Ceritasilat Novel Online

Sepasang Rajah Naga 11

Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


?Ah, kiranya begitu? Kalau begitu, hayo katakan di mana ketua lama Tok-Gan-Houw Lo Cit!? Song Bu membentak.
?Sebentar lagi engkau mati, perlu apa bertanya-tanya lagi!? seru Co Tek San sambil menggerak-gerakkan kedua tangannya sehingga dua tangannya menjadi semakin hitam legam.
?Mampuslah!? bentak Toat-Beng-To Tung Kok dan si pendek kecil ini telah menerjang dengan goloknya. Di luar dugaan orang, si pendek kecil ini dapat menggerakkan golok besar yang tebal dan berat itu dengan cepat sekali. Golok itu lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar putih yang bergulung-gulung menyerang ke arah Song Bu. Hek-Kang-Jiu Co Tek tidak mau kalah atau kedahuluan saingannya, Dia juga sudah berseru nyaring dan menerjang dengan kedua tangannya yang kini membentuk cakar mencengkeram ke arah muka dan dada Song Bu. Menghadapi serangan maut kedua orang pengeroyoknya, Song Bu bersikap tenang saja. Dengan mudah dia menggerakkan tubuhnya mengelak dari sambaran golok dan ketika cengkeraman, kedua tangan Co Tek menyambar, dia menangkis lengan lawan ini dengan kibasan kedua tangannya.
?Dukk-dukk!? Tubuh Co Tek terdorong ke belakang dan terhuyung ketika lengannya bertermu dengan tangan Song Bu. Dia terkejut sekali. Kedua lengannya itu sudah terisi tenaga sakti yang membuat kedua tangannya sekeras dan sekuat baja. Akan tetapi sekali tangkis saja pemuda itu dapat membuat dia terhuyung dan kedua lengannya tergetar hebat! Serangan golok pertama yarng dielakan dengan mudah oleh pemuda itu membuat Tung Kok menjadi penasaran sekali,
Ia memutar goloknya dan menyerang lagi lebih ganas. Namun kembali Song Bu mengambil langkah dan semua sambaran sinar golok yang bergulung-gulung itu tidak ada yang mampu menyentuh baju Song Bu, apalagi tubuhnya. Song Bu maklum bahwa dua orang lawannya ini cukup lihai. Dia tidak ingin memperpanjang perkelahian. Tiba-tiba dia melompat ke belakang, sengaja memancing agar dua orang lawannya mengejarnya. Ketika melihat mereka menerjangnya, dia mengerahkan tenaga saktinya seperti yang pernah dipelajarinya dari Hek Pek Moko yaitu tangan kirinya menggunakan pukulan Hek-Tok-Ciang (Tangan Racun Hitam), sedangkan tangan kanannya menggunakan Pek-Tok-Ciang (Tangan Racun Putih). Dengan menekuk kedua lututnya, dia mendorongkan kedua tangannya yang dIbuka ke arah dua orang lawan yang maju menerjangnya itu.
?Wuuuttt... dess..!. Dess!? Dua tubuh yang sedang, menerjang maju itu tiba-tiba tersentak dan terjengkang ke belakang lalu roboh dan tewas seketika. Co Tek Te-Kong tewas dengan muka berubah menjadi kehitaman dan Tung Kok tewas dengan muka berubah putih seperti dilumuri kapur! Semua orang terbelalak ngeri melihat mereka itu, para anggauta gerombolan itu adalah orang-orang yang biasa melakukan kejaman dan kekerasan. Namun melihat sepak terjang pemuda itu mereka merasa ngeri dan ketakutan. Song Bu menyapu wajah orang-orang itu. Suasana menjadi sunyi sekali seolah-olah orang-orang itu tidak membuat suara dan menahan napas. Dia melihat seorang laki-laki tua, berusia sekitar lima puluh tahun berjongkok di dekat peti jenazah. Dia menggapai.
?Engkau Paman tua, ke sinilah!? orang itu menjadi pucat dan menggigil. ?Jangan takut. Aku tidak akan membunuhmu, asalkan engkau membuat pengakuan sejujurnya? kata pula Song Bu. Orang itu bangkit berdiri dan perlahan-lahan menghampiri Song Bu, diikuti dengan pandang mata oleh para anggauta gerombolan dan para pelayat. Dasar mereka adalah orang-orang jahat yang sudah biasa berbuat curang dan jahat, diam-diam ada lima orang anggauta gerombolan ahli panah yang menghampiri Song Bu dari arah belakang. Lima orang itu masing-masing memegang busur yang sudah dipasangi anak panah beracun. Dengan isyarat tangan, seorang dari mereka yang menjadi pimpinan memberi tanda dan berbareng mereka menarik tali busur dan melepaskan panah ke arah sasarannya, yaitu tubuh belakang Song Bu!
?Wirrr...? Lima batang anak panah tmpak menjadi lima sinar meluncur cepat ke arah tubuh belakang Song Bu. Namun pemuda ini telah mendapatkan gemblengarn para datuk yang berilmu tinggi. Biarpun matanya tidak melihat serangah anak panah dari belakang, namun pendengarannya amat tajam dan peka.
Dia dapat menangkap suara angin yang diakibatkan luncuran lima batang anak panah itu. Dengan tenang namun sigap, dia melangkah ke samping dan memutar tubuh. Lima batang anak panah yang menyambar di sampingnya itu dia tangkap dengan menggerakkan tangan kanannya. Kemudian sekali tangan kanannya bergerak, lima batang anak panah itu menyambar ke arah lima orang yang melepaskan serangan tadi. Terdengar lima orang itu menjerit lalu roboh terjengkang dengan masing-masing tertusuk anak panah pada tenggorokan mereka. Tubuh mereka berkelojotan dan mereka tewas tak lama kemudian. Peristiwa ini membuat para anggauta gerombolan menjadi semakin takut. Song Bu bersikap seolah tidak terjadi sesuatu. Dia memandang kepada anggauta gerombolan yang tadi dipanggilnya dan yang kini sudah berdiri di depannya.
?Paman, sudah berapa lama engkau menjadi anggauta gerombolan yang dipimpin oleh Lo Cit??
?Sudah lama, Taihiap, ada sekitar dua puluh tahun.?
?Hemm, kalau begitu engkau tentu telah mengikuti semua sepak terjang Lo Cit. terus terang, di mana adanya Lo Cit?? Orang itu memandang ke arah peti jenazah dan menjawab dengan gagap,
?Di... di situ...? Dia menuding ke arah peti mati. Song Bu terkejut dan mengerutkan alisnya. Hatinya. kecewa. Tentu saja dia tidak perduli akan kematian penjahat itu, Akan tetapi dia mencari Lo Cit untuk memaksa penjahat itu mengaku di mana adanya Ouw Yang Lan bersama Ibunya sekarang dan mungkin kepala gerombolan itu tahu di mana adanya Ouw Yang Hui dan Ibunya. Ternyata orang yang hendak dimintai keterangan itu telah mati. Dia memandang ke arah peti mati dan tiba-tiba ia melangkah maju menghampiri peti jenazah yang amat tebal itu.
?Braakkk...!? Tutup peti jenazah itu jebol terbuka dan terlempar ke bawah. Kini peti jenazah terbuka dan tampak jenazah Lo Cit rebah telentang di dalam peti. Lehernya hampir putus dan matanya yang tinggal sebelah kanan itu terbuka. Setelah melihat bahwa mayat itu bermata satu, percayalah Song Bu bahwa benar Lo Cit telah tewas dan jelaslah karena lehernya luka menganga. Karena jenazah itu mengeluarkan bau tidak sedap Song Bu mengajak anggota gerombolan tadi.
?Hayo ikut denganku? Laki laki itu menurut dan Song Bu melangkah keluar menjauhi rumah itu, setelah jauh sehingga dapat bernafas udara bersih, Song Bu berhenti, laki laki itu berhenti didepannya. ?Paman... engkau sebagai anggota tentu mengetahui ketika pada kurang lebih sebelas tahun yang lalu Lo Cit melakukan penyerbuan ke Pulau naga dan Lo Cit membawa dua orang anak perempuan bersama dua orang Ibu mereka??
?Benar Taihiap, ketika itu saya juga ikut menyerbu ke Pulau naga bersama teman-teman lainnya, karena yang ikut menyerbu ke Pulau dengan Lo-Twako akhirnya tewas semua kecuali saya yang berada di pantai seberang Pulau bersama teman-teman lainnya yang menunggu kereta dan kudanya di pantai daratan.?
?Nah, yang ingin kuketahui, setelah Lo Cit mendarat bersama dua orang anak perempuan dan dua orang wanita itu, apa yang telah terjadi?, dengan siapa Lo Cit melakukan penyerbuan ke Pulau naga sehingga berhasil menculik mereka.??
?Lo-Twako menyerbu dengan bantuan Thai Lek Kui Ciang Sek majikan Pek-In-San (Bukit Awan Putih) di pegunungan Thai-San, yang kembali dari Pulau naga hanya mereka berdua, sedangkan anak buah yang lainnya tidak kembali, mungkin mereka tewas semua di Pulau itu. Mereka berdua membawa dua orang wanita cantik dan dua orang anak perempuan. Setelah mendarat mereka berbagi tawanan itu, Lo-Twako membawa seorang wanita dengan anak perempuannya, sedangkan wanita yang satunya lagi bersama anak perempuannya dibawa pergi oleh Thai Lek Kui Ciang Sek.?
?Dibawa kemana?? ?Entahlah Taihiap, kami tidak ada yang tahu, mungkin ke tempat tinggalnya, dia majikan Pek-In-San di pegunungan Thai-San.?
?Dan wanita beserta anak perempuannya yang dibawa pergi Lo Cit??
?Lo-Twako menyerahkan anak perempuan itu kepada seorang anak buahnya yang bernama Ji Tong yang kemudian diketahui terbunuh di tengah jalan dan anak perempuan itu hilang tidak diketahui ke mana perginya, Adapun wanita cantik itu dibawa pergi Lo-Twako, akan tetapi di tengah perjalanan wanita itu dirampas oleh seorang pendekar Siauw-Lim-Pai, kalau tidak salah bernama Gan Hok San. Nah, hanya itu yang saya ketahui, Taihiap. Selanjutnya saya sama sekali tidak pernah mendengar berita tentang dua orang wanita dan dua orang anak perempuannya itu.?
?Engkau tidak pernah mendengar tentang mereka itu sama sekali? Engkau benar-benar tidak tahu di mana dua orang wanita itu dan anak-anak perempuan mereka kini berada??
?Sungguh mati, Taihiap. Saya tidak tahu, Andaikata saya tahu, mengapa tidak saya beritahukan kepada Taihiap??
?Baik, engkau boleh pergi dan katakan kepada semua anggauta gerombolan itu untuk membubarkan gerombolan mereka. jangan ada yang berani melakukan kejahatan mengganggu penduduk dusun lagi, kalau tidak, kelak aku akan datang membunuh kalian semua.?
?Terima kasih, Taihiap. Akan tetapi bolehkah saya mengetahui nama Taihiap agar dapat saya katakan kepada para teman sehingga mereka semua akan mentaati perintah Taihiap?? Song Bu enggan untuk memperkenalkan nama. Ouw Yang Lee, Ayah angkatnya yang pernah melihat rajah naga hitam di dadanya, pernah mengusulkan agar dia mempergunakan nama julukan yang sesuai dengan rajah naga di dadanya itu. Biarlah orang-orang itu yang akan memberinya nama julukan, pikirnya. Dia lalu membuka kancing bajunya dan membuka baju bagian depan memperlihatkan dadanya. Anggauta gerombolan itu terbelalak melihat rajah naga hitam yang seperti gerak-gerak hidup ketika dada yang besar dan bidang itu bergerak dalam pernapasan, seolah naga hitam itu melayang di angkasa.
?Hek-Liong Taihiap? serunya perlahan, lalu dia berlari kembali ke gedung induk di perkampungan itu. Song Bu mengancingkan kembali bajunya dan dia dapat menangkap dengan pendengarannya yang tajam suara mereka yang berada di rumah kematian itu.
?Hek-Liong Taihiap (Pendekar Besar Naga Hitam)...!
(Lanjut ke Jilid 18) Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 18 Song Bu tersenyum. Biarlah kalau mereka memberinya nama julukan, begitu. Julukan yang cukup baik dan sesuai dengan rajah naga di dadanya. Dia memang ingin menjadi seorang pendekar, seperti seekor naga hitam yang terbang melayang di angkasa, memperlihatkan kegagahannya. Akan tetapi dia teringat akan kedudukannya di Kotaraja. Dia menjadi pembantu Thaikam Liu! Dan rekan-rekannya adalah datuk-datuk jahat dan sombong.
Dia teringat betapa tugasnya yang pertama kali adalah disuruh membunuh Pangeran Ceng Sin sekeluarga, pada hal Pangeran Ceng Sin adalah seorang bangsawan yang baik. Anak perempuannya yang bernama Ceng Loan Cin itu juga seorang anak pemberani yang berwatak gagah perkasa! Song Bu meninggalkan Houw-San sambil termenung. Dia tidak akan bertindak sebagai pendekar kalau membiarkan dirinya menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin dan menjadi rekan orang-orang seperti Im Yang Tojin yang berkhianat terhadap Im Yang Kauw, Tho-Te-Kong yang sombong, Hek Pek Moko yang berwatak kejam, dan Cui-Beng Kui-Bo yang kejam dan cabul. Diapun merasa heran mengapa Ayah angkat dan juga Gurunya itu mau bergaul dengan datuk-datuk macam itu dan mau pula menjadi kaki tangan Thaikam Liu Cin.
?Aku harus meninggalkan mereka, harus mencari alasan untuk meninggalkan mereka,? pikirnya.
?Sribaginda Kaisar demikian bijaksana dan baik, akan tetapi Thaikam Liu Cin agaknya tidak suka kepada Kaisar. Lebih baik aku mencari adik Ouw Yang Lan dan Ibunya. Lo Cit sudah mati Kini tinggal mencari Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang merupakan orang ke dua yang menyerbu Pulau Naga. Mudah-mudahan melalui Ciang Sek aku akan dapat menemukan Ouw Yang Lan dan Ibunya.? Pikiran ini menambah semangat Song Bu dan mulailah dia melakukan perjalanan menuju pegunung Thai-San.
Thai-Lek-Kui Sek sedang duduk berbincang-bincang dengan Lai Kim, isterinya. Majikan Bukit Awan Putih ini sudah berusia lima puluh dua tahun, namun dia masih tampak gagah. Tubuhnya tinggi besar dan Kokoh kuat, mukanya yang merah itu masih belum dihias keriput, bahkan rambut kumis dan jenggotnya masih hitam. Adapun Lai Kim, wanita yang telah dua belas tahun menjadi isterinya itu, yang kini telah berusia empat puluh tiga tahun, juga masih tampak cantik dan bertubuh ramping. Tahi lalat di pipi kirinya menambah manis wajah wanita ini. Pada sore hari itu mereka bercakap-cakap tentang Ouw Yang Lan, puteri bawaan Lai Kim atau anak tiri Ciang Sek yang disayangnya seperti anak kandung sendiri.
?SunggUh heran sekali anak itu!? kata Ciang Sek. ?Sudah tiga bulan lebih ia pergi dan sampai sekarang belum juga pulang. Kemana saja perginya Lan-ji (anak Lan)??
?Aku juga merasa khawatir sekali kalau-kalau ia mengalami halangan. sebetulnya aku merasa tidak setuju sama sekali kalau ia pergi ke Pulau Naga. Ouw Yang Lee itu orangnya keras hati dan kejam sekali. Untuk apa anak itu pergi ke sana?? kata Lai Kim sambil mengerutkan alisnya.
?Tidak perlu khawatir, isteriku. Lan-ji bukan gadis lemah. la mampu menjaga dan membela diri kalau ada bahaya mengancamnya. Pula, ia berhak mengunjungi Pulau tempat lahirnya untuk menemui Ayah kandungnya. la sudah dewasa dan aku tidak berhak melarangnya, apalagi ia pergi tanpa pamit.?
?Akan tetapi ia masih belum banyak pengalaman, suamiku. Kuharap engkau suka menyusul dan mencarinya, mengajaknya pulang. Sungguh amat tidak baik bagi seorang gadis dewasa untuk berkeliaran seorang diri di dunia ramai yang banyak mengandung bahaya. Hatiku gelisah selalu.
?Baiklah. Kita tunggu sampai tiga hari lagi. Kalau ia belum juga pulang, aku akan pergi menyusul dan mencarinya,? kata Ciang Sek, dan Lai Kim tersenyum lega. Suaminya ini memang amat sayang kepadanya dan puterinya dan diam-diam ia merasa bersukur. Alangkah jauh bedanya antara sikap Ciang Sek dan sikap Ouw Yang Le ketika masih menjadi suaminya dahulu. Ouw Yang Lee keras hati dan galak, mau menang sendiri dan menganggapnya sebagai pemuas napsu belaka. Sebaliknya dari Ciang Sek ia mendapatkan kasih sayang, penghargaan dan penghormatan. Pada saat itu terdengar daun pintu ruangan itu diketuk orarng dari luar. Ciang Sek mengangkat muka memandang ke arah pintu dan berkata,
?Siapa itu? Masuk sajalah.? Seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus masuk. Dia adalah Gu Tian, berusia kurang lebih empat puluh lima tahun. Gu Tian ini adalah Sute (Adik Seperguruan) dan juga pembantu utama Ciang Sek.
?Ah, kiranya Gu-Sute! Duduklah, Sute. ada keperluan apakah??
?Maaf kalau aku mengganggu, Suheng dan Soso (Kakak Ipar). Saya hanya ingin memberitahu bahwa di luar rumah ada seorang tamu yang hendak bertemu dan bicara dengan Suheng.?
?Hemm, siapakah dia dan apa kepentingannya hendak bertemu dan bicara denganku??
?Sudah kutanyakan hal itu kepadanya, Suheng. Akan tetapi dia tidak mau mengaku hanya berkata bahwa dia akan bicara dengan Suheng dan katanya Suheng pasti tahu siapa dia,? kata Gu Tian. ?Kalau Suheng merasa terganggu dan tidak ingin menemuinya, biar aku yang akan mengusirnya.?
?Tidak baik mengusir seorang tamu yang datang berkunjung,? kata Lai Kim kepada suaminya. ?Kalau dia sudah datang ke sini, tentu ada keperluan penting dan sebaiknya kalau tamu itu ditemui dan ditanya apa keperluannya.? Dalam banyak hal, Ciang Sek yang biasanya berwatak keras itu menjadi lunak kalau sudah diingatkan isterinya tersayang. Dia memandang isterinya dan tersenyum lalu berkata kepada Gu Tian,
?Gu Sute, aku akan menemui tamu itu.? Dia lalu bangkit berdiri.
?Biar aku ikut,? tiba-tiba Lai Kim berkata. ?Entah mengapa, hatiku merasa tidak enak.? Isteri itupun bangkit dan menemani suaminya keluar dari rumah untuk menemui tamu yang tidak mau memperkenalkan diri kepada orang lain kecuali tuan rumah itu. Gu Tian juga mengikuti Suhengnya keluar. Setelah tiba di luar rumah, mereka melihat seorang laki-laki berusia hampir enam puluh tahun, bertubuh tinggi besar berjenggot panjang dan sikapnya gagah. Melihat laki-laki itu, wajah Lai Kim berubah pucat dan tangan kirinya menutupi mulutnya agar tidak menjerit. la berseru lirih.
?Ouw Yang Lee.? Ciang Sek terkejut mendengar isterinya menyebut nama itu. Walaupun dia pernah membantu Lo Cit menyerbu Pulau Naga, namun dia belum pernah bertemu dengan Ouw Yang Lee. Dia tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan majikan Pulau Naga itu. Dahulu itu dia hanya membantu Lo Cit yang menjadi sahabat lamanya. Kini mendengar bahwa laki-laki itu adalah bekas suami isterinya, tentu saja dia terkejut. Ouw Yang Lee menudingkan telunjuknya ke arah Lai Kim dan memaki,
?Perempuan hina tak tahu malu!?
?Kiranya engkau ini Ouw Yang Lee majikan Pulau Naga?? kata Ciang Sek sambil melangkah maju menghadapinya. Lai Kim telah menjadi isteriku yang tersayang. Engkau tidak boleh merampasnya, juga tidak boleh memaki menghinanya Ouw Yang Lee tertawa mengejek.
?Ha-ha-ha, orang she Ciang! Engkau hadiahkan wanita itu dengan cuma-cuma kepadaku sekalipun aku tidak sudi menerimanya! Aku hanya ingin membunuh wanita tak tahu malu itu!? Lai Kim terisak dan ia lalu lari ke dalam rumah, tak tahan mendengar makian dan penghinaan Ouw Yang Lee. Ciang Sek marah bukan main.
?Ouw Yang Lee, tutup mulutmu yang kotor! Engkau mengancam hendak membunuh isteriku? Boleh, akan tetapi langkahi dulu mayatku kalau engkau berani!? Ouw Yang Lee tertawa lagi. Suara tawanya mengandung sinkang yang kuat sehingga menggetarkan jantung orang-orang yang berada di situ. Kini anak buah Pek-In-San berdatangan dan pekarangan rumah itu penuh dengan mereka.
?Ha-ha-ha-ha! Ciang Sek, percuma saja engkau berjuluk Thai-Lek-Kui kalau engkau hanya mengandalkan banyak orang untuk menghadapi lawan dengan, keroyokan. Engkau ternyata hanyalah seorang pengecut besar!? Ouw Yang Lee menertawakannya. wajah Ciang Sek yang sudah kemerahan itu kini, menjadi semakin merah. Dia memandang kepada anak buahnya dan membentak mereka,
?Kalian semua keluar dari pekarangan ini dan jangan mencampuri pertandingan antara kami berdua!? Para anak buah itu lalu keluar pekarangan dan hanya berdiri nonton dari kejauhan. Yang tinggal di pekarangan depan, rumah kini tinggal Ouw Yang Lee yang berhadapan dengan Ciang Sek, sedangkan Gu Tian berdiri agak mundur ke belakang.
?Bagus, sekarang baru aku melihat bahwa Thai-Lek-Kui Ciang Sek adalah seorang laki-laki sejati! Akan tetapi hari ini engkau. harus menebus dosa-dosamu kepadaku dengan nyawamu. Engkau membantu Lo Cit menyerbu Pulau Naga. Engkau menculik isteri dan anakku, bahkan sekarang engkau, mengambil seorang isteriku menjadi isterimu. Semua itu hanya dapat ditebus dengan nyawamu!? Ouw Yang Lee mencabut pedang yang tergantung di punggungnya.
?Ouw Yang Lee, aku tidak akan menyangkal perbuatan yang telah kulakukan dan aku berani bertanggung jawab. Aku membantu Lo Cit karena dia memang sahabatku dan engkau telah berulang kali menyerang dan menghinanya, membunuh banyak anak buahnya. Kami menculik isteri-isteri dan anak-anakmu untuk memberi pelajaran atas kesombonganmu. Akan tetapi aku sama sekali tidak memaksa Lai Kim menjadi isteriku. Kami menikah atas dasar saling mencinta. Tidak perlu engkau mengancam karena aku sama sekali tidak takut akan ancamanmu. Mari kita selesaikan urusan di antara kita di ujung pedang!?
Setelah berkata demikian, Ciang Sek juga mencabut pedangnya. Dua orang laki-laki yang sama tinggi besar dan gagahnya itu kini saling berhadapan, dengan pedang tajam mengkilap di tangan! Keduanya sama-sama maklum bahwa mereka berhadapan dengan lawan yang tangguh. Biarpun mereka belum pernah saling berkelahi, namun mereka sudah saling mendengar nama masing masing yang cukup terkenal di dunia kang-ouw.
?Ciang Sek, bersiaplah untuk mampus!? seru Ouw Yang Lee sambil memasang kuda-kuda, tubuhnya merendah dengan kaki terpentang lebar, pedang di tangan kanan menuding ke arah muka lawan sedangkan dua jari tangan kiri menempel pada pergelangan tangan kanan. Inilah pembukaan dari ilmu pedang Coat-Beng Tok-Kiam (Pedang Racun Pencabut Nyawa). Sebagai seorang ahli racun yang berjuluk Tung-Hai-Tok (Racun Laut Timur), tentu saja pedang di tangan Ouw Yang Lee itu mengandung racun yang amat berbahaya. Tergores sedikit saja yang menyayat kulit sudah cukup untuk merenggut nyawa lawan!
?Engkau atau aku yang akan mati!? jawab Ciang Sek dan majikan Pek-In-San inipun sudah memasang kuda-kuda. Dia berdiri dengan kedua kaki rapat dan berjingkat, pedang di tangan kanan menuding ke atas dan tangan kiri menudingkan telunjuk dan jari tengah ke arah muka lawan. Ini adalah pembukaan dari ilmu silat pefang Lo-Thian Kiam-Sut (Ilmu Pedang Pengacau Langit).
?Haiiiit...? Tiba-tiba Ouw Yang Lee membentak dengan suara melengking dan pedangnya menyambar dengan dahsyatnya ke arah dada lawan dengan tusukan maut,
?Singgg...? Pedang itu berdesing, namun tidak mengenai sasaran karena Ciang Sek sudah mengelak dengan menarik tubuh ke kiri dan diapun mengelebatkan pedangnya yang menyambar dari samping dengan bacokan ke arah leher Ouw Yang Lee.
?Singgg...!? Akan tetapi pedang Ciang Sek inipun tidak mengenai sasaran karena Ouw Yang Lee sudah merendahkan tubuh sehingga pedang lewat di atas kepalanya. Sambil mengelak majikan Pulau Naga ini menusukkan pedangnya dari bawah ke arah perut lawan. Namun Ciang Sek sudah memutar balik pedangnya dan menangkis sambil mengerahkan tenaga sinkangnya.
?Singgggg... trangggg...!! Bunga api berpijar ketika dua pedang bertemu dan keduanya terdorong ke belakang sampai beberapa langkah.
Maklumlah kedua pihak bahwa tenaga lawan amat kuat dan boleh dibilang kekuatan mereka seimbang. Hal ini diam-diam mengejutkan Ciang Sek. Dia terkenal dengan julukan Thai-Lek-Kui (lblis bertenaga Besar) dan tadinya dia mengharapkan akan dapat mengatasi majikan Pulau naga itu dengan mengandalkan kelebihan tenaganya. Sekarang ternyata bahwa Ouw Yang Lee ternyata mampu menandingi tenaganya. Pertandingan dilanjutkan dan keduanya berhati-hati, akan tetapi juga mengeluarkan seluruh kemampuan mereka. Setiap serangan merupakan jangkauan maut. Gu Tian yang menonton dari samping merasa tegang dan khawatir. Biarpun tingkat kepandaiannya masih di bawah tingkat Ciang Sek, namun dia sudah dapat mengikuti jalannya pertandingan itu dan maklum bahwa biarpun Suhengnya belum tentu kalah dan keadaan mereka masih seimbang,
Namun lawan ternyata amat tangguh sehingga agaknya akan sukar bagi Suhengnya untuk keluar sebagai pemenang. Kini Ciang Sek mengubah gerakannya. kalau tadi dia hanya mengandalkan permainan silat pedang Lo-Thian Kiam-Sut saja, kini dia menyelingi serangan pedangnya dengan Soan-Hong-Tui (Tendangan Angin Puyuh). Dia menguasai ilmu tendangan yang hebat ini. Kedua kakinya dapat menendang secara berantai dan bertubi, sehingga dapat menyulitkan lawan. kadang-kadang kedua kakinya mencuat bergantian, seperti kilat menyambar ke arah tubuh lawan. Ouw Yang Lee terkejut dan terpaksa menghindar. Serangan kedua kaki lawan ini membendung serangannya sendiri sehingga dia lebih banyak diserang dari pada menyerang. Terkadang dia menangkis dengan lengan kirinya atau terpaksa mundur untuk menghindarkan diri dari serangan tendangan yang dahsyat itu.
Ouw Yang Lee mulai terdesak dan diam diam Gu Tian merasa girang. Kalau dilanjutkan begitu, besar kemungkinan Suhengnya akan menang. Ouw Yang Lee yang sudah banyak pengalamannya itu menyadari akan hal ini. Dia mulai mengukur tenaga tendangan lawan itu dengan tangkisan lengan kirinya. Tendangan itu cukup kuat, akan tetapi dia yakin masih akan mampu menerima tendangan itu dengan lindungan kekebalannya. Sedikitnya, dia tidak akan terluka dalam oleh tendangan seperti itu, paling banyak akan menderita nyeri dan terpental. ia dapat mencuri kemenangan dengan membiarkan tubuhnya tertendang. Diam-diam dia mengerahkan tenaga sakti beracun ke tangan kirinya sehingga tangan kiri itu dari jari-jari sampai ke siku berubah menjadi merah. Itulah ilmu Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah) yang menjadi ilmu andalannya.
Dia harus mendahului dengan pukulannya sebelum tubuhnya terkena tendangan yang kuat itu. Saat yang dinanti-nanti tiba. Sebuah tendangan kaki kanan Ciang Sek dia elakkan ke kiri, kemudian tiba-tiba tangan kirinya membuat gerakan memutar. Pedang lawan membacok dari atas. Dia menggunakan pedangnya untuk menyambut pedang lawan sambil mengerahkan tenaga sinkang untuk menempel. Pedangnya seperti mengandung semberani, ketika dua pedang bertemu, dua pedang itu saling melekat dan mereka mengerahkan tenaga untuk saling dorong dengan pedang. Saat itulah tangan kiri Ouw Yang Lee memukul dengan telapak tangan ke arah dada lawan. Ciang Sek terkejut dan cepat dia menyambut dengan telapak tangan kirinya pula sambil mengerahkan Pek-In Ciang-Hoat (IImu Silat Awan Putih) yang sepenuhnya mengandung tenaga sakti.
?Plakkk!? Kedua telapak tangan bertemu dan pada saat itu Ciang Sek yang merasakan telapak tangannya panas dan gatal sekali, menendang dengan kaki kanannya. Hal ini bahkan merugikannya karena dengan pengerahan tenaga pada tendangannya, maka tenaga pada tangan kiri yang menyambut pukulan lawan itu berkurang.
?Dessss...!? Tubuh Ouw Yang Lee terpental empat meter jauhnya akan tetapi dia tidak terbanting jatuh, melainkan turun dengan kedua kakinya dan hanya terhuyung. Wajahnya pucat menahan rasa nyeri pada dadanya yang tertendang tadi. Dia memang mengalami luka dalam, namun tidak parah. Di lain pihak, tubuh Ciang Sek hanya terdorong mundur lima langkah. Dia terhuyung, darah mengalir dari ujung bib?rnya, matanya terpejam dan alisnya berkerut. Dia membuka mata memandang telapak tangan kirinya yang terasa panas dan gatal. Ternyata telapak tangan kirinya sudah berubah merah darah. Rasa nyeri menghimpit dadanya dan maklumlah dia bahwa dia menderita luka dalam yang hebat karena keracunan. Ciang Sek tidak kuat lagi dan diapun cepat duduk bersila dan mengerahkan pernapasan menghimpun hawa murni, seperti orang sedang bersamadhi.
?Ha-ha, Ciang Sek! Sekarang engkau akan mati dan setelah itu, giliran wanita hina itu yang akan tewas di tanganku.? Ouw Yang Lee menghampiri Ciang Sek yang masih duduk bersila dengan pedang di tangan. Dia mengayun pedang membacok.
?Tranggg...!? Pedangnya terpental dan Ouw Yang Lee terhuyung ke belakang Ketika dia memandang, ternyata yang menangkis pedangnya adalah Gu Tian! Dari tangkisan tadi, tahulah dia bahwa orang tinggi kurus ini memiliki tenaga yang cukup kuat. Padahal dia sendiri sudah terluka dan tenaganya tidak mungkin dapat dikerahkan sepenuhnya sehingga kalau dia melawan, dia tidak akan menang.
?Ouw Yang Lee, engkau menyerang orang yang sudah tidak mampu melawanmu. Datuk macam apa engkau ini!? Bentak Gu Tian yang siap dengan pedang di tangan.
?Siapa engkau?? bentak Ouw Yang Lee sambil memandang dengan mata mencorong.
?Aku Gu Tian. Thai-Lek-Kui Ciang Sek adalah Suhengku!? jawab Gu Tian. Makin yakinlah Ouw Yang Lee bahwa dalam keadaan terluka seperti sekarang ini, dia tidak akan mampu mengalahkan Sute dari Ciang Sek yang tentu tingkat kepandaiannya tidak berselisih jauh dari tingkat kepandaian Ciang Sek.
?Hemm, baiklah. Lain hari aku akan kembali dan membasmi kalian semua!? katanya dan dia lalu memutar tubuhnya dan dengan langkah lebar meninggalkan tempat itu. Setelah Ouw Yang Lee meninggalkan tempat itu, baru Lai Kim berlari keluar menghampiri suaminya, yang masih duduk bersila mengatur pernapasan.
?Engkau... terluka...?? tanya Lai Kim sambil berlutut dekat suaminya. Ciang Sek membuka matanya, memandang isterinya dan tersenyum untuk menenangkan perasaan isterinya. Dia menghela napas panjang dan berkata,
?Kepandaian dan tenaga kami seimbang diapun terluka, hanya tenaganya mengandung hawa beracun yang hebat...? Gu Tian dan Lai Kim membantu Ciang Sek bangun kemudian memapahnya masuk ke dalam rumah. Ciang Sek memasuki kamarnya dan merebahkan diri, dijaga oleh Lai Kim. Gu Tian lalu mempersiapkan obat yang mereka miliki sekedar untuk mencegah menjalarnya racun dan memperkuat daya tahan tubuh Ciang Sek. Untung bahwa Ciang Sek memiliki tubuh yang kuat dan juga tadi dia sudah melindungi dirinya dengan tenaga sakti. Walaupun dia terserang hawa pukulan Ang-Tok-Ciang, namun tidaklah terlalu gawat dan dengan latihan pernapasan dia dapat menahan hawa beracun itu dan sedikit demi sedikit mengusirnya keluar dari tubuhnya.
?Aku membutuhkan waktu sedikitnya sepuluh hari untuk membersihkan hawa beracun dan memulihkan kesehatanku yang kukhawatirkan kalau sebelum sepuluh hari Ouw Yang Lee datang lagi. Aku tentu tidak akan, mampu melawannya,? kata Ciang Sek kepada isterinya dan Sutenya.
?Ahh, habis bagaimana baiknya?? Lai Kim berkata dengan nada khawatir.
?Aku tidak mampu membujuknya agar menghentikan permusuhan ini, orangnya begitu keras kepala dan kejam...? Nyonya yang berwatak pemberani dan agak keras itu lalu mengepal tangan kanannya dan melanjutkan kata-katanya dengan nada marah. ?Kalau saja aku memiliki kepandaian silat, tentu akan kulawan dia mati-matian!?
?Harap Suheng dan Soso jangan khawatir. Kalau Ouw Yang Lee berani datang lagi, aku yang maju menandinginya!? Ciang Sek menggeleng kepala.
?Sute, engkau akan kalah, dia lihai sekali.?
?Kalau saja Lan-ji berada di rumah, tentu ia akan dapat membantu Gu-te (adik Gu) untuk melawan si jahat itu,? kata Lai Kim.
?Hemm, engkau ingin anakmu melawan Ayah kandungnya sendiri?? kata Ciang Sek.
?Ouw Yang Lee hendak membunuh engkau dan aku. Tentu Lan-ji akan membela kita kata Lai Kim penuh semangat.
?Harap Suheng tidak khawatir. Kalau anak Lan sudah pulang, tentu bersama dia kami akan dapat mengalahkan Ouw Yang Lee. Andaikata ia belum pulang dan Ouw Yang Lee muncul, aku dapat menandinginya dan mengerahkan kurang lebih seratus orang anak buah kita. Hendak kulihat, apa yang mampu dilakukan Ouw Yang Lee menghadapi kekuatan kita??
?Gu-te benar. Kita akan melawan mati-matian. Kalau perlu kita mengerahkan seluruh kekuatan anak buah kita. Harap engkau tenangkan hatimu dan pulihkan kesehatanmu,? kata Lai Kim menghIbur. Ciang Sek dan Lai Kim merasa gembira bukan main ketika dua hari kemudian Ouw Yang Lan muncul. Ketika ia melihat Ayah tirinya terluka dan mendengar cerita Ibunya tentang perbuatan Ouw Yang Lee yang bermaksud membunuh Ibunya dan Ayah tirinya, gadis itu marah bukan main.
?Biarkan dia datang lagi! Aku yang akan menghadapi dan melawannya!? katanya marah.
?Akan tetapi, Lan-ji. Dia adalah Ayah kandungmu sendiri,? kata Ciang Sek. Tidak perduli! Walaupun dia Ayah kandungku, kalau dia hendak membunuh engkau dan Ibuku, berarti dia musuhku dan aku akan melawannya mati-matian!? kata Ouw Yang Lan. Engkau benar, anakku,? kata Lai Kim. Dan jangan khawatir, Gu-te dan para anak buah di sini akan membantumu mengusir, si jahat itu. Sekarang ceritakan bagaimana hasil perjalananmu.?
?Aku sudah berlayar ke Pulau Naga akan tetapi tidak dapat bertemu dengan Ayah Ouw Yang Lee maupun Suheng Tan Song Bu. Aku lalu mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit dan berhasil membunuh jahanam itu. Akan tetapi aku tidak dapat menemukan adik Ouw Yang Hui yang kabarnya dibawa anak buah Lo Cit dan hilang tak tentu rimbanya. Adapun Ibu Sim Kui Hwa katanya ditolong oleh seorang pendekar. Akan tetapi akupun tidak tahu di mana dia berada sekarang. Karena itu aku lalu pulang. Menyesal sekali terlambat sehingga tidak dapat membantu Ayah Ciang Sek ketika menghadapi Ayah Ouw Yang Lee.?
Mulai hari itu, Ouw Yang Lan membantu Gu Tian yang sejak kunjungan Ouw Yang Lee setiap hari, siang malam, melakukan penjagaan dan perondaan ketat. untuk menjaga keselamatan Suhengnya. Bahkan Ouw Yang Lan tidak hanya berjaga di dalam perkampungan, melainkan keluar dari perkampungan dan berkeliaran di sekitar Bukit Awan Putih untuk berjaga-jaga kalau ada musuh yang datang menyerbu.
Sepuluh hari telah lewat dan Ciang Sek telah berhasil mengusir hawa beracun pukulan Ang-Tok-Ciang dari tubuhnya. Dia sudah sehat kembali. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali, terjadi kegemparan. Beberapa orang anak buah yang bertugas jaga, pagi itu menemukan tanda-tanda yang aneh.
Terdapat tanda tapak kaki yang amat dalam dari pekarangan rumah itu sampai ke ruangan belakang. Bahkan tapak kaki yang berada di lantai batu itu dalamnya tidak kurang dari setengah jengkal, seolah-olah kaki itu menginjak tanah liat, bukan menginjak lantai batu! Bukan ini saja yang aneh, akan tetapi ternyata tidak ada seorangpun melihat atau mengetahui ada orang memasuki rumah induk di tengah perkampungan itu. Seolah-olah ada seorang berkeliaran di dalam rumah itu tanpa ada yang mengetahuinya dan orang itu melangkah dengan kedua kaki yang mempunyai tenaga rIbuan kati sehingga menekan lantai batu sampai begitu dalam. Ciang Sek, Gu Tian, dan Ouw Yang Lan dengan teliti memeriksa tapak-tapak kaki itu dan Ciang Sek mengerutkan alisnya, menghela napas panjang dan berkata,
?Ini bukan dIbuat oleh Ouw Yang Lee! Tidak mungkin dia melakukan ini. Tapak kaki seperti ini hanya akan mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Ban-Kin-Lat (Tenaga Selaksa Kati), seorang yang memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Dan dia sudah meninggalkan tapak seperti ini di rumah kita tanpa ada yang mengetahui, walaupun kita mengadakan penjagaan ketat siang malam. Ini menunjukkan bahwa orang itu benar-benar amat lihai.?
?Akan tetapi apa artinya dia meninggalkan tapak kaki seperti ini, Ayah?? tanya Ouw Yang Lan penasaran. Ayah tirinya menghela napas panjang.
?Biasanya, orang yang meninggalkan bukti kelihaiannya seperti ini merupakan peringatan atau ancaman bahwa dia akan datang kembali dengan niat buruk. Aku menduga keras bahwa orang ini adalah seorang datuk besar di dunia kang-Ouw Yang agaknya diundang oleh Ouw Yang Lee untuk memusuhi kita.?
?Kita tidak perlu takut, Ayah!? kata Ouw Yang Lan marah. ?Biarkan dia datang Kita lawan mati-matian!?
?Tentu saja kita harus melawannya Lan-ji,? kata Ciang Sek sambil tersenyum senang melihat pembelaan anak tirinya yang demikian penuh semangat. ?Akan tetapi orang ini benar-benar merupakan lawan yang amat tangguh. Kita tidak boleh sembrono sebelum mengetahui apa sebenarnya yang dia kehendaki, Karena itu, kita harus menggunakan akal.?
?Akal apakah itu?? tanya Lai KIm Yang merasa Khawatir mendengar percakapan antara suami dan anaknya. ?Mendekatlah, hal ini harus dirahasiakan dan hanya kita berempat saja yang mengetahuinya,? bisik Ciang Sek. Lai Kim, Ouw Yang Lan dan Gu Tian lalu mendekat dan Thai-Lek-Kui Ciang Sek berbisik-bisik menceritakan akal yang direncanakannya.
Pada hari itu, perkampungan Pek-In-San dalam suasana berkabung! Semua anggauta terkejut dan berduka atas kematian ketua mereka yang mendadak. Ciang Sek mati karena luka-lukanya setelah bertanding melawan Ouw Yang Lee.
Jenazah diurus oleh Gu Tian dan anak isteri yang meninggal. Dimasukkan ke dalam sebuah peti mati tebal dan peti mati diletakkan di ruangan berkabung yang berada di depan. Semua anggauta perkampungan Pek-In-San berkabung dan bersembahyang. Para wanita keluarga para anggauta menangis. Inilah siasat yang dilakukan Ciang Sek. Dia pura-pura mati dan siasat ini bahkan tidak diketahui para anggautanya. Mereka mengira bahwa ketua mereka benar-benar tewas karena luka dalam akibat perkelahian melawan Ouw Yang Lee. Tentu saja peti jenazah itu tidak terisi jenazah, melainkan diisi batu-batu bata. Adapun Ciang Sek sendiri bersembunyi di dalam kamar dekat ruangan berkabung itu, siap siaga menanti kemunculan musuh. Malam itu Ouw Yang Lan tidak berada di dalam ruangan berkabung.
Semenjak petang, ia sudah meninggalkan perkampungan dan melakukan perondaan di sekeliling perkampungan, di hutan-hutan lereng Pek-In-San. la menyelinap dan bersembunyi di balik semak belukar dan pohon-pohon besar, mengintai dan menanti munculnya m?suh yang hendak mengacau perkampungan. Ketika meninggalkan perkampungan gadis ini menunggang kuda. Akan tetapi setelah tiba di hutan yang terletak di lereng bawah, ia menambatkan kudanya dan mengintai jalan yang menuju ke perkampungan itu. Jalan melewati hutan merupakan satu-satunya jalan menuju ke perkampungan Pek-In-San. Kalau ada orang hendak berkunjung, pasti akan lewat jalan itu. Malam itu bulan muncul dengan sinarnya yang cukup terang. Hal ini memang telah di perhitungkan Ouw Yang Lan. la dapat melakukan penghadangan karena terang bulan.
Andaikata tidak waktu terang bulan, tentu ia tidak akan menghadang di situ, melainkan berjaga di perkampungan. Tiba-tiba hati Ouw Yang Lan berdebar tegang. Musuh yang dinanti-nantinya akhirnya muncul! la tidak dapat melihat dengan jelas muka orang yang berjalan perlahan mendaki lereng itu, tidak tahu apakah orang itu sudah tua ataukah masih muda. Akan tetapi melihat pakaiannya, tahulah ia bahwa orang itu adalah seorang laki-laki. Tidak salah lagi. laki-laki itu tentulah musuh. Siapa lagi yang mendaki lereng hendak berkunjung ke perkampungan Pek-In-San kalau bukan musuh yang berniat jahat? Kalau orang baik-baik tentu tidak berkunjung di waktu malam seperti itu. Ouw Yang Lan teringat akan dugaan Ayahnya bahwa musuh yang telah meninggalkan tapak kaki itu tentu seorang yang lihai sekali.
Maka iapun bersikap hati-hati dan otaknya yang cerdik bekerja. la harus menggunakan akal, seperti yang telah dilakukan Ayah tirinya Sekarang ini, pikirnya. Setelah mengambil keputusan, Ouw Yang Lan lalu keluar dari belakang semak-semak dan menghadang laki-laki yang berjalan perlahan dari depan itu.
Laki-laki itu bukan lain adalah Song Bu.! Seperti kita ketahui, Song Bu berkunjung ke Bukit Harimau, ke perkampungan sarang gerombolan yang dipimpin Tok-Gan-Houw Lo Cit. Dia melihat Lo Cit sudah tewas dan dari anak buah gerombolan dia mendengar bahwa orang yang membantu Lo Cit menyerbu ke Pulau Naga, kemudian yang membawa pergi Ouw Yang Lan dan Ibunya adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Oleh karena itu, dia lalu melakukan perjalanan menuju pegunungan Thai-San dan biarpun hari mulai gelap ketika dia tiba dipegunungan ini,
Dia melanjutkan pendakian karena dibantu sinar bulan yang cukup terang. Ketika dia melihat seorang yang melihat pakaiannya tentu seorang wanita muncul menghadang di depan, tentu saja Song Bu merasa heran sekali. Hari mulai malam dan di hutan yang sunyi di lereng itu muncul seorang wanita seorang diri. Tentu saja hal ini amat aneh. Dia segera mempercepat langkahnya menghampiri wanita yang tidak dapat dilihat mukanya dengan jelas. Akan tetapi setelah dekat, dalam cuaca yang remang-remang dia melihat bahwa wanita itu seorang gadis yang cantik sekali. Sebaliknya Ouw Yang Lan juga melihat bahwa orang yang ia anggap musuh itu adalah seorang pemuda yang tampan, walaupun wajahnya tidak dapat tampak dengan jelas. Ouw Yang Lan juga melangkah maju menyongsong orang itu sampai mereka berhadapan dekat.
?Kenapa engkau bawa demikian banyak orang mendaki bukit ini?? tanya Ouw Yang Lan sambil menudingkan telunjuknya ke arah belakang pemuda itu. mendengar pertanyaan ini, tanpa curiga dan dengan otomatis Song Bu memutar tubuhnya untuk memandang ke arah belakangnya yang ditunjuk gadis itu. Pada saat itu, Ouw Yang Lan yang sejak tadi sudah siap, menggunakan Pek-In Ciang-Hoat (Ilmu Silat Awan Putih) sehingga tangannya bergerak seperti awan melayang tanpa menimbulkan suara angin dan tiba-tiba ia sudah menotok kedua pundak Song Bu.
?Uhh...? Song Bu terkejut, mengeluh dan terkulai roboh. Dia sama sekali tidak pernah mengira akan diserang secara begitu mendadak dan serangan totokan itu ternyata lihai sekali. Dia dapat merasakan betapa jari-jari tangan yang menotoknya itu mengandung tenaga sinkang yang cukup kuat. Dia roboh telentang dan melihat betapa gadis itu membungkuk dan mengamatinya.
?Nona, mengapa engkau menotokku?? Song Bu bertanya, penasaran. Dia masih dapat mengeluarkan suara dan bicara, akan tetapi tidak dapat menggerakkan kaki tangannya yang menjadi lemas dan lumpuh.
?Engkau tentu utusan Ouw Yang Lee!? Ouw Yang Lan berkata dan suaranya terdengar ketus. Song Bu diam saja.
?Hei! Tulikah engkau? Engkau tentu diutus oleh Ouw Yang Lee, bukan?? Ouw Yang Lan menghardik. ?Jawab!?
Song Bu menghela napas panjang. Seorang gadis yang galak bukan main, pikirnya, menduga-duga siapa gerangan gadis galak ini.
?Ya, begitulah.? Akhirnya dia berkata. Memang benar bahwa kepergiannya dari Kotaraja karena disuruh oleh Ouw Yang Lee untuk mencari Ouw Yang Hui, kemudian dia menyelidiki tentang Ouw Yang Lan dan Ibunya. Akan tetapi tak disangka-sangkanya, mendengar jawaban itu, tangan kanan Ouw Yang Lan bergerak menamparnya.
?Plak! Plak!? Kedua pipinya telah ditampar. Tamparan tanpa mempergunakan tenaga, sinkang, akan tetapi cukup panas dan perih terasa pada mukanya.
?Kenapa engkau memukulku, nona?? tanyanya penasaran.
?Engkau tentu datang dengan niat menbunuh Thai-Lek-Kui Ciang Sek, bukan?? tanya lagi gadis itu.
Song Bu menghela napas lagi. Dia belum tahu siapa gadis ini, akan tetapi, dia menjawab sejujurnya.
?Mungkin saja. Akan tetapi, siapakah engkau, nona?? Gadis itu tidak menjawab, melainkan mengambil segulung tali sebesar jari tangan, tali yang sudah ia persiapkan kalau-kalau ia dapat menangkap musuh. Ujung tali itu ia ikatkan pada kedua pergelangan tangan Song Bu, kemudian diseretnya tubuh pemuda yang telentang dan terikat kedua tangannya itu. Tubuh Song Bu terseret di atas tanah. Pemuda itu tak berdaya karena tubuhnya tak dapat digerakkan. Dia melihat betapa gadis itu mampu menyeret tubuhnya dengan mudah, menandakan bahwa gadis itu memiliki tenaga yang kuat.
?Nona, kenapa nona galak terhadap aku?? Ouw Yang Lan sudah tiba di dekat kuda yang ditambatkan di pohon. la melepaskan ikatan kudanya lalu melompat ke atas punggung kuda.
?Hemm, aku galak? Engkau tidak kubunuh masih untung!? jawabnya sambil menjalankan kudanya dan tubuh Song Bu terseret.
?Nona, siapa sih engkau yang begini kejam kepadaku?? Song Bu bertanya sambil memandang gadis yang demikian cekatan ketika melompat ke atas punggung kuda.
?Mau tahu aku siapa? Aku adalah puteri dari Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang hendak kau bunuh itu! Nah, sekarang engkau tahu mengapa aku menangkapmu seperti ini! Engkau memang patut dihajar? Diam-diam Song Bu terkejut. Puteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek? Dan tadi dia sudah mengaku bahwa dia utusan Ouw Yang Lee yang hendak membunuh Ciang Sek! Betapa bodohnya. Diam-diam dia mengerahkan tenaga sinkangnya untuk membebaskan dirinya dari pengaruh totokan. Ouw Yang Lan yang merasa yakin bahwa pemuda ini yang mengancam Ayah tirinya dan yang meninggalkan tapak kaki itu,mulai melarikan kudanya agar, tawanannya itu semakin tersiksa. la tidak ingin, buru-buru membunuh musuh itu, melainkan hendak dihadapkan dulu kepada Ayah tirinya.
Terserah kepada Ayah tirinya hendak diapakan orang itu. Mengingat betapa Ayah kandungnya sendiri, Ouw Yang Lee hendak membunuh Ibunya dan Ayah tirinya, ia menjadi marah dan merasa benci kepada Ayahnya sendiri. Tentu saja iapun membenci orang yang menjadi utusan Ayah kandungnya untuk membunuh Ibunya dan Ayah tirinya, bahkan mungkin Ayahnya yang keras hati dan kejam itu hendak membunuhnya. Kalau saja yang diseret dengan kuda itu bukan Song Bu, dalam keadaan tertotok dan terikat itu tentu akan menderita siksaan hebat dan tentu kulit punggungnya akan terkelupas! Namun, Song Bu telah memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Begitu dia menahan napas mengerahkan sinkangnya, maka dia berhasil membebaskan dirinya dari pengaruh totokan dan dia dapat menggerakkan lagi kaki tangannya.
Setelah terbebas dari totokan, mudah saja bagi Song Bu untuk membikin putus tali yang mengikat kedua pergelangan tangannya. Ouw Yang Lan sama sekali tidak tahu akan hal ini. la tidak sedikitpun pernah membayangkan bahwa orang yang telah ditotoknya dan kedua pergelangan tangan diikatnya sekuat itu dapat membebaskan dirinya. Tiba-tiba saja dia merasa ada gerakan di belakangnya dan begitu ia menoleh, pundaknya telah tertotok dan diapun terkulai lemas. Song Bu sudah melompat dan duduk di belakang gadis itu lalu secepat kilat menotoknya sehingga kini Ouw Yang Lan yang lemas tak berdaya. Dia lalu merebahkan tubuh gadis itu menelungkup dan melintang dipunggung kuda, di depannya. Ouw Yang Lan tidak mampu bergerak, akan tetapi ia masih dapat mengeluarkan suara. la menjerit-jerit.
?Lepaskan aku! Jahanam busuk, lepaskan aku!? Song Bu tertawa.
?Kenapa aku harus melepaskanmu? Biar engkau tahu rasa!? Ouw Yang menjadi semakin marah.
?Engkau anjing, kucing, tikus, monyet jelek busuk! Engkau laki-laki kejam, tak berjantung, berani engkau menghina dan menyiksaku??
?Ha-ha-ha, sayang malam hanya remang-remang dan tidak ada cermin di sini. Kalau saja engkau dapat bercermin, engkau akan melihat bahwa semua makianmu itu sepatutnya ditujukan kepada dirimu sendiri! Engkau tadi menotokku, mengikatku, menampar pipiku lalu menyeretku. Dan apa yang kulakukan sebagai pembalasan? aku hanya menotokmu dan memboncengkan engkau di punggung kuda. Engkau masih enak karena aku tidak ingin menghina dan berlaku kejam terhadap wanita.?
?Kau curang! Engkau menotokku dari belakang selagi aku tidak siap! Bebaskan aku dan mari kita bertanding sampai seorang dari kita roboh dan mampus!?
?Hemm, apakah ketika engkau menotokku tadi juga tidak curang? Engkau mengalihkan perhatianku dan engkau menotok selagi aku tidak siap. Aku hanya menuntut balas dan engkau hanya membayar apa yang kau beli sendiri. Aku tidak membalas tamparanmu, tidak membalas penyiksaanmu kepadaku dengan menyeretku di atas tanah. Untuk semua itu, aku hanya minta kau bayar dengan pengakuan dan keteranganmu dan kuharap engkau masih mempunyai kejujuran untuk menjawab pertanyaanku.?
Ouw Yang Lan adalah seorang gadis yang keras hati dan keras kepala, akan tetapi ia bukan orang bodoh. Melihat sikap pemuda yang kini menawannya, ia melihat kenyataan bahwa pemuda itu bukan orang yang kurang ajar, sama sekali tidak mengganggunya, tidak menyentuhnya hanya membiarkan ia tertelungkup di punggung kuda di depannya dan semua ucapannya tadi tak dapat dibantahnya karena memang kenyataannya demikian, ia tadi telah mencurangi, menghina dan menyiksa pemuda itu dan kini apa yang dilakukan pemuda itu sebagai pembalasan masih jauh lebih ringan dari pada apa yang telah ia lakukan tadi. Maka, mendengar ucapan pemuda itu, ia menjawab, walaupun suaranya masih ketus.
?Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, katakan dulu mengapa engkau hendak membunuh Thai-Lek-Kui Ciang Sek??
?Tentu saja aku ingin membunuhnya karena dia telah melakukan dua kejahatan besar yang tidak dapat diampuni!? jawab Song Bu sambil menjalankan kuda seenaknya. Dia sudah menyelidiki perkampungan Pek-In-San dari penduduk dusun di kaki pegunungan dan sudah dapat mengira-ngirakan di mana letak perkampungan itu.
?Hemm, kejahatan apa itu?? tanya Ouw Yang lan.
?Pertama, dia sudah membantu Tok-Gan-Houw Lo Cit melakukan penyerbuan ke Pulau Naga dan bersama Lo Cit dia menculik dua orang Ibu dengan dua orang puteriya. Itu dosa pertama dan yang ke dua, dia kemudian melarikan seorang Ibu dan puterinya, Aku akan membunuhnya karena kejahatannya itu.?
?Dan engkau diutus Ouw Yang Lee untuk melakukan pembunuhan itu??
?Ya dan tidak. Memang dia menyuruh aku mencari jejak anak isterinya yang diculik, akan tetapi kehendakku sendiri untuk mendatangi sarang Ayahmu. Eh, kenapa jadi terbalik begini? Aku yang hendak bertanya kepadamu, sekarang malah engkau yang banyak bertanya dan aku yang menjawab semua pertanyaanmu!? Song Bu mengomel.
?Sekali lagi saja aku bertanya, setelah itu engkau boleh mengajukan pertanyaan dan aku akan menjawab sejujurnya.? Song Bu menghela napas panjang. Bagaimanapun juga, dia tidak mungkin dapat bertindak keras terhadap seorang gadis. Bahkan menawannya dan membuatnya menelungkup didepannya di atas punggung kuda itupun rasanya sudan membuat dia tidak enak dan rikuh karena sebagian tubuh gadis itu menimpa ujung kedua lututnya.
?Tanyalah, apa lagi yang ingin kau ketahui??
?Engkaukah yang malam kemarin mendatangi rumah kami dan meninggalkan tapak kaki dalam rumah kami??
?Hemm, jangan menuduh yang bukan-bukan. Baru malam ini aku tiba di sini dan sebelum ini belum pernah aku berkunjung ke rumahmu! Sudahlah, sekarang giliranku bertanya, hanya satu pertanyaan saja akan tetapi engkau harus menjawab sejujurnya.?
?Tanyalah!? kata Ouw Yang Lan, suaranya masih ketus.
?Engkau adalah puteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek, tentu engkau mengetahui di mana adanya Ibu dan puterinya yang diculik Ayahmu sebelas tahun yang lalu. Kalau Ayahmu telah mengganggu atau membunuh mereka, aku pasti akan membunuh Ayahmu!?
?Hemm, siapakah nama Ibu dan anak itu?? Ouw Yang Lan masih bertanya untuk mendapatkan keyakinan walaupun ia sudah tahu bahwa yang dimaksudkan penawannya itu adalah Ibunya dan ia sendiri.
?Ibu itu bernama Lai Kim dan puterinya bernama Ouw Yang Lan,? jawab Song Bu. ?Engkau tentu tahu di mana mereka sekarang, masih hidupkah atau sudah mati??
?Engkau ini siapa sih yang begitu memperhatikan nasib Ibu dan anak itu Siapa namamu?? tanya Ouw Yang Lan.
?Namaku Tan Song Bu,? jawab Song Bu singkat dan semenjak dia merasa tidak senang dengan kedudukan Ouw Yang Lee yang bekerja sama dengan orang-orang seperti Im Yang Tosu, Tho-Te-Kong dan Cui-Beng Kui-Bo, apalagi ketika melihat Ouw Yang Lee hendak membunuh Ouw Yang Hui, Song Bu tidak ingin lagi memakai marga Ouw Yang, tidak suka menjadi anak angkat datuk yang dianggapnya terlalu keras hati dan kejam itu. Hampir saja Ouw Yang Lan berteriak ketika mendengar bahwa pemuda yang menawannya itu adalah Song Bu, Suhengnya (Kakak Seperguruannya) sendiri! Akan tetapi ia diam saja karena masih merasa jengkel ditawan dan ditelungkupkan di atas punggung kuda seperti itu, tidak berdaya sama sekali. Dara inipun diam saja, hanya cemberut.
?Hayo jawab, di mana adanya Ibu dan anak itu sekarang?? Song Bu mendesak melihat gadis itu diam saja.?
?Kalau aku tidak mau menjawab engkau mau apa?? tantang Ouw Yang Lan, suaranya kaku.
?Hemm..., engkau ini sungguh seorang gadis yang keras kepala dan licik! Semua pertanyaanmu yang bertubi kujawab, akan tetapi satu saja pertanyaanku engkau tidak mau menjawab, walaupun engkau sudah berjanji. Gadis macam engkau ini patut dihajar biar bertaubat!? Song Bu menghentikan kudanya. Mereka masih berada di dalam hutan.
?Kau... kau mau apa...? Ouw Yang Lan bertanya, takut juga melihat Song Bu mengangkat tubuhnya turun dari atas punggung kuda. Song Bu memondong tubuh itu dan merebahkannya telentang di bawah sebatang pohon besar.
?Kau... mau apa kau...?? Kembali Ouw Yang Lan bertanya dengan muka pucat dan mata terbelalak. Akan tetapi setelah merebahkan tubuh Ouw Yang Lan dan membuat gadis itu ketakutan karena menyangka bahwa pemuda itu akan melakukan hal yang bukan-bukan, Song Bu bangkit berdiri.
?Aku akan meninggalkan engkau di sini. Biar engkau dicabik-cabik dan dimakan harimau, atau ada ular besar yang akan membelit-belit tubuhmu dan menelanmu sedikit demi sedikit.?
?Aku tidak takut!? Ouw Yang Lan berkata ketus.
?Baik, aku akan senang melihat engkau dihampiri harimau, mukamu dijilat-jilati lebih dulu sebelum leher dan dadamu dicabik cabik dan dagingmu diganyang, darahmu dijilati. Aku ingin melihat tubuhmu dibelit belit dan dihimpit ular sampai tulang-tulangmu remuk sebelum tubuhmu ditelan perlahan-lahan.? Setelah berkata demikian, Song Bu melompat ke atas punggung kuda dan melarikan kuda itu meninggalkan Ouw Yang Lan yang masih rebah telentang di bawah pohon tidak mampu bergerak. Sebetulnya Ouw Yang Lan adalah seorang gadis pemberani yang tidak pernah mengenal takut. Akan tetapi tubuhnya yang tidak mampu digerakkan itu membuat ia merasa tidak berdaya sama sekali dan ini sedikitnya mengurangi keberaniannya. Apa lagi bila teringat akan ucapan Song Bu tadi dan tanpa disengaja ia membayangkan harimau besar yang mendekatinya.
Lalu mendengus dan mencium-cium mukanya lalu menjilati seluruh mukanya dengan lidahnya yang kasar, besar, dan basah, kumisnya yang kasar menggelitiknya dan cakar yang runcing melengkung mencengkeram dadanya lalu merobek kulit dagingnya. la bergidik. Apa lagi ketika ia membayangkan seekor ular besar menghampiri. Tubuh ular yang licin dan dingin itu menggeleser di atas tubuhnya, menggeliat dan membelitnya, menghimpit makin lama semakin kuat sehingga ia sesak bernapas, tubuhnya terus dihimpit sampai tulang-tulangnya berkeretakan, kemudian moncong yang lebar itu menggigit dan menelan kepalanya yang masuk perlahan-lahan ke dalam perut ular! Hihh..! Kembali ia bergidik dan tak terasa lagi ia menangis! Ouw Yang Lan yang tidak pernah cengeng itu, yang berhati baja, kini menangis terisak isak.
?Hu-huuuuuu... huuuu...!?la menangis dan air matanya membanjiri kedua pipinya tanpa la mampu menyusutinya. Tiba-tiba Song Bu muncul di situ.
?Hem... engkau menangis ketakutan?? tanya Song Bu, suaranya mengejek karena dia senang sudah dapat mematahkan kekerasan hati gadis itu dan membuatnya menangis ketakutan. Begitu melihat munculnya Song Bu, tiba-tiba saja tangis Ouw Yang Lan berhenti dan mulutnya cemberut.
?Aku tidak takut! Bunuhlah, aku tidak takut mati!? hardiknya.
?Aku bukan orang yang begitu kejam membiarkan seorang gadis mati dimangsa binatang buas di hutan. Nah, sekarang katakanlah di mana adanya Nyonya Lai Kim dan puterinya. Setelah engkau menjawab sejujurnya, aku akan membebaskanmu dan membiarkan engkau pergi.? Biarpun tadi ia mengalami rasa takut yang mengerikan, namun begitu Song Bu muncul, kemarahannya mengalahkan rasa takutnya dan ia berkeras tidak mau bicara tentang Lai Kim dan Ouw Yang Lan seperti yang ditanyakan pemuda itu.
?Tidak usah bertanya kepadaku. Aku tidak dapat menjawab. Datanglah saja ke sana kalau engkau berani dan engkau akan mengetahui segala yang kau pertanyakan,? jawabnya singkat.
?Katakan saja, apakah Ibu dan anak itu masih hidup?? desak Song Bu.
?Aku tidak mau menjawab. Datang saja ke sana dan engkau akan tahu!? Song Bu mengerutkan alisnya.
?Gadis kepala batu!? omelnya dan dengan agak kasar diapun memondong tubuh gadis itu, membawanya ke kuda dan seperti tadi, dia menelungkupkan tubuh Ouw Yang Lan melintang di atas punggung kuda. Kemudian dia naik ke atas punggung kuda dan menjalankan kudanya dengan hati gemas.
?Hemm, kau kira aku tidak berani datang ke rumah Ayahmu? Kau lihat saja.!? Song Bu bukan hanya nekat tanpa perhitungan. Dia dapat menduga bahwa Pek-In-San tentu mempunyai banyak anggauta. Akan tetapi dia tidak takut karena dia sudah menawan puteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek! Bahkan dia dapat mempergunakan gadis itu untuk memaksa Ciang Sek mengakui di mana adanya Lai Kim dan Ouw Yang Lan.
Peti jenazah yang berdiri di ruangan depan itu membuat suasana menjadi menyeramkan, Empat lampu gantung menerangi ruangan itu dan asap dupa yang mengepul menambah seram. Lai Kim, isteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek duduk di atas sebuah kursi di belakang peti jenazah. Wanita yang usianya sudah empat puluh dua tahun ini masih tampak cantik dan ramping. Rambut dan pakaiannya kusut dan wajahnya tampak berduka.
Kedukaan ini tidak dIbuat-buat. Walaupun tentu saja ia tahu bahwa suaminya hanya pura-pura mati dan kini bersembunyi di dalam kamar, tidak berada di dalam peti jenazah itu, namun tetap saja hatinya dicengkeram kekhawatiran. la tahu bahwa keselamatan nyawa suaminya, bahkan juga dirinya sendiri dan puterinya Ouw Yang Lan, terancam bahaya maut. Gui Tian, Sute Ciang Sek yang juga menjadi pembantu utama, duduk di atas sebuah kursi lain dekat peti jenazah. Di atas lantai tampak belasan orang pembantu yang ikut menjaga peti jenazah dan di sekitar tempat itu terdapat pula puluhan orang anggauta yang berjaga sambil bersembunyi. Penjagaan itu amat kuat, namun tetap saja hati Gui Tian dan para anggauta Pek-In-San selalu tegang karena mereka maklum bahwa yang mengancam Pek-In-San adalah musuh yang amat tangguh.
Sunyi sekali malam itu. Di perkampungan sendiri, rumah-rumah para anggauta sudah ditutup semua pintu dan jendelanya dan tidak tampak seorangpun manusia di luar rumah. Suasana tegang mencekam. Semilir angin malam yang memasuki ruangan itu membuat api lampu bergoyang-goyang, menimbulkan bayang-bayang hitam bergerak menari-nari, suara kaki kuda memasuki pekarangan rumah itu membuat semua orang terbelalak. Mereka yang tadinya setengah mengantuk mendadak menjadi siap dan waspada. banyak pula yang meraba gagang golok dan pedang yang sudah dipersiapkan di punggung. Gu Tian juga bangkit berdiri dan menatap tajam ke arah pekarangan yang tampak dari ruangan depan itu. Lai Kim juga ikut berdiri dari kursinya.
Penunggang kuda menjalankan kudanya sampai di luar ruangan depan yang menjadi ruangan berkabung itu. Sinar empat lampu dari ruangan itu menyinari muka si penunggang kuda sehingga semua orang, melihat bahwa dia seorang pemuda yang tampan dan gagah. Lai Kim cepat melihat wajah pemuda itu dengan jelas dan seperti orang dalam mimpi, kedua kakinya melangkah maju menghampiri dan matanya tak pernah berkedip menatap wajah pemuda itu. Melihat ini, Gu Tian merasa khawatir akan keselamatan Sosonya (Kakak Iparnya), maka diapun melangkah mendekatinya untuk menjaga kalau-kalau Sosonya diserang. Song Bu juga memandang wajah Lai KIm Yang cantik dan ada tahi lalatnya di pipi kiri itu. Akan tetapi dia masih meragu dan melompat turun dari atas punggung kuda. Lai Kim menghampiri dan ia melihat pula Ouw Yang Lan yang tergantung menelungkup di atas punggung kuda.
?Kau... kau... bukankah engkau Song Bu?? Akhirnya wanita itu menegur sambi menatap wajah pemuda itu. Kini Song Bu tidak ragu-ragu lagi.
?Subo...!'? katanya sambil menghampiri dan memberi hormat kepada Lai Kim. ?Bagaimana Subo dapat berada di sini?? Song Bu bertanya heran sambil memandang ke arah peti jenazah yang berada di ruangan itu.
?Song Bu, mengapa Lan-ji itu? Apa yang kau lakukan terhadap Sumoimu (Adik Seperguruan) Ouw Yang Lan?? Wanita itu menudingkan telunjuknya ke arah gadis yang masih menelungkup melintang di atas punggung kuda. Mendengar ini Song Bu terbelalak dan menoleh ke arah gadis yang menjadi tawanannya itu. Sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa gadis itu adalah Ouw Yang Lan! Sekarang ada cahaya lampu menerangi wajah gadis itu dan dia kini dapat mengenal wajah Ouw Yang Lan, walaupun kini bukan kanak-kanak lagi melainkan sudah menjadi seorang gadis dewasa, namun dia masih dapat mengenal wajah yang cantik manis itu. Tahi lalat di dagu itupun masib teringat olehnya.
?Sumoi Ouw Yang Lan...?? Dia berseru sambil melompat mendekati. Cepat dia menurunkan tubuh gadis itu dan membebaskan totokannya.
?Lan-Sumoi, maafkan aku.? Akan tetapi begitu dapat bergerak, tangan kanan Ouw Yang Lan menampar muka Song Bu dan pemuda itupun tidak mengelak atau menangkis.
?Plakk...!!? Pipi kiri Song Bu menjadi merah terkena tamparan itu.
?Lan-ji?!? Lai Kim menegur puterinya dan Ouw Yang Lan menghampiri Ibunya.
?Ibu, dia hendak membunuh Ayah Ciang Sek!? kata gadis itu. Kembali Song Bu terkejut bukan main.
?Ayahmu...? Engkau menjadi anak Thai-Lek-Kui Ciang Sek?? Tentu saja Song Bu menjadi heran sekali.
?Subo, apa artinya semua ini?? Dia memandang ke arah peti jenazah. ?Dan siapa yang meninggal dunia ini??
?Ini adalah peti jenazah Thai-Lek-Kui Ciang Sek, suamiku,? kata Lai Kim Sambil mengamati wajah pemuda itu.
?Dia sudah mati dan... dan... Subo menjadi isterinya? Bagaimana pula ini...?? Song Bu semakin bingung mendengar bahwa Subonya (Ibu Gurunya) itu telah menjadi isteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang dahulu menculiknya.
?Panjang ceritanya, Song Bu. Marilah masuk dan aku akan menceritakan semua ini kepadamu.? Nyonya itu memberi isyarat agar Song Bu ikut masuk ke ruangan sebelah dalam. Song Bu memandang kepada Ouw Yang Lan dan kebetulan gadis inipun sedang memandang kepadanya. Melihat pemuda itu memandang, Ouw Yang Lan membuang muka dan cemberut. Song Bu lalu mengikuti mereka masuk ke dalam dan Gu Tian juga mengikuti mereka. Akan tetapi setelah mereka berada di ruangan sebelah dalam Lai Kim berkata kepada Gu Tian dengan lembut.
?Gui-te (adik Gui), maafkan aku. Kuminta agar engkau suka menjaga peti jenazah di luar dan membiarkan aku dan Lan-ji bicara bertiga dengan Tan Song Bu.? Gu Tian yang sudah berpengalaman itu cukup bijaksana. Dia sebetulnya belum tahu siapa pemuda yang bernama Tan Song Bu itu, akan tetapi melihat sikap Lai Kim, dia dapat menduga bahwa hubungan antara Ibu dan anak itu dengan pemuda itu tentu dekat sekali dan mereka tentu akan membicarakan hal-hal yang tidak boleh diketahui orang luar. Dia mengangguk lalu keluar lagi dari ruangan itu, duduk menjaga peti mati di ruangan depan. Lai Kim mempersilakan Song Bu duduk dan mereka bertiga duduk menghadapi sebuah meja Bundar.
?Nah, sekarang kita dapat bicara dengan leluasa. Song Bu, sebelum aku bercerita, lebih dulu ceritakanlah apa yang telah terjadi antara engkau dan Lan-ji tadi.? kata Lai Kim sambil memandang kepada anaknya dan Song Bu. Song Bu melirik kepada Ouw Yang Lan dan melihat gadis itu masih cemberut. Dia berkata lirih,
?Subo, sebaiknya kalau Lan-Sumoi yang menceritakan.? Ouw Yang Lan mengerling kepadanya dan berkata ketus,
?Tidak, engkau saja boleh melapor kepada Ibu.? Song Bu menahan senyumnya. Gadis itu agaknya menduga bahwa dia tentu akan melaporkan semua perbuatan gadis itu terhadap dirinya tadi.
?Begini, Subo. Saya memang bermaksud untuk berkunjung ke Pek-In-San untuk menemui Thai-Lek-Kui setelah saya mendengar bahwa dahulu, Thai-Lek-Kui Ciang Sek membantu Tok-Gan-Houw Lo Cit menyerbu Pulau Naga dan menculik Subo berdua dan kedua adik Ouw Yang Lan dan Ouw Yang Hui. Saya bermaksud untuk membalas dendam dan bertanya di mana adanya Subo dan adik Ouw Yang Lan. Ketika saya melakukan perjalanan mendaki pegunungan ini, tiba-tiba muncul Lan-Sumoi yang menotok dan merobohkan saya, Saya tidak mengenalinya karena cuaca remang-remang. Akan tetapi saya berhasil membebaskan totokan itu dan berbalik saya yang menawannya. Karena ia mengaku sebagai puteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek, maka saya menawannya untuk memaksa Ciang Sek mengakui di mana adanya Subo dan Lan-Sumoi. Sungguh mati saya sama sekali tidak tahu bahwa yang saya tawan itu bukan lain adalah Lan-Sumoi sendiri. Baru saya ketahui setelah saya bertemu dengan Subo.?
Setelah berkata demikian Song Bu kembali melirik ke arah Ouw Yang Lan dan dia melihat gadis itu memandang kepadanya dan wajah itu tidak cemberut lagi, bahkan Bibir yang manis itu agak tersenyum. Agaknya hati gadis itu senang mendengar bahwa dia tidak menceritakan kepada Ibu gadis itu betapa Ouw Yang Lan tadi telah menawannya dan menyiksanya dengan menyeretnya.
?Aku tadi sudah menduga bahwa orang yang kutawan itu tentu Suheng Tan Song Bu. Karena aku yakin bahwa dia datang diutus Ayah Ouw Yang Lee untuk membunuh Ayah Ciang Sek, Ibu dan aku sendiri, dan bahwa dialah orangnya yang meninggalkan tapak kaki, maka aku menawannya dan hendak membawanya ke sini untuk dihukum. Tidak kusangka dia dapat membebaskan diri dari totokanku dan berbalik menawanku.? Gadis itu bicara kepada Ibunya, akan tetapi Song Bu merasa bahwa gadis itu memberi alasan kepadanya mengapa gadis itu tadinya menyiksanya. Hal itu dilakukan karena Ouw Yang Lan mengira bahwa dia akan membunuh keluarga itu termasuk Ouw Yang Lan dan Ibunya! Kini dia mengerti mengapa gadis itu bertindak begitu kejam kepadanya. Lai Kim memandang kepada Song Bu dengan sinar mata penuh selidik.
?Song Bu, benarkah engkau hendak membunuh Ciang Sek, aku dan Ouw Yang Lan? Engkaukah yang kemarin malam datang ke sini dan meninggalkan tapak kaki yang dalam itu??
?Saya tidak pernah datang ke sini sebelum ini, Subo. Dan tentang niat membunuh itu. Sesungguhnya saya memang hendak membalas dendam kepada Ciang Sek yang sudah menyerbu Pulau Naga dan menculik Subo dan adik Ouw Yang Lan. Akan tetapi dia sudah mati dan ternyata Subo malah menjadi isterinya.?
?Nah, dengarlah ceritaku, Song Bu. Ketika aku dan Ibu Gurumu Sim Kui Hwa diculik bersama dua orang anak kami, aku memang dilarikan oleh Ciang Sek. Ditengah perjalanan aku dan Lan-ji berhasil meloloskan diri ketika Ciang Sek pergi mencari air. Walaupun dia memperlakukan kami dengan baik, akan tetapi kami melarikan diri untuk pulang ke Pulau Naga. Akan tetapi ketika kami melarikan diri, kami ditangkap oleh tiga orang penjahat yang berniat jahat dan mesum kepada kami. Ciang Sek muncul menolong kami dan membunuh tiga orang penjahat itu. Terpaksa kami mengikutinya ke Pek-In-San. Ternyata kemudian bahwa dia memperlakuan kami dengan hormat dan baik sekali. sikapnya jauh lebih baik dari pada sikap Ouw Yang Lee yang selalu keras terhadap kami. Ciang Sek bahkan mengundang Guru sastra dan mengajarkan silat kepada Ouw Yang Lan, dan dia bersikap menghargai dan lembut kepadaku. Karena dia seorang duda maka dia berterus terang meminangku. Akupun menerima pinangannya dan kami menjadi suami isteri. Dia memperlakukan Ouw Yang Lan seperti anak kandungnya sendiri. Kami berdua menikmati kehidupan yang lebih tenteram dan berbahagia di sini dibandingkan dengan kehidupan kami ketika berada di Pulau Naga. Sampai sebelas tahun kami hidup di sini dengan bahagia sampai datangnya malapetaka sepuluh hari yang lalu ketika tiba-tiba saja muncul Ouw Yang Lee dan dia berkeras hendak membunuhku. Saat itu Lan-ji sedang tidak berada di rumah dan andaikata ia ada, mungkin ia juga akan menjadi sasaran kemarahan Ouw Yang Lee. Suamiku, Ciang Sek, membelaku dan dia lalu berkelahi melawan Ouw Yang Lee. Dia berhasil mengusir Ouw Yang Lee yang pergi sambil mengancam akan datang lagi membunuh kami. Mereka berdua sama-sama menderita luka dalam yang cukup parah.?
?Kalau aku berada di rumah ketika itu, tentu aku akan melawan Ayah Ouw Yang Lee yang jahat dan kejam itu!? kata Ouw Yang Lan dengan gemas. Akan tetapi dia Ayah kandungmu sendiri, Lan-moi!? kata Song Bu terkejut.
?Biarpun Ayah kandungku sendiri, kalau dia hendak membunuh Ibuku, dia jahat dan harus kutentang!?
Song Bu menghela napas panjang, diapun sudah lama menyadari bahwa Gurunya itu bukan seorang datuk yang berwatak baik.
Dulupun dia hendak membunuh Sim Kui Hwa pada hal wanita itu ingin kembali pulang ke Pulau Naga. Sim Kui Hwa malah dianggap menyeleweng dengan laki-laki lain dan Ouw Yang Lee berkeras hendak membunuhnya. Kemudian Ouw Yang Lee juga bermaksud membunuh Ouw Yang Hui, anaknya sendiri. Di samping itu, masih ada kenyataan lain. Ouw Yang Lee menghambakan dirinya kepada Thaikam Liu Cin yang dia tahu benar merupakan seorang pembesar yang mempunyai niat jahat. Buktinya dia diperintahkan membunuh keluarga Pangeran Cheng Sin dan juga menyuruh para jagoannya yang lain untuk melakukan pembunuhan terhadap pejabat tinggi dan bangsawan yang menentang kekuasaannya. Selain itu, Ouw Yang Lee juga menjadi rekan orang-orang berhati iblis seperti para jagoan yang menjadi pembantu Thaikam Liu Cin.
?Ternyata Ouw Yang Lee tidak berhenti sampai di situ saja. Kemarin malam rumah kami kedatangan orang tanpa dapat diketahui para penjaga dan orang itu meninggalkan tapak kaki. Kau lihat di sana itu, bahkan dalam ruangan inipun dia meninggalkan tapak kaki yang dalam. Ini merupakan tanda ancaman bagi kami, Nyawa kami sekeluarga berada dalam ancaman maut.? Song Bu bangkit dari kursinya dan menghampiri tapak kaki yang terdapat di sudut ruangan. Dia terkejut melihat tapak kaki yang jelas itu di atas lantai batu, Tapak itu demikian dalamnya dan hal, itu hanya dapat dilakukan seorang yang memiliki sinkang yang amat kuat. Dia kembali duduk dan menghela napas panjang.
(Lanjut ke Jilid 19) Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 19 ?Suhu memang kejam sekali. Bahkan Subo Sim Kui Hwa ketika itu, beberapa hari setelah diculik juga kembali ke Pulau Naga diantar seorang pendekar Siauw-Lim-Pai. Akan tetapi Suhu bahkan berkeras hendak membunuhnya. Untung ada pendekar Siauw-Lim-Pai yang membela dan mengalahkan Suhu sehingga Subo Sim Kui Hwa luput dari bahaya maut dan akhirnya pergi meninggalkan Pulau karena diusir oleh Suhu. Dan sekarang saya lihat Thai-Lek-Kui Ciang Sek..., eh, suami Subo... telah meninggal dunia. Tentu karena luka-lukanya bertanding melawan Suhu Ouw Yang Lee.?
?Song Bu, aku bukan Subomu lagi. Aku bukan isteri Ouw Yang Lee lagi, karena itu jangan sebut aku Subo. Aku adalah isteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Engkau boleh sebut aku Bibi, kalau engkau suka.?
?Baiklah, maafkan saya, Bibi.?
?Song Bu, aKuilah terus terang secara jujur karena aku tadi mendengar ucapanmu seolah engkau tidak menyetujui sikap tindakan Ouw Yang Lee. Andaikata suamiku Ciang Sek masih hidup, apakah engkau juga berkeras hendak membunuhnya??
?Kalau engkau hendak membunuh Ayahku, engkau harus bunuh aku lebih dulu.? kata Ouw Yang Lan dengan sikap galak, sepasang matanya yang indah itu mencorong menatap wajah Song Bu. Song Bu menghela napas dan menggeleng kepalanya.
?Tadinya memang aku bermaksud untuk membunuhnya karena menganggap dia jahat menyerbu Pulau Naga dan menculik Subo eh, Bibi dan sumoi Ouw Yang Lan. Akan tetapi setelah ternyata dia menjadi suami Bibi dan Ayah Lan-moi yang baik, tentu saja saya tidak akan memusuhinya. Akan tetapi untuk apa semua ini dibicarakan kalau sekarang dia sudah meninggal dunia??
?Bu-Suheng,? kata Ouw Yang lan.
?Andaikata engkau berada di sini ketika Ayah Ouw Yang Lee hendak membunuh Ibu dan aku, apa yang akan kau lakukan? Apakah engkau akan membantu dia untuk membunuh Ibu, aku, dan Ayah Ciang Sek??
Dengan spontan Song Bu menggeleng kepalanya,
?Tidak, sama sekali tidak bahkan aku akan menentang dan mencegahnya.?
?Hemm, benarkah itu? Beranikah engkau bersumpah?? desak Ouw Yang Lan.
?Lan-ji...!? Lai Kim menegur.
?Biarlah, Ibu. Aku ingin yakin bahwa Bu-Suheng benar-benar akan membela kita dan menentang Ayah Ouw Yang Lee.?
?Aku bersumpah akan menentang Suhu Ouw Yang Lee kalau dia berkeras hendak membunuh Bibi dan Lan-sumoi.?
?Juga kalau dia hendak membunuh Ayah Ciang Sek?? kejar Ouw Yang Lan.
?Tapi... tapi... dia sudah meninggal dunia...? kata Song Bu terheran.
?Tidak perduli, berjanjilah!?
?Juga kalau dia hendak membunuh Paman Ciang Sek, aku akan menentangnya,? kata Song Bu, masih terheran-heran. Tiba-tiba muncul Ciang Sek dari balik pintu ruangan itu dan berkata dengan lantang.
?Bagus! Aku sudah, mendengar sumpahmu dan aku percaya kepadamu, orang muda yang gagah.? Song Bu terkejut bukan main dan melompat bangkit dari kursinya dan berdiri memandang laki-laki gagah perkasa yang telah berdiri di depannya. Melihat Song Bu berdiri dan memandang kepadanya dengan kaget dan heran, Ciang Sek tertawa dan memperkenalkan diri.
?Orang muda, ketahuilah, aku yang bernama Thai-Lek-Kui Ciang Sek, ketua Pek-In-San.?
?Akan tetapi... Song Bu terbelalak dan menoleh ke arah pintu ruangan itu yang menembus ke ruangan depan.
...?peti... jenazah itu??
?Itu adalah siasat kami,? kata Ciang Sek. ?Duduklah, orang muda, aku percaya kepadamu dan akan menceritakan tentang siasat itu.? Mereka duduk kembali dan Ciang Sek lalu bercerita.
?Sepuluh hari yang lalu dalam pertandingan mengadu tenaga sakti melawan Ouw Yang Lee, aku menderita luka keracunan karena pukulan tangan merahnya.?
?Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah)!? seru Song Bu.
?Benar. Ouw Yang Lee juga terluka, akan tetapi lukanya tidak beracun. Selama sepuluh hari aku mengobati lukaku dan sekarang sudah sembuh sama sekali. Akan tetapi kemarin malam muncul tapak-tapak kaki itu di rumah kami. Engkau lihat sendiri. Tapak kaki itu hanya dapat dIbuat oleh seorang yang lihai sekali, yang memiliki sinkang yang dahsyat. Ini tentu buatan orang yang ada hubungannya dengan Ouw Yang Lee. Aku lalu mengatur siasat ini, siasat yang hanya diketahui oleh kami sekeluarga yang tiga orang ini dan su-te Gu Tian saja. Bahkan para anak buahku tidak ada yang tahu bahwa ini hanya siasat dan mereka mengira bahwa aku benar-benar sudah tewas akibat perkelahian sepuluh hari yang lalu.?
?Akan tetapi kenapa harus menggunakan siasat ini, Paman?? Orang yang meninggalkan tapak kaki itu tentu amat lihai. Aku tidak sanggup menandinginya secara terbuka. Karena itu aku terpaksa menggunakan siasat ini. Kalau dia datang dan melihat peti jenazahku lalu merasa puas melihat aku mati dan pergi, kami terhindar dari bahaya maut. Andaikata dia nekat hendak mengganggu isteri dan anakku, kami akan, melawan mati-matian dan aku sudah mempersiapkan semua anak buahku yang berjumlah kurang lebih seratus orang.?
?Kalau Suheng Tan Song Bu mau membantu menghadapi musuh, kita tidak perlu takut, Ayah,? kata Ouw Yang Lan.
?Lan-ji, bagaimana mungkin Song Bu dapat membantu kita? Yang memusuhi kita adalah Ouw Yang Lee, Gurunya sendiri!?
?Aku juga puteri kandungnya, akan tetapi aku menentangnya karena dia jahat. Pula, Bu-Suheng sudah bersumpah akan menentang Ayah Ouw Yang Lee kalau dia hendak membunuh keluarga kita,? kata Ouw Yang Lan. Song Bu mengangguk dan berkata,
?Lan-sumoi benar. Saya akan menentang Suhu Ouw Yang Lee kalau dia dan teman-temannya hendak membunuh Paman, Bibi,dan Lan-sumoi.?
?Terima kasih, Song Bu!? seru Lai Kim dengan girang. Terima kasih, Bu,Suheng dan maafkan sikapku tadi terhadapmu!? kata pula Ouw Yang Lan dengan gembira sekali.
?Aku juga berterima kasih sekali padamu, Song Bu. Sekarang, siasat ini harus dilanjutkan seperti. yang telah direncanakan. Lan-ji, undang Gu-Sute kesini.? Ouw Yang Lan lalu membuka pintu dan keluar dari ruangan itu sambil menutupkan kembali pintu ruangan sehingga kemunculan Cang Sek dalam ruangan itu tidak terlihat Orang lain. Tak lama kemudian ia masuk kembali bersama Gu Tian. Orang tinggi kurus ini bernapas lega melihat Suhengnya duduk bersama Song Bu dan tampak akrab. Tadinya dia sudah merasa khawatir kalau-kalau pemuda itu mempunyai niat buruk terhadap keluarga Suhengnya.
?Duduklah, Sute. Kita akan membicarakan rencana siasat kita selanjutnya dan mari kuperkenalkan dengan Tan Song Bu yang sudah siap memperkuat kedudukan kita dan membantu kita.?
Setelah berkenalan mereka lalu mengadakan perundingan, kemudian Ciang Sek masuk bersembunyi lagi dalam kamarnya dan Song Bu keluar menyamar, sebagai seorang anak buah Pek-In-San, berjaga di ruangan berkabung menjaga peti jenazah bersama Gu Tian dan para pembantu lainnya. Malam itu ternyata tidak terjadi apa-apa. Tidak ada gangguan seperti yang dikhawatirkan. Song Bu dan Gu Tian masih duduk berjaga di ruangan itu. Lai Kim dan Ouw Yang Lan sudah pergi mengaso dalam kamar mereka. Song Bu dan Gu Tian juga mengaso sambil duduk bersila. Mereka berdua sudah terlatih mengaso seperti itu sebagai gantinya tidur. Sinar matahari, mulai menerangi tanah dan tak lama kemudian ruangan berkabung itu sudah dimasuki cahaya matahari.
Lampu-lampu gantung sudah dipadamkan oleh para penjaga. Sepasang lilin besar masih bernyala di atas meja sembahyang di depan peti jenazah. Asap dupa masih mengepul dan baunya memenuhi, ruangan,bau harum yang khas. Para penjaga yang bertugas jaga di pintu gerbang perkampungan itu menjadi waspada ketika melihat seorang Kakek menghampiri pintu gerbang, Mereka memandang penuh perhatian. Kakek itu sudah tua, sedikitnya tujuh puluh tahun usianya, bertubuh tinggi kurus sehingga mukanya seperti tengkorak terbungkus kulit. Rambut kumis dan jenggotnya sudah putih semua. Jalannya agak terbongkok-bongkok dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat bambu kuning. Kakek itu bukan lain adalah Tho-Te-Kong! Ketika Ouw Yang Lee terluka karena bertanding melawan Thai-Lek-Kui Ciang Sek,
Dia maklum bahwa seorang diri dia tidak akan mampu membunuh Lai Kim, apalagi membunuh Ciang Sek. Maka dia lalu mengundang rekannya yang sakti, iyalah Tho-Te-Kong. Tho-Te-Kong adalah seorang datuk sesat yang berwatak aneh. Ketika diminta tolong Ouw Yang Lee untuk membunuh Ciang Sek sekeluarga, dia tidak mau melaksanakan begitu saja. Sebagai seorang datuk besar, dia ingin lebih dulu menggertak membikin takut hati calon korbannya, Maka dia lalu mempergunakan ilmu kepandaiannya yang tinggi, memasuki rumah itu tanpa diketahui orang dan meninggalkan tapak kaki di lantai rumah itu dengan mengerahkan sinkang dan membuat kakinya menginjak lantai sampai amblas dan meninggalkan tapak kaki yang dalam. Setelah itu, barulah dua hari kemudian, pada pagi hari itu, dia datang berkunjung ke perkamp?ngan Pek-In-San.
Tindakan ini untuk menunjukkan bahwa dia seorang datuk besar yang berani, membiarkan musuh yang diancamnya untuk bersiap siap menghadapi penyerbuannya. dan Ketika dia tiba di pintu gerbang dia melihat belasan orang anak buah Pek in-san menyambutnya dengan golok telanjang di tangan, diapun tersenyum mengejek. Dia senang karena musuh telah melakukan persiapan. Dia akan membasmi mereka semua. Lebih banyak lebih baik akan lebih memuaskan hatinya. Sambil tersenyum dia melangkah terbongkok-bongkok menghampiri sekelompok orang yang memandang kepadanya dengan sinar mata curiga itu. Para penjaga itu merasa curiga karena tidak mengenal Kakek itu, walaupun Kakek yang tua itu tidak tampak berbahaya dan bahkan tampak seperti orang tua yang lemah berpenyakitan.
?Kakek tua, apakah engkau hendak datang melayat?? tanya komandan jaga. Tho-Te-Kong mengerutkan alisnya dan memandang heran.
?Melayat? Apakah ada yang mati di perkampungan ini??
?Engkau datang dari manakah??
?Apakah engkau belum mendengarnya?? Tho-Te-Kong menyeringai, senang mempermainkan para penjaga yang sebentar lagi mungkin akan menjadi korban pembantaiannya itu.
?Aku datang dari jauh sekali, kebetulan lewat di sini dan ingin mengunjungi Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Bukankah dia ketua dari Pek-In-San ini??
?Justeru ketua kami Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang meninggal dunia, Kek. Peti jenazahnya masih berada di ruangan berkabung kalau engkau ingin melayat dan memberi penghormatan terakhir.? Tho-Te-Kong membelalakkan matanya.
?Apa..? Dia mati..? Akan tetapi kenapa?? Kepala jaga itu meragu untuk bercerita tentang sebab kematian ketuanya yang tadinya bertanding melawan musuh. Dia sakit sejak belasan hari yang lalu, kemarin dulu meninggal dunia.


Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Ah-ah, menyesal dan mengecewakan sekali. Aku harus melayat, harus bersembahyang di depan peti matinya!? katanya dan terbongkok-bongkok dia memasuki pintu gapura. Para penjaga itu tidak menarik curiga dan membiarkan Kakek tua renta itu menuju ke rumah induk tempat tinggal keluarga ketua mereka. Tho-Te-Kong tiba di ruangan berkabung, Dia memandang ke arah peti jenazah dan hatinya merasa kecewa sekali. Tidak ada gunanya dia menggertak. Ternyata Thai-Lek-Kui Ciang Sek telah tewas. Tentu telah terluka ketika bertanding melawan Ouw Yang Lee. Membunuh keluarganya tidak ada artinya baginya, tidak ada harganya. Membunuhi orang-orang lemah tidak perlu menggunakan tangannya. seolah menggunakan golok besar untuk membunuhi banyak tikus.
Munculnya Tho-Te-Kong mengejutkan hati Song Bu. Dalam pakaian seorang anggauta biasa dari Pek-In-San, dia tidak akan khawatir akan dikenali oleh Kakek itu. kini dia mengerti bahwa Gurunya, Ouw Yang Lee, agaknya minta bantuan Tho-Te-Kong untuk menghadapi Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Dia dapat menduga bahwa Kakek inilah yang telah meninggalkan tapak kaki di dalam rumah Ciang Sek. Dia tahu betapa lihainya Tho-Te-Kong sebagai jagoan nomor satu dari Thaikam Liu Cin. Gu Tian adalah seorang kangOuw Yang sudah berpengalaman. Tidak seperti para anak buah yang melakukan penjagaan di pintu gerbang tadi, dia sama sekali tidak memandang rendah kepada Kakek tua renta itu. Dia tetap menaruh curiga. Tho-Te-Kong tidak memperdulikan orang-orang yang berada di tempat itu. Dia lalu menghampiri peti jenazah sambil melangkah memutari meja sembahyang.
?Ciang Sek... kenapa engkau keburu mati dan tidak menunggu kedatanganku?? Tho-Te-Kong mengeluh dan tangan kirinya menepuk-nepuk peti jenazah itu dari atas sampai ke bawah. Gu Tian menyalakan tiga batang hioswa (dupa biting) dan menghampiri, Tho-Te-Kong.
?Paman yang baik, apakah Paman ingin bersembahyang?? tanyanya sambil menyerahkan tiga batang hioswa itu.
?Sembahyang? Oh-ho-ho, sembahyang? Ya baik, aku akan memberi penghormatan terakhir kepada jenazah Thai-Lek-Kui!? Dia menerima tiga batang hioswa itu lalu berdiri di depan meja sembahyang yang berada di depan peti jenazah. Setelah mengacung-acungkan tiga batang hioswa itu, dia lalu menggerakkan tangannya dan tiga batang dupa biting itu meluncur dan menancap ke atas peti! Biting-biting yang kecil dan lemah itu dapat menancap ke atas peti jenazah yang tebal, sungguh ini merupakan demonstrasi tenaga sakti yang amat kuat.
?Heh-heh-heh, tenang-tenanglah engkau di neraka, Thai-Lek-Kui!? Tho-Te-Kong berkata lalu membalikkan tubuhnya dan terbongkok-bongkok dibantu tongkat bambu kuningnya meninggalkan ruangan itu dan keuar dari dalam rumah, terus keluar dari perkampungan itu.
Gu Tian memberi isyarat kepada anak buahnya untuk tidak mengganggu Kakek itu dan membiarkan pergi. Setelah, mendapat laporan dari para penjaga di pintu gerbang perkampungarn bahwa Kakek aneh itu benar-benar telah pergi jauh dan tidak tampak lagi, barulah Gu Tian dan Song Bu mendekati peti. Pada saat itu, Ouw Yang Lan dan Ibunya juga keluar dari kamar mereka memasuki ruangan berkabung dan menghampiri peti jenazah. Gu Tian memberi perintah kepada para pembantu yang berada di ruangan itu agar keluar dari ruangan. Kini hahya tinggal Gu Tian, Song Bu, Ouw Yang Lan dan Lai KIm Yang berada di dekat peti jenazah. Ouw Yang Lan memandang ke arah tiga batang hioswa yang menancap peti jenazah itu dengan mata terbelalak. Juga Gu Tian memandang dan menggeleng-geleng kepalanya.
?Bukan main lihainya Kakek itu. Dapat melontarkan tiga batang hioswa ini sampai menancap di peti kayu yang begini keras, sungguh hebat!? Sementara itu Song Bu meraba-raba peti jenazah dan dia berkata,
?Berbahaya sekali...! Ouw Yang Lan dan Gu Tian cepat menengok kepadanya.
?Apa yang kau maksudkan, Suheng??
?Tapak-tapak jari ini...? kata Song Bu sambil meraba-raba peti jenazah, ?Jari Pelumat Tulang ini tentu menghancurkan semua isi peti jenazah tanpa merusak petinya.? Ouw Yang Lan dan Gu Tian ikut meraba raba dan setelah diraba baru terasa oleh mereka betapa ada lekukan-lekukan halus pada permukaan peti jenazah. Sementara itu Lai Kim hanya memandang dengan muka pucat karena hatinya merasa ngeri.
?Jari Pelumat Tulang?? tanya Ouw Yang Lan.
?Benar. Dengan rabaan jari-jari saja, ilmu itu dapat meremukkan tulang dalam tubuh tanpa merusak kulit dan daging. Andaikata peti ini ada jenazahnya, maka dengan rabaan tadi, jenazah di dalamnya akan hancur tanpa merusak petinya.?
?Hebat...! Keji sekali! Benarkah apa yang kau katakan Itu, Song Bu??' Tiba-tiba Ciang Sek sudah berada di ruangan itu, Dia memang bersemuunyi dalam sebuah kamar yang menembus ruangan depan itu.
Thai-Lek-Kui Ciang Sek menghampiri peti jenazah dan diapun ikut meraba- raba.
?Benar, Paman. Aku yakin bahwa batu bata yang Paman taruh di dalam peti tentu sudah hancur semua,? kata Song Bu yang sudah mendengar keterangan Ciang Sek bahwa peti jenazah itu diisi dengan bata-bata sebagai pengganti dirinya. Ciang Sek lalu memegang tutup peti yang sudah terpaku rapat itu, mengerahkan tenaganya. Dia berjuluk Thai-Lek-Kui (Iblis Bertenaga Besar), Terdengar suara keras dan tutup peti itu terbuka, semua pakunya ikut tercabut. Kini semua orang menjenguk ke dalam peti dan wajah mereka, kecuali Song Bu, berubah pucat dan mata mereka terbelalak. Benar seperti yang dikatakan Song Bu, semua batu bata dalam Peti jenazah itu telah hancur seperti dipukuli martil besi!
?Gu-Sute, tutup lagi peti ini. Kita harus menguburnya hari ini juga!? kata Thai-Lek-Kui Ciang Sek dan suaranya mengandung kecemasan. Dia maklum bahwa Kakek yang datang berkunjung tadi adalah seorang yang memiliki kesaktian yang tidak akan terlawan olehnya walaupun dibantu Ouw Yang Lan dan Gu Tian sekalipun. Dia merasa seolah, kematian telah tergantung di atas kepalanya. Setelah Gu Tian menutup peti dan memakunya kembali sehingga rapat, mereka berlima lalu duduk untuk berunding. Melihat betapa Ciang Sek, Lai-Kim, dan Ouw Yang Lan tampak gelisah sekali, Song Bu berkata dengan nada suara menghIbur.
?Paman Ciang Sek, saya kira tidak perlu dikhawatirkan sekali akan ancaman orang itu. Bagaimanapun juga, dia hanyalah seorang manusia dan dengan menyatukan tenaga, kukira kita akan dapat menandinginya.? Suheng, tahukah engkau siapa Kakek itu?? tanya Ouw Yang Lan.
?Aku kenal baik siapa dia, sumoi. Dia berjuluk Tho-Te-Kong (Malaikat Bumi) dan Tak pernah mengatakan siapa namanya. Pada waktu ini dia merupakan jagoan dan pembantu utama dari Thaikam Liu Cin.?
?Ahh! Jadi diakah yang berjuluk Tho-Te-Kong yang puluhan tahun yang lalu pernah menggegerkan dunia selatan?? seru Thai-Lek-Kui Ciang Sek dengan kaget. ?Dan dia menjadi pembantu Thaikam Liu Cin yang jahat, korup dan berkuasa besar di Kotaraja itu??
?Bu-Suheng, bagaimana engkau dapat mengenal baik Kakek itu?? tanya Ouw Yang Lan. Song Bu menghela napas. Dia belum menceritakan keadaan dirinya kepada Ouw Yang Lan dan Ibunya. Sekarang dia harus menceritakannya karena dia sudah mengambil keputusan untuk membela mereka.
?Sumoi, sudah hampir setahun Suhu mengajak aku ke Kotaraja dan kami diterima sebagai semacam pengawal oleh Thaikam Liu Cin. Kemudian datang Tho-Te-Kong itu dan seorang nenek berjuluk Cui-Beng Kui-Bo yang juga diterima sebagai pembantu. Tentu saja kedudukan mereka berdua itu menjadi terpenting karena keduanya memiliki ilmu kepandaian yang hebat. Sekarang Tho-Te-Kong agaknya membantu Suhu Ouw Yang Lee karena mereka masih rekan sepekerjaan.?
?Hemm, Song Bu. Aku melihat bahwa sikap dan sepak terjangmu seperti seorang pendekar. Mengapa engkau menghambakan diri kepada Thaikam Liu Cin yang dibenci oleh semua tokoh dunia kangOuw Yang bersih??
?Itulah yang menyebabkan saya menjauh kan diri, Paman. Saya terpaksa karena ikut dengan Suhu. Akan tetapi melihat sepak terjang Suhu dan terutama sekali karena menjadi kecewa dan tidak ingin lagi membantu. Itulah salah satu sebab mengapa saya meninggalkan Kotaraja.?
?Engkau mengatakan tadi bahwa kita dapat menandingi Tho-Te-Kong. Benarkah itu dan bagaimana caranya?? tanya Ciang Sek. Saya pernah disuruh menguji kepandainnya dan memang dia amat tangguh,Paman. Terutama sekali tenaga sinkangnya, amat kuat. Tidak mengherankan kalau dia mampu meninggalkan tapak kaki di lantai batu dan dapat memukul hancur isi peti jenazah tanpa merusak petinya. Akan tetapi, kalau kita satukan tenaga, saya yakin dapat menandingi dia. Selain saya,dan-sumoi, Paman sendiri dan Paman Gu Tian masih ada seratus lebih anak buah Pek-In-San. Dengan kekuatan kita ini, saya kira akan dapat menandingi Tho-Te-Kong dan Suhu Ouw Yang Lee, sekiranya dia juga muncul.?
?Bagus kalau begitu. Ucapanmu membesarkan hati kami, Song Bu dan kami sangat bergantung kepada bantuanmu. Aku mengerti betapa berat bagi perasaanmu harus menentang Guru sendiri dan untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih.?
?Tidak perlu berterima kasih, Paman. Saya berdiri di antara Suhu Ouw Yang Lee dan Bibi Lai Kim bersama sumoi Ouw Yang Lan. Karena saya melihat bahwa dalam pertentangan ini pihak Suhu Ouw Yang Lee yang jahat dan bersalah, maka tentu saja saya membela sumoi dan Ibunya. Saya tidak mau terseret dan melakukan kekejaman dan kejahatan seperti yang dilakukan Suhu.?
?Ah, terima kasih, Song Bu. Engkau sungguh seorang anak yang baik dan engkau telah menyelamatkan nyawa kami,? kata Lai Kim dengan suara terharu.
?Bibi, belum tentu kalau saya dapat menyelamatkan Bibi sekeluarga. Bahkan mungkin saya sendiri akan menjadi korban kekejaman mereka. Yang penting dalam keadaan seperti ini, kita bersatu melawan mereka.?
?Apa yang dikatakan Song Bu benar sekali. Sekarang kita harus mengatur begini. Gu-Sute, kita bawa peti jenazah ke tanah kuburan hari ini juga. Aku dan Song Bu akan menyamar sebagai anak buah dan kerahkan semua anak buah untuk mengantar peti jenazah dan suruh semua orang bersiap-siap menghadapi pertempuran besar. Juga persiapkan sepasukan anak panah,pasukan tombak, pasukan pedang dan pasukan golok secara berlapis sehingga dapat melakukan pengeroyokan secara terukur kalau sampai terjadi perkelahian. Di tempat terbuka seperti tanah kuburan itu, kita dapat melakukan pengeroyokan dengan leluasa dan dapat mempersatukan tenaga. Andaikata tidak terjadi sesuatu di sana mungkin pihak musuh sudah merasa puas mengira aku telah mati. Namun, kita tetap waspada dan kalau tidak ada penyerangan kita kembali ke perkampungan dan membuat penjagaan yang sangat kuat agar jangan sampai kecolongan dan ada yang memasuki rumah ini tanpa ketahuan seperti kemarin malam. Nah, buatlah persiapan, kerahkan semua anak buah, kita bawa peti jenazah ke tanah kuburan dan menguburnya, sekarang juga.?
?Baik, Suheng.? Gu Tian lalu keluar dari ruangan itu. Semua orang membuat persiapan. Ciang Sek yang oleh semua anak buahnya pun dikira sudah mati, lalu menyamar dengan memasang kumis dan jenggot palsu tambahan pada mukanya. Song Bu juga menyamar sebagai anak buah Pek-In-San. Gu Tian memerintahkan anak buahnya untuk berkumpul dan menbuat persiapan untuk mengangkut peti jenazah ke tanah kuburan dan agar mereka semua siap dengan perlengkapan bertempur karena mungkin mereka akan diserang musuh. Dia maklum bahwa sekali ini mereka menghadapi lawan yang, amat sakti, maka dia membuat persiapan yang kuat. Dipersiapkannya pasukan panah, pasukan tombak, pasukan golok dan pasukan. pedang yang akan berjaga dan mengawal pemakaman itu secara berlapis. Setelah semua siap, pada siang hari itu juga berangkatlah semua anak buah Pek-In-San mengawal peti jenazah ke pemakaman.
Yang tinggal di perkampungan hanya para wanita dan kanak-kanak. Gu Tian sendiri yang mengawal para anak buah Pek-In-San itu. Thai-Lek-Kui Ciang Sek sendiri, Song Bu dan Ouw Yang Lan mengikuti dari belakang dengan sembunyi-sembunyi. Peti jenazah digotong sampai ke tanah kuburan dan diturunkan di atas tanah dekat lubang yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Ketika Gu Tian membuat persiapan untuk melakukan up?cara sembahyang terakhir di tanah kuburan sebelum peti jenazah dimasukkan lubang, muncul Kakek tinggi kurus yang membawa tongkat bambu kuning itu. Kemunculan Tho-Te-Kong Sungguh mengejutkan semua orang karena dia muncul begitu saja. Juga Ciang Sek, Song Bu dan Ouw Yang Lan yang mengikuti rombongan Itu dari belakang, terkejut melihat Kakek tinggi kurus itu tahu-tahu berada di dekat peti jenazah yang diletakkan di atas tanah.
?Thai-Lek-Kui..., akhirnya engkau akan menjadi makanan cacing tanah jugal.? terdengar suara nyaring dan munculah Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee. Majikan Pulau Naga yang biarpun usianya sudah hampir, enam puluh tahun namun masih gagah perkasa dengan tubuhnya yang tinggi besar itupun muncul di situ dengan cepatnya, berlari mendaki lereng itu bagaikan terbang saja cepatnya. Dia berdiri di samping Tho-Te-Kong.
?Ho-ho-ho, sebelum dikubur, aku ingin melihat dulu bagaimana macamnya orang yang berjuluk Thai-Lek-Kui itu!? kata Tho-Te-Kong dan sekali tangan kirinya bergerak ke arah peti, terdengar suara keras dan tutup peti itu terlepas dan terlempar ke atas tanah sehingga peti jenazah terbuka dan semua anak buah Pek-In-San dapat melihat isi peti.
Semua mata terbelalak dan semua mulut mengeluarkani seruan kaget ketika mereka melihat isi peti jenazah. Bukan jenazah Thai-Lek-Kui yang berada dalam peti jenazah melainkan tumpukan batu bata yang sudah hancur! Juga Ouw Yang Lee dan Tho-Te-Kong memandang heran. Mereka tadinya mengira akan melihat jenazah, Thai-Lek-Kui yang rusak oleh serangan pukulan Tho-Te-Kong. Tahulah mereka bahwa Thai-Lek-Kui belum tewas dan bahwa kematian itu hanyalah sebuah sandiwara belaka. Pada saat itu, berlapis-lapis anggauta Pek-In-San bergerak mengepung dua orang itu. Ciang Sek, Song Bu dan Ouw Yang Lan juga muncul dari belakang pasukan. Para anak buah Pek-In-San yang tadinya terheran heran, kini merasa girang melihat kenyataan bahwa ketua mereka sebetulnya tidak tewas. Ouw Yang Lee ketika melihat Song Bu berdiri di sebelah Thai-Lek-Kui Ciang Sek dan seorang gadis cantik, menjadi marah.
?Song Bu, kenapa engkauu berada di sini bersama musuh besarku? Hayo engkau ke sini dan membantuku menghadapi mereka!? Song Bu menggeleng.
?Suhu. Saya tidak bisa memusuhi Paman Ciang Sek.? Mendengar Song Bu menyebutnya Suhu, bukan Ayah, Ouw Yang Lee menjadi semakin marah.
?Bedebah busuk engkau! Murid durhaka manusia tidak mengenal budi! Kalau aku tidak menyelamatkanmu, ketika engkau berusia tiga tahun engkau sudah menjadi mangsa ikan-ikan hiu! Kemudian aku merawat dan mendidikmu, bahkan mengangkatmu menjadi anak, dan seperti ini balasanmu? Engkau malah memihak musuhku? Keparat jahanam engkau? Ouw Yang Lee menudingkan telunjuknya kepada pemuda itu. Mendengar ucapan itu, Song Bu merasa terdesak dan dia hanya menundukkan mukanya yang berubah kemerahan. Ucapan datuk itu memang ada benarnya dan harus dia akui bahwa selama ini Ouw Yang Lee bersikap baik sekali kepadanya.
Datuk itu benar-benar mencintanya dan kalau dingat, dia sudah berhutang banyak budi kepada Ouw Yang Lee. Akan tetapi melihat kenyataan bahwa Ouw Yang Lee dan Ibunya hidup berbahagia sebagai anak dan isteri Ciang Sek, bagaimana mungkin dia dapat membantu Gurunya untuk memusuhi mereka? Sejak munculnya Ouw Yang Lee tadi, Ouw Yang Lan sudah memandang Ayah kandungnya itu dengan sinar mata mencorong marah. Dia marah dan membenci Ayahnya bukan hanya karena Ayahnya berusaha untuk membunuh Ayah tirinya, melainkan terutama sekali karena Ouw Yang Lee hendak membunuh Ibunya. Lebih-lebih lagi mendengar cerita Song Bu bahwa Ouw Yang Lee juga berusaha membunuh Ouw Yang Hui dan Ibunya. la menganggap Ayah kandungnya itu amat kejam dan keras hati.
?Ouw Yang Lee, engkau munusia berhati kejam. Apakah engkau ingin membunuh aku juga?? tanya Ouw Yang Lan sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Majikan Pulau Naga itu. Ouw Yang Lee memandang gadis itu dengan penuh perhatian dan sepasang alisnya yang tebal berkerut.
?Hemm, siapakah engkau?? ?Manusia kejam, engkau tidak mengenal anakmu sendiri!? teriak Ouw Yang Lan. Ouw Yang Lee terbelalak,
?Engkau... Ouw Yang Lan?? Mukanya menjadi merah. ?Dan engkau menyebut namaku begitu saja, tidak mengakui aku sebagai Ayah kandungmu??
?Engkau sendiri hendak membunuh kedua Ibuku, hendak membunuh adik Ouw Yang Hui, mungkin akan membunuh aku pula. Apakah aku harus mengakui iblis seperti engkau menjadi Ayahku? Tidak, aku tidak sudi menyebut Ayah padamu? Ouw Yang Lan memang seorang gadis yang keras hati dan galak sekali. Mungkin kekerasan hatinya tidak kalah dibandingkan Ayahnya, walaupun ia condong memihak yang benar dan sama sekali tidak memiliki watak jahat seperti Ayah kandungnya. Ouw Yang Lee menjadi marah bukan main.
?Keparat! Engkaupun harus mati di tanganku!?
?Engkau yang akan mati di tanganku manusia busuk!? Ouw Yang Lan balas membentak, tak kalah ketusnya, sambil mencabut pedang Lo-Thian-Kam dari punggungnya. Pada saat itu Gu Tian sudah memberi aba-aba kepada pasukan panah. Belasan orang yang sudah siap dengan busur dan panahnya lalu mementang busur dan melepas anak panah ke arah Ouw Yang Lee dan Tho-Te-Kong. Dua orang datuk sakti ini menggunakan kedua lengan mereka untuk menangkisi hujan anak panah. Ouw Yang Lan melompat ke depan dan lang?ung menyerang Ouw Yang Lee dengan pedangnya. Ouw Yang Lee terkejut. Serangan anaknya itu hebat dan dahsyat sekali, sama sekali tidak boleh dipandang ringan. memang pada saat itu, tingkat kepandaian Ouw Yang Lan sudah hampir menyamai Ayah tirinya. Ouw Yang Lee cepat mencabut pedangnya dan menangkis sambil mengerahkdan tenaga saktinya.
?Tranggg...!? Dua batang pedang terpental dan bunga api berpijar. Ouw Yang Lee semakin kaget. Ternyata Ouw Yang Lan juga memiliki tenaga sinkang yang cukup kuat sehingga mampu menandinginya. Pada saat itu, pasukan tombak sudah menyerbu dan membantu Ouw Yang Lan mengeroyok Ouw Yang Lee. Sementara itu, maklum akan kelihaian Kakek yang dikenal baik oleh Song Bu sebagai Tho-Te-Kong, pemuda itu memberi isyarat kepada Ciang Sek dan keduanya langsung menyerbu dan menyerang Tho-Te-Kong. Song Bu menggunakan sebatang pedang dan langsung dia menyerang dengan jurus-jurus ilmu pedang Coat-Beng Tok-Kiam, sedangkan Ciang Sek menyerang dengan pedang pula, menggunakan ilmu pedang Lo-Thian Kiam-Sut. Menghadapi serangan pedang dua orang itu, Tho-Te-Kong tidak berani memandang rendah. Dia melihat betapa gerakan pedang kedua orang penyerangnya itu amat dahsyat.
Dia lalu memutar tongkat bambu kuningnya dan mengerahkan tenaga sinkang untuk menangkis. Kedua pedang terpental ketika bertemu tongkat bambu kuning. Akan tetapi Song Bu dan Ciang Sek bersikap hati-hati, menggunakan keringanan tubuh mereka untuk menyerang dari dua jurusan dan tidak memberi kesempatan kepada Kakek itu untuk menangkis pedang mereka. Mereka menghindarkan mengadu kekuatan. Sementara itu, pasukan pedang yang terdiri dari belasan orang sudah pula membantu mereka mengeroyok Tho-Te-Kong. Ouw Yang Lee dan Tho-Te-Kong mengamuk. Mereka berdua maklum bahwa mereka terjebak dan dikepung puluhan orang anak buah Pek-In-San. Mereka berdua berhasil merobohkan beberapa orang anak buah Pek-In-San yang mengeroyok, akan tetapi mereka sendiri terdesak hebat.
Pengeroyokan Song Bu dan Ciang Sek ditambah belasan orang anak buah yang nekat itu membuat Tho-Te-Kong repot juga. Yang lebih repot adalah Ouw Yang Lee. Menghadapi Ouw Yang Lan seorang dia masih mampu menandingi bahkan mendesak. Akan tetapi Gu Tian maju menyerbu dan membantu gadis itu, ditambah belasan orang pasukan tombak yang juga dibantu pula beberapa orang pasukan golok. Ouw Yang Lee terdesak hebat dan terpaksa dia harus sering menghindarkan diri menjauhi Ouw Yang Lan dan Gu Tian. Diapun sudah merobohkan beberapa orang anak buah Pek-In-San, akan tetapi dia sendiri terdesak hebat dan maklumlah dia bahwa kalau dilanjutkan, tentu dia akan terluka dan celaka. Ouw Yang Lee merasa menyesal dan penasaran sekali. Sama sekali tidak disangkanya bahwa dia akan dibikin repot oleh puterinya sendiri!
Juga dia marah sekali melihat betapa Song Bu bahkan membela Ciang Sek, musuh besarnya. Kini mengertilah dia bahwa isterinya, Lai Kim, agaknya telah diperisteri penculiknya sendiri. Diperisteri Thai-Lek-Kui Ciang Sek dan Ouw Yang Lan menjadi anak tirinya dan juga muridnya. Benar-benar dia merasa penasaran sekali. Sinar pedang di tangan Ouw Yang Lan menyambar ke arah lehernya. Cepat bukan main sehingga dia tidak sempat menangkis karena pada saat itu pedangnya menangkis beberapa batang tombak dan pedang di tangan Gu Tian. Terpaksa dia mengelak, namun gerakannya kurang cepat sehingga ujung pedang di tangan Ouw Yang Lan sempat melukai dan merobek baju di pundaknya berikut kulit pundak sehingga berdarah. Ouw Yang Lee mengeluarkan suara gerengan marah, tubuhnya berputar cepat dan kakinya menendang roboh dua orang anak buah Pek-In-San.
The Hunger Games 2 Pendekar Naga Putih 32 Kumbang Merah Kembalinya Siluman Harimau 1

Cari Blog Ini