Ceritasilat Novel Online

Mawar Jepang 3

Mawar Jepang Karya Rei Kimura Bagian 3


Sejauh ini tak ada satu pun dari tiga puluh pemuda yang sebagian bahkan baru berumur belasan tahun itu yang meragukannya atau mencurigainya seorang perempuan, termasuk tiga atau empat orang yang telah memperkenalkan diri dan mencoba mengajaknya mengobrol.
Sayuri harus mengendalikan sifat ramahnya dan memberikan jawaban pendek-pendek yang tidak memungkinkan terjadinya obrolan panjang, sebab ia tahu bahwa semakin banyak ia berinteraksi dengan rekan-rekan relawannya, semakin besar kemungkinan ia akan salah bicara dan ketahuan.
"Tapi seorang relawan bernama Kyotaru Mogushi tidak terpengaruh oleh jawaban pendek-pendekku, dan akhirnya aku menyerah juga dan kami berteman baik selama pelatihan sampai kami bahkan saling memberikan tanda jempol sebelum pesawat kami lepas landas."
Jantung Sayuri berdetak begitu kuat sampai-sampai ia takut jantungnya akan melesat menembus rongga dadanya. Ia juga tak mampu mengontrol badannya yang gemetar ketika ia berjalan menuju meja petugas rekrutmen.
Petugas bertubuh pendek tegap itu memberinya tatapan tajam dan mengintimidasi, persis seperti yang ditakutkannya. Dan ketika tatapan itu mengamati sekujur tubuhnya, Sayuri berkata dalam hati bahwa semua sudah berakhir. Ia menunggu perintah yang menyuruhnya dibawa pergi untuk dihukum berat karena telah berusaha menipu kemiliteran. Apakah mereka akan menembaknya atau mencambuknya hingga mati?
Sayuri tidak takut mati, sebab itulah tujuannya kemari, untuk mengorbankan nyawanya demi negaranya. Tapi ia ingin mati sebagai pahlawan, bukan sebagai penjahat militer. Ya Tuhan, mengapa petugas itu lama sekali mengamati dirinya?
"Selesai sudah, selesai sudah, selesai sudah..." Ketukan-ketukan pendek dan cepat dari bolpennya di atas meja baja seakan mencemoohnya. Dan ketika ia merasa akan jatuh, suara kasar petugas rekrutmen itu menengahi kekalutan pikirannya.
"Hiro Miyamoto, kau memang terlihat sangat muda dan gugup, tapi aku akan tetap menerimamu, dan kita akan lihat apakah kau mampu menjadi seorang pilot kamikaze. Berikutnya!"
Tanpa sengaja, Sayuri mendesiskan napasnya kuat-kuat. Tetapi untunglah rasa tegang yang mencekam seluruh ruangan itu sangatlah kuat sehingga tak ada yang memerhatikannya dan relawan di belakang Sayuri telah mendorongnya pergi karena begitu bersemangat ingin mencapai meja pendaftaran.
Sayuri berjalan ke arah kelompok relawan yang sudah diterima dengan agak bingung. Ia tak percaya ia dapat melalui proses itu dengan lancar, bahkan mata terlatih sang petugas rekrutmen tak mencurigainya sebagai perempuan! Ia berkali-kali mencubit dirinya sendiri untuk memastikan bahwa semuanya ini nyata dan bukan sekedar mimpi yang menunggunya terjaga. Kali ini semuanya nyata, termasuk kenyataan bahwa ia akan menjadi seorang pilot kamikaze!
Sang perempuan tua yang duduk di kursi bersandaran tinggi itu meraih ke dalam kaleng tua yang selama ini dipangkunya dan mengeluarkan selembar foto seorang pemuda dengan topi ditarik menutupi wajahnya, tersenyum kecil ke arah kamera.
"Itu aku," katanya pelan. "Foto ini diambil sehari sebelum aku terbang dalam misi kamikaze-ku."
Mayumi menunjuk ke arah foto di dinding dan berbisik, "Dan itu juga Anda bersama Takushi, berpose di depan satu pesawat kamikaze, bukan?"
Sayuri mengangguk dan menjawab dengan suara serak yang sarat emosi dan kepedihan hingga Mayumi nyaris tak mendengarnya, "Ya, itu kami, diambil dua hari sebelum kami terbang dalam misi terakhir kami!"
Bab 17 KENYATAAN dari apa yang telah diperbuatnya disadari Sayuri dalam waktu singkat ketika ia mendapati bahwa ia harus tidur, makan, bahkan mandi bersama tiga puluh laki-laki yang melibatkan tingkat ketelanjangan yang berbeda-beda, dan bertahan mendengar kata-kata yang kadang teramat kasar. Intinya situasi yang tak dipikirkannya sebelumnya di tengah kegelisahannya dalam mengubah diri menjadi laki-laki. Untungnya ia pernah menjadi perawat jadi tak terlalu jengah terhadap tubuh telanjang laki-laki, tapi ia harus menemukan cara untuk tetap menjaga identitasnya sebagai perempuan tetapi tetap bersikap normal sehingga tak menimbulkan kecurigaan rekan-rekan relawannya.
Selama berhari-hari ia mengamati kebiasaan mandi para laki-laki itu dan mendapati bahwa laki-laki terakhir akan keluar dari pemandian pukul delapan tiga puluh malam dan hanya satu atau dua yang kadang-kadang mandi. Sayuri akhirnya berhasil mengatur jadwalnya untuk cepat-cepat masuk ke pemandian pada pukul delapan lewat tiga puluh lima, berdoa selama selang waktu lima menit itu tidak ada yang masuk dan memergokinya ketika buru-buru masuk ke air panas.
"Aku beruntung, dan selama beberapa bulan pelatihan, aku kaget hanya dua kali ada orang yang datang terlambat dan selama dua kali itu pula aku tetap berendam di dalam bak yang uap panasnya menutupi lekuk tubuhku hingga mereka pergi. Tapi sekali waktu, laki-laki itu berendam begitu lama sehingga aku hampir pingsan di dalam air panas itu dan ketika aku akhirnya keluar, tubuhku rasanya terbakar dan ada bilur-bilur merah di beberapa tempat."
Mereka tidur bersepuluh dalam satu kamar dan terbagi dalam beberapa ranjang susun. Sayuri memilih tidur di atas sehingga tak akan ada orang yang akan memergoki identitasnya ketika ia berada dalam posisi tertentu ketika terlelap.
Ada beberapa situasi menegangkan, seperti ketika pada suatu petang yang hangat, seorang relawan termuda yang baru berumur tujuh belas tahun mencoba mencopot kemeja Sayuri dan bertanya, "Kenapa kau selalu tidur dengan memakai pakaian lengkap, bahkan di malam yang hangat seperti ini? Sini, lepaskan kemejamu dan santailah sedikit." "Hey, lepaskan tanganmu," jawab Sayuri sambil mendorong remaja itu dengan mantap, hasil dari bertengkar dengan adiknya selama bertahun-tahun. "Aku cuma senang memakai pakaianku, itu saja."
"Tahu tidak," sahut relawan lain, "kudengar kadang-kadang mereka mendatangkan dokter untuk memastikan kita dalam keadaan fit untuk terbang dan kita harus telanjang untuk pemeriksaan fisik."
"Yah, kalau untuk pemeriksaan fisik itu lain ceritanya," jawab Sayuri santai, tapi hatinya telah membelesak jauh ke bawah sampai ia berani bersumpah bisa merasakannya membentur lututnya. Kalau itu terjadi, perjalanannya pasti sudah tamat kecuali ada semacam keajaiban yang membuatnya lolos dari situasi semacam itu.
"Setelah susah tidur beberapa hari karena mengkhawatirkan kemungkinan itu, aku memutuskan bahwa tak ada gunanya khawatir dan menyerahkan semuanya kepada nasib. Akhirnya terbukti bahwa itu tindakan bijaksana karena tak seorang pun bersusah payah melakukan cek medis terhadap kami. Kondisi peperangan sudah berubah dari buruk menjadi putus asa, dan mereka membutuhkan setiap orang yang mau mendaftarkan diri sebagai pilot kamikaze, fit atau tidak fit. Bagaimanapun juga kami dianggap akan mati muda, jadi siapa yang peduli kondisi kesehatan kami!"
Pelatihan awal sungguh-sungguh keras dan tanpa ampun, dan memang dimaksudkan untuk "menjinakkan" para anggota baru secepat mungkin. Pedoman kehormatan bushido yang keras milik para samurai menjadi doa dan lagu tema mereka, dan tuntutan-tuntutan kerasnya menjadi satu-satunya cara hidup yang diterima di pangkalan.
"Setiap dari kami menerima satu lembar Kode Etik Pertempuran yang dikeluarkan oleh sang Panglima Perang, Jendral Hideki Tojo. Lihat, ini dia, aku masih menyimpannya!"
Perempuan tua itu menyorongkan selembar pamflet pudar ke arah Mayumi, dan Mayumi membaca kata-kata kejam dan tanpa perasaan itu dengan suara tertahan.
"Jangan hidup dalam aib. Jangan meninggal dengan cara yang akan meninggalkan aib bagi namamu. Semangat luhur untuk mengorbankan diri harus menjadi penuntunmu melewati hidup dan mati. Jangan pikirkan kematian ketika kau berusaha dengan segenap tetes tenagamu untuk memenuhi tugasmu. Jangan takut mati demi keadilan abadi."
"Itu adalah kode etik yang bisa membekukan aliran darahmu, tapi seperti yang kau lihat," kata Sayuri masam, "aku tak dapat memenuhi banyak dari Kode Etik Jenderal Tojo dan selama bertahun-tahun aku hidup dengan rasa bersalah hanya karena aku masih hidup."
"Dalam beberapa minggu pertama, kami dicuci otak secara intens oleh para pemimpin kami dan suatu tim psikolog tanpa ampun mendoktrin kami tentang kehormatan tak terbantahkan dari mati sebagai pilot kamikaze. Hanya setelah kami lulus dari tes cuci otak yang menyakitkan inilah kami diperbolehkan untuk mengikuti sesi-sesi pelatihan terbang yang sesungguhnya. Sebagian begitu bersemangat dan tak sabar menanti giliran untuk terbang, tapi sebagian lagi hanya terbawa ke dalam Angin Tuhan ini oleh pengaruh pergaulan dan mereka ketakutan setengah mati."
Akhirnya mereka diberi waktu seminggu untuk mempelajari teori mengemudikan pesawat dan hari yang telah ditunggu-tunggu Sayuri akhirnya tiba. Mereka akhirnya akan ditempatkan di dalam pesawat dan, bagi sebagian besar dari mereka, terbang untuk pertama kalinya.
Dan pada hari itu jugalah ia bertemu dengan seorang laki-laki yang akan mengubah hidup matinya untuk selamanya. Seluruh angkatan Sayuri dikirim ke lapangan udara untuk melihat pesawat-pesawat pelatihan mendarat dan mengepulkan debu di landasan, dan mereka diberitahu bahwa besok akan ada satu angkatan pilot kamikaze yang dikirim terbang dari pangkalan ini dalam misi penyerangan kapal-kapal pengangkut Amerika dan tak diharapkan untuk kembali.
Berdiri agak jauh dari para anggota yang ternganga dan terkesima, Sayuri melihat para pilot yang melakukan latihan terbang terakhir mereka keluar dari pesawat dengan wajah dinaungi bayangan helm tempur dan kacamata yang kebesaran, tertawa-tawa dan mengobrol dengan santai seakan-akan kematian mereka esok hari hanyalah bagian dari tugas rutin mereka.
Malam itu, pilot-pilot itu diberi makan malam lezat, dianugerahi penghargaan negara untuk keberanian tertinggi dan dikirim untuk mati esok harinya dengan upacara meriah yang dihadiri oleh sekian banyak orang yang bersorak, menangis, dan mencium tanah sebagai ekspresi terima kasih yang begitu emosional atas pengorbanan yang dilakukan oleh para pilot muda itu demi melindungi tanah air mereka. Terdengar teriakan patriotis, "Sampai jumpa di Yasukuni!" ketika mesin pesawat-pesawat itu dihidupkan dan langsung tinggal landas, menenggelamkan sorak-sorai dan doa yang keluar dari kerumunan orang itu, yang tak berhenti hingga pesawat terakhir menghilang ke dalam langit mendung di kejauhan.
Dan ketika kekalahan Jepang dalam perang semakin nyata, misi kamikaze hampir menjadi kegiatan sehari-hari. Pada hari itu, suatu upacara besar dilakukan untuk melepas kepergian satu armada besar sebanyak dua puluh orang pilot yang akan menjalankan misi mematikan mereka.
Sayuri begitu terkesima dengan segala riuh rendah di landasan terbang yang terjadi setiap kali upacara pelepasan sampai-sampai tak menyadari bahwa seorang pilot yang bersandar di moncong salah satu pesawat sedang memerhatikannya.
Begitulah ia bertemu Takushi Yamashita. Dan kesan pertama yang didapatkannya adalah ia pemuda yang ramping dengan rambut bergelombang hitam pekat yang ketika tersenyum akan memamerkan sebaris gigi paling putih yang pernah dilihat Sayuri. Nanti Sayuri akan menggodanya dengan berkata bahwa sebaris gigi itu bisa bersinar bahkan di malam yang paling gelap sekalipun.
Pemuda itu seorang pelatih pilot kamikaze. Dan di saat Sayuri pertama kali melihatnya, ia merasakan hatinya bergetar. Itu lebih dari sekedar tampang atau pekerjaan yang dilakukannya, tetapi ada semacam energi tertentu yang mengalir antara dua orang asing dan Sayuri tak terkejut ketika pemuda itu menghampirinya.
"Hai," katanya. "Kau pasti salah satu dari pilot baru! Demi Tuhan, kalian semakin bertambah muda saja, kau bahkan terlihat tak lebih dari delapan belas tahun! Oh ya, aku Takushi, dan tugasku adalah melatih para pilot untuk misi kamikaze mereka."
Sayuri sudah nyaris berkata kalau pemuda itu salah karena ia sudah berusia dua puluh tiga tahun, tetapi ia langsung teringat bahwa ia seharusnya memang seperti yang dikira pemuda itu, anak laki-laki yang sedikit lembut dan berada di akhir masa remajanya. Maka Sayuri diam saja.
Dalam jarak dekat, pemuda itu semakin terlihat menarik dan Sayuri berkata dalam hati bahwa laki-laki itu tak mungkin akan tertarik pada perempuan anggun dengan fisik biasa-biasa saja seperti dirinya. Reiko selalu yang lebih cantik di antara mereka dengan lekuk tubuh yang sempurna, dan laki-laki selalu menyukai Reiko.
Sayuri kembali tersadar akan lokasi keberadaannya, peran yang harus dijalankannya, dan ia merasa ngeri atas jalan pikirannya. "Fokus, Sayuri, fokus. Kau seharusnya menjadi seorang laki-laki dan kalau ia tertarik padamu, itu artinya ia tahu kau seorang perempuan! Demi Tuhan, berhenti berpikir seperti perempuan! Ingat, kau laki-laki karena hanya laki-laki yang bisa jadi pilot kamikaze."
Takushi kembali memandangnya dengan heran dan berkata, "Tahu tidak, ada sesuatu yang lain denganmu, yang membuatmu berbeda dari pilot-pilot kamikaze lainnya. Kau sedikit mengingatkanku pada adik laki-lakiku yang baru berumur enam belas tahun! Mungkin itu kenapa aku jadi memiliki naluri melindungi seorang kakak terhadap orang yang tak kukenal!"
"Terima kasih," jawab Sayuri pendek, tapi ia senang pemuda itu menyukainya karena ia mirip adiknya dan mau menjaganya. Beberapa bulan terakhir penuh dengan pengalaman berat dan sudah sangat lama sejak ia terakhir bisa bergantung pada seseorang.
Sayuri sedikit pusing ketika Takushi bergeser semakin dekat padanya. Tanpa menyadari betapa tindakannya itu membuat si calon pilot khawatir, ia berbisik seakan takut perkataannya akan didengar oleh mata-mata militer para pengkhianat, mata-mata lain, serta para tentara yang labil, "Kau terlihat terlalu muda dan naif untuk ini, sebenarnya seberapa besar keinginanmu menjadi pilot kamikaze?"
"Aku menginginkannya lebih dari segala sesuatu di dunia ini," jawab Sayuri dengan suara yang jelas dan mantap.
"Bagus." Takushi mengangguk. "Aku suka pilot dengan semangat dan komitmen nyata yang menjawab tanpa ragu atau takut, sebab entah bagaimana kupikir kau terlihat terlalu lemah untuk menanggung pengorbanan maha berat yang dituntut dari seorang pilot kamikaze."
"Terima kasih sekali lagi, Pak, untuk mempercayaiku," jawab Sayuri. "Para pilot kamikaze adalah kesempatan terakhir kita untuk mengusir kekuatan pasukan Sekutu yang semakin mendekat dan aku ingin ambil bagian dalam kesempatan terakhir itu. Aku mungkin saja terlihat muda, tapi jiwa dan semangatku benar-benar kudedikasikan pada kepentingan bangsa kita."
"Baiklah, baiklah, aku jadi yakin," kata Takushi. Melihat senyumnya, Sayuri tahu kalau pemuda itu geli mendengar pernyataannya yang sungguh-sungguh. Takushi tak menyadari akibat yang ditimbulkannya dalam diri pilot kamikaze muda yang penuh kesungguhan dan tingginya hanya setelinga Takushi itu. Pilot yang begitu muda dan kecil tapi penuh semangat. Takushi menghela napas, berharap ia memiliki kesetiaan idealis dan murni Miyamoto muda ini.
Anehnya Sayuri merasa senang, sebab ia ingin merasa istimewa baginya. Dan tanpa diketahui Sayuri, Takushi juga sedang berperang melawan kegelisahan pikirannya yang berkata bahwa anak laki-laki muda ini, Hiro Miyamoto sebagaimana tertulis di label namanya, berbeda. Bukan hanya suaranya yang tinggi tapi juga pinggulnya yang ramping, tangan yang lembut dan tak berotot dengan jemari yang lentik indah sehingga ia memiliki pikiran gila bahwa anak laki-laki ini sesungguhnya perempuan.
Ya Tuhan, apa perang ini begitu memengaruhinya sehingga ia berubah menjadi gay dan tertarik kepada seorang anak laki-laki? Kelemahan dan ketertarikan konyolnya terhadap lelaki muda yang menaruh kepercayaan penuh kepadanya ini membuatnya takut sekaligus jijik. Maka Takushi berkata dengan tajam, lebih tajam dari yang diperkirakannya, "Baiklah, pergi dan bergabunglah dengan para peserta pelatihan yang lain dan aku akan memulai pelatihan hari ini dengan memperkenalkan kalian semua pada panel kontrol pesawat."
Merasa sedikit kecewa dengan penghentian percakapan yang tiba-tiba ini, Sayuri buru-buru kembali ke teman-teman seangkatannya yang sedang menunggu dengan tidak sabar demonstrasi pesawat dari instruktur mereka. Lalu ia melupakan segalanya ketika instruktur mereka menyalakan mesin pesawat hingga meraung hidup, kekuatannya sungguh dahsyat hingga kelompok kecil yang menonton itu terjatuh, terkesima.
Takushi menjelaskan kepada mereka mulai dari pusat komando dan panel kontrol pesawat yang mencengangkan hingga ke dasar-dasar pengaturan mesin yang akan mengantar masing-masing dari mereka menuju misi dan kematian masing-masing.
Lama setelah sesi pelatihan selesai, Sayuri tetap berada di landasan untuk menyaksikan pesawat-pesawat berputar sebelum tinggal landas. Dan dorongan dalam dirinya untuk berada di atas sana, mengontrol dan menerjunkan pesawatnya langsung pada sasaran kebencian dan menyongsong kematian begitu besar hingga nyaris membuatnya gila. Ya Tuhan, betapa ia membenci orang-orang Amerika dan segala yang telah ditimbulkan oleh pengeboman tanpa henti mereka terhadap negaranya dan sahabat tak tergantikannya, Reiko. Dan bahkan adiknya, Hiro, meninggal karena mereka.
Ia teringat malam-malam ketika ia bangun dan berteriak, "Hentikan pengeboman! Seseorang, hentikan mereka menjatuhkan lebih banyak bom lagi kepada kami!" Sekarang ia memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari "Angin Tuhan" yang akan menghentikan kapal-kapal musuh dengan muatan mereka yang mematikan dari upaya mencapai pantai Jepang. Sayuri merasa terhormat dan takjub atas kekuatan yang dimilikinya.
Malam itu langit cerah dan bersinar oleh ribuan bintang yang berkilauan. Sungguh malam yang begitu indah dan damai, hingga hati Sayuri tercekat oleh rasa perih atas kesendiriannya serta perang yang melemparkan negaranya ke dalam kekalahan dan aib.
Di kejauhan terdengar deru mesin pesawat dan bunyi gemuruh mengerikan yang memberitahunya bahwa di bagian lain kota ini, satu bom telah dijatuhkan dan tak lama rumah sakit-rumah sakit akan penuh digenangi darah mereka yang mati, sekarat, atau terluka. Sayuri berdoa dalam hati ketika ia memikirkan keputusasaan negaranya serta ketulusan hati semua pilot kamikaze termasuk dirinya yang akan pergi untuk mengorbankan nyawanya demi melawan segala tanda kekalahan yang kian mengepung Jepang seiring dengan kekuatan Sekutu yang bergerak mendekat.
Bom! Lebih banyak bom! Seseorang harus menghentikan mereka!
Di suatu tempat di kejauhan, ketenangan malam berbintang itu dipecahkan oleh suara-suara para pilot kamikaze yang minum sake dan berteriak, "Besok kita akan pergi dan menghancurkan mereka, dan giliran mereka untuk mati! Banzai!!"
Bab 18 AKHIRNYA pagi tiba dan sinar pertamanya terlihat menerangi sepetak kecil langit di atas ranjang baja sempit Sayuri, tapi di sekelilingnya masih terdengar suara napas berat diiringi dengkur ringan dari sembilan rekan sekamarnya, menandakan bahwa Sayuri satu-satunya orang yang terbangun. Kantuk masih menyelimutinya, tapi Sayuri tersenyum masam sejenak ketika memikirkan apa yang akan dikatakan ibunya bila melihat anak perempuannya tiap malam tidur bersama dengan sembilan laki-laki dan telanjang di bak pemandian bersama lusinan laki-laki lainnya!
Tidurnya tak nyenyak dan terputus-putus, dan akhirnya Sayuri menghabiskan sebagian besar waktu tidurnya semalam dengan terjaga, memikirkan pertemuannya yang ganjil dengan Takushi Yamashita dan merasa sedikit gelisah sebab semuanya terjadi terlalu cepat dan terlalu lancar. Ketika ia masih sibuk berkutat di dapur, menjadi seorang pilot kamikaze hanyalah suatu mimpi mustahil, tapi sekarang, ketika mimpi itu menjadi kenyataan, begitu banyak emosi dan keraguan yang mengganggu menyerbu pikiran Sayuri.
Tidakkah menembus ketentuan ketat, tak tergoyahkan dan suci tentang pilot kamikaze yang eksklusif hanya untuk laki-laki itu semestinya lebih sulit dari ini? Seorang diri ia telah menantang tak hanya Jenderal Tojo yang begitu ditakuti itu tapi juga seluruh kemiliteran Jepang, menipu dan menghina mereka dengan penyamaran nekatnya. Apa ia akan benar-benar berhasil?
Ya Tuhan, apa ia sudah gila berpikir untuk menjadi seorang pilot kamikaze, apalagi menjalankan ide itu sedemikian jauh hingga ia kini terjebak di dalam lingkaran kebohongan dan kepura-puraan ini? Ia tak pernah naik pesawat sebelumnya, jadi apa yang membuatnya mengira bahwa ia sanggup terbang di dalam pesawat atau bahkan mengemudikannya? Bagaimana kalau nanti ia panik dan mempermalukan dirinya di hadapan Takushi? Takushi berkata bahwa ia mengagumi keberaniannya dan Sayuri harus memenuhi anggapan itu bahkan meskipun hal itu membunuhnya. Dan sekarang, setelah sejauh ini, tidak ada jalan untuk kembali. Ia harus menanggung beban kebohongan ini, dan kenyataan bahwa para pilot kamikaze langsung dikirim pergi dalam misi setelah mereka mendapatkan pelatihan dasar, Sayuri bersyukur ia tak harus menanggung beban itu terlalu lama. Ia akan mati sebagai Hiro Miyamoto dan tak akan ada yang tahu tentang penyamarannya, termasuk sang instrukturnya, Takushi Yamashita.
Memikirkan tentang Takushi membuat Sayuri sedikit melankolis dan kehadirannya yang begitu kuat akhirnya membuat Sayuri tertidur namun tak nyenyak. Sepanjang malam itu ia bermimpi tentang pesawat, armada monster hijau berseliweran di angkasa, meraung ke kejauhan untuk diledakkan dan hancur dalam bola-bola api jingga.
Namun, tak seperti setiap jerit pekik yang mewarnai setiap akhir pengeboman, tak akan ada teriakan manusia setelah ledakan pesawat-pesawat kamikaze. Setiap pilot kamikaze akan menyambut kematiannya dengan penguasaan diri yang hebat, tak membiarkan satu teriak kesakitan pun lolos dari bibirnya, meski lidah-lidah api dari pesawat yang terbakar itu memangsa dagingnya.
Tepat sebelum fajar menjelang, Sayuri terbangun dengan banjir keringat dingin hasil dari gambaran mengerikan di mimpinya. Dan meskipun ia tahu di luar masih gelap, tak ada gunanya lagi untuk tidur kembali. Setelah bergerak-gerak gelisah di tempat tidurnya selama lima belas menit, ia menyerah lalu mengenakan seragamnya, berkutat dengan kancing-kancing logam yang menjadi asing dalam gelap. Sambil menjinjing sepatu botnya, Sayuri mengendap-endap keluar dari asrama sementara kesembilan teman sekamarnya, yang kelelahan baik fisik maupun mental akibat latihan yang begitu keras, masih pulas tertidur.
Sayuri langsung menuju landasan udara dengan harapan menemukan kedamaian di antara pesawat-pesawat yang diam berselimutkan embun pagi. Dan orang yang paling tak disangkanya akan berada di sana adalah Takushi yang sedang berjongkok, sibuk memeriksa pesawat yang akan diterbangkannya pagi itu.
Laki-laki itu bangkit waktu didengarnya ada orang datang, lalu ia berseru, "Apa itu Hiro Miyamoto? Apa yang kaulakukan bangun sepagi ini? Aku baru akan menyelesaikan memeriksa pesawat yang akan kita pakai dalam pelajaran terbang pagi ini. Berhubung kau sudah bangun, kemarilah dan bantu aku. Mungkin kau juga bisa belajar sesuatu."
"Pesawat yang indah," bisik Sayuri sambil mengelus permukaan baja dingin sayap pesawat itu. "Apa ini salah satu pesawat kamikaze?"
"Ya. Setiap pesawat di sini akan berakhir sebagai pesawat kamikaze," jawab Takushi. "Sulit untuk dipercaya ya, benda secantik ini akan dihancurkan dalam suatu bola api. Aku mencintai pesawat dan sakit rasanya kehilangan hampir seluruh angkatan udara kita dengan cara ini. Tapi dalam kondisi seperti ini, kita harus memberikan segalanya untuk bangsa kita."
Takushi berhenti dan lagi-lagi memandang heran ke arah Sayuri. Sayuri tersadar bahwa mungkin ia telah menimbulkan kecurigaan laki-laki itu dengan menjadi begitu bersemangat berada di samping pesawat kamikaze, lupa bahwa ia harus pura-pura menjadi laki-laki. Seorang laki-laki tak akan menyentuh pesawat dengan kelembutan semacam itu dan berbisik untuk menyebutnya indah. Jadi ia tak menyalahkan Takushi seandainya pemuda itu bertanya-tanya.
Mungkin Takushi menyangka, amit-amit, dirinya gay. Tapi lebih baik disangka gay daripada perempuan kalau ia tetap mau meneruskan penyamaran ini!
"Hati-hati," katanya kepada dirinya sendiri. "Atau kau akan membongkar kedokmu sendiri!"
Dengan suara keras Sayuri berkata, "Ya, memang sulit dipercaya bahwa pesawat-pesawat ini ditakdirkan berakhir seperti itu sebagaimana takdir para pilot kamikaze seperti kita! Tapi kau sepertinya menerima semua yang terjadi di sini dengan tenang dan aku bertanya-tanya bagaimana kau melakukannya? "
Takushi mengangkat bahu sambil membanting satu tingkap hingga menutup lalu memeriksa mur-mur dan baut-bautnya. "Ini suatu pekerjaan. Dan pelajaran pertama bila kau benar-benar mau menjadi pilot kamikaze adalah kau harus menyingkirkan segala perasaanmu kecuali hasrat teguh untuk membunuh dirimu sendiri dan musuhmu demi negaramu. Apa kau tahu pangkalan ini mengadakan kelas-kelas "patriotisme" wajib untuk para pilot kamikaze? Dan aturan yang tak dapat ditawar adalah tak seorang pun kembali dari misi bunuh diri ini kecuali ia bersedia menanggung hidup penuh aib dan kegagalan."
"Tugas seorang pilot kamikaze adalah mati, kau paham? Ini bukan mainan anak kecil atau gaya-gayaan untuk menjadi pahlawan!" ia menambahkan dan menatap Sayuri tajam. "Apa kau masih yakin mau melakukan ini? Kau begitu mirip adikku, aku bisa membantumu untuk keluar meski kau sudah mencapai tahap ini!"
"Aku tahu ini misi yang begitu menegangkan dan menakutkan, tapi ya, aku masih mau menjadi pilot kamikaze dan aku yakin aku bisa," jawab Sayuri dengan yakin. "Jadi tolong ajari aku terbang. Dan harus sebaik apa kemampuan terbangku sebelum bisa terpilih untuk suatu misi?"
"Jujur saja, kau cuma perlu tahu dasar-dasarnya seperti bagaimana membuat pesawat lepas landas dan bagaimana mengarahkan pesawat menuju sasaran dan menabrakkannya. Sebagian pilot, seperti kamu, tidak pernah terbang. Ingat saja, toh ini misi untuk menabrakkan pesawat, bukan untuk menerbangkannya lalu mendaratkannya kembali dengan selamat. Satu-satunya cara pesawat kamikaze untuk turun adalah dengan meledak terbakar!"
Sayuri tak menyadari bahwa sementara mereka berbicara, Takushi telah membuka satu pintu tingkap dan naik hingga masuk ke kokpit sampai ia memberi tanda kepada Sayuri untuk mengikutinya dan duduk di kursi hitam usang di sebelahnya.
Bagi Sayuri, bagian dalam pesawat itu tak terbayangkan sebelumnya. Selama beberapa menit ia hanya terdiam, ternganga melihat panel kontrol di hadapannya lengkap dengan deretan tombol, tuas, dan lampu berkedip-kedip. Akhirnya ia mendengar suara Takushi datang dari kejauhan, menjelaskan kepadanya fungsi tiap-tiap kenop dan tombol.
Sayuri menarik napas dalam-dalam ketika ia mulai merasa gugup dan berkata kepada dirinya, "Ingat, tetap tenang, penuh perhitungan, fokus, dan tolong, tanpa emosi!"
"Bagaimana aku bisa mengingat semua tombol ini? Apa aku harus menuliskannya di selembar kertas?" teriaknya mengatasi bunyi mesin pesawat yang sudah dihidupkan. Sepertinya Takushi bisa mendengarnya sebab ia balas berteriak, "Jangan kuatir, kau tak perlu mengingat semua tombol. Pilot-pilot kamikaze hanya butuh tahu bagaimana membuat pesawat lepas landas dan mengarahkannya pada sasaran yang ditentukan. Kau akan bisa melakukannya dalam waktu singkat."
Takushi menunjukkan cara melepas rem pesawat dan menambah ketinggian. Sayuri begitu sibuk mempelajari tombol-tombol itu sampai tak menyadari kapan mereka tinggal landas. Ia baru sadar sewaktu menoleh ke bawah dan terkesiap.
"Aku mengajakmu jalan-jalan sebentar dengan si cantik ini!" teriak Takushi menengahi raungan mesin.
Mosaik indah yang terdiri dari rumah-rumah, bangunan-bangunan, dan padang terhampar di hadapan mereka dengan masih sedikit tertutup kabut fajar. Sayuri terpesona oleh pemandangan yang memukau ketika mereka terbang semakin dan semakin tinggi. Ia sama sekali tidak takut, dan di atas sana hidup seakan terhenti dalam suatu dunia tak nyata dan tak ada yang tidak mungkin.
Sayuri melihat instruktur terbangnya mengamati dengan sinar aneh di matanya. Lalu ia merasakan suatu terjangan emosi, dan tiba-tiba, tanpa alasan jelas, ribuan kaki di atas tanah dan kenyataan, ia memandang mereka berdua seperti pasangan yang begitu pas.
Keerotisan pikiran itu membuat pipinya memerah, dan Takushi mendorong kacamata terbangnya ke atas kepala lalu berkata dengan lebih santai dari perasaannya yang sesungguhnya, "Melihat wajahmu yang berubah begitu merah, penerbangan ini pasti sangat menyenangkan bagimu!"
Di dalam hatinya, Takushi mengutuki dirinya sendiri, "Apa kau gila? Bagaimana mungkin kau merasa seperti ini terhadap laki-laki?" Ini pasti gara-gara perang ini dan terus-terusan berada di pangkalan penuh laki-laki serta telah begitu lamanya ia tak bercinta dengan perempuan sehingga ia menjadi tertarik secara seksual pada anak laki-laki ini!
Sayuri merasa lega raungan mesin pesawat yang teramat keras itu menyulitkan mereka untuk meneruskan pembicaraan. Maka ia cuma mengangguk dan Takushi lanjut memberinya instruksi bagaimana mengendalikan pesawat hingga mencapai sasarannya. Tetapi ketegangan aneh di antara keduanya tetap berlanjut. Ditambah dengan kegembiraan atas penerbangan pertamanya, Sayuri mendapati dirinya berharap ini tak pernah berakhir.
Setelah terbang selama lima belas menit, mereka mengalami turbulensi. Pesawat bergoyang hebat, tapi Sayuri tidaklah peduli atau takut. Bagaimanapun ia akan menjadi seorang pilot kamikaze tanpa rasa takut yang akan menerbangkan pesawat untuk menabrakkannya dan mati, bukan untuk selamat. Jadi goncangan sama sekali bukanlah sesuatu untuk ditakuti dibandingkan misi yang lebih besar.
Malah, semakin keras kapal bergoyang dan meluncur di dalam turbulensi, semakin tertantang dan tenang ia. Sayuri sama sekali tidak takut pada angkasa yang membentang tanpa batas di hadapannya.
"Hari itu aku mengenyahkan seluruh rasa takut dan keraguanku untuk selamanya dan aku mendapati diriku memiliki semua kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pilot kamikaze. Aku tenang, tak kenal takut, punya kontrol yang penuh perhitungan, dan gairah yang cukup untuk mati demi kaisar dan negara," kata Sayuri Miyamoto tua kepada Mayumi di hari ketiga sesi wawancara mereka. "Sepanjang musim panas itu Takushi mengajari kami terbang, bersusah payah memastikan kami mengerti semua dasar-dasarnya. Dan gairahku terus bertumbuh karena tiga alasan. Pertama untuk mencapai hari ketika aku sudah siap menerbangkan pesawat dan membelah langit untuk menerjunkan diri pada sasaranku. Kedua adalah kebencian membara kepada orang-orang Amerika yang telah membunuh sahabatku, adikku, dan begitu banyak orang Jepang lainnya. Dan yang ketiga, semakin memuncaknya gairah terlarangku kepada instruktur terbangku, Takushi. Perasaan tak diundang itu sama sekali tak terduga dan benar-benar mengganggu agendaku.
Setiap malam seusai latihan terbang, Sayuri dan seluruh teman-teman seangkatannya harus mengikuti kelas-kelas "indoktrinasi" selama tiga jam berturut-turut. Di sela-sela jadwal itu mereka diharuskan untuk menjaga kobar semangat patriotis mereka dengan mendengarkan radio yang tak hentinya meneriakkan siaran kebencian dan propaganda dengan suara bergemerisik. Di samping keteguhannya untuk menjadi pilot kamikaze, Sayuri mendapati dirinya masih perlu mendengarkan suara gemerisik itu sehingga ia tak akan mengurungkan niatnya dan membiarkan permohonan ibunya atas hidup dan perdamaian dan bukannya kematian serta pertumpahan darah memengaruhinya.
Dua minggu setelah latihan terbang dimulai, Sayuri kembali bermimpi yang menakutkan. Tetapi kali ini Reiko muncul di dalam mimpinya dengan mata cokelat indahnya yang penuh dengan kekecewaan dan kesedihan tiada tara. Reiko terus mengelengkan kepalanya dan angin sedingin es membawa suara lembutnya kepada Sayuri, "Jangan... jangan... jangan lakukan itu... tolonglah, Sayuri... kau tak ditakdirkan untuk membunuh siapa pun!"
"Tapi semua ini untukmu dan untuk adikku Hiro. Semuanya untuk kalian berdua. Aku benci orang-orang Amerika atas semua yang telah mereka perbuat terhadap kita dan aku mau membunuh mereka!" Ia mendengar dirinya berteriak tapi Reiko tak mau menerima.
"Tidak," katanya sedih. "Jangan lakukan demi aku sebab
kau tahu aku mencintai perdamaian, cinta, dan pengampunan. Bukan kekerasan, kematian, dan balas dendam."
Api semakin membesar dan bertambah panas, semakin lama semakin berlomba menaiki kaki Sayuri, seakan tak sabar menelan dirinya. Rasa sakit yang teramat sangat dengan cepat merasuki sekujur tubuhnya dan Sayuri terbangun dengan berteriak keras-keras karena ia seakan bisa merasakan panas api itu.
Rekannya yang menempati ranjang di bawahnya terbangun dan memprotes, "Siapa itu yang ribut-ribut?"
Sayuri menjejalkan tinjunya ke mulut untuk menghentikan teriakannya dan ketika ia sudah tenang ia menjawab, "Maaf, aku mimpi buruk! "
Rekannya itu menggerutu dan Sayuri mendengarnya membalik-balikkan badan beberapa kali sebelum kembali tertidur. Suasana kembali tenang dan hanya terkadang terusik oleh suara dengkur halus dan celetoh tak sadar dari rekan-rekan sekamarnya, layaknya malam-malam yang lain di pangkalan pilot kamikaze ini.
Sayuri menjatuhkan kepalanya ke bantal, merasa tentram mendengar bunyi dengkur rekan-rekan sekamarnya, dan kali ini tidurnya pulas tanpa mimpi.
Bab 19 AKU sangat luwes di udara dan dalam waktu sebulan aku sudah siap mengemudikan pesawat didampingi oleh Takushi," ujari Sayuri memulai hari keempat wawancaranya dengan Mayumi. "Bahkan Takushi mengagumi betapa lancarnya aku lepas landas, terbang, dan mendarat di landasan tanpa banyak mengalami kesulitan. Di hari pelatihan biasa, kami hanya punya waktu terbang sejam sebab Takushi masih harus mendampingi para pilot lain satu persatu, tapi bagiku itu satu jam penuh kebahagiaan."
"Di atas sana Takushi akan menjelaskan berbagai hal kepadaku, sebagian besar tentang sistem kamikaze. Sesuatu yang wajar sebenarnya, mengingat bahwa hal itulah yang mempersatukan kami dan satu-satunya kesamaan yang kami miliki saat itu."
Sayuri jadi tahu bahwa ada dua tipe pilot kamikaze, yang pertama adalah pilot yang menerbangkan pesawat dan melakukan misi penyerangan seorang diri, yang kedua adalah pilot yang ditempatkan di pesawat kecil yang dipasangi bahan peledak dengan sebutan "bunga cherry" yang diikatkan pada pesawat lain yang dikemudikan oleh pilot non-kamikaze. Sewaktu pesawat mencapai sasarannya, pesawat yang lebih besar akan melepaskan pesawat yang lebih kecil di bawahnya dan mengirimnya meluncur bersama pilot kamikaze dan bahan-bahan peledak itu untuk menghancurkan sasaran tersebut. Sayuri memutuskan menjadi pilot kamikaze yang sesungguhnya, yang terbang menyerang dalam misi dan bukan yang kedua, yang hanya "dijatuhkan" pada target. Dan karena itu ia harus berlatih lebih keras lagi.
Setelah itu, pada suatu sore tiba-tiba saja dunianya serasa hancur berantakan dengan teramat memalukannya. Sayuri tidak begitu tahu bagaimana hal itu terjadi tapi setelah suatu sesi latihan terbang yang dibatalkan, ia memutuskan untuk kembali ke kamar asramanya. Setelah melihat kamar itu kosong, tanpa pikir panjang ia melepaskan kemejanya yang kuyup oleh keringat, tepat ketika pintu kamar terbuka dan tampaklah Takushi berdiri di ambang pintu, melihat ke arah tubuh perempuan Sayuri dengan tidak percaya.
"Hiro Miyamoto, kau seorang perempuan?" Suaranya terdengar lantang dan bergema di ruangan itu, berpantulan di dinding bagai peluru-peluru mematikan.
Takushi terus menatapnya sementara Sayuri secara naluriah mengenakan kembali kemejanya, tetapi tangannya begitu gemetaran sehingga ia bahkan tak bisa mengancingkan kemejanya dengan benar. Kancing kemeja itu berkali-kali lepas dari jemarinya dan air mata frustrasi Sayuri mulai menuruni wajahnya. Lalu Sayuri mendapati Takushi menghampirinya dan mengancingkan kemeja itu untuknya.
"Tolong jangan laporkan aku," pinta Sayuri. "Aku akan melakukan apa pun untuk itu, apa pun."
Tawarannya jelas, lalu wajah dan telinga Sayuri memerah karena keberanian tawarannya sendiri, tapi ia balas menatap Takushi dengan berani dan penuh keyakinan. Bagaimanapun juga, Reiko pernah tidur dengan laki-laki hanya demi sepeda untuk Hiro, jadi biarlah kalau ia menggunakan tubuhnya untuk membajak pesawat demi menyelamatkan negaranya. Nyawa itu begitu murah di masa perang dan para perempuan siap menawarkan tubuh mereka demi sesuatu yang jauh lebih tak ada artinya, tapi Sayuri masih merasa malu dan jijik terhadap dirinya sendiri. Namun ia sudah putus asa untuk tetap berada dalam program kamikaze ini dan tidak ingin menerima hukuman militer yang berat atau bahkan eksekusi tembak mati atas kebohongannya.
"Tolonglah, bila mereka tahu, aku mungkin dieksekusi dan bila aku harus mati, aku mau mati dengan terhormat, sebagai seorang pilot kamikaze dan seorang pahlawan nasional yang layak mendapat tempat di Kuil Yasukuni!"
Kesenyapan panjang tercipta sementara Takushi berusaha menenangkan dirinya setelah mengetahui bahwa Sayuri sebenarnya seorang perempuan, dan ia berkutat antara kemarahan karena telah ditipu serta kekaguman yang kian menguat pada keteguhan hati dan patriotismenya yang telah mengantarkan gadis ini hingga sejauh ini untuk mati demi negaranya.
Akhirnya rasa kagum pada keberanian yang menyentuh dan tanpa pamrih itulah yang lebih besar, dan Takushi menjawab dengan serius, "Terima kasih atas tawaranmu," tetapi matanya bersinar senang. "Tetapi tidak, aku tak akan menerimanya, untuk alasan apa pun itu. Kau tentu tahu kalau aku wajib melaporkanmu, tapi aku menghormati dan mengagumi keinginan dan komitmenmu untuk menjadi seorang pilot kamikaze. Niat dan energi semacam itu harus didorong. Maka aku baru saja memutuskan untuk tak melaporkanmu. Tapi kita harus hati-hati, sebab aku juga bisa ditembak mati jika ketahuan melanggar peraturan militer demi melindungimu!"
"Di samping itu, jika dipikir-pikir lagi, aku tak terlalu terkejut meskipun kau menjalankan peranmu dengan cukup meyakinkan. Tapi selalu ada sesuatu dengan dirimu yang membingungkanku sejak pertama kali bertemu dan sekarang aku tahu apa itu!"
Sayuri terdiam lama, terkesima oleh kebaikan hati laki-laki yang tak berutang apa pun kepadanya, termasuk persahabatan. Hatinya dipenuhi kelegaan karena Takushi tak akan membongkar penyamarannya dan ia tak dapat menemukan kata-kata yang pas untuk berterima kasih atas kerelaan Takushi membahayakan hidupnya sendiri serta integritas kemiliterannya demi melindungi Sayuri.
"Bagaimana? Kau diam saja, jadi itu artinya kita sepakat dalam hal ini?" tanya Takushi.
"Ya, tentu saja iya," ujar Sayuri. Matanya berkaca-kaca dan ia mati-matian menahan air matanya sebab pilot kamikaze tidak menangis. Khususnya saat ini, ia harus menunjukkan kepada Takushi orang seperti apa dirinya! "Aku hanya begitu terkesima oleh tawaranmu yang tak terduga untuk membantuku sehingga aku tak tahu harus berkata apa. Terima kasih tidaklah cukup!"
"Ingat saja satu hal. Kode etik Bushido milik samurai juga memiliki tempat untuk para perempuan. Aku ingat ibuku pernah memberitahu bahwa Bushido juga memuji para perempuan "yang mengangkat dirinya dari kelemahan kelompoknya dan menampilkan ketabahan heroik dari para laki-laki yang paling kuat dan berani." Dan itulah yang kaulakukan."
Sesuai janjinya, Takushi menyelesaikan pelatihan intensif pilot-pilot itu selama seminggu berikutnya tanpa membocorkan apa pun dan memperlakukan Sayuri seperti layaknya laki-laki lain di timnya.
Tetapi mereka berdua menyadari adanya ketertarikan khusus di antara mereka, bahkan sebelum malam itu. Setelah mandi kilat di pemandian yang telah sepi, Sayuri tidak tahan mendengar obrolan omong kosong rekan-rekan pilot kamikaze-nya di kamar dan ia memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian. Itu salah satu malam saat ia butuh menyendiri untuk mengatur pikiran yang berkecamuk di kepalanya serta menenangkan jiwanya.
"Malam yang indah, tetapi pikiran-pikiran buruk mengerumuni pikiranku bagai belatung," keluh Sayuri menatap langit berbintang dengan bulan sabit yang malu-malu seperti seorang gadis kecil mengintip di ambang pintu.
Ia berjalan menyusuri jalan yang sudah dikenalnya baik menuju gudang perbekalan yang memiliki bangku kayu di luarnya, tempat Sayuri sering duduk untuk menenangkan diri sebelum kembali bertingkah laksana laki-laki di antara rekan sekamarnya.
"Akui saja, kau tahu apa yang mengganggumu! Kau gelisah dan merasa kosong karena setelah sesi pelatihan ini selesai, kau tak akan bertemu dengan Takushi san dan kau akan sangat merindukannya," bisik suara hatinya dan Sayuri membungkamnya dengan marah.
"Omong kosong," tukasnya. Lalu ia nyaris terjatuh dari bangku itu ketika terdengar suara di belakangnya berkata, "Apa yang omong kosong?"
Jantung Sayuri mulai berdegup kencang sebab sebelum ia menoleh dan menemukan sebaris gigi putih di bawah sinar bulan itu pun, ia sudah tahu suara siapa itu. Itu Takushi. Dan mereka sendirian saja di gudang perbekalan yang sepi sementara bintang-bintang bersinar di atas sana dan bulan bersinar keperakan di atas sosok gelap mereka. Sayuri merasa ini benar-benar romantis dan mulai melayang. Dan ketika ia duduk di sebelah Sayuri dengan sangat dekat hingga Sayuri bisa merasakan napas pemuda itu, semuanya terasa wajar saja.
Sewaktu Takushi mulai menciuminya dengan segala gairah atas perasaan mereka dan semangat perjalanan mereka berdua menuju misi kamikaze demi negara mereka, Sayuri tidak menolaknya sebab ia merasa seakan telah menanti saat-saat ini sepanjang hidupnya.
"Aku selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya bercinta pertama kalinya, dan mungkin aku telah membayangkan sesuatu yang penuh keajaiban dan kelembutan. Tapi aku tak pernah membayangkannya seperti waktu itu, dengan isak tangis keluar dari mulutku ketika aku menyerahkan tubuhku kepada laki-laki yang akan kucintai lebih dari hidup ini sendiri di tengah-tengah kegairahan brutal dari kamikaze yang sama-sama kami jalani! Dalam banyak hal, cinta kami sama putus asanya dengan kamikaze itu."
"Hubungan kami telah berubah, bergerak menuju arah yang lain, penuh dengan cinta, nafsu, semangat, malam-malam di gudang penyimpanan sepi yang membahayakan karir dan bahkan nyawa kami berdua, serta ciuman-ciuman dalam di angkasa tempat tak seorang pun bisa menggapai kami."
"Kami berdua adalah pilot kamikaze yang telah bersumpah menyerahkan nyawa kami, tetapi kami masih bias mencintai dan tertawa meski kami tak berhak melakukannya. Kadang-kadang aku merasa bersalah atas kesenangan apa pun yang kurasakan, sementara sebagai pilot kamikaze, aku ditakdirkan untuk menderita dan mati, dan satu-satunya kesenanganku adalah ketika aku menerbangkan pesawatku menuju sasaranku. Penderitaan yang akan terjadi nanti kuanggap sebagai hukuman atas kebahagiaan terlarang yang tak mampu kami lawan."
Hari yang terus menghantui Sayuri akhirnya akhirnya datang juga. Suatu malam Takushi datang ke kamarnya dengan berita bahwa suatu misi telah dijadwalkan bulan depan dan Takushi diperintahkan untuk "berpikir" untuk mendaftar. Apakah Sayuri telah siap untuk pergi bersamanya dan mati bersama-sama? Untuk sesaat, Sayuri ingin tertawa. Takushi tak banyak bicara, tapi caranya menyampaikan berita itu begitu tenang seakan-akan ia sedang mengajak Sayuri pergi menonton film!
Ia bertanya-tanya apa yang akan dikatakan kedua orang-tuanya jika mereka tahu anak perempuannya sedang menjalani pelatihan untuk menjadi seorang pilot kamikaze dan sedang memiliki hubungan dengan seorang laki-laki yang dengan santai mengajaknya berangkat dalam misi bunuh diri bersamanya seolah-olah ajakannya itu untuk nonton film atau makan malam!
Mungkin Takushi sedang bercanda, satu bulan sepertinya terlalu cepat, bukan? Sayuri diam-diam mengamati wajahnya yang tegas dan menyadari bahwa laki-laki itu benar-benar serius. Kalau begini, apakah ini akhir dari semua pelatihan yang mereka jalani selama berminggu-minggu?
"Aku ingin kita terbang beriringan sehingga di saat kita terjun, kita terjun bersama," kata Takushi.
Sayuri kembali merasa geli dan ingin tertawa atas kegilaan semuanya ini. Kekasihnya baru saja memintanya menghabiskan seluruh sisa hidupnya bersamanya tetapi bukan dalam pernikahan dan menghabiskan masa tua bersama, melainkan di dalam misi untuk mengakhiri hidup mereka bersama! Dan mengapa ia begitu rewel? Bukankah ini dasar dari cinta dan gairah singkat mereka, dan memang beginilah seharusnya? Apakah Sayuri telah lupa bahwa mereka adalah pilot kamikaze dan tak bisa memiliki cinta, tawa, dan kehidupan orang-orang biasa?
Meski begitu Sayuri bersusah payah menelan ludah sebelum menjawab, "Bulan depan? Agak terlalu cepat, tapi kurasa kita adalah pilot kamikaze dan bagaimanapun kita harus siap untuk berangkat kapan saja, di mana saja, bukan?"
Terdengar derap langkah, lalu tiga orang rekan sekamar-nya masuk sambil bersuka cita karena mereka telah terpilih untuk pergi dalam misi berikutnya. Sayuri bersyukur atas gangguan yang mencegahnya untuk menyatakan kepada Takushi betapa gusarnya ia tentang betapa singkatnya waktu mereka bersama, sedangkan sebagai seorang pilot kamikaze ia seharusnya bersuka ria seperti rekan-rekan sekamarnya.
Teriakan-teriakan "Banzai" dan "Kita akan segera mengambil tempat di kuil Yasukuni!" dari mereka memenuhi ruangan dengan segenap energi dan gairah yang tulus sehingga dalam waktu singkat Sayuri telah terisap ke dalam antusiasme dan keinginan tulus tak tergoyahkan mereka untuk mati demi Jepang.
"Aku bisa melakukan ini! Semua akan baik-baik saja!" Itu yang dikatakannya kepada dirinya sendiri sewaktu menyaksikan sosok ramping Takushi berjalan menjauh di koridor dan akhirnya berbelok.
Malam itu Takushi mengajak Sayuri berkencan yang sesungguhnya untuk pertama kalinya di luar pangkalan, pesawat-pesawat kamikaze, dan seragam pilot. Mereka menyuap prajurit jaga untuk pura-pura tak melihat dan membiarkan mereka keluar dari pangkalan menuju ke salah satu dari sedikit restauran yang masih buka di kota itu.
Malam itu cuaca cerah dengan bulan sabit menggantung malas di langit. Angin sepoi mulai berembus dan memainkan rambut mereka ketika mereka bergegas meninggalkan pangkalan, berhati-hati untuk tetap terlindung sehingga mereka tak akan diberhentikan dan diperiksa. Malam itu adalah malam mereka berdua untuk melakukan hal-hal yang sewajarnya dilakukan oleh sepasang kekasih dan mereka tak ingin ada sesuatu pun yang merusaknya. Sayuri membiarkan rambutnya tergerai, mengenakan gaun motif bunga-bunga serta sepatu berhak tinggi, semuanya habis-habisan meneriakkan sisi femininnya. Malam ini ia ingin menjadi perempuan seutuhnya untuk Takushi.
Restauran yang kecil dan penuh asap itu dipenuhi oleh orang-orang daerah itu dan petugas-petugas militer dari kamp dekat sana, tetapi untungnya tak ada seorang pun dari pangkalan udara. Sibuk dengan diri mereka sendiri, para tamu tak ada yang terlalu memperhatikan sepasang kekasih yang terlihat menarik, yang duduk di salah satu sudut dan berbincang dengan asyik. Tetapi dari cara mereka bergandengan tangan dan sorot yang terpancar dari mata mereka, jelaslah bahwa mereka benar-benar saling jatuh cinta.
Bagi Sayuri, itu malam yang tak terlupakan. Mereka seperti sepasang remaja konyol yang membicarakan hal-hal yang mereka ketahui tak akan terwujud, seperti rumah di kota asalnya, Matsumoto lengkap dengan pinus tinggi, anak-anak yang akan memiliki rambut dan gigi Takushi serta mata indah Sayuri, bahkan seekor anjing yang akan memporakporandakan taman mereka.
Terbawa oleh euforia saat itu, Sayuri berkata, "Aku barusan berpikir, Takushi, bagaimana kalau kita batal menjadi pilot kamikaze. Kita masih bisa memperoleh semua hal yang baru saja kita bicarakan."
Sinar di mata Takushi meredup dan ia berkata dengan serius, "Malam ini begitu ajaib, penuh impian dan fantasi. Apa yang barusan kaukatakan tak akan terjadi sebab mereka tak akan membiarkan kita pergi. Begitu kau mendaftarkan diri sebagai pilot kamikaze, mereka tak akan melepaskanmu. Dan tak peduli di mana pun kau sembunyi, mereka akan menemukanmu dan menembak mati dirimu sebagai contoh bagi orang-orang lain yang sedang mempertimbangkan untuk berubah pikiran."
"Kita bisa pergi ke arah utara. Daerah itu sangat luas dan liar, tak ada seorang pun yang akan menemukan kita," desak Sayuri.
"Pihak militer ada di mana-mana dan mereka akan menemukan kita. Mereka akan menembak kita dan membuat kita mati dengan cara yang sangat tidak terhormat. Setiap tindakan para pilot kamikaze diawasi dan dicatat dengan saksama. Bahkan sekarang ini mereka mungkin tahu aku diam-diam meninggalkan pangkalan, tapi mereka pura-pura tidak tahu sebab mereka pikir toh aku akan mati tak lama lagi, jadi mereka membiarkanku bersenang-senang selama beberapa jam bersama dengan seorang perempuan," kata Takushi.
Sayuri mengangguk, tapi air matanya mulai timbul di balik matanya yang rapat memejam. Takushi benar, tentu saja. Tak ada jalan untuk kembali dalam keadaan hidup. Begitu kau mendaftar sebagai pilot kamikaze, kau menandatangani surat perintah kematianmu sendiri yang tak dapat dibatalkan.
Sayuri menggenggam erat-erat hingga kukunya meninggalkan bekas merah. Kemiliteran jelas punya alasan tepat untuk tak memercayai seorang perempuan sebagai pilot kamikaze! Lihatlah betapa cepat ia telah mengubah ke putusan bulatnya begitu ia jatuh cinta dan membiarkan perasaannya menjadi penghalang. Pada saat itu Sayuri benar-bear merasa jijik terhadap dirinya sendiri karena begitu lembek dan membuktikan bahwa mereka benar.
"Kau benar, Takushi, di manakah kebulatan tekad dan gairahku untuk menjadi seorang pilot kamikaze?" ujarnya. "Aku begitu lemah dan aku membenci diriku karenanya. Tapi salahkah jatuh cinta lalu menginginkan waktu dan hidup yang sedikit lebih lama untuk menikmati cinta itu?"
"Tidak, itu tidak salah. Tapi kita pilot kamikaze, dan di menit kita bersumpah memberikan nyawa kita, kita tak lagi berhak atas nyawa itu. Ini kode etik kehormatan, Sayuri, apa kau paham?" jawab Takushi. "Seperti kode bushido untuk para samurai. Mereka tidak ragu untuk melakukan seppuku demi kehormatan mereka, dan seperti itulah kita sebagai pilot kamikaze. Kita harus menghormati sumpah kita."
Kesenangan dan keajaiban malam itu telah hilang. Sayuri tak ingin malam itu berakhir seperti itu, jadi ia berkata, "Kita seharusnya bahagia malam ini, jadi mari berhenti memikirkan hal-hal mengerikan seperti itu. Mari kita berjalan-jalan menyusuri sungai."
Bulan telah tinggi di langit sewaktu mereka keluar dari izakaya itu dan berjalan menuju jalan kecil yang mengarah ke sungai di bawah sana, menyusuri dengan setia setiap lekuk dan keloknya. Sinar bulan berkilau keperakan di atas air sungai yang begitu tenang, menciptakan aura romantis di sekeliling mereka. Malam itu teramat indah dan tenang, dan susah untuk dipercaya bahwa perang masih berkecamuk di sekeliling mereka dan bahwa setiap menit semakin membawa mereka mendekati akhir mematikan yang telah mereka pilih.
Setelah berjalan selama setengah jam, mereka beristirahat di tonjolan batu landai dan satu bintang jatuh menggores langit, meninggalkan segaris jejak keperakan. Sayuri ingat ibunya berbisik penuh rahasia di suatu hari pada masa kanak-kanaknya dulu, "Jika kau melihat bintang jatuh, buatlah permohonan dan itu akan dikabulkan!"
Malam itu hati Sayuri terasa berat oleh bayangan gelap kematian yang menanti bagai burung bangkai hendak mengejar buruannya. Ia memejamkan mata dan membuat suatu permohonan, tahu bahwa hanya keajaibanlah yang dapat menjadikannya nyata.
Takushi mengacak-acak rambut Sayuri dan bertanya sambil tertawa, "Apa yang kau minta?"
"Aku tak bisa memberitahumu," jawab Sayuri sungguh-sungguh. "Atau permintaanku tak akan pernah terkabul, itu yang dulu dikatakan ibuku!"
Tak lama, mereka harus kembali ke kenyataan bahwa mereka adalah pilot kamikaze. Tapi malam ini, sampai beberapa saat lagi, Sayuri adalah seorang perempuan yang, sama seperti perempuan lain, mencoba memohon suatu keajaiban yang dapat menyelamatkan cinta mereka dari suatu sumpah yang sebentar lagi akan datang menagih nyawa mereka tanpa ampun atau perkecualian.
Sayuri gemetar ketika ia mengingat peringatan yang diberikan kepada para pilot kamikaze yang ambisius, "Pastikan kau yakin ketika mendaftar, sebab tak ada jalan untuk kembali. Pihak militer tidak menerima atau peduli pada perubahan niat atau pikiran begitu kau mendaftar. Dan hukuman bagi disersi dari kamikaze adalah tembak mati."
Secara teknis, ia bebas karena ia perempuan. Sebagai perempuan, ia tidak bisa mendaftar sebagai pilot kamikaze. Dan yang perlu dilakukannya hanyalah membuka penyamarannya dan menerima hukuman atasnya. Tetapi mereka tak akan pernah melepaskan Takushi. Dan ketika pesawat yang dijadwalkan terbang menjalankan misi mematikan dua minggu lagi itu terbang, Takushi harus berada di dalamnya.
Tapi ia tak bisa membiarkan Takushi terbang sendiri. Mereka telah berikrar dan Takushi mendaftar karena ia ingin melakukan perjalanan terakhir itu bersama Sayuri. Jadi ketika saatnya misi penyerangan itu tiba, Sayuri akan ada di sana, pesawat mereka akan terbang bersebelahan.
"Itu suatu ironi dan perubahan hidup yang aneh. Aku mulai dengan ingin menjadi seorang pilot kamikaze karena ingin membalas dendam dan rasa benci terhadap pasukan Sekutu yang telah mengambil nyawa sahabatku, Reiko, dan adikku serta begitu banyak orang Jepang dengan pengeboman mereka yang tiada henti. Dan sekarang aku akan naik pesawat itu demi cintaku kepada Takushi, seluruh kebencian dan niatku membalas dendam telah habis terkoyak," ujar perempuan tua berbalut kimono hijau laut itu, air mata bergulir tanpa ditutupi di pipinya yang tirus.
Mayumi menyodorkan sebungkus tisu kepadanya tanpa berkata apa-apa dan menunggu perempuan tua itu menenangkan dirinya. Sepertinya tak ada sesuatu pun yang dapat dikatakannya untuk menenangkan Sayuri tua ini dan meringankan beban kenangan yang dibawanya hingga kubur nanti.
Takushi merasa Sayuri gemetar dan membungkuskan jaket miliknya ke badan Sayuri. Lalu mereka duduk di permukaan batu yang landai itu, memandangi air sungai yang tenang dan bercahaya, saling berpelukan sementara dunia mereka berdua mulai runtuh.
Malam itu Takushi mengambil risiko ketahuan dan dihukum berat dengan menghabiskan hampir sepanjang malam bersama Sayuri di suatu ruang kantor kosong yang ditemukannya. Dan ketika ia mengeluarkan kondom yang diberikan oleh kemiliteran kepada semua tentaranya demi mencegah kelahiran bayi-bayi di masa perang dan penularan penyakit dari para pelacur yang datang ke pangkalan secara berkala, Sayuri menghentikannya dan berkata, "Sepertinya konyol, bukan, berjaga-jaga sementara dalam waktu dua minggu kita akan mati. Tidak, Takushi, aku mau kita menyatu, benar-benar menyatu tanpa ada yang memisahkan kita, bahkan lapisan karet tipis itu."
Lama setelah Takushi telah tertidur pulas dengan satu lengan merangkul Sayuri penuh perlindungan, Sayuri terbaring namun tidak tidur, melainkan bingung dan ketakutan. Sebagian dari dirinya masih ingin menjadi seorang pilot kamikaze, tapi bagian lain dari dirinya mulai melihat bahwa hidup dengan segala kemungkinan yang dimilikinya lebih indah daripada kematian. Dan justru bagian itulah yang mulai menguat. Garis tipis yang memisahkan keduanya kian samar dan menyatu menjadi suatu kolam kebingungan dan ketidakpastian. Sementara rasa malu atas kelemahan dan ketidakyakinannya menaungi dirinya.
"Aku seperti anak kecil yang telah terlibat dalam suatu perkelahian lebih besar yang tak dapat diatasinya. Tapi kali ini perkelahian itu bukan perkelahian biasa melainkan melawan kematian!"
Dan di dalam lubuk hatinya, kata-kata ini terus kembali dan menghantuinya, "Kemiliteran itu benar. Perempuan tidak memenuhi syarat untuk menjadi pilot kamikaze! Lihat dirimu. Begitu ada laki-laki yang datang dalam kehidupanmu, hal yang sulit dipercaya terjadi, sebab kau benar-benar mulai mempertanyakan nilai keputusanmu untuk menjadi pilot kamikaze!"
"Betapa memalukannya kau dengan egois meletakkan kepentingan dan keinginan pribadimu di atas kepentingan dan kebaikan negara! Memalukan!"
Bab 20 DENGAN berlalunya bulan demi bulan di tahun 1945, bahkan bombardir propaganda dan cuci otak setiap hari yang dilakukan oleh pemerintah Kerajaan tak mampu menutupi lebih lama lagi kenyataan bahwa kerajaan Jepang sedang berangsur tumbang dan hanya keajaibanlah yang dapat menyelamatkan mereka dari kekalahan yang demikian memalukan. Namun seperti yang dikatakan komandan pangkalan Sayuri, Jepang tak akan menyerah kalah tanpa melakukan perlawanan sengit terhadap pasukan Sekutu yang kian mendekat. Mereka akan membalas dengan roket dan bom manusia, yaitu pilot-pilot kamikaze mereka yang mengagetkan dunia dengan metode perang yang begitu berani.
Semakin Jepang kalah, semakin kalap pihak militer menggunakan persediaan pilot kamikaze-nya yang semakin menipis itu untuk menghentikan laju kedatangan pasukan Sekutu. Pangkalan itu menerima pemuda macam apa pun untuk dibekali pelatihan dasar sebagai pilot kamikaze sebelum mengirim mereka kepada kematian.
Takushi selalu menemani Sayuri di dalam ruang penjelasan, tempat peta-peta besar wilayah Pasifik ditempelkan di dinding dan pin berwarna merah ditancapkan di sana sebagai penanda area sasaran mereka. Dan meskipun mereka berdua mulai membuat orang memandang penasaran ke arah mereka dan berbisik-bisik sambil tersenyum bahwa mereka homoseksual, ketika hitungan mundur kematian mereka telah dimulai, tak ada yang lebih penting bagi Takushi dan Sayuri selain menghabiskan waktu sebanyak yang mereka bisa.
Ruang penjelasan itu adalah tempat di pangkalan yang paling sering dikunjungi para pilot kamikaze yang terpilih untuk menjalankan misi di hari-hari terakhir mereka. Dan rasa gugup yang mendominasi atmosfer di sana begitu kuat sehingga mereka semua terseret ke dalam energi itu.
"Itu adalah tempat yang kautakuti tapi kau sekaligus ingin berada di sana. Mirip perasaan yang Hiro dan aku rasakan ketika menonton film hantu yang kami tunggu-tunggu di Matsumoto. Kami akan memejamkan mata pada bagian-bagian menyeramkan, tapi kami tak mampu menahan diri dari mengintip di sela-sela jari tangan yang menutupi mata kami!"
Para petugas yang memberikan sesi penjelasan secara berkala menyuntikkan dan mengobarkan rasa nasionalisme dan kebencian terhadap pasukan Sekutu di kalangan relawan kamikaze itu untuk tetap menjaga moral dan semangat juang mereka berada di titik tertinggi. Petugas-petugas itu sungguh hebat, bahkan semangat dan keyakinan Sayuri yang melemah akhirnya dipulihkan.
"Banzai! Banzai!" Para pilot itu berteriak secara teratur dan serempak. Rasa percaya mereka atas perubahan kekalahan Jepang yang bisa mereka ciptakan dengan pengorbanan mereka begitu kuat sehingga sulit untuk tidak terseret dan tenggelam di dalamnya.
Malam itu, sepasukan pilot kamikaze berjumlah enam orang berangkat membawa bahan peledak untuk diterbangkan menuju sasaran-sasaran tertentu di perairan dekat Hawaii. Sayuri menyaksikan para pilot muda itu naik ke dalam kokpit pesawat sambil melambaikan tangan kepada kerumunan orang yang bersorak-sorai dan membuat tanda V dengan jari mereka. Pilot-pilot itu terlihat benar-benar siap dan bahagia untuk terbang dan mati demi negara mereka. Tak satu pun menunjukkan barang secercah rasa takut atau penyesalan.
Sayuri berteman dengan dua pilot yang berangkat malam itu, masing-masing adalah lulusan dari universitas elit Waseda dan Tokyo. Mereka begitu terbakar gairah meledakkan kapal-kapal musuh sampai mereka memilih berada di kantor pangkalan setiap hari demi menunggu slot untuk melakukan misi penerbangan maut mereka. Malam itu, akhirnya giliran mereka datang juga. Dan ketika mereka ber-balik untuk melambai, Sayuri melihat rasa bangga terpancar di wajah-wajah mereka. Tak ada ketakutan, hanya rasa terhormat dan senang untuk mati demi negara mereka, dan itu mengingatkan Sayuri pada kode etik sepukku yang kejam milik para samurai.
Di luar pangkalan, orang banyak telah berkerumun untuk menyaksikan para pilot kamikaze lepas landas. Sebagian orang-orang itu memejamkan mata, berdoa bagi jiwa para pemuda yang akan berangkat menyongsong kematian mereka, dan sebagian lagi meneriakkan ucapan terima kasih dan semangat kepada "putera-putera Jepang." Ini pemandangan yang sama setiap kali armada pilot kamikaze berangkat, tapi orang-orang itu selalu muncul berbondong-bondong.
"Banzai! Banzai! Banzai!" Begitu teriak orang-orang itu sewaktu pesawat-pesawat lepas landas dan melaju kencang menuju cakrawala, teriakan-teriakan yang tak berhenti sebelum pesawat-pesawat itu hanya terlihat bagai titik-titik hitam dan menghilang....
Keesokan harinya, mereka mendengar di siaran berita bahwa kecuali tiga pesawat, semua pesawat mengenai sasaran mereka. Tapi satu hal yang jelas, para pemuda dengan pendidikan elit yang dilatih terburu-buru dan melompat masuk ke dalam pesawat mereka sambil tersenyum itu sudah tak ada lagi. Dengan target yang luput, nyawa dan pengorbanan mereka sia-sia belaka.
"Apa pernah ada pilot kamikaze yang tak mengenai sasarannya dan selamat?" tanya Sayuri kepada Takushi ketika mereka kembali ke bangunan utama.
"Ya, ada beberapa kasus pilot kamikaze yang selamat. Dan ketika mereka dibawa pulang dalam keadaan hidup, hidup mereka berubah menjadi mimpi buruk," jawab Takushi. "Mereka menyebutnya cuci otak ?korektif? secara intensif. Kekurangan makanan dan tidur yang parah, siksaan, ejekan, segala macam yang bisa kaupikirkan dan semua itu termasuk ke dalam ?paket aib? kamikaze!"
23 Mei 1945. Hari yang tak akan pernah dilupakan Sayuri sebab itulah hari Takushi dipanggil untuk melakukan misi kamikaze-nya. Terlalu banyak pilot tak becus yang dikirimkan, terlalu banyak target yang meleset belakangan ini, dan pihak militer membutuhkan dorongan semangat dalam program kamikaze nekat mereka. Maka itulah saatnya untuk memanggil pilot-pilot berpengalaman seperti Takushi. Di hari itu Takushi menerima perintah untuk terbang bersama delapan pilot kamikaze, untuk kembali melancarkan serangan pada armada kapal perang Amerika yang dengan pasti bergerak menuju Okinawa. Pada saat-saat terakhir, Takushi berhasil meminta agar Sayuri diikutkan di dalam misi itu sehingga mereka akan berangkat bersama-sama.
Wajah Takushi tak menunjukkan ekspresi apa-apa ketika seorang prajurit memberikan surat perintah itu kepadanya. Tetapi Sayuri mulai gemetar, kebiasaan yang dimilikinya sejak kecil setiap kali ia gugup atau tertekan. Dan ia hanya bisa memandang takjub ketika kopi yang dipegangnya tumpah, lalu noda coklat mulai membesar di seragam abu-abunya.
"Begitu cepat?" bisiknya, dan Takushi mengangguk.
"Panggilan tugas dan kita harus melakukan sumpah kita. Ingatlah selalu Kode Etik Kehormatan Samurai, Bushido, setiap kali niat kita goyah."
"Bagaimanakah perasaanku saat tiba waktunya untuk mewujudkan semua perkataanku tentang menjadi pilot kamikaze? Meskipun aku memasang tampang berani, di lubuk hatiku aku benar-benar takut. Tapi tidak ada jalan untuk lari. Pilot kamikaze yang berhenti bahkan lebih buruk daripada yang gagal dan kembali dalam keadaan hidup."
Sayuri ingin bertemu dengan kedua orangtuanya untuk terakhir kali, tetapi ia tak mungkin melakukan perjalanan pulang itu dalam waktu seminggu, apalagi setelah banyak jalur kereta api hancur terkena bom sepekan lalu. Selain itu ada alasan emosional untuk tak melakukannya. Sayuri tahu bila ia menemui orangtuanya lagi, akan semakin berat baginya untuk menaiki pesawat itu bila saatnya tiba.
Beberapa minggu lalu Sayuri menulis surat kepada orangtuanya, memberitahu bahwa ia telah menjadi relawan pilot kamikaze tanpa menyebutkan ia harus menyamar sebagai laki-laki untuk melakukannya. Takushi telah memperingatkannya bahwa semua surat yang keluar dari pangkalan itu disensor terlebih dahulu. Jadi orangtuanya harus memikirkan sendiri bagaimana ia sampai bisa menjadi relawan di dalam program kamikaze yang khusus laki-laki itu.
Tetapi setelah ia mengirimkan surat itu, Sayuri terus khawatir selama berhari-hari memikirkan balasan yang mungkin membongkar penyamarannya. Sayuri terlambat menyadari bahwa mereka juga menyensor surat-surat yang masuk. Orangtuanya hanya perlu mempertanyakan bagaimana seorang perempuan bisa mendaftar menjadi pilot kamikaze, dan petugas sensor itu akan langsung melaporkannya kepada pimpinan dan selesailah semuanya. Ia takan akan pernah bertemu Takushi atau terbang bersamanya lagi, dan mereka tak akan bisa mati bersama demi kebanggaan dan kejayaan negara mereka.
"Mengapa aku begitu ceroboh?" ratapnya. Tapi Sayuri tak berpikir bahwa orangtuanya akan cukup cerdik untuk menyadari bahwa surat mereka akan dibaca oleh petugas sensor dan ketika balasan itu datang, surat itu hanya berisi rasa bangga atas pengorbanan yang dilakukannya untuk melindungi keluarga dan negaranya, dan mereka berjanji akan mendoakannya di kuil setiap hari.
Pada akhirnya misi mereka ditunda seminggu sebab adanya informasi bahwa pasukan tempur udara Sekutu akan mengebom lapangan-lapangan terbang dan hangar telah membuat semua pilot pontang-panting menerbangkan pesawat-pesawat itu ke suatu lokasi rahasia di utara sampai keadaan membaik. Takushi pergi selama tiga hari dan Sayuri begitu merindukannya. Ia tidak tahan terpisah dengan Takushi sebab hari-hari kebersamaan mereka sudah semakin sedikit dan malam-malam dilaluinya di tempat tidur dengan menahan napas setiap kali terdengar langkah sepatu bot lewat di depan kamarnya.
Suatu malam, karena begitu kesepian dan seakan tak memiliki tujuan, Sayuri berjalan ke lapangan udara tanpa mempedulikan lampu sorot yang terang dan terkadang berotasi menyinari seluruh pangkalan. Satu pesawat tua yang digunakan untuk demonstrasi diam berdiri sendirian di sana bagai jiwa Sayuri saat itu. Tak ada yang mau repot-repot menyingkirkan pesawat itu.
Sayuri mencoba membuka pintunya yang ternyata langsung membuka ketika pegangannya digerakkan. Lalu ia melangkah masuk, duduk di kursi pilot dan meraba panel kontrolnya. Tombol-tombol besi yang dingin itu terasa menyenangkan baginya dan mereka berhasil menenangkan riuh-rendah perasaan dan keraguan yang menghantui hari-harinya belakangan ini.
Lalu tubuhnya tiba-tiba menegang saat terdengar suara langkah berat sepatu bot di jalanan berkerikil mendekat ke arahnya dan sinar senter yang terang diarahkan kepada pesawat itu. Secepat kilat Sayuri tiarap di dasar kokpit pesawat dan menunggu nyaris tanpa berani bernapas.
"Ada orang di sana?" Petugas jaga itu berseru dan mengintip ke dalam pesawat. Tetapi karena Sayuri mengenakan pakaian yang sangat gelap, petugas itu tak dapat melihatnya. Bila ia tertangkap, hukumannya akan sangat berat. Sebab tak seorang pun, termasuk para pilot, diperbolehkan mendekati pesawat di luar jam latihan terbang karena takut terjadi sabotase atau pengotak-atikan informasi keamanan.
Sayuri melepaskan napas lega saat petugas itu tidak jadi memeriksa bagian dalam pesawat dan memutuskan untuk pergi. Jika ia tertangkap dan dihukum karena telah melanggar peraturan militer, ia bisa jadi tak akan berangkat dalam misi kamikaze-nya bersama Takushi dan Takushi harus pergi menyongsong mautnya seorang diri! Pada saat itulah Sayuri menyadari pentingnya terbang beriringan dengan Takushi pada penerbangan terakhir mereka.
Sewaktu pesawat itu menerjang sasarannya, Sayuri ingin berada di sana, terbakar bersama Takushi. Dan untuk sesaat, Sayuri merasa ngeri oleh kekuatan emosinya sendiri. Apakah ia telah menjadi gila seperti sekte-sekte keagamaan yang pikirannya sudah tercuci otak, yang bermunculan tepat sebelum perang dimulai? Apakah ia tetap Sayuri yang sama yang berasal dari keluarga baik-baik di pedesaan Matsumoto? Sayuri merasa lega ia tak bisa bertemu dengan orangtuanya lagi sebab ia tak dapat menemui mereka sebagai pilot kamikaze dengan pikiran sakit yang bersuka cita atas tujuan ?bunuh-atau-dibunuh.?
Maka malam itu, di dalam pesawat tua itu, Sayuri tahu bahwa dirinya masih ingin menjadi pilot kamikaze dan keinginannya untuk mati bersama Takushi masih begitu kuat. Ia juga tahu bahwa segala kekhawatiran dan keraguan yang dimilikinya akan hilang begitu ia berada di langit sana, dan mereka berdua akan menyambut kematian mereka dengan penuh kejayaan demi cinta mereka terhadap negara dan satu sama lain. Pada akhirnya kehormatan akan menang atas segala perasaan dan pikiran yang menggoyahkan mereka.
"Malam itu Takushi kembali dari misi rahasianya, dan kami menghabiskan hampir sepanjang malam memadu kasih dan membicarakan tentang sumpah kehormatan kami. Setiap kali terdengar suara langkah di luar, kami tak bereaksi, sebab kami tak lagi peduli apa mereka akan menemukan kami. Bagaimanapun, yang kami miliki adalah saat itu. Kami tak memiliki masa depan yang harus kami pedulikan atau usahakan."
Bab 21 JEDA satu minggu itu berlalu dengan cepat, dan tibalah hari sebelum Takushi dan Sayuri dijadwalkan terbang meninggalkan Jepang keesokan harinya. Dan kali ini mereka sadar bahwa tak akan ada lagi penundaan atau jeda.
"Rasanya seperti terpidana yang menunggu eksekusi hukuman mati, hanya saja kami diberi tahu bahwa kami adalah pahlawan, bukan penjahat. Kami akan menyongsong kematian kami demi menyelamatkan negara kami yang telah putus asa dari serangan musuh."
Para pilot kamikaze sengaja diberi pemberitahuan mendadak, biasanya sehari atau dua hari sebelum jadwal kebe-rangkatan mereka supaya mereka tak punya banyak waktu untuk merenungkan nasib mereka dan menjadi kalap. Di hari ketika misi mereka dipastikan tanpa adanya kemungkinan ditunda, Sayuri menemukan Takushi sedang bersandar di pesawatnya. Wajah Takushi sedikit lebih pucat dari biasanya, tapi ia menyambut kedatangan Sayuri dengan giginya yang putih bersinar.
"Telah diputuskan misiku berangkat besok," katanya tenang. Tetapi gerakan pendek otot rahangnya menunjukkan kegelisahan di dalam hatinya. "Dan kau ada di unit penyerangan yang sama."
Sayuri bersusah payah menelan ludah, tapi rasanya begitu berat. Kakinya seakan berubah menjadi batu dan ia hanya bisa tercekat di tempat. Apa yang baru saja dikatakannya? Bahwa mereka akan terbang menyongsong maut dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam? Jadi inilah akhir dari semuanya dan mereka hanya punya sangat sedikit waktu untuk berdua!
Angin sepoi berembus, mengacaukan debu di landasan militer yang kasar itu dan Sayuri memandangi tarian titik-titik debu itu dengan sedikit bingung. Suara-suara yang menyuarakan keraguan, logika, dan kehormatan ribut mengelilingi dirinya, berebut menguasai pikirannya. Akhirnya suara logikalah yang menang.
"Kau mau menyalahkan siapa?" katanya. "Kau mau jadi pilot kamikaze, dan meskipun kau tidak mungkin melakukannya karena kau perempuan, kau berusaha mati-matian dan akhirnya berhasil mendapatkan yang kauinginkan. Ya, kau mau membuktikan kepada dunia bahwa kau dapat melakukannya, jadi apa yang kauharapkan? Menikmati kemuliaan sebagai seorang pilot kamikaze tanpa harus mengorbankan nyawamu demi posisi "terhormat" dalam sejarah itu?"
Takushi melihat kesedihan Sayuri dan langsung menghampiri untuk memeluknya tanpa peduli ada orang yang melihat mereka.
"Jangan takut, Sayuri, meskipun aku tahu itu lebih mudah diucapkan," bisiknya. Napasnya membuat rambut-rambut di sekitar telinga Sayuri bergerak pelan.
Takushi melihat ke sekeliling seakan takut ada yang akan mendengarnya lalu melanjutkan, "Sebenarnya aku belakangan ini berpikir keras dan sungguh-sungguh, dan aku tak mau kau ikut terbang dalam misi ini bersamaku. Tolonglah, jangan berangkat, sehingga salah satu dari kita akan tetap hidup untuk menjaga kenangan cinta kita serta masa-masa singkat kebersamaan kita. Tolonglah, Sayuri, jangan pergi bersamaku. Kau masih punya kesempatan, mengaku saja bahwa kau perempuan. Dan meskipun mereka akan menghukummu dengan berat, kau tetap masih akan hidup."
"Tidak," jawab Sayuri. Suaranya tegas dan jelas. "Aku ingin terbang di sampingmu sampai akhir, sebagai kekasih, teman, dan rekan pilot kamikaze-mu menuju kebakaan." "Selama pelatihan aku selalu bertanya-tanya bagaimana rasanya. Bagaimana perasaanku ketika tiba saatnya bagiku untuk benar-benar naik ke pesawat itu. Dan aku tak menyangka akan sebegitu tenang, tanpa perasaan kecuali keinginan tunggal untuk secepatnya menaiki pesawat itu dan menuntaskan semuanya." Mayumi mendengarkan suara tipis itu mengenang hampir lima dekade ke belakang dan merasakan bulu kuduknya meremang atas intensitas cerita Sayuri yang kian memuncak.
Para pilot kamikaze yang akan berangkat hari itu disuguhi makan siang yang sangat lezat untuk ukuran zaman perang ketika dilakukan penjatahan bahkan atas makanan pokok. Namun Sayuri dan Takushi duduk bersisian di meja panjang yang dihiasi bendera negeri matahari terbit itu tanpa menyentuh makanan mereka. Di bawah lipatan alas meja, tangan mereka saling menggenggam dan seiring dengan berlalunya waktu, mereka berdua tahu bahwa itu adalah terakhir kalinya mereka bisa saling menyentuh sampai mereka bertemu lagi di kehidupan berikutnya.
Sore itu termasuk hangat dan cerah untuk musim itu, dan sembilan pilot kamikaze yang masing-masing memegang bungkusan berisi nasi dan tahu perlambang keberuntungan dan berkat Tuhan itu melangkah keluar menuju landasan pesawat. Dan bahkan sebelum Sayuri melihatnya, ia sudah mendengar suara kerumunan orang-orang yang berkumpul untuk melihat pesawat mereka lepas landas. Ia sudah melihat pemandangan itu berkali-kali sebelumnya, tapi hari itu berbeda. Ia adalah salah satu dari para pemeran utama dan sorak-sorai penuh pujian dari sekian banyak orang itu juga ditujukan kepada dirinya. Semangat, cinta, dan energi rakyat Jepang bagi para pilot kamikaze mereka itu seperti obat mujarab yang membuatnya mengabaikan semua perasaan selain keinginan teramat kuat untuk tidak mengecewakan orang-orang ini.
Semangat yang dibangkitkan di dalam diri para pilot kamikaze oleh orang-orang yang bersorak-sorai itu mengenyahkan segala jejak ketakutan atau penyesalan. Dan Sayuri terbawa ke dalam suatu ketenangan mendalam ketika ia melangkah masuk ke dalam pesawatnya kemudian berbalik untuk melambai kepada orang-orang yang membungkuk penuh hormat kepadanya, mengangkat tangan dengan jemari membentuk tanda V legendaris itu. Tepat di depan Sayuri, Takushi telah duduk di dalam pesawatnya dan ketika pemuda itu membalikkan badan untuk melihat Sayuri terakhir kalinya, pandangan mereka bertemu di atas jurang kehormatan dan pengorbanan yang memisahkan mereka, dan Sayuri berbisik, "Sayonara, kekasihku, sayonara."
Apa itu yang dikatakan Reiko beberapa hari sebelum ia meninggal? Bahwa lebih baik pernah mencintai kemudian berpisah, daripada tak pernah mencintai sama sekali. Semalam mereka menuliskan surat untuk dibawa oleh masing-masing dari mereka ke dalam kematian. Sekarang surat dari Takushi berada di dalam kemejanya, di sebelah jantungnya, bersama dengan surat dari ayahnya yang menyatakan kebanggaan serta terima kasih atas pengorbanan anaknya demi melindungi mereka semua dari musuh.
Dengan jari gemetar Sayuri membuka surat dari Takushi.
"Sayuri-ku tersayang," begitu surat itu dimulai.
"Kita bertemu dan memulai hidup bersama kita yang singkat ini sebagai dua orang pilot kamikaze, dan hari ini kita akan mengakhirinya dalam kebanggaan dan kehormatan demi mempertahankan negara, keluarga, dan rumah kita.
Jangan pernah lupa bahwa cinta kita teramat istimewa, masa-masa indah yang berhasil kita curi sementara menanti giliran untuk mati demi negara kita. Kita tidak akan pernah tahu rasanya menjadi tua dan menjadi orangtua dari anak-anak yang terlahir dari cinta kita berdua.
Jika saatnya tiba, jangan takut, Sayuri. Sebab aku akan pergi dahulu dan di saat ledakan itu, pikirkan tentang aku yang telah berada di dunia sana, menanti untuk menarikmu ke dalam pelukanku selamanya.
Kau dan aku, kita percaya bahwa nasib menentukan hidup kita. Ingatkah kau ketika kita membicarakan ini? Nasib yang menentukan kita harus berpisah demi kehormatan negara kita dalam hidup ini, tetapi di kehidupan yang akan datang kita akan menemukan satu sama lain, dan kali itu tak akan ada yang pernah memisahkan kita lagi.
Beranikan dirimu. Ingatlah Bushido, kode kehormatan Samurai. Aku akan mengulurkan tanganku dan membimbingmu ke dunia lain itu...."
Perempuan delapan puluh empat tahun itu menghapus air matanya sementara ia membacakan huruf-huruf kabur dari surat yang selalu dibawanya serta ke mana pun ia pergi itu kepada Mayumi.
"Setelah pesawatku jatuh, aku dikelilingi api, tetapi oleh suatu mukjizat, surat yang tersembunyi di saku dalam seragam pilotku ini selamat tanpa cacat. Aku percaya Ta-kushi-lah yang melindunginya dengan jiwanya sehingga aku akan memiliki sesuatu darinya untuk membantuku bertahan melewati hari-hari dan tahun-tahun kegelapan yang akan datang," ucapnya dengan begitu lemah hingga Mayumi nyaris tak mendengarnya. "Dan memang itulah yang terjadi."
"Di beberapa jam terakhir sebelum kami diberangkatkan, hampir setiap pilot menulis surat. Kepada keluarga mereka, orangtua, istri, kekasih, anak-anak, dan bahkan ada yang menulis kepada anjingnya. Beberapa pilot bahkan terbang di atas desa mereka untuk menjatuhkan surat-surat mereka."
"Sampai beberapa tahun lalu, aku datang ke musem pilot kamikaze, Museum Chiran, setidaknya sekali setahun untuk membaca surat-surat milik rekan-rekanku yang telah tiada. Dan aku ingat setidaknya ada beberapa yang berasal dari pangkalan udara yang sama denganku. Dan aku senang karena meskipun jantung mereka telah berhenti berdetak dan suara mereka telah bungkam begitu lama, kata-kata mereka tetap hidup dalam surat-surat itu."
Kesunyian melingkupi ruangan itu dengan hanya menyisakan bunyi detak jarum jam kuno, sementara Rika Ko-bayashi bersandar di kursinya, wajahnya pucat oleh kekuatan kenangan dan rasa sakit yang tak akan bisa dipahami siapa pun.
"Beberapa jam terakhir itu begitu kuat dan sakral. Kami semua begitu berani dan dengan sepenuh hati memercayai bahwa mengorbankan nyawa kami dengan cara yang teramat mengerikan itu adalah satu-satunya cara bagi kami untuk mempertahankan negara dan keluarga kami. Kami benar-benar percaya kami bisa membuat suatu perubahan, dan rasa percaya itu begitu kuat sehingga kami merasa bangga mati untuk itu "
Perempuan tua dengan sanggul kebesaran itu melipat surat dari kekasihnya yang telah lama meninggal dan meletakkannya di dalam blusnya, tepat di sebelah jantungnya, tempatnya selama puluhan tahun. Ia memejamkan mata, nadi-nadi kecil kebiruan terlihat pada pelupuk matanya yang putih, dan sejenak ia bisa mendengar deru mesin pesawat dan sekilas gigi putih menakjubkan milik Takushi sementara tahun demi tahun terlepas satu per satu bak lapisan bawang.
Seulas senyum cantik menghiasi wajah tua itu, menyamarkan tahun-tahun dan keriput yang ada, dan Mayumi sadar bahwa wawancaranya untuk hari itu telah selesai. Ia meninggalkan ruangan dengan tenang, meninggalkan Sayuri Miyamoto sendirian bersama dengan kenangan dan hantu-hantu masa lalunya.
Bab 22 SAYURI telah melihat para pilot kamikaze terdahulu meminum secawan sake terakhir perlambang keberuntungan itu. Hari ini gilirannya dan Takushi untuk meminum cawan simbol keberanian, kehormatan, pengorbanan, dan akhirnya kematian.
Komandan unit mereka ada di sana, memberikan instruksi-instruksi terakhir secara singkat dan tajam, serta mengingatkan mereka tentang kode etik Bushido serta rasa bangga yang seharusnya memenuhi hati dan jiwa mereka karena mereka memberikan pengorbanan paling besar bagi negara mereka.
Dengan keyakinan teguh dan kekuatan yang menunjukkan kesungguhannya, komandan itu mengangkat tangan kanannya dan berseru lantang, "Banzai!" Suatu tindakan yang penuh kharisma dan menenangkan. Dan dengan serempak kesembilan pilot itu mulai meneriakkan "Banzai! Banzai!" sambil berbaris menuju pesawat mereka. Para pemuda dengan pandangan kosong dan bingung yang berbaris untuk berkencan dengan maut. Yang paling menyedihkan dari antara mereka adalah para pemuda yang sebenarnya tidak ingin pergi namun tak punya pilihan sebab tersapu oleh rasa kewajiban, kode etik dan kehormatan Bushido yang ditanamkan dengan paksa, serta pemerasan psikologis dan tekanan dari teman sepergaulan yang teramat berat. Merekalah yang benar-benar diantarkan kepada kematian serta dibunuh oleh kemiliteran.
"Aku hampir bisa mencium rasa takut mereka ketika kami semua berbaris menuju deretan pesawat yang sudah berbaris rapi menanti, sebab rasa takut yang sama itu juga menguar dari setiap pori-poriku. Hanya tangan Takushi yang sesekali bersentuhan dengan tangankulah yang berhasil membuatku terus maju."
Sayuri menyaksikan pesawat-pesawat itu diisi bahan bakar pagi-pagi tadi oleh para tentara yang masih teramat muda, yang ia yakin akan segera terbang menjalankan misi maut mereka sendiri. Tapi untuk saat ini mereka tetap tinggal, memandang iri para "angin Tuhan" yang berangkat hari itu.
Hati Sayuri merasa pedih melihat idealisme kanak-kanak dan patriotisme polos mereka. Dan ia ingin berteriak kepada para remaja sekolah menengah yang terlihat begitu bersemangat itu, yang sebagian bahkan baru mulai tumbuh kumisnya, "Jangan iri pada kami. Pergilah selagi kalian bisa, sebab tak ada yang pantas menerima pengorbanan nyawa kalian. Aku menyadarinya sekarang, di saat-saat terakhir, bahwa tak sesuatu pun akan mengubah nasib bangsa kita tercinta ini. Sudah terlambat, dan kita semua akan mati sia-sia. Tapi aku tak dapat membiarkan Takushi-ku pergi seorang diri, aku sekarang berangkat menyongsong maut demi cinta, tapi kalian tak perlu melakukan itu. Jadi selamatkan dirimu sekarang, sebab kita semua yang ada di sini adalah ?angin Tuhan.?"
Pesawat-pesawat itu berdiri tenang bermandikan cahaya matahari yang hangat. Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya lima ratus kilogram bahan peledak mematikan direkatkan di bagian bawahnya. Hari ini mereka semua akan terbang sendiri sebagai pilot kamikaze utama, dan tak akan ada "bunga cherry." Sayuri merasakan tangan Takushi meraih tangannya dan menggenggam erat-erat. Kekuatan cinta dan semangatnya mengalir ke dalam tubuh Sayuri dan memberinya kekuatan untuk berjalan langsung menuju pesawatnya yang ditempatkan bersisian dengan pesawat Takushi.
Tiba-tiba, tanpa disangka-sangka, Sayuri melihat Takushi mengeluarkan sesuatu dan mulai melukiskan suatu simbol di sisi pesawat Sayuri. Dan ketika Sayuri menghampirinya untuk mencari tahu apa ada retakan pada pesawatnya, ia menahan napasnya. Takushi melukiskan setangkai mawar merah terang di badan pesawat Sayuri, dan ketika pemuda itu mendongak, ia berbisik, "Ini untukmu, Mawar Jepangku yang berani dan cantik."
Terlindung oleh pesawat itu, Sayuri dan Takushi mendapatkan saat-saat pribadi mereka yang terakhir kalinya. Dan ketika Takushi memberinya ciuman perpisahan, air mata mengalir deras di pipi Sayuri.
"Itu ciuman terakhir kami, kali terakhir kami bersentuhan di kehidupan ini. Lalu semuanya berakhir saat terdengar perintah supaya kami menaiki pesawat kami. Genggaman tangan kami mengendor dan kamilah yang terakhir menaiki pesawat. Ketika aku telah berada di dalam pesawat dan menarik penutup kaca di atas kepalaku hingga menutup itulah aku menyadari kenyataan perpisahan kami dan berakhirnya hidup kami. Semuanya benar-benar berakhir!"
Sayuri menyalakan mesin dan menurunkan kacamata besar itu hingga hampir menutupi seluruh wajahnya. Dan di pesawat di sebelahnya, ia bisa melihat Takushi melakukan hal yang sama. Pinggiran surat dari Takushi menyentuh kulit dadanya, memberinya kekuatan dan ketenangan sementara di sekeliling mereka suara doa dan teriakan terima kasih serta harapan kerumunan orang itu terdengar semakin keras hingga menyerupai alunan doa pendeta Shinto.
Matahari perlahan tenggelam di kaki langit ketika mereka siap lepas landas, sebab waktu terbaik untuk melancarkan serangan adalah di pagi-pagi buta. Menurut pemimpin unit mereka, itulah saat orang-orang Amerika agak lengah setelah malam yang tenang dan bisa diserang mendadak.
Pesawat-pesawat itu bergerak pelan ke posisi mereka. Empat pesawat sebelum pesawat Takushi telah berbaris di depan Sayuri. Rasa panik sejenak mencengkeram Sayuri ketika ia teringat beberapa kecelakaan mengerikan sewaktu pesawat-pesawat tak terawat dan tanpa bagian-bagian yang layak mengalami masalah mesin dan jatuh langsung setelah lepas landas, meledak tergulung bola api persis di landasan pacu tanpa pernah menghancurkan target apa pun! Seorang remaja dengan senyum miring yang lucu bernama Hisaku yang menempati ranjang di bawah Sayuri mengemudikan salah satu pesawat naas itu, dan berhari-hari setelahnya, senyum menyenangkan remaja itu terus menghantui Sayuri.
Pesawat pertama telah meraung tak sabar di landasan pacu, menunggu sinyal berangkat dari menara kontrol. Seorang pemuda serius dengan masalah penglihatan parah yang ditolak sebagai pilot kamikaze telah ditempatkan di sana. Bukan apa-apa, Angkatan Udara mengkhawatirkan cacat matanya itu akan membuat mereka rugi satu pesawat tanpa mengenai sasarannya. Maka permohonan berkalanya untuk menerbangkan pesawat kamikaze selalu ditolak.
Kemudian, diiringi teriakan membahana dari kerumunan orang itu, satu demi satu pesawat mulai lepas landas. Meskipun sedih, Sayuri menahan napasnya, berdoa supaya tak satu pun dari pesawat-pesawat itu rewel, mulai menukik dan jatuh. Ketika suatu kesunyian mendadak tercipta, menyisakan hanya satu tangisan bayi, Sayuri menyadari bahwa setiap jantung yang berdegup di sana saat itu juga mendoakan hal yang sama. Hanya tangisan itu yang terdengar, melengking menengahi raungan mesin-mesin pesawat. Dan sepanjang hidupnya, Sayuri akan selalu mengingat saat itu setiap kali ia mendengar suara lengking tangis bayi.


Mawar Jepang Karya Rei Kimura di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia bisa melihat Takushi di depannya, berpaling untuk tersenyum menyemangatinya dan mengangkat tangannya membentuk tanda V Bibir Takushi bergerak saat ia memberikan kata-kata penyemangat yang tak dapat lagi didengar oleh Sayuri, lalu Sayuri balas berteriak, "Jangan terganggu oleh kehadiranku. Tolong konsentrasilah pada penerbanganmu, kekasihku. Kita harus mati hari ini dengan rasa hormat dan harga diri, bukan kelemahan, meskipun seperti katamu, aku tahu itu begitu sulit..."
Empasan angin kencang yang ditimbulkan oleh pesawat-pesawat di depannya yang tinggal landas meredam kata-katanya hanya bagi dirinya, dan Sayuri menggigit bibirnya hingga ia merasakan anyir darah ketika pesawat Takushi mulai mengudara di tengah-tengah awan debu dan angin. Entah bagaimana, pikirannya selalu dipenuhi kata-kata bahwa hari itu begitu berangin, seakan Kematian tak sabar lagi untuk memanggil para "Angin Tuhan."
Pesawat Takushi menambah kecepatan, dan sekarang gilirannya. Sayuri harus buru-buru kalau ia mau berada tepat di belakang Takushi. Dengan keyakinan yang tiba-tiba menyeruak, Sayuri melepaskan rem dan merasakan entakan 1400 tenaga kuda menyala sekuat tenaga. Pesawat itu seperti memiliki nyawa sendiri, mendorong semakin kuat dan bergerak semakin cepat seakan juga tak sabar untuk berangkat menunaikan misi mautnya. Sensasi tenaga itu bukan sesuatu yang baru bagi Sayuri yang sudah mengalaminya selama latihan terbangnya, tapi kali ini rasanya berbeda.
Takushi tidak berada di sampingnya sekarang. Pemuda itu berada entah di suatu titik di angkasa sana, dan ia harus menemukannya supaya mereka bisa terus berdekatan dan mati bersama. Dengan ketergesaan untuk menyusul Takushi, Sayuri menarik tuas kendali untuk menggerakkan sirip sayap-sayap pesawatnya. Ketika pesawatnya mulai terbang kian tinggi, kegelisahan yang semula terasa berubah menjadi euforia. Sayuri merasakan semangatnya berkobar ketika ia melihat pesawat Takushi di depan sana dan ia menambah kecepatan untuk mempersempit jarak di antara mereka. Mereka adalah kekasih kamikaze yang tak akan pernah diketahui dunia, sepasang kekasih yang dipaksa bersama-sama menyongsong maut hari itu demi kewajiban yang tak terbantahkan atas kehormatan dan upaya terakhir bangsa mereka yang mulai jatuh.
Para pilot mulai mendekati "titik pertemuan" berupa satu rumah putih di puncak gunung. Di sana skuadron delapan pesawat itu akan melambat, membentuk lingkaran dan menunggu pemimpin kelompok untuk melaju ke depan sehingga mereka akan mengikuti di belakangnya. Di dalam kebingungannya membentuk formasi lingkaran, Sayuri untuk sementara tak dapat melihat pesawat Takushi. Hanya latihan keras serta indoktrinasi kode etik yang diterimanya selama berjam-jam itulah yang menghentikan Sayuri untuk keluar dari lingkaran itu dan mencari Takushi. Tetapi setelah menit-menit terlewati, Sayuri melihat pesawat Takushi berjarak dua pesawat darinya dan hatinya diliputi kegembiraan.
Karena jarak dan penerangan yang buruk, Sayuri tak dapat melihat nomor registrasi pesawat itu. Tetapi ia tahu kalau itu Takushi sebab salah satu sayapnya bergerak aneh. Itu kode yang telah mereka sepakati sebelumnya, kalau-kalau mereka terpisah. Radio telah dimatikan supaya pesawat mata-mata maupun kapal musuh tak dapat menangkap sinyal apa-apa. Jadi tidak ada sarana komunikasi. Mulai saat itu mereka harus bergantung pada diri sendiri untuk menyelesaikan misi mereka dan mati terhormat.
Tiba-tiba salah satu pesawat keluar dari lingkaran. Itulah pesawat pemimpin yang dimaksudkan untuk memberi tanda kepada yang lain untuk mulai terbang meninggalkan Jepang menuju sasaran yang menjadi musuh mereka. Dan seolah ada yang memencet tombol, seluruh pasukan pesawat berwarna gelap itu melaju membelah langit mengikuti sang pemimpin.
Mereka telah terbang sekitar sejam dari pangkalan, tetap dalam formasi, ketika datang isyarat kedua dari sang pemimpin supaya mereka mulai menjalankan serangan bunuh diri mereka. Sayuri telah diinstruksikan di sesi penjelasan singkat bahwa ketika isyarat itu muncul, ia harus menerbangkan pesawatnya dengan sangat rendah hingga berada delapan ratus meter dari targetnya, kemudian ia harus terbang sedikit lebih rendah lagi untuk menjatuhkan bom yang dibawanya dan bersamaan dengan itu pesawatnya harus menukik langsung menuju sasaran. Malam itu, sasarannya adalah armada kapal pengangkut berukuran raksasa yang penuh berisi pesawat tempur musuh. Ia harus menghentikan kapal itu mencapai Jepang.
Tetapi ada yang salah. Terlihat setidaknya dua pesawat yang bukan milik Jepang sedang bergerak ke arah mereka dengan sangat cepat bagaikan peluru meriam. Jantung Sayuri mulai berdetak dengan sangat kencang sebab ia sadar bahwa kehadiran mereka telah diketahui oleh pesawat-pesawat musuh yang kini berlomba untuk mengepung dan menembak jatuh mereka.
Kemungkinan sergapan musuh semacam itu diberikan di dalam pelatihan mereka. Dan kini pesawat di belakang Sayuri, melakukan tugasnya sebagai pesawat terakhir di armada serang ini. Pesawat itu langsung melaju ke depan sebagai pengalih perhatian dan sasaran tembak mereka sementara pesawat yang lain menambah kecepatan dan melaju pergi. Sayuri kenal pilot pesawat terakhir itu, seorang pemuda bernama Hayashi yang baru saja lulus dari sekolah kedokteran. Dan Sayuri melihat pesawat Hayashi ditembak dari segala arah sebelum terbakar dan jatuh di perairan pulau Okinawa.
Tertegun dengan apa yang dilihatnya, pesawat Sayuri tertinggal di belakang rekan-rekan sepasukannya. Ia memacu mesin pesawatnya untuk mengejar rekan-rekannya dan tiba-tiba pesawatnya diserang. Jarum-jarum api menyerang dari segala arah. Mesin pesawatnya terbatuk sebagai protes atas serangan itu. Lalu Sayuri berteriak, bukan karena kondisinya, tapi karena Takushi. Pesawat di depannya menukik menuju sosok gelap di bawah mereka dan meledak. Sayuri masih berteriak ketika pesawatnya sendiri terbakar dan ia terjatuh ke dalam kegelapan yang membuatnya tak sadar.
Ia bermimpi berada dalam keadaan teramat dingin. Begitu dingin hingga setiap bagian tubuhnya membeku. Air yang perlahan menenggelamkan tubuhnya telah mencapai dagunya, mengurungnya di dalam semacam kerangkeng es dan Sayuri tak ingin meloloskan diri. Enak rasanya mati dalam keadaan kebas seperti ini. Tak ada rasa sakit, takut, atau perasaan apa pun, hanya perpindahan yang tenang dari kehidupan menuju kematian. Sayuri menunggu saat-saat itu dengan tidak sabar.
Tetapi, di luar harapan, ketenangan ganjil itu tiba-tiba diusik oleh teriakan suara-suara yang berseru-seru dalam bahasa yang tak dimengerti Sayuri. Lalu Sayuri merasakan tali yang kasar melingkupi tubuhnya, mencengkeramnya dengan keras meskipun ia tak dapat merasakan apa-apa. Dan ketika ia ditarik dengan keras menuju seruan-seruan asing itu, ia memejamkan mata kuat-kuat untuk menahan malu karena telah jatuh ke tangan musuhnya. Rasa shock dan malu atas kesadaran itu membuatnya pingsan untuk kedua kalinya.
Bab 23 PEREMPUAN muda berbalutkan sisa-sisa seragam pilot yang kini telah hitam terbakar itu bergerak di atas usungan dari kain kanvas, mengerang atas rasa sakit yang timbul dari setiap gerakan yang dibuatnya. Matanya berhasil terbuka sedikit, menyipit terkena terang sinar matahari yang membanjiri ruangan itu. Ia tak bisa mengingat tempatnya berada. Bukankah ia telah mati dan sekarang berada di dunia seberang sana? Kalau begitu, bukankah ia seharusnya merasakan kedamaian dan ketenangan teramat sangat, serta tak mampu mengingat apa-apa? Lantas apakah rasa sakit yang dahsyat memenuhi dan terus menyerang sekujur tubuhnya ini bagaikan ombak? Bukankah bila mati ia seharusnya tak bisa lagi merasakan sakit dan penderitaan?
Perjanjian Dengan Roh 3 Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo Siluman Goa Tengkorak 3

Cari Blog Ini