Ceritasilat Novel Online

Tamu Dari Gurun Pasir 24

Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 24


Kembali menunjuk kepada Seorang tua lainnya yang berwajah merah sawo dan berpakaian hitam: "Dia bergelar Tay-bo Hui-liong. Oleh karena gelarmu adalah 'To-liong Kongcu' yang berarti kongcu pembunuh naga, maka mereka sengaja menantikan perjalananmu di sini, suruh kau hapuskan gelar itu".
Lim Tiang Hong kerutkan keningnya, ia berkata kepada Ham-hay Liong-kun: "Betulkah demikian maksud
kedatangan kalian bertiga?"
Tay-bo Hui-liong lantas menyahut: "Bukan saja minta kau segera hapuskan nama gelarmu itu, pedang To-liong-kiam di pinggangmu itu, kau juga harus tinggalkan".
kemudian ia berkata kepada Hong-gwat Kongcu: "Pergilah!
sudah tidak ada urusanmu lagi,"
Hong-gwat Kongcu ketawa terbahak-bahak dan berkata:
"Siapa yang tidak tahu bahwa perhubungan persahabatan antara Hong-gwat dengan To-liong ada begitu eratnya"
Dalam urusan ini, sekalipun Saudara Lim tidak datang, aku Hong-gwat juga boleh talangi padanya dan tanggung jawab sepenuhnya. Katakanlah, kalian menghendaki cara 454
penyelesaian bagaimana" sementara mengenai permintaan kalian supaya menghapuskan nama gelar itu, aku juga boleh menjawab pada kalian: Tidak bisa!"
Lim Tiang Hong sebetulnya tidak ingin timbul
bentrokan lagi dengan Hong-lui-po, maju lantas maju setindak dan berkata sambil menyoja: "Persoalan antara partai2 persilatan daerah Tionggoan dengan Hong lui-po, kini telah selesai. Perlu apa tuan2 bertiga timbulkan persoalan lagi?"
Ham-hay Liongkun dongakan kepala dan menyahut
sambil ketawa dingin: "Tiga naga dari gurun pasir Gobi dengan Hong-lui-po, satu sama lain tidak ada sangkut pautnya. Jika kau merasa jeri, letakkan pedangmu, lalu bersumpah selanjutnya tidak akan menggunakan nama gelar To-liong Kongcu itu lagi. Jikalau tidak, Hm! gurun pasir ini barangkali akan menjadi tempat kuburmu"
Mendengar perkataan yang sangat jumawa itu, Lim Tiang Hong lantas gusar, sambil ketawa ber-gelak2 ia berkata: "Setan pecundang, dengarlah: gelar To-liong Kongcu ini sebetulnya adalah pemberian dari orang luar, tapi karena permintaaan kalian ini, aku akan tetap menggunakannya. Untuk selanjutnya, aku akan
mengumumkan kepada sahabat-sahabat dunia rimba persilatan dan pula tidak akan merubah lagi untuk se-lama2nya Kalian mempunyai kepandaian apa, boleh keluarkan semuanya!"
Gobie Giok-liong yang sudah malang melintang di daerah gurun pasir Gobi hampir seumur hidupnya belum pernah menemukan tandingan ketika mendengar ucapan Lim Tiang Hong yang demikian keras, wajahnya merah padam.
"Sungguh jumawa!" demikian ia berseru.
455 Tangannya lalu bergerak, melancarkan satu serangan.
Mendadak ia rasakan hembusan angin, pedang Honggwat Kongcu telah menghalau serangannya. Dengan suara keras pemuda itu membentak: "Tunggu dulu! kalian hendak maju berbareng atau satu persatu" Menurut pikiranku, untuk menghemat waktu, sebaiknya kalian bertiga lawan kita berdua, bagaimana2"
Tiga naga dari gurun pasir Gobi itu, semuanya
merupakan orang2 tingkatan tua yang sudah lama terkenal.
Hari itu mencari onar dengan orang tingakatan muda saja sudah merupakan satu perbuatan yang merendahkan derajatnya, bagaimana mereka sudi main keroyok untuk mencari kemenangan.
Gobi Giok-liong ketika melihat Hong-gwat Kongcu menghalau dan berkata demikian terpaksa kendalikan hawa amarahnya, sambil ketawa terbahak bahak ia berkata:
"Lohu mana sudi mengandalkan kekuatannya orang banyak untuk merebut kemenangan" Tapi, baiklah! kalian berdua, asal mampu, menangkan salah satu antara kita bertiga, kita akan membiarkan kalian pergi, bagaimana?"
Hong-gwat Kongcu getarkan pedangnya, lalu berkata sambil ketawa: "Tak usah berdua, dengan seorang diri Kong-cumu ingin belajar kepandaianmu lebih dulu!"
Lim Tiang Hong tidak membiarkan kawannya, maju dulu untuk nalangi dirinya, maka ia buru2 mencegah:
"Saudara mengaso dulu sebentar. Soal ini biarlah aku sendiri yang membereskan".
Gobi- Giok-liong berkata dengan nada suara dingin:
"Tidak usah berebut, kalian berdua maju berbareng saja.
Lohu nanti akan melayani sampai puas, biar bagaimana lohu akan suruh kalian takluk benar2".
456 Pada saat itu, tiba2 seekor kuda lari mendatangi. Di atas kuda ada seorang wanita setengah tua dengan pedang di punggungnya. Begitu tiba di depan lima orang, wanita itu lantas tahan kudanya dan lompat turun.
Lim Tiang Hong segera mengenali bahwa wanita itu bukan lain daripada Cin-nia Cie-hong, ciangbunjin Tiang-lim-pay, yang karena hendak pesiar keseluruh tempat untuk mencari guru yang lebih pandai, sehingga melepaskan kedudukannya sebagai ciangbunjin. Maka ia segera maju memberi hormat seraya berkata: "Apakah locianpwee mencari Lim Tiang Hong?"
"Boleh dikata demikian, tapi bukan sekarang."
jawabnya Cin-nie Cie-hong sambil tersenyum. Ia mengawasi Gobi Sam-liong atau tiga naga dari Gobi sejenak, lalu berkata pula: "Hari ini aku dapat bertemu dengan Gobi Samliong, ternyata tidak sia2 perjalananku ini.
Mereka semuanya berjumlah tiga orang, maka aku juga boleh dihitung sebagai salah satu dari orang di pihakmu.
Tiga lawan tiga, itu toh adil bukan! Kita ingin tahu, entah ilmu pedang daerah Tionggoan ataukah ilmu pedang daerah barat yang lebih unggul?"
Ham-hay Liong-kun segera maju dua tindak dan
berkata: "Kau siapa" Mengapa ingin campur tangan dalam urusan ini?"
"Aku siapa, tidak perlu kau tahu. Biar bagaimana kita hanya ingin berkenalan dengan mengadu kepandaian, dari kepandaian siapa yang lebih unggul. Untuk menentukan siapa yang lebih kuat, banyak bicara tidak ada gunanya".
jawabnya wanita itu sambil tersenyum.
"Bagus! bagus! kalian ternyata pada pandai bicara.
Demikianlah kita tetapkan, tiga lawan tiga. Dalam satu kali pertandingan untuk menentukan siapa yang menang dan 457
siapa yang kalah. Dan lohu ingin belajar kenal dulu dengan kepandaiamu". berkata Ham-hay Liong-kun sambil ketawa terbahak bahak.
Ciu-nia Cie-hong menghunus pedangnya kemudian
berkata dengan suara pelahan: "Silahkan!"
Pada saat itu, Lim Tiang Hong dan Hong-gwat Kongcu sudah pada menghadapi lawannya masing2 dengan pedang terhunus.
Diantara tiga naga dari Gobi itu, adalah Tay-bo Hui-liong yang kepandaiannya lebih tinggi. Melihat masing2
sudah siap, lantas ketawa dan berkata: "Biarlah lohu yang melayani To-liong Kongcu".
Dari pinggangnya ia mengeluarkan sebilah pedang pendek yang tidak lebih dari tiga kaki.
Enam orang itu terpencar menjadi tiga rombongan. Tay-bo Hui-liong berhadapan dengan Lim Tiang Hong, Gobi Giok-liong dengan Hong-gwat Kongcu dan Ham-hay Liong-kun dengan Cin-nia Cie-hong.
Kedua pihak sama2 ahli pedang kenamaan, enam bilah pedang, dibawah sinar mata hari senja memancarkan sinarnya berkilauan.
Dengan berdiri berhadapan dan berjalan berputaran pelahan2, masing2 siap hendak melancarkan serangannya, tapi tiada satupun yang bergerak lebih dulu.
Akhirnya Tay-bo Hui-liong yang sudah tidak sabar.
Sambil bersiul panjang, ia telah bergerak melancarkan sekaligus tiga kali serangan. Lim Tiang Hong menyaksikan serangan dengan pedang pendek orang tua itu ternyata begitu hebat, segera mengetahui bahwa ia sudah berhadapan dengan lawan tangguh yang jarang ditemukan, maka 458
dengan sangat hati2 sekali, ia juga balas menyerang sampai tiga kali.
Kala itu kekuatan tenaga dalamnya sudah tidak ada bandingannya, walaupun dengan satu gerakan seenaknya saja, serangannya itu ada mengandung kekuatan sangat hebat, maka begitu beradu, Tay-bo Hui-liong segera merasakan bahwa nama besar yang didapatkan oleh anak muda itu, sesungguhnya bukan nama kosong belaka.
Ia tidak berani memandang ringan lawannya itu lagi, pedang pendeknya digunakan untuk menikam, membabat, memotong, dengan serentetan melakukan serangan sampai sembilan kali.
Serangannya itu bukan merupakan serangkaian ilmu pedangnya, tapi diambil dari intinya berbagai ilmu pedangnya yang terampuh.
Memang hebat serangannya itu, dalam waktu sekejapan saja Lim Tiang Hong sudah berada dalam kurungan lapisan sinar emas.
Lim Tiang Hong memutar pedang To-liong-kiamnya.
Dengan satu gerak tipu 'Kian-ie Biuw-hwa', ia menerobos lapisan sinar emas itu, kemudian ia rubah gerak tipunya dengan kekuatannya yang luar biasa, balas mengurung lawannya.
Ilmu To-liong Keng-hong tanpa tanding itu, benar2
sangat ampuh. Baru dua jurus saja, sudah berhasil menahan serangan lawannya yang begitu hebat. Selanutnya, terbentanglah suatu pertandingan ilu pedang kelas tinggi yang jarang tertampak.
Berbareng dengan berlangsungnya pertempuran antara Lim Tiang Hong dengan Tay-bo Hui-liong, di pihaknya 459
Ham-hay Liong-kun dan Gobi Giok-liong, juga sudah pada bergerak.
Tiga naga dari gurun pasir Gobi itu, masing2 sudah mempunyai latihan kekuatan tenaga beberapa puluh tahun lamanya. Ilmu pedang mereka malah merupakan ilmu pedang yang tersendiri, ganas dan telengas.
Kemahirannya Hong-gwat Kongcu dalam ilmu pedang, sudah terkenal dalam dunia rimba persilatan. Iapun gemar sekali dalam permainan itu. Maka begitu mendapat kesempatan mengadu pedang, semangatnya lantas
terbangun. Begitu pula dengan Cin-nia Cie-hong, juga merupakan satu jago ilmu pedang dalam golongan wanita. Ia melepaskan kedudukannya sebagai ciangbunjin.
Maksudnya melulu hendak mencari guru yang pandai untuk mempertinggi ilmu pedangnya, agar dapat membalas dendam karena kalah ditangannya Lim Tiang Hong.
Selama tiga tahun ia memperdalam ilmunya sudah mendapat banyak kemajuan, maka jauh2 ia mencari Lim Tiang Hong sampai ke barat. Tidak tahunya di gurun pasir telah berjumpa dengan kejadian tersebut, hingga ia juga mendapat kesempatan untuk menguji kepandaiannya sendiri. Ia merasa sangat gembira, ia hendak menggunakan ilmu pedangnya yang dipelajari selama tiga tahun itu, untuk menjatuhkan lawannya, maka ia bertempur sacara hati2
sekali, jangan sampai rubuh di tangan lawannya.
Enam ahli pedang kenamaan itu, dengan pikiran yang berlainan, masing2 mencurahkan seluruh kepandaiannya melakukan pertempuran dahsyat di gurun pasir itu.
Mata hari mulai condong ke barat, angin malam meniup santar, pasir dan salju berterbangan diangkasa nan bebas.
460 Malam telah tiba, jagat gelap gulita, angin meniup makin santer, suasana nampak sudah semakin sunyi dan suram!
Dalam keadaan gelap dan sunyi itu, di atas gurun pasir jamg luas, hanya tertampak enam bayangan orang yang tengah melakukan pertandingan pedang dengan amat gesitnya.
Tiga naga dari Gobi, sudah mengeluarkan kepandaian masing2, ternyata masih tak mampu menundukkan tiga lawannya dari daerah Tionggoan yang masih muda2 itu.
Dalam hati mereka merasa cemas, terutama Tay-bo Hui-liong, Karena maksud tiga naga mencegat Lim Tiang Hong di gurun pasir itu, ialah ingin supaya nama mereka tersiar ke daerah Tionggoan.
Tidak disangka tidak diduga, dua pemuda yang masih bau pupuk bawang dan wanita setengah tua itu, ternyata tidak mudah dilawannya. Pertempuran sudah berlangsung enam ratus jurus lebih, keadaan masih tetap berimbang, maka dalam hati mereka mulai merasa bahwa pertempuran itu ada kemungkinan kesudahannya akan berbalik memalukan bagi pihaknya.
Dalam cemasnya, Tay-bo Hu-liong tiba2 memperlihatkan gerakannya. Kiranya mereka hendak
menggunakan kekuatan tenaga dalamnya, yang sudah sempurna untuk mengalahkan lawannya. Pedang
pendeknya ditekan ke bawah, mendadak membuat satu lingkaran dan melakukan gerak tikaman.
Lim Tiang Hong merasa heran atas perubahan gerakan itu, apalagi setelah merasakan serangannya itu ternyata ada mengandung kekuatan hebat yang mengancam seluruh jalan darah pada dirinya.
461 Ia tidak berani berlaku gegabah, karenanya ia tidak tergesa gesa merebut kemenangan, sebaliknya menjaga rapat dirinya sendiri dengan sinar pedangnya.
Tiba2 terdengar suara beradunya dua pedang.
Lengannya merasa menggetar, sinar pedang nam pak berkelebat di depan matanya, dan ujung pedang sudah mengancara dadanya. Gerak tipu itu benar2 di luar dugaannya, maka dalam kagetnya ia lantas miringkan tubuhnya dan geser kakinyasedang pedangnya disodorkan untuk memapaki pedang pendek musuhnya.
Tay-bo Hui liong tidak menduga kalau lawannya itu berani menggunakan, gerak tipu sederhana dan biasa untuk memunahkan serangannya. Setelah terdengarnya suara beradunya dua pedang, dua orang itu lantas berpencaran.
Setelah dua kali mengadu kekuatan itu, dua pihak sama2
merasakan bahwa kekuatan tenaga dalam mereka ternyata ada berimbang.
Setelah terpencar keduanya maju lagi, melanjutkan pertempuran mereka yang amat dahsyat. Lim Tiang Hong berpikir, apabila pertempuran berlangsung terus secara demikian, rasanya bukanlah pada tempatnya. Ia lalu kerahkan seluruh kekuatan dan kepandaiannya. Ia mulai lagi dengan ilmu pedangnya To-liong Kiam-hoat. Ilmu pedang yang tidak ada tandingannya itu, kini dimainkan dalam tangannya benar2 mengandung pengaruh besar sekali.
Dari gerak tipu permulaan hingga jurus keempat, duapuluh empat gerakan dilancarkan sekaligus hebat, dahsyat. Bahkan setiap gerakan mengandung berbagai perubahan.
462 Tay-bo Hui-liong mu]ai keteter, dengan tanpa sadar, si naga terbang itu terus mundur sampai 7-8 kaki jauhnya, gerak pedangnya juga mulai lambat.
Mendadak diantara berkelebatnya sinar pedang
berkilauan, pedang To-liong-kiam sudah menggulung bagaikan rantai. Dalam gugupnya, ia menggunakan pedang pendeknya untuk menangkis dan kakinya digeser mundur sampai tiga kaki. Namun demikian, ternyata masih terlambat setindak. Ujung pedang Lim Tiang Hong sudah menebas kutung ujung bajunya.
Lim Tiang Hong dengan cepat tarik kembali
serangannya, mulutnya mengucapkan maaf ber-ulang2.
Tay-bo Hui-liong wajahjija pucat seketika, sambil menghela napas panjang lemparkan pedang pendeknya di tanah.
Lim Tiang Hong menyaksikan kedukaan naga itu,
dalam hati merasa tidak enak, maka lalu maju menghampiri dan menghibur padanya. "Ilmu pedang locianpwee sesungguhnya hebat, aku yang rendah sangat kagum sekali".
Perkataannya itu diucapkan dengan sikap merendah, tidak tahunya Tay-bo Hui-liong tidak mau mengerti, sebaliknya malah delikkan matanya dan berkata dengan nada suara dingin: "Kau tidak perlu berpura-pura. Apakah kau berani mengadu kekuatan dengan tangan kosong?"
"Asal kau suka, aku si orang she Lim tentu saja bersedia melayani kehendakmu". Jawabnya Lim Tiang Hong yang agak mendongkol.
Tay-bo Hui-liong tidak berkata apa2 lagi. Ia segera kerahkan ilmunya Tay-yang Sin-kang, siap untuk melakukan pertandingan lagi.
463 Lim Tiang Hong juga tahu bahwa Tay-bo Hui-liong sesungguhnya tidak mudah dilayani, maka ilmunya Sian-thian Ciat Khie-kang juga segera dikerahkan sepenuhnya.
Ketika ia mengawasi Tay-bo Hui-liong, mendadak dapat lihat bahwa orang tua itu matanya memancarkan sinarnya yang mengandung kebuasan, hingga diam2 merasa kaget.
Timbullah dalam alam pikirannya suatu pertanyaan, sebetulnya untuk apa pertempuran ini"
Dengan cepat ia lantas berkala: "Tunggu dulu, aku ingin bicara,"
"Apa kau takut?" Tay-bo Hui-liong balas menanya sambil ketawa dingin.
"Jangan kata cuma kau seorang. Sekalipun kalian bertiga maju berbareng, lihat tuan mudamu nanti sanggup melayani atau tidak" Hanya, aku merasa bahwa
pertempuran semacam ini, sedikitpun tiada artinya. Pikir saja, aku si orang she Lim, dengan kalian satu sama lain tidak saling mengenal, juga tidak saling bermusuhan. Nama julukan To-liong Kongcu ini, sebetulnya ada pemberian dari sahabat2 dunia rimba persilatan, buat aku sendiri sebetulnya tidak tahu sama sekali, mengapa mereka memberikan gelar demikian padaku. Mengapa locianpwee begitu perlu sampai mengadakan pertempuran ini, hanya disebabkan karena soal yang tidak ada artinya" Maksudku, semua kesalah pahaman ini biarlah kita akhiri sampai di sini saja".
"Enak saja kau bicara. Kejadian sudah terlanjur begini rupa, sudah tidak ada gunanya dibicarakan lagi, nah, sambutilah!".
Dengan cepat. Tay-bo Hui-liong sudah melancarkan serangannya.
464 Lim Tiang Hong juga tahu bahwa perkataannya tadi semata-mata hanya untuk menghindarkan agar kesalah pahaman ini jangan sampai terjadi dalam2. Tapi karena Tay-bo Hui-liong bersikap keras hendak diteruskan pertandingan itu, maka ia terpaksa melayani juga.
Ketika melihat serangannya sudah dimulai, ia juga tanpa ragu2 lagi. Segera balas menyerang sambil melirik ke arah Cin-nia Cie-hong dan Hong-gwat Kongcu. Ternyata kedua kawannya itu dapat melayani kedua lawannya dengan baik sekali, serta tiada tanda2 kalau mereka agak terdesak, maka hatinya merasa lega.
Kepandaian tangan kosong Tay-bo Hui-liong
sesungguhnya lebih hebat dari pada ilmu pedangnya. Lim Tiang Hong sudah melayani sampai seratus jurus lebih, ia telah merasakan bahwa orang tua ini merupakan salah satu lawan terberat sesudahnya Bo-yong Pek.
Dalam pertempuran itu, dua pihak boleh dikata tidak mempunyai permusuhan atau ganjalan sakit hati apa2.
Tapi di satu pihak karena hendak 'merebut' nama, di lain pihak hendak 'pertahankan' namanya, bulak-balik, tidak lain daripada berebutan 'nama'.
Tay-bo Hui-liong karena hendak membalas
kekalahannya dalam pertandingan pedang, kali ini ia pergunakan seluruh kekuatan tenaga dan kepandaiannya, melakukan serangannya dengan hebat, setiap serangannya hampir selalu mengarah anggota badan terpenting.
Serangan2 yang sangat berbahaya itu, perlahan-lahan telah membangkitkan hawa amarah Lim Tiang Hong. Ia lalu menggunakan ilmu silatnya 'Lui-tian Hui-huan-ciang"
untuk melakukan serangan pembalasan.
465 Tay-bo Hui-liong tidak menduga bahwa serangan anak muda itu ada mengandung kekuatan tenaga dalam
demikian hebat, bahkan setiap serangannya ber-ubah2
gerakannya hingga sulit diduga oleh lawannya. Kini ia mulai gelisah, sebab nama baiknya yang telah dipupuk berpuluh-puluh tahun lamanya, dalam waktu singkat akan ludas di tangan pemuda itu. Dalam kegelisahannya, ia semakin gusar. Dengan mengerahkan kekuatan tenaganya yang melewati batas, ia melancarkan serangannya yang menentukan.
Serangannya itu sesungguhnya memang hebat, tapi tidak disangka, serangan yang dilakukan dengan kekuatan melampaui batas itu ternyata seperti amblas ke dalam air laut, musnah tanpa bekas. Dalam kagetnya, ia baru2 tarik kembali serangan selanjutnya.
Tiba2 telinganya dapat menangkap suara 'ser' ser!'.
Butiran2 warna putih menembusi hawa Ceng-khie yang keluar dari serangan tangannya tadi dan terus menuju ke dadanya, langsung mengarah jalan darah 'Hian-kie dan'Kie-bun'.
Dalam keadaan ripuh, ia tidak tahu senjata rahasia apa yang digunakan oleh pihak lawannya, terpaksa geser kakinya dan dari samping menangkis butiran tersebut.
Siapa nyana, baru saja tangannya bergerak jalan darah
'Kian-kin-hiat' sudah kena diserang, ia hanya merasakan bahwa butiran itu cuma kelihatan bentuknya tapi tidak ada isinya, namun ada mengandung kekuatan hebat sekali, hingga ia sampai mundur terhuyung2 hampir jatuh.
Lim Tiang Hong tarik kembali serangannya dan lantas lompat mundur sambil mengucapkan permintaan maaf.
466 Meski Tay-bo Hui-liong sudah mengalami kekalahan lagi, tapi orang tua itu ternyata masih keras kepala, mendadak ia berkata dengan suara keras: "Dengan senjata rahasia kau melukai lawan, apakah itu terhitung perbuatannya seorang gagah?"
Lim Tiang Hong ketawa ter-bahak2 dan berkata: "Kau sendiri yang seperti kodok di dalam sumur, sebabnya menuduh orang secara sembarangan, benar2 sangat lucu".
Dengan pelahan ia menyentil dengan jarinya sebutir benda semacam asap putih melesat keluar dan buyar di tengah udara.
Tay-bo Hui-liong baru sadar bahwa senjata yang digunakan oleh lawannya itu, ternyata adalah 'Kie-khie Seng-wan-kang' atau pengumpulan hawa murni yang dijadikan butiran. Semacam ilmu kepandaian yang sudah lama menghilang dari rimba persilatan. Maka ia lantas tundukkan kepala sambil menghela napas, kemudian dengan suara nyaring ia berseru: "Tahan!"
Ia sebagai kepala dalam rombongan tiga naga itu, maka seruannya itu segera diturut oleh Ham-hay Liong-kun dan Gobi Giok-liong. Mereka itu segera tarik kembali serangan masing2 dan berpaling mengawasi padanya.
Dengan wajah murung Tay-bo Hui-liong berkata sembil menghela napas: "Sejak hari ini, di dalam barisan Gobi Sam-Hong, sudah tidak ada lagi nama Tay-bo tapi kau harus ingat, lima tahun kemudian, Sam-liong pasti ada keturunannya yang akan datang ke daerah Tionggoan untuk menghapus gelarmu 'To-liong Kongcu ' itu".
Hong-gwat Kongcu segera mengetahui apa yang telah terjadi, maka lantas ketawa terbahak-bahak dan berkata:
"Sudara Lim, aku haturkan selamat padamu, karena kau 467
telah berhasil menundukan naga di gurun pasir hingga gelarmu Toliong Kongcu itu tepat sekali bagimu!
hahaha...." Tiga naga dari Gobi itu mengawasi padanya dengan mata mendelik, kemudian lantas menghilang di tempat gelap.
Setelah tiga naga itu berlalu, Lim Tiang Hong menghela napas. Ia tidak sangka, dengan tidak sengaja telah menanam bibit permusuhan di gurun pasir ini, hingga meninggalkan bibit keonaran bagi Hong-hong-tie di kemudian hari.
Cin-nie Cie-hong juga nampak sangat murung. Dengan susah payah ia mencari guru dan dengan bertekun untuk tiga tahun lamanya ia mempelajari ilmu pedangnya, maksudnya ialah untuk membalas sakit hati dalam kekalahannya tempo hari. Tapi sesudah mengalami pertempuran sengit tadi, ia baru tahu, bahwa
kepandaiannya sendiri ternyata masih kalah setingkat. Hal ini ia ketahui benar, karena dalam pertempurannya dengan Ham-hay Liong-kun yang berlangsung sampai enam ratus jurus lebih, ia belum mampu merebut kemenangan.
Sebaliknya dengan Lim Tiang Hong, ia sudah dua kali mengalahkan lawannya yang terhitung paling kuat dalam barisan tiga naga itu.
Diantara tiga orang itu, hanya Hong-gwat Kongcu yang masih tetap bergembira, seolah-olah tidak ada apa2 yang mengganggu pikirannya.
Mendadak ia berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Tiga siluman naga itu sudah pergi, kita juga sudah seharusnya melanjutkan perjalanan kita! kita toh tidak akan bermalam di gurun pasir ini bukan?"
468 Lim Tiang Hong anggukkan kepala, per-lahan2 ia masukan pedangnya ke dalam sarungnya.
Ciu-nie Cie-hong lompat keatas kudanya, sambil melambaikan tangan ia berkata. "Aku hendak berangkat dulu. sampai ketemu lagi!"
Setelah wanita itu berlalu, Hong-gwat Kongcu lantas menanya, "Siapakah wanita itu?"
"Ciangbunjin Tiang-lim-pay yang dahulu, Cin-nie Ciehong".
"Oh, aku tahu! kedatangannya ini pasti hendak mencari kau untuk mengadu pedang, tapi karena kau barusan sudah mengalahkan Tay-bo Hui-liong, maka ia lantas mundur teratur. Kalau menurut pandanganku, ilmu pedang Tiang-lim-pay itu meski termasuk salah satu ilmu pedang terutama dalam rimba persilatan, tapi masih belum terhitung ilmu pedang kelas tinggi"
Karena perkataannya itu diucapkan dengan suara nyaring, apalagi dalam gurun pasir yang luas dan tidak terdapat bangunan ataa pepohonan, hingga dapat didengar kejarak dua atau tiga lie jauhnya.
Tiba2 ia dengar suara tajam sebagai jawaban. "Tuan telah anggap diri sandiri sebagai ahli pedang kenamaan, aku ingin coba sampai di mana tinggi kepandaian itu. Mari besok kita bertemu di depan pintu kota Giok-bunkoan!"
Lim Tiang Hong kerutkan kening, tapi Hong-gwat Kongcu lantas menyahut: "Aku bersedia melayani kau".
Orang2 rimba persilatan, kebanyakan suka berebut nama baik, tidak disangka karena perkataan yang sifatnya iseng saja, telah menimbulkan kerewelan. Cin-nie Cie hong sebetulnya ingin mencari Lim Tiang Hong untuk mengadu 469
Pedang, tidak nyana berbalik kebentrok dengan Hong-gwat Kongcu.
Lim Tiang Hong berdua setelah tiba dikota Giok-bunkoan, lalu mencari rumah penginapan. Ia sebetulnya ingin segera berangkat ke Biaw-kiang, tapi karena urusannya Hong-gwat Kongcu dengan Cin-nie Cie-liong ini, ia terpaksa harus menginap di kota tersebut.
Esok Pagi, pelayan rumah penginapan mendadak
angsurkan sepotong kertas kepada Lim-Tiang Hong, yang segera dibuka. Seketika itu wajahnya berubah dan lantas unjukkan ketawa dingin.
Heng-gwat Kongcu tidak tahu apa yang terjadi kepada kawannya itu, ia segera ambil kertas itu. Ternyata di atasnya terdapat tulisan berbunyi:
"Kin-phan-po telah berserikat dengan Pie-ma Thian-kauw dan lain2nya bekas anak buah Thian-cu-kauw akan melakukan tindakan yang tidak menguntungkan tuan. Harap suka berlaku hati2. Urusan pertandingan Pedang, harap sampaikan kepada sahabatmu, nanti setelah urusan ini selesai, kita janjian waktunya lagi"
Di bawah ada tertulis tanda "Hong" .
Seketika itu ia lantas ketawa bergelak-gelak dan berkata:
"Ikan2 yang lolos dari jaring, kita masih belum cari padanya. Kini mereka sudah antarkan diri sendiri, bagus sekali"
"Menurut pandanganku, mereka dengan secara
mendadak hendak bertindak yang merugikan kita. Sudah pasti ada yang diandalkan. Maka tidak boleh tidak kita harus berlaku hati2!" jawab Lim Tiang Hong sambil gelengkan kepala, tidak membenarkan pendapat kawannya itu.
470 "Pek-tok Hui-mo yang begitu jahat dan buas, kita masih tidak takut, mengapa harus merasa jeri terhadap kawanan kurcaci itu". Saudara Lim sebetulnya terlalu banyak pikiran!"
Lim Tiang Hong tidak suka membantah, lagi ia lantas berbangkit dan berkata: "Urusan ini nanti setelah saatnya tiba, pasti kita ketahui sendiri bahwa perkataan siauwtee ini tidak bohong. Tapi aku juga bukan seorang pengecut yang takut kepada mereka".
Dua pemuda itu merupakan orang2 gagah, maka tidak perhatikan soal itu lagi. Sehabis makan lantas melanjutkan perjalanan kembali.
Karena sudah hapal dengan keadaan jalan, maka
mereka berjalan dengan pesatnya. Ber-jalan kira2 tujuh puluh lie, tibalah mereka di suatu tempat, di mana terdapat sebuah hutan yang sangat lebat.
Lim Tiang Hong berhenti dan berkata kepada
kawannya: "Andaikata benar2 ada kejadian, mereka pasti akan memilih tempat ini untuk memegat kita".
Baru saja ia menutup mulutnya, dari empat penjuru tiba2 terdengar suara orang ketawa, lalu nampak Khiu-pan-po, Pie-ma Thian-kauw, Lak-ciu Sian-nio dan beberapa sisa orang2 Thian-cu-kauw muncul dari dalam hutan.
Hong-gwat Kongcu lantas berkata sambil ketawa ter-bahak2: "Beberapa gelincir manusia tiada berguna seperti kalian ini, juga hendak coba main gila, benar2 lucu".
Dengan cepat ia menghunus pedangnya dan berkata pula sambil menghampiri mereka: "Biarlah Kongcumu yang melayani kalian".
471 Tapi Lim Tiang Hong segera mencegah sambil berkata:
"Kau tidak perlu ter-gesa2, lihat dulu mereka sebetulnya hendak berbuat apa?"
Hong-gwat Kongcu terpaksa urungkan niatnya.
Khiu-pan-po dan kawan2nya, setelah mencegat Lim Tiang Hong, mereka tidak berkata apa2, juga tidak maju lagi. Kedua pihak dengan demikian mereka berdiri saling ber-hadap2an.
Hong-gwat Kongcu yang sudah tidak sabaran, lantas berkata sambil menuding Khiu-pan-po: "Hei, nenek tua, kau mencegat kita apa maksudmu yang sebenarnya?"
Khiu-pan-po perdengarkan suara ketawa dinginnya kemudian ia menjawab: "Nenekmu hendak mencincang kalian menjadi ber-keping2 untuk membalas sakit hati Thian-cu-kauw".
"Hanya mengandal kalian beberapa potong barang rongsokan ini saja?" ejek Hong-gwat Kongcu sambil ketawa ber-gelak2.
Khiu-pan-po tidak menjawab perkataannya. Mendadak ia mengeluarkan siulan yang sangat aneh kedengarannya dan apa yang lebih aneh lagi ialah: Dari dalam rimba sebelah kiri mendadak terdengar suara memuji nama Buddha, kemudian nampak ketua Siauw-lim-pay yaitu Pek-lap siansu muncul ber-sama2 delapan belas kawanan paderi Siauw-lim-sie dengan membawa senjata masing2.
Menyaksikan kejadian itu, Lim Tiang Hong terperanjat.
"Eh! mengapa Siauw-lim-pay mendadak berada ber-sama2
dengan kawanan iblis2 ini?" demikian ia menanya kepada diri sendiri.
472 Masih belum lenyap herannya, tiba2 dari rimba sebelah kanan kembali terdengar suara memuji nama Buddha, lalu nampak Pek-ho To-tiang, Heng-san Cek-siu dan orang2 dari enam partai golongan Hian-bun berjalan keluar.
Kembali Lim Tiang Hong merasa heran. "Apa
sebetulnya yang telah terjadi?" demikian Lim Tiang Hong menanya kepada kawannya.
"Mereka pasti kena pengaruhnya ilmu iblis nenek busuk itu, hingga mereka bermusuhan dengan kita" jawabnya Hong-gwat Kongcu sambil ketawa.
"Tidak mungkin," kata Lim Tiang Hong.
Ia dengan Pek-ho Totiang dan Pek-lap Siansu ada mempunyai perhubungan persahabatan sangat erat. Apalagi setelah ia menjabat kedudukan Kokcu Hong-hong-tie, salah paham antara mereka sudah lenyap seluruhnya, tidak nanti bisa timbul salah paham lagi. Maka ia cuma menantikan perkembangan selanjutnya, tidak mau ia menanya.
Setelah dua rombongan orang itu muncul, Khiu-pan-po lantas berkata dengan sikap garang: "Lim liang Hong, sekarang aku ajukan peringatan terakhir buat kau. Jikalau kau masih sayangi jiwamu, lekas serahkan kitab Tat-mo-keng, maka nenekmu nanti akan memberi keampunan.
tidak akan menghukum mati kepadamu. Jikalau tidak, kau jangan harap bisa lolos dari tangan orang2 enam partai golongan Hian-bun dan kawanan paderi Siauw-lim-sie".
Mendengar disebutnya kitab Tat-mo-keng, Lim Tiang Hong segera mengawasi Pek-lap Siansu. Ketua Siauw-lim-pay itu ternyata telah menunjukkan sikapnya yang bengis dan menantang, ini jauh berbeda dengan kebiasaannya yang suka berlaku tenang dan pendiam, hingga diam2 ia merasa 473
heran. Ketika ia berpaling lagi ke arah Pek-ho Totiang, Totiang itu juga mengunjukkan sikap yang serupa.
Dianggapnya orang2 beribadat itu sudah kena pengaruh ilmu gaibnya nenek yang jahat itu.
Selagi masih memikirkan keanehan itu, terdengar pula suara siulan Khiu-pan-po, dan orang2 enam partai serta kawanan Siauw-lim-sie, dengan cepat lantas pada menghunus senjata masing2, agaknya hendak melakukan gerakan mengepung.
Hong-gwat Koncu menjadi kalap, ia segera hunus pedangnya dan membentak keras. "Aku Hong-gwat ingin menjelaskan lebih dulu. Jika kalian benar2 mau diperalat oleh kawanan orang jahat ini, maka pedangku ini tidak kenal siapa adanya kau".
Lim Tiang Hong kala itu sangat sulit kedudukannya. Ia merasa serba salah. Ia tahu setelah turun tangan, sudah tidak ada kesempatan lagi.
Maka ia lantas maju ke depan Pek-lap Siansu dan berkata padanya: "Kitab Tat-mo-keng sudah berada dalam tangan boanpwee. Sedikit hari lagi nanti akan boanpwee kirim ke gunung Siong-san. Taysu mengapa dengar perkataan orang, hingga mengambil sikap permusuhan terhadap boanpwee?"
Pek-lap Siansu membuka sepasang matanya, bibirnya nampak bergerak-gerak. Se!agi hendak bicara, mendadak terdengar suara bentakan Khiu-pan-po: "Pek-lap, kau berani tidak mendengar perintah, bicara sembarangan dengan orang lain?"
Pek-lap Siansu nampaknya sangat ketakutan. Ia buru2
mundur dua langkah, tidak berani membuka mulut lagi.
474 Hong-gwat Koncu yang menyaksikan keadaan demikian lantas ia berkata sambil ketawa terbahak-bahak "Ini benar2
sangat aneh!" Pada saat itu, orang2 enam partai dan kawanan paderi Siauw-lim-sie, sudah mengambil posisi mengurung kepada Lim Tiang Hong berdua, hingga Lim Tiang Hong terpaksa mengeluarkan senjata seruling emasnya.
Tiba2 terdengar pula suara pekikan Khiu-pan-po yang tajam serta perkataannya yang bengis: "Tangkap mereka!.
Jangan dibiarkan lolos".
Sebentar kemudian, suara bentakan orang dan
bergeraknya beberapa bayangan orang telah membikin kalut keadaan. Kawanan imam dan paderi, dengan senjata masing2 mulai menyerbu.
Hong-gwat Kongcu juga lantas gerakan pedangnya dan menyerang sampai tiga kali.
Mendadak terdengar suaranya Lim Tiang Hong: "Tahan dulu!" Ia lantas lompat melesat setinggi delapan tombak, lalu menyerbu Kiu-pan-po.
--dwkz-- Bab 64 BEGITU dapat lihat Lim Tiang Hong menyerbu dari udara, Khiu-pan-po lantas berteriak: "Bu-tong dan Heng-san! lekas lindungi panji persekutuan".
Berbareng dengan itu, ia sendiri bagaikan kilat cepatnya sudah melesat ke samping Pek-ho Totiang.
475 Lim Tiang Hong memang sudah curiga bahwa dalam soal ini pasti ada sebabnya, kini telah terbukti benar kecurigaannya itu. Ia sadar apa sebabnya orang2 dari golongan suci itu sampai dipengaruhi oleh nenek jahat itu.
Diam2 ia merasa geli: "Kiranya nenek itu telah menggunakan wasiat itu. Hmm! kalau aku tidak nuampu membekuk kau, percuma saja aku menjadi Kokcu Kie-lin-kok" Demikian ia berkata kepada diri sendiri
Pada saat itu, Pek-ho Totiang dan Heng-san Gak-siu berdua, dengan pedaug terhunus sudah menyerang padanya.
Sambil ketawa dingin Lim Tiang Hong gerakkan kedua tanganya, untuk menangkis serangan tersebut.
Serangan kedua imam itu nampaknya ganas, tapi
sebenarnya cuma merupakan satu aksi saja. Mereka sebenarnya tidak memakai tenaga cukup, maka ketika ditangkis oleh Lim Tiang Hong, mereka lantas tarik kembali serangannya dan lantas lompat mundur.
Lim Tiang Hong lalu menggunakan kesempatan itu.
Dengan cepat dia lompat maju, lalu melancarkan serangan yang jarang ada keduanya. Serangan itu tidak langsung menuju sasarannya yang berada di depannya, melainkah semacam kekuatan tenaga yang berputaran. Khiu-pan-po yang sangat licin, diam2 sudah melatih serupa ilmu Mo-kheng atau ilmu iblis yang menggunakan kekuatan gaib, meski ia sudah cukup mahir, tapi belum pernah digunakan.
Dan kini setelah serangan Lim Tiang Hong itu ternyata ditunjukkan kepada dirinya, mau tidak mau ia harus keluarkan ilmu gaibnya itu untuk melawan serangan Lim Tiang Hong yang aneh itu. Lima jari tangannya yang bagaikan kuku burung, nampak meraup dan melepas ke udara. Dari jari tangan itu lalu mengeluarkan kabut hitam 476
yang berbau amis, meluncur kepada lawatnnya, sedang orangnya sendiri dengan cepat ia memutar seperti gasing, kemudian lari ke belakang Pek-ho Totiang.
Ia memang sudah sengaja hendak membunuh


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuhnya dengan meminjam tangan orang lain. Ia hendak mengadu domba Hong-hong-tie dengan enam partai golongan Hian-bun.
Lim Tiang Hong yang menghadapi ilmu gaib si nenek, lalu menyentil dengan jari tangannya, yang segera melesat keluar butiran warna putih. Setelah menembus kabut hitam itu, butiran putih tersebut dengan laju menuju ke arah jalan darah Cit kian-hiat.
Khiu-pan-po tidak menduga bahwa ilmunya Kie-khie Teng-wan-sin kang anak muda itu ternyata dapat menembusi ilmu gaibnya, maka cepat2 ia berkelit, barulah terhindar dan serangan maut itu.
Tapi Lim Tiang Hong dengan kecepatannya yang luar biasa, tahu2 sudah berada dihadapannya, sambil berseru
"Serahkan panji itu!"
Tangan kanannya mencekal pergelangan tangan si nenek, sedang tangan yang lain dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar panji segi tiga yang dipegang olehnya.
Percuma saja Kin-pan-po sudah melatih ilmu gaibnya sekian lama, ternyata masih belum mampu menyingkir dari sambaran tangan Lim Tiang Hong. Dalam gugupnya kembali ia mengeluarkan ilmu gaibnya, tapi ternyata sudah terlambat. Tangan satunya sudah tercekal sedang panji kecil segitiga itu sudah pindah ketangan si anak muda.
Berbareng pada saat kedua musuh itu bertempur dengan jarak pendek, Pek-ho Totiang dan Heng-san Gak-siu hendak menyerang Lim Tiang Hong dengan pedang
477 mereka, tapi ketika dapat lihat panji persekutuan sudah berada ditangan si anak muda, mereka lantas mencar ke kanan dan ke kiri, balik menyerang kepada Khiu-pan-po.
Khiu-pan-po meski mempunyai kepandaian ilmu gaib, tapi juga dengan terpaksa berkelit untuk hindarkan serangan kedua imam itu. Maka setelah Lim Tiang Hong melepaskan cekalannya, ia lantas lompat mundur sampai delapan kaki jauhnya.
Lim Tiang Hong setelah merebut kembali panji
persekutuan enam partai, hatinya merasa lega, dengan cepat ia lemparkan panji itu kepada Pek-ho Totiang sambil berseru: "Totiang, sambutilah ini". dan ia sendiri kembali mengejar Khiu-pan-po.
Ia benci sekali kepada nenek yang jahat itu maka segera menghujani serangan bertubi-tubi padanya. Khiu-pan-po yang sudah terdesak, sudah tentu tidak mempunyai kesempatan untuk balas menyerang.
Kita balik kepada Hong-gwat Kongcu, yang harus berhadapan dengan orang2 dari enam partai dan kawanan paderi dari Siauw-lim-sie. Karena mengetahui telah berhadapan dengan lawan tangguh, maka ia kerahkan seluruh kepandaiannya. Sungguh tidak disangka, orang2 itu meski nampaknya garang, tapi setelah diserang, lantas pada mundur, nampaknya tidak bertempur sungguh2. Seketika itu lantas hatinya tergerak.
Ketika ia dengar suara Lim Tiang Hong yang melarang padanya turun tangan, dalam hati segera sadar, maka ia lantas tarik kembali serangannya, hanya lindungi dirinya sendiri dengan sinar pedangnya. Sedang matanya terus berputaran, agaknya sedang mencari apa2.
478 Ia memang seorang cerdas, begitu melihat keadaan demikian, dalam hati lantas bercuriga. Apalagi setelah dapat lihat panji kecil segi tiga di tangan Kiu-pan-po dan benda warna merah berbentuk ikan ditangan Lak-chiu Sian-nio itu, yang bukan lain daripada Ang-hie-leng tanda kepercayaan ketua Siauw-lim-pay. Seketika itu ia lantas mengerti, apa sebabnya.
Ketika melihat Lim Tiang Hong mendesak Khiu-pan-po, semangatnya mendadak terbangun, ia lalu putar
pedangnya, mendesak mundur beberapa paderi Siauw-limsie, hingga kawanan paderi itu terpaksa mundur. Dengan demikian ia telah berhasil menerjang keluar, lalu lompat melesat ke arah Lak-chiu Sian-nio.
Pie-ma Thian-kauw yang menyaksikan itu, lantas maju memapaki sembari berkata: "Bocah, kau cari mampus".
Lak-chiu Sian-nio tahu bahwa dirinya sedang di arah, ia buru2 angkat tinggi benda merah berbentuk ikan seraya berseru: "Semua anak murid Siauw-lim-pay dengar! lekas tangkap bocah ini".
Di bawah perintah tanda kepercayaan 'Ang-hie-leng', Pek-lap Siansu terpaksa maju mengurung Hong-gwat Kongcu bersama delapan belas anak buahnya.
Hong-gwat Kongcu ketawa dingin. Dengan pedangnya ia menyerang terus secara hebat pada Pie-ma Thian-kauw, hingga bekas pahlawan Thian-cu-kauw itu kelabakan dan tidak mampu balas menyerang sama sekali. Tatkala kawanan paderi Siauw-lim-sie bantu padanya dengan setengah hati, Hong-gwat Kongcu sudah melesat dan menyerang Lak-ciu Sian-nio.
479 Pada saat itu, panji persekutuan enam partai itu sudah berada di tangan Lim Tiang Hong, hingga tidak perlu memikirkan orang2 pihaknya enam partai tersebut.
Pek-ho Totiang yang sudah berhasil dapatkan kembali panji pusakanya, lalu angkat tinggi dan mengeluarkan perintahnya: "Kawanan manusia bekas Thian-cu-kauw ini, satupun jangan dikasi lolos, lekas basmi habis mereka."
Orang2 enam partai golongan Hian-bun memang sudah dalam sekali mendendam rasa kebencian terhadap orang2
Thian-cu-kauw. Maka setelah mendengar perintah itu, mereka lantas turun tangan, mengurung semua orang orangnya Thian-cu-kauw.
Lak-ciu Sian-nio yang menyaksikan keadaan demikian, hatinya sangat gelisah. Ia tahu bahwa, kali ini ia ternyata sudah "salah hitung" tapi karena sudah telanjur, terpaksa ia menggunakan benda berbentuk ikan itu untuk melindungi dirinya.
Kembali ia mengangkat tinggi2 dan berseru: "Semua anak murid Siauw-lim-pay, kalian berani menentang perintah Ang-hie leng, apakah kalian hendak berontak?"
Perkataan itu lantas disambuti oleh Hong-gwat Kongcu:
"Hei, kau si rase genit, apa hari ini kau pikir masih bisa pertahankan jiwamu lagi" Hahaha...."
Diantara suara gelak ketawanya, sinar pedangnya sudah mengurung rapat dirinya wanita genit itu.
Pek-lap Siancu yang mendengar perintah Lak-chiu Sian-nio, hatinya merasa sedih karena menurut peraturan yang ditetapkan leluhurnya, barang siapa yang membawa tanda kepercayaan benda merah berbentuk ikan itu diserang atau dalam bahaya oleh ancaman musuh, maka harus dipandang seperti Ciangbunjinnya sendiri yang diserang atau yang 480
terancam bahaya. Oleh karena terikat oleh peraturan ini, maka ketika ia melihat Hong-gwat Kongcu mengancam Lak-chiu Sian-nio yang membawa benda kepercayaan itu, terpaksa harus menghadang Hong-gwat.
Sambil memuji nama Buddha Pek-lap Siausu berkata:
"Harap siecu lekas mundur. Kalau tidak, jangan sesalkan kalau Pek-lap sekalian nanti akan bertindak."
Ia lalu maju menghampiri sambil menenteng senjatanya, tindakannya itu segera diikuti oleh delapan belas muridnya.
"Kejadian aneh ini, sesungguhnya jarang ada", berkata Hong-gwat Kongcu sambil ketawa terbahak-bahak.
Dengan pedangnya ia tangkis semua serangan kawanan paderi, kemudian menyerang lagi kepada Lak-chiu Sian-nio secara lebih ganas.
Paderi2 Siauw-lim-sie yang sudah terkenal tinggi kepandaiannya. Di bawah pimpinan ketuanya sendiri, ternyata tidak mampu menahan serangannya satu anak dari tingkatan muda, ini sebetulnya merupakan suatu kejadian aneh, yang tidak dapat dipercaya oleh siapapun. Bagi seorang yang banyak akal licin, seperti Lak-chiu Sian-nio, sudah tentu tidak mau mengerti. Maka setelah menangkis serangannya Hong-gwat Kongcu, dengan muka pucat pasi ia lantas membentak dengan suara tajam: "Hai, kawanan kepala gundul, kalian tidak sungguh hati, membela barang kepercayaan kalian, tahukah apa dosanya" Maka dari itu, lekas tangkap bocah ini".
Pek-lap Siansu terpaksa menyerang lagi, kali ini ia menyerang dengan sungguh2.
Hong-gwat Kongcu terperanjat, ia buru2 mundur lima tindak.
481 ---dkz--- Mari kita balik lagi kepada Lim Tiang Hong yang menghujani serangan hebat kepada Khiu-pan-po dengan tanpa kenal kasihan.
Khiu-pan-po yang menghadapi ancaman maut, juga kerahkan seluruh kepandaiannya dan ilmu gaibnya untuk memberi perlawanan. Jari tangan saban2 mengeluarkan kabut hitam berbau amis, serangan Lim Tiang Hong yang begitu hebat, untuk sementara belum bisa berbuat apa2
terhadap dirinya. Sembari bertempur, Lim Tiang Hong pasang mata untuk melihat keadaan sekitarnya, ia telah menyaksikan bagaimana orang2 enam partai itu sudah mulai mengurung orang2 bekas Thian-cu-kauw, tadi di lain pihak kawanan paderi Siauw-lim-sie sebaliknya sudah mengurung rapat dirinya Hong-gwat Kongcu, sedang Lak-chiu Sian-nio tampak berdiri di samping dengan sombongnya sambil mengangkat tinggi2 benda merah berbentuk ikan.
Wanita genit itu adalah biang keladi kematian ibunya, dibanding dengan Khiu-pan-po, jauh lebih jahat dan ganas.
Karena ia kuatir wanita genit itu nanti akan kabur, maka dalam cemasnya, ia lantas keluarkan ilmunya Lui-tian hui-huan-ciang. Sambil berseru: "Nenek jahat. hari ini aku tidak dapat mengampuni kau lagi".
Ia lalu menghujani serangan nenek itu dari berbagai jurusan.
Khiu-pan-po ketakutan. Ia buru2 mengeluarkan ilmu gaibnya yang terampuh, sebentar2 mengeluarkan kabut hitamnya yang berbau amis, untuk melawan serangan hebat itu. Tapi kekuatan tenaga dalam Lim Tiang Hong yang sangat sempurna, sudah tentu berat untuk dilawan.
482 Maka ketika serangannya menggunakan tipu "Sie-koan Kian-khun, dirinya Khiu-pan-po tidak ampun lagi lantas terpental setinggi dua tombak lebih, setelah ber-putar2
bagaikan titiran di udara, lalu jatuh nyungsep ke tanah!.
Dia tahu bahwa kali ini tidak mungkin lolos dari tangannya Lim Tiang Hong lagi. Tapi karena terdorong oleh keinginan untuk mempertahankan jiwanya, maka begitu tiba di tanah, ia segera jumpalitan, lalu lompat bangun lagi, hanya mulutnya menyemburkan darah hitam tapi ia masih dapat melarikan diri ke hutan.
Karena Lim Tiang Hong bermaksud hendak menangkap dirinya Lak-chiu Sian-nio, maka ia membiarkan nenek itu kabur dan ia sendiri lantas melesat ke arah wanita genit itu.
Lak-ciu Sian-nio takut sekali menghadapi anak muda itu, maka sebelum tiba, ia sudah lari ke dalam rimba. Tapi Lim Tiang Hong yang sudah merasa gemas terhadap wanita itu, mana memberi kesempatan padanya untuk kabur.
Ia lalu kerahkan ilmu meringankan tubuhnya, sebentar kemudian sudah berhasil menghadang di depannya, lalu berkata sambil ketawa dingin: "Hei, rase genit, apakah hari ini kau pikir masih bisa hidup?"
Ia segera mengulurkan tangannya, hendak menyambar tangan Lak-ciu Sia-nio yang memegang benda merah berbentuk ikan.
Tapi Lak-ciu Sian-nio yang sudah ber-jaga2 atas serangan Lim Tiang Hong yang hendak merebut benda wasiat itu, sebelum Lim Tiang Hong bergerak, lebih dulu ia sudah lompat menyingkir sejauh lima kaki, kemudian kakinya menotol tanah, lompat melesat ke atas.
483 Lim Tiang Hong lantas ayun tanganya melancarkan serangan yang amat dahsyat.
Lak-ciu Sian-nio terperanjat, sambil kibaskan lengan bajunya ia paksakan dirinya untuk melayang turun lagi dan mundur sejauh mungkin.
Lim Tiang Hong terus membayangi dirinya, maka
begitu tiba ditanah, ia lantas dapatkan dirinya anak muda itu sudah berada di depan matanya sambil melancarkan serentetan serangan.
Lak-ciu Sian-nio sebetulnya cukup tinggi
kepandaiannya, tapi karena hatinya sudah merasa jeri, lagi pula serangan Lim Tiang Hong selalu ditujukan ke arah yang berbahaya. Apabila serangannya itu mengenakan sasarannya, jiwanya pasti akan melayang, maka ia tidak berdaya, hingga jiwanya dalam keadaan berbahaya.
Walaupun demikian, ia masih tetap kandung harapan, sambil melawan sekuat tenaga, mulutnya terus berteriak tidak berhentinya: "Hei, anak murid Siauw-lim-pay, mengapa tidak lekas datang menangkap bocah ini?"
Pek-lap siansu yang sedang menghadapi Hong-gwat Kongcu, tiba2 mendengar suara Lak-chiu Sian-nio, terpaksa ia tinggalkan Hong-gwat Kongcu dan memburu ke arah Lim Tiang Hong.
Hampir berbareng pada saat itu, tiba2 sesosok bayangan manusia muncul dari dalam rimba dan menerjang ke arah Lak-chiu Sian-nio. Sebentar kemudian hanya tertampak berkelebatnya sinar pedang, tangan Lak-chiu Sian-nio yang memegang benda merah berbentuk ikan itu sudah tertabas kutung.
Setelah terdengar suara jeritan ngeri, lalu disusul oleh jatuhnya tubuh Lak-chiu Sian-nio yang telah terpental oleh 484
serangan Lim Tiang Hong, hinga jiwanya lantas, melayang pada saat itu juga.
Pek-lap Siansu yang datang memburu. Ketika wanita genit itu sudah binasa, lalu tarik kembali senjatanya dan bongkokan badan untuk mengambil benda kepercayaannya itu, kemudian ia keluarkan perintah kepada anak murid2nya: "Orang2 Thian-cu-kauw ini adalah sangat, jahat, hingga kita tidak dapat mengampuni mereka lagi, lekas bereskan semuanya".
Semua anak murid Siauw-lim-pay lantas bergerak dengan serentak, membantu orang2 dari enam partai untuk membereskan kawanan penjahat itu.
Dalam waktu yang sangat singkat saja lima kawanan Thian-cu-kau sudah binasa ditangan mereka. Pie-ma Thian-kauw yang melihat gelagat tidak baik, coba kabur setelah melancarkan serangannya untuk membuka jalan.
Tapi Heng-san Gek-siu yang dapat menebak
maksudnya, lantas lintangkan pedangnya sambil berkata
"Bangsat, apa hari ini kau masih pikir bisa kabur...?".
Pek-lap Siansu ketika melihat Pie-ma Thian-kauw ini tidak mungkin bisa lolos lagi, maka ia lantas berkata kepada Lim Tiang Hong sambil rangkapkan dua tangannya:
"Perbuatan pinceng sekalian tadi, sebetulnya karena terpaksa, harap siecu suka memaafkan sebesar-besarnya"
"Ang-hie-leng adalah benda kepercayaan partai taysu sejak dahulu kala, bahkan Boan-pwee sendiri juga sudah pernah menggunakan, bagaimana bisa terjatuh dalam tangannya wanita genit itu?" Lim Tiang Hong balas menanya.
485 "Benda ini telah lenyap sejak meninggalnya Hui-hui Suheng, mungkin pada kala itu telah dicuri oleh Pek-tok Hui-mo".
Pada saat itu, Hong-gwat Kongcu sudah menghampiri Lim Tiang Hong bersama-sama dengan itu orang yang telah menabas kutung tangan Lak-chiu-Sian-nio.
Hong-gwat Kongcu yang kini telah dapat lihat bahwa orang itu di dadanya ada terdapat sulaman seekor burung Hong putih, lantas ketawa bergelak-gelak dan berkata:
"Kiranya adalah nona Pek Hong yang datang. Harap maafkan kelambatanku untuk menyambut kedatanganmu!
Tapi entah susiokmu juga ikut datang atau tidak?"
Pek-hong Cu Giok Im yang mendadak ditanya tentang susioknya, dengan perasaan bingung mengawasi padanya sejenak, kemudian menjawab: "Entah susiok yang mana yang Kongcu maksudkan?"
Lim Tiang Hong lantas menjawab sambil kerutkan kening: "Cin-nia Cie-hong".
Tapi ketika ia lihat nona itu nampaknya masih belum mengerti, maka ia lantas manerangkan duduknya perkara:
"Susiokmu dengan saudara Hong-gwat ini karena sedikit salah paham, mereka telah berjanji hendak mengadu ilmu pedang. Kedatanganmu ini ada sangat kebetulan. Kau dan aku harus berusaha, supaya mencegah berlangsungnya pertandingan ini."
Cu Giok Im yang hanya tahu bahwa Cin-nia Cie-hong ada perjanjian hendak adu pedang dengan Lim Tiang Hong, maka ketika dengar bahwa susioknya itu menuju ke barat untuk mencari Lim Tiang Hong, ia lantas mengejar.
Sungguh tidak ia duga bahwa lawannya kini bukanlah Lim Tiang Hong melainkan Hong-gwat Kongcu.
486 Setelah mengerti duduknya perkara, ia lantas berkata sambil anggukan kepala: "Tentang ini siauwmoy pasti akan berusaha sedapat mungkin".
Ia yang sudah lama tidak bertemu dengan Lim Tiang Hong, agaknya sudah merasa kangen maka dengan tanpa sadar sudah menghampiri semakin dekat dan berkata dengan mesranya: "Apa saudara Lim selama ini ada baik"
Bagaimana dengan nona Yan-jie?"
"Oleh karena terhalang oleh berbagai urusan, hingga kini belum mendapat kesempatan pergi ke Lam-bong untuk membereskan persoalannya" jawab Lim Tiang Hong sambil menghela napas.
Pek-hong diam. Tapi dalam hatinya mendadak timbul suatu perasaan aneh. Ia yang sifatnya seperti jantan, tidak mudah terlibat dalam soal asmara. Tapi sungguh heran, sejak berpisah dengan Lim Tiang Hong, ia selalu merasa bahwa bayangan pemuda itu tidak bisa hilang dalam otaknya.
Kali ini ia datang ke barat, di satu pihak sudah tentu karena persoalannya dengan Cin-nia Cie-hong, tapi sebetulnya ia juga sudah ingin segera dapat menemui Lim Tiang Hong.
Ketika Hong-gwat Kongcu nampak mereka berdua
berbicara begitu mesra, ia tidak suka menghalangi, maka lantas melesat ke medan pertempuran sambil menenteng pedangnya.
Kebetulan pada saat itu Pie-ma Thian-kauw sedang terpapas pundaknya oleh serangan pedang Heng-san Gek-siu. Dengan keadaan kalap sedang berusaha hendak kabur, ia lalu membentak dan membabat dengan pedangnya.
487 Pie-ma Thian-kauw terpaksa urungkan maksudnya, tapi Heng-san Gek-siu sudah mengejar dari belakang. Sambil perdengarkan suara ketawa dingin, jago tua itu lantas menikam dengan pedang hingga ujung pedang menembus gegernya.
Setelah mengeluarkan suara jeritan ngeri, bekas pahlawan Thian-cu-kauw itu melayang jiwanya seketika itu juga....
Pertempuran segera berhenti, berpuluh-puluh bangkai orang2 Thian-cu-kauw telah berserakan di tanah.
Pek-ho Totiang sambil memegang panji persekutuan enam partai, berjalan ke depan Lim Tiang Hong dan berkata: "Pinto kini baru tahu, hanya nama besar saja belum cukup dibuat andalan. Enam partai golongan Hian-bun sudah mempunyai riwayat berapa ratus tahun lamanya, anak muridnya tidak kurang dari ribuan jiwa. Tapi ternyata belum mampu melindungi panjinya sendiri, kalau kita katakan sebetulnya sangat memalukan!"
Pek-lap Siansu juga berkata sambil memuji nama Buddha "Kali ini lantaran peristiwa kitab Tat-mo-kheng, juga memberi suatu pelajaran besar bagi partai kita. Untuk selanjutnya, Siauw-lim-pay tidak berani anggap dirinya sendiri sebagai partai terbesar dalam rimba persilatan!"
Lim Tiang Hong menampak dua orang beribadat itu unjukkan sikap amat masgul, buru2 berkata: "Jiwie Locianpwee jangan berkata demikian, tentang ilmu silat, sebetulnya tidak ada batasnya. Meski pelajaran dari satu guru, tapi hasilnya ada berbeda-beda itu tergantung pada orangnya. Misalnya Tat-mo Kauwsu dari partai Pek-lap Taysu dan Sam Hong Couwsu dari partai Totiang, hasilnya yang begitu cemerlang. Kalau kita tengok keadaan dari dulu hingga sekarang, berapa orang yang dapat disamakan 488
dengan beliau berdua" Maka itu, harap Siansu dan Totiang jangan karena sedikit rintangan saja lantas hilang kepercayaannya terhadap kepandaian ilmu golongannya sendiri".
Sehabis berkata ia mengeluarkan kitab Tat-mo-kheng yang ia ambil dari saku Pek-tok-Hui-mo.
Dengan dua tangan ia angsurkan kepada Pek lap Siansu seraya berkata: "Boanpwee telah beruntung tidak sampai mengecewakan pesan suhu dan inilah dia kitab Tat-mo-kheng. Harap Siansu suka terima dengan baik".
Pek-lap Siansu sambuti dengan kedua tangan, kemudian ia berkata sambil memberi hormat "Budi Siecu terhadap partai Siauw-Hm-pay, akan terukir untuk selama-lamanya dalam hati kita semua".
"Siansu terlalu merendah, urusan kecil saja, perlu apa pandang begitu besar!"
Pek-lap Siansu kembali memberi hormat, barulah ia ajak delapan belas anak muridnya, pulang ke gereja Siauw-limsie.
Pek-ho Totiang dengan orang2 enam partai Hian-bun, juga berpamitan dengan Lim Tiang Hong sekalian, pulang ke-masing2 tempatnya. Setelah kawanan paderi dan imam itu berlalu semua, Hong-gwat Kongcu juga lantas menghampiri Lim Tiang Hong. Dengan pedang erat tangan kawannya ia berkata: "Harap Jiwie jalan lebih dulu, siauwte masih perlu tunggu satu dua hari di sini".
Lim Tiang Hong tahu ia hendak menunggu kedatangan Cin-nie Cie-hong, maka lantas berkata sambil kerutkan keningnya: "Mengenai urusan adu pedang, menurut pikiran siauwtee, kita satu sama lain ada merupakan orang2 sendiri, sebaiknya dibikin habis saja".
489 "Buat urusan lain, siauwtee pasti terima baik, tapi dalam soal ini, ibarat anak panah sudah melesat pada busurnya, tidak boleh tidak harus dilepaskan. Maka saudara suka maafkan" jawabnya Hong-gwat Kongcu.
Lim Tiang Hong juga tahu bahwa dalam urusan
demikian, tidak mungkin dibereskan dari satu pihak saja, kalau bisa bertemu muka dengan Cin-nia Cie-hong, itulah yang paling baik. Karena dengan demikian ia dapat memberi nasehat bagi dua pihak, supaya pertandingan pedang itu dibatalkan saja, tapi, kemana harus mencarinya Cin-nia Cie-hong"
Selagi berada dalam kesulitan, tiba2 orang yang sedang dipikiri itu telah tiba di hadapannya.
Cu Giok Im segera maju untuk memberi hormat seraya, berkata: "Apa susiok selama ini ada baik2 saja?"
"Oh! kau juga sudah datang" Apakah saudara2
semuanya ada baik?" demikian Cin-nia Cie-hong balas menanya sambil tersenyum.
"Terima kasih atas perhatian susiok, teecu karena dengar susiok sudah pergi mencari saudara Lim ke daerah barat, maka malam2 perlukan datang kemari, untung di sini ketemukan susiok....".
(dw-kz) Jilid ke 9 Cin-nia Cie-hong ketawa bergelak gelak dan berkata:
"Apakah kau kuatirkan susiokmu yang tidak berguna ini, akan terluka di tangan Lim Siauw-hiap" Susiokmu ada orang yang tahu diri, dengan kepandaian yang tidak berarti itu, sebetulnya 490
belum dapat dibandingkan dengan kepandaian Lim Siauwhiap.
Tapi, kecuali dia, buat orang lain belum tentu ada lagi yang membuat kagum susiokmu."
Perkataannya ini sudah tentu ditujukan kepada Hong-gwat Kongcu, maka seketika itu Hong-gwat Kongcu lantas perdengarkan suara di hidung, tapi tidak berkata apa2.
Lim Tiang Hong mengawasi Hong-gwat Kongcu sejenak, kemudian menyoja kepada Cin-nia Cie-hong seraya berkata:
"Menurut pikiranku yang sempit, pertandingan pedang jiwie kali ini, sebaiknya dibikin habis saja".
"Kenapa?" tanyanya Cin-nia Cie-hong dingin.
"Boanpwee anggap, dua ekor harimau yang sedang bertarung, pasti ada satu yang akan terluka, karena kita satu sama lain ada orang2 sendiri, untuk apa sebetulnya?"
"Tentang itu untuk apa saudara Lim harus pikirkan.
Andaikata siauwtee kalah, itu hanya dapat sesalkan diri sendiri yang kepandaiannya kurang cukup tinggi, siapa yang harus disesalkan?" sahutnya Hong-gwat Kongcu sambil ketawa terbahak bahak.
Cu Giok Im yang menyaksikau keadaan semakin meruncing, dalam hati merasa sangat gelisah, maka buru2 ia nyeletuk: "Jika pertandingan ini pasti akan dilangsungkan juga, maka menurut pikiran siaumoay, lebih baik diganti dengan lain cara".
Tapi Cin-nia Cie-hong yang mendengar perkataan Hong-gwat Kongcu tadi, dalam hati merasa tidak senang. Ia tidak enak mengeluarkan perkataan kasar terhadap Lim Tiang Hong, maka lantas tumpahkan amarahnya kepada Cu Giuk Im. "Dalam urusan ini tidak perlu kau campur mulut", demikan katanya "biar bagaimana susiokmu akan belajar kenal dengan ilmu pedang Tho-hoa-to".
Di samping, Lim Tiang Hong otaknya terus bekerja, mendadak ia dapatkan satu akal, maka ia lantas berkata dengan suara nyaring. "Aku yang rendah, di sini ada dapatkan satu cara 491
yang baik. Kita boleh bertanding secara tidak langsung, tapi dapat dibuat ukuran untuk menentukan siapa yang lebih unggul dan siapa yang rendah".
Ia mengawasi kedua orang itu lalu berkata pula: "Orang2
golongan Boan-ciong-muy di Lam-bong, bukankah sangat terkenal ilmu pedangnya yang aneh, ganas di kalangan kangouw" Jikalau jiwie ada mempunyai itu kegembiraan, mengapa tidak mencari Boan-ciong Nio-nio, untuk mencoba ilmu pedangnya" Siapa yang dapat menangkan padanya. Dialah yang terhitung menang dalam pertandingan ilmu pedang, entah bagaimana pikiran jiwie?"
Hong-gwat Kongcu lantas menyahut: "Pertaruhan semacam ini, sesungguhnya luar biasa aku setuju".
Cin-nia Cie-hong dengan muka pucat pasi, berkata dengan nada suara dingin: "Baik, aku juga setuju!"
Dengan tanpa pamit lagi, ia lantas bergerak dan pergi lebih dulu.
Hong-gwat Kongcu juga kerahkan ilmu meringankan tubuhnya, mengikuti di belakangnya.
~dw()kz~ Bab 65 SETELAH hening sekian lama, mendadak Pek-hong berkata:
"Akalmu ini, bukan saja kurang cerdik bahkan sangat berbahaya.
Kau pikir saja, Boan-ciong Nio-nio, yang menjagoi di daerah selatan. Kepandaiannya tidak di bawah pocu Hong-lui-po. Kini mereka berdua dengan tanpa sebab mencari onar kepadanya, jikalau ada apa2 dengan mereka, bukankah engkau yang mencelakakan mereka?"
"Kekuatiranmu ini memang beralasan, tapi sebelum aku meninggalkan Hong-lui-po, lebih dulu aku sudah perintahkan 492
orang2 Hong-hong-tie, supaya lekas berangkat ke Lam-bong, rasanya tidak akan ada bahaya apa2. Mari kita berangkat! supaya jangan membuang waktu lagi".
Keduanya lantas berangkat menuju Lam-bong. Pek-hong sudah lama tidak berjumpa dengan Lim Tiang Hong, kali ini bisa berjalan bersama-sama, sudah tentu merasa sangat gembira.
Meski ia mempunyai sifat jantan, tapi wanita tetap wanita, di balik kejantanannya, masih ada sedikit perasaan kewanitaannya.
Sedikit perasaan wanitanya itulah, per-lahan2 telah mengalami perubahan. Sifat jantannya telah berubah menjadi sifat wanita, yang halus lembut dan ke semuanya ini telah dicurahkan kepada dirinya Lim Tiang Hong-Sayang, saat itu pikiran Lim Tiang Hong terikat kepada keselamatan diri Yan-jie. Ia kuatir karena terlalu lama kena pengaruh Boan-ciong Nio-nio, hingga sulit untuk disembuhkan kembali. Dan ini berarti suatu penyesalan untuk seumur hidup baginya terhadap dirinya Heng Lim Chu-loan.
Dengan berlalunya sang waktu, perjalanan telah diperpendek, hingga tahu-tahu sudah melalui daerah Biauw-kiang.
Untuk mendapat keterangan dari Cian-lie Tui-hong lebih dahulu, Lim Tiang Hong segera mengeluarkan tanda kepercayaannya. Belum cukup satu hari, di satu kota kecil yang disebut Ha-ma, ia telah berjumpa dengan Pengemis Pincang.
Begitu berjumpa dengan Kokcunya, si Pengemis Pincang itu lantas memberikan laporannya yang agak tidak menyenangkan:
"Si nenek tua bangka itu benar2 sangat licin aku si pengemis telah mencari jejaknya hampir menjelajahi seluruh daerah Biauw-kiang, masih belum berhasil menemukan sarangnya".
"Apakah sedikit tanda2pun kau tidak dapat?".
Dengan agak kemalu-maluan Cian-lie Tui-hong anggukkan kepalanya.
Lim Tiang Hong berkata pula sambil ketawa dingin: "Aku tidak percaya keganjilan ini. Boan-ciong Nio-nio yang sudah 493
kandung maksud hendak mengadu kepandaian dengan orang2
dunia kang-ouw, bagaimana tidak diketahui tempat tinggalnya?"
Kiong Ie, salah satu dari Cong-pian Jie-lo, lantas berkata dengan tenang: "Menurut dugaanku si orang tua, mungkin si nenek itu merasa jeri terhadap Hong-hong-tie yang telah menundukkan Hong-lui-po, hingga sembunyikan diri untuk sementara waktu."
Lim Tiang Hong membenarkan pendapat orang tua itu, katanya: "Mungkin demikian, kalian semua barangkali juga sudah lelah, beristirahatlah dahulu. Aku nanti hendak berpikir lagi"
Setelah dua pahlawan Hong-hong-tie itu mengundurkan diri, Pek-hong lantas berkata sambil mengkerutkan keningnya: "Kalau begitu, susiok dan Hong-gwat Kongcu, bukankah ter-sia2 saja perjalanan mereka?"
Lim Tiang Hong gelengkan kepala. Mendadak alisnya berdiri, dengan mata terbelalak ia melihat keluar, kemudian menegur: "Sahabat dari mana" Sudah datang berkunjung, mengapa tidak mau berlaku secara terang terangan".
Dari atas genteng segera terdengar suara orang tertawa terkekeh-kekeh. Setelah itu. lalu menyusul sebuah benda bersinar merah menyusul ke arah Lim Tiang Hong.
Lim Tiang Hong segera ulur dua jari tangannya, hingga benda merah itu sebentar sudah berada di dalam jepitan jari tangannya, ternyata adalah sebuah sampul berwarna merah.
Ia lantas membuka sampul tersebut. Di dalamnya terdapat tulisan yang bunyinya sebagai berikut:
Kie-lin Kokcu Lim Tayhiap Yang terhormat.
Kedatangan utusan tuan, yaitu Cian-lie Tui-hong dan
kawan2nya di daerah Biauw-kiang, kami dari Boan-ciong-muy,
tidak dapat menyambutnya secara layak. Hal ini sesungguhnya kami
merasa sangat menyesal, harap supaya tuan suka memaafkannya.
494 Kini kami telah mendengar kabar tentang kedatangan tuan-tuan,
maka dengan ini kami mengundang tuan, nanti pada tanggal 15
lohor, supaya tuan suka datang ke gubuk Pek-in Huan-ie, dibukit Inbu-san. Menunggu kedatangan tuan.
Tertanda: Boan-ciong Nio-nio. dari persatuan Boan-ciong-muy.Setelah membaca surat tersebut, Lim Tiang Hong lantas berkata sambil ketawa ter-bahak2: "Pek-in Huan-ie toh bukan sarang naga atau goa harimau. Aku ingin lihat di daiam Boan-ciong-muy sebetulnya ada racun apa yang tidak dapat dilawan oleh manusia".
Pek-hong yang tahu benar bahwa racun golongan Boan-ciong-muy ada sangat lihay, maka ia lantas berkata sambil kerutkan kening: "Menurut pikiranku, untuk menghadapi racun yang sukar dijaga itu, sebaiknya saudara Lim berlaku hati hati".
"Aku juga tahu bahwa racun itu memang sukar sekali dihadapi, tapi kita toh sudah sampai di sini, apakah kita harus mundur?"
"Sekarang masih banyak waktu, sebaiknya saudara Lim beristirahat dulu. Siauwmoay juga hendak beristirahat dulu"
Selagi Pek-hong hendak berlalu, mendadak ia melihat berkelebatnya dua sosok batangan orang menerjang masuk, maka cepat ia menghunus pedangnya.
Lim Tiang Hong segera mencegah sambil ulapkan tangannya sambil berkata: "Jangan sembrono. Itu adalah Sin-suan Cu-kat locianpwee dan Kiong-siu toako yang datang".
Dua bayangan orang itu memang benar adalah Sin-suan Cukat dan si pengemis Mata Satu. Dua jago tua itu begitu masuk ke dalam kamar, lantas berkata sambil menghela napas panjang.
"Aih! akhirnya kau datang juga. Aku si pengemis miskin hampir 495
saja antarkan jiwaku yang sudah tidak berguna ini, di tangannya Boan-ciong Nio-nio".
"Apakah ji-wie locianpwee sudah kebentrok langsung dengan orang2nya Boan-ciong muy?"
"Orang2 Boan-ciong-muy tidak berlaku apa2 terhadap kita, sebaliknya Yan-jie si budak hina itu, telah berbalik bermusuhan terhadap kita, ia telah menggunakan racun berbisa terhadap kita.
Kalau kita tidak berjaga-jaga pada sebelumnya, mungkin sekarang sudah menggeletak menjadi bangkai di daerah Biauw-kiang ini" menerangkan Sin-suan Cu-kat.
"Ia sudah berubah begitu jauh, bagaimana kita harus berbuat?" tanya Lim Tiang Hong sambil kerutkan keningnya.
Setelah berpikir sejenak, Sin-soan Cu-kat lalu berkata: "Bagi kita sekarang, lebih baik berusaha menangkap hidup2 padanya, lalu kita bawa pulang ke Kim-leng. Aku percaya dalam kitab peninggalan Heng-lim Chun-loan, pasti dapat resepnya yang dapat menyembuhkan racun serupa ini".
Si Pengemis Mata Satu lantas lompat bangun dan berkata:
"Kita tidak berlaku ayal lagi. Mari malam ini kita lantas bekerja.
Sebelum Lim lotee bertemu muka dengan Boan-ciong Nio-nio, kita bergerak secara tiba2 dan juga memancing keluar Yan-jie, setelah kita tangkap, lalu segera pulang ke Kim-leng,"
"Sekarang kita cuma bisa berbuat begitu saja, tapi entah bagaimana pikiran Lim Siauw-hiap?" tanyanya Sin-soan Cu-kat.
"Boanpwee tidak mempunyai pikiran apa2, baiklah menurut pikiran ji-wie locianpwee saja".
Malam itu juga, mereka lantas berangkat menuju ke gunung In-bu-san. Tapi, mereka hanya tahu dari suratnya Boan-ciong Nio-nio yang mengirimkan kepada Lim Tiang Hong, bahwa markas besar Boan-ciong-muy itu berada di suatu tempat yang dinamakan Pek-in Huan-ie. Di mana sebetulnya Pek-in Huan-ie itu" Tiada seorangpun yang tahu.
Empat orang itu selagi mencari ubek2an di gunung In-bu-san.
496 Lim Tiang Hong mendadak mengingatkan kepada
kawan2nya: "Lekas sembunyikan diri, ada orang datang!"
Selagi mereka sembunyikan diri, dua sosok bayangan orang telah melayang turun bagaikan dua ekor burung. Satu diantaranya yang tiba lebih dulu, adalah seorang gadis cilik dengan rambutnya dikepang menjadi dua, ia adalah Yan-jie.
Sedang yang datang belakangan adalah Chu-lan, bekas pelayan Lok-hee Hujin yang dulu pernah pancing Lim Tiang Hong masuk ke dalam lembah Loan-biauw-kok.
Mungkin mereka malam itu sedang meronda, untung Lim Tiang Hong mempunyai daya pendengaran yang sangat tajam, maka sebelum mereka pergoki kedatangannya, sudah diketahui lebih dulu. Ini justru merupakan suatu kesempatan baik bagi usaha Sin-soan Cu-kat, maka ketika Yan-jie berdua tiba di tempat tersebut, Lim Tiang Hong lantas lompat keluar dari tempat sembunyinya, bagaikan harimau menerkam mangsanya, menubruk Yan-jie.
Yan-jie sejak kanak2 sudah dapat didikan langsung dari ayahnya, kini kembali dididik oleh Ban-ciong Nio-nio sendiri, dalam keadaan berbahaya, sedikitpun tidak menjadi gugup, bahkan dapat menyerang dengan pedangnya. Dalam keadaan gelap, hanya tertampak kerkelebatnya sinar pedang yang menyerang secara ganas sekali.
Lim Tiang Hong bermaksud menangkap hidup2 padanya, maka begitu turun tangan sudah menggunakan ilmunya, Khim-liong Put-jiauw. Ketika melihat berkelebatnya sinar pedang, ia lalu menyentil dengan jari tangannya. Setelah itu, lalu menyambar pergelangan tangannya.
Yan-jie ketika itu sudah mengetahui bahwa orang yang menyambar padanya itu ternyata adalah Lim Tiang Hong, maka lantas berseru: "Kau....?".
Tapi, pergelangan tangannya sudah tercekal oleh Lim Tiang Hong, yang kemudian menotok jalan darahnya. Sementara itu, si 497
Pengemis Mata Satu dan lain2nya juga sudah bergerak menangkap Chun-lan.
Sambil melawan Chun-lan menegur: "Kalian dari golongan mana" mengapa begitu berani mati menyerang murid2 Boan-ciong muy?"
Sin-soan Cu-kat lalu berkata kepada kawan2 nya: "Budak ini jangan dikasih lolos".
Disaat seperti itu, mereka sudah tidak perdulikan kedudukannya diri sendiri lagi, setelah mengucapkan perkataan demikian, ia lantas ikut mengepung dirinya Chun-lan, sedangkan Pek-hong yang sejak tadi masih diam saja, juga lantas menyerbu dengan pedang terhunus.
Kita dapat bayangkan sendiri, Chun-lan cuma merupakan satu gadis bekas pelayannya Lok-hee Hujin, bagaimana ia mampu melawan tiga orang yang sudah lama terkenal dan mempunyai kepandaian jauh lebih tinggi daripadanya sendiri"
Maka belum berapa jurus, ia sudah kelabakan.
Si pengemis Mata Satu tidak mau membuang banyak waktu lagi, dengan satu gerakan ia telah memukul pundak Chun-lan.
Tidak ampun lagi, Chun-lan lantas terpental, mulutnya mengeluarkan darah.
Pedang Pek-hong lantas datang menyusul, menamatkan riwayatnya pelayan itu.
Di lain pihak Lim Tiang Hong juga sudah memondong dirinya Yan-jie yang segera diserahkan kepada si Pengemis Mata Satu seraya berkata: "Selagi belum diketahui oleh orang2 Boan-ciong-muy, harap ji-wie locianpwee malam ini juga supaya lekas balik ke Kim-leng. Nanti setelah boanpwee selesai urusannya di Lam-bong, segera datang untuk menengok padanya".
Sin-soan Cu-kat dan si Pengemis Mata Satu merasa lega, karena rencananya telah berjalan lancar tanpa banyak rintangan, maka setelah memondong tubuhnya Yan-jie, keduanya lantas meninggalkan Lim Tiang Hong untuk pulang ke Kim-leng.
498 Pek-hong yang menyaksikan semua kejadian ini, lantas berkata kepada Lim Tiang Hong sambil tersenyum: "Kau agaknya begitu sayang kepada nona Yan-jie ini. Apa kau tidak takut nanti akan menimbulkan rasa cemburu nona Oey-eng?"
"Kalau orang lain yang berkata demikian, rasanya masih dapat dimengerti, tapi buat kau, apakah kau masih belum tahu perasaanku?"
Ia berkata demikian, tidak lain hanya hendak rnenjelaskan apa sebabnya ia begitu perhatikan nasibnya Yan-jie, semata-mata karena hendak membalas budi kepada Heng-lim Chun-luan yang telah berkorban karena urusannya. Tidak nyana, Pek-hong ternyata sudah salah tangkap maksudnya, seketika itu hatinya tercekat. Suatu perasaan girang mendadak terkilas dalam hatinya.
Ia anggap bahwa perkataan pemuda itu ditujukan kepada dirinya sendiri.
Bagi pemuda atau pemudi yang sedang dihinggapi asmara, perasaanya sangat tajam maka ketika mengingat demikian, parasnya merah seketika. Dengan tampa sadar, badannya lantas dijatuhkan ke dada Lim Tiang Hong.
Lim Tiang Hong yang sedang memikiri nasib Yan-jie, bisa sembuh kembali atau tidak, mendadak dapat mencium bau harum. Sedang tubuh Pek-hong sudah jatuh di dadanya seolah-olah pohon tertiup angin, seketika itu lantas kerutkan keningnya kemudian berkata sambil goyang2kan pundak Pek-hong.
"Apakah badanmu merasa tidak enak?".
"Emm...." jawabnya singkat tubuhnya menempel semakin rapat.
Pada saat itu, kebetulan angin gunung meniup santar, hingga badannya agak menggigil. Lim Tiang Hong anggap benar2 si nona itu tidak enak badan maka menanya pula dengan penuh perhatian: "Mari kita lekas pulang! besok aku masih harus pergi untuk menjumpai Boan-ciong Nio-nio!"
499 Untuk menjaga kesehatan Pek-hong, Lim Tiang Hong sengaja tidak lepaskan tangannya yang memegang tangan gadis itu. Ketika ia berangkat, dengan menggandeng tangan Pek-hong, ia menggunakan ilmu lari pesat 'It-sia-Cian-lie', balik ke tempat penginapannya.
Pek-hong membiarkan dirinya digandeng oleh Lim Tiang Hong. Ia cuma merasakan badannya rnenjadi ringan, kedua telinganya tertiup angin kencang, seolah olah sedang terbang.
Tidak antara lama, keduanya sudah tiba di rumah penginapan. Pek-hong setelah membereskan rambutnya yang kusut tertiup angin, lantas berkata sambil tertawa seraya menundukkan kepalanya: "Terima kasih!"
Ketua Tiang-lim-pay yang gagah dan bersifat jantan itu, kini mendadak seperti perawan yang baru kenal laki2, ter-sipu2 dan merah jengah. Tapi Lim Tiang Hong yang tidak perhatikan itu semua, hanya berkata sambil ketawa: "Urusan begitu kecil saja, perlu apa kau ucapkan terima kasih".
Kembali Pek-hong tundukkan kepala dan tersenyum, kemudian balik ke kamarnya sendiri.
Karena sudah hampir pagi, Lim Tiang Hong tidak bisa tidur lagi. Ia hanya duduk bersemedi untuk melepaskan lelahnya.


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika terang tanah, Cian-lie Tui-hong dan lain2nya sudah berada di kamarnya. Setelah bersihkan badan dan makan pagi, lantas berangkat menuju ke gunung In-bu-san.
Ketika rombongan orang Hong-hong-tie itu meninggalkan rumah penginapan, Cian-lie Tui-hong, Mo-ie Kim-Kho dan lain2nya nampak tidak bersemangat, agaknya seperti orang yang sedang sakit.
Lim Tiang Hong agak terkejut, tapi saat itu ia tidak lantas menanyakan padanya, sudah melanjutkan perjalanannya ke gunung In-bu-san.
Ketika memasuki daerah pagunungan, setelah melalui jalanan kecil yang berliku liku, masih belum menemukan tempat 500
yang disebut 'Pek-in Hian-ie'. Karena dalam daerah pegunungan itu tidak menemukan seorangpun juga, sudah tentu tidak ada yang diminta keterangan.
Cian-lie Tuy-hong yang agak berangasan lantas menggeram:
"Aku kata apa, biar bagaimana ia bukan orang dari golongan baik, hingga tempat tinggalnya saja perlu dirahasiakan, tidak berani memberitahukan kepada orang".
Tapi baru saja ia menutup mulutnya, mendadak muncul In-bu Mo-kheng bersama empat wanita baju merah, yang lantas berkata kepada Lim Tiang Hong Sambil memberi hormat: "Lim Siauwhiap benar2 adalah seorang yang bisa pegang janji. In-bu-Mo-kheng atas nama suhu di sini menyambut kedatangan siauwahiap sekalian"
Lim Tiang Hong menjawab sambil membalas hormat: "Aku si orang she Lim telah membikin repot kalian semua, sesungguhnya merasa sangat tidak enak".
"Silahkan!" In-bu Mo-kheng lalu mempersilahkan semua tetamunya berjalan di muka.
Lim Tiang Hong tidak menolak, ia bersama orang2nya berjalan lebih dahulu, Pek-hong selalu tidak berpisah dari sampingnya.
Berjalan kira2 tiga lie, tempat yang dinamakan Pek-in Huan-ie itu sudah tertampak di hadapan mata.
Kiranya yang dinamakan Pek-in Huan-ie itu ternyata ada sebuah bangunan gedung yang dibangun di lereng gunung. Atap rumah tertutup oleh batu-batu cadas seluruhnya. Di sekitar bangunan itu ditumbuhi oleh pohon lebat yang merupakan sebuah rimba dan air mancur. Kalau tidak berada di tempat yang agak dekat, orang tidak akan mengetahui kalau itu ada sebuah bangunan gedung.
Meski bangunan itu tidak seberapa besarnya, tapi bentuknya indah, buat di daerah Biauw-kiang, bangunan rumah atau gedung yang serupa itu, boleh dikata tidak ada.
501 Setelah melalui jembatan gantung, masuklah ke pintu gerbang Pek-in Huan-ie.
Begitu memasuki pintu gerbang itu, rombongan orang itu segera disambut oleh musik yang amat merdu dan sambutan riuh: "Selamat datang kita ucapkan kepada Lim Siauwhiap Kokcu Hong-hong-tie!"
Pintu kayu cat merah lalu terbuka lebar. Dari dalam nampak menyambut dua baris wanita muda berpakaian merah dengan pedang dibelakang geger masing2. Dengan sangat rapi barisan wanita muda itu berbaris di kedua sisi jalanan masuk. Ketika rombongan tamu itu berjalan, mereka semua membongkokan badan memberi hormat. Saat itu kembali terdengar suaranya In-bu Mo-kheng yang berkata: "Oleh karena masih melayani beberapa tetamunya, suhu tidak dapat keluar untuk menyambut, harap Lim Siauwhiap maafkan, silahkan!"
Lim Tiang Hong sungguh tidak nyana bahwa di dalam golongan Boan-ciong-muy telah mendapat perlakuan demikian luar biasa. Ia hanya ketawa saja sambil mengawasi Pek-hong.
Kemudian dengan tindakan lebar ia berjalan masuk. Setelah melalui taman bunga yang luas, tibalah ke ruangan tamu. Dalam ruangan tamu, saat itu sudah ada banyak tamunya. Seorang perempuan tua gemuk berambut putih, berusia kira2 tujuh puluh tahun, duduk di kursi tuan rumah, ia adalah Boan-ciong Nio-nio sendiri.
Di antara tetamu itu, hampir setengahnya yang berdiri menyambut ketika Lim Tiang Hong memasuki ruangan tamu itu.
Kiranya orang2 itu sebagian besar adalah orang2 berbagai partai yaitu orang2 berbagai partai persilatan daerah Tionggoan. Selain daripada itu, ia juga segera dapat lihat dirinya Cin-nia Cie-hong, Hong-gwat Kongcu dan Khiu-pan-po yang telah kabur dari tangannya.
Boan-ciong Nio-nio tiba2 membuka suaranya yang seperti burung kokok beluk: "Tidak nyana hiantit benar2 telah datang, lekas masuk dan duduklah!"
502 Lim Tiang Hong merasa heran, sesaat ia melongo, tapi ia tidak pantas untuk menanya, ia hanya mengikuti In-Mo kheng berjalan rnenuju ke tempat yang sudah disediakan untuknya.
Kembali terdengar suaranya Boan-ciong Nio-nio yang berkata sambil ketawa: "Kau mungkin anggap aku sudah gila, mengapa panggil kau hiantit. Sebetulnya, kalau dipandang dari sudut persahabatanku dengan ibumu Lok-hee Hujin, aku panggil kau hiantit, sesungguhnya tidak berkelebihan".
Belum lagi Lim Tiang Hong membuka mulut, ia sudah berkata lagi dengan nada suara dingin: "Orang2 dunia kangouw semua pada mengatakan begitu hebatnya Hong-lui-po, tapi menurut apa yang aku lihat sendiri ketika aku kunjungi benteng, hm! ternyata cuma begitu saja".
Lim Tiang Hong mendadak ingat, pada malam itu ketika ia berada di Hong-lui-po, memang telah dapat lihat seorang perempuan tua berambut putih dengan seorang wanita, yang keluar dari benteng merah, apakah perempuan tua itu Boan-ciong Nio-nio"
Kembali ia mendengar penuturannya Boan-ciong Nio-nio:
"Dalam perjalananku ke barat waktu itu, sebetulnya hendak mengajak Lok-hee Hujin sama-sama pulang ke Lam-bong, tapi ia berkeras hendak berdiam di barat, untuk membereskan persoalannya pribadi. Sungguh tidak kusangka bahwa perpisahanku dengannya hari itu, kini telah merupakan perpisahan untuk se-lama2nya. Ah! persoalan dalam rumah tangga, aku juga tidak berhak untuk mencampuri....".
Sehabis berkata, nenek gemuk itu ternyata mengucurkan air mata.
Dalam saat dan keadaan demikian, ia tidak membicarakan soal dunia Kangouw, sebaliknya membicarakan persoalan rumah tangga orang lain, hingga semua tamunya tidak tahu ia mengucurkan air mata itu karena berduka ataukah pura2. Tapi tiada seorangpun yang membuka suara.
503 Setelah hening sejenak, dalam rombongan tetamu mendadak ada seorang berdiri dan berkata dengan suara keras: "Pada waktu belakangan ini, di dunia kang-ouw sering terjadi peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh orang2 Boan-ciong-muy. Oleh karenanya, maka aku yang rendah telah sengaja datang kemari untuk menanyakan persoalan tersebut, adakah Boan-ciong-muy bermaksud hendak menantang kepada semua partai persilatan"
Atau ada lain sebab?"
Orang yang majukan pertanyaan itu, adalah suteenya ketua Hoa-san-pay, seorang laki2 berusia kira2 lima puluh tahunan. Ia bernama Gak Hong, dengan gelarnya Ngo-khim-ciang. Suhunya Hoa-san Long-tiap yang terbinasa di tangan murid2 Boan-ciong-muy.
Boan-ciong Nio-nio mengawasi Gak Hong sejenak, kemudian berkata dengan nada suara dingin: "Boan-ciong-muy tiada maksud hendak menentang partai persilatan yang mana saja.
Tapi terhadap orang2 golongan perusak kaum wanita, tidak akan memberi ampun sedikitpun juga. Ia orang2 yang terbinasa di tangan anak murid Boan-ciong-muy, aku si orang tua bukan saja tidak sayang. Hm! bahkan aku anggap, sudah berlaku murah hati terhadap mereka, karena aku tidak mengusut kesalahan dan dosa2nya kepada gurunya".
Gak Hong juga tahu memang muridnya itu gemar pipi licin.
Mungkin kematiannya itu ada kesalahannya sendiri. Tapi dalam rimba peralatan, umumnya masih berlaku semacam hukum alam yang tiada tertulis. Meskipun kesalahan pada pihaknya sang murid sendiri, namun jika tidak diusut, dianggapnya telah mengakui kesalahan sang murid itu sendiri.
Demikian keadaannya dengan Gak Hong, maka ia lantas berkata sambil ketawa dingin: "Kalau menurut perkataanmu ini apakah itu semua pemuda yang telah binasa di tangan anak muridmu, apakah salahnya sendiri?"
"Juga boleh dikatakan demikian" jawab si nenek sambil dongakkan kepala dan ketawa. "Ada orang yang menganggap 504
orang2 Boan-ciong-muy cuma bisa menggunakan racun berbisa untuk menundukkan lawannya, padahal, si tua bangka sedikitpun tiada maksud akan menggunakan racun untuk berebut kedudukan dengan orang2 dunia kang-ouw. Andaikata memang perlu harus menggunakan, ha... ha... siapapun akan dengar perintahku semuanya"
Lim Tiang Hong meski tidak buka suara, tapi dalam hatinya timbul kesannya tidak baik terhadap nenek itu.
Boan-ciong Nio-nio agaknya sudah dapat menebak isi hatinya anak muda itu, sambil ketawa ia gapaikan Cian-lie Tui-hong seraya berkata: "Sudah lama aku dengar bahwa Tui-hong Congkoan dari Hong-hong-tie, kepandaian ilmu silatnya sungguh luar biasa. Sekarang kau usir itu orang dari Hoa-san-pay, yang tidak kenal aturan".
"Baik!" sahutnya Cian-lie Tui-hong dengan cepat. Kemudian ia lompat menerjang Gak Hong.
Lim Tiang Hong terperanjat, ia lantas membentak: "Tui-hong Congkoan, kau benar2 sudah gila, lekas mundur!"
Tapi Cian-lie Tui-hong seolah-olah tidak dengar. Kedua tangannya bergerak, menyerang Gak Hong secara hebat.
Walaupun Gak Hong juga terhitung salah satu orang kuat dari partai Hoa-san-pay tapi mana ia nempil kepandaiannya Cian-lie Tui-Hong" Dalam waktu sekejapan saja ia sudah terdesak demikian rupa, hingga hampir terusir keluar pintu.
Lim Tiang Hong melihat Cian-lie Tui-hong sudah tidak dengar perintahnya lagi, diam2 juga merasa heran. Dalam gusarnya ia lantas berdiri hendak maju untuk merintangi perbuatannya, tapi Boan-ciong Nio-nio lantas keluarkan perintahnya lagi: "Semua orang2 Hong-hong-tie, lekas tahan Kokcu-mu".
Aneh bin ajaib orang2 Hong-hong-tie yang biasanya tunduk pada perintah Kokcunya, hari itu tenyata sudah dengar perintah Boan-ciong Nio-nio. Begitu mendengar perintah tersebut, mereka 505
segera lompat melesat menghadang di depan Lim Tiang Hong.
Keadaan yang sangat ganjil itu, membuat Lim Tiang Hong tercengang dan berdiri terpaku sekian lamanya. Setelah berpikir sejenak, ia baru sadar bahwa mereka itu pasti sudah terkena racunnya Boan-ciong Nio-nio, hingga sudah melupakan dirinya sendiri.
Di lain pihak, Cian-lie Tui-hong benar2 sudah mendesak Gak Hong sehingga di luar pintu, baru berhenti menyerang dan balik lagi ke tempat duduknya.
Boan-ciong Nio-nio kembali gapaikan tangannya dan berkata:
"Kalian kemari semuanya!"
Cian-He Tui-hong, Cong-pian Jie-lo dan lain2nya benar2
lantas pada berjalan ke depannya. Boan-ciong Nio-nio segera mengeluarkan beberapa butir pil warna putih, diberikan kepada Cian-lie Tui-hong seraya berkata: "Telanlah!"
Beberapa orang Hong-hong-tie itu benar saja lantas telan warna putih itu.
Boan-ciong Nio-nio kembali ulapkan tangannya, menyuruh mereka balik duduk ke tempat masing2. Kemudian ia berkata sambil ketawa dingin: "Dari sini tentunya kalian sudah percaya bukan" Andai orang2 Boan-ciong-muy benar2 hendak menggunakan racun, siapapun tidak akan ada yang bisa lolos"
Kemudian ia menunjuk kepada orang2 dari berbagai partai yang duduk di tempat masing2 dan berkata pula: "Hari ini kita kedatangan sejumlah tetamu yang semuanya ada delapan puluh dua orang. Sekarang kalian boleh berdiri berbaris menjadi dua rombongan dan berdiri berhadapan satu sama lain, setiap rombongan terdiri empat puluh satu orang".
Orang2 itu benar2 menurut segala perintahnya, benar2 berdiri berbaris menjadi dua rombongan dan berdiri saling berhadapan.
Setelah berbaris rapi, kembali terdengar Boan-ciong Nio-nio berkata dengan suara pelahan: "Nah, sekarang kalian masing2
506 boleh keluarkan senjata, serang lawan kalian dengan sepenuh tenaga, tidak boleh main gila....".
Dalam ruangan tamu itu lantas terdengar suara beradunya senjata tajam, dua rombongan orang2 itu telah bertempur secara main2an.
Apa yang mengherankan, mereka itu satu sama lain seolah-olah tidak saling mengenal bahkan satu sama lain pandang sebagai musuh buyutnya, hingga mereka bertempur secara kalap, masing2 tidak menghiraukan jiwanya sendiri.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan keadaan demikian, semakin buruk kesannya terhadap Boan-ciong Nio-nio, maka ia lantas menghampiri padanya dan berkata: "Lekas suruh mereka berhenti, apakah artinya perbuatanmu ini?"
"Orang2 ini sekalipun mati juga belum cukup untuk menebus dosanya, biarlah mereka baku hantam sendiri! kalau tenaga mereka sudah habis, dengan sendirinya tentu akan berhenti"
jawabnya Boan-ciong Nio-nio sambil ketawa dingin.
"Tidak! aku minta kau supaya suruh mereka lekas berhenti".
"Anak muda, kau terlalu ke-kanak2an! kalau aku bukan karena memandang adikku Lok-hee Hujin, pada saat ini kau sendiri barangkali juga sudah termasuk dalam rombongan orang2
itu". Hong-gwat Kongcu mendadak lompat maju di depannya dan berkata sambil ketawa dingin: "Kepandaian ilmu gaib, apa yang patut dibanggakan" Kongcu-mu ingin belajar kenal beberapa jurus ilmu pedang golongan Boan ciong-muy yang kabarnya sangat kesohor itu".
Boan-ciong Nio-nio dengan sorot mata dingin mengawasi padanya sejenak, ia tidak berkata apa2.
Cin-nia Cie-hong yang duduk tenang di samping, saat itu juga lantas lompat bangun sambil menghunus pedangnya dan berkata sambil menuding Boan-ciong Nio-nio. "Boan-ciong Nio-nio, tidak usah kau pertontonkan kepandaian ilmu gaibmu itu. Cin-507
nia Cie hong hendak menggunakan pedang ini, untuk menguji kepandaianmu".
Sepasang mata Boan-ciong Nio-nio yang sejak tadi kedap-kedip, kini mendadak dibuka lebar2, kemudian berkata dengan nada suara dingin: "Siapa yang berani buka mulut besar di hadapan Boan-ciong Nio-nio, menurut peraturan seharusnya dihukum mati. Tapi karena mengingat kau masih belum tahu, maka biarlah kau belajar kenal dulu dengan ilmu pedang golongan Boan-ciong-muy".
Tiba2 ia berpaling dan perintahkan kepada orang2nya: "In-bu Mo-kheng, kau bersama Ji Ah-tao melayani mereka beberapa jurus".
In-bu Mo-kheng bersama seorang wanita muda kira2 berusia dua puluh tahun, lantas lompat keluar. In-bu Mo-kheng menghampiri Cin-nia Cie-hong, sedangkan wanita muda berbaju merah itu lantas lompat ke depan Hong-gwat Kongcu, sambil anggukkan kepala dan tersenyum wanita muda itu berkata: "Aku Leng Giok Khim. Atas perintah suhu hendak melayani kongcu beberapa jurus saja".
Sehabis berkata, ia lalu menghunus pedangnya, kemudian dilintangkan di depan dada dan berdiri mengawasi Hong-gwat Kongcu.
Wanita muda yang menyebut dirinya Leng Giok Khim itu, meski usianya belum tua, tapi menurut urutan dalam keluarganya ia termasuk anak yang kedua, maka disebut Jie Ah-tao oleh Boan-ciong Nio-nio. Ia merupakan satu murid kesayangan Boan ciong Nio-nio. Kepandaiannya tidak di bawah In-bu Mo-kheng.
Hong-gwat Kongcu dan Cin-nia Cie-hong, memang sengaja datang untuk menantang Boan-ciong Nio-nio, tidak mereka sangka bahwa Boan-ciong Nio-nio hanya mengutus dua muridnya untuk melayani mereka. Meski dua muridnya itu sudah dapat dipastikan kepandaian mereka, tapi biar bagaimana agak mengecewakan.
508 Pada saat itu, dalam ruangan itu telah terdengar suara jeritan ngeri ber-ulang2. Dua rombongan orang yang sedang bertempur sengit itu, diantaranya sudah ada beberapa orang yang jatuh, sedang yang belum terluka masih tetap menyerang lawannya dengan membabi-buta, seolah2 sudah tidak mampu kendalikan pikirannya sendiri.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan semua kejadian ganjil itu, hatinya semakin panas. ia lalu berpaling kepada Cian-lie Tui-hong dan lain2nya seraya berkata: "Tui-hong Tiongkoan, kau kemari!"
Dengan cepat Cian-lie Tui-hong lompat menghampiri:
"Kokcu ada perintah apa?".
"Sekarang otakmu sudah jernih atau belum?"
"Barusan seperti dalam impian, kini setelah mengaso sebentar, sudah tidak apa2 lagi,"
"Bagus, kalau kau berontak lagi terhadap Kokcu, maka rekening ini sudah diperhitungkannya!"
Cian-lie Tui-hong melongo, ia cuma merasa bahwa barusan seperti mabuk, sama sekali tidak tahu apa yang telah dilakukan.
Lim Tiang Hong juga tidak menanyakan lagi, ia maju ke depan Boan-ciong Nio-nio dan berkata pula dengan suara keras:
"Lekas suruh mereka behenti. Jikalau tidak jangan sesalkan aku si orang she Lim tidak mengenal orang".
"Bukankah mereka bertempur atas kemauan sendiri" Siapa yang harus disalahkan?" jawab Boan-Ciong Nio-nio sambil ketawa dingin.
"Jikalau kau tidak menggunakan racun atau ilmu gaibmu terhadap mereka, bagaimana mereka sampai berbuat demikian?"
Baru saja Lim Tiang menutup mulutnya, kembali terdengar suara jeritan yang mengerikan, hingga membuat Lim Tiang Hong semakin gusar. Ia lalu menghunus pedang To-liong-kiamnya, sambil menuding Boan-ciong Nio-nio ia berkata pula: "Kalau 509
kau tidak segera hentikan pertempuran ini, aku nanti suruh kau rasakan tajamnya pedang To-liong-kiam ini".
Boan-ciong Nio-nio sejak menjagoi di Lam-bong untuk sekian tahun lamanya, belum pernah ada orang yang perlakukan padanya demikian garang, maka ia lantas perdengarkan suara tertawanya yang aneh lalu berkata: "Aku si nenek berkali kali berlaku sabar terhadap kau, tak lain dan tak bukan, karena aku masih memandang muka ibumu yang sudah meninggal dunia.
Tapi ternyata kau begitu tidak pandang mata kepada orang tua, apa kau kira aku tidak mampu menundukkan kau?"
Berbareng pada saat itu, serombongan wanita muda berbaju merah sudah pada maju mengurung Lim Tiang Hong dengan pedang terhunus, tapi tiada satu yang berani bergerak.
Tiba2 terdengar suara geramnya Cian-lie Tui-hong. Ia lompat keluar sambil putar tongkat besinya, tindakan itu segera ditelad oleh Mo-ie Kim-kho, Cong-pian Jie-lo dan Pek-hong. Mereka berdiri berbaris di kedua sisi Lim Tiang Hong, siap untuk melakukan pertempuran sengit.
Di luar dugaan, Boan-ciong Nio-nio mendadak berubah sikapnya, sambil menghela napas perlahan ia berkata: "Anak muda tidak seharusnya selalu menuruti hawa nafsunya sendiri.
Dengan terus terang, nenekmu sedikitpun tidak ada maksud hendak mencelakakan dirimu. Andaikata ada itu maksud, aku tentu tidak akan membiarkan kau berlaku demikian kurang ajar di hadapanku. Pikir saja, sudah cukup aku perintahkan orang2
yang sedang kalap itu berbalik untuk menghadapi kau, tidak perlu aku turun tangan sendiri".
"Betapapun pandainya kau putar lidah, tapi perbuatan kejammu ini jika tidak lantas kau hentikan, aku si orang she Lim tidak mau sudah terhadap kau".
Boan-ciong Nio-nio menghela napas panjang, mendadak melangkah maju dan berseru dengan suara keras: "Berhenti semua!"
510 Sungguh heran, pertempuran demikian sengit, seketika itu juga lantas berhenti. Tapi, di antara delapan puluh lebih orang2
yang bertempur iiu, yang terbinasa atau terluka sedikitnya ada tigapuluh lebih.
Sementara itu, orang2 yang masih belum terluka, nampaknya juga lesu, tidak bersemangat, jalannya seperti sempoyongan hendak jatuh.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan itu hatinya merasa tidak tega. Ia gelengkan kepala berulang ulang, lalu berkata pula kepada Boan-ciong Nio-nio. "Perbuatanmu ini sebetulnya terlalu kejam, apakah kau sendiri tidak merasa?"
Boan-ciong Nio-nio ulapkan tangannya, perintahkan semua wanita berbaju merah itu mundur di belakangnya, kemudian berkata sambil menghela napas, "Kau cuma tahu menuduh aku kejam, tapi tidak tahu siapakah sebetulnya orang2 ini" Dengan terus terang, jika golongan Boan-ciong-muy tidak mempunyai kepandaian, barangkali tidak bisa hidup di dunia Kang-ouw lagi.... Aku tidak perlu menyangkal, di waktu yang lampau, memang benar aku ada kandung maksud hendak menjagoi dunia kang-ouw, tapi dalam perjalananku ke Lam-bong kali ini, setelah berjumpa dengan ayahmu Ho-lok Siu-su ambisiku itu lantas pudar. Tiada mempunyai keinginan untuk menjagoi dunia kangouw lagi. Selanjutnya aku dengar kau hendak datang kemari, maka lantas utus beberapa muridku undang kemari. Diluar dugaan, telah berpapasan dengan orang2 ini, yang datang hendak menuntut balas dendam, hingga aku perlu menggunakan sedikit kepandaianku, supaya mereka baku hantam sendiri".
Sudah sekian lamanya Lim Tiong Hong berkecimpung di dunia kang-ouw. Ia tahu benar masih ada banyak hal, yang memang benar tidak boleh tidak membuat kau harus melakukan pembunuhan, maka siapakah sebetulnya yang bersalah dalam perbuatan Boan-ciong Nio-nio ini, ia sendiri juga tidak dapat menilai dengan tepat.
511 Selagi ia masih memikirkan persoalan tersebut, Boan-ciong Nio-nio sudah perintahkan kepada anak muridnya, memberikan sebutir pil putih setiap orang yang barusan bertempur sengit itu, kemudian ulapkan tangannya dan berkata. "Pergilah! di sini sudah tidak ada urusan kalian".
Orang2 itu dengan sikap lesu dan tundukan kepala meninggalkan Pek-in Huan-ie.
Pada saat itu, dalam ruangan itu tinggal dua rombongan orang yang masih mengadu pedang. Cin-nia Cie-hong melawan In-bu Mo-kheng, Kongcu lawan Leng Giok Khim.
Lim Tiang Hong barusan karena cuma perhatikan nasibnya itu orang2 yang baku hantam sendiri, tidak menyaksikan pertandingan pedang antara dua rombongan itu dan kini setelah orang2 itu berlalu, baru curahkan perhatiannya kepada mereka.
Empat orang itu, semuanya merupakan orang-2 yang mahir ilmu pedang, terutama Cin-nia Cie-hong. Ia telah bertekun melatih ilmu pedangnya sekian tahun lamanya. Selama tiga tahun belakangan ini, ia telah mendapat kemajuan sangat pesat.
Dengan In-bu Mo-kheng nampaknya berimbang kekuatannya, mereka bertanding sudah seratus enam puluh lebih, masih belum tampak siapa yang lebih unggul.
Hong-gwat Kongcu yang menganggap diri sendiri satu ahli pedang kenamaan, seumur hidupnya kecuali Lim Tiang Hong, jarang ia menemukan tandingan, terutama dari angkatan muda.
Tapi kali ini, dengan Leng Giok Khim bertanding sudah hampir dua ratus jurus. ia masih tidak berdaya merubuhkan lawannya, hingga dalam hati mulai merasa cemas. Dalam hatinya diam2
berpikir, "jika terhadap muridnya saja aku belum mampu merubuhkannya, bagaimana aku bisa berhadapan dengan gurunya?"
Ia lalu pusatkan kekuatannya ke tangan kanan, kemudian memberi peringatan kepada lawannya: "Awas.... nona!"
512 Setelah itu, pedangnya melakukan serentetan serangan.
Setiap serangannya dilakukan dengan gerak tipunya yang luar biasa, hingga membuat Leng Giok Khim seperti terkurung oleh sinar dan hawa pedang.
Leng Giok Khim yang mendapat didikan oleh Boan-ciong Nio-nio sendiri, karena bakatnya yang luar biasa. Kepandaiannya termasuk dalam golongan teratas dari semua murid2nya Boan-ciong Nio-nio. Karena itu, ia biasanya suka berlaku sombong dan tidak pandang mata pada orang lain. Hari itu ia menemukan lawan yang setimpal, bahkan ada satu pemuda tampan dan romantis, dalam herannya timbul pula semacam perasaan agak aneh, entah girang atau kagum.
Begitu mendengar peringatan Hong-gwat Kongcu ia lantas menjawab: "Semua kepandaian boleh kau keluarkan saja, nonamu pasti akan melayaninya hingga puas".
Lima jari tangannya segera bergerak. Dari ujung jari itu menghembuskan angin dingin, setelah menembus sinar pedang terus meluncur ke dada Hong-gwat Kongcu.
Ini adalah salah satu ilmu atau gerak tipu untuk menolong diri dalam ilmu kepandaian golongan Boan-ciong-muy. Honggwat Kongcu tidak menduga bahwa lawannya ini setelah dikurung oleh sinar pedang sedemikian rapatnya, ternyata masih bisa loloskan diri dengan serangannya yang aneh itu. Dalam kagetnya, ia segera lekukkan dadanya, ujung pedanya lantas bergerak, kemudian ia lompat mundur.
Ujung gaunnya Leng Giok Khim terpapas sepotong oleh ujung pedangnya Hong-gwat Kongcu, sedang ujung baju Honggwat Kongcu sendiri juga terdapat lima buah lubang, sehingga membuat wajahnya merah seketika.
Pek-hong yang berdiri di sampingnya lalu berseru: "Masing2
mendapat kekalahan satu kali, pertandingan ini dihitung seri".
Leng Giok Khim kerlingkan matanya melirik ke arah Honggwat Kongcu, kemudian ia menundukkan kepalanya sambil 513
tersenyum, ia lalu mundur ke dalam rombongan wanita baju merah.
Lim Tiang Hong kuatir Hong-gwat Kongcu kehilangan muka, cepat2 ia menepuk pundaknya Hong-gwat Kongcu seraya berkata: "Dalam suatu pertandingan, menang atau kalah memang sudah sewajarnya, perlu apa saudara buat pikiran?"
Hong-gwat Kongcu simpan kembali pedangnya dan
menjawab sambil ketawa hambar: "Siauwtee tidak akan menyangkal kekalahan yang siauwtee alami tadi, ilmu pedang nona Leng sesungguhnya amat mengagumkan"
Pada saat itu, dalam ruangan terdengar suara nyaring dari beradunya senjata tajam. Cin-nia Cie-hong yang sedang bertempur sengit dengan In-bu Mo-kheng, dua2nya nampak lompat mundur, dua bilah pedang ternyata sudah hancur menjadi ber-keping2.
Kiranya dua jago betina yang tengah bertempur itu, sama2
menggunakan kekuatan tenaga dalam, yang disalurkan melalui pedangnya masing2, hingga setelah kedua bilah pedang itu saling beradu. Karena kekuatan kedua pihak berimbang, maka pedang mereka sama2 hancur.
Karena senjata mereka sudah hancur, maka mereka bertanding lagi dengan menggunakan tangan kosong.
Pertempuran dengan tangan kosong itu juga seru sekali. Baru beberapa gebrak, kembali sudah mengadu kekuatan nyata kekuatan mereka memang berimbang, kali ini juga pada mundur terhuyung huyung sampai dua langkah.
Cin-nia Cie-hong dengan paras pucat putih dan mata beringas, per-lahan2 maju lagi. Sedang dipihaknya In-bu Mo-kheng mengunjukkan sikap kebalikannya. Meski ia juga sengit, tapi masih bisa ketawa terkekeh kekeh.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan keadaan demikian, ia tahu apabila pertandingan mereka itu dilanjutkan, mungkin dua pihak akan terluka parah, maka ia lantas maju dan menghadang 514
di-tengah2 mereka seraya berkata: "Ilmu pedang sudah dicoba, perlu apa harus bertanding lagi" Menurut pikiranku yang sempit, sebaiknya pertandingan ini disudahi saja"
"Ini ada urusan kita berdua, tidak ada hubungannya dengan kau, perlu aja kau turut campur tangan?" sahutnya Cin-nia Ciehong dengan alis berdiri.
Lim Tiang Hong merasa serba salah. Ia terpaksa bungkam.
Mendadak tertampak berkelebatnya satu bayangan putih, Pek-hong sudah tiba di sisinya dan berkata dengan suara halus:
"Bolehkah susiok pandang muka boanpwee, akhirilah pertandingan ini".
"Kau bicara atas nama ciangbunjin, ataukah....". Cin-nia Cie hong balas menanya dengan sikap bengis.
"Susiok jangan salah paham. Boanpwee tidak bermaksud hendak menyampuri urusan susiok. Tapi boanpwee merasa, apabila pertandingan ini berlangsung secara begini, tidak ada faedahnya sama sekali".
Saat itu tiba2 terdengar suaranya Boan-ciong Nio-nio: "Toa Ah-tao, kembali!"
In-bu Mo-kheng segera lompat mundur, dan balik ke tempatnya semula.
Boan-ciong Nio-nio kemudian berkata pula: "Kalian berdua, ternyata ada sama2 kuatnya, siapapun jangan harap bisa merebut kemenangan. Jika dilanjutkan terus, keduanya pasti akan terluka parah. Aku tidak suka melihat kesudahan secara demikian".
Cin-nia Cie-hong yang kini kepalanya sudah mulai dingin, ia lantas tundukkan kepala dan menghela napas.
Lim Tiang Hong yang maksud kedatangannya ini melulu untuk mencari Yan-jie dan kini karena Yan-jie sudah tertolong, maka tidak ada gunanya lagi berdiam lama2 disitu, 515
"Boanpwee ucapkan terima kasih atas undangan cianpwee ke Pek-in Huan-ie ini. Jika sudah tidak ada urusan apa2 lagi, kini boanpwee minta diri".
Boan-ciong Nio-nio mendadak ketawa terbahak bahak dan berkata: "Mana begitu gampang" Golongan Boan-ciong-muy, selamanya berpegang kepada azas, orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu orang. Kau dengan mengandalkan pengaruh Hong-hong tie, telah menghina golongan Boan-ciong-muy, yang katanya cuma mampu menggunakan racun atau pengaruh gaib. Maka hari ini biarlah kau belajar kenal dengan kepandaian orang golongan Boan-ciong-muy yang sebenarnya.
Nanti akan dapat lihat sendiri, betul atau tidak bahwa Boan-ciong-muy cuma mampu menggunakan racun saja. Lagi pula maksud kedatanganmu ini, aku juga tahu hanya untuk menolong anak perempuan Heng-lim Cun-loan, Yan-jie. Tapi ia sudah menjadi muridku, siapapun jangan harap ganggu seujung rambutnya saja".
Sehabis kerkata, agaknya ingat sesuatu. Matanya segera berputaran ke arah rombongan anak muridnya seraya memanggil dengan suara nyaring: "Yan-jie!"
Seorang wanita muda berbaju merah segera menghampiri padanya dan berkata dengan suara perlahan.
Boan-ciong Nio-nio parasnya lantas berubah seketika.
Rambut kepalanya yang sudah putih meletak seluruhnya nampak pada berdiri, kemudian dengan mendadak ia bangun berdiri sambil berseru: "Ambil pedangku!"
Lim Tiang Hong sudah tahu, bahwa pertempuran sengit tidak dapat dihindarkan lagi, meski ia tidak menyukai adanya perselisihan lagi, tapi bagaimanapun juga ia tidak dapat menunjukkan kelemahan. Maka saat itu ia tetap berdiri tegak, menantikan terjadinya perubahan.
Tidak antara lama, pedang Boan-ciong Nio-nio sudah dibawa keluar oleh salah. satu anak muridnya. Pedang mana adalah sebilah pedang emas yang agak lebar bentuknya, bersama lima 516
buah selubung jari tangan yang terbuat dari baja sepanjang kira2
setengah kaki. Boan-ciong Nio-nio setelah menyambuti pedang dan selubung jari tangan, lalu membuat main pedangnya sebentar, ternyata mengeluarkan suara mengaung sejauh tiga kaki. Lim Tiang Hong diam2 kagumi kekuatan tenaga dalam nenek itu.
Cin-nia Cie hong dan Hong-gwat Kongcu yang pernah bertaruh siapa yang dapat mengalahkan Boan-ciong Nio-nio dianggap lebih unggul, ilmu pedangnya, saat itu lantas maju berbareng sambil berkata: "Saudara Lim, tahan dulu, biarlah kita yang mencobanya lebih dulu"
Lim Tiang Hong dapat pastikan bahwa mereka berdua bukan tandingan Boan-ciong Nio-nio, tapi dua2nya sudah siap hendak bertempur ia merasa tidak enak merintangi kehendak mereka.
Tiba2 terdengar suara Boan-ciong Nio-nio yang berkata sambil ketawa terbahak bahak: "Ilmu pedang kalian berdua, barusan aku sudah menyaksikan sendiri, perlu apa harus mengadu lagi?"
Cin-nia Cie-hong yang mempelajari ilmu pedang sudah tiga puluh tahun lamanya, ia bermaksud hendak membangun kembali nama baik Tiang-lim-pay, tidak nyana berkali-kali mengalami kekalahan, maka saat itu ia sudah bertekad bulat. Walaupun harus korbankan jiwanya, juga akan mencoba kepandaian nenek itu. Maka ia lantas menyahut sambil gerakan pedang2nya: "Ciehong tahu bukan tandinganmu, tapi tetap ingin belajar kenal dengan kepandaianmu."
Dengan tanpa menunggu jawaban si nenek, ia sudah menikam dengan pedangnya. Oleh karena ia mengerti sedang berhadapan dengan lawan tangguh, maka ia kerahkan seluruh kekuatan tenaganya dalam serangannya itu.
Boan-ciong Nio-nio ketawa dan berkata: "Apa perlunya kau berbuat demikian?" Ia lalu angkat pedangnya dan menangkis dengan perlahan, namun demikian, serangan Cin-nia Cie-hong toh dibikin tidak berdaya.
517 Dengan wajah merah padam, Cin-nia Ciehong gerakkan pedangnya maju menyerang lagi, kali ini ia mengeluarkan ilmu pedangnya yang terampuh. Dengan beruntun ia menyerang sampai tiga belas kali dengan berbagai gerak tipunya aneka warna, karena ia sudah bertekad hendak mengadu jiwa. Jikalau perlu, maka setiap serangannya menggunakan kekuatan tenaga dalam sepenuhnya.
Boan-ciong Nio-nio juga tidak berani berlaku gegabah, sambil keluarkan bentakan keras ia kibaskan pedangnya dan nerobos masuk dalam gulungan sinar pedang Cin-nia Cie-hong. Di antara berkelebatnya sinar emas, segera terdengar suara beradunya senjata pedang, menyusul mana, pedang Cin-nia Cie-hong lantas terpental, terus meluncur ke atas pilar, sedang orangnya mundur sempoyongan sampai lima langkah.
Pek-hong dengan cepat memburu, tapi didorong olehnya, kemudian sambil unjukkan ketawa getir, ia lompat melesat keluar ruangan. Pek-hong coba memburu dan memanggil, tapi Cin-nia Cie-hong tidak menggubris, sebentar sudah hilang dari pemandangan.
Lim Tiang Hong kuatir nanti Hong-gwat Kongcu maju menantang Boan-ciong Nio-nio lagi, sebelum hal itu telah terjadi, lebih dulu ia sudah lompat maju sambii memegang gagang pedang. Setelah lebih dulu memberi hormat ia baru berkata:
"Ilmu pedang golongan Boan-ciong-muy, benar-benar sangat tinggi. Boanpwee ingin belajar beberapa jurus saja dari cianpwee".
Boan-ciong Nio-nio membuka matanya yang sipit, lalu kerkata dengan suara agak keras: "Kau bawa kemana Yan Ah-tao ku?"
"Asal locianpwee dapat menangkan pedang To-liong-kiam ini, sudah tentu dapat menemukan kembali padanya".
Istana Kumala Putih 6 Pengemis Binal 08 Tabir Air Sakti Raja Silat 12

Cari Blog Ini