Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 11

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 11


Sekte Teratai Putih 18 64 istana, melainkan dilacak dari luar istana.
Sayang Thia To-sai sendiri sudah terbunuh
sebelum memberi keterangan.
Bersambung jilid XIX Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 16/06/2018 12:46 PM
Sekte Teratai Putih 18 65 Sekte Teratai Putih 19 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1991 Sekte Teratai Putih 19 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XIV *** M O HWE heran melihat Sebun Beng tidak
terkejut, "Sebun Beng, kau kelihatannya
tidak kaget ketika kukatakan bahwa perampas
emas-emas itu adalah komplotan dalam istana
sendiri?" Sebun Beng menarik napas dan berkata
samar-samar, "Bukan sesuatu yang mengejutkan." "Kau .sudah menduganya?"
"Ya. Tetapi belum jelas benar siapa yang
berdiri di belakang layar itu. Sobat Mo bisa
membantu dengan penjelasan tambahan?"
"Aku ingin sekali menjelaskan sejelasjelasnya tentang komplotan itu, supaya pihak
kami tidak dikejar-kejar lagi. Sayang yang kami
ketahui hanyalah sekelumit kecil."
Sekte Teratai Putih 19 2 "Yang sekelumit kecil itu akan sangat
membantu." Caranya Sebun Beng memohon itu sudah
seperti seorang sahabat lama saja. Tulus, tidak
dibuat-buat, Mo Hwe dapat merasakan itu. Tak
terasa di hati Mo Hwe muncul setitik rasa
hangat yang manusiawi. Rasa hangat seorang
manusia kalau berhadapan dengan manusia
lainnya yang tanpa tedeng aling-aling. Hal itu
tidak pernah dialaminya, bahkan dengan
teman-temannya di Pek-lian-kau yang sering
gembar-gembor "seperjuangan", bahkan harus
selalu waspada jangan-jangan akan dikhianati.
Seperti yang dilakukan Nyo Jiok akhir-akhir ini.
Karena getaran hatinya, tak terkendalikan
lagi Mo Hwe mengulangi suara hatinya, "Sebun
Beng, kau memohon kepadaku?"
"Ya." "Kau tidak merasa derajatmu turun kalau
minta tolong kepada seorang yang dianggap
tokoh sesat seperti aku ini?"
"Kalau tidak minta tolong sesama manusia,
lalu harus kepada siapa?"
Sekte Teratai Putih 19 3 Mo Hwe termangu-mangu. Sikap merendah
itu terlalu asing baginya, namun hatinya benarbenar telah tersentuh. Lalu dia pun berkata,
"Baik, sekelumit kecil keterangan itu akan
kuberitahukan kepadamu, dan aku minta tolong
agar disampaikan kepada Jenderal Wan agar dia
dan orang-orangnya tidak lagi memburu-buru
kami...." "Soal menyampaikan, aku berjanji akan
menyampaikannya. Tetapi soal memutuskan,
terserah kepadanya. Dia memang menantuku,
tapi aku tidak bisa mendiktenya dalam hal-hal
yang berkenaan dengan tugasnya."
"Percayalah. Bukan kami yang merampok
emas-emas itu." "Kau belum menyampaikan keterangan itu."
"Baiklah, dengarkan. Salah satu tokoh
komplotan istana itu pada punggung tangan
kanannya ada ciri berupa sebuah tahi-lalat.
besar. Itu saja." "Hanya itu?" "Ya. Hanya keterangan itulah yang kami
miliki saat ini. Itulah sebabnya kami tidak
Sekte Teratai Putih 19 4 berdaya membuktikan bahwa bukan kami yang
merampok. Sekarang aku kemukakan kepadamu karena aku percaya ketulusan
hatimu..." Mo Hwe tiba-tiba menghentikan katakatanya
karena malu sendiri telah mengungkapkan perasaannya terang-terangan,
sesuatu yang di dalam golongan hitam dianggap
sebagai tanda kelemahan. "Terima kasih. Aku akan menyampaikannya
kepada Jenderal Wan. Dan karena keterbukaan
itu, Sobat Mo, aku juga tidak malu ingin
menyampaikan dua permintaan lagi kepadamu." Hati Mo Hwe melonjak gembira, benar-benar
merasa hangat dianggap sebagai sahabat oleh
seorang tokoh sekaliber Sebun Beng. Namun ia
menahan gejolak hatinya, dan mempertahankan
agar mukanya tetap kelihatan dingin. Untunglah
gelap malam membantunya. "Katakan, Sebun Beng."
"Pertama, tentang keponakanku Auyang Hou.
Dia sudah dipengaruhi oleh adik Sekte Teratai Putih 19 5 seperguruanmu, Nyo Jiok, untuk mempelajari
ilmu-ilmu Pek-lian-kau."
Mo Hwe mendengus dingin, "Tuan Sebun
yang maha terhormat, apakah kau anggap ilmuilmu Pek-lian-kau sangat hina, sehingga kau
keberatan keponakanmu mempelajarinya?"
Sebun Beng menarik napas. Betapa pun
permusuhan antara Mo Hwe dan Nyo Jiok,
namun mereka berdua adalah seperguruan,
ilmu mereka dari satu sumber. Mencerca ilmu
Nyo Jiok sama juga dengan mencerca ilmunya
Mo Hwe. Namun dalam hal ini Sebun Beng
mampu mengambil sikap tegas berdasarkan
keyakinannya sendiri. Jawabnya, "Ya, aku harus berterus-terang
mengatakan bahwa ilmu-ilmu Pek-lian-kau
merendahkan martabat manusia. Sebab aku
percaya bahwa manusia sebagai raja penciptaan
hanya harus tunduk kepada Sang Pencipta
sendiri, dan dari Sang Pencipta sendirilah
seharusnya manusia menerima kekuatan untuk
menjalankan tugasnya di bumi. Bukan dengan
Sekte Teratai Putih 19 6 merendahkan diri kepada macam-macam roh
yang derajatnya lebih rendah dari manusia!"
Wajah Mo Hwe menegang, "Sungguh berani
mau menghujat para pangeran di langit dan
para panglima serta prajurit-prajurit mereka
yang tidak terlihat. Kau bisa kena kutukan
dahsyat, Sebun Berg. Seperti menjadi gila, sakit
berat, atau bahkan mati!"
"Tidak. Contohnya adalah keponakanku, Liu
Yok, sudah berkali-kali ia menentang roh-roh
yang disembah deh kalian orang-orang Peklian-kau, nyatanya sampai sekarang masih
sehat-sehat saja. Kalau manusia berada di
tempatnya yang semestinya, dia tidak dikuasai
apapun kecuali oleh Penciptanya."
"Suatu kali nanti, keponakanmu itu akan
kena kutuk para pangeran di angkasa atau
panglima-panglima mereka. Mereka itu kalau
marah bisa mendatangkan-bencana kepada
manusia, misalnya banjir, angin ribut dan
wabah penyakit dan sebagainya."
Sebun Beng mendengar nada emosional
dalam kata-kata Mo Hwe itu, makc Sebui *mg
Sekte Teratai Putih 19 7 sadar, kalau meladeni perdebatan itu takkan
ada habis-habisnya karena sudah menyangkut
keyakinan masing-masing. Akhirnya ia berkata, "Baiklah, biar kami
dengan keyakinan kami, dan kalian dengan
keyakinan kalian. Tidak perlu hubungan kita
yang baru saja mencair ini menjadi tegang
kembali gara-gara berbeda keyakinan."
"Kalian, keluarga Sebun, akan mendapat
kutukan dahsyat seumur hidup kalian, bahkan
sampai ke keturuanan-keturunan kalian." Suara
Mo Hwe masih menandakan panas hatinya, lalu
suaranya menurun. "Aku sungguh-sungguh
menyayangkan dan tidak ingin hal itu terjadi,
tapi aku tidak berdaya menolong kalian sebab
mulut kalian sendirilah yang terlalu lancing."
"Sobat Mo, mari kita akhiri memperdebatkan
keyakinan masing-masing. Aku minta maaf
kalau ada kata-kataku yang menyinggung, dan
kalau kau yakin ada kutukan atas keluarga
kami, silahkan menunggu dan melihat saja.
Biarlah apa-apanya kami tanggung sendiri."
Mo Hwe menarik napas. Sekte Teratai Putih 19 8 Lanjut Sebun beng. "Sekarang, marilah kita
bicarakan tentang keponakanku Auyong Hou.
Aku hendak minta kesedianmu untuk
melepaskan dia kepadaku kembali."
"Auyang Hou tidak di bawah kekuasaanku.
Dia dikuasai oleh adik seperguruanku Nyo Jiok
yang memberontak, terhadap kepemimpinanku.
Dan aku tidak tahu ke mana saja Nyo Jiok
membawa keponakanmu itu."
"Kalau kau tahu, apakah mau menolong
aku?" Sekali lagi hati Mo Hwe tersentuh oleh
permintaan itu. Dan sekali lagi pula Mo Hwe
berusaha menjawab sedingin-dinginnya, "Aku
tidak berjanji. Bukankah kau di pihak musuh?"
Sebun Beng menarik napas. "Tentang diri
Nona Sun Pek-lian, aku juga memohon
kebijaksanaan Sobat Mo Hwe untuk membebaskannya." "Hem, permohonanmu tidak dapat diterima.
Korban manusia dituntut oleh roh-roh
junjungan kami, apabila kami ingin perjuangan
Sekte Teratai Putih 19 9 kami berhasil. Nona Sun harus disembelih di
altar." Sebagai manusia biasa, darah Sebun Beng
panas juga mendengar jawaban yang terus
menerus macam itu, tidak menggubris uluran
tangan persahabatannya. Suara Sebun Beng pun mulai tidak ramah
lagi, "Omong kosong dengan roh-roh junjungan
kalian itu. Setiap tahun menyembelih manusia,
dan sekarang sudah hampir seratus tahun
dinasti Beng hanya kalian impikan itu runtuh
tanpa tanda-tanda kebangkitan kembali. Kalian
seperti mencoba membangkitkan lagi mayat,
yang tinggal tulang-tulang."
Mo Hwe menggeram, namun ia tidak berani
menerjang Sebun Beng karena gentar. Ia masih
dihantui pengalamannya di kota Han-king,
ketika "melihat Sebun Beng di dua tempat
sekaligus", dan dianggapnya Sebun Beng juga
punya "ilmu sakti" yang aneh.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknya Sebun Beng pun tidak ingin
terlibat perkelahian dengan Mo Hwe, betapa
pun gusarnya ia mendengar jawaban-jawaban
Sekte Teratai Putih 19 10 serba dingin itu. Bagaimanapun Sebun Beng
menganggap sikap Mo Hwe sudah "jauh lebih
baik" dari dulu, nampaknya Pemimpin Pek-Iiankau Utara ini sedikit demi sedikit ada harapan
diajak kembali ke jalan yang benar. Sebun Beng
tidak mau melenyapkan harapan yang mulai
terbentuk itu dengan sebuah perkelahian.
Sebun Beng lalu memberi hormat dan
berkata, "Baiklah. Sampai di sini pertemuan
kita, Sobat Mo. Aku berharap kelak kau akan
berubah pikiran, sehingga kita benar-benar bisa
jadi teman." Lalu berbaliklah Sebun Beng dan meninggalkan tempat itu. Mo Hwe menatap punggung Sebun Beng
yang menjauh, menarik napas panjang beberapa
kali, dan berkata lirih tanpa seorang pun
mendengar kecuali dirinya sendiri, "Maafkan
aku, Sobat. Aku mengecewakanmu. Uluran
persahabatanmu sangat hangat, tetapi aku
adalah Ketua Pek-lian-kau Utara, dan kau
adalah mertua Wan Lui yang menjadi musuh
besar Pek-lian-kau kami. Kita tidak mungkin
Sekte Teratai Putih 19 11 bersahabat. Kalau aku bersahabat denganmu,
orang-orang yang ingin mendongkel kedudukanku akan mendapat alasan uhtuk
menjelek-jelekkan aku...."
Seekor burung gagak besar meluncur dari
langit yang kelam, dan ketika menginjak tanah
sudah beralih rupa Mao Pin yang berjulukan
Hek-wa-koal (Siluman Gagak Hitam), tokoh
nomor tiga dalam Pek-lian-kau Utara. Dulu
nomor empat, namun setelah tewasnya Pekcoa-sin ,(Malaikat Ular Putih) Oh Jiang, maka
kedudukannya jadi naik nomor tiga.
"Kakak, aku baru saja melihat Sebun Beng
meninggalkan tempat ini."
"Ya." "Habis bertempur dengan Kakak?"
Kalau tadi di hadapan Sebun Beng yang
"musuh" itu Mo Hwe sedikit banyak berani
berterus-terang, maka sekarang di hadapan
Mao Pin yang "kawan" malahan Mo Hwe tidak
berani berterus-terang. Jawabannya sama sekali
tidak cocok dengan fakta, "Ya, kami berkelahi.
Sekte Teratai Putih 19 12 Tak ada yang kalah dan menang, lalu dia pergi
begitu saja." "Aku yakin, kalau Kakak menggunakan Jianlong-tin (Kepungan Seribu Serigala), dia takkan
bisa lolos biarpun punya tiga kepala dan enam
tangan." "Mao Pin, tidak ingatkah kau apa yang
kuceritakan tentang pengalamanku di kota Hanking" Ketika aku melihat Sebun Beng berada di
dua tempat sekaligus?"
Mao Pin menarik napas. "Ya, terserah
kebijaksanaan Kakak sajalah. Apakah rombongan Sebun Beng itu sudah tahu di mana
tempatnya kita hendak mengadakan upacara
korban?" "Kelihatannya belum."
"Kelihatannya sudah, Kak. Mereka menuju
arah yang tepat. Kita harus memindahkan
tempat upacara kita, barangkali, Kak. Tidak lagi
di Puncak In-hong di Pegunungan Kiu-Tiongsan. Tempat itu mungkin akan diserbu kawanan
kuku-garuda Manchu."
"Aku pertimbangkan nanti saja."
Sekte Teratai Putih 19 13 * * * Esok harinya, Si Tuan-rumah yang
ditumpangi rombongan Sebun Beng itu pun
kaget sekali melihat kebun di samping
rumahnya sudah berantakan tak keruan.
Sumpah-serapah dan kutukan pun langsung
dialamatkan kepada kawanan babi hutan atau
monyet yang disangkanya telah melakukan
pengrusakan itu. Ia lalu mengerahkan anak-anak dan isterinya
untuk mulai memperbaiki sebisa-bisanya.
Penopang-penopang bambu yang rebah
ditancapkan kembali. Pohon-pohon yang
tercabut ditanam kembali, dan kalau masih bisa
juga ditegakkan kembali. Sebun Beng dan rombongannya juga ikut
membantu. Sebun Beng ingin menjelaskan apa
yang terjadi, namun penjelasannya pasti akan
bertele-tele dan susah dimengerti.
Wan Lui, Liu Yok dan Sun Cu-kiok juga ikut
membantu. Liu Yok dan Sun Cu-kiok yang
biasanya akrab, meskipun ikut membantu
Sekte Teratai Putih 19 14 membenahi ladang, namun mereka saling
berjauhan dan bahkan saling menghindari
bertatapan mata. Rupanya mereka merasa
sangat canggung dengan adanya peristiwa
semalam, meskipun semalam Sebun Beng
meyakinkan bahwa peristiwa semalam itu
bukan kehendak Sun Cu-kiok yang asli
melainkan karena pengaruh gaib "kiriman" dari
luar. Toh Sun Cu-kiok masih juga dilekati
perasaan, alangkah kotor dan najis dirinya.
Di ladang yang berantakan itu, tiba-tiba Si.
Tuan-rumah menemukan sebuah boneka yang
setengah terpendam tanah. Pada boneka itu
tertulis tiga huruf nama Sun Cu-kiok. Itulah alat
sihir Auyang Hou semalam.
"Tuan Sebun!" kata Si Tuan-rumah sambil
menunjukkan boneka itu. Yang dipanggil adalah Sebun Beng, namun
yang lebih cepat tiba di dekat boneka itu
ternyata adalah Sun Cu-kiok. Sun Cu-kiok
menjadi sangat geram ketika melihat namanya
tertulis di badan boneka itu, dan ia segera dapat
menebak untuk keperluan apa boneka itu.
Sekte Teratai Putih 19 15 Ia merebut boneka itu dari tangan Si Tuanrumah, menghempaskannya ke tanah dan
menginjaknja sambil berkata dengan sengit,
"Auyang Hou, aku bersumpah akan mencincangmu berkeping-keping!"
Saat itulah Liu Yok terpaksa berbicara
kepada Sun Cu-kiok, "Nona Sun, aku rasa adikku
itu pun berbuat demikian bukan karena
kemauannya sendiri. Aku yakin, kehendaknya
dicengkeram oleh kekuatan lain yang sangat
kuat. Kasihan dia..."
Sebun Beng menyambung, "Liu Yok benar,
Nona Sun. Semalaman aku memburunya, dan
aku dihadang oleh Hui-heng-si Nyo Jiok."
Si .Tuan-rumah tidak tahu ujung-pangkal
dari percakapan itu, dan ia juga tidak berani
menanyakannya. Tetapi ia berani bertanya
kenapa tamunya itu jumlahnya kurang satu
orang. Kemarin yang datang lima orang, kenapa
sekarang tinggal empat orang"
Tanyanya kepada Sebun Beng, "Tuan, ke
mana perginya keponakan Tuan yang satu lagi,
Sekte Teratai Putih 19 16 yang memakai caping, mantel dan membawa
pedang itu?" "Semalam dia berangkat lebih dulu." sahut
Sebun Beng tanpa berani menatap mata lawan
bicaranya. Ia belum biasa berbohong.
"Oh, ada keperluan penting rupanya?"
"Ya." Habis membenahi ladang, mereka semua
mandi bergantian di sumur di belakang rumah,
kemudian menghadapi sarapan pagi yang sudah
disediakan oleh Si Nyonya-rumah.
Mereka makan sambil bercakap-cakap akrab
seperti umumnya orang-orang desa, meskipun
antara Liu Yok dan Sun Cu-kiok masih sangat
canggung. Sebun Beng kemudian mengucapkan terima
kasih kepada Tuan-rumah dan keluarganya, dan
mengatakan hendak mengganti kerugian
kepada Tuan-rumah. Tetapi Si Tuan-rumah
ternyata menolaknya mati-matian. Sebun Beng
pun lalu berpamitan. Begitulah, mereka meninggalkan rumah yang
terpencil di pegunungan itu. Namun belum lama
Sekte Teratai Putih 19 17 mereka berjalan, terdengar orang berlari-lari di
belakang mereka, dan suara Si Tuan-rumah
memanggil-manggil, "Tuan Sebun! Tuan Sebun!
Tunggu!" Sebun Beng berempat berhenti melangkah
dan menoleh, mereka melihat Tuan-rumah itu
sedang berlari-lari kecil menyusul mereka
sambil membawa pedang yang adalah milik
Auyang Hou. "Tuan Sebun, ada yang ketinggalan!"
Sebun Beng termangu-mangu menatap
pedang di tangan orang itu, hampir saja Sebun
Beng menyuruh orang itu memiliki pedang itu
saja, lumayan untuk memotong kayu. Tetapi Liu
Yok sudah mendahului mengambil keputusan.
Liu Yok menerima pedang itu dari tangan orang
itu sambil berkata, "Terima kasih, Pak."
Tuan-rumah itu nampak puas, lalu
mengucapkan selamat jalan dan kemudian balik
ke rumahnya. Sebun beng menatap Liu Yok, merasa janggal
melihat Liu Yok memegang alat pembunuh
Sekte Teratai Putih 19 18 semacam pedang. "Mau kamu apakan pedang
itu, A-yok?" "Pedang ini harus dimusnahkan, Paman."
"Tidakkah lebih berguna kalau ditinggalkan
kepada orang tadi untuk dimanfaatkan
memotong kayu misalnya?"
"Tidak. Pedang ini akan menjadi bencana
buatnya. Pedang ini bukan pedang biasa lagi, ini
sudah dimanterai dan diisi kekuatan gaib oleh
orang Pek-lian-kau. Di mana pedang ini berada,
pengaruh itu akan mempengaruhi orang-orang
yang berdekatan dengannya. Pedang ini tidak
akan berguna bagi orang tadi, bahkan akan
merusak kedamaian keluarganya."
Wan Lui mengangguk-angguk paham. "Ya.
Pedang ini tak ubahnya caping dan mantel yang
dikenakan oleh Saudara Auyang Hou, menjadi
belenggu jiwa dan kehendak bebasnya. Bendabenda itu sudah menjadi alat-alat sihir jahat
sebagai penyalur pengaruh gaib antara yang
mempengaruhi dan yang dipengaruhi."
"Nah, Jenderal Wan mulai mengerti
rupanya." Sekte Teratai Putih 19 19 "Tidak. Pedang ini akan menjadi bencana
buatnya. Pedang ini bukan pedang biasa lagi, ini
sudah dimanterai dan diisi kekuatan gaib oleh
orang Pek-lian-kau. Sekte Teratai Putih 19 20 Liu Yok kemudian menggali tanah cukup
dalam dengan pedang itu, lalu menaruh pedang
itu di dasar lubang dan me-ngurugnya dengan
tanah dan batu-batu dan meratakan kembali
permukaan tanahnya. "Lenyaplah engkau selama-lamanya di dalam
tanah," kata Liu Yok mengutuk pedang itu.
"Karat akan memusnahkanmu sama sekali dan
kau tidak akan kembali muncul ke permukaan
bumi."

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu mereka pun berangkat lagi meniggalkan
"kuburan pedang" itu.
Perjalanan hari Itu tidak ada apa-apa kecuali
kecanggungan antara Liu Yok dan Sun Cu-kiok
yang tidak mencair Juga. Sore hari, untungnya
mareka tiba disuatu tempat yang tidak ada
airnya sehingga tidak memberi alasan untuk
mandi. Dengan demikian Liu Yok merasa bebas
dari "tugas berat" seandainya disuruh
menunggui orang mandi. Wan Lui mencoba mengenali ciri-ciri tempat
Itu, dan ia pun sampai kepada sebuah kepastian,
"Akan pernah melewati tempat ini, dulu ketika
Sekte Teratai Putih 19 21 menyamar sebagal anggota Pek-lian-kau dan
berjalan bersama-sama mereka menuju ke
Hong yang. Rasanya, sehari perjalanan lagi kita
akan sampai ke sebuah kota, yaitu kota Kimteng, yang terletak di kaki Pegunungan Kiuliong-san."
Sebun Beng cuma mengangguk-angguk
begitu pula Sun Cu-kiok. Cahaya matahari makin menghilang dibalik
pegunungan, kabut pun mulai menyelimuti
beberapa bagian dari tubuh pegunungan Itu.
Udara dingin mulai terasa. Dari kejauhan sudah
terdengar lolong serigala mengalun panjang,
namun Wan Lui Sabun Beng dan Sun Cu-kiok
tenang tenang saja sebab mereka mempercayoa
kan diri kepada Liu Yok yang dianggap nya
"pawang" untuk segala macam binatang, dari
semut sampai gajah, bukan hanya satu jenis
binatang saja. Ketiga orang Itu tidak tahu, bahwa saat Itu
Llu Yok sedang luntur kepercayaannya kepada
dirinya sendiri, gara-gara peristiwa kemarin
malam ketika ia hampir-hampir "diperkosa"
Sekte Teratai Putih 19 22 Sun Cu-kiok. Seakan ada sesuatu yang terus
menerus membisiki telinganya, terus-menerus
mengingatkannya bahwa ia najis dan tidak
layak, dan Itulah membuat jiwanya tidak
tenteram dan tidak yakin kepada diri sendiri.
Liu Yok merasa dirinya amat kotor, dan apa
Saja yang ia lakukan selama Ini seperti sia-sia
saja. Begitulah, kalau Sebun Beng, Wan Lui dan
Sun Cu-kik duduk dekat api unggun, maka Liu
Yok justru duduk agak menjauh dalam
kegelapan yang hampir tak terjangkau cahaya
api. Liu Yok menyandarkan punggungnya di
sebuah batu besar sambil berkali-kali menarik
napas. Sebun Beng dan Wan Lui mendiamkannya
dulu, mereka merasa kurang tepat untuk
menghibur Liu Yok saat itu. Harus ditunggu
sampai gejolak jiwanya reda lebih dulu.
Persoalan jadi agak ruwet, karena Sun Cukiok melibatkan diri dengan menganggap sikap
Liu Yok itu sebagai sikap jijik terhadap diri Sun
Cu-kiok. Maka gadis puteri gubernur itu jadi
Sekte Teratai Putih 19 23 ikut-ikutan murung, sambil berpikir dalam hati,
"Kelakuanku semalam pastilah membuat aku
sangat menjijikkan di mata Liu Yok. Bahkan
mungkin juga di mata Paman Sebun dan
Jenderal Wan, hanya saja Paman Sebun dan
Jenderal Wan masih menunjuk kan sikap
sungkan, mungkin karena sungkan kepada
Ayahku. Tetapi di dalam hati mereka pastilah
mereka memandang hina kepadaku...."
Maka Sun Cu-kiok pun jadi merasa betapa
hina martabatnya. Dia ingin menangis
menumpahkan isi hatinya, tetapi merasa malu
sendiri, maka alangkah pepat hatinya karena
tidak terlampiaskan. Begitulah, menjelang mendekati "garis
depan" dalam urusan mereka dengan pihak
Pek-lian-kau, rombongan kecil Sebun Beng yang
seharusnya tangguh karena kompak itu,
sekarang malah mengalami masalah.
Sebun Beng maupun Wan Lui mencoba
menghibur Sun Cu-kiok, namun karena Sun Cukiok kelihatannya malah semakin tertekan
kalau dihibur, Sun Cu-kiok merasa seolah-olah
Sekte Teratai Putih 19 24 kata-kata hiburan Sebun Beng dan Wan Lui
hanyalah basa-basi padahal sebenarnya
"menghina dalam hati" demikian prasangkanya
maka Sebun Beng dan Wan Lui pun berhenti
berkata-kata. Sun Cu-kiok tiba-tiba bangkit, sehingga Wan
Lui menanyainya, "Hendak ke mana, Nona Sun?"
"Berjalan-jalan di sekitar sini..." sahut
Sun Cu-kiok murung. "Supaya aku. tidak
membuat jemu dan jijik orang-orang disini.."
Wan Lui menarik napas. Nona Sun, tidak.
seorang pun merasa jijik atau jemu kepadamu.
Semuanya tetap menghormatimu. Kami semua
tahu bahwa peristiwa kemarin. malam itu sama
sekali bukanlah kepribadian. Nona sendiri, itu
adalah pengaruh yang jahat dari musuh-musuh
kita yang menggunakan ilmu gaib. Buktinya di
halaman rumah itu diketemukan boneka yang
digores dengan namamu, Nona Sun."
Sun Cu-kiok menatap ke kegelapan
pegunungan, di kejauhan dengan wajah tetap
murung. Sahutnya, "Ya, tetapi sebelum
peristiwa kemarin malam, aku pastilah sudah
Sekte Teratai Putih 19 25 dipandang rendah sebagai gadis tidak tahu
malu. Ketika aku minta diantarkan mandi oleh
seorang lelaki yang alimnya seperti malaikat..."
Wan Lui dan Sebun Beng serempak menoieh
ke arah Liu Yok yang duduk belasan langkah
dari mereka, mengharap Liu Yok-lah yang akan
berusaha untuk menenteramkan hati. Sun Cukiok, Namun ternyata Liu Yok sendiri seperti
tidak mendengarkan, tetap saja duduk terpekur
seperti patung. Terpaksa Sebun Beng menjawab sekedarnya,
"Jangan beranggapan begitu, Nona Sun. Aku
rasa, Liu Yok tidak juga menganggapnya
demikian...." Tak terduga jawaban yang asal-asalan itu
malah membuat Sun Cu-kiok semakin
tersinggung. Ia benar-benar melangkah pergi
sambil meninggalkan kata-kata, "Biarlah aku
berjalan-jalan menghirup udara pegunungan
yang segar di malam hari."
Wajah Wan Lui menunjukkan kecemasan,
"Nona Sun, tidakkah Nona dengar suara serigala
di kejauhan itu" Aku kuatir..."
Sekte Teratai Putih 19 26 "Biarlah. Seandainya tubuhku dimangsa
serigala, setidak-tidaknya tubuhku masih ada
harganya biarpun cuma seharga isi perut
serigala." "Nona Sun...." Tetapi Sun Cu-kiok sudah melangkah pergi.
Ketika Wan Lui hendak bangkit menyusulnya
karena mencemaskan keselamatannya, mertuanya memberinya isyarat dengan kedipan
mata. Terpaksa Wan Lui membatalkan niatnya,
meskipun perasaan cemasnya tidak menghilang
begitu saja. Setelah Sun Cu-kiok menghilang dikegelapan,
Sebun Beng pun berkata perlahan kepada Wan
Lui, "Biar udara segar mendinginkan otaknya
dan membuatnya mampu berpikir."
"Tetapi makin dekat ke sasaran kita, tempat
ini makin berbahaya, Ayah."
Dengan santai Sebun Beng mengeluarkan
kitab pinjaman dari menantunya, agaknya mulai
hendak membaca seperti biasanya, sambil
berkata, "Dulu sebelum kau berangkat
meninggalkan Lok-yang, kau pernah berkata
Sekte Teratai Putih 19 27 agar aku membaca buku ini sambil
mempelajarinya dan mencocokkannya dengan
pengalaman. Nah, aku sedang mulai belajar,
antara lain belajar mempercayai bahwa
semuanya bisa berlangsung dengan baik."
Wan Lui cuma garuk-garuk kepala, tidak
berbantah lagi dengan mertuanya
Sementara itu, Sun Cu-kiok masih saja
berjalan perlahan-lahan di tempat yang gelap,
puluhan langkah dari tempat Wan Lui dan
Sebun Beng. Berkali-kali dihirupnya udara
pegunungan yang dingin, untuk mendinginkan
jiwanya yang gelisah. Ketika itulah, tanpa Sun Cu-kiok sadari,
segumpal kabut tipis melayang mendekatinya.
Sun Cu-kiok tidak mencurigainya sedikit pun,
sebab pegunungan itu memang penuh kabut,
apalagi di malam hari. Dia lewat saja
berpapasan dengan gumpalan kabut tipis itu.
Mula-mula Sun Cu-kiok hanya merasakan
sedikit gerah, meskipun agak heran kenapa di
udara pegunungan yang begitu dingin ia malah
merasa gerah" Namun hal itu dijelaskannya
Sekte Teratai Putih 19 28 sendiri dalam hati. "Mungkin karena perasaanku sendiri yang sedang tidak tenteram,
sehingga aku jadi berkeringat sedikit."
Ia cuma menarik napas dalam-dalam
beberapa kali, memasukkan udara pegunungan
sebanyak-banyaknya ke dalam rongga dadanya.
Ternyata kemudian rasa gerah itu bukanlah
rasa gerah biasa, sebab disusul getar aliran
darahnya yang meningkat, dan pengaruhnya
aneh yang menyerangnya kemarin malam itu
sekarang datang kembali! Pengaruh yang
merangsang nafsu-berahinya untuk mendekati
Liu Yok. Sun Cu-kiok menyadarinya dan terkejut,
tetapi terlambat. Namun kesadaran pribadinya
yang masih cukup kuat itu pun memberikan
perlawanan terhadap pengaruh itu.
"Tidak! Aku tidak akan melakukannya lagi
seperti kemarin! Aku adalah perempuan
bermartabat!" Sun Cu-kiok berkata sendiri.
"Tidak! Pengaruh ini tidak dapat menguasaiku,
dan sebentar lagi juga akan hilang kembali!"
Sekte Teratai Putih 19 29 Kenyataannya pengaruh itu malah semakin
kuat, tidak peduli penolakan gigih yang
dilakukan Sun Cu-kiok. Api dalam tubuhnya
membara makin dahsyat menuntut pelepasan,
bahkan Sun Cu-kiok tidak berani lagi
memejamkan matanya, sebab setiap kali
matanya terpejam maka muncul adegan cabul
di angan-angannya, begitu gamblang dan nyata.
Serangan gaib ini jelas jauh lebih kuat dari
yang kemarin. Sun Cu-kiok masih mencoba bertahan
dengan tidak mau melangkah balik ke tempat
api unggun, kuatir kalau melihat dan dilihat Liu
Yok maka pertahanannya benar-benar akan
bobol. Ia berdiri kuat-kuat di tempatnya, sambil
terus mempertahankan sisa kesadarannya matimatian.
Tetapi pengaruh itu terus membanjirinya. Sun Cu-kiok memasukkan
tangan ke dalam bajunya sendiri, membayangkan belaian seorang lelaki pada
kulit tubuhnya, ia menggeliat dan terengahengah sendiri. Tiba-tiba ia menarik tangannya
Sekte Teratai Putih 19 30 dari dalam baju, seolah-olah di dalam bajunya
itu ada kalajengking yang menggigitnya.
"Tidak! Tidak! Aku pasti dapat bertahan!"
Ratusan langkah dari tempat itu, di tempat
yang tersembunyi, Nyo Jiok

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri mempergencar manteranya sambil menudingnuding boneka Sun Cu-kiok di depannya. Nyo
Jiok merasakan ada perlawanan sedikit dari
usahanya itu, namun ia yakin perlawanan itu
akan runtuh. Memang Sun Cu-kiok sudah hampir tidak
dapat bertahan, tetapi yang tidak diperhitungkan oleh Nyo Jiok pun terjadilah.
Sun Cu-kiok yang merasa hampir hampir tidak
kuat bertahan itu pun tidak malu-malu lagi
berteriak, "Paman Sebun! Jenderal Wan,
tolonglah aku!" Sengaja Liu Yok dikecualikan, sebab Sun Cukiok kuatir kalau Liu Yok mendekat maka ia
takkan bisa menahan diri lagi.
Ia memang berada tidak jauh dari tempat
Sebun Beng dan Wan Lui sehingga teriakannya
didengar. Maka bagaikan kelinci-kelinci liar
Sekte Teratai Putih 19 31 yang dikejutkan, Sebun Beng dan Wan Lui
serempak berlompatan meninggalkan api
unggun mereka dan menuju ke arah seruan Sun
Cu-kiok. Liu Yok juga mendengar dan mengangkat
kepalanya, tetapi hanya itu. Ia hanya duduk
tepekur saja. Bahkan ketika ia bangkit dan
melangkah, ia tidak menuju ke arah seruan Sun
Cu-kiok melainkan ke arah lain. Ia bermaksud
menyepi malam itu, memeriksa diri sendiri.
Sementara itu Sebun Beng dan Wan Lui
sudah tiba di dekat Sun Cu-kiok. Mereka
tercengang melihat Sun Cu-kiok berdiri
sendirian saja, padahal tadinya mereka
menyangka Sun Cu-kiok sudah menemui
musuh. "Nona Sun, ada apa?"
Di sela-sela engah napasnya, Sun Cu-kiok
berkata dengan sisa kepribadiannya yang sejati,
"Paman Sebun dan Jenderal Wan, ikat aku kuatkuat di sebuah pohon dan jangan lepaskan aku
apa pun yang terjadi! Sampai aku tenang
kembali!" Sekte Teratai Putih 19 32 Permintaan itu mencengangkan Sebun Beng
dan Wan Lui. "Nona Sun, permintaanmu aneh.
Kau kenapa?" "Orang Pek-lian-kau menyerang lagi!"
Wan Lui menangkap juga engah napas Sun
Cu-kiok dan ia pun tahu apa yang terjadi, la
segera berkata kepada mertuanya, "Ayah, kita
turuti saja permintaannya."
Tetapi rupanya Sebun Beng berpikiran lain.
Tanpa berkata apa-apa, tiba-tiba saja Wan Lui
terkejut dan berseru, Ayah!"
Rupanya Wan Lui menyangka Ayahmertuanya juga "Kena serangan gaib dan
hendak meraba tubuh Sun Cu-kiok.
Ternyata Sebun Beng hanya merenggut
kalung berbentuk bunga teratai yang dipakai
oleh Sun Cu-kiok. Kalung itu direnggutnya
sampai putus, lalu diinjaknya di tanah sambil
membentak, "Enyahlah semua iblis dan setan!
Aku menginjakmu bersama dengan debu di
bawah kakiku!" Sun Cu-kiok pun berangsur-angsur tenang.
Pengaruh itu lenyap demikian saja. Gadis itu
Sekte Teratai Putih 19 33 meredakan napasnya, lalu mengusap keringatnya. Tiba-tiba dia pun jatuh terduduk
dan menangis dengan sedihnya. Kalau tadi ia
masih menahan tangis karena malu, sekarang ia
merasa demikian lega sehingga meluapkannya
dengan tangis. Sebun Beng mendekatinya, menepuk
pundaknya dengan sikap seorang ayah,
Sudahlah, Nona Sun. Tidak perlu disesali, semua
yang sudah terjadi adalah di luar kehendak kita.
Aku juga memintakan maaf buat Auyang Hou,
keponakanku itu." Sun Cu-kiok belum mampu menjawab karena
juga belum mampu membendung isak
tangisnya. Sementara itu Wan Lui mewaspadai ke
sekelilingnya. Kalau serangan ilmu gaib yang
keji itu datang kepada Sun Cu-kiok,
kemungkinan besar di sekitar tempat itu ada
orang Pek-lian-kau. Karena itulah dia terus
berwaspada, meskipun yang dilihatnya hanyalah bayangan pepohonan di kegelapan
malam yang bergoyang-goyang kena angin.
Sekte Teratai Putih 19 34 Mereka bertiga kemudian kembali ke tempat
api unggun. Dan mereka kaget melihat Liu Yok
sudah tidak berada di tempatnya.
"Eh, ke mana perginya dia?"
"Entahlah." "Jangan-jangan..." desis Wan Lui kua-tir.
Sebun Beng buru-buru mencegahnya,
"Jangan katakan sesuatu yang jelek. Firasatku
mengatakan dia tidak apa-apa. Dia memang
pergi sebentar entah untuk keperluan apa,
tetapi pasti tidak apa-apa..."
Wan Lui menurut mertuanya dan duduk
kembali dekat api unggun, namun diam-diam
mengeluh di dalam hati. Terasa alangkah
bedanya menjalankan tugas bersama rekanrekannya dari pasukan rahasia, perwiraperwira
profesional, dengan kelompok "pasukan amatir" yang terdiri dari mertuanya
sendiri, Sebun Beng, lalu Sun Cu-kiok dan Liu
Yok ini. Bersama para perwira profesional yang
sudah terbiasa menggunakan otak untuk
menganalisa dan memperhitungkan segala
sesuatunya secara njelimet, semuanya serba
Sekte Teratai Putih 19 35 pakai otak, sedangkan bersama rombongan
"amatir" ini hampir segala tindakan hanya
berdasarkan kira-kira atau perasaan saja. Sudah
begitu, juga tidak ada disiplin sama sekali.
Seperti Liu Yok yang pergi begitu saja tanpa
memberitahu sampai kapan dan ke mana
perginya. Tetapi Wan Lui secara jujur harus
mengakui bahwa "ada sesuatu" di dalam regu
"amatir" ini yang tidak ada pada regu perwiraperwira profesional. Dan sesuatu itulah yang
membuat pihak Pek-han-kau pun pusing tujuh
keliling karena belum tahu cara mengatasinya,
padahal Pek-lian-kau gudangnya ilmu-ilmu gaib.
Sedangkan rombongan pengawal rahasia yang
mengawal emas-emas itu ternyata dibantai
dengan mudah oleh pihak yang menggunakan
ilmu gaib, meskipun bukan pihak Pek-lian-kau.
Wan Lul agak mempercayai pesan Kim-mo-long
Mo Hwe yang disampaikan melalui Sebun Beng.
Sementara itu, Liu Yok berhenti melangkah
di sebuah tempat sunyi, di mana kalau
memandang ke sekitarnya hanya nampak
bayangan pegunungan yang berlapis-lapis dan
Sekte Teratai Putih 19 36 bergelombang, dengan kabut melayang-layang
perlahan di segala arah. Di tempat itulah Liu Yok tidak bisa menahan
hatinya lagi dan mulai menangis. Makin lama ia
menangis makin keras, dan akhirnya ia
menengadah ke langit dan mulai mengutuk
dirinya, "Aku telah gagal. Sekarang ini jiwaku
penuh dengan lumpur dan kotoran, tidak
sedetik pun aku bisa memejamkan mata tanpa
membayangkan Nona Sun di angan-tanganku.
Aku tidak akan berhasil menjadi gambarMu
yang baik, aku kotor dan lemah.... aku tidak
sanggup!" Tiba-tiba saja sebuah suara lembut dari
belakangnya masuk ke telinganya, "Siapa bilang
kau sanggup?" Liu Yok kaget dan memutar tubuhnya untuk
melihat ke belakang, dan kaget begitu melihat
ke belakangnya maka ia lebih kaget lagi.
Sebab yang berdiri di belakangnya adalah
sesosok tubuh yang persis Liu Yok, tampangnya,
perawakannya dan bahkan suaranya, kecuali
cacad kakinya, hampir-hampir Liu Yok mengira
Sekte Teratai Putih 19 37 bahwa di situ ada cermin, dan yang berdiri di
depannya sekarang adalah bayangan dirinya.
"Siapa kau?" tanya Liu Yok gelagapan,
mengusap air mata dan ingus bekas
menangisnya. Jawaban orang itu pun membingungkan,
"Aku adalah kau."
"Jangan main-main, sobat. Aku sedang
bingung dan berputus asa, kau malah
menambah kebingunganku dengan jawabanmu
yang tidak keruan itu."
Orang itu tertawa, lalu duduk di sebongkah
batu. Liu Yok memperhatikannya dan samarsamar matanya menangkap cahaya yang lembut
di tubuh orang itu, samar-samar juga
kelihatannya tubuh orang itu seperti tembus
pandang, sehingga benda-benda yang di
belakang orang itu bisa terlihat meskipun kabur
dan lemah. "Apakah kau hantu?" tanya Liu Yok tanpa
gentar, bahkan seandainya mendapat jawaban
positif. Sekte Teratai Putih 19 38 "Aku adalah kau. Keluar sebentar kan
boleh?" Liu Yok garuk-garuk kepala.
Sementara orang itu mengulurkan tangannya
dan berkata, "Aku bukan hantu, peganglah."
Liu Yok melangkah maju dan memegang
tangan ofang itu, terasa benar telapak tangan
manusia, bahkan panas. "Namamu?" tanya Liu Yok.
"Namaku ya Liu Yok." sahut orang itu,
"Tetapi supaya kau tidak bingung, sebut saja
aku Liu Yok yang Tidak Terbatas, sedang kau
adalah Liu Y ok Yang Terbatas."
Liu Yok "yang terbatas" pun mengambil
tempat duduk berhadapan dengan dengan
orang itu. Katanya, "Baiklah, kau sebut dirimu
apa saja dan kau sebut semaumu, aku tidak sudi
kau buat menjadi bingung. Aku tidak peduli."
Wajah berseri "Liu Yok yang tidak terbatas"
itu tiba-tiba sedikit murung wajahnya, dan
cahaya tubuhnya pun meredup. Katanya dengan
nada sedih, Jadi agaknya kau kurang mengenal
aku, padahal setiap hari kita bersama, bercakapSekte Teratai Putih 19
39 cakap, kadang-kadang aku menegurmu dan
kadang-kadang memujimu. Misalnya siang tadi,
aku berkata supaya kau mengajak bicara Nona
Sun agar tidak sakit hati, tetapi kau tidak
menggubris aku. Kau malah bilang bahwa gadis
itu seorang yang berwatak periang dan
sebentar juga kesedihannya hilang. Karena
kebandelanmu itulah maka Nona Sun sore ini
menjadi lemah jiwanya dan kembali menjadi
sasaran empuk dari serangan orang Pek-liankau."
Liu Yok terkejut. Siang tadi memang ia
merasa dalam hatinya ada yang berbicara,
menganjurkan agar ia mengajak bicara Sun Cukiok supaya tidak sakit hati, tetapi Liu Yok
membantahnya sendiri dengan menganggap
Sun Cu-kiok seorang periang yang dalam waktu
singkat akan pulih. Memang ada percakapan itu,
tetapi semuanya hanya berlangsung dalam hati,
bahkan Liu Yok ingat seingat-ingatnya bahwa ia
tidak mengatakan isi hatinya itu kepada siapa
pun. Tetapi "Liu Yok yang tidak terbatas" ini
telah menyebutkan percakapan dalam hatinya
Sekte Teratai Putih 19 40 dengan tepat. Jangan-jangan "Liu Yok yang tidak
terbatas" ini memang benar-benar manusia
sejatinya Liu Yok yang gemar keluyuran itu"


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak terasa Liu Yok memegang dadanya
seolah-olah ingin memeriksa, kalau "aku
sejatinya" sedang berada di hadapannya yang
berarti sedang di luar tubuh, apakah berarti
sekarang tubuhnya dalam keadaan kosong"
Mengerti pikiran Liu Yok "yang terbatas"
maka "Liu Yok yang tidak terbatas" itu pun
tertawa dan berkata, "Jangan kuatir. Aku tetap
berada di ruang terdalam dari dirimu, aku tidak
benar-benar meninggalkan tempat itu. Sebab
kalau aku meninggalkannya, bukankah kau
sekarang ini hanyalah sesosok mayat tanpa
kehidupan" Akulah yang menjadi hidupmu."
"Kalau kau mengaku tinggal di dalamku,
kenapa kau juga berdiri di depanku?"
"Memangnya aku ini terbatas seperti
wadagku" Bahkan sambil tetap tinggal di
dalammu, tanpa meninggalkannya seujung
rambut pun, aku sekaligus dan pada saat yang
sama juga bisa berada di segala tempat di
Sekte Teratai Putih 19 41 permukaan bumi, bahkan bisa juga bolak-balik
antara sorga dan neraka sehari sepuluh kali."
Liu Yok bingung, sementara "Liu Yok" yang
satunya berkata pula, "Tidak usah bingung,
biarkan pikiranmu mengikuti aku. Aku tidak
terbatas, sebab bukankah kita diciptakan
serupa dengan Pencipta kita?"
Liu Yok kaget mendengar kata "kita" itu.
"Kita" berarti diri Liu Yok dan "yang satunya"
itu. "Kita?" "Iya. Bukankah aku adalah kau?"
"Baiklah, sekali lagi aku tidak sudi menjadi
bingung. Sekarang katakan keperluanmu."
"Meralat kata-katamu yang tadi. Biasanya
kata-katamu berasal dari aku, tetapi katakatamu yang tadi tidak berasal dari aku. Katakata tadi berasal dari patung tanah liat yang
mewadahi aku, yang biasa disebut tubuh. Dia
tidak berhak mengeluarkan kata-kata yang
keliru yang akan mengarahkan seluruh tujuan
hidupmu. Bukankah dikatakan bahwa lidah itu
kemudi, dan kemudi itu bisa membahwa sampai
Sekte Teratai Putih 19 42 ke tujuan yang benar maupun membawa kapal
itu hancur menabrak batu?"
Kali ini pikiran sadar Liu Yok bisa ikut
berperanan. Dalam otaknya tiba-tiba saja
muncul kata-kata itu, seperti yang pernah
dibacanya. "Baik. Kata-kata mana yang mau kau ralat?"
"Kata-kata "aku tidak sanggup" tadi.'
"Yang benar yang mana" Apakah aku harus
bilang aku sanggup'?"
"Tidak.Terkutuklah kalau kau mengandalkan
dirimu sendiri." "Aku bilang tidak sanggup, kau anggap salah.
Aku mau bilang sanggup, juga kau anggap salah.
Lalu mana yang benar?"
"Kau tidak akan pulih menjadi serupa dengan
Yang Maha Kuasa oleh kesanggupan kita.
Sehebat apa pun kita melakukan serentetan
peraturan agama yang paling dahsyat, paling
suci dan paling gila-gilaan sekalipun. Karena itu,
kita tidak diharuskan untuk sanggup berbuat
demikian dengan kekuatan kita sendiri.
Segalanya bisa hanya oleh anugerah yang dari
Sekte Teratai Putih 19 43 atas, tidak ada peranan kita sedikit pun kecuali
mempercayai dan menerimanya."
Liu Yok termangu-mangu, "Itulah sebabnya
kata-kataku dan keluhanku tentang ketidaksanggupanku tadi keliru?"
Ya, karena Dia tidak menuntut kesanggupanmu. Dialah yang melimpahkan
kesanggupan-Nya sendiri, sehingga kita dapat
meiakukan yang lebih dahsyat kalau dibandingkan kesanggupan sendiri."
"Baiklah, terima kasih."
"Liu Yok yang satunya" itu menengadah ke
langit, mengucapkan beberapa patah kata yang
kurang jelas sampai ke kuping Liu Yok sehingga
Liu Yok bertanya, "Kaubilang apa?"
"Bersyukur. Biasanya aku melewati mulutmu." "Sobat sejak berdekatan dengan Nona Sun,
aku merasa pikiranku makin hari makin kotor
saja. Sering membayangkan yang bukan-bukan,
bahkan pernah terpikir selintas untuk
memperistrinya." Sekte Teratai Putih 19 44 "Liu Yok yang satunya" tertawa, "Aku tahu,
tetapi jangan biarkan dirimu didakwa terusterusan oleh perasaan bersalah. Keinginan
punya pasangan hidup itu bukanlah sesuatu
yang kotor, karena manusia memang diciptakan
lelaki dan perempuan untuk memenuhi
kehendak Sang Pencipta."
"Tetapi aku lalu sering membayangkan,...aku
dan dia...ah, kau tentu sudah tahu itu..."
. "Kalau itu memang salah. Berzinah dalam
hati sudah dianggap berzina, sebab manusia
yang sejati itu memang berada di dalam, bukan
yang kelihatan dari luar dan terikat berbagai
keterbatasan ini. Tetapi katakan kepada dirimu
sendiri, mulai sekarang angan-angan busuk itu
akan kita depak keluar. Jiwamu akan jadi
sebuah kota di atas gunung, berbenteng empat
persegi yang teguh, dengan Bukit Kudus di
tengah-tengahnya. Mulai sekarang."
"Terima kasih."
"Dan mulai sekarang, berjalanlah dengan
baik." "Tetapi kakiku memang sejak lahir sudah...."
Sekte Teratai Putih 19 45 "Kau orang terpilih."
"Liu Yok" itu pun menghilang begitu saja
seperti kabut. Tetapi Liu Yok tidak merasa
kehilangan, sebab ia tahu "ia" tetap bersamanya
dan setiap saat bisa diajaknya bercakap-cakap,
bahkan dalam mimpi sekalipun. Tanpa "Liu
Yok" tadi, Liu Yok cuma segumpal tanah liat
yang akan kembali ke asal menjadi tanah liat
kembali. Liu Yok berjalan menuruni lerengNamun sambil berjalan, tiba-tiba saja dalam
angan-angannya terbayang jelas seseorang lain
yang berlumuran darah dan terengah-engah
mendaki sebuah bukit gerbang berbatu-batu
tajam. Sambil memikul sepotong kayu besar,
orang itu berjalan terpincang-pincang, pincang
kaki kirinya persis Liu Yok, pakaiannya
berlumuran darah karena dicambuki orangorang yang mengiringinya.
Setiap kali cambuk itu terayun, kadangkadang menghantam punggung orang itu,
kadang-kadang kaki, membuat orang itu rebah
tersungkur dan tertindih kayu yang Sekte Teratai Putih 19 46 dipanggulnya, hati Liu Yok rasanya seperti ikut
dicambuk. Setiap cambukan ke arah kaki
pincang orang itu seperti cambukan ke kaki Liu
Yok sendiri, rasanya kakinya panas seperti kena
api. Tetapi panas itu melembut dan menghangat
seperti darah. Gambaran itu tiba-tiba menghilang begitu
saja. Liu Yok kembali sendirian melangkah
turun dari lereng bukit itu. Menuju kembali ke
arah api unggun tempat Sebun Beng dan Wan
Lui menunggu. Waktu itu, Sebun Beng, Wan Lui dan Sun Cukiok sedang bercakap-cakap di dekat api
unggun. Atau lebih tepat Sebun Beng dan Wan
Luilah yang lebih banyak berbicara, berusaha
membesarkan hati Sun Cu-kiok supaya gadis itu
tidak merasa rendah diri.
Ketika itulah mereka mendengar suara
langkah yang semakin dekat. Mereka bertiga
langsung berhenti berbicara dan bersiaga,
mengingat peristiwa-peristiwa yang mereka
alami selama beberapa malam berturut-turut.
Meskipun mereka tidak segera berlompatan
Sekte Teratai Putih 19 47 bangun dan pasang kuda-kuda, namun dalam
posisi duduk mereka yang segitiga itu mereka
dapat juga mengawasi punggung atau sebelah
belakang dari teman-teman mereka. Mereka
sudah berpengalaman, bagaimana musuh bisa
muncul dari tanah, bahkan sebatang pohon bisa
berubah jadi manusia dan menyerang.
Namun yang muncul adalah Liu Yok. Mulamula Sebun Beng bertiga hanya sekedar
menghembuskan napas lega, namun kemudian
mereka heran melihat Liu Yok kali ini
mengalami sedikit perubahan. Langkahnya yang
lurus. Ya, tidak pincang lagi.
Liu Yok melangkah mendekati api unggun
sambil tersenyum dan menyapa, "Maaf, aku
telah membuat bingung Paman, Jenderal Wan
dan Nona Sun." Tetapi Sebun Beng bertiga malah berdiri
dengan waspada, menatap penuh kecurigaan
jangan-jangan Liu Yok yang sedahg mendekat
ini adalah "Liu Yok jadi-jadian" hasil karya
orang-orang Pek-lian-kau atau orang-orang
Sekte Teratai Putih 19 48 Ninja" Sebab kalau Liu Yok yang sejati, kenapa
jalannya tidak pincang"
Liu Yok sendiri tertegun dan berhenti
melangkah melihat sikap ketiga teman
seperjalanan itu, "Eh, Paman Sebun, kenapa?"
Bukannya menjawab, Sebun Beng malahan
balik bertanya, "Sobat, siapa kau?" Tentu saja
Liu Yok jadi terheran-heran. "Aku Liu Yok,
apakah Paman tidak mengenali aku lagi?"
"Hem, wajahmu, perawakanmu dan pakaianmu memang berhasil memalsukan
keponakanku itu. Tetapi agaknya kau bekerja
kurang cermat dalam penyamaranmu, Sobat.
Keponakanku itu punya cacad di kakinya dan
jalannya tidak selurus jalanmu."
Yang datang itu memang Liu Yok yang sejati.
Selama ia berjalan turun dari atas lereng bukit,
memang ia berjalan sambil berangan-angan
tentang apa yang dialaminya tadi, bertemu
dengan "dirinya yang di dalam" dan bahkan
dalam keadaan setengah gaib setengah nyata, ia
seolah-olah berpapasan dengan seorang yang
sedang naik ke atas bukit sambil menggotong
Sekte Teratai Putih 19 49 kayu besar sendirian sambil dicambuki, orang
itu pincang pula seperti dirinya dan kakinya
yang pincang itu sering dicambuk sehingga
roboh. Hanya itu, namun Liu Yok tidak sempat
memperhatikan kakinya sendiri, dan sekarang
tiba-tiba dari mulut Pamannyalah dia
mendengar kalau jalannya sudah baik, alias
kakinya tidak cacad lagi!
Dengan kaget Liu Yok memperhatikan
kakinya sendiri, lalu berjalan baik-baik belasan
langkah. Dan ketika menjumpai kenyataan
serba ajaib itu, Liu Yok tak sanggup lagi
menahan air matanya. Masih sambil melangkah
bolak-balik, ia menengadah ke langit yang
kelam, membisikkan ucapan syukur yang keluar
dari bagian dirinya yang terdalam.
"Kakiku....kakiku....sembuh,Paman..."desisnya
terbata-bata, dengan muka hampir seluruhnya
basah air mata. Tetapi Sebun Beng dan lain-lainnya belum
percaya sepenuhnya, terlalu tidak masuk akal
apa yang dikatakan Liu Yok itu. Mana bisa tadi
saja masih cacad, cacad sejak kecil, dalam
Sekte Teratai Putih 19 50

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa jam saja bisa sempurna itu" Tetapi
suara Liu Yok yang penuh keharuan itu
kedengarannya sangat sulit dibuat-buat, bahkan
getaran perasaan yang meluap itu menimbulkan
sentuhan-sentuhan lembut di dalam hati Sebun
Beng bertiga. Untuk beberapa saat Sebun Beng
bertiga terombang-ambing antara pendapat
otak mereka yang tidak mau percaya dan
perasaan yang larut dalam keharuan dan ingin
percaya. "Paman, aku benar-benar Liu Yok....
percayalah...." kata Liu Yok pula.
Sun Cu-kioklah yang lebih dulu "runtuh"
katanya, "Paman Sebun, rasanya, dia memang
Saudara Liu, meskipun....meskipun...."
"Meskipun apa?"
"Meskipun barangkali.... ya barangkali saja....
bukankah Saudara Liu yang kita kenal sebelum
ini...." walaupun ragu-ragu Sun Cu-kiok
menyelesaikan juga jawabannya, kemudian
minta dukungan dari Wan Lui, "Jenderal Wan,
ingatkah pengalaman kita ketika berjumpa
dengan Saudara Liu, ketika Saudara Liu waktu
Sekte Teratai Putih 19 51 itu menolong Tiong-hwe Tojin, Imam Pek-liankau yang bertobat itu?"
Bukan saja Sebun Beng yang teringat, Wan
Lui juga. Kejadian itu terlalu aneh dan tidak
dimengerti akal. Namun itulah Liu Yok. Seluruh
hidupnya diselubungi hal-hal yang tidak
dimengerti orang lain, bahkan seringkali juga
tidak dimengerti Liu Yok sendiri.
Sementara itu Liu Yok dengan tergagapgagap bahkan kadang-kadang diselingi isak
tangis harunya, menceritakan apa yang terjadi
atas dirinya. Sesuatu yang terlalu tidak masuk
akal buat ketiga pendengarnya, toh perasaan
mereka yang terdalam akhirnya dapat juga
mempercayainya, biarpun otak mereka harus
dengan susah payah mengikuti penjelasan itu.
Otak benar-benar seperti seekor siput yang
dipaksa berjalan mengikuti seekor kuda balap
nomor wahid. Tak terasa Sun Cu-kiok mengusap air di
sudut-sudut matanya. Tiba-tiba saja juga
muncul rasa turut berbahagia dari lubuk
hatinya. Sekte Teratai Putih 19 52 Sebun Beng dan Wan Lui pun tidak dapat
bertahan lagi dengan otak mereka yang mereka
sadari takkan mampu menangkap semua
kenyataan di alam semesta yang sangat pelik
ini. Bahkan mengenali "bagian dalam" dari diri
sendiri saja masih sulit, banyak pendapat orang
yang simpang-siur, dan agaknya untuk
mencapai pengenalan itu harus dengan
mengalaminya sendiri. Begitulah, akhirnya
mereka pun menerima kehadiran "Liu Yok
Baru" dengan sukacita.
Sebun Beng dalam luapan rasa bahagianya,
diam-diam berpikir, Inilah kejutan yang akan
aku berikan kepada Sebun Giok adikku. Entah
bagaimana gembiranya nanti dia."
Namun kegembiraan itu jadi sedikit ternoda
kalau teringat keponakannya yang satu lagi,
Auyang Hou, yang saat itu malah sudah menjadi
pengikut Pek-lian-kau dan belajar ilmu-ilmu
iblis Pek-lian-kau. Untunglah Sebun Beng tidak
mau larut dalam pemikiran bercorak menyerah
atau takluk kepada keadaan itu, dan buru-buru
dihiburnya dirinya sendiri, "Aku harus jadi
Sekte Teratai Putih 19 53 pemenang karena memang sudah ditetapkan
oleh Penciptaku sebagai pemenang."
Mereka pun bercakap-cakap dengan gembira, Liu Yoklah yang paling banyak
berbicara. Ternyata Sebun Beng agak mudah
mengikuti penjelasan-penjelasan Liu Yok,
meskipun penjelasan-penjelasan itu buat orang
lain begitu luar biasa. Agaknya karena pikiran
Sebun Beng sudah agak menyesuaikan dengan
pikiran Liu Yok karena buku yang mereka baca
adalah buku yang sama. Sedang Wan Lui yang
meminjamkan bukunya kepada mertuanya,
bahkan juga pernah menganjurkan mertuanya
untuk belajar dengan cara membaca buku
sambil mengamati gerak-gerik Liu Yok, kini
malahan merasa ketinggalan jauh. Diam-diam
Wan Lul menanam tekad, di kemudian hari akan
menyediakan lebih banyak waktu untuk
menyelidiki hal-hal batiniah, setelah sekian
tahun dia hanya sibuk dengan hal-hal lahiriah
saja dan terlalu mengandalkan otaknya.
Yang paling susah mengikuti penjelasan Liu
Yok tentu saja adalah Sun Cu-kiok. Toh gadis itu
Sekte Teratai Putih 19 54 mendengarkannya dengan serius, meski lebih
banyak tidak mengertinya. Namun dalam diri
Sun Cu-kiok pun timbul minat untuk "belajar
aneh-aneh" seperti Liu Yok.
Kemudian berkatalah Sebun Beng, "Yah,
agaknya kita semua harus sadar bahwa otak
kita tidak menyediakan semua jawaban. Orang
yang menuntutnya bahwa segala-galanya harus
bisa dijelaskan dengan akal, adalah orang yang
bersikap paling tidak masuk akal, sesungguhnya." Wan Lui yang sudah agak terbiasa
mengagungkan otaknya, sekarang mau tidak
mau juga mengangguk-angguk, dan mengulangi
kata-kata Sebun Beng itu untuk ditekankan
kepada dirinya sendiri. "Ya, orang yang bersikap
menuntut bahwa segala-galanya harus bisa
dijelaskan dengan akal, adalah orang yang
paling tidak berakal. Dan aku hampir-hampir
menjadi orang seperti itu setelah cukup lama
bergaul dengan orang-orang di istana."
Sekte Teratai Putih 19 55 Kata-kata Wan Lui itu diucapkan dengan
lirih, namun yang lain-lainnya bisa ikut
mendengarnya. Beberapa saat suasana menjadi sunyi,
sampai Liu Yok kemudian dengan agak
tergagap-gagap berkata, "Aku ingin berbicara
empat mata dengan Nona Sun..."
Kecurigaan Sebun Beng dan Wan Lui bangkit
kembali, ada apa di balik keinginan itu" Janganjangan ini Liu Yok gadungan yang sedang
berusaha mencari kesempatan untuk menculik
Sun Cu-kiok ketika sendirian saja"
"Buat apa harus empat mata segala"
"Aku adalah Pamanmu, dan Wan Lui ini
adalah suami saudaramu, jadi terhitung
keluarga sendiri." Beberapa saat L,u Yok kelihatannya berpikirpikir, nampak serba salah sebentar, kemudian
berkata pula. "Baiklah. Tidak ada salahnya
Paman Sebun dan Jenderal Wan ikut
mendengarkan. Pertama, aku minta maaf
apabila ada sikapku yang menyakiti hati Nona
Sun... Kedua..." Sekte Teratai Putih 19 56 Kalau "pertama"nya cukup lancar, maka
"kedua"nya justru diselingi dengan geragapan
sekian lama. Tetapi "berbunyi" juga, "Yang
kedua... yang kedua... aku minta maaf
sebelumnya kalau tidak berkenan kepada Nona
Sun..." Hati Sun Cu-kiok berdebar-debar menunggu
kelanjutan kata-kata itu.
Liu Yok menggaruk-garuk kakinya dengan
sikap canggung, mengumpulkan ketabahannya,
dan akhirnya keluar juga maksud hatinya
meskipun sambil menundukkan wajah, "Aku....
ingin Nona Sun.... menjadi isteriku, kalau mau...."
Lamaran yang sangat mendadak dan
langsung dan tanpa basa-basi itu mengejutkan
semua orang, terutama Sun Cu-kiok yang baru
saja mengalami guncangan jiwa. Hatinya
melonjak, namun bibirnya terkatup terkunci,
wajahnya merah padam dan kelihatan berlipat
cantiknya. Beberapa saat suasana sunyi, karena Sun Cukiok lama tidak menjawab, sedangkan Sebun
Beng dan Wan Lui tidak mau ikut campur dalam
Sekte Teratai Putih 19 57 pengambilan keputusan yang sangat pribadi
dan sangat penting itu. Begitu sunyi sehingga
suara jengkerik terdengar amat jelas.
Liu Yoklah yang menjadi gelisah sendiri.
Biasanya ia begitu yakin menghadapi macammacam persoalan yang bagi orang lain terasa
mustahil, namun kali ini Liu Yok rupanya sadar
bahwa ia tidak sedang menghadapi sekedar
kekuatan alam atau hewan-hewan atau bahkan
kekuatan setan-setan, tetapi menghadapi
manusia, mahluk ciptaan yang paling rumit
kadang-kadang bahkan tidak dikenal oleh
manusia itu sendiri. Setelah sekian lama tidak mendapat jawaban
Sun Cu-kiok, Liu Yok jadi gelisah sendiri,
kepercayaan dirinya luntur, rasa rendah diri
yang tidak pernah muncul tiba-tiba sekarang
menyelubungi dirinya. Setelah menarik napas,
dia pun kemudian berkata perlahan, "Barangkali permintaanku terlalu berlebihan,
terlalu tidak tahu diri. Baiklah, aku batalkan saja
kata-kataku tadi, supaya..."
Sekte Teratai Putih 19 58 Sun Cu-kiok terkejut dan tidak dapat lagi
menahan isi hatinya, "Tidak!"
Itulah jawabnya. Kata "tidaknya" bukan
untuk lamaran Liu Yok tadi, melainkan untuk
"pembatalan" Liu Yok tadi. Berarti Sun Cu-kiok
menerima lamaran tadi. Itulah sebabnya sehabis mengucapkan
"tidak" wajah Sun Cu-kiok jadi semakin merah
dan wajahnya semakin tunduk.
Wan Lui berdehem dan berkata, "Nah, sudah
beres kan?" Sebun Beng pun ikut tertawa perlahan,
namun hatinya merasa bahagia bukan kepalang.
Selama ini Sebun Beng sudah mendapat
kebahagiaan buat keluarganya sendiri, namun
selalu masih berpri-hatin kalau ingat Sebun
Giok adik tirinya yang dirundung kemalangan
terus-menerus. Sekarang Sebun Beng merasa
berbahagia karena adik perempuannya itu akan
berbahagia pula. Bukan saja Liu Yok sembuh
kakinya, tapi kalau tidak ada rintangan, akan
menjadi menantu Gubernur Ho-lam juga.
Sekte Teratai Putih 19 59 "Kalian pasti akan berbahagia." desis Sebun
Beng terharu. Malam itu akan jadi malam tak terlupakan
buat Liu Yok dan Sun Cu-kiok. Perjalanan di
pegunungan yang penuh kesulitan dan kadangkadang dihadang maut itu, sekarang juga terasa
indah buat kedua sejoli yang baru itu. Mereka
duduk berseberangan api unggun, tetapi tidak
berani saling memandang karena merasa malu.
Kalau ingin menanyakan apa-apa, maka purapura mereka bertanya kepada Sebun Beng atau
Wan Lui. Tengah malam tiba-tiba di lereng pegunungan itu terdengar sebuah suitan orang
dari jauh, menggema memantul di lereng-lereng
pegunungan yang menghitam. Suitan itu
panjang dan melengking naik, kedengarannya
seperti sebuah isyarat. Wajah Wan Lui menjadi sungguh-sungguh,
desisnya, "Itu orangku, mungkin yang sudah
lebih duiu tiba di kota Kim-teng di depan kita.
Mereka memang sudah aku beritahu ketika di


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekte Teratai Putih 19 60 Hong-yang, agar kalau mencari aku di
pegunungan ini." Lalu Wan Lui pun berdiri, memasukkan dua
jari ke mulutnya, dan sekejap kemudian
berkumandanglah suitannya sebagai jawaban
dari isyarat anak buahnya itu. Tidak lama
setelah Wan Lui bersuit, sesosok bayangan
jangkung seperti tiang bambu, melangkah cepat
mendekati api unggun itu.
* * * Bulan di langit hampir purnama. Dua malam
lagi, rembulan akan bulat sempurna, dan itulah
saatnya orang-orang Pek-lian-kau melakukan
upacara tahunannya yang mengerikan. Yaitu
menyembelih seorang manusia di hadapan
patungnya Kaisar Hong-bu alias Cu Goan-ciang,
pendiri dinasti Beng. Dan orang yang
dikorbankan itu haruslah seorang manusia yang
ada sangkut-pautnya dengan anjing-anjing
Manchu". Untuk tahun ini, korban yang
Sekte Teratai Putih 19 61 disiapkan ialah seorang gadis, Nona Sun Peklian, puteri Gubernur Ho-lam. Orang-orang Peklian-kau percaya bahwa upacara semacam itu
akan menyenangkan hati para roh-roh yang
mereka sebut "panglima langit" dan "serdadu
langit" yang akan membantu perjuangan
mereka untuk menumbangkan pemerintahan
Man-chu. Sebagian percaya benar-benar,
sebagian lagi hanya sekedar mengikuti upacara
itu untuk melampiaskan kebencian mereka
terhadap pemerintahan Manchu. Sebagian lagi
malahan sudah tidak percaya apa-apa lagi.
Mereka yang masih sanggup berpikir malahan
merasa heran, tahun demi tahun mereka
menyembelih manusia, kok perjuangan Peklian-kau begitu-begitu saja" Tanpa kemajuan
apa-apa, malah semakin banyak musuhnya.
Baik musuh-musuh dari dalam maupun dari
luar. Tetapi golongan ini tidak berani bersuara,
takut disihir sehingga menjadi gila atau
bagaimana, dan dalam hal ini mereka percaya
bahwa atasan-atasan mereka bisa melakukannya. Sekte Teratai Putih 19 62 Puncak Mega atau Puncak In-hong, salah satu
dari puncak-puncak Pegunungan Kiu-liong-san,
yang direncanakan akan menjadi tempat
upacara tahunan itu, sudah disiapkah jauh-jauh
hari sebelumnya. Ratusan orang pengikut Peklian-kau sudah berjaga-jaga di tempat itu.
Pengikut Pek-lian-kau Sekte utara terbagi dua
golongan besar, yaitu yang tergolong "jemaat"
biasa, yaitu orang-orang yang sekedar
mengikuti ajaran-ajaran Pek-lian-kau dalam
perilaku sehari-hari. Kemudian golongan kedua
yang lebih sedikit jumlahnya namun oleh
Pemerintah Man-chu dianggap lebih berbahaya,
adalah orang-orang yang menjadi kekuatan inti
Pek-lian-kau, orang-orang yang siap bertempur
senantiasa dan bahkan mengorbankan jiwa.
Orang-orang yang terga- . bung dalam jaringan
kegiatan inilah yang diuber terus oleh orangorang pemerintahan. Anggota-anggota Pek-liankau Utara. Golongan terakhir ini mempunyai
pangkat-pangkat sesuai dengan tugasnya,
seperti Cau-shia ("sandal jerami") alias kurir
pembawa berita, "Kan-ma" ("Penggiring kuda")
Sekte Teratai Putih 19 63 alias orang-orang yang bertugas merekrut
anggota-anggota jaringan yang baru dari
lingkungan "jemaat" yang kelihatannya bersungguh-sungguh, Hong-kun ("pentung
merah" ) alias pemegang keuangan, Tiat-pang
("palang besi") yang bertugas menghukum para
anggota jaringan yang berkhianat ataupun
mengawasi anggota-anggota jaringan yang
dicurigai sebagai penyusup-penyusup dari luar,
ada lagi Wan-heng ("saudara malam") yang
tugasnya menteror atau menyabot pihak lain,
seperti menculik, melakukan pembunuhan
gelap dan sebagai-nya, dan ada lagi Liong-tau
("Kepala naga") alias kepala cabang di wilayah
tertentu, biasanya setiap seorang Liong-tau
membawahi beberapa belas anggota aktif yang
terdiri dari bermacam-macam tugas seperti
"sandal jerami" dan seba-gainya tadi.
Bersambung jilid XX Sekte Teratai Putih 19 64 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 16/06/2018 19:20 PM
Sekte Teratai Putih 19 65 Sekte Teratai Putih 20 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1991 Sekte Teratai Putih 20 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XX *** D AN yang berkumpul saat itu di puncak Inhong dan sekitarnya adalah orang-orang
yang giat dalam jaringan bawah-tanah yang
aktif menentang pemerintah Manchu. "Jemaat"
biasa bahkan banyak yang tidak tahu kalau di
Puncak In-hong akan diselenggarakan upacara
"suci" itu. Tugas "jemaat", seperti biasa,
hanyalah mengumpulkan dana untuk pimpinanpimpinan mereka, dan mereka tidak boleh tahu
untuk apa saja penggunakan uang itu.
Namun para pimpinan Pek-lian-kau sendiri
agaknya sadar, bahwa musuh mereka nomor
satu, yaitu agen-agen pemerintah Manchu yang
sering mereka caci sebagai "anjing-anjing
Manchu" itu sudah mencium kegiatan mereka.
Sekte Teratai Putih 20 2 Karena itulah penjagaan di sekitar Puncak Inhong cukup ketat. Orang-orang yang datang dan
pergi, tanpa mengetahui isyarat-isyarat rahasia
tertentu dan tahu cara-cara gaib, jangan harap
bisa melewati penjagaan-penjagaan di sekitar
Puncak In-hong. Untungnya, puncak itu sendiri
cukup terjal, sehingga apabila terjadi serangan
masal sekalipun dari pihak kerajaan akan
gampang dibendung. Orang-orang Pek-lian-kau
Utara yang berkumpul di situ sama-sama
meyakini hal itu. Belum lagi "benteng gaib" yang
terpasang di sekitar situ.
Satu hari, pernah seorang yang dicurigai
mencoba menyusup masuk. Pihak Pek-liun-kati
mengetahuinya namun membiarkan saja orang
itu melewati daerah yang sudah dimanterai dan
dipasangi berbagai perangkap gaib. Dan
penyusup itu pun gagal mencapai puncak, ia
kembali ke kota Kim-teng dan menjadi gila.
Setiap hari berlari-lari telanjang bulat di tengahtengah pasar, padahal sebelumnya dia adalah
seorang perwira dari pasukan sandi yang
diperkirakan punya masa depan cemerlang.
Sekte Teratai Putih 20 3 Dan sesuai dengan namanya, Puncak In-hong
alias Puncak Mega adalah tempat yang
senantiasa diliputi kabut, siang maupun malam.
Makin ke atas, kabutnya makin tebal.
Malam itu, terlihat beberapa orang mendaki
jalan ke puncak yang terjal, sempit dan
berkabut tebal itu. Udara bukan main
dinginnya, seolah-olah ada jarum-jarum tajam
yang menusuki segenap permukaan kulit.
"Teman-teman dimohon berhenti!" tiba-tiba
terdengar bentakan. Ternyata rombongan yang
datang itu melewati sebuah pos penjagaan yang
dijaga sebelas orang berseragam baju hitam
dengan lukisan teratai putih di dada sebelah
kiri. Mereka adalah seorang Liong-tau (kepala
naga) dan sepuluh anggota terpilih lainnya.
Mereka tetap saja menghentikan rombongan
yang datang itu, meskipun rombongan yang
datang itu juga memakai baju seragam Pek-liankau.
Liong-tau yang memimpin pos penjagaan
pun bertanya, "Tolong temap-teman sebutkan
isyarat rahasia. Tanpa isyarat itu, kalian tidak
Sekte Teratai Putih 20 4 boleh lewat, biarpun baju kalian sama dengan
baju kami." Pimpinan rombongan yang baru datang itu
bukannya mengucapkan isyarat rahasia,
malahan memberi hormat dengan gaya khas
Pek-iian-kau, sambil berkata, "Maaf, Saudarasaudara dari Utara, kami harus berterus terang
bahwa kami tidak mengetahui isyarat rahasia
itu, sebab kami berasal dari Lam-ong (Sekte
Selatan). Kami datang hanya untuk menghadiri
upacara suci itu, sekedar mempererat tali
persaudaraan antara Utara dan Selatan yang
selama ini mengendor."
Begitu mendengar bahwa rombongan yang
datang itu adalah orang-orang dari Sekte
Selatan, kontan wajah Si Liong-tau pimpinan
penjaga jadi kurang senang. Agak susah di
dalam perasaan untuk melupakan pertikaian
dengan pihak Pek-lian-kau Selatan, sebabnya
selama bertahun-tahun kedua sekte segolongan
itu sudah saling menjauh dan saling mengejek.
Orang-orang Utara menuduh orang-orang
Selatan sudah lupa akan tujuan perjuangan
Sekte Teratai Putih 20 5 karena terlalu sibuk mengumpulkan uang,
namun sebenarnya pihak Utara diam-diam iri
juga melihat pihak Selatan berkembang pesat,
banyak uangnya, dan kabarnya bahkan sudah
berhasil memiliki simpanan ribuan pucuk
senjata api sehingga kekuatannya sangat hebat.
Tetapi dengan kekuatannya yang hebat itu,
pihak selatan tidak pernah mau membantu
pihak Utara dalam operasi-operasinya. Itulah
yang membuat pihak Utara n?erasa tidak
senang terhadap pihak selatan.
Si Liong-tau itu membalas penghormatan
khas Pek-iian-kau itu dengan gaya resmi namun
jauh dari akrab. Bahkan suaranya pun dingin,
"Hem, benar-benar tidak aku duga kalau Tuantuan dari Selatan ini masih juga mengingat
Saudara-saudaranya yang miskin dan stika tahayul di utara ini. Tetapi maaf, kalian tidak bisa
lewat lebih dulu tanpa ijin dari pimpinan kami.
Silakan Tuan-tuan tunggu sebentar, kami akan
melaporkan lebih dulu kepada Cong-cu (Ketua
Sekte)." Sekte Teratai Putih 20 6 Memang sudah lama Pek-lian-kau tidak
punya kau-cu (Kepala Agama) gara-gara
golongan Utara maupun Selatan tidak mau
saling mengalah, maka yang ada hanyalah Congcu alias Kepala Sekte, satu di utara dan satu di
selatan. Masing-masing berjalan dengan
kebijaksanaanya sendiri-sendiri tanpa memperduli kan yang lainnya. Sindiran "miskin
dan suka tahayul" adalah juga ejekan yang,
sering dilontarkan golongan Lam-cong kepada
Pak-cong. Orang-orang Selatan yang datang ke Puncak
In-hong itu jumlahnya sekitar dua puluh orang,
sedangkan orang-orang Utara yang berjaga
hanya sekitar sepuluh orang. Tetapi orangorang pihak Selatan tidak berdni main terjang
begitu saja. Mereka sadar, sekali isyarat
dibunyikan oleh penjaga-penjaga itu, orangorang utara yang bertebaran di sekitar puncak
itu akan bersiaga semuanya, dan sulitlah
melawan mereka. Maka rombongan itu pun
menahan diri. Sekte Teratai Putih 20 7 "Baiklah, silakan Saudara-saudara melapor
kepada Cong-cu Mo Hwe. Sampai kan juga
salam kami dari Selatan untuk Cong- cu."
Si Liong-tau menyuruh seorang anak
buahnya untuk melapor ke atas. Tetapi belum
lagi orang yang disuruhnya itu beranjak, tibatiba dari dalam kabut terdengarlah sebuah


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara. "Tidak usah dimintakan ijin! Biar saja
Saudara-saudara dari selatan ini hadir, sebab
mereka memang Saudara-saudara kita!"
Liong-tau itu terkejut dan menoleh.
Kelihatan sesosok tubuh melangkah keluar dari
kabut pegunungan, sesosok tubuh jangkung dan
kurus, kulit mukanya pucat seperti kulit mayat,
sehingga di bawah cahaya rembulan nampak
begitu mengerikan. Di belakangnya melangkah
seorang pemuda yang bercaping dan bermantel,
tangannya menjinjing pedang dalam sarungnya.
Dan ada lagi beberapa orang yang
mengikutinya. Liong-tau yang mengepalai penjagaan di
tempat itu pun kaget ketika mengenal bahwa
yang membatalkan perintahnya itu adalah Nyo Sekte Teratai Putih 20
8 Jiok yang berjulukan Hui-heng-si (Si Mayat
Terbang) dan dalam Pek-lian-kau utara
berkedudukan sebagai Ji-cong-cu (Ketua
Kedua). Liong-tau yang memimpin penjagaan di
tempat itu pun cepat-cepat memberi hormat
diikuti orang-orangnya, "Salam hormat kami
untuk Ji-cong-cu!" Rombongan dari Pek-lian-kau Selatan pun
memberi salam, "Salam kami untuk Ji-cong-cu
Nyo Jiok yang termasyhur."
Nyo Jiok hanya mengangguk kecil untuk
membalas salam orang-orang itu. Kemudian
katanya bernada memerintah tanpa bisa
dibantah kepada para penjaga dari pihak Peklian-kau Utara, "Biarlah Saudara-saudara dari
Lam-cong ini naik ke atas! Mereka adalah
teman-teman seperjuangan kita juga!"
Liong-tau itu penasaran, gerutunya dalam
hati, "Ya, Saudara-saudara seperjuangan yang
terlalu sibuk mengurusi kepentingan diri
sendiri, dan membiarkan kami dari Pek-lian-kau
Sekte Teratai Putih 20 9 Utara berjuang sendirian melawan pemerintah
Manchu dengan pengorbanan besar."
Tetapi kata-kata yang sudah keluar dari
mulutnya pun lain, "Harap Ji-cong-cu ketahui,
bahwa perintah untuk memeriksa setiap orang
yang lewat sini adalah perintah Toa-cong-cu
sendiri. Tidak peduli terhadap anggota-anggota
kita sendiri, sebab Toa-cong-cu menguatirkan
penyusupan dari...."
"Biar Saudara-saudara dari Lam-cong ini
naik sampai ke puncak, mereka harus disambut
semestinya sebagai Saudara-saudara yang
datang dari jauh. Kesudian mereka hadir di sini
patut kita hargai, bukan kita curigai."
"Tetapi.... tetapi.... perintah Toa-cong-cu...."
"Aku yang bertanggung-jawab!"
Liong-tau yang bertugas menjaga di. tempat
itu bernama To Sian-tong, dikenal seorang yang
sangat setia kepada ketua Mo Hwe. Menghadapi
sikap keras Nyo Jiok, dia bercuriga. Dia sudah
mendengar kabar burung tentang niat Nyo Jiok
untuk memberontak dan merebut jabatan Congcu, bahkan ada kabar lain bahwa kalau Nyo Jiok
Sekte Teratai Putih 20 10 berhasil memimpin Pek-lian-kau Utara, maka
Pek-lian-kau Utara dan Selatan akan disatukan
dengan pimpinan tertinggi dipegang orang
Selatan. Meskipun mencurigai Nyo Jiok, To Siantong tidak berani membantah terang-terangan.
Nyo Jiok masih tetap seorang Ji-cong-cu yang
belum dipecat dan bahkan masih diperkenankan hadir dalam upacara di Puncak
In-hong itu. Mo Hwe masih mencoba mengatasi
perpecahan agar tidak merambat sampai ke
bawah mereka. Selain masih takut kepada
kedudukan Nyo Jiok, To Sian-tong juga takut
kepada Nyo Jiok ini dikenal "murah" dalam
mengobral hukuman yang mengerikan terhadap
bawahan. Karena itulah daripada kena bencana, To
Sian-tong akhirnya mengalah, "Baiklah. Silakan
Tuan-tuan dari Lam-cong ini berjalan terus!"
Meskipun memberi jalan, toh sikapnya
dingin sekali, ia tidak menyembunyikan
kebenciannya terhadap orang-orang Lam-cong
itu. Cuma kebencian terhadap Nyo Jiok tidak
berani diperlihatkannya terang-terangan*
Sekte Teratai Putih 20 11 Namun To Sian-tong juga tidak mau
menanggung kemarahan Mo Hwe karena sudah
melanggar pesannya. Maka begitu rombongan
dari Lam-cong itu berlalu, menuju ke Puncak Inhong dengan dipandu oleh Nyo Jiok, maka To
Sian-tong pun menyuruh seorang anak buahnya
untuk melapor apa yang terjadi di pos
penjagaan itu. Bahkan kata-kata yang harus
disampaikan juga disusunkan oleh To Sian-tong,
tujuannya sudah bukan lagi sekedar melaporkan apa. adanya, melainkan mengadu
dan membakar-bakar hati Mo Hwe.
"Nah, pergilah. Tetapi lewat jalan yang
berlainan dengan rombongan Ji-cong-cu tadi,"
perintah To Sian-tong. Orang-orang Pek-lian-kau yang disuruh itu
pun segera bergerak menghilang ke dalam
kabut malam di pegunungan. Ia berpangkat
"Tiat-pang" alias "palang besi" alias algojo
untuk membersihkan orang dalam yang
dicurigai sebagai mata-mata musuh. Dalam
tugasnya sebagai algojo, tentu saja dia berbekal
kemampuan tempur maupun ilmu gaib yang
Sekte Teratai Putih 20 12 tangguh. Bertahun-tahun ia menjadi bawahan
To Sian-tong yang terpercaya, namanya Un
Peng. Namun selagi ia melangkah bergegas di
lereng pegunungan yang sepi, tiba-tiba sesosok
bayangan berdiri dalam kabut menghadangnya.
Biarpun penghadang itu hanya nampak seperti
bayangan hitam dan tidak memperkenalkan
nama, tetapi Un Peng dapat mengenali
sosoknya. Pakai caping dan mantel.
Darah Un Peng serasa berdesir, nalurinya
mengatakan bahwa Auyang Hou menghadangnya bukan untuk beramah-tamah.
Pemuda berwajah dingin yang dikenal sebagai
murid baru Nyo Jiok itu dikenal juga sebagai
"algojo pribadi"nya Nyo Jiok yang menakutkan.
Namun Un Peng tidak gentar, betapapun
menakutkannya kabar tentang Auyang Hou, Un
Peng sendiri bukan jagoan sembarangan.
Karena itulah ia segera menetapkan hati sambil
mundur selangkah, bersiaga.
"Saudara Auyang, ada keperluan apa
menemuiku di sini?" tanyanya, sambil
Sekte Teratai Putih 20 13 tangannya diam-diam mulai meraba tangkai
cambuknya yang dibelitkan di pinggangnya.
Ternyata Auyang Hou terlalu memandang
remeh lawannya, sehingga jawabannya pun
tanpa tedeng aling-aling, "Aku diperintahkan
oleh suhu Nyo Jiok untuk membunuhmu, agar
tidak bisa mengadu kepada Si Serigala jadijadian itu."
Hati Un Peng berdesir. Makin yakinlah ia
akan desas-desus selama ini tentang niat Nyo
Jiok untuk memberontak dan menduduki
jabatan Cong-cu. Caranya Auyang Hou
menyebut Mo Hwe saja sudah demikian tidak
sopan, padahal saat itu Mo Hwe masih ketua
yang resmi. Kata Un Peng dingin, "Auyang Hou, lagakmu
sedemikian garang, tetapi sebetulnya kamu ini
hanyalah wayang boneka belaka di tangan Nyo
Jiok. Tetapi kali ini kau takkan berhasil."
Belum selesai kata-kata Un Peng, Auyang
Hou telah melangkah maju dengan cepat sambil
menghunus pedangnya. Langsung pedangnya
gemerlap di bawah cahaya rembulan hampir
Sekte Teratai Putih 20 14 purnama, menikam langsung ke jantung Un
Peng. Un Peng juga sudah siap. Sama cepatnya
dengan gerakan Auyang Hou, ia melejit ke
samping bersamaan dengan gerak cambuknya
yang sudah terurai dari menyerang dengan
dahsyat. Cambuk itu panjangnya hampir dua
meter, seluruh bagian cambuknya berhiaskan
duri-duri besi kecuali tangkainya tentu saja.
Cambuknya itu segera menderu menyambar ke
arah leher Auyang Hou. Itulah salah satu jurus
andalan Un Peng, dari permainan cambuknya
yang disebut Soh-au-joan-pian-hoat (Ilmu
Cambuk Pencekik Leher). Lawan yang kena
jurus itu, biasanya bukan cuma tulang lehernya
karena terjerat dan ditarik dengan keras, tapi
kulit lehernya juga akan robek-robek kena duriduri besi di cambuknya. Dengan langsung
menggunakan jurus itu, artinya Un Peng juga
tidak sungkan-sungkan membunuh Auyang
Hou. Dengan begitu, kedua orang itu sudah tidak
sungkan-sungkan lagi. Sekte Teratai Putih 20 15 Auyang Hou menunduk, sehingga capingnyalah yang tersambar terbang oleh
cambuk Un Peng. Namun hal itu membuat
Auyang Hou tidak kaget maupun mundur
ataupun tertahan gerakannya, ia benar-benar
sudah seperti boneka hidup yang tidak punya
perasaan sama sekali. Kalau ia "diisi" dengan
perintah membunuh, maka yang ada dalam
pikiran, perasaan dan kehendak Auyang Hou
hanyalah kata "membunuh" itulah. Tidak ada
yang lain, bahkan kepribadiannya sendiri juga
tak berdaya. Karena itulah tanpa mempedulikan kepalanya yang hampir kena cambuk, Auyang
Hou terus menyeruduk. Sambil menunduk, kali
ini dia mengejarkan ujung pedangnya ke perut
Un Peng. Un Peng agak terkejut juga melihat cara
bertempur yang nekad itu. Namun Un Peng
sendiri bernyali baja, juga seorang tokoh
golongan hitam yang kejam, la melompat
menjauhi lawannya dan cambuknya kembali
"berkibar" masih dengan sasaran ke arah leher.
Sekte Teratai Putih 20 16 Kali ini kena, dan cepat-cepat Un Peng
menarik untuk mengeratkan jeratan cambuknya. Biasanya akan disusul dengan
gemretak lirih tulang leher lawan yang patah
terkulai, yang getarannya akan terasa ke telapak
tangan Un Peng yang memegang cambuk.
Tetapi kali ini adalah perkecualian. Auyang
Hou hanya tersentak sempoyong-an sedikit oleh
cambuk yang menjerat lehernya itu, bahkan
cambuk itu tiba-tiba terlepas sendiri karena
kulit leher Auyang Hou seolah-olah berubah
menjadi keras, licin dan berminyak. Bahkan
Auyang Hou telah menerjang kembali dengan
ganas. Ketika Un Peng harus bergulingan
menghindari sabetan dan tikaman yang bertubitubi dari Auyang Hou, ia sempat melihat kulit
leher Auyang Hou tetap mulus di bawah
siraman cahaya rembulan yang hampir
purnama. Sebagai anggota Pek-lian-kau, gudangnya
ilmu-ilmu gaib, Un Peng tidak heran lagi
menghadapi hal itu.

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena itu ia Sekte Teratai Putih 20 17 menggulingkan tubuh sejauh-jauhnya untuk
mencari kesempatan yang agak longgar, lalu
melompat berdiri. Kali ini ia memegangi
cambuk berdurinya dengan dua tangan. Tangan
kanan memegang tangkainya, tangan kiri
memegang ujungnya, lalu ia berkomat-kamit
membaca kemudian meludahi ujung cambuknya. Sambil menyeringai, ia memutar-mutar
kembali cambuknya dan berkata, "Kalau kali ini
cambukku tidak merobek-robek kulitmu,
Auyang Hou, aku malu jadi laki-laki. Akan aku
potong burungku dan selanjutnya berpakaian
perempuan saja." Sementara itu Auyang Hou terus menerjang
dengan ganas. Un Peng berlompatan menghindar karena cambuk yang lemas itu
tidak dapat untuk menangkis pedang. Maka
serangan dibalas serangan pula, sehingga
dahsyatlah pertarungan itu. Cambuk Un Peng
meledak-ledak menggetarkan udara malam di
Pegunungan Kui-liong-san itu.
Sekte Teratai Putih 20 18 Agaknya Auyang Hou masih bisa berpikir
juga, meskipun pikirannya sudah dikuasai oleh
Nyo Jiok, ia masih bisa memikir bahwa kalau
suara cambuk Un Peng itu didengar oleh
penjaga-penjaga yang lain yang bertebaran di
lereng pegunungan itu, tentu penjaga-penjaga
itu akan berdatangan menyaksikan perkelahian
itu, dan mungkin akan bertanya-tanya, dan
mungkin juga akan mengakibatkan sesuatu
yang tidak menguntungkan bagi-nya. Karena
pikiran itulah Auyang Hou, berusaha
menghabisi lawannya secepat cepatnya
sebelum ada orang berdatangai ke situ.
Pedang Auyang Hou pun menyambar
nyambar semakin hebat. Setelah sekian lama
"diisi" oleh Nyo Jiok dengan ilmu sesatnya,
tandang Auyang Hou sekarang jauh lebih garang
dari ketika berhadapan dengan orang-orang
Tiong-gi Piau-hang dulu. Gerakannya seperti
ngawur dan tanpa perhitungan, namun seolah
ada kekuatan tak terlihat yang mengarahkan
pedangnya sehingga selalu menuju ke
sasarannya dengan dahsyat. Begitu juga
Sekte Teratai Putih 20 19 pertahanannya tidak rapi dan banyak terbuka,
namun ada semacam perlindungan gaib yang
membuat cambuk berduri Un Peng sulit
mengenainya. Hanya saja, kali ini lawannya adalah Un Peng
yang juga berkawan dengan setan-setan. Ketika
ia mempergencar manteranya, gerakan cambuknya pun semakin hebat, seperti puluhan
ekor ular yang yang memenuhi udara sekitar
Dan bagaimanapun juga, Un Peng memang
lebih matang dalam pengalaman dan latihan,
berbeda dengan Auyang Hou yang hebatnya
adalah hebat karbitan Nyo Jiok. Karena itulah
ketika pertempuran meningkat, dan gerakan
keduanya semakin cepat, cambuk berdurinya
Un Peng semakin mendapat peluang-peluang
untuk mengenai Auyang Hou. Cambuk yang juga
sudah dimanterai itu pelan-pelan dapat
mengacaukan "pertahanan gaib" Auyang Hou.
Begitulah, tanpa disadari oleh kedua orang
itu, mereka sebenarnya sudah menjadi bonekaboneka wayang dari kekuatan-kekuatan gaib
yang saling bertarung dengan mempergunakan
Sekte Teratai Putih 20 20 mereka sebagai alatnya. Kekuatan-kekuatan
gaib yang sama jahatnya. Sementara Auyang
Hou dan Un Peng semakin kehilangan kehendak
mereka sendiri. Auyang Hou yang oleh Nyo Jiok sudah
"disetel" untuk membunuh itu pun terus
menerjang membabi-buta sambil membabatbabatkan pedangnya, memburu Un Peng yang
berlincahan dalam kabut. Sampai suatu saat
Auyang Hou mendesis kaget karena ujung
cambuk Un Peng berhasil menyabet pundaknya
dan merobek pakaian sekaligus kulitnya.
Sisa pikiran Auyang Hou diguncang rasa
kaget karena "pertahanan gaib"nya ternyata
dapat ditembus. Sedang Un Peng tertawa mengejek, "Wah,
syukurlah, agaknya aku tidak perlu potong
burung dan jadi perempuan."
Kemudian mereka bertempur kembali, kali
ini keseimbangannya sudah agak berubah,
Auyang Houlah yang banyak terdesak. Dalam
ketrampilan main senjata secara "normal"
maupun secara gaib, ia ternyata memang masih
Sekte Teratai Putih 20 21 kalah matang dengan tokoh kawakan Pek-liankau seperti Un Peng yang berkedudukan
sebagai "palang besi" alias algojo, suatu
kedudukan yang cukup tinggi.
Suatu saat, serangan cambuk Un Peng
membadai dahsyat, sampai akhirnya berhasil
merenggut lepas pedang di tangan Auyang Hou.
Disusul sebuah sapuan kaki yang membuat
Auyang Hou rebah terkapar, menyusul cambuk
Un Peng meledak untuk mengakhiri hidup
Auyang Hou, sambil berkata, "Kau sudah
berusaha membunuhku tadi, sekarang aku pun
tidak bersalah kalau berusaha membunuhmu!"
Tetapi sesosok bayangan melompat datang,
seolah keluar dari kabut, sesosok, bayangan
tinggi besar dengan tangkas menarik tubuh
Auyang Hou sehingga luput dari cambukan
pamungkas Un Peng yang biasanya mengarah
ke leher itu. Cambukan Un Peng hanya menghantam
tanah. Sementara sosok bayangan itu telah
memondong Auyang Hou sambil berkata dengSekte Teratai Putih 20
22 Suatu saat, serangan cambuk Un Peng membadai
dahsyat, sampai akhirnya berhasil merenggut
lepas pedang di tangan Auyang Hou
Sekte Teratai Putih 20 23 an suaranya yang berat namun lembut,
"Kasihanilah keponakanku, sobat."
Un Peng terkejut. Maklum, tempat itu
termasuk dalam penjagaan lapisan dalan dari
pihak Pek-lian-kau, penuh dipasang) perangkap
gaib yang bisa membuat orang tersesat atau gila
atau tanpa sadar melangkah ke dalam jurang
yang kelihatan seolah-olah tanah datar. Yang
berjaga bukan cuma anggota-anggota Pek-Iiankau biasa, melainkan juga para "prajurit langit"
dan bahkan "perwira langit". Dari mana orang
ini tiba-tiba saja bisa menyelonong dengan enak
sampai ke tempat itu tanpa diketahui
penjaganya" "Siapa kau?" tanya Un Peng.
"Aku Pamannya anak muda yang bernama
Auyang Hou ini. Namaku Sebun Beng."
Nama Sebun Beng ibarat mercusuar di
Propinsi Ho-lam, orang-orang di tempat yang
jauh pun sudah mendengarnya, maka Un Peng
juga kaget mendengarnya. Kaget, karena Sebun
Beng dikenal sebagai tokoh aliran putih, tidak
pernah terdengar kabar bahwa Sebun Beng
Sekte Teratai Putih 20 24 mengerti ilmu gaib, bagaimana mungkin
sekarang bisa menerobos penjagaan Pek-Iiankau sedalam itu?"
"Tuan.... Tuan adalah Sebun Beng Thai-hiap
yang tersohor itu?" Un Peng berusaha bersikap
sopan, mengingat kemasyhuran orang di
hadapannya itu. Sebun Beng tertawa, "Memang akulah Sebun
Beng, tetapi tidak usah ditambah-tambahi
dengan 'thai-hiap' serta 'yang tersohor' segala.
Kemasyhuran manusia seperti setangkai
kembang yang segar di pagi harinya dan layu di
sore harinya, dan lenyap tanpa bekas di esok
harinya." Un Peng tidak terlalu menggubris nasehat
itu, sebab pikirannya masih diliputi keheranan
bagaimana Sebun Dong bisa sampai ke situ.
Tanyanya, "Tuan So bun, ada maksud apa Tuan
datang kemari?" "Untuk mengambil keponakanku ini."
"Jadi Auyang Hou ini keponakan Tuan?"
"Betul." Sekte Teratai Putih 20 25 "Kalau begitu Tuan berada di pihak Huiheng-si Nyo Jiok yang tidak setia kepada
pimpinan itu?" "Maaf, sobat, maukah kau menjelaskan
kenapa kau menghubung-hubungkan aku
dengan Nyo Jiok?" "Keponakanmu adalah algojo pembunuhnya
Nyo Jiok. Bahkan algojo yang sangat patuh.
Mungkin seandainya disuruh membunuh
Ibunya sendiri pun akan dipatuhinya tanpa
pikir panjang." Sebun Beng menjadi murung wajahnya
ketika mendengar penjelasan Un Pcng itu. la
menoleh kepada Anyang Hou di sebelahnya,
sambil bertanya, Benarkah itu, Nak?"
Waktu itu, tangan Auyang Hou sedang
dipegangi oleh tangan Pamannya, dan Auyang
Hou berusaha melepaskan tangannya namun
gagal karena pegangan tangan Pamannya
sangat kuat. Bahkan ketika Auyang Hou sudah
membaca beberapa mantera ajaran Nyo Jiok,
tetap saja ia gagal melepaskan diri.
Sekte Teratai Putih 20 26 Kini ia membalas tatapan Pamannya,, dan
Pamannya terkejut melihat sorot mata Auyang
Hou yang ganas berkilat-kilat, ada pribadi lain
yang memandang Sebun Beng dari balik
pandangan mata Auyang Hou itu. Dan suara
yang keluar dari mulut Auyang Hou pun
ternyata bukan suara Auyang Hou yang dikenal
oleh Sebun Beng selama ini, "Tua-bangka, kau
menyakiti keponakanmu sendiri."
Sebun Beng begitu terkejut sehingga hampir
melepaskan pegangannya. Ada rasa gentar
sedikit muncul dalam hatinya, tetapi dari suatu
tempat yang lebit dalam lagi dari hatinya,
muncul aliran keberanian yang membuat Sebun
Beng menjawab, "Aku lebih tua dari
keponakanku. Aku Pamannya, dan aku berhak
menghajarmu kalau kau menyeleweng dalam
hidupmu." "Kau tidak berhak menghukumku!"
"Berhak. Sebab kau keponakanku."
"Aku bukan keponakanmu!"
"Lalu siapa?" Sekte Teratai Putih 20 27 "Aku berusia ribuan tahun lebih tua
daripadamu. Kau tidak akan mampu menyiksaku!" Sebun Beng yang sudah pernah mengalami
beberapa keanehan itu, sekarang tidak kaget
lagi. Ia langsung sadar, bahwa ia tidak sedang
berhadapan dengan keponakannya, meskipun
jasad yang dipegangi tangannya itu jelas-jelas
adalah jasad Auyang Hou. Sahut Sebun Beng, "Aku diberi wewenang
untuk menyiksamu, dan akan benar-benar
menyiksamu kalau kamu tidak meninggalkan
keponakanku." "Auyang Hout" tertawa seram, "Ka membual.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan apa kau akan menyiksaku, sedangkan
kau melihatku pun tidak?"
"Dengan keyakinan di hatiku, keluar lewat
lidahku. Sebab lidahku adalah pedang, lidahku
adalah api, lidahku adalah gudang senjata."
Pribadi yang menatap dengan "meminjam"
mata Auyarig Hou itu pun memancarkan
kegusaran meluap, tetapi hanya sedetik. Tubuh
Auyang Hou tiba-tiba menjadi lemas seperti
Sekte Teratai Putih 20 28 karung kehilangan isinya, sehingga Sebun Beng
buru-buru memapahnya. Beberapa saat Sebun
Beng mengguncang-guncang tubuh Auyang Hou
sambil memanggil-manggil dengan cemas, "AHou! A-Hou!"
Mata Auyang Hou pun terbuka perlahan, dan
kali ini Sebun Beng tidak lagi merasa asing
dengan sorot mata itu, juga dengan suaranya
yang lirih, "Paman.... Pamankah itu?"
"Ya, ya, aku Pamanmu, untuk mengambilmu."
rasa haru yang menggelegak di dada Sebun
Beng menghasilkan aliran hangat jiwani yang
mengalir melalui lengannya ke dalam diri
Auyang Hou. benar aku Pamanmu, A-Hou. Kau
tidur bermimpi." "Aku baru bermimpi buruk panjang sekali,
Paman." "Aku mengerti, aku mengerti, sekarang tidak
lagi. Kakakmu merindukanmu.
Sebun Beng lalu membangunkan Auyang Hou
pelan-pelan. Saat itu Un Peng sebenarnyapun kesempatan
untuk menyerang, tetapi entah kenapa ia tidak
Sekte Teratai Putih 20 29 melakukannya. Serasa ada yang menahannya.
Entah yang menahan gerakannya itu rasa genta
terhadap Sebun Beng yang telah berhasi
menyusup sampai ke tempat itu tanpa di
ketahui penjaga-penjaga yang gaib mau pun
yang tidak gaib, entahlah pula karena sungkan
melihat sikap Sebun Beng yang sama sekali
tidak bermusuhan Bahkan ketika bercakapcakap dengar Auyang Hou, Sebun Beng bersikap
tidak berprasangka sedikit pun terhadap Un
Peng, membuat hati Un Peng tersentuh juga.
Sudah cukup banyak bilangan tahunnya, hatinya
tidak dikenai sentuhan-sentuhan lembut seperti
itu. Bahkan secara aneh timbul keinginan Un
Peng untuk membantu Sebun Beng. Katanya,
"Didik baik-baik keponakan Tuan itu. Jangan
sampai diculik oleh Nyo Jiok kembali."
"Terima kasih. Aku memang akan membawanya pulang dan mengajarinya hal-hal
yang baik." "Omong-omong, tadi Tuan Sebun datang
kemari dengan cara apa?"
Sekte Teratai Putih 20 30 Yang oleh Un Peng dimaksudkan dalam
pertanyaan "dengan cara apa" itu adalah
dengan cara gaib apa Sebun Beng datang ke
dekat Puncak In-hong yang sudah dikurung oleh
perangkap gaib di mana-mana itu.
Tak terduga Sebun Beng menjawab ! dengan
jawaban yang sedikit pun tidak berbau gaib.
"Dengan berjalan kaki, tentu saja. Di lereng
seterjal ini, mana bisa datang berkuda?"
Un Peng menggaruk-garuk tengkuknya, lalu
mencoba jalan lain, "Tuan dating lewat mana?"
"Lewat lereng selatan.
"Yang banyak monyet-monyet liarnya itu?"
"Ya." "Tuan tidak menemui apa-apa?"
"Ya cuma ketemu monyet-monyet dan
pohon-pohon. Apalagi?"
Un Peng merasa heran. Lereng selatan itu
licin dan berbahaya, karena itu penjagaannya
tidak diserahkan kepada anggota-anggota Peklian-kau, melainkan dibentengi dengan cara
gaib. Selain monyet-monyet liarnya dimanterai
agar menjadi buas dan menyerang siapa saja
Sekte Teratai Putih 20 31 yang datang tanpa membawa jimat Pek-liankau, juga pepohonannya digantungi berbagai
jimat yang bisa menyesatkan pandangan atau
bahkan membuat gila orang yang mencoba
menerobos melewatinya. Tetapi kini didengarnya Sebun Beng menjawab begitu
enak, "Ya cuma monyet-monyet dan pohonpohon. Apa lagi?"
''Tuan tidak bertemu.... yang anehSebun Beng mulai mengerti arah pertanyaan
bn Peng, karena itu Sebun Beng pun menjawab,
"Ya memang ada. Monyet-monyet itu bersikap
begitu bermusuhan kepadaku, tetapi tidak
mendekatiku. Mereka hanya memandang dari
jauh." "Dan ketika Tuan.... melewati pepohonan
itu?" "Ya tidak apa-apa. Memangnya pepohonan
bisa apa?" "Tidak bertemu misalnya orang-orang
berpakaian prajurit jaman kuno?"
Sebun Beng yang sedikit-sedikit mulai
memahami kepercayaan orang-orang Pek-lianSekte Teratai Putih 20
32 kau tentang "tentara langit" itu pun tertawa,
sahutnya, "Maksudmu Tentara Langit" Tidak,
aku tidak bertemu mereka. Memangnya mereka
ada di sana?" Sudah tentu Un Peng sebagai orang Pek-liankau merasa malu untuk mengakui bahwa
barisan Thian-peng yang dipasang di bagian itu
ternyata menjadi compang-camping ketika
dilewati Sebun Beng Namun ia penasaran
bahwa perisai gaib yang dipasang itu tidak
berguna, timbul niat jahatnya.
Katanya ramah, untuk menutupi maksud
jahatnya, "Kalau Tuan Sebun hendak mendidik
keponakan Tuan, baiklah, aku pun akan
menghabiskan permusuhan sampai di sini saja,
meskipun tadi Auyang Hou sudah berusaha
membunuhku. Tetapi aku maklum bahwa dia
sedang berada di bawah pengaruh jahat Nyo
Jiok." Sebun Beng mengangguk, "Terima kasih buat
kelapangan hatimu, sobat. Dan untuk
kebaikanmu itu, aku hanya bisa membalasmu
Sekte Teratai Putih 20 33 dengan sebuah nasehat, mudah-mudahan kau
mau mendengarnya." "Nasehat apa?" tanya Un Peng kurang
berminat. "Kau pun di bawah pengaruh jahat, meski
kau tidak merasakannya benar-benar. Kembalilah ke jalan yang benar, suatu saat kau
akan menyesal kalau tidak menuruti nasehatku
ini." Ada suara lembut di dasar hati Un Peng yang
membenarkan kata-kata Sebun Beng itu. Namun
suara yang lembut itu segera dibungkam oleh
keangkuhan Un Peng. Sahutnya dingin, "Terima
kasih buat nasehatmu. Selamat jalan. Tuan
Sebun." " Sebun Beng menarik napas, dia mengangguk
hormat satu kali lalu melangkah pergi sambil
memanggul tubuh Auyang Hou yang dalam
keadaan sadar namun lemah, sehingga tidak
bisa berjalan sendiri. Sementara Un Peng mulai melancarkan
maksud jahatnya, "Tunggu sebentar, Tuan
Sebun." Sekte Teratai Putih 20 34 "Ada apa lagi?"
"Mengingat Tuan menggendong seseorang,
tentu kurang leluasa kalau melewati lereng
selatan yang terjal dan licin. Bagaimana kalau
bergeser sedikit ke kanan, melewati lereng
barat-daya yang tanahnya agak landai" Usulku
ini demi kebaikanmu sendiri, Tuan Sebun."
Sebenarnya Un Peng tersinggung karena
Puncak In-hong yang dijaga ketat oleh pihaknya
itu diselonongi seenaknya oleh Sebun Beng,
maka dia bermaksud menunjukkan kepada
Sebun Beng akan lihainya ilmu-ilmu gaib Peklian-kau. Maka sengaja ia mengusulkan arah
barat-daya supaya Sebun Beng "mencicipinya.
Memang jalanan di tempat itu lebih landai,
namun tempat itu dijaga oleh lima bersaudara
anggota Pek-lian-kau dari Kam-siok yang
dijuluki Ngo-kui-scng (Lima Bintang Setan).
Lima tokoh yang mahir dalam ilmu silat dan
ilmu gaib, dan mereka mahir menyusun formasi
Ngo-heng Kim-se-tin (Formasi Pasir Emas dan
Lima Unsur) yang konon adalah sebuah formasi
rahasia di jaman Cun-ciu, warisan "para dewa".
Sekte Teratai Putih 20 35 Mendengar usul Un Peng itu, betapa pun
Sebun Beng sedang belajar tidak berprasangka
kepada sesama manusia menurut kitab yang
sedang dibacanya, namun prasangkanya timbul
juga. Perasaannya tidak enak, curiga janganjangan ia sedang dijerumuskan ke jalan yang
keliru" Ia termangu-mangu sejenak.
Namun Sebun Beng mengusir kecurigaannya
sendiri dengan tekad dalam hati, "Aku harus
belajar membersihkan diriku, terutama
pikiranku, yang sudah turun-temurun diracuni
prasangka. Kalau pun ada perangkap di sana,
pastilah aku dilindungi Yang Maha Kuasa."
Dengan keyakinan semacam itulah Sebun
Beng lalu melangkah memanggul Auyang Hou
menuju ke arah barat-daya, sesuai dengan
"nasehat" Un Peng. Sebelumnya ia mengucapkan terima kasih kepada Un Peng.
Diam-diam Un Peng merasa agak kasihan
juga akan "ketololan" orang ini, namun
bagaimanapun juga Sebun Beng adalah musuh
Pek-lian-kau. Sebun Beng sudah menjadi
Sekte Teratai Putih 20 36 mertua Wan Lui, yang pernah menimbulkan
kerusakan besar di pihak Pek-lian-kau.
Sementara itu, Un Peng melanjutkan
langkahnya untuk melapor kepada ketuanya
tentang ulah Nyo Jiok yang membawa masuk
orang-orang Lam-cong (Sekte Selatan) ke
Puncak In-hong yang sedang .menjadi "tempat
suci" Pek-lian-kau Utara untuk malam-malam
itu. Beberapa kali Un Peng berpapasan dengan
penjaga, namun penjaga-penjaga itu pun
membiarkan lewat karena mengenal Un Peng
sebagai salah seorang komandan jaga pos
terdepan. Di Puncak In-hong ada sebuah tanah datar, di
sekelilingnya dibangun rumah-rumah kayu
untuk tempat tinggal para pimpinan. Di tengahtengah lapangan kecil itu sudah didirikan
patung-patung tokoh-tokoh pendiri dinasti
Beng yang dipuja. Meskipun upacara
pengorbanan manusia baru akan dilangsungkan
setelah bulan menjadi purnama penuh, namun
malam-malam sebelumnya pun sudah, digelar
sajian komplit di altar di depan patung-patung
Sekte Teratai Putih 20 37 itu. Patung yang paling tengah adalah patung
Kaisar Hong-bu alias Cu Goan-ciang pendiri
dinasti Beng (Beng-thai-cou) yang dalam
sejarahnya memangg seorang anggota Pek-liankau. Patungnya diapit patung-patung tokohtokoh kebangkitan dinasti Beng lainnya seperti
Ji Tat, Siang Gi-jun, bahkan juga patung Han San
tong dan Han Lim-ji ikut membantu pergerakan
dulu. Maka ratusan langkah dari tempat itu
sudah tercium semerbak bau dupa
yang dibakar, menimbulkan suasana magis. Dan
dalam beberapa hari itu memang orang-orang
Pek-lian-kau sudah menerima pesan-pesan dari
"dunia sana" lewat beberapa orang yang
kesurupan. Tiba dipuncak In-Hong, Un Peng langsung


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menuju ke sebuah bangunan kayu yang paling
besar, dan langsung mengetuk pintunya. Dari
dalam bangunan, terdengar orang-orang
bercakap-cakap. Ketika pintu diketuk, suara percakapan di
dalam pun terhenti, dan ada suara orang
bertanya dari dalam, "Siapa di luar?"
Sekte Teratai Putih 20 38 Un Peng mengenali suara ketua sektenya
sendiri, Kim-mo-long (Serigala Berbulu Emas)
Mo Hwe. Lalu Un Peng pun menjawab, "Saya
Tiat-peng Un Peng dari Ki-siang, hendak
melapor!" _ . "Masuk! Pintu tidak dipalang dari dalam!"
Un Peng pun mendorong pintu, dan nelihat di
ruangan dalam ada orang-orang sedang duduk
mengelilingi meja, di atas meja ada lilinnya yang
menyala. Yang duduk di kepala meja adalah Mo
Hwe sendiri, yang lain-lainnya adalah tokohtokoh Pek-lian-kau utara yang semuanya
dikenal oleh Un Peng. Rata-rata berpangkat
paling rendah Tiat-pang, atau Kan-ma, atau
Hong-kun, jumlahnya ada lima orang semuanya.
Dan semuanya berwajah tegang.
Ketika Un Peng melangkah masuk, dia pun
disambut dengan pandang mata. tegang
sehingga Un Peng jadi ikut-ikutan gugup.
Cepat-cepat Un Peng menenangkal hatinya,
lalu membungkuk hormat kepada Mo Hwe,
"Lapor Cung-cu. Baru saja tempat kita ini
Sekte Teratai Putih 20 39 didatangi serombongar orang yang mengaku
dari Lam-cong." "Di mana mereka sekarang?"
"Mereka datang ke pos penjagaan saya dari
arah timur. Sesuai dengan perintah Cong-cu
saya, tidak mengijinkan mereka lewat kecuali
kalau sudah diijinkan Cong-cu. Tetapi datanglah
Ji-cong-cu Nyo Jiok."
Begitulah, sesuai dengan yang dipesankan
oleh To Sian-tong, kepala regu jaganya, Un Peng
tidak sekedar melapor namun sengaja
membakar hati Mo. Saat itu memang hati Mo
Hwe sedang membara karena datangnya
laporan berturut-turut malam itu, yang
semuanya bukanlah hal baik, sehingga laporan
Un Peng itu seperti minyak yang disiramkan ke
dalam api. Sebelum Un Peng datang melapor,
Mo Hwe sudah lebih dulu mendapat laporan
tentang beberapa tingkah laku Nyo Jiok yang
seolah-olah sengaja menantang kepemimpinan
Mo Hwe dengan melakukan beberapa hal yang
tidak sesuai dengan peraturan yang digariskan.
Yang membuat Mo Hwe makin gusar ialah
Sekte Teratai Putih 20 40 ketika mengetahui bahwa kesetiaan beberapa
orang tokoh Pek-lian-kau Utara terhadapnya
juga mulai diragukan, agaknya tokoh-tokoh itu
sudah kena jerat pengaruh Nyo Jiok. Dan
mereka tidak dapat ditumpas begitu saja, sebab
jumlahnya hampir berimbang dengan jumlah
pengikut-pengikut Mo Hwe. Kini dengan
masuknya orang-orang Lam-cong ke Puncak Inhong itu, perimbangan kekuatan bisa berubah
kalau orang-orang Lam-cone itu mendukung
Nyo Jiok. Karena gelisahnya, Mo Hwe tidak tahan
untuk tetap duduk. Ia bangkit dari kursinya dan
berjalan mondar-mandir dengan wajah berkerut dalam. Ketika itulah tiba-tiba udara malam
digetarkan oleh suara kaok burung gagak di
angkasa. Makin lama makin dekat, dan bahkan
kemudian berhenti di depan ! bangunan itu.
Sebelum pintu diketuk, orang-orang di dalam
sudah mengetahui siapa yang datang itu.
Tentunya Sam-cong-cu (Ketua Ketiga) Mao Pin
yang berjulukan Hek-wa-koai (Siluman Gagak
Sekte Teratai Putih 20 41 Hitam) dan punya ilmu mengubah diri menjadi
burung gagak raksasa. Dulu kedudukan Mao Pin
adalah Su-cong-cu (Ketua Keempat) di bawah
Pek-coa-sin (Malaikat Ular Putih) Oh Diang.
Tetapi karena Oh Diang tewas di Lok-yang, Mao
Pin lalu naik menjadi Sam-cong-cu menggantikan Oh Diang. "Mudah-mudahan kali ini berita baiklah yang
aku dengar kali ini...." desis Mo Hwe seperti
orang berdoa, "masa sejak siang tadi cuma
berita menjengkelkan saja yang aku terima?"
Sementara pintu telah didorong dari luar,
dan yang muncul memang Mao Pin dengan
tampangnya yang lain daripada yang lain itu.
tubuhnya bungkuk, telapak kakinya lebar dan
tidak bersepatu mirip cakar burung raksasa,
wajahnya tidak kelihatan karena tertutup
rambut kecuali hidungnya yang amat besar dari
menonjol dari sela-sela rambutnya, dubahnya
yang hitam itu berbau apek menusuk hidung,
entah sudah berapa lama tidak dicuci.
Sekte Teratai Putih 20 42 Ia memberi hormat kepada Mo Hwe dan
berkata, "Kak, ada baiknya penjagaan di sebelah
timur dan utara ditengok kembali."
"Kenapa?" "Nampaknya ada musuh dalam selimut yang
sengaja melemahkan pertahanan disisi itu.
Termasuk pertahanan gaibnya."
Mo Hwe mengertakkan giginya. Harapannya
untuk mendengar berita yang tidak menjengkelkan ternyata tidak terkabul juga.
Masih saja berita yang menjengkelkan yang
masuk ke kupingnya. Dan Mo Hwe hampirhampir dapat memastikan siapa biang-keladi di
belakang semua pengacauan itu.
Rupanya laporan Mao Pin masih ada
tambahan lagi, "Selain itu, aku melihat di hutanhutan di bawah gunung juga banyak orangorang yang mencurigakan. Tampaknya mereka
anjing-anjing Manchu yang menyamar sebagai
pemburu, pencari kayu dan sebagainya. Cuma,
kemunculan mereka dalam jumlah banyak
membuat kita patut curiga dan waspada."
Sekte Teratai Putih 20 43 Ia memberi hormat kepada Mo Hwe dan berkata,
"Kak, ada baiknya penjagaan di sebelah timur
dan utara ditengok kembali."
Sekte Teratai Putih 20 44 "Adik Mao, pimpin beberapa regu untuk
memperkuat kembali penjagaan di tempat itu.
Perbaiki perangkap-perangkap gaib yang
mungkin sudah dirusak. Ini pasti ulah si keparat
Nyo Jiok itu!" Beberapa lama Mo Hwe menyembunyikan
pertengkarannya dengan Nyo Jiok, agar jangan
merembet kepada anak buah. Namun sekarang
ia tidak dapat lagi menahan kata-katanya, ia
merasa tidak ada gunanya lagi ditutup-tutupi
soal pemberontakan Nyo Jiok. Nyo Jiok sendiri
sudah sering menunjukkan sikap menantang
yang terang-terangan. Mao Pin lalu meninggalkan tempat itu
dengan mengajak beberapa orang yang setia
kepada Mo Hwe, untuk melaksanakan perintah
itu. Termasuk di antaranya adalah beberapa
Liong-tau dan beberapa Tiat-pang.
Setelah Mao Pin pergi, Mo Hwe juga
mengajak sisa orang-orangnya untuk mendatangi barak kediaman Nyo Jiok di lereng
selatan. Tekad Mo Hwe sudah bulat, malam itu
juga akan menindak Nyo Jiok sebelum ulah Nyo
Sekte Teratai Putih 20 45 Jiok menjadi semakin merepotkan dan tidak
tertangulangi lagi nantinya.
Di Puncak In-hong dan sekitarnya memang
telah didirikan barak-barak perumahan yang
digunakan tempat berteduh orang-orang Peklian-kau sampai saatnya upacara nanti. Nyo Jiok
dan sekelompok pengikut yang berhasil
dipengaruhinya berkemah di lereng selatan.
Ketika Mo Hwe dan orang-orangnya tiba di
tempat itu, mereka melihat tempat itu dijaga
ketat oleh pengikut-pengikut Nyo Jiok. Dengan
langkah lebar Mo Hwe mendekati penjagpenjaga itu dan bertanya dengan gusar, "Mana
Nyo Jiok?" Penjaga itu memberi hormat kepada Mo
Hwe, namun kentara kalau hormatnya tidak
sungguh-sungguh. Sahutnya, "Harap Cong-cu
ketahui, bahwa Ji-cong-cu sedang tidak enak
badan dan tidak ingin bertemu dengan siapasiapa..."
Kegusaran Mo Hwe bertambah, "Tidak enak
badan" Bagus benar. Tidak enak badan tetapi
bisa keluyuran sampai ke pos-pos penjagaan di
Sekte Teratai Putih 20 46 pinggang gunung dan mengundang tamu-tamu
tak diundang masuk ke puncak ini."
Penjaga itu agak gentar juga menghadapi
kemarahan Mo Hwe, biarpun ia sudah
dipengaruhi dan sudah mengambil keputusan
untuk memihak kepada Nyo Jiok apa pun
akibatnya. Ia mundur selangkah dan berkata,
"Cong-cu jangan salah paham. Orang-orang
yang datang .itu adalah Saudara-saudara kita
sendiri dari Lam-cong."
"Diam! Katakan kepada Nyo Jiok bahwa aku
datang, dan suruh ia keluar ' menyambut
ketuanya!" Ketika itu, beberapa pengikut Nyo Jiok sudah
berkumpul di belakang penjaga itu, begitu pula
pengikut-pengikut Mo Hwe sudah bersiap-siap
di belakang Mo Hwe, kalau perlu akan bertindak
dengan kekerasan. Melihat sedemikian parah dan terbukanya
perpecahan di kalangan Pek-lian-kau utara
sendiri, Mo Hwe merasa bahwa selama ini ia
telalu lengah, sampai tidak diketahuinya kalau
dalam tubuh organisasi yang dipimpin terjadi
Sekte Teratai Putih 20 47 keretakan sehebat itu. Keretakan itu tentunya
tidak terjadi dalam sehari dua hari saja,
melainkan benih-benihnya pastilah sudah ada
jauh sebelumnya, hanya kurang diperhatikan
sehingga merebak menjadi demikian parah. Kini
Mo Hwe membulatkan tekad untuk menumpas
semua penentang apa pun akibatnya, agar ia
dapat kembali menggenggam Pek-lian-kau
utara kuat-kuat di tangannya.
Menghadapi pengikut-pengikut Nyo Jiok
yang seolah menghalangi jalan itu, Mo Hwe
dengan tegas berkata, "Aku masih ketua yang
sah sekarang, dan aku memerintahkan kalian
untuk minggir.!" Pengikut-pengikut Nyo Jiok itu tidak minggir,
melainkan hanya mundur selangkah dan agak
mengambil jarak satu sama lain, kelihatannya
enggan mematuhi perintah Mo Hwe, malahan
bersiap-siap untuk melawan. Kata pemimpin
mereka, "Maaf, kami harus mendapat ijin lebih
dulu dari Nyo Ji-cong-cu kalau hendak beranjak
dari sini!" Sekte Teratai Putih 20 48 Mo Hwe pun tidak ingin berlama-lama lagi, ia
segera memerintah orang-orangnya, "Mereka
sudah memberontak kepada pimpinan yang
sah. Tumpas habis!" Orang-orangnya pun segera menghunus
senjata dan menyerbu pengikut-pengikut Nyo
Jiok. Mo Hwe kaget ketika melihat cara Bertempur
pengikut-pengikut Nyo Jiok itu ternyata tidak


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mirip dengan rara orang-orang Pek-lian-kau.
Kecuali Si Pimpinan penjaga yang bertanyajawab dengan Mo Hwe tadi, maka yang lainlainnya bertempur dengan cara yang asing.
Ada yang menghunus pedang yang ganjil
bentuknya, pedang model Jepang yang
dimainkan dengan dipegangi dengan dua
tangan. Yang lain lagi adalah yang memainkan
lembing, atau rantai yang di satu ujungnya ada
sabitnya dan diujung lainnya ada bola besinya
sebesar jeruk. Melihat senjata dan gaya permainan orangorang itu, Mo Hwo langsung mengenali kalau
mereka bukanlah orang-orang Pek-lian-kau,
Sekte Teratai Putih 20 49 melainkan orang-orang asing dari kepulauan
sebelah timur, orang-orang Jepang. Itu
mengobarkan kemarahan Mo Hwe. Ternyata
Nyo Jiok, Adik seperguruannya sendiri, demi
mendongkel kedudukannya sebagai Cong-cu,
tidak segan-segan membawa kekuatankekuatan asing ke Puncak In-hong itu. Sudah
didengarnya tentang orang-orang Lam-cong
yang melewati penjagaan tadi, kini dilihatnya
orang-orang Jepang, dan entah kekuatan dari
mana lagi yang akan digunakan Nyo Jiok demi
ambisinya itu. Dilihatnya pengikut-pengikutnya sendirj
Perempuan Lembah Hitam 1 Dewa Arak 96 Malaikat Tanpa Wajah Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 6

Cari Blog Ini