Ceritasilat Novel Online

Sekte Teratai Putih 13

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp Bagian 13


dianggapnya sebagai tanda-tanda kelemahan.
Sedangkan sebagai ketua Pek-lian-kau ia harus
nampak tegar, kalau perlu kejam, agar jangan
ada orang yang meremehkannya. Toh malam ini
kursi Ketuanya tak terselamatkan oleh
ketegaran dan kekejaman yang dipamerkannya
selama ini. Sekaligus malam ini ia menjumpai
kekuatan yang lebih besar dalam belas-kasihan,
Sekte Teratai Putih 22 37 keren-dahan-hatian, kelembutan, saling memaafkan. Mo Hwe tak dapat menyembunyikan rasa harunya, sehingga
suaranya tersendat-sendat.
Sebun Beng menepuk pundaknya, "Sudahlah
Saudara Mo. Nyawa semua orang itu sama
harganya, tidak perlu Saudara Mo menyalahkan
diri sendiri dan merasa mencelakakan Nona
Sun. Tidak ada yang mencelakakan Nona Sun,
sebab Nona Sun juga akan selamat."
Sementara Wan Lui menyambung, "Tetapi
dengan peristiwa ini, Nona Sun akan lebih lama
berada di tangan orang-orang Pek-lian-kau.
Entah bagaimana menjelaskannya kepada Nona
Sun Cu-kiok yang sudah dangat mengkuatirkan
adiknya." "Aku yakin, Nona Sun Pek-lian akan selamat."
"Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan,
Ayah?" "Nyo Jiok sudah memergoki kita dan
tentunya juga tahu apa sasaran kita, mungkin
dia akan memperkuat penjagaan terutama atas
diri Nona Sun. Jadi kurang leluasa kita bertindak
Sekte Teratai Putih 22 38 malam ini. Lebih baik kita berkumpul dulu
dengan Liu Yok dan Nona Sun Cu-kiok untok
merundingkan langkah selanjutnya."
Wan Lui menarik napas, "Masih lumayan
kalau cuma diperketat penjagaannya. Bagaimana kalau dipindahkan ke suatu tempat
yang tidak kita ketahui?"
Kembali jawaban Sebun Beng ringan saja,
sambil menepuk-nepuk pundak menantunya,
"Sudahlah, jangan biarkan hal-hal yang buruk
menguasai pikiranmu. Percayalah Nona Sun
pasti selamat." Mo Hwe dengan dibebani rasa bersalah,
berkata. "Semua ini gara-gara aku. Dulu akulah
yang menculik gadis tak berdosa itu di Lokyang. Sekarang gara-gara mendahulukan
menolong aku, Tuan Sebun jadi gagal
menyelamatkan Nona Sun."
"Sudahlah, Saudara Mo. Jangan lagi
menyalah-nyalahkan diri sendiri. Sekarang aku
ingin bertanya, setelah dari sini Saudara Mo
hendak ke mana?" Sekte Teratai Putih 22 39 Mo Hwe tidak segera menjawab, ia
mengangkat wajah melihat langit yang ditaburi
bintang-bintang. Langit begitu luas, bumi di
bawahnya juga begitu luas, namun tiba-tiba Mo
Hwe merasa tempat buat dirinya terlalu sempit,
bahkan hampir-hampir tidak ada. Bekas
kawanan-kawannya dan anak buahnya sendiri
sekarang pasti akan berubah menjadi pengejarpengejarnya, di bawah perintah Nyo Jiok. Tibatiba Mo Hwe merasa jiwanya begitu hampa, ia
takkan bisa menjawab seandainya ditanya apa
saja yang sudah didapatnya selama ini, juga
kalau ditanya hendak ke mana tujuannya,
seperti pertanyaan Sebun tadi.
la cuma menarik napas, lalu menjawab lesu,
"Kemana saja, Tuan Sebun. Sampai ketemu lagi."
Lalu dia pun melangkah meninggalkan Sebun
Beng dan Wan Lui. Kepalanya menunduk seolah
menghitung rumput yang diinjaknya.
Sebun Beng menatap punggung Mo Hwe
sampai menjauh, komentarnya, "Kasihan. Tetapi
mudah-mudahan jiwanya diterangi."
Sebun Beng dan Wan Lui pun pergi dari situ.
Sekte Teratai Putih 22 40 * * * Sebun Beng, Wan Lui, Liu Yok, Sun Cu-kiok
dan Auyang Hou ber"markas" di sebuah tempat
tidak jauh dari kaki Puncak In-hong. Suatu
tempat di pinggir hutan yang rumputnya tebal
karena dekat dengan sebuah sungai kecil yang
airnya jernih sehingga batu-batuan di dasar
sungai pun kelihatan. Semalam mereka berlima tidur dengan
nyenyak, kecuali Sun Cu-kiok yang paling tidak
nyenyak tidurnya karena masih memikirkan
adiknya. Ketika cahaya mentari pagi melewati
punggung pegunungan, menerobos dedaunan
dan mengusap wajah orang-orang yang terlelap
itu, maka mereka pun mulai lebih sering
menggeliat dan membalikkan tubuh menjelang
kesadaran mereka. Sun Cu-kioklah yang bangkit paling dulu dan
membuka matanya. Dan ia juga yang paling dulu terkejut melihat
jumlah orang-orang di tempat itu sudah
Sekte Teratai Putih 22 41 bertambah. Ada orang keenam yang tidur
meringkuk agak jauh dari lingkaran seputar api
unggun itu. Seorang lelaki berambut emas,
beralis emas juga, bahkan pakaiannya dan
sepatunya juga berwarna keemasan. Tapi
pakaian dan sepatunya nampak kotor, ada
robek di pakaiannya. Dan wajahnya yang tidur
nyenyak itu kelihatan amat lelah.
Orang itu bukan lain adalah Kim-mo-long
(Serigala Berbulu Emas) Mo Hwe, bekas ketua
Pek-lian-kau Utara yang kini menjadi buruan
kawan-kawannya sendiri. Namun karena Sun
Cu-kiok belum pernah melihatnya, maka ia
tidak mengenalnya. Sun Cu-kiok membangunkan Sebun Beng di
dekatnya, "Paman Sebun! Ada orang!"
Yang dibangunkan hanya Sebun Beng, tetapi
yang terbangun semuanya. Dan semuanya kaget
melihat Mo Hwe tahu-tahu sudah "Numpang
tidur" di situ. "Mo Hwe..." desis Wan Lui.
Sekte Teratai Putih 22 42 Sun Cu-kiok kaget mendengar nama itu,
namun karena belum begitu jelas, ia minta Wan
Lui mengulanginya, "Siapa dia, Jenderal Wan?"
"Mo Hwe." Sun Cu-kiok pun menjadi "Keparat! Jadi
inikah orangnya berjulukan Serigala Berbulu
Emas, menculik adikku?"
Lalu Sun Cu-kiok siap melompat untuk
memukul Mo Hwe meskipun Mo Hwe masih
tidur. Kemarahannya begitu menggelegak.
Tetapi gerakannya tertahan oleh Sebun Beng
dan Liu Yok yang memegangi tangannya dari
kanan kiri. "Sabar, Adik Kiok...." Liu Yok membujuk.
"Nona Sun, Mo Hwe sekarang sudah
bertobat, dia sudah diterangi hatinya." sambung
Sebun Beng. "Dia datang kemari selagi kita tidur
nyenyak, mudah sekali untuk mencelakai kita
saat itu sebenarnya, tapi dia tidak
melakukannya. Lebih baik kita tanya dulu
maksud kedatangannya."
Sekte Teratai Putih 22 43 Sun Cu-kiok masih terengah menahan
kemarahannya, tetapi mencoba menuruti katakata Sebun Beng itu.
Ketika Wan Lui hendak membangunkan Mo
Hwe, Liu Yok ternyata malah mencegahnya,
"Biarlah dia tidur terus sampai bangun sendiri,
Jenderal Wan. Kasihan. Kelihatannya dia lelah
sekal . "Tetapi kita harus menanyainya.
"Kan tidak harus membangunkannya. Biar
saja dia bangun sendiri."
Wan Lui menurut. Kadang-kadang wan Lui
merasa heran juga terhadap dirinya sendiri. Ia
adalah seorang jenderal kesayangan Kaisar
Kian-liong yang disegani, pembesar-pembesar
tinggi di Pak-khia saja menyeganinya, tetapi Liu
Yok si anak pedalaman itu ternyata memiliki
suatu kewibawaan atas diri Wan Lui yang tidak
bisa disanggahpya. Membuat Wan Lui lebih
banyak menurut Liu Yok. Begitu pula kali ini.
Maka Mo Hwe pun dibiarkan tetap tidur
nyenyak, dengan dengkurnya yang lembut
seperti seekor kucing peliharaan-yang jinak.
Sekte Teratai Putih 22 44 Sementara menunggu Mo Hwe bangun,
orang-orang pun sibuk melakukan macammacam. Ada yang membersihkan diri di sungai
kecil itu, tentu saja di tempat yang tersembunyi,
ada yang mengambil ikan di lubuk-buatan hasil
karya Liu Yok, ada yang menyalakan api untuk
mulai membakar ikan-ikan itu.
Pada suatu kesempatan, Auyang Hou
mendekati Sun Cu-kiok dan berkata dengan
amat sungkan, "Nona Sun, aku minta maaf
untuk apa yang pernah aku lakukan kepadamu.
Aku... aku...." Sun Cu-kiok pun dengan lapang dada
berkata, "Tidak jadi soal, Saudara Auyang. Cuma
aku menasehatkan, lain kali berhati-hatilah
memilih guru. Jangan sampai terulang bahwa
orang semacam Nyo Jiok kauangkat jadi guru."
"Aku tidak mengangkatnya jadi guru, Nona.
Dua kali aku diculik dan disihir, dipaksa
menerima ilmu-ilmunya. Ilmu-ilmunya memang
membuat aku jadi kelihatan hebat, namun
sesungguhnya aku jauh dari rasa sejahtera.
Sering ada kekuatan-kekuatan asing dalam
Sekte Teratai Putih 22 45 diriku yang memaksaku melakukan perbuatanperbuatan yang tidak aku senangi sebetulnya,
tetapi aku tidak berdaya melawannya."
"Aku percaya." "Nona mau memaafkan aku?"
"Tentu saja." "Terima kasih, Nona. Boleh aku bantu
membawakan kayu keringnya?"
Begitulah, mereka berlima dengan kesibukannya masing-masing. Tidak lama
kemudian, udara di pinggiran hutan itudipenuhi bau ikan bakar yang sedap. Sedap
untuk ukuran para pengembara yang serba
darurat tentu saja, bukan sedap ukuran rumahmakam di kota besar.
Bau gurih itu rupanya juga menyusup ke
hidung Mo Hwe, lalu menimbulkan rasa
laparnya dan mengusik tidurnya, la lalu
menggeliat bangun. "Kau punya jatah ikan, Saudara Mo, kalau kau
mau." kata Sebun Beng, sambil ia sendiri
menyuapi mulutnya dengan serpih-serpih
Sekte Teratai Putih 22 46 daging ikan bakar yang ditaruhnya di atas
sehelai daun lebar. Mo Hwe mengangguk, pandangan matanya
berkeliling hinggap ke wajah-wajah di
sekitarnya, "Apakah Nona ini adalah Nona Sun
Cu-kiok, puteri Tuan Gubernur di Ho-lam?"
Sun Cu-kiok cuma mengangguk dengan
wajah kaku, masih terlalu sulit untuk bersikap
ramah terhadap penculik adiknya.
Di luar dugaan, Mo Hwe tiba-tiba berlutut di
tanah, berlutut kepada Sun Cu-kiok sambil
berkata, "Nona Sun, akulah yang berdosa
mengakibatkan penderitaan adikmu. Sekarang
aku menyerahkan diri kepada Nona, aku rela
dihukum apa saja oleh Nona. Dicincang pun aku
rela."

Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sun Cu-kiok duduk termangu-mangu,
kemarahannya masih belum reda, dan rasanya
saat itu hatinya akan terpuaskan kalau dapat
menghajar Mo Hwe. Bukankah Mo Hwe sendiri
menyerahkan diri" Namun ketika menoleh ke
samping dan tatapannya bertemu dengan
tatapan Liu Yok kekasihnya, tatapan yang
Sekte Teratai Putih 22 47 lembut, kemarahan Sun Cu-kiok pun seperti
bara yang tersiram air. Akhirnya sambil menarik napas Sun Cu-kiok
berkata, "Aku maafkan. Tetapi bagaimana
dengan keadaan Adikku sekarang?"
Mo Hwe juga menarik napas, wajahnya
murung, "Aku bersyukur bahwa aku bertemu
orang-orang yang begitu gampang memaafkan
seperti kalian. Aku jadi merasa hidupku bakal
percuma kalau jiwaku tidak dapat sesejahtera
jiwa kalian." "He, aku tanya bagaimana keadaan Adikku?"
tanya Sun Cu-kiok agak membentak. "Siapa
tanya kesejahteraan jiwamu segala?"
Mo Hwe yang dulu garang itu, ternyata
sekarang benar-benar banyak berubah. la tidak
marah dibentak Sun Cu-kiok seperti itu.
Tergagap-gagap ia menyahut, "Oh, ya, maaf.
Nona Sun Pek-lian dalam keadaan baik-baik saja
ketika terakhir kali aku melihatnya kemarin
malam. Aku memerintahkan orang-orangku
untuk merawatnya baik-baik...."
Sekte Teratai Putih 22 48 "Agar layak untuk disembelih di hadapan
patung Cu Goan-ciang?" tanya Sun Cu-kiok
tajam. Cu Goan-ciang adalah tokoh Pek-lian-kau
yang mengobarkan pemberontakan Serban
Merah untuk meruntuhkan dinasti Goan
(Mongol) dan mendirikan dinasti Beng,
berabad-abad yang silam. Mo Hwe tidak menjawab, cuma berusaha
menghindari tatapan mata Sun Cu-kiok.
Sebun Benglah yang menjawab, "Nona Sun,
barangkali Mo Hwe ini memang pernah tersesat
pikirannya dengan menganggap bahwa penyembelihan manusia di depan patung Cu
Goan-ciang akan menjadi kekuatan batin buat
perjuangan mereka memulihkan dinasti Beng.
Tetapi itu dulu. Jiwanya sekarang sudah sedikit
diterangi oleh kebenaran. Dan ia sekarang
bukan lagi ketua Pek-lian-kau Utara, melainkan
Nyo Jioklah yang jadi ketua sekarang."
Lalu dengan singkat Sebun Beng menceritakan peristiwa semalam.
"Jadi sekarang yang akan menyelenggarakan
upacara penyembelihan Adikku adalah Sekte Teratai Putih 22 49 penggantinya yang bernama Nyo Jiok?" tanya
Sun Cu-kiok tajam. Mendengar cerita Sebun
Beng, Sun Cu-kiok penasaran juga, bagaimana
Sebun Beng lebih mendahulukan untuk
menyelamatkan Mo Hwe daripada menerima
tawaran Nyo Jiok tentang diri Sun Pek-lian.
"Nona Sun, percayalah Adikmu takkan
disembelih." Mo Hwe lalu menyambung, "Aku yakin, Nona
Sun akan dapat kita selamatkan. Kalau kalian
mau, nanti malam kita semua akan naik ke
Puncak In-hong untuk menyelamatkan Nona
Sun. Aku siap menjadi penunjuk jalan. Aku bisa
menunjukkan tempat-tempat aman yang tidak
ada perangkap gaibnya supaya..."
Bicara sampai di sini, Mo Hwe tiba-tiba
berhenti sejenak, lalu berkata "Oh, maaf, aku
lupa. Hakekatnya di hadapan kalian tidak ada
yang namanya perangkap gaib atau barisan
dewa segala. Bahkan para tentara langit pun
berantakan di depan kalian."
"Kesediaanmu tetap kami hargai, Saudara
Mo." Sekte Teratai Putih 22 50 "Asal jangan coba-coba kau memperalat kami
untuk menyingkirkan Nyo Jiok dan merebut
kembali kedudukan ketua Pek-iian-kaumu."
Wan Lui menyambung kata-kata mertuanya,
sekaligus memperingatkan kawan-kawannya
agar tidak terlalu gampang mempercayai orang
yang baru saja menyatakan tobat ini. Begitulah
otak Wan Lui yang sudah lama dididik untuk
tidak gampang mempercayai segala sesuatu,
mencurigai segala sesuatu yang nampak baik
sekalipun. Berlawanan sekali dengan Liu Yok yang
langsung menjawab, "Kita buktikan itikad baik
Sobat Mo ini nanti malam."
Kemudian Mo Hwe pun bahkan dapat ikut
menikmati ikan bakar di tempat itu. Mula-mula
terasa canggung juga berada di antara bekas
orang-orang yang dianggapnya musuh itu,
namun keramahan Liu Yok dan Sebun Beng
terutama, membuat Mo Hwe semakin "cair" di
antara orang-orang itu. Mo Hwe menyadari ada
sesuatu yang mulai tumbuh dalam jiwanya, rasa
Sekte Teratai Putih 22 51 sukacita yang sejati, yang belum pernah
dialaminya. Dan setelah kecanggungan banyak menghilang, Mo Hwe tanpa diminta menceritakan apa yang membuatnya tadi
malam -atau tepatnya dini hari- ia datang ke
situ dan "numpang tidur" di situ.
"Aku minta maaf kepada kalian, bahwa dini
hari aku datang dan tidur begitu saja di sini.
Tanpa minta ijin kepada kalian..."
"Ah, lupakanlah. Ini tempat terbuka yang
bukan milik siapa-siapa. Siapapun boleh ada di
sini tanpa minta ijin. Tetapi apa yang
mendorong Saudara Mo datang kemari,
sedangkan sebelumnya di lereng gunung itu
Saudara Mo tidak ikut bersama kami?" tanya
Sebun Beng. "Aku sampai ke sini sebenarnya juga tidak
sengaja. Ada ceritanya."
"Tidak keberatankah Saudara Mo menceritakannya?" Mo Hwe mengangguk. "Tuan Sebun..."
Sekte Teratai Putih 22 52 "Sebentar. Bagaimana kalau sebutan 'Tuan'
itu diganti dengan "Saudara' atau langsung
memanggil namaku saja" Supaya kita bisa
bicara lebih santai dan leluasa?"
"Ah... eh... baiklah, Saudara Sebun. Saudara
ingat, semalam sebelum pergi Nyo Jiok
mengucapkan ancamannya?"
"Ya. Aku ingat."
"Ancamannya bagaimana, Paman?" tanya
Sun Cu-kiok, cemas kalau-kalau ancaman itu
bersangkut-paut dengan keselamatan adiknya.
"Nyo Jiok mengancam Mo Hwe, karena ia
menganggap Saudara Mo sudah menjadi sekutu
kita, sedangkan kita ini dianggap penghujatpenghujat roh-roh pujaan mereka, maka
Saudara Mo diancam tidak akan bisa tidur
nyenyak. Dengan bahasa yang lebih lugas,. Nyo
Jiok ingin berkata atau menyatakan perang
bahwa saat itu mulailah perang ilmu gaib antara
pihaknya dengan Saudara Mo ini. Artinya
perang dengan menggunakan ilmu gaib dari
jarak jauh, siapa yang lengah akan kena bencana
sakit, gila atau mati."
Sekte Teratai Putih 22 53 Sun Cu-kiok menoleh kepada Mo Hwe, dan
melihat kepala Mo Hwe terangguk membenarkan penjelasan Sebun Beng itu.
"Lalu bagaimana, Saudara Mo?"
"Setelah aku berpisah denganmu dan dengan
Jenderal Wan, belum lama aku berjalan, aku
mulai merasakan serangan itu. Untung
sebelumnya aku sudah lebih dulu memasang
perisai-perisai gaibku. Tetapi serangan itu
datang terus-menerus. Aku percaya Nyo Jiok
telah mengerahkan dukun-dukun Pek-lian-kau
yang dulu anak buahku, untuk menyerangku
nonstop. Bahkan aku percaya Nyo Jiok sendiri
juga ikut menyerangku. Semuanya mendengarkan dengan seksama.
Mo Hwe jadi lega karena ceritanya
diperhatikan, merasa menemukan sahabatsahabat yang sejati. Lanjutnya, "Aku lelah dan
mengantuk sekali, tetapi aku tidak diberi
kesempatan untuk memejamkan mata biarpun
hanya sekejap. Serangan datang silih berganti
dengan aneka ragam macamnya, semuanya
harus dihadiri dengan waspada. Sedetik aku
Sekte Teratai Putih 22 54 lengah, amblaslah nyawaku. Maka bagaimanapun lelahnya, aku tidak hentihentinya membaca mantera, melukis hurufhuruf gaib di udara, membakar hu (Kertas
Jimat)." Liu Yok menarik napas namun tidak
berkomentar. Mo Hwe meneruskan, "Gelombang serangan
itu makin hebat. Mula-mula para siluman
mendatangiku, lalu meningkat menjadi Thianpeng (Prajurit Langit)."
Kali ini Sun Cu-kiok tidak dapat menahan
mulutnya untuk bertanya, "Seperti apa tampang
prajurit-prajurit gaib itu?"
"Setengah manusia setengah binatang. Ada
yang berkepala kuda, berkepala kerbau, ada
kepiting besar berkepala manusia, ada manusia
berkaki kuda dan berekor."
"liiih..." Sun Cu-kiok meraba tengkuknya.
"Terus bagaimana, Paman Mo?"
Tak terasa, panggilan "Paman Mo" itu
berakibat suatu gejolak dalam hati Mo Hwe.
Alangkah terasa akrab dan dekatnya panggilan
Sekte Teratai Putih 22 55 itu. Padahal panggilan itu keluar dari seorang
yang adiknya diculik oleh Mo Hwe. Alangkah
mudahnya orang-orang ini memaafkan dan
menerima orang lain, pikir Mo Hwe terharu,
pantas mereka juga bisa tidur demikian
nyenyak karena dalam hati tidak ada ganjalan
apa-apa, sedangkan aku menikmati tidur yang
paling indah barulah tadi malam, di dekat
orang-orang berjiwa bersih ini.
Dengan mata bersinar-sinar gembira, Mo
Hwe melanjutkan ceritanya. "Mungkin karena
bosan dengan menggunakan Thian-peng yang
tidak juga berhasil-berhasil, penyerangpenyerangku dari jauh itu mulai memohon
Thian-ciang (Panglima Langit) untuk bertindak
atasku. Kekuatan para Thian-ciang ini jelas lebih
hebat daripada para Thian-peng."
"Kenapa tidak sejak semula saja langsung
mengerahkan Thian-ciang" Kan jadi lebih cepat
selesai?" "Sebab memanggil dan memohon kepada
Thian-ciang ini lebih berat persyaratannya.
Pakai melukai diri sendiri, menggigit lidah,


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekte Teratai Putih 22 56 bahkan memotong salah satu jari tangan. Itulah
sebabnya semua dukun-dukun top Pek-lian-kau
ada cacad tubuhnya dan bekas-bekas lukanya.
Mereka tidak luka oleh musuh, melainkan oleh
diri sendiri, ketika melakukan upacara
memanggil Thian-ciang. Pernah seorang dukun
Pek-lian-kau mati karena luka-luka, meskipun
dia berhasil minta bantuan Ratu Langit untuk
membunuh musuhnya." "Siapa musuhnya?"
"Sesama dukun anggota Pek-lian-kau juga
yang sudah bertahun-tahun saling mendendam
dengannya. Jadi kedua seteru itu mati dalam
waktu yang hampir bersamaan. Di kalangan
Pek-lian-kau mereka, saling bunuh antar
sesama teman dengan bantuan arwah-arwah
yang jahat, bukanlah hal asing."
"Keji sekali...." desis Liu Yok gusar. Gusar
karena kaumnya, manusia, sampai dapat
sedemikian tolol diperalat mahluk-mahluk roh
yang mestinya derajatnya ada di bawah
manusia. Sekte Teratai Putih 22 57 Sementara Sun Cu-kiok menduga-duga,
"Entah bagaimana tampang para Thian-ciang
dan bahkan Ratu Langit itu. Kalau para Thianpeng saja sudah demikian seram, ada yang
berkepala binatang segala, pastilah mahlukmahluk jahat yang di atasnya akan bertampang
lebih seram lagi, bukan begitu, Patnan Mo?"
"Nona keliru besar."
"Setan-setan yang namanya Panglimapanglima Langit itu bahkan bertampang seolaholah sangat baik. Antara lain orang tua yang
jubahnya putih bersih, alisnya juga putih bersih
dan wajahnya seolah-olah penuh kedamaian,
datangnya menunggang seekor rusa terbang
dan tangannya membawa kebut-pertapa. Yang
lain lagi berujud dewi yang cantik, bersila di
atas segumpal mega, di atas kepalanya ada
cahaya terang. Dan sebagai-nya. Mereka senang
tampil begitu mengesankan, sebab mereka suka
kalau manusia-manusia menganggap mereka
sebagai penolong penuh welas-asih, tetapi
jahatnya melebihi setan-setan keroco yang
bertampang seram-seram itu."
Sekte Teratai Putih 22 58 "Bagaimana Paman Mo tahu mereka begitu
jahat?" Sebelum menjawab, Mo Hwe membuka
sepasang sepatunya berikut kaos kakinya,
untuk menunjukkan beberapa buah jari-jari
kakinya yang kutung. Lalu jawabnya, "Sebabnya
aku sendiri pernah minta tolong mereka untuk
menyingkirkan beberapa musuhku. Dan
musuhku tidak hanya mati, tetapi bahkan...."
Mo Hwe tiba-tiba berhenti bicara, cahaya
matanya menampilkan kepedihan luar biasa.
"Sungguh dosaku sangat besar. Sekarang aku
menyesal bukan main, tetapi waktu itu aku
tertawa terbahak-bahak atas nasib yang
menimpa musuhku. Sungguh, waktu itu aku
bukan manusia melainkan iblis."
"Apa yang terjadi dengan musuh-musuhmu"
Paman, tolong ceritakan."
"Adik Kiok!" Lui Yok menukas Sun Cu-kiok.
"Jangan hanya ingin memuaskan ke-inginantahumu dengan mengorek hal-hal yang melukai
hati Saudara Mo ini. Yang penting sekarang,
Saudara Mo Harus menatap penuh ke masa
Sekte Teratai Putih 22 59 depan yang berpengharapan. Bagi Yang Maha
Pengampun, tidak ada dosa besar apa pun yang
tidak diampuni." Mo Hwe cuma mengangguk-angguk, wajahnya masih sedih. Dan si serba ingin tahu Sun Cu-kiok masih
saja pantang mundur dengan perta-nyaanpertanyaannya,
meskipun harus ganti pertanyaan. "Paman Mo terus bagaimana
setelah para Panglima Langit itu menyerangmu?" Sejenak Mo Hwe mengusap sudut matanya
dengan ujung jarinya, menarik napas beberapa
kali dan melanjutkan ceritanya, "Aku lari, aku
tidak tahan menghadapai mereka. Aku sendiri
heran bahwa aku tidak terkejar oleh mereka,
padahal jasmaniku sudah hampir-hampir
ambruk. Jangan tanya kenapa, sebab aku takkan
bisa menjawabnya. Aku lari saja sekencangkencangnya, dan Panglima-panglima Langit itu
nampaknya tertahan sesuatu kekuatan yang tak
terlihat, sehingga mereka begitu lambat
mengejarku. Aku lari sekencang-kencangnya,
Sekte Teratai Putih 22 60 sampai aku melihat api di tempat ini, dan
ambruk pingsan di dekat kalian. Tetapi sebelum
pingsan aku melihat para hantu ini hendak
mendekatiku, namun mereka seperti tertahan
sesuatu di seberang sungai kecil itu."
Mo Hwe menunjuk ke seberang sungai kecil.
".... mereka berusaha beberapa kali, tetapi
seperti menabrak tembok tak terlihat. Aneh,
padahal aku tidak mengalami halangan itu."
Lui Yok menarik napas dan berkata, "UtusanNya berkemah di sekitar-kekasih-kekasih-Nya
seperti tembok api."
Mo Hwe pun menarik napas. "Ya, itulah akhir
ceritanya aku sampai ada di sini. Aku tidur
nyenyak sampai pagi, kelanjutannya dari
pingsanku..." Tiba-tiba bau daging ikan hangus menyentuh
hidung mereka sehingga Sun Cu-kiok sebagai
"juru masak" dalam rombongan itu terloncat
kaget dan berseru, "Astaga, ikannya hangus!"
Lalu dia pun melompat menyelamatkan
ikannya. Sekte Teratai Putih 22 61 Seharian Mo Hwe berada di tempat itu, dan
hatinya mulai terbuka terhadap kata-kata Liu
Yok. Mo Hwe merasa lebih yakin, karena
melihat Liu Yok yang dulunya pincang, sekarang
berjalan dengan lurus. Sampai matahari terbenam, orang-orang pun
bersiap-siap dengan rencana yang mereka
susun bersama. Sebun Beng, Wan Lui, Sun Cukiok dan Mo Hwe berempat, akan mencoba
menyelundup naik ke Puncak In-hong untuk
coba mengambil Sun Pek-lian dengan selamat.
Malam itu adalah malam Purnama. Tepat
saatnya Sun Pek-lian akan dikorbankan di
depan patung-patung tokoh-tokoh cikal-bakal
dinasti Beng. Sedangkan Auyang Hou dan Liu Yok akan
ditinggalkan di tempat itu. Kedua-nya bukan
orang yang bisa bersilat, meskipun Auyang Hou
pernah menjadi "jagoan" apabila sedang
kerasukan. Bahkan Sebun Beng memberi perintah
kepada Liu Yok. "A-yok, ada baiknya kau tidur
saja." Sekte Teratai Putih 22 62 "Tidur?" tanya Mo Hwe heran kepada Sebun
Beng. Perintah itu kedengaran agak aneh,
bahkan kedengaran kesan meremehkan Peklian-kau.
Dan jawaban Sebun Beng agak sulit
dimengerti oleh Mo Hwe, "Saudara Mo,
keponakanku itu akan menjadi jagoan sangat
tangguh apabila sedang tidur."
Mo Hwe mengira Sebun Beng cuma
berkelakar. "Yah, anak-anak muda seusia dia
memang sedang kuat-kuatnya makan dan
tidur." Sebun Beng membiarkan saja Mo Hwe, tidak
sempat untuk menjelaskannya. Maka regu
penyelamat Sun Pek-lian itu pun berangkatlah
mendekati Puncak In-hong dengan hati-hati*;
sebab mereka yakin malam itu pastilah pihak
Pek-lian-kau akan mengadakan penjagaan ketat.
Ketika mereka tiba di kaki Puncak In-hong,
sisa-sisa cahaya matahari tinggal mampti
menyentuh puncak-puncak tertinggi Pegunungan Kiu-liong-san, sedang tempattempat yang lebih rendah sudah ditelan bayangSekte Teratai Putih 22
63 bayang pegunungan. Bulan yang bulat
sempurna sudah terapung-apung di sebelah
timur, siap menjadi saksi penyembelihan
seorang perawan tak berdosa demi menyenangkan roh-roh masa silam. Di atas
Pegunungan In-hong sendiri, gumpalangumpalan kabut sudah semakin menebal,
menghalangi pemandangan. "Aku tahu tempat-tempat yang tidak dijaga."
kata Mo Hwe, si mantan Ketua Sekte Pek-liankau Utara itu. "Ikuti aku."
Sebun Beng dan lain-lainnya mengikuti saja
Mo Hwe dengan percaya. Hanya Wan Lui yang
masih tetap was-was, sebab ia memang
"dididik" untuk selalu bersikap demikian oleh
pengalamannya. Jalan yang dipilih memang sulit. Kadangkadang mereka harus memanjat tebing yang
hampir tegak lurus, kadang-kadang mereka
melewati suatu tempat yang kelihatan aman
tetapi di atas pohon-pohonnya bergelantungan
macam-macam jimat, sedang di dalam tanah
ditanam berbagai macam sesaji, membuat
Sekte Teratai Putih 22 64 tempat itu biarpun tidak dijaga namun tidak
mungkin dilewati orang-orang biasa. Namun Mo
Hwe sekarang sudah tidak heran lagi melihat
bagaimana Sebun Beng, Sun Cu-kiok dan Wan
Lui melangkah dengan santai di tempat itu
tanpa kurang suatu apa pun. Seolah-olah jimatjimat yang bergelantungan di pepohonan itu tak
ubahnya buah-buahan dagangan yang bergelantungan di pasar. Bersambung jilid XXIII Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 17/06/2018 19:53 PM
Sekte Teratai Putih 22 65 Sekte Teratai Putih 23 1 CETAKAN PERTAMA CV GEMA SALA - 1992 Sekte Teratai Putih 23 1 << SEKTE TERATAI PUTIH >>
Karya : STEFANUS S.P. Jilid XXIII *** K ARENA mereka melangkah dengan cepat,
mereka segera tiba di pinggang gunung.
Mereka harus berhati-hati, sebab di beberapa
tempat terlihat orang-orang Pek-lianrkau
bergerombol-gerombol, berjaga-jaga. Sedang di
tempat-tempat yang sulit tidak dijaga oleh
manusia biasa, pihak Pek-iian-kau mempercayakan penjagaan kepada "tentara
gaib" mereka. Tetapi suatu saat, Sebun Beng dan
rombongannya bertemu juga dengan sekelompok anggota Pek-lian-kau yang berjaga,
yang jumlahnya sepuluh orang. Rupanya orangorang itu semula bersembunyi di balik
pepohonan, kemudian mereka berlompatan


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekte Teratai Putih 23 2 keluar menghadang Mo Hwe dan kawan-kawan
barunya. "Siapa?" bentak salah seorang dari
penghadang-penghadang itu, agaknya adalah
kepala kelompok penjaga. Sebun Beng sudah hendak menjawab, tetapi
Mo Hwe mendahului menjawab sambil
melangkah maju, "Aku seperti mengenal suara
Liong-tau (Kepala Naga) Cong Tiat-jiu dari Taigoan?"
Orang yang berbicara tadi terkejut, karena
dia pun mengenal suara Mo Hwe, biarpun
tempat itu gelap bukan main karena cahaya
bulan purnama tertahan oleh rapatnya
pepohonan. "Cong.... eh, Mo Hwe?" tukas Cong Tiat-jiu
tergagap-gagap. Hampir saja ia menyebut
"Cong-cu" kepada Mo Hwe, tetapi teringat
bahwa Nyo Jiok Si Cong-cu yang baru telah
mengeluarkan peraturan agar siapa pun yang
menemukan Mo Hwe harus menangkapnya atau
membunuhnya, kalau merasa tidak mampu
Sekte Teratai Putih 23 3 haruslah melapor. Mo Hwe dinyatakan sebagai
buronan Pek-lian-kau. "Ya, aku Mo Hwe. Jangan lagi panggil aku
sebagai Cong-cu, sebab aku bukan Cong-cu Peklian-kau lagi. Bahkan andaikata kedudukan
Cong-cu disodorkan lagi kepadaku, aku akan
menolaknya mentah-mentah."
Sementara itu, Liong-tau Tiat-jiu masih
kebingungan menentukan sikap, begitu pula
kesembilan orang anak buahnya. Maklum,
mereka dulunya anggota-anggota Pek-lian-kau
Utara yang setia kepada Mo Hwe, tahu-tahu
kemarin malam mereka digempur dan
ditaklukkan oleh orang-orangnya Nyo Jiok, dan
sekarang mereka diperintah oleh Nyo Jiok. Rasa
penasaran akan kekalahan Pek-lian-kau Utara
belum pernah padam dari dada mereka, tetapi
mereka juga ketakutan kalau membantah maka
mereka akan kena teluh oleh ketua Nyo Jiok dan
"team dukun"nya.
Dalam keragu-raguan itu, mereka mendengar suara Mo Hwe, "Minggirlah, aku
Sekte Teratai Putih 23 4 tidak mau bertindak keras terhadap orangorang yang pernah menjadi kawan-kawanku...."
Cong Tiat-jiu dan kawan-kawannya jadi
serba salah. Sahut Cong Tiat-jiu, "Kakak Mo,
Kakak tahu Sendiri bagaimana akibatnya bagi
kami kalau tidak melaksanakan tugas yang
dibebankan kepada kami. Prajurit-prajurit gaib
akan mengejar kami terus, tak ada tempat
sembunyi bagi kami, tak ada kemungkinan
lolos... "Siapa bilang?"
"Apa... apa maksud Kakak Mo?"
"Siapa bilang tidak ada kemungkinan lolos"
Buktinya adalah aku sendiri yang saat ini masih
hidup. Padahal semalam aku dikejar-kejar
bukan saja oleh para Thian-peng tetapi oleh
para Thian-ciang juga."
"Kakak Mo tentu berbeda. Kakak Mo punya
ilmu penangkal yang tinggi, tetapi kami ini...."
"Aku lolos bukan oleh ilmu penangkal-ku,
sebab saat itu ilmuku sudah tidak sanggup
membendung gelombang serangan gaib. Aku
lolos karena belas kasihan Yang Maha Kuasa.
Sekte Teratai Putih 23 5 Aku ikut terlindung oleh perlindungan yang
melingkupi kekasih-kekasih-Nya, dan para
Thian-ciang itu tidak bisa mendekat."
Cong Tiat-jiu saling pandang dengan kawankawannya', keheranan. Tak sengaja salah
seorang anak buah Cong Tiat-jiu berdesis,
"pantas..." Hanya berdesis, tetapi karena tempat itu
sangat sunyi, maka desisnya jelas kekuping
semua orang di situ. "Pantas apanya?" tanya Mo Hwe.
Orang yang ditanya tidak langsung
menjawab, namun menatap Cong Tiat-jiu
sebagai pimpinannya. Mohon persetujuan.
Cong Tiat-jiu masih ragu-ragu, akhirnya dia
menjawab sendiri, "Pantas dini hari tadi
beberapa Pak-siau-jin (Pemukul Orang Kecil,
maksudnya dukun) kami tewas karena secara
mengerikan di depan altar mereka. Tubuh
mereka seperti dirobek-robek binatang buas.
Cong-cu yang baru mencoba menutupi-nutupi
peristiwa itu, namun tersebar luas juga. Seluruh
orang yang berkumpul di Puncak In-hong
Sekte Teratai Putih 23 6 merasa tegang karena sebagian besar tidak tahu
apa yang menyebabkan demikian."
"Kau tahu tidak?" tanya Mo Hwe.
Cong Tiat-jiu cuma menggeleng.
"Baiklah aku beritahukan. Kemarin malam
para Pak-siau-jin dikerahkan oleh Nyo Jiok
untuk menggunakan ilmunya membunuh aku,
bahkan dengan pertolongan para Thian-ciang.
Tetapi sudah aku ceritakan tadi, para Thianciang gagal membunuhku, agaknya mereka
marah, sudah terlanjur haus darah dan
membunuh pengundang-pengundangnya sendiri, yaitu para Pak-siau-jin. Nah, kawankawan, itulah sifat roh-roh yang kalian sembah.
Mereka ingin memperbudak kalian, dan apabila
marah akan menghancurkan kalian sendiri.
Sebab itu aku menganjurkan kalian tinggalkan
Pek-lian-kau sebelum menjadi korban kemarahan dewa-dewamu sendiri. Jangan takut.
Jangan menganggap dewa-dewa itu sebagai
yang Maha Kuasa." Cong Tiat-jiu agaknya mulai percaya. Antara
lain disebabkan melihat Mo Hwe masih hidup,
Sekte Teratai Putih 23 7 padahal semalam ia benar-benar melihat para
Pak-siau-jin benar-benar mengerahkan segala
sesaji yang bahkan dengan melukai tubuh
mereka sendiri untuk mengerahkan "armada
langit" menyerang Mo Hwe, nyatanya malahan
para Pak-siau-jin itu sendiri banyak yang mati
tadi pagi. Menurut cara berpikir orang Pek-lian-kau
yang juga sudah meresap di hati Cong Tiat-jiu,
tidak bisa tidak Mo Hwe agaknya "sudah
menemukan dewa baru yang lebih kuat".
Karena itu semangat Cong Tiat-jiu tiba-tiba
menyala, teringat teman-temannya yang tewas
semalam, ketika menghadapi serbuan orangorang Lam-cong. Karena itu pula ia tiba-tiba
berani mengambil sikap, "Cong-cu, kami siap
mendukungmu merebut kembali kedudukanmu
yang sah! Dan masih akan ada banyak teman
yang akan mendukung kita, asal ada yang
mengawalinya!" Namun semangat berkobar-kobar itu
menyurut ketika melihat Mo Hwe geleng-geleng
kepala dan berkata, "Tidak. Kedatanganku
Sekte Teratai Putih 23 8 untuk urusan lain. Aku tidak mau lagi menjadi
ketua Pek-lian-kau biarpun semua orang
mendukung aku, bahkan setelah urusan ini
selesai, aku tidak mau lagi ada sangkut-paut
antara diriku dan Pek-lian-kau selama-lamanya.
Aku hanya menganjurkan kalian keluar dari
Pek-lian-kau. Tidak ada yang kalian peroleh dari
Pek-lian-kau kecuali menambah dosa. Coba
renungkan kata-kataku."
Cong Tiat-jiu nampak termangu-mangu,
sementara Mo Hwe berkata, "Sekarang biarkan
kami lewat. Sebentar lagi kalian akan melihat
bagaimana Pek-lian-kau dengan cita-cita gilanya
dan upacara-upacara biadabnya terhapus dari
muka bumi." Cong Tiat-jiu dan orang-orangnya agaknya
memang tidak sepenuh hati mengikuti
kepemimpinan Nyo Jiok. Ditambah dengan
hasutan Mo Hwe, mereka akhirnya benar-benar
berniat minggat dari Pek-lian-kau, meskipun
untuk melaksanakan niat itu haruslah
menunggu waktu yang tepat.
Sekte Teratai Putih 23 9 Sedangkan Sebun Beng dan rombongan nya
pun meneruskan langkah tanpa dihalanghalangi oleh Cong Tiat-jiu dan teman-temannya
tadi. Tetapi tidak semua rintangan bisa dilalui
segampang itu, hanya dengan bujukan beberapa
patah kata. Makin ke atas, yang ditugaskan
untuk menjaga adalah orang-orang yang makin
dipercaya oleh Nyo Jiok Si Ketua Baru. Karena
itu, ada waktunya bahwa perkelahian harus
terjadi. Untung juga, biarpun rombongan Sebun
Beng hanya empat orang, namun mereka terdiri
dari orang-orang sekaliber Sebun Beng, Wan
Lui, Sun Cu-kiok dan Mo Hwe, sehingga musuhmusuh dapat dibereskan dengan cepat,
meskipun setiap saat Sebun Beng berpesan
sungguh-sungguh, "Jangan dibunuh. Cukup
dibuat tidak berdaya saja."
Menjelang tengah malam, mereka sudah dua
pertiga perjalanan ke Puncak In-hong setelah
melalui sekian rintangan yang gaib maupun
yang biasa. Sepanjang perjalanan itu, Sun CuSekte Teratai Putih 23 10 kiok sudah gelisah bukan main, sangat
menguatirkan keselamatan adiknya.
***** Dalam ruang penyekapannya, Sun Pek-lian,
adik Sun Cu-kiok, sudah pasrah nasib saja. Dari
celah-celah dinding kayu ia bisa melihat bulan
purnama yang semakin tinggi, dan itu artinya
hidupnya tinggal dalam hitungan jam. Selama
dalam tawanan, perasaannya terombangambing antara harapan dan keputusasaan.
Kadang-kadang harapannya melambung, lalu
terhempas dalam keputusasaan kembali. Tetapi
kemudian Sun Pek-lian justru menjadi kuat
jiwanya, menunggu saat-saat ia bakal
disembelih sebagai tumbal "perjuangan" Peklian-kau, ia justru bersikap amat tenang.
la justru dalam keadaan amat mengantuk
menjelang tengah malam itu, dan ia ingin
merasakan tidur nyenyak, barangkali untuk
terakhir kalinya. Tetapi sebelum kesadarannya amblas sama
sekali, sebuah tangan yang lembut menepuk
pundaknya sehingga ia tergagap bangun. Begitu
Sekte Teratai Putih 23 11 matanya terbuka, dilihatnya seorang pemuda
tampan dengan wajah berseri-seri berdiri di
hadapannya. Berhadapan dengan orang-orang
Pek-lian-kau yang garang-garang Sun Pek-lian
tidak gugup, namun berhadapan dengan si
tampan ini membuat gadis itu gugup juga.
Begitu siuman, yang pertama kali dilakukan Sun
Pek-lian adalah membenahi rambutnya!
"Si... siapa kau?"
Pemuda di hadapannya itu menjawab kalem.
"Aku calon Kakak iparmu."
Sun Pek-lian melongo. Gembira campur
kecewa. Gembira karena akhirnya pertolongan
baginya datang juga, dan kecewa karena
pemuda yang menggetarkan hatinya ini
agaknya adalah pacar dari Kakak Sun Pek-lian
sendiri. "Kakak.... masuk dari mana?" tanya Sun Peklian heran karena melihat satu-satunya pintu di
ruangan itu masih tertutup, dan masih dirantai.
Liu Yok menggandeng tangan Sun Pek-lian
melangkah ke pintu, sahutnya, "Tidak ada wakSekte Teratai Putih 23 12 "Si... siapa kau?"
Pemuda di hadapannya itu menjawab kalem.
"Aku calon Kakak iparmu."
Sekte Teratai Putih 23 13 tu untuk menjelaskannya. Kita harus cepatcepat keluar dari sini.'
"Tetapi di luar banyak penjaga."
"Kawan-kawanku sudah mengurus mereka."


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kakak bersama kawan-kawan Kakak?"
"Ya." Kemudian Sun Pek-lian melihat bagaimana Si
Calon Kakak ipar ini mendorong pintu dengan
ringan sehingga rantai-pintunya jatuh, lalu
melangkah keluar dengan santai, tanpa
sembunyi-sembunyi. Namun Sun Pek-lian menahan langkahnya
karena melihat orang-orang Pek-lian-kau yang
bersenjata lengkap masih berjaga-jaga di sekitar
rumah kayu itu. Ada yang berjalan-jalan hilirmudik, ada yang duduk bergerombol, tetapi
yang jelas semuanya waspada mengawasi
gubuk "penyimpanan" Si Calon Tumbal yang
mahal itu. "Ayolah, kenapa?" Liu Yok menarik tangan
Sun Pek-lian. "Penjaga-penjaga itu...." Sun
Pek-lian berdesis takut. Sekte Teratai Putih 23 14 Liu Yok menjawab, "Biarpun kita lewat di
depan hidung mereka, mereka takkan melihat
kita." "Mereka tidak pingsan dan tidak buta,
mereka sadar dan melek..."
"Ya. Tetapi panca-indera mereka ditutup oleh
kawan-kawanku." Sun Pek-lian tidak paham benar kata-kata Si
Calon Kakak ipar ini, namun ia tidak melawan
lagi ketika digandeng pergi meninggalkan
tempat itu. Mereka lewat saja di dekat penjagapenjaga itu, dan alangkah herannya Sun Peklian melihat penjaga-penjaga itu sama sekali
tidak menggubris mereka. Yang mengobrol
tetap mengobrol padahal mata mereka melotot
lebar. "Apakah mereka ini sebenarnya kawankawan.... calon Kakak iparku seperti yang
dikatakannya tadi?" Sun Pek-lian mendugaduga. "Kawan-kawannya menyamar sebagai
orang Pek-lian-kau?"
Setelah Liu Yok dan Sun Pek-lian jauh dari
situ, sekelompok orang Pek-lian-kau datang ke
Sekte Teratai Putih 23 15 tempat itu. Mereka dipimpin sendiri oleh Nyo
Jiok yang sekarang menjadi ketua Sekte Utara,
didampingi Si Cebol Ai Kong yang menggendong
sapu kawat bajanya, wakil ketua Sekte Selatan.
Para penjaga berdiri dengan sikap hormat
untuk menyambut. Dengan angker Nyo Jiok berkata, "Waktunya
hampir tiba, keluarkan Si Tumbal."
Kepala regu penjaga menjawab, "Baik, Congcu."
Lalu ia menuju ke pintu sambil merogoh
kunci dari kantong bajunya, namun begitu
berdiri di depan pintu, ia tertegun, wajahnya
memucat. Ia melihat rantai pintu sudah jatuhke
tanah, meski pintunya masih tertutup.
Sikapnya mengherankan Nyo Jiok, "Ada
apa?" Yang ditanya tidak segera menjawab, malah
celingukan menatap kawan-kawannya, sehingga
Nyo Jiok mengulangi pertanyaannya dengan
lebih keras, "Ada apa?"
Penjaga itu tidak menjawab dengan katakata, melainkan mendorong pintu bangunan
Sekte Teratai Putih 23 16 kayu itu sehingga terpentang, memperlihatkan
isinya yang kosong. Lalu ia menjawab takuttakut, "Tawanan itu hilang, Cong-cu...."
Bukan cuma Nyo Jiok dan orang-orang yang
baru datang itu yang terkejut, tetapi para
penjaga yang di tempat itu pun terkejut
mendengar kata-kata rekannya itu.
Salah seorang berkata, "Belum setengah jam
yang lalu aku meniliknya, dan gadis itu masih
ada!" Sementara itu, dengan wajah memancarkan
kegusaran, Nyo Jiok telah melangkah maju
mendekati penjaga yang membuka pintu tadi,
"Bangsat, kerja kalian benar-benar gegabah!
Bagaimana kalian bisa menjelaskan hilangnya
tawanan itu?" Si Penjaga dengan takut-takut bergeser
menjauhi Nyo Jiok dengan punggung menempel
dinding bangunan kayu, "Cong-cu, ini benarbenar tidak masuk akal. Kami benar-benar tidak
lengah, tidak mengantuk, kami awasi setiap
sudutnya, kami periksa tawanan itu satu jam
sekali. Dan seperti kata kawanku tadi, beberapa
Sekte Teratai Putih 23 17 saat yang lalu tawanan itu masih ada, tetapi
sekarang sudah tidak ada... kami... benar-benar
tidak bisa menerangkannya kenapa jadi begini."
"Kau harus mampus!" Nyo Jiok sudah
menyiapkan pukulan maut ke arah penjaga
yang malang itu. "Tahan!" seru Ai Kong.
Nyo Jiok menoleh kepada Ai Kong, "Ada
apa?" "Ketua Nyo, harap jangan lupa bahwa orangorang yang menjaga di sini adalah anak buahku,
orang-orang Lam-cong, kalau mereka bersalah,
akulah yang berhak menghukum mereka!"
"Kalau begitu, hukumlah mereka. Mereka
telah menghilangkan tawanan!"
Di luar dugaan Ai Kong menjawab, "Aku
yakin hilangnya tawanan itu bukan kesalahan
mereka." Nyo Jiok kaget, "Apa maksud kata-katamu
itu, Saudara Ai?" Ai Kong bukan seorang yang suka berbelitbelit dalam bicara, begitu juga kali ini, "Ketua
Nyo, semua orang sudah tahu selisih pendapat
Sekte Teratai Putih 23 18 yang tajam antara kau dan aku perihal tawanan
itu. Kau ingin menyembelihnya begitu saja,
sedang bagi aku rasanya lebih bermanfaat kalau
tawanan itu tetap hidup dan digunakan untuk
memeras Gubernur Ho-lam. Bisa menghasilkan
uang. Tetapi sebelum kesepakatan kita tercapai,
rupanya kau sudah tidak sabar dan diam-diam
menculik tawanan itu, lalu sekarang kau purapura marah-marah dan hendak menghukum
anak buahku. Hem, sandiwara itu sungguh
kasar!" Nyo Jiok tidak menyangka kalau Ai Kong
melontarkan tuduhan macam itu. Dengan gusar
ia menuding orang-orang yang berjaga-jaga di
sekitar tempat itu, sambil berkata kepada Ai
Kong, "Saudara Ai, matamu masih sehat bukan"
Bukankah kau sendiri yang memasang orangorangmu untuk menjaga tempat ini, dan aku
sudah mengalah dengan mempercayakan
penjagaan kepada orang-orangmu" Kenapa
sekarang berbalik menuduh aku?"
Ai Kong tidak kalah tangkas menjawab,
"Memang orang-orangkulah yang menjaga
Sekte Teratai Putih 23 19 tawanan, tetapi inilah justru bagian dari siasat
licikmu agar kau bisa melakukan kejahatan
tanpa jejak, agar kau bisa cuci tangan kalau
dituduh. Sebab orang-orangku memanglah tidak
begitu mahir dengan hal-hal gaib seperti orangorangmu, tentulah orang-orangmu sudah
mengambil tawanan itu dengan cara-cara
siluman. Bukankah kau punya teman orangorang Jepang yang pintar masuk ke dalam
tanah" Tentu sudah kau suruh mereka untuk
melakukan ini!" "He, hilangnya tawanan itu adalah karena
ketidak-becusan orang-orangmu, kenapa malah
balik menyalahkan aku?"
Namun berhadapan dengan Ai Kong yang
berangasan itu, kata-kata Nyo Jiok tidak
berhasil meredakan amarahnya. Tangan Ai
Kong meraih ke gagang sapu kawat baja yang
mencuat di belakang pundaknya, sekejap
kemudian senjata anehnya itu sudah
tergenggam di tangannya. Bentaknya, "Ketua
Nyo, aku ingin mencoba berbicara baik-baik
Sekte Teratai Putih 23 20 sekali lagi, katakan sejujurnya, di mana kau
taruh tawanan itu?" "Ai Kong, tindakan sikapmu ini sebenarnya
hanya untuk menutupi kecurangan pihakmu
sendiri" Akulah yang pantas bertanya
kepadamu, ke mana kau pindahkan tawanan itu
tanpa sepengetahuanku?"
Ai Kong menjadi gusar, ia melangkah maju
sambil menggerakkan sapu kawat bajanya.
Melihat kemarahan bekas sekutunya ini, mau
tak mau Nyo Jiok gentar juga. Maklum, separuh
lebih dari orang-orang yang ada di Puncak Inhong saat itu adalah orang-orangnya Ai Kong.
Bukan itu saja, orang-orangnya Ai Kong
memiliki banyak senjata api yang takj
tertandingi oleh pihak Nyo Jiok kalau; terjadi
bentrokan. Meskipun di pihak Nyo Jiok ada
banyak sekali ilmu gaib, namun di pihak orangorang Lam-cong juga bukan anak-anak kemarin
sore dalam hal! perkara-perkara gaib, meskipun
mereka tidak mendalaminya setekun orangorang Pak-cong.
Sekte Teratai Putih 23 21 Karena itulah, melihat kemarahan Ai Kong,
buru-buru Nyo Jiok berkata, "Baiklah, Saudara
Ai, harap redakan kegusaranmu. Persoalan ini
jangan sampai meretakkan hubungan kita,
sesama pejuang! untuk tegaknya kembali
dinasti Beng. Kita akui saja kenyataan bahwa
tawanan itu memang hilang, tidak usah saling
tuduh, lebih baik kita mulai berusaha
mencarinya di sekitar Puncak In-hong ini.
Barangkah dia melarikan diri, dan kita masih
bisa mengejarnya." Ai Kong pun menahan diri. Ia membawa
pesan rahasia dari ketua Sekte Selatan, agar
Sekte Utara dapat dipersatukan kembah tetapi
dengan pihak selatan sebagai pimpinan tentu
saja. Bentrokan dengan Nyo Jiok tidak
menguntungkan rencananya, itulah sebabnya ia
menahan diri agar tidak sampai bentrokan
dengan Nyo Jiok. Tetapi kalau pembunuhan
diam-diam terhadap Nyo Jiok, itu lain soal, Ai
Kong dengan senang hati akan menyetujui hal
itu dan bahkan mendukungnya.
Sekte Teratai Putih 23 22 Biarpun berangasan, Ai Kong punya otak
juga, itulah sebabnya ia bisa memanjat naik ke
kedudukan nomor dua di Pek-lian-kau Selatan,
Sebagai wakil ketua. Otaknya berputar sejenak,
lalu muncullah akalnya untuk memecahkan
persekutuan Nyo Jiok dengan para Ninja yang
dipinjam Nyo Jiok dari kelompok "pecinta tanah
air" yang bersembunyi dalam istana Kaisar
Kian-liong. Ai Kong berharap, kalau Nyo Jiok
retak dengan jago-jago dari seberang itu dan
juga dengan kelompok "pecinta tanah air" itu,
Nyo jiok akan lebih lemah dan lebih gampang
"disetir" oleh Sekte Selatan.
Maka Ai Kong pun ganti haluan, tidak lagi
mengacung-acungkan sapu kawat bajanya
melainkan menggendongnya kembali. Lalu
katanya, "Baiklah, kita tidak boleh kehilangan
akal sehat karena peristiwa ini. Aku percaya
orang-orangku sudah lakukan tugas mereka
sebaik-baiknya, toh tawanan itu hilang juga.
Maka aku mencurigai suatu pihak."
"Siapa?" Sekte Teratai Putih 23 23 "Orang-orang Jepang yang kauundang ikut
membantu menyingkirkan Mo Hwe itu.
Bagaimanapun mereka adalah orang luar,
kesediaan mereka membantu penyatuan Peklian-kau kita tentu ada pamrihnya. Bukankah
kelompok istana di belakang mereka itulah yang
pernah mengkhianati Pek-lian-kau dalam kerjasarna semu merampok batangan-batangan
emas dan ibu kota itu" Dalam peristiwa itu
mereka makan nangkanya Pek-lian-kau yang
kena getahnya. Mereka yang merampas
emasnya yang sekarang disembunyikan di mana
tanpa pernah kita lihat uiudnya, sedang kitalah
yang diburu-buru anjing-anjing Manchu karena
menyembunyikan emas-emas itu. Nah itu
tandanya mereka tidak tulus bukan'"''"
"Jadi, maksud Saudara Ai..."
"Yang mencuri tawanan itu pastilah mereka.
Lagipula mereka bisa menghilang dan berjalan
dalam tanah segala, kemungkinan besar
merekalah yang berhasil mengelabuhi orangorangku yang berjaga di sini."
"Lalu...." Sekte Teratai Putih 23 24 "Kita gempur mereka, tunggu apa lagi"
Bagaimanapun juga, mereka adalah orang luar,
bukan saudara-saudara seperjuangan kita.


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Omong kosonglah kalau kelompok istana yang
menyewa mereka itu mengaku pecinta tanah
air, buktinya sudah dua kali mengkhianati kita
kok. Memang kemarin mereka membantu kita
menggusur Mo Hwe, tetapi malam ini biar
mereka terima upah pengkhianatan mereka!"
Nyo Jiok yang lebih licik dan Ai Kong itu
mencium suatu maksud tersembunyi di
belakang tawaran Ai Kong itu. Namun ia purapura mengangguk-angguk setuju dan berkata
dengan lirih, Aku sependapat denganmu,
Saudara Ai. Meski mereka pernah membantu
kita, namun tidak tulus, namun mereka adalah
duri dalam daging kita. Tetapi aku harap jangan
sampai ribut-ribut, biarlah aku bereskan
mereka secara diam-diam dengan ilmu gaib."
Hati Nyo Jiok melonjak kegirangan. "Kapan
akan kau lakukan?" "Malam ini juga, seperti katamu tadi, tunggu
apa lagi" Tetapi karena sasaran serangan ilmu
Sekte Teratai Putih 23 25 gaib kita kali ini adalah sasaran alot, aku minta
dukunganmu, Saudara Ai, aku mohon kau
menertibkan orang-orangmu agar jangan
menimbulkan kecurigaan orang-orang Jepang
itu. Sementara aku akan berada di Pek-lian-tai
(Panggung Teratai Putih)."
Panggung Teratai Putih adalah sebuah
tempat yang letaknya terpencil, tempatnya Nyo
Jiok melakukan kegiatan sihirnya. Itu bukannya
panggung biasa, melainkan dengan tumbaltumbal manusia di bawah setiap tiang-tiangnya,
yang dipercaya akan menambah keangkeran
panggung tersebut. Nyo Giok dan Ai Kong pun berpisah menuju
ke tempatnya masing-masing, setelah berpesan
kepada pengikut masing-masing agar merahasiakan rencana itu. Tapi mereka tidak
tahu, sesosok bayangan bersembunyi di
belakang pohon dan mendengarkan percakapan
tadi. Setelah tempat itu sepi kembali, bayangan
itu pun mengendap hati-hati di belakang semak
belukar, meninggalkan tempat itu.
Sekte Teratai Putih 23 26 Sementara itu, Nyo Jiok sendirian sudah tiba
di panggung Pek-lian-tai, panggung yang
semalam juga digunakannya untuk mengirim
serangan kepada Mo Hwe namun gagal tanpa ia
ketahui sebab-sebabnya. Ia mulai menyalakan
lilin-lilin, mengatur sesaji, membaca mantera,
mengibarkan bendera-bendera bertulisan gaib.
Lalu ia duduk bersila di tengah panggung, terusmenerus membaca mantera, tubuhnya bergetar.
Dari kolong meja sembahyang ia mengambil
sebuah guci, dibukanya tutup guci itu dan
dikeluarkannya seekor kura-kura kecil dari
dalamnya. Punggung kura-kura itu ditempelinya kertas jimat yang sudah ditulisi
dengan tanggal lahir dan nama dari sasarannya.
Andaikata Ai Kong melihat tanggal lahir dan
nama siapa yang dituliskan di situ, tentu Ai
Kong akan gusar bukan main kepalang, sebab
itulah tanggal lahir dan nama Ai Kong!
Nyo Jiok menyeringai menatap kura-kura itu,
lalu ditaruhnya kura-kura itu kembali ke dalam
guci kecil itu. Ditaruhnya guci itu di
hadapannya, sementara Nyo Jiok duduk bersila.
Sekte Teratai Putih 23 27 Dipegangnya sebuah pedang-pedangan kayu
yang juga ditempeli kertas kuning bertulisan,
ditudingnya guci berisi kura-kura itu
berulangkah sambil berulang-kali pula mengucapkan kutuk-kutuknya.
Kura-kura dalam guci itu nampaknya
semakin gelisah. Sementara itu, pimpinan kelompok Ninja
menjadi gusar ketika dibisiki oleh salah seorang
anak buahnya yang tadi sempat mencuri dengar
pembicaraan Nyo Jiok dan Ai Kong di dekat
rumah penyimpanan tawanan yang kosong itu.
Kelompok Ninja di Puncak In-hong itu
jumlahnya paling sedikit, hanya tiga puluhan
orang, namun mereka juga bukan orang-orang
yang asing dengan ilmu gaib.
Setelah mendengar laporan orangnya itu, Si
Pemimpin Kelompok tidak tinggal diam. Ia
mengajak seluruh anak buahnya untuk
melindungi diri dengan mantera penangkal.
Selain itu, Si Pemimpin Kelompok tidak cuma
sekedar berlindung tetapi juga merencanakan,
serangan balasan. la mulai memanterai sebuah
Sekte Teratai Putih 23 28 boneka, dengan jarum terjepit di jari-jarinya ia
siap-siap untuk menusuk-nusuk boneka itu.
Tentu saja yang diserangnya adalah Nyo Jiok.
Demikianlah, bekas sekutu-sekutu yang
kemarin malam masih begitu kompak bersamasama mendongkel Mo Hwe, kini saling
menyerang. Ai Kong ketika itu sedang berbaring-baring
di baraknfa, sambil membayangkan Nyo Jiok
sedang meneluh para Ninja itu. Ia tersenyum
sendiri membayangkan rencananya itu sedang
"berjalan lancar".
Ia merasa udara dalam ruangan itu semakin
panas, lalu ia perintahkan seorang anak
buahnya untuk membuka pintu-pintu dan
jendela. Tapi udara panas terus meningkat juga,
sampai keringa Ai Kong bercucuran. Biarpun Ai
Kong ini orangnya agak "telat" tetapi mulai
merasa curiga juga. Udara di Puncak In-hong itu
sangat dingin meskipun di siang hari, apalagi
saat itu adalah malam hari. Maka hawa panas
itu sungguh terasa tidak wajar.
Sekte Teratai Putih 23 29 Ketika ia hendak bangkit dari pembaringannya, tiba-tiba terasa lehernya
tercekik. Saat itulah ia sadar, desisnya, "Nyo Jiok
keparat...." Dua orang anak buahnya yang berjaga di luar
pintu cepat-cepat masuk, dan terkejut melihat
Ai Kong tengah mengelepar sekarat di atas
pembaringannya dengan lidah terjulur keluar
dan mata melotot. Seperti sedang dicekik tetapi
tidak kelihatan siapa yang mencekiknya.
"Hu-cong-cu...." desis kedua pengawal itu
tanpa tahu harus berbuat apa. Mereka tahu apa
yang terjadi pemimpin mereka sedang diserang
secara gaib namun tidak tahu bagaimana cara
mengatasinya. Mereka cuma mendengar Ai Kong berdesis
sebelum ajalnya,"Tumpas Nyo Jiok dan orangorangnya...
habis memberikan amanat terakhirnya itu, tubuh Ai Kong berkelejat keras
beberapa kali, lalu nyawanya amblas dengan
mata melotot dan lidah terjulur keluar.
Sekte Teratai Putih 23 30 "Hui-cong-cu... desis kedua pengawal itu tanpa
tahu harus berbuat apa. Mereka tahu apa yang
terjadi 'pemimpin mereka sedang diserang secara
gaib namun tidak tahu bagaimana
cara mengatasinya. Sekte Teratai Putih 23 31 Kedua pengikutnya berkeringat dingin dekat
pembaringan itu, kata yang seorang, "Kita harus
berbuat apa?" "Laporkan saja kepada Tau-siang-hoa (bunga
di atas kepala salah satu "pangkat" dalam Peklian-kau yang cukup tinggi) Bun Leng-po."
Bun Leng-po alias Bun Jiat-pang (Bun Si
Tongkat Maut) adalah orang kedua di bawah Ai
Kong dalam rombongan yang diberangkatkan
ke Puncak In-hong itu. Kepada orang inilah
orang-orang Lam-cong yang sedang bingung
kehilangan pemimpin itu melapor.
Di panggung Pek-lian-tai, sambil menyeringai kejam Nyo Jiok mencekik leher
kura-kura kecil itu dengan dua jarinya. Ketika
dirasanya kura-kura itu sudah mati di
tangannya, puaslah hatinya, ia yakin Ai Kong
sudah dapat dibereskannya. Ia sendiri bukan
tidak tahu kalau bantuan pihak Lam-cong itu
ada pamrih tersembunyinya, yaitu ingin
menguasai seluruh Pek-lian-kau dan Nyo Jiok
bakal-an hanya menjadi "ketua boneka" yang
dikendalikan dari selatan. Nyo Jiok tidak mau
Sekte Teratai Putih 23 32 sekedar jadi boneka, maka malam itu ia
bertindak lebih dulu membereskan Ai Kong.
Dengan perasaan puas ia bangkit dari
duduknya, hendak meninggalkan tempat itu
sambil bersiap-siap untuk pura-pura mengucapkan "ikut berdukacita" kepada orangorang Lam-cong yang sedang kehilangan
pimpinan. Ketika itu Nyo Jiok belum bangkit
sepenuhnya, baru sebelah telapak kakinya yang
tertumpu tanah, tiba-tiba Nyo Jiok menyeringai
karena merasa dadanya sangat nyeri seperti
ditusuk jarum, bahkan ribuan jarum. Nyo Jiok
terperanjat. Sebagai seorang ahli ilmu gaib, ia
segera mengenalinya sebagai sebuah serangan
gaib. Seandainya Nyo Jiok punya cukup waktu,
tentu ia akan berhasil menelusuri dan
mengenali jenis dan asal-usul serangan itu. Tapi
saat itu Si Penyerang agaknya emoh memberi
kesempatan kepada Nyo Jiok.
Di baraknya, bertubi-tubi Si Pemimpin Ninja
menusukkan jarumnya ke arah tubuh boneka
kain di tangannya sambil menggumamkan
Sekte Teratai Putih 23 33 mantera kutukannya. Suara manteranya
meninggi ketika sebuah tusukan telak
dihunjamkan ke dada boneka itu.
Bersamaan di panggung Pek-lian-tai Nyo Jiok
rebah menggelepar dan menggeliat, beberapa
kali kakinya masih menyepak-nyepak membuat
berantakan sesajian di sekitarnya. Kemudian
dengan mata membelalak penasaran, arwahnya
pun terbang meninggalkan tubuhnya.
Begitulah, dalam waktu satu malam, baik
kaum Pak-cong maupun kaum Lam-cong yang
berkumpul di Puncak In-hong itu sama-sama
kehilangan pimpinan. Dan karena suasana
saling mencurigai belum lenyap di antara
mereka sehubungan dengan hilangnya Su Peklian, maka ke-curigaan kedua belah pihak pun
berkobar dengan hebat oleh kematian misterius
Ai Kong dan Nyo Jiok itu. Kedua belah pihak
saling menuduh dan saling menyangkal, dan
akhirnya senjatalah yang berbicara. Begitulah
malam itu yang seharusnya menjadi malam pengorbanan darah untuk arwah para leluhur
dinasti Beng menjadi malam pertempuran
Sekte Teratai Putih 23 34 darah yang dahsyat karena baik kaum Pak-cong
maupun kaum Lam-cong tidak dapat lagi
mengendalikan kemarahan. Bun Leng-po alias Bun Jiat-pang di
hadapannya orang-orang Lam-cong yang
berkumpul di sekitar gubuk tempat ditaruhnya
mayat Ai Kong, berteriak sengit sambil
mengacungkan sepasang tongkat besinya,
"Ternyata orang-orang Pak-cong memang
orang-orang yang tidak tahu membalas budi
kebaikan kita! Kita sudah menolong mereka
menyingkirkan si ketua tidak becus Mo Hwe,


Sekte Teratai Putih Karya Stefanus Sp di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi mereka malah menyembunyikan gadis
tawanan itu untuk keuntungan mereka sendiri.
Dan karena Hu-cong-cu Ai Kong mengetahui
siasat busuk mereka, maka mereka tidak segansegan meneluh Hu-cong-su sehingga mati!
Teman-teman, orang-orang tidak kenal budi ini,
enaknya kita apakan"
Dengan hati yang menyala, orang-orang Lamcong itu bertetiak-teriak bersahut-sahutan.
"Beri pelajaran pahit kepada mereka!"
Sekte Teratai Putih 23 35 "Mereka punya dewa-dewa pelindung, kita
punya bedil!" "Tumpas mereka untuk membalaskan sakit
hati Hu-cong-cu!" Dan sebagainya. Dan Bun Jiat-pang tidak
menunggu sampai hati orang-orangnya menjadi
dingin dan tawar kembali, melainkan langsung
menggerakkan orang-orangnya.
Demikianlah, di bawah cahaya purnama yang
bulat sempurna, dua kaum se-asal-usul itu
kembali saling gempur dengan hebat.
Mengulangi ketololan mereka bertahun-tahun
yang lalu di Kuil Hong-kak-si, ketika itu mereka
memperebutkan Pangeran Hong-lik yang kini
sudah menjadi Kaisar Kian-liong.
Karena kedua belah pihak dalam keadaan
marah, maka jatuhnya korban-korban jiwa pun
berlangsung dengan cepat. Tetapi pihak Lamcong yang berjumlah jauh lebih banyak, juga
punya regu-regu bersenapan yang terlatih baik,
tanpa kesulitan berarti dapat segera menyapu
orang-orang Pak-cong. Sekte Teratai Putih 23 36 Selain itu, ternyata banyak orang-orang Pakcong yang tidak sungguh-sungguh bertempur
sepenuh hati membela Nyo Jiok. Sebagian dari
orang-orang Pak-cong agaknya berhasil
dipengaruhi oleh Mo Hwe yang diam-diam
kembali ke puncak itu bersama Sebun Beng dan
lain-lainnya, dan orang-orang Pak-cong yang
dipengaruhi Mo Hwe itu pun kabur terceraiberai. Yang gigih membela Nyo Jiok pun
akhirnya ikut tercerai-berai karena tidak tahan
menghadapi tekanan orang-orang Lam-cong
yang ganas dan dirasuk kemarahan.
Dengan demikian, pertempuran malam itu
berlangsung singkat dengan kemenangan bagi
orang-orang Lam-cong. Orang-orang Lam-cong
pun kemudian pergi meninggalkan Puncak Inhong tu saja dengan membawa jenazah Ai Kong.
Maka ketika Sebun Beng, Wan Lui dan Mo
Hwe serta Sun Cu-kiok tiba di Puncak In-hong,
mereka tidak melihat lagi orang hidup di pihak
Pek-lian-kau, melainkan hanya mayat-mayat
yang bertumbangan di sana-sini.
Sekte Teratai Putih 23 37 Mereka berkeliling untuk mencari orang
hidup yang bisa ditanyai, namun tidak ada
orang hidup lagi. Yang hidup sudah pergi dan
yang mati ditinggal begitu saja.
Keruan saja Sun Cu-kiok jadi gelisah
memikirkan nasib adiknya, la putar-putar ke
sana-sini, memeriksa bangunan-bangunan kayu
yang didirikan orang-orang Pek-lian-kau di
tempat itu, namun bayangan adiknya tidak
nampak sedikit pun, hidup atau mati.
"Mungkinkah Adikku dibawa oleh orangorang Lam-cong?"
Mo Hwe yang masih merasa bersalah karena
dulu dialah yang menculik Sun Pek-lian,
menjawab, "Kalau benar demikian, Nona Sun,
akan kupertaruhkan nyawaku untuk menyusul
dan menyelamatkan Adik Nona."
Tetapi Sebun Beng berkata, "Firasatku
mengatakan lain. Aku merasa justru Adik Nona
sudah tiba di tempat yang aman sekarang."
"Dengan pertolongan siapa?"
"Mungkin.... Liu Yok."
Sekte Teratai Putih 23 38 "Tapi bukanlah Liu Yok sedang bersiap-siap
untuk tidur ketika kita hendak berangkat tadi..."
debat Sun Cu-kiok, namun kalimatnya itu
melemah di bagian akhirnya, sebab ia sudah
belajar sebuah kenyataan yang aneh bahwa "Liu
Yok yang tidur lebih berbuat banyak daripada
Liu Yok yang siuman".
Sebun Beng tersenyum mengamati perubahan wajah Sun Cu-kiok yang berangsurangsur tenang.
Sementara Wan Lui belum tenang benar,
"Kalau benar Nona Sun Pek-lian sudah
diselamatkan, berarti baru sebagian persoalan
yang selesai. Masih ada dua persoalan yang aku
tangani." "Apa saja?" "Pertama, aku ditugasi Kaisar untuk
menggulung sebuah komplotan dalam istana
yang bekerjanya sangat rapi. Begitu rapinya
komplotan itu, sehingga di istana hampir tidak
terasa kehadirannya sama sekali, tetapi justru
di luar istana barulah terasa kalau mereka tahu
banyak sekali rahasia istana dan mereka
Sekte Teratai Putih 23 39 bertindak berdasar itu. Itulah sebabnya untuk
melacak komplotan itu, aku memulainya dari
luar istana, bukan dari dalam istana sendiri."
Semuanya mengangguk-angguk, sementara
Wan Lui melanjutkan, "Kedua, soal hilangnya
batangan-batangan emas itu. Aku harus
menemukannya kembali."
Mo Hwe tiba-tiba berkata, "Jenderal Wan,
aku bantu kau menyederhanakan persoalannya.
Kedua persoalan itu sebenarnya satu, bukan
dua. Komplotan dalam istana itu jugalah yang
merampok batangan-batangan emas itu. Kalau
kau gulung komplotan itu, akan kau temukan
juga emas itu. Seperti maling yang tertangkap,
tinggal tanyai saja di mana dia sembunyikan
barang colongannya."
"Bagaimana kau tahu, Saudara Mo?"
"Dulu ketika aku masih menjadi ketua Peklian-kau Utara, komplotan istana itu pernah
menghubungi aku, diajak bersama-sama
merampok emas itu. Ternyata itu bukan
kerjasama yang jujur. Pihak kami hanya
dijadikan sasaran untuk mengalihkan perhatian
Sekte Teratai Putih 23 40 petugas-petugas pemerintah yang mengawal
emas itu, sedang komplotan itulah yang benarbenar menikmati emasnya. Kamilah yang
diuber-uber." Wan Lui mengangguk-angguk, sebab
keterangan Mo Hwe cocok dengan keterangan
anak buahnya dari pasukan sandi. "Jadi Saudara
Mo tahu siapa Komplotan istana itu?"
"Tidak tahu." "Lho, katanya pernah berhubungan..."
"Ya, mereka yang menghubungi kami, tetapi
tidak secara terang-terangan. Mereka berkedok.
Tetapi ada ciri yang aku temukan pada orang
yang menghubungi kami itu, sebuah tahi lalat
besar di punggung tangannya."
"Apa lagi?" desak Wan Lui.
"Sudah, hanya itu."
Wan Lui menarik napas. "Baiklah, betapapun
aku berterima kasih kepadamu."
Ketika rembulan sudah bergeser ke barat,
Sebun Beng dan rombongannya meninggalkan
Puncak In-hong. TAMAT Sekte Teratai Putih 23 41 Sumber Image : Koh Awie Dermawan
Yang Ngurutkan Halaman : Kang Hadi
first share in Kolektor E-book
Margoyoso, 18/06/2018 05:05 PM
Sekte Teratai Putih 23 42 Tengkorak Maut 13 Sherlock Holmes - Klien Terkenal Macan Tutul Di Salju 11

Cari Blog Ini