Ceritasilat Novel Online

Sepasang Rajah Naga 16

Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 16


Pedangnya menyambar ganas, membacok kearah leher Sin Cu dengan kuat sekali sehingga berdesing nyaring. Melihat itu, Ouw Yang Lan terbelalak, jantungnya seperti berhenti berdetak karena ia khawatir sekali akan keselamatan Sin Cu. Akan tetapi ia terpukau kagum ketika melihat pemuda itu melangkah secara aneh dan pedang itupun luput. Bahkan ketika dengan amat cepatnya Ouw Yang Lee menyusulkan bacokan dan tusukan secara bertubi-tubi, pedang Ayahnya itu sama sekali tidak mampu menyentuh tubuh Sin Cu yang menghindarkan diri hanya dengan langkah-langkah yang aneh, Sin Cu memang mempergunakan Chit-Seng Sin-Po (Langkah Sakti Tujuh Bintang) untuk menghindarkan diri dari semua serangan Ouw Yang Lee, Ketika langkahnya mundur, membuat dia mendekati Ouw Yang Lan, gadis itu berseru,
?Cu-Ko, pakai pedangku!? Sin Cu menoleh dan menyambut pedang yang dilemparkan ke arahnya. Ouw Yang Lee semakin marah melihat puterinya menyerahkan pedangnya kepada pemuda itu, Tadinya dia mengira bahwa pemuda itu tentu gentar padanya maka hanya mengelak saja. Dia masih belum mengenali pemuda itu dan kini dia menyerang lagi, mengerahkan tenaga dan membacokkan pedangnya dari atas, mengarah kepala pemuda itu, Sin Cu menangkis dan mengerahkan tenaga sakti pada tangan kanan yang memegang pedang.
?Haiiiitttt... tranggg...!? Hebat sekali pertemuan kedua pedang itu, sampai bunga api berpijar. Ouw Yang Lan sampai kagum melihat betapa pertemuan pedang itu membuat Ouw Yang Lee terhuyung-huyung ke belakang sedangkan Sin Cu tetap berdiri tegak, Ini membuktikan bahwa pemuda itu memiliki tenaga sinkang yang jauh lebih kuat dibandingkan Ayahnya. Dan selama ini ia telah memandang rendah pemuda itu. la selalu bersikap dan bertindak melindungi! Padahal, Sin Cu ternyata seorang pemuda yang teramat lihai, baik di air maupun di darat. Bahkan tadi telah menyelamatkannya di air, dan kini membelanya di darat. Pemuda itu jauh lebih lihai daripada dia sendiri. Teringat akan sikapnya yang selalu melindungi pemuda itu, wajah Ouw Yang Lan berubah merah sekali. la merasa amat malu kepada diri sendiri, kepada Sin Cu.
Dan hatinya yang memang sudah amat tertarik kepada Sin Cu sejak pertemuan pertama, kini ditambah kekaguman yang mendalam sehingga perasaan kagum dan cinta dalam hatinya semakin berkembang. Akan tetapi pada saat itu, Ho-Coa-Ong Ci Song memerintahkan anak buahnya untuk maju mengeroyok Ouw Yang Lan. Masih ada sepuluh orang anak buahnya yang belum terluka dan mereka ini, dengan golok di tangan, seperti berlumba, lari menghampiri Ouw Yang Lan dan menyerangnya. Gadis itu mengerahkan ginkangnya. Akan tetapi begitu ia bergerak menghindarkan diri dari serbuan mereka dengan berloncatan, terasa olehnya betapa pundak kirinya perih dan panas. Baru ia teringat bahwa pundaknya telah terluka oleh ujung pedang Ayahnya dan baru ia teringat bahwa pedang Ayahnya itu tentu mengandung racun. Akan tetapi terlambat karena sepuluh orang anak buah bajak itu telah mengeroyok dan mendesaknya. Ouw Yang Lan menjadi marah sekali.
Kaki kanannya mencuat, tepat mengenai pergelangan tangan kanan seorang bajak. Golok orang yang tertendang pergelangan tangannya itu terlepas dan terlempar ke atas. Ouw Yang Lan cepat melompat dan menyambar golok itu. Setelah mendapatkan sebatang golok di tangan, gadis itu mengamuk! la tidak memperdulikan lagi luka di pundaknya, tidak perduli apakah luka itu berbahaya atau tidak. la memutar goloknya dengan cepat dan kuat. Terdengar teriakan-teriakan kesakitan. Empat orang anak buah bajak terpelanting roboh dan terluka parah. Ketika yang enam orang lagi masih nekat menyerbu, mereka disambut gulungan sinar golok dan dua orang lagi roboh terluka, sedang yang seorang terlempar oleh tendangan kaki gadis perkasa itu. Sisanya, tiga orang lagi, tentu saja menjadi jerih dan tanpa dikomando lagi, mereka melarikan diri. Mereka yang lukapun merangkak-rangkak melarikan diri ketakutan.
Bahkan Ho-Coa-Ong Ci Song sendiri juga melompat ke sebuah perahu dan melarikan diri. Dengan golok yang berlumuran darah di tangan, Ouw Yang Lan memutar tubuhnya memandang ke arah Sin Cu yang sedang tanding melawan Ouw Yang Lee. Sin Cu kini sudah mendesak lawannya dengan permainan pedangnya yang bagi Ouw Yang Lee amat aneh dan tangguh. Ilmu pedang Pek-Liong Kiam-Sut (IImu Pedang Naga Putih) memang secara khusus dirangkai oleh Bu Beng Siauwjin. Sebetulnya kalau Sin Cu memainkan ilmu pedang itu dengan menggunakan pedang Pek-Liong-Kiam, tentu akan lebih hebat lagi. Akan tetapi kini menggunakan pedang lainpun cukup kuat bagi Ouw Yang Lee yang kini hanya mampu bertahan sambil terdesak mundur. Tiba-tiba Sin Cu yang sudah mendesak itu menggetarkan pedangnya. Ujung tergetar, tampak menjadi banyak dan dia membentak,
?Kena...!!!? Ouw Yang Lee masih berusaha untuk menangkis, akan tetapi dia bingung melihat ujung pedang di tangan Sin Cu berubah menjadi banyak. Tiba-tiba dia berseru kesakitan, pedang di tangannya terlepas dan dia terhuyung ke belakang, memegangi tangan kanan dengan tangan kiri. Tangan kanan itu terluka dan mengeluarkan banyak darah. Melihat kadaan Ouw Yang Lee yang sudah terluka dan terhuyung ke belakang, Ouw Yang Lan cepat melompat dan membacokkan golok rampasannya ke arah kepala Ayah kandungnya itu, mengerahkan seluruh tenaganya.
?Singggg... trakkk...!!!? Ouw Yang Lan terkejut sekali. Tangannya tergetar dan golok rampasannya patah menjadi dua potong. la memandang kepada Sin Cu dengan mata terbelalak karena ternyata pemuda itulah yang tadi menangkis goloknya sehingga ga goloknya patah.
?Cu-Ko... kenapa engkau melindungi dia...?
?Lan-moi, aku tidak melindungi dia, melainkan melindungimu agar engkau tidak melakukan perbuatan yang amat keji dan jahat, yaitu membunuh Ayah kandung sendri.?
?Tapi... tapi dia... oouuughh...!? Gadis itu terkulai dan Sin Cu cepat merangkulnya sehingga Ouw Yang Lan tidak sampai terjatuh. Sin Cu melihat betapa Ouw Yang Lee dan Im Yang Tojin meninggalkan tempat itu. Juga para bajak laut sudah pergi semua. Dia tidak perduli lagi akan mereka. Dia memondong tubuh Ouw Yang Lan dibawanya ke bawah sebatang pohon yang rindang dan merebahkan tubuh gadis itu diatas rumput. Kemudian dia memeriksanya. Gadis itu pingsan dan dia melihat pundak kirinya berdarah.
?Biarkan dia pingsan agar aku dapat memeriksanya dan mengobatinya dengan leluasa,? pikirnya. Dengan hati-hati dirobeknya sedikit kain bagian pundak yang sudah berlubang itu dan dia melihat bahwa pundak itu terluka, kulitnya pecah dan luka itu mengeluarkan darah. Akan tetapi dia mengerutkan alisnya melihat betapa kulit yang putih kuning di sekitar luka itu berwarna hitam.
?Luka beracun! Kejam sekali Ayah itu,? gumamnya dan dia cepat menotok sekitar luka yang belum menghitam untuk mencegah racun tersebar makin luas. Setelah itu, dia menempelkan mulutnya pada luka di pundak dan mengerahkan tenaga mengecup untuk menyedot darah yang keracunan keluar dari luka.
Dia muntahkan darah berwarna hitam yang tersedot olehnya, kemudian mengecup lagi, dimuntahkan lagi. Pekerjaan ini diulang-ulangnya sampai perlahan-lahan warna menghitam di sekitar luka menghilang. Ketika Sin Cu mengecup lagi untuk yang terakhir kalinya, Ouw Yang Lan siuman dan mengeluh. la terkejut melihat muka Sin Cu begitu dekat dengan dadanya dan merasa betapa mulut yang panas itu mengecup pundaknya, Hampir saja ia memukul, akan tetapi segera ia teringat bahwa pundaknya terluka keracunan dan tahulah ia bahwa pemuda itu sedang menyedot racun dari lukanya dengan mulut. Rasa haru, terima kasih, dan gembira memenuhi hatinya dan tanpa di sadarinya lagi kedua lengannya merangkul leher pemuda itu dan mulutnya mendesah lirih
?Cu-Ko...!? Sin Cu terkejut. Sama sekali tidak mengira bahwa gadis itu akan siuman dari pingsannya sebelum dia selesai menyedot darah beracun. Akan tetapi racun itu telah bersih. Dia cepat melepaskan kecupannya, meludahkan darah terakhir yang sudah tidak berwarna hitam lagi. Kemudian dengan lengan bajunya yang masih setengah basah dia membersihkan biblrnya.
?Luka di pundakmu sudah bersih dari racun, Lan-moi,? katanya. Ouw Yang Lan bangkit duduk dan menatap wajah pemuda itu dengan mata bersinar- sinar, kedua pipinya kemerahan teringat betapa tadi tanpa disadarinya, terdorong oleh perasaan hatinya, ia telah merangkul leher pemuda itu dengan kedua lengannya.
?Cu ko... terima kasih...?
?Tidak perlu berterima kasih, Lan-moi. lni pedangmu.? Dia menyerahkan pedang gadis itu. Setelah pedang diterima, Sin Cu mengumpulkan kayu dan daun kering untuk membuat api unggun.
?Untuk apa... siang-siang membuat api unggun Cu-Ko??
?Pakaianmu basah kuyup. biar cepat kering, agar engkau tidak masuk angin. Mataharinya kurang panas siang ini, tertutup banyak awan tipis. Duduklah dekat api unggun Lan-moi, biar cepat kering pakaianmu.? Ouw Yang Lan bangkit dan menghampiri lalu duduk dekat api unggun. Mereka duduk berdekatan dekat api unggun. Ouw Yang Lan menoleh ke arah sungai dan menghela napas panjang.
?Sayang buntalan pakanan kita hilang sehingga kita tidak dapat berganti pakaian.?
?Lebih sayang lagi bekal obat luka yang berada dalam buntalanmu itu. Tentu akan banyak menolong untuk mengobati luka & pundakmu, Lan-moi.? Ouw Yang Lan meraba pundak kirinya dan menutupkan kain baju yang robek.
?Tidak apa, sekarang tidak terasa nyeri lagi, tinggal perih sedikit. Nanti juga mengering dan sembuh. ? Lalu matanya menatap wajah pemuda itu.
?Cu-Ko. kalau tidak ada engkau yang menolongku, tentu aku akan tertangkap atau mati di tangan mereka. Aku berhutang nyawa kepadamu, Cu-Ko. Entah bagamana aku dapat membalas budimu.? Sin Cu tersenyum.
?Aih, kenapa kau sebut-sebut soal pertolongan, Lan-moi? Kalau mau bicara tentang balas budi, akulah yang harus membalas budimu. engkaulah yang pertama-tama menolongku. Apa akan jadinya dengan diriku kalau engkau tidak menolongku ketika aku menggeletak hampir mati dalam hutan itu? Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling bantu, bukankah begitu?? Ouw Yang Lan juga tersenyum dan mengangguk.
?Baiklah, kita sudah impas sekarang, kita sama-sama?
?Sama-sama kehabisan segalanya. Sama sama bangkrut, bahkan sepotong bajupun tidak punya lagi,? kata Sin Cu. Ouw Yang Lan meraba anting-anting di telinganya dan kalung di lehernya.
?Tidak bangkrut, Cu-Ko. Aku masih mempunyai kalung dan anting-anting. Ini cukup mahal, kita tukarkan beberapa potong pakaian dan uang untuk bekal di perjalanan.? Hening sejenak. Keduanya menundukkan muka seperti tenggelam dalam lamunan masing-masing, saling memikirkan keadaan masing-masing karena mereka menemukan kenyataan baru dalam diri sahabat baru itu.
?Lan-moi...? akhirnya suara Sin Cu memecah kesunyian. Ouw Yang Lan mengangkat mukanya memandang.
?Ya, ada apa, Cu-Ko?? ?Ternyata engkau ini puteri kandung Tung-Hai-Tok Ouw Yang Lee, majikan Pulau Naga? Ouw Yang Lan mengangguk dengan alis berkerut.
?Itu dulu dan namaku dulu Ouw Yang Lan. Akan tetapi jangan sebut lagi soal tu. Aku sekarang bernama Ciang Lan dan Ayahku adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek majikan Bukit Awan Putih di Thai-San.?
Sin Cu kini yakin bahwa Ouw Yang Lan adalah Kakak Ouw Yang Hui. Ia Pernah mendengar Cerita tunangannya itu tentang keadaan keluarganya. Betapa ketika Ouw Yang Hui masih kecil berusia tujuh tahun, Pulau Naga diserbu musuh yang akhirnya dapat menculik dan melarikan Ouw Yang Hui dan Ibunya, juga Ouw Yang Lan dan Ibunya. Akhirnya kedua orang wanita dan masing-masing puterinya itu dipisahkan oleh para penculik mereka. la sudah mendengar dari tunangannya tentang apa yang terjadi dengan Ouw Yang Hui semenjak diculik dari Pulau Naga. Akan tetapi dia belum tahu apa yang terjadi dengan Ouw Yang Lan dan Ibunya karena tunangannya itupun tidak mengetahui apa yang terjadi dengan Ibu tiri dan Kakak tirinya. Dia tertarik sekali dan dapat membayangkan betapa akan bahagianya hati Ouw Yang Hui kalau ia dapat bertemu dengan Kakak tirinya ini.
?Lan-moi, aku tertarik sekali untuk mendengar riwayatmu yang aneh. Bagaimana engkau sampai bermusuhan dengan Ayah kandungmu sendiri? Maukah engkau menceritakan kepadaku, Lan-moi??
?Nanti dulu, Cu-Ko. Engkaulah yang harus lebih dulu menceritakan riwayatmu sampai aku menemukan engkau menggeletak di hutan itu. Engkau harus menceritakannya dulu kepadaku sebagai hukuman karena engkau telah mempermainkan aku sesuka hatimu sehingga aku menanggung rasa malu? Sin Cu menatap wajah gadis itu dengan pandang mata heran.
?Mempermainkan? Aku? Mempermainkanmu? Apa maksudmu, Lan-moi??
?Engkau telah berpura-pura, berlagak bodoh dan lemah sehingga aku selalu ingin menjaga dan melindungimu dari bahaya...!?
?Engkau memang baik budi, Lan-moi!?
?Bukan itu! Akan tetapi sesungguhnya engkau amat lihai, jauh lebih lihai daripada aku! Kenapa engkau tidak mengaku terus terang sehingga aku tidak bersikap seperti itu? Aku jadi malu sekali, aku tentu kelihatan seperti orang sombong dan tolol!?
?Maafkan aku, Lan-moi. Bukan maksudku memperolokmu. Ketika itu aku memang lemah sekali dan membutuhkan pertolonganmu. Dan engkau sama sekal? tidak sombong apalagi tolol. Engkau seorang dara yang gagah perkasa dan berbudi baik, seorang Lihiap (Pendekar Wanita) sejati.?
?Benarkah kata-kata dan pendapatmu itu? Berani sumpah engkau tidak membohongiku?? Sin Cu tersenyum mengangguk.
?Aku bersumpah tidak bohong.? Wajah gadis itu menjadi cerah kembali penuh senyum yang manis sekali. la lalu membantu Sin Cu menambah kayu pada api Unggun dan tubuhnya terasa hangat. Pakaian yang melekat di tubuhnya mulai agak kering.
?Baiklah, aku percaya padamu, Cu-Ko Sekarang ceritakan riwayatmu lebih dulu, baru nanti aku akan menceritakan riwayatku.? Sin Cu mengangguk.
?Biarpun riwayatnya biasa dan bahkan menyedihkan, akan tetapi aku ada membawa berita yang tentu akan mengagetkan dan juga menyenangkan hatimu Lan-moi. Aku adalah seorang yang hidup sebatangkara di dunia ini. Sejak berusia tiga tahun, aku sudah kehilangan Ayah Bundaku.?
?Ah, kasihan sekali engkau, Cu-Ko? Apakah mereka meninggal dunia.? Sin Cu geleng kepalanya.
?itulah yang sampai sekarang amat mengganggu hatiku. Ayah Ibuku lenyap dan aku tidak tahu mereka berada, tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati.?
?Aduh kasihan! Aku akan membantumu mencari Ayah Ibumu, Cu-Ko. Sekarang lanjutkan ceritamu.?
?Sejak berpisah dari Ayah Ibuku, dalam usia tiga tahun, aku diambil murid oleh Suhu Bu Beng Siauwjin...?
?Ah! Aku pernah mendengar nama Bu Beng Siauwjin disebut Ayah tiriku. Katanya dia itu adalah seorang manusia dewa yang sakti sekali!? Sin Cu tersenyum,
?Dia itu biasa saja Lan-moi. Setelah dewasa, Suhu menyuruh aku turun gunung untuk mencari kedua orang tuaku dan juga untuk mengabdi kepada kemanusiaan, membela mereka yang lemah dan menentang mereka yang jahat dan sewenang-wenang. Banyak sudah pengalaman yang ku jumpai dalam waktu dua tahun ini, dan akhir-akhir ini aku bertemu dengan seorang yang engkau tentu tidak akan dapat menduganya siapa, akan tetapi engkau tentu gembira sekali mendengarnya.?
?Siapa Cu-Ko? Katakan jangan bikin teka-teki dan membuat aku penasaran!? desak Ouw Yang Lan, atau sebaiknya kita menyebutnya Ciang Lan saja seperti yang dikehendakinya karena ia tidak suka dengan marga Ayah kandungnya.
?Aku bertemu dengan adik Ouw Yang Hui dan Bibi Sim Kui Hwa atau Nyonya Gan Hok San.? Ouw Yang Lan terkejut dan terbelalak memandang pemuda itu.
?Ehh... Benarkah..? Di mana dan bagaimana? Ceritakanlah Cu-Ko. Mereka itulah Ibu tiri dan adik tiriku!?
?Aku tahu setelah aku mendengar bahwa engkau puteri kandung Ouw Yang Lee, Mula-mula aku bertemu Hui-moi ketika ia hendak dibunuh Ouw Yang Lee. Aku menyelamatkannya dan berhasil mengusir Ouw Yang Lee. Kemudian aku mengantarkan Hui-moi mencari Ibunya dan kami menemukan Ibunya yang telah menjadi istri Pendekar Gan Hok San.? Sin Cu berhenti dan meragu. Dia merasa tidak enak untuk berterus terang menceritakan bahwa dia dan Ouw Yang Hui telah bertunangan. Perasaan tidak enak ini timbul karena melihat sikap Ciang Lan kepadanya yang jelas membayangkan kasih sayang.
?Aku sudah mendengar akan hal itu dari Ibunya Hui-moi, tetapi aku sama sekali tidak pernah mengira bahwa engkaulah penolongnya itu. Lalu bagaimana Cu-Ko?? Tanya Ciang Lan dengan nada gembira.
?Ketika itu, keluarga Hu-moi diserbu oleh Ouw Yang Lee dan seorang datuk wanita berjuluk Cui-Beng Kui-Bo, Ouw Yang Lee bermaksud membunuh Paman Gan Hok San dan Bibi Sim Kui Hwa, dan membawa pergi Hui-moi. Paman Gan Hok San dan aku menghadapi mereka dan mereka dapat kami usir. Setelah terjadi peristiwa itu, Keluarga Paman Gan Hok San mengambil keputusan untuk pindah ke dekat Siauw-Lim-Si agar dapat hidup aman dari gangguan Ouw Yang Lee. Akan tetapi ketika kami tiba di depan Kuil, aku juga mengantar perpindahan mereka, terjadilah malapetaka.?
?Aku sudah tahu, Cu-Ko. Hui-Moi diculik orang, bukan??
?Benar, Hui-moi diculik orang. Kami menduga dia tentu orang Pek-Lian-Kauw dan tentu penculikan itu ada hubungannya dengan Ouw Yang Lee yang bermaksud merampas Hui-moi. Karena itu, Paman Gan Hok San dan aku lalu pergi mencari Hui-moi dan Kami berpencar, Paman Gan Hok San hendak mencari ke Pek-Lian-Kauw dan aku sendiri hendak mencari ke Kotaraja. karena aku menduga bahwa Hui- moi tentu diculik oleh kaki tangan Ouw Yang Lee. Dan engkau, bagaimana engkau mengetahui bahwa Hui-moi diculik orang, Lan-moi??
?Panjang ceritanya, akan tetapi sebaiknya kusingkat saja riwayatku, Cu-Ko Biarpun aku masih lebih beruntung dari pada engkau yang kehilangan Ayah Ibu, dan aku masih dapat berkumpul dengan Ibuku, namun hidupku juga penuh dengan pengalaman pahit. Engkau tentu sudah mendengar dari Hui-moi bahwa kami diculik orang dari Pulau Naga. Ketika itu aku berusia delapan tahun. Yang membawa pergi Ibuku dan aku adalah Thai-Lek-Kui Ciang Sek yang membantu Tok-Gan-Houw Lo Cit menyerbu Pulau Naga karena Lo Cit bermusuhan dengan Ouw Yang Lee. Thai-Lek-Kui Ciang Sek bersikap baik sekali kepada Ibu dan aku, bahkan melindungi kami ketika kami hendak diganggu orang-orang jahat. Karena sikapnya yang baik sekali itulah akhirnya Ibuku menjadi isterinya. Dia menganggap aku seperti anak kandung sendiri dan dia menurunkan semua ilmu kepandaiannya kepadaku. Setelah dewasa aku lalu pergi untuk berkunjung ke Pulau Naga. Di sana aku tidak dapat bertemu dengan Ouw Yang Lee yang telah pergi ke Kotaraja dan aku lalu mencari Tok-Gan-Houw Lo Cit yang dulu menculik Ibu Sim Kui Hwa dan adik Ouw Yang Hui. Dalam perkelahian, aku berhasil membunuh Lo Cit. Karena tidak berhasil menemukan Ibu Sim Kui Hwa dan Hui-moi, aku pulang dan mendapatkan Ayah tiriku Ciang Sek terluka karena diserang oleh Ouw Yang Lee. Ayah kandung jahat itu hendak membunuh Ibuku maka bertanding melawan Ayah tiriku dan Ayah tiriku terluka. Mulai saat itulah aku membenci Ouw Yang Lee dan menganggapnya sebagai musuh karena hendak membunuh Ibuku dan Ayah tiriku.?
Sin Cu mendengarkan dengan penuh perhatian. Diam-diam dia membandingkan Ouw Yang Lan ini dengan Ouw Yang Hui. Dua orang anak perempuan yang diculik dan kemudian terpisah itu kini telah menjadi dua orang gadis yang sama sekali berbeda keadaan dan wataknya. Ouw Yang Hui menjadi seorang gadis yang halus dan lemah lembut, seorang seniwati yang lembut, penuh kewanitaan dan keibuan. Sebaliknya, Ouw Yang Lan yang kini bernama Ciang Lan ini menjadi seorang gadis yang lincah, lihai ilmu silatnya, pemberani dan berwatak keras. Keduaya mempunyai sifat-sifat yang berlainan, bahkan bertentangan, akan tetapi keduanya membuat dia kagum.
?Ceritamu menarik sekali, Lan-moi. Lalu bagaimana selanjutnya??
?Ouw Yang Lee tidak dapat membunuh Ayah tiriku karena di sana ada Susiok (Paman Guru) Gu Tian yang membantu Ayah Ciang Sek. Akan tetapi Ouw Yang Lee mengancam akan datang lagi. Pada waktu itu muncul Bu-Suheng yang memang mencari Ibu dan aku...?
?BU-Suheng?? tanya Sin Cu. ?Murid Ayah tirimu??
?Bukan. Dia murid Ouw Yang Lee. Dia berada di Pulau Naga ketika kami diculik. Setelah dewasa dia mencari kami dan pada hari itu dia muncul di Pek-In-San. Akan tetapi biarpun dia tadinya ikut Ouw Yang Lee ke Kotaraja, Suhengku itu tidak senang dan tidak setuju melihat Ouw Yang Lee mengabdi kepada Thaikam Liu Cin yang menyuruh mereka untuk melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang dimusuhinya. Maka dia meningnggalkan Ouw Yang Lee dan ketika dia mendengar bahwa Ouw Yang Lee hendak membunuh Ibu dan Ayah tiriku, dia membantu kami. Kemudian Ouw Yang Lee yang jahat itu datang juga bersama seorang kawannya berjuluk Tho-Te-Kong yang sangat lihai. Terjadi perkelahian. Aku dan Gu Tian Susiok mengeroyok Ouw Yang Lee, sedangkan Tho-Te-Kong yang amat lihai itu dihadapi Bu-Suheng dan Ayah tiriku Ciang sek. Akhirnya kami dapat mengusir dan mengalahkan dua orang jahat itu. setelah itu, aku dan Bu-Suheng pergi untuk mencari lbu Sim Kui Hwa dan adik Ouw Yang Hui. Kami hanya tahu bahwa Ibu Sim Kui Hwa ditolong oleh seorang pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San. Maka kami berdua lalu hendak mencari keterangan ke Siauw-Lim-Si dan di depan Kuil itu kami bertemu dengan Ibu Sim Kui Hwa. Nah, darinyalah aku mendengar tentang Hui-moi yang diculik orang. Aku dan Bu-Ko lalu pergi mencari dan kami berpencar. Bu-Ko hendak mencari si penculik yang bergigi emas dan aku sendiri Juga hendak mencari ke Kotaraja seperti juga engkau, aku menduga bahwa semua ini tentu ada hubungannya dengan Ouw Yang Lee. Kemudian aku melihat engkau pingsan di hutan itu, Cu-Ko.?
?Dan engkau menolongku, Lan-moi. Sungguh kebetulan sekali. Agaknya Tuhan telah menghendaki pertemuan kita ini...?
?Memang, agaknya kita memang berjodoh. hemmn maksudku... telah dipertemukan untuk bersama-sama mencari adik Ouw Yang Hui. Sekarang kita sudah tahu bahwa Hui-moi terjatuh ke tangan iblis betina Kim Niocu itu. Mari kita lanjutkan perjalanan kita ke Kotaraja, Cu-Ko. Pakaian kita sudah kering sekarang.?
?Sayang semua bekal pakaian kita lenyap, Lan-moi.?
?Jangan khawatir. Mari kita mencari dusun atau kota di mana aku dapat menukarkan perhiasanku ini dengan uang dan pakaian untuk bekal kita. Juga sebaiknya kita membeli lagi sebuah perahu karena perahu kita sudah hanyut dan hilang. Dengan perahu kita akan lebih cepat t?ba di Kotaraja.? Sin Cu menurut saja dan mereka lalu meninggaikan tempat itu, berjalan menyusuri tepi sungai ke arah hilir. Akan tetapi kata-kata Ciang Lan tentang jodoh tadi tetap bergema di telinganya dan hatinya merasa tidak enak. Sebetulnya dia ingin mengaku terus terang kepada gadis ini bahwa dia sudah bertunangan dengan Ouw Yang Hui, akan tetapi entah mengapa, dia merasa tidak tega dan juga tidak ingin melihat sikap Ciang Lan berubah terhadap dirinya.
Bhong Ki atau Bhong-Pangcu (Ketua Bhong), ketua cabang Pek-Lian-Kauw yang berusia lima puluh tahun itu, memandang kepada Bhong Lam dan Ouw Yang Hui dengan alis berkerut dan mata mencorong marah. Pemuda itu mengajak Ouw Yang Hui yang telah menjadi isterinya menghadap Ayahnya. Mereka diterima dalam ruangan tertutup itu dan ketika Bhong Lam atau Bhong-Kongcu menceritakan kepada Ayahnya bahwa dia telah memperistri Ouw Yang Hui dan melarikan gadis itu dari tangan Kim Niocu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw ini marah sekali.
?Apa...? Engkau melarikan gadis yang menjadi tawanan Kim Niocu dan membebaskan seorang tawanannya?? Bentaknya sambil memandang pemuda dan gadis yang duduk di atas kursi itu sambil menundukkan kepala mereka. ?Dengan begitu sebagai seorang anggauta Pek-Lian-Kauw engkau telah berkhianat! Bukan itu saja, engkau juga telah menyeret aku sebagai seorang Pek-Lian-Kauw yang tidak setia! Lupakah engkau bahwa aku adalah seorang ketua cabang Pek-Lian-Kauw? Perbuatanmu ini menempatkan aku menjadi seorang pengkhianat yang memusuhi puteri ketua umum! Sekarang, enyah kau dari sini! Pergi bersama perempuan ini?
?Ayah...? Bhong-Kongcu memohon.
?Aku bukan Ayahmu dan engkau bukan anakku lagi! Pergi sekarang juga sebelum aku berubah pikiran dan membunuh kalian berdua!? bentak Bhong Khi dengan muka merah dan mata melotot.
?Akan tetapi Ayah...? ?Cukup!? Tangan ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu bergerak. Tampak sinar berkelebat dan sebatang pedang telah menancap di depan Bhong Lam, menancap di lantai dan gagangnya bergoyang-goyang. Wajah Bhong Lam menjadi pucat. Lemparan pedang itu membuktikan bahwa Ayahnya sudah marah sekali dan tidak mau memberi hati sedikitpun. Dia lalu menggandeng tangan Ouw Yang Hui, bagkit dan setelah sekali lagi memandang wajah Ayahnya, Bong Lam menarik Ouw Yang Hui pergi meninggalkan ruangan dan rumah itu, lalu keluar dari perkampungan Pek-Lian-Kauw. Ouw Yang Hui berjalan di samping Bhong Lam yang telah menjadi suaminya selama kurang lebih satu bulan. la melangkah dengan kepala ditundukkan. Gadis ini merasa betapa jantungnya seperti diremas-remas.
Harus diakuinya bahwa Bhong Lam bersikap baik sekali kepadanya, penuh kasih sayang, juga amat lembut dan menghormatinya. la merasakan benar bahwa pemuda ini memang sungguh mencintanya. Akan tetapi, kalau ia teringat kepada Wong Sin Cu, hatinya menjerit. Cintanya hanya untuk Sin Cu. Tak mungkin ia mencinta pria lain. Terhadap Bhong Lam yang amat mencintanya pun, ia tidak mempunyai perasaan cinta, ia terpaksa menyerahkan dirinya kepada Bhong Lam. Tidak, Bhong Lam sama sekali tidak memperkosanya, tidak menggunakan kekerasan untuk memilikinya. Akan tetapi ia terpaksa harus menyerahkan diri dengan rela untuk memenuhi janjinya. Bhong Lam telah membebaskan Sin Cu, telah menyelamatkan Sin Cu dari ancaman maut dan rela mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan pria yang dikasihinya itu.
la rela berkorban nyawa sekalipun demi cintanya terhadap Sin Cu. Akan tetapi, biarpun ia rela menyerahkan diri kepada Bhong Lam, namun pemuda Pek-Lian-Kauw itu benar-benar amat mencintanya, namun setiap kali ia teringat kepada Sin Cu, jantungnya terasa seperti ditusuk-tusuk. Ia telah menjadi isteri Bhong Lam, biarpun tidak sah karena Ibu kandungnya tidak pernah merestuinya bahkan tidak tahu akan pernikahan terpaksa itu, Ibu kandungnya yang hanya tahu bahwa ia adalah tunangan atau calon isteri Wong Sin Cu dan pertunangan itu bahkan telah diresmikan dan disaksikan oleh para tetangga bahkan orang tua Bhong Lam sendiri juga tidak memberi restu, bahkan menentangnya. Betapa hatinya tidak akan hancur menghadapi nasibnya ini. Tiba-tiba terdengar seruan nyaring sekali,
?Bhong Lam, berhenti kau...!? Bhong Lam dan Ouw Yang Hui terkejut, menghentikan langkah mereka dan membalikkan tubuh. Sesosok bayangan berlari cepat sekali ke arah mereka. Bhong Lam yang lebih dulu mengenal bayangan itu.
?Ayah datang! Hui-moi, berlindunglah di belakangku.? Ouw Yang Hui mengerutkan alisnya. Mau apa orang tua yang sudah tidak merestui perjodohan mereka itu kini datang. la pun melangkah dan berdiri di belakang Bhong Lam yang menanti Ayahnya dengan alis berkerut. Cepat sekali Bhong Khi atau atau Bhong Pangcu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu berlari dan sebentar saja dia sudah berdiri di depan Bhong Lam. Wajah ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu merah sekali dan matanya bersinar mencorong.
Dia baru saja menerima utusan Kim Niocu yang menyampaikan perintah puteri ketua umum Pek-Lian-Kauw itu agar dia segera menangkap Bhong Lam dan Ouw Yang Hui hidup atau mati. Hidup atau mati Ini berarti bahwa dia harus memaksa puteranya dan gadis yang dipilihnya sebagai isteri itu untuk menyerahkan diri dan kalau puteranya membangkang, dia harus membunuh mereka. dan kalau dia tidak melaksanakan perintah ini, pasti dia akan dianggap memberontak dan akan dijatuhi hukuman mati. Kini Ayah dan anak itu saling berhadapan. Bhong Lam berdiri dengan sikap melindungi Ouw Yang Hui. Dan memang pemuda ini bertekad untuk melindungi wanita yang dicintanya dan yang sudah menjadi isterinya itu dari ancaman siapapun juga Bahkan Ayah kandungnya sendiri akan ditentangnya kalau hendak mengganggu Ouw Yang Hui.
?Bhong Lam, berlututlah engkau dan dengarkan perintah dari Kim Niocu!? Dalam suara Bhong Khi itu terkandung wibawa yang amat kuat karena dia mengerahkan kekuatan sihirnya. Kalau Bhong Lam menghendaki, tentu dia dapat melawan perintah ini karena diapun sudah mempelajari ilmu sihir. Akan tetapi dia tidak berani dan dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Ayahnya. Perintah Kim Niocu sebagai puteri ketua Umum Pek-Lian-Kauw memang perlu disambut dengan segala kehormatan. karena gadis itu adalah orang kedua setelah Ayahnya. Melihat Bhong Lam menjatuhkan diri berlutut, Ouw Yang Hui juga berlutut di belakang pemuda itu sambil menundukkan mukanya, mendengarkan.
?Bhong Lam, atas perintah dari Kim Niocu, cepat kau bunuh perempuan itu kemudian ikut aku menghadap Kim Niocu. Mungkin dengan begitu engkau akan dapat diampuni!? kata ketua cabang Pek-Lian-Kauw itu. Mendengar ucapan Ayahnya ini, Bhong Lam terkejut dan diapun melompat berdiri, lalu berkata kepada Ouw Yang Hui yang masih berlutut,
?Hui-Moi, menjauhlah ke sana!? Ouw Yang Hui menurut. la bangkit berdiri lalu mundur sampai agak jauh. Setelah itu Bhong Lam menghadapi Ayahnya dan berkata,
?Ayah, aku akan melaksanakan dan menurut semua perintah Ayah kecuali yang Ayah katakan tadi. Ouw Yang Hui adalah isteriku yang kucinta dengan segenap jiwa ragaku dan akan kubela dengan taruhan nyawaku. Karena itulah maka aku tidak akan menghadap Kim Niocu yang berniat buruk terhadap kami,? Kalau tadi ketika mendengar perintah Ayahnya, muka Bhong Lam berubah pucat sekali, kini muka itu menjadi merah kembali, bahkan sangat merah karena hatinya dibakar kemarahan.
?Bhong Lam, engkau tahu apa hukumannya seorang anggauta Pek-Lian-Kauw kalau menentang perintah pimpinan?? bentak Bhong Khi.
?Aku tahu, Ayah. Hukumannya adalah mati, akan tetapi aku rela mati untuk melindungi dan membela Ouw Yang Hui.? kata Bhong Lam dengan sikap gagah dan mendengar ini, Ouw Yang Hui merasa terharu juga. walaupun tidak ada rasa cinta dalam hatinya terhadap pemuda itu. Dengan sikap menentang Ayah kandungnya dan juga perkumpulannya itu, Bhong Lam membuktikan Cinta kasihnya kepadanya. Pemuda itu siap mengorbankan nyawanya untuk melindungi dan membelanya, seperti juga cintanya terhadap Sin Cu membuat ia dengan rela mengorbankan segalanya. Cinta kasih memang baru terbukti mutunya dengan mengorbankan diri.
?Kalau engkau tidak mau membunuhnya, akulah yang akan membunuhnya karena ia yang menjadi biang keladi sehingga keluarga kita akan dianggap mengkhianati Pek-Lian-Kauw? kata Bhong Khi dan ketua cabang Pek-Lian-Kauw ini sudah mencabut pedangnya, sebatang pedang panjang yang berkilauan saking tajamnya.
?Singgg...? Bhong Lam juga sudah mencabut pedangnya dan menghadang di depan Ayahnya dengan pedang di tangan kanan bersilang di depan dada. Melihat puteranya berdiri menghadang dengan pedang terhunus di tangan, Bhong Khi memandang dengan mata terbelalak.
?Apa...?!? Engkau... engkau berani melawanku...!? dia membentak penasaran. Pemuda itu putera kandungnya, juga muridnya, berdiri dengan pedang telanjang menghadapi dan menentangnya. Dengan sikap serius dan tegas Bhong Lam berkata,
?Ayah, aku akan melawan siapa saja yang akan mengganggu Hui-moi.?
?Keparat...! Anak durhaka...! Kalau begitu engkau juga akan kubunuh dan kepalarmu akan kuperlihatkan kepada pimpinan tertinggi Pek-Lian-Kauw sebagai bukti kesetiaanku!? Setelah berkata demikian, Bhong Khi menggerakkan pedangnya menyerang dengan dahsyat. Bhong Lam juga menggerakkan tubuh dan pedangnya. Mula-mula dia mengelak, akan tetapi pedang Bhong Khi terus mengejar dan menyambar dengan serangan bertubi-tubi yang ganas. Setelah mengelak dan melompat ke sana sini untuk menghindarkan diri dari serangan yang menggunakan jurus-jurus yang telah dikenalnya, akhirnya Bhong Lam terpaksa menangkis sambil mengerahkan tenaganya.
?Singgg... tranggggg...!? Dua batang pedang bertemu dan Bhong Lam terhuyung ke belakang. Bagaimanapun juga, tenaga sinkangnya masih kalah kuat dibandingkan Ayahnya. Akan tetapi Bhong Lam sudah nekad. Dia akan melawan terus untuk melindungi isterinya, kalau perlu dia akan melawan Ayahnya sampai titik darah terakhir. Siapa saja baru boleh mengganggu Ouw Yang Hui setelah melangkahi mayatnya.! Dia mengeluarkan seluruh tenaga dan kemampuannya untuk melawan Ayahnya.
Perkelahian antara Ayah dan anak itu terjadi amat serunya karena keduanya maklum bahwa masing-masing tidak akan mau mengalah. Bhong Lam juga tidak sungkan-sungkan untuk membalas dengan serangan-serangan maut karena pada saat itu dia sudah tidak melihat Ayahnya sebagai Ayah, melainkan sebagai musuh yang harus dibunuh karena hendak mengganggu Ouw Yang Hui Namun, setelah dapat bertahan sampai lima puluh jurus, akhirnya Bhong Lam terdesak juga. Dia kalah matang dalam latihan dan juga kalah kuat tenaganya. Dia mulai terdesak dan Bhong Khi tidak mau mengalah sedikitpun juga, bahkan mendesak untuk membunuh! Ketika Bhong Lam terhuyung, sebuah sapuan kakinya membuat pemuda itu terpelanting. Bhong Khi menyusulkan bacokan dengan pedangnya ke arah leher Bhong Lam yang sudah roboh.
?Singgg... tranggg...!? Bhong Ki terkejut dan melompat ke belakang. Ternyata yang menangkis bacokan tadi adalah seorang wanita berusia empat lima puluh tahun, masih tampak cantik, berpakaian mewah dan ia memegang sebatang pedang di tangannya, pedang yang tadi dipergunakan menangkis bacokan Bhong Khi ke arah leher puteranya. Bukan main marahnya hati Bhong Khi ketika mengenal wanita itu yang bukan lain adalah isterinya sendiri! Bhong Khi menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka isterinya dan berkata lantang,
?Mau apa engkau kesini dan mengapa engkau mencegah aku membunuh anak durhaka yang telah mengkhianati Pek-Lian-Kauw ini?? Dengan alis berkerut Nyonya Bhong Khi menjawab dan suaranya juga penuh kemarahan.
?Apakah engkau sudah menjadi gila? Seekor harimaupun tidak akan membunuh anaknya sendiri.?
?Kau tahu apa? Dia sudah mengkhianati Pek-Lian-Kauw, menentang Kim Niocu. Kalau sekarang aku tidak membunuhnya, kita sekeluarga tentu akan dihukum mati oleh Pimpinan tertinggi!? bantah Bhong Khi.
?Lebih baik aku dihukum mati daripada harus membunuh anakku? teriak Nyonya Bhong Khi marah, ?Tidak, tidak ada yang boleh membunuh Bhong Lam! Aku yang akan menghalangi!?
?Lam-ji (anak Lam), cepat pergi engkau menyelamatkan diri, biar aku yang akan mencegah Ayahmu yang telah menjadi gila ini mengejarmu!? Bhong Lam tahu bahwa Ayahnya amat mencinta Ibunya, akan tetapi diapun maklum bahwa imu silat Ibunya tidak akan mampu menandingi ilmu kepandaian Ayahnya, bahkan tingkat kepandaian Ibunya itu masih berada di bawah tingkatnya sendiri. Dia tahu bahwa bahaya yang mengancam keselamatan Ouw Yang Hui masih ada, maka tanpa berkata apapun dia lalu menghampiri Ouw Yang Hui dan mengajak gadis itu berlari meninggalkan tempat itu. Bahkan dia lalu memondong tubuh isterinya itu dan membawa berlari cepat memasuki sebuah hutan lebat. Melihat ini, Bhong Khi menjadi semakin marah.
?Perempuan bodoh! Apa engkau ingin melihat kita sekeluarga dihukum mati semua, Minggir kau! Aku harus dapat menangkap mereka!?
?Tidak, selama masih ada aku di sini, engkau tidak boleh membunuh Lam-ji!? teriak isterinya sambil melintangkan pedangnya menghadang.
?Keparat! Daripada kita semua yang binasa, lebih baik engkau sendiri mampus!? bentak Bhong Ki dan diapun sudah menyerang dengan tusukan pedang ke arah dada isterinya sendiri. Nyonya Bhong Khi cepat mengelak dan membalas. Terjadilah perkelahian dengan pedang antara suami isteri ini. Perkelahian sungguh-sungguh, setiap serangan merupakan cengkeraman maut. Mereka bersungguh untuk saling membunuh.! Biarpun tingkat kepandaiannya sebenarnya kalah jauh, akan tetapi wanita yang sudah nekat untuk melindungi puteranya itu mengamuk dengar hebat sehingga Bhong Khi agak kewalahan juga untuk menundukannya.
Akan tetapi setelah ketua cabang Pek-Lian-Kauw ini mencurahkan perhatiannya, dia mulai dapat mendesak dan dengan gerakan yang amat cepat sambil membentak keras pedangnya berhasil menembus dada Isterinya, Wanita itu roboh mandi darah dan tewas seketika. Bhong Khi tidak memperdulikan lagi isterinya dan cepat melakukan pengejaran. Akan tetapi Bhong Lam sudah lenyap ke dalam hutan dan Bhong Khi tidak tahu ke arah mana puteranya itu melarikan diri. Sementara itu bermunculan Para anggauta Pek-Lian-Kauw. Beberapa orang wanita pembantu Nyonya Bhong Khi menangisi mayat majikan mereka. Ketika Bhong Khi kembali ke tempat tadi, dia menegur mereka yang menangisi mayat isterinya.
?Sudah, kalian jangan menangis. la mati karena membela seorang pengkhianat. Sekarang angkut jenazah itu pulang!? Biarpun dalam hatinya Bhong Khi berduka dan menyesal sekali telah membunuh isterinya sendiri yang sesungguhnya dia cinta, namun diapun merasa lega karena kematian isterinya di tangannya itu dapat di jadikan bukti bahwa dia setia kepada Pek-Lian-Kauw sehingga menegakan putera dan isteri sendiri. Bukti kesetiaannya ini tentu akan dapat membebaskan dia dari hukuman yang biasa dijatuhkan terhadap anggauta yang berkhianat atau memberontak.
Mereka berhenti di lereng sebuah bukit. Bhong Lam menyeka keringatnya yang membasahi muka dan lehernya. Dia telah berlari jauh sambil memondong Ouw Yang Hui sehingga merasa kelelahan dan juga berkeringat. Setelah tiba di lereng bukit itu, yang sudah jauh sekali dari tempat Ayahnya, dia berhenti. Mereka duduk di bawah pohon besar dan Ouw Yang Hui menangis tanpa suara, hanya mengusap air matanya yang menetes-netes di atas kedua pipinya. Bhong Lam duduk di dekatnya dan dengan lembut dan penuh kasih sayang menyentuh pundaknya.
?Hui-moi sayang, kenapa engkau menangis? Bahaya sudah lewat, engkau tidak perlu takut dan khawatir, Hui-moi,? katanya dengan halus. Ouw Yang Hui menahan isaknya dan mengusap kering air matanya, kemudian sambil menundukkan mukanya ia berkata.
?Bhong-Kongcu...? ?Aih, Hui-moi, kenapa engkau masih saja menyebut aku Kongcu (Tuan Muda)? Bukankah engkau ini isteriku? Bhong Lam menegur lembut.
?Maafkan aku, Kongcu. Aku masih belum dapat mengubah sebutan itu.?
?Sudahlah, akan tetapi kenapa engkau menangis? Sudah kukatakan bahwa engkau tidak perlu khawatir karena aku akan melindungi dan membelamu dengan taruhan nyawaku.?
(Lanjut ke Jilid 27) Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 27 Ouw Yang Hui menghela napas panjang,
?Aku tidak khawatirkan diriku sendiri. Aku menangis karena merasa sedih Kongcu, Kenyataannya bahwa diriku hanya mendatangkan malapetaka bagi orang lain, Aku telah membuat tunanganku terjebak dan nyaris tewas, semua itu terjadi hanya karena dia hendak membelaku Sekarang engkaupun sampai dimusuhi bahkan hampir dibunuh oleh Ayah kandungmu sendiri karena aku pula. Ah sungguh buruk sekali nasibku, hanya membikin celaka orang lain.?
?Ah... engkau mengkhawatirkan aku, Hui-moi? Benarkah... benarkah engkau mengkhawatirkan diriku?? Ouw Yang Hui memandang wajah itu Memang tidak ada perasaan cinta di hatinya terhadap pria ini, akan tetapi bagaimanapun juga, harus ia akui bahwa Bhong Lam amat menyayangnya, bahkan rela mengorbankan nyawa untuk melindunginya. telah berkorban membiarkan dirinya dimusuhi bahkan akan dibunuh Ayahnya, juga perkumpulannya sendiri. Bagaimanapun juga, pengorbanan Bhong Lam besar sekali demi cintanya kepadanya.
?Tentu saja aku mengkhatirkan dirimu, Kongcu demi akulah maka engkau mengalami malapetaka ini?
?Ah. terima kasih, Hui-moi terima kasih! Pengorbanan ini tidak ada artinya bagiku! Aku cinta padamu, Hui-moi dan Untuk belamu, aku siap untuk mati seribu kali? Ouw Yang Hui merasa tidak enak sekali. pemuda itu mencinta dengan mati-matian, padahal ia sendiri sama sekali tidak mempunyai perasaan cinta kasih kepadanya. Segera ia mengalihkan percakapan dan perhatian Bhong-Kongcu,
?Sekarang kita akan pergi ke mana?? Bhong Lam bangkit berdiri dan memandang ke bawah lereng bukit itu.
?Lihatlah Hui-moi, di lereng paling bawah itu terdapat sebuah rumah terpencil. Kalau aku tidak salah ingat, rumah itu milik seorang kaya dari kota yang menjadikannya sebagai tempat peristirahatan di bukit ini. Kita dapat tinggal di sana untuk sementara waktu, Mari kita ke sana, Hui-moi!?
Ouw Yang Hui tidak membantah atau bertanya lagi, lalu keduanya berjalan menuruni lereng menuju ke rumah yang dari atas tampak gentengnya yang kemerahan itu. Setelah mereka tiba di depan rumah itu, hari telah sore. Matahari sudah turun ke barat dan cahayanya sudah lemah kemerahan. Bhong Lam dan Ouw Yang Hui memasuki halaman rumah itu. Rumah itu temboknya putih dan tampaknya terawat dengan baik. Bermacam tanaman bunga tumbuh subur di pekakarangan depan, menjadi Semacam taman kecil. Beberapa batang pohon jeruk penuh dengan jeruk-jeruk yang sudah mennguning. Seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang sedang bekerja di pekarangan itu, menyirami bunga, melihat mereka, ia segera maju menghampiri. Dia seorang dusun yang bekerja sebagai tukang kebun rumah itu.
?Selamat sore, Kongcu (Tuan Muda) dan Siocia (Nona), apakah yang dapat saya bantu unt?k ji-wi (anda berdua)?? tegur tukang kebun itu yang agaknya sudah terbiasa bersikap sopan terhadap orang-orang yang pakaiannya bukan seperti orang dusun. Dengan sikap halus seperti biasa, Bhong Lam mengangguk kepada orang itu dan bertanya,
?Paman yang baik, bukankah ini rumah peristirahatan seorang hartawan dari kota See-kang??
?Benar sekali, Kongcu. Lai-Wangwe (Hartawan Lai) dari kota See-kang yang memiliki rumah peristirahatan ini dan kebetulan sekali, pada saat ini Lai-Wangwe sedang berada di sini sejak kemarin, bersama seorang isterinya. Mereka datang dengan kereta kemarin pagi.? Tukang kebun itu agaknya bangga akan majikannya dan suka bercerita.
?Apakah hanya mereka berdua dan Paman saja yang berada di rumah ini?? tanya Bhong Lam.
?Benar, Kongcu. Lai-Wangwe tidak mau diganggu kalau berada di sini. Kusir dan keretanya sudah disuruh pulang dan minta dijemput besok pagi. Saya memang selalu berada disini untuk mengurus dan menjaga rumah kalau sedang kosong. Pada saat itu, dua orang muncul di pintu depan yang terbuka. seorang laki-laki berusia sekitar enam puluh tahun berpakaian mewah dan seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun yang juga berpakaian mewah dan masih tampak cantik.
?A-sam, siapakah yang datang?? tanya laki-laki itu kepada tukang kebun. Melihat dua orang itu, Bhong Lam lalu menggandeng tangan Ouw Yang Hui, diajak menghampiri dua orang yang muncul di pintu depan rumah itu. Setelah berhadapan dengan mereka, Bhong Lam menjura dengan sikap hormat dan Ouw Yang Hui hanya meniru yang dilakukan pemuda itu.
?Harap Paman dan Bibi sudi memaafkan kami berdua. Saya bernama Bhong Lam dan ini adalah isteri saya. Kami berdua melakukan perjalanan dan sampai di sini hari telah senja. Kami khawatir kemalaman di tengah perjalanan, maka kalau sekiranya Paman dan Bibi tidak berkeberatan kami mohon diperkenankan melewatkan malam di sini.? Sikap Bhong Lam demikian lembut dan kata-katanya juga menunjukan bahwa dia seorang terpelajar, wajahnya tampan dan pakaiannya mewah. Jelas bahwa dia seorang pemuda terpelajar dan hartawan, bahkan pantas menjadi seorang bangsawan, maka tentu saja amat menarik hati Lai-Wangwe dan isterinya. Apa lagi Ouw Yang Hui juga amat menarik hati. Seorang gadis yang amat cantik.
?Ah boleh sekali. Kami tidak keberatan dan memiliki beberapa buah kamar yang malam ini kosong tidak dipakai. Silakan masuk, orang-orang muda, Kalian masih begini muda, tentu kalian pengantin baru, bukan?? kata Lai-Wangwe sambil mempersilakan kedua orang pendatang itu masuk.
?Benar sekali, Paman. Kami memang belum lama menikah,? kata Bhong Lam.
?Mari, silakan duduk!? kata Lai-Wangwe setelah mereka tiba di ruangan dalam.
?kalian tentu belum makan malam! Kebetulan kami juga sedang hendak makan malam, kami bersedia banyak makanan dan baru saja tadi A-Sam membantu isterinya memanaskan masakan.? Hartawan itu beserta isterinya lalu mengajak dua orang tamunya memasuki ruangan makan di bagian belakang rumah. Sebuah meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap telah tersedia di atas meja. Bhong Lam dan Ouw Yang Hui tentu saja merasa sungkan akan tetapi diam-diam mereka juga girang sekali karena perut mereka terasa lapar sekali dan tubuh lelah. Empat orang itu lalu makan minum dan dengan ramahnya Lai-Wangwe menjamu mereka.
?Rumah Paman begini indah dan banyak kamarnya, kenapa hanya Paman dan Bibi berdua saja yang tinggal di sini?? Bhong Lam bertanya sedangkan Ouw Yang Hui sejak tadi tidak ikut bicara, hanya tersenyum ramah kalau suami isteri tuan rumah itu kebetulan memandang kepadanya.
?Ah, rumah ini memang merupakan rumah peristirahatan keluarga kami Bhong-hiante. Aku bernama Lai Sin dan tinggal di kota See-kang, berdagang di kota itu. Kalau ingin mengaso, kami sekeluarga tinggal di tempat sunyi dan sejuk ini untuk beberapa hari lamanya dan kebetulan kali ini hanya aku dan Sam-hujin (Nyonya ketiga) berdua saja yang ingin beristirahat di sini selama dua malam, dan besok kami akan di jemput kereta kami dan kembali ke See-Kang.
?Akan tetapi tadi kami bertemu dengan orang diluar.? kata Bhong Lam.
?Oh... itu A-Sam tukang kebun dan penjaga rumah kami ini. Hanya dialah yang menemani kami berdua di sini dan dia yang kami suruh kalau kami membutuhkan apa-apa.? Setelah selesai makan, Bhong Lam berkata,
?Banyak terina kasih atas keramahan dan kebaikan hati Paman dan Bibi yang sudah menerima dan menjamu kami. Sekarang kami mohon maaf, Paman dan bibi. Kami telah melakukan perjalanan jauh dan kami merasa lelah sekali. Kami ingin membersihkan diri lalu mengaso. Besok pagi saja kita dapat bicara lebih lama.?
?Tentu saja. Silakan, di sana ada kamar mandi dan kalian boleh bermalam di kamar yang berada di sudut itu,? kata Lai-Wangwe dengan ramah. Bhong Lam dan Ouw Yang Hui mengucapkan terima kasih, Mereka lalu membersihkan badan di kamar mandi, kemudian memasuki kamar yang diperuntukkan untuk mereka. Kamar itu cukup bersih dan indah. Saking lelahnya, begitu tubuhnya rebah dia atas pembaringan, Ouw Yang Hui langsung pulas. Bhong Lam duduk di tepi pembaringan,memandang wajah isterinya sambil tersenyum. Hatinya terasa berbahagia sekali memandang wajah wanita yang amat disayangnya itu. Sinar lampu gantung yang redup membuat wajah itu tampak semakin jelita. Dia membungkuk dan mencium dahi Ouw Yang Hui dengan hati-hati dan penuh rasa kasih sayang. Dia tidak mau mengganggunya, akan tetapi dia juga belum ingin tidur.
Masih ada pekerjaan penting yang harus diselesaikannya. Dia duduk bersila diatas pembaringan untuk memulihkan tenaganya karena diapun merasa lelah sekali setelah tadi bertanding melawan Ayahnya sendiri kemudian harus melarikan diri sambil memondong tubuh Ouw Yang Hui sampai setengah hari lamanya. Malam itu hawa udara amat dingin. setelah keadaan sunyi dan pernapasan Ouw Yang Hui menunjukkan bahwa gadis itu sudah pulas sekali, Bhong Lam lalu turun dari atas pembaringan, Ia membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh wanita yang dicintanya itu, kemudian berindap-indap dia meninggalkan kamar, membuka pintu lalu menutupkan lagi daun pintu kamar dari luar. Tak lama kemudian tubuhnya berkelebat dan dia sudah berada di luar kamar hartawan Lai dan isterinya. Dia menempelkan daun telinganya pada jendela tidur kamar itu.
Pada saat itu, sinar lampu gantung diluar kamar menyoroti mukanya dan wajah pemuda itu sungguh berbeda jauh dari biasanya. Garis-garis yang menunjukkan kelembutan pada wajah itu lenyap terganti garis-garis yang keras dan mulutnya tampak membayangkan kekejaman, sepasang matanya mencorong seperti mata sepasang binatang buas. Pada saat seperti itu, seluruh pikiran dalam benaknya hanya tertuju sepenuhnya kepada kepentingan diri sendiri, keuntungan diri sendiri. Setiap apa saja yang dianggapnya sebagai penghalang pemenuhan keinginannya, harus disingkirkan dengan cara apapun juga. Dia melihat rumah itu sebagai tempat tinggal sementara yang amat baik bagi dia dan Ouw Yang Hui. Cukup tersembunyi, terpencil, juga cukup menyenangkan. Dia harus memilikinya, untuk menjadi tempat tinggal mereka berdua. Setidaknya untuk sementara.
Dan semua penghalang harus disingkirkan! Pendengarannya yang tajam dapat menangkap suara dengkur Hartawan Lai. Jelas, suami isteri itu sudah tidur nyenyak, pikirnya. Dia lalu menggunakan tenaganya untuk mendorong daun jendela sehingga terbuka dengan paksa. Dengan ringan dia melompat ke dalam kamar yang remang-remang karena hanya diterangi sebuah lampu meja yang kecil. Dalam keremangan, dia melihat tubuh dua orang suami isteri itu menggeletak di atas pembaringan. Karena cuaca remang-remang, ketika tangannya menyentuh meja, tanpa sengaja dia menggulingkan sebuah cawan. Cawan itu terguling dan jatuh dari atas meja tanpa dapat dicegah Bhong Lam karena tidak kelihatan. Terdengar bunyi berkerontangan dan suara ini cukup nyaring sehingga membangunkan Hartawan Lai dan isterinya.
?Eh, apa itu...? tanya Hartawan Lai sambil menyingkap selimutnya. Isterinya sudah bangkit duduk dan melihat bayangan Bhong Lam di dekat pembaringan.
?Heii, siapa engkau..?? jeritnya. Tubuh Bhong Lam. bergerak cepat sekali ke arah pembaringan, dua kali tangan kanannya bergerak ke depan dan suami lsteri itu roboh kembali dan tidak mampu bergerak kembali karena Pemuda itu dengan kejam sekali telah menurunkan tangan maut, Dia sengaja mempergunakan Tok-Ci (Jari Beracun), menotok dada suami isteri itu. Hawa beracun yang terkandung dalam jari telunjuknya menyerang jantung dan orang yang ditotoknya langsung tewas seketika. Tanpa melihat lagi Bhong Lam sudah yakin bahwa dua orang itu tentu telah tewas. Dengan tenang sekali dia membuka Palang daun pintu dan keluar dari dalam kamar itu, menutup kembali daun pintu dan daun jendela kamar, kemudian pergi ke bagian belakang rumah itu. Mudah saja dia mendapatkan kamar A-sam di bagian belakang. Dia mengetuk daun pintu kamar itu.
?Tuk-tuk-tuk!? A-sam terbangun. ?Siapa itu?? terdengar suaranya.
?Aku, Paman A-sam, bukalah pintunya Aku mau bicara, penting sekali!? kata Bhong Lam. Tadinya A-sam merasa heran dan bingung karena suara itu suara seorang laki-laki akan tetapi bukan majikannya. Akan tetapi dia segera teringat bahwa majikannya menerima dua orang tamu pria dan wanita. Dia segera turun dari pembaringan dan membuka daun pintu. Di bawah sinar lampu gantung di luar kamarnya dia mengenal pemuda yang menjadi tamu itu.
?Ah, Kongcu. Ada apakah, Kongcu??
?Tidak usah banyak tanya, A-sam, cepat arnbil cangkul dan lakukan perintahku!? kata Bhong Lam, suaranya berubah menjadi dingin penuh ancaman. A-Sam mengerutkan aiisnya.
?Ada apa ini? Malam-malam disuruh mencangkul? Mencangkul apa.??
?Sudahlah, cepat bawa cangkul dan lakukan apa saja yang kuperintahkan.? A-sam mengerutkan alisnya.
?Kongcu bersikap tidak pantas Kongcu hanya seorang tamu dan aku tidak mau melakukan perintahmu. Aku hanya menaati perintah majikanku? katanya dengan nada penasaran. Bhong Lam menggerakkan tangannya, tampaknya hanya menyentuh pundak tukang kebun itu, akan tetapi A-sam mengeluh dan dia terkulai roboh. A-sam adalah seorang yang biasa bekerja kasar, tubuhnya kuat dan tentu saja menjadi marah. Ditahannya rasa nyeri di pundak kirinya dan dia lalu menyerang Bhong Lam dengan tangan kanannya. Akan tetapi sekali lagi pemuda itu menggerakan lagi tangannya dan sekali kini pundak kanan A-san yang, disentuhnya dan untuk kedua kalinya tubuh A-sam terkulai roboh dan karena mengaduh-aduh, kedua pundaknya terasa nyeri bukan main.
?Nah, apakah engkau membantah? Ataukah harus kupukul Sampai mati...?!?? bentak Bhong Lam. Kini mengertilah A-sam bahwa ia berhadapan dengan orang yang amat lihai.
?Aku... aku menurut.? katanya sambil mengaduh. Bhong Lam menggerakkan tangannya, dua kali ia menepuk kedua pundak A-sam dan orang ini merasa betapa pundaknya tidak nyeri lagi. Makin yakinlah dia bahwa pemuda itu benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka diapun segera mengambil sebuah cangkul dari sudut kamarnya. Bhong Lam mengambil lampu yang tergantung di situ, lalu mengajak A- Sam menuju ke kebun belakang. Setelah tiba di tempat terbuka dalam kebun itu, dia menuding ke arah sepetak rumput dan berkata kepada A-sam.
?Cepat gali lubang yang besar, Cepat kataku!? A-sam tidak berani membantah atau bertanya walaupun dia merasa bingung dan heran sekali, mengira bahwa pemuda itu tentu gila. Akan tetapi karena ketakutan, diapun menggali dengan cepat mengerahkan seluruh tenaganya.
?Kurang panjang, dua kali itu panjangnya? perintah Bhong Lam. A-sam menggali terus, keringat mulai membasahi tubuhnya, dia merasa semakin heran. Untuk apa menggali lubang sepanjang itu!
?Kurang dalam!? kata Bhong Lam. ?Sepinggang lebih dalamnya dan lebarnya juga dua kali itu!? Diam-diam A-sam mengutuk. Orang ini tentu gila, pikirnya. Kalau menggali tanah saja untuk menanam pohon, untuk apa demkian panjang, demikian lebar dan dalam. Akan tetapi dia tidak berani bertanya dan menggali terus. Mencangkul adalah pekerjaannya sejak muda, maka dia dapat mengali dengan cepat dan kuat. Malam telah larut, mendekati fajar ketika galian lubang sudah di anggap cukup Sudah lebar dan dalam oieh Bhong Lam.
?Cukup, hentikan penggalian itu,? kata Bhong Lam. A-sam menghentikan galiannya, membawa cangkulnya merangkak keluar dari lubang. Dia memberanikan dirinya bertanya lirih,
?Kongcu, untuk apakah lubang ini?
?Untuk menguburmu!? kata Bhong Lam. Dan sekali tangannya bergerak menyambar ke arah pelipis A-sam tukang Kebun itu terpelanting roboh masuk lubang galian dan tidak mampu bergerak lagi, karena pukulan itu telah menewaskannya seketika!
Setelah menjenguk ke dalam lubang dan melihat A-sam menelungkup di dalamnya. Bhong Lam lalu, berlari menuju rumah dan masuk dari pintu belakang yang sudah terbuka ketika dia keluar ke kebun bersama A-sam tadi. Dia langsung berlari ke kamar Hartawan Lai, sama sekali tidak pernah menduga bahwa Ouw Yang Hui sudah terbangun dari tidurnya. Ketika gadis itu terbangun ia merasa heran karena tidak melihat Bhong Lam di dalam kamar. la lalu turun dari pembaringan dan menghampiri jendela, menguak tirai dan melihat bahwa di luar masih gelap. Akan tetapi mendengar suara ayam jantan berkeruyuk dari arah belakang rumah, Agaknya A-Sam memelihara ayan jantan, pikirnya dan keruyuk ayam jantan itu menandakan bahwa saat itu malam telah beralih dan fajar mulai menyingsing.
Tiba-tiba ia terkejut melihat bayangan Bhong Lam yang bergerak cepat menuju kamar induk. Kamar tuan rumah. Jantungnya berdebar karena heran dan ia tertegun, hanya berdiri di belakang jendela kamarnya. lampu diatas meja dalam kamarnya sudah padam sehingga dalam kamar itu gelap sekali. la dapat melihat keluar jendela melalui kaca jendela, akan tetapi ia tidak tampak dari luar. Tak lama kemudian ia melihat Bhong Lam datang dari kamar induk dan ia terbelalak karena pria yang telah menjadi suaminya itu memanggul dua tubuh manusia di kedua pundaknya. Bhong Lam berjalan cepat sekali, setengah berlari mamanggul dua tubuh manusia itu ke arah kebun belakang. Jantung Ouw Yang Hui berdebar keras, wajahnya pucat sekali. Ia masih dapat mengenal bentuk tubuh dan pakaian kedua orang yang dipanggul Bhong Lam itu. Mereka adalah Hartawan Lai dan isterinya yang tadi menjamu mereka!
?Ya Tuhan! Mereka kenapa? Dan apa yang dilakukan oleh Bhong Lam itu!? tanyanya dalam hati dan ia merasa khawatir bukan main, rasa khawatir yang bercampur dengan perasaan ngeri. la mengingat-ingat Pemuda itu adalah putera ketua bahkan cabang Pek-Lian-Kauw yang kejam bahkan yang hendak membunuh anak sendiri. Bhong Lam juga sudah memaksa ia menjadi isterinya dengan cara memaksanya berjanji dengan imbalan memberi pertolongannya membebaskankan Sin Cu. Bhong Lam sudah mengkhianati perkumpulannya sendiri. Orang seperti itu biasanya tentu akan dapat melakukan apa saja, demi kepentingan dirinya!
?Jangan-jangan...!? Ouw Yang Hu bergidik. Bukankah tadi Bhong Lam mengatakan bahwa tempat itu amat indah menyenangkan? apa mungkin dia ingin miliki tempat itu dan... kedua orang pemiliki rumah itu telah mati? Dibunuhnya? Ouw Yang Hui bergidik dan kedua kakinya menjadi lemas. la terhuyung dan menghempaskan tubuhnya ke pembaringan tak dapat menahan tangisnya. Kalau benar dugaannya bahwa Bhong Lam membunuh suami isteri itu, ia menjadi muak dan benci sekali.
Ingin rasanya la mengakhiri hidupnya daripada menjadi istri seorang manusia iblis seperti itu. Ia tidak mungkin dapat melakukan bunuh diri sekarang, tidak mungkin hal itu ia lakukan. la berani membunuh diri sendiri, akan tetapi ia tidak tega untuk membunuh anak yang berada dalam kandungannya! la telah menjadi isteri Bhong Lam sudah hampir dua bulan dan ia tahu benar bahwa ia telah mengandung walaupun hal itu belum ia beritahukan kepada Bhong Lam. Demi anak itulah ia harus bertahan untuk hidup, betapapun sengsara lahir batinnya. Matahari sudah mulai menerangi bumi, sinarnya sudah mencapai jendela kamar itu. Ouw Yang Hui sejak tadi sudah duduk di atas kursi dalam kamarnya, ia menanti dengan hati gelisah. Akan tetapi Bhong Lam tidak pernah muncul dan suasana yang sunyi sekali di rumah itu membuatnya bergidik ngeri.
Tidak ada suara orang, dan suara di bagian belakang. Di mana adanya A-sam? Ouw Yang Hui lalu keluar dari kamarnya lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kemudian ia memasuki rumah, mencari-cari. Akan tetapi ia tidak menemukan siapapun. Hartawan Lai dan isterinya tidak tampak demikian pula A-Sam tidak tampak batang hidungnya. Ia sudah mencari sampai pekarangan depan, namun tidak ada seorangpun di sana. Sunyi sekali di situ, kesunyian yang mengerikan hatinya Karena ia teringat akan apa yang dililihatnya pagi-pagi sekali tadi. Apakah yang di pondong di atas kedua pundak Bhong Lam adalah mayat-mayat Hartawan Lai dan isterinya? Ia bergidik. la membayangkan lagi apa yang dilihatnya melalui jendela pagi tadi. Bhong Lam memanggul tubuh Lai-Wangwe dan isterinya, dan membawanya ke kebun belakang!
Teringat akan ini, Ouw Yang Hui keluar dari pintu belakang dan pergi ke kebun yang cukup luas itu. Kebun yang penuh dengan pohon-pohon buah. Di sinipun sunyi, tak tampak seorang pun manusia. Ia melangkah perlahan-lahan matanya meneliti dan mencari-cari. Tiba-tiba ia memandang ke kiri. sebatang cangkul berdiri dengan gagangnya yang membungkuk. Cangkul itu seperti menceritakan sesuatu. Ouw Yang Hui tertarik dan segera menghampir. la berdiri terbelalak dan mukanya menjadi pucat sekali, kedua kakinya gemetar, jantungnya berdebar, matanya yang terbelalak memandang ke bawah, ke arah tanah urukan di depannya. Jelas sekali tampak tanah yang baru dicangkul. Tentu ada sesuatu yang berada di bawah tanah itu. Tiba-tiba Ouw Yang Hui merasa mual dan tak dapat ditahannya lagi ia muntah-muntah.
?Hui-moi!? tiba-tiba terdengar panggilan dan Bhong Lam sudah berada di dekat Ouw Yang Hui, memegang kedua pundak dan merangkulnya. Ada apakah denganmu Hui-moi? Engkau sakit...?? pemuda tu bertanya dengan khawatir. Ouw Yang Hui mengusap bibirnya, berdiri tegak kembali sambil menatap wajah Bhong Lam, kemudian terdengar suaranya bertanya, gemetar.
?Bhong-Kongcu, dimanakah Lai-Wangwe, isterinya, dan A-sam? Aku mencari mereka di mana, akan tetapi tidak dapat menemukan mereka.? Bhong Lam tersenyum. Hatinya tenang saja menghadapi pertanyaan Ouw Yang Hui itu. Baginya, apa yang dilakukannya semalam merupakan peristiwa biasa saja. Akan tetapi dia ingin menyembunyikannya dari Ouw Yang Hui agar isterinya yang tidak biasa dengan hal-hal seperti itu tidak akan menjadi kaget.
?Ah, pagi-pagi sekali tadi mereka telah pergi dari sini dijemput dengan kereta. Mereka tidak sempat pamit padamu, akan tetapi mereka meninggalkan pesan padaku agar kita mendiami rumah ini sementara waktu.? Sepasang mata yang jeli itu menatap tajam penuh selidik. Perlahan-lahan wajah yang tadinya pucat itu berubah menjadi merah ketika api kemarahan mulai berkobar dalam hati Ouw Yang Hui. Ia mengambil cangkul dan menyerahkannya kepada Bhong Lam.
?Engkau bohong! Hayo gali timbunan tanah ini, galii...!? Bhong Lam menerima cangkul itu akan tetapi tentu saja dia tidak menggalinya melainkan melempar cangkul itu ke samping,
?Hui-moi, tenanglah. Engkau kenapakah...?? Bhong Lam hendak memeluk, akan tetapi Ouw Yang Hui mendorongnya dengan tangannya.
?Engkau membunuh mereka! Aku tahu, aku lihat engkau memanggul mayat mereka. Engkau membunuh suami isteri itu, juga A-sam! Engkau kejam, jahat... engkau manusia iblis? Ouw Yang Hui terkulai lemas dan ia tentu akan roboh kalau Bhong Lam tidak dengan cepat merangkulnya. Wanita itu pingsan karena guncangan hebat pada batinnya. Bhong Lam lalu memondongnya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ketika siuman dari pingsannya dan mendapatkan dirinya rebah diatas pembaringan Bong Lam duduk di tepi pembaringan, Ouw Yang Hui segera bangkit duduk,
?engkau... engkau... iblis terkutuk... aku benci kamu... benci kamu ah, terkutuk kamu?
?Hui-moi, ah, Hui-moi, semua ini kulakukan untuk menyenangkan hatimu Hui-moi, aku terusir dari rumah, Kita tidak punya rumah, tidak punya pakaian, tidak punya apa apa maka kuambil rumah ini untukmu, Hui-moi, karena aku cinta padamu, aku ingin menyenangkan hatimu Hui-moi?
?Tidak! Tidak sudi aku. aku benci kamu. Engkau manusia berwatak iblis! Engkau membunuh orang-orang yang baik kepada kita, engkau terkutuk, aku benci kamu...!? Ouw Yang Hui menutupi mukanya dan menangis.
?Ampunkan aku Hui-moi... maafkan aku..., akan tetapi jangan benci aku, Hui-moi, jangan benci aku? Bhong Lam menelungkup dan membenamkan mukanya di atas pangkuan Ouw Yang Hui dan diapun menangis! Dia takut sekali kehilangan wanita yang dicintanya ini. Memang aneh sekali melihat seorang yang dengan darah dingin membunuh tiga orang tanpa berkedip itu sekarang menangis seperti anak kecil diatas pangkuan Ouw Yang Hui! Ouw Yang Hui menggunakan kedua tangannya mendorong kepala Bhong Lam dari atas pangkuarnya dan iapun turun dari pembaringan, menghapus air matanya menggig?t bibirnya menahan tangis.
?Aku tidak sudi lagi ikut denganmu biar engkau membunuhku, aku tidak mau dekat denganmu. Aku akan pergi!? katanya.
?Hui-moi...!? Bhong Lam rnenghadang di depannya kemudian menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Ouw Yang Hui, kedua tangannya merangkul kaki wanita itu.
?Jangan... Hui-moi, ahh... Jangan tinggalkan aku... aku lebih baik mati dari pada hidup tanpa engkau, jangan pergi,? Pada saat itu terdengar suara wanita berteriak dari luar rumah itu.
?Pengkhianat Bhong Lam. Keluar dan menyerahlah!? Bhong Lam terkejut dan bangkit berdiri. ia amat mengenal suara itu, Itu Suara Ang Hwa, pemimpin pasukan Hek I Kiam-Tin. Tahulah ia bahwa pasukan pengawal Kim Niocu telah berhasil menemukannya.
?Mari kita pergi.? katanya dan dia sudah memondong tubuh Ouw Yang Hui. lalu melompat dengan cepatnya, berlari ke pintu dengan maksud untuk melarikan diri dari belakang karena suara tadi terdengar dari depan rumah. Dia membuka Pintu belakang melompat ke dalam kebun dan... Sembilan bayangan hitam berkelebatan dan pa?ukan Hek I Kiam-Tin telah mengepungnya. Sembilan orang gadis berpakaian serba hitan dengan pedang di tangan telah mengepung dan siap menerjang, Tahulah Bhong Lam bahwa dia tidak dapat meloloskan diri lagi. Kiranya dia sudah dikepung. Hek I Kiam-Tin menjaga di belakang dan Ang I Tok-Tin berada di pekarangan depan. Tidak ada jalan lain. Dia harus melawan mati-matian Dia menurunkan Ouw Yang Hui dan mencabut pedangnya.
?Pengkhianat Bhong Lam! Menyerahlah kalian berdua untuk kami hadapkan kepada Niocu!? Hek Hwa berseru sambil menudingkan pedangnya ke arah Bhong Lam.
?Hek Hwa, aku bersedia untuk menyerahkan diri dan menerima hukuman apapun yang akan dijatuhkan kepada diriku, akan tetapi hanya dengan satu syarat, yaitu bebaskan isteriku Ouw Yang Hui ini dan biarkan ia pergi tanpa diganggu!? Terharu juga hati Ouw Yang Hui mendengar ucapan ini. Berkali-kali pria ini membuktikan cinta kasihnya yang amat besar kepadanya, rela berkorban apapun juga, bahkan nyawanya, untuk menyelamatkannya. la amat membenci Bhong karena kekejamannya, menbunuh orang-orang yang tidak berdosa seperti membunuh semut saja, akan tetapi iapun terharu melihat bukti kasih sayang pria itu kepadanya.
?Tidak bisa, Bhong Lam! Menurut perintah Kim Niocu, kalian harus menyerah dan kami bawa menghadap Niocu, kalau engkau melawan, terpaksa kami akan membunuhmu? kata Ang Hwa Ternyata pasukan baju merah yang dipimpin Ang Hwa sudah tiba di situ. tadi mereka menjaga di bagian depan. Setelah mendengar bahwa Bhong Lam keluar dari rumah melalui pintu belakang, merekapun cepat menuju ke belakang bergabung dengan pasukan baju hitam.
?Kalau begitu, terpaksa aku akan melawan kalian! Hui-moi, cepat lari!?
Bhong Lam maklum bahwa sekali terjatuh ketangan Kim Niocu, tentu Ouw Yang Hui akan dipaksa menyerahkan diri kepada seorang pejabat menurut pilihan Kim Niocu. Dia tidak rela wanita yang dikasihinya itu dipaksa melayani laki-laki lain. Kalau mereka berdua menyerahkan diri, dia pasti tidak akan mampu melindungi Ouw Yang Hui karena sedikit sekali harapan dia akan mendapat pengampunan dari Kim Niocu. Maka dia nekat hendak melawan sampai mati asalkan Ouw Yang Hui dapat terbebas dari tangan mereka. Akan tetapi lalu bagaimana Ouw Yang Hui akan dapat melarikan diri? la pun di kepung. dengan marah sekali Bhong Lam lalu mengamuk, menyerang mereka yang mengepung Ouw Yang Hui untuk memberi kesempatan kepada isterinya itu untuk melarikan diri. Akan tetapi diapun Segera dikeroyok belasan orang anggauta Ang I Tok-Tin dan Hek I Kiam-Tin yang lihai itu.
Ouw Yang Hui yang tidak mungkin dapat melarikan diri itu hanya berdiri menonton perkelahian itu dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan kekhawatiran. Tentu saja mengkhawatirkan Bhong Lam karena bagaimanapun juga, laki-laki itu kini bertanding mati-matian untuk membelanya! Biarpun, bukan ahli silat yang pandai, namun Ouw Yang Hiu dapat melihat bahwa betapapun lihainya Bhong Lam, tetap saja dia kewalahan menghadapi pengeroyokan regu yang dapat bekerja sama dengan amat baiknya itu. Masih untung baginya bahwa dalam pengeroyokan seperti itu, regu Ang I Tok-Tin tidak dapat mempergunakan bubuk atau asap beracun karena khawatir mengenai rekan-rekan sendiri, yaitu regu Hek I Kiam-Tin. Maka regu berpakaian merah itu hanya mempergunakan masing-masing sepasang pisau belati berwarna hitam kehijauan yang menganndung racun berbahaya sekali.
Bhong Lam mengeluarkan seluruh kemampuannya dan mengerahkan seluruh tenaganya karena dia bertekad untuk dapat membebaskan Ouw Yang Hui. Akan tetapi dipihak lawan terlalu banyak. Dia memutar pedangnya dan menyerang dengan amat nekat sehingga akhirnya dia dapat melukai dua orang pengeroyok yaitu anggauta Hek I Kiam-Tin dan anggauta Ang I Tok-Tin Akan tetapi dia sendiri terkena sabetan pedang di Pundak kirinya sehingga bajunya di bagian Pundak terobek berikut kulit dan daging pangkal lengan kirinya. Darah membasahi baju bagian dadanya, Akan tetapi Bhong Lam seperti Tidak menperdulikan dan merasakan luka ini Pedangnya berkelebat dan kembali dia melukai dan merobohkan Seorang pengeroyok. Pada saat pedangnya menangkis tiga batang pedang sekaligus, tiba-tiba saja kaki Ang Hwa mencuat dan tepat mengenai perutnya.
?Dessss...!? Tubuh Bhong Lam terjengkang dan dia roboh bergulingan dan agaknya dia sengaja bergulingan ke dekat Ouw Yang Hui. Gadis ini memandang dengan wajah pucat dan membayangkan kengerian. Bhong Lam telah merangkul kedua kakinya dan mengangkat muka yang terkena percikan darah itu memandang kepadanya.
?Hui-moi..., ampunkan aku, Hui-moi...!? katanya. Sepasang mata itu meneteskan air mata,
?Mintalah ampun kepada Tuhan, Kongcu!? katanya lirih, Pada saat itu, beberapa batang pedang menyambar ke arah tubuh Bhong Lam. Dia memutar tubuh dan bergulingan sambil menggerakkan pedangnya dengan dahsyat. Para penyerangnya mundur dan diapun melompat bangkit lalu mengamuk
lagi. Dia tau bahwa dirinya tidak akan lolos dari kepungan, bahwa dia menghadapi ancaman maut.
Akan tetapi hal ini tidaklah menggetarkan hatinya. Yang amat memedihkan hatinya adalah bahwa Ouw Yang Hui tidak mau mengampuninya, bahkan nyuruh dia minta ampun kepada Tuhan, Hal ini membuat dia penasaran dan sakit sekali hatinya. Dia tidak akan dapat mati dengan mata terpejam sebelum Ouw Yang Hui dapat memaafkannya, matinya akan penasaran kalau isterinya membencinya! Hati yang sakit ini menambah kekuatan ketika dia menghadapi pengeroyokan. Dia mengamuk dan kembali pedangnya dapat merobohkan dua orang pengeroyoknya. Akan tetapi sebatang pisau beracun di tangan kanan Ang Hwa menyambar paha kirinya. Bhong Lam terhuyung, merasa kiki kirinya seperti terbakar. Pada saat dia terhuyung, ujung pedang di tangan Hek Hwa menyerempet dadanya, Baju dan kulit dadanya robek dan darah bercucuran. Bhong Lam terhuyung dan roboh di kaki Ouw Yang Hui.
?Hui-moi... kau maafkan aku... jangan membenciku, Hui-moi...? pemuda itu mengeluh. Air mata bercucuran dari sepasang mata Ouw Yang Hui, melihat keadaan laki-laki itu. Kini pakaiannya penuh darah, juga mukanya berlepotan darah. Bhong Lam kelihatan mengerikan sekali.
?Aku maafkan engkau... Bhong-Ko (Kakak Bhong)... aku tidak membencimu...? kata Ouw Yang Hui terisak. Bhong Lam meloncat bangkit dan membalikkan tubuhnya, menyambut serangan para pengeroyoknya.
Wajahnya berseri, matanya bersinar-Sinar. Ucapan Ouw Yang Hui itu seolah memberi semangat baru kepadanya, membuatnya kuat dan tidak lagi merasakan kepedihan luka-lukanya, walaupun kaki kirinya seperti kaku dan terbakar karena keracunan. Kembali amukannya merobohkan dua orang pengeroyok. Akan tetapi pada saat yang sama, tusukan pedang Hek Hwa memasuki lambungnya. Ketika pedang tercabut dia roboh bergulingan kembali ke kaki Ouw Yang Hui. Dia merangkul kaki isterinya itu. Melihat keadaan Bhong Lam yang mandi darahnya sendiri Ouw Yang Hui tidak dapat menahan keharuan hatinya dan iapun menekuk kedua lututnya dan duduk bersimpuh. Dengan air mata berucuran ia mengangkat kepala Bhong Lam dan memangku kepala itu. Bhong Lam memandangnya dengan sinar mata yang penuh kasih sayang dan mulut yang berdarah itu tersenyum!
?Hui-moi... katakan... engkau cinta padaku...?? katanya berbisik. Ouw Yang Hui menangis, mulutnya ingin membuat pengakuan itu akan tetapi hatinya menyangkal. tidak, ia tidak mau membohongi orang yang sudah sekarat menghadapi maut.
?Bhong-Ko... aku tidak bisa mencintamu, akan tetapi, Koko... aku... aku telah mengandung anakmu.? la lalu menangis tersedu-sedu. Mendengar ini, seperti ada kekuatan baru memasuki tubuh Bhong Lam. Dia bangkit duduk, matanya terbelalak
?Kau mengandung anakku...?? Terima kasih, Tuhan...! Hui-moi, isteriku sayang... didiklah baik baik anak kita... jangan menjadi seorang jahat seperti Ayahnya...? Bhong Lam melompat berdiri, la tertawa seperti setan tertawa, muka dan pakaiannya penuh darah, Dia mengangkat pedang tinggi-tinggi dan sambil tertawa gembira, dia menyerbu para pengeroyoknya. Banyak pedang dan pisau beracun menyambutnya. Tubuhnya menerima banyak tusukan dan ketika pedang dan pisau itu dicabut, darah bercucuran dari tubuhnya melalui banyak lubang. Tubuh itu terhuyung.
?Hui-moi... jaga Eng-ji (Anak Eng) baik-baik!? Tubuh yang bermandi darah itu setelah meninggalkan pesan dengan teriakan nyaring itu, roboh dan tewas seketika. Ouw Yang Hui yang masih duduk bersimpuh tidak tahan melihatnya. Ia menutupi mukanya dengan kedua tangannya yang juga berlepotan darah, darah Bhong Lam ketika ia memangku kepalanya tadi dan menangis tersedu-sedu. Ang Hwa lalu menghampirinya dan memegang lengannya, menariknya bangun.
?Nona, engkau ikut dengan kami menghadap Kim Niocu!? katanya. Ouw Yang Hui menyerah saja, akan tetapi ia tidak berani memandang ke arah Bhong Lam yang telah menjadi mayat yang bersimbah darah. Ang Hwa yang kedudukannya sebagai orang ke dua sesudah Pek Hwa dalam deretan pembantu Kim Niocu, lalu berkata kepada Hek Hwa. ?Hek Hwa, kau rawat teman-teman yang terluka dan bawa jenazah Bhong-Kongcu itu, serahkan kepada Bhong-pangcu dan buat laporan. Aku bersama sisa anak buahku akan mengantarkan Nona Ouw Yang Hui menyusul Niocu.?
?Baiklah, enci Ang Hwa,? kata Hek Hwa. Empat orang anak buah Hek I Kiam-Tin dan tiga orang anak buah Ang I Tok-Tin roboh oleh pedang Bhong Lam tadi. Hek Hwa lalu mengerahkan anak buahnya untuk mengobati teman-teman yang terluka kemudian mereka membawa jenazah Bhong Lam Untuk dikembalikan kepada Ayahnya. Sedangkan Ang Hwa yang kehilangan tiga orang anak buah, bersama sisa anak buahnya yang tinggal lima orang mengawal Ouw Yang Hui meninggalkan tempat itu menuju ke Kotaraja. Di sepanjang perjalanan, Ouw Yang Hui seperti patung. Pikirannya masih penuh oleh kenangan yang mengerikan tentang kematian Bhong Lam. Hatinya terasa kosong. Kematian Bhong Lam yang amat mengerikan itu amat memberatkan hatinya. Merasa telah menanggung banyak sekali dosa.
Pertama-tama, ia yang membuat tunangan atau kekasihnya, Wong Sin Cu tertawan dan disiksa, nyaris dibunuh. Kalau tidak ada dia, kiranya Sin Cu tidak akan mengalami semua itu. la dapat membayangkan bahwa keputusannya untuk menebus nyawa Sin Cu dengan dirinya, dengan cara menyerahkan dirinya menjadi isteri Bhong Lam, tentu akan mendatangkan kehancuran bagi hati Sin Cu. Akan tetapi tidak ada waktu, baginya tidak ada pilihan lain atau kalau ia tidak mau menyerahkan diri kepada Bhong Lam, tentu Sin Cu akan dibunuh setelah disiksa hebat, setelah kedua matanya dibutakan. la rela berkorban apa saja demi keselamatan Sin Cu. la merasa berdosa kepada pria yang dikasihinya. Kemudia sekarang, kembali ia menjadi sebab kematian Bhong Lam secara demikian mengerikan! la tahu dan merasa benar betapa pemuda Pek-Lian-Kauw itu amat mencintanya, bukan sekedar cinta nafsu.
Dan kini terbukti murninya cinta kasih Bhong Lam kepadanya. Kalau Bhong Lam mau menyerahkannya kepada Kim Niocu, besar kemungkinan dia akan dimaafkan. Akan tetapi tidak. Bhong Lam tidak mau menyerahkannya dan membelanya sampai titik darah terakhir. Pemuda itu mengorbankan nyawa untuknya! Bagaimanapun juga Bhong Lam adalah Ayah dari anak yang ia kandung. Walaupun ia tidak pernah dapat mencinta pria itu, namun pria itu telah mati untuknya, Ia merasa berdosa kepada Bhong Lam. Dosanya yang kedua kalinya. la merasa nelangsa sekali Ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya. Akan tetapi tidak mau membunuh anak dalam kandungannya. Anak itu tidak berdosa dan Tuhan telah memberikan anak itu kepadanya. Tidak... ia tidak akan mengakhiri hidupnya. la akan melahirkan dan merawat anak itu, seperti yang telah dipesankan Ayah kandungnya itu.
Akan merawat dan mendidik Eng-Ji (Anak Eng) baik-baik. Bhong Lam telah memberi nama kepada anaknya, nama yang dapat dipergunakan untuk anak laki-laki maupun perempuan. la akan mendidik agar anak itu tidak menjadi sekejam dan sejahat Ayah kandungnya, demikian pesan terakhir Bhong Lam. Ang Hwa dan lima orang anak buahnya menungang kuda. Ang Hwa berboncengan dengan Ouw Yang Hui. Wanita ini menurut saja dibawa pergi karena ia menang tidak berdaya, maklum bahwa tidak mungkin dapat melepaskan diri dari enam orang wanita itu. la berserah diri kepada Tuhan, menyerahkan diri kepada nasib karena memang, sudah tidak berdaya Sama sekal?. Hidupnya kini hanya untuk anak yang dikandungnya, la tidak memperdulikan lagi apa yang akan terjadi dengan dirinya. Ia sudah pasrah. la tidak khawatir lagi, tidak menangis lagi.
Semua perasaan duka telah habis tercurahkan keluar melalui ratap tangis hatinya, melalui air mata semenjak ia harus mengikuti Bhong Lam, sejak harus berpisah dari Wong Sin Cu. Ang Hwa meninggalkan tiga orang anak buahnya yang terluka oleh amukan Bhong Lam. Mereka membutuhkan rawatan dan tidak mungkin ikut melakukan perjalanan bersamanya. Akan tetapi dengan adanya lima orang anak buahnya, mereka berenam masih cukup tangguh untuk mengajak Ouw Yang Hui ke Kotaraja, menyusul Kim Niocu. Setelah melakukan perjalanan cepat dengan berkuda selama beberapa hari, pada suatu pagi mereka tiba di sebuah padang rumput. Kotaraja sudah tidak begitu jauh lagi. Sore nantipun mereka sudah akan tiba di Kotaraja. Ang Hwa merasa Senang sekali. Sampai hari itu, tidak pernah rombongannya mengalami gangguan.
Setiap kali ada gerombolan orang yang mencurigakan dan agaknya mau mengganggu, ia cukup mengeluarkan sebuah bendera kecil bergambar bunga teratai putih di atas dasar biru gerombolan itu melarikan diri dengan ketakutan. Tidak ada gerombolan penjahat yang berani dengan rombongan Pek-Lian-Kauw! Selagi Ang Hwa melamun dengan hati senang, tiba-tiba ia yang melarikan kudanya paling depan melihat seorang pemuda berdiri di tengah jalan. Ang Hwa cepat memberi isyarat kepada lima orang anak buah yang menunggang kuda di belakangnya. Lima Orang itu lalu melajukan kuda mereka melampaui Ang Hwa sehingga kini Ang Hwa yang memboncengkan Ouw Yang Hui berada di belakang. Lima orang anak buahnya berada di depan dan dari jauh mereka berseru kepada pemuda yang berdiri menghadang di tengat jalan itu.
?Hei kau yang berada di sana, minggirlah kalau tidak mau tertabrak!? Ouw Yang Hui tadi sudah melihat pemuda itu dan ia merasa girang sekali ketika mengenal pemuda itu.
?Kakak Song Bu...? la berseru nyaring. Pemuda itu memang Tan Song Bu. Seperti kita ketahui, Song Bu berpencar dari Ouw Yang Lan dan kekebetulan dia bertemu dengan Ouw Yang Hui yang dilarikan Pangeran Yorgi. Dia bertanding dengan Pangeran Yorgi, mampu mendesaknya sehingga Pangeran Yorgi melarikan diri, akan tetap selagi dia bertanding dengan penculik itu, Ouw Yang Hui dilarikan orang lain. Song Bu menjadi penasaran sekali karena kehilangan jejak penculik baru itu. Dia lalu mencari terus. Dia merasa telah jatuh hati kepada Ouw Yang Hui yang lembut dan cantik jelita. Maka dia berjanji dalam hatinya bahwa dia tidak akan berhenti mencari sebelum dia bisa menemukan kembali Ouw Yang Hui yang diculik.
Dia harus menyelamatkan gadis yang dulu menjadi sumoinya (adik seperguruannya) dan yang sekarang telah menjatuhkan hatinya itu. Secara kebetulan ketika dia sudah tiba di tempat yang tidak begitu jauh lagi dari Kotaraja, dia melihat rombongan wanita berpakaian merah yang menunggang kuda itu. Dia menjadi Curiga dan sengaja menghadang di tengah jalan untuk meneliti siapa adanya rombongan itu. Ketika para anak buah Ang I Tok-Tin itu berseru agar dia minggir agar tidak tertabrak, Song Bu sudah bergerak ke pinggir, akan tetapi pada saat itu dia mendengar seruan, Ouw Yang Hui yang memanggil namanya. Ia mengenal suara itu dan dia melihat bahwa Ouw Yang hui berada di atas kuda yang terakhir diboncengkan seorang wanita. Dia menjadi marah dan menduga bahwa enam orang wanita berpakaian merah ini tentu penculik gadis itu.
Maka sambil bergerak ke pinggir, kedua tangannya didorongkan ke arah dua orang penunggang kuda terdepan. Dua orang wanita baju merah terkejut dan berseru sambil melompat dan berjungkir balik dari atas kuda. Kalau mereka tidak melakukan gerakan ini tentu mereka akan terjungkal dari atas kuda karena dorongan tangan itu mengandung hawa pukulan yang amat kuat! Melihat ini, Ang Hwa terkejut sekali. Apa lagi ia melihat pemuda itu mencabut sebatang pedang yang mengeluarkan sinar biru. Ang Hwa menghentikan kudanya, demikian pula tiga orang anak buahnya yang masih menunggang kuda. Seperti biasa, Ang Hwa hendak menggunakan nama Pek-Lian-Kauw untuk menghindari dari perkelahian. la mengeluarkan bendera kecil bergambar teratai putih itu dan memperlihatkan kepada Song Bu.
?Sobat, kami tidak mencari permusuhan, Harap minggir dan biarkan kami lewat!? katanya. Biasanya, orang yang berniat buruk setelah melihat bendera itu tentu akan mundur karena jerih untuk bermusuhan dengan Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi, begitu melihat bendera itu makin yakinlah hati Song Bu bahwa orang-orang ini memang telah menculik Ouw Yang Hui. Bukankah menurut cerita Ibu Ouw Yang Hui bahwa yang menculik gadis itu mengenakan baju yang ada tanda gambar teratai putih?
?Bagus! Kalian orang-orang Pek-Lian-Kauw telah menculik orang! Hayo bebaskan adikku Ouw Yang Hui itu atau terpaksa aku tidak akan bersikap sungkan lagi terhadap wanita-wanita jahat macam kalian!? bentak Song Bu sambil mengelebatkan pedangnya. Mendengar ini, Ang Hwa terkejut dan maklum bahwa perkelahian melawan orang itu tidak akan dapat dihindarkan lagi. Maka ia lalu menotok pundak Ouw Yang Hui sehingga tubuh wanita itu menjadi lemas tidak mampu bergerak. Setelah menurunkan Ouw Yang Hui dan membiarkan tubuhnya terkulai roboh, ia lalu memberi isarat kepada lima orang anak buahnya dan mereka semua berloncatan dan mengepung Song Bu dengan sepasang pisau belati beracun di tangan masing-masing.
?Agaknya engkau sudah bosan hidup? kata Ang Hwa yang memindahkan pisau di tangan kirinya ke tangan kanan sehingga tangan kanan itu memegang dua batang pisau sedangkan tangan kirinya mengambil sesuatu dari kantung di pinggangnya.
?Hemm, kalau kalian tidak mau membebaskan gadis itu, kalianlah yang bosan hidup?
?Katakan siapan namamu agar jangan mati tanpa nama dan kami dapat melaporkan ke atasan kami!? kata pula Ang Hwa, tangan kirinya telah membawa segenggam paku kecil beracun.
?Memang sebaliknya kalian ketahui siapa yang telah mengalahkan dan membunuh kalian, Namaku Tan Song Bu dan orang-orang menyebut aku Hek-Liong Tahiap (Pendekar Besar Naga Hitam)!?
Baru saja Song Bu berhenti bicara, Ang Hwa sudah menggerakkan tangan kirinya dan serangkum sinar hitam menyambar kearah tubuhnya. Paku-paku kecil beracun itu menyambar ke arah muka, leher dada dan perut! Sungguh berbahaya sekali serangan ini. Paku-paku meluncur cepat sekali karena digerakkan tenaga Sinkang yang kuat dan sebatang paku saja sudah cukup untuk mencabut nyawa karena mengandung racun yang amat berbahaya! Akan tetapi sejak Ang Hwa mengambil senggaman paku dalam tangan dari dalam saku kirinya tadi, Song Bu telah mengetahuinya dan dia telah waspada. Maka ketika Ang Hwa menggerakkan tangan dan Sinar sinar hitam menyambar, tubuhnya telah meloncat ke atas, melalui atas kepala para pengepungnya dan dia turun di dekat Ouw Yang Hui. Cepat dia membebaskan totokan gadis itu hingga dapat bergerak lagi.
?Bu-Ko, hati-hatilah.? Ouw Yang Hui memperingatkan. ?Mereka berbahaya sekali.?
?Tenangkan hatimu, Hui-moi, berdirilah didekat batang pohon besar itu. Aku akan melindungimu dan akan kubasmi perempuan perempuan iblis ini.? kata Song Bu sambil mendorong pundak Ouw Yang Hui dengan lembut ke arah sebatang pohon besar yang tumbuh di tepi jalan. Gadis itupun segera berlindung di bawah pohon. Song Bu memutar tubuhnya menghadapi enam orang anak buah Ang I Tok-Tin dengan pedang di tangan.
?Serbuuu...!? Ang Hwa memberi aba-aba dan enam orang gadis berpakaian merah itu menggerakkan tangan kiri mereka. Banyak sinar hitam lembut menyambar kearah Song Bu. itu adalah senjata rahasia berupa jarum dan paku yang kesemuanya mengandung racun.
Akan tetapi dengan tenang Song Bu memutar pedangnya, Pedang itu lenyap bentuknya dan berubah menjadi gulungan sinar yang menjadi perisai, menjadi benteng sinar yang melindungi tubuhnya. Semua senjata rahasia itu terpental dan runtuh ketika bertemu dengan gulungan sinar itu. melihat betapa serangan mereka gagal, Ang Hwa lalu memberi isarat dan enam orang itu serentak menyerang dengan sepasang pisau belati mereka. Gerakan enam orang itu, terutama sekali Ang Hwa, amat cekatan dan setiap serangan pisau mereka didorong oieh tenaga yang cukup kuat. Akan tetapi, keistimewaan dan andalan regu pengawal Kim Niocu itu adalah penggunaan racun, maka mereka disebut Ang I Tok-Tin (Barisan Racun Berbaju Merah). IImu silat mereka tidak sehebat Hek I Kiam-Tin (Barisan Pedang Berbaju Hitam) yang memang memiliki keistimewaan bermain silat pedang.
Maka, pengeroyokan mereka itu tidak ada artinya bagi Song Bu. Ilmu pedang Coat-Beng Tok-Kiam (ilmu Pedang Racun Pencabut Nyawa) yang dimainkan amat hebat, pula ujung pedangnya juga mengandung racun yang ampuh. Gerakan pedang di tangan kanannya sudah lihai sekali, apa lagi dia masih menyelingi dengan pukulan tangan kirinya yang menggunakan Ang-Tok-Ciang (Tangan Racun Merah). Ang Hwa terkejut bukan main ketika mengenal pukulan ampuh dari telapak tangan yang berubah merah itu. Maklumlah ia bahwa keadaan mereka terancam maut. Kalau masih lengkap sembilan orang sekalipun, rasanya tidak akan mungkin menandingi pemuda lihai ini. la teringat akan Wong Sin Cu, pemuda yang juga amat lihai itu. Pemuda yang dikeroyok bersama lima orang kawannya inipun tidak kalah tangguhnya.
?Wirrrr... singggg...? Angin menyambar-nyambar ketika gulungan sinar pedang Song Bu bergerak semakin cepat, dan seorang pengeroyok menjerit karena pahanya tergores ujung pedang. Dari luka paha itu menjalar rasa gatal dan ngilu ke tubuh dan anggauta Ang I Tok-Tin itu terjungkal roboh! Melihat ini, Ang Hwa cepat membanting sesuatu ke atas tanah, Terdengar suara ledakan keras dan asap hitam tebal mengepul. Song Bu cepat melompat ke dekat pohon, menarik tangan Ouw Yang Hui dan mengajaknya menjauhi asap tebal karena dia khawatir kalau asap itu mengandung racun. Terdengar derap kaki kuda dan enam orang anggauta Ang I Tok-Tin itu sudah melarikan diri dengan menunggang kuda mereka, tersembunyi oleh asap hitam tebal.
?Bu Ko...!? Ouw Yang Hui terisak. Song Bu cepat memeluknya. Ouw Yang Hui menangis sambil bersandar di dada yang bidang itu dan Song Bu merasa berbahagia sekali. Dia membiarkan gadis itu menangis di atas dadanya. Air mata yang hangat itu menembus baju dan membasahi dadanya. Terasa olehnya seolah air mata itu meresap ke dalam dada membasahi dan menghangatkan jantungnya. Tanpa disadarinya, dia menggunakan lengannya untuk mendekap kepala gadis itu dengan perasaan kasih sayang yang berkembang.
?Hui-moi! Jangan menangis lagi, jangan takut, bahaya telah lewat dan aku akan melindungimu.? Ouw Yang Hui menahan tangisnya dan ia merasa betapa kuat dan mesranya rangkulan Song Bu kepadanya, betapa lembut dan hangatnya kata-kata yang keluar dari mulut pemuda itu. Perlahan-lahan ia melepaskan diri dari rangkulan Song Bu. Mereka berdiri berhadapan, saling pandang.
?Bu-Ko, aku bersukur sekali dapat bertemu denganmu di sini sehingga engkau dapat membebaskan aku dari tangan orang-orang Pek-Lian-Kauw. Akan tetapi bagaimana engkau dapat begini kebetulan muncul di sini??
?Bukan kebetulan, Hui-moi. Setelah kau diculik orang ketika aku bertanding melawan orang bergigi emas itu, aku terus mencarimu. Hampir aku putus asa karena hampir dua bulan sudah aku mencari-cari tanpa hasil. Sukur saat ini aku dapat menolongmu dan engkau berada dalam keadaan sehat.? Ouw Yang Hui merasa hatinya perih. Rasanya baru kemarin ketika Song Bu menolongnya dari tangan Pangeran Yorgi dan pada waktu itu ia masih seorang gadis yang belum ternoda. Akan tetapi sekarang, Ia telah diperisteri Bhong Lam, bahkan ia telah mengandung anak keturunan Bhong Lam yang kini telah tewas secara mengerikan. la menuding ke arah batu-batu yang berada di bawah pohon itu.
?Mari kita duduk dan bicara, Bu-Ko, Kita belum sempat bicara ketika engkau menemukan aku lalu bertanding melawan penculikku dulu. Ceritakanlah semua pengalamanmu, Bu-Ko. Aku ingin sekali mendengarnya.?
?Baik, akan kuceritakan. Akan tetapi setelah aku bercerita, engkaupun harus menceritakan pengalamanmu, Hui-moi.? Setelah gadis itu mengangguk, Song Bu melanjutkan.
?Aku merasa menyesal sekali bahwa setelah pertemuan antara kita di Nam-Po dahulu, aku memberitahu kepada Suhu tentang dirimu sehingga Suhu bertindak kejam, membunuh Cia-Ma dan berusaha keras untuk membunuhmu pula. Setelah aku mendengar bahwa Suhu membunuh Cia-Ma dan mencari hendak membunuhmu, aku bercerita tentang dirimu dan tentang kebaikan Cia-Ma yang telah membesarkanmu, menyayangmu, sebagai anak sendiri. Suhu menyadari kesalahakan dan kekeliruannya, lalu menyuruh aku untuk pergi mencarimu sampai dapat dan membawamu ke Kotaraja.?
?Aku tidak mau ikut Ayah. Dia seorang yang berhati kejam, hendak membunuh Ibu ketika dulu Ibu kembali ke Pulau Naga diantar oleh pendekar Gan Hok San yang kini menjadi Ayah tiriku. Pada hal Ibu tidak bersalah apa-apa.?
?Aku tidak akan membawamu kepada Suhu, Hui-moi.?
?Terima kasih, Bu-Ko. Sekarang lanjutkan ceritamu.?
?Ketika aku menerima perintah Suhu itu, aku merasa girang sekali. Hal itu amat kebetulan bagiku karena aku merasa tidak suka akan sikap Suhu terhadap dirimu. Juga aku tidak suka melihat kenyataan bahwa dia membawa aku mengabdi kepada Thaikam Liu Cin yang jahat. Aku tidak suka pula melihat rekan-rekan sekerja yang terdiri dari orang-orang kang-ouw golongan sesat walaupun dari mereka aku banyak menerima petunjuk tambahan ilmu. Maka, aku lalu cepat berangkat meninggalkan mereka untuk memenuhi perintah Suhu. Akan tetapi sampai lama aku mencari, tak juga aku menemukanmu, bahkan bertemu dengan adik Ouw Yang Lan.?
?Ahh, enci Lan...!? Ouw Yang Hui berseru girang.
?Bagaimana dengan ia, Bu-Ko??
?Nasibnya tidaklah seburuk nasibmu Hui-moi. Lan-moi dan Ibunya, Bibi Lai Kim, dibawa penculiknya, yaitu Thai-Lek-Kui Ciang Sek. Akhirnya, Bibi Lai Kim menjadi isteri Ciang Sek yang duda dan yang bersikap baik sekali terhadap Ibu dan anak itu. Lan-moi dilatih ilmu silat sehingga kini ia menjadi seorang gadis yang lihai sekali.?
?Sukurlah kalau begitu. Biarlah aku saja yang menderita kesengsaraan ini,? kata Ouw Yang Hui. ?Lalu bagaimana, Bu-Ko??
?Lan-moi dan aku membantu Ciang Sek ketika Suhu Ouw Yang Lee dan kawannya yang sakti bernama Tho-Te-Kong hendak membunuh Paman Ciang Sek dan Bibi Lai Kim. Setelah berhasil mengusir mereka, aku dan Lan-moi lalu pergi untuk mencari engkau dan Ibumu. Kami berhasil mengetahui bahwa Ibumu ditolong oleh Pendekar Siauw-Lim-Pai bernama Gan Hok San, maka kami lalu pergi ke Siauw-Lim-Si untuk mencari keterangan di mana tempat tinggal pendekar itu. Dan ketika kami tiba di sana, kami bertemu dengan bibi Sim Kui Hwa?
?Memang benar, aku telah bertemu dengan Ibuku dan Ayah tiriku, dan karena terancam oleh Ayah yang hendak membunuh mereka, kami melakukan perjalanan ke Siauw-Lim-Si dan Ayah Ibu bermaksud pindah ke dekat Siauw-Lim-Si agar terlindung. Akan tetapi baru saja kami tiba di depan Kuil, aku sudah diculik orang.?
?Aku mendengar dari Ibumu akan hal itu. Maka, aku dan Lan-moi lalu melakukan pengejaran dan pencarian dengan berpencar. Akhirnya aku dapat bertemu dengan engkau yang diculik si gigi emas itu. Akan tetapi ketika kami sedang bertanding engkau lenyap dilarikan orang lain. Aku berhasil mengusir si gigi emas dan mencarimu tanpa hasil. Akhirnya aku dapat bertemu dengan engkau di sini dan berhasil membebaskanmu dari tangan wanita-wanita Pek-Lian-Kauw itu. Aku merasa beruntung sekali Hui-moi. Nah... sekarang giliranmu untuk bercerita tentang apa yang kau alami.?
Mendengar pertanyaan Song Bu, Ouw Yang Hui terkenang akan pengalamannya yang telah menghancurkan kebahagiaannya dan tak dapat ditahan lagi ia menangis tersedu-sedu. la berusaha untuk menahan tangis dan menutupi mukanya dengan kedua tangan, akan tetapi air matanya membanjir keluar melalui celah-celah jari tangannya. Pundaknya bergoyang-goyang dan tangis yang ditahan-tahannya itu mengguguk. Song Bu terkejut sekali dan dia mengerutkan alisnya. Timbul perasaan iba besar terhadap gadis itu dan saat itu juga Ia merasa bahwa dia telah jatuh cinta kepada Ouw Yang Hui. Sebetulnya perasaan ini telah dirasakannya ketika untuk pertama kali dia bertemu dengan Ouw Yang Hui di Nam-Po, di rumah Cia-Ma.
Akan tetapi pada saat ini perasaan cinta itu terasa benar olehnya. Melihat gadis yang ketika kecil dianggapnya seperti seorang adiknya itu menangis sesenggukan, begitu menyedihkan, Song Bu tidak dapat menahan keharuan hatinya dan diapun merangkul gadis itu. Ouw Yang Hui yang sedang hancur hatinya itu, ketika dirangkul, tangisnya semakin sedih dan sejenak ia menyandarkan mukanya di dada Song Bu seolah menemukan sandaran dan perlindungan. Beberapa saat lamanya mereka berada dalam keadaan seperti itu. Ouw Yang Hui berada dalam pelukan Song Bu dan menangis terisak-isak. Setelah membiarkan gadis itu menangis dan tangisnya agak mereda, Song Bu menggunakan tangan kirinya mengelus rambut kepala Ouw Yang Hui penuh kasih sayang dan berkata dengan lembut, suaranya menggetar penuh perasaan.
?Hui-moi..., sudahlah, jangan menangis. Semua itu sudah lewat, kini tidak ada bahaya lagi yang mengancammu. Ada aku di sini, Hui-moi dan aku akan melindungimu, akan membelamu dengan taruhan nyawaku. Aku mencintamu Hui-moi, aku ingin engkau menjadi isteriku agar selamanya aku dapat melindungi dan membelamu...? Mendengar ucapan yang penuh getaran kasih sayang ini, Ouw Yang Hui terkejut. Dengan lembut ia melepaskan dirinya dari pelukan Song Bu, mundur dua langkah dan tangisnya mendadak berhenti karena pernyataan cinta pemuda itu benar-benar mengejutkan hatinya. Setelah melepaskan diri dari pelukan dan melangkah mundur, Ouw Yang Hui memandang wajah Song Bu dengan wajah pucat dan kedua pipi masih basah air mata, akan tetapi ia tidak terisak lagi. la menggeleng kepala.
?Tidak... tidak, jangan... jangan mencinta aku, Bu-Ko. Jangan mencintai diriku...!? Song Bu memandang heran dan perasaannya terpukul.
?Akan tetapi, kenapa, Hui-moi? Kenapa engkau melarang aku mencintamu? Aku sungguh cinta padamu, Hui-moi!?
?Tidak! Jangan, Bu-Ko. Maafkan, aku tidak dapat menerima cintamu.? Ouw Yang Hui menundukkan mukanya dan dia menjadi sedih sekali.
?Akan tetapi kenapa, Hui-moi? Apakah engkau... hendak mengatakan bahwa engkau tidak cinta padaku??
?Bukan begitu, Bu-Ko, akan tetapi ketahuilah bahwa aku... aku sudah bertunangan dengan Koko Sin Cu...? Song Bu merasa seolah dadanya terpukul. Wajahnya berubah pucat dan suaranya terdengar lirih tak bersemangat,


Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Sin Cu... Siapa dia?? ?Cu-Ko adalah seorang pemuda yang telah menolongku ketika aku hendak dibunuh Ayah Ouw Yang Lee dahulu setelah ia membunuh Cia-Ma, Bu-Ko. Koko Sin Cu pula yang mengantarkan aku mencari Ibuku dan akhirnya aku dapat bertemu dengan Ibu dan Ayah tiriku Gan Hok San. Dia juga membantu kami ketika Ayah Ouw Yang Lee bersama seorang wanita jahat bernama Cui-Beng Kui-Bo datang menyerang kami. karena merasa terancam, Ayah tiriku lalu mengajak kami pindah ke dekat Kuil Siauw-Lim-Si. Cu-Ko juga ikut mengantar setelah kami merayakan pertunangan kami, akan tetapi di depan Kuil itu, aku diculik orang bergigi emas itu.? Hati Song Bu merasa terpukul dan kecewa sekali mendengar gadis yang cintanya ini ternyata telah bertunangan dengan laki-laki lain. Akan tetapi dia menekan perasaan kecewanya. Dia harus dapat melihat kenyataan itu, kenyataan yang tidak mungkin diubah pula.
?Engkau bertunangan dengan Sin Cu itu karena suka rela dan tidak dipaksa, Hui-moi?? Ouw Yang Hui mengangguk, maklum akan kekecewaan hati bekas Suhengnya itu.
?Dan engkau dengan dia? engkau saling mencinta?? Kembali Ouw Yang Hui mengangguk.
?Hemm, kalau begitu aku hanya mendoakan semoga engkau hidup berbahagia dengan tunanganmu itu kelak, Hui-moi. Selanjutnya bagaimana ceritamu? Ketika aku berkelahi dengan si gigi emas, engkau dilarikan orang lain dan bagaimana akhirnya dapat terjatuh ketangan enam orang wanita itu??
(Lanjut ke Jilid 28) Sepasang Rajah Naga (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 28 Mendengar ucapan Song Bu itu, Ouw Yang Hui teringat akan semua pengalamannya selama ia menjadi tawanan Kim Niocu sehingga ia menjadi seorang gadis yang ternoda dan kini bahkan mengandung, maka tak dapat ia menahan kesedihannya dan ia menangis lagi dengan hati terasa diremas-remas. Song Bu memandang dengan iba dan haru, akan tetapi kini dia tidak berani menyentuh Ouw Yang Hi setelah ia mendengar bahwa Ouw Yang Hui mencinta pria yang bernama Sin Cu, bahkan menjadi tunangannya, calon isterinya. Dia hanya dapat menghibur dengan kata-kata.
?Sudahlah, Hui-moi tenangkan hatimu. Semua itu telah berlalu, dan kalau ada yang merisaukan hatimu dan membuatmu penasaran, aku yang akan membantumu mengatasi persoalan yang kau hadapi.? Ouw Yang Hui berusaha sekuatnya untuk menahan tangisnya.
?Bu-Ko, aku... aku... orang yang paling sengsara di dunia ini. aku mengalami hal yang telah menghancurkan kebahagiaanku.? Song Bu mengerutkan alisnya.
?Apa yang telah terjadi, Hui-moi? Ceritakanlah! Aku orangnya yang akan membelamu kalau ada hal penasaran menimpa dirimu. Aku yang akan membalas dendam kalau ada orang yang membuatmu sengsara!? Setelah menenteramkan hatinya yang penuh kesedihan, Ouw Yang Hui dapat melanjutkan ceritanya.
?Yang melarikan aku ketika engkau bertanding dengan Pangeran Yorgi itu adalah seorang pemuda bernama Bhong Lam atau panggilannya Bhong-Kongcu. Dia adalah putera Bhong Pangcu, ketua cabang Pek-Lian-Kauw. Oleh Bhong Lam itu aku diserahkan kepada Kim Niocu, puteri Ketua Umum Pek-Lian-Kauw yang mempunyai kekuasaan besar. Juga Pangeran Yorgi itu ternyata bersekutu pula dengan Pek-Lian-Kauw, Kim Niocu itu mewakili Pek-Lian-Kauw mengadakan hubungan dengan Thaikam Liu Cin di Kotaraja. la hendak membawa aku dan beberapa orang gadis tawanan lain ke Kotaraja, dengan maksud menyerahkan kami kepada Thaikam Liu Cin untuk dibagi-bagikan kepada para pembesar yang menjadi sekutunya. Aku sendiri tentu saja akan diserahkan kepada Ayah Ouw Yang Lee. Kemudian muncullah Cu-Ko! Aku tahu bahwa sejak aku diculik oleh Pangeran Yorgi yang bergigi emas itu, tentu Ayah tiriku Gan Hok San dan Koko Wong Sin Cu akan berusaha untuk mencariku. Akan tetapi dia dijebak dan tertawan pula...? Song Bu tertarik sekali.
?Lalu, apa yang terjadi dengan tunanganmu itu, Hui-Moi. Ouw Yang Hui menghela napas dan memejamkan matanya seolah ingin menghapus pemandangan yang selalu mengganggunya kalau diingatnya tentang Sin Cu.
Budi Kesatria 10 Kamar Gas The Chamber Karya John Grisham 100 Tahun Setelah Aku Mati 6

Cari Blog Ini