Ceritasilat Novel Online

Ksatria Putri Tionggoan 1

Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso Bagian 1


MULAN by Effendy Wongso & Titaz
Bagian Pertama Episode Satu
EPIK MAHARANA Bab 1 Sebenarnya aku melakukannya
bukan semata untuk Ayah tetapi untukku sendiri! sehingga sewaktu bercermin dulu
aku melihat seseorang yang berguna!
- Fa Mulan Refleksi Pedang Naga *** PROLOG Apa yang dapat dilakukan seorang gadis
belia seperti aku saat mengetahui bangsa
ini di ambang maharana? Ketika menyadari
kenyataan bahwa ayahku yang sudah tua
masih saja harus mengangkat pedang
menyongsong perang dan menghadapi
musuh-musuh Dinasti Yuan? Sungguh,
kenyataan itu demikian menyakitkan. Aku Fa Mulan. Lahir
1 sebagai putri tunggal dalam Keluarga Fa. Mungkin aku akan
menyesali diri, mengapa harus terlahir sebagai perempuan dan
bukannya laki-laki. Ya, laki-laki. Laki-laki yang dapat melakukan
segalanya, termasuk mewakili Keluarga Fa mengikuti wajib
militer yang telah diamanatkan oleh Kaisar Yuan Ren Zhan
kepada seluruh rakyat Tionggoan.
Mungkin. Tetapi kenyataannya aku memang perempuan. Dan aku tidak
dapat mengubah takdir langit itu kepada saya.
"Hei, sekarang giliran kamu!"
"Sa-saya, Inspektur Tang?"
"Iya, kamu! Memangnya siapa yang saya panggil?! Dari tadi
saya lihat kamu melamun terus!"
"Maaf, Inspektur Tang."
"Nama kamu siapa?!"
"Mulan." "Hah, Mulan?" "Kenapa memangnya?"
"Jangan kurang ajar! Kamu ini calon wamil. Ditanya malah balik
bertanya!" "Memangnya ada yang salah pada nama saya, Inspektur Tang?"
"Cukup! Jangan membantah lagi! Benar nama kamu Mulan?"
"Benar, Inspektur Tang. Anda bisa baca manuskrip yang saya
2 bawa. Di situ jelas-jelas tertulis nama saya."
"Kenapa nama kamu mirip nama perempuan?"
"Oh, kalau hal itu saya kurang paham, Inspektur Tang."
"Kurang paham bagaimana?! Jangan main-main, ya?!"
"Maaf. Sedari kecil saya memang diberikan nama perempuan,
Inspektur Tang. Konon, waktu masih bayi saya sering sakitsakitan. Untuk menghindari malapetaka, maka orangtua saya
berinisiatif memberikan nama perempuan kepada saya untuk
mengelabui setan-setan jahat yang suka memangsa orok lakilaki. Hihihi, lucu ya, Inspektur Tang?"
"Cukup, cukup! Jangan ketawa! Tidak ada yang lucu!"
"Maaf, Inspektur Tang."
"Di sini tertulis marga kamu Fa. Apa betul?"
"Betul, Inspektur Tang. Nama lengkap saya Fa Mulan. Fa yang
berarti bunga, dan Mulan yang berarti Magnolia. Bunga
Magnolia." "Jangan cerewet! Saya tidak menanyai kamu soal itu. Bukan
hanya kamu yang perlu saya daftar sebagai prajurit wamil. Lihat
antrian di belakang kamu sudah sepanjang Tembok Besar."
"Oh, maaf, Inspektur Tang."
"Terlahir dari ayah bernama Fa Zhou dan ibu bernama Fa Li.
Apa betul?" "Betul, Inspektur Tang."
3 "Hei, Fa Zhou adalah ayah kamu?!"
"Betul, Inspektur Tang."
"Ya, ampun! Ternyata, kamu adalah anak Fa Zhou."
"Oh, jadi Inspektur Tang mengenal ayah saya?"
"Ya. Ayah kamu adalah sahabat saya semasa perang dulu. Dia
purnawirawan prajurit Yuan yang sangat loyal. Dalam sebuah
pertempuran bersama saya, kaki ayah kamu terluka oleh
sabetan pedang musuh. Sebelah kakinya pincang selamalamanya. Oleh karena itulah ayah kamu pensiun dari militer.
Yah, mungkin juga karena usianya yang memang sudah tua."
"Wah, rupanya Inspektur Tang bukan orang lain."
"Ya, ya. Saya dan ayahmu sudah seperti saudara sekandung."
"Kalau begitu...."
"Hei, tapi setahu saya Fa Zhou tidak memiliki anak laki-laki!"
"O-oh, mung-mungkin...."
"Kenapa?" "Mungkin karena Inspektur Tang khilaf. Menyangka saya yang
laki-laki ini perempuan karena bernama perempuan. Bukankah
begitu, Inspektur Tang?"
"Hm, mungkin. Mungkin."
"Nah, benar bukan?"
"Mungkin. Mungkin saya memang lupa. Hm, rupanya saya
memang sudah tua." 4 "Betul, betul! Anda memang sudah tua, Inspektur Tang!"
"Fa Mulaaaaan!"
*** "Siapa lagi nama pemuda itu, A Lang?"
"Namanya Tong Hui Kong, Nyonya Fa!"
"Oh, ya, ya. Ah, saya selalu lupa nama calon suami untuk Mulan,
A Lang. Yah, semoga dia pemuda
yang baik." "Jangan khawatir, Nyonya Fa. Pemuda itu berasal dari keluarga
terpandang. Orangtuanya sangat kaya. Saya yakin dia
merupakan suami yang paling tepat untuk Nona Fa."
"Ya, ya. Semoga mereka cocok. Supaya saya dapat lekas
menimang cucu laki-laki."
- Fa Li Calon Suami untuk Putriku
*** TIONGGOAN (1208-1244 M) Satu kalpa setelah pembebasan Tsun Gokong dari kurungan
goa Dewata di langit, maka layaknya fenomena alam yang
sering terjadi, meledaklah sebuah bintang mahabesar ke segala
penjuru jagad raya nan pekat gulita. Partikel debu berpencaran,
mengelana membentuk sebuah kehidupan baru. Maka
terbentuklah semesta hasil nova. Bimasakti, sebuah galaksi
raksasa dengan paradigma kehidupannya yang baur.
5 Gadis itu embusan dari langit.
Ia diberi kekuatan terpendam chi Dewata. Setangkai kembang
Magnolia Dewata yang diturunkan dari nirwana untuk
meluruskan sebagian dari sejarah manusia yang babur. Para
pembatil yang mengisi bumi dengan pertumpahan darah. Dan
ketika kekuasaan memporak-porandakan peradaban, maka ia
hadir sebagai pahlawan. Sebuah predestinasi yang telah
digariskan oleh Sang Khalik. "Mulan...."
Putri tunggal Keluarga Fa itu berlari seperti biasa.
Ditinggalkannya teko berisi teh hijau yang baru saja hendak
diseduhkan untuk ayahnya. Teriakan yang lebih menyerupai
lengkingan itu mesti digubris, melalaikan rutinitas pagi atas
inisiatif pengabdian terhadap ayahnya. Kalau tidak, pasti ada
teriakan lain yang datang susul menyusul seolah tanpa henti.
Teriakan berarogansi yang lebih berisik dari sangkakala
sepanjang lima depa milik para Lama Tantrayana di Kuil Potala,
Tibet. Ia masih berlari. Dilewatinya selasar halaman tengah rumah sampai berhenti di
ruang dalam rumah. Perempuan gemuk itu sudah menanti
dengan wajah berkerut seperti kulit jeruk yang meringsing.
Berkacak pinggang sembari menatap nanar ke kedalaman
sepasang matanya. 6 Dilihatnya perempuan bernama Fa Li itu menggeleng-geleng
kepala. Cetusan tingkah antipati tersebut sudah terbaca dalam
benaknya bahwa, ibunya itu tidak senang melihat sikap seorang
Fa Mulan, putri tunggalnya. Namun, sedari dulu juga perempuan
itu memang begitu. Sebab, ia sadar, ia memang keras kepala
lantaran tidak mau manut barang sebentar pun menjadi
perempuan sesuai keinginan ibunya itu.
Nyaris sepanjang hidup, perempuan itu berharap sangat agar
anak gadisnya dapat menjadi perempuan. Tetapi rupanya
Dewata bergeming, mungkin begitu pikirnya. Anak gadis satusatunya tumpuan harap jauh panggang dari api. Asanya lantak
berderai. Apa yang salah pada dirinya? Mungkinkah ada benang
merah kesalahan dan dosa masa lalu yang pernah dilakukannya
sehingga membuahkan karma buruk pada kehidupannya
sekarang?! "Mulaaaaan!" "Sabar sedikit, Ibu!"
Dilihatnya perempuan itu mengentakkan kakinya ke lantai. Ya,
Dewata! keluhnya. Ia benci melihat hal itu. Suatu kebiasaan
yang tidak terpuji. Ya, tidak terpuji. Sebab ia tahu benar, kalau
sudah begitu, maka serentetan kalimat bernada sinis akan
keluar dari mulut lebar ibunya tersebut.
Dan apa yang telah terbayangkan sebelumnya memang telah
7 menjadi kenyataan. Sekedip mata kemudian perempuan
bertubuh besar itu pun telah misuh-misuh serupa bunyi tutup
teko tembikar akibat ruapan air mendidih di atas tungku api.
"Ada apa, Ibu?!"
Sejak lahir, ia memang tidak pernah dianggap. Pasalnya, ibu
yang mengandungnya selama sembilan bulan mengharapkan
sang Janin akan terlahir laki-laki. Perempuan itu mengidamidamkan anak laki-laki. Karena, hanya laki-lakilah yang dapat
meneruskan kelangsungan marga Fa. Namun semua angan
perempuan itu melayang ke langit kala mendapati kenyataan
bahwa sang Janin yang dilahirkannya ternyata berkelamin
perempuan. Ya, Dewata! Alangkah kecewanya perempuan itu sampai-sampai pernah
mengutuk dan mengatakan kalau sang Bayi mungil tersebut
merupakan jelmaan iblis yang memangsa janin laki-laki yang
dikandungnya. "Sudah dua hari Shang Weng tidak mengunjungimu. Ke mana
dia?!" Ia mengembuskan napas keras. Sejenak mematung serupa
sano. Pandangannya mendadak verba seiring sontak umpat
yang berloncatan di benaknya. Ya, Dewata! Sungguh, sungguh
keliru ia menafsir apa yang menjadi sumber kegusaran ibunya
8 yang tidak beraasan hari ini. Sumpah, disangkanya ada serbuan
asing dari pasukan pemberontak Han yang sudah takluk,
kembali lagi ke barak-barak mereka di Utara, atau invasi
Mongolia ke Da-du yang untuk sementara berhasil digagalkan.
Namun, ternyata hanyalah pertanyaan kiasan selitani prosa Lao
Tzu, yang sudah dihapalnya dalam benak sampai terbawa
mimpi. Untuk itu, ia menggerutu dalam hati. Terus-terang, ia tidak mau
bersitegang dan beradu mulut dengan ibunya lagi. Sekian belas
tahun, setiap hari dan setiap waktu, pertengkaran merupakan
warna dalam hidupnya. Pertengkaran sudah menjadi ritualitas
yang mesti dimafhumi. Sungguh, ia sudah lelah. Sangat lelah.
Shang Weng yang dimaksud ibunya itu tidak lain adalah
pemimpin para prajurit di Kamp Utara, Tung Shao. Bersamanya,
mereka bahu membahu melawan pasukan pemberontak Han
pimpinan Han Chen Tjing yang berkonspirasi dengan Jenderal
Shan-Yu untuk menggulingkan kekuasaan Kaisar Yuan Ren
Zhan. Ia tahu, setelah ibunya mengetahui Shang Weng jatuh hati
kepadanya, maka sontak perempuan nyinyir itu menganggap hal
tersebut merupakan anugerah yang terindah dalam hidupnya.
Tentu saja. Selama ini, ibunya pasti sudah bosan mendengar rumor
tetangga tentang statusnya yang masih melajang. Dan sudah
9 barang tentu pula sebagai 'ibu yang baik', perempuan itu tidak
ingin putrinya dijuluki perawan tua. Saban hari ibunya
diresahkan dengan masalah calon pendamping dan calon
pendamping yang belum kunjung tiba untuk putri tunggalnya.
Padahal, gadis-gadis sebaya seorang Fa Mulan sudah banyak
yang dipinang orang. Berstatus istri, menjadi ibu rumah tangga,
dan melahirkan anak laki-laki yang lucu-lucu serta montokmontok. Sudah sekian tahun pula perempuan itu pasti
merindukan dapat menimang seorang cucu. Cucu laki-laki!
Namun, ia sadar, renjana indah ibunya itu ambyar setelah
mengetahui seorang Fa Mulan malah berkorban mendaftarkan
diri sebagai prajurit wamil, menggantikan ayahnya yang sudah
tua. Ya, Dewata! Meski tidak melihat sendiri, ia tahu perempuan
itu pasti menangis tiga hari tiga malam sampai-sampai
airmatanya mengering. Bukan karena sedih takut terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan terhadap seorang Fa Mulan, tetapi lebih karena
semua harapannya, menimang cucu laki-laki, telah hancur
berantakan. Bukan itu saja. Ia menangis sejadi-jadinya karena
sadar kalau anak gadisnya yang baru jalan tujuh belas itu
bahkan, akan semakin menjadi laki-laki.
"Dia sibuk mengurus negara!" jawabnya enteng menanggapi
pertanyaan ibunya yang kesusu. "Mana bisa hanya mengurusi
10 Fa Mulan seorang saja?!"
"Sibuk?!" Perempuan bernama Fa Li itu balik bertanya,
mengerutkan kening, membentuk empat garis tipis pada
dahinya. Ya, Dewata! Di matanya, perempuan itu tampak lebih
tua dari usia Tembok Besar. "Tapi, sudah dua hari dia tidak ke
rumah kita!" "Dua tahun juga tidak apa-apa!" timpalnya dengan kalimat
seringan gingkang. "Baru juga dua hari tapi Ibu seperti
kebakaran kucir saja!"
"Eh, anak ini!" Dilihatnya kembali perempuan itu berkacak
pinggang. Matanya semelotot ikan maskoki. "Ditanya...."
"Habis...." "Kalau Ibu menanyai kamu, itu berarti Ibu peduli sama kamu! Itu
berarti Ibu sayang sama kamu! Bukannya sok mengatur hidup
kamu!" "Iya, tahu!" Ia mendengus, melengos dengan rupa tidak senang.


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kapan Ibu tidak mengatur hidup saya?!"
"Eh, tega-teganya kamu bilang begitu kepada Ibu, ya?!"
"Memang dia lagi sibuk!"
"Mulan!" Perempuan separo baya itu menghela napas, matanya
mendelik dan memejam hampir bersamaan. "Kalau ditanya,
jangan membangkang begitu!"
Ia mengusap wajah. "Habis, saya harus bilang apa, Ibu?! Semua
11 perkataan saya selalu salah. Apa-apa pasti salah!"
"Ingat, Ibu marah demi kebaikan kamu juga."
"Kebaikan apa kalau selama ini saya selalu merasa tersisih,
disudutkan sejak dulu. Ibu memang tidak pernah bersikap adil
terhadap saya!" "Ibu mana yang tidak ingin melihat anaknya bahagia, Mulan?!"
"Oh, jadi apa yang selama ini Ibu lakukan untuk saya sematamata demi membahagiakan saya?!" Ia membeliak, sedikit
merasa gusar saat kenangan lama masa kanak-kanaknya yang
terkekang oleh kelakuan seorang Fa Li mengiang kembali di
benaknya. "Apakah kelakuan Ibu yang otoriter itu dapat
dianggap membahagiakan hidup saya?!"
"Kamu terlalu naif menanggapi didikan keras Ibu!"
"Ibu bukan mendidik keras supaya saya disiplin, bukan itu! Tapi
apa yang Ibu lakukan terhadap saya selama ini merupakan
ketidakadilan. Ya, ketidakadilan!"
"Cukup, Mulan!" bentak perempuan itu. "Jangan mentangmentang kamu sudah jadi orang dan pahlawan Yuan sehingga
berani melawan Ibu!"
"Saya tidak melawan Ibu. Saya bukan membantah Ibu. Tapi
saya hanya ingin Ibu membuka mata atas apa yang telah Ibu
lakukan terhadap saya."
"Oh, Dewata nan Agung!" Dilihatnya dengan ekor matanya
12 ibunya mendongakkan kepala, seperti menerawangi atap rumah
untuk berbicara dengan Sang Penguasa Langit nun jauh di atas
sana. "Beginikah hasil yang saya peroleh setelah bersusahpayah membesarkan anak ini?!"
"Sudahlah, Ibu. Jangan meratap-ratap seperti anak kecil begitu
lagi. Percuma. Dewata tidak akan menggubris tangisan Ibu.
Dewata pasti tahu kelakuan Ibu yang tiran sejak dahulu kala
terhadap saya!" Ya, Dewata! Setiap hari perempuan bertubuh besar serupa guci air itu marahmarah. Seolah-olah seorang Fa Li sedang melakoni satu peran
sebagai ibu tiri dalam sebuah opera. Dan seorang Fa Mulan
adalah anak tirinya yang mesti ditimpali dengan amarah. Entah
karma apa yang telah ditanamnya pada masa lampau sehingga
menuai ironi di masa sekarang.
"Mulan! Tega-teganya kamu bersikap begitu terhadap Ibu!"
Dilihatnya perempuan separo baya itu berlari ke sudut ruang.
Mengempaskan pinggulnya yang besar ke bangku, serta
menelungkupkan kepalanya yang sebesar lampion ke atas meja
kayu. Ia tersedu. Menangis sesenggukan tanpa airmata.
Ia mencibir dari belakang. Ibunya selalu begitu. Kalau sudah
terdesak, maka ia pasti mengeluarkan airmata, meraung-raung
seperti bayi. Lalu skenario berikutnya, ia akan menjerit-jerit dan
13 memukul-mukul dadanya sembari menyebut sederet nama
leluhur Keluarga Fa. Leluhur Keluarga Fa yang sudah
mengembara ke alam baka. Leluhur Keluarga Fa dari generasi
pertama sampai mutakhir. Herannya, perempuan itu dapat menghapal ratusan bahkan
ribuan nama berantropologi Fa! Jadi kalau sudah begitu pula, ia
pasti mendengar seorang Fa Li merunut nama sesepuh Fa satu
per satu, seperti malaikat penjaga kubur sedang membaca
daftar nama orang yang sudah meninggal, yang antri hendak ke
nirwana! "Oh, para leluhur Keluarga Fa! Karma apa yang saya perbuat
hingga putri kandung saya sendiri, Fa Mulan, berani menentang
saya?! Oh, dosa dan kesalahan apa yang telah saya perbuat
pada kehidupan yang lalu sehingga ditimpakan kesengsaraan
ini?!" "Sudahlah, Ibu! Tidak usah bermain opera begitu! Toh Ibu tidak
bakal terpilih lagi sebagai protagonis. Sekarang, Ibu bukan lagi
Dewi Purnama. Ibu sudah tua!" Perempuan itu semakin
meraung-raung seperti bayi. Ya, Dewata! Entah apa yang harus
ia perbuat kini. Rasa-rasanya, ia sudah tidak sanggup
menghadapi tingkah kekanak-kanakan ibunya itu meski ia tahu,
semua tingkahnya tersebut hanya pura-pura. Sekian belas tahun
diakrabinya kelakuan tengil ibunya sehingga tahu aktualitas dan
14 kebohongan yang hanya setipis sebilah rambut. Apologis dan
pembantahan hanya akan merunyamkan masalah. Lalu pada
akhirnya, bukannya menyudahi kelakuan tengilnya, perempuan
itu malah semakin menjadi-jadi. Ia akan memukul-mukul papan
meja dengan kedua belah telapak tangannya dan sesekali
membentur-benturkan kepalanya di atas papan meja, pelan.
Ia tahu, akar permasalahannya bermuasal dari sini. Karena ia
perempuan. Bukan laki-laki. Ya, Dewata! Sepele memang.
Namun efek yang ditimbulkan dari genderisasi tersebut telah
menjadikannya orang yang terbuang dari Keluarga Fa.
Seingatnya, nyaris tidak ada persoalan serius dalam
keluarganya. Tetapi bagi ibunya, sebuah persoalan sepele apa
pun yang menyangkut seorang Fa Mulan akan mendatangkan
kiamat. Terlambat bangunlah. Cucian yang hilang di sungailah.
Terlalu dekat dengan teman laki-lakilah. Sampai cara ia tertawa,
berbicara, dan berjalan pun selalu mendatangkan kritik serta
masalah! Masih terngiang pula, sarat beban yang mesti dipikulnya sebagai
seorang gadis yang beranjak akil-balig empat tahun silam
sebelum ia menyusup dan menyamar sebagai laki-laki ke dalam
kamp militer Yuan. Menikah di usia belia merupakan pilihan dan
jalan satu-satunya dalam hidupnya sebagai seorang perempuan.
Sebuah beban psikis yang tidak pernah dapat diterimanya
15 dengan legawa. Ia dibentuk untuk menjadi perempuan yang sesungguhnya . Ia
ditempa untuk menjadi 'orang lain', yang manut pada aturan
baku dan leluri. Namun jujur ia tidak bisa. Ia memberontak. Dan
sengaja menggagalkan acara penjodohan dengan laki-laki
pilihan ibunya-seorang pemuda dari puak terpandang atas
perantara seorang makcomblang bernama Liem Sui Lang.
Lalu ketika semuanya lantak berderai, pembantahannya yang
tanpa apologi tersebut ditimpali dengan seribu serapah. Ia
dipukul dan diusir oleh ibunya dari rumah. Pembelaan untuknya
justru selalu datangnya dari Fa Zhou, ayahnya yang lembut dan
baik hati. "Anak tidak tahu diri!"
"Sudahlah. Jangan menghukum Mulan sedemikian beratnya.
Pernikahan tanpa didasari cinta bukanlah tindakan bijak. Mulan
berhak menentukan pilihannya sendiri. Kalau dia belum siap
menikah, sebagai orangtua, kita tidak boleh memaksakan
kehendak. Biarlah jodoh Mulan diatur oleh Dewata. Bukannya
kita!" "Tahu apa kamu tentang Mulan, Fa Zhou!"
Ya, pada dasarnya ia tidak bisa berpura-pura menjadi orang lain.
Ia tidak bisa menjadi perempuan kemayu yang ditingkahi
feminitas palsu. Ia tidak bisa bersandiwara. Ia ingin menjadi
16 dirinya sendiri. Ia ingin menjadi seorang Fa Mulan yang ceria
dan dinamis, tidak diikat oleh sebuah pranata gender. Ia adalah
seorang Fa Mulan yang enerjik, bukan gadis pendiam serupa
arca yang hanya tahu mengurusi tetek bengek rumah tangga melahirkan dan mengasuh anak, serta menjadi budak seks bagi
sang Suami di atas ranjang.
Menurutnya, seorang gadis tidak mesti melulu berurusan dengan
rumah tangga dan dapur. Banyak hal yang dapat dilakukan
seorang gadis. Pasungan pranata telah melukai demikian
banyak hati perempuan. Mereka mati perlahan-lahan dalam
kurungan emas sangkar madu. Semestinya, seorang gadis tidak
boleh dijajah lagi oleh adat istiadat yang meleluri. Seorang gadis
harus memberontak. Seorang gadis harus merombak kultur
gender yang sudah mendarah daging di Tionggoan.
Itulah sebabnya ia selalu diam-diam mempelajari ilmu silat
keluarga Fa, satu hal yang amat tabu bagi kaum perempuan,
Pedang Naga Fa dari kitab kuno karangan leluhur Keluarga Fa.
Sebuah mustika terpenting yang disimpan ayahnya di salah satu
tumpukan buku sejarah Keluarga Fa.
Dulu, ketika ayahnya berlatih wushu, ia selalu mengintip dari
balik tembok ruangan khusus tempat latihan. Selang berikutnya,
ia menghapal kemudian memperagakan ilmu silat yang
dilihatnya diam-diam tadi di dalam kamarnya. Dikembangkannya
17 beberapa jurus yang dianggap lebih dinamis. Setelah itu
memperdalam lantas memperkaya salah satu jurus keluarga Fa,
Telapak Fa yang dahsyat. Bahkan, juga menciptakan sendiri
jurus-jurus baru. Di antaranya adalah Tinju Bunga Matahari yang
gemulai tetapi bertenaga, dan Tinju Hong Terbang yang gesit
dinamik. Namun lepas dari semua itu, ia memang bukan gadis tipe calon
ibu rumah tangga yang baik. Ia tidak memiliki fisik ideal seperti
dambaan banyak lelaki. Ia tidak memiliki pinggul besar yang
diyakini dapat memberikan banyak keturunan dan anak laki-laki
kepada sang suami, seperti kultur orang-orang Tionggoan
selama ini. Pinggulnya kecil. Dadanya nyaris rata. Tidak ada sepasang bukit
daging yang menggumpal menggiurkan, salah satu andil libido
dan ereksi pada penis laki-laki selama ini. Tubuhnya terlalu
kurus. Bahkan terlalu kerempeng sehingga menyerupai toya.
Dan tingkahnya tidak gemulai layaknya gadis-gadis lain.
Ia sadar pula kalau ibunya pernah menyesali memiliki putri
seperti seorang Fa Mulan. Ibunya tidak pernah bersikap manis
kepadanya. Ibunya tidak pernah menunjukkan rasa sayang
layaknya ibu sejati kepada anaknya yang tunggal. Tidak ada
afeksi dari perempuan gemuk itu seperti dambanya selama ini.
Hanya ayahnya sajalah yang sangat mencintainya!
18 Hanya ayah pulalah yang sering memberinya semangat untuk
tetap tegar setelah diantipati oleh ibunya. Juga ayahlah yang
menghiburnya setelah gagal pada acara penjodohan beberapa
tahun lalu itu. "Bunga-bunga bermekaran pada musimnya. Namun, kadangkadang ada bunga yang terlambat mekar pada saat itu. Tapi
kelak bunga yang terlambat mekar tersebut akan menjadi bunga
terindah. Ya, bunga terindah. Dan kamulah bunga itu, Mulan!"
Setiap mengingat kalimat subtil itu, Fa Mulan langsung
menitikkan airmata haru. Ayahnya merupakan pahlawan dan
guru terbaik dalam hidupnya. Karena itulah ia akan berbuat apa
saja demi membahagiakan lelaki tua tersebut. Bahkan
mengorbankan nyawanya sekalipun seperti yang telah
dilakukannya empat tahun lalu. Saat itu ia menggantikan posisi
ayahnya mengikuti wajib militer yang diamanatkan oleh Kaisar
Yuan Ren Zhan dari Dinasti Yuan, agar seluruh keluarga di
Tionggoan wajib mewakilkan seorang putra menjadi prajurit
untuk menghadapi serbuan pasukan pemberontak Han yang
sudah melintasi Tembok Besar. Juga gangguan-gangguan kaum
nomad Mongol di perbatasan Tionggoan.
Dan apa yang dikatakan oleh ayahnya itu memang telah menjadi
kenyataan. Ia telah menjadi pahlawan perempuan yang
menyelamatkan Tionggoan dari kehancuran. Kaisar Yuan Ren
19 Zhan generasi ketiga penerus Kekaisaran Yuan telah
menganugerahinya gelar Prajurit Besar Yuan. Mengalunginya
dengan sebuah Medali Naga yang terbuat dari emas murni.
Itulah simbol dan penghargaan tertinggi yang belum pernah
diperoleh siapa pun di Dinasti Yuan. Bunga yang terlambat
mekar itu telah mengembang. Menyerbakkan keharuman yang
tiada tara ke seluruh penjuru negeri Tionggoan.
Ketangguhan itu telah ditunjukkannya kepada ibunya. Bahwa
seorang perempuan yang bernama Fa Mulan adalah bunga
keluarga. Ia adalah berkah dari segala yang pernah dikutuk.
Ia adalah pahlawan. Bab 2 Manakala waktu tak lagi berakal
dan sang sunyi datang mengendap
sebesar hitungan pada guguran yang-liu
aku tak dapat lagi meraba
Ini Tionggoan yang terluka
tetapi para penyeru tak surut berseteru
mungkin lain waktu taburan benih kebajikan akan menumbuhkan kinasih 20 - Bao Ling Nyanyian Sunyi pada Pertempuran Suatu Fajar
*** Setiap melintas di ruang tengah rumahnya, Fa Mulan selalu
tersenyum sendiri. Di atas meja hyang para leluhur Fa, ia dapat
melihat dengan jelas pedang ular perak Shan-Yu yang berhasil
ditaklukkannya dengan susah payah, tersampir di dudukan
pedang kayu mahoni dekat deretan nisan alwah para leluhur Fa.
Pedang itu bukan pedang biasa. Nyaris seberat seperempat
berat tubuhnya. Pedang itu terbuat dari baja khusus dengan dua
sisi mata pedang yang sangat tajam. Memanjang dengan tiga
kelokan serupa tubuh ular. Dalam beberapa pertempuran, konon
pedang milik jenderal batil itu dapat melumpuhkan tiga orang
prajurit lawan sekaligus dengan sekali tebas.
Itulah sebabnya pedang ular perak sangat ditakuti banyak
pendekar dari Dinasti Yuan. Termasuk beberapa pengawal
khusus kaisar, jawara-jawara wushu yang berasal dari Yin-tin.
Dua pengawal kembar kampiun kaisar, Lu Shan dan Lu Shen
mati mengenaskan dalam sebuah pertarungan hebat di depan
gerbang Istana Da-du. Si Tombak Maut, Lu Shan tidak berdaya melawan kepiawaian
sabetan pedang ular perak Shan-Yu. Nasib serupa pun dialami
oleh Si Golok Setan, Lu Shen. Hanya dengan delapan jurus,
21 sepasang pengawal kembar itu takluk dan bersimbah darah di
tanah. Delapan jurus sebenarnya bukan waktu yang singkat
untuk dapat melumpuhkan pendekar hebat sekelas mereka.
Shan-Yu sebetulnya mendapat perlawanan sengit meski pada
akhirnya ia dapat memenangi pertarungan satu lawan dua itu.
Posisi pasukan pemberontak Han sebetulnya sudah terdesak
sejak Kaisar Yuan Ren Zhan meminta bantuan sahabatnya dari
negeri putih Inggris, Sir Arthur Jonathan di London - melalui
delegasi Perdana Menteri Shu Yong, untuk mengirimkan
beberapa ribu pucuk Fo Liong dengan imbal barter emas


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batangan dan batu-batu delima asal Mongolia. Fo Liong yang
merupakan ekuivalentik meriam, harafiah dari Naga Api itu
memang sengaja didatangkan untuk memukul lawan dari arah
utara dan selatan, yang berusaha melintasi Tembok Besar, dan
bahkan beberapa di antaranya telah perlahan mendekati pusat
Kekaisaran Yuan di Ibukota Da-du.
Keampuhan teknologi perangkat perang modern dari Negeri
Barat itu memang efektif melumpuhkan musuh-musuh. Pasukan
pemberontak Han terdesak mundur. Namun sebagian perwira
dan jasus handal dengan tingkat determinasi tinggi berhasil
menerobos masuk ke dalam Ibukota Da-du.
Salah satu di antaranya adalah Jenderal Shan-Yu!
Pasukan Han Chen Tjing yang kembali berusaha melewati
22 Tembok Besar memang banyak gugur sebelum mencapai
Ibukota Da-du. Pasca penghancuran prajurit Yuan dari Divisi
Infanteri, pasukan Han sama sekali tidak menyangka akan
mendapat perlawanan sengit dari prajurit-prajurit wamil dan
ribuan prajurit Divisi Kavaleri Fo Liong yang tangguh. Pasukan
Han pun menipis. Dan ketika sampai di Ibukota Da-du, yang
tersisa hanyalah beberapa perwira tinggi pemimpin pasukan
Han. Berkat strateginya yang jitu, juga didukung oleh ilmu silatnya
yang tinggi, Shan-Yu berhasil memasuki Istana Da-du. Di dalam
Istana Da-du, sebelum bertarung dengan sepasang pengawal
kembar - Lu Shan dan Lu Shen, ia dihadang oleh tujuh pendekar
Butong. Mereka adalah garda terkuat setelah sepasang
pengawal kembar tersebut.
Jurus Formasi Tujuh Bintang pun digelar untuk menghadang laju
Shan-Yu kala itu. Tujuh pendekar itu bergerak dinamis
mengentak-entak lantai Istana Da-du, berputar-putar dan
sesekali beterbangan gingkang membentuk jurus Menara Tujuh
Pagoda - bersusun bahu per bahu. Pertarungan pun dimulai
ketika tujuh pendekar itu menghunuskan pedang mereka
masing-masing, melompat seperti katak ke arah Shan-Yu yang
sudah menanti mawas dengan sepasang mata elangnya.
Desingan-desingan dan denting pedang yang beradu di sekitar
23 ruangan Kaisar Yuan Ren Zhan terdengar riuh. Shan-Yu
menangkis setiap serangan dengan kibasan pedang ular
peraknya. Kakinya membentuk kuda-kuda, menahan gempuran
pedang pendekar Butong yang bertenaga dari segala arah.
Sementara pertarungan masih berlangsung, Kaisar Yuan Ren
Zhan dengan dikawal oleh sepasang pengawal kembar dari Yintin segera melarikan diri lewat pintu rahasia belakang. Kaisar
Yuan Ren Zhan mesti diselamatkan dari ancaman pembunuhan.
Sepasang pengawal kembar itu bertugas menyelamatkan nyawa
Sang Kaisar yang sudah di ambang kritis. Mereka melewati
jajaran mayat dari kedua belah pihak yang bergelimpangan di
tanah sebelum tiba di gerbang utama Istana Da-du. Di sana
mereka disambut beberapa prajurit berkuda yang akan
melarikan kaisar ke tempat aman.
Di dalam Istana Da-du yang megah itu masih terjadi pertarungan
sengit. Shan-Yu tidak ingin membuang-buang waktu. Ia harus
segera mencecar Kaisar Yuan Ren Zhan sebelum dilarikan oleh
beberapa orang pengawal pribadinya. Kalau tidak, ia akan
kehilangan segala-galanya!
Maka dengan menggunakan ilmu pamungkasnya, Bisa Pedang
Ular Sakti, dilumpuhkannya tujuh rahib pendekar dari Kuil
Butong di Bukit Wudan, Tionggoan Tenggara. Pedang ular
peraknya mematuk tanpa ampun, tepat di dahi ke tujuh
24 pendekar rahib berseragam jubah kelabu tersebut hanya dengan
gerakan Tiga belas Titik Simpul Mati, totok pedang andalannya.
Ketujuh pendekar rahib beraliran Taoisme itu terkulai, lalu
tersungkur tak berdaya mencium tanah.
Shan-Yu terbang segesit walet. Hinggap di atas tektum Istana
Da-du setelah melewati tembok-tembok tinggi istana, berjalan
dengan tubuh seringan repih rambun di atas genteng, lalu
menukik cepat serupa lintang kemukus ke arah dua pengawal
kembar Sang Kaisar. Dua silangan tombak dan golok dari Lu Shan dan Lu Shen
menghadang gerakan Shan-Yu. Ia berhenti seperti capung
dengan kedua belah tangan terpentang di udara. Menghindari
tohokan tajamnya tombak berbisa Lu Shan dan sabetan golok
besar Lu Shen yang, pada akhirnya hanya menerpa udara tanpa
sasar. Sebuah jurus andalannya yang lain, Pedang Ular
Terbang, menghindarinya dari maut!
Dan tanpa disangka-sangka kakinya menyepak udara, salto dan
melesat lebih tinggi. Dikibaskannya pedang ular perak itu
dengan gerakan konstan serupa propeler. Menukik ke bawah.
Mengarah ke kereta tandu yang membawa Kaisar Yuan Ren
Zhan kabur dari Istana Da-du, tepat simetris pada kepala Sang
Kaisar di balik atap kereta tandu. Kedua pengawal kembar itu
ternganga. Terlambat menyadari bahaya yang sudah di ambang
25 mata! Nyawa Kaisar Yuan Ren Zhan sudah tinggal hitungan detak
jantung! Sang Kusir berbalik dengan muka pucat. Mengayunkan
pedangnya secepat kilat dengan sikap gugup, sampai sarung
pedangnya terpental ke tanah. Ditahannya pedang ular perak
Shan-Yu yang nyaris merobek tenda kereta tandu. Terdengar
suara dentingan keras seperti dentangan martil mpu pedang
yang sedang menempa baja di tungku bara. Pedang Sang Kusir
mengerak sebelum patah menjadi dua. Sepasang pengawal
kembar jawara wushu dari Yin-tin itu pun langsung melompat
setelah menyadari pertarungan Sang Kusir sudah usai di sana.
Dan ketika mereka tiba di atas samping kereta tandu, Sang Kusir
yang juga merupakan pewushu handal itu telah tergeletak jatuh
dengan dahi meretak. Kusir pengawal lainnya segera menghela kekangan sepasang
kuda unggul asal Mongol itu kuat-kuat diulahi dengan beberapa
cambukan keras cemeti pada punggung kuda. Kuda-kuda itu
melompat seperti terbang. Meninggalkan arena pertempuran
yang berdarah. Shan-Yu melompat dengan gerakan salto, hendak menyabetkan
kembali pedang ular peraknya ke arah tenda kereta tandu.
Tetapi ia sudah digebah oleh tohokan-tohokan tombak serupa
26 angin puyuh Lu Shan. Dari arah belakang, kibasan-kibasan
golok lebar Lu Shen juga mengobrak-abrik konsentrasi jenderal
bermata tajam dengan sepasang alis bulan sabit itu.
Jenderal pemberontak Han tersebut geram luar biasa. Kereta
kuda Sang Kaisar sudah cukup jauh meninggalkan Istana Da-du.
Ia mengamuk. Menebas-nebas pedang ular peraknya dengan
gerakan selicin ular. Mematuk-matuk cepat seperti kobra. Dan
sesekali terbang rendah mengitari kedua lawannya yang mulai
kelelahan. Partikel debu beterbangan seperti gemawan dalam radius
pertarungan. Gemurat leher Shan-Yu menegang,
mengembangkan otot-ototnya yang sekuat baja. Pedang ular
peraknya bergetar. Lalu kembali terkibas-kibas seperti propeler.
Ia ingin menyudahi pertarungan dengan target delapan jurus
agar dapat mengejar Sang Kaisar yang mumpung belum keluar
dari perbatasan Ibukota Da-du.
Dari jarak tak seberapa, Shan-Yu berdiri menumpu pada satu
kaki serupa bangau dengan paruh yang siap mematuk mangsa.
Pedang ular perak di tangan kanannya terjulur ke depan.
Sementara itu tangan kirinya membentuk lengkungan busur di
belakang kepalanya seperti hendak memanah. Sesaat kemudian
tubuhnya terlontar disertai satu teriakannya yang melengking
keras membelah keheningan.
27 Jurus Pedang Danuh yang diperagakannya mendorong tubuh Lu
Shen sampai terseret tiga tindak ke belakang. Golok besar yang
menahan tusukan pedang ular perak Shan-Yu itu membilur,
memancarkan percikan lelatu setiap bersentuhan.
Lu Shan mencoba membantu saudara kembarnya dengan
mengarahkan mata tombak ke bawah, ke arah kaki Shan-Yu.
Namun Sang Jenderal Han itu rupanya sudah mengantisipasi
serangan tersebut. Sepasang kakinya yang bersepatu alas baja
menyepak-nyepak ujung mata tombak sehingga bergetar keras,
menyebabkan badan Lu Shan terpelanting tanpa arah.
Peluh membanjiri tubuh sepasang pengawal kembar adikong
terbaik Sang Kaisar. Terik matahari siang yang memancar dari
langit seperti mengembuskan udara permusuhan bagi pendekar
wushu dari Yin-tin tersebut. Empat jurus terlewati. Peluh-peluh
yang menitik di dahi kedua pengawal kembar itu perlahan
menjadi musuh dalam selimut. Tetesannya yang merembes ke
mata memang menjadi salah satu kendala.
Shan-Yu memang sangat terkenal sebagai pendekar yang cerdik
memanfaatkan situasi. Salah satu di antara pukulan taktisnya
adalah gebukan pedang ular peraknya yang berat dan
bertenaga, yang kerap menghabiskan tenaga-tenaga lawan
yang menangkis gempuran membabi-buta darinya. Atau,
semburan-semburan pasir ke mata lawan hasil kaisan-kaisan
28 kakinya yang lincah di tanah. Juga kelengahan-kelengahan
lawan yang sekecil apa pun.
Memasuki jurus kelima, Shan-Yu berhasil mematahkan tombak
Lu Shan dengan kepitan kakinya di tanah. Si Golok Setan Lu
Shen tampak kalap, berusaha menebas kepala Shan-Yu saat
Sang Jenderal Han itu mendesak kakak kembarnya. Shan-Yu
merunduk sekaligus memasuki fase jurus keenam. Pedang ular
peraknya terulur ke depan bersamaan dengan kelitan tubuhnya
yang serupa elang, mengepak ke belakang dengan paruh tetap
di muka. Beberapa helai rambut dari kucirnya tampak beterbangan kena
tebas. Namun ia berhasil merobek paha Lu Shen sebagai
balasan sehingga pengawal itu terundur, dan jatuh di tanah
dengan lutut menopang badan. Lu Shan masih berusaha
melawan meskipun tombaknya telah patah. Sejengkal mata
tombak yang masih dipegangnya dihunus ke wajah tirus ShanYu. Tetapi kepala Sang Jenderal Han itu terlalu sulit dijangkau
hanya dengan mengandalkan patahan tombak.
Ia licin serupa kobra. Lu Shen bangkit berdiri dengan ringisan kesakitan. Ia tertatihtatih, mengacung-acungkan goloknya dengan jurus terakhirnya,
Golok Pembunuh Naga - temurun silat Selatan ciptaan pendekar
golok kesohor, Tio Sam Hong. Amukannya disertai sebuah
29 teriakan yang membahana. Auman Singa Siluman, sebentuk
paduan tenaga dalam yang sangat kuat dan bertenaga. Golok
yang dihunuskan ke tanah tampak membelah disertai beberapa
ledakan kecil serupa lelatu. Shan-Yu melompat dan terbang
dengan jurus Pedang Ular Terbang-nya, menghindari belahan
tanah seluas setengah depa yang siap menelan tubuhnya.
Jurus ketujuh segera mengakhiri pertarungan. Masih
beterbangan di udara, dihunuskannya pedang ular peraknya
dengan sebuah dorongan chi gaib hasil persekutuannya selama
ini dengan kekuatan hitam para arwah. Ada bolide sebesar biji
kenari berderet keluar dari ujung mata pedang ular peraknya,
menghunjam berkali-kali dada Lu Shen. Pendekar Golok Setan
itu terhuyung dengan mulut memuntahkan darah. Dan Shan-Yu
menyudahi pertarungan dengan totokan pedang ular peraknya di
dahi pendekar jago golok dari Yin-tin tersebut setibanya ia di
tanah. Lu Shen menghambur ke arah Shan-Yu dengan hanya
mengandalkan patahan tombaknya. Shan Yu yang sudah
menginjak tanah kembali mengambang tiba-tiba. Pendekar jago
tombak itu terperangah. Patahan tombaknya hanya menikam
udara. Shan-Yu sudah berada simetris di atasnya, menatapnya
dengan secuil senyum ganjil. Lalu dengan sebuah gerakan
refleks, ia menukik seperti anak panah yang terlepas dari
30 tembakan busur. Menikam tepat di batok kepala Lu Shan. Dan
pendekar itu terkulai tak bernapas ke tanah.
Sertamerta Sang Jenderal bengis itu melompat ke atas kudanya
tanpa menapak sanggurdi. Dikebutnya lari kuda dengan
gebahan sepasang tumitnya ke perut kuda. Ia harus mengejar
Kaisar Yuan Ren Zhan, membunuh lalu memenggal kepalanya
untuk diserahkan sebagai upeti keberhasilan pemberontakan
kepada pemimpin pemberontak Han, Han Chen Tjing. Salah
satu generasi puak terpandang Han yang ambisius ingin
merebut takhta kekaisaran menjadi kaisar dengan imbalan kursi
perdana menteri bagi Shan-Yu - seorang jenderal pembangkang
yang terbuang oleh kaisar generasi ketiga Dinasti Yuan, Yuan
Ren Zhan. Kaisar yang kini menjadi incarannya, yang melarikan
diri ke Kamp Utara pimpinan prajurit handal dan loyal, Kapten
Shang Weng dan asistennya yang cerdik, Fa Mulan!
Bab 3 Liong adalah utusan Ia temurun Dewata dari langit
Turun ke bumi atas nama cinta
ketika wangi darah telah memekarkan kebatilan di tanah ini
31 - Bao Ling Liong *** Waktu itu musim gugur di Tionggoan.
Rerumpun bambu tampak merontokkan dedaunan, memetafora
tetanah selaksana hamparan karpet beledu raksasa berwarna
marun dari kejauhan. Lalu, ada derap-derap langkah kaki kuda memecah kesunyian
hutan bambu. Bangkai dedaunan beterbangan di belakang
penunggang kuda dengan sampiran pedang di belakang
punggungnya. Shan-Yu masih berusaha mengejar Kaisar Yuan
Ren Zhan. Inilah upaya terakhirnya untuk menunaikan dendam
yang telah berkecamuk sekian tahun di benaknya.
Lima tahun lalu, ia merasa dikhianati oleh Kaisar Yuan Ren
Zhan. Jenderal perang yang sudah mengabdi selama puluhan
tahun itu, bahkan pada saat kekuasaan masih dipegang oleh
ayahanda Sang Kaisar, Yuan Ren Xing - penerus kekaisaran
Dinasti Yuan dari generasi kedua. Ia merasa Kaisar Yuan Ren
Zhan telah berlaku tidak adil terhadapnya. Pembagian wilayah
kekuasaan per provinsi yang dipimpin oleh seorang puak Istana
- yang biasa disebut Kaisar Kecil di Tionggoan - itu ternyata tidak
menyenangkan hatinya. Shan-Yu merasa telah disepelekan dengan pemberian wilayah
32 kekuasaan daerah-daerah tandus di sebelah utara. Sementara


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pangeran Yuan Ren Qing, adik Sang Kaisar mendapat tempat
daerah-daerah subur sebagai wilayah kekuasaannya di sebelah
selatan. Dianggapnya hal itu merupakan ketidakadilan yang
menimbulkan kecemburuan status. Padahal menurutnya, selain
berfoya-foya dan berhura-hura, Pangeran Yuan Ren Qing tidak
memiliki kapabilitas apa-apa sebagai abdi negara yang baik. Ia
mengajukan protes kepada Sang Kaisar, yang ditingkahi dengan
pembangkangannya melalaikan tugas menjaga binara-binara di
pos pengawasan Tembok Besar dari gangguan militan nomad
Mongol. Saat itu Dinasti Yuan memang tengah menghadapi
pemberontakan kecil dari musuh gurun pimpinan Temujin dan
anak angkatnya, Kao Ching, yang masih mengembara dengan
kekuatan kecil. Juga suku-suku Han yang mengklaim Tionggoan
sebagai negara moyang dan leluhur mereka, yang terpampas
oleh bangsa Yuan. Kaisar Yuan Ren Zhan murka luar biasa. Tembok Besar yang
berhasil dilintasi oleh beberapa pemberontak karena kurangnya
pengawasan para prajurit pimpinan Shan-Yu telah mencoreng
nama baik Dinasti Yuan. Selama ini Tembok Besar dianggap
merupakan benteng terkuat di dunia. Tidak ada kerajaan
manapun yang pernah berhasil melewati bangunan
33 mahapanjang yang menutupi perbatasan Tionggoan dengan
Mongolia itu. Namun kejadian memalukan itu telah meruntuhkan martabat
Sang Kaisar. Terlebih-lebih ketika pejabat dan petinggi di
negara-negara putih Barat telah mendengar kejadian miris itu.
Pasti akan menjadi bahan gunjingan dan tertawaan di seluruh
dunia. Maka dengan legitiminasinya sebagai panglima tertinggi
angkatan perang Yuan, juga sebagai kaisar dari generasi ketiga
Dinasti Yuan, maka Shan-Yu diberhentikan dari tugasnya
sebagai jenderal dan pemimpin Angkatan Perang Tionggoan!
Tetapi mengingat jasa-jasa pengabdiannya selama ini, Shan-Yu
masih diberi muka dengan ditugaskan sebagai wedana di pusat
logistik militer Yuan di Yunan. Dengan begitu, praktis ia tidak
punya kendali apa-apa atas militer Yuan lagi.
Shan Yu mendendam. Dan ia menyusun siasat makar untuk melumpuhkan militer Yuan
dengan bergabung diam-diam ke pihak pemberontak pimpinan
Han Chen Tjing. Selama beberapa tahun, ia tetap sabar
menjalankan tugasnya sebagai wedana di Yunan. Karena dari
tugasnya tersebut, ia dapat dengan leluasa mengatur dan
memainkan pasokan logistik bagi prajurit-prajurit Yuan di Ibukota
Da-du dan daerah-daerah perbatasan Tionggoan-Mongolia.
Bukan itu saja. Ia pun telah bersekongkol dengan kalangan
34 pemberontak Han untuk mencuri beras-beras berkualitas unggul,
dan hanya menyisakan beras-beras bermutu rendah untuk
prajurit-prajurit Yuan. Pangkal pembelotannya telah menyebabkan melemahnya fisik
prajurit-prajurit Yuan secara tidak langsung. Dan justru
sebaliknya, merupakan kekuatan untuk kaum pemberontak Han
yang mulai mengatur strategi penyerangan tak terduga suatu
saat. Dalam masa-masa transisinya itulah Shan-Yu banyak
memaparkan kelemahan militer Yuan. Juga titik-titik kekuatan
dari prajurit-prajurit Kaisar Yuan Ren Zhan kepada Han Chen
Tjing. Shan-Yu juga menyerahkan peta-peta yang merupakan titik
sentrum kekuatan militer Yuan. Kekuatan militer Yuan berasal
dari atas bukit-bukit di sepanjang perbatasan Tembok Besar.
Dari arah atas bukit, mereka memiliki dua ratus ribu prajurit
Divisi Kavaleri Danuh yang bersenjatakan busur-busur dengan
anak-anak panah beracun. Racun mahamematikan tersebut
berasal dari Lembah Dewi Racun, daerah ngarai terpencil yang
sudah lebih dari seabad ditempati oleh rahib-rahib perempuan
beraliran Taoisme bernama Go Mei. Daerah lembah itu banyak
ditumbuhi persik dari berbagai jenis, juga aneka tanaman
berbisa seperti Mawar Berbisa dan Yang-liu Berbisa yang
memiliki unsur racun mematikan.
35 Penyerangan dari lembah menuju bukit perbatasan Tembok
Besar sama juga bunuh diri. Karenanya, ia menyarankan untuk
tidak menyerang dari sana. Tetapi memutar arah ke utara,
menyeberangi Danau Baikal di perbatasan Mongolia, dan
menyerang dari arah belakang setelah melewati Sungai Onon.
Daerah titik penyerangan yang dimaksud memang tidak terlalu
terkawal. Selain dianggap tidak strategis, gigir Sungai Onon juga
diabaikan karena terlalu deras untuk dilalui. Pos-pos penjagaan
di daerah itu hanya diawasi tidak lebih dari seribu prajurit Divisi
Infanteri. Melumpuhkan prajurit jaga itu sama mudahnya dengan
memitis mati seekor kutu. Strategi itulah yang akan digunakan
untuk menyerang Dinasti Yuan tidak lama lagi setelah mereka
berhasil menggalang dan menghimpun kekuatan besar.
Meski memiliki banyak sumber daya manusia, tetapi pasukan
pemberontak Han tidak didukung oleh fasilitas persenjataan
yang memadai. Untuk menghadapi prajurit dari Divisi Kavaleri
Danuh, mereka memang harus menerapkan strategi jitu.
Bertarung secara frontal dan terbuka dengan pasukan berpanah
tersebut sama halnya dengan mengirim nyawa.
Itulah yang dipikirkan Shan-Yu sebagai antisipasi sebelum
menyerang Ibukota Da-du, di mana Kaisar Yuan Ren Zhan
berdiam. Maka setelah merenung, ia mengusulkan kepada Han
Chen Tjing sang Pemimpin Han untuk menyiapkan dan
36 membuat zirah tameng buat pasukan Han nantinya. Zirah yang
dimaksud adalah baju-baju seragam yang terbuat dari
lempengan-lempengan kulit kayu pohon mahoni, yang menutup
nyaris seluruh tubuh kecuali wajah para serdadu.
Cara itu dianggap efektif dan efisien untuk melawan prajurit
Yuan, khususnya dari Divisi Kavaleri Danuh yang berdeterminasi
tinggi. Selain itu, zirah tersebut bisa dibuat secepat mungkin
dengan biaya sedikit. Semua serdadu Han dipersenjatai dengan
tombak sepanjang dua meter, dan dilengkapi dengan sebuah
tameng kayu elips yang terikat di lengan kiri sebagai penahan
gempuran anak-anak panah beracun.
Tentu saja piranti persenjataan sederhana itu dianggap terbaik
untuk dapat menandingi kehebatan prajurit Yuan dari Divisi
Kavaleri Danuh. Pasalnya, lesatan anak-anak panah beracun
tersebut tidak akan langsung menembusi tubuh pasukan Han.
Selain diharapkan meleset, anak-anak panah yang ditembakkan
itu akan menancap pada zirah pasukan Han. Memang itulah
sebagian dari strategi yang telah dipikirkan Shan-Yu jauh-jauh
hari. Setelah itu, perlahan tetapi pasti mereka akan bergerak
maju sembari menghabiskan semua persediaan anak-anak
panah prajurit dari Divisi Kavaleri Danuh tersebut.
Shan-Yu tersenyum dengan rupa menang.
Tepat pada saatnya nanti, pasukan Han akan menyerang frontal
37 dan besar-besaran seperti sekawanan semut merah yang
merayapi Tembok Besar dan mengarungi Sungai Onon kemudian mendaki bukit-bukit Tung Shao untuk memangsa
dengan ganas prajurit-prajurit Yuan.
Ia terbahak dengan suaranya yang khas.
Melengking menembusi dinding-dinding angkasa.
Diangkatnya pedang ular peraknya tinggi-tinggi. Diacungacungkan dan diputar-putarkannya seperti propeler sampai
dedaunan yang mengerontang di tanah beterbangan
membentuk pusaran selebar kubah Istana Da-du.
Kaisar Yuan Ren Zhan pasti tamat!
Bab 4 Ketika pedang dan tombak terhunus
maka membahanalah maharana
mawadah merana diterpa bencana
Manusia menjazam zaman adakah selenggang asa pada batas?
seketika aku menggeleng sebab kilau jauhar cuma tinggal kenangan berdebu
- Bao Ling Elegi Maharana 38 *** Bersama Shang Weng, Fa Mulan baru saja berhasil memukul
mundur pasukan Han yang menyemut di sebelah utara
perbatasan Mongolia, di daerah gigir Sungai Onon. Mulanya,
prajurit-prajurit Yuan dari Divisi Infanteri sudah tidak sanggup
membendung kekuatan musuh yang terus membengkak. Untung
bala bantuan dari Ibukota Da-du datang meskipun telat
seminggu. Berkat kecerdikannya pula, Fa Mulan berhasil
mengelabui musuh dengan taktik kamuflasenya. Kuda-kuda
tanpa penunggang berjumlah ribuan ribu dengan prajurit-prajurit
Divisi Kavaleri Danuh di depan membentuk pagar betis, telah
menakuti pihak musuh. Taktik okhlosofobia yang jitu. Pasukan
pemberontak Han mundur, menyangka Fa Mulan telah
membentengi Tung Shao dengan ratusan ribu prajurit Yuan.
Sebelumnya, kurang lebih lima bulan lalu, di sebelah selatan
dekat perbatasan Tembok Besar, prajurit-prajurit Divisi Kavaleri
Danuh sudah dilumpuhkan oleh pemberontak Han pimpinan Han
Chen Tjing. Mendengar kabar tersebut dari seorang prajurit
intelijen, Fa Mulan nyaris berputus asa kala itu. Sama sekali
tidak menyangka kekuatan raksasa prajurit Divisi Kavaleri Danuh
dapat takluk dengan mudah. Tentu ada kekuatan tersembunyi
pasukan pemberontak Han yang tidak diketahui para jenderal
pakar stategi perang Yuan.
39 Mereka kecolongan! Ia menggeram. Ia sendiri sebetulnya sudah kewalahan
menghadapi pasukan Han yang dipimpin Shan-Yu di kaki bukit
Tung Shao, sebuah daerah perbukitan yang ditimbuni salju
setiap menjelang musim gugur. Selain karena hanya memiliki
jumlah prajurit yang sedikit, daerah di sebelah utara perbatasan
Mongolia itu sama sekali tidak terkawal oleh prajurit dari Divisi
Kavaleri Danuh - yang termasuk dalam jajaran pasukan elit
Yuan. Di bukit-bukit Tung Shao hanya terlihat barak-barak
prajurit Divisi Infanteri yang tidak terlalu tangguh. Menyadari hal
itu, ia segera mengambil inisiatif melalui Shang Weng untuk
meminta pusat militer di Ibukota Da-du mengirimkan prajurit elit
guna melapisi zona tempur Tung Shao.
Jenderal Gau Ming di Ibukota Da-du mulanya menolak
permintaan pimpinan Kamp Utara itu. Alasannya, daerah selatan
perbatasan Tembok Besar lebih memerlukan kehadiran prajuritprajurit elit tersebut. Dengan dimutasikannya beberapa ribu
prajurit dari daerah perbatasan itu, maka kekuatan yang
diprakirakan dapat membendung gempuran pasukan
pemberontak Han akan kewalahan.
Satu bulan kawat yang dikirimkannya melalui Bao Ling, Prajurit
Kurir gesit berwushu tinggi mengambang tanpa balas. Rupanya
jenderal pakar strategi perang itu tidak menyetujui
40 permintaannya. Namun pada bulan kedua, setelah prajuritprajurit Yuan mulai kewalahan, maka dikirimlah bala bantuan
para prajurit elit tersebut. Bukan mutasi dari medan pertempuran
di perbatasan Tembok Besar. Tetapi langsung dari Ibukota Dadu dengan risiko kekuatan tempur di Ibukota Da-du berkurang!
Jenderal Gau Ming sama sekali tidak menyangka pasukan
pemberontak Han akan menyerang dari arah belakang melalui
gigir Sungai Onon. Pasukan pemberontak Han pasti memiliki
penasehat militer yang berotak cemerlang, pikirnya. Berlapislapis prajurit dari Divisi Kavaleri Danuh dapat tumbang hanya
dalam tempo enam bulan. Sesuatu hal yang rasanya muskil bagi
pemberontakan rakyat jelata pimpinan Han Chen Tjing yang,
tidak memiliki fasilitas memadai untuk membentuk militer handal.
Para pakar strategi perang Yuan memang tidak menyadari hal
sepele tersebut. Fa Mulan sejak jauh-jauh hari telah menyadari
kalau hal sepele itu dapat mendatangkan masalah besar. Hal itu
terbukti ketika pasukan pemberontak Han perlahan-lahan telah
menapak masuk ke wilayah kekuasaan Yuan.
Dan ketika permintaannya untuk menambah lapisan kekuatan di
zona tempur utara tidak dipenuhi, bersama Shang Weng ia
kembali mengambil inisiatif menghadang laju pasukan
pemberontak Han yang mulai merayap ke Tung Shao.
Dipimpin Langsung oleh Shan-Yu di barisan depan, pasukan
41 pemberontak Han mulai menduduki dusun-dusun pinggir hutan
bukit. Mereka berhasil merebut seperempat daerah terpencil di
wilayah kekuasaan Yuan. Menduduki lumbung padi. Dan
beberapa dusun dijadikan sebagai markas dan pusat logistik
militer. Beberapa ribu pasukan pemberontak Han yang berhasil sampai
di zona tempur dijebak oleh Fa Mulan ke dalam rimba salju.
Jalur-jalur penting penitian pun telah dihancurkan oleh Fa Mulan
dan pasukannya. Ribuan pasukan lapis pemberontak yang
menyusul dari belakang ditimbun dengan longsoran salju dari
puncak bukit melalui serangkaian ledakan dinamit.
Shan-Yu geram luar biasa.
Ia tidak menyangka akan mendapat perlawanan yang cukup
sengit oleh para prajurit wamil berbau kencur seperti Fa Mulan.
Tung Shao yang merupakan jalan pintas menuju Ibukota Da-du
telah diblokir oleh gadis mantan wamil Fa Mulan. Suatu hal yang
sama sekali jauh dari rencananya. Ia gagal mengaplikasikan
strateginya yang taktis itu. Tiga bulan pasukannya tertahan di
bawah bukit. Sementara di daerah selatan perbatasan Tembok
Besar, pasukan pemberontak Han yang dipimpin langsung oleh
Han Chen Tjing malah sudah berhasil sedikit demi sedikit
melewati Tembok Besar yang angker!
Tiga bulan pasukannya hanya meladeni prajurit dari Divisi
42 Infanteri pimpinan Shang Weng yang mulai turun dari bukit, dan
bertempur secara gerilya di dusun-dusun. Pada minggu terakhir
dari tiga bulan pertempuran itu, pasukannya berhasil memukul
mundur Shang Weng yang kabur kembali ke atas bukit. Itu pun
berkat bantuan pasukan yang dikirim oleh Han Chen Tjing dari
perbatasan selatan Tembok Besar.
Pada bulan keempat, pasukan pemberontak Han seperti tidak
dapat dibendung lagi. Tiga ratus ribu pasukan pemberontak Han
sudah menyemuti daerah bukit. Fa Mulan terdesak mundur
sampai tiga puluh mil mendekati perbatasan Ibukota Da-du.
Tung Shao hampir pasti akan direbut oleh Shan-Yu. Fa Mulan
tidak dapat berbuat apa-apa lagi setelah persediaan dinamit
sudah habis. Sementara bala bantuan dari Ibukota Da-du belum
kunjung tiba. Ia gamang. Dan berpikir keras untuk mencari taktik
lain agar dapat menghalau pasukan Shan-Yu yang mulai
memasuki Tung Shao. Shang Weng pulang kembali ke barak Kamp Utara ketika ia
kehilangan sebagian besar prajuritnya. Ia sendiri terluka parah.


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu Fa Mulan sudah nyaris berputus asa. Pasukan
pemberontak Han kian hari bertambah banyak. Mereka memiliki
persediaan logistik yang seolah tidak ada habis-habisnya. Suplai
beras dan makanan mereka terus berjalan lancar dipasok dari
dusun-dusun yang mereka rebut serta duduki empat bulan lalu.
43 Dari pihak intelijen Yuan, ia mendengar kabar kalau tumpukan
persediaan logistik militer pasukan pemberontak Han itu
merupakan hasil korupsi dan curian Shan-Yu sekian tahun
selama menjadi wedana di Yunan - salah satu lumbung padi
terbesar di Tionggoan. Beberapa hari kemudian Bao Ling datang menyampaikan kawat
balasan yang dikirimkan oleh Jenderal Gau Ming. Ia menyetujui
permintaan Kamp Utara untuk membentengi Tung Shao dari
serbuan pasukan pemberontak Han dengan prajurit-prajurit dari
Divisi Kavaleri Danuh. Fa Mulan kini yang sepenuhnya mengatur
komando kepemimpinan di zona tempur, setelah Shang Weng
terkapar dan dirawat di tenda Kamp Utara.
Ia gusar dan sedih. Setelah sekian lama terdesak, barulah ada tanggapan dari para
jenderal di Ibukota Da-du.
Setelah segalanya sudah di ambang kehancuran!
Bab 5 Biarkan aku di sini di ujung golok para algojo
lalu merunduk melutut menatap tanah ini
tanah yang akan kutetesi darah
dari tubuhku yang ringkih
44 barkan aku gugur serupa helai yang-liu
yang rontok demi kebenaran
- Fa Mulan Refleksi pada Sebuah Eksekusi
*** Fa Mulan menikmati bakpao terakhirnya dengan lahap. Bakpao
itu terbuat dari tepung gandum berkualitas rendah. Kekuningkuningan dan berbau apak. Biasanya berisi daging babi cincang.
Tetapi kali ini negara tengah menghadapi kesulitan sehingga
para prajurit hanya dijatahi beberapa buah bakpao yang berisi
jenang kacang hijau. Tidak terlalu lezat dan bergizi. Tetapi ia
sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu kalau perutnya
sudah kelaparan di medan peperangan.
Setelah Shan-Yu membelot ke kaum pemberontak Han,
Kekaisaran Yuan mulai mendapat masalah serius. Menurut data
intelijen Yuan, setengah dari rahasia negara telah jatuh ke
tangan Han Chen Tjing, pemimpin pemberontak yang ingin
mendirikan dinasti baru dengan meruntuhkan Dinasti Yuan di
bawah kepemimpinan Kaisar Yuan Ren Zhan. Dan tak dapat
disangkali bahwa Shan-Yu-lah yang memiliki andil besar raibnya
data penting negara tersebut.
Lalu kini ia mulai menggalang kekuatan di kubu pemberontak
45 Han dengan membeberkan kelemahan-kelemahan militer Yuan.
Selain data-data urgensi negara Yuan yang raib, persediaan
logistik pangan kemiliteran seperti beras dan gandum bermutu
bagus untuk prajurit-prajurit Yuan pun telah berpindah tangan ke
kaum pemberontak Han. Pada saat musim salju, prajurit-prajurit
Yuan tidak mendapat suplai makanan yang memadai. Lumbung
logistik Yunan hanya dapat menyuplai gandum dan beras
berkualitas rendah untuk jangka waktu yang tidak lama. Semua
itu karena ulah batil Shan-Yu selama menjadi wedana di sana.
Kaisar Yuan Ren Zhan memang telah kecolongan. Memelihara
seekor harimau yang perlahan-lahan menerkam tuannya sendiri!
Fa Mulan masih menyendiri.
Ia duduk di dekat unggun yang sudah nyaris redup, menyisakan
bara dari kayu yang sudah mengarang. Dihelanya napas
panjang. Gemintang di atasnya masih berkelap-kelip.
Dipandanginya satu bintang yang paling benderang di belahan
langit barat. Semasa kanak-kanak dulu, bintang tersebut selalu
bercokol pada petang hari di situ. Bahkan ia pernah menamai
bintang yang, sebenarnya Planet Venus tersebut dengan nama
Mata Dewa. Sudah beberapa hari ini ia tidak dapat tidur. Galau
memikirkan nasib prajurit-prajurit yang terbantai. Juga pasukan
pemberontak Han yang tinggal menghitung hari untuk dapat
merebut daerah dan perbukitan Tung Shao.
46 Dipandanginya manuskrip dari Jenderal Gau Ming yang masih
digenggamnya. Diserahkan Bao Ling senja tadi. Lima hari
menjelang prajurit dari Divisi Kavaleri Danuh akan tiba
membantu prajurit Divisi Infanteri Kamp Utara. Fa Mulan
menggeleng sedih. Terlambat. Shang Weng juga sudah terluka
parah. Tidak dapat berbuat banyak untuk menghalau pasukan
pemberontak Han yang semakin mengganas.
"Apa yang meresahkan Anda, Asisten Fa?"
Bao Ling menyibak daun tenda, tampak menongolkan
kepalanya. Ia keluar dari tendanya. Menghampiri Fa Mulan yang
masih duduk di salah satu tebangan batang pinus. Sejak Fa
Mulan diangkat oleh atase militer Yuan sebagai asisten Kapten
Shang Weng, sahabat-sahabatnya - baik yang sudah menjadi
Prajurit Madya maupun yang masih berstatus prajurit landai memanggilnya dengan 'Asisten Fa'. Sebuah panggilan formal
dalam kemiliteran Kekaisaran Yuan. Fa sendiri adalah nama
marga Fa Mulan. Fa Mulan tidak menggubris. Ia benar-benar resah. Mungkin
besok atau lusa mereka akan tertawan oleh Shan-Yu.
Dipandanginya kembali gemintang di atas langit kelam setelah
mendongak sebagai bentuk kegelisahannya.
Bao Ling masih menegur pelan. "Asisten Fa...."
Namun belum ada sulih atas sapanya yang melantun di antara
47 bunyi kerak unggun tadi. Bao Ling turut duduk di ujung batang
pinus yang lembab berambun tanpa berpikir untuk mengganggu
dengan sapanya yang satin meski ia prihatin. Hanya
dipandanginya wajah keras gadis asal Chengdu itu. Maharana
memang telah menuakan rona manis parasnya. Beberapa kerutmerut yang membentuk garis di sekitar kantung matanya
membuktikan perjuangan yang telah dilewatinya dengan keras.
"Tidurlah. Kamu memerlukan istirahat yang cukup. Lima hari lagi
pasukan pemberontak Han pasti sudah sampai di sini. Kita mesti
punya cukup tenaga untuk melawan mereka," balas Fa Mulan
akhirnya, tanpa menoleh. Ia menyimak lidah unggun yang
sesekali menggemeretak dan menimbulkan lelatu kecil.
"Justru Andalah yang seharusnya perlu banyak beristirahat.
Sudah tiga hari ini saya lihat Anda tidak pernah tidur," tolak Bao
Ling sembari melembar sebilah kayu bakar ke lidah unggun.
Fa Mulan mengembuskan napas keras. "Saya sedang
memikirkan taktik apa untuk dapat menaklukkan mereka!"
"Tapi, tidak seharusnya Anda yang memusingkan urusan
strategi pertahanan seperti itu, Asisten Fa. Bukankah itu urusan
para jenderal di Ibukota Da-du?" sanggah Bao Ling, kembali
melemparkan sebilah kayu bakar ke lidah unggun.
Fa Mulan tersenyum sinis. Salah satu ujung bibirnya terangkat
sedikit ke atas. Dan ia menatap sepasang mata sipit Bao Ling
48 dengan mimik protes setelah menoleh ke wajah tirus tersebut.
"Jenderal?!" tanyanya, juga dengan nada sinis. "Kalau memang
itu urusan mereka, tentu kita di sini tidak akan terjebak
menunggu maut menjemput!"
"Tapi...." Fa Mulan berdiri dari duduknya. Dielusnya spontan gagang
pedang bersarung embos naga yang tersampir di pinggangnya.
Mushu, pedang pusaka para leluhurnya. Itulah pedang turuntemurun yang secara satria pernah dipakai oleh para leluhurnya
untuk membela Negeri Tionggoan. Terakhir sebelum dipakainya,
pedang itu pernah menyertai ayahnya dalam perang saudara di
Tionggoan. Sampai suatu ketika ayahnya terluka parah dalam
sebuah pertempuran. Mengalami cacat permanen pada kaki
kirinya akibat tebasan pedang musuh. Pincang. Lalu meletakkan
pedangnya di meja hyang para leluhur Fa.
"Bao Ling, sampai mati pun saya tetap akan berusaha
menaklukkan pasukan pemberontak Han pimpinan Jenderal
Shan-Yu itu!" Prajurit yang juga merupakan penyair itu menggigit bibir. Ia tahu
loyalitas Fa Mulan terhadap Kekaisaran Yuan. Ia tahu dedikasi
macam apa yang telah diaplikasikannya selama menjadi prajurit
wamil. Fa Mulan merupakan satu-satunya orang berjiwa heroik
yang pernah dikenalnya, bahkan melebihi para jenderal yang
49 berada di belakang meja strategi!
"Tapi, tidak sepatutnya Anda yang memikul semua tanggung
jawab ini!" "Semestinya! Tapi, di mana nurani saya bila melepaskan
tanggung jawab di Tung Shao ini, sementara prajurit-prajurit
Yuan sahabat-sahabat kita tumbang satu per satu, terbantai di
zona tempur ini!" Bao Ling terdiam. Sahabatnya, Fa Mulan, adalah prajurit paling tangguh yang
pernah diakrabinya. Ia pantang menyerah. Berbekal dari
replikasi semangatnya itu pulalah sehingga ia mengurungkan
niatnya kabur dari Kamp Utara, pulang ke rumah istananya yang
damai di Ibukota Da-du. Menjalani hari-harinya sebagai
sastrawan yang berkutat dengan kuas dan kertas. Bukannya
pedang yang setiap hari dilumuri darah!
Patriotisme macam apa yang dimilikinya bila lari dari
kenyataan?! "Bao Ling, saya bukan menyesali kenapa harus terlibat dalam
perang ini! Kenapa harus terjebak menunggu ajal di tempat
sedingin ini. Bukan. Bukan itu semua. Tapi yang saya sesali
adalah, lambannya para jenderal untuk bertindak
menyelamatkan situasi. Para jenderal di pusat sangat
egosentris! Mereka lebih mementingkan menyelamatkan aset50
aset dan kekayaan pribadi mereka saja. Padahal, kamu tahu, di
sini kita sudah terkepung. Dan mungkin besok atau lusa kita
sudah berada di ujung golok penggal algojo musuh!"
Bao Ling menundukkan kepalanya.
Didengarnya isi hati Fa Mulan dengan takzim. Ia mengangguk
tanpa sadar. Para pejabat di Istana Da-du memang selalu
mementingkan dirinya sendiri. Buktinya, permintaan Fa Mulan
dan Shang Weng agar militer pusat mengirimkan bala bantuan
prajurit Divisi Kavaleri Danuh tidak diindahkan. Dan baru
mengirimkan bantuan tersebut setelah situasinya tidak
memungkinkan lagi! Sudah terlambat! "Jadi, apa yang akan kita lakukan besok, Asisten Fa?!"
"Kita bertempur habis-habisan. Lebih baik mati syahid di sini
ketimbang kembali ke Ibukota Da-du dengan wajah tercoreng
malu!" "Ja-jadi, maksud Anda Anda tidak mau mundur?!"
"Kalau saya ingin mundur, sejak mula dalam perekrutan wamil
dulu saya sudah melarikan diri!"
"Ta-tapi, bukankah dengan memaksakan diri bertahan sama
juga dengan bunuh diri, Asisten Fa?!"
Fa Mulan mengusap wajahnya.
Bibirnya terkunci. Pertanyaan Bao Ling barusan menohok
51 hatinya. Mengurai serangkai ragu yang membabur. Jujur
diakuinya kalau sekarang ia memang tengah putus asa. Hanya
menanti ajal menjemput! Tiga ratus ribu pasukan pemberontak Han akan merayapi Tung
Shao! Sebuah kekuatan mahabesar yang akan memporakporandakan Kamp Utara, yang saat ini hanya memiliki jumlah
prajurit tidak lebih dari seperempat pasukan pemberontak Han!
Ia kembali mengusap wajah.
Angin yang bertiup semilir dari puncak bukit menggeraikan
rambutnya yang sudah sedikit memanjang. Ia selalu memotong
pendek rambutnya untuk menyamarkan identitas
keperempuanannya. Tetapi sekarang tidak perlu lagi. Karena
semua pejabat dan jenderal Yuan sudah mengetahui kalau Fa
Mulan ternyata seorang perempuan.
Langit timur sudah sedikit menerang. Jingga baur di horizon
kelam semakin menggalaukan hatinya. Mudah-mudahan
pasukan pemberontak Han kesulitan meniti bukit licin bersalju
besok, harapnya. Persediaan amunisi dinamit sudah habis.
Sudah tiga bulan bahan peledak itu efektif menghambat laju
pasukan pemberontak Han. Sekarang persediaan dinamit itu
tidak dapat disuplai lagi karena Jenderal Gau Ming lebih memilih
menghemat dinamit tersebut untuk dipergunakan
mempertahankan Ibukota Da-du dari serangan musuh suatu
52 saat. Pandangannya mengabur oleh tabir uap salju yang mengkristal
di hamparan bukit Tung Shao. Tenda-tenda masih berdiri,
dinding-dindingnya yang terbuat dari kulit kempa lembu tampak
hitam keperakan disinari cahaya bulan, yang muncul separo
simetris di atas kepalanya. Disandarkannya matanya ke istal
tenda. Beberapa ratus ekor kuda prajurit mungkin juga sudah
terlelap karena kelelahan.
Ia menghela napas pendek.
Banyak kuda yang mati terkena tombak pasukan pemberontak
Han yang sepanjang ular sawah. Senjata sederhana namun
sangat efektif melumpuhkan lawan dari jarak jauh pada saat
bertarung jarak dekat. Bagaimanakah keadaan Khan?
Ia mengusap wajah. Khan sudah cukup menderita selama ini. Khan merupakan
pahlawan keluarganya. Ia telah banyak berjasa menyertai
beberapa peperangan yang dilalui ayahnya selama menjadi
prajurit kekaisaran dari generasi kedua Yuan. Dan sekarang,
Khan-lah yang menyertainya membela Kekaisaran Yuan dari
generasi ketiga. Mengiringi langkahnya ke mana saja.
Bersamanya dalam suka dan duka.
Setelah ayahnya, Khan kuda tuanya itu merupakan makhluk
53 yang paling dicintainya. Bahkan melebihi ibunya! Kuda hitam itu
telah berjasa menyertai perjalanan hidupnya. Selama ia masih
kanak-kanak sampai ia menjadi prajurit wamil. Ah, entah kapan
Khan dapat beristirahat dengan tenang, dan tidak terlibat dalam
medan peperangan lagi! Dan.... "Siapa bilang begitu?!" Fa Mulan berkacak pinggang seperti
kebiasaannya. Mengurai senyum sumringah. Ada satu
keyakinan teguh yang terpancar di wajah tirusnya. "Tentu saja
kita tidak akan mati sia-sia!"
"Maksud Anda?!"
Entah dari mana datangnya ide taktik yang secerlang gemintang


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di langit. Ia masih tampak tercenung dengan wajah sumringah.
Seolah tidak percaya atas apa yang melintasi benaknya sendiri
barusan. Sama sekali tidak menyangka akan mendapat ilham
agung dari Dewata. Rupanya, para leluhur Fa masih menyertai
langkahnya! Ayah juga masih mendoakan keselamatannya!
"Bao Ling, sekarang kamu kebut kudamu ke Istana Da-du! Minta
Jenderal Gau Ming untuk mengumpulkan semua kuda yang ada
di Ibukota Da-du dan sekitarnya. Kalau perlu suruh Jenderal Gau
Ming menyisir semua istal dan peternakan kuda yang ada di
perbatasan Mongolia Setelah itu, kirim segera kemari.
54 Secepatnya!" "Un-untuk apa?!"
"Jangan banyak tanya! Cepat laksanakan! Ini perintah atasan!"
"Tapi...." "Eit, tunggu!" Fa Mulan berlari masuk ke tendanya. Di dalam, ia langsung
menggabruk rehal untuk menulis manuskrip yang akan
disampaikan Bao Ling kepada Jenderal Gau Ming. Dirogohnya
sebuah kotak persegi panjang dari tas kulit rusanya.
Dikeluarkannya asbak tinta yang terbuat dari batu granit, juga pit
dan selembar kertas berwarna putih kekuning-kuningan.
Dalam penerangan pelita berbahan bakar minyak samin di
sebuah wadah perak berbentuk teratai, tangkas tangannya yang
jenjang membubuhkan huruf kanji di atas kertas setelah
mencelupkan pit ke asbak tinta. Ia tersenyum setelah selesai
menuliskan pesan untuk Sang Jenderal. Keluar dengan wajah
sumringah. Diceritakannya taktik kamuflase yang akan menjadi
penangkal serbuan musuh begitu tiba di hadapan Bao Ling.
Hanya beberapa patah kata saja, Bao Ling sudah dapat
menangkap makna siasat yang membutuhkan banyak kuda
tersebut. Ia mengangguk paham. Diam-diam mengagumi
kecerdikan Fa Mulan. "Saya tidak ingin membuang-buang waktu untuk menjelaskan
55 siasat apa yang menjadi gagasan saya ini kepada para atase
militer di Ibukota Da-du. Kita sudah terdesak. Nanti saya akan
menjelaskan segalanya. Jadi, sekarang tugas kamu adalah
mengirim kawat ini segera," jelas Fa Mulan sembari mendesak,
dan menyodorkan gulungan kawat yang ditulisnya barusan
begitu tiba di hadapan Bao Ling, yang masih berdiri dengan rupa
terlongong. "Tolong sampaikan cepat! Ini menyangkut nyawa
ratusan ribu prajurit Yuan. Juga jutaan rakyat Tionggoan!"
"Tapi...." Tak ada gubrisan sebagai tanggapan. Hanya kibasan tangan Fa
Mulan yang terayun, dan membungkam kalimat Bao Ling yang
separo terlontar. "Nah, berangkatlah! Hati-hati!"
Prajurit kurus bertubuh tinggi itu memacu kudanya seperti
terbang. Derap-derap langkah kaki kudanya terdengar riuh
membelah keheningan dini hari di Tung Shao. Menjauh dan
menghilang ketika horizon di belahan timur sudah menjingga.
Bab 6 Mungkinkah ini semua hanya mimpi?
ketika gulita membenderang
dengan sinarnya yang virtual
dan menyajikan sepenggal legenda
56 seperti lektur berenigma yang tak terjangkau akalku
Aku menjerit pada malam elegi ini menyakitkanku mengiringku dalam labirin tanpa jawab
hingga jasadku hilang dalam belantara ini
Oh, kekasihku yang majas adakah engkau atau tiada?
- Bao Ling Kekasihku yang Majas *** Pertempuran di perbatasan Tung Shao masih berlangsung
sengit. Karena kehabisan dinamit, Fa Mulan terpaksa bergerak
taktis dan manualistik. Gelindingan bongkahan kristal salju yang
mengarah cepat dan menurun ke arah bawah setelah
dilontarkan dari arah atas bukit, dijadikan senjata pelumpuh.
Meski sama sekali tidak efektif, namun semuanya dimaksudkan
untuk menghalau dan mengacaukan pergerakan pasukan
pemberontak Han. Tetapi hal itu tidak terlalu banyak membantu. Hanya dapat
menghambat laju musuh untuk satu-dua hari saja. Fa Mulan
masih menunggu kiriman ribuan kuda yang dimintanya dari
Ibukota Da-du untuk menerapkan taktik kamuflasenya.
57 "Shan-Yu sudah bergerak cepat, dan kini maju lima belas mil
dari perbatasan!" teriak Chien Po gemas. Ia masih menghimpun
prajurit-prajurit bawahannya untuk menggali terus bongkahanbongkahan salju.
"Hambat mereka saja! Kita masih menunggu Bao Ling yang
akan membawa kuda-kuda itu!"
"Tapi, prajurit kita di garis depan sudah habis! Saya tidak tahu
apakah Yao masih hidup atau tidak, Asisten Fa!"
Hujan salju masih turun di Tung Shao. Fa Mulan merapatkan
baju hangat tebal serupa jubah dari perca kulit rubahnya.
Ditangkupinya kepalanya dengan tudung stola dari bulu binatang
serupa. Sementara itu Chien Po, sahabatnya semasa wamil
masih berteriak-teriak panik, memerintah prajurit-prajurit
bawahannya yang tampak kelelahan. Prajurit Madya yang
berbadan raksasa itu turut memikul beberapa bongkahan salju
yang berat-berat, mengangkutnya dengan lori, lalu
digelindingkannya dari gigir bukit.
"Yao sudah seharian di perbatasan! Saya khawatir dia...."
"Chien Pao, jangan gegabah!"
"Tapi, saya harus menyelamatkan dia!"
"Shan-Yu sangat berbahaya. Kapten Shang Weng yang
berpengalaman saja belum mampu menandinginya!"
"Tapi...." 58 Chien Pao membuang gelondongan salju yang tengah
dipikulnya. Ia hendak melangkah, menuruni bukit ke perbatasan
Tung Shao, menyusul Yao di zona tempur depan. Fa Mulan
menghentikan langkah prajurit berbadan raksasa itu.
Rasionalitas kalimat yang berdenyar di benaknya sontak
menggerakkan tangannya meraih pundak bidang Yao.
Ditahannya langkah prajurit raksasa itu pada satu titik di tengah
hamparan salju. Prajurit Madya berbadan besar itu berbalik dengan menahan
geram yang menggemeletukkan gerahamnya. Sepasang
tangannya masih mengepal ketika Fa Mulan menarik kerah
seragamnya. Ditatapnya nanar sepasang mata bola yang
memicing di hadapannya. Mungkin gadis itu benar. Memang
sangat berbahaya bila ia turun ke bawah bukit, berhadapan
langsung dengan Shan-Yu. Apalagi ia bakal dihadang oleh
ratusan ribu pasukan pemberontak Han.
"Kapten Shang Weng tidak bakal terluka parah bila Shan-Yu
bukan pendekar hebat!"
"Yao...." "Mudah-mudahan dia tidak apa-apa!"
Fa Mulan melepaskan cekalannya. Chien Po mengendur.
Mundur setindak ke belakang. Ia menundukkan kepala, seperti
menyesali keputusannya yang babur.
59 "Kita tunggu sampai Bao Ling datang membawa bala bantuan!"
Fa Mulan memejamkan mata.
Disesalinya Yao yang turun dari bukit fajar tadi. Prajurit Madya
berbadan kekar itu memang tidak dapat menahan emosi dirinya.
Tanpa sepengetahuannya, bersama beberapa ratus prajurit
tangguh, ia turun dari bukit. Menghadang pergerakan pasukan
pemberontak Han. Semalam Fa Mulan memang bertengkar
dengan Yao. Yao menilai Fa Mulan terlalu lamban bergerak sehingga musuh
dapat kembali menghimpun kekuatan. Ketika mereka masih
memiliki banyak persediaan dinamit, Fa Mulan tidak bertindak
tangkas mengejar pasukan pemberontak Han yang mundur
beberapa mil dari perbatasan Tung Shao. Fa Mulan menolak
menekan musuh karena sama sekali belum tahu seberapa besar
sebenarnya kekuatan musuh. Shan-Yu mundur dari perbatasan
bukan karena sudah melemah. Mungkin saja itu taktik untuk
menjebak prajurit-prajurit Yuan yang turun bukit mengejar dan
menyusul mereka. Apalagi pihak Yuan tidak memiliki data
intelijen yang akurat. Data-data intelijen yang lama bisa saja
invalid. Aktualisasi di lapangan memang berbeda dengan di atas
kertas! Karena inakurasitas data intelijen Yuan itu pulalah sehingga
Shang Weng terluka parah. Sewaktu mereka membombardir
60 pihak musuh dengan dinamit, beberapa data intelijen
menyebutkan kalau Shan-Yu sudah kewalahan dan mundur dari
zona tempur. Berbekal dari data itu juga maka Shang Weng turun bukit,
bermaksud mengambil alih kembali kantong-kantong yang
pernah diduduki musuh. Tujuannya adalah untuk membebaskan
rakyat dari kekangan musuh, juga agar dusun-dusun yang dulu
dikuasai oleh Shan-Yu itu dapat dijadikan lumbung logistik untuk
para prajurit Yuan. Namun pada kenyataannya, praduga itu meleset. Bahkan
tindakan Shang Weng yang turun bukit nyaris menghilangkan
nyawanya sendiri. Di bawah bukit, pasukan pemberontak Han
sama sekali belum mundur. Pasukan pemberontak Han lalu
mengurung Shang Weng dan prajurit-prajuritnya. Mereka
akhirnya terjebak di dalam pertempuran-pertempuran dusun,
yang pada akhirnya banyak menelan korban dari pihak Yuan.
"Yao keras kepala!" sembur Fa Mulan gusar. Dielus-elusnya
kembali gagang Mushu-nya seperti kebiasaannya jika tengah
resah. "Bantuan dari pusat belum datang!" Chien Po turut gusar. "Itu
yang bikin kita mati di sini!"
"Betul! Jenderal Gau Ming terlalu lamban!"
"Jenderal Gau Ming terlalu menganggap remeh sebuah
61 masalah." "Hal yang banyak menghancurkan dinasti-dinasti pendahulu!"
sesal Fa Mulan berkacak pinggang, mengawasi prajurit-prajurit
yang masih mengangkuti bongkahan salju. "Rupanya Kaisar
Yuan Ren Zhan tidak belajar dari pengalaman sejarah!"
"Makanya orang jahat seperti Jenderal Shan-Yu selalu
memanfatkan kesempatan mengail di air keruh!"
"Kalau semua orang memiliki hati sebusuk Jenderal Shan-Yu,
entah apa jadinya dengan dunia ini!"
"Dan seandainya saja semua orang memiliki hati sebaik Asisten
Fa, betapa damainya dunia yang kacau-balau ini!"
Fa Mulan tersenyum mendengar sanjungan Chien Po. Chien Po
merupakan sahabat yang bersahaja. Meskipun tubuhnya
sebesar gajah, tetapi hatinya lembut seperti salju. Halus seperti
sutra. Dalam masa-masa berat pelatihan militer di Kamp Utara
dulu, Chien Po-lah yang paling banyak membantunya.
Sumbangsih tenaga besar Chien Po jugalah yang kerap
meringankan beban hukumannya lantaran dianggap
membangkang perintah atasan - diam-diam Chien Po sering
membantunya mengangkati karung-karung pasir ke zona-zona
tempur sebagai sanksi hukuman.
Chien Po adalah anak sulung pasangan petani di Yunan. Ia
memasuki kehidupan militer sesuai amanat Kaisar Yuan Ren
62 Zhan yang berkuasa di Dinasti Yuan, yang mengharuskan setiap
keluarga mewakilkan seorang laki-laki untuk menjalani wajib
militer. Selain karena mewakili Keluarga Chien menjalani
kewajiban kenegaraan tersebut, ia juga menyimpan dendam
lama terhadap Han Chen Tjing - pemimpin pasukan
pemberontak Han. Menurutnya, Han Chen Tjing merupakan musang berbulu
domba. Ia menghasut rakyat jelata untuk memberontak terhadap
Kekaisaran Yuan. Memaparkan segala kebobrokan pemerintah
yang korup dan tiran. Padahal, semua itu merupakan ambiguitas
ambisinya yang terselubung untuk menduduki takhta kekaisaran.
Ia membodohi rakyat miskin di pedesaan. Juga merampas dan
merampok tanah serta harta benda beberapa rakyat jelata
melalui kaki-tangannya, Kelompok Topeng Hitam. Keluarga
Chien Po termasuk salah satu korban lelaki ambisius tersebut.
Sawah ayahnya yang hanya sepetak dirampas untuk dijadikan
sangu membentuk sebuah milisi.
Chien Po mendaftarkan dirinya sebagai prajurit di Kamp Utara
tepat bersamaan dengan Fa Mulan, Yao, dan Bao Ling.
Karenanya, mereka bagai pinang yang dibelah empat. Masingmasing bahu membahu menjalani kerasnya kehidupan di barak
militer dalam suka maupun duka, dengan karakter dan
kepribadian yang berbeda-beda.
63 Di dalam Kamp Utara, selain Shang Weng, Fa Mulan-lah yang
kerap dianggap sebagai pemimpin para prajurit. Ia mewakili para
prajurit menyampaikan gagasan, juga kritikan yang dianggap
merugikan mereka. Selain karena cerdas dan gigih, Fa Mulan
juga dianggap jujur menyikapi suatu masalah. Ia arif
menyelesaikan persoalan tanpa menimbulkan bentrok fisik di
antara para prajurit. Ia juga sangat berani mengungkapkan
kebobrokan dan penyimpangan beberapa pejabat militer di
Kamp Utara. Lantaran sikap kritisnya itulah maka Fa Mulan selalu berselisih
paham dengan beberapa atase militer. Bahkan beberapa kali
pula ia berduel dengan Shang Weng karena silang pendapat. Fa
Mulan sama sekali tidak takut dieliminasi dari kemiliteran, atau
menjalani serangkaian hukuman yang tidak ringan karena
dianggap indisipliner - membangkang perintah atasan.
"Kapan bala bantuan itu tiba, Asisten Fa?"
Chien Po bertanya, menggugah lamunan Fa Mulan yang masih
terkesima melihat pasukan musuh serupa sekawanan semut
merah, yang merombong masuk ke perbatasan Tung Shao.
"Seharusnya siang ini!"
"Tapi, saya khawatir Bao Ling yang membawa kawat ke Ibukota
Da-du di hadang di tengah perjalanan oleh jasus pasukan
pemberontak Han, Asisten Fa!" Chien Po mengurai
64 kekhawatirannya. "Kita semua akan mati kalau kawat itu ternyata


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum sampai di Istana Da-du!"
"Bao Ling prajurit tangguh."
"Tapi...." "Saya yakin kemampuan Bao Ling. Jangan khawatir. Dia pasti
sudah menyampaikan kawat yang saya tulis itu kepada Jenderal
Gau Ming, dan tiba dengan selamat di sini!"
Bao Ling merupakan prajurit berdeterminasi tinggi.
Pemuda bertubuh jangkung itu memiliki banyak keahlian sebagai
saka diri. Selain berilmu silat tinggi, ia juga cendekia serta
memahami banyak prosa dan epik para sastrawan di Tionggoan.
Setahun mengabdi di Kamp Utara , ia sudah diangkat sebagai
kurir penghubung antara Istana Da-du dan militer. Sudah
beberapa kali eksistensi adiwidianya menggagalkan usaha
pencurian paket yang dikirim Istana Da-du untuk pihak militer
Yuan di Kamp Utara. Menyelamatkan data-data penting negara
dari hadangan para jasus pasukan pemberontak Han.
Seperti juga ihwal muasal kehadiran prajurit lainnya yang
memenuhi kewajiban kenegaraan, Bao Ling pun menunaikan
panggilan moral itu mewakili keluarganya. Bao Ling merupakan
anak keempat dari tujuh bersaudara. Dan hanya ia saja satusatunya laki-laki selain ayahnya di keluarga mahardika Bao di
Ibukota Da-du. 65 Semula ayah Bao Ling, Bao Nang, menghubungi pihak atase
militer Yuan agar keluarga mereka diberi kompensasi untuk tidak
terlibat dalam kewajiban kenegaraan yang telah diamanatkan
oleh Kaisar Yuan Ren Zhan. Alasannya, ia hanya memiliki satusatunya putra sebagai penerus keturunan Keluarga Bao.
Lagipula, Bao Ling masih berstatus pelajar. Sama sekali tidak
memiliki dasar apa-apa untuk menghadapi perang kecuali puisi
dan karya sastra yang diakrabinya selama ini - padahal diamdiam Bao Ling belajar wushu pada seorang guru tanpa
sepengetahuan ayahnya. Bahkan pengusaha kaya tersebut
mencoba menyuap beberapa atase militer tersebut.
Ketika Bao Ling mengetahui ayahnya menempuh cara kotor
begitu, ia langsung melarikan diri dari Ibukota Da-du, dan
bergabung dengan calon-calon wamil lainnya di Kamp Utara
pimpinan Shang Weng. Ia malu terhadap kelakuan ayahnya
yang tidak memiliki jiwa patriotisme pada saat negara sedang
dirundung masalah. "Saya malu atas tindakan tidak terpuji Ayah itu!" gusar Bao Ling
terhadap ayahnya ketika itu.
"Nyawa kamu lebih penting dibandingkan apa pun juga, A Ling!"
"Tapi nyawa saya menjadi tidak berharga lagi akibat kasus suap
itu, Ayah. Saya malu, Ayah!"
"Mengertilah, A Ling. Semua yang Ayah lakukan demi kebaikan
66 kamu juga. Ayah tidak mau putra Ayah satu-satunya gugur di
medan pertempuran. Ayah rela kehilangan semua harta-benda
asal tidak kehilangan kamu. Tahukah kamu, betapa berarti dan
berharganya kamu bagi Ayah dan Ibu."
"Saya tidak ingin dianggap anak pengecut, Ayah. Ayah boleh
saja meluputkan saya dari keharusan wamil maklumat Kaisar
Yuan Ren Zhan itu dengan menyuap beberapa pejabat tinggi
militer. Ayah boleh saja menggunakan bahkan seluruh kekayaan
Ayah supaya saya terbebas dari kewajiban negara tersebut.
Tapi, di manakah patriotisme kita sebagai anak bangsa?!"
"Tidak peduli apakah Ayah akan dianggap pengkhianat
sekalipun. Yang penting Ayah tidak kehilangan orang-orang
yang Ayah cintai." "Tidak ada hal yang lebih mulia dan membanggakan apabila
mati demi negara." "Puih! Apa andil negara bagi kita?! Selama ini, pada
kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya. Rakyatlah yang
selau menjadi sapi perah bagi pemerintah. Tidak ada
manifestasi penting negara untuk perbaikan dan perkembangan
nasib rakyat. Selama ini, janji-janji kaisar-kaisar Tionggoan
selalu jauh dari harapan rakyat. Korupsi merajalela di manamana. Kolusi mendarah daging di kalangan Istana. Sekarang,
jangankan memikirkan negara yang di ambang perang, bahkan
67 tidak sedikit di antara pejabat negara kita ini tidak peduli
terhadap nasib bangsa. Tidak peduli terhadap penderitaan
rakyat. Mereka terus saja memperkaya diri mereka sendiri. Jadi,
untuk apa lagi kamu bersikeras ingin mematuhi maklumat wamil
itu?!" "Lalu, apa bedanya Ayah dengan pejabat-pejabat korup itu kalau
Ayah menghalalkan segala cara untuk menyelamatkan diri - lari
dari tanggung jawab bela negara?! Bukankah itu egois, Ayah?!"
"Merekalah yang egois A Ling! Mumpung kita masih memiliki
kemampuan finansial, kenapa tidak kita pergunakan saja untuk
mengelabui mereka? Bukankah mereka juga selalu mengelabui
rakyat?! Mereka adalah maling yang berteriak maling!"
"Justru karena itulah saya tidak ingin menjadi seperti mereka.
Apa jadinya negara kita ini kalau semua kader dan komponen
bangsa berlaku apatis, dan selalu ingin menang sendiri.
Bukannya saya sok patriotik, Ayah. Bukan. Saya hanya ingin
menjadi seseorang yang berguna. Seseorang yang, bila tiba
saatnya menutup mata untuk selama-lamanya nanti, akan
dikenang sebagai pahlawan. Bukannya sebaliknya. Sebagai
penjahat!" "Oya?! Lantas, apakah sedemikian berharganya sebuah
pengakuan itu sementara kamu hidup tersiksa di medan rana,
diperalat dan dijadikan budak perang oleh para pejabat negara
68 yang licik itu?! Huh, betapa ironisnya pemikiran suci-mulia yang
mengisi benak mudamu itu, A Ling! Kamu masih terlampau
hijau. Dunia politik Istana sarat dengan kepicikan!"
"Justru Ayahlah yang picik. Ayah egois dan hanya
mementingkan diri sendiri!"
"Cukup, A Ling!"
Namun tidak ada kata cukup di hati dan benak Bao Ling. Ia
sudah membulatkan tekad untuk mengikuti maklumat wamil
tersebut. Demi harga diri dan rasa patriotisme terhadap nasib
bangsa yang dirundung maharana.
Bao Ling merupakan pemuda yang cerdas. Sayang ia tidak
tahan banting. Kehidupan militer yang keras dan buruknya
prasarana kamp nyaris memaksanya hengkang. Sekian belas
tahun hidupnya dibuai kemewahan. Sehingga nestapa yang
menjadi lafaz para prajurit tidak sanggup dijalaninya. Hidupnya
yang nyaman di rumah istananya dahulu selalu menggodanya
untuk pulang. Namun entah dari mana datangnya kesadaran moral itu. Tibatiba ia membatalkan niatnya untuk kembali ke rumah istananya
yang teduh di Ibukota Da-du. Hal itu memang tidak terlepas dari
refleksitas presensi patriotik Fa Mulan yang dicermininya. Ia
malu ketika bercermin. Rasanya terlalu kerdil bila masalah
sepele itu membuatnya lari terbirit-birit sebelum bertempur. Ia
69 tidak ingin dikatakan pengecut!
"Apa jadinya bangsa kita kalau diisi oleh manusia-manusia
berhati dangkal, Bao Ling!"
"Selama ini saya yang salah, Mulan. Ayah ternyata benar.
Pejabat-pejabat negara hanya memperalat kita untuk mencapat
tujuan mereka sendiri. Militer adalah sarana mereka menuju citacita inferior mereka."
"Jangan jadikan hal itu sebagai alasan untuk lepas dari tanggung
jawab. Lagipula, kesimpulanmu tentang pejabat negara yang
batil itu hanyalah oknum. Kamu tidak dapat menyamaratakan
semua orang. Masih banyak pejabat negara yang baik di
Tionggoan ini!" "Mungkin. Tapi saya merasa misi militer ini tidak membawa
manfaat apa-apa kecuali kesengsaraan."
"Prajurit dan militer Yuan serta rakyat adalah manunggalis. Di
saat rakyat di ambang maharana, maka militer akan tampil
sebagai tameng untuk melindungi rakyat itu sendiri. Militer dan
rakyat harus sehati. Militer berasal dari rakyat juga. Kita ini
prajurit yang berasal dari rakyat, bukan?"
"Tapi, saya merasa kita sebagai rakyat kecil hanya diperalat.
Masuk militer menjadi prajurit hanya untuk menjadi jongos
pejabat-pejabat negara."
"Jongos atau bukan, kalau seseorang memiliki kontribusi yang
70 besar bagi negara, maka mati sekalipun dia akan tetap dikenang
sepanjang masa. Sebagai pahlawan. Ya, sebagai pahlawan."
"Hah, sebagai pahlawan?!"
"Ya, sebagai pahlawan. Pahlawan yang memiliki reputasi nama
seharum semerbak bunga. Pahlawan yang akan terus menerus
hidup di sanubari bangsa. Bukankah hal tersebut merupakan
kebanggaan yang tak ternilai harganya? Jauh melebihi jauhar
yang ada di muka bumi ini."
"Kamu mirip saya sewaktu bersikeras mematuhi maklumat wamil
itu. Saya menyampaikan aspirasi yang seperti kamu katakan
barusan ketika menentang Ayah, yang selalu berusaha
membujuk saya agar melalaikan kewajiban negara tersebut.
Namun, apa yang telah kita peroleh dari serangkaian
pengorbanan yang telah kita berikan?! Huh, jangankan menjadi
pahlawan, jangan-jangan bila kita meninggal kelak, kita hanya
akan menjadi bangkai yang membusuk dipenuhi belatung."
"Saya tidak menyalahkan pendapatmu, Bao Ling. Tapi rasanya
terlalu picik kalau di saat rakyat membutuhkan kita, kita justru lari
karena tidak mampu meneruskan perjuangan yang semakin
berat ini." "Jangan membujuk saya untuk tinggal lebih lama di sini, Mulan.
Percuma. Kamu hanya membuang-buang waktu saja.
Bagaimanapun, saya sudah memutuskan untuk meninggalkan
71 tempat ini!" "Saya tidak berhak melarang kamu. Kalau kamu memang mau
meninggalkan Kamp Utara ini, ya silakan saja. Saya hanya
memberi saran dan pandangan. Saya tidak memiliki legitimasi
melarang kamu pergi."
"Terima kasih."
"Tapi, cobalah renungi sekali lagi. Rakyat sangat membutuhkan
kita. Siapa lagi yang dapat membela mereka kalau bukan kita?
Kamu pikir apa arwah para leluhur kita akan hidup kembali dan
bertempur dengan musuh-musuh itu?"
"Tapi...." "Coba enyahkan kecengengan kita itu, Bao Ling. Dulu, saya juga
seperti kamu. Saya sempat dilemahkan oleh naifnya kekerdilankekerdilan hati. Saya bahkan pernah menyesali mengapa harus
terlibat di dalam misi kemiliteran ini. Kenapa harus mematuhi
kewajiban kenegaraan itu. Bukankah lebih baik kalau saya
menuruti perintah ibu saya yang menginginkan saya menikah
dan bersuami saja. Bukankah merupakan hal yang
menggembirakan kalau memiliki anak-anak yang lucu dan
montok. Bukankah hal itu jauh lebih menyenangkan ketimbang
harus terlibat dalam perang terkutuk ini? Tapi, pada akhirnya
saya sadar. Perasaan-perasaan semacam itu merupakan hal
yang sangat manusiawi. Kita tidak boleh larut dalam sentimentil
72 semacam itu." "Ta-tapi saya...."
"Tegarlah, Bao Ling. Inilah masa-masa suram dalam hidup kita
yang mesti dilalui dengan tabah."
"Tapi, saya hanya orang biasa, Mulan."
"Saya pun orang biasa, Bao Ling. Saya bukan manusia yang
luar biasa. Pada dasarnya, saya bukan orang yang tahan
banting. Saya bukan gadis bermental baja. Saya juga
merasakan betapa beratnya beban kita sebagai prajurit wamil.
Gemblengan-gemblengan keras di Kamp Utara ini, pada
mulanya serasa tak memiliki makna apa-apa selain
pembentukan budak perang. Saya juga sempat beranggapan
kalau semua yang kita lakukan di sini merupakan kesia-siaan
belaka. Kenapa?! Karena kita adalah tameng Yuan! Kenapa?!
Karena kita adalah tameng yang notabene merupakan alat
perang semata. Tapi, sudahlah. Saya sadar, saya dan kamu,
juga sahabat-sahabat kita hanyalah orang biasa yang, memiliki
banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan sehingga tidak
dapat mencerapi makna sesungguhnya di balik apa yang telah
kita lakukan selama ini. Kita tidak pernah tulus beraltruisme. Kita
terlalu egois dan anani, itu masalahnya. Tapi, bukankah dari
kekurangan dan ketidaksempurnaan itu kita dapat belajar
supaya kelak menjadi lebih baik dan sempurna? Bukankah kita
73 dapat memetik hikmah dari kekurangan dan ketidaksempurnaan
tersebut?" "Tapi...." "Lepas dari semua itu, saya sadar ada makna hakiki yang dapat
kita peroleh suatu saat. Bukan untuk Yuan, tapi untuk diri kita
sendiri. Tahu tidak, Bao Ling. Setiap saya bercermin, saya selalu
ingin melihat ada seraut wajah orang yang berguna. Bukannya
seraut wajah asing yang tidak mampu menghadapi kenyataan
hidup ini. Seraut wajah asing yang lari dari tanggung jawab.
Itulah yang memotivasi saya sehingga sampai sekarang masih
bertahan sebagai prajurit wamil. Nah, sejujurnya saya pun ingin
kamu dapat bercermin. Bercermin untuk melihat seraut wajah
yang, suatu saat kelak dapat menjadi orang yang berguna bagi
nusa dan bangsa! Yah, saya ingin melihat Bao Ling yang
tangguh!" Ketika itu Bao Ling tersentak.
Tanpa terasa airmatanya menitik. Diresapinya serentetan
kalimat Fa Mulan sebagai sebuah kontemplasi. Sebuah
renungan panjang yang pada akhirnya mengubah dirinya
menjadi manusia yang terlahir dengan jiwa baru. Dan
memutuskan untuk tetap meneruskan perjuangan membela
Kekaisaran Yuan. Fa Mulan tersenyum. 74 Lintas kenangan semasa wamil itu melamur dari benaknya
bersamaan dengan menguncupnya bibirnya sesaat setelah
Chien Po bertanya, dan menggugah semua kisah silam yang
sarat dengan kenangan itu.
"Berapa pasukan yang akan dibawa Bao Ling, Asisten Fa?"
"Tidak tahu. Jenderal Gau Ming tidak menyebutkan berapa ribu
prajurit Divisi Kavaleri Danuh yang akan mereka kirim," jawab Fa
Mulan sembari mengedikkan bahu.
Wajah Chien Po mengerut. "Melihat besarnya jumlah musuh di
bawah sana , saya pesimis kalau prajurit Divisi Kavaleri Danuh
yang hanya segelintir itu dapat mengalahkan mereka, Asisten
Fa!" Fa Mulan membeliak. "Jangan menakar kekuatan dari besarnya
jumlah prajurit!" "Tapi...." "Kita harus belajar dari Sun Tzu. Kekuatan itu ada pada
semangat. Bukan pada sejumlah armada perang."
"Mungkin. Tapi kenyataannya kita memang sudah terdesak


Mulan Ksatria Putri Tionggoan Karya Effendi Wongso di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mundur karena tidak memiliki prajurit sebanyak mereka!"
"Prajurit-prajurit itu tidak mesti berupa orang. Orang per orang,
atau manusia...." "Maksud Asisten Fa?!"
Fa Mulan kembali berkacak pinggang. Keyakinannya untuk
75 mengalahkan musuh terbit kembali. Dielus-elusnya gagang
Mushu, pedang berukir naga di pinggangnya. Sebenarnya,
Mushu bukan pedang istimewa. Hanya pedang biasa temurun
dari para leluhurnya, yang memiliki sugesti kemenangan pada
setiap pertempuran. Selama ini Mushu memang seperti belahan
jiwanya. Seolah pusaka beroh para arwah Fa yang setiap saat
melindunginya dari mara bahaya.
"Chien Po, kunci sebuah kemenangan sejati terletak pada
dedikasi dan loyalitas. Bukan pada kemenangan itu sendiri.
Kemenangan yang lazim kita kenal semisal; membunuh musuhmusuh, merebut benteng lawan, atau mengusai dan menduduki
daerah kekuasaan mereka. Bukan itu. Kemenangan itu
sebenarnya fiktif. Untuk sementara mungkin kamu dapat
mengalahkan musuh, mengusainya. Tapi, sampai kapan kamu
dapat bertahan? Besok atau lusa, mereka akan datang dengan
segenap kekuatan baru untuk melumpuhkan kamu. Begitu
seterusnya." "Jadi, maksud Asisten Fa kita harus bertindak bagaimana untuk
dapat mengalahkan pasukan pemberontak Han itu?!"
"Gunakan hati dan pikiran!"
"Gunakan hati dan pikiran?!"
"Ya. Di dalam sebuah pertempuran, musuh itu tidak hanya
berupa pasukan lawan, tapi juga ketakutan-ketakutan yang
76 berasal dari dalam hati. Juga kecemasan, kekhawatiran,
pesimistis, dan masih banyak lagi hal sepele lainnya."
"Jadi...." "Jadi segenting apa pun situasi dan keadaan di medan
pertempuran, kita tetap harus tenang."
"Ta-tapi, bagaimana saya bisa tenang kalau melihat jumlah
pasukan pemberontak Han yang begitu besar seperti semut
merah!" "Nah, itulah salah satu musuh majasi yang harus kamu lawan."
"Tapi...." "Chien Po, kadang-kadang musuh majasi itu jauh lebih
berbahaya dibandingkan musuh jasadi itu sendiri."
Chien Po diam menyimak. Titik-titik salju yang tertiup semilir angin dari puncak bukit
menusuk-nusuk kulit arinya. Kematian yang sudah di ambang
napas menggamangkan hatinya. Tetapi gadis bertubuh ringkih di
hadapannya tak sedikit pun merasa gentar. Ia laksana gergasi
yang menghadang musuh tanpa rasa takut. Patriotismenya
memang seteguh karang! "Seperti juga musuh majasi, prajurit sebagai sebuah personil pun
juga begitu." "Maksud Anda...."
"Jangan takut tidak memiliki prajurit! Semua lanskap alam yang
77 ada di sini dapat menjadi prajurit majasi yang akan melindungi
kita dari maut! Batu, pepohonan, salju, iklim, dan masih banyak
lagi faktor alam lainnya. Semuanya itu menjadi prajurit kita. Dan
musuh bagi mereka." "Maafkan kelancangan saya, Asisten Fa! Mungkin Anda terlalu
mengada-ada bila mengingat kekuatan musuh yang
sebenarnya!" "Saya tahu, Chien Po! Saya tahu seberapa besar kekuatan
musuh. Saya tahu berapa jumlah pasukan pemberontak Han itu.
Jumlah prajurit kita tidak lebih dari seperempat pasukan mereka.
Tapi ingat, musuh yang seperti saya bilang tadi bukan hanya
terdiri dari prajurit majasi dan pasukan jasadi. Namun, juga
problema-problema batin. Ambisi mereka yang menggebu-gebu
untuk segera menaklukkan Ibukota Da-du juga merupakan
musuh dalam selimut. Yang tanpa mereka sadari akan
melumpuhkan kekuatan mereka sendiri."
"Tapi...." "Sudahlah, Chien Po. Kekompakan kita, serta kesatuan prajurit
kita yang solid ini juga merupakan armada perang yang tangguh
untuk memukul mundur musuh. Yakinlah!"
Chien Po melanjutkan mengangkuti bongkahan-bongkahan
salju. Fa Mulan masih berdiri dengan rupa baur. Ia cemas
karena bala bantuan dari Ibukota Da-du belum pula kunjung tiba.
78 Dari kejauhan, di bawah bukit perbatasan Tung Shao, dilihatnya
noktah-noktah hitam yang menyemut merayapi dinding-dinding
salju. Waktunya hanya dua puluh empat jam. Besok fajar, jika
bantuan yang diharapkan belum juga kunjung tiba, maka hampir
dipastikan pihak Yuan akan hancur menjadi abu!
Bab 7 Aku hanya sekelopak yang-liu
menari seirama angin pada iringan lagu maharana
Ini elegi lalu seperti terempas aku telah tergolek di rimba lalang setelahnya
dan mati mengerontang - Bao Ling Elegi Yang-liu *** Embusan napasnya terdengar memberat. Masalah yang
dipikulnya kali ini tidak ringan. Lebih berat dari jubah berajut
benang emas yang sering diantipatinya semasa kanak-kanak
dulu. Setiap ritual kenegaraan, Ayahanda Kaisar Yuan Ren Xing
selalu memaksanya untuk mengenakan jubah naga tersebut.
79 Jubah yang selalu memegalkan pundaknya seusai mengikuti
ritual yang menjenuhkan. Satu bentuk rutinitas formal sebagai
putra mahkota yang senantiasa dikutuknya semasa kanak-kanak
dulu. Kepalanya memening. Diempaskannya punggungnya ke sandaran kursi tembaga
berukir naga. Kadang-kadang ia berpikir tidak ingin menduduki
takhta ini. Sebuah kursi yang diperebutkan banyak orang dari
zaman ke zaman. Darinya, telah tertumpah begitu banyak darah
anak manusia. Ia lelah. Dan sejenak ingin beristirahat dari
dunianya yang penuh gejolak!
"Yang Mulia...."
Perempuan muda itu memanggilnya dengan suara lunak. Pelan
serupa desisan. Seolah-olah suara yang dilantunkannya dapat
memecahkan kepala Kaisar Yuan Ren Zhan yang terbuat dari
porselen. Kaisar Yuan Ren Zhan masih memejamkan matanya dengan
rupa cua. Tidak ada sahutan sebagai tanggapan atas sapaan
Permaisuri Niang Xie Erl barusan. Balairung basilika istana
masih dipenuhi partikel sunyi. Perempuan berkulit halus itu
mendekat, duduk di seberang meja. Menatap suaminya dengan
wajah mangu. Lelaki penguasa Tionggoan itu memang tengah
menggamang. 80 "Yang Mulia, hamba sudah menyiapkan sup sarang burung
walet...." Kelopak mata Kaisar Yuan Ren Zhan membuka.
Ditatapnya Permaisuri Niang Xie Erl yang menyeduhkan
secawan sup dari teko emas di hadapannya. Embusan udara
dari hidungnya terdengar konstan, simultan dengan suara
separo serak yang keluar dari kerongkongannya yang jakun.
Dari sekian banyak perempuan yang menemaninya di Istana Dadu, hanya Permaisuri Niang Xie Erl-lah yang paling baik dan
setia kepadanya. Puluhan garwa tak ada yang dapat menandingi
ketulusan hati rani pertamanya itu.
"Saya sudah banyak menyusahkan kamu, Erl!"
Canting di tangan kanan Permaisuri Niang Xie Erl menyandar
pada gigir cawan. Adukannya berhenti pada ujung kalimat Sang
Kaisar. Ia mengangkat wajah. Mengurai pelepah bibir.
Tersenyum tulus. "Yang Mulia jangan sungkan. Semua permasalahan Yang Mulia,
juga merupakan masalah saya."
"Akhir-akhir ini saya dipusingkan oleh masalah besar
pembelotan Jenderal Shan-Yu!"
"Yang Mulia diberkati oleh Dewata. Semua masalah itu pasti
akan terselesaikan."
"Ah, kurang apa yang Istana berikan pada Shan-Yu?!" Kaisar
81 Yuan Ren Zhan menggabruk meja pelan. "Sekian puluh tahun
dia mengabdi kepada Kekaisaran Yuan, semasa Ayahanda
Yuan Ren Xing dulu sampai saya sekarang, tak sedikit andil
Istana yang telah diberikan kepadanya sebagai imbal jasa.
Betapa piciknya Shan-Yu kalau berpikir kita telah bertindak tidak
adil kepadanya mengingat bagaimana mahardikanya marga
Shan berkat peran Istana!"
"Yang Mulia jangan memikirkan masalah itu terus. Hamba
khawatir...." Kaisar Yuan Ren Zhan mengibaskan tangannya.
Membungkam kalimat yang belum rampung puan tertua para
rani dan selir Istana Da-du itu. Permaisuri Niang Xie Erl
menunduk. Tak berani merangkai kata-kata sekalipun subtil
untuk kebaikan Sang Kaisar.
"Selama masalah Shan-Yu itu belum teratasi, seumur hidup
saya tidak dapat hidup tenang!"
Permaisuri Niang Xie Erl menggigit bibir.
Bukan Impian Semusim 5 Lima Sekawan 04 Ke Sarang Penyelundup Sukma Pedang 4

Cari Blog Ini