Ceritasilat Novel Online

Wajah Wajah Setan 1

Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap Bagian 1


Wajah Wajah Setan karya Abdullah Harahap Pembuat Djvu : Zona Djadoel
Edit teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo
Selesai di edit : 18 Juli 2018, situbondo
Ebook di persembahkan Group FB Kolektor E-Book
Selamat membaca ya !!! *** ABDULLAH HARAHAP WAJAH WAJAH SETAN SARANA KARYA JAKARTA Apabila ada nama, tempat kejadian ataupun cerita yang bersamaan, itu hanyalah suatu kebetulan belaka.
Cerita ini adalah fiktif.
WAJAH-WAJAH SETAN Karya : Abdullah Harahap Diterbitkan oleh : Sarana Karya, Jakarta
Cetakan pertama . 1992 Setting oleh : Trias Typesetting
Hak penerbitan ada pada Sarana Karya. Dilarang mengutip, memproduksi dalam bentuk apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit. *** SATU Dengan belokan tajam, mobil merah darah itu meluncur masuk halaman depan sebuah rumah, menggilas malam yang merangkak tertatih-tatih. Injakan yang keras pada rem. menyebabkan empat buah ban tersentak lalu menggeram dahsyat di atas batu-batu kerikil yang menjerit kaget" Angin menggelepar resah di dedaunan cemara ketika pintu mobil itu terbuka. dan sesosok tubuh melangkah keluar.
Iskandar berdiri sejenak, seraya mengerak-gerakkan kaki agar perasaan kebas hilang. Lengan lengannya yang kokoh direntang. sehingga udara sejuk merembes masuk ke dalam peruparunya yang sesak. Dingin berkabut diluar sini, pikirannya dengan gembira akan tetapi hangat dan betapa romantisnya nanti di dalam rumah. Setelah berpuas-puas diri dengan lamunan-lamunan indah, Iskandar menjemput sebuah kotak kecil berpita merah jambu dari tempat duduk depan mobil, kemudian bergegas menaiki teras.
ia belum sempat memijit bel, pintu sudah terbuka.
Seorang perempuan setengah umur melempar seulas senyuman lega di bibir yang merah kehitaman,
"Benar apa yang saya bilang pada nyonya," ia bergumam puas.
"Maksudmu. bi Ijah?" tanya Iskandar menyimpan perasaan gembira di hati yang senantiasa berbunga bunga tiap kali ia memasuki rumah yang sama.
"bahwa mobil tuan yang datang!"
"Tukang tebak yang jitu," Iskandar menambah kepuasan perempuan itu, menutup pintu di belakangnya dan bertanya setengah berbisik: dia?"
"Di kamar. tuan. Baru saja selesai mandi."
."Aha!" Iskandar mengerling nakal. "waktu yang tepat. bukan?"
"Selalu, tuan. Selalu tepat!" '
"Nah. Ini lima ribu perak. pergilah tidur. Besok pagi pagi benar, belilah sekeranjang kapur sirih dan tembakau untukmu. bi Ijah. Oke"
"Terimakasih, tuan. Eh, perlukah saya buatkan minuman?"
Seraya menyeringai lebar. Iskandar balas bertanya:
"Apakah kami membutuhkannya, bi ijah'"'
"Siapa tahu.... Ah, jangan tersinggung, tuan. Tentu saja. tidak" pelayan perempuan itu tertawa lebar. lantas bergegas menghilang di pintu belakang. .
Iskandar menunggu sebentar. Sesudah ia yakin perempuan itu benar-benar telah masuk di kamarnya sendiri, Iskandar baru meneruskan langkah menuju sebuah pintu yang setengah terbuka. Bau parfum yang aromanya menusuk hidung, seketika menggelitik kelelakiannya. Ia dapat melihat tempat tidur dari busa tebal berbentuk oval, dengan sebuah jembangan bunga di atas sebuah meja kecil dan antik. Juga sisi sebuah lemari ukir yang salah satu pintunya terbuka. memperlihatkan seperangkat gaun beraneka corak serta warna warni menyolok tergantung dalam susunan yang apik.
"Perlu sesuatu. bi?" _
Suara lunak dengan irama menggetarkan sampai ke telinga Iskandar. Pura-pura tidak tahu eh. dalam hati ia memaki dengan senang. Pelan pelan pintu kamar ia dorong dengan ujung sepatu. Dan itu menyebabkan nafasnya tertahan seketika. Sesosok tubuh langsing semampai dengan pinggul yang mencuat keras tengah bersolek di depan kaca berbingkai perunggu. Lampu kamar memantulkan bagian depan tubuh itu pada cermin. Seruat wajah yang muda. cantik mendebarkan menampakkan sepasang mata indah terbelalak, mulut mungil penuh setengah terbuka kaget. Rambutnya yang hitam dan bersinar sinar terurai sampai ke batas bahu yang putih mulus. Perempuan itu hanya mengenakan sehelai anduk yang dibelitkan seadanya. sehingga gumpalan 'dada yang kenyal seolah ingin menerjang lepas supaya apat menghirup udara bebas. ?" mas, kau kiranya!" bibir ranum itu mendesah. "Hai, manis." Iskandar melangkah masuk. Kakinya tertegun tegun. dan matanya tidak berkedip memandang cermin.
Kau selalu datang pada waktu yang salah!"
"Oh ya?" Iskandar hampir meledak dalam tawa. Apakah karena aku masih berpakaian lengkap?"
"Mmmm. mas nakal ah!"
Iskandar merangkul pinggang yang terbelit handuk itu dengan sebelah tangan. sementara tangan yang lain ia sembunyikan di balik punggung. Nova Juanita. -yang
dilahirkan pada'bulan November oleh seorang ayah yang telah kapok hidup sebagai seorang don-juan , dengan manja merebahkan kepalanya di dada Iskandar yang bidang, sedikit tengadah. kelopak mata terpeiam, tetapi mulut setengah terbuka. menanti.
Bagai orang kelaparan disodori roti yang baru keluar dari oven, iskandar mencium dan mengulum bibir itu dengan rakus. sehingga tanpa sadar tangannya yang lain ikut merangkul ke depan.
"Hai, apa ini. Sakit!" Nova Juanita meronta dengan nafas tersengal-sengal. Reflek tangannya menangkap sesuatu yang tergenggam kuat dan menekan sama kuatnya di telapak tangan Iskandar. yang segera membukanya sambil berkata dengan tidak sabar:
"Sebuah kado kecil. Nova, tetapi nanti sajalah...!"
"Kado!" Nova Juanita membelalak. "Untuk?"
"Gadisku tercinta!"
"Ahhhh." Rencana untuk memberikan surprisa dengan main teka-teki lebih dahulu. terbang seketika dari benak Iskandar karena birahinya yang tertekan. hampir kasar. ia copoti pita merah jambu pada kotak kecil di tangannya. Pembungkusnya dirobek robek dengan suara berisik. Tutup kotak berlapis beludru itu terbuka dengan cepat.
Nova Juanita terpesona. Manik-manik matanya memantulkan sinar dari seuntale kalung emas dengan liontin berbentuk hati. dengan warna merah hati pula. yang tergeletak nyaman dalam kotak. Selama beberapa helaan nafas, dadanya yang bundar kenyal naik turun dengan cepat. kemudian:
"Ahhhh" desahnya lagi, panjang dan tertelan.
"Kau suka?" "Alangkah indahnya!"
"Tidak. Tidak indah. sebelum melingkar di lehermu..." kali ini Iskandar lebih bersabar manakala ia lingkarkan kalung emas itu di leher jenjang dengan liontin batu menikam merah hati itu tampak betapa kontras dengan kulit dada Nova Juanita yang putih bersih. licin bersinar-sinar. iskandar terpesona sendiri dengan penampilan yang mentakjubkan dari perempuan di depan biji matanya. Saat saat mendebarkan berlalu dalam sepi yang mencekam. sebelum iskandar bergumam parau:
"Dewi-ku yang cantik. bidadari ku terkasih..."
"Oh, mas!" Nova Juanita merangkul leher iskandar kuat-kuat, dan menghadiahi laki-laki yang umurnya hampir seusia dengan ayahnya sendiri itu. ciuman yang bertubi-tubi. panas berapi-api. Teringat sesuatu dengan tiba tiba. ia kemudian melepaskan diri. mundur satu tindak. Lalu bertanya dengan nafas tersengal:
"Apa... apa artinya semua ini, mas"
'Do'amu. Nova kecilku: Iskandar menyeringai "Do'amu terkabul."
"Tetapi aku kira. aku tidak"."
"Mulutmu tidak, kekasih. Tetapi hatimu. aku tahu. selalu mendo'akan agar perjuanganku tidak sia sia. Dengan susah payah, Nova. akhirnya aku berhasil mendaki lebih tinggi!"
"Aduh mas, jangan membuatku bingung. mas."
"Hai. Lupakah kau" Berbulan-bulan aku kerja keras supaya dapat menggoalkan cita citaku. Berbulan bulan aku harus menyingkirkan sejumlah saingan. sampai tinggal satu orang yang masih bertahan. Kini orang itu Nova. Ratno Tanudireja boleh berpikir untuk mulai menggulung tikarnya yang sudah lapuk!"
"Rat-no Ta-nudir.?" Nova Juanita tersendat, kemudian berkata setengah berseru: "Jabatan itu! Jabatan kepala proyek di departemen! Kau berhasil memperoleh nya. mas Iskandar"
"Hem. Matamu tidak saja indah. Nova. Matamu juga jeli!"
"Tetapi bagaimana mungkin" Kudengar. ia termasuk calon kuat "
"Aku punya uang, Nova. Aku punya pengaruh!"
"Aiiii. mengapa aku sampai lupa....' Nova Juanita kembali merangkul iskandar. menyatukan bibir mereka dalam pagutan yang kuat. Demikian tergesa gesa. sehingga tubuh mereka berdua terdorong ketempat tidur. Iskandar terguling dengan si perempuan tertindih di bawahnya, dengan handuk yang terlepas bebas.
"Aku telah memberikan hadiahku," desah iskandar dengan nafas tertahan menyaksikan keindahan yang dipersembahkan Tuhan untuk ia miliki sepuas hati. "Apa hadiahmu?"
"Terserah kau. mas."
"Boleh kuambil sekarang?"
"Belum..." "Ah. mengapa?" "Jas. Dasi. Sepatu!" Nova Juanita tersenyum menggoda. "Kita bukan sedang mengikuti sidang-sidang menjemukan, sayangku."
"Astagaaa!" Iskandar tersadar. lantas cepat-cepat berdiri. Betapa tak sabarnya ia mencopoti apa saja yang telah ia kenakan selama mengikuti sidang yang melelahkan hampir satu hari penuh tadi dibalai pertemuan departemen. la hampir menanggalkan semuanya. ketika Nova terguling di bawah selimut. Matanya redup menatap. suaranya merdu mengundang.
"Adalagi. mas...."
"Hem?" "Bau keringatmu mengganggu."
"Sialan. tetapi kau benar. Tunggulah sebentar." Iskandar memberengut masam lalu berjalan ke pintu kamar mandi. ia baru saja membukanya ketika dia dengar Nova Juanita memanggil
"Mas?" "Apa lagi?" "Kuucapkan selamat untuk suksesmu, mas Iskandar. Sayangnya. mengapa sukses itu baru sebagian?"
"Apa" "Kau belum memberi kabar tentang janjimu yang lain."
"Nova..." Iskandar dirayapi perasaan dingin. sehingga dengan lunglai ia terpaksa berpegangan ke hendel pintu kamar mandi agar tidak sampai sempoyongan. "Aku... aku masih berusaha... "
'Sampai kapan?" Mata redup di atas tempat tidur. memelas. dan menuntut sekaligus. Seolah pandangan yang menghiba itu
belum cukup. Nova Juanita menurunkan selimutnya sedikit lebih ke bawah. disertai tarikan nafas yang kuat sehingga gelembung dadanya seakan mau meledak karena putus asa.
Iskandar terguncang. Bisiknya. ?" aku akan memaksa Indriaty menandatangani surat cerai, Ia dan kelima anak-anak akan memperoleh sebuah rumah. sebuah mobil. beberapa hektar sawah dan sejumlah deposito di bank. Kalau ia bertindak bodoh dengan berlaku keras kepala. Nova. kau akan lihat. ia tidak akan memperoleh apa apa. kecuali batang tubuhnya yang sudah reot kehabisan tenaga itu. Akan kubayar seorang pengacara. Atau dua. tiga. empat sekaligus. Pokoknya. Indriaty harus menerima kenyataan. betapapun pahit. Puas?"
"Aku puas. mas Iskandar. bila kau sendiri merasa puas." Nova Juanita tersenyum manja dari tempat tidur.
Iskandar masuk ke kamar mandi. membuka kran air hangat, lalu membenamkan tubuhnya yang gempal berlemak sampai ke dasar bak. la telah bercinta selama empat tahun denqan Indriaty sebelum mereka berdua memutuskan untuk menikah dan melahirkan anak-anak. Kemudian mata Iskandar terbuka. Melek dengan tibatiba. Indriaty bukan saja seorang pemboros. Ia juga memanjakan anak anak secara berlebihan. mendidik mereka dengan cara yang salah. sementara Iskandar sibuk banting tulang di luar rumah. Akhirnya Indriaty tidak sempat lagi mempersolek diri. apalagi memikirkan bagaimana mendampingi suami dengan penampilan yang tetap menarik. Terlanjur salah langkah, lndriaty kemudian lebih menyerupai babu daripada babu mereka sendiri. Masih pemboros memang. tetapi sudah semakin cerewet. cepat tersinggung. sakit-sakitan dan menjadi
nenek nenek sebelum waktunya.
Dan yang paling menyakitkan hati Iskandar.suatu ketika. ia pergoki isterinya sedang mandi tengah malam buta di sebuah anak sungai. dibantu seorang laki-laki asing. Indriaty mulai berdukun. dengan dalih. Iskandar sudah jarang memperhatikan rumah tangga. sering main gila dengan perempuan lain. Kepalang basah. Iskandar mengabulkan kecurigaan Indriaty. Dan Nova Juanita. bekas model yang kemudian jadi sekretarisnya, membuka pintu lebar-lebar...
Di atas tempat tidur busa berbentuk oval, Nova Juanita melamunkan ayahnya yang berhasil menghentikan sifat don juan yang bertahun-tahun dimilikinya. Tetapi gagal untuk menjadi ayah yang baik. Laki laki itu tidak saja cemburuan kepada isterinya sendiri. tetapi juga cemburuan kepada anak-anaknya yang kemudian meningkat remaja. Ia lalu berlaku keras. main bentak dan senang mencambuk. bahkan Nova pernah dikeram satu hari satu malam di gudang karena ketahuan hamil muda. Tengah malam. ayahnya muncul dalam kegelapan gudang. Bukan untuk membebaskan anaknya tersayang. melainkan untuk memperkosanya.
Nova Juanita berhasil melarikan diri. bertualang tanpa harapan sampai ia bertemu dengan iskandar, yang tidak saja memberinya harapan tetapi juga kasih sayang. Baik sebagai seorang laki-laki. maupun sebagai seorang ayah.
Dengan perasaan terharu bercampur cinta. Nova Juanita menatap potret Iskandar yang terpaku rapi di tembok kamar, dalam bingkai keemasan. berhadapan dengan tempat tidur. Potret seorang lakilaki yang mendadak sadar umurnya belum terlalu tua. mendadak sadar pula. ia masih dapat bercinta meski dengan perempuan yang pantas ia angkat sebagai anaknya sendiri. Indriaty
telah menjadi tua dan kurus demi karier laki-laki itu. Dan Nova Juanita akan tetap muda dan cantik. demi cintanya kepada iaki laki yang sama. Laki laki yang perasa, hangat dan butuh belaian kasih sayang. Tak ubahnya seorang anak kecil yang lemah dan ketakutan berlindung dalam dekapan ibunya dari hempasan hujan yang membadai.
Nova Juanita menatap potret Iskandar, dengan mata tak berkedip.
*** Sebuah potret lain terletak di atas sebuah meja yang diterangi lampu yang terang benderang. Lampu lampu cemerlang juca menyala di sekeliling rumah besar dan megah itu, yang letaknya berjarak empat jam naik mobil dari rumah Nova Juanita. Penghuni rumah yang berbeda dan letaknya berjauhan itu tidak ada hubungannya satu sama lain. Keluarga bukan, relasi pun tidak. Kalaupun ada. barangkali tidak lebih dari pertalian bathin belaka. Itupun sifatnya sepihak. yakni dari orang yang kini duduk menghadapi meja di atas mana terletak potret besar yang direkam ketika Iskandar pernah menghadiri sebuah jamuan makan.
Jari-jemari tebal. hitam dan kasar menggunting salah satu sisi potret besar itu sehingga Iskandar yang tampak berdiri lurus menghadap lensa, terpisah dari orang orang lain disekitarnya. Ia mengenakan baju safari dari bahan kelas satu, berkacamata tebal dan hitam, dengan senyuman lebar berbau menjilat. Guntingan potret Iskandar yang gagah mentereng itu kemudian ditempelkan dengan hati hati ke selembar kertas putih bersih, di sekitar mana berserakan potlot warna.
Setelah sesuai dengan apa yang dikehendaki orang yang duduk di belakang meja, terdengar suara helaan nafas berat. sedikit mendesing bagai kerbau yang siap di sembelih. Perlahan tetapi jelas. kemudian terdengar suara berat dan serak bergumam '
"aku tahu kau menemui perempuan itu lagi. anak"
Kata 'anakku'diucapkan dengan irama yang sinis mengejek, sedikit buas dan kejam.
"Kau mengotori kehidupan keluargamu. Merusak kodrat anak anakmu yang masih suci dan mengabaikan pengorbanan isterimu yang tidak kenal lelah untuk dapat tetap mempertahankan rumahtangga kalian. bergema suara tawa yang rendah dan parau. Sekilas cuma, lalu : "Kau hanya mengikuti nafsu bejatmu! Nafsu yang kuinginkan merajalela dalam jiwamu yang kotor. Karena itu. anakku yang menjijikkan. kau tanpa sadar telah mengikuti jejak yang kutunjukkan. Kau telah jadi pengikutku sekarang' suaranya berubah keras dan tidak kenal belas kasihan : 'Kau harus melakukan kehendakku!"
Jari-jemari besar hitam dan kasar itu menggapai potlot warna sekenanya saja. Ujung yang runcing menari nari di atas potret Iskandar. seolah mencari tempat yang cocok untuk memulai sebuah rencana jahat. Setelah membuat titik titik aneh di sekitar potret. suara parau itu menggema lagi dalam kamarnya yang tertutup rapat.
"Jadi apa ya kau pantasnya. anakku?"
Sepi sejenak. Sunyi, mencekik. "Haa! Kau sedang berendam di kamar mandi. ya" Bersiul-siul melamunkan tubuh montok yang menantimu di tempat tidur. Tunggu! Jangan keluar dulu dari bak mandi. Kau belum bersih benar. Dan ah. sebenarnya. aku
belum menentukan rupa bagaimana yang pantas untukmu. Ah. ya-yaaa. gosoki terus selangkanganmu. Rupanya kau bermaksud melampiaskan nafsu seksuilmu dengan cara yang jorok dan menjijikkan ya" Aku melihat tikus di bagian yang kau gosok. Astagaaa! Mengapa tidak?"
Lantas seraya tertawa parau dan tersendat-sendat. jenis suara yang hanya dapat didengar seorang penakut ketika lewat di dekat kuburan tua, tangan itu menjemput
potlot warna. lalu membuat corat coret yang aneh di ekitar potret Iskandar.
Dan." *** Dan suara air bersibak dengan hebat di kamar mandi, membuat Nova Juanita yang rebah menanti di tempat tidur. geleng-geleng kepala Sambil tersenyum senyum sendirian. ia menggapai tombol lampu di dekat nya. Klik, Lampu kamar padam seketika. Gelap mendekat Nova Juanita tidak menyukai cahaya terang tiap kali ia bersenggama dengan Iskandar. Cahaya terang akan memperlihatkan garis-garis ketuaan dan lemak lemak pada tubuh laki laki itu. yang dapat mengingatkan Nova pada ayahnya, Ia ingin menikmati senggama itu dilandasi perasaan menyukai. Bukan karena diperkosa.
Suara berisik memantul lagi dari kamar mandi.
Nova Juanita tertawa kecil.
'Engga usah digosoki semua. mas!" ia berseru nyaring. "Nanti juga bakal mandi lagi'"
Sunyi sejenak ' Nova Juanita memanggil mas?" " Terdengar suara sesuatu keluar dari bak mandi. Desahdesah nafas berat lalu pelanpelan pintu kamar mandi terbuka. Dari bawah selimut. Nova Juanita tersilau oleh cahaya lampu yang menerobos lewat pintu terbuka ku. Mula mula ia tidak melihat apa apa kecuali wastafel, gantungan handuk. perlengkapan mandi di samping wastafel. Setelah mengerjap-ngerjapkan mata dan bertelekan dengan kedua siku pada kasur, barulah Nova Juanita melihatnya.
Perempuan itu terheran-heran sebentar.
Lalu: "Aiih. mas Iskandar. Kok merangkak segala!" ia nyeletuk menahan ketawa.
Tubuh besar bungkuk itu tidak segera bangkit. Melainkan mendengusdengus sesaat, lalu perlahan-lahan merangkak maju menuju ke gelapan di dekat tempat tidur. Nava Juanita tidak mengerti, mengapa bukan bunyi telapak tangan atau kaki yang ia dengar, melainkan bunyi seperti menggaruk garuk pada lantai disertai dengus nafas berat yang mendesing desing.
"Mas?" ia mulai kuatir.
Bunyi menggaruk itu makin keras begitu tubuh yang merangkak di permukaan lantai berhenti di samping tempat tidur, lalu diam sejenak. Nova Juanita mendecap decapkan lidah ketika matanya terbiasa oleh kegelapan kamar. Dibantu cahaya samar samar yang terlempar dari pintu kamar mandi. matanya kemudian menangkap bentuk tubuh besar yang masih dalam posisi merangkak itu. Ia melihat sesuatu yang bersinar merah kecoklatan di bagian punggung yang mengingatkan Nova Juanita pada baju mantel bulu yang pernah dibelikan iskandar waktu kencan mereka yang pertama.
"Kau tampak aneh. mas .Menggelikan..."
Namun Nova Juanita tidak tertawa geli. Karena hidungnya perlahan lahan menangkap bau busuk yang menjijikkan diantara helaan helaan nafas yang ganjil di bawah tempat tidurnya. Punggung berbulu itu bergerak sedikit. Nova Juanita terkesiap.
Mas" Mas iskandar! Jangan bermain-main lagi! Lepaskan mantel bulu itu. dan naiklah ke tempat tidur. Aku sudah tidak?"
Sesuatu menyembul dari pinggir tempat tidur.
Dan sesuatu itu. jelas bukan Iskandar. melainkan seraut wajah makhluk yang paling ditakuti perempuan normal. 'tikus' .Dan tikus yang ini. demikian besar. demikian menyeramkan Nova Juanita sampai tak mampu berkata apa-apa kecuali ternganga. Mata tikus itu beradu dengan matanya Merah. berkilat kilat seolah ingin menerangi misainya yang kasar panjang di ujung moncongnya. dari mana mencuat gigigigi taring meleng kung tajam.
Nova Juanita berbisik kuatir:
' e . lepaskan... topengmu. mas Is. "
Makhluk itu mencicit Bau busuk menerjang hidung Nova Juanita. Ia sampai terlonjak bangkit dari bawah selimut. dan bergerak mundur ke patok tempat tidur. Ia tidak sadar tubuhnya telah menggigil demikian hebat. disertai keringat dingin yang membercik bercik.
".. . mas" Mas Iskandar?" ia berbisik lagi. Penuh harap.
Kepala tikus yang sebesar kepala manusia itu naik semakin tinggi, lalu pelan pelan mendarat di atas kasur. Kepala Itu maju sejengkal demi sejengkal. tak ubahnya gerakan seekor tikus yang membaui sesuatu di depan hidung namun belum berani ia ambil,
"Aduh. mas. Aku... aku tak tahan lagi"
Dan Nova Juanita sesungguhnya telah terkencing
kencing . Tikus itu mengangkat kepalanya. Tampak marah oleh bau pesing yang menerpa penciumannya yang tajam. Sesaat moncongnya memperlihatkan seringai kejam. disusul sepasang tangan... ah. itu bukan tangan. melainkan kaki kaki kecil ramping, berbulu dan kuku kuku tajam mengancam.
Nova Juanita membuka mulut lebar-lebar.
Siap untuk menjerit. Tetapi ia terlambat. Makhluk dahsyat itu telah menerjang naik ke atas tempat tidur. bertumpu pada kedua kaki belakang sementara kaki-kaki depannya mengelus elus misai. Dalam panik yang menterornya sedemikian rupa. sekonyong-konyong Juanita menjerit lengking
"Tidaaak! Pergiii. Pergiii kau tikus busuk!"
Kemurkaan menjalari wajah makhluk berupa tikus itu .Dengan kemurkaan itu. ia menerkam ke depan tampaknya ingin mendekat dan menciumi tubuh telanjang yang mulus molek itu dengan bernafsu. Nova Juanita merasakan cakaran kuku kuku yang tajam. mencium bau busuk yang memualkan. bukan merasa dan mencium belaian kasih campur birahi. Sambil berteriak-teriak minta tolong, Nova Juanita memberikan perlawanan sekuat tenaga, sehingga kamar tidur itu menjadi hingar bingar.
Mendadak Nova mendengar geraman marah.
"Berani kau menghina aku, perempuan jalang ! Rasakan ini.. !"
Nova terbeliak. Lalu menjerit lengking. jerit kesakitan yang menyayatkan hati.
*** Empat jam perjalanan naik mobil dari rumah yang mengerikan itu, dalam sebuah kamar tertutup. terdengar suara desah nafas panjang dan letih. Tiada perasaan puas sama sekali dalam desah nafas itu. kecuali kekecewaan yang dalam.
"berakhir sudah. anakku." gumam suara itu " Berakhir sudah, untuk kekasihmu. Tidak untukmu."
Potret Iskandar yang sudah tak tentu rupa itu direkatkan pada secarik kertas itu, kemudian diangkat dari meja. Sebuah pemantik api menyala. Potret itu kemudian didekatkan ke lidah api yang menyala kemerahan. Kertas dan potret itu perlahanlahan terbakar. hangus menjadi debu yang jatuh berserakan di antara potlot potlot warna.
"Kau pengikutku yang baik. anakku.' ujar suara gumam itu lagi Lebih sabar dan rilek kini.
Tangannya yang besar kehitam hitaman kemudian menjangkau gagang telepon di ujung meja. Beberapa nomor diputar dengan gerakan pasti. kemudian me nunggu .
Terdengar bunyi dering panjang di seberang telepon sana."Hai" suara seseorang menjawab samar samar.
Orang yang duduk di belakang meja. bicara: 'ini aku. nak." suaranya persis suara seorang ayah yang demikan cinta terhadap anak anaknya yang pemalu tetapi nakal. Kau boleh berlapang dada sekarang. Iskandar. tidak akan muncul lagi dalam pencalonan akhir minggu depan!"
Suara khidmat itu, dibalas suara takut takut dari seberang sana:
"mati?" "Belum. anakku. Tetapi aku berpendapat. ia akan sia sia saja menempuh hidup dari kehidupannya. mulai detik ini."
'Oh! "Kau tidurlah. Pekerjaan kita masih banyak. Kau. aku, kita semua. butuh istirahat yang panjang. bukan" Pekerjaan kita masih banyak. Dan terlalu besar dan indah. untuk kita abaikan begitu saja Kuingatkan. nak. berlakulah wajar. Kaget dan sedikit memperlihatkan dukacita. kukira tidak ada salahnya "
Tak ada sahutan. 'Kau sudah tldur"' "Belum pak." 'Dia"' 'Pulas "Makin cantik, tentu."
"cantik sekali. pak.'
"Bagus. Dunia ini makin jelek dan menyedihkan dari abad ke abad. anakku. Adalah tugas kita mempercantiknya. bukan" Nah Peluklah dia .Pelan pelan saja. Jangan sampai ia terbangun. Kemudian cium dia untukku."
*** Kapten polisi Prayitno menutup buku laporan yang telah ia terima dari salah seorang bawahannya yang berpangkat letnan dua.
Sejenak ia diam merenung "tak masuk diakal" pelan pelan ia kemudian bergumam.
"Kita paksa lagi dia supaya bicara terus terang. Pak"''
Prayitno melirik ke arah Iskandar yang duduk terhenyak di sebuah kursi berjok tebal. seolah ingin terbenam sedalam mungkin. Wajah itu tampak pucat seperti kertas. dengan sepasang mata menatap jauh. hampa.
tak bersinar. Sedikitpun ia tidak terpengaruh oleh kesibukan yang terjadi di sekelilingnya. Kedua tangannya terkulai lemas di atas paha. Den paha itu. gemetar. terus gemetar dari tadi.
'Nanti saja dulu, Prayitno geleng kepala. 'MaSih shock tampaknya "
'Shock dan hampir gila pak" .bawahannya yang berpangkat letnan dua itu ikut melirik memandangi Iskandar 'ia sama sekali tidak tampak punya niatan melarikan diri. Ketika pelayan menelpon. Ia menangis menjerit-jerit lalu duduk menunggu di kursi yang ia duduki sekarang. ia hampir tidak melihat kami datang .Tetapi ketika aku mau bertanya. tahu tahu ia mencuap dengan suara ganjil. "aku telah membunuhnya" Katanya lagi, ia bermimpi buruk, Merasa panas sekujur tubuhnya ketika berendam di bak mandi .Tiba tiba saja ia marah dan ingin menciderai perempuan itu '
"Membunuhnya maksudmu'"
"MenCiderai. pak Sekedar melukai"
"Apa lagi" ' "Katanya. perempuan itu melawan, pak. Bahkan menghinanya. Mengatakan ia seekor tikus busuk. dan menyuruhnya enyah. Ia demikian marah. sehingga" .'
"Ia cekik perempuan itu,' Prayitno geleng geleng kepala masygul. "Alasan yang jelas dicari cari. Sudah kau temukan senjata apa yang ia pergunakan untuk mencercah tubuh korbannya"''
'Tak sebuahpun, pak. ' letnan dua itu lebih masygul lagi "Kita bakal menemui kesulitan . Luka luka mengerikan pada tubuh mayat itu. menurut saya bukan diakbiatkan goresan senjata tajam Melainkan
"Apa let "' seperti bekas gigitan pak. Dan bekas cakaran kuku. Tetapi gigi tersangka. normal .Demikian pula kuku
kukunya. Semua dipotong pendek...."
"Kau mau bilang itu perbuatan seekor binatang ya," Prayitno menyeringai hambar. "Binatang apa. kalau aku boleh tahu?"
Anak buahnya terbungkam. "Sudahlah," Prayitno mendengus. "Orang itu jelas manusia biasa. seperti kita-kita ini. Bukan seekor binatang yang...." Prayitno tersenyum kecut. Katanya lirih : "Biarkan dokter selesai memeriksa. Ia lebih ahli. Dan yang jelas. ia bukan orang penghayal macam kau.
"Apa. pak"!"
"Penghayal macam kau." Prayitno mencoba tertawa. "Manusia hantu kau bilang, eh" Mengapa tidak kau jamah lagi dia?"
Yang ditanya. tidak bergerak
Dan dari kursinya, Iskandar menatap mereka dengan pandangan bingung. gelisah. putus asa. panik, sekaligus histeri. Ketika dua orang petugas mendatanginya, ia tidak berbuat sesuatu apa pun juga. Seolah ia memang tengah tertidur dan baru saja mengalami impian buruk, ia patuh saja digiring ke luar menuju sebuah mobil tahanan. dengan dagu jatuh menyapu dadanya.
*** Dokter menjauhi tempat tidur.
Wajahnya tampak keruh ketika ia bersungut-sungut pada Prayitno.
"Ini baru kesimpulan. Jadi tak usah dianggap serius...."
"Ya?" Prayitno menahan nafas.
"Iskandar jelas tersangka kuat. Tak dapat dipungkiri lagi. Tetapi?"
Prayitno menunggu. Dokter tertawa kering, lalu:
"Jangan membuat aku malu dengan mengumbar
omongan sana-sini. Tetapi aku berani angkat sumpah.
perbuatan keji itu mustahil diakukan oleh seorang manusia normal!"
Prayitno terdiam sesaat. Menghela nafas panjang sejenak. kemudian.
"Tugas yang bakal sulit dan melelahkan," ia mengeluh.
'Tidak buat mereka!" nyeletuk dokter setengah mengejek. seraya memperhatikan beberapa orang wartawan sibuk menjepretkan lensa kian kemari. "Buat mereka. ini sebuah berita besar '
"Dengan gambar gambar menggemparkan." Prayitno memberengut masam. menyetujui. 'Dibumbui sensasi murahan. aku berani bertaruh. Lihatlah tubuh di tempat tidur itu. Dalam keadaan tidak bernyawa dan begitu mengerikan. Nova Juanita masih tetap menerbitkan aroma yang merangsang..."
'Setan!" "Apa kau biang. dokter?"
setan!" "Sebuah kesimpulan tambahan?"
"Benar, kapten. Dalam pikiranmu yang bejat."
Prayitno terlongong. Dan dokter cengar-cengir. seperti kuda jantan menyeringai kuda betina yang terpojok di sudut kandang.
*** DUA Miranti selesai dengan bacaannya. melipat surat kabar lalu meletakkannya di pangkuan seraya menghela nalas panjang. Namun matanya tidak juga beralih dari foto yang terpampang di halaman depan surat kabar itu.
gadis yang benar benar cantik! 'akhirnya ia ber gumam.
"Lebih cantik dari yang kau lihat.' suaminya yang duduk di belakang setir ikut memuji. Setelah melirik sekilas ke surat kabar yang terletak di pangkuan Miranti. ia melanjutkan. Foto '" hasil reproduksi. ketika Nova Juanita masih sedang top topnya '
"Sebagai?" Model Sekaligus gadis panggilan.
"Ooo.' Miranti manggut manggut mengerti. Kembali melirik ke surat kabar. ia perhatikan baik baik foto seorang laki laki yang tertelak pada kolom yang lain. sedikit di atas foto Nova Juanita .Aku heran. bagaimana orang setua Iskandar dapat menggaet perempuan secantik dan semuda Nova.
'Uang. Mira. Dan popularitas"
"Apakah kau akan mengikuti jejaknya pula"'
"Siapa!. "iskandar" 'Tentu dong 'Apa"! ', Miranti mendelikkan mata. Masih ditambah cubitan keras di paha suaminya. sehingga laki laki itu terpekik Manja. apalagi ."Kalau itu kau lakukan. Ratno. akan kusediakan sekaleng endrin di balik pintu'"
Ratno Tanudireja tercengang. kemudian tertawa membahak .Ia membelokkan mobil memasuki sebuah jalan yang lebih kecil, yang di kiri-kanannya berdempetan rumah rumah penduduk yang penuh sesak. Seekor anjing berlari menyeberangi jalan. dan sekelompok anak anak kecil mengorek ngorek sesuatu dari dalam selokan yang mampet.
'Aku hanya mencintai Miranti Kuswandari seorang. sayangku. Ratno mengerling nakal. 'Boleh potong sebelah kupingku. kalau tak percaya:
"Hem ! ' Miranti cemberut. Aku tak mau punya suami cacat.'
'Dan tentu kau tak mau pula punya suami yang mendekam di balik jeruji besi penjara. Oh ya. Mira. Berapa tahun kata mereka vonnis yang dijatuhkan pengadilan?"
"Tujuh," "Lama juga." Habis. Selain membunuh. sekaligus ia dituduh melakukan penganiayaan berat. celakanya lagi, hakim yang mengadilinya seorang wanita yang sudah berumah tangga. Menurut surat kabar ini. kuat dugaan vonnis itu berbau sentimen dari sesama perempuan yang dibokong dari belakang oleh suami tercinta."
Ah. Itu hanya sensasi. kukira ada alasan lain. Mira._ Aku rajin mengikuti surat kabar, dan pernah sekali menyempatkan diri hadir dalam sidang yang mengadili Iskandar. Kau tahu" Ia selalu memberi jawaban berbelit belit dan membuat sidang jadi penuh cemoohan. la berteriak-teriak. menangis tersedu sedu menceritakan ia tidak bermaksud melakukan perbuatan sekeji itu. Ia malah menggambarkan bagaimana ia katanya tiba tiba merasakan bak mandi tempatnya berendam berubah jadi air yang bergolak. Mendidih seperti api neraka. kata nya...."
"Barangkali ia hanya memutar kran air panas. dan tidak mencampurnya dengan air dingin: Miranti memberikan pendapat.


Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Salah. Ia malah yakin telah memutar keduaduanya. Tetapi tiba-tiba tubuhnya terasa bagai direbus. ditambah perasaan gatal gatal yang tidak pernah ia rasakan. Ketika merangkak keluar dari bak mandi. ia malah tak sanggup berdiri .Dalam kesakitan yang amat sangat. ia terus saja merangkak, keluar dari kamar mandi dan mendekati tempat tidur Nova. Perempuan itu bukannya menolong. malah berteriak teriak mengatakan hal yang bukan bukan Lalu ia menerkam perempuan itu.?" '
'Dan menganiayanya "'
'Menurut dia. bukan. Ketika ia bangkit dan melihat Nova Juanita melemparkan selimut. ia malah terangsang. Ingin bersenggama. Sebaliknya. Nova malah memandangnya dengan ketakutan. malah jijik. sambil mengatakan ia seekor tikus busuk dan menyuruh Iskandar enyah dengan kasar.'
Rumah-rumah yang berdempetan seperti takut kehabisan tempat itu. mulai berjauhan satu sama lain. Pepohonan yang rindang dan kebun kebun yang subur berlari larian ke arah berlawanan dengan mobil mereka yang mulai memasuki jalan mendaki.
"Demikianlah. la mencekik Nova dengan amarah yang meluap luap. Pengakuan itu sebenarnya dapat meringankan hukuman Iskandar. Tetapi sayangnya ia tetap bersikeras mengatakan tidak menyembunyikan senjata apapun yang ia pergunakan untuk menganiaya Nova. Memang ia merasa telah menggigit dan mencakar perempuan itu. Tetapi majelis hakim. bahkan pembelanya sendiri tidak percaya perbuatan sadis itu dihasilkan oleh sebaris gigi yang rata serta jari jemari yang kukunya dipotong pendek. Bukti bukti dan hasil autopsi mengatakan. perempuan itu dikerat dengan mempergunakan sesuatu berbentuk cakar yang panjang dan runcing iskandar menjadi gila mendengar tuduhan itu. Ia menuduh jaksa memberatkan dirinya dengan cerita yang bukan bukan. berbau tahayul. lantas setelah memaki maki jalsa. ia bilang ia seorang yang sakit "'
'Penyakit gila." gumam Miranti. menggigil. 'Itu yang dikatakan surat kabar. Gila membunuh dan ia punya kelainan. Ratno!"
"Ia bersih .Team dokter yang mengatakan. Mereka ahli penyakit sarap yang terpercaya. Dan celakalah lskandar. la dituduh mencoba menipu dan mendustai pengadilan. Hukumannya pun lantas diperberat."
"Kasihan anak anak dan isterinya." Miranti mengeluh. Simpati.
Kau keliru. Mira. Anak anaknya tak perduli. Mereka sudah lama tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah. Dan isterinya" Ia merasa telah dikhianati'
Ia sendiri berkhianat. dengus Miranti. "Main dukun segala . Jangan jangan, Ratno. perbuatan suaminya akibat ilmu hitam yang dianut sang isteri. Mengapa hukum tidak memperhatikannya"'
"Belum ada hukum yang mengatur soal ilmu hitam, Miranti ! Belum saja Ratno Tanudireja bersungut sungut. Ada kesenduan dalam suaranya. tetapi Miranti tidak memperhatikan. Ia tengah memikirkan sesuatu yang sangat menggundahkan nuraninya. Tanpa sadar ia mengutarakan isi hatinya dalam bisikan yang seolaholah tidak ditujukan pada siapa siapa,
"Kadang kadang aku ngeri."
"Mengapa, Mira sayang'"
'Kita bangkit di atas puing puing kehancuran orang lain, ' jawab Meranti, kecut
"Alaaaa " Ratno tersenyum. mengelus paha isterinya dengan penuh kasih sayang 'Tak usah berpikir yang bukan bukan, Mira. Ini hanya soal luck. Keberuntungan !
Sainganku tersingkir dengan mudah. Itu saja. Itu pun karena tingkah polahnya sendiri Dan .. apakah kau lupa. sayangku" Dua belas tahun yang aku telah mengabdi. Bekerja keras tanpa kenal lelah. jujur dan terbuka. Hasilnya. dua belas tahun aku hanya beruntung jadi pesuruh. kadang-kadang pengawas, dan hanya pernah sekali menduduki jabatan kepala bagian. Itupun sebagai penyeling. Sedang orang orang lain" Mereka datang. menang. lalu pergi dengan kantong semakin padat .Apakah salah kalau aku bergembira sedikit. setelah dua belas tahun berjuang mati-matian aku akhirnya memperoleh kedudukan yang telah lama kucita citakan, Mira"'
"Tentu saja tidak, sayangku. Miranti tersenyum pada suaminya. Hanya kuharap saja kau menduduki jabatan itu melalui jalan yang selama ini kau tempuh. Jujur. bersih dan terbuka."
Ratno Tanudireja menyeringai.
Tetapi tidak mengomentari apa apa.
* * * Mobil tua yang mereka naiki terbatuk batuk ketika memasuki halaman sebuah rumah besar berpekarangan luas dengan pemandangan yang nyaman di sekelilingnya. Matahari senja menggeliat di balik bukit ketika mereka turun dan berjalan ke beranda. Langit di ufuk barat memerah darah, dan bayangan pegunungan nun di kejauhan berselimut warna biru. coklat dan jingga dengan lingkaran pelangi menggapai ke langit tinggi untuk kemudian tenggelan di balik bayangan bukit
"Indah nian." bisik Miranti. kagum .
Ratno tersenyum puas. ' "Artinya kau menyukai tempat kita yang baru. kasihku !
Miranti. mencium pipi suaminya dengan mesra.
"Pijit belnya.' ia berbisik. "Aku sudah tak sabar ingin melihat tempat tidur kita "
Seorang pelayan laki laki yang sudah setengah umur berpakaian rapi dan ber-wajah jernih menyambut mereka dengan senyuman bersahabatan. Pelayan itu mengangkat koper kecil milik Miranti dari mobil. kemudian menolong pula memasukkan mobil itu ke garasi .
'Masuklah. Dewiku ' Ratno Tanudireja setengah membungkukkan kepala.
Miranti menyeringai lebar lalu melangkah masuk dengan kaki kaki yang ringan dan bebas. Ruang tamu tidak begitu besar. namun perabotannya antik dan disusun oleh orang yang berselera tinggi. Lampu gantung kristal memberikan warna redup pada tembok berlapis karpet wool merah jambu . Sebuah pigura terpaku manis di salah satu sisi. menggambarkan Rahwana yang berwajah seram berusaha merenggut Shinta yang cantik jelita dari perlindungan Jatayu. burung raksasa yang mengepakkan sayapnya yang lebar sebagai senjata pembelaan diri. Lukisan cat minyak itu tampak jelas di sengaja memberi warna warna hitam serta merah tua yang sangat menyolok. Mata Rahwana melotot lebih merah agi. bersinar sinar buas, sementara Shinta tampak demikian lemah dan tidak berdaya.
'Ah" Gembira melihat kalian datang'"
Suara yang menyenangkan tadi menyadarkan Miranti dari pesona aneh yang mempengaruhi perasaannya selagi mengawasi pigura. Seorang laki laki berusia lanjut menyongsong mereka dari ruang dalam .
Semua rambutnya sudah berubah putih. namun sinar matanya yang sejuk itu pasti masih tidak membutuhkan kaca mata. Manakala ia tersenyum. dua baris giginya yang masih utuh mengingatkan Miranti pada iklan iklan pasta di televisi.
"Kau makin tampan dan gagah saja. nak Ratno! ia mengguncang-guncang tangan Ratno Tanudireja dengan gaya seorang ayah yang merindukan anaknya yang telah lama pergi tanpa kabar berita.
'Dan paling akhir aku ke sini, bapak tidak sesehat sekarang," Ratno tidak kalah lihai. "Perkenalkan pak. Isteriku"
"Miranti Kuswandari," gumam Miranti sambil menerima uluran tangan orangtua itu. "Panggil saja Mira,"
"Nama yang cantik. Orangnya lebih cantik lagi." laki laki berusia lanjut itu mengamat-amati perempuan di hadapannya dengan mata seorang pemuda belasan tahun yang baru saja memutuskan untuk menaksir salah seorang gadis untuk temannya berkencan . "Namaku Kutil" '
"Kutil?" 'Tak usah malu malu kalau kau ingin tertawa. Mira. Memang namaku yang sebenarnya Kurdi Tirendeh. Maksudnya si Kurdi dari Rendeh, kampung kelahiranku di pesisir selatan. Ketika musim memendekkan kata kata sedang berjangkit. teman-teman satu sekolah menyebutku si Kutir. Sebutan itu lantas berubah setelah seorang anak cadel memanggil nama kependekanku itu dengan salah. Kutil! ' Orang tua itu tertawa lebar. "Aku tak marah pula. kau tahu" Sebab di pantatku ada sebuah kutil besar yang tidak mau hilang. Sayang. kutil itu hanya boleh dimiliki isteriku saja. jadi tak berhak aku pamerkan di hadapan perempuan lain. Benar Toh?"
Seketika saja hati Miranti telah bersatu dengan rumah serta penghuninya yang baru hari itu ia kenal. Tahu orangtua di depannya senang berseloroh, sifat nakal miranti keluar begitu saja.
"Ibu tentunya senang mengusap-usap kutil bapak!" 'ia berkata.
Orangtua itu tertawa. Jawabnya: 'Bukan senang lagi. Aku sering sampai lupa diri dibuatnya. Kemudian. anak kamipun lahir '
Hampir saja Ratno dan Miranti tergelak gelak, kalau tidak tiba tiba saja wajah orangtua itu berubah muram . Dengan cemas Ratno meminta maaf kalau isterinya telah bicara lancang. Tetapi laki laki berusia lanjut itu menggeleng.
'Aku menyukai Mira." ujarnya 'Hanya, mendadak saja aku teringat pada anak tunggal kami yang sebiji mata itu. Ia meninggal ketika masih berusia tUjuh tahun."
'Ooo_' Ratno dan Miranti membuka mulut serempak. Serempak pula wajah mereka dikomando menampakkan simpati.
Pak Kutil tarik nafas. lalu kembali tersenyum.
'Biarlah masa lalu pergi. Tak usah dikenang lagi." katanya dengan suara lembut Lalu menambahkan de ngan riang : "Lagipula. isteriku masih rajin mengusap usap kutil di pantatku. Sayang. kemujarabannya hanya berlaku satu kali saja * Ia kemudian menepuk nepukkan tangan lebih riang. ketika ia mengajak : 'Mari Kuperkenalkan kau pada isteriku yang lebih cantik dari kau. Mira."
Mereka bertiga masuk ke ruang dalam .
Ruangan itu megah dan luas. Perabotannya masih tetap antik, masih tetap ciptaan selera tinggi. Demikian pula rak-rak hias. lemari minuman dan langit-langit akustik. Televisi berwarna tengah memancarkan siaran anakanak tidak jauh dari sebuah lemari pendingin. Kecuali perabotan antik, maka rumah itu samasekali tidak memperlihatkan bahwa kedua orang penghuninya, ditambah
seorang pelayan. terdiri dari orang-orang yang tidak lama lagi akan berpulang ke dunia baka.
Seorang perempuan yang lebih muda beberapa tahun dari pak Kutil begitu asyiknya melihat keributan anak-anak dalam sandiwara televisi, sehingga ia tidak mengetahui kehadiran mereka. Perempuan itu baru menoleh setelah pundaknya ditepuk pak Kutil yang berkata dengan bernafsu:
'Yang kau lihat itu anak-anak orang lain, bu. Berputarlah Dan lihatlah anak anakmu sendiri'
Untuk tidak menyusahkan perempuan tua itu, Ratno dan Miranti bergerak cepat ke samping kursinya. sedikit lebih ke depan. Miranti melihat seorang perempuan berusia sekitar lima puluhan. dengan rambut seluruhnya masih hitam. sepasang mata yang teduh di balik kelopak yang mulai mengeriput. Pipinya juga sebagian sudah berkeriput. namun jelas pernah terawat baik. Ditambah gurat bibirnya yang lembut tipis. Miranti percaya apa yang tadi dikatakan oleh Kutil. Perempuan ini dulunya tentulah sekuntum bunga diantara mawar yang rimbun. yang dalam keadaan layu masih tetap harum semerbak.
Sayang. ketika ia bangkit. kaki perempuan itu ternyata timpang sebelah. Seolah memberitahu kepada seluruh ummat. bahwa tiada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Belakangan Miranti mendengar kaki timpang itu pembawaan lahir.
'lnilah dia. Mira mu yang kita pUja puja itu. nak Ratno"' ia mendesah lembut seraya mengulurkan tangan kepada Miranti Sambil tersipu dalam hati setelah tahu suaminya tak pernah lupa memuja mUji istrinya di hadapan orang lain. Miranti menerima uluran tangan kecil dan kurus itu. dan mencium telapaknya yang tinggal tulang berbalut kulit dengan hormat.
' Kau benar. pak' ia setengah bersorak saking suka
cita. "Nak Mira berlaku seolah ia anak kandungku sendiri!"
"Saya senang dapat diterima di sini, bu," tukas Miranti, sendu. "Ibu kandungku sendiri telah berpulang ketika aku dilahirkan. Dan ayahku. menyusul tidak lama kemudian...."
'Dan di mana kamu tinggal setelah itu?" tanya ibu Kutil dengan prihatin .
Dengan seorang nenek. bu. Itupun. nenek jauh."
'Hem. Hem. Hem... Pilihan yang cocok_' wajah perempuan tua itu bersinar-sinar tajam.
'Cocok untuk apa. bu?" tanya Miranti. ingin tahu.
Yang ditanya menatap suaminya. Si suami balas menatap. Lalu keduanya beralih tatap ke mata Ratno Tanudireja. Seolah tidak mengandung rahasia apa apa. ibu Kutil lalu menjawab dengan polos disertai senyuman manis:
"Cocok untuk Ratno yang tampan, tentu!"
Miranti tersipu. sementara Ratno mukanya bersemu merah.
Setelah berbasa basi beberapa menit. perempuan tua itu mengajak Miranti meninggalkan suaminya dan suami Miranti berbincang bincang tentang beberapa rencana selama mereka menetap di rumah itu untuk sementara. Melalui pintu penghubung dari ruang yang sama. mereka berdua kemudian pergi ke pavilyun.
Kepada Miranti ditunjukkan kamar tamu tersendiri di pavilyun itu. Perabotannya sudah ada ,demikian pula kamar tidur yang luas dengan ranjang berkaki rendah yang lebar diberi sprei bersulam warna merah jambu. Tak ada lukisan dinding sama sekali. tetapi Miranti tidak perlu kecewa Lukisan dinding atau hiasan apapun. menurut dia dapat merusak woll-paper halus yang melapisi tembok. Warnanya hijau lumut. kontras dengan lantai
yang krem. Ada lemari pakaian berpintu tiga. sebuah lemari kecil untuk perlengkapan laki-laki, toilet yang kaca bagian atasnya cukup lebar menerima seperangkat kosmetik. Cermin bersatu dengan dinding. bentuknya bujur telur.
Seakan tidak mengetahui kepuasan yang terpancar di wajah anak semangnya, ibu Kutil menarik tangan Miranti ke belakang .
'Mari kutunjukkan kamar mandi. kamar cuci dan dapur kalian ' katanya. sementara Miranti semakin menyatu hati dengan seisi rumah. dan membayangkan kalau kelak mereka punya rumah sendiri akan menjiplak segala sesuatu di rumah ini tanpa malu malu.
* * * Pukul sepuluh lewat beberapa menit. Miranti memadamkan lampu kamartidur. Ia menarik selimut sampai sebatas leher untuk berlindung dari udara malam yang sangat dingin. Di sebelahnya. Ratno Tanudireja tertidur pulas. Miranti sadar suaminya sangat letih. Ratno telah pulang balik dari rumah kontrakan mereka yang jelek di gang sempit persis ditengah tengah kota ke rumah yang menyenangkan ini. dua tiga kali selama beberapa hari. Selain mempersiapkan segala sesuatu di sini. Ratno masuh harus menyelesaikan tugas yang bertumpuk di kantor. Warisan yang menjengkelkan dari kepala bagian sebelumnya yang telah dimutasi ke departemen lain.
Tetapi betapapun nyaman dan menarik hati, tinggal di kediaman baru untuk pertamakalinya selalu meresahkan. Paling tidak, karena suasana sepi mencekik di sekeliling rumah yang semakin larut malam, semakin di gerogoti oleh suara burung burung hantu serta desau
pepohonan yang dilanda angin kencang. Sekali, Miranti mendengar lolongan anjing di kejauhan. Lolongan yang sangat lirih. melambangkan kesedihan makhluk yang hidupnya senantiasa penuh derita.
Miranti tak habis mengerti. mengapa udara cerah sore harinya malam ini mendadak demikian rupa. Waktu tadi ia pergi mengambil sepasang sepatunya yang tertinggal di bak tempat duduk belakang mobil, ia melihat langit dipekati mendung tebal kehitaman. Beberapa menit yang lalu hujan gerimis telah mulai jatuh, dan kesepian malam sesekali disentakkan oleh guntur yang menggemuruh dan petir yang saling sambar menyambar.
Ia telah mengajak Ratno ngobrol menjelang tidur. Tentang rencana rencana mereka. tentang rumah ini dan penghuninya yang menyenangkan. tentang kesibukan yang akan dihadapi Miranti sehari hari karena dari dulu ia tidak pernah mau punya pembantu. bahkan tentang keinginannya untuk kembali memperoleh anak dua kalau bisa empat.
Semua itu dijawab dan dikomentari Ratno seenaknya saja. Laki laki itu telah demikian ngantuk sehingga ia tidak menyadari sama sekali bahwa Miranti mengharapkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih penting dan lebih berani dari sekedar obrolan yang bagaimanapun berisi. Suasana kamar tidur dan ranjang tempat mereka berbaring itulah yang menggelitik keperempunan Miranti. Setelah anak mereka yang kedua akhirnya meninggal juga. ia dan suaminya boleh dihitung dengan jari sebelah tangan. berapa kalilah mereka bercumbuan intim dalam satu bulan. Malah. semenjak suaminya tekun memperjuangkan kedudukan yang sekarang ia peroleh setelah Iskandar dipaksa mundur oleh keadaan, Ratno hanya satu kali menggumuli Miranti di tempat tidur.
Dalam kegelapan kamar yang pekat. samar samar .
Miranti memandangi pundak Ratno yang telanjang. Pundak yang kekar. jantan dan kuat. Ia seorang yang jalang pada waktu-waktu tertentu. sehingga Miranti kewalahan melayaninya. Malam ini, Miranti mendadak berpikir. Apakah kejalangan suaminya di tempat tidur. telah dapat dipuasi Miranti. Ataukah semakin jarangnya mereka berhubungan sebagai suami isteri. sebagai pertanda Ratno sudah mulai melampiaskan kejalangan di tempat tidur perempuan lain"
Miranti belum pernah berkunjung ke kantor suaminya.
Tetapi ia mendengar. seorang kepala bagian biasanya punya beberapa orang sekretaris, plus seorang sekretaris pribadi ia tahu pula. jabatan sekretaris jarang dipegang oleh kaum pria. apalagi yang namanya pribadi. Miranti tidak akan pernah lupa. bahwa yang bernama Nova Juanita yang kini sudah berpulang penasaran itu. dulunya juga sempat jadi sekretaris pribadi Iskandar yang sekarang meringkuk di penjara.
Tangan Miranti digerakkan oleh naluri di bawah selimut.
Menggapai pundak telanjang di depan matanya. Membelai, mengusap. malah meremas dan sedikit menekankan kuku-kukunya. disertai bisikan birahi :
"Ratno. sayang Ratno sayang'
Ratno tetap memunggungi Miranti. Tetap pulas. barangkali. semakin pulas.
' Hei..?" tangan Miranti beralih ke bagian yang lain di tubuh suaminya. Menggelitik, sambil mengeluarkan tawa yang munafik. Dengkur Ratno hilang, tetapi matanya masih pula terpejam. Ia hanya menggeliat sedikit.
"Hai. dengarlah. Aku kedinginan."
Ratno mendesah. Sekejap cuma.
"Aku membutuhkan engkau. kekasih." bisik Miranti
lebih keras. lalu ia mengecup, kemudian menggigit cuping telinga suaminya. Laki laki itu menggeliat di bawah selimut, mendengus dengus perlahan. lalu perlahan pula ia membuka matanya.
"Ada apa?" ia bertanya. setengah mengantuk.
"Aku... eh. aku...." Miranti iustru terpojok. Malu kepada dirinya sendiri.
"Hem?" "Aku .. ah. tidak. Tidak apa-apa."
"Sudah larut. Mira. Tidurlah. '
"Oh...." Mira hampir sakit hati. Tetapi ia belum menyerah. Tahu suaminya tidur celentang. tangan Miranti merayap lagi di bawah selimut. Merayap ke bawah. ke bawah. semakin ke bawah. Lagi Ratno menggeliat. dan membuka matanya.
'Apa. , yang kau lakukan?" ia bertanya. seolah... bukan seolah. pikir Miranti . ia kebingungan
"Aku menginginkanmu. sayang' bisik Miranti di telinga Ratno.
'Kau sudah memiliki aku. Mir!"
"Aduh ..'Miranti menarik tangannya cepat cepat. lantas memunggungi suaminya dengan marah.
Seorang perempuan yang dicengkeram birahi tidak pernah benar-benar marah. Hal itu berlaku pula pada diri Miranti. Ia memunggungi. ia cemberut. ia terpejam, ia bungkam. Tetapi naluri keperempuannya, tidak. Tidak akan.
Naluri keperempuan itu menuntut pernyataan maaf. Lewat kata kata. jelas tidak ia terima. Ia mau. hanya lewat rabaan mesra. lewat belaian sayang lewat ciuman panas di pundaknya.
Seraya menggigit juga silahkan! Lantas dengan masih pura pura marah. Miranti akan merajuk. Renggutkan
pundak menjauhi dia. lantas memakilah :
"Sudah tak mau sekarang!"
Makian "munafik. tentu saja.
ia menunggu dengan sabar. Sangat sabar. serta sekujur tubuhnya tegang. seluruh pembuluh darahnya mengalir kencang. dan segenap cairan yang ada mendidih panas. berapi api. Namun tidak ada sesuatu apa pun juga yang dapat ia bakar. Tak ada gigitan. tak ada ciuman. tak ada sentuhan. bahkan tidak ada meski hanya sepatah kata: maaf.
Yang ada cuma: Ratno mendengkur lagi!
Miranti bersimbah air mata waktu berjingkat turun dari tempat tidur. Sejenak ia tegak sempoyongan. menatap dalam kegelapan pada si suami yang terlalu tidak tahu diri itu. Tampan, jantan. sekaligus menjengkelkan. jerit Miranti dalam hati.
Ia akan duduk di ruang depan saja.
Di kursi tamu Duduk terus. sampai pagi datang. mata Ratno melek. dan seruan heran terucap : hai. apa kerjamu di situ!
Miranti benar benar duduk di kursi tamu. Sempat ia menabrak salah satu kursi yang terpelanting ribut. Namun masih kalah ribut dengan derai hujan yang telah membadai di luar rumah. ia duduk dengan lutut terlipat dalam dekapan tangannya yang tegang kaku. dingin menggigil. Kegelapan mengejek kekalahannya. dan bunyi guntur dan topan mentertawakan kemalangannya.
Tubuh yang tegang kaku berjam jam. akan lelah dengan sendirinya.
Miranti berkeluh kesah di kamar depan yang gelap. la lonjorlan kaki mauPun tangan berulang ulang. meringkuk lagi. bersandar dengan gelisah. beralih ke kursi panjang. rebah lebih gelisah lagi. lantas mendadak ia
terduduk tegang. Suara apa itu" Bukan hujan. Bukan topan. Bukan guntur. Bukan petir. Benar ! terdengar sayup-sayup lolongan anjing yang tinggi melengking. Tetapi dalam hujan! Anjing itu tidak pda sendirian. Lolongan lain juga menggema dalam badai. Ratap tangis yang bergaung naik turun dalam Irama tinggi ketika badai mereda, lalu menurun ketika badai melanda kembali. Terdengarnya dekat dekat jauh. Suatu saat. seolah suara itu bergaung sampai ke jendela pavilyun. dilain saat melarikan diri ke gunung-gunung.
Miranti meluruskan duduknya.
Suara itu hilang dengan mendadak. Hujan pun seakan ikut berhenti. Demikian pula topan. guntur serta petir. Anjing entah serigala yang tadi tidak henti-hentinya melolong. sekonyong konyong menyerah karena kehabisan tenaga;
Sepi yang menyeruak Sepi yang mencekam. Dan mengandung rahasia.
Miranti bersijingkat oleh dorongan keinginan tahu yang melecut-lecut jantungnya. Ia mendekati jendela. dan dengan gerakan patah-patah tangannya menyingkapkan tirai beludru.
Sesaat. ia hanya melihat kegelapan di luar rumah.
Kemudian. ia menangkap bayangan pepohonan. bayangan rumah rumah tetangga. langit yang biru kelam. awan putih yang berarak bagai iring-iringan yang sering terkejut tanpa sebab. lalu sinar rembulan yang dingin. pucat. tertekan.
Tarikan gaib di kuduk. menggerakkan leher Miranti sedikit ke sebelah kiri. Mula mula ia lihat pagar besi ukir terpaku diam sepanjang halaman samping. Lebih ke sana dari pagar itu. tanah-tanah rumput yang naik turun menuju lembah.
Dan di bibir bukit. seolah mencuat dari dasar bumi kelihatan gundukan batu raksasa. Hitam menjulang. Tadi sore. ketika mereka melewati rumah rumah penduduk yang rapat dengan bermobil, sisi yang ini tidak mereka lihat. karena letaknya diarah yang berlawanan. Dan onggokan batu raksasa itu terpantul garang di biji mata Miranti. dengan latar belakang langit yang biru.
Perasaan takjub menyentuh ulu hati Miranti. Sekejap cuma. Karena manakala kelopak matanya mengerjap karena sengatan perih. ia lamat lamat menangkap sebuah bayangan bergerak sangat lambat. Bayangan itu demikian kabur. namun Miranti merasa pasti bahwa ia telah melihat sesuatu.
Ia menanti dengan nafas tertahan. dan mata terpentang.
Tidak lama. Bayangan kabur itu kelihatan seperti menggeliat. lalu pelan pelan berdiri di puncak batu yang tertinggi. Sosok tubuh seseorang, yang dari pavilyun kelihatan demikian samar. Akan tetapi langit yang biru di belakangnya. serta cahaya rembulan yang pucat tepat di atasnya. seketika memberi wujud pada sosok tubuh itu.
Samar kehitam hitaman. sosok tubuh itu tegak dengan tangguh. Berdiri seperti patung yang tertanam kokoh ke batu tempatnya berpijak. Miranti tidak mengetahui apakah itu sosok tubuh laki laki atau perempuan. Ia hanya tertarik kepada sesuatu di bagian kepalanya. Sesuatu yang kembar. mencuat di sisi kiri dan kanan. sedikit di atas tempat telinga seharusnya terletak. Benda itu bentuknya lancip. agak melengkung ke atas. dan hitam pekat.
?" tanduk'" bisik Miranti. gemetar dan terkesima.
"Apa"! Miranti memutar tubuh dengan terperanjat. Sosok tubuh yang lain tegak hanya setengah meter dari dia.
tinggi kekar dan tampak hitam dalam kegelapan. Panik
seketika melanda dada Miranti. la menjerit tertahan. kemudian rubuh dengan sekujur tubuh yang lemah lunglai. Dalam kekaburan panjang. ia lihat sosok tubuh itu.
menghambur ke arahnya. Miranti ingin menjerit lagi. Tetapi ia sudah keburu tidak sadarkan diri.
*** TIGA Miranti bangun manakala matahari tinggi.
Mula-mula kelopak matanya mengerjap-ngerjap heran. Kemudian ia mengenali kamar tidur yang sempat tampak asing sebentar tadi. Lapis dinding hijau lumut. lemar lemari. toilet dan karpet lantai berwarna krem. Segera ia teringat ia dan suaminya telah meninggalkan kamar tidur mereka yang lama. Kamar sempit dengan tembok yang kapurnya berbercak bercak oleh air hujan yang mengendap. lantai abu-abu yang kusam dan langit langit yang terlalu rendah sehingga nafas terasa selalu sesak tiap kali bangun pagi.
Pagi ini nafasnya begitu lapang .
Jendela kamar masih tertutup. Tetapi Ratno telah menyingkapkan tirainya sehingga matahari memantulkan cahayanya dipermukaan karpet yang bersih cemerlang. Miranti melemparkan selimut untuk melihat bahwa ia masih mengenakan gaun malam yang terkancing rapih. Waktu geliatkan otot leher yang terasa kejang. Miranti meringis. Reflek tangannya meraba bagian belakang kepalanya yang terasa ngilu. Tidak ada benjolan. Namun ketika jarinya menekan. sakitnya bukan main.
ia segera menarik jarinya.
Lalu mencium bau minyak gosok. Terheran heran kembali ia memandangi sekeliling kamar. Siapa yang menggosokkan minyak krem di belakang kepalanya" Ah. tentulah Ratno. suaminya. Tetapi mengapa"
Astaga! Bukankah ia rasanya telah pingsan tadi malam, dan ketika jatuh belakang kepalanya lebih dahulu membentur lantai" Miranti mengejang seketika. ia tahu sekarang. Tadi malam ia dikecewakan oleh Ratno. melampiaskan kemarahan di kamar depan, gelisah oleh
lolongan anjing dan ratapan yang aneh. lalu menyingkap tirai jendela.
"Makhluk hitam ?" ia berbisik. kecut. "Makhluk hitam dengan tanduk di kepala!"
Saat itu juga Miranti meloncat dari tempat tidur. la berlari-lari kecil ke ruang tamu. Rasanya ia telah menabrak salah satu kursi sampai terguling. Tetapi kursikursi tamu tampak tersusun rapih, seolah belum pernah dijamah. Tirai tidak saja tersingkap. Jendela depan pavilyun malah terbuka .
Takur-takut Miranti mendekati jendela.
Meninjau keluar Apa yang dia saksikan saat itu. adalah apa yang telah ia saksikan pada malam hari sebelumnya. Pagar besi ukir. tanah perbukitan yang naik turun. pepohonan yang rindang. langit yang biru jernih. serta onggokan batu raksasa di bibir bukit. Bedanya. semua itu kini tampak lebih tegas dibawah siraman cahaya matahari, bukan di bawah naungan bulan yang pucat. Masih ada satu hal lagi. di puncak batu yang paling tinggi. ia tidak melihat bayangan apa pun juga. Jangankan makhluk hitam bertanduk kembar di kepala. Seekor nyamuk pun tidak!
"Apakah aku hanya bermimpi" Miranti bergumam sendiri.
Ia yakin telah melihat pemandangan yang ada di luar jendela kamar depan paviliun. Memang lebih hitam, lebih suram. lebih menakutkan. Tidak secerah. seindah dan semempesona siang ini. Lalu bayangan siapa pula yang mendadak muncul di belakangnya" Dan menegur tiba tiba" "Apa" '. begitulah yang ia dengar.
"Sudah bangun mira"'
Miranti berpaling ke sebelah kanan. Seorang perempuan tua berwajah lembut. mendekati jendela dengan langkah yang agak timpang. Di tangannya ia menggenggam seikat kembang berwarna-warni yang helai helai daunnya hijau segar.
"Oh. Bu Kutil!"
Perempuan Itu tertegun "Apa ?" 'Maaf, bu. Saya tak tahu harus memanggi apa. kecuali dengan menyebut nama bapak."
Perempuan itu tersenyum. "Jadi ia telah menceritakan kutil di pantatnya yang menjengkelkan itu?" bertanya dengan sungguh sungguh. Miranti menganggukkan kepala
"Apakah ia ceritakan aku suka mengusap usap kutilnya?"
Anggukan lagi. Perempuan tua itu geleng geleng kepala.
"Ya. ampun. Ia telah mengakali kau. anakku!"
"Mengakali bagaimana, bu?"
"Bapakmu memang punya kutil sebesar biji jagung di pantatnya. Ada bulunya lagi. Selembar." senyuman perempuan tua itu melebar. "Tetapi mengusap... sialan dia! Malah aku pernah diam diam mengiret kutilnya pakai pisau silet. ia sampai tak dapat duduk selama satu minggu. Benar-benar sangat menderita. Aku jadi menyesal dan kubantu merawat lukanya setiap hari. Ia kemudian dapat duduk lagi seperti semula. Tetapi. Mira. dengan kutil yang semakin besar di tempat yang sama. dengan bulu yang sama. Selembar doang!"
Kedua perempuan itu tertawa berbarengan.
"Oh ya," perempuan tua Itu menjulurkan tangan yang memegang kembang ke jendela. "Bunga yang ada dalam jembanganmu sudah tiga hari. Gantilah dengan yang ini. biar kecantikanmu semakin tampak menawan."
"Ah, ibu ini!" Miranti tersenyum malu. sambil menerima bunga itu.
"Ada lagi," "Ya bu?" 'Suamimu telah berangkat ke kantor pagi pagi benar. Ia berpesan, agar kau bersenang-senang saja di rumah. Mungkin akan pulang terlambat. Katanya ia merindukan engkau ingin pamit namun tak tega mengusik tidurmu yang lelap."
"Oh: "Pergilah engkau mandi. Mira. Sarapan pagimu sudah dingin. Sementara kau bebersih, aku akan menghantarkannya."
Miranti tidak ingin merepotkan induk semangnya. akan tetapi perempuan itu telah berlalu. Masuk ke dalam rumah melalui pintu induk. Selama beberapa saat Miranti masih tercenung di jendela. Jadi Ratno sudah berangkat ke kantor. Akan pulang terlambat. Tentu saja. Ia kini seorang kepala bagian proyek yang sangat sibuk. dan telah menerima warisan setumpuk pekerjaan yang telah dibengkalaikan oleh pejabat sebelumnya. Apakah Ratno juga mendapat warisan seorang sekretaris pribadi yang tidak saja cantik tetapi juga genit" Masih gadis" Atau janda yang kesepian"
Baru satu jam kemudian Miranti duduk menghadapi meja makan di ruang tengah rumah induk semangnya. Selesai mandi, ia berjemur dulu di bawah siraman matahari sambil menghirup udara perbukitan yang tidak mungkin ia cicipi ketika masih menetap di rumah kontrakannya yang lama. kecuali di akhir minggu. Itupun jarang sekali. karena Ratno harus banting tulang cari objek sambilan di luar jam kantor bahkan pada hari-hari libur yang semestinya harus diberi kehormatan tersendiri .
Sambil menikmati sarapan paginya yang sudah terlambat itu. Miranti bertanya kepada induk semangnva:
"Mengapa sepi benar di sekitar kita, bu Kutil?"
Perempuan tua yang tengah merajut sehelai kaos kaki, berpaling dengan bibir cemberut.
"Kutil lagi! Bosan'"
"Maaf. bu." Miranti menahan ketawa di perut. "Aku tak tahu hams memanggil apa."
"Namaku indah Fajarwaty. Aku lahir tepat ketika fajar baru saja menyingsing Fajar yang paling indah. menurut orangtuaku. Sayang kakiku dilahirkan pendek sebelah. sehingga aku sering malu mempergunakan nama depan pemberian mereka. Maka. panggil saja aku bu Endah."
"Masih tetap enak di telinga." puji Miranti tulus iklas
"Terimakasih Mira. Oh ya. bicara apa kita tadi?"
"Suasana di sekeliling kita. bu Endah. Setelah mandi tadi, aku sempat melihat lihat di sekitar rumah. Jalanjalan di aspal mulus. berbelok-belok memasuki hampir setiap pekarangan rumah rumah tetangga. Sepintas lalu aku melihat beberapa orang yang maSih asing bagiku. Tetapi aku sama sekali tidak pernah melihat ada anak kecil."
Rajutan di tangan si perempuan terhenti sebentar.
Lalu: "000. itu. Tak usah heran, nak. Kau dan suamimu. tidak saja pendatang baru di tempat ini. Malah juga" penghuni yang termuda. Aku dan bapakmu. lantas tetangga tetangga kita yang lain, paling sedikit telah lima puluh tahun "
Miranti terbelalak Ta'jub.
Perempuan itu meneruskan pekerjaannya. merajut kaos kaki yang selintas pandang jelas terlihat. kaos yang sangat kecil. Terlalu kecil untuk ukuran kaki suaminya. bahkan untuk ukuran kakinya sendiri. Sambil menggerakkan jarum rajut dengan terampil. perempuan itu menjelaskan:
'Jangan berpikir yang bukan-bukan. Mira. Kolonel pensiunan yang tinggal di rumah sebelah tenggara yang atapnya merah. benar mandul. Ia dan isterinya tidak punya anak. Aku dan bapakmu lebih beruntung. meski anak kami meninggal ketika masih berusia tujuh tahun. Apakah sudah diceritakan oleh bapakmu" 0, sudah. Nah. Tetangga tetangga kita yang lain. semua punya anak. Ada yang dua. tiga. empat. bahkan ada yang satu lusin."
"Lantas. bu Endah. Kemana semua anak anak itu?"
'Lupakah kau yang kukatakan tadi nak" Kami kami di sini. berusia paling sedikit lima puluh tahun. Jadi sudah kakek-nenek. Nah. secara kebetulan saja" katakanlah kebetulan yang ajaib. semua anak anak mereka telah menikah. punya rumah dan anak anak sendiri. Punya kesibukan sendiri-sendiri pula. Kerja mereka macam macam. Hampir di semua lapangan ada. Dari pegawai negeri. pedagang kel iling, petani, peternak sampai pengusaha yang sukses. Beberapa orang jadi politikus. Beberapa yang lain. memegang jabatan yang penting penting diberbagai instansi. Apakah aku bertele tele. nak?"
"Tidak Teruskan saja'
'Cukuplah. Kalau kau sempat, berkunjunglah ke rumah rumah tetangga. Nanti akan kau kenali mereka. kau ketahui siapa dan apa apa pekerjaan anak anak mereka. Meskipun kau lihat tidak ada anak kecil tinggal di sekiiling kita. percayalah... kami semua merasa bahagia. Berkumpul sama sama dengan teman sebaya. lebih menyenangkan bukan" Biarlah anak anak atau cucu-cucu berkunjung hanya satu dua kali setahun. Kalau rindu. toh siapapun juga akan dibukakan pintu oleh anak cucunya dengan senang hati. '
"Semuanya pensiunan bu Endah"
'Hampir. Ada juga yang masih bekerja. Tidak di sini,
tentu. Di kota. Bahkan ada yang di luar daerah. yang selalu mengunci rumah mereka untuk sesekali dipergunakan tempat beristirahat...."
"Kehadiran kami berdua tentunya akan mengganggu," gumam Miranti hati hati.
'0. tak usah kuatir. anakku. Melihat muka muka yang sama sepanjang tahun. terkadang membosankan. Wajah-wajah baru. muda dan bersemangat akan merupakan pergantian suasana yang menggembirakan. Oh ya, Mira....' perempuan itu menatap Miranti dengan mata tajam. "Kata Ratno. kalian juga pernah punya anak."
"Benar. bu." jawab Miranti. Muram. "Dua. Tetapi sudah pada meninggal. Keduanya lahir prematur. Anak pertama kami. laki-laki, meninggal ketika berusia satu bulan. Step yang terlambat diobati. Yang kedua. perempuan. Hanya dua tahun. Kolera sedang berjangkit ketika itu. Aku sendiri sedang demam berat, dan suamiku sepanjang hari mencari uang untuk makan dan pembeli obat obatan. Hasilnya tidak memadai. sedang kolera. yang menjangkiti anak kami sudah sedemikian parahnya."
"Anak-anakku yang malang!" desah bu Endah . turut belasungkawa. Sekilas mata tuanya bersinar sinar aneh, namun tidak sempat diperhatikan oleh Miranti yang tengah melamunkan masa silamnya yang centang perenang.
Setelah berdiam sejenak. bu Endah bertanya kembali.
"Apakah kalian tidak bermaksud punya anak lagi?"
Aku ingin, bu. Sangat ingin'" sahut Miranti disertai tarikan nafas panjang. "Sayang. Ratno sudah keburu putus harapan. la kecewa karena kematian anak anak kami. Sering mempersalahkan dirinya yang selalu gagal dalam menjamah segala sesuatu. Kadang kadang ia ber
teriak mengatakan Tuhan tidak adil. Sampai aku ada kalanya ketakutan sendiri."
'Mungkin suamimu benar, Mira,"
Miranti terjengah. "Maksud ibu?" "Seperti aku lihat. Kakiku timpang sebelah. Pantat suamiku digerogoti kutil yang tak mati mati. Anak kami lahir dan tumbuh sempurna. Tetapi sebuah mobil menabraknya waktu baru saja keluar dari gerbang sekolah...." .
Ingin Miranti memeluk perempuan tua itu.
Tetapi sesungguhnya, ia sendiri sangat ingin dipeluk dan dihibur seseorang. Karena itu ia diam saja di tempat duduknya. merenungi piring di mana bekas sarapan paginya yang masih tersisa.
Bu Endah mengeluh pahit. 'Sudahlah. Kita lupakan saja masa lalu. Tak mungkin dapat dirubah lagi. kukira. Kembali kepersoalan tadi. Mira ! Katamu kau sangat ingin punya keturunan. Benar kah?"
"Aku akan berbuat apa saja untuk keinginanku yang musykil itu. bu."
'Musykil?" "Setelah meninggalnya kedua anak kami. kukira aku sendiri pernah dihinggapi perasaan takut. Takut hamil. melahirkan. repot mengurus anak sih aku tak perduli. Yang kutakutkan. adalah kalau kalau kami berdua ditinggalkan lagi dalam keadaan yang semakin putus asa...." Miranti mengibas ngibaskan tangan ke kiri kanan, seolah ingin membuang jauh jauh sesuatu yang tidak ia sukai di sekeliling dirinya .
'Tetapi bilamana ada bocah bocah yang nakal dan lucu bermain di dekatku sedang aku kesepian menunggu suami yang pulangnya tidak menentu, nah. Hasrat itu pun menggebu gebu kembali."
"Wajar, Mira. Itu sangat wajar. Kalau boleh aku mengeluarkan pendapat. sekaranglah waktunya kalian berdua memikirkan paling kurang seorang anak lagi. Hidup kalian berdua Sudah lebih tenteram. Karier suamimu baru saja dimulai, dengan masa depan yang cerah. Kau sendiri. masih muda belia. Segudang anak, kukira kau masih mampu melahirkannya '
"Masih ada kesulitan, bu Endah. Ratno sangat tertutup dalam soal yang satu tetapi peka ini.?"
' Ia anak baik." bu Endah tersenyum menghibur. "Aku dan bapakmu akan membujuknya. Percayakan saja pada kami. Pokoknya. pikirannya akan terbuka. Kau hanya tinggal menanti saja di atas ranjang'"
Demikian bersemangatnya perempuan itu, sehingga Miranti tidak saja terhibur. melainkan juga heran. Tanpa segan-segan ia mengemukakan isi hatinya
'Ibu sangat bernafsu."
'Mengapa tidak. nak" Aku tak punya anak. Tak mungkin lagi. Katakanlah. karena kutil bapakmu itu makin menjengkelkan. Namun lewat kau dan suamimu, Mira. siapa tahu kami diperkenankan lagi memomong cucu!"
Mereka berdua kemudian ngobrol tak berujung pangkal soal anak sampai suatu saat induk semangnya bertanya serius kepada Miranti:
'Kau di-ikat?" iya. bu Endah." 'Pergilah temui dokter Subagio. Ia salah seorang tetangga kita yang baik dan tak pernah mengeluh kalau pintunya digedor tengah malam buta. Ia memang dokter umum. Tetapi pernah jadi spesialis kandungan. Temuilah dia. Subagio akan membuka ikat-mu tanpa kau merasakan meski hanya sakit seperti tergigit nyamuk. Bilang saja atas suruhanku. Ia tidak akan menyodorkan rekening."
'Sekarang. bu?" "Lebih cepat lebih baik. Siapa tahu. suamimu mendadak tergilagila nanti malam. Cemberut saja sedikit. Merajuk, jual mahal. pura pura capek atau lagi tak berselera. Pokoknya apa saja yang dapat membuat suamimu jadi uring uringan. Lalu pura puralah menyerah. Masih ogah ogahan. Tunggu sampai ia naik... " bu Endah mengerling nakal. lalu bisikkan padanya ikat-mu su dah kau buka. Ia mungkin sedikit kaget. Namun karena hasrat sudah numplek di kepala. ia kukira akan mengalah. Resep yang ditanggung halal bukan. anakku" '
Miranti bukan saja bersukacita.
Ia malah geregetan. Tak sabar. Sayang dokter Subagio sedang mengunjungi pasien di tempat lain. Isterinya yang sudah berusia lima puluh tujuh tahun menyambut Miranti dengan ramah tamah. Perempuan itu bertubuh ramping. dan tegaknya masih kokoh dalam usia begitu lanjut. Dapat membaca dengan jelas tanpa bantuan kaca min atau plus, hanya pendengaran saja yang agak kurang sehingga terkadang selama ngobrol Miranti terpaksa sedikit ber teriak Ia mengaku punya anak tujuh orang. Yang sulung bekerja di pedalaman sebagai insinyur pentanian. Dua yang lain. perempuan ikut suami. Anak perempuan ketiga belum kawin, dan sekarang mengajar di sebuah perguruan tinggi di luar daerah. Anak keempat. laki laki. seorang wakil rakyat dari salah satu fraksi politik. Dua
yang bungsu, masih studi. Satu di Jerman. satunya lagi di Pilipina.
praktis hanya cucu-cucu saja yang sering datang melongok ke sini. Jumlahnya ada sebelas." nyonya dok ter itu terus berkicau. Miranti terus pula mendengarkan, meski sudah mulai bosan. Salah tafsir menilai perubahan di wajah tamunya. perempuan yang nyinyir Itu cepat cepat menghibur:
"Tak usah cemas. nak Mira. Biar cucu sebelas. suamiku masih tangkas dan kuat. Tidak lamur, tidak pikun. tidak pula bungkuk. Ia lebih muda enam tahun dari aku. ketika surat cintanya yang pertama aku terima. Tahukah kau apa yang ia tulis dalam surat yang tulisan nya seperti cakar ayam itu" Begini..."
*** Miranti bersyukur setelah lebih dari dua jam kemudian ia dapat terbebas dari perempuan nyinyir namun ramah dan periang itu. Dengan alasan ia tiba tiba teringat kompor di rumah belum ia matikan. Miranti berjanji akan kembali pukul tiga siang pada saat mana dokter Subagio menurut isterinya pasti sudah ada di rumah.
Ia kemudian berkeliling sebentar. Daerah perumahan di atas bukit itu tidak banyak penghuninya. Ia perkirakan paling banyak empat belas kepala keluarga. Ratno sendiri pernah menceritakan. di tempat kediaman mereka yang baru tidak seramai di tempat yang lama. Hanya ada rumah dalam jumlah belasan saja. Tetapi semuanya orang kaya. orang berpengaruh, atau pernah kaya. pernah berpengaruh. Miranti malah sempat ngobrol di pintu pagar sebuah rumah mentereng bersama seorang perempuan gemuk dan susah bernafas. Mengherankan dalam usianya yang tua. Namanya Maryam. isteri bekas kepala jawatan kereta api. yang kini sudah pensiun tetapi nasehatnya masih tetap didengarkan.
Sebelum masuk ke pavilyun yang ia tempati. Miranti
mendadak berubah niat. ia telah berjalan dari sisi lain rumah itu untuk kembali pulang, dan melihat onggokan batu raksasa di bibir bukit yang paling tinggi terlalu dekat untuk dilampaui begitu saja. Dengan nafas tersengal sengal. Miranti mendaki jalan yang aspalnya sudah pada hancur. berbelok melewati sebuah rumah tua yang tampak suram dan sunyi sepi. Seolah tidak berpengaruh. wajar kalau melihat bentuk bangunannya yang model jaman penjajahan. barangkali lebih lama lagi. Asap yang terkepul dari celah celah atap dapurnya saja sebagai pertanda. masih ada orang yang betah tinggal di rumah yang berbau misteri itu.
Miranti benar benar merasa betisnya kejang waktu ia kemudian duduk bermandi keringat di permukaan sebuah batu yang rata dan cukup lebar. Matahari telah mulai bergeser ke sebelah barat. tepat dibalik onggokan batu raksasa itu. sehingga Miranti terlindung dari sengatan panas. Angin bertiup sepoi sepoi basah. sedikit kencang. menggigit. Di sekitarnya tumbuh rerumputan hijau yang subur dan terawat rapih. Hidungnya sesekali membaur aroma lembab yang aneh. Antara bau rumput, batu yang lembab dan bau pohon kina. Hanya, di situ tidak ada pohon sebatangpun jua. Yang ada cuma rerumputan di tanah yang naik turun plus onggokan batu bersusun hasil ciptaan alam dari masa silam .
Dari tempat duduk. Miranti dapat melihat rumah yang mereka diami. rumah rumah tetangga. jalan aspal yang berbelok belok, jalan utama yang menurun curam dan kemudian membelah perumahan penduduk yang kemarin sore mereka lalui. Tampak kesibukan di sekitar perumahan yang miskin itu. Demikian pula di tempat tempat yang lebih jauh. lebih sibuk. lebih hirup pikuk. Kota tempat ia lahir dibesarkan. kawin, punya anak, kematian anak. putus harapan dan kesepian.
Sungguh aneh. ia maupun Ratno tidak pernah terpikir untuk datang ke tempat ini selama sekian belas tahun. Miranti yang yatim piyatu hampir sepanjang hari berkurung di rumah nenek misannya yang sudah tua renta dan membutuhkan perhatian. Ratno berjuang menyelesaikan sekolah yang sering tersendat-sendat. Setelah mereka bertemu. kemudian menikah. kebiasaan sebelumnya boleh dibilang tetap berlaku. Miranti mengurung diri di rumah, dan Ratno memeras keringat demi kelangsungan asap dapur mereka.
Jeritan liar sekelompok burung yang terbang dari balik bebatuan raksasa itu mengagetkan Miranti sesaat. la perhatikan burung burung itu terbang melayang. Ia yang di atasnya. Berputar putar dua tiga kali. seolah memastikan memang ada makhluk lain yang tengah duduk di atas batu. Lalu tak lama setelahnya. terbang menjauh, menuju langit biru. sampai tinggal titik titik kecil berwarna hitam,


Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apa kiranya yang jadi penyebab burung-burung itu bagai terkejut"
Miranti memperhatikan ke sekitar. Ia tidak melihat sesuatu yang patut dicurigai. Kecuali mungkin kehadirannya di tempat asing itu. Ataukah ada sesuatu di balik onggokan batu raksasa" Sesuatu yang tinggi kekar, kokoh, hitam dan kasar. dengan tanduk kembar di kepala. Miranti terperanjat sendiri oleh gambaran seram itu.
Perasaan was-was menggelitik dadanya ketika ia memanjat batu demi batu. sampai kemudian ia berdiri di puncak. Semula ia duga akan melihat hamparan sawah. sungai yang mengalir seperti ular naga, dan para petani yang sibuk membajak tanah mereka. Kemudian ia kaget sendiri. Batu raksasa tempatnya berpijak, tertanam kokoh dalam tanah. Lalu turun dengan curam pada batu
karang terjal yang usianya telah berabad abad. Semak belukar dan batang batang pohon yang kurus kering. cepat mati lalu tumbuh lagi, merayap sepanjang tebing terjal di bawahnya. Berbidang bidang kebun palawija terhampar jauh di bawah. Lebih ke sana. rumah rumah kecil bagai kotak korek api, disusul ramai serta sibuknya kota mereka.
Kelamaan berdiri dalam pesona. Miranti agak gamang.
Ia hampir saja rubuh ketika terdengar suara lunak di belakangnya. '
sedang apa. nak" Miranti tidak langsung berpaling. Lebih dulu ia duduk perlahan lahan, berjaga jaga jangan sampai terpeleset. Sesudahnya. baru ia berputar sedikit demi sedikit. Batu yang sebelumnya ia duduki. dari atas kelihatan seperti altar persembahan dalam dongeng-dongen Mesir kuno yang pernah ia pelajari di sekolah. Di tempat itu. kini berdiri sesosok tubuh. Tampak pendek dan gempal. menatap kearahnya dengan sorot mata yang tajam.
'Turunlah ! Berbahaya duduk di situ Dan. astaga. seorang perempuan pula. Alangkah nekad!"
Jelas itu teguran. Namun diutarakan dengan lemah lembut.
Segan segan dan malu hati, Miranti meluncur turun.
Setelah mereka berhadap hadapan. barulah ia sadar tubuh laki laki di depannya ternyata jangkung, gempal berisi. Kulit mukanya yang kehitam-hitaman tidak ditumbuhi kumis maupun janggut. Rambutnya hitam pekat. keras, kasar. Sekeras dan sekasar otot-otot lengan serta jari jemarinya, yang juga berkulit kehitaman.
"Kau tentunya pendatang baru ya"' orang itu tersenyum.
Kepala Miranti terangguk angguk. Patah patah.
Amat sukar baginya menghindari tatap mata yang tajam berkilat kilat dan kelopak yang mengeriput di hadapannya. Ada semacam daya tarik yang sangat kuat dalam dirinya untuk jangan memalingkan muka dari orang yang telah mengagetkannya itu.
"Mira, kalau tak salah?"
"Benar, pak." sahut Miranti dengan tenggorokan yang terasa kering kerontang. "Miranti Kuswandari." ia mengulurkan tangan. Segera telapak yang tebal, kuat dan kasar menjabat telapak tangan Miranti yang kecil lemah dan halus.
"Aku. Abu Lahuba Pumadijaya. Sebut saja pak Abu, sebagaimana orang orang lain menyebut namaku selama ini. Tinggal di rumah sana" laki-laki besar itu menunjuk ke bawah mereka. Rumah di depannya. tahulah Miranti kenapa rumah tua tadi berbau misteri
"Jadi... bapak ketua er te di sini?" desah Miranti, terjengah. Ratno pernah menyebut nama dan jabatan orang itu sebelum mereka pindah.
"Menyenangkan, kau sudah tahu. nak Mira. Kuharap demikian seterusnya. Meski tadi dari jendela dapur. aku sangat menguatirkan dirimu. waktu kulihat kau memanjat ke atas...." orang itu mengamat amati Miranti sejenak, tampak berpikir, lalu: _
"Cari sesuatu?"
"Oh. Tidak. Tidak...."
"Memang tidak ada apa apa di atas sana. bukan?" ujar orang tua itu dengan tajam.
Entah mengapa. Miranti dihinggapi perasaan gelisah.
ingin memperbaiki situasi. Abu Lahuba Purwadijaya yang ketua er te itu tertawa lunak. Ujarnya:
"Sudah lama aku hanya berurusan dengan orang orang yang usianya mendekati pintu kubur. Waktu Ratno
bertamu di rumahku beberapa hari yang lalu, telah kukatakan padanya bahwa kesediaan kalian menyeruak di antara kerumunan kakek nenek. merupakan suatu keajaiban yang membahagiakan "
"Kuharap demikian, pak Abu."
'Nah Supaya kebahagiaan itu tidak dirusak oleh musibah yang kita semua jelas tidak menghendaki, sebaiknya pulang saja sekarang. anakku. Petang hari. anginnya kencang di sini. Dengan tegak seperti tadi di puncak. batu! Kau pasti menemukan burung burung. terbang melayang sebelum kau sempat menyadarinya. Setuju. Mira"
Kalau bapak bilang... "
'Uh. Jangan karena aku. ' tukas pak Abu. tersenyum ramah "Lebih tepat, demi keselamatan dirimu sendiri.'
"T erimakasih. pak Abu '
"Selamat siang. nak Mira...."
siang, pak Abu ' Mereka lantas berpisah menempuh jalan yang berlainan arah. Selama perjalanan pulang ke rumah. kuduk Miranti tergetar. Nalurinya berbisik pak Abu tidak langsung pergi. melainkan terus mengawasi dari jauh. Begitu juga kedua kakinya berubah sangat ringan. waktu ia kemudian berlari-lari kecil menjelang tiba di pavilyun.
Pak Kutil yang pada waktu bersamaan baru pulang dari kota. menyapanya di pintu pagar
'Siapa mengejarmu. Mira" Biar kupukul! '
Miranti segera terhibur. "Hanya bayangan. pak. Hanya bayangan." jawab nya. bernafas lega.
"Bayangan" Bayangan apa"'
'Kutil kena silet !' Orang tua itu meringis. seakan pantatnya didekati pisau silet.
"Ibumu pasti yang memberitahu. Hanya dia yang tahu. Hem-hem...! Awas. kucakar dia nanti. Belagak suci. Pura-pura jijik. Nyatanya. hem hem! Bakal tahu rasa dia," pak Kutil bergegas masuk rumah sebelum Miranti sempat mencegah.
Nyatanya, Miranti tidak perlu kuatir.
Dari dalam rumah, terdengar sapaan riang:
"O, Kutilku sayang. Apa oleh olehmu kali ini?"
"Banyak.' terdengar jawaban pak Kutil.
"Mana?" "Di pantatku." Lalu keduanya tertawa bergelak gelak. Bu Endah yang melihat Miranti masuk ke paviyun tak lama kemudian muncul dari pintu belakang. Wajahnya berseriseri. dan ia sungguh-sungguh tidak sabar ketika ia berujar:
"Kau sudah sehat secepat itu. Mira?"
tercengang. Mira menyahuti:
"Aku tidak sakit. bu."
"Nah. benar bukan" Subagio seorang ahli!"
Miranti mengeluh: "Ya ampun, lupa Pukul berapa sekarang, bu?"
'Hampir pukul empat Oh. oh. oh'" bergegas Miranti keluar rumah lagi.
*** Dan dokter Subagio bukan saja seorang ahli. Ia juga periang seperti isterinya. hanya tidak nyinyir dan sangat pemurah. Setelah ikat kabe nya dilepas. Miranti bukan diberi resep. melainkan bermacam macam pil. kapsul dan puyer. Semuanya gratis
"Kalau kurang. boleh minta lagi." kata dokter Subagio sebelum Miranti pamit. 'Dan kalau tidak matig, silahkan melempari rumahku dengan batu!'
Entah bagaimana cara dokter itu bekerja. Miranti tidak begitu jelas. ia tidak dibius sama sekali. ia dihipnotis
selama operasi yang singkat itu berlangsung. Hanya ada sedikit pendarahan yang dengan cepat telah berhenti .
Ketika Miranti berjalan pulang. ia hanya limbung beberapa langkah. Begitu pintu rumah dokter ia lalui. langkahnya berubah mantap, ringan, nyaman. Tiba di pavilyun ia langsung menelan dua butir kapsul atas petunjuk dokter. Perasaan nyaman kian menjadijadi. Pil yang ia telan seperempat jam berikutnya. menambah kekuatan pisiknya. Perlahan tetapi pasti. dapat dirasakan Miranti. betapa hasrat keperempuanannya mulai berkobar kobar.
Sekonyong-konyong ia telah siap.
Mandi. makan sedikit. berhias. memilih bedak dan minyak wangi yang terbaik, mengenakan gaun tidur yang paling tipis serta paling mudah dicopot. Lalu berbaring di tempat tidur
Menunggu Wahai. Ratno. suamiku tercinta. Pulanglah segera. Bergegaskan sayang. Aku sudah tak sabar. Sudah tak kuat menahan hasrat ..
Oh. oh. cepatlah. Cepatlah.
Betapa aku butuh belaian mesramu. Rindu cumbu. remasmu!
*** EMPAT Malam yang penuh riwayat itu akhirnya tiba.
itupun sesudah empat hari yang menyiksa berlalu dengan kejam. Boleh dibilang Miranti hampir putus harapan. tidak di jamahjamah sama sekali oleh suaminya. seolah jamahan di tubuh Miranti dapat melukai tangan laki laki itu.
Ratno sendiri tenang tenang saja. Matanya seperti buta. Tidak memahami tingkah laku isterinya yang selalu gelisah. uring uringan dan pernah marah marah tanpa sebab. Selama empat hari ia selalu berangkat ke kantor pagi pagi benar. pulang setelah malam jatuh. lalu sibuk melembur pekerjaan sengaja ia bawa pulang untuk diselesaikan sampai larut malam atau dinihari. Ia tampak demikian tekun, sibuk dan apabila pekerjaannya selesai. ia tampak sedemikian letih sehingga Miranti hanya mampu menangis diam-diam .
Hanya berkat bujukan bu Endah dan pak Kutil yang tak putus-putusnya menasihati anak semang mereka agar bersabar dan bersikap menunggu. Miranti tidak sampai memukul mukul Ratno di tempat tidur mencakari punggung laki-laki itu seraya menjerit-jerit minta cerai.
' "Ia seorang kepala bagian. Proyek pda lagi. Mana belum lama menduduki jabatan yang begitu penting. ia ingin memperlihatkan dedikasinya. memperlihatkan prestasi. Untuk membuktikan. apa yang ia perjuangkan dengan susah payah selama ini tidaklah sia sia." suami isteri yang baik hati itu mengemukakan berbagai pembelaan. seakan-akan Ratno itu menantu mereka sendiri.
"Apakah ia tidak memberitahu sesuatu kepada engkau"
Mirami angkat bahu. Bosan.
"Itulah. Kau bersikap antipati. Jadi suamimu enggan mengatakannya. Kuatir kau salah tangkap. Dan rupanya, dia pun agak tersinggung."
"Hem!" "Mestinya kau gembira. anakku. Sudah ada aba-aba dari atasannya. bahwa tidak lama lagi Ratno akan memperoleh promosi yang akan mengukuhkan jabatannya. Paling kurang. sejumlah bonus diluar gaiinya yang tetap. Nah, kau gembira, bukan?"
Miranti tidak bergembira sedikitpun .
Suatu hari. ia malah mengeluh:
"Ratno makin dingin saja. bu Endah."
"Sabar. nak. Ia . ."
"ia tentulah sudah punya simpanan..." tukas Miranti cepat dan bernafsu. "Lebih cantik, Lebih muda. Lebih merangsang. ketimbang aku yang makin kurus. jelek. menyebalkan!'
"Hai! hai' Kau melantur makin jauh. Mira! Apakah pernah kau pergoki surat surat cinta di sakunya?"
"Tidak "Pakaiannya kau yang cuci. bukan?"
"Heeh." "Dan aku percaya. sebelum dicuci. lebih dulu kau membauinya."
Miranti terdiam. Tanda mengaku.
induk semangnya tersenyum manis. lantas mendesak dengan sabar:
"Kau cium bau parfum ,arang asing" Parfum yang bukan kesukaanmu" Atau bedak yang menempel di kemeja" Lipstik yang melekat di belakang telinga?"
tidak!" mengaku juga Miranti akhirnya.
"Jadi. dia bersih!"
Namun hati kecil Miranti tetap curiga. Bayangan
Iskandar yang menduakan isteri. tak lekang lekang dari ingatan. Bertahun tahun Iskandar telah hidup serumah dengan Nova Juanita. main kucing kucingan di belakang isteri serta anakanaknya. bersandiwara dengan purapura sibuk bekerja. di kantor, di luar kota. mengawasi sejumlah proyek. mengikuti rapat rapat penting dan segala macam. Dari apa yang telah dibaca Miranti di surat kabar. lndriaty baru tahu suaminya seorang penghianat busuk, beberapa bulan sebelum kejadian yang mengerikan itu. melemparkan Iskandar ke dalam penjara.
Ratno kenal baik pada Iskandar.
Dengan sendirinya, Ratno tentuah kenal baik liku liku permainan Iskandar yang lihai.
Miranti dihinggapi perasaan sakit hati. Ia merasa tertipu!
Maka. tak alang kepalang herannya Miranti manakala suatu hari ia melihat suasana yang ganjil begitu tiba di rumah. Sepanjang hari Miranti ada di kota. Menghabiskan waktu dengan ngobrol apa saja dengan beberapa teman lama. berbelanja di pasar dan sebelum pulang sore harinya ia habiskan pula waktu lebih dari satu jam di kapsalon.
Ia masuk ke pavilyun dengan rencana tidak akan mengacuhkan Ratno kalau suaminya telah pulang. Tidak pula menyediakan makan malam. Segelas kopi pun tidak sudi. Ia hanya akan bermuka masam. cemberut ketika menyelinap ke kamar tidur. lantas memunggungi lakilaki sialan itu sampai besok siang. Biarkan pula Ratno bangun. membuat kopi sendiri lantas pergi tanpa makan pagi. Begitu suaminya berangkat. Miranti pergi_ber
senang senang di kota. ' Rencana gila gilaan itu buyar waktu ia lihat bunga di jambangan telah diganti. Miranti tidak merasa telah memperhatikan jambangan itu selama empat hari. Masih ada lagi. sebuah buket kembang anggrek tampak menyambut kedatangannya di atas bufet. Ruang tamu telah disemprot pda dengan spray penyegar. Kamar tidur malah berbau parfum yang semerbak. Sprei telah diganti dengan yang bersih. demikian pula sarung bantal. Dan di atas salah satu bantal susun itu. terkulai setangkai bunga ros berwarna merah hati. sebesar kepalantangan. Belum pernah Miranti melihat bunga ros yang begitu besar. begitu segar. begitu indah.
Selama beberapa detik. Miranti berdiri terpesona.
Baru kemudian pelan-pelan ia bersijingkat mendekati tempat tidur. Takut lantai bergerak oleh Injakan kaki nya sehingga bunga ros itu terguling dari atas bantal sehingga rusak kelopaknya. Hati hati ia sentuh tangkainya dulu. baru sehelai daunnya yang hijau muda dan akhirnya bagian paling pinggir dari salah satu kelopak bunga ros tersebut. Sebenarnyalah. itu bukan bunga plastik. melainkan bunga ros murni yang belum lama dipetik.
"Aaahhhh...." Miranti berdesah. kagum.
Suara langkah langkah kaki mendatang dari kamar mandi. seketika mengagetkan Miranti. Ia tegak dengan serempak. dan melihat Ratno Tanudireja yang tampan dan gagah berjalan menghampiri seraya memperlihatkan waiah yang polos tak berdosa. tidak pula menunjukkan ia telah membuat surprise.
"Hallo. manisku." laki laki itu menyapa. Merdu.
Miranti terjengah. Ingat rencana gilanya. Ingat sebab-sebab rencana gila itu terbit di otaknya yang butek. Secara naluriah. Miranti berusaha menaikkan gengsi diri
nya. Dagu terangkat. kepala sedikit ditelengkan tak acuh. lalu bibir cemberut. Sayang. ia gagal. Karena tanpa ia sadari. matanya berkilau kilauan melambangkan rindu yang lama terpendam, hasrat yang lama tidak terlampiaskan.
"Cantik benar kau petang ini," ujar suaminya tibatiba. seraya mengawasi wajah Miranti dengan pandangan mata yang mengandung birahi.
Miranti terguncang. Jiwanyalah yang terguncang. karena tubuhnya masih terasa tegang.
'Senang jalan jalan di kota. Miraku sayang?"
"Mmmh...." Tentunya ketemu kawan kawan lama."
"Mmmhh!" "Kau tahu" Ketika bunga itu kubeli langsung dari kebun pemiliknya, aku percaya bunga itu adalah persembahan yang paling cantik di dunia ini. Tetapi sekarang. baru kusadari. Tuhan telah lama mempersembahkan sesuatu yang lebih cantik dari segala ros yang paling cantik...."
"Mmmhhh...." suara gumam dari hidung Miranti melemah. Terkulai. kalah.
'Apa yang kau kulum di mulutmu. Mira" Permen" bagi dong!"
Celaka! Miranti tidak dapat menahan senyum.
"Lagi. Mira!" "La lagi apa paa?" mulut Miranti juga tidak terkendali.
"Senyum manismu "
"Oh...." Senyum. sayang. senyum Bukan oh!"
"Ya Allah. Ratno-ku terkasih!' Miranti berbisik padahal ia ingin menjerit. Jangan kau siksa aku lagi .
Ia kemudian menghambur ke dalam pelukan suaminya, menangis tersedu sedu bahagia di dadanya dengan sekuiur tubuh lemah lunglai. Ratno Tanudireja mendekap sang isteri dengan kuat. mengusap lelehan air mata di pipi perempuan yang sangat ia cintai itu mengangkat dagunya penahan-lahan" membenamkan bibirnya di mulut yang ranum. bergetar. panas berapi api itu. Lidahnya menggapai gapai. rindu.
Cium memabukkan itu secara tidak langsung ikut membuat Ratno lunglai, sehingga agar sampai tidak terjerembab jatuh ia seret tubuh isterinya ke atas ranjang. membaringkan Miranti dengan lembut disertai tatapan mata kasih sayang. Rambutnya tebal hitam, halus ber sinar sinar. lembut berurai itu ia belai dengan hati terenyuh.
kau tidak marah lagi, Mira"' ia berbisik lirih
'Tidak." 'Kau maafkan kelakukanku yang tolol selama ini "''
"Tidak...." "Hah?" 'Maksudku, kau tak pernah berlaku tolol Hanya dungu.' Miranti tersenyum. menggoda.
'Kau. sialan!' maki Ratno Tanudireja Makian mesra. Sekaligus ia cubit pipi isterinya yang lunak berseri seri.
"Aaauuuu!" jerit Miranti. Jeritan manja.
Tanpa sengaja ia tepiskan helai helai rambut yang menutupi salah satu matanya, dan gerakan itu mengakibatkan sikunya menyentuh sesuatu di sampingnya. Sesuatu yang lunak. dingin dan baunya segar
"Astaga' Aku telah merusaknya." Miranti berseru tertahan. lalu memungut bunga ros berwarna merah hati yang telah tergulir dari bantal dan hampir saja hancur lumat di bawah tekanan siku Miranti. Kalau ia tidak keburu berguling ke sebelah lain. 'Hem, harumnya, 'Miranti mengendu enduskan hidung dengan sukacita. "Masih
utuh lagi!" Ia bangkit dari ranjang. Bunga ros baru saja ia letakkan dengan sangat hati hati di antara peralatan kosmetik di depan cermin. Ratno sudah menyusul bangkit dan menjemput bunga itu.
"Mari kuletakkan di tempat yang benar."
la pandangi rambut isterinya sejenak. lalu menyelip ekan tangkai bunga ros berwarna merah hati itu sejajar dengan telinga kiri. dan posisi miring ke depan. Miranti kemudian meneguhkannya dengan mempergunakan sebuah penjepit sambil berkaca. Terpesona Ratno Tanudireja menatap wajah isterinya di cermin, di mana terpantul warna merah hati yang redup itu berlatar belakang rambut Miranti yang hitam berkilauan.
'Sedikit gelap. Tapi antik!" ia bergumam. Miranti menyandarkan kepalanya di dada suaminya. Bermaksud mengutarakan sesuatu. Tetapi pintu penghubung ke rumah induk, mendadak ada yang mengetuk.
Enggan, Ratno pergi membuka pintu.
Terdengar oleh'Miranti suara bu Endah yang bernada menyesal :
"Maaf. nak Ratno. Kami tidak bermaksud mengganggu keaSyikan kalian berdua. Tetapi makan malam sudah menanti dari tadi....'
Wah. Kok repot-repot bu." Ratno menyela
'Alaaa. sudahlah. Aku menyediakan segala sesuatunya dengan senang hati. Tahu kalau Mira belum masak. Dan eh, percayakah kalian kalau kubilang. entah mengapa ingin sekali kami menjamu kalian malam ini"
Jamuan makan malam yang hanya diikuti empat orang yang terdiri dari dua pasang suami isteri berlainan generasi itu, berlangsung menggembirakan. Pak Kutil tak henti-hentinya bergurau. yang diselang-seling isterinya dengan teguran teguran marah namun lucu Miranti
sendiri ikut latah. berceloteh dengan sindiran-sindiran yang meng-geer kan meja makan. Hanya Ratno yang paling sedikit buka mulut. Makannya juga sedikit. la lebih banyak minum. dibantu oleh pelayan setengah umur yang dengan senang hati bulak balik antara meja makan dan lemari minuman .
Sesudah mereka sendirian di kamar tidur. sambil membenahi letak bunga ros pada rambutnya di depan Cermin. Miranti bertanya dengan kuatir.
ada apa Ratno?" Yang ditanya diam saja. Rebah tercelentang di ranjang, menatap langit langit kamar dengan mata tidak berkedip kedip.
Kau gelisah dari tadi. Belum pernah kau habiskan demikian banyak minuman keras selama ini. Sampai sekarangpun. wajahmu masih kemerah merahan. Ada sesuatu yang salah ketika kita makan tadi?"
Heeehhh. Diamlah. Aku sedang berpikir"
Miranti membalikkan tubuh di kursi yang ia duduki. Menatap suaminya yang berbantalkan kedua lengan terlipat. bingung.
'Aku tak tahu apa yang telah kuperbuat. Ratno. Tetapi aku minta maaf. Dan"."
'Bukan kau yang salah!"
"Tetapi aku terlibat. Waktu makan tadi. ku kira aku telah keluarkan beberapa perkataan yang tidak pantas.'
'Semua perkataanmu pantas. Mira ! Enak di telinga. Hanya.
'Hanya?" Miranti berdebar.
'Heehhh!" Ratno terpejam. mengeluh panjang. "Keadaan, Mira! Keadaan yang salah. Keadaan yang tidak dapat kupungkiri lagi sekarang "
Cemas. Miranti bangkit, dan rebah di sebelah suaminya.
"Apa yang keliru?" itu.... Ah, sudahlah. tak ada sesuatupun yang keliru. Semua telah berjalan sesuai dengan rencana." Rencana"' Miranti menjadi tegang seketika.
Sadar ia terlanjur ngomong. Ratno cepatcepat memperbaiki sikap. Ia gapai tangan isterinya. diusap lembut. kemudian dikecup mesra. Sambil menatap mata isterinya lebih mesra lagi. ia berujar dengan gundah:
Maksudku, rencana kita selama ini Menduduki jabatan penting, pindah ke rumah kediaman yang lebih baik. dapat menabung sedikit-sedikit dan tidak lama lagi. membuang mobil tua yang memusingkan kepala itu serta menggantinya dengan yang baru. Kemudian, rencana untuk membeli tanah. Membangun rumah sendiri Dan...."
Kau mendustaiku, Ratno." bisik Miranti lunak.
Ratno terbungkam seketika.
'Ada persoalan lain. bukan"'
Agak lama. baru terdengar jawaban si suami.
Tidak. Tidak ada persoalan apa-apa... "
Bohong" "Mira . ' sang suami membelai pipi si isteri dengan lembut. Lupakanlah tingkah polahku barusan. Kukira. selama ini aku terlalu letih terlalu kerja keras. Aku dipujipuji atasanku, namun dalam hati aku tak juga merasa puas. Kau tahu. masa silam yang mengerikan itu senantiasa mengejar ngejar di belakangku. Tidak mau melepaskan aku barang sekejap jua. . "
Luluh hati Miranti . Tangan suami di pipinya. ia genggam. Dicium bertubi tubi .
'Maafkan, sayang. Aku telah berprasangka buruk. Dan. Ia mendadak tegang lagi "Aku malah telah melakukan perbuatan yang sangat bodoh!"
'Maksudmu" "Kenal pak Subagio?"
'Dokter yang rumahnya beratap merah menyala" tentu saja kenal. Ia yang merawat kepalaku yang dulu sering pusing pusing. Dari dia pula aku tahu tempat yang menyenangkan ini. dan diperkenalkan kepada pak Kutil. Ada hubungan apa dengan dia. Mira?"
'Kukira kau sudah tahu." Miranti gemetar.
"Sungguh mati, tidak."
"Aku takut menceritakannya. Ratno."
"Lho. Soal kesehatan diantara kita, tak pernah saling kita rahasiakan. Apa yang kau takutkan"'
"ini bukan masalah kesehatan. Tetapi..."
Miranti menguatkan semangatnya. lantas memberanikan diri mengaku terus terang. 'Aku ingin punya anak lagi'"
Kelopak mata Miranti lantas terpejam. Rapat. Wajahnya pucat bergetar menanti amarah suaminya yang meluap luap Sepi mencekik di kamar tidur yang selama beberapa menit, sehingga Miranti hampir pingsan rasanya. Lebih baik ia ditampar oleh Ratno. daripada di bungkam begitu rupa. Ia akan minta maaf. berjanji akan kembali lagi ke dokter Subagio supaya"
"Jadi ikatmu sudah kau buka: gumam Ratno tibatiba.
Pedas. Dan tajam. Tak ada sahutan. Tak mungkin. susah bagi Miranti membuka mulut. Membuka kelopak matanyapun tidak. Was was. ia dengar nafas suaminya mendengus. panas. lalu. Ah! Bukan tamparan marah. melainkan ciuman hangat pada matanya yang terpejam. Ratno berbisik lirih:
Justru aku yang kuatir, kau tak sudi melakukan hal itu. Mira. Pengalaman kita di masa lalu.
Mranti membuka matanya lebar-lebar. merenggut suaminya dalam dekapan yang dahsyat. lantas terisak
isak dalam tangis bahagia:
"Ratnoku. sayangku, kekasihku. suamiku tercinta...!" ia menciumi wajah suaminya sepuas-puas hati. "Aku sudah siap memulainya lagi malaikatku. Sudah lama aku siap. Datanglah. Datanglah padaku"!"
Mendadak, kepala Miranti berdenging denging.
Terperanjat. ia menutup telinga dengan kedua jarinya. Denging itu lenyap perlahan lahan. Akan tetapi kepalanya perlahan-lahan pula mulai terasa pening. Melihat wajah isterinya yang berubah pucat. Ratno terkejut. Ia usap wajah itu. ia pijit bagian-bagian tubuh Miranti yang ia perkirakan telah menerbikan rasa sakit Miranti.
"Ada apa" Apa yang terjadi?"
"Pusing. Pusing sekali kepalaku. Ratno. Rasanya berputar putar...."
"Wah...." Perasaan pusing yang menyiksa itu. reda sedikit demi sedikit. Miranti berkeluh kesah:
"Tak usah cemas. Ini salahku sendiri. Sudah tiga hari ini obat yang diberikan dokter Subagio tidak kuminum. Akibatnya sekali dua kali perasaan pusing itu datang. Tetapi belum pernah sesakit barusan...."
"Dimana kau simpan?"
"Dalam laci lemari...."
Tak lama setelahnya: 'Ini. Minumlah' Berturut-turut Miranti menelan dua butir pil. dua butir kapsul dan sebungkus puyer dengan bantuan segelas air dingin. Denyut denyut di belakang kepalanya semakin hilang sesudah ia rebah beberapa saat dengan mata terpejam. Namun bersamaan dengan lenyapnya gangguan rasa sakit itu, dalam tubuhnya timbul gangguan lain. Gangguan yang pernah ia alami empat hari yang lalu. setelah ia menelan obat yang sama. Perasaan
mengantuk. pandangan kabur dan berat ketika ia coba membuka kelopak matanya, tetapi tidak mengantuk sama sekali. Dan birahinya. menerjang nerjang. mendesak desak hebat. menuntut pelampiasan.
Tangannya menggapai gapai. Mencari suaminya.
Tidak ketemu. Ia buka mata. Ia lebarkan sekuat tenaga. Alangkah kabur. Alangkah samar:. Kabur dan samar pula. ia lihat sosok tubuh suaminya menjauh dengan gerakan lambat. lenyap dalam kegelapan yang pekat menghantu. Miranti memanggil manggil memelas. memohon dengan amat sangat. Lalu bayangan suami nya muncul lagi. Menari nari ganjil mula muka hanya seorang diri, kemudian dua. tiga, empat.... Atau lima. tujuh. sebelas" Aduh. ada apa dengan matanya" Mengapa tubuh suaminya tampak demikian banyak demikian bergoyang-goyang.
ia dengar suara desah. Berat. Mendesing Lalu bisikan halus, hilang hilang timbul. Seingatnya, berbunyi begini .
"Hati hati... pelan sedikit... apakah kau sudah siap'"... ah. betapa pucat wajahnya."
Kemudian tubuh Miranti seolah direnggut tangan tangan kasar.
Diangkat. Melayang layang *** Miranti tidak tahu berapa lama ia seolah melayang layang itu. Rasanya naik turun tidak menentu. Barangkali ia telah pula tertidur. Waktu ia buka matanya lagi, kegelapan kian menyelimuti diri. ia merasakan udara dingin.
yang teramat sangat. Di sekelilingnya. dan terutama di bawah punggungnya yang terbaring. Tempatnya berbaring bukan saja dingin. malah rasanya keras. rata. serta sebelah kakinya terjuntai pada semacam pinggiran yang kasar.
Ia mulai takut. Takut buta. Takut mati. Takut tersiksa Dan paling takut ditinggalkan Ratno Tanudireja.
"Ratno?" dengan bibir gemetar. ia memanggil manggil. Ratno" Di mana kau"'
Dari bayangan kegelapan itu. muncul sesosok bayangan kabur.
"Aku di sini. sayang."
"Peganglah tanganku."
Tangannya dipegang. Hampir tidak berasa.
'Ratno'?" 'Ya. sayang...." "Kau masih di dekatku"'
"Kau malah memegang tanganku. Mira "
'Aneh sekali rasanya di _sini. Betapa gelap Begitu dingin. Rasanya aku melihat rembulan yang pucat .Jauh. jauh, jauh Tinggi Tinggi sekali
Tak ada komentar apa-apa.
"Ratno?" "Ya. Mira " "Peluklah aku. Ratno Ciumlah aku Berikan kehangatan pada tubuhku Oh -ohhh. aku mengingini engkau. sayangku. aku membutuhkan belai mesramu. merindukan cumbu rayumu. Tolonglah. jangan biarkan aku... menunggu berlama lama
Pegangan di tangannya terlepas.
Cemas. ia buka matanya semakin lebar. Bayangan rembulan kian membesar. Juga bayangan lain di sekelilingnya. Bayangan batu batu raksasa. menjulang hitam, membusung seram. Ia juga menicum bau rerumputan. bau lembahnya batu. bau kina dan sesekali bau bunga ros yang segar. Wahai. apakah ros itu masih dirambut'" reflek tangan Miranti bergerak. menggapai rambutnya. menjejaki di sana sini. Ia temukan jepitan, tetapi tidak menyentuh bunga apapun juga ..
'Lebarkan kaki sedikit,' terdengar suara sayup sayup.
Heran. Miranti bermaksud melebarkan letak kaki nya. Akan tetapi tidak usah ia repot-repot. Kedua kakinya telah dilebarkan oleh tangan tangan yang kasar dan kokoh. Perih karena terus melotot. Miranti terpejam. Angin malam berhembus perlahan. makin lama makin bertambah kencang. makin bertambah dingin.
Sesaat. Miranti menegang la dengar suara lolongan yang pernah ia dengar. Sayup. jauh. tinggi. memelas. Lolongan anjing itu kemudian disusul suara suara bergumam. yang segera berubah dalam suara gaungan yang teratur. Naik turun. lambat. cepat, lambat dan panjang. meninggi Seolah irama sekelompok penyanyi gereja sedang latihan koor. Sesekali gaung nyanyian yang religius itu tersentak-sentak dalam ratap tangis yang aneh. Angin seolah mengguruh dengan tiba tiba.
Panik melanda Miranti Ia goyang goyang kepala ke kiri kanan, ia guncang guncangkan. Namun hanya perih dan linu saja yang terasa. Matanya bergerak liar mencari cari suaminya. Tampak bayang bayang kabur Lebih banyak dari tadi. Bayangan itu terdiri dari sosok-sosok tubuh yang aneh aneh. bergerak di sekeliling tempatnya berbaring, maju mundur. berputar dan sesekali serempak mencondongkan tubuh. dengan wajah seakan mau menerkam Miranti bersama sama. Dan wajah wajah itu. penuh corang
moreng. Guntur menggelegar di angkasa.
Lolongan anjing dikejauhan. sekarang bersahut sahutan. Dan nyanyian magis di telinganya berkumandang dalam irama rintihan yang lirih. lalu mulai perlahan, makin nyaring. makin membahana. bersama menyambar petir yang menyilaukan dari langit yang kelam. Miranti seakan buta seketika. Guruh menggelegar dahsyat. disertai tiupan angin puyuh yang seolah ingin merobek-robek kulit tubuhnya.
Ia berteriak.

Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lengking. menyayat hati. Suara suara berbau magis itu melenyap saat itu juga. seolah direnggut oleh roh roh jahat yang menampilkan diri dengan kutukan kutukan yang berbisa. Miranti membelalak. mencari, menanti. Lalu ia lihat bayangan sesosok tubuh mendekati tempatnya berbaring. bersimpuh diantara kedua kakinya.
"Ratno"' Miranti berbisik.
"Heehhhh... " '
"Tunggu apa lagi?" birahi Miranti mendesak se konyong konyong pada saat ia merasakan rabaan tangan pada kedua betis yang perlahan-lahan tetapi pasti. naik sampai ke pahanya. Mengelus. menekan. meremas. mencengkeram. disertai dengus nafas yang berat. tersendat-sendat, mendesing.
"Ratno-ku. cepatlah" Miranti mengerang.
Bayangan tubuh itu tegak. Tinggi menjulang. Hitam kecoklatan. Kedua lengan Miranti terangkat. Terkembang lebar ke depan. siap dengan undangan yang merangsang birahi. Tubuh hitam perkasa dan kabur itu merayap naik. menyambut uluran lengan-lengan Miranti dengan suara menggeram dahsyat
Miranti menggelinjang. Senang Sekilas ia agak bingung waktu telapak tangannya meraba bulu-bulu kesat kasar. kaki serta tangan yang bentuknya ganjil, kemudian kepala yang keras. bertanduk! Miranti terkesiap. lalu hempasan-hempasan yang luar biasa itu mendera sekujur tubuhnya. menghancurkannya. meluluh lantakkan jiwa raga Miranti dalam suatu pesona yang belum pernah ia nikmati selama ia mengenal artinya seorang laki-laki melalui cumbuan Ratno Tanudireja. sang suami.
Berdesah-desah Miranti dalam pesona yang memabukkan itu.
" .. oh. oh .. Ratno sayang. oh. oh. kekasih pujaanku'"
Ia terus melambung. Melambung dan melambung. Tinggi di awang-awang.
Dan mendadak terhempas. Diam. Miranti membuka matanya perlahan lahan.
SekUjur tubuhnya terasa letih lunglai. Jendela kamar tidur masih tertutup. Juga gorden. Namun cahaya matahari pagi sekuat tenaga menerobos masuk ke dalam. menghasilkan cahaya samar yang temaram.
Belakang kepala Miranti berdenyut keras waktu ia coba duduk.
la meringis. menggigit bibir . Denyut itu lenyap dengan lambat. lalu dengan mata yang mengerjap ngerjap membiasakan diri, Miranti akhirnya melihat sprei tempat tidur yang centang perenang. Sebuah bantal terguling sampai ke dekat pintu. Dan selimut teronggok tak berdaya di kaki tempat tidur
"Sudah bangun. Mira"
Suara lirih itu memalingkan kepala Miranti ke arah pintu
Ratno Tanudireja. melempar seulas senyuman hangat
Nyenyak benar tidurmu." ia berujar.
Tidur" Miranti mengamat-amati setiap inci kamar tidur itu. Setiap jengkal ranjang yang mereka pergunakan. Hangat di dalam. Tidak dingin. Tidak ada bau rerumputan. bau lembahnya batu. bau kina. Tak ada pula lolongan anjing ratap tangis. nyanyian magis
"Memikirkan sesuatu" Ratno duduk di sampingnya.
'Rasanya.. rasanya...."
Ya"' Ratno membelai, lembut.
"Aku bermimpi. Mimpi yang sangat buruk!"
'Ahhh Pantas kau meronta ronta dalam tidurmu. Hanya aneh ketika kubangunkan, kau justru merahup ku. mengajakku bercumbu.'
'Oh, ya?" Miranti benar benar bingung. 'Tetapi banyak sekali orang. Wajahnya dicorang coreng. Ada pula manusia besar, hitam, bertanduk"
Ratno tertegun Namun tidak mengomentari apa apa.
'Telah dua kali aku memimpikan hal yang sama, Ratno. Ataukah itu suatu kejadian nyata" Belum lama ini, rasanya aku menyelinap ke kamar depan. Waktu itu. hujan sedang membadai. Aku dengar suara suara aneh. Lalu aku mengintip dari jendela. Dan aku melihatnya...."
Sambil berdesah dengan nafas sesak. Ratno menghibur :
Betapa jelek mimpi seperti itu.
'Tidak" Miranti menggelengkan kepalanya Ia seakan tengah mengigau. 'Waktu itu. aku jatuh pingsan.
Terhempas ke lantai, karena ada sosok tubuh lain memergoki dari belakang. Ketika aku bangun esok siangnya. tiba tiba saja. Kepalaku sakit. Bekas jatuh. Apakah kau yang menggosoknya dengan krem?"
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 9 Hati Yang Terberkahi Blessed Heart Karya Adam Aksara Kampung Setan 6

Cari Blog Ini