Ceritasilat Novel Online

Mawar Jepang 4

Mawar Jepang Karya Rei Kimura Bagian 4


"Ya Tuhan, apakah mungkin aku masih hidup?" bisiknya. Dan setiap otot di tubuhnya menjerit protes, "Tidak, tidak, aku tidak mungkin hidup! Aku harus mati! Aku mau mati! Aku musti mati! Aku telah berjanji kepada Takushi dan semua orang bahwa aku akan mati! Seorang pilot kamikaze tak boleh hidup setelah misinya!"
Tetapi seiring dengan penglihatannya yang membaik dan ia bisa mengamati ruangan tempatnya berada dengan sedikit lebih jelas, serta rasa sakit tak tertahankan yang hanya bisa dirasakan ketika hidup, Sayuri menyadari bahwa entah bagaimana, ia selamat dari api neraka yang telah mengirim pesawatnya meluncur deras ke arah lautan yang telah menunggunya bagaikan mulut gelap seekor hiu raksasa. Hal terakhir yang terlintas dalam pikirannya adalah Takushi menanti menggandeng tangannya seperti yang telah dijanjikan, sebelum kemudian udara meledak hebat dan asap memenuhi paru-paru, telinga, dan seluruh tubuhnya. Lalu semuanya gelap dan Sayuri tak sadarkan diri.
Tetapi sekarang kegelapan itu telah sirna dan ia berada di dalam suatu ruangan bermandikan cahaya dari satu jendela bundar, dan sesuatu menggoyangkan usungan dari kain kanvas itu. Suatu gerakan mendadak membuat satu cangkir terpelanting. Sayuri gemetar dan menunggu ruangan itu meledak berkeping-keping seperti yang dialami pesawatnya, tapi tak terjadi apa-apa. Sebaliknya, goyangan itu berhenti dan ruangan menjadi begitu tenang. Ketika matanya bergerak ke arah jendela bundar terang itu, ia melihat air menjilat-jilat kacanya.
Perlahan, sedikit demi sedikit Sayuri berhasil menaikkan badannya sehingga ia bisa melihat ke arah jendela bundar itu dengan lebih baik. Kemudian, dengan rasa terkejut yang besar, Sayuri menyadari bahwa ia berada di dalam suatu kapal! Dahinya berkerut ketika ia mencoba mengingat bagaimana ia dipindahkan dari pesawat yang terbakar itu ke suatu kapal! Tapi ia tak berhasil mengingat apa pun. Lalu ia memutuskan untuk menunggu hingga pikirannya jernih sebelum berusaha mencari seseorang yang mampu menjelaskan apa yang telah terjadi kepadanya.
Udara pengap itu mulai menghilangkan kepekaan panca inderanya dan ia merasa akan pingsan sementara kokpit mulai terasa panas tak tertahankan dan ledakan-ledakan keras menimbulkan api di mana-mana. Mesin pesawatnya tidak karuan dan ia tak dapat mengendalikan pesawatnya. Pesawat itu berputar semakin cepat ke bawah dan api berlomba mencapai dirinya. Rasa sakit yang maha dahsyat memenuhi tubuhnya dan Sayuri mendengar teriakannya sendiri dari kejauhan, seakan jiwanya telah terpisah dan sedang menyaksikan tubuhnya tersiksa.
Ketika Sayuri kembali sadar, ia tidak sendiri. Terdengar suara-suara di sekelilingnya, tapi ia tak bisa mengerti apa pun yang mereka katakan. Dan ketika ia membuka matanya, jantungnya nyaris berhenti berdetak di saat ia melihat dua tentara Amerika mengawasinya.
Dua tentara itu sangat muda, tak lebih dari para pilot kamikaze yang telah direkrut dan dilatih bersamanya. Tetapi mereka adalah musuhnya. Jadi apa yang dilakukannya di atas kapal milik pasukan Sekutu? Ya Tuhan, ia bukan saja mempermalukan negaranya dengan selamat dari misi kamikaze, tetapi di atas segalanya, ia telah membiarkan dirinya ditangkap oleh pasukan musuh? Ini tak sepantasnya terjadi, dan ia harus segera pergi dari tempat ini. Tetapi meskipun Sayuri berjuang keras untuk bangkit, anggota badannya menolak untuk patuh, dan ia hanya bisa terbaring di sana ketika kedua orang itu mendekatinya.
"Seorang pilot kamikaze yang tertembak jatuh dan kami angkat dari laut antara Okinawa dan Guam," kata salah satunya.
"Apa kau yakin?" tanya yang satu lagi. "Ia jelas-jelas seorang perempuan, dan aku tahu pasti pilot-pilot kamikaze semuanya laki-laki. Ada bagian di aturan mereka yang mengatakan bahwa mereka tidak boleh menerima perempuan."
"Yang jelas pesawatnya ditembak jatuh ketika melakukan misi kamikaze jadi ia pasti salah satu dari pilot itu, tak peduli ada aturannya atau tidak. Tapi ia terluka cukup parah, jadi kita harus meminta bagian medis memeriksanya dan bertanya kepada Komandan Williams apa yang harus kita lakukan terhadapnya."
Sayuri berbaring tanpa bergerak dan memejamkan matanya ketika ia mulai bisa mengingat saat-saat terakhir misi kamikaze-nya. Pesawat Takushi telah melaju jauh mendahului pesawatnya, dan ia tak dapat berkonsentrasi pada pesawatnya sendiri. Sayuri terus mencari pesawat Takushi. Tetapi tepat pada saat pesawat kekasihnya itu menukik dan menerjang targetnya lalu meledak dalam satu bola api dan asap raksasa itulah Sayuri kehilangan kendali atas pesawatnya. Dan saat itulah roket yang ditembakkan dari sasarannya mengenai pesawatnya dan semuanya meledak, tercerai-berai sebagai serpihan yang beterbangan dan kobaran api.
Kemudian semuanya gelap sampai ia terbangun di atas kapal musuh ini. Seseorang pasti telah menyelamatkannya. Ya Tuhan, kenapa mereka melakukan itu? Mengapa mereka tak membiarkan ia mati saja? Ia tak berhak hidup ketika para pilot kamikaze yang lain, termasuk Takushi-nya tercinta, telah mati demi negara mereka. Mengapa mereka tak membiarkan saja ia mati?
Dan sekarang ia telah ditangkap. Apa yang akan terjadi? Di atas misi kamikaze yang gagal, ia telah mempermalukan dirinya lebih jauh lagi dengan tertangkap hidup-hidup dan menjadi tawanan perang! Pemikiran itu menembus kepalanya bagaikan peluru dan menolak untuk didiamkan. Sayuri merasakan jarum-jarum rasa sakit merajam kepalanya dan bagian belakang matanya. Lalu ia mulai berteriak. Dan meskipun ia mencoba menghentikan teriakan itu sebab keberadaannya mewakili Angkatan Bersenjata Kerajaan Jepang dan karenanya harus tetap menjaga citra mereka, teriakan itu menolak untuk dibungkam dan terus keluar dari tenggorokannya. Terdengar derap langkah kaki dan seseorang menyuntikkan jarum ke tubuhnya. Kemudian teriakan itu melemah dan kegelapan kembali melingkupinya.
Saat ia siuman untuk kedua atau ketiga kalinya?Sayuri tidak ingat berapa kali ia pingsan dalam beberapa hari ini? ia merasa berbeda. Kali ini, suatu ketenangan ajaib melingkupinya bagaikan selimut musim dingin yang hangat, dan ia dapat bersembunyi di balik perlindungannya.
Sejenak ia panik karena sepertinya ia tak mampu merasakan apa pun. Ia berpikir tentang Takushi dan bagaimana ia menyaksikan pesawatnya menukik dan meledak dalam kobaran api, tetapi ia tak merasakan apa pun. Tak ada duka, sakit, atau air mata.
"Ada apa denganku? Kenapa aku tak dapat merasakan apa pun? Apa aku sudah gila?Aku ingat aku menangis, tapi air mataku tak mau keluar saat itu. Tubuhku begitu babak be-lur sampai-sampai ia tak bereaksi sama sekali. Itu perasaan yang aneh dan menakutkan. Aku dikondisikan untuk mati dalam misi penyeranganku dan aku tak bisa menghadapi kenyataan bahwa aku masih hidup sementara Takushi dan para anggota unit yang lain telah mati sebagaimana kami mestinya. Aku seperti mesin rusak dan kemudian tak terkendali!"
Itu hari ketiga wawancara dan meskipun Mayumi bisa melihat Sayuri mulai kesusahan mengungkapkan cerita yang semakin memasuki bagian-bagian menyakitkan, perempuan tua itu tetap kukuh melakukannya.
Pada hari itu, seorang prajurit datang dan dengan kasar memberikan baju ganti bersih, seember air dan kain lap kepada Sayuri.
"Para monster kamikaze ini, mereka tidak layak hidup. Demi Tuhan, orang-orang itu pasti bukan manusia. Tak ada manusia yang mau melontarkan dirinya sebagai bom manusia menuju armada kapal pengangkut pesawat!" kata prajurit itu. Meskipun Sayuri tidak bisa memahami apa yang dikatakan prajurit itu, caranya mengucapkan kata-kata itu membuatnya berpikir bahwa komentar si prajurit mungkin tidak menyenangkan dan penuh hinaan.
"Ini. Ganti bajumu dengan ini dan bersihkan dirimu. Kami tidak mungkin membiarkan menemui atasan kami dalam keadaan kotor menjijikkan seperti ini!"
Setelah prajurit itu pergi, Sayuri mengambil lap itu dan membersihkan semua kotoran di tubuhnya dengan sebaik mungkin. Ia menggosok tubuhnya kuat-kuat, bahkan setelah jelaga hitam itu hilang. Ia mencoba menggosok aib dan rasa malunya menjadi tawanan perang dari Jepang, namun tidak bisa. Noda hitam kegagalan dan nista akan selalu ada di sana, mengejek dan mempermalukannya. Ia bertanya kepada dirinya sendiri, bagaimana ia bisa hidup dengan menyandang malu ini?
Tanpa disadarinya, Sayuri mulai membenturkan kepalanya pada pinggiran kasar meja kayu usang di sana, sebab ia butuh dihukum dengan melukai dirinya sendiri dan merasakan rasa sakit dari luka itu. Bunyi benturan itu menarik perhatian seorang tentara yang kebetulan lewat, dan tentara itu menendang pintu ruangan hingga terbuka lalu berteriak kepadanya, "Hentikan keributan itu! Pilot kamikaze hah? Lihatlah di mana ?Angin Tuhan? itu mendarat!"
Terdengar langkah keras sepatu militer dan dari keter-gesaan prajurit itu menghentikan hinaannya lalu menghormat, Sayuri tahu bahwa atasan prajurit itu telah tiba. Tetapi bagi Sayuri, keadaan tak akan membaik atau memburuk. Ia hanya berpindah dari satu fase memalukan ke fase memalukan berikutnya. Petugas itu datang untuk menginterogasinya walaupun luka-luka di tubuh Sayuri masih mengeluarkan darah dan nanah menembus perbannya dan gerakan anggota-anggota tubuhnya masih terbatas.
Dibesarkan di kota kecil di Jepang, Sayuri tak pernah melihat apalagi berinteraksi dengan orang asing. Dan pertemuan pertamanya yang sedekat ini dalam kondisi tak menyenangkan membuatnya gugup serta bingung. Hanya rasa bangga sebagai perwakilan militer Jepang-lah yang membuat Sayuri mampu menegakkan tubuh babak belurnya ketika petugas Amerika berbadan besar dengan mata biru menakutkan itu menatapnya dengan pandangan paling tajam yang pernah ia tahu.
Petugas itu menanyainya beberapa pertanyaan yang tentu saja tak dipahaminya. Sayuri memutuskan bahwa hal teraman untuk dilakukannya adalah menjawab setiap pertanyaan dengan gelengan sementara pandangannya terus menatap ke bawah. Setelah sekian waktu, petugas itu akhirnya menyerah dan berteriak gusar kepada prajurit yang berjaga di luar pintu, "Apa kita punya penerjemah bahasa Jepang di kapal ini?"
"Tidak, Pak," jawab prajurit itu. Petugas itu mengibaskan tangannya dengan sangat kesal dan meninggalkan ruangan sambil memerintahkan agar Sayuri dipindahkan ke penjara tahanan perang terdekat yang memiliki penerjemah dan diinterogasi dengan saksama.
Esoknya mereka tiba di pangkalan militer Amerika yang berada di suatu pulau yang di kemudian hari diketahuinya bernama Guam. Sayuri dikawal masuk perahu yang berangkat menuju pulau. Setelah berada dalam ruang isolasi gelap selama berhari-hari dan bahkan berminggu-minggu, suara-suara serta sinar matahari yang begitu terang membuat kepala hingga tengkuknya terasa sakit bukan main. Tapi tak ada yang menanyakan keadaannya. Itu masa perang dan ia adalah pilot kamikaze yang mereka benci, yang berusaha menenggelamkan kapal pengangkut pesawat Amerika Serikat. Ia tak bisa mengharapkan mereka berbuat baik kepadanya. Dan Sayuri berdoa jika mereka bermaksud membunuhnya, semoga kematiannya akan segera datang.
Satu-satunya hal yang baik dari pangkalan militer yang dipenuhi oleh anggota pasukan musuh itu adalah ia tidak sendirian. Ada tahanan perang Jepang lain seperti dirinya yang diturunkan dari kapal-kapal lain dan bersama-sama mereka dikumpulkan di ruangan teramat besar sehingga membuat mereka merasa kecil tak berarti, sebagaimana yang mungkin dikehendaki oleh pihak musuh. Sayuri menghitung setidaknya ada lima puluh tawanan perang baru, dan seperti dirinya, mereka kebanyakan menderita berbagai macam luka dan luka bakar. Tetapi dengan kemauan kuat untuk tidak menyerah dari beban luka dan kekalahan mereka, para tawanan itu berjalan terpincang-pincang membentuk barisan sesuai yang diperintahkan. Masing-masing memegang satu nomor yang diberikan kepada mereka sesuai urutan baris mereka.
Sayuri melihat nomor yang diterimanya dan rasa pedih tak percaya menyeruak di dalam dirinya ketika ia berbisik, "101, nomor unit Takushi!"
Ini aneh, tapi dengan mata mulai basah oleh air mata, Sayuri tahu bahwa di dunia lain yang tak dapat dijangkaunya, Takushi sedang berusaha menghubunginya dan memintanya untuk kuat bagi dirinya sendiri, bagi mereka, dan bagi bangsa.
"Apa kau yakin dia pilot kamikaze?" perwira itu bertanya kepada tentara yang mengatur para tahanan perang di pangkalan itu. "Bagaimana mungkin? Semua pilot kamikaze haruslah laki-laki!"
"Ya, ia pasti salah satu dari mereka," jawab tentara itu. "Tentara kita menemukannya di antara puing-puing pesawat kamikaze yang jelas-jelas dipilotinya. Tak diragukan lagi, Pak."
"Tetapi pesawatnya memang tak lazim. Kami menarik salah satu puingnya dan di sana terdapat gambar mawar merah. Tak ada yang menyangka akan menemukan gambar seperti itu di badan pesawat kamikaze!"
"Ya Tuhan, mereka akan melakukan apa saja untuk menghancurkan kita," kata perwira itu. "Membuat kita berpikir bahwa semua pilot kamikaze adalah laki-laki, lalu mereka bahkan menggunakan perempuan untuk mati demi alasan ini! Tapi mungkin ini hari keberuntungan kita, sebab biasanya perempuan lebih gampang menyerah dibandingkan laki-laki bila ditekan dalam interogasi. Masukkan dia di ruang isolasi, dan datangkan petugas interogasi dan penerjemah untuknya besok pagi-pagi."
Pintu berat itu menutup dengan suara keras dan Sayuri mendengar bunyi anak kunci diputar. Dengan panik ia menabrakkan diri pada pintu besi itu tetapi pintu itu bergeming. Setelah beberapa waktu, Sayuri menghentikan perbuatan sia-sia itu. Ia tak akan pernah lupa suara pintu itu ketika memutuskan hubungannya dengan dunia luar dan semua hubungan dengan manusia lain. Lama setelah perang berakhir dan ia kembali ke dalam kehidupan penduduk biasa, suara itu terus menghantuinya. Dan itulah mengapa tak satu pun pintu di rumahnya memiliki kunci dan setidaknya satu lampu kecil dibiarkan menyala di malam hari. Pintu-pintu terkunci dan ruangan-ruangan gelap begitu membangkitkan kenangan atas trauma perang yang ingin dilupakannya.
Seharian Sayuri menunggu kedatangan seseorang untuk menginterogasinya. Atau siapa saja, asalkan keheningan yang pekat dan menekan di ruangan gelap ini terusik, sebab keadaan ini semakin membuatnya hampir gila. Sayuri tidak takut pada hukuman atau siksaan. Bagaimanapun juga ia menanti maut. Hukuman selain kematian tak ada artinya bagi Sayuri. Ia hanya takut kehilangan kendali di hadapan musuhnya dan semakin menambah aib negaranya dengan kelemahan yang ditunjukkannya.
Entah jam berapa, seseorang membuka pintu kecil yang ada dan menyorongkan ke dalam selnya satu nampan besi reyot berisi teh dan beberapa potong roti. Perutnya sudah mulai keroncongan dan tenggorokannya kering kerontang, tetapi Sayuri dengan yakin memalingkan muka dari nampan itu. Tak ada alat atau cara lain yang dapat dipakainya untuk bunuh diri, maka satu-satunya cara adalah dengan berhenti makan. Ia berharap ada pisau yang dapat digunakannya untuk harakiri, sebab cara mati terhormat bagi samurai itu adalah satu-satunya cara ia dapat membersihkan diri dari noda aib yang dicorengkannya di wajah kemiliteran Jepang.
Menjelang petang, seseorang mengambil nampan itu dan menggantinya dengan nampan baru yang isinya sama persis. Pada saat itu Sayuri sudah sedemikian lemah akibat lapar dan dehidrasi, sehingga ia hanya bisa meringkuk disudut ruangan sambil merasakan tenaga dan nyawanya perlahan beranjak pergi. Ia berharap mereka tak akan menginterogasinya sebelum ia menjadi terlalu lemah untuk menjawab. Dengan demikian ia tak akan mungkin membocorkan suatu hal pun.
"Sepanjang siang dan malam aku menanti hilangnya kesadaranku dan maut menjemput. Tetapi hidup telah memutuskan untuk menyiksaku dan menunjukkan kepadaku betapa susahnya mati itu!"
Namun malam itu, sesuatu yang akan mengubah jalan hidupnya terjadi. Sewaktu Sayuri mulai berada di ambang batas kesadarannya, suatu cahaya menerangi ruangan itu, memaksa mata Sayuri yang tertutup rapat untuk membuka. Lalu cahaya itu melembut dan muncullah sosok Takushi di hadapannya. Dengan saputangan putih yang menjadi ciri khasnya, Takushi dengan lembut menyeka air mata Sayuri. Sayuri langsung membenamkan diri di dalam pelukan hangat dan nyaman kekasihnya sewaktu Takushi membelai rambutnya dan memijat lehernya seperti yang dilakukan laki-laki itu di hari-hari terakhir kebersamaan mereka menjelang misi kamikaze.
"Takushi," bisiknya, "kau telah datang untuk menyelamatkanku dari penjara aib dan kekalahan ini. Tolong bawa aku bersamamu. Aku begitu lelah dan kedinginan, dan aku tak dapat hidup tanpamu. Ingat, kita seharusnya mati bersama-sama!"
Ketika Takushi diam saja, Sayuri merasa panik. Lalu ia berteriak ketakutan, "Berjanjilah padaku kau tak akan meninggalkanku sendiri di sini. Katakan!"
Tetapi Takushi menggeleng sedih, kemudian akhirnya berbicara. Namun, seperti belaian tangannya, suara Takushi mulai melemah dan terasa jauh.
"Tidak, Sayuri. Aku tak dapat membawamu bersamaku sebab kau ditakdirkan untuk hidup lama dan menyimpan perjuangan, misi, serta cinta kita di dalam hatimu. Kau harus makan dan tetap hidup demi kita berdua. Selama aku tahu darah dan cintaku mengalir di nadimu dan terus hidup, aku tidak mati sia-sia. Berjanjilah padaku kau akan tetap hidup... bangsa kita akan dikalahkan, tetapi dari abu aib kekalahan itu matahari akan terbit lagi, dan aku mau kau menjadi bagian dari matahari terbit itu!"
Sentuhan tangan Takushi dan suaranya mulai menghilang. Dengan kepedihan teramat sangat yang tiba-tiba, Sayuri menyadari bahwa sekali lagi waktu mereka telah habis dan ia harus berjanji kepada Takushi sebelum terlambat.
Dengan dorongan tenaga yang mendadak muncul, Sayuri berusaha berlutut dan berseru, "Aku berjanji, Takushi, karena kau memintanya, aku berjanji untuk tetap hidup demi kita!" Tiba-tiba terlihat kilatan cahaya, dan Sayuri tahu itu adalah terang dari gigi putih cemerlang Takushi. Kekasihnya itu tersenyum sambil perlahan berjalan menjauh untuk pergi selamanya, menanti kedatangan Sayuri di dunia sana.
Sayuri merangkak mengejarnya sambil berteriak, "Jangan pergi, Takushi. Tinggallah bersamaku beberapa menit lagi. Jangan pergi... aku hanya meminta beberapa menit untuk sisa kehidupanmu tanpa dirimu!"
Tetapi laki-laki itu tak dapat tinggal lebih lama lagi, dan secepat ia datang, secepat itu pulalah ia pergi. Dan Sayuri tahu, kali ini ia tak akan pernah melihatnya lagi.
Pertemuan yang begitu mendalam dengan mendiang kekasihnya itu mengguncang Sayuri. Lalu ia digerakkan oleh suatu kekuatan ajaib yang membuatnya melahap potongan-potongan roti tak menarik dan teh dingin di atas nampan besi itu dengan kecepatan seseorang yang belum makan berhari-hari.
Malam itu, pintu besi berat itu terbuka dan, dikawal oleh dua orang tentara, Sayuri menuju kompleks lain. Ia tahu bahwa ia dibawa untuk menjalani interogasi berat. Tetapi pada saat itu yang terpenting baginya adalah ia keluar dari sel yang gelap dan terasing itu, dan bahwa tak peduli siapa berperang melawan siapa serta berapa banyak kebencian di dunia ini, matahari akan tetap tenggelam dengan anggunnya, memancarkan sinarnya yang cemerlang melintasi langit yang terlalu agung bagi peperangan sinting umat manusia di atas bumi.
Sementara ia menghirup udara segar banyak-banyak dan merasakan angin menggerakkan rambutnya yang lengket, Sayuri berharap perjalanan ini tak akan berakhir. Namun, saat matahari yang terlihat jelas bahkan dari balik tembok beton tinggi penjara perang itu mulai tenggelam di cakrawala sana, Sayuri mendapati dirinya dikawal menuju suatu bangunan kecil yang sepertinya hanya terbuat dari lembaran baja abu-abu tak menarik. Bangunan itu begitu rapuh sehingga sewaktu mereka melangkah masuk ke satu-satunya ruangan di situ, lantai kayunya bergoyang. Itu, konyolnya, membuat Sayuri merasa lebih baik sebab itu menunjukkan kerapuhan kuasa pihak musuh atas dirinya.
Ia dibiarkan menunggu di meja ujung ruangan selama hampir sejam dengan pengawasan tentara yang membawanya ke sana. Lama kelamaan, kombinasi suasana yang membosankan dan kelelahan teramat sangat serta trauma beberapa hari belakangan mengalahkan usaha keras Sayuri untuk tetap awas dan terlihat bermartabat dalam interogasi pertamanya. Sayuri mulai tertidur.
Tentara muda itu bergerak maju untuk memerintahkan Sayuri supaya duduk tegak sebab ia tak boleh membiarkan para tawanan merasa terlalu nyaman. Tetapi tentara itu ragu-ragu sebab tawanan ini seorang perempuan dan mengingatkannya pada adik perempuannya di Amerika. Lagipula Sayuri terlihat begitu lemah dan kelelahan. Maka ia membiarkan Sayuri tidur sampai terdengar suara sepatu bot melangkah di jalanan berpasir di luar sana, tanda bahwa si petugas dan penerjemah itu sudah datang.
Panik akan ketahuan melanggar perintah, tentara itu mengguncang Sayuri hingga terbangun dan memerintahkannya untuk bangkit berdiri. Selama sesaat Sayuri kebingungan dan terhuyung ketika berusaha berdiri. Kemudian ia ingat lokasi keberadaannya dan dengan mengerahkan segenap tenaganya, ia menegapkan tubuhnya untuk menyambut para petugas interogasinya.
Si petugas, yang akan menghabiskan satu minggu ke depan dengan tanpa kenal lelah memaksa Sayuri berbicara, terkesan lembut dengan kacamata bundar ala mahasiswa. Tetapi ia akan terus memaksa Sayuri hingga hampir menyerah, laksana seekor anjing yang telah membenamkan giginya kuat-kuat pada sepotong tulang dan menolak untuk melepaskannya. Duduk di sebelah si petugas adalah seorang penerjemah. Di tengah-tengah kondisinya saat itu, Sayuri merasa penasaran sekaligus jijik terhadap pemuda pendek yang jelas-jelas keturunan Jepang, yang mengabdi kepada pihak musuh dan melawan negeri leluhurnya. Sayuri kemudian mengetahui bahwa meskipun secara fisik ia orang Jepang yang masih bisa berbicara dalam bahasa nenek moyangnya dengan cukup baik untuk bisa menjadi penerjemah bagi para tawanan di pangkalan ini, orang ini sangatlah Amerika dalam hal kesetiaan, komitmen, dan cara pikir.
Penerjemahnya yang berwajah bundar itu, Henry Ka-mata, adalah seorang Jepang berkebangsaan Amerika yang menganggap dirinya orang Amerika terlepas dari bagaimana orang memandang dirinya dalam peperangan yang terus bergolak ini. Bila Sayuri mengharapkan sebentuk empati darinya, maka gadis itu akan sangat kecewa. Dan Sayuri harus bersusah payah mengingatkan dirinya bahwa orang itu sebenarnya musuh, dan informasi apa pun yang disampaikan Sayuri kepadanya akan digunakan untuk melawan Jepang.
Interogasi itu langsung dimulai, tanpa basa-basi atau perkenalan kecuali pencatatan nama Sayuri, nomor unit, dan tanggal penangkapan.
"Kau ditemukan di antara puing-puing pesawat kamikaze. Katakan, apakah kau seorang pilot kamikaze atau bukan?" tanya penerjemah itu, wajahnya serius dan resmi. Hanya dengan melihat wajah dingin orang Jepang yang berperang untuk pihak musuh itu, segenap protes kemarahan bergolak di dalam tubuh Sayuri. Dengan susah payah Sayuri berhasil mencegah dirinya berteriak, "Kau orang Jepang, darahmu sama dengan darah yang mengalir di nadiku, tidakkah kau MERASAKAN apa-apa?"
"Pengkhianat! Pengkhianat!"
Sayuri menggigit bibirnya hingga asin darah terasa olehnya kemudian menjawab dengan mantap, "Ya, saya seorang pilot kamikaze."
"Tapi kau perempuan, dan sepanjang pengetahuan kami, pilot kamikaze haruslah laki-laki," desak penerjemah itu.
"Saya seorang pilot kamikaze," ulang Sayuri mantap dan menolak untuk mengubah pernyataannya selama interogasi berlangsung. Ia terus mengucapkan kalimat yang sama berkali-kali. Dan supaya menjaga dirinya tetap tenang dan tangannya yang sedingin es tidak gemetar sewaktu petugas interogasi itu menambah tekanan atasnya, Sayuri memusatkan pandangannya pada noda air kecoklatan di dinding di hadapannya dan bergeming. Asalkan ia memiliki sesuatu untuk memusatkan pikiran, Sayuri bisa tak mempedulikan tatapan tajam para petugas interogasinya serta sederetan pertanyaan mereka.
Sayuri tidak memiliki arloji sehingga ia tak tahu jam berapa itu, tetapi saat itu sudah cukup larut ketika mereka akhirnya menghentikan interogasi dan memperbolehkan dirinya dikawal kembali menuju selnya. Pemandangan malam hari di luar begitu indah dan Sayuri mencoba berjalan selambat mungkin, mengisi paru-parunya dengan udara segar dan memanjakan matanya dengan hamparan bintang-bintang kecil yang menerangi langit. Air mata panas penuh kemarahan membakar matanya ketika ia memikirkan kebencian serta perjuangan sia-sia yang telah merenggut kekasihnya dari sisinya, membuat perang terus membara, dan memaksa begitu banyak pemuda untuk mati sebelum saatnya. Rasanya sulit untuk percaya bahwa di bawah keindahan menakjubkan yang begitu tentram itu kekacauan dan pertumpahan darah terjadi di siang harinya.
Sayuri mempercepat langkahnya menuju sel yang dingin dan gelap miliknya sebab keindahan malam yang memilukan di luar sana lebih sulit dihadapi daripada kenyataan pahit menjadi tawanan perang. Beraninya ia merasakan kebahagiaan barang sedetik saja, beraninya ia menikmati keindahan langit malam barang semenit ketika ia semestinya mati dan nasib negerinya sedang berada di ujung tanduk?
Penerjemahnya telah memperingatkannya untuk "bekerja sama" demi kebaikannya sendiri sebab Jepang akan segera kalah dan pilot kamikaze sebanyak apa pun tak akan mampu menyelamatkan negeri itu dari kekalahan memalukan yang pasti segera terjadi.
"Tidak, Jepang tak akan kalah atau Takushi akan mati sia-sia!" Begitu seruan hatinya meskipun setiap kegagalan misi kamikaze menunjukkan bahwa penerjemah itu benar. Gelombang penyangkalan sedang menyapu seluruh negeri. Dan bagi seorang Jepang, baik yang berada di Jepang maupun yang menjadi tawanan perang di salah satu pangkalan musuh, lebih mudah untuk ikut larut dalam gelombang itu daripada menghadapi kenyataan mengerikan yang ada.
Bab 24 MINGGU berikutnya adalah minggu yang buruk bagi Sayuri. Hampir setiap malamnya dihantui oleh mimpi buruk yang terus berulang, menampilkan saat-saat terakhir misi kamikazenya dan menyaksikan pesawat Takushi menabrak sasarannya lalu meledak dalam kobaran api. Akhirnya gambar-gambar mengerikan itu berhenti muncul ketika Sayuri bangun terduduk dan menangis sejadi-jadinya, berharap ia tak terlanjur berjanji kepada Takushi untuk tetap hidup sebab itu begitu berat.
Keesokan harinya, ia bangun dengan rasa sakit yang nyaris memecahkan kepalanya, namun ia tak berani meminta obat. Malahan ia membasuh mukanya dengan air sedingin es yang disertakan di nampan makanannya, lalu ia memaksa dirinya menelan tiga potong roti yang terasa lebih enak dengan keberadaan lapisan tipis manis yang akan dipahaminya sebagai selai. Kopi encer itu terasa bagai air, tetapi setidaknya minuman itu masih hangat dan mampu menenangkan perutnya.
"Kurasa dalam minggu-minggu yang kuhabiskan sebagai
tawanan perang di kamp Amerika itulah aku pertama kalinya belajar makan roti bukannya nasi, dan minum kopi sebagai ganti teh hijau," catat Sayuri pada buku harian yang mulai ditulisinya dengan menggunakan kertas-kertas bekas dan pensil-pensil yang sudah pendek. Barang-barang itu diambilnya diam-diam dari tempat sampah para petugas militer yang mereka lewati setiap hari dalam perjalanan menuju ruang interogasi.
Semangat rekan kamikaze sekaligus kekasihnya, Takushi, terus mendampinginya sepanjang interogasi, meneguhkan keyakinannya untuk tak memberikan informasi apa pun. Di hari-hari ketika ia ingin menyerah karena begitu kelelahan dan merasa putus asa, Takushi hadir untuk membantunya bertahan. Di pengujung minggu, Letnan Williams dan penerjemahnya, Henry Kamata, harus mengakui kekalahan mereka. Dengan rasa marah atas waktu yang terbuang untuk menginterogasinya, Letnan Williams membanting mapnya yang berisi kertas-kertas kosong di atas meja dan berteriak, "Bila tak ada Konvensi Perlakuan terhadap Tahanan Perang yang mengikat kita, aku akan dengan senang hati merontokkan beberapa giginya, tak peduli ia perempuan atau bukan, dan mungkin setelah itu ia mau bicara! Singkirkan ia dari sini, aku muak dengan tatapan pilu meremehkan yang diperlihatkannya!"
Untuk beberapa hari berikutnya, Sayuri sekali lagi dibiarkan berada dalam pengasingan penuh. Keheningan yang menemaninya kadang-kadang begitu penuh dan utuh sehingga ia nyaris gila. Ia mulai bicara sendiri dan bahkan menghantam-hantamkan tinjunya ke tembok demi suara apa pun yang bisa memecahkan kesenyapan yang suram dan membosankan itu.
Namun, setidaknya secara fisik, Sayuri tahu keadaannya semakin membaik. Rasa laparnya membuat ia setiap hari memakan roti dan kopi yang tak mengundang selera di atas nampan besi reyot itu. Dan begitu ia makan dengan teratur, kekuatan fisiknya kembali dengan sangat cepat.
Tak ada yang datang untuk bicara dengannya, dan satu-satunya kesempatan pintu selnya dibuka adalah ketika seorang prajurit masuk membawa makanannya. Sayuri, yang memang suka berinteraksi dengan orang, khawatir akan menjadi gila gara-gara isolasi ini serta kurangnya kontak sosial yang terjadi. Satu-satunya penghiburan baginya adalah waktu satu jam atau kurang yang diberikan kepadanya untuk berjalan-jalan di lapangan kecil di luar selnya di bawah pengawasan ketat beberapa penjaga. Meski demikian, itu sudah cukup untuk membangkitkan semangat Sayuri dan membuatnya mampu bertahan menghadapi isolasi sunyi selnya sehari semalam.
Suatu hari, Sayuri berhasil menyelipkan ke dalam sakunya sejumlah buah pohon pinus yang jatuh di lapangan dari pohon-pohon pinus yang menaungi tempat itu. Di dalam selnya, ia membuat permainan dengan menggunakan buah-buah pohon pinus itu atau menjejerkan mereka untuk diajak bicara. Ia terus mengumpulkan buah-buah pohon pinus setiap harinya di jam istirahat keluarnya hingga koleksinya semakin banyak. Tak lama, ia bisa membuat kerajinan tangan yang indah dengan buah-buah itu dengan bantuan cahaya yang masuk melalui celah pintu kecil selnya. Memang sepertinya tak masuk akal, tapi koleksi buah pohon pinus itu menemaninya dan membuatnya merasa lebih tidak kesepian.
"Begitulah aku memperoleh keterampilan membuat kerajinan dari buah pohon pinus. Dari sel penjara di tahun-tahun penuh penderitaan sebagai tawanan perang di Guam. Dan setelah perang, ini menjadi bisnis keluarga kami!" Perempuan tua itu menunjuk ke arah barisan kerajinan di rak di pojok ruangan. Sebagian masih dalam warna aslinya, sebagian berwarna merah, kuning, dan hijau cantik. Semuanya dibentuk dari buah pohon pinus menjadi boneka, binatang, dan rumah-rumah peternakan yang indah. Hasil-hasil kerajinan itu begitu indah dan mengingatkan Mayumi pada pembuatnya, Sayuri Miyamoto yang cantik dan misterius.
"Jadi permainan yang kauciptakan untuk tetap waras selama berada dalam sel isolasi sebagai seorang Tahanan Perang akhirnya menjadi sumber mata pencaharianmu setelah perang! Begitu ironis namun juga menyentuh dan memilukan," kata Mayumi. Dan ketika mata Sayuri tua mulai menerawang, Mayumi tahu bahwa sekali lagi perempuan tua itu telah menempuh perjalanan waktunya, kembali ke masa lalu yang hanya bisa diingat olehnya. Namun kekuatan perjalanan itu dapat terasa dengan jelas sehingga sejarawan muda itu dapat merasakan dirinya merinding.
Ketika luka bakar dan luka-luka lain di tubuhnya mulai sembuh, kehampaan emosi yang membuatnya merasa bagai mayat hidup mulai menghilang, dan mimpi-mimpi itu hadir hampir setiap malam. Mimpi-mimpi itu adalah cara yang mengerikan baginya untuk mendapatkan suatu ketenangan, sebab di dalam mimpi-mimpi itulah Takushi hidup kembali, mencuri-curi waktu bersamanya ke izakaya demi saat-saat berdua, Takushi dengan gigi putih bersinarnya tersenyum memberi semangat kepada Sayuri ketika ia gugup mengemudikan pesawatnya pertama kali, dan Takushi yang mengatakan kepadanya supaya tidak menangis ketika Sayuri sangat merindukan laki-laki itu sebab Takushi akan selalu ada di sana.
Beberapa hari kemudian, Sayuri terbangun dan langsung merasa sesuatu akan terjadi hari itu. Seakan mempertegas nalurinya, seorang tentara datang membawa satu set pakaian bersih untuknya, dan meskipun tentara itu mencoba menerangkan sesuatu kepadanya, Sayuri tak bisa memahaminya. Tetapi ia menangkap bahwa ia akan menempuh perjalanan ke suatu tempat. Ke mana pun itu, ia berharap tempatnya tak akan lebih buruk dari tempatnya
sekarang. Kehidupan sebagai tahan perang di Guam benar-benar terisolasi, tetapi ia diperlakukan dengan baik, diberi cukup makanan, air dan kesempatan berolahraga. Bayangan perlakuan buruk dan siksaan mengerikan yang timbul dari kata "tahanan perang" tidaklah terjadi.
Tetapi ia adalah pilot kamikaze yang gagal. Maka ia mau tidak mau berpikir bahwa akan ada hukuman berat, yang anehnya masih belum terjadi hingga saat ini.
"Aku berpikir bahwa posisiku sebagai pilot kamikaze yang dikirim menjalankan misi bunuh diri untuk menghancurkan kekuatan pasukan Sekutu pasti membuatku disiksa, dijadikan bulan-bulanan, dihina, atau bahkan dibunuh. Tetapi anehnya tak satu pun dari hal-hal itu terjadi. Aku diperlakukan lebih sebagai seorang tamu yang sedang singgah sebelum melanjutkan perjalanannya dan tak boleh diganggu. Itu membuatku gelisah dan aku tak percaya aku bisa lolos begitu saja. Tak adanya hukuman itu sendiri adalah suatu hukuman dan itu meresahkanku."
"Pasti ada sesuatu. Dan di hari ketika mereka membawakan pakaian bersih untukku dan aku menyadari aku akan dibawa ke suatu tempat, naluriku mengatakan bahwa mungkin saatnya telah tiba. Ada semacam kelegaan bahwa akhirnya aku akan membayar pelanggaranku atas kode Bushido, sebab sebagai orang Jepang aku percaya bahwa aku tak akan bisa mendapatkan kedamaian dalam hidup ini kecuali aku telah menebus dosa-dosaku!"
Bab 25 SAYURI benar. Sorenya, satu truk datang untuk memindahkannya bersama dengan sepuluh orang tahanan lainnya ke suatu dermaga tempat mereka akan naik suatu kapal militer berwarna abu-abu gelap. Salah satu tahanan mengerti sedikit bahasa Inggris dan ia menjelaskan kepada yang lain apa yang didengarnya, bahwa mereka dikirim kembali ke Jepang untuk diserahkan kepada Palang Merah dalam suatu perjanjian penukaran tahanan perang. Sayuri tak percaya ia akan pulang ke Jepang, kembali merasakan kebebasan dan rasa aman, dan ia akhirnya akan berkumpul kembali dengan keluarganya. Meskipun ia tak akan disambut sebagai pahlawan, Sayuri yakin bahwa setidaknya ia akan lebih aman dan diperlakukan dengan lebih terhormat daripada sebagai seorang tahanan perang di kamp musuh. Kebahagiaan meluap-luap di hatinya ketika ia berjalan di koridor kapal militer itu sebab ia tahu ia akan pulang ke Jepang, ke bangsa dan tanah airnya. Ia yakin bahwa seiring berlalunya waktu, mereka akan memaafkannya karena kembali hidup-hidup. "Aku telah mengecewakan negaraku, namun aku yakin dan percaya mereka akan memaafkanku dan menerimaku kembali sebab aku adalah salah satu dari mereka. Tetapi yang tak kusangka akan kuhadapi adalah kenyataan pahit dan mengejutkan yang menantiku di Jepang!"
Mereka berlayar selama empat hari empat malam. Mereka semua dimasukkan ke dalam ruang tahanan tepat di dasar kapal, dan saat itulah Sayuri memutuskan untuk kembali menyamar sebagai laki-laki. Dengan seragam militer kebesaran yang dikenakannya, itu bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Apalagi selama ini ia telah diperlakukan sebagai "salah satu dari para lelaki" oleh para rekan seperjuangannya. Maka mudah saja bagi Sayuri untuk kembali menyamar seperti di masa-masa pelatihan pilot kamikazenya.
Sayuri tak mampu lagi harus menghadapi pengasingan bila mereka mengetahui dirinya perempuan lalu menguncinya di sel terpisah. Lebih baik ditemani sembilan orang tawanan muram dan berkeringat ini daripada sendirian lagi. Sayuri berhasil menyamar tanpa ketahuan sebab bagi para penjaga yang ditugaskan untuk mengawasi mereka, semua orang Asia terlihat sama, terutama dalam balutan seragam militer yang kebesaran. Lagi pula mana ada yang mau repot-repot mengamati para tahanan perang dan membedakan mereka?
Sewaktu meninggalkan selnya di Guam, Sayuri berhasil membungkus koleksi buah pohon pinusnya dengan kain dan menyembunyikannya di balik kemejanya. Sekarang, sementara sembilan orang rekan seperjuangannya tertidur dan mendengkur lembut atau bergumam, ia mengeluarkan koleksi itu dan meletakkannya di meja sebelah tempat tidurnya, takjub dengan keputusasaan yang berhasil mendorongnya untuk membuat kerajinan seindah itu dari sekumpulan buah pohon pinus.
Hasil kerajinan tangan itu rupanya mempunyai efek menenangkan pada Sayuri, dan sebelum ia sempat mengumpulkan mereka kembali di dalam buntelan kain, ia tertidur dengan begitu lelap, paling lelap setelah berbulan-bulan lamanya, menyadari bahwa ia tak lagi sendirian namun dikelilingi oleh hangat tubuh sembilan orang rekan seperjuangannya.
Suara-suara itu seakan datang dari jauh, dan ketika Sayuri membuka matanya, ia melihat sekelompok laki-laki mengagumi kerajinan buah pohon pinus yang ditinggalkannya di atas meja ketika ia tertidur. Malu, ia buru-buru duduk dan berusaha mengemasi benda-benda memalukan itu dan menempatkan mereka kembali ke dalam kain pembungkusnya.
Tetapi orang yang paling tua di kelompok itu, pastinya seorang perwira berpangkat sebelum ditangkap, menyentuh lengannya dan berkata, "Jangan, jangan kausingkirkan. Mereka terlalu cantik untuk disembunyikan, kecuali kalau orang-orang Amerika itu masuk kemari."
"Baik, Pak," jawab Sayuri segera, secara naluriah mematuhi perintah si perwira. Perwira itu tertawa dan berkata, "Tidak, kau tak harus memanggilku Pak. Sekarang ini aku sama denganmu, seorang tahanan perang. Tapi sungguh, apa kau pernah berpikir untuk menjadikan kerajinan ini bisnis setelah perang selesai?"
Senyum tipis terulas di bibir Rika Kobayashi ketika ia berkata, "Aku merasa tersanjung saat itu bahwa seorang perwira bisa menganggap hasil kerajinan tangan yang kubuat di dalam sel gelap itu cukup bagus untuk dijalankan sebagai bisnis, tapi melihat apa yang kulakukan untuk menghidupiku di kemudian hari, perwira itu memang benar!"
Suasana hati di kalangan para tawanan perang itu agak membaik selama beberapa hari ketika mereka menyaksikan Sayuri mengubah buah pohon pinus yang tersisa itu menjadi kerajinan indah berbentuk binatang dan burung. Pada akhirnya Sayuri memberikan semua kerajinan itu kepada tiap-tiap tawanan sebagai kenang-kenangan atas waktu yang mereka habiskan bersama di atas kapal militer Amerika Serikat.
Namun semakin mereka mendekati akhir perjalanan mereka, sebagian kekhawatiran dan keraguan mereka mulai kembali dan orang-orang itu berkumpul, gelisah membicarakan apa yang mungkin mereka dapati di Jepang nanti.
Tetapi, meskipun optimisme awal Sayuri sudah memudar, ia merasakan semacam ketenangan aneh. Sebagian besar karena ia telah menerima nasibnya sebagai pilot kamikaze gagal yang telah melanggar peraturan militer Jepang dalam dua hal utama. Pertama dengan menyamar sebagai laki-laki, kedua karena gagal menjalankan misinya dan mempermalukan program kamikaze itu sebagai usaha perlawanan terhadap pasukan Sekutu meskipun kekaisaran Jepang mulai hancur berantakan.
"Karena tujuan seorang pilot kamikaze adalah untuk mati, aku tidak takut pada kematian. Aku hanya gentar pada rasa malu karena aku masih hidup. Yang dapat kupikirkan hanyalah cara untuk memohon memperoleh satu misi kamikaze lagi bila aku bisa kembali ke unitku. Aku merasa benar-benar bersalah karena masih hidup sedangkan Takushi-ku tersayang dan seluruh angkatan yang berlatih bersamaku telah mencapai tujuan mereka dan mati dengan terhormat. Dan seakan semakin memperparah ukuran kegagalanku, angkatanku adalah satu-satunya grup relawan pilot kamikaze dengan kesuksesan seratus persen menjalankan misinya kecuali aku."
Kapal mereka sampai di kepulauan terpencil bernama Iwo Jima yang telah jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Lalu Sayuri dan kesembilan rekannya diserahkan kepada pihak Palang Merah dan kemudian diterbangkan kembali ke daratan Jepang oleh kemiliteran Jepang. Sewaktu pesawat itu mendekati Jepang, ia mulai merasa panik, bertanya-tanya bagaimana ia harus menghadapi orang-orang sebagai seorang pilot kamikaze yang gagal. Sesaat ia memiliki keinginan gila untuk berlari ke kokpit, mengambil alih pesawat dan menukikkannya untuk menabrak armada pasukan Sekutu pertama yang terlihat. Hanya tampang-tampang seram para polisi militer yang selalu mengawasi di sekelilingnyalah yang membuat Sayuri menyadari kesia-siaan mencoba sesuatu sebodoh itu. Ya, ia memang ingin mati, tapi bukan dengan cara ini. Tidakkah ia telah cukup mempermalukan negaranya?
Perutnya mual karena gelisah sebab tak seorang pun mau berbicara atau bahkan melihat ke arahnya, seakan-akan ia sudah dihapuskan dan tak ada lagi! Setiap kali pesawat mengalami guncangan, Sayuri merasa seperti ingin muntah. Tetapi akhirnya ia mampu menempuh seluruh perjalanan itu bahkan tanpa sekali pun menggunakan ke toilet. Pasti makanan asing yang dimakannya selama dalam perjalanan singkat di atas kapal angkatan laut itulah yang memutarbalikkan sistem tubuhnya dan membuatnya pening dan lemah! Demi Tuhan, ia ingin menjadi kuat dan agresif serta tegas, bukan spesimen pucat dengan emosi tak stabil yang hanya akan menerima segala sesuatunya dengan pasrah. Namun ia tak punya keinginan atau kekuatan untuk apa pun lagi.
"Ada apa denganku?"
"Mengapa aku merasa sangat rapuh dan lemah?"
Pertanyaan-pertanyaan itu bergaung di sekujur tubuhnya, mengisap lebih banyak lagi energi dan membuatnya kian merasa lemah.
Ia belum merasakan kepedihan yang sesungguhnya atas kehilangan Takushi. Sayuri tahu hal itu akan datang nanti, dan ketika itu terjadi, kepedihan yang ia rasakan itu akan menyiksanya dengan saksama tanpa kenal lelah dan ampun. Tapi saat ini ia sedang melalui centang perenang pemikiran, kegelisahan, serta ketidakberdayaan dan rasa malu atas kegagalannya sebagai seorang pilot kamikaze dan membuktikan bahwa anggapan pihak militer tentang ketidakmampuan seorang perempuan untuk menjadi pilot kamikaze yang berhasil memang benar adanya. Akhir-akhir ini Sayuri terusik oleh pemikiran yang mempertanyakan apa yang akan terjadi seandainya ia tidak teralihkan perhatiannya dan sedih melihat pesawat Takushi terbakar dan meledak? Apakah ia akan tetap luput mengenai sasarannya dan tertembak jatuh?
Ya, memang benar. Ia gagal dalam tes kekuatan dan keteguhan seorang pilot kamikaze karena ia tidak memusatkan perhatiannya, menjadi emosional, dan membiarkan perasaannya mengambil alih logikanya di saat-saat terpenting dari misinya.
Sayuri begitu ingin berbicara dengan seseorang setelah berada dalam isolasi selama berminggu-minggu, tetapi tak satu pun dari anggota polisi militer berwajah seram itu tampak ingin berbincang-bincang. Maka ia memilih untuk berkutat dengan buku harian buatannya dan mencurahkan segenap semangat serta perasaannya yang menyesakkan dada, dan hanya berhenti ketika ia merasa para pengawal itu ada yang memandangnya curiga.
"Ini adalah kurun waktu terlama dalam hidupku tidak berbicara satu patah kata pun dengan siapa pun," tulisnya dengan marah. "Dan sepertinya akan tetap begini dalam waktu lama."
Akhirnya, tak mampu lagi menahan rasa ingin tahunya, seorang tentara di samping Sayuri berhenti mengamatinya dan berkata, "Apa yang kau tulis?"
"Ini buku harian yang mulai kutulis waktu aku ditahan di kamp tahanan perang setelah aku ditembak jatuh," jawab Sayuri. Suaranya terdengar serak dan kering setelah ber-minggu-minggu di dalam pengasingan.
"Oh, boleh kubaca?" tanya tentara itu. Sedetik Sayuri ragu sebelum akhirnya menyerahkan beberapa lembar pertama buku hariannya. Lembar-lembar berikutnya memuat pikiran dan perasaannya terhadap Takushi dan terlalu pribadi untuk diperlihatkan kepada siapa pun.
Ketika tentara itu membaca sekilas apa yang tertulis pada kertas-kertas itu, Sayuri sadar bahwa tentara itu tidak terlalu tertarik pada tulisannya dan sekadar ingin memulai pembicaraan dengannya. Sayuri membiarkan tentara itu selama beberapa menit sebelum mencoba mencari informasi darinya tentang tujuan mereka.
Nama tentara itu Nobu Matsumoto, dan seperti Sayuri, ia menjadi relawan pilot kamikaze, tetapi pesawatnya juga ditembak jatuh. Lalu ia terombang-ambing di laut lepas selama tiga hari sebelum ditolong oleh suatu perahu nelayan di sekitar perairan Filipina dan diserahkan kepada pihak militer Jepang.
"Apa kau tahu akan ke mana orang-orang seperti kita ini?" bisik si tentara, mulai menyinggung topik sensitif itu. Dan ketika Sayuri menggeleng, ia melanjutkan kata-katanya dengan berbisik rendah, "Kudengar mereka membawa kita ke suatu fasilitas militer di Jepang bernama Shinbu."
"Apa itu Shinbu dan di mana itu?" bisik Sayuri. Tetapi sebelum Nobu bisa menjawab, salah satu pengawal mereka berbalik dan memelototi mereka supaya diam.
Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing serta dengan rasa takut atas hukuman yang menanti, tak seorang pun berkata apa-apa sepanjang sisa penerbangan itu.
Sayuri tidak menyadari bahwa dirinya tertidur sebelum suatu guncangan keras memberitahunya bahwa pesawat telah mendarat dan mereka akhirnya sampai di negara asal mereka.
Langit mendung dan gerimis kecil-kecil telah berubah menjadi deras dan berangin ketika mereka turun dari pesawat dan lari hingga mencapai bangunan bandara yang kecil dan terbuat dari kayu. Itu bukan kepulangan yang wajar. Dan bertolak belakang dengan acara pelepasan gegap gempita yang dialami oleh Sayuri beserta para pilot kamikaze lainnya, pangkalan udara yang dingin dan sepi ini penuh dengan nuansa kegagalan dan aib yang terbentuk oleh derasnya hujan serta kesunyian yang menggemakan ketidaksenangan seluruh bangsa mereka.
Sayuri langsung merasa bahwa dirinya dan pilot yang satu lagi, Nobu, berada dalam semacam penahanan militer ketika mereka lekas-lekas digiring memasuki mobil van tanpa jendela dan langsung dibawa pergi. Di dalam van itu gelap, panas, dan pengap sebab tak ada angin maupun cahaya dari jendela-jendela di bagian depan yang mencapai mereka. Dan setiap kali kendaraan itu berbelok dengan kecepatan tinggi, Sayuri kembali merasa perutnya mual dan dengan bersusah payah akhirnya berhasil menahan untuk tidak memuntahkan isi perutnya. Hal terburuk yang bisa terjadi saat ini adalah menambah udara panas dan ketidaknyamanan ini dengan bau menyengat dari muntahnya.
Meskipun mereka tak berbicara lagi sejak pembicaraan singkat mereka di pesawat, Sayuri masih merasa tenang mengetahui ada teman yang berbagi kondisi ini. Dan Sayuri tahu bahwa dengan caranya sendiri, Nobu juga merasakan hal yang sama ketika mereka memulai perjalanan yang sepertinya tak berujung itu.
Akhirnya van bergerak memelan. Bahkan sebelum Sayuri mendengar gumaman menghormat ala militer dan van bergerak lagi, ia tahu bahwa mereka baru melewati pos pemeriksaan dan telah tiba di tempat tujuan.
"Shinbu! Kita pasti telah sampai di Shinbu!" bisik Nobu. Ketakutan yang nyata terdengar di suaranya.
Anggukan yang dilakukan Sayuri lebih merupakan suatu gerakan spontan dan bukannya berharap Nobu dapat melihatnya dalam kegelapan di dalam van ini. Lalu Sayuri cepat-cepat mengenakan topi pilot yang selama ini disembunyikannya di dalam saku seragamnya. Konsekuensi atas keselamatannya yang "tak patriotis" dari suatu misi kamikaze gagal serta penipuan yang dilakukannya atas Angkatan Bersenjata Kerajaan tentang jenis kelaminnya dan penyia-nyiaan suatu pesawat bagus dan target yang dilakukannya pastilah mematikan.
Van itu tiba-tiba berhenti diiringi decit suara rem yang akan membekukan darah setiap orang yang mendengarnya. Lalu pintu penjara bergerak mereka yang gelap dan pengap itu terbuka, membanjiri isinya dengan cahaya teramat terang yang nyaris membutakan mereka.
Dua pasang lengan perkasa meraih ke dalam dan menarik mereka keluar dari van dengan kasar. Kekuatan "bantuan" itu membuat tubuh ringan Sayuri melayang keluar dan nyaris jatuh ketika mendarat dengan kedua kakinya.
Sayuri merasakan sesuatu yang keras dan dingin menyodok punggungnya, menyuruhnya berjalan maju. Ia tak mengerti mengapa laras senjata itu ditodongkan kepadanya ketika ia berada di fasilitas militer milik Jepang dan bukan milik pihak musuh. Apakah bangsanya sendiri menganggapnya sebagai suatu ancaman sehingga ia harus dikawal dengan senjata ditempelkan di punggungnya? Sayuri memalingkan wajahnya ke arah Nobu dan melihat bahwa laki-laki itu juga digiring dengan cara yang sama dengannya. Tampang tak percaya menghiasi wajahnya.
Mereka dibawa ke suatu bangunan persegi yang jelek berwarna abu-abu tempat seorang perwira memandangi mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki lalu berkata tajam, "Selamat datang di Shinbu, tempat yang terkenal berhasil "membersihkan" banyak pengecut dan tentara tak patriotis seperti kalian."
Menceloslah hati Sayuri, sebab ia kini tahu bahwa negeri asalnya bukan lagi suatu tempat aman yang diimpikannya ketika ia menghabiskan berhari-hari dan bermalam-malam sebagai seorang tahanan perang.
Bab 26 AKU tahu aku akan mengalami masa-masa sulit begitu aku bertemu dengan Sersan Yamaguchi. Seorang laki-laki berbadan kecil namun memiliki keinginan meluap-luap untuk menjalankan tugas menghukum dan mereformasi setiap pilot kamikaze ?pembelot? yang memasuki gerbang Shinbu. Bagi kami yang dipenuhi oleh rasa malu atas kegagalan serta aib ini, Sersan Yamaguchi terlihat setinggi tiga puluh meter."
"Kami didaftar, diberi sepasang seragam hijau seolah-olah kami ini ternak. Hijau, warna aib dan kepengecutan... itu adalah indikasi bagaimana orang akan memandang kami sejak saat itu."
Sayuri segera mengetahui peran yang dimainkan Shinbu dalam hidup mereka. Satu hal yang jelas, semua orang yang ada di sana dulunya adalah pilot kamikaze yang karena satu dan lain hal telah mengecewakan negara mereka dengan kembali hidup-hidup sementara anggota skuadron lainnya telah gugur sebagai pahlawan.
Meskipun tempat itu dinamakan "Asrama Shinbu," begitu pintu-pintu berat itu ditutup dengan keras di belakang mereka, Sayuri bisa melihat dari keberadaan para penjaga dan tembok-tembok tinggi yang dijaga ketat bahwa mereka semua sebenarnya sedang berada dalam suatu penjara dan tak diperbolehkan berhubungan dengan dunia luar. Pihak militer merasa malu atas kegagalan mereka dan tak menginginkan apa pun tentang hal itu diketahui masyarakat, maka mereka dipenjara dan dibungkam.
"Kami secara harafiah ditumpuk di dalam kotak-kotak kecil. Kami tidur bersepuluh di atas tatami tua compang-camping, berbantalkan karung keras berisi jerami kering dan kacang-kacangan. Setelah perang, aku menolak untuk menggunakan bantal apa pun yang berisi butiran sejenis kacang atau menimbulkan suara sebab itu sangat mengingatkanku pada Shinbu."
Sesi-sesi interogasi langsung dimulai keesokan hari setelah kedatangan mereka di Shinbu. Mereka dikumpulkan dan dibariskan seperti murid sekolahan di suatu pondok kelabu kusam berisi beberapa ruang interogasi yang dirancang untuk menjadi begitu dingin dan memaksa orang-orang yang masuk ke dalamnya mengaku.
Petugas interogasi Sayuri adalah seorang perwira bertampang kejam dengan suara halus. Matanya yang licik dan senyum lebarnya yang sinis mengingatkannya pada seekor ular. Tatapannya yang menusuk membuat Sayuri merasa telanjang dan menghancurkan niatnya untuk tetap berani dan percaya diri, sebab Sayuri cukup yakin perwira itu bisa melihat menembus samarannya dan membongkar identitasnya sebagai seorang perempuan. Para rekan tahanannya di Shinbu memiliki banyak masalah, tapi ia mengalahkan mereka semua dengan kejahatan yang tak termaafkan karena telah menunjukkan ketidakbecusan pihak militer mengenali penyamarannya sebagai laki-laki. Sayuri sama sekali tak berpikir bahwa seseorang yang bisa mempermalukan Angkatan Bersenjata Kerajaan sedemikian rupa akan bisa diampuni.
Sayuri yakin bahwa bila penyamarannya terungkap di Shinbu, selain fakta kegagalannya sebagai pilot kamikaze dan menorehkan aib ganda pada kemiliteran Jepang, ia lebih baik mati saja. Dan kali ini tak akan ada Takushi untuk melindungi atau menggantikannya.
"Segala pikiran dan kenangan tentang Takushi mendatangkan rasa sakit yang tak tertahankan, sehingga aku menghabiskan segenap waktuku untuk mengosongkan pikiranku tentangnya. Tapi aku tak dapat melakukannya di malam hari. Malam-malamku begitu menyiksa karena aku tak kuasa menghentikan Takushi untuk datang padaku. Dan setelah beberapa waktu, aku berhenti mencoba. Maka setiap malam ketika aku tidur, Takushi selalu ada mendampingiku.
"Jadi, katakan padaku, kenapa kau kembali? Kenapa kau masih hidup?" bentak Perwira Kamisama dan kerasnya suara itu melemparkan pikiran Sayuri kembali ke kenyataan diruangan dingin mengerikan itu dan membuatnya terlonjak kaget. Perwira itu mengeluarkan suara tawa serak mengejek ketika ia berkata, "Apa suaraku membuatmu kaget? Wah, kau bertingkah seperti seorang perempuan!"
Untuk sesaat Sayuri menahan napasnya. Darahnya membeku. Apa perwira itu mencurigai sesuatu? Secara naluriah Sayuri menundukkan kepalanya, menunggu perwira itu memerintahkan para penjaga untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadapnya. Ia berharap itu tak terjadi, tetapi bersiap untuk hal yang terburuk. Namun jelaslah dari kata-kata yang keluar dari mulut perwira itu bahwa ia tak mencurigai apa pun.
"Angkat kepalamu layaknya laki-laki dan pergi dari sini. Kembali melapor kemari besok pagi jam tujuh. Kalian, para pilot kamikaze gagal, membuatku muak!"
Itu adalah kalimat terindah yang pernah didengar Sayuri setelah misi kamikazenya yang gagal. Ia mengembuskan napas lega sewaktu berjalan meninggalkan ruangan mirip sel tahanan itu. Perwira Kamisama tidak mencurigai dirinya perempuan, dan itulah yang terpenting baginya sekarang.
Pilot di belakang Sayuri mendengar segala bentakan itu, dan wajahnya pucat sewaktu memasuki ruang interogasi itu. Meskipun kondisi Sayuri tidaklah lebih baik, ia merasa kasihan pada pilot itu. Setidaknya urusan Sayuri sudah selesai untuk hari ini dan ia tak akan bertemu dengan Perwira Kamisama yang kejam itu hingga besok pagi.
Tetapi kelegaan Sayuri tak berlangsung lama. Pengeras suara mengumumkan bahwa para tahanan Shinbu yang mangkir serta tak patriotis itu wajib segera berkumpul di aula tengah berukuran raksasa untuk mendapatkan kuliah "pendidikan ulang."
Kuliah yang dimaksud adalah lima jam penuh penghinaan terhadap harga diri dan semangat para pilot kamikaze yang "memalukan" itu. Bahkan tak satu pun dari mereka berani untuk meminta izin ke toilet selama perjalanan panjang berisi pemerasan emosi, penistaan, rasa bersalah serta penyesalan karena mereka masih hidup.
Tak sanggup menanggung hinaan tanpa henti itu, seorang pilot yang duduk persis di belakang Sayuri mengerang putus asa. Sayuri berharap sang perwira tak mendengar suara erangan itu. Namun keberuntungannya untuk hari itu sudah habis. Kesenyapan yang mengikuti begitu mencekam sehingga tak seorang pun berani bersuara atau bahkan bernapas, takut dituduh.
Kesunyian dipecahkan oleh suara langkah sepatu bot perwira itu ketika ia bergerak ke arah asal erangan dan berteriak, "Siapa pun yang menimbulkan suara itu harap maju atau semua orang di ruangan ini akan dihukum!"
Terdengar langkah kaki dan pilot itu pun maju, berkata, "Itu tadi saya, Pak. Saya tidak tidur semalaman dan saya sangat kelelahan. Maafkan perilaku saya, Pak."
"Jadi kau kelelahan karena kurang tidur?" bentak perwira itu lalu dengan satu gerakan cepat ia menampar pilot itu. Pilot muda itu mengernyit kesakitan tetapi tetap berdiri tegak dan memandang lurus ke depan.
"Kau seharusnya menjadi pilot kamikaze. Bangsa ini dan sang kaisar mempercayakan kehormatan negeri ini kepadamu dan apa yang telah kaulakukan? Kau melarikan diri bagai seorang pengecut dan perempuan untuk menyelamatkan nyawamu sendiri. Dan sekarang kau bilang kelelahan karena tak cukup tidur? Seorang pilot kamikaze tak semestinya tidur atau kelelahan. Ia semestinya mati! Mati! Kau dengar itu?"
"Mengapa kau masih hidup? Apa kau melanggar kode kehormatan Bushido kita karena takut? Sekarang kau berdiri di sini, jelaskan kepada semua orang kenapa pesawatmu kembali ke Jepang?"
Tangan pilot itu menggenggam erat oleh rasa malu tetapi ia tetap memasang tampang berani, bahkan ketika perwira itu menyodok-nyodokkan sebatang kayu dengan penuh penghinaan kepadanya dan membentak, "Kenapa kau diam saja? Jangan mengetes kesabaranku! Beritahu kami ceritamu sekarang juga! Itu perintah!"
Pilot itu, yang kemudian diketahui Sayuri bernama Kuroshi, membungkuk dalam-dalam, berdehem, dan mulai berbicara. "Saya mengerti saya telah mendatangkan aib besar atas negeri saya, tetapi itu seharusnya tak terjadi. Ketika terbang dalam misi penyerangan itu, saya tahu itu akan menjadi penerbangan terakhir dan saya tak akan kembali hidup-hidup. Hati saya penuh dengan rasa bangga sebab saya mengorbankan nyawa saya untuk melindungi Jepang dan saya tak merasa takut sedikit pun."
"Namun setelah terbang tak sampai sejam, saya mengetahui ada yang tidak beres dengan mesin pesawat saya. Maka saya harus memilih antara terus terbang dan jatuh di laut tanpa sempat mencapai sasaran saya atau kembali ke Jepang dan menyelamatkan satu pesawat. Saya mengambil pilihan terakhir, bukan karena ingin menyelamatkan nyawa saya tetapi karena saya tidak mau menjatuhkan salah satu pesawat kita yang berharga tanpa mencapai sasarannya."
"Sebagai bukti kesungguhan niat saya dalam membuat keputusan itu, izinkan saya untuk melakukan satu misi lagi dan kali ini, demi Tuhan, saya tak akan kembali hidup-hidup."
Ia berbicara dengan penuh semangat dan kegairahan yang memancar dari matanya. Hal itu membangkitkan emosi yang teramat kuat di hati kelompok pilot kamikaze gagal di hadapannya itu, yang masing-masing menghadapi kemelut perasaannya mulai dari rasa malu, frustrasi, hingga marah pada diri mereka sendiri. Sebagian bahkan merasa bersalah karena masih hidup.
Namun perwira itu tetap tak teryakinkan dan kilau kejam tampak di matanya sewaktu ia dengan tiba-tiba berputar menghadap Kuroshi dan berkata, "Pertunjukan yang bagus,
Pilot! Tapi kami tidak teryakinkan. Akui saja, kau kembali karena kau kehilangan nyali dan tak menjunjung kode Bushido kita, dan seperti semua orang yang ada di sini, kau butuh diperbaiki."
"Tidak, Pak. Saya kembali karena mesin saya rusak dan saya tak mau kehilangan satu pesawat," jawab Kuroshi. Dan Sayuri tahu kalau laki-laki itu akan membayar harga atas usaha beraninya mempertahankan kehormatan dirinya.
Perwira itu langsung naik pitam dan ia benar-benar menyorongkan mukanya ke depan muka Kuroshi.
"Kurang ajar!" teriaknya. "Beraninya kau membantah. Kau harus memahami satu hal, Pilot. Di sini, di Shinbu, kalian semua idiot dan siapa pun yang membantah seorang perwira harus dihukum berat! Kalau kau melakukannya sekali lagi, semua orang di ruangan ini akan dihukum ber-sama-sama karena ulahmu. Pikirkan itu, prajurit. Semua yang kaulakukan berimbas dan merugikan rekan-rekanmu juga."
"Apa kau memikirkan seberapa besar rasa malu dan penghinaan yang kaulimpahkan pada negaramu serta reputasi dan keberanian para pilot kamikaze sewaktu kau berbalik untuk menyelamatkan nyawamu yang menyedihkan itu?"
"Sehari-hari di Shinbu berlangsung kurang lebih seperti itu. Kami dianggap dan dicap pengecut serta idiot begitu kami memasuki gerbangnya," kata perempuan tua itu, dan guratan-guratan dalam di dahinya berkerut. Mayumi sadar bahwa wawancara hari itu telah selesai, sebab sekali lagi pikiran dan kenangan Sayuri telah kembali menjelajah ke tempat nan jauh itu, terhubung dengan orang-orang dan kejadian-kejadian yang hanya ia yang tahu.
Bab 27 AKU sering bertanya-tanya mengapa kami harus dikirim ke Shinbu, dipenjara, dan bahkan tak diperbolehkan menghubungi keluarga kami? Bagaimanapun juga kami ini hidup bukan karena pilihan kami, tetapi karena situasi yang berada di luar kendali kami. Lalu mengertilah aku bahwa kami telah diagung-agungkan di depan umum oleh kemiliteran sebagai Angin Tuhan mereka, dan satu-satunya cara untuk kami tetap menyandang predikat terhormat itu adalah dengan dipenjara sehingga masyarakat tak akan pernah tahu tentang kegagalan kami!"
"Program kamikaze itu diluncurkan dengan begitu mulianya, menggembar-gemborkan upaya penuh keberanian dari kemiliteran Jepang untuk menyelamatkan negeri ini dari pasukan Sekutu yang kian mendekat. Propaganda besar-besaran dilakukan terhadap bangsa Jepang tentang kegagahan, pengorbanan, dan kejayaan para pilot kamikaze. Kami adalah ide yang dilahirkan oleh kemiliteran Jepang, dan apa pun yang tak menunjukkan kegagalan status terhormat kami haruslah dibungkam dari masyarakat luas. Para pilot kamikaze adalah ?Angin Tuhan? dan haruslah tetap seperti itu. Kegagalan kami adalah kegagalan kemiliteran Jepang. Sungguh suatu beban teramat berat yang harus kami tanggung."
"Betapa rasa harga diri kami dikuliti lapis demi lapis hingga kami merasa bukan apa-apa bagai telanjang dan menderita dari kekejaman pelatihan ?perbaikan? kami."
Yang paling kejam dari tim petugas "pendidikan ulang" kami adalah seorang perwira kurus kering bernama Letnan Kurosaki. Satu tatapan dingin dari matanya yang mirip mata kucing itu mampu membuat semua orang merinding, bahkan pilot kamikaze paling tangguh sekali pun. Sayuri sungguh merasakan aliran darahnya membeku suatu pagi ketika mata Letnan Kurosaki terarah kepadanya. Rasa panik yang telah ia kenal mulai menyelimuti dirinya sewaktu tatapan itu seakan membelah tubuh Sayuri, lalu suara-suara ketakutan menggema di kepalanya. Apa perwira itu tahu bahwa Sayuri seorang perempuan? Ya Tuhan, apa ia mencurigai sesuatu? Kalau mereka sampai tahu bahwa Sayuri telah pertama-tama menipu pihak militer dengan menyamar sebagai seorang laki-laki, kemudian mempermalukan mereka dengan kegagalan misi bunuh dirinya, maka tak terbayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapnya. Kempetai pernah dengan kejam menembak seekor anjing hingga mati tepat di depan Sayuri hanya karena binatang itu menggonggong di sebelah bendera Jepang. Sementara Sayuri mempecundangi mereka lebih dari sekali!
Sayuri merasa lega ketika sikap tidak sempurna seorang pilot lain menarik perhatian Letnan Kurosaki. Sang letnan mengalihkan tatapan mengerikannya kepada laki-laki itu dan lewatlah saat-saat menegangkan Sayuri. Namun Sayuri menyadari terbongkarnya identitasnya hanyalah masalah waktu. Keadaan semakin pelik saja dengan ritual mandi yang berupa penyemprotan semua pilot di kamar mandi umum tanpa pintu. Sejauh ini semua orang masih terlalu traumatis untuk mengomentari Sayuri yang selalu mengenakan baju dan celananya bahkan di saat mandi. Tetapi cepat atau lambat akan ada orang yang memperhatikan dan memaksanya untuk melepaskan pakaiannya seperti para pilot lain.
Sayuri telah berpikir untuk melarikan diri sebelum hari itu tiba, tapi tak ada jalan keluar dari Shinbu. Dinding-dinding tinggi yang menyeramkan dengan kawat berduri itu terlalu tinggi dan mustahil untuk dipanjat tanpa ketahuan oleh para penjaga yang tersebar di mana-mana. Itu barulah penjaga yang bisa dilihat Sayuri, entah berapa banyak "informan" yang membaur, mengawasi tanda-tanda pembangkangan dan usaha melarikan diri.
Pada akhirnya, Kuroshi ditempatkan dalam sel isolasi selama dua minggu untuk "mendidik ulang" dirinya bahwa lebih baik baginya untuk mati dalam misi penyerangannya dan setuju saja dengan semua yang dikatakan perwira di Shinbu. Ketika ia dibebaskan, Kuroshi langsung menghadap atasannya untuk memohon satu kesempatan lagi untuk melakukan misi penyerangan, tetapi ia ditolak dan diberitahu dengan jelas bahwa kemiliteran Jepang tidak bisa menyia-nyiakan satu pesawat di tangan pilot yang telah mengecewakan mereka dan tak dapat lagi dipercaya.
"Bakaro! Bodoh!" perwira itu berteriak, menendangnya keluar dari ruangan.
Sayuri mengagumi keberanian dan kegigihan Kuroshi yang tak terpatahkan oleh perlakuan tak adil yang diterimanya atas "catatan buruknya." Dan selama beberapa bulan yang dihabiskan Sayuri di Shinbu, mereka berteman. Dalam satu dan lain hal, antusiasme Kuroshi yang berkobar-kobar mengingatkan Sayuri pada mendiang kekasihnya, Takushi. Namun Kuroshi tak memiliki kekuatan serta keteguhan hati Takushi. Dan meskipun mereka berteman akrab, Sayuri hanya menyayanginya sebatas saudara. Rasa pedih dan rindunya pada Takushi akan selalu tersimpan rapat di hatinya.
Terkadang, sambil berbaring di alas tidurnya yang sempit dan mendengarkan dengkur lembut rekan-rekan tahanannya, Sayuri tidak percaya Takushi sudah tiada. Bahwa Sayuri tak akan pernah lagi menyentuh tubuhnya yang ramping dan tegap atau mendengar suara baritonnya yang berat ketika mengajarinya menerbangkan pesawat pertama kali dan nanti ketika membisikkan kata-kata cinta kepada Sayuri di saat mereka berpelukan di suatu bekas gedung perbekalan militer, dan sekali waktu ketika mereka
terbaring di tikar di sebelah aliran sungai, bercinta di bawah gugusan bintang sementara bayang-bayang gelap kewajiban, pengorbanan, dan kematian memayungi mereka. Mereka merasa bisa menuruti segala keinginan hati mereka tanpa memikirkan akibatnya sebab mereka akan mati dan hal itu membuat mereka membebaskan diri dari segala kekangan fisik. Mereka tak merasa lagi harus mengikuti aturan dan protokol kaku berpacaran di Jepang yang konservatif dan bebas menikmati keberadaan satu sama lain sepuas-puasnya.
Berkali-kali pikirannya tertransfer ke dalam alam mimpinya, mimpi-mimpi bahagia tentang kehidupan bersama Takushi yang bebas dari ancaman perang, pesawat, serta pilot kamikaze. Kemudian Sayuri akan terbangun dan mendapati dirinya sendirian terbaring di atas alas tidurnya, dalam realita seorang pilot kamikaze yang melakukan penyamaran berbahaya.
Setiap hari Sayuri bangun dengan perasaan tak keruan bagai berjalan meniti tali, dan setiap hari ia bisa kehilangan keseimbangannya lalu jatuh. Lalu tibalah hari itu. Suatu pagi, pengeras suara mengumumkan bahwa semua "tahanan" Shinbu wajib melapor ke aula umum untuk menjalani keharusan pemeriksaan fisik menyeluruh oleh tim dokter militer yang datang ke sana. Sayuri sadar perjalanannya sudah berakhir. Ia harus menemui penyelianya dan memaparkan semua kebenaran yang ada atau mengambil risiko mendatangkan aib pada dirinya sendiri dengan ditelanjangi di depan ratusan laki-laki. Dua-duanya adalah kemungkinan yang mengerikan baginya, dan Sayuri berjalan tanpa arah tujuan di kompleks itu selama hampir sejam, bingung dengan apa yang harus dilakukannya.
"Aku benar-benar seorang diri dan tak ada seorang pun yang bisa kutanyai. Benar-benar menakutkan. Aku mulai menangis. Karena telah terbiasa mengkondisikan diriku sebagai laki-laki, aku menghapus air mataku dengan marah. Kemudian aku ingat bahwa bagaimanapun tak lama lagi identitasku sebagai perempuan akan terbongkar, jadi apalah artinya beberapa tetes air mata. Dalam beberapa hal, kemungkinan itu membuatku lega karena meneruskan penyamaran yang semestinya berakhir saat aku mati dalam misi bunuh diriku ini sungguh berat. Aku selamat dalam misi itu dan penyamaran ini berlanjut lebih lama dari kesanggupanku untuk melakukannya."
Ketika pengeras suara memberikan peringatan kedua supaya semua melapor ke aula umum atau mendapatkan sanksi berat, barulah Sayuri memperoleh keberanian untuk menaiki tiga anak tangga menuju kantor pimpinan di sana. Tiga anak tangga pendek ini adalah pendakian terlama baginya sepanjang hidup.
Untungnya, pimpinan yang bertugas hari itu adalah Jenderal Iwate yang dikenal lebih manusiawi dan bisa diajak bicara. Tetapi bahkan sang jenderal ini pun merasa gusar melihat seorang pilot melanggar perintah untuk berkumpul di aula umum.
"Kau dengar pengumuman lewat pengeras suara itu, kan?" katanya tajam. "Jadi apa yang kaulakukan di sini, Pilot? Kau sebaiknya punya alasan bagus atau aku harus mela-porkanmu atas tindak indisipliner dan kau tahu apa artinya itu dalam kemiliteran!"
Sejenak Sayuri mematung di tempatnya, lidahnya kelu dan tak dapat mengucapkan sepatah pun dari perkataan yang telah dilatihnya selama sejam terakhir. Ini lebih susah dari yang dibayangkannya. Demi Tuhan, bagaimana caranya memberitahu seorang pimpinan di penjara militer yang keras ini bahwa ia telah membohongi mereka dengan menyamar sebagai laki-laki?
Sewaktu Jenderal Iwaki menyadari betapa ketakutannya pilot muda itu, ia melunak dan berkata dengan suara rendah, "Kalau ada yang mau kaukatakan kepadaku, katakan saja, anak muda."
"Itu masalahnya, Pak, saya bukan seorang pemuda," ucap Sayuri cepat. Kata-katanya meluncur begitu saja, sedikit muncul keberaniannya setelah sang jenderal bersikap lebih lembut sehingga ia memutuskan untuk langsung mengatakannya sebelum ia berubah pikiran lagi.
"Apa maksudmu? Kalau kau bukan seorang pemuda, lalu apa?" desak Jenderal Iwate. "Aku boleh saja sedikit lunak terhadapmu tapi jangan menguji kesabaranku dengan permainan tak berguna."
"Maafkan saya, Pak, saya sebenarnya seorang perempuan dan saya menyamar menjadi laki-laki untuk menjadi seorang pilot kamikaze demi menyelamatkan negara saya," ucap Sayuri dengan cepat, kata-katanya berkejaran keluar dari mulurnya.
Kesunyian yang terbit setelahnya begitu mencekam dan seolah akan berlangsung selamanya. Tak ada suara sedikit pun kecuali suara napas berat Jenderal Iwate dan tatapan tak percaya di matanya. Sayuri memejamkan matanya, menanti bentakan dan cacian khas militer menghujaninya.
Namun sewaktu Jenderal Iwate berbicara, suaranya lembut di luar dugaan. Kebaikan hati yang ditunjukkan sang jenderal ini membuat mata Sayuri berkaca-kaca. "Jadi kau begitu ingin menyelamatkan negaramu sampai bahkan mengorbankan segalanya untuk menyamar sebagai laki-laki demi bergabung dengan unit penyerang kamikaze? Kau adalah seorang gadis yang sungguh berani. Dan meski secara pribadi aku sangat mengagumi semangat dan nyalimu, kau tetap telah melakukan pelanggaran berat atas peraturan militer dan harus dihukum sesuai kesalahanmu. Kau paham itu, bukan?"
Sayuri mengangguk. Yang ada di pikirannya saat itu hanyalah betapa beruntung dirinya karena Jenderal iwate-lah yang bertugas hari itu. Sayuri yakin bahwa hukumannya akan teramat berat tanpa belas kasihan, tapi hal itu tidak penting baginya sekarang. Bagaimanapun juga ia telah siap mati sebagai seorang pilot kamikaze dalam misi penyerangan bunuh diri yang mengerikan sehingga hukuman apa pun menjadi tak berarti dibandingkan kenyataan itu. Sayuri terkejut atas rasa tenang yang ia miliki ketika menunggu Jenderal Iwate memerintahkan dirinya dimasukkan ke salah satu ruang tunggu di Shinbu sementara mereka berunding apa yang akan diperbuat terhadapnya.
Dua orang jenderal lain yang dipanggil untuk membicarakan kasusnya bersama Jenderal Iwate berjalan melewati Sayuri seakan gadis itu tidak ada. Mereka sungguh marah mengetahui bahwa seorang gadis biasa telah memperdaya seluruh pangkalan dalam hal semendasar jenis kelamin. Kalau sampai ada yang mengetahui ini, kemiliteran Jepang tak akan mampu mengatasi keributan yang ditimbulkannya! Fokus utama mereka saat ini adalah bagaimana menyembunyikan skandal ini dan mengeluarkan Sayuri dengan diam-diam.
Satu jam penuh sebelum mereka akhirnya memanggil Sayuri masuk. Wajah-wajah suram tak ramah dari mereka yang duduk tegak di balik meja besi itu memberikan sinyal bahwa yang menanti dirinya bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Sayuri berdiri di sana, di hadapan ketiga jenderal, dengan kepala menunduk dan sikap sempurna selama hampir sejam sementara mereka menyerangnya dengan kata-kata menyakitkan yang tak terhitung jumlahnya sehingga ia merasa seakan dilemparkan ke dalam ketel berisi air mendidih lalu dikuliti dengan saksama dari ujung kepala hingga kaki.
"Meskipun terlihat tegar, sesungguhnya hatiku teramat sakit. Dan aku tak mengerti mengapa aku dicaci maki, dihina, dan bahkan direndahkan sementara yang kulakukan tak lebih dari mencintai negaraku dengan teramat sangat sehingga aku rela menyamar sebagai laki-laki untuk mengorbankan nyawaku demi menyelamatkan negaraku dari pasukan Sekutu yang bergerak mendekat! Aku bisa memahami ini seandainya segala cercaan ini datang dari pihak musuhku, tetapi dari rekan-rekan sebangsaku?"
Setelah mereka selesai menghinanya, Jenderal Iwaki, yang paling menahan diri dari mencaci Sayuri, meninggalkan ruangan tanpa mengatakan apa-apa. Tak lama, dua prajurit datang untuk mengawalnya menuju asrama untuk mengambil barang-barang miliknya. Sayuri buru-buru memasukkan semua barang-barang itu ke dalam tas cokelat yang selalu dibawanya ke mana-mana. Tak ada yang bicara atau menjawab pertanyaannya tentang ke mana ia akan dibawa.
"Kuroshi! AJku harus memberitahunya apa yang terjadi padaku," pikir Sayuri. Lalu ia berpaling ke prajurit yang berjaga paling dekat darinya dan memohon, "Bisakah kau memberiku waktu beberapa menit untuk menuliskan catatan untuk temanku?"
Prajurit muda itu memandang rekannya dengan tak yakin. Seperti semua prajurit, ia merasa takut melawan perintah, tapi ini hanyalah permintaan kecil dari sesama prajurit dan tak akan ada yang tahu kalau rekannya ini menyetujuinya.
Prajurit yang satu lagi memberikan anggukan kecil, lalu keduanya sedikit menjauh dan menunggu sementara Sayuri kelabakan mencari pena dan secarik kertas untuk menuliskan catatan singkat bagi Kuroshi, memberitahu temannya itu bahwa dirinya dibawa ke penjara khusus sebab mereka telah mengetahui bahwa ia seorang perempuan.
"Aku tahu ini akan sangat mengejutkanmu dan aku meminta maaf karena telah membohongimu juga. Tapi ceritanya panjang. Suatu hari, jika kita cukup beruntung untuk bertemu kembali, aku akan menceritakan semuanya kepadamu. Sampai hari itu tiba, jagalah dirimu, satu-satunya temanku di Shinbu." Sayuri mengakhiri catatannya dengan alamatnya di Matsumoto lalu melipat kertas kusut itu serapi yang ia bisa dan meletakkannya di bawah bantal jerami keras di area tidur Kuroshi, bersama dengan kerajinan berbentuk anjing yang dibuat Sayuri dari buah pohon pinus terakhirnya. Sayuri tidak tahu apa Kuroshi akan pernah menemukan catatan itu ataukah barang-barang itu diambil oleh tahanan lain yang tidur di tempat Kuroshi malam itu.
Ia baru mengetahui apa yang terjadi empat puluh tahun kemudian, ketika Kuroshi muncul di televisi sebagai presiden perusahaan besar penghasil baja dan berbicara tentang hari-harinya di Shinbu serta tentang seorang pilot kamikaze perempuan unik yang meninggalkan kerajinan berbentuk anjing dari buah pohon pinus untuknya di malam pilot perempuan itu dibawa pergi. Sayuri menimbang-nimbang untuk menghubungi Kuroshi namun membatalkannya. Bagi mereka berdua, masa lalu dan Shinbu lebih baik tetap terkubur di bawah puing-puing perang. Kali berikutnya Sayuri mendengar tentang Kuroshi adalah di televisi ketika laki-laki itu meninggal. Sayuri menangisinya diam-diam sambil mengingat pemuda berwajah penuh semangat yang ditemuinya di Shinbu.
Sekali lagi Sayuri dimasukkan ke bagian belakang mobil van militer. Tetapi kali ini, selain dua prajurit yang duduk diam di belakangnya, Sayuri hanya seorang diri dan tak ada yang memberitahunya ke mana ia dibawa. Sayuri tak merasakan apa-apa sebab semangatnya telah patah. Di atas segalanya, ia merasa dikhianati sebab baik dirinya maupun Takushi telah mempertaruhkan nyawa dan cinta mereka dan kini ia mendapati semua itu sia-sia, tak lebih dari ilusi dan kesetiaan yang salah arah.
"Semuanya sia-sia!" Kata-kata itu terus berputar di dalam kepala Sayuri, tak mau berhenti sepanjang dua jam perjalanan yang ditempuhnya. Meskipun Sayuri menolak untuk menghadapi kenyataan yang ada, ia merasa takut atas ketidakjelasan nasibnya. Degup yang ia kenal mulai terdengar di telinganya, makin lama makin keras hingga akhirnya suara itu meledak dalam rupa percikan bintang dan segalanya tiba-tiba menjadi gelap.
Bab 28 SAYURI berjalan di dalam suatu terowongan gelap dan ia ingin mencapai ujungnya, tempat sekelompok cahaya menari-nari dengan menariknya, memikat Sayuri datang menuju dimensi magisnya. Tetapi seseorang mengguncang tubuhnya dan menariknya, memaksanya kembali ke dalam terowongan gelap dan lembap itu. Sayuri mendorong tangan-tangan pengganggu itu dengansegenap kekuatannya.
"Bangun, Sayuri Miyamoto, kita hampir sampai. Para perwira di sana akan marah kalau kau menghadap mereka dalam keadaan seperti ini." Prajurit itu mengguncang-guncang tubuhnya dengan keras. Maka Sayuri duduk tegak, tetapi lebih karena ia tak ingin prajurit itu dihukum atas ketidaktegasannya dalam bertugas.
Dalam hitungan menit, van itu mengerem mendadak diiringi bunyi decitan ban yang selalu membuat Sayuri merinding. Terdengar bunyi keras gesekan logam ketika pintu van dipaksa membuka dari luar dan ia diperintahkan keluar. Hari masih siang, dan sinar matahari yang ada memberikan kehangatan bagi tubuhnya dan menguatkan semangatnya. Panas matahari sore yang menyapa wajahnya terasa sangat nyaman, dan itulah alasan mengapa kelak setiap ruangan di rumah Sayuri harus menampung sinar matahari sebanyak mungkin.
Sayuri segera dibawa ke suatu ruangan yang terlihat seperti ruang interogasi. Satu kursi bersandaran lurus yang diletakkan menghadap deretan tiga kursi di kejauhan memang disengaja untuk mengintimidasi dirinya. Pikiran pertama yang melintas di benak Sayuri adalah betapa menakjubkannya persamaan kondisi ruang interogasi, tak peduli di kamp tahanan militer Amerika maupun di pangkalan militer Jepang!
Hal pertama yang disadari Sayuri begitu ia memasuki ruangan itu adalah bahwa kali ini ia tak perlu menunggu satu jam yang terkesan begitu lama dan menyiksa sebab para petugas interogasinya telah ada di sana. Tiga orang perwira senior militer menatapnya dengan pandangan tajam menusuk sementara Sayuri terhuyung menuju kursi di hadapan mereka dan menunggu aba-aba dipersilakan duduk.
Melihat sikap para perwira yang begitu tegas dan tak kenal belas kasihan itu, merosotlah hati Sayuri. Tak akan ada penyelesaian yang mudah dari perkara dengan kemiliteran Jepang yang sangat kuat ini, terutama bila kehormatan dan harga diri mereka telah dikacaukan oleh seorang perempuan yang bukan siapa-siapa.
"Catatan kami di sini menunjukkan bahwa kau adalah Sayuri Miyamoto dan bahwa kau menyamar menjadi seorang laki-laki bernama Hiro Miyamoto untuk bergabung dengan Unit 22 dari satuan elit pilot kamikaze. Apa itu benar?" serang perwira yang duduk di tengah itu, seperti seekor ular mengencangkan belitannya pada tubuh Sayuri.
"Ya, Pak, itu benar," jawab Sayuri. Tak ada gunya lagi menyangkal apa pun, sebab Sayuri yakin pihak intelijen mereka pasti telah memiliki arsip berisi laporan lengkap tentang dirinya. Perwira itu memberi tanda kepadanya untuk duduk, dan ketika Sayuri masih saja mematung di tempatnya berdiri, perwira itu dengan tajam berujar, "Duduk, ini perintah!"
Sayuri merasakan tekanan yang berat di bahunya sewaktu prajurit yang mengawalnya kemari tiba-tiba mendorongnya hingga duduk di kursi yang ada. Sayuri menggigit bibirnya sewaktu serpihan kayu kursi itu menembus kain tipis celananya dan menusuk kulitnya.
"Yang telah kaulakukan adalah pelanggaran serius atas peraturan militer. Perbuatanmu telah membuat seluruh bangsa kita kehilangan muka dan tercoreng aib sehingga kau tak dapat diampuni."
"Saya pribadi akan merekomendasikan supaya kau dihukum mati. Tetapi ada sebagian dari kami yang percaya bahwa kau melakukan penyamaran tercela ini dikarenakan oleh keinginanmu yang teramat kuat untuk mengabdi pada negaramu, dan oleh sebab itu nyawamu pantas diampuni secara bersyarat."
Kata-kata mereka menyerang Sayuri bagaikan cambuk yang melecutinya sampai ia tak tahan lagi dan berteriak penuh penderitaan, "Ya, Pak, saya bersalah telah menipu pihak kemiliteran dan saya layak mati untuk itu. Ambil nyawa saya. Saya dengan rela menerima hukuman mati atas apa yang telah saya perbuat!"
"Tidak, kami tidak dapat melakukan itu, sebab kami memiliki hukuman lain untukmu. Tak seorang pun boleh mengetahui keberadaan seorang pilot perempuan kamikaze yang mencorengkan aib pada kemiliteran Jepang. Maka, mulai hari ini, kau Sayuri Miyamoto, telah mati!"
"Mati? Apa artinya Anda akan tetap membunuh saya?" Lidah Sayuri telah begitu kaku dan kering sehingga kata-katanya keluar dalam bentuk ocehan tak jelas.
"Tidak benar-benar membunuhmu, tetapi keluargamu akan diberitahu bahwa kau terbunuh dalam suatu misi militer dan upacara pemakaman akan dilakukan untukmu, namamu akan dicoret dari kartu keluarga dan kau tak lagi ada di dunia ini."
"Kau akan menggunakan identitas baru sebagai Rika Kobayashi. Kau akan memiliki kartu keluarga baru dan tinggal di kota Kurihashi. Kau harus menyetujui untuk tidak pernah menghubungi keluargamu lagi dan bagi mereka, Sayuri Miyamoto sudah mati. Jika kau tidak menyetujui ini, kami terpaksa tak hanya membunuhmu, tetapi juga semua anggota keluargamu, sebab kami tidak mungkin membiarkanmu kembali pada kehidupan lamamu sehingga ada kemungkinan rahasia memalukan ini diketahui orang lain."
"Kami telah menyiapkan semua dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Sertifikat kematian Sayuri Miyamoto, kartu keluarga baru untuk Rika Kobayashi, semuanya di dalam sini." Perwira di sebelah kiri melemparkan satu amplop coklat ke arahnya. "Yang perlu kaulakukan hanyalah menerimanya, dan nyawamu serta keluargamu akan selamat."
Sayuri tiba-tiba merasa ingin tertawa bahkan ketika ia mencerna perkataan perwira itu. Ia tahu bahwa meskipun dirinya tidak takut mati, ia tak mungkin mencelakakan keluarganya. Maka ia haruslah menerima kesepakatan untuk menguburkan Sayuri Miyamoto hidup-hidup lalu menyandang nama dan kehidupan Rika Kobayashi. Mereka telah memojokkan Sayuri dan tak memberikan pilihan lain.
Sayuri menahan isaknya ketika ia membabibuta membubuhkan tanda tangannya pada lembar-lembar kertas yang mereka lemparkan kepadanya, menyatakan kematian Sayuri Miyamoto dan kelahiran Rika Kobayashi. Ia tak akan pernah bertemu dengan orangtuanya lagi dan dikutuk menjalani hidup orang lain. Hidup dalam kematian, itulah hukuman yang diterimanya atas kehidupan singkatnya sebagai pilot kamikaze dan cinta rahasia antara dirinya dan Takushi.
Sayuri tidak tahu bagaimana ia sanggup melewati masa-masa kepindahannya ke Kurihashi tanpa apa-apa selain pabrik baja yang menjadi tempatnya bekerja dan tempat tidur untuknya beristirahat di asrama pekerja pabrik. Di belahan lain Jepang, beberapa ratus kilometer dari sana, orangtuanya meratapi kematian Sayuri dan foto dirinya dalam pigura hitam diletakkan di samping foto serupa milik adiknya, Hiro, di rak teratas di kamar mereka. Kedua orangtuanya menempatkan bendera Jepang dan bunga krisan segar di sebelah kedua foto itu, sebagai perlambang singgasana krisan sang Kaisar yang menjadi alasan anak-anak itu mengorbankan nyawanya, demi pengabdian kepada kaisar dan negeri mereka.
Selang dua bulan kemudian, dua bom nuklir dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Lalu sang kaisar mengumumkan di radio dengan suara yang lemah kepada seluruh rakyatnya bahwa Jepang telah menyerah dan perang telah usai.
Sayuri sedang dalam perjalanan kembali ke asramanya ketika pengumuman itu terdengar di radio transistor kecil yang dibelinya dari pasar gelap dengan menggunakan gaji pertamanya sebagai buruh pabrik. Suatu amarah perlahan menjalari dan memenuhi tubuhnya, dimulai dari dasar perutnya hingga ke ujung rambutnya. Lalu Sayuri bersandar di suatu pohon dan memukuli batang pohon itu dengan tinjunya sementara angin yang berembus di sela-sela dedaunan di atasnya mendengarkan pikiran Sayuri dan mengejek, "Jadi semuanya ini sia-sia saja. Kau kehilangan keluargamu, kekasihmu, dan hidupmu, semuanya sia-sia!"
Beberapa minggu sebelumnya, suatu amplop datang untuknya, berisi salinan kartu keluarga barunya sebagai Rika Kobayashi. Maka Sayuri tahu bahwa itu adalah peringatan yang mengerikan tentang apa yang akan dihadapinya bila ia mencoba-coba untuk melanggar sumpah tutup mulutnya. Perempuan yang pernah mengelabui kemiliteran Jepang dan seluruh rakyat Jepang untuk menjadi satu-satunya pilot perempuan kamikaze itu harus tetap terkubur di dalam kubur kosong dengan nisan batu sederhana bertuliskan nama "Sayuri Miyamoto" yang terletak di tanah pemakaman berbukit dan berangin di pinggiran kota kecil tak terkenal bernama Kurihashi.
Rika Kobayashi melanjutkan hidupnya, menikah dengan Hiroshi Tsurumoto, seorang tukang kayu terkenal di daerah itu dan bersama-sama mereka menghidupkan kembali keahlian unik Rika dalam mengubah buah-buah pohon pinus menjadi barang-barang kerajinan yang begitu indah, kemudian mengembangkannya menjadi bisnis keluarga.
"Bagi semua orang, aku adalah istri Hiroshi yang anggun dan seorang ibu dari seorang anak perempuan cantik. Dan tak ada seorang pun yang tahu tentang masa lalu yang kelam serta cinta rahasia yang tetap terkubur di dalam hatiku. Hanya sekali dalam setahun aku membiarkan diriku menjadi Sayuri Miyamoto, yaitu pada tanggal dua puluh empat Maret, hari ketika Takushi-ku terkasih menukik menemui ajalnya. Kami bertemu sebagai pilot kamikaze, dan sebagai pilot kamikaze pulalah kami jatuh cinta serta dipisahkan."
"Besok adalah tanggal dua puluh empat Maret, Sayuri san," ujar Mayumi lembut. "Bolehkah saya pergi bersama Anda ke Kuil Yasukuni?"
Perempuan tua itu mengangguk. Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi ia jatuh dari kursinya dan meluncur ke lantai tanpa suara. Sayuri Miyamoto tak pernah siuman lagi. Tetapi dari senyum yang membayang di wajahnya, Mayumi tahu bahwa perempuan tua itu akhirnya merasa damai dan menanti dengan tidak sabar untuk meninggalkan kehidupannya dan dipersatukan kembali dengan kekasihnya, Takushi.
"Ia tak pernah datang ke Yasukuni tahun ini," bisik Mayumi, dan pikirannya kembali ke suatu peristiwa beberapa minggu lalu di tanah pemakaman berangin di sebelah Kuil Mokufuji, satu-satunya kuil besar di kota itu.
Mayumi datang untuk bertemu lagi dengan Sayuri, dan Mayumi diberitahu arah ke tanah pemakaman itu oleh cicitnya. Sewaktu ia berlari mendaki tangga batu lebar menuju suatu tempat yang tampak seperti area pemakaman tua berangin dengan batu-batu nisan berlumut, jantung Mayumi berdebar tak teratur. Apa yang dilakukan Sayuri Miyamoto sendirian sepagi ini di suatu tanah pemakaman tua?
Setelah melewati beberapa baris batu nisan yang telah termakan cuaca, Mayumi melihat perempuan tua itu membungkuk di atas satu batu nisan yang terlihat tak setua batu nisan lainnya. Seikat bunga mawar merah tergenggam di tangannya dan bibir perempuan tua itu bergerak-gerak seakan sedang berdoa. Perempuan tua itu begitu hanyut dalam ritual unik ini sehingga tak mendengar kedatangan Mayumi. Dengan berbalut kimono putih tulang dan angin menerpa keras helai-helai rambutnya yang tak terlalu diikat kuat, Rika Kobayashi terlihat seperti hantu yang melayang di atas makam itu.
Ada tulisan di batu nisan itu, dan sewaktu Mayumi mendekat untuk membacanya, ia terpaku untuk sesaat sebab nama yang tertera di batu nisan itu adalah "Sayuri Miyamoto, meninggal 24 Maret 1945."
"Apa-apaan...?" ucap Mayumi, kemudian semua kepingan teka-teki yang memenuhi kepalanya selama beberapa hari ini tiba-tiba terangkai sempurna. Mayumi mampu melihat segalanya dengan begitu jelas seakan-akan hal itu dituliskan tepat di hadapannya.
"Tentu saja! Itulah yang terjadi pada Sayuri Miyamoto!" Mayumi menarik napas terkejut dan suara itulah yang membuat perempuan tua itu akhirnya menoleh. Perempuan itu tampaknya tak terlalu terkejut mendapati Mayumi di sana, seakan-akan ia telah memperkirakan tamunya yang gigih itu akan mengikutinya.
"Jadi ini yang mereka lakukan terhadap Sayuri? Mereka membunuhnya dan memaksa Anda menggunakan identitas baru dan menjalani sepanjang hidup Anda sebagai Rika Kobayashi?"
Perempuan tua itu mengangguk. Dan dari tatapan matanya yang menerawang itu, Mayumi tahu bahwa ia akan memperoleh kisahnya hari ini.
"Jadi Sayuri Miyamoto, pilot perempuan kamikaze itu, benar-benar ada? Dia bukan rekaan gila dari seorang produser film NHK yang terobsesi?" tanya Mayumi akhirnya.
Sayuri kembali mengangguk dan tersenyum atas bagaimana sejarawan muda itu bertanya dengan takzimnya. Telah sekian lama Sayuri menolak berbagai permintaan wawancara dan mengelak dari pemberitaan apa pun sebab ia terikat oleh janji kerahasiaan yang terpaksa dipegangnya demi kewajiban, kehormatan, dan keselamatan dirinya sendiri serta keluarganya. Namun sekarang ia telah menjadi begitu tua dan menyadari bahwa hidupnya tak akan lama lagi. Tak ada lagi orang yang bertugas memastikan dirinya menepati janji itu, dan akhirnya ia memutuskan untuk berhenti bungkam dan membagikan ceritanya kepada seluruh dunia.
"Bagaimanapun juga, terhormat atau tidak, kehidupanku dan keberadaan seorang pilot perempuan kamikaze adalah suatu bagian dari sejarah yang terjadi di tengah-tengah kekacauan kehancuran Kekaisaran Jepang dan upaya terakhir kita untuk menyelamatkannya."
Peristiwa itu terjadi beberapa minggu yang lalu, dan sekarang makam kosong itu akhirnya ditempati oleh pemiliknya yang sah. Dan Mayumi tahu bahwa Sayuri merasa bahagia terbebas dari kungkungan hidupnya yang penuh derita serta dipersatukan kembali dengan sang kekasih pada akhirnya.
?Selesai? TENTANG PENULIS REI KIMURA Rei Kimura adalah seorang pengacara yang memiliki passion dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak pada penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan kisah yang digali dari kejadian nyata dan hidup orang-orang yang sebenarnya di dalam beberapa bukunya. Ia meyakini bahwa ini sebuah cara yang paling baik untuk menjadikan sejarah yang tersembunyi menjadi "hidup" dan dapat diterima oleh pembaca di abad 21.
Dengan cara itu, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti tenggelamnya Kapal Awa Maru dan kisah pilot kamikaze perempuan di masa Perang Dunia II lalu merangkainya menjadi sebuah cerita yang menyentuh bagi orang-orang yang hidup dan meninggal pada masa kejadian itu.
Mawar Jepang adalah salah satu novel kontroversial yang ditulis Kimura. Novel ini menimbulkan banyak pertanyaan, apakah pilot kamikaze perempuan di Jepang memang benar-benar ada.
Kimura memandang karya- karyanya sebagai pencarian atas kebenaran, tantangan dan kepuasan. Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa di Asia dan Eropa dan telah terbit di seluruh dunia.
Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang andal dan tergabung dalam Australian News Syndicate.
"Bangsa ini akan mengambil siapa pun yang siap mati untuknya."


Mawar Jepang Karya Rei Kimura di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mawar Jepang adalah novel mengharukan yang terinspirasi dari satu keping sejarah perang kontroversial Jepang. Satu simpul sejarah yang dibungkam selama sekian dekade dan tak pernah benar-benar diakui atau diterima kebenarannya. Hingga suatu ketika seorang jurnalis dari NHK menemukan kejanggalan arsip di salah satu kamp bekas perang; fakta atas keberadaan pilot perempuan kamikaze. Dengan bantuan seorang sejarawan andal, penyelidikan itu mengarah pada satu nama, Rika Kobayashi alias Sayuri Miyamoto.
Kisah Sayuri bermula setelah Jepang berhasil menghancurkan Pearl Harbor. Amerika dan sekutunya pun balas menyerang dengan ganas dan mengobarkan perang semakin luas. Pemerintah Jepang lalu memberlakukan wajib militer bagi setiap tiap laki-laki dewasa. Di satu sisi, adalah kehormatan bagi mereka untuk dapat membela tanah air. Di sisi lain, perang telah membawa para laki-laki dan memecah belah keluarga. Setiap keluarga wajib mengorbankan putra, suami, dan ayah mereka bagi kaisar dan bangsa.
Berawal dari kepergian Hiro, adik laki-lakinya, Sayuri memutuskan untuk terlibat dalam perang yang semakin melemahkan posisi Jepang itu. Ia menjadi perawat bersama sahabatnya di salah satu rumah sakit di Tokyo. Keberingasan perang pun menelan korban semakin banyak, termasuk adik dan sahabatnya. Terbalut dalam amarah dan dendam yang luar biasa, Sayuri bersumpah untuk membalas kematian orang-orang yang dicintainya dengan menjadi pilot kamikaze. Dengan segala upaya, ia menyamar menjadi laki-laki dan berhasil mewujudkan keinginan itu. Pada hari Sayuri akan menabrakkan pesawatnya ke target musuh, sesuatu terjadi dan mengubah garis nasibnya.
Tiga Pendekar Aneh 1 Joko Sableng 23 Istana Sekar Jagat Peristiwa Bulu Merak 7

Cari Blog Ini