Pom-pom Boys Karya Putri Arsy Bagian 2
"Eryn Ugun mencoba duduk di sebelahnya, sambil turut serta membuka-buka buku catatan hijau di atas meja. "Kok, elo gitu, sih" Cerita dong, kalo ada masalah!"
Eryn diam tanpa menghiraukan maksud baik Ugun. "Kalo marah terus, cepet tua, lho! Apa elo mau keriput di mana-mana" Ih, seramnya!"
"Elo udah tau masalah gue, kan" Ngapain juga elo tanya-tanya gue lagi, nah""
"Duuuh ... kok, marahnya jadi ke gue""
"Elo sama si Deon sama aja!"
Deon yang sengaja nguping, langsung melotot. Sekarang, dia harus bener-bener ngedengerin perdebatan kedua temannya.
Mendengar dirinya dibandingkan dengan Deon, Ugun lantas membalikkan badan dan mencoba mencari-cari persa-maannya. "Sama apanya" Elo ngehina gue" Si Deon udah jelas ceking, putih, lumayan ganteng, tajir; tapi sayang, otaknya jongkok!"
Deon makin membelalakkan matanya. Seenaknya si Ugun ngatain gue. Elo kira, telinga gue budek" Awas ya, kalo elo gagal! Gue kempesin juga itu perut gentong!!!
"Toloool! Bukan kesamaan itu yang gue maksud, GENDUT!!!"
"Terus, apaan"" Ugun terlihat sabar dengan ejekan Eryn.
"Nih!" tunjuk Eryn ke arah dada Ugun yang sudah terlihat basah oleh keringat.
Entah kenapa, detak jantung Ugun semakin bergejolak. Baru kali ini, ada seorang cewek yang mampu membuatnya mati kutu.
"Ha ... ha ... hati, maksud elo""
"Iya, elo berdua itu sama-sama nggak punya perasaan!"
"Bukan gitu, Ryn. Gue baca SMS yang Deon kirim ke elo! Dia emang nggak pernah mikir kalo mau SMS orang. Lagian elo tau, hari itu udah malem, kan" Jam setengah dua belas malem gitu. Asal elo tau, biasanya, dia udah tidur dari jam delapan malem. Paling patennya, kira-kira jam setengah sembilan."
"Apa, jam delapan malem dia udah tidur"" "Iya. Dia anak mami gitu!"
"HAHAHA ...!" Eryn terbahak-bahak, rasa kesalnya sesaat hilang.
Seorang Deon yang belakangan ini namanya sering disebut-sebut banyak cewek, nggak disangka dia anak mami. Hebat!!! Mobil Odyssey yang dimodif abis, rambut mohawk, semua yang terlihat di fisiknya bisa nutupin aibnya selama ini.
"Ssst! Kontrol dong, elo parah juga! Jangan e-mosi gitu, deh."
"Yaaa habisnya lucu amat! Adik gue aja, yang masih lima tahun, tidurnya jam setengah sepuluh malem."
"Lain dong, nanti kalo mama ngomel, bisa bera-be! Hehehe ...."
"Si Deon manja banget. Gun, ada lagi nggak, cerita heboh lainnya, biar gue bisa bales sakit hati gue! Habis itu, gue pasti maafin dia."
"Dia ...dia ...." Ugun berpikir keras. Dia sempat melihat Deon pergi meninggalkan ruangan. Itu tandanya "aman".
"Apaan Gun, masa nggak ada lagi" Nanti gue nraktir elo deh! Habis itu, gue kenalin sama temen-temen cewek gue yang waktu itu elo lih
at! Gimana"" "Seinget gue, dia suka disuapin sama mamanya. Terus, sebelum tidur, dia harus minum susu. Kalo nggak, bisa-bisa ngompol!"
"HAHAHA ...!" Eryn semakin menjadi-jadi. Tawanya teramat kencang. Siswa di luar kelas pun bisa mendengar tawanya.
Maafin Gue "GIMANA Gun, siap""
"Eits, banjet-banjet dung si gue!!!" "Mana" Gue liat ukiran tangan elo yang mirip risoles itu""
"Lagi-lagi, casing nih maenannya"" tanya Ugun yang tersinggung.
"Oh, sungguh tidak, Kawan. Elo kan, ahli meniru-niru tanda tangan orangtua."
"Bukannya terbalik" Siapa yang nilainya jelek, siapa yang takut dimarahin mamanya ...""
Deon bener-bener kaget waktu Eryn datang dan mengetahui semua aibnya selama beberapa tahun belakangan. Karena kagetnya, formulir pom-pom yang Deon pegang pun jatuh begitu saja.
"Ups ... sori, nggak sengaja!" ucap Eryn sambil menginjak formulir itu dengan santai.
"Gun, elo disogok berapa ama dia""
"Nggak, Yon. Swear, deh. Masa gue setega itu ama elo."
"Terus, yang tadi! Masa Eryn bisa tau gitu aja tentang gue" Dari mana coba, dari mana"!"
Ugun hanya menjawabnya dengan satu gelengan kepala.
"Dia lagi jalan sama temennya. Siapa tau o-rang lain yang dia omongin, bisa aja kan, Yon" Elo
jangan berprasangka buruk dulu sama orang. Nggak baik. Percaya, deh!"
Senggaknya, penjelasan panjang Ugun bisa meredamkan amarah yang berkobar-kobar di hati Deon. Semoga Eryn menghentikan permainannya itu sampai di sini.
"Fiuh!" Deon mencoba meniup bercak sepatu Eryn yang melekat di formulirnya. "Nggak ilang, Gun!"
"Alah, cuman dikit. Lagian, nggak ada noda ... ya nggak belajar!"
"Ah, elo ngejiplak iklan mulu dari tadi. Ntar, gue mintain yang baru aja."
"Jangan, nggak efisien. Emangnya minta tanda tangan nyokap gampang, apa""
"Bener juga. Biarin deh, kayak gini, lagian bukan cowok kalo nggak kotor."
Emangnya gue pikirin" Paling-paling, elo dio-melin si Chia. Terima aja Yon, toh ini juga hasil perbuatan elo sendiri. Lagian, kenapa juga minta bantuan gue" Udah tau gue gampang kena rayuan cewek! Apalagi kalo Chia pertaruhannya. Chia, Yon"! CHIA!!! Cewek inceran kita berdua yang cantiknya bisa bikin kelepek-kelepek.
JADWAL seleksi ekskul pom-pom tiba. Ruang D jadi tempat audisi. Calon anggota baru dibagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok diwajibkan memberikan perfor-mance-nya demi menarik simpati para juri yang akan menilai. Penilaian kelompok terdiri dari:
1. Kostum yang heboh+unik+mencolok+menarik per-hatian penonton.
2. Gerakan yang disajikan tiap kelompok.
3. Formasi. 4. Ekspresi. 5. Make-up, 6. Kelincahan, kekompakan, dan pastinya kepercayaan diri.
"Formulir ... formulir!" teriak Chia yang tengah mengunyah permen karet. Jijiknya, tuh permen karet dia selipin di belakang telinganya yang penuh bekas tindikan.
"Ini ...." Ugun dan Deon menyerahkan formulir mereka.
"RADEON, jorok amat sih, lo!"
"Selain jorok, dia juga suka ngompol setiap malemnya kalo nggak minum susu dulu!" selang Eryn ketika tepat berjalan di antara Chia dan Deon.
"Ngompol" Gimana kalo latihan" Siapa yang mau ngepel" Yeakh ...!"
"Itu sih, masih bisa ditahan kali. Gimana kalo dia minta disuapin makan atau pas pom-pom tampil jam delapan malam, harus udah tidur gitu, deh!!!"
"Aaa ...!" Deon lantas pergi. Badan gede Ugun aja sampai-sampai nggak berasa sama sekali ditubruknya. Bagi Deon, harga dirinya hancur. Kenyataan itu emang ada benarnya, tapi nggak
sepantasnya kalo harus dijadiin bahan ejekan! Masih mending kalo cuma Chia dan beberapa anak lainnya. Nah ini, semua anggota, calon anggota, calon manajer pom-pom yang nge-dengernya. Sekalian aja pakai mike, biar seisi sekolah tau siapa Deon sesungguhnya.
Deon pergi begitu aja. Kalo nggak pulang ke rumah, dia pasti pergi ke tempat biliar. Deon dan anak-anak kelompoknya terpaksa membatalkan tes pertama mereka. Nomor undiannya, terpaksa ditukar paling akhir. Regu PoCkeRock ini berharap, semoga masih ada kesempatan di hari esok.
"Gimana, diangkat teleponnya""
"Nggak Ryn. Dia reject mulu. Biasanya, dia nggak mau diganggu kalo lagi gini! Mudah-mudahan, seleksinya bisa ditunda sampe besok, terus Deon bisa ngelupain masalah se
karang juga." "Mudah-mudahan ya, Gun. Gue jadi nggak enak. Gue ngerasa bersalah sama elo berdua! Maafin, ya!"
Ugun mencoba tersenyum merespons meskipun sedikit terpaksa.
"WOI Bos, kok, tadi nggak ngejemput gue"" Ugun me-nyapa Deon.
Deon hanya menjawabnya dengan muka memelas. Kayaknya, Deon masih marah dengan mulut
ember sahabat gendutnya itu.
"Masih marah, nih" Maafin gue, dong!"
Deon malah langsung pergi ke luar kelas, pake acara nendang-nendang meja segala. Parah!!! Deon murka, Ugun teraniaya. Kalo sudah gini, para dukun harus bertindak, memberikan jampi-jampian ampuh untuk meluluhkan hatinya.
"Ryn, gue beneran nyerah. Asal elo tau, baru kali ini gue sama Deon marahan!" Akhirnya, Ugun ngadu sama Eryn.
Eryn tertunduk lesu. Sejak bel pertama masuk, Ugun terus berada di sampingnya untuk menemaninya dan merenungi semua kesalahan yang udah dibuat.
Sebelum nerusin kultum, Ugun minum dan menarik napas panjang. "Tadi pagi, dia nggak ngejemput gue kayak biasanya. Boro-boro ngobrol, gue ngomong aja dia cuekin. Pusing gue jadinya."
"Sorry banget deh, semua ini emang salah gue, Gun! Mungkin, gue terlalu berlebihan dan ngebongkar aib dia. Biar gue yang nyelesaiin semuanya!"
"Tapi, gimana sama seleksi pom-pom""
"Tenang aja. Chia bilang, lusa masih bisa. Tes sekarang cuma buat latihan, biar kalian semua nggak grogi nantinya!"
"YESSS!" Ugun melompat, sampai-sampai lantai yang dia injak pada retak.
Trak ... trak ... trak ....
DI kantin sekolah nan ramai, Deon duduk termenung seorang diri. Semangat hidupnya terasa hilang. Semangat belajar pun dikuburnya dalam-dalam. Bagi Deon, dilema hidupnya sungguh runyam. Meskipun saat ini dia punya segalanya, na-mun setitik cahaya kebahagiaan belum pernah ada di kedua bola matanya yang berwarna cokelat.
"Ehm ... ngelamun aja dari tadi"" Deon yang tau persis suara Eryn, lantas berdiri dan beranjak pergi. Tapi, Eryn menarik baju Deon dan mengajaknya kembali duduk.
"Apaan sih, Ryn"!"
"AWWW ...." Eryn menjerit dan terjatuh. Deon mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Eryn berdiri dan duduk di bangku kecil bercat pelangi. Nasi ayam kluyuknya belum sedikit pun Deon sentuh. Nafsu makannya hilang ketika si Pembongkar Aib datang untuk meminta maaf darinya.
"Yon, maafin gue banget! Gue super duper nyesel udah ngebongkar rahasia elo."
"Minta maaf tuh emang gampang, coba elo yang jadi gue!" jawab Deon ketus dan dingin.
"Oh, elo malu sama Chia, ya" Masalah itu tenang aja, gue bisa atur."
"Bukan cuma sama dia, sama semua anak yang ngedenger-nya! Asal elo tau, dari pagi, gue ngelangkah di pintu gerbang, semua anak-anak ngatain gue yang nggak-nggak, ngerti"!"
"Harusnya kita impas. Elo juga udah bikin gue sakit hati. Elo bilang, gue cocok buat ikutan
cheer's. Apa saat itu elo mi-kirin hati sama keadaan gue""
"Oke, gue emang salah! Tapi, saat itu gue nggak sadar. Gue emang udah ngantuk. Otak gue emang nggak seencer Ugun."
"Terus, mau elo gimana""
Ngeliat tatapan Eryn yang penuh penyesalan, Deon pun nyerah. Perasaan bersalah dan menyesal lagi-lagi dia rasakan ketika dirinya bertatapan dengan Eryn.
"Ya, udah ...."
"Ya, udah apa""
"Kita anggap impas semuanya!"
"OLE-OLE-OLEEE ..." Tanpa diduga-duga dan disangka-sangka, ternyata si Ugun Gentong ngupingin dari balik tembok kantin. Layaknya supporter bola, Ugun berlarian ke setiap meja sambil sesekali mencomot kerupuk, paha ayam, bakwan, tahu, dan makanan lainnya yang tersedia.
"Terima kasih, Tuhan! Akhirnya, temanku telah siluman, eh ... siuman! Dia kembali seperti sedia kala. Dia kembali seperti Deon yang kukenal sejak puluhan tahun lalu! Terima kasih banyak-nyak-nyak." Sujud syukur Ugun di tengah kantin.
"Dasar gila!" Deon menjitak kepala Ugun. "Siapa bilang gue maafin elo" Nggak sudi! Elo yang ngebongkar semua aib gue. Pokoknya, nggak ada maaf secuil pun dari gue, kecuali ...."
"Kecuali apaan" Batalin semua traktiran"!" Ugun membujuk sepenuh hati, meskipun kenyataan itu kurang baik. Baginya, makanan adalah hal terpenting setelah nyawanya.
"Bisa jadi," Deon menjawab sambil bergaya model.
"Mmm, ngasih contekan pe-er plus ulangan matematika, fisika, kimia, biologi""
"Boleh." Deon sedikit tersenyum. "Nggak ngehina elo lagi deh, nggak bong-kar-bongkar lagi""
"Masih ada yang lebih penting."
"Jangan bilang kalo gue harus nyerahin Chia buat elo""
"Nah ... itu yang gue tunggu-tunggu dari tadi, Uguuun!!! Dijamin kita sahabatan lagi. Kalo perlu, sampai tujuh turunan gue setia jadi sahabat sejati elo yang selalu ada di saat elo laper!!!"
"Masa gue harus kalah sebelum bertanding""
"Terserah elo. Gue yakin, elo tau mana yang untung atau buntung buat elo nanti!"
"Mmm ...." Ugun menunjukkan raut wajah seorang pemikir keras.
"Jimana" Cuma Chia kok, cewek-cewek masih banyak di hutan sana"!"
"Elo kira, anak kingkong apa" Kenapa mesti gini sih, ujungnya" Apa elo nggak bisa ngasih pilihan laen yang lebih baik, yang bisa diterima kedua belah pihak"!"
Eryn yang sama sekali nggak ngerti maksud keduanya, hanya diam sambil sesekali menggerakkan kedua bola matanya ke arah Ugun dan Deon secara bergantian, persis seperti orang
yang lagi kena hipnotis. Sebenernya, siapa cewek yang mereka obrolin dari tadi" Sampe-sampe, mesti direbutin segala. Apa mungkin gue"! Nggak mungkin. Soalnya, ada Chia-Chia gitu. Oh, jangan-jangan Chia.
"Woi, buruan! Jadi ngelamun!" singkir Deon yang bete ngeliat mata Ugun.
"Ya ... udah!" Ugun menarik napas panjang. Pikirnya, mana mungkin Chia mau sama anak kencur sejenis Deon yang manjanya minta ampyun. Apalagi Chia mendengar sendiri aib Deon yang dibongkar di depan. "Gue relain, deh! Lagian
"Apa"!" "Mana mau Chia ama elo ... Si Anak Manja!!!" Ugun ngibrit dengan lemak-lemak yang bermukim di perutnya. Sekali berlari, dua ons lemak hancur dalam waktu sekejap.
"HUUUH ...!!!" "Gila, gue capek banget!"
Di Dakega, Ugun dan Deon meluruskan kaki sambil meminum soft drink dingin yang mereka pesan dari Mang Odi.
"Aaah, nikmatnya!"
"EUUUGH!" Bunyi sendawa Ugun persis suara kerbau kekenyangan makan rumput.
"Kalo nggak kentut, ya gini, deh! Sama aja bau busuknya."
"Hehehe .... Sirik aja elo, mah!"
Suasana Dakega masih seramai hari-hari sebelumnya. Pemungutan formulir masih digencarkan. Berburu mangsa sebanyak-banyaknya demi mempertahankan imej ekskul mereka di mata dunia.
"Liat tuh kedua kakak elo! Mereka eksis banget."
"Jijik banget gue ngeliatnya. Nggak di rumah, nggak di sekolah, sama aja! Liat aja kalo gue udah punya nama, nggak sudi banget ngajak mereka! Sekalipun nekuk lutut atau mohon-mohon."
"Gaya elo aja selangit. Buktinya, nama elo baru dikenal anak-anak seangkatan. Itu juga nggak pada tau semuanya. Lain sama gue, semua angkatan tau ... DEON!!!"
"Itu berkat gue. Coba kalo aib itu nggak kebongkar" Nama Deon aja mereka semua nggak pernah denger! Deon siapa""
"Ya ... terima kasih banyak, Tuan Ugun."
"Hahaha ...!" Ugun tertawa sambil mengipas-ngipas seragamnya yang menjiplak bentuk badannya dari atas sampai bawah.
Keduanya masih menunggu anak-anak lain untuk seleksi pom-pom boys. Lantaran seleksi kemarin ditunda, terpaksa diundur jadi sekarang. Rasa tegang dan menggebu-gebu terus saja menyelimuti jantung mereka. Yang ada hanyalah kepasrah-an semata, kalo-kalo keduanya keluar tinggal nama.
"PocKeRocK, buruan masuk ke tempat seleksi!" Mendengar nama grup mereka dipanggil, Ugun dan Deon langsung berpelukan.
"I ... iya! Tunggu bentar, kita lagi nunggu anak-anak bawa kostum!"
"Lima menit, nggak ngaret!" seru cowok angkatan Chia.
KONDISI toilet cowok di sekolah Ugun bener-bener padat. Semut paling kecil pun sampai-sampai berteriak minta tolong agar tidak mati diinjak.
Baik Ugun, Deon, beserta seperangkat anak-anak lainnya, berdesakan memakai kostum yang persis anak-anak cheer's. Baju hasil rancangan desainer amatir ini, dapat membuat takjub anak-anak yang menontonnya. Belum lagi make-up asal hasil karya tangan Ugun yang biasa bersolek sebelum jadi badut di Taman Lalu Lintas.
Selama latihan kurang lebih empat minggu ini, anak-anak cowok dengan giat membimbing mereka dengan sabar. Beraneka ragam gerakan cewek harus mereka lakonin demi pom-pom. Selain harus nyediain kostum dan make-up, semua calon anggota pom-pom diwajibkan membuat papan nama gantung yang mereka buat dari karton putih. Di karton
itu, mereka harus nunjukkin kalo mereka yakin, percaya, dan nggak menyesal menjadi
anggota ekskul ini. "Eh, celana ... celana gue! Buruan!!!"
"Kagak tau, elo cari aja sendiri!"
"Tuh, yang ngegantung di pintu, bukan""
"Bukan, itu lap WC, dodol!!!"
"Bedaknya mana""
"Itu, diselipin di ketek elo!"
"Bau, Ugun!" "Namanya juga bedak tabur ketek, ya pasti
bau." Yah, begitulah suasana toilet cowok yang sempat terintip Chia dan manajer lainnya yang terus ketawa-ketiwi.
"Akhirnya, selesai juga, Teman-teman!"
"Sebelum tampil, kita berdoa dulu." Deon memberikan aba-aba dengan menundukkan kepalanya yang putih oleh taburan bedak.
"Selesai ...!" Keenam anak itu lantas menyatukan tangan sebelum menyerukan yel-yel andalan yang empat hari kemarin baru dibuat. Dadakan banget, tuh!
"PocKeRocK ... mana tahan, yuuu ... k! Sumpah, garing banget!
Meskipun ditertawakan sebagian umat, keenamnya berjalan dengan rasa pede dosis tinggi. Ugun dan Deon paling sering dielu-elukan. Nama keduanya emang melejit abis di atas rata-rata anak-anak terkenal lainnya. Deon, udah pasti terkenal lantaran kekayaan, tampang, dan aibnya yang sempat terbong-kar. Sementara Ugun, semua anak tau kalo dia adiknya Apip, tubuhnya paling
nonjol kalo lagi jalan, tampangnya nge-gemesin, trus manis gitu kayak gula sakarin.
"Uguuun-Deooon, semangat yaaaw!" Lebih kurangnya semacam itu para mojang Bandung menyemangati mereka.
Ugun dan Deon hanya mengangkat tangan pertanda tenang.
Lima menit lebih dua menit, mereka masuk ke tempat seleksi. Tanpa diduga, ruangan itu udah mirip arena stadion. Banyak banget anak kelas dua. Dengan tatapan menyeramkan sekaligus mematikan, mereka terus memelototi Ugun cs.
Tok! Bunyi permen karet meletus. "Tau, ini jam berapa""
Gawat! Siswa kelas tiga yang tadi nyusulin ke Dakega, juga ketua pom-pom, jalan ngedeketin mereka.
"Jam 3 kurang!"
"Tau, kalian telat berapa menit"" "Dua menit!"
"Bagus, berarti sekarang juga kalian push-up 20 kali dengan satu tangan! CEPAT!"
Busyeeet, ini seleksi pom-pom atau TNI AU" Sungguh kejamnya dunia! Jangan-jangan, gue salah masuk ruangan. Apa ini ruang keamanan" batin Deon mengeluh.
"Cukup, push-up nya. Sekarang, kalian berdiri tegak!"
Di saat yang lainnya sigap berdiri, dia malah kebingungan bangun. Lemak-lemak di dalem perutnya terlalu banyak buat mengatur pergerakan
badannya. "Heh, gendut! Lelet banget, sih" Jangan harap elo bisa diterima kalo buat bergerak aja susah!"
Karena sakit hati, Ugun lantas memaksakan diri. Ugun nggak mau kalo kaumnya harus dilecehkan. Maksudnya ... kaum gendut.
Nggak lama, sebuah teve ukuran besar dinyalakan. Teve itu menayangkan klab pom-pom boys dari luar negeri.
"Cukup!" Dalam sekejap, teve kembali padam.
"Sekarang, elo semua tiruin gerakan mereka!"
Keenam calon anggota pom-pom boys itu langsung menari dengan gerakannya sendiri. Sementara yang menonton, langsung tertawa terbahak-bahak. Tapi, ketua pom-pom dan Chia, tetep cool,
"Yang bener dong, jangan asal!"
"Power-nya mana""
"Senyum, dong!"
"Jangan cengengesan sendiri!"
"Heh, konsentrasi!"
HAUS! Satu kata yang mereka inginkan. Sete-guk air dingin yang mengalir di dalam tenggorokan.
"Sekarang, tunjukkin gerakan grup kalian! Kita semua pengin liat hasil usaha kalian selama seminggu ini!"
"Tapi, apa nggak ada istirahat"" Deon yang tampak pucat hanya bisa meminta sedikit waktu.
"Belum jadi anggota aja udah ngeluh!"
"PAYAAAH!" seru para anak kelas dua yang sempat membuat down keenam cowok yang sudah
terlihat kelelahan-nya. "Temen-temen, gimana" Masa harga diri kita jatuh cuma gara-gara hal sepele"" Ugun pun buka suara meskipun nyatanya keringatnya yang paling banyak menetes.
"One ... two ... three ... four ...!" Deon sang Ketua mulai memberikan aba-aba.
Para anak buah mulai bergerak mengikuti alunan lagu yang sudah mereka rangkai sedemikian rupa. Saat start, penampilan keenamnya benar-benar sukses meskipun decak tawa menye-limuti ruang kelas seluas 12 xlO meter itu. Sound system yang kurang baik pun mampu menggertakkan tembok kelas yang sengaja di cat kuning muda. Dan
"Keren!!! Saluuut ...!" Semua penonton berdiri dan bertepuk tangan bangga, apa
lagi anak kelas dua yang sudah rela hati serta sabar besar dalam membimbing enam anak pemalas yang hasil latihannya diragukan untuk lolos ke tahap berikutnya.
"Moga-moga kalian masuk seleksi terakhir!" Bayangin, seorang Chia ketus yang ngomong gitu.
"YEEESSS!" Sudah pastinya teriakan paling kenceng dimenangin Ugun beserta Deon.
Semua membubarkan diri. Rasa lelah sejenak hilang dari tubuh mereka yang berotot. "Elo semua mau ke mana"!"
Ups, salah, ya" Dikira penderitaan hari ini cukup sampai di sini. Nyatanya, keenam anak berkeringat itu masih dipanggil untuk mendekat.
"Ada apa lagi, Kak"" Deon bertanya kayak anak TK yang haus akan pujian kakaknya.
"Elo semua ngira kita bangga sama gerakan payah elo tadi""
"Mmm ... iya!" "Trus, apa fungsinya papan nama yang kalian semua pakai!"
Semuanya menggeleng tolol. Mereka baru nya-dar bahwa nama yang semalam suntuk mereka buat harus dipertanggungjawabkan.
"Coba tunjukkin kalo tulisan itu bener adanya!" bentak Chia.
"Sekarang"" Ugun bertanya takut.
"Nggak. Tunggu ampe perut elo kempes!" Chia peletuskan permen karetnya. "Ya, sekaranglah! IQ elo berapa, sih""
"Gimana"" Ugun, Deon, dan yang lainnya masih nggak connect buat ngejalanin perintah kakak kelasnya.
Chia berontak dari kursi yang didudukinya. Matanya yang agak sipit dipaksa melotot. Kunyahan permen karetnya dia percepat empat kali lipat dari sebelumnya.
"Mau gue apain nih, elo semua"! Gue jadi ragu kenapa elo berenam bisa diterima di sekolah ini. Jangan-jangan, pada nyogok!"
Deon yang bertatapan sama Chia hanya bisa pasrah dan menerima segala tindakan anarkis yang diperbuat dambaan hatinya. Meskipun kena hujan buatan Chia yang wanginya ibarat aroma terapi, Deon tetap diam.
Marah Nggak Jelas Dengan perasaan bangga yang tiada tara, Ugun pulang membawa kantong plastik berisi baju kotor. Hari sudah terlewat gelap. Mobil Deon yang kecepatannya nggak bisa dihitung jari aja, nggak bisa ngalahin kecepatan langit berubah warna.
Beberapa hari belakangan ini, Ugun dan Deon lagi gencar-gencarnya melakukan persiapan seleksi terakhir pom-pom. Menurut pengumuman, calon anggota bakalan dites gerakan bebas secara individual.
Untung aja ada Eryn yang siap jadi pelatih. Meskipun kakinya nggak bisa digerakin, Eryn mampu menjadi seorang pelatih yang tegas dan disiplin. Selain itu, Eryn juga suka nyuporterin keduanya, mulai dari semangat menari sampai semangat menyajikan aneka makanan waktu istirahat. Karena itu, Ugun jadi sumringah tiap hari. Minta makanan apa pun, dijamin Eryn bisa ngeraciknya.
"Assalamu 'alaikum!" salam Ugun ketika masuk rumah. Ditaruhnya sepatu butut itu di pinggir pintu yang Ugun tutup rapat.
Ugun terheran-heran ketika melihat suasana di ruang tamu. Bapak yang masih memakai seragam satpam kebesarannya duduk santai di kursi. Ibu yang biasanya sibuk di dapur atau nyapu, nggak
biasanya duduk santai. Belum lagi Mas Apip sama Mbak Rora yang biasanya udah ke kamarnya masing-masing buat ngedengerin radio atau tidur. Muka mereka semua lebih garang dibandingkan panitia MOS.
"Lho, tumben banget semuanya pada ngumpul" Pada kangen sama Ugun, ya""
Mbak Rora yang hanya memakai celana belel mulai berdiri dan mengelilinginya hingga 5 putaran. Dengan muka jutek yang emang bawaan dari lahir, Mbak Rora memelototi Ugun dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Heh, keluyuran mulu kerjanya! Dari mana aja Tuan Besar Agung""
"Ugun abis kerja kelompok."
Ugun panik, gelisah, capek, dan bingung kalo harus melawan keempat orang yang dia hormati selama hidup.
"Kerja kelompok buat pom-pom, kan"" giliran Mas Apip yang nyemprot dari jauh.
"Nggak, kok. Be ... beneran belajar kelompok! Ah, lagian nggak penting. Ugun capek mau ngerjain pe-er dulu, besok harus dikumpulin." Ugun berharap, penyangkalannya bisa dipercaya ibu dan bapak.
"Tunggu!" Sekarang giliran bapak yang bakalan kompakan sama ibu buat ngomentarin masalah pulang malam si Bungsu. Keduanya berdiri bagaikan Krisdayanti dan Anang yang bakalan tampil seromantis mungkin.
"Kamu ... udah berani-beraninya bohong sama Ibu! Ngakunya belajar kerja kelompok, nggak
taunya pulang malem buat ikutan ekskul banci itu""
Ampun Bu, jangan nafsu gitu, dong!!! Sabar, masalah kayak gini harus dibicarain dengan kepala dingin. Makanya, beli kulkas, dong!
"Ibu jangan kena hasut sama Mas Apip atau Mbak Rora! Tau apa mereka tentang Ugun" Nyapa di sekolah aja nggak pernah. Apalagi tau kegiatan Ugun!"
"Asal kamu tau, Ibu tau semuanya dari Jaki. Kata dia, belum ada tugas-tugas kelompok atau pe-er dari guru. Dia juga bilang kalo kamu pulang malam cuma buat latihan pom-pom! Padahal, ekskul yang dia ikutin nggak harus segitunya!"
"Jadi, maksud Ibu""
"Ikutin ekskulnya dia, ekskul yang bermanfaat, bisa ngarahin kamu ke masa depan, buat bekel dunia dan akhirat!"
Emang nasib jidatnya untuk dipukul. Berpuluh-puluh kali, si Jaki menyebalkan itu ngadu sama ibu. Tuh anak emang pinter cari muka di depan guru dan orangtua. Kepintarannya pasti diomongin sama semua orang yang kenal sama dia. Belum lagi, setiap orangtua yang tau pasti bakalan ngebanding-bandingin dia sama anaknya.
Ugun yang udah bikin jadwal panjang, dalam hati langsung menangkis kembali jawaban ibu.
"Bu, kenapa Ibu selalu belain dia" Dia atau U-gun yang anak Ibu"! Lama-lama, Ugun jadi ragu."
"Ya. Karena dia benar dan patut kamu tiru! Coba kalo kamu dekat dengan dia, ikutin jejaknya, dateng ke rumahnya, terus belajar bareng, tanyain
soal-soal yang susah! Ibu nggak harus repot-repot atau uring-uringan khawatir!"
Sekarang, malah nasib rambut Ugun yang harus hancur akibat usapan kasar dari tangannya sendiri yang kotor.
"Bu, Ugun bete, kesel ngedengernya. Ugun paling nggak suka kalo dibandingin sama orang lain. Apalagi, kalo si Jaki orangnya! Emangnya, si Jaki manusia sempurna" Emangnya wajib, semua manusia itu pinter" Emangnya, waktu mati kita bakalan ditanya pinter apa nggak waktu di dunia" Apa ikut pom-pom melanggar UUD" Capek, Bu. Ugun udah capek ngedenger kalimat yang sama setiap hari! Itu mulu, si Jaki lagi. Asal Ibu tau, banyak orang pinter yang nganggur, yang suram masa depannya, yang korupsi karena kepinterannya. Parahnya lagi, ada yang gila karena saking pintarnya! Apa itu yang Ibu mau" Ibu pengin Ugun gila atau mati mendadak"!"
Ibu hanya diam mendengar ocehan Ugun, lain halnya dengan bapak yang terus-terusan mengangguk dan sesekali memejamkan matanya yang sudah mengantuk. Sorot matanya suram, merah padam, belum lagi sekeliling matanya berwarna hitam.
Tiga hari belakangan ini, bapak emang lembur, pergi pukul enam subuh, pulang pukul enam subuh berikutnya. Kejamnya, waktu istirahat bapak hanya tiga jam dalam jangka satu hari. Bapak terus begadang demi mendapat uang. Semuanya bapak lakukan semata-mata untuk menutupi tunggakan
SPP ketiga anaknya. Meskipun mereka semua telah mendapat keringanan bayaran, tetap saja utang sana-sini harus segera dibayar. Kalo nggak, para rentenir itu akan menggusur mereka dan mero-bohkan rumah yang susah payah dibangun. Semua ini semata-mata demi mempertahankan citra baik Pak Suryo. Bagi beliau, pantang untuk meminta-minta kepada orang lain. Meskipun hidup sudah terlanjur sengsara, tonggak besar Jenderal Sudirman harus tetap ditegakkan.
"Ya, udah, Gun! Kamu tidak pintar, Bapak sudah bersyukur. Nyatanya, kamu mampu masuk ke sekolah negeri favorit," sindir bapak kepada Apip dan Rora yang masuk melalui jalur prestasi. "Bapak mengerti kalo kepintaran itu tidak datang begitu saja kepada setiap manusia. Bapak hanya minta kamu meniru langkah Jenderal Sudirman! Bapak ingin kamu menjadi seorang yang kuat, gagah, berani, dan pantang menyerah membela negeri ini! Dan ingat, jauhi ekskul menyesatkan itu. Tolong ganti dengan yang lebih baik seperti kakakmu! Kalo tidak, kamu bisa juga ikut PASKIBRA yang jelas-jelas pengabdian mereka pada negara begitu besar! Membawa bendera Sang Saka Merah Putih, mengibarkannya, me
Pom-pom Boys Karya Putri Arsy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Udah Pak, pusing banget Ugun ngedengernya!" Dari jauh, Apip menunjukkan wajah bangga sambil sesekali menaikkan kerah polo shirt hitamnya yang dihiasi butiran hitam di sepanjang area pundak. Dasar jorok!
"Dengarkan, Bapak sedang memberikan semangat kepa "Aaah ...! Ibu sama Bapak sama aja. Nggak ada satu pun yang mihak atau ngebela Ugun!"
Udah nasib kamar berantakanny
a itu harus sesegera mungkin Ugun tempati. Di kamarnya, Ugun bisa menenang-kan pikiran yang kacau, runyam, kusut, amburadul. Mungkin hanya dengan mengambil air wudhu, shalat, atau merenung sejenak, pikiran Ugun kembali normal.
TIIID ... TIIID ...! Tiga menit lamanya Deon menyalakan klakson Odyssey-nya. Mobil mahal pemberian papanya itu udah nggak jelas lagi kegagahannya. Mulai dari ban hingga bumpernya belepotan terkena lumpur jalan.
Tak lama, satpam penjaga rumah Deon bangun dari tidurnya yang pulas. Dia bergegas melangkah cepat ke arah gerbang untuk mempersilakan tuan mudanya masuk dan memarkirkan mobil.
Mata Deon tinggal beberapa watt lagi. Sepanjang jalan tadi, Deon hampir aja nabrak dan nyerempet orang. Deon melangkah-kan kakinya di lantai marmer bermotif bunga. Langkah Deon terlihat gontai.
"Sayang, kamu baru pulang"" tanya mamanya yang langsung mencium kening Deon. "Bau banget, kotor, dan kucel. Habis dari mana""
"Main bola dong, Ma!" Deon memperkeras suaranya yang terdengar serak.
"Wow, keren! Mama bangga, apalagi kalo kamu bisa jadi pemain nasional! Kapan pertandingannya""
"Kapan, ya" Nggak tau!"
Apa, bola" Bola apaan coba! Sepak bola" Bola tenis, bola basket, voli, atau apa" Mainin salah satunya aja nggak pernah, apalagi jadi pemain nasional! pikir Deon yang mulai khawatir ketika mama membuka-buka tasnya yang berisi baju pom-pom miliknya yang sengaja dibuat Eryn.
"What" Ini apa"!" Mama kaget banget waktu ngeliat di dalam tas anak kesayangannya itu ada baju cewek. Parahnya lagi, baju itu modelnya mini, ketat, seksi, dan sedikit transparan.
"De ... De ... Deon ..."!" Mama langsung menduga macam-macam. Menduga kalo Deon udah melakukan sesuatu. "Kamu abis ngapain""
Deon jadi ikut-ikutan panik. "Ma ... Ma ...!"
"Kamu" Mama bener-bener nggak percaya! Ternyata, kamu sama kayak papa!" Baju pom-pom itu terus saja mamanya perhatikan. Sesekali diangkat ke atas, diraba-raba, terus diterawang. Wah, mirip pemeriksaan uang palsu, deh!
"Duh, Maaa ...." Keringet dingin Deon semakin deras bercucuran, coba saja kalo ada Ugun di sini ... pasti semuanya bakalan selesai secepat mungkin. Nggak perlu ada fitnah atau praduga macam-macam sama sekali.
"Sayang, kamu tau ini dosa" Ini nggak pantes buat kamu. Siapa yang ngajarin kamu buat kayak
gini" Siapa"!"
"Ma, denger!" "Denger apa" Mama kecewa, Yon!" Mama mulai netesin air mata.
"Duh Deon langsung garuk-garuk kepala yang tampaknya dihuni kutu milik Ugun.
Belakangan ini Ugun jarang keramas, ngakunya ibu Ugun nggak sanggup buat ngebeliin sampo. Sejak BBM naik, harga sampo ikut-ikutan naik. Alasannya, tuh sampo dianterin pakai mobil. Nah, mobil kan, pakai bensin. Jadinya, secara nggak langsung harga sampo ikutan naik.
"Pokoknya, Mama nggak mau ngomong lagi sama kamu. TITIK! Kamu udah ngelanggar perintah agama. Mama nggak mau punya anak kayak kamu!"
Deon harus bisa ... bilang sejujurnya. Deon harus kuat. Kuat kalo mamanya semakin menjadi-jadi.
"MA ... INI TUH, BAJU LATIHAN DEON! DEON MAU IKUTAN POM-POM BOYS!!!"
Mendengar pengakuan Deon, mamanya lantas menoleh dan mendekat. Air matanya dihapus.
"Apa itu benar"" Deon mengangguk pasti. "Buat apa sih, Deon ngelakuin hal gitu" Deon juga masih punya iman!"
Mama mulai tersenyum manis, dipeluknya anak semata wayang itu dengan pelukan terhangat dan terkencang, sampai-sampai Deon sesak napas.
"Tapi, tetep aja Mama nggak setuju kalo kamu ikut ekskul itu!"
"Kenapa, Ma" Toh, Deon seneng ngejalaninnya."
"Pokoknya, NO\ Mama nggak setuju. Masa caIon orang besar mau-maunya nari kayak bencong""
TWEWEW! Di kepala Deon, langsung terdengar sound FX kayak di film komedi.
Kalo gini sih, sama aja. Meskipun udah nyoba jujur kayak lagunya Radja, pendirian mama nggak bisa digoyahkan sama sekali. Mulai dari rayuan, bujukan, dan pujian telah Deon main-kan dengan matang. Namun tetap aja mama hanya diam.
Jalan satu-satunya, ya palsuin tanda tangan!
Tragedi Celana AttEnTiOn!!! IniLaH MeReKa-MeReKa Yg LoLoS BwT sLekSi BriKuTnyA :
- DIPHO - EVAN - DEON - GALIH - CANGGIH - IZAL - HERU - UGUN - GANIA - ADHE - HAKIM - ARIE - RAMDAN - KRISNA - BUDHI - ANGGITA - FAISAL - DI NAN - OKE - KUSUMO - TYAZ - RIA - DWI - WISDA - ERYN - BALLERYN - CHA' - SITA DiTuNggU Ya, jAm 2 BwT sLekSi AkHiR di RuAnG kEMarEn!!!
"YON, liat tuh!" seru Ugun yang terlihat sum-ringah.
"Apa"" Deon tampak tidak melihat sesuatu yang membahagiakan. "Apaan sih, Gun" Ngarang!"
Di sebelah kanan Deon, yang ada hanyalah anak-anak cupu yang lagi giat ngebahas soal-soal olimpiade. Dengan serius, mereka ngebuka buku pelajaran meskipun saat itu jalanan di sekitar lagi rame. Di sebelah kiri. guru-guru berkumpul ngerundingin nilai
murid-muridnya. Di belakangnya, cewek-cewek bercap "centil" lagi sibuk masukin baju seragam ketat mereka. Sementara di hadapannya, samar-samar Deon me-mantau muka buruk Ugun yang terlihat maju-mundur. Semua yang ada di pandangan Deon terlihat buyar dan kurang jelas.
"Duh, makanya, elo pake kacamata. Elo liat pengumuman yang bikin elo bahagia selama elo hidup di dunia! Dijamin!"
"Haram nggak"!"
"Yeee ... tuh, liat dengan sejelas-jelasnya!!!" perintah Ugun yang dengan tidak sopannya memainkan kepala Deon hingga menempel di poster pengumuman yang mulai luntur isi tulisannya.
"Mana"" Deon memakai kacamatanya yang sejak tadi dia apit di seragam putih yang terlihat kotor oleh noda akibat tetesan sambal gorengan kesukaannya.
"Gila, Gun! Eo gila!" reaksi Deon setelah pengumuman itu dia baca berulang kali, sampai dengan posisi jungkir balik.
"Yeee ... malah nggak nyambung ah, elo jawabannya! Elo pake kacamatanya terbalik, tuh!"
Deon mengamati sekali lagi, emang benar kalo kacamatanya itu terbalik. Emang kelewat konyol makhluk berzodiak Pisces ini.
"Bercanda! Kita bisa lolos seleksi terakhir" Hahaha ...!"
"Belum, bodoh! Jangan seneng-seneng dulu. Tuh liat... jam dua!"
"Apa" Jam dua"" Keduanya berteriak bareng
sambil beradu pandang. Mendadak, suasana menjadi sibuk dan gelisah. Keduanya lupa membawa baju yang udah dirancang Eryn.
Lupa membawa peralatan, lupa membawa ini, itu, anu, ...jimana, Gun" Jimana"! Deon ingin sekali meneteskan air mata, tapi takut kena dehidrasi taraf tinggi.
"Gimana dong, udah jam dua kurang seperempat, nih"" Ugun tampak kacau. Ugun terus berpikir keras. Dia takut kalo-kalo harus gagal di seleksi terakhir. Kalo begitu akhirnya, sia-sia saja semua pengorbanan yang telah mereka kerjakan selama ini. Latihan setiap hari, dipermalukan, parahnya lagi, diceramahin tujuh hari tujuh malam nonstop.
"Udahlah, kita berdua apa adanya aja! Segala konsekuensi-nya harus kita jalanin, Gun! Lagian, gue yakin kalo kita bakal lulus sensor."
Ugun tampak ragu, apalagi kalimat itu berasal dari mulut seseorang yang otaknya masih diragukan. Jangankan untuk berpikir panjang, untuk mengerjakan soal yang jelas-jelas gampang, Deon pasrah dan mengangkat tangannya. Deon sama sekali nggak peduli dengan masa depannya kelak. Dia terlampau menganggap enteng segalanya. Orangtua Deon pun nggak mempermasalahkan semuanya. Asal Deon senang, bahagia, nyaman, sehat, dan HIDUP, mama-papanya sudah bisa tersenyum lebar.
"Ya, udah! Kita "OLE ... OLE ... OLE ...!" Udah pasti, Ugun yang memulai. Saling membungkuk dan berpelukan, kedua
sahabat itu saling memberi dorongan satu sama lain
"UGUN sama Deon!" teriak anak kelas dua dari arah pintu.
"AAA ...!!!" teriak Ugun dan Deon. Mereka lantas ber-pelukan, lalu memegang kening masing-masing.
"Ayo masuk!" Langkah keduanya sedikit dipercepat mengikuti langkah seseorang yang namanya terkenal karena prestasinya di bidang renang.
Bulu kuduk Deon dan Ugun berbaris rapi di kulit mereka. Suasana kembali mencekam. Ugun yang nggak dikasih uang jajan, secara otomatis belum makan siang.
Deon baru aja mau pergi ke WC karena kebelet, tetapi namaya keburu dipanggil buat seleksi terakhir.
"Wow ... dari semua seleksi, cuma kalian berdua yang nggak niat!" oceh Chia yang pakai baju seragam rapi.
Tumben! Biasanya, ada aja salah satu bagian yang nggak lengkap. Mungkin itu badge nama, lokasi, lencana, atau sabuk.
"Dari tadi, semua anak punya gaya, ciri, dan kostum unik buat kita tonton, buat kita nilai. Nah kalian ... apa yang mau diliat" Apa yang mau dinilai"
Mending, dari awal kalian nyerah aja! Dari awal aja u
dah nggak niat!" "Banyak!" lanjut Ugun memberanikan diri.
"Apa"" Salah satu temen Chia nyeletuk sambil ketawa geli. "Lemak-lemak elo yang menggunung""
"Bisa jadi. Lagi pula, kostum nggak ngejamin kalo mereka berpotensi buat jadi anggota pom-pom boys, kan"" Ugun membalas dengan tegas. Sementara Deon, menunduk kaku.
"Tinggi banget jawaban elo! Emang elo bisa apa""
"Bisa gerak ... napas!"
"HAHAHA ...!" "Heh, ceking! Elo malah tidur""
"Nggak, kok!" jawab Deon lemes.
"Elo bisa apa" Ketiup angin aja langsung terbang! Klepek ... klepek ...."
Gini nih, yang namanya pembalasan dendam kesumat. Mentang-mentang tahun lalu mereka yang kayak gini, sekarang mereka lampiasin sama adik kelasnya.
"Udah ah, jadi ge-er, nih. Sekarang, enaknya apa, ya"" Lagi-lagi, Chia yang mengambil alih kekuasaan. Terlihat sekilas, para alumni pun tertindas.
"Kita buktiin aja keseriusan mereka!"
"SETUJUUU!" "Oke, sekarang kalian buka baju demi ngebuk-tiin keserius-an kalian buat ikutan pom-pom! Inget, dengan gaya masing-masing ...."
"Apa"" Deon sama Ugun langsung beradu
pandang. Ini nggak ada dalam naskah. Cerita dari orang lama, nggak ada tuh, bagian harus buka-bukaan baju. Oh, mungkin tahun ini cara seleksinya yang berbeda, pikir Deon.
"Keberatan!" protes Ugun.
"Emang elo berat, kan" Ngaca makanya ...." Chia sewot.
"Maksudnya, keberatan kalo kita harus buka baju. Kecuali kalo cewek-ceweknya keluar, baru kita mau!" kata Ugun.
"Ngusir juri ceritanya" Berani banget!" kata temen Chia.
"Kalo gitu, yang adil deh. Kita buka ... asal cewek-ceweknya juga!" usul Deon.
"Kak, ini akan mengumbar aurat! Di mana-mana, aurat tuh dosa kalo diliatin! Apalagi kalo bukan muhrim. Emang, mau mau kakak tanggung dosanya"" Kali ini, Ugun ngasih kesempatan buat Deon untuk maju dan meredam timpukan.
"Maaf, bukan waktunya ceramah! Udah deh, kalian mau apa nggak" Waktu kalian tinggal bentar lagi! Mau-mau, nggak-nggak. Jangan mau yang nggak-nggak!"
"Tunggu! Kami diskusi dulu!" teriak Ugun. Lalu, dia mengajak Deon berunding dan memperhitungkan segi baik dan buruknya.
"Kalian kira ini per ...."
"TUNGGU BENTAR!!!" bentak keduanya lantang.
Spontan, para senior jadi kaget. Jangan-jangan, mereka nggak waras. Sebenernya, siapa sih, yang mau diseleksi"
"CUKUP BERUNDINGNYA! Sekarang gimana"" Dengan tatapan cool, Ugun dan Deon perlahan-lahan mulai membuka kancing seragamnya. Setelah selesai semua, mereka buang ke arah berlawanan dan pastinya gaya mereka sungguh mematikan. Bergaya menyerupai para model di atas catwalk,
"Udah"" Hanya sampai di sini Ugun mampu. Lain halnya dengan Deon yang terlihat bersemangat memperlihatkan tulang-tulang rusuknya yang menonjol.
"Buka semuanya, kalo perlu sampe kulit elo!"
Nggak lama, mereka berdua mulai membuka kaus polos yang biasanya digunain buat rangkap. Terus, giliran kaus dalemnya yang mereka tanggalkan. Tampak kaus dalem Ugun yang bolong-bolong. Habis itu, celana abu-abu mereka siap dibuka. Namun, waktu Ugun mau buka, tiba-tiba aja ....
"Yon, bantuin gue!" pinta Ugun yang kesulitan membuka-nya.
"Kenapa"" Wajahnya berubah panik dan menegangkan.
"Ini, kayaknya ... resleting celananya dol!"
"Kenapa elo, Ndut"" tanya Chia.
"Ini ... dol!" "Alaaa, boong! Paling-paling, elo udah nggak berani, kan""
"Pada nggak percaya" Nih, bukain sendiri!"
Ugun nyodorin badannya ke arah Chia yang menantang.
"Nggak! Makasih ...," jawab Chia menghindar.
Suasana jadi ribut hanya gara-gara resleting celana abu-abu Ugun yang susah dibuka. Celana bladus bekas Apip itu menjadi saksi betapa sengsaranya kedua orangtua Ugun yang tidak mampu membelikan seragam baru. Di kala usianya yang senja, celana itu masih harus menjalankan tugasnya menutupi sebagian tubuh adik mantan majikannya. Wajar kalo bermacam-macam penyakit mulai menerpanya. Entah warnanya yang pudar, kancing celana saku belakang yang lenyap, jahitan-jahitan yang melepaskan diri, dan fatalnya, resleting yang dol di hadapan umum.
Nggak lama, para cowok datang dan segera membantu Ugun. Beraneka peralatan mereka gunakan untuk membukanya.
"Satu ... dua ... tiga ...!"
Uuugggh! "Akhirnya!" ucap mereka lega.
"Belum ... dikit lagi!"
Sekarang, posisi Ugun u-dah mirip Baby Hui yang lagi dikasih susu sama ibunya.
"Uuuh, elo ngerepotin aja!"
Akhirnya, selesai juga pengorbanan semua yang gigih membukan resleting dol seragam abu-abu Ugun.
Selesai sekilas info yang nggak penting tersebut, proses pembukaan baju pun dilanjutkan kembali.
"Sekarang, nggak ada yang macet lagi, kan""
teriak mereka. Dibilang gembel nggak, pengemis bukan, pemulung kebagusan. Keadaan mereka udah nggak jelas lagi statusnya. Belum lagi, Ugun yang lupa nyukur bulu keteknya yang semakin rimbun.
"Kerempeng" Mana keren!" remeh mereka dengan maksud menyindir porsi tubuh Deon yang minimalis. Meskipun demi-kian, Deon bisa dibilang sebagai cowok yang peduli akan kebersihan dan kesehatan kulitnya. Terlihat beda ketika kulit Deon disandingkan dengan kulit Ugun. Orang buta warna sekalipun mampu untuk membedakan, kulit Ugun berwarna sawo busuk, sementara kulit Deon berwarna sawo matang tanpa sedikit pun goresan.
"Ayo, paling-paling tinggal dua langkah, kan"" tinggal Chia yang berani melotot. Permen karetnya masih dikunyah meski-pun rasa manisnya udah nggak berasa lagi di lidah. Chia emang hobi ngunyah permen karet. Setiap hari, dia ngantongin 20 permen karet. Parahnya, nggak boleh satu pun temannya minta permen karet yang dia bawa. Bukan hanya itu bukti kegilaannya sama permen karet. Chia rela-relain ngebuang banyak uang buat pergi ke luar negeri demi ngedapetin aneka rasa dan bentuk permen karet yang dia kehendaki.
"BURUAN!!! LELET ELO BERDUA, MAU GUE YANG LAKUIN""""
Mendengar teriakan Chia dicampur injakan kakinya di lantai, Deon nggak tahan lagi dengan desakan di tubuhnya. Ya ... ngompol!!! "Yon, air apa, tuh""
"Gue, gue, Gun. Sumpah, gue nggak kuat lagi kalo harus nahan!" "Hahaha ...!!!"
"Ngompol, nih!!! Kayak anak balita aja. Ih, bauuu. Kalo udah keluar gitu, ya otomatis harus buka semuanya!"
Di saat genting itulah, tahu-tahu ....
"TIKUUUSSS ...!" jerit seseorang yang ketakutan.
Ugun dan Deon langsung tersenyum senang melihat keadaan sekitar yang mendadak kalang-kabut. Mereka kabur semua, kecuali Ugun dan Deon.
Oooh terima kasih, tikus! Walaupun engkau makhluk menjijikan, untuk pertama kalinya, kami anggap engkau binatang imut yang menggemaskan. Kelinci, kucing, panda, lumba-lumba, kalah oleh tikus!
Deon langsung berjanji dalam hati. Siapa pun tikus itu, Deon janji bakal melihara tikus itu sampai mati kalo tertangkap.
"GUN, kita selamaaat!" Deon melonjak-lonjak.
"Hari ini, elo bener-bener bikin malu! Aib elo terbongkar sendiri dan parahnya, Chia ngeliat secara langsung."
"Duh, Gun. Tadi gue udah nggak bisa nahan lagi. Air itu bagaikan antrean penonton yang nggak sabar buat masuk ruang bioskop. Lagian, elo juga sempet bikin malu, kan""
"Kalian berdua, kenapa masih di sini"!" teriak seseorang yang muncul dari pintu.
Ketika Deon dan Ugun menoleh, ternyata mereka melihat sosok Seno, ketua ekskul pom-pom boys. Dengan genggaman lilin di kedua tangannya, Seno langsung mendekat.
"Buruan sekarang ke lorong, temen-temen kalian udah dari tadi di sana! Lelet banget!"
Mau nggak mau, mereka berdua harus mau menjadi ajudan kakak kelasnya yang terkenal playboy itu. Bukan ilmu pelet atau magic yang Seno gunain buat dapetin cewek yang dia mau, tapi kepintaran dan ketampanannya.
"Kalian bakalan gue kasih tugas! Sini ... gue bisikin!" kata Seno.
"Apaaa"" Secara serentak, Ugun dan Deon berteriak kencang.
"Ssst ...!" Seno memukul kepala adik kelasnya. "Elo berdua jangan ribut, ini misi rahasia antara kita!"
"Kayak lagu aja," celetuk Ugun.
"Udah, jangan banyak omong! Elo berdua lakuin apa yang gue suruh, ngerti""
Ugun dan Deon berlari menuju arah lorong yang Seno tunjuk. Ternyata, di lorong emang udah berkumpul calon anggota pom-pom boys lainnya. Tapi anehnya, mereka semua dalam keadaan membalikkan tubuh ke arah tembok. Belum lagi, mata masing-masing ditutupi selembar kain hitam.
"Yon, elo yakin""
"Ssst ...!" Deon ngebungkam mulut Ugun yang terlalu banyak berkicau menyaingi kicauan burung di pagi hari.
"Pelan-pelan, dodol!" jawab Deon dengan
berbisik. "Udah, lakuin aja. Ketuanya kok, yang nyuruh kita! Elo nggak u
sah takut!" Deon yang yakin akan perintah Seno, langsung meng-gencar-kan teknik kejahilannya. Sebelumnya, dia tertawa tanpa mengeluarkan suara. Sementara Ugun yang gugup, masih diam sambil menunggu hal apa yang akan dilakukan sahabatnya.
Pertama-tama, Deon meraba-raba punggung salah seorang temannya. Dengan sentuhan lembut seorang Deon yang nggak pernah kerja keras, dia melakukan dari atas ke bawah. Terakhir, Deon mencubit punggung itu dengan keras.
"Awww, sakit!" Alhasil, keluhan itu yang keluar dari mulut temannya.
Setelah semua temannya diperlakukan sama, Deon berbalik ke belakang dan mempersilakan Ugun untuk melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya.
"Buruan, Gun ...!" Deon ngedorong badan Ugun. Dari raut wajahnya, Ugun tampak ragu untuk melakukan-nya. Baginya, ini merupakan hal terganjil yang pernah dia rasa-kan. Sarapan umbi-umbian tiap pagi, dibanding-bandingkan dengan si Jaki, dimusuhin kakak-kakaknya tiap hari, itu semua masih bisa dibilang normal. Tapi sekarang, Ugun harus me-ne-tes-kan tetesan lilin di pundak dan telapak kaki teman sendiri.
Aneh! Jangan-jangan, Seno ngerencanain sesuatu yang bisa ngejerumusin nantinya. Atau mungkin, Seno dan anak pom-pom lainnya menganut sebuah aliran sesat yang mengharuskan
para calon pengikutnya melakukan hal semacam ini. Ternyata, inilah biang di balik ketenarannya di sekolah! pikir Ugun. "Gun, cepetan!"
Ternyata, sejak tadi Ugun hanya melamunkan sesuatu yang sama sekali nggak penting untuk dipikirin. Tetesan lilin putih itu telah menumpuk dan menutupi sebagian pundak kakinya.
"Eh-oh-iya ...." Ugun langsung teringat tugas dari Seno. Sebelum melakukannya, Ugun meminta maaf sama teman-temannya.
"PANAAAS!" "Aduh ...." "Hsss ...." Beragam jenis suara yang keluar. Tapi, sebagian besar, teman-temannya itu diam demi jaim.
Prok-prok-prok .... Tepukan tangan para alumni pom-pom dan kakak kelas setelah Ugun dan Deon selesai menjalankan perintah.
"Bagus, sekarang kalian semua buka penutup mata dan membuat lingkaran!"
Jebakan! Baik Ugun maupun Deon, merasa jadi maling ayam yang dikelilingi oleh para warga.
"Kalian tau, siapa yang nyiksa kalian tadi""
"TIDAAAK!" jawab mereka serempak.
"Kalian mau tau siapa orangnya""
"MAUUU!" "Siapa lagi kalo bukan dua orang yang selalu bikin ulah ini!"
Nggak lama, anak-anak itu langsung bereaksi. "Diaaam!" Seno bersuara. "Apa kalian terima
gitu aja perlakuan kejam mereka berdua"" tanya Seno datar.
"TIDAAAK!" Tak lama, anak-anak menjawabnya meskipun sedikit ragu.
"Kalo gitu, hukuman apa yang pantas untuk keduanya"" Kali ini, Seno terlihat menyebalkan. Dengan tampang polos, dia menghasut anak-anak.
Deon tertawa puas dalam hati. Nggak ada satu anak pun yang menjawab. Elo kira, mereka bakal berani ama gue dan Ugun""" Nggak segampang itu! Siasat elo ini terlalu gampang buat ditebak ama mereka.
Nggak lama, Chia mendekat. Dengan cuek, dia dekati mantan pacarnya. "Gimana kalo kita suruh keduanya loncat-loncat sebanyak ...." Chia putuskan pembicaraannya secara mendadak, memberi kesempatan anak lain untuk memberikan hukuman yang setimpal.
Tapi percuma, nggak ada yang berani. Udah jelas Ugun adiknya Apip si Ketua Keamanan. Mana ada anak yang mau mati sia-sia cuma gara-gara hal sepele macam ini. Sedangkan Deon, dia salah satu cowok berpenampilan aneh yang selalu dikelilingin sama kaum hawa. Tampangnya yang emang lebih, dompetnya yang tebel, sama aibnya yang sempet terbongkar, ngebuat popularitasnya di sekolah semakin memuncak. Siapa tau aja bisa kecipratan terkenal, meskipun hanya sekadar teman.
"Kok, nggak ada yang ngehukum"" "CEPET! Kalo nggak ada yang ngehukum, kalian semua yang bakal kena hukumannya!"
Tiba-tiba, salah seorang anak memberanikan diri meng-angkat tangan kanannya dengan kelebatan bulu ketek melebihi Ugun.
"Akhirnya, ada yang berani juga! Gue kira, angkatan sekarang pengecut semua!" kata Chia lagi.
"Maaf sebelumnya, Kak. Kayaknya, kalo mereka berdua aja yang dihukum nggak adil."
"Oh, berarti bakalan dihukum rame-rame, nih!"
"Tunggu!" Ugun yang merasa keberatan, langsung menyanggahnya.
"Berani" Mau ngomong apaan"" Seno menjawab tanpa sedikit
pun menatap ke arah Ugun.
"Asal tau, kita berdua ngelakuin ini lantaran disuruh sama ketua pom-pom. Mana ada sih, calon anggota yang nolak, apalagi imbalannya keterima langsung jadi anggota pom-pom! Bodohnya, kita berdua nurut sama dia, padahal kita tau kalo itu bisa nyakitin kalian." Sesaat, Ugun menarik napas panjang untuk melanjutkan khotbah sorenya. Di sisi lain, Deon terus saja menyenggol dan menginjak-injak kaki Ugun.
"Terus, mau kalian apa"" tanya Seno.
"Biar kita aja yang nanggung hukumannya!" Kali ini, tanpa segan-segan, Deon menginjak keras kaki gajah Ugun yang udah kebal kayak es batu.
"Gun, elo nggak salah ngomong, kan""
"Udah, tenang aja! Mana mungkin mereka nyik-sa kita. Mau masuk penjara rame-rame, apa""
"SEKARANG JUGA, KALIAN BERDUA LONCAT SEBA-NYAK 200 KALI TANPA ISTIRAHAT. HABIS ITU, KALIAN PUSH-UP 100 KALI! NGERTI"""!!!"
Hanya telann air ludah yang tersisa. Ini semua benarlah akhir dari hidup keduanya.
Dengan tenaga yang tersisa, Deon dan Ugun melakukannya. Walaupun kaki di kepala atau kepala di kaki, mereka berdua nggak peduli. Yang jelas, saat ini hanya seteguk air yang keduanya butuhkan.
"51 ... 52 ... 53 .... "
Tanpa diduga, para calon anggota pom-pom lainnya ikut turun dan menanggung hukumannya secara serentak. Inilah satu bukti kebersamaan mereka di hadapan para senior. Byuuur!
Tak lama, guyuran air sumur nan kotor menimpa tubuh para calon anggota pom-pom boys yang tengah berjuang melakukan push-up. Guyuran tersebut merupakan akhir dari proses seleksi pom-pom yang penuh dengan adegan menantang dan sempat mempertaruhkan nyawa.
Secara berurutan, alumni dan anggota senior menjabat satu per satu tangan adik kelasnya yang sempat dibuat kepayahan selama lima jam hari ini. Wah, hal langka seperti inilah yang Ugun dan Deon nantikan. Mereka berdua dapet kehormatan besar nyalamin tangan Chia.
"Gun, akhirnya kita bisa liat Chia dari deket!" kata Deon.
"Iya, gue juga nggak sabar!"
Ternyata Chia nggak ada, padahal sekarang u-dah orang terakhir yang nyalamin keduanya. Wajah Chia sama sekali nggak tampak. Tangan mulus itu lenyap ditarik pemiliknya. Wajah cantik itu emang
hanya pantas dilihat dari kejauhan. Mungkin, ini yang dinamakan bukan jodoh.
"Sori ya, sebelumnya, tadi Chia nelepon katanya nggak bisa minta maaf langsung soalnya ada sodaranya yang sakit. Tapi, kalian semua mau maafin dia, kan" Cewek cantik gituuu ...!" Seno kembali ke sifat aslinya.
"Mauuu ...!!!" "Sayang, padahal kita semua udah cuci tangan pake parfum ...."
GUBRAK! Jangan bilang deh, kalo mereka semua ikut pom-pom karena Chia. Jadi, saingan gue banyak, dong! Duh, jimana ini" Kok, nggak pada cerita-cerita, sih" Tapi, liat aja siapa yang nantinya bakal menang! RADEON! Ya, siapa lagi kalo bukan gue!
Eryn atau Chia " "SELAMAT, ya!" Eryn datang ngucapin selamat sama Ugun dan Deon yang lagi asyik tiduran di kelas akibat rasa pegal-pegal sisa seleksi pom-pom kemarin.
Keduanya nggak bisa tidur karena badan pegal linu. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, rasa pegal itu nggak hilang.
"Buat apa"" tanya Deon yang susah menengok ke kanan. Lantaran salah tidur atau apalah, mama Deon uring-uringan tujuh keliling. Mamanya takut kalo tulang leher Deon salah posisi. Itu sebabnya, setiap hari Deon memakai syal panjang buat nutupin leher.
Sejak peristiwa tiga hari lalu, mereka berdua jadi sedikit murung (ingat, SEDIKIT!) dibandingkan sebelumnya.
Pom-pom Boys Karya Putri Arsy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masa sih, nggak tau" Kalian diterima jadi anggota pom-pom! Liat tuh, pengumumannya di bawah."
Ugun langsung minta Deon menampar pipinya. PLAK!!! Padahal, Deon udah nampar dengan keras. Tapi, Ugun masih kelihatan linglung.
"YEEES!" Deon terus berlonjak-lonjak girang. Berbeda sama Ugun yang terus malingin muka. Sejak tragedi di lapangan, Ugun malu kalo harus
face to face sama Eryn. Harga dirinya hilang sudah. Ditambah kalo peristiwa pas seleksi direkam. Ugun bener-bener nggak berharga lagi sebagai seorang cowok. Jangankan untuk dilirik, yang ada, cewek-cewek itu mencemoohkannya dan menganggapnya semakin rendah.
"Woi!" Deon ngebungkuk hingga wajahnya tepat di depan wajah Ugun. Nggak biasanya Ugun bertingkah laku
aneh begini. Menjadi seorang pemalu memang wajar, tapi kalo malunya menjijikkan seperti ini, semua orang pun akan mem-pertanyakannya.
Sambil mengelap-ngelap kacamata plusnya, Deon tunjuk-kin ekspresi gelinya. "Ugun ... Ugun elo masih mikirin yang waktu itu"" Inilah bukti sebuah persahabatan. Tanpa harus dijelaskan, Deon mengerti masalah apa yang Ugun hadapi.
Ugun mengangguk pelan sambil memainkan pensil mekanik yang dia temukan di kolong meja.
"Kenapa, Gun"" Eryn mendekati Ugun.
Ugun malah mengubah posisi badannya. Dia putar ke arah berlawanan. Baru kali ini, seorang Ugun punya rasa malu di hadapan cewek.
"Nggak apa-apa, Ryn!"
"Ugun kok, gitu" Bete, nih!" Eryn malah jadi ngedumel sendiri. "Kalo masalah sendawa sama kentut, Eryn nggak apa-apa, kok. Eryn tau kalo itu kebiasaan Ugun." "Tapi, Ryn ...."
"Udah, lupain aja! Yang penting, lusa kita kumpul di ruang pom-pom!"
"Kita"" tanya Ugun. Apa maksud dari kata "kita" yang Eryn ucapin di depan mereka" Sejak kapan tim pom-pom beranggotakan cewek" Apa sekarang kaki Eryn udah sembuh total" Pertanyaan semacam itulah yang terus berputar di kepala Ugun.
"Iya, kita bertiga!" jawab Eryn senang.
"Kok, bisa"" Giliran Deon yang nanya.
"Payah, gue ikut seleksi jadi manajer pom-pom. Sekarang gue keterima, jadi ... otomatis kita kerja sama!"
"Oooh ...!" Mereka berdua nggak sadar kalo pengumuman kemarin ada nama Balleryn. Ternyata, Eryn juga ingin bisa eksis di dunia koreo-grafi meskipun dia hanya jadi seorang manajer. Dengan cara itu, Eryn bisa ngasih saran atau kritik. Semoga hal itu bisa membantu dia melupakan kesedihannya. Sebener-nya, itu alasan kedua. Alasan pertama adalah mendekati seseorang yang selama ini dianggapnya pantas untuk diperhatikan secara dekat. Meskipun Eryn merasa sulit untuk mendapatkannya, ia yakin kalo cowok idamannya nggak akan mandang cewek dari segi fisik.
Sama halnya dengan apa yang Ugun rasakan, Ugun menjadi semakin bahagia bisa semakin dekat sama cewek pujaannya. Walau dengan berat hati, Ugun harus merelakan Chia untuk Deon. Meskipun keadaan fisiknya nggak sempurna, Ugun yakin Eryn bakalan cepet sembuh.
"Cengar-cengir aja, ayo kita ke kantin!"
Kedua anak itu pun mulai berjalan ke arah kantin. Keduanya mengapit Eryn. Aroma sate, nasi goreng, mi ayam, kentang goreng, bakso tahu, batagor, ayam bakar, sudah dengan kuat mengikat penciuman mereka bertiga yang sedang kelaparan.
RUANG D yang nggak lain kelas sebelas-dua belas menjadi tempat mangkalnya populasi cowok yang ngakunya tulen. Enam belas anggota cowok dan empat anggota cewek, kurang lebih jumlah mereka saat ini. Dengan duduk lemas tanpa gairah hidup, setiap anak bebas bergerak buat ngelakuin hal yang mereka inginkan. Mau ngupil, nyapu, makan, ngelamun, mainin HP, dengerin I-pod, gerakin jari, foto-foto, main gitar, sampai tidur sejenak pun boleh. Beda banget perbandingannya waktu mereka ngikutin seleksinya.
"Heh, elo lagi ngapain"!" teriak seorang cewek yang ngagetin Deon.
Chia! Dari aroma parfumnya, langkahnya, juga nada bicaranya yang memang ketus dari lahirnya itu nunjukkin seorang Chia yang nggak ada duplikatnya di sekolah. Anak-anak pom-pom seangkatannya pun sempet bete sama cewek satu ini. Soalnya, cewek cantik ini hobinya ngatur sama marah-marah mulu. Belum lagi, galak sama senengnya main fisik, rasa-rasanya udah jadi makanan tiap hari. Tapi, lambat laun seiring berjalannya waktu, sifat semena-menanya Chia mulai luntur.
"Ngapain elo, mau ngembat HP gue"" tanya Chia melihat reaksi Deon.
"Nggak, enak aja elo nuduh!" ucap Deon yang tadinya mau liat isi inbox Chia. Dia ingin tau, siapa cowok yang lagi deket sama cewek yang bentar lagi jadi pacar impiannya. Selama ini, Deon selalu ngeliat Chia gonta-ganti gandengan. Misalnya, pagi-pagi, dari gerbang dia suka jalan sama Seno. Kalo istirahat, Mas Apip kakaknya Ugun yang ada di sebelahnya. Nah pulangnya, siapa pun tuh cowok, Chia selalu mau dan anehnya dia nggak nunjukkin wajah ketus seperti yang dia lakuin ke anak kelas satu.
'Terus, maksud elo apa megang-megang HP
gue" "Nggak! Cuma mau mindahin doang, tadi mau jatuh!"
"Sini!" Chia ngerebut HP-nya dengan
kasar. "Makasih kalo emang bener."
"Pastilah, emangnya gue kleptoma ...." Belum selesai Deon ngomong, Eryn datang dengan jalannya yang kesusahan.
"Yon!" "Hei, Ryn, kenapa""
"Kayaknya, elo berdua mau ngomong penting! Sori, gue nggak bakal ganggu. Satu lagi, gue harap, besok waktu latihan, elo nggak pake kacamata. Nggak enak diliatnya!" ujar Chia.
Eryn tersenyum sama seniornya. Tapi, Chia terus berjalan dan nyuekin Eryn.
"Ih, Chia kenapa, sih"" tanya Eryn kesel.
"Kenapa apanya" Biasa-biasa aja lagi!" jawab Deon asal.
"Masa, orang ketus gitu elo bilang biasa-biasa aja"!" Eryn ngotot.
"Dulu juga elo kayak gitu, kan" Ah, cewek di mana-mana sama. Liat aja bentar lagi, dia bakal berubah!" yakin Deon sambil pergi.
"ELO ngeliat Ugun""
"Tau Ugun""
"Si Ugun di mana, sih""
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu Deon lontarkan pada setiap anak yang lewat. Hiruk pikuk keadaan sekolah yang ramai semakin membuatnya sulit mencari Ugun. Baik di WC, perpustakaan, ruang guru, ruang pom-pom, lapangan, sampai kantin sekalipun, jejak kaki Ugun sama sekali nggak terdeteksi oleh indera penciuman Deon. Biasanya, dari jarak 1 km, Deon bisa tau di mana Ugun.
BUG-PAK-BUG-PAK-BUG! Tanpa sengaja, Deon ngeliat aksi Apip dan dua orang lainnya lagi asyik mukulin seseorang. Meskipun nggak jelas, Deon yakin kalo nasib orang itu sangatlah buruk. Semakin lama, ketiga anak itu memukulnya semakin bertenaga.
Ugun" Tiba-tiba aja Deon ingat. Walaupun terlihat samar-samar, Deon nggak bisa menyangkal
kalo cowok yang Apip keroyok itu adalah Ugun.
"STOP!!!" Tanpa peduli, Deon berlari sambil melindungi Ugun yang terus dihantam pentungan hitam.
"Ngapain elo ikut campur, Anak Sok Kaya"" Siapa lagi kalo bukan Apip yang berkomentar.
"Gue cuma nggak mau kalo sahabat gue diperlakukan kayak gini, di mana letak perasaan elo sebagai kakak"" tunjuk Deon kepada Apip yang terus melotot.
"Kakak"" Nggak diduga, kedua teman Apip heran. Keduanya lantas menatap ke arah adik-kakak itu.
Apip sedikit kewalahan ketika hubungan persaudaraannya terbongkar. Memalukan!
"E ... eeeh ... cabut, yuk!" Apip dan kedua temannya berlari menjauhi Ugun yang terkulai lemas.
Ugun sama sekali nggak sadarkan diri. Hantaman pen-tungan itu terlalu keras mengenai kepalanya. Belum lagi tenaga Apip yang memang superkuat.
"DI mana gue"" "Di neraka!"
"Neraka"" Ugun yang terus memegang kepalanya, sama sekali nggak percaya kalo inilah akhir dari hidupnya yang suram.
"Kalo gue di neraka, elo siapa""
"Gue adalah malaikat penolong di saat elo mengalami sakaratul maut. Tiga orang pria memukulmu di gang samping sekolah. Di saat itulah, gue dateng dan nyelamatin nyawa elo yang belum diasuransiin, " jawab Deon sambil sesekali melihat ke kaca spion.
Semakin lama, Ugun semakin kesal dengan ucapan Deon ngelantur. Dilemparnya bantal Tazmania kecil di senderan kepalanya.
"Apa-apaan sih, Gun" Nggak lucu. Ntar kalo tabrakan, bukan cuma nyawa elo aja yang melayang. Gue juga!" Deon sedikit kesal.
"Lagian, elo ngomongnya sok!"
"Harusnya, elo berterima kasih ama gue!"
"Buat apa""
"Mimpi, ya" Waktu elo digebukin, siapa yang nolong" Siapa yang nyelamatin" Siapa yang nyeret elo ke sini""
Ugun mengganti posisi badannya dan bangun. Meskipun kursi belakang mobil Deon besar, tetap saja tubuh gendut Ugun tidak tertampung. Rasanya, badan Ugun sakit dan lecet-lecet nggak keruan.
"Nih, es batu!" Deon nyodorin satu bungkus plastik bening berisi es batu.
"Tau aja kalo gue haus," jawab Ugun polos.
"Heh, rakus amat sih, jadi manusia! Itu buat ngompres luka-luka elo, bukan buat diminum!"
"Oooh Meskipun Ugun mengerti maksud baik Deon, tetep aja air dingin hasil penguapan es itu Ugun minum. Sebelum dikeroyok Mas Apip, Ugun
belum sempet minum apalagi makan. Tenggorokan dan perutnya terus meronta-ronta meminta sesuatu masuk ke dalamnya.
"Yon, makan dulu, dong!"
"Nggak-nggak, yang ada gue disuruh bayar!" kilah Deon mengingat peristiwa tempo hari.
"Belum tau dia!" Ugun perlihatkan isi dompet bututnya yang lagi-lagi bekas Apip. Dompet bermerek nggak jelas itu sengaja Apip wariskan kepada adik bungsunya yang serba kekurangan. Waktu itu, usia Ugun masih 8 tah
un dan sikap Apip masih baik-baik aja. Apip masih sering mengajaknya bercanda, Apip masih sering memberikan barang padanya. Setidaknya, Apip masih menganggapnya sebagai seorang adik yang pantas mendapatkan kasih sayang dari kakaknya.
"Wah, tumben. Habis jual diri di mana lo"" ledek Deon.
"Enak aja!" Ugun melempar lagi bantal Tazma-nia ke arah Deon.
"Ya, terus elo nyuri""
"Makin ngaco aja, lo! Gue habis ngejual radio. Uangnya lumayan juga buat bekel gue seminggu ke depan. Meskipun tetep pas-pasan ...."
Mendengar keprihatinan Ugun, hati kecil Deon mulai terbuka meskipun prosesnya begitu lama. Seharusnya, dia bersyukur sama keadaannya sekarang.
"Karena gue kasihan ngeliat elo, biar gue aja yang nraktir!" kata Deon.
Tak lama, bibir sensasional Ugun siap-siap
meluncur manis di pipi Deon yang merona. Entah jin bencong mana yang tengah merasuki tubuh Ugun. "Resek lo!" umpat Deon.
"Yang penting elo seneng, kan" Anggap aja ciuman dari Chia. Cuma sayangnya, harus gue yang ngewakilinnya! Hahaha ...."
"Dasar, bibir kuda! Udah gue lap ama tisu, baunya nggak ilang-ilang! Awas!"
DEON ngajak Ugun ke rumahnya. Ia siap dengan segala risiko kalo ngajak Ugun.
Sejak tiba di rumah, mama Deon terus saja menelepon. Di sofa besar berkulit macan putih, Deon nggak henti-hentinya nempelin HP mungil di telinganya. Sementara Ugun, layaknya tuan rumah, dia senderkan tubuhnya di atas sofa lipat sambil sesekali mencomot keripik singkong. Tangan kanan Ugun terus memijit remot, pertanda nggak ada channel teve yang sejalur dengan selera hidupnya.
"Tenang aja Ma, ada Ugun ini. Mana ada coba maling yang berani ngelawannya! Duh, Mama, bentar lagi Deon pasti makan. Iya, Deon udah besar, udah tau mana yang harus Deon lakuin! Ya udah, dah Mama!"
Akhirnya ... Deon menghela napas. Mama benar-benar mengkhawatirkan keadaan Deon. Baginya, sehari tak bertemu, bagaikan setahun
lamanya. Kebiasaan Deon yang susah mandi, makan, tidur, menjadi faktor utama kecemasan mamanya.
"Gun, gue jadi lupa sesuatu." Deon berpikir dan mencoba mengingat-ingat.
Di halaman belakang rumahnya, Deon duduk sambil menceburkan sebagian kaki ke dalam kolam renang. Kolam berukuran 5,5 x3,5m itu, sempat menjadi saksi bisu awal mula Deon pintar berenang.
"Yon, garing banget di sini. Jauh lebih garing dibandingin dengerin ceramah bapak sama ibu gue!" keluh Ugun.
"Terus, elo mau ngapain""
"Hmmm ...." Ugun memandangi bintang, pertanda otaknya sedang berjalan.
"Tuh, elo sendiri aja nggak tau mesti ngapain, kan""
"Siapa bilang" Kita cari aja barang yang dari tadi elo cari."
"Apa" Gue sendiri lupa!" Deon lumayan kesal.
"Nah, di sini letak kesalahan elo. Untuk pertama kalinya, kita latih otak elo yang ..."
"OTAK gue yang apa"" tantang Deon.
"Tanpa gue ceritain pun, elo udah tau sendiri, kan"" tanya Ugun sambil cengengesan.
Dengan posisi kaki yang menyerupai sopir makan di warteg, Ugun mulai mengeluarkan beberapa petunjuk.
"Makanan!" tebak Ugun sambil menunjuk Deon dengan jari manisnya. "Bukan."
Muka Ugun terlihat kecewa mendengarkannya. "Cewek""
"Bisa jadi, kayaknya ada hubungannya!" "Chia"" tanya Ugun.
Deon mengangguk pasti. "Ayo, kayaknya gue udah mulai inget, deh!" "Pom-pom""
"Hebat, Gun, sedikit lagi!"
"Latihan""
"NAAAH!" Mendengar kata "nah" itu, Ugun langsung sorak merespons-nya. Baru kali ini, ia bisa memecahkan kebekuan otak Deon.
"Apaan, Yon""
Sambil cengengesan, Deon mengigit-gigit giginya yang terlihat eling tersorot lampu. "Masih belum Gun, tapi ... ada hubungannya sama kacamata gue!"
Duh, Ugun semakin merasakan SULIT. Sepa-rah-parahnya manusia, Deon-lah orang pertama yang memecahkan rekor tersebut.
"Mungkin, Chia nyuruh elo ngelepas kacamata elo. Mana ada coba anak pom-pom nari-nari pake kacamata" Dan salah satu solusinya, elo mesti pake soft tensi"
Sekarang, giliran Deon yang mendekap Ugun dari belakang. Dengan penuh rasa haru, Deon tak mau melepas pelukannya di tubuh Ugun yang hangat. Tanpa sengaja, salah seorang pembantu di rumah Deon melihatnya. Parahnya, dia melihat Ugun terus-terusan memeluk sahabatnya sambil mencium pipi Ugun secara spontan.
Apa Den Deon homo" Astagfirullah! pikir pem
bantu Deon. BRUG! Pembantu kesayangan mama Deon pingsan.
Mysteri Eryn dan Ugun Hari perdana latihan pom-pom dimulai. Semua yang telah resmi jadi anggota, wajib hadir tepat pada waktunya. Pukul 09.00 parkiran sekolah yang terlihat sepi, perlahan-lahan ramai terisi mobil dan motor para pom-pom. Dengan ransel besar, mereka membawa benda-benda yang bakal mereka pakai. "Satu-dua-tiga-satu ...!"
Mereka langsung memulai pemanasan. Sementara manajernya, hanya duduk manis di belakang sambil ngelakuin kegiatan lain.
Tapi, ke mana Deon dan Ugun"
"Yon, buruan!!!" Ugun menarik tangan Deon yang terkulai lemas.
"Duh Gun! Gue udah nggak kuat lari lagi, capek. Hosh-hosh-hosh!" Napas Deon terengah-engah.
"Masa, baru lari dikit aja elo udah ngeluh" Wah, kayaknya elo mesti minum minuman bersuplemen!" keluh Ugun.
"Apa" Minuman berelemen"" tanya Deon.
"Elo kira Didi Riyadi" Udah, nurut aja ama gue!" paksa Ugun.
"Tapi, Guuun ...," rengek Deon.
"Maaf semuanya, kami berdua telat!" Saat itu, jam dinding kelas yang mereka pakai sebagai
tempat latihan udah nunjukkin pukul 09.30, itu artinya mereka berdua udah telat 30 menit.
"Baru jadi anggota aja, ngaretnya udah 30 menit. Gimana kalo udah lama"" omel Chia.
"Kita berdua janji deh, ini adalah yang pertama dan yang terakhir kalinya!" Deon meyakinkan dengan senyum manis.
Bagi Deon, pagi ini termasuk pagi yang spesial. Di hari Minggu inilah, Deon mengubah sebagian penampilannya. Kaca-matanya diganti ama soft lens. Kumis tipisnya yang beberapa hari mengganggu, udah dia cukur sampai ke akar-akarnya. Saking spesialnya lagi, krim pemutih wajah yang udah lama dia lupakan keberadaannya, sekarang dia pakai.
Berhasil! jerit Deon dalam hati. Tidak sia-sia semua pengorbanannya. Dilihatnya Chia yang terus tersenyum memandang dirinya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Mungkin, ini hadiah akhir bulan untuk Deon.
"Hahaha ...!" Sekarang, Chia malah tertawa geli sambil sesekali mengunyah permen karet ungunya. "Kenapa" Ada yang salah dari gue"" tanya Deon.
"Elo pake soft lens, ya"" tanya Chia yang terus memerhati-kan cowok di depannya.
Cowok tinggi yang memakai celana jins dipadu polo shirt shocking-pink itu mulai serbasalah. Tatapan Chia terlalu tajam.
"Emangnya keliatan"" tanya Deon sok jutek.
Tanpa diduga, Chia menarik tangan Deon yang meng-gantung di saku celana.
Apa ini cuma mimpi" Atau ini halusinasi" Bila ini bukan kenyataan, biarkan aku larut di dalamnya. Kesempatan langka ini harus Deon manfaatkan dengan baik.
"NGACA, TUH! Ada yang salah nggak, sama mata elo"" tunjuk Chia.
"Lho, kok"" Deon bingung.
Oh my God, kecerobohan besar udah Deon lakuin lagi. Kenapa peristiwa memalukan ini selalu ada" Kenapa harus terjadi di depan Chia" Tanpa Deon sadari, Deon udah salah masang lensa. Di bola matanya yang kanan, Deon make lensa biru, sedangkan di sebelah kiri, Deon make lensa ungu. Alhasil, matanya persis sama mata orang yang kena katarak. Kontan semua anak tertawa terbahak-bahak, termasuk Ugun yang salah nyambungin sepatu.
"Nih, kaca gratisan buat elo! Lain kali, elo nga-ca dulu sebelum pergi, malu-maluin aja bisanya!" Chia ketus.
"Kata siapa gue nggak ngaca" Belum tau model yang lagi /n"" bela Deon.
"Model kata elo"" Chia maenin kedua bola matanya persis penari Bali. "Beribu kali gue beli majalah mode, nggak ada tuh, model lensa kayak gitu. Nggak usah nyangkal deh, kalo salah, muka macam elo emang pantes buat jadi bahan tertawaan! Hahaha ...!"
Sial-sial-sial! Kenapa mesti terjadi, sih" Di ma-ding pasti akan muncul tulisan dengan tema: 7 Kekonyolan terBESAR yang pernah seorang Radeon
lakukan di muka UMUM. DUA hari setelah peristiwa dikeroyok, Ugun belum berani nginjekin kakinya di rumah. Dari telinganya yang terus kepanasan, Ugun bisa nyimpulin amarah apa aja yang bakal dia terima kalo pulang nanti. Mungkin, semua jenis benda tajam udah dirangkai ibunya di depan rumah sebagai hiasan selamat datang. Belum lagi buku-buku, foto-foto, dan all about Jenderal Sudirman pasti udah disimpan bapaknya di kamar Ugun. Ditambah ... Apip, Rora ... terlalu banyak deh, beban hidup yang harus Ugun pikul.
"Ugun! Ugun!" goda Eryn men
dekatinya. "Hei Ryn, makin sibuk aja!" balas Ugun.
"Sibuk apanya" Yang ada, elo kali yang sibuk!" kata Eryn.
Ugun tertawa sambil mengunyah roti yang dia comot di meja makan rumah Deon.
"Deon ke mana, sih"" tanya Eryn.
"Masa nggak tau. Elo sendiri, ngapain nyari Deon"" tanya Ugun.
"Kenapa, ya"" Eryn ngebenerin posisi tongkatnya.
Wajah Ugun masih menunggu jawaban. Awas aja kalo Eryn sampe bilang dia suka sama si Deon, bisa Perang Dunia III.
"Kenapa" Jujur aja ama gue!" Ugun penasaran plus maksa.
"Mungkin, karena Deon cakep, keren, lucu, meskipun kadang-kadang nyebelin ... tapi, dia selalu baik ama gue, perhatian," paparnya dengan wajah merona.
Kalo gini jawabannya, tanpa dikasih informasi pun, Ugun udah bisa menyimpulkan: ERYN KECENGANNYA, NAKSIR SAMA SAHABATNYA.
Hiks ... hiks ... memang harus kayak gini jalan ceritanya. Coba aja kalo Ugun bisa request, udah dari dulu dia minta orangtua yang kaya, muka yang keren, badan yang bidang, dan otak yang cemerlang. BUKAN KAYAK SEKARANG. Hidup menderita, mati pun segan. Semua cewek yang dia lirik malah ngelirik Deon. Wajarlah! Apa sih, yang nggak Deon punya" Tinggal ngeluarin sedikit kocek, mau ini, mau itu, semua ada di genggaman tangannya.
"Gun, elo kok, jadi murung gitu"" tanya Eryn.
"Gue biasa-biasa aja lagi!" elak Ugun
"Boong, sejak gue muji-muji Deon, elo jadi keliatan sedih." Tatapan Eryn menyelidik.
"Buat apa sih, elo merhatiin gue" Yang elo cari Deon ...." Ugun nahan perasaannya.
"Tapi, sebagai temen, gue juga peduli sama elo!" Eryn nunjukkin perhatiannya.
"Peduli" Makasih. Ternyata, di sisi lain, masih ada orang yang mau meduliin gue si Perut Gentong ini. Gue doain deh, moga-moga cewek yang Deon pilih itu adalah elo, bukan ..."
"Bukan siapa, Gun"" sergah Eryn yang nahan langkah Ugun.
"Bukan ...." Ugun bingung karena keceplosan.
"Siapa" Deon lagi suka ama siapa" Gue pengin tau, Gun! Apa elo nggak kasian sama gue" Kalo elo mau tau, sejak pertama masuk kelas ini, gue udah suka ama dia. Gue SMS-in dia meskipun dia jarang ngebales. Gue sendiri nggak tau kenapa bisa suka banget sama dia." Eryn menatap bola mata Ugun yang menahan air mata.
"Hal aneh lainnya, gue selalu ngerasa aman di deketnya. Gue ngerasa pernah ketemu ama dia, meski gue nggak tau kapan dan di mana tempatnya!"
Cukup, cukup! Gue mohon elo cukup muji-muji si Deon. Kalo elo mau tau, hati gue hancur. Meskipun elo bukan cewek pertama yang ada di hati gue, tapi elo adalah cewek pertama yang ngebuat gue kuat ngejalanin hidup. Ngeliat perjuangan elo, kobaran semangat itu muncul lagi kayak dulu.
"Jadi ... elo mau bantuin gue"" Eryn seneng banget.
"Tapi, gue nggak janji, Ryn. Ini semua bergantung Deon juga!" Ugun nggak mau Eryn terlalu berharap.
"Yang semangat dong, Gun! Ngeliat cara ngomong elo yang lemes gitu, gue jadi takut buat maju."
"Oke!" jawab Ugun mantap.
"Thanks banget Ugun. Ntar gue kasih elo banyak makanan, deh! Mau makanan apa aja, gue pasti buatin. Kue tart, brownies, roti keju, apa aja gue sediain buat elo!" Eryn berbinar-binar.
SEMINGGU sehabis pengakuan tulusnya, Eryn benar-benar ngebuktiin semua ucapannya. Setiap hari, Ugun dikasih makanan oleh dua orang yang berarti dalam hidupnya.
"Gun, belakangan ini, gue ngeliat elo dikasih makanan terus ama si Eryn. Dalam rangka apa, sih"" tanya Deon.
"Ada deh, kayaknya elo nggak mesti tau." Ugun nggak mau buka rahasia.
"Sejak kapan kita jadi maen rahasia-rahasiaan gini" Jangan-jangan, elo udah jadian ama dia, terus elo mau ngajak dia kawin lari gara-gara bonyoknya nggak setuju punya menantu gendut, item, jelek, miskin lagi!" Deon mulai ngeledek.
"Seenaknya elo ngatain gue. Mana ada coba, calon mertua yang nolak punya calon menantu kayak gue"" sewot Ugun.
"Ya iya, mereka semua takut sama badan elo yang guede. Tapi, ada juga sih, calon mertua yang mau. Calon mertua yang kerjanya jualan donat. Kalo donat mereka nggak laku, dengan berat hati mereka kasih donat itu buat elo habisin."
"Seenaknya aja!" protes Ugun.
Dari pojok kanan, Eryn terus saja merhatiin kelakuan Deon yang sepanjang harinya semakin menggemaskan. Ingin rasanya Eryn duduk di sebelah Deon. Ngebantuny
a buat belajar atau ngerjain pe-er yang setumpuk. Sejak kedua orang itu masuk dalam kehidupannya, Eryn udah nggak lagi duduk termenung sendirian. Sekarang, bangku kosong di sebelahnya udah diisi secara bergilir oleh anak-anak cewek di kelasnya. Ini semua berkat usul Deon. Siapa sih, cewek yang bakalan nolak usulannya"
Tok-tok-tok! Pintu kelas diketuk, lalu Bu Naumi masuk.
"Siap! Beri salam!" perintah Deon yang udah jadi tugas sehari-harinya.
"Anak-anak, sekarang kita ulangan. Tolong sediakan kertas selembar!" Tanpa basa-basi, Bu Naumi ngumumin ulangan.
Guru yang udah mau pensiun itu memang disegani para murid. Meskipun sedikit keras, Bu Naumi selalu adil dalam memberikan nilai. Cara menga-jarnyapun bisa dibilang santai meskipun terkadang selalu membuat jantung murid berdetak kencang.
"Gun, kok, elo nggak ngasih tau bakalan ada ulangan"" protes Deon.
"Bukannya kemaren kita belajar bareng"" tanya Ugun.
"Kemaren, kemaren kapan"! Bukannya kemaren elo pulang duluan gara-gara sakit perut"" bantah Deon.
"Iya, gue lupa kali. WC di rumah gue bobrok,
terpaksa gue BAB di WC umum deket kali!" dusta Ugun yang berpura-pura sakit perut dan ninggalin Deon seorang diri. Kenyataannya, Ugun pergi belajar bareng di rumah Eryn.
"Ngapain elo, Yon"" Ugun heran.
"Udah, elo diem aja, nggak usah nanya-na-nya!" Deon ketus.
Dengan ketelitiannya, Deon ngumpetin buku paket tebal di kolong meja. Seperti anak-anak malas lainnya, buku paket itu bakalan dibuka kalo taktik OP alias Open Pren gagal.
"Udah deh, ntar gue kasih tau jawabannya!" Deon gusar.
"HMMM .... Nanti kasih tau Ibu ya, jawabannya!"
Towewwew! Matilah! Jangan bilang kalo itu suara Ibu Naumi! Jangan!
"Eh Ibu nanti pasti Deon cariin, deh!" timpal Deon malu.
"Sekarang, kamu boleh keluar dari kelas. Ibu udah kasih telor besar buat nilai ulangan harian kamu!" usir Bu Naumi.
"Tapi, Bu ... ampuuun!" mohon Deon.
"Sudah-sudah. Ibu kasih kamu kesempatan sekali lagi!" Bu Naumi luluh juga.
"I LOVE YOU, MOM!" Deon berteriak girang. Nggak percuma bakat aktingnya tadi.
"Kenapa kamu duduk"" tanya Bu Naumi.
"Bukannya Ibu ngasih saya kesempatan sekali lagi" Masa Ibu lupa"" Deon bingung.
"Bukan sekarang, nanti saat remedial!" tegas
Bu Naumi. "HAHAHA ...!!!" tawa anak-anak sekelas
DUA bulan berlalu sangat dirasakan anak-anak pom-pom. Sekujur tubuh mereka tiada hari tanpa pegal linu dan biru-biru.
"Go pom-pom! Go pom-pom ... Go!!!" teriakan centil dari anak-anak pom-pom baru yang giat berlatih untuk acara penting sebelum digelarnya bazar sekolah.
Alunan lagu dari Gwen Steffani pun semakin memacu adrenalin lima belas cowok pom-pom itu.
"Semangat, dong! Powernya mana"" teriak Seno yang menjadi pelatih tetap mereka.
Gimana mau semangat, udah tiga jam lebih semua ngelakuin gerakan yang sama. Kejam banget sih, para manajer!
Hampir setiap harinya, Seno datang dan nge-bagi semua ilmunya sama anak-anak kelas satu. Kalo diperhatiin, Seno adalah satu-satunya senior ter-care yang paling akrab sama anak-anak kelas satu. Meskipun kadang-kadang keras dan menyebalkan, Seno selalu enjoy kalo diajak bercanda. Pembatas antara senior dan junior nggak ada dalam kamusnya. Kalopun ada satu anggotanya yang bermasalah, sudah pasti Seno yang paling peduli. Contohnya aja waktu Ugun dan Deon curhat tentang aksi nekat mereka waktu ikutan ekskul
pom-pom. Seno langsung ketawa dan salut sama keduanya.
"Hebat, elo berdua nekat banget!" puji Seno.
Menurut pengakuannya, Seno pun sama sekali nggak disetujuin orangtuanya ikutan ekskul pom-pom. Selama tujuh hari tujuh malam, dia nggak makan dan nggak keluar dari kamar. Akhirnya, dengan berat hati, kedua orangtuanya ngabulin kemauannya.
"Sekarang, elo semua boleh istirahat sepuasnya!" teriak Chia sewaktu alarm HP-nya bunyi.
"Akhirnya ..." Para cowok itu lantas tiduran di lantai yang taraf kekotorannya udah nggak diraguin lagi.
"GILAAA ... CAPEEEK!" Nggak lama, Ugun berteriak nyaingin gorila. Perut Ugun terasa dikocok-kocok persis mi kocok di kantin sekolah. Melilit, mual, sama sekali nggak jelas rasanya. Dia buru-buru berlari ke toilet.
DUUUT ... DUUUT ... DUUUT! Sepanjang jalan, bunyi kentutnya
itu terus membahana. Untung aja nggak ada satu orang pun yang mendengar.
Ah, betapa leganya, gumam Ugun setelah beres jongkok sepuluh menit.
"Ngapain sih, No" Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi!"
"Tapi, Ra ... gue belum bisa ngelupain elo!"
"Apa elo nggak tau gimana rasanya sakit hati gue" Tahun lalu, gue dihina-hina sama orangtua elo! Sakit, tau!"
Ugun yakin kalo itu suara Mbak Rora. Suara serak-serak basah yang sering memarahinya kalo bergaul sama orang kaya. Suara yang sering ngelarangnya buat ikutan ekskul pom-pom. Dan suara itu kini tengah beradu dengan suara ketua pom-pom. Ugun buru-buru keluar toilet mencari sumber suara itu.
"Ra, gue tau ... gue ngerti ... gue pun bakalan ngelakuin hal yang sama kalo gue jadi elo!"
"Nah, elo tau sendiri gimana rasanya. Rasa di mana harga diri gue dan keluarga gue diinjek-injek sama orangtua elo. Meskipun bokap gue cuma seorang satpam, bokap gue nggak pernah minta-minta!"
"Iya Ra, gue tau! Sekarang, bokap gue juga udah sadar sama ucapannya waktu itu. Sekarang, dia bisa nerima elo apa adanya."
Rora hanya diam. Ugun masih belum tau peristiwa apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin, peristiwa ini yang ngebuat Rora sensi sama orang kaya, juga benci sama hal-hal yang berbau pom-pom.
"Jadi ... sekarang elo mau nerima gue lagi, kan" Elo mau balik lagi jadi manajer kita""
Apa""" Ugun lantas kebingungan mencari tempat bersem-bunyi. Rora dan Seno berjalan menuju arahnya.
"Mati, gue! Sembunyi di mana, ya"" Ugun kebingungan setengah mati. Otaknya yang biasa cemerlang tiba-tiba error,
"Jadi ... sekarang gimana""
"Kok, bau, ya" Kayaknya ada yang ngikutin kita!" Penciuman Rora yang tajam merasakan getaran kentut Ugun.
"Nggak ada, nggak ada siapa-siapa, kok!" yakin Seno.
"Ugun ...," sahut Rora.
"Mana" Apa ada tanda-tanda perut gentongnya itu""
"Jangan seenaknya ngejek adik gue!" sewot
Rora.
Pom-pom Boys Karya Putri Arsy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ugun yang bersembunyi di dalam gerobak sampah pun tersenyum kecil. Secara tidak disengaja, dia mendengar langsung kakaknya membela dia. Sesegera mungkin, Ugun berlari kembali ke dalam toilet.
"GUE mau ngasihin duit ini dulu. Ntar kalo anak-anak lain-nya nanya, bilang gue ada urusan bentar!" pesen Chia.
Deon hanya mengangguk dan mulai memarkirkan mobilnya. Dia ngambil simpulan, Chia pasti punya masalah utang. Keluar dari mobil, Deon melihat Eryn yang lagi jalan sendirian. Kedua tangan Eryn kerepotan membawa botol minuman ukuran besar.
"Sini, gue bantu!" Deon merebut botol-botol
itu. "Pada ke mana manajer yang lain" Kok, elo sendirian" Ugun mana, dia nggak bantuin elo"!"
Eryn seneng banget dibantu Deon.
"Hei, elo kok, jadi ngelamun"" Deon membuyarkan lamunan Eryn.
"Gue cuma seneng, soalnya elo mau bantuin
gue!" "Biasa aja kali. Elo kan, manajer sekaligus sahabat gue," terang Deon.
Sahabat, Yon" Nggak mau, gue penginnya lebih! teriak Eryn dalam hati.
"Yon ...." "Apa," jawab Deon di sela kesibukannya dengan panggilan-panggilan dari para cewek.
"Dari mana" Tumben nggak sama Ugun"" tanya
Eryn. "Habis dari ATM bareng Chia."
Ngedenger kata Chia disebut-sebut, perasaan Eryn langsung nggak enak. Kalo gini ceritanya, firasat buruk bakalan dia dapet.
"Ke ATM, ngapain"" selidik Eryn.
Makin lama, Deon makin kesel sama pertanyaan Eryn yang serasa memata-matainya. "Ngambil duit. Udah ah, gue duluan, nanti gue malah dimarahin si Seno!" Deon pun berlari kencang meninggalkan Eryn yang memang kesulitan berjalan.
"Duh!" Nggak lama sehabis kepergian Deon, tubuh Eryn ditabrak dari belakang. Spontan Eryn jatuh dan kesulitan untuk berdiri.
"Udah tau cacat, pake acara jalan di tengah lagi! Sok MODEL!" ledek Chia tanpa peduli perasaan
Eryn yang sakit. "Duh, kayaknya gue udah salah nerima orang, ya" Masa orang nggak berguna macam elo harus diterima jadi manajer pom-pom" Jangankan buat lari-lari beresin baju anak-anak, buat jalan aja elo udah kepayahan!" Chia lantas pergi meninggalkan Eryn yang masih terkulai lemas di tengah jalan. Untung aja beberapa saat kemudian, ada guru yang membantunya berdiri.
Kenapa kakak tiriku begitu jahat" Eryn membatin.
Gue Nggak Takut Selesai makan di kantin, Deon dan Ugun pergi ke kelas mereka yang se
pi. Rata-rata anak-anak di kelas bakalan dateng kalo bel masuk bunyi. Dengan langkah sok cowok idola, keduanya jalan dengan cuek.
Belakangan ini, Deon sama Ugun emang lagi jadi pusat perhatian. Selain anak pom-pom, mereka berdua juga sama-sama punya banyak kenalan. Setiap kelas tiga pasti kenal duo maut yang tersohor karena ulah gila mereka benar-benar memalukan. Lagi-lagi, embel-embel adiknya anak keamanan sama punya harta lebih terus ngikutin jejak langkah mereka.
BRUG!!! Bunyi tubrukan antara Ugun dan seseorang yang sama sekali nggak dia kenal. Makanan yang Ugun bawa pun jatuh dan berhamburan di jalanan.
"Maaf, gue nggak sengaja! Sumpah. Kalo elo mau tau, tadi gue habis ngasihin tugas ke ruang guru, habis itu gue inget kalo gue belum jajan di kantin, gue terpaksa lari sekenceng mungkin sampe akhirnya gue ..."
"CUKUP ... CUKUP ...!" potong Ugun yang merasa
iba. Cewek ayu berambut pirang itu tersenyum melihat reaksi Ugun.
Sumpah, nih cewek ceriwis banget. Cocok buat jadi seorang VJ!
"Nggak masalah, tenang aja lagi!" Akhirnya, Deon mencair-kan suasana.
"Oh ya, kenalin ... nama gue Raden Anggrhea Putery Anugrah Prawiryo, tapi anak-anak lebih enjoy kalo manggil gue Ghea!"
"Ghea toh namanya," jawab keduanya serempak.
Sementara itu, anak-anak yang berlalu lalang terus memandangi ketiganya dengan tanda tanya besar.
"Hmmm ...." Ghea terlihat berpikir keras. Wajahnya terus dia hadapkan ke atap ruang OSIS yang mulai berlumut.
Deon dan Ugun yang penasaran pun mengikuti jejaknya. Apa uniknya langit-langit itu" Ugun dekati tubuh Ghea yang sangat jauh minimalisnya dibandingkan dengan dirinya.
"Elo berdua ... Ugun sama Deon, kan"" tunjuk Ghea salah.
"Yang Ugun tuh dia, si Perut Gentong asli Kampung Bojong Mulih!" tunjuk Deon.
"Kalo si Ceking tuh dia, asli lahir, besar, dan berkembang biak di Hutan Rawa Kliwon!" balas Ugun sengit.
"HAHAHA ...!" suara cempreng Ghea terdengar, semen-tara dua lesung pipinya langsung membentuk. "Gue kasian banget sama si Eryn,
lama-lama dia bisa mati berdiri lantaran ke tawa tiap hari!"
Ugun yang mendengar nama Eryn disebut-sebut, lantas kaget dan menepuk pundak Deon. "Eryn""
"Kenapa" Aneh ngedenger gue kenal sama E-ryn" Asal kalian tau, gue sama dia itu temenan dari SMP. Tiga tahun satu kelas terus, sering curhat tentang banyak hal, kita ju
"Iya-iya-iya!" Deon yang pegal mendengarnya pun menyudahinya.
Budi Kesatria 11 Pendekar Mabuk 029 Cambuk Getar Bumi Pertarungan Para Pendekar 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama