Ceritasilat Novel Online

Pendekar Tanpa Tandingan 3

Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang Bagian 3


adalah tubuh Bu Kiam yang jatuh dalam keadaan duduk sambil menggereng nyaring
dan tangannya mengurutmuda tadi.
Untuk sejenak suasana sepi saja oleh karena semua orang diam keheranan. Mereka
tidak mengerti bagaimana pemuda baju biru itu hanya dalam segebrakan saja telah
berhasil melepaskan pedang lawan dari cekalan si pemiliknya dan bahkan membuat
pula si Muka Kambing yang terkenal kelihayannya itu jatuh sambil mengurut dengkul.
Namun keadaan sepi itu hanya sebentar saja, karena pada detik berikutnya, ketika
melihat Bu Kiam mengurut-urut dengkulnya dengan wajahnya yang seperti kambing
meringis-ringis sehingga kelihatan lucu sekali, maka pecahlah sorak sorai mereka
disertai suara ketawa yang terbahak-bahak.
Bun Liong memandang kepada Bu Kiam dan sambil senyum-senyum simpul, katanya:
Bu Tek Enghiong - Halaman 99
-eh! Kenapa kau ini, saudara Bu" Agaknya kau pelelah benar, sehingga baru
bermain-main segebrakan saja kau sudah melepaskan pedang dan duduk istirahat!
Coba kalau kau menurut kata-kataku tadi kau maju berdua, boleh jadi rasa lelahmu
takkan datang secep Orang-orang yang berada di dekat panggung dan mendengar perkataan pemuda
yang lucu ini jadi tertawa terpingkal-pingkal. Memanglah kata-kata lucu itu sengaja
diucapkan oleh Bun Liong untuk mempermainkan lawannya. Dan sikapnya pun lucu
sekali, yaitu sambil menggendong tangan dan agak membungkuk, seakan-akan
lagaknya seorang kakek yang sedang memberi teguran kepada cucunya yang bandel
dan nakal. Bu Kiam merasa malu sekali dan karena rasa malunya, ia telah melupakan rasa
sakit didengkulnya. Ia berdiri dan dengan tindakan agak pincang ia berjalan dan
memangut pedangnya. Tanpa malu-malu lagi ia segera memberi tanda kepada
kawannya dan si muka hitam segera mencabut pedangnya. Sepasang Buaya Sungai
Kuning ini lalu mengambil kedudukan di kanan kiri pemuda itu.
Souw Bun Liong memandang kepada kedua lawannya berganti-ganti dan kemudian
-sama pasti aku akan mendapat pelajaran
yang berharga dan aku akan membuktikan sendiri betapa hebatnya ilmu pedang kalian
yang sudah tersoh Muka Bu Kiam yang lancip kecil itu menjadi merah, mungkin saking mendongkol
-sama Bun Liong ketawa menyindir karena kata-kata Bu Kiam itu sebenarnya hanya untuk
menutupi kelemahannya sendiri. Kemudian terdengar Bu Kiam berseru dan pedangnya
berkelebat menyamber ke arah leher Bun Liong dengan maksud sekali tebas ia hendak
mendapatkan batang leher pemuda itu.
Dan dalam saat yang sama pula, pedang di tangan Bong Pi mengirim serangan
pula, yaitu ditujukan ke arah sepasang kaki pemuda itu.
Dua macam serangan yang dilakukan dengan arah yang berlawanan dan dalam
waktu yang sama benar-benar tampaknya sukar untuk dikelit, apalagi yang
menghadapinya bertangan kosong saja, maka benar-benar hal ini sangat mengerikan
bagi penonton. Bu Tek Enghiong - Halaman 100
Akan tetapi Souw Bun Liong sungguh tidak memalukan kalau ia mendapat gelar
Tong-koan Hohan. Karena sekalipun tidak memasang kuda-kuda sebagaimana biasanya
seorang ahli silat hendak bertempur, ia sudah mempunyai perhitungan yang seksama
betapa untuk menghadapi serangan itu.
Guna mengelak dari dua serangan atas dan bawah itu, dengan sesigap kijang
melompat, ia melompat ke depan yang selain hendak menyelamatkan diri dari ke dua
serangan yang berbahaya tadi. Juga ia bermaksud akan mengambil kedudukan
berhadapan dengan ke dua lawannya.
Karena menghadapi dua orang lawan secara berhadapan memang jauh lebih
praktis dan mudah daripada dua orang lawan berada di kanan kirinya. Akan tetapi
dengan cepat pula Bu Kiam melompat ke sebelahnya dan kembali pemuda itu berada
di tengah-tengah Huang-ho-ji-go yang mengurungnya di kiri kanan.
Berkali-kali Bun Liong mencoba mengambil kedudukan seperti yang
dikehendakinya. Namun Bu Kiam dan Bong Pi ternyata tidak mau melepaskan dan
secara bergantian dan teratur sekali, mereka selalu mengurung dari dua sisi pemuda
itu sambil pedang mereka terus melakukan serangan yang tak sama arahnya.
Kalau pedang Bu Kiam misalnya menyerang dari atas, maka pedang Bong Pi
menyerampang ke bawah, dan kalau yang seorang mengarah dada, maka tentu yang
lainnya menghantam punggung dan demikianlah seterusnya, sehingga benar-benar
pemuda itu selalu terkurung serta dihujani serangan pedang yang selalu hendak
Memang inilah macam ilmu pedang yang mereka andalkan dan terkenal
kehebatannya apabila mereka berdua maju bersama seperti sekarang ini. Bagi seorang
yang berkepandaian biasa saja, apalagi hanya bertangan kosong, maka sukarlah untuk
lolos dari kepungan kedua bajak sungai yang agaknya mempunyai ilmu kepandaian
dwi-tunggal ini. Akan tetapi Souw Bun Liong akan mengecewakan hati suhunya kalau ia tidak
mampu menanggulangi ilmu pedang ke dua lawan itu. Setelah maklum bahwa ilmu
pedang yang dilakukan bersama-sama oleh Bu Kiam dan Bong Pi tidak boleh dipandang
enteng, ia segera mengerahkan gin-kangnya yang luar biasa sehingga tubuhnya
seakan-akan tubuh seekor burung walet yang amat gesitnya, menyambar-nyambar di
antara kedua sinar pedang yang berkelebatan bagaikan dua ekor naga mengamuk dan
yang tidak memberi jalan keluar kepada lawannya yang amat lincah dan sebat itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 101
Para penonton menahan napas menyaksikan pertempuran hebat ini. Mereka kagum
sekali karena dengan tangan kosong saja pemuda yang tampan itu berani menghadapi
serangan dua batang pedang yang demikian lihaynya, dan sebentar kemudian, yaitu
tatkala pemuda itu mulai mengerahkan gin-kangnya yang luar biasa, para penonton
menjadi melongo karena kini mereka tak dapat melihat tubuh pemuda itu. Ia telah
merubah menjadi sesosok bayangan biru berkelebat kian kemari yang membuat
penglihatan menjadi kabur!
Kulit muka Bu Kiam semakin merah padam dan wajah Bong Pi yang berwarna
pantat kuali itu bertambah hitam. Karena hati si Sepasang Buaya Sungai Kuning ini
merasa penasaran sekali karena setelah bertempur sampai duapuluh jurus lamanya,
masih belum juga dapat melukai atau menyentuh pemuda itu dengan pedang mereka,
apalagi merobohkannya! Diam-diam mereka merasa menyesal sekali telah iseng ingin menjajal kepandaian
merasa penasaran sekali, maka keduanya lalu menyerang dengan lebih gencar dan
sengit. Akan tetapi setelah Bun Liong menggunakan gin-kangnya berkelit ke sana ke
mari dengan secara lincah dan gesit sekali, maka Bu Kiam dan Bong Pi jadi rikuh sendiri.
Berkelebatnya bayangan biru dari tubuh pemuda yang luar biasa gesitnya itu
membuat penglihatan mereka kabur, kepala mereka mulai pening dan karena itu maka
cara mereka melancarkan serangan pun kini menjadi tak teratur lagi! Akan tetapi dasar
Huang-ho-ji-go ini keras kepala, sudah mengetahui bahwa dan hanya melakukan
gerakan berkelit saja pemuda itu sudah membikin mereka kewalahan, apalagi kalau
pemuda itu mengadakan perlawanan, agaknya sudah dari tadi mereka mesti
meninggalkan panggung ini dengan menanggung malu!
Namun karena melihat pemuda itu tidak bersenjata mereka beranggapan bahwa
pemuda itu tak mungkin mengalahkan mereka, sedangkan mereka yang bersenjata dan
mempergunakan ilmu pedang yang paling mereka andalkan, mustahil sekali tak dapat
merobohkan pemuda itu! Demikian pikir dua tokoh bajak sungai ini.
Ke dua orang ini lalu melancarkan serangan-serangan dengan tipu-tipu yang
mematikan. Mereka telah melupakan bahwa dalam pertempuran ini, mereka hanya
ingin menjajal ilmu kepandaian pemuda she Souw itu saja!
Ternyata Souw Bun Liong pun bukan seorang muda yang bodoh. Ia maklum bahwa
kalau dalam pertempuran ini ia terus menerus main berkelit saja, tentu sukar sekali
Bu Tek Enghiong - Halaman 102
akan mencapai kemenangan, bahwa banyak sekali bahayanya ia akan terluka oleh
pedang yang menyerang bertubi-tubi bagaikan hujan lebat itu.
Sebenarnya kalau ia mau, sejak tadipun ia dapat memperoleh kemenangan, tapi ia
ingin mengukur sampai di mana tingkat kepandaian kedua orang ini. Setelah ia
mempergunakan kegesitan dan gin-kangnya yang tinggi untuk meladeni kedua
lawannya sampai empatpuluh jurus, ke dua lawannya itu tampak sudah keripuhan,
maka hati pemuda ini menjadi girang.
Pada suatu ketika ia secara cepat dan tepat. Tiba-tiba terdengar ia berseru nyaring:
Sungguh sukar untuk dipercaya kalau diceritakan, akan tetapi kenyataannya begitu
terdengar seruan pemuda itu, tahu-tahu tubuh Bu Kiam dan Bong Pi telah jatuh dan
rebah di atas lantai panggung dan pedang mereka terlepas pula!
Ternyata dengan gerakan yang seakan-akan melebihi kilat cepatnya. Dalam
tangannya, yaitu tangan kanannya berhasil menotok jalan darah Ceng-pek-hiat di pinggang Bong Pi, dan dalam
waktu yang hampir sama, tangan kirinya menotok jalan darah kian-keng-hiat di pundak
kanan Bu Kiam. Masih untung ke dua orang itu karena Bun Liong tidak bermaksud mencelakakan
mereka. Maka serangan yang seharusnya dilakukan dengan kepalan ke dua tangannya
itu telah sengaja dirobah menjadi totokan yang jitu sekali mengenai sasarannya dan
perti mendadak menjadi lumpuh. Kedua orang ini walaupun tubuhnya roboh terguling di atas panggung, namun tidak
menderita luka-luka. Melainkan keadaan mereka benar-benar tidak berdaya karena
pengaruh totokan yang dilakukan oleh pemuda itu tadi!
Para penonton yang sejak tadi menyaksikan pertempuran yang mengerikan itu
sambil menahan napas kini mereka bersorak-sorai, lebih nyaring dan gegap-gempita
daripada yang sudah-sudah. Karena kemenangan si pemuda kali ini adalah
kemenangan yang terakhir!
Setelah suara tempik sorak agak reda dan sementara tubuh Bu Kiam dan kawannya
masih rebah di hadapan Bun Liong dan masih dalam keadaan tidak dapat bergerak,
Bu Tek Enghiong - Halaman 103
menghampiri mereka. Dan dua kali tangannya bergerak menepuk tubuh mereka di
bagian yang ditotoknya tadi, maka Bu Kiam dan Bong Pi lalu bangun sambil meringisringis.
Bukan main malunya ke dua tokoh bajak sungai yang selama mereka malang
melintang di dunia liok-lim belum pernah mendapatkan tandingan sehingga julukan
mereka Huang-ho-ji-go jadi sangat dikagumi kawan dan ditakuti lawan. Akan tetapi
sekarang.. ." Mereka dibikin roboh oleh pemuda yang agaknya baru saja lulus dari
gemblengan gurunya, yang semula mereka pandang ringan itu!
Alangkah malunya ke dua orang ini, terutama ketika mendengar suara tempik sorak
penonton yang menyambut kemenangan Bun Liong dengan kagum dan gembira.
Dengan menanggung malu yang bukan main hebatnya seakan-akan wajah mereka
dipopoki najis, setelah dapat berdiri mereka lalu memungut pedang yang terlepas dari
pegangan mereka tadi dan kemudian dimasukkan ke dalam serangka yang tergantung
di punggung mereka dan Bu Kiam menjura kepada Bun Liong.
-benar lihay, maka pantaslah kau menempati kedudukan ketua Pauw-an-tui dan menjadi Tong-koan Hohan!
Kekalahan kami berdua kali ini, kami terima dengan perasaan tidak menyesal
sedikitpun, hanya kami masih ingin mencoba dan menjajal pertempuran kita dalam
bentuk barisan, yaitu kami akan memimpin anak buah kami dan kau memimpin
anggauta Pauw-an-tui mu, kita akan bertemu dalam suasana yang lebih ramai di
Setelah mengucapkan kata-kata yang bersifat menantang, dan mengancam ini, ia
lalu mengajak si muka hitam melompat turun dan kemudian menghilang di antara
orang banyak yang berjubel-jubel itu.
Ketika itu tampak Cio wan-gwe, Can Po Goan dan Lu Sun Pin yang melompat naik
ke panggung untuk menyampaikan ucapan selamat kepada Souw Bun Liong. Akhirnya
setelah pemuda ini menerima pesan dari Cio wan-gwe supaya pada keesokan harinya
datang lagi untuk mengadakan perundingan selanjutnya, dan setelah diajak singgah
dulu ke rumah gedung barang sebentar yang ditolaknya dengan halus, maka pemuda
itu lalu minta diri dan meninggalkan mereka.
Souw Bun Liong berjalan pulang di antara sekian banyak orang yang mulai bubar.
Wajah mereka berseri-seri mencerminkan harapan bahwa dengan terbentuknya PauwBu Tek Enghiong - Halaman 104
an-tui yang dikepalai oleh seorang muda tampan serta berilmu kepandaian yang sangat
tinggi itu, mereka yakin bahwa kesulitan penghidupan dan keamanan kota mereka yang
sudah sangat menyedihkan akibat dari gangguan gerombolan perampok dan bajak
sungai, akan segera dapat ditanggulangi!
ooOoo Souw Bun Liong berjalan dengan tindakan tenang menuju ke arah barat, yaitu ke
dusun Lo-kee-cun, di mana ia bersama ibunya tinggal. Dari percakapan orang-orang
yang berjalan searah dengannya, yaitu orang-orang yang habis menyaksikan
pertandingan pibu tadi, Bun Liong mendengar banyak pujian-pujian terhadap dirinya.
Namun karena mereka bercakap di antara mereka sendiri dan tidak langsung
berbicara dengan pemuda itu, maka Bun Liong pura-pura tidak mendengarnya dan
terus melangkahkan kakinya dengan perlahan dan tenang, sungguhpun pujian-pujian
itu sangat membanggakan hatinya.
Akan tetapi ketika Bun Liong mendengar suara wanita yang memanggil namanya,
pemuda ini mau tak mau jadi menoleh. Dan kemudian menghentikan langkahnya dan
membalikkan tubuhnya menghadap orang yang memanggilnya itu.
Ternyata yang memanggilnya itu adalah seorang wanita setengah tua yang
berpakaian seperti seorang perantau. Ia membawa buntalan di punggungnya dan
memandang kepada Souw Bun Liong dengan wajah berseri-seri.
Pemuda ini sangat heran karena ia sama sekali belum pernah mengenalnya. Di
belakang wanita berdiri seorang dara muda yang cantik, yang mengenakan pakaian
serba putih. Untuk sejenak Bun Liong seperti kesima karena heran dan kagum akan kecantikan
dara muda yang sedang tunduk seperti kemalu-maluan itu. Ia heran karena dara muda
yang secantik itu berani mengunjukkan dirinya dengan terang-terangan di depan
umum, sedangkan para wanita muda di kota Tong-koan yang genting itu umumnya
selalu menyembunyikan diri karena takut oleh penjahat!
Bun Liong beranggapan bahwa wanita dan dara jelita itu tentu bukan orang
sembarangan. Biarpun mereka tidak terlihat membawa senjata diam-diam Bun Liong
yakin bahwa mereka pasti orang kang-ouw. Sebab kalau tidak, mereka tak mungkin
akan seberani itu memasuki kota.
Bu Tek Enghiong - Halaman 105
Setelah hilang kesimanya dan sungguhpun sikapnya agak canggung karena wajah
jelita dari dara itu membuat hatinya berdebar-debar, Souw Bun Liong memberi hormat
kepada wanita setengah tua itu:
-bo (Bibi), benarkah yang memanggilku barusan adalah pek-si
berani mengganggumu karena kalau boleh, aku hendak bertanya. Benarkah Souw-sicu
Bun Liong diam sejenak seakanpek-bo. Dan siapakah pekr, Wanita setengah tua itu makin berseri tanda bahwa hatinya merasa lega dan puas.
yang merebut kedudukan ketua Pauw-an-tui dan mendapat julukan Tong-koan Hohan
bernama Souw Bun Liong. Dan kemudian aku mendapat penjelasan darimu sendiri
bahwa kau adalah putera dari Souw Cian Ho, pasti takkan mengenalmu lagi.
-raguanmu supaya kau dapat segera mengenal
kami, baiklah kuterangkan bahwa aku ini berasal dari kota besar See-an dan semasa
kau masih berusia sepuluh tahun, rumahku sebelah menyebelah dengan rumahmu!
Nah, sekarang barangkali kau dapat mengingat kembali suami isteri yang dahulu suka
kau sebut dengan panggilan paman dan bibi Ho serta seorang bocah perempuan
gembira karena setelah mendengar keterangan dari wanita setengah tua itu, ia jadi
ingat dan mengenalnya. -tiba saja, sehabis menyebut tiga suku kata nama dari dara baju
putih itu, Bun Liong menutup mulut dengan telapak tangannya.
menurut kegaliban, seorang pemuda seperti dia tidak pantas menyebut nama gadis di
Bu Tek Enghiong - Halaman 106
depan gadis itu sendiri. Sebab hal ini dianggap kurang sopan atau lancang, dan sangat
mungkin akan membuat hati si dara menjadi kurang senang.
Biarpun si gadis dulu semasa masih sama-sama kecil adalah kawan bermain, akan
tetapi setelah sekian lama berpisah dan kini masing-masing sudah menjadi dewasa,
maka bagi seorang gadis yang umumnya berperasaan halus, sedikitnya tentu akan
menganggap Bun Liong kurang sopan. Inilah sebabnya, mengapa pemuda itu segera
menutup mulutnya karena ia merasa telah terlalu lancang, dan ia sangat khawatir gadis
itu akan marah! Akan tetapi ternyata nona Ho Yang Hoa tidak marah dan gadis ini hanya melempar
kerling tajam terhadap pemuda bekas kawan bermainnya itu. Seperti juga ibunya,
agaknya dara ini merasa gembira bertemu dengan pemuda kawan lamanya yang
selain berkepandaian tinggi, juga kawan yang dulu nakal dan jail suka mengganggunya
kini ternyata telah menjadi seorang pemuda tampan dan gagah.
Kemudian setelah melempar kerling gadis ini kembali menunduk dan
menyembunyikan wajahnya yang menjadi agak kemerah-merahan di balik punggung
ibunya. Sementara matanya yang mungil dan merah itu tampak menyungging
senyuman kecil. menguasai debara sekarang, setelah aku bertemu dengan kalian di sini maka tidak dapat tidak aku mesti
minta kalian supaya kalian mampir di pondokku. Ibuku pasti akan senang sekali
aiklah, Liong. Perjalanan kami dari See-an ini selain untuk kepentingan kami
sendiri, juga memang ingin mencari orang tuamu dan sekarang secara kebetulan sekali


Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku bertemu denganmu. Ini terang sekali keadaan dari Thian Yang Maha Kuasa, yang
kasihan kepada Demikianlah, pertemuan ketika orang itu dilanjutkan sambil berjalan beriringan
menuju ke dusun Lo-kee-cun.. .
-bo, kalian datang hanya berdua saja, mengapa tidak bersama pektanya Bun Liong kemudian karena pemuda ini heran melihat nyonya Ho dan puterinya
ini mengadakan perjalanan sejauh itu, yakni dari kota besar See-an ke Tong-koan, hanya
berdua saja. Bu Tek Enghiong - Halaman 107
Nyonya Ho yang sejak tadi wajahnya selalu berseri-seri saja, ketika mendengar
pertanyaan yang diajukan oleh Bun Liong itu mendadak berubah menjadi agak murung.
Dan setelah menghela napas dalam, menjawab dengan suara perlahan:
Karena inilah maka kami jadi terlunta-lunta begini untuk.. . ah, sudahlah, nanti saja
Bun Liong tidak berani bertanya lebih jauh lagi dan diam-diam hati pemuda ini
merasa terkejut dan terharu sekali mendengar Ho Kim Teng, yaitu suami nyonya ini
telah meninggal dunia dalam keadaan penasaran. Maka pemuda ini dapat segera
menebak bahwa nyonya dan puterinya sedang melakukan perantauan untuk mencari
musuh dari mendiang suaminya.
Walaupun sudah berpisah selama sepuluh tahun Bun Liong masih ingat benar
bahwa semasa mereka sama-sama bertinggal di kota See-an dan bertetangga sebelah
menyebelah. Ho Kim Teng adalah seorang kawan karib dari ayahnya dan bahkan
mereka pernah mengadakan kerjasama membuka perusahaan pengantar barang
(piauw-kiok). Hubungan antara Ho Kim Teng dan Souw Cian Ho, yakni ayah Bun Liong, sangat
erat sekali sehingga mereka telah saling mengangkat saudara. Dan karenanya maka
Bun Liong memanggil Ho Kim Teng dengan sebutan paman dan bibi terhadap nyonya
Ho. Terkenang akan eratnya tali persaudaraan antara Ho Kim Teng dan ayahnya, maka
tanpa disadarinya Bun Liong jadi teringat kepada ayahnya.. . .
ooOoo Kita tunda dulu nyonya janda Ho dan gadisnya yang berjalan mengikuti Souw Bun
Liong menuju ke dusun Lo-kee-cun. Dan sekarang baiklah kita mengikuti alam kenangan
Bun Liong, yang adalah peran utama dari cerita ini, maka sudah sepantasnya kalau kita
mengenalnya lebih dekat. Untuk ini, penulis merasa lebih baik menuturkan secara terperinci, yaitu dimulai
dari Souw Cian Ho masih menjadi piauw-su dan betapa Souw Bun Liong mendapat
gemblengan dari seorang kakek sakti. Karena dalam hal ini selain banyak terjadi
peristiwa-peristiwa yang menarik hati dan menegangkan, juga mempunyai sangkut
paut yang sangat penting dengan kelanjutan cerita ini.
Bu Tek Enghiong - Halaman 108
Seperti sudah diterangkan Souw Cian Ho pada waktu tinggal di See-an, telah
membuka perusahaan piauw-kiok dan kerjasama dengan Ho Kim Teng. Dan sebagai
piauwsu tentu saja kedua orang saudara angkat itu mempunyai kepandaian silat tinggi
sehingga para perampok yang mengganggu dan hendak merampas barang yang
mereka kawal di tengah perjalanan selalu dapat dirobohkan.
Maka tidak sedikitlah para hartawan dan saudagar yang mempercayakan harta
benda atau barang mereka yang dikirimkan dari satu ke lain daerah dibawah
pengawalan mereka, sehingga perusahaan mereka mendapat nama baik dan maju
dengan pesatnya dan dalam berapa tahun saja. Keadaan keuangan mereka boleh
dikatakan sudah cukup kuat.
Kebetulan sekali dua saudara angkat ini masing-masing mempunyai anak hanya
seorang, yaitu dari keluarga Souw seorang putera yang bernama Souw Bun Liong dan
dari pihak Ho Kim Teng, seorang puteri, nona Ho Yang Hoa. Pada waktu itu Bun Liong
baru berumur sepuluh tahun dan Yang Hoa dua tahun lebih muda.
Sebagai tetangga, kedua anak bergaul rapat dan kalau ke sekolah selalu bersamasama. Yang Hoa semenjak kecil telah merupakan seorang anak yang mungil dan manis,
sedangkan Bun Liong, selain menunjukkan bahwa kelak ia bakal menjadi seorang
pemuda tampan, juga mempunyai sifat nakal dan penggemas, sehingga ia sering
mengganggu Yang Hoa, yaitu menarik-narik rambutnya yang dikucir atau pipi gadis
kecil yang mungil itu dicubit-cubitnya. Dan kalau nona cilik itu sampai menangis karena
kenakalan yang diperbuatnya, maka Bun Liong ketawa-tawa puas dan disebutnya
kawannya itu sebagai bocah cengeng!
Di Tiongkok pada masa itu berlaku satu kebiasaan bahwa orangtua
mempertunangkan anak-anak mereka yang masih kecil, dan demikian juga dengan
Souw Cian Ho dan Ho Kim Teng, yakni mereka telah mempertunangkan Bun Liong dan
Yang Hoa! Kemudian, tibalah saat perpisahan bagi kedua saudara angkat itu, yaitu Souw Cian
Ho mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai piauwsu dan ia membawa putera
dan isterinya pindah ke kampung asalnya, yaitu dusun Lo-kee-cun yang terletak di
sebelah barat kota Tong-koan. Adapun perusahaan piauw-kioknya telah diserah
terimakan kepada Ho Kim Teng yang terus melanjutkannya.
Di dusun Lo-kee-cun, sambil melewatkan hari tuanya Souw Cian Ho mengerjakan
pertanian di atas tanah yang disewanya dan hasilnya ternyata lumayan juga. Terasalah
Bu Tek Enghiong - Halaman 109
olehnya betapa tenteram dan menyenangkannya hidup di kampung halaman sendiri
sebagai petani, dari pada menjadi piauw-su yang sering berpergian mengantar barangbarang berharga, dan selalu menghadapi pertempuran-pertempuran dengan orangorang jahat dan perampok yang ingin merampas barang-barang yang berada di bawah
penjagaannya itu. Waktu itu Souw Bun Liong telah berusia duabelas tahun. Semenjak pindah dari Seean, di dusun Lo-kee-cun anak ini tidak bersekolah lagi, maka disamping membantu
pekerjaan ayahnya, ia menerima latihan silat dari ayahnya dan ternyata anak ini
mempunyai bakat yang sangat baik.
Penduduk dusun Lo-kee-cun, disamping pekerjaan mereka yang tetap setiap hari,
mempunyai kesenangan berburu ke dalam hutan di sebelah selatan dusun mereka.
Hutan itu sangat liar dan angker sekali, banyak terdapat binatang-binatang seperti babi
hutan, kijang dan sebagainya.
Kalau para pemburu sampai ke dalam hutan yang jauh lebih jauh lagi, yaitu di dekat
kaki gunung Hoa-san yang puncaknya tampak menjulang tinggi kalau dilihat dari dusun
Lo-kee-cun, maka para pemburu sering menemukan harimau!
Bagi yang menggemari berburu adalah suatu hiburan yang sangat menyenangkan.
Betapapun angkernya hutan belukar yang mereka masuki dan betapa ganas dan
mengerikannya binatang yang mereka kejar dan kepung, seperti harimau namun
mereka hadapi dengan bersemangat sambil bersorak-sorak gembira.
Demikianlah dengan Souw Cian Ho, semenjak ia tinggal di dusun ini telah berhasil
menangkap tiga ekor harimau, dagingnya dijual kepada pengusaha obat, sedang
kulitnya dibuat pajangan dinding rumahnya. Berkat ilmu silatnya yang tinggi dan berkat
pengalamannya sebagai piauwsu maka dalam hal berburu Souw Cian Ho lebih berhasil
daripada kawan-kawannya! Begitulah pada suatu hari yang cerah, untuk kesekian kalinya Souw Cian Ho
bersama sepuluh orang temannya yang biasa bekerja sama dalam hal berburu, pergi
berburu lagi. Dan seperti biasanya Souw Bun Liong tidak pernah ketinggalan.
Akan tetapi hari itu agaknya merupakan hari sial bagi mereka, karena setelah
mereka menjelajahi hutan belukar sampai lewat tengah hari, baru tiga ekor kelinci saja
yang mereka dapatkan. Sedangkan biasanya, di dalam hutan yang masih jauh dari kaki
gunung Hoa-san, sedikitnya mereka sudah memperoleh dua ekor babi hutan atau kijang.
Bu Tek Enghiong - Halaman 110
Mereka menyelajah terus dan akhirnya sampai di hutan di kaki gunung Hoa-san
yang mereka namakan Hutan sarang macan, karena di situ mereka pernah
memperoleh beberapa ekor harimau! Mereka berjalan berindap-indap di antara semaksemak dengan berpencaran dalam jarak yang tidak terlalu jauh, gerak-gerik mereka
sangat perlahan dan hati-hati, akan tetapi mereka sangat waspada!
Tiba-tiba Souw Cian Ho yang mengepalai rombongan pemburu itu mendengar pekik
terkejut dari puteranya: Souw Cian Ho maklum bahwa puteranya yang sudah berjalan jauh di depannya itu
menghadapi bahaya, karena kalau tidak, maka tidak nanti Bun Liong akan berteriak
demikian, suatu teriakan yang di luar kebiasaan! Maka tanpa berpikir lagi Souw Cian Ho
segera melompat ke depan dan hanya dengan beberapa kali lompatan saja ia telah
sampai ke tempat di mana puteranya berada.
Dan alangkah terkejutnya ia, ketika melihat seekor makhluk yang aneh sekali.
Makhluk itu tubuhnya seperti manusia, seluruh tubuhnya berbulu hitam dan tinggi
badannya agak jangkung dari manusia biasa.
Matanya mengeluarkan cahaya kilat dan mulutnya yang agak moncong itu tampak
bergerak membuka dan menutup sehingga giginya yang putih kelihatan dengan nyata,
seakan-akan menyeringai mengejek terhadap Souw Cian Ho yang baru muncul dan
memandangnya dengan terkejut dan maka terbelalak keheran-heranan.
Adapun Bun Liong ketika itu sudah pingsan dan berada di dalam pelukan sepasang
lengan yang panjang dari makhluk itu. Agaknya makhluk hitam yang ternyata lutung
besar itu merasa kaget ketika melihat ada orang yang tiba-tiba muncul di depannya,
maka dengan dipindahkannya tubuh anak lelaki itu ke atas pundaknya dan sambil
memanggul anak itu, ia membalikkan diri sehingga tampaklah ekornya yang panjang
dan melingkar ke atas. Ketika Souw Cian Ho melihat makhluk hitam itu hendak menyingkirkan diri sambil
membawa anaknya. Hatinya yang tadi terkejut kini menjadi marah dan terdengar ia
mengeluarkan seruan nyaring dan panjang sehingga bergema di udara hutan yang
angker dan sepi itu, dan tahu-tahu tubuhnya meloncat melayang dan menubruk
punggung makhluk itu dengan menggunakan gerak tipu Macan Lapar Menubruk
Kambing. Bu Tek Enghiong - Halaman 111
kepalan tangannya hendak menghantam kepala makhluk itu, sedangkan tangan kirinya
bergerak hendak merampas anaknya.
Akan tetapi alangkah heran dan terkejutnya sebab makhluk itu ternyata mempunyai
gerakan yang gesitnya luar biasa. Belakang kepalanya seakan-akan bermata sehingga
melihat datangnya serangan, karena ketika kepalan Souw Cian Ho hampir hingga di
sasarannya, dengan meloncat kesamping ia hindarkan pukulan itu, sedangkan tangan
kanannya bergerak menyampok cengkeraman tangan kiri dari Souw Cian Ho yang
hendak merampas anaknya itu!
Ketika lengan tangan, mereka beradu, maka Souw Cian Ho merasa bahwa tenaga
makhluk itu tidak kalah besar dan kuatnya dari tenaganya sendiri. Maka bukan main
heran dan kagetnya ahli silat bekas piauwsu ini, dan sebelum ia sempat melakukan
gerakan yang lebih jauh lagi tiba-tiba tubuhnya terguling dalam keadaan terjengkang!
Ternyata, di luar dugaan Souw Cian Ho, makhluk itu telah mengadakan serangan
balasan, yaitu dengan ekornya yang panjang membelit kedua kaki lawan dan dengan
sekali gentak saja tubuh Souw Cian Ho jatuh terjengkang! Cepat pada saat itu kesepuluh
orang kawannya tadi datang dan mereka segera mengurung makhluk hitam dan
secepat kilat pula Souw Cian Ho dapat bangun kembali, dengan marah sekali, ia
menghunus pedangnya dan hendak menyerang, makhluk itu!
Akan tetap, tiba-tiba makhluk itu mengeluarkan suara siulan seperti suara burung
tapi lebih keras sehingga mereka yang berada dekat di situ menjadi pekak seketika,
dan bersamaan dengan itu tubuhnya melesat keluar dari kepungan ke sepuluh orang
pemburu tadi. Gerakan makhluk itu luar biasa cepatnya, ia terus berlari sambil
berloncatan lincah sekali menuju ke atas bukit.
Cian Ho dengan mengerahkan gin-kangnya yang baik berlari mengejar dan di
belakangnya, ke sepuluh kawannya turut mengejar pula! Namun biarpun Souw Cian Ho
mengejar sambil mempergunakan ilmu lari cepatnya, ternyata sebentar saja ia sudah
ketinggalan jauh, apalagi ke sepulah orang kawannya yang tidak memiliki kepandaian
silat, mereka tertinggal jauh di belakang sambil berlari-lari pontang-panting!
Makhluk hitam atau lutung besar itu terus berlari mendaki bukit dan kemudian
lenyap dari penglihatan Souw Cian Ho karena menyelinap di antara pepohonan yang
lebat dan rungkut. Walaupun bingung, cepat putus asa dan terus saja lari ke atas bukit
yang merupakan kaki gunung Hoa-san itu karena betapapun juga ia sudah nekad akan
Bu Tek Enghiong - Halaman 112
terus mencari dan bertempur mati-matian dengan makhluk itu untuk membela putera
tunggalnya. Akhirnya ia sampai di tempat yang gelap di atasnya sehingga sinar matahari tidak
kuasa menembusnya. Ia menghentikan larinya dan berdiri kebingungan melihat
keadaan hutan yang sedemikian menyeramkan itu. Ia tidak tahu ke arah mana harus
mengejar sedangkan lutung besar itu jejak kakinya pun yang biasa menjadi pedoman
bagi seorang pemburu, sudah tidak kelihatan lagi!
Memang demikian angker keadaan hutan itu. Ia belum pernah berburu sampai ke
tempat itu dan agaknya orang lainpun belum. Tetumbuhan liar yang merimbun dan
cuaca yang kegelap-gelapan itu membuat Souw Cian Ho bergidik.
Keadaan di situ seakan-akan mati, tak tampak sesuatu yang bergerak dan tiada
terdengar sesuatu yang berbunyi. Benar-benar hutan itu menyeramkan dan tak mudah
diterka rahasia apakah yang terkandung di dalamnya!
Kemudian dada Souw Cian Ho berdebar-debar karena ia melihat serumpun
tetumbuhan di depannya bergerak-gerak dan dalam kesunyian yang lengang itu
terdengar suara auman yang panjang dan nyaring yang seakan-akan menggetarkan
bumi. Dan pada detik berikutnya, secara tiba-tiba saja, dari dalam rumpun itu keluar
bayangan yang besar tetapi yang mempunyai gerakan yang ringan sekali menyambar
menerkamnya! Biarpun sedang bingung dan cemas bukan main, namun Souw Cian Ho yang telah
banyak pengalaman itu tak kurang waspada. Ia cepat meloncat ke samping sambil
berkelit sehingga bayangan putih itu menerkam tempat kosong.
Sehabis itu ia cepat memperbaiki posisi dan menghunus pedang untuk menghadapi
segala kemungkinan yang ia maklum serba berbahaya. Dan alangkah terkejutnya ia
ketika melihat bahwa bayangan yang keluar melompat dan menerkamnya tadi ternyata
seekor harimau yang sangat besar sekali.
Berbeda dengan harimau yang lain atau harimau-harimau yang pernah menjadi
korban buruannya. Harimau itu bulunya berwarna putih bersih seperti kapas dan karena
binatang itu kini sudah berdiri menghadap kepadanya, maka Souw Can Ho dapat
melihat bahwa mata binatang itu mengeluarkan sinar kuning yang berkilauan dan
memandang kepadanya sambil mengembang-ngempiskan hidungnya dan
memperlihatkan gigi serta taringnya yang tajam!
Bu Tek Enghiong - Halaman 113
Ketika itu ke sepuluh orang kawan seperburuan tadi sudah tiba pula di tempat itu
secara susul menyusul dan dengan napas terengah-engah. Waktu mereka melihat
betapa Souw Cian Ho telah berhadapan dengan seekor harimau yang besar dan aneh
bulunya, maka sebagai pemburu yang sudah berpengalaman, mereka cepat mengatur
formasi guna mengepung harimau itu.
Akan tetapi, biarpun binatang itu sudah maklum bahwa kini dirinya dikepung oleh
sekawanan manusia yang masing-masing membawa senjata, namun sikapnya tenangtenang saja dan matanya melirik ke arah mereka dengan pandangan seperti acuh tak
acuh! Sebaliknya dengan sikap Souw Cian Ho, karena kini ia melihat kawan-kawannya
sudah berada di situ dan sudah mengurung binatang itu, maka ia menjadi besar hati
dan tanpa ragu-ragu lagi ia cepat meloncat ke depan sambil menyabetkan pedangnya
ke arah leher harimau itu.
Sungguh aneh dan benar-benar mengherankan harimau itu, karena kalau harimau
biasa jangankan dikepung dan diserang, baru mencium bau manusia saja ia sudah
beringas dan mengunjukkan keganasannya. Akan tetapi harimau putih ini agaknya
binatang ajaib, di samping sikapnya yang tenang dan seperti acuh tak acuh itu, juga
ketika ia mendadak diserang oleh Souw Cian Ho, ia tidak menjadi gugup dan juga tidak
berkelit, tapi ekornya yang panjang tiba-tiba bergerak ke atas kepalanya dan
menyampok pedang yang menyabet ke arah lehernya itu.
Souw Cian Ho mengeluarkan seruan tertahan karena kaget, ketika pedangnya
beradu dengan ekor harimau itu tangannya tergetar dan senjata itu hampir saja
terlepas dari cekalannya karena buntut harimau itu demikian keras seperti sebatang
toya saja! Kemudian Souw Cian Ho menggerakkan pedangnya lagi dan menyerang
harimau itu, berbareng dengan itu, sepuluh orang kawannya serempak maju sehingga
sesaat kemudian binatang tersebut dikeroyok oleh sebelas orang yang menghujamkan
senjata mereka dari segala jurusan!
Akan tetapi lagi-lagi Souw Cian Ho dan juga kawan-kawannya menjadi heran,
harimau dapat melayani serangan mereka secara mengagumkan. Tubuhnya yang
besar bergerak kian kemari dengan dan ringan untuk mengelitkan setiap serangan, dan
disamping menyampok senjata mereka, juga kedua kaki depannya dapat melakukan
tangkisan secara jitu dan baik sekali!
Bu Tek Enghiong - Halaman 114
Dalam gerak geriknya, binatang itu seperti yang paham ilmu silat sehingga setiap
serangan dari ke sebelas orang pengeroyok itu, selalu dapat dielakan, disampok dan
ditangkisnya! Disamping heran dan kagum, Souw Cian Ho dan kawan-kawannya juga merasa
penasaran, maka otomatis mereka mengepung rapat, rangsekan mereka makin hebat
dan senjata-senjata mereka berkelebatan bagaikan sebelas sinar halilintar yang
menyambar satu sasaran dengan sekaligus!
Setelah sekian lama harimau itu mempertahankan diri sambil mempermainkan
para pengeroyoknya, dan ketika melihat gejala-gejala bahwa sekawanan manusia yang
imbullah amarah binatang sakti itu. Tiba-tiba ia mengeluarkan suara erangan yang bagi telinga para
pengeroyoknya terdengar bagaikan suara guntur, dan tubuhnya yang besar itu tibatiba berputar bagaikan kincir.
Gerakan ini ternyata membawa akibat yang hebat sekali, tahu-tahu sepuluh
pengeroyoknya telah jatuh bergulingan dan tubuh mereka terpental sejauh dua tombak!
Hanya Souw Cian Ho seoranglah yang tidak, karena dengan menggunakan gin-kangnya
itu! Dan pada detik berikutnya, sambil berseru keras Souw Cian Ho menghentakkan
kedua kakinya ke tanah dan tubuhnya melayang ke depan dengan gerakan Ouw-liongcut-tong atau Naga Hitam Keluar Dari Guha. Dan tatkala dirinya sudah berada di atas
harimau itu, ia berjungkir balik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, dari atas ia


Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meluncur turun sambil menyabetkan pedangnya dengan gerak tipu Ceng-teng-pok-cui
atau Binatang Capung Menyamber Air yang diarahkan kepada bagian tengkuk binatang
itu. Souw Cian Ho menggunakan kecerdikkannya karena maklum bahwa binatang itu
sangat kosen, ia melakukan serangan dari atas dengan anggapan bahwa pasti
serangannya kali ini akan berhasil. Biarpun tidak sampai menewaskan, namun melukai
harimau itu ia merasa pasti dapat!
Akan tetapi ternyata ia kecele. Hanya dengan menggerakkan kepalanya sedikit saja
harimau itu sudah dapat mengelakkan samberan pedang yang mengarah tengkuknya,
dan sebelum kaki Souw Cian Ho hinggap ke bumi, ketika tubuhnya melayang turun, tibaBu Tek Enghiong - Halaman 115
tiba ekor harimau itu bergerak dan dengan mempergunakan ujungnya telah menotok
dada. Souw Cian Ho tidak dapat menggunakan pedangnya untuk menangkis atau berkelit
karena kedudukan dirinya justeru sedang sulit, maka tak ampun lagi tubuhnya
terbanting ke tanah dengan mengeluarkan suara berdebukan dan dalam keadaan kaku
kejang seluruh anggauta badannya!
Ternyata ujung ekor harimau itu telah berhasil menotok jalan darah touw-hinghiatnya yang membuat seluruh tubuhnya kaku seketika!
Biarpun seluruh tubuhnya dalam keadaan kaku, Souw Cian Ho masih tetap dalam
keadaan sadar dan dengan tubuhnya telentang kejang di atas bumi, ia dapat melihat
betapa harimau itu dengan tindakan perlahan dan ekornya yang lihay itu bergoyanggoyang, lalu berjalan pergi meninggalkan tempat itu dan memasuki semak belukar yang
rungkut dan kegelap-gelapan itu!
Kesepuluh orang kawannya yang terpental dan berjatuhan tadi, setelah melihat
harimau itu pergi, baru berani bergerak dan berusaha bangun, lalu menghampiri Souw
Cian Ho. Mereka heran karena sungguhpun keadaan orang ini sadar, namun seluruh
tubuhnya kejang seperti mayat dan tidak bisa berbicara pula, hanya matanya saja yang
berkedip-kedip dan biji matanya bergerak-gerak kebingungan.
Mereka maklum bahwa Souw Cian Ho telah tertotok jalan darahnya. Akan tetapi
karena mereka tidak paham cara memunahkannya, maka tanpa banyak cakap lagi
segera mereka beramai-ramai menggotong tubuh Souw Cian Ho dan dengan berlari
terbirit-birit karena merasa khawatir harimau putih tadi akan muncul lagi, mereka
kembali ke dusun mereka. Memang kalau dilihat lucu sekali. Kesepuluh orang itu yang biasanya tangkas dan
gagah dan secara beramai-ramai dapat menaklukkan harimau, ternyata hari itu mereka
dibikin tidak berdaya oleh seekor harimau putih yang baru sendiri.
Yang terkenal sebagai bekas piauwsu berkepandaian tinggi yang pernah
menjatuhkan banyak lawan, dan pernah membinasakan tiga ekor harimau dengan ilmu
silatnya yang hebat, kini digotong sedemikian rupa seluruh tubuhnya tak dapat
digerakkan karena jalan darahnya ditotok oleh.. . buntut harimau! Sungguh lucu dan
menggelikan, akan tetapi patut juga ia dikasihani.
Yang sangat mengherankan mereka ialah, sungguhpun harimau putih tadi demikian
lihay, ia tidak ganas sebagaimana harimau biasa. Buktinya, mereka yang didupak dan
Bu Tek Enghiong - Halaman 116
terpental itu, sedikitpun tidak mendapat luka atau baret akibat cakarannya. Mereka
hanya babak belur dan benjut-benjut saja karena ketika mereka terpental jatuh, tubuh
mereka membentur tanah, atau batang pohon.
Dengan demikian mereka lalu menganggap bahwa binatang-binatang yang mereka
temukan hari itu, yaitu lutung yang dapat merobohkan Souw Cian Ho dalam segebrakan
saja dan membawa lari Souw Bun Liong serta harimau putih tadi, bukanlah sembarang
binatang, melainkan hewan sakti!
Kekejangan yang diderita oleh Souw Cian Ho akibat totokan ekor harimau putih tadi,
kalau tidak ada yang dapat memulihkan jalan darahnya, akan menjadi baik dengan
sendirinya setelah selang kira-kira dua jam. Dan demikianlah dengan pemburu bekas
piauwsu itu, setelah kurang lebih dua jam lamanya tubuhnya kaku dan digotong oleh
kawan-kawannya, maka kemudian tubuhnya dapat bergerak kembali sebagaimana
biasa sehingga dalam perjalanan pulang ia tidak perlu digotong lagi.
Pengalaman para pemburu tadi menggemparkan segenap penduduk dusun Lo-keecun, terutama isteri Souw Cian Ho. Ketika mendengar betapa putera tunggalnya telah
hilang dibawa lari oleh seekor lutung besar, nyonya ini menangis sekeras-kerasnya
saking sedih dan bingungnya, ia menangis sampai terpingsan-pingsan!
hlah, kau tidak perlu terlalu sedih oleh karena belum tentu Liong-ji
mendapat bencana. Apalagi kalau diingat bahwa lutung yang membawanya itu bukan
lutung sembarangan dan agaknya mengerti tipu-tipu ilmu silat seperti halnya harimau
putih itu, maka sangat mungkin Liong-ji berada dalam asuhan orang sakti atau makhluk
gaib penghuni hutan itu. Biarlah, kita berdoa saja supaya, Liong-ji selamat dan cepat
Demikian, Souw Cian Ho menghibur isterinya dan biarpun ia sendiri juga sedih dan
bingung, tapi karena ia lebih tabah, maka kata-kata yang diucapkannya itu merupakan
pelipur hati bagi isterinya. Demikianlah, dari hari ke hari, dari bulan ke bulan dan dari
tahun ke tahun, suami isteri itu selalu menanti putera tunggal mereka yang hilang itu,
akan tetapi yang tak kunjung datang.
Padahal selama itu, sudah beberapa kali Souw Cian Ho dan kawan-kawannya pergi
mencari anak itu, akan tetapi setiap kali mereka tiba di hutan dimana peristiwa itu
terjadi, mereka tidak berani terus, melainkan dengan hati kecewa mereka kembali lagi.
Karena keadaan hutan yang angker dan seakan-akan mengandung rahasia itu
membuat mereka takut dan ngeri untuk memasukinya lebih jauh.
Bu Tek Enghiong - Halaman 117
ooOoo Sekarang marilah kita tengok keadaan Souw Bun Liong si anak yang baru berusia
duabelas tahun yang dibawa lari oleh lutung besar itu. Dia hanya pingsan sebentar saja,
dan yang menyebabkan pingsannya ini bukan karena kaget atau takut melihat lutung
besar yang belum pernah dilihatnya, akan tetapi ia pingsan karena ditotok oleh jari
tangan binatang itu di bagian jalan darah pada tengkuknya.
Bun Liong berteriak minta tolong kepada ayahnya ketika tiba-tiba dilihatnya seekor
lutung besar melompat dari atas pohon dan langsung menerkamnya. Dan sebelum anak
itu berbuat sesuatu, ia telah menjadi tak sadarkan diri oleh karena secepat kilat lutung
itu telah menolok jalan darah besar di tengkuknya!
Sesaat kemudian, yaitu setelah si lutung berlari jauh dari pengejaran Souw Cian Ho,
Bun Liong siuman kembali dan bukan main terkejutnya ketika ia mengetahui bahwa
dirinya berada dalam panggulan lutung besar itu dan tubuhnya dipeluk dengan erat
sekali sehingga biarpun ia selalu memberontak berusaha melepaskan diri, namun siasia belaka! Binatang itu memanggulnya membawanya lari memasuki hutan-hutan yang
liar dan gelap dan perjalanan yang ditempuhnya sangat menanjak.
Kemudian Bun Liong merasakan lutung itu tiba-tiba menghentikan larinya dan ia
sangat terkejut karena di hadapan lutung itu terlihat seekor harimau besar dan berbulu
putih bersih seperti kapas.
eluh karena dalam sangkaannya, harimau itu pasti akan
menerkam si luntung dan dirinya tentu akan menemui bencana pula! Akan tetapi
kemudian anak ini menjadi tercengang karena ternyata sangkaannya tadi sama sekali
meleset. Lutung itu menggerak-gerakkan lengan tangannya dan dituding-tudingkan ke arah
belakangnya, yaitu ke arah bawah bukit, seperti seorang mandor bisu yang menyuruh
pegawainya untuk mengerjakan sesuatu di tempat yang ditunjuknya itu. Dan sebagai
angan perlahan dan dengan sekali
lompat ia telah menghilang ke bawah bukit.
Tentu saja, Bun Liong tidak tahu bahwa harimau itu kemudian menghalangi
ayahnya yang berusaha mengejarnya dan betapa ayah serta kawan-kawannya kena
dipermainkan sehingga tidak berdaya!
Secepat harimau putih itu menghilang ke lembah bukit, secepat itu pulalah si lutung
berlari lagi mendaki bukit. Gerakan lutung ini demikian ringan dan gesit, jurang-jurang
Bu Tek Enghiong - Halaman 118
kecil dilompatinya dengan mudah dan kadang-kadang lengan tangan kanannya yang
tidak digunakan memeluk tubuh Bun Liong, menjangkau cabang-cabang pohon yang
membuatnya menggelantung dan berayun serta melayang-layang, sehingga
perjalanannya mendaki bukit menjadi bertambah cepat!
Bun Liong merasa ngeri ketika tubuhnya dibawa berayun dan melayang-layang
sedemikian rupa di atas jurang-jurang kecil dan batu-batu karang yang tajam. Sekali
terbawa jatuh ke dalam jurang dan akan hancur menimpa batu-batu karang yang
runcing dan tajam itu. Memanglah, makin ke atas, makin banyak jurang-jurang kecil dan batu-batu karang
yang bentuknya beraneka-ragam dan mengerikan. Tetumbuhan liar sudah mulai jarang
tanda bahwa tempat itu kini sudah berada di luar atau di atas hutan belukar yang
angker tadi. Kini Bun Liong melihat banyak pohon-pohon yang-liu yang tumbuh di sana sini
dengan batang-batang pohonnya yang tinggi dan lemas dan daun-daunnya yang halus
dan menghijau bergerak-gerak bagaikan seorang dara luwes sedang menari dengan
gerakan-gerakan lengan tangannya yang lemah gemulai di antara tiupan angin gunung
yang sejuk dingin dan menimbulkan suara berdesir-desir.
Sebentar saja tempat itu dilaluinya karena lutung pembawa Bun Liong terus saja
berlari menuju ke arah puncak yang tertutup awan! Pada saat selanjutnya mereka telah
melewati bagian yang tertutup halimun yang putih keruh dan kini mata Bun Liong tidak
dapat melihat apa-apa lagi kecuali uap putih yang membuat matanya pedas dan
seluruh tubuhnya dingin sekali.
Makin gelisah dan takutlah anak ini karena sama sekali tidak tahu akan dibawa ke
mana. Bun Liong hampir saja menangis karena lemasnya, tetapi tidak berdaya, karena
pelukan lutung itu sangat erat. Akhirnya ia menyerahkan diri kepada nasib.. .
Setelah tempat yang diliputi halimun itu dilalui, sampailah mereka di sebuah puncak
dan di depan sebuah pondok kecil yang sederhana yang terbuat dari bambu. Lutung
itu menurunkan Bun Liong dari panggulannya dan melepaskan pelukannya, sehingga
anak itu kini dapat bergerak lagi dengan leluasa, tapi di tempat yang sangat asing
baginya! Ketika Bun Liong turun, hampir ia berteriak saking kagum dan herannya dan untuk
seketika ia lupa akan perasaan takut, gelisah dan bingung yang sejak tadi menyiksa
Bu Tek Enghiong - Halaman 119
hatinya itu. Kini ia melihat suatu pemandangan tamasya alam yang luar biasa indahnya
karena kini ia telah berada di puncak gunung Hoa-san!
Memang gunung Hoa-san itu benar-benar indah dan megah. Tidak saja puncaknya
menjulang tinggi menembus mega, tapi juga dengan melayangkan pandangan mata ke
empat penjuru dari puncaknya seperti kini Bun Liong berbuat, maka akan terbentanglah
tamasya alam yang permai dan menarik hati yang jarang terlihat di tempat lain.
Di lereng sebelah timur gunung ini penuh ditumbuhi bunga beraneka macam dan
berupa-rupa warna, menimbulkan pemandangan yang indah sekali dan semerbaknya
bunga di dalam hembusan angin gunung yang sepoi-sepoi basah itu terasa sangat
menyegarkan. Di lereng sebelah barat banyak sekali tetumbuhan yang sangat
berkhasiat, baik bunga, daun, batang pohon maupun akarnya yang dapat digunakan
sebagai bahan obat-obatan.
Di lereng sebelah selatan berupa jurang yang sangat curam, di mana banyak
terdapat batu-batu karang berbagai bentuk seakan-akan sengaja diukir oleh tangan
alam yang perkasa. Sedangkan di sebelah utara pada lereng gunung ini penuh dengan
hutan-hutan liar dan pohon yang-liu yang daunnya tampak menghijau dan berbentuk
artistik, yaitu lereng dari mana Bun Liong dibawa oleh lutung tadi.
Di sana sini banyak awan-awan putih berkelompok-kelompok bagaikan gundukangundukan kapas yang melayang-layang dengan perlahan. Suasana di sekitarnya sunyi
sepi, menimbulkan ketenteraman yang sukar dicari bandingannya.
Gunung Hoa-san memang merupakan tempat yang amat baik dan cocok bagi para
pertapa yang mengasingkan diri dari dunia ramai. Gunung ini amat terkenal bukan
karena keindahan bunga-bunga yang menghias lereng timur saja, atau karena
banyaknya tetumbuhan bahan obat-obatan di lereng sebelah barat yang sering
didatangi para ahli pengobatan, atau keindahan tamasya alam yang dapat dinikmati di
puncak gunung itu, akan tetapi juga karena gunung ini merupakan salah satu sumber
semacam cabang ilmu silat yang disebut Hoa-san-pay atau cabang ilmu silat gunung
Hoa-san. Sebagaimana halnya pegunungan-pegunungan yang banyak terdapat di seluruh
daratan Tiongkok, seperti gunung, Thian-san, Kun-lun-san, Go-bi-san dan lain-lainnya
lagi yang pada umumnya merupakan sumber cabang-cabang ilmu silat yang ternama.
Semenjak puluhan tahun yang lampau, banyak orang-orang sakti yang bertapa di
gunung Hoa-san amat tenar namanya sebagai guru besar yang berkepandaian tinggi
Bu Tek Enghiong - Halaman 120
dan menghasilkan banyak anak murid yang menjadi pendekar gagah perkasa dan
malang melintang di kalangan kang-ouw sebagai pembela keadilan dan penegak
kebenaran. Adapun pada waktu cerita ini terjadi, yang bertapa di puncak Hoa-san adalah
seorang kakek tua yang menjuluki dirinya dengan nama sebutan Bu Beng Lojin (Orang
tua tidak bernama). Sebelum menjadi penghuni dan bertapa di puncak Hoa-san, kakek
ini sebenarnya bernama Ong Kim Su, salah seorang pendekar yang berkepandaian
tinggi dan ilmu silatnya adalah warisan dari Lu-liang-pay.
Semenjak muda sekali kakek ini sudah malang-melintang di dunia persilatan.
Selamanya ia tidak pernah membawa senjata dan setiap pertempuran dihadapinya
dengan mengandalkan kepalan tangannya saja.
Dan karena itulah, maka nama julukannya Bu-tek-sin-kun atau si Kepalan Dewa
Tanpa Tandingan lebih terkenal dari pada namanya sendiri. Ia pernah menggemparkan
kalangan kang-ouw karena kepalan dewa yang tanpa tandingan itu sehingga julukan
Bu-tek-sin-kun benar-benar sangat terkenal, dihormati kawan disegani lawan!
Setelah umurnya lanjut, Bu-tek-sin-kun Ong Kim Su mengundurkan diri dari dunia
ramai dan bertapa dengan memilih tempat di puncak gunung Hoa-san, karena ia sudah
merasa bosan dan jemu akan suasana dunia yang selalu membuat hatinya mengkal
dan ruwet. Dan sejak itulah, orang-orang di kalangan kang-ouw kehilangan seorang
pendekar gagah yang namanya pernah tenar dan mengharum!
Sebagaimana kebanyakan orang-orang berkepandaian tinggi yang tidak mau
dikenal namanya dan seakan-akan merahasiakan keadaan dirinya, maka demikianlah
dengan Bu-tek-sin-kun Ong Kim Su, semenjak menjadi pertapa ia menamakan dirinya
dengan Bu Beng Lojin. Kira-kira sudah lima tahun Bu Beng Lojin bertapa di puncak Hoa-san dan pada
suatu hari ia berjalan-jalan seorang diri di dalam hutan belukar yang angker dan liar di
lereng sebelah utara gunung Hoa-san. Tiba-tiba ia melihat suatu peristiwa yang sangat
menarik perhatian dan menggembirakan hatinya, yaitu pertempuran yang dahsyat
antara seekor lutung besar dan seekor harimau berbulu putih yang bentuk badannya
sangat besar pula. Entah karena apa tadinya, ke dua binatang yang sama anehnya dan jarang dijumpai
telah bertempur begitu hebat, dan apa yang mengagumkan hati Bu Beng Lojin, adalah
cara dan gerakan-gerakan bertempur dari kedua binatang itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 121
Si lutung demikian lincah dalam gerak geriknya, baik ketika ia berkelit maupun
tatkala melakukan serangan dengan menggunakan sepasang lengan tangan dan kedua
kakinya yang panjang itu. Sedangkan harimau putih itu, sambil menggereng-gereng
marah, menggunakan kuku-kukunya yang tajam untuk menabok si lutung, mulutnya
terbuka lebar sehingga gigi-gigi dan siungnya tampak mengerikan sekali.
Dengan gerakan terkamannya yang kuat, harimau putih itu menerjang lawannya.
Namun si lutung selalu dapat menyelamatkan diri dengan sebat dan lincah sekali dan
bahkan ia selalu berusaha membalas menyerang!
Pertempuran antara ke dua binatang itu menimbulkan ilham bagi Bu Beng Lojin
yang menyaksikannya, yakni ilham untuk menciptakan semacam ilmu silat baru yang
setiap gerak geriknya berdasarkan gerakan-gerakan ke dua ekor binatang itu.
Kelincahan dan kegesitan si lutung merupakan gerakan seorang yang sudah
mempunyai gin-kang sempurna dan kedahsyatan serta kegarangan harimau putih
melambangkan seorang yang bertenaga kuat dan kegagahan yang tiada taranya.
Alangkah baiknya kalau paduan gerakan dari kedua binatang ini kujadikan ilmu silat
baru, pikir kakek itu. Dan disamping timbulnya ilham ini, Bu Beng Lojin pun ingat
menangkap ke dua binatang yang luar biasa itu, karena selain tertarik akan ke luar
biasaannya, juga ia bermaksud hendak memeliharakannya untuk dijadikan teman
sehari-hari di tempat pertapaannya!
Begitulah, berkat kelihayan, kesaktian dan dibantu dengan ilmu-ilmu gaib yang
dimilikinya, kedua binatang yang berkelahi itu dapat ditangkapnya dengan mudah dan
kemudian dibawanya ke puncak gunung. Lutung dan harimau itu menjadi demikian
jinak dan patuh sekali kepada kakek itu, tak ubahnya bagaikan seekor kera dan seekor
kambing yang sudah lama dipelihara dan mengenal kasih sayang orang yang
memeliharanya. Semenjak ditundukkan oleh kakek itu, ke dua binatang tersebut dapat dikata telah
merupakan dua mahluk yang dapat dijadikan binatang permainan. Seringkali lutung dan
harimau itu disuruhnya berkelahi dan dalam pada itu, si kakek sering memberi
petunjuk-petunjuk betapa mereka harus berkelahi.
Aneh sekali, kedua binatang itu seperti mengerti ucapan si kakek sehingga segala
petunjuk-petunjuk itu segera dipahami dan dapat dilaksanakan dengan sempurna!
Setelah lutung dan harimau putih itu ditundukkan, Bu Beng Lojin kini mempunyai
dua kawan yang luar biasa. Tetapi yang terutama sekali kakek dapat memetik caraBu Tek Enghiong - Halaman 122
cara kedua binatang itu bertempur setelah diberinya petunjuk untuk menyempurnakan
gerakan-gerakan mereka, sehingga dengan demikian kakek sakti ini sedikit demi sedikit
dapat menyusun ilmu silat baru yang hendak diciptakannya yang kemudian akan
dicampur dengan ilmu silat asli yang pernah dimilikinya, yakni ilmu silat dari cabang
Lu-liang-pay. Si Lutung dan harimau putih yang semula bermusuhan itu, kini setelah dipelihara,
berpribawa menjadi kawan baik, dapat dijadikan pesuruh yang amat taat dan bahkan
dapat juga dikatakan bahwa si Lutung dan si harimau ini menjadi dua murid luar biasa


Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari seorang sakti seperti Bu Beng Lojin itu!
Kalau Bu Beng Lojin sedang berdiam di dalam pondok bambunya baik tengah
melakukan samadhi, maupun sedang menyusun ilmu silat baru yang diciptakannya
atau sedang beristirahat, kedua binatang itu tidak pernah jauh dari luar pondoknya. Si
lutung duduk di atas cabang pohon Pek yang tumbuh di dekat pondok bambu itu,
sedangkan si harimau mendekam di depan pintu pondok.
Kedua binatang yang telah menjadi murid Bu Beng Lojin ini seakan-akan menjaga
dan mengawal guru atau majikan mereka yang sedang berada di dalam pondok. Si
lutung seakan-akan mengintai dari atas pohon dan si harimau siap menerjang bila ada
suatu kemungkinan yang tak diharapkan!
Bertahun-tahun, dengan sabar dan tekun Bu Beng Lojin menyusun dan mempelajari
ilmu silat yang diciptakannya sehingga akhirnya menjadi sempurna yang kemudian
diberi nama Sin-wan Pek-houw Kun-hoat (Ilmusilat Lutung Sakti dan Harimau Putih).
Karena ilmu silat yang diciptakannya ini berdasarkan gerakan-gerakan pertempuran
antara si lutung dan si harimau yang kini telah menjadi pesuruh, penjaga dan muridmuridnya itu.
Akan tetapi, ada suatu hal yang sangat mengecewakan oleh Bu Beng Lojin, ialah
setelah bertahun-tahun lamanya ia bertapa di puncak Hoa-san dan sudah pula berhasil
menciptakan ilmu silat Sin-wan Pek-houw Kun-hoat, ia masih belum berhasil
mendapatkan seorang murid guna diwarisi segala kepandaian dan ciptaannya itu. Hal
-wan (Lutung Sakti) dan juga kau Sinnama seperti yang diucapkannya,
Bu Tek Enghiong - Halaman 123
utara akan didatangi lagi para pemburu dan di antara mereka terdapat seorang anak
lelaki kecil. Sin-wan, cobalah kau usahakan menangkap anak itu dan kau bawa kemari
sedangkan kau Sin-houw, setelah Sin-wan berhasil memperoleh anak itu, cobalah kau
menghalang-halangi mereka yang berusaha mengejar. Tapi ingat, sama sekali kalian
Setelah lutung dan harimau itu mendengar titah kakek itu, segera melompat turun
dipuji, sedangkan si harimau turun belakangan dengan lompatan yang cepat dan ringan.
Kalau saja kedua ekor binatang luar biasa dapat berpikir seperti manusia, pasti
mereka akan maklum bahwa kakek pertapa itu selain ilmu silatnya mencapai tingkat
yang sukar diukur tingginya, ilmu bathinnya pun sudah sempurna, sehingga ia boleh
disebut orang sakti setengah dewa.
Memang kakek itu mempunyai kewaspadaan yang luar biasa, panca inderanya
sangat tajam. Segala sesuatu yang dikehendakinya, seperti halnya ingin mengambil
seorang anak kecil dari rombongan pemburu itu dapat diketahuinya melalui firasatnya
yang jitu tanpa pindah dari tempat dia duduk bersamadhi!
Sesudah melihat betapa Sin-wan dan Sin-houw pergi melaksanakan perintahnya
dengan taat dan segera, maka sambil tersenyum-senyum Bu Beng Lojin memasuki
pondoknya. Selanjutnya, betapa lutung dan harimau itu menunaikan tugasnya, yaitu si lutung
menculik seorang anak kecil yang bernama Bun Liong dan si harimau menghalanghalangi rombongan pemburu maka kini Bun Liong sudah berada di puncak gunung
Hoa-san. Anak itu merasa terpesona sekali menyaksikan keindahan tamasya alam yang
terbentang di sekelilingnya.
Saking terpesonanya ia seakan-akan lupa di mana dirinya berada. Bun Liong tentu
akan berdiri terus di situ, memutar-mutar tubuhnya memandang ke sekeliling puncak
kalau saja ketika itu ia tidak mendengar suara pertanyaan dari seseorang.
-wan, kau sudah kembali dan kau membawa olehBun Liong sadar dari terpesonanya, dan cepat ia membalikkan tubuh, melihat ke
arah suara yang terdengar itu. Terlihatlah olehnya seorang kakek bertubuh tinggi kurus
mengenakan jubah pertapa berwarna kuning, rambutnya yang sudah putih semua
Bu Tek Enghiong - Halaman 124
dibiarkan terurai di atas pundaknya dan juga kumis serta jenggotnya yang sewarna
dengan rambutnya, tampak panjang dan melambai-lambai di depan dadanya.
Kakek ini tampak keluar dari pintu pondoknya dan dengan tindakan perlahan
menghampirinya. Dan menegunkan langkahnya sejenak ketika si lutung tiba-tiba duduk
bersimpuh di depannya. Bun Liong melihat lutung itu menggerak-gerakkan kedua lengan tangannya dan
sepuluh buah jarinya yang panjang-panjang berbulu itu bergerak-gerak seperti seorang
penari dan sebentar-sebentar menuding ke arah Bun Liong yang berdiri di belakangnya.
Sementara si kakek memandangnya dengan penuh perhatian.
Agaknya dengan gerakbetapa ia telah membawa anak itu dan yang dipahami oleh si kakek. Sehabis si lutung
jernih dan tajam, bibirnya yang tertutup kumis yang panjang bagaikan benang-benang
perak itu tampak menyunggingkan senyuman.
-wan, kau telah bekerja baik dan tidak salah pilih. Oleh-oleh yang kaubawa untukku ini benar-benar
merupak demikian, kakek itu melangkah maju menghampiri Bun Liong.
-harapkan perjumpaan ini. Siapa
Kakek itu bertanya ketika sudah berdiri berhadapan dengan Bun Liong. Irama
katanya terdengar halus dan lemah lembut tetapi mengandung suatu tenaga yang
menggetarkan hati Bun Liong yang mendengarnya.
Bun Liong adalah seorang anak yang cerdik, maka sekilas saja maklumlah bahwa
kakek itu tentu bukan orang sembarangan, bahkan sangat pasti orang tua ini adalah
orang sakti seperti yang sering kali diceritakan oleh ayahnya bahwa di dunia banyak
sekali orang-orang berkepandaian tinggi yang hidupnya mengasingkan diri sebagai
pertapa-pertapa. Dan kakek yang berdiri dihadapannya ini agaknya salah seorang
pertapa seperti yang didongengkan ayahnya!
Biarpun Bun Liong sudah berkesan demikian dan betapapun wajah dan sikap kakek
ini menimbulkan rasa hormat di lubuk hatinya. Akan tetapi kekerasan hatinya mau tak
Bu Tek Enghiong - Halaman 125
mau membuatnya merasa kurang senang karena kakek menyuruh lutung
peliharaannya membawanya ke situ.
sudah lama sekali kakek harapkan, sedangkan hal ini di luar harapanku sam
Demikian, dengan suara lantang seperti ia bicara dengan ayah ibunya. Bun Liong
balas menanya sambil menatapkan matanya yang bundar bening ditatapkan kepada
kakek itu. Jawaban ini sebenarnya agak lancang dan kurang ajar dan kalau bagi orang lain
agaknya akan menimbulkan rasa marah, akan tetapi lain halnya dengan kakek itu yang
sudah paham dan dapat menyelami isi hati seorang anak kecil. Bahkan Bu Beng Lojin
ketawa senang tatkala menyahut:
san hati yang luar biasa dan memang hal ini sangat cocok dengan keinginanku. Ketahuilah, aku ini pertapa di
gunung dan aku sengaja menyuruh Sin-wan mengambilmu kemari untuk kujadikan
Bun Liong tak segera berkata, melainkan matanya mengawasi kakek itu dari
kepalanya yang berambut putih sampai ke kakinya yang telanjang. Sikapnya seperti
sangsi akan kekosenan kakek itu.
Dulu ia senang membayangkan bahwa pertapa-pertapa yang menjadi orang sakti
dan bahkan menjadi setengah dewa seperti yang diceritakan ayahnya adalah seorang
yang gagah, bertubuh kekar kuat, sebagaimana bentuk tubuh ayahnya yang
berkepandaian silat itu, kekar kuat, lengan dan kakinya besar dan berotot, yang selain
pernah merobohkan banyak penjahat juga dengan mata kepala sendiri ia pernah
menyaksikan bahwa ayahnya itu pernah tiga kali berkelahi dengan harimau dan
membuat raja hutan yang galak itu mati!
Adapun kakek yang tua renta dan bertubuh kurus kering dan kelihatannya loyo
sekali ini mana mungkin berkepandaian tinggi dan mana bisa menandingi kepandaian
ayahnya" Jangankan mampu berkelahi dengan harimau, tubuhnya yang kurus lemah
itu sekali saja tertiup angin agaknya akan terguling roboh! Demikian pikir Bun Liong
dalam keraguannya. aku harus menjadi Bu Tek Enghiong - Halaman 126
Pertanyaan ini terang sekali sangat sombong, akan tetapi Bu Beng Lojin
menerimanya sambil tersenyum ramah dan tatkala menyahut, suaranya wajar saja, tak
mencerminkan kemendongkolan hatinya sedikitpun,
dan bakat sendiri. Guru luar hanya sekedar memberi petunjuk dan bimbingan belaka.
skan sambil mengangkat alisnya dan kemudian
sambil menggelengkan kepala ia melanjutkan kata-katanya:
sekedar belajar silat, karena ayahku sendiri juga seorang ahli silat yang berkepandaian
yang menjadi panas hati juga karena menganggap kakek sangat memandang rendah
sekali kepadanya. kata hati anak kecil yang baru berusia duabelas tahun itu.
Bun Liong segera menghampiri sebatang pohon yang besarnya sepelukan sebelah
lengan tangannya dan tiba-tiba ia gerakkan tangannya meninju batang pohon itu.
Tinjunya yang kecil itu tiba di batang pohon dengan keras sekali hingga batang pohon
itu bergoyang-goyang hebat dan tergetar seakan-akan ditumbuk oleh terjangan seekor
kerbau mengamuk. Setelah itu ia peluk batang pohon tersebut dan sambil berseru keras, ia
mengerahkan tenaganya menjebol. Benar-benar patut dikagumi kehebatan tenaga anak
yang masih kecil ini, dengan mengeluarkan suara keras akar-akar pohon itu terlepas
dari tanah dan pohon itu terangkat naik!
Bun Liong lalu melemparkan batang pohon itu sampai tiga tombak jauhnya dan
ketika terbanting mengeluarkan suara keras dan batu karang yang tertimpanya hancur!
Bu Tek Enghiong - Halaman 127
Bun Liong memandang kakek dengan mata setengah melotot dan sindiran itu
membuat hatinya amat mendongkol. Dan timbullah keinginan untuk menguji tenaga
kakek itu. Pertapa itu kembali tersenyum dan maklum bahwa untuk menundukkan kekerasan
hati anak yang disukainya ini, ia harus membuktikan kemampuannya.
pohon tanpa mengeluarkan tenaga hebat seperti kau. Nah. Lihatlah! Pohon yang sejarak
dua tombak dari sini dapat kucabut dari t
Bun Liong melihat kepada sebatang pohon yang ditunjuk si kakek dan jaraknya dari
si kakek memang ada kira-kira sejauh dua tombak dan ukuran batang pohon itu jauh
lebih besar dari pada batang pohon yang ditumbangkannya tadi. Kemudian ia
memandang kepada si kakek dengan penuh rasa sangsi bahwa benarkah orang setua
renta dan sekurus itu dapat mencabut pohon tanpa menjamahnya sama sekali"
Bu Beng Lojin mendoyongkan tubuhnya ke belakang dan sambil berseru nyaring,
tangan kanannya dengan telapak terbuka digerakkan ke arah batang pohon seperti
melakukan suatu dorongan. Dan akibat dari pergerakannya ini benar-benar hebat sekali
sehingga membuat Bun Liong yang melihatnya menjadi tercengang keheran-heranan.
Ternyata pohon seperti tercabut oleh tenaga gaib yang maha dahsyat, telah jebol
dengan akar-akarnya. Dan batang pohon itu lalu melayang seperti terlontar jauh sekali
dan akhirnya jatuh ke tanah sambil menerbitkan suara gedubrakan!
lebih pandai dari yang masih bengong terlongong-longong sambil mulut ternganga lebar.
Benar-benar hebat dan sukar dipercaya, ayahku yang kuketahui berkepandaian
tinggi pun tidak dapat berbuat seperti kakek ini. Agaknya benar-benar kakek ini seorang
sakti setengah dewa, pikirnya. Dan ia mulai yakin bahwa kakek tua renta yang kelihatan
loyo itu bukanlah orang sembarangan!
benar-benar kukagumi, namun aku ingin melihat dulu ketinggian ilmu silatmu. Adakah
Bu Tek Enghiong - Halaman 128
i anak! Sesungguhnya aku tidak berani
mengakui bahwa kepandaianku lebih tinggi dari pada ayahmu atau dari pada siapapun,
oleh karena amat sukar untuk mengatakan batas tinggi kepandaian seseorang.
-san sudah dapat dikatakan tinggi, akan tetapi masih banyak
puncak gunung lain yang lebih tinggi lagi dan biarpun ada sebuah puncak yang paling
tinggi di dunia ini. Namun harus diingat bahwa di atas puncak itu terdapat yang lebih
tinggi lagi, yaitu cakrawala yang tidak terbatas tingginya.
nlah daya cipta dan kepandaian seseorang pun sungguh sukar dikatakan
batas tingginya! Akan tetapi oleh karena kau ingin membuktikan ilmu silatku, maka
baiklah akan kupenuhi keinginanmu asal saja kau perlihatkan dulu kepandaian ilmu
silatmu yang kau pernah menerima beberapa macam ilmu pukulan dari ayahnya, lalu bersilat. Gerak dan langkah
kakinya tetap dan kuat serta pukulan-pukulan tangannya mendatangkan angin karena
setiap pergerakannya disertai pengerahan tenaga sepenuhnya.
Kakek itu memandangnya dengan penuh perhatian dan setelah Bun Liong berhenti
bersilat karena jurus yang didemonstrasikannya itu sudah habis, napas anak kecil ini
terengah-engah kecapean! Bagus ilmu silatmu, tapi sayang sekali masih mentah dan ada beberapa pukulan
Kenapa kau berani menyatakan ilmu silatku masih mentah dan apa yang salah dengan
Si kakek memandangnya dengan mata berseri dan mulut tetap memperlihatkan
senyuman seperti tadi. ua tahun, bagaimana kepandaianmu tidak dapat
dikatakan masih mentah" Dan pukulan serta tendanganmu yang kukatakan ada yang
salah tadi, mungkin untuk memukul dan menendang benda tak bergerak akan berhasil
baik, tetapi kalau untuk memukul dan menendang makhluk hidup yang dapat bergerak
Bu Tek Enghiong - Halaman 129
g yang sejak -wan, cobalah kau layani anak muda ini
bermain-main sebentar dan sebelum kau mendapat perintahku, kau jangan melakukan
Si lutung yang agaknya sudah mengerti segala ucapan dari kakek itu serta merta
berjalan dan kemudian berdiri berhadapan dengan anak itu. Diam-diam hati Bun Liong
terasa agak gentar juga ketika berhadapan dengan lutung yang tadi pernah
membuatnya sama sekali tidak berdaya itu.
Tapi dalam pada itu, tiba-tiba ia mempunyai anggapan lain bahwa sangat mungkin
sekali karena tadi ia terlalu kaget maka tak dapat menghindari totokan dari si lutung
yang agaknya paham ilmu silat itu. Adapun sekarang, dalam keadaan sudah siap sedia
dan apalagi ia mendengar kakek itu memberi pesan kepada si lutung bahwa jangan
melakukan serangan, maka ia akan membuktikan bahwa ilmu pukulan dan
tendangannya itu adalah suatu gerakan yang tidak pantas dicela.
oleh lutung peliharaanku ini dan dalam tiga jurus saja kalau kau bersilat seperti tadi,
pasti kau akan membenarkan celaanku tadi! Nah, seranglah pengujimu dengan
geraktipuTanpa banyak cakap lagi Bun Liong pasang kuda-kuda lalu bers
Ia memberi peringatan karena maklum bahwa lutung ini mengerti bahasa manusia.
Kakinya membuat gerakan melompat ke depan dibarengi kepalan tangan kanannya
menyambar ke arah kepala lutung itu dan andaikata pukulan ini mengenai sasaran,
niscaya kepala lutung itu akan pecah dibuatnya.
Tetapi kenyataannya binatang yang pernah menerima gemblengan dari Bu Beng
Lojin benar-benar tidak boleh dipandang ringan. Dengan sedikit mengedikkan kepalanya
ke kanan, tinju Bun Liong menyambar tempat kosong!
-gelak gembira sekali. Tetapi Bun Liong dapat berlaku sebat. Setelah pukulan yang berarti jurus pertama
itu tidak berhasil, cepat ia menarik kembali tangan kanannya dan menggirim serangan
kilat dengan tangan kirinya yang disodorkan ke arah iga binatang itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 130
Kali ini kembali Bun Liong kecele, karena lawannya itu terlalu gesit baginya
sehingga serangan yang berarti jurus kedua inipun hanya mengenai angin saja! Dan
terdengarlah seruan si kakek
dalam jurus ketiga ini kau harus waspada anak, karena si Sin-wan akan memberi
Peringatan dari Bu Beng Lojin membuat hati Bun Liong makin merasa penasaran.
Mukanya menjadi merah karena malu dan dadanya serasa hendak meledak saking
mendongkol dan gemasnya, maka secepat jurus kedua tadi dilalui, secepat itu pula ia
susuli dengan jurus ketiga atau jurus terakhir.
Kini ia kerahkan semua tenaga pada kaki kanannya dan kaki ini segera menyambar
dengan sebuah tendangan geledek yang ditujukan ke arah lambung si lutung. Akan
tetapi jurus ketiga ini benar-benar membuat si anak kecil itu merasa kaget dan malu
bukan main dan akhirnya ia benar-benar tunduk kepada kakek itu!
Untuk menghadapi tendangan yang mengandung tenaga yang dapat
menumbangkan sebatang pohon itu, ternyata lutung sakti itu bergerak perlahan saja
bahkan sangat lucu sekali. Sambil berkelit ke samping menghindarkan tendangan,
tangan kirinya menggaruk-garuk kepalanya, agaknya di rambut kepalanya itu banyak
kutu-kutu yang membuatnya gatal.
Sementara tangan kirinya itu terus menggaruk-garuki kepalanya, tangan kanannya
dengan jari-jari tangan terbuka lebar menyampok dan menangkap kaki Bun Liong yang
menyambar di samping tubuhnya. Kaki anak itu dapat ditangkapnya sedemikian cepat
lalu ditariknya ke atas terus didorong lagi ke belakang hingga tidak ampun lagi tubuh
Bun Liong melayang ke belakang beberapa kaki dan jatuh terjungkal dan bergulingan!
buktikan bahwa celaanku tadi tidak
tertawa nyaring sambil menghampiri Bun Liong yang ketika itu sedang berusaha
hendak bangkit sambil meringis-ringis dan mengaduh-aduh karena tulang pundaknya
terasa sakit bukan main. Sambil merasakan sakitnya, sadar dan yakinlah Bun Liong bahwa kakek itu benarbenar seorang pertapa sakti seperti yang pernah diceritakan ayahnya. Baru lutung
peliharaannya saja sudah berkepandaian demikian hebat, apalagi si kakek itu sendiri.
Sudah lama Bun Liong bercita-cita menjadi seorang gagah berkepandaian tinggi seperti
halnya para pendekar yang sering kali diceritakan ayahnya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 131
Teringat akan cita-citanya maka tanpa ragu-ragu lagi Bun Liong segera berlutut di
depan kakek dan berkata: -besarnya oleh karena tidak dapat melihat gunung Thay-san yang menjulang tinggi di depan mata.
Teecu telah berlaku lancang dan kurang ajar terhadap suhu yang mulia
kini kau mau memperkenalkan namamu dan baru kini keangkuhan dan kekerasan
Sambil tetap berlutut, Bun Liong mengangguk-anggukkan kepalanya berulang-ulang
hingga jidatnya membentursejak saat ini teecu telah menjadi murid suhu dan teecu bersedia melakukan segala


Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu Beng Lojin akhirnya dengan wajah berseri-seri sambil membangunkan anak kecil
yang masih berlutut di bawah dengkulnya itu.
Kakek pertapa yang waspada ini tidak merasa ragu lagi tentang kebaikan murid
tunggal yang baru diangkatnya itu. Dan biarpun pada mulanya anak itu berbuat lancang
dan bahkan dapat dikata sangat kurangajar sekali dengan kesombongankesombongannya.
Namun Bu Beng Lojin maklum dan yakin bahwa Bun Liong adalah seorang anak
yang tidak saja berhati keras, tetapi juga wataknya jujur. Dan pada hakekatnya anak itu
mempunyai bakat yang baik sekali untuk kelak sesudah mencapai usia dewasa, menjadi
seorang gagah! Memanglah, setelah Bun Liong merasa yakin bahwa kakek itu adalah seorang sakti,
segera saja ia membulatkan tekadnya untuk menjadi murid dari pertapa kosen ini dan
merasa rela biarpun banyak berkorban, iapun harus berpisah dengan ayah ibu yang
mencintai dan memanjakannya entah sampai berapa tahun lamanya.. .
Demikianlah, mulai saat itu Bun Liong telah menjadi penghuni puncak gunung Hoasan bersama suhunya, Bu Beng Lojin dan Sin-wan si lutung sakti serta Sin-houw si
harimau sakti yang berbulu putih itu. Anak ini digembleng dengan hebat oleh Bu Beng
Lojin, karena pertapa yang waspada maklum bahwa kelak tenaga pemuda murid
tunggalnya amat dibutuhkan oleh negara dan manusia.
Bu Tek Enghiong - Halaman 132
Dia sendiri sudah meninggalkan segala urusan dunia dan tidak mau
mencampurinya, maka kini ia hendak mewariskan seluruh ilmu kepandaian yang ada
padanya kepada seorang pemuda yang menjadi murid tunggalnya. Tidak saja
kepandaian dalam hal ilmu silat, yaitu Sin-wan Pek-houw Kun-hoat ciptaannya itu,
bahkan juga ilmu-ilmu batin yang tinggi, pengertian-pengertian yang mendalam tentang
manusia dan kehidupannya, telah dituangkan semua oleh pertapa sakti kepada
muridnya itu. Pendeknya, Bun Liong menerima gemblengan lahir batin dari gurunya, yakni
gemblengan lahir berupa ilmu silat yang kelak akan membuat ia gagah perkasa sebagai
seorang pendekar pembela keadilan dan pengganyang kejahatan.
Sedangkan gemblengan batin ialah dasar-dasar ilmu batin dan pelajaran-pelajaran
budi pekerti sehingga secara berangsur-angsur ia mengerti dan terbuka mata batinnya
bahwa di antara segala ilmu pengetahuan, yang terpenting adalah prilaku yang baik
agar jalan hidup tidak sampai tersesat!
Biarpun kadang-kadang Bun Liong merasa rindu akan kedua orangtuanya akan
tetapi hal ini tidak mengurangi kerajinan dan keuletannya menerima dan mempelajari
segala pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Bahkan rasa rindunya itu dapat
terlupakan sama sekali manakala ia sedang bermain-main dengan lutung dan harimau
putih yang kini menjadi kawan-kawan baiknya itu.
Bun Liong mempergunakan kedua binatang luar biasa itu sebagai kawan berlatih
silat. Dan oleh karena anak ini pada dasarnya mempunyai bakat yang sangat baik,
ditambah lagi otaknya cerdas dan berkemauan keras, maka diam-diam ia dapat
menyempurnakan gerakan ilmu silatnya dengan meniru gerakan dari kedua kawannya
itu. Tanpa disadarinya, ilmu silat Sin-wan Pek-houw Kun-hoat menjadi lebih masak dan
sempurna karena ia dapat memetik gerakan yang asli dari ke dua binatang itu.
Kemajuan yang dicapai oleh Bun Liong sangat pesat, sehingga belum sampai setahun
semenjak ia menjadi murid Bu Beng Lojin, kepandaiannya sudah mengatasi si lutung
dan si harimau yang semula merupakan tandingan beratnya itu dan hal ini sudah tentu
sangat menggembirakan Bu Beng Lojin.
ooOoo Pada suatu pagi hari dipermulaan musim Chun (Semi), dikala hawa udara sedang
sejuknya dan segala tanam-tanaman sedang bersemi serta berkembang, ketika angin
Bu Tek Enghiong - Halaman 133
gunung sedang berdesir perlahan menghalau halimun tipis ke arah timur seakan-akan
menyongsong matahari yang baru muncul, di puncak gunung Hoa-san tampaklah dua
sosok tubuh sedang berdiri menghadap ke arah timur, seakan-akan mereka sedang
menjemur diri di bawah sinar Sang Batara Surya, yang baru muncul itu.
Dua sosok tubuh itu, yang seorang adalah seorang tua mengenakan jubah pertapa
warna kuning dan yang seorang lagi seorang anak muda berpakaian baju putih yang
agak terlalu besar bagi tubuhnya. Mereka ini adalah Bu Beng Lojin dan Souw Bun Liong,
yang pada pagi hari ini mengenakan baju pemberian dari gurunya agaknya baju bekas
pakaian gurunya dan agak terlalu kedodoran!
ama kau berdiam bersamaku di
puncak gunung Hoan mata bercahaya karena mendapat pertanyaan ini dikiranya ia akan diperkenankan
pulang ke rumahnya. -wan dan Sin-houw saja. Mulai sekarang, karena kepandaianmu kini sudah jauh mengatasi ke dua binatang
maka berarti sudah tiba saatnya aku sendiri mengujimu secara langsung. Nah,
Untuk sejenak Bun Liong berdiri diam seperti patung, hati kecilnya agak kecewa
karena dugaannya tadi ternyata meleset. Namun, oleh karena ia menaruh hormat dan
patuh terhadap gurunya, dan juga merasa takut sekali, maka ia tekan perasaan hatinya
dan mendengar perkataan suhunya yang sudah nyata sekali menantang bertempur itu,
anak ini menjadi bengong karena tidak mengerti sikap suhunya yang lain dari biasanya
itu. Bibir Bun Liong bergerak dan terdengarlah ucapannya tergagapbilang melawanku" Ini hanya latihan dan aku sendiri hendak
mempersiapkan ancang-ancang, kakek ini dengan secepat kilat menyerang.
Bu Tek Enghiong - Halaman 134
Bun Liong sangat kaget dan sadar akan kebodohannya karena merasa bahwa
jawabannya salah. Bukankah selama empat tahun ia hanya berlatih dengan Sin-wan
dan Sin-houw saja dan gurunya hanya mendidik dan membimbing belaka" Maka
sesudah ke dua binatang itu kini tak layak menjadi kawan berlatih lagi lantaran
kepandaiannya sudah jauh mengatasinya, bukankah sudah sepatutnya kalau sang guru
turun tangan melatih dan menguji"
Setelah maklum akan maksud kakek itu, hatinya menjadi gembira. Maka ketika
dilihatnya kakek itu bergerak mengirim serangan, ia segera melompat mundur
menghindari serangan itu dan memasang kuda-kuda menjaga serangan seterusnya.
menggeserkan kakinya ke depan mendekati muridnya sambil menyerang dengan gerak
tipu sin-wan-tam-jiauw (Lutung sakti mengulur kuku). Dengan berturut-turut ke dua
lengannya dengan jari-jari tangan yang merupakan cengkeraman meluncur ke arah
mata dan uluhati muridnya.
Menghadapi serangan hebat ini, Bun Liong segera menjatuhkan diri berjungkir balik
ke belakang dengan mempergunakan gerak tipu Lutung Sakti Jungkir Balik.
Demikianlah selanjutnya guru itu menguji muridnya dengan melancarkan
serangan-serangan hebat dan Bun Liong melayaninya dengan mengerahkan seluruh
kepandaian yang pernah dipelajarinya secara baik sekali sehingga gurunya kagum.
Selain berkelit untuk menghindarkan serangan-serangan dari gurunya, pemuda itupun
tanpa sungkan-sungkan berusaha membalas menyerang, hanya saja semua serangan
balasannya selalu dapat dipatahkan oleh gurunya.
Lama-lama Bun Liong hanya dapat melayani sambil mundur saja dan sebenarnya
ia sudah merasa kewalahan sekali. Akhirnya ia menarik napas lega ketika Bu Beng Lojin
menghentikan serangannya.
kau mewarisi kepandaianku baru seperempatnya saja,
namun ternyata kau sudah lumayan. Maka belajarlah kau lebih tekun dan lebih rajin
sambil mengusap-usap jenggotnya. Sementara pada air mukanya tampak sinar
kebanggaan akan kemajuan yang telah dicapai oleh murid tunggalnya itu.
aku baru memiliki kepandaian seperempatnya, maka harus berapa tahun lagikah aku
Bu Tek Enghiong - Halaman 135
berdiam disini sampai kepandaianku sempurna dan kapankah kiranya aku
Demikian demi mendengar ucapan gurunya tadi diam-diam Bun Liong mengeluh
di hatinya dan rasa kangen akan ayah bundanya yang sudah sekian lamanya berpisah,
timbul kembali di lubuk hatinya. Akan tetapi oleh karena kepatuhan terhadap gurunya
jauh lebih besar dari pada perasaan hatinya, dan pula memang sejak dulu ia
mempunyai cita-cita ingin mempunyai kepandaian tinggi, maka emosi yang mencekam
perasaan hatinya itu ditindasnya sekuat mungkin dan ia berlutut di depan gurunya
sambil berkata: padaku kau milikinya, dan syarat penting untuk ini, kau jangan terserang penyakit bosan,
karena seorang yang mudah terserang penyakit ini akan sukar mencapai kemajuan.
pulang ke rumah, oleh karena hal inipun merupakan penyakit yang akan mengganggu
malunya karena pemuda ini maklum bahwa gurunya yang waspada itu telah dapat
membaca isi hatinya. kemudian dan sehabisnya berkata itu tubuhnya bergerak dan berlari cepat sekali
menuruni lereng sebelah barat di mana banyak sekali terdapat tetumbuhan bahan
obat-obatan. Bun Liong maklum bahwa gurunya hendak menguji kepandaiannya dalam ilmu lari
cepat, maka dengan gembira ia segera melompat dan berlari mengikuti gurunya. Dan
demikianlah sekejap kemudian mereka hanya merupakan dua sosok bayangan, yang
kuning di depan dan yang putih di belakang kejar mengejar menuruni lereng.
Kemudian bayangan kuning itu membelokkan larinya ke arah selatan dan
melompat-lompat di antara tonjolan-tonjolan batu-batu karang yang berbagai bentuk
itu. Dan hal ini ditiru pula oleh bayangan putih yang bergerak-gerak dan meloncatloncat dibelakangnya.
Bu Tek Enghiong - Halaman 136
Sambil melompat-lompat dengan gerakan yang ringan sekali sehingga bagaikan
melayang-layang, Bu Beng Lojin sebentar-sebentar menengok ke belakang melihat
muridnya. Dan kakek ini diam-diam merasa kagum karena biarpun gerak lompat
muridnya masih agak kaku sehingga loncatannya masih kelihatan berat, namun anak
ini telah dapat meniru contohnya dan seorang yang berkepandaian silat biasa saja,
belum tentu dapat melakukannya.
Ternyata, guru itu selain menguji ilmu lari cepat muridnya, juga sekaligus melatih
ilmu gin-kang (ilmu meringankan tubuh)! Demikianlah, sambil berlompat-lompatan
seperti bayangan kuning melayang-layang bagaikan burung walet dari satu ke lain
tonjolan batu karang dan terus menanjak ke puncak gunung, diikuti oleh bayangan putih
yang bergerak-gerak laksana seekor kera yang melompat-lompat dan berpindahpindah berusaha mengejar bayangan kuning yang sudah jauh sekali di depannya.
Akhirnya, bayangan kuning itu, sudah berdiri di puncak gunung dan kakek ini
memandang ke arah muridnya yang masih melompat-lompati batu-batu karang di
bawahnya. Beberapa saat kemudian Bun Liong sudah tiba di sisi gurunya, sekujur
tubuhnya dibasahi peluh dan napasnya tersengal-sengal!
Sambil menyeka peluh di dahi dengan lengan bajunya, Bun Liong hanya
mengangguk tanpa menjawab, karena napasnya yang memburu membuat dadanya
terasa sesak sehingga tak dapat mengucapkan kata-kata.
m matang, maka kelak kalau kepandaianmu sudah sempurna, perasaan yang menyiksamu
Bun Liong memandang ke wajah gurunya dan ia mendapat kenyataan yang
sungguh mengagumkan, tampaknya orang tua itu sedikitpun tidak merasa lelah.
Napasnya wajar saja, seakan-akan berlari-lari ke bawah lereng dan melompat-lompati
batu-batu karang kembali ke puncak gunung tadi, tidak membuatnya lelah sedikitpun!
Ketika itu di dalam suasana puncak gunung yang selalu sunyi, tiba-tiba terdengar
suara auman harimau yang dibarengi suara siulan yang nyaring sekali. Bun Liong
maklum bahwa suara yang terdengar dari bawah lereng sebelah utara itu adalah
suara-suara dari ke dua ekor binatang yang sangat dicintainya, yaitu si harimau putih
dan si lutung sakti. Tetapi suara mereka yang terdengar tidak seperti biasanya,
demikian ganjil dan seakan-akan teriakan minta pertolongan.
Bu Tek Enghiong - Halaman 137
Bu Beng Lojin mengerutkan dahinya sambil memiringkan kepalanya ke arah
datangnya suara yang sudah dikenalnya itu, orang tua ini tengah memasang telinga
dan kemudian berkata: -wan dan Sin-houw menghadapi bahaya, cobalah kau pergi
melihat dan kalau tidak salah terkaanku, rupanya mereka diganggu oleh dua orang
Tanpa menghiraukan dirinya yang masih disiksa oleh perasaan lelah, Bun Liong
mentaati titah gurunya dan dengan sekali lompat ia sudah pergi dari sisi gurunya,
berlari turun ke arah lereng sebelah utara.
Memang sesungguhnyalah, seperti apa yang diterka oleh Bu Beng Lojin yang
waspada itu, bahwasanya pada hari sepagi itu dari lereng utara gunung Hoa-san telah
didatangi oleh dua orang pendatang. Yang seorang adalah seorang tua bertubuh seperti
potongan gentong arak karena gendutnya. Kepalanya yang besar dan bulat seperti bal
karet gundul kelimis dan mengkilat seakan-akan diminyaki dan pakaian yang menutupi
tubuh bundarnya adalah pakaian yang biasa dipakai oleh orang-orang penghuni
kelenteng sehingga mudah ditebak bahwa orang tua gendut berkepala gundul adalah
seorang hweesio. Adapun orang kedua, adalah seorang anak yang usianya sepantar dengan Bun
Liong, bertubuh sangat berlawanan dengan si hweesio yakni kurus kering dan bermuka
bopeng! Ke dua orang ini berjalan cepat mendaki bukit dan agaknya mereka hendak
menuju ke puncak Hoa-san.
Biarpun tubuhnya demikian gendut dan tampaknya sangat berat sekali, akan tetapi
si hweesio ternyata dapat menanjak dengan tindakan kaki yang ringan dan cepat
sehingga bocah kurus yang dibawanya supaya tidak ketinggalan dituntunnya dan
setengah diseret! Akan tetapi ketika mereka menanjak sampai di tempat yang banyak berbatu karang
dan dimana banyak tumbuh pohon yang-liu, langkah mereka terhenti tiba-tiba oleh
karena tanpa mereka ketahui dari mana munculnya, tahu-tahu di depan mereka
menghadang seekor lutung yang sangat besar sekali. Binatang itu berdiri di depan
mereka sambil mementangkan kedua lengannya ke kanan ke kiri, menghalangi ke dua
orang itu naik terus! Bu Tek Enghiong - Halaman 138
Sin-wan, lutung itu, memang sudah mendapat perintah dari Bu Beng Lojin untuk
menghadang dan melarang setiap orang yang belum pernah dikenalnya naik ke puncak
Hoa-san. kurus itu bertanya kepada si hweesio dengan suara setengah berteriak, sambil
menuding ke arah hidung yang menghadangnya itu.
Hweesio bundar itu ketawa terkekeh dan tatkala menyahut, suaranya ternyata
ngeluarkan bentakan itu, ia menggerakkan lengan kanannya
sehingga lengan bajunya yang lebar itu berkebut dan mendatangkan angin yang
menyerang ke arah si lutung.
Pada sangka si hweesio, terkena angin pukulan dari lengan bajunya pasti lutung itu
akan roboh terguling dan kemudian akan lari menyingkir dari depannya. Akan tetapi
sungguh ia merasa heran dan bahkan hatinya terkejut sekali, karena lutung itu ternyata
dapat berkelit sehingga dirinya terluput dari hawa pukulan dan sambil berkelit lutung
itu malah menggerakkan lengan tangannya menjambret lengan baju yang mengebut
itu. dapat direnggut oleh si lutung sehingga sebagian sobekan tercengkeram di dalam
tangan binatang itu yang segera melompat ke belakang!
Bukan main kagetnya hati hweesio gendut dan maklumlah ia, bahwa lutung yang
telah merobek lengan bajunya itu bukanlah binatang sembarangan.
Sebagai seorang guru silat tinggi melihat betapa cara lutung itu mengelak, sambil
menjambret lengan bajunya sehingga robek dan kemudian melompat menjauhkan diri
dari padanya seakan-akan untuk menghindari serangan yang tidak terduga, yang
kesemuanya dilakukan dengan gerakan-gerakan ilmu silat, maka segera hweesio itu
dapat menebak dengan jitu.
Hoaseperti berkata kepada diri sendiri lalu berkata kepada muridnya, bocah kurus yang
bermuka sisa penyakit cacar itu:
Bu Tek Enghiong - Halaman 139
-main sebentar dengan binatang itu dan kalau dapat
tangkap dia hidupKui Lo sombong karena ia memandang ringan sekali terhadap lutung itu. Lalu anak itu
melompat maju sambil berseru nyaring dan langsung menyerang si lutung.
Binatang peliharaan pertapa sakti di gunung Hoa-san ini lalu menyambutnya sambil
mengeluarkan dengusan marah! Belum dua gebrakan Kui Lo dan lutung itu bertempur,
tiba-tiba dari balik sebuah batu karang yang besar tampak melompat sesosok
bayangan putih besar dan langsung menerkam anak itu yang segera mengeluarkan
pekikan yang mengerikan dan tubuhnya terguling, batang lehernya hampir putus!
Ternyata bayangan besar putih itu adalah Sin-houw yang karena mendengar dan
kemudian melihat lutung bertempur dengan seorang anak yang sangat asing baginya,
menjadi marah sekali. Ia segera menerjang membantu kawannya sehingga tanpa dapat
mengelak lagi Kui Lo dapat diterkamnya.
Karena anak itu memang sedang memusatkan segenap perhatian dan tenaganya
menghadapi si lutung dan kedatangan harimau putih itu di luar dugaannya, maka tak
ampun lagi anak itu menjadi korban terkaman kuku-kuku dari ke dua kaki depan
harimau itu yang mencengkeram dan menembus batang lehernya, sehingga ia
terguling roboh dan setelah berkelonjotan, akhirnya ia tak bergerak lagi, mati!
kesayangannya itu telah tak mampu berkutik lagi.
Memang ia tadi berlaku agak lengah sehingga kedatangan harimau putih yang luar
biasa cepatnya dan yang menyebabkan muridnya mati seketika juga, mendatangkan
rasa kaget bukan main. Kejadian yang di luar dugaannya itu tentu saja membuat dia
marah sekali. Sambil mengeluarkan bentakan nyaring seperti nada halilintar saking murkanya, ia
menggerakkan ke dua lengan tangannya dengan telapak tangan terbuka ke depan,
yakni tangan kanan ditujukan kepada harimau putih dan tangan kirinya ke arah si
lutung. Biarpun hweesio melakukan serangan pukulan dari tempat yang agak jauh, akan
tetapi ternyata mendatangkan akibat yang luar biasa hebatnya.
Kedua belah telapak tangan yang digerakkan seperti mendorong itu, telah
mengeluarkan hawa pukulan yang sangat kuat sehingga harimau putih dan lutung itu
Bu Tek Enghiong - Halaman 140


Pendekar Tanpa Tandingan Bu Tek Enghiong Karya Tjo Beng Siang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berjarak tidak kurang dari tiga tombak, telah kena dihantam oleh hawa pukulan
ini! Biasanya, lutung dan harimau itu dapat berlaku cerdik, akan tetapi kini menghadapi
hawa pukulan dari hweesio itu ternyata mereka tak berdaya sama sekali dan tubuh
mereka jadi terlempar sejauh lima kaki.
Harimau putih mengerang nyaring dan si lutung mengeluarkan suara melengking
bagaikan pekikan kesakitan, dan suara dari kedua ekor binatang itu lalu lenyap dari
pendengaran ketika tubuh mereka yang terlempar itu bertumbukan dengan batu karang
secara dahsyat sekali sehingga pada saat itu juga kedua binatang kesayangan pertapa
gunung Hoa-san itu telah tidak bernyawa lagi.
Betapa tinggi ilmu kepandaian dan betapa hebat tenaga dalam dari hweesio gendut
ini, dapatlah dibayangkan!
peliharaan penghuni gunung ini, aku masih belum puas! Aku baru akan merasa puas
setelah bertemu dan bertanding dengan majikan dari kedua binatang alas yang sudah
Kemudian hweesio ini melangkah maju untuk menghampiri tubuh muridnya yang
sudah menggeletak dan tewas itu, akan tetapi ia segera menahan tindakan kakinya
ketika telinganya mendengar bentakan nyaring dari atas bukit.
Pembaca tentu sudah maklum, bahwa bentakan dan pertanyaan ini diucapkan oleh
Bun Liong yang ketika itu sudah sampai di sana atas titah suhunya. Anak ini bukan
main terkejut, sedih dan marahnya demi dilihatnya harimau putih dan lutung sakti yang
selama ini menjadi kawannya, telah mati.
Hweesio gendut itu memandang ke depan dan terlihatlah olehnya seorang anak
lelaki yang tengah berdiri di atas sebuah batu karang sambil bertolak pinggang.
si Ceng-kindengan marah karena anak itu dianggapnya sangar kurangajar berani menyebutnya
orang gundul. Bu Tek Enghiong - Halaman 141
Bun Liong tidak mengenal nama Ceng-kin-ciu Ci Lun Hosiang, dan oleh karena anak
hweesio itu dengan memberi jawaban terus terang.
-tiba sebelum anak piauw-kiok di kota Seemengenal juga nama ayahnya. Diam-diam hatinya merasa bangga karena ayahnya
semasa menjadi piauwsu pernah tenar namanya dan menggemparkan dunia liok-lim.
sekarang, setelah aku secara kebetulan sekali bertemu denganmu, maka kiranya kau
dapat memberi keterangan di manakah tempat tinggal ayahmu dan mengapa kau
Karena Bun Liong masih sangat muda dan belum mengetahui bahwa orang-orang
di kalangan kang-ouw disamping banyak yang menjadi pendekar-pendekar gagah,
tetapi tidak sedikit pula yang menjadi penjahat-penjahat berkedok sebagai orang alim,
yang penuh siasat keji dan licin. Maka terhadap hweesio ini Bun Liong sedikitpun tidak
curiga sehingga secara jujur ia memberi keterangan sejelasnya:
-kee-cun dan aku berada di sini karena sedang berguru
pada seorang pertapa sakti di puncak gunung HoaCi Lun Hosiang menggerakkasih atas keteranganmu, anak baik! Dan sekarang marilah aku hendak menjumpai
capkan kata-kata ini, Ci Lun Hosiang tiba-tiba menggerakkan
sepasang kakinya dan tubuhnya yang gemuk seperti melesat menaiki bukit.
Bun Liong mencoba menghadangnya setelah dengan sebuah lompatan mendahului
an naik bukit sebelum kau nyatakan
dulu apa maksud kedatanganmu, karena suhu tidak mau diganggu ketenangannya oleh
Ci Lun Hosiang menghentikan langkah kakinya di depan anak yang berdiri
temu dengan gurumu, maka kau
Bu Tek Enghiong - Halaman 142
bocah yang tidak mempunyai sangkut paut denganku tidak perlu banyak rewel dan
Liong. Bun Liong sudah maklum bahwa hweesio berkepandaian tinggi terbukti betapa
mudahnya ia membunuh Sin-houw dan Sin-wan seperti yang dilihatnya tadi. Tapi oleh
karena anak ini masih belum berpengalaman dan terlalu mengandalkan sedikit
kepandaian yang pernah dipelajarinya sehingga lakunya tak ubahnya seperti seekor
anak kerbau yang baru tumbuh tanduk, maka sambil meneguhkan kuda-kuda pada
kakinya, dengan berani sekali disambutnya kebutan lengan baju hweesio, dengan dada
terbuka! Akan tetapi, bukan main kagetnya anak ini sebab kebutan lengan baju itu ternyata
mendatangkan hawa pukulan yang dapat menggempur kedudukan kuda-kudanya,
sehingga tanpa ampun lagi tubuhnya jatuh terjengkang!
Untung hweesio itu tidak bermaksud mencelakakan dirinya dan kebutan lengan
baju itu hanya menjengkangkan dirinya belaka tanpa mengakibatkan luka sedikitpun.
Sungguhpun serangan itu tidak berbahaya, namun karena jatuh terjengkang dan
terbanting di atas batu karang, anak ini merasa sakit-sakit juga.
Ci Lun Hosiang ketawa terkekeh dan kembali ia menggerakkan sepasang kakinya,
berlari menaiki bukit. hati anak ini sudah mulai gemas terhadap hweesio itu.
Kembali Ci Lun Hosiang menghentikan larinya dan berdiri tertegun, hal ini bukan
disebabkan oleh teriakan Bun Liong yang mengejar di belakangnya itu, akan tetapi
disebabkan di depannya tiba-tiba dan tanpa terlihat sebelumnya, telah berdiri seorang
kakek berjubah kuning yang tidak lain adalah Bu Beng Lojin yang langsung menegurnya
dengan suara yang berpengaruh sekali:
-ribut di tempat Ketika itu Bun Liong sudah sampai di situ dan anak ini menjadi besar hati melihat
gurunya telah muncul dan menegur si gundul itu.
Bu Tek Enghiong - Halaman 143
-houw dan Sin-wan dan juga memukul teecu,
di sisi kakek itu. mencintai murid tunggalnya itu dan mata kakek ini memandang kepada Ci Lun Hosiang
yang ketika itu sedang menjura terhadapnya sambil berkata:
setelah lama sekali pinceng mencariBu Beng mengerutkan dahinya yang sudah keriput dan matanya tetap mengawasi
-yu (sahabat), maafkanlah aku yang sudah lamur ini, sehingga aku tak dapat segera mengenalmu.
Sebenarnya siapa dan dari manakah bengHweesio itu tertawa bergelak, nada suaranya keras dan nyaring sehingga bergema
dan suara ketawa ini sangat menggetarkan hati Bun Liong. Demikian ganjil dan
menyeramkan bagi pendengarannya sehingga bulu kuduknya meremang!
-benar kau masih belum mengenal siapa pinceng dan ingin tahu maksud kedatanganku, baiklah pinceng
Setelah berkata demikian, hweesio ini lalu menengok ke arah sebuah batu karang
besar yang menonjol di belakangnya yang segera dihampirinya. Lalu dengan jari
telunjuk kanannya ia mencorat coret batu karang itu.
Dan ternyata selain untuk memberi jawaban bagi si tuan rumah dengan tulisan itu,
juga hweesio ini sekaligus memperlihatkan tenaga lweekangnya dapat menulis dengan
hanya mempergunakan jari telunjuknya pada batu karang yang keras itu dan pada batu
karang terlihat huruf-huruf bekas guratan-guratan dari jari telunjuk itu.
menunjuk batu. Huruf-huruf yang seakan-akan terpahat di batu karang itu ternyata berbunyi:
Tulisan ini terlihat jelas dan terbaca oleh Bu Beng Lojin maupun oleh Bun Liong.
Bu Tek Enghiong - Halaman 144
Anak ini bukan main kagumnya dan diam-diam ia meleletkan lidah sambil
membayangkan betapa tinggi kepandaian hweesio itu yang dalam anggapannya
memiliki jari telunjuk setajam pahat hingga dapat membuat tulisan pada batu karang
yang keras itu! Akan tetapi lain halnya dengan Bu Beng Lojin, demontrasi tenaga
lweekang dari si hweesio sama sekali tidak mengherankan baginya. Kakek ini
memicingkan sepasang matanya sampai lama sekali. Dan akhirnya berkata:
-huruf itu terlalu kecil bagi mataku yang benar-benar sudah lamur ini dan
lagi batu karang terlalu jauh dariku, sedangkan aku yang sudah setua dan loyo ini
merasa malas untuk mendekatinya. Oleh karena itu, maka tolong beng-yu bawa batu
Bun Liong merasa heran sekali akan sikap dan kata-kata gurunya itu, akan tetapi
sebaliknya hweesio segera dapat menangkap maksud dari Bu Beng Lojin.
Ci Lun Hosiang lalu berdiri di balik batu karang yang menonjol setinggi dadanya itu
dan dengan menggunakan kedua tangannya mendorong batu karang ke arah Bu Beng
Lojin yang berdiri dalam jarak sejauh tiga tombak.
Bukan main hebatnya tenaga dorongan ini. Batu karang itu dengan mengeluarkan
bunyi berdetakan patah bagian bawahnya dan bagian atasnya yang besar dan beratnya
paling sedikit delapanratus kati itu terlempar dan melayang ke arah Bu Beng Lojin
secara dahsyat sekali! Bun Liong kaget dan ketakutan. Anak ini cepat melompat menjauhi gurunya karena
merasa khawatir akan tertimpa batu karang yang dapat membikin gepeng tubuhnya
dengan berseru nyaring ia memberi peringatan kepada gurunya:
Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika ia melihat bahwa kakek itu sama sekali
tidak mau mengelak, seakan-akan hendak membiarkan batu karang sebesar tubuh
kerbau datang menimpa dan menggepengkan tubuhnya yang kurus kering dan tua
renta itu! Akan tetapi sedetik kemudian Bun Liong menjadi bengong karena kagumnya
ketika melihat betapa suhunya itu dengan tenang dan amat mudah kelihatannya,
mengulur kedua tangannya ke depan dan menyanggap batu karang itu bagaikan
menyanggap suatu barang yang ringan saja!
Bu Tek Enghiong - Halaman 145
Untuk sejenak Bu Beng Lojin seperti membaca tulisan di batu karang seperti
seorang yang tengah membaca tulisan dari sejilid buku yang dipegang dengan kedua
tangannya. Akhirnya batu karang tersebut dilepaskan dari pegangannya dan jatuh di
depannya dengan ringan seakan-akan batu yang besar dan berat itu diletakkan di situ
oleh tenaga yang mujijat!
Kakek itu menghela napas dan berkata sambil memandang kepada hweesio gemuk:
aku sudah menduga, bahwa kau adalah Coa Ci Lun. Kemudian aku bertambah yakin
ketika menyaksikan kau mendorong batu karang ini dengan mempergunakan tenaga
Ceng-kin-ciu. salin rupa, yakni kepalamu gundul pelontos seperti batu giok (kumala) yang baru
digosok! Inilah yang menyebabkan aku pangling dan kalau aku boleh bertanya, sejak
balas Ci Lun Hosiang sambil bertindak mendekati.
kau tidak mengetahui perobahan hidupku, akan tetapi karena hal ini tidak penting maka tak
perlu kujelaskan. Dan yang penting, sekarang kau tentu sudah mengetahui maksud
yata kau masih keras hati
dan keras kepala seperti masa dahulu. Biarpun sudah lama sekali aku mengundurkan
diri dari dunia ramai dan berdiam di sini sambil menanti umurku digerogoti keloyoan,
kau tetap memiliki semangat muda mencari aku sehingga hari ini kau jumpai di sini.
Benar- Sekali lagi. kakek yang ditantang itu menghela napas. Dan seraya mengelus-elus
jenggotnya, ia berkata dengan sabar:
kini kulihat tenaga lweekang yang kau pergunakan mendorong batu karang tadi
sedemikian hebat dan kulihat tubuhmu makin tua makin sehat dan makin gemuk saja!
Sedangkan aku makin tua makin loyo dan sebenarnya aku sudah tidak mempunyai
Bu Tek Enghiong - Halaman 146
nafsu untuk berkelahi. Akan tetapi karena kau menaruh perhatian sedemikian besar
terhadapku, maka betapapun juga selaku tuan rumah aku harus manghargai kunjungan
setelah ucapannya yang terakhir lenyap dari pendengaran, hweesio gundul yang
bertubuh bundar ini lalu menubruk maju sambil kedua tangan dipentang seperti
seorang hendak menubruk dan menangkap seekor ayam yang minggat dari kurungan!
Bu Beng Lojin maklum bahwa biarpun serangan si gendut itu kelihatannya seperti
sembarangan saja, tetapi hebatnya bukan main oleh karena kedua tangan yang mulamula dipentangkan dan kemudian digerakkan ke arahnya itu mendatangkan hawa
pukulan yang sukar diukur kekuatannya, maka kakek ini cepat menggelak ke kiri sambil
berkata: jangan menyesal kalau Setelah mengelak, hawa pukulan dari Ci Lun Hosiang itu menyambar di samping
tubuhnya bagaikan angin taufan yang dahsyat sekali dan menghantam sebatang pohon
yang-liu di belakang kakek itu. Dan bagaikan disamber petir pohon tersebut, tumbang
dengan mengeluarkan suara gedubrakan!
Tanpa membuang waktu, secepat setelah berkelit, Bu Beng Lojin balas menyerang,
juga dengan kedua tangannya seperti melakukan dorongan ke arah tubuh si hweesio
gendut itu. Ci Lun Hosiang pun maklum bahwa serangan yang berdasarkan pengerahan
lweekang dan khikang dari kakek itu tidak boleh dianggap enteng. Maka ia dapat
mengelak dan hawa pukulan dari Bu Beng Lojin menggempur batu karang yang
berhuruf tadi sehingga mencelat jauh dan kemudian menggelundung ke bawah lereng
dengan menimbulkan suara hiruk pikuk karena menerjang dan menimpa batu-batu
karang lainnya serta menumbangkan pohon-pohon yang kebetulan menghalanginya!
Bukan Istri Pilihan 4 Suro Bodong 07 Rahasia Tombak Dewa Pom Pom Boys 2

Cari Blog Ini