Ceritasilat Novel Online

Penganut Ilmu Hitam 2

Dewa Arak 08. Penganut Ilmu Hitam Bagian 2


Plakkk!! Dewa Arak menepak kepalanya sendiri. Mengapa dia begitu bodoh. Bukankah Singa Hitam telah menceritakan kepadanya ciri ciri tokoh sesat yang banyak memiliki ilmu hitam itu" Dan semua ciri-ciri yang diberitahukan Singa Hitam, menunjuk kepada orang yang tadi bertarung melawannya. Ah, mengapa dia jadi begitu bodoh"
Hantu Putih, istri, dan anaknya. Berarti mereka berjumlah tiga orang Sementara orang-orang pembawa peti yang dikejarnya juga berjumlah tiga orang, Ya! Jelas sudah! Tiga orang yang tadi dikejarnya adalah Hantu Putih bersama anak istrinya.
Kini teringat lagi Dewa Arak akan cerita Singa Hitam, kalau Hantu Putih tengah mempelajari ilmu hitam baru yang mengerikan. Tapi ilmu apa tidak diketahuinya.
"Ah...! Jangan-jangan, ketiga peti yang sudah pasti berisi mayat manusia itu adalah salah satu syarat untuk mempelajari ilmu hitam itu!" duga Dewa Arak ketika teringat pada peti-peti mati yang dibawa Hantu Pulih sekeluarga.
Berpikir begitu, Dewa Arak pun melanjutkan langkah kakinya. Arya tahu tidak ada gunanya lagi mengikuti jejak Hantu Putih. Tokoh hitam itu telah lenyap tanpa ketahuan jejaknya, Kini Dewa Arak memutuskan untuk mencari kebenaran dugaannya. Benarkah ada keluarga yang kehilangan mayat keluarganya"
*** Hantu Putih berlari cepat mengerahkan seluruh Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya. Laki-laki bergigi tonggos ini khawatir kalau kalau pemuda berambut putih keperakan Itu bebas dari pantekan ilmunya. Padahal dia tengah memburu waktu.
Setelah cukup jauh berlari keluar dari hutan itu.
Hantu Putih mulai mendaki sebuah bukit kecil. Lincah dan ringan laksana seekor kera tubuhnya melenting ke sana kemari .
Tak lama kemudian, laki-laki bergigi tonggos ini pun tiba didepan sebuah gua yang cukup besar. Di situ telah menunggu anak dan istrinya. Di dekat kaki keduanya tergeletak dua buah peti mati.
"Bagaimana, Ayah" Sudah Ayah bunuh orang yang menguntit kita?" tanya Malini begitu dilihatnya Hantu Putih telah meletakkan peti yang dibawanya di tanah.
Laki-laki berpakaian serba putih itu menggelengkan kepalanya.
"Mengapa, Ayah" Apakah orang itu kabur?" tanya gadis berpakaian biru itu lagi penasaran .
"Tidak..." "Lalu kenapa, Ayah?" desak Malini lagi.
Hantu Putih menatap wajah putrinya lekat lekat.
"Pemuda itu memiliki kepandaian luar biasa," jawab laki-laki bergigi tonggos itu setengah mendesah.
Sepasang mata Malini terbelalak .
"Seorang pemuda" Dan Ayah tidak mampu mengalahkannya?" tanya gadis berpakaian biru muda itu setengah tak percaya.
Hantu Putih menganggukkan kepalanya. Kekecewaan yang amat sangat terbayang jelas pada wajah laki-laki berpakaian putih itu. Dan memang, Hantu Putih merasa terpukul bukan main. Belum pemah seumur hidupnya, dia dikalahkan oleh seorang pemuda.
*** Jangankan pemuda, tokoh tingkatan tua pun jarang yang mampu menandinginya. Tidak aneh jika dia merasa penasaran bukan main. Kalau saja tidak terlalu dikejar waktu, mungkin sudah ditandinginya pemuda yang membuatnya penasaran itu
"Ingin sekali aku melihat seperti apa pemuda yang telah mampu membuat Ayah kewalahan itu," gumam Malini pelan
Sepasang mata Hantu Putih merayapi wajah putrinya lekat-lekat. Seperti ingin mencari kesungguhan ucapan gadis itu di wajahnya.
"Pemuda itu berbaju ungu dan berambut putih keperakan," sambut laki-laki berpakaian putih ini memberitahu.
"Ah...! Dia..."!" seru Malini terkejut. Ingatan gadis ini seketika melayang pada orang yang telah membuat dia sekeluarga selamat. Seorang pemuda lihai yang telah membuat perasaannya jadi tidak menentu.
Pekik keterkejutan putrinya tentu saja membuat Hantu Putih dan istrinya terkejut .Sepasang mata Hantu Putih menatap Malini tepat pada bola matanya, seperti ingin menguak rahasia yang tersembunyi di dalam dada gadis itu.
"Kau mengenalnya. Malini?" tanya Hantu Putih. Ada nada ketidakpercayaan pada suaranya.
"Mengenalnya sih, tidak," sahut Malini dengan wajah merona merah. Entah kenapa pertanyaan ayahnya itu membuat perasaan malunya timbul. Gadis berpakaian biru muda ini merasa seolah-olah perasaan simpatinya pada pemuda itu diketahui ayahnya.
"Tapi sepertinya kau terkejut ketika Ayah memberitahukan ciri cirinya padamu," desak laki laki bergigi tonggos itu lagi. Nada suaranya menyiratkan kepenasaran yang mendalam.
Malini menundukkan kepalanya. Desakan Hantu Putih membuat gadis ini merasa kikuk dan gugup. Tentu saja hal ini membuat ayah dan ibunya menjadi heran bukan main.
"Pemuda inilah yang telah menyelamatkan kita, Ayah," jawab Malini pelan, setelah beberapa saat lamanya terdiam.
"Ah... kau benar!" teriak Hantu Putih mulai teringat. "Ya! Memang pemuda itulah yang kulihat tengah bertarung dengan para pengejar kita!"
"Apakah tidak sebaiknya kalau kita mengurus mayat-mayat itu dulu, Kang?" selak istri Hantu Putih memotong pembicaraan suami dan anaknya.
Hantu Putih menganggukkan kepalanya. Kini dia teringat kembali dengan maksud utamanya.
"'Kau benar! Ha ha ha...! Tunggu saja pembalasanku, manusia-manusia keparat! Akan kubuat dunia persilatan gempar! Ha ha ha...!"
*** Malam telah larut. Tak lama lagi fajar akan datang menyingsing. Tapi kegelapan masih menyelimuti bumi. Suara jangkrik dan binatang malam lainnya pun masih terdengar.
Dewa Arak menghentikan langkah kakinya di dekat sebuah daerah pemakaman. Beberapa saat lamanya pemuda berambut putih keperakan ini bimbang, antara meneruskan langkahnya menuju desa yang tak berada jauh lagi di depannya. Atau memeriksa pemakaman ini dulu.
Kini dugaan Dewa Arak berubah. Sudah bisa diperkirakan kalau Hantu Putih sekeluarga mengambil mayat berikut petinya itu dari tempat pemakaman umum ini. Tinggal dicarinya saja, makam yang terbongkar. Pemuda berambut putih keperakan ini akhirnya memutuskan untuk pergi ke areal pemakaman dulu.
Setelah memutuskan demikian. Dewa Arak lalu melangkahkan kakinya memasuki areal pemakaman itu. Meremang juga bulu kuduk Dewa Arak melihat gundukan tanah yang berjejer di sekelilingnya. Arya memang seorang pendekar yang memiliki kepandaian tinggi, tapi tetap saja manusia biasa. Perasaan takutnya tetap ada. Cepat-cepat dibuangnya jauh-jauh pikiran
buruk yang membayangkan seandainya mayat mayat dalam kuburan itu bangkit.
Dewa Arak terus melangkahkan kakinya. Sementara sepasang matanya nyalang mengawasi gundukan tanah di sekitarnya. Mencari-cari, barangkali saja terdapat tanda tanda makam yang baru dibongkar.
Cukup lama juga Dewa Arak mencari-cari, dan hampir seluruh areal pemakaman yang luas itu . Akhirnya sepasang matanya tertumbuk pada sesosok tubuh laki laki setengah baya yang tergolek di antara makam. Bergegas Arya menghampiri .
Dewa Arak membungkukkan tubuhnya agar lebih jelas mengetahui penyebab orang itu tergolek di areal makam ini .Apakah orang itu memamg sengaja tidur sini karena tidak mempunyai tempat tinggal" kata Dewa Arak dalam hati .
"Ah...!" seru Dewa Arak terkejut tatkala mengetahui kalau sosok tubuh yang tergolek itu sudah mati. Penglihatannya yang awas segera saja dapat melihat sebab sebab yang menyebabkan kematian pada laki-laki tengah baya itu .
"Bekas perbuatan orang yang memiliki tenaga dalam cukup tinggi," gumam Dewa Arak pelan seperti berbicara pada dirinya sendiri ketika melihat luka-luka pada rahang dan pelipis mayat itu.
Dewa Arak bangkit berdiri. Dilayangkan pandangannya ke sekitar tempat itu. Berharap barangkali saja. Ditemukan sesuatu yang memberinya petunjuk atas kematian orang itu"
Arya mengerutkan alisnya ketika melihat sebuah cangkul yang tergolek dekat mayat lakilaki setengah baya itu. Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepalanya melihat kejadian ini. Cangkul itu telah memberinya petunjuk, siapa adanya laki laki setengah baya yang telah menjadi mayat itu, penggali makam.
Sementara pemuda berambut putih keperakan itu termenung memikirkan masalah ini, pendengarannya yang tajam menangkap adanya langkah kaki yang bergerak mendekati. Dari suara langkah itu, Dewa Arak sudah dapat mengetahui kalau si pemiLik langkah itu tidak menguasai ilmu meringankan tubuh. Andaikata memilikinyapun sudah pasti masih amat rendah.
Dewa Arak tidak mau bertindak gegabah. sebelum diketahuinya dulu maksud pemilik langkah kaki itu datang ke pemakaman malam-malam begini. Maka, cepat bagai kilat tubuhnya melesat. Dan menyelinap ke balik sebatang pohon, bersembunyi dan mengintai.
Belum lama Arya menyelinap ke balik pohm, si pemilik langkah kaki ini pun muncul. Dari tempat pengintaiannya, walaupun suasana agak remang-remang, Arya dapat mengenali sosok tubuh itu. Seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun, berkulit coklat dan berbadan tegap.
"Ah!" Pemuda berkulit coklat itu berseru kaget. Dengan langkah cepat, dihampirinya mayat yang tadi baru saja diperiksa Arya.
"Paman! Mengapa jadi begini?" desah pemuda
berkulit coklat itu. Suaranya mengandung kesedihan mendalam.
Melihat hal ini, Arya tahu kalau pemuda berkulit coklat itu adalah keponakan dari mayat laki-laki setengah baya yang diduganya penggali makam itu. tanpa ragu ragu lagi, Dewa Arak keluar dari tem pat persembunyiannya.
"Apa yang terjadi, Kisanak?" tanya Arya.
Pemuda berkulit coklat itu tersentak kaget. Kepalanya menoleh cepat ke arah asal suara itu. Dan kontan sepasang matanya terbelalak ketika melihat Dewa Arak .
"Han... hantu...," desis pemuda berkulit coklat itu dengan wajah pucat. Dan sebelum Dewa Arak sempat membantah ucapan itu, pemuda itu sudah bergerak bangkit dan berlari pontang panting meninggalkan tempat itu.
"Hantu..., tolooong...! Ada Hantu...!" jerit pemuda berkulit coklat itu seraya terus berlari .
Tentu saja kelakuan pemuda itu membuat Dewa Arak jadi agak geli. Begitu seramkah tampangnya sehingga membuat orang takut" Ataukah karena rambutnya yang berwarna putih keperakan, yang membuat pemuda berkulit coklat itu menyangkanya hantu. Tapi Arya tidak bisa terlalu lama memikirkan hal itu. Harus ditangkapnya dulu pemuda itu. Barangkali saja dapat dikorek keterangan mengenai mayat itu, walaupun sedikit banyak Dewa Arak sudah dapat menduga siapa pembunuhnya" Siapa lagi kalau bukan Hantu Putih. istri atau anaknya"
"Hup...!" Ringan tanpa suara Dewa Arak telah berada di depan pemuda berkulit coklat itu. Seketika wajah pemuda itu pucat pasi, begitu melihat 'hantu' itu telah menghadang jalannya. Maka buru-buru dibalikkan tubuhnya, dan berlari kembali menempuh jalan yang berlawanan dengan jalan semula.
Tapi, kali ini Dewa Arak tidak mau membiarkannya lagi. Cepat bukan main tangannya bergerak.
Tappp...! Telapak tangan Dewa Arak mendarat di bahu pemuda berkulit coklat itu. Terlihat hanya menempel saja tangan Arya di bahu pemuda berkulit coklat. Tapi anehnya, betapapun pemuda itu berlari mengerahkan seluruh tenaganya, tetap saja usahanya tidak menampakkan hasil" Kedua kakinya melangkah berlari di tempat itu-itu juga.
"Tenanglah. Kisanak. Aku bukan hantu. Aku manusia biasa seperti juga dirimu," ucap Dewa Arak pelan, namun terdengar jelas suaranya.
Pemuda berkulit coklat itu menolehkan kepalanya. Ucapan "hantu" itu membuat hatinya lebih berani. Ditatapnya wajah dan sekujur tubuh Dewa Arak penuh 'selidik. Mula-mula masih dengan perasaan takut. Tapi ketika dilihatnya kedua kaki pemuda Itu menginjak tanah, legalah hatinya. Pemuda berambut mengerikan ini memang bukan hantu! desah hatinya lega. Kaki hantu tidak menginjak tanah!
Setelah melihat pemuda berkulit coklat itu sudah tidak takut lagi, DeWa Arak menarik kembali tangannya."Ceritakanlah, mengapa malam malam begini kau ke pemakaman ini. Dan apa yang terjadi dengan orang itu?" tanya Dewa Arak seraya menudingkan telunjuknya pada sosok mayat yang kini diketahuinya adalah paman dari anak muda di hadapannya .
Pemuda berkulit coklat itu bimbang. Dewa Arak yang sudah berpengalaman, segera saja mengetahui kalau pemuda di hadapannya ini masih belum percaya padanya.
"Percayalah padaku, Ki sanak. Aku bukan orang jahat. Namaku Arya. Pengelana yang hanya kebetulan lewat dan mampir ke pemakaman ini karena agak curiga. Di depan sana kulihat ada tiga orang membawa peti mati. Perasaan penasaran membawaku kemari. Tapi yang kutemui hanya mayat laki-laki itu"
Ucapan Dewa Arak yang lemah lembut dan sikapnya yang terlihat sopan, membuat keraguan pemuda berkulit coklat itu lenyap.
"Namaku Ganta. Aku penduduk desa ini."
"Hm... lalu. bagaimana, Kang Ganta?" desak Dewa Arak. Sengaja Arya memanggil pemuda berkulit coklat itu "kakang" untuk lebih membuat keakraban di antara mereka.
"Malam ini, aku disuruh menemui pamanku di sini," sambung Ganta. "Namanya Ki Samura."
"Kau tinggal bersama dia. Kang"
Ganta menggelengkan kepalanya.
"Aku tinggal di desa. Sedangkan dia tinggal di
areal pemakaman ini. Pekerjaannya sebagai penggali makam, yang mengharuskan begitu."
"Kau tahu maksud pamanmu menyuruhmu datang menemuinya malam-malam begini?" tanya Dewa Arak lebih jauh.
"Tahu," sahut Ganta sambil menganggukkan kepalanya. "Paman ingin memberiku upah atas jerih payahku membantunya membongkar makam tadi, sewaktu menjelang malam?"
"Membongkar makam?" tanya Dewa Arak. Dahinya berkerut dalam. "Untuk apa?"
Ganta menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Jelas kalau pemuda berkulit coklat itu merasa berat untuk menceritakannya.
"Sebenarnya aku tidak setuju dengan ajakan pamanku. Tapi, karena kebetulan aku sedang butuh uang, lagi pula paman terus menerus mendesakku, akhirnya aku menyanggupinya. Menjelang malam, paman dan aku membongkar tiga makam orang yang baru dikubur."
Ganta menghentikan sebentar ceritanya. Sedang kan Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepalanya. Sudah bisa diperkirakannya sendiri kelanjutan cerita itu. Tapi, dengan bijaksana Arya terus saja mendengarkan tatkala Ganta kembali bercerita.
"Paman juga bercerita, bahwa dia mendapat penghasilan yang amat banyak dari membongkar makam ini. Dan ini adalah pekerjaan yang keempat kali nya. Katanya penghasilan kali ini, pasti akan sangat besar. Jauh lebih besar dari penghasilan sebelumnya.
Karena di samping jumlahnya yang lebih dari biasanya, juga ada hal-hal lain yang memberatkannya. Tapi begitu kutanyakan, Paman tidak memberitahu, hal hal apa yang memberatkannya." '
"Apakah pamanmu memberitahukan, siapa orang yang telah memberinya pekerjaan itu?" tanya Dewa Arak ingin memastikan.
"Ya," sahut Ganta seraya menganggukkan kepalanya. "Katanya seorang wanita yang berpakaian biru muda. Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup cadar hitam."
Tepat!' Gadis berpakaian biru muda itu adalah putri Hantu Putih. Kalau tidak salah, namanya adalah Malini! jerit hati Dewa Arak. Tepat semua dugaannya. Tepat pula semua dugaan Singa Hitam. Sepasang Hantu tengah mempelajari sebuah ilmu hitam baru!
"Perlu kau ketahui, Ganta. Wanita berpakaian biru muda itu adalah seorang gadis jahat" Dan pamanmu telah mengambil resiko yang amat besar bekerjasama dengan wanita itu. Tapi sudahlah, lupakan saja Semua ini .Sekarang yang lebih penting adalah kita kuburkan mayat pamanmu dulu"
Ganta tidak membantah. Cepat-cepat diambilnya cangkul yang tergolek di situ. Kemudian digalinya kembali makam yang telah dibongkar tadi. Tak lama kemudian, dimasukkan tubuh pamannya ke dalam, lalu di timbunnya dengan tanah.
Fajar mulai menyingsing ketika Dewa Arak dan Ganta meninggalkan areal pemakaman itu. Suara kokok ayun hutan dan cicit burung terdengar merdu,
menyambut datangnya sang pagi. Dewa Arak dan Ganta berjalan perlahan meninggalkan areal pemakaman ini. Ganta menunjuk ke salah sebuah rumah yang terpencil, terpisah dari rumah rumah lainnya. "inilah rumah orang yang makamnya kami bongkar," ucap pemuda berkulit coklat itu memberitahu Dewa Arak. Arya menolehkan kepalanya mengikuti arah telunjuk Ganta. "Lalu, rumah yang lainnya mana. Kang?" tanya Dewa Arak setengah hati. "Yang lainnya" Apa maksudmu, Arya?" Ganta balik tanya. "Heh"!" Dewa Arak terperangah "Bukankah makam yang kalian bongkar ada tiga?" Ganta menganggukkan kepalanya "Apa yang kau katakan itu benar, Arya. Makam yang kami bongkar memang tiga. Mayatnya pun tiga. Tapi, mereka semua tinggal dalam satu rumah. Suami istri tua bersama seorang gadis kecil yang menjadi anak angkat mereka"
"Aneh?" gumam Arya. "Belum pernah kudengar ada satu keluarga bisa meninggal bersama sama.... "
"Memang aneh kalau mereka meninggal secara wajar...." desah Ganta menyahuti.
Dewa Arak mengernyitkan dahi.
"Maksudmu.., mereka meninggal secara tidak wajar...?"
Ganta menganggukkan kepalanya.
"Yahhh... mereka semua mati terbunuh. Tak ada seorang pun yang tahu siapa pembunuhnya."
Dewa Arak mengernyitkan dahinya. Mungkinkah pembunuhnya adalah Ki Samura" duganya dalam hati. Tapi, tentu saja Arya tidak memberitahu dugaannya itu pada Ganta.
"0 ya, kau hendak ke mana, Arya?" tanya Ganta tiba tiba.
Dewa Arak terdiam sejenak. Kali ini dia belum Ingin melanjutkan perjalanannya .Dia ingin beristirahat dulu karena sejak semalam belum tidur. Tubuhnya terasa penat sekali. Sudah sejak tadi ingin direbahkan tubuhnya. Hanya saja belum ditemukan tempatnya.
"Ke mana saja sepasang kakiku ini membawaku, Kang,
"Bagaimana kalau kau singgah di rumahku dulu, Arya?" ajak Ganta.
Dewa Arak menggelengkan kepalanya .
"Kuucapkan terima kasih atas kebaikan hatimu, Kang .Hanya saja tidak bisa kupenuhi permintaan" Aku ingin melanjutkan perjalananku kembali. "
Setelah berkata demikian, Dewa Arak melesat cepat .Sekali bergerak saja, sudah berada dalam jarak puluhan tombak. Sesaat kemudian tubuhnya semakin mengecil dan mengecil, kemudian lenyap di kejauhan"
"Luar biasa...," desah Ganta penuh kagum. "Pemuda itu memiliki kepandaian yang luar biasa. Mengapa dia tidak menetap saja di sebuah desa dan mendirikan perguruan silat?"
Walaupun tubuh Dewa Arak sudah tidak terlihat lagi, Ganta masih terus memandangi. Beberapa saat lamanya laki-laki berkulit coklat itu berdiri mematung di situ, sebelum akhirnya melangkah pelan meninggalkan tempat itu. Kembali ke rumahnya.
*** Dewa Arak mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya. Sekilas matanya melihat ke arah hamparan sawah yang padinya telah mengering. Arya tahu, sawah itu untuk sementara belum dipergunakan lagi. Dan diketahuinya pula di tengah sawah ada gubuk sederhana yang dapat digunakannya untuk beristirahat. Maka sengaja dia menuju ke sana.
Dugaannya tepat. Tak lama kemudian dilihatnya sebuah gubuk kecil di tengah sawah. Semakin dipercepat larinya, karena rasa penat dan mengantuk hampir tidak tertahankan lagi.
"Hup...!" Secepat berada di depan pintu gubuk itu, secepat itu pula dibukanya daun pintu gubuk kecil itu. Tepat seperti dugaannya pintu itu sama sekali tidak terkunci
Kriiit..! Suara derit pelan mengiringi terbukanya daun pintu itu. Dewa Arak membuka pintu lebar lebar dan mengamati seisi ruangan itu. Ternyata cukup bersih dan ada selembar tikar butut yang terhampar di lantai.
Arya tersenyum puas. Tempat ini ternyata sangat memuaskan. Masih lebih nikmat ketimbang tidur di atas pohon, yang terkadang diganggu semut merah. Segera ditutupnya daun pintu itu .Kemudian direbahkan tubuhnya di atas hamparan tikar, setelah sebelumnya menaruh guci yang tersampir di punggungnya di lantai.
Tak lama kemudian, Dewa Arak pun tertidur pulas. Maklum sudah dua malam pemuda berambut putih keperakan ini tidak tidur. Sang matahari pun terus bergulir. Dan ketika sang matahari telah condong ke Barat, baru Dewa Arak terbangun dari tidurnya.
"Huah...!" Dewa Arak membuka mulut lebar-lebar, menguap. Tubuhnya menggeliat, menghilangkan rasa kantuknya. Kemudian Arya duduk bersila. Kedua telapak tangan nya dirapatkan di depan dada, bersemadi. Tak lama kemudian pemuda berambut putih keperakan ini sudah tenggelam dalam semadinya.
Memang Dewa Arak tidak pernah lalai bersemadi. Setiap ada kesempatan yang luang, tak pernah disia siakannya Kalau situasi mengijinkan, dia melatih kembali ilmu ilmu yang dimilikinya. Bila tidak sempat. hanya semadi dan pernapasan saja yang dikerjakannya. Dan bila tidak sempat juga, hanya pernapasan saja.
Dewa Arak baru menghentikan semadinya ketika kegelapan telah menyelimuti bumi. Malam rupanya telah turun. Kedudukan matahari telah digantikan oleh bulan.
"Auuunggg..!" Suara lolong anjing hutan mengaung panjang mengusik kesunyian malam. Dewa Arak bangkit dari bersemedinya. Kemudian bangkit berdiri. tak lupa disambar gucinya dan disampirkan di punggung. baru kemudian dilangkahkan kakinya menuju ke pintu .
Suara jangkrik dan binatang malam lainnya segera menyambut Arya, begitu pemuda berambut putih keperakan ini membuka pintu gubuk itu.
Begitu berada di luar, Dewa Arak segera melesat cepat, mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya. Kini Arya mempunyai tugas yang cukup berat. Menangkap Hantu Putih. Tokoh sesat yang terkenal banyak memiliki llmu ilmu hitam. Dan Dewa Arak sendiri telah membuktikan kelihaian tokoh itu" Kalau saja dia tidak memiliki jurus 'Pukulan Belalang' mungkin sudah tewas di tangan tokoh sakti itu
Tapi, sesampainya di depan areal pemakaman, Dewa Arak terperangah kaget. Sepasang matanya membelalak lebar. Tidak salahkah apa yang dilihatnya" tanyanya sambil mengucek ngucek matanya dengan tangan. Betapa tidak" Dari areal pemakaman itu dilihatnya banyak sosok tubuh melangkah keluar. Bau busuk tercium oleh hidung Arya.
Seketika itu juga bulu kuduk Dewa Arak merinding. Kini Arya mengetahui kalau sosok-sosok tubuh yang bergerombol keluar dari areal pemakaman itu adalah mayat mayat yang berada di dalam kubur!
Belum juga Dewa Arak sadar dari rasa terkejutnya, mayat mayat itu berbondong-bondong menyerbunya. Bau busuk yang amat sangat menyergap hidungnya.
Beberapa saat lamanya, Dewa Arak terpaku kaku. Pikirannya seperti buntu. Apakah dia tidak sedang bermimpi" pikirnya. Belum pernah didengarnya ada
mayat yang telah sekian lama dikubur, bangkit kembali! Dicubit tangannya untuk meyakinkan dirinya bahwa dia tidak mimpi.
"Akh...!" Dewa Arak terpekik. Sakit rasanya bagian yang tadi dicubitnya. Berarti dia tidak mimpi!
Tapi arya tidak bisa berpikir lebih lama lagi. Serangan-serangan mayat-mayat itu telah meluruk tiba. Tak ada jalan lain bagi Dewa Arak kecuali melayaninya.
"Hih...!" Tubuhnya melenting ke atas, bersalto beberapa kali di udara, kemudian hinggap tanpa suara di tanah. Separuh wajahnya, mulai dari bawah mata sampai ke dagu telah tertutup selembar kain yang berguna untuk mencegah bau busuk yang menyebar.
Dengan gerakan lambat, sebagai ciri khasnya. mayat-mayat itu berbondong-bondong menyerbu Dewa Arak. Arya menghitung jumlah mayat itu dengan mempergunakan matanya. Dan kagetlah hati pemuda ini tatkala mengetahui betapa banyaknya jumlah mayat-mayat itu. Kalau saja mayat-mayat Ini sampai memasuki desa. ngeri Dewa Arak membayangkan"
Berpikir begitu, Dewa Arak mengambil keputusan untuk memusnahkan semua mayat mayat Ini. Aryapun menjumput gucinya, kemudian dituangkan ke mulutnya.
Gluk.. gluk... gluk..! Suara tegukan terdengar. ketika arak itu melewati
tenggorokan Dewa Arak. Sesaat kemudian rasa hangat menerpa perutnya, dan kemudian naik ke kepala.
"Hih...!" Dewa Arak mengayunkan gucinya ke arah kepala salah satu mayat yang berada paling dekat"
Prakkk..! Suara berderak keras terdengar, tatkala kepala mayat itu pecah. Tubuh mayat itu pun ambruk dan ttdak bergerak-gerak lagi. Kini Dewa Arak benar benar mengamuk, dikeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
"Huh...!" Bukkk..! Tendangan yang dilakukan dengan pengerahan tenaga dalam sepenuhnya itu mengenai telak dada salah satu mayat. Terdengar suara berdetak keras ketika tulang-tulang dada mayat itu hancur berantakan, seiring dengan terpentalnya tubuh mayat Itu sejauh belasan tombak. Darah merah kehitaman menyembur deras dari mulut, hidung, dan telinga mayat itu. Tapi anehnya. mayat itu bangkit kembali .
Selagi Dewa Arak tengah sibuk sibuknya membantai mayat mayat itu. Tiba tiba melesat sosok bayangan putih yang langsung menyarangkan sebuah pukulan mematikan ke arah Arya.
"huh...!" Dewa Arak melempar tubuhnya ke belakang, kemudian bersalto beberapa kali. dan hinggap di luar arena pertarungan. Kini yang berada dalam kurungan
mayat-mayat itu adalah sosok bayangan putih Itu. Anehnya, tak satu pun ada mayat yang menyerang sosok bayangan putih yang ternyata adalah Hantu Putih .
Hantu Putih menudingkan jari telunjuknya ke arah desa. Ajaib! Mayat-mayat itu bergerak meninggalkan tempat itu dan berjalan lambat lambat menuju desa.
Begitu melihat kehadiran Hantu Putih dan melihat betapa patuhnya mayat-mayat itu pada salah seorang dari Sepasang Hantu itu, Dewa Arak pun mengerti mengapa mayat-mayat itu bisa bangkit dari kuburnya. Sudah dapat dipastikan kalau kejadian aneh ini terjadi karena kekuatan ilmu hitam yang dimiliki tokoh sesat itu.
Melihat mayat-mayat itu bergerak lambat namun pasti menuju ke arah desa, pemuda berambut putih keperakan ini merasa khawatir sekali. Dewa Arak tahu kalau mayat mayat itu sampai memasuki desa, akan banyak jatuh korban di antara penduduk. Dan ini harus dicegahnya untuk menghindari malapetaka terhadap penduduk desa.
Tapi sebelum Arya sempat berbuat sesuatu, Hantu Putih yang sudah mengetahui kehadiran Dewa Arak di pekuburan itu. segera bergerak menghadangnya.
"Kita selesaikan unisan kita yang waktu itu terbengkalai. Anak Muda," ucap laki-laki bergigi tonggos itu dingin .
Dewa Arak tidak punya pilihan lagi. Lawan telah mengajukan tantangan. Merupakan pantangan baginya, jika dia menolak. Segera diurungkan niatnya
untuk menghadang mayat-mayat itu. Dan kini dipusatkan perhatiannya untuk menghadapi lawan "yang teramat tangguh ini.
"Hiyaaa...!" Hantu Putih melompat ringan menyerang Dewa Arak. Sungguh aneh serangan yang dilakukan tokoh hitam ini. laki-laki bergigi tonggos ini membuka serangannya dengan pukulan kedua tangannya ke arah dada.
Dewa Arak tidak bertindak sungkan-sungkan lagi. Dipapaknya segera pukulan yang mengarah ke dadanya itu, dengan kedua punggung tangannya. Kedudukan jari-jari jurus belalangnya mengarah ke tanah.
Dukkk! Benturan kedua tangan yang sama-sama mengandung tenaga dalam amat kuat pun tidak bisa dihindarkan lagi. Akibatnya tubuh Hantu Putih terhuyung dua langkah ke belakang. Sekujur tangannya dirasakan seperti lumpuh. Dadanya pun terasa sesak bukan main. Sementara Dewa Arak dilihatnya hanya tergetar saja tubuhnya. Sekarang hati Hantu Putih pun yakin, kalau tenaga dalam lawan berada di atasnya. Dan kalau dipaksakan dirinya untuk mengadu tenaga terus. sudah dapat dipastikan dia akan roboh di tangan lawan muda yang tangguh ini.
Tapi Dewa Arak tidak memberinya kesempatan berpikir terlalu lama. Pemuda berambut putih keperakan itu langsung saja menyerbu Hantu Putih dengan ayunan guci araknya ke arah kepala.
Hantu Putih tidak ingin kepalanya pecah disambar
guci Dewa Arak, maka cepat-cepat doyongkan tubuhnya ke belakang .
Wuuuttt...! Guci arak itu hanya menyambar tempat kosong, lewat sejengkal di depan wajahnya. Hantu Putih tidak terkejut lagi, sewaktu seluruh rambut dan pakaian berkibaran keras begitu angin ayunan guci itu lewat .
Hantu Putih tak menyia nyiakan kesempatan lowong itu, segera dikirimkan serangan serangan mautnya. Sesaat kemudian kedua tokoh berbeda aliran ini sudah terlibat dalam pertarungan sengit .
Dapat dibayangkan betapa kagetnya para penduduk desa begitu melihat rombongan mayat hidup datang menyerbu. Kentongan tanda bahaya pun dipukul bertalu talu. Para pemuda yang memiliki kemampuan berkelahi, berusaha melawan mati-matian dengan senjata seadanya. Sementara perempuan, orang-orang tua, dan anak disuruh pergi menyelamatkan diri.
Sebentar saja jerit kematian terdengar di sana-sini. Korban di antara para penduduk pun mulai berjatuhan. Mayat mayat itu terlalu tangguh untuk dihadapi oleh orang seperti mereka. Beberapa orang di antara mereka telah berhasil mengunjamkan golok atau pedangnya ke perut, leher, ataupun dada mayat itu, tapi sama sekali tidak berarti apa-apa. Mayat mayat itu hanya dapat mati apabila kepala mereka telah hancur' .
Padahal menghancurkan kepala bukan pekerjaan yang mudah bagi penduduk desa itu .
Ki Bacan, Kepala Desa Sajajar dan Ki Bajuri, ketua perguruan silat di desa itu, merupakan dua orang yang memiliki kepandaian paling tinggi di Desa Sajajar itu. Sudah tak terhitung lagi senjata di tangan mereka mendarat di berbagai bagian tubuh mayat mayat itu, tapi mayat mayat itu tak juga binasa. Hal ini tentu saja membuat mereka seperti habis daya. Kelelahan mulai mendera. Pada suatu kesempatan, Ki Bajuri agak lengah dan salah seorang mayat berhasil membantingnya hingga jatuh terguling. Nasib Ki Bajuri sudah sangat mengenaskan ketika belasan mayat itu melompat menerkamnya .
"Aaakh...!" Terdengar jerit kematian dari Bajuri. Tampak seluruh kulit tubuhnya tercabik cabik bagai diserang puluhan ekor harimau lapar.
Ki Bacan terperangah kaget. Dia tahu tidak ada gunanya lagi mengadakan perlawanan. Jumlah mayat hidup itu banyak sekali. Walaupun mayat mayat itu sama sekali tidak memiliki kepandaian silat, tapi karena mereka sulit dibuat mati, dan jumlah yang banyak, membuat mereka sulit dikalahkan.
"Mundur...! Selamatkan diri kalian...! Pergi ke Kota Kadipaten...!" seru Kepala Desa Sajajar ini keras.
Para penduduk yang memang sudah merasa gentar sejak tadi, tanpa diperintah dua kali segera berlari menyelamatkan diri. Sedangkan rombongan anak anak, perempuan dan orang-orang tua, telah mengungsi lebih dulu. Memang desa ini letaknya tidak begitu jauh dari Kadipaten Malaya.
Suatu keberuntungan bagi para penduduk itu. Mayat-mayat itu bergerak sangat lambat, sehingga mereka dapat leluasa menyelamatkan diri. Tapi tentu saja itu tidak berarti kalau mayat mayat itu tidak mengejar mereka. Mayat mayat itu tetap saja mengejar para penduduk yang menyelamatkan diri di bawah pimpinan Ki Bacan.
Sementara itu pertarungan antara Dewa Arak dan Hantu Putih yang semula berlangsung sengit, segera mulai terlihat berat sebelah ketika pertarungan menginjak jurus kedua puluh. Dewa Arak memang menang segala galanya dibanding lawannya. Baik dalam hal tenaga dalam, ilmu meringankan tubuh, maupun mutu ilmu silat. Hantu Putih tampak terdesak hebat .
Hantu Putih meraung murka. Akhirnya kenyataan menunjukkan, kalau kepandaianrya masih jauh di bawah ilmu Dewa Arak. Beberapa kali, serangan tak terduga pemuda berambut putih keperakan itu hampir merenggut nyawanya. Tidak ada jalan lain baginya untuk mengalahkan Dewa Arak kecuali dengan ilmu hitam yang dimilikinya.
"Hih...!" Tubuh Hantu Putih melenting tinggi ke belakang, lalu bersalto beberapa kali di udara, seraya melemparkan beberapa bilah pisau kecil ke arah Dewa Arak untuk mencegah pemuda itu mengejarnya.
Semula Dewa Arak bermaksud memburu tubuh lawannya. Tak akan diberinya kesempatan lawannya
untuk mengeluarkan ilmu hitamnya. Tapi. segera niatnya diurungkan begitu dilihatnya beberapa buah pisau kecil melesat ke arahnya. Segera dielakkan serangan itu.
"Hup...!" Ringan tanpa suara Hantu Putih mendaratkan sepasang kakinya di tanah. Sepasang matanya langsung dipejamkan sejenak. Sementara kedua telapak tangannya yang terbuka, dirapatkan di depan dada. Mulutnya kumat kamit seperti mengucapkan sesuatu" Sekejap kemudian tampak sekujur tubuh laki laki bergigi tonggos itu menggigil hebat. Setelah itu dijulurkan kedua tangannya ke depan. Lalu tangan kanannya bergerak seperti melambai.
Dewa Arak sejak tadi sudah bersikap waspada. Telah dikerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya untuk memberatkan bobot tubuhnya. inilah ilmu 'Pasak Bumi". ilmu yang terdapat dalam kitab 'Jurus Membakar Matahari". Gunanya, agar tubuhnya tidak mudah untuk ditarik atau didorong seperti waktu lalu. Dengan ilmu 'Pasak Bumi", tubuh Dewa Arak laksana sebuah batu gunung yang tidak akan tergoyahkan walaupun dilanda badai.
"Hih...!" Dewa Arak menggertakkan gigi. Dirasakan adanya tarikan amat kuat yang menarik tubuhnya ke depan. Tapi berkat ilmu 'Pasak Bumi' , aji 'Tarik Raga' Hantu Putih sama sekali tidak berdaya.
Hantu Putih mendesis geram melihat usahanya menarik tubuh lawan, gagal. Perasaan penasaran
mendorongnya untuk tetap meneruskan usahanya menarik tubuh Dewa Arak.
Dewa Arak tersentak kaget. Dirasakan kekuatan tak nampak yang menarik tubuhnya ke depan semakin menggila. Sekuat tenaga Arya mencoba bertahan. Seluruh urat urat di tubuh Dewa Arak mulai bertOnjolan sewaktu berjuang menggagalkan usaha lawannya. Dan pelahan namun pasti tubuh Dewa Arak mulai mendoyong ke depan, tapi anehnya kedua kakinya masih melekat di tanah.
Di saat itulah, Hantu Putih tiba tiba mengibaskan tangannya.
"Akh...!" ~ Terdengar seruan tertahan dari mulut Dewa Arak. Kini pemuda berambut putih keperakan ini tidak mampu bertahan lagi. Tubuhnya langsung terhempas ke belakang laksana daun kering .
Hantu Putih tersenyum lebar. Hatinya gembira bukan kepalang melihat usahanya berhasil. Sekali saja usahanya, menarik atau mendorong tubuh lawannya berhasil, setelah itu lawan sudah tidak mampu melawan lagi. Begitu pula dengan Dewa Arak. Kini pemuda itu sudah tidak akan berdaya lagi melawannya.
Tubuh Dewa Arak terguling menjauh. Tapi sebelum daya guling itu habis, laki-laki bergigi tonggos itu tiba tiba melambatkan tangannya. Seketika itu juga gulingan tubuh Arya berubah arah. Kini tubuh pemuda berambut putih keperakan itu terguling ke arah Hantu Putih"
Tapi sebelum tubuh Dewa Arak terlalu dekat dengannya, Hantu Putih kembali mengibaskan tangannya. Menariknya kembali. Dan begitu seterusnya. Dewa Arak kini menjadi permainan lawannya.
Setelah dirasanya cukup. dan lawan tangguhnya telah tak berdaya lagi, Hantu Putih menghentikan permainannya.
Dewa Arak mengeluh dalam hati. Seluruh tubuhnya kini terasa lemas sekali. Tak sanggup dia untuk mengerakkan anggota tubuhnya. Menggerakkan jari kelingking pun pemuda ini tidak mampu! Tenaga dalamnya seperti musnah. Tubuhnya tergolek lemas seperti karung basah. Kini yang dapat dilakukan pemuda ini hanya menatap lawannya.
"Ha ha ha.-.!" Hantu Putih tertawa bergelak. Sebuah tawa kemenangan. Dihampirinya Dewa Alak yang tergolek lemas di tanah.
"Kau memang hebat, Anak Muda. Orang sepertimu akan menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagiku. Kau harus mampus!!"
Setelah berkata demikian, Hantu Putih menggerakkan tangannya, melakukan totokan ke arah ubun ubun.
Tidak ada yang dapat dilakukan Dewa Arak. selain dari menunggu datangnya kematian dengan sepasang mata terbuka lebar.
"Ayah! Tahan...!"
Terdengar teriakan orang mencegah, ketika tangan Hantu Putih hampir menyentuh ubun ubun
Dewa Arak. Seketika itu juga tangan Hantu Putih tertahan di udara. Kepalanya menoleh ke arah teriakan itu berasal .Dikenalnya betul pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan anaknya, Malini .
Benar saja. Sekejap kemudian, di hadapan Hantu Putih telah berdiri seorang gadis cantik jelita berpakaian biru muda dan berambut panjang. Malini, putri Sepasang Hantu.
Hantu Putih menatap gadis berpakaian biru muda itu tajam. Sinar matanya menyorotkan pertanyaan.
"Mengapa kau mencegah Ayah membunuhnya. Malini?" tanya Hantu Putih. Pelan saja suaranya tapi mengandung teguran keras. Sementara Dewa Arakpun terheran. Mengapa gadis berpakaian biru muda Ini mencegah Hantu Putih yang hendak membunuh nya" tanyanya dalam hati
Tentu saja tidak mungkin Malini mengatakan terus terang, bahwa alasannya mencegah ayahnya membunuh Dewa Arak, adalah karena dia telah jatuh cinta pada pemuda berambut putih keperakan itu. Memang sebenarnyalah sejak pertama kali melihat Arya menempur belasan orang-orang rimba persilatan golongan putih yang mengejarnya. perasaan itu telah muncul.
"Lupakah, Ayah" Pemuda ini adalah orang yang telah menyelamatkan kita waktu itu. Kalau tidak ada dia kita semua akan tewas!" jawab Malini memberi alasan.
Hantu Putih mengerutkan alisnya. Tidak salahkah pendengarannya" Aneh betul sikap putrinya kali ini. Benarkah sekarang Malini telah menjadi seorang yang
mudah terikat hutang budi!
"Kau ini aneh, Malini!" ucap Hantu Putih itu setelah beberapa saat lamanya tercenung bingung "Mengapa sekarang kau menjadi bersikap seperti orang-orang tolol yang menyebut diri sendiri pendekar itu"! Sudahlah! Menyingkirlah kau, Malini! Pemuda ini adalah seorang lawan yang amat tangguh. Sangat berbahaya kalau dibiarkan hidup!"
"Tidak, Ayah!" sahut Malini. Keras dan tegas suaranya. Dengan beraninya dia melangkah maju. berdiri membelakangi Dewa Arak. Jelas terlihat kalau gadis berpakaian biru muda itu bersiap melindungi Arya Buana.
"Dengar kataku, Malini. Menyingkirlah cepat! Ingat! Aku tak segan-segan membunuhmu kalau kau berani melindungi pemuda keparat ini!" gertak Hantu Putih.
"Aku tidak akan menyingkir dari sini! Sekalipun Ayah akan membunuhku!" sahut Malini tegas .
Dewa Arak tersentak kaget mendengar jawaban gadis itu. Benarkah gadis ini bukan orang jahat seperti halnya kedua orang tuanya. Benarkah hanya karena hendak membalas budi, gadis itu rela menentang maut di tangan ayah kandungnya.
Bukan hanya Arya saja, Hantu Putih pun tersentak kaget. Selama ini belum pernah, Malini berani menentangnya" Tapi sekarang" Benarkah putrinya melakukan semua Ini untuk membalas budi pemuda itu" Hantu Putih tidak percaya. Laki-laki bergigi tonggos itu adalah seorang yang telah kenyang makan garam. maka diapun segera tahu apa yang mendorong putrinya itu berani mati membela pemuda itu.
"Hhh..!" Hantu Putih mendesah pelan. "Baiklah, Ayah mengalah. Ayah tidak akan membunuh pemuda ini."
"Tenun kasih, Ayah," ucap Malini gembira. Wajahnya berseri-seri. Segera dia berlari memeluk tubuh Hantu Putih itu. Laki-laki bergigi tonggos itu pun balas memeluk putrinya. Diusap usapnya rambut hitam, tebal, dan indah putrinya penuh kasih sayang. Memang Hantu Putih kejam dan keji bukan main. Tapi, itu hanya terhadap orang lain. Terhadap putri tunggalnya, tokoh jahat ini sayang bukan main. Sejahat-jahatnya seekor harimau toh tidak akan memakan anaknya sendiri! Begitu pula Hantu Putih.
"Tapi ingat, Malini. Permintaanmu hanya kali ini saja. Ayah kabulkan. Apabila kelak pemuda ini berani menentang lagi, Ayah tidak akan mengampuninya lagi. Kau mengerti"!"
"Mengerti', Ayah." sahut gadis berbaju biru muda itu sambil menganggukkan kepalanya.
Hantu Putih melepaskan pelukannya.
"Ayah akan pergi dulu, Malini. Malam ini juga
semua dendam akan Ayah tuntaskan...! Kau mau ikut?"
"Aku menyusul belakangan saja, Ayah." tolak
Malini halus. "Baiklah kalau begitu."
Setelah berkata demikian, Hantu Putih melesat dari situ. Tujuannya sudah jelas Kadipaten Malaya. Tempat berkumpul musuh-musuhnya!
Malini memandangi hingga bayangan tubuh ayahnya lenyap di kejauhan. Baru setelah itu dialihkan pandangannya ke arah Dewa Arak.
"Kuucapkan terima kasih atas pertolonganmu. Malini," ucap Dewa Arak pelan .
Malim tersenyum manis . "Tidak usah berterima kasih. Ingat, kau pun pernah menolong kami, bukan" 0 ya, dari mana kau tahu namaku" Namamu sendiri siapa?" berondong gadis berpakaian biru muda itu.
"Aku Arya. Aku tahu namamu dari Singa Hitam, " sahut Dewa Arak memberitahu. Suaranya masih pelan, karena rasa lemas yang amat sangat masih melanda dirinya
"Singa Hitam?" ulang Malini dengan alis berkerut. "Dia adalah salah seorang dari musuh besar keluargaku! Kau" bercakap-cakap dengan dia...?"
"Ya." jawab Dewa Arak sambil menganggukkan kepalanya. "Bahkan aku telah menyanggupinya untuk membawa orang tuamu hidup atau mati pada mereka!"
"Kau"!" sentak Malini tak percaya.
"Maafkan aku, Malini. Tapi, orang tuamu sangat berbahaya. Mereka selalu menimbulkan keonaran dan bencana. Kali ini mayat mayat hidup...!"
Wajah Malini memucat. 'Bingung hatinya melihat pemuda yang dicintainya ternyata bermusuhan dengan orang tuanya.
"Arya...." "Ada apa, Malini?" tanya Dewa Arak ketika melihat gadis itu sepertinya ragu meneruskan ucapannya .


Dewa Arak 08. Penganut Ilmu Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ng.... bagamana kalau kita lupakan saja semua masalah ini. Kita pergi jauh... ke tempat yang tidak akan ada orang yang mengusik..."
"Apa maksudmu, Malini?" Tanya Dewa Arak. Jantungnya dirasakan berdebar tegang. Ucapan gadis itu benar benar sukar untuk dimengertinya .
Wajah Malini yang sudah merah .Jadi semakin memerah. Nampak jelas kalau gadis berpakaian biru ini merasa berat sekali untuk mengatakannya.
"Ng." kau,... Apakah kau... nggg..., tidak menyukaiku?" tanya Malini terputus putus seraya menundukkan kepalanya.
"Kau aneh. Malini. Siapa sih orang yang tidak suka pada seorang gadis yang cantik jelita sepertimu?" sahut Dewa Arak .
Wajah Malini berseri-seri mendengar jawaban ini.
"Jadi... kau... mencintaiku...?"
Dewa Arak tersentak bagai disengat kalajengking.
"Maafkan aku. Malini. Bukannya aku bermaksud menyakiti hatimu... terus terang kukatakan... aku hanya menyukai. Bukan mencintai. Aku.. aku sudah mempunyai kekasih..!"
Terdengar suara isak tertahan dari kerongkongan Malini. Seketika itu juga tubuhnya melesat cepat meninggalkan Dewa Arak. Gadis ini merasa malu bukan main. Betapa tidak" Dewa Arak yang dikira mencintai dirinya, ternyata menolak cintanya .
"Hhh..!" Dewa Arak menghela napas dalam. Ada perasaan kasihan terhadap Malini. Arya sendiri sudah merasakan, betapa tidak enaknya cinta yang tidak terbalas. Oleh karena itu, dapat dirasakan kepedihan gadis berpakaian biru muda itu.
Namun perasaan itu segera terusir jauh-jauh begitu teringat olehnya bahaya yang tengah mengancam banyak orang di Kadipaten Malaya. Tapi, apa yang dapat diperbuatnya" Tenaga dalamnya sendiri lenyap entah kemana" Bagaimana mampu mencegah semua itu" .
Mendadak Dewa Arak teringat pada gurunya. Tidak ada jalan lain. Dia harus minta pertolongan pada Ki Gering Langit".. Dengan susah payah, Arya bangkit berdiri. Kemudian disebutnya nama gurunya tiga kali, lalu dihentakkan kakinya ke tanah.
Ajaib! Tiba tiba saja di hadapan Dewa Arak telah berdiri kakek berpakaian putih bersih itu.
"Ada keperluan apakah, Arya" Sehingga kau memanggilku" Ah...! Kau bertempur lagi dengan lawanmu yang dulu itu, Arya?" tanya Ki Gering Langit ketika melihat keadaan Dewa Arak.
"Benar, Guru. Aku bertempur lagi dengan orang itu." Kemudian Dewa Arakpun menceritakan semua kejadian yang dialaminya.
Ki Gering Langit menggeleng gelengkan kepala setelah Dewa Arak menyelesaikan ceritanya.
"Benar-benar ilmu iblis," gumam kakek berpakaian putih itu pelan "Sayang sekali, Arya. Aku sudah tidak mungkin lagi untuk ikut campur dalam urusan ini. Tapi, aku dapat memberi petunjuk padamu, untuk menghadapi lawanmu."
"Terima kasih atas kesediaan Guru memberi petunjuk," jawab Dewa Arak penuh hormat .
"Mayat-mayat itu ada yang menggerakkannya, Arya. Selama si penggerak itu masih hidup, serbuan mayat-mayat itu akan terus saja ada. Hancurkan si penggerak. Dan mayat-mayat itu akan mati sendiri tanpa kau membunuhnya. " Setelah berkata demikian, kakek berpakaian putih itu memegang tangan Arya dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya menuding lurus ke arah Utara.
Aneh bukan main! Kini sepasang mata Dewa Arak dapat melihat seorang wanita setengah tua berpakaian merah mengenakan cadar hitam di wajahnya. Wanita tua itu tengah duduk bersila di dalam gua yang sekelilingnya bertebaran mayat-mayat manusia. Sedangkan di depan gua itu terdapat sebatang pohon pepaya berbatang dua. Semua itu terlihat jelas oleh Dewa Arak seperti dia melihatnya dari dekat.
'Wanita itu tinggal di Bukit Gendari," ucap Ki Gering Langit sambil melepaskan pegangannya. Seketika itu juga pandangan yang dilihat Dewa Arakpun lenyap.
Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepalanya .
pertanda mengerti. Dia bersyukur sekali gurunya mau memberitahu sarang si penggerak mayat-mayat itu. Kalau harus mencarinya dulu, entah sudah berapa banyak korban jiwa yang jatuh oleh mayat-mayat itu. sebelum akhirnya sarang Hantu Merah itu ditemukan.
"Sekarang kuberi kau pemunah aji 'Tarik Raga', aji 'Tolak Raga', dan aji 'Pantek Raga' milik lawanmu itu, Arya. Sekaligus kupulihkan tenaga dalammu. Berdirilah tegak, Arya. Dan hadapkan wajah, dada dan perutmu ke arahku"
Dewa Arak patuh mengikuti perintah itu. Ki Gering Langit menatap wajah muridnya dulu sejenak. Lalu jari-jari tangannya mengepal, sedikit menyentak seperti mengambil sesuatu kemudian menggenggamnya. Setelah itu tangan yang mengepal itu dibawanya ke depan mulutnya. Lalu"
"Puuuhhh...!" Berbareng dengan dibukanya kepalan tangannya, mulut Ki Gering Langit bergerak meniup. Hampir Dewa Arak berteriak kaget ketika merasakan seluruh bulu bulu di tubuhnya berdiri semua. Dan begitu keadaan bulu-bulu di sekujur tubuhnya Itu kembali normal. Arya merasakan tubuhnya kembali segar. Bahkan di atas pusatnya kini sudah kembali timbul hawa hangat yang berputaran. Tenaga dalam miliknya!
"Arya...." "Ya, Guru...." "Aku telah memberikan pemunah ilmu-ilmu lawanmu ke dalam tubuhmu. Bila lawanmu menyerang dengan hentakan kaki pada tanah. Kau juga harus ikut
menghentakkan kakimu. Kau tahu, Arya. Begitu lawan menghentakkan kaki, kekuatan ilmunya merambat melalui perantara tanah. Nah, kalau kau ikut menghentakkan kakimu, pemunah ilmu lawanmu pun merambat melalui tanah. Sehingga sebelum pengaruh ilmu lawanmu sempat mencapaimu, di tengah jalan sudah punah ditahan penangkalnya. Kau paham?"
"Paham, Guru," jawab Dewa Arak menganggukkan kepala '
"Nah, jika lawanmu kau lihat akan menggunakan ilmu tarik dan tolak, kau harus buru-buru menekan perutmu sekali, kemudian kau guratkan ujung kakimu ke tanah arahnya mendatar. Itu maksudnya adalah benteng. Begitu lawan akan menarik atau menolak tubuhmu, pengaruh ilmunya akan tertahan oleh garis yang kau buat. Kau mengerti, Arya."
Kembali Dewa Arak mengangguk .
"Kalau begitu, sudah tiba waktunya bagiku untuk pergi, Arya. Dan bila tidak ada hal yang mendesak, kau tidak perlu memanggilku. "
"Akan kuingat semua nasihatmu, Guru," sahut Dewa Arak sambil menundukkan kepalanya.
Ki Gering Langit tersenyum mendengar jawaban muridnya. Sesaat kemudian tubuhnya sudah lenyap tanpa bekas.
Dewa Arak menggeleng gelengkan kepalanya, takjub. Tak bisa dibayangkan ketinggian ilmu yang dimiliki gurunya. Tapi. Arya tidak bisa berlama-lama termenung. Ratusan bahkan ribuan orang tengah menunggu pertolongannya. Maka Dewa Arak pun
segera melesat menuju ke arah tadi. Hantu Putih dan mayat-mayat tadi menuju.
Dewa Arak berlari cepat mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya. Pemuda berambut putih keperakan ini memang berusaha untuk tiba di Kota Kadipaten Malaya secepat mungkin. Meskipun begitu Dewa Arak menyadari bahwa tidak mungkin baginya untuk mencegah timbulnya korban lebih banyak .
Arya semakin mempercepat larinya begitu melihat dua sosok tubuh berpakaian prajurit, tergeletak di perbatasan Kota Kadipaten Malaya.
Beberapa saat kemudian, Istana Kadipaten Malaya pun sudah terlihat. Dan seperti yang sudah diduganya. di sini terjadi pertempuran yang memerikan. Para prajurit Kadipaten Malaya yang dibantu para penduduk, tampak tengah bertempur menghadapi serbuan mayat-mayat hidup.
Dewa Arak tak mau membuang buang waktu lagi. Segera diambil guci yang tersampir di punggungnya. Kemudian segera dituangkan arak ke mulutnya.
Gluk... gluk.. gluk..! _ Suara tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokannya. Sesaat kemudian tubuh Dewa Arak telah melesat ke arah pertempuran.
Memang menggiriskan sekali sepak terjang Dewa Arak! Setiap kali tangan, kaki. atau gucinya bergerak.
pasti ada sosok mayat yang roboh ke tanah, dan tak bangkit lagi. Karena kepala mayat itu telah pecah berantakan. Memang Dewa Arak yang telah tahu kelemahan mayat mayat hidup itu, selalu mengarahkan tiap serangan tangan, kaki, atau gucmya ke arah kepala.
Dalam waktu yang tak berapa lama saja, puluhan nayat mayat itu telah bergeletakan ditanah dan tidak bangkit lagi. Mayat mayat hidup yang gerakannya lambat itu tak mampu menghadapi Dewa Arak yang memiliki kecepatan gerak yang luar biasa!
Melihat betapa pemuda yang baru tiba ini, begitu mudah membuat mayat mayat hidup itu tidak bangkit kembali, semangat para prajurit dan penduduk pun bangkit. Mereka yang tadinya sudah putus asa dan lelah, mendadak bangkit kembali tenaganya.
Selagi bertarung. sepasang mata Dewa Arak bergerak liar ke sana kemari mencari-cari Hantu Putih. Akhirnya laki laki bergigi tonggos itu terlihat juga olehnya. Hantu Putih itu nampak tengah bertarung sengit menghadapi pengeroyokan jago-jago istana kadipaten yang dibantu oleh beberapa tokoh rimba persilatan. Walaupun para pengeroyoknya berjumlah delapan orang. tokoh sesat itu masih tetap dalam posisi mendesak. Beberapa sosok tubuh tampak telah bergeletakan di tanah. Dewa Arak mengenal beberapa orang
di antara mereka. Singa Hitam dan Gada Pencabut Nyawa yang merupakan orang tersakti di antara para pengeroyok itu, nampak selalu mendapat desakan yang hebat.
Dewa Arak telah mengetahui kepandaian yang di miliki Hantu Putih Itu memang tinggi. Tapi yang membuat lakl-laki bergigi tonggos itu sukar ditaklukkan adalah karena kehebatannya yang mampu menggabungkan antara ilmu silat dengan ilmu sihir.
Dem! 'Tiba tiba Hantu Putih menghentakkan kakinya ke tanah. Seketika itu juga, salah seorang jago istana yang menjadi sasaran aji "Pantek Raga' Hantu Putih Itu terpaku kaku di tanah. Tubuh laki laki bergigi tonggos Itu pun melesat cepat ke arahnya. Tangan kanannya menyampok keras ke arah pelipis.
Plakkk! "Ah...!" Suara pekik tertahan terdengar. Disusul dengan robohnya jago istana itu dengan pelipis pecah.
Dewa Arak yang melihat kejadian ini sadar, kalau dia tidak cepat turun tangan, sudah dapat dipastikan sepak terjang Hantu Putih akan berhasil membinasakan semua lawan lawannya.
"Ha ha ha...!" Hantu Putih tertawa bergelak "Sekarang kalian rasakan pembalasan dendamku!"
Tapi senyumnya kontan lenyap begitu melihat sesosok bayangan berkelebat, disusul dengan munculnya seorang pemuda berambut putih keperakan di arena pertempuran.
"Kau lagi"!" sentak laki laki bergigi tonggos ini geram. "Jangan harap kali ini kau akan kuampuni lagu"
Orang yang tak lain adalah Dewa Arak itu tersenyum getir.
"Hantu Putih, kejahatanmu sudah melampaui batas! Orang sepertimu tidak patut dibiarkan hidup di muka bumi ini!" tegas Arya .
"Kaulah yang akan kubunuh, keparat!"
Setelah berkata demikian, Hantu Putih melambaikan tangannya. Tapi, Dewa Arak yang sejak tadi memang sudah bersikap waspada, segera mengeraskan perutnya. Kemudian mengguratkan garis mendatar.
"Heh"!" Hantu Putih berseru kaget ketika merasakan ada sesuatu yang tidak tampak membuat tangannya yang bergerak melambai jadi tertahan. Perasaan penasaran mendorongnya untuk mengulanginya lagi. Tapi seperti kejadian sebelumnya, tetap saja, tangannya yang hendak melambai itu jadi tertahan.
Hantu Putih menggeram keras. Kali ini tangannya bergerak mengibas. Tapi kembali tangannya yang hendak mengibas itu terhenti di tengah jalan. Kini laki-laki bergigi tonggos ini pun sadar, ternyata pemuda berambut keperakan ini, telah memiliki penangkal ilmunya.
Dewa Arak tersenyum lebar. Sungguh tidak disangkanya hanya dengan gerakan yang begitu sederhana, dia bisa membuat ilmu Hantu Putih yang luar biasa itu menjadi lumpuh tak berdaya. Dalam hatinya, Dewa Arak memuji kesaktian gurunya!
Sementara itu. Singa Hitam dan beberapa tokoh persilatan lainnya menjadi gembira melihat kemunculan Dewa Arak. Apalagi, jelas terlihat oleh mereka kalau pemuda itu mampu menghadapi lawannya. Maka merekapun memutuskan untuk membiarkan pemuda berambut putih keperakan itu bertarung menghadapi Hantu Pulih sendirian. Tokoh-tokoh rimba persilatan itu, bersama jago jago istana lalu terjun dalam pertarungan menghadapi mayat mayat hidup.
Kini Hantu Putih sadar bahwa tidak mungkin lagi menggunakan ilmu tolak dan tarik pada Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu telah memiliki penangkalnya. Kini tinggal pada satu ilmunya saja harapannya tertumpu, aji "Pantek Raga"!
"Hih...!" Dem! Hantu Putih menghentakkan kakinya ke tanah. Tapi. Dewa Arak yang memang berwaspada sejak tadi, buru buru menghentakkan kakinya pula .
Dem! Ajaib! Kini tidak dirasakannya lagi, kekuatan tidak tampak yang menekannya kuat ke tanah. Ki Gering Langit benar! Jerit hati Arya gembira. Hentakan kaki lawan telah dapat dipunahkannya!
"Auggghhh...!" Hantu Putih meraung keras. Raung keputusasaan. Kini dia tidak mempunyai satu pun ilmu andalan lagi yang dapat dipakai untuk menghadapi Dewa Arak. Padahal dalam hal ilmu silat, dia bukan tandingan pemuda berambut putih keperakan yang luar biasa itu.
Tapi. Hantu Putih adalah seorang tokoh hitam
yang cerdik. Dia tahu kalau Dewa Arak hanya memiliki ilmu-ilmu yang khusus untuk menangkal ilmunya saja, dan sama sekali tidak mempunyai kekuatan menyerang, Tinggal dicarinya kesempatan untuk melancarkan ilmunya pada saat yang tepat. Di saat pemuda itu lengah .
Kini Hantu Putih menghadapi Dewa Arak dengan ilmu silatnya. Tapi, berbeda dengan pertarungan sebelumnya, kini sampai puluhan jurus lamanya pertarungan masih tetap berimbang. Hal ini terjadi karena Dewa Arak selalu bersikap waspada. Pemuda ini tidak mau terlalu bernafsu mendesak sampai akhirnya lupa, dan lawan menyarangkan serangan ilmunya tanpa dia sempat menangkalnya.
Hantu Putih menjadi geram bukan main melihat sikap hati-hati Dewa Arak. Berkali kali, ilmu tarik, tolak, dan pantek yang dikirimkannya gagal, karena Dewa Arak selalu cepat menangkalnya.
Pertarungan antara kedua orang sakti ini jadi terlihat aneh. Beberapa kali, sewaktu Dewa Arak sedang mulai mendesaknya, Hantu Putih menghentakkan kakinya ke tanah, dan Dewa Arak pun secepat itu pula menghentakkan kakinya ke tanah. Menghentikan desakannya terhadap laki-laki bergigi tonggos itu untuk sementara.
Terkadang pula sewaktu Dewa Arak tengah mendesak lawannya agak gencar, Hantu Putih mengibaskan tangannya" Maka terpaksa buru buru Dewa Arak mengeraskan perutnya sambil tak lupa mengguratkan kakinya" Terpaksa Dewa Arak pun menghentikan desakannya.
Dan karena itulah sampai lebih dari seratus jurus. pertarungan masih berlangsung begitu-begitu saja .Dewa Arak mampu mendesak lawannya, tapi tetap tak mampu mengalahkan .
Tentu saja hal ini membuat Dewa Arak menjadi jenuh. Disadari kalau dia tidak berani mengambil resiko, sampai kapan pun pertempuran mereka akan terus begitu-begitu saja. Otak Dewa Arak pun berputar mencari cara untuk mengalahkan lawannya.
Sesaat kemudian, Dewa Arak pun sudah menemukan-sebuah siasat. Maka buru-buru disampirkan gucinya di Punggung,
"Hiyaaa...!" Kembali untuk ke sekian kalinya Dewa Arak merangsek lawannya. Mendesaknya dengan serangan-serangan mematikan. Tentu saja hal ini, membuat Hantu Putih yang memang sejak tadi sudah terpepet menjadi terdesak dan terpojok .
Dan seperti yang sudah diduga Dewa Arak, laki laki bergigi tonggos ini, kemudian menghentakkan kakinya.
Dem! Tapi, Dewa Arak memang sudah memperhitungkan hal itu. Maka begitu dilihatnya Hantu Putih menghentakkan kakinya ke tanah, secepat Itu pula tubuhnya melompat. Dan tepat ketika aliran aji "Pantek Raga" tiba di tempat tadi Dewa Arak berdiri, Arya telah tidak berada di situ lagi, tubuhnya telah berada di
udara. Maka, hentakan aji 'Pantek Raga' tidak berarti apa-apa karena Dewa Arak tidak berada di tanah
.."hiya...!" Wuuuttt..! Dewa Arak mengayunkan tangannya ke arah pelipis laki-laki bergigi tonggos itu.
Hantu Putih kaget bukan main. Tokoh hitam ini memang tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Menurut perkiraannya. pasti Dewa Arak akan balas menghentakkan kaki untuk memunahkan serangannya atau bisa jadi malah tidak sempat, karena terlalu menggebu-gebu dengan serangannya. Dapat dibayangkan betapa kaget hatinya tatkala mengetahui dugaannya meleset
Plakkk! "Aaakh...!" Hantu Putih berteriak melengking panjang ketika pukulan Dewa Arak tidak sempat dlelakkannya lagi. Seketika itu juga pelipis salah seorang dari Sepasang Hantu ini retak. Darah menyembur keluar dari hidung, mulut, dan telinga. Tubuhnya terlempar jauh dan kemudian ambruk di tanah. Menggelepar-gelepar sejenak untuk kemudian diam tidak bergerak lagi.
Dewa Arak memperhatikan lawannya sejenak. Untuk memastikan apakah Hantu Putih itu telah tewas. Baru kemudian setelah diyakininya tokoh yang memiliki ilmu hitam mengerikan itu telah tewas, ditinggalkannya tubuh yang tergolek tidak bergerak lagi itu. Terjun ke arena pertarungan, membasmi mayat-mayat hidup!
Tak lama kemudian, mayat-mayat hidup itu pun habis. Memang sebenarnya mayat mayat itu tidak mempunyai kepandaian apa-apa. kecuali kekuatan tubuh dan tenaga yang luar biasa. Bagi seorang yang memiliki ilmu silat cukup tinggi, mereka bukan lawan yang cukup berarti. Gerakan mereka terlalu lambat.
Adipali Janati, yang menjadi adipati di Kadipaten Malaya. yang sejak tadi memperhatikan semua jalannya pertempuran, segera menghampiri Dewa Arak .
"Terima kasih atas semua bantuanmu, Anak Muda. Tanpa bantuanmu mungkin kami semua sudah menjadi mayat," ucap Adipati Janati. Sepasang matanya merayapi wajah Dewa Arak penuh kagum. Memang adipati ini kagum bukan kepalang pada Dewa Arak. Seorang diri saja mampu membunuh Hantu Putih yang telah diketahuinya memiliki kepandaian sangat tinggi, di samping ilmu hitamnya yang mengerikan!
"Ah, bukankah memang sudah menjadi kewajiban kita untuk saling membantu pada yang membutuhkan, Gusti Adipati?" sahut Dewa Arak merendah.
"Ha ha ha..! Kau benar, Anak Muda. O ya, kalau boleh kutahu siapa namamu" Dan apa tujuanmu ke mari" Apakah kau ingin mencari pekerjaan" Tinggal bilang saja padaku, jabatan apa yang kau inginkan!"
Dewa Arak merapatkan kedua tangan di ujung hidung seraya membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Hamba bernama Arya. Gusti Adipati. Seorang pengelana. Ke mana langkah kaki hamba membawa ke sinilah hamba pergi. Jadi, maafkan hamba yang tidak bisa menerima anugerah Gusti."
Adipati Janati mengulapkan tangannya.
"Lupakanlah. Arya"
"Kalau begitu hamba mohon diri Gusti! Masih ada urusan yang harus diselesaikan," pamit Dewa Arak.
"Silakan, Arya."
Sementara itu, Singa Hitam dan Gada Pencabut Nyawa nampak terkejut melihat Dewa Arak terburu buru pergi. Tapi begitu pemuda berambut putih keperakan itu menceritakan akan menyatroni sarang Hantu Merah, mereka tidak menahan Dewa Arak lebih lama lagi. Memang orang seperti Hantu Merah harus segera dilenyapkan selama-lamanya. Kalau tidak , dia akan terus mencari korban.
Bahkan tatkala Adipati Janati mendengar bahwa Dewa Arak akan menuju Bukit Gendari, segera dihadiahkannya Arya seekor kuda yang kuat dan memiliki kemampuan lari cepat.
Dewa Arak yang memang membutuhkan seekor kuda tunggangan untuk lebih mempercepat perjalanannya, segera saja menerima kuda pemberian Adipati Malaya ini. Memang perjalanan ke Bukit Gendari terhitung jauh. Tapi apabila ditempuh dengan seekor kuda, tidak sampai seperempat hari akan sampai.
Bersamaan dengan munculnya fajar menyingsing, Dewa Arak memacu cepat kudanya menuju Bukit Gendari.
Tubuh Dewa Arak melesat ke sana kemari, sesekali ujung kakinya menotol tonjolan tonjolan batu untuk dapat membantunya cepat tiba di Lereng Bukit Gendari. Sementara kuda pemberian Adipati Janati sudah ditambatkannya di kaki bukit .
Tak lama kemudian Dewa Arak sudah berada tak jauh di depan gua yang dicarinya. Kini dilihatnya dengan mata kepala sendiri pohon pepaya berbatang dua. Seperti dipesankan gurunya, Ki Gering Langit, Dewa Arak langsung bersikap waspada begitu melihat di luar gua agak ke sebelah kanan sedikit berdiri seorang wanita setengah baya, berpakaian serba merah. Sebagian wajahnya mulai dari mata, tertutup cadar hitam tipis" Siapa lagi kalau bukan Hantu Merah"
Dari Singa Hitam telah diketahuinya. kalau Hantu Merah tidak kalah lihai dibanding Hantu Putih. Maka Arya tidak berani memandang rendah, dan sudah menjadi sifat pemuda berambut putih keperakan ini, tidak pernah memandang rendah orang lain .
Bukan hanya Dewa Arak yang langsung bersikap waspada begitu melihat lawan. Hantu Merah pun demikian pula. Begitu melihat Arya. segera saja teringat akan pemuda yang diceritakan suaminya. Maka dia _pun bersikap hati hati.
Dewa Arak melangkah mendekat. Tak lupa pemuda ini bersiap-siap apabila lawan tahu tahu menyerangnya dengan ilmu hitam seperti yang dimiliki Hantu Putih, suaminya.
"Kejahatanmu telah melewati takaran, Hantu Merah! Orang sepertimu tidak layak dibiarkan hidup!"
seru Dewa Arak keras "Kau harus segera menyusul suamimu. "
"Apa"! Apa katamu"!" jerit Hantu Merah keras. Memang sejak tadi istri Hantu Putih ini sudah curiga. Mengapa suaminya belum juga kembali. Dia tidak percaya suaminya gagal dan tewas. Tapi ucapan Dewa Arak membuatnya kaget bukan main.
"Hantu Putih telah tewas!" ulang Arya lagi menegaskan.
Setelah berkata demikian, diambilnya guci arak yang tersampir di punggung. Lalu dituangnya arak ke mulutnya. .
Gluk.. gluk.. gluk..! Terdengar suara tegukan dari kerongkongan Dewa Arak begitu arak itu melewati tenggorokannya.
"Bohong! Kau bohong! Kubunuh kau, pemuda keparat! Hiyaaa...!"
Hantu Merah murka bukan kepalang. Dan dalam kemarahan yang amat sangat itu, wanita berpakaian merah ini langsung saja mengeluarkan senjata sabuk merah andalannya.
Wut, wut, wut..! Ujung sabuk itu meliuk-liuk aneh, dan mematuk matuk seperti seekor ular yang hendak-menyambar mangsa. Sesekali terdengar suara ledakan keras begitu ujung sabuk itu melecut di udara.
"Hah...!" Hantu Merah memekik keras. Ujung sabuk meluncur cepat laksana seekor ular ke arah dada Dewa Arak .
Pemuda berambut putih keperakan ini terperanjat kaget. Buru buru dilempar tubuhnya ke belakang
Tarr...! Suara ledakan keras terdengar begitu ujung sabuk itu merobek udara.
Dewa Arak mengerutkan alisnya. Kembali untuk yang kesekian kalinya Arya tidak bisa menggunakan jurus "Delapan Langkah Belalang" untuk mengelakkan serangan itu. Senjata sabuk milik Hantu Merah membuat wanita berpakaian merah itu mampu mengirimkan serangan yang tidak terduga-duga! Dan ini menyulitkan Dewa Arak menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang". Terpaksa kali ini digunakannya jurus 'Belalang Mabuk'.
Tanpa menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang', baru terasa oleh Dewa Arak, betapa ilmu 'Belalang Sakti" jadi berkurang kelihaiannya Memang, kemukjizatan ilmu 'Belalang Sakti' bertumpu pada keunikan jurus "Delapan Langkah Belalang', yang setiap kali mengelakkan serangan, langsung berbalik mengancam.
Tar...!! "Hih...!" Kembali ujung sabuk milik Hantu Merah menyambar deras ke arah pelipis Dewa Arak. Lagi lagi pemuda berambut putih keperakan ini melompat mundur untuk mengelakkannya. Sungguhpun Arya tahu kalau menghadapi lawan yang menggunakan senjata panjang seperti itu, seharusnya dia memancing lawan untuk bertarung dalam jarak dekat" Tapi karena keadaan
masih tidak memungkinkan, terpaksa dia melompat mundur.
Tarr...! Suara ledakan keras kembali terdengar begitu ujung sabuk itu mengenai tempat kosong.
Mendadak Hantu Merah berteriak Dan tiba-tiba saja sabuk merah di tangannya menegang kaku lalsana sebatang tombak. Peristiwa itu terjadi secara mendadak. Dan tidak pernah diduga Arya. Dengan agak gugup diayunkan gucinya menangkis sabuk yang kini sudah setajam pedang!
Kranggg...! Terdengar suara berdentang nyaring ketika guci Dewa Arak berbenturan dengan sabuk merah yang telah menegang kaku itu. Seketika itu juga sabuk itu kembali melemas seperti sediakala. Sesaat kemudian kedua orang ini sudah terlibat dalam sebuah pertarungan sengit .
Setelah beberapa kali menggebrak, Dewa Arak sadar kalau Hantu Merah ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi ketimbang suaminya. Baik dalam hal tenaga dalam, maupun ilmu meringankan tubuh, wanita bercadar hitam ini masih lebih unggul!
Tapi meskipun demikian, tetap saja wanita ini bukan tandingan Dewa Arak. Baik dalam hal ilmu meringankan tubuh, maupun tenaga dalam, Dewa Arak masih lebih unggul daripada lawannya. Apalagi setelah beberapa saat kemudian Arya mulai dapat menemukan cara untuk bertarung dalam jarak dekat, senjata sabuk Hantu Merah pun kehilangan keampuhannya.
Setelah lewat tujuh puluh jurus bertarung, perlahan namun pasti Dewa Arak mulai dapat mendesak lawannya. Diam-diam seraya terus mendesak, benak Dewa Arak berpikir . Apakah Hantu Merah ini tidak memiliki Ilmu ilmu aneh seperti yang dimiliki suaminya" Padahal sejak tadi, pemuda berambut putih keperakan ini sudah bersiaga. Sepasang matanya tak lepas mengawasi kaki dan tangan wanita berpakaian merah itu.
Kembali lima belas jurus berlalu cepat. Dan keadaan Hantu Merah semakin terjepit .Sabuk di tangannya kini tidak lagi dapat bergerak leluasa karena jarak mereka sangat dekat. Kini wanita berpakaian merah int hanya dapat menggunakan sabuknya setelah terlebih dulu melipatnya. Senjatanya itu kini lebih sering digunakannya untuk mengibas!
Tengah sibuk-sibuknya Dewa Arak mendesak, pendengarannya menangkap sebuah suara. Suara yang cukup dikenalnya. Suara Hantu Merah.
"Tetaplah mataku, Anak Muda...."
Dewa Arak terperanjat kaget ketika merasakan kepalanya bergerak ingin menuruti perintah itu. Ada tenaga aneh tapi kuat yang mendorongnya berbuat .Suara itu menyelusup ke seluruh pembuluh darahnya. Tapi. Dewa Arak berusaha untuk tidak menghiraukannya.
"Tataplah mataku, Anak Muda"."
Kembali suara bernada memerintah itu terdengar lagi. Kali ini getaran yang terkandung di dalamnya lebih kuat. Dan begitu pula yang dirasakan Dewa Arak .
Tanpa sadar seraya melakukan serangan. kepalanya ditolehkan ke arah wajah Hantu Merah, dan sepasang matanya menatap kearah mata wanita berpakaian merah itu.
Dan inilah kesalahan Dewa Arak. Begitu sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata Hantu Merah. Seketika itu pula pandangan mata pemuda berambut putih keperakan ini terpacak di sana. Betapapun Dewa Arak berusaha untuk mengalihkan pandangan matanya, tetap saja tidak mampu. Dengan sendirinya. serangannya pun terhenti seketika.
"Tetaplah mataku, Anak Muda.... Tataaap...!" seru Hantu Merah dengan nada suara bergetar. Sengaja wanita berpakaian merah ini mengulang-ulang kata itu. Seorang yang memiliki kepandaian seperti pemuda berambut putih keperakan ini, tidak boleh dianggap enteng. Sekali pemuda ini berhasil lolos dari jerat ilmu sihirnya. Tak akan bisa lagi ditaklukkannya.
"Kini seluruh tubuhmu terasa lemas, Anak Muda. Lemas...! Lemaaas sekali...!" sambung Hantu Merah lagi. "Tenagamu pun lenyap...! Lenyap.:.!"
Hebat akibatnya! Dewa Arak merasakan lemas yang amat sangat menyelimuti seluruh tubuhnya. Apa yang dikatakan Hantu Merah itu benar benar dirasakannya. Bahkan tenaga dalamnya pun lenyap entah ke mana!
"Kakimu terasa lumpuh".lumpuuuh...!!"
Sepasang kaki Dewa Arak tiba-tiba dengan Seketika itu juga tubuhnya limbung. Dan kemudian Jatuh terduduk di tanah tanpa daya.
"Kau akan terus seperti itu, Anak Muda. Terus seperti ituuu..teruusss selama aku belum menyuruhmu bangkit!"
Setelah berkata demikian, Hantu Merah mengambil sebatang pedang
Srattt...! Sinar terang berkilat ketika pedang itu tercabut keluar dari sarungnya. Kemudian dengan langkah hati-hati dihampirinya Dewa Arak. Sudah bulat tekadnya untuk membunuh pemuda berambut putih keperakan ini dan mengambil jantungnya untuk dimakan mentah mentah sebagai balas dendam atas kematian suaminya.
Tapi sewaktu jarak antara Hantu Merah dengan korbannya tinggal dua tombak lagi, berkelebat sesosok bayangan biru. Sesaat kemudian di antara Hantu Merah dan Dewa Arak, berdiri seorang wanita cantik berpakaian biru muda, yang tak lain dari Malini.
"Mengapa kau menghadang di depanku, Malini"!" tanya Hantu Merah heran. "Menyingkirlah..! Pemuda keparat ini telah membunuh ayahmu! Biar kubelah dadanya dan kumakan jantungnya sebagai hukuman atas kelancangannya membunuh ayahmu!"
Malini menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Ibu. Jangan lakukan itu. Aku mohon... jangan bunuh dia...," suara gadis berpakaian biru muda ini gemetar.
Seketika wajah Hantu Merah menjadi beringas.
"Menyingkirlah, Malini! Menyingkirlah..!"
"Tidak. Ibu. Aku tidak akan membiarkan siapapun membunuhnya..."
Terbelalak sepasang mata Hantu Merah mendengar ucapan anaknya itu"
"Anak dungu! Rupanya kau mencintainya, ya" Kalau begitu, lebih baik kau mampus bersamanya!"
Setelah berkata demikian, terdorong oleh perasaan amarah yang menggelegak, wanita berpakaian merah ini menusukkan pedangnya ke tubuh Malini.
Wut..! Bless."! "Akh...!" ' Malini memekik tertahan ketika pedang yang ditusukkan ibunya. menghunjam dalam di perutnya hingga tembus ke punggung. Darah muncrat seketika,
Tentu saja Hantu Merah yang sama sekali tidak menyangka kejadian ini jadi terpaku di tempatnya" Sungguh sangat di luar dugaannya kalau anaknya itu sama sekali tidak mengelakkan tusukan pedangnya
"Malini...!" jerit Hantu Merah histeris, tatkala melihat tubuh anaknya roboh ke tanah berlumuran darah.
"Semua ini gara garamu, Keparat!" desis Hantu Merah tajam seraya berpaling menatap Dewa Arak. Sepasang matanya mmancarkan sorot kebencian. "Mampuslah kau! hiyaaa...!"
Dengan amarah yang meluap. ditusukkan pedangnya ke arah leher Dewa Arak.
Tapi ketika serangan pedang itu tinggal beberapa jengkal lagi dari leher Dewa Arak, mendadak pemuda
berambut putih keperakan ini mengeluarkan suara pekik melengking nyaring. Keras bukan main.
Suara pekik yang keluar dari mulut Dewa Arak memang dahsyat! Seketika itu juga Hantu Merah yang tengah merangsek maju, menggigil seluruh tubuhnya. Pedangnyapun terlepas dari pegangan, dan jatuh di tanah.
Di saat itulah, Dewa Arak yang akhirnya berhasil membebaskan diri dari kungkungan sihir dengan suara pekiknya tadi, melesat menerjang Hantu Merah. Tubuhnya melompat. Dan seketika itu juga, dilancarkan satu kibasan kaki yang dilakukan sambil memutar tubuh, selagi berada di udara.
Wusss...! Plakkk! "Aaakh...!" Hantu Merah menjerit memilukan. Tubuhnya terlempar jauh seketika dengan nyawa yang sudah terlepas dari tubuhnya. Kepalanya hancur terkena kibasan kaki Dewa Arak .
Suara berdebuk keras terdengar ketika tubuh wanita berpakaian merah ini menghantam tanah .
Dewa Arak bergegas menghampiri tubuh Malini yang terkapar diam di tanah, dengan dada berlumuran darah. Robohnya Malini dengan dada berlumuran darah itulah yang membuatnya terkejut, dan tersadar dari pengaruh kungkungan ilmu sihir Hantu Merah. Dan langsung mengeluarkan suara jerit melengking nyaring.
Memang jauh di lubuk hati Dewa Arak ada perasaan kasih terhadap gadis berpakaian biru muda ini .
Wajah, dan sorot mata gadis itu seperti menyembunyikan kedukaan mendalam. Kalau saja tidak ada Melati, yang telah lebih dulu mengisi lubuk hatinya. mungkin Arya bisa tertarik pada Malini.
"Malini...," panggil DeWa Arak pelan begitu dirasakannya masih ada detak-detak jantung gadis itu, sungguhpun sangat lemah sekali.
Perlahan lahan bulu mata lentik dan indah yang sudah terpejam itu kembali terbuka.
"A... Ar... Arya?" tanya gadis berpakaian biru muda itu tak percaya .
Sesak dada Dewa Arak oleh perasaan haru yang mendalam. Sepasang mata gadis itu sudah hampir tidak bersinar lagi. Arya tahu tak lama lagi Malini akan meninggal, luka luka yang dideritanya sangat parah.
"iya..., ini aku, Malini..," sahut Dewa Arak dengan suara serak .
"Ar... ya..., maukah... kau memenuhi... permin. taan terakhirku...?" tanya Malini lemah dan terputus putus .
"Katakanlah, Malini! Aku berjanji akan memenuhinya," jawab Dewa Arak tanpa pikir panjang lagi. Sebab Aryapun merasa berhutang budi pada gadis Ini. Tanpa adanya Malini, mungkin dia sudah tewas sejak tadi .Sudah dua kali gadis ini menolongnya dari maut!
"Aku... aku ingin mati... dalam pelukanmu. Arya. "
Sesaat Dewa Arak tersentak. Tapi sekejap kemudian sudah bisa menguasai perasaannya kembali. Diangkatnya tubuh gadis itu" Kemudian tanpa mempedulikan darah yang mengalir deras dari luka lebar di dada Malini mengotori pakaiannya, dipeluknya tubuh itu.
Bahkan pelahan dikecupnya kening gadis itu. Sementara Malini pun melingkarkan tangannya di leher Dewa Arak.
"Aku menyayangimu. Malini," bisik Arya di telinga gadis itu.
"Terima kasih, Arya," ucap Malini. Dan sehabis ucapannya itu selesai, pelukan tangan gadis itu pada leher Dewa Arak pun terlepas. Kepalanya terkulai. Gadis itu pergi selama lamanya dengan senyum di bibir. Keinginannya untuk meninggal dalam pelukan orang yang dicintainya ternyata terkabul .
Dewa Arak tahu kalau gadis yang dipeluknya telah tiada. Segera pemuda berambut putih keperakan ini bangkit berdiri. Kemudian dibopongnya mayat Malini meninggalkan tempat itu. Akan dicarikan tempat yang teduh. sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi gadis yang telah menyelamatkan nyawanya ini.
Perlahan-lahan punggung Dewa Arak pun semakin terlihat mengecil dan mengecil, hingga akhirnya lenyap di kejauhan. Masih banyak tugas yang menanti uluran tangan Dewa Arak .
Ebook dipersembahkan oleh Group Fb Kolektor E-Book
https://m.facebook.com/groups/1394177657302863
dan Situs Baca Online Cerita Silat dan Novel
http://ceritasilat-novel.blogspot.com
Sampai jumpa di lain kisah ya !!!
Situbondo,26 Juli 2018 Terimakasih SELESAI Serial Dewa Arak dalam episode Penganut Ilmu Hitam
Celebrity Wedding 3 Thalita Karya Stephanie Zen Panah Kekasih 9

Cari Blog Ini