Ceritasilat Novel Online

Last Demigods 2

The Last Demigods Karya Mrseven07 Bagian 2


Aku bersembunyi di belakang sebuah pohon yang besar sambil mengintip. Aku bisa melihat seseorang berlari semakin dekat ke arahku, tapi aku tidak tahu siapakah itu. Aku bahkan tak tahu apakah dia laki-laki atau perempuan.
Saat dia sudah persis di depan pohon dimana aku bersembunyi, aku mengarahkan pedangku ke tenggorokannya. Dia memekik kaget, dan aku langsung tahu siapa dia.
"Clara!" ujarku. Dia masih terlihat mencoba memfokuskan pandangannya pada mukaku. Lalu dia tersenyum lebar dan memelukku.
"Oliver! Eh, kita harus cepat-cepat pergi! Pasukan Polybetes sedang mengejarku!" bisiknya. Dia menarik lenganku dan kami berlari ke arah selatan.
Clara menceritakan apa yang terjadi di penjara itu dengan sangat detail. Aku sampai melongo mendengarnya. Lalu aku menceritakan juga kejadian yang menimpaku, termasuk kematian ibuku.
"Aku turut berduka cita, Oliver." katanya. Aku hanya mengangguk.
Kami sekarang sudah sampai di Sungai Tigris. Aku masih bisa melihat mayat ibuku di sana. Clara mengubur mayatnya di bawah air. Aku membantunya. Saat kami keluar dari air, sepasukan monster berdiri di depan kami. Kami tak mungkin bisa ke seberang sekarang. Mereka pasti akan menghalangi kami.
Polybetes berdiri di depan pasukannya dengan gagah. Dia tertawa dengan dingin.
"Tak ada yang bisa lari dariku, demigod. Dan sekarang akan kutunjukkan pada kalian berdua apa itu kematian." ujarnya. Dia mengangkat tangan kanannya, dan pasukannya pun langsung menyerbu kami.
Clara menyemburkan air ke mereka, tapi hanya sedikit yang terjatuh. Air tidak banyak menyakiti mereka. Aku menebas monster-monster itu dengan pedangku, tapi mereka terlalu banyak dan kuat. Matilah kami, pikirku.
---------- BAGIAN MARVEL Keringat membasahi tubuhku. Aku baru separuh dari tangga itu dan nyaris pingsan. Aku berhenti berlari dan duduk sebentar. Tiba-tiba aku merasakan tangga yang kunaiki bergetar seperti ada gempa bumi. Aku melihat ke bawah dan ternyata aku salah. Itu bukan gempa bumi, tapi magma sedang menaiki gunung ini dengan cepat. Magma panas itu melahap tangga ini sedikit demi sedikit.
"Oh sial!" teriakku.
Aku berdiri dan cepat-cepat berlari ke atas sambil membawa tombakku. Tapi magma itu bergerak lebih cepat daripada aku. Aku melihat ke atas. Hanya beberapa langkah lagi untuk sampai ke puncaknya. Magma kini hanya 5 meter dariku.
Aku melompat keluar ke puncak gunung itu tepat waktu dan berguling ke samping. Magma menyembur keluar dari dalam gunung dan menghujani gunung itu. Kulitku terbakar terkena magma, tapi itu lebih baik daripada seluruh tubuhku dilahap olehnya.
Aku menarik napas dalam, dan menghembuskannya dengan pelan. Aku berdiri dan melihat sekelilingku. Tidak ada apa-apa disini, hanya ada 3 batu besar yang berada di pojok. Tapi saat aku mendekatinya, itu bukanlah batu, tapi para penyihir yang kejam dan terkenal pintar memanipulasi pikiran orang.
Mereka memakai jubah hitam dan ketiganya hanya memiliki satu bola mata yang dipegang oleh penyihir yang di tengah. Aku nyaris muntah melihat mereka. Ternyata ada makhluk yang lebih parah daripada Cyclops. Bola mata itu mengamatiku. Lalu para penyihir tersenyum dingin dan membisikkan sesuatu dalam bahasa Yunani yang tak bisa kupahami.
"Selamat datang, demigod. Hmm akhirnya kami punya mangsa baru." ujar penyihir yang di tengah.
"Benar! Aku bisa membaui darah segarnya.." ujar penyihir yang di kanan.
"Hmm...daging manusia sangat lezat!" teriak yang sebelah kanan.
Aku memegang tombakku semakin erat.
BAGIAN OLIVER Dalam waktu singkat kami sudah dipojokkan oleh pasukan Polybetes.
"Kau punya ide?" tanya Clara, suaranya dipenuhi kecemasan dan ketakutan.
"Tidak." jawabku murung.
Monster-monster itu kembali menyerang kami secara berbarengan. Lalu tiba-tiba sebuah ide baru muncul di kepalaku.
"Clara, aku punya ide! Kau bisa mengendalikan air, sedangkan aku bisa mengendalikan api. Kita bisa menggabungkannya!" teriakku.
Mata Clara langsung berbinar-binar. "Ide bagus!"
Clara membuat ombak yang besar, dan aku membuat bola api yang sangat besar dan panas sampai tanganku terasa sangat sakit. Kami melemparkannya ke pasukan monster itu dan terjadi ledakan yang dashyat.
Aku dan Clara terjatuh, sedangkan monster-monster itu terhempas ke dalam hutan. Banyak yang mati. Polybotes menggeram marah dan menancapkan trisulanya ke dalam tanah.
"Rasakan ini, demigod!" teriaknya.
Tanah langsung terbelah menjadi dua sehingga aku dan Clara terpisah. Kemudian muncullah pasukan tengkorak bajak laut dari dalam bumi. Mereka terbuat dari tengkorak dan membawa pedang, tapi tengkoraknya terlihat sangat kokoh dan keras.
"Bunuh mereka!" perintah Polybetes.
Tengkorak-tengkorak itu mendekati kami. Kami tak mungkin bisa menghancurkan mereka. Aku dan Clara sama-sama kehabisan tenaga.
Tiba-tiba ada sesuatu yang mendarat di depan kami dengan cepat. Pegasus! Bukan pegasus biasa, tapi pegasus yang mengantar kami ke Vancouver! Dia mengepakkan sayapnya, persis seperti saat pertama kali bertemu dengan kami.
Aku dan Clara segera menaikinya. Clara langsung menarik tali kekangnya dan pegasus pun langsung terbang. Polybetes memerintahkan pasukannya untuk menghentikan kami, tapi sudah terlambat.
"Tidak!! Tidak ada yang boleh kabur dari aku!" teriak Polybetes.
Dia melemparkan trisulanya dan mengenai sayap kanan pegasus yang kami tumpangi. Pegasus itu melolong kesakitan, tapi dia tetap berusaha terbang. Kami segera menjauh dari sungai itu dan pergi ke tempat dimana kami akan bertemu Marvel.
"Biar kuperkenalkan teman baruku padamu." ujarku.
Clara menoleh kepadaku dan mengerutkan alis. Dia tersenyum.
"Oke." katanya.
Kami sampai di pegunungan itu. Pegasus yang kami tumpangi segera pergi dengan sayapnya yang terluka. Aku melihat sekelilingku, tapi tidak melihat tanda-tanda adanya Marvel. Mungkin belum jam 3 subuh, jadi kami menunggu sebentar. 15 menit, 30 menit, tapi masih tidak ada Marvel. Aku mulai gelisah.
------------ BAGIAN MARVEL "Beritahu aku dimana letak inti Poryphorion." ujarku dengan tegas.
Para penyihir itu tertawa. "Tapi itu tidak gratis, demigod."
Aku mendesah. "Apa yang kau mau? Uang? Senjata?"
"Oh, lebih dari itu. Yang kami mau...adalah nyawamu. Bos kami pasti akan membayar mahal kami jika kau kami bunuh." ujar mereka.
"Siapa bosmu?" tanyaku, curiga.
"Seseorang yang kau tak boleh tau." jawab salah satu dari mereka.
Aku tak punya pilihan lain. Aku segera mengambil paksa bola mata mereka. Kuarahkan tombakku pada bola mata mereka.
"Cepat beritahu aku dimana letak inti Poryphorion atau akan kubutakan kalian semua!" paksaku.
"Jangan!" mohon mereka.
Kudekatkan tombakku pada bola mata mereka.
"Baiklah! Kami akan memberitahumu! Berikan bola matanya dulu!" teriak penyihir yang di tengah. Yang lain mengangguk setuju.
"Beritahu aku dulu!" paksaku.
"Inti Poryphorion terletak di punggungnya. Kami tidak tahu letak persisnya dimana!" ujar mereka.
Aku melemparkan bola mata mereka ke pojok gunung, jauh dari mereka.
Para penyihir menggeram marah."Kau sudah berjanji mengembalikan bola mata kami!"
"Aku sudah mengembalikannya." jawabku. "Selamat berburu bola mata kalian."
Aku segera menuruni gunung itu lewat dinding gunung seperti bermain ski karena tangganya sudah habis terbakar. Lalu aku segera menuju tempat dimana aku akan bertemu Oliver dan temannya, Clara.
Tiba-tiba suara Hades bergema di kepalaku lagi. "Tepati janjimu, Marvel. Bunuh Oliver untukku. Bunuh juga yang perempuan." Kepalaku terasa sangat pusing karena suara itu.
"Tidak, aku tidak akan membunuh mereka." Aku melawan suara itu.
"Kau akan mengorbankan keluargamu demi mereka? Dasar bodoh!" Suara itu semakin keras.
Sekilas aku dapat mendengar tangisan adikku dan teriakan ibuku. Aku menutup kedua telingaku.
"Tidak...HENTIKAN!" teriakku pada diriku sendiri.
Teriakanku bergema di hutan itu. Burung-burung gagak berterbangan ke langit karena teriakanku. Suara itu seakan menghipnotisku. Kurasa keluargaku memang lebih penting dari mereka. Aku berlari menuju Oliver dan Clara dengan tombakku siap.
---------- BAGIAN OLIVER Sudah 1 jam kami menunggu, tapi tidak ada tanda keberadaan Marvel. Tiba-tiba kami mendengar suara dari belakang semak-semak. Keluarlah Marvel.
"Marvel! Darimana saja kau?" tanyaku.
Dia tidak menjawab. Dia memandangi kami dengan tatapan marah. Ada sesuatu yang salah. Aku berjalan mendekatinya.
"Hei..ada a-" Sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, dia tiba-tiba berlari ke arahku dan mencoba menusukku. Aku menghindarinya dengan kaget. Clara mengangkat busurnya dan siap menembak Marvel, tapi aku menyuruhnya untuk jangan ikut campur.
"Apa yang kau lakukan?!" teriakku pada Marvel.
"Harus. Membunuhmu." ujarnya. Dia seperti dihipnotis.
Dia menjatuhkanku dan mengarahkan tombaknya pada kepalaku. Clara menembakkan anak panahnya dan mengenai kaki Marvel. Marvel dengan cepat berpaling ke arah Clara.
Clara menembakkan beberapa anak panah lagi, tapi tidak mengenai Marvel. Aku segera berlari dan menjatuhkan Marvel. Aku menampar mukanya keras-keras. Dia berteriak kesakitan, lalu menoleh ke kanan dan kiri seakan memastikan apa yang terjadi.
"Apa...apa yang terjadi? Mengapa kau menamparku?" Dia mendorongku menjauh dan memegangi pipinya yang merah.
"Kau tadi nyaris membunuh kami! Seharusnya kami yang bertanya kepadamu!" teriakku. Clara mengangguk setuju, tapi dia melotot padaku seakan aku bersalah.
"Hades. Dia mempermainkan pikiranku. Dia bilang jika aku tak membunuh kalian, keluargaku akan dibunuh." ujarnya murung.
Aku merasa kasihan padanya. Kutepuk bahunya dengan prihatin. "Kita akan menyelamatkan keluargamu. Aku janji."
"Terima kasih. Oh ya, kau Clara?" Dia menoleh kepada Clara.
"Eh, iya." jawab Clara dengan malu. Kurasa Clara menyukai Marvel. Kuharap pipiku tidak menjadi merah.
"Jadi, kau sudah ke para penyihir? Apa jawaban mereka?" tanyaku.
Dia mengangguk, lalu menceritakannya kepada kami.
"Ayo, kita harus cepat-cepat pergi. Ada misi yang harus diselesaikan."
Kami berlari bermil-mil di hutan dan akhirnya keluar dari area pegunungan Canadian Rockies. Kami langsung tiba di jalan tol. Clara meminta tumpangan kepada seorang supir taksi yang sedang beristirahat dengan memberinya uang yang sangat banyak. Kami segera memasuki taksinya. Aku di depan, sedangkan Marvel dan Clara di belakang. Berdua. Aku harus menahan keirianku.
"Kemana?" tanya supir taksi itu.
"Antar kami ke airport Vancouver." kataku.
Taksi itu langsung mengantar kami ke airport. Perjalanannya menempuh 5 jam. Kami semua sudah kelelahan, jadi kami tertidur. Hanya supir taksi itu yang tetap terjaga sepanjang perjalanan. Saat kami sampai, kami berterima kasih kepada sang supir dan segera masuk ke dalam.
Kami memesan tiket pesawat ke Alaska jam 08.45. Untung kami semua membawa paspor. Kali ini, tidak ada yang menyerang kami. Untunglah. Tapi aku khawatir bahwa ada masalah yang lebih buruk sedang menunggu kami di Alaska.
Pesawat itu menampung sedikit orang karena sekarang bukanlah liburan. Setelah 3 jam akhirnya kami sampai di Alaska. Tapi begitu kami keluar dari airport, ada satu masalah. Aku tidak tahu dimana Poryphorion menahan Zeus. Untungnya Marvel tahu.
"Kata ayahku, Poryphorion menahan Zeus di Glasier Hubbell, glasier terbesar di Alaska." ujarnya.
"Tempat itu sangat jauh dari sini. Kita hanya punya waktu sampai jam 12 malam nanti." ujar Clara mengingatkan.
Aku meyakinkan mereka, tapi terdengar seperti meyakinkan diriku sendiri. "Kita pasti bisa menyelesaikan misi ini. Ayo pergi, jangan buang-buang waktu."
Kami mencoba mencari taksi, tapi tidak ada yang mau berhenti untuk kami. Lagipula, uang kami sudah habis. Lalu tiba-tiba sebuah mobil Mercedes baru berhenti di depan kami. Wanita dalam mobil itu membuka kaca dan melambaikan tangannya kepada kami menyuruh kami masuk. Dia sangat cantik, dan kecantikannya sangat alami.
"Butuh tumpangan, anak-anak? Ayo masuk! Kalian tak punya banyak waktu untuk menyelesaikan misi kalian kan?" tanya pengemudi itu.
Kami bertiga saling bertukar pandangan. Bagaimana wanita ini bisa tahu? Apa ini perangkap? Tapi kami tak punya banyak waktu, jadi kami segera masuk ke dalam mobil itu. Seperti saat di dalam taksi itu, aku duduk di depan sedangkan Marvel dan Clara di belakang. Aku punya firasat bahwa mereka berdua saling suka. Pemikiran itu semakin membuat darahku mendidih. Aku menggelengkan kepalaku untuk mengenyahkan pemikiran itu.
"Bagaimana anda bisa tahu tentang misi kami?" tanya Clara.
"Apa kau tak mengenaliku, manis? Aku Aphrodite, Dewi Cinta." jawabnya.
Kami bertiga sama-sama kaget. Sudah terlalu banyak kejadian aneh yang terjadi selama misi ini. Tapi ini yang paling aneh. Aphrodite adalah istri asli ayahku, tapi Aphrodite membencinya. Dia malah mencintai ayah Marvel, Ares.
"Kenapa anda membantu kami? Kau tak akan mendapatkan keuntungan apa-apa kan?" tanyaku. Aku tahu aku terdengar lancang, tapi aku ingin menanyakannya.
Aphrodite menoleh kepadaku. Kupikir dia akan menamparku, tapi dia hanya tersenyum. "Mungkin, tapi ayahmu yang menyuruhku, Oliver. Dan aku juga peduli pada keselamatan Olympus dan manusia."
Aku menaikkan alis mataku. "Oh ya? Bukankah kau hanya mementingkan diri sendiri?"
Clara menepuk punggungku, memperingatkanku untuk tidak bersikap kurang ajar. Tapi aku tak peduli. Aphrodite telah mempermainkan ayahku, dan aku takkan membiarkannya.
Aphrodite mendesah. "Aku tahu kau membenciku, Oliver. Tapi sungguh, aku peduli pada kalian dan manusia biasa."
"Tapi tidak peduli dengan ayahku." gumamku dengan marah.
Aphrodite tidak menjawab. Dia hanya menyetir mobilnya dengan cepat ke glasier itu. Tidak ada yang bicara selama perjalanan itu. Yang terdengar hanyalah suara mesin mobil itu.
"Sudah sampai." ujar Aphrodite.
Dia memarkir mobilnya di sebuah restoran Italia, lalu mengantar kami ke pelabuhan.
"Aku hanya dapat mengantar kalian sampai sini." ujar Aphrodite.
"Terima kasih." ujar Clara.
Aphrodite menoleh kepadaku sebentar sebelum pergi meninggalkan kami. Kurasa dia sangat membenciku. Mungkin karena aku anak Hephaestus, atau karena sikap kurang ajarku tadi. Mungkin bisa dua-duanya.
"Ayo pergi." perintah Marvel.
Kami memesan 3 tiket kapal ke Glasier Hubbell. Lalu kami segera menaiki kapal itu dan kapal itu pun langsung berangkat ke Glasier Hubbell. Aku memandangi Clara. Dia terlihat murung.
"Kenapa?" tanyaku padanya, prihatin.
Aku menunggu selama 2 detik, dan dia baru menjawab. Dia menoleh padaku. "Eh? Oh, tidak apa-apa."
Aku tahu dia berbohong, tapi aku tidak ingin bertanya lebih lanjut. Kupikir akan lebih baik jika dia kubiarkan sendiri.
Kapal itu lumayan cepat, dan aku bisa melihat Glasier Hubbell di depan. Kuharap kali ini tidak ada yang menyerang kami, tapi tentu saja keuntungan tidak berpihak pada kami. Tiba-tiba sebuah kapal selam muncul dari dalam air. Kapal perang itu tepat di sebelah kapal yang kami tumpangi. Saat kuamati dengan jelas, ternyata ada kira-kira 2 lusin monster di kapal itu. Marvel dan Clara sepertinya juga baru menyadari itu.
"Kita harus keluar dari kapal ini!" teriakku pada penumpang kapal dan sang kapten kapal. Kejadian ini mengingatkanku pada kejadian di kapal yang kutumpangi saat pergi ke Teluk Hudson.
Semua penumpang terlihat bingung. Barangkali mereka berpikir aku gila. Tapi anehnya, si kapten kapal malah mendukungku dan membantuku.
"Anak itu benar. Cepat keluar dari kapal ini! Kapal-kapal darurat sudah mengelilingi kapal ini!" teriak kapten kapal.
Para penumpang pun langsung keluar menuruti perintah kapten. Kapten itu ikut bersama penumpang-penumpang lain dan segera keluar. Dia tersenyum sebentar kepadaku dan mengucapkan sesuatu tanpa suara seperti : Semoga berhasil. Aku sempat melihat kartu identitasnya dan kaget. Tulisannya 'Steel'. Orang bernama Steel? Aneh. Tapi aku langsung mendapat firasat bahwa dia Hephaestus, ayahku.
Sekarang hanya kami bertiga yang tersisa di kapal ini. Marvel segera mengemudikan kapal, sedangkan aku dan Clara mencoba menyerang kapal sebelah dari luar. Seorang monster di kapal itu melemparkan sebuah bom yang meledak di air dekat kapal kami.
"Akan kami hancurkan kalian!" geram monster itu.
2 Gorgon terbang ke arah kami dan mencoba mencakar kami. Marvel membanting setir kapal ke kiri sehingga mereka meleset. "Kerja bagus, Marvel!" teriakku. "Terima kasih!" balasnya.
Aku mengayunkan pedangku pada salah satu Gorgon itu dan dia pun langsung mati dan terjatuh ke dalam air. Clara menyemburkan air ke Gorgon satunya dan melemparnya jauh-jauh. Kapal selam itu semakin mendekat ke kapal kami dan monster-monster mulai melompat ke kapal kami. Aku membuat bola api dan melemparnya pada beberapa Cyclops sekaligus. Clara menunduk menghindari serangan seorang Centaurus, lalu menancapkan sebuah anak panah di lehernya.
Kami jelas kalah jumlah, tapi aku yakin kami bertiga bisa mengatasinya. Aku menoleh pada Clara, dan langsung membeku. Seorang Centaurus akan menusuknya dari belakang.
"Clara!!" teriakku, tapi terlambat sudah.
--------------- Tombak Centaurus itu sudah menembus tubuh Clara. Aku berlari ke Centaurus itu dan memenggal kepalanya, lalu kucabut tombak itu dari Clara. Dia terkulai lemas di pangkuanku.
"Tidak..tidak!" teriakku. Kulemparkan selusin bola api ke segala arah, tak peduli siapa yang kuhantam.
Marvel segera berlari ke arahku dan melindungi kami dari serangan monster-monster itu. "Oliver, kita tak bisa mengobatinya! Kita harus mencari obat!"
Clara memandangiku sambil menangis. "Oliver.."
Aku membawa Clara masuk ke dalam dan segera mencari obat-obatan, tapi tidak menemukan satu pun. "Percuma, Oliver. Lanjutkanlah misi ini tanpaku..tinggalkan aku disini. Aku akan memanggil pegasus untuk mengantar kalian dengan kekuatanku yang tersisa." ujar Clara sambil batuk-batuk.
"Tidak! Kami tidak akan meninggalkanmu! Clara, tolong panggilah pegasus itu!" teriakku.
Clara mengarahkan tangannya pada lautan dan pegasus putih itu pun langsung muncul. Dia terbang dengan cepat ke kapal kami.
"Oliver, aku tidak bisa menahan mereka lebih lama lagi!" teriak Marvel.
Aku menggendong Clara dan segera keluar dari kapal itu. Pegasus itu sudah berdiri di kapal kami. "Marvel, cepat naik ke pegasus itu!"
Marvel mengangguk dan membantuku menaikkan Clara ke punggung pegasus. Lalu kami berdua segera naik dan kali ini aku yang mengemudi. Aku menarik tali kekangnya dan pegasus itu pun langsung melesat pergi. Sayapnya sudah sembuh dengan cepat, hanya terlihat bekas luka. Meskipun awalnya agak sulit, tapi mengemudi pegasus itu seru juga.
Marvel mencoba mrmperlambat pendarahan yang terjadi di tubuh Clara. Dia menoleh padaku dengan putus asa. "Lukanya sangat dalam. Dia kehilangan banyak darah." ujar Marvel.
Aku menarik tali kekang pegasus itu agar terbang lebih cepat ke Glasier Hubbell. Untuk pertama kalinya, aku berdoa kepada dewa-dewi. "Dewa-dewi Olympus, tolong sembuhkanlah Clara. Kumohon." gumamku. Guntur menggelegar di langit. Kuharap itu tanda persetujuan dari Zeus.
Tak lama, kami sampai di Glasier Hubbell. Anehnya, sama sekali tidak ada turis di sini hari ini. Clara terlihat semakin pucat. Aku memegang tangannya yang dingin dan mengucapkan,"Kau akan baik-baik saja." Dia tersenyum kecil kepadaku, lalu memandangi langit yang biru dengan tatapan kosong.
Aku melihat sekelilingku. Tidak ada yang aneh, hanya terlihat air mancur, taman bunga, penguin-penguin, dan sebuah restoran. Lalu aku menyadari sesuatu. Saat kuamati dengan jelas, ada semacam perisai tak kasat mata yang membatasi kami dengan taman bunga yang luas itu. Mungkin hanya demigod yang dapat melihat perisai itu. Manusia biasa mungkin akan mengira bahwa itu hanyalah taman bunga biasa. Aku mendekati perisai itu, dan menyentuhnya dengan jariku. Begitu aku menyentuhnya, aku langsung terpental sekitar 10 meter ke belakang. Tanganku terasa dialiri listrik bermuatan 1000 volt saat menyentuhnya.
Aku memegangi tangan kananku sambil mengerang kesakitan. Marvel segera berlari ke arahku sambil menggendong Clara. Dia berjongkok di sampingku dan memandangiku dengan khawatir. "Oliver, apa yang terjadi?!"
"Perisai itu...dialiri listrik. Poryphorion pasti menahan Zeus di dalam sana." ujarku sambil menunjuk ke arah perisai itu. Marvel mengikuti arah jariku dan berkata, "Aku melihatnya. Lalu bagaimana kita bisa masuk?"
"Ada satu cara." ujar Clara, mukanya masih terlihat pucat.
"Cara apa?" tanya Marvel dengan cepat.
"Pengorbanan." ujar Clara dalam-dalam. Mata Marvel dan aku langsung membelalak. Begitu Clara mengucapkan itu, aku langsung menyadari sesuatu. "Tidak, Clara. Jangan, kumohon."
"Hanya itu satu-satunya cara, Oliver. Korbankan aku agar perisai itu lenyap dan kalian bisa selamatkan Zeus." paksanya.
Marvel menoleh padaku, meminta jawaban. Aku tidak ingin mengorbankan temanku, apalagi Clara. Tapi dia benar, hanya itu satu-satunya jalan. Nyawa Clara ditukar dengan jalan masuk.
"Tapi bagaimana jika perisai itu tetap ada? Poryphorion bisa sangat menipu." ujar Marvel.
Sebelum aku sempat menjawab, guntur menggelegar di langit. Sebuah suara bergema di langit. 'Gadis itu benar. Harus ada pengorbanan agar perisai itu kulenyapkan.' Tak diragukan lagi, pasti itu suara Poryphorion. Aku berdiri dengan marah dan menunjuk langit yang mendung itu. "Dasar pengecut! Lenyapkan perisai itu dan bertarunglah! Apa kau takut?"
Guntur menggelegar semakin keras. Tiba-tiba sebuah petir menghantam tanah di dekatku dan terjadi sebuah ledakan. 'Jangan kurang ajar, Oliver. Kau hanya seorang demigod, dan kau takkan bisa membunuhku. Cepatlah datang atau umat manusia akan kulenyapkan!' Suara itu sudah hilang sekarang.
"Cepat, Oliver. Sekarang sudah sore, waktumu tinggal sedikit. Korbankan aku. Kumohon." paksa Clara. Air mata mulai membasahi matanya. Aku berjongkok di sampingnya dan mengusap air matanya. Wajahnya semakin mendekat ke wajahku, dan dia langsung menciumku. Dia tersenyum dan memelukku. "Aku mencintaimu." bisiknya. Sekarang aku lah yang mulai menangis.
"Aku juga." balasku.
Tak ada cara lain. Aku harus mengorbankannya. Aku menggendongnya dan menaruhnya di tanah dekat perisai itu. Marvel berdiri di sampingku. "Poryphorion, kukorbankan nyawaku kepadamu. Tolong lenyapkan perisainya." ujar Clara.
Guntur menggelegar lagi, dan Clara memejamkan mata secara perlahan. Jantungnya sudah tidak berfungsi. Dia sudah meninggal. Aku dan Marvel menangis, lalu segera berdiri dan berjalan masuk lewat perisai itu. Perisai itu telah lenyap. Di dalam, ternyata tidak ada taman bunga. Yang ada hanyalah dataran kosong, dan Zeus ada di tengah, tak sadarkan diri. Dia masih dirantai dengan kuat. Di belakangnya, ada sebuah raksasa yang sangat besar. Bahkan lebih besar dari Polybotes. Kulitnya putih-kekuningan, ditutupi baju zirah emas, dan badannya kekar. Dia membawa palu yang besar di tangan kanannya. Dia menyeringai saat melihat kami berdua.
"Selamat datang, demigod-demigod kecil. Kau datang tepat waktu." ujarnya.
"Lepaskan Zeus, Poryphorion." paksa Marvel.
"Sayangnya aku tak bisa, Marvel. Kau harus membunuhku dulu." Dia tersenyum dingin.
Aku menoleh kepada Marvel, dan dia mengangguk. Kami berdua segera berlari ke arahnya sambil membawa senjata kami. "Demi Clara dan Olympus!" teriakku. Dan pertarungan dimulai.
Poryphorion mengangkat palunya dan listrik pun langsung mengalirinya. Dia melemparkan petir itu pada kami. Aku melompat ke kanan, sedangkan Marvel melompat ke kiri. Petirnya meleset, membelah tanah di belakang kami. Marvel menancapkan tombaknya ke dalam tanah dan selusin pasukan tulang pun muncul dari dalam tanah. "Serang!" perintahnya kepada pasukan itu. Pasukan itu pun langsung berlari dengan cepat ke arah Poryphorion. Mereka melompat secara bersamaan dan menyerang Poryphorion di bagian kaki, muka, lengan, dan badannya. Ternyata mereka cukup kuat untuk melukainya. Darah keemasan keluar sedikit demi sedikit dari tubuh sang raksasa. Poryphorion mencoba melepaskan mereka dari tubuhnya. "Lepaskan!" teriaknya.
Aku melompat ke wajah Poryphorion dan memotong hidung raksasanya. Hidungnya pun langsung terpotong dan terjatuh di tanah. Poryphorion menggeram marah. "Dasar demigod!"
Poryphorion menangkapku dan mengenggamku sangat erat. Aku berteriak kesakitan. Tulang-tulangku pasti banyak yang patah. Marvel berteriak, "Lepaskan dia!" Lalu dia melempar tombaknya dengan akurat ke lengan Poryphorion. Memang tidak cukup untuk menyakitinya, tapi cukup untuk membuat genggamannya lepas. Aku terjatuh ke tanah dan dengan cepat berguling ke belakang raksasa itu. Sekarang dia dijepit oleh Marvel dan aku.
Poryphorion menggeram marah pada Marvel. "Akan kutunjukkan kematian padamu, putra Ares!" Dia mengayunkan palunya ke tanah dimana Marvel berdiri. Marvel dengan cepat melompat ke samping menghindari palunya, tapi sekarang dia tak bisa menyerang Poryphorion. Tombaknya masih tergeletak di bawah Poryphorion. Hanya ada satu cara. Aku berlari ke arah Poryphorion sementara dia tidak menyadari bahwa aku di belakangnya. Aku berguling ke bawahnya dan segera mengambil tombak Marvel. Kutancapkan tombak itu pada kaki Poryphorion dengan dalam.
"AAHHH!!" teriaknya. Dia mencoba menggoyang-goyangkan kakinya agar tombaknya lepas, tapi tidak berhasil. Aku segera berlari ke samping Marvel menjauhinya.
"Apa rencana kita selanjutnya? Kita tak mungkin bisa mengalahkannya." tanya Marvel padaku.
Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu. Zeus. Menurut mitologi Yunani, monster hanya bisa dibunuh oleh demigod dan dewa yang bertarung bersama. Aku melihat Zeus masih dirantai. Dia terlihat sedikit sadar, t api badannya luka-luka.
"Marvel, sibukkan Poryphorion. Aku akan mencoba membebaskan Zeus. Kita bisa membunuh Poryphorion dengan bantuannya." perintahku.
Dia mengangguk, lalu kami segera berpencar. Aku segera berteriak, "Zeus!" Dia menoleh padaku dengan tatapan tak berdaya. Lalu dia menunduk lagi. "Apa yang kau lakukan, Oliver.."
"Aku akan membebaskanmu!" tegasku. Selama sejenak aku bisa merasakan seluruh dunia tertawa padaku. Seorang demigod biasa mencoba membebaskan seorang dewa? Konyol, tapi nyata.
Zeus tertawa kecil, lalu batuk-batuk. "Rantai yang mengikatku tak bisa dihancurkan, demigod. Kau tak mungkin bisa membebaskanku. Misi ini adalah misi yang mustahil untuk dilakukan. Matahari sudah mulai turun."
Dia benar. Tapi sebelum aku sempat menjawabnya, tiba-tiba sebuah bayangan muncul dari dalam tanah. Sesosok manusia mulai terlihat. Tapi setelah kulihat dengan jelas, dia bukan manusia, tapi dewa. Dan dia dewa yang paling kubenci. Hades, Penguasa Dunia Bawah. Dia berdiri dengan membawa pedangnya di antara Zeus dan aku. Dia menyeringai pada kami berdua.
"Akhirnya aku sampai. Saatnya untuk membunuh kalian berdua. Tapi pertama-tama, aku akan membunuhmu dulu, saudaraku." ucap Hades.
Zeus melihatkan ekspresi marahnya. "Kau...dewa terkutuk!"
Hades hanya tertawa. "Cukup, Zeus. Saatnya kau masuk ke dalam kuburan untuk selama-lamanya."
Dia segera mengangkat pedangnya dan bersiap-siap untuk mengeksekusi Zeus. "Tidakk!!" teriakku. Aku segera berlari ke arahnya dan mendorong Hades hingga terjatuh. Pedangnya masih di genggamannya. Hades segera berdiri dan mengangkat tangannya. Batu-batu terangkat dari tanah dan langsung menyerbuku hingga terjatuh ke belakang. Sebuah batu menggores pipiku.
"Beraninya kau menghalangiku, bocah bodoh!" teriak Hades.
Dia berteleportasi ke sampingku dan mengayunkan pedangnya. Aku menunduk dan memukul perutnya sekuat tenaga. Dia terhuyung-huyung ke belakang dan kuangkat tanganku sambil berkonsentrasi. Tornado api pun mulai muncul mengelilingi Hades. Dia menggeram marah, lalu dengan mudah menghilangkan tornadoku. Lalu dia berlari dan menebasku. Dadaku tergores pedangnya lumayan dalam, tapi untungnya tidak mengenai organ vitalku. Aku jatuh sambil memegangi dadaku yang terluka. Aku bisa melihat Marvel sedang berusaha menyibukkan Poryphorion.
"Akan kuhabisi kau nanti." ujar Hades kepadaku. Aku tidak menjawab. Aku hanya mengerang kesakitan.
Hades segera berteleportasi ke depan Zeus. Zeus masih tak berdaya, matanya menunjukkan kemarahan sekaligus kesakitan. Sebelum Hades sempat menusuk Zeus, terdengar suara langkah kaki Poryphorion yang menggetarkan tanah. Aku bisa melihat Marvel dibanting olehnya ke belakangku. Poryphorion berlari ke arah Hades dan Zeus.
"Bagus! Sekarang aku bisa membunuh dua dewa sekaligus! Hahahaha!!" Tawa Poryphorion mengisi udara.
Dia mengangkat palunya dan menghujamkannya ke tanah. Tanah mulai terbelah dan petir pun muncul dari dalamnya. Petir itu menyambar Hades. Hades melindungi tubuhnya dari sambaran petir dengan pedangnya, tapi pedangnya langsung pecah berkeping-keping.
Hades berteriak marah kepada raksasa itu. "Beraninya kau menyerangku?!! Kau hanyalah monster terkutuk, tak lebih kuat daripada aku!"
Poryphorion menyeringai. "Ternyata Alcyoneus sangat lemah. Dia tak mampu membunuhmu. Tak jadi masalah, karena hari ini adalah hari terakhirmu hidup!"
Hades berlari ke arah Poryphorion. Mereka bertarung dengan dashyat sampai terjadi ledakan dimana-mana. Sekarang kesempatanku untuk membebaskan Zeus sementara Hades dan Poryphorion sedang bertarung. Aku mendekatkan tubuhku kepada Marvel.
"Ma-marvel, kau baik-baik saja?" tanyaku. Dia menoleh padaku, mukanya kotor dan badannya juga luka-luka.
"Kurasa begitu." jawabnya. Dia berdiri dengan sulit dan membantuku berdiri.
"Sekarang saat yang tepat untuk membebaskan Zeus sementara mereka berdua sedang bertarung." Aku menunjuk pada Hades dan Poryphorion. Marvel mengangguk setuju dan kami segera berjalan dengan cepat ke arah Zeus.
Aku mencoba memotong rantainya, tapi tidak tergores sekalipun. Marvel mencoba memotong rantainya juga, tapi juga tidak berfungsi. Zeus tertawa mengejek kami. "Sudah kubilang tidak akan berfungsi."
Aku ingin menampar Zeus sekarang. Dewa yang paling kuat, ternyata bernyali kecil. Tapi sebaiknya aku memikirkan tentang bagaimana untuk menghancurkan rantai ini. "Zeus benar, Oliver. Rantai ini tak bisa hancur."
Aku mencoba mengalirkan api dari dalam tubuhku ke rantai itu untuk melelehkannya. Api segera membara di rantai itu, tapi tetap tidak meleleh. Aku melepaskan peganganku dan menutupi mukaku dengan putus asa. Aku tak tahu lagi bagaimana caranya untuk menghanc urkan rantai ini. Lalu tiba-tiba Zeus membisikkan sesuat u padaku. "Hanya Poryphorion yang bisa menghancurk an rantai ini. Dia yang membuatnya, berarti hanya dia y ang bisa menghancurkannya."
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di dalam benakku. Aku berlari ke arah Hades dan Poryphorion, lalu berteriak sekeras mungkin. "Hei, makhluk-makhluk bodoh! Kalian menghabiskan waktu kalian! Bukankah kalian berdua sama-sama ingin membunuhku?"
Mereka berdua berhenti sejenak dan memandangiku dengan dingin. "Kau ingin dibunuh, bocah? Baiklah!" jawab Poryphorion. Saat dia baru mulai mengayunkan palunya, Hades menjatuhkan palunya.
Hades menggeram. "Dia milikku, raksasa bodoh." Meskipun Hades hanya bertubuh manusia sedangkan Poryphorion bertubuh raksasa, Hades cukup kuat untuk melawannya. Aku bertanya-tanya kenapa Hades tak berubah menjadi bentuk dewanya. Mungkin kekuatannya telah terkuras, dan jika itu benar, maka aku dapat memanfaatkannya.
Poryphorion mengamuk. "Dia milikku!!!" Dia menghantam Hades dengan palunya, yang membuat Hades terpental ke belakang sambil mengerang kesakitan. Mereka bertarung lagi, dan rencanaku segera menjadi rencana sia-sia. Tapi yang penting, Hades tidak boleh membunuh Poryphorion. Jika itu terjadi, kami tidak akan bisa membebaskan Zeus. Kurasa lebih baik aku membantu Poryphorion untuk melenyapkan Hades dulu.
"Marvel, bantu aku." bisikku. Aku memberi tahunya tentang rencanaku untuk membunu Hades, dan dia menangkapnya dengan baik.
"Baiklah. Ayo kita bantu Poryphorion." jawabnya dengan nada percaya diri. Kami segera berlari dan menyerang Hades. Aku menyemburkan api ke Hades, yang membakar jubah hitamnya. Dia terlihat kaget dan langsung melepas jubahnya dengan cepat.
"3 lawan 1? Tidak adil, tapi tak apa, aku menyukai tantangan." ujarnya sambil tersenyum dingin. Matahari sekarang sudah nyaris tenggelam, dan itu berarti kami hanya punya beberapa jam untuk menyelesaikan misi ini.
Marvel segera menerjang Hades dan menendang perutnya. "Rasakan itu, dewa terkutuk!" Hades terjatuh ke belakang, tapi segera berdiri dan membersihkan bajunya yang kotor. Dia menatap Marvel dengan marah. "Kau akan mati di tanganku, Marvel. Saat aku sudah membunuhmu, baru kubunuh keluargamu."
"Diam!" balas Marvel. Dia mencoba menusuk Hades den gan tombaknya, tapi Hades menghindarinya dengan m udah. Lalu Hades mendekat ke Marvel dan menusuk pe rutnya dengan pedangnya. Aku tercengang melihatnya.
"Marvel!!" teriakku. Pedang itu sudah menembus perutnya lumayan dalam. Hades menarik pedangnya dengan cepat. Marvel terjatuh tak berdaya, nyaris tak sadarkan diri.
Hades tertawa dingin, lalu menatapku. "Itulah akibat jika kau melawanku." Dia segera berjalan menjauh dan menuju ke Poryphorion yang dari tadi tidak melakukan apa-apa. "Dan sekarang saatmu untuk mati, Poryphorion." ujar Hades.
Poryphorion memegang palunya semakin erat. Badannya sedikit bergetar ketakutan. "Kau yang akan mati, Hades!"
Aku segera menghampiri Marvel. Pandangannya tertuju padaku. "Oliver.."
"Bertahanlah disana, kawan." ujarku. Aku telah kehilangan Clara. Sekarang aku tidak ingin kehilangan temanku lagi. Tubuh Marvel semakin lemas, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya pembalasanlah yang bisa kulakukan sekarang. Aku berjalan mendekati Hades dan berteriak, "Hei, dewa jelek! Ayo bertarunglah melawanku! Dasar pengecut!"
Hades menoleh padaku selama sejenak. "Setelah aku membunuh raksasa ini, aku akan membunuhmu."
Tapi tidak ada waktu untuk menunggu. Aku segera menyemburkan api yang menyambar Poryphorion. Api yang kusemburkan lebih panas dan lebih banyak dari yang pernah kukeluarkan. Kekuatanku hampir terkuras habis. Tapi ternyata usahaku tidak sia-sia. Api itu langsung membakar Poryphorion.
"Tidak...tidak mungkin..." ujar Poryphorion kebingungan. Rasa ngeri terlihat di wajahnya. "Kau bodoh, demigod! Hanya aku yang bisa menghancurkan rantai yang mengikat Zeus!"
Aku tahu itu. Jelas aku tahu. Tapi yang hanya terpikir olehku adalah membunuh Poryphorion. Seharusnya memang yang kuserang seharusnya Hades, karena dia telah menyakiti Marvel. Tapi aku ingin membunuhnya nanti. Menurutku Poryphorion akan lebih menyulitkanku dengan palunya.
Tubuh Poryphorion mulai berasap. Pasti intinya juga telah terbakar, karena darah keemasan keluar terus-menerus dari seluruh bagian tubuhnya. Hades menoleh sebentar kepadaku dan mengangkat alisnya seolah berpikir aku gila. Aku mengabaikannya dan melanjutkan konsentrasiku. Poryphorion mengayunkan palunya dengan putus asa dan melemparnya kepadaku. Sebelum palu itu mengenaiku, tiba-tiba sebuah cahaya putih yang terang menyilaukan mataku. Cahaya itu menghancurkan palu Poryphorion menjadi keping-keping besi. Hades dan Poryphorion juga terlihat bingung. Saat cahaya itu sudah hilang, aku melihat sesuatu yang sangat sangat aneh dan tak pernah terjadi. Sepuluh dewa, dilengkapi oleh senjata mereka masing-masing, muncul di hadapanku. Ares, Aphrodite, Poseidon, semuanya ada disana, kecuali Hermes. Aku bertanya-tanya mengapa Dionysus yang malah menggantikan posisi Hermes. Mereka semua menatap Hades dan Poryphorion secara bergantian dengan rasa jijik dan marah. Aku dapat melihat ayahku di sebelah Demeter. Dia mengedipkan matanya padaku.
"Ah, akhirnya saudara-saudaraku berkumpul disini. Aku punya firasat bahwa reuni ini akan menjadi reuni yang terakhir." kata Hades. Tawa dinginnya mengisi langit.
Poryphorion semakin terlihat takut setelah melihat kesepuluh dewa-dewi itu. Marvel pun juga terlihat takut, sekaligus lega. "Apa..apa-apaan ini..." ujar Poryphorion tersendat-sendat. Aku berhenti mengeluarkan api.
"Kau telah membuat kesalahan yang besar, Poryphorion . Dan kini saatnya kau harus membayarnya." ujar Posei don. Dewa-dewi yang lain ikut mengangguk setuju.
Ares menatap Hades. "Dan kau juga, Hades." Secara berbarengan, mereka menyerbu Poryphorion dan Hades. Ares, Aphrodite, Hephaestus, Demeter, dan Dionysus menyerbu Hades. Sedangkan Poseidon, Athena, Artemis, dan Hera. Hanya Apollo yang tidak ikut menyerang. Dia menghampiri aku dan Marvel dengan cepat, lalu melihat Marvel yang terluka. "Hmm..luka ini cukup dalam. Tapi tenang saja, aku akan menyembuhkanmu. Tahan, ini akan terasa sedikit sakit." ujarnya.
Dia menempelkan kedua tangannya ke tubuh Marvel, lalu sebuah aura hijau pun keluar dari tangannya dan masuk ke luka Marvel. Marvel berteriak sangat keras sampai aku khawatir. Tapi teriakannya segera berubah menjadi desahan lega. Lukanya menutup dengan cepat. "Terima kasih." ucap Marvel pada Apollo. Apollo membalasnya dengan senyuman, lalu segera meninggalkan kami dan ikut berperang dengan Poryphorion bersama dewa-dewi lainnya. Andai Clara bisa dibangkitkan kembali, tapi aku tahu hal itu tidak dapat terjadi.
Marvel segera bangkit berdiri. Dia terlihat segar kembali, dengan tombaknya siap. "Apa yang harus kita lakukan sekarang? Matahari sudah terbenam. Kita hanya punya beberapa jam sebelum pasukan Poryphorion memulai pemusnahan manusia."
Aku menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Pekerjaan kita sudah selesai disini. Kita sudah tidak dibutuhkan. Sudah ada dewa-dewi yang lain disini." Marvel mengangguk setuju. "Kau ada benarnya." Sebelum aku sempat berkata lebih lanjut, tiba-tiba tanah yang kami injak bergetar hebat seperti gempa bumi. Aku punya firasat yang sangat buruk. Dan ternyata aku benar. Beberapa pasukan monster mulai terlihat jauh di depan kami. Tapi setelah kulihat dengan jelas, ternyata bukan 'beberapa', tapi ada sekitar seribu monster lebih.
"Oh, sial." ujarku.
Dewa-dewi yang lain ikut menyadarinya. Bahkan mereka sekalipun juga terlihat takut dan tak percaya saat melihat sepasukan monster itu, termasuk Hades. Poryphorion tertawa. "Kau lihat itu, dewa-dewi Olympus? Kau tak akan bisa menang!"
"Raksasa bodoh! Lepaskan aku dan akan kubunuh kau!!" Teriakan Zeus membelah langit. Dia terlihat marah sekarang, tidak lagi putus asa. Poryphorion hanya tertawa.
Hades menggeram. "Raksasa bodoh!" Dia menyerang Poryphorion dengan tangan kosong. Poryphorion dengan mudah menangkapnya dan menggengamnya sangat erat. Hades mencoba untuk melepaskan diri, tapi dia tidak bisa. "Akan kumasukkan kau ke Tartarus!" teriak Poryphorion. Dia terlihat kuat lagi sekarang. Genggamannya semakin erat, dan dalam hitungan detik Hades pun langsung berubah menjadi abu. Satu dewa baru saja mati. Semua mata tertuju pada Poryphorion.
"Itulah apa yang terjadi kepada orang yang berani menyerangku. Jadi, menyerahlah!" Poryphorion menyeringai. Tidak ada yang menjawabnya. Hanya ada suara langkah kaki pasukannya yang terdengar. Monster-monster itu semakin dekat pada kami.
Zeus kembali berteriak. "Lepaskan aku, bodoh! Dasar pengecut!"
Poryphorion menggaruk-garuk dahinya seakan sedang berpikir keras. "Baiklah. Akan kubunuh kau dengan adil. Lagipula kau tak akan bisa kabur dengan kondisimu sekarang."
Begitu mendengarnya, jantungku berdebar kencang. Bukan karena takut, melainkan senang. Ternyata raksasa memang mudah tertipu. Poryphorion berjalan pelan ke arah Zeus dengan palunya siaga. Selama sejenak aku bertatapan dengan Zeus. Dia mengangguk sedikit, dan aku tahu apa artinya itu. Poryphorion mengangkat palunya dan menghantam rantai itu. Rantai itu pun langsung hancur berkeping-keping.
"Ah, akhirnya.." ujar Zeus dengan lega. Dengan cepat dia berdiri dan bertatapan dengan Poryphorion.
"Sekarang waktunya bertarung, Zeus." ingat Poryphorion.
Zeus menyeringai. "Sayangnya, aku tak punya banyak waktu untuk itu. Jadi, sebaiknya kuhabisi kau sekarang.
Mulut Poryphorion terbuka seakan ingin membentaknya, tapi dia tidak dapat melakukan apa-apa sekarang. Zeus segera mengunci lengannya d an memukulnya sehingga dia terpental ke belakang. Se buah pedang perak muncul di tangan Zeus. Di gagangn ya ada kepala elang yang terbuat dari batu.
"Waktumu di dunia ini sudah habis, Poryphorion. Selamat tinggal." ujar Zeus dengan kejam. Dia mengangkat pedangnya dan menusukkannya tepat di lehernya. Ternyata intinya di leher, bukan di jantung. Poryphorion pun langsung berubah menjadi abu. Zeus tertawa mengejeknya.
"Dasar raksasa lemah." gumamnya.
Sekarang semua dewa-dewi yang tersisa, aku, dan Marvel, mengelilingi Zeus. Dia menoleh ke atas dan mengangkat pedangnya ke udara.
"Saudara-saudaraku, pasukan monster di depan sedang menuju ke arah kita! Mereka telah menyatakan perang! Dan sekarang, bunuhlah mereka semua! Demi Olympus dan Bumi!" teriak Zeus dengan penuh kemarahan.
Dewa-dewi yang lain mengangguk setuju. Lalu Zeus menoleh ke arahku dan Marvel.
Dia tersenyum, tapi kali ini senyuman hangat. "Kau juga akan ikut bertarung, demigod."
Hephaestus mengangguk setuju. "Benar! Tanpa kalian, para demigod, kami tak akan menang! Ada yang tidak setuju?"
Tidak ada yang menjawab. Mereka hanya mengangguk setuju, meskipun ada yang terlihat terpaksa, seperti Aphrodite. Dia memelototiku dari tadi. Kurasa dia masih menyimpan dendam padaku.
Sekarang monster-monster itu hanya sekitar 500 meter dari kami. Zeus dengan cepat berteriak, "Perang dimulai!!"
Sebelas dewa dan dua demigod bersatu melawan sekitar seribu monster. Bukan sebuah misi mustahil, pikirku. "Serang!" teriak semua dewa-dewi bersamaan.
Monster-monster di depan kami sangat beragam. Banyak yang jenisnya tak kukenali. Aku hanya dapat mengetahui bahwa ada Gorgon, Chimaera, Hesperides, dan lain-lain. Langit sudah gelap, tapi aku masih dapat melihat dengan bantuan penerangan api. Dan dengan cepat perang dimulai. Mungkin ini akan menjadi perang paling bersejarah, dan aku bangga aku adalah bagian dari itu. Pasukan monster meneriakkan beberapa kata yang tidak kukenali, tapi aku jamin itu adalah teriakan perang.
Poseidon mendatangkan banjir dari tebing-tebing di sebelah kami. Banyak monster yang terbawa arus dashyat itu, tapi hanya sedikit yang mati. Apollo menembakkan panahnya dari atas, yang mengingatkanku pada Clara. Panah-panah itu hanya mengenai sedikit monster. Mereka menangkisnya dengan perisai. Sedangkan Hephaestus, ayahku, melibas beberapa monster dengan kereta perangnya yang dilengkapi oleh banyak senjata hebat.
Marvel membunuh Cyclops-cyclops dengan tombaknya yang tajam. Memang dia kalah tinggi, tapi kelincahan dan keahlian berpedangnya tidak ada yang bisa menandingi. Aku membakar seorang Gorgon berekor buaya yang mencoba menggigitku. Satu per satu monster tumbang. Kupikir perang ini bakal mudah, tapi ternyata aku salah. Beberapa monster berdatangan dengan membawa ketapel batu yang sangat besar. Mereka meluncurkannya ke arah Demeter. Batu itu tepat mengenai tubuhnya dan membuat Demeter terjatuh ke dekat Marvel. Dia mengerang kesakitan sambil memegangi dahinya yang berdarah. Jika dia bukan dewa, tulangnya pasti sudah remuk.
"Demeter!" teriak Athena yang berada di dekatnya.
"Aahh.." teriak Demeter kesakitan.
Zeus menyambar ketapel batu itu dengan petirnya yang dashyat. "Rasakan itu, makhluk-makhluk bodoh!"
Tapi ternyata ketapel batu itu hanya awal. Dan inilah yang paling mengerikan. Polybetes, Alcyoneus, dan pasukannya mulai muncul di atas tebing. Mereka berdua menggeram marah.


The Last Demigods Karya Mrseven07 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau telah membunuh saudara kami!!" teriak Polybetes.
"Dan giliran kalian semua untuk mati!" lanjut Alcyoneus.
Mereka berdua melesat ke Zeus. Zeus mencoba menusuk Alcyoneus, tapi dia meleset. Alcyoneus memukulnya dan Zeus pun terhempas ke belakang. Dia menbuat sebuah lubang yang besar di dinding tebing. Polybetes menyemburkan air ke Zeus.
Polybetes dan Alcyoneus tertawa mengejek Zeus. "Hanya itu kekuatanmu, dewa yang 'paling kuat'?!" ejek Polybetes.
"Ayo habisi dia, saudaraku." ujar Alcyoneus dengan nada datar.
Mereka berdua melesat maju bersiap-siap mengakhiri hidup Zeus.
Zeus hanya bersandar di dinding tebing, menutup matanya dan siap mengakhiri hidupnya. Tidak, pikirku. Zeus tidak boleh mati. Kami sudah mengorbankan Clara untuk menyelamatkan Zeus. Dan aku tidak mau kematian Clara sia-sia. Aku mengangkat tanganku dan melemparkan bola api ke depan Zeus. Tanah segera berasap terkena bola apiku. Polybetes dan Alcyoneus berhenti dan kuharap mereka tidak dapat melihat apa-apa.
"Sial! Demigod bodoh!" teriak Alcyoneus marah-marah.
"Aku tidak dapat melihat apa-apa!" balas Poryphorion.
"Zeus! Cepat menjauh!" perintahku. Untungnya, dia menurutiku. Dia menjauh dari situ dan melesat ke atas. Lalu dia berteriak, "Rasakan petirku!"
BOOM!!! Petir menyambar kedua monster tersebut. Mereka berteriak kesakitan. Saat asap sudah reda, aku dapat melihat mereka berdua termutilasi. Sangat mengerikan. Polybetes kehilangan tangan kanannya, sedangkan Alcyoneus kehilangan kaki dan tangan kirinya.
"Lihat apa yang sudah kaulakukan pada kami, Zeus! Kau akan membayarnya!" teriak Polybetes.
Athena segera menghampiri mereka sambil menggotong Demeter yang terluka di punggungnya. "Itu tidak akan terjadi!" Athena mengeluarkan pedangnya dan memenggal leher kedua monster itu. Rasa lega terlihat di wajahnya.
Hera mendatangi Zeus dan bertanya, "Kau tak apa-apa?"
Zeus menggaruk-garuk kepalanya. "Kurasa begitu."
Dewa-dewi yang lain masih sibuk bertarung melawan monster-monster itu. Tapi aku tahu, jika keadaan terus begini, kami akan kewalahan. Kami jelas kalah jumlah.
"Kita tak akan bisa menang. Kita jelas kalah jumlah." ujarku.
Athena, Hera, dan Zeus menoleh padaku. Mereka terlihat marah, tapi kurasa mereka tahu bahwa aku benar.
Zeus menundukkan kepalanya. "Aku benci mengatakan ini, tapi kau ada benarnya nak."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku kehabisan taktik." tanya Athena.
"Hmm..sebenarnya aku punya ide. Tapi ide ini jelas berbahaya. Dan jika gagal, nyawa kita semua akan berada dalam bahaya." jawab Hera.
"Beritahu kami, Hera." pinta Marvel.
"Kau serius? Nyawamu bisa terancam, Marvel." ujarnya.
"Kami tidak takut pada kematian, Hera. Yang kami takutkan adalah, kami tidak dapat memenangkan perang ini." lanjutku.
"Bagaimana?" Hera menoleh pada Zeus. Zeus mengerutkan keningnya seakan tidak yakin, lalu mendesah.
"Baiklah, beritahu mereka." Zeus mengijinkan.
Hera menoleh kembali ke kami. Mata hijaunya membuatku sedikit merinding. "Ada satu cara untuk menghancurkan semua monster-monster itu dengan cepat dan akurat, yaitu dengan mencelupkan badanmu ke Sungai Styx."
Aku menelan ludah. "Sungai Styx? Bukannya sungai itu berada di Dunia Bawah? Kita tidak mungkin sempat kesana."
Hera tersenyum. "Bukan Sungai Styx yang itu, Oliver. Sungai Styx berada di dua tempat, satu di Dunia Bawah sedangkan satu lainnya di dunia manusia. Hanya sedikit orang yang tahu tentang Sungai Styx yang kedua. Kami merahasiakannya dari dulu."
"Lalu dimana sungai itu?" tanya Marvel dengan tidak sabar.
"Sungai Missisipi. Itulah Sungai Styx yang kedua. Hanya saja, tidak ada manusia yang tahu." jawab Zeus.
Aku melongo. "Sungai Missisipi?! Letaknya sangat jauh dari sini sedangkan kita hanya punya beberapa jam lagi!"
Athena tertawa. "Dasar bodoh. Gunakanlah portal Hades! Kau tak mungkin mati saat melewati portal itu karena Hades sudah mati!"
Aku mendesah. Bodohnya aku. Aku lupa bahwa aku dapat menggunakan portal itu, seperti saat aku menggunakan portal itu untuk sampai ke Canadian Rockies. "Tapi dimana portal itu?"
"Aku dapat menciptakan portal itu." jawab Zeus. Sebuah lubang hitam mulai muncul di depanku.
"Sekarang, pergilah Oliver. Kau tak punya banyak waktu. Hera dan Marvel akan ikut bersamamu." ujar Zeus.
Hera mengangguk setuju. "Ayo."
Kami bertiga mulai memasuki portal itu satu per satu. Dan kami pun mulai berkonsentrasi pada tujuan kami, Sungai Missisipi.
Perjalanan lewat portal itu hanya menghabiskan 5 menit. Sangat cepat dibandingkan kami harus kesana jalan kaki. Setelah melewati portal itu, kepalaku sedikit pusing, tapi segera reda. Kami sampai di Sungai Missisipi. Sungai itu panjang dan berkelok-kelok, airnya jernih memantulkan warna bulan di atas. Pohon-pohon hijau mengelilinginya. Aku tidak melihat ada pemukiman atau orang di dekat sungai ini.
"Baiklah, aku akan memberi tahu sedikit informasi kepadamu agar kau bisa selamat saat dicelupkan ke sungai ini." kata Hera.
Aku mengangguk. "Oke."
Hera mengambil napas yang dalam, lalu mengeluarkannya pelan-pelan. "Saat kau dicelupkan ke sungai ini, pasti ada salah satu bagian tubuhmu yang tidak dicelupkan. Di dalam sungai ini ada roh-roh orang mati yang bakal mencoba menarikmu masuk. Dan jika seluruh bagian tubuhmu telah masuk ke dalam sungai ini, ya, kau akan mati."
Marvel menelan ludah. "Oh, tidak."
"Lalu bagaimana caranya agar aku bisa selamat dari roh-roh itu?" tanyaku.
"Kau harus memfokuskan pikiranmu pada sesuatu yang membuatmu tetap ingin berada di dunia ini. Misalnya keluargamu atau apalah. Kau akan berada di dalam sungai itu selama 1 menit, lalu kami akan menarikmu." jawab Hera.
Aku mengerutkan kening. "Tapi..tapi aku tidak tahu."
Hera lepas kendali. "Kau harus tahu! Apa kau mau mati dengan sia-sia?!" Dia berdehem dan berkata, "Maaf."
Aku menundukkan kepala. "Aku sudah mengerti, sekarang ayo kita lakukan."
Hera mengangguk. Dia menuntunku masuk ke dalam sungai itu pelan-pelan. Marvel membantu Hera memegangi tubuhku dan mencelupkannya ke dalam sungai. Aku menarik napas yang dalam.
Sungai itu ternyata hitam. Meskipun aku tidak bernapas, tapi aku bisa merasakan bahwa baunya sangat busuk dan pekat. Semakin dalam aku masuk ke sungai itu, semakin jelas aku dapat melihat sosok-sosok tengkorak yang mencoba menarik lengan dan tubuhku. Kulitku terasa terbakar saat roh-roh itu mencoba menarik lenganku.
Aku menutup mataku dan berkonsentrasi pada ibuku. Aku membayangkan senyuman hangatnya, roti panggang buatannya, dan rambut panjangnya yang menawan. Tapi itu tidak cukup ampuh untuk melawan roh-roh itu. Suara desisan roh-roh itu mulai merusak konsentrasiku. Aku mencoba mengabaikannya, lalu tiba-tiba sadar sesuatu.
Clara. Dialah yang membuatku ingin tetap berada di dunia ini, karena aku ingin membuat pengorbanannya berarti. Aku memfokuskan pikiranku pada dia. Aku membayangkan mata birunya, rambut bergelombangnya, dan yang paling penting, ciuman kami. Setelah beberapa lama memikirkannya, aku mendengar suara Marvel berteriak kepadaku mengisyaratkan bahwa mereka akan mulai menarikku keluar.
Secara perlahan-lahan, mereka menarikku. Tapi roh-roh itu menarikku lebih kuat. Sial, aku benci tarik tambang. Aku sudah berada sekitar 3 menit sekarang, dan aku belum dapat ditarik keluar. Akhirnya, aku melakukan sesuatu yang tak pernah dilakukan sebelumnya. Aku mulai membuat api di tanganku. Api seharusnya padam di dalam air, tapi apiku tidak. Aku menyemburkan api ke bawah sungai dan aku pun meluncur ke atas seperti roket.
BYURR!! Aku keluar dari air dan terjatuh di belakang Marvel dan Hera. Anehnya, tubuhku dan bajuku sama sekali tidak basah. Mereka berdua terlihat lelah dan berkeringat. Saat melihatku selamat, Hera tersenyum dan Marvel pun berlari memelukku.
"Oliver, kau selamat!" teriak Marvel.
Aku tertawa. "Kurasa begitu."
Hera menepuk bahuku. "Sekarang waktunya kembali ke medan perang. Oh ya, tanda Achillesmu di pungg ungmu." Dia membuka bajuku sedikit dan menunjukny a. "Jadi, jangan sampai bagian itu ditusuk atau kau aka n mati. Tapi jika kau ditusuk di bagian tubuhmu yang la in bahkan lehermu, kau tidak akan mati, mungkin hany a terluka."
Aku mengangguk dan portal Hades pun muncul di sebelah kiri kami. Kami bertiga memasuki portal itu dan kami pun ditelan masuk. 5 detik dan kami pun sampai di medan perang. Tapi kebahagiaanku segera berubah menjadi ketakutan. Dewa-dewi yang lain telah dipojokkan oleh pasukan monster itu.
"Oh, tidak." ujarku.
Semua dewa-dewi terlihat lelah dan luka-luka. Dahi Ares tersayat, kaki Dionysus terlihat terkilir, dan tangan ayahku terluka cukup parah. Dia tersenyum saat melihatku, tapi dia tidak dapat menyembunyikan rasa sakitnya. Monster-monster itu menampakkan gigi mereka dan terlihat lapar. Mereka semakin mendekat pada dewa-dewi.
Aku segera berlari ke arah mereka. "Berhenti!"
Pasukan monster itu berhenti dan menoleh padaku. "A da mangsa baru, kawan-kawan!" teriak salah satu Cent aurus.
"Bunuh dia!" teriak monster-monster yang lain.
"Makan!!" teriak seorang Gorgon.
Marvel segera menghampiriku dan berdiri di depanku. "Cukup! Kalian yang akan mati!"
Monster-monster itu tertawa. Lalu beberapa anjing neraka segera menerjang kami. Aku membunuh 2 anjing dengan pedangku. Tubuhku digigit berkali-kali, tapi tidak ada yang mengenai punggung bagian bawahku sehingga aku hanya terluka sedikit. Hal itu sangat membantu. Dalam hitungan detik, aku dan Marvel sudah menghabisi seluruh anjing neraka itu. Monster-monster yang lain menatap kami dengan mulut terbuka. Dewa-dewi yang lain segera menjauh dan segera bergabung dengan Hera.
Beberapa Gorgon mendesis marah dan Cyclops-cyclops menggeram marah. "Kau mencari masalah dengan kami?! Semua tahu apa yang terjadi ketika bermasalah dengan kami!" teriak Cyclops-cyclops itu.
"Ya! Kalian akan mati! Dengan mengenaskan!" lanjut se orang Gorgon.
Aku tersenyum dingin. "Oh ya? Buatlah aku percaya." Aku menoleh pada Marvel, mengisyaratkannya untuk pergi. Dia menentangku, tapi akhirnya dia menurutiku dan bergabung dengan dewa-dewi yang lain. Aku juga mengisyaratkan agar dewa-dewi tidak membantuku.
Begitu mendengarku, monster-monster itu segera melesat ke arahku dan menyerangku. Bagus, sekitar seratus monster melawan satu orang. Dan jika aku meninggal sekarang, setidaknya aku sudah menyelesaikan 3 per empat misiku.
"Oliver, biarkan kami membantu!" teriak Hephaestus.
"Tidak, aku bisa!" balasku.
Aku berlari melawan mereka dan menghabisi satu per satu monster. Pedang-pedang menusuk perut dan dadaku, tapi tidak dapat membunuhku. Tapi aku kewalahan. Seorang monster mirip buaya nyaris menusuk tanda Achillesku, tapi untungnya dia meleset satu sentimeter. Aku berbalik badan dan memotong lehernya.
Berkali-kali monster-monster itu nyaris mengenai tanda Achillesku. Untungnya, aku selalu selamat sampai sejauh ini. Tapi aku tahu aku tidak bisa terus begini. Lalu aku membuat sebuah keputusan. Sebuah keputusan yang mungkin bisa menyelamatkan kami semua..
"Ayah, berikan aku kekuatan.." gumamku.
Aku membuat perisai api di sekelilingku untuk melindungiku dari serangan monster. Lalu aku menutup mataku dan berusaha mengeluarkan seluruh energi dari dalam tubuhku. Tubuhku mulai berkeringat dan mendidih. Tanah mulai terbelah menjadi dua. Batu-batu berukuran besar mulai berjatuhan dari sisi tebing. Aku membuka mataku dengan lebar dan berteriak sangat keras. Kubuka tanganku lebar-lebar.
Bencana pun mulai terjadi. Bukan bencana yang biasa, tapi bencana yang sangat dashyat. Tanah mulai menelan banyak monster. Batu-batu besar menimpa dan membunuh monster-monster itu. Api yang kukeluarkan membakar mereka semua hingga menjadi abu. Tapi aku tak dapat menikmati kemenanganku. Begitu aku melakukan itu semua, semuanya menjadi gelap. Selama sejenak aku dapat mendengar suara ayahku meneriakkan namaku berkali-kali, tapi suara itu menghilang dengan cepat...
********
Cahaya yang sangat terang menyilaukan mataku. Aku membuka mataku dengan pelan dan melihat bahwa aku sedang berbaring di sebuah tempat tidur yang bermodel Yunani. Atap ruangan itu dipenuhi lukisan-lukisan para dewa dewi. Lalu aku melihat seorang lelaki duduk di sebelah tempat tidurku.
"Hei, Oliver!" ucapnya. Mata Marvel berbinar-binar saat melihatku. Dia memakai kemeja putih dan luka-lukanya sudah sembuh. Bahkan tidak ada bekas luka di wajahnya.
"Marvel..dimana aku?" tanyaku, masih kebingungan. Kepalaku terasa sangat pusing. Aku memegangi kepalaku dan memijatnya.
"Kita berada di Gunung Olympus! Gunung Olympus yang di Yunani, yang asli.." teriaknya senang, lalu mengecilkan suaranya. "Para dewa dewi membawamu kesini setelah perang kemarin. Kau sangat hebat, Oliver! Kau memusnahkan seluruh monster itu!"
Aku mencoba tersenyum. Perjalanan kami akhirnya tidak sia-sia. Kami telah menyelesaikan misi ini. Aku tertawa kecil pada Marvel.
Tak lama kemudian, pintu ruangan dibuka dan ayahku masuk. Dia mengenakan baju kasual santai dan jeans. Saat melihatku bangun, dia tersenyum dan menghampiriku. "Hei, Oliver. Selamat karena telah menyelesaikan misimu dengan baik. Aku sangat bangga sebagai..ayahmu."
Meskipun aku menyimpan sejuta pertanyaan untuk Hephaestus, menurutku ini bukan saatnya. Jadi aku hanya membalas senyum padanya. "Terima kasih."
Dia menanyakan keadaanku, dan aku mengangguk yang berarti aku baik-baik saja.
"Oh ya Oliver, Zeus ingin bertemu denganmu." ujar Hephaestus.
"Oh oke." jawabku. Marvel dan Hephaestus membantuku berdiri dan Hephaestus segera menuntunku berjalan keluar. Marvel hanya duduk di ruangan itu, tidak mengikuti kami.
Hephaestus tersenyum. "Zeus juga ingin bertemu denganmu, Marvel. Ayo."
Marvel berdiri dan segera mengikuti kami dengan penuh semangat. Ayahku menuntun kami keluar dari klinik itu dan menuntun kami ke arah sebuah aula yang sangat besar di depan. Kami melewati taman yang sangat indah dan menakjubkan. Bunga-bunga daisy bermekaran dan ada sebuah air terjun yang cukup besar di kanan kami. Ada beberapa dewa-dewi minor yang sedang disana. Mataku berusaha mencari Janus yang telah membunuh ibuku, tapi aku tidak menemukannya. Taman itu sangat luas. Taman terindah yang pernah kulihat.
Gerbang aula itu terbuka. Kami bertiga masuk. Semua dewa-dewi duduk di singgasananya masing-masing yang mengelilingi kami. Zeus berada di tengah, sedangkan Hera dan Poseidon duduk di sebelahnya. Aula ini mirip seperti ruangan pengadilan, hanya saja jauh lebih besar dan menakjubkan. Aku tak bisa berhenti mengaguminya.
Hephaestus menunduk pada Zeus, jadi aku dan Marvel juga ikut menunduk. Lalu Hephaestus segera duduk di singgasananya, menyisakan kami berdua di tengah.
Zeus berdehem. "Aku, eh maksudku kami, ingin mengucapkan terima kasih pada kalian berdua. Sebagai tanda terima kasih, kami akan memberi kalian berdua masing-masing satu permintaan. Kami akan mengabulkannya...jika masuk akal."
Selama sejenak aku girang, tapi dengan cepat aku sadar bahwa hanya ada satu permintaan. Itu berarti aku harus memilih antara menghidupkan kembali Clara atau ibuku. Sebenarnya aku juga ingin menghidupkan Ms Delia, tapi kurasa dia sebaiknya tidak berada di bumi yang kacau ini. Kupandang Marvel dan melihat wajahnya yang tampak memikirkan apa yang akan dia minta.
"Baiklah. Marvel, apa yang kau inginkan?" tanya Zeus.
Marvel menatap Zeus dengan wajah tegang. "Aku...aku ingin kau menyembuhkan adik perempuanku yang sakit."
Mataku segera membelalak. Marvel punya adik perempuan? Dan dia sakit..itulah sebabnya dia tampak sangat ketakutan saat Hades mengancam untuk menyakiti keluarganya.
Zeus menaikkan alisnya. "Penyakit apa yang dideritanya?"
Marvel menelan ludah. Dia tampak sangat sedih. Air mata mulai mengaliri pipinya. "Kanker stadium 4. Semua dokter sudah menyerah untuk menyembuhkannya. Mereka bilang dia mustahil untuk sembuh."
Aku ikut merasakan duka yang Marvel rasakan. Kutepuk bahunya, berusaha menenangkannya. Dia berusaha tersenyum padaku.
Ares mulai berdiri, mengisi keheningan. Dia menundukkan kepalanya. "Marvel, maafkan aku..aku t idak tahu tentang penyakit yang diderita Olivia. Maafka n aku."
Zeus menggaruk-garuk pipinya. Dia hanya menunjukkan ekspresi datar. "Hmm, baik. Permintaanmu dikabulkan." Dia menjentikkan jarinya dan sebuah awan pun mumcul di depan kami. Awan itu menampakkan wajah Olivia, adik Marvel, yang sudah terlihat sehat. Di sampingnya ada seorang wanita cantik yang kuduga pasti ibu Marvel.
Saat melihat Marvel, Olivia mulai girang dan menunjuk ke Marvel. "Ibu! Kak Marvel baik-baik saja! Halo kak! Aku sudah sembuh!" Olivia tersenyum sambil menampakkan giginya.
Marvel mengusap air matanya dan segera berteriak, "Olivia! Ibu! Aku baik-baik saja!"
Ibu Marvel tersenyum. "Cepat pulanglah, Marvel. Kami merindukanmu. Oh ya, titip salam pada ayahmu."
Ares mendengarnya dan tersenyum hangat.
"Marvel, kami harus pergi dulu. Selamat tinggal!" lanjut ibunya. Awan itu pun segera menghilang.
Marvel sudah tidak tampak sedih. Dia terlihat segar seperti semula. Setelah melihat Marvel, Zeus menoleh padaku. "Dan sekarang giliranmu, Oliver."
"Aku, aku tidak tahu." jawabku. Aku menoleh pada Hephaestus. Dia sepertinya dapat membaca pikiranku. Dia mengedipkan mataku, dan itu merupakan pesan : Buatlah pilihan bijak, Oliver. Entah bagaimana aku dapat mengerti itu.
Zeus bertanya sekali lagi, "Cepat, Oliver. Beritahu aku apa permintaanmu. Kau pasti ingin menghidupkan seseorang."
Aku menarik napas dalam, lalu menghembuskannya pelan-pelan. "Aku tidak ingin menghidupkan siapa-siapa. Kurasa sebaiknya ibuku dan Clara tidak hidup lagi. Aku tidak ingin mereka melihat dunia yang kacau balau ini."
Semua dewa-dewi terlihat kaget, bahkan ayahku sekalipun. Zeus mengangguk pelan. "Pilihan yang pintar. Jadi apa permintaanmu?"
Aku menatap Zeus dengan serius. "Masukkanlah semua manusia yang mati karenaku ke Elysium. Lalu, tolong, jangan ganggu kehidupan para demigod lagi. Biarkan kami hidup normal."
Zeus menyipitkan mata padaku. "Permintaan pertamamu dikabulkan. Lagipula, Hades sudah mati sehingga tidak ada yang berkuasa di bawah sana. Aku akan memilih dewa lain untuk menjadi dewa Dunia Bawah. Sedangkan permintaan keduamu.." Dia menoleh pada dewa-dewi lain, lalu kembali menatapku. "Baiklah, aku akan mengabulkannya."
Dewa-dewi yang lain mulai protes. Aula yang tadi hening kini menjadi sangat ramai. Hermes berdiri dengan marah. "Bagaimana jika kita memerlukan mereka?!"
"Ya! Aku tidak dapat berinteraksi dengan anak-anakku!" lanjut Aphrodite. Para dewa-dewi yang lain mengangguk setuju.
Zeus memukul meja di samping singgasananya. Anehnya, meja itu tak tergores sedikit pun. "Cukup! Kalian tetap boleh berinteraksi dengan anak kalian, hanya saja tidak menganggu atau memberi misi pada mereka!"
Aku mengangguk setuju. Marvel juga. "Benar." ujarku. Suasana mulai hening kembali, meskipun ada beberapa dewa dan dewi yang memelototiku, bahkan Zeus juga. Aku mencoba mengabaikannya mereka semua.
Zeus berdiri dari singgasananya. "Pertemuan selesai. Kalian boleh kembali ke kuil kalian masing-masing." Para dewa-dewi keluar serentak, kecuali Zeus, Ares, dan Hephaestus.
Sebelum aku dan Marvel sempat keluar, mereka menghentikan kami. "Tunggu." perintah Zeus.
Kami berbalik badan dan menatap mereka bertiga. "Sekarang saatnya kalian pulang ke rumah." ujar Ares. "Aku dan Hephaestus ingin mengucapkan selamat tinggal."
Ares menghampiri Marvel, sedangkan Hephaestus menghampiriku. "Ayah, banyak pertanyaan yang harus kutanyakan padamu."
Hephaestus tersenyum. "Tidak sekarang, Oliver. Pulanglah, aku janji aku akan mengunjungimu sekali-sekali."
Aku memeluknya dengan sangat erat. "Terima kasih. Untuk segalanya."
Hephaestus mengangguk, lalu kembali ke samping Zeus. Ares lalu bergabung dengan mereka. Zeus memunculkan sebuah portal, dan kami berdua pun masuk. Mereka melambaikan tangan mereka, lalu tersenyum.
********* Aku dan Marvel terjatuh di atas lantai kayu. Aku berdiri dan mengamati sekelilingku. Senyuman muncul di wajahku saat melihat tempat ini. Rumahku. Rumah ini sangat sepi, tidak ada orang. Aku merindukan ibuku, tapi aku tahu dia lebih baik berada di Elysium. Aku bergumam dalam hati : Ibu, terima kasih untuk segalanya. Semoga kau bahagia di bawah sana.
Marvel mengalungkan lengannya di bahuku. "Kita mengalahkan banyak sekali monster, dan kita menyelamatkan Zeus. Aku, kau, dan Clara berhasil! Sekarang apa yang akan kita lakukan?"
Aku tersenyum padanya. "Kau tahu? Menurutku kita harus ke rumahmu!"
Kami berdua tertawa. "Itu urusan nanti. Sekarang ada sesuatu yang harus kita lakukan!"
Aku mengerutkan kening. "Apa?"
Marvel menyikutku. "Lomba lari! Siapa yang sampai ke taman dulu, dia akan ditraktir makan!"
"Tantangan diterima!"
Kami berdua tertawa, lalu segera keluar dari rumahku dan segera berlari ke arah Taman Goodison.
TAMAT Persekutuan Para Iblis 1 Antologi Rasa Karya Ika Natassa Bangau Sakti 33

Cari Blog Ini