak berbuat
apa-apa. In Kong-beng rupanya tahu kelemahan itu,
maka berteriaklah ia memberi perintah, "Jangan
berjejal-jejal di belakang saja! Cari jalan lain
untuk menyerbu sarang musuh dari arah lain!"
"Tetapi... lorong itu becek. Nanti sepatu kami
kotor!" ada jawaban dari barisan belakang.
Kota Serigala Jilid 8 22 In Kong-beng mendengarnya dan mendongkol sekali. Murid-muridnya agaknya
adalah penganut-penganut setia prinsip
"kebersihan pangkal kesehatan".
Akhirnya In Kong-beng bertekad menyingkirkan bandit-bandit yang menghalanginya di depannya itu.
Sambil berteriak keras, ia ayunkan
pedangnya lebih cepat dan lebih kuat. Sedetik
kemudian, seorang bandit tertembus dadanya.
Bandit-bandit lainnya terdesak mundur dan
mulai ketakutan. "Tua bangka ini kesurupan setan!" teriak
mereka. In Kong-beng gusar dan membentak, "Kalian
inilah setan-setan yang harus dilenyapkan dari
muka bumi! Kalian harus belajar bagaimana
bersikap hormat terhadap seorang bangsawan
semacam aku ini!" Sambil memamerkan betapa terhormat
kedudukannya, dibabatnya lagi satu bandit. Lalu
ia menerjang lagi dengan beringas, penuh nafsu
untuk membunuh sebanyak-banyaknya.
Kota Serigala Jilid 8 23 Sebaliknya para bandit lebih mementingkan
nyawa daripada sikap gagah-gagahan segala.
Maka menghadapi In Kong-beng yang makin
ganas, mereka mundur meninggalkan lorong itu
untuk bergabung dengan Kongsun Hong dan
kawan-kawan mereka yang lain, yang tengah
menghadapi serbuan Lam Sek-hai dan orangorangnya.
Dalam penyerbuan itu, Lam Sek-hai
mengerahkan cukup banyak tukang kepruknya.
In Kong-beng memimpin murid-muridnya
untuk mengejar dengan semangat, dan sesaat
kemudian sudah bergabung dengan orangorangnya Lam Sek-hai untuk membentuk
serangan bersama. Di halaman luas gedung tua itu telah terjadi
saling bantai yang sengit. Baik anak buah Lam
Sek-hai maupun anak buah Kongsun Hong
seolah berlomba merebut juara "manusia
terkejam", untuk menciutkan nyali lawan
masing-masing. Musuh tidak cukup dirobohkan,
tapi dibacok berulang kali, dicincang, diinjakinjak dengan sadis.
Kota Serigala Jilid 8 24 Dan yang nyalinya ciut paling dulu melihat
pameran kekejaman itu adalah murid-murid
Kim-jiok-bun. Kalau latihan silat di perguruan,
mereka hanya pelan-pelan saja, sambil
mempelajari seribu satu teori. Jarang In Kongbeng mengajar sendiri, kecuali kepada In Hiang.
Sedang kepada murid-murid biasa yang
mengajar cukup kakak-kakak seperguruan
mereka. Nama tenar In Kong-beng hanya
digunakan sebagai penarik agar banyak
pengikut, banyak iuran yang masuk pula...
Kini, para murid Kim-jiok-bun mulai gemetar
dengkulnya ketika melihat betapa buasnya
perkelahian di gedung tua "markas" penculik
itu. Itulah kebuasan yang belum mereka lihat,
mereka bayangkan saja belum pernah...
"Ba... bagaimana ini... maksudku dengan...
de... dengan kita?" seorang murid bertanya
gemetar kepada murid lainnya.
Dan murid yang ditanya itu kebagian beban
untuk mencari jawabnya. Untung dia cukup
cerdas, "Yah, ilmu pedang Kim-jiok-bun kita
termasuk nomor satu di rimba persilatan.
Kota Serigala Jilid 8 25 Karena itu, kita sebagai pewaris-pewaris ilmu
yang luhur itu, jangan sampai menodainya
dengan ikut-ikutan dalam pertempuran liar
ini..." Si penjawab puas dan lega untuk
jawabannya sendiri. Saudara-saudara seperguruannya pun merasa berterima kasih,
karena sudah dicarikan alasan untuk hadir
sebagai penonton saja. "Betul. Kalau kita mau, dalam waktu singkat
pasti akan bisa kita sapu bersih bandit-bandit
busuk itu. Tapi apa untungnya bagi kehormatan
perguruan kita" Malah akan memalukan kita
sendiri, kalau para pendekar sampai mendengar
bahwa kita berkelahi dengan para tukang
kepruk jalanan ini..."
"Setuju! Kita menjaga di luar arena saja!"
"Apakah kita tidak perlu berpencaran untuk
menjaga setiap sudut?" tanya seorang murid.
Namun kemudian ia menyesal untuk
pertanyaannya sendiri, dan
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buru-buru disediakannya sendiri jawabannya. "Aku rasa
tidak perlu, bukan" Toh kalau kita bergerombol
Kota Serigala Jilid 8 26 di sini akan lebih aman... eh, maksudku, dari sini
pun kita bisa mengawasi bandit-bandit yang
hendak kabur..." "Betul. Betul."
Maka murid-murid Kim-jiok-bun akhirnya
cuma menonton di tepi gelanggang saja.
Pedang-pedang mereka terhunus, jubah-jubah
indah-indah mereka bergetar melambai, gagah
sekali. Mereka juga diam dengan wajah angker,
alis dikerutkan, tidak cengengesan, sebab bisa
mengurangi keangkeran penampilan seorang
pendekar. Begitu kabarnya. Cuma tidak terlihat
bagaimana jantung mereka berdebar-debar
kencang, dan keringat dingin mengalir di
punggung mereka. Melihat sikap orang-orang Kim-jiok-bun itu,
anak buah Lam Sek-hai jadi heran. Kenapa
mereka tidak segera membantu, malah
menonton saja" Seorang anak buah Lam Sek-hai berteriak,
"Teman-teman dari Kim-jiok-bun! Cepatlah
masuk ke arena untuk membantu kami
menyelesaikan bandit-bandit ini!"
Kota Serigala Jilid 8 27 Seorang murid Kim-jiok-bun menjawab
dengan gaya berkhotbah, "Doa restu kami
menyertaimu, saudara-saudara yang gagah
berani! Yakinlah bahwa fajar kemenangan yang
gilang-gemilang akan menyinari kalian, menggusur kabut keangkara-murkaan para
bandit itu! Kalian berjuang di pihak yang benar!
Dan tugas kami adalah mengawasi di sini, kalau
ada hamba-hamba kejahatan itu yang hendak
berbuat curang atau melarikan diri!"
Jawaban itu mencengangkan anak buah Lam
Sek-hai. Yang tadi berteriak minta bantuan, kini
menggerutu perlahan, "Dimintai bantuan kok
malah berkhotbah" Bilang saja takut, kenapa
harus pura-pura?" "Mereka pikir sedang menonton adu
jangkrik?" "Coba sekarang kau yang meneriaki
mereka..." "Baik..." sahut temannya. Lalu, "Hai, para
kesatria berbudi luhur dari Kim-jiok-bun! Inilah
saatnya kalian menunjukkan darma-bakti
Kota Serigala Jilid 8 28 mengabdi kebenaran dan keadilan, menumpas
kawanan iblis tak berperikemanusiaan!"
Jawaban murid Kim-jiok-bun, "Musuh kali ini
cuma bandit-bandit kelas teri yang tidak berarti.
Mereka akan besar kepala kalau sampai
ditangani oleh kami sendiri. Karena itu,
saudara-saudara, cukuplah saudara-saudara
saja yang menghadapi. Pasti saudara-saudara
akan menang! Kim-jiok-bun merestui perjuangan suci kalian!"
Kata-kata itu merendahkan pihak Kongsun
Hong, tapi tanpa sadar juga ikut merendahkan
pihak Lam Sek-hai sendiri, karena adanya
kalimat "cukup saudara-saudara yang menghadapi" itulah. Keruan anak buah Lam
Sek-hai jadi mendongkol mendengarnya.
Dan dalam suasana pertempuran penuh bau
darah itu, sikap anak buah Lam Sek-hai menjadi
kasar pula, tidak seperti biasanya kalau
bersikap hormat kepada tamu-tamu dari Kimjiok-bun itu.
"Pendekar-pendekar gadungan! Bernyali
tikus tapi berlagak macan!"
Kota Serigala Jilid 8 29 "Kita selesaikan sendiri, tidak usah minta
bantuan mereka. Nanti kalau mereka dipaksa
maju juga, kasihan. Bisa-bisa mereka menangis
atau pingsan ketakutan, atau kencing-berak di
dalam celana!" Untunglah, dalam operasi kali itu Lam Sekhai cukup banyak membawa orang-orangnya.
Biarpun tidak dibantu orang-orang Kim-jiokbun, tapi jumlahnya tetap lebih banyak dari
jumlah anak buah Kongsun Hong. Apalagi pihak
Kongsun Hong sama sekali tidak siap
menghadapi serangan itu. Karena itu, keseimbangan yang nampak
sengit antara kedua pihak hanyalah nampak
pada permulaan bentrokan. Sesudah itu, pihak
Kongsun Hong mulai berhasil ditekan mundur
terus. Dari halaman depan bangunan tua,
mereka didesak sampai ke puing-puing di
bagian belakang. Namun para bandit masih
mencoba bertahan dengan gigih.
Yang lebih memberatkan pihak Kongsun
Hong ialah hadirnya Lam Sek-hai dan In Kongbeng yang tangguh. Memang murid-murid KimKota Serigala Jilid 8
30 jiok-bun penakut semuanya, namun Ketua
mereka tetaplah seorang pembunuh yang ganas.
Lam Sek-hai bertempur satu lawan satu dan
berhasil mendesak Kongsun Hong. Sedangkan
In Kong-beng mengamuk ganas tanpa ketemu
lawan yang setimpal. Jubah putihnya yang
selama ini menjadi lambang "kesuciannya" kini
seolah sudah ditambahi gambar bunga-bunga
merah besar dan kecil, hasil cipratan darah
korban-korbannya yang banyak.
Jerit kematian anak buahnya yang berturutturut menyadarkan Kongsun Hong bahwa
pihaknya benar-benar terancam musnah. Tapi
ia masih punya andalan, teriaknya, "Lam Sekhai, kau masih sayang kepada nyawa anakmu
atau tidak"!" Lam Sek-hai ragu-ragu, tapi In Kong-beng
tidak. Serunya, "Hiantit, sebagai seorang hakim
dan pendekar, kau tidak boleh berdamai dengan
orang jahat! Sayangilah nama baikmu. Anakmu
pasti bisa kita selamatkan dengan kekuatan kita
sendiri!" Kota Serigala Jilid 8 31 Kata-kata gagah In Kong-beng itu disambut
dengan sorak-sorai murid-murid Kim-jiok-bun
dari pinggir gelanggang. Sedangkan Kongsun Hong yang telah terjepit
itu memerintah anak buahnya, "Bawa bocah
cengeng itu kemari! Kalau perlu, sembelih dia di
depan bapaknya!" Sebenarnya Lam Sek-hai ingin agar
pertempuran berhenti, agar ada kesempatan
berbicara dengan Kongsun Hong. Tapi In Kongbeng tidak menghentikan amukannya, dengan
sendirinya pertempuran pun berlangsung terus.
Lam Sek-hai gemas sekali, tetapi tidak berani
mencegah si bangsawan tua yang keras kepala
itu. Dalam suasana hati yang kacau itu tiba-tiba
timbullah setitik prasangka terhadap In Kongbeng, "Jangan-jangan si tua bangka ini pernah
ketemu Hu Kong-hwe sendiri, entah kapan dan
dimana, dan mendengar bisikannya yang
mengungkapkan rahasiaku" Lalu si tua ini
mengharapkan matinya anakku dengan cara ini,
agar batal perkawinan anakku dengan cucunya"
Kota Serigala Jilid 8 32 Kalau membatalkan terang-terangan tentu
kuatir nama keluarganya ternoda, lalu dengan
cara ini?" Begitulah. Pikiran Lam Sek-hai yang sudah
ruwet, jadi tambah ruwet karena munculnya
dugaan baru ini. Sementara di sekitarnya,
pembantaian terhadap anak buah Kongsun
Hong masih terus berlangsung...
Saat itulah anak buah Kongsun Hong yang
ditugaskan mengambil Lam Kiong-peng itu
telah muncul kembali dengan wajah gugup, dan
laporannya kepada Kongsun Hong amat
mengejutkan, "San-cu, tawanan itu hilang!"
Karena paniknya, anak buahnya itu
melaporkan dengan suara keras, sehingga Lam
Sek-hai dan In Kong-beng ikut mendengar pula.
Berarti habislah peluang Kongsun Hong untuk
menggertak lawan dengan mengancam keselamatan Lam Kiong-peng. Kini, keputusan
hidup mati sepenuhnya tergantung di ujung
senjata. In Kong-beng kontan berseru dengan
bersemangat, "Hiantit, jangan ragu-ragu lagi.
Kota Serigala Jilid 8 33 Pasti A-hiang cucuku yang telah membebaskan
calon suaminya itu! Tadi dia ikut berangkat dari
rumah bersama aku, tapi di tengah jalan tibatiba menghilang, memisahkan diri secara diamdiam. Pasti dia yang diam-diam menerobos dari
belakang, dan menyelamatkan anakmu. Inilah
hasil kerjanya yang gemilang!"
Demikianlah In Kong-beng langsung "menyematkan bintang jasa" ke pihaknya
sendiri. Dan kesempatan ini tentu saja tidak
dilewatkan oleh murid-murid Kim-jiok-bun
untuk bersorak-sorak, melambai-lambaikan
senjata, dan berebutan mengucapkan sloganslogan memuji diri sendiri.
Lam Sek-hai cuma mengharap mudahmudahan yang terjadi benar-benar demikian.
Dan melihat betapa gembiranya In Kong-beng
mendengar berita itu, terhapuslah prasangka
buruk Lam Sek-hai terhadapnya. Kini nafsu
membunuh Lam Sek-hai pun berkobar, dan
timbul tekadnya untuk membunuh habis para
penculik. Kota Serigala Jilid 8 34 Dengan pedangnya, ia menuding Kongsun
Hong sambil membentak, "Nah, bandit kejam,
usahamu untuk memeras aku telah gagal
sekarang. Sekarang, aku sebagai hakim yang
harus melindungi orang-orang tak bersalah,
menjatuhkan hukuman mati kepadamu sekarang juga! Beserta seluruh anak buahmu!"
Seperti seekor kerbau terluka, Kongsun
Hong melawan mati-matian. Dalam keadaan
putus asa, dia menjadi kalap dan sudah tidak
memikirkan lagi mati hidupnya. Segala
geraknya seolah sudah tidak sadar lagi.
Begitu juga dengan anak buahnya, semuanya
bertempur seperti orang kesurupan. Tapi, baik
Kongsun Hong maupun anak buahnya, akhirnya
benar-benar "menjalani hukuman mati" di
tempat itu. Cuma, dari pihak "pelaksana
hukuman" juga harus menderita kerugian
belasan nyawa... Pertempuran selesai. Setelah selesai, datanglah giliran orangorang Kim-jiok-bun untuk beraksi di
gelanggang. Dengan tegap mereka memasuki
Kota Serigala Jilid 8 35 arena, menendangi mayat-mayat musuh,
mengeluarkan komentar yang seram-seram
untuk mengangkat nama Kim-jiok-bun. Anak
buah Lam Sek-hai cuma melihat tindak-tanduk
mereka tanpa kata. Sementara Lam Sek-hai telah bertanya
kepada In Kong-beng, "Paman, menurutmu,
apakah benar A-hiang yang telah membebaskan
anakku?" "Kalau bukan calon isterinya sendiri, siapa
sudi menempuh bahaya sendirian untuk
membebaskan Lam Kiong-peng?" sahut In
Kong-beng sangat yakin. "Percayalah, saat ini
anakmu pasti sudah sampai di rumah dalam
keadaan selamat!" Lam Sek-hai mengangguk-angguk.
Saat itulah di lorong kembali terdengar
derap orang banyak, dan muncullah sepasukan
serdadu yang dipimpin sendiri oleh Hu Konghwe yang berjalan gagah sambil memanggul
tombak.
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Biarpun antara Hu Kong-hwe dan Lam Sekhai diam-diam selalu saling mengintai untuk
Kota Serigala Jilid 8 36 menjatuhkan apabila ada kesempatan, tapi
ketika bertemu di hadapan banyak orang,
keduanya saling menyapa dan memberi hormat
dengan sopan. "Aku mendengar kabar katanya kau
memutuskan untuk tidak tunduk kepada para
penculik itu, Tuan Lam..." kata Hu Kong-hwe,
"maka cepat-cepat aku kemari untuk
membantu, tapi rupanya aku sudah tidak
kebagian pekerjaan..."
"Yah, beginilah, tuan Hu..." jawab Lam Sekhai. "Kaum bandit kalau terus dituruti
kemauannya, lama-lama akan minta leher kita.
Maka aku putuskan untuk menyerbu saja."
"Kenapa tuan Lam tidak menghubungi aku,
agar dapat kubantu" Seperti bukan teman lama
saja." Lam Sek-hai tertawa dingin dan agak
menyindir, "Aku khawatir merepotkan tuan Hu.
Lagi pula, semakin banyak orang terlibat,
semakin besar kemungkinannya untuk bocor
rahasianya dan malah menguntungkan pihak
bandit. Benar tidak, Tuan Hu?"
Kota Serigala Jilid 8 37 Lewat cara terselubung itu Lam Sek-hai
hendak menyatakan bahwa ia tetap tidak
mempercayai Hu Kong-hwe. Dan ketidak
percayaannya semakin tebal melihat Hu Konghwe yang katanya hendak menolong, tetapi
"sengaja datang terlambat".
Hu Kong-hwe merasakan sindiran itu tapi ia
tertawa-tawa saja. "Bagaimana, tuan Lam"
Apakah puteramu sudah berhasil diselamatkan?" In Kong-beng menyorot bicara dengan
bersemangat, "Sudah! Cucuku perempuanlah
yang berhasil menyelamatkan calon suaminya
itu! Tidak percuma aku mendidik bocah itu
sejak kecil. Ha-ha-ha."
Hu Kong-hwe agak terkesiap. Pikirnya,
"Dibebaskan oleh In Hiang" Apakah Hek-ci dan
teman-temannya telah gagal menjalankan tugas
dariku?" "Benarkah... benarkah In Kiongcu (puteri In)
yang berhasil menyelamatkan puteramu tuan
Lam?" tanya Hu Kong-hwe ragu-ragu. "Apakah
ada yang melihatnya sendiri?"
Kota Serigala Jilid 8 38 "Tidak perlu melihat sendiri tapi pasti!" lagilagi In Kong-beng yang menyorot bicara dengan
gagahnya. Sedangkan melihat keragu-raguan Hu Konghwe, Lam Sek-hai mulai memancing-mancing,
"Tuan Hu, nampaknya kau tidak mempercayainya" Kenapa?"
"Ah, bukannya aku tidak percaya..." buruburu Hu Kong-hwe menjawab. "Aku cuma
kagum saja. Seorang gadis yang begitu muda,
telah berhasil melakukan perbuatan yang begitu
hebat." Semua orang puas mendengar jawaban itu,
hanya Lam Sek-hai yang tidak. Ia mencurigai
kalau di balik sikap Hu Kong-hwe itu pasti ada
sesuatu yang disembunyikannya. Ia ingin
bertanya, tapi tidak di tempat begitu banyak
orang. "Kalau tuan Lam sudah berhasil menyelesaikan sendiri soal anaknya, baiklah
aku mohon diri saja," kata Hu Kong-hwe
akhirnya. "In Ong-ya, aku minta diri."
"Tunggu, tuan Hu!" Lam Sek-hai memanggil.
Kota Serigala Jilid 8 39 "Ada apa, tuan Lam?"
"Dalam waktu dekat ini, bisakah aku minta
waktu untuk berbicara empat mata denganmu?"
"Dengan senang hati, kapan saja kau mau,
tuan Lam." "Pertemuan untuk membicarakan apa?"
Pangeran In Kong-beng yang serba ingin tahu
itupun menyerobot. Hu Kong-hwe cuma tersenyum, dan Lam
Sek-hai yang menjawab, "Paman, aku dan tuan
Hu sebagai pemimpin-pemimpin kota Longkoan, memang sering memperbincangkan
banyak hal yang bersangkut-paut dengan
kesejahteraan penduduk."
In Kong-beng mengangguk-angguk percaya.
"Ooo, begitu. Kalian berdua benar-benar
pemimpin-pemimpin teladan, berbahagialah
penduduk Long-koan di bawah lindungan
kalian. Aku sungguh kagum... sungguh kagum."
Mendengar itu, Lam Sek-hai dan Hu Konghwe saling pandang sejenak, lalu tersenyum
bersamaan. Dua pemimpin yang tersenyum
bersamaan itu sungguh jarang sekali terjadi.
Kota Serigala Jilid 8 40 Sementara In Kong-beng berkata lagi, "Dan
aku, sebagai seorang tua yang sudah banyak
pengalaman di pusat pemerintahan di Pak-khia,
bersedia ikut dalam pembicaraan itu.
Barangkali saja pikiran-pikiranku akan banyak
membantu kalian." "Hal itu terserah kepada tuan Lam," kata Hu
Kong-hwe yang tiba-tiba "mengoper bola"
kepada Lam Sek-hai. Jidat Lam Sek-hai berkerut sebentar, lalu
berkata sambil tersenyum, "Paman yang kami
akan bicarakan cuma urusan rutin yang tak
berarti, jangan sampai membuang-buang waktu
Paman yang berharga. Kelak kalau kami
membicarakan urusan berat yang membutuhkan pikiran-pikiran cemerlang yang
diluar kemampuan kami, kami barulah berani
mengharap dengan sangat agar Paman suka
membantu kami." "Oh, aku akan selalu menyediakan waktu
untuk itu," kata In Kong-beng dengan gayanya
yang agung. Kota Serigala Jilid 8 41 "Nah, aku mohon diri..." sekali lagi Hu Konghwe berpamitan sambil memberi hormat, lalu
pergi membawa pasukannya.
Sementara itu, Lam Sek-hai dan In Kongbeng beserta seluruh rombongan pun pulang
kembali ke gedung Lam Sek-hai, membawa
mayat-mayat dan orang-orang terluka.
Namun setibanya di rumah Lam Sek-hai,
mereka tercengang karena ternyata In Hiang
maupun Lam Kiong-peng belum tiba di rumah.
"Kenapa bisa begini, Paman?" tanya Lam
Sek-hai gelisah. Si bangsawan tua juga mulai goyah
keyakinannya. Tapi dengan kefasihan lidahnya,
dia coba memberi jawaban berputar-putar yang
dasarnya serba kira-kira.
**SF** Yang sebenarnya terjadi, In Hiang tidak
membebaskan Lam Kiong-peng seperti yang
dikatakan kakeknya. Memang di tengah jalan
dia memisahkan diri diam-diam dari
rombongan. Tapi bukan karena ingin menolong
calon suaminya yang senang foya-foya itu. In
Kota Serigala Jilid 8 42 Hiang malahan mencemaskan si "iblis cilik"
yang terluka sendirian di pinggir hutan.
Bagaimana kalau ketemu orang jahat atau
binatang buas" Atau kelaparan, padahal belum
kuat mencari makan sendiri" Suatu kecemasan
yang aneh, tidak masuk akal, namun begitu kuat
menguasai perasaannya. "Apa peduliku dengan bangsat cilik itu?"
mula-mula In Hiang mencoba memadamkan
dorongan tak masuk akal itu. Tetapi kata-kata si
"bangsat cilik" tiba-tiba terngiang-ngiang
kembali di kupingnya, "Lam Sek-hai, satusatunya saksi peristiwa pembunuhan itu,
apakah seorang yang dapat dipercaya" Apakah
laporannya yang menuduh Leng-san-su-ok itu
harus ditelan mentah-mentah saja?"
Karena pengaruh kakeknya sejak kecil,
semula In Hiang memang setengah mati
membenci Leng-san-su-ok, ingin mencincang
mereka. Tetapi setelah melihat sendiri
kemunafikan Lam Sek-hai di kota Long-koan,
dia jadi tidak mempercayai lagi "satu-satunya
saksi" itu. Kesangsiannya terhadap Lam Sek-hai
Kota Serigala Jilid 8 43 menebal, setelah ia bertemu dengan anak salah
seorang tokoh Leng-san-su-ok yang biarpun
agak kurang ajar, tapi terkesan blak-blakan,
agaknya jauh lebih bisa dipercaya daripada Lam
Sek-hai yang terhormat. Maka In Hiang jadi
ingin menyelidiki kembali peristiwa kematian
ayahnya, tapi tidak lagi mau terpengaruh
"kesaksian" Lam Sek-hai. Penyelidikannya akan
dari awal sekali. Karena itulah setelah memisahkan diri dari
barisan Kim-jiok-bun, ia langsung menggedor
pintu sebuah kedai makanan yang sebenarnya
sudah tutup. Secara paksa ia membeli
sekeranjang kecil makanan dan minuman,
untuk dibawa ke... hutan di luar kota!
"Garong cilik itu tidak boleh mati kelaparan
sebelum berhasil kudapatkan keterangan yang
jelas darinya," demikian ia membohongi diri
sendiri, untuk mengusir keinginannya yang
aneh untuk bertemu dengan si "garong cilik" itu.
Sedangkan tentang nasib Lam Kiong-peng,
calon suaminya yang resmi, malahan sudah
tersingkir dari pikirannya.
Kota Serigala Jilid 8 44 Dan langkahnya semakin pasti menuju ke
hutan itu. **SF** Malam hari di pinggir hutan, tentu saja gelap
sekali. Tapi Yo Siau-hou tidak berani
menyalakan api, kuatir kalau terlihat dari
kejauhan dan bakal mendatangkan kesulitankesulitan, apalagi tubuhnya masih kesakitan
dihajar seseorang yang tak dikenal dua malam
yang lalu, di kaki bukit Ke-hong-nia. Kemudian
ditinggalkan begitu saja, karena dikira sudah
mati rupanya. Sampai detik itu, ia belum tahu siapa si
penyerang. Yang dia ketahui hanyalah, si
penyerang itu memiliki ilmu silat yang lebih
tinggi dari dirinya. "Orang itu hanya marah ketika melihat aku
sedang memegangi paku emas dari si pendeta
pengembara. Dan dengan marah memaki aku
sebagai pembunuh." Tiba-tiba setitik sinar terang melintas di
benaknya yang penuh kabut ketidak-tahuan. Ia
menduga si pendeta pengembara itu adalah
Kota Serigala Jilid 8 45 Kim-ting-hong-lou, Lou Kim, tokoh pertama dari
Leng-san-su-ok. Maka orang yang marah atas
kematiannya, tidakkah mungkin orang itu juga
tokoh Leng-san-su-ok yang lainnya"
Hati Yo Siau-hou bergetar, pikirnya, "Orang
itu, kemungkinan besar adalah salah satu dari
Hong-ou Jiat-pian (cambuk maut pencekik
leher) Liu Gin atau Kong-ge-hui-ma (kuda
terbang bergigi besi) Ma Kong. Si kedua dan si
ketiga Leng-san-su-ok. Kemudian sekuat tenaga dicobanya mengingat-ingat wajah dan bentuk tubuh orang
yang memukulnya itu. Namun ia cuma setengah
berhasil. Yang tergambar kembali di pelupuk
matanya tidak lebih dari bayangan seorang
bertubuh kurus, gerakannya secepat hantu,
namun wajahnya sama sekali tidak jelas karena
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gelapnya malam. Ciri lainnya, punggung orang
itu menggendong seperti tikar yang digulung
dan diikat pada kedua ujung gulungannya,
seolah-olah membawa sesosok mayat anak
kecil. Kota Serigala Jilid 8 46 Tengah ia berangan-angan, mendadak
didengarnya derap langkah dari kejauhan
mendekat ke arahnya. Sesosok bayangan
nampak melintas dari arah kota ke arah hutan,
melalui dataran rumput di pinggir hutan.
Karena dari jarak sejauh itu tidak mungkin
mengenali siapa yang datang, Yo Siau-hou tidak
mau ambil resiko. Tubuhnya masih sakit kena
hajaran penyerang tak dikenal, dan ia tidak mau
bertambah sakit lagi kalau mendapat hajaran
tambahan. Buru-buru ia bertiarap di rumput
ilalang, namun disibakkannya sedikit ilalang di
depan wajahnya untuk mengintai.
Sedetik darah Yo Siau-hou serasa berhenti
mengalir karena kejutnya melihat orang itu.
Meskipun wajahnya tetap tidak jelas, namun Yo
Siau-hou masih kenal bentuk tubuh yang
jangkung dan kurus itu, apalagi gulungan tikar
yang tergendong di punggungya. Itulah orang
yang baru saja mengisi pikirannya.
"Untung aku cepat bersembunyi." Yo Siauhou bersyukur dalam hatinya. "Kalau sampai
Kota Serigala Jilid 8 47 aku kepergok orang ini sekali lagi, tulangtulangku bisa dirontokkannya semuanya."
Orang itu berhenti hanya berjarak lima
langkah dari tempat sembunyi Yo Siau-hou, lalu
celingukan kesana kemari. Yo Siau-hou
memperhalus suara napasnya, yang untung
tersamar oleh desir angin malam, agar tidak
diketahui. Hatinya tegang bukan main.
Orang itu melangkah hilir-mudik dengan
gelisah, dan Yo Siau-hou lebih gelisah lagi.
Dalam hatinya Yo Siau-hou bertekad, biarpun
kepalanya diinjak, ia takkan bersuara, biar
dikira mayat saja. Ia bukan murid Kim-jiok-bun
dan tak ada yang mengharuskan untuk bersikap
pura-pura gagah perkasa atau tidak takut.
Untunglah orang itu tidak sampai
menginjaknya, namun terus saja melangkah
bolak-balik. Sampai tiba-tiba orang itu bersuit
nyaring. Dari bagian lain tepi hutan itu terdengar
suitan balasan. Menyusul muncul sesosok tubuh
lain berlari-lari mendekat. Seorang yang
bertubuh gemuk pendek sehingga mirip sebuah
Kota Serigala Jilid 8 48 semangka raksasa, namun kecepatan langkahnya sungguh mengejutkan.
Si kurus langsung menyambutnya dengan
pertanyaan keras bernada gelisah, "Sudah
ketemu"!" "Belum," sahut si gemuk sambil menghentikan langkahnya. "Kemarin dimana
kau buang tubuhnya?"
"Di kaki bukit Ke-hong-nia. Mungkinkah dia
belum mati, dan telah pergi ke tempat lain?"
Maka tahulah Yo Siau-hou dalam persembunyiannya, bahwa yang sedang
dibicarakan kedua orang itu adalah dirinya.
"Kemungkinan besar memang dia belum
mati, atau sudah mati tetapi mayatnya diambil
orang lain," terdengar si gemuk mengemukakan
dugaannya. "Tindakanmu saat itu sungguh
gegabah, kau bisa membuat kehadiran kita di
Long-koan ini gampang diketahui, padahal
mestinya dirahasiakan."
"Ya maaf saja. Aku tak dapat menahan
kemarahanku ketika menemukan mayat Lo-toa
(si tertua) di lereng bukit. Dan yang kulihat di
Kota Serigala Jilid 8 49 kaki bukit itu hanyalah dia, maka langsung
kuhantam saja orang itu."
Si gemuk geleng-geleng kepala sambil
berulang kali menarik napas. "Sifat berangasanmu itu ternyata belum hilang-hilang
juga. Harusnya kau tanya dulu, kau
pertimbangkan baik-baik segala tindakanmu,
bukan langsung main hantam secara ngawur
saja, bisa berantakan nanti semua urusan kita."
"Buat apa membuang waktu dengan
bertanya-tanya segala" Aku sudah tahu dia pasti
salah seorang anjingnya Lam Sek-hai. Aku
pernah melihat tampangnya ketika dia keluar
dari rumah judi dengan melompati tembok
belakang, mengejar si kedok hitam yang
merampas uang di rumah judi itu. Nah, siapa
lagi dia kalau bukan salah seorang tukang
kepruk peliharaan Lam Sek-hai?"
"Ah, itu kesimpulan yang amat ceroboh!"
Sementara itu, Yo Siau-hou yang bertiarap di
rerumputan seperti seekor kadal raksasa, ketika
mendengar ucapan si kurus itu mulai ingat
bahwa ia memang pernah bertemu dengannya.
Kota Serigala Jilid 8 50 Ketika dia habis melompati tembok belakang
rumah judi untuk mengejar si kedok hitam,
antara lain ditemuinya seorang penganyam
tikar yang bersikap galak dan dingin. Kalau
diingat-ingat bentuk tubuh si penganyam tikar
itu, tak salah lagi bahwa dia jugalah si kurus ini!
Ternyata diapun seorang jagoan tersembunyi,
dan entah berapa banyak komplotannya di
dalam kota Long-koan. Saat itulah kembali muncul sesosok
bayangan yang berlari-lari cepat dari arah Longkoan. Si gemuk dan si kurus serempak bersiaga,
tapi tidak bersembunyi. Sedangkan Yo Siau-hou
berdebar demi mengenali yang datang itu
adalah In Hiang. Yang kali ini tidak mengenakan
"seragam maling"nya yang serba hitam,
melainkan berpakaian ringkas biasa. Yo Siauhou jadi mencemaskan keselamatan In Hiang.
Kalau sampai bentrok dengan si gemuk dan si
kurus, yang entah dari pihak mana. Situasi
tegang di kota Long-koan sedang merupakan
tanah yang subur bagi bibit kesalahpahaman.
Kota Serigala Jilid 8 51 In Hiang semakin dekat, nampak dia
menjinjing sebuah keranjang kecil yang
biasanya untuk membawa makanan. Tetapi
gadis itu menghentikan larinya, ketika melihat
dua orang tak dikenal berdiri di pinggir hutan.
"Siapa"!" In Hiang dan si kurus sama-sama
ingin dijawab lebih dulu.
Tapi yang nomor satu di hati In Hiang
kemudian bukanlah rasa ingin tahu siapa kedua
orang itu, melainkan bagaimana nasib Yo Siauhou yang tidak nampak di tempat itu.
Maka sebelum pertanyaan pertama dijawab,
In Hiang sudah mengajukan pertanyaan kedua
yang bernada meninggi penuh kecemasan,
"Dimana orang yang terluka itu?" Bahkan
keranjang makanan sudah diletakkan, dan
tangannya sudah meraba gagang pedang yang
mencuat di belakang pundaknya.
"Orang terluka?" si gemuk dan si kurus
bertanya berbareng. Lalu si kurus yang
melanjutkan sendiri, "Kau mencarinya, apakah
kau temannya?" Kota Serigala Jilid 8 52 "Dimana dia"!" In Hiang mengulangi
pertanyaannya, lebih cemas dan lebih marah.
Bahkan dalam sedetik, pedangnya sudah
meninggalkan sarungnya dan tergenggam erat
di tangannya yang tegang.
Percakapan antara kedua belah pihak terdiri
dari banyak pertanyaan, tapi tidak satupun
jawaban, sehingga jadi simpang siur dan
kesalahpahaman pun meningkat. Apalagi ketika
si kurus mulai mengenali siapa In Hiang, "He,
bukankah kau cucu si keparat tua In Kong-beng
yang sedang berada di rumah Lam Sek-hai"!"
"Benar. Sekarang jawab, dimana orang
terluka itu"!" Jawabannya adalah geram marah si kurus,
yang dengan gerak cepat menurunkan gulungan
tikar di punggungnya, lalu dibuka, dan dari
dalamnya mengeluarkan sebatang tongkat baja
penuh gerigi, hanya pada pegangannyalah yang
tidak ada geriginya, namun terbalut kain
berbulu agar tidak licin kalau dipegang.
"Bagus! Jadi inilah cucu si bangsat tua In
Kong-beng yang seenaknya saja menuduh kami
Kota Serigala Jilid 8 53 berempat sebagai pembunuh In Kui-cu,
sehingga kami harus bersembunyi selama
sepuluh tahun ini"!" bentak si kurus sambil
memutar tongkatnya sehingga menderu di
udara. "Sekarang biar kutangkap kau, untuk
memaksa bangsat tua itu mencabut tuduhannya
yang tidak benar kepada kami berempat!"
Ada tiga pihak yang terkejut mendengar
kata-kata keras si kurus itu. Pertama adalah si
gemuk yang tak sempat mencegah rekannya itu,
dalam kemarahan, "mengumumkan" siapa
dirinya secara tidak langsung. Sesuatu yang
disesalinya, apalagi diucapkan di hadapan cucu
perempuan Ketua Kim-jiok-bun. Si gemuk ini
geleng-geleng kepala, karena merasa bahwa
watak berangasan si kurus ini benar-benar
cukup merepotkan. Pihak kedua yang terkejut ialah Yo Siau-hou
di tempat sembunyinya. Kata-kata si kurus
tentang "kami berempat" serta "sepuluh tahun
bersembunyi karena dituduh" itu langsung
mengaitkan si kurus berangasan itu dengan
seorang tokoh Leng-san-su-ok. Dan ketika
Kota Serigala Jilid 8 54 melihat bentuk senjatanya, tongkat besi
bergerigi, Yo Siau-hou mulai dapat menebak.
Yang ketiga ialah In Hiang.
"Apakah kau salah seorang dari Leng-san-suok?"
"Ya!" "Tokoh nomor berapa?"
"Supaya arwahmu tidak penasaran, dengarkan! Aku tokoh nomor tiga, Ma Kong
yang disebut juga Kong-ge-hui-ma (kuda
terbang gerigi baja)!"
Si gemuk mengelus dada. Sungguh sulit si
kurus berangasan itu mengendalikan mulutnya.
Di tempat sembunyinya, Yo Siau-hou begitu
cemas kalau In Hiang marah dan langsung
melabrak Ma Kong, bisa celaka sendiri. Namun
ternyata tidak. In Hiang tetap terkendali, dan Yo
Siau-hou senang melihatnya. Itu tandanya In
Hiang tidak lagi menuduh Leng-san-su-ok
sengotot semula. Itu tanda pula In Hiang
berkurang kepercayaannya kepada Lam Sekhai, "satu-satunya saksi pembunuhan" itu, tak
peduli Lam Sek-hai itu calon mertuanya sendiri.
Kota Serigala Jilid 8 55 Memang In Hiang dapat mengendalikan diri.
Yang tak bisa mengendalikan diri justru Ma
Kong, yang langsung saja mencaci maki dengan
sengit, "Memangnya In Kong-beng itu apa"
Dewa atau malaikat yang serba tahu" Tahi
kucing! Dia cuma keledai tolol yang gampang
dituntun oleh si ular licik Lam Sek-hai agar
mengejar-ngejar kami! Dan Lam Sek-hai akan
memetik keuntungannya dengan mendapatkan
peta harta karun itu!"
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mulut In Hiang sudah bergerak untuk
menjelaskan, tetapi tongkat Ma Kong lebih dulu
bergerak dengan dahsyat, menyapu datar ke
pundak In Hiang dengan tipu Tiat-so-heng-kang
(rantai besi melintang di sungai).
Mendengar deru angin yang menyertai gerak
tongkat itu, In Hiang sadar betapa hebat
kekuatan lawannya. Ia tak berani membenturnya, melainkan melompat menghindar. Tapi Ma Kong mengejar dengan
serangan berikutnya yang hendak meremukkan
sepasang betis In Hiang. Kota Serigala Jilid 8 56 Mendengar deru angin yang menyertai gerak
tongkat itu, In Hiang sadar betapa hebat
kekuatan lawannya Kota Serigala Jilid 8 57 Tongkat baja bergerigi yang berat itu, di
tangan Ma Kong ternyata menjadi seringan
sepotong ranting kering saja. Serangan demi
serangan penuh kemarahan, saling susul begitu
cepatnya. Orang yang melihat akan sulit percaya
bahwa di dalam tubuh yang begitu kurus
tersimpan tenaga yang begitu hebat. Selain itu,
gerak tubuhnya juga cepat dan ringan, seolah
beterbangan saja. Barang kali dari segi inilah dia
mendapatkan julukan. Sambil diam-diam menonton pertempuran
itu, Yo Siau-hou diam-diam membatin,
"Seandainya dalam sepuluh tahun ini ayah tidak
hanya bermalas-malasan minum arak dan
merenungi peta harta karun, tapi berlatih
dengan giat, pasti kepandaian ayah juga setaraf
dengan orang ini. Tidak perlu lagi ketakutan
kepada murid-murid Kim-jiok-bun yang cuma
pintar omong besar, bahkan rasanya juga tidak
perlu takut kepada In Kong-beng sendiri."
Namun kemudian disambungnya katakatanya itu sendiri di dalam hati, "Tapi
mengingat tabiat ayah yang buruk, semakin
Kota Serigala Jilid 8 58 tinggi ilmunya akan semakin banyaklah orang
yang celaka di tangannya..."
Sementara itu, In Hiang telah memainkan
ilmu pedangnya dengan penuh kesungguhan.
Pedangnya yang gemerlapan memantulkan
cahaya rembulan, makin lama makin cepat
gerakannya. Karena ia sejak kecil mendapat
bimbingan langsung dari In Kong-beng, maka
caranya bertempur berbeda dengan muridmurid Kim-jiok-bun yang tidak langsung
ditangani In Kong-beng. Biarpun jurus-jurusnya
sama, tapi In Hiang tidak sekedar bergaya
dengan jurus yang indah-indah, melainkan
setiap geraknya benar-benar bernafaskan
pertempuran. Cuma kali ini In Hiang ketemu lawan yang
sungguh berat, bahkan takkan teratasi. Ma Kong
sudah menjadi bandit tangguh selagi In Hiang
masih bocah. Dan setelah sepuluh tahun
menggembleng diri dipacu rasa dendam dan
ketakutan, Ma Kong agaknya sudah layak
mensejajarkan diri dengan para jagoan lapisan
atas. Kota Serigala Jilid 8 59 Tongkatnya menderu dahsyat seperti
prahara. Rapat, cepat, keras, didukung tenaga
yang mengalir tak habis-habisnya. Maka, cukup
dalam dua puluh jurus, In Hiang segera jatuh ke
bawah tekanan berat yang menyesakkan napas.
Kalau masih bisa bertahan sepuluh jurus
lagipun sudah boleh dikatakan keajaiban...
Dan Yo Siau-hou yang melihatnya jadi tak
tahan untuk terus bersembunyi serta
membiarkan In Hiang dalam bahaya. Tuduhan
Kim-jiok-bun bahwa Leng-san-su-ok membunuh Pangeran In Kui-cu hanyalah hasil
fitnahan Lam Sek-hai. Namun kalau Ma Kong
dibiarkan mengumbar kemarahannya sampai In
Hiang terbunuh, maka urusan itu benar-benar
urusan pembunuhan, bukan sekedar fitnah saja.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Yo Siauhou bangkit dari persembunyiannya sambil
berseru, "Hentikan! Hentikan! In Koh-nio (nona
In) dan Ma Samsiok (paman ketiga Ma)!"
Munculnya Yo Siau-hou memang mengejutkan. In Hiang pada suatu kesempatan
telah melompat keluar dari arena biarpun tetap
Kota Serigala Jilid 8 60 dalam sikap siaga. Tapi ia merasakan kelegaan
rangkap dua. Lega dari tekanan lawannya yang
buas, lega pula melihat Yo Siau-hou masih
hidup. Sedangkan seruan "Ma Samsiok" itu
mengherankan Ma Kong, sehingga diapun
menghentikan pertempuran, untuk melihat
siapa yang memanggilnya itu. Alangkah
tercengangnya ketika melihat si pemanggil itu
adalah pemuda yang dua malam yang lalu
dipukulnya sampai hampir mati, dan
ditinggalkan begitu saja di kaki bukit Ke-hongnia.
"Kau keparat! Ternyata kau belum mampus
kena pukulanku?" si berangasan ini kembali
meraung dan siap menerjang. "Kau yang telah
membunuh Lo-toa! Sekarang harus kuremukkan tulang-tulangmu!"
"Tahan, Lo-sam!" si gemuk teman Ma Kong
mencegah. "Tidakkah tadi kau dengar
bagaimana dia memanggilmu" Tanyai dulu
siapa dia sebenarnya!"
Kota Serigala Jilid 8 61 Ma Kong menghentikan langkahnya, lalu
membentak sambil menudingkan tongkatnya,
"He, bocah! Kenapa kau memanggilku Paman
Ketiga" Anak siapa kau?"
"Namaku Yo Siau-hou. Ayahku adalah Tiatkak-cui-yo (Kambing mabuk bertanduk besi) Yo
Tiat!" Yo Siau-hou menyahut cepat sebelum
kepalanya dikepruk tongkat besi bergerigi itu.
"Hah" Jadi kau adalah anak Lo-si si setan
arak itu" Atau cuma mengaku-aku"!"
Yo Siau-hou menyeringai kecut sambil
menjawab, "Buat apa mengaku-aku" Kalau
ayahku seorang jutawan yang mewariskan
harta setinggi gunung, masuk akal kalau aku
mengaku-aku. Tapi ayahku cuma seorang
buronan yang banyak musuhnya, punya hutang
bertumpuk di warung arak, buat apa aku
mengaku-aku sebagai anaknya kalau bukan
benar-benar anaknya?"
Ma Kong menepuk-nepuk jidatnya sendiri
dengan tangan kiri, sambil bergumam, "Iya,
betul. Tapi, eh, kenapa kau bunuh Toa-siok
Kota Serigala Jilid 8 62 (Paman Tertua)-mu yang menyamar sebagai
pendeta pengembara itu?"
(Bersambung ke Jilid 9) Bantargebang, 31 Mei 2018, 19:05
Kontributor Image/Buku : Koh Awie Dermawan
Re-Writer : Siti Fachriah
first share in facebook Group : Kolektor E-Book
Kota Serigala Jilid 8 63 Kota Serigala Jilid 9 1 Kota Serigala Jilid 9 1 KOTA SERIGALA Karya : STEFANUS S.P. Jilid IX Karena melihat sikap beringas Ma Kong, Yo
Siau-hou tidak berani berlambat-lambatan
dalam menjawab, "Bukan aku yang membunuhnya, Sam-siok. Aku cuma menemukan dia sudah jadi mayat di bukit Kehong-nia. Bahkan seandainya tidak kutemukan
paku-paku emas di badannya, tentu tidak
kuketahui bahwa dialah Toa-siok Lou Kim..."
"Kalau bukan kau yang membunuhnya
kenapa waktu kau kuserang, kau tidak mau
menjelaskan kepadaku?"
Yo Siau-hou tidak menjawab, cuma
membatin dalam hati, "Bagaimana bisa
menjelaskan" Datang-datang kau terus memukulku sehingga pingsan, sedetikpun tidak
kau beri aku kesempatan untuk bicara..."
Kota Serigala Jilid 9 2 "Tapi benar kau tidak membunuh dia?"
"Cobalah Sam-siok pikirkan, ketika Sam-siok
menyerangku tentu sudah bisa mengukur
sampai dimana kepandaian silatku. Aku hampir
mati waktu itu. Dengan kepandaianku itu,
sanggupkah aku membunuh Toa-siok dari
depan" Padahal kepandaian Toa-siok tentu
setidak-tidaknya setaraf dengan Sam-siok
sendiri..." Itulah pembelaan diri yang dicampur sedikit
menyanjung, dan mujarab untuk menurunkan
kemarahan Ma Kong. "Ah, hampir saja aku keliru membunuh anak
teman sendiri..." kata Ma Kong menyesali diri.
"Bagaimana rasanya tubuhmu sekarang ini,
nak?" "Masih sakit sedikit..." sahut Yo Siau-hou
agak manja. Si berangasan tiba-tiba merogoh-rogoh ke
dalam bajunya. Dalam kegelapan malam, tak
bisa dilihat benda apa saja yang tiap kali
dikeluarkan dari kantongnya untuk didekatkan
ke hidung dan dicium-cium. Beberapa benda
Kota Serigala Jilid 9 3 dimasukkan kembali setelah dicium, tapi benda
yang terakhir dikeluarkan, setelah dicium, tibatiba disodorkan kepada Yo Siau-hou sambil
membentak, "Makan ini!"
Memang kasar si Paman Ketiga ini. Mau
menolongpun suaranya seperti mau membunuh. "Apa itu?" tanya Yo Siau-hou. Ia ragu-ragu
karena melihat benda itu keluarnya dari bawah
ketiak Sam-siok-nya, masa harus ditelan?"
"Makan! Cepat!" bentak Ma Kong. "Kalau
sampai kau mampus, kelak aku tidak punya
muka lagi untuk menemui ayahmu. Ini obat,
bukan racun! Kalau aku masih berniat
membunuhmu, kau kira perlu pakai racun
segala" Dengan tongkatku saja sudah cukup!"
Yo Siau-hou mengusir keragu-raguannya. Ia
terima butiran obat itu dan langsung
menelannya. Baunya memang bau obat, soal
baunya yang agak asam-asam kecut itu bisa
dimaklumi, karena tempat penyimpanannya
memang tepat di bawah ketiak.
Kota Serigala Jilid 9 4 Sikap Ma Kong kepada Yo Siau-hou bisa
dibilang melegakan. Namun tidak kepada In
Hiang. Ia memutar tubuh menghadapi In Hiang
dan tongkatnya sudah diangkat untuk siap
menyerang kembali, sambil menggeram sengit,
Kota Srigala Karya Stefanus S P di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sekarang tibalah saat untuk membunuhmu,
bocah she In!" In Hiang pun siap mempertahankan diri.
Tapi Yo Siau-hou cepat menghadang di antara
kedua orang yang hampir bertempur itu.
"Tahan, Sam-siok! In Kohnio ini pernah
menyelamatkan nyawaku!"
"Eh, eh, kau malah melindungi cucu dari
orang yang selama sepuluh tahun telah
mengejar-ngejar ayahmu dan ketiga pamanmu,
hanya karena mempercayai laporan palsu Lam
Sek-hai?" geram Ma Kong. "Ayo minggir!"
"Sabar, Sam-siok. Jangan mengulangi
kekeliruan hanya karena tak bisa mengendalikan kemarahan. Dua malam yang
lalu, Sam-siok hampir membunuh aku, sekarang
jangan sampai keliru membunuh In Kohnio..."
Kota Serigala Jilid 9 5 "Sabar, Sam-siok. Jangan mengulangi kekeliruan
hanya karena tak bisa mengendalikan
kemarahan. Kota Serigala Jilid 9 6 "Membunuh cucu si keledai tua ini bisa
keliru" Mana bisa" Paling tepat ya membunuh
itulah!" "Sam-siok, dengarkan dulu. In Kohnio ini
bukan seperti lain-lainnya yang menelan begitu
saja laporan palsu Lam Sek-hai tentang
kematian ayahnya. In Kohnio justru tidak
percaya begitu saja, dan ingin menyelidiki soal
itu sejelas-jelasnya. Itulah sebabnya dia tidak
membunuhku, biarpun tahu aku adalah anak
salah satu Leng-san-su-ok. Padahal kalau mau,
dia dengan gampang bisa membunuhku yang
tengah tak mampu melawan..."
"Benarkah itu, bocah she In?" tanya Ma Kong
kepada In Hiang. Diam-diam In Hiang menilai, bahwa Ma Kong
ini bisa saja seorang yang jahat, kasar dan
kejam, tapi tak mungkin berpura-pura. Orang
macam Ma Kong ini lebih gampang dibaca isi
hatinya daripada orang munafik seperti Lam
Sek-hai. Karena itulah In Hiang menguatkan diri
untuk menenggang sikap kasar Ma Kong, demi
memperoleh bahan-bahan keterangan untuk
Kota Serigala Jilid 9 7 penyelidikan kematian ayahnya. Bahan yang
masih murni, bukan yang sudah "diolah" seperti
kepunyaannya Lam Sek-hai...
"Benar..." In Hiang mengangguk.
Ma Kong tiba-tiba tertawa terbahak-bahak
Laskar Pelangi 1 Kedele Maut Karya Khu Lung Menuntut Balas 27
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama